ii
PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA
TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
TAHUN 2015
LAPORAN AKHIR
MEI 2019
Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia
Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang
© 2019, Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana
Pencucian Uang
iii
Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia
Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015
ISBN :
Koordinator Penulis : Aditya S. Purwana, S.Si., M. Ak
Ukuran Buku : 295 x 210 mm
Naskah : Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang
Gambar Sampul : Mulyana
Diterbitkan : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya.
INFORMASI LEBIH LANJUT:
Tim Pengkinian NRA Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC)
Jl. Ir. H Juanda No. 35 Jakarta 10120 Indonesia
Phone: (+6221) 3850455, 3853922
Fax: (+6221) 3856809 – 3856826
website: http://www.ppatk.go.id
iv
TIM PENYUSUN PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG TAHUN 2015
A. Pengarah:
1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia 2. Kepala PPATK 3. Gubernur Bank Indonesia 4. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 5. Menteri Luar Negeri 6. Menteri Keuangan 7. Menteri Hukum dan HAM 8. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 9. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup 10. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 11. Jaksa Agung 12. Ketua Mahkamah Agung 13. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 14. Kepala Badan Narkotika Nasional 15. Panitera Muda Pidana Khusus, Mahkamah Agung 16. Dirjen Pajak Kementerian Keuangan 17. Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan 18. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 19. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI 20. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI 21. Kepala BARESKRIM, Polri 22. Kepala Divisi Hubungan Internasional, Polri 23. Wakil Kepala PPATK 24. Deputi Bidang Pemberantasan PPATK 25. Deputi Bidang Pencegahan PPATK 26. Sekretaris Utama PPATK
B. Pelaksana:
1) Perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia;
2) Perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
3) Perwakilan Kementerian Luar Negeri;
4) Perwakilan Kementerian Keuangan;
v
5) Perwakilan Kementerian Koperasi dan UKM;
6) Perwakilan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi;
7) Perwakilan Bank Indonesia;
8) Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan;
9) Perwakilan Mahkamah Agung;
10) Perwakilan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
11) Perwakilan Kepolisian Republik Indonesia;
12) Perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi;
13) Perwakilan Badan Narkotika Nasional;
14) Perwakilan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup;
15) Perwakilan Direktorat Jenderal Pajak;
vi
16) Perwakilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
17) Perwakilan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH .................................................................................................... viii
SAMBUTAN DAN KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................... xii
BAB 1 Peraturan dan Legislasi Anti Pencucian Uang ................................................................... 1
1.1 Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia ................................................................. 1
1.2 Stakeholders Rezim Anti Pencucian Uang .............................................................. 16
BAB 2 Risiko Utama Pengkinian NRA TPPU 2015 ...................................................................... 22
2.1 Risiko Domestik ...................................................................................................... 23
2.2 Foreign In-Ward Risk dan Foreign Out-Ward Risk .................................................. 31
2.2.1 Foreign In-Ward Risk .............................................................................................. 32
2.2.2 Foreign Out-Ward Risk ........................................................................................... 35
BAB 3 Mitigasi Pencucian Uang Tahun 2015 s.d. 2018 ............................................................. 38
1.1 Tindak Pidana Narkotika ......................................................................................... 38
1.2 Tindak Pidana Korupsi ............................................................................................ 41
1.3 Tindak Pidana Perbankan ....................................................................................... 43
BAB 4 Keberhasilan Mitigasi Pencucian Uang ........................................................................... 49
4.1 Risiko Domestik ...................................................................................................... 49
4.1.1 Tindak Pidana Narkotika ......................................................................................... 50
4.1.2 Tindak Pidana Korupsi ............................................................................................ 52
4.1.3 Tindak Pidana Perbankan ....................................................................................... 53
4.2 Mitigasi yang dilakukan PPATK ............................................................................... 54
4.3 Studi Kasus .............................................................................................................. 57
BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi ...................................................................................... 127
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 127
5.2 Prioritas Aksi Tahun 2019 s.d. 2020 ..................................................................... 128
BAB 6 Lampiran ..................................................................................................................... 130
Lampiran A: Metodologi ................................................................................................. 130
Lampiran B: Analisis PESTEL ............................................................................................ 138
Lampiran C: Referensi ..................................................................................................... 139
viii
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH
Singkatan Penjelasan
AML/CFT Anti Money Laundering/Counter Financing of Terrorism
APG Asia Pacific Group on Money Laundering
APU dan PPT Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
CTF Summit Counter Financing of Terrorism Summit
EY Ernst & Young
FATF Financial Action Task Force
FIU Financial Intelligence Unit
FPC Foreign Predicate Crime/Negara dimana Tindak Pidana Asal Terjadi
HA Hasil Analisis
HP Hasil Pemeriksan
IFTI International Fund Transfer Instruction
IHA Informasi Hasil Analisis
IHP Informasi Hasil Pemeriksaan
LO Laundering Offshore/Negara dimana TPPU terjadi
LPP Lembaga Pengawas dan Pengatur
LTKM Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
MER Mutual Evaluation Review
ML Money Laundering/Tindak Pindana Pencucian Uang
MLA Mutual Legal Assistance
NRA National Risk Asessment/Penilaian Risiko Nasional
PEPs Politically Exposed Person
PBA Priority Based Approach/Pendekatan Berbasis Prioritas
PBJ Penyedia Barang dan/atau Jasa lain
ix
Singkatan Penjelasan
PMPJ Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
RBA Risk Based Approach/Pendekatan Berbasis Risiko
RBS Risk Based Supervision/Pendekatan Berbasis Pengawasan
Rp Rupiah
SRA Sectoral Risk Assessment/Penilaian Risiko Sektoral
STR Suspicious Transaction Report/LTKM
Stakeholders Para Pemangku Kepentingan
TP Tindak Pidana
TPA Tindak Pidana Asal
TPPU Tindak Pidana Pencucian Uang
TPPT Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
x
SAMBUTAN DAN KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT
karena berkat rahmat dan hidayah-NYA, maka PPATK
bersama stakeholders rezim Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) yang
tergabung dalam Inter Agency Working Group NRA
Indonesia dapat menyelesaikan penyusunan dokumen
“Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak
Pidana Pencucian Uang Tahun 2015”.
Sebagaimana diketahui bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan
ancaman serius bagi suatu bangsa (extraordinary crime). Di tengah derasnya kemajuan
teknologi informasi dan dorongan era globalisasi saat ini, TPPU berkembang semakin
kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif,
memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai
sektor ekonomi.
Dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU, salah satu instrumen penting yang
harus digunakan agar setiap upaya yang dilakukan dapat berjalan efektif adalah dengan
memanfaatkan hasil penilaian risiko nasional (National Risk Assessment/NRA) terhadap
TPPU karena melalui NRA TPPU ini para stakeholders anti TPPU dapat memahami risiko
TPPU berdasarkan tingkatan risikonya agar penanganan yang dilakukan akan berfokus
pada tingkat risiko tertinggi, hal inilah yang disebut penanganan TPPU dengan pendekatan
berbasis risiko sesuai dengan rekomendasi FATF. Dengan dilakukannya hal tersebut,
alokasi sumber daya untuk penanganan TPPU akan lebih efektif.
Penyusunan NRA TPPU 2015 telah dilakukan secara komprehensif, lengkap dan
menyeluruh melibatkan komitmen Komite Nasional TPPU/TPPT serta seluruh stakeholders
anti TPPU, menggunakan metodologi standar FATF agar hasil penilaian yang dihasilkan
dapat diuji kualitasnya. Melalui NRA TPPU 2015, telah banyak kebijakan strategis yang telah
dilakukan Pemerintah untuk memitigasi risiko utama yang teridentifikasi di dalam NRA
TPPU 2015, baik kebijakan pencegahan (soft approach) maupun pemberantasan (hard
approach) yang pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing stakeholders sesuai tugas
dan fungsinya berupa pengawasan dan pengaturan serta penegakan hukum.
xi
Dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir, telah banyak pelaku TPPU menggunakan
cara-cara yang semakin canggih, sangat kompleks dan berskala internasional dalam tindak
pidana pencucian uang. Terhadap perkembangan TPPU tersebut, sudah sepantasnya pihak
stakeholders terkait terus mengikuti perkembangan yang ada agar langkah mitigasi yang
dilakukan tidak bersifat usang (out of date). Salah satu bentuk upaya untuk mengikuti
perkembangan TPPU tersebut adalah dengan melakukan pengkinian NRA TPPU 2015, yang
tahun 2019 ini pihak Pemerintah Indonesia di bawah Koordinasi Komite Nasional
TPPU/TPPT, telah selesai melakukan pengkinian NRA TPPU 2015 dengan tujuan untuk
memastikan upaya mitigasi TPPU yang telah dan akan dilakukan oleh para stakeholders
masih sejalan dengan risiko TPPU-nya.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan tersebut sekaligus guna menghadapi FATF
Mutual Evaluation Review (FATF MER) yang akan dilaksanakan tahun 2019 s.d. 2020 ini,
maka bersama ini laporan pengkinian NRA TPPU 2015 ini disusun dengan tujuan untuk
memberikan gambaran secara jelas mengenai risiko terkini TPPU di Indonesia yang telah
mengalami perkembangan dari periode 2015 s.d. 2018.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang telah memberikan kontribusi terhadap terbitnya laporan ini. Semoga amal usaha kita
diridhoi Allah SWT. Aamiin Ya Robbal’Alamin.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 27 Mei 2019
Kepala PPATK,
Kiagus Ahmad Badaruddin
xii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang
Tahun 2015 (NRA TPPU 2015), mengidentifikasi Tindak Pidana Asal (TPA) yang berpotensi
menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP
Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.
Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian
uang dalam bentuk white paper TP Perpajakan sebagai bentuk pengkinian terhadap risiko
pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang
berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut, hasil Mutual Evaluation
Review dari APG tahun 2018 menyampaikan bahwa risiko tindak pidana perpajakan
terhadap TPPU diakui bergeser dari risiko tinggi menjadi risiko menengah.
Sebagai tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian
uang yang telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan
ketentuan serta aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut termasuk
diantaranya menyusun penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA) dan
penilaian risiko strategis terkait pencucian uang khususnya pada sektor-sektor yang
potensial memiliki resiko tinggi dieksploitasi atau disalahgunakan untuk tujuan pencucian
uang.
Tahun 2019 ini, Indonesia mengeluarkan dokumen Pengkinian Penilaian Risiko
Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015
Updated). Salah satu tujuan dari pengkinian risiko adalah untuk melihat sejauh mana NRA
TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi sekarang.
Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana
Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi dan
perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun 2015
s.d. 2018.
NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk konsolidasi dari penilaian
risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d. 2018 dan mitigasi serta aksi
prioritas dalam rangka menurunkan TP asal berisiko tinggi. NRA TPPU 2015 Updated
mengidentifikasikan bahwa risiko paling tinggi tindak pidana asal yang berpotensi TPPU
adalah TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal. Kelima
tindak pidana asal ini dianggap yang paling dominan untuk dilakukan mitigasi risiko melalui
upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan oleh para stakeholders terkait melalui
xiii
Pendekatan Berbasis Risiko/Risk Based Approach (RBA), Pengawasan Berbasis Risiko/Risk
Based Supervision (RBS) serta Pendekatan Berbasis Prioritas/Priority Based Approach
(PBA) untuk penanganan kasus-kasus tersebut.
Ditinjau dari aspek hasil kejahatan yang diperoleh dari TPA, diketahui secara
statistik periode 2016 s.d. 2018 terdapat 159 putusan dengan nilai hasil kejahatan sebesar
Rp10.397 Triliun, dari jumlah tersebut sebesar Rp8.482 Triliun (81,58%) berasal dari hasil
kejahatan TP Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan1. Oleh karena itu, mitigasi risiko
oleh stakeholders diutamakan membawa dampak pada masalah keamanan nasional yang
bersifat isu non-tradisional, yakni TP Narkotika, TP Korupsi dan TP Perbankan.
Pertimbangan lain, dengan memperhatikan besarnya porsi hasil kejahatan dari ketiga jenis
TPA tersebut yang masuk ke dalam sektor keuangan dapat berpotensi menggangu stabilitas
ekonomi dan memperlemah integritas keuangan nasional.
NRA TPPU 2015 Updated ini menampilkan penilaian risiko terhadap TP Narkotika,
TP Korupsi dan TP Perbankan yang ditunjukkan dengan terpenuhinya tiga intermediate
outcome FATF (yakni koordinasi, pencegahan dan penegakan hukum) di tiga area tindak
pidana tersebut. Data statistik dan studi kasus yang disampaikan dalam NRA TPPU 2015
Updated ini menunjukkan pula Pemerintah Indonesia telah berhasil memprioritaskan serta
memitigasi risiko pencucian uang atas tiga TPA di atas. Adapun untuk dua tindak pidana
lain yang berisiko tinggi (TP Kehutanan dan TP Pasar Modal) sudah dicantumkan dalam
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 2019. Pencegahan dan
Pemberantasan dua tindak pidana berisiko tinggi tersebut dilakukan secara bertahap dan
terstruktur meskipun belum menunjukkan hasil yang signifikan dibandingkan dengan 3
(tiga) tindak pidana yang diprioritaskan di atas.
Berdasarkan TPA yang berisiko tinggi pada NRA TPPU 2015, jumlah putusan TPPU
dari TP Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan merupakan tiga (3) TP yang memiliki
jumlah putusan terbanyak periode tahun 2016 s.d. 2018. Di samping itu, Indonesia juga
berhasil mengungkapkan kasus TPPU yang sangat kompleks dan berskala internasional, di
antaranya kasus CJK (Narkotika), kasus PSS (Narkotika), kasus AY (Narkotika), kasus RU
(Narkotika), kasus SN (Korupsi), kasus NA (Korupsi), kasus HAT (Korupsi), kasus HL
(Korupsi), kasus NL (Perbankan), dan kasus LRP (Perbankan). Selain itu juga terdapat kasus
foreign risk sekaligus stand alone money laundering a.n. CT, kasus pemidanaan korporasi
BBU, kasus PSL (Kepabeanan) dan kasus proliferasi a.n. Kapal M/V Wise Honest.
1 Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019
xiv
Berdasarkan identifikasi risiko dan rencana mitigasi yang akan dilakukan
Indonesia, NRA TPPU 2015 Updated merekomendasikan aksi prioritas yaitu pencegahan
TPPU melalui penguatan pengawasan berbasis risiko dan penguatan koordinasi domestik
serta kerjasama internasional baik formal maupun informal serta sektor pemberantasan
dengan optimalisasi penanganan perkara TPPU.
1
BAB 1 Peraturan dan Legislasi Anti Pencucian Uang
Salah satu tujuan Pengkinian Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak
Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015 Updated) adalah untuk melihat sejauh
mana NRA TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi
sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak
Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi
dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun
2015 s.d. 2018.
NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk konsolidasi dari penilaian
risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d. 2018 dan mitigasi serta aksi
prioritas dalam rangka menurunkan TP asal beresiko tinggi.
1.1 Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia
Rezim anti pencucian uang di Indonesia dimulai sejak diterbitkannya Undang-Undang
(UU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 15
tahun 2002 yang telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (UU TPPU)
yang mencakup seluruh upaya anti pencucian uang. Di dalam UU tersebut telah diatur
tentang perbuatan pencucian uang maupun pemidanaan terhadap pelaku pencucian uang.
Setelah NRA TPPU 2015 diterbitkan, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
berbagai peraturan dan regulasi selama periode tahun 2015 s.d. 2018 sebagai bentuk
penguatan rezim anti pencucian uang di Indonesia yaitu:
No. Peraturan Tahun
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor
Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.
2015
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau
Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang
2016
3.
Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi
Nasional
2016
2
No. Peraturan Tahun
4.
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme
2018
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan penilaian risiko sektoral
(Sectoral Risk Assessment/SRA) sebagai turunan atas NRA TPPU 2015, yaitu:
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
1. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK),
2017
SRA TPPU pada
Sektor Jasa
Keuangan
(Perbankan,
Perusahaan Efek,
Manajer
Investasi,
Perusahaan
Asuransi, dan
Perusahaan
Pembiayaan)
Risiko Tinggi TPPU di sektor Perbankan:
1. Profil: Pejabat lembaga
pemerintahan (eksekutif, legislatif,
dan yudikatif),
pengusaha/wiraswasta (orang
perseorangan), pengurus partai
politik, dan korporasi.
2. Produk layanan: Transfer dana
dalam negeri, layanan prioritas
(wealth management), transfer dana
dari dan ke luar negeri, safe doposit
box dan corresponden banking.
3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Timur,
Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten,
dan Jawa Tengah.
4. Saluran Distribusi: Cash deposit
machine (CDM).
Risiko Tinggi TPPU di sektor Perusahaan
Efek:
1. Profil: Pengusaha/wiraswasta
(orang perseorangan), pejabat
lembaga pemerintahan (eksekutif,
legislatif, dan yudikatif), pengurus
3
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
partai politik, pengurus/pegawai
dari yayasan/lembaga berbadan
hukum, dan pegawai swasta.
2. Jenis produk: Efek bersifat ekuitas
dan efek bersifat utang.
3. Wilayah: DKI Jakarta.
4. Saluran distribusi: Remote trading.
Risiko tinggi TPPU di sektor Manajer
Investasi:
1. Profil: Pejabat lembaga
pemerintahan (eksekutif, legislatif,
dan yudikatif), pengurus partai
politik, dan korporasi.
2. Produk: tidak ada produk berisiko
tinggi. Untuk produk berisiko
menengah: Reksadana saham, Reksa
dana pasar uang, Kontrak pengelolan
Dana (KPD).
3. Wilayah: DKI Jakarta.
4. Saluran distribusi: tidak ada saluran
distribusi berisiko tinggi. Saluran
distribusi berisiko menengah: Agen
penjual perbankan, penjualan
internal (baik online maupun
konvensional), agen penjual
online/elektronik (khusus agen
melalui penjualan online), agen
penjual perusahaan efek.
Risiko tinggi TPPU di sektor
Perasuransian:
4
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
1. Profil: Pejabat lembaga
pemerintahan (eksekutif, legislatif,
dan yudikatif), pengurus partai
politik, dan pengusaha/wiraswasta
(orang perseorangan).
2. Produk: Unit link.
3. Wilayah: DKI Jakarta, Sumatera
Utara, Kepulauan Riau, Bali, dan
Banten.
4. Saluran distribusi: Direct selling
(termasuk melalui agen) dan indirect
melalui bank.
Risiko tinggi TPPU di sektor Perusahaan
Pembiayaan:
1. Profil: Pengusaha/wiraswasta
(orang perseorangan), Pejabat
lembaga pemerintahan (eksekutif,
legislatif, dan yudikatif), dan
pengurus partai politik.
2. Produk: Pembiayaan multiguna-
financing installment.
3. Wilayah: DKI Jakarta.
4. Saluran distribusi: Transfer bank.
2. Bank Indonesia (BI),
2017
SRA Kegiatan
Usaha
Penukaran
Valuta Asing
Bukan Bank
(Kupva BB) dan
Penyelenggaraan
Risiko tinggi di sektor KUPVA BB:
1. Wilayah: DKI Jakarta.
2. Profil: Pegawai swasta.
3. Jenis UKA: Dolar AS.
Risiko tinggi di sektor PTD BB:
1. Wilayah: DKI Jakarta dan Jawa
Timur.
5
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
Transfer Dana
(PTD)
2. Profil: Pegawai swasta.
3. Produk: Incoming.
3. Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK),
2017
SRA Penyediaan
Barang dan/atau
Jasa Lainnya
Risiko tinggi di sektor Perusahaan
propety/agen property:
1. Profil: Pengusaha/wiraswasta.
2. Alat pembayaran: Non-tunai.
3. Metode pembayaran: Tunai
bertahap.
4. Produk: Rumah.
5. Wilayah: DKI Jakarta.
Risiko tinggi TPPU di sektor Pedagang
kendaraan bermotor:
1. Profil: Pengusaha/wiraswasta.
2. Alat pembayaran: Tunai.
3. Metode pembayaran: Tunai.
4. Produk: Kendaraan pribadi.
5. Wilayah: DKI Jakarta.
4. BAPPEBTI,
Kementerian
Perdagangan, 2017
SRA
Perdagangan
Berjangka
Komoditi
Risiko tinggi di sektor Perdagangan
berjangka komoditi:
1. Produk dan layanan: kontrak
bilateral mata uang asing (forex).
2. Wilayah: DKI Jakarta.
3. Profil: wiraswasta, pegawai swasta
dan PNS (termasuk pensiunan).
6
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
5. Badan Narkotika
Nasional (BNN), 2017
SRA Narkotika Risiko tinggi di sektor narkotika:
1. Jenis: Shabu dan Heroin.
2. Peran: Distribusi narkotika.
3. Profil: wiraswasta, pengangguran
(tidak bekerja) dan pegawai swasta.
6. Direktorat Jenderal
Pajak (DJP),
Kementerian
Keuangan, 2017
SRA Perpajakan Risiko tinggi di sektor perpajakan:
1. Tindak pidana: Pasal 39A -
penyalahgunaan Faktur Pajak yang
Tidak Berdasarkan Transaksi yang
Sebenarnya (FPTBTS) dan Pasal 39
ayat (1) huruf i - Tidak Menyetorkan
Pajak yang Dipungut dan/atau
Potong.
2. Profil: Wajib Pajak perorangan
dengan profil pengusaha bidang
perdagangan, ekspor/impor.
3. Wilayah: DKI Jakarta. Jawa, Sumatra.
4. Sarana: properti, perbankan,
pembiayaan otomotif.
7. Komisi
Pemberantasan
Korupsi (KPK), 2017
SRA Korupsi Risiko tinggi di sektor korupsi:
1. Bentuk/jenis TP: Kerugian
Keuangan Negara dan Suap
Menyuap.
2. Profil: pejabat lembaga legislatif,
yudikatif dan pemerintah, PNS
(termasuk pensiunan), profesional
dan konsultan, TNI/Polri (termasuk
7
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
pensiunan) serta pegawai
BI/BUMN/BUMD (termasuk
pensiunan).
3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Timur,
dan Jawa Barat.
8. Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai (DJBC),
Kementerian
Keuangan, 2017
SRA
Kepabeanan,
Cukai dan
Pembawaan
Uang Tunai
Risiko tinggi di sektor Kepabeanan:
1. Jenis TP: customs fraud,
penyelundupan unmanifest, dan
penadahan barang impor/ekspor.
2. Motif: penghindaran bea masuk,
pajak dan bea keluar.
3. Profil: WNI – Wiraswasta.
4. Fasilitas: TPB - Kawasan Bebas.
5. Wilayah: DJBC Jabar.
6. Negara asal barang impor: China
dan Singapura.
7. Komoditas: Tekstil dan Produk
Tekstil.
Risiko tinggi di sektor Cukai:
1. Jenis TP: jual BKC tanpa pita
cukai/BKC dilekati pita cukai
palsu/bekas, Jual/pakai PC kepada
yang tidak berhak atau
beli/gunakan PC bukan haknya dan
delik pidana pemalsuan pita cukai.
2. Profil: WNI - Wiraswasta, WNI -
Pegawai Swasta, Korporasi-Tanpa
Ijin NPPBKC, Korporasi-Pabrik
Rokok Gol 2, Korporasi -Tempat
8
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
Penjualan Eceran MMEA, dan
Korporasi 3 - Pabrik Rokok Gol 3.
3. Fasilitas: Tidak Dipungut - Barang
Kena Cukai (BKC) Tujuan
Ekspor/Kawasan Bebas.
4. Wilayah: DJBC Sulbagsel dan Kanwil
DJBC Sumbagbar.
5. Jenis BKC: SKM - Sigaret Kretek
Mesin, SKT - Sigaret Kretek Tangan,
dan MMEA Gol C.
Risiko tinggi di sektor Pembawaan uang
tunai:
1. Mata uang: Dollar Singapura.
2. Sarana pengangkut: udara
(pesawat).
3. Negara asal: Singapura.
4. Negara tujuan: Singapura.
5. Profil: Pegawai Swasta.
6. Bandara/Pelabuhan: Bandara
Soekarno Hatta, Bandara Ngurah
Rai dan Pelabuhan Ferry Batam.
9. PPATK, KPK, OJK,
EY dan USAID, 2018
Risk Assessment
on Legal Persons
(Analisis
Kesenjangan
Antara
Ketentuan
Kepemilikan
Manfaat atas
Pemetaan Risiko Pencucian Uang
terhadap Badan Hukum (Legal Person),
berdasarkan point of concern sebagai
berikut:
➢ Bentuk Badan Hukum: Perseroan
Terbatas.
➢ Jenis Usaha: Perdagangan.
➢ Saluran Distribusi/Delivery Channel:
Transfer, Pembelian Kendaraan
Bermotor.
9
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
Korporasi/Perik
atan Lainnya di
Indonesia)
➢ Pihak Pelapor: Bank, Properti dan
Perusahaan Kendaraan Bermotor.
➢ Transaksi Internasional (Inflow):
Singapura, Hogkong, Thailand.
➢ Transaksi Internasional (outflow):
Singapura, Hongkong, China.
10. Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK),
2017
Ancaman dan
Kerentanan
Tindak Pidana
Pencucian Uang
dari Hasil Tindak
Pidana Penipuan
Risiko tinggi ancaman penipuan:
1. Profil: pengusaha/wiraswasta dan
Pegawai Swasta/Karyawan.
2. Wilayah: DKI Jakarta dan Jawa
Barat.
11. Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK),
2017
Ancaman dan
Kerentanan
Tindak Pidana
Pencucian Uang
dari Hasil Tindak
Pidana
Kehutanan
Risiko tinggi ancaman pada TP
Kehutanan:
1. Profil: Kelompok terorganisir
(Pemilik Modal dan Pengusaha,
Oknum Pejabat Pemerintah
(eksekutif, legislatif), Anggota Partai
Politik, Oknum Penegak Hukum, dan
Nahkoda Kapal).
2. Wilayah: Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Jawa Tengah, Bangka
Belitung,Jambi dan Maluku.
3. Karakteristik:
10
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
a. menerima, membeli, atau
menjual, menerima tukar,
menerima titipan, menyimpan,
atau memiliki hasil hutan yang
diketahui atau patut diduga
berasal dari kawasan hutan
yang diambil atau dipungut
secara tidak sah.
b. mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan kayu yang
tidak dilengkapi secara bersama
surat keterangan sahnya hasil
hutan.
c. menebang pohon atau memanen
atau memungut hasil hutan
tanpa memiliki hak atau izin
dari pejabat berwenang.
d. melakukan kegiatan
perkebunan tanpa izin Menteri
di kawasan hutan.
12. Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK),
2017
Ancaman dan
Kerentanan
Tindak Pidana
Pencucian Uang
dari Hasil Tindak
Pidana
Lingkungan
Hidup
Risiko tinggi ancaman pada TP
Lingkungan Hidup:
1. Profil: Kelompok terorganisir
(meliputi Pemilik Modal, Pengusaha,
Aparat Negara/Pemerintahan
(eksekutif maupun legislatif).
2. Wilayah: Jawa Timur, Sumatera
Utara, dan Kalimantan Timur.
3. Karakteristik:
a. pelanggaran baku mutu air
limbah.
11
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
b. pengelolaan limbah B3 tanpa
izin.
c. dumping (pembuangan) limbah
B3 sisa hasil produksi
pengolahan tanpa izin.
d. pembakaran hutan dan lahan.
13. Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara
(DJKN), Kementerian
Keuangan, 2017
SRA Balai Lelang Di sektor Balai lelang, tidak ada
pengguna jasa, metode layanan, produk
dan wilayah berisiko tinggi.
Sedangkan risiko menengah:
1. Pengguna Jasa: pedagang.
2. Metode layanan: lelang internet.
3. Produk: Barang bergerak.
4. Wilayah: DKI Jakarta.
14. Direktorat Jenderal
Pajak (DJP),
Kementerian
Keuangan, 2017
White Papers
Perpajakan
Perubahan risiko TP Perpajakan dari
risiko tinggi TPA berpotensi TPPU
menjadi risiko menengah.
12
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
15. Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK),
2017
Threat Assessment
on Foreign
Predicate Crime &
Laundering
Offshores
1. Foreign Predicate Crime (FPC):
a. TPA, berisiko tinggi: Narkotika,
Korupsi, dan Penipuan.
b. Negara, berisiko tinggi:
Singapura, Amerika Serikat,
Australia.
2. Laundering Offshores (LO):
a. TPA, berisiko tinggi: Narkotika,
Korupsi, dan Perpajakan.
b. Negara, berisiko tinggi:
Singapura, Tiongkok, Hong
Kong.
16. Kementerian
Koperasi dan UKM,
2018
SRA Koperasi
yang Melakukan
Kegiatan Simpan
Pinjam
Risiko tinggi di Koperasi Simpan Pinjam:
1. Jenis kelembagaan: Koperasi
Simpan Pinjam.
2. Keanggotaan: Koperasi primer
tingkat Kabupaten/Kota.
3. Wilayah: Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan DKI Jakarta.
4. Produk: tabungan sukarela.
5. Profil pengguna jasa: Anggota
sektor koperasi yang melakukan
usaha simpan pinjam.
6. Profil anggota:
pengusaha/wiraswasta.
13
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
17. Pusat Pembinaan
Profesi Keuangan
(PPPK), Kementerian
Keuangan, 2018
SRA Akuntan dan
Akuntan Publik
Risiko tinggi di Akuntan dan Akuntan
Publik:
1. Jasa:
a. Pengelolaan rekening giro,
rekening tabungan, rekening
deposito, dan/atau rekening
efek.
b. Pembelian dan Penjualan
Properti.
2. Pengguna Jasa: Pengurus Partai
Politik, Pengusaha, Politically
Exposed Persons (mis. Tokoh Parpol,
Pejabat Pemerintahan, dll), Partai
Politik, Korporasi Non UMKM,
Pedagang Valuta Asing.
3. Bisnis Pengguna Jasa: Perbankan,
Properti, Asuransi, Valuta Asing, dan
Pertambangan dan Energi.
4. Wilayah: DKI Jakarta, Sumatera
Utara, Jawa Timur.
5. Domisili Klien Luar Negeri: Tax
Haven Country dan RRT (Tiongkok).
6. Domisili KAP/KJA: DKI Jakarta.
18. Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum
Umum (AHU),
Kementerian Hukum
dan HAM, 2018
SRA Notaris Risiko tinggi di sektor Notaris:
1. Profil pengguna jasa:
Pengusaha/Wiraswasta, Pedagang,
Pengurus Parpol, Pegawai Swasta
dan Pejabat Lembaga Legislatif dan
Pemerintah.
14
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
2. Bisnis pengguna jasa: Perdagangan,
Pertambangan, kontraktor dan
perindustrian.
3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Jawa Timur.
4. Jasa:
a. Pengelolaan terhadap Uang,
Efek, dan/atau Produk Jasa
Keuangan lainnya.
b. Pengoperasian dan Pengelolaan
Perusahaan dan Pengelolaan
Rekening Giro, Rekening
Tabungan, Rekening Deposito,
dan/atau Rekening Efek.
5. Produk:
a. Akta Perjanjian JO (Joint
Operation/Kerjasama
Operasional Mengelola Proyek).
b. Akta Pendirian dan Perubahan
Partai Politik.
c. Akta Perjanjian BOT (Build
Operate Transfer/Bangun Kelola
Serah).
19. Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK),
2018
SRA Legal
Arranggement
Indonesia merupakan negara civil law,
sehingga tidak terdapat legal
arrangement atau trust di Indonesia.
Namun demikian, kami mengidentifikasi
beberapa skema trust asing yang
terdapat di Indonesia. Secara umum,
proses identifikasi Beneficiary Ownership
15
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
atas trust asing juga kami amati lebih
sulit untuk diungkap.
Di lain pihak, kami mengidentifkasi
beberapa skema trust yang dibuat di
bawah yurisdiksi negara lain namun
aset/investasinya ditempatkan di
Indonesia. Skema ini selanjutnya dikenal
dengan trust asing (foreign trust).
Indonesia tidak memungkinkan adanya
trust yang dibentuk secara formal di
dalam negeri. Hal ini mengakibatkan
pengguna jasa dari pihak pelapor hanya
dapat berupa perorangan, korporasi dan
legal arrangement atau trust asing. Akan
tetapi, tidak menutup kemungkinan
bahwa entitas dibalik perorangan atau
korporasi adalah trust asing. Dengan kata
lain, trust asing dapat beroperasi di
Indonesia secara tidak langsung dengan
menggunakan korporasi berbentuk
Special Purpose Vehicle (“SPV”) atau
perusahaan cangkang. Tidak menutup
kemungkinan bahwa trust asing tersebut
dapat digunakan dalam melakukan
pencucian uang.
• Risiko Pencucian Uang berdasarkan
Transaksi Internasional: Singapura,
British Virgin Island, Seychelles.
• Risiko Pencucian Uang melalui skema
legal arrangement berdasarkan Produk
16
No.
Lembaga Pengawas dan
Pengatur/Penegak Hukum
Dokumen Temuan Utama
atau model transaksi: efek (terkait
dengan perusahaan pialang efek, produk
tabungan, pembiayaan surat utang.
• Risiko Pencucian Uang melalui skema
legal arrangement berdasarkan subjek
hukum: Korporasi dan Bukan Pihak
Pelapor.
Secara umum, regulasi Anti-Pencucian
Uang di Indonesia telah memitigasi risiko
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
menggunakan legal arrangement.
Sebagai tindak lanjut dari SRA, selain peraturan tersebut di atas, telah dikeluarkan
beberapa peraturan masing-masing sektoral oleh Kementerian/Lembaga sebagai regulasi
untuk melakukan Risk Based Supervision (RBS) bagi Kementerian/Lembaga dalam
mengawasi Anti Pencucian Uang (APU) oleh Industri.
1.2 Stakeholders Rezim Anti Pencucian Uang
1.2.1 Penegak Hukum
Berikut ini, para penegak hukum yang memiliki kewenangan berdasarkan tahapan
proses penegakan hukum TPPU:
a. Proses Penyidikan
1. Kepolisian, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang
dengan indikasi tindak pidana asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU
sesuai dengan kewenangan Kepolisian sebagaimana diatur di dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Kejaksaan, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang
dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU
TPPU sesuai dengan kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam
peraturan perundang-undangan.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana
17
dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan KPK sebagaimana
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Badan Narkotika Nasional (BNN), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
pencucian uang dengan indikasi tindak pidana narkotika dan psikotropika
sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan BNN
sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
5. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
pencucian uang dengan indikasi tindak pidana di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan
Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor
6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008.
6. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana kepabeanan
dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan
kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2007.
b. Proses Penuntutan
1. Kejaksaan, melakukan penuntutan atas perkara tindak pidana pencucian uang
dan tindak pidana asal yang berasal dari pelimpahan berkas perkara oleh
penyidik sesuai dengan kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam
peraturan perundang-undangan.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penuntutan atas perkara
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal yang berasal dari
pelimpahan berkas perkara oleh penyidik KPK sesuai dengan kewenangan KPK
sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
18
c. Proses Pemeriksaan/Peradilan
1. Penuntut Umum, penuntutan atas perkara tindak pidana dilakukan oleh
Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
2. Pengadilan, proses peradilan atas perkara tindak pidana dilakukan pada
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan/atau Mahkamah Agung.
1.2.2 Pihak Pelapor
Penelusuran Harta Kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh
lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas (Financial
Intelligence Unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada
penyidik.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 17 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 2 dan 3, disebutkan bahwa Pihak Pelapor meliputi:
a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK):
1. Bank.
2. Perusahaan pembiayaan.
3. Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi.
4. Dana pensiun lembaga keuangan.
5. Perusahaan efek.
6. Manajer investasi.
7. Kustodian.
8. Wali amanat.
9. Perposan sebagai penyedia jasa giro.
10. Pedagang valuta asing.
11. Penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu.
12. Penyelenggara e-money dan/atau e-wallet.
13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam.
14. Pegadaian.
15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi.
16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
17. Perusahaan modal ventura.
18. Perusahaan pembiayaan infrastruktur.
19
19. Lembaga keuangan mikro.
20. Lembaga pembiayaan ekspor.
b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ):
1. Perusahaan properti/agen property.
2. Pedagang kendaraan bermotor.
3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia.
4. Pedagang barang seni dan antic.
5. Balai lelang.
c. Jasa Profesi
1. Advokat.
2. Notaris.
3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
4. Akuntan.
5. Akuntan publik.
6. Perencana Keuangan.
Lembaga keuangan dan profesi tidak hanya berperan dalam membantu penegakan
hukum, tetapi juga melindungi lembaga dan profesi dari berbagai risiko, yaitu risiko
operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan
sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak
pidana. Dengan pengelolaan risiko yang baik, lembaga keuangan dan profesi akan mampu
melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi
lebih stabil dan terpercaya.
1.2.3 Lembaga Pengawas Pengatur (LPP)
Dalam penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pihak Pelapor berada dalam
supervisi Lembaga Pengawas dan Pengatur yang memiliki kewenangan pengawasan,
pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor. Pihak-pihak yang menjadi
Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia.
b. Otoritas Jasa Keuangan.
c. Badan Pengawas Perdagangaan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian
Perdagangan.
d. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
e. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.
20
f. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Kementerian Keuangan.
g. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.
h. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
i. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan
Informatika.
j. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Berdasarkan Pasal 31 UU TPPU, pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan
bagi pihak pelapor dilakukan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur dan/atau PPATK.
Dalam hal pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan tidak dilakukan atau belum
terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, pengawasan kepatuhan atas kewajiban
pelaporan dilakukan oleh PPATK. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 18 UU TPPU, antara
lain diatur bahwa Lembaga Pengawas dan Pengatur menetapkan ketentuan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa. Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur,
ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan
Peraturan Kepala PPATK.
1.2.4 Komite TPPU
Untuk meningkatkan koordinasi antar lembaga terkait dan untuk menunjang
efektifitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia, Pemerintah RI membentuk
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang yang diketuai oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil
Menteri Koordinator Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai Sekretaris Komite. Komite
Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang saat
ini mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berikut ini susunan Keanggotaan
Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU:
Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Sekretaris : Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Anggota : Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan,
Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perdagangan, Menteri
21
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Gubernur Bank Indonesia,
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Jaksa Agung,
Kepala Kepolisian Negara Repoblik Indonesia, Kepala Badan
Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme, Kepala Badan Narkotika Nasional.
1.2.5 Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga intelijen
di bidang keuangan yang memiliki bentuk administratif model. Dalam dunia internasional,
lembaga intelijen di bidang keuangan ini lebih dikenal dengan nama generik Financial
Intelligence Unit (FIU). Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, PPATK merupakan
elemen yang sangat penting karena merupakan national focal point dalam upaya mencegah
dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Keberadaan PPATK dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama
dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisasi seperti
pencucian uang dan terorisme. Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK
seperti tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2002 telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003
dan telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada UU No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tugas
utama PPATK sesuai dengan Pasal 39 UU TPPU adalah mencegah dan memberantas tindak
pidana Pencucian Uang.
1.2.6 Masyarakat
Masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam pencegahan dan
pemberantasan TPPU. Masyarakat dimaksudkan adalah masyarakat yang menjadi
pengguna jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainnya, maupun jasa profesi. Pengguna
jasa-jasa tersebut antara lain: nasabah bank, asuransi, perusahaan sekuritas, dana pensiun
dan lainnya termasuk peserta lelang, pelanggan pedangan emas, properti dan sebagainya.
Peran masyarakat adalah memberikan data dan informasi kepada pihak pelapor
ketika melakukan hubungan usaha dengan pihak pelapor, sekurang-kurangnya meliputi
identitas diri, sumber dana, dan tujuan transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan
oleh pihak pelapor dan melampirkan dokumen pendukungnya. Di samping itu, masyarakat
juga dapat berperan aktif dalam memberikan informasi kepada penegak hukum yang
berwenang atau PPATK apabila mengetahui adanya perbuatan yang berindikasi pencucian
uang.
22
BAB 2 Risiko Utama Pengkinian NRA TPPU 2015
Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang
Tahun 2015 (NRA TPPU 2015), mengidentifikasi Tindak Pidana Asal (TPA) yang berpotensi
menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP
Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.
Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian
uang dalam bentuk White Paper TP Perpajakan sebagai bentuk pembaharuan pengkinian
terhadap risiko pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal
domestik yang berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut, hasil Mutual
Evaluation Review dari APG tahun 2018 menyampaikan bahwa risiko tindak pidana
perpajakan terhadap TPPU diakui bergeser dari risiko tinggi menjadi risiko menengah.
Sebagai tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian
uang yang telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan
ketentuan serta aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut termasuk
diantaranya menyusun penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA) dan
penilaian risiko strategis terkait pencucian uang khususnya pada sektor-sektor yang
potensial memiliki resiko tinggi dieksploitasi atau disalahgunakan untuk tujuan pencucian
uang.
Tahun 2019 ini, Indonesia mengeluarkan dokumen Pengkinian Penilaian Risiko
Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015
Updated), dimana, salah satu tujuan dari pengkinian risiko adalah untuk melihat sejauh
mana NRA TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi
sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak
Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi
dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun
2015 s.d. 2018.
23
2.1 Risiko Domestik
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa hasil tindak pidana TPPU adalah
Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagai berikut2:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme3;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
2 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pemerintah Indonesia 2010 3 Juga termasuk Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perorangan (Pasal 2 ayat (2) UU No 8 Tahun 2010), Pemerintah Indonesia 2010
24
Formulasi penilaian risiko dalam NRA TPPU 2015 mengikuti panduan dari FATF
Guidance mengenai “National Money Laundering and Terrorist Financing Risk Assessment”
disebutkan bahwa: “risk can be represented as: R=f[(T)(V)] x C, where T represents threat, V
represents vulnerability, and C represents consequence”. Berdasarkan panduan tersebut,
formulasi untuk melakukan penilaian risiko dapat dirumuskan sebagai berikut4:
Merujuk kepada FATF Guidance disebutkan bahwa:
a. Ancaman (threats) adalah orang atau sekumpulan orang, objek atau aktivitas yang
memiliki potensi menimbulkan kerugian. Dalam konteks pencucian uang ancaman
meliputi tindak pidana, kelompok teroris dan pendanaannya.
b. Kerentanan (vulnerabilities) adalah hal–hal yang dapat dimanfaatkan atau mendukung
ancaman atau dapat juga disebut dengan faktor – faktor yang menggambarkan
kelemahan dari sistem anti pencucian uang/pendanaan terorisme baik yang berbentuk
produk keuangan atau layanan yang menarik untuk tujuan pencucian uang atau
pendanaan terorisme.
c. Dampak (consequences) adalah akibat atau kerugian yang ditimbulkan dari tindak
pidana pencucian uang dan atau pendanaan terorisme terhadap lembaga, ekonomi dan
sosial secara lebih luas termasuk juga kerugian dari tindak kriminal dan aktivitas
terorisme itu sendiri.
NRA TPPU 2015, menggunakan formulasi matematis setiap faktor risiko yang
memiliki berberapa variabel dan sub-variabel pembentuk, dengan perincian sebagai
berikut:
a. Ancaman TPPU berdasarkan Tindak Pidana Asal:
1) Ancaman Riil:
a) Penelusuran transaksi terindikasi TPPU:
4 Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015, Pemerintah Indonesia 2015
Risiko =Kerentanan
+Ancaman(
(
x Dampak
25
➢ Jumlah LTKM.
➢ Jumlah Laporan Hasil Analisis.
➢ Jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan.
b) Pemeriksaan terindikasi TPPU oleh Penyidik:
➢ Jumlah kasus yang diinvestigasi pada tindak pidana asal.
➢ Jumlah kasus TPPU yang diinvestigasi.
c) Penuntutan TPPU:
➢ Jumlah kasus TPPU yang dituntut.
d) Pemeriksaan TPPU di Pengadilan:
➢ Jumlah putusan TPPU yang diputus pengadilan.
2) Ancaman Potensial:
➢ Persepsi Penegak Hukum terkait tingkat potensi TPPU menurut TPA.
b. Kerentanan TPPU:
1) Kerentanan Pihak Pelapor:
a) Kerentanan Internal:
➢ Ketersediaan Program Anti Pencucian Uang.
➢ Manajemen Program Anti Pencucian Uang.
➢ Kebijakan dan Prosedur Program Anti Pencucian Uang.
➢ Pengawasan Internal Program Anti Pencucian Uang.
➢ Kehandalan Sistem Informasi Program Anti Pencucian Uang.
➢ Kecukupan dan Kapabilitas SDM Program Anti Pencucian Uang.
➢ Persepsi terhadap Isu Program Anti Pencucian Uang.
➢ Kemampuan mengidentifikasi tindak pidana asal dalam transaksi
keuangan mencurigakan.
b) Kerentanan Pelaporan:
➢ Rasio jumlah LTKM terhadap jumlah nasabah/pengguna jasa berisiko
tinggi TPPU.
2) Kerentanan Penegak Hukum:
a) Kerentanan Internal:
➢ Kebijakan Strategis dalam Penanganan Perkara TPPU.
➢ Dukungan Manajemen Tertinggi terkait Rezim Anti Pencucian Uang.
➢ Kebijakan dan Prosedur dalam Penanganan Perkara TPPU.
➢ Kehandalan Sistem Informasi dalam Penanganan Perkara TPPU.
➢ Kecukupan dan Kapabilitas SDM dalam Penanganan Perkara TPPU.
26
➢ Pengawasan Internal Rezim Anti Pencucian Uang.
➢ Persepsi terhadap isu terkait Penanganan Perkara TPPU.
b) Kerentanan Tindak Lanjut Penanganan Perkara TPPU:
➢ Persentase tindak lanjut atas penyampaian Laporan Hasil Analisis
dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Penyidik TPPU.
c. Dampak TPPU:
1) Dampak Riil:
➢ Rata-rata Nilai Transaksi Keuangan Mencurigakan
➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Laporan Hasil Analisis PPATK
➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
PPATK
➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Berkas Penyidikan TPPU
➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Berkas Penuntutan TPPU
➢ Rata-rata Nilai yang diputus terkait TPPU dalam Berkas Putusan Pengadilan
perkara TPPU
2) Dampak Potensial:
➢ Persepsi Penegak Hukum terkait tingkat rata-rata nilai TPPU menurut TPA.
NRA TPPU 2015 mengidentifikasi TPA yang
berpotensi menjadi TPPU, antara lain TP Narkotika, TP
Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan
dan TP Pasar Modal5.
5 Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015, Pemerintah Indonesia 2015
27
Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian
Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional
Indonesia terhadap pencucian uang dalam bentuk White
Paper TP Perpajakan sebagai bentuk pembaharuan
pengkinian terhadap risiko pencucian uang di Indonesia,
khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang
berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang.
Pada dasarnya hasil nilai risiko TPPU di bidang
perpajakan disusun atas variabel penyusun risiko yang
terdiri dari ancaman, kerentanan, serta dampak. Dari ketiga
variabel tersebut faktor kerentanan merupakan faktor yang cukup dapat dikendalikan oleh
pemilik risiko dengan melakukan treatment yang yang tepat pada kerentanan dimaksud.
Setelah dokumen NRA TPPU 2015 ditetapkan, sektor perpajakan telah melakukan
banyak upaya untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, diantaranya pengesahan
kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kerentanan baik kerentanan dari pihak
penegak hukum maupun pihak pelapor.
Dengan adanya penguatan rezim perpajakan dan rezim anti pencucian uang pasca
NRA TPPU 2015 dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
melalui perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan dan bidang rezim Anti
Money Laundering (AML), telah berdampak pada perubahan peta risiko TPPU menurut
tindak pidana asal yaitu dalam hal tindak pidana perpajakan yang semula berisiko tinggi
menjadi risiko menengah.
Langkah mitigasi yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015 s.d. 2018
yaitu melalui penguatan rezim perpajakan dan anti pencucian uang melalui:
1. Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML Pasca NRA TPPU 2015:
a. Pembenahan Organisasi Internal (Reformasi Perpajakan)
Pembenahan organisasi internal di bidang perpajakan dilakukan melalui
program reformasi perpajakan. Program ini dicanangkan pada tanggal 9
Desember 2016 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 885/KMK.03/2016
tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan. Reformasi perpajakan adalah
perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah
pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis
perpajakan. Sasaran program ini adalah petugas pajak, pembayar pajak, instansi
terkait, dan masyarakat.
28
Program ini diwujudkan melalui transformasi lima pilar perpajakan
Indonesia:
1) Organisasi
Untuk meningkatkan efektivitas organisasi melalui penajaman dan
peningkatan fungsi organisasi, pengorganisasian dan peningkatan
organisasi.
2) Sumber daya manusia
Untuk membentuk sumber daya manusia yang kuat, akuntabel, dan
berintegritas.
3) Teknologi Informasi dan Basis Data
Memastikan sistem teknologi informasi dan database yang andal,
mendukung proses bisnis DJP, dan menghasilkan keluaran yang akurat dan
dapat diandalkan.
4) Proses Bisnis
Menyederhanakan proses bisnis menjadi lebih efektif, efisien,
akuntabel, berbasis teknologi informasi, dan mencakup semua tugas DJP.
5) Perundang-undangan
Menetapkan kebijakan perpajakan yang memperluas basis pajak,
memberikan kepastian hukum, mengurangi biaya kepatuhan, dan
meningkatkan penerimaan pajak.
b. Pembenahan Regulasi/Kebijakan, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
untuk Kepentingan Perpajakan
UU ini memberikan akses yang luas bagi otoritas pajak (DJP) untuk
menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk tujuan perpajakan,
baik untuk kebutuhan dalam negeri, maupun memenuhi standar
persyaratan komitmen internasional Indonesia.
UU 9 Tahun 2017 merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk
mendukung transparansi dan pertukaran informasi dalam upaya
memberantas dan mencegah penghindaran pajak dan pengelakan pajak.
Sejak 2009, dunia telah mengumumkan berakhirnya era kerahasiaan
perbankan.
Dari perspektif domestik, UU 9 Tahun 2017 akan mengintegrasikan
informasi keuangan dari Wajib Pajak (dari SPT mereka) dan dari lembaga
29
keuangan. Informasi terpadu ini meningkatkan akurasi dan keandalan
database perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.
UU 9 Tahun 2017 diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk
Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
PMK 70/PMK.03/2017 mencakup kepentingan pajak dalam negeri
dan juga komitmen internasional Indonesia dalam transparansi dan
pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah
dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi
Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan amanat Pasal 41
ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
3) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan
Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-
02/2017).
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain
terkait dengan tindak pidana pencucian uang serta meningkatkan
penerimaan negara dari sektor perpajakan, telah diterbitkan Instruksi
Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan
Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017).
INPRES-02/2017 pada intinya berisi instruksi kepada Menteri Keuangan,
Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, dan Kepala Badan Narkotika Nasional
selaku pimpinan dari penyidik yang berwenang melakukan penyidikan
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal berdasarkan tugas dan
kewenangan masing-masing untuk memanfaatkan secara optimal Laporan
30
Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang
disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK).
2. Pelaksanaan Kegiatan di Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana
Pencucian Uang Melalui Optimalisasi Kerja Sama PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak.
Kerjasama penegakan rezim AML di bidang perpajakan telah dimulai sejak
tahun 2011, yaitu ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara
PPATK dan DJP nomor NK-51/I.02/PPATK/10/11 atau Nomor KEP-268/PJ/2011
tanggal 19 Oktober 2011. Ruang lingkup kesepakatan meliputi: pertukaran data
dan/atau informasi, perumusan peraturan perundang-undangan, penanganan perkara
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana di bidang perpajakan, pengembangan
sistem teknologi informasi, penugasan pegawai, pelaksanaan kajian, sosialisasi,
penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan.
Sejak tahun 2015, untuk mengoptimalkan pemanfaatan data transaksi
keuangan, Kementerian Keuangan dan PPATK membentuk beberapa Satuan Tugas
yaitu Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi Transaksi Keuangan
dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum Perpajakan melalui Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 487/KM.1/2015 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1456/KM.1/2016; Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi dalam
rangka Optimalisasi Penegakan Hukum di Bidang Penagihan Pajak melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 488/KM.1/2016 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1456.1/KM.1/2016. Satuan tugas tersebut dibentuk untuk mengoordinasikan dan
mengoptimalkan penanganan data dan/atau transaksi keuangan dalam rangka
penegakan hukum maupun penagihan perpajakan. Pelaksanaan tugas Tim tersebut
telah mendukung penerimaan Negara.
Pada tahun 2018, melalui KEP-174/PJ/2018, DJP bersama dengan Jaksa Agung
Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah melakukan amandemen perjanjian kerja
sama untuk optimalisasi penegakan hukum pidana di bidang perpajakan dan tindak
pidana pencucian uang. Kerjasama tersebut diwujudkan diantaranya melalui
pembentukan satuan tugas yang disahkan dalam KMK-24/KMK.3/2019 tentang
Pembentukan Satuan Tugas Asistensi Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Penelusuran Kekayaaan Hasil Tindak
Pidana. Satuan Tugas ini melibatkan DJP, Kejaksaan RI, PPATK, dan POLRI. Selain
pengoptimalan data dan/atau informasi melalui satuan tugas, Direktorat Jenderal
31
Pajak juga mengoptimalkan kerjasama dengan PPATK melalui penyelenggaraan
kegiatan pengembangan kapasitas SDM.
2.2 Foreign In-Ward Risk dan Foreign Out-Ward Risk
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor ancaman, kerentanan dan dampak NRA
TPPU 2015, teridentifikasi beberapa TPA berisiko tinggi berpotensi menjadi TPPU, yaitu TP
Narkotika, TP Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.
Hasil tersebut kemudian diperbaharui dengan white paper update vulnerabilities pemetaan
risiko Indonesia terhadap TPPU di sektor Perpajakan yang mengidentifikasi TP Perpajakan
menjadi risiko menengah sebagai TPA berisiko TPPU.
Penilaian tingkat risiko TPA berisiko ini dilakukan dalam kerangka tindak pidana
domestik, artinya TPA tersebut terjadi di Indonesia. Sedangkan, penilaian tingkat risiko
TPPU Indonesia yang terkait dengan yurisdiksi asing belum dilakukan secara mendalam
dalam dokumen NRA TPPU 2015.
Keterlibatan negara atau yurisdiksi asing dalam TPPU dapat sebagai negara dimana
terjadinya tindak pidana asal (Foreign Predicate Crime (FPC)) dan dapat pula sebagai negara
tujuan dilakukannya pencucian uang (Laundering Offshore (LO)). Dengan demikian dalam
melakukan penilaian tingkat potensi atau risiko TPPU yang terkait dengan negara lain perlu
melihat kedua aspek tersebut. Dari aspek FPC, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk
mengidentifikasi negara mana yang berpotensi atau berisiko menjadi tempat terjadinya
tindak pidana asal yang pencucian uangnya dilakukan di Indonesia. Sedangkan dari aspek
LO, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi negara mana yang
berpotensi atau berisiko menjadi tempat dilakukannya pencucian uang yang tindak pidana
asalnya terjadi di Indonesia.
Selain melakukan penilaian terhadap negara atau yurisdiksi asing, penilaian terhadap
TPPU yang terkait dengan aspek luar negeri juga perlu menilai jenis TPA yang berpotensi
tinggi. Dari aspek FPC, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi TPA
apa yang terjadi di luar negeri yang berpotensi atau berisiko dibawa ke Indonesia untuk
dilakukan pencucian uang. Sedangkan dari aspek LO, penilaian potensi atau risiko
dilakukan untuk mengidentifikasi TPA apa yang terjadi di Indonesia yang berpotensi atau
berisiko tinggi dibawa ke luar negeri untuk dilakukan pencucian uang.
32
Pada tahun 2017, Indonesia telah mengeluarkan
dokumen penilaian ancaman pencucian uang dari dan
ke luar negari. Dokumen ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi tingkat ancaman tindak pidana
asal yang terjadi di luar negeri sebagai sumber
dana pencucian uang di Indonesia.
2. Mengidentifikasi tingkat ancaman negara atau
yurisdiksi asing sebagai tempat terjadinya tindak
pidana asal yang pencucian uangnya dilakukan di
Indonesia.
3. Mengidentifikasi tingkat ancaman tindak pidana
asal yang terjadi di Indonesia sebagai sumber dana
pencucian uang di luar negeri.
4. Mengidentifikasi tingkat ancaman negara atau yurisdiksi asing sebagai tempat
terjadinya pencucian uang yang tindak pidana asalnya dilakukan di Indonesia.
2.2.1 Foreign In-Ward Risk
Foreign In-Ward risk merupakan pemetaan tingkat ancaman TPPU pada Foreign
Proceed Crime (FPC), yaitu pencucian uang di dalam negeri yang tindak pidana asalnya
berasal dari luar negeri. Tingkat ancaman/potensi TPPU pada FPC dihitung menggunakan
faktor: (i) jumlah transaksi dari luar negeri (IFTI-in) yang telah dipertajam dengan data
laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM); (ii) jumlah pertukaran informasi antar
FIU yang terdiri atas spontaneous information dari PPATK ke FIU negara lain dan mutual
information dari FIU negara lain ke PPATK; dan (iii) jumlah MLA yang diterima Indonesia
dari negara lain (MLA-in). Agar lebih komprehensif, ketiga faktor ancaman tersebut
dikalikan dengan faktor dampak berupa nominal transaksi IFTI-in.
Pemetaan potensi TPPU pada FPC dilakukan dengan menganalisis 2 (dua) hal, yaitu:
(i) potensi tindak pidana asal dari luar negeri sebagai sumber pencucian uang di Indonesia
(FPC-Tindak Pidana Asal); dan (ii) potensi negara lain sebagai sumber pencucian uang di
Indonesia (FPC-negara).
1. FPC – Tindak Pidana Asal
Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU
untuk FPC terhadap jenis Tindak Pidana Asal (TPA), diperoleh hasil penilaian sebagaimana
gambar 1 berikut.
33
Gambar 1
Peta Risiko (Heatmap) FPC - Tindak Pidana Asal
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa 3 (tiga) TPA yang terjadi di luar negeri
dan pencucian uangnya dilakukan di Indonesia dengan nilai ancaman terbesar
dibandingkan dengan TPA lainnya adalah tindak pidana korupsi, penipuan dan narkotika.
Meskipun demikian TPA yang memiliki tingkat ancaman yang tinggi adalah korupsi dan
penipuan, sementara narkotika berada pada tingkat ancaman menengah. Faktor utama
yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat ancaman korupsi adalah banyaknya jumlah
informasi dari FIU negara lain yang diterima FIU Indonesia dibandingkan dengan TPA
lainnya. Sementara dilihat dari faktor dampak, narkotika memiliki total dana IFTI yang
paling besar diantara TPA lainnya yang mencapai Rp7,4 triliun. Sementara dilihat dari
jumlah IFTI yang masuk ke Indonesia, indikasi TPA yang paling tinggi adalah terkait
Penipuan.
Hasil ini menunjukkan bahwa hasil kejahatan korupsi, penipuan dan narkotika yang
terjadi di luar negeri yang paling berpotensi dicuci di Indonesia dibandingkan dengan hasil
kejahatan lainnya. Berdasarkan data pertukaran informasi antara PPATK dan FIU negara
lain teridentifikasi beberapa modus FPC untuk ketiga jenis TPA tersebut, yaitu sebagai
berikut:
a. Korupsi:
1) FIU negara lain menyampaikan STR (Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan/LTKM) dari database mereka terkait pelaku yang merupakan
WNI berdasarkan informasi dari media masa.
Penipuan
KorupsiNarkotikaD
A
M
P
A
K
A N C A M A N
FPC - TINDAK PIDANA ASAL
Tin
gg
iM
en
en
ga
hR
en
da
h
TinggiMenengahRendah
34
2) Indonesia menerima informasi dari FIU negara lain bahwa terdapat seorang
WNI dengan profil PEP yang dilaporkan di dalam STR terkait perjudian.
Penempatan dana tersebut diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi di
Indonesia.
b. Penipuan:
1) Penipuan terjadi di luar negeri dimana hasil kejahatan ditempatkan pada
koperasi di Indonesia.
2) Hasil kejahatan penipuan berupa online scams masuk ke Indonesia.
Terhadap informasi ini PPATK melakukan pengecekan rekening kemudian
menyampaikannya kepada penegak hukum.
c. Narkotika:
1) Sindikat narkotika mentransfer hasil perdagangan gelap narkotika
internasional masuk ke Indonesia melalui anggota keluarga.
2) Penempatan hasil perdagangan gelap narkotika internasional dilakukan
dengan membeli properti di Indonesia.
3) Pengiriman hasil perdagangan gelap narkotika ke Indonesia melalui jasa
pengiriman uang illegal.
2. FPC – Negara
Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU
untuk FPC pada negara/yurisdiksi asing diperoleh beberapa negara dengan nilai terbesar,
yaitu sebagaimana Gambar 2. Dari Gambar 2 terlihat bahwa 3 (tiga) negara sebagai tempat
terjadinya TPA yang pencucian uangnya terjadi di Indonesia dengan tingkat ancaman yang
paling besar adalah Singapura, Amerika Serikat dan Australia.
35
Gambar 2
Peta Risiko (Heatmap) FPC – Negara
Singapura dan Amerika Serikat berada pada level Tinggi sedangkan Australia berada
pada level Menengah. Tingkat ancaman yang tinggi dari Singapura dominan dipengaruhi
oleh total dana IFTI masuk ke Indonesia dari Singapura berindikasi tindak pidana mencapai
Rp10 triliun, paling besar dibandingkan dengan negara lainnya. Sementara dilihat dari
aspek jumlah IFTI masuk, negara pengirim IFTI berindikasi tindak pidana paling banyak
berasal dari Amerika Serikat, meskipun total dananya di bawah Singapura. Sedangkan
tingkat ancaman Australia dipengaruhi oleh jumlah informasi antara FIU Australia dengan
FIU Indonesia yang lebih banyak dibandingkan dengan negara lainnya. Hasil ini
menunjukkan bahwa hasil kejahatan dari Singapura, Amerika Serikat dan Australia yang
paling berpotensi dicuci di Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya.
2.2.2 Foreign Out-Ward Risk
Foreign Out-Ward Risk merupakan pemetaan tingkat ancaman TPPU pada Laundering
Offshore (LO), yaitu pencucian uang yang dilakukan di luar negeri yang TPAnya terjadi di
Indonesia. Tingkat ancaman/potensi TPPU pada LO dihitung menggunakan faktor: (i)
jumlah transaksi ke luar negeri (IFTI-out) yang telah dipertajam dengan data laporan
transaksi keuangan mencurigakan (LTKM); (ii) jumlah pertukaran informasi antar FIU yang
terdiri atas spontaneous information dari FIU negara lain ke PPATK dan mutual information
dari PPATK ke FIU negara lain; dan (iii) jumlah MLA yang dikirimkan Indonesia ke negara
Singapura
Amerika Serikat
Australia
D
A
M
P
A
K
A N C A M A N
FPC - NEGARA
Tin
gg
iM
en
en
ga
hR
en
da
h
TinggiMenengahRendah
36
lain (MLA-out). Agar lebih komprehensif, ketiga faktor ancaman tersebut dikalikan dengan
faktor dampak berupa nominal transaksi IFTI-out.
Pemetaan potensi TPPU pada LO dilakukan dengan menganalisis 2 hal, yaitu: (i)
potensi tindak pidana asal di Indonesia sebagai sumber pencucian uang di luar negeri (LO-
Tindak Pidana Asal); dan (ii) potensi negara lain sebagai tujuan pencucian uang yang
TPAnya terjadi di Indonesia (FPC-negara).
1. LO - Tindak Pidana Asal
Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU
untuk LO terhadap jenis Tindak Pidana Asal (TPA), diperoleh hasil penilaian sebagai
berikut:
Gambar 3
Peta Risiko (Heatmap) LO - Tindak Pidana Asal
Dari Gambar 3 di atas terlihat bahwa 3 (tiga) TPA di Indonesia yang pencucian
uangnya dilakukan di luar negeri dengan tingkat ancaman paling tinggi dibandingkan
dengan TPA lainnya adalah tindak pidana Narkotika, Korupsi dan Tindak Pidana
Perpajakan. Narkotika berada pada tingkat ancaman Tinggi, Korupsi pada tingkat ancaman
Menengah dan Tindak Pidana Perpajakan pada tingkat ancaman Rendah. Tingkat ancaman
narkotika yang sangat tinggi dipengaruhi oleh IFTI-out berindikasi narkotika yang
jumlahnya sangat banyak disertai total dana mencapai Rp37 triliun, paling besar
dibandingkan dengan TPA lainnya. Dari aspek jumlah MLA yang dikirimkan Indonesia ke
luar negeri, dominan berindikasi tindak pidana Korupsi. Sementara ditinjau dari aspek
Korupsi
Narkotika
Perpajakan
D
A
M
P
A
K
A N C A M A N
LO - TINDAK PIDANA ASAL
Tin
gg
iM
en
en
ga
hR
en
da
h
TinggiMenengahRendah
37
pertukaran informasi antara PPATK dengan FIU negara lain, dominan berindikasi tindak
perpajakan.
Hasil ini menunjukkan bahwa hasil kejahatan Narkotika, Korupsi dan Perpajakan
yang terjadi di Indonesia yang paling berpotensi dicuci ke luar negeri dibandingkan dengan
hasil kejahatan lainnya. Berdasarkan data pertukaran informasi antara PPATK dan FIU
negara lain teridentifikasi beberapa modus LO untuk ketiga jenis TPA tersebut, yaitu
sebagai berikut:
a. Narkotika:
Penempatan hasil jual beli narkotika ke luar negeri melalui pemalsuan dokumen
ekspor impor.
b. Korupsi:
1) Penyuapan terkait dengan izin pertambangan oleh perusahaan luar negeri di
Indonesia.
2) PEP menempatkan hasil tindak pidana korupsi pada perusahaan yang berlokasi
di Hong Kong.
c. Perpajakan
1) WNA menyimpan asetnya di luar negeri seperti Singapura.
2) Setelah UU Tax Amnesty, negara yang memiliki perjanjian AoEI dengan
Indonesia menyampaikan informasi terkait WNA yang tinggal di negara
tersebut melakukan penarikan dana untuk mengikuti program Tax Amnesty.
Tetapi uang tersebut tidak masuk ke Indonesia, melainkan diparkir di
Singapura.
3) Transfer pricing dan penggunaan shell company.
2. LO - Negara
Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU
untuk LO pada 164 negara diperoleh beberapa negara dengan nilai terbesar, yaitu sebagai
mana Gambar 4 berikut. Dari gambar tersebut terlihat bahwa 3 (tiga) negara tujuan
pencucian uang dari tindak pidana di Indonesia dengan tingkat ancaman yang paling besar
adalah Singapura, Tiongkok, Hongkong. Singapura dan Tiongkok berada pada tingkat
ancaman yang Tinggi sedangkan Hong Kong berada pada tingkat ancaman Menengah.
Tingkat ancaman yang tinggi untuk negara Singapura dipengaruhi oleh jumlah MLA dari
Indonesia ke Singapura yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan negara lain.
Begitu juga dari aspek total nominal IFTI-out, Singapura memiliki nilai yang paling tinggi
dibandingkan dengan negara lainnya mencapai Rp14 triliun.
38
Gambar 4
Peta Risiko (Heatmap) LO – Negara
Tingkat ancaman Tiongkok yang tinggi dipengaruhi oleh jumlah IFTI-out yang paling
besar diantara negara lain, sedangkan Hong Kong memiliki nilai yang relatif tinggi untuk
untuk semua faktor pembentuk ancaman meskipun tidak ada faktor yang paling dominan.
Hasil ini menunjukkan bahwa hasil kejahatan di Indonesia memiliki potensi besar dicuci di
Singapura, Tiongkok dan Hong Kong dibandingkan dengan negara lainnya.
BAB 3 Mitigasi Pencucian Uang Tahun 2015 s.d. 2018
Tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian uang yang
telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan ketentuan serta
aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut.
Berikut adalah langkah-langkah mitigasi yang telah dilakukan Indonesia tahun 2015
s.d. 2018.
1.1 Tindak Pidana Narkotika
Langkah mitigasi yang telah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018 untuk memitigasi risiko
pencucian uang dalam TP Narkotika, yaitu sebagai berikut:
SingapuraTiongkok
Hong Kong
D
A
M
P
A
K
A N C A M A N
LO - NEGARA
Tin
ggi
Menengah
Rendah
TinggiMenengahRendah
39
1. Kebijakan Strategis, yaitu:
a. Menerbitkan Peraturan Kepala BNN Nomor 7 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Badan Narkotika Nasional Tahun 2015 s.d. 2019.
b. Menerbitkan Instruksi Presiden Nomor. 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi
Nasional Pencegahan dan pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
c. Menerbitkan Peraturan Kepala BNN No. 10 tahun 2018 tentang Implementasi
Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
2. Penguatan Struktur Organisasi
Menerbitkan Peraturan BNN Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang
Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional, Provinsi dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota.
3. Penguatan Pedoman dan Kerangka Regulasi
a. BNN bersama Kepolisian dan PPATK menerbitkan penilaian risiko tindak pidana
pencucian uang pada tindak pidana Narkotika (SRA Narkotika) Tahun 2017.
b. Menerbitkan Peraturan
1) Kepala BNN Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penyelidikan dan Penyidikan
Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari Narkotika dan Prekusor
Narkotika.
2) Peraturan Kepala BNN Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Penyusunan Regulasi Pencegahan Dan Pemberantasan
Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika Dan Prekursor Narkotika.
3) Peraturan Kepala BNN Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penyidik Badan Narkotika
Nasional.
4) Peraturan Kepala BNN Nomor 5 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Penyesuaian/Inpassing Jabatan Fungsional Penyidik BNN.
5) Peraturan Kepada BNN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Standar Kompetensi
Jabatan Fungsional Penyidik Badan Narkotika Nasional.
c. Menerbitkan Peraturan Teknis
1) SOP Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal
Tindak Pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika.
40
2) SOP Permintaan Data Mutasi, Pemblokiran, Pembukaan rekening untuk disita
dan Pembukaan rekening tidak terkait tindak pidana pencucian uang
narkotika.
3) Penyusunan Kurikulum Diklat TPPU bagi Penyidik BNN.
4. Penguatan Pengawasan
a. Pengawasan Secara Ekternal
Surat Edaran Kepada Pihak Penyedia Jasa Keuangan tentang Speciment
Tandatangan terkait Permintaan Data Mutasi, Pemblokiran, Pemblokiran untuk
Disita dan Pembukaan Blokir karena tidak terbukti dalam tindak pidana.
b. Pengawasan Secara Internal
Melaksanakan Supervisi dan Monitoring Penanganan Tindak Pidana Pencucian
Uang.
5. Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
a. Kegiatan yang diadakan oleh BNN, antara lain:
1) Pelatihan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyidik BNN dan
BNN Provinsi.
2) Melaksanakan Bimbingan Teknis Terhadap Penyidik BNN dan BNN Provinsi
tentang Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang.
b. Kegiatan yang diadakan oleh pihak lain, dimana BNN menjadi narasumber yaitu:
1) Kegiatan In House Training (IHT).
2) Workshop dan pelatihan bagi penyedia jasa keuangan.
3) Forum Group Discussion (FGD).
4) Kegiatan seminar.
5) Peradilan Semu.
6. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama
Mitigasi risiko melalui penguatan koordinasi dan kerjasama yang telah dilakukan BNN,
terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Koordinasi dan kerjasama dengan penyedia jasa keuangan, diantaranya:
1) Permintaan data dan pemblokiran harta kekayaan yang dimiliki tersangka
diduga terkait tindak pidana pencucian uang.
2) Melaksanakan rapat koordinasi dengan penyedia jasa keuangan.
3) Koordinasi dan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga.
b. Koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak di luar Indonesia
Mengajukan Bantuan Hukum Timbal Balik dan atau Mutual Legal Assistance.
41
1.2 Tindak Pidana Korupsi
Langkah mitigasi yang telah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018 untuk memitigasi risiko
pencucian uang dalam TP Korupsi, yaitu sebagai berikut:
1. Kebijakan Strategis
a. Membangun sistem pelaporan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan secara
online atau elektronik (e-SPDP), untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi
penanganan perkara korupsi dan mencegah terjadinya tumpang tindih
penanganan perkara.
b. Membangun suatu sistem manajemen kasus (Sistem Penanganan Perkara
Terintegrasi/SPPT).
c. Mendorong sistem manajemen anti suap.
d. Membangun pusat edukasi antikorupsi.
2. Penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), melalui:
a. Penambahan satuan tugas serta penyidik.
b. Penguatan SDM TPPU, diantaranya melalui:
1) Penambahan jumlah penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
2) training (ACLC, pembuatan e-learning, pelatihan bersama penegak hukum).
Pelatihan bersama dengan penegak hukum diikuti aparat penegak hukum
dari Kepolisian, Kejaksaan, penyidik Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta
auditor pada Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), auditor pada Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan PPATK.
3) Pembuatan modul/pedoman/manual:
• Tata cara penanganan perkara pidana Korporasi.
• Pedoman penanganan tindak pidana pencucian uang dan pemulihan aset
di pasar modal.
• Penyelidikan dan penyidikan terhadap korporasi dalam tindak pidana
korupsi.
3. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama:
a. Kordinasi dan kerjasama dalam negeri
Penguatan koordinasi dan supervisi melalui pembentukan koordinator wilayah
(korwil), terdapat 9 korwil berdasarkan area rawan korupsi yang bertujuan untuk
mengintegrasikan penindakan dan pencegahan.
1) Koordinasi penanganan perkara.
2) Supervisi penanganan perkara.
42
3) KPK sebagai trigger mechanism telah mendampingi total 34 pemerintah
provinsi termasuk di dalamnya 542 pemerintah kabupaten dan kota. KPK
terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan di bidang sistem
administrasi perencanaan, penganggaran, perizinan, pengadaan barang/jasa,
penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), tata kelola
kesamsatan, tambahan penghasilan pegawai di lingkungan Pemerintah
Daerah, dan mulai tahun 2018 di beberapa daerah KPK mendorong
Optimalisasi Penerimaan Daerah (OPD) di sektor pajak.
b. Multilateral
1) Focal point Indonesia untuk UNCAC.
2) APEC Anti-Corruption and Transparancy Working Group (ACTWG) III di
Papua Nugini, KPK menyampaikan best practice penanganan kasus tindak
pidana korupsi dan pencucian uang.
3) KPK mendorong implementasi transparansi Beneficial Ownership (BO) di
Indonesia melalui kajian Analisis Kesenjangan antara Ketentuan Kepemilikan
Manfaat Korporasi/Perikatan Lainnya di Indonesia dengan Standar
Internasional.
4) Pertemuan ke-7 Assembly of Parties (AoP) International Anti-Corruption
Academy (IACA) di Wina, Austria. Indonesia merupakan salah satu founding
members IACA dan tercatat sebagai Negara pihak ke-49 pada persetujuan
pendirian IACA. Pada pertemuan ini, delegasi Indonesia menyampaikan
pandangan Indonesia bahwa pendidikan anti korupsi merupakan salah satu
instrumen utama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
4. Strategi nasional pencegahan tindak pidana korupsi:
a. Optimalisasi pemulihan kerugian Negara dengan pembebanan kewajiban pajak
dalam ranga tindak pidana korupsi.
b. Peningkatan sistem manajemen Direktorat Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama
Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) menurut standar internasional berdasarkan
SNI ISO 9001 sistem manajemen mutu dan SNI ISO 37001 sistem manajemen anti
penyuapan.
c. Panduan teknis penanganan tindak pidana pencucian uang dalam tipikor
berdasarkan tipologinya.
d. KPK bersama Kepolisian, Kejaksaan dan PPATK menerbitkan Indonesia’s money
laundering risk assessment on corruption (SRA Korupsi) tahun 2017
5. Membangun layanan informasi KPK (Call Center 198), yang mencakup:
43
a. Informasi Gratifikasi
b. Informasi Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN)
c. Informasi Publik
d. Informasi Pengaduan Masyarakat
1.3 Tindak Pidana Perbankan
Langkah mitigasi yang telah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018 untuk memitigasi risiko
pencucian uang dalam TP Perbankan, yaitu sebagai berikut:
1. Kebijakan Strategis
a. OJK melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Tahun 2018 telah menetapkan
APU dan PPT sebagai salah satu Profil Risiko Utama OJK yang bersifat Strategis
dengan status Sangat Tinggi.
b. Pasca penetapan APU dan PPT sebagai salah satu Profil Risiko Utama OJK yang
bersifat Strategis dengan status Sangat Tinggi seluruh pimpinan OJK berkomitmen
untuk mendukung rezim APU dan PPT di Indonesia dan mewujudkan Stranas
TPPU dan TPPT.
c. OJK telah menyusun rencana teknis sebagai turunan dari Stranas TPPU dan TPPT
yang menjadi tugas dan tanggung jawab OJK. Rencana teknis ini dicantumkan
dalam Priority Action Plan 2018 s.d. 2019 yang telah disetujui oleh Ketua Dewan
Komisioner OJK.
2. Penguatan Struktur Organisasi
a. Pada akhir tahun 2015 OJK telah membentuk sebuah satuan kerja baru setingkat
Departemen, yaitu Grup Penanganan APU dan PPT.
b. Selain penguatan melalui struktur organisasi OJK, OJK pun melakukan mitigasi
risiko dengan cara membentuk Satuan Tugas (Taskforce) Pencecahan TPPU dan
TPPT di Sektor Jasa Keuangan (Satgas APU dan PPT) yang terdiri dari pejabat
lintas sektor diinternal OJK. Pembentukan Satgas APU dan PPT tersebut selalu
ditetapkan melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK yang langsung
ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK.
c. Satuan tugas penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang
penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi (satgas waspada
investasi), terdiri dari 13 Kementerian/Lembaga.
44
3. Penguatan Pedoman dan Kerangka Regulasi
a. OJK besama dengan PPATK telah menerbitkan penilaian risiko tindak pidana
pencucian uang pada sektor jasa keuangan di Indonesia (SRA Sektor Jasa
Keuangan) tahun 2017.
b. Menerbitkan Peraturan Eksternal:
1) Telah diundangkan POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program
APU dan PPT di Sektor Jasa Keuangan pada tanggal 21 Maret 2017.
2) Telah diterbitkan beberapa ketentuan teknis berbentuk SE OJK, yaitu:
a) SE OJK No. 32/SEOJK.03/2017 tentang Penerapan Program APU dan PPT
di Sektor Perbankan pada 22 Juni 2017.
b) SE OJK No. 47/SEOJK.04/2017 tentang Penerapan Program APU dan PPT
di Sektor Perbankan pada 6 September 2017.
c) SE OJK No. 37/SEOJK.05/2017 tentang Pedoman Penerapan Program
APU dan PPT di Sektor IKNB pada 17 Juli 2017.
d) SE OJK No. 38/SEOJK.01/2017 tentang Pedoman Pemblokiran Secara
Serta Merta atas Dana Nasabah di Sektor Jasa Keuangan yang
Identitasnya Tercantum dalam DTTOT pada 18 Juli 2019.
c. Menerbitkan Peraturan Internal:
Telah diterbitkan pedoman internal bagi pengawas, yaitu:
1) SE DK No. 5/SEDK.03/2017 tentang Pedoman Penilaian Tingkat Risiko TPPU
dan TPPT berdasarkan Pendekatan Berbasis Risiko bagi Bank Umum pada 10
Juli 2017.
2) SE DK No. 1/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko
dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Perusahaan Efek yang
Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara
Pedagang Efek pada 20 Juni 2017.
3) SE DK No. 2/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko
dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Manajer Investasi pada 6
Oktober 2017.
4) SE DK No. 5/SEDK.01/2018 tentang Pedoman Sistem Informasi Program
APUPPT sebagai Pedoman dalam Permintaan Data dan Informasi tentang
Pengawasan APUPPT di OJK pada 7 Mei 2018.
5) SE DK No. 9/SEDK.03/2018 tentang Pedoman Pengawasan Penerapan
Program APU dan PPT Berdasarkan Risiko bagi Bank Umum pada 3 Desember
2018.
45
d. Penerbitan peraturan sektoral yang di dalamnya mengatur bahwa masing-masing
industri wajib menundukkan diri terhadap peraturan penerapan program APU
dan PPT yang telah ada, yaitu
1) POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi yang diundangkan pada 29 Desember 2016.
2) POJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa
Keuangan yang diundangkan pada 16 Agustus 2018.
3) POJK No. 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran
Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowd funding).
4. Penguatan Pengawasan
Penguatan pengawasan dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a. Pengembangan Perangkat Pengawasan Berbasis Risiko (Risk-Based Supervision
Tools/RBS Tools) dengan bantuan Technical Assistance dari IMF (TA-IMF).
TA-IMF merupakan tindak lanjut atas kerjasama antara The Legal Department
(LEG) IMF dengan OJK sejak tahun 2015, dimana OJK meminta asistensi dari IMF.
Asistensi ini diberikan dalam bentuk Technical Assistance Project (TA) yang
didanai oleh AML/CFT Topical/Thematic Trust Fund-IMF.
b. Penerbitan pedoman internal melalui penerbitan Surat Edaran Dewan
Komisioner.
Telah diterbitkan pedoman internal pengawasan bagi pengawas, yaitu:
1) SE DK No. 5/SEDK.03/2017 tentang Pedoman Penilaian Tingkat Risiko TPPU
dan TPPT Berdasarkan Pendekatan Berbasis Risiko bagi Bank Umum pada 10
Juli 2017.
2) SE DK No. 1/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko
dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Perusahaan Efek yang
Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara
Pedagang Efek pada 20 Juni 2017.
3) SE DK No. 2/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko
dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Manajer Investasi pada 6
Oktober 2017.
4) SE DK No. 5/SEDK.01/2018 tentang Pedoman Sistem Informasi Program APU
dan PPT sebagai Pedoman dalam Permintaan Data dan Informasi tentang
Pengawasan APU dan PPT di OJK pada 7 Mei 2018.
46
5) SE DK No. 9/SEDK.03/2018 tentang Pedoman Pengawasan Penerapan
Program APU dan PPT berdasarkan Risiko bagi Bank Umum pada 3 Desember
2018.
c. Implementasi penilaian tingkat risiko TPPU dan TPPT terhadap PJK yang diawasi.
Berdasarkan pedoman internal yang telah diterbitkan, pengawas telah melakukan
penilaian tingkat risiko terhadap PJK yang diawasinya, diantaranya industri Bank
Umum, Perusahaan Efek, Manajer Investasi.
d. Implementasi pengawasan berbasis risiko.
Pengawasan yang dilakukan oleh OJK terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
1) Pengawasan off-site melalui pelaporan.
2) Pengawasan on-site melalui pemeriksaan langsung ke PJK yang diawasi.
Hal lain yang pula dilakukan oleh OJK terkait pengawasan adalah dengan
memberikan surat pembinaan, dimana surat pembinaan ini diberikan
terhadap PJK yang memiliki defisiensi berdasarkan hasil pengawasan off-site
dan/atau pengawasan on-site.
e. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran penerapan program APU dan PPT.
5. Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Mitigasi risiko melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia telah dilakukan
melalui ragam kegiatan, yaitu:
a. Kegiatan yang diadakan oleh OJK, antara lain:
1) Kegiatan sosialisasi dan diseminasi.
2) Kegiatan seminar.
3) Kegiatan In House Training (IHT) bagi internal OJK.
4) Kegiatan sertifikasi bagi internal OJK.
5) Workshop dan pelatihan bagi penyedia jasa keuangan.
6) Kegiatan Training of Trainers.
7) Kegiatan OJK mengajar.
b. Kegiatan yang diadakan oleh pihak lain, dimana OJK menjadi narasumber pada
kegiatan tersebut.
Kegiatan sebagaimana tersebut di atas tidak hanya diberikan kepada pihak internal
OJK dan juga penyedia jasa keuangan, tetapi juga diberikan kepada pihak eksternal
non-penyedia jasa keuangan, seperti:
a. Kalangan pelajar dan mahasiswa.
b. Kalangan akademisi.
c. Kalangan masyarakat luas.
47
d. Pegawai di Kementerian/Lembaga lain.
6. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama
Mitigasi risiko melalui penguatan koordinasi dan kerjasama yang telah dilakukan OJK,
terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Koordinasi dan kerjasama dengan penyedia jasa keuangan, diantaranya:
1) Pembentukan Forum Komunikasi dan Koordinasi Sektor Jasa Keuangan
(FKKSJK) di bidang APUPPT. FKKSJK merupakan bentuk sinergi antara OJK
dengan sektor jasa keuangan untuk meningkatkan pemahaman dan
kepatuhan penerapan program APUPPT di sektor jasa keuangan melalui
antara lain kegiatan pertukaran informasi, edukasi/sosialisasi, penyusunan
ketentuan, riset, dan pengembangan.
2) Permintaan tanggapan kepada penyedia jasa keuangan terhadap setiap
rancangan peraturan yang akan OJK terbitkan.
b. Koordinasi dan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga.
c. Koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak di luar Indonesia.
Berdasarkan kewenangannya, saat ini OJK telah menandatangani kerjasama
dengan delapan otoritas asing (Japan FSA, CBRC, Taiwan FSC, Dubai FSA, Bank
Negara Malaysia, Banco Central Timor Leste, Korea FSS-FSC, ASIC, Bank of
Thailand, Taiwan FSC, Bangko Sentral ng Philipinas (BSP), Monetary Authority of
Singapore (MAS), dan beberapa lembaga internasional yaitu IOSCO, IFC, IDB, ADM,
OECD, UNDP dan ILO.
Sebelum dibentuknya OJK, telah ditandatangani beberapa kerjasama dengan
otoritas asing yang dilakukan oleh Bapepam LK dan Bank Indonesia dimana secara
hukum, kerjasama tersebut masih berlaku. Selanjutnya, berdasarkan SOP
Pertukaran Informasi dengan Pengawas Lembaga Jasa Keuangan Asing (SOP
Pertukaran Informasi) diatur bahwa pertukaran informasi dapat dilakukan baik
atas permintaan maupun inisiatif salah satu pihak (secara spontan).
48
49
BAB 4 Keberhasilan Mitigasi Pencucian Uang
Dokumen Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang
Tahun 2015 menggunakan basis data kuantitatif periode sebelum tahun 2015. Yang
kemudian ditindaklanjuti dengan mengeluarkan berbagai regulasi dan ketentuan serta aksi
yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut. Berikut ini merupakan gambaran
keberhasilan mitigasi Indonesia berdasarkan data kuantitatif tahun 2016 s.d. 2018 dan
kasus yang berhasil diungkap setelah NRA TPPU 2015.
4.1 Risiko Domestik
Pada periode tahun 2016 s.d. 2018 terdapat 159 putusan TPPU dengan nilai
kejahatan sebesar Rp10.397 Triliun. Berdasarkan tindak pidana asal berisiko tinggi pada
NRA TPPU 2015, jika ditinjau dari aspek hasil kejahatan yang diperoleh dari TPA, maka
diketahui secara statistik bahwa dari nilai hasil kejahatan sebesar Rp10.397 Triliun
tersebut, terdapat jumlah sebesar Rp8.482 Triliun (81,58%) berasal dari hasil kejahatan TP
Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan.
Tabel 1.
Nilai Hasil Kejahatan Tahun 2016 s.d. 2018
Sumber: Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019
Sementara jika ditinjau dari aspek jumlah putusan TPPU, maka diketahui secara
statistik bahwa dari jumlah sebanyak 159 putusan tersebut, terdapat jumlah sebanyak 85
putusan TPPU berasal dari tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi dan tindak
pidana perbankan sebagaimana tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 menunjukan bahwa berdasarkan TPA berisiko tinggi dalam NRA TPPU
2015, jumlah putusan tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana dengan jumlah
putusan terbanyak yang diikuti dengan tindak pidana korupsi dan tindak pidana
perbankan. Jumlah putusan tindak pidana narkotika dari tahun 2016 s.d 2018 mengalami
tren peningkatan, begitu juga dengan tindak pidana perbankan mengalami peningkatan
dari 2017 ke 2018.
Tindak Pidana Nominal Hasil Kejahatan Persentase (%)
TP Narkotika 7.658.483.983.829 73,67%
TP Perbankan 501.355.181.497 4,82%
TP Korupsi 308.293.677.078 2,97%
Sub Total 3 TP 8.468.132.842.404 81,45%
TOTAL Hasil Kejahatan 10.396.251.724.739
50
Tabel 2
Jumlah Putusan TPPU berdasarkan 3 (tiga) TPA Tahun 2016 s.d. 2018
Sumber: Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019
Gambar 5
Jumlah Putusan TPPU berdasarkan 3 (tiga) Tindak Pidana Tahun 2016 s.d. 2018
4.1.1 Tindak Pidana Narkotika
SRA Narkotika 2017 mengidentifikasi jenis tindak pidana narkotika yang berisiko
tinggi terjadinya TPPU yaitu shabu, heroin dan kokain. Data statistik kasus yang ditangani
BNN selama tahun 2017 s.d 2018, didapatkan bahwa jenis tindak pidana narkotika shabu,
ganja dan ekstasi merupakan jenis tindak pidana narkotika yang paling banyak terjadi.
Tindak Pidana 2016 2017 2018 Total
TP Narkotika 13 14 22 49
TP Korupsi 6 12 9 27
TP Perbankan 4 2 3 9
TOTAL 23 28 34 85
13
6
4
14
12
2
22
9
3
0
5
10
15
20
25
TP Narkotika TP Korupsi TP Perbankan
2016 2017 2018
51
Gambar 6
Peta Risiko Jenis Narkotika berdasarkan SRA Narkotika Tahun 2017
Ket: Jenis Narkotika lainnya terdiri dari 12 Jenis Narkotika
Sumber: BNN
Gambar 7
Jumlah Tindak Pidana Narkotika Tahun 2017 s.d. 2018 Menurut Jenisnya
820
103
42 25
837
113
44 33
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Shabu Ganja Ekstasi Lainnya
2017
2018
52
4.1.2 Tindak Pidana Korupsi
SRA Korupsi 2017 mengidentifikasi jenis tindak pidana korupsi yang berisiko tinggi
terjadinya TPPU yaitu kerugian keuangan negara, suap menyuap dan gratifikasi. Data
statistik kasus yang ditangani KPK selama tahun 2017 s.d. 2018, didapatkan bahwa jenis
tindak pidana korupsi penyuapan dan pengadaan barang/jasa/keuangan negara
merupakan jenis tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi.
Gambar 8
Peta Risiko Jenis Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SRA Korupsi Tahun 2017
Gambar 9
Jumlah Tindak Pidana Korupsi Tahun 2017 s.d. 2018 Menurut Jenisnya
93
15 13
168
17 14
0 20 40 60 80
100 120 140 160 180
Penyuapan Pengadaan Barang/Jasa/Keuangan
Negara
Lainnya
2017
2018
Kerugian Keuangan Negara
53
4.1.3 Tindak Pidana Perbankan
Data statistik modus tindak pidana perbankan tahun 2016 s.d. 2018 berdasarkan
putusan TPPU yaitu yang paling banyak adalah bank gelap diikuti dengan kredit fiktif,
Pemalsuan pembukuan dokumen bank, pembobolan dana nasabah dan penggelapan dana
nasabah.
Tabel 3.
Modus Tindak Pidana Perbankan Tahun 2016 s.d 2018 berdasarkan Putusan TPPU
Sumber: Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019
Gambar 10
Grafik Jumlah Modus Tindak Pidana Perbankan Tahun 2016 s.d. 2018 berdasarkan
Putusan Pengadilan
Modus 2016 2017 2018 Total
Bank gelap 1 1 1 3
Kredit fiktif 0 1 1 2
Pemalsuan pembukuan dokumen bank 2 0 0 2
Pembobolan dana nasabah 0 0 1 1
Penggelapan dana nasabah 1 0 0 1
TOTAL 4 2 3 9
1
0
2
0
11 1
0 0 0
1 1
0
1
00
1
1
2
2
3
Bank Gelap Kredit Fiktif PemalsuanPembukuan
Dokumen Bank
PembobolanDana Nasabah
PenggelapanDana Nasabah
2016
2017
2018
54
4.2 Mitigasi yang dilakukan PPATK
4.2.1 Penilaian Ancaman Regional terhadap Pencucian Uang dan Transnasional yang
Berasal dari Tindak Pidana Korupsi (Indonesia Perspektif)
Sebagai bentuk respon Indonesia terhadap hasil penilaian risiko nasional terhadap
pencucian uang (National Risk Assessment on Money Laundering) tahun 2015 serta hasil
penilaian Foreign Predicate Crime dan Laundering Offshore pada tahun 2017 yang
menunjukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan salah satu jenis tindak pidana asal
yang memiliki ancaman tinggi, baik tingkat domestik dan luar negeri, maka pada tahun
2019 Pemerintah Indonesia melalui kerjasama di tingkat regional bersama seluruh
Lembaga Intelijen Keuangan pada Kawasan Asia Tenggara serta Australia dan New Zealand
akan melakukan penilaian ancaman pencucian uang transnasional hasil tindak pidana
korupsi. Adapun pemetaan ancaman yang akan diidentifikasi terdiri dari profil, kelompok
industri, sektor ekonomi, jenis korupsi, interaksi Negara.
Metodologi yang digunakan dalam proses penilaian ancaman ini menggunakan 2
(dua) pendekatan yaitu diantaranya menggunaan ancaman rill (data statistik) dan self
assessment (data potensial). Hasil dari analisis ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam hasil kajian ancaman regional pencucian uang transnasional hasil tindak pidana
korupsi melalui kerjasama regional dalam bentuk Financial Intelligence Consultative Group
(FICG) pada program AML/CFT Working Group.
Kajian penilaian ancaman ini masih dalam proses penyusunan dan direncanakan
selesai pada CTF Summit di Manila, Philipiness November 2019. Posisi Indonesia dalam
kajian tersebut yaitu sebagai lead bersama Malaysia.
4.2.2 Mitigasi yang telah dilakukan PPATK
PPATK bersama stakeholders telah mengeluarkan pedoman bagi pihak pelapor
terkait dengan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
(PMPJ). PMPJ merupakan prinsip yang diterapkan
oleh pihak pelapor untuk mengetahui latar
belakang dan identitas pengguna jasa, verifikasi
informasi pengguna jasa, memantau transaksi, serta
melaporkan transaksi kepada PPATK. Pentingnya
penerapan PMPJ diantara sebagai berikut:
55
1. Menurunkan Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) mengharuskan semua pihak
pelapor untuk melakukan penilaian risiko TPPU (risk based approach) terhadap entitas dan
pengguna jasanya. Melalui penerapan risk based approach tersebut, setiap entitas pihak
pelapor wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai dalam rangka melakukan
mitigasi risiko TPPU berdasarkan hasil penilaian risiko yang telah dilakukan oleh entitas
yang bersangkutan. Tujuan akhir dari penerapan mitigasi risiko adalah dapat menurunkan
risiko TPPU pada entitas pihak pelapor.
2. Manajemen Risiko
Penerapan PMPJ merupakan bagian penting bagi manajemen risiko yang baik,
terutama risiko reputasi, operasional, hukum dan konsentrasi, yang satu dengan lainnya
saling berhubungan.
3. Pemenuhan Kewajiban Ketentuan Perundang-undangan
Kewajiban penerapan PMPJ dan pelaporan bagi pihak pelapor untuk pemenuhan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, merupakan landasan hukum yang utama untuk memerangi
kejahatan Pencucian Uang.
4. Sesuai Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Mewujudkan prinsip GCG yakni prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency),
kewajaran (fairness).
5. Insentif dalam Membina Hubungan dengan Pengguna Jasa atau Nasabah
Dengan mengetahui latar belakang dan identitas serta memantau transaksi yang
dilakukan pengguna jasa, akan memberikan nilai tambah bagi pihak pelapor terutama
dalam membina hubungan baik dengan pengguna jasa yang bermanfaat dari aspek
bisnisnya. Terhadap pengguna jasa yang prospektif, akan senantiasa dijaga dan
ditingkatkan hubungan baiknya.
6. Memudahkan Manajemen Untuk Pengambilan Keputusan
Dalam penerapan PMPJ, ketersediaan data nasabah atau pengguna jasa, rekam jejak
dan berbagai transaksi yang dilakukan, serta administrasi atau penatausahaan dokumen
informasi yang baik, dapat dimanfaatkan untuk melakukan berbagai kajian (riset) termasuk
dalam riset pengembangan usaha industri pihak pelapor. Akurasi data dan metode
56
pengolahan data yang baik akan menghasilkan bahan penting bagi manajemen dalam
pengambilan keputusan secara akurat dan profesional.
Peraturan Perundang-undangan mengenai kewajiban penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa (PMPJ), yaitu Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), “Pihak pelapor
wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang ditetapkan oleh setiap Lembaga
Pengawas dan Pengatur (LPP)”.
Ketentuan mengenai PMPJ diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga
Pengawas dan Pengatur (LPP), meliputi:
1. Peraturan Kepala PPATK Nomor 06 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa bagi Perencana Keuangan.
2. Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain.
3. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa bagi Advokat.
4. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5. Peraturan Kepala PPATK Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa bagi Penyelenggara Pos.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2017 tentang PMPJ bagi Akuntan dan
Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
155/PMK.01/2017.
7. Peraturan Kepala BAPPEBTI Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penerapan Program APU
PPT pada Pialang Berjangka.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.06/2017 tentang PMPJ bagi Balai
Lelang.
9. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa
Keuangan.
10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Bukan Bank.
57
11. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris.
12. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 06/Per/M.KUKM/V/2017 tentang
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Koperasi yang Melakukan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam.
Selain itu PPATK juga telah mengeluarkan pedoman dan melakukan sosialisasi,
pelatihan maupun bimbingan teknis kepada pihak pelapor diantaranya:
1. SRA tahun 2017 untuk Perusahaan Properti/Agen Properti dan Pedagang Kendaraan
Bermotor.
2. Sipatuh (Sistem Pengawasan Kepatuhan ) – Risk Ranking Tools.
3. Pedoman Risk Based Supervision: Offsite dan Onsite Supervision.
4. Standar Kebijakan Internal (SOP) Penerapan PMPJ berbasis risiko bagi PBJ.
5. Pedoman Perhitungan Penilaian Risiko APU PPT bagi Perusahaan PBJ.
6. Pedoman Perhitungan Risiko bagi Pengguna Jasa/Nasabah PBJ.
7. Sosialisasi terhadap Pihak Pelapor (termasuk PBJ).
8. Pelatihan terhadap PBJ (Perusahaan Properti/Agen Properti dan Pedagang Kendaraan
Bermotor).
9. Bimbingan teknis kepada kendaraan bermotor, dan perusahaan properti.
4.3 Studi Kasus
Berikut ini merupakan gambaran kasus tindak pidana narkotika, korupsi, perbankan
dan kasus tindak pidana lainnya dan/atau termasuk TPPU yang terjadi selama tahun 2015
s.d. 2018.
1. Tindak Pidana Narkotika
a. Kasus terpidana atas nama CJK
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor
223/Pid.Sus/2018/PN.CLP, dengan terpidana atas nama CJK, Nomor
221/Pid.Sus/2018/PN.CLP dengan terpidana atas nama CC, nomor
224/Pid.Sus/2018/PN.CLP dengan terpidana atas nama S. Ketiganya didakwa atas
perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.
58
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
CJK sejak bulan Juni tahun 2017 s.d. bulan Maret 2018 atau setidak-
tidaknya antara tahun 2017 s.d. tahun 2018 merupakan tahanan atas kasus
narkotika di LAPAS Nusakambangan Kab. Cilacap, CC adalah seorang
pengusaha yang bergerak dalam usaha produksi cuka dan S adalah karyawan
dari perusahaan CC. CJK menghubungi CC melalui kontak BBM menanyakan
kabar lalu CJK mengajak kerja bersama. Kenyataannya kerja sama yang
dimaksud adalah kerja sama jual beli narkotika.
CC diperintah oleh CJK untuk membuka rekening bank sebanyak 4
(empat) rekening menggunakan nama orang yang bisa dipercaya, selanjutnya
CC membuka rekening atas nama S yaitu karyawannya di perusahaan produksi
cuka milik CC dengan rincian:
• Rekening Bank A nomor 06301001129566 a.n S
• Rekening Bank B nomor 0590192221 a.n S
• Rekening Bank C nomor 9000039678793 a.n S
• Rekening Bank D nomor 8275264063 a.n S
Awalnya CC dan S tidak mengetahui bahwa 4 rekening tersebut akan
dijadikan sebagai sarana transaksi jual beli narkotika. Sejak S diperintah oleh
CC untuk membuka rekening, S menganggap tidak wajar karena nominal dari
transaksi dalam jumlah yang besar namun tidak melaporkannya pada aparat.
Setelah 3 bulan kemudian CC pernah menanyakan kepada CJK tentang transfer-
transfer yang nominalnya besar sekali dan dijawab oleh CJK “tidak apa-apa
selama CC tidak memegang barang (narkotika)”, dari situlah sehingga CC
mengetahui bahwa rekening tersebut digunakan untuk transaksi jual beli
narkoba.
Untuk menjalankan bisnis narkotika tersebut CC membantu CJK
mengoperasionalkan rekening milik S dengan cara mentransfer ke sejumlah
rekening atas perintah CJK yang dikirim melalui pesan BBM.
Tindak Pidana Asal
CC diperintah oleh CJK untuk membuka rekening bank sebanyak 4
(empat) rekening menggunakan nama orang yang bisa dipercaya, selanjutnya
CC membuka rekening atas nama S karyawannya di perusahaan produksi cuka.
59
Oktober 2017 CJK berkomunikasi dengan DKS agar bisa membantu untuk
menerima dan menyerahkan atau meletakan shabu di suatu tempat sewaktu
ada kiriman. CJK yang merupakan tahanan atas kasus narkotika di LAPAS
Nusakambangan Kab. Cilacap, memperoleh narkotika jenis shabu dari FP (DPO)
sejak awal tahun 2014, CJK diberi tugas untuk memasarkan narkotika jenis
sabu, adapun pembayarannya dengan cara:
• Pembeli membayar ke CJK dengan cara transfer ke rekening BCA atas nama
S.
• CJK membayar ke bos bernama Miming dengan cara transfer ke nomor
rekening BCA atas nama Muhammad Hidayatullah.
Ketika ada pesanan CJK berkomunikasi dengan FP untuk membeli
narkotika dan menyuruh CC untuk melakukan transaksi pembayaran kepada
FP melalui rekening a.n S. Kemudian CJK menghubungi DKS untuk menerima
dan menyerahkan atau meletakan shabu di suatu tempat, honor untuk DKS juga
dikirimkan oleh CC melalui rekening a.n S. Uang hasil penjualan narkotika yang
masuk ke rekening S hasil dari transaksi narkotika di bank BRI sebesar Rp4,82
Miliar, di bank Mandiri sebesar Rp4,53 Miliar, di bank BNI Rp559 juta, di bank
BCA sebesar Rp18,07 Miliar.
Tindak Pidana Pencucian Uang
• CJK memerintahkan CC untuk membuka 4 buah rekening atas nama S dan
menyuruh CC untuk menguasai ke-4 rekening tersebut.
• S diberi upah Rp100.000,00 setiap melakukan pembukaan rekening.
Semenjak melakukan pembukaan rekening gaji S yang semula
Rp1.000.000,00 menjadi Rp2.000.000,00. sehingga total uang yang
diterima S yaitu Rp10.400.000,00.
• CJK bersama-sama dengan CC dan S menggunakan keempat rekening
tersebut dengan maksud untuk digunakan sebagai operasional dan
digunakan dalam menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan hasil jual beli narkotika bertujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
• Total aliran dana masuk yang berasal dari transaksi jual beli narkotika
Rp28.017.673.739,00.
60
• Mutasi rekening Bank A nomor 06301001129566 a.n S total aliran dana
masuk Rp828.332.961,00 dan total aliran dana keluar Rp828.332.961,00.
• Mutasi rekening Bank B nomor 0590192221 a.n S total aliran dana masuk
Rp559.957.865,00 dan total aliran dana keluar Rp559.945.935,00.
• Mutasi rekening Bank C nomor 9000039678793 a.n S total aliran dana
masuk Rp4.532.971.106,16 dan total aliran dana keluar
Rp4.532.967.919,24
• Mutasi rekening Bank D nomor 8275264063 a.n S dengan rincian:
➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 0111320429 a.n FIK
Rp689.700.000,00 untuk pembayaran uang pembelian narkotika
kepada FP
➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 8275273780 a.n MH
Rp756.000.000,00 untuk pembayaran uang bisnis narkotika kepada
FP
➢ Transfer ke rekening Bank D a.n FW Rp25.000.000,00 untuk
pembayaran uang bisnis narkotika kepada FP
➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 8275265965 a.n YA
Rp2.684.750.000,00 untuk pembayaran uang bisnis narkotika kepada
FP
➢ Transfer uang keluar pembelian via IB keseluruhan sebesar
3.769.500,00 untuk pulsa CJK
➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 0960348478 a.n SS yang dikuasai
oleh OBG sebanyak 3 kali dengan total Rp95.000.000,00. Selanjutnya
CJK meminta FP untuk mengirimkan uang ke rekening Bank D nomer
0960348478 a.n SS yang dikuasai oleh OBG sebesar Rp25.000.000,00
dimana sejumlah Rp5.000.000,00 CJK perintahkan untuk diberikan
kepada CAS.
➢ Pemberian uang ke CAS (Kepala Keamanan Lapas) sebesar
Rp31.000.000,00 dimana Rp16.000.000,00 diberikan melalui
perantara OBG dan Rp15.000.000,00 diterima dari Rekening Bank D
8275264063 a.n S yang dikuasai oleh CC
➢ Transfer ke rekening a.n NH sebagai honor untuk DKS
Rp28.500.000,00.
61
➢ Tarik Tunai Rp1.128.600.000,00 kemudian uang tersebut dibelikan
emas 500,06 gram Rp275.533.060,00 emas seberat 850,21 gram
Rp242.190.395,00 disimpan Rp400.000.000,00 oleh CC,
Rp40.000.000,00 upah untuk CC atas bantuan mengoperasionalkan ke
empat rekening atas nama S, Rp170.876.000,00 disetorkan untuk
membeli narkotika kepada FP.
• CJK menyuruh CC untuk melakukan pembelian sejumlah asset berharga
berupa emas seberat 500.06 gram, emas seberat 850.210 gram.
ii. Putusan/Vonis Pidana
No Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
Terpidana CJK
1
Pengadilan
Negeri Cilacap
Nomor
223/Pid.Sus/20
18/PN.CLP
Narkotika
dan
Pencucian
Uang
Pasal 3 Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8 Tahun
2010
5 tahun
6 bulan
Rp25.000.000,00
(dua puluh lima
juta rupiah)
subsidair 6 bulan
Terpidana CC
2 Pengadilan
Negeri Cilacap
Nomor
221/Pid.Sus/20
18/PN.CLP
Narkotika
dan
Pencucian
Uang
Pasal 3 Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8 Tahun
2010
2 tahun Rp10.000.000,00
(sepuluh juta
rupiah) subsidair
3 bulan
Terpidana S
3 Pengadilan
Negeri Cilacap
Nomor
224/Pid.Sus/20
18/PN Clp
Narkotika
dan
Pencucian
Uang
Pasal 5 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8 Tahun
2010
1 tahun Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
subsidair 2 bulan
62
iii. Skema Pencucian Uang
Alur barang
FPBandarV.8.5
Pembeli
DKSKurirV.8.8
Alur komunikasi
Rekening Bank B0590192221
a.n S
Rekening Bank C9000039678793
a.n S
Rekening Bank D8275264063
a.n S
Alur Komunikasi
Alur komunikasi
CCV.2.2
RekeningDikuasai
CC
Pembelian NarkotikaRp. 4,32 M
V.3.23
Uang Pembelian NarkotikaRp.28 MV.3.23V.7.2
SV.2.5
CASKepala
Keamanan Lapas
OBGV.8.8
Rekening Bank A06301001129566
a.n S
Rp. 28,5 jtV.3.23
Rp. 25 jtV.3.23
Rp. 16 jtV.4.1
Rp. 15jt
Alur Komunikasi
Alur Barang
CJKV.2.2
Pembelian Pulsa CJK
Rp. 95jtV.3.23
Rp. 3,77 jtV.3.8
V.5.1
Rp. 1,128 MV.3.4
Emas seberat 1,35 kgV.9.9
Rp. 400 jt Rp. 517,7 jt
Rp.10,4 jt
Rp. 40 jt
Sebagian digunakan untuk menutupi kerugian jual beli
narkotikaV.5.1V.9.1
63
iv. Tipologi Pencucian Uang
v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan
64
b. Kasus terpidana atas nama PSS
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
57/Pid.Sus/2019/PT.DKI, dengan terpidana atas nama DY, Nomor
56/Pid.Sus/2019/PT.DKI dengan terpidana atas nama HR, nomor
55/Pid.Sus/2019/PT.DKI dengan terpidana atas nama FHP. Ketiganya didakwa atas
perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2017 bertempat di PT. UJS dan
PT. PSS DY telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul harta kekayaan. DY memiliki perusahaan bernama PT. PSS dan PT. UJS
yang bergerak di dalam bidang trading dimana DY selaku komisaris di dalam
PT tersebut, DY juga memiliki beberapa perusahaan lain yaitu:
1. PT. HC
2. PT. GU
3. PT. DUV
4. PT. DRS
Perusahaan-perusahan yang DY miliki bergerak di bidang supplier,
trading dan investasi akan tetapi kegiatan yang dilakukan oleh semua
perusahaan yang DY miliki hanya tukar valas seperti halnya money changer.
Awal tahun 2015 HR mulai bekerja pada DY. Kemudian HR diangkat menjadi
Direktur Utama PT UJS milik DY dan kemudian HR mengganti speciment tanda
tangan di Bank yang terkait dengan Rekening-rekening atas nama PT UJS.
FHP selaku direktur PT. PSS dan HR sebagai direktur PT. UJS tidak
menjalankan fungsi sebagai direktur. Selama HR bekerja pada DY, HR tidak
bekerja selayaknya direktur PT. UJS, HR hanya dipekerjakan untuk merenovasi
rumah milik DY dengan Gaji Rp10.000.000,00 setiap bulannya karena memang
PT. UJS tersebut tidak ada melaksanakan operasional perusahaan.
65
Dalam melakukan transaksi keuangan DY menggunakan dan menguasai
banyak rekening baik atas nama DY maupun atas nama beberapa karyawannya
sebagai berikut:
• Bank BCA 13 Rekening Perusahaan dan 176 Rekening Pribadi
• Bank Mandiri 16 Rekening Pribadi
• Bank CIMB Niaga 23 Rekening Perusahaan
• Bank Mega 7 Rekening Perusahaan dan 2 Rekening Pribadi
• Bank Panin 7 Rekening Perusahaan dan 5 rekening Pribadi
• Bank Maybank 6 Rekening Perusahaan
• Bank Permata 1 Rekening Pribadi
• Bank BRI 1 Rekening Pribadi
• Bank OCBC NISP 4 Rekening Pribadi
• Bank Capital Indonesia 1 Rekening Pribadi
• Bank OCBC NISP di Singapura 1 Rekening Pribadi
• Bank ICBC di China 2 Rekening Pribadi
• Kasikoran Bank di Thailand 1 Rekening Pribadi
Rekening-rekening tersebut dipergunakan oleh DY untuk menerima
pentransferan dan melakukan pentransferan uang dari/ke Rekening orang-
orang yang masuk dalam sindikat peredaran gelap narkotika baik pelaku
langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku bisnis narkotika. Setelah
menerima pentransferan uang transaksi peredaran gelap narkotika, kemudian
uang-uang tersebut dipindah-pindahkan dari satu rekening ke rekening lainnya
yang dikuasainya.
Tindak Pidana Asal
TGM serta HYT yang saat ini sedang menjalani hukuman di dalam lapas
terkait kasus peredaran gelap narkotika dan pencucian uang dimana yang
bersangkutan dalam menjalankan bisnis tersebut banyak melakukan transaksi
keuangan dengan menggunakan beberapa rekening untuk mentransfer uang ke
rekening atas nama HR maupun DY dan penstranferan tersebut dalam rangka
pembayaran narkotika jenis shabu.
66
Tindak Pidana Pencucian Uang
• Setiap kali pengiriman uang ke luar negeri melalui bank selalu
melampirkan invoice fiktif yag seolah-olah pengiriman uang tersebut
dalam rangka pembayaran barang-barang yang telah diimpor ke Indoesia,
namun dalam pembuatan invoice fiktif tersebut HR hanya menandatangani
saja pada blanko kosong sementara terhadap perincian barang-barang
yang diimpor hanya dikarang-karang oleh DY sesuai dengan jumlah uang
yang dikirim ke luar negeri.
• Dalam melakukan pengiriman uang ke luar negeri melalui: Bank Panin,
Bank Mega, bank BCA, bank CIMB Niaga, bank Mandiri, Bank Maybank
dengan cara:
➢ DY menghubungi pihak bank dan melakukan kesepakatan harga
➢ DY menugaskan karyawannya membawa formulir pengiriman uang
keluar negeri yang sudah ditandatangani dan invoice.
➢ DY menerima pentransferan uang ke rekening a.n DY maupun dari
rekening a.n Karyawannya dari TGM, HYT, TH dan A yang merupakan
pelaku jaringan narkoba.
➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 5880250371 a.n FHP
✓ Transfer ke FRK Rp50.000.000,00 (transaksi terkait narkotika)
✓ Transfer ke MRS Rp750.000.000,00
✓ Transfer ke TW Rp514.700.000,00
✓ menerima/transfer dari/ke CD (anak FHP) Rp750.161.681,00
✓ menerima/transfer dari/ke CE (anak FHP) Rp376.280.172,00
✓ menerima/transfer dari/ke DSK Rp1.380.489.227,00 (kakak
kandung FHP)
✓ menerima/transfer dari/ke JKL Rp83.750.000,00
✓ menerima/transfer dari/ke LT (istri FHP) Rp1.845.920.319,00
✓ menerima/transfer dari/ke REH Rp269.907.938,00 (rekening
dikuasai FHP)
✓ menerima/transfer dari/ke SWS Rp527.210.000,00
✓ menerima/transfer dari/ke SS Rp1.035.550.000,00
✓ menerima/transfer dari/ke rekening nomor 4583671792 a.n
FHP Rp2.123.815.118,00
67
➢ Adanya mutasi rekening Bank BCA nomor 5880628889 a.n FHP
(dikuasai DY)
✓ Menerima transfer via IB dan tahapan Rp401.000.000,00 dari DY
✓ Menerima transfer via IB dari LT Rp50.000.000,00
✓ Transfer via IB ke rekening BCA nomor 4279028888 a.n HR
Rp210.000.000,00
✓ Transfer ke Rekening LD via IB, pemindahbukuan, dan transfer
via ATM Rp425.000.000,00 (rekening dikuasai DY)
✓ Transfer ke PT. PSS Rp2.102.000.000,00
✓ Menerima/transfer dari/ke rekening nomor 6970121712 a.n
FHP Rp836.663.650,00
✓ Menerima/transfer dari/ke rekening PT. UJS Rp1.379.000.000,00
➢ Mutasi rekening BCA nomor 0845171438 a.n FHP (dikuasai DY):
✓ Menerima dari AY Rp2.502.160.576,00 (rekening terkait sindikat
narkotika)
✓ Menerima dari AML via IB Rp434.016.423,00
✓ Menerima dari AND via IB Rp350.000.000,00
✓ Menerima dari BOS via IB Rp1.500.000.000,00
✓ Menerima dari DY Rp110.804.301.000,00
✓ Menerima dari SYT Rp6.501.000.000,00 (rekening dikuasai DY)
✓ Menerima dari EVNG Rp4.501.054.495,00
✓ Menerima dari TK (mantan napi TPPU Narkotika)
Rp4.425.564.977,00
✓ Menerima dari RW via IB Rp1.028.313.697,00
✓ Menerima dari TNJ Rp8.793.685.645,00
✓ Menerima dari SUL Rp6.047.900.000,00 (rekening dikuasai DY)
✓ Transfer ke CH Rp45.646.260.000,00
✓ Menerima/transfer dari/ke DY Rp735.597.296.000,00
✓ Transfer via IB ke PT. HE Rp3.212.000.000,00
✓ Transfer ke TH (mantan napi TPPU narkotika)
Rp3.795.000.000,00
✓ Transfer ke ANS (mantan napi TPPU narkotika)
Rp1.350.000.000,00
✓ Transfer ke RSL (mantan napi TPPU narkotika)
Rp1.627.890.842,00
68
✓ Transfer ke HRK Rp18.651.000.000,00 (rekening dikuasai DY)
✓ Menerima/transfer dari/ke ELY Rp72.198.913.622,00
✓ Menerima/transfer dari/ke ACH Rp4.634.593.316,00
✓ Menerima/transfer dari/ke AMN Rp9.806.050.000,00 (rekening
dikuasai DY)
✓ Menerima/transfer dari/ke AA Rp25.865.534.683,00 (rekening
terkait sindikat narkotika)
✓ Menerima/transfer dari/ke ANT Rp13.137.083.912,00
✓ Menerima/transfer dari/ke ARV Rp3.096.968.475,00
✓ Menerima/transfer dari/ke CRD Rp57.812.406.791,00
✓ Menerima/transfer dari/ke DHM Rp6.645.000.000,00
✓ Menerima/transfer dari/ke SMG Rp2.943.245.457,00
✓ Menerima/transfer dari/ke MTH Rp1.667.140.872,00
✓ Menerima/transfer dari/ke NRM Rp2.537.981.244,00
✓ Menerima/transfer dari/ke HNT Rp42.541.852.643,00
➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 6970119611 a.n FHP
✓ Menerima dari DY Rp18.968.033.375,00
➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 0845107411 a.n FHP
✓ Menerima dari DY Rp6.015.905.000,00
✓ Transaksi Tarik tunai dengan buku melalu surat kuasa dimana
FHP hanya menandatangani slip kosong Rp6.326.798.180,00
dalam rangka memindahkan ke rekening milik DY
➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 3701139508 a.n FHP
✓ Menerima dari DY via IB Rp1.900.000.000,00
✓ Penarikan dengan buku melalu surat kuasa dimana FHP hanya
menandatangani slip kosong Rp1.890.500.000,00 dalam rangka
memindahkan ke rekening milik DY
➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 5870130777 dan 245006789 An.
PT PSS
Menerima dari SYN (rekening dikuasai DY) Rp1.037.492.100.000,00
✓ Menerima transfer dari HRK Rp150.000.000,00
✓ Transfer ke HRK Rp900.000.000,00 (Rekening dikuasai DY)
✓ Transfer ke SYN Rp5.051.000.000,00 (rekening dikuasai DY)
✓ Transfer ke DY Rp13.643.400.000,00
69
➢ Adanya mutasi rekening Bank BCA a.n HR terdapat:
✓ Uang masuk dari DY Rp80.000.000,00 dalam rangka gaji bulanan
dari DY
✓ Uang masuk dari PT. UJS Rp592.000.000,00 dalam rangka gaji
bulanan dan biaya membeli bahan bangunan renovasi rumah DY
➢ Adanya mutasi rekening BCA a.n HR dengan nomor rekening
4279028888 yang diserahkan penguasaannya kepada DY:
✓ Menerima transfer dari rekening a.n HSN (rekening yang
digunakan oleh HYT/Napi kasus Narkotika) Rp3.275.000.000,00
✓ Menerima transfer dari rekening a.n JNT (Rekening yang dikuasai
oleh TGM/Napi kasus Narkotika) Rp3.854.000.000,00
✓ Menerima pentransferan dari EA untuk pembayaran narkotika
Rp92.000.000,00
✓ Menerima pentransferan uang untuk pembayaran narkotika
dengan total Rp1.710.000.000,00
✓ Menerima pentransferan dari SA untuk pembayaran narkotika
Rp2.170.000.000,00
✓ Menerima pentransferan dari FRK untuk pembayaran narkotika
Rp5.951.040.000,00
✓ Menerima transfer dari rekening a.n LN (rekening yang dikuasai
sindikat narkotika) Rp2.360.000.000,00
✓ Menerima dari rekening a.n WJY Rp1.100.000.000,00
✓ Menerima dari rekening a.n RNL Rp229.900.000,00
✓ Transfer ke SUL (anak buah DY) untuk memindahkan uang ke
rekening yang dikuasai DY Rp2.730.000.000,00
✓ Transfer ke PT. UJS Rp177.839.2261.461,00
✓ Transfer ke WI (anak buah DY) untuk memindahkan uang ke
rekening yang dikuasai DY Rp750.000.000,00
✓ Transfer ke HRK (anak buah DY) untuk memindahkan uang ke
rekening yang dikuasai DY Rp1.020.000.000,00
✓ Transfer ke PT. DUV Rp150.000.000,00
✓ Transfer ke rekening a.n LKT Rp8.001.600.000,00
✓ Transfer ke rekening a.n DY Rp100.000.000,00
70
➢ Adanya mutasi rekening BCA 5880216688 a.n DY
✓ Menerima transfer dari AY Rp1.306.527.196,00 (rekening terkait
sindikat peredaran gelap narkotika)
✓ Menerima transfer dari AA Rp10.679.016.216,00 (rekening
terkait sindikat peredaran gelap narkotika)
✓ Menerima transfer dari ANS (mantan napi TPPU narkotika)
Rp1.250.000.000,00
✓ Transfer ke rekening a.n SUD (rekening yang dikuasai oleh MDY
pelaku Narkotika) Rp656.730.000,00
✓ Menerima transfer dari LB Rp526.487.350,00
✓ Menerima transfer dari PT. PSS Rp13.643.400.000,00
✓ Menerima transfer dari HPK Rp42.034.112.791,00
✓ Menerima transfer dari WL Rp366.401.383.613,00 dan uangnya
dikirim ke luar negeri melalui bank
✓ Menerima dari AM (money changer Illegal) Rp1.546.462.000,00
kemudian uang tersebut DY kirim ke China
✓ Menerima dari LKT Rp8.520.055.000,00 dalam rangka tukar
valas dan DY kirim keluar negeri dengan melampirkan invoice
fiktif.
✓ Menerima transfer dari KSN Rp38.934.076.233,00
✓ Menerima transfer dari AMN (rekening dikuasai DY)
Rp2.864.580.000,00
✓ Transfer ke HRK (anak buah DY) Rp11.808.809.000,00
✓ Transfer ke FHP (anak buah DY) Rp223.193.118.460,00
✓ Transfer ke HR (anak buah DY) Rp2.270.000.000,00
✓ Transfer ke PT. UJS Rp303.001.474.891,00
✓ Transfer ke TLT (rekening dikuasai DY) Rp116.324.100,00
✓ Transfer ke rekening a.n SYN (rekening dikuasai DY)
Rp197.947.394.093,00
✓ Transfer ke rekening a.n SUL (rekening dikuasai DY)
Rp8.747.020.000,00
➢ Melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan rekening BCA
Nomor 5880168888 a.n DY:
✓ Transfer ke ANS (mantan napi TPPU narkotika)
Rp3.503.804.887,00
71
✓ Transfer ke AY (rekening terkait sindikat perederan gelap
narkotika) Rp243.656.361,00
✓ Transfer ke KUL Rp5.879.775.918,00 (dikuasai EY/mantan napi
kasus TPPU narkotika) dan uang tersebut dikirim ke Singapura
✓ Menerima transfer dari MH (rekening dikuasai oleh
Midy/mantan napi TPPU narkotika) Rp85.141.848,00
✓ Transfer ke FHP Rp110.804.301.000,00 dalam rangka terdakwa
memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai
✓ Transfer ke HR Rp2.028.000.000,00 dalam rangka terdakwa
memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai
✓ Transfer ke SYN Rp1.892.000.000,00 dalam rangka terdakwa
memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai
✓ Transfer ke SWR Rp875.000.000,00 dalam rangka terdakwa
memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai
✓ Transfer ke SUL Rp2.564.500.000,00 dalam rangka terdakwa
memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai
✓ Transfer ke rekening TLT (mantan direktur PT. DUV)
Rp267.531.368.888,00 dalam rangka terdakwa memindahkan
uang terdakwa ke rekening yang dikuasai
✓ Transfer ke HND Rp2.757.000.000,00
✓ Transfer ke CH
✓ Transfer ke HB Rp31.720.000.000,00
✓ Menerima transfer dari PT. DUV Rp15.000.000,00
✓ Menerima transfer dari FHP Rp1.475.000.000,00
✓ Menerima transfer dari AGM Rp2.610.000.000,00 dan uang
tersebut dikirim ke luar negeri
✓ Menerima transfer dari AA Rp18.040.305.353,00 dan uang
tersebut dikirim ke luar negeri
✓ Menerima transfer dari BJM Rp2.160.400.000,00 dan uang
tersebut dikirim keluar negeri
✓ Menerima transfer dari BTM Rp1.340.565.000,00 dan uang
tersebut dikirim keluar negeri
72
➢ Melakukan transaksi keuangan melalui rekening BCA 6320300698 a.n
Tintin Prasetio (rekening dikuasai DY)
✓ Adanya transaksi keuangan dengan AY sebesar
Rp2.025.021.196,00 dan uangnya dikirim keluar negeri
✓ Menerima transfer dari GLB Rp3.551.594.841,00 dan uangnya
dikirim ke luar negeri
✓ Adanya transaksi keuangan dengan KSN Rp7.635.504.766,00 dan
uangnya dikirim keluar negeri
✓ Adanya transaksi keuangan ke YG Rp5.320.250,00 dan uangnya
dikirim keluar negeri
➢ Keuntungan yang DY, FHP dan HR dapatkan dari bisnis money changer
ilegal dimana terdakwa menerima dan melakukan pentransferan uang
kemudian uang tersebut dikirim ke luar negeri dari para pelaku
narkotika yaitu:
✓ Beberapa polis asuransi atas tanggungan HR
✓ 1 unit mobil Mazda a.n istri HR yaitu RY Rp340.000.000,00
✓ Sebidang tanah di Kel. Jombang Wetan, Kec. Jombang, Kota
Cilegon Banten seluas 12.953 m2 berdasarkan sertifikat Hak
Milik Nomor 3350 atas nama DY, dengan harga sekitar Rp3,00
Miliar, dibayarkan cash, dengan cara transfer rekening bank.
✓ Sebidang tanah dan bangunan atas nama DY, dengan harga
sekitar Rp1,80 Miliar
✓ Sebidang tanah pekarangan di atasnya terdapat 2 (dua) buah
bangunan permanen berlantai 2 atas nama DY, dengan harga
Rp1.600.000.000,00
✓ 1 (satu) unit Apartemen Taman Anggrek a.n DY seharga
Rp750.000.000,00
✓ Sebidang tanah atas atas nama SUL
✓ Sebidang tanah atas nama SUL dengan harga sekitar Rp1,50
Miliar.
✓ 1 (satu) unit Rusun Hunian Taman Kemayoran Condominium
atas nama DY dengan harga 750.000.000,00
✓ Sebidang tanah dan bangunan atas nama DY harga sekitar
Rp2.500.000.000,00
73
✓ 4 (empat) unit kios di Blok M Square dengan harga sekitar
Rp1.433.051.392,00
✓ 1 unit mobil Toyota Inova No. Pol. B 1188 DL
✓ 1 unit mobil Honda CRV No. Pol. B 1870 BJK
• Dalam melakukan bisnis money changer DY tidak mempunya izin dan
menggunakan beberapa rekening atas nama orang lain yaitu karyawannya
yang selanjutnya digunakan untuk menerima pentransferan uang dari
pelaku pelaku jaringan narkotika agar tidak dapat diketahui oleh aparat
penegak hukum, dengan tujuan agar transaksi yang dilakukan tidak
terlihat asal usulnya dari hasil tindak pidana dalam kurun waktu antara
tahun 2010 s.d. 2017.
ii. Putusan/Vonis Pidana
No Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
Terpidana DY
1
Pengadilan
Tinggi Jakarta
57/Pid.Sus/2
019/PT.DKI
Narkotika
dan
Pencucian
Uang
Pasal 3 Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8 Tahun
2010
17
tahun
Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
subsidair 3 bulan
Terpidana HR
2 Pengadilan
Tinggi Jakarta
56/Pid.Sus/2
019/PT.DKI
Narkotika
dan
Pencucian
Uang
Pasal 3 Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8 Tahun
2010
8 tahun Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
subsidair 6 bulan
74
Terpidana FHP
3 Pengadilan
Tinggi Jakarta
55/Pid.Sus/2
019/PT.DKI
Narkotika
dan
Pencucian
Uang
Pasal 3 Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8 Tahun
2010
5 tahun Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
subsidair 3 bulan
iii. Skema Pencucian Uang
HRV.2.5
FHPV.2.5
PT. UJS
PT. PSS
HRK, HND, CH, HBV.8.5
Keluar Negeri Rp. 37,7 MChina Rp. 1,5 M
Singapura Rp. 5,9 M
1 unit mobil a.n RY (istri HR)
Rp. 340 jtV.9.2
Beberapa polis asuransi
atas tanggungan
HRV.9.22
6 bidang tanah dan 4 bangunan
Rp. 4 MV.9.4
V.9.12
2 unit apartemen Rp. 1,5 M
V.9.7
4 unit kios Blok M Square
Rp. 1,43 MV.9.5
2 unit mobilV.9.2
Rekening terkait Sindikat Narkotika
Rekening dikuasai DY
Keluarga FHP
Rp. 4,35 MV.3.23
Pihak Lain yang
dikenal FHP
Rp. 2,91 MV.3.23
Rekening a.n FHP
Rp. 2,12 MV.3.23
Rp. 50jtV.3.23
DYV.2.2
Rek a.n HR
Rek a.n FHP
Rp. 138 MV.3.
V.3.23
Pihak lainV.7.2V.8.8
Rp. 16,65 MV.3.8
V.3.23
Rp. 210jtV.3.8
Rp. 41,44 MV.3.3 , V.3.8 ,V.3.13 ,V.3.23
Rp. 39,56 MV.3.23
Rp. 1,38 MV.3.23
Rp. 2,1 MV.3.23
Rp. 76,02 MV.3.23
Rp. 735,6 MV.3.23
Rp. 8,21 MV.3.13
ELYRp. 72,2 MV.3.23
CRD
Rp. 57,8 MV.3.23
PT HE
Rp. 3,2 MV.3.8
Rp. 484,73 MV.3.23
Rp. 13,64 MV.3.23
Rp. 643,6 MV.3.23
Rp. 303 MV.3.23
Rp. 8,5 MV.3.23
PT. DUV Rp. 15 jtV.3.23
Rp. 1,06 TV.3.23
Rp. 5,9 MV.3.23
Rp. 13,6 MV.3.23
Rp. 592 jtV.3.23
Rp. 80jtV.3.23
RNLWJYFRK
SAEA
Transaksi Terkait NarkotikaV.7.2
Rp. 9,54 MV.3.23
Rp. 150 jtV.3.23
Rp. 177,8 MV.3.23
Rp. 4,5 MV.3.23
Rp. 8 MV.3.23
Rp. 11,2 M
Rp.15,26 MV.3.23
Rp. 10,2 MV.3.23
75
iv. Tipologi Pencucian Uang
• Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung,
mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.
• Transaksi pass by yakni sejumlah dana yang masuk langsung ditransfer
atau ditarik tunai.
• Menggabungkan uang hasil tindak pidana dengan hasil usaha yang sah
(mingling).
• Dana hasil tindak pidana ditransfer ke beberapa rekening pihak lain dan
rekan kerja (structuring)
• Pembelian aset dan barang-barang mewah berupa mobil, tanah, bangunan,
atau properti dengan menggunakan nama sendiri.
v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan
• Transaksi dengan sindikat peredaran gelap narkotika
c. Kasus terpidana atas nama AY
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya
2650/Pid.Sus/2018/PN.SBY atas nama AY yang didakwa atas perkara pencucian
uang dengan tindak pidana asal narkotika.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
Kasus bermula ketika JI membeli narkoba jenis sabu sebanyak 8.3 kg
dari Mr.B yang merupakan anak buah dari dari WSP yang dikirim oleh WSP dari
Malaysia. Transaksi jual beli narkoba ini terjadi pada tahun 2013 hingga tahun
2017 di Surabaya. Dalam bertransaksi narkoba, WSP dan JI bersama-sama
menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menghindari kecurigaan.
Transaksi narkoba ini melibatkan rekening beberapa pihak yang salah satunya
paling berperan yaitu LB dan menggunakan beberapa rekening perusahaan
sebagai tempat penyimpanan uang hasil kejahatan yang mana perusahaan
tersebut dikuasai oleh LB. Selanjutnya LB mentransfer uang hasil kejahatan
kepada N, TNJ, PT GMC, dan AY (terdakwa). Selanjutnya AY mentransfer
kembali uang yang diterima ke beberapa rekening pribadi miliknya yang mana
seolah-olah yang AY transfer tersebut merupakan uang dari para TKI di Taiwan
yang dikirimkan menggunakan jasa transfer adik kandung AY yaitu MWY yang
berada di Taiwan untuk dikirimkan kepada keluarga TKI di Indonesia seolah-
76
olah sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan AY yaitu PT. Dana Makmur
Saudara. Sebagian uang hasil kejahatan digunakan untuk membeli beberapa
aset yakni mobil, motor, perhiasan, handphone, dan tanah dan bangunan.
AY dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Surabaya berdasarkan
pasal 3 UU 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dengan hukuman penjara 7 tahun dan denda
Rp1.000.000.000,00.
Tindak Pidana Asal
JI membeli narkoba jenis sabu sebanyak 8,3 kg dari Mr. B yang
merupakan anak buah WSP dengan membayar uang muka atas transaksi ini
sebesar Rp500.000.000,00 melalui rekening atas nama M dan diterima oleh Mr.
B melalui rekening atas nama DS. Aktivitas jual beli narkoba ini dilakukan oleh
JI terhadap Mr. B dengan mentransfer uang ke DS, ABS, MU, dan RN.
Rekening RN dipakai oleh AR alias Bobi untuk melakukan transfer uang
hasil transaksi narkotika jenis sabu ke WSP melalui rekening PT. PCM, PT.PBT,
dan ke rekening SE yang ternyata merupakan rekening palsu yang dikelola oleh
AAS. Hasil transfer dana pada rekening SE kemudian ditransfer ke PT. PCM, PT.
GSA, dan PT. PBT.
PT. GSA merupakan perusahaan yang bergerak di bidang trading export
import hasil tambang. PT. PCM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
import logam mulia. PT.PE merupakan perusahaan money changer. Ketiga
perusahaan ini dijalankan oleh LB.
Dari hasil transfer dana ke rekening PT. PCM, PT. GSA, dan PT. PE
ditransfer oleh LB ke rekening pribadinya lalu dari rekening pribadi ditransfer
ke rekening N yang merupakan Dirut PT. GMC, ke TNJ yang merupakan
Komisaris PT. GMC, ke rekening PT. GMC, dan ke rekening terdakwa AY
berdasarkan perintah WSP dengan dalih keterangan uang penjualan mata uang
Taiwan. Berikut catatan transaksi hasil transaksi narkotika oleh AY:
1. Melakukan transfer dari rekening AAA ke rekening MMMi atas nama
terdakwa AY sebesar Rp30.609.393.020,00
2. Melakukan transfer dari rekening AAA ke rekening BBB atas nama
terdakwa AY sebesar Rp60.658.410.200,00
3. Melakukan transfer dari rekening AAA ke rekening CCC atas nama
terdakwa AY sebesar Rp436.151.954.872,00
77
4. Menerima transfer dana dari N ke rekening AAA atas nama AY sebesar
Rp25.264.900.000,00 pada tahun 2015 s.d. 2016
5. Menerima transfer dana dari N ke rekening AAA atas nama AY sebesar
Rp16.440.400.000,00 pada tahun 2017
6. Menerima transfer dana dari PT.GGG oleh N sebesar Rp22.768.264.000,00
pada tahun 2016s.d. 2017
7. Menerima transfer dana dari PT GGG oleh N sebesar Rp4.884.272.009,00
pada tahun 2017
8. Menerima transfer dana dari TNJ ke rekening AAA sebesar
Rp33.485.500.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017
9. Menerima transfer dana dari TNJ ke rekening AAA sebesar
Rp853.500.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017
10. Menerima transfer dana dari TNJ ke rekening AAA sebesar
Rp19.525.812.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017
11. Menerima transfer dana dari OJT (istri TNJ) ke rekening AAA sebesar
Rp1.215.500.000,00 pada tahun 2017
12. Menerima transfer dana dari LB ke rekening AAA sebesar
Rp49.288.287.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017
13. Menerima transfer dana dari LB ke rekening AAA sebesar
Rp18.114.200.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017
14. Menerima transfer dana dari LB ke rekening AAA sebesar
Rp23.504.699.538,00 tahun 2016 s.d. 2017
Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul uang yang berasal
(dari) tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh para pelaku jaringan
narkotika, maka AY mentransfer uang yang masuk ke rekening BCA milik
AY ke dalam rekening-rekening lainnya, diantaranya rekening Bank
Mandiri, BNI, dan BRI atas nama AY seolah-olah uang yang ditransfer
tersebut merupakan uang dari para TKI di Taiwan yang dikirimkan dengan
menggunakan jasa transfer adik kandung AY, yaitu MWY yang berada di
Taiwan untuk dikirimkan kepada keluarga TKI di Indonesia seolah-olah
sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan PT. Dana Makmur Saudara
perusahaan milik AY.
78
2. Dalam kegiatan menerima penempatan uang yang berasal dari tindak
pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika
mendapatkan keuntungan berupa uang yang sebagian ditempatkan ke
dalam rekening-rekening miliknya dan sebagian di investasikan dalam
bentuk barang bergerak dan barang tidak bergerak diantaranya yaitu:
✓ 1 unit mobil Fortuner warna hitam
✓ 1 unit sepeda motor Kawasaki Ninja
✓ 1 unit sepeda motor Kawasaki
✓ 1 unit motor Honda 250 cc
✓ 1unit sepeda motor Yamaha 155 cc
✓ 1 unit sepeda motor Yamaha X Max 250 cc
✓ Sebidang tanah dengan luas tanah ±250 (dua ratus lima puluh) meter
persegi yang di atasnya berdiri sebuah bangunan rumah tinggal 2 (dua)
lantai terletak di Kota Surabaya
✓ Sebidang tanah dengan luas 205 (dua ratus lima) meter persegi yang di
atasnya berdiri sebuah bangunan rumah tinggal 2 (dua) lantai terletak
di Magetan, Jawa Timur
✓ Perhiasan kalung warna kuning sebanyak 1 (satu) buah, anting warna
kuning sebanyak 1 (satu) pasang, gelang tangan berwarna kuning
mutiara putih sebanyak 1 (satu) buah, gelang tangan warna kuning
sebanyak 1 (satu) buah, cincin warna kuning sebanyak 6 (enam) buah
serta batu berlian sebanyak 3 (tiga) buah
✓ 1 unit Handphone merk Iphone 7+ warna rose gold
✓ 1 unit Handphone merk Samsung S8 Edge warna hitam
✓ 1 unit Handphone merk HTC E9+ warna gold
✓ 1 unit Handphone merk HTC A9 warna putih
✓ 1 unit Handphone jenis tab Samsung warna putih
✓ 1 unit Handphone merk Samsung S7 Edge warna hitam
✓ 1 unit Handphone merk Nokia Navigator warna merah
✓ 1 unit Handphone merk Nokia 5230 warna hitam
79
ii. Putusan Vonis Pidana
No Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Pidana
1 2650/Pid.Sus/
2018/PN.SBY
Narkotika dan
Pencucian
Uang
Pasal 3 UU
8 tahun
2010
7 Tahun Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
iii. Skema Pencucian Uang
iv. Tipologi Pencucian Uang
✓ Pembelian aset dan barang-barang mewah berupa mobil, tanah, bangunan
dan properti dengan menggunakan nama kepemilikan orang lain
✓ Menggabungkan uang hasil tindak pidana dengan uang hasil usaha yang
sah (mingling)
✓ Menggunakan perusahaan pengiriman milik AY sendiri untuk
menyamarkan uang hasil kejahatan, seolah-olah uang yang ditransfer
JIMr. B
WSP
M DS
Membeli sabu 8,3 KgUang muka Rp 500 Jt
V xx
Mendatangkan sabu dari Malaysia
RNJI
PT.PCM
PT.PBT
SE
V.3.23
V.3.23
V.3.23
V.3.23
AR
Menguasai rekening RN
AAS
Menguasai rekening SE
PT.PCM
PT.PBT
PT.GSA
V.3.23
V.3.23
V.3.23
LB
PT.PE
Dikuasai oleh LB
TNJ
PT GMC
AY
V.3.23V.3.23V.3.23
Rp 90,8 MV.3.23
AY – Bank A Rp 30,6 M
V.3.23
AY – Bank B
Rp 60,6 MV.3.23
AY – Bank C
Rp 436 MV.3.23
Rp 41,6 MV.3.23
N
Rp 27,5 MV.3.23
Rp 53,8 MV.3.23
OJT istri TNJ
RP 1,2 MV.3.23
V.9.11
V.9.16
V.9.2V.9.3
V.9.12
80
merupakan uang dari para TKI di Taiwan yang dikirimkan dengan
menggunakan jasa transfer dari Taiwan untuk dikirimkan kepada keluarga
TKI di Indonesia sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan
v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan
Transaksi disamarkan dengan melakukan transaksi transfer ke rekening AY di
bank lain
d. Kasus terpidana atas nama RU
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor
1222/Pid.Sus/2016/PN.Btm dengan terdakwa atas nama AN,
1223/Pid.Sus/2016/PN.Btm atas nama TH dan 1224/Pid.Sus/2016/PN.Btm atas
nama RU yang didakwa atas perkara pencucian uang dengan tindak pidana asal
narkotika.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
TH adalah Direktur sekaligus pemegang 70% saham dari PT. JV
(Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing dan Penyelenggara Transfer Dana)
dan RU adalah Komisaris sekaligus pemegang 30% saham dari PT. JV. AN
adalah anak kandung dari TH yang juga bekerja sebagai karyawan di PT. JV. PT.
JV memiliki rekening perusahaan, namun jarang dipakai untuk transaksi,
sedangkan untuk kegiatan sehari-hari TH memberi kuasa kepada para
karyawannya, diantaranya adalah RU dan AN untuk membuka rekening pribadi
yang digunakan untuk kepentingan transaksi PT. JV, dimana setiap kali
pembukaan rekening pribadi tersebut disertai dengan surat kuasa dari TH
selaku Direktur dari PT. JV, data perusahaan serta NPWP PT. JV. PT. JV telah
mengelola puluhan rekening pribadi yang dibuat oleh karyawannya tersebut
(RU dan AN) yang tersebar di berbagai bank. Rekening tersebut digunakan oleh
PT. JV untuk menerima pengiriman dana dari perusahaan valuta asing lain yang
membeli valas dari PT. JV. Selama tahun 2012 s.d. 2013 terdapat transaksi
pengiriman uang dari rekening atas nama AA atau PC, FM (tersangka kasus
narkotika) dan TA (tersangka kasus TPPU dengan TPA narkotika dengan
putusan nomor 258/PID.SUS/2014/PN.PBR) yang masuk ke rekening atas
nama RU (rekening jenis tabungan biasa) dan AN (rekening jenis tabungan
bisnis dan giro) yang dikelola dan dikuasai untuk kepentingan kegiatan usaha
81
PT. JV, dimana hasil penukaran kepada PT.JV tersebut dominan diklaim dan
diambil oleh TA yang juga memiliki usaha KUPVA dan PTD di Pekanbaru.
Tindak Pidana Pencucian Uang
• TH telah meminta AN dan RU untuk membuka rekening atas namanya yang
akan digunakan untuk melakukan transaksi keuangan dari PT. JV (PVA BB).
• Rekening-rekening tersebut digunakan untuk menerima transferan uang
dari pihak-pihak yang merupakan tersangka kasus narkotika, diantaranya
(AA atau PC, FM dan RWR) serta TA yang merupakan tersangka dalam
kasus pencucian uang. Diketahui bahwa TA melakukan transaksi
menggunakan sistem Hawala Banking dengan ilustrasi sebagai berikut:
Negara Lain Indonesia
XX
PT. XX Malaysia
(Money Changer &
Remmitance)
Kirim uang
(valas)
TKI
YY
PT. XX Indonesia
(Money Changer &
Remmitance)
nominal besar
Hanya dari beberapa
rekening
Keluarga
TKI
frekuensi tinggi
nominal kecil
ke banyak rekening
sindikat
narkoba
sindikat
narkoba
Hawala Banking ibarat penggabungan jasa money changer dan pengiriman
uang (remitansi), khusus untuk bisnis narkotika. Dalam sistem ini,
sebagian uang hasil penjualan narkotika di dalam negeri yang seharusnya
dikirim ke jaringan di mancanegara tidak ditransfer melalui sistem
perbankan. Jaringan tersebut menerima valas yang dititipkan tenaga kerja
Indonesia kepada perusahaan remitansi untuk dikirim ke tanah air.
Sebagai gantinya uang hasil penjualan narkotika di dalam negeri
dikirimkan ke daerah tujuan uang TKI.
• Dari rekening RU terlihat transaksi dominan berasal dari TA dengan nilai
transaksi sebesar Rp153,00 Miliar.
82
• Uang transferan dari TA ke rekening RU dan AN atas perintah TH dilakukan
penarikan dan selanjutnya dengan menggunakan prinsip jual beli valas,
maka RU dan AN menyetorkan uang rupiah dari TA tersebut ke kantor (PT.
JV) untuk ditukar dengan dolar Singapura yang akan diambil sendiri oleh
TA secara cash ke Batam.
ii. Putusan/Vonis Pidana
No. Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
Terdakwa TH
1 Pengadilan
Negeri Batam
Nomor
1223/Pid.Sus
/2016/PN
Btm
Pencucian
Uang
Pasal 5 Ayat
(1) Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8
Tahun 2010
1 (satu)
tahun
dan 3
(tiga)
bulan
Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima
juta rupiah)
subsidair 3 (tiga)
bulan pidana
kurungan
Terdakwa AN
2 Pengadilan
Negeri Pagar
Alam
Nomor
1222/Pid.Sus
/2016/PN
Btm
Pencucian
Uang
Pasal 5 Ayat
(1) Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
Nomor 8
Tahun 2010
1 (satu)
tahun
dan 2
(dua)
bulan
Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima
juta rupiah)
subsidair 2 (dua)
bulan pidana
kurungan
Terdakwa RU
3 Pengadilan
Negeri Batam
Nomor
1223/Pid.Sus
/2016/PN
Btm
Pencucian
Uang
Pasal 5 Ayat
(1) Jo Pasal
10 Undang-
Undang
Republik
Indonesia
1 (satu)
tahun
dan 2
(dua)
bulan
Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima
juta rupiah)
subsidair 2 (dua)
bulan pidana
kurungan
83
No. Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
Nomor 8
Tahun 2010
iii. Skema Pencucian Uang
TH
AN
RU
PT.JV
(money changer)
V.8.2
V.8.5
V.3.4
Rek.an. RU
Rek. an. An
Tersangka kasus
narkotika
TA
(tersangka
TPPU)
Uang tunai
hasil
penukaran
valas
V.3.13
Rp. 153miliar
RWR1,6miliar
V.3.8
84
2. Tindak Pidana Korupsi
a. Kasus Korupsi atas nama SN
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
130/PID.SUS/TPK/2017/PN.JKT.PST dan Nomor: 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel
dengan terdakwa atas nama SN, yang didakwa atas perkara tindak pidana korupsi.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
Kasus korupsi E-KTP merupakan kasus terkait pengadaan E-KTP yang
dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri pada periode 2011 s.d. 2013 yang diduga
merugikan keuangan negara mencapai Rp2,3 Triliun. Kasus ini telah dimulai
penyelidikannya sejak tahun 2014 dan masih berlangsung hingga saat ini untuk
megungkapkan secara keseluruhan skema dari tindak pidana korupsi dan
pencucian uangnya.
Kasus ini melibatkan lebih dari 20 anggota legislatif, beberapa pejabat tinggi
dari 2 (dua) kementerian terkait, dan beberapa pihak dari sektor swasta. Dari
proses investigasi yang dilakukan oleh penyidik, ditemukan bahwa terdapat
informasi mengenai keterlibatan ketua DPR, yaitu SN, sebagai pelaku utama dalam
kasus E-KTP tersebut.
Dari pemetaan aliran penerima dana proyek, terdapat aliran dana yang
signifikan berjumlah USD42 juta dari November 2011 hingga April 2012 ke BM
Corporation, sebuah perusahaan yang berlokasi di Negara A. BM Corporation adalah
sub-kontraktor proyek yang bertugas menyediakan alat perangkat lunak ID
Elektronik.
85
ii. Skema Kasus
Dari informasi yang diperoleh dari FIU negara A, teridentifikasi bahwa dari
USD42 juta, BM Corporation mengirim dana sebesar USD7 juta ke akun yang
dimiliki oleh sejumlah perusahaan dan individu yang berlokasi di Negara B.
Informasi tersebut kemudian diserahkan kepada penyidik sebagai masukan untuk
penyelidikan lebih lanjut. Penyidik kemudian memetakan aliran dana penerima di
Negara B. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa dari USD7 juta yang diterima
oleh beberapa pihak di Negara B, dana sebesar USD3,5 juta dimaksudkan sebagai
pembayaran untuk transaksi bisnis yang dilakukan dengan rekan-rekan mereka di
Indonesia. Penyidik kemudian menyelidiki entitas di Indonesia, dan pada saat yang
sama PPATK juga melacak transaksi pada akun entitas tersebut. Saat itu terungkap
fakta-fakta berikut:
1) Pada periode tersebut, entitas di Indonesia sedang melakukan kegiatan bisnis
dengan rekan-rekan mereka di Negara B. Mereka meminta bantuan JH (pemilik
money changer yang tergolong besar di Indonesia) untuk membayar transaksi
bisnis mereka kepada rekan-rekan mereka di Negara B. Mereka mengirim dana
ke JH untuk dibayarkan ke Negara B.
2) Pada kenyataannya, rekan-rekan di Negara B tidak menerima pembayaran dari
akun JH, melainkan mereka menerima pembayaran dari BM Corporation.
86
BM Corporation
A/C 123456
Entity 1
A/C 23456
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 2
A/C 34567
Entity 3
A/C 45678
Entity 4
A/C 56789
Entity 5
A/C 67891
Entity 6
A/C 78912
Entity 7
A/C 89123
Entity 8
A/C 6543200
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 1
A/C 234567
Entity 9
A/C 7654300
Entity 10
A/C 8765400
Entity 11
A/C 9876500
Entity 12
A/C 1987600
Entity 13
A/C 2198700
Entity 14
A/C 3219800
JH
A/C 1122300
Penyidik kemudian menanyai JH dan menemukan informasi bahwa
transaksi yang diterima dilakukan atas permintaan IHP, keponakan SN. Dana
tersebut kemudian diberikan secara tunai kepada SN.
Menurut fakta yang diungkapkan dalam persidangan, latar belakang skema
transaksi adalah sebagai berikut:
1) IHP memerintahkan BM Corporation untuk mengirim USD3,5 juta sebagai
bagian dari kickback yang seharusnya diterima SN. IHP meminta bantuan dari
rekannya RIS dan mengatakan bahwa ada dana di luar negeri yang perlu segera
ditransfer ke Indonesia, tetapi dia tidak ingin menggunakan mekanisme
transfer bank konvensional.
2) Setelah itu RIS menghubungi JH (pemilik money changer yang tergolong besar
di Indonesia) untuk menemukan beberapa entitas di Indonesia yang
tertarik/perlu mengirim dana ke mitra mereka di Negara B untuk transaksi
bisnis. JH melalui RIS memberikan nomor akun entitas tersebut di Negara B ke
IHP. Kemudian IHP menginformasikan nomor rekening kepada BM
Corporation.
3) BM Corporation kemudian mengirim dana yang diminta ke beberapa entitas di
Negara B untuk transaksi bisnis yang seharusnya diterima oleh entitas. Di sisi
lain, pada periode yang sama, entitas di Indonesia juga mentransfer dana ke
akun JH dalam jumlah dana yang sama dengan yang seharusnya mereka
bayarkan ke rekan-rekan mereka di Negara B. Singkatnya, entitas di Indonesia
telah secara resmi membayar transaksi bisnis mereka, dan entitas di Negara B
juga telah menerima pembayaran tersebut-meskipun sumber pembayaran
87
mereka tidak berasal dari rekan-rekan mereka di Indonesia, tetapi dari Negara
A.
4) Setelah JH menerima dana, dana kemudian diberikan kepada RIS, dan RIS
memberikannya kepada IHP secara tunai. Pada akhirnya, IHP berhasil
menerima dana dan memberikannya langsung ke SN sebagai penerima manfaat
utama.
Secara keseluruhan, berikut ini adalah skema aliran dananya:
Funds disbursement
to Project Vendors
Project Vendors Country A
Total of
USD 42 million
BM
Corporation
Country B
Total of
USD 7 million
Fund transfers
from one of
Project Vendors
Entity 4 Entity 5 Entity 6 Entity 7Entity 1 Entity 2 Entity 3
Business relationship with
counterparts in Indonesia
Entity 8
Entity 9
Entity 10
Entity 11Mr. RIS
IHP’s friend
Mr. SN
Cash
taken by
SN’s
nephew
Goods Flow
No cash flow
for goods payment
Mr. IHP
SN’s nephew
Cash
given
to PEP
Total of
USD 3.5
million
The owner is
affiliated
with SN
Indonesia
Entity 12
Entity 13
Entity 14
Ms. JH
Large sized-
money exchange
owner
Seperti yang terlihat dari diagram alur di atas, dana di Indonesia yang
berasal dari pengadaan yang melanggar hukum (hasil kejahatan) dipindahkan ke
luar negeri melalui 2 (dua) negara (Negara A dan Negara B), kemudian kembali ke
Indonesia (pola putar balik), dan akhirnya digunakan sebagai suap untuk SN sebagai
PEP. Pada prinsipnya, dana yang ada di luar negeri tetap di luar negeri, dan dana di
dalam negeri tetap berada di negara itu (tidak ada pengiriman uang resmi yang
88
pernah tercatat). Namun, pihak luar negeri berhasil mengirimkan dana, dan pihak-
pihak di Indonesia berhasil menerima dana yang diminta.
Skema transfer biasanya digunakan oleh pemilik penukaran uang di
Indonesia. Biasanya mereka menggunakan mekanisme seperti itu untuk
memfasilitasi pengusaha dalam melakukan pembayaran transaksi bisnis mereka,
untuk menghindari biaya transfer tinggi ketika menggunakan layanan
perbankan/transfer normal, menghindari pajak atau untuk mencari keuntungan
yang lebih tinggi (menggunakan nilai tukar mata uang asing). IHP yang tahu
mekanisme itu, menyalahgunakannya karena menerima suap dari proyek.
Skema transaksi jelas merupakan upaya untuk menyamarkan transaksi
untuk menghambat jejak audit dan deteksi dari bank dan pihak berwenang.
Sebagian besar pihak dalam skema juga tidak menyadari bahwa transaksi yang
mereka lakukan adalah bagian dari skema transaksi penyamaran yang diatur oleh
pihak ketiga. Penanganan TPPU atas nama SN sampai saat ini masih proses.
iii. Tipologi tindak pidana korupsi
1. Uang hasil pidana korupsi ditransfer ke beberapa rekening pihak
lain/keluarga (structuring).
2. Hawala banking, uang hasil tindak pidana di dalam negeri yang seharusnya
dikirim ke jaringan di mancanegara tidak ditransfer melalui sistem
perbankan. Dalam kasus SN ini, pelaku melakukan kerja sama dengan
pemilik money changer untuk menghimpun entitas–entitas yang bersedia
berpartisipasi dalam Hawala banking.
3. Pencucian uang melibatkan jasa penukaran mata uang asing untuk
menghimpun dana–dana dari entitas–entitas.
iv. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan
1. Tidak menggunakan mekanisme transfer bank konvensional.
2. Menggunakan transaksi tunai sebagai upaya menghindari pencatatan
bank.
89
b. Kasus Korupsi atas nama NA
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor
16/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI atas perkara korupsi dan gratifikasi dengan
terpidana atas nama NA.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
Terpidana NA adalah seorang Gubernur Sulawesi Tenggara (ST)
periode 2008 s.d. 2013 yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan
menerima gratifikasi. Kasus bermula pada sekitar awal tahun 2009, NA
meminta IR mencarikan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
yang sesuai dengan permintaan NA. Sekitar 1 minggu berselang, IR
menjatuhkan pilihan pada PT. AHB. Menindaklanjuti arahan NA, IR menemui
WA (Direktur PT. BI) yang juga diketahui sebagai konsultan pemenangan NA
saat mencalonkan diri sebagai Gubernur ST. Kepada WA, IR menyerahkan
dokumen terkait PT. AHB berupa stempel dan kop surat PT. AHB yang
sebelumnya sudah disanggupi IR.
Sekitar bulan Juli 2009, IR bertemu dengan B (Kabid Pertambangan
Umum pada Dinas ESDM Provinsi ST tahun 2008 s.d. 2013), B menyerahkan
draft surat perihal Permohonan Kuasa Pertambangan dan draft surat
Permohonan IUP Eksplorasi kepada IR dengan maksud agar kedua surat
tersebut ditandatangani oleh YSP selaku Direktur Utama PT. AHB. Dalam surat
perihal Permohonan Kuasa Pertambangan yang disusun oleh B dan K selaku
Kepala Seksi Bahan Galian Mineral di Dinas ESDM Provinsi ST tahun 2009 s.d.
2013 berisikan tentang permohonan pencadangan wilayah seluas 3.024 Ha
kepada NA. Surat tersebut mencantumkan tanggal mundur (back dated) yaitu
tanggal 28 November 2008.
NA menginginkan PT. AHB mendapatkan pencadangan wilayah pada
lokasi Kontrak Karya PT. INC dan meminta PT. INC melepaskan sebagian
wilayah Kontrak Karya di Blok Malapulu. Permintaan NA ditindaklanjuti oleh
PT. INC dengan mengajukan surat permohonan penciutan wilayah kontrak
karya PT. INC yang meliputi Blok Lasolo (4.086 Ha), Blok Paopao (6.785 Ha),
Blok Torobulu (13.817 Ha) dan Blok Malapulu (3.329 Ha) kepada Kementerian
ESDM.
90
Pada sekitar bulan November s.d. Desember 2009 NA memberikan
persetujuan atas permohonan pencadangan wilayah dan IUP Eksplorasi yang
diajukan oleh PT. AHB. Hal ini menuai masalah karena belum adanya keputusan
penciutan wilayah kontrak karya PT. INC dari kementrian ESDM dan juga
karena wilayah yang dimohonkan PT. AHB berada pada wilayah lintas
kabupaten yaitu Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana yang
mensyaratkan harus ada rekomendasi dari Bupati Buton maupun dari Bupati
Bombana sebelum persetujuan diterbitkan oleh NA. Selain itu permohonan IUP
Eksplorasi PT. AHB juga tidak dilengkapi dengan tanda bukti jaminan
kesungguhan serta tidak dilengkapi dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Agar persetujuan IUP Ekplorasi yang diberikan NA kepada PT. AHB
seolah-olah telah sesuai ketentuan, pada sekitar bulan Januari 2010, B
menyerahkan Surat Gubernur ST perihal Permintaan Rekomendasi terhadap
Rencana Penerbitan IUP Eksplorasi an. PT. AHB kepada Bupati Buton (BT) dan
Bupati Bombana (BB). Selanjutnya pada bulan Juli 2010, NA meningkatkan IUP
Eksplorasi PT. AHB menjadi IUP Operasi Produksi.
Tindak Pidana Asal
• Pada sekitar bulan November 2009, dengan menyalahgunakan
kewenangannya, NA memberikan persetujuan atas permohonan
pencadangan wilayah yang diajukan oleh PT. AHB melalui Surat Keputusan
Gubernur ST Nomor: 828 Tahun 2008 tentang Persetujuan Pencadangan
Wilayah Pertambangan PT. AHB. Persetujuan pencadangan wilayah untuk
PT. AHB tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal
10 Kepmen ESDM Nomor:1603 K/40/MEM/2003 tanggal 24 Desember
2003 karena dilakukan tanpa melakukan pengujian wilayah pertambangan
yang dimohonkan, serta bertentangan dengan SE Dirjen Minerba
Kementerian ESDM Nomor: 1053/30/DJB/2009 tanggal 24 Maret 2009
perihal IUP karena pencatuman tanggal mundur (back dated) pada surat
permohonan PT. AHB maupun surat persetujuan NA hanya dimaksudkan
agar PT. AHB tidak perlu melalui proses lelang untuk mendapatkan Wilayah
Izin Usaha Pertambangan (WIUP), padahal berdasarkan UU No. 4 Tahun
2009 yang berlaku mulai tanggal 12 Januari 2009 dalam Pasal 51
menyatakan bahwa WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha,
korporasi dan perorangan dengan cara lelang.
91
• Pada tanggal 17 Desember 2009, dengan menyalahgunakan
kewenangannya, NA menerbitkan Surat Keputusan Gubernur ST No. 815
Tahun 2009 tentang Persetujuan IUP Eksplorasi kepada PT. AHB meskipun
belum ada keputusan penciutan wilayah kontrak karya PT INCO dari
Kementerian ESDM atas surat permohonan IUP Eksplorasi tertanggal 9 Juli
2009 yang diajukan oleh PT. AHB. Hal ini menyalahi SE Dirjen Minerba
Kementerian ESDM Nomor: 03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009
huruf A angka 2 terkait dengan penerbitan IUP baru yang sebelum
diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU No. 4 Tahun
2009 dihentikan sementara. Selain itu, perbuatan NA memberikan
persetujuan IUP Eksplorasi bertentangan pula dengan ketentuan Pasal 37
huruf b UU No. 4 Tahun 2009 dan Pasal 17 ayat (1) PP Nomor 75 Tahun 2001
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan karena wilayah yang
dimohonkan PT. AHB berada pada wilayah lintas kabupaten yang
mensyaratkan harus ada rekomendasi dari masing-masing bupati sebelum
persetujuan diterbitkan oleh NA. Permohonan IUP Eksplorasi PT. AHB
tertanggal 9 Juli 2009 tersebut juga tidak dilengkapi dengan tanda bukti
jaminan kesungguhan dan tidak dilengkapi dengan Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan.
• Pada tanggal 26 Juli 2010, dengan menyalahgunakan kewenangannya NA
menerbitkan Surat Keputusan Gubernur ST Nomor: 435 Tahun 2010
tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi
Produksi kepada PT. AHB.
• Menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sebesar
USD4,499,900.00 (empat juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu
sembilan ratus dolar Amerika Serikat) atau dalam konversi rupiah saat itu
sebesar Rp40.268.792.850,00 (empat puluh miliar dua ratus enam puluh
delapan juta tujuh ratus sembilan puluh dua ribu delapan ratus lima puluh
rupiah)
92
ii. Putusan/Vonis Pidana
Perihal Keterangan
Putusan Pegadilan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 16/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI
TIndak Pidana Korupsi
Pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Pidana 15 (lima belas) tahun
Denda Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan
Pidana Tambahan • Uang Pengganti Rp2.781.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus delapan puluh satu juta rupiah), dengan ketentuan memperhitungkan harga 1 (satu) bidang tanah dan bangunan yang terletak di Kompleks Premier Estate Kav. I No.9, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang disita dalam proses penyidikan dan apabila NA tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekutan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal NA tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 1 (satu) tahun pidana
• Mencabut hak politik NA selama 5 (lima) tahun sejak NA selesai menjalani hukuman
iii. Skema Aliran Dana Korupsi
93
c. Kasus Korupsi atas nama HAT
Tipologi ini disusun berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor
39/Pid.Sus-TPK/2016/PN Ambon; Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor
12/Pid.Sus-TPK/2017/PT AMB; dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2282
K/PID.SUS/2017 atas perkara korupsi dan pencucian uang dengan terpidana atas
nama HAT.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
HAT adalah seorang Direktur CV. H berdasarkan Akta Pendirian CV. H
No.79 tanggal 28 Juli 2005 yang dibuat oleh Notaris dan PPAT. HAT didakwa
sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan sekitar tahun 2015 telah secara
melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan
kerugian keuangan dan perekonomian negara, melakukan dan menyuruh
melakukan dan turut serta melakukan, menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, menitipkan, menerima, menguasai,
penempatan, pentransferan, pembayaran dari harta kekayaan yang berasal
dari hasil tindak pidana korupsi. Perbuatan HAT bersama-sama dengan saksi
IR dan saksi PRT dalam pembelian tanah dan bangunan di Jl. Raya D No. 51
Surabaya untuk pembukaan kantor Cabang Bank M di Surabaya. Dari hasil
tindak pidana yang dilakukan oleh HAT dan saksi-saksi lainnya telah
memperkaya beberapa pihak sehingga kerugian negara yang dalam hal ini
adalah PT. Bank M sebesar Rp7.600.000.000,00 berdasarkan Laporan Hasil
Audit dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara
Dugaan Penyimpangan dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah dan Gedung
untuk Pembukaan Kantor Cabang PT. Bank M di Surabaya oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi M.
Tindak Pidana Asal
PT. Bank M berencana membuka kantor cabang di Surabaya sejak
sekitar tahun 2012 sampai sekitar bulan Agustus 2014 tetapi tidak terealisasi.
Kemudian pada Oktober 2014, saksi IR dan SE meminta HAT untuk mencari
pemilik tanah dan bangunan di Jl. Raya D 51 Surabaya. Pemilik tanah dan
bangunan tersebut akhirnya diketahui dari saksi S adalah PT. MCS. Pada pagi
hari sekitar minggu kedua November 2014 HAT dan bersama B datang
94
menemui CT Direktur PT. MCS anak perusahaan dari PT. PM, lalu HAT sepakat
dengan CT untuk membeli aset PT. MCS tersebut dengan harga sebesar
Rp46.400.000.000,00 dan meminta kepada CT agar harga yang dicantumkan
dalam akta jual beli sebesar Rp54.000.000.000,00 dan terdakwa HAT meminta
jatah Rp7.600.000.000,00 dari harga yang disepakati Rp46.400.000.000,00.
Tindak Pidana Pencucian Uang
Untuk membayar pembelian tanah dan bangunan milik PT. MCS di Jl.
Raya D No. 51 Surabaya dari PT. Bank M, dilakukan melalui pemindahbukuan
uang Bank M dari Rekening BI Kota A Nomor 524131000990 kepada penerima
dana an. S rekening Bank C No. 0140019984 melalui fasilitas BI RTGS sebesar
Rp54.000.000.000,00. Rekening a.n. S tersebut baik buku tabungan dan ATM
dikuasai oleh HAT. Setelah itu uang yang diterima kemudian dialihkan kepada
beberapa rekening milik pihak lainnya melalui pemindahbukuan, transfer
tunai, transfer melalui electronic banking maupun secara tunai.
1. Sumber dana pertama kali berasal dari pemindahbukuan melalui fasilitas
RTGS dengan rincian sebagai berikut:
a. Pemindahbukuan melalui fasilitas RTGS dari Rek. Bank M di BI ke Rek.
Bank C 0140019984 an. S sebesar Rp54.000.000.000,00 pada 17
November 2014.
b. S memindahbukukan/mentransfer/menyetor uang sejumlah
Rp54.000.000.000,00 ke Rek Bank C 00440792944 an. HAT pada 17
November 2014.
2. Transaksi masuk dan keluar yang dilakukan oleh HAT melalui Rek Bank C
00440792944 dengan cara sebagai berikut:
a. Transfer dari Rek Bank C 00440792944 an. HAT sejumlah
Rp5.000.000.000,00 ke Rek Bank C 4641010990 an. PT. PM sebagai
tanda jadi pembelian tanah dan gedung milik PT. PM pada tanggal 18
November 2014.
b. Transfer dari Rek Bank C 00440792944 an. HAT sejumlah
Rp49.000.000.000,00 ke Rek Bank C 4641010990 an. PT. PM sebagai
pelunasan pembelian tanah dan gedung milik PT. PM pada tanggal 18
November 2014.
95
c. Setoran Tunai ke Rek Bank C 00440792944 an. HAT sejumlah
Rp7.600.000.000,00 pada tanggal 18 November 2014 yang disetorkan
oleh CT selaku Direktur PT. PM sebagai jatah yang diminta oleh HAT.
d. Transfer E-Banking yang dilakukan oleh HAT dari Rek Bank C
00440792944 an. HAT ke Rek Bank C 1880326275 an. LF sebesar
Rp25.000.000,00 selaku notaris pada tanggal 18 November 2014.
e. Pindah Buku ke Rek Bank C 0140019904 an. S sebesar
Rp75.000.000,00 pada tanggal 19 November 2014 sebagai ucapan
terimakasih karena telah menggunakan rekening S dalam
menampung dana dari PT. Bank M.
f. Tarik Tunai dari Rek Bank C 0040792944 an. HAT sejumlah
Rp2.000.000.000,00 oleh HAT pada tanggal 19 November 2014.
g. Menyerahkan uang tunai Rp150.000.000,00 kepada IT sebagai uang
terimakasih pada tanggal 26 November 2014, tetapi dikembalikan
oleh IT ke HAT melalui Rek CV. H sebesar Rp150.000.000,00 pada
tanggal 27 November 2014.
h. Menyerahkan uang tunai Rp250.000.000,00 pada bulan November
2014 kepada FDS sejumlah Rp250.000.000,00 yang kemudian
diserahkan dan digunakan oleh IR untuk keperluan pribadi.
i. HAT melakukan tarik tunai di Bank C KCU Kota A dari Rek Bank C
0440792944 an. HAT sebesar Rp2.400.000.000,00 pada tanggal 27
November 2014.
j. Transfer E-Banking ke Rek an. LF No. Rek 1880326275 sebesar
Rp25.000.000,00 pada tanggal 1 Desember 2014.
k. HAT menerima uang secara tunai dari LF sebagai uang kelebihan
pembayaran pajak sebesar Rp250.000.000,00 pada tanggal yang tidak
diketahui.
l. HAT menerima pinjaman uang dari LF sebesar Rp1.000.000.000,00
yang di transfer ke Rek 0101002238 an. CV. H dalam tujuh kali
transfer dari tanggal 24 Juni s.d. 04 Juli 2015.
m. HAT mengembalikan uang pinjaman kepada LF sebesar
Rp950.000.000,00 pada 05 Oktober 2015 dan belum dikembalikan
sebesar Rp50.000.000,00.
96
ii. Putusan/Vonis Pidana
No Putusan
Pengadilan Tindak Pidana
Pasal
Vonis
Pidana Denda
1 Pengadilan Negeri Kota A
Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- -
Pencucian Uang
Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
9 (sembilan) tahun penjara
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 4 (empat) bulan.
2 Pengadilan Tinggi Kota A
Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
-
-
Pencucian Uang
Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
12 (dua belas) tahun penjara
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 7 (tujuh) bulan.
3 Mahkamah Agung
Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- -
Pencucian Uang
Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
12 (dua belas) tahun penjara
Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan
97
No Putusan
Pengadilan Tindak Pidana
Pasal
Vonis
Pidana Denda
kurungan selama 8 (delapan) bulan.
iii. Skema Pencucian Uang
Rekening Bank MDi BI
RTGS Rp54.000.000.000
V.3,11V.6,2
SBank B
No Rek 0140019984V.5,3
HATBank B
No Rek 00440792944V.5,3
PemindahbukuanSebanyak dua kali
Total Rp54.000.000.000V.3,13V.6,2
Transfer sebanyak dua kaliTotal Rp54.000.000.000
V.6,2
Setoran TunaiRp7.600.000.000
Oleh CT(Dir. PT PM)
V.6,2
Tarik Tunai sebanyak dua kali Total Rp4.400.000.000
V.6,2
Transfer E-Banking dua kaliTotal Rp50.000.000
V.3,8V.6,2
LABank B
No Rek. 1880326275V.5,3
HATV.2,2
LAV.2,6
Uang TunaiRp250.000.000
V.4,1
PinjamanRp1.000.000.000
V.6,2
Mengembalikan PinjamanRp950.000.000
V.6,2
ITV.2,2
Uang TunaiRp.150.000.000
V.4,1V.6,2
Dikembalikan lagi melalui
Rp150.000.000V.6,2
IRV.2,2
Uang TunaiRp250.000.000
Melalui FDBV.4,1V.6,2
PT PM
CV H
Milik
HAT
iv. Tipologi Pencucian Uang
• Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung,
mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.
• Transaksi tidak dilakukan melalui industri keuangan perbankan namun
dominan menggunakan transaksi tunai.
• Transaksi pass by yakni sejumlah dana yang masuk langsung ditransfer
atau ditarik tunai.
98
v. Redflag (Indikator) Transaksi Keuangan Mencurigakan
Melakukan penarikan tunai dalam jumlah besar dalam waktu yang berdekatan.
Dalam kasus ini 19 November 2014 sejumlah Rp2.000.000.000,00 dan 27
November 2014 sebesar Rp2.400.000.000,00.
d. Kasus Korupsi atas nama HL
Tipologi ini disusun berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor
16/Pid.Sus-TPK/2015/PT PTK tanggal 2 Juli 2015; Putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta Nomor 01/Pid/TPK/2015/PT DKI tanggal 11 Februari 2015; dan Putusan
Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 03/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/PN. Ptk tanggal
18 Mei 2015.
i) Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
Pada tahun 2007 di wilayah Pontianak adanya perkenalan antara HL
(seorang wiraswasta) dengan HLR seorang PEP. Terdakwa HL selaku broker
atau perantara dalam pengurusan impor barang dari China yang transit di
Singapura menuju Pelabuhan Dwikora wilayah Kalimantan Barat. HL bukan
seorang importir atau pemilik perusahaan yang bergerak di bidang impor atau
dealer barang impor, dan tidak memiliki Angka Pengenal Impor-Umum (API-U)
dan Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dalam melakukan aktivitas importasi
barang. Untuk kemudahan kegiatan impor barang tersebut, HL memberikan
hadiah kepada PEP agar tidak melakukan pemantauan terhadap pelanggaran
peraturan kepabeanan dengan cara pemberian buku tabungan dan ATM atas
nama HL. Setelah HLR pindah penugasan kerja, kemudian HL memindahkan
kegiatan importasi barang melalui perbatasan Indonesia-Malaysia di daerah
pabean Entikong yaitu impor barang melalui jalur China ke Khucing, ke Tebedu,
dan dari Tebedu ke Pontianak dengan jalur darat melalui perbatasan antara
Malaysia-Indonesia. Proses importasi barang yang dilakukan HL di daerah
pabean Entikong yaitu dengan menghubungi para broker/perantara yang
mengurus impor barang dari para pemesan barang. Pelaksanaan kegiatan
importasi barang yang dilakukan oleh HL menggunakan jasa AA yang bertugas
menyiapkan nama perusahaan importir termasuk angkutan/trucking dari
Entikong ke Pontianak. Diketahui bahwa barang-barang yang di impor oleh HL
bersama AA merupakan barang campuran dan tidak diperbolehkan untuk
99
diimpor melalui daerah pabean Entikong sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Perdagangan. Dari hasil pengurusan importasi barang melalui PPLB
Entikong, AA mendapatkan sejumlah Rp2.760.850.000,00 (dua miliar tujuh
ratus enam puluh juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah) selama periode 28
Juli 2008 s.d. 7 Januari 2011. Untuk dapat memasukan barang dari Tebedu
Malaysia menuju Indonesia, AA membayar pungutan bea masuk kepada IJ
(PEP). Atas perbuatan IJ telah memperkaya dirinya sendiri sehingga merugikan
keuangan negara ± Rp903.500.000,00 (sembilan ratus tiga juta lima ratus ribu
rupiah).
Tindak Pidana Asal
Terdakwa I: HL
1. HL adalah seorang broker/perantara dalam mengurus impor barang dari
China yang transit di Singapura dan menuju Pelabuhan di Indonesia.
Diketahui bahwa HL bukan seorang importir atau pemilik perusahaan
yang bergerak di bidang impor atau dealer barang impor dan tidak
memiliki Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) dan Nomor Induk
Kepabeanan (NIK).
2. HL telah memberikan hadiah berupa uang kepada PEP yang memiliki
kewenangan dalam importasi barang melalui pemberian buku tabungan
dan kartu ATM yang diatasnamakan HL. Kemudian melakukan beberapa
kali transfer uang ke rekening tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk
kemudahan kegiatan impor barang yang dilakukan oleh HL.
3. Perusahaan yang bergerak di bidang impor dipergunakan oleh HL untuk
melakukan kegiatan impor barang di daerah pabean Entikong. Diketahui
bahwa perusahaan tersebut tidak tercantum dalam Bill of Landing yang
diterbitkan oleh Suplier yang berada di China dan importir tersebut tidak
memiliki keahlian dalam menghitung nilai pabean (Self Assessment).
4. Barang-barang yang diimpor oleh HL selaku broker/perantara yang
mengurus kegiatan impor dari para pemilik barang melalui daerah pabean
Entikong diantaranya DSA Campuran yang termasuk tidak boleh diimpor
melalui daerah pabean Entikong.
5. Barang-barang impor yang diurus oleh HL tidak dilakukan pemeriksaan
secara menyeluruh untuk pembayaran bea masuk, PPN dan PPH sebagai
Pajak dalam Rangka Impor dan tidak dihitung secara self assessment serta
100
tidak dibayarkan oleh importir yang tercantum di dalam Pemberitahuan
Impor Barang (PIB) karena nama perusahaan tersebut hanya dipinjam
untuk dicantumkan dalam PIB, semestinya wilayah pabean Entikong
Kalimantan Barat termasuk jalur merah, dimana setiap barang yang masuk
ke Indonesia dari luar negeri melalui pabean Entikong seharusnya
dilakukan pemeriksaan terhadap fisik barang impor.
6. Pembayaran yang diterima oleh HL untuk pengurusan importasi barang
yang dilakukan di daerah pabean Entikong selama periode 2008 s.d. 2014
sejumlah Rp59.408.143.534,00. Sumber dana diperoleh dari beberapa
pengusaha/importir di Indonesia.
7. Memberikan hadiah berupa 1 unit motor kepada PEP wilayah Kalimantan
dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan importasi barang.
Terdakwa II: AA
1. Pada tahun 2009, AA menerima pesanan melalui Fax dari HL untuk
memasukkan dan mengangkut barang dari Malaysia menuju Indonesia
melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong. Dalam hal
tersebut, AA tidak mempunyai kapasitas sebagai importir atau memiliki
perusahaan yang bergerak di bidang impor atau dealer barang impor dan
tidak memiliki Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) dan Nomor Induk
Kepabeanan (NIK) untuk melakukan importasi barang.
2. AA dalam memasukkan dan mengangkut barang impor yang masuk ke
Indonesia melalui Tebedu Malaysia melewati PPLB Entikong bekerjasama
dengan PEP (IJ).
3. AA bertugas untuk menyiapkan importir termasuk jasa angkutan dari
Entikong ke Pontianak seperti CV. RM, CV. AS, dan PT. SGB.
4. AA membantu HL untuk memasukkan barang melalui PPLB Entikong yang
diketahui barang tersebut merupakan DSA Campuran. Berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan RI bahwa barang-barang tersebut tidak
diperbolehkan masuk melalui daerah pabean Entikong.
5. Selama periode Juli 2008 s.d. Januari 2011, AA menerima 62 transaksi dari
HL dengan total nilai Rp2.760.850.000,00 (dua miliar tujuh ratus enam
puluh juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah) sebagai jasa
meminjamkan nama importir.
101
6. AA dapat memasukan barang-barang impor tersebut dari Tebedu Malaysia
ke Indonesia melalui PPLB Entikong dikarenakan AA telah membayar
pungutan bea masuk kepada IJ. Diketahui bahwa PPLB Entikong bukan
merupakan kawasan pabean yang dapat digunakan untuk melakukan
kegiatan ekspor dan impor.
Terdakwa III: IJ
1. IJ seorang PEP yang memiliki tugas melakukan pelayanan kepabeanan.
2. IJ telah memperbolehkan/mengijinkan/membiarkan barang masuk dari
Malaysia ke Indonesia melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB)
Entikong seolah-olah Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong
merupakan kawasan pabean yang mana kegiatan impor tersebut tidak
dilengkapi dengan dokumen-dokumen Letter of Credit (L/C), Delivery
Order (D/O), Bill of Exchange, Bill of Landing (B/L).
3. IJ tidak melakukan penelitian terhadap dokumen kepabeanan dan cukai
yang diajukan pengguna jasa (eksportir/importir), tidak meneliti tarif dan
nilai pabean dan tidak melakukan pemeriksaan fisik barang impor yang
diperantarai oleh HL.
4. IJ tidak melakukan pemeriksaan dokumen secara menyeluruh untuk
pembayaran bea masuk, PPN dan PPH sebagai Pajak dalam Rangka Impor
(tidak dihitung berdasarkan self assessment atau dibayarkan oleh importir
sesuai dengan Pemberitahuan Impor Barang) karena masing-masing
perusahaan tersebut hanya dipinjam untuk dicantumkan dalam PIB
padahal Pabean Entikong Kalimantan Barat termasuk Jalur Merah (wajib
dilakukan pemeriksaan fisik barang impor).
5. Bahwa Invoice yang berisikan jumlah barang dan nilai barang yang lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah dan nilai barang yang sebenarnya dan
kemudian dijadikan sebagai dasar dalam penghitungan penetapan bea
masuk atas dasar petunjuk dari IJ.
6. Bahwa uang pungutan bea masuk tersebut ditampung dan disimpan
sendiri oleh terdakwa IJ selama 1 sampai dengan 2 minggu sebelum
diserahkan kepada Bendahara Penerimaan dan terdapat sebagain uang
digunakan untuk kepentingan pribadi.
7. Pembayaran bea masuk yang dilakukan oleh importir melalui
perantara/broker (HL dan AA) dengan cara transfer via ATM dan RTGS ke
rekening bank atas nama IJ dan rekening atas nama orang lain yang
102
dikuasai oleh IJ. Total keseluruhan uang yang masuk ke dalam rekening
bank tersebut sebesar Rp903.500.000,00 (sembilan ratus tiga juta lima
ratus ribu rupiah).
Tindak Pidana Pencucian Uang
Terdakwa I: HL
1. HL telah membantu menyamarkan atau menyembunyikan hasil tindak
pidana korupsi yang diperoleh PEP dengan membeli 1 unit kendaraan
bermotor yang diatasnamakan adik ipar PEP.
2. HL telah memberikan beberapa buku tabungan atas nama pribadi dan
kemudian buku tabungan dan ATM Bank tersebut dikuasai/dipergunakan
oleh PEP (HLP dan IJ) di wilayah Kalimantan Barat.
3. HL telah menerima pentransferan kembali uang hasil tindak pidana suap
dan gratifikasi yang diperoleh PEP pada periode Juli 2008 s.d. 23 Desember
2009 sebesar Rp107.500.000,00 (seratus tujuh puluh lima ratus ribu
rupiah).
4. HL telah membantu menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan
PEP dengan menerima kembali buku tabungan dan kartu ATM Rekening
Bank atas nama HL yang telah dikuasai oleh PEP. Sisa dana hasil kejahatan
tersebut senilai Rp52.000.000,00 kemudian dilakukan penarikan uang dan
digunakan untuk kepentingan pribadi HL.
Terdakwa II: AA
1. AA melakukan pembelian 1 unit kendaraan bermotor berupa mobil dengan
menggunakan nama pihak lain.
2. AA melakukan pembukaan rekening bank untuk penampungan harta
kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan. Kemudian AA mentransfer
ke rekening atas nama HL yang dikuasai oleh IJ sejumlah Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
3. AA menerima transfer dana dari IJ (PEP) sejumlah Rp15.000.000,00 (lima
belas juta rupiah) yang diketahui sumber dana tersebut bersumber dari
hasil tindak pidana korupsi.
103
Terdakwa III: IJ
1. IJ telah menerima buku rekening dan kartu ATM bank atas nama HL
(seorang broker/perantara dalam mengurus impor barang) yang
digunakan untuk menerima sejumlah uang hasil korupsi.
2. IJ telah menerima transfer dana via ATM pada rekening atas nama pribadi
sebesar Rp277.500.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta lima ratus ribu
rupiah) dari PEP (HLP).
3. IJ telah menguasai rekening bank atas nama pihak lain, diantaranya HL dan
HK (saudara ipar) yang digunakan untuk menempatkan uang hasil tindak
pidana korupsi.
4. Pada rekening bank atas nama HL yang dikuasai oleh IJ, telah diteransfer
sejumlah uang dari HL melalui RTGS sebesar Rp44.500.000,00 (empat
puluh empat juta lima ratus ribu rupiah) dan melalui transfer via ATM
sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
5. Pada rekening bank atas nama HK uang telah dikuasai oleh IJ telah
menerima sejumlah uang yang terdiri dari:
• HL dan/atau HLP sebesar Rp239.000.000,00 (dua ratus tiga puluh
sembilan juta rupiah) melalui transfer via ATM dan setor tunai.
• Sdr. MS sebesar Rp114.000.000,00 (seratus empat belas juta rupiah)
melalui transfer via ATM dan sebesar Rp48.000.000,00 (empat puluh
delapan juta rupiah) melalui setor tunai.
• Sdr. JZ (Komisaris CV.KL) sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) melalui transfer via ATM.
• Sdr.R sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah)
melalui setor tunai.
Total keseluruhan dana yang masuk ke dalam rekening tersebut sebesar
Rp460.000.000,00 (empat ratus enam puluh juta rupiah).
6. Bahwa uang yang diterima oleh IJ digunakan untuk:
• Pembelian 1 unit mobil atas nama pribadi dengan cara pembayaran
secara bertahap. Tahap pertama pembayaran secara tunai atau cash.
Tahap kedua pembayaran dilakukan secara transfer.
• Pembayaran DP (Down Payment) atas kepemilikan apartemen.
7. Bahwa uang yang diterima oleh IJ ditransfer ke beberapa pihak lainnya,
diantaranya:
104
• Sdr. RZK merupakan saudara ipar IJ sebesar Rp76.750.000,00 (tujuh
puluh enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
• Sdr. ZKP merupakan saudara ipar IJ sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah).
• Sdr. Z merupakan mertua IJ sebesar Rp113.500.000,00 (seratus tiga
belas juta lima ratus ribu ribu rupiah).
• PT. BKA PR untuk pembayaran cicilan rumah sebanyak 7 kali dengan
total sebesar Rp38.356.000,00 (tiga puluh delapan juta tiga ratus lima
puluh enam ribu rupiah).
ii) Putusan/Vonis Pidana
No. Putusan Pengadilan
Tindak Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
1 Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 01/Pid/TPK/2015/PT.DKI
Korupsi dan Pencucian Uang
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; Pasal 13 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; Pasal 3 jo Pasal 10 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 56 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
7 (tujuh tahun)
Rp5.000.000.000,00 (lima Miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan pidana kurungan.
105
No. Putusan Pengadilan
Tindak Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
2 Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 03/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/PN.Pt
Korupsi dan Pencucian Uang
Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ko Pasal 65 ayat (1) KUHP; Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
1 (satu) tahun
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan pidana kurungan.
3 Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 16/Pid-Sus-TPK/2015/PT PTK
Korupsi dan Pencucian Uang
Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
6 (enam) tahun
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah, subsidair 3 (tiga) bulan pidana kurungan.
106
iii) Skema Pencucian Uang
IJ
V.1.1
V.2.3
HL
Broker Impor
Barang
V.1.1
V.2.2
Malaysia
AA
V.2.2
China
Batas Wilayah
Indonesia
Transit Barang
CV.RM
V.7.10CV.AS
V.7.10
PT.SGB
V.7.10
Ambil Barang
Instruks
i
Pemilik Perusahaan
Kirim Barang
Transfer Dana
Total Rp1.142.500.000,-
V.3.1
V.3.7
V.3.11
Singapore
Barang Impor Masuk di
Kawasan Pabean Jalur Merah
Kirim Barang
Perusahaan Tidak Tercantum dalam Bill of Landing
Rek. An. AA
V.4.4
V.5.1
Rek. An. HL
V.4.4
V.5.1
V.6.1
V.6.2
Rek. an.PEP
V.4.4
V.5.1
Rek. An. IJ
V.4.4
V.5.1
V.6.2
Rek An. HL
V.4.4
V.5.1
V.6.1
V.6.2
Transfer Dana sebanyak
62 kali transaksi
Total Rp2.760.850.000,-
Kartu ATM
an. HL
Transfer D
ana
Pemberian
1 unit motor an.
Adik Ipar PEP
Menerima
kembali Kartu
ATM sisa saldo
Rp52.000.000,-
V.5.15
V.8.3
Transfer Dana
Total Rp107.500.000,-
Buku Rekening dan ATM
dikuasai PEP dan IJ
PEP
V.1.1
Transfer via ATM
Total
Rp277.500.000,-
V.3.11Rek An. HL
V.4.4
V.5.1
V.6.1
V.6.2
Penyerahan Buku
Rekening an. HL
Rek. An. HK
V.4.4
V.5.1
V.6.2
V.7.5
Trans
fer D
ana
mela
lui R
TGS
Total
Rp64.
500.
000,
-
Rekening dikuasai
oleh IJ
Transfer Dana Via ATM dan
Setor Tunai
Total Rp173.000.000,-
V.3.1
V.3.11
Transfer Dana
Total Rp239.000.000,-
V.8.2
V.8.1
V.8.6
Rek. an.
RZK, ZKP
dan Z
V.4.4
V.5.1
V.7.5
V.5.14
V.8.7
iv) Tipologi Pencucian Uang
1. Penguasaan kepemilikan akun rekening bank atas nama orang lain.
2. Pemanfaatan profil wiraswasta dalam kepemilikan akun rekening bank
yang dikuasai oleh Politically Exposed Persons (PEP).
3. Penggunaan nama pihak lain/keluarga dalam pembelian sejumlah aset
berharga. Pihak tersebut hanya tercatat atas kepemilikannya (registered
ownership) dan bukan sebagai penerima manfaat.
4. Keterlibatan pihak ketiga seperti mertua, saudara ipar dalam penempatan
dana hasil tindak pidana.
107
5. Pembelian sejumlah aset berharga berupa kendaraan bermotor dan
properti (rumah).
3. Tindak Pidana Perbankan
a. Kasus Perbankan atas nama NL
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor
67/PID/2018/PT KPG dengan terdakwa atas nama NL yang didakwa atas perkara
di bidang perbankan dan pencucian uang.
i) Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
NL merupakan Direktur Utama dari Lembaga Kredit Finansial MT (LKF
MT) yang didirikan bersama rekannya PTH berdasarkan akta pendirian
lembaha kredit finansial No 40 tanggal 26 April 2008 dan dibuat dihadapan
notaris GPM. LKF MT menghimpun dana dari masyarakat lalu memutar dana
tersebut dengan cara meminjamkannya kepada masyarakat yang
membutuhkan pinjaman dengan ketentuan bunga masing-masing 10%.
Selama menjalankan kegiatan usahanya sampai Oktober 2013 NL
berhasil merekrut sebanyak 16.155 nasabah dengan perolehan jumlah dana
yang terhimpun sebagai simpanan beserta bunga 10% sebesar
Rp413.795.357.693,00. Uang yang berhasil dihimpun dari masyarakat pada
LKF “Mitra Tiara” setelah terkumpul sekitar Rp7.000.000.000,00-
Rp10.000.000.000,00 disimpan oleh NL dengan cara menyetorkan ke beberapa
rekening milik NL, kemudian menarik kembali dan memasukkan kembali ke
dalam rekening baik menggunakan rekening NL, istri NL, anak NL, dan
karyawan NL. NL dinyatakan bersalah oleh pengadilan berdasarkan Pasal 46
ayat (1) Jo. Pasal 16 ayat (1) UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan
Tindak Pidana Pencucian Uang melanggar Pasal 4 UU RI No 8 tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tindak Pidana Asal
• NL bersama rekannya PTH membuka Lembaga Kredit Finansial MT pada
tanggal 26 April 2008. Lembaga Kredit Finansial MT menghimpun dana
dari masyarakat kemudian memberikan bunga 10% bagi yang menyimpan
108
lalu memutarkan uang tersebut dengan cara meminjamkan kepada
masyarakat dengan memberikan bunga 10%.
• Lembaga Kredit Finansial MT ini ternyata tidak mendapat ijin usaha dari
pimpinan Bank Indonesia, sehingga diputus bersalah melakukan tindak
pidana perbankan.
Tindak Pidana Pencucian Uang
• Terdakwa NL mengalihkan uang yang dihimpun melalui LKF MT dengan
membuat rekening tabungan baru atas nama NL dan atas nama lain yaitu
MBG (istri), MYN (anak), dan YRH (karyawan LKF MT).
• Melalui rekening 239452402 NL mentransfer uang ke MSRB sebanyak
Rp30.000.000,00; ke IMA sebanyak Rp100.000.000,00; ke HMS sebanyak
Rp100.000.000,00; dan ke RDGS sebanyak Rp100.000.000,00 dengan
berita transaksi yang digunakan “pembayaran proyek”.
• Melalui rekening 288241584 NL mentransfer ke OAL sebanyak
Rp150.000.000,00 dengan tujuan bisnis; ke EJK sebanyak
Rp150.000.000,00 dengan tujuan bisnis; dan ke MKI sebanyak
Rp100.000.000,00 dengan tujuan pemindahan modal.
• NL juga mengajukan permohonan kredit di Bank BNI dengan pinjaman
sebesar Rp590.800.000,00 pada tanggal 20 Februari 2013 dan kemudian
dilunaskan pada tanggal 7 Oktober 2013
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah yang terletak di Kelurahan
Amagapati Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Tmur.
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah beserta bangunan rumah
tinggal yang terletak di depan lorong SMPK Gabriel Kelurahan Sarotari
Tengah Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Timur.
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah beserta bangunan rumah
tinggal yang terletak di Kelurahan Sarotari Tengah Kecamatan Larantuka
Kabupaten Flores Timur.
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah yang di atasnya berdiri
bangunan hotel yang terletak di Watowiti Desa Tiwatobi Kecamatan Ile
Mandiri Kabupaten Flores Timur.
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah dan bangunan yang terletak
di Kel.Sikumana, Kec. Maulafa, Kota Kupang
109
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil merek Toyota Avanza warna
hitam metalik Nopol AG-1590-VI
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil merek Nissan Terrano warna
hitam Nopol EB-441-C
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil merek Toyota Kijang Innova
warna silver metalik Nopol EB-172-NL
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil Dump Truck merek Mitsubishi
warna kuning Nopol EB-8233-C
• Terdakwa NL membeli 3 (tiga) polis asuransi pada PT. SLF Kupang dengan
nominal masing-masing Rp500.000.000,00.
• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah dengan luas 6.130 m² dari
saksi AK dan kemudian NL menjual kepada saksi RL dengan harga jual
Rp1.000.000.000,00.
ii) Putusan/Vonis Pidana
No. Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
1. 67/PID/20
18/PT KPG
Perbankan
dan
Pencucian
Uang
Pasal 46 ayat (1) Jo. Pasal 16 ayat (1) UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan tindak pidana pencucian uang melanggar pasal 3 UU RI No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
6 tahun Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
110
iii) Skema Pencucian Uang
Masyarakat
LKF Mitra Tiara
PTLNL
Direktur Utama LKF Mitra Tiara
NL
BNI-239452402
5 Tanah dan Bangunan
V.9.12
3 Polis AsuransiV.4.11
4 Unit MobilV.9.2
BNI-297156639 an MBG (Istri) V.8.1
BNI-247494996 an YRH (karyawan LKF
MT) V.8.5
BNI-297759853 an MYN (anak) V.8.2
BNI-297507179
BNI-179331483
BNI-54767952
MSRB
IMA
HMS
RDGS
V.3.23
BNI-288241584
OAL
MKI
EJKMengajukan KreditV.4.21
Pelunasan KreditV.3.21
BNI-297758533
Rp 30 JtV.3.23
Rp 100 JtV.3.23
Rp 100 JtV.3.23
Rp 100 JtV.3.23
Rp 150 JtV.3.23
Rp 150 JtV.3.23
Rp 100 JtV.3.11
PemindahbukuanV.3.13
Buka Rekening
Menghimpun dana dari masyarakat dengan bunga 10%
1 Bidang tanahV.9.4
Membeli beberapa aset
Dijual seharga Rp 1M
RL
111
iv) Tipologi Pencucian Uang
• Membuka rekening atas nama istri, anak, dan karyawan.
• Melakukan penarikan tunai lalu melakukan penyetoran tunai
• Pembelian beberapa aset berupa tanah, bangunan, dan mobil
• Penempatan pada produk bernilai investasi seperti asuransi.
v) Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan
• Membuka rekening tabungan diwaktu yang berdekatan
b. Kasus Perbankan atas nama LRP
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor
87/Pid.Sus/2017/PN. Slt dengan terdakwa atas nama LRP yang didakwa atas
perkara di bidang perbankan dan pencucian uang.
i) Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
LRP merupakan Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) CA Kantor
Boyolali yang telah menghimpun dana dari masyarakat sejak bulan Desember
2007 sampai dengan bulan Maret 2015. LRP didakwa telah terbukti melakukan
tindak pidana dalam bidang perbankan dimana LRP melakukan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berjangka atau
deposito tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Dana yang telah terkumpul kemudian ditempatkan di
rekening pribadi LRP yang selanjutnya digunakan LRP untuk mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, mengubah bentuk uang para
nasabah tersebut.
Tindak Pidana Asal
LRP selaku Ketua KSP Cipta Arta Kantor Boyolali mempunyai tugas dan
tanggung jawab terhadap keseluruhan dari kegiatan operasional termasuk
simpanan berjangka, simpanan harian (tabungan) atau simpanan sukarela, dan
pengajuan pinjaman. Sejak bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Maret
2015 telah melakukan penghimpunan dana dari masyarakat (bukan Anggota
atau Calon Anggota KSP CA) dalam bentuk simpanan/deposito, yaitu berupa
Bilyet Simpanan Berjangka dengan bunga sebesar 14% sampai 18% per tahun
112
dan pembayaran bunga terhadap nasabah diberikan dengan cara tunai atau
ditransfer ke rekening masing-masing deposan. Pada tahun 2011, KSP CA
Kantor Boyolali sudah tidak melakukan kegiatan operasional sehingga pada
tahun 2011 dibentuk KSP CA Kantor Salatiga dengan Ketua GP yang merupakan
anak kandung LRP yang kemudian digunakan LRP untuk menghimpun dana
dari masyarakat. Dana nasabah tersebut lalu ditempatkan ke rekening atas
nama LRP pada Bank C Cabang Salatiga dengan Nomor Rekening 0130531962
dan 0130819800 yang selanjutnya pengelolaan dananya dilakukan oleh LRP.
Simpanan berjangka para Nasabah pada KSP CA baik Kantor Boyolali maupun
Kantor Salatiga sudah dalam jatuh tempo yang disepakati, namun dana Para
Nasabah belum dibayarkan oleh LRP.
Tindak Pidana Pencucian Uang
• Setelah LRP menempatkan uang yang dihimpun dari masyarakat dalam
bentuk Simpanan Berjangka/Deposito pada rekening Bank C milik LRP
pribadi, selanjutnya LRP mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, mengubah bentuk uang para nasabah.
• LRP membeli 1 unit Mitsubishi Pajero Sport tahun 2013 seharga
Rp300.000.000,00 dengan membayar uang muka sebesar
Rp156.864.200,00 yag dilanjutkan dengan membayar angsuran setiap
bulannya sebesar Rp7.680.600,00
• LRP membeli 1 unit Suzuki Grand Vitara JLX M/T tahun 2007 sebesar
Rp188.700.000,00 melalui pembiayaan selama 36 bulan dengan angsuran
Rp7.765.000,00
• LRP membeli 1 unit Mercy CS 260 tahun 2013 dengan harga
Rp300.000.000,00 secara tunai
• LRP membeli ruko di Jalan Osamaliki Ruko Star A3 seharga
Rp1.100.000.000,00 pada tahun 2013 secara tunai
• LRP membeli tanah dan bangunan di Puri Yudhistira Regency 2 Surabaya
Salatiga atas nama LRP pada Desember 2011
• LRP membeli tanah dan bangunan di Jalan Purbaya Dalam V B.3 Surabaya
Salatiga atas nama GP seharga Rp61.000.000, 00 pada Januari 2014
• LRP menggunakan uang para nasabah yang ada rekening pribadi LRP pada
Bank C 0130819800 untuk kepentingan pribadi dengan transaksi transfer
113
ATM, transfer Internet Banking, pembelian via EDC dan Auto Debet
sebesar Rp93.867.098, ,00 periode Juni 2013 hingga Agustus 2016
• LRP mentransfer uang dari rekening pribadi pada Bank C 0130531962 ke
rekening 0130810471 atas nama GP pada periode Januari 2011 hingga
Desember 2016 sejumlah Rp287.800.000, ,00
• LRP mentransfer uang dari rekening pribadi pada Bank C 0130819800 ke
rekening 0130810471 atas nama GP pada periode Januari 2011 hingga
Desember 2016 sejumlah Rp887.335.600, ,00
ii) Putusan/Vonis Pidana
No Putusan
Pengadilan Tindak Pidana
Pasal Vonis
Pidana Denda 1 Pengadilan
Negeri Salatiga
Perbankan Pasal 46 ayat (1) Jo. Pasal 16 ayat (1) UU RI No 10 Tahun 1998
8 (delapan)
tahun penjara
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh Miliar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan Pencucian
Uang Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010
114
iii) Skema Pencucian Uang
LRP
V.2.2
GP
V.8.2
Nasabah
V.7.2
KSP CA
Boyolali
KSP CA
Salatiga
Mobil Pajero
Sport
Mobil Grand
Vitara
Mobil Mercy
Tanah dan
bangunan
ruko
Transfer dan
belanja
Menghimpun dana
Menghimpun dana
Beli dengan multifinance
Beli dengan multifinance
Beli tunai
Transfer
V.3.6
Transaksi via EDC
V.3.16
Rp93.867.098
Transfer
V.3.6.
Rp1.175.135.600
Menghimpun dana
iv) Tipologi Pencucian Uang
• Transaksi tidak dilakukan melalui industri keuangan perbankan namun
dominan menggunakan transaksi tunai.
• Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung,
mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.
• Pembelian aset menggunakan sarana pembiayaan sehingga tampak bahwa
aset tersebut berasal dari harta yang sah. Padahal uang yang digunakan
untuk cicilan/pelunasan berasal dari hasil kejahatan.
115
4. Kasus Kepabeanan
Kasus atas nama PSL
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Nomor 1308/Pid.B/2017/PN. Bdg dengan
tindak pidana kepabeanan atas nama FL.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
PT. SPL merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam
bidang industri tekstil. Produk utamanya adalah tekstil berupa pakaian
seragam untuk pria dan wanita, tirai/gorden, serta tenda militer.
PT. SPL mendapat fasilitas kawasan berikat dimana fasilitas dimaksud
diberikan untuk mendukung industri di bidang tekstil. Fasilitas kawasan
berikat merupakan fasilitas yang diberikan bagi perusahaan
industri/manufaktur yang hasil produksinya berorientasi ekspor.
Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan yang beroperasi di Kawasan
Berikat akan mendapat beberapa manfaat atau kemudahan berupa:
1. Penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PPn, PPnBM, PPh Pasal 22
atas importasi barang modal, peralatan, dan bahan baku yang digunakan
oleh perusahaan untuk mendukung proses produksi.
2. Tidak dipungut PPN dan PPnBM atas pemasukan barang kena pajak dari
Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL).
3. Pembebasan cukai atas impor barang atau bahan untuk diolah lebih lanjut
dan atas pemasukan Barang Kena Cukai dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.
FL sebagai direktur utama dan pemilik PT SPL bersama dengan BS
selaku direktur keuangan diketahui melakukan pelanggaran kepabeanan
berupa memberitahukan nilai ekspor lebih besar daripada nilai barang yang
sebenarnya diekspor. Pelanggaran ini diketahui dari hasil penangkapan yang
dilakukan Bea Cukai yang menunjukkan jumlah barang yang diberitahukan PT
SPL dalam dokumen ekspor (PEB) lebih besar/mark-up dari jumlah/nilai fisik
barang yang sebenarnya akan diekspor.
Dalam periode bulan Desember 2015 s.d. bulan Juni 2016 FL telah
mengeluarkan kurang lebih 205 (dua ratus lima) pemberitahuan pabean yaitu
dokumen BC 3.0 berupa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang tidak benar
atau yang dipalsukan, dimana jumlah barang dalam PEB tidak sesuai dengan
116
jumlah barang riil yang diekspor, jumlah dalam PEB jauh lebih besar dari
barang riil yang diekspor.
Berdasarkan data PT. JICT (Jakarta International Container Terminal)
selaku operator pelabuhan Tanjung Priok yang mempunyai tugas melakukan
pengecekan terhadap barangekspor yang akan dinaikkan ke dalam kapal
maupun barang impor yang turun dari kapal, diketahui PT. SPL ada melakukan
ekspor barang ke luar negeri dengan mempergunakan kurang lebih 200 (dua
ratus) Pemberitahuan Ekspor Barang /PEB (BC 30) yang berat timbangan peti
kemas atas barang yang diekspor jauh lebih kecil dari berat yang
terdapat/tertulis di dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang terakhir yaitu tanggal 21
Juni 2016 atas 5 (lima) dokumen BC 3.0, yaitu PEB Nomor 441101 yang isinya
583 ROLLS OF TEXTILESBUBBLY GIRL PFD/PFP, 441519 yang isinya 849
RO/100% POLYESTERKNITTING 2010 58” DYED, 441903 yang isinya 901
Roll/100% POLYESTERKNITTING 58” DYED, 442203 yang isinya 855
RO/100% POLYESTERBUBBLY GIRL 58” PRINT dan 442340 yang isinya 850
RO, 100% Polyesterbubbly Creepe 58” Print, dengan kandungan utama seng
yang barang ekspornya ditegah oleh petugas Bea dan Cukai di Tanjung Priok
dari kontainer dengan Nomor INLU2108138/20' untuk PEB 441101 hanya
berisi 116 gulungan/roll kain berwarna putih polos tanpa motif,
KKFU7646351/40' untuk barang PEB 441519 hanya berisi 116 gulungan kain
berwarna putih, polos tanpa motif berbagai macam diameter dengan panjang
keseluruhan 11.471 meter, CAIU8454233/40' untuk barang PEB 441903 hanya
berisi 116 gulungan kain berwarna putih, polos tanpa motif berbagai macam
diameter dengan panjang keseluruhan 11.805 meter, FSCU9635423/40' untuk
barang PEB 442203 hanya berisi 116 gulungan kain berwarna putih, polos
tanpa motif berbagai macam diameter dengan panjang keseluruhan 11.692
meter, dan KKFU7638377/40' untuk barang PEB 442340 hanya berisi kain
berwarna putih tanpa motif, jumlah 119 Roll. PEB Nomor 441101 dengan
tujuan Turkey, PEB Nomor 441519 dengan tujuan United Arab Emirates, PEB
Nomor 441903 dengan tujuan United Arab Emirates, PEB Nomor 442203
dengan tujuan United Arab Emirates, PEB Nomor 442340 dengan tujuan United
Arab Emirates.
117
Tindak Pidana Asal
PT. SPL melakukan perbuatan yang diduga memenuhi unsur tindak
pidana kepabeanan berupa menjual produk impor secara langsung kepada
pedagang atau pengusaha lokal dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan
(produk impor merupakan bahan baku yang mendapat fasilitas penangguhan
bea masuk dan pajak, produk impor tersebut diproses lebih lanjut oleh
perusahaan yang beroperasi di kawasan berikat untuk tujuan ekspor). PT SPL
teridentifikasi melaporkan jumlah barang dalam dokumen ekspor (PEB) lebih
besar/mark-up dari jumlah/nilai fisik barang yang sebenarnya akan diekspor,
yakni dengan memalsukan dokumen terkait jumlah barang yang diekspor.
FL pada periode Januari 2015 s.d. Juni 2016 selaku Direktur Utama
sekaligus Pemilik PT. SPL telah mengeluarkan barang olahan atau barang jadi
yang bahan bakunya berasal dari bahan impor tanpa menyelesaikan kewajiban
pabeannya dan juga tanpa adanya persetujuan pihak bea cukai, dimana
perbuatan FL tersebut merupakan tindak pidana Kepabeanan yang
mengakibatkan kerugian negara yaitu berupa Bea Masuk dan Pajak Dalam
Rangka Impor (PPN dan PPh) sebesar Rp118.017.956.000,00 (seratus delapan
belas Miliar tujuh belas juta sembilan ratus lima puluh enam ribu rupiah).
ii. Putusan
No Putusan Pengadilan Tindak
Pidana Asal Pasal TPPU
Pidana
Penjara Denda
Terpidana FL 1 Pengadilan Negeri
Bandung Nomor 1308/Pid.B/2017/PN Bdg
Kepabeanan - Subsider Penjara (7 Bulan )
Rp1.500.000.000,00 (satu Miliar lima ratus juta rupiah)
118
iii. Skema Tindak Pidana Kepabeanan
iv. Tipologi Terkait Tindak Pidana Kepabeanan
PT. SPL teridentifikasi melaporkan jumlah barang dalam dokumen ekspor
(PEB) lebih besar/mark-up dari jumlah/nilai fisik barang yang sebenarnya
akan diekspor.
DJBC menemukan kerugian negara yaitu berupa
Bea Masuk dan Pajak Dalam
Rangka Impor (PPN dan PPh)
sebesar Rp.118.017.956.000,-
FLV.2.2
BSV.8.5 V.6.1
- 1 rek Panin Bank a.n.
FL
- 1 rek Bank mandiri a.n.
PT SPL
- 2 rek Maybank a.n. FL
- 6 rek CIMB Niaga a.n
FL dan 1 rek a.n PT SPL
- 5 rek BCA a.n FL
PT SPL
119
5. Kasus Foreign Risk (Foreign Proceed Crime) dan juga sebagai kasus Stand Alone Money
Laundering
Kasus atas nama CT
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor
588/Pid.B/2018/PN.Srg dengan terpidana atas nama CT, 538/Pid.B/2018/PN.Srg atas
nama HS, 539/Pid.B/2018/PN.Srg atas nama DS dan 540/Pid.B/2018/PN.Srg atas
nama RW yang didakwa atas perkara pencucian uang dengan tindak pidana asal
transfer dana.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
CT merupakan seorang wiraswasta yang didakwa bersalah melakukan
tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal transfer dana. Kasus
ini berawal dari adanya transfer dana kurang lebih sebesar USD3,321,000 atau
senilai Rp43.953.170.300,00 ke rekening di Bank M atas nama PT. STI. Dana ini
diketahui berasal dari UCN alias Emeka, SB dan F yang merupakan warga
Negara Nigeria yang bertempat tinggal di Argentina. Dalam melakukan aksinya
CT dibantu oleh DS, HS dan RW. DS merupakan seorang freelancer di PT. STI
sedangkan HS adalah direktur di PT. STI. Dalam kasus ini DS diminta CT untuk
membuka rekening perusahaan atas nama PT. SK, rekening perusahaan ini
digunakan untuk menerima transfer dana dari PT. STI. Sedangkan HS diminta
CT untuk membuat perusahaan dan membuka rekening tabungan atas nama
PT. STI, rekening tabungan atas nama PT. STI digunakan sebagai tempat
penampungan dana yang berasal dari Argentina. Dalam upaya pencairan dana
yang ada di rekening PT. STI yang dilakukan oleh HS, HS mengalami kesulitan
karena kedua rekening atas nama PT. SK dan PT. STI diblokir oleh bank M
terkait adanya indikasi tindak pidana. CT memberitahu UCN perihal
pemblokiran tersebut, kemudian UCN memperkenalkan CT kepada RW yang
merupakan istri dari F dan RW bersedia memberikan bantuan pembukaan
blokir rekening-rekening tersebut.
Tindak Pidana Pencucian Uang
• CT meminta DS untuk membuka rekening atas nama PT. SK (Perusahaan
Fiktif) yang akan digunakan untuk menerima transferan dana dari PT. STI.
120
• CT meminta HS untuk membuat perusahaan fiktif lainnya atas nama PT.
STI dan membuka rekening tabungan. Rekening tersebut digunakan untuk
menerima dana dari Argentina sebesar kurang lebih USD3,321,000 atau
senilai Rp43.953.170.300,00
• HS melakukan penarikan uang secara tunai dari rekening atas nama PT.
STI sebesar Rp3,9 Miliar. Uang tersebut kemudian diberikan kepada CT
dan CT memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada HS dan Rp25 juta
kepada DS.
• CT memerintahkan agar uang yang ada di rekening PT. STI ditransfer ke
rekening PT. SK dengan jumlah kurang lebih Rp20 Miliar dan dilakukan
dalam dua kali transaksi masing-masing sebesar Rp10 Miliar dengan
mencantum pada slip transfer untuk pembayaran lahan seluas 19 hektar
di daerah Cisoka dan pembayaran lahan seluas 9 hektar padahal tidak
pernah ada pembelian lahan.
ii. Putusan/Vonis Pidana
No Putusan Pengadilan Tindak Pidana
Pasal Pidana
Penjara Denda
Terpidana CT
1 Pengadilan Negeri Serang Nomor 588/Pid.B/2018/PN.Srg
Pencucian Uang
pasal 5 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010
3 (tiga) tahun
Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan
Terpidana HS
2 Pengadilan Negeri Serang Nomor 538/Pid.B/2018/PN.Srg
Pencucian Uang
pasal 3 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010
3 (tiga) tahun
Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan
Terpidana DS
3 Pengadilan Negeri Serang Nomor 539/Pid.B/2018/PN.Srg
Pencucian Uang
pasal 5 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010
3 (tiga) tahun
Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan
121
iii. Skema Pencucian Uang
- Menyuruh Membuat Perushaan Fiktif
- Menyuruh Membuka Rekening Untuk Penampungan
UNC V.7.2
Rek Bank M a.n. PT. STI
V.4.8HS
V.8.8
RWV.8.8
DSV.8.8
Menyuruh membuat rekening atas nama PT. SK
(Perusahaan Fiktif)
Uang hasil tarik tunai RP. 3,9 M diberikan ke CT
CTV.2.2
Transfer Dari Luar Negeri USD 3,321,000 atau RP. 43 M
V.3.14
Pemindahbukuan Langsung RP. 20 M, 2x transaksi @ RP. 10 M
V.3.13
Tarik Tunai via Teller RP. 3,9 MV.3.4
Rek Bank M a.n. PT. SK
V.4.8
Tunai RP. 100 jutaV.3.18
RP. 700 juta untuk mengurus pembukaan blokir rekening
V.3.18
- Menyuruh Membuat Perusahaan Fiktif atas nama PT. STI
- Menyuruh Membuka Rekening Untuk Penampungan
Tunai RP. 25 jutaV.3.18
iv. Tipologi Pencucian Uang
• Penggunaan identitas palsu dalam pembukaan rekening atas nama PT. SK
• Membangun perusahaan fiktif atas nama PT. STI dan membuat rekening
atas nama perusahaan fiktif tersebut sebagai tempat penampungan uang
yang berasal dari luar negeri untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan seolah-olah berasal dari usaha yang sah
Terpidana RW
4 Pengadilan Negeri Serang Nomor 540/Pid.B/2018/PN.Srg
Pencucian Uang
pasal 3 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010
3 (tiga) tahun
Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan
122
• Membuat rekening perusahan fiktif atas nama PT. SK yang digunakan
untuk melakukan transfer dana dari rekening PT. STI dengan
mencantumkan pada slip transfer untuk pembayaran lahan seluas 19
hektar di daerah Cisoka dan pembayaran lahan seluas 9 hektar padahal
tidak pernah ada pembelian lahan
v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan
• Adanya transfer dana dari luar negeri (Argentina) ke rekening PT. STI
dengan jumlah yang sangat besar
• Melakukan penarikan tunai dalam jumlah yang signifikan dari rekening PT.
STI
• Adanya transfer dana dari PT. STI ke PT. SK dengan jumlah yang sangat
besar
6. Pemidanaan Pencucian Uang Terhadap Pelaku Korporasi
Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor
64/PID.Sus.TPK/2016/PN.BGL, dengan terpidana korporasi atas nama PT. BBU yang
didakwa atas perkara korupsi dan pencucian uang.
i. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi
Terdakwa PT. BBU ditetapkan sebagai penyedia barang/jasa untuk
Pekerjaan Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014
dengan nilai kontrak Rp9.026.616.200,00 dengan jangka waktu pelaksanaan
selama 240 hari kalender terhitung mulai tanggal 01 April 2014 s.d. 01 Desember
2014. PT. BBU melalui pengurusnya COD sebagai Direktur Utama selaku penyedia
barang/jasa atau selaku kontraktor pelaksana Pekerjaan Pembangunan
Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit dalam Rangka Perhitungan Kerugian
Keuangan Negara pada pekerjaan kegiatan Pembangunan Pengendali Banjir Air
Bengkulu Kota Bengkulu pada Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air SNVT PJSA Sumatera VII Provinsi Bengkulu Kegiatan Sungai dan
Pantai II Tahun Anggaran tanggal 09 November 2015 dari BPKP Perwakilan
Provinsi Bengkulu, perbuatan terdakwa PT. BBU selaku penyedia barang/jasa
tersebut, telah memperkaya diri terdakwa selaku korporasi dan merugikan
123
keuangan negara sejumlah Rp3.760.170.883,36. Terhadap uang hasil tindak
pidana korupsi dari pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air
Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014 tersebut telah ditransfer/dimasukkan oleh
Pengguna Barang/Jasa ke rekening terdakwa PT. BBU yang ada di PT. Bank
Pembangunan Daerah Jatim Nomor 0011248063, sehingga tercampur dengan
uang-uang yang sudah ada sebelumnya di dalam rekening tersebut dengan tujuan
menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang berasal dari
tindak pidana korupsi dimaksud.
Adanya perbuatan pentransferan, pengalihan uang-uang yang masuk ke
dalam rekening nomor 0011248063 milik terdakwa PT. BBU di PT. BPD Jatim
tersebut telah tercampur dan menjadi satu dengan uang dari sumber-sumber yang
lain, sehingga tidak dapat dipisahkan lagi mana uang yang berasal dari hasil tindak
pidana korupsi pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air
Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014 sebesar Rp3.760.170.883,36 maupun dari
sumber lainnya.
Tindak Pidana Asal
• Bahwa pada bulan Januari 2014, terdakwa PT. BBU, memasukkan dokumen
penawaran yang ditujukan kepada Pokja Pengadaan melalui website
www.pu.go.id, dimana sebagian dari dokumen penawaran yang dimasukkan
adalah berupa dokumen kualifikasi yang dibuat secara tidak benar (palsu).
• Setelah melalui proses pelelangan ditetapkan PT. BBU sebagai pelaksana
Pekerjaan Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu Tahun Anggaran
2014 dan diumumkan sebagai pemenang lelang.
• Selanjutnya dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian Kerja (Kontrak)
Pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu TA.
2014 dengan nilai kontrak Rp9.026.616.200,00 dengan jangka waktu
pelaksanaan selama 240 (dua ratus empat puluh) hari kalender terhitung
mulai tanggal 01 April 2014 s.d. 01 Desember 2014.
• PT. BBU melalui pengurusnya COD selaku Direktur Utama mengajukan
pencairan uang muka sebesar Rp1.805.323.240,00 tanggal 07 April 2014.
• Ternyata hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh terdakwa PT. BBU
berdasarkan Hasil Pelaksanaan Pemeriksaan Ahli Teknis Sipil tidak sesuai
dengan kontrak, tetapi tetap menerima pembayaran yang seolah-olah
124
pekerjaan telah dilaksanakan mencapai 100% dan telah menerima
pembayaran sebesar Rp7.396.056.291,00
• Perbuatan terdakwa PT. BBU selaku penyedia barang/jasa tersebut, telah
memperkaya diri terdakwa selaku korporasi dan merugikan keuangan negara
sebesar Rp3.760.170.883,36
Tindak Pidana Pencucian Uang
• Jumlah uang dana proyek Pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air
Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014 yang telah dibayarkan kepada PT. BBU
adalah sebesar Rp7.396.056.291,00 setelah dipotong PPn dan PPh, dengan
cara ditransfer ke rekening milik PT. BBU di PT. BPD Jatim Kantor Cabang
Utama Surabaya, nomor rekening: 0011248063 dan telah dicairkan dan
diterima seluruhnya oleh COD selaku Direktur Utama PT. BBU selaku
Kontraktor Pelaksana. Padahal berdasarkan Laporan Hasil Audit negara
dirugikan sejumlah Rp3.760.170.883,36.
• Pengerjaan proyek Pembangunan Pengendali Banjr Air Bengkulu
Rp3.635.885.407,664
• RN datang ke teller untuk melakukan transaksi dari Rekening Koran Nomor:
0011248063 milik PT. BBU dilakukan secara RTGS dengan membawa Bilyet
Giro yang ditandatangani COD.
• Pembayaran pinjaman kredit dengan cara pemotongan langsung dari
rekening nomor: 0011248063 milik PT. BBU total Rp13.293.469.297,85.
• Transfer secara RTGS ke PT. KMA Rp10.050.000.000,00
• Transfer secara RTGS ke PT. KCS Rp8.240.000.000,00
• Transfer secara RTGS ke NH (Blitar) Rp42.500.000,00
• Transfer secara RTGS ke PT. WKB Rp700.000.000,00
• Transfer secara RTGS ke PT. RP Rp1.500.000.000,00
• PT. KCS dan PT. KMA tidak ada hubungan dengan pekerjaan PT. BBU
125
ii. Putusan/Vonis Pidana
No Putusan
Pengadilan
Tindak
Pidana Pasal
Pidana
Penjara Denda
1 Pengadilan Negeri
Bengkulu Nomor
64/Pid.Sus.TPK/2
016/PN. Bgl
Korupsi
dan
Pencucian
Uang
Pasal 2 ayat (1)
jo. Pasal 20 jo.
Pasal 18 UU
Nomor 31 tahun
1999 yang
diubah dengan
Undang-Undang
Nomor 20
Tahun 2001 dan
Pasal 3 jo. Pasal
6 jo. Pasal 7 UU
No. 8 Tahun
2010
Rp750.000.000,00
(Tujuh Ratus Lima
Puluh Juta Rupiah)
iii. Skema Pencucian Uang
PT. BBU
Pencairan proyek
pengendali banjir
Bengkulu
PT. KMANH
PT. KCS
PT. WKBPT. RP
Rp. 7,4 M
Rp. 42,5 jtRp. 10,05 M
8,24 M
Rp.700jt Rp. 1,5 M
Sebagian Pengerjaan
Proyek
Rp. 3,63 M
Hasil Korupsi + Hasil Usaha
Sah
Rp. 3,63 MUang Hasil Korupsi
126
iv. Tipologi Pencucian Uang
• menggunakan rekening atas nama perusahaan untuk melakukan transaksi
dengan menggunakan sumber dana yang berasal dari hasil tindak pidana,
bertujuan agar transaksi yang dilakukan terlihat seolah-olah sebagai
transaksi dari hasil bisnis yang sah. Sehingga asal usul harta kekayaan tidak
diketahui berasal dari hasil tindak pidana;
• mencampurkan harta legal dengan harta yang berasal dari hasil tindak
pidana. Dikenal dengan istilah co-mingling, yaitu memiliki tujuan untuk
menyulitkan pelacakan asal usul sumber harta kekayaan, sehingga tidak
terlihat asal-usulnya dari hasil tindak pidana yang dilakukan terdakwa.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, unsur “Dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan” telah
terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
127
BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
Sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk memenuhi Rekomendasi 1 tentang
penyusunan penilaian risiko nasional dan pengkinian risiko nasional khususnya mengenai
pencucian uang, maka pada tahun 2019 ini tim NRA TPPU Indonesia telah bekerja bersama
seluruh stakeholders untuk melakukan konsolidasi atas hasil seluruh penilaian risiko
nasional terkait pencucian uang pada periode 2015 s.d 2018. Terhadap hal tersebut,
Indonesia pada tahun 2019 ini telah berhasil menyusun laporan pengkinian penilaian risiko
Indonesia terhadap tindak pidana pencucian uang tahun 2015 (NRA TPPU 2015 Updated)
dengan poin utama adalah:
1) Risiko domestik
Tindak pidana asal yang berisiko tinggi berpotensi TPPU yaitu tindak pidana narkotika,
tindak pidana korupsi dan tindak pidana perbankan.
2) Risiko dari Luar Negeri (Foreign Risk)
i. TPA yang terjadi di luar negeri dan berpotensi melakukan pencucian uangnya di
Indonesia yaitu: tindak pidana korupsi, tindak pidana penipuan dan tindak pidana
narkotika.
ii. Asal negara TPA dan berpotensi melakukan pencucian uangnya di Indonesia yaitu:
Singapura, Amerika Serikat dan Australia.
iii. TPA yang terjadi di Indonesia dan berpotensi melakukan pencucian uangnya di
luar negeri yaitu: tindak pidana narkotika dan tindak pidana korupsi.
iv. Negara tujuan berpotensi dilakukan pencucian uang yang TPA-nya di Indonesia
yaitu: Singapura, Tiongkok dan Hongkong.
3) Indonesia telah memitigasi berbagai risiko pencucian uang selama tahun 2015 s.d.
2018, yaitu dengan pencegahan, pemberantasan/penegakan hukum dan koordinasi
antar regulator, penegak hukum, dan stakeholders lainnya, melalui upaya-upaya:
i. Kebijakan strategis
ii. Penguatan Struktur Organisasi
iii. Penguatan Pedoman dan Kerangka Regulasi
iv. Penguatan Pengawasan
v. Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
vi. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama
128
4) Modus tindak pidana narkotika, korupsi dan perbankan selama tahun 2016 s.d. 2018.
i. Jenis tindak pidana narkotika shabu, ganja dan ekstasi merupakan jenis tindak
pidana narkotika yang paling banyak terjadi.
ii. Jenis tindak pidana korupsi penyuapan dan pengadaan barang/jasa/keuangan
negara merupakan jenis tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi.
iii. Berdasarkan putusan TPPU tindak pidana perbankan, modus paling banyak
adalah bank gelap diikuti dengan kredit fiktif, pemalsuan pembukuan dokumen
bank, pembobolan dana nasabah dan penggelapan dana nasabah.
5.2 Prioritas Aksi Tahun 2019 s.d. 2020
Berdasarkan hasil identifikasi risiko domestik, risiko dari luar negeri (foreign risk),
identifikasi tren modus tindak pidana asal, mitigasi risiko yang telah dilakukan tahun 2015
s.d. 2018 dan mitigasi risiko yang akan dilakukan tahun 2019 s.d. 2020, Tim Pengkinian
NRA TPPU 2015 telah menyusun rekomendasi yang relevan dalam upaya meminimalisasi
risiko TPPU di Indonesia dengan mempertimbangkan aspek PESTEL (Politik, Ekonomi,
Sosial, Lingkungan, dan Legislasi) bersama dengan para pakar yang kompeten di bidang
PESTEL.
Tim Pengkinian NRA TPPU 2015 merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
No. Aksi Prioritas No. Rekomendasi
1. Penguatan
Pengawasan
Berbasis Risiko
1. Harmonisasi dan implementasi rezim anti pencucian uang
dalam kebijakan internal kementerian/lembaga.
2. Mendorong adanya integrasi data, informasi dan teknologi
informasi.
3. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas pihak pelapor,
regulator dan seluruh stakeholders anti pencucian uang.
4. Meningkatkan efektivitas pengawasan berbasis risiko
termasuk meningkatkan pengenaan denda administrasi.
5. Regulator memberikan panduan kepada pihak pelapor untuk
memitigasi transaksi pendanaan senjata pemusnah masal.
6. Penguatan kelembagaan anti pencucian uang lembaga
pengawasan dan pengatur.
2. Penguatan
Koordinasi
Domestik Serta
7. Memperkuat koordinasi dan sinergi domestik antara penegak
hukum, regulator dan seluruh stakeholders anti pencucian uang
129
No. Aksi Prioritas No. Rekomendasi
Kerjasama
Internasional Baik
Formal Maupun
Informal
serta kerjasama internasional dalam penguatan pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
3. Optimalisasi
Penanganan
Perkara TPPU
8. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas penegak hukum,
termasuk asset tracing dan asset recovery.
9. Penguatan kelembagaan penegak hukum dalam penanganan
tindak pidana pencucian uang.
130
BAB 6 Lampiran
Lampiran A: Metodologi
• Formulasi penilaian risiko dalam NRA TPPU 2015 mengikuti panduan dari FATF
Guidance mengenai “National Money Laundering and Terrorist Financing Risk
Assessment” disebutkan bahwa: “risk can be represented as: R=f[(T)(V)] x C, where T
represents threat, V represents vulnerability, and C represents consequence”.
Berdasarkan panduan tersebut, formulasi untuk melakukan penilaian risiko dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Merujuk kepada FATF Guidance disebutkan bahwa:
o Ancaman (threats) adalah orang atau sekumpulan orang, objek atau aktivitas yang
memiliki potensi menimbulkan kerugian. Dalam konteks pencucian uang ancaman
meliputi tindak pidana, kelompok teroris dan pendanaannya.
o Kerentanan (vulnerabilities) adalah hal–hal yang dapat dimanfaatkan atau
mendukung ancaman atau dapat juga disebut dengan faktor – faktor yang
menggambarkan kelemahan dari sistem anti pencucian uang/pendanaan
terorisme baik yang berbentuk produk keuangan atau layanan yang menarik
untuk tujuan pencucian uang atau pendanaan terorisme.
o Dampak (consequences) adalah akibat atau kerugian yang ditimbulkan dari tindak
pidana pencucian uang dan atau pendanaan terorisme terhadap lembaga, ekonomi
dan sosial secara lebih luas termasuk juga kerugian dari tindak kriminal dan
aktivitas terorisme itu sendiri.
Risiko =Kerentanan
+Ancaman(
(
x Dampak
131
• Proses Pengkinian NRA TPPU 2015
Kegiatan pengkinian NRA TPPU 2015 dilaksanakan oleh Tim Pemutakhiran NRA
Indonesia Tahun 2019. NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk
konsolidasi dari penilaian risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d.
2018 dan mitigasi serta aksi prioritas dalam rangka menurunkan TP asal berisiko
tinggi.
1. Pengumpulan Data
Dalam proses identifikasi faktor ancaman TPPU periode 2015 s.d. 2018, Tim NRA
Indonesia telah mengumpulkan data/informasi dari berbagai stakeholders rezim
APUPPT. Pengumpulan data dilakukan melalui data statistik, kajian hasil penilaian
risiko tahun 2015 s.d. 2018, interview, ataupun Focus Group Discussion. Hasil kajian
yang dijadikan literature diantaranya:
a. NRA TPPU 2015
b. Hasil Mutual Evaluation Report Indonesia Tahun 2018
c. SRA selama tahun 2015 s.d. 2018
d. Riset strategis lainnya 2015 s.d. 2018
e. Mitigasi yang sudah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018
f. Keberhasilan mitigasi yang sudah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018
132
g. Studi Kasus tindak pidana asal dan/atau TPPU tahun 2015 s.d. 2018
h. Mitigasi yang akan dilakukan tahun 2019 s.d. 2020
2. Tahapan Penyusunan
a. Kick Off Meeting
Pelaksanaan kick off meeting dilaksanakan pada tanggal 20 s.d. 23 Maret 2019
di Bogor dan sekaligus pelaksanaan tahap awal FGD dengan Penegak Hukum,
Regulator dan Pihak lainnya, sebagai tindak lanjut dari Working Group
Discussion NRA yang dilakukan di Bandung pada tanggal 14 s.d. 16 Februari
2019. Sebagai focal point/national organizer, Tim Pengkinian NRA TPPU 2015
PPATK telah mengirimkan notification letter dan introduction letter kepada
seluruh Regulator, Penegak Hukum, dan Pihak terkait lainnya pada tanggal 19
Maret 2019. Hal ini dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada Pimpinan
instansi terkait sebagai Leading Sector bahwa PPATK akan membutuhkan
dukungan dari masing-masing instansi.
Dokumentasi kick off meeting NRA TPPU 2015 Updated dan pelaksanaan FGD
dengan Penegak Hukum, Regulator dan Pihak Lainnya.
Bogor, 20 s.d. 23 Maret 2019
133
b. Penguatan Komitmen dari Regulator (OJK)
Sebagai bentuk komitmen Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan terhadap
Program NRA, pada April 2019 OJK telah melakukan koordinasi intensif
dengan PPATK, dan telah dilakukan rapat yang diinisiasi oleh OJK di Jakarta
pada tanggal 4 April 2019.
c. Pelaksanaan FGD NRA Penegak Hukum, Regulator, Pihak terkait lainnya
o Pelaksanaan FGD tahap II dilaksanakan di Bandung pada tanggal 1 s.d. 4
Mei 2019.
134
o Pelaksanaan FGD tahap III dilaksanakan di Bandung pada tanggal 9 s.d. 11
Mei 2019.
d. FGD analisis PESTEL TPPU di Indonesia dan FGD Finalisasi draf Laporan NRA
TPPU 2015 Updated.
FGD ini dilakukan dengan para ahli PESTEL (Politik, Ekonomi, Sosial,
Teknologi dan Environment dan Legal) untuk memberikan pandangan untuk
135
memperkaya kesimpulan dan juga rekomendasi yang dihasilkan serta dengan
stakeholders dan pihak terkait dalam rangka finalisasi draf laporan NRA TPPU
2015 Updated.
FGD dilaksanakan di Jakarta, pada tanggal 20 s.d. 22 Mei 2019
1. Bapak Benny Mamoto
136
2. Bapak Deni R. Tama
3. Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M.
137
4. Bapak Kuseryansyah
138
Lampiran B: Analisis PESTEL
Analisis PESTEL dimaksudnya untuk mendapatkan pandangan secara makro atas
hasil analisis yang telah dilakukan para stakeholders. Para ahli PESTEL yang dilibatkan pada
tahapan ini meliputi para ahli dibidang Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi dan Environment
dan Legal yang memberikan pandangan untuk memperkaya kesimpulan dan juga
rekomendasi yang dihasilkan. Beberapa poin temuan PESTEL ini diantaranya adalah:
NO BIDANG ASPEK PANDANGAN AHLI
1 Politik, Ekonomi, Legal, Sosial dan Ekonomi
1. Risiko Domestik
Tindak pidana asal domestik yang berisiko tinggi 1. TP Narkotika, TP Korupsi dan TP Perbankan
diantaranya dikarenakan Indonesia merupakan pasar potensial Narkotika, statistik pidana korupsi masih sangat tinggi dan banyaknya tindak pidana perbankan khususnya investasi bodong dan bank gelap.
Foreign Risk TP Narkotika dan Korupsi merupakan tindak pidana yang berpotensi sebagai foreign risk TPPU, diantaranya disebabkan banyaknya penyelundupan narkotika dan adanya kemudahan di luar negeri untuk membuat perusahaan.
Mitigasi Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU diperlukan langkah-langkah: a. penguatan kelembagaan dan peningkatan
kompetensi penyidik dan analis. b. Perbaikan sistem pencegahan, integrasi data
dan informasi c. Peningkatan kerjasama dalam dan luar negeri. d. Penegakan hukum dengan pendekatan
multidoor, dalam hal ini pengenaan kombinasi UU dalam pemberantasan TPPU.
2. Teknologi Mitigasi Upaya mitigasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU: a. Integrasi informasi b. Adanya pedoman APUPPT bagi fintech
139
Lampiran C: Referensi
Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG), 2018. Anti Money Laundering and Counter-
Terrorist Financing Measures Indonesia Mutual Evaluation Report.
Badan Narkotika Nasional, POLRI, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
2017. Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang Pada Tindak Pidana
Narkotika.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, 2017. Money Laundering and Terorrist Financing Risk
Assessment In The Sector Of Commodity Futures Trading.
Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2017. Analisis Risiko
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Di Sektor Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dan Penyelenggaraan
Transfer Dana.
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM dan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2018. Penilaian Risiko Sektoral
(Sectoral Risk Assessment) Notaris Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, 2017. Penilaian Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme Di Sektor Kepabeanan dan Cukai.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, 2017. Indonesia’s Money Laundering Risk Assessment on
Tax Crimes.
..........................................................., 2017. White Papers Update Vulnerabilities Pemetaan Risiko
Indonesia Terhadap TPPU di Sektor Perpajakan.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, 2017. Penilaian Risiko
Sektoral (Sectoral Risk Assessment) Balai Lelang Terhadap Tindak Pidana
Pencucian Uang.
140
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, 2018. Penilaian Risiko Sektoral Koperasi Yang Melakukan
Kegiatan Simpan Pinjam Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme.
Komisi Pemberantasan Korupsi, POLRI, Kejaksaan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, 2017. Indonesia’s Money Laundering Risk Assessment On
Corruption.
Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2017.
Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang Pada Sektor Jasa Keuangan Di
Indonesia.
Pemerintah Indonesia, 2015. Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian
Uang Tahun 2015.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2017. Penilaian Risiko Sektoral (Sectoral
Risk Assessment) Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya Terhadap Tindak
Pidana Pencucian Uang.
..........................................................., 2017. Ancaman dan Kerentanan Tindak Pidana Pencucian
Uang Dari Hasil Tindak Pidana Penipuan.
..........................................................., 2017. Ancaman dan Kerentanan Pencucian Uang dari Hasil
Tindak Pidana di Bidang Kehutanan.
..........................................................., 2017. Ancaman dan Kerentanan Pencucian Uang yang
Bersumber Dari Hasil Tindak Pidana Lingkungan Hidup.
..........................................................., 2017. Penilaian Ancaman Pencucian Uang Dari dan Ke Luar
Negeri.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Otoritas
Jasa Keuangan, Ernst & Young, dan USAID, 2017. Analisis Kesenjangan Antara
Ketentuan Kepemilikan Manfaat atas Korporasi/Perikatan Lainnya di
Indonesia dengan Standar Internasional (Risk Assessment on Legal Persons).
..........................................................., 2018. Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme dengan Menggunakan Skema Legal Arrangements (Risk
141
Assessment on Money Laundering and Terrorist Financing by Using Legal
Arrangements Schemes).
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan, 2018. Update Penilaian Risiko Sektoral Akuntan
dan Akuntan Publik Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme di Indonesia Tahun 2017.
142
Top Related