i
IMPLEMENTASI METODE AMTSILATI
DI PONDOK PESANTREN AL HASAN SALATIGA TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh:
SHOBIRIN
NIM: 111-14-298
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
MOTTO
ذعقي ضى قشأاعشتياىعين إآأ“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Qur‟an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”
v
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji syukur atas nikmat dan karunia Allah
SWT, dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan
kepada:
1. Orang tuaku tercinta bapak H. Kholil dan Ibu HJ. Muntofiah, yang
senantiasa mencurahkan kasih sayang dan do‟a yang tak pernah putus
untuk putra-putrinya.
2. Masku CH Muna, yang selalu memberi dukungan moral maupun materil
dan memberi semangat.
3. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Al Hasan K.H. Ichsanuddin
(Alm) dan ibu Nyai. Rosidah yang saya ta‟dzimi.
4. Bapak Drs. Budi Raharjo dan ibu Nyai. Kamalah Isom, S. E., bapak Kyai
Ma‟arif dan ibu Nyai. Hanik, serta para ustadz-ustadz dan keluarga ndalem
yang senantiasa mendo‟akan dan membimbing dalam menuntut ilmu.
5. Bapak Muhammad Taslim selaku ustadz dan juga santri senior yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Dra. Urifatun Anis, yang telah sabar membimbing dan mendo‟akan
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman pondok pesantren Al Hasan yang senantiasa memberi
dukungan dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-temanku PAI H dan angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dan
belajar di IAIN Salatiga.
9. Keluarga besar SD N PUCANG yang selalu memberi semangat
vi
10. Teman-teman PPL di SMP 8 Salatiga.
11. Teman-teman dan keluarga KKN Posko 83 Dsn. Cerme Lor Ds. Cerme
Kec. Juwangi Kab. Boyolali.
12. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
vii
viii
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii
HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... v
MOTTO........................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
ABSTRAK ................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 9
E. Definisi Operasional ...................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pondok Pesantren .......................................................................... 12
B. Metode Amtsilati ........................................................................... 22
xi
C. Kajian Pustaka …………………………………………………… 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 34
B. Lokasi Penelitian............................................................................ 35
C. Sumber Data .................................................................................. 36
D. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 36
E. Analisis Data .................................................................................. 38
F. Pengecekan Keabsahan Data ......................................................... 40
G. Tahap-tahap Penelitian .................................................................. 41
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data .................................................................................. 43
B. Analisis Data .................................................................................. 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 79
B. Saran .............................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Verbatim Wawancara
Lampiran 3 Surat Pembimbing dan Asisten Pembimbing
Skripsi
Lampiran 4 Surat Keterangan Bukti Penelitian
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 6 Pernyataan Publikasi Skripsi
Lampiran 7 Daftar Nilai SKK
Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 9 Daftar Gambar
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang paling
utama di dalam pendidikan. Pembelajaran adalah suatu proses komunikasi
dalam aktivitas pendidikan. Komunikasi adalah proses pengiriman
informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk tujuan tertentu.
Komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi
menimbulkan arus informasi dua arah, yaitu dengan munculnya feedback
dari pihak penerima pesan tersebut. Banyak bukti menunjukkan bahwa
komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Dapat
dilihat berhasil atau tidaknya seseorang dalam membina hidup tidak lepas
dari kemampuan orang tersebut dalam berkomunikasi. Orang-orang besar
tidak akan menjadi tokoh terkenal tanpa mereka mampu melakukan
komunikasi dengan baik (Majid, 2014: 265).
Begitu juga dengan kualitas pembelajaran, sangat dipengaruhi oleh
efektif tidaknya komunikasi yang terjadi di dalamnya. Komunikasi efektif
dalam pembelajaran kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu
memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan,
sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Guru yang
dalam hal ini sebagai komunikator adalah pihak yang paling bertanggung
jawab tarhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam
2
pembelajaran sehingga guru sebagai pengajar dituntut memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses
pembelajaran yang efektif (Majid, 2014: 266).
Selain itu di dalam suatu pembelajaran juga membutuhkan metode.
Metode menurut J.R David dalam Teaching Strategies For College Class
Room (1976) adalah a way in achieving something “cara untuk mencapai
sesuatu” untuk melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat metode
pengajaran tertentu. Dalam pengertian demikian maka metode pengajaran
menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar. Unsur seperti
sumber belajar, kemampuan guru dan siswa, media pendidikan, materi
pengajaran, organisasi adalah: waktu tersedia, kondisi kelas dan
lingkungan merupakan unsur-unsur yang mendukung strategi belajar
mengajar. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah thariqah (jalan-cara)
(Majid, 2014: 131-132).
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, Kendala dalam
pembelajaran merupakan persoalan yang selalu digelisahkan oleh guru
adalah menyangkut keaktifan dan pemahaman peserta didik dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dalam meningkatkan keaktifan dan pemahaman tersebut, terutama
di dalam meningkatan kemampuan baca kitab kuning bagi santri yang
akan dibahas dalam penelitian ini, seorang pendidik dituntut untuk
melakukan perubahan yang sifatnya inovatif dan kreatif. Berbagai metode
dijalankan oleh pendidik untuk memacu keaktifan dan pemahaman belajar
3
santri. Namun dalam kenyataanya, tidak jarang guru mengalami kesulitan
dalam pemilihan metode yang tepat penerapannya dalam kegiatan tersebut.
Sebab, kurangnya daya dukung metode tentu berimbas pada kurangnya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pembelajaran.
Maka dalam hal ini, metode memainkan peran penting dalam
terlaksananya kegiatan pembelajaran. Bahkan, ada sebuah pepatah yang
diungkapkan oleh Mahmud Yunus, bahwa dalam dunia proses belajar
mengajar, yang disingkat dengan PBM, dikenal dengan ungkapan “Metode
jauh lebih penting daripada materi” (Yunus, 1990: 85).
Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung di
pondok pesantren, tidak lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan
metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang
kurang dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang
dilangsungkan. Sebagaimana lazimnya pesantren, pola metode
pembelajaran yang digunakan, biasanya masih berpusat pada kyai atau
ustadz, sehingga seorang kyai atau ustadz dituntut untuk menguasai
metode pembelajaran yang tepat untuk santrinya.
Pembelajaran dalam pondok pesantren memiliki keunikan
tersendiri. Seperti yang dikatakan Abdurrahman Wahid bahwa keunikan
pengajaran di pesantren dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya
dan kemudian dalam penggunaan materi yang diajarkan dan dikuasai oleh
santri (Abdurrahman, 2010: 6). Pelajaran yang diberikan dalam pengajian
yang berbentuk seperti kuliah terbuka dimana sang kyai membaca,
4
menerjemahkan, kemudian santri membaca ulang, mempelajari di luar
waktu, atau mendiskusikannya dengan teman sekelas dalam bentuk yang
dikenal dengan musyawarah, takror dan lain sebagainya.
Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan di pondok
pesantren mencakup dua aspek, yaitu:
1. Metode yang bersifat tradisional (salaf).
2. Metode yang bersifat modern (khalaf).
Dalam penelitian ini metode yang akan dibahas yaitu tentang
Metode Amtsilati yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Darul Falah
Jepara. Metode Amtsilati termasuk kedalam metode pembelajaran yang
bersifat modern, bahkan metode tersebut sudah mulai digunakan dalam
kegiatan pembelajaran kitabiyah oleh banyak pesantren saat ini. Ini
merupakan bukti bahwa metode ini memiliki kekhasan tersendiri sebagai
bentuk yang cakupannya tidak hanya pada pencapaian target dalam
keberhasilan kemampuan baca kitab kuning, melainkan juga pada proses
pemahaman dan kemampuan membaca dan memahami kitab kuning yang
berlangsung di pondok pesantren.
Metode Amtsilati adalah metode cara cepat belajar kitab kuning.
Metode ini diperkenalkan pertama kali di Jepara pada tanggal 16 Juni
2002. Metode Amtsilati terdiri dari lima jilid yang dijadikan pembelajaran
bagi peserta didik, dua jilid Tatimmah (praktek) yang biasanya diterapkan
setelah semua materi selesai, satu Khulasoh yang dijadikan sebagai dasar
atau nadzaman, satu Qo‟idati (kumpulan kaidah-kaidah) dan 1 Sharfiyah.
5
Pengarang Metode Amtsilati ini adalah KH. Taufiqul Hakim yang juga
sebagai pimpinan pondok pesantren Darul Falah, Jepara.
Metode Amtsilati terinspirasi dari metode cepat membaca Al-
Qur‟an yaitu Metode Qiro‟ati. Jika dalam metode Qiro‟ati orang bisa
belajar membaca Al-Qur‟an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati
orang akan dapat membaca dan memahami kitab gundul atau kitab kuning
dengan cepat. Baik dari kitab yang ringan seperti kitab safinatunnajah,
kitab yang sedang maupun kitab yang bobot isinya lebih berat, karena
pada dasarnya mempelajari Amtsilati hampir sama dengan mempelajari
nahwu saraf pada umumnya. Perbedaannya, metode Amtsilati ini lebih
praktis dan lebih efisien dibandingkan dengan metode nahwu saraf yang
klasik (Taufiqul Hakim, 2004: 7).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal yang sudah
ada sejak zaman dahulu. Pengertian pesantren berasal dari kata santri,
dengan awalan pe- dan akhiran -an berarti tempat tinggal santri. Soegarda
Poerbakawatja juga menjelaskan pesantren berasal dari kata santri yaitu
seorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren
mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada
juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam
indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam
dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
Sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi
terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada awalnya pesantren
6
diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional,
tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional
tidak selamanya benar karena banyak juga pesantren pada saat ini yang
sudah mengikuti arus zaman. Untuk itu tidak mudah merumuskan
pengertian pesantren karena banyaknya pesantren, yang dapat disebutkan
hanyalah unsur-unsur pokoknya saja. (Haidar, 2006: 26-27).
Lingkungan pesantren pada umumnya terdiri dari rumah kyai,
sebuah tempat peribadatan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan
(disebut masjid kalau digunakan untuk sholat jum‟at, kalau tidak disebut
dengan langgar atau surau), sebuah atau lebih rumah pemondokan yang
dibuat dari bambu atau kayu, sebuah atau lebih ruangan untuk memasak,
kolam atau ruangan untuk mandi dan berwudlu (Karel, 1974: 15).
Pondok Pesantren Al Hasan merupakan salah satu pondok
pesantren yang ada di kota Salatiga. Awalnya pondok pesantren ini
merupakan sebuah tempat pengajian yang para santrinya setiap hari pulang
ke rumah, kemudian lambat laun tempat ini mempunyai santri yang
berasal dari jauh sehingga dibuatkan tempat tinggal. Di pesantren ini,
santri diwajibkan untuk tinggal 24 jam dengan bimbingan pengasuh serta
pengurus pondok untuk menjamin berlangsungnya proses kegiatan belajar
mengajar. Adapun santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren ini
terdiri dari pelajar dan mahasiswa.
Sejak awal berdirinya pondok pesantren Al Hasan, pengasuh
pondok pesantren berharap santri lulusan pondok pesantren tersebut benar-
7
benar menjadi santri yang berkualitas dalam berbagai bidang dan bisa
terjun di masyarakat dengan bekal pengetahuan agama Islam yang
mumpuni terutama agar santri pandai membaca dan memahami Al-Qur‟an
dan kitab kuning, karena khazanah pengetahuan Islam banyak yang
bersumber dari kitab-kitab tersebut.
Namun pada saat itu banyak santri yang belum bisa membaca dan
memahami kitab-kitab (kitab kuning) yang telah diajarkan karena berbagai
faktor, diantaranya adalah: (1) para santri berasal dari latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda sebelumnya, (2) santri belum pernah
mempelajari ilmu alat yang akan digunakan untuk membaca dan
memahami kitab kuning, (3) waktu yang sangat terbatas apabila diajarkan
ilmu alat seperti nahwu sharaf dan sebagainya.
Dari berbagai permasalahan tersebut, ada salah satu santri yang
pernah belajar dan menjadi santri Darul Falah yang mengusulkan atau
memberikan masukan kepada pengasuh pondok pesantren untuk
menerapkan metode Amtsilati untuk diajarkan kepada para santri sebagai
bekal untuk dapat membaca dan memahami tulisan-tulisan Arab termasuk
kitab suci Al-Qur‟an dan kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan
kitab kuning.
Amtsilati mulai digunakan dan diajarkan di Pondok Pesantren Al
Hasan pada tahun 2016. Hingga saat ini Amtsilati masih diajarkan di
Pondok Pesantren Al Hasan. Yang diharapkan dengan metode ini dapat
8
membantu para santri untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning
dan memahami kaidah bahasa Arab.
Berpijak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti ingin mengkaji dan meneliti tentang metode dalam meningkatkan
kemampuan membaca kitab kuning, yaitu dengan metode Amtsilati.
Dengan mengharap ridho dan inayah Allah SWT, peneliti mengambil tema
penelitian yang berjudul “Implementasi Metode Amtsilati Di Pondok
Pesantren Al Hasan Salatiga Tahun 2018”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al
Hasan tahun 2018?
2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang terjadi dalam
proses pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan tahun
2018?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui implementasi metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al
Hasan.
2. Mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat
yang dialami oleh pihak pondok pesantren selama menerapkan metode
Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan.
9
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat,
adapun manfaatnya sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang metode Amtsilati.
b. Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan.
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama
Islam di IAIN Salatiga serta pondok pesantren di sekitanya.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui kitab
Amtsilati.
b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi
penulis sendiri.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi
kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul
skripsi berikut:
1. Implementasi
Menurut bahasa implementasi adalah pelaksanaan atau
penerapan. Implementasi merupakan suatu prose side, kebijakan atau
inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak,
10
baik berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Dalam oxford
advance learner‟s dictionary bahwa implementasi adalah ”put
something into effect, penerapan sesuatu yang memberikan dampak
dan efek (mulyasa, 2001:93).
Jadi, implementasi adalah suatu penerapan yang berupa suatu
tindakan yang akan menimbulkan dampak baik berupa pengetahuan,
ketrampilan ataupun sikap dari apa yang diterapkan tersebut.
2. Metode Amtsilati
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990:910).
Amtsilati adalah kitab atau buku berisi metode membaca kitab
kuning secara cepat. Secara bahasa kata Amtsilati berarti beberapa
contoh dari saya, maksudnya metode yang digagasnya dituangkan
dalam bentuk buku dengan banyak contoh agar mudah dipahami bagi
yang ingin belajar kitab kuning (Taufiqul Hakim, 2002:2).
3. Pondok pesantren
Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata, yaitu pondok
dan pesantren. Kedua kata tersebut memiliki arti sendiri-sendiri.
Dalam pemakaian kata pondok dan pesantren memiliki kesatuan arti
dan pengertian. Kata pondok lebih menggambarkan pada tempat
tinggal atau penginapan para santri. Sedangkan pesantren
menggambarkan lingkungan masyarakat dimana santri itu menuntut
11
ilmu. Sebagaimana dijelaskan bahwa pesantren adalah tempat santri-
santri belajar ilmu agama Islam, pondok ialah tempat penginapan
seperti asrama masa sekarang (Mahmud, 1979: 231).
Jadi, pondok pesantren merupakan tempat tinggal dimana para
santri mencari ilmu agama yang akan membentuk perilaku, sikap,
ataupun pengetahuan para santri.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini, berikut ini
sistematika pembahasan hasil penelitian:
Bab I pendahuluan, membahas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika
pembahasan.
Bab II kajian pustaka, membahas tentang landasan teori dan kajian
pustaka terdahulu dengan menjelaskan seputar pesantren dan tinjauan
tentang metode Amtsilati.
Bab III pembahasan tentang metode penelitian yang berkaitan
dengan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data,
prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data.
Bab IV pembahasan tentang paparan data dan analisis, yang
dijelaskan dengan paparan dan analisis hasil penelitian yang diperoleh
peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan.
Bab V penutup atau bab terakhir, yang berisi tentang kesimpulan
dari penelitian dan saran.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tinjauan tentang pondok pesantren
a. Pengertian pondok pesantren
Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal
bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan dibawah bimbingan
guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk
para santri tersebut berada dalam kompleks pesantren dimana
kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah
berupa masjid. Biasanya kompleks pesantren dikelilingi
dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya
santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsari,
1994: 44). Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai
memegang kekuasaan hampir mutlak.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat
sekitar, dengan sistem asrama dimana santri-santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah
yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership
seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang
13
bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal
(Muzayyin, 2003: 229).
Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren
adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan
sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan:
rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut
kyai, di daerah berbahasa Sunda disebut ajengan dan di daerah
berbahasa Madura nun atau bandera disingkat ra), sebuah
surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat
tinggal santri. Sedangkan menurut Nurcholish Madjid (1997:
3). Pesantren atau pondok merupakan lembaga wujud proses
wajar perkembangan sistem pendidikan nasional.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pesantren ialah suatu lembaga pendidikan
yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan
sistem asrama untuk mempelajari, memahami, mendalami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
mementingkan moral sebagai pedoman perilaku sehari-hari
yang diajarkan oleh seorang kyai dan dibantu para ustadz-
ustadz serta ustadzah dan murid-muridnya yang disebut
sebagai santri.
14
b. Sejarah pondok pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua
di Jawa. Munculnya pesantren di Jawa bersamaan dengan
kedatangan Wali Sanga yang menyebarkan Islam di daerah
tersebut. Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren
adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Pola tersebut
kemudian dikembangkan oleh para wali yang lain.
Salah satu kelebihan dari model pendidikan Wali
Sanga, terletak pada pola pendekatannya yang didasarkan
pada segala sesuatu yang sudah akrab dengan masyarakat dan
perpaduan antara aspek teoritis dan praktis. Misalnya, Sunan
Giri menggunakan pendekatan permainan anak-anak, Sunan
Kudus menggunakan dongeng, Sunan Kalijaga mengajarkan
Islam melalui seni wayang kulit dan Sunan Derajat
mengenalkan Islam melalui keterlibatan langsung dalam
menangani kesengsaraan yang dialami masyarakat (Abd A‟la,
2006: 16).
Pola itu mengantarkan pesantren pada sistem
pendidikan yang penuh kelenturan. Menjadikan masyarakat
sebagai masyarakat pembelajar. Pesantren tidak membatasi
waktu-waktu belajar, sehingga proses pembelajaran
berlangsung selama dua puluh empat jam hadir penuh dalam
15
bentuk yang nyata tanpa harus “memberatkan” siapapun yang
terlibat di dalamnya (Abd A‟la, 2006: 16).
c. Tipe-tipe pondok pesantren
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yakni pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf
(modern). Pesantren salaf adalah sebuah pesantren yang tetap
melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu
menjaga eksistensi pesantrennya, melalui kegiatan
pendidikannya berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik
atau lama, yakni melalui pengajian kitab kuning dengan
metode pembelajaran tradisional. Sedangkan pesantren khalaf
(modern) adalah pesantren yang tetap melestarikan unsur-
unsur pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur-
unsur modern yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan
adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya
(Depag RI, 2003: 7-8).
Selain tipe pesantren di atas, menurut Nasir (2005: 87)
menyebutkan lima klasifikasi pesantren antara lain:
1) Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren
yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton
dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah dan salaf).
2) Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok
pesantren yang di dalamnya terdapat pendidikan salaf
16
(weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah)
swasta kurikulum 90 % agama dan 10% umum.
3) Pondok pesantren berkembang yaitu hampir sama dengan
semi berkembang hanya berbeda dalam kurikulumnya
70% agama dan 30% umum, serta telah diselenggarakan
madrasah SKB Tiga Mentri.
4) Pondok pesantren modern ( khalaf) yaitu pondok pesantren
ini lebih lengkap dari pondok pesantren berkembang.
d. Elemen pondok pesantren
Ada 5 elemen yang ada dalam sebuah pondok
pesantren, sebagai berikut:
1) Pondok
Sebuah pesantren adalah asrama pendidikan
Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Asrama
untuk para siswa berada di sekitar kompleks tempat
tinggal kyai, dimana biasanya dikelilingi tembok agar
dapat mengawasi keluar masuknya santri sesuai dengan
peraturan yang berlaku (Zamakhsyari, 1984: 44).
2) Masjid
Masjid adalah tempat beribadah dan kegiatan
belajar mengajar. Masjid merupakan sentral sebuah
pesantren, dimana masjid tempat bertumpu seluruh
17
kegiatan yang berkaitan dengan ibadah seperti sholat
berjamaah, beri‟tiqaf, zikir, do‟a, wirid serta kegiatan
belajar mengajar santri (Yasmadi, 2005: 64).
3) Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik
Dalam dunia pondok pesantren, istilah “kitab
kuning”, sudah cukup populer, yaitu kitab-kitab
berbahasa Arab yang dikarang oleh ulama‟ masa lalu,
khususnya di abad pertengahan. Di lingkungan pondok
pesantren tradisional, kitab-kitab inilah yang jadi inti
kurikulum dan boleh dikatakan sebagai makanan pokok
santri sehari-hari (Bawani, 1993:135).
Kitab itu disebut “kitab kuning” karena umumnya
dicetak di atas kertas berwarna kuning yang berkualitas
rendah. Kadang-kadang lembar-lembaranya lepas tak
terjilid sehingga bagian-bagian yang perlu mudah diambil.
Biasanya, ketika belajar, para santri hanya membawa
lembaran-lembaran yang akan dipelajari dan tidak
membawa kitab secara utuh (Dahlan, 1996:333).
Kitab-kitab kuning tersebut (yang berbahasa
Arab) tertulis dengan redaksi tanpa harokat dan tanda
baca lainnya, seperti titik dan koma. Maka tak heran
para orang pondok pesantren memperkenalkan istilah
kitab kuning dengan kitab gundul (Wahid, 1999: 221).
18
Pengertian umum yang beredar di kalangan
pemerhati masalah pesantren adalah bahwa kitab
kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan
yang berbahasa Arab, sebagai produk pemikiran ulama-
ulama masa lampau yang ditulis dengan format khas
pra-modern, sebelum abad ke-17an M.
Isi yang disajikan kitab kuning itu semua terdiri
dari dua komponen yakni: komponen matan dan syarah.
Matan adalah isi, inti yang akan dikupas oleh syarah.
Ciri lain dari kitab kuning yang khas yakni, penjilidan
kitab yang biasanya dengan sistem korasan, dimana
lembaran-lembarannya dapat dipisah-pisahkan
sehingga lebih memudahkan pembaca untuk
menelaahnya, akan tetapi pada saat ini juga banyak
kitab kuning yang dicetak seperti buku, dalam artian
dijilid menjadi satu.
Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk
mendidik para santri menjadi calon ulama. Namun pada
santri yang tinggal di pesantren hanya sementara dan
tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai tujuan
untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman
perasaan keagamaan. Keseluruhan kitab-kitab klasik
19
yang diajarkan terdapat dalam 8 kelompok Nahwu dan
sharaf
a) Fiqih
b) Ushul Fiqih
c) Hadist
d) Tafsir
e) Tauhid
f) Tasawuf dan etika
g) Cabang-cabang lain seperti Tarikh
h) Balaghoh (Zamakhsyari, 1984: 50).
Untuk mendalami kitab-kitab klasik tersebut,
biasanya menggunakan sistem weton dan sorogan, atau
dikenal dengan sorogan atau bandongan. Weton adalah
pengajian yang berdasarkan kemauan dari kyai baik
dalam menentukan tempat, waktu serta kitabnya.
Sedangkan pengertian sorogan adalah pengajian yang
merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa
orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab
tertentu (Yasmadi, 2005: 67).
Kebanyakan kitab kuning yang digunakan di
pondok pesantren itu menggunakan atau berbahasa Arab,
sementara pondok pesantren sebagai pengguna kitab
kuning bukanlah orang Arab, sehingga dalam
20
membacanya dibutuhkan penguasaan terhadap teknik
atau cara mebaca kitab kuning.
Yang dimaksud dengan teknik membaca kitab
kuning dalam pembahasan ini adalah cara yang lazim
digunakan di lingkungan pondok pesantren khususnya di
Jawa di pondok pesantren dimana penulis melakukan
penelitian, yaitu cara penerjemahan kitab kuning yang
berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa, yang meliputi
terjemah dan tata bahasa Arab.
Pembacaan kitab cara ini dimulai dengan
terjemah, syarah dengan analisa gramatika (I‟rob),
peninjauan morfologis (tasrif) dan uraian semantik
(murad, ghard, ma‟na) (Raharjo, 1985:89). Oleh karena
itu dalam sistem penerjemahan ini juga dikenal kode-
kode tertentu untuk menjelaskan tata bahasanya. Sistem
penerjemahan ini dibuat sedemikian rupa sehingga para
santri diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi
kata dalam suatu kalimat bahasa Arab.
Untuk dapat membaca kitab kuning haruslah
memahami dan menguasai bahasa Arab dengan baik dan
benar, untuk itu membutuhkan kaidah-kaidah bahasa
Arab dan menghafal kaidah-kaidah tersebut tidaklah
mudah, sehingga dibutuhkan suatu metode khusus unuk
21
lebih memudahkan. Untuk mampu membaca kitab
kuning dengan baik dan benar dibutuhkan kurang lebih
kurun waktu 6 tahun, sehingga dibutuhkan suatu metode
khusus untuk lebih memudahkan dan mempersingkat
waktu. Dari situlah metode Amtsilai lahir, dimana
metode ini sebagai program pemula membaca kitab
kuning selama 6 bulan sebagai metode praktis
mendalami Al-Qur‟an dan kitab Kuning.
Dengan demikian, untuk memahami kitab kuning
dan memudahkan memahami isi kitab kuning dan Al-
Qur‟an perlu ada bimbingan dan penerapan dengan
metode praktis Amstilati maupun metode yang lainnya.
Jadi teknik membaca kitab kuning dalam
pembahasan ini adalah guru membaca kitab, santri
mendengarkannya sambil menyimak makna materi yang
diberikan. Pemberian makna tersebut biasanya ditulis
dengan huruf kecil-kecil dalam huruf pegon di bawah
kata atau kalimat Arabnya. Dilingkungan pondok
pesantren di Jawa menyebutkannya dengan istilah
maknani atau nafsahi yang mempunyai cara dan sistem
penerjemah yang khas Jawa dengan makna atau terjemah
bedasarkan kode atau arti tertentu sesuai dengan
kedudukan kata dalam kalimat, seperti kode Huruf م:
22
utawi/ bermula (kedudukannya mubtada‟),
Huruf خ : iku/ itu (kedudukannya khobar), Huruf ظ :
ingdalem/ pada (kedudukannya zhorof), Huruf مط :
kelawan/ dengan (kedudukannya maful mutlak) dan lain-
lainnya.
4) Santri
Terdapat tiga jenis santri yaitu santri mukim,
santri kalong dan santri pasan. Berikut penjelasannya:
a) Santri mukim
Santri mukim adalah para santri yang tempat
tinggalnya jauh dari pesantren, sehingga jarang
pulang ke rumah, kemudian menetap di pesantren
yang telah disediakan.
b) Santri kalong
Santri kalong adalah murid-murid atau santri
yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren,
yang biasanya tidak tinggal di pesantren (Sindu
Galba, 2004: 53).
c) Santri pasan
Santri pasan adalah istilah bagi santri yang
hanya datang mencari ilmu pada bulan puasa atau
bulan Ramadhan, malah ada juga yang sudah kyai-
kyai (Abdul Munir Mulkhan, 1998: 143).
23
5) Kyai
Kyai merupakan elemen terpenting dalam
pendirian pesantren. Beliau biasanya sebagai ustad
sekaligus pengasuh pondok pesantren tersebut. Di Jawa
Tengah, ulama yang memimpin pesantren disebut kyai.
Namun zaman sekarang, ulama yang berpengaruh
dalam masyarakat juga disebut “kyai” walaupun tidak
memimpin pesantren (Zamakhsyari, 1984: 55).
e. Model pembelajaran pondok pesantren
Model pembelajaran di pesantren ada yang bersifat
tradisional adapula model pembelajaran yang bersifat baru
(modern). Pesantren pada mulanya telah mengenal sistem
kalsikal, tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih
tegas seperti pada sistem klasikal yang dterapkan di sekolah
atau madrasah modern (Depag, 2003: 73).
Adapun model pembelajaran pesantren yang bersifat
tradisional antara lain:
1) Sorogan
Model sorogan merupakan kegiatan pembelajaran
bagi para santri yang lebih menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan perseorangan (individual), di
bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai. Pengajian
sistem sorogan ini diselenggarakan pada ruang tertentu
24
dimana disitu terdapat tempat duduk seorang kyai atau
ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek
untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap.
santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama
ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan
apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada
temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu
gilirannya dipanggil (Depag, 2003: 74-75).
2) Bandongan
Model bandongan disebut juga model wetonan.
Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau
ustadz terdapat sekelompok peserta didik atau santri,
untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya
dari sebuah kitab. Seorang kyai atau ustadz dalam hal ini
membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali
mengulang teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat
(gundul). Sementara itu santri dengan memegang kitab
yang sama, masing-masing melakukan pen-dhabitan
(penetapan) harakat, pencatatan simbol-simbol
kedudukan kata, arti-arti kata langsung di bawah kata
yang dimaksud, dan keterangan-ketarangan lain yang
dianggap penting dan dapat membantu memahami teks.
Posisi santri dalam pembelajaran dengan menggunakan
25
metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kyai atau
ustadz sehingga membentuk halaqoh (lingkaran). Untuk
penterjemahannya kyai atau ustadz dapat menggunakan
berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para
santrinya ( Depag, 2003: 86-87).
3) Musyawarah
Musyawarah merupakan model pembelajaran
yang lebih mirip dengan diskusi atau seminar. Beberapa
orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh
(lingkaran) yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz,
dan mungkin juga santri senior, untuk membahas atau
mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan
sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan
bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya. Dengan demikian, model ini lebih
menitikberatkan pada kemampuan perseorangan di dalam
menganalisis atau memecahkan suatu persoalan dengan
argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu
(Depag, 2003: 92-93).
4) Hafalan (muhafadhah)
Model hafalan adalah model pembelajaran santri
dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah
bimbingan dan pengawasan seorang kyai atau ustadz.
26
Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan
dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri
kemudian dihafalkan di hadapan kyai atau ustadznya
secara periodik atau insidental tergantung pada petunjuk
gurunya tersebut.
5) Mudzakarah
Model mudzakarah atau dalam istilah lain bahtsul
masail merupakan pertemuan ilmiah yang membahas
masalah diniyah seperti ibadah, aqidah dan masalah
agama pada umumnya. Model ini sesungguhnya tidak
jauh dengan model musyawarah. Hanya bedanya pada
model ini pesertanya adalah para kyai atau para santri
tingkat tinggi (Depag, 2003: 109).
2. Tinjauan tentang metode Amtsilati
a. Pengertian metode Amtsilati
Secara lughowi metode dalam bahasa Arab disebut dengan
istilah toriqoh yang berarti jalan. Terdapat beberapa pendapat dari
definisi metode:
1) Menurut Radliyah Zaenuddin (2005:31) metode adalah rencana
yang menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi
secara teratur, dimana tidak ada satu bagian yang lain dan
kesemuanya berdasarkan atas approach (pendekatan) yang
telah ditentukan sebelumnya.
27
2) Menurut Wina Sanjaya (2008:142) metode adalah cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
metode adalah suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan proses
pembelajaran.
Sedangkan Amtsilati berasal dari kata “Amtsilah” yang
artinya beberapa contoh Dan akhiran “ti” itu merupakan
pengidofahan (persambungan) lafadz Amtsilah dengan ya‟
mutakallim wahdah (Taufiqul Hakim, 2004: 8). Jadi yang
dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat atau cara yang
dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati
dimana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada
memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa
mampu memahami qowa‟id dengan baik.
Metode Amtsilati bukanlah dua rangkaian kata yang
terpisah melainkan satu rangkaian dalam satu arti yang
pengertiannya mencakup maksud dan isinya. Jadi yang dimaksud
dengan penerapan metode Amtsilati adalah suatu metode atau cara
praktis belajar membaca kitab kuning.
Metode ini disusun secara lengkap dan sempurna, terencana
serta terarah dimulai dari pelajaran yang amat mendasar dan
28
sederhana dengan proses yang sangat evaluative disertai banyak
latihan.
Jadi metode Amtsilati ini merupakan terobosan baru untuk
mempermudah santri agar bisa membaca kitab kuning dengan
kurun waktu yang relatif singkat (3 sampai 6 bulan), serta metode
ini dikemas begitu menarik dan praktis sehingga mudah dipelajari,
bahkan bagi anak yang sedini mungkin.
b. Sejarah metode Amtsilati
Metode Amtsilati disusun oleh KH.Taufiqul Hakim, yaitu
seorang pendiri pondok pesantren Darul Falah, Bangsrih, Jepara.
Berawal dari pengalaman beliau nyantri di pondok pesantren
Maslakul Huda, Kajen-Margoyoso, Pati, dengan merasakan begitu
sulitnya membaca kitab kuning dan belajar tentang ilmu kitab
kuning (nahwu sharaf). Hal tersebut sangat wajar sebab latar
belakang pendidikan beliau dimulai dari TK, SD, MTsN, yang
notabene sangat kecil pendidikan tentang agama. Persyaratan yang
harus dipenuhi pada saat beliau nyantri di pondok pesantren
tersebut adalah hafal Alfiyah yang merupakan harga mati dan tidak
bisa ditawar lagi. Dengan sekuat tenaga beliau menghafal Alfiyah
walaupun belum tahu untuk apa Alfiyah dihafalkan, yang penting
mantap, yakin, ibarat mantra, bukan ibarat resep ( Taufiqul Hakim,
2004: 1).
29
Setelah kelas dua Aliyah, beliau baru sedikit demi sedikit
tahu bahwa Alfiyah adalah sebagai pedoman dasar untuk membaca
kitab kuning. Motivasi untuk memahami Alfiyah muncul. Dari
ghirah tersebut beliau menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua
nadzam kitab Alfiyah yang tersebut sebagai induknya gramatik
Arab digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Beliau
menyimpulkan dari 1002 nadzam Alfiyah yang terpenting hanya
berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nadzam yang
lain hanya sekedar penyempurnaan.
Berawal dari adanya sistem belajar cepat baca Al-Qur‟an,
yaitu dengan kitab Qiro‟ati, beliau terdorong dari kitab tersebut
yang mengupas cara membaca lafadz yang ada harakatnya, beliau
ingin menulis metode yang bisa digunakan untuk membaca lafadz
yang tidak ada harakatnya. Akhirnya terbentukanlah nama
Amtsilati yang berarti beberapa contoh saya, yang beliau sesuaikan
dengan akhiran “ti” dari kata Qiro‟ati. Mulai tanggal 27 Rajab
tahun 2001 M, beliau mulai merenung dan muncul pemikiran
untuk mujahadah. Setiap hari beliau melakukan mujahadah terus
menerus sampai 17 Ramadlon yang bertepatan dengan Nuzulul
Qur‟an. Saat bermujahadah, beliau kadang seakan berjumpa
dengan Syekh Muhammad Baha‟uddin An-Naqsyabandiyah,
Syekh Ahmad Mutamakkin dan Imam Ibnu Malik dalam keadaan
tidur setengah sadar. Hari tersebut, seakan ada dorongan kuat untuk
30
menulis. Siang dan malam, beliau ikuti dorongan tersebut dan
akhirnya tanggal 27 Ramadhan selesailah penulisan Amtsilati
dalam bentuk tulis tangan. Dengan demikian Amtsilati tertulis
hanya dalam jangka waktu 10 hari. Kemudian diketik oleh Bapak
Nur Shubki, Bapak Toni dan Bapak Marno. Proses pengetikan
mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir
satu tahun dan dicetak sebanyak 300 set.
Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, beliau dan rekan-
rekannya mengadakan bedah buku di gedung NU kabupaten Jepara
tanggal 16 juni 2002 yang diprakarsai oleh Bapak Nur Kholis.
Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.
Salah satu dari peserta kebetulan mempunyai kakak di
mojokerto yang menjadi pengasuh pesantren. Beliau bernama KH.
Hafidz pengasuh pondok pesantren Manba‟ul Qur‟an. Beliau
berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca
kitab kuning metode amtsilati, tanggal 30 juni 2002, sekaligus
untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara. Pada acara tersebut
mendapatkan sambutan yang luar biasa dapat dilihat dari
banyaknya buku yang terjual.
Dari Mojokerto dukungan mengalir sampai ke beberapa
daerah di jawa timur, melalui forum yang digelar oleh Universitas
Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, Pemekasan, Madura.
Setelah itu mulailah Amtsilati terkenal sebagai metode cepat baca
31
kitab, sampai saat ini Amtsilati tersebar di pelosok Jawa, bahkan
sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Malaysia
(Taufiqul Hakim, 2002: 2-10).
B. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan untuk menelaah penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian ini. Telaah ini penting
dilakukan untuk pebanding dalam suatu penelitian. Berikut beberapa
penelitian yang relevan dengan penelitian ini:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Dewi Afifah (Universitas
Islam Maulana Malik Ibrahim Malang) dengan judul “Penggunaan Metode
Al Miftah Dalam Peningkatan Kualitas Membaca Kitab Kuning Pada
Santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Al Yasini Wonorejo Pasuruan”
hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa (1) Peningkatan
kualitas membaca kitab kuning di pondok pesantren dilihat dari beberapa
indikator, yaitu: (a) Meningkatnya hasil belajar dilihat dari KKM, (b) Bisa
membedakan kedua kalimat/lafad dalam kitab kuning, dan (c) Membaca
kitab kuning dengan tepat. (2) Hambatan-hambatan dalam proses
pembelajarannya yaitu sumber daya manusianya kurang profesional,
pembelajarannya kurang efektif dan masalah kejenuhan santri.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Azuma Fela Sufa (STAIN
Alma Ata Yogyakarta) dengan judul “Efektifitas Metode Pembelajaran
Kitab Kuning Di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al-Mahalli Brajan,
Wonokromo, Pleret, Bantul Tahun Ajaran 2013/2014”. Hasil yang
32
diperoleh dari penelitian ini adalah, metode yang digunakan yaitu sorogan,
bandungan, dan wetonan dalam pembelajaran kitab kuning sudah efektif
dan berjalan dengan baik. Dilihat dari hasil observasi mereka sangat
bersemangat dalam belajar kitab kuning dan akan berpengaruh pada
pemahaman mereka. Kemudian selain dari hasil observasi dan wawancara,
peneliti mengambil data berupa nilai dan jika dilihat dari rata-rata nilainya
yang bagus, maka metode yang digunakan sudah efektif dan baik.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Trimo Hadi (Institut Agama
Islam Negeri Tulungagung) dengan judul “Implementasi Pembalajaran
Kitab Kuning Melalui Metode Sorogan Untuk Meningkatkan Mahir Baca
Dan pemahaman Santri Di Pondok Pesantren Salafiyyah Syafi‟iyyah
Wonokromo Gondang Tulungagung”. Hasil penelitian mengungkapkan:
(1) Proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode
sorogan kitab kuning di Pondok Pesantren Salafiyyah Syafi‟iyyah
Wonokromo Gondang Tulungagung dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian, diantaranya dilaksanakan pada setiap minggu 2 kali yaitu
malam sabtu dan malam minggu, tempat pelaksanaan di masjid, kitab yang
dikaji sorogan adalah kitab sulamunajah, sarana prasarana sudah tersedia,
kemudian santri menghadap satu persatu kepada kyai atau ustadz dan
membaca bab yang telah dipelajari, setelah santri selesai membaca kyai
atau ustadz menguji kaidah nahwu dan shorof, kemudian ustadz
membacakan bab selanjutnya dan santri menulis kemudian minggu
berikutnya disetorkan bab yang telah dibacakan ustadz tersebut dengan
33
mengulangi bacaan kitab yang tidak ada harokatnya atau disebut dengan
kitab gundul. (2) Faktor yang menghambat pelaksanaan metode sorogan
adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya, materi
yang memasuki bab yang sulit akan menjadikan santri menjadi malas
untuk belajar, serta adanya pengaruh dari temannya. Sedangkan untuk
faktor yang mendukung pelaksanaan metode sorogan adalah karena santri
bermukim di pondok pesantren, kemampuan yang dimiliki oleh para
ustadz, sarana dan prasarana yang ada serta keinginan dari santri untuk
mempelajari dan mengkaji kitab kuning.
Dari uraian di atas, menunjukkan sudah adanya penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. akan tetapi perbedaanya
dengan penelitian ini merujuk pada metodenya, dalam penelitian ini yang
digunakan adalah metode Amtsilati dan peserta didik atau santrinya adalah
kebanyakan adalah pelajar dan mahasiswa. Dengan demikian, penelitian
ini telah memenuhi kriteria kebaruan.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Semua penelitian memerlukan pendekatan dan jenis penelitian
yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan
pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif mencoba memahami fenomena dalam seting
dan konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium) dimana peneliti
tidak memanipulasi fenomena yang diamati (Sarosa, 2012: 7).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Menurut (Nazir, 1985:63), penelitian deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini peneliti berusaha menggambarkan fakta
tentang implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
Salatiga tahun 2018. penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai implementasi metode Amtsilati, faktor pendukung dan
faktor penghambat yang terjadi dalam penerapan metode Amtsilati di
Pondok Pesantren Al Hasan.
35
Kehadiran peneliti sebagai pengumpul data mengenai
implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan. Peneliti
melakukan penelitian secara langsung di Pondok Pesantren Al Hasan
Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga dengan cara terjun
langsung pada masyarakat pondok. Adapun peneliti berpartisipasi secara
lengkap, dalam artian peneliti menjadi anggota secara penuh dari
kelompok yang diamati. Sehingga peneliti mengetahui dan menghayati
secara utuh dan mendalam. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh
data informan secara detail dan mendalam langsung dari objek yang
diteliti.
B. Lokasi Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan yaitu di Pondok Pesantren Al
Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga. Adapun alamat
Pondok Pesantren Al Hasan sendiri terletak di Jalan Imam Bonjol No. 89
Banyuputih Timur, Kelurahan Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota
Salatiga. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena peneliti tertarik
dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam pondok pesantren dan tentunya
karena metode Amtsilati diterapkan di pondok pesantren tersebut sekaligus
peneliti merupakan santri pondok pesantren tersebut.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara
langsung (Arikunto, 2006: 145). Digunakan untuk mendapatkan data
36
tentang implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan.
adapun untuk memperoleh data dengan melakukan wawancara dengan
para informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang
berkaitan dengan implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren
Al Hasan. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu: Pengasuh
atau ustadz Pondok Pesantren Al Hasan, Pengurus Pondok Pesantren Al
Hasan dan Santri Pondok Pesantren Al Hasan yang mengikuti kelas
Amtsilati.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau
penunjang penelitian ini (Arikunto: 2006: 145). Data sekunder dalam
penelitian ini adalah foto terkait dengan kegiatan pembelajaran
Amtsilati dan kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Al Hasan Kota
Salatiga serta foto wawancara peneliti dengan beberapa responden yaitu
ustadz pondok pesantren, lurah pondok pesantren putra/putri, pengurus
pondok pesantren putra/putri serta dengan santri putra dan putri yang
mengikuti kelas Amtsilati.
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Metode observasi
Observasi atau pengamatan adalah salah satu teknik atau cara
menampilkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang sedang berlangsung (Raco, 2010: 115).
37
Metode observasi dilakukan peneliti pada objek penelitian ini
untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, dengan pengamatan
langsung di lapangan tentang kegiatan pembelajaran di pondok
pesantren Al Hasan.
2. Metode wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara
pewawancara atau penanya dan penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara) (Nazir, 1985: 234). Pengumpulan data dilakukan dengan
mewawancarai informan yang diteliti.
Terdapat tiga tipe wawancara berdasarkan tingkat formalitas dan
terstrukturnya wawancara tersebut (Sarosa, 2012: 46):
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur menggunakan kuisioner yang sudah
disusun sebelumnya sehingga memiliki standar yang sama.
Wawancara ini lebih cocok untuk penelitian yang bersifat kuantitatif.
b. Wawancara tidak terstruktur
Sifat wawancara tidak terstruktur adalah informal.
Wawancara tidak terstruktur dimulai dengan mengeksplorasi suatu
topik umum bersama-sama dengan partisipan.
38
c. Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi terstruktur adalah kompromi antara
wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Pewawancara sudah
menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu wawancara
sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan.
Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara
semi terstruktur untuk menggali data dari informan tentang
implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
3. Metode dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan membaca
dan mencatat dokumen-dokumen yang relevan dengan pokok
permasalahan penelitian (Arikunto, 2002: 135).
Dalam metode dokumentasi ini peneliti mencari dokumen-
dokumen penting yang mendukung data berkaitan dengan penelitian
dan untuk memperkuat data-data yang didapat di lokasi penelitian yaitu
tentang gambaran umum di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga.
Dimana data ini sebagai pendukung dari metode wawancara.
E. Analisis Data
Bogdan dan Biklen (Moleong, 2009: 248) mengemukakan bahwa
analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
39
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Adapun langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan
temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas, serta mempermudah peneliti
untuk mencari data selanjutnya yang belum lengkap.
2. Penyajian data
Setelah dilakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya
adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Namun yang paling sering
menyajikan data dengan teks yang bersifat naratif.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dalah merupakan
temuan baru yang belum ada sebelumnya. Temuan bisa berupa
deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-
remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa
hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiono, 2015:
247).
Dalam hal ini peneliti mencoba menganalisis data yang terkumpul
yang berkaitan dengan implementasi metode Amtsilati, Kemudian
40
memberikan kesimpulan dari apa yang dianalisis sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memperoleh
keabsahan data temuan. Teknik yang dipakai yaitu teknik triangulasi.
Menurut Moleong (2009: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Menurut Sugiyono (2015: 273) ada tiga macam triangulasi yaitu
triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang diperoleh kepada sumber yang sama
namun dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Dalam rangka
pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu
atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang
berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya.
41
Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber, hal
itu dapat dicapai dengan jalan:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan (Moleong, 2009: 331).
G. Tahap-tahap Penelitian
Adapun tahapan penelitian dalam implementasi metode amtsilati
untuk meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning di pondok
pesantren Al Hasan sebagai berikut:
1. Tahap pra lapangan
Penulis menentukan fokus penelitian yang akan menjadi pokok
pembahasan, selain itu penulis melakukan konsultasi kepada
pembimbing dan dilanjutkan permohonan izin lokasi penelitian.
42
2. Tahap pekerjaan lapangan
a. Survei awal untuk mengetahui gambaran umum tentang Pondok
Pesantren Al Hasan dan menemui pihak penanggung jawab kegiatan
tersebut yang akan dijadikan subyek penelitian serta meminta ijin
untuk melakukan penelitian.
b. Memasukkan sejumlah orang sebagai responden penelitian.
c. Melakukan penelitian secara langsung ke Pondok Pesantren Al
Hasan untuk memperoleh data dengan cara melakukan interview
atau wawancara kepada responden sebagai langkah awal
pengumpulan data.
3. Tahap analisis data
Meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi secara mendalam dengan pengasuh,
ustadz, pengurus dan santri Pondok Pesantren Al Hasan.
4. Tahap penulisan laporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua
rangkaian pengumpulan data sampai pada pemberian makna data.
Selain itu peneliti melakukan konsultasi kepada pembimbing untuk
mendapatkan saran dan perbaikan guna penyusunan laporan
selengkapnya. Dari proses tersebut menjadikan penelitian ini layak
untuk disidangkan.
43
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data
1. Sejarah Pondok Pesantren Al Hasan
Pondok pesantren Al Hasan merupakan lembaga pendidikan
yang berdiri sekitar tahun 1955. Pondok ini didirikan oleh KH. Isom
yang berada di Bancaan, Salatiga. Beliau memiliki seorang istri
bernama Nyai Zuhrotun. Selain sebagai seorang tokoh agama atau yang
biasa disebut dengan sebutan kyai, beliau juga menjabat sebagai kepala
bagian di KUA. Beliau adalah sosok yang memiliki kepribadian tegas,
keras, dan disiplin demi kebenaran. Sifat-sifat tersebut beliau terapkan
dalam mendidik putra-putri dan para santri agar memiliki akhlak yang
baik serta mempunyai pengetahuan yang luas.
Setelah beberapa tahun menjalani kehidupan dengan Nyai
Zuhrotun, KH. Isom menikah lagi dengan seorang janda yang bernama
Nyai Hj. „Atifah. Sebelumnya Nyai Hj. „Atifah telah mempunyai
seorang putra yaitu KH. Ichsanudin. Nyai Hj. „Atifah memiliki
kepribadian yang tak jauh beda dengan KH. Isom. Beliau adalah sosok
yang supel, senang berkunjung menjenguk orang sakit, serta tidak suka
memubadzirkan makanan. Kemudian bersama istri keduanya, KH. Isom
mendirikan pondok pesantren yang kedua di Banyuputih Salatiga
dengan nama yang sama dan sistem pembelajaran yang tidak jauh
berbeda dengan pondok pesantren yang berada di Bancaan yaitu santri
44
diajarkan dalam bidang ilmu tajwid (Al-Qur‟an) dan akhlak, dengan
tetap menanamkan pembinaan iman dan taqwa kepada santri. Dari
pernikahan yang kedua Beliau mempunyai tiga keturunan, yang
pertama adalah M. Rofiq Isom, yang kedua meninggal dunia dan yang
ketiga yaitu Nyai Kamalah Isom, S. E.
Walaupun menjadi pengasuh di dua pesantren yang jaraknya
lumayan jauh jika dijalani dengan berjalan kaki, Beliau memperlakukan
kedua pesantren tersebut secara adil. Hal tersebut terlihat dari cara
pembagian waktu untuk kedua pesantren, santri dan keluarga beliau.
Dalam waktu satu minggu, beliau sering menghabiskan siang hari di
Bancaan dan malam harinya di Banyuputih.
Pada tahun 1975 istri pertama beliau, yang tinggal di Bancaan
tutup usia. Kemudian pondok pesantren yang berada di Bancaan
digabung menjadi satu di Banyuputih. Pengabungan pondok tersebut
bertujuan supaya KH. Isom dapat lebih maksimal dalam mendidik dan
megawasi para santri, selain beliau juga telah lanjut usia. Dengan usia
64 tahun, tidak memungkinkan beliau untuk terlalu banyak aktifitas di
dua pondok yang berbeda lokasi yang cukup menguras tenaga.
Pada tahun 1979 keluarga besar pondok pesantren Al Hasan
berduka karena pengasuh dan pendiri pondok pesantren Al Hasan atau
KH. Isom telah meninggal dunia di usia sekitar 65 tahun. Kemudian
pengasuhan pondok digantikan oleh istri yang kedua beliau, yaitu Nyai
Hj. „Atifah. Beliau juga dibantu oleh putra dan putrinya. Namun tidak
45
lama kemudian, Nyai Hj. „Atifah dipanggil menghadap yang kuasa
pada tahun 1997.
Kepemimpinan selanjutnya digantikan oleh putra dan putrinya
yaitu, KH. Ichsanudin (KH. Tafrikhan) dan Nyai Kamalah Isom, S.E.
Meskipun dipimpin putra-putrinya dalam sistem pembelajaran tidak
jauh beda dengan semasa di pimpin oleh KH. Isom.
Awalnya pondok pesantren ini merupakan sebuah tempat
pengajian yang para santrinya setiap hari pulang ke rumah, kemudian
lambat laun tempat ini mempunyai santri yang berasal dari jauh
sehingga di buatkan tempat tinggal. Di pesantren ini, santri diwajibkan
untuk tinggal 24 jam dengan bimbingan pengasuh serta pengurus
pondok untuk menjamin berlangsungnya proses kegiatan belajar
mengajar.
Seiring bertambahnya waktu, jumlah santri pondok pesantren Al
Hasan pun kian bertambah, sarana dan prasarana sedikit demi sedikit
mulai dibangun. Pada tahun 2004, pondok pesantren Al Hasan baru
dapat membangun asrama santri putra-putri dengan bangunan yang
dikatakan layak dibanding sebelumnya. Meskipun bangunan
sebelumnya sederhana para santri tetap semangat dalam
pembelajarannya. Pondok pesantren Al Hasan adalah pondok pesantren
Al-Qur‟an, yang mengajarkan ilmu Al-Qur‟an serta kitab-kitab kuning
lainnya.
46
Pada tahun 2012, KH. Ichsanudin (KH. Tafrikhan) jatuh sakit
dan harus dirawat intensif, serta tidak diperbolehkan terlalu banyak
aktifitas, maka kepemimpinan pondok beralih ke putranya yaitu Bapak
Ma‟arif. Selama menjalankan tugas untuk memimpin pondok pesantren
beliau dibantu oleh Bapak Khusnul Kirom selaku menantu dari KH.
Ichsanudin.
Setelah berjalan dengan penuh rintangan, pada bulan Desember
2016 Pondok Pesantren Al Hasan kembali berduka. KH. Ichsanudin
kembali ke rahmatullah. Hampir semua merasa kehilangan, tak hanya
keluarga ataupun santri bahkan warga sekitar sampai warga Salatiga
ikut merasakan kepergian sang KH. Ichsanudin. Dimasa hidupnya
beliau dikenal sebagai Kyai yang mempunyai kharismatik tinggi,
pembelajaran Al-Qur‟an dengan tajwid menjadi prioritas beliau. Karena
membaca Al-Qur‟an tidak sekedar membaca dengan terburu ataupun
banyak lembar, akan tetapi bagaimana kita berinteraksi dengan Sang
Maha Kuasa dengan baik. Karena kepergian KH. Ichsanudin, kini
Pondok Pesantren Al Hasan dipimpin putranya, yaitu Kyai Ma‟arif
sampai sekarang.
Pada kepemimpinan bapak kyai Ma‟arif, perkembangannya
cukup drastis baik dari perkembangan-perkembangan dalam
pembelajaran, pembangunan sarana dan prasarana maupun jumlah
santrinya. Perkembangan dalam pembelajaran, dulunya yang
diutamakan hanya pembelajaran dalam Al-Qur‟an saja, sekarang sudah
47
mulai mempelajari kitab kuning. Terlebih lagi di pondok pesantren ini
sekarang sudah menerapkan sistem kelas-kelasan. Dalam pembanguan
sarana dan prasarana, sekarang juga lebih baik dan lebih memadai
2. Visi dan misi Pondok Pesantren Al Hasan
Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al Hasan, yaitu:
Visi :
a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa
b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam)
c. Membentuk karakter santri yang berakhlakul karimah
d. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Misi :
a. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan
kepribadian yang kokoh.
b. Menjadikan ilmu agama Islam sebagai sarana dan prasarana
tercapainya tujuan untuk keselamatan dan kemaslahatan dunia dan
akhirat.
c. Membangun karakter Islami dan mengedepankan Aklaqul yang
berasas Qur‟aniyah.
d. Melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai iman
dan taqwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
48
3. Struktur organisasi Pondok Pesantren Al Hasan
a. Pengasuh dan Pelindung: Ibu Nyai Rasilah, Ibu Nyai Kamalah
Ishom
b. Penanggung Jawab dan Pembina(ustadz/ustadzah): Ust. Ma‟arif,
Ust. Khusnul Kirom, Ust Muhammad Taslim
c. Dewan pengurus
PUTRA
1). Lurah : Amri Windianto
2).Wakil lurah : Agus Andri Zuliyansah
3). Sekretaris : Anggi Krisdianto
: Farid Maulana
4). Bendahara : M. Anwar
: Alfarobi Brillian Fikri
5). Sie. :
a. Kegiatan : Fahmi Syaiful Akbar
: M. Ulin Nuha
: Fajar Ibnu Fatih
b. Kebersihan : M. Mu‟tashim Billah
: Achmad Taufik
c. Keamanan : Zauwijul Ikrom
: M. Banu Iqbal Aufa
: Imanuel Firdaus
49
PUTRI
1). Lurah : Dani Hasanah
2). Wakil lurah : Istiyana Nur Diyanti
3). Sekretaris : Eni Nurhayati
: Nurul Ainiyah
4). Bendahara : Nindy Hening Maulida
: Maulida Fatika Sari
5). Sie. :
a. Kegiatan : Maulina Vitria Ulfa
: Nurul Isti‟adah
: Na‟imatun Binti Mahfudhatin
b. Kebersihan : Rizki Noor Azizah
: Mutia Nur Rahma
: Lulu‟ Desty Shofyana
c. Keamanan : Nur Alifah
: Maudyna Agustin Sismawanti
: Baeti Umi Hanik
d. Kesehatan : Qieqy Khalidatul Jazil
: Izzatul Muna
4. Tata Tertib Pondok Pesantren Al Hasan
a. Kewajiban bagi santri Pondok Pesantren Al Hasan
1) Bertaqwa kepada Allah SWT.
2) Menghormati dan mentaati pengasuh serta pengurus pondok.
50
3) Mengikuti sholat berjamaah di masjid.
4) Wajib mengikuti kegiatan mengaji.
5) Wajib kembali ke pondok sebelum jam 16.30 WIB.
6) Kepulangan setiap 2 minggu sekali dan wajib ijin pengasuh.
7) Mentaati semua peraturan yang sudah disusun oleh setiap seksi
pengurus pondok.
8) Santri wajib menjaga nama baik Pondok pesantren Al Hasan
dengan tingkah laku yang baik di lingkungan pondok dan di luar
pondok.
b. Larangan bagi santri Pondok Pesantren Al Hasan
1) Dilarang memakai barang orang lain tanpa izin.
2) Dilarang berbuat hal yang tidak baik.
3) Dilarang memakai pakaian ketat dan tidak menggunakan jilbab.
4) Dilarang merusak nama baik pondok pesantren.
5. Sarana dan Fasilitas Pondok Pesantren Al Hasan
Tabel 4.1 Sarana dan Fasilitas
No Nama Jumlah
1 Gedung Asrama Santri 1
2 Ruang Kamar Putra 11
3 Ruang Kamar Putri 12
4 Kamar Mandi Putra 3
5 Kamar Mandi Putri 4
6 Ruang Pengurus Putra 2
51
7 Ruang Tamu Putri 1
8 Aula 1
9 Masjid 1
10 Ruang Mengaji 4
11 Gedung TPA 1
12 Gedung PAUD 1
13 Sumber Penerangan PLN
14 Sumber Air Sumur Bor
15 Subwoofer 1 Unit
16 Alat Rebana 1 set
17 Sound Sistem 1 set
18 Penyaring Air Minum 1 set
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018)
6. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Al Hasan
Tabel 4.5
Jadwal Kegiatan Harian Santri Putra
No Waktu/Pukul Kegiatan
1. 04.00-04.30 Bangun dan persiapan sholat Subuh
2. 04.30-04.45 Sholat Subuh
3. 04.45-06.15 Mengaji sorogan Al-Qur‟an
4.
06.15-07.00 Persiapan berangkat sekolah, dan sarapan pagi.
(untuk mahasiswa bisa melanjutkan ngaji)
52
5. 08.00-11.00 Ngaji sorogan Al-Qur‟an buat santri kalong.
6. 14.30-15.00 Persiapan sholat Ashar
7. 15.00-15.20 Sholat Ashar
8. 15.20-16.30 Istirahat dan makan
9. 16.30-17.30 Mengaji bandongan kitab Ta‟lim Muta‟alim
10. 17.30-17.40 Persiapan sholat Maghrib
11. 17.40-18.00 Sholat Maghrib
12. 18.00-18.50 Yasinan dan tadarus Al-Qur,an
13. 18.50-19.00 Persiapan sholat Isya‟
14. 19.00-19.15 Sholat Isya‟
15. 19.15-20.00 Istirahat dan makan malam
16.
20.00-21.00 Mengaji diniyah sesuai kelas:
Kelas 1 belajar Syifaul Jinan,
Fasholatan dan Fathul Minan
Kelas 2 belajar Ghoroib, Jurumiyah
Kelas 3 belajar Amtsilati dan Fathul
Qorib
17. 21.00-22.00 Belajar atau musyawarah
18. 22.00-04.00 Istirahat
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun2018)
Tabel 4.6
Jadwal Kegiatan Harian Santri Putri
No Waktu/Pukul Kegiatan
1. 03.00-03.45 Bangun dan persiapan sholat Subuh
2. 04.00-04.15 Sholat Subuh
53
3. 04.15-04.45 Mengaji Al-Qur‟an
4. 04.45-07.00 Persiapan berangkat sekolah, dan sarapan pagi.
5. 07.00-14.45 Kegiatan belajar di sekolah/kampus
6. 14.45-15.00 Persiapan sholat Ashar
7. 15.00-15.20 Sholat Ashar
8. 15.20-16.30 Istirahat dan makan
9. 16.30-17.30 Mengaji bandongan kitab Ta‟lim Muta‟alim
10. 17.30-17.40 Persiapan sholat Maghrib
11. 17.40-18.00 Sholat maghrib
12. 18.00-18.50 Ngaji sorogan Al-Qur‟an
13. 18.50-19.00 Persiapan sholat Isya‟
14. 19.00-19.15 Sholat Isya‟
15. 19.15-20.00 Istirahat dan makan malam
16. 20.00-21.00 Mengaji diniyah sesuai kelas
17. 21.00-22.00 Belajar atau musyawarah
18. 22.00-04.00 Istirahat
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018)
Tabel 4.7
Jadwal Kegiatan Mingguan Santri
No. Kegiatan Hari Keterangan
1. Dzibaan Al Barjanji Kamis Minggu I dan III
2. Latihan Qiro‟ah Kamis Minggu II dan IV
54
3. Evaluasi bersama santri Kamis Malam
3. Khitobah dan mujahadah Jum‟at Malam
4. Kerja Bakti (Ro‟an)
Jum‟at (putra)
Minggu (putri)
Pagi/Siang
5.
Sholat Dhuha dan
membaca Al Waqiah
Minggu Semua Santri
6. Ziarah Kubur Kamis Semua Santri
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018)
Tabel 4.8
Jadwal Kegiatan Bulanan Santri
No. Kegiatan Keterangan
1. Evaluasi progam kerja Pengurus
2. Rapat pengurus Minggu Terakhir
3. Qur‟anan Minggu Pon
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018)
Tabel 4.8
Jadwal Kegiatan Tahunan Santri
No. Kegiatan Keterangan
1. Penerimaan santri baru & MOS Tahun ajaran baru
2. Akhirussanah dan Khotmil Qur‟an Bulan Sya‟ban
3. Lailatul Wada‟ -
4. Wisata Religi
Oktober (setiap 2
tahun sekali)
55
5. Reorganisasi pengurus pondok Januari
6. PHBI Menyesuaikan
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018
7. Prestasi santri Pondok Pesantren Al Hasan
Tabel 4.9 Prestasi santri
No Kategori
Tahun
1. Juara III Kerajinan Alas Baca Al-Qur‟an Pospeda
Tingkat Kota Salatiga
2012
2. Juara III Kaligrafi/Kolase Pospeda Tingkat Kota
Salatiga
2012
3. Juara III Lomba Takbir Idul Adha 1433 H
2012
4. Juara II Lomba Takbir Idul Adha 1435 H
2014
5. Juara II Lomba Khot Naskhi Tingkat Kota Salatiga
2015
6. Juara I Lomba Futsal Dalam Rangka Harlah Ke 27
Ponpes Edi Mancoro
2016
7. Terbaik III Musabaqoh Tilawatil Qur‟an (Kota
Salatiga)
2017
8. Juara III Lomba Dai Se Kota Salatiga Dalam Rangka
Milad LDK Fatir Ar Rasyid IAIN Salatiga
2017
9. Juara II Lomba Ghina Al-Aroby Mmusabaqoh Al-
Lughoh Al-Arobiyah ITTAQO IAIN Salatiga Tingkat
Mahasiswa & Ponpes Se-Jateng & DIY
2017
10. Juara III LCC Dalam Rangka Memeperingati Hari
Santri Nasiona
2017
11. Juara I Lomba Khitobah Dalam Rangka Memperingati
Hari Santri Nasional Ormawa Fakultas Syariah IAIN
Salatiga
2017
12. Juara Umum Lomba Permainan Tradisional Kategori
Remaja Masjid Dalam Rangka Salatiga Education &
2017
56
Islamic Expo
13. Juara I Estafet Sarung Kategori Remaja Masjid Dalam
Rangka Salatiga Education & Islamic Expo
2017
14. Juara II Asyrokol Dalam Rangka Gebyar Maulid Nabi
1439 H, Salatiga
2017
15. Juara I Tartil Qur‟an Tingkat Kota Salatiga 2018
16. Juara I Hifdzil Qur‟an 2018
17. Juara II Lomba Tilawah Qur‟an Tingkat Kota Salatiga 2018
18. Juara III Gema Takbir Idul Adha 2018
(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018)
8. Gambaran Informan
Dalam rangka untuk mengetahui implementasi metode
amtsilati untuk meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning di
pondok pesantren Al Hasan, penulis mengumpulkan data informan
yang dirasa dapat menjadi bahan untuk digali informasi.
Tabel 4.10 Gambaran Informan
No Nama Informan
Kode
Informan
Usia
(Tahun) Keterangan
1. Muhammad Taslim MT 24 Ustadz Pondok Pesantren
Al Hasan
2. Amri Windianto AW 21 Ustadz dan lurah Pondok
Pesantren Al Hasan
3. Na‟imatun Binti NB 20 Pengurus Pondok
57
Pesantren Al Hasan
4. Istiyana Nur Dayanti IND 20 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
5. Siti Muzaro‟ah SM 17 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
6. Izzatul Muna IM 20 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
7. Maudyna Agustin S MAS 21 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
8. Maulina Vitria U MVU 20 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
9. Anna Muntadhiroh S AMS 18 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
10. Lulu‟ Desti S LDS 18 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
11. Rizqi Karimah RK 18 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
12. Ainun Jilan Qilbi AJQ 18 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
13. Vani Aulina VA 17 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
14. Alfarabi Brillian Fikri
ABF 20 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
58
15. M. Mu‟tasim Billah MMB 20 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
16. Achmad Taufik AT 21 Santri Pondok Pesantren
Al Hasan
9. Paparan Data dari Pengamatan dan Wawancara
a. Konsep Dasar Amtsilati
Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa buku panduan
Amtsilati serta wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap
guru pengampu atau ustadz yang mengajar Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan Salatiga, maka peneliti menemukan beberapa
informasi tentang konsep dasar Amtsilati yang meliputi:
sistematika pembahasan materi Amtsilati, target, pendekatan, serta
sistem evaluasinya.
Ada lima jilid Amtsilati yang dijadikan pembelajaran bagi
santri kelas Amtsilati atau kelas tiga di pondok pesantren Al Hasan
yaitu dua jilid tatimmah (praktik) biasanya diterapkan setelah
materi selesai, satu jilid khulasoh yaitu yang dijadikan dasar atau
sering disebut nadzoman, satu jilid qoidati (kumpulan kaidah-
kaidah) dan satu jilid sharfiyah
1) Sistematika pembahasan materi Amtsilati
Materi Amtsilati ini adalah ringkasan dari ilmu alat
klasik yaitu dari kitab Alfiyah. Materi Amtsilati disusun secara
59
integred dalam artian materi yang ada di Amtsilati itu langsung
menjadi panduan guru dalam mengajar atau metode
penyampaian materi jadi buku pegangan santri dan guru
pengampu atau ustadz.
Mengenai sistematika pembahasan materi Amtsilati,
kalau dikupas lebih dalam lagi, peneliti menemukan beberapa
hal yang menarik:
a) Materi yang diberikan adalah dimulai dari materi-materi
yang mudah-mudah dahulu atau yang sederhana, sebelum
memasuki materi yang lebih luas. Hal ini senada dengan
wawancara yang dilakukan dengan M. Taslim (guru
pengampu Amtsilati) menuturkan:
“….kalau masalah sistematika atau susunan materi
awalnya mudah itu memang kalau kita belajar itu
pasti awalnya yang mudah-mudah dulu kemudian
kalau sudah ke jenjang ke selanjutnya pasti lebih luas
lagi” (MT/25-08-2018/20.15 WIB).
Contohnya di dalam buku rumus qoidati yang dipelajari
pertama adalah hanya tentang huruf jer, I‟rab, dan dlomir.
b) Susunan materi yang ada tersusun secara induktif (menarik
kesimpulan dari contoh-contoh yang telah disebutkan) yang
dilanjutkan dengan latihan menterjemahkan (Taufiqul
Hakim, 2003). Hal ini sekaligus menjadi teknik
pembelajaran struktur bahasa dalam pengenalan kaidah.
60
Saking
:bertemu
Al( ه ا )
اه اه
:tanpa
harakat
dibaca:
Menjadi:
Bacalah ayat dan ulangilah semua contoh yang bergaris
bawah dengan keterangan di bawah yang bertanda *
اط اى ح * اىج ع آ ش ي غ ء آ اس ا ا ي ف
ض ع ت ح ي س ر ض ع ت ا ا ا * ي م ش ش ا اى
* : adalah huruf jer
Huruf hukumnya mabni.
Dasarnya 3 ف ش ح و م .
* : adalah huruf jer
Dasarnya: 2. ز ز ا ك .1
ف huruf hukumnya حش
mabni atau tetap
Dasar bait:
عي ي ش اىج ف ش ح ل .1 ع إى حري خل حا شا عذا ف
م .2 ز سب اىل ز ي ذ ا ث اى اف ن اى ا ر و ع ى ا
ث ي ى ق ح ر غ ف ش ح و م .3 ا ف و ص ال ا ن غ ي ا ي ث ى
*”semua huruf, termasuk huruf jer, hukumnya mabni”
Dasarnya : . . . ف ش ح و م
*: Tanda (*) adalah tanda keterangan yang harus diulangi
keterangannya.
Latihan memberi makna : bermakna dari (sangking)
….. Allah ….Allah للا
...... jin ..... jin ح اىج
…. Air …. Banyu آء
…. Sebagian …. Sebagian تعض
*bacalah huruf pegonnya dengan menutupi makna huruf
latinnya. Bila kesulitan boleh membuka makna latinnya.
*huruf jer min ( ) bila bertemu dengan man ( ) maka
dibaca : . bila bertemu ا menjadi ا contohnya
ا يفق ق ص ا س asalnya :ا : ا+
61
c) Salah satu buku panduan metode Amtsilati yaitu dalam
sharfiyah, peneliti menemukan sistematika pembahasan
yang lebih komplit, dalam artian satu kata dalam halaman
dikupas dari berbagai aspek, seperti صش dijelaskna makna
dasarnya, diuraikan dalam bentuk tashrif istilahi dan
lughowinya, mabni maklum dan majhulnya, serta lain
sebagainya (Taufiqul Hakim, 2003).
d) Dalam tatimmah (salah satu buku panduan yang digunakan
dalam metode Amtsilati) terdapat rumus-rumus yang
selama ini dipelajari. Jika dideskripsikan dalam satu
pembahasan terdapat satu contoh paragraf yang berbahasa
Arab. Kemudian dari satu persatu kata yang ada dalam
paragraf ditanyakan tentang makrifat nakirahnya, mabni
mu‟rabnya, mudzakar muannasnya juga dasar baitnya dan
seterusnya (Taufiqul Hakim, 2003).
اىذي ي اىحذهلل اىفراح اىجاد اىعي عي اىرفق ف
للا شادج ذذخيا داس ل اىاس اىعثاد أشذ أاخر
عثذ سعى صاحة ا عيذ ا حذاىخيد أشذ أ
صي للا عيي عي عي اى أصحات د اىقا اىح
ششح افص تا ي اىعاد )تعذ( فزصلج عل ا أ
62
فيذ عي مرات
Materi Praktek
Rumus
Soal
(Guru)
Jawab
(Murid)
Dasar bait No.
حذى ا Bedakan:
حذهللى ا
antara
Makrifat
atau
Nakiroh
Makrifat
yaitu:
Tanda
nakiroh
yaitu
Dlomir,
Nama, Al,
Maushul,
Idlofah,
Isyaroh.
Tanwin
. ش ي غ
ج ش ن
4
33
4
32
Kesimpulannya kata حذى ا : adalah ma’rifat karena ada Al.
Dasar bait : .... حشف ى ا (46 )
أ ش ث ؤ اى و ا ت ق ج ش ن .32 ش م ر ذ ا ق ع ق ع ق ا
ات ذ ع ر م ح ف ش ع ش ي غ .33 ز اى ل غ اى
ف ظ ق ف اىل أ ف ي ش ع ذ ف ش ح أى .46 ظ عش ظ اى ي ف و ق د ف
: اىحذ
Bedak
an
Antara
Mabni
mabni
Al :
Dlomir,
Maushul,
Isyaroh.
ش ض مو ميا تح
ث ماىش
14
21
20
Atau
Mu’rob
Selain
Dlomir,
Maushul,
Isyaroh.
Kesimpulannya kata حذى ا : adalah mu’rob karena tidak ada isim
dlomir, tidak isim maushul dan juga tidak isim isyaroh.
Dasar bait:
ا صة .14 ا جش ميفظ اىفظ ش ى اىثا يجة ض مو
ض .21 اى ث ف اماىش ر ف ع اى جؤذا اع عي ف
ل .20 مافرقاس اص ثش اىفعو تل ذؤ ميا تح ع
:اىحذBedak
an
Antara
Mudzakar
Atau
Muannas
anda muannas
yaitu :
a‟ / Alif
/menyimp
an Ta‟
ح ل ع
6
35
Kesimpulannya kata حذى ا : adalah mudzakar karena tidak ada
63
Ta‟ / Alif
Dasar bait:
اا ىرا ما ىن .35 س قذ ف أعا اىف ح اىرؤيث ذؤ ا رف عل
2) Target metode Amtsilati
Target dari metode Amtsilati adalah dalam masa tiga
sampai enam bulan anak mampu membaca kitab gundul (tanpa
harakat) dengan cara bertahap. Hal ini senada dengan salah satu
santri yang pernah mengikuti atau nyantri di pondok pesantren
Darul Falah atau pusatnya Amtsilati yaitu Muhammad Taslim.
“Kalau disana programnya itu 3-6 bulan satu kali ada
program wisuda, jadi kalau mau wisuda itu santri
harus sudah bisa membaca dan faham. kemudian
kalau disini belum bisa memperkirakan karena
pertemuan itu berbeda dari pusat” (MT/25-08-
2018/20.15 WIB)
Dalam waktu enam bulan, peserta didik atau santri
diharapkan akan lihai dalam mengidentifikasi sebuah kata
dalam bahasa Arab sesuai dengan kaidahnya dan juga paling
tidak mempunyai bekal untu dapat membaca kitab kuning.
3) Pendekatan pembelajaran metode Amtsilati
Menurut Muhammad Taslim metode yang digunakan
Amtsilati adalah menghafal dan membaca, sedangkan
pendekatannya yaitu dengan mengulang. Sebagaimana hasil
wawancara dengan beliau ketika peneliti menanyakan tentang
bagaimana proses pembelajaran Amtsilati mengenai
pendekatan dan metodenya baik di pondok pesantren Darul
64
Falah maupun di pondok pesantren Al Hasan. Beliau
menuturkan:
“Pendekatan yang biasa dilakukan baik yang saya
terapkan di pondok pesantren ini atau di Amtsilati yaitu
dengan pengulangan dan metodenya yaitu menghafal
dan membaca. Jadi setiap hari metodenya membaca
meskipun kalau di pondok pesantren Al Hasan ada
sedikit pengembangan-pengembangan”(MT/25-08-
2018/20.15 WIB).
Setelah menelaah beberapa buku panduan dalam
metode Amtsilati menurut penulis pendekatan pembelajaran
yang digunakan dalam metode Amtsilati tidak hanya
pengulangan materi semata, tetapi ada penggabungan antara
pengulangan materi dengan sikap melestarikan yang sudah ada
(conserving) dan sikap memperluas (extending).
Sehingga dapat peneliti simpulkan dalam metode
Amtsilati ini sangat menekankan pengulangan materi, dengan
menggali kembali informasi yang telah didapatkan dan
kemudian dilanjutkan dengan interpretasi fakta dan informasi
sekaligus pengembangannya.
4) Sistem evaluasi metode Amtsilati
Sebagaimana pengertian evaluasi yaitu suatu tindakan
atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. maka peneliti
menemukan sebuah bentuk evaluasi yang menarik pada metode
Amtsilati.
65
Sistem evaluasi pada metode Amtsilati ada dua macam
yaitu test tulis dan test lisan. Sedangkan waktu tes yang
dipraktekkan oleh pondok pesanten Darul Falah atau pusatnya
Amtsilati adalah sebagai berikut:
a) Harian, yaitu test tulis maupun lisan. Test ini dilakukan
setiap setelah menyelesikan satu pembahasan dalam
pembelajaran setiap harinya.
b) Setandar nilai untuk tiap kali akan kenaikan jilid pertama ke
jilid selanjutnya harus 9 koma. Waktu tes adalah dua kali
dalam seminggu, yaitu hari senin dan kamis, dengan ruang
tes, guru spesialis penunggu dan penilai sendiri-sendiri
(Taufiqul Hakim: 2003, 17).
Menurut pengamatan peneliti sebenarnya guru
pengampu atau ustadz secara tidak langsung telah melakukan
evaluasi terhadap peserta didik setiap melakukan pembelajaran.
Misalnya dalam buku Amtsilati, harakat sengaja dihilangkan
pada kata yang sama dalam pembahasan selanjutnya. Begitu
juga ketika peneliti menelaah buku tatimmah, di samping
penerapan rumus yang dipelajari, peneliti juga menemukan
evaluasi melalui satu bentuk kalimat sempurna tanpa harakat
dengan simbol-simbol bantuan untuk peserta didik. Begitu juga
dengan qoidati, yang berisi tentang rumus dan qoidah, peserta
didik diharapkan memiliki kemampuan dalam menghafal
66
rumus qoidah yang berasal dari bait Alfiyah dengan
memberikan sedikit pancingan-pancingan.
Dengan demikian, guru pengampu atau ustadz secara
tidak langsung telah melakukan evaluasi terhadap peserta didik
atau santri, dengan orientasi untuk mengetahui kemampuan
kognitif peserta didik setiap harinya.
b. Penerapan metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
Dari hasil observasi penelitian di kelas Amtsilati dan
wawancara dengan guru pengampu Amtsilati dan juga santri kelas
3. Peneliti mendapatkan beberapa informasi penting yang
berhubungan dengan penerapan metode Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan, di antaranya:
1) Motivasi dan tujuan penerapan metode Amtsilati, peneliti telah
dapatkan dari hasil wawancara dengan guru pengampu
Amtsilati. Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti dengan
guru pengampu kelas 3 yaitu ustadz Amri Windianto, beliau
mengatakan:
“Untuk motivasinya karena di pondok pesantren ini
berlatar belakang pembelajaran Al-Qur‟an dulunya,
maka motivasi dari saya adalah bagaimana seorang
santri selain bisa dalam membaca dan memahami Al-
Qur‟an, para santri juga dapat memahami Nahwu
Sharaf untuk diterapkan dalam kajian kitab kuning dan
juga warna baru di pondok pesantren ini. Selain itu,
sebelum ada Amtsilati inikan dulu juga pernah ada
pembelajaran nahwu dengan jurumuiyah juga ya, akan
tetapi hasilnya kita tahu kurang optimal, maka
kemudian ada tawaran menarik dengan temuan yang
baru yaitu metode Amtsilati ini, kita coba terapkan di
67
pondok pesantren ini, yang katanya metode ini adalah
metode yang sangat mudah, efektif dan efisien serta
waktu yang relatif cepat dipahami. Tujuannya adalah
untuk membekali santri-santri agar punya modal untuk
dapat membaca kitab kuning “ (AW/23-08-2018/21.10
WIB).
Dari hasil wawancara di atas, peneliti mendapatkan
hasil pernyataan tentang motivasi dan tujuan dari penerapan
metode Amtsilati adalah pertama yaitu untuk memberikan
warna baru dan juga memberikan bekal kemampuan bagi para
santri untuk tidak hanya dapat membaca dan memahami Al-
Qur‟an saja, akan tetapi dapat membaca dan mempelajari ilmu
alat sebagai bekal untuk membaca kitab kuning. Yang kedua
karena memandang bahwa metode pembelajaran yang telah
diterapkan sebelumnya mendapat hasil yang kurang optimal.
Sehingga pondok pesantren ini mencoba dengan metode atau
temuan baru ini yaitu dengan metode Amtsilati yang
dipandang sangat mudah, efektif dan efisien, serta dalam
waktu yang cepat.
2) Proses pembelajaran Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
Dalam pembahasan ini peneliti akan menguraikan
tentang metode, pedekatan, serta sistem evaluasi yang telah
berjalan di pondok pesantren Al Hasan.
Untuk metode pembelajaran yang diterapkan di pondok
pesantren Al Hasan, peneliti telah melakukan wawancara
dengan guru pengampu atau ustadz yang mengajar Amtsilati.
68
Berikut ini penuturan guru pengampu terkait metode
pembelajaran Amtsilati yang diterapkan:
“Pendekatan Amtsilati yaitu dengan pengulangan,
kemudian metodenya yaitu menghafal dan membaca.
kalau di pusat itu pertemuannya lebih banyak yaitu dari
pagi sampai menjelang dzuhur kemudian kalau malam
itu setoran hafalan” (MT/25-08-2018/20.15 WIB).
Lebih lanjut lagi ketika peneliti menanyakan tentang
bagaimana penerapannya di pondok pesantren Al Hasan kepada
guru pengampu Amtsilati, M. Taslim mengatakan:
“Kalau saya menerapkan di Al Hasan ini dalam 1
minggu ada 4 kali pertemuan. Dalam kegiatannya itu di
bagi dalam 3 kali model yang 2 hari pertama dan kedua
itu adalah belajar materi, kemudian hari ke 3 itu
langsung terjun ke kitab kuning yaitu dengan kitab
taqrib biar tau medan apa yang dipelajari, kemuadian
hari ke 4 adalah hafalan qoidah dan khulashoh, tes
dilaksanakan ketika materi hafalan sudah selesai dalam
setiap jilidnya. Jadi di Al Hasan ini saya
menerapkannya ada perbedaannya meskipun tidak
banyak, karena tidak mungkin kalau di pesantren ini
diterapkan sam dengan yang ada di pusat karena disini
kondisinya berbeda” (MT/25-08-2018/20.15 WIB).
Setelah peneliti melakukan observasi sehubungan
dengan hal di atas, peneliti mendapatkan bahwa pembelajaran
Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan tidak sama persis
dengan yang diterapkan di Amtsilati pusat. Di pondok
pesantren Al Hasan pembelajaran hanya dilakukan 4 kali
pertemuan dalam seminggu dengan durasi waktu 1 jam. Lebih
lanjut lagi ketika peneliti menannyakan tentang strategi yang
dilakukan pada ustadz M. Taslim, beliau menuturkan:
69
“Strategi saya adalah saya tekankan pada pemahaman
karena santri kalau dipacu untuk menghafal itu sulit,
kita tau bahwa santri di sini santrinya mempunyai
kesibukan juga di luar pondok, meskipun salah satu
syarat untuk tes itu ada hafalan, tetapi waktu
menyesuaikan dengan kesiapan” (MT/25-08-
2018/20.15).
Sedangkan penerapan pembelajaran metode Amtsilati
di pondok pesantren Al Hasan dalam penerapannya ke dalam
kitab kuning yaitu kitab fathul qorib, contohnya
pembahasannya seperti:
و ص ر ش ي ض فصو يش ض
… nya/ dia (1) laki-laki =
(… wong lanang (1) )
Dia (1) laki-laki =
(wong lanang (1) )
ى/ ى/
ى : tanpa harakat dibaca : ى
Menjadi: ى
: tanpa harakat
dibaca :
اخ في فا ل يجغ
اىنية لاىحيا مي طاش إ
اىحضيش اذىذا
اىقيري أما قيري د
* : adalah dlomir muttasil,
dlomir hukumnya mabni.
Dasarnya: 41. مو ضش
* :adalah dlomir
munfasil, dlomir hukumnya
mabni.
Dasarnya: 41. مو ضش
ى اىثا يجة ىفظ مو ضش
ا جشميفظ ا صة
ى اىثا يجة ىفظ ضشمو
ميفظ ا صة ا جش
70
جيداىيرح ذطش تاىذتاغ إل جيذ اىنية اىخضيش اذىذ
اآلاد ىيرح شعشا جظ إىا أ أحذا عظ ا
Materi Praktek
rumus
Soal Jawab Dasar bait No
اىيرحRumus
utama
Bedakan
antar:
isim, fiil,
huruf
فعل ا اع
25
Tanda-
tanda
isim
Yaitu: Jer,
tanwin,
Al,
setelah
nida’
تاىجش
ي اىر
26
Kesimpulan: اىيرح adalah isim karena ada Al
Dasar bait:
ي ضا ىفظ .25 حشفا فعل ث ا د احشص اع اىعل ا اا ت
ييض حصو .26 ذ ع غذ ىل أه اى ذا ي اىر تا ىجش
Untuk sistem evaluasinya yang diterakan di pondok
pesantren Al Hasan adalah ada dua bentuk yaitu tes tulis dan tes
lisan. Di luar yang formal biasanya guru pengampu juga
mengevaluasi dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan rincian
pra-test (sebelum pembelajaran dimulai), dan post-test (setelah
pembelajaran). Sebagaimana yang telah dituturkan oleh ustadz
Amri:
71
“Untuk sistem evaluasinya di samping tes tulis dan
lisan adalah ada hafalan, untuk ujian tulisnya
dilakukan setelah semua materi selesai dilakukan 1 kali
setiap jilid itu yang formal, tetapi di luar formal
biasanya guru pengampu selalu mengevaluasi kepada
kemampuan para santri, evaluasi harian ada pra test,
sebelum pembelajaran dimulai santri ditanya
pembelajaran sebelumnya, ketika mau mengakhiri juga
ada post test, yaitu yang selesai hari itu dibahas,
ditanya lagi pemahamannya” (AW/23-08-2018/21.10
WIB).
c. Faktor Pendukung dan faktor penghambat yang terjadi dalam
proses pembelajaran Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
Dalam praktik pelaksanaan kegiatan pembelajaran
menggunakan metode Amtsilati, maka tidak jarang pula akan kita
temui faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung
dan penghambat dalam implementasi metode Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan, tidak lepas dari waktu, materi, sarana dan
prasarana, santri dan ustadz. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
telah diungkapkan oleh ustadz Amri mengenai faktor pendukung
dari implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan,
beliau mengungkapkan:
“Faktor pendukungnya yang pertama tentunya adalah
adanya santri, yang kedua adalah adanya ustad yang
berkompeten karena salah satu ustadznya pernah belajar
dan menimba ilmu langsung di pusatnya, faktor pendukung
yang lain adalah adanya dorongan dan persetujuan dari
pengasuh untuk dibelajarkan di pondok ini, sarana dan
prasarana menurut saya juga sudah memadai” (AW/23-
08-2018/21.10 WIB).
Pendapat lain juga ditambahkan oleh ustadz Taslim, beliau
mengungkapkan bahwa:
72
“Faktor pendukung yang pertama kemarin sering sowan ke
pengasuh, beliau mensetujui untuk diterapkan yaitu
diletakkan di kelas 3, dari teman2 santri juga ada yang
pengen mempelajari, di fasilitasi oleh pengasuh dan
pengurus, kitabnya juga ada, langsung dari pusat” (MT/25-
08-2018/20.15).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung yang
pertama adalah adanya santri yang mau untuk mempelajari metode
Amtsilati. Jadi di dalam pelaksanaannya tidak ada unsur paksaan.
Terus yang kedua adalah adanya persetujuan dari kyai untuk
menerapkan metode Amtsilati dalam pembelajaran dan juga
adanya dorongan serta pengurus menfasilitasi dalam
pelaksanaannya. Selain itu salah satu ustadznya ada yang lulus dari
Amtsilati pusat, jadi dapat dikatakan berkompeten dalam mengajar
Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan.
Sedangkan untuk Hambatan-hambatannya dari wawancara
yang telah berjalan peneliti menemukan hambatan-hambatan yang
muncul tidak hanya dari sisi eksternal tapi juga dari sisi internal.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi di pondok
pesantren Al Hasan, peneliti telah melakukan wawancara dengan
beberapa santri kelas Amtsilati di samping guru pengampu. Berikut
ini hasil wawancara peneliti dengan Ainun Jilan Qilbi mengenai
hambatan-hambatan yang terjadi:
“Hambatan yang saya rasakan selama mengikuti kelas
Amtsilati di Al Hasan yaitu masalah waktu yang kurang
maksimal dalam pembelajaran jadi untuk menghafal serta
memahami qoidah dari amtsilati tidak maksimal, mungkin
juga karena rasa malas untuk mengaji menjadikan
73
Amtsilati lama untuk dihafal dan dipahami”(AJQ/26-08-
2018/21.20 WIB).
Menurut Ainun Jilan Qilbi (Mahasiswa IAIN Salatiga)
kendala yang dialami selama mengikuti pembelajaran Amtsilati
adalah kurang maksimalnya waktu dalam pembelajaran. Karena
memang waktu yang digunakan dalam pembelajaran di pondok
pesantren Al Hasan adalah 1 jam. Selain itu, ia juga mempunyai
kendala dalam faktor internal yaitu rasa malas dan kurangnya
semangat dalam mengikuti setiap pembelajaran.
Wawancara yang kedua adalah dengan Alfarabi Brillian
Fikri, di samping mempunyai problem yang sama dengan yang
telah disebutkan oleh Ainun Jilan Qilbi. Alfarabi mengaku
menemui kendala dalam masalah tumpang tindihnya materi
pembelajaran karena selain menjadi santri, ia juga menjadi seorang
pelajar. Untuk lebih jelasnya, berikut ini tanggapan Alfarabi ketika
ditanya tentang hambatan-hambatannya:
“Hambatan-hambatan yang terjadi selama mengikuti kelas
Amtsilati itu sebagai santri dan pelajar adalah santri
dituntut untuk menguasai ilmu agama dan juga ilmu umum
secara bersamaa yang menjadikan waktu kegiatan terjadi
tumpeng tindih antara materi pelajaran pesantren dan
sekolah. Akibatnya, saya berada di pertimpangan jalan
yang menjadikan hafalan dan pemahaman saya terkadang
menjadi terbagi. Selain itu semangat para santri dan juga
waktu pembelajaran di kelas Amtsilati kurang
maksimal”(ABF/16-08-2018/18.35 WIB).
Dari wawancara yang telah peneliti lakukan, kedua santri di
atas memiliki kendala eksternal yang sama yaitu kurangnya waktu
74
dalam pembelajaran. Sedangkan dari sisi internal santri, peneliti
menemukan kesulitan yang mereka hadapi lebih disebabkan oleh
pengetahuan yang terbilang awam dalam materi nahwu sharaf.
Selain itu juga karena faktor kemalasan santri dalam memelajari
materi dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh Luluk
Desti yaitu sebagai berikut:
“Hambatannya itu adalah faktor dari diri sendiri dan
faktor teman, kalau teman-temannya males jadi ikut ikutan
males, terus yang kedua adalah capek karena kita ada dua
aktivitas di sekolah dan di pondok juga, bentrok, kalau
tugas sekolah banyak, hafalan di pondok juga banyak itu
tentu akan mengganggu konsentrasi saya, tetapi itu semua
memang sudah menjadi kewajiban sebagai seorang pelajar
dan juga santri sih, ketiga yaitu tempatnya kurang
mendorong semangatnya untuk belajar” (LDS/26-08-
2018/20.30 WIB).
Dalam observasi, peneliti juga menemukan suasana
pembelajaran sebagaimana yang dituturkan oleh beberapa santri
yang telah peneliti wawancarai yaitu ada beberapa santri yang
mengantuk dan peneliti juga mendengarkan bahwa lagu yang
disuarakan bersama-sama untuk mengiringi bait-bait khulasah itu
monoton.
Dari pihak guru pengampu hambatan yang paling
berpengaruh terhadap pembelajaran Amtsilati adalah ghairah atau
semangat santri dalam mengikuti pembelajaran.
75
B. Analisi Data
Dalam analisis data penulis akan memaparkan hasil dari penelitian
berdasarkan temuan peneliti sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Analisis data mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan rumusan
masalah yaitu implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al
Hasan, faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pembelajaran
Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan.
1. Implementasi Metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
Setelah peneliti melaksanakan beberapa tahap dalam penelitian,
yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi, peneliti mendapatkan
bahwa penerapan pembelajaran Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan
tidak jauh berbeda dengan pembelajaran yang diterapkan di Amtsilati
pusat.
Dalam penerapan metode Amtsilati, guru pengampu
menggabungkan antara metode membaca dengan metode hafalan.
Sedangkan untuk lebih memahamkan santri, materi yang sudah
dipelajarai akan terus diulang-ulang oleh guru pengampu supaya santri
tidak mudah lupa dengan apa yang sudah dipelajari. Dengan
memberikan beberapa pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal sebelum
dan sesudah kegiatan pembelajaran, akan memudahkan guru pengampu
untuk melatih supaya santri mudah mengingat materinya.
Hal yang agak berbeda adalah dalam hal penyampaian materi dan
pertemuan pembelajaran yang tentu berbeda dengan yang ada di
76
Amtsilati (walaupun tidak terlalu ekstrim yang sesuai dengan latar
belakang pendidikan dan kesempatan santri pondok pesantren Al
Hasan, seperti penyampaian materi Amtsilati dengan memanfaatkan
fasilitas kelas (misal: papan tulis), kemudian pelaksanaan pembelajaran
hanya 4 kali dalam satu minggu dengan durasi waktu pembelajaran 1
jam dan evaluasi yang dilakukan 1 kali dalam setiap selesai materi per
jilid atau per bab, di samping ada evaluasi harian.
Menurut pengamatan peneliti, bentuk penyampaian materi yang
menggunakan metode membaca dan menghafal sebagaimana yang
diterapkan oleh penyusun Amtsilati itu kurang efektif jika secara
ekstrim diterapkan pada lembaga pendidikan lain yang berbeda kondisi,
sebagaimana di pesantren Al Hasan yang mayoritas santrinya adalah
pelajar dan mahasiswa yang tidak secara penuh beraktifitas di pesantren
dan mereka harus membagi waktu dalam pembelajaran dan
pemahamannya.
Mengenai evaluasi, dalam teori evaluasi disebutkan ada 2 metode
yang dapat digunakan yaitu metode test dan metode observasi. Dari
pengamatan dan wawancara peneliti tentang evaluasi yang digunakan
pondok pesantren Al Hasan adalah metode test (test tulis dan lisan).
Menurut peneliti, dalam mengevaluasi, pondok pesantren Al Hasan
dapat mencoba untuk menggunakan 2 metode evaluasi di atas, sehingga
seorang pengajar akan lebih fleksibel dalam mengetahui perkembangan
dan kemajuan para santri setelah melalui proses belajar, baik dalam
77
situasi formal maupun non formal, seperti membuat klompok diskusi
nahwu dengan sarana baca buku-buku cerita berbahasa Arab.
2. Faktor pendukung dan penghambat Implementasi metode Amtsilati di
Pondok Pesantren Al Hasan
Berdasarkan dari hasil yang sudah dilakukan oleh peneliti, baik
dari hasil wawancara, observasi, maupun dokumentasi, peneliti
mendapatkan beberapa hasil mengenai factor pendukung dan hambatan-
hambatan yang terjadi dalam menerapkan metode Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan.
Mengenai faktor pendukung dari diterapkannya metode Amtsilati
di pondok pesantren Al Hasan, peneliti menemukan sebagai berikut:
a. Adanya santri yang mau untuk mempelajari metode Amtsilati. Jadi
di dalam pelaksanaannya tidak ada unsur paksaan.
b. Adanya persetujuan dari kyai untuk menerapkan metode Amtsilati
dalam pembelajaran dan juga adanya dorongan serta pengurus
menfasilitasi dalam pelaksanaannya.
c. Salah satu ustadznya ada yang lulus dari Amtsilati pusat, jadi dapat
dikatakan berkompeten dalam mengajar Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan.
Sedangkan mengenai hambatan-hambatan yang terjadi tentu
sudah menjadi santapan yang tidak terpisahkan dalam sebuah
pembelajaran. Demikian juga pada pembelajaran Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan. Peneliti menemukan hambatan-hambatan yang
78
muncul dari faktor internal dan faktor eksternal. Menurut peneliti,
faktor internal santri seperti masih awamnya santri terhadap materi
nahwu atau semangat santri dalam mempelajari tidak perlu dipersoalkan
jika faktor eksternal dari pihak guru pengampu atau yang mengurus
kelas Amtsilati dapat menyajikan materi, teknik penyampaian,
pendekatan belajar dan waktu dengan baik.
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mulai dari awal hingga akhir, peneliti
memiliki beberapa kesimpulan yang tentunya berkaitan dengan dua
rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas:
1. Fakta-fakta yang peneliti dapatkan tentang implementasi metode
Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan adalah sebagai berikut:
a. Dalam penerapan metode Amtsilati, Pondok pesantren Al Hasan
sudah melakukan pengembangan dalam proses pembelajaran
Amtsilati, diantaranya penggunaan fasilitas kelas (misal: papan
tulis) walaupun masih lebih dominan menggunakan metode
membaca dan menghafal dalam penyampaiannya, sementara waktu
pembelajaran hanya 4 kali dalam satu minggu (senin dan selasa)
dengan durasi waktu 1 jam, lalu pendekatanya adalah dengan
pengulangan, sedangkan sistem evaluasi yang diterapkan di
pondok pesantren Al Hasan adalah test (tulis dan lisan), di samping
evaluasi harian (pra test dan post test).
b. Motivasi pondok pesantren Al Hasan dalam menerapkan metode
Amtsilati adalah yang pertama pertama yaitu untuk memberikan
warna baru dan juga memberikan bekal kemampuan bagi para
santri untuk tidak hanya dapat membaca dan memahami Al Qur‟an
saja, akan tetapi dapat membaca dan mempelajari ilmu alat sebagai
80
bekal untuk membaca kitab kuning. Yang kedua karena
memandang bahwa metode pembelajaran yang telah diterapkan
sebelumnya mendapat hasil yang kurang optimal.
c. Tujuan pondok pesantren Al Hasan menerapkan metode Amtsilati
adalah memberikan bekal santri untuk membaca kitab kuning.
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat yang terjadi dalam proses
pembelajaran Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan, yaitu:
a. Faktor pendukung metode amtsilati diterapkan di pondok pesantren
Al Hasan adalah adanya kemauan santri untuk mempelajari
Amtsilati, adanya persetujuan dan dorongan dari pihak ndalem atau
kyai untuk menerapkan metode Amtsilati, adanya dorongan dari
pihak pengurus dan adanya ustadz yang berkompeten untuk
mengajar Amtsilati.
b. Faktor penghambat atau hambatan-hambatan yang terjadi yaitu dari
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor yang berasal dari dalam
(internal), seperti: ada santri yang mengantuk di dalam kelas, rasa
malas dan kurangnya semangat santri dalam mengikuti
pembelajaran Amtsilati. Sedangkan hambatan eksternalnya, sepeti:
waktu pembelajaran Amtsilati yang kurang, kesibukan santri yang
selain belajar di pondok pesantren, mereka juga harus mengikuti
kegiatan di luar pondok pesantren.
81
B. Saran-saran
Setelah penulis mengetahui dan melakukan observasi, yang
kaitannya dengan kegiatan Pondok Pesantren Al Hasan Kota Salatiga
menurut penulis masih ada hambatan dan kendala yang sekiranya perlu
dibenahi atau diperbaiki. Karena dengan adanya saran dari penulis ini,
diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak terkait dari
pembelajaran Amtsilati. Oleh karenanya penulis memberikan saran
sebagai berikut:
Hal pertama yang menjadi usulan peneliti adalah penyusunan
Amtsilati perlu mempertimbangkan atau mengembangkan bentuk metode,
pendekatan, atau teknik pembelajaran yang tepat untuk disampaikan pada
peserta didik yang telah berumur dewasa atau pada Lembaga Pendidikan
yang berbeda kondisi. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi kejenuhan-
kejenuhan yang muncul dari internal peserta didik.
Sedangkan hal yang berkaitan dengan penerapan metode Amtsilati
di pondok pesantren Al Hasan, peneliti memberikan usulan sebagai
berikut:
1. Pondok pesantren Al Hasan tidak perlu ekstrim mengadopsi model
pembelajaran yang asli (sebagaimana yang diterapkan di Darul Falah).
2. Untuk menunjang keaktifan dan pemahaman santri, seorang pengajar
sebaiknya lebih aktif dalam memanfaatkan fasilitas dan lebih kreatif
dalam menyampaikan materi agar santri tidak ngantuk dan lebih
semangat.
82
3. Memberikan koleksi nada lagu untuk memberikan warna lain dalam
mendendangkan nadzoman khulasah.
4. Menurut pengamatan peneliti, waktu pembelajaran dapat ditambahkan
yaitu diletakkan pada waktu ba‟da magrib.
Sedangkan mengenai hambatan-hambatan yang terjadi dalam
proses pembelajaran Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan berdasarkan
pengamatan peneliti adalah dampak yang ditimbulkan dari konsep dasar
Amtsilati dan proses pembelajaran yang kurang proporsional jika harus
diterapkan secara ekstrim di lembaga pendidikan seperti pondok
pesantren Al Hasan.
83
DAFTAR PUSTAKA
A‟la‟ Abd. 2006. Pembaharuan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Anwar, Desi. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: Amelia
Surabaya.
Arief, Armai. 2002. Pengatar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Ciputat:
Press.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Aziz, Abdul Dahlan (et.al). 1996 Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ictiar Baru Van
Hoeve. Bawani, Imam M.A. 1993. Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Depag RI. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka.
Depag RI. 2003. Pola Pembelajaran Di Pesantren. Jakarta: Direktoral Jendral
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.
Depag RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Direktoral
Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Galba, Sindu. 2004. Pesantren sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Hakim, H. Taufiqul. 2004. Tawaran Revolusi Sistem Pendidikan Nasional,
(berbasis kompetisi dan kompetensi. Jepara: PP Darul Falah.
2003. AMTSILATI (Program Pembula Membaca Kitab Kuning).
Jepara: Al Falah Offset.
2003. SHORFIYAH (Metode Praktis Memahami Shorof dan I‟lal).
Jepara: Al Falah Offset.
84
2003. TATIMMAH (Praktek Penerapan Rumus). Jepara: Al Falah
Offset.
2003. RUMUS QOIDAH (Metode Praktis Mendalami Al-Qur‟an
dan Kitab Kuning). Jepara: Al Falah Offset.
JR, Raco. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya. Jakarta: PT. Gramedian Widiasrama Indonesia.
Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan.
Jakarta: Paramadina.
Majid, Abdul. 2014. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Masdar F. Masudi. 1998. Pandangan Hidup Ulama Indonesia dalam Literatur
Kitab Kuning, makalah pada Seminar Nasional tentang Pandangan dan
Sikap Hidup Ulama Indonesia. Jakarta: LIPI.
M. Dawan Raharjo. 1985. Pesantren Dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya, Cet.XXVI.
Mulyasa, Rohmat. 2004. Mengartikulasi Pendidikan Nilai, Bandung: Alfa.
Nasir, Ridwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok
Pesantren Ditengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nazir. 1985. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Putra, Haidar daulay. 2006. Pendidikan Islam: dalam sistem pendidikan nasional
di indonesia. Jakarta: kencana.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sarosa, Samiaji. 2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar. Jakarta: Indeks.
Streenbrink, Karel A. 1974. Pesantren, Madrasah, sekolah. Jakarta: PT. Pustaka
LP3ES Indonesia.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif da R&D. Bandung:
Alfabeta.
85
Suharsimi, Arikunto. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
2002. Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Thobroni, Muhammad, Arif Mustofa. 2013. Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
W.J.S. Poerwodarmint. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Wahid, Abdurrahman. 2010. Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren.
Yogyakarta: LKIS.
Wahid, Marzuki 1999. Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.
Wuryani, Sri Esti. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo
Yasmadi. 2005. Modernisasi Pesantren. Ciputat: PT. Ciputat Press.
Yunus, Mahmud. 1979. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Mutiara.
Zaenuddin, Radliyah. 2005. Metodologi Dan Strategi Alternatif Pembelajaran
Bahasa Arab. Cirebon: Pustaka Rihlah Group.
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Ustadz Pondok Pesantren Al Hasan Kota Salatiga
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Usia :
3. Pekerjaan :
4. Hari/tanggal wawancara :
5. Waktu :
6. Jabatan :
7.
B. Sasaran Wawancara
1. Implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan.
2. Faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan metode Amtsilati
di Pondok Pesantren Al Hasan.
C. Butir-butir pertanyaan
1. Sejak kapan anda menjadi santri?
2. Apa latar pendidikan anda?
3. Bagaimana sistematika pembahasan materi Amtsilati?
4. Pendekatan seperti apa yang dilakukan anda dalam pembelajaran
Amtsilati atau metode apa yang digunakan metode Amtsilati?
5. Berapa lama target santri dapat menyelesaikan program Amtsilati?
6. Apa motivasi dan tujuan metode Amtsilati di terapkan di pondok
pesantren Al Hasan?
7. Dalam pembelajaran Amtsilati ada berapa kitab yang dipakai dan kapan
saja buku-buku tersebut dapat mulai digunakan oleh santri?
8. Bagaimana penerapan metode Amtsilati dalam pengajarannya di
pondok pesantren Al Hasan?
9. Strategi apa saja yang anda gunakan dalam menerapkan metode
Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan?
10. Bagaimana bentuk dan proses penilaian metode pembelajaran Amtsilati
di pondok pesantren Al Hasan?
11. Berapa standar nilai agar siswa dinyatakan lulus?
12. Apa saja kriteria kelulusannya?
13. Bagaimana tindak lanjut hasil penilaiannya?
14. Apa saja faktor pendukung metode Amtsilati diterapkan di pondok
pesantren Al Hasan?
15. Apa saja hambatan anda selama mengajarkan Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan?
16. Apakah pengajaran semua itu sama dengan aslinya di Jepara?
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pengurus Pondok Pesantren Al Hasan Kota Salatiga
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Usia :
3. Pekerjaan :
4. Hari/tanggal wawancara :
5. Waktu :
B. Sasaran Wawancara
1. Menggali keadaan lingkungan, sarana dan prasarana di pondok
pesantren Al Hasan.
2. Menggali kegiatan-kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Al Hasan
Kota Salatiga
C. Butir-butir pertanyaan
1. Sejak kapan anda menjadi santri di Pondok Pesantren Al Hasan?
2. Berapa jumlah santri putra dan putri pondok pesantren Al Hasan?
3. Bagaimana sistem pembelajaran di pondok pesantren Al Hasan?
4. Apa saja kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren Al Hasan?
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Santri Pondok Pesantren Al Hasan Kota Salatiga
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Usia :
3. Pekerjaan :
4. Hari/tanggal wawancara :
5. Waktu :
B. Sasaran Wawancara
1. Implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan Salatiga.
2. Faktor penghambat dalam pembelajaran.
C. Butir-butir pertanyaan
1. Apa yang anda rasakan dari pembelajaran metode Amtsilati bagi diri
anda sendiri?
2. Bagaimana menurut anda apakah sulit memahami materi Amtsilati?
3. Apa saja hambatan-hambatan yang terjadi selama mengikuti kelas
Amtsilati?
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Ustadz Muhammad Taslim
2. Usia : 24
3. Pekerjaan : Mahasiswa
4. Hari/Tanggal Wawancara : Sabtu, 25 Agustus 2018
5. Waktu : 20.15 WIB
No Pertanyaan
Hasil wawancara
1. Apa latar pendidikan anda? Saya TK di TK Miftahul Ulum di Boyolali tepatnya di tempat kelahiran saya, kemudian lanjut di MI Miftahul Ulum Boyolali, sama dengan alam waktu TK saya, kemudian lanjut ke MTS 1 Wonosegoro, kemudian SMA hijrah ke Bangsri, Jepara yaitu di ponpes Darul Falah atau Amtsilati pusat kemudian setelah 3 tahun lulus di sana lanjut S1 di iain salatiga kalau dulu STAIN Salatiga
2. Bagaimana sistematika
pembahasan materi Amtsilati?
metode Amtsilati ini adalah metode cara cepat membaca kitab kuning jadi mushanifnya disini beliau KH Taufiqul Hakim meringkas dari Alfiyah dijadikan metode Amtsilati. jadi metode Amtsilati ini terdiri dari qoidati, sharfiyah, ada khulasoh kemudian ada kitab lain, materi Amtsilati adalah materi dari Alfiyah, jadi inti-inti dari Amtsilati itu diambil
dari Alfiyah, kalau masalah sistematika atau susunan materi awalnya mudah itu memang kalau kita belajar itu pasti awalnya yang mudah-mudah dulu kemudian kalau sudah ke jenjang ke selanjutnya pasti lebih luas lagi
3. Berapa lama target santri dapat
menyelesaikan program
Amtsilati?
Kalau disana programnya itu 3-6 bulan satu kali ada program wisuda, jadi kalau mau wisuda itu santri harus sudah bisa membaca dan faham. kemudian kalau disini belum bisa memperkirakan karena pertemuan itu berbeda dari pusat
4. Bagaimana sistem evaluasi
metode Amtsilati?
Evaluasi disana itu ada tes tulis dan tes lisan, untuk KKMnya itu adalah 9 koma, jadi anak yang mencapai 9 koma akan naik ke jilid II sementara yang kurang dari 9 maka akan mengulang dari jilid awal, jilid duapun proses evaluasi dan pengajarannya sama, dalam testnya di Amtsilati disediakan waktu seminggu dua kali yaitu hari senin dan kamis
5. Pendekatan seperti apa yang
dilakukan dalam pembelajaran
Amtsilati atau metode apa yang
digunakan metode Amtsilati?
Pendekatan yang digunakan Amtsilati yaitu dengan pengulangan, kemudian metodenya yaitu menghafal dan membaca. kalau di pusat itu pertemuannya lebih banyak yaitu dari pagi sampai menjelang dzuhur kemudian kalau malam itu setoran hafalan
6. Apa motivasi dan tujuan
metode Amtsilati di terapkan di
pondok pesantren Al Hasan?
Awal mula metode ini diterapkan di pondok ini awal mulanyakan pondok ini adalah basisnya Al-Qur’an, dulu pondok sini ngajinya belum di kelas-kelaskan lha setelah berjalannya waktu itu saya intinya ingin menerapkan Amtsilati disini biar santri-santri disini tau ilmu alat jadi santri tidak hanya mendapatkan ilmu Al-Quran tetapi ilmu alatnya juga dapat di dapatkan.
7. Dalam pembelajaran Amtsilati
ada berapa kitab yang dipakai
dan kapan saja buku-buku
tersebut dapat mulai digunakan
oleh santri?
Jadi Amtsilati ini adalah lima jilid, untuk pengajarannya yang hari senin dan selasa adalah qoidati hari rabu penerapannya ke dalam kitab taqrib hari kamisnya setoran hafalan
8. Bagaimana penerapan metode
Amtsilati dalam pengajarannya
di pondok pesantren Al Hasan?
Kalau saya menerapkan di Al Hasan ini dalam 1 minggu ada 4 kali pertemuan. Dalam kegiatannya itu di bagi dalam 3 kali model yang 2 hari pertama dan kedua itu adalah belajar materi, kemudian hari ke 3 itu langsung terjun ke kitab kuning yaitu dengan kitab taqrib biar tau medan apa yang dipelajari, kemuadian hari ke 4 adalah hafalan qoidah dan khulashoh, test dilaksanakan ketika materi hafalan sudah selesai dalam setiap jilidnya. Jadi di Al Hasan ini saya menerapkannya ada perbedaannya meskipun tidak banyak, karena tidak mungkin kalau di pesantren ini diterapkan sama dengan yang ada di pusat karena disini kondisinya berbeda
9. Strategi apa yang anda gunakan
dalam menerapkan metode
Amtsilati di pondok pesantren
Al Hasan?
Strategi saya adalah saya tekankan pada pemahaman karena santri kalau dipacu untuk menghafal itu sulit, kita tau bahwa santri di sini santrinya mempunyai kesibukan juga di luar pondok, meskipun salah satu syarat untuk tes itu ada hafalan, tetapi waktu menyesuaikan dengan kesiapan.
11. Berapa standar nilai agar siswa
dinyatakan lulus?
Standar nilainya sama dengan yang ada di sana yaitu 9 koma, kalau belum memenuhi maka tidak akan naik
12. Apa saja kriteria kelulusannya?
Bagaimana tindak lanjut hasil
Kriterianya harus bisa hafal qoidah dan khulashoh dan juga mencapai target nilai yang sudah ditentukan
penilaiannya?
13. Apa faktor-faktor pendukung
penerapan metode Amtsilati
ini?
Faktor pendukung yang pertama kemarin sering sowan ke pengasuh, beliau mensetujui untuk diterapkan yaitu diletakkan di kelas 3, dari teman2 santri juga ada yang pengen mempelajari, di fasilitasi oleh pengasuh dan pengurus, kitabnya juga ada, langsung dari pusat
14. Menurut bapak apakah faktor
penghambat penerapan
metode Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan?
Salah satu kendalanya yaitu kurangnya waktu, karena kalau mau menerapkan sama persis dengan yang dipusat tidak mungkin, karena banyak anak yang pelajar,
15. Apakah pengajaran semua itu
sama dengan aslinya di Jepara?
Tidak banyak perbedaannya, kalau soal evaluasi atau target pencapaian nilai sama.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Ustadz Amri Windianto
2. Usia : 21
3. Pekerjaan : Mahasiswa
4. Hari/Tanggal Wawancara : Kamis, 23 Agustus 2018
5. Waktu : 21.10 WIB
No Pertanyaan
Hasil wawancara
1. Apa latar pendidikan anda? Saya mulai menjadi santri tepatnya pada tahun 2016 tepatnya bulan agustus, sebelumnya saya juga pernah menjadi santri di Ponorogo Jawa Timur. Disana saya kurang lebih selama tiga tahun selama masa MA
2. Bagaimana sistematika
pembahasan materi Amtsilati?
Secara umum metode Amtsilati ini adalah metode praktis dan cepat untuk membaca kitab kuning, metode amtsilati ini adalah ringkasan dari nahwu Sharaf dan Alfiyah yang diringkas menjadi metode yang mudah dipahami bagi siapa saja yang mau bersungguh-sungguh.
3 Berapa lama target santri dapat
menyelesaikan program
Amtsilati?
Kalau untuk yang dari pusat itu adalah 6 bulan bisa selesai 5 jilid, menurut saya pembelajaran dengan metode ini adalah fastabiqul khoirat, jadi siapa cepat maka dia akan cepat selesai, begitu juga sebaliknya kang, kalau di adik saya yang sekarang mondok di Solo itu targetnya 1 tahun selesai, kalau disini, untuk targetnya belum ada karena kita lihat kesibukan dari para santri yang selain belajar di pondok,
mereka juga belajar di sekolah umum, dan juga karena faktor waktu atau kesempatan untuk pertemuan dalam pembelajaran sangat singkat. Jadi targetnya disini adalah agar para santri itu tau dan dapat dengan mudah belajar nahwu Sharaf dengan metode terbaru ini, jadi targetnya bukan waktu tetapi kemampuannya
4 Bagaimana sistem evaluasi
metode Amtsilati?
Sistem evaluasinya sama dengan yang ada di Amtsilati pusat perbedaannya kalau disana itu setiap minggu ada test kalau disini setiap selesai bab
5 Pendekatan seperti apa yang
dilakukan anda dalam
pembelajaran Amtsilati atau
metode apa yang digunakan
metode Amtsilati?
Untuk pendekatannya yaitu pada pengulang, jadi setiap kegiatan pembelajaran akan diadakan suatu pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan untuk mengingat kembali materi yang sudah diajarkan kepada para santri setiap sebelum dan sesudah pelajaran
6 Apa motivasi dan tujuan metode
Amtsilati di terapkan di pondok
pesantren Al Hasan?
Untuk motivasinya karena di pondok pesantren ini berlatar belakang pembelajaran Al-Qur’an dulunya, maka motivasi dari saya adalah bagaimana seorang santri selain bisa dalam membaca dan memahami Al-Qur’an, para santri juga dapat memahami Nahwu Sharaf untuk diterapkan dalam kajian kitab kuning dan juga warna baru di pondok pesantren ini. Selain itu, sebelum ada Amtsilati inikan dulu juga pernah ada pembelajaran nahwu dengan jurumuiyah juga ya, akan tetapi hasilnya kita tahu kurang optimal, maka kemudian ada tawaran menarik dengan temuan yang baru yaitu metode Amtsilati ini, kita coba terapkan di pondok pesantren ini, yang katanya metode ini adalah metode yang sangat mudah, efektif dan efisien serta waktu yang relatif cepat dipahami. Tujuannya adalah untuk
membekali santri-santri agar punya modal untuk dapat membaca kitab kuning
7 Dalam pembelajaran Amtsilati
ada berapa kitab yang dipakai
dan kapan saja buku-buku
tersebut dapat mulai digunakan
oleh santri?
Untuk amtsilati itu terdapat 5 jilid, dalam pembelajarannya, dan setiap jilid itu berbeda-beda hari dalam melaksanakannya.
8 Bagaimana penerapan metode
Amtsilati dalam pengajarannya di
pondok pesantren Al Hasan?
Untuk malam senin itu kita belajar materi dengan kitab qoidati dan juga untuk membantu Untuk malam rabu itu langsung kepenerapan yaitu dengan belajar fikih menggunakan kitab taqrib, ini adalah implementasi dari materi yang sudah dipelajari
9 Strategi apa saja yang anda
gunakan dalam menerapkan
metode Amtsilati di pondok
pesantren Al Hasan?
Strategi yang saya lakukan adalah hafalan dan pengulangan materi karena menurut saya metode Amtsilati itu metodenya adalah menghafal dan membaca, sedangkan pendekatannya adalah mengulang dan setiap hari hafalan akhirnya ada santri yang jenuh dan bosan. Kalau dalam pembelajaran secara rinci biasanya saya melakukan dengan salam kemudian membaca Al Fatihah yang ditujukan kepada pengarang dan juga orang-orang shalih kemudian biasanya saya memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengulang materi atau mereview kemudian setelah itu langsung ke materi yang akan diajarkan
10 Bagaimana bentuk dan proses
penilaian metode pembelajaran
Amtsilati di pondok pesantren Al
Hasan?
Untuk sistem evaluasinya di samping tes tulis dan hafalan adalah ada penugasan, untuk ujian tulisnya dilakukan setelah semua materi selesai dilakukan 1 kali setiap jilid itu yang formal, tetapi di luar formal biasanya guru-guru selalu mengevaluasi kepada
kemampuan para santri, evaluasi harian ada pra test, sebelum pembelajaran dimulai santri ditanya pembelajaran sebelumnya, ketika mau mengakhiri juga ada post test, yaitu materi yang selesai hari itu dibahas ditanya lagi pemahamannya
11 Berapa standar nilai agar siswa
dinyatakan lulus?
Standarnya sama dengan yang ada di Amtsilati pusat yaitu 9 koma
12 Apa saja kriteria kelulusannya?
Bagaimana tindak lanjut hasil
penilaiannya?
Kriteria kelulusan atau santri dapat naik kelas adalah nilai test dinyatakan lulus dan hafalan nadzomnya juga selesai
13 Apa faktor-faktor pendukung
penerapan metode Amtsilati ini?
Faktor pendukungnya yang pertama tentunya adalah adanya santri, yang kedua adalah adanya ustad yang berkompeten karena salah satu ustadznya pernah belajar dan menimba ilmu langsung di pusatnya, faktor pendukung yang lain adalah adanya dorongan dan persetujuan dari pengasuh untuk dibelajarkan di pondok ini, sarana dan prassarana menurut saya juga sudah memadai.
14 Menurut bapak apakah faktor
penghambat penerapan metode
Amtsilati di pondok pesantren Al-
Hasan?
Untuk faktor penghambatnya menurut saya adalah faktor dari para santri yang biasanya itu soal hafalan itu pada sulit karena mungkin rasa malas dan berbenturan dengan kesibukan para santri
15 Apakah pengajaran semua itu
sama dengan aslinya di Jepara?
Menurut saya di Al Hasan ini tidak sama persis seperti yang sudah dilakukan oleh pusatnya, tetapi mungkin ada pengembangan-pengembangan yang kita sesuaikan dengan kesibukan atau kesempatan dan juga kemampuan dari para santri, karena tidak mungkin atau sulit jika di Al Hasan ini santri kelas Amtsilati dipacu dengan keras untuk menghafal,
meskipun standarnya sama dengan yang ada di Amtsilati pusat, tetapi tentu waktunya berbeda dengan di Amtsilati pusat
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Na’imatun binti
2. Usia : 20 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Kamis, 16 Agustus 2018
5. Waktu : 20.00 WIB
6. jabatan : Seksi Kegiatan Pondok Pesantren Al
Hasan Kota Salatiga
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan
Mulai masuk di pondok sejak masuk kuliah di IAIN Salatiga, yaitu tahun 2015. Menjadi pengurus tahun 2016.
2. Siapa saja yang menjadi
santri? Berapa jumlah santri
dan berasal dari mana santri
tersebut?
Kebanyakan santri nyambi dengan sekolah di sekolah umum, mulai dari jenjang Mts/SMP, MA/SMA, Mahasiswa. Jumlah santri putra dan putri kurang lebih 100. Daerah asal santri dari dari Jepara, Demak, Sragen, juga dari daerah sekitar Salatiga dll,
3. Apa saja jenis-jenis kegiatannya?
Kegiatan rutin yaitu meliputi kegiatan
harian, mungguan, bulanan dan tahunan.
Kegiatan harian ada ngaji al-Qur’an,
mengaji kitab dan belajar bersama.
Kegiatan mingguan yasinan mujahadah
khitobah dll.
4. Bagaimana sistem
pembelajaran di pondok
pesantren Al Hasan?
Sistem pembelajarannya di pondok pesantren al hasan yaitu masih dengan system pembelajaran tradisional seperti sorogan meskipun di dalamnya mulai ada pembaharuan-pembaharuan yang mengikuti arah zaman kang, disini mempelajari nahwunya pakek metode yang terbaru kang, yaitu dengan metode Amtsilati dari Jepara itu.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Alfarabi Brillian F
2. Usia : 21 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Kamis, 16 Agustus 2018
5. Waktu : 18.35 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Yang saya rasakan dari metode ini adalah suatu metode pembelajaran kitab kuning dengan metode yang praktis dan cepat, ditengah anggapan masyarakat bahwa belajar kitab kuning dengan nahwu Sharaf merupakan ilmu yang menakutkan karena harus bertahun-tahun mempelajarinya, tetapi Amtsilati menghadirkan akselerasi yang menjadi solusi atas pembelajaran nahwu Sharaf tradisional yang stagnan
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Menurut saya dalam memahami materi
Amtsilati itu terkadang susah susah
gampang. Namun bagi saya, dalam
memahami materi ini kuncinya yaitu
dengan menghafalnya karena kalau tidak
hafal, biasanya kesulitan untuk memahami
dan mempraktikkannya juga
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatan-hambatan yang terjadi selama mengikuti kelas Amtsilati itu sebagai santri dan pelajar adalah santri dituntut untuk menguasai ilmu agama dan juga ilmu umum secara bersamaa yang menjadikan waktu kegiatan terjadi tumpeng tindih antara materi pelajaran pesantren dan sekolah. Akibatnya, saya berada di pertimpangan jalan yang menjadikan hafalan dan pemahaman saya terkadang menjadi lemah. Selain itu semangat para santri dan juga waktu pembelajaran di kelas Amtsilati kurang maksimal.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : M. Mu’tasim Billah
2. Usia : 20 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Kamis, 16 Agustus 2018
5. Waktu : 20.10 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi santri
di Pondok Pesantren Al Hasan? Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode Amtsilati
bagi diri anda sendiri?
Bagi saya ini adalah metode yang paling praktis untuk belajar nahwu Sharaf, disamping sudah tersusun terjemahan Bahasa jawa dan Indonesia serta nadzomnya. Juga sudah memuat kaidah-kaidahnya serta banyak contoh-contoh kata atau ayat yang ada dalam al qur’an. Beda halnya dengan halnya dengan kitab nahwu Sharaf pada umumnya yang mungkin sulit dipahami oleh sebagian orang awam yang baru mengenal nahwu Sharaf seperti saya. Hal ini dapat diterapkan dengan mempelajari kitab Amtsilati.
3. Bagaimana menurut anda apakah
sulit memahami materi Amtsilati?
Allhamdulillah saya tidak ada kesulitan
dalam mempelajarinya, meskipun ada
beberapa hambatan dan itu hal yang
wajar
4. Apa saja hambatan-hambatan
yang terjadi selama mengikuti
kelas Amtsilati?
Kesulitan saya tertumpu pada hafalan nadhom beserta qoidahnya. Aktifitas-aktifitas lain seperti hafalan surat surat yang ayatnya cukup Panjang. Serta tugas-tugas kuliah, terkadang menghambat konsentrasi saya untuk menghafal nadhoman ini. Ditambah-tambah lagi saya lemah dalam hal hafalan, mungkin itu sih kesulitannya.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Ridwan Fauzi
2. Usia : 20 Tahun
3. Pekerjaan : Peserta didik MAN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Minggu, 12 Agustus 2018
5. Waktu : 18.40 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Sebelum saya belajar Amtsilati saya belum begitu jelas dengan nahwu shorof, tetapi setelah belajar sedikit dengan metode Amtsilati yang diajarkan di pondok pesantren al hasan, saya lebih mengerti dan mudah dalam belajar nahwu dan membaca kitab kuning
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Untuk pertama-tama materi yang diajarkan
masih bisa dimengerti dengan mudah,
tetapi setelah agak berjalan lebih jauh
materinya lumayan sulit kalua tidak dengan
sungguh-sungguh dalam belajar Amtsilati
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatannya sering lupa kalau sudah di luar kelas, makannya santri harus sering membaca berulang-ulang dan memahami betul di luar kegiatan pembelajaran agar ingatannya bisa kembali ke materi.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Istiyana Nur D
2. Usia : 17 Tahun
3. Pekerjaan : Pelajar
4. Hari/Tanggal Wawancara : Jum’at, 24 Agustus 2018
5. Waktu : 19.30 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi santri di
Pondok Pesantren Al Hasan? Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode Amtsilati
bagi diri anda sendiri?
Bersyukur mendapatkan ilmu baru yang belum pernah dipelajari, alhamdulillah dari pembelajaran metode Amtsilati tentunya mendapatkan ilmu yang berbeda, karena sebelumnya tidak menggunakan metode amtsilati, materi dan contoh Amtsilati juga bermakna.
3. Bagaimana menurut anda apakah
sulit memahami materi Amtsilati?
Menurut saya sulit dan tidaknya
materi tergantung pada pribadi
masing-masing, yang terpenting bagi
saya adalah niat dan konsentrasi
belajarnya karena sesungguhnya amal
itu tergantung pada niat, jadi kalau
niat kita ikhlas belajar insyaallah akan
dimudahkan dalam memahami
metode Amtsilati
4. Apa saja hambatan-hambatan
yang terjadi selama mengikuti
kelas Amtsilati.
Hambatan yang saya rasakan adalah ketinggalan sedikit materi yang di ajarkan karena jadwal sering tabrakan dengan ngaji sorogan di bu Nyai Khamalah, selain itu ilmu yang
didapatkan sulit di istiqomahkan.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Maulina Vitria U
2. Usia : 20 Tahun
3. Pekerjaan : Pelajar
4. Hari/Tanggal Wawancara : 25 Agustus 2018
5. Waktu : 17.10 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Yang saya rasakan ada kemudahan dari metode Amtsilati, tetapi banyak hambatan dari diri saya dan lingkungan sekitar
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Ada mudahnya ada sulitnya, karena
menurut saya materi yang didisajikan
dalam amtsilati itu awalnya memang
dimanjakan dengan materi yang mudah-
mudah baru menuju ke yang sulit
4. Apa saja hambatan-hambatan
yang terjadi selama mengikuti
kelas Amtsilati?
Hambatan bagi saya adalah banyaknya hafalan yang harus saya hafalkan dan malasnya saya dalam menjaga hafalan, karena memang menjaga itu lebih sulit dari pada menghafal.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Siti Muzaro’ah
2. Usia : 16 Tahun
3. Pekerjaan : Peserta didik MAN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara :Minggu, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 19.45 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren
Al Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Setelah saya belajar metode amtsilati saya merasa lebih mudah untuk memahami Bahasa arab, selain itu dengan metode amtsilati saya jadi ingat lagi pembelajaran nahwu shorof ketika di MTS dulu.
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Alhamdulillah tidak sulit, karena saya
tertarik mempelajari amtsilati yang
membuat saya lebih semangat untuk di
pondok
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatan yang pertama yaitu teman satu kelas yang terkadang membuat malas, mereka yang ngaji tapi gojek sampai suara ustadz tidak kedengaran, yang kedua yaitu seringnya ketidaktepatan waktu juga membuat malas.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Anna Muntadhiroh S
2. Usia : 18 Tahun
3. Pekerjaan : Peserta didik MAN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Minggu, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 20.00 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Menurut saya dengan adanya metode amtsilati ini membuat saya lebih semangat dan meneruskan untuk mondok di pesantren ini, karena saya dulu pernah mau pindah, tapi setelah saya tau kalo di pondok sini ada Amtsilati saya tidak jadi pindah, karena saya akan mendapat ilmu dan metode baru dari pembelajaran metode Amtsilati di pondok pesantren ini.
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Kalau itu menurut saya sedeng, tidak begitu
sulit, karena sesulit apapun materi atau
metode kalo orangnya sungguh-sungguh
insyaAllah akan bisa
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatannya yang pertama malas, karena capek dengan kegiatan di luar pondok, selain itu pengaruh teknologi juga membuat pembelajaran atau belajarnya terhambat. yang kedua hambatannya yaitu susah dengan hafalan karena saya tipe orang yang malas menghafal. Jadi kalua setelah ngaji tidak di buka dan di baca-baca
lagi maka tidak akan hafal dan mudah lupa kalau sudah menghafal.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Ainun Jilan Qilbi
2. Usia : 19 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa
4. Hari/Tanggal Wawancara : Minggu, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 20.20 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Merasakan senangnya belajar nahwu Sharaf dengan metode yang sangat praktis, pembelajar yang menyenangkan yang dipadukan dengan adanya nadzoman khulasoh Amtsilati bisa dibuat larlaran khas santri
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Menurut saya mempelajari Amtsilati lebih
mudah dan simple dari pada mempelajari
ilmu alat yang lain, karena katanya metode
Amtsilati ini adalah ringkasan dari Alfiyah
ya, tetapi kalau dasar awalnya sudah
mempelajari ilmu alat yang lain mungkin
merasa lebih sulit kalau di suruh
mempelajari lagi dengan metode Amtsilati
karena metodenya berbeda
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatan yang saya rasakan selama mengikuti kelas Amtsilati di Al Hasan yaitu masalah waktu yang kurang maksimal dalam pembelajaran jadi untuk menghafal serta memahami qoidah dari amtsilati tidak maksimal, mungkin juga karena rasa malas untuk mengaji menjadikan Amtsilati lama untuk dihafal dan dipahami
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1. Nama : Luluk Destisofiyana
2. Usia : 18 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Minggu, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 20.30 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
sendiri?
Bagi diri saya sendiri menurut saya dengan adanya metode Amtsilati ini banyak manfaatnya ya karena menambah ilmu dan wawasan terutama dengan nahwu, untuk kalangan santri itu identik dengan nahwunya, jadi kalau missal santri tidak faham nahwu itu akan saying sekali, eman2 banget kalu santri tidak bisa nahwu untuk membaca kitab kuning itu, ya saya sangat suka banget dengan metodenya, memang agak sulit tatapi itu merupakan tirakatnya santri ya, jadi kayak gitu
3. Bagaimana menurut anda Masalahnya begini, sulit kalu tidak mau
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
belajar, seperti saya sendiri saya itu sulit
untuk belajar, tetapi kalau mau memahami
dengan sungguh sungguh insyaAllah mudah
kok
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatannya itu adalah faktor dari diri sendiri dan faktor teman, kalau teman-temannya males jadi ikut ikutan males, terus yang kedua adalah capek karena kita ada dua aktivitas di sekolah dan di pondok juga, bentrok, kalau tugas sekolah banyak, hafalan di pondok juga banyak itu tentu akan mengganggu konsentrasi saya, tetapi itu semua memang sudah menjadi kewajiban sebagai seorang pelajar dan juga santri sih, ketiga yaitu tempatnya kurang mendorong semangatnya untuk belajar.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Maudyna Agustin
2. Usia : 19 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Minggu, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 20.40 WIB
No Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi
santri di Pondok Pesantren Al
Hasan?
Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode
Amtsilati bagi diri anda
Saya merasakan senang karena menurut saya metodenya mudah dipahami, kitabnya yang di sajikan dalam lima jilid itu juga membuat saya ingin naik kelas terus
sendiri?
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami
materi Amtsilati?
Mudah-mudah sulit menurut saya, mudah
dalam menghafalkan, sulit untuk
menjaganya karena malas untuk kembali
dipelajari diluar pembelajaran bersam
ustadz
4. Apa saja hambatan-
hambatan yang terjadi
selama mengikuti kelas
Amtsilati?
Hambatannya malas, sering ngantuk karena dilaksanakan di malam hari, lampunya kurang terang atau bisa dikatakan fasilitasnya kurang memadai.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1. Nama : Izzatul Muna
2. Usia : 20 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara : Minggu, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 20.55 WIB
NNO
Pertanyaan
Hasil wawancara
1 Sejak kapan anda menjadi santri
di Pondok Pesantren al-Hasan? Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
. 2 Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode Amtsilati
bagi diri anda sendiri?
Pertama ya saya mulai mengenal nahwu itu ya di pondok pesantren alhasan ini dan diperkenalkan dengan metode Amtsilati yang katanya metodenya sangat praktis dan mudah dipahami jadi saya menikmatinya ketika mengikuti pembelajaran Amtsilati
3 Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami materi
Amtsilati?
Ada materi yang mudah ada materi
yang bikin berpikir dua kali, karena
memang metode Amtsilati itu
menurut saya materi yang awal itu
yang mudah-mudah tetapi kalau
sudah sampai ke jilid-jilid
selanjutnya akan lumayan sulit.
4
Apa saja hambatan-hambatan
yang terjadi selama mengikuti
kelas Amtsilati?
Hambatannya yaitu dalam hafalannya dan pengaruh dari luar seperti dengan adanya handphone yang tidak bisa lepas dari genggaman tangan ini membuat saya terkadang mudah lupa dengan hafalan dan materi yang sudah saya dapat, kalau bisa seharusnya tata tertib untuk menggunakan handphone itu diberi batasan waktu.
VERBATIM WAWANCARA
Identitas Informan :
1 Nama : Rizki Karima
2. Usia : 19 Tahun
3. Pekerjaan : Mahasiswa IAIN Salatiga
4. Hari/Tanggal Wawancara :Kamis, 26 Agustus 2018
5. Waktu : 21.00 WIB
NNo
Pertanyaan Hasil wawancara
1. Sejak kapan anda menjadi santri di
Pondok Pesantren al-Hasan? Mulai nyantri akhir bulan Agustus tahun 2016
2. Apa yang anda rasakan dari
pembelajaran metode Amtsilati
bagi diri anda sendiri?
Yang saya rasakan pasti seneng karena pembelajaran Amtsilati ini adalah sesuatu yang baru buat saya pribadi dan saya sangat mengapresiasi kegiatan pembelajaran ini.
3. Bagaimana menurut anda
apakah sulit memahami materi
Amtsilati?
Ya tergantung gurunya, gimana cara
beliau menyampaikan materinya,
kadang mudah kadang dijelasin
berkali-kali masih nggak paham-
paham
4. Apa saja hambatan-hambatan
yang terjadi selama mengikuti
kelas Amtsilati?
Kalo saya pribadi sih Cuma rasa malas ya, dan juga saya susah memanage waktu anntara kegiatan sekolah sama di pondok, kadangkan banyak tugas di sekolah yang bikin frustasi.
DAFTAR GAMBAR
Pondok Pesantren Al Hasan
Masjid Pondok Pesantren Al Hasan
Kegiatan Rutinan Pondok Pesantren Al Hasan
Kegiatan Rutinan Pondok Pesantren Al Hasan
Acara Khotmil Qur‟an 2017
Ziarah di Demak
Wawancara dengan santri kelas Amtsilati pondok pesantren Al
Hasan
Wawancara dengan santri kelas Amtsilati pondok pesantren Al
Hasan
Wawancara dengan santri kelas Amtsilati pondok pesantren Al
Hasan
Wawancara dengan ustadz kelas Amtsilati pondok pesantren Al
Hasan
Wawancara dengan santri kelas Amtsilati pondok pesantren Al
Hasan
Proses pembelajaran Amtsilati
Ujian tes tulis kelas Amtsilati
Top Related