3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air
Air merupakan zat cair yang terdiri dari unsur H2 dan O yang mempunyai banyak kegunaan
dalam kehidupan manusia, merupakan unsur yang penting dalam kehidupan sehari-hari
(Ariansyah 2009). Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan siklus hidrologi, hanya saja kualitas air baku yang dapat digunakan sebagai sumber air
bersih saat ini semakin buruk dengan banyaknya pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan
teknologi yang dapat mengolah air baku menjadi menjadi air bersih yang layak agar terbebas dari
berbagai penyakit (Sutrisno 1987).
Air baku adalah air yang dijadikan sebagai sumber untuk pengolahan air bersih
(Ariansyah 2009). Air baku dapat berasal dari berbagai macam sumber daya air. Air bersih berasal
dari air baku yang telah mengalami pengolahan. Pengertian air bersih adalah air yang terbebas dari
zat-zat terlarut dan telah memenuhi syarat kualitas sehingga dapat dikonsumsi sebagai air minum
(Ariansyah 2009). Namun tidak selamanya air bersih dapat diartikan sebagai air yang dapat langsung
dikonsumsi atau diminum, karena untuk menunjang kegiatan seperti MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus)
juga membutuhkan air bersih yang kualitas airnya tidak perlu seperti air layak minum.
2.2. Sumber Air Bersih
Air bersih berasal dari air baku yang telah mengalami pengolahan. Air baku itu sendiri dapat
berasal dari berbagai macam sumber daya air. Definisi dalam UU Sumber Daya Air (UU RI No. 7
Tahun 2004) menyebutkan bahwa sumber daya air adalah semua air yang terdapat pada, di atas
maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan,
dan air laut yang berada di darat (Kodoatie dan Sjarief 2005). Berikut ini adalah sumber-sumber air
yang dapat digunakan sebagai air baku untuk pengolahan air bersih (Sutrisno 1987):
2.2.1. Air Laut
Dua per tiga dari luas permukaan bumi merupakan lautan. Namun jumlah yang besar ini
tidak membuat air laut dapat dengan mudah dimanfaatkan sebagai air baku untuk penyediaan air
bersih. Air laut mempunyai sifat yang asin karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam
air laut adalah 3%. Dengan keadaan seperti ini maka diperlukan teknologi modern yang maju dan
mahal untuk membuat air laut menjadi air bersih. Teknologi pengolahan air laut menjadi air bersih
yang siap konsumsi biasa dilakukan oleh negara-negara dengan kemampuan ekonomi yang tinggi
dan pada umumnya memiliki sumber daya air yang ada terbatas.
2.2.2. Air Atmosfir
Air Atmosfir adalah air yang terdapat di lapisan atmosfir dan turun ke bumi dalam bentuk
4
air hujan. Pada dasarnya air ini dalam keadaan murni dan sangat bersih, namun dengan adanya
pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri atau debu dan lain sebagainya,
maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air bersih hendaknya pada waktu menampung
air hujan jangan dimulai pada saat hujan baru saja turun, karena masih banyak mengandung
kotoran. Selain itu hujan mempunyai sifat yang agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur
maupun bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan).
2.2.3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air
permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur,
batang-batang kayu, daun-daun, limbah rumah tangga atau sampah-sampah, dan limbah industri
kota. Air permukaan ada 2 macam yakni:
1) Air sungai, dalam penggunaanya sebagai air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih
terutama air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa
air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada umumnya dapat mencukupi.
2) Air rawa/danau, kebanyakan air rawa terlihat berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat
organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan
warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik yang tinggi, maka
umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan keadaan kelarutan O2 kurang sekali
(anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada permukaan air akan tumbuh alga
(lumut) karena adanya sinar matahari dan O2. Jadi untuk pengambilan air sebagai sumber air
baku , sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah-tengah agar endapan-endapan Fe dan Mn
tidak terbawa, demikian pula dengan lumut yang ada pada permukaan rawa/danau.
2.2.4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berasal dari curah hujan yang kemudian mengalami infiltrasi dan
perkolasi (Wilson 1993). Infiltrasi adalah meresapnya air ke dalam permukaan tanah
(Triatmodjo 2008). Air yang telah meresap ke dalam tanah, akan terus bergerak ke bawah yaitu
ke dalam profil tanah hingga menemui lapisan tanah yang kedap air sehingga air akan terkumpul
sebagai air tanah. Pergerakan air menuju lapisan tanah yang lebih dalam inilah yang disebut
sebagai perkolasi (Arsyad 2006). Air tanah terbagi menjadi tiga jenis (Sutrisno 1987) yaitu:
1) Air tanah dangkal, terjadi karena daya proses penyerapan air dari permukaan tanah. Lumpur
akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi
lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah
yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah
di sini berfungsi sebagai saringan. Di samping penyaringan, pengotoran juga masih terus
berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan
rapat air, air akan terkumpul menjadi air tanah dangkal di mana air tanah ini dapat
dimanfaatkan untuk air baku dalam penyediaan air bersih melalui sumur-sumur dangkal. Air
tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15 m. Ditinjau dari segi kualitas agak baik bila air
5
tanah dangkal dijadikan sebagai sumber air bersih. Kuantitas kurang cukup dan tergantung
pada musim.
2) Air tanah dalam, terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam,
tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini justru harus digunakan bor dan
memasukkan pipa kedalamnya (biasanya antara 100 – 300 m) sehingga akan didapatkan suatu
lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar dan dalam keadaan
tersebut sumur ini disebut dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan sendirinya,
maka digunakanlah pompa untuk pengeluaran air tanah dalam.
3) Mata air, adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang
berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kuantitas maupun
kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam. Berdasarkan tempat munculnya ke
permukaan tanah, mata air terbagi atas rembesan dan umbul. Rembesan terjadi di mana air
keluar melalui lereng-lereng sedangkan umbul terjadi di mana air keluar ke permukaan pada
suatu dataran.
2.3. Kebutuhan Air Bersih
2.3.1. Pemanfaatan Air Bersih
Penyediaan air bersih bertujuan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, di
samping peningkatan derajat kesehatan, kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat
(Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna 1990). Air yang tersedia di permukaan bumi ini
seolah-olah dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Padahal pada saat air sulit didapat, maka nilai air
itu akan naik dan harus dibayar dengan harga mahal. Oleh karena itu air yang ada harus dikelola
dengan baik, sehingga air dapat dipergunakan secara optimal (Wiyono 2000).
Berdasarkan UU No. 11 tahun 1974 tentang pengairan, terdapat urutan prioritas
pemanfaatan air, yaitu sebagai berikut:
1. Air minum (kebutuhan air rumah tangga dan perkotaan)
2. Pertanian (pertanian rakyat dan usah pertanian lainnya)
3. Peternakan
4. Perkebunan
5. Perikanan
6. Ketenagaan
7. Industri
8. Pertambangan
9. Lalu lintas air
10. Rekreasi
Pada saat ini umumnya penggunaan air tidak mempertimbangkan kebutuhan air nyata,
melainkan hanya menyediakan sejumlah air yang diminta pengguna air dengan asumsi mereka
akan menggunakan air tersebut secara efisien. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem irigasi
maupun sistem air minum hanya berorientasi pada pasok (supply oriented) air saja yang banyak
memboroskan air. Untuk itu perlu pemikiran lebih lanjut bagaimana penggunaan air agar lebih
efisien. Salah satu caranya dengan melakukan pendekatan orientasi kebutuhan (demand oriented)
yang memperhatikan kebutuhan nyata akan air yang dapat diukur.
6
Ada beberapa sebab mengapa pengelolaan air pada setiap tingkat (nasional, provinsi, dan
setempat) harus mengedalikan kebutuhan air (Wiyono 2000):
1) Penggunaan air selalu meningkat, sedangkan sumber daya air terbatas.
2) Sumber daya air mudah rusak atau tercemar, baik secara kuantitas maupun kualitas.
3) Biaya untuk mengembangkan sumber daya air selalu meningkat.
4) Keterbatasan dana menjadi kendala investasi.
5) Kekurangan air telah terjadi di seluruh dunia.
Sedangkan yang menjadi sasaran dalam manajemen kebutuhan adalah (Wiyono 2000):
1) Membatasi kebutuhan air (limit demand).
2) Menjamin pemerataan dan keadilan dalam alokasi air.
3) Memaksimumkan nilai secara ekonomi dari hasil produk yang berkaitan dengan air.
4) Meningkatkan efisiensi penggunaan air.
5) Melindungi kelestarian lingkungan.
Upaya yang berorientasi pada kebutuhan mencakup antara lain (Wiyono 2000):
1) Teknis dan operasional: konservasi air, pengaturan pola, dan penjadwalan.
2) Ekonomi: pajak, kebijaksanaan harga, tarif air.
3) Administratif: peraturan dan kebijaksanaan.
2.3.2. Jenis Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang
segala kegiatan manusia, secara garis besar dibedakan menjadi (Kodoatie dan Sjarief 2005):
1) Kebutuhan Air Domestik, merupakan kebutuhan air yang digunakan sebagai keperluan
rumah tangga. Kebutuhan air ini sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi
perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan
kebutuhan air domestik terutama dalam penentuan kecenderungan laju pertumbuhan (Growth
Rate Trends).
2) Kebutuhan Air Non-Domestik, meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi, dan
kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan
dengan peningkatan penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan institusi antara lain
meliputi kebutuhan- kebutuhan air untuk sekolah, rumah sakit, gedung-gedung pemerintah,
tempat ibadah dan lain-lain.
2.3.3. Standar Kebutuhan Air Bersih
Dalam menghitung kebutuhan air bersih di suatu daerah, dapat digunakan beberapa cara
yaitu dengan menghitung luas lantai atau dengan menghitung banyaknya jumlah penghuni
bangunan yang dikalikan dengan standar kebutuhan air per orang tiap hari berdasarkan jenis
bangunan. Sebagai contoh dapat dilihat standar kebutuhan air bersih pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Rata-rata kebutuhan air per orang per hari
No Jenis Gedung
Pemakaian air Jangka Waktu Perbandingan
rata-rata sehari Pemakaian Luas lantai
(l/ hari) (jam/ hari) efektif(%)
1 Rumah biasa 160 – 250 8 – 10 50 – 53
2 Apartemen 200 – 250 8 – 10 45 – 50
3 Asrama 120 8 -
4 Rumah sakit Mewah >1000
Menengah 500 – 1000 8 – 10 45 – 48
Umum 350 – 500
5 SD 40 5 58 – 60
6 SLTP 50 6 58 – 60
7 SLTA dan lebih
tinggi 80 6 -
8 Toko 100 8 -
9 Pabrik Wanita: 100 8
-
Pria : 60
10 Stasiun/ terminal 3 15 -
11 Restoran 100 5 -
12 Kantor 100 8 60 – 70
Sumber: Noerbambang dan Morimura 1991.
Selain standar kebutuhan air untuk manusia, juga terdapat standar kebutuhan air bagi hewan
ternak yang sesuai dengan jenis ternak serta kondisi dari hewan ternak tersebut, hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan air bagi hewan ternak
Nama Ternak Rata-rata Konsumsi Air Tiap Tahun
(liter/ekor/hari) (liter/ekor)
1) Domba
• menyusui 7 - 9 2,500 - 3,000
• dewasa 3.5 1,300
• penggemukkan 1.1 - 2.2 400 - 800
2) Sapi
• perah laktasi 70 25,000
• perah kering 45 16,000
• potong/daging 45 16,000
8
Lanjutan Tabel 2.
Nama Ternak
Rata-rata Konsumsi Air Tiap Tahun
(liter/ekor/hari) (liter/ekor)
3) Kuda
• kerja 55 20,000
• digembalakan 35 13,000
4) Babi
• menyusui 22 8,000
• dewasa 11 4,000
5) Unggas (100 ekor)
• petelur 32 11,500
• tak bertelur 18 6,500
• kalkun 55 20,000
Sumber: Hall 1975 di dalam Reksohadiprodjo 1998
2.4. Sistem Produksi Air Bersih
2.4.1. Proses Pengolahan Air Bersih
Pengolahan air adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu
zat. Hal ini penting artinya bagi penyediaan air bersih, karena dengan adanya pengolahan ini, maka
akan didapatkan suatu air bersih yang memenuhi standar air bersih yang telah ditentukan
(Sutrisno 1987). Proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dua cara (Sutrisno 1987) yakni:
1) Pengolahan Lengkap
Air baku akan mengalami pengolahan lengkap baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Pada
pengolahan dengan cara ini, biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh.
Pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu:
Pengolahan fisik: suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/
menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi
kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah (air baku).
Pengolahan kimia: suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk
membantu proses pengolahan berikutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam
proses pelunakan.
Pengolahan bakteriologik: suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan
bakteri-bakteri yang terkandung dalam air, yakni dengan cara membubuhkan kaporit (zat
desinfektant).
2) Pengolahan Sebagian
Air baku hanya mengalami pengolahan kimiawi dan bakteriologik saja. Pengolahan ini
lazimnya dilakukan pada mata air bersih dan air dari sumur yang dangkal maupun dalam.
9
2.4.2. WTP (Water Treatment Plant)
WTP atau instalasi pengolahan air merupakan sebuah sarana yang terdiri dari beberapa unit
alat kerja yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, namun saling berhubungan dalam menunjang
proses pengolahan air baku menjadi air bersih. Pada dasarnya tiap proses pengolahan air yang
dilakukan oleh sebuah WTP memiliki tahapan proses yang sama yaitu terdiri dari koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi (Suprihatin 2002).
Ada beberapa tipe WTP yang pada umumnya digunakan dalam proses pengolahan air
bersih, antara lain :
1) Tipe gravitasi, merupakan WTP yang penyaluran air dari unit koagulasi/flokulasi menuju
unit filtrasi terjadi dengan memanfaatkan gaya gravitasi saja. Itu sebabnya pada unit
koagulasi/flokulasi dibuat dengan ukuran yang tinggi agar air dari unit tersebut bila terjadi
overflow, dapat langsung menuju unit filtrasi tanpa bantuan pompa. Begitu juga pada unit
filtrasinya, bila terjadi overflow air dapat langsung menuju tempat penampungan (reservoir)
dengan memanfaatkan gaya gravitasi atau tanpa bantuan pompa.
2) Tipe tekanan, merupakan WTP yang memanfaatkan tenaga dari pompa dalam menyalurkan
air dari unit koagulasi/flokulasi menuju unit filtrasi. Pada WTP tipe tekanan, biasanya di unit
koagulasi/flokulasinya dilengkapi dengan lamella yang berfungsi untuk menagkap partikel-
partikel atau flok yang berukuran kecil dan menjatuhkannya ke dasar unit hingga menjadi
lumpur yang mengendap (proses sedimentasi)
3) Tipe UF (Ultra Filtration), adalah proses pengolahan air yang memanfaatkan membran
bertekanan yang berfungsi untuk pemisahan partikel-partikel di dalam air. Membran pada
instalasi UF rata-rata memiliki ukuran pori-pori antara 0.1 hingga 0.01 mikron dan
mempunyai kemampuan yang cukup baik untuk menyaring sebagian besar bakteri dan virus,
partikel koloid dan silt (SDI). Secara teoritis, semakin kecil ukuran pori maka semakin tinggi
kemampuan penyaringannya. Sebagian material UF yang digunakan adalah terbuat dari
senyawa polimer dan naturally hydrophobic. (PT. Sinar Tirta Bening 2010)
2.4.3. Unit-Unit Pada WTP
Di dalam sebuah instalasi pengolahan air bersih selalu terdiri dari beberapa unit pengolahan
yang bekerja dengan fungsi yang berbeda-beda. Adapun unit-unit pengolahan air bersih terdiri
dari (Sutrisno 1987):
1) Bangunan penangkap air (intake)
Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk menangkap/ mengumpulkan air
dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan. Bentuk dan konstruksi ini bergantung
pada jenis dan macam sumber air yang kita tangkap. Fungsi dari bangunan penangkap air ini
sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran, sedangkan penanganan bangunan
penakap air ini ditujukan terhadap kuantitas dan kualitas air baku yang akan digunakan.
2) Bangunan Pengendap Pertama (sedimentasi)
Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-
partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada pembubuhan zat
kimia. Untuk instalasi penjernihan air bersih, yang air bakunya cukup jernih, tetap sadah, bak
pengendap pertama tidak diperlukan. Aliran air pada unit ini harus dijaga laminar (tenang),
dengan demikian pengendapan secara gravirasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita lakukan
10
dengan mengatur pintu air masuk dan pintu air keluar pada unit ini. Sedangkan hasil
pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar bak. Untuk
menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka
secara periodik lumpur endapan harus dikontrol/ diperiksa setiap saat agar tetap dapat bekerja
sempurna.
3) Pembubuhan Koagulan (koagulasi)
Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan
partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya (secara gravitasi).
4) Bangunan Pengaduk Cepat
Unit ini untuk meratakan bahan/ zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur
dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara pengadukan dapat secara mekanis dengan
menggunakan motor beserta alat pengaduknya ataupun dengan bantuan udara bertekanan.
5) Bangunan Pembentuk Flok ( flokulasi)
Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan
dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/ zat koagulant yang dibubuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk floc (partikel yang lebih besar dan bisa mengendap
dengan gravitasi):
Kekeruhan pada baku air.
Tipe dari suspended solid
pH
Alkanity
Bahan koagulant yang dipakai
Lamanya pengadukan
6) Bangunan Pengendap Kedua (sedimentasi)
Unit berfungsi untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada unit bak pembentuk floc.
Pengendapan di sini terjadi akibat dari gaya berat floc itu sendiri (secara gravitasi).
7) Bangunan Penyaring (filtrasi)
Pada proses penjernihan air bersih diketahui dua macam filter yaitu:
Saringan pasir lambat (slow sand filter)
Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
Berdasarkan bentuk bangunan saringannya, dikenal dua macam yaitu:
Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter)
Saringan yang bangunannya tertutup (pressure filter)
8) Resevoir (penampungan air)
Unit ini berfungsi untuk menampung air yang telah bersih dan bebas dari bakteriologis setelah
melalui filter atau saringan. Dari sini air bisa langsung didistribusikan ke unit pengguna secara
gravitasi ataupun dengan menggunakan pompa.
9) Pemompaan (rumah pompa)
Terdiri dari beberapa pompa yang bekerja untuk mendistribusikan air langsung ke unit
pengguna atau mentransmisikan air ke tempat penampungan air lainnya yang berada dekat
dengan unit pengguna.
11
2.5. Sistem Distribusi Air Bersih
2.5.1. Plambing Dan Peralatan Distribusi Air Bersih
Plambing adalah seni dan teknologi perpipaan dan peralatan untuk menyediakan air bersih
ke tempat yang dikehendaki (baik dalam hal kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang memenuhi
syarat) dan juga membuang air limbah dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemari bagian
penting lainnya untuk menjaga kondisi higienis dan kenyamanan yang diinginkan
(Noerbambang dan Morimura 1991).
Jadi sistem plambing dapat dibedakan menjadi dua yaitu sistem penyediaan air bersih dan
sistem pembuangan air kotor. Fungsi peralatan plambing dalam sistem penyediaan air bersih
adalah untuk meyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang
cukup. Dahulu tujuan utama dari sistem penyediaan air bersih adalah untuk menyediakan air yang
cukup berlebih, namun saat ini ada pembatasan dalam jumlah air yang bisa diperoleh karena
pertimbangan penghematan energi dan adanya keterbatasan sumber air.
Pada proses distribusi air bersih dibutuhkan beberapa peralatan yang memadai agar air yang
didistribusikan dapat sampai ke konsumen dengan baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
Beberapa peralatan plambing yang harus ada dalam distribusi air bersih ini antara lain pipa
transmisi, pipa distribusi, reservoir, pompa, valve, bak kontrol, dan lain-lain. Berikut ini peralatan
yang ada dalam distribusi air bersih (Kodoatie dan Sjarief 2005):
1) Pipa transmisi. Jaringan pipa transmisi ini menghubungkan tampungan air bersih ke jaringan
distribusi. Di wilayah dengan topografi curam, air dalam jaringan transmisi mengalir secara
gravitasi dengan kecepatan tergantung dengan kemiringan tanah. Semakin terjal maka
kecepatan air akan semakin tinggi dan tekanannya juga semakin kuat, sehingga perlu
dilengkapi dengan katup pelepas tekanan dan bak kontrol untuk mengurangi kecepatan dan
tekanan dalam pipa. Pada wilayah yang landai jaringan transmisi dilengkapi dengan pompa
yang disebut stasiun pompa booster. Fungsinya untuk meningkatkan kecepatan dan tekanan
sehingga air bisa mengalir sampai di daerah pengguna air yang paling hilir. Jaringan transmisi
bisa langsung dihubungkan dengan jaringan distribusi dan dapat pula dialirkan ke bak
penampungan (reservoir) untuk dipompakan lagi ke jaringan distribusi. Kerusakan jaringan
transmisi dan sambungannya dapat disebabkan beberapa hal, antara lain adalah umur pipa yang
terlalu tua, tekanan air yang terlalu besar/ berlebihan, korosif, beban berat di atas jaringan,
tekanan udara yang terperankap dalam pipa yang menimbulkan kavitasi, dan lain-lain.
2) Pipa distribusi. Jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang langsung tersambung
kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi
diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan. Sewaktu konsumsi air meningkat pada siang hari
tekanan aliran air ditingkatkan di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu penggunaan air rendah
pada malam hari tekanannya diturunkan untuk melindungi jaringan pipa dari tekanan yang
berlebihan.
3) Pengatur tekanan (pressure regulator), dipasang untuk menjaga tekanan berada pada daerah
yang aman dan untuk melindungi pipa dan sambungannya terhadap tekanan yang tinggi.
Peralatan ini pada dasarnya dapat dipasang pada pipa transmisi maupun distribusi, dan surge
tank.
4) Bak kontrol, dibuat untuk mengetahui kecepatan dan tekanan air, debit air, kondisi air (bersih
atau kotor).
12
5) Katup udara (air valve), dipasang untuk mengeluarkan udara dari air (tekanan udara yang
berlebihan di dalam pipa dapat menyebabkan kebocoran) dan melancarkan aliran air di dalam
pipa. Air valve dipasang pada titik tertinggi dari jaringan pipa dapat dipasang pada surge tank,
dan tangki air.
6) Penangkap pasir (sand trap), dapat dipasang untuk menagkap pasir yang terbawa oleh air.
Pasir dan kotoran pada umumnya terkumpul pada sambungan yang berbentuk “T” dan “Y”.
secara berkala pasir dan kotoran dibersihkan untuk mengeluarkan dari pipa. Sand trap dipasang
sebelum meteran air utama.
7) Surge tank, dipasang untuk mengatur tekanan air di dalam pipa, mendistribusikan air sesuai
dengan permintaan, mengeluarkan udara yang terperangkap, dan juga untuk menangkap pasir.
Pasir yang terperangkap di dalam surge tank akan dikeluarkan melalui katup yang terdapat di
bagian bawah surge tank.
2.5.2. Metode Pendistribusian Air Bersih
Jaringan distribusi bertujuan untuk mengalirkan air ke berbagai pemakaian dengan aman.
Dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan jaringan distribusi adalah
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian memilih salah satu jenis pendistribusian dan mebagi
jaringan dalam zona tekanan bila diperlukan. Metode distribusi merupakan suatu proses
pendistribusian air ke konsumen dengan berbagai tujuan tergantung dari kondisi lokasi dan kondisi
lainnya. Beberapa metode pendistribusian air (Linsley dan Franzini 1985), antara lain :
1) Metode gravitasi, merupakan suatu proses pendistribusian air, di mana sumber penyediaan air
berada pada tempat yang lebih tinggi dari daerah yang akan dilayani hingga pengaruh
tekanannya dapat memenuhi keperluan untuk domestik dan non-domestik. Dengan kata lain
metode ini hanya memanfaatkan perbedaan ketinggian atau gaya gravitasi tanpa bantuan
pompa. Metode ini pada umumnya banyak diterapkan di daerah pedesaan dengan sistem yang
sederhana.
2) Metode pompa tanpa reservoir, merupakan proses pendistribusian air dengan bantuan pompa
langsung menuju unit-unit pemakaian atau konsumen.
3) Metode pompa dengan reservoir, merupakan metode yang ekonomis karena pemompaannya
tidak berlangsung secara terus – menerus. Air yang dipompakan akan dialirkan ke resevoir.
Kemudian air akan mengalir dari reservoir ke daerah pelayanan dengan memanfaatkan
perbedaan ketinggian topografi (metode gravitasi).
2.5.3. Jenis Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih
Pipa-pipa yang saling berhubungan yang menjadi laluan aliran ke suatu lubang keluar
tertentu yang dapat datang dari beberapa rangkaian disebut jaringan pipa (Streeter dan Wylie
1991). Ada beberapa jenis jaringan pipa distribusi air yang biasa diterapkan (Muliyani 2009)
yaitu:
1) Sistem percabangan, pada sistem ini ujung pipa dari pipa utama biasanya tertutup sehingga
menyebabkan tertumpuknya kotoran yang dapat mengganggu pendistribusian air. Kerugian
dari pipa percabangan ini antara lain apabila terjadi kebocoran pada salah satu pipa, maka pipa-
pipa yang lain alirannya akan terhenti bila pipa yang bocor tersebut diperbaiki. Keuntungan
13
dari pipa percabangan antara lain dari segi perhitungan lebih mudah, lebih ekonomis, dan lebih
mudah dilaksanakan.
2) Sistem grid (petak), pada sistem ini ujung – ujung pipa cabang disambungkan satu sama lain,
sistem ini lebih baik dari sistem pipa bercabang karena sirkulasinya lebih baik dan kecil
kemungkinan aliran menjadi tertutup atau staguasi. Kerugian dari sistem grid yaitu agak sulit
dalam pelaksanaannya karena pada akhir sambungan terdapat dua sambungan yang saling
terbalik arah ataupun membuka dan sistem ini tidak ekonomis karena banyak menggunakan
sambungan seperti sambungan elbow, tee, dan sebagainya. Keuntungan dari sistem grid adalah
sirkulasi airnya baik dan pipa sulit tersumbat apabila terdapat kotoran karena air di dalam pipa
terus mengalir dan selalu terjadi pergantian air sehingga sulit terjadi pengendapan.
3) Sistem berbingkai (ring), pada sistem ini pipa induknya dibuat melingkar dibandingkan sistem
yang lain, sistem ini lebih baik dan bilamana ada kerusakan pada saat perbaikan maka
distribusi air tidak terhenti. Kerugian sistem ini agak sulit dalam pelaksanaannya dan tidak
ekonomis karena banyak menggunakan pipa dan sambungan-sambungan. Dari segi
perhitungan juga sulit, namun keuntungan dari sistem ini adalah tidak terjadi penyumbatan
pada pipa dan juga tidak terjadi penghentian aliran pada saat perbaikan pipa.
2.5.4. Sistem Distribusi Air Bersih Di Dalam Bangunan/ Gedung
Saat ini sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan dapat dikelompokkan sebagai
berikut (Noerbambang dan Morimura 1991):
1) Sistem sambungan langsung, dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung
langsung dengan pipa utama penyediaan air bersih. Karena terbatasnya tekanan dalam pipa
utama dan dibatasinya ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut, maka sistem ini terutama
dapat diterapkan untuk perumahan dan gedung-gedung kecil dan rendah.
2) Sistem tangki atap, dalam sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah
(dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah permukaan tanah), kemudian
dipompakan ke suatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di lantai tertinggi
bangunan. Dari tangki ini air didistribusikan ke seluruh bangunan. Hal terpenting dalam sistem
tangki atap ini adalah menentukan letak “tangki atap” tersebut. Apakah dipasang di langit-
langit, atau di atas atap (misalnya untuk atap dari beton), atau dengan suatu konstruksi menara
khusus.
3) Sistem tangki tekan, seperti halnya sistem tangki atap, sistem ini diterapkan dalam keadaan di
mana oleh karena suatu alasan tidak dapat digunakan sistem sambungan langsung. Prinsip
kerja sistem yaitu air yang telah ditampung dalam tangki bawah (seperti halnya pada sistem
tangki atap), dipompakan ke dalam suatu bejana (tangki) tertutup sehingga udara di dalamnya
terkompresi. Air dari tangki tersebut dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa
bekerja secara otomatik yang diatur oleh suatu detektor tekanan, yang menutup atau membuka
saklar motor listrik penggerak pompa. Pompa tersebut akan berhenti bekerja kalau tekanan
tangki telah mencapai suatu batas maksimum yang ditetapkan dan bekerja kembali setelah
tekanan telah mencpai suatu batas minimum yang telah ditetapkan pula. Dalam sistem ini
udara yang terkompresi akan menekan air ke dalam sistem distribusi dan setelang berulang kali
mengembang dan terkompresi lama kelamaan akan berkurang, karena larut dalam air atau ikut
terbawa air keluar tangki. Sistem tangki tekan biasanya dirancang agar volume udara tidak
14
lebih dari 30% terhadap volume tangki dan 70% volume tangki berisi air. Untuk melayani
kebutuhan air yang besar maka akan diperlukan tangki tekanan yang besar.
4) Sistem tanpa tangki, dalam sistem ini tidak digunakan tangki apapun, baki tangki bawah,
tangki tekan, atau pun tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan
pompa menghisap air langsung dari pipa utama.
2.6. Analisis Teknis Jaringan Air Bersih
Sistem jaringan pipa merupakan komponen utama dari sistem distribusi air bersih suatu
perkotaan. Desain dan analisis sistem jaringan distribusi air berdasarkan dua faktor utama yaitu
kebutuhan air dan tekanan (Brebbia dan Ferrante 1983 dalam Kodoatie dan Sjarief 2005). Pada sistem
jaringan distribusi sistem bercabang persamaan rumus perhitungan hidrolisnya dapat menggunakan
persamaan Darcy-Weisbach (Linsley dan Franzini 1985).
2.6.1. Hidrolika Pipa Bertekanan
Suatu pipa bertekanan adalah pipa yang dialiri air dalam keadaan penuh. Bila air langka untuk
didapat, maka pipa bertekanan dapat digunakan untuk menghindari kehilangan air akan rembesan dan
penguapan yang dapat terjadi pada saluran terbuka. Pipa bertekanan lebih disukai untuk pelayanan air
umum, karena kemungkinan tercemarnya lebih sedikit. Di dalam hidrolika pipa bertekanan dapat
membahas mengenai kehilangan energi atau head loss akibat adanya gesekan pipa, aliran pada pipa
bercabang, aliran dalam sistem rangkaian pipa, jaringan pipa, dan juga daya dalam aliran fluida
(Linsley dan Franzini 1985).
Energi diperlukan untuk mengalirkan air dalam pipa, baik itu menanjak, menurun, ataupun
mendatar. Rancangan pipa yang baik harus dapat mengkonversi energi sehingga memungkinkan
jumlah air yang ingin dialirkan, karena aliran air di dalam pipa pasti akan mengalami kehilangan
energi atau head loss. Selanjutnya untuk mencari besarnya daya yang dibutuhkan oleh pompa agar
mampu mengatasi kehilangan energi yang terjadi dapat digunakan persamaan:
1000
ph g
PQ
(1)
Di mana P adalah daya pompa (kw), ρ adalah massa jenis air (kg/m3), g adalah percepatan gravitasi,
ph adalah head pompa (m), dan Q adalah debit air (m3/s).
Head loss adalah kerugian-kerugian atau kehilangan tinggi tekanan yang ada dalam suatu
instalasi pipa yang dialiri suatu fluida, baik gas ataupun cair. Head loss ada dua macam yaitu mayor
dan minor. Head loss mayor terjadi akibat adanya gesekan pipa yang sangat dipengaruhi oleh
koefisien gesekan dan panjang pipa itu sendiri, sedangkan head loss minor dapat terjadi dikarenakan
adanya perubahan-perubahan mendadak dari geometri aliran karena perubahan ukuran pipa, belokan-
belokan, katup-katup, serta berbagai jenis sambungan. Pada pipa-pipa yang panjang, kehilangan minor
ini sering diabaikan tanpa kesalahan yang berarti, tetapi dapat menjadi cukup penting pada pipa yang
pendek. Kehilangan minor pada umumnya akan lebih besar bila aliran mengalami perlambatan
15
daripada bila terjadi peningkatan kecepatan akibat adanya pusaran arus yang ditimbulkan oleh
pemisahan aliran dari bidang batas pipa (Linsley dan Franzini 1985).
Persamaan energi pada pipa bertekanan antara suatu penampang A dan B dapat ditulis dengan
persamaan Bernoulli sebagai berikut:
Lh
2
2
Bz Ph2
2
Azg
BVBp
g
AVAp (2)
di mana z adalah jarak tegak di atas suatu bidang persamaan mendatar, p/γ adalah tinggi tekanan air, V
adalah kecepatan aliran rata-rata, hp adalah tinggi tekanan energi yang diberikan oleh pompa kepada
air, hL adalah kehilangan tinggi tekanan keseluruhan antara penampang A dan B (Linsley dan Franzini
1985).
Besarnya head loss mayor di dalam pipa air yang lurus dapat dicari dengan menggunakan
persamaan Darcy-Weisbach, yaitu:
g
Vf
2D
Lh
2
Mayor L (3)
di mana f adalah satu faktor gesekan pipa, L adalah panjang pipa (m), D adalah diameter pipa (m), V
adalah kecepatan aliran air (m/s), dan g adalah percepatan gravitasi (m2/s). Besarnya nilai f dapat
dicari dengan terlebih dahulu mencari bilangan Reynold dan nilai kekasaran relatif ( D/ ) yang
diplotkan menggunakan diagram Moody pada Gambar 1 (Linsley dan Franzini, 1985).
Bilangan Reynold dapat digunakan untuk mencari jenis aliran yang terjadi, apakah laminer
atau turbulen. Persamaan untuk mencari bilangan Reynold adalah:
v
V D Re (4)
di mana Re adalah bilangan Reynold (tak berdimensi), V adalah kecepatan aliran air dalam pipa (m/s),
D adalah diameter pipa, dan v adalah kekentalan kinematik air (m2/s). Kekentalan kinematik air sangat
dipengaruhi oleh besarnya suhu air, dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Re<2100, aliran bersifat laminer,
pada Re>3000 aliran bersifat turbulen, diantara angka-angka tersebut maka terjadi aliran jenis
peralihan (Linsley dan Franzini 1985).
Tabel 3. Berat spesifik dan kekentalan kinematik air
(Kekentalan kinematik = harga tabel x 10-6
)
Suhu Kerapatan Kekentalan
0C (0F) Relatif Kinematik (m2/s)
4.4 (40) 1.000 1.550
10.0 (50) 1.000 1.311
15.6 (60) 0.999 1.130
21.1 (70) 0.998 0.984
26.7 (80) 0.997 0.864
32.2 (90) 0.995 0.767
37.8 (100) 0.993 0.687
43.3 (110) 0.991 0.620
48.9 (120) 0.990 0.567
65.6 (150) 0.980 0.441
Sumber:Teori dan Soal-soal Mekanika Fluida &
Hidraulika (SI-Metrik), Giles 1996.
16
Su
mb
er:
Lin
sley
& F
ran
zin
i, 1
98
5
Ga
mb
ar
1.
Dia
gra
m M
ood
y u
ntu
k m
enen
tuk
an n
ilai
ƒ
fakto
r g
esek
an p
ipa.
17
Setelah mengetahui besarnya nilai dari bilangan Reynold, maka hal berikutnya yang dicari
adalah nilai kekasaran relatif ( ε/D ) dari suatu pipa tergantung pada kekasaran mutlak ( ε )dari bagian
dalam pipa serta diameter pipa D. Besarnya nilai kekasaran mutlak ε ditentukan berdasarkan jenis
material pipa yang digunakan untuk mengalirkan air, lihat Tabel 4 (Linsley dan Franzini 1985).
Tabel 4. Nilai kekasaran mutlak berdasarkan material pipa
Material (mm)
Baja dikeling 0.9 – 9.1
Beton 0.3 – 3.0
Papan kayu 0.18 – 0.91
Besi tuang 0.25
Besi tuang diaspal 0.12
Besi galvanis 0.15
Baja atau besi tempa 0.045
Pipa karet 0.0015
Sumber: Linsley dan Franzini 1985.
Pada kehilangan minor di jaringan pipa dapat digunakan persamaan:
hL minor = Σbelokan × K (5)
di mana nilai K bervariasi tergantung jenis belokan. Untuk belokan pipa 90O nilai K berkisar antara
0.50 hingga 0.75 sedangkan untuk belokan pipa 45O nilai K berkisar antara 0.35 hingga 0.45.
Besarnya head loss total yang terjadi pada suatu jaringan pipa dapat dicari dengan
menggabungkan persamaan (2) dan persamaan (4):
g
V
D
Lf
2)K x 90belokan Kx 45belokan (h
2
90
0
45
0Total L 00 (6)
2.6.2. Kebocoran Air
Kebocoran air merupakan salah satu faktor utama untuk penentuan kebutuhan air, karena
definisi dari kebocoran air adalah perbedaan antara jumlah air yang diproduksi oleh produsen air
dan jumlah air yang terjual konsumen sesuai dengan yang tercatat di meter-meter air pelanggan
(Kodoatie dan Sjarief 2005).
Kebocoran air pada sistem suplai air bersih mulai dari WTP sampai pemakai dibedakan
menjadi dua yaitu (PERPAMSI dkk. 1999 dengan elaborasi dan modifikasi di dalam Kodoatie dan
Sjarief 2005):
1) Kebocoran Fisik: kehilangan air secara fisik yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti
bocornya sumber air akibat kerusakan bangunannya, kebocoran pipa baik pada pipa transmisi
maupun distribusi, air dalam resevoir yang melimpas keluar, dan penguapan.
2) Kebocoran Administrasi: jumlah air yang bocor secara administrasi terutama disebabkan
meter air tanpa registrasi, juga termasuk kesalahan di dalam sistem pembacaan, dan jumlah
air yang diambil tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Top Related