1
IMPLEMENTASI REGULASI TRANSPORTASI UDARA
DALAM PELAYANAN KEBERANGKATAN DAN
PEMULANGAN JEMAAH HAJI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial ( S.Sos )
Oleh
LENI LEANITA
NIM : 11150530000056
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
i
i
i
i
ABSTRAK
LENI LEANITA, NIM : 11150530000056, Implementasi Regulasi Transportasi Udara Dalam Pelayanan Keberangkatan dan Kepulangan Jemaah Haji Indonesia, di bawah bimbingan Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban. MA. Pada Tahun 2020.
Regulasi transportasi udara haji merupakan suatu paraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan penerbangan haji Indonesia, regulasi transportasi udara ini juga merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dalam mendukung operasional penyelenggaraan ibadah haji, dalam regulasi tersebut terdapat 3 (tiga) regulasi yaitu penerbangan internasional, penerbangan sipil dan penerbangan sipil negara tujuan, namun dalam pelaksanaan penerbangan jemaah haji Indonesia pemerintah RI tetap berpacu pada agra penerbangan internasional. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada dua permasalahan, yaitu bagaimana kebijakan pemerintah tentang transportasi udara jemaah haji indonesia dan bagaimana implementasi pelayanan transportasi udara bagi jemaah haji. Penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis deskriptif. Data-data yang didapatkan dari Kasie Penyediaan transportasi udara direktur jenderan penyelenggaraan haji dan umrah kementerian agama RI, kemudian diolah secara sistematis baik berupa kata-kata secara lisan maupun tulisan, arsip, buku pedoman dan sebagainya. Dari implementasi pemerintah dalam menjalankan peraturan tentang pelayanan transportasi udara jemaah haji Indonesia baik dalam pelayanan keberangkatan maupun kepulangan dapat dikatakan telah menjalankan semua peraturan tersebut, walaupun masih terdapat beberapa kendala yang seberananya kendala tersebut merupakan kendala diluar kewenangan pemerintah seperti open seat yang terlalu banyak, iregulity, notam india yang secara tiba-tiba dan kebijakan GACA yang mendadak.
Dalam regulasi PMA Nomor 25 tahun 2015 juga disinggung terkait kelayakan penyediaan transportasi udara jemaah haji, salah satunya dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan penerbangan untuk ikut tender dalam penerbangan haji, tentunya dengan berbagai persyaratan administrasi sehingga dapat dipastikan pesawat layak untuk operasional penerbangan jemaah haji dari keberangkatan hingga kepulangan jemaah haji Indonesia.
Kata kunci : Implementasi, Regulasi, Transportasi Udara Haji
ii
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillah, Hamdan wa syukran lillah, nahmaduhu
wa nasta’inuhu wanastaghfiruhu wa min syururi anfusina wa min
sayyiati a’maalina, man yahdillahu falaa mudillalah wa man
yudlilhu falaa haadialah. Nikmat syukur kepada Allah
Subhanahu Wa Ta‟ala atas rahmat dan karunianya yang tak
terhingga penulis dapatkan, sehingga bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam selalu penulis
junjung kepada Nabi Muhammad Shallalahu „alayhi wasallam,
dimana perjuangannya tak tergantikan dan akhlaknya menjadi
suri tauladan yang baik hingga akhir zaman sebagai manusia
yang rahmatan lilalamiin.
Berkat karunia dan rahmat dari Allah Subhanahu Wa
Ta‟ala., Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Implementasi Regulasi Transportasi Udara Dalam
Pelayanan Keberangkatan dan Kepulangan Jemaah Haji
Indonesia”. Penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat akhir
program S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah.
Penulis menyadari bahwa tujuan penulisan skripsi ini,
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan moril dan materil dari
banyak pihak terutama kepada kedua orang tua penulis yang
penulis cintai dan hormati serta senantiasa mendo‟akan penulis
dan memberikan dukungan yang luar biasa agar penulis dapat
iii
i
menyelesaikan kegiatan perkuliahan dengan baik dan benar.
Mereka yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis dan
memberi nasihat agar penulis tidak menyerah dalam
menyelesaikan tugas skripsi ini. Semoga penulis dapat menjadi
anak yang dibanggakan dan bermanfaat untuk masyarakat
sekitar.Aamiin Yaa Rabbana.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, MA. Selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Dr. Siti Napsiyah, S.Ag, BSW, MSW Wakil Dekan 1
Bidang Akademik, Bapak Shihabuddin Nor, Selaku Wakil
Dekan II, Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA Selaku Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi
4. Bapak Drs. Sugiharto, MA., selaku Ketua Jurusan
Manajemen Dakwah. Dan Bapak Drs. Amirudin, M.Si.,
selaku sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah.
5. Bapak Drs. Murodi, MA. Selaku Dosen Penasihat Akademik
yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti selama
menjadi mahasiswi.
6. Bapak Drs. H. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA. selaku
pembimbing skripsi penulis yang selalu memberikan arahan,
masukan, dan kritik kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
iv
i
7. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Dakwah dan
Dosen konsenterasi Manajemen Haji dan Umrah yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu namanya, yang telah
memberikan ilmu dan pelajaran baik teori maupun
pengalaman hidup yang luar biasa. Penulis ucapkan terima
kasih atas kesabaran, perhatian, pengorbanan dan kerja
kerasnya mendidik penulis selama di bangku kuliah dengan
baik hingga selesai skripsi.
8. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Terimakasih telah membentu penulis dalam
memberikan referensi buku, jurnal, maupun skripsi.
9. Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu Edayanti S.IP,
M.Kom. Dirjen PHU Kemenag RI yang telah bersedia
memberikan informasi baik secara lisan maupun tulisan.
10. Bapak Supyani, Emak Eni selaku orang tua kandung,
terimakasih banyak yang sebesar-besarnya karena tak pernah
henti mendoakan kesuksesan anakmu ini, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik atas izin Allah.
11. Bapak Moch Nur Afifi, dan Emah Nurti selaku orang tua
angkat penulis, terimakasih banyak Mah, Pak, telah
menyayangiku layaknya puteri sendiri, mengasuh dan
menyayangi tanpa pamrih dan telah banyak berjasa sehingga
penulis mampu meraih pendidikan hingga S.1 dan tentunya
selalu memberikan dukungan serta doa sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
v
i
12. Kakak-kakak dan adik-adik tersayang, Aa Asep, Aa Moch
Fajar, Teteh Uum, Teteh Piah, Aa Dede, Rendi, Taufiq,
Almarhumah Amelia semasa hidupnya yang selalu
memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
13. Kanda Muhammad Qomaruddin, S.Pd.I. Terimakasih atas
cinta dan kasih sayangnya yang tiada henti, juga selalu
menginspirasi penulis dan selalu memberikan semangat serta
doa‟ nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
14. Seluruh sahabat seperjuangan Konsenterasi Manajemen Haji
dan Umrah, dan sahabat saya Niqhlatun Naqiyah, yang telah
memberikan semangat dan masukan untuk menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
15. Teman seperjuangan selama penulisan skripsi yaitu
Chalisa_Cors yang selalu siap menemani bimbingan,
menemani makan, setia mendengarkan keluh kesah penulis
selama bimbingan, dan menemani mencari referensi.
terimakasih telah memberikan semangat dan masukan untuk
menyempurnakan penulisan skripsi ini.
Tiada balasan yang penulis berikan selain do‟a dan
ucapan terimakasih, semoga kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis, senantiasa Allah SWT balas dengan balasan yang
lebih baik serta selalu dalam lindungan-Nya.Aamiin.
Jakarta, 27 Januari 2020
Leni Leanita
11150530000056
vi
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................... i
LEMBAR PENGESAHAAN PEMBIMBING ..................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................. iii
ABSTRAK ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................... 1
B. Pembatasan Masalah Dan Perumusan
Masalah ............................................................ 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian........................ 6
D. Metodelogi Penelitian ...................................... 7
E. Tinjauan Pustaka .............................................. 9
F. Sistematika Penulisan ....................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI ............................................ 15
A. Implementasi Regulasi..................................... 15
1. Pengertian Implementasi ........................... 15
2. Pengertian Regulasi ................................... 17
B. Transportasi Udara.......................................... 18
1. Pengertian Transportasi Udara ................. 18
C. Regulasi Transportasi Udara Jemaah Haji
Indonesia .......................................................... 19
1. Agra Penerbangan Internasional ............... 19
2. Agra Penerbangan Sipil (Nasional) ........... 19
3. Agra Penerbangan Sipil Negara
Tujuan (Internasional) ............................... 20
D. Transportasi Udara Haji dari Masa ke
Masa di Indonesia ............................................ 21
vii
i
E. Jemaah Haji .................................................... 23
1. Pengertian Jemaah ..................................... 23
2. Pengertian Haji .......................................... 24
BAB III GAMBARAN UMUM DITJEN
PENYELENGGARAAN HAJI DAN
UMROH KEMENTERIAN AGAMA RI .......... 25
A. Sejarah berdirinya Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umroh ................. 25
B. Visi dan Misi Dirjen Penyelenggaraan
Haji dan Umroh ............................................... 27
C. Tujuan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah ............................................................. 30
D. Sasaran Strategis ............................................ 32
E. Struktur Organisasi Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umroh .................. 33
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .............. 35
A. Penerbangan Jemaah Haji ............................... 35
B. Maskapai Penerbangan Jemaah Haji
Indonesia ......................................................... 40
C. Biaya Penerbangan Bagi Jemaah Haji
Indonesia ......................................................... 42
D. Jenis Transportasi Udara Calon Jemaah
Haji Indonesia ................................................. 55
E. Kendala dan Solusi .......................................... 58
BAB V ANALISIS REGULASI PEMERINTAH
TENTANG TRANSPORTASI UDARA
JAMAAH HAJI INDONESIA ............................ 61
A. Analisis Kebijakan Pemerintah Tentang
Transportasi Udara Jemaah Haji Indonesia..... 61
B. Analisis Implementasi Pelayanan
Transportasi Udara Haji bagi Jemaah Haji
Indonesia ......................................................... 63
viii
i
BAB VI PENUTUP ............................................................. 97
A. Kesimpulan ..................................................... 97
B. Saran .............................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 99
ix
i
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Biaya Pengangkutan Penumpang Per Orang
(PT.Garuda)
Tabel 4.2 : Rincian Perkiraan Biaya Pengangkutan (PT.
Garuda)
Tabel 5.1 : Biaya Pengangkutan Penumpang Per Orang (Saudi
Arabia)
Tabel 5.2 : Rincian Perkiraan Biaya Pengangkutan
(Saudi Arabia)
Tabel 5.3 : Rincian Jumlah Penumpang
Tabel 5.4 : Jenis Pesawat dan Spesifikasi
x
i
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 4 : Isi Regulasi PMA Nomor 25 Tahun 2015
Lampiran 5 : Transkip Wawancara
Lampiran 6 : Dokumen Wawancara
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Haji menurut logat atau bahasa ialah menuju
suesuatu.1
Haji ialah menuju atau berkunjung ke Baitullah untuk
melakukan amalan-amalan tertentu yang digariskan Al-
Qur‟an dan Al-Hadits, seperti ihram, tawaf, sai, wukuf di
Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, melontar jamarat dan
tahallul.2
Haji diwajibkan Allah Ta‟ala atas setiap muslim dan
muslimah yang mampu menanggung beban perjalanan untuk
mendatanginya.3
Diantara dalil yang dijadikan dasar kewajiban haji
oleh para ulama tertera dalam surah Ali Imran ayat 97 :
ه إ ن ولل
ر ف
ف
ا ومن ل
يه سبيل
ا ع إل
بيت من ٱستط
اس حج ٱل ى ٱلن
عل
مينل ع
نى عن ٱل
ه غ
ٱلل
Artinya :“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
1 Majelis Tertinggi Urusan Keislaman Mesir, Hai dan Umrah,
(Bandung : CV Angkasa, 2007), h. 3. 2 Ahmad Kartono, Solusi Hukum Manasik dalam Permasalahan Ibadah
Haji, (Jakarta : Pustaka Cendekiamuda, 2016), h. 15. 3 Abu Bakar Jabir Al-Jazairi Minhajul Muslim, (Solo : Pustaka Arafah,
2014), h. 499.
2
Dalam Penjelasan UU 8 Tahun 20194 tentang
Penyelenggaraan Haji dan Umrah dikatakan bahwa Ibadah
Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan
oleh setiap umat muslim, baik secara fisik, mental, spiritual,
sosial, maupun finansial dan sekali dalam seumur hidup.
Berdasarkan peraturan perundang-undang dan praktik
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, selama ini masih
ditemukan beberapa kelemahan dalam aspek regulasi dan tata
kelola kebijakan, pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
jemaah, maupun pengawasan terhadap pelaksanaan
penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan
dengan aman, nyaman, tertib, lancar, dan sesuai dengan
syari‟at, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan,
transparansi, dan akuntabilitas publik untuk sebesar-besar
kemanfaatan jemaah haji dan jemaah umrah.
Berbicara tentang transportasi ini dapat kita temukan
dalam Firman Allah Subhanallah Wa Ta‟ala Q.S. Al-Hajj ayat
27 :
تين من ل ضامر يأ
ى م
وعل
ىك رجال
تحج يأ
اس بال ن في الن
ذ
وأ
ج عميقل ف
م
“Dan seluruh Manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang
kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang
jauh” (Q.S Al-Hajj : 27)
4 UU No. 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah
3
Siapa yang menyangka akan terciptanya burung besi
(pasawat terbang) yang dapat terbang begitu cepat. Dengan
begitu jamaah akan lebih mudah berkunjung ke tanah suci
dengan tidak perlu menunggu waktu yang lama diperjalanan
dan hambatan lainnya.
Menteri Agama yang harus berkoordinasi dengan
Menteri Perhubungan bertanggung jawab memberi pelayanan
transportasi jemaah haji ke Arab Saudi dan pemulangannya
ke tempat bandar udara embarkasi asal di Indonesia.5
Ketentuan lanjut diatur dalam peraturan Pemerintah.6
Manteri Agama menunjuk pelaksana transportasi jemaah haji
dengan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan,
kenyamanan dan efisiensi.7
Peraturan Menteri Agama8 tentang Pelayanan
Transportasi Bagi Jemaah Haji Reguler pada Pasal 21 ayat 2
menyebutkan bahwa penetapan pelaksanaan transportasi
jemaah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dituangkan
dalam perjanjian yang paling sedikit memuat : hak dan
kewajiban para pihak; spesifikasi alat angkut; kapasitas
penumpang; biaya angkutan; dan jangka waktu.
Oleh karena itu, Implementasi Regulasi mengenai
Transportasi Udara Haji merupakan hal yang penting,
memerlukan adanya pengelolaan khusus yang mengurusi
5 K Martono, dan Ahmad Sudiro, Aspek Hukum Transportasi Udara
Haji Indonesi, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 10. 6 Pasal 33 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
7 Pasal 34 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
8 Peraturan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Transportasi Jamaah Haji, Pasal 21
4
masalah kegiatan haji yang menyangkut pelayanan-pelayanan
yang akan diberikan pada calon jemaah haji Indonesia dari
masa keberangkatan dan kepulangan.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul:
“Implementasi Regulasi Transportasi Udara Dalam
Pelayanan Keberangkatan dan Kepulangan Jemaah Haji
Indonesia”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membatasi
masalah yang akan dibahas mengenai Implementasi
Regulasi Transportasi Udara dalam Pelayanan
Keberangkatan dan Kepulangan Jemaah Haji Indonesia.
2. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam melakukan penulisan,
maka penulis membuat perumusan masalah agar arah dan
tujuan penulisan ini jelas adanya. Adapun perumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana Kebijakan Pemerintah tentang
Transportasi Udara Haji Indonesia ?
b. Bagaimana Implementasi Pelayanan Transportasi
Udara Haji Indonesia ?
5
C. Tujuan dan Manfaat Masalah
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini,
yaitu:
a. Untuk mengetahui bagaimana Kebijakan Pemerintah
Tentang Transportasi Udara Haji Indonesia
b. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pelayanan
Transportasi Udara bagi jemaah Haji Indonesia
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:
a. Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi teoritis dan dapat berguna bagi
pengembangan pengetahuan Implementasi Regulasi
Transportasi Udara dalam Pelayanan Keberangkatan
dan Kepulangan Jemaah Haji Indonesia.
b. Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi
khazanah keilmuan dalam Manajemen Dakwah dalam
ruang lingkup Manajemen Haji oleh Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan dapat dijadikan
sebagai acuan dalam berbagai penulisan karya ilmiah.
c. Praktisi / Masyarakat
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan
informasi dan gambaran kepada masyarakat,
khususnya mahasiswa-mahasiswa manajemen Haji
6
dan Umrah, bagimana Implementasi Regulasi
Transportasi Udara dalam pelayanan Keberangkatan
dan Kepulangan Jemaah Haji Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk penyusunan karya ilmiah ini, penulis membaca
beberapa skripsi terdahulu untuk memahami dan mendalami
materi serta menentukan poin perbedaan hasil karya penulis
dengan karya tulis yang lain.
Adapun setelah penulis mengadakan kajian
kepustakaan, penulis tidak menemukan judul yang sama.
Namun ada beberapa penelitian yang hampir sama
diantaranya:
1. Adjie Faisal Ambari, 11150530000034, Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah,
Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah.9 Dengan judul
Evaluasi Standarisasi Pelayanan Transportasi dan
Akomodasi Jamaah Umrah PT. Alif Berkah Amanah
Wisata (ABA) Sukabumi. Skripsi tersebut membahas
mengenai evaluasi standar pelayanan transportasi dan
akomodasi di biro perjalanan umroh PT. Alif Berkah
Amanah (ABA) Sukabumi.
2. Aam Abdus Salam, 111105300025, Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah,
9 Adjie Faisal Ambari, Evaluasi Standarisasi Pelayanan Transportasi
dan Akomodasi Jamaah Umrah PT. Alif Berkah Amanah Wisata (ABA)
Sukabumi, skripsi, (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019)
7
Konsentrasi Manajemen ZISWAF.10
Dengan Judul
“Manajemen Wakaf Transportasi Pada Lembaga Wakaf
Al-Azhar”. Skripsi ttersebut membahas mengenai
Manajemen Wakaf Transportasi pada Lembaga Wakaf
Al-Azhar.
Demikian tinjauan pustakan ini saya lakukan dimana
terdapat perbedaan pembahasan atau materi dengan apa yang
akan penulis teliti dengan skripsi terdahulu. Perbedaan
penelitian ini dapat dilihat pada judul utamanya yang
didalamnya membahas mengenai evaluasi pelayanan
transportasi dan akomodasi, dan membahas Manajemen
Wakaf Transportasi Sedangkan penulis akan membahas
mengenai “Implementasi Regulasi Transportasi Udara dalam
Pelayanan Keberangkatan dan Kepulangan Jemaah Haji
Indonesia”.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang
datanya dinyatakan dalam bentuk verbal dan analisis tanpa
menggunakan teknik statistik.11
Menurut Teori Lexy J.
Moleong mendefinisikan metodologi penelitian Kualitatif
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
10
Salam Aam Abdus, “Manajemen Wakaf Transportasi Pada Wakaf
Al-Azhar”, Skripsi, (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015) 11
Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian:
Pendekatan Praktis Dalam Penelitian (Yogyakarta: Andi Offest, 2010), h. 26
8
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.12
Dengan memilih metode penelitian kualitatif ini,
penulis berusaha untuk menggambarkan secara jelas
segala hal yang terjadi di lapangan dan kemudian
dianalisa untuk mendapatkan hasil berdasarkan tujuan
penelitian. Pendekatan kualitatif ini menitikberatkan pada
data-data penelitian yang dihasilkan berupa kata-kata
melalui wawancara dan pengamatan.
2. Tempat Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan bertempat di
kantor Ditjen Penyelengaraan Haji dan Umrah bagian
Subdit Transportasi Udara Kementerian Agama Republik
Indonesia, JL. Lap. Banteng Barat 3-4 Jakarta Pusat
3. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Subdt Transportasi Udara Kementerian Agama RI.
Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini
adalah Implementasi Regulasi Transportasi Udara dalam
Pelayanan Keberangkatan Kepulangan Jemaah Haji
Indonesia.
4. Sumber Data
Data merupakan rekaman atau gambaran atau
keterangan suatu hal atau fakta . apabila data tersebut
diolah maka menghasilkan suatu informasi.13
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), h. 3.
9
Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini
dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder, adapun
penjelasannya sebagai berikut :
a. Sumber Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung dari objek penelitian perorangan,
kelompok dan organisasi.14
Informan dalam data
primer ini adalah Kasie penyediaan Transportasi Udara
Dirjen PHU yang merupakan informan kunci dalam
penelitian ini. Sedangkan Objek dari penelitian ini
adalah Implementasi Regulasi Transportasi Udara
dalam Pelayanan Keberangkatan dan Kepulangan
Jemaah Haji Indonesia.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang
diperoleh dari dokumen, publikasi yang sudah dalam
bentuk jadi. Data hasil sensus adalah contoh data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh
melalui bahan kepustakaan.15
Dalam hal ini data
sekunder yang diperoleh adalah catatan-catatan,
dokumen-dokumen yang berkaitan, media cetak,
internet, arsip dari Subdit Transportasi Udara Dirjen
13
Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta : Mitra W
acana Media, 2012), h.145 14
Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 29. 15
Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta : Mitra W
acana Media, 2012), h.147
10
PHU, informasi dan komunikasi Subdit Transportasi
Udara serta sumber-sumber yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Observasi, wawancara, dan dokumen merupakan
sumber data kualitatif. Dan umum digunakan oleh peneliti
untuk pengambilan data. Semua jenis data ini memiliki
satu aspek kunci secara umum : analisisnya terutama
tergantung pada keterampilan integratif dan interpretatif
dari peneliti. Interpertasi diperlukan karena data yang
dikumpulkan jarang berbentuk angka dan karena data
kaya rincian dan panjang.16
Penulis telah melakukan penelitian di Dirjen PHU
Kemenag RI untuk memperoleh data-data yang
diperlukan, teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah teknik pengumpulan data kualitatif, dan
pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah
sebagai berikut :
a. Observasi.
Observasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan
secara sistematis.17
Dengan pengamatan yang
dilakukan di Dirjen PHU subdit Transportasi Udara
16
Moh. Nizar, Metode Penelitia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), Cet-
6, h. 193. 17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), edisi revisi II, h. 202.
11
Kemenag Pusat diharapkan dapat memperoleh
kelengkapan data yang berkaita dengan Implementasi
Regulasi Transportasi Udara dalam Pelayanan
Keberangkatan dan Kepulangan Jamaah Haji
Indonesia.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka.18
Hal ini bertujuan untuk
memberikan keleluasaan pada narasumber dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan, akan tetapi
terarah pada masalah yang akan dibahas, wawancara
dilakukan untuk memperoleh data atau informasi
sebanyak mungkin dan sejelas mungkin.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
yang tidak langsung ditujukan kepada subjek
penelitian.19
Dengan cara mengumpulkan data yang
melalui peninggalan tertulis, foto, kegiatan, terutama
berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku yang
ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti di
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kemenag RI.
18
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2015),
cet-6, h. 193 19
Irawana Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 70.
12
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif, Menurut Miles and
Huberman dilakukan secara interaktif melalui proses data
reduction, data display, dan verification. Sedangkan
menurut Spradley dilakukan secara berurutan, melalui
proses analisis domain, taksonomi, komponensial, dan
tema budaya.
Setelah data diperoleh dan terkumpul melalui
obeservasi, wawancara, serta dokumentasi. Maka
informasi dan keterangan yang ditemukan dalam
penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan
metode deskriptif analisis terhadap Implementasi Regulasi
Transportasi Udara dalam Pelayanan Kepulangan dan
Keberangkatan Jemaah Haji yaitu suatu teknik analisis
data di mana penulis memaparkan semua data yang
diperoleh dari hasil temuan secara sistematis, lalu
mengklasifikasikan untuk kemudian menganalisis sesuai
dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian untuk
selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan ilmiah.
7. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, Dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CEQDA
(Center For Quality Development And Assurance) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta”.
13
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam pembahasan dan gambaran
sederhana agar memudahkan penulisan skripsi ini maka
penulis membuat sistematika penulisan yang tersusun dalam
Enam (6) bab yang masing-masing memiliki sub-sub dengan
susunan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Penulis mengurai beberapa hal yang berkaitan
dengan penelitian ini, pada bagian awal diuraikan
tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian yang digunakan
dalam mengumpulkan data, tinjauan pustaka dan
diakhiri dengan uraian tentang sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini Membahas tentang definisi-definisi judul
penelitian mengenai pengertian Implementasi,
Pengertian Regulasi, Pengertian Penerbangan
Internasional Pengertian Penerbangan Sipil,
Pengertian Penerbangan Sipil Negara Tujuan,
Pengertian Transportasi Udara, Pengertian Jemaah
Haji.
BAB III : Gambaran Umum Dirjen PHU Kemenag RI
Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran
umum mengenai Sejarah berdirinya Ditjen PHU,
14
Visi dan Misi, Tujuan, Sasaran Strategis, Struktur
Organisasi.
BAB IV : Data dan Temuan Penelitian
Bab ini membahas tentang penerbangan haji,
kegiatan pelayanan transportasi, maskapai
penerbangan haji, biaya transportasi haji, dan
kendala transportasi udara haji.
BAB V : Analisis Data
Bab ini merupakan analisis dari hasil apa yang
peneliti peroleh dari Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI
Jakarta Pusat, Subdit Transportasi udara.
BAB VI : Penutup
Bab ini merupakan bab akhir dari proses hasil
penelitian yang berpijak pada bab-bab sebelumnya
yang didalamnya terdiri dari kesimpulan, Saran,
dan Lampiran-lampiran yang berkaitan dengan
penelitian yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
15
BAB II
LANDASAN TEORI1
A. Implementasi Regulasi
1. Pengertian Implementasi
Arti implementasi menurut KBBI (Kamus Bahasa
Indonesia) yaitu pelaksanaan / penerapan. Sedangkan
pengertian umum adalah suatu tindakan atau pelaksanaan
rencana yang telah disusun secara cermat dan rinci
(matang).
Dalam kalimat lain implementasi itu sebagai
penyedia sarana untuk melaksanakan sesuatu yang
menyebabkan dampak terhadap sesuatu.
Sesuatu tersebut dilakukan agar timbul dampak
berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
peradilan serta kebijakan yang telah dibuat oleh lembaga
pemerintah dalam kehidupan bernegara.
Salanjutnya pengertian implementasi menurut para
ahli :
a. Van Meter dan Van Horn
Menurut ia implementasi ialah pelaksanaan tindak
oleh individu, pejabat, instansi pemerintah, maupun
kelompok swasta dengan tujuan untuk menggapai
cita-cita yang telah digariskan dalam keputusan
tertentu.
b. Mazmanian dan Sabatier
Menurut mereka implementasi yaitu pelaksanaan dari
kebijakan dasar hukum juga berbentuk perintah
16
keputusan, atau keputusan pengadilan. Proses
pelaksanaannya berlangsung setelah jumlah tahapan
yang kemudian output dalam bentuk pelaksanaan
kebijakan hingga kebijakan koreksi bersangkutan.
c. Pressman dan Wildavsky (1873)
Menurut mereka berdua adalah accomplishing,
fulfilling, carrying out, producing, and completing a
police (menyelesaikan, memenuhi, melaksanakan,
memperoduksi, serta menyelesaikan sebuah
kebijakan)
Implementasi kebijakan dapat melibatkan
penjabaran lebih lanjut, tujuan yang telah ditetapkan oleh
pejabat atau instansi pelaksana. Keadaan ini terjadi
sebagai akibat, antara lain adalah badan legislatif
menggariskan kebijakan dalam rumusan umum, meskipun
kebijakan mempunyai rumusan yang jelas, masih
memerlukan berbagai penyesuaian, dan diskresi dalam
pelaksanaannya.20
Pelaksanaan dari implementasi kebijakan
melibatkan berbagai tingkatan struktur pemerintah dapat
dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu pemrakarsa
kebijakan/pembuat kebijakan; pejabat pelaksana di
lapangan; dan aktor perorangan di luar badan pemerintah,
yakni kelompok sasaran target.
20
Orocomana, Efradus “Implementasi Pembangunan Infrastruktur
Transportasi Udara di Distrik Mkskona Utara Kabupaten Teluk Bintunio
Provinsi Papua Barat” Renaissance, Vol. 2, No.02, Agustus 2017, h.212
17
Berdasarkan pada beberapa pendapat ahli tersebut,
peneliti dapat mengetahui bahwa implementasi kebijakan
merupakan pelaksanaan keputusan yang mempunyai
tujuan/sasaran yang ingin dicapai meliputi berbagai
macam kegiatan dengan menugaskan badan pelaksanaan
berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan
tanggungjawab untuk melaksanakan program harus
mendapatkan sumber-sumber, meliputi personil, peralatan
dan sebagainya selain daripada uang. Teori tersebut
sejalan dengan pelaksanaan transportasi udara dalam
pelayanan keberangkatan dan kepulangan kemaah haji
Indonesia yang melibatkan antar petugas pelaksana dan
berbagai stakeholder dalam kerjasama penyediaan
transportasi udara jemaah haji Indonesia.
2. Pengertian Regulasi
Regulasi adalah suatu peraturan yang dibuat untuk
membantu mengendalikan suatu kelompok,
lembaga/organisasi, dan masyarakat demi mencapai
tujuan tertentu dalam kehidupan bersama, bermasyarakat,
dan bersosialisasi.21
Tujuan dibuatnya regulasi atau aturan adalah
untuk mengendalikan manusia atau masyarakat dengan
batasan-batasan tertentu. Regulasi diberlakukan pada
berbagai lembaga masyarakat, baik untuk keperluan
masyarakat umum maupun untuk bisnis.
21
www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertianregulasisecaraumum,tujua
n,contohregulasi, di akses pada tanggal 28 Oktober 2019 pukul 15.35
18
Arti regulasi menurut para ahli adalah :
Regulasi adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengendalikan masyarakat dengan aturan tertentu. Istilah
regulasi ini banyak digunakan dalam segala hal sehingga
pengertiannya memang mencakup luas. Regulasi ini
banyak digunakan untuk menggambarkan peraturan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat.22
Para ahli mengartikan regulasi sesuai dengan
bidang atau ilmu yang dikaji dalam bentuk atau bidang
apa regulasi tersebut digunakan. Regulasi banyak
diterapkan pada peraturan hukum Negara, pada
perusahaan atau pada beberapa bidang lainnya.
B. Transportasi Udara
1. Pengertian Transportasi Udara
Pengertian transportasi berasal dari kata latin yaitu
Transportare, di mana trans berarti sebarang atau sebelah
lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Jadi,
transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu)
ke sebelah lain atau dari sesuatu tempat ke tempat
lainnya.23
Transportasi udara merupakan transportasi yang
membutuhkan banyak uang untuk memakainya, selain
karena memiliki teknologi yang canggih, transportasi
22
www.pengertianmenurutparaahli.com, diakses pada tanggal 28
Oktober 2019 pukul 14.55 23
Kamaluddin Rustian, Ekonomi Transportasi, (Penerbit Ghalila
Indonesia, cet pertama, 2003), h. 13
19
udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan
dengan transportasi lainnya.
C. Regulasi Transportasi Udara Jemaah Haji Indonesia
1. Agra Penerbangan Internasional
Penerbangan internasional adalah bentuk
penerbangan komersial dalam penerbangan sipil dimana
keberangkatan dan kedatangan berada di negara yang
berbeda.24
Internasional Air Transport Assosiation (Asosiasi
Pengangkutan Udara Internasional; disingkat IATA)
adalah sebuah organisasi perdagangan internasional yang
terdiri dari maskapai-maskapai penerbangan. Tujua
utamanya adalah untuk membantu maskapai-maskapai
penerbangan untuk bersaing secara sah dan mencapai
keseragaman dalam penetapan harga.
2. Agra Penerbangan Sipil (Nasional)
Penerbangan sipil adalah yang mengatur semua
aktifitas penerbangan sipil di negara mereka.
Maskapai penerbangan nasional adalah sebuah
perusahaan transportasi udara yang dibentuk oleh
pemerintah sebagai wujud pemenuhan pertumbuhan
negara di dalam suatu negara yang diregistrasikan di
dalam negara tersebut.
Setiap negara hampir memiliki maskapai dengan
bentukan lewat pemerintah, tetapi Amerika Serikat adalah
24
Internasional Fligh, Word Net Search, diakses pada tanggal 04-02-
2020
20
satu-satunya negara di dunia yang melarang adanya flag
carrier karena aturan anti keistimewaan yang ketat.
3. Agra Penerbangan Sipil Negara Tujuan
(Internasional)
Tujuan konverensi penerbangan sipil internasional
tampak dengan jelas pada pembukaan Konvensi
Penerbangan Sipil Internasional yang ditandatangani di
Chocago tahun 1944. Dalam pembukaan tersebut
dijelaskan bahwa pertumbuhan penerbangan sipil yang
akan datang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
persahabatan, memelihara perdamaian, dan saling
mengerti antarbangsa, saling mengunjungi masyarakat
dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang
sangat mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat
digunakan untuk kerja sama antarbangsa yang dapat
memelihara perdamaian dunia. Karena itu, negara-negara
peserta Konferensi sepakat mengatur prinsip-prinsip dasar
penerbangan sipil internasional, menumbuhkembangkan
penerbangan sipil yang aman, lancer, teratur, dan
memberi kesempatan yang sama kepada negara anggota
untuk menyelenggarakan angkutan udara internasional
dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional
(International Civil Aviation Organization; ICAO) adalah
sebuah lembaga perserikatan bangsa-bangsa. Lembaga ini
mengembangkan teknik dan prinsip-prinsip navigasi
udara internasional serta membantu perkembangan
21
perencanaan dan pengembangan angkutan udara
internasional untuk memastikan pertumbuhannya
terencana aman.
D. Transportasi Udara Haji dari Masa ke Masa di Indonesia
Sejarah perjalanan haji atau musim haji tidak pernah
sepi dari jemaah asal Indonesia. Sejak berabad-abad yang
lalu, mereka secara bergantian mendatangi Kota Suci Makkah
guna menunaikan rukun Islam yang ke lima. Jumlah jemaah
yang termasuk paling besar dibandingkan dari Negara yang
lain.
Sejarah perjalanan naik haji umat islam di Indonesia
telah mengalami berbagai macam fase dari masa ke masa.
Saat ini proses keberangkatan haji bisa dibilang mudah berkat
adanya dukungan dari pemerintah ditambah lagi dengan
banyaknya layanan transportasi yang ditawarkan. Namun
dengan membayangkan pelaksanaan haji pada zaman dahulu,
ratusan tahun saat pesawat terbang belum ada, bahkan
kendaraan daratpun baru berupa unta dan kuda, belum lagi
kaum muslimin yang bertempat tinggal jauh dari tanah suci
seperti Indonesia.
Perjalanan haji dengan munggunakan kapal dagang,
Indonesia telah mengenal kewajiban ibadah sejak dekade
pertama penyebaran islam di jawa dan sumatera. Bagi yang
telah dianggap memiliki kemampuan, mereka pergi
menggunakan kapal dagang dari Cina, India, Timur Tengah,
22
Arab atau Persia untuk mengarungi laut selama berbulan-
bulan.25
Jemaah haji berdagang dan belajar ilmu agama pada
abad ke 18 tujuan utama mayoritas masyarakat Indonesia
datang ke Makkah bukan untuk beribadah haji, tetapi
berdagang dan belajar ilmu agama, dan pada umumnya
jemaah haji dari kalangan petani, nelayan, dan peternak.
Jemaah haji menggunakan kapal kongsi tiga milik
Belanda, pada tahun 1825 pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan peraturan yang mengharuskan mengharuskan
jemaah haji dari pulau Jawa membayar sejumlah uang untuk
mendapatkan izin berangkat haji pun harus menggunakan
kapal Belanda.
Fasilitas transportasi haji resmi oleh pemerintah tahun
1952. Pemerintah RI melalui Menteri Agama membentuk
perusahaan Pelayaran Muslim untuk menfasilitasi transportasi
umat Islam yang akan melakukan ibadah haji, pada tahun
yang sama, akses udara dari Indonesia menuju Mekkah pun
resmi dibuka.
Ditahun 1964 dibentuk perusahaan pelayanan dibawah
bendera PT. Arafat, satu-satunya transportasi laut milik
pemerintah yang menangani masalah angkutan jemaah haji,
dan jemaah haji saat itu lebih memilih menggunakan kapal
laut karena dinilai lebih terjangkau harganya dibanding
pesawat udara. Namun mendekati tahun 1970-an, pesawat
25
https://www.waseltravel.id, Sejarah Penyelenggaraan Haji dari
Masa ke Masa. Diakses pada Tanggal 26 September 2019 pukul 21.25
23
udara lebih mendominasi karena biaya yang tidak jauh
berbeda dengan kapal laut.
Pada tahun 1969 pihak pemerintah mengambil alih
penanganan penyelenggaraan haji berdasarkan keputusan
presiden nomor 22 tahun 1969. pada 1979, Menteri
Perhubungan meniadakan pengangkutan jemaah dengan kapal
laut dan menetapkan pesawat udara sebagai trasnportasi satu-
satunya menuju tanah suci.
Dalam perjalanan menuju Makkah banyak pengalaman
yang ditemukan jemaah. Ombak samudera yang besar dan
hembusan angina kencang mengakibatkan kapal karam. Ada
penumpang yang meninggal, cidera karena terhempas atau
terhimpit dan ada pula yang selamat, bahkan barang-barang
berharga seperti emas dan perak pengganti uang semua
hilang.26
Atau karena kelengahan, ada jemaah yang dicuri,
sehingga ketika sampai di pelabuhan terpaksa bekerja sebagai
buruh atau mencari pekerjaan lain yang dapat mendatangkan
uang atau dipinjam dari syekh untuk melanjutkan perjalanan.
E. Jemaah Haji
1. Pengertian Jemaah
Jemaah adalah kata bahasa Arab yang artinya
kompak atau bersama-sama, ungkapan shalat berjamaah
berarti shalat yang dikerjakan secara bersama-sama
dibawah pimpinan seorang imam. Jemaah juga berarti
sekelompok manusia yang terikat oleh sikap, pendirian,
26
Pada masa itu jamaah belum mengenal Bank dan surat kredit, bahkan
uang kertas tidak berlaku di Jeddah dan Makkah.
24
keyakinan dan tugas serta tujuan yang sama. Islam
menganjurkan umat Islam menggalang kekompakan dan
kebersamaah, yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari
pribadi-pribadi muslim, yang berpegang pada norma-
norma Islam, menegakan prinsip “ta’awun” (tolong
menolong) dan (kerja sama) untuk tegaknya kekuatan
bersama demi tercapainya tujuan bersama.27
2. Pengertian Haji
Haji berasal dari bahasa Arab, yaitu Hajj yang
berarti menuju atau mengunjungi sesuatu. Sedangkan
menurut istilah, haji adalah berkunjung ke Baitullah
(Ka‟bah) untuk melakukan beberapa perbuatan, antara
lain : Wukuf, Thawaf, dan amalan lainnya pada masa
tertentu demi memenuhi panggilan Allah Subhanahu Wa
Ta‟ala dan mengharap rindho-Nya.28
Ibadah haji merupakan wujud nyata dan
persaudaraan umat Muslim seluruh dunia. Haji
merupakan mu‟tamar tahunan atau silaturahim Akbar
dimana mereka dapat bertukar pengalaman, menyatukan
misi dan persepsi, program dan acuan memajukan Islam
di negeri masing-masing setelah mereka kembali dari
ibadah di Tanah Suci.29
27
Harun Nasution, Ensklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djembatan:
1992), h. 486-487 28
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam dan Urusan Haji, Tanya Jawab Ibadah Haji, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2001), H.1 29
Depag RI, Hikmah Ibadah Haji, (Jakarta : Direkyorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hal. 18
25
BAB III
GAMBARAN UMUM DITJEN PENYELENGGARAAN
HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA RI
A. Sejarah berdirinya Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umroh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
(disingkat Ditjen PHU) adalah unsur pelaksana yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
dipimpin oleh Prof Dr. Nizar, M.Ag.30
Istilah reformasi haji sengaja dipilih untuk
memberikan penekanan tentang urgensi peningkatan kualitas
penyelenggaraan ibadah haji oleh Departemen Agama.
Selama in, penyelenggaraan ibadah haji merupakan salah satu
lob hole (sasaran kritik) yang diarahkan kepada Departemen
Agama dari berbagai kalangan.31
Persoalan penyelenggaraan ibadah haji meliputi
banyak aspek. Persoalan yang tergolong klasik dimulai dari
regulasi penyelenggaraan sebagai payung hukumnya dan
proses pelaksanaan itu sendiri yang meliputi banyak aspek.
Antara lain aspek pendaftaran, keberangkatan, keberadaan
30
Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Agama. 31
Muhammad M. Basyumi, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK
Press, 2008)
26
jamaah di Tanah Suci, hingga kepulangan ke Tanah Air.
Sedangkan persoalan tambahan adalah Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang lebih dikenal
dengan istilah Ongkos Naik Haji (ONH) yang di kritik
sebagai terlalu besar dan membebani jemaah.
Seringkali dikatakan bahwa penyelenggaraan ibadah
haji sebetulnya tidak seratus persen ada di tangan Departemen
Agama. Penyelenggaraan ibadah haji merupaka tugas
nasional yang melibatkan banyak instansi dan lembaga,
seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan,
Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Departemen
Kehakiman dan HAM, juga sejumlah Bank Pemerintah dan
Bank Swasta. Ibadah haji juga melibatkan Kementerian Haji
Arab Saudi, Muassasah, Majmuah, Naqabah, Imigrasi, Bea
Cukai, Kesehatan, Perhubungan dan sebagainya.
Pemecahan seperti ini mengingatkan masyarakat
kepada manajemen pengelolaan haji pada periode-periode
sebelumnya. Sebagaimana disebutkan bahwa sejak 1965
panitia penyelenggaraan haji telah mengalami beberapa kali
reorganisasi. Pada 1965 haji diurus oleh Dewan Urusan Haji
(DUHA), kemudian berubah menjadi Departemen Urusan
Haji dipimpin oleh seorang Menteri dengan beberapa Deputi
Menteri. Pada 1966. Departemen ini digabungkan ke
Departemen Agama. Sejak 1979 menjadi Direktorat Jenderal
27
Urusan Haji, berubah menjadi Direktorat Jenderal Bimas
Islam dan Penyelenggaraan Haji, dan berubah lagi, sejak 2006
menjadi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Perubahan-perubahan tersebut tentu saja didasarkan kepada
argument manajemen yang bertujuan melakukan
penyelenggaraan ibadah haji berkualitas. Dalam kaitan
dengan perubahan yang terakhir, disamping berdasarkan
kepada argument manajemen, juga didasarkan kepada
pengersahan UU No. 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan
haji. Undang-undang itu menuntut agar penyelenggaraan haji
dilakukan berdasarkan asas keadilan, professional dan
akuntabilitas dengan prinsip nirlaba. Tidak kalah penting dari
itu adalah argument pelayanan kaum Muslim dalam
menunaikan ibadah umrah dewasa ini juga semakin menuntut
perhatian khusus. Dengan demikian, reorganisasi yang
dilakukan tidak hanya mengulang sejarah, tetapi merupakan
langkah manajemen untuk menjawab tantangan kebutuhan
masa kini.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standarisasi teknis di bidang penyelenggaraan Haji dan
Umrah. Dalam melaksanakan tugas. Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan
umrah;
28
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji
dan umrah;
3. Penyususnan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
penyelenggaraan haji dan umrah;
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
B. Visi dan Misi Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Mengacu pada Keputusan Ditjen PHU Nomor : D/54
Tahun 2010 tentang Visi dan Misi Ditjen PHU, disebutkan
sebagai berikut :32
1. Visi
Visi merupakan statemen atau rumusan mengenai
apa yang ingin dicapai atau diharapkan oleh sebuah
organisasi pada kurun waktu tertentu.33
Mengacu pada visi Kementerian Agama, maka
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
menetapkan visi :
32
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan
Haji dan Umrah, Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Tahun 2010-2014, (Jakarta : Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah, 2010), h. 41-42 33
Sudarwan Danim, Kinerja Staf dan Organisasi, (Bandung : Pustaka
Setia 2008), h. 18
29
“terwujudnya Jemaah haji dan umrah yang
saleh pribadi dan sosial”
Penjabaran dari Visi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :34
a. Saleh pribadi, dalam pengertian bahwa upaya
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah diarahkan atau untuk mendorong
meningkatkan kualitas muslim dalam hubungan
ibadahnya dengan Allah secara pribadi.
b. Saleh sosial, dalam pengertian bahwa upaya yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah diarahkan atau mendorong
meningkatnya kualitas muslim dalam hubungan
ibadahnya dengan sesame muslim atau masyarakat.
2. Misi
Misi adalah rumusan kangkah-langkah yang
merupakan kunci untuk memulai melakukan inisiatif,
mengevaluasi, dan mempertajam bentuk-bentuk kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam visi
(Tilaar,1997).35
34
Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Tahun 2015, Rencana Strategis, (Jakarta : Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, 2015), h. 59 35
Sudarwan Danim, Kinerja Staf dan Organisasi,(Bandung : Pustaka
Setia 2008), h. 27
30
Berikut adalah Misi dari Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah :36
a. Mengembangkan karakter pembimbing ibadah dan
petugas haji, dan kemitraan dengan kelompok
bimbingan secara professional,
b. Meningkatkan pembinaan umrah dan haji khusus
secara standar
c. Meningkatkan kualitas pelayanan haji di dalam negeri
sesuai standar.
d. Meningkatkan kualitas pelayanan haji di luar negeri
sesuai standar.
e. Meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan
penyelenggaraan haji yang transparan dan akuntabel.
f. Mengembangkan SDM, sistem informasi, dan
dukungan manajemen serta sasaran prasarana yang
terintegrasi.
C. Tujuan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Dalam rangka mencapai visi dan misi Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama sebagaimana diuraikan terdahulu, maka visi dan misi
tersebut harus dirumuskan ke dalam bentuk yang lebih terarah
dan operasional berupa perumusan tujuan strategis (strategic
36
Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Tahun 2015, Rencana Strategis, h.60
31
goal) organisasi. Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai
atau dihasilkan dalam jangka waktu lima tahun adalah :37
a. Meningkatnya kualitas penyuluhan, bimbingan, dan
pemahaman manasik haji.
b. Meningkatnya professionalme dan dedikasi petugas haji.
c. Meningkatnya kemitraan dengan kelompok bimbingan
ibadah.
d. Mengingkatnya pembinaan umrah dan haji khusus sesuai
standar.
e. Meningkatnya pengawasan dan pengendalian umrah dan
haji khusus sesuai standar.
f. Meningkatnya pelayanan pendaftaran, dokumen,
perlengkapan, dan transportasi udara standar.
g. Meningkatnya kualitas pelayanan asrama haji.
h. Meningkatnya kualitas pelayanan akomodasi, konsumsi,
dan transportasi Jemaah haji di Arab Saudi
i. Meningkatnya perlindungan kepada Jemaah dan petugas
ibadah haji.
j. Emningkatnya transportasi dan akuntabilitas keuangan
penyelenggaraan haji.
k. Meningkatnya pengembangan sistem dan pelayanan
informasi penyelenggaraan haji.
37
Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Tahun 2015, Rencana Strategis, (Jakarta : Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, 2015), h. 62
32
l. Meningkatnya kualitas dukungan manajemen, tata kelola,
dan dukungan teknis lainnya dalam penyelenggaraan
ibadah haji dan umrah.
D. Sasaran Strategis
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan
haji dan umrah adalah :38
”Terwujudnya penyelenggaraan haji dan umrah
yang berkualitas dalam pelayanan pembinaan dan
perlindungan yang dilaksanakan secara professional
dan berkeadilan sesuai dengan nilai-nilai ke-
islaman dan ke-Indonesiaan, serta mengedepankan
kepentingan Jemaah”
Substansi dari sasaran yang ingin dicapai pada
indikator kerja tahun 2015-2019 yaitu :
1. Terwujudnya jemaah haji mandiri dalam melaksanakan
ibadah dan perjalanan haji
2. Terwujudnya petugas haji yang profesionalisme,
berdedikasi, dan berakhlakul karimah
3. Terwujudnya partisipasi masyarakat melalui PPIU, PIHK
dan Kelompok bimbingan yang taat asas.
4. Terwujudnya pelayanan pendaftaran, dokumen,
perlengkapan, dan transportasi udara yang berkualitas
sesuai standar.
38
Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Tahun 2015, Rencana Strategis, (Jakarta : Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, 2015), h.62
33
5. Terwujudnya pelayanan asrama haji yang kualitas
6. Terwujudnya pelayanan akomodasi, konsumsi dan
transportasi jemaah haji di Arab Saudi yang berkualitas
sesuai standar.
7. Terwujudnya perlindungan kepada jemaah dan petugas
ibadah haji
8. Terwujudnya pengelolaan keuangan penyelenggaraan haji
yang transparan dan akuntabel
9. Terwujudnya jaminan kesehatan dan keselamatan Jemaah
haji
10. Terwujudnya pengembangan sistem dan pelayanan
informasi penyelenggaraan haji
11. Terwujudnya tata kelola, dukungan manajemen, dan
dukungan teknis lainnya yang berkualitas.
E. Struktur Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umroh
Struktur organisasi sebenarnya adalah istilah yang
agak rancu. Menurut Hatch (1997 :161), struktur organisasi
setidak-tidaknya harus dibedakan ke dalam dua aspek:
struktur fisik dan struktur social. Namun sudah menjadi
kebiasaan hingga sekarang bahwa istilah struktur organisasi
selalu merujuk pada struktur social, bukan struktur fisik.
Dengan perkataan lain, istilah struktur organisasi di sini
34
sebenarnya adalah “struktur social organisasi”(organizational
social structure).39
Susunan organisasi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah sebagai berikut :40
39
Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi, (Jakarta : Salemba
Humanika : 2013), h. 168 40
Https://kemenag.go.id, Direktorat Jenderal Penyenyelenggaraan Haji
dan Umrah, diakses pada Selasa, 04 Februari 2020, pukul 19.55
35
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Penerbangan Jemaah Haji
1. Rencana Operasional Haji
Sebelum menyusun jadwal keberangkatan dan
pemulangan jemaah haji, Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah terlebih dahulu
menyusun rencana operasional haji dengan
memperhatikan beberapa hal, antara lain :41
a. Penentuan wukuf tanggal 9 Dzulhujjah yaitu waktu
berkumpulnya jemaah haji dari seluruh dunia di
padang Arafah untuk melaksanakan haji.
b. Asumsi jumlah jemaah haji sesuai quota yang telah
ditetapkan
c. Closing date penerimaan kedatangan jemaah haji
Setelah penentuan wukuf, jumlah haji serta closing
date tersebut maka pemerintah menengtukan masa operasi
haji yang pelaksanaannya dibagi dalam dua gelombang.
Pembagian gelombang I berdasarkan ketentuan
Pemerintah Arab Saudi yang memberi batas waktu bagi
41
Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri, Dirjen PHU Kemenag RI,
Manajemen Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia, (Jakarta : Manajemen
Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia, 2016), h.78
36
jemaah haji yang datang dari Negara asal langsung ke
Madinah dan langsung ke Makkah.
Sejak tahun 2001 pemerintah Saudi Arabia telah
memberikan izin penerbangan haji Indonesia langsung ke
Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis, mengingat
pada waktu itu kondisi serta kemampuan teknis bandara
terbatas, tidak semua jemaah haji dapat diterbangkan
langsung ke Madinah. Namun pada tahun 2015, seiring
telah selesainya pembangunan bandara serta diberikannya
izin penerbangan oleh Pemerintah Arab Saudi, seluruh
calon jemaah haji Indonesia yang tergabung dalam
gelombang I langsung mendarat di Madinah. Adapun
mengenai rute perjalanan (pemberangkatan dan
pemulangan) haji Indeonesia sesuai gelombang diatur
sebagai berikut ;
1) Pemberangkatan jemaah calon haji Indonesia yang
menggunakan penerbangan langsung ke Madinah
sedangkan pada waktu pemulangan diberangkatkan
dari Jeddah diatur dalam gelombang pertama, dengan
rute (Indinesia – Madinah – Makkah – Jeddah –
Indonesia)
2) Pemberangkatan jemaah haji yang menggunakan
penerbangan langsung menuju Jeddah sedangkan
pemulangannya dilakukan dari Madinah diatur dalam
37
gelombang kedua (II), dengan rute (Indonesia –
Jeddah – Makkah – Madinah – Indonesia)
Unsur-unsur yang ditetapkan dalam proses
perencanaan dan masa operasional haji meliputi awal
pemanggilan jemaah, calon jemaah haji masuk asrama
haji, pemberangkatan kloter pertama dan pemberangkata
terakhir, pemberangkatan jemaah calon jemaah haji dari
Madinah ke Makkah, closing date, hari Tarwiyah, hari
Wukuf di Arafah. Idul Adha, Hari Tasyrik, pemulangan
kloter pertama dari Makkah melalui Jeddah,
pemberangkatan pemulangan kloter terakhir dari Madinah
serta kedatangan kloter terakhir dari Madinah ke Tanah
Air.
2. Pengangkutan Udara Jemaah Haji
Penetapan Pelakasanaan Transportasi Udara
Jemaah Haji Indonesia ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Agama.42
Selanjutnya, Kementerian Agama
menunjuk beberapa maskapai penerbangan dengan
cakupan embarkasi Banda Aceh (BTJ), Medan (MES),
Padang (PDG), Palembang (PLM), Solo (SOC),
Balikpapan (BPN), Banjarmasin (BDJ), Makassar (UPG),
dan Jakarta (CGK) khusus Provinsi DKI Jakarta dan
42
Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri, Dirjen PHU Kemenag RI,
Manajemen Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia, (Jakarta : Manajemen
Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia, 2016), h. 80
38
Lampung embarkasi Batam (BTH, Jakarta (JKS) khusus
provinsi Jawa Barat, dan Surabaya (SUB).
Pada masa operasional penyelenggaraan ibadah
haji, ditetapkan masa operasional penerbangan dengan
pengaturan waktu berdasarkan dua fase : fase I atau
pemberangkatan selama 28 hari dan fase II atau
pemulangan selama 28 hari. Adapun waktu untuk masa
operasional gelombang I dan II adalah 14 hari, dengan
masa tinggal jemaah haji di Arab Saudi paling lama 39
hari
3. Tujuan, Peran dan Fungsi Transportasi Udara Haji
a. Tujuan
Yaitu untuk memperoleh Pelaksanaan
transportasi udara bagi jemaah haji reguler yang
berkualitas dan profesional, sesuai dengan standar
persyaratan yang ditetapkan.43
b. Tugas dan Fungsi
Tugas, dan fungsi. Pertama yaitu dari segi
penyiapan, dan langkahnya antara lain :44
1) Menyiapkan rencana operasional penerbangan
haji, itu mengitung dari tanggal 9 dzulhijjah,
43
Buku Pedoman Penyediaan Transportasi Udara Jemaah Haji Reguler
Tahun 1440H/2019M, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama RI Tahun 2018 44
Wawancara dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu
Edayanti pada tanggal 6 Januari 2019.
39
dengan menentukan kapan kloter pertama
berangkat dan kapan kloter terakhir berangkat,
kapan kloter pertama pulang dan kapan kloter
terakhir pulang,
2) Melakukan penyusunan pedoman penyediaan
transportasi udara, didalam pedoman ini terkait
dengan rencana operasional haji ruang lingkup
penerbangan haji, ada syarat dan kewajiban
termasuk proses pembayaran
Ruang lingkup penyelenggaraan haji ini di
indonesia itu berbeda dengan negara lain, di
Indonesia melakukan proses city check in, jika kita
pribadi ingin naik pesawat harus chak sendiri,
check in koper, orang dan barang, sedangkan
penyelenggaraan haji Indonesia angkutan haji
Negara Indonesia semuanya dilakuakan di Asrama
haji untuk fase I keberanngkatan dan fase II
kepulangan dilakukan di hotel baik di Makkah
maupun di Madinah. Dan ruang lingkup pekerjaan
pihak angkutan haji tidak abis operasional selesai
pekerjaan mreka selesai pekerjaan kita juga
selesai, tapi ada proses pemulangan jemaah haji
sakit dari Arab Saudi yang masih tinggal itu
menjadi tanggung jawab pihak penerbangan.
40
3) Melakukan proses negosiasi bagi perusahaan
penerbangan yang sudah memenuhi seluruh
persyaratan dalam pedoman penyediaan tadi, kan
ada pedoman, harga, kemudian kita lapor ke
pemimpinan bahwa perusahaan a, b, c memenuhi
persyaratan ini dan disitu barulah melakukan
proses negosiasi dengan perusahaan penerbangan,
dan setelah melakukan negosiasi juga tarif
penerbangan transportasi udara ini bukan
Kementerian Agama yang menetapkan tapi
melalui persetujuan komisi 8 DPR RI setelah
disetujuin barulah kita mengeluarkan KMA,
setelah itu baru ditunjuk perusahaan apa-apa saja
kemudian dikontrak, setelah kontrak penerbangan
dengan airlines ini baru melakukan penyusunan
jadwal penerbangan dan masih panjang prosesnya
baru melakukan operasional haji.
B. Maskapai Penerbangan Jemaah Haji Indonesia
Sebelum tahun 2011 Pemerintah menunjuk Garuda
Indonesia dan Saudi Arabian Airlines sebagai operator
pelaksana penerbangan jemaah haji regular Indonesia. Namun
dengan berkembanganya dari tahun ke tahun pada saat setelah
tahun 2011 keatas diberlakukannya surat undangan kepada
41
perusahaan penerbangan dalam pelayanan penerbangan haji
Indoneisa.
Pada tahun 2020 pemerintah memberikan undangan
kepada 6 perusahaan penerbangan, di Indonesia 4 Perusahaan
dan 2 Perusahaan luar negeri. Antara lain yaitu pesawat
Garuda Indonesia, Citylink, Sriwijaya, Airasia dan pesawat
luar negeri antara lain pesawat Saudia Arabia dan LineNas.
Dan dari ke enam perusahaan yang mengambil dokumen
hanya 5 dan dari kelima perusahaan ini hanya 4 dokumen
yang masuk dan keempatnya memenuhi syarat administrasi
eksternal.45
Penunjukan itu berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 212 tahun 2019 tentang Pelaksanaan
Transportasi Udara Jemaah Haji Reguler Tahun 1439 Hijriah/
2018 Masehi.
Untuk melayani jemaah haji, maskapai Garuda
Indonesia dan Saudi Arabian Airlines telah mendapat izin
mendarat dan slot time penerbangan dari Bandara King Abdul
Azis Jeddah dan Bandara Prince Mannaf Bin Abdul Azis di
Madinah.
Kedua maskapai tersebut juga telah mendapat izin
melintas dari otoritas penerbangan negara-negara yang akan
dilintasi.
45
Wawancara dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu
Edayanti pada tanggal 6 Januari 2019
42
Armada yang akan digunakan untuk angkutan haji
terdiri atas 5 unit pesawat Boeing B777-300 dengan kapasitas
393 seats, 3 unit pesawat B747-400 dengan kapasitas 455
seatd, 4 unit pesawat Airbus A330-300 dengan kapasitas 360
seats dan 1 unitr pesawat A330-200 dengan kapasitas 325
seats.
Sementara, Saudia Arabian Airlines menyiapkan
armada 18 unit yang terdiri dari 11 unit pesawat Boeing
B777-300 dengan kapasitas 410 seats dan 7 unit pesawat
B747-400 dengan kapasitas 450 seats.
C. Biaya Penerbangan Bagi Jemaah Haji Indonesia
Jika kita berbicara mengenai biaya maka yang sering
menjadi permasalahan yang belum juga terselesaikan yaitu
mengenai tiket pesawat yang sering kali terjadi pembiayaan
yang anjlok.
Biaya pesawat mengambil porsi yang besar dari
keseluruhan biaya haji. Dengan menggunakan hitungan dollar
AS dan Riyal Saudi, sehingga ketika rupiah melemah, maka
biaya yang dikeluarkan untuk tiket pesawat semakin besar.
“porsi pesawat dari biaya haji mencapai 60 -70
persen” ujar Dewan Pengawasan Badan Pengelolaan
Keuangan Haji (BPKH), Yuslam Fauzi saat dihubungi
Kompas.com Minggu (7/4). Untuk itu pengehmatan biaya
43
pesawat akan berdampak signifikan terhadap efisiensi biaya
haji yang tengah diperjuangkan pemerintah.
Meskipun kita berbicara soal membuka peluang untuk
maskapai lain untuk ikut andil dalam perjalanan penerbangan
haji namun semua itu tidak menjamin biaya tiket akan
menurun.
“sebenarnya naik turunnya tiket tersebut tidak ngaruh
jika kita membuka peluang kepada perusahaan lain, buktinya
untuk biaya tiket pada tahun 2020 yang akan datang harga
tiket yang diberikan oleh maskapai baru saya kira malah
mendapati harga tiket yang mahal, dan itu harga tiket diatas
maskapai yang kita tau sudah menjamin keselamatannya
kenyamanannya dan pelayanannya”.46
1. Penentu Biaya Transportasi Udara Jemaah Haji
Reguler
Penentuan biaya trransportasi udara jemaah haji
regular melalui cara sebagai berikut :
a. Perusahaan penerbangan mengajukan penawaran
biaya transportasi udara jemaah haji regular dari
Indonesia ke Arab Saudi pergi pulang untuk masing-
masing embarkasi.
46
Wawancara dengan Kasie Transportasi Udara Ibu Edayanti S.IP
M.Kom, pada tanggal 6 Januari 2020, di kantor Dirjen PHU Kemenag RI
Jakarta Pusat
44
b. Komponen biaya yang digunakan dalam perhitungan
memperhatikan akurasi, kewajaran, efesiensi, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
c. Penawaran biaya transportasi udara jemaah haji
regular terdiri dari : Biaya Operasi Langsung (Direct
Operating Cost), Biaya Operasi Tidak Langsung
(Indirect Operating Cost), dan margin.
2. Komponen Biaya Transportasi Udara
a. Biaya Operasi Langsung (Direct Cost)
1) Biaya bahan bakar minyak (Fuel cost)
2) Biaya sewa pesawat (aircraft lease) / Biaya
Penyusutan Peswat.
3) Biaya asuransi (insurance) apabila pesawat milik.
4) Biaya jasa kebandarudaraan.
a. Biaya perpanjangan jam operasi (extended
operating hours)
b. Biaya parkir pesawat (parking fee)
c. Biaya pendaratan (landing fee)
5) Biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan
a. Biaya terbang lintas wilayah (cover flying)
b. Biaya routes charges
6) Biaya jasa ground handling penerbangan (ground
handling)
7) Biaya catering penerbangan (catering cost)
45
8) Biaya persiapan teknis opersai pesawat (technical
handling)
9) Biaya crew langsung
a. Hotel dan akomodasi crew (hotac crew)
b. Biaya crew (crew expense)
10) Biaya transportasi penumpang di darat (transport
pax on ground)
b. Biaya operasional tidak langsung (Indirect
Operating Cos)
1) Biaya staf darat
b. Biaya gaji staf darat (ground staff salary)
1) Biaya perjalanan dan hotel untuk staf darat (duty
trif & hotac ground staff)
2) Biaya recruitment crew
3) Biaya city check-in di Jeddah / Madinah (city check
in Jeddah / Madinah)
4) Biaya lain-lain :
a. Biaya asuransi jemaah untuk resiko diluar
akibat kecelakaan penerbangan (ectra cover
insurance)
b. Biaya mobilisasi crew, teknisi dan personal
perusahaan penerbangan
c. Biaya administrasi (general administration)
d. Biaya pelayanan jasa penumpang pesawat
udara (PJP2U)
46
e. Surcharge di Madinah
f. Terminal facilities utilization di
Jeddahh/Madinah
g. Airport Tax di Arab Saudi
h. Airport Building Charges (ABC) di Madinah
i. Biaya penerbangan dan pengangkutan barang
bagasi tercatat (tahmil wa tanzin)
3. Biaya Pengangkutan dan Cara Pembayaran Maskapai
Haji Indonesia
a. PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk
Dalam perjanjian kerjasama antara Dirjen
PHU Kementerian Agama RI dengan PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk, pada BAB IV tentang biaya
pengangkutan dan cara pembayaran mengatakan pada
pasal 5 diantaranya :47
1) Sumber biaya pengangkutan penumpang terdiri
dari :
a. BPIH untuk jemaah haji; dan
b. APBN untuk petugas yang menyertai jemaah.
2) Pembayaran biaya pengangkutan penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan
Sistem Informasi Haji Terpadu.
47
Perjanjian Kerjasama antara dirjen PHU dengan PT. Garuda
Indonesia, Nomor 133 Tahun 2019, pasal 5 tentang biaya pengangkutan dan
cara Pembayaran, h. 4
47
3) Biaya pengangkutan penumpang dari Indonesia
ke Jeddah/Madinah Arab Saudi pergi pulang per
orang sebagai berikut :
Tabel 4.1 :
Biaya Pengangkutan Penumpang per Orang
No Embarkasi Biaya Terbilang
1 Aceh Rp 26.582.000.00 Dua puluh enam juta lima
rutus dua ribu rupiah
2 Medan Rp 27.300.000.00 Dua puluh tujuh juta tiga
ratus ribu rupiah
3 Padang Rp 28.800.000.00 Dua puluh delapan juta
delapan satus ribu rupiah
4 Jakarta
Pondok Gede
Rp 29.900.000.00 Dua puluh Sembilan juta
Sembilan ratus ribu rupiah
5 Solo Rp 31.100.000.00 Tiga puluh satu juta seratus
ribu rupiah
6 Banjarmasin Rp 32.055.000.00 Tiga puluh dua juta lima
puluh lima ribu rupiah
7 Balikpapan Rp 32.180.000.00 Tiga puluh dua juta seratus
delapan puluh ribu rupiah
8 Makassar Rp 33.480.000.00 Tiga puluh tiga juta empat
ratus delapan puluh ribu
rupiah
9 Lombok Rp 32.460.000.00 Tiga puluh dua juta empat
ratus enam puluh ribu rupiah
48
4) Biaya pengangkutan penumpang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), sudah termasuk VAT
(Value Additional Tax), ABC (Airport Building
Charger) di Arab Saudi dan PSC (Passenger
Survice Charge) di Indonesia.
5) Perkiraan total biaya pengangkutan penumpang
dari Indonesia ke Arab Saudi pergi pulang
sebesar Rp 3.199.025.031.000.00 (tiga triliun
seratus sembilan puluh sembilan miliar dua puluh
lima juta tiga puluh satu ribu rupiah), selanjutnya
disebut Perkiraan Biaya dengan rincian sebagai
berikut :
Table 4.2 :
Rincian Perkiraan Biaya Pengangkutan
No Embarkasi Biaya Hasil dari
1 Aceh Rp 118.236.736.000.00 4.448 orang x Rp 26.582.000.00
2 Medan Rp 231.121.800.000.00 8.466 orang x Rp 27.300.000.00
3 Padang Rp 179.676.700.000.00 6.349 orang x Rp 28.800.000.00
4 Jakarta Pondok
Gede
Rp 564.512.000.000.00 18.880 orang x Rp 29.900.000.00
5 Solo Rp 1.060.883.2000.000.00 34.112 orang x Rp 31.100.000.00
6 Banjarmasin Rp 177.360.315.000.00 5.533 orang x Rp 32.055.000.00
7 Balikpapan Rp 186.386.560.000.00 5.792 orang x Rp 32.180.000.00
8 Makassar Rp 532.700.280.000.00 15.911 orang x Rp 33.480.000.00
9 Lombok Rp 148.147.440.000.00 4.564 orang x Rp 32.460.000.00
49
Pada perjanjian kerjasama tersebut pada pasal 6
mengatakan :
1. Pembayaran biaya pengangkutan penumpang
dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut :
a. Tahap pertama sebesar 40% dari eprkiraan biaya
yaitu Rp 1. 279.610.012.400.00 (satu triliun dua
ratus tujuh puluh sembilan miliar enam ratus
sepuluh juta dua belas ribu empat ratus rupiah)
dibayar paling lambat 30 hari kalender setelah
perjanjian ditandatangani.
b. Tahap kedua sebesar 40% dari perkiraan Biaya
yaitu Rp 1. 279.610.012.400.00 (satu triliun dua
ratus tujuh puluh sembilan miliar enam ratus
sepuluh juta dua belas ribu empat ratus rupiah)
dibayarkan paling lambat 30 hari kalender setelah
dimulainya fase pemberangkatan.
c. Tahap ketiga sebesar 15% dari perkiraan biaya
yaitu Rp 479.853.754.650.00 (empat ratus tujuh
puluh miliar delapan ratus lima puluh tiga juta
tujuh ratus lima puluh empat ribu enam ratus lima
pulih rupiah) dibayarkan paling lambat 7 hari
kalender setelah dimulainya fase pemulangan.
d. Tahap keempat sebesar kekurangan dari total biaya
pengangkutan berdasarkan Berita Acara
Rekapitulasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
50
Perjanjian Kerja Sama, dibayarkan paling lambat 7
hari kerja setelah diterima surat penagihan dari
PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Menyerahkan seluruh lembar ke IV bukti
setoran lunas BPIH atau salinan bukti
pembayaran lunas BPIH yang dilegalisir PPIH
Embarkasi setempat dan sudah dijilid per
kloter per embarkasi kepada PIHAK
KESATU.
2) Telah diperhitungkan semua biaya yang
timbul akibat dari pelaksanaan Perjanjian ini
kecuali terkait biaya kepulangan penumpang
pasca operasiona; dan
3) Menyerahkan laporan hasil pekerjaan.
2. Sebagaimana pembayaran yang dimaksud pada ayat 1
huruf a sampai dengan huruf c dilakukan setelah
PIHAK KEDUA menyampaikan surat penagihan
pembayaran kepada PIHAK KESATU.
3. Surat penagihan pembayaran kepada PIHAK
KESATU sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diterima
PIHAK KEDUA paling lambat 14 hari kerja sebelum
pembayaran.
4. Dalam hal jatuh tempo pembayaran akan dilakukan
melalui rekening Bank atas nama PT. Garuda
51
Indonesia (persero) Tbk pada Bank BRI Kantor
Cabang Jakarta Tanah Bang Jl. Tanah Abang IV
Jakarta Pusat, Nomor Rekening Rupiah (IDR) :
0018.01.000587.30.4
b. Saudi Arabian Airlines
Dalam perjanjian kerjasama antara Dirjen PHU
Kementerian Agama RI dengan Saudi Arabian Airline,
pada BAB IV tentang biaya pengangkutan dan cara
pembayaran mengatakan pada pasal 5 diantaranya :48
1) Sumber biaya pengangkutan Penumpang terdiri
dari :
a. BPIH untuk jamaah haji;
b. APBN untuk petugas kloter.
2) Pembayaran biaya pengangkutan penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Direktorat Pengelola Dana Haji.
3) Biaya pengangkutan dari Indonesia ke
Jeddah.Madinah Arab Saudi pergi pulang per-
orang adalah sebagai berikut ;
48
Perjanjian kerja sama antara Dirjen PHU Kemenag RI dengan Saudi
Arabian Airlines Nomor 144 Tahun 2019, tentang Pengangkutan udara jamaah
haji regular dan petugas yang menyertai jamaah tahun 1440H/2019M, bab iv
pasal 5, h. 4
52
Tabel 4.3 :
Biaya Pengangkutan Penumpang per Orang
No Embarkasi Biaya Terbilang
1 Batam (BTH) Rp 27.841.800.00 Dua puluh tujuh juta
delapan rutus empat puluh
satu ribu delapan ratus
rupiah
2 Palembang (PLM) Rp 28.503.300.00 Dua puluh delapan juta
lima ratus tiga ribu tiga
satus rupiah
3 Jakarta Pondok Gede
(CGK)
Rp 29.900.000.00 Dua puluh Sembilan juta
Sembilan ratus ribu rupiah
4 Jakarta Bekasi (CGK) Rp 29.900.000.00 Dua puluh Sembilan juta
Sembilan ratus ribu rupiah
5 Surabaya (SUB) Rp 31.428.600.00 Tiga puluh satu juta empat
ratus dua puluh delapan
ribu enam ratus rupiah
4) Biaya transportasi sebagaimana tersebut pada ayat
(3) sudah termasuk VAT (Value Added Tax),
Madinah surcharge, airport tax di Saudi Arabia dan
tidak ada kenaikan untuk passenger service charge
(IPC) pada saat keberangkatan dari Indonesia
sampai berakhirnya masa operasional haji.
5) Estimasi total biaya pengangkutan Penumpang dari
Indonesia ke Arab Saudi pergi pulang adalah
sebesar Rp 3.084.625.305.200.00 (tiga triliun
delapan puluh empat miliar enam ratus dua puluh
lima juta tiga ratus lima ribu dua ratus rupiah)
53
selanjutnya disebut estimasi biaya dengan rincian
sebagai berikut :
Table 4.4 :
Rincian Estimasi Biaya Pengangkutan
No Embarkasi Biaya Hasil dari
1 Batam (BTH) Rp 332.431.092.000.00 11.940 orang x Rp 27.841.800.00
2 Palembang (PLM) Rp 233.556.040.200.00 8.194 orang x Rp 28.503.300.00
3 Jakarta Pondok
Gede (CGK)
Rp 178.024.600.000.00 5.954 orang x Rp 29.900.000.00
4 Jakarta Bekasi
(CGK)
Rp 1.176.026.800.000.00 39.332 orang x Rp 29.900.000.00
5 Surabaya (SUB) Rp 1.164.586.773.000.00 37.055 orang x Rp 31.428.600.00
Pada perjanjian kerjasama tersebut pada pasal 6 mengatakan :
1. Pembayaran biaya pengangkutan penumpang
dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut :
a. Tahap kesatu sebesar 20% dari estimasi yaitu Rp
616. 925.061.040.00 (enam ratus enam belas
miliar sembilan ratus dua puluh lima juta enam
puluh satu ribu empat puluh rupiah) dibayarkan
paling lambat satu bulan setelah perjanjian
ditandatangani;
b. Tahap kedua sebesar 30% dari estimasi Biaya
yaitu Rp 925. 387.591.560.00 (sembilan ratus dua
puluh lima miliar tiga ratus delapan puluh tujuh
juta lima ratus sembilan puluh satu ribu lima ratus
54
enam puluh rupiah) dibayarkan paling lambat 14
hari kerja setelah dimulainya pemberangkatan
pertama pada fase pemberangkatan (Indonesia ke
Arab Saudi)
c. Tahap ketiga sebesar 40% dari perkiraan biaya
yaitu Rp 1.233.850.122.080.00 (satu triliun dua
ratus tiga puluh tiga miliar delapan ratus lima
puluh juta seratus dua puluh dua ribu delapan
puluh rupiah rupiah) dibayarkan paling lambat 7
hari kalender setelah dimulainya fase pemulangan
(Arab Saudi ke Indonesia);
d. Tahap keempat sebesar kekurangan dari total biaya
pengangkutan berdasarkan Berita Acara
Rekapitulasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
Perjanjian ini, dibayarkan paling lambat 14 hari
kerja setelah kedatangan kloter terakhir fase
pemulangan di Indonesia dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Menyerahkan seluruh lembar ke IV bukti
setoran lunas BPIH yang sudah dijilid per
kloter per embarkasi kepada PIHAK KESAT;
2) Telah diperhitungkan semua biaya yang timbul
akibat dari pelaksanaan Perjanjian; dan
3) Menyerahkan laporan hasil pelaksanaan
pekerjaan.
55
2. Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf
a sampai dengan huruf d dilakukan setelah PIHAK
KEDUA menyampaikan surat penagihan pembayaran
kepada PIHAK KESATU dengan alamat Jalan
Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta 10710
3. Surat penagihan pembayaran dari PIHAK KEDUA
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diterima oleh
PIHAK KESATU paling lambat 14 hari kerja sebelum
pembayaran.
4. Dalam hal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari
libur, pembayaran dilaksanakan pada hari kerja
berikutnya.
5. Pembayaran biaya pengangkutan akan dilakukan
melalui rekening Bank atas nama Saudia Arabian
Airlines pada Bank HSBC, Nomor Rekening 050-
141241-068.
D. Jenis Transportasi Udara Calon Jemaah Haji Indonesia
1. Transportasi Udara Berjadwal49
Perjanjian transportasi udara Bermuda 1946
mempertukarkan hak-hak penerbangan dengan komposisi
15 (lima belas) set rute penerbangan yang dilayani oleh
perusahaan penerbangan Amerika Serikat dan 7 (tujuh) set
49
Martono dan Ahmad Sudiro, Aspek Hukum Transportasi Udara
Jamaah Haji Indonesia, (Jakarta PT Raja Grafindo 2013) h. 213
56
rute penerbangan yang dilayani oleh perusahaan
penerbangan Inggris, sedangkan perjanjian transportasi
udara Indonesia-Arab Saudi juga tidak mempertukarkan
hak-hak penerbangan transportasi udara tidak berjadwal.
Berdasarkan kedua perjanjian transportasi udara tersebut
jelas hanya mempertukarkan transportasi udara berjadwal
dan tdak memerlukan transportasi tidak berjadwal.
2. Transportasi Udara Tidak Berjadwal
Transportasi udara niaga tidak berjadawl
merupakan saingan terhadap transportasi udara niaga
berjadwal. Dalam kurun waktu 5 tahun pertama sesudah
lahirnya Konvensi Chicago 1944, transportasi udara niaga
tidak berjadwal berkembang dengan pesat dan merupakan
saingan berat terhadap transportasi udara niaga berjadwal,
terutama bagi rute Amerika Utara-Eropa.
Transportasi udara niaga tidak berjadwal tersebut
diorganisasi oleh tour group dan charter yang melakukan
usahanya secara terus menerus ditawarkan kepada
masyarakat umum dengan harga yang jauh lebih murah.
3. Program Penjadwalan Transportasi Calon atau
Jemaah Haji
Sesuai dengan Pasal 30 Peraturan Menteri Agama
Nomor 14 Tahun 2012, transportasi calon atau jemaah
haji dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke
Indonesia menggunakan transportasi udara dengan sistem
57
carter yang memenuhi persyaratan transportasi udara
meliputi sekurang-kurangnya persyaratan administrasi,
standar kelaikudaraan, jenis dan kapasitas pesawat udara
dan standar pelayanan.
Menurut keputusan Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara Nomor SKEP/1657/VIII/76
transportasi calon atau jemaah haji dikategorikan sebagai
transportasi udara tidak berjadwal (non-scheduled air
transport) yang mengadakan perjalanan bersama calon
jemaah haji. Dalam rombongan pengangkutan udara
tersebut telah disiapkan penginapan dan transportasi local
di Arab Saudi sebelum penerbangan berlangsung sehingga
dapat digolongakan paket wisata haji (haj inclusive tour
charter), haji tersebut dijadwalkan secara terus menerus
setiap tahun, maka penyelenggaraan calon jemaah haji
tersebut disebut juga transportasi program penjadwalan
(schedulized programmer transport) yang merupakan
gabungan antara transportasi udara niaga berjadwal
(scheduled air transport) dengan transportasi udara niaga
tidak berjadwal (non scheduled air transport) yang juga
biasa disebut transportasi program penjadwalan
(schedulized programe).
58
E. Kendala dan Solusi
Kendala dalam suatu penerbangan pasti ada saja,
namun sudah menjadi suatu kewajiban bagi pihak pemerintah
maupun pihak penerbangan untuk mengatasi suatu
permasalahan tersebut. Kendala dalam penerbangan jemaah
haji terdapat dua tempat kendala yaitu kendala baik internal
dan kendala eksternal.50
1. Internal
Terkait dengan internal yaitu open seat yang
terlalu banyak, dalam target maksimal rata-rata dalam satu
pesawat yaitu open seat sebanyak 2, dan walaupun hanya
open 2 seat sebenarnya resikonya sudah terlalu besar.
Untuk itu pemerintah berupaya selalu membuat
surat edaran untuk kapasitas pesawat, open seat yang
dimaksud disini misalnya Jakarta ada 64 kloter kalo satu
kloter itu open 2, 2 x 62 berarti 128, dan 128 jemaah ini
misal harus diberangkatkan dikloter 65, itu belum lagi
termasuk yang sakit-sakit. Dan open seat ini sangat
tergantung, karena alasan pertama gagal berangkat
dikarenakan sakit pada saat di asrama dan tidak layak
terbang yang kedua visa nya yang belum keluar.
Jadi open seat ini lebih banyak terjadi di asrama
haji ketika mereka akan berangkat karena alasan sakit dan
50
Wawancara dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu
Edayanti pada tanggal 06 Januari 2019
59
yang kedua karena alasan dokumen yang tertukar atau
visa nya yang belum keluar, itu dari sisi internal.
2. Eksternal
Dari sisi eksternal itu ada ireguliti, contohnya pada
tahun 2017 pesawat 747 pesawat milik Arab Saudi mesin
pesawatnya terdapat kerusakan ada lagi yang terjadi
pesawat yang digunakan untuk Banjarmasin miliknya
highfly tapi mereka menyewa ke provider yang lain dan
itupun pesawatnya batuk terus pada fase pemberangkatan
dan fase pemulangan dan rusak rusak terus dan akhirnya
pesawat tersebut tidak dipakai lagi untuk operasional
pemberangkatan haji.51
Selain itu, negara India biasanya jahil saat
operasinal mereka biasanya tanpa memberitahukan lagi
tiba-tiba mengeluarkan notam, notam itu notam dinas dari
dubes dari india ke perhubungan, bahwa tanggal sekian
jam sekian akan ada diadakan uji coba misil, dan uji coba
misil ini diluar batas wilayah India sedangkan pesawat haji
melintasi wilayah negara India.
Selain itu kadang-kadang GACA juga
mengeluarkan kebijakan mendadak, memberikan batasan
jumlah yang akan diangkut oleh perusahaan penberbangan
51
Wawancara pribadi dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu
Edayanti pada tanggal 06 Januari 2019
60
asing lainnya, GACA memberikan otoritas penuh terkait
dengan penerbangan haji.
Jadi sebenarnya dengan terjadinya kendala dalam
penerbangan jemaah haji semua kendala tersebut diluar
kewenangan kementerian agama, dan itu diluar otoritas
pemerintah.
61
BAB V
ANALISIS REGULASI PEMERINTAH TENTANG
TRANSPORTASI UDARA JAMAAH HAJI INDONESIA
A. Analisis Kebijakan Pemerintah Tentang Transportasi
Udara Jemaah Haji Indonesia
Regulasi penerbangan transportasi udara jemaah haji
Indonesia terdapat 3 (tiga) regulasi Peraturan Menteri Agama
diantaranya yaitu Penerbangan Internasional, Penerbangan
Sipil dan Penerbangan Sipil Negara Tujuan, dan dari ketiga
regulasi tersebut pemerintah Indonesia dalam penerbangan
transportasi udara jemaah haji Indonesia tetap berpedoman
pada penerbangan Internasional.
Dalam aturan freedom of the air, jika menggunakan
pesawat asing yang bukan ke negara tujuan maka pesawat
tersebut harus berhenti di pemberhentian asal pesawat,
misalkan jika jemaah haji Indoneisa menggunakan pesawat
Emirad maka pesawat tersebut harus transit di Dubai
begitupun dengan pesawat-pesawat lainnya yang bukan
merupakan pesawat asing yang bukan ke negara tujuan.
Sementara penerbangan haji itu bersifat direct tanpa transit
kecuali karena alasan penerbangan atau untuk pengisian
bahan bakar.52
52
Wawancara pribadi dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu
Edayanti pada tanggal 06 Januari 2019
62
Peraturan penerbangan sipil terdapat aturan standar
minimum,53
jadi Pemerintah Indonesia juga mempunyai SPM
untuk negara asal atau aturan negara sipil. Dan untuk sipil
negara tujuan disitu ada peraturan peswat yang boleh masuk,
jadwal penerbangan, spesifikasi kelayakan pesawat, terkait
dengan rencana usulan semua itu terdapat dalam peraturan di
GACA. dan untuk dalam negeri itu yang undang-undang
Nomor 1 Tahun 2009 ada standar pelayanan minimal. Tapi
untuk peraturan Undang-undang layanan penerbangan haji
Indonesia semuanya tetap mengacu pada penerbangan
internasional.
Pesawat jemaah haji Indonesia itu sudah IOSA semua.
Jadi memang standarnya sudah tersertifikasi, dengan adanya
peraturan penerbangan freedom of air disitu terjawab, kenapa
Emirad, Srilanka dan yang lainnya tidak masuk karena
alasannya patuh terhadap aturan freedem of air, yang apabila
kita akan melakukan penerbangan ke negara tujuan tapi tidak
menggunakan pesawat asal negara tujuan maka kita harus
transit di negara asal pesawat.
Adapun kebijakan pemerintah tentang angkutan haji
antara lain :
1. Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia adalah
merupakan tugas nasional dan meliputi tanggung jawab
53
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2019
63
pemerintah. Departemen Agama bertindak sebagai
koordinator dan pengawas pelaksanaan kegiatan tersebut.
2. Departemen agama menetapkan perusahaan penerbangan
dan spesifikasi pesawat yang akan mengangkut Jemaah
haji dari Indonesia menuju Arab Saudi atau sebaliknya
melalui tender terbuka.
3. Departemen Perhubungan mengevaluasi kelaiakan
pesawat yang telah ditetapkan untuk mengangkut Jemaah
haji.
4. Pelaksanaan kegiatan penerbangan haji adalah
penerbangan charter yang wajib memiliki persetujuan
terbang (flight approval) dari departemen perhubungan.
5. Perusahaan penerbangan yang melayani angkutan haji
harus memiliki landing permit dari presidency of civil
aviation, kingdom Saudi Arabian dan “Hajj Control”
untuk mendapatkan arrival times dan departure times (slot
time) di banda Udara King Abdul Azis-Jeddah.
B. Analisis Implementasi Pelayanan Transportasi Udara
Haji bagi Jemaah Haji Indonesia
Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2015 Tentang penyediaan Transportasi
Udara pada pasal 2 mengatakan bahwa “penyediaan
transportasi udara jemaah haji bertujuan untuk mendapatkan
pelaksana trasnportasi udara yang dapat memberikan
64
pelayanan dan perlindungan jemaah haji dalam melakukan
perjalanan ibadah haji dari Tanah Air ke Arab Saudi dan
sebaliknya”.54
Didalam Peraturan Menteri Agama memang sudah
seharusnya menjalankan suatu implementasi atau pelaksanaan
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, karena peraturan
tersebut merupakan pengawasan dibawah auditor, baik
internal maupun eksternal.
Dalam intenal ada itjen, dan eksternalnya ada BPK
dan KPK, jadi setiap rekomend atau untuk peningkatan
temuan untuk peningkatan kinerja pelayanan, maka kita
melakukan proses rekomendasi. Jika kita tidak patuh maka
sudah sejak lama yang mengurus pernerbangan haji akan
diborgol oleh pihak yang berwenang.55
1. Regulasi Penerbangan Internasional
Transportasi udara calon atau jemaah haji berlaku
ketentuan hukum udara internasional publik, khususnya
Konvensi Chicago 1944.56
Konvensi Chicago 1944
sebagai konstitusi penerbangan sipil internasional tidak
54
PMA RI Nomor 25 Tahun 2015 tentang Penyediaan Transportasi
Udara Bagi Jamaah Haji Indonesia. 55
Wawancara pribadi dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udra Ibu
Edayanti pada tanggal 06 Januari 2019 56
Convention on International Civil Aviation, Signed at Chicago on 7
December 1944, untuk teks Konvensi Chocago 1944 dapat dilihat dalam Paul
Stephen Dempsey Ed.,Annlsof air and space law, Vol.XXX-Part 1. Tronto :
The Carswell Company Limited, H. 19-51.
65
lepas dengan transportasi calon atau jemaah haji yang
diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia setiap tahun,
khususnya berkenaan degan dokumen penerbangan
internasional, sewa guna usaha (leasing) pesawat udara,
kelancaran transportasi calon jemaah haji, Bandar udara
embarkasi dan debarkasi calon jemaah haji sebagai
berikut:
a. Dokumen penerbangan internasional
Sebagaimana diketahui bahwa transportasi
udara jemaah haji yang diselenggarakan oleh
pemerintah Indonesia tergolong transportasi udara
internasional.57
Karena itu trasnportasi calon jemaah
haji tersebut harus dilengkapi dokumen penerbangan
internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 29
Konvensi Chicago 1944. Menurut pasal 29 Konvensi
Chicago 1944, setiap penerbangan internasional harus
dilengkapi dengan sertifikat kelaikudaraan
(airworthiness certificate), sertifikat pendaftaran
pesawat udara (certificate of registration), sertifikat
kecakapan (certificate of competency) yang masih
berlaku semua awak pesawat udara bertugas, buku
catatan penerbangan (log book) sertifikat semua
peralatan radio atau navigasi penerbangan, bilamana
57
Pasal 1 paragraf 2 Konvensi Warsawa 1929 maupun Konvensi
Montreal 1999.
66
ada yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang,
daftar calon jamaah haji beserta nama calon jamaah
haji dan Bandar udara embarkasi dan Bandar udara
debarkasi di tempat tujuan, daftar kargo milik calon
jemaah haji beserta perinciannya. Apabila transportasi
udara calon jemaah haji tersebut tidak dilengkapi
dengan dokumen tersebut diatas, pemerintah
Indonesia maupun Pemerintah Arab Saudi berhak
menolak transportasi calon jemaah haji tersebut.
Semua sertifikat kelaikudaraan, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 29 Konvensi Chicago 1944
harus dikeluarkan oleh negara tempat pesawat udara
didaftarkan sesuai dengan Pasal 31 Konvensi Chicago
194458
yang telah diakui oleh Indonesia dan Arab
Saudi sesuai dengan Pasal 33 Konvensi Chicago
1944.59
Sertifkat kelaikudaraan, sertifikat kecakapan,
kapten penerbang, sertifikat awak pesawat udara dapat
diakui oleh Indonesia maupun Arab Saudi bilamana
untuk mengeluarkan sertifikat tersebut telah
58
Pasal 31 Konvensi Chicago :”Every aircraft engaged in international
nnavigation shall be provided with a certificate of airworthiness issue or
redered valid by the state in which it is registrered. 59
Pasal 33 Konvensi Chicago:”Certificate of airworthiness and
cartificates of competency and licenses issued or rendered valid by the
contracting state in which the aircraft is registered, shall be recorgnized as
valid by the order contracting state prvided that the requirements under wich
such certifates or licenses were issued or rendered valid are equal to or above
the minimum standard which may be estabilished from time pursuant to this
comvenstion.
67
memenuhi minimum persyaratan yang
direkomendasikan oleh Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional (ICAO) yang diubah dari waktu ke
waktu sesuai dengan perkembangan teknologi
penerbangan, karena itu bilamana untuk memperoleh
sertfikat kecakapan atau sertifikat pesawat udara
dibawah rekomendasi oleh Organisasi Perhubungan
Sipi Internasional (ICAO), maka Indonesia maupun
Arab Saudi dapat menolak untuk mengakui sertifikat
tersebut.
b. Sertifikat Pesawat Udara Sewa Guna Usaha
(leasing)
Kekurangan armada udara di Indonesia untuk
transportasi udara calon jemaah haji menyebabkan
perusahaan penerbangan yang ditunjuk oleh
pemerintah Indonesia melakukan sewa guna usaha
(leasing) dari perusahaan penerbangan di luar negeri.
Sewa guna usaha leasing) pesawat udara dari luar
negeri demikian memang dimungkinkan dalam hukum
penerbangan internasional untuk transportasi calon
jemaah haji, asalkan memenuhi persyaratan hukum
nasional yang berlaku di Indonesia maupun hukum
internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi
Chicago 1944. Di dalam Pasal 19 Konvensi Chicago
1944 dikatakan bahwa pendaftaran oesawat udara
68
berlaku hukum nasional negara tempat pesawat udara
didaftarkan.60
Karena itu, bilamana pesawat udara yang
disewa-gunakan tersebut didaftarkan di Belanda, maka
pendaftaran pesawat udara dan perpindahan
pendaftaran berlaku hukum nasional Belanda. Belanda
sebagai negara pendaftar pesawat udara berhak untuk
mengeluarkan sertifikat kecakapan kapten
penerbangan maupun awak pesawat udara lainnya,
karena itu dalam hal sewa guna usaha pesawat udara
tanpa awak pesawat udara, Belanda memberikan
kewenangan kepada Indonesia sebagai lesse’s State
untuk mengeluarkan sertifikat kecakapankapten
penerbang maupun sertifikat kelaikudaraan atas nama
pemerintah Belanda sebagai negara yang berhak
mengeluarkan sertifikat kelaikudaraan dan sertifikat
kecakapan untuk mengoperasikan pesawat udara yang
beregistrasi Belanda.
c. Bea Cukai, Imigrasii, dan Karantina
Transportasi udara calon jemaah haji antara
Bandar udara embarkasi di Indonesia dan Bandar
udara debarkasi Arab Saudi dan sebaliknya juga tidak
lepas dari formalitas pemerikasaan imigrasi, karantina
60
Pasal 19 Konvensi Chocago 1944,”The registration or transfer of
registration of airfraft in any contracting state ahall be made in accordance
with isd laws and regulation.
69
kesehatan, karantina hewan maupun karantina
tumbuh-tumbuhan dan bea cukai, karena itu untuk
memperlancar proses pemeriksaan imigrasi, karantina
dan bea cukai, Indonesia maupun Arab Saudi juga
mempunyai kewajiban sepanjang hukum nasional
memungkinkan, mengeluarkan tata cara dan prosedur
pemeriksaan imigrasi, karantina dan bea cukai yang
dapat memperlancar transportasi udara calon jemaah
haji tersebut, karena itu Menteri Agama telah
mengeluarkan peraturan Nomor 14 Tahun 2012 yang
mengatur dokumen calon atau jemaah haji.
Konvensi Chicago 1944 yang merupakan
konstitusi penerbangan internasional juga mengatur
pembahasan barang-barang yang digunakan untuk
pengoperasian pesawat udara dalam penerbangan
internasional.
Menurut Konvensi Chicago 1944 tersebut
barang-barang yang digunakan dalam pesawat udara
seperti bahan bakar, minyak pelumas, suku cadang,
peralatan apa saja yang diperlukan di dalam
penerbangan intenrasional yang disimpan di dalam
pesawat udara transportasi udara calon jemaah haji
yang mendarat di Bandar udara debarkasi Indonesia
dan Arab Saudi sepanjang regulasi bea cukai
mengizinkan, dibebaskan dari pungutan bea cukai,
70
tetapi barang-barang seperti bahan bakar, minyak
pelumas, suku cadang, peralatan apasaja yang
diperlukan dalam penerbangan internasional yang
tidak disimpat di dalam pesawat udara, tidak
dibebaskan dari pungutan bea cukai, kecuali barang-
barang disimpang dengan pengawasan oleh pejabat
bea cukai yang berwenang.
Suku cadang dan peralatan pesawat udara yang
diimpor dari Indonesia dan sebaliknya dari Arab Saudi
yang digunakan untuk transportasi calon jemaah haji,
sepanjang regulasi Indonesia maupun Arab Saudi
mengizinkan, harus dibebaskan asal masih di bawah
pengawasan pejabat bea cukai yang bersangkutan.
d. Fasilitas Bandar Udara Embarkasi dan Debarkasi
Sesuai dengan pasal 15 dan 68 Konvensi
Chicago 1944, Indonesia maupun Arab Saudi berhak
menetapkan bandar udara embarkasi dan bandar udara
debarkasi untuk transportasi calon jemaah haji yang
dilangsungkan setiap tahun, karena itu Menteri Agama
telah mengeluarkan Nomor PM 30 Tahun 2012,61
namun demikian menurut Pasal 15 Konvensi Chicago
1944, Bandar udara yang ditetapkan sehingga Bandar
udara embarkasi maupun Bandar udara debarkasi
61
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Perhubungan Nomor
4 Tahun 2012, PM 30 Tahun 2012 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Penetapan Embarkasi dan Debarkasi Haji.
71
berlaku regulasi yang sama untuk perusahaan
penerbangan yang ditunjukan oleh Indonesia maupun
Arab Saudi. Kedua perusahaan penerbangan yang
masing-masing ditujukan oleh Indonesia maupun
Arab Saudi dapat menggunakan semua fasilitas
navigasi penerbangan internasional yang tersedia,
memperoleh pelayanan nafigasi penerbangan
termasuk pelayanan komunikasi radio dan
meteorology penerbangan untuk menjamin kelancaran
maupun keselamatan penerbangan internasional.
Semua pungutan terhadap penggunaan fasilitas
yang tersedia atau barang-barang yang diimpor untuk
keperluan penerbangan internasional berlaku sama
tanpa perbedaan terhadap pesawat udara yang
digunakan oleh perusahaan penerbangan yang
ditunjuk Indonesia maupun perusahaan penerbangan
yang ditunjuk oleh Arab Saudi, pungutan bea
pendaratan, parkir, penyimpanan pesawat udara
terhadap pesawat udara yang digunakan oleh
perusahaan penerbangan yang diajukan oleh Indonesia
dan Arab Saudi tidak boleh lebih tinggi dibandingkan
dengan pungutan yang dikenakan kepada perusahaan
penerbangan yang ditunjukan oleh pihak yang lain.
Pungutan-pungutan tersebut harus saling diketahui
oleh pihak yang lain secara transparan.
72
Berikut Penetapan Embarkasi dan Debarkasi Haji
Didalam peraturan Keputusan Menteri Agama
RI Nomor 124 Tahun 2016 tentang penetapan
embarkasi dan debarkasi haji menjelaskan bahwa
untuk kelancaran penyelenggaraan ibadah haji perlu
ditetapkannya embarkasi dan debarkasi haji.62
Sehubungan dengan telah ditetapkannya
sertifikat Bandar Udara Internasional Kertajati
Majalengka Nomor 146/SBU-DBU/V/2018 tanggal 21
Mei 2018 sebagai Bandar udara yang melayani
kegiatan angkutan udara yang bersifat umum dan
internasional termasuk angkutan udara haji, perlu
melakukan perubahan kembali Keputusan Menteri
Agamaa Nomor 124 Tahun 2016 tentang penetapan
Embarkasi dan Debarkasi Haji.
Memutuskan.63
kesatu yaitu mengubah Diktum
KESATU Keputusan Menteri Agama Nomor 124
Tahun 2016 Tentang Penetapan Embarkasi dan
Debarkasi Haji dengan menambah nomor urut 13
sehingga berbunyi : 13. Bandara Internasional
Kertajati (KTJ) sebagai Embarkasi dan Debarkasi Haji
untuk wilayah Profinsi Jawa Barat. Dan Kedua yaitu :
62
Keputusan Menteri Agama RI, Tentang Penetapan Embarkasi dan
Debarkasi Haji 63
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 989 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Agama Nomor 124 tahun 2016
tentang Penetapan Embarkasi dan Debarkasi Haji
73
keputusan ini mulai berlaku pada tanggal yang
ditetapkan.
Bandar Udara Embarkasi/Debarkasi di Indonesia
dan Bandara Tujuan:
a. Bandar udara embarkasi debarkasi di indonesia
1) Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh (BTJ)
2) Kualanamu, Medan (KNO)
3) Hang Nadim, Batam (BTH)
4) Minangkabau, Padang (PDG)
5) Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang
(PLM)
6) Soekarno Hatta, Jakarta (CGK)
7) Bandara Internasional Jawa Barat,
Kertajati (KTJ)
8) Adi Sumarno, Solo (SOC)
9) Juanda, Surabaya (SUB)
10) Sultan Aji Mahmud Sulaiman, Balikpapan
(BPN)
11) Syamsudin Noor, Banjarmasin (BDJ)
12) Sultan Hasanuddin, Makassar (UPG)
13) Zainuddin Abdul Madjid, Lombok (LOP)
b. Bandar Udara Tujuan Arab Saudi
1) Amir Muhammad Bin Abdul
Aziz/AMAA, Madinah (MED)
74
2) King Abdul Aziz International
Airport/KAIA, Jeddah (JED)
Jumlah Penumpang
a. Perkiraan jumlah jemaah haji yang akan
diangkut termasuk kloter dalam
penyelenggaraan ibadah haji pada tahun
1440H/2019M yaitu sebanyak 206.535 (dua
ratus enam ribu lima ratus tiga puluh lima
orang.
b. Rincian rencana jumlah penumpang setiap
Bandar Udara Embarkasi sebagai berikut
Table 5.1 :
Rincian Jumlah Penumpang
No Embarkasi Haji Jumlah Jemaah
1 Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh (BTJ) 4.448
2 Kualanamu, Medan (KNO) 8.466
3 Hang Nadim, Batam (BTH) 11.940
4 Minangkabau, Padang (PDG) 6.349
5 Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang
(PLM) 8.199
6
Soekarno Hatta, Jakarta (CGK) :
- Jakarta-Pd Gede 24.834
- Jakarta-Bekasi 37.810
7 Bandara Internasional Jawa Barat, 1.522
75
Kertajati (KTJ)
8 Adi Sumarno, Solo (SOC) 34.112
9 Juanda, Surabaya (SUB) 37.055
10 Sultan Aji Mahmud Sulaiman, Balikpapan
(BPN) 5.792
11 Syamsudin Noor, Banjarmasin (BDJ) 5.533
12 Sultan Hasanuddin, Makassar (UPG) 15.911
13 Zainuddin Abdul Madjid, Lombok (LOP) 4.564
Jumlah 206.535
.
e. Tarif Penumpang dan Bea Pelayanan Lainnya64
Menurut rekomendasi Organisasi Penerbangan
Sipil Internasional (ICAO) tarif yang digunakan
kepada penumpang pesawat udara dalam perjanjian
transportasi udara internasional timbal balik harus
disepakati oleh perusahaan penerbangan yang ditunjuk
(designated airline) setelah dibahas bersama antar
perusahaan penerbangan yang bersangkutan, tarif
yang disepakati digunakan dalam transportasi udara
internasional kemudia disetujui oleh pihak yang
berjanji (double approval). Besaran tarif harus wajar
dengan mempertimbangkan semua biaya operasi,
pelayanan, unsur-unsur lain dengan keuntungan yang
64
Martono dan Ahmad Sudiro, Aspek Hukum Transportasi Udara
Jamaah Haji Indonesia,………………. h. 268
76
wajar dengan mempertimbangkan tarif yang
dikenakan oleh perusahaan yang lain.
Dibawah ini akan diuraikan regulasi tarif
penumpang maupun bea penerbangan lainnya,
khususnya untuk transportasi udara calon jamaah haji
dari bandar udara embarkasi ke bandar udara
debarkasi di Indonesia dan dari bandar udara
embarkasi di Indonesia ke bandar udara debarkasi di
Arab Saudi.
1) Tarif Penumpang Calon atau Jemaah
Penerbangan Dalam Negeri
Sesuai dengan kebijakan non-liberal yang
dianut dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun
2009, pemerintah mengatur tarif ekonomi
transportasi udara niaga berjadwal untuk
melindungi masyarakat banyak dengan
menetapkan tarif batas atas yang tidak boleh
dilampaui oleh perusahaan penerbangan dengan
ancaman dikenakan sanksi administratif berupa
sanksi peringatan dan/atau pencabutan izin rute
penerbangan.65
Ketentuan ini berlaku terhadap
calon atau jamaah haji dari Bandar udara asal ke
Bandar udara dembarkasi dan sebaliknya,
sedangkan tarif transportasi calon atau jemaah haji
dari Bandar udara embarkasi di Indonesia ke
Bandar udara debarkasi di Arab Saudi dan
65
Pasal 127 ayat (4) UUDRI No. 1 Tahun 2009
77
sebaliknya, mengingat transportasi udara tersebut
termasuk transportasi udara carter yang
dijadwalkan (schedulized programme), maka
besaran tarif tergantung kesepakatan antara
perusahaan penerbangan sebagai pengangkut
dengan calon atau jamaah haji yang bersangkutan.
2) Tarif Pelayanan Penumpang Calon Jemaah
Haji
Calon jemaah haji waktu berangkat dari
Bandar udara harus membayar dua macam tarif
pelayanan penumpang pesawat udara, masing-
masing tarif pelayana penumpang peswat uadar
penerbangan dalam negeri dan tarif pelayanan
penumpang pesawat udara penerbangan
internasional. Sesuai dengan keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 26 Tahun 1996,
keberangkatan dari bandar udara masing-masing
calon jemaah haji menuju Bandar udara
embarkasi, calon atau jemaah haji wajib
membayar tarif pelayanan penumpang pesawat
udara penerbangan dalam negeri, sedangkan
keberangkatan dari bandar udara embarkasi seperti
dari Soekarno-Hatta di Jakarta, dan bandar udara
lainnya ke bandar udara debarkasi di Arab Saudi,
calon jemaah haji wajib membayar tarif pelayanan
penumpang pesawat udara penerbangan
internasional, kedua tarif pelayanan calon tau
78
jemaah haji domestik maupun internasional
tersebut seharusnya sudah termasuk BPIH.
3) Pungutan Tarif Pelayanan Calon Jemaah Haji
Penerbangan Dalam Negeri
Tarif pelayanan penumpang pesawat udara
pada bandar udara penerbangan dalam negeri
dipungut sekaligus pada waktu pembelian tiket
pesawat udara oleh perusahaan transportasi udara
atau perwakilan/agen yang bersangkutan. Dalam
praktik transportasi calon jemaah haji, pembayaran
tarif pelayanan calon jemaah haji tersebut,
seharusnya telah dibayar oleh calon jemaah haji
melaui Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) yang disetorkan kepada Menteri Agama
melalui bank syari‟ah atau bank umum nasional
yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
4) Pungutan Tarif Pelayanan Calon Jemaah Haji
Penerbangan Internasional
Tarif pelayanan calon jemaah haji
sebagaimana penumpang pesawat udara
penerbangan internasional di bandar udara
embarkasi Soekarno-Hatta dan bandar udara
lainnya, calon jemaah haji wajib membayar tarif
pelayanan penumpang pesawat udara penerbangan
internasional yang dipungut oleh perusahaan
penerbangan atau perwakilannya atau agennya.
Perusahaan transportasi udara atau perwakilannya
79
atau agennya wajib menyetorkan penerimaan tarif
pelayanan calon jemaah haji sebagai penumpang
pesawat udara penerbangan internasional pada
bandar udara untuk penerbangan internasional
sesuai dengan passengger’s manifest kepada
kepala bandar udara yang bersangkutan untuk
bandar udara yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan kepala Direksi/Kepala Cabang
untuk Bandar udara yang diselenggarakan oleh
badan Usaha Milik Negara (BUMN).
5) Tarif Jasa Pelayanan Penerbangan (J2P)
Internasional
Tarif pelayanan penerbangan untuk
pesawat udara yang mendarat di bandar udara
Indonesia Ditagih kepada pemakai atau pemilik
pesawat udara oleh Kepala bandar Udara atau oleh
Kepala Cabang Angkasa Pura.
Perusahaan penerbangan yang ditunjuk
oleh Indonesia atau Saudi Arabia sebagai
pengangkut dalam transportasi calon jemaah haji
bertanggung jhawab atas pelunasan pembayaran
pelayanan penerbangan sesuai besaran tarif yang
ditetapkan. Pembayaran jasa pelayanan
penerbangan untuk penerbangan tidak berjadwal
(non scheduled flight) harus dilunasi sebelum
pesawat udara meninggalkan bandar udara atau
dengan perjanjian khusus denga kepala bandar
80
udara atau Kepala Cabang PT. Angkasa Pura yang
bersangkutan. Dalam praktik transportasi calon
jemaah haji, pembayaran pelayanan penerbangan
(air navigation service charge) tersebut menjadi
tanggung jawab dari perusahaan penerbangan
sebagai pengangkut, karena hal ini merupakan
biaya operasi yang tidak ada hubungan langsung
dengan transportasi calon atau jemaah haji.
6) Bea Pendaratan Pesawat Udara Calon atau
Jemaah Haji
Berdasarkan Pasal 464 UURI No.1 Tahun
2009, bea pendarattan pesawat udara penerbangan
dalam negeri diatur di dalam keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 1996.66
Menurut keputusan Menteri Perhubungan tersebut
setiap pesawat udara yang melakukan pendaratan
di bandar udara Indonesia, dikenakan bea
pendaratan pesawat udara.
Perusahaan penerbangan yang ditunjuk
oleh Indonesia dan Arab Saudi sebagai
pengangkut transportasi udara calon jemaah atau
jemaah haji yang melakukan pendaratan di bandar
udara wilayah Indonesia wajib melunasi
66
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 1996 Tentang
Tarif Jasa Pendaratan, Penempatan Dan Penyimpanan Psawat Udara
Penerbangan Dalam Negeri. Keputusan Menteri Perhubungan Tersebut
Mencabut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 73 Tahun 1990
Tentang Tarif Jasa Pendaratan, Penempatan Dan Penyimpanan Pesawat Udara
Penerbangan Dalam Negeri
81
pembayaran bea pendaratan sesuai dengan bea
pendaratan yang berlaku.
7) Bea Parkir Pesawat Udara Calon atau Jemaah
Haji
Setiap pesawat yang diparkir di bandar
udara Indonesia, dikenakan bea parkir pesawat
udara. Bea parkir tersebut dibedakan atas berat
pesawat udara, jenis penerbangan, dan kelompok
bandar udara yang ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan.
Perusahaan penerbangan yang ditunjuk
oleh Indonesia atau Arab Saudi sebagai pengankut
transportasi calon atau jemaah haji yang pesawat
udaranya melakukan parkir di bandar udara
wilayah Indonesia wajib melunasi pembayaran bea
parker sesuai dengan bea pendaratan yang berlaku.
Pelunasan pembayaran bea parkir untuk
penerbangan tidak berjadwal (non scheduled
flight) harus diselesaikan dengan Kepala Bandar
Udara pada badan udara yang diselenggarakan
oleh pemerntah atau dengan kepala Cabang untuk
Bandar udara yang diusahakan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) sebelum pesawat udara
meninggalkan bandar udara, sedangkan untuk
penerbangan berjadwal (scheduled flight),
pelunasan pembayaran jasa parkir dapat
diselesaikan dengan Kepala Bandar Udara pada
82
bandar udara yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau Kepala Cabang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang bertransportasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
8) Bea Penyimpanan Pesawat Udara Transportasi
Calon atau Jemaah Haji.
Pesawat udara dengan registrasi asing yang
melakukan penerbangan antar bandar udara di
Indonesia, dikenakan bea penyimpanan pesawat
udara dengan bea penerbangan internasional.
Perusahaan penerbangan yang ditunjuk oleh
Indonesia atau Arab Saudi sebagai pengangkut
transportasi udara calon atau jemaah haji yang
pesawat udaranya melakukan penyimpanan di
bandar udara wilayah Indonesia wajib melunasi
pembayaran bea penyimpanan sesuai dengan bea
pendaratan yang berlaku.
Bea pendaratan, bea parkir pesawat udara
maupun bea penyimpanan pesawat udara
seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan
penerbangan karena bea-bea tersebut kategori
biaya operasi penerbangan yang tidak ada
hubungan langsung dengan transportasi udara
calon atau jemaah haji.
83
9) Sumber Dana Penyelenggaraan Ibadah Haji
Semua biaya yang diperlukan untuk
penyelenggaraan ibadah haji yang meliputi biaya
transportasi, akomodasi dan konsumsi, layanan
umum dan hidup di Arab Saudi,67
asuransi dan
perlindungan jemaah haji, biaya layanan umum
(general service fee) serta perlindungan lain yang
diperlukan 68
dibebankan kepada warga negara
yang akan menunaikan ibadah haji.
Biaya panitia penyelenggaraan ibadah haji
Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim
Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), Tim
Kesehatan Haji Indonesia (TKHI)69
tidak
sepenuhnya dibebankan kepada warga nergara
yang akan menunaikan ibadah haji, melainkan
juga dibebankan kepada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Biaya operasional panitia
penyelenggara ibadah haji pusat di daerah yang
memiliki bandar udara embarkasi, di Arab Saudi,
asuransi dan perlindungan petugas haji dan
asuransi perindungan lain yang diperlukan70
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan
belanjanegara (APBN) dan panitia penyelenggaraa
badah haji di daerah yang tidak memiliki bandar
67
Pasal 12 peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 68
Pasal 29 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2012 69
Pasal 18 ayat (3) peraturan pemerintah Nomor 79 tahun 2012 70
Pasal 29 ayat (3) peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2012
84
udara embarkasi, Tim Pemadu Haji Daerah
(TPHD), Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD)
dibebankan kepada gubernur atau bupat/walikota
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBN) yang bersangkutan.71
2. Regulasi Penerbangan Sipil (Nasional)
Di dalam peraturan penerbangan sipil terdapat
standar minimum pelayanan transportasi udara bagi
Jemaah haji Indonesia.
Sudah merupakan sautu kewajiban bagi
pemerintah bagi pelaksana transportasi udara bagi jemaah
haji reguler bertanggung jawab memberikan pelayanan
terhadap jemaah haji. Baik pelayanan saat
pemberangkatan hinggga kepulangan jemaah haji dari
Indonesia ke Arab Saudi dan sebaliknya.
Pelaksanaan transportasi udara bagi jemaah haji
regular bertanggung jawab memberikan pelayanan
terhadap jemaah haji, petugas kloter, dan barang
bawaannya pada fase I pemberangkatan sejak dari city
check-in di asrama sampai keluar gate di Bandara Udara
Arab Saudi (pre-flight, in-flight dan post-fligt), dan fase II
pemulangan sejak re-pramanifest di Makkah dan Madinah
71
Pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 79 Tahun 2012
85
sampai di adsrama haji debarkasi (pre-flight, in-flight dan
post flight), dengan rincian sebagai berikut :72
a. Fase I Keberangkatan
2) Di asrama haji dan persiapan di Bandara saat
keberangkatan menuju Arab Saudi :
a. Melakukan proses chack-in jemaah haji, tas
kabin dan bagasi tercatat;
b. Melakukan koordinasi dengan PPIH
Embarkasi;
c. Melaksanakan pengangkutan jemaah haji, tas
kabin dan bagasi tercatat dari asrama haji ke
bandara embarkasi;
d. Menyiapkan petugas untuk membantu jemaah
haji; dan
e. Melakukan pengawalan terhadap jemaah haji
dan bagasi tercatat selama perjalanan darat dari
asrama haji ke bandara embarkasi.
3) Di Bandar Udara Embarkasi
a. Melakukan proses baggage handling sesuai
dengan ketentuan penerbangan;
b. Melakukan proses boarding secara tertib dan
melakukan perhutungan jumlah penumpang
72
Dirjen PHU Kementerian Agama RI Tahun 2019, Buku Pedoman
Penyediaan Transportasi Udara Jamaah Haji Reguler Tahun 1440H/2019M,
h. 9
86
pada saat naik ke pesawat udara berdasarkan
data penumpang (pax manifest);
c. Membantu jemaah haji yang berkebutuhan
khusus pada saat proses boarding sampai
dengan naik ke pesawat;
d. Penanganan keterlambatan penerbangan dan
penanganan permasalahan; dan
e. Menyerahkan manifest dan menandatangani
berita acara pemberangkatan.
4) Di dalam Pesawat :
a. Memfasilitasi petugas untuk menyampaikan
informasi dan bimbinan kepada jemaah haji
selama dalam penerbangan;
b. Memutar film manasik haji, pelayanan di Arab
Saudi dan kesehatan serta penyampaian
informasi lain kepada jemaah haji; dan
c. Menyediakan dan menyajikan makanan dan
minuman sesuai dengan hasil meal seat di
masing-masing embarkasi.
5) Setelah keluar dari pesawat :
a. Mengarahkan jemaah haji turun dari pesawat
menuju ruang kedatangan untuk proses
Customs, Immigration, Quarantine (CIQ);
87
b. Menyediakan fasilitas pelayanan dan
mendampingi jemaah haji yang berkebutuhan
khusus untuk turun dari pesawat;
c. Menginformasikan tempat pengambilan bagasi
tercatat dan membantu mengambil bagasi
tercatat; dan
d. Mengdampingi dan menyelesaikan
permasalahan jemaah haji selama proses
kedatangan sampai keluar gate.
b. Fase II Pemulangan
1) Di Arab Saudi :
a. Melakukan penimbangan dan x-ray bagasi di
Makkah bagi jemaah haji yang pulang pada
gelombang I dan penimbangan dan x-ray bagasi
tercatat di Madinah bagi jemaah haji yang
pulang gelombang II;
b. Mengangkut bagasi tercatat daari hotel di
Makkah dan/atau di hotel Madinah ke Bandara
KAIA Jeddah dan/atau bandara AMAA
Madinah;
c. Mengangkut tas kabin dan bagasi tercatat dalam
satu kloter bersama-sama dengan pemiliknya;
d. Penimbangan dan pengangkutan bagasi tercatat
dilakukan mulai H-2 sebelum pemulangan
kloter pertama;
88
e. Mengganti boarding pass yang hilang setelah
berkoordiinasi dengan PPIH Arab Saudi;
f. Memberikan pelayanan boarding mulai dari
persiapan keberangkatan jemaah haji di plasa
bandara, mengerahkan jemaah haji dari ruang
tunggu di bandara sampai naik ke pesawat; dan
g. Menyiapkan petugas khusus untuk membantu
jemaah haji yang berkebutuhan.
2) Di bandara debarkasi dan menuju asrama haji
debarkasi saat kepulangan :
b. Mengangkut penumpang dari bandara
debarkasi ke asrama haji debarkasi.
c. Memberikan pelayanan kepada jemaah haji
selama di bandara debarkasi;
d. Melakukan pengawalan selama perjalanan
darat menuju asrama haji; dan
e. Menyerahkan manifest dan menandatangani
berita acara kedatangan.
Dari standar pelayanan yang diberlakukan oleh
pemerintah kepada calon Jemaah haji Indonesia, terdapat
beberapa pelayanan yang merupakan diluar aturan
penerbangan internasional. Jadi bisa dikatakan pemerintah
telah memberikan suatu inisiatif bentuk pelayanan lain
diamana pelayanan tesebut tergantung negosiasi kontrak
dengan pihak penerbangan. Dan pelayanan tersebut
adalah :
89
1. Jemaah mendapatkan layanan extra cover, sebenarnya di
dalam aturan pemerintah memberikan satu asuransi
sebesar 50.000 dalam bentuk optimalisasi dan di
penerbangan haji sendiri ada dua, pertama untuk
perlindungan sesuai dengan perusaturan perlindungan
penerbangan internasional ada ICAO sama IATA apabila
pesawat dalam kondisi tertentu minimal antara satu atau
2,5 m dan jika terjadi kebakaran atau meledak diatas
udara tapi ketika dia landing melukai jemaah haji mak ada
standar antara 1,2 sampai 2,5 m. dan yang kedua asuransi
yang diberikan oleh kita yaitu extra cover, extra cover itu
Jemaah haji bagi mereka yang wafat selama dalam
tanggung jawab pihak penerbangan dia akan mendapatkan
extra cover, tahun lalu sebesar 100jt selama dalam
tanggung jawab pihak penerbangan, selama jemaah mulai
dari naik bus dari asrama haji, jalan sampai ke airport
kemudia ketika menaiki tangga pesawat jemaah terpeleset
dan kemudian meninggal, pada saat itu dia berhak
mendapatkan asuransi sebesar 125jt.
2. Pemulangan jemaah haji yang sakit pasca operasional.
Kemudian bentuk perlindungan pelayanan lainnya,
penerbangan berkewajiban memulangkan seluruh jamaah
haji yang sakit pasca operasional ke tanah air sampai ke
provinsi, karena jemaah bayar di embarkasi misalnya
banten lewat cengkareng jemaah masuk di pondok gede
kemudian berangkat tiba-tiba jemaah sakit dan jemaah
yang seperti itu masih bisa dipulangkan pada waktunya
90
sehingga pasca operasional haji jemaah rombongan sudah
habis dan jemaah tersebut masih sakit, pada saat jemaah
tersebut sudah sembuh jemaah dipulangkan dan
dipulangkannya tidak di Jakarta tapi dipulangkannya ke
banten. Itu salah satu bentu layanan, jadi layanan-layanan
itu sudah satu lingkup dengan harga yang ditentukan.
3. Regulasi Penerbangan Sipil Negara Tujuan
(Internasional)
Dalam operasional penerbangan haji tentunya
setiap tahun dalam masa perhajian pemerintah melakukan
penawaran bagi perusahaan maskapai penerbangan untuk
ikut dalam pemberangkatan penerbangan jamaah haji
Indonesia. Oleh sebab itu terdapat beberapa persyaratan
bagi perusahaan yang ikut dalam kerjasama penerbangan
pemberangkatan haji dengan beberapa seleksi standar
kelayakan dalam pelayanan penerbangan bagi jemaah haji
Indonesia.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
sebagai berikut :
a. Persyaratan Administrasi
Persyaratan administrasi perusahaan
penerbangan penyediaan transportasi udara jemaah
haji adalah sebagai berikut :
1) Menyerahkan fotocopy izin usaha trasnportasi
udara niaga yang diterbitkan oleh Kementerian
91
Perhubungan atau Otoritas Penerbangan Arab
Saudi.
2) Menyerahkan foptocopy aircraft flight
maintenance log minimal satu tahun terakhir
sebagai bukti perusahaan penerbangan telah
melaksanakan penerbangan dari Indonesia ke Arab
Saudi dan Arab Saudi ke Indonesia secara aktif
dan berkesinambungan.
3) Menyerahkan fhotocopy Nomor Pokok Wajib
Pajak (BPWP) bagi perusahaan penerbangan
nasional.
4) Menyerahkan fhotocopy sertifikat pengoperasian
pesawat udara (AOC) 121 atau 129.
5) Menyerahkan daftar pesawat yang
dimiliki/dikuasai.
6) Menyerahkan surat dukungan dari pihak ketiga
yang berkaitan dengan penyelenggaraan
transportasi udara jemaah haji, yang dibuktikan
dengan letter of inten/surat pernyataan dukungan.
b. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis perusahaan penerbangan
penyediaan transportasi udara jemaah haji reguler
sebagai berikut :
1) Meynyerahkan fhotocopy unit kerja/struktur
organisasi dan daftar pegawai yang khusus
menangani operasional penyelenggaraan
transportasi udara jemaah haji.
92
2) Menyerahkan photocopy sertifikat standar IATA
Operasional Safety Audit (IOSA).
3) Menyerahkan Standard Operating Procedure
(SOP) untuk penyelenggaraan transportasi udara
jemaah haji
4) Menyerahkan surat pernyataan bahwa perusahaan
penerbangan mampu melayanai pengangkutan
trasnportasi udara Jemaah haji minimal sebannyak
20.000 orang jemaah haji (setiap operasional
penyelenggaraan ibadah haji) yang ditu jukan
dengan perusahaan armada yang cukup dan rotasi
diagram pesawat untuk pelaksanaan transportasi
udara jemaah haji.
5) Menyerahkan surat pernyataan usia pesawat udara
yang akan dioperasikan paling tua diproduksi
tahun 1996//1997.
6) Menyerahkan surat pernyataan bahwa pesawat
udara yang akan dioperasikan memenuhi standar
kelaikudaraan sesuai dengan peraturan
penerbangan sipil negara asal pesawat terdaftar
dan dibuktikan dengan surat kelaikudaraan (C of
A) dan bukti perawatan berkala serta photocopy
maintenance log book 1 bulan terakhir untuk
masing-masing pesawat yang akan dioperasikan.
7) Menyerahkan daftar jenis pesawat yang diajukan
untuk masing-masing embarkasi dengan
spesifikasi sebagai berikut :
93
Tabel 5.2 :
Jenis Pesawat dan Spesifikasi
No Embarkasi Kapasitas
Minimum Seat
Jarak Tempat
Duduk
Setiap Baris
Terdapat
1 Aceh 393 seat 31 Inc 9 kursi
2 Medan 393 seat 31 Inc 9 Kursi
3 Batam 450 seat 31 Inc 10 Kursi
4 Padang 393 seat 31 Inc 9 Kursi
5 Palembang 450 seat 31 Inc 10 Kursi
6 Jakarta-Pondok
Gede 393 seat 31 Inc 9 Kursi
7 Jakarta-Bekasi 393 seat 31 Inc 9 Kursi
8 Jawa-Barat-
Kertajati 393 seat 31 Inc 9 Kursi
9 Solo 360 seat 28 Inc 8 Kursi
10 Surabaya 450 seat 31 Inc 10 Kursi
11 Banjarmasin 360 seat 28 Inc 8 Kursi
12 Balikpapan 450 seat 31 Inc 10 Kursi
13 Makassar 450 seat 31 Inc 10 Kursi
14
Lombok
450 seat 31 Inc
10 u
r
s
i
8) Menyerahkan daftar dan data pesawat dengan
melampirkan dokumen penyewaan pesawat,
konfigurasi tempat duduk dari masing-masing tipe
pesawat (Layout of Pessenger Acomodation-
LOPA).
9) Menyerahkan surat pernyataan bahwa pesawat
dioperasikan memiliki identitas perusahaan
penerbangan penyedia transportasi udara jemaah
haji reguler.
94
10) Menyerahkan surat pernyataan bahwa penyedia
transportasi udara jemaah haji reguler hanya
mengangkut penumpang (Jemaah haji dan petugas
kloter), tas kabi, bagasi tercatat dan crew pesawat
yang bertugas mengawaki pesawat transportasi
udara jemaah haji reguler.
11) Menyerahkan surat pernyatan bahwa perusahaan
penerbangan mempunyai kemampuan dan/atau
pengalaman mengoperasikan jenis pesawat yang
akan digunakan untuk transportasi udara jemaah
haji.
12) Menyerahkan surat pernyataan bahwa perusahaan
penerbangan menyiapkan armada yang cukup
termasuk pesawat pengganti (back up).
13) Menyerahkan rencana kesiapan pesawat untuk
masing-masing embarkasi/debarkasi dan
dilengkapi dengan rincian rencana operasi,
termasuk ketersediaan SDM baik untuk tenaga
teknis dan operasional pesawat udara, maupun
SDM pendukungnya yang menunjang
penyelenggaraan transportasi udara jemaah haji
reguler.
14) Menyerahkan surat pernyataan bahwa perusahaan
penerbangan akan menggunakan awak kabin
95
(cabin crew) sekurang-kurangnya 50% berasal dari
warga negara Indonesia dan beragama Islam.
c. Penyampaian Dokumen Penawaran
Dokumen penawaran baik yang bersifat
administrative maupun teknis disampaikan secara
tertutup. Berikut merupakan beberapa tahapan seleksi
penyediaan transportasi udara bagi jamaah haji reguler
Penyediaan transportasi udara dilakukan
melalui tahapan :
1) Penyampaian undangan ke perusahaan
penerbangan nasional dan perusahaan
penerbangan Saudia Arabian;
2) Pendaftaran dan pengambilan pedoman
penyediaan trasnportasi udara jemaah haji reguler;
3) Penjelasan pedoman penyediaan transportasi udara
jemaah haji reguler;
4) Pemasukan berkasi dokumen administrasi, teknis,
dan penawaran biaya trasnportasi udara jemaah
haji reguler;
5) Verifikasi dokumen administrasi dan teknis;
6) Paparan standard operating prosedur pelayanan
transportasi udara, rencana pesawat yang akan
dioperasikan dan biaya transportasi udara;
7) Negosiasi kewajaran biaya transportasi udara
jemaah haji reguler;
96
8) Penetapan penyediaan transportasi udara jemaah
haji reguler;
9) Penyiapan dokumen perjanjian transportasi udara
jemaah haji reguler antara Kementerian Agama RI
dan penyedia transportasi udara jemaah haji
Indonesia.
97
BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah peneliti melakukan penelitian dengan meneliti,
membahas, dan menguraikan tentang masalah bagaimana
“Regulasi Pemerintah tentang Transportasi Udara Jemaah
Haji Indonesia” di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah bagian subdit Transportasi Udara, Kementerian
Agama RI Jakarta Pusat. Dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Regulasi pemerintah RI mengenai transportasi udara yang
dijalankan oleh pemerintah Indonesia yaitu terdapat 3
(tiga) regulasi, diantaranya yaitu peraturan Penerbangan
Internasional, peraturan penerbangan Sipil, dan peraturan
penerbangan sipil negara asal tujuan. Dari ketiga regulasi
tersebut, dalam pelaksanaan transportasi udara jemaah
haji indonesia pemerintah tetap berpedoman terhadap
peraturan penerbangan internasional.
2. Didalam Peraturan Menteri Agama terdapat suatu
implementasi atau pelaksanaan yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah. Dan berdasarkan pengalaman
Pemerintah terhadap regulasi PMA Nomor 25 Tahun
2015 telah memenuhi dan menjalankan kewajibannya
dalam memberikan pelayanan terhadap jemaah haji
Indonesia. Contohnya dengan adanya suatu inisiatif
asuransi pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
calon jemaah haji yang sebenarnya sudah diluar aturan
penerbangan internasional, aturan penerbangan sipil dan
98
aturan penerbangan sipil negara asal tujuan. Meskipun
masih terdapat beberapa kendala diluar kewenangan
pemerintah, hal ini menunjukan bahwa regulasi yang
dibuat oleh pemerintah masih memerlukan evaluasi
bersama dari pihak pemerintah baik internal maupun
eksternalnya.
B. Saran
Tanpa mengurangi keberhasilan dan kemampuan
kinerja pemerintah dibidang penerbangan jemaah haji
Indonesia dan bukan bermaksud mencari kekurangan, tapi
semata-mata bermaksud untuk pengembangan dan
peningkatan mutu pelayanan kedepan nya. Maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan kaitannya dengan
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Penerapan regulasi pemerintah RI dalam memberikan
pelayanan terhadap jemaah haji Indonesia sudah cukup
baik, mempunyai kualitas yang baik dengan memberikan
bimbingan serta arahan lebih insentif agar menimbulkan
kesan dan kepuasan bagi jemaah haji Indonesia
2. Mempertahankan hubungan yang harmonis dan
meningkatkan kualitas pada perusahaan, sehingga
terciptanya kerjasama yang baik
3. Pemerintah melakukan trobosan baru dalam menangani
permasalahan, terutama dalam meminimalisir
permasalahan biaya penerbangan harga tiket yang selalu
anjlok.
99
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Majelis Tertinggi Urusan Keislaman Mesir, Hai dan Umrah,
2007 (Bandung : CV Angkasa)
Kartono Ahmad, Solusi Hukum Manasik dalam
Permasalahan Ibadah Haji, 2016 (Jakarta : Pustaka
Cendekiamuda)
Jabir Abu Bakar Al-Jazairi, Minhajul Muslim, 2014(Solo :
Pustaka Arafah)
Martono, dan Sudiro Ahmad, Aspek Hukum Transportasi
Udara Haji Indonesi, 2013 (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada)
Peraturan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 2015 Tentang
Pelayanan Transportasi Jamaah Haji, Pasal 21
Faisal Ambari Adjie, Evaluasi Standarisasi Pelayanan
Transportasi dan Akomodasi Jamaah Umrah PT. Alif
Berkah Amanah Wisata (ABA) Sukabumi, skripsi,
2019 (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aam Abdus Salam, “Manajemen Wakaf Transportasi Pada
Wakaf Al-Azhar”, Skripsi, 2015 (Jakarta, Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta)
Mamang Sangadji Etta dan Sopiah, Metodologi Penelitian:
Pendekatan Praktis Dalam Penelitian, 2010
(Yogyakarta: Andi Offest)
J, Moleong Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2007
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Soewadji Jusuf, Pengantar Metodologi Penelitian, 2012
(Jakarta : Mitra Wacana Media)
100
Ruslan Rosadi, Metode Penelitian Public Relation dan
Komunikasi, 2003 (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada)
Nizar Moh, Metode Penelitia,2005 (Bogor : Ghalia Indonesia)
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktek, 2002 (Jakarta : Rineka Cipta)
Soehartono Irawana, Metode Penelitian Sosial, 2004
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya)
Asshiddiqie Jilmly: Institut Peradaban dan Gagasan
Penguatan Sistem Pemerintahan
: Struktur Ketatanegaraan Indonesia
Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945.
Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi, 2003(Penerbit
Ghalila Indonesia, cet pertama)
Fidel Miro , Pengantar Sistem Transportasi, 2012 (penerbit
Erlangga, PT. Gelora Aksara Ptatama)
Kementerian Agama RI Dirjen PHU Direktorat Pelayanan
Luar Negeri, Manajemen Penyelenggaraan Ibadah
Haji, 2016 (Cetakan Pertama, Desember)
Nasution Harun, Ensklopedia Islam Indonesia, 1992 (Jakarta:
Djembatan)
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Tanya Jawab
Ibadah Haji, 2001 (Jakarta: Departemen Agama RI)
Depag RI, Hikmah Ibadah Haji, 2003 (Jakarta : Direkyorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji)
Basyumi Muhammad M, Reformasi Manajemen Haji, 2008
(Jakarta: FDK Press)
101
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Rencana Strategis
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Tahun 2010-2014, 2010 (Jakarta : Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah)
Danim Sudarwan, Kinerja Staf dan Organisasi, 2008
(Bandung : Pustaka Setia)
Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi, 2013 (Jakarta :
Salemba Humanika)
Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri, Dirjen PHU Kemenag
RI, Manajemen Penyelenggaraan Ibadah Haji
Indonesia, 2016 (Jakarta : Manajemen
Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia)
Buku Pedoman Penyediaan Transportasi Udara Jemaah Haji
Reguler Tahun 1440H/2019M, Direktur Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama RI Tahun 2018
Perjanjian Kerjasama antara dirjen PHU dengan PT. Garuda
Indonesia, Nomor 133 Tahun 2019, pasal 5 tentang
biaya pengangkutan dan cara Pembayaran
Perjanjian kerjasama antara Dirjen PHU Kemenag RI dengan
Saudi Arabian Airlines Nomor 144 Tahun 2019,
tentang Pengangkutan udara jamaah haji regular dan
petugas yang menyertai jamaah tahun 1440H/2019M,
bab iv pasal 5.
Convention on International Civil Aviation, Signed at
Chicago on 7 December 1944, untuk teks Konvensi
Chocago 1944 dapat dilihat dalam Paul Stephen
Dempsey Ed.,Annlsof air and space law, Vol.XXX-
Part 1. Tronto : The Carswell Company Limited,
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Perhubungan
Nomor 4 Tahun 2012, PM 30 Tahun 2012 tentang
102
Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Embarkasi dan
Debarkasi Haji.
PMA RI Nomor 25 Tahun 2015 tentang Penyediaan
Transportasi Udara Bagi Jamaah Haji Indonesia.
Keputusan Menteri Agama RI, Tentang Penetapan Embarkasi
dan Debarkasi Haji
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 989 Tahun 2019
Tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri
Agama Nomor 124 tahun 2016 tentang Penetapan
Embarkasi dan Debarkasi Haji
Pasal 127 ayat (4) UUDRI No. 1 Tahun 2009
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 1996
Tentang Tarif Jasa Pendaratan, Penempatan Dan
Penyimpanan Psawat Udara Penerbangan Dalam
Negeri. Keputusan Menteri Perhubungan Tersebut
Mencabut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM 73 Tahun 1990 Tentang Tarif Jasa Pendaratan,
Penempatan Dan Penyimpanan Pesawat Udara
Penerbangan Dalam Negeri
Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Tahun 2015, Rencana Strategis, 2015
(Jakarta : Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama)
Wawancara dengan Kasie Pelayanan Transportasi Udara Ibu
Edayanti pada tanggal 06 Januari 2019
UU No. 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan
Umrah
Pasal 33 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
Pasal 34 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
Pasal 1 paragraf 2 Konvensi Warsawa 1929 maupun
Konvensi Montreal 1999
103
Pasal 31 Konvensi Chicago :”Every aircraft engaged in
international nnavigation shall be provided with a
certificate of airworthiness issue or redered valid by
the state in which it is registrered.
Pasal 33 Konvensi Chicago:”Certificate of airworthiness and
cartificates of competency and licenses issued or
rendered valid by the contracting state in which the
aircraft is registered, shall be recorgnized as valid by
the order contracting state prvided that the
requirements under wich such certifates or licenses
were issued or rendered valid are equal to or above
the minimum standard which may be estabilished from
time pursuant to this comvenstion.
Pasal 19 Konvensi Chocago 1944,”The registration or
transfer of registration of airfraft in any contracting
state ahall be made in accordance with isd laws and
regulation.
Pasal 12 peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012
Pasal 29 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2012
Pasal 18 ayat (3) peraturan pemerintah Nomor 79 tahun 2012
Pasal 29 ayat (3) peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2012
Pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 79 Tahun 2012
2. Internet
Internasional Fligh, Word Net Search, diakses pada
tanggal 04-02-2020
www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertianregulasise
caraumum,tujuan,contohregulasi, di akses pada tanggal 28
Oktober 2019 pukul 15.35
104
www.pengertianmenurutparaahli.com, diakses pada
tanggal 28 Oktober 2019 pukul 14.55
https://www.waseltravel.id, Sejarah Penyelenggaraan
Haji dari Masa ke Masa. Diakses pada Tanggal 26 September
2019 pukul 21.25.
https://kemenag.go.id, “Struktur Organisasi”
Direktorat Jenderal Penyenyelenggaraan Haji dan Umrah,
diakses pada Selasa, 04 Februari 2020, pukul 19.55
105
106
107
108
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIANOMOR 25 TAHUN 2015
TENTANGPENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA
BAGI JEMAAH HAJI REGULER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka penyelenggaraan transportasi udarajemaah haji Indonesia yang baik dan akuntabel, perlumenetapkan Peraturan Menteri Agama tentang PenyediaanTransportasi Udara Bagi Jemaah Haji Reguler;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4845) sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang PerubahanAtas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang-Undang(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor142, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5036);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentangPenerbangan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4956);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentangPelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2012 Nomor 186, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5345);
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentangKedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara sertaSusunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon IKementerian Negara sebagaimana telah beberapa kalidiubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh Atas PeraturanPresiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta SusunanOrganisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian;
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentangOrganisasi Kementerian Negara;
6. Peraturan ...
6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 5 Tahun 2006tentang Peremajaan Pesawat Udara Kategori TransportUntuk Transportasi Udara Penumpang sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM44 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan MenteriPerhubungan Nomor KM 5 Tahun 2006 tentangPeremajaan Pesawat Udara Kategori Transport UntukTransportasi Udara Penumpang;
7. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Kementerian Agamasebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganPeraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2015 tentangPerubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Agama Nomor10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata KerjaKementerian Agama (Berita Negara Republik IndonesiaTahun 2015 Nomor 348);
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun2010 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor486);
10. Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji Reguler (Berita NegaraRepublik Indonesia Tahun 2012 Nomor 898);
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 1 Tahun 2013tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan UdaraHaji (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor42);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENYEDIAANTRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Agama ini yang dimaksud dengan:
1. Penyediaan transportasi udara adalah serangkaian proses kegiatan mulaiverifikasi sampai dengan penetapan pelaksana transportasi udara bagijemaah haji dan petugas yang menyertai jemaah haji Indonesia.
2. Jemaah Haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dantelah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji Reguler sesuaidengan persyaratan yang ditetapkan.
3. Menteri adalah Menteri Agama.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji danUmrah.
Pasal 2 ...
Pasal 2
Penyediaan transportasi udara jemaah haji bertujuan untuk mendapatkanpelaksana transportasi udara yang dapat memberikan pelayanan danperlindungan jemaah haji dalam melakukan perjalanan ibadah haji dari TanahAir ke Arab Saudi dan sebaliknya.
Pasal 3
(1) Penyediaan Transportasi Udara Jemaah Haji dilakukan dengan prinsip:
a. efektif;
b. efisien;
c. transparan;
d. akuntabel;
e. keamanan;
f. keselamatan
g. kenyamanan; dan
h. kepentingan nasional.
(2) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berarti penyediaantransportasi udara jemaah haji harus sesuai dengan kebutuhan yangtelah ditetapkan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuaidengan sasaran yang ditetapkan.
(3) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berarti penyediaantransportasi udara jemaah haji harus diusahakan mendapatkan hasilyang optimal dan terbaik dengan menggunakan dana dan kemampuanyang seminimal mungkin dan secara wajar.
(4) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berarti seluruhketentuan dan informasi tentang penyediaan transportasi udara jemaahhaji bersifat terbuka bagi peserta penyedia transportasi udara danmasyarakat.
(5) Akuntabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berartipenyediaan transportasi udara jemaah haji harus mencapai sasaran dandapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku.
(6) Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berartiterjaminnya keamanan penerbangan sesuai dengan standar keamananpenerbangan internasional.
(7) Keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berartiterjaminnya keselamatan penerbangan sesuai dengan standarkeselamatan penerbangan internasional.
(8) Kenyamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berartiterjaminnya kenyamanan selama dalam penerbangan.
(9) Kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf hberarti penyediaan transportasi udara jemaah haji mengutamakanperusahaan penerbangan nasional.
BAB II ...
BAB II
STANDAR TRANSPORTASI UDARA
Pasal 4
Transportasi udara jemaah haji wajib memperhatikan standar penerbanganinternasional dan standar pelayanan penumpang angkutan udara haji.
Pasal 5
(1) Transportasi udara jemaah haji merupakan penerbangan charter(dedicated aircraft).
(2) Transportasi udara jemaah haji merupakan penerbangan langsung tanpatransit (direct) kecuali untuk pengisian bahan bakar (technicallanding/refuling) di salah satu embarkasi haji dan pendaratan darurat disuatu tempat tertentu karena alasan keselamatan penerbangan.
BAB III
PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA
Pasal 6
(1) Penyediaan transportasi udara jemaah haji harus memenuhi sejumlahpersyaratan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. copy izin usaha transportasi niaga yang diterbitkan KementerianPerhubungan atau otoritas penerbangan Arab Saudi (GACA);
b. daftar pesawat yang akan digunakan;
c. sertifikat pengoperasian udara (AOC 121 dan 129);
d. jaminan penawaran;
e. memiliki unit kerja yang khusus menangani operasional jemaah haji;
f. memiliki standar operasional prosedur;
g. memiliki dan menyampaikan copy IOSA (IATA Operational SafetyAudit);
h. memiliki pengalaman terbang ke Arab Saudi paling sedikit 1 (satu)tahun terakhir; dan
i. jenis dan kapasitas seat pesawat yang akan digunakan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB IV
TIM PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA
Pasal 7
(1) Direktur Jenderal membentuk Tim penyediaan transportasi udara bagijemaah haji.
(2) Tim penyediaan transportasi udara bagi jemaah haji bertugas:
a. melakukan verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal6;
b. melakukan penghitungan asumsi harga sampai dengan mengusulkanpenetapan calon pelaksana transportasi udara jemaah haji Indonesia.
(3) Tim ...
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan:
a. Warga Negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. Pegawai Negeri Sipil; dan
d. memiliki integritas.
(4) Dalam hal diperlukan, Tim penyediaan transportasi udara bagi jemaah hajisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari Praktisi dan/atauKonsultan yang membidangi transportasi udara.
BAB V
TAHAPAN PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA
Pasal 8
(1) Penyediaan transportasi udara jemaah haji Indonesia, dilakukan melaluitahapan:
a. penyampaian undangan ke airlines nasional dan asing;
b. pengambilan dokumen penyediaan transportasi udara;
c. penjelasan pedoman penyediaan transportasi udara;
d. pemasukan berkas dokumen dan penawaran harga;
e. verifikasi dokumen administrasi;
f. paparan standar operasional prosedur dan harga;
g. usulan asumsi penghitungan tarif per embarkasi;
h. negosiasi harga;
i. usulan penetapan calon pelaksana transportasi udara;
j. penetapan pelaksana transportasi udara;
k. penyiapan dokumen perjanjian pengangkutan udara; dan
l. penandatanganan perjanjian pengangkutan udara jemaah haji antaraKementerian Agama dan pelaksana transportasi udara jemaah hajiIndonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan penyediaan transportasi udarasebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VI
PENETAPAN PELAKSANA
Pasal 9
(1) Tim penyediaan transportasi udara jemaah haji melaporkan hasilpelaksanaan tugasnya kepada Direktur Jenderal.
(2) Direktur Jenderal mengusulkan penetapan pelaksana transportasi udarakepada Menteri.
(3) Menteri menetapkan pelaksana transportasi udara jemaah haji.
Pasal 10 ...
Pasal 10
(1) Penyediaan transportasi udara jemaah haji dituangkan dalam perjanjianyang ditanda tangani oleh Direktur Jenderal dan pelaksana transportasiudara jemaah haji yang telah ditetapkan.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:a. identitas para pihak;b. lingkup pekerjaan;
c. spesifikasi pesawat;d. jumlah penumpang;
e. biaya angkutan;
f. cara pembayaran;
g. koordinasi;h. force majeure;i. sanksi;
j. penyelesaian perselisihan;k. masa berlaku perjanjian; dan
1. penutup.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Menteri Agama ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan PeraturanMenteri Agama ini dengan penempatannya dalam Berita Negara RepublikIndonesia.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 15Mei2015
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN
Diundangkan di Jakartapada tanggal 25 Mei 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLYBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 754
Salinan sesuai dengan aslinyalenterian Aa&na RI
Plh. Kepala Bir^/fiuifym daryKerja Sama Luar Negeri,
awadi, SH., M.Si.151981031004
Transkip Wawancara
Informasi : Subdit Transportasi Udara Jemaah Haji Indonesia
A. Tempat dan Waktu Wawancara
1. Tempat : Ruang Subdit Transportasi
Udara Jemaah Haji Indonesia
2. Hari / Tanggal : Rabu / 07 Januari 2019
3. Waktu : Pukul 11.32
B. Identitas Narasumber
1. Nama : Edayanti S.IP. M.Kom
2. Jabatan : Kasie Penyediaan
Transportasi Udara Haji
3. Masa Jabatan : 2011-Sekarang
1. Bagaimana latar belakang subdit transportasi udara ?
Jawaban
Subdit ini merupakan salah satu struktur dari proses
pelayanan penyelenggaraan haji, di dirjen haji ada
beberapa direktorat teknis dan satu sekretariat yang
kedua direktorat pelayanan haji dalam negeri.
Yang mengurus manajemen rencana penyelenggaraan
operasional haji dalam negeri mulai dari segi
pendaftaran, dokumenm asrama haji, dan transportasi.
Dan yang kedua direktorat pelayanan haji luar negeri
itu ada transportasi, akomodasi, catering da nada TO.
Yang ketiga ada bagian keuangan yang ke empat ada
bagian pembagian pembinaan petugas direktorat
penyelenggaraan haji.
Masing-masing menyiapkan seluruh proses pelayanan
sesuai undang-undang No. 8 tahun 2019 bahwa
pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan
pelaynan dan perlindungan, termasuk di dalamnya
penyiapan transportasi udara yang merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan.
2. Bagaimana regulasi transportasi udara haji ?
Jawaban
Penyiapan transportasi udara haji ada tiga regulasi,
yaitu agra penerbangan internasional, agra
penerbangan sipil, dan agra penerbangan sipil negara
tujuan. Tapi yang pertama pemerintah tetap mengacu
pada penerbangan internasional. Seluruh layanan yang
terkait dengan penerbangan haji itu mengacu pada
penerbangan internasional, karena penerbangan
Jemaah haji ini termasuk penerbangan haji yang tidak
terjadwal (peraturan tersebut terdapat pada link
IATA,Freedom of the Air, dan GACA). Dalam aturan
freedom of the air itu ada yang diangkut dan yang
dipulangkan sama dan yang bersifat charter tanpa
transit dan bersifat direct, dan freedom of air juga jika
menggunakan pesawan asing yang bukan ke negara
tujuan maka harus transit kecuali karena alasan
penerbangan atau pengisian bahan bakar. Dan untuk
penerbangan sipil bisa dilihat di UU Nomor 1 tahun
2009 di situ terdapat aturan standar minimal, dan
pemerintah Indonesia punya SPM untuk negara asal
atau aturan negara sipil. Dan untuk sipil negara tujuan
aturan tersebut terdapat pada aturan GACA, di situ
ada peraturan peraturan pesawat yang boleh masuk,
jadwal penerbangan, spesifikasi kelayakan pesawat,
terkait dengan rencana usulan dan semuanya ada di
GACA (cari yang tidak berjadwal). Dan pesawat
pemerintah Indonesia itu suda IOSA semua, jadi
standarnya sudah tersertifikasi.
3. Bagaimana tugas da fungsi dari transportasi udara haji ?
Jawaban
Pertama, menyiapkan rencana operasional penerbangan
haji. Menghitung dari 9 dzulhijjah, menentukan kapan
kloter pertama dan kloter terakhir berangkat dan pulang.
Kemudian melakukan penyusunan pedoman penyediaan
transportasi udara terkait rencana operasional haji, ruang
lingkuo penerbangan haji, syarat dan kewajiban termasuk
proses pembayaran.
Ruang lingkup penyelenggaraan haji di indonesia berbeda
dengan negara lain. Penyelenggaraan haji indonesia
angkutan haji semuanya dilakukan di asrama haji untuk
fase keberangkatan dan fase kepulangan dilakukan di
hotel baik di Makkah maupun Madinah.
Ruang lingkup tanggung jawab pihak penerbangan muali
di asrama haji sampai ke pesawat, in flight turun
kemudian diserahkan menteri Arab Saudi, pulangnya
diterima di ruang kedatangan kemudia terbang sampai di
asrama debarkasi.
Setelah punya pedoman pemerintah melakukan proses
negosiasi bagi perusahaan penerbangan yang sudah
memenuhi seluruh persyaratan.
Yang menetapkan negosiasi dan tarif penerbangan
transportasi udara bukan kementerian agama yang
menetapkan, namun melalui persetujuan komisi 8 DPR
RI, setelah disetujua barulah pemerintah mengeluarkan
PMA dan kemudian membuat kontrak dan barulah
menyusun jadwal penerbangan dan proses lainnya.
4. Bagaimana implementasi regulasi transportasi udara haji ?
Jawaban
Tentunya setiap kontrak selalu terjadi penyempurnaan,
karena dibawah pengawasan auditor, baik internal
maupun eksternal, dalam internal kita ada itjen (badan
pengawas) yang eksternalnya ada BPK dan KPK. Jadi
setiap rekomend atau peningkatan temuan untuk kinerja
pelayanan maka pemerintah harus melaksanakan proses
rekomendasi. Jadi memang seharusnya dipatuhi.
5. Apasajakah pelayanan yang diberikan kepada calon Jemaah
haji indonesia
Jawaban
Pertama, Jemaah mendapatkan satu set koper, ada paspor
dan tas kabin
Kedua, Jemaah mendapatkan layanan penerbangan,
mendapatkan makan 2 kali dan 1 snack.
Ketiga, Jemaah mendapatkan jaminan berangkat ke Arab
Saudi, jadi walaupun Jemaah yang seharusnya berangkat
di kloter 4 namun karena sakit kemudia baru berangkat di
kloter 10 atau terakhir, mereka akan tetap diberangkatkan.
Dan jaminan apabila terjadi kendala dengan visa yang
mungkin belum selesai atau dokumen lainnya, ada
problem Jemaah yang harus dipulangkan ke tanah air
(Deportasi) pemerintah masih berkewajiban untuk
memberangkatkan Jemaah lagi ke Arab Saudi
Keempat, Jemaah mendapatkan layanan extra cover,
sebenarnya dalam aturan pemerintah memberikan satu
asuransi sebesar Rp. 50.000 dalam bentuk optimalisasi
kalau dipenerbangan haji ada dua, satu untuk
perlindungan sesuai dengan perusahaan perlindungan
penerbangan internasional, ada ICAO dan IATA, apabila
pesawat cres dengan kondisi tertentu minimal satu atau
2,5M. Dan yang kedua asuransi yang diberikan extra
cover, Jemaah haji bagi mereka yang wafat selama dalam
tanggungjawab pihak penerbangan. Tahun lalu sebesar
100 juta tanggung jawab itu selama mulai dari bus dari
asrama haji lalu jalan sampai airport dan terjadi kepeleset
dan meninggal maka pada saat itu pula calon Jemaah
tersebut berhak mendapatkan asuransi sebesar 125 juga.
Kelima, bentuk perlindungan pelayanan lainnya,
penerbangan berkewajiban memulangkan seluruh Jemaah
haji yang sakit pasca operasional ke tanah air sampai ke
provinsi. Misalnya banten lewat cengkareng masuk di
pondok gede kemudian berangkat dan kemudian sakit.
Calon jemaah masih bisa dipulangkan pada waktunya
sehinggapasca operasional haji calon rombongan sudah
habis dan calon Jemaah masih sakit, dan pada saat sudah
sembuh maka calon Jemaah dipulangkan ke Banten bukan
ke Jakarta.
6. Selama ini apakah bentuk pelayanan tersebut sudah dikatakan
efektif ?
Jawaban
Pelayanan yang diberikan pemerintah sebenarnya sudah
diluar pelayanan atau aturan penerbangan internasional,
aturan penerbangan sipil dan penerbangan sipil negara
tujuan. Jadi seperti pelayanan tadi yang extra cover, itu
merupakan inisiatif pemerintah, tergantung pemerintah
melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan
penerbangan. jadi pelayanan Jemaah haji yang sakit itu
tidak ada di dalam ICAO, IATA, Freedom of the air
ataupun aturan UU penerbangan negara tujuan.
7. Selama ini apasajakah kendala yang terjadi dalam pelayanan
transportasi udara ?
Jawaban
Satu terkait dengan internal yaitu open seat yang terlalu,
maksimal rata-rata dalam satu pesawat itu hanya open 2.
Sebenarnya duapun resikonya sudah terlalu besar,
makanya pemerintah selalu membuat surat edaran untuk
kapasitas pesawat. Open seat yang dimaksud di sini
maksudnya misal Jakarta ada 64 kloter satu kloter itu
open 2 berarti ada 128 orang, 128 orang ini harus
pemerintah berangkatkan dikloter 65 misalnya, itu belum
termasuk yang sakit-sakit. Dan open seat ini sangat
tergantung, satu alasan gagal berangkat karena sakit pada
saat di asrama haji dan tidak layak terbang, yang kedua
visa yang belum keluar, jadi rata-rata memaksakan diri.
Dan open seat ini banyak terjadi di asrama haji ketika
mereka akan berangkat karena alasan dokumen yang
tertukar atau visa yang belum keluar.
Dari sisi eksternal, ada iregulity. Jadi yang namanya
pesawat bulak-balik dari Jakarta 9 jam 10 menit bolak-
balik ke Arab Saudi selama 30 hari, dan kebanyakan
pesawat pasti capek dan lelah. Pada tahun 2017 pesawat
747 pesawat Arab Saudi mesin pesawatnya ada yang
rusak dan masih ada lagi pesawat-pesawat lainnya yg
terjadi iregulity, jadi akhirnya pemerintah meminta
pesawat tersebut untuk tidak dipakai lagi untuk
operasional pemberangkatan haji. Iregulity ini dapat
mempengaruhi kedatangan di sana, kalau gelombang II
tidak ada masalah karena gelombang II tujuannya Jeddah
dan langsung ke Makkah, tapi jika keberangkatan
gelombang I Madinah akan mempengaruhi proses masuk
hotel Madinah karena proses penyewaan hotel di hotel
Madinah itu berbeda dari kerusakan pesawat. Yang kedua
India biasanya suka jahil saat operasional, biasanya
mereka dihari pertama dan kedua tanpa memberitahukan
lagi tiba-tiba mengeluarkan notam, notam itu dari dubes
dari india ke perhubungan, bahwa pada tanggal sekian
jam sekian akan diadakan uji coba misil ini diluar batas
wilayah india, sedangkan pesawat haji akan melintas
wilayah-wilayah India itu pada saat pesawat sudah
terbang. Jadi kendala-kendala itu diluar kewenangan
kementerian agama itu diluar otoritas kita.
Kadang-kadang GACA juga mengeluarkan kebijakan
mendadak, karena crowdit di Jeddah di fase satu Jeddah
itu dan tidak adilnya GACA memberikan batasan jumlah
yang akan diangkut oleh perusahaan penerbangan asing
lainnya, kalau di Indonesia ada Garuda kalau di Arab
Saudi dia bebas sehari mau angkut berapa ribu pun
silahkan, ada regulasi edaran khusus dari GACA, GACA
memberikan otoritas penuh terkait dengan penerbangan
haji pada saat itu, kalau di Indonesia itu perhubungannya,
tapi kekuasaan GACA itu luar biasa penuh. GACA
mengeluarkan surat edaran kepada perusahaan
penerbangan asing bukan punya dia, termasuk daripada
garuda, ada pembatasan masximum. Garuda dibatasi 3600
per hari terbang di 10 hari terakhir pemberangkatan dan
10 hari pemulangan, padahal kita rata-rata butuh 4000 s/d
4500.
Dan itu diluar kewenangan kementerian agama semua
murni jo to ji, jadi hubungan prokal disitu dibutuhkan
komunikasi internasional tadi, diplomasi.
8. Bagaimana mekanisme kerjasama dengan kementerian
perhubungan ?
Jawaban
Undang-undang mengatakan bahwa memang menteri
agama berkoordinasi dengan menteri perhubungan, tapi
kita lebih ngaruh kepada direktorat jenderal perhubungan
negara, mulai berkoordinasi dengan kemenhub dari awal,
mulai dari penyusunan pedoman, yang pertama update
adakah regulasi yang terbaru dari perhubungan yang
dikeluarkan terkait penerbangan tidak berjadwal, yang
kedua update sisi sasaran dan prasarana di masing-masing
bandara, kalau bandara ini di update dari sisi runaway
atau ketebalan bandaranya maka akan ada proses
peningkatan jenis pesawat yang dapat leanding di situ,
jadi kalau bandaranya bertambah fasilitas sarananya maka
ditingkatkan lagi jenis pesawatnya yang akan digunakan
dan dioperasikan tersebut, dan yang ketiga melibatkan
dari direktorat kelayakan pesawat jadi mereka yang
menentukan bahwa layak dan tidak layak.
9. Adakah keuntungan yang didapat oleh dirjen PHU Kemenag
RI ?
Jawaban
Bukan keuntungan, tapi memang harus bersinergi. Karena
memang jewajiban mereka otoritas mereka, kementerian
agama tidak tau tentang fasilitas bandara, pesawat ini bisa
digunakan mereka tidak tau. Dan Alhamdulillah mereka
baik, dan komunikasi juga baik, lancer, jika ada kendala
kita hadapi bersama, semuanya itu dikembalikan kepada
bidang masing-masing terutama jika terjadi first mayor.
10. Selama ini apasajakah maskapai yang dtunjuk oleh
pemerintah RI ?
Jawaban
Tahun lalu baru Garuda dan Saudi Arabian , jadi
sistimnya mengundang perusahaan negara tujuan, karena
kita terikat pada peraturan freedom of the air,
penerbangan dan charter langsung sehingga tidak
melibatkan pesawat Emirates, Katar dan sebagainya,
penerbangan haji hanya melibatkan perusahaan
penerbangan internasional dan penerbangan nasional
penerbangan ke negara tujuan.
Tahun ini 2020 pemerintah mengundang 6 perusahaan,
dan yang mengambil dokumen ada 5 dan dari ke 5 ini
hanya 4 yang masuk dokumen, dan keempatnya
memenuhi syarat administrasi eksternal.
Perubahan perusahaan penerbangan haji itu berkembang,
dan mulai buka seleksi terbuka pada tahun 2011 dan
dibawah tahun 2011 itu masih dibawah penunjukan
langsung karena dalam Undang-undang berhak menunjuk
secara langsung perusahaan penerbangan , hanya
rekomendasi BPK harus ada tahapan, tidak bisa memilih
saja, dan dibawah tahun 2011 pemerintah menunjuk
Garuda dan Saudi Arabian karena belum banyak
penerbangan yang ke Arab Saudi. Mulai tahun 2011 ada
Batavia yang mulai terbang ke sana dan Lion Air yang
mulai terbang. Itu hasil rekomendasi dari hasil BPK dan
hasil rekomendasi DPR.
Walaupun secara undang-undang nomor 13 pada saat itu
bahwa menteri agama berhak menunjuk langsung artinya
tidak perlu proses, hanya agar terbuka, akuntabel,
trasnparan,makan dibikin tahapan, tahapannya ada di
dalam peraturan PMA Nomor 25 Tahun 2015 tentang
pedoman penyediaan trransportasi udara disitu tahapan-
tahapan dari 2011 sampai sekarang baru memgundang,
sebelumnya ada pesawat lain, dan dulu kontraknya hanya
3 lembar jumlah penumpang, harga dan kapan
pembayaran 2011 mulai rinci, jadi jika dari masa ke masa
malah lebih banyak, dulu pesawat kita ada 767 ada yang
170 maksimal ada 300 sekarang pakenya minimal 360.
11. Apasaja factor menentu biaya transportasi udara ?
Jawaban
Ada tiga factor penentu biaya transportasi udara Jemaah
haji, yaitu tiket pesawat, harga avtur di dunia dan kurs
dollar AS.
Peneliti Narasumber
Leni Leanita Edayanti, S.IP, M.Kom
Lampiran 6. Foto-foto wawancara
Foto bersama Ibu Edayanti, S.Ip. M.Kom (kasie
penyiapan transportasi udara haji)
Top Related