NILAI PARAF
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL
INJEKSI NATRII THIOSULFAS
Nama/NPM : Rika L Anggriani / A 131 048
Nurvika S. Simbolon / A 131 088
Moch. Reyzha Adiransyah / A 131 090
Diah Ayu Nurkhasanah / A 131 119
Kelas/Kelompok : Reguler Pagi C / 1
Tanggal Praktikum : 22 Maret 2016
Tanggal Masuk Laporan : 12 April 2016
Asisten Laboratorium : Revika Rachmaniar . M.Farm., Apt
Wahyu Priyo Legowo, S. Farm., Apt
Nitta Nurlita Sari, S.Farm
LABORATORIUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN HAZANAH
BANDUNG 2016
TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL
LARUTAN TETES MATA
BAB I
NAMA ZAT AKTIF DAN BENTUK YANG DIGUNAKAN
1.1 Nama Zat aktif
Natrii Thiosulfas.
1.2 Bentuk yang digunakan
Larutan injeksi.
BAB II
MONOGRAFI ZAT AKTIF
2.1 Monografi Zat Aktif
Bahan Berkhasiat : Natrii Thiosulfas
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur putih
(FI, ed. III, hal 428)
Kelarutan : Natrii Thiosulfas larut dalam 1: 0,5 bagian air (Mart, 1982)
Titik leleh/lebur :
2.2 Dosis
Dosis lazim : 20 ml – 50 ml larutan 10% (FI III, hal 943)
Dosis maksimum : -
Perhitungan dosis : -
2.3 Daftar obat
Obat keras : sediaan injeksi
2.4 Sediaan obat
Pemerian : larutan bening
Stabilitas :
OTT : garam-garam logam berat, oksidator, asam
pH : 8 – 9,5 (USP)
Pengawet : -
Antioksidan : -
Stabilisator : Dapar phospay pH 8. Dialiri gas N2
BAB III
FORMULA DAN METODA PEMBUATAN
3.1 Formula
Natrii Thiosulfas 10 %
Obat suntik dalam ampul 1ml
3.2 Formula lengkap
Atropin sulfat 1 %
Benzalkonium Chloridum 0,01 %
Dinatrii Edetas 0,05 %
Natrii Chloridum 0,65 %
Aqua pro injectionum ad 10 ml
3.3 Metode pembuatan
Metode sterilisasi akhir
BAB IV
MONOGRAFI ZAT TAMBAHAN
4.1 Aqua pro injection
Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION
Nama Lain : Aqua pro injeksi
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Wadah : Dalam wadah tertutup kedap, disimpan dalam wadah tertutup
kapas berlemak, harus digunakan dalam waktu 30 hari setalah
pembuatan
Kestabilan : Stabil secara kimia dalam bentuk fisika bagian dingin cairan
uap
Incomp : Bereaksi dengan obat dan bahan tambahan yang mudah
terhidrolisis (terurai karena adanya air) atau kelembaban pada
suhu tinggi, bereaksi kuat dengan logam alkali(FI Edisi III, Hal. 97 ; Excipient, Hal. 337 – 338)
4.2 Natrii Dihydrogen Phosphas
Rumus molekul : NaH2PO4
Pemerian : Kristal putih; tidak berbau.
Kelarutan : Mudah larut dala air; sangat mudah larut dalam etanol.
Fungsi : Dapar
pH : 4,1- 4,5
OTT : Aluminium, kalsium, garam magnesium.
Stabilitas : Dengan pemanasan suhu 100° C akan kehilangan air kristal.
(Excipient hal 457)
4.3 Dinatrii Hydrogen Phosphas
Rumus molekul : Na2HPO4
Pemerian : Serbuk putih atau kristal putih atau hampir putih, tidak
berbau.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih larut dalam air panas, praktis
tidak larut dalam etanol.
Ph : 9,1
Stabilitas : Higroskopis dengan pemanasan pada suhu 100°C akan
kehilangan air kristal.
OTT : Alkaloid, antipirin, kloral hidrat, pirogalol, resorsinol,
kalsium glukonat.
Penyimpanan : wadah tertutup baik. Di tempat sejuk dan kering.
(Exp Hal : 454)
BAB V
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN
5.1 Perhitungan Bahan
a. Kelengkapan
Dapar fosfat pH = 8 (FI III/1979)
5 ml larutan NaH2PO4 0,8% = 5/100 x 80 = 40 mg/100ml
95 ml larutan Na2HPO4 0,947% = 95/100 x 947 = 900 mg/100m
Tabel 5.1 Perhitungan
W = 0.52−Δtb .C
0.576 = 0.52−{(0.04 x 0,202 )+ (0.9 x 0. 126 )+(1 0 x 0 , 181 )¿ ¿0.576
= 0.52−{(0.00808 )+(0.1 134 )+(1 . 81 )¿ ¿0.576
= 0.52−1,931480.576
= 2,45 % (hipertonis)
Volume larutan yang dibuat :
V = (n+2)C + 6 ml
= (6 +2) 1,1 + 6 ml
= 8,8 + 6 ml = 14.8 ml ̴ 15 ml
Zat C ∆tb C x ∆tb
NaH2PO4 0,04 0.202 0,00808
Na2HPO4 0.9 0.126 0,1134
Na2S2O3 10 0.181 1,81
∑ C x ∆tb 1,93148
Natrii Thiosulfas 100 mg = 15 ml
100 ml× 10 = 1,5 g/15 ml
Natrii Dihydrogen Phosphas 0,4 mg = 15ml100 ml
× 0,0 4 = 0.006 g/15 ml
Dinatrii Hydrogen Phosphas 9 mg = 15 ml100 ml
× 0.9 = 0.135 g/15 ml
Aqua ad 15 ml
5.2 Penimbangan
Tabel 5.2 Penimbangan Bahan
BahanVolume Produksi
(15ml)
Natrii Thiosulfas 0.15 gram
Natrii Dihydrogen 0,006 gram
Dinatrii Hydrogen Phosphas 0,135 gram
BAB VI
PROSEDUR
6.1 Sterilisasi
Tabel 6.1 Sterilisasi alat
Alat Sterilisasi Waktu
Batang Pengaduk Api langsung 20”
Kaca Arloji Api langsung 20”
Spatel logam Api langsung 20”
Beaker glass Oven 170oC 30’
Ampul Oven 170oC 30’
Corong dan kertas saring Autoklaf 121oC 30’
6.2 Prosedur Pembuatan
Aqua pro injection dididihkan dalam beaker glass sebanyak 25 ml selama 10
menit (sampai mendidih) kemudian diambil sebanyak 15 ml. Digunakan sebagian
aqua pro injection dari 15 ml untuk melarutkan NaH2PO4 kemudian Na2HPO4
dilarutkan dalam sebagian aqua pro injection. Natrii Thiosulfas dilarutkan dalam
sebagian a.p.i, kemudian dicampur dengan larutan NaH2PO4 dan Na2HPO4, setelah
diaduk sampai homogen lalu dicek pH-nya dengan menggunakan pH universal.
Larutan ditambahkan aqua pro injection ad 15 ml dan dikocok ad homogen.
Larutan yang sudah homogen tersebut disaring dengan kertas saring terlebih
dahulu kemudian disaring kembali dengan mikroba filter dengan teknik aseptik
dalam laminar air flow. Filtrat yang diperoleh langsung dimasukkan kedalam 6
ampul yang sudah disediakan dengan volume untuk masing–masing ampul 1,1 ml.
Ampul yang sudah terisi kemudian di tutup dengan cara disemprot dengan uap air
yang dialiri gas inert. Sediaan dalam ampul disterilisasi dalam autoklaf dengan suhu
121oC selama 15 menit. Kemudian dilakukan evaluasi sediaan.
BAB VII
EVALUASI
Tabel 7. Evaluasi
No Jenis Evaluasi Penilaian
1 Penampilan fisik wadah Baik
2 Jumlah sediaan 4
3 Kejernihan Baik – Jernih
4 Keseragaman volume Seragam
5 Kebocoran ampul Tidak bocor
6 Kemasan
7 Etiket
8 Brosur
BAB VIII
ASPEK FARMAKOLOGI
8.1 Indikasi
Profilaksis selama infus nitroprusida, perawatan secara empiris pada keracunan
sianida berhubungan dengan inhalasi, ekstravasasi dari mechlorethamin, dapat
diberikan sendiri ataupun dikombinasikan dengan nitrit atau hidroksokobalin padap
pasien keracunan sianida akut dan ingesti garam bromat. (Olson, 2007)
8.2 Kontraindikasi
Tidak diketahui kontraindikasinya (Olson, 2007)
8.3 Dosis dan Cara Penggunaan
a. Untuk digunakan dengan cisplatin (obat kanker):
Orang dewasa dan remaja: dosis pertama, diberikan sebelum pengobatan
kanker, biasanya 4 gram per meter persegi luas permukaan tubuh, disuntikkan ke
pembuluh darah. Dosis kedua dimulai pada saat yang sama dengam obat kanker.
Penggunaan obat ini biasanya 12 gram per meter persegi luas permukaan tubuh,
disuntikkan ke pembuluh darah selama enam jam.
b. Untuk keracunan sianida:
Orang dewasa dan remaja: dosis umum adalah 12,5 gram disuntikkan ke
pembuluh darah pada tingkat 0,625-1,25 gram (2,5-5 mililiter) per menit.
c. Untuk anak-anak
Dosis umum adalah 412,5 miligram (mg) per kilogram (kg) (187 mg per pon)
dari berat badan atau 7 gram per meter persegi luas permukaan tubuh disuntikkan
ke pembuluh darah pada tingkat 0,625-1,25 gram (2,5 5 mL) per menit.
8.4 Efek samping
Efek samping gejala overdosis terjadi sebagai berikut: agitasi, penglihatan kabur
halusinasi (melihat, mendengar, atau merasa hal-hal yang tidak ada), perubahan
mental, kram otot, mual dan muntah, nyeri pada sendi, dengung di telinga. Infus
intravena dapat menyebabkan rasa terbakar, kejang otot dan gerakan tiba-tiba.
Penggunaan pada wanita hamil, kategori C berdasarkan FDA. (Olson, 2007)
8.5 Cara penggunaan dan penyimpanan
8.7 Interaksi Obat
Natrium tiosulfat dapat menurunkan konsentrasi sianida pada beberapa metode
(Olson, 2007).
8.8 ADME
a. Absorbsi
b. Distribusi
c. Metabolisme dan Ekskresi
BAB IX
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan injeksi dengan menggunakan zat aktif
natrii thiosulfas. Dalam pembuatan sediaan ini, dilakukan dengan metode pembuatan
injeksi pelarutnya adalah air. Natrii thiosulfas merupakan garam yang dapat diberikan
secara empiris pada orang yang keracunan sianida, zat ini juga stabil dalam larutan
pembawa air karena dengan pertimbangan natrii thisulfas sangat mudah larut.
Pengunaan aqua pro injection ditujukan karena untuk memenuhi syarat dari
sediaan injeksi yaitu sediaan harus bebas mikroorganisme. Aqua pro injection
merupakan air yang bebas kandungan mikroorganisme dan bebas logam berat
sehingga tidak akan mempengaruhi kestabilan injeksi yang dibuat. Pada penambahan
pembawa air digunakan aqua pro injeksi bebas CO2. Dengan adanya CO2, dapat
bereaksi dengan salah satu bahan obat dalam sediaan, dan bisa membentuk
membentuk endapan. Untuk menghilangkan CO2 pada aqua pro injeksi maka
dididihkan terlebih dahulu.
Pada pembuatan injeksi natrii thiosulfas mempunyai stabilitas pH antara 8-9,5
menurut USP, dan penggunaan stabilitatornya digunakan dapar phospat yang dialiri
dengan gas N2. NaH2PO4 dan Na2HPO4 sebagai larutan penyangga atau buffer.
Larutan penyangga sangat penting dalam pembuatan sediaan injeksi karena kultur
jaringan dan bakteri mengalami proses yang sangat sensitif terhadap perubahan pH.
Selain itu, darah dalam tubuh manusia kisaran pH 7,35 sampai 7,45. Apabila pH
sediaan injeksidiatas kisaran pH normal tubuh manusia akan menyebabkan organ
tubuh manusia menjadi rusak, sehingga harus dijaga kisaran pHnya dengan larutan
penyangga.
Perhitungan tonisitas dilakukan untuk mengetahui apakah larutan yang akan
dibuat bersifat isotonis, hipertonis atau hipotonis. Isotonis adalah suatu keadaan
dimana tekanan osmotik larutan obat yang sama dengan tekanan osmotik tubuh
(darah, air mata). Sedang hipotonis adalah keadaan dimana tekanan osmotik larutan
obat kurang dari tekanan osmotik cairan tubuh. Hipertonis adalah tekanan osmotik
larutan obat lebih dari tekanan osmotik cairan tubuh. Tekanan osmotik diartikan
sebagai gaya yang dapat menyebabkan air atau bahan pelarut lainnya melintas masuk
melewati membran semipermeable ke dalam larutan pekat. Dari hasil perhitungan
didapatkan tonisitas larutan adalah -2,45%, artinya larutan tersebut hipertonis, yaitu
larutan yang memiliki osmolalitas yang lebih tinggi dari plasma. Sehingga dapat
terjadi plasmolisis atau hilangnya kadar air dari sel darah, sel darah akan mengkerut.
Larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan
sampai hipotonis. Cairan tubuh manusia masih dapat menahan tekanan osmotis
larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v. Karena
sediaan yang dibuat hanya 1 ml/ampul, tergolong small volume parenteral (SVP)
diperbolehkan hipertonis.
Setelah natrii thiosulfas, NaH2PO4, Na2HPO4 sudah homogen, untuk mencegah
masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam sediaan. Sejumlah tindakan
pencegahan dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan, yaitu dengan dilakukan
penyaringan terlebih dahulu menggunakan kertas saring. Setelah dilakukan
penyaringan, larutan dimasukkan ke dalam ampul yang dilakukan dalam laminar air
flow (LAF) dengan menggunakan filter mikroba. Pengerjaan dilakukan di LAF
(laminar air flow), hal ini dimaksud untuk meminimalisir mikroba atau zat asing
lainnya masuk dalam sediaan dan proses ini dilakukan secara aseptis menggunakan
etanol yang di semprot ke tangan sebagai antiseptik sebelum melakukan pengisian
larutan sediaan kedalam ampul. Antiseptik ini untuk membunuh mikroorganisme
pada tangan yang mungkin dapat menyebabkan kontaminasi pada sediaan. Proses
filtrasi sediaan dilakukan untuk menghilangkan cemaran mikroba pada larutan
sediaan karena salah satu syarat injeksi adalah bebas partikel dan jernih. Setelah ke
enam ampul terisi selanjutnya ampul langsung ditutup dan di tes kebocoran. Dari tes
kebocoran ini diperoleh satu ampul yang retak dan mengalami kebocoran sehingga
ampul yang diperoleh hanya lima ampul. Dan dilakukan beberapa evaluasi seperti uji
keseragaman bobot, kejernihan.
Pada percobaan ini, metode yang digunakan adalah metode sterilisasi akhir
dengan autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan tinggi.
BAB X
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa % tonisitas dari sediaan
adalah -2,45 %, secara visual sediaan yang telah dibuat memenuhi syarat kejernihan,
keseragaman bobot dan uji kebocoran. Cara pembuatan injeksi natrii thiosulfas
dilakukan metode sterlisasi akhir.
BAB XI
ETIKET DAN KEMASAN
11.1 Etiket
11.2 Label
BAB XII
KEMASAN DAN BROSUR
12.1 Kemasan
12.2 Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta: Departemen kesehatan
Republik Indonesia
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Departemen kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta
Anonim. 2009. “Handbook of Pharmaceutical Excipient”. 6th ed.
Wade, Ainley and Weller, Paul J. 1994. Pharmaceutical Excipients. 6th edition. The
Pharmacuetical Press. London.