BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan Praktikan
Untuk mengetahui dan dapat melakukan suatu analisa senyawa dengan
menggunakan spektrofotometer infra merah sehingga diketahui gugus – gugus
fungsional dari senyawa tersebut.
1.2 Prinsip Percobaan
Spektro infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat – sifat
bahan, dimana struktur zat yang diuji dapat diamati pada spektrogram panjang
gelombang vs transmittansi yang sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu
molekul. Spektrogram zat yang diuji disbandingkan dengan spectrogram dari
bahan yang sudah diketahui spektranya.
1.3 Landasan Teori
1.3.1 Uji Aktivitas Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi Alcohol dengan agen pereduksi LiAlH
Pendahuluan
Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi
alkohol yakni setil alkohol cenderung sulit dan membutuhkan agen
pereduksi yang sangat kuat seperti LiAlH4. Namun tingginya kereaktifan
LiAlH4 ini menyebabkan perlakuan dalam penggunaannya sulit serta
memiliki keterbatasan seperti membutuhkan pelarut anhidrat dan mahal. Di
sisi lain, NaBH4 merupakan agen pereduksi yang baik, tidak mahal dan aman
dalam penggunaannya, tetapi NaBH4 kurang mampu mereduksi asam
karboksilat serta derivatnya (Saeed, A., 2006). Untuk memperluas
penggunaan NaBH4, kereakfitannya dapat ditingkatan dengan beberapa zat
tambahan seperti ZnCl2 menghasilkan Zn(BH4)2 (Narasimhan, S., 1998) dan
juga dengan penambahan asam lewis seperti dimetil sulfat, boron trifluorida
dan trifenil borat. Namun pada penelitian ini akan digunakan sistem
NaBH4/BF3.Et2O untuk mereduksi asam palmitat, dimana sistem
NaBH4/BF3.Et2O akan menghasilkan boran sebagai reduktor yang sangat
baik, misalnya dalam mereduksi asam karboksilat aromatik dan
derivatnya menjadi alkohol secara langsung (Cho, S., et al., 2004). Selain itu,
persen produk reduksi asam karboksilat dengan penambahan boron trifuorida
lebih tinggi dibandingkan penambahan asam lewis lainnya (Cho, B.T.,
1982). Sedangkan preparasi Zn(BH4) untuk mereduksi asam palmitat
menjadi setil alkohol membutuhkan waktu lama (72 jam). Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O guna mereduksi asam
palmitat yang termasuk asam karboksilat rantai panjang untuk menghasilkan
setil alkohol. Setil alkohol merupakan salah satu senyawa golongan alkohol
rantai panjang atau sering disebut fatty alcohol karena diperoleh dari turunan
asam lemak. Togashi, N., et. al., 2007 melaporkan bahwa beberapa fatty
alcohol dengan rantai karbon lebih dari 17 memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Stappylococcus aureus. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai sifat antibakteri yang mungkin dimiliki setil alkohol
(C16) sebagai zat antara dalam sintesis cetyl pyridinium chlorie, suatu agen
antibakteri, terhadap Stappylococcus aureus dan Escherichia coli. Oleh
karena itu, penelitian ini diharapkan asam palmitat yang termasuk
hidrokarbon rantai panjang (C16) juga dapat direduksi menjadi setil
alkohol dengan menggunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O dan produk yang
diperoleh diuji aktifitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus (gram
positif) dan Escherichia coli (gram negatif).
Bahan dan Cara Kerja
Alat. Seperangkat alat refluks, labu leher tiga, corong penambah, penangas
listrik, termometer, pengaduk magnetik, gelas beker, pengaduk gelas, erlemeyer,
kaca arloji, tabung reaksi, labu ukur, botol vial, timbangan analit, kertas
saring, kertas aluminium foil, corong kaca, corong pisah, pipet tetes, autoklaf,
inkubator, kawat ose, petridis, spiritus, jangka sorong dan spektrofotometri FT-
IR.
Bahan. Asam palmitat p.a, NaBH4 p.a., THF p.a., BF3.Et2O p.a.,
diklorometan p.a., kloroform teknis dan akuades yang dapat diperoleh dari
toko-toko bahan kimia, nutrien Broth (NB) dan nutrien Agar (NA)
yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA UNDIP, bakteri
Staphylococcus aureus yang diperoleh dari laboratorium Biokimia FMIPA
UNDIP dan Escherichia coli yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA
UNDIP.
Cara Kerja
1. Reduksi Asam Palmitat
Kedalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet,
corong penetes, pendingin bola dan tabung berisi silika, dimasukkan 2 gram
asam palmitat ditambahkan ke dalam NaBH4 1,1369 gram setelah masing-
masing dilarutkan dalam 20 mL THF. Larutan BF3.Et2O sebanyak 4 mL
dalam THF ditambahkan perlahan-lahan ke dalam larutan NaBH4 dan asam
karboksilat (asam palmitat) dalam THF pada temperatur kamar dan
kondisiinert dengan mengalirkan gas N2. Campuran diaduk terus menerus
dengan magnetig stirer selama 60 jam. Kemudian campuran reaksi
ditambahkan H2SO4 2M sebanyak 4 mL dalam THF. Selanjutnya ditambah
NaOH 2M sebanyak 8 mL. Setelah 10 menit, THF dibuang dengan rotary
evaporator. Produk yang telah mengental ditambahkan 25 mL
diklorometan dan dilakukan pengadukan selama ± 1 jam. Lapisan organik
dipisahkan dan dievaporasi untuk memperoleh produk bebas pelarut.
2. Analisis Produk Reduksi
Hasil sintesis dianalisa titik leburnya dan diidentifikasi dengan menggunakan
spektrofotometri FT-IR. Kemudian spektra yang dihasilkan dibandingkan
dengan spektra asam palmitat dan spektra setil alkohol dari literatur.
3. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi
a. Sterilisasi alat dan bahan
Cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit, spatula, sprider,
kertas saring, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan seluruh alat dan
bahan (kecuali setil alkohol) yang akan digunakan disterilisasi di dalam autoklaf
setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas
(Pelczar,2005).
b. Pembuatan stok kultur murni dan suspensi bakteri uji
Sebelum dipakai dalam uji antibakteri, bakteri S. aureus dan E. coli yang
akan dipakai harus diregenerasi terlebih dahulu ( umur 24 – 48 jam). Langkah
pertama yang dilakukan adalah membuat biakan agar miring yaitu menggoreskan
biakan dari stok bakteri ke media Nutrient Agar (NA) miring yang masih baru.
Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Biakan tersebut
merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada suhu 4 – 5
oC.
Dari biakan tersebut diambil satu ose untuk setiap bakteri uji ( S. aureus
dan E. coli) dan diinokulasikan ke dalam 100 mL Nutrient Broth (NB) steril pada
erlemeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya erlemeyer tersebut diinkubasi di dalam
inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 150 rpm.
c. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Satu mililiter suspensi S. aureus dan E. coli yang telah dibuat tadi
diinokulasikan pada 15 mL medium NA cair (pour plate) kemudian diratakan
dandibiarkan memadat. Cakram kertas steril dengan diameter 0,6 cm
dicelupkan kedalam larutan setil alkohol hasil sintesis selama 2 detik.
Setelah itu cakram diangkat dan dilewatkan di atas lampu spiritus, kemudian
diletakkan di atas permukaan medium NA yang telah diinokulasi dengan
suspensi bakteri. Tiap cawan petri yang berisi 3 – 5 buah cakram kertas dari
konsentrasi setil alkohol yang sama, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37
oC. (Brooks, et al, 2001; Nester, et al., 1982 ; Pelczar, 1988).
d. Parameter
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat
(mm) dari masing-masing perlakuan, pengukuran dilakukan dengan
penggaris. (Pelczar, 1988).
e. Rancanganpercobaan
Rancangan dasar penelitian ini adalah RAL faktorial. Faktor yang dicoba
pada penelitian ini adalah konsentrasi setil alkohol 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%,
8%, dan 10% (b/v) dan macam bakteri yang digunakan S. areus (B1) dan E. Coli
(B2).
Semua perlakuan dilakukan 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf
signifikan 5% dan 1%.
Hasil dan Pembahasan
1. Reduksi Asam Palmitat
Penelitian reduksi asam palmitat dilakukan dengan menggunakan sistem
NaBH4/ BF3.Et2O. Menurut Cho, S., 2004, perlakuan sodium borohydride
dengan boron trifluoride etherate akan menghasilkan boran. Boran inilah
yang akan mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol.
3 NaBH4 + 4 BF3 2 B2H6 + 3 NaBF4 ......................
(1)
Gas diboran tersebut akan terdisosiasi menjadi monomernya (BH3) dalam
pelarut THF (Tetrahydrofuran), dimana boran yang terbentuk akan
terstabilkan oleh oksigen dalam sistem THF.
B2H6 + 2 C4H8O 2 BH3:OC4H8 ..................................
(2)
Boran dengan tiga buah hidridanya akan mereduksi asam palmitat
melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembentukan
triacyloxyborane dengan penambahan 3 ekuivalen dari asam karboksilat untuk
tiap molekul boran.
NaBH4 + 2 H2O NaBO2 + 4 H2
Langkah selanjutnya adalah pemurnian dan ekstraksi. Pelarut THF
dipisahkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh produk yang pekat.
Produk ini diekstraksi dengan diklorometan dan akan terbentuk dua lapisan, yaitu
fasa air dan fasa organik. Kemudian, fasa organik dipisahkan lalu dievaporasi
dengan rotary evaporator sehingga senyawa yang dihasilkan sudah terbebas dari
zat-zat pengotor. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam desikator. Kemudian
ditimbang, ditentukan titik lelehnya, dan dianalisis dengan spektrofotometer FT-
IR.
Hasil reaksi yang didapatkan berupa padatan putih seperti lilin dengan
rendemen sebesar 77,51 % dengan titik leleh ± 50 ºC sedangkan asam palmitat
sebagai bahan awal memiliki titik leleh 62 ºC. Hal ini menunjukkan bahwa bahan
awal asam palmitat telah berubah atau menghasilkan senyawa baru. Berdasarkan
Budavari (1989) titik leleh setil alkohol sebesar 49 ºC, hal ini membuktikan
bahwa produk yang diperoleh kemungkinan besar adalah setil alkohol.
Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR
untukmengetahui gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa produk (senyawa setil
alkohol), kemudian dibandingkan dengan spektra asam palmitat (material start) dan
spektra setil alkohol dari literatur. Ketiga spektra dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Gambar 2.Dari spektra produk yang dihasilkan terdapat serapan lebar kuat
pada3443,15 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil. Serapan pada
daerah2919,06 cm-1 dan 2850,99 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkil Csp3-H
diperkuat dengan serapan di daerah 743,91 cm-1 dan 723,26 cm-1
menunjukkan senyawamengandung rantai alkil yang panjang. Serapan pada
panjang gelombang1111,91cm-1 berasal dari gugus C–O. Sedangkan
serapan pada panjang gelombang 1701,57 cm-1 yang menunjukkan masih adanya
gugus karbonil(C=O).
Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih adanya asam palmitat yang belum
tereduksi.
Bila dibandingkan dengan spektra FT-IR produk sintesis terlihat jelas
bahwa material start asam palmitat telah berubah menjadi setil alkohol. Hal ini
jelas terlihat pada serapan disekitar 3000 cm-1 dimana serapan produk setil alkohol
lebih tajam dan melebar dibanding asam palmitat. Selain itu, pada spektra setil
alkohol terlihat serapan gugus karbonil (C=O) pada panjang gelombang 1701,57
cm-1 yang lebih rendah dibandingkan serapan C=O pada spektra asam palmitat di
sekitar 1705,07 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa produk setil alkohol telah
terbentuk meskipun masih mengandung asam palmitat atau belum benar-benar
murni. Oleh karena itu dapat disimpullkan bahwa asam palmitat telah berhasil
direduksi menjadi setil alkohol dalam sistem NaBH4/ BF3.Et2O.
2. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi
Uji ini dilakukan dengan variasi konsentrasi produk reduksi (setil alkohol)
1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/v) dalam pelarut kloroform. Dalam uji
antibakteri ini, digunakan metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas.
Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan efektif untuk mengetahui
aktifitas antibakteri suatu sampel (Brooks et al., 2001).
Cakram kertas yang digunakan memiliki diameter 0,6 cm.Larutan klorofor
digunakan sebagai pelarut produk reduksi tersebut (setil alkohol), tetapi
ternyata kloroform memberikan hambatan, sehingga lebar zona hambat untuk
produk dihitung dengan mengurangi lebar zona hambat larutan dengan lebar zona
Data diameter zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis
dengan uji
ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan
analisa sidik ragam (ANOVA), pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli terhadap perlakuan jenis bakteri menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (F hitung > F Tabel; α= 0,01). Hal ini menunjukkan
bahwa produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktifitas antibakteri yang
berbeda terhadap pertumbuhan kedua bakteri. Sedangkan pada perlakuan
macam konsentrasi dan interaksi antara perlakuan jenis
bakteri dan macam konsentrasi, masing-masing
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel;
α= 0,05).
Uji lanjut Duncan terhadap hasil pengukuran diameter zona hambat
pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil
alkohol) mempunyai aktivitas yang berbeda
terhadap bakteri uji ( Beda riil > Beda baku JNTD 0,01). Perbedaan reaksi
bakteri uji terhadap senyawa setil alkohol (produk reduksi) disebabkan
oleh adanya perbedaan struktur dinding sel pada kedua bakteri uji.
Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki struktur
dinding sel yang relatif sederhana dibandingkan dengan bakteri gram
negatif (Bibiana, 1992). E. coli adalah bakteri gram negatif yang
memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu
lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa
peptidoglikan yang tebal dan lapisan dalam lipopolisakarida (Pelczar,
1988).
Struktur dinding sel bakteri gram positif yang lebih sederhana
tersebut memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel
dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel yang
kompleks menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti alkohol
untuk menembus membran sel bakteri, sehingga E. coli kurang peka
terhadap senyawa bioaktif tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan
lebar zona hambat antara bakteri S. aureus dan E. coli.
Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi tidak
menunjukkan
perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05). Hal ini kemungkinan
produk reduksi asam palmitat ini belum benar-benar murni seperti
yang digambarkan pada spektra FT-IR produk reduksi di atas. Selain itu
juga, kemungkinan konsentrasi uji yang dilakukan kurang tinggi, sehingga
potensi antibakteri yang dimiliki setil alkohol (produk reduksi) belum
optimal. Namun, dari grafik hubungan diameter zona hambat dan
konsentrasi (gambar 3), terlihat jelas aktivitas tertinggi dari konsentrasi
setil alkohol yang diujikan adalah pada konsentrasi 10% untuk S. aureus
dengan lebar zona hambat sebesar 2,33 mm, sedangkan untuk E. coli pada
konsentrasi 6% dengan lebar zona hambat sebesar
1,167mm tidak jauh beda pada konsentrasi 10% dengan lebar zona
hambat 1,00
mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi yang
diujikan untuk E.coli masih kurang optimal untuk mengetahui konsentrasi
optimum yang dapat menghambat pertumbuhan E.coli.
1.3.1. Spektrophotometry
Dari uraian diatas, maka pada penelitian ini ingin diketahui kadar
kalsium yang terdapat pada susu sapi murni dan susu sapi segar di pasaran
secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), dengan alasan bahwa dengan
metode ini memiliki keuntungan antara lain: cepat, spesifik untuk setiap
unsur tanpa dilakukan pemisahan, dapat mengukur kadar logam dalam
jumlah kecil dan tidak begitu banyak bahan yang digunakan. Osteoporosis
(kerapuhan tulang) menyebabkan hampir dua juta kasus patah tulang
pinggul setiap tahunnya di seluruh dunia. Osteoporosis terjadi akibat
berkurangnya massa tulang yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah
kalsium di dalam tulang. Patah tulang akibat osteoporosis telah menjadi
suatu ancaman serius karena kebanyakan pasien tidak akan bisa hidup tanpa
bantuan orang lain.
Konsentrasi total arsenik dalam makanan yang berbeda dari Spanyol
selatan-timur ditentukan oleh hidrida generasi spektrometri serapan atom.
Mineralisasi dilakukan dengan campuran HNO3-HClO4 dalam sebuah bak
pasir thermostated. Penentuan Arsen dilakukan dengan metode penambahan
standar. Analisis NIST dan bahan CBR-CEC referensi menunjukkan
keandalan dan akurasi teknik ini. Tingkat arsenik tertinggi ditemukan dalam
makanan laut, sereal, daging dan daging dengan produk. Dalam daging dan
daging oleh-produk, total arsenik diukur dalam daging jauh lebih tinggi dari
yang di sosis (p <0,05). Dalam sereal, konsentrasi arsen dalam jagung dan
nasi putih sampel secara signifikan lebih tinggi (p <0,01) dibandingkan
diukur dalam gandum oleh produk. Rata-rata konsentrasi arsen dalam keju
secara statistik lebih rendah daripada di produk susu lainnya (p <0,01). Data
baru telah disediakan di kandungan arsen total berbagai makanan di
Spanyol, yang penting untuk membuat paparan perkiraan. Asupan harian
perkiraan total arsenik diet Spanyol adalah 221 g Sebagai 1 hari.
Pengantar Arsenik adalah logam yang terjadi di tingkat ultratrace,
untuk yang berfungsi biokimia spesifik belum sepenuhnya telah
didefinisikan dengan baik.
Bukti menunjukkan yang kekurangan makanan di beberapa model
binatang hasil dalam fungsi biologis suboptimal yang dicegah atau terbalik
oleh asupan fisiologis jumlah elemen. Ia telah mengemukakan bahwa logam
ini dapat memainkan peran penting dalam manusia karena penurunan
konsentrasi serum arsen telah berkorelasi dengan cedera dari pusat penyakit
sistem saraf, vaskuler dan kanker (Nielsen 1999). Di sisi lain, beberapa studi
menunjukkan potensi unsur jejak ini untuk mendorong kulit lesi ketika
individu yang terkena arsen tinggi konten dari air (Smith et al 2000.) atau
nonmelanoma karsinoma kulit bagi individu yang terpapar ke tinggi tingkat
arsen lingkungan sebagai akibat pembangkit listrik tenaga batu-pembakaran
(Pesch et al. 2002). Karena mekanisme ada untuk pengaturan homeostatik
arsenik, racun melalui asupan oral relatif rendah. Beracun jumlah arsen
anorganik umumnya dilaporkan dalam miligram (Nielsen 1999), biasanya
ditemukan di wilayah geografis yang terkontaminasi terutama di perairan
mana bentuk-bentuk anorganik dari trace elemen yang dominan (Smith et al
2000, Del Razo et al.. 2002).
Namun, paparan arsenik telah terkait munculnya beberapa jenis
kanker (Pesch et al. 2002). Baru-baru ini, sebuah laporan mengenai
penilaian risiko kanker yang berhubungan dengan konsumsi tiram
menyebabkan kepanikan di kalangan konsumen di Taiwan, menghasilkan
efek signifikan pada industri terkait (Guo 2002). Kandungan arsen jaringan
dan cairan secara signifikan dipengaruhi oleh asupan arsen, spesies hewan
dan organ, dan diperkirakan usia yang individu bisa juga menjadi faktor lain
yang penting (Anke 1986).
Untuk estimasi dari asupan total arsenik manusia, kontribusi masing-
masing kelompok makanan harus dipertimbangkan. Di antara makanan secara
keseluruhan juga baik diketahui bahwa ikan mengandung jumlah tinggi arsenik
senyawa, yang terutama diwakili oleh organik arsenik senyawa, terutama oleh
arsenobetaine. Secara umum diasumsikan bahwa arsenobetaine dengan cepat
dieliminasi melalui urin dan Oleh karena itu tampaknya tidak beracun bagi
manusia, meskipun kinetika senyawa ini dalam darah manusia masih tidak
diketahui (Lehmann et al 2001.). Daging dan daging oleh-produk, sayuran dan
produk susu biasanya memberikan kontribusi lebih rendah jumlah asupan total
arsenik. Konsumsi arsen orang dewasa bervariasi tergantung pola diet mereka.
Jadi, orang dewasa dari Jepang, negara konsumen ikan yang tinggi,
mengkonsumsi sekitar 161-329 mg hari. Sedangkan di negara lain di mana nilai
terutama bahan makanan yang dimakan terestrial jangkauan 4-84 mg hari. Secara
umum, telah diamati bahwa asupan makanan sehari-hari total arsenik langsung
berkorelasi dengan seafood konsumsi. Telah diketahui bahwa bahkan asupan
berkepanjangan rendah konsentrasi arsen dapat menyebabkan serius beracun efek
untuk muncul (Concon 1988).
Akibatnya, perhatian dalam menganalisis tingkat arsen total dalam bahan
makanan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam penilaian status arsen diet dalam penduduk, diperlukan beberapa
langkah:
(1) pengukuran konsumsi makanan untuk penduduk,
(2) analisis makanan pokok setempat dari yang asupan arsenik dapat ditentukan
dan
3) perbandingan dari konsumsi elemen dengan tingkat maksimum diperbolehkan
dalam rangka untuk menentukan risiko toksikologi terkait dengan konsumsi tinggi
dari jejak elemen dalam diet. Dalam penelitian ini, evaluasi arsenik makanan yang
dikonsumsi dalam makanan sehari-hari di penduduk dari Spanyol selatan-timur
dan yang terkait resiko toksikologi dianggap. Pengukuran dari tingkat arsen total
148 sampel makanan yang paling umumnya dikonsumsi dan diproduksi di
selatan-timur Spanyol, yaitu Motril, sebuah kota pesisir, generasi hidrida
menggunakan spektrometri serapan atom (HGAAS). Akurasi dan presisi dari
Metode sebelumnya dilakukan untuk memeriksa kesesuaian teknik analisis dalam
makanan yang berbeda kelompok dipertimbangkan untuk penentuan total arsenik.
Selanjutnya, kontribusi makanan ini ke asupan makanan total arsenik total
dievaluasi. Oleh karena itu, makanan yang diidentifikasi sebagai bertindak sebagai
penting sumber arsen dalam makanan individu.
1.3.2. Spectrophotometer Infra Red
Fourier Mengubah Bentuk Inframerah (FTIR) spektroskopi mengijinkan
analisa dari satu relevan jumlah dari compositional dan informasi struktural
mengenai contoh-contoh lingkungan (Kögel-Knaber, 2000) dan baru-baru ini,
penggunaan hubungkan nya dengan 2DCORR sudah meningkatkan capaian dari
ini teknik di dalam studi-studi dari kompleks sistem lingkungan (Noda dan Ozaki,
2005). Sesungguhnya, 2D analisa korelasi adalah satu metoda untuk mengkhayal
hubungan-hubungan dinamis di antara variabel-variabel di dalam multivariate data
menyimpan menerapkan fungsi korelasi-silang kompleks. Ini pendekatan
mengijinkan untuk mengidentifikasi fitur spektral yang ubah di dalam tahap
(yaitu. secara linier dihubungkan antar mereka) dan tak sefase (secara parsial atau
sama sekali tidak menghubungkan antar mereka). Di dalam lebih banyak detil,
bila kita menguji satu kompleks sistem lingkungan selama dinamisnya (yaitu.
ruang atau sementara) evolusi oleh FITR spectra dan sebagai tambahan, kita
penggunaan 2DCORR untuk memeriksa kembali mereka, kita dapat menandai
sistem yang menjelaskan aspek spesifik molekular mekanisme-mekanisme
melibatkan di dalam evolusi dinamis sistem lingkungan untuk dipelajari. Studi
hubungan-hubungan antar variabel-variabel adalah bidang panjang gelombang
panjang gelombang (WW) 2DCORR selagi(sedang studi hubungan-hubungan
antar contoh-contoh adalah bidang samplesample (S) 2DCORR (Šašic et al.,
2001). Di catatan/kertas ini, kita melaporkan penggunaan hubungkan dari FTIR
spektroskopi dan 2DCORR diberlakukan bagi dua studi-studi lingkungan spesifik.
Kasus pertama dari studi dihubungkan dengan identifikasi jalan kecil
pengumpulan dari HS mencicip disadap dari sedimen-sedimen angkatan laut;
kasus dari yang kedua studi dihubungkan dengan perbandingan modifikasi-
modifikasi molekular disebabkan oleh tindakan-tindakan pengotor-pengotor
berbeda di ganggang angkatan laut Dunaliella tertiolecta menggunakan sebagai
biomarker dari kualitas lingkungan.
FTIR spektroskopi dan 2D analisa korelasi di dalam studi pengumpulan
mekanisme-mekanisme dari HS FTIR spektroskopi dari ultra menyaring sub-
fractions HS bukti-bukti contoh-contoh relevan perubahan-perubahan dari
konsentrasi-konsentrasi lipid berkenaan dengan protein-protein dan karbohidrat-
karbohidrat sepanjang evolusi proses pengumpulan (Gambar 1). Sesungguhnya,
lipid-lipid adalah penting di dalam kumpulan-kumpulan dengan mw lebih rendah
dari 1 kDa, hampir sepele di dalam pecahan-pecahan dengan mw lebih tinggi
dibanding 1 kDa dan lebih rendah dari 5 kDa dan penting lagi di dalam pecahan-
pecahan dengan mw lebih tinggi dibanding 5 kDa. Protein-protein dan
karbohidrat-karbohidrat menunjukkan karakteristik-karakteristik berbeda sebab
mereka adalah komponen-komponen penting sub-fractions materi organik. Hasil
ini bisa adalah mungkin tergantung pada penautan silang (yaitu. formasi misel)
peran yang dimainkan oleh lipid-lipid sepanjang proses pengumpulan dari HS.
Peran penautan silang adalah berbeda dari peran yang dimainkan oleh protein-
protein dan karbohidrat-karbohidrat, yang didasarkan sebagai ganti(nya) di
pengumpulan diri mereka dan polymerisations karakteristik-karakteristik dan di
interaksi-interaksi spesifik mereka dengan logam umum unsur-unsur lingkungan
angkatan laut seperti Ca dan Mg notulen. 2DCORR mendukung hasil-hasil yang
diperoleh oleh FTIR spektroskopi dan sebagai tambahan, mengijinkan sebagian
orang pengertian yang mendalam spesifik di dalam struktur dari kumpulan-
kumpulan ini dari materi organik. 2DCORR WW spektroskopi mengungkapkan
bahwa protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat sudah relevan kontribusi-
kontribusi sampai semua langkah-langkah proses pengumpulan (Gambar 2) juga
atas pertolongan interaksi-interaksi spesifik antar mereka. Interaksi-interaksi ini
antar[a] protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat di dalam pembentukan EHS
kumpulan-kumpulan dapat bertukar-tukar antar sedimen berbeda mencicip tetapi
adalah setidak-tidaknya selalu masa kini seperti yang ditunjukkan oleh autopeaks
pada 3400, 1650 dan 1150 cm-1 (Gambar 2, alur cerita benar), khas puncak-
puncak dari campuran-campuran ini. crosspeaks pada 3400 v 1650, dan 3400 v
1150 cm-1 adalah bukti interaksi-interaksi (kutub dan reaksi kondensasi) antar[a]
biomolekul-biomolekul ini. sebaliknya, Campuran-campuran lipid seperti zat
asam yang mengandung gemuk ester-ester dan zat asam yang mengandung
gemuk, tidak menunjukkan interaksi-interaksi dengan protein-protein dan
karbohidrat-karbohidrat sebab kehadiran mereka di dalam berbeda H pecahan-
pecahan adalah tidak pernah dihubungkan dengan kehadiran kandungan protein
dan karbohidrat mencicip. Ini temuan mendukung hipotesis peran penautan silang
yang dimainkan oleh lipid-lipid sepanjang proses pengumpulan, telah evidenced
dengan spektroskopi FTIR konvensional (Gambar 1) (Mecozzi dan Pietrantonio,
2006). Crosspeaks dari spectra tak serempak (Gambar 3) pada 3400 v 1150, 3400
v 1150, 3400 v 2850, 1650 v 1150 cm-1 menunjukkan kompleksitas interaksi
kimiawi antar karbohidrat-karbohidrat, protein-protein dan lipid-lipid yang terjadi
dengan satu komponen tak sefase. Sebagai tambahan, yang dicatat bahwa haruslah
di dalam spectra 2DCORR yang ditinggalkan dari Gambar 3 ada crosspeaks unik
pada 3400 v 2850 cm-1 (yaitu. panah yang dihancurkan) yang dihubungkan
dengan interaksi lipid karbohidrat. Ini apakah konfirmasi peran berbeda yang
dimainkan oleh kelas ini dari biomolekul-biomolekul di dalam pengumpulan
proses dari HS yang dibedakan berkenaan dengan protein-protein dan karbohidrat-
karbohidrat. 2DCORR S spektroskopi (Gambar 4) ditetapkan bukti-bukti umum
yang diperoleh oleh 2D WW spektroskopi dan lebih dari itu, memberi bukti
bahwa pembentukan EHS kumpulan-kumpulan adalah di dalam manapun kasus
satu proses-proses pengumpulan dimana proses kompleks adalah di dalam
keseimbangan kimia dengan proses-proses penurunan(pangkat,derajad). Hasil-
hasil ini memufakati mereka yang studi-studi lain mengenai mekanisme-
mekanisme pengumpulan dari HS (Ishiwatari, 1992; Verdugo et al., 2004).
BAB II
PROSEDUR KERJA
2.1. Alat dan Bahan
A. Alat Yang Digunakan.
• Seperangkat alat refluks
• labu leher tiga
• corong penambah
• penangas listrik
• termometer
• pengaduk magnetik
• gelas beker
• pengaduk gelas
• erlemeyer
• kaca arloji
• tabung reaksi
• labu ukur
• botol vial
• timbangan analit
• kertas saring
• aluminium foil
• corong kaca
• corong pisah
• pipet tetes
• autoklaf
• inkubator,
• kawat ose
• petridis,
• piritus,
• jangka
• sorong
B. Bahan Yang Digunakan
• Asam palmitat p.a,
• NaBH4 p.a.,
• THF p.a.,
• BF3.Et2O p.a.,
• diklorometan p.a.,
• kloroform teknis dan akuades yang dapat diperoleh dari toko-
toko bahan kimia, nutrien Broth (NB) dan nutrien Agar
(NA) yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA
UNDIP
• , bakteri Staphylococcus aureus
2.2 Prosedur Kerja
Standarisasi Alat/ Kalibrasi Alat
Hidupkan power selama 15 menit.
1. Atur posisi pena / pencatat recorder pada posisi 4000 nm.
2. Panjang gelombang ditempatkan pada posisi 4000 nm
3. Tempatkan sample / kalibrasi pada tempatnya.
4. Kecepatan kertas 12 menit setiap pekerjaan
5. Tekan tombol pena posisi 4000 nm
6. Tekan scanning
Jurnal :
1. Reduksi Asam
Palmitat
Kedalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet,
corong penetes, pendingin bola dan tabung berisi silika, dimasukkan 2 gram
asam palmitat ditambahkan ke dalam NaBH4 1,1369 gram setelah masing-
masing dilarutkan dalam 20 mL THF. Larutan BF3.Et2O sebanyak 4 mL
dalam THF ditambahkan perlahan-lahan ke dalam larutan NaBH4 dan asam
karboksilat (asam palmitat) dalam THF pada temperatur kamar dan
kondisi inert dengan mengalirkan gas N2. Campuran diaduk terus
menerus dengan magnetig stirer selama 60 jam. Kemudian campuran
reaksi ditambahkan H2SO4 2M sebanyak 4 mL dalam THF. Selanjutnya
ditambah NaOH 2M sebanyak 8 mL. Setelah 10 menit, THF dibuang
dengan rotary evaporator. Produk yang telah mengental ditambahkan 25
mL diklorometan dan dilakukan pengadukan selama ± 1 jam. Lapisan
organik dipisahkan dan dievaporasi untuk memperoleh produk bebas pelarut.
2. Analisis Produk
Reduksi
Hasil sintesis dianalisa titik leburnya dan diidentifikasi dengan menggunakan
spektrofotometri FT-IR. Kemudian spektra yang dihasilkan dibandingkan
dengan spektra asam palmitat dan spektra setil alkohol dari literatur.
3. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi
a. Sterilisasi alat dan bahan
Cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit, spatula, sprider,
kertas saring, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan seluruh alat dan
bahan (kecuali setil alkohol) yang akan digunakan disterilisasi di dalam autoklaf
setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas
(Pelczar,2005).
b. Pembuatan stok kultur murni dan suspensi bakteri uji
Sebelum dipakai dalam uji antibakteri, bakteri S. aureus dan E. coli yang
akan dipakai harus diregenerasi terlebih dahulu ( umur 24 – 48 jam). Langkah
pertama yang dilakukan adalah membuat biakan agar miring yaitu menggoreskan
biakan dari stok bakteri ke media Nutrient Agar (NA) miring yang masih baru.
Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Biakan tersebut
merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada suhu 4 – 5
oC.
Dari biakan tersebut diambil satu ose untuk setiap bakteri uji ( S. aureus
dan E. coli) dan diinokulasikan ke dalam 100 mL Nutrient Broth (NB) steril pada
erlemeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya erlemeyer tersebut diinkubasi di dalam
inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 150 rpm.
c. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Satu mililiter suspensi S. aureus dan E. coli yang telah dibuat
tadi, diinokulasikan pada 15 mL medium NA cair (pour plate) kemudian
diratakan dan dibiarkan memadat. Cakram kertas steril dengan diameter 0,6 cm
dicelupkan ke dalam larutan setil alkohol hasil sintesis selama 2 detik.
Setelah itu cakram diangkat dan dilewatkan di atas lampu spiritus, kemudian
diletakkan di atas permukaan medium NA yang telah diinokulasi dengan
suspensi bakteri. Tiap cawan petri yang berisi 3 – 5 buah cakram kertas dari
konsentrasi setil alkohol yang sama, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37
oC. (Brooks, et al, 2001; Nester, et al., 1982 ; Pelczar, 1988).
e. Rancangan percobaan
Rancangan dasar penelitian ini adalah RAL faktorial. Faktor yang dicoba
pada penelitian ini adalah konsentrasi setil alkohol 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%,
8%, dan 10% (b/v) dan macam bakteri yang digunakan S. areus (B1) dan E. Coli
(B2).
Semua perlakuan dilakukan 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis
of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf signifikan
5% dan 1%.
BAB III
GAMBAR RANGKAIAN
3.1 Gambar Peralatan
(Spectrophotometer infra red)
3.2. Gambar Rangkaian
BAB IV
DATA PENGAMATAN
BAB V
PENGOLAHAN DATA
Ruduksi Asam Palmitat
Penelitian reduksi asam palmitat dilakukan dengan menggunakan sistem
NaBH4/ BF3.Et2O. Menurut Cho, S., 2004, perlakuan sodium borohydride dengan
boron trifluoride etherate akan menghasilkan boran. Boran inilah yang akan
mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol.
3 NaBH4 + 4 BF3 2 B2H6 + 3 NaBF4
......................(1)
Gas diboran tersebut akan terdisosiasi menjadi monomernya (BH3) dalam
pelarut THF (Tetrahydrofuran), dimana boran yang terbentuk akan
terstabilkan oleh oksigen dalam sistem THF.
B2H6 + 2 C4H8O 2 BH3:OC4H8
..................................(2)
Boran dengan tiga buah hidridanya akan mereduksi asam palmitat
melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembentukan
triacyloxyborane dengan penambahan 3 ekuivalen dari asam karboksilat untuk
tiap molekul boran.
Tahap kedua adalah pembentukan trialkoxyboroxine dengan penambahan 2
akuivalen dari boran, sehingga akan menyempurnakan reduksi asam karboksilat
tersebut. Tahap ketiga adalah hidrolisis, alkohol akan dibebaskan, sedangkan
boron berada dalam bentuk asam borat.
Selain itu, penambahan air bertujuan untuk menghilangkan NaBH4 yang masih
tersisa. Larutan NaBH4 jika bereaksi dengan air akan terdekomposisi
membentuk boraks dan gas H2.
NaBH4 + 2 H2O
NaBO2 + 4H2
Langkah selanjutnya adalah pemurnian dan ekstraksi. Pelarut THF
dipisahkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh produk yang pekat.
Produk ini diekstraksi dengan diklorometan dan akan terbentuk dua lapisan, yaitu
fasa air dan fasa organik. Kemudian, fasa organik dipisahkan lalu dievaporasi
dengan rotary evaporator sehingga senyawa yang dihasilkan sudah terbebas dari
zat-zat pengotor. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam desikator. Kemudian
ditimbang, ditentukan titik lelehnya, dan dianalisis dengan spektrofotometer FT-
IR.
Hasil reaksi yang didapatkan berupa padatan putih seperti lilin dengan
rendemen sebesar 77,51 % dengan titik leleh ± 50 ºC sedangkan asam palmitat
sebagai bahan awal memiliki titik leleh 62 ºC. Hal ini menunjukkan bahwa bahan
awal asam palmitat telah berubah atau menghasilkan senyawa baru. Berdasarkan
Budavari (1989) titik leleh setil alkohol sebesar 49 ºC, hal ini
membuktikan bahwa produk yang diperoleh kemungkinan besar adalah setil
alkohol.
Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR untuk
mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa produk (senyawa setil
alkohol), kemudian dibandingkan dengan spektra asam palmitat (material start)
dan spektra setil alkohol dari literatur. Ketiga spektra dapat dilihat pada Gambar 1
dan Gambar 2.
Dari spektra produk yang dihasilkan terdapat serapan lebar kuat pada 3443,15
cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil. Serapan pada daerah 2919,06
cm-1 dan 2850,99 cm-1menunjukkan adanya gugus alkil Csp3-H diperkuat
dengan serapan di daerah 743,91 cm-1 dan 723,26 cm-1 menunjukkan
senyawa mengandung rantai alkil yang panjang. Serapan pada panjang
gelombang 1111,91cm-1 berasal dari gugus C–O. Sedangkan serapan
pada panjang gelombang 1701,57 cm-1 yang menunjukkan masih
adanya gugus karbonil (C=O). Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih
adanya asam palmitat yang belum tereduksi.
Bila dibandingkan dengan spektra FT-IR produk sintesis terlihat jelas bahwa
material start asam palmitat telah berubah menjadi setil alkohol. Hal ini jelas
terlihat pada serapan disekitar 3000 cm-1 dimana serapan produk setil alkohol
lebih tajam dan melebar dibanding asam palmitat. Selain itu, pada spektra setil
alkohol terlihat serapan gugus karbonil (C=O) pada panjang gelombang 1701,57
cm-1 yang lebih rendah dibandingkan serapan C=O pada spektra asam palmitat
di sekitar 1705,07 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa produk setil alkohol
telah terbentuk meskipun masih mengandung asam palmitat atau belum
benar-benar murni. Oleh karena itu dapat disimpullkan bahwa asam palmitat telah
berhasil direduksi menjadi setil alkohol dalam sistem NaBH4/ BF3.Et2O.
Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi
Uji ini dilakukan dengan variasi konsentrasi produk reduksi (setil alkohol) 1%,
1,5%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/v) dalam pelarut kloroform. Dalam uji
antibakteri ini, digunakan metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas.
Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan efektif untuk mengetahui
aktifitas antibakteri suatu sampel (Brooks et al., 2001). Cakram kertas yang
digunakan memiliki diameter 0,6 cm.
Larutan kloroform digunakan sebagai pelarut produk reduksi tersebut (setil
alkohol), tetapi ternyata kloroform memberikan hambatan, sehingga lebar zona
hambat untuk produk dihitung dengan mengurangi lebar zona hambat larutan
dengan lebar zona hambat pelarut (kloroform). Lebar zona hambat dari senyawa
setil alkohol terhadap S. aureus dan E. coli dapat dilihat pada Tabel 1.Dalam
penelitian ini, sebagai kontrol positif uji antibakteri digunakan
tetrasiklin0,1%. Dipilih tetrasiklin sebab tetrasiklin memiliki spektrum
antibakteri yang luas karena telah teruji mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi tetrasiklin 0,1% karena tetrasiklin
merupakan senyawa yang telah murni dan telah teruji kemampuannya sebagai
antibakteri.
Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) memiliki
aktifitas antibakteri meskipun sangat kecil, baik terhadap bakteri gram positif
yakni Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan rata-rata zona hambat
masing-masing sebesar 1,33mm dan 0,65mm.
Kemampuan penghambatan setil alkohol ini disebabkan karena setil alkohol
memiliki sifat hidrofil maupun hidrofobik, tetapi sifat hidrofobiknya jauh lebih
besar dibandingkan sifat hidrofiliknya. Struktur yang demikian ini akan
menyebabkan terganggunya proses osmosis maupun difusi pada membran
sel mikrobia tersebut (Faatih, 2005).
Data diameter zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis dengan uji
ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan analisa
sidik ragam (ANOVA), pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
terhadap perlakuan jenis bakteri menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (F
hitung > F Tabel; α= 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa produk reduksi (setil
alkohol) memiliki aktifitas antibakteri yang berbeda terhadap pertumbuhan kedua
bakteri. Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi dan interaksi antara
perlakuan jenis bakteri dan macam konsentrasi,masing-masing tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05).
Uji lanjut Duncan terhadap hasil pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan
bakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) mempunyai
aktivitas yang berbeda terhadap bakteri uji ( Beda riil > Beda baku JNTD 0,01).
Perbedaan reaksi bakteri uji terhadap senyawa setil alkohol (produk reduksi)
disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel pada kedua bakteri
uji. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki struktur
dinding sel yang relatif sederhana dibandingkan dengan bakteri gram negatif
(Bibiana, 1992). E. coli adalah bakteri gram negatif yang memiliki struktur
dinding sel yang lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa
lipoprotein, lapisan tengah yang berupa peptidoglikan yang tebal dan lapisan
dalam lipopolisakarida (Pelczar, 1988). Struktur dinding sel bakteri gram positif
yang lebih sederhana tersebut memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk
ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel
yang kompleks menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti alkohol
untuk menembus membran sel bakteri, sehingga E. coli kurang peka terhadap
senyawa bioaktif tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan lebar zona hambat
antara bakteri S. aureus dan E. coli.
Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; α= 0,05). Hal ini kemungkinan
produk reduksi asam palmitat ini belum benar-benar murni seperti yang
digambarkan pada spektra FT-IR produk reduksi di atas. Selain itu juga,
kemungkinan konsentrasi uji yang dilakukan kurang tinggi, sehingga potensi
antibakteri yang dimiliki setil alkohol (produk reduksi) belum optimal. Namun,
dari grafik hubungan diameter zona hambat dan konsentrasi (gambar 3),
terlihat jelas aktivitas tertinggi dari konsentrasi setil alkohol yang diujikan
adalah pada konsentrasi 10% untuk S. aureus dengan lebar zona hambat sebesar
2,33 mm, sedangkan untuk E. coli pada konsentrasi 6% dengan lebar zona
hambat sebesar 1,167mm tidak jauh beda pada konsentrasi 10% dengan lebar
zona hambat 1,00 mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi
yang diujikan untuk E.coli masih kurang optimal untuk mengetahui konsentrasi
optimum yang dapat menghambat pertumbuhan E.coli.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Reduksi asam palmitat menjadi setil alkohol dapat dilakukan dengan
sistem
NaBH4/ BF3.Et2O.
2. Produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktivitas sebagai
antibakteri.
Berdasarkan analisa sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan,
aktifitas
antibakteri paling efektif pada bakteri S. aureus dibanding dengan
E. Coli, sedangkan perlakuan konsentrasi tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata.
6.2 Saran
• Berhati – hatilah dalam praktek.
• Banyak belajar membaca grafik, agar mengetahui jenis larutan
apa yang sedang diteliti.
• Bersikap serius saat praktikan
• Mintalah bantuan asisten jika, tidak dapat melakukan praktek
DAFTAR PUSTAKA
Bibiana, W. dan Hastowo, S., 1992., Mikrobiologi, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 47,
59.
Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2001, Jawetz, Melnick &
Adelbergh’s: Mikrobiologi Kedokteran. Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian
Mikrobiologi, FKU Unair, Salemba Medika, Jakarta, hal. 224 – 235, 277 –
279, 317 – 359.
Budavari, S., O’Neil, Maryadele, J., Smith, A., and Heckelman, P. E., 1989, The
Merck Index: An Encyclopedia of Chemical, Drugs and Biological,
Eleventh edition, Merck & Co. Inc, New Jersey.
Cho, B.T. and Yoon, N.M., 1982, Convenient Procedure for the Reduction of
Carboxylic Acid via Acyloxyborohydrides, Bulletin of Korean Chemical
Society, Vol. 3, No. 4.
Cho, S., Park, Y., Kim, J., Falck, J.R., and Yoon, Y., 2004, Facile Reduction of
Carboxylic Acids, Ester, Acid Chlorides, Amides and Nitriles to Alcohols
or Amines Using NaBH4/BF3.Et2O, Bull. Korean Chem. Soc., 25 (3), 407 –
409.
Faatih, M., Aktivitas Anti-mikrobia kokon Attacus atlas, L., Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi, Vol. 6, No. 1, 2005: 35 – 48.
Narasimhan, S. and Balakumar, R., 1998, Synthetic Applications of Zinc
Borohydride, Aldrichimica Acta, Vol. 31, No. 1.
Nester, E. W., Pearsall, N. A., Roberts, J. B., and Robert, C. E., 1982, The
Microbial Perspective, CBS College Publishing, USA, p. 30 – 32, 40, 186.
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi 2, Alih bahasa:
Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI Press,
Jakarta, hal. 456-537.
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi 1, Alih bahasa:
Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI Press,
Jakarta, hal. 5 - 6, 189 – 190.
Saeed, A. and , Ashraf, Z., 2006, Sodium borohydride reduction of aromatic
carboxylic acids via methyl esters, J. Chem. Sci., Vol. 118, No. 5, pp. 419–
423.