INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ISSN No. 2527-‐2721
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016
Sekretariat: Subdirektorat Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan; Direktorat Sistem Perbendaharaan; Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Kementerian Keuangan, d.a. Gedung Prijadi Praptosuhardjo III, Lantai 4, Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta, 10710; Telp. (021) 3449230 ext. 5638, Faks. (021) 3849670, email: [email protected], website: www.djpbn.kemenkeu.go.id.
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ISSN No. 2527-‐2721
Volume 1 Nomor 1, 2016
Sekretariat: Subdirektorat Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan; Direktorat Sistem Perbendaharaan; Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Kementerian Keuangan, d.a. Gedung Prijadi Praptosuhardjo III, Lantai 4, Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta, 10710; Telp. (021) 3449230 ext. 5638, Faks. (021) 3849670, email: [email protected], website: www.djpbn.kemenkeu.go.id.
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ISSN No. 2527-‐2721
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016
Sekretariat: Subdirektorat Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan; Direktorat Sistem Perbendaharaan; Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Kementerian Keuangan, d.a. Gedung Prijadi Praptosuhardjo III, Lantai 4, Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta, 10710; Telp. (021) 3449230 ext. 5638, Faks. (021) 3849670, email: [email protected], website: www.djpbn.kemenkeu.go.id.
ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
ii
iii
KATA PENGANTAR
Dengan diterbitkannya “Indonesian Treasury Review (ITRev): Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara
dan Kebijakan Publik”, jurnal ilmiah (scientific journal) Direktorat Jenderal Perbendaharaan ini, saya memberikan
apresiasi dan berharap dapat dijadikan sebagai forum diskusi ilmiah dalam mengembangkan dialektika keilmuan
dan mewujudkan governance sistem perbendaharaan yang semakin modern, efisien, efektif, akuntabel dan
berkelanjutan. Hal ini selaras dengan visi Direktorat Jenderal Perbendaharaan: to be a world-‐class state treasury
manager, bahwa untuk mewujudkan pengembangan organisasi sesuai dengan tata kelola yang terbaik
membutuhkan inovasi dengan basis penelitian dan pengembangan (research and development) yang memadai.
Pengembangan strategic values melalui research and development diharapkan dapat memantik terbentuknya
budaya learning organization, sebuah kerangka keorganisasian yang memegang teguh nilai-‐nilai perbaikan secara
berkelanjutan (continuous improvement).
ITRev dapat menjadi wahana ruang publik (public sphere) untuk saling berinteraksi dalam pengembangan
ide dan gagasan dalam perspektif ilmiah. Keberadaan ITRev juga dapat melengkapi konsep tata kelola
keorganisasian yang baik, utamanya dalam hal pembuatan kebijakan diperlukan adanya spektrum luas dengan
pertimbangan/ referensi yang komprehensif melalui penelitian dan pengembangan (research-‐based policy).
Akhirnya, saya berharap, ITRev dapat dimanfaatkan oleh semua pihak: baik insan perbendaharaan,
praktisi, peneliti dan akademisi serta masyarakat secara umum dalam pengembangan inovasi tata kelola
perbendaharaan dan keuangan negara ke depan.
Direktur Jenderal Perbendaharaan,
Marwanto Harjowiryono
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
iv
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
KATA PENGANTAR
Mengawali diterbitkannya “Indonesian Treasury Review (ITRev): Jurnal Perbendaharaan, Keuangan
Negara dan Kebijakan Publik”, Volume 1 No. 1 Tahun 2016, kami berharap bahwa media jurnal ilmiah dapat
memberikan inspirasi bagi terwujudnya transformasi tata kelola sistem perbendaharaan yang berkelanjutan. Hal
ini selaras dengan values organisasi untuk selalu menjadi yang terbaik dalam pengelolaan perbendaharaan negara
termasuk layanan publik, sebagaimana dituangkan dalam visi Direktorat Jenderal Perbendaharaan yaitu to be a
world-‐class state treasury manager.
Dasar penerbitan ITRev adalah Surat Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. KEP-‐
269/PB/2016 dan memiliki International Standard Serial Number (ISSN) No.2527-‐2721. Hal yang hendak disasar
dalam penerbitan ITRev adalah pengembangan budaya ilmiah dalam keorganisasian. Budaya kerja di sektor
swasta (private sector) secara umum menempatkan penelitian dan pengembangan (research and development)
sebagai piranti dalam menetaskan gagasan strategic dan inovasi dalam meningkatkan kualitas/kuantitas output.
Untuk memperkaya perspektif dan spektrum keorganisasian yang handal, orientasi outward-‐looking diperlukan
untuk mengakomodasi dinamika modernisasi tata kelola perbendaharaan dan keuangan negara yang sangat
dinamis. Mengimitasi konsepsi business values yang efisien dan efektif pada private sector ke dalam tata kelola
publik (business-‐like governance) diperlukan dalam mewujudkan suatu konsepsi perbaikan terus menerus (lazim
disebut kaizen-‐continuous improvement).
ITRev diharapkan dapat memberikan peran dalam mewadahi dialog, komunikasi, sosialisasi, edukasi dan
kulturisasi dalam suatu kerangka perspektif ilmiah sebagai upaya mengakselerasi transformasi kelembagaan.
ITRev Volume 1, No. 1 Tahun 2016 ini mengangkat beberapa karya tulis ilmiah diantaranya: (1). Efektivitas Jalur-‐
Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi, (2). Abnormal Return dan Trading
Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank
Sentral Amerika Serikat, (3). Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di
Indonesia, 2008 – 2012, (4). Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia, (5). Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan
Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap
Return Saham di Bursa Efek Indonesia, (6). Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada
Akhir Tahun Anggaran.
Substansi yang diangkat dalam ITRev Volume 1, No. 1 Tahun 2016 ini memiliki keragaman topik yang
diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif, berkaitan secara langsung/ tidak langsung dalam
pengembangan tugas pokok dan fungsi perbendaharaan dan keuangan negara. Akhirnya, pada kesempatan ini,
kami berharap bahwa ITRev ke depan senantiasa dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam me-‐
redesign tata kelola perbendaharaan dan keuangan negara yang modern dan memenuhi kaidah best practices.
Dewan Redaksi ITRev
v
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
vi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Jurnal Ilmiah Perbendaharaan “Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik” (ITRev) merupakan publikasi ilmiah yang memuat hasil penelitian, pengembangan, kajian dan pemikiran di bidang perbendaharaan, keuangan negara, dan kebijakan publik. ITRev diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.269/PB/2016 dan mendapatkan ISSN (International Standard Serial Number) No. 2527-‐2721. Untuk pertama kali ITRev diterbitkan pada tahun 2016 secara periodik dengan masa terbit empat kali setahun. Karya Tulis Ilmiah yang diterbitkan telah melalui proses penyuntingan, evaluasi, koreksi dan review secara substantif oleh Dewan Redaksi, Mitra Bestari dan Anggota Staf Editorial. ITRev terbuka untuk umum, praktisi, peneliti, dan akademisi untuk mengirimkan Karya Tulis Ilmiah dengan prosedur yang telah ditetapkan sebagaimana Lampiran dalam Jurnal ini. Isi dan hasil penelitian dalam ITRev sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan. Hasil penelitian dalam ITRev ini merupakan hak cipta dari Penulis yang bersangkutan.
STAF EDITORIAL
PENANGGUNG JAWAB DR. MARWANTO HARJOWIRYONO, M.A
DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
KETUA DEWAN REDAKSI R. M. WIWIENG HANDAYANINGSIH, S.H DIREKTUR SISTEM PERBENDAHARAAN
Drs. HARYANA, M.Soc.Sc SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
DEWAN REDAKSI MUHDI, S.E., S.IP., MIS, Ph.D.
HERU PUDYO NUGROHO, S.E., M.B.A. TEGUH DWI NUGROHO, S.E., M.M.
MITRA BESTARI SUDARTO, S.E., M.B.A., Ph.D Dr. BILMAR PARHUSIP, M.Si. MUHDI, S.E., S.IP., MIS, Ph.D
NOOR FAISAL ACHMAD, S.E., Ak., M.Sc., Ph.D WINDRATY ARIANE SIALLAGAN, S.E., M.A., Ph.D
SYAFRIADI, S.E., M.Ec., Ph.D
SAIFUL ISLAM, S.E., M.B.A., Ph.D MEI LING, S.E., Ak., M.B.A., Ph.D
MEDIYA LUKMAN, S.E., M.E., Ph.D YOGI RAHMAYANTI, S.E., S.ST., Ak., M.P.P., Ph.D
MOCH. ALI HANAFIAH, S.Kom., M.Sc. Ph.D
EDITOR IWAN TEGUH SETIAWAN, S.T., M.A
MUHAMAD SODIKIN, S.E., M.M. SETIA PARASIAN, S.S.T., Ak., M.PROF.ACC(EXT)
AZIZATUL MUNAWAROH, S.Psi., M.Si. PURWO WIDIARTO, S.E., M.Si.
EDITOR PELAKSANA AGUNG ANGGA SOMANTRI
LAURENTIUS ADE WIDA KURNIAWAN LUQMAN ELHAKIM RENO SAMUDRA
M. TAUFIQUR ROHMAN WISNU CAHYONO
DESIGN GRAFIS TINO ADI PRABOWO SUGENG WISTRIONO
DARYONO
SEKRETARIAT ADHI KUS SETYAFITRINUGROHO
ANWAR ARAFAT HERU PRABOWO
viiix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
viii
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
ixix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
x
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
Halaman 1ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI
Mohamad Yusuf Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan Alamat Korespondensi: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 19 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
The purpose of this study is to examine the effectiveness of four monetary policy transmission channels, i.e. direct monetary, interest rate, credit, and exchange rate, on inflation rate in Indonesia as the single target, and to determine the most suitable variables for operational target on the most effective channel. The quantitative research method applied in this study used Vector Auto Regression (VAR) model to analyze the effectiveness of monetary policy transmission channels in Indonesia in the period from the first quarter of 2000 to the third quater of 2013. The data were taken from Indonesia Finance Statistics (SEKI), Bank Indonesia Annual Reports, IMF Finance Statistics, and Publication of the Central Bureau Statistics. The results show that the interest rate channel is the most effective method compared with the other channels. The analysis done through testing impulse response and variance decomposition tests indicates the reliability of interest rate channel in reaching the inflation target. The interest rate of the interbank money market is the most suitable indicator for operational target of the interest rate channel. Test results using path impluse response method indicates that shocks of RPUAB get a strong and fast response.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui di antara keempat jalur transmisi kebijakan moneter, yaitu jalur moneter langsung, jalur suku bunga, jalur kredit, dan jalur nilai tukar yang lebih efektif dalam implementasi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia dan mengetahui variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran operasional pada jalur yang paling efektif. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis Vector Autoregression (VAR). Penelitian ini merupakan studi kasus untuk Indonesia periode tahun 2000 triwulan I sampai dengan tahun 2013 triwulan III. Data bersumber dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Laporan Tahunan Bank Indonesia, IMF Finance Statistics, dan publikasi Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur suku bunga merupakan jalur yang paling efektif dibanding dengan jalur-‐jalur lainnya. Analisis yang dilakukan melalui uji impulse response dan uji variance decomposition menggambarkan keandalan penggunaan jalur suku bunga dalam mencapai sasaran akhir inflasi, terlihat dari respon yang diberikan oleh inflasi dan varians dari variabel-‐variabel yang terlibat dalam jalur ini. Pengujian pada jalur suku bunga menunjukkan bahwa shock RPUAB mendapatkan respon yang kuat dan juga cepat dari inflasi sehingga cocok digunakan sebagai sasaran operasional dalam mencapai sasaran akhir inflasi.
KATA KUNCI: Monetary Policy, Macroeconomic Policy, Inflation Targeting Framework (ITF), Interest Rate, Exchange Rate, Vector Auto Regression (VAR) Model. KLASIFIKASI JEL: C5, E4, E5, E6, O1
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
Mohamad YusufSekretariat Direktorat Jenderal PerbendaharaanAlamat Korespondensi: [email protected]
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10Halaman 2 Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 2 Muhammad Yusuf
1. PENDAHULUAN
Undang-‐undang (UU) Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diamandemen dengan UU No. 3 tahun 2004 pada pasal 7 menyatakan bahwa tujuan Bank Indonesia (BI) adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Pada UU tersebut Bank Indonesia diberikan kewenangan penuh dalam melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan nilai Rupiah. Kebijakan moneter dengan tujuan stabilisasi nilai Rupiah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 2000, namun secara formal diterapkan mulai Juli tahun 2005. Tujuan tunggal kebijakan moneter BI tersebut terangkum dalam kerangka kerja penargetan inflasi (Inflation Targeting Framework).
Penargetan inflasi adalah sebuah kerangka kerja kebijakan moneter dengan ciri adanya pernyataan resmi dari bank sentral bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, dan mengumumkan target inflasi tersebut kepada publik (Warjiyo dan Solikin, 2003).1 Inflation Targeting Framework (ITF) diyakini dapat membantu bank sentral untuk mencapai dan memelihara kestabilan harga dengan menentukan sasaran kebijakan moneter secara eksplisit berdasarkan proyeksi dan target inflasi tertentu.
Tabel 1. Negara-‐negara yang telah Menerapkan ITF
Negara Tahun Negara Tahun Selandia Baru 1990 Swedia 1993 Kanada 1991 Spanyol 1995 Israel 1991 Thailand 1997 Inggris 1992 Korea 1998 Australia 1993 Filipina 2002 Finlandia 1993 Indonesia 2005
Sumber: Cavoli (2010), Hakim (2001).
Dalam kerangka inflation targeting, perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter oleh bank sentral bersifat forward-‐looking, yang artinya bahwa kebijakan moneter yang ditempuh pada saat ini sebagai langkah antisipatif dalam mencapai target inflasi di masa yang akan datang. Kebijakan moneter yang berorientasi pada masa depan disebabkan oleh adanya selang waktu (time lag) dari pengaruh perkembangan suatu variabel ekonomi terhadap variabel ekonomi lainnya. Dengan adanya efek tunda (lag) dalam kebijakan moneter, mendorong perlunya memahami mekanisme transmisi kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi riil, yang mana
1 P. Warjiyo dan Solikin, Kebijakan Moneter di
Indonesia, Seri Kebanksentralan No. 6, PPSK, (Jakarta: Bank Indonesia, 2003).
mekanisme tersebut dapat dilalui dengan berbagai jalur atau saluran.
Transmisi kebijakan moneter menuju sasaran akhir berlangsung dengan selang waktu yang lama dan bervariasi. Hal ini terkait dengan pola hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara bersangkutan. Efektivitas jalur-‐jalur transmisi kebijakan moneter menjadi sangat penting, karena hal tersebut digunakan untuk mengetahui saluran transmisi mana yang paling dominan dalam ekonomi untuk dipergunakan sebagai dasar dalam perumusan strategi kebijakan moneter. Juga untuk mengetahui seberapa kuat dan lamanya tenggat waktu masing-‐masing saluran transmisi tersebut bekerja. Hal ini penting untuk menentukan variabel ekonomi dan keuangan mana yang paling kuat dijadikan leading indicators terhadap pergerakan inflasi serta variabel mana sebagai indikator untuk penentuan sasaran operasional kebijakan moneter (Warjiyo, 2004).
Hubungan antara instrumen pengendalian moneter dengan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan waktu yang relatif panjang. Oleh karena itu, para ahli dan praktisi di bidang moneter menambahkan indikator yang disebut dengan sasaran operasional. Sasaran tersebut merupakan indikator guna menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter dan dapat digunakan untuk mengarahkan tercapainya sasaran akhir. Penelitian ini akan menganalasis empat jalur transmisi kebijakan moneter, yaitu jalur moneter langsung, jalur suku bunga, jalur kredit, dan jalur nilai tukar untuk mengetahui jalur mana yang paling efektif dalam implementasi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. Dari jalur yang paling efektif tersebut juga akan dicari variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran operasional.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANG-‐AN HIPOTESIS
2.1. Inflasi
Pengertian umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-‐barang secara umum yang berlangsung terus menerus, bukan hanya satu macam barang dan bukan dalam waktu sesaat. Inflasi menggambarkan kenaikan tingkat harga rata-‐rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang proporsional dari barang dan jasa yang dikonsumsi. Secara garis besar ada tiga teori mengenai inflasi yaitu teori kuantitas, teori Keynes, dan teori strukturalis (Boediono, 1982).2 Teori kuantitas lebih menyoroti peranan 2 Boediono, Ekonomi Makro. Seri Sinopsis
Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. Edisi Ketiga,
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Halaman 3
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 3 Muhammad Yusuf
dalam proses terjadinya inflasi yang disebabkan dua faktor, yaitu jumlah uang beredar dan ekspektasi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga. Menurut teori Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Hal ini terjadi karena masyarakat mengetahui keinginannya dan menjadikan keinginan tersebut dalam bentuk permintaan yang efektif terhadap barang. Teori strukturalis juga disebut dengan teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-‐sebab munculnya inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi terutama yang terjadi di negara berkembang.
2.2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam prakteknya yang disebut dengan perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang tercermin pada stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan kerja yang tersedia.3
2.3. Inflation Targeting
Inflasi merupakan indikator stabilitas perekonomian yang menjadi pusat perhatian dalam kebijakan makro ekonomi sehingga laju perubahannya selalu diusahakan berada pada tingkat yang rendah dan stabil. Pengendalian inflasi di Indonesia dilakukan dengan menerapkan strategi penargetan inflasi (inflation targeting). Dalam perkembangannya, inflation targeting mulai digunakan sebagai alat yang efektif untuk mempertahankan tingkat harga yang rendah dan stabil, hal tersebut telah mendorong sejumlah otoritas moneter di beberapa negara untuk meneliti kemungkinan penerapannya.
2.4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Bank Indonesia menggunakan kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian sasaran inflasi. Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut dengan istilah mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTM). Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-‐jalur yang dilalui oleh kebijakan untuk dapat
(Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM, 1982).
mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan inflasi.4 Mekanisme transmisi kebijakan moneter terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil.
2.5. Penelitian Tedahulu
Terdapat penelitian-‐penelitian sebelumnya yang dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Wulandari (2012) meneliti apakah jalur kredit dan jalur suku bunga memainkan peran penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan menggunakan model Structural Vector Autoregression (SVAR).5 Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa jalur suku bunga memainkan peran penting pada mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam menjaga inflasi, sedangkan jalur kredit secara efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Natsir (2011) melakukan penelitian untuk menganalisis dan membuktikan efektivitas jalur suku bunga dalam MTM di Indonesia serta menganalisis dan membuktikan peranan suku bunga pasar uang antar bank sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia.6 Model penelitian yang digunakan adalah model Vector Auto Regression (VAR). Hasil kajian dimaksud menunjukkan bahwa MTM melalui jalur suku bunga efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia periode 1990:2-‐2007:1. Variabel utama jalur ini yaitu RPUAB berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia.
Penelitian dilakukan oleh Maski (2005) untuk membuktikan bahwa jalur tingkat bunga lebih efektif dibandingkan jalur moneter, membuktikan bahwa jalur nilai tukar tidak efektif, dan untuk mengetahui sektor mana yang dominan pengaruhnya pada jalur kredit perbankan dengan menggunakan model VAR.7
4 John B. Taylor, “The Monetary Transmission
Mechanism: An Empirical Framework”, The Journal of Economic Perspective, 1995, Vol.09, No. 04, hlm. 11-‐26.
5 Ries Wulandari, “Do Credit Channel and Interest Rate Channel Play Important Role in Monetary Transmission Mechanism in Indonesia? A Structural Vector Autoregression Model”, Procedia-‐Social and Behavioral Sciences, 2012, No. 65, hlm. 557-‐563.
6 M. Natsir, “Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) Periode 1990-‐2007”, Majalah Ekonomi, 2011, Vol. XXI, No. 2.
7 GhozaliMaski, “Studi Efektifitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter dengan Sasaran Tunggal Inflasi (Pendekatan VAR)”. Disertasi tidak
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10Halaman 4 Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 4 Muhammad Yusuf
Hasil pengujian melalui estimasi VAR menggambarkan keandalan penggunaan jalur suku bunga (RPUAB) dalam mengejar target kebijakan inflasi. Jalur nilai tukar Rupiah ($/Rp) pengaruhnya terhadap inflasi terlalu kecil dan cenderung terabaikan. Pada jalur kredit perbankan, kredit sektor pertanian paling dominan pengaruhnya terhadap inflasi. Chow (2004) menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter di Singapura dimana jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar.8
Penelitian ini menggunakan analisis Vector Auto Regression (VAR). Melalui Impulse Response Function (IRF), penelitian ini ingin mengetahui bagaimana respon yang dihasilkan oleh shock dari nilai tukar terhadap output, suku bunga, harga dan nilai tukar itu sendiri. Variance Decompositions (VD) menunjukkan bahwa inovasi nilai tukar merupakan sumber yang lebih penting dari fluktuasi output, dibandingkan dengan shock suku bunga. Di akhir penelitian ditunjukkan bahwa variabel suku bunga bisa menjadi variabel endogen atau eksogen, hal tersebut terlihat dari impulse response yang tidak jauh berbeda.
2.6. Kerangka Pikir
Berdasarkan penjelasan teori dan konsep sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka pikir penelitian sebagai berikut:
Tabel 2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting di Indonesia
Jalur MTM Variabel Instrumen
Sasaran Operasional
Sasaran Akhir
Jalur Moneter M0 M1, M2, KRDT, OG
INFLASI
Jalur Suku Bunga
RSBI
RPUAB, RDEPO, RKRDT, OG
Jalur Kredit RDEPO, CB, KRDT, OG
Jalur Nilai Tukar
RDEPO, PSB, CAPIN, KURS
Keterangan:
M0 : Uang Inti KURS : Nilai Tukar M1, M2 : Uang Sekunder RPUAB : Suku Bunga PUAB OG : Output Gap KRDT : Kredit Perbankan RSBI : Suku Bunga SBI CAPIN : Capital Inflows RDEPO : Suku Bunga
Deposito CB : Cadangan Bank
dipublikasikan, 2005, (Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang).
8 Hwee Kwan Chow, “A VAR Analysis of Singapore’s Monetary Transmission Mechanism”, SMU Economics & Statistics Working Paper Series, 2004.
RKRDT : Suku Bunga Kredit
PSB : Paritas Suku Bunga
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sumber Data
Jenis pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini merupakan studi kasus di Indonesia untuk periode antara tahun 2000 triwulan I sampai dengan tahun 2013 triwulan III. Data yang diperoleh bersumber dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Laporan Tahunan Bank Indonesia berbagai edisi, IMF Finance Statistics, dan publikasi dari Badan Pusat Statistik. Variabel-‐ variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Inflasi (INF), yaitu inflasi berdasarkan IHK, dinyatakan dalam satuan persen.
2. Uang Inti (M0), yaitu uang kartal ditambah reserve money, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
3. Uang Sekunder (M1), terdiri atas uang kartal dan rekening koran,dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
4. Uang Sekunder (M2), terdiri atas uang kartal, rekening koran dan uang kuasi, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
5. Output Gap (OG), yaitu selisih antara Produk Domestik Bruto (PDB) aktual dengan PDB potensial, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
6. Suku Bunga SBI (RSBI), dengan jangka waktu 1 bulan, dinyatakan dalam satuan persen.
7. Suku Bunga Deposito (RDEPO), dengan jangka waktu 3 bulan, dinyatakan dalam satuan persen.
8. Suku Bunga Kredit (RKRDT), kredit bank umum untuk investasi, dinyatakan dalam satuan persen.
9. Nilai Tukar (KURS), nilai Dollar Amerika terhadap Rupiah ($/Rp).
10. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (RPUAB), adalah tingkat suku bunga yang dikenakan oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman, dinyatakan dalam satuan persen.
11. Kredit Perbankan (KRDT), kredit perbankkan pada berbagai sektor ekonomi, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
12. Capital Inflows (CAPIN), yaitu aliran modal yang masuk ke dalam negeri, dinyatakan dalam satuan juta Dollar Amerika.
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Halaman 5
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 5 Muhammad Yusuf
13. Cadangan Bank (CB), yaitu cadangan uang yang dimiliki bank, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
14. Paritas Suku Bunga (PSB), yaitu selisih antara suku bunga domestik (RDEPO) dengan suku bunga deposito perbankan di Singapura (SIBOR), dinyatakan dalam satuan persen.
3.2. Model VAR
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif berupa Vector Auto Regression (VAR). Adapun model VAR dapat diformulasikan sebagai berikut: (1) Mekanisme transmisi jalur moneter langsung
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑀𝑀0!!! + 𝑎𝑎! 𝑀𝑀1!!! +𝑎𝑎! 𝑀𝑀2!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! +𝑎𝑎! 𝑂𝑂𝑂𝑂!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
(2) Mekanisme transmisi jalur suku bunga 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! +
𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! +𝑎𝑎! 𝑂𝑂𝑂𝑂!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
(3) Mekanisme transmisi jalur nilai tukar 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! +
𝑎𝑎! 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃!!! + 𝑎𝑎! 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶!!! +𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
(4) Mekanisme transmisi jalur kredit 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! +
𝑎𝑎! 𝐶𝐶𝐶𝐶!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! +𝑎𝑎! 𝑂𝑂𝑂𝑂!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
Model VAR tersebut di atas, ditampilkan hanya sebagian, yaitu pada persamaan inflasi saja karena fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas jalur-‐jalur transmisi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi.
3.3. Metode Analisis
a. Step 1: Uji Stasioneritas dan Derajat Integrasi Untuk menganalisis data yang bersifat time series perlu menguji ada tidaknya korelasi antar waktu. Pengujian ini akan dilakukan dengan unit roots test. Masing-‐ masing variabel akan diuji, apakah variabel tersebut stasioner atau tidak. Apabila variabel yang diuji tidak stasioner pada tingkat level maka dilanjutkan dengan uji derajat integrasi.
b. Step 2: Penentuan Lag Length Ada lima kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui berapakah jumlah lag yang sesuai untuk model yang diamati. Indikator criterion lag length tersebut adalah: LR, FPE, AIC, SC dan HQ. Hasil dari tahapan ini akan menunjukkan lag optimal yang direkomendasikan.
c. Step 3: Analisis VAR Metodologi Vector Auto Regression (VAR) merupakan pemodelan persamaan simultan dimana kita memiliki beberapa variabel endogen secara bersamaan. Namun, masing-‐masing variabel endogen dijelaskan oleh lag, atau masa lalu, dari nilainya sendiri dan variabel endogen lainnya dalam model.9 Media yang digunakan untuk melakukan estimasi dalam model VAR adalah Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition. IRF digunakan untuk mengestimasi respon yang ditunjukkan setiap variabel ketika terjadi shock pada variabel tertentu. Sedangkan Variance Decomposition digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kontribusi varian setiap variabel terhadap perubahan yang terjadi pada variabel tertentu.
4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengujian Stasioneritas Variabel
Prosedur yang digunakan untuk menguji suatu data stasioner atau tidak adalah dengan membandingkan antara nilai statistik dari Dickey-‐Fuller (DF statistic) dengan nilai kritisnya pada tingkat signifikansi tertentu (1%, 5%, dan 10%). Jika nilai absolut dari statistik ADF lebih besar dibandingkan dengan nilai kritisnya, maka data tersebut berarti stasioner.
9 Damodar N. Gujarati dan Dawn C. Porter, Dasar-‐
Dasar Ekonometrika, Terj. Raden Carlos Mangunsong, Buku 2, Edisi 5, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2012).
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10Halaman 6 Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 6 Muhammad Yusuf
Tabel 3. Hasil Uji Akar-‐akar Unit Terhadap Variabel Penelitian dengan Pendekatan Augmented Dickey-‐
Fuller (ADF)
Variabel
ADF Statistik ADF Kritis INF -‐5.467340* -‐4.152511 (1%) M0 -‐16.22604* -‐3.502373 (5%) M1 -‐16.08217* -‐3.180699 (10%) M2 -‐10.95531*
Variabel RDEPO, RKRDT, dan CAPIN stasioner pada level.
OG -‐39.28269* RSBI -‐4.181443*
RDEPO -‐3.581224** RKRDT -‐4.520854* Variabel INF, CB,
KURS, PSB, RPUAB, dan RSBI stasioner pada beda satu (1st
different).
KURS -‐7.013081*
PRUAB -‐8.769732* KRDT -‐4.435195*
CAPIN -‐4.809156* Variabel M0, M1, M2, KRDT, dan OG stasioner pada beda dua (2nd different).
CB -‐3.502339**
PSB -‐3.835629** Catatan: * signifikan pada taraf 1%
** signifikan pada taraf 5%
Dari hasil uji akar-‐akar unit (unit roots test) menunjukkan bahwa variabel-‐variabel yang diteliti stasioner pada derajat yang berbeda-‐beda, maka dalam penelitian ini menggunakan model VAR indifference.
4.2. Penentuan Lag Optimal
Tabel 4. Hasil Uji Penentuan Lag Optimal
Lag Log
L
LR FPE AIC SC HQ 0 -‐
487
9.95
NA 8.91 184.
67
185.19 184.87
1 -‐
414
6.34
1051.96 1.72 164.
39
172.19* 167.39
2 -‐
385
5.58
263.32* 2.53* 160
.81*
175.90 166.61*
Dari tabel 4 terlihat bahwa tanda bintang yang paling banyak berada pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal yang direkomendasikan adalah lag 2.
4.3. Analisis VAR (Variance Decomposition dan Impulse Response Function)
Analisis Variance Decomposition dilakukan untuk mengetahui variabel-‐variabel mana yang mempunyai peran yang relatif penting dalam perubahan variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Analisis Variance Decomposition inflasi pada jalur moneter langsung menunjukkan bahwa varians M0 sebagai variabel instrumen, dan juga variabel-‐variabel lainnya yang bisa dijadikan sebagai sasaran operasional nilainya jauh lebih kecil daripada varians inflasi itu sendiri. Sedangkan pada jalur suku bunga terlihat bahwa varians RSBI sebagai variabel instrumen mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari inflasi itu sendiri, selain itu varians RPUAB dan RDEPO memberikan kontribusi yang rata-‐rata meningkat dari waktu ke waktu.
Kemudian pada jalur kredit dan jalur nilai tukar memperlihatkan bahwa variabel Cadangan Bank (CB) dan Kredit (KRDT) pada jalur kredit dan variabel KURS pada jalur nilai tukar yang seharusnya memegang peranan penting pada jalur-‐jalur tersebut mempunyai nilai varian yang sangat kecil. Analisis Variance Decomposition inflasi pada keempat jalur ini menunjukkan bahwa jalur suku bunga lebih efektif dibandingkan dengan jalur-‐jalur lainnya.
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Halaman 7
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 7 Muhammad Yusuf
Tabel 5. Hasil Uji Variance Decomposition
Analisis Impulse Response dilakukan untuk melihat respon suatu variabel ketika terjadi shock (kejutan/goncangan) pada variabel lainnya. Analisis Impulse Response inflasi pada jalur moneter langsung menunjukkan lemahnya respon inflasi terhadap shock M0 yang menjadi variabel instrumen pada jalur ini dan juga terhadap variabel M1 dan M2 yang merupakan variabel penting pada jalur ini. Shock satu standar deviasi variabel M0 pada periode pertama direspon positif oleh inflasi hanya sebesar 0,05%, kemudian pada periode-‐periode berikutnya direspon negatif, pada periode keenam mendapatkan respon sebesar -‐0,36%. Respon inflasi terhadap shock satu standar deviasi variabel M2 sebesar 0,22% pada periode pertama dan respon terkuat hanya sebesar -‐0,52% pada periode keempat.
Jalur Moneter
Per S.E. D2M0 D2M1 D2M2 D2KRDT D2OG DINF
1 2.139088 0.051547 0.327149 1.087827 9.073196 0.893136 88.56715 5 3.519237 2.032630 0.310004 6.020843 17.51047 2.014474 72.11158
10 3.636005 5.763224 0.589945 6.703470 16.62779 1.935270 68.38030
Jalur Suku Bunga
Per S.E. DRSBI DRPUAB RDEPO RKRDT D2OG DINF
1 1.578380 7.829868 0.908110 0.123753 8.928700 4.076128 78.13344 5 3.353119 31.86563 11.18409 18.24560 11.86966 1.988567 24.84646
10 3.580901 30.85708 15.05190 17.21578 11.48383 1.961365 23.43005
Jalur Kredit
Per S.E. DRSBI RDEPO DCB D2KRDT D2OG DINF
1 1.666668 11.50126 0.092113 1.750883 1.685373 1.849253 83.12111 5 3.102316 25.04413 33.52583 6.863338 2.032168 1.883357 30.65118
10 3.420494 23.22559 38.16072 6.691585 2.596647 2.941838 26.38363
Jalur Nilai Tukar
Per S.E. DRSBI RDEPO DPSB CAPIN DKURS DINF
1 1.747006 14.38382 0.118061 11.60723 0.861570 1.533756 71.49556 5 3.430109 43.91374 22.40516 6.327946 0.860827 1.290615 25.20171
10 3.765087 37.86463 21.85966 11.54744 2.832079 1.584906 24.31129
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10Halaman 8 Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 8 Muhammad Yusuf
Gambar 1. Respon Inflasi terhadap Variabel-‐variabel pada Semua Jalur
Pada jalur suku bunga terlihat bahwa shock RSBI sebagai variabel instrumen direspon positif dan sangat kuat oleh inflasi. Guncangan pada variabel lainnya, seperti RPUAB dan RDEPO juga direspon oleh inflasi dengan cukup kuat. Shock satu standar deviasi variabel RSBI pada periode pertama direspon positif oleh inflasi sebesar 0,44%, kemudian terus meningkat hingga 1,02% pada periode ketiga. Respon inflasi terhadap shock satu standar deviasi variabel RPUAB dan RDEPO juga cukup kuat hingga diatas 0,8%.
Shock variabel Cadangan Bank (CB) dan Kredit (KRDT) pada jalur kredit dan variabel KURS pada jalur nilai tukar yang seharusnya memegang peranan penting pada jalur-‐jalur tersebut hanya mendapat sedikit respon dari inflasi. Shock satu standar deviasi variabel CB mendapat respon terkuat pada periode kedua namun hanya sebesar -‐0,44%. Respon terkuat inflasi terhadap shock satu standar deviasi variabel
KRDT hanya sebesar 0,34% pada periode kedua. Shock satu standar deviasi variabel KURS mendapat respon terkuat pada periode kedua namun hanya sebesar -‐0,25%. Analisis ini menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut dinilai kurang efektif dalam implementasi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. Melihat respon inflasi terhadap shock yang terjadi pada variabel-‐variabel yang terlibat dengan keempat jalur, maka bisa dikatakan bahwa jalur suku bunga lebih efektif bila dibandingkan dengan jalur-‐jalur lainnya.
Jalur Moneter
Jalur Suku Bunga
Jalur Kredit
Jalur Nilai Tukar
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M0
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M1
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M2
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2KRDT
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2OG
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to DINF
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M0
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M1
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M2
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2KRDT
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2OG
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to DINF
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M0
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M1
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M2
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2KRDT
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2OG
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to DINF
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M0
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M1
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M2
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2KRDT
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2OG
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DINF
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M0
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M1
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M2
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2KRDT
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M0
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M1
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M2
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2KRDT
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M0
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M1
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M2
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2KRDT
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2OG
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to DINF
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M0
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M1
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M2
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2KRDT
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2OG
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to DINF
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M0
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M1
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M2
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2KRDT
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2OG
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to DINF
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M0
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M1
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M2
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2KRDT
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2OG
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DINF
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M0
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M1
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M2
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2KRDT
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M0
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M1
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M2
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2KRDT
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M0
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M1
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2M2
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2KRDT
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to D2OG
-10,000
0
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2M0 to DINF
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M0
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M1
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2M2
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2KRDT
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to D2OG
-10,000
0
10,000
20,000
2 4 6 8 10
Response of D2M1 to DINF
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M0
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M1
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2M2
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2KRDT
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to D2OG
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
2 4 6 8 10
Response of D2M2 to DINF
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M0
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M1
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2M2
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2KRDT
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2OG
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DINF
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M0
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M1
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2M2
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2KRDT
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M0
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M1
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2M2
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2KRDT
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRSBI
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRPUAB
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RDEPO
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RKRDT
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to D2OG
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DINF
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRPUAB
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RKRDT
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRSBI
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRPUAB
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RDEPO
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RKRDT
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to D2OG
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DINF
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRPUAB
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RKRDT
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRSBI
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRPUAB
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RDEPO
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RKRDT
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to D2OG
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DINF
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRPUAB
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RKRDT
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DCB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2KRDT
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DCB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2KRDT
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DRSBI
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to RDEPO
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DCB
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to D2KRDT
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to D2OG
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DINF
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DRSBI
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to RDEPO
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DCB
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2KRDT
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2OG
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DINF
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DCB
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2KRDT
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DCB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2KRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DCB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2KRDT
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DCB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2KRDT
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DRSBI
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to RDEPO
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DCB
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to D2KRDT
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to D2OG
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DINF
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DRSBI
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to RDEPO
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DCB
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2KRDT
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2OG
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DINF
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DCB
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2KRDT
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DCB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2KRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DCB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2KRDT
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DCB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2KRDT
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DRSBI
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to RDEPO
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DCB
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to D2KRDT
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to D2OG
-2,000
-1,000
0
1,000
2,000
3,000
2 4 6 8 10
Response of DCB to DINF
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DRSBI
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to RDEPO
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DCB
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2KRDT
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to D2OG
-20,000
0
20,000
40,000
2 4 6 8 10
Response of D2KRDT to DINF
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DCB
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2KRDT
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-8,000
-4,000
0
4,000
8,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DCB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2KRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DPSB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to CAPIN
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DKURS
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DPSB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to CAPIN
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DKURS
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DPSB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to CAPIN
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DKURS
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DINF
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DRSBI
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to RDEPO
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DPSB
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to CAPIN
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DKURS
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DINF
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DRSBI
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to RDEPO
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DPSB
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to CAPIN
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DKURS
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DINF
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DPSB
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to CAPIN
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DKURS
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DPSB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to CAPIN
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DKURS
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DPSB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to CAPIN
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DKURS
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DPSB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to CAPIN
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DKURS
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DINF
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DRSBI
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to RDEPO
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DPSB
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to CAPIN
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DKURS
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DINF
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DRSBI
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to RDEPO
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DPSB
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to CAPIN
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DKURS
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DINF
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DPSB
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to CAPIN
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DKURS
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DPSB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to CAPIN
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DKURS
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DPSB
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to CAPIN
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DKURS
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DPSB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to CAPIN
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DKURS
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DPSB to DINF
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DRSBI
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to RDEPO
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DPSB
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to CAPIN
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DKURS
-800
-400
0
400
800
1,200
2 4 6 8 10
Response of CAPIN to DINF
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DRSBI
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to RDEPO
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DPSB
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to CAPIN
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DKURS
-400
-200
0
200
400
600
2 4 6 8 10
Response of DKURS to DINF
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DPSB
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to CAPIN
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DKURS
-2
-1
0
1
2
3
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Halaman 9
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 9 Muhammad Yusuf
Berdasarkan uji Variance Decomposition pada jalur suku bunga didapatkan hasil bahwa varians RPUAB dan RDEPO mempunyai selisih yang sangat tipis, yakni hanya 2% saja, sehingga perlu mempertimbangkan hasil uji Impulse Response Function. Uji IRF pada jalur suku bunga menunjukkan bahwa shock RPUAB dan RDEPO mendapatkan respon sama-‐sama kuat dari inflasi, namun terlihat bahwa respon inflasi terhadap shock RPUAB lebih cepat daripada RDEPO. Respon terkuat dari shock RPUAB berada di periode kedua, sedangkan pada RDEPO berada di periode ketiga.
Gambar 2. Perbandingan Respon Inflasi terhadap
RPUAB dan RDEPO
Dari hasil pengujian yang dilakukan maka dapat dinyatakan bahwa suku bunga pasar uang antar bank (RPUAB) sebagai variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran operasional pada jalur suku bunga dalam kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. 5. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian, jalur kuantitas uang (moneter) di Indonesia pada periode penelitian dinilai tidak cukup efektif. Hal ini disebabkan bahwa perekonomian Indonesia telah berubah dengan cepat dan semakin terbuka sehingga hubungan dengan negara lain semakin terintegrasi. Selain itu, sektor keuangan berkembang sangat cepat ke arah bekerjanya mekanisme pasar, timbulnya inovasi produk-‐produk keuangan baru, serta membaurnya operasi bank dengan lembaga-‐lembaga keuangan lainnya. Hal-‐hal tersebut telah menyebabkan proses penciptaan uang lebih banyak terjadi di luar kendali otoritas moneter dan proses money multiplier tidak lagi dapat diprediksi dengan baik, sehingga paradigma lama sistem pengendalian moneter dengan sasaran kuantitas tersebut menjadi semakin kurang relevan.
Jalur suku bunga (interest rate channel) menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan mempengaruhi perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan selanjutnya akan
berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga telah bekerja dengan efektif dan mengikuti paradigma uang pasif, yakni shock RSBI mempengaruhi suku bunga jangka pendek, dalam hal ini RPUAB sebagai sasaran operasional. Selanjutnya ditransmisikan ke sektor riil melalui pengaruh RDEPO dan RKRDT terhadap output gap dan selanjutnya terhadap inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter.
Kebijakan moneter oleh bank sentral, secara teori bisa mempengaruhi likuiditas perbankan (bank reserve) dan kemudian akan berpengaruh terhadap keputusan perbankan dalam pemberian kredit. Berdasarkan hasil pada penelitian ini, perubahan yang terjadi pada suku bunga SBI tidak banyak berpengaruh terhadap cadangan bank maupun jumlak kredit perbankan yang disalurkan. Hal ini bisa disebabkan oleh perilaku sektor perbankan dalam hal implementasi fungsi intermediasinya. Situasi ekonomi yang tidak menentu menjadikan bank lebih memilih memutarkan uangnya di pasar uang antar bank daripada menyalurkan kepada masyarakat, selain itu tingginya non performing loans (NPL) menjadikan perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit.
Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter pada jalur nilai tukar kurang efektif dibandingkan dengan jalur suku bunga. Hasil studi ini berbeda dengan kondisi yang disyaratkan dalam teori purchasing power parity bahwa gejolak nilai tukar berpengaruh terhadap variablitas harga barang-‐barang yang diperdagangkan (tradeable) yang selanjutnya berpengaruh terhadap variabilitas inflasi, tidak relevan dengan kondisi perekonomian Indonesia dalam periode studi ini. Hal ini terjadi karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selain dipengaruhi oleh faktor ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor non-‐ekonomi misalnya faktor sentimen pasar dan gejolak politik.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka penelitian analisis efektivitas jalur-‐jalur transmisi kebijakan moneter di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Di antara empat jalur transmisi kebijakan
moneter, dalam hal ini jalur moneter langsung, jalur suku bunga, jalur nilai tukar, dan jalur kredit, jalur suku bunga merupakan jalur yang paling efektif dibanding dengan jalur-‐jalur lainnya. Analisis yang dilakukan melalui uji impulse response dan uji variance decomposition
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRSBI
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRPUAB
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RDEPO
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RKRDT
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to D2OG
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DINF
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRPUAB
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RKRDT
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRSBI to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DRPUAB to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of RDEPO to DINF
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRSBI
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DRPUAB
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RDEPO
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to RKRDT
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to D2OG
-.8
-.4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of RKRDT to DINF
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRSBI
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DRPUAB
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RDEPO
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to RKRDT
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to D2OG
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
2 4 6 8 10
Response of D2OG to DINF
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRSBI
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DRPUAB
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RDEPO
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to RKRDT
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to D2OG
-2
-1
0
1
2
2 4 6 8 10
Response of DINF to DINF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10Halaman 10 Muhammad Yusuf
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI P a g e | 10 Muhammad Yusuf
menggambarkan keandalan penggunaan jalur suku bunga dalam mencapai sasaran akhir inflasi, terlihat dari respon yang diberikan oleh inflasi dan varians dari variabel-‐variabel yang terlibat dalam jalur ini.
2. Suku bunga pasar uang antar bank merupakan variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran operasional pada jalur suku bunga dalam kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. Hasil uji impulse response pada jalur suku bunga menunjukkan bahwa shock RPUAB mendapatkan respon yang kuat dan juga cepat dari inflasi.
6.2. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada
beberapa saran yang dapat diajukan, baik untuk pengembangan pengetahuan maupun untuk kepentingan praktis, antara lain: 1. Jalur suku bunga yang telah terbukti efektif dapat digunakan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia.
2. Stabilitas suku bunga pasar uang antar bank sebagai sasaran operasional kebijakan moneter hendaknya perlu dijaga agar sasaran akhir berupa inflasi juga bisa terkendali.
DAFTAR PUSTAKA Boediono. (1982). Ekonomi Makro. Seri Sinopsis
Pengantar Ilmu Ekonomi, No. 2. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM.
Cavoli, Tony. (2010). “What Drives Monetary Policy in Post-‐Crisis East Asia? Interest Rate or Exchange Rate Monetary Policy Rules”, Journal of Asian Economics, No.21, hlm. 456-‐465.
Chow, Hwee Kwan. (2004). “A VAR Analysis of Singapore’s Monetary Transmission Mechanism”, SMU Economics & Statistics Working Paper Series.
Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter, (2012). Dasar-‐Dasar Ekonometrika, (Terj. Raden Carlos Mangunsong), Buku 2, Edisi 5. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Hakim, Lukman. (2001). “Penerapan Pentargetan Inflasi dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 1990.1-‐2000.4”, Media Ekonomi, Vol. 7, No. 2.
Maski, Ghozali. (2005). Studi Efektifitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter dengan Sasaran
Tunggal Inflasi (Pendekatan VAR). Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya.
Natsir, M. (2011). “Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) Periode 1990: 2-‐2007:1”, Majalah Ekonomi, Vol. XXI, No. 2.
Taylor, John B. (1995). “The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical Framework”, The Journal of Economic Perspective. Vol. 09, No. 04, hlm. 11-‐26.
Warjiyo, P dan Solikin. (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan No. 6. PPSK. Jakarta: Bank Indonesia.
Warjiyo, Perry. (2004). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan No. 11. PPSK. Jakarta: Bank Indonesia.
Wulandari, Ries. (2012). “Do Credit Channel and Interest Rate Channel Play Important Role in Monetary Transmission Mechanism in Indonesia? A Structural Vector Autoregression Model”, Procedia-‐Social and Behavioral Sciences, No. 65, hlm. 557-‐563.
Halaman 11ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT
Muhammad Falih Ariyanto Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Aceh Alamat Korespondensi: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 23 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
This research is an empirical study to analyze international event and its impacts on Indonesian capital market. The international event in this study is expansionary monetary policy issued by the Federal Reserve in the form of quantitative easing policies that were announced in three stages, on 26 November 2008, 4 November 2010, and 14 September 2012 (Indonesia Stock Exchange trading day). The study analyzed the abnormal return and trading volume activity occured at each event period. Observation period in this study used 120-‐day estimation period and 11-‐day event period at each stage of the quatitative easing announcement. The event study was done in Indonesian capital market represented by 127 shares that are catagorized as LQ45 index and actively traded in each event period. The assumption that Indonesian capital market is co-‐integrated with international capital market can make the announcement of quantitative easing policy as positive information for investors in Indonesia. The analysis results show that a significant positive abnormal return around the event date and a significant increase in the intensity trading activities after the quantitative easing announcement, occured. The market test results show that Indonesian capital market has efficient information in a semi-‐strong form, so that the investors cannot use the published information to get profits (positive abnormal return) in a long run (around the date of the event only). Penelitian ini merupakan studi empiris untuk menganalisis peristiwa internasional dan dampaknya terhadap pasar modal Indonesia. Peristiwa internasional yang diteliti adalah pengumuman kebijakan moneter ekspansif yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, yaitu quantitative easing yang dilakukan dalam tiga tahapan pengumuman pada tanggal 26 November 2008, 4 November 2010 dan 14 September 2012 (hari perdagangan bursa di Indonesia). Penelitian dilakukan dengan menganalisis abnormal return dan trading volume activity yang terjadi disetiap periode peristiwa. Penelitian ini menggunakan periode pengamatan yang terdiri dari 120 hari periode estimasi dan 11 hari periode peristiwa disetiap tahapan pengumuman quantitative easing. Analisis studi peristiwa dilakukan pada pasar modal Indonesia yang diwakili oleh 127 saham yang pernah masuk dalam kategori indeks LQ45 dan secara aktif diperdagangkan disetiap periode peristiwa. Asumsi bahwa pasar modal Indonesia terkointegrasi dengan pasar modal internasional menyebabkan pengumuman kebijakan quantitative easing dapat menjadi informasi yang positif bagi pemodal di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi abnormal return positif yang signifikan di sekitar tanggal peristiwa dan peningkatan intensitas perdagangan yang signifikan setelah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing. Hasil pengujian efisiensi pasar menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia efisien secara informasi dalam bentuk setengah kuat sehingga pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan keuntungan (abnormal return positif) dalam jangka waktu yang lama (hanya di sekitar tanggal peristiwa).
KATA KUNCI: Monetary Policy, Quantitative Easing, Financial Market, Event Study, Abnormal Return, Trading Volume Activity. KLASIFIKASI JEL: E4, E5, E6, F3, G14, G15
Muhammad Falih AriyantoKantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi AcehAlamat Korespondensi: [email protected]
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21Halaman 12 Muhammad Falih Ariyanto
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 12 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tahun 2008, Amerika Serikat mengalami krisis subprime mortgage yang berakibat pada kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, The Fed meluncurkan kebijakan yang dinilai tidak biasa yaitu kebijakan stimulus berupa pelonggaran moneter (Quantitative Easing) dengan melakukan pembelian Mortgage Backed Securities (MBS) dan Treasury Notes.
Quantitative easing diputuskan oleh Federal Open Market Committee (FOMC) yang berada di bawah kendali The Fed dan diumumkan pada tanggal 25 November 2008 untuk kebijakan quantitative easing tahap pertama, 3 November 2010 untuk kebijakan quantitative easing tahap kedua, dan 13 September 2012 untuk kebijakan quantitative easing tahap ketiga. Lembaga keuangan di Amerika Serikat yang memperoleh uang tunai dari kebijakan quantitative easing tersebut akan menggunakan dana yang dimilikinya untuk memperoleh keuntungan. Cara yang dilakukan antara lain dengan menyalurkan kembali dana tersebut dalam bentuk kredit perbankan dan kemudian memperoleh keuntungan dari pembayaran bunga pinjaman.
Cara lain yang dilakukan oleh lembaga keuangan tersebut adalah menyalurkan dana melalui berbagai instrumen investasi diluar Amerika Serikat akibat terjadinya surplus mata uang dan pelemahan nilai Dollar Amerika Serikat sehingga pemodal di Amerika Serikat mengalihkan investasi ke negara-‐negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Statistik Pasar Modal yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-‐LK) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan nilai perdagangan yang dilakukan oleh pemodal asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) di sekitar tanggal peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing.
Pasar modal Indonesia yang terkointegrasi dengan pasar modal di Amerika Serikat menyebabkan kebijakan quantitative easing berdampak pada kinerja bursa saham di Indonesia. Dampak kebijakan quantitative easing bagi pasar modal Indonesia adalah limpahan dana melalui aktivitas pemodal asing yang melakukan transaksi perdagangan saham di Indonesia. Data LQ45 memperlihatkan pergerakan harga yang berbeda antara periode sebelum dan sesudah pengumuman paket kebijakan tersebut.
Adanya reaksi pergerakan indeks LQ45 di sekitar periode pengumuman dapat diteliti dengan menggunakan metode studi peristiwa untuk menguji kandungan informasi dari suatu peristiwa. Pengukuran yang biasa digunakan dapat menggunakan abnormal return yang menunjukkan adanya perubahan harga dari saham yang diteliti (Dyckman, 1984). Jika peristiwa tersebut mempunyai kandungan informasi bagi pemodal maka peristiwa
tersebut memberikan reaksi bagi pasar modal dalam bentuk abnormal return dan intensitas perdagangan melalui trading volume activity yang meningkat.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANG-‐AN HIPOTESIS
2.1. Quantitative Easing
Quantitative easing dilakukan ketika tingkat bunga berada di tingkat yang sangat rendah karena pada kondisi tersebut Bank Sentral tidak mungkin untuk mengeluarkan kebijakan moneter melalui penurunan tingkat suku bunga. Untuk melakukan intervensi pasar, Bank Sentral melakukan pembelian obligasi pemerintah dari sektor perbankan dengan tujuan meningkatkan cadangan likuiditas pada lembaga keuangan. Paket kebijakan quantitative easing yang telah diumumkan oleh FOMC setelah krisis keuangan di Amerika Serikat terangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan Pernyataan FOMC tentang Paket Kebijakan Quantitative Easing
No. Tanggal Pernyataan
Paket Kebijakan
1. Tahap I: 25 November 2008
The Fedakan membeli T-‐Notes, MBS dan obligasi perbankan. Pembelian dilakukan bertahap dan mencapai US$2.1 Trilyun pada Juni 2010.
2. Tahap II: 03 November 2010
The Fed akan membeli aset sebesar US$75 Milyar per bulan sampai dengan bulan Juni 2011.
3. Tahap III: 13 September 2012
The Fed akan membeli MBS sebesar US$40 Milyar per bulan dan tetap menjalankan kebijakan QE Tahap II. Total pembelian yang dilakukan The Fed mencapai US$85 Milyar per bulan.
Sumber: diolah dari Federal Reserve Press Release. 2.2. Kointegrasi Pasar Modal Indonesia
Ekonomi dunia yang semakin terintegrasi menyebabkan hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia terpengaruh dengan aliran modal antar negara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bapepam-‐LK (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara aliran masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia dengan pergerakan IHSG yang berpengaruh secara positif.1 Penelitian yang 1 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, Analisis Hubungan Kointegrasi Dan Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar Dan
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
Halaman 13
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Muhammad Falih Ariyanto
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 13 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto dilakukan Abimanyu (2008) menemukan bahwa pasar modal Indonesia mempunyai hubungan secara internasional dengan pasar saham antara lain pasar saham di negara-‐negara ASEAN (Malaysia, Singapura dan Thailand), pasar saham negara-‐negara Asia Pasifik (Tiongkok, Korea, Jepang, Hongkong dan Taiwan), pasar saham di Amerika Serikat dan pasar saham di negara-‐negara Eropa Barat (Perancis, Jerman, Belanda dan Inggris).2
2.3. Actual Return
Kenaikan harga saham akan memberikan return positif dan penurunan harga saham akan memberikan return negatif bagi investor. Menurut Hartono (2013), actual return dapat berupa capital gain atau capital loss yang merupakan selisih dari harga sekuritas terhadap harga dalam periode yang lalu.3 Return saham (𝑅𝑅!,!) diperoleh dari harga saham harian (𝑃𝑃!,!) sekuritas i pada periode t, dikurangi harga saham 𝑃𝑃!,!!! sekuritas i pada periode 𝑡𝑡 − 1, dibagi harga saham harian (𝑃𝑃!,!!!) sekuritas i pada periode 𝑡𝑡 − 1. Actual return tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑅!,! =
!!,!!!!,!!!!!,!!!
.…………….………………..………(2.1)
2.4. Expected Return
Expected return merupakan return yang diharapkan oleh investor.4 Salah satu model yang dapat digunakan untuk memperoleh estimasi return pada periode peristiwa adalah Market Model. Tahapan dalam menghitung return ekspektasi dengan market model dilakukan dengan 2 langkah. Pertama, membuat model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi. Kedua, dengan menggunakan model ekspektasi dari hasil langkah pertama untuk digunakan mengestimasi return ekpektasi pada periode peristiwa.
Untuk membentuk model ekspektasi dapat digunakan teknik regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑅!,! = ∝!+ 𝛽𝛽! 𝑅𝑅!,! + 𝜖𝜖!,!…………………….………….…(2.2)
Keterangan:
𝑅𝑅!,! : Return realisasi sekuritas ke-‐i pada periode estimasi ke-‐j
Pergerakan IHSG Di Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Bapepam-‐LK, 2008).
2 Yoopi Abimanyu et al, International Linkages to the Indonesian Capital Market: Cointegration Test, (Jakarta: Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency, 2008).
3 Jogiyanto Hartono, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi ke-‐8, (Yogyakarta: BPFE, 2013), hlm. 64.
4 Ibid., hlm.69.
∝! : Intercept untuk sekuritas ke-‐i 𝛽𝛽! : Koefisien slop yang merupakan Beta dari
sekuritas ke-‐i 𝑅𝑅!,! : Return indeks pasar pada periode estimasi ke-‐j 𝜖𝜖!,! : Kesalahan residu sekuritas ke-‐i pada periode
estimasi ke-‐j
Return pasar dapat dihitung berdasarkan nilai indeks LQ45 dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑅!,! =!"!"!!!"!"!!!
!"!"!!!………….……………..………(2.3)
2.5. Abnormal Return
Hartono (2013) menjelaskan bahwa abnormal return (𝐴𝐴𝑅𝑅!,!) merupakan selisih antara actual return 𝑅𝑅!,! dan return normal yang merupakan return yang
diharapkan oleh investor 𝐸𝐸(𝑅𝑅!,!).5 Model yang digunakan adalah:
𝐴𝐴𝐴𝐴!,! = 𝑅𝑅!,! − 𝐸𝐸(𝑅𝑅!,!) ………………..(2.4)
2.6. Trading Volume Activity
Beaver (1968) dan Morse (1981) menjelaskan bahwa peristiwa yang memiliki kandungan informasi dapat mempengaruhi investor untuk membeli lebih banyak saham atau menjual sebagian saham yang telah dimiliki. Oleh karena itu, reaksi yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang memiliki kandungan informasi dapat ditunjukkan melalui perubahan volume perdagangan. Perubahan aktivitas volume perdagangan (trading volume activity) dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar yang dapat dapat diukur dengan formulasi sebagai berikut:
𝑉𝑉!,! = !"!!" !"#$%!&'&(')&( !"#" !"#$% !!"!!" !"#$ !"#"$%# !"#" !"#$% !
…….…(2.5)
2.7. Studi Peristiwa
Menurut Hartono (2013), studi peristiwa dapat digunakan untuk mengukur kandungan informasi dari suatu peristiwa.6 Jika suatu peristiwa memiliki kandungan informasi, maka pasar akan bereaksi melalui abnormal return. Selain itu, studi peristiwa dapat digunakan untuk pengujian efisiensi pasar sebagai pengujian lanjutan dari pengujian kandungan informasi untuk mengukur kecepatan rekasi pasar atas informasi suatu peristiwa. Pasar dikatakan efisien secara informasi jika suatu peristiwa atau informasi dapat direspon dengan cepat oleh pasar.
Dalam mengukur pasar yang efisien berpedoman pada hubungan harga sekuritas dan informasi. Bodie (2011)7 dan Hartono (2013)8 5 Ibid., hlm.93. 6 Ibid., hlm.7. 7 Zvi Bodie, et al, Investment and Portofolio
Management, 9th edition, (New York: McGraw Hill, 2011), hlm. 375.
8 Hartono,Loc Cit. hlm. 548.
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 13 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto dilakukan Abimanyu (2008) menemukan bahwa pasar modal Indonesia mempunyai hubungan secara internasional dengan pasar saham antara lain pasar saham di negara-‐negara ASEAN (Malaysia, Singapura dan Thailand), pasar saham negara-‐negara Asia Pasifik (Tiongkok, Korea, Jepang, Hongkong dan Taiwan), pasar saham di Amerika Serikat dan pasar saham di negara-‐negara Eropa Barat (Perancis, Jerman, Belanda dan Inggris).2
2.3. Actual Return
Kenaikan harga saham akan memberikan return positif dan penurunan harga saham akan memberikan return negatif bagi investor. Menurut Hartono (2013), actual return dapat berupa capital gain atau capital loss yang merupakan selisih dari harga sekuritas terhadap harga dalam periode yang lalu.3 Return saham (𝑅𝑅!,!) diperoleh dari harga saham harian (𝑃𝑃!,!) sekuritas i pada periode t, dikurangi harga saham 𝑃𝑃!,!!! sekuritas i pada periode 𝑡𝑡 − 1, dibagi harga saham harian (𝑃𝑃!,!!!) sekuritas i pada periode 𝑡𝑡 − 1. Actual return tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑅!,! =
!!,!!!!,!!!!!,!!!
.…………….………………..………(2.1)
2.4. Expected Return
Expected return merupakan return yang diharapkan oleh investor.4 Salah satu model yang dapat digunakan untuk memperoleh estimasi return pada periode peristiwa adalah Market Model. Tahapan dalam menghitung return ekspektasi dengan market model dilakukan dengan 2 langkah. Pertama, membuat model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi. Kedua, dengan menggunakan model ekspektasi dari hasil langkah pertama untuk digunakan mengestimasi return ekpektasi pada periode peristiwa.
Untuk membentuk model ekspektasi dapat digunakan teknik regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑅!,! = ∝!+ 𝛽𝛽! 𝑅𝑅!,! + 𝜖𝜖!,!…………………….………….…(2.2)
Keterangan:
𝑅𝑅!,! : Return realisasi sekuritas ke-‐i pada periode estimasi ke-‐j
Pergerakan IHSG Di Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Bapepam-‐LK, 2008).
2 Yoopi Abimanyu et al, International Linkages to the Indonesian Capital Market: Cointegration Test, (Jakarta: Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency, 2008).
3 Jogiyanto Hartono, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi ke-‐8, (Yogyakarta: BPFE, 2013), hlm. 64.
4 Ibid., hlm.69.
∝! : Intercept untuk sekuritas ke-‐i 𝛽𝛽! : Koefisien slop yang merupakan Beta dari
sekuritas ke-‐i 𝑅𝑅!,! : Return indeks pasar pada periode estimasi ke-‐j 𝜖𝜖!,! : Kesalahan residu sekuritas ke-‐i pada periode
estimasi ke-‐j
Return pasar dapat dihitung berdasarkan nilai indeks LQ45 dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑅!,! =!"!"!!!"!"!!!
!"!"!!!………….……………..………(2.3)
2.5. Abnormal Return
Hartono (2013) menjelaskan bahwa abnormal return (𝐴𝐴𝑅𝑅!,!) merupakan selisih antara actual return 𝑅𝑅!,! dan return normal yang merupakan return yang
diharapkan oleh investor 𝐸𝐸(𝑅𝑅!,!).5 Model yang digunakan adalah:
𝐴𝐴𝐴𝐴!,! = 𝑅𝑅!,! − 𝐸𝐸(𝑅𝑅!,!) ………………..(2.4)
2.6. Trading Volume Activity
Beaver (1968) dan Morse (1981) menjelaskan bahwa peristiwa yang memiliki kandungan informasi dapat mempengaruhi investor untuk membeli lebih banyak saham atau menjual sebagian saham yang telah dimiliki. Oleh karena itu, reaksi yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang memiliki kandungan informasi dapat ditunjukkan melalui perubahan volume perdagangan. Perubahan aktivitas volume perdagangan (trading volume activity) dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar yang dapat dapat diukur dengan formulasi sebagai berikut:
𝑉𝑉!,! = !"!!" !"#$%!&'&(')&( !"#" !"#$% !!"!!" !"#$ !"#"$%# !"#" !"#$% !
…….…(2.5)
2.7. Studi Peristiwa
Menurut Hartono (2013), studi peristiwa dapat digunakan untuk mengukur kandungan informasi dari suatu peristiwa.6 Jika suatu peristiwa memiliki kandungan informasi, maka pasar akan bereaksi melalui abnormal return. Selain itu, studi peristiwa dapat digunakan untuk pengujian efisiensi pasar sebagai pengujian lanjutan dari pengujian kandungan informasi untuk mengukur kecepatan rekasi pasar atas informasi suatu peristiwa. Pasar dikatakan efisien secara informasi jika suatu peristiwa atau informasi dapat direspon dengan cepat oleh pasar.
Dalam mengukur pasar yang efisien berpedoman pada hubungan harga sekuritas dan informasi. Bodie (2011)7 dan Hartono (2013)8 5 Ibid., hlm.93. 6 Ibid., hlm.7. 7 Zvi Bodie, et al, Investment and Portofolio
Management, 9th edition, (New York: McGraw Hill, 2011), hlm. 375.
8 Hartono,Loc Cit. hlm. 548.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21Halaman 14 Muhammad Falih Ariyanto
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 14 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto menjelaskan mengenai bentuk-‐bentuk efisiensi pasar yang dibedakan ke dalam 3 kategori antara lain (1) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form), yaitu apabila harga-‐harga saham menggambarkan seluruh informasi yang berasal dari periode masa lalu sehingga investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk memperoleh abnormal return, (2) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi-‐strong form) yaitu apabila harga-‐harga saham secara penuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk juga informasi mengenai prospek perusahaan ke depan sehingga pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return dalam jangka waktu yang lama, (3) Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form) yaitu apabila harga-‐harga saham secara penuh mencerminkan informasi yang tersedia termasuk juga informasi yang hanya diketahui oleh pihak internal perusahaan (insider information) sehingga investor tidak dapat memperoleh abnormal return hanya dengan memiliki informasi internal perusahaan.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai hubungan kebijakan moneter terhadap pasar modal serta hubungan arus modal asing terhadap pasar modal antara lain dilakukan oleh Rigobon (2003) yang melakukan penelitian mengenai reaksi pasar modal terhadap kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Sentral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter berdampak pada pasar modal dipengaruhi melalui dua saluran. Pertama, dipengaruhi oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh Gubernur Bank Sentral. Kedua, pergerakan harga saham dipengaruhi oleh naik turunnya suku bunga acuan yang berdampak pada biaya modal.
Penelitian yang dilakukan Conover (2005) melalui obervasi pada kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh The Fed pada periode 19 Juli 1963 sampai dengan 2 Januari 2001 menemukan bahwa kebijakan moneter yang ekspansif mempunyai hubungan yang kuat dengan return sekuritas. Return saham di Amerika Serikat meningkat secara konsinsten dan relatif stabil ketika The Fed mengumumkan kebijakan moneter ekspansif dan berpengaruh secara global. Menurut hasil penelitian, para profesional menjadikan kondisi moneter sebagai pertimbangan dalam melakukan analisis fundamental perdagangan sekuritas di pasar AS dan Internasional.
2.9. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kajian literatur, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Terdapat abnormal return yang positif pada saham-‐saham LQ45 selama periode peristiwa pengumuman kebijakan QE.
H2 : Terdapat rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar pada saham-‐saham LQ45 sesudah pengumuman kebijakan QE.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45 di BEI. Pemilihan indeks LQ45 disebabkan karena penelitian dengan metode studi peristiwa yang menggunakan data harian memerlukan data sekuritas yang mempunyai tingkat likuiditas tinggi dan nilai kapitalisasi pasar besar. Teknik penyampelan menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan sebagai berikut:
3.1.1 Sekuritas yang telah terdaftar dalam indeks LQ45 pada periode perdagangan pengumuman paket kebijakan quantitative easing tahap I, II dan III.
3.1.2 Perusahaan yang tidak melakukan corporate action (pembagian dividen, stock split dan right issue) selama periode peristiwa. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghindari adanya peristiwa pengganggu (comfounding effects) yang mengganggu validitas reaksi pasar.
Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh jumlah sampel saham LQ45 sebanyak 127 sekuritas yang dapat dikategorikan meliputi 42 sampel sekuritas pada peristiwa quantitative easing Tahap I, 40 sampel sekuritas pada peristiwa quantitative easing Tahap II dan 45 sampel sekuritas pada peristiwa quantitative easing Tahap III.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh antara lain dari Bloomberg, www.idx.co.id, dan finance.yahoo.com. Data tersebut kemudian dipilih dengan langkah sebagai berikut:
3.2.2. Data saham yang digunakan merupakan saham-‐saham LQ45 yang sesuai dengan kriteria penyampelan.
3.2.3. Data saham merupakan harga saham penutupan harian, volume perdagangan, dan jumlah saham yang beredar selama periode penelitian.
3.2.4. Data harga saham harian dikumpulkan selama periode 𝑡𝑡 − 125 atau 125 hari sebelum diumumkan kebijakan quantitative easing Tahap I, II dan III oleh The Fed sampai dengan 𝑡𝑡 + 5 atau 5 hari setelah diumumkan kebijakan quantitative easing Tahap I, II dan III oleh The Fed.
3.2.5. Data volume perdagangan dan jumlah saham yang beredar dikumpulkan selama periode peristiwa yaitu 𝑡𝑡 − 5 atau 5 hari sebelum pengumuman sampai dengan 𝑡𝑡 + 5 atau 5 hari
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
Halaman 15
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Muhammad Falih Ariyanto
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 15 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
setelah diumumkan kebijakan quantitative easing Tahap I, II dan III oleh The Fed.
Periode waktu yang digunakan dalam penelitian
ini adalah selama 131 hari bursa yang terdiri dari 2 periode, yakni periode estimasi dan periode peristiwa. Tanggal peristiwa (𝑡𝑡!) ditetapkan 1 hari bursa setelah peristiwa kebijakan quantitative easing diumumkan oleh The Fed karena adanya perbedaan waktu perdagangan bursa di Amerika Serikat dan Indonesia.
Statistik deskriptif data abnormal return selama periode peristiwa terangkum sebagaimana Lampiran I menunjukkan bahwa pada peristiwa quantitative easing tahap I terdapat rata-‐rata abnormal return yang positif pada t-‐3 dan t-‐1. Kemudian statistik deskriptif pada peristiwa II menunjukkan adanya rata-‐rata abnormal return positif yang jumlahnya lebih banyak dari peristiwa I antara lain pada pada t-‐5, t-‐3, t-‐2, t-‐1, t0, t+1 dan t+5. Sedangkan pada peristiwa III sebagian besar tanggal di sekitar tanggal peristiwa memiliki rata-‐rata abnormal return positif, namun masih terdapat abnormal return negatif pada hari t-‐4
dan t+2 Statistik deskriptif rata-‐rata trading volume
activity selama periode peristiwa terangkum sebagaimana Lampiran II menunjukkan bahwa puncak intensitas perdagangan saham pada peristiwa quantitative easing tahap I dan III terjadi pada hari peristiwa pengumuman kebijakan (t0) yaitu sebesar 0,010405 dan 0,004368. Akan tetapi, pada peristiwa II nilai rata-‐rata trading volume activity tertinggi terjadi sehari setelah peristiwa pengumuman (t+1) sebesar 0,005748 dan intensitas perdagangan saham-‐saham yang menjadi sampel pada peristiwa II tersebut cenderung datar.
3.3. Pengujian Hipotesis
3.3.1. Pengujian Hipotesis I Menurut Hartono (2013), pengujian abnormal
return yang menggunakan market model dalam penentuan expected return dapat menggunakan pengujian-‐t untuk menguji hipotesis nol bahwa abnormal return adalah lebih besar dari nol.9 Langkah pengujian-‐t tersebut dilakukan antara lain dengan menghitung deviasi standar masing-‐masing sekuritas (σi), menghitung nilai abnormal return terstandardisasi untuk sekuritas ke-‐i pada waktu ke-‐t (SARi,t) dan terakhir menghitung nilai t. Pengujian–t dilakukan untuk return portofolio melalui rata-‐rata return semua sekuritas pada hari ke-‐t selama periode peristiwa. 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! portofolio k-‐buah sekuritas untuk periode ke-‐t juga merupakan nilai statistik t (t-‐hitung) yang dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
𝑡𝑡!!!"#$% = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! = !"#!,!
!!!!
!……………………………..(3.1)
9Jogiyanto Hartono, Op.Cit., hml. 117
Untuk membuktikan hipotesis pertama digunakan pengujian-‐t dengan satu sampel yang bertujuan untuk melihat apakah nilai abnormal return yang positif mempunyai signifikansi. Pertimbangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan menerima atau menolak H0 dalam pengujian satu arah (one tailed) sisi kanan sebagai berikut:
a. Jika nilai t-‐hitung>t-‐tabel maka H0 ditolak yang artinya terdapat abnormal return yang positif dan signifikan.
b. Jika t-‐hitung<t-‐tabel, maka H0 tidak dapat ditolak artinya tidak terdapat abnormal return yang positif dan signifikan.
3.3.2. Pengujian Hipotesis II
Hipotesis kedua menguji rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar pada saham-‐saham LQ45 sesudah pengumuman kebijakan QE. Langkah-‐langkah pengujian yang dilakukan sebagai berikut: a. Menghitung rata-‐rata trading volume activity
(𝑉𝑉!,!) sebelum dan sesudah peristiwa. b. Menghitung rata-‐rata selisih antara trading
volume activity (𝑑𝑑) yang berpasangan. c. Menghitung deviasi standar dari rata-‐rata selisih
antara trading volume activity (𝑆𝑆!) yang berpasangan dengan menggunakan formula sebagai berikut:
𝑆𝑆! =(!!!)!!!!
!!!!!!
…………………………………… (3.2)
d. Uji statistik untuk menghitung nilai t-‐hitung
diperoleh dengan formula sebagai berikut: 𝑡𝑡!!!"#$% =
!!!/ !
……………………………………… (3.3)
Untuk membuktikan hipotesis kedua, digunakan uji beda satu arah (one tailed) sisi kiri dengan sampel yang berhubungan (paired sample t-‐test) dengan membandingkan t-‐hitung dan t-‐tabel sebagai berikut:
a. Jika t-‐hitung<t-‐tabel, maka H0 ditolak yang artinya terdapat rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar dan signifikan pada saham-‐saham LQ45 sesudah peristiwa.
b. Jika t-‐hitung>t-‐tabel, maka H0 tidak dapat ditolak artinya tidak terdapat rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar dan signifikan pada saham-‐saham LQ45 sesudah peristiwa.
4. HASIL PENELITIAN
Pengujian hipotesis menggunakan pengujian-‐t untuk menguji keberadaan abnormal return dan trading volume activity selama periode peristiwa. Pengujian statistik yang digunakan adalah pengujian secara parametrik karena distribusi data yang diuji menggunakan uji normalitas Kolmogorov-‐Smirnov selama periode peristiwa terdistribusi normal. Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk membuktikan apakah pemodal mendapatkan
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21Halaman 16 Muhammad Falih Ariyanto
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 16 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
abnormal return positif akibat peristiwa pengumuman kebijakan quantitatve easing pada tahap I, II dan III. Prosedur pengujian–t dilakukan dengan membandingkan t-‐hitung yang diperoleh dari rata-‐rata abnormal return terstandarisasi semua
sekuritas yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan persamaan (3.1). Tabel 2 menampilkan perbandingan nilai t-‐hitung dan nilai kritis (t-‐tabel) pada pengujian hipotesis pertama.
Tabel 2.Uji Signifikansi Rata-‐Rata Abnormal Return
Tahap I Tahap II Tahap III
t Rata-‐rata AR t-‐hitung Rata-‐rata AR t-‐hitung Rata-‐rata AR t-‐hitung -‐5 -‐0,014856 -‐1,5822 0,002870 0,7756 0,000617 0,1111 -‐4 -‐0,008116 -‐0,7555 -‐0,001557 -‐0,5342 -‐0,002410 -‐0,6005 -‐3 0,003838 *** 0,2926 0,003949 0,4788 0,005806 1,6729 -‐2 -‐0,010160 -‐0,6438 0,006390 1,1748 0,008694 ** 2,2383 -‐1 0,017425 *** 2,4375 0,000128 -‐0,2414 0,004691 0,9322 0 -‐0,015931 -‐1,9827 0,003668 1,0490 0,007531 ** 1,9152 1 -‐0,011134 -‐1,1313 0,001918 0,3621 0,005712 1,2854 2 -‐0,005632 -‐0,6164 -‐0,002583 -‐0,0817 -‐0,002651 -‐0,8440 3 -‐0,004565 -‐0,3987 -‐0,002817 -‐0,3548 0,012885 *** 3,0372 4 -‐0,003429 -‐0,5238 -‐0,000970 -‐0,1641 0,005818 1,5953 5 -‐0,003967 -‐0,5580 0,005384 0,7258 0,001664 0,2533
Keterangan : ** Signifikan pada tingkat 5% *** Signifikan pada tingkat 1% Tahap I : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=41) = 1,683 dan t-‐(α=0,01,df=41) = 2,421 Tahap II : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=39) = 1,685 dan t-‐(α=0,01,df=39) = 2,426 Tahap III : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=44) = 1,680 dan t-‐(α=0,01,df=44) = 2,414
Hasil pengujian hipotesis I menunjukkan
bahwa terdapat abnormal return positif dan signifikan disekitar tanggal peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing I dan III. Pada peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing I, abnormal return yang positif terjadi di hari t-‐3 dan t-‐
1pada tingkat signifikansi 1 persen. Akan tetapi, abnormal return positif pada peristiwa II terdapat di t-‐5, t-‐3, t-‐2, t0, t+1 dan t+5 dan tidak signifikan. Pada peristiwa III, abnormal return positif dan signifikan
terdapat di t-‐2 dan t-‐0 dengan tingkat signifikansi 5 persen dan pada t+3 dengan tingkat signifikansi 1 persen.
Hipotesis kedua adalah menguji intensitas perdagangan melalui rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar sesudah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing tahap I, II dan III. Tabel 3 menampilkan hasil pengujian-‐t rata-‐rata trading volume activity sebelum dan sesudah peristiwa pengumuman quantitative easing tahap I, II dan III.
Tabel 3. Uji Signifikansi Rata-‐Rata Trading Volume Activity
Rata-‐rata TVA σ TVA N t-‐hitung Tahap I Sebelum 0,005712 0,0133441 42 -‐2,197 ** Sesudah 0,007198 0,0146822 Tahap II Sebelum 0,004315 0,0068020 40 -‐1,253 Sesudah 0,004825 0,0072370 Tahap III Sebelum 0,002418 0,0030786 45 -‐2,367 ** Sesudah 0,002882 0,0031766
Keterangan : ** Signifikan pada tingkat 5% Tahap I : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=41) = -‐1,683 Tahap II : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=39) = -‐1,685 Tahap III : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=44) =-‐1,680
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada peristiwa quantittaive easing tahap I dan III terdapat rata-‐rata trading volume activity sesudah pengumuman peristiwa yang lebih besar dibandingkan sebelum peristiwa dan signifikan pada tingkat kepercayaan 5 persen. Akan tetapi, hasil pengujian pada peristiwa II menunjukkan hanya terdapat rata-‐rata trading
volume activity yang lebih besar sesudah peristiwa namun tidak signifikan.
Hasil pengujian-‐t pada abnormal return selama periode peristiwa quantitative easing tahap I, II dan III menunjukkan bahwa hanya terdapat abnormal return positif dan signifikan pada periode di sekitar pengumuman quantitative easing tahap I dan III saja.
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
Halaman 17
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Muhammad Falih Ariyanto
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 17 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Tabel 4. Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return
selama Periode Peristiwa Tahap I, II dan III
Tahap I Tahap II Tahap III
t Rata-‐rata AR CAR Rata-‐rata AR CAR Rata-‐rata AR CAR
-‐5 -‐0,014856 -‐0,01486 0,002870 0,00287 0,000617 0,000617
-‐4 -‐0,008116 -‐0,02297 -‐0,001557 0,001313 -‐0,002410 -‐0,00179
-‐3 0,003838 *** -‐0,01913 0,003949 0,005262 0,005806 0,004013
-‐2 -‐0,010160 -‐0,02929 0,006390 0,011652 0,008694 ** 0,012707
-‐1 0,017425 *** -‐0,01187 0,000128 0,01178 0,004691 0,017398
0 -‐0,015931 -‐0,0278 0,003668 0,015448 0,007531 ** 0,024929
1 -‐0,011134 -‐0,03893 0,001918 0,017366 0,005712 0,030641
2 -‐0,005632 -‐0,04457 -‐0,002583 0,014783 -‐0,002651 0,02799
3 -‐0,004565 -‐0,04913 -‐0,002817 0,011966 0,012885 *** 0,040875
4 -‐0,003429 -‐0,05256 -‐0,000970 0,010996 0,005818 0,046693
5 -‐0,003967 -‐0,05653 0,005384 0,01638 0,001664 0,048357
Keterangan : ** Signifikan pada tingkat 5% *** Signifikan pada tingkat 1%
Berdasarkan data yang tercantum dalam Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa pada tahap I, abnormal return yang positif dan signifikan terjadi (t-‐3) sebesar 0,0038 dan (t-‐1) sebesar 0,0174. Reaksi pasar dari peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing tahap I pada harga saham yang diteliti belum terlalu kuat karena hanya terdapat dua abnormal return positif dan masih terdapat banyak abnormal return negatif disekitar tanggal peristiwa pengumuman quantitaive easing tahap I.
Akan tetapi, hasil pengujian menunjukkan bahwa peristiwa pengumuman tersebut mempunyai kandungan informasi bagi pemodal, terlihat dari adanya respon yang diberikan pemodal yang lebih cepat terhadap pasar. Respon yang cepat tersebut terlihat dari nilai abnormal return yang tinggi dibandingkan hari-‐hari lainnya yaitu pada tanggal 𝑡𝑡 −1. Abnormal return yang positif pada 𝑡𝑡 − 3 kemungkinan diakibatkan dari peristiwa lain yang terjadi bersamaan di periode peristiwa I. Berdasarkan indeks berita detik.com pada tanggal 21 November 2008 (𝑡𝑡 − 3) beberapa indeks saham di Amerika Serikat mengalami kenaikan yang relatif cukup tinggi sebagai dampak dari pernyataan Presiden Amerika Serikat terpilih, Barack Obama, yang akan memilih Timothy Geithner sebagai Menteri Keuangan Amerika Serikat. Pasar modal Indonesia yang terkointegrasi dengan pasar modal Amerika Serikat mengalami dampak yang sama pada pernyataan yang dikeluarkan oleh Obama tersebut, sehingga pada 𝑡𝑡 − 3 terjadi abnormal return positif dan signifikan.
Pada tahap II, sampel saham-‐saham yang diteliti lebih banyak mempunyai nilai abnormal return positif namun tidak signifikan. Hasil semacam
ini tidak sesuai dengan harapan penelitian, informasi mengenai kebijakan moneter ekspansif yang dikeluarkan The Fed seharusnya memberikan pengaruh pada return yang positif saham-‐saham yang diperdagangkan di BEI. Hasil pengujian yang tidak signifikan berarti tidak ada abnormal return pada sampel saham yang diteliti atau abnormal return sama dengan nol (0). Pemodal menganggap informasi yang diterima mengenai kebijakan quantitative easing tahap II bukan sebagai informasi yang baru.
Pada tahap III, hampir seluruh nilai abnormal return disekitar periode peristiwa memiliki nilai positifkecuali pada 𝑡𝑡 − 4 dan𝑡𝑡 + 2. Namun, abnormal return positif dan signifikan hanya terdapat pada 𝑡𝑡 − 2(0,008694), 𝑡𝑡0(0,007531), dan 𝑡𝑡 + 3(0,012885). Abnormal return di 𝑡𝑡 − 2 (tanggal 12 September 2009) merupakan reaksi pasar atas keputusan pengadilan Jerman yang memberikan bailout untuk mengatasi krisis utang Uni Eropa. Informasi tersebut berdampak pada penguatan pasar saham di Eropa dan Wall Street, dan berdampak pada pasar modal di Indonesia yang telah terintegrasi dengan bursa saham internasional. Abnormal return yang positif dan signifikan pada 𝑡𝑡 + 3 merupakan respon pemodal terhadap keputusan yang dikeluarkan The Fed. Menurut analisis AAA Sekuritas sebagaimana dikutip detik finance menyatakan bahwa sampai dengan tanggal 19 September 2012 pemodal bersikap wait and see, menunggu hasil pemilihan Presiden Amerika Serikat. Hal tersebut didukung dengan pergerakan bursa saham Amerika Serikat yang cenderung bergerak sideways.
Berdasarkan analisis, pemodal telah melakukan antisipasi sebagai dampak informasi yang terlebih dahulu diterima pemodal, sehingga pemodal melakukan respon lebih cepat sebelum keputusan
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21Halaman 18 Muhammad Falih Ariyanto
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 18 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
The Fed diumumkan. Hal tersebut didukung penelitian yang dilakukan Husnan (1996) yang menyatakan bahwa keuntungan abnormal return (abnormal return yang positif) tidak akan diperoleh sesudah terjadi peristiwa. Keuntungan abnormal return sebelum peristiwa dimungkinkan karena adanya antisipasi dari pemodal atau kebocoran informasi yang telah diperoleh pemodal sebelumnya.
Pengujian trading volume activity digunakan untuk membuktikan adanya perbedaan intensitas perdagangan setelah The Fed mengumumkan kebijakan quantitative easing. Hasil pengujian trading volume activity menunjukkan adanya perbedaan intensitas perdagangan yang lebih besar antara
periode sesudah dan sebelum pengumuman peristiwa. Sebagaimana pengujian menggunakan abnormal return, pengujian menggunakan trading volume activity membuktikan bahwa pengumuman kebijakan quantitative easing pada tahap I dan III dianggap memiliki kandungan informasi sehingga pemodal memberikan reaksi dengan melakukan aktivitas perdagangan yang lebih besar pada periode setelah pengumuman kebijakan tersebut.
Grafik 1 Intensitas Perdagangan
pada Peristiwa Quantitative Easing Tahap I, II dan III
Grafik 1 secara umum menunjukkan terjadinya peningkatan intensitas perdagangan pada periode peristiwa tahap I dan III yang dimulai dari 𝑡𝑡 − 3 sampai dengan 𝑡𝑡 + 3. Pada periode tersebut, tanggal peristiwa (𝑡𝑡0) tahap I dan II terjadi intensitas perdagangan tertinggi dibandingkan hari-‐hari lain pada periode peristiwa, sedangkan pada periode peristiwa II intensitas perdagangan saham-‐ saham yang diteliti mengalami pergerakan yang cenderung datar. Hal tersebut selaras dengan hasil pengujian trading volume activity yang menyatakan bahwa pada tahap II tidak ada perbedaaan yang lebih besar setelah peristiwa pengumuman kebijakan, pemodal tidak melakukan respon atas peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Pengumuman kebijakan quantitative easing
mempunyai kandungan informasi bagi pasar modal Indonesia, hal tersebut didukung karena adanya kointegrasi antara pasar modal di Amerika Serikat dan pasar modal di Indonesia yang menyebabkan peristiwa international dapat berpengaruh pada abnormal return dan intensitas perdagangan di pasar modal Indonesia. Harapan pemodal terhadap kebijakan moneter ekspansif yang diputuskan oleh The Fed adalah keuntungan melalui return saham yang positif. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengujian dan analisis dapat disimpulkan bahwa: (1).Kandungan informasi dari peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing ditunjukkan dengan abnormal return yang positif antara lain sehari sebelum (𝑡𝑡 − 1) peristiwa tahap I,
-‐5 -‐4 -‐3 -‐2 -‐1 0 1 2 3 4 5 ATVA(1) 0.004410952 0.004478903 0.003571002 0.009102441 0.00699094 0.010403682 0.007230247 0.009025824 0.006126494 0.006991949 0.003384421
ATVA(2) 0.004083405 0.0032496 0.004701316 0.004757508 0.004814857 0.004415406 0.005747609 0.005342447 0.004920981 0.004156106 0.004354444
ATVA(3) 0.002617943 0.002328826 0.002063638 0.002140017 0.002922354 0.004367774 0.003080357 0.002104095 0.00274621 0.002622495 0.002368228
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
informasi yang telah diperoleh pemodal sebelumnya.
Pengujian trading volume activity digunakan untuk membuktikan adanya perbedaan intensitas perdagangan setelah The Fed mengumumkan kebijakan quantitative easing. Hasil pengujian trading volume activity menunjukkan adanya perbedaan intensitas perdaganganyang lebih besar antara periode sesudah dan sebelum pengumuman peristiwa. Sebagaimana pengujian menggunakan abnormal return, pengujian menggunakan trading
volume activity membuktikan bahwa pengumuman kebijakan quantitative easing pada tahap I dan III dianggap memiliki kandungan informasi sehingga pemodal memberikan reaksi dengan melakukan aktivitas perdagangan yang lebih besar pada periode setelah pengumuman kebijakan tersebut.
Grafik 1 Intensitas Perdagangan
pada Peristiwa Quantitative Easing Tahap I, II dan III
-‐5 -‐4 -‐3 -‐2 -‐1 0 1 2 3 4 5
ATVA(1) 0.004410952 0.004478903 0.003571002 0.009102441 0.00699094 0.010403682 0.007230247 0.009025824 0.006126494 0.006991949 0.003384421
ATVA(2) 0.004083405 0.0032496 0.004701316 0.004757508 0.004814857 0.004415406 0.005747609 0.005342447 0.004920981 0.004156106 0.004354444
ATVA(3) 0.002617943 0.002328826 0.002063638 0.002140017 0.002922354 0.004367774 0.003080357 0.002104095 0.00274621 0.002622495 0.002368228
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
Halaman 19
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Muhammad Falih Ariyanto
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 19 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
dan 𝑡𝑡 − 2, 𝑡𝑡0 dan 𝑡𝑡 + 3 sesudah peristiwa tahap III, (2).Terjadi intensitas perdagangan yang lebih besar pada periode setelah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing tahap I dan III, dan trading volume activity tertinggi pada tanggal peristiwa (𝑡𝑡0) di tahap I dan III. Hasil ini mendukung kesimpulan pertama dan membuktikan bahwa pengujian efisiensi pasar secara informasi di pasar modal Indonesia dapat dinyatakan sebagai pasar modal yang efisien secara informasi dalam bentuk setengah kuat, (3).Pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan tersebut untuk mendapatkan keuntungan (abnormal return positif) dalam jangka waktu yang lama (hanya disekitaran tanggal peristiwa), hal tersebut juga dibuktikan dengan intensitas perdagangan yang meningkat hanya pada periode 𝑡𝑡 − 3 sampai dengan 𝑡𝑡 + 3.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan
menguji perbedaan abnormal return dan trading volume activity berdasarkan kelompok sampel saham yang memiliki posisi net buying dan net selling oleh pemodal asing. Keterbatasan data net buying dan selling per sekuritas secara harian menyebabkan pengujian hipotesis adanya keterkaitan aliran modal asing yang terjadi disekitar tanggal peristiwa sebagai dampak limpahan likuidas akibat adanya kebijakan quantitative easing tidak dapat dibuktikan
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Abimanyu, Yoopi et al (2008), International Linkages
to The Indonesian Capital Market: Cointegration Test. Jakarta: Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (2008), Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Bapepam-‐LK.
Beaver, William H. (1968), “The Information Content of Annual Earnings Announcements”, Journal of Accounting Research, Vol. 6, hlm. 67-‐92
Bodie, Zvi et al (2011), Investment and Portofolio Management, 9th edition. New York: McGraw Hill
Conover, C. Mitchell et al (2005), ”Is Fed Policy Still Relevant for Investors?” Financial Analysts Journal, Vol. 61, No. 1, hlm. 70-‐79.
Dyckman, Thomas et al (1984), ”A Comparison of Event Study Methodologies Using Daily Stock Returns: A Simulation Approach”, Journal of Accounting Research, Vol. 22, Studies on Current Econometric Issues in Accounting Research, hlm. 1-‐30.
Hartono, Jogiyanto (2013), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi ke-‐8. Yogyakarta: BPFE.
Husnan, Suad et al (1996), “Dampak Pengumuman Laporan Keuangan Terhadap Kegiatan Perdagangan Saham dan Variabilitas Tingkat Keuntungan”, Kelola, No. 11/V/1996, hlm. 110-‐125.
Morse, Dale (1981), “Price and Trading Volume Reaction Surrounding Earnings Announcements: A Closer Examination”, Journal of Accounting Research, Vol. 19, No. 2, hlm. 374-‐383.
Rigobon, Roberto and Brian Sack (2003), “Measuring the Reaction of Monetary Policy to the Stock Market”, The Quarterly Journal of Economics, Vol. 118, No. 2, hlm. 639-‐669.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21Halaman 20 Muhammad Falih Ariyanto
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 20 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Lampiran I: Statistik Deskriptif Abnormal Return pada Peristiwa Quantitative Easing
Tahap I, II dan III
Paket QE t N Jarak Min. Maks. Rata-‐rata Deviasi Standar
Tahap I t-‐5
42
0,1626 -‐0,0860 0,0766 -‐0,014856 0,0416783
t-‐4 0,1710 -‐0,0685 0,1025 -‐0,008116 0,0413236 t-‐3 0,2948 -‐0,1466 0,1482 0,003838 0,0633209 t-‐2 0,2983 -‐0,1058 0,1925 -‐0,010160 0,0590124 t-‐1 0,3115 -‐0,1146 0,1969 0,017425 0,0712066 t0 0,2980 -‐0,1303 0,1678 -‐0,015931 0,0507928 t+1 0,2417 -‐0,1030 0,1387 -‐0,011134 0,0573133 t+2 0,2991 -‐0,1262 0,1728 -‐0,005632 0,0596849 t+3 0,2281 -‐0,0799 0,1482 -‐0,004565 0,0411818 t+4 0,1295 -‐0,0727 0,0567 -‐0,003429 0,0303661 t+5 0,2579 -‐0,0949 0,1631 -‐0,003967 0,0432923
Tahap II t-‐5
40
0,0987 -‐0,0341 0,0646 0,002870 0,0194309 t-‐4 0,0752 -‐0,0361 0,0391 -‐0,001557 0,0157789 t-‐3 0,1240 -‐0,0514 0,0726 0,003949 0,0223819 t-‐2 0,0804 -‐0,0366 0,0438 0,006390 0,0171157 t-‐1 0,0949 -‐0,0490 0,0459 0,000128 0,0177907
t0 0,0980 -‐0,0292 0,0688 0,003668 0,0209501 t+1 0,0972 -‐0,0398 0,0574 0,001918 0,0217777 t+2 0,0984 -‐0,0428 0,0556 -‐0,002583 0,0230933 t+3 0,1110 -‐0,0430 0,0680 -‐0,002817 0,0231372 t+4 0,0960 -‐0,0382 0,0578 -‐0,000970 0,0169830 t+5 0,0829 -‐0,0191 0,0638 0,005384 0,0166862
Tahap III t-‐5
45
0,0923 -‐0,0464 0,0459 0,000617 0,0183716 t-‐4 0,0929 -‐0,0426 0,0503 -‐0,002410 0,0194194 t-‐3 0,0789 -‐0,0182 0,0608 0,005806 0,0147304 t-‐2 0,1021 -‐0,0186 0,0835 0,008694 0,0218211 t-‐1 0,0928 -‐0,0237 0,0692 0,004691 0,0195907 t0 0,0964 -‐0,0264 0,0700 0,007531 0,0224017 t+1 0,1081 -‐0,0447 0,0634 0,005712 0,0211432 t+2 0,0433 -‐0,0247 0,0186 -‐0,002651 0,0104803 t+3 0,1607 -‐0,0245 0,1362 0,012885 0,0305375 t+4 0,2023 -‐0,0349 0,1674 0,005818 0,0285191 t+5 0,0988 -‐0,0327 0,0661 0,001664 0,0184708
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 20 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Lampiran I: Statistik Deskriptif Abnormal Return pada Peristiwa Quantitative Easing
Tahap I, II dan III
Paket QE t N Jarak Min. Maks. Rata-‐rata Deviasi Standar
Tahap I t-‐5
42
0,1626 -‐0,0860 0,0766 -‐0,014856 0,0416783
t-‐4 0,1710 -‐0,0685 0,1025 -‐0,008116 0,0413236 t-‐3 0,2948 -‐0,1466 0,1482 0,003838 0,0633209 t-‐2 0,2983 -‐0,1058 0,1925 -‐0,010160 0,0590124 t-‐1 0,3115 -‐0,1146 0,1969 0,017425 0,0712066 t0 0,2980 -‐0,1303 0,1678 -‐0,015931 0,0507928 t+1 0,2417 -‐0,1030 0,1387 -‐0,011134 0,0573133 t+2 0,2991 -‐0,1262 0,1728 -‐0,005632 0,0596849 t+3 0,2281 -‐0,0799 0,1482 -‐0,004565 0,0411818 t+4 0,1295 -‐0,0727 0,0567 -‐0,003429 0,0303661 t+5 0,2579 -‐0,0949 0,1631 -‐0,003967 0,0432923
Tahap II t-‐5
40
0,0987 -‐0,0341 0,0646 0,002870 0,0194309 t-‐4 0,0752 -‐0,0361 0,0391 -‐0,001557 0,0157789 t-‐3 0,1240 -‐0,0514 0,0726 0,003949 0,0223819 t-‐2 0,0804 -‐0,0366 0,0438 0,006390 0,0171157 t-‐1 0,0949 -‐0,0490 0,0459 0,000128 0,0177907
t0 0,0980 -‐0,0292 0,0688 0,003668 0,0209501 t+1 0,0972 -‐0,0398 0,0574 0,001918 0,0217777 t+2 0,0984 -‐0,0428 0,0556 -‐0,002583 0,0230933 t+3 0,1110 -‐0,0430 0,0680 -‐0,002817 0,0231372 t+4 0,0960 -‐0,0382 0,0578 -‐0,000970 0,0169830 t+5 0,0829 -‐0,0191 0,0638 0,005384 0,0166862
Tahap III t-‐5
45
0,0923 -‐0,0464 0,0459 0,000617 0,0183716 t-‐4 0,0929 -‐0,0426 0,0503 -‐0,002410 0,0194194 t-‐3 0,0789 -‐0,0182 0,0608 0,005806 0,0147304 t-‐2 0,1021 -‐0,0186 0,0835 0,008694 0,0218211 t-‐1 0,0928 -‐0,0237 0,0692 0,004691 0,0195907 t0 0,0964 -‐0,0264 0,0700 0,007531 0,0224017 t+1 0,1081 -‐0,0447 0,0634 0,005712 0,0211432 t+2 0,0433 -‐0,0247 0,0186 -‐0,002651 0,0104803 t+3 0,1607 -‐0,0245 0,1362 0,012885 0,0305375 t+4 0,2023 -‐0,0349 0,1674 0,005818 0,0285191 t+5 0,0988 -‐0,0327 0,0661 0,001664 0,0184708
Abnormal Return dan Trading Volume ActivitySaham-Saham LQ45 Pada Peristiwa PengumumanKebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
Halaman 21
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Muhammad Falih AriyantoABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 21 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Lampiran II: Statistik Deskriptif Trading Volume Activitypada Peristiwa Quantitative Easing Tahap I, II dan III
Paket QE t N Jarak Min. Maks. Rata-‐rata Standar Deviasi
Tahap I t-‐5
42
0,0459 0,0000 0,0459 0,004414 0,0086239 t-‐4 0,0569 0,0000 0,0569 0,004476 0,0094303 t-‐3 0,0461 0,0000 0,0461 0,003569 0,0075801 t-‐2 0,1661 0,0000 0,1661 0,009102 0,0262790 t-‐1 0,1000 0,0000 0,1000 0,006988 0,0180441 t0 0,1437 0,0000 0,1437 0,010405 0,0237841 t+1 0,0796 0,0000 0,0796 0,007224 0,0147712 t+2 0,1456 0,0000 0,1456 0,009024 0,0232608 t+3 0,0483 0,0000 0,0483 0,006129 0,0099489 t+4 0,0895 0,0000 0,0895 0,006998 0,0145975 t+5 0,0457 0,0000 0,0457 0,003386 0,0072682
Tahap II t-‐5
40
0,0297 0,0001 0,0299 0,004083 0,0064408 t-‐4 0,0259 0,0003 0,0262 0,003250 0,0049032 t-‐3 0,0587 0,0002 0,0589 0,004701 0,0099486 t-‐2 0,0434 0,0004 0,0438 0,004758 0,0078482 t-‐1 0,0455 0,0001 0,0455 0,004815 0,0095606 t0 0,0398 0,0003 0,0400 0,004415 0,0074416 t+1 0,0458 0,0001 0,0460 0,005748 0,0093236 t+2 0,0364 0,0002 0,0365 0,005342 0,0086518 t+3 0,0247 0,0006 0,0253 0,004921 0,0057666 t+4 0,0451 0,0002 0,0453 0,004156 0,0079768 t+5 0,0297 0,0004 0,0301 0,004354 0,0072345
Tahap III t-‐5
45
0,0210 0,0000 0,0210 0,002618 0,0039921 t-‐4 0,0117 0,0000 0,0117 0,002329 0,0031130 t-‐3 0,0144 0,0000 0,0144 0,002064 0,0032055 t-‐2 0,0122 0,0000 0,0122 0,002140 0,0026362 t-‐1 0,0236 0,0000 0,0236 0,002922 0,0044674 t0 0,0228 0,0000 0,0228 0,004368 0,0047350 t+1 0,0183 0,0000 0,0183 0,003080 0,0034771 t+2 0,0132 0,0000 0,0132 0,002104 0,0027694 t+3 00141 0,0000 0,0141 0,002746 0,0032786 t+4 0,0219 0,0000 0,0219 0,002622 0,0044510 t+5 0,0158 0,0000 0,0158 0,002368 0,0029182
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 21 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Lampiran II: Statistik Deskriptif Trading Volume Activitypada Peristiwa Quantitative Easing Tahap I, II dan III
Paket QE t N Jarak Min. Maks. Rata-‐rata Standar Deviasi
Tahap I t-‐5
42
0,0459 0,0000 0,0459 0,004414 0,0086239 t-‐4 0,0569 0,0000 0,0569 0,004476 0,0094303 t-‐3 0,0461 0,0000 0,0461 0,003569 0,0075801 t-‐2 0,1661 0,0000 0,1661 0,009102 0,0262790 t-‐1 0,1000 0,0000 0,1000 0,006988 0,0180441 t0 0,1437 0,0000 0,1437 0,010405 0,0237841 t+1 0,0796 0,0000 0,0796 0,007224 0,0147712 t+2 0,1456 0,0000 0,1456 0,009024 0,0232608 t+3 0,0483 0,0000 0,0483 0,006129 0,0099489 t+4 0,0895 0,0000 0,0895 0,006998 0,0145975 t+5 0,0457 0,0000 0,0457 0,003386 0,0072682
Tahap II t-‐5
40
0,0297 0,0001 0,0299 0,004083 0,0064408 t-‐4 0,0259 0,0003 0,0262 0,003250 0,0049032 t-‐3 0,0587 0,0002 0,0589 0,004701 0,0099486 t-‐2 0,0434 0,0004 0,0438 0,004758 0,0078482 t-‐1 0,0455 0,0001 0,0455 0,004815 0,0095606 t0 0,0398 0,0003 0,0400 0,004415 0,0074416 t+1 0,0458 0,0001 0,0460 0,005748 0,0093236 t+2 0,0364 0,0002 0,0365 0,005342 0,0086518 t+3 0,0247 0,0006 0,0253 0,004921 0,0057666 t+4 0,0451 0,0002 0,0453 0,004156 0,0079768 t+5 0,0297 0,0004 0,0301 0,004354 0,0072345
Tahap III t-‐5
45
0,0210 0,0000 0,0210 0,002618 0,0039921 t-‐4 0,0117 0,0000 0,0117 0,002329 0,0031130 t-‐3 0,0144 0,0000 0,0144 0,002064 0,0032055 t-‐2 0,0122 0,0000 0,0122 0,002140 0,0026362 t-‐1 0,0236 0,0000 0,0236 0,002922 0,0044674 t0 0,0228 0,0000 0,0228 0,004368 0,0047350 t+1 0,0183 0,0000 0,0183 0,003080 0,0034771 t+2 0,0132 0,0000 0,0132 0,002104 0,0027694 t+3 00141 0,0000 0,0141 0,002746 0,0032786 t+4 0,0219 0,0000 0,0219 0,002622 0,0044510 t+5 0,0158 0,0000 0,0158 0,002368 0,0029182
22
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman 23ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
DAERAH DI INDONESIA, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana Program Magister Ekonomika Pembangunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada Alamat Korespondensi: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 24 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
This study aims to analyze the effect of fiscal decentralization on the economic growth in Indonesian provinces. The analysis of fiscal decentralization used three indicators, i.e. revenue, expenditure, and autonomy, added by control variables that consists of population growth, ratio of domestic investment to GDP, and regional inflation rate. This study used panel data of 33 provinces in Indonesia from the period of 2008-‐2012 with Random Effect Model (REM) method. The results show that fiscal decentralization has been proven not significantly increase the economic growth of the provinces. Therefore, reconsidering fiscal policy related to regional planning and budgeting, and determining development priority scale are needed. Consequently, it is necessary to strengthen the capacity and capability of regional public officials in fiscal and public policy matters. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia. Analisis desentralisasi fiskal menggunakan indikator pendapatan, indikator belanja, dan indikator otonomi serta menggunakan variabel pengendali yang terdiri dari pertumbuhan populasi, rasio investasi domestik terhadap PDRB, dan tingkat inflasi daerah. Studi ini menggunakan data panel 33 provinsi di Indonesia periode 2008–2012 dengan metode Random Effect Model (REM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal tidak terbukti signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi. Atas dasar hal tersebut, diperlukan peninjauan kembali kebijakan fiskal daerah terkait perencanaan dan penganggaran, serta penetapan skala prioritas pembangunan daerah. Sebagai konsekuensi, perlu adanya upaya penguatan kapasitas dan kapabilitas aparatur daerah di bidang kebijakan fiskal dan kebijakan publik.
KATA KUNCI: Fiscal Policy, Fiscal Decentralization, Economic Growth, Regional Inflation Rate, Local Government Expenditure, Local Government Revenue. KLASIFIKASI JEL: E6, H3, H5, O1, R5
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
DAERAH DI INDONESIA, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana Program Magister Ekonomika Pembangunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada Alamat Korespondensi: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 24 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
This study aims to analyze the effect of fiscal decentralization on the economic growth in Indonesian provinces. The analysis of fiscal decentralization used three indicators, i.e. revenue, expenditure, and autonomy, added by control variables that consists of population growth, ratio of domestic investment to GDP, and regional inflation rate. This study used panel data of 33 provinces in Indonesia from the period of 2008-‐2012 with Random Effect Model (REM) method. The results show that fiscal decentralization has been proven not significantly increase the economic growth of the provinces. Therefore, reconsidering fiscal policy related to regional planning and budgeting, and determining development priority scale are needed. Consequently, it is necessary to strengthen the capacity and capability of regional public officials in fiscal and public policy matters. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia. Analisis desentralisasi fiskal menggunakan indikator pendapatan, indikator belanja, dan indikator otonomi serta menggunakan variabel pengendali yang terdiri dari pertumbuhan populasi, rasio investasi domestik terhadap PDRB, dan tingkat inflasi daerah. Studi ini menggunakan data panel 33 provinsi di Indonesia periode 2008–2012 dengan metode Random Effect Model (REM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal tidak terbukti signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi. Atas dasar hal tersebut, diperlukan peninjauan kembali kebijakan fiskal daerah terkait perencanaan dan penganggaran, serta penetapan skala prioritas pembangunan daerah. Sebagai konsekuensi, perlu adanya upaya penguatan kapasitas dan kapabilitas aparatur daerah di bidang kebijakan fiskal dan kebijakan publik.
KATA KUNCI: Fiscal Policy, Fiscal Decentralization, Economic Growth, Regional Inflation Rate, Local Government Expenditure, Local Government Revenue. KLASIFIKASI JEL: E6, H3, H5, O1, R5
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 24
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 24 Abdillah Khamdana
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak negara telah mengimplementasikan desentralisasi fiskal diantaranya adalah Indonesia yang dimulai pada tahun 2001. Guna membuktikan dampak dari penerapan desentralisasi fiskal, banyak ekonom telah meneliti pengaruh desentralisasi fiskal bagi perekonomian. Indikator yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi yang merefleksikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian terbagi atas tiga kelompok sesuai argumentasi logis dan bukti empiris masing-‐masing. Zhang dan Zou (1998), Davoodi dan Zou (1998), Xie et al. (1998), dan Pose dan Ezcurra (2010) memperoleh fakta bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Woller dan Phillips (1998) memiliki bukti bahwa desentralisasi fiskal tidak mempunyai kaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara, Akai dan Sakata (2002), Iimi (2005), Wibowo (2008), Samimi et al. (2010), dan Faridi (2011) menemukan hasil bahwa desentralisasi fiskal berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi dasar hukum pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada masyarkat. Untuk mendukung pelaksanaan tugas-‐tugas pemerintahan di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan atau dana transfer kepada daerah.
Sepanjang tahun 2008–2012, jumlah dana perimbangan terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 1.1., yang menujukkan bahwa rasio dana perimbangan terhadap jumlah belanja negara berada pada rentang 28 persen hingga 31 persen. Sementara untuk rasio untuk DBH terhadap Dana Perimbangan ada pada rentang 26,5 persen hingga 29,1 persen, rasio untuk DAK terhadap Dana Perimbangan ada pada rentang 6,3 persen hingga 8,6 persen, dan rasio untuk DAU terhadap Dana Perimbangan ada pada rentang 64,4 persen ke
66,5 persen. Sementara itu bagi pemerintah daerah, Dana Perimbangan menjadi penyumbang pendapatan daerah terbesar, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Dengan adanya pemberian kewenangan kepada daerah untuk menjalankan otonomi seluas-‐luasnya dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan termasuk kebijakan fiskal beserta pembiayaannya, maka kewenangan belanja pemerintah daerah menjadi bertambah besar. Berdasarkan data keuangan pemerintah konsolidasi dapat diketahui bahwa sepanjang tahun 2008, belanja pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) berkontribusi sebesar 28,45 persen terhadap belanja pemerintah konsolidasi. Angka ini semakin meningkat pada tahun-‐tahun berikutnya sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3.
Semakin besarnya kontribusi belanja pemerintah daerah diharapkan mampu memberikan dampak signifikan bagi perekonomian daerah melalui penyediaan kebutuhan dan preferensi masyarakat di masing-‐masing daerah. Untuk melihat pengaruh realisasi belanja pemerintah daerah, salah satu indikator yang dapat digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan ukuran Produk Domestik Bruto (PDB) riil per kapita, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan sejak kebijakan desentralisasi fiskal mulai diterapkan, seperti terlihat pada Tabel 1.4.
Dengan peningkatan jumlah belanja sepanjang periode 2008–2012, terdapat daerah dengan pertumbuhan PDRB riil per kapita yang cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun seperti Provinsi Aceh dan Papua Barat. Namun di sisi lain, terdapat pula daerah yang mengalami kondisi sebaliknya seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, beberapa daerah lain memiliki pertumbuhan yang berfluktuatif seperti Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat ketimpangan kinerja perekonomian antar daerah, yang mana hal ini merupakan output atas kebijakan fiskal tiap-‐tiap pemerintah daerah.
Tabel 1.1 Realisasi Belanja Negara, 2008 – 2012
(Milyar Rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan, 2008 – 2012
Tahun Belanja Negara Dana Perimbangan DBH DAU DAK 2008 985.730,7 278.714,6 78.420,1 179.507,1 20.787,3 2009 937.382,0 287.251,4 76.129,9 186.414,1 24.707,4 2010 1.042.117,2 316.711,2 92.183,4 203.571,4 20.956,3 2011 1.294.999,1 347.246,2 96.908,9 225.533,7 24.803,5 2012 1.491.410,2 411.293,1 111.537,2 273.814,4 25.941,4
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 25
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah KhamdanaPENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 25 Abdillah Khamdana
Tabel 1.2 Komposisi Pendapatan Pemerintah Daerah Di Indonesia, 2008 – 2012
Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 Pendapatan Pemda Rp376 T Rp393 T Rp446 T Rp547 Rp646 T Share Dana Perimbangan 73,35% 71,56% 68,10% 62,97% 62,80% Share PAD 17,20% 17,16% 18,15% 19,94% 20,40%
Keterangan: Pemerintah daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumber: Kementerian Keuangan, 2008 – 2012 (diolah)
Tabel 1.3 Realisasi Belanja Pemerintah Konsolidasi, 2008– 2012
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Belanja Konsolidasi Rp1,248 T Rp1,024 T Rp1,119 T Rp1,389 T Rp1,605 Share Belanja Pempus 71,55% 61,38% 62,31% 63,59% 62,95% Share Belanja Pemda 28,45% 38,62% 37,69% 36,41% 37,05%
Keterangan : Untuk belanja pemerintah pusat dan provinsi, nilai belanja adalah angka belanja netto (tanpa memperhitungkan belanja transfer).
Sumber : Kementerian Keuangan, 2008–2012 (diolah)
Tabel 1.4 Pertumbuhan PDRB Riil Per Kapita Provinsi di Indonesia, 2008 – 2012
No Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 1 Aceh -‐7.29 -‐5.39 -‐2.15 2.65 3.01 2 Sumatera Utara 4.93 4.00 5.34 5.08 4.73 3 Sumatera Barat 5.17 2.99 4.61 4.79 4.95 4 Riau 1.93 -‐0.87 0.72 2.27 0.85 5 Jambi 4.30 3.63 4.81 6.49 5.45 6 Sumatera Selatan 2.91 2.23 3.82 4.86 4.42 7 Bengkulu 3.74 3.89 4.51 4.58 4.76 8 Lampung 3.76 4.02 4.73 5.03 5.17 9 Kep Bangka Belitung 1.29 0.38 2.91 4.14 3.40 10 Kepulauan Riau 1.76 -‐1.87 2.23 3.24 3.49 11 DKI Jakarta 4.47 3.68 5.09 5.51 5.34 12 Jawa Barat 3.98 2.32 4.28 4.79 4.60 13 Jawa Tengah 4.90 4.98 5.53 5.12 5.46 14 D.I Yogyakarta 3.65 3.46 3.94 3.89 4.06 15 Jawa Timur 4.83 4.36 6.02 6.43 6.53 16 Banten 2.74 1.81 3.30 3.89 3.74 17 Bali 3.51 3.09 3.73 5.14 5.33 18 Nusa Tenggara Barat 1.34 10.90 5.23 -‐4.09 -‐2.49 19 Nusa Tenggara Timur 2.48 2.15 3.21 3.79 3.65 20 Kalimantan Barat 4.19 3.94 4.58 4.15 4.04 21 Kalimantan Tengah 4.04 3.78 4.71 4.22 4.18 22 Kalimantan Selatan 4.13 3.27 3.59 4.07 3.74 23 Kalimantan Timur 1.01 -‐1.76 1.37 1.32 1.27 24 Sulawesi Utara 9.15 6.63 5.87 6.09 6.58 25 Sulawesi Tengah 5.47 5.71 6.73 7.22 7.38 26 Sulawesi Selatan 6.23 5.14 7.01 6.34 7.17 27 Sulawesi Tenggara 4.85 5.35 6.09 6.55 8.02 28 Gorontalo 5.15 5.09 5.40 5.87 5.95 29 Sulawesi Barat 8.96 3.15 9.11 8.20 6.92 30 Maluku 1.23 2.46 3.65 4.13 5.85 31 Maluku Utara 3.24 3.44 5.47 4.02 4.33 32 Papua Barat 3.93 9.51 24.00 23.67 12.88 33 Papua -‐6.21 15.27 -‐8.05 -‐7.21 -‐0.92 Nasional 3.87 3.36 4.45 5.22 9.99
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2008 – 2012
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 26
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 26 Abdillah Khamdana
Berdasarkan uraian di atas, dua hal yang
menjadi pokok perhatian adalah: 1).Saat ini Indonesia sedang menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal; 2).Kebijakan desentralisasi fiskal dan peningkatan belanja pemerintah daerah memberikan pengaruh yang berbeda-‐beda bagi perekonomian daerah. Atas dasar hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia.
2. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANG-‐
AN HIPOTESIS
2.1. Teori Pertumbuhan
Kuznets (1966) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada penduduknya yang tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya.1 Sementara itu, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi dengan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang.2 Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan per kapita.3 Indikator ini merefleksikan upaya dari suatu wilayah untuk meningkatkan PDRB pada suatu titik dimana tingkat pertumbuhan PDRB lebih besar dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk.
Model Pertumbuhan Solow (Solow Growth Model) menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam suatu perekonomian terhadap output total barang dan jasa suatu negara.4 Akumulasi modal terjadi pada saat sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan tenaga kerja produktif sementara pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Namun model Solow juga memprediksikan bahwa negara-‐negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan
1 M.L. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan
Perencanaan (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2012), hlm. 57.
2 Boediono, Teori Pertumbuhan Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 1999), hlm. 1.
3 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 416.
4 N. Gregory Mankiw, Macroeconomics (New York: Worth Publisher, 2012), hlm. 205.
memiliki tingkat PDB per kapita yang lebih rendah. Artinya semakin besar jumlah penduduk maka semakin kecil jumlah modal per pekerja dan berdampak pada rendahnya output per pekerja. Kemajuan teknologi menurut Solow merupakan variabel eksogen yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. 2.2. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi sebagai proses transfer kekuasaan dalam membuat keputusan pada pemerintah daerah.5 Oates (2007) menyebutkan bahwa desentralisasi memberikan keunggulan informasi, kedekatan fisik, dan institusi bagi pemerintah daerah untuk mencapai efisiensi ekonomi dalam penyediaan pelayanan publik di daerah. Iimi (2005) menyatakan bahwa desentralisasi memiliki beberapa dimensi yaitu desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah cara setiap negara dalam mengatur sektor publik yang mencerminkan sejarah, geografi, keseimbangan politik, tujuan politik, dan karakteristik lain yang berbeda.6 Menurut Tiebout (1956) dan Klugman (1994), teori desentralisasi fiskal berangkat dari keunggulan informasi dan pemahaman yang lebih baik atas preferensi masyarakat sehingga pemerintah daerah lebih mampu menyediakan pelayanan dan barang publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.7 Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab serta pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan maupun aspek pengeluaran.8
Dalam membahas desentralisasi fiskal, umumnya terdapat dua variabel yang seringkali digunakan sebagai representasi desentralisasi fiskal yaitu desentralisasi penerimaan dan desentralisasi pengeluaran, sebagaimana diajukan oleh Zhang dan Zou (1998) dan Woller dan Phillips (1998). Namun, Akai dan Sakata (2002) menambahkannya dengan indikator otonomi dengan pertimbangan: 1) pengeluaran pemerintah daerah dapat bersumber dari block transfer yang berasal dari pemerintah pusat. Porsi pengeluaran pemerintah daerah yang
5 R.M. Bird and F. Vaillancourt, Fiscal
Decentralization in Development Countries (London: Cambridge University Press, 1998), hlm. 4.
6 Ibid., hlm. 15. 7 Andres Rodrigues Pose and Roberto Ezcurra, Is Fiscal Decentralization Harmful for Economic Growth? Evidence from the OECD Countries, Spatial Economic Research Center, 2010, hlm. 6.
8 Abdul Halim, (2009). Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat-‐Daerah (Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM, 2009), hlm. 45.
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 27
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 27 Abdillah Khamdana
besar tidak serta merta mengindikasikan kemandirian dikarenakan masih terkandung dana perimbangan yang merupakan perwujudan otorisasi dari level pemerintah yang lebih tinggi, 2) suatu daerah dapat dikatakan memiliki kemampuan fiskal secara otonom apabila memiliki sumber PAD yang cukup besar meskipun porsinya terhadap penerimaan dan pengeluaran pemerintah keseluruhan tidak besar.
Teori pertumbuhan menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi modal. Salah satu tujuan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan akumulasi modal yang ada di daerah dengan memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam perencanaan dan pemanfaatan anggaran. Akumulasi modal di daerah diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi perekonomian daerah.
2.3. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan
Ekonomi
Oates (1993) menegaskan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian preferensi antara masyarakat dan pemerintah daerah. Secara teori, desentralisasi fiskal diperkirakan akan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan masyarakat dan mempunyai keunggulan informasi sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang benar-‐benar dibutuhkan di daerahnya.9 Keterkaitan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi didasarkan pada dua asumsi bahwa: 1) bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi ekonomi karena pemerintah daerah diposisikan lebih baik dari pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan publik sebagai hasil keuntungan informasi; dan 2) kebutuhan penduduk dan persaingan antarpemerintah daerah untuk pelayanan publik akan menjamin sesuai kebutuhan masyarakat lokal dan pemerintah daerah.10 Prud’homme (1995) meyakini bahwa desentralisasi fiskal dapat berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi daerah di masa datang. Secara eksplisit dinyatakan bahwa pengeluaran publik terutama penyediaan infrastruktur bagi masyarakat akan lebih efektif dilakukan oleh pemerintah daerah karena lebih mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. 9 P. Wibowo, (2008). “Mencermati Dampak Desentralisasi Fiscal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1, hlm 56.
10 H. Davoodi & H. Zou, (1998). “Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross-‐Country Study”, Journal of Urban Economics, hlm. 244 – 257.
2.4. Model Penelitian
Berdasarkan teori pertumbuhan dan hasil empiris yang ada pada studi-‐studi sebelumnya, maka penelitian ini akan memasukkan tiga variabel yang akan dijadikan sebagai variabel pengendali, yaitu pertumbuhan penduduk, investasi, dan inflasi. Oleh karena itu, model ekonometrik yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
∆𝑌𝑌!" = 𝛽𝛽! + 𝛽𝛽!𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃!" + 𝛽𝛽!𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!" +
𝛽𝛽!𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!" +∝! 𝑅𝑅𝑅𝑅!" +∝! 𝐸𝐸𝐸𝐸!" +∝! 𝐴𝐴𝐴𝐴!" + 𝜀𝜀!"
Dimana:
∆Y : pertumbuhan PDRB riil per kapita; Poprates : pertumbuhan populasi; Inflasi : tingkat kenaikan harga-‐haga secara
umum; Investasi : rasio investasi domestik terhadap
PDRB; RI : indikator pendapatan; EI : indikator belanja; AI : indikator otonomi; ε : random error yang diasumsikan
bersifat homoskedastic, terdistribusi secara normal, dan independen;
β0 : intercept yang menunjukkan endowment pertumbuhan ekonomi;
β1,2,3 : estimasi parameter nilai variabel pengendali;
α1,2,3 : estimasi parameter nilai indikator desentralisasi fiskal;
i : provinsi; dan t : periode waktu.
2.5. Hipotesis
Hipotesis penelitian diidentifikasikan sebagai dasar untuk menganalisis pertanyaan penelitian. Hipotesis dirumuskan sebagai berikut.
Ho: α1,2,3 ≤ 0 Desentralisasi fiskal tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB riil per kapita.
Ha: α1,2,3 ≥ 0 Desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB riil per kapita.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data panel yang mana merupakan gabungan antara data time series dan data cross section. Data time series menggunakan data dari tahun 2008–2012, dan data cross section menggunakan 33 provinsi di Indonesia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Keuangan. Penggunaan data sampai dengan tahun 2012 lebih dikarenakan keterbatasan data PDRB tahun setelahnya.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 28
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 28 Abdillah Khamdana
3.2. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu metode regresi data panel. Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat tiga metode yang digunakan yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model.11 Tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel adalah sebagai berikut yaitu Uji Statistik F, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier (LM).12
Instrumen penelitian terdiri atas pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik meliputi uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas, uji Multikolinieritas, dan uji Normalitas, namun tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada data panel. Sementara pengujian hipotesis meliputi koefisien determinasi, uji F, dan uji t.
Sebagaimana studi yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, analisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memasukkan beberapa variabel pengendali yang menjadi determinan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar pengaruh desentralisasi fiskal tersebut dapat juga dilihat secara bersama-‐sama dengan variabel lain dalam peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel pengendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
3.2.1 Pertumbuhan penduduk, adalah perubahan jumlah penduduk tahun berjalan dibanding tahun sebelumnya dengan menggunakan satuan persentase. Variabel ini digunakan pula dalam penelitian Woller dan Phillips (1998), Akai dan Sakata (2002), Iimi (2004), dan Wibowo (2008).
3.2.2 Investasi, adalah rasio investasi domestik terhadap PDRB dengan menggunakan satuan persentase. Variabel ini digunakan dalam penelitian Zhang dan Zou (1998), Woller dan Phillips (1998), Xie et al. (1999), dan Wibowo (2008).
3.2.3 Inflasi, adalah kenaikan harga-‐harga secara umum dan terus menerus di tiap-‐tiap provinsi dengan menggunakan satuan persentase. Variabel ini digunakan dalam penelitian Zhang dan Zou (1998), Woller dan Phillips (1998), Xie et al. (1999), dan Faridi (2011).
Sementara variabel indikator desentralisasi fiskal terdiri atas indikator pendapatan, indikator belanja, dan indikator otonomi. Indikator ini digunakan dalam penelitian Zhang dan Zou (1998),
11 A Widarjono, (2007). Ekonometrika: Teori dan
Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia, hlm 251.
12 Ibid., hlm. 258.
Woller dan Phillips (1998), Akai dan Sakata (2002), dan Wibowo (2008). Definisi dari masing-‐masing indikator desentralisasi fiskal tersebut adalah sebagai berikut.
a. Indikator pendapatan (RI). Rasio RI merupakan share jumlah pendapatan seluruh pemerintah daerah di suatu provinsi terhadap pendapatan pemerintah konsolidasi (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota). Rasio ini serupa dengan indikator yang diajukan oleh Woller dan Phillips (1998).
b. Indikator belanja (EI). Rasio EI menghitung share jumlah belanja seluruh pemerintah daerah di suatu provinsi terhadap belanja pemerintah konsolidasi. EI merupakan modifikasi dari indikator yang diusulkan oleh Akai dan Sakata (2002).
c. Indikator otonomi (AI). Indikator ini digunakan karena suatu daerah dapat memperoleh dana perimbangan yang kecil, akan tetapi pendelegasian fiskal disebut tinggi apabila PAD daerah tersebut mampu mendanai pengeluaran dalam porsi yang lebih besar. Rasio AI merupakan share total PAD terhadap jumlah pendapatan seluruh pemerintah daerah dalam satu provinsi dengan memperhitungkan dana perimbangan. AI merupakan modifikasi dari indikator yang diusulkan oleh Akai dan Sakata (2002).
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Uji Akurasi Instrumen dan Hasil Estimasi
Guna menentukan model yang paling tepat untuk mengestimasi data panel, terlebih dahulu dilakukan pengujian model. Pada uji Statistik F, diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik F
Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-‐section F 4.706422 (32,126) 0.0000 Cross-‐section Chi-‐square 129.741222 32 0.0000 Sumber: Lampiran II
Hasil uji memperlihatkan bahwa nilai
probabilitas lebih kecil dibandingkan level kesalahan 5 persen. Dengan demikian, Fixed Effect Model merupakan metode yang lebih baik digunakan untuk melakukan analisis data panel. Sementara pada uji Hausman diperoleh hasil sebagaimana pada Tabel 4.2.
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 29
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 29 Abdillah Khamdana
Tabel 4.2 Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-‐Sq. Statistic Chi-‐Sq. d.f. Prob. Cross-‐section random 7.062177 6 0.3151 Sumber: Lampiran III
Hasil uji memperlihatkan bahwa nilai probabilitas lebih besar dibandingkan level kesalahan 5 persen. Dengan demikian, Random Effect Model merupakan metode yang paling tepat untuk menganalisis data panel dalam penelitian ini. Untuk model dengan menggunakan data panel dan metode Random Effect Model, tidak perlu dilakukan uji asumsi klasik dikarenakan: 1).Masalah multikolinearitas yang mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran dapat diatasi dengan menggabungkan data cross section dan time series;13 2).Tidak perlu dilakukan uji heteroskedastisitas dikarenakan pada data panel dengan metode Random Effect Model sudah terkandung generalized least square (GLS) dalam estimasinya.14 Hasil estimasi data panel adalah sebagaimana Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Estimasi
Variable Coefficient t-‐Statistic Prob. C 5.792767 5.610022 0.0000 Poprates -‐0.143563 -‐2.171945 0.0314 Investasi 0.357353 1.940796 0.0541 Inflasi -‐0.157816 -‐2.458220 0.0150 RI 273.8013 1.147628 0.2529 EI -‐275.7708 -‐1.351879 0.1783 AI -‐1.962564 -‐0.449421 0.6537 R-‐squared 0.098037 F-‐statistic 2.862251 Prob (F-‐statistic) 0.011279 Sumber: Lampiran IV
Nilai estimasi R2 menunjukkan angka 0,098 yang berarti variabel pengendali memberikan kontribusi sebesar 9,8 persen terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Hasil uji F menunjukkan probabilitas lebih kecil dibandingkan level kesalahan 5 persen. Artinya keseluruhan variabel secara bersama-‐sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Sementara hasil uji t memperlihatkan bahwa tidak satupun indikator desentralisasi fiskal yang terbukti memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi provinsi.
13 Maryatmo Insukindro & Aliman, (2001). Modul
Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi, hlm. 71.
14 Akbar Suwardi, (2011). STATA: Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel. Jakarta: Departemen Ilmu Ekonomi FEUI, hlm. 3.
4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil estimasi, variabel pengendali
yang secara empiris menjadi determinan pertumbuhan ekonomi terbukti dalam penelitian ini. Semua koefisien menunjukkan arah yang sesuai dengan teori. Pertumbuhan populasi memiliki arah hubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi, seperti pendapat yang dikemukakan oleh teori Solow bahwa semakin besar jumlah penduduk akan mengakibatkan jumlah modal per pekerja yang semakin kecil dan berdampak pada rendahnya output per pekerja. Tingkat investasi berhubungan positif terhadap kinerja ekonomi. Inflasi secara signifikan mengurangi laju perekonomian sejalan dengan teori kuantitas uang yang menyatakan bahwa pertumbuhan output akan menurun pada saat terjadi inflasi.
Selanjutnya, hasil estimasi memperlihatkan bahwa dari tiga jenis indikator variabel desentralisasi fiskal, tidak ada satu pun yang terbukti signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Artinya bahwa hasil estimasi tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Dalam risetnya, Woller dan Phillips (1998) juga menemukan kesimpulan yang sama.
Indikator pendapatan yang diwakili oleh variabel RI memiliki arah koefisien positif. Artinya adalah desentralisasi pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin besar pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Indikator pendapatan dengan arah koefisien positif ini dapat ditemukan pula pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Akai dan Sakata (2002), Wibowo (2008), Samimi (2010), dan Faridi (2011), namun berkebalikan dengan hasil temuan Woller dan Phillips (1998). Namun demikian, kesimpulan tersebut dapat diabaikan dikarenakan tingkat signifikansi yang tidak dapat dicapai pada berbagai tingkatan.
Indikator belanja yang diwakili oleh variabel EI memiliki arah koefisien negatif, artinya adalah desentralisasi belanja yang diterima oleh pemerintah daerah cenderung menghambat perekonomian daerah. Hasil penelitian serupa dapat ditemukan pada penelitian Zhang dan Zou (1998), Davoodi dan Zou (1998), dan Pose dan Ezcurra (2010), namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Akai dan Sakata (2002), Iimi (2005), Wibowo (2008), dan Faridi (2011) yang menyatakan bahwa belanja pemerintah daerah memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimungkinkan terjadi apabila kebijakan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah belum mampu memenuhi prioritas yang yang dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak berorientasi pada upaya perbaikan iklim perekonomian. Hal ini dapat pula diartikan dengan kekurangmampuan aparatur pemerintah daerah dalam menyusun perencanan dan penganggaran
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 30
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 30 Abdillah Khamdana
yang baik. Program dan kegiatan tidak ditujukan untuk menerapkan program-‐program yang merangsang investasi, akibatnya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak terjadi. Misalnya, realisasi belanja daerah yang lebih didominasi oleh belanja pegawai dan belanja barang. Namun demikian, kesimpulan ini dapat diabaikan dikarenakan signifikansi yang tidak dapat dicapai pada berbagai tingkatan.
Sementara indikator otonomi memiliki arah koefisien yang negatif. Hasil ini juga diperoleh Akai dan Sakata (2002) dan Wibowo (2008) dalam risetnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kebijakan perolehan penerimaan daerah (pajak daerah dan retribusi daerah) sepanjang periode penelitian cenderung membebani perekonomian daerah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena aparatur daerah kurang memahami best practices pengelolaan anggaran, kurang berpengalaman dalam mengelola anggaran, ataupun memiliki persiapan yang kurang matang dalam menghadapi era otonomi.15 UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengenakan pungutan atas pajak daerah dan retribusi daerah. UU tersebut mengatur batas tertinggi tarif pajak daerah yang dapat dikenakan. Dengan keleluasaan tersebut, disinyalir pemerintah daerah berusaha untuk memaksimalkan pendapatannya dengan menetapkan tarif pajak dengan batas tertinggi tanpa melalui kajian-‐kajian yang memadai terkait dampak yang timbul bagi masyarakat. Namun demikian, kesimpulan ini dapat juga diabaikan dikarenakan signifikansi yang tidak dapat dicapai pada berbagai tingkatan.
Davoodi dan Zou (1998) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan desentralisasi fiskal menjadi kurang menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Faktor-‐faktor tersebut antara lain: 4.2.1 Komposisi pengeluaran pemerintah daerah
yang kurang tepat. Hal ini dimungkinkan terjadi bila belum ada persepsi dan pemahaman yang sama dalam mengkategorikan jenis belanja, rencana kerja, dan kerangka pembangunan. Pengeluaran yang berlebihan untuk alokasi yang kurang tepat berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang rendah;
4.2.2 Penetapan kewenangan perolehan pendapatan yang kurang tepat pada pemerintah daerah, sebagai contoh: pemerintah daerah dapat mengenakan pajak yang pada hakekatnya menjadi hak/ kewenangan pemerintah pusat;
15 P Wibowo, (2008). Mencermati Dampak
Desentralisasi Fiscal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1, hlm 73.
4.2.3 Masih adanya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terkait dengan penentuan perolehan pendapatan dan kebijakan belanja;
4.2.4 Pemerintah daerah belum mampu memenuhi preferensi dan kebutuhan masyarakat. Hal ini terjadi karena aparatur daerah tidak memiliki kapabilitas yang memadai, dan masyarakat tidak diberikan hak untuk melakukan evaluasi kinerja.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa desentralisasi fiskal tidak terbukti signifikan berhasil memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah sebagaimana yang diharapkan. Hasil penelitian ini melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh Woller dan Phillips (1998).
5.2. Saran
Indikator desentralisasi fiskal yang lebih tepat perlu dikembangkan terutama untuk menganalisis dampak otonomi fiskal. Proses institusional dan keputusan politik yang mempengaruhi penentuan pendapatan dan alokasi pengeluaran publik perlu diakomodir dalam model. Dengan demikian, pada penelitian selanjutnya perlu untuk mengusulkan suatu model yang lebih komprehensif, dengan indikator desentralisasi fiskal yang lebih luas serta cakupan waktu yang lebih panjang untuk mengetahui dampak desentralisasi fiskal terhadap pembangunan. 6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN 6.1. Implikasi
Implikasi kebijakan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
6.1.1 Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas aparatur pemerintah daerah dalam bidang pendapatan daerah, terkait dengan dasar pemungutan pajak daerah, retribusi daerah dan dampaknya bagi perekonomian.
6.1.2 Upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas juga perlu dilakukan pada aparatur pemerintah daerah dalam bidang belanja daerah terkait penyusunan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan prioritas pembangunan, preferensi dan kebutuhan masyarakat.
6.2. Keterbatasan
Indikator desentralisasi fiskal yang disusun dalam penelitian ini cenderung menggunakan ukuran-‐ukuran akuntansi, yaitu pendapatan dan belanja. Penelitian ini hanya berupaya menunjukkan bukti empiris yang menyatakan adanya hubungan positif antara pendelegasian fiskal yang semakin besar dengan tingkat kesejahteraan penduduk di daerah. Sementara dalam kenyataannya, konsep
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 31
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 31 Abdillah Khamdana
desentralisasi fiskal merupakan hasil dari keputusan dan kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai variabel, seperti politik dan faktor kelembagaan. Dengan demikian, model yang mengakomodir hubungan timbal balik antar variabel-‐ variabel dimaksud, dibutuhkan untuk keakuratan analisis atas dampak desentralisasi fiskal terhadap kemajuan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Akai, Nobuo & Sakata, Masayo. (2002). “Fiscal
Decentralization Contributes to Economic Growth: Evidence from State Level Cross Section Data for the United States”, Journal of Urban Economics, Vol. 52, 93 – 108, 22 Maret 2002.
BPS.Statistik Pusat Indonesia. Jakarta.
Bird, R.M. & Vaillancourt, F. (1998). Fiscal Decentralization in Development Countries. Cambridge University Press. London.
Davoodi, H. & Zou, H. (1998). “Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross-‐Country Study”, Journal Of Urban Economics, 43, hlm. 244 – 257. Article No. UE972042.
Faridi, M.Z. (2011). “Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth: Evidence from Pakistan”, Pakistan Journal of Social Science, Vol. 31, No. 1, 1-‐13.
Halim, Abdul. (2009). Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat-‐Daerah. Sekolah Pascasarjana UGM. Yogyakarta.
Iimi, Atsushi. (2005). “Decentralization and Economic Growth Revisited: An Empirical Note”, Jurnal of Urban Economics, 57, hlm. 449 – 461.
Insukindro, Maryatmo, dan Aliman. (2001). “Modul Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi”, Disampaikan pada Workshop Ekonometrika dalam Rangka Penjajakan Leading Export, Makassar.
Jhingan, M.L. (2012). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kementerian Keuangan. Data Keuangan Daerah. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. http://www.djpk.depkeu.go.id.
Kementerian Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. http://www.perbendaharaan.go.id.
Mankiw, N. Gregory. (2012). Macroeconomi. United States of America: Worth Publisher.
Oates, Wallace E. (2007). “On The Theory and Practice of Fiscal Decentralization”, Centro Di Recerca Interdipartementale Di Economia Della Institution, Working Paper No. 1/2007.
Pose, Andres Rodrigues & Ezcurra, Roberto. (2010). “Is Fiscal Decentralization Harmful For Economic Growth? Evidence from the OECD Countries”, Spatial Economic Research Center.
Prud’homme, Remy. (1995). “On the Danger of Decentralization”, The World Bank, Policy Research Working Paper, 1252. Washington DC.
Samimi, A.J., Petanlar, S.K., Haddad, G.K., and Alizadeh, M. (2010). “Fiscal Decentralization and Economic Growth: Non Linear Model for Provinces of Iran”, Iranian Economic Review, Volume 15, No. 26.
Sukirno, Sadono. (2002). Pengantar Teori Makroekonomi: Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Suwardi, Akbar. (2011). STATA: Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel. Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. Jakarta.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Wibowo, P. (2008). “Mencermati Dampak Desentralisasi Fiscal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1.
Widarjono, A. (2007). Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia. Yogyakarta.
Woller, M. Gary and Phillips, Kerk. (1998). “Fiscal Decentralization and LDC Economic Growth: An Empirical Investigation”, The Journal of Development Studies, Vol. 34, No. 4.
Xie, D., Zou, H. and Davoodi, H. (1999). “Fiscal Decentralization and Economic Growth in the United States”, Journal of Urban Economics 45.
Zhang, T. and Zou, H. (1998). “Fiscal Decentralization, Public Spending, and Economic Growth in China”, Journal of Public Economics, LXVII, hlm. 221-‐240.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 32
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 32 Abdillah Khamdana
LAMPIRAN I Data Penelitian
NO PROV. THN Y POP INV INF RI EI AI
1 Aceh 2008 -‐7.29 1.66 0.00 10.27 0.011969 0.012301 0.044401 2009 -‐5.39 1.62 0.11 3.50 0.012567 0.017011 0.073655 2010 -‐2.15 3.00 0.05 4.64 0.012111 0.015881 0.066737 2011 2.65 4.03 0.30 3.32 0.011511 0.014054 0.063873 2012 3.01 0.85 0.06 0.07 0.011557 0.013218 0.069327 2 Sumatera
Utara
2008 4.93 1.62 0.18 10.63 0.013066 0.013238 0.122927 2009 4.00 1.58 0.87 2.69 0.015257 0.018292 0.156373 2010 5.34 -‐2.01 0.24 7.65 0.014744 0.018237 0.178783 2011 5.08 2.39 0.39 3.54 0.014975 0.018141 0.209389 2012 4.73 -‐0.28 0.73 1.97 0.016129 0.019503 0.201057 3 Sumatera
Barat
2008 5.17 1.39 0.00 12.68 0.007368 0.007515 0.078963 2009 2.99 1.36 0.60 2.05 0.008507 0.010275 0.120845 2010 4.61 0.39 0.08 7.84 0.007695 0.010036 0.138824 2011 4.79 4.56 1.04 5.37 0.007498 0.008926 0.147168 2012 4.95 -‐1.61 0.80 1.34 0.007549 0.009134 0.135590 4 Riau 2008 1.93 2.33 0.71 9.02 0.013361 0.013260 0.083872 2009 -‐0.87 2.26 1.14 1.94 0.011255 0.016668 0.171839 2010 0.72 4.37 0.30 7.00 0.012292 0.014365 0.147890 2011 2.27 1.00 1.80 5.09 0.013315 0.014099 0.142979 2012 0.85 6.38 1.16 1.77 0.013640 0.014846 0.149119 5 Jambi 2008 4.30 1.68 3.17 11.57 0.004801 0.005320 0.096084 2009 3.63 1.65 0.48 2.49 0.005383 0.006879 0.117897 2010 4.81 9.11 0.41 10.52 0.005912 0.006890 0.116875 2011 6.49 1.02 3.37 2.76 0.005482 0.006216 0.146655 2012 5.45 4.19 1.99 2.94 0.005738 0.006606 0.127959 6 Sumatera
Selatan
2008 2.91 1.45 0.28 11.15 0.009195 0.009877 0.091533 2009 2.23 1.42 0.42 1.85 0.009993 0.011827 0.126397 2010 3.82 3.15 1.10 6.02 0.010731 0.012311 0.128879 2011 4.86 2.69 0.59 3.78 0.010938 0.012807 0.145540 2012 4.42 1.01 1.42 1.04 0.011506 0.013209 0.142994 7 Bengkulu 2008 3.74 1.56 0.00 13.44 0.003362 0.003746 0.063316 2009 3.89 1.52 0.00 2.88 0.003629 0.004415 0.092495 2010 4.51 2.92 0.05 9.08 0.003494 0.004343 0.092855 2011 4.58 5.53 0.00 3.96 0.003351 0.004006 0.098335 2012 4.76 -‐2.07 0.22 1.28 0.003367 0.003946 0.100477 8 Lampung 2008 3.76 1.39 1.00 14.82 0.006101 0.006223 0.107601 2009 4.02 1.36 0.62 4.18 0.007005 0.008004 0.125051 2010 4.73 1.55 0.25 9.95 0.007264 0.008693 0.150657 2011 5.03 3.38 0.64 4.24 0.007604 0.009450 0.141744 2012 5.17 -‐0.77 0.21 1.67 0.008012 0.009665 0.151706 9 Babel 2008 1.29 1.43 0.01 18.40 0.002749 0.002667 0.078953 2009 0.38 1.39 1.08 2.17 0.002861 0.003637 0.130952 2010 2.91 7.48 0.00 9.36 0.002451 0.003321 0.156081 2011 4.14 -‐0.60 1.69 5.00 0.002751 0.003016 0.150752 2012 3.40 7.15 1.55 2.83 0.002743 0.003140 0.140069 10 Kepulauan
Riau
2008 1.76 4.32 0.13 11.90 0.004141 0.003755 0.072241 2009 -‐1.87 4.28 0.38 1.43 0.004749 0.006082 0.184230 2010 2.23 10.81 0.23 6.17 0.004625 0.005333 0.165720 2011 3.24 1.72 1.71 3.32 0.004455 0.005805 0.190624 2012 3.49 9.50 0.05 0.71 0.004739 0.005515 0.179508
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 33
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 33 Abdillah Khamdana
NO PROV. THN Y POP INV INF RI EI AI
11 Jakarta 2008 4.47 0.90 0.27 11.11 0.014154 0.012780 0.543944 2009 3.68 0.84 1.28 2.34 0.015532 0.019046 0.550342 2010 5.09 4.17 0.53 6.21 0.015969 0.019255 0.559889 2011 5.51 -‐0.30 0.94 3.97 0.016098 0.019020 0.629952 2012 5.34 3.16 0.77 1.47 0.017827 0.019657 0.622988 12 Jawa Barat 2008 3.98 1.46 0.68 10.23 0.024752 0.024431 0.156930 2009 2.32 1.43 0.68 2.11 0.031010 0.034917 0.222726 2010 4.28 3.74 2.05 4.53 0.030042 0.036849 0.250609 2011 4.79 0.47 1.30 2.75 0.029941 0.036721 0.273066 2012 4.60 3.29 1.20 1.76 0.032775 0.037544 0.275518 13 Jawa Tengah
2008 4.90 0.76 0.36 10.34 0.022969 0.024002 0.118582 2009 4.98 0.73 0.66 3.19 0.026710 0.030258 0.201128 2010 5.53 -‐1.47 0.18 7.11 0.025462 0.030171 0.210909 2011 5.12 3.44 0.55 2.87 0.025709 0.030711 0.205627 2012 5.46 -‐2.76 1.04 2.32 0.027588 0.030178 0.210155 14 D.I.
Yogyakarta
2008 3.65 0.99 0.00 9.88 0.003852 0.004187 0.120979 2009 3.46 0.96 0.08 2.93 0.004211 0.004909 0.216443 2010 3.94 -‐1.27 0.02 7.38 0.003956 0.004915 0.220063 2011 3.89 0.47 0.00 3.88 0.003872 0.004645 0.229174 2012 4.06 1.64 0.59 1.63 0.004140 0.004623 0.237484 15 Jawa Timur
2008 4.83 0.54 0.45 8.73 0.026381 0.027122 0.145486 2009 4.36 0.52 0.62 3.39 0.032228 0.037110 0.226808 2010 6.02 0.51 1.04 7.33 0.032361 0.038452 0.236258 2011 6.43 1.39 1.10 4.72 0.031510 0.036469 0.264953 2012 6.53 0.02 2.15 1.56 0.033482 0.037790 0.254493 16 Banten 2008 2.74 1.90 1.42 13.91 0.006294 0.006014 0.194335 2009 1.81 1.88 2.87 4.57 0.007258 0.007885 0.290652 2010 3.30 8.68 3.41 6.18 0.007605 0.008854 0.304360 2011 3.89 0.82 2.23 2.78 0.008308 0.009300 0.352104 2012 3.74 4.87 2.40 2.09 0.009027 0.010048 0.350079 17 Bali 2008 3.51 1.04 0.06 9.25 0.005555 0.005323 0.139911 2009 3.09 1.00 0.08 4.37 0.006663 0.007588 0.317872 2010 3.73 9.57 0.47 8.10 0.006284 0.007317 0.346039 2011 5.14 0.42 0.42 3.75 0.006217 0.007326 0.388829 2012 5.33 4.16 3.70 2.65 0.006915 0.007800 0.384678 18 Nusa
Tenggara Barat
2008 1.34 1.66 0.00 13.01 0.004208 0.004455 0.072299 2009 10.90 1.61 0.00 3.14 0.005071 0.005824 0.114333 2010 5.23 1.49 3.64 11.07 0.005309 0.006660 0.111534 2011 -‐4.09 2.34 0.09 6.38 0.005040 0.006101 0.155502 2012 -‐2.49 -‐0.09 0.09 2.51 0.004998 0.005973 0.132819 19 Nusa
Tenggara Timur
2008 2.48 1.92 0.00 10.90 0.005755 0.006377 0.030363 2009 2.15 1.88 0.00 6.49 0.007153 0.009560 0.068663 2010 3.21 1.39 0.00 9.97 0.006245 0.008093 0.073262 2011 3.79 2.22 0.00 4.32 0.006613 0.008113 0.074186 2012 3.65 2.13 0.04 2.44 0.006589 0.008028 0.080200
20 Kalimantan Barat
2008 4.19 1.69 0.50 11.19 0.006094 0.006509 0.070909 2009 3.94 1.65 0.95 4.91 0.007199 0.008533 0.098868 2010 4.58 1.78 1.94 8.52 0.006896 0.008675 0.111105 2011 4.15 6.67 2.10 4.91 0.006673 0.008052 0.137057 2012 4.04 -‐4.55 3.75 3.69 0.006793 0.008093 0.137207
21 Kalimantan Tengah
2008 4.04 1.43 2.08 11.65 0.005842 0.006462 0.047982 2009 3.78 1.39 3.94 1.39 0.006776 0.008365 0.079010 2010 4.71 6.05 8.24 9.49 0.006084 0.007515 0.088662 2011 4.22 3.30 6.88 5.28 0.005927 0.006618 0.111838
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 34
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 34 Abdillah Khamdana
NO PROV. THN Y POP INV INF RI EI AI
2012 4.18 0.49 8.11 2.95 0.006042 0.006856 0.120635 22 Kalimantan
Selatan
2008 4.13 1.47 1.29 11.62 0.006027 0.006010 0.128558 2009 3.27 1.44 1.69 3.86 0.007816 0.008693 0.144598 2010 3.59 3.73 3.37 9.06 0.006921 0.008768 0.172348 2011 4.07 1.68 3.11 3.98 0.007200 0.007951 0.195245 2012 3.74 2.26 4.62 2.74 0.008262 0.007873 0.199267 23 Kalimantan
Timur
2008 1.01 2.31 0.09 12.69 0.018253 0.018086 0.083520 2009 -‐1.76 2.27 0.03 4.06 0.017660 0.027196 0.153788 2010 1.37 12.27 2.45 7.00 0.018263 0.021900 0.142844 2011 1.32 1.61 1.68 6.23 0.020314 0.019467 0.167403 2012 1.27 6.37 1.40 2.24 0.021404 0.021531 0.168280 24 Sulawesi
Utara
2008 9.15 0.97 0.15 9.71 0.003983 0.004065 0.059615 2009 6.63 0.94 0.15 2.31 0.005231 0.005945 0.081422 2010 5.87 1.87 0.26 6.28 0.005069 0.006166 0.089296 2011 6.09 3.20 0.79 0.67 0.004848 0.005829 0.099603 2012 6.58 -‐0.62 1.44 2.89 0.004631 0.005514 0.111849 25 Sulawesi
Tengah
2008 5.47 1.76 0.00 10.40 0.004334 0.004438 0.045565 2009 5.71 1.72 0.00 5.73 0.004673 0.005612 0.083565 2010 6.73 6.24 0.41 6.40 0.004776 0.005989 0.090396 2011 7.22 1.23 5.91 4.47 0.004679 0.005716 0.097085 2012 7.38 2.78 1.18 2.29 0.004664 0.005630 0.105475 26 Sulawesi
Selatan
2008 6.23 1.36 1.30 11.79 0.009962 0.010868 0.091563 2009 5.14 1.33 1.14 3.24 0.011300 0.014063 0.142128 2010 7.01 1.60 2.73 6.82 0.011139 0.013343 0.144996 2011 6.34 2.67 2.90 2.87 0.011071 0.013103 0.155489 2012 7.17 -‐0.34 1.45 2.43 0.011016 0.012909 0.163988 27 Sulawesi
Tenggara
2008 4.85 2.14 0.00 15.28 0.004030 0.004276 0.055134 2009 5.35 2.09 0.00 4.60 0.004855 0.005952 0.065007 2010 6.09 5.40 0.07 3.87 0.004496 0.005557 0.082973 2011 6.55 1.53 0.18 5.09 0.004426 0.005348 0.075120 2012 8.02 2.82 2.48 3.57 0.004615 0.005396 0.080427 28 Gorontalo 2008 5.15 1.24 0.00 9.20 0.001901 0.002007 0.036774 2009 5.09 1.21 0.00 4.35 0.002248 0.002818 0.083271 2010 5.40 5.71 0.21 7.43 0.002106 0.002579 0.085449 2011 5.87 2.59 0.13 4.08 0.002028 0.002542 0.080724 2012 5.95 1.93 1.59 2.85 0.001943 0.002391 0.099293 29 Sulbar 2008 8.96 1.53 0.00 11.66 0.001725 0.001906 0.026399 2009 3.15 1.50 0.00 1.78 0.002015 0.002549 0.045733 2010 9.11 10.59 7.65 5.12 0.000895 0.001144 0.023001 2011 8.20 1.45 1.70 4.91 0.001900 0.002325 0.054674 2012 6.92 3.97 1.59 0.84 0.001906 0.002266 0.061451 30 Maluku 2008 1.23 1.44 0.00 9.34 0.003237 0.003528 0.027309 2009 2.46 1.42 0.00 6.48 0.003898 0.004974 0.059893 2010 3.65 14.48 0.00 8.78 0.003891 0.004834 0.053409 2011 4.13 2.68 0.00 2.85 0.003646 0.004430 0.057826 2012 5.85 3.14 0.03 7.72 0.003488 0.004157 0.060055 31 Maluku Utara 2008 3.24 1.62 0.00 11.25 0.002841 0.003108 0.019527 2009 3.44 1.60 0.00 3.88 0.003112 0.004336 0.051693 2010 5.47 6.47 0.00 5.32 0.002760 0.003522 0.058431 2011 4.02 2.51 0.22 4.52 0.002929 0.003395 0.067899 2012 4.33 3.60 4.63 1.68 0.002878 0.003542 0.073085 32 Papua
Barat 2008 3.93 1.95 2.11 20.51 0.005295 0.005887 0.010637
2009 9.51 1.90 0.23 7.52 0.006885 0.008325 0.028472 2010 24.00 2.23 0.66 4.68 0.006500 0.007921 0.030776
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 35
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 35 Abdillah Khamdana
NO PROV. THN Y POP INV INF RI EI AI
2011 23.67 1.84 3.81 3.64 0.006057 0.007017 0.028598 2012 12.88 6.13 0.13 2.37 0.005738 0.006913 0.032838 33 Papua 2008 -‐6.21 2.03 0.00 12.55 0.013631 0.014730 0.019325 2009 15.27 1.99 0.00 1.92 0.016247 0.018608 0.043888 2010 -‐8.05 35.08 0.06 4.48 0.015417 0.019049 0.039601 2011 -‐7.21 5.93 0.06 3.40 0.014701 0.017523 0.035176 2012 -‐0.92 5.48 0.06 0.24 0.014030 0.017050 0.051592
LAMPIRAN II Hasil Uji Statistik F
Redundant Fixed Effects Tests Pool: DF_PROV Test cross-‐section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-‐section F 4.706422 (32,126) 0.0000
Cross-‐section Chi-‐square 129.741222 32 0.0000
Cross-‐section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 09/28/15 Time: 06:28 Sample: 2008 2012 Included observations: 5 Cross-‐sections included: 33 Total pool (balanced) observations: 165
Variable Coefficient Std. Error t-‐Statistic Prob. C 5.849477 0.854183 6.848041 0.0000
POP? -‐0.241982 0.078146 -‐3.096539 0.0023 INV? 0.412552 0.185586 2.222973 0.0276 INF? -‐0.121906 0.080119 -‐1.521568 0.1301 R? 247.7332 300.4467 0.824550 0.4109 E1? -‐263.0633 262.5500 -‐1.001955 0.3179 A1? -‐1.657272 2.905443 -‐0.570403 0.5692 R-‐squared 0.110687 Mean dependent var 4.193571
Adjusted R-‐squared 0.076915 S.D. dependent var 3.783014 S.E. of regression 3.634617 Akaike info criterion 5.460383 Sum squared resid 2087.250 Schwarz criterion 5.592150 Log likelihood -‐443.4816 Hannan-‐Quinn criter. 5.513872 F-‐statistic 3.277530 Durbin-‐Watson stat 1.022246 Prob(F-‐statistic) 0.004578
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 36
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 36 Abdillah Khamdana
LAMPIRAN III
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects -‐ Hausman Test Pool: DF_PROV Test cross-‐section random effects
Test Summary Chi-‐Sq. Statistic Chi-‐Sq. d.f. Prob.
Cross-‐section random 7.062177 6 0.3151 Cross-‐section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. POP? -‐0.109431 -‐0.143563 0.000340 0.0642
INV? 0.341885 0.357353 0.009556 0.8743 INF? -‐0.164957 -‐0.157816 0.001586 0.8577
R? 509.639270 273.801336 77158.53117
3 0.3959
E1? -‐
263.478762 -‐275.770750 3981.462181 0.8455 A1? -‐6.709403 -‐1.962564 78.905372 0.5931 Cross-‐section random effects test equation:
Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 09/28/15 Time: 06:29 Sample: 2008 2012 Included observations: 5 Cross-‐sections included: 33 Total pool (balanced) observations: 165
Variable Coefficient Std. Error t-‐Statistic Prob. C 4.098217 2.771538 1.478680 0.1417
POP? -‐0.109431 0.068623 -‐1.594669 0.1133 INV? 0.341885 0.208467 1.639993 0.1035 INF? -‐0.164957 0.075546 -‐2.183523 0.0308 R? 509.6393 366.1681 1.391818 0.1664 E1? -‐263.4788 213.5268 -‐1.233938 0.2195 A1? -‐6.709403 9.898228 -‐0.677839 0.4991 Effects Specification Cross-‐section fixed (dummy variables) R-‐squared 0.594898 Mean dependent var 4.193571
Adjusted R-‐squared 0.472724 S.D. dependent var 3.783014 S.E. of regression 2.746988 Akaike info criterion 5.061951 Sum squared resid 950.7890 Schwarz criterion 5.796084 Log likelihood -‐378.6110 Hannan-‐Quinn criter. 5.359961 F-‐statistic 4.869282 Durbin-‐Watson stat 2.242718 Prob(F-‐statistic) 0.000000
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Halaman 37
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 37 Abdillah Khamdana
LAMPIRAN IV
Hasil Estimasi Regresi
Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-‐section random effects) Date: 09/27/15 Time: 17:34 Sample: 2008 2012 Included observations: 5 Cross-‐sections included: 33 Total pool (balanced) observations: 165 Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-‐Statistic Prob. C 5.792767 1.032575 5.610022 0.0000
POP? -‐0.143563 0.066099 -‐2.171945 0.0314 INV? 0.357353 0.184127 1.940796 0.0541 INF? -‐0.157816 0.064199 -‐2.458220 0.0150 RI? 273.8013 238.5803 1.147628 0.2529 EI? -‐275.7708 203.9907 -‐1.351879 0.1783 AI? -‐1.962564 4.366869 -‐0.449421 0.6537
Random Effects (Cross) _ACEH-‐-‐C -‐4.592521 _SUMUT-‐-‐C 0.698338 _SUMBAR-‐-‐C 0.228928 _RIAU-‐-‐C -‐2.460414 _JAMBI-‐-‐C 0.342739 _SUMSEL-‐-‐C -‐0.548138
_BENGKULU-‐-‐C 0.067649 _LAMPUNG-‐-‐C 0.369261 _BABEL-‐-‐C -‐1.280809 _KEPRI-‐-‐C -‐1.621492
_JAKARTA-‐-‐C 1.210314 _JABAR-‐-‐C 0.381397 _JATENG-‐-‐C 1.102969 _YOGYA-‐-‐C -‐0.444249 _JATIM-‐-‐C 1.594018
_BANTEN-‐-‐C -‐1.048761 _BALI-‐-‐C 0.172698 _NTB-‐-‐C -‐1.632410 _NTT-‐-‐C -‐0.647166
_KALBAR-‐-‐C -‐0.351700 _KALTENG-‐-‐C -‐1.496507 _KALSEL-‐-‐C -‐0.977118 _KALTIM-‐-‐C -‐2.237063 _SULUT-‐-‐C 1.686953
_SULTENG-‐-‐C 1.504116 _SULSEL-‐-‐C 1.414198 _SULTRA-‐-‐C 1.568957
_GORONTALO-‐-‐C 0.854989 _SULBAR-‐-‐C 1.732778 _MALUKU-‐-‐C -‐0.189019 _MALUT-‐-‐C -‐0.353249 _PAPBAR-‐-‐C 8.311125 _PAPUA-‐-‐C -‐3.360811
Effects Specification S.D. Rho Cross-‐section random 2.390948 0.4310
Idiosyncratic random 2.746988 0.5690
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38Halaman 38
Pengaruh Desentralisasi Fiskal TerhadapPertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 P a g e | 38 Abdillah Khamdana
Weighted Statistics R-‐squared 0.098037 Mean dependent var 1.916515
Adjusted R-‐squared 0.063785 S.D. dependent var 2.848551 S.E. of regression 2.756206 Sum squared resid 1200.274 F-‐statistic 2.862251 Durbin-‐Watson stat 1.771113 Prob(F-‐statistic) 0.011279
Unweighted Statistics R-‐squared 0.099636 Mean dependent var 4.193571
Sum squared resid 2113.186 Durbin-‐Watson stat 1.005980
Halaman 39ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
Ginanjar Aji Nugroho Program Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Alamat Korespondensi: [email protected] INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 23 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
The puposes of this study are (1) to analyze the effects of government expenditures on education, health and infrastructure sectors toward economic growth and human development index in Indonesia, (2) to investigate the impacts of economic growth on human dvelopment index, (3) and to examine the effects of government expenditures on education, health and infrastructure sectors toward human development index both directly and through the economic growth. The study used samples from twenty provinces, which were selected using simple random sampling, divided into two groups; the first group comprised higher HDI provinces; the second group consisted of lower HDI provinces. To examine the model, the study applied path analysis method. The mean test was also applied to determine whether there were statistical average differences between the two groups. The results of this study show different responds between the higher HDI provinces and lower HDI provinces. The higher HDI provinces show that government expenditures on health and infrastructure have positive and significant impacts on human development index through economic growth indirectly; on the other hand, the lower HDI provinces show that only expenditure on education gives positive and significant impacts on human development index. Meanwhile, the economic growth shows positive and significant impacts on human development index in both higher HDI and lower HDI provinces. Penelitian ini bertujuan untuk: (1).Mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia, (2).Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap IPM, dan (3).Mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur terhadap IPM, baik secara langsung maupun melalui pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan sampel dua puluh provinsi yang dipilih dengan teknik simple random sampling yang kemudian dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok daerah dengan angka IPM tinggi dan kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur. Sebagai pendukung, juga dilakukan uji beda rata-‐rata untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-‐rata secara statistik terhadap dua kelompok tersebut. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon diantara dua kelompok daerah tersebut. Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, terlihat bahwa pengeluaran kesehatan dan infrastruktur mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah terlihat bahwa hanya pengeluaran pendidikan yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap angka IPM. Adapun pertumbuhan ekonomi, terlihat menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap IPM. Hal ini terjadi pada kedua kelompok daerah, baik kelompok daerah dengan IPM tinggi maupun IPM rendah.
KATA KUNCI: Fiscal Policy, Economic Development, Regional Economy, Government Expenditure, Economic Growth, Human Development Index. KLASIFIKASI JEL: E62, H3, O11, O15, R5
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Ginanjar Aji NugrohoProgram Magister Ilmu EkonomiPascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas BrawijayaAlamat Korespondensi: [email protected]
Halaman 40 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 40 Ginanjar Aji Nugroho
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan pembangunan, dan bukan sema-‐mata sebagai alat pembangunan. Menurut Ginting et al (2008) dalam Setyowati dan Suparwati (2012), sumber daya pembangunan tidak lagi meletakkan prioritas pada kekuatan sumber daya alam, melainkan pada kekuatan sumber daya manusia.1 Dengan demikian, diperlukan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan sumber daya manusia yang berhasil, akan mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk mengukur standar pembangunan manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-‐Bangsa (PBB) adalah melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (BPS, 2009).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sendiri dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara termasuk dalam kategori negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM adalah indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi.2 Kondisi saat ini, catatan angka IPM antarprovinsi masih menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok. Hal ini menimbulkan gap antara daerah dengan IPM tinggi dan daerah dengan IPM rendah. Pada tahun 2013, angka IPM tertinggi dimiliki oleh provinsi DKI Jakarta dengan angka sebesar 78,59 sedangkan angka terendah tercatat di provinsi Papua dengan angka sebesar 66,25. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut:
1 Lilis Setyowati dan Yohana Kus Suparwati,
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-‐Jawa Tengah)”, Prestasi, 2012, Vol. 9, No. 1.
2 Fhino Andrea Christy dan Priyo Hari Adi, Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia, The 3rd National Conference UKWMS, 2009.
Gambar 1. Angka IPM Antarprovinsi tahun 2013
Sumber: BPS (data diolah)
Provinsi DKI Jakarta mempunyai peningkatan yang dinamis, dimulai pada tahun 2009 angka IPM tercatat sebesar 77,36 kemudian meningkat menjadi sebesar 77,60 pada tahun 2010 dan secara dinamis meningkat pada tahun-‐tahun selanjutnya dan tercatat sebesar 78,59 pada tahun 2013. Lima provinsi dalam catatan tertinggi angka IPM dari tahun ke tahun selalu dimiliki oleh provinsi-‐ provinsi seperti: DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Riau dengan angka IPM berada pada kisaran 77,00 sampai dengan 79,00. Sedangkan data lima terendah IPM dari tahun ke tahun selama masa observasi tahun 2009-‐2013 adalah sebagian provinsi yang berada pada wilayah timur Indonesia yaitu Maluku Utara, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Papua dengan kisaran angka IPM antara 66,00 sampai dengan 69,00.
Secara konseptual, kinerja ekonomi suatu provinsi dapat dilihat dari jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam era otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Pengalokasian belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan usaha nyata dan bentuk perhatian pemerintah daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan serta mendukung terciptanya peningkatan kualitas manusia. Komposisi pengeluaran pemerintah, dapat dilihat pada gambar berikut:
66.25 (Papua)
77.36 (Sulut)
77.33 (Kaltim)
68.77 (NTT)
67.73 (NTB)
77.37 (DIY)
78.59 (DKI Jakarta)
77.25 (Riau)
64
66
68
70
72
74
76
78
80
(Ang
ka IP
M)
(Provinsi)
Angka IPM
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Halaman 41
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 41 Ginanjar Aji Nugroho
Gambar 2.
Perbandingan Pengeluaran Pemerintah di Beberapa Provinsi
Sumber: www.djpk.kemenkeu.go.id (data diolah)
Pengeluaran infrastruktur terlihat mempunyai kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan pembangunan sarana dan prasarana tersebar merata di hampir semua daerah. Hal ini juga menunjukkan besarnya peranan pengeluaran infrastruktur sebagai komponen penting dalam penyelenggaraan proses pembangunan. Namun, secara implementasi, kebutuhan akan pembangunan fasilitas infrastruktur pendukung tidak diiringi dengan penyediaan anggaran. Hal ini terlihat dari porsi alokasi untuk pengeluaran infrastruktur yang masih lebih kecil dari porsi pengeluaran kesehatan dan pendidikan.
Pengeluaran kesehatan terlihat lebih kecil apabila dibandingkan dengan pengeluaran pendidikan maupun infrastruktur. Dari tahun ke tahun, realisasi di sektor kesehatan terlihat lebih kecil daripada realisasi di sektor pendidikan dan infrastruktur. Komposisi pengeluaran yang seperti ini terlihat pada sebagian besar daerah provinsi. Hal ini tentunya mengundang perhatian pemerintah untuk lebih memperhatikan pola dan alokasi pengeluaran pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih merata.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain: 1). Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah angka IPM rendah; 2). Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap IPM untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah angka IPM rendah; 3). Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap IPM untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah dengan angka IPM rendah, serta untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap IPM melalui
pertumbuhan ekonomi untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah dengan angka IPM rendah.
1.1.1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori-‐teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-‐fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis dapat juga dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sangat sementara. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi untuk daerah yang IPM-‐nya tinggi dan daerah yang IPM-‐nya rendah di Indonesia pada periode 2009-‐2013.
2. Diduga pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM untuk daerah yang IPM-‐nya tinggi dan daerah yang IPM-‐nya rendah di Indonesia pada periode 2009-‐2013.
3. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM baik secara langsung maupun melalui pertumbuhan ekonomi untuk daerah yang IPM-‐nya tinggi dan daerah yang IPM-‐nya rendah di Indonesia pada periode 2009-‐2013.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBA-‐NGAN HIPOTESIS
2.1. Teori Desentralisasi
Terdapat dua perspektif dalam kajian tentang fiscal federalism yaitu the traditional theories dan the new perspective theories.
2.1.1. The Traditional Theories (First Generation
Theories) Teori ini menekankan tentang manfaat atau
keuntungan alokatif yang diperoleh dengan adanya desentralisasi fiskal. Maksud dari keuntungan alokatif adalah bahwa dengan adanya fiscal federalism, pemerintah daerah memperoleh kemudahan dalam mendapatkan informasi dari masyarakat. Ada 2 (dua) hal yang mendasari adanya keuntungan alokatif, seperti yang dikemukakan oleh Hayek (1945) dan Tiebout (1956). Yang pertama adalah pendapat Hayek (1945) tentang penggunaan “knowledge in society”. Menurut Hayek (1945), proses pengambilan keputusan dalam konteks desentralisasi akan lebih mudah dilaksanakan disebabkan dengan adanya penggunaan informasi yang efisien.3 Informasi yang efisien dapat diperoleh
3 F. A. Hayek, “The Use of Knowledge in Society”,
American Economic Review, 1945, Vol. XXXV, hlm. 519-‐530.
-‐
10,000,000.00
20,000,000.00
30,000,000.00
40,000,000.00
50,000,000.00
60,000,000.00
70,000,000.00
80,000,000.00
90,000,000.00
100,000,000.00
2010 2011 2012 2013
(jut
aan
rupi
ah)
(tahun)
Kesehatan
Pendidikan
Infrastruktur
Halaman 42 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 42 Ginanjar Aji Nugroho
disebabkan oleh posisi pemerintah daerah yang lebih dekat dengan masyarakat. Keadaan seperti inilah yang kemudian mendukung terciptanya allocative efficiency (Khusaini, 2006). Manfaat kedua dari adanya desentralisasi dikemukakan oleh Tiebout (1956) yang menyoroti tentang adanya ruang atau kesempatan bagi pemerintah daerah untuk saling berkompetisi.4 Selain kedua manfaat yang telah disebutkan sebelumnya, desentralisasi juga memungkinkan adanya local experiment bagi pemerintah daerah untuk mempelajari pengalaman daerah lain. Pemerintah daerah dapat mencontoh keberhasilan daerah lain dan sekaligus belajar dari kegagalan daerah lain pula. Local experiment seperti ini mengurangi risiko kegagalan sistem yang bersifat sentralistik.
2.1.2. New Perspective Theories (Second Generation
Theories) Pada dasarnya, new perspective theories menitikberatkan kepada dua mekanisme dalam rangka menciptakan keselarasan antara kepentingan pemerintah daerah dengan kemakmuran ekonomi, interaksi horizontal antar pemerintah daerah dan interaksi vertikal antar level pemerintahan. Pertama, pada situasi pasar dengan mobilitas tinggi, kompetisi antar pemerintah daerah menjadi instrumen penting dalam rangka penyediaan barang dan jasa publik. Strategi dan persaingan antar pemerintah daerah dalam memberikan pelayanannya kepada pasar akan mampu mendorong pergerakan perekonomian yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya, apabila peraturan pemerintah dan jasa publik yang disediakan tidak kondusif untuk pasar dan masyarakat, maka hal ini akan memunculkan potensi mobilitas faktor produksi ke daerah lain yang pada akhirnya akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal. Sedangkan poin kedua yaitu, hubungan antara penerimaan dan pengeluaran daerah yang begitu erat juga dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kondisi perekonomiannya.
2.2. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan
Pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang sangat mendasar. Adapun dikatakan mendasar karena masing-‐masing mempunyai arti yang penting. Pendidikan merupakan bagian penting 4 Charles M. Tiebout, “A Pure Theory of Local
Expenditure”, Journal of Political Economy, 1956, Vol. 64, hlm. 416-‐424.
dalam pencapaian kapabilitas manusia, yang juga bersifat esensial bagi kehidupan masyarakat. Sedangkan kesehatan merupakan bagian penting dalam upaya pencapaian kesejahteraan serta merupakan bagian fundamental dalam peningkatan kapabilitas manusia (Todaro dan Smith, 2011).
Modal manusia merupakan investasi produktif terhadap orang-‐orang; mencakup pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan gagasan. Hal ini merupakan komponen penting dalam rangka mendukung program pembangunan, terutama pembangunan ekonomi dengan skema benefit spillover. Maka dari itu, modal manusia harus mendapat perhatian langsung dan khusus karena arti pentingnya, terlebih lagi dalam keadaan perekonomian yang tumbuh dengan pesat. Besarnya pengeluaran pemerintah dalam sektor pendidikan akan menentukan seberapa besar pencapaian hasil pembangunannya. Lin (1998), dalam sebuah studinya mengenai keterkaitan antara pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dengan modal manusia, mengungkapkan bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan cenderung meningkatkan ketersediaan modal manusia.
2.3. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Kesehatan
Kesehatan menjadi isu sentral dalam pembahasan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. Kesehatan juga menjadi sektor yang tidak kalah penting dengan sektor pendidikan. Dalam posisinya sebagai tujuan pembangunan yang paling mendasar, kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan. Bersama-‐ sama dengan pendidikan, dua hal ini adalah hal fundamental bagi peningkatan kapabilitas manusia sebagai inti makna pembangunan.
Aisa dan Pueyo (2006) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan mempunyai pengaruh positif terhadap harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi, yang didukung dengan pengeluaran yang cukup. Hal ini terutama terjadi pada negara-‐ negara berkembang. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami kecenderungan untuk meningkat pula.
2.4. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Infrastruktur
Infrastruktur menjadi bagian penting dalam peranannya sebagai modal fisik untuk mendukung kelancaran pencapaian tujuan pembangunan, baik di sektor pendidikan, kesehatan maupun kegiatan perekonomian. Penciptaan modal manusia (human capital) pada sektor kesehatan dan pendidikan
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Halaman 43
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Ginanjar Aji Nugroho
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 43 Ginanjar Aji Nugroho
memerlukan sarana infrastruktur seperti gedung sekolah atau gedung pelatihan pendidikan dan kesehatan. Keberadaan sarana infrastruktur jalan maupun sarana transportasi yang memadai, dapat mendukung kelancaran aktivitas perekonomian. Proses distribusi barang dan jasa dari satu daerah menuju daerah lain dapat terselenggara dengan lancar. Kelancaran ini tentunya akan membuat aktivitas perekonomian menjadi kondusif. Mourmouras dan Lee (1999) mengungkapkan bahwa peningkatan pengeluaran infrastruktur mempunyai kecenderungan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi.5 Dengan demikian, ketiga aspek seperti yang telah disebutkan di atas, yakni pendidikan, kesehatan dan infrastruktur secara bersama-‐ sama mempunyai peranan vital dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan, tidak terkecuali pembangunan modal manusia (Todaro dan Smith, 2011).
2.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Dalam perkembangannya, gagasan mengenai penggunaan sebuah indeks komposit tunggal muncul setelah UNDP menyiapkan Human Development Report pada 1989. Terdapat beberapa alasan pentingnya penggunaan indeks komposit ini. Pertama, indeks yang baru ini mampu menghitung konsep dasar dari pembangunan manusia dalam rangka memperluas pilihan dalam hidupnya. Pilihan-‐pilihan ini meliputi keinginan untuk hidup lebih lama, kesempatan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan, kesempatan untuk memperoleh kehidupan yang layak serta kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Kedua, indeks memuat indikator variabel yang terbatas sehingga memudahkan dalam pengaturannya. Ketiga, indeks ini cenderung lebih terkonsep dan tidak sekadar indeks yang terbagi-‐bagi. Artinya indeks-‐indeks yang menyusun terbentuknya indeks pembangunan manusia merupakan satu indeks yang mampu menjelaskan satu kesimpulan secara komprehensif. Keempat, indeks pembangunan manusia mengakomodir pilihan-‐pilihan sosial maupun ekonomi. 2.6. Penelitian Terdahulu
Ranis, Stewart dan Ramirez (2000) mengungkapkan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia terjadi dua arah, yakni bahwa pada satu sisi pembangunan manusia merupakan tujuan utama dari aktivitas manusia dan pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai instrumen yang potensial dalam 5 I.A. Mourmouras dan Jong-‐Eun Lee, “Government
Spending on Infrastructure in an Endogenous Growth Model with Finite Horizons”, Journal of Economics and Business, 1999, Vol. 1, No. 5.
rangka meningkatkan pembangunan manusia, dan pada sisi yang lain, pencapaian tujuan dalam pembangunan manusia mempunyai kontribusi penting dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.6 Suri, et al (2010) menyebutkan dalam hasil studinya bahwa dalam pengambilan kebijakan hendaknya perlu memberikan perhatian yang lebih intensif kepada program pembangunan manusia, bukan semata-‐mata karena pembangunan manusia sebagai tujuan utama namun pembangunan manusia juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan Ranis dan Stewart (2005) mengungkapkan pentingnya hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia sehingga menjadikan keterkaitan ini adalah bersifat hubungan yang saling menguatkan.7 Shome dan Tondon (2010) melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara pembangunan manusia dengan pertumbuhan ekonomi dengan studi kasus pada 5 negara ASEAN, yaitu Filipina, Singapura, Thailand, Indonesia dan Malaysia.8 Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia, namun hanya terjadi pada sebagian negara saja. Ranis (2004) melakukan studi tentang keterkaitan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi ini berusaha untuk memperluas tujuan pembangunan sekaligus memberi penegasan tentang adanya hubungan timbal balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi.
3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bersifat studi deskriptif kuantitatif, dimana suatu permasalahan dicoba untuk dipecahkan melalui tahapan pengumpulan dan penyusunan data-‐data yang kemudian akan diolah, dianalisis, diinterpretasikan dan disimpulkan agar pihak lain dapat memperoleh gambaran mengenai sifat dan karakteristik (Kuncoro, 2013). Data yang digunakan bersifat data pooling, yaitu
6 Gustav Ranis, Frances Stewart dan Alejandro
Ramirez, “Economic Growth and Human Development”, World Development, 2000, Vol. 28 No. 2, hlm. 197-‐219.
7 Gustav Ranis dan Frances Stewart, “Dynamic Links between the Economy and Human Development”, DESA Working Paper, 2005, No. 8.
8 Swaha Shome dan Sarika Tondon, “Balancing Human Development with Economic Growth: A Study of ASEAN 5”, Annals of the University of Petrosani, Economics, 2010, Vol.10 (1), hlm. 335-‐348.
Halaman 44 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 44 Ginanjar Aji Nugroho
data yang merupakan gabungan antara data time series dan cross section (Kuncoro, 2013).
Penelitian ini menggabungkan data time series selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013, dan pengamatan cross section pada 20 provinsi di Indonesia. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi dan lain-‐lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi tanpa memperhatikan tingkatan dalam anggota populasi tersebut (Riduwan dan Kuncoro, 2014). Dalam kata lain, setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih (Kuncoro, 2014).
3.1. Analisis Jalur Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan tujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pengaruh tersebut dapat ditunjukkan dengan penggunaan variabel bebas, variabel antara dan variabel terikat. Menurut Riduwan dan Kuncoro (2014), teknik analisis jalur digunakan untuk menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y serta dampaknya kepada Z. Analisis jalur dapat digunakan untuk menguji persamaan regresi yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan variabel endogen sekaligus, sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel antara .9
Gambar 3. Diagram Jalur
9 Imam Ghozali, Model Persamaan Struktural:
Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011).
Keterangan: INF : Pengeluaran Infrastruktur; KES : Pengeluaran Kesehatan; PEND : Pengeluaran Pendidikan; PE : Pertumbuhan Ekonomi; IPM : Indeks Pembangunan Manusia 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian menggunakan analisis jalur diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 4. Hasil Analisis Jalur untuk IPM Tinggi
Sumber: Hasil Output IBM SPSS AMOS 21.0
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 44 Ginanjar Aji Nugroho
data yang merupakan gabungan antara data time series dan cross section (Kuncoro, 2013).
Penelitian ini menggabungkan data time series selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013, dan pengamatan cross section pada 20 provinsi di Indonesia. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi dan lain-‐lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi tanpa memperhatikan tingkatan dalam anggota populasi tersebut (Riduwan dan Kuncoro, 2014). Dalam kata lain, setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih (Kuncoro, 2014).
3.1. Analisis Jalur Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan tujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pengaruh tersebut dapat ditunjukkan dengan penggunaan variabel bebas, variabel antara dan variabel terikat. Menurut Riduwan dan Kuncoro (2014), teknik analisis jalur digunakan untuk menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y serta dampaknya kepada Z. Analisis jalur dapat digunakan untuk menguji persamaan regresi yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan variabel endogen sekaligus, sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel antara .9
Gambar 3. Diagram Jalur
9 Imam Ghozali, Model Persamaan Struktural:
Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011).
Keterangan: INF : Pengeluaran Infrastruktur; KES : Pengeluaran Kesehatan; PEND : Pengeluaran Pendidikan; PE : Pertumbuhan Ekonomi; IPM : Indeks Pembangunan Manusia 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian menggunakan analisis jalur diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 4. Hasil Analisis Jalur untuk IPM Tinggi
Sumber: Hasil Output IBM SPSS AMOS 21.0
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Halaman 45
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 45 Ginanjar Aji Nugroho
Gambar 5. Hasil Analisis Jalur untuk IPM Rendah
Sumber: Hasil Output IBM SPSS AMOS 21.0 Rangkuman hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Hubungan antara Variabel Eksogen dan
Endogen (IPM Tinggi)
Variabel Eksogen
Variabel Endogen
PE IPM IPM melalui PE
INF Signifikan Tidak signifikan
Signifikan
KES Signifikan Tidak signifikan
Signifikan
PEND Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
PE -‐ Signifikan -‐
Sumber: Output IBM SPSS AMOS 21.0 (data diolah)
Tabel 3. Hubungan antara Variabel Eksogen dan Endogen (IPM Rendah)
Variabel Eksogen
Variabel Endogen PE IPM IPM melalui
PE INF Tidak
signifikan Tidak signifikan
Tidak signifikan
KES Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
PEND Signifikan Tidak signifikan
Signifikan
PE -‐ Signifikan -‐ Sumber: Output IBM SPSS AMOS 21.0 (data diolah) 4.1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pada daerah dengan IPM yang tergolong tinggi, ditemukan bahwa kontribusi yang relatif besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi terdapat pada pengeluaran di sektor kesehatan dan infrastruktur. Kesimpulan ini sependapat dengan hasil penelitian dari Alexiou (2009) yang
menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini juga menguatkan pendapat Aisa dan Pueyo (2006) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan mempunyai kontribusi positif terhadap harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi. Hasil pengujian tentang pengeluaran pemerintah, memberikan kesimpulan tentang kebenaran teori pertumbuhan ekonomi yang salah satunya mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output dalam jangka panjang (Boediono, 2012). Hal ini dapat ditunjukkan melalui hasil PDRB provinsi yang cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sebagian besar daerah obyek penelitian tercatat mempunyai pencapaian PDRB yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hanya provinsi NTB dan Papua yang tercatat mengalami penurunan PDRB, yaitu di provinsi NTB terjadi pada tahun 2011 dan tahun 2012, serta di Papua terjadi pada tahun 2010 dan 2011. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB relatif besar tercatat di provinsi Sulawesi Barat dan Papua Barat. Berkaitan dengan pencapaian kualitas manusia yang dideskripsikan dengan angka IPM, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang dilihat dari laju pertumbuhan PDRB, tidak serta merta mencerminkan angka IPM yang tinggi pula. Sektor kesehatan juga perlu mendapat perhatian guna menciptakan sumber daya yang kompeten untuk ikut andil dalam proses pembangunan mengingat kontribusinya yang relatif besar dalam menggerakkan roda perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Butkiewicz dan Yanikkaya (2011) yang menyebutkan bahwa pengeluaran total pemerintah mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.10 Untuk dapat menstimulasi terjadinya pertumbuhan ekonomi, beberapa negara berkembang perlu membatasi pengeluaran untuk konsumsi dan lebih banyak melakukan investasi di sektor infrastruktur. Meluasnya perkembangan wilayah industri dapat menimbulkan adanya eksternalitas, seperti terganggunya sektor pertanian yang memerlukan lahan untuk berproduksi. Studi yang dilakukan oleh Hidayat, Sari dan Aqualdo (2011) menyebutkan bahwa pengeluaran infrastruktur, meskipun menunjukkan adanya hubungan searah yang positif, tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap 10 James L Butkiewicz dan Halit Yanikkaya,
“Institutions and the Impact of Government Spending on Growth”, Journal of Applied Economics, 2011, Vol. XIV, No. 2, hlm. 319-‐341.
Halaman 46 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 46 Ginanjar Aji Nugroho
pertumbuhan ekonomi.11 Hal yang kontras diungkapkan oleh Prasetyo dan Firdaus (2011) yang menyimpulkan bahwa pengeluaran infrastruktur, baik itu berupa listrik, jalan maupun air bersih, menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Baldacci, et al. (2008) mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dan pendidikan pada akhirnya dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi.12 Namun pengeluaran pemerintah sendiri tidak cukup mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan tersebut perlu didukung dengan kebijakan pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan pengeluaran pemerintah, seperti misalnya kebijakan penekanan laju inflasi. Hal ini juga sependapat dengan Butkiewicz dan Yanikkaya (2011) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah, terutama kebijakan fiskal, mempunyai peran utama dalam menentukan terjadinya pertumbuhan ekonomi.13
4.2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Suatu daerah dikatakan berada dalam kondisi pertumbuhan ekonomi apabila terlihat proses kenaikan output dalam jangka panjang (Boediono, 2012).14 Hasil dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi terlihat memberikan sinyal adanya trickle down effect pada perkembangan IPM. Hal ini dapat terlihat pada daerah dengan angka IPM tinggi maupun pada daerah dengan angka IPM rendah. Selain menunjukkan eksistensi trickle down effect, penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan Subagyo dan Algifari (2013) tentang kausalitas pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi di lingkup Jawa dan Bali yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap angka IPM. Selama lima tahun masa observasi, daerah obyek penelitian menunjukkan angka IPM yang cenderung mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
11 Muhammad Hidayat, Lapeti Sari dan Nobel
Aqualdo, “Analisis Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota Pekanbaru”, Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, 2011, Vol. II, No.4.
12 E. Baldacci, et al, “Social Spending, Human Capital, and Growth in Developing Countries”, World Development, 2008, Vol. 36, No. 8, hlm. 1317-‐1341.
13 James L Butkiewicz dan Halit Yanikkaya, Op.Cit.
14 Boediono, Op.Cit.
Gambar 6. Perkembangan Indeks Pembangunan
Manusia
Sumber: BPS, 2015 (data diolah)
Sesuai dengan gambar diatas, terlihat bahwa provinsi Kalimantan Tengah dan DIY yang mewakili dari sebagian besar daerah yang menjadi obyek penelitian menunjukkan angka IPM yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diikuti dengan kecenderungan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah. Fenomena ini terlihat pada daerah yang tergolong sebagai daerah dengan IPM tinggi dan juga pada daerah dengan angka IPM rendah, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: BPS, 2015 (data diolah)
Kesimpulan yang dapat diambil dari fenomena di atas adalah bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai kontribusi yang besar dalam menaikkan angka IPM pada sebagian besar daerah di Indonesia. Hal ini juga memperkuat eksistensi trickle down effect yang ditimbulkan dari pertumbuhan ekonomi terhadap angka IPM yang didalamnya terdiri dari komponen-‐ komponen seperti angka harapan hidup, angka melek huruf dan rata-‐ rata lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan (purchasing power parity).
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
2009 2010 2011 2012 2013
(Per
tum
buha
n Ek
onom
i)
(Tahun)
Kalteng
DIY
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Halaman 47
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 47 Ginanjar Aji Nugroho
4.3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan Ekonomi
Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, kontribusi positif ditunjukkan melalui pengeluaran di sektor kesehatan dan infrastruktur dengan kontribusi yang relatif besar dibandingkan dengan jenis pengeluaran lainnya. Sedangkan pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah, kontribusi positif ditunjukkan melalui pengeluaran pendidikan yang relatif lebih besar dibandingkan jenis pengeluaran lainnya, yakni pengeluaran infrastruktur ataupun pengeluaran kesehatan. Hal ini sependapat dengan Sasana (2012) yang mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana umum atau program-‐program langsung yang dapat merangsang produktivitas yang lebih besar bagi masyarakat serta pelaku usaha di daerah. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sumiyati (2008) yang menyebutkan bahwa belanja atau pengeluaran yang dilakukan pemerintah tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IPM. Badrudin dan Khasanah (2011) juga mengungkapkan hal yang sama yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa belanja daerah yang diproksikan dengan alokasi belanja di sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap pembangunan manusia yang diproksikan kedalam IPM.15 Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2013) mengemukakan bahwa pengeluaran di sektor pendidikan dan kesehatan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui konsumsi nutrisi yang baik, partisipasi pendidikan, dan kemudahan akses terhadap kesehatan sehingga setiap individu mempunyai ketahanan fisik, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan sebagai modal dasar manusia (human capital). Hal ini juga menguatkan pendapat Asri, Nikensari dan Kuncara (2013) yang dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah khususnya pada sektor pendidikan mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap angka IPM.16
15 Rudy Badrudin dan Mufidhatul Khasanah,
“Pengaruh Pendapatan dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Buletin Ekonomi, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, 2011, Vol. 9, No. 1, hlm. 23-‐30.
16 Meylina Astri, Sri Indah Nikensari dan Harya Kuncara W, “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Penelitian ini mengungkapkan beberapa kesimpulan yaitu, pertama, bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi positif dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, terdapat pola yang berbeda diantara dua obyek penelitian, dimana pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi menunjukkan bahwa pengeluaran kesehatan dan infrastruktur memiliki kontribusi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah mengindikasikan bahwa pengeluaran pendidikan mempunyai kontribusi yang relatif lebih besar dibandingkan pengeluaran lainnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi mempunyai kontribusi yang relatif besar dalam menentukan angka IPM. Hal ini terjadi pada baik kelompok daerah dengan angka IPM tinggi maupun kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Kesimpulan ini juga memperkuat pendapat tentang adanya trickle down effect pertumbuhan ekonomi terhadap IPM. Terakhir, pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi positif secara tidak langsung dalam mendorong meningkatnya IPM. Hal ini dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi sebagai komponen perantaranya. Namun terdapat perbedaan perilaku antara kelompok daerah dengan angka IPM tinggi dengan kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, pengeluaran kesehatan dan infrastruktur terlihat mempunyai kontribusi tidak langsung yang relatif besar terhadap angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah terlihat bahwa pengeluaran pendidikan mempunyai kontribusi secara tidak langsung dalam menentukan angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. 5.2. Saran
Sesuai dengan kesimpulan yang telah disebutkan di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut:
5.2.1 Pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kontribusi secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Namun, tidak semua jenis
Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 2013, Vol. 1, No. 1.
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 47 Ginanjar Aji Nugroho
4.3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan Ekonomi
Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, kontribusi positif ditunjukkan melalui pengeluaran di sektor kesehatan dan infrastruktur dengan kontribusi yang relatif besar dibandingkan dengan jenis pengeluaran lainnya. Sedangkan pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah, kontribusi positif ditunjukkan melalui pengeluaran pendidikan yang relatif lebih besar dibandingkan jenis pengeluaran lainnya, yakni pengeluaran infrastruktur ataupun pengeluaran kesehatan. Hal ini sependapat dengan Sasana (2012) yang mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana umum atau program-‐program langsung yang dapat merangsang produktivitas yang lebih besar bagi masyarakat serta pelaku usaha di daerah. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sumiyati (2008) yang menyebutkan bahwa belanja atau pengeluaran yang dilakukan pemerintah tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IPM. Badrudin dan Khasanah (2011) juga mengungkapkan hal yang sama yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa belanja daerah yang diproksikan dengan alokasi belanja di sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap pembangunan manusia yang diproksikan kedalam IPM.15 Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2013) mengemukakan bahwa pengeluaran di sektor pendidikan dan kesehatan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui konsumsi nutrisi yang baik, partisipasi pendidikan, dan kemudahan akses terhadap kesehatan sehingga setiap individu mempunyai ketahanan fisik, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan sebagai modal dasar manusia (human capital). Hal ini juga menguatkan pendapat Asri, Nikensari dan Kuncara (2013) yang dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah khususnya pada sektor pendidikan mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap angka IPM.16
15 Rudy Badrudin dan Mufidhatul Khasanah,
“Pengaruh Pendapatan dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Buletin Ekonomi, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, 2011, Vol. 9, No. 1, hlm. 23-‐30.
16 Meylina Astri, Sri Indah Nikensari dan Harya Kuncara W, “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Penelitian ini mengungkapkan beberapa kesimpulan yaitu, pertama, bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi positif dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, terdapat pola yang berbeda diantara dua obyek penelitian, dimana pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi menunjukkan bahwa pengeluaran kesehatan dan infrastruktur memiliki kontribusi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah mengindikasikan bahwa pengeluaran pendidikan mempunyai kontribusi yang relatif lebih besar dibandingkan pengeluaran lainnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi mempunyai kontribusi yang relatif besar dalam menentukan angka IPM. Hal ini terjadi pada baik kelompok daerah dengan angka IPM tinggi maupun kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Kesimpulan ini juga memperkuat pendapat tentang adanya trickle down effect pertumbuhan ekonomi terhadap IPM. Terakhir, pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi positif secara tidak langsung dalam mendorong meningkatnya IPM. Hal ini dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi sebagai komponen perantaranya. Namun terdapat perbedaan perilaku antara kelompok daerah dengan angka IPM tinggi dengan kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, pengeluaran kesehatan dan infrastruktur terlihat mempunyai kontribusi tidak langsung yang relatif besar terhadap angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah terlihat bahwa pengeluaran pendidikan mempunyai kontribusi secara tidak langsung dalam menentukan angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. 5.2. Saran
Sesuai dengan kesimpulan yang telah disebutkan di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut:
5.2.1 Pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kontribusi secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Namun, tidak semua jenis
Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 2013, Vol. 1, No. 1.
Halaman 48 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 48 Ginanjar Aji Nugroho
pengeluaran memberikan kontribusi yang sama. Untuk itu, kelompok daerah dengan angka IPM rendah perlu memaksimalkan pengeluarannya, terutama pada pengeluaran yang terindikasi mempunyai kontribusi positif, seperti pada pengeluaran pendidikan. Sedangkan untuk daerah dengan angka IPM tinggi, perlu memperhatikan pengeluarannya di sektor kesehatan, seperti misalnya:
a. Untuk daerah dengan IPM tinggi, dimana pengeluaran kesehatan mempunyai peranan yang vital, maka pemerintah dapat mengoptimalkan pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK);
b. Untuk daerah dengan IPM rendah, dimana pengeluaran pendidikan mempunyai peranan yang lebih penting, maka pemerintah dapat mengoptimalkan pemberian Bantuan Operasional Pendidikan (BOP).
5.2.2 Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah instrument penting yang dapat digunakan untuk melihat kondisi perekonomian suatu daerah. Meskipun tidak bersifat mutlak, namun pertumbuhan ekonomi mampu menjadi tolok ukur untuk mengetahui kondisi perekonomian, apakah sehat atau tidak. Untuk itu, pemerintah, baik pada kelompok daerah IPM tinggi maupun kelompok daerah IPM rendah perlu menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Alternatif yang dapat dilakukan antara lain:
a. Meningkatkan arus investasi daerah, baik dari dalam maupun luar negeri dengan melakukan promosi investasi serta menyelenggarakan reformasi birokrasi terkait dengan pengurusan administrasinya;
b. Membangun sarana infrastruktur yang dapat menunjang aktivitas ekonomi, seperti pembangunan jalan, jembatan dan pelabuhan;
c. Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal;
d. Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah daerah perlu menjaga tingkat inflasi daerah.
5.2.3 Pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi tidak langsung terhadap capaian angka indeks pembangunan manusia (IPM) melalui pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi terdapat respon yang berbeda antara dua kelompok daerah dalam memberikan kontribusi peningkatan angka IPM, dimana
pada kelompok daerah dengan IPM tinggi menunjukkan bahwa yang memiliki kontribusi secara tidak langsung terhadap IPM adalah pengeluaran kesehatan dan infrastruktur, sedangkan pada kelompok daerah dengan IPM rendah menunjukkan bahwa yang memiliki kontribusi secara tidak langsung terhadap IPM adalah pengeluaran pendidikan. Pendidikan dan kesehatan merupakan bagian fundamental dari pembangunan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan salah satu caranya yaitu pengelolaan terhadap human capital. Untuk itu, baik kelompok daerah IPM tinggi maupun kelompok daerah IPM rendah sama-‐sama perlu melakukan optimalisasi pengeluarannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan memperbaiki angka IPM pada khususnya. Pembentukan human capital dapat dilakukan dengan cara penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan serta penyediaan fasilitas-‐fasilitas publik yang memadai sehingga masyarakat dapat dengan mudah memperoleh akses pelayanan publik. Untuk daerah dengan IPM tinggi, pemerintah dapat memberikan prioritas pengeluaran kesehatan, sedangkan untuk daerah dengan IPM rendah maka pemerintah dapat mengoptimalkan pengeluaran pendidikan. Untuk mendukung hal ini, pemerintah dapat melakukan investasi yang lebih besar pada sektor pendidikan dan kesehatan.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Penelitian ini mempunyai implikasi terhadap pengambilan kebijakan yang diambil terkait dengan kondisi yang ditemui di lapangan sebagaimana disebutkan dalam hasil penelitian. Implikasi kebijakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan perbaikan pengelolaan pemerintah dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia. Pada intinya, pemerintah daerah perlu mengoptimalkan pengeluarannya, khususnya pada pengeluaran pendidikan, kesehatan dan infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya berimplikasi pada peningkatan indeks pembangunan manusia. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sehingga berpotensi untuk dilakukan pengembangan pada penelitian berikutnya, antara lain:
6.1 Penelitian ini menggunakan sampel yang relatif sedikit untuk mewakili kelompok daerah yang mempunyai angka IPM tinggi dan kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Dengan demikian, penelitian selanjutnya dapat
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Halaman 49
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Ginanjar Aji Nugroho
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 49 Ginanjar Aji Nugroho
menggunakan sampel yang lebih luas untuk memperkuat daya generalisasi.
6.2 Penelitian ini menggunakan periode tahun yang relatif cukup singkat, yaitu 5 tahun, sehingga untuk keperluan kolektivitas data yang lebih banyak maka dalam penelitian selanjutnya dimungkinkan untuk menambah masa periode observasi.
6.3 Penelitian ini menggunakan 3 jenis pengeluaran pemerintah, yakni pengeluaran kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia. Mengingat pengeluaran pemerintah dibagi ke dalam beberapa bidang, maka terbuka kemungkinan untuk dilakukan penelitian berikutnya guna mengetahui lebih lanjut variabel pengeluaran apa yang paling dominan memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia.
PENGHARGAAN (ACKNOWLEDGEMENT) Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan memberikan kontribusi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Bersama ini pula kami menyampaikan bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kemungkinan eror, dan hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Dewan Redaksi Indonesian Treasury Review yang memungkinkan karya tulis ilmiah ini dapat diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (2006). Ekonomi Pembangunan. Erlangga. Jakarta.
Astri, Meylina, Sri Indah Nikensari dan Harya Kuncara W. (2013). “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1 No. 1. Maret 2013.
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badrudin, Rudy dan Mufidhatul Khasanah. (2011).
“Pengaruh Pendapatan dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Buletin Ekonomi, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1. April 2009: 23-‐30.
Baldacci, E. et al. (2008). “Social Spending, Human Capital, and Growth in Developing Countries”,
World Development. Vol. 36, No. 8, hlm. 1317-‐1341.
Barro, R. (2013). “Education and Economic Growth”, Annals of Economic and Finance. Vol. 14-‐2 (A), hlm. 277-‐304.
Benos, Nikos dan Stefania Zotou. (2014). “Education
and Economic Growth: A Meta-‐regression Analysis”, World Development, Vol. 64, hlm. 669-‐689.
Boediono. (2012). Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Butkiewicz, James L. dan Halit Yanikkaya. (2011). “Institutions and the impact of government spending on growth”, Journal of Applied Economics. Vol. XIV, No. 2, hlm. 319-‐341.
Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. (2009). “Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia”, The 3rd National Conference UKWMS.
Garson, G. David. (2012). Testing Statistical Assumptions. Statistical Associates Publishing,
Ghozali, Imam. (2011). Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Haryanto, Tommy Prio. (2013). “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-‐2011”, Economics Development Analysis Journal, Vol. 2 (3).
Harttgen, Kenneth dan Stephan Klasen. (2011). “A Household-‐Based Human Development Index”, World Development, Vol. 40, No. 5, hlm. 878-‐899.
Hayek, F. A. (1945). “The Use of Knowledge in Society”, American Economic Review, Vol. XXXV, hlm. 519-‐530.
Hidayat, Muhammad, Sari Lapeti dan Aqualdo, Nobel. (2011). “Analisis Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota Pekanbaru”, Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, Vol. II, No.4.
Hyman, David N. (2004). Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, Eight Edition. South-‐Western.
Jhingan, M.L. (1992). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2013). Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum 2013. Jakarta: Pusdata Kementerian Pekerjaan Umum.
Halaman 50 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji NugrohoAnalisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 50 Ginanjar Aji Nugroho
Kuncoro, Mudrajad. (2006). Ekonomika
Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kuncoro, Mudrajad. (2013). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Legowo, P.S. (2009). “Dampak Keterkaitan Infrastruktur Jaringan Jalan terhadap Pertumbuhan Sektoral Wilayah di Jabodetabek”, Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya. 14 November 2009.
Mangkoesoebroto, Guritno. (2013). Ekonomi Publik, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Melliana, Ayunanda dan Ismaini Zain. (2013). “Analisis Statistika Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Panel”, Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2, No. 2, hlm. 237-‐242.
Mirza, Denni Sulistio. (2012). “Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah Tahun 2006-‐2009”, Economic Development Analysis Journal, Vol. 1, No.1.
Mourmouras, I.A., dan Jong-‐Eun Lee. (1999). “Government Spending on Infrastructure in an Endogenous Growth Model with Finite Horizons”, Journal of Economics and Business. Vol. 1, No. 5.
Prasetyo, Ahmad Danu dan Ubaidillah Zuhdi. (2013). “The Government Expenxiture Efficiency towards the Human Development”, International Conference on Applied Economic (ICOAE) 2013, Procedia Economic and Finance, Vol. 5, hlm. 615-‐622.
Prasetyo, Rindang Bangun dan Firdaus, Muhammad. (2009). “Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. Vol. 2(2), hlm. 222-‐236.
Putra, I Gede Dwi Purnama dan I Made Adigorim. (2012). “Pengaruh Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi”, E-‐Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 1 No. 2, hlm. 61-‐120.
Ranis, Gustav dan Frances Stewart. (2005). “Dynamic Links between the Economy and Human Development”, DESA Working Paper, No. 8.
Ranis, Gustav, Frances Stewart dan Alejandro Ramirez. (2000). “Economic Growth and
Human Development. World Development, Vol. 28 No. 2, hlm. 197-‐219.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Setyowati, Lilis dan Yohana Kus Suparwati. (2012). “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-‐Jawa Tengah)”, Prestasi, Vol. 9 No. 1.
Shome, Swaha dan Sarika Tondon. (2010). “Balancing Human Development with Economic Growth: A Study of ASEAN 5”, Annals of the University of Petrosani, Economics, Vol. 10(1), hlm. 335-‐348.
Tiebout, Charles M. (1956). “A Pure Theory of Local Expenditure”, Journal of Political Economy. Vol.64, No. 5, hlm. 416-‐424.
Todaro, Michael P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. (2011). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kesebelas, Jilid I. Jakarta: Erlangga
Trihendradi, C. (2013). Step by Step IBM SPSS 21: Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andy Offset.
Ul Haq, Mahbub. (1995). Reflections on Human Development. Oxford University Press.
Universitas Brawijaya. (2009). Modul Pelatihan SEM (Structural Equations Modeling) 2009. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Vegirawati, Titin. (2012). “Pengaruh Alokasi Belanja Langsung Terhadap Kualitas Pembangunan Manusia (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Sumatera Selatan)”, Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi, Vol. 2, No. 1.
Welzel, C., Inglehard, R., dan Klingemann, Hans-‐Dieter. (2003). “The Theory of Human Development: A Cross-‐cultural Analysis”, European Journal of Political Research. Vol 42, hlm. 341-‐379.
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/ diakses pada tanggal 1 Desember 2014.
Halaman 51ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL DAN ARBITRAGE PRICING THEORY: ANALISIS PENGARUH FAKTOR
FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA
Puji Hartoyo Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Gorontalo Alamat Korespondensi: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 25 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
The purposes of this study are to assess the effect of each risk on stock returns and to investigate the equilibrum model that has smaller standard error. The verificative type of this research used is to verify the hypothesis through data processing and statistical testing. Research data were obtained from secondary data of Indonesia Stock Exchange. The results show that the markert risk and exchange rate premium variables have significant effects as shown in the hypothesis; on the contrary, the SMB, HML and premium inflation variables are not the determinants of stock returns. Meanwhile, the Mean Average Deviation test has proven that the CAPM has smaller standard error rate than the APT; nevertheless, the average difference test has shown insignificant different rate. This research suggests that market risk and exchange rate premium factors are the main determinants of investment decision. In addition, to maintain the confidence of the investors, company should maintain the stability of income because the SMB and HML factors are neglected in investment decision.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh masing-‐masing risiko terhadap return saham serta melihat model keseimbangan yang mempunyai standard error yang lebih kecil. Jenis penelitian ini adalah verifikatif yaitu dengan melakukan hipotesis melalui pengolahan data dan pengujian secara statistik. Data penelitian diperoleh dari data sekunder di Bursa Efek Indonesia. Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa variabel risiko pasar dan premi kurs berpengaruh secara signifikan dan sesuai dengan hipotesis, sedangkan variabel SMB, HML dan premi inflasi bukan determinan return saham. Hasil pengujian lain dengan menggunakan Mean Average Deviation membuktikan bahwa model keseimbangan CAPM mempunyai tingkat standard error yang lebih kecil daripada APT, namun dengan uji beda rata-‐rata menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Penelitian ini memberikan masukan kepada investor bahwa faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan investasi saham adalah memperhatikan faktor risiko pasar dan premi kurs. Sedangkan bagi perusahaan agar tetap menjaga stabilitas pendapatan untuk menjaga kepercayaan investor, karena faktor SMB dan HML kurang diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi.
KATA KUNCI: Capital Asset Pricing Model (CAPM), Arbitrage Pricing Theory (APT), Market Risk, Inflation Premium, Exchange Rate Premium. KLASIFIKASI JEL: C1, E4, G11, G14
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Halaman 52 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 52 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
1. PENDAHULUAN
Perkembangan kegiatan investasi di Indonesia terutama pada pasar modal dapat dilihat berdasarkan pergerakan harga saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan nilai gabungan saham-‐saham yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Pergerakan IHSG menunjukkan tren positif dari Januari 2010 sampai dengan Mei 2013, namun terjadi tren menurun dari bulan Juni 2013 sampai dengan Desember 2013.
Dalam penelitian ini, faktor fundamental keuangan perusahaan dengan menggunakan faktor firm size perusahaan, book tomarket sebagai variabel yang mempengaruhi return saham. Sedangkanfaktor makro ekonomi yang digunakan adalahfaktor inflasidan nilai tukar (exchange rate) Dolar Amerika terhadap Rupiah. Investor juga harus memperhatikan risiko pasar saham atau yang biasa disebut risiko sistematis. Untuk mengukur risiko ini digunakan beta (β) yang menjelaskan return saham yang diharapkan.
Saham dengan book to market yang tinggi menghasilkan return lebih tinggi daripada kelompok saham dengan book to market yang rendah. Penelitian Rutledge, Zhang dan Karim (2008) menyimpulkan bahwa perusahaan dengan ukuran kecil memperoleh return saham yang lebih besar dan sebaliknya perusahaan yang mempunyai ukuran lebih besar akan memperoleh return yang lebih besar pada periode bearish.
Inflasi adalah fenomena yang selalu ada dan sangat berdampak pada perkembangan IHSG. Bodie, Kane, Marcus (2014) menjelaskan bahwa premi risiko adalah nol apabila β = 0 dan meningkat pada proporsi yang searah dengan β, sehingga premi risiko inflasi sebagai risiko makroekonomi akan berpengaruh positif terhadap return saham. Data IHSG dan premi inflasi bulanan di Indonesia tidak selalu menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan positif dengan return saham.
Penguatan nilai tukar terhadap mata uang asing terutama Dolar Amerika merupakan sinyal positif bagi perekonomian. Adjasi, Biekpe, dan Osei (2011) menyimpulkan bahwa depresiasi nilai tukar menyebabkan penurunan harga pasar saham di Tunisia. Apresiasi nilai tukar Rupiah (yang diilustrasikan dengan garis kurs menurun) tidak selalu menunjukkan arah yang sebaliknya yaitu kenaikan garis return IHSG.
Return saham bisa diprediksi dengan menggunakan dua model yang sering digunakan yaitu Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT). Penelitan terdahulu yang dilakukan oleh Dhankar dan Singh (2005) meneliti keakuratan CAPM dan APT pada Indian Stock Exchange dengan menggunakan data mingguan dan bulanan periode tahun 1991 sampai dengan 2002 menyimpulkan bahwa model APT lebih akurat menjelaskan return saham daripada CAPM.
Penelitian lain, Febrian dan Herwany (2004) juga menjelaskan bahwa APT lebih akurat daripada CAPM dalam memprediksi return saham IHSG pada masa sebelum krisis, semasa krisis dan setelah krisis. Selain itu Zubairi dan Farooq (2011) menyimpulkan APT lebih akurat daripada CAPM. Oduro dan Adam (2012) melakukan penelitian pada 15 perusahaan yang terdaftar di Ghana Stock Exchange pada tahun 2000–2009 menyimpulkan bahwa APT menunjukan hasil prediksi yang lebih baik daripada CAPM.
Penelitian Dash dan Rao (2009) di Indian Stock Markets menyimpulkan bahwa CAPM lebih mampu menjelaskan return daripada APT. Widianita (2009) yang meneliti keakuratan CAPM dan APT terhadap return Saham LQ 45 pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan return saham bulanan periode tahun 2001-‐2007 tehadap 14 Perusahaan menunjukkan bahwa CAPM lebih akurat daripada APT. Premananto dan Madyan (2004) yang meneliti return saham industri manufaktur sebelum dan sesudah masa krisis pada BEI menyimpulkan bahwa CAPM lebih akurat daripada APT.
Dari perbedaan keakuratan dua model keseimbangan tersebut, penulis akan melakukan penelitian kembali masalah perbandingan keakuratan model keseimbangan di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1.1 Apakah terdapat pengaruh faktor risiko pasar terhadap return saham?
1.2 Apakah terdapat pengaruh faktor fundamental keuangan perusahaan terhadap return saham?
1.3 Apakah terdapat pengaruh faktor makro ekonomi terhadap return saham?
1.4 Apakah ada perbedaan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi return saham?
Tujuan dari penilitian ini adalah:
a. Menganalisis pengaruh risiko pasar terhadap return saham.
b. Menganalisis pengaruh faktor fundamental keuangan perusahaan terhadap return saham.
c. Menganalisis pengaruh faktor makro ekonomi terhadap return saham.
d. Menganalisis tingkat error yang lebih kecil dalam menjelaskan return saham dengan menggunakan dua model yaitu CAPM dan APT.
Sejalan dengan tujuan dari penelitian ini, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Emiten Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengambilan keputusan dalam bidang keuangan terutama dalam rangka memaksimumkan kinerja perusahaan dan pemegang saham, sehingga
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 53
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 53 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
saham perusahaan dapat terus bertahan dan mempunyai return yang besar.
2. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan investasi saham di BEI.
3. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Manajemen Keuangan.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBA-‐
NGAN HIPOTESIS 2.1.Konsep Risk and Return
Saham menunjukkan hak kepemilikan keuntungan dan aset dari sebuah perusahaan (Elton et al, 2011). Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Return (kembalian) merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh pemodal atau investor atas investasi yang dilakukan.
Return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi (Halim, 2005). Return dibedakan menjadi dua yaitu return yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis, dan return yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa depan. Dua kompenen return yaitu untung/rugi modal (capital gain/ loss) dan imbal hasil (yield). Capital gain/ loss merupakan keuntungan/kerugian bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual/ harga beli di atas harga beli/ harga jual yang keduanya terjadi dipasar sekunder. Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga.
Capital gain/ loss merupakan selisih antara nilai pembelian saham dengan nilai penjualan saham. Pendapatan yang berasal dari capital gain disebabkan oleh harga jual saham lebih besar daripada harga belinya. Sedangkan capital loss merupakan kerugian pemegang saham karena harga jual saham yang dimilikinya lebih rendah dari harga belinya.
Risiko menurut Eltonetal (2011) adalah “the existence of risk means that the investor can no longer associate a single number of pay–off with investment in any assets”. Sedangkan menurut Tandelilin (2010) risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Beberapa sumber risiko yang mempengaruhi besarnya risiko investasi menurut Tandelilin (2010), antara lain: 1).Risiko Bunga dimana perubahan tingkat suku bunga mempengaruhi variabilitas return saham secara terbalik. Artinya, jika suku bunga meningkat maka harga saham akan turun dan sebaliknya. 2).Risiko Pasar yaitu fluktuasi pasar secara keseluruhan yang
mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. 3).Risiko Inflasi, yang biasa disebut risiko daya beli, adalah menurunnya kekuatan daya beli yang disebabkan oleh peningkatan inflasi. 4).Risiko Bisnis yaitu risiko dalam menjalankan suatu jenis industri. 5).Risiko Finansial yaitu risiko yang berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk penggunakan hutang dalam pembiayaan modal. Semakin besar proporsi hutangnya semakin besar risiko finansial yang dihadapi perusahaan. 6).Risiko Likuiditas berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. 7).Risiko nilai tukar uang berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik terhadap nilai mata uang negara lain. 8).Risiko Negara atau Risiko Politik berkaitan dengan situasi perpolitikan suatu negara.
Dalam teori portofolio modern telah diperkenalkan bahwa risiko investasi total dapat dibedakan menjadi dua jenis risiko, yaitu 1).Risiko sistematis (risiko pasar) yaitu risiko yang tidak dapat didiversifikasi, dan 2).Risiko tidak sistematis atau risiko spesifik (risiko perusahaan) yaitu risiko terkait dengan perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas (Tandelilin, 2010). 2.2. Capital Asset Pricing Model
Model ini pertama kali dikenalkan oleh Sharpe, Lintner, dan Mossin pada pertengahan tahun 1960. CAPM merupakan model yang menghubungkan tingkat return harapan dari suatu aset berisiko dengan risiko aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang. Menurut Husnan (2009), pemahaman dasar CAPM adalah, return dan risiko mempunyai korelasi yang positif dan linear yang berarti bahwa kenaikan risiko akan mengakibatkan kenaikan return, atau high risk high return. CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz, dimana masing-‐masing investor diasumsikan akan mendiversifikasikan portofolionya dan memilih porfolio yang optimal. Beberapa asumsi dalam CAPM untuk menyederhanakan realitas yang ada, yaitu: 1).Semua investor mempunyai distribusi probabilitas tingkat return masa depan yang identik, karena mereka mempunyai harapan yang sama, 2).Semua investor mempunyai satu periode waktu yang sama, 3).Semua investor bisa meminjam atau meminjamkan uang pada tingkat return yang bebas risiko (risk-‐free rate of return), tidak ada biaya transaksi, tidak ada pajak penghasilan, tidak ada inflasi, terdapat banyak investor, dan tidak ada investor yang dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas, dan pasar dalam keadaan seimbang (equilibrium).
Walaupun banyak asumsi yang terlihat tidak realistis, kita menggunakan CAPM karena merupakan model yang parsimony bisa memprediksi realitas pasar yang komplek. Model CAPM merupakan model keseimbangan yang menggambarkan hubungan risiko dan return secara lebih sederhana, dan hanya
Halaman 54 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 54 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
menggunakan satu variabel (disebut juga sebagai variabel beta) untuk menggambarkan risiko.
Dalam penilaian portofolio yang efisien perlu melihat posisi sekuritas pada keadaan overvalued atau undervalued. Jika tingkat return saham yang diharapkan lebih besar dari return realisasi, maka saham termasuk overvalued atau saham siap untuk dijual. Sedangkan, jika tingkat return saham yang diharapkan lebih kecil dari return realisasi, maka saham termasuk undervalued atau layak untuk dibeli.
Menurut Jogiyanto (2010), beta merupakan pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta ke–i mengukur volatilitas return sekuritas ke-‐i dengan return saham. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return saham. Sehingga beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Risiko pasar (beta) sering dihubungkan dengan penyimpangan/deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Risiko ada dua yaitu risiko sistematik dan risiko non sistematik (Jogiyanto 2010). Risiko pasar yang besar akan memberikan informasi bagi investor untuk berhati-‐hati dalam pengambilan keputusan berinvestasi.
Volatilitas didefinisikan sebagai fluktuasi dari return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi return sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return pasar, maka beta dari suatu sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1. Beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematik dari sekuritas sama dengan risiko pasar. Hal ini menunjukkan jika return pasar bergerak naik ataupun turun, return sekuritas juga akan naik ataupun turun sama besarnya mengikuti return pasar. Persamaan regresi yang digunakan untuk mengestimasi beta didasarkan pada model CAPM, yaitu:
𝑅𝑅! = 𝑅𝑅𝑅𝑅 + 𝛽𝛽! 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 + 𝜀𝜀! ………………………… (2.1)
Keterangan: 𝑅𝑅! : Return saham ke i 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Return aktiva bebas risiko 𝑅𝑅𝑅𝑅 : return portofolio pasar 𝛽𝛽! : beta sekuritas ke i 2.3 Arbitrage Pricing Theory
Arbitrage Pricing Theory seperti halnya CAPM, menggambarkan hubungan antara risiko dan return, tetapi menggunakan asumsi dan return yang berbeda. Pada CAPM, portfolio pasar sangat berpengaruh karena diasumsikan bahwa risiko yang relevan adalah risiko sistematis yang diukur dengan beta. Sedangkan pada APT, return sekuritas tidak hanya dipengaruhi oleh portfolio pasar karena adanya asumsi bahwa return harapan dari suatu sekuritas bisa dipengaruhi oleh beberapa sumber risiko lain. Asumsi CAPM yang masih digunakan antara lain:
1).Investor mempunyai kepercayaan yang bersifat homogen, 2).Investor adalah risk-‐averse yang berusaha untuk memaksimalkan utilitas, 3).Pasar dalam kondisi sempurna, dan 4).Return diperoleh dengan menggunakan model faktorial.
APT didasarkan pada pendapat bahwa return harapan untuk suatu sekuritas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor–faktor tersebut akan menunjukkan kondisi ekonomi secara umum, dan bukan karakteristik khusus suatu perusahaan. Menurut Tandelilin (2010), faktor risiko tersebut harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1).Masing-‐masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh luas terhadap return saham di pasar, 2).Faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return harapan pada awal periode, 3).Faktor risiko tersebut tidak dapat diprekdisi oleh pasar karenamengandung informasi yang tidak diharapkan atau mengejutkan pasar.
APT mengasumsikan investor percaya bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan n faktor risiko. Rumus model APT adalah:
𝑅𝑅! = 𝐸𝐸 𝑅𝑅! + 𝑏𝑏!!𝑓𝑓! + 𝑏𝑏!!𝑓𝑓! +⋯+ 𝑏𝑏!"𝑓𝑓! + 𝜀𝜀! …….(2.2)
Dimana 𝑅𝑅! : tingkat return aktual sekuritas i 𝐸𝐸 𝑅𝑅! : return harapan sekuritas i 𝑏𝑏! : sensitivitas sekuritas i terhadap faktor 1 f : deviasi faktor sistematis f dari nilai yang diharapkan 𝜀𝜀! : random error 2.3.1 Small Minus Big (SMB)
Firm size adalah ukuran dari suatu perusahaan yang dilihat dari market capitalization. Market capitalization adalah nilai total dari semua outstanding shares yang ada, perhitungannya dapat dilakukan dengan cara mengalikan banyaknya saham yang beredar dengan harga pasar saat ini. Market capitalization/ firm size dapat dihitung dengan rumus:
Firm size = harga saham × saham beredar ……....... (2.3)
Firm size merupakan market value dari sebuah perusahaan. Pada umumnya, saham perusahaan yang lebih kecil cenderung memiliki return yang lebih besar dibandingkan dengan saham perusahaan yang lebih besar, fenomena ini biasa disebut dengan size effect. Small Minus Big (SMB) merupakan selisih return portfolio saham dengan firm size kecil dan return portfolio saham firm size besar. Sampel dilakukan pemeringkatan berdasarkan market capitalization dari terkecil hingga terbesar. Kemudian dipisahkan menjadi dua bagian perusahaan dengan firm size kecil dengan perusahaan dengan firm size besar. SMB adalah selisih antara rata–rata return total portfolio saham perusahaan firm size dengan
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 55
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 55 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
market capitalization terkecil dan terbesar, atau dapat diilustrasikan sebagai berikut:
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) ……... (2.4) 2.3.2. High Minus Low (HML)
Book to market ratio merupakan faktor risiko yang harus diperhatikan oleh para investor, karena book to market ratio yang tinggi dapat dijadikan indikator bahwa perusahaan tersebut masih undervalued. Rasio book to market equity menyatakan perbandingan book equity terhadap market equity perusahaan. Fama dan French (1992) mendefinisikan book to market equity sebagai “book common equity for the fiscal year ending in calendar year (t-‐1), divided by market equity at the end of December of the year (t-‐1)”. Book to market ratio dihitung dengan membagi equity per-‐share dengan closing price bulan Desember (akhir tahun), untuk membagi jenis perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan dengan book to market ratio rendah dan tinggi.
Perhitungan nilai HML dilakukan dengan mengambil sampel yang dipilih, dibagi menjadi dua kelompok dengan book to market ratio tinggi dan rendah. Kemudian dihitung selisih rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio tinggi dan rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio rendah.
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 =𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) ………….... (2.5) 2.3.3. Perubahan Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-‐harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: 1).Konsumsi masyarakat yang meningkat, 2).Berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = !"#$%&!!!!"#$%&!!!!
!"#$%&!!!! …………………..………. (2.6)
Keterangan: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan inflasi 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖! : inflasi pada periodeke t 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!!! : inflasi pada period sebelum ke t 2.3.4. Perubahan Kurs
Nilai tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-‐ masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai
suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), dinyatakan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional (Nopirin, 2000 dalam Pratikno, 2009).
Kurs yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai Rupiah.Dolar Amerika dipilih karena merupakan mata uang yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs digunakan formula sebagai berikut:
𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = !"#$!!!"#$!!!!"#$!!!
....................................... (2.7) Keterangan: 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan kurs 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘! : kurs pada periode ke t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘!!! : kurs pada period sebelum ke t 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:
1) Heshmat (2012) melakukan penelitian dengan judul Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market dengan periode penelitian Januari 2003 sampai November 2009 menyatakan adanya hubungan positif antara beta dan return saham.
2) Jasour, Shoukri, dan Fatolhahzadeh (2013) dengan judul penelitian Surveying the Relationship between Beta, Firmsize, and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara return dan size perusahaan pada pasar saham Teheran.
3) Barbee et al (1996) dengan judul Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than Book-‐Market and Firm Size? menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan return saham.
4) Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML dengan judul Are the Fama-‐French Factors Proxying Default Risk? Hasilnya menunjukkan bahwa SMB dan HML mempunyai hubungan yang positif dengan return saham.
5) Ahmad et al (2011) yang membahas tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham di Pakistan menyimpulkan bahwa inflasi mempunyai dampak negatif dan signifikan terhadap return saham.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 55 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
market capitalization terkecil dan terbesar, atau dapat diilustrasikan sebagai berikut:
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) ……... (2.4) 2.3.2. High Minus Low (HML)
Book to market ratio merupakan faktor risiko yang harus diperhatikan oleh para investor, karena book to market ratio yang tinggi dapat dijadikan indikator bahwa perusahaan tersebut masih undervalued. Rasio book to market equity menyatakan perbandingan book equity terhadap market equity perusahaan. Fama dan French (1992) mendefinisikan book to market equity sebagai “book common equity for the fiscal year ending in calendar year (t-‐1), divided by market equity at the end of December of the year (t-‐1)”. Book to market ratio dihitung dengan membagi equity per-‐share dengan closing price bulan Desember (akhir tahun), untuk membagi jenis perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan dengan book to market ratio rendah dan tinggi.
Perhitungan nilai HML dilakukan dengan mengambil sampel yang dipilih, dibagi menjadi dua kelompok dengan book to market ratio tinggi dan rendah. Kemudian dihitung selisih rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio tinggi dan rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio rendah.
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 =𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) ………….... (2.5) 2.3.3. Perubahan Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-‐harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: 1).Konsumsi masyarakat yang meningkat, 2).Berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = !"#$%&!!!!"#$%&!!!!
!"#$%&!!!! …………………..………. (2.6)
Keterangan: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan inflasi 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖! : inflasi pada periodeke t 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!!! : inflasi pada period sebelum ke t 2.3.4. Perubahan Kurs
Nilai tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-‐ masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai
suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), dinyatakan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional (Nopirin, 2000 dalam Pratikno, 2009).
Kurs yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai Rupiah.Dolar Amerika dipilih karena merupakan mata uang yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs digunakan formula sebagai berikut:
𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = !"#$!!!"#$!!!!"#$!!!
....................................... (2.7) Keterangan: 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan kurs 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘! : kurs pada periode ke t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘!!! : kurs pada period sebelum ke t 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:
1) Heshmat (2012) melakukan penelitian dengan judul Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market dengan periode penelitian Januari 2003 sampai November 2009 menyatakan adanya hubungan positif antara beta dan return saham.
2) Jasour, Shoukri, dan Fatolhahzadeh (2013) dengan judul penelitian Surveying the Relationship between Beta, Firmsize, and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara return dan size perusahaan pada pasar saham Teheran.
3) Barbee et al (1996) dengan judul Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than Book-‐Market and Firm Size? menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan return saham.
4) Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML dengan judul Are the Fama-‐French Factors Proxying Default Risk? Hasilnya menunjukkan bahwa SMB dan HML mempunyai hubungan yang positif dengan return saham.
5) Ahmad et al (2011) yang membahas tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham di Pakistan menyimpulkan bahwa inflasi mempunyai dampak negatif dan signifikan terhadap return saham.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 55 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
market capitalization terkecil dan terbesar, atau dapat diilustrasikan sebagai berikut:
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) ……... (2.4) 2.3.2. High Minus Low (HML)
Book to market ratio merupakan faktor risiko yang harus diperhatikan oleh para investor, karena book to market ratio yang tinggi dapat dijadikan indikator bahwa perusahaan tersebut masih undervalued. Rasio book to market equity menyatakan perbandingan book equity terhadap market equity perusahaan. Fama dan French (1992) mendefinisikan book to market equity sebagai “book common equity for the fiscal year ending in calendar year (t-‐1), divided by market equity at the end of December of the year (t-‐1)”. Book to market ratio dihitung dengan membagi equity per-‐share dengan closing price bulan Desember (akhir tahun), untuk membagi jenis perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan dengan book to market ratio rendah dan tinggi.
Perhitungan nilai HML dilakukan dengan mengambil sampel yang dipilih, dibagi menjadi dua kelompok dengan book to market ratio tinggi dan rendah. Kemudian dihitung selisih rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio tinggi dan rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio rendah.
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 =𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) ………….... (2.5) 2.3.3. Perubahan Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-‐harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: 1).Konsumsi masyarakat yang meningkat, 2).Berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = !"#$%&!!!!"#$%&!!!!
!"#$%&!!!! …………………..………. (2.6)
Keterangan: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan inflasi 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖! : inflasi pada periodeke t 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!!! : inflasi pada period sebelum ke t 2.3.4. Perubahan Kurs
Nilai tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-‐ masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai
suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), dinyatakan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional (Nopirin, 2000 dalam Pratikno, 2009).
Kurs yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai Rupiah.Dolar Amerika dipilih karena merupakan mata uang yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs digunakan formula sebagai berikut:
𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = !"#$!!!"#$!!!!"#$!!!
....................................... (2.7) Keterangan: 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan kurs 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘! : kurs pada periode ke t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘!!! : kurs pada period sebelum ke t 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:
1) Heshmat (2012) melakukan penelitian dengan judul Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market dengan periode penelitian Januari 2003 sampai November 2009 menyatakan adanya hubungan positif antara beta dan return saham.
2) Jasour, Shoukri, dan Fatolhahzadeh (2013) dengan judul penelitian Surveying the Relationship between Beta, Firmsize, and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara return dan size perusahaan pada pasar saham Teheran.
3) Barbee et al (1996) dengan judul Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than Book-‐Market and Firm Size? menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan return saham.
4) Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML dengan judul Are the Fama-‐French Factors Proxying Default Risk? Hasilnya menunjukkan bahwa SMB dan HML mempunyai hubungan yang positif dengan return saham.
5) Ahmad et al (2011) yang membahas tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham di Pakistan menyimpulkan bahwa inflasi mempunyai dampak negatif dan signifikan terhadap return saham.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 55 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
market capitalization terkecil dan terbesar, atau dapat diilustrasikan sebagai berikut:
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) ……... (2.4) 2.3.2. High Minus Low (HML)
Book to market ratio merupakan faktor risiko yang harus diperhatikan oleh para investor, karena book to market ratio yang tinggi dapat dijadikan indikator bahwa perusahaan tersebut masih undervalued. Rasio book to market equity menyatakan perbandingan book equity terhadap market equity perusahaan. Fama dan French (1992) mendefinisikan book to market equity sebagai “book common equity for the fiscal year ending in calendar year (t-‐1), divided by market equity at the end of December of the year (t-‐1)”. Book to market ratio dihitung dengan membagi equity per-‐share dengan closing price bulan Desember (akhir tahun), untuk membagi jenis perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan dengan book to market ratio rendah dan tinggi.
Perhitungan nilai HML dilakukan dengan mengambil sampel yang dipilih, dibagi menjadi dua kelompok dengan book to market ratio tinggi dan rendah. Kemudian dihitung selisih rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio tinggi dan rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio rendah.
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 =𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) ………….... (2.5) 2.3.3. Perubahan Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-‐harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: 1).Konsumsi masyarakat yang meningkat, 2).Berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = !"#$%&!!!!"#$%&!!!!
!"#$%&!!!! …………………..………. (2.6)
Keterangan: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan inflasi 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖! : inflasi pada periodeke t 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!!! : inflasi pada period sebelum ke t 2.3.4. Perubahan Kurs
Nilai tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-‐ masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai
suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), dinyatakan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional (Nopirin, 2000 dalam Pratikno, 2009).
Kurs yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai Rupiah.Dolar Amerika dipilih karena merupakan mata uang yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs digunakan formula sebagai berikut:
𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = !"#$!!!"#$!!!!"#$!!!
....................................... (2.7) Keterangan: 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan kurs 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘! : kurs pada periode ke t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘!!! : kurs pada period sebelum ke t 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:
1) Heshmat (2012) melakukan penelitian dengan judul Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market dengan periode penelitian Januari 2003 sampai November 2009 menyatakan adanya hubungan positif antara beta dan return saham.
2) Jasour, Shoukri, dan Fatolhahzadeh (2013) dengan judul penelitian Surveying the Relationship between Beta, Firmsize, and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara return dan size perusahaan pada pasar saham Teheran.
3) Barbee et al (1996) dengan judul Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than Book-‐Market and Firm Size? menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan return saham.
4) Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML dengan judul Are the Fama-‐French Factors Proxying Default Risk? Hasilnya menunjukkan bahwa SMB dan HML mempunyai hubungan yang positif dengan return saham.
5) Ahmad et al (2011) yang membahas tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham di Pakistan menyimpulkan bahwa inflasi mempunyai dampak negatif dan signifikan terhadap return saham.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 55 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
market capitalization terkecil dan terbesar, atau dapat diilustrasikan sebagai berikut:
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) ……... (2.4) 2.3.2. High Minus Low (HML)
Book to market ratio merupakan faktor risiko yang harus diperhatikan oleh para investor, karena book to market ratio yang tinggi dapat dijadikan indikator bahwa perusahaan tersebut masih undervalued. Rasio book to market equity menyatakan perbandingan book equity terhadap market equity perusahaan. Fama dan French (1992) mendefinisikan book to market equity sebagai “book common equity for the fiscal year ending in calendar year (t-‐1), divided by market equity at the end of December of the year (t-‐1)”. Book to market ratio dihitung dengan membagi equity per-‐share dengan closing price bulan Desember (akhir tahun), untuk membagi jenis perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan dengan book to market ratio rendah dan tinggi.
Perhitungan nilai HML dilakukan dengan mengambil sampel yang dipilih, dibagi menjadi dua kelompok dengan book to market ratio tinggi dan rendah. Kemudian dihitung selisih rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio tinggi dan rata-‐ rata return total portfolio saham dengan book to market ratio rendah.
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 =𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ − (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) ………….... (2.5) 2.3.3. Perubahan Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-‐harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: 1).Konsumsi masyarakat yang meningkat, 2).Berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = !"#$%&!!!!"#$%&!!!!
!"#$%&!!!! …………………..………. (2.6)
Keterangan: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan inflasi 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖! : inflasi pada periodeke t 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!!! : inflasi pada period sebelum ke t 2.3.4. Perubahan Kurs
Nilai tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-‐ masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai
suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), dinyatakan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional (Nopirin, 2000 dalam Pratikno, 2009).
Kurs yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai Rupiah.Dolar Amerika dipilih karena merupakan mata uang yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs digunakan formula sebagai berikut:
𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = !"#$!!!"#$!!!!"#$!!!
....................................... (2.7) Keterangan: 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan kurs 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘! : kurs pada periode ke t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘!!! : kurs pada period sebelum ke t 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:
1) Heshmat (2012) melakukan penelitian dengan judul Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market dengan periode penelitian Januari 2003 sampai November 2009 menyatakan adanya hubungan positif antara beta dan return saham.
2) Jasour, Shoukri, dan Fatolhahzadeh (2013) dengan judul penelitian Surveying the Relationship between Beta, Firmsize, and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara return dan size perusahaan pada pasar saham Teheran.
3) Barbee et al (1996) dengan judul Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than Book-‐Market and Firm Size? menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan return saham.
4) Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML dengan judul Are the Fama-‐French Factors Proxying Default Risk? Hasilnya menunjukkan bahwa SMB dan HML mempunyai hubungan yang positif dengan return saham.
5) Ahmad et al (2011) yang membahas tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham di Pakistan menyimpulkan bahwa inflasi mempunyai dampak negatif dan signifikan terhadap return saham.
Halaman 56 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 56 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
6) Hussain dan Aamir (2012) dengan penelitian
yang berjudul The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Exchange menyimpulkan adanya hubungan yang positif antara nilai tukar dengan return saham untuk perusahaan energi di Istambul Stock Exchange.
7) Dhankar dan Singh (2005) meneliti keakuratan model keseimbangan CAPM dan APT pada Indian Stock Exchange yang menggunakan data mingguan dan bulanan periode tahun 1991 sampai dengan 2002 menyimpulkan bahwa model APT lebih mampu menjelaskan return saham daripada model CAPM.
8) Hasil pengujian ini juga didukung oleh Febrian dan Herwany (2004) yang membagi periode penelitian menjadi 3 (tiga) yaitu pada masa sebelum krisis, pada saat krisis dan periode setelah krisis dengan menyimpulkan bahwa APT lebih akurat dalam memprediksi return saham pada ketiga periode penelitian tersebut.
9) Zubairi dan Farooq (2011) dengan menggunakan variabel perubahan GDP, tingkat inflasi, nilai tukar terhadap Dolar dan return market dengan judul Testing the Validity of CAPM and APT in the Oil, Gas and Fertilizer Companies Listedon the Karachi Stock Exchange. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa APT memiliki kemampuan memprediksi lebih baik daripada CAPM.
10) Oduro dan Adam (2012) dengan menggunakan variabel jumlah uang yang beredar, tingkat inflasi, nilai tukar dan tingkat suku bunga mempunyai hasil yang mendukung penelitian sebelumnya bahwa model keseimbangan APT lebih baik daripada model CAPM.
11) Dash dan Rao (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Asset Pricing Model in Indian Capital Markets memberikan kesimpulan bahwa model CAPM lebih mampu menjelaskan return.
12) Widianita (2009) dengan menggunakan variabel makroekonomi seperti inflasi, kurs terhadap Dollar dan jumlah uang yang beredar, dan data bulanan periode 2001 sampai dengan 2007 terhadap 14 perusahaan mengambil kesimpulan bahwa model CAPM lebih baik daripada APT.
13) Premananto dan Madyan (2004) yang meneliti return saham industri manufaktur menyatakan bahwa CAPM lebih baik daripada APT dalam memprediksi return saham.
2.5. Kerangka Pemikiran
Investor dalam melakukan investasi di Bursa Efek bisa melakukan prediksi atas return saham. Model keseimbangan yang sering dipergunakan dalam memprediksi return adalah CAPM (Capital Asset Pricing Model) dan APT (Arbitrage Pricing
Theory). Return saham dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain:
1. Pengaruh Risiko Pasar (Beta) terhadap Return saham.
Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi suatu sekuritas yang disebabkan oleh faktor-‐faktor pasar, seperti faktor ekonomi, politik, dan sebagainya (Tandelilin, 2010). Dalam model CAPM, risiko pasar digambarkan oleh beta (β) yang berkorelasi positif terhadap return. Semakin tinggi nilai beta, maka akan semakin tinggi pula nilai return yang diharapkan.
2. Pengaruh Small Minus Big (SMB) terhadap return saham.
Fenomena size effect telah banyak dibuktikan di berbagai negara melalui penelitian-‐penelitian sebelumnya.Fama and French (1992, 1993, 1995) menemukan bahwa pada pasar Amerika return saham-‐ saham dari kelompok small firm mengungguli saham-‐ saham dari kelompok large firm.
Fama dan French (1993) menyatakan bahwa harga pada saham yang memiliki ukuran perusahaan yang kecil cenderung mudah untuk bergerak ke atas dan ke bawah. Fama dan French (1993) menyatakan bahwa size memiliki sensitivitas terhadap faktor risiko yang juga merupakan faktor penentu pada variasi stock return dan membantu menjelaskan cross sections of average return. Bukti-‐ bukti pada penelitian mereka menunjukkan bahwa firm size berhubungan dengan keuntungan yang diperoleh.
SMB (small minus big) yang merupakan selisih return rata-‐ rata perusahaan yang mempunyai kapitalisasi pasar rendah dengan return rata-‐rata perusahaan yang mempunyai nilai kapitalisasi pasar tinggi berdasarkan three factors model dari Fama and French mempunyai pengaruh yang positif terhadap return saham.
3. Pengaruh High Minus Low (HML) terhadap return saham.
Selain risiko pasar dan faktor size perusahaan, three factors model menggunakan value perusahaan sebagai variabel. HML merupakan selisih return rata-‐ rata perusahaan yang mempunyai book to market ratio tinggi dengan return rata-‐rata perusahaan yang mempunyai nilai book to market ratio rendah. Berdasarkan three factors model, Fama mengatakan bahwa saham dengan HML yang tinggi akan menghasilkan return yang tinggi. Sehingga HML akan berpengaruh positif terhadap return saham.
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 57
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 57 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
4. Pengaruh Premi Inflasi terhadap return saham.
Return merupakan fungsi dari risiko, istilah yang sangat dikenal dalam investasi adalah high risk high return. Inflasi sebagai salah satu faktor risiko juga mempengaruhi return saham. Sehingga risk premium inflasi yang semakin berfluktuasi akan membuat return yang semakin berfluktuatif. Premi risiko adalah nol apabila β = 0 dan meningkat pada proporsi yang searah dengan β, sehingga premi risiko inflasi akan berpengaruh positif terhadap return saham.
5. Pengaruh Premi kurs terhadap return saham.
Return dan risk mempunyai hubungan yang positif, semakin besar return yang diinginkan maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung oleh investor. Dalam penentuan nilai tukar yang seharusnya dilakukan dengan perbandingan nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika, namun dalam penelitian kali ini digunakan nilai tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah. Sehingga premi kurs berpengaruh negatif terhadap return saham yang artinya apresiasi nilai Rupiah akan meningkatkan return saham.
6. Perbandingan keakuratan model kesimbangan
Dalam membandingkan keakuratan prediksi return saham, digunakan Mean Average Deviation yaitu dengan mencari rata-‐ rata selisih antara return aktual dengan return harapan dari masing-‐ masing model. Hasil rata-‐ rata Mean Average Deviation merupakan ukuran error dari masing-‐ masing model, sehingga nilai error yang lebih kecil dapat dianggap sebagai model keseimbangan yang lebih akurat.
Dari pembahasan tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
2.6. Hipotesis
Sebelum melakukan investasi, para investor perlu untuk melakukan prediksi besarnya return yang diharapkan. Cara memprediksi besarnya return yang diharapkan bisa dilakukan dengan CAPM dan APT, dimana telah dilakukan banyak penelitian yang menyimpulkan hasil prediksi yang berbeda tentang keakuratan kedua model tersebut. CAPM memprediksi return saham dengan menggunakan faktor risiko, sedangkan APT menggunakan faktor premi risiko inflasi, premi risiko kurs, SMB (Small Minus Big) dari kapitalisasi pasar dan HML (High Minus Low) dari Book to Market Ratio. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis pertama: H.1 : Risiko pasar berpengaruh positif
terhadap return saham. Hipotesis kedua: H.2.1 : SMB berpengaruh positif tehadap return
saham. H.2.2 : HML berpengaruh positif tehadap return
saham. Hipotesis ketiga: H.3.1 : Premi Inflasi berpengaruh positif tehadap
return saham. H.3.2 : Premi kurs Rupiah terhadap Dolar
Amerika berpengaruh negatif terhadap return saham.
Hipotesis keempat: H.4 : APT menghasilkan standard error lebih
kecil daripada CAPM dalam memprediksi return.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis verifikatif terhadap hipotesa melalui pengolahan dan pengujian data secara statistik. Analisis verifikatif bermaksud untuk mengetahui hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh faktor fundamental keuangan perusahaan, faktor makro ekonomi, pengaruh risiko pasar terhadap return, serta keakuratan model CAPM dan APT dalam memprediksi return.
Data yang digunakan adalah data sekunder yaitudata yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, yang berupa:
1) Harga penutupan saham per bulan dari saham-‐saham yang menjadi sampel penelitian periode bulanan Januari 2010-‐Desember 2013.
2) Indeks Harga Saham Gabungan per bulan dari saham publik periode Januari 2010–Desember 2010.
3) Tingkat inflasi berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari website Bank Indonesia.
Investor
Model ekuilibrium
CAPM
APT
EXPECTED RETURN SAHAM ACTUAL RETURN SAHAM EXPECTEDRETURN SAHAM
MAD CAPM MAD APT
Beta
SMB
HML
Kurs
Inflasi
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 57 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
4. Pengaruh Premi Inflasi terhadap return saham.
Return merupakan fungsi dari risiko, istilah yang sangat dikenal dalam investasi adalah high risk high return. Inflasi sebagai salah satu faktor risiko juga mempengaruhi return saham. Sehingga risk premium inflasi yang semakin berfluktuasi akan membuat return yang semakin berfluktuatif. Premi risiko adalah nol apabila β = 0 dan meningkat pada proporsi yang searah dengan β, sehingga premi risiko inflasi akan berpengaruh positif terhadap return saham.
5. Pengaruh Premi kurs terhadap return saham.
Return dan risk mempunyai hubungan yang positif, semakin besar return yang diinginkan maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung oleh investor. Dalam penentuan nilai tukar yang seharusnya dilakukan dengan perbandingan nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika, namun dalam penelitian kali ini digunakan nilai tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah. Sehingga premi kurs berpengaruh negatif terhadap return saham yang artinya apresiasi nilai Rupiah akan meningkatkan return saham.
6. Perbandingan keakuratan model kesimbangan
Dalam membandingkan keakuratan prediksi return saham, digunakan Mean Average Deviation yaitu dengan mencari rata-‐ rata selisih antara return aktual dengan return harapan dari masing-‐ masing model. Hasil rata-‐ rata Mean Average Deviation merupakan ukuran error dari masing-‐ masing model, sehingga nilai error yang lebih kecil dapat dianggap sebagai model keseimbangan yang lebih akurat.
Dari pembahasan tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
2.6. Hipotesis
Sebelum melakukan investasi, para investor perlu untuk melakukan prediksi besarnya return yang diharapkan. Cara memprediksi besarnya return yang diharapkan bisa dilakukan dengan CAPM dan APT, dimana telah dilakukan banyak penelitian yang menyimpulkan hasil prediksi yang berbeda tentang keakuratan kedua model tersebut. CAPM memprediksi return saham dengan menggunakan faktor risiko, sedangkan APT menggunakan faktor premi risiko inflasi, premi risiko kurs, SMB (Small Minus Big) dari kapitalisasi pasar dan HML (High Minus Low) dari Book to Market Ratio. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis pertama: H.1 : Risiko pasar berpengaruh positif
terhadap return saham. Hipotesis kedua: H.2.1 : SMB berpengaruh positif tehadap return
saham. H.2.2 : HML berpengaruh positif tehadap return
saham. Hipotesis ketiga: H.3.1 : Premi Inflasi berpengaruh positif tehadap
return saham. H.3.2 : Premi kurs Rupiah terhadap Dolar
Amerika berpengaruh negatif terhadap return saham.
Hipotesis keempat: H.4 : APT menghasilkan standard error lebih
kecil daripada CAPM dalam memprediksi return.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis verifikatif terhadap hipotesa melalui pengolahan dan pengujian data secara statistik. Analisis verifikatif bermaksud untuk mengetahui hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh faktor fundamental keuangan perusahaan, faktor makro ekonomi, pengaruh risiko pasar terhadap return, serta keakuratan model CAPM dan APT dalam memprediksi return.
Data yang digunakan adalah data sekunder yaitudata yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, yang berupa:
1) Harga penutupan saham per bulan dari saham-‐saham yang menjadi sampel penelitian periode bulanan Januari 2010-‐Desember 2013.
2) Indeks Harga Saham Gabungan per bulan dari saham publik periode Januari 2010–Desember 2010.
3) Tingkat inflasi berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari website Bank Indonesia.
Investor
Model ekuilibrium
CAPM
APT
EXPECTED RETURN SAHAM ACTUAL RETURN SAHAM EXPECTEDRETURN SAHAM
MAD CAPM MAD APT
Beta
SMB
HML
Kurs
Inflasi
Halaman 58 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 58 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
4) Nilai tukar Dollar menggunakan data nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar periode Januari 2010–Desember 2013.
5) Firm size menggunakan kapitalisasi pasar bulanan dari www.idx.co.id.
6) Book to market ratio menggunakan data book value bulanan dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Data tersebut di atas diperoleh secara onlinemelalui sumber sebagai berikut: Indonesia Stock Exchange (www.idx.co.id), Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id), Yahoo Finance (www.finance.yahoo.com) dan Bank Indonesia (www.bi.go.id).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2013 yang berjumlah 399 perusahaan. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan stratified random sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan membagi populasi menjadi sub populasi (diasumsikan homogen) dan penentuan sample pada masing-‐masing sub populasi dilakukan dengan simple random sampling dengan memilih sampel 5 sampai dengan 6 saham yang mewakili setiap sektor di Bursa Efek Indonesia. 3.2. Model Regresi
Pengujian hipotesis dengan menggunakan metode regresi linier berganda 2 (dua) steps APT yaitu regresi linier sederhana time series dan regresi linier berganda cross sectional.1 Periode analisis data dilaksanakan pada Januari 2010–Desember 2013. Langkah pengujian pertama menggunakan model regresi linier sederhana time series untuk mencari beta (β) setiap faktor pengaruh terhadap return saham, dengan formula sebagai berikut:
𝑅𝑅! = 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽1(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛽𝛽2𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! + 𝛽𝛽3𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻! + 𝛽𝛽4(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛽𝛽5(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! .… (3.1) Keterangan: 𝑅𝑅 : Return saham α : Intersept β1,2,3,4,5 : Koefisien parameter variabel
independen 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi pasar 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 : Premi m.cap min-‐m.cap max 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 : Premi B/M max – B/M min 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi inflasi 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi kurs t : Periode waktu
Selanjutnya pada langkah kedua menggunakan model regresi linier berganda cross sectional sebagai berikut:
1 Stephen A. Ross, W. Westerfield Randolph, dan D. Jordan Bradford, Pengantar Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat, 2008, hlm. 8.
𝑅𝑅! = 𝛾𝛾! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝜀𝜀
(3.2) Keterangan: 𝑅𝑅! : Return saham i γ0 : Intercept 𝛾𝛾!,!,!,!,! : Koefisien parameter variabel
independen β (Rm-‐Rf) : Beta premi pasar βSMB : Beta Mk. Cap Min – Mk. Cap Max βHML : Beta B/M high – B/M low β(RPinf-‐Rf) : Beta premi Inflasi β(Rpkurs –Rf) : Beta Premi kurs I : Periode waktu ε : error Formula untuk menghitung rata-‐rata penyimpangan absolut (Mean Absolute Deviation) untuk model APT dan CAPM adalah: 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = |!!!!(!!)|
!…………………………………………. (3.3)
Keterangan: MAD : Mean Absolute Deviation 𝑅𝑅! : Return saham i 𝐸𝐸(𝑅𝑅!) : Return saham i yang diharapkan n : Jumlah sampel dalam rentang
pengujian 3.3. Pengujian Asumsi Klasik
Penggunaan model analisis regresi berganda (cross sectional) harus memenuhi asumsi-‐ asumsi klasik yang mendasari model tersebut. Pengujian asumsi yang harus dipenuhi agar persamaan regresi dapat digunakan dengan baik adalah sebagai berikut:
3.3.1 Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan metode VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF melebihi angka 10 maka diduga ada multikolinearitas.
3.3.2 Uji Heteroskedasitas
Heteroskedasitas adalah keadaan dimana semua gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians yang sama. Model regresi yang baik adalah jika memenuhi kondisi homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk membuktikan dilakukan uji White Heteroscedasticity pada program Eviews. Hasil yang diperhatikan adalah nilai F dan Obs*R-‐Squared. Jika nilai Obs*R-‐Squared lebih kecil dari X² tabel, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 58 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
4) Nilai tukar Dollar menggunakan data nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar periode Januari 2010–Desember 2013.
5) Firm size menggunakan kapitalisasi pasar bulanan dari www.idx.co.id.
6) Book to market ratio menggunakan data book value bulanan dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Data tersebut di atas diperoleh secara onlinemelalui sumber sebagai berikut: Indonesia Stock Exchange (www.idx.co.id), Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id), Yahoo Finance (www.finance.yahoo.com) dan Bank Indonesia (www.bi.go.id).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2013 yang berjumlah 399 perusahaan. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan stratified random sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan membagi populasi menjadi sub populasi (diasumsikan homogen) dan penentuan sample pada masing-‐masing sub populasi dilakukan dengan simple random sampling dengan memilih sampel 5 sampai dengan 6 saham yang mewakili setiap sektor di Bursa Efek Indonesia. 3.2. Model Regresi
Pengujian hipotesis dengan menggunakan metode regresi linier berganda 2 (dua) steps APT yaitu regresi linier sederhana time series dan regresi linier berganda cross sectional.1 Periode analisis data dilaksanakan pada Januari 2010–Desember 2013. Langkah pengujian pertama menggunakan model regresi linier sederhana time series untuk mencari beta (β) setiap faktor pengaruh terhadap return saham, dengan formula sebagai berikut:
𝑅𝑅! = 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽1(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛽𝛽2𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! + 𝛽𝛽3𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻! + 𝛽𝛽4(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛽𝛽5(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! .… (3.1) Keterangan: 𝑅𝑅 : Return saham α : Intersept β1,2,3,4,5 : Koefisien parameter variabel
independen 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi pasar 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 : Premi m.cap min-‐m.cap max 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 : Premi B/M max – B/M min 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi inflasi 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi kurs t : Periode waktu
Selanjutnya pada langkah kedua menggunakan model regresi linier berganda cross sectional sebagai berikut:
1 Stephen A. Ross, W. Westerfield Randolph, dan D. Jordan Bradford, Pengantar Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat, 2008, hlm. 8.
𝑅𝑅! = 𝛾𝛾! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛾𝛾!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝜀𝜀
(3.2) Keterangan: 𝑅𝑅! : Return saham i γ0 : Intercept 𝛾𝛾!,!,!,!,! : Koefisien parameter variabel
independen β (Rm-‐Rf) : Beta premi pasar βSMB : Beta Mk. Cap Min – Mk. Cap Max βHML : Beta B/M high – B/M low β(RPinf-‐Rf) : Beta premi Inflasi β(Rpkurs –Rf) : Beta Premi kurs I : Periode waktu ε : error Formula untuk menghitung rata-‐rata penyimpangan absolut (Mean Absolute Deviation) untuk model APT dan CAPM adalah: 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = |!!!!(!!)|
!…………………………………………. (3.3)
Keterangan: MAD : Mean Absolute Deviation 𝑅𝑅! : Return saham i 𝐸𝐸(𝑅𝑅!) : Return saham i yang diharapkan n : Jumlah sampel dalam rentang
pengujian 3.3. Pengujian Asumsi Klasik
Penggunaan model analisis regresi berganda (cross sectional) harus memenuhi asumsi-‐ asumsi klasik yang mendasari model tersebut. Pengujian asumsi yang harus dipenuhi agar persamaan regresi dapat digunakan dengan baik adalah sebagai berikut:
3.3.1 Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan metode VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF melebihi angka 10 maka diduga ada multikolinearitas.
3.3.2 Uji Heteroskedasitas
Heteroskedasitas adalah keadaan dimana semua gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians yang sama. Model regresi yang baik adalah jika memenuhi kondisi homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk membuktikan dilakukan uji White Heteroscedasticity pada program Eviews. Hasil yang diperhatikan adalah nilai F dan Obs*R-‐Squared. Jika nilai Obs*R-‐Squared lebih kecil dari X² tabel, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 59
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 59 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
3.3.3 Uji Linieritas
Uji linieritas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status linier tidaknya suatu distribusi data penelitian. Pada penelitian ini untuk melakukan uji linieritas dapat menggunakan Ramsey RESET Test (Ramsey Regression Equation Specification Error Test). Hasil yang diharapkan adalah nilai F stats yang lebih kecil dari (<) F tabel, yang berarti bahwa dalam distribusi data yang diteliti memiliki bentuk yang linier, dan apabila F stats lebih besar (>) dari F tabel maka berarti distribusi data yang diteliti adalah tidak linier. 3.4 Pengujian Hipotesis
3.4.1. Uji Statistik t (t-‐test)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen.
Tabel 3.1. Pengujian Hipotesis, Uji Statistik t (t-‐test)
Hipotesis Keterangan Prediksi
H1
Risiko pasar berpengaruh positif terhadap return saham.
γ1 > 0
H2.1 SMB berpengaruh positif tehadap return saham. γ2 > 0
H2.2 HML berpengaruh positif tehadap return saham. γ3 > 0
H3.1 Premi Inflasi berpengaruh positif tehadap return saham.
γ4> 0
H3.2 Premi kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika berpengaruh negatif terhadap return saham.
γ5< 0
Apabila nilai signifikansi lebih rendah dari α
(0.05), kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
a) Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji satu pihak kanan, sebagai berikut: 𝐻𝐻. 1 ∶ 𝛾𝛾! > 0, Beta berpengaruh positif tehadap return saham. 𝐻𝐻. 2.1 ∶ 𝛾𝛾! > 0, SMB berpengaruh positif tehadap return saham. 𝐻𝐻. 2.2 ∶ 𝛾𝛾! > 0, HML berpengaruh positif tehadap return saham. 𝐻𝐻. 3.1 ∶ 𝛾𝛾! > 0, Premi inflasi berpengaruh positif tehadap return saham.
b) Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan uji satu pihak kiri, yaitu:
𝐻𝐻. 3.2 ∶ 𝛾𝛾! < 0, Premi kurs berpengaruh negatif tehadap return saham.
3.4.2 Pengujian hipotesis H.4 dilakukan dengan uji two sample t-‐test.
Persamaan 3.3 digunakan untuk menguji hipotesis 4 dengan membandingkan MAD hasil perhitungan dengan model APT dan model CAPM. Hasil MAD yang lebih kecil menunjukan model keseimbangan yang lebih akurat. Sedangkan untuk menguji signifikansi perbedaan rata-‐ rata dikatakan signifikan jika p-‐value< 0.05.
3.4.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R²)
Koefisien Determinasi (adjusted R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai adjusted R² yang kecil berarti kemampuan variabel-‐variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-‐ variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel. 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Deskriptif Data
Dari hasil pengujian statistik deskriptif dapat diketahui bahwa nilai rata-‐ rata return adalah 0.03258 atau rata-‐rata return dari 50 sampel selama periode pengujian adalah 3.25% per bulan. Artinya bahwa apabila kita membeli semua saham pada sampel maka return rata-‐ rata yang akan kita terima tiap bulan adalah sebesar 3.25%.
Halaman 60 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 60 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
Nilai rata-‐rata dari premi pasar (ERM) sebesar
1.285645, dengan nilai ERM maximum sebesar 2,851963 mengindikasikan besarnya sensitivitas terhadap perubahan pasar, yaitu apabila ERM naik sebesar satu satuan maka return akan mengalami kenaikan sebesar 2,851963. Sedangkan nilai minimum yang mengindikasikan nilai minimum sensitivitas terhadap perubahan pasar yaitu sebesar 0,156950, yang artinya adalah kenaikan ERM satu satuan akan membawa akibat kenaikan pada return saham hanya sebesar 0,156950.
Nilai rata-‐rata SMB adalah -‐0.185017. Return saham yang paling sensitif terhadap SMB dengan nilai 2.240575 artinya bahwa kenaikan SMB sebesar satu satuan akan membawa perubahan kenaikan return saham sebesar 2,240575. Sedangkan saham yang mempunyai nilai terkecil yaitu -‐1.810675, hal ini menunjukkan hubungan negatif antara SMB dengan return, yang artinya kenaikan satu satuan SMB akan mengakibatkan penurunan return sebesar 1,810675.
Rata-‐ rata variabel HML sebesar 0.103228. Saham yang mempunyai nilai HML terbesar yaitu sebesar 1.412821, artinya kenaikan satu satuan HML akan membawa dampak pada kenaikan return saham sebesar 1.412821. Kebalikannya adalah saham dengan nilai terkecil yaitu sebesar -‐1.584763, yang artinya kenaikan HML satu satuan akan memberikan dampak kerugian pada saham sebesar 1.584763.
Premi inflasi (INF) mempunyai nilai rata-‐rata -‐0.022085. Nilai terbesar yaitu 0.549695, dimana kenaikan satu satuan premi inflasi akan membawa dampak pada kenaikan return saham sebesar 0.549695. Sedangkan yang terkecil yaitu sebesar -‐0.552291, yang artinya kenaikan satu satuan INF akan memberikan pengaruh pada penurunan return saham sebesar 0.552291.
Nilai mean dari KURS adalah sebesar 0.317096. Nilai maksimum 2.434868, berarti return saham akan mengalami kenaikan sebesar 2.434868 apabila KURS naik sebesar satu satuan. Sedangkan yang terkecil sebesar -‐2.180250, artinya kenaikan KURS sebesar
satu satuan akan memberikan pengaruh penurunan sebesar 2.180250.
Variabel yang memiliki nilai standar deviasi paling tinggi adalah variabel KURS sebesar 0.873384 yang berarti pada variabel KURS memiliki data dengan keragaman yang paling besar dan bervariasi dibandingkan variabel lainnya. Variabel yang memiliki standar deviasi terkecil adalah variabel return sebesar 0.02885 berarti bahwa pada variabel return sebagai variabel dependen mempunyai data yang lebih seragam dibandingkan variabel lainnya.
Keseluruhan sampel data dari setiap variabel dalam penelitian ini memiliki koefisien kemenjuluran (skewness) atau merupakan ukuran kemiringan data dengan beragam. Nilai skewness kurang dari (<) 0 (nol) berarti bahwa kuadrat data dari setiap variabel memiliki distribusi miring ke kiri atau data menumpuk pada nilai yang rendah. Variabel yang memiliki nilai skewness kurang dari 0 (nol) adalah KURSsebesar -‐0.102095, SMB sebesar -‐0.455297 dan HML sebesar -‐0,473670. Hal ini mengandung arti bahwa nilai-‐ nilai pada variabel KURS, SMB dan HML didominasi dengan nilai-‐ nilai rendah. Sedangkan kebalikan dari nilai skewness di atas yaitu variabel dengan nilai skewness lebih besar dari (>) 0 (nol) yang berarti kuadrat data dari setiap variabel memiliki distribusi miring ke kanan atau data menumpuk pada nilai yang besar. Variabel yang memiliki nilai skewness lebih besar (>) dari 0 (nol) adalah ERM sebesar 0.307382, return sebesar 0.228823 dan INF sebesar 0.080979.
Nilai Kurtosis menunjukkan bentukkeruncingan distribusi data atau derajat keruncingan suatu distribusi (biasanya diukur relatif terhadap distribusi normal). Kurva yang lebih runcing dari distribusi normal dinamakan leptokurtik, yang lebih datar platikurtik dan distribusi normal disebut mesokurtik. Distribusi normal memiliki kurtosis sama dengan atau sebesar 3, sementara distribusi yang leptokurtik biasanya kurtosisnya lebih besar 3. Pada tabel 4.1 di atas hampir semua variabel yang memiliki nilai
Tabel 4.1 Data Analisis Deskriptif
Return ERM SMB HML INF KURS
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std Dev
Skewness
Kurtosis
JB test
Probabilty
0.032548
0.034500
0.092636
-‐0.007361
0.021885
0.228823
3.136098
0.474922
0.788628
1.285645
1.264621
2.851963
0.156950
0.620460
0.307382
2.471699
1.368824
0.504387
-‐0.185017
-‐0.026212
2.240575
-‐1.810675
0.857619
-‐0.455297
2.785108
1.823669
0.401786
0.103228
0.095273
1.412821
-‐1.584763
0.641710
-‐0.473670
3.310628
2.070717
0.355099
-‐0.022085
-‐0.016277
0.549695
-‐0.552291
0.220518
0.080979
3.588263
0.775592
0.678551
0.317096
0.299958
2.434868
-‐2.180250
0.873384
-‐0.102095
3.558575
0.736875
0.691814
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 61
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 61 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
kurtosisnya lebih besar 3 yaitu INFsebesar 3.588263, KURS sebesar 3.558575, HML sebesar 3.310628, return sebesar 3.136098, sedangkan sisanya yaitu SMB memiliki nilai kurtosis lebih kecil dari 3 yaitu sebesar 2.785108 dan ERM sebesar 2.471699.
Berdasarkan hasil Jarque-‐Bera test pada tabel 4.1 dilakukan untuk melihat normalitas data danmemastikan tidak adanya outlier. Nilai probability menunjukkan bahwa hampir semua nilai variabel > 0.05, hal ini menyatakan bahwa data berdistribusi normal.
4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik 4.2.1. Uji Multikolinearitas
Jika nilai VIF melebihi angka 10 maka diduga ada multikolinearitas. Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa keseluruhan periode penelitian memiliki nilai VIF yang lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa hasil regresi tidak mengandung multikolinearitas.
4.2.2. Uji Heteroskedasitas
Berdasarkan pada Tabel 4.2 dengan menggunakan metode deteksi uji white dapat diketahui bahwa keseluruhan periode penelitian memiliki nilai Prob. Chi square lebih besar dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi telahlulus uji heteroskedastisitas.
4.2.3.Uji Linieritas Nilai Prob. F lebih besar dari derajat
kepercayaan (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa model regresi diatas telah lolos uji Linieritas.
4.2.4. Uji Normalitas Nilai Probability lebih besar dari derajat
kepercayaan (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa model regresi diatas telah lolos uji Normalitas.
Tabel 4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik No Uji Asumsi Klasik Metode Hasil Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
Multikolinearitas
Heterokesdasitas
Linearitas
Normalitas
VIF
White
Ramsey Reset
Jarque Bera Test
ERM : 1.138
SMB : 1.277
HML : 1.182
INF : 1.314
KURS : 1.108
1.515 *
3.459**
0.0146*
Lolos uji
Lolos uji
Lolos uji
Lolos uji
Lolos uji
Lolos uji
Lolos uji
Lolos uji Keterangan : (*) : signifikan pada α = 10% (**) : signifikan pada α = 5% (***) : signifikan pada α = 1%
Halaman 62 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 62 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
4.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Keterangan : (*) : signifikan padaα = 10% (**) : signifikan padaα = 5% (***) : signifikan padaα = 1%
Tabel 4.3 Hasil Regresi Linier Berganda
Var
Exp. Sign Coef
Panel 1
Panel 2
Panel 3
Panel 4
Panel 5
Panel 6
Panel 7
Kesimpulan
C
ERM
SMB
HML
INF
KURS
R²
Adj R²
MAD
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-‐)
0.015395***
0.013341***
0.145847
0.128052
0.102284
0.03270***
0.003171
-‐1.365551
0.081034
0.041929
0.104195
0.033820***
-‐0.012044
-‐0.004849
0.047859
0.007342
0.104187
0.016418***
0.012477***
0.003474
-‐0.005361
0.206203
0.154434
0.102182
0.013925**
0.016408***
-‐0.005742
-‐0.008197**
0.24021
0.195783
0.101912
0.034046***
0.003156
-‐0.006771
-‐0.002185
-‐0.004513
0.113096
0.034260
0.104373
0.014313**
0.015977***
0.003952
-‐0.004660
0.003094
-‐0.007843**
0.296901
0.217003
0.102016
H 1
didukung
H.2.1. tidak
didukung
H.2.2. tidak
didukung
H.3.1. tidak
didukung
H. 3.2.
didukung
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 63
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 63 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
Panel 1 yang menggunakan satu variabel yaitu
premi pasar menujukkan koefisien terlihat signifikan pada level 0,01. Dengan kata lain, berarti beta dapat menjadi penaksir return yang signifikan. Sedangkan untuk kebaikan model, dapat dilihat pada nilai R² sebagai koefisien determinasi. Nilai R² sebesar 0.145847 mengandung arti bahwa premi pasar mampu menjelaskan return sebesar 14.6%. Nilai Mean Average Deviation yang merupakan selisih nilai absolut kesalahan peramalan panel 1 sebesar 0,102284.
Panel 2 menggunakan variabel SMB dan HML memperlihatkan pengaruh yang tidak signifikan pada kedua variabel yang digunakan terhadap return. Untuk kebaikan model digunakan adjusted R² yang nilainya relatif rendah yaitu sebesar 0.041299 berarti bahwa kemampuan model untuk menjelaskan variasi return dengan menggunakan variabel SMB dan HML adalah hanya sebesar 4.13%, sedangkan selebihnya (95.87%) dijelaskan oleh variabel yang lain. Hal ini memperlihatkan kelemahan model pada panel 2 (faktor fundamental keuangan perusahaan) yang digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan market model. Kesalahan peramalan yang ditunjukkan dengan angka Mean Average Deviation sebesar 0.104195.
Panel 3 dimana return dipengaruhi faktor makro ekonomi antara lain premi inflasi dan premi kurs. Koefisien premi inflasi sebesar -‐0.012044 dan tidak signifikan, dan premi kurs menunjukkan nilai koefisien sebesar -‐0.004849 dan tidak signifikan. Nilai adjusted R² sebesar 0.0073 artinya yang dapat diterjemahkan secara umum bahwa kemampuan model untuk menjelaskan variasi return dengan menggunakan variabel premi inflasi dan premi kurs adalah hanya sebesar 0.7% saja. Hal ini memperlihatkan kelemahan model makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan market model. Mean Average Deviation untuk panel 3 sebesar 0.104187.
Panel 4 merupakan gabungan panel 1 dan panel 2 yang menggunakan variabel premi pasar dan variabel fundamental keuangan perusahaan (SMB dan HML) menunjukkan nilai koefisien ERM sebesar 0.012477 dan signifikan di bawah 0.01. Nilai koefisien SMB sebesar 0.003474 dan tidak signifikan, artinya SMB berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham. Variabel HML pada panel ini sebesar -‐0.005361, dimana HML berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. Nilai adjusted R² sebesar 0.2062 berarti variabel makroekonomi mampu menjelaskan return sebesar 20.62%. Nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan oleh MAD sebesar 0.102182.
Panel 5 merupakan gabungan panel 1 yang menggunakan variabel ERM dan panel 3 dengan variabel makroekonomi (INF dan KURS). Nilai koefisien ERM 0.016408 dan signifikan pada α = 0.01, berarti ERM berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham. Variabel INF mempunyai nilai koefisien sebesar –0.005742 dan tidak signifikan. Variabel KURS hasil pengujian pada panel 5 menunjukkan nilai koefisen -‐0.008197 dan signifikan pada α = 0.05. Nilai adjusted R² sebesar 0.1958 berarti variabel makroekonomi mampu menjelaskan return sebesar 19.58 %. Nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan oleh MAD sebesar 0.101912.
Panel 6 menggunakan variabel fundamental keuangan perusahaan dan variabel makro ekonomi. Hasil pengujian menunjukkan nilai koefisien yang SMB sebesar 0.003156 dan tidak signifikan. Nilai koefisien pada HML sebesar -‐0.006771 juga tidak signifikan. Variabel INF menunjukkan nilai koefisien -‐0.002185 dan tidak signifikan, begitu juga variabel KURS mempunyai koefisien sebesar -‐0.004513 dan tidak signifikan. Nilai adjusted R² sebesar 0.034260 berarti variabel makro ekonomi mampu menjelaskan return sebesar 3.426 %. Nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan oleh MAD sebesar 0.104373.
Panel 7 yang menggunakan seluruh variabel dalam penelitian, yaitu ERM sebagai faktor risiko pasar, faktor fundamental keuangan perusahaan (SMB dan HML) dan faktor makroekonomi (INF dan KURS). Dan hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Hipotesis kesatu Nilai koefisien untuk ERM adalah 0.015977 dan
signifikan pada α = 0.01. Hal ini berarti premi pasar mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return, maka kesimpulannya adalah hipotesis 1 didukung.
2). Hipotesis kedua Koefisien untuk SMB sebesar 0.003952 dan
tidak signifikan, artinya SMB berpengaruh positif dan tidak signifikan pada return saham, sehingga hipotesis 2.1 tidak didukung. HML mempunyai nilai koefisien -‐0.004660 artinya HML mempunyai pengaruh negatif, dan tidak signifikan terhadap return saham, maka kesimpulan hipotesis 2.2 tidak didukung.
3). Hipotesis ketiga Nilai koefisien INF sebesar 0.003094 dan tidak
signifikan, artinya premi inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham sehingga hipotesis 3.1 tidak didukung. Sedangkan koefisien KURS sebesar -‐0.007843 dan signifikan pada α = 0.05 mengandung arti bahwa premi kurs berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham, hal ini menunjukkan hipotesis 3.2 didukung.
4). Hipotesis keempat Sedangkan nilai kesalahan estimasi yang
ditunjukkan dengan nilai MAD terkecil pada panel 5 yaitu sebesar 0.101912. Hipotesis 4 yaitu MAD APT lebih kecil dari MAD CAPM, hasil pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa MAD CAPM yang ditunjukkan pada panel 1 sebesar 0.102284 dan MAD APT yang
Halaman 64 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 64 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
ditunjukkan oleh panel 6 mempunyai nilai 0.104373, sehingga hipotesis 4 tidak didukung.
Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian regresi linier semua variabel. Variabel ERM menunjukkan hasil yang konsisten selama pengujian baik pada panel 1, panel 4, panel 5 dan panel 7 dimana hasil pengujian menunjukkan nilai positif dan selalu konsisten pada α = 0.01. Hasil pengujian variabel SMB yang ditunjukkan pada panel 2, panel 4, panel 6 dan panel 7 mempunyai nilai koefisien yang konsisten dan menunjukkan nilai positif, dan tidak signifikan. Variabel HML yang ditunjukkan pada panel 2, panel 4, panel 6 dan panel 7 juga mempunyai nilai yang konsisten negatif dan tidak signifikan. Sedangkan variabel INF mempunyai hasil yang berbeda antar panel, dimana pada panel 3, panel 5 dan panel 6, variabel INF mempunyai pengaruh negatif, namun pada panel 7 yang menggunakan seluruh variabel penelitian mempunyai hasil bahwa INF berpengaruh positif dan pengaruh tersebut tetap tidak signifikan. Hasil pengujian variabel terakhir yaitu KURS yang ditunjukkan oleh panel 3, 5, 6 dan 7 menunjukkan hasil yang konsisten negatif namun variatif pada tingkat signifikansi, pada panel 3 dan 6 menunjukkan hasil yang negatif dan tidak signifikan, sedangkan hasil yang ditunjukkan pada panel 5 dan panel 7, KURS mempunyai nilai koefisien yang positif dan signifikan pada α = 0.05.
Panel 7 memiliki nilai R² sebesar 0.2969 dan adjusted R² sebesar 0.217 yaitu nilai tertinggi di antara panel yang lain. Panel 5 memiliki nilai terbesar kedua dengan nilai R² sebesar 0.24 dan adjusted R² sebesar 0.195, kemudian panel 4 dengan nilai R² sebesar 0.206 dan adjusted R² sebesar 0.154. Panel 1 dengan variabel premi pasar mempunyai nilai R² sebesar 0.1458 dan adjusted R² sebesar 0.128. Panel 6 dengan menggunankan varial SMB, HML, premi inflasi dan premi kurs mempunyai nilai R² sebesar 0.113 dan adjusted R² sebesar 0.034, kemudian panel 2 dengan nilai R² sebesar 0.081 dan adjusted R² sebesar 0.041 dan terakhir panel 3 yang memliki R² sebesar 0.047 dan adjusted R² sebesar 0.007. Dari paparan data di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa variabel premi pasar (Panel 7, panel 5, panel 4 dan panel 1) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap return saham diantara variabel lainnya, karena setiap ada variabel premi pasar selalu menunjukkan nilai R² dan adjusted R² yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel yang tidak terdapat variabel premi pasar.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Risiko pasar yang diwakili oleh beta merupakan determinan return saham di Bursa Efek Indonesia. Hasil pengujian menunjukkan
hubungan yang positif antara risiko dan tingkat keuntungan, yang artinya semakin besar beta maka semakin besar tingkat return yang diharapkan. Hasil ini mendukung teori Capital Asset Pricing Model yang menyatakan risiko pasar akan berpengaruh positif terhadap return.
2. Faktor fundamental keuangan perusahaan (SMB dan HML) bukan merupakan determinan return saham di Bursa Efek Indonesia.
3. Faktor makroekonomi terdiri dari premi inflasi dan premi kurs, premi inflasi bukan merupakan determinan return saham, sedangkan premi kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham yang artinya apresiasi nilai mata uang Rupiah akan meningkatkan return saham di Bursa Efek Indonesia.
4. Model keseimbangan Capital Asset Pricing Model mempunyai Mean Average Deviation yang lebih kecil daripada Arbitrage Pricing Theory tetapi berdasarkan hasil uji beda rata-‐rata, perbedaan tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
5.2. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dan setelah memberikan kesimpulan atas hasil penelitian, penulis mengajukan saran-‐saran sebagai berikut:
1. Bagi Emiten Pihak manajemen perusahaan harus
memperhatikan risiko sistematis dalam hal ini risiko pasar dan kurs yang merupakan determinan return saham. Pada saat kondisi perusahaan yang mengalami penurunan harga saham, pihak manajemen perusahaan agar dapat menjaga stabiltas keuntungan perusahaan agar kepercayaan investor dalam berinvestasi tetap terjaga.
2. Pihak Investor Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
para investor untuk menanamkan sahamnya secara akurat dan pada saat yang tepat. Dalam konteks ini investor agar lebih memperhatikan pada risiko sistematis yang menjadi determinan return saham, yaitu faktor risiko pasar dan faktor premi kurs. Selain itu perlu juga melakukan analisis secara teknikal, serta melihat faktor fundamental keuangan perusahaan yang lain.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN 6.1. Implikasi Manajerial
Setelah mengetahui hasil penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah menguraikan implikasi kebijakan yang dapat digunakan oleh pihak-‐ pihak yang berkepentingan. Implikasi penelitian ini bagi investor adalah dengan melihat risiko pasar atau
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 65
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 65 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
beta dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Investor yang berani mengambil risiko akan berinvestasi pada saham yang mempunyai beta yang tinggi akan mendapatkan return lebih tinggi. Sedangkan investor yang memilih berinvestasi pada saham yang mempunyai beta rendah, maka akan mendapatkan rata-‐ rata return yang lebih rendah.
Selain risiko pasar, investor juga harus memperhatikan faktor makroekonomi terutama perubahan nilai tukar atau kurs. Investor asing akan melihat bahwa apresiasi nilai Rupiah yang menaikkan return saham sebagai opportunity cost, artinya investor yang mempertahankan investasi akan mendapatkan kenaikan pada nilai investasi (kenaikan harga saham) akan tetapi kehilangan kesempatan untuk menjual sahamnya dan menukar Rupiah ke Dolar. Dan Sebaliknya, investor yang menjual saham dan menukarkan Rupiah akan mendapatkan Dolar yang lebih banyak, tetapi akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh kenaikan nilai investasi.
Bagi manajemen perusahaan, risiko sistematis yang perlu diperhatikan adalah kurs yang merupakan determinan return saham. Pada kondisi depresiasi atau pelemahan Rupiah akan mengakibatkan penurunan harga saham. Kebijakan manajerial dalam konteks ini lebih diarahkan pada pengendalian transaksi impor dan mengurangi ketergantungan produk dari luar negeri. Namun demikian untuk menjaga stabilitas laba melalui kebijakan earning management tetap diperlukan untuk menambah kepercayaan para pelaku bursa. Sehingga meskipun terjadi perubahan kurs tidak akan menimbulkan keresahan pada para pelaku bursa, karena perusahaan dapat memberikan jaminan investasinya dengan mempertahankan stabilitas labanya.
6.2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan-‐ keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Penggunaan sample data dalam penelitian ini masih terbatas (50 perusahaan), seandainya memungkinkan penelitian lebih lanjut dapat dilakukan menggunakan data yang lebih banyak.
2. Periode penelitian hanya 4 tahun (Januari 2010–Desember 2013), agar hasil penelitian lebih akurat untuk dapat menambah waktu periode penelitian.
3. Penggunaan variabel yang digunakan dalam model keseimbangan Arbitrage Pricing Theory agar diperbanyak, karena variabel yang telah dipergunakan dalam penelitian menunjukkan MAD CAPM lebih kecil daripada MAD APT.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Adjasi, Charles K.D., Nicholas B. Biekpe, dan Kofi A.
Osei. (2011). “Stock Prices and Exchange Rate Dynamics in Selected African Countries: A Bivariate Analysis”, African Journal of Economic and Management Studies, Vol.2, 143-‐264.
Ahmad, Muhammad Ishfaq, Muhammad Akram Naseem, Mian Muhammad Farooq, dan Ramizur Rahman. (2011). “The Impact of High Inflation on Stock Market Return in Pakistan”, Business Strategies Journal, Vol.5(2).
Barbee, William C., Sandip Mukherji, dan Gary A.Rainess. (1996). “Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Returns Better than Book-‐Market and Firm Size?”, Financial Analysts Journal, Mar/Apr 1996, Vol. 52,No.2, hlm. 56.
Bodie, Zvi., AlexKane, Alan J. Marcus. (2014). Manajemen Portofolio dan Investasi, (Alih Bahasa, Romi Bhakti Hartarto dan Zuliani Dalimunthe). Jakarta: Salemba Empat.
Das, Niladri dan J.K. Pattanayak. (2013). “Fundamental Factors Affecting the Indian Stock Market –A Comparative Study of Sensex and Nifty”, Journal of Indian Business Research.
Dash, Mihir dan Rishika Rao. (2009). “Asset Pricing Models in Indian Capital Markets”, Social Science Research Network.
Dhankar, Raj S dan Rohimi Singh. (2005). “Arbitrage Pricing Theory and The Asset Pricing Model-‐ Evidence from Indian Stock Market”, Journal of Financial Management & Analysis, 8.1, 14-‐27.
Elton, Edwin J., Martin J. Gruber, Stephen J. Brown, dan William N. Goetzmann. (2011). Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, 8th edition. New Jersey: John Wiley & Sons.
Fama, Eugene F. dan Kenneth R. French. (1992). “The Cross-‐Section of Expected Return”, The Journal of Finance, Vol. XLVII, No.2.
Febrian, Errie dan Aldrin Herwany. (2009). “The Performance of Asset Pricing Models Before, During and After Financial Crisis in Emerging Market: Evidence from Indonesia”, Working Papers in Business, Management and Finance.
Fitriati, Ika Rosyada. (2010). Analisis Hubungan Distress Risk, Firm Size, dan Book to Market Ratio dengan Return Saham. Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro Semarang.
Ghargory, Philip, Howard Chan, dan Robert Faff. (2007). “Are the Fama-‐French Factors
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 65 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
beta dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Investor yang berani mengambil risiko akan berinvestasi pada saham yang mempunyai beta yang tinggi akan mendapatkan return lebih tinggi. Sedangkan investor yang memilih berinvestasi pada saham yang mempunyai beta rendah, maka akan mendapatkan rata-‐ rata return yang lebih rendah.
Selain risiko pasar, investor juga harus memperhatikan faktor makroekonomi terutama perubahan nilai tukar atau kurs. Investor asing akan melihat bahwa apresiasi nilai Rupiah yang menaikkan return saham sebagai opportunity cost, artinya investor yang mempertahankan investasi akan mendapatkan kenaikan pada nilai investasi (kenaikan harga saham) akan tetapi kehilangan kesempatan untuk menjual sahamnya dan menukar Rupiah ke Dolar. Dan Sebaliknya, investor yang menjual saham dan menukarkan Rupiah akan mendapatkan Dolar yang lebih banyak, tetapi akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh kenaikan nilai investasi.
Bagi manajemen perusahaan, risiko sistematis yang perlu diperhatikan adalah kurs yang merupakan determinan return saham. Pada kondisi depresiasi atau pelemahan Rupiah akan mengakibatkan penurunan harga saham. Kebijakan manajerial dalam konteks ini lebih diarahkan pada pengendalian transaksi impor dan mengurangi ketergantungan produk dari luar negeri. Namun demikian untuk menjaga stabilitas laba melalui kebijakan earning management tetap diperlukan untuk menambah kepercayaan para pelaku bursa. Sehingga meskipun terjadi perubahan kurs tidak akan menimbulkan keresahan pada para pelaku bursa, karena perusahaan dapat memberikan jaminan investasinya dengan mempertahankan stabilitas labanya.
6.2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan-‐ keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Penggunaan sample data dalam penelitian ini masih terbatas (50 perusahaan), seandainya memungkinkan penelitian lebih lanjut dapat dilakukan menggunakan data yang lebih banyak.
2. Periode penelitian hanya 4 tahun (Januari 2010–Desember 2013), agar hasil penelitian lebih akurat untuk dapat menambah waktu periode penelitian.
3. Penggunaan variabel yang digunakan dalam model keseimbangan Arbitrage Pricing Theory agar diperbanyak, karena variabel yang telah dipergunakan dalam penelitian menunjukkan MAD CAPM lebih kecil daripada MAD APT.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Adjasi, Charles K.D., Nicholas B. Biekpe, dan Kofi A.
Osei. (2011). “Stock Prices and Exchange Rate Dynamics in Selected African Countries: A Bivariate Analysis”, African Journal of Economic and Management Studies, Vol.2, 143-‐264.
Ahmad, Muhammad Ishfaq, Muhammad Akram Naseem, Mian Muhammad Farooq, dan Ramizur Rahman. (2011). “The Impact of High Inflation on Stock Market Return in Pakistan”, Business Strategies Journal, Vol.5(2).
Barbee, William C., Sandip Mukherji, dan Gary A.Rainess. (1996). “Do Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Returns Better than Book-‐Market and Firm Size?”, Financial Analysts Journal, Mar/Apr 1996, Vol. 52,No.2, hlm. 56.
Bodie, Zvi., AlexKane, Alan J. Marcus. (2014). Manajemen Portofolio dan Investasi, (Alih Bahasa, Romi Bhakti Hartarto dan Zuliani Dalimunthe). Jakarta: Salemba Empat.
Das, Niladri dan J.K. Pattanayak. (2013). “Fundamental Factors Affecting the Indian Stock Market –A Comparative Study of Sensex and Nifty”, Journal of Indian Business Research.
Dash, Mihir dan Rishika Rao. (2009). “Asset Pricing Models in Indian Capital Markets”, Social Science Research Network.
Dhankar, Raj S dan Rohimi Singh. (2005). “Arbitrage Pricing Theory and The Asset Pricing Model-‐ Evidence from Indian Stock Market”, Journal of Financial Management & Analysis, 8.1, 14-‐27.
Elton, Edwin J., Martin J. Gruber, Stephen J. Brown, dan William N. Goetzmann. (2011). Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, 8th edition. New Jersey: John Wiley & Sons.
Fama, Eugene F. dan Kenneth R. French. (1992). “The Cross-‐Section of Expected Return”, The Journal of Finance, Vol. XLVII, No.2.
Febrian, Errie dan Aldrin Herwany. (2009). “The Performance of Asset Pricing Models Before, During and After Financial Crisis in Emerging Market: Evidence from Indonesia”, Working Papers in Business, Management and Finance.
Fitriati, Ika Rosyada. (2010). Analisis Hubungan Distress Risk, Firm Size, dan Book to Market Ratio dengan Return Saham. Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro Semarang.
Ghargory, Philip, Howard Chan, dan Robert Faff. (2007). “Are the Fama-‐French Factors
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 66 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
Proxying Default Risk?”, Australian Journal of Management, Vol 32. No. 2.
Gore, A. (2006). “An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It”, Emmaus, PA: Rodale.
Halim, Abdul. (2005). Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-‐pengalaman. Yogyakarta: BPFE.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 7. Yogyakarta: BPFE.
Heshmat, Nesma Ahmed. (2012). “Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market”, International Journal of Management, Vol.29, No.2.
Husnan, Suad. (2009). Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas, Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hussain, M.M. and Mohammad Aamir. (2012). “The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Prices: An Empirical Analysis of Karachi Stock Exchange”, Mediterranean Journal of Social Sciences.
Jasuor, Jalal, Sasan Shokri, dan Omran Fatholhahzadeh. (2013). “Surveying the Relationship between Beta, Firmsize and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market”, International Journal of Marketting and Technology.
Maryanne, Donna. (2009). “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi dan Beta Saham terhadap Harga Saham”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Michou, Maria, Sulaeman Mouselli, dan Andrew Stark. (2007). “Estimating the Fama and French in the UK-‐Empirical Review”, Manchester Business School Journal.
Nugroho, Heru. (2008). “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang yang beredar terhadap Indeks LQ 45”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Oduro, Richard dan Anokye M. Adam. (2012). “Testing the Validity of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in the Ghana Stock Exchange”, GRP International Journal of Business and Economic. Vol 1 No.2, hlm. 159 – 184.
Pratikno, Dedy. (2009). “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia (BEI)”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Sumatera Utara Medan.
Premanto, Gancar Candra dan Muhammad Madyan. (2004). “Perbandingan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi tingkat pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi”, Jurnal Penelitian Dinamika Sosial, Vol.5 No.2, 125-‐139.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, dan Bradford D. Jordan. (2008). Pengantar Keuangan Perusahaan. (Alih Bahasa: Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine). Jakarta: Salemba Empat.
Rutledge, Robert W; Zhaohui Zhang, dan Khondkar Karim. (2008). “Is There a Size Effect in the Pricing of Stocks in the Chinese Stosk Markets?: The Case of Bull Versus Bear Markets”, Asia-‐Pacific Finan Markets, 15, hlm. 117-‐133.
Sudiyatmo, Bambang dan Mochamad Irsyad. (2011). “Menguji Model Tiga Faktor Fama and French dalam mempengaruhi Return Saham Studi pada Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), hlm. 126-‐136.
Sukirno, Sadono. (1997). Ekonomi Pembangunan, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE.
Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Ulina, Julia S. (2012). “Pengaruh Size Effect, Value Effect dan Model Multi Faktor Fama & French pada Return Saham di Bursa Effect Indonesia periode Juli 2005 sd Juli 2011”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Gadjah Mada.
Widianita, Sulistiarni. (2009). “Analisis Perbandingan Keakuratan CAPM dan APT dalam Memprediksi Return Saham LQ-‐45 di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Zubairi, Jamal dan Shaqia Farooq. (2011). “Testing the Validity of CAPM and APT in the Oil, Gas and Fertilizer Companies Listed on the Karachi Stock Exchange”, Financial Markets and Corporate Governance Conference.
Halaman 66 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis FaktorFundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Puji Hartoyo
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 66 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
Proxying Default Risk?”, Australian Journal of Management, Vol 32. No. 2.
Gore, A. (2006). “An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It”, Emmaus, PA: Rodale.
Halim, Abdul. (2005). Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-‐pengalaman. Yogyakarta: BPFE.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 7. Yogyakarta: BPFE.
Heshmat, Nesma Ahmed. (2012). “Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market”, International Journal of Management, Vol.29, No.2.
Husnan, Suad. (2009). Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas, Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hussain, M.M. and Mohammad Aamir. (2012). “The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Prices: An Empirical Analysis of Karachi Stock Exchange”, Mediterranean Journal of Social Sciences.
Jasuor, Jalal, Sasan Shokri, dan Omran Fatholhahzadeh. (2013). “Surveying the Relationship between Beta, Firmsize and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market”, International Journal of Marketting and Technology.
Maryanne, Donna. (2009). “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi dan Beta Saham terhadap Harga Saham”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Michou, Maria, Sulaeman Mouselli, dan Andrew Stark. (2007). “Estimating the Fama and French in the UK-‐Empirical Review”, Manchester Business School Journal.
Nugroho, Heru. (2008). “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang yang beredar terhadap Indeks LQ 45”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Oduro, Richard dan Anokye M. Adam. (2012). “Testing the Validity of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in the Ghana Stock Exchange”, GRP International Journal of Business and Economic. Vol 1 No.2, hlm. 159 – 184.
Pratikno, Dedy. (2009). “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia (BEI)”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Sumatera Utara Medan.
Premanto, Gancar Candra dan Muhammad Madyan. (2004). “Perbandingan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi tingkat pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi”, Jurnal Penelitian Dinamika Sosial, Vol.5 No.2, 125-‐139.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, dan Bradford D. Jordan. (2008). Pengantar Keuangan Perusahaan. (Alih Bahasa: Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine). Jakarta: Salemba Empat.
Rutledge, Robert W; Zhaohui Zhang, dan Khondkar Karim. (2008). “Is There a Size Effect in the Pricing of Stocks in the Chinese Stosk Markets?: The Case of Bull Versus Bear Markets”, Asia-‐Pacific Finan Markets, 15, hlm. 117-‐133.
Sudiyatmo, Bambang dan Mochamad Irsyad. (2011). “Menguji Model Tiga Faktor Fama and French dalam mempengaruhi Return Saham Studi pada Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), hlm. 126-‐136.
Sukirno, Sadono. (1997). Ekonomi Pembangunan, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE.
Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Ulina, Julia S. (2012). “Pengaruh Size Effect, Value Effect dan Model Multi Faktor Fama & French pada Return Saham di Bursa Effect Indonesia periode Juli 2005 sd Juli 2011”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Gadjah Mada.
Widianita, Sulistiarni. (2009). “Analisis Perbandingan Keakuratan CAPM dan APT dalam Memprediksi Return Saham LQ-‐45 di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Zubairi, Jamal dan Shaqia Farooq. (2011). “Testing the Validity of CAPM and APT in the Oil, Gas and Fertilizer Companies Listed on the Karachi Stock Exchange”, Financial Markets and Corporate Governance Conference.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI P a g e | 66 TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo
Proxying Default Risk?”, Australian Journal of Management, Vol 32. No. 2.
Gore, A. (2006). “An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It”, Emmaus, PA: Rodale.
Halim, Abdul. (2005). Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-‐pengalaman. Yogyakarta: BPFE.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 7. Yogyakarta: BPFE.
Heshmat, Nesma Ahmed. (2012). “Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market”, International Journal of Management, Vol.29, No.2.
Husnan, Suad. (2009). Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas, Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hussain, M.M. and Mohammad Aamir. (2012). “The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Prices: An Empirical Analysis of Karachi Stock Exchange”, Mediterranean Journal of Social Sciences.
Jasuor, Jalal, Sasan Shokri, dan Omran Fatholhahzadeh. (2013). “Surveying the Relationship between Beta, Firmsize and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market”, International Journal of Marketting and Technology.
Maryanne, Donna. (2009). “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi dan Beta Saham terhadap Harga Saham”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Michou, Maria, Sulaeman Mouselli, dan Andrew Stark. (2007). “Estimating the Fama and French in the UK-‐Empirical Review”, Manchester Business School Journal.
Nugroho, Heru. (2008). “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang yang beredar terhadap Indeks LQ 45”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Oduro, Richard dan Anokye M. Adam. (2012). “Testing the Validity of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in the Ghana Stock Exchange”, GRP International Journal of Business and Economic. Vol 1 No.2, hlm. 159 – 184.
Pratikno, Dedy. (2009). “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia (BEI)”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Sumatera Utara Medan.
Premanto, Gancar Candra dan Muhammad Madyan. (2004). “Perbandingan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi tingkat pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi”, Jurnal Penelitian Dinamika Sosial, Vol.5 No.2, 125-‐139.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, dan Bradford D. Jordan. (2008). Pengantar Keuangan Perusahaan. (Alih Bahasa: Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine). Jakarta: Salemba Empat.
Rutledge, Robert W; Zhaohui Zhang, dan Khondkar Karim. (2008). “Is There a Size Effect in the Pricing of Stocks in the Chinese Stosk Markets?: The Case of Bull Versus Bear Markets”, Asia-‐Pacific Finan Markets, 15, hlm. 117-‐133.
Sudiyatmo, Bambang dan Mochamad Irsyad. (2011). “Menguji Model Tiga Faktor Fama and French dalam mempengaruhi Return Saham Studi pada Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), hlm. 126-‐136.
Sukirno, Sadono. (1997). Ekonomi Pembangunan, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE.
Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Ulina, Julia S. (2012). “Pengaruh Size Effect, Value Effect dan Model Multi Faktor Fama & French pada Return Saham di Bursa Effect Indonesia periode Juli 2005 sd Juli 2011”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Gadjah Mada.
Widianita, Sulistiarni. (2009). “Analisis Perbandingan Keakuratan CAPM dan APT dalam Memprediksi Return Saham LQ-‐45 di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Zubairi, Jamal dan Shaqia Farooq. (2011). “Testing the Validity of CAPM and APT in the Oil, Gas and Fertilizer Companies Listed on the Karachi Stock Exchange”, Financial Markets and Corporate Governance Conference.
Halaman 67ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN
Fandi Zaenudinsyah Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan Alamat Korespondensi: [email protected]
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Diterima Pertama 24 Mei 2016 Dinyatakan Diterima 15 Juli 2016
Central government expenditures as the largest component of state expenditures have an important role in determining national output and affecting allocation and efficiency of economic resources. The increase of state expenditures, both for central government expenditures and transfer to local governments, are ideally followed by responsive budget absorption pattern. The high remaining budget at the end of the year indicates that the budget implementation is not optimal, which could lead to economic losses. This low budget absorption pattern has also occurred at the spending units at the State Treasury Service Office (KPPN) Jakarta V. This study aims to determine the factors that cause a low budget absorption pattern of the state budget (APBN) at the end of the fiscal year at KPPN Jakarta V. This study used method of data analysis in the form of factor analysis. The results show that the low budget absorption pattern of the state funds at the end of the fiscal year is caused by eight factors, namely treasury administration, procurement implementation, budget planning, technical support requirements, procurement schedule, human resources, competencies, and job rotation.
Belanja pemerintah pusat sebagai komponen terbesar belanja negara memiliki peran penting dalam menentukan output nasional dan mempengaruhi alokasi dan efisiensi sumber daya ekonomi. Peningkatan belanja negara, baik belanja pemerintah pusat maupun transfer ke daerah, idealnya diikuti dengan pola penyerapan yang responsive. Penyerapan anggaran yang masih menumpuk pada akhir tahun mengindikasikan bahwa pelaksanaan anggaran belum optimal, bahkan dapat menyebabkan kerugian negara secara ekonomis. Penumpukan pencairan dana tersebut juga terjadi pada Satuan Kerja lingkup Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-‐faktor penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran. Penelitian ini menggunakan metode analisis data berupa analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satuan Kerja lingkup KPPN Jakarta V disebabkan oleh delapan faktor, yaitu administrasi perbendaharaan, pelaksanaan pengadaan, perencanaan anggaran, persyaratan teknis pendukung, jadwal pengadaan, sumber daya manusia, kompetensi, dan mutasi pejabat.
KATA KUNCI: Fiscal Policy, National Budget, Government Expenditures, Fund Disbursement. KLASIFIKASI JEL: D2, H57, O21, O38
Fandi Zaenudinsyah Sekretariat Direktorat Jenderal PerbendaharaanAlamat Korespondensi: [email protected]
Halaman 68
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal. 67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 68 Fandi Zaenudinsyah
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasal 11 ayat (4) Undang-‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan bahwa penggunaan belanja negara adalah untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 Audited pada bagian Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan bahwa belanja pemerintah pusat sebagai komponen terbesar dari belanja negara berperan sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional. Hal ini karena besaran dan komposisi belanja pemerintah pusat dalam operasi fiskal pemerintah berdampak signifikan pada permintaan agregat yang menentukan output nasional dan mempengaruhi alokasi dan efisiensi sumber daya ekonomi.
Belanja pemerintah pusat berkaitan dengan ketersediaan dana dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Belanja Negara, baik Belanja Pemerintah Pusat maupun Transfer ke Daerah, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 Audited pada bagian Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan bahwa peningkatan belanja pemerintah berimplikasi terhadap makro ekonomi sektor riil. Implikasi tersebut berupa pengaruh terhadap konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, serta kesejahteraan masyarakat. Selain itu, laporan tersebut juga menjelaskan bahwa peningkatan belanja idealnya diikuti dengan pola penyerapan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang responsif sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi. Penyerapan anggaran yang masih menumpuk pada akhir tahun mengindikasikan bahwa pelaksanaan anggaran belum optimal.
Penyerapan anggaran yang lambat dapat mengakibatkan kerugian negara secara ekonomis.1 Rencana penarikan dana pada DIPA mencerminkan kebutuhan dana pengguna anggaran, sehingga Bendahara Umum Negara (BUN) dalam hal ini adalah Menteri Keuangan, harus menyiapkan kebutuhan dana tersebut. Apabila Rekening Kas Umum Negara (R-‐KUN) tidak mencukupi kebutuhan dana, BUN mengusahakan pembiayaan dari berbagai sumber. Pembiayaan seringkali memunculkan beban bunga yang harus ditanggung pemerintah. Dengan demikian, tidak terserapnya dana yang telah disediakan akan menyebabkan kerugian ekonomis akibat menanggung beban bunga dan adanya idle
1 Hendris Herriyanto, Faktor-‐Faktor yang
Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anaggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta (Jakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, 2012), hlm. 2.
cash pada rekening pemerintah. Pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk menyikapi lambatnya penyerapan anggaran. Namun demikian, usaha-‐usaha tersebut belum mampu mengeliminasi masalah penumpukan pencairan dana APBN di akhir tahun anggaran secara keseluruhan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan, yang bertugas melaksanakan penyaluran pembiayaan atas beban anggaran kepada Satuan Kerja (Satker) Kementerian/ Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah, umumnya mengetahui fenomena lambatnya penyerapan anggaran dan menumpuk pencairan dana anggaran pada akhir tahun. Satker melaksanakan kegiatan pemerintahan tertentu yang dibiayai dari dana tersebut. Studi kasus yang dilakukan pada KPPN Jakarta V menunjukan telah terjadi permasalahan penyerapan anggaran yang lambat, terutama pada belanja barang dan belanja modal. Hal ini sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1. Belanja Bantuan Sosial tampak meningkat tajam pada Grafik tersebut, tetapi peningkatannya disebabkan oleh adanya revisi penurunan pagu yang signifikan, sehingga persentase penyerapan jenis belanja tersebut kurang representatif.
Grafik 1. Trend Penyerapan APBN pada Satker Lingkup KPPN Jakarta V Tahun 2014
(Data Triwulan dan Tidak Akumulatif)
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2014 Per
Jenis Belanja KPPN Jakarta V
Terdapat penelitian-‐penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor-‐faktor yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran dengan objek studi Satker lingkup pembayaran berbagai KPPN. Namun demikian, belum ada di antara penelitian-‐penelitian tersebut yang menjadikan Satker lingkup KPPN Jakarta V sebagai objek penelitian secara khusus. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penulis ingin
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 69
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 69 Fandi Zaenudinsyah
mengetahui faktor-‐ faktor yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V.
1.2. Ruang Lingkup
Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini dengan memfokuskan penelitian pada penumpukan pencairan dana APBN berupa belanja pemerintah pusat khususnya belanja barang dan belanja modal. Selain itu, penulis membatasi responden penelitian ini pada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk setiap Satker lingkup KPPN Jakarta V.
1.3. Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah: Faktor-‐faktor apa yang menjadi penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V?
1.4. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-‐ faktor penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V.
1.5. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, sebagai bahan informasi dalam pertimbangan penyusunan kebijakan untuk mengatasi penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran. Selain itu, penulis juga mengharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi pada studi literatur bidang menajamen keuangan, khususnya sektor pemerintah, untuk kepentingan pengembangan dunia akademis dimasa mendatang terkait dengan penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran.
2. KERANGKA TEORI 2.1. Anggaran
Anggaran (budget) adalah komponen kunci dalam perencanaan keuangan untuk masa depan, yang memuat identifikasi tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.2 Penganggaran merupakan proses menyusun atau menghasilkan anggaran dan memiliki manfaat, yaitu memaksa manajer merencanakan, memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pembuatan keputusan, memberikan sebuah standar untuk mengevaluasi kinerja, dan menguatkan
2 Don R. Hansen dan M. Mowen Maryanne,
Managerial Accounting. 8th edition, (Ohio: Thomson Learning South-‐Western, 2007), hlm. 316.
komunikasi dan koordinasi3. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) menjelaskan bahwa anggaran adalah rencana keuangan yang merupakan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang dan memuat paparan rencana pengeluaran yang didasarkan pada ekspektasi pendapatan dan rencana pengeluaran tersebut sebaiknya mengindikasikan juga urutan prioritas dan ekspektasi kualitas dan kuantitas layanan4.
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pasal 1 Undang-‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-‐undang. APBN memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabiliasasi. Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Penyusunan APBN setiap tahun adalah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.
Pasal 11 Undang-‐ Undang Nomor 17 Tahun 2003 menjelaskan bahwa APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-‐ undang yang terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pasal 12 UU No. 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa APBN disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan menghimpun pendapatan negara. Kebijakan fiskal yang diimplementasikan melalui APBN memiliki peran penting dan strategis dalam mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-‐target pembangunan nasional dan berkaitan dengan tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi5.
Direktorat Jenderal Anggaran menyatakan bahwa siklus APBN merupakan rangkaian kegiatan yang berawal dari perencanaan dan penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN yang setiap tahun anggaran berulang dengan tetap dan teratur6. Siklus tersebut adalah sebagai berikut:
3 Ibid, hlm.317. 4 Tim Penyusun BPPK, Dasar-‐Dasar Keuangan
Publik, (Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), 2004), hlm. 71
5 Kementerian Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013-‐Audited, (Jakarta: Kementerian Keuangan, 2014), hlm. 20.
6 Kementerian Keuangan, Pokok-‐Pokok Siklus APBN di Indonesia: Penyusunan Konsep Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Sebagai Langkah Awal, (Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014), hlm. 7.
Halaman 70
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 70 Fandi Zaenudinsyah
1. Perencanaan dan Penganggaran APBN
(Januari-‐Juli); 2. Pembahasan APBN (Agustus-‐Oktober); 3. Penetapan APBN (akhir Oktober); 4. Pelaksanaan APBN (sejak Januari); 5. Pelaporan dan Pencatatan APBN; 6. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN.
2.3. Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanan Anggaran menjelaskan bahwa, DIPA sebagai dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran yang berlaku 1 (satu) tahun anggaran dan memuat informasi satuan-‐satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/ pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/ Kuasa Bendahara Umum Negara. PMK No. 171/PMK.02/2013 juga menyatakan bahwa pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan pengertian tersebut, DIPA merupakan kesatuan antara rincian rencana kerja dan penggunaan anggaran yang disusun oleh Kementerian Negara/ Lembaga dan disahkan oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Dengan demikian, DIPA menunjukkan perikatan Kementerian Negara/ Lembaga atau satuan kerja sebagai Pengguna/ Kuasa Pengguna Anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan yang didanai penyelenggaraanya oleh APBN. Dengan kata lain, DIPA menjadi dasar melakukan tindakan yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran negara dengan pencairan dana APBN untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan.
PMK Nomor 171/PMK.02/2013 membagi DIPA menjadi 2 (dua), yaitu DIPA Bagian Anggaran Kementrian Negara/ Lembaga (DIPA BA K/L) dan DIPA Bagian Anggaran Bendaraha Umum Negara (DIPA BA BUN). DIPA BA K/L terdiri atas DIPA Induk dan DIPA Petikan. DIPA Induk merupakan akumulasi dari DIPA per satker yang disusun oleh Pengguna Anggaran menurut Unit Eselon I Kementerian Negara/ Lembaga, sedangkan DIPA Petikan merupakan DIPA per satker yang dicetak secara otomatis melalui sistem yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satker dan pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN dan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk. Susunan DIPA Induk dan DIPA Petikan dinyatakan dalam PMK tersebut sebagai berikut:
1. DIPA Induk terdiri atas Lembar Surat Pengesahan DIPA Induk, Halaman I yang memuat Informasi Kinerja dan Anggaran Program, Halaman II yang memuat Rincian Alokasi Anggaran per Satker, dan Halaman III yang memuat Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan
Penerimaan. 2. DIPA Petikan terdiri atas Lembar Surat
Pengesahan DIPA Petikan, Halaman IA yang memuat Informasi Kinerja dan Halaman IB yang memuat Sumber Dana, Halaman II yang memuat Rincian Pengeluaran, Halaman III yang memuat Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan, dan Halaman IV memuat Catatan.
Pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjelaskan bahwa DIPA dapat direvisi karena 4 (empat) alasan sebagai berikut:
1. Revisi DIPA karena alasan administratif meliputi perubahan kantor bayar, perubahan jenis belanja sebagai akibat kesalahan penggunaan akun sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama, dan perubahan lainnya akibat kekeliruan pencantuman dalam DIPA;
2. Revisi DIPA karena alasan alokatif meliputi penambahan atau pengurangan alokasi pagu anggaran dan perubahan atau pergeseran rincian pagu anggaran. Namun, revisi DIPA karena alasan alokatif tersebut tidak dapat mengurangi pagu anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai, kecuali untuk pergeseran pagu anggaran belanja pegawai antar DIPA dalam lingkup Kementerian Negara/ Lembaga yang sama;
3. Revisi DIPA karena perubahan rencana penarikan dana dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan realisasi belanja dan perubahan rencana Kegiatan;
4. Revisi DIPA karena perubahan rencana penerimaan dana dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan realisasi Penerimaan Negara dan perubahan target Penerimaan Negara.
2.4. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Negara dalam postur APBN terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Laporan Realisasi Anggaran pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited) menunjukkan bahwa Belanja Pemerintah Pusat dikelompokkan menjadi beberapa jenis belanja, yaitu: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, dan Belanja Lain-‐lain.7 Setiap jenis belanja pemerintah pusat tersebut dijelaskan pada Bab II Bagian Penjelasan Segmen Bagan Akun Standar PMK Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar sebagai berikut:
1. Belanja Pegawai merupakan pengeluaran sebagai kompensasi terhadap pegawai dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah baik dalam maupun luar
7 Kementerian Keuangan, Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat Tahun 2013-‐Audited, hlm. 8.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 71
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 71 Fandi Zaenudinsyah
negeri, kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah selama periode tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2. Belanja Barang merupakan pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa baik yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan serta pengadaan barang dan jasa yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri atas belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja barang BLU dan belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat.
3. Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran guna memperoleh atau menambah aset tetap dan/ atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi (12 bulan) serta melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut digunakan untuk operasional kegiatan satker atau digunakan oleh masyarakat umum dan akan dicatat di dalam Neraca satker K/L.
4. Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu, belanja pembayaran bunga utang juga digunakan untuk pembayaran denda/ biaya lain terkait pinjaman dan hibah baik dalam negeri maupun luar negeri, serta imbalan bunga. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
5. Belanja Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui perusahaan negara dan/ atau perusahaan swasta yang diberikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
6. Belanja Hibah merupakan pengeluaran pemerintah berupa transfer dalam bentuk uang/ barang/ jasa, yang dapat diberikan kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, pemerintah daerah, atau kepada perusahaan negara/ daerah yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, yang dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemerintah selaku pemberi hibah dan penerima hibah, serta tidak terus menerus kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-‐undangan.
7. Belanja Bantuan Sosial merupakan pengeluaran berupa transfer uang, barang, atau jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial dan meningkatkan kemampuan ekonomi dan/ atau kesejahteraan masyarakat.
8. Belanja Lain-‐lain merupakan pengeluaran/ belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak dapat diklasifiksikan ke dalam pos-‐ pos pengeluaran di atas. Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah, bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
2.5. Pejabat Perbendaharaan Negara
Ketentuan mengenai Pejabat Perbendaharaan Negara diatur dalam PMK No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menteri atau Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran berwenang menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara Lainnya (kewenangan ini dilimpahkan ke KPA), yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP-‐SPM).
KPA melekat pada jabatan kepala satker sehingga bila terjadi pergantian pejabat, pejabat yang baru langsung menjabat menjadi KPA. Jika terdapat kekosongan jabatan kepala satuan kerja, Pengguna Anggaran menunjuk KPA dari pejabat lain. KPA melaksanakan penggunaan anggaran berdasarkan DIPA satkernya. Penunjukkan KPA berakhir bila tidak terdapat alokasi anggaran untuk program yang sama di tahun anggaran berikutnya.
Untuk satu DIPA, KPA menetapkan satu PPK dan satu PPSPM (keduanya tidak dapat merangkap satu sama lain). Penetapan tersebut adalah dengan surat keputusan dan tidak terikat periode tahun anggaran. KPA menyampaikan surat keputusan tersebut kepada PPK, PPSPM disertai spesimen tanda tangan PPK, dan Kepala KPPN selaku Kuasa BUN disertai spesimen tanda tangan PPSPM dan stempel Satker. PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. PPSPM melaksakan kewenangan KPA untuk melakukan pengujian atas tagihan dan menerbitkan SPM.
Kepala Satker mengangkat Bendahara Pengeluaran yang ditetapkan dengan surat
Halaman 72
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 72 Fandi Zaenudinsyah
keputusan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja dan tidak terikat periode tahun anggaran. Bendahara pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, atau PPSPM. Satu bendahara pengeluaran ditetapkan untuk satu DIPA kecuali terdapat keterbatasan pegawai/ pejabat dan tidak perlu ditetapkan apabila dalam pengelolaan DIPA bersangkutan tidak memerlukan Bendahara Pengeluaran. Bendahara pengeluaran melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/ surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012, Menteri Keuangan selaku BUN mengangkat Kepala KPPN selaku Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. KPPN selaku Kuasa BUN melaksanakan pencairan dana berdasarkan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPSPM atas nama KPA. Terkait dengan pelaksanaan pencairan dana, KPPN bertugas dan berwenang menguji dan meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PPSPM.
2.6. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 menjelaskan bahwa Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang/ jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/ jasa diselesaikan. Pengadaan barang/ jasa pemerintah dalam hal ini meliputi pengadaan atas barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya yang dilakukan oleh pejabat/ tim pengadaan bersertifikat dengan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/ tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Sebagaimana diatur oleh Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Perpres No. 70 Tahun 2012 (perubahan kedua), organisasi pengadaan meliputi PA/KPA, PPK, ULP/ Pejabat Pengadaan, dan Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Perpres No. 70 Tahun 2012 menegaskan bahwa pengangkatan dan pemberhentian pejabat dalam organisasi pengadaan tidak terikat tahun anggaran.
2.7. Mekanisme Pencairan Dana APBN
Mekanisme Pencairan Dana APBN diatur dalam PMK No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kegiatan Pencairan Dana APBN erat kaitannya dengan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang masing-‐masing didefinisikan sebagai berikut (Pasal 1, PMK No. 190/PMK.05/2012):
1. SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK
yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara;
2. SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-‐SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA;
3. SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
SPP dibuat dan ditandatangani oleh PPK dilampiri bukti hak tagih yang akan dibebankan kepada negara dalam pelaksanaan kegiatan. PP-‐SPM kemudian menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukungnya. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa SPP memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, PP-‐SPM menerbitkan SPM dengan membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan dan melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran tersebut kepada KPA dilampiri pernyataan kebenaran perhitungan dan tagihan dan/atau data perjanjian. KPA kemudian menyampaikan SPM beserta dokumen pendukungnya kepada Kuasa BUN, yaitu KPPN.
Dalam pencairan dana atas SPM yang diajukan oleh KPA, Kuasa BUN menerbitkan SP2D setelah melakukan pengujian terhadap SPM dengan meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM, menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam SPM, menguji kesesuaian SPM dengan DIPA yang menjadi dasar pembayaran, dan menguji ketersediaan jumlah dana dalam DIPA. Yang dimaksud dengan jumlah dana dalam DIPA tersebut adalah jumlah pagu dana dikurangi dengan jumlah dana yang telah direalisasikan, jumlah dana yang telah dibuatkan perjanjian untuk aktivitas di luar pencairan dana, dan uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan oleh Bendahara Pengeluar-‐an. Setelah pengujian dilakukan dan SPM telah memenuhi persyaratan pengujian, Kuasa BUN menerbitkan SP2D untuk memindahbukukan dari rekening pengeluaran ke rekening yang dituju dalam SPM. Jika SPM berdasarkan pengujian dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, Kuasa BUN berwenang menolak menerbitkan SP2D.
2.8. Penyerapan Dana APBN
Penyerapan merupakan realisasi atau pencairan anggaran.8 Dengan demikian, penyerapan dana APBN dapat diartikan sebagai proses direalisasikannya kegiatan-‐ kegiatan yang dimuat dalam DIPA Satker dan dana untuk membiayai kegiatan-‐ kegiatan tersebut dibayarkan kepada yang berhak menerimanya. Proses pembayaran tersebut mengakibatkan terjadinya pengeluaran negara yang umumnya ditandai dengan diterbitkannya SP2D oleh
8 Abdul Halim, Manajemen Keuangan Sektor Publik:
Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 84.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 73
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 73 Fandi Zaenudinsyah
KPPN yang mengesahkan berpindahnya sejumlah uang dari Rekening Kas Umum Negara (R-‐KUN) ke rekening pihak yang berhak menerimanya. Penyerapan APBN atau pencairan dana tersebut terjadi sepanjang tahun dimana DIPA berlaku.
Proses pencairan dana dikatakan lambat apabila pencairan dana lebih lambat dari perencanaan dalam DIPA, dan dikatakan cepat apabila lebih cepat dari perencanaan dalam DIPA.9 Rencana pencairan dana dalam DIPA tersebut terdapat pada Halaman III. APBN berlaku untuk setahun dimulai dari awal tahun anggaran berkenaan. Dengan demikian, pelaksanaan APBN yang baik dan optimal seharusnya ditandai dengan terserapnya dana secara relatif merata sepanjang tahun. Hal ini sejalan dengan penjelasan pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited) bahwa peningkatan belanja pemerintah dari tahun ke tahun memiliki implikasi terhadap makro ekonomi sektor riil yang mempengaruhi konsumsi, investasi, dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan belanja pemerintah tersebut idealnya diikuti dengan pola penyerapan dana yang responsif terkait peran APBN sebagai stimulus ekonomi10.
2.9. Hasil Penelitian Sebelumnya
Telah terdapat penelitian-‐ penelitian sebelumnya yang membahas mengenai topik yang berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu faktor-‐ faktor yang menjadi penyebab menumpuknya atau terkonsentrasinya pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran. Penelitian ini tidak terlepas dari penggunaan penelitian-‐ penelitian tersebut sebagai bahan pertimbangan penulisan dan pengolahan data (penentuan objek, penentuan sampel, perolehan data, dan metode pengolahan data) sehingga dapat memperkaya penelitian ini dan hasil dari penelitian ini dapat diperbandingkan dengan penelitian-‐penelitian tersebut. Hasil dari penelitian-‐ penelitian sebelumnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Iwan Dwi Kuswoyo (2011), dengan tesis berjudul “Analisis atas Faktor-‐ faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran: Studi Kasus pada Satker Wilayah KPPN Kediri”, dengan metode analisis faktor, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terkonsentrasinya penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran, yaitu
9 Mashudi Adi Nugroho, Analisis Faktor-‐Faktor yang
Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Kasus di KPPN Malang), Skripsi, tidak dipublikasikan, (Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2013), hlm. 38.
10 Kementerian Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013-‐Audited, hlm. 39.
faktor perencanaan anggaran, faktor pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang/ jasa, dan faktor internal Satker.
2. Retno Miliasih (2012) dengan tesis berjudul “Analisis Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian Negara/ Lembaga TA 2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru”. Dengan metode analisis menggunakan tabel analisis cross tabulation menyimpulkan bahwa 75,25% Satker yang diteliti mengalami keterlambatan penyerapan anggaran belanja dengan penyebab utama terletak pada permasalahan internal Satker.
3. Hendris Herriyanto (2012) dengan tesis berjudul “Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta: Studi Kasus pada Satker Wilayah KPPN Jakarta I dan KPPN Jakarta IV”. Dengan analisis faktor, penulis menemukan lima faktor yang menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada Satker di Wilayah Jakarta, yaitu faktor perencanaan, faktor administrasi, faktor sumber daya manusia, faktor dokumen pengadaan, dan faktor penggantian uang persediaan. 30 (tiga puluh) variabel dan pertanyaan kuesioner dalam penelitian ini digunakan kembali oleh penulis untuk meneliti objek dan tahun penelitian yang berbeda dengan pertimbangan mengurangi kemungkinan kegagalan instrumen penelitian, yaitu kuesioner, dalam pengujian validitas dan reliabilitas.
4. Prasetyo Adi Priatno (2013) dengan skripsi berjudul “Analisis Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar” dengan menggunakan metode analisis faktor dan regresi logistik, menemukan tiga faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran Satker, yaitu faktor administrasi dan SDM (tidak signifikan), faktor perencanaan (signifikan), dan faktor pengadaan barang dan jasa (signifikan).
5. Mashudi Adi Nugroho (2013) dengan skripsi berjudul “Analisis Faktor-‐faktor yang Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun Anggaran: Studi Kasus pada Satker Wilayah KPPN Malang”. Penelitian tersebut menggunakan metode analisis faktor, dan menunjukkan hasil bahwa ditemukan enam faktor yang menyebabkan terkonsentrasinya penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran, yaitu faktor perencanaan, faktor peraturan, faktor sumber daya manusia, faktor teknis, faktor kendala koordinasi, dan faktor pengadaan barang/ jasa.
Halaman 74
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 74 Fandi Zaenudinsyah
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini. Arikunto menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif memiliki sifat umum antara lain kejelasan unsur (tujuan, subjek, dan sumber data), dapat menggunakan sampel, kejelasan desain, dan analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul, serta pertimbangan lain peneliti yaitu ketersediaan waktu, dana, dan minat peneliti. Penelitian ini bersifat deskriptif-‐eksploratif.11 Penelitian eksploratif digunakan untuk mengumpulkan data awal tentang sesuatu, dan penelitian deskriptif digunakan untuk mengkaji sesuatu seperti apa adanya (variabel tunggal) atau pola hubungan antara dua variabel atau lebih.12
Objek penelitian ini adalah Satker lingkup KPPN Jakarta V. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-‐faktor yang menjadi penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V.
3.2. Data Populasi dan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penulis memperoleh data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada narasumber pelaksana anggaran Satker, yaitu KPA atau PPK, sehingga didapatkan jawaban yang relevan dengan permasalahan penelitian. Kuesioner terdiri atas pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Penulis memperoleh data sekunder dengan mengumpulkan data dari dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan populasi adalah pejabat perbendaharaan tertentu, yaitu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), seluruh Satker lingkup KPPN Jakarta V yang berkaitan dengan penyerapan dana APBN. Jumlah sampel yang dianjurkan dalam analisis faktor adalah antara 50 sampai 100.13 Salah satu metode penentuan sampel adalah sampling kuota yang didefinisikan oleh Siregar sebagai metode menetapkan sampel dengan menentukan kuota terlebih dahulu pada setiap kelompok dan penelitian belum dianggap selesai sebelum kuota tersebut
11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 13.
12 Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-‐Ilmu Sosial, (Jakarta: DIA FISIP UI, 2007), hlm. 101.
13 Singgih Santoso, Statistik Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), hlm. 58.
terpenuhi.14 Dengan dasar tersebut, penulis menentukan sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden yang diambil dengan metode sampling kuota.
3.3. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan 30 variabel penelitian
sebagaimana yang telah digunakan pada penelitian Herriyanto (2012) dengan objek penelitian yang berbeda. Variabel-‐variabel tersebut, yaitu:
1. Anggaran kegiatan diblokir (Q1); 2. Salah dalam penentuan akun (Q2); 3. Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang
terlalu pendek (Q3); 4. SK Penunjukan/ Penggantian Pejabat
Perbendaharaan terlambat ditetapkan (Q4); 5. SDM (sumber daya manusia) pelaksana
pengadaan kurang kompeten (Q5); 6. Rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan
(Q6); 7. Ketakutan Pejabat melaksanakan pengadaan
akibat pemberitaan penangkapan dengan tuduhan korupsi (Q7);
8. Keengganan untuk menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima (Q8);
9. Keterbatasan pejabat/ pelaksana pengadaan yang bersertifikat (Q9);
10. SK Panitia Lelang terlambat ditetapkan (Q10); 11. Terlambatnya penyusunan jadwal pelaksanaan
lelang (Q11); 12. Jadwal pelaksanaan lelang yang disusun tidak
realistis atau tidak sesuai dengan kebutuhan (Q12);
13. Kesulitan menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan HPS tidak ditentukan melalui keahlian dan survey pasar (Q13);
14. Terlambat dalam pengesahan dokumen lelang (Q14);
15. Proses lelang masih dalam masa sanggah dan masih menunggu proses hukum (Q15);
16. Panitia/ Pejabat Pengadaan dan/ atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) belum dibentuk (Q16);
17. Kontrak belum ditandatangani karena terdapat berbagai permasalahan seperti masih menunggu persetujuan lender (PPHLN) (Q17);
18. Adanya adendum kontrak (Q18); 19. Pembentukan panitia pembebasan tanah
terlambat ditetapkan (Q19); 20. Terdapat permasalahan terkait pembebasan
tanah (Q20); 21. Terdapat permasalahan terkait pengadaan
peralatan/ mesin (Q21);
14 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif:
Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 33-‐34.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 75
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 75 Fandi Zaenudinsyah
22. SK Penunjukan panitia pelaksana kegiatan
swakelola belum ditetapkan (Q22); 23. Kurangnya pemahaman terhadap peraturan
mengenai mekanisme pembayaran (Q23); 24. DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai dengan
kebutuhan (Q24); 25. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan UP tapi
belum diganti melalui GUP (Q25); 26. Adanya tambahan pagu karena ABT, kelebihan
realisasi PNBP, tambahan/ luncuran PHLN/ PHDN, dan/ atau penerimaan hibah (Q26);
27. Pelaksanaan kegiatan/ proyek tidak melihat rencana/ jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27);
28. Pejabat/ pegawai pengelola keuangan sering mengalami mutasi (Q28);
29. Tidak adanya mekanisme reward dan punisment dalam pengelolaan anggaran pada Satker (Q29);
30. Terdapat kultur/ kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30).
3.4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data berupa analisis faktor. Pengujian atas kualitas instrumen, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas harus dilakukan sebelum analisis faktor.
Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner dimana kuesioner yang valid memiliki pertanyaan yang mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.15 Penulis melakukan pengujian ini dengan membandingkan 𝑟𝑟 hitung dan 𝑟𝑟 tabel. Nilai 𝑟𝑟 hitung dihasilkan dari nilai Corrected Item Total Correlation dengan bantuan program SPSS. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan 𝑟𝑟 tabel dengan 𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑛𝑛 − 2 dan nilai signifikansi ∝= 5%. Instrumen dikatakan valid jika 𝑟𝑟 hitung lebih besar dari 𝑟𝑟 tabel.
Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.16 Penulis melakukan pengujian ini dengan menggunakan Cronbach Alpha dimana koefisien alpha dimiliki oleh setiap pertanyaan. Instrumen dikatakan andal (reliable) jika Cronbach Alpha bernilai > 0,6.
Analisis faktor adalah teknik mencari faktor yang mampu menjelaskan hubungan berbagai indikator independen yang diobservasi.17 Penelitian ini
15 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate
Dengan Program IBM SPSS 22 Update PLS Regresi. Edisi ke-‐7, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013), hlm. 52.
16 Ibid., hlm.47. 17 Agus Widarjono, Analisis Multivariat Terapan:
Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS, Edisi
menggunakan Exploratory Factor Analysis, dimana sejumlah indikator dicari untuk membentuk faktor umum tanpa ada landasan teori sebelumnya atau merupakan sebuah metode untuk membangun teori.
Langkah-‐langkah analisis faktor yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menghitung korelasi indikator
Menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat dalam analisis factor, adalah keputusan pertama yang harus dilakukan dalam analisis faktor.18 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Uji Bartlett (Bartlett’s test of sphericity), Kaiser-‐Meyer Olkin (KMO), dan Measure Sampling Adequacy (MSA) untuk menghitung korelasi indikator.
Uji Bartlett merupakan uji statistik untuk signifikansi menyeluruh semua korelasi di dalam matriks korelasi dan dilakukan dengan menguji apakah data yang diobservasi merupakan sampel dari distribusi populasi normal multivariat dengan semua koefisien korelasi bernilai nol. Metode KMO mengukur kecukupan sampling secara menyeluruh dan untuk setiap indikator dengan mengukur homogenitas indikator. Untuk analisis faktor, KMO harus bernilai di atas 0,5, signifikansi pada uji Bartlett di bawah 5%, dan MSA di bawah 0,5.
b. Ekstraksi faktor
Langkah ke-‐2 dalam analisis faktor adalah ekstraksi faktor, yang merupakan metode mereduksi data dari berbagai indikator untuk mendapat faktor yang lebih sedikit dan mampu menjelaskan korelasi antara indikator-‐indikator yang diobservasi. Pada tahap ini, item-‐item pertanyaan didistribusikan ke faktor-‐faktor yang telah dibentuk.19
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Principal Component Analysis sebagai metode ekstraksi faktor. Metode ini membentuk kombinasi linier dari indikator yang diobservasi dimana komponen utama pertama adalah kombinasi yang menjelaskan varian dengan jumlah terbesar dari sampel, komponen utama kedua menjelaskan varian terbesar kedua dan tidak berhubungan dengan komponen utama pertama, dan komponen utama berikutnya menjelaskan porsi lebih kecil dari varian sampel total dan tidak berhubungan dengan yang lainnya.
c. Rotasi faktor
Langkah berikutnya setelah melakukan ekstraksi faktor adalah rotasi faktor. Rotasi faktor diperlukan apabila ekstraksi faktor belum menghasilkan
ke-‐3, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015), hlm. 189.
18 Ibid., hlm. 194 19 Ibid., hlm. 196
Halaman 76
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 76 Fandi Zaenudinsyah
komponen faktor utama yang jelas dan memiliki tujuan untuk memperoleh struktur faktor yang lebih sederhana sehingga mudah diinterpretasikan.20 Penelitian ini menggunakan Varimax Method sebagai metode rotasi faktor orthogonal untuk meminimalkan jumlah indikator dengan factor loading tinggi pada setiap faktor.
d. Penamaan faktor
Setelah rotasi faktor mereduksi indikator-‐indikator menjadi beberapa faktor, setiap faktor yang dibentuk diberi nama yang idealnya merupakan nama yang mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut. Namun, menurut Kuswoyo, apabila tidak dimungkinkan untuk memberi nama faktor yang dapat mewakili semua variabel pembentuk faktor tersebut, penamaan faktor dapat melihat variabel dengan factor loading tertinggi.21
4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada responden, yaitu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satker lingkup kerja KPPN Jakarta V. Penentuan KPA atau PPK sebagai responden menimbang bahwa pejabat bersangkutan seharusnya lebih memahami permasalahan yang terjadi selama ini, khususnya berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan anggaran dari pada jabatan perbendaharaan yang lain, sehingga jawaban responden dapat benar-‐ benar mencerminkan keadaan sebenarnya dalam Satker tersebut. Selain itu, penulis memilih salah satu pejabat perbendaharaan, yaitu KPA atau PPK guna mendapat satu responden yang menjadi representasi Satker bersangkutan dan menghindari data yang bias apabila diisi lebih dari satu pegawai dari Satker yang sama.
Pendistribusian dan penerimaan jawaban kuesioner dimulai dari awal Agustus 2015 sampai dengan awal September 2015. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu bagian pertama (A) berisi pertanyaan tentang identitas responden, bagian kedua (B) berisi pertanyaan tertutup berupa 30 pertanyaan berdasarkan persepsi responden, bagian ketiga (C) berisi pertanyaan terbuka, yaitu faktor penyebab utama menumpuknya pencairan dana APBN pada
20 Ibid., hlm.197 21 Iwan Dwi Kuswoyo, Analisis atas Faktor-‐Faktor
yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri), Tesis, tidak dipublikasikan, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, 2011), hlm. 62.
akhir tahun anggaran untuk Satker bersangkutan, dan bagian keempat (D) berisi pertanyaan tentang profil Satker.
Penulis mendistribusikan kuesioner kepada responden sebanyak 300 eksemplar dan menerima jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 115 eksemplar atau 38,33% dari jumlah eksemplar yang didistribusikan, dan dari jumlah tersebut sebanyak 113 telah mengisi pertanyaan inti dengan lengkap. Dengan demikian, jumlah yang kembali tersebut telah memenuhi jumlah sampel yang dianjurkan dalam analisis faktor, yaitu 50 sampai 100 sampel.
4.2. Uji Kualitas Instrumen
4.1.1. Uji Validitas
Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner dimana kuesioner yang valid memiliki pertanyaan yang mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.22 Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai 𝑟𝑟 hitung dan 𝑟𝑟 tabel. Nilai 𝑟𝑟 hitung dihasilkan dari nilai Corrected Item Total Correlation yang didapatkan dengan bantuan program SPSS versi 22.0. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan 𝑟𝑟 tabel dengan 𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑛𝑛 − 2 dan nilai signifikansi 95% (∝= 5%). Penelitian ini menggunakan 113 data responden sehingga didapatkan nilai DF sebesar 111 (113–2). Dengan 𝐷𝐷𝐷𝐷 sebesar 111 dan nilai signifikansi 95% (∝= 5%) didapatkan nilai 𝑟𝑟 tabel sebesar 0,1848 (dari 𝑟𝑟 tabel uji 2 arah). Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai 𝑟𝑟 hitung lebih besar dari nilai 𝑟𝑟 tabel.
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 30 pertanyaan, 1 pertanyaan (Q29: Tidak adanya mekanisme reward dan punishment dalam pengelolaan anggaran pada Satker) dinyatakan tidak valid karena memiliki 𝑟𝑟 hitung (0,1214) yang lebih rendah dari 𝑟𝑟 tabel (0,1848). Sebanyak 29 pertanyaan lainnya dinyatakan valid karena masing-‐masing memiliki 𝑟𝑟 hitung yang lebih besar 𝑟𝑟 tabel sehingga dapat digunakan untuk dianalisis lebih lanjut.
4.1.2. Uji Reliabilitas
Setelah melakukan uji validitas dan mengeluarkan pertanyaan yang tidak valid, penulis melakukan uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.23 Penulis melakukan pengujian ini dengan menggunakan Cronbach Alpha dimana koefisien alpha dimiliki oleh setiap pertanyaan. Instrumen berupa kuesioner dikatakan andal (reliable) jika Cronbach Alpha bernilai lebih besar dari (>) 0,6. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha adalah sebesar 0,900 22 Imam Ghozali, Op.Cit., hlm. 52. 23 Ibid., hlm. 47.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 77
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 77 Fandi Zaenudinsyah
(>0,6). Hal ini berarti bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan andal.
4.3. Analisis Faktor
4.2.1.Uji Korelasi Antar Variable
Penulis melakukan uji korelasi antar variabel dengan metode Uji Bartlett (Bartlett’s test of sphericity) dan Kaiser-‐Meyer Olkin (KMO). Uji Bartlett merupakan uji statistik untuk signifikansi menyeluruh semua korelasi di dalam matriks korelasi dan dilakukan dengan menguji apakah data yang diobservasi merupakan sampel dari distribusi populasi normal multivariat dengan semua koefisien korelasi bernilai nol. Metode KMO mengukur kecukupan sampling secara menyeluruh dan untuk setiap indikator dengan mengukur homogenitas indikator. Untuk analisis faktor, KMO harus bernilai di atas 0,5.24
Hasil pengujian terhadap 29 pertanyaan yang valid menunjukkan nilai Kaiser-‐Meyer Olkin (KMO) sebesar 0,729 (>0,5) dan Bartlett’s test of sphericity sebesar 0,000 (<0,05), sehingga layak untuk dilakukan analisis faktor selanjutnya. Penulis melakukan uji korelasi antarvariabel lainnya dengan melihat nilai measure sampling adequacy (MSA). MSA untuk seluruh 29 pertanyaan memiliki nilai masing-‐masing lebih besar dari 0,5 sehingga lolos uji korelasi.
4.2.2. Ekstraksi Faktor
Langkah kedua dalam analisis faktor adalah mereduksi data dengan ekstraksi faktor untuk mendapat faktor yang lebih sedikit dan mampu menjelaskan korelasi antara indikator-‐indikator yang diobservasi.25 Penulis melakukan ekstraksi faktor dengan menggunakan metode Principal Component Analysis dan kriteria eigenvalue> 1.
Dari hasil ekstraksi faktor terbentuk 8 (delapan) faktor dengan eigenvalue>1 dan persentase varian kumulatif 68,324% dengan setiap faktor dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor pertama memiliki eigenvalue sebesar 8,002 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 27,592%;
b. Faktor kedua memiliki eigenvalue sebesar 2,811 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 9,693%;
c. Faktor ketiga memiliki eigenvalue sebesar 2,126 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 7,330%;
24 Agus Widarjono, Analisis Multivariat Terapan:
Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS, Edisi ke-‐3, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015), hlm.194.
25 Ibid., hlm. 196
d. Faktor keempat memiliki eigenvalue sebesar 1,834 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 6,325%;
e. Faktor kelima memiliki eigenvalue sebesar 1,487 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 5,127%;
f. Faktor keenam memiliki eigenvalue sebesar 1,347 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 4,643%;
g. Faktor ketujuh memiliki eigenvalue sebesar 1,180 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 4,069%.
h. Faktor kedelapan memiliki eigenvalue sebesar 1,028 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 3,544%.
Penulis mendistribusikan variabel-‐ variabel ke setiap faktor berdasarkan nilai factor loading terbesar (nilai mutlak) item pada setiap komponen dengan bantuan SPSS 22.0. Terdapat banyak item pertanyaan yang masuk pada faktor (component) 1, terdapat item pertanyaan yang tidak jelas masuk ke faktor yang mana (Q4), dan terdapat faktor yang tidak mendapat distribusi item pertanyaan. Guna mendistribusikan-‐nya secara lebih jelas dan merata diperlukan tahap berikutnya dalam analisis faktor, yaitu rotasi faktor.
4.2.3. Rotasi Faktor
Apabila ekstraksi faktor belum menghasilkan komponen faktor utama yang jelas dan guna memperoleh struktur faktor yang lebih sederhana agar mudah diinterpretasikan diperlukan rotasi faktor.26 Ekstraksi faktor yang telah dilakukan menghasilkan distribusi item pertanyaan ke faktor-‐faktor secara tidak jelas dan tidak merata sehingga diperlukan rotasi faktor untuk meratakan distribusi tersebut.
Penulis menggunakan Varimax Method sebagai metode rotasi faktor orthogonal untuk meminimalkan jumlah indikator dengan factor loading tinggi pada tiap faktor. Tabel 1 menunjukkan distribusi item pertanyaan (variabel) ke faktor-‐faktor yang telah terbentuk setelah rotasi faktor.
26 Ibid., hlm.197
Halaman 78
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 78 Fandi Zaenudinsyah
Tabel 1. Distribusi ke Faktor Setelah Dirotasi
Faktor Item dan factor loading
1 Q27 (0,733), Q25 (0,714), Q23 (0,605), Q30 (0,567), Q22 (0,514), Q15 (0,494)
2 Q20 (0,804), Q19 (0,749), Q17 (0,673), Q18 (0,466)
3 Q24 (0,777), Q3 (0,695), Q1 (0,624), Q2 (0,457)
4 Q16 (0,777), Q4 (0,734), Q10 (0,549)
5 Q14 (0,846), Q12 (0,718), Q13 (0,523), Q21 (0,446)
6 Q9 (0,726), Q8 (0,675), Q7 (0,621), Q6 (0,618)
7 Q11 (0,800), Q5 (0,614), Q26 (-‐0,484)
8 Q28 (0,814)
Sumber: data primer, diolah dengan SPSS 22.0
4.2.4. Penamaan Faktor yang Terbentuk
Setelah mendistribusikan setiap item pertanyaan ke setiap faktor yang terbentuk, penulis memberi nama faktor-‐faktor tersebut. Penamaan setiap faktor idealnya berdasarkan karakteristik yang merepresentasikan seluruh item pertanyaan (variabel pembentuk faktor) yang ada pada faktor tersebut. Namun demikian, jika tidak dimungkinkan untuk memberi nama faktor yang dapat mewakili semua variabel pembentuk faktor tersebut, penamaan faktor dapat melihat variabel dengan factor loading tertinggi.27 Pemberian nama setiap faktor yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor 1 : Faktor Administrasi Perbendaharaan; b. Faktor 2 : Faktor Pelaksanaan Pengadaan; c. Faktor 3 : Faktor Perencanaan; d. Faktor 4 : Faktor Persyaratan Teknis Pendukung; e. Faktor 5 : Faktor Jadwal Pengadaan; f. Faktor 6 : Faktor Sumber Daya Manusia; g. Faktor 7 : Faktor Kompetensi; h. Faktor 8 : Faktor Mutasi Pejabat.
Analisis faktor membentuk faktor pertama yang diberi nama faktor administrasi perbendaharaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue tertinggi sebesar 8,022 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 27,592%. Terdapat enam variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Proses lelang masih dalam masa sanggah dan masih menunggu proses hukum (Q15) dengan factor loading sebesar 0,494;
b. SK penunjukan panitia pelaksanaan kegiatan swakelola belum ditetapkan (Q22) dengan factor loading sebesar 0,514;
c. Kurangnya pemahaman terhadap peraturan tentang mekanisme pembayaran (Q23) dengan factor loading sebesar 0,605;
27 Iwan Dwi Kuswoyo., Op.Cit., hlm. 62.
d. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan UP tapi belum diganti dengan GUP (Q25) dengan factor loading sebesar 0,714;
e. Pelaksanaan kegiatan/proyek tidak melihat rencana/ jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27) factor loading sebesar 0,733;
f. Terdapat kultur/ kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30) dengan factor loading sebesar 0,567.
Analisis faktor membentuk faktor kedua yang diberi nama faktor pelaksanaan pengadaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 2,811 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 9,693%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Kontrak belum ditandatangani karena terdapat berbagai permasalahan seperti masih menunggu persetujuan lender (PPHLN) (Q17) factor loading sebesar 0,673;
b. Adanya addendum kontrak (Q18) factor loading sebesar 0,466;
c. Pembentukan panitia pembebasan tanah terlambat ditetapkan (Q19) factor loading sebesar 0,749;
d. Terdapat permasalahan terkait pembebasan tanah (Q20) factor loading sebesar 0,804.
Analisis faktor membentuk faktor ketiga yang diberi nama faktor perencanaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 2,126 dan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 7,330%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Anggaran kegiatan diblokir (Q1) factor loading sebesar 0,624;
b. Salah dalam penentuan akun (Q2) factor loading sebesar 0,457;
c. Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek (Q3) factor loading sebesar 0,695;
d. DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai dengan kebutuhan (Q24) factor loading sebesar 0,777.
Analisis faktor membentuk faktor keempat yang diberi nama faktor persyaratan teknis pendukung. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,834 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 6,325%. Terdapat tiga variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. SK Penunjukan/ Penggantian Pejabat Perbendaharaan terlambat ditetapkan (Q4) dengan factor loading sebesar 0,734;
b. SK Panitia Lelang terlambat ditetapkan (Q10) dengan factor loading sebesar 0,549;
c. Panitia/ Pejabat Pengadaan dan/ atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) belum dibentuk (Q16) dengan factor loading sebesar 0,777.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 78 Fandi Zaenudinsyah
Tabel 1. Distribusi ke Faktor Setelah Dirotasi
Faktor Item dan factor loading
1 Q27 (0,733), Q25 (0,714), Q23 (0,605), Q30 (0,567), Q22 (0,514), Q15 (0,494)
2 Q20 (0,804), Q19 (0,749), Q17 (0,673), Q18 (0,466)
3 Q24 (0,777), Q3 (0,695), Q1 (0,624), Q2 (0,457)
4 Q16 (0,777), Q4 (0,734), Q10 (0,549)
5 Q14 (0,846), Q12 (0,718), Q13 (0,523), Q21 (0,446)
6 Q9 (0,726), Q8 (0,675), Q7 (0,621), Q6 (0,618)
7 Q11 (0,800), Q5 (0,614), Q26 (-‐0,484)
8 Q28 (0,814)
Sumber: data primer, diolah dengan SPSS 22.0
4.2.4. Penamaan Faktor yang Terbentuk
Setelah mendistribusikan setiap item pertanyaan ke setiap faktor yang terbentuk, penulis memberi nama faktor-‐faktor tersebut. Penamaan setiap faktor idealnya berdasarkan karakteristik yang merepresentasikan seluruh item pertanyaan (variabel pembentuk faktor) yang ada pada faktor tersebut. Namun demikian, jika tidak dimungkinkan untuk memberi nama faktor yang dapat mewakili semua variabel pembentuk faktor tersebut, penamaan faktor dapat melihat variabel dengan factor loading tertinggi.27 Pemberian nama setiap faktor yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor 1 : Faktor Administrasi Perbendaharaan; b. Faktor 2 : Faktor Pelaksanaan Pengadaan; c. Faktor 3 : Faktor Perencanaan; d. Faktor 4 : Faktor Persyaratan Teknis Pendukung; e. Faktor 5 : Faktor Jadwal Pengadaan; f. Faktor 6 : Faktor Sumber Daya Manusia; g. Faktor 7 : Faktor Kompetensi; h. Faktor 8 : Faktor Mutasi Pejabat.
Analisis faktor membentuk faktor pertama yang diberi nama faktor administrasi perbendaharaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue tertinggi sebesar 8,022 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 27,592%. Terdapat enam variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Proses lelang masih dalam masa sanggah dan masih menunggu proses hukum (Q15) dengan factor loading sebesar 0,494;
b. SK penunjukan panitia pelaksanaan kegiatan swakelola belum ditetapkan (Q22) dengan factor loading sebesar 0,514;
c. Kurangnya pemahaman terhadap peraturan tentang mekanisme pembayaran (Q23) dengan factor loading sebesar 0,605;
27 Iwan Dwi Kuswoyo., Op.Cit., hlm. 62.
d. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan UP tapi belum diganti dengan GUP (Q25) dengan factor loading sebesar 0,714;
e. Pelaksanaan kegiatan/proyek tidak melihat rencana/ jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27) factor loading sebesar 0,733;
f. Terdapat kultur/ kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30) dengan factor loading sebesar 0,567.
Analisis faktor membentuk faktor kedua yang diberi nama faktor pelaksanaan pengadaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 2,811 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 9,693%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Kontrak belum ditandatangani karena terdapat berbagai permasalahan seperti masih menunggu persetujuan lender (PPHLN) (Q17) factor loading sebesar 0,673;
b. Adanya addendum kontrak (Q18) factor loading sebesar 0,466;
c. Pembentukan panitia pembebasan tanah terlambat ditetapkan (Q19) factor loading sebesar 0,749;
d. Terdapat permasalahan terkait pembebasan tanah (Q20) factor loading sebesar 0,804.
Analisis faktor membentuk faktor ketiga yang diberi nama faktor perencanaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 2,126 dan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 7,330%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Anggaran kegiatan diblokir (Q1) factor loading sebesar 0,624;
b. Salah dalam penentuan akun (Q2) factor loading sebesar 0,457;
c. Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek (Q3) factor loading sebesar 0,695;
d. DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai dengan kebutuhan (Q24) factor loading sebesar 0,777.
Analisis faktor membentuk faktor keempat yang diberi nama faktor persyaratan teknis pendukung. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,834 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 6,325%. Terdapat tiga variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. SK Penunjukan/ Penggantian Pejabat Perbendaharaan terlambat ditetapkan (Q4) dengan factor loading sebesar 0,734;
b. SK Panitia Lelang terlambat ditetapkan (Q10) dengan factor loading sebesar 0,549;
c. Panitia/ Pejabat Pengadaan dan/ atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) belum dibentuk (Q16) dengan factor loading sebesar 0,777.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 79
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 79 Fandi Zaenudinsyah
Analisis faktor membentuk faktor kelima yang
diberi nama faktor jadwal pengadaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,487 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 5,127%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Jadwal pelaksanaan lelang yang disusun tidak realistis atau tidak sesuai kebutuhan (Q12) dengan factor loading sebesar 0,718;
b. Kesulitan menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan HPS tidak ditentukan melalui keahlian dan survey pasar (Q13) dengan factor loading sebesar 0,523;
c. Terlambat dalam pengesahan dokumen pengumuman lelang (Q14) dengan factor loading sebesar 0,846;
d. Terdapat permasalahan terkait pengadaan peralatan/ mesin (Q21) dengan factor loading sebesar 0,446.
Analisis faktor membentuk faktor keenam yang diberi nama faktor sumber daya manusia. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,347 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 4,643%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. Rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan (Q6) dengan factor loading sebesar 0,618;
b. Ketakutan pejabat melaksanakan pengadaan akibat pemberitaan penangkapan dengan tuduhan korupsi (Q7) dengan factor loading sebesar 0,621;
c. Keengganan untuk menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima (Q8) dengan factor loading sebesar 0,675;
d. Keterbatasan pejabat/ pelaksana pengadaan yang bersertifikat (Q9) dengan factor loading sebesar 0,726.
Analisis faktor membentuk faktor ketujuh yang diberi nama faktor kompetensi. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,180 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 4,069%. Terdapat tiga variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu:
a. SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten (Q5) dengan factor loading sebesar 0,614;
b. Terlambatnya penyusunan jadwal pelaksanaan lelang (Q11) dengan factor loading sebesar 0,800;
c. Adanya tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP, tambahan/ luncuran PHLN/PHDN, dan/ atau penerimaan hibah (Q26) dengan factor loading sebesar -‐0,484.
Analisis faktor membentuk faktor kedelapan yang diberi nama faktor mutasi pejabat. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,028 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi
seluruh item pertanyaan sebesar 3,544%. Satu-‐satunya variabel yang membentuk faktor ini adalah pejabat/pegawai pengelola keuangan sering mengalami mutasi (Q28) dengan factor loading sebesar 0,814.
4.3. Pembahasan Faktor
4.3.1. Faktor Administrasi Perbendaharaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa enam variabel pembentuk faktor administrasi perbendaharaan (Q15, Q22, Q23, Q25, Q27, dan Q30) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 32,45%. Dua variabel pembentuk faktor administrasi perbendaharaan dengan persentase responden terbesar yang menyetujui keduanya sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah pelaksanaan kegiatan/proyek tidak melihat rencana/jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27) dan terdapat kultur/kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30).
Atas masalah yang pertama (Q27), solusi kebijakan yang dapat diambil adalah dengan selalu mempertimbangkan halaman 3 DIPA yang memuat rencana/jadwal penarikan dana yang umumnya teratur per bulannya dalam pelaksanaan kegiatan/proyek. Dalam hal ini, kepala unit atau atasan langsung pelaksana kegiatan/proyek dapat melakukan perbandingan atas rencana kebutuhan dana atas kegiatan dengan rencana penarikan yang terdapat pada halaman 3 DIPA. Atas masalah yang kedua (Q30), solusi kebijakan yang dapat diambil adalah dengan membentuk unit pengawas satker baik yang bersifat internal dan independen maupun dari unit vertikal di atasnya seperti unit wilayah dan kantor pusat. Selain itu, meningkatkan insentif kerja seperti pemberian reward dan punishment dapat berperan untuk mengatasi masalah tersebut.
4.3.2. Faktor Pelaksanaan Pengadaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk faktor pelaksanaan pengadaan (Q17, Q18, Q19, dan Q20) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 37,17%. Dua variabel pembentuk faktor pelaksanaan pengadaan dengan persentase responden terbesar yang menyetujui keduanya sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah adanya adendum kontrak (Q18) dan adanya permasalahan terkait pembebasan tanah (Q20).
Guna mengatasi terjadinya adendum kontrak, satker harus lebih memperhatikan kebutuhan dalam membuat spesifikasi kerja yang akan disepakati
Halaman 80
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 80 Fandi Zaenudinsyah
dengan pihak ketiga, mengawasi pekerjaan yang pihak ketiga lakukan, dan melakukan komunikasi rutin atas perkembangan hasil kerja dengan pihak ketiga. Guna mengatasi permasalahan dalam pembebasan tanah, satker dapat melakukan penelitian pendahuluan atas harga tanah yang akan dibebaskan pada tahun berikutnya dan menyesuaiakannya dengan rencana anggaran yang disediakan untuk membebaskan tanah tersebut. Satker juga dapat melakukan negosiasi awal dengan pemilik tanah sebelum merencanakan kegiatan/ proyek yang membutuhkan pembebasan tanah bersangkutan. Negosiator yang andal juga dapat dipilih untuk lebih melancarkan negosiasi terutama dengan keterbatasan alokasi dana yang tersedia.
4.3.3. Faktor Perencanaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk faktor perencanaan (Q1, Q2, Q3, dan Q24) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 55,09%. Tiga variabel pembentuk faktor perencanaan dengan persentase responden yang menyetujui ketiganya lebih dari 50% responden sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah salah dalam penentuan akun (Q2), masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek (Q3), dan DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai kebutuhan (Q4).
Guna mengatasi terjadinya kesalahan dalam menentukan akun, Satker harus teliti dalam memilih akun yang sesuai dengan kegiatan yang akan direncanakan pada tahun anggaran bersangkutan. Akun yang akan dipilih umumnya telah disertai penjelasan pada Bagan Akun Standar (BAS) sehingga memudahkan pencocokan dengan kegiatan tersebut. Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek perlu diatasi dengan kebijakan evaluasi penyediaan waktu yang memadai dalam menyusun dan menelaah anggaran. Selain itu, masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek dapat diatasi dengan melakukan perencanaan kebutuhan kegiatan periode berikutnya secara lebih awal dan menyiapkan data pendukung yang memadai. Revisi DIPA dapat diminimalkan dengan cara merencanakan anggaran secara lebih matang sesuai kebutuhan. Namun, untuk membantu pelaksanaan kegiatan yang sulit direncanakan dan memerlukan revisi DIPA, perlu kebijakan yang memudahkan revisi sehingga tidak memakan waktu lama.
4.3.4. Faktor Persyaratan Teknis Pendukung
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa tiga variabel pembentuk faktor teknis pendukung (Q4, Q10, dan Q16) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 19,17%. Persentase responden yang
menyetujui ketiga variabel tersebut sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah kurang dari 50% responden untuk setiap variabelnya di mana persentase terbesar responden (23,01%) terdapat pada keterlambatan penetapan SK Panitia Lelang (Q10).
Tindak lanjut atas permasalahan ini dapat mengacu pada Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, yang menegaskan pelaksanaan pengadaaan barang/ jasa mendahului tahun anggaran. Dengan demikian, SK panitia lelang untuk menggantikan panitia sebelumnya beserta pelaksanaan lelang dapat ditetapkan sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan untuk mengantisipasi panjangnya proses lelang dan pelaksanaan pengadaan.
4.3.5. Faktor Jadwal Pengadaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk jadwal pengadaan (Q12, Q13, Q14, dan Q21) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 36,73%. Penentuan HPS (Q13) merupakan masalah dengan persentase responden menyetujui terbanyak dalam faktor ini (53,98%).
Guna mendapatkan SDM berkualitas khususnya dalam menentukan HPS, Satker memerlukan pendidikan dan pelatihan sehingga dapat memanfaatkan survey pasar, data kontrak di masa lalu, perhitungan harga satuan, dan referensi lainnya dengan baik yang dapat membantu dalam menentukan HPS. Masalah dengan persentase responden terbanyak kedua (39,82%) dalam faktor ini adalah keterlambatan dalam pengesahan dokumen lelang (Q14). Dokumen lelang yang telah diuji dan diseleksi dalam batas waktu yang ditentukan harus segera disahkan sehingga: 1).Kegiatan berikutnya dapat segera ditindaklanjuti, 2).Pemenang lelang dapat segera diumumkan, 3).Pekerjaan sesuai kesepakatan lelang dapat segera dilaksanakan, dan 4).Anggaran yang dialokasikan atasnya dapat segera terserap.
4.3.6. Faktor Sumber Daya Manusia
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk faktor SDM (Q6, Q7, Q8, dan Q9) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 69,25%. Persentase responden yang menyetujui keempat variabel pembentuk faktor SDM sebagai penyebab penumpukan pencairan dana pada akhir tahun anggaran adalah masing-‐masing lebih dari 50%.
Rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan (Q6) seharusnya dihindari sehingga pelaksanaan pengadaan dapat berjalan lebih efektif tanpa
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 81
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 81 Fandi Zaenudinsyah
terganggu adanya benturan kepentingan dan kesibukan karena pekerjaan lainnya. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk unit yang khusus menangani pengadaan barang/ jasa. Ketakutan pejabat atas risiko korupsi yang banyak diberitakan terjadi pada bidang pengadaan barang/ jasa (Q7) dapat dieliminasi dengan pendidikan anti korupsi kepada pegawai, sehingga timbulnya kesan bahwa kegiatan pengadaan barang/ jasa berkaitan dengan tindak korupsi dapat dieliminasi. Keengganan menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko dan imbalan (Q8) dapat diatasi dengan meninjau risiko pekerjaan pengadaan barang/ jasa untuk dijadikan sebagai dasar penentuan imbalan yang memadai. Guna menghindari keterbatasan pejabat/ pelaksana pengadaan berserfikat (Q9), Satker hendaknya rutin mengirimkan pegawainya pada pendidikan dan pelatihan yang bersertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah.
4.3.7. Faktor Kompetensi
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa tiga variabel pembentuk faktor kompetensi (Q5, Q11, dan Q26) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 35,99%. Dua permasalahan dengan persentase responden terbesar yang menyetujui ketiga variabel tersebut sebagai penyebab penumpukan pencairan dana pada akhir tahun anggaran adalah SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten (Q5) dan terlambatnya penyusunan jadwal pelaksanaan lelang (Q11).
Guna mengatasi permasalahan SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten, Satker dapat mengirimkan pegawainya dalam pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah. Dengan demikian, SDM satuan kerja tersebut akan meningkat kompetensinya dalam bidang pengadaan barang/ jasa. Selain itu, kompetensi pelaksana pengadaan akan terasah dengan pengalaman yang dihadapi selama melaksanakan pengadaan barang/ jasa. Jadwal pelaksanaan lelang yang terlambat disusun mengakibatkan proses lelang tidak dapat dilaksanakan di awal tahun sehingga baik keseluruhan proses lelang maupun kegiatan pengadaan setelah proses lelang menjadi terhambat. Sebagaimana diatur dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 yang mempertegas pelaksanaan pengadaaan yang mendahului tahun anggaran, jadwal pelaksanaan lelang dapat disusun dan pelaksanaan lelang dapat dilakukan sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan. 4.3.8. Faktor Mutasi Pejabat
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa variabel pembentuk faktor mutasi pejabat, yaitu pejabat/ pegawai pengelola keuangan sering mengalami mutasi (Q28), merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana
APBN pada akhir tahun anggaran adalah sebanyak 25,66% responden. Mutasi pejabat perbendaharaan/ pengelola keuangan terutama pada pertengahan tahun berjalan akan menyebabkan macetnya kegiatan pengadaan dan penyerapan anggaran karena harus menunggu pejabat/ pengelola keuangan yang baru dilantik. Selain itu, umumnya diperlukan penyesuaian atas jabatan baru yang cukup memakan waktu untuk dapat menguasai pelaksanaan pekerjaan. Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan perbaikan kebijakan mutasi, yaitu melakukan mutasi pejabat/ pengelola keuangan setelah tahun anggaran berakhir dan segala kewajiban pejabat/ pengelola keuangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran harus diselesaikan sebelum mutasi dilakukan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan faktor, penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V disebabkan oleh delapan (8) faktor dengan variansi kumulatif sebesar 68,324%, sedangkan sisanya sebesar 31,676% dijelaskan oleh faktor selain kedelapan faktor tersebut. Variansi dari kedelapan faktor tersebut menunjukkan besarnya prioritas permasalahan yang harus segera ditangani oleh pembuat kebijakan dengan urutan prioritas, yaitu:
1. Faktor Administrasi Perbendaharaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 27,592%;
2. Faktor Pelaksanaan Pengadaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 9,693%;
3. Faktor Perencanaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 7,33%;
4. Faktor Persyaratan Teknis Pendukung yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 6,325%;
5. Faktor Jadwal Pengadaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 5,127%;
6. Faktor Sumber Daya Manusia yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 4,643%;
7. Faktor Kompetensi yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 4,069%;
8. Faktor Mutasi Pejabat yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 3,544%.
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tersebut di atas, dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Satker perlu melakukan evaluasi berkala atas kesesuaian realisasi dan rencana penarikan dana yang terdapat pada halaman 3 DIPA.
2. Satker perlu meningkatkan disiplin pegawai dengan meningkatkan pengawasan vertikal dan internal serta pemberian insentif.
3. Satker dapat mengurangi adendum kontrak dengan cara memperbaiki evaluasi kebutuhan
Halaman 82
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Fandi Zaenudinsyah Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 82 Fandi Zaenudinsyah
sebelum kontrak disepakati, mengawasi perkembangan pekerjaan pihak ketiga, dan berkomunikasi dengan pihak ketiga secara rutin dalam penyelesaian pekerjaan.
4. Satker perlu melakukan survey pendahuluan atas harga tanah dan kondisi-‐kondisi yang dapat menghambat proses pembebasan tanah, sehingga permasalahan pembebasan tanah dapat diatasi.
5. Satker perlu lebih teliti dalam menentukan akun kegiatan sehingga sesuai dengan Bagan Akun Standar (BAS).
6. Satker perlu melakukan perencanaan lebih awal dengan data pendukung yang memadai dan mengadakan evaluasi berkala sehingga anggaran yang diusulkan lebih realistis sesuai kebutuhan.
7. Satker dapat menetapkan Surat Keputusan (SK) panitia lelang dan melaksanakan lelang sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan.
8. Satker harus lebih cepat dalam mengesahkan dokumen lelang sehingga kegiatan pengadaan tidak tertunda.
9. Satker perlu membentuk unit khusus yang menangani pengadaan barang/ jasa dan menghindari terjadinya rangkap tugas dan jabatan.
10. Satker dapat memberikan pendidikan anti korupsi dan menawarkan insentif yang memadai.
11. Satker perlu mengusahakan sertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah untuk para pegawainya.
12. Satker harus memilih pegawai yang kompeten sebagai pelaksana pengadaan barang/ jasa dan menyusun jadwal pelaksanaan lelang lebih awal.
13. Satker perlu memastikan bahwa pejabat/ pengelola keuangan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran telah menyelesaikan kewajibannya sebelum mutasi dilakukan.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Penulis menyadari penelitian ini masih memiliki
keterbatasan yang dapat diperbaiki pada penelitian berikutnya untuk meningkatkan hasil penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Jumlah responden dalam penelitian relatif sedikit meskipun memenuhi jumlah sampel minimum yang dianjurkan dalam analisis faktor;
2. Penelitian ini hanya berfokus pada belanja barang dan belanja modal;
3. Penelitian ini hanya mengakomodasi jawaban berupa perspektif dari Satker.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi ke-‐6. Jakarta: Rineka Cipta.
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 22 Update PLS Regresi. Edisi ke-‐7. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul (Penyunting). (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah). Jakarta: Salemba Empat.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. (2007). Managerial Accounting. 8th edition. Ohio: Thomson Learning South-‐Western.
Herriyanto, Hendris. (2012). Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-‐Ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP UI.
Kementerian Keuangan. 2014. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited).
Kementerian Keuangan. (2014). Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2014.
Kementerian Keuangan. (2014). Pokok-‐Pokok Siklus APBN di Indonesia: Penyusunan Konsep Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Sebagai Langkah Awal. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran.
Kementerian Keuangan. (2015). Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015.
Kuswoyo, Iwan Dwi. (2011). “Analisis atas Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri)”. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.
Miliasih, Retno. (2012). “Analisis Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga TA 2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Nugroho, Mashudi Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Kasus di KPPN Malang”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Priatno, Prasetyo Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. Vol. 1, No. 2, Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat:
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 82 Fandi Zaenudinsyah
sebelum kontrak disepakati, mengawasi perkembangan pekerjaan pihak ketiga, dan berkomunikasi dengan pihak ketiga secara rutin dalam penyelesaian pekerjaan.
4. Satker perlu melakukan survey pendahuluan atas harga tanah dan kondisi-‐kondisi yang dapat menghambat proses pembebasan tanah, sehingga permasalahan pembebasan tanah dapat diatasi.
5. Satker perlu lebih teliti dalam menentukan akun kegiatan sehingga sesuai dengan Bagan Akun Standar (BAS).
6. Satker perlu melakukan perencanaan lebih awal dengan data pendukung yang memadai dan mengadakan evaluasi berkala sehingga anggaran yang diusulkan lebih realistis sesuai kebutuhan.
7. Satker dapat menetapkan Surat Keputusan (SK) panitia lelang dan melaksanakan lelang sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan.
8. Satker harus lebih cepat dalam mengesahkan dokumen lelang sehingga kegiatan pengadaan tidak tertunda.
9. Satker perlu membentuk unit khusus yang menangani pengadaan barang/ jasa dan menghindari terjadinya rangkap tugas dan jabatan.
10. Satker dapat memberikan pendidikan anti korupsi dan menawarkan insentif yang memadai.
11. Satker perlu mengusahakan sertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah untuk para pegawainya.
12. Satker harus memilih pegawai yang kompeten sebagai pelaksana pengadaan barang/ jasa dan menyusun jadwal pelaksanaan lelang lebih awal.
13. Satker perlu memastikan bahwa pejabat/ pengelola keuangan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran telah menyelesaikan kewajibannya sebelum mutasi dilakukan.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Penulis menyadari penelitian ini masih memiliki
keterbatasan yang dapat diperbaiki pada penelitian berikutnya untuk meningkatkan hasil penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Jumlah responden dalam penelitian relatif sedikit meskipun memenuhi jumlah sampel minimum yang dianjurkan dalam analisis faktor;
2. Penelitian ini hanya berfokus pada belanja barang dan belanja modal;
3. Penelitian ini hanya mengakomodasi jawaban berupa perspektif dari Satker.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi ke-‐6. Jakarta: Rineka Cipta.
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 22 Update PLS Regresi. Edisi ke-‐7. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul (Penyunting). (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah). Jakarta: Salemba Empat.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. (2007). Managerial Accounting. 8th edition. Ohio: Thomson Learning South-‐Western.
Herriyanto, Hendris. (2012). Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-‐Ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP UI.
Kementerian Keuangan. 2014. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited).
Kementerian Keuangan. (2014). Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2014.
Kementerian Keuangan. (2014). Pokok-‐Pokok Siklus APBN di Indonesia: Penyusunan Konsep Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Sebagai Langkah Awal. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran.
Kementerian Keuangan. (2015). Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015.
Kuswoyo, Iwan Dwi. (2011). “Analisis atas Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri)”. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.
Miliasih, Retno. (2012). “Analisis Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga TA 2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Nugroho, Mashudi Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Kasus di KPPN Malang”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Priatno, Prasetyo Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. Vol. 1, No. 2, Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat:
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 82 Fandi Zaenudinsyah
sebelum kontrak disepakati, mengawasi perkembangan pekerjaan pihak ketiga, dan berkomunikasi dengan pihak ketiga secara rutin dalam penyelesaian pekerjaan.
4. Satker perlu melakukan survey pendahuluan atas harga tanah dan kondisi-‐kondisi yang dapat menghambat proses pembebasan tanah, sehingga permasalahan pembebasan tanah dapat diatasi.
5. Satker perlu lebih teliti dalam menentukan akun kegiatan sehingga sesuai dengan Bagan Akun Standar (BAS).
6. Satker perlu melakukan perencanaan lebih awal dengan data pendukung yang memadai dan mengadakan evaluasi berkala sehingga anggaran yang diusulkan lebih realistis sesuai kebutuhan.
7. Satker dapat menetapkan Surat Keputusan (SK) panitia lelang dan melaksanakan lelang sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan.
8. Satker harus lebih cepat dalam mengesahkan dokumen lelang sehingga kegiatan pengadaan tidak tertunda.
9. Satker perlu membentuk unit khusus yang menangani pengadaan barang/ jasa dan menghindari terjadinya rangkap tugas dan jabatan.
10. Satker dapat memberikan pendidikan anti korupsi dan menawarkan insentif yang memadai.
11. Satker perlu mengusahakan sertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah untuk para pegawainya.
12. Satker harus memilih pegawai yang kompeten sebagai pelaksana pengadaan barang/ jasa dan menyusun jadwal pelaksanaan lelang lebih awal.
13. Satker perlu memastikan bahwa pejabat/ pengelola keuangan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran telah menyelesaikan kewajibannya sebelum mutasi dilakukan.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Penulis menyadari penelitian ini masih memiliki
keterbatasan yang dapat diperbaiki pada penelitian berikutnya untuk meningkatkan hasil penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Jumlah responden dalam penelitian relatif sedikit meskipun memenuhi jumlah sampel minimum yang dianjurkan dalam analisis faktor;
2. Penelitian ini hanya berfokus pada belanja barang dan belanja modal;
3. Penelitian ini hanya mengakomodasi jawaban berupa perspektif dari Satker.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi ke-‐6. Jakarta: Rineka Cipta.
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 22 Update PLS Regresi. Edisi ke-‐7. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul (Penyunting). (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah). Jakarta: Salemba Empat.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. (2007). Managerial Accounting. 8th edition. Ohio: Thomson Learning South-‐Western.
Herriyanto, Hendris. (2012). Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-‐Ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP UI.
Kementerian Keuangan. 2014. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited).
Kementerian Keuangan. (2014). Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2014.
Kementerian Keuangan. (2014). Pokok-‐Pokok Siklus APBN di Indonesia: Penyusunan Konsep Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Sebagai Langkah Awal. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran.
Kementerian Keuangan. (2015). Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015.
Kuswoyo, Iwan Dwi. (2011). “Analisis atas Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri)”. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.
Miliasih, Retno. (2012). “Analisis Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga TA 2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Nugroho, Mashudi Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Kasus di KPPN Malang”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Priatno, Prasetyo Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. Vol. 1, No. 2, Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat:
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 83 Fandi Zaenudinsyah
Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sekaran, Uma dan Roger Bougie. (2013). Research Methods for Business: A Skill-‐Building Approach, Sixth Edition. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.
Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tim Penyusun BPPK. (2004). Dasar-‐Dasar Keuangan Publik. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
Widarjono, Agus. (2015). Analisis Multivariat Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS. Edisi ke-‐3. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Peraturan Perundang-‐undangan
Undang-‐Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-‐Undang No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2015.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar.
Peraturan Menteri Keuangan No. 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
Dokumen dan Sumber Lain
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta V. (2014). Bahan Sosialisasi SPAN SAKTI KPPN Jakarta V.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBNpada Akhir Tahun Anggaran
Halaman 83
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 83 Fandi Zaenudinsyah
Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sekaran, Uma dan Roger Bougie. (2013). Research Methods for Business: A Skill-‐Building Approach, Sixth Edition. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.
Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tim Penyusun BPPK. (2004). Dasar-‐Dasar Keuangan Publik. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
Widarjono, Agus. (2015). Analisis Multivariat Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS. Edisi ke-‐3. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Peraturan Perundang-‐undangan
Undang-‐Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-‐Undang No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2015.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar.
Peraturan Menteri Keuangan No. 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
Dokumen dan Sumber Lain
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta V. (2014). Bahan Sosialisasi SPAN SAKTI KPPN Jakarta V.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN P a g e | 83 Fandi Zaenudinsyah
Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sekaran, Uma dan Roger Bougie. (2013). Research Methods for Business: A Skill-‐Building Approach, Sixth Edition. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.
Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tim Penyusun BPPK. (2004). Dasar-‐Dasar Keuangan Publik. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
Widarjono, Agus. (2015). Analisis Multivariat Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS. Edisi ke-‐3. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Peraturan Perundang-‐undangan
Undang-‐Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-‐Undang No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2015.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar.
Peraturan Menteri Keuangan No. 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
Dokumen dan Sumber Lain
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta V. (2014). Bahan Sosialisasi SPAN SAKTI KPPN Jakarta V.
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
INDEKS
Volume 1 Nomor 1, 2016 85.1Halaman ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
INDEKS Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.85.1-‐85.3 P a g e | 85.2
INDEKS
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016
Abnormal Return, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 Abnormal Return, 11, 13, 16, 17, 20 Actual Return, 13 Allocative Efficiency, 41 APBN, 67, 68, 69, 70, 72, 73, 74, 76, 79, 80, 81, 82 Arbitrage Pricing Theory, 51, 52, 54, 56, 64, 65, 66 Badan Pusat Statistik, 1, 4, 26, 28, 49, 58 Bank Indonesia, 1, 2, 3, 4, 10, 57, 58 Bendahara Umum Negara, 68, 70, 71 BI Rate, 3 Book to Marketratio, 55 Bursa Efek Indonesia, 12, 51, 52, 58, 64, 66 Capital Asset Pricing Model, 51, 52, 53, 55, 56, 64,
66 Capital Gain, 13, 53 Capital Inflows, 4 Capital Loss, 13, 53 Closing Price, 55 Comfounding Effects, 14 Common Effect Model, 28 Cronbach Alpha, 75, 76 Cross Section, 28, 29, 43 Desentralisasi Fiskal, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31,
41 Dickey-‐Fuller, 5, 6 DIPA, 68, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 78, 79, 80, 81 Economic Development, 40, 49 Economic Growth, 23, 26, 27, 31, 40, 43, 49, 50 Emiten, 52, 64 Equityper-‐Share, 55 Event Study, 11, 19 Exchange Rate, 1, 10, 51, 65 Exploratory Factor Analysis, 75 Faktor Administrasi Perbendaharaan, 78, 79, 81 Faktor Jadwal Pengadaan, 78, 80, 81 Faktor Kompetensi, 78, 81 Faktor Mutasi Pejabat, 78, 81 Faktor Pelaksanaan Pengadaan, 78, 79, 81 Faktor Perencanaan, 78, 80, 81 Faktor Persyaratan Teknis Pendukung, 80, 81 Faktor Sumber Daya Manusia, 78, 80, 81 Federal Open Market Committee, 12 Financial Market, 11 Fiscal Decentralization, 23, 26, 27, 31 Fiscal Federalism, 41 Fiscal Policy, 23, 40, 67 Fixed Effect Model, 28
Fund Disbursement, 67 Generalized Least Square, 29 Human Capital, 42, 47 Human Development Index, 40, 49 Idle Cash, 68 IMF Finance Statistics, 1, 4 Impulse Response, 1, 4, 10 Indeks Pembangunan Manusia, 40, 43, 48 Inflasi, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 27, 28, 29, 52, 53, 55, 56, 57,
58, 59, 66 Inflation Premium, 51 Inflation Targeting, 1, 2, 3, 4, -‐ 87 -‐ Interest Rate, 1, 3, 10 Kaiser-‐Meyer Olkin, 75, 77 Kebijakan Moneter, 2, 3, 4, 10 Keynes, 2, 3 KPA, 69, 71, 72, 74, 76 Lagrange Multiplier, 28 Local Government Expenditure, 23 Local Government Revenue, 23 LQ45, 11, 12, 14, 15 Macroeconomic Policy, 1 Market Risk, 51 Market Value, 54 Marketequity, 55 Mean Average Deviation, 51, 57, 63, 64 Measure Sampling Adequacy, 77 Measure Sampling Adequacy, 75 Monetary Policy, 1, 10, 11, 19 Mortgage Backed Securities, 12 National Budged, 67 Nilai Tukar, 4, 7, 13, 19, 66 Non Performing Loans, 9 Ordinary Least Square, 13 Output Gap, 4 Pertumbuhan Ekonomi, 3, 12, 23, 24, 26, 27, 28, 29,
30, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 68, 73 Portofolio, 13, 14, 19, 65, 66 PPK, 69, 71, 72, 74, 76 PPSPM, 71, 72 Principal Component Analysis, 75, 77 Produk Domestik Bruto, 4, 24 Produk Domestik Regional Bruto, 40 Purchasing Power Parity, 10, 46 Quantitative Easing, 11, 12, 18, 20, 21 Random Effect Model, 23, 28, 29 Random Error, 27, 54
85.2Halaman
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
INDEKS
Volume 1 Nomor 1, 2016
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
INDEKS
Volume 1 Nomor 1, 2016
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
INDEKS Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.85.1-‐85.3 P a g e | 85.3
Regional Economy, 40 Regional Inflation Rate, 23 Risiko Bisnis, 53 Risiko Bunga, 53 Risiko Finansial, 53 Risiko Likuiditas, 53 Risiko Nilai Tukar, 53 Risiko Pasar, 53, 56 Risiko Politik, 53 RPUAB, 1, 3, 4, 6, 9, 10 Solow Growth Model, 26 SPM, 71, 72 Subprime Mortgage, 12 Suku Bunga Deposito, 4 Suku Bunga Kredit, 4
Suku Bunga SBI, 4, 66 The Fed, 12, 14, 15, 17, 18 Time Series, 5, 28, 29, 43, 58 Trading Volume Activity, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18,
19 Trading Volume Activity, 11, 13, 16 Treasury Notes, 12 Trickle Down Effect, 46, 47 Uang Inti, 4 Uang Sekunder, 4 Uji Bartlett, 75, 77 Uji Statistik, 28, 36, 59 Variance Decomposition, 1, 10 Varimax Method, 75, 77 Vector Auto Regression, 1, 3, 4, 5
85.3Halaman Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
85.5Halaman
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
LAMPIRAN
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
INDEKS
Volume 1 Nomor 1, 2016
ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.6
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
LOGO JURNAL
ARTI LOGO JURNAL
1. Gedung bersejarah yang dirancang pada masa Daendels dan diselesaikan pada tahun 1928, merupakan bagian induk istana pada masa itu, dan saat ini menjadi bagian dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan dijadikan maskot pada logo Jurnal Ilmiah Perbendaharaan, dimaksudkan untuk mengilustrasikan rumah/ gelanggang/ wahana [San.:śāsana] dalam melakukan olah-‐rasa/ berdialog/ bermufakat [San.:bhāwa rasa] yang berkelanjutan (sustainable) dalam mengawal nilai-‐ nilai kebijakan [San.:abyāsa].
2. Simbol bulir padi emas yang berisi melambangkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan memegang teguh nilai-‐nilai profesionalisme, diantaranya adalah learning organization dan research-‐based policy.
3. Warna emas pada gambar gedung perbendaharaan dan bulir padi melambangkan bahwa nilai-‐nilai yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertujuan untuk mewujudkan pelayanan publik yang semakin baik (continuous improvement) untuk kesejahteraan masyarakat.
4. Warna dasar biru dengan bingkai perisai melambangkan keteguhan dalam melaksanakan tugas berdasarkan nilai-‐nilai Kementerian Keuangan, dengan selalu mengembangkan inovasi dan improvement yang berkelanjutan.
5. Tulisan “Indonesian Treasury Review” pada bagian atas bingkai menunjukkan nama Jurnal Ilmiah Perbendaharaan, yang merupakan jurnal ilmiah dengan tema sentral pengkajian di bidang: Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik.
6. Motto pada logo bertuliskan Bahasa Latin [L.]: ⌜adæquatio intellectûs nostri cum rê⌟ yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris [Eng.]: ⌜conformity of our minds to the fact⌟; yang dalam Bahasa Indonesia merupakan ⌜kesesuaian antara apa yang kita pikirkan terhadap fakta⌟. Motto ini digunakan dalam epistemology [Cabang Ilmu Filsafat tentang hakikat ilmu pengetahuan] terkait pemahaman [Eng.]: ⌜the nature of understanding⌟ : adalah fenomena alamiah tentang paham/ persepsi/ pengetahuan/ pemikiran rasional.
85.6Halaman Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
ix
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Hlm.
Halaman Sampul i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Dewan Redaksi v
Halaman Editorial vii
Daftar Isi ix
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
1-‐10
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
39-‐50
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
67-‐83
Indeks 85.1 – 85.3 Lampiran 85.5 – 85.12
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.7
Petunjuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah
1. Persyaratan penulisan Karya Tulis Ilmiah untuk dapat diterima/ dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah
Perbendaharaan adalah: a. Menyampaikan Karya Tulis Ilmiah baik dalam bentuk softcopy dan hardcopy; b. Surat pernyataan orisinalitas Karya Tulis Ilmiah yang bermaterai Rp6.000,00 yang menjelaskan bahwa Karya Tulis Ilmiah berkenaan merupakan hasil karya sendiri/ tidak merupakan plagiat baik sebagian maupun seluruhnya, dan karya tulis tersebut belum pernah dipublikasikan/sedang dalam proses publikasi pada jurnal/media manapun;
c. Menyampaikan Lembar Penjelasan Karya Tulis Ilmiah; d. Formulir Identitas Penulis (Curriculum Vitae);
Format formulir pada huruf a s.d. d sebagaimana terlampir.
2. Karya Tulis Ilmiah yang diajukan diketik dengan program Microsoft Word atau program pengolah kata sejenis dan disimpan dalam format docx berikut ketentuannya: a. Menggunakan huruf Cambria, ukuran huruf 11, spasi tunggal, b. Dicetak pada kertas A4 dengan jumlah 20 s.d. 30 halaman, c. Diserahkan dalam bentuk hardcopy/cetak sebanyak 1 eksemplar beserta softcopy-‐nya yang dapat dikirimkan melalui e-‐mail ke alamat: [email protected]
3. Karya Tulis Ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian adalah: a. Judul Penulisan judul tidak lebih dari 14 kata, dicetak dengan huruf kapital, center, Cambria 14, Bold.
b. Nama Penulis Nama Penulis ditulis tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal tempat peneliti melakukan penelitian. Dalam hal Karya Tulis Ilmiah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama wajib mencantumkan alamat korespondensi dan/atau alamat e-‐mail.
c. Abstrak disertai kata kunci c.1. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Panjang
masing-‐masing abstrak tidak lebih dari 250 kata dalam bahasa Indonesia dan 200 kata dalam bahasa Inggris yang disertai dengan 3-‐5 kata kunci. Abstrak minimal berisi judul, tujuan, metode dan hasil penelitian.
c.2. Penulisan Abstrak yang berbahasa Inggris mengacu pada kaidah penulisan abstrak karya ilmiah yang berlaku umum secara internasional. Dalam hal penerjemahan abstrak bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, penulis tidak diperkenankan melakukan copy-‐paste langsung dari software/ aplikasi/ web penerjemah bahasa. Untuk keperluan translasi, dalam hal terdapat kesulitan dalam melakukan penerjemahan, direkomendasikan menggunakan jasa penerjemah tersumpah. Adapun biaya yang muncul atas penggunaan jasa tersebut menjadi tanggung jawab penulis Karya Tulis Ilmiah.
d. Pendahuluan Bagian ini menjelaskan latar belakang riset, rumusan masalah, pernyataan tujuan dan (jika dipandang perlu) organisasi penulisan Karya Tulis Ilmiah.
e. Kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis Memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan logis untuk mengembangkan hipotesis atau proporsi riset dan model riset.
f. Metode riset/penelitian Menguraikan metode seleksi dan pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional variabel, dan metode analisis data.
g. Hasil dan pembahasan Menjelaskan analisis data riset dan deskripsi statistik yang diperlukan.
h. Kesimpulan Memuat simpulan hasil riset, temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf.
85.7Halaman Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.8
i. Implikasi dan keterbatasan Menjelaskan implikasi temuan dan keterbatasan riset, serta jika perlu saran yang dikemukakan peneliti untuk riset yang akan datang.
j. Daftar Pustaka Memuat sumber-‐sumber pustaka atau referensi yang dikutip di dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Hanya sumber yang dijadikan referensi dalam karya tulis ilmiah yang dimuat dalam daftar referensi ini. Untuk keseragaman penulisan, Daftar Pustaka ditulis sesuai dengan format American Psychological Association (APA).
k. Lampiran Memuat tabel, gambar dan instrumen riset yang digunakan.
4. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah atau merujuk pada peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 04/E/2012. Karya Tulis Ilmiah berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan istilah-‐istilah yang telah dibakukan oleh Pusat Bahasa.
5. Semua Karya Tulis Ilmiah ditelaah secara anonim oleh Dewan Reaksi dan Mitra Bestari (peer-‐reviewer) yang ditunjuk oleh Dewan Redaksi Jurnal Ilmiah Perbendaharaan menurut bidang kepakarannya. Penulis Karya Tulis Ilmiah diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan atau revisi Karya Tulis Ilmiah atas dasar rekomendasi/ saran dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari. Kepastian pemuatan atau penolakan Karya Tulis Ilmiah akan diberitahukan secara tertulis.
6. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan, penggunaan software/ aplikasi komputer untuk pembuatan Karya Tulis Ilmiah atau hal lainnya yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dilakukan oleh Penulis, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul, menjadi tanggung jawab penuh Penulis Karya Tulis Ilmiah.
85.8Halaman
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.9
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama Penulis Karya Tulis Ilmiah : …………………………………………...…………
NIP / NRM/ No. Identitas Lain : ……………………………….……………..………
Pangkat / Golongan (jika ada) : ………………………………………...……………
Jabatan : …………………………………………...…………
Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya susun dengan judul :
JUDUL MENGGUNAKAN HURUF TEBAL DAN KAPITAL
adalah benar-‐benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari karya tulis orang/ lembaga lain. Karya tulis ini juga belum pernah dipublikasikan pada jurnal atau media lain dan akan diserahkan kepada Indonesian Treasury Review untuk digandakan, diperbanyak dan/atau disebarluaskan. Apabila dikemudian hari pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-‐undangan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-‐benarnya, untuk dapat dipergunakan bilamana diperlukan.
…………….., ………………………..….. Pembuat Pernyataan ...……………………………………… Catatan: Softcopy Formulir ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dimintakan melalui email: [email protected]
Materai Rp6.000
85.9Halaman
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.10
FORMULIR
CURRICULUM VITAE PENULIS JURNAL ILMIAH PERBENDAHARAAN
Nama Lengkap : NIP/NRM : Tempat/Tgl Lahir : Pangkat/Golongan : Jabatan : Unit Organisasi : NPWP : E-‐mail : No. HP : No. Rekening : Bank … Cabang …
Pendidikan Terakhir
Jenjang Program Studi Universitas Tahun Lulus
Riwayat Pekerjaan
Jabatan Unit Organisasi Periode
Prestasi/ Penghargaan/ Award
Riwayat Tulisan yang Pernah Dimuat
Catatan: Softcopy Formulir ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dimintakan melalui email: [email protected]
Foto 4 x 6
85.10Halaman
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.11
LEMBAR PENJELASAN KARYA TULIS ILMIAH
Judul Karya Tulis
Beri tanda (√ ) pada ⊡ yang telah disediakan sesuai keadaan yang sebenarnya:
a. Jenis Artikel
¨ Penelitian ini telah dilaksanakan dan berproses sejak (tanggal/bulan/tahun) _________________________________ sampai dengan (tanggal/bulan/tahun) _________________________________________
b. Hubungan dan relevansi antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
¨ Merupakan penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh pihak manapun.
¨ Ringkasan/ Short version Skripsi/ Thesis/ Disertasi karya sendiri dengan judul ________________________________________________________________________________________________________________________
¨ Merupakan kajian lanjutan atas Karya Tulis Ilmiah sendiri yaitu (judul, kota penerbit: penerbit, tahun) ________________________________________________________________________________________________________________________ dengan perubahan pada ___________________________________________________________________________________________
¨ Merupakan kajian lanjutan atas Karya Tulis Ilmiah pihak lain yaitu (judul, kota penerbit: penerbit, tahun) _______________________________________________________________________________________________________________ dengan perubahan pada ___________________________________________________________________________________________
¨ Lainnya, sebutkan: _________________________________________________________________________________________________
c. Tempat penulis melakukan Penelitian/Pemikiran pada artikel ini
¨ Dilaksanakan di (tempat/negara) ________________________________________________________________________________
d. Pelaksanaan penelitian pada artikel ini merupakan bagian dari
¨ Pendidikan program ______________________________________________________________________(nama program studi) di _________________________________________________________________________________(nama Universitas dan Negara)
¨ Lainnya, yaitu _______________________________________________________________________________________________________
e. Sumber pembiayaan dalam melakukan Penelitian pada artikel ini adalah
¨ Sendiri _______________________________________________________________________________________________________________
¨ Lainnya, yaitu _______________________________________________________________________________________________________
Dengan ini saya menyatakan bahwa: data yang Saya isi pada formulir ini adalah benar adanya dan tanpa rekayasa. Apabila dikemudian hari pernyataan Saya terbukti tidak benar, maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-‐undangan yang berlaku.
………….., ……..…………………….
Penulis Artikel, ……………………………………
Catatan : Softcopy Formulir ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dimintakan melalui email: [email protected]
85.11Halaman
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
LAMPIRAN Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.12
Etika Penulisan Jurnal Ilmiah Perbendaharaan
a. Standar Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan naskah akademis yang tidak akurat, dan tindakan lain yang tidak/ kurang etis.
b. Akses Data Penelitian Penulis, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data yang belum diolah dan data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang wajar setelah publikasi dilaksanakan.
c. Orisinalitas dan Plagiarisme Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan sumbernya.
d. Ketentuan Pengiriman Tulisan Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di atas meterai Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah tersebut merupakan karya tulis original dan tidak sedang/pernah dipublikasikan pada jurnal/media lainnya.
e. Pencantuman Sumber Referensi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan.
f. Authorship Tulisan Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan naskah untuk publikasi.
g. Kesalahan dalam Tulisan yang Dipublikasikan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan tersebut berasal dari pihak ketiga, maka Penulis bertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud.
85.12Halaman
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneterdi Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10Halaman 98 Muhammad Yusuf
Top Related