5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Bambu
1. Morfologi Bambu
Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia
sendiri dikenal ada 10 genus bambu antara lain : Arundinaria, Bambusa,
Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melaconna, Nastus, Phyllostachys,
Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga Gramineae
(rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan
terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai
rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu
berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas beronggga, berdinding keras, pada
setiap buku terdapat tunas atau cabang (Otjo dan Atmaja, 2006). Tanaman bambu
yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanamana bambu yang simpodial, yaitu
batang-batangnya cenderung mengumpul di dalam rumpun biasanya tegak, kadang-
kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu
ujungnya agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Dalam waktu 9-10
bulan rebung telah mencapai tinggi maksimal 25-30 cm. Tanaman ini dapat
mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlian dan Estu,
1995).
2. Batang, Pelepah batang dan Daun Rebung
Type simpodial, merumpun yang terdiri dari beberapa batang saja, batang
tegak dengan ujung melengkung. Tinggi 20-30 m, diameter 8-20 cm, tebal 11-36
mm. Panjang ruas 10-20 cm (bagian bawah) sampai 30-50 cm (bagian atas). Buku-
6
bukunya menggelembung, buku dekat pangkal batang mempunyai akar udara.
Batang muda berbulu warna coklat keemasan. Ukuran 20-40 cm X 20-25 cm,
bagian bawah sangat kecil, tertutup bulu cokelat tua sampai cokelat muda, pelepah
melancip keujung (lanceolate), lidah pelepah batang (ligule) panjang 10 cm.
Helaian daun ukuran 30 cm X 2,5 cm, bagian dasar pendek, membesar diatas,
berbulu, lidah daun pendek, tidak mempunyai telinga daun (auricle).
Bambu Betung memiliki potensi ekonomi dan kegunaan yang banyak di
masyarakat Indonesia. Batang bambu betung baik untuk furniture dan industri
chopstick. Batang bambu betung sangat tebal dan kuat sehingga sering dipakai
sebagai bahan bangunan atau jembatan. Ruas dari buku bagian atas yang panjang
dipakai sebagai tempat nira juga tempat menanak nasi atau daging seperti didaerah
Sarawak. Di Thailand Dendrocalamus asper dikenal dengan sebutan “sweet
bamboo” rebung mudanya sangat manis dan tebal, dapat dikonsumsi sebagai
sayuran dan acar (Dransfield dan Widjaja, 1995). Rebung segar bagian ujung
mengandung protein dan serat yang berbeda-beda pada tiap-tiap bagiannya. Rebung
segar pada bagian ujungnya mengandung serat lebih kecil dibandingkan pada
bagian pangkal. Kandungan protein dan abu dengan semua bagian ujung lebih
tinggi dibandingkan bagian pangkal (Kuswara, 1969).
3. Garam Dapur (NaCl)
Garam dapur merupakan salah satu bahan kimia yang sering digunakan dalam
proses pengolahan bahan pangan karena mempunyai beberapa manfaat dalam
perendaman larutan garam dapat menghambat pencoklatan. Menurut Eskin dkk
7
(1971). Larutan NaCl memiliki kemampuan untuk mencegah pencoklatan ezimatis
maupun non enzimatis. Proses penghambatan pencoklatan pada perendaman terjadi
selama proses berlangsung ion Cl masuk dan terserap dalam pori-pori sel bahan.
Akibat terserap garam-garam dalam bahan maka ion-ion Cl tersebut memblokir
gugus reduksi dari gula sehingga menyebabkan tidak bereaksi dengan asam amino
bebas yang akhirnya dapat mencegah pembentukan pigmen coklat. Menurut
Muljoharjo dan Kuswanto (1975) larutan garam biasa digunakan dalam pengolahan
bahan pangan 5 – 20% tergantung jenis bahan yang diolah dan tujuan
pengolahannya.
NaCl berfungsi sebagai bahan pengawet makanan, penambah flavor dan
sebagai kondisioner misalnya dapat mencegah perubahan warna yang disebabkan
oleh aktivitas enzim polifenol bahan dalam perendaman larutan NaCl masuk pori-
pori sel bahan sehingga memperkuat jaringan sel bahan dan dapat mencegah
terjadinya pengkerutan bahan. Metode perendaman biasanya dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi kandungan anti nutrisi. Media perendaman dapat
berupa air, larutan garam, atau alkali. Perendaman dapat dilakukan untuk
menurunkan asam sianida (Murni et al, 2008). Pada umumnya semakin lama waktu
perendaman, maka kadar sianida semakin menurun, hal tersebut dikarenakan
pertama sifat sianida yang larut dalam air, penurunan tersebut dikarenakan selama
perendaman terjadi proses hidrolisa enzimatik gdari glukosida sianogenik yang
membebaskan gabungan, sehingga kadar sianida dapat berkurang (Sartika, 2009).
8
4. Rebung
Morfologi bambu betung (Dredromuscalamus asper) disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper)
Sumber : Dokumen pribadi
Bagian bambu yang dapat dikonsumsi, yaitu tunas bambu. Tunas bambu atau
rebung sudah lama dikenal masyarakat sebagai bahan pangan yang cukup merakyat.
Di India, rebung disebut karira sebagai bumbu kering yang ditambahkan pada
masakan kari. Sedangkan di Kamboja, rebung menjadi hidangan yang sudah sangat
populer, yaitu Caw. Di Jepang, ada hidangan khusus musim semi berupa nasi rebung
yaitu takenoko gohan. Rebung adalah nama umum bagi terubus bambu yang baru
tumbuh dan berasal dari batang bawah. Rebung yang baru keluar berbentuk lonjong,
kokoh, dan terbungkus dalam kelopak daun yang rapat dan bermiang (duri-duri
halus) banyak. Selama musim hujan, rebung bambu tumbuh dengan pesatnya, dalam
beberapa minggu saja tunas tersebut sudah sudah tinggi. Dalam waktu 9-10 bulan
rebung telah mencapai tinggi maksimal 25-30cm. Beberapa jenis rebung terbentuk
pada permulaan musim hujan, selain itu ada yang terbentuk pada akhir musim hujan.
9
Musim panen rebung biasanya jatuh sekitar bulan Desember hingga Februari atau
Maret. Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup
bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizom maupun
buku-bukunya. Rebung merupakan anakan dari bambu, rebung yang masih bisa kita
konsumsi sebagai sayur berumur kerkisar 1-5 minggu. Rebung dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan yang tergolong kedalam jenis sayur-sayuran. Tidak semua
jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya
yang pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang rebungnya enak
dimakan diantaranya adalah bambu betung (Berlian dan Estu, 1995).
Bambu banyak ditanam didaerah tropis Asia. Tanaman ini dapat tumbuh di
daratan rendah sampai ditempat dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan
laut. Tidak semua jenis bambu memiliki rebung yang enak dimakan. Beberapa jenis
bambu memiliki rebung yang rasanya pahit. Rebung yang biasa dibuat masakan
merupakan rebung pilihan. Rebung dari bambu betung memiliki rasa yang paling
enak. Rebung betung berwarna merah kecoklatan dan ujung kelopaknya berwarna
ungu. Setiap jenis rebung dilindungi kelopak-kelopak kuat yang berbulu halus.
Rebung segar memiliki kandungan gizi yang sebagian besar mengandung air
sebesar 90,6 % (Rahmadi, 2011). Rebung segar memiliki kandungan serta serat
yang tinggi. Produksi rebung akan melimpah pada musim penghujan seperti bulan
Desember sampai Maret, hal ini membuat harga rebung mengalami penurunan
dengan suplai yang melebihi permintaan. Ketika musim panen rebung telah usai
produksi tidak akan berjalan dengan baik karena tidak ada ketersediaan rebung yang
10
masih disimpan. Fenomena ini membuat petani rebung tidak memenuhi kebutuhan
konsumen secara kesinambungan sepanjang tahun.
5. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Morfologi tanaman bambu betung (Dendrocallamus asper) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)
Sumber : Dokumen pribadi
Bambu berbentuk kerucut, setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung
daun bambu, tetapi warnanya coklat. Menurut klasifikasi botani, tanaman bambu
termasuk Monocotyledoneae, penggolongannya adalah sebagai berikut :
Kelas : Monocotyle Doneae
Ordo : Graminales
Subfamili : Dendrocalamae
Genus : Dendrocalamus
Spesies : Dendrocalamus asper
11
6. Kandungan Kimia Rebung
Senyawa utama di dalam rebung mentah adalah air, yaitu sekitar 85,63 %.
Kandungan serat pangan pada rebung cukup tinggi yaitu sekitar 2,56 %, lebih tinggi
jika dibandingkan dengan jenis sayuran tropis lainnya, seperti kecambah kedelai
1,27 %, ketimun 0,61 % dan sawi 1,01 %. Oleh sebab itu rebung cukup baik untuk
dimanfaatkan menjadi jenis bahan makanan olahan lainnya. Pada rebung,
kandungan serat berbeda pada setiap bagiannya. Bagian atas kandungan seratnya
lebih kecil dibandingkan pada bagian bawah. Komposisi kimia rebung bagian
kandungan serat pangan pada rebung cukup tinggi yaitu 2,26% lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis sayur tropis lainnya. Karena rebung memiliki
kandungan air yang tinggi maka kandungannya akan mudah rusak. (Winarno,
1992). Tetapi kandungan kimia seperti protein, lemak dan mineral pada bagian atas
lebih tinggi dari pada bagian bawah (Rahmadi, 2011). Rebung segar mengandung
enzim Polifenol Okdisadase (PPO) merupakan enzim yang menyebabkan
terjadinya reaksi pencoklatan (browning). Reaksi browning dapat diinaktivasi
dengan blanshing (Kencana, et.al, 2012).
Menurut Winarno (1992) bagian tengah, atas dan bawah memiliki histologis
yang berbeda. Bagian ujung atas mengandung lemak 800 mg/100gram rebung
segar. Asam lemak utama adalah palmitat, linolenat dan linoleat. Asam organik
dalam rebung bambu dari jenis Dendrocalamus asper adalah asam oksalat yaitu
462 mg/100 mg pada bagian dasarnya. Asam sitrat lebih banyak di bagian atas
sedangkan bagian bawah banyak mengandung asam malat. Sedangkan asam sianida
12
paling tinggi pada bagian atas yaitu 300 mg/100 g (Kencana, dkk. 2012). Komposisi
kimia rebung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia rebung per 100 gram bahan
Komposisi Jumlah
Protein 2,60 gram
Kalori 27,00 kal
Lemak 0,30 gram
Karbohidrat 5,20 gram
Serat 1,00 gram
Fosfor 91,00 gram
Kalium 59,00 mg
Besi 13,00 mg
Abu 0,50 mg
Kalium 533,00 mg
Vit A 20,00 SI
Thiamin 0,51 mg
Riboflavin 0,70 mg
Niasin 0,60 mg
Vit B1 0,51 mg
Vit C 4,00 mg
Sumber : Watt dan Merill (1975)
7. Manfaat Rebung
Oleh nenek moyang, rebung bambu biasa digunakan sebagai obat penyakit
kuning / jaundice (Hepatitis A). Penggunaannya secara tradisional diwariskan turun
temurun. Seperti diketahui penyakit kuning berhubungan dengan ketidak beresan
fungsi hati, sehingga sering disebut sebagai “penyakit lever” atau “penyakit liver”.
Rebung bambu mengandung para hidroksi benzaldehid, yaitu suatu fenol yang
mirip dengan sebagian gugusan silimarin dan kurkumin. Kedua gugusan ini
13
berkhasiat sebagai anti racun hati. Senyawa silimarin telah lama dipasarkan sebagai
obat liver dengan merek dagang Legalon. Menurut sebuah penelitian di Jerman,
sari rebung bambu bisa memperbaiki kerusakan sel hati binatang percobaan, yang
sebelumnya sengaja dirusak hatinya. Pemakaian rebung secara tradisional,
dilakukan seperti minum jamu ‘godokan’ (jamu rebus) (Ed Merritt, 2011) Park Eun
Jin di Departement of Food Science and Human Nutrition, Universitas Washington
menemukan bahwa rebung mengandung 2,5 g per 100 g serat yang berkhasiat
melancarkan buang air besar dan mencegah konstipasi. Penelitian Park melibatkan
8 responden wanita yang diberi diet rebung 360 g selama 6 hari. Terbukti bahwa
serat beta-glukan dalam rebung membentuk massa pada kotoran dan lapisan pada
dinding usus besar sehingga kotoran cepat tersekresi keluar tubuh.
Bambu berperan melindungi tubuh dari penyakit kardiovaskuler. Penelitian
yang dilakukan oleh Purdue University mengemukakan bahwa kemampuan rebung
dalam menurunkan kolesterol berhubungan dengan kandungan serat beta-glukan
yang mampu mencegah penempelan plak kolesterol dalam pembuluh darah dan
kemudian membuangnya bersama kotoran. Hasil studi menunjukkan, dengan
mengonsumsi rebung setiap hari, kadar kolesterol turun sebanyak 23%. Pernyataan
ini didukung oleh Park Eun Jin bahwa mengonsumsi 360 g rebung setiap hari akan
menurunkan kolesterol total sebesar 3,9 mg/dl dan kolesterol LDL 16,1 mg/dl.
Rebung juga kaya akan potasium yang menyeimbangkan elektrolit tubuh, mengatur
tekanan darah, menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung.
Antioksidan dalam bambu, termasuk rebung, juga terdapat dalam bentuk
senyawa fitokimia seperti Phenolic acid (polyphenol), asam klorogenik, lakton, dan
14
flavanoid. Prof. Furuno Takeshi dari Beijing University Forestry menyatakan
bahwa bambu merupakan sumber flavanoid dalam bentuk triterpenoid yang
memiliki kemampuan antikanker dan mencegah aterosklerosis. Zhang Yu dalam
Journal Agriculture Food Chemical menyatakan bahwa antioksidan yang terdapat
pada bambu memiliki kemampuan menurunkan kadar akrilamida pada kentang
goreng yang dapat memicu kanker. Penelitian di Zheijan University, Cina,
membuktikan bahwa senyawa flavanoid aktif yaitu triterpenoid yang terkandung
dalam rebung mampu menghambat pertumbuhan tumor pada tikus dengan
meningkatkan kematian sel tumor
Tak hanya itu, bambu juga bemanfaat dalam proses pengawetan makanan.
Studi yang dilakukan China Agriculture University mengemukakan bahwa dalam
rebung terdapat dendrocin sejenis protein yang dapat menghentikan pertumbuhan
jamur pada makanan dengan cara merusak aktivitas ribonukleus jamur. Sedangkan
penelitian di Universitas Chonnam menunjukkan aktivitas antibiotik ekstrak daun
bambu dengan larutan 95% etanol ternyata mampu menghambat pertumbuhan
bakteri E.coli dan Salomonella sehingga dapat mencegah pembusukan dalam
proses pengawetan makanan. (Anonim, 2011)
B. Tepung
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus
tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah
tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya
tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani
15
misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Adapun jenis-jenis tepung adalah sebagai
berikut :
1. Tepung Ubi Kayu
Menurut SNI 01-2997-1996, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat
dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses penepungan ubi
kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan
kebersihan. Syarat mutu tepung ubi kayu menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Ubi Kayu menurut SNI
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan -
- Bau - Khas ubi kayu
- Rasa - Khas ubi kayu
- Warna - Putih
Benda-benda asing - Tidak boleh ada
Serangga - Tidak boleh ada
Jenis pati - Khas ubi kayu
Air %b/b Maks. 12
Abu %b/b Maks. 1,5
Derajat putih %b/b Min 85
(BaSO4=100%)
Serat kasar %b/b Maks.4
Derajat asam - Maks. 3
Asam sianida Mg/kg Maks. 40
Kehalusan % (lolos ayakan 80 mesh) Min. 90
Pati %b/b Min.75
Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 10,0
Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40,0
Raksa Mg/kg Maks. 0,05
Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5
Cemaran mikrobia
Angka lempeng Koloni/g Maks.1.0x106
E.coli Koloni/g Maks. 10
Kapang Koloni/g Maks. 1.0x104
Sumber : (SNI 01-2997-1996)
16
Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung
ubi kayu (casava flour), tepung gaplek (cassava chip flour), dan tepung tapioka
(tapoica strach). Tepung ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan jika
dibandingkan dengan tepung gaplek dan tepung tapioka. Tepung ubi kau
mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan
terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu
menggunkana teknologi yang sederhana dibandingkan proses pengolahan tepung
tapioka sehingga dapat dibuat dengan cepat dan mudah, serta tidak membutuhkan
banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990).
Tepung yang berasal dari umbi-umbian pada umumya banyak mengandung
pati yang tinggi, karenanya cocok untuk mengatasi kebutuhan kalori didalam
makanan. Tetapi umumnya memiliki kandungan protein yang rendah (Muharam,
1992). Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung casava adalah
komponen toksik. Komponen toksik yang terdapat pada umbi kayu adalah asam
sianida (HCN). Menurut Soekarto (1990), kandungan asam sianida (HCN) dalam
umbi kayu tergantung pada varietas, lokasi, dan kondisi pertanian, dikenal umbi
manis, yaitu umbi kayu yang memiliki kandungan asam sianida (HCN) yang relatif
rendah dan umbi pahit yakni varietas umbi dengan kandungan asam sianida (HCN)
relatif tinggi.
Didalam ubi kayu, asam sianida (HCN) tidak dapat bebas melainkan terikat
dalam bentuk senyawa linamarin atau glukosida aseton sianohidrin (Winanrno,
2004). Senyawa ini bersifat toksik bila terura linamarin oleh enzim linamerase yang
secara alami terdapat pada umbi kayu dapat terurai dan melepaskan HCN. Menurut
Winarno (2004), batas aan kandungan HCN adalah sekitar 0,5-3,5 mg HCN/kg
17
berat bahan, sedangkan asam sianida (HCN) didalam umbi, menurut FAO cukup
aman bilang kurang dari 50 mg/kg umbi kering. Tepung umbi kayu dapat digunakan
sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan campuran pembuatan berbagai jenis
makanan seperti roti, mie, kue-kue, donat, biskuit dll
2. Tepung Rebung
Selama ini rebung banyak dikonsumsi dengan cara dimasak menjadi sayuran
yaitu berbentuk tumis, gulai, dan isi lumpia. Untuk meningkatkan konsumsi
masyarakat terhadap rebung, maka sangat diperlukan teknologi pengolahan yang
tepat. Salah satu pilihan pengolahan rebung adalah dengan cara mengolah rebung
menjadi tepung sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan produk
pangan, sebagai contoh diolah menjadi cookies (Andoko, 2005). Tepung rebung ini
berpotensi menjadi salah satu pangan lokal, meskipun tepung rebung ini kadar
karbohidratny arelatif rendah dan mengandung serat ( Muchtadi, 2001). Rebung
mempunyai kadar air yang tinggi sementara kandungan karbohidratnya rendah (5,2
g/100g) selain itu rebung mempunyai kandungan serat yang tinggi dan menyulitkan
untuk dibuat tepung secara langsung, maka perlu pengolahan dengan cara
fermentasi. Menurut Balai Besar Teknologi Pati (2011), proses modifikasi
bertujuan untuk menghasilkan tepung dengan nilai gizi serta karakteristik fisiko-
kimia dan organoleptik. Tepung ini juga memiliki viskositas (maksimal) yang
relatif rendah (225 BU) bila dibandingkan dengan viskositas maksimal tapioka
(1200 BU).
18
3. Pati
Pati yang juga merupakan simpanan energi di dalam sel-sel tumbuhan yanng
berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5-
50 nm. Dan di alam, pati akan banyak terkandung dalam beras, gandum, jagung,
biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung di
dalam berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, kentang atau ubi. Di dalam
berbagai produk pangan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul
glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa
merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang sedangkan
amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang bercabang-cabang.
Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam produk
pangan dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan
semakin mudah untuk dicerna. (Anonim, 2012).
4. Amilosa
Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang dibangun oleh ikatan α - (1,4)
glikosidik dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa. Rantai amilosa
berbentuk heliks. Bagian dalam stuktur heliks mengandung atom H sehingga
bersifat hidrofob yang memungkinkan amilosa membentuk komplek dengan asam
lemak bebas, komponen asam lemak dari gliserida. Sejumlah alcohol dan iodine
pembentuk komplek amilosa dengan lemak atau pengemulsi dapat mengubah suhu
gelatinisasi, tekstur dan profil viskositas dari pasta pati (Estiasih, 2006). Menurut
Tranggono (1991), pada fraksi linier glukosa dihubungkan satu dan lainnya dengan
19
ikatan α-1,4 glikosidik. Fraksi linier merupakan komponen minor yaitu kurang
lebih 17-30% dari total. Namun pada beberapa varietas kapri dan jagung, patinya
mengandung amilosa sampai 75%. Warna biru yang diproduksi oleh pati dalam
reaksinya dengan iodin berkaitan erat dengan fraksi linier tersebut. Rantai polimer
ini mengambil bentuk heliks yang kumparannya dapat dimasuki oleh berbagai
senyawa seperti iodin. Pemasukkan iodin kedalam molekul itu karena adanya efek
dua kutub reduksi dan akibat resonansi sepanjang heliks. Setiap satu lengkungan
heliks tersusun dari enam satuan glukosa dan membungkus satu molekul iodin.
Panjang rantai menentukan macam warna diproduksi dalam reaksinya dengan
iodin. Amilosa umumnya dikatakan sebagai bagian linier dari pati, meskipun
sebenarnya jika dihidrolisis dengan α-amilase pada beberapa jenis pati tidak
diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna. Alfa-amilase menghidrolisis amilosa
menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-1,4 (Muchtadi,dkk.,
1992).
Gambar 3. Sruktur Kimia Amilosa (Anonim, 2009)
20
5. Amilopektin
Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa.
Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi
satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Walaupun
tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang
terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari
rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilopektin tidak larut
dalam air. Glikogen (diseb8ut juga 'pati otot') yang dipakai oleh hewan sebagai
penyimpan energi memiliki struktur mirip dengan amilopektin. Perbedaannya,
percabangan pada glikogen lebih rapat/sering.
Gambar 4. Struktur Kimia Amilopektin (Anonim, 2009)
C. Pengertian Asam Sianida (HCN)
Glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan
makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan
mengelurkan hidrogen sianida. Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi tersebut
21
di hancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak. Asam sianida disebut
juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terbentuk dalam gas atau larutan dan
terdapat pula dalam bentuk garma-garam alkali seperti potasium sianida. Sifat –
sifat HCN murni mempunbyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu
kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berta molekul yang ringan,
sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap oleh paru-paru, saluran cerna
dan kulit (Dep Kes RI, 1989).
HCN dapat dikenal dengan racun yang mematikan. HCN akan menyerang
langsung dan menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem
cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini dapat menyebabkan zat pembakaran
(oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel dalam tubuh. Dengan sistem
keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan yang
menyebabkan kegagalan pernafasan, mengehentikan pernafasan dan jika tidak
tertolong akan meyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh
alat pencernaan masuk kedalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN dapat
menyebabkan sakit hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5 – 3,5 mg HCN/kg
berat badan) (Winarno, 2004).
Sianida sebagai asam sianida, atau salah satu garamnya yang banyak
digunakan dalam elektroplating, adalah racun yang betindak sangat cepat reaktif.
Sianida tidak stabil dalam air dan dapat dihilangkan dengan perlakuan biologi atau
dengan kloronisasi. Hal ini mungkin terjadi dalam air hanya sebagai hasil dari
tumpahan bahan kimia (Dean, 1981).
22
Sebagaimanapun semua bagian tunas rebung berisi atau mengeluarkan getah
berwarna putih. Getah ini mengandung zat glucosida yang mengandung racun HCN
(Cyanogenetic glucoside) dan yang dinamakan juga Linamarine (C10H17O6N).
Dengan adanya Glucosida ini maka semua jenis rebung mengandung racun HCN.
Kadar HCN pada Rebung ada yang tinggi, ada pula yang rendah, jenis Rebung
beserta dengan kadar HCN-nya adalah sebagai berikut:
1. Yang tidak berbahaya dengan kadar < 50 mg HCN / kg rebung.
2. Yang agak berbahaya dengan kadar > 50-80 mg HCN / kg rebung
3. Yang beracun dengan kadar > 80-100 mg HCN / kg rebung.
4. Yang sangat beracun dengan kadar HCN > 100 mg / kg rebung
Beberapa jenis rebung yang memiliki rasa lebih pahit, merupakan salah satu
ciri rebung yang mengandung sianida tinggi. Asam sianida pada rebung terbentuk
secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun) yaitu linamarine dan
mertil linamarine. Bila umbi mengalami kerusakan secara mekanis (terpotong atau
tergores), kedua senyawa prekusors itu akan mengadakan kontak dengan enzim
linamarine dan oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton, dan
Asam sianida ( HCN).
1. Dampak asam Sianida Bagi Manusia
Sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang
mengakibatkan timbulnya kematian atau histotoxic anoxia adalah karena sianida
mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan
terhentinya sel secara aerobik. Sebagai akibatnya, hanya dalam waktu beberapa
menit, akan mengganggu transmisi secara neuronal. Sianida dapat dibuang melalui
23
proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling
berperan disini adalah pembentukan Cyanomethemoglobin (CNMe + Hb), sebagai
hasil dari reaksi antara ion sianida (CN+) dan Me + Hb.
Sianida dalam jumlah kecil akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman
dan disekresikan melalui urine, selain itu sianida dapat berikatan denga vitamin
B12, tapi bila jumlah sianida yang masuk dalam jumlah besar, tubuh tak akan
mampu mengikatnya dengan vitamin B12. Sianida dapat menimbulkan banyak
gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru-paru, saraf
pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya
penderita akan mengeluh timbul rasa pedih di mata karena iritasi dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernapasan. Sianida sangat berbahaya
apalagi jika terpapar dalam konsentrasi yang tinggi. Hanya dalam jangka waktu 5-
8 menit, akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat dengan berakhir
dengan kematian. Tanda awal dari keracunan sianida adalah hiperapnea sementara,
nyeri kepala, disapnea, kecemasan, Perubahan perilaku seperti agitasi, gelisah,
berkeringat banyak, warna kulit memerah, tubuh terasa lemah dan vertigo juga
dapat muncul. Tanda akhir adanya keracunan sianida adalah koma, dilatasi pupil,
tremor, aritmia, kejang-kejang, gagal nafas sampai henti jantung. Efek racun dari
sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan oksigen maka akan
didapatkan rendahya kadar oksigen dalam jaringan.
2. Sifat-sifat HCN
Hidrogen sianida murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap
pada suhu kamar, dan mempunyai bau yang khas. Hidrogen sianidan mempunyai
24
berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan cepat diserap
melalui pari-paru, saluran cerna, dan kulit (Dep Kes RI, 1999).
Menurut Sastrapradja (1988), bahwa asam sianida (HCN) memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :
1. Merupakan jenis racun yang sangat kuat sehingga bila dimakan dapat
menyebabkan keracunan
2. Mudah menguap bila dipanaskan
3. Mudah larut dalam air, alkohol, aseton, dan chloroform
4. Mempunyai titik leleh / cair 54-55⁰ C
5. Massa atom relatifnya adalah 27 sma.
6. Mudah bereaksi dengan Natrium Klorida (NaCl)
7. Sedikit larut dalam pelarut eter dan benzene
8. Mengandung karbon (C) 75 %, Hidrogen (H) 8,65 %, dan Oksigen (O)
14,4%
3. Toksisitas HCN
Yang dimaksud dengan toksis (racun) dari suatu zat pada dasarnya merupakan
kemampuan zat yang dapat menyebakan kerusakan atau kerugian pada organisme
hidup. Zat beracun alami yang terdapat pada bahan nabati disebut toksitan nabati.
Toksitan nabati pada tanaman berfungsi untuk mengatur dan metabolisme tanaman
terhadap serangan hama. Pelepasan HCN tergantung dari adanya enzim glikosidase
serta adanya air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan,
pengukusan, dan proses pemasakan lainnya.
25
Glikosida sianogenik artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan
racun biru / HCN yang bersifat sangat toksik. Zat Glikosida dinamakan limarin.
Limarin oleh enzim β glikosidase akan diuraikan menjadi HCN, benzaldehid dan
glukosa. (Ahmad, 1998). Sifat-sifat murni HCN, yaitu mempunyai sifat fisik tak
berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN
mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan
cepat diserap oleh paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987). Dosis
HCN yang dapat mengakibatkan kematian adalah 0,5 – 3,5 mg HCN/kg berat
badan. Gejala yang timbul mati rasa pada seluruh tubuh dan pusing-pusing. Hal ini
di ikuti oleh kekacauan mental dan pinsang, kejang-kejang dan akhirnya koma
(pinsang lama). Dosis yang lebih rendah dapat menyebabkan sakit kepala, sesak
pada tenggorokkan dan dada berdebar-debar serta kelemahan pada otot-otot. HCN
dapat menyebabkan tekanan pada sistem pernafasan saraf pusat sehingga akan
terjadi kelumpuhan dan gagalan pernafasan, jika tidak segera ditolong akan
menyebabkan kematian.
a. Efek Racun HCN
HCN dalam berbentuk gas maupun cairan sangat beracun dan dikenal
sebagai racunyang mematikan. HCN akan mnyerang langsung serta beracun dan
dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung serta
menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem sitokrom oksidase
dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar
ke tiap-tiap jaringan sel-sel dalam tubuh. Dengan sistem keracunan itu maka akan
menimbulkan tekanan sistempernafasan saraf pusat sehingga terjadilah
26
kelumpuhan dari alat-alat pernafasan yang menyebabkan kematian. Dosis HCN
yang akan menyebabkan kematiam adalah 0,5 – 3,5 mg HCN / kg berat badan
(Winarno, 2004).
4. Cara Mengurangi HCN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan HCN
yang terdapat dalam rebung, yaitu dengan cara perendaman, pencucian, perebusan,
pengukusan, atau pengolahan lain. Dengan adanya pengolahan dimungkinkan dapat
mengurangi kadar HCN sehingga bila rebung dikonsumsi tidak akan
membahayakan bagi tubuh (Sumartono, 1987).
Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi/bahkan menghilangkan
kandungan racun. Pada rebung, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam
sebelum dimasak dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan
tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar
sehingga tinggal 10-40 mg/kg (Winarno, 2004). Asam biru (HCN) dapat larut di
dalam air maka akan menghilangkan asam biru tersebut cara yang paling mudah
adalah merendamnya di dalam air pada waktu tertentu (Kuncoro, 1993).
5. Pengujian Kadar HCN
Ada 2 macam analisa yang dapat digunakan dalam pengujian Asam sianida,
yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.
a. Analisasi Kualitatif
Analisa kualitatif yang dipergunakan dalam pengujian sianida, prinsip
pengujian yakni HCN larut dalam air, dalam suasana panas dan asam HCN akan
27
menguap. Metode penurunan HCN yang telah dilakukan dengan metode penentuan
kuantitatif. Proses destilasi adalah suatu proses pemisahan sejumlah campuran
cairan melalui penguapan sebagai campuran berdasarkan perbedaan titik didih
untuk memperoleh komponen yang lebih murni. Motode ini telah di lakukan oleh
Andi (2012).
b. Analisa kuantitatif
Analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode
spektrofotometri dan titrimetri yaitu:
1. Metode spektrofotometri
2. Metode Titirmetri
Metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi Argentometriaksi
(Sudarmadji,dkk., 2007).
D. Hipotesis
Konsentrasi garam dan lama perendaman diduga berpengaruh terhadap
Sifat kimia dan sifat fisik tepung rebung
Top Related