BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Presiden Bj.Habibi memerintah Negara Republik Indonesia mulai
tanggal 21 Mei tahun 1998, dalam penyelenggaraan pemerintahannya terjadi
perubahan paradigma yaitu dari pemerintahan sentralisasi kepada
pemerintahan desentralisasi atau populernya dengan sebutan otonomi
daerah. Pada awal penyelenggaraan pemerintahan, beliau mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di daerah. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, pemerintah pusat juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tentang
pedoman organisasi perangkat daerah, sebagai pedoman pembentukan dan
penyusunan Struktur Organisasi lembaga pemerintahan yang baru yang
harus dipedomani oleh Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota sampai ke Desa/ Kelurahan. Hal tersebut tentunya
menimbulkan konsekwensi yaitu; merubah organisasi yang sudah berjalan
baik nama, struktur, mekanisme maupun budaya organisasi di semua
tingkatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84
tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2000
tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat. Demikian juga di
1
2
masing-masing Kabupaten dan Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tersebut mereka menyusun
organisasi berikut Struktur Organisasi dan Tata Kerjanya masing-masing,
karena ketaatan pemerintah daerah terhadap Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 84 tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah tersebut kurang. Hasilnya organisasi dan SOTK di masing-masing
Kabupaten dan Kota berbeda-beda, banyak ditemukan ketidak sesuaian
baik dilihat dari sistem keterkaitan antara pemerintah pusat dengan
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota maupun efisiensi dan
efektivitasnya. Keadaan tersebut sangat tidak mendukung pemerintahan
daerah dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good
Governance).
Kurt Lewin dalam James Af Stoner, & Freman, Edward R & Gilbert JR,
Daniel R (1996:107), terjemahan mengajukan sebuah model proses
perubahan yang didasarkan pada teori kekuatan yang berlawanan yaitu
kekuatan yang mendorong untuk berubah, akibat diketemukannya teknologi
baru yang lebih efisien dan efektif, bahan baku baru yang lebih baik,
persaingan dari kelompok/ perusahaan lain semakin gencar, dan tekanan dari
superpisor yang menginginkan cepat berubah. Sebagai lawannya kekuatan
untuk tidak berubah/ bertahan pada posisi yang lama, karena perasaan puas
dari para anggota atas keberhasilan yang sudah dicapai, takut menghadapi
perubahan, norma-norma kelompok yang sudah membudaya, dan
keterampilan yang sudah dikuasai. Akan tetapi pada prinsipnya setiap
perubahan harus terarah dan dapat mendorong peningkatan kinerja pegawai
yang lebih baik.
3
Mendesain Struktur Organisasi harus dapat menggambarkan sistem
Kontrol, budaya, sistem sumberdaya manusia , agar sumberdaya yang
digunakan dapat efisien dan efektif serta struktur organisasi merupakan
sistem yang formal antara hubungan tugas dengan pelaporan, koordinasi dan
struktur organisasi tersebut harus dapat juga memberikan atau
menumbuhkan motivasi para anggota untuk bekerjasama mencapai tujuan
organisasi.
Jika terjadi perubahan organisasi semestinya diikuti dengan
perubahan budaya organisasi, karena jika tidak organisasi tersebut akan sulit
dalam pencapaian tujuan, visi dan misi organisasi. Di pemerintahan
nampaknya ini yang terjadi, mulai pemerintahan pusat, daerah sampai
dengan ke desa/kelurahan.
Menyadari hal tersebut , Pemerintah Pusat kemudian mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Tindak lanjut dari
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004, Pemerintah Pusat mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang
Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang
memperketat pelaksanaan pemekaran wilayah dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah.dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat daerah sebagai dasar pembentukan
organisasi dan SOTK baru.
4
Berdasarkan peraturan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Barat
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Provinsi Jawa Barat dan Nomor 22 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi
Jawa Barat. Di masing-masing Kabupaten, Kota jumlah Dinas, Badan nama
organisasi dan Strukturnya masing-masing masih berbeda-beda, karena
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57
Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat daerah sebagai
dasar pembentukan organisasi dan SOTK baru, serta juga Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil,kurang ditaati oleh pemerintah daerah.
Dari pengalaman dua kali perubahan organisasi dan SOTK yaitu
Pertama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Republik Indonesia Nomor 84 tahun
2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Kedua berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis
Penataan Organisasi Perangkat daerah. Perubahan SOTK Keua-duanya
tidak diikuti dengan perubahan budaya organisasi.
Sejak reformasi digulirkan di organisasi pemerintahan terjadi
perubahan , baik nama, struktur organisasi maupun kinerja para pegawai
pemerintahan, mulai pimpinan teratas sampai dengan staf biasa kinerjanya
tidak maksimal. Hal tersebut diakibatkan pemahaman terhadap reformasi
5
berbeda-beda, regulasi-regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat juga ada
yang bertentangan diantara Undang-Undang/Peraturan yang satu dengan
Undang-Undang/Peraturan yang lainnya, tidak tegas, sehingga kurang bisa
dijadikan dasar pijakan untuk operasional. Pembentukan organisasi dan
SOTKnya diserahkan kepada masing-masing tingkatan pemerintahan,
peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat sebagai dasar pembentukan
struktur tersebut kurang ditaati oleh Pemerintah Daerah karena persepsi
tentang otonomi daerah yang berbeda-beda. Akhirnya organisasi dan
struktur organisasi yang dihasilkan di masing-masing tingkatan pemerintahan
terlepas dari sistem, kurang relevan antara unit yang satu dengan unit yang
lainnya serta tidak efisien dan tidak efektif dan kurang diikuti dengan
perubahan budaya organisasi, pelaksanaan koordinasi baik internal unit
maupun ekternal dengan unit lain memudar, demikian juga kerja kelompok
atau team work.
Kinerja organisasi akan lebih baik apabila diawali dengan dasar
organisasi dan struktur yang rasional, tujuan yang ingin dicapai jelas, sistem
terbuka , fleksibel terhadap tantangan perkembangan baik jangka pendek
maupun jangka panjang serta didukung oleh budaya organisasi dan team
work yang baik mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Dalam kondisi
tersebut diperlukan perilaku kepemimpinan yang dapat membaca situasi dan
kondisi organisasi yang tidak lepas dipengaruhi oleh faktor internal dan
ekternal serta pemberdayaan sumber daya yang ada untuk mendorong
meningkatnya kinerja organisasi.
Kinerja penyelenggaraan pemerintah Republik Indonesia diukur
dengan Human of Development Indek (HDI) atau Indek Pembangunan
6
Manusia (IPM), dalam katagori negara negara dunia, pada tahun 2009
Indonesia berada pada peringkat ke 111 dari 182 Negara dengan nilai IPM
0,734 (satuan) di bawah Palestina yang menduduki urutan ke 110 dengan
nilai indeks IPM 0,737 dan di bawahnya Honduras yang berada di urutan ke-
112 dengan nilai indeks IPM 0,732 (Laporan Human Development Report/
HDR United Nations Development Program/UNDP 2009). Secara Nasional
Provinsi Jawa Barat tahun 2008 berada pada peringkat 14 dari 33 Provinsi
dengan capaian indeks IPM 71,60 (puluhan). Capaian IPM di Jawa Barat
setiap tahun kenaikannya tidak begitu signifikan, yaitu; tahun 2005 , 2006,
2007, 2008 masing-masing sebesar 69,35 poin, 70,30 poin, 70,30 poin dan
71,60 poin, (sumber data Bapeda Provinsi Jawa Barat) sehingga target
pencapaian IPM pada tahun 2010 = 80 poin tidak bisa dicapai, bahkan
capaian IPM tahun 2010 sebesar 80 poin, dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, IPM =80
poin diproyeksikan dapat dicapai tahun 2015. Indikator IPM terdiri dari tiga
indikator yaitu; pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat, karena itu
di dalam penelitian Dinas-Dinas yang diteliti diarahkan pada Dinas yang
paling dominan dengan indikator IPM yaitu; Dinas Pendidikan, Kesehatan,
Pertanian dan Tanaman Pangan, Koperasi Usaha Mikro Kecil Menegah
(KUMKM), Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Kinerja pemerintah di Provinsi Jawa Barat bidang pendidikan,
kesehatan, pertanian dan tanaman pangan,koperasi, usaha mikro kecil,
menegah, tenaga kerja dan transmigrasi dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
`
7
Tabel 1.1Kinerja Pemerintah Di Bidang Pendidikan,
Kesehatan, Koperasi, UMKM, Pertanian dan Tanaman Pangan, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Dinas/Program/Tahun Jumlah AnggaranRealisasi (%)
Keuangan Fisik
1. Dinas Pendidikan:
1) 11 Program, 46 Kegiatan (2008) 127.896.860.169,39,- 82,72 88,79
2) 11 Program, 51 Kegiatan (2009) 456.192.275.800,00,- 78,40 92,85
2. Dinas Kesehatan:
1) 5 Program, 78 Kegiatan (2008) 38.014.530.172,79,- 46,39 66,35
2) 11 Program, 67 Kegiatan (2009) 139.795.587.000,00,- 64,57 73,36
3. Dinas Koperasi & UMKM:
1) 4 Program, 22 Kegiatan (2008) 28.733.853.630,00,- 90,12 90,12
2) 6 Program, 18 Kegiatan (2009) 26.532.749.000,00,- 95,78 95,78
4. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan:
1) 7 Program, 72 Kegiatan (2008) 47.438.306.639,06,- 73,16 88,52
2) 10 Program (2009) 59.916.173.700,00,- 88,44 97,04
5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi:
1) 6 Program, 32 Kegiatan (2008) 31.635.490.355,12,- 70,33 70,33
2) 11 Program, 23 Kegiatan (2009) 38.230.939.620,00,- 96,71 98,65
Tahun Anggaran Jumlah Anggaran(5 Dinas)
RataRata Capaian Kinerja (5 Dinas)
1) 2008. 273.719.040.966,36,- 72,54 80,82
2) 2009. 720.667.725.120,00,- 84,78 91,54
Sumber data: 1) Dinas Pendidikan 2) Dinas Kesehatan 3) Dinas KUMKM 4) Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 5) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan 6) BAPEDA Provinsi Jawa Barat Laporan Kinerja Organisasi Perangkat Daerah Tahun 2008 dan 2009.
Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah anggaran dari kelima
dinas tersebut tahun 2008 sebesar Rp. 273.719.040.966,36,- tahun 2009
meningkat menjadi Rp. 720.667.725.120,00,-atau 263,29%. Dinas yang paling
besar kenaikan anggarannya adalah Dinas Kesehatan tahun 2008 sebesar
8
Rp. 38.014.530.172,79,- tahun 2009 naik menjadi Rp. 139.795.587.000,00,-
atau 367,74%, sedangkan Dinas yang turun anggarannya adalah Dinas
Koperasi dan UKM tahun 2008 sebesar Rp. 28.733.853.630,00,- tahun 2009
turun menjadi Rp. 26.532.749.000,00. Pencapaian kinerja rata-rata kelima
dinas tersebut tahun 2008 sebesar 80,82% dan di tahun 2009 meningkat
rata-rata menjadi 91,54%, sedangkan realisasi keuangan rata-rata dibawah
realisasi pencapaian fisik yaitu tahun 2008 sebesar 72,54% dan tahun 2009
sebesar 84,78%. Pencapaian kinerja yang paling rendah adalah Dinas
Kesehatan tahun 2008 sebesar 66,35% dan tahun 2009 naik menjadi 73,36%
sedangkan pencapaian kinerja yang paling tinggi adalah Dinas Koperasi dan
UMKM tahun 2008 sebesar 90,12% tahun 2009 naik menjadi 95,78%. Dinas
Koperasi dan UMKM walaupun pencapaian kinerjanya lebih tinggi bukan
berarti menunjukan tidak terdapat masalah, karena disamping jumlah
anggaran tahun 2009 turun dibanding jumlah anggaran tahun 2009, di Jawa
Barat terdapat jumlah Kopersi sebanyak 22.522 buah dan yang tidak aktip
sebanyak 15.909 buah (data Dinas KUMKM tahun 2009).ini menunjukan
perencanaan yang kurang matang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41
tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Daerah baik
di Tingkat Provinsi maupun di Tingkat Kabupaten dan Kota,terdiri dari :
Sekretariat Daerah memiliki tugas dan kewajiban membantu
Gubernur/Bupati/Walikota dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah, Inspektorat
sebagai unsur pengawas memiliki tugas melaksanakan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Dinas Daerah memiliki
9
tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan, dan terakhir Lembaga teknis daerah terdiri
dari Badan, Kantor, dan Rumah Sakit memiliki tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
Dinas merupakan unsur OPD terdepan dibanding dengan unsur OPD
lainnya dan bertugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan, memegang peranan
penting dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan daerah dalam
mensejahterakan masyarakat, berdasarkan data kinerja pemerintah
tersebut pada tabel 1.1 di atas belum dapat bekerja secara maksimal karena
itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang Kinerja Dinas di
Kabupaten dan Kota melalui penelitian dengan judul “ Pengaruh
Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi Terhadap Team Work
Serta Implikasinya Pada Kinerja Organisasi ” (Studi Di Dinas Kabupaten
dan Kota Provinsi Jawa Barat).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dalam organisasi
pemerintahan terdapat permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Masih transisinya penyelenggaraan Pemerintahan akibat perubahan
paradigma penyelenggaraan Pemerintahan dari Sentralisasi kepada
Desentralisasi.
2. Masih berbeda persepsi dari para penyelenggara Pemerintahan tentang
pengertian dan pelaksanaan Otonomi Daerah.
10
3. Nama lembaga, Struktur Organisasi dimasing-masing Kabupaten dan
Kota berbeda-beda walaupun standar pembentukan kelembagaan sudah
ada seperti PP. RI. Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah.dan PERMEN DAGRI Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis
Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
4. Organisasi Perangkat Daerah tidak kondusif, mengakibatkan motivasi
para Pegawai dalam menjalankan tugas menurun.
5. Sumber Daya Manusia, latar belakang pendidikan, kemampuan,
keterampilan berbeda-beda dan penempatan, mutasi, promosi tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
6. Dalam kondisi tersebut Nomor satu sampai dengan Nomor lima
mengakibatkan para penyelenggara pemerintahan kesulitan dalam
implementasi kepemimpinannya.
7. Regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat kurang ditaati oleh
Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.
8. Regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten dan Kota belum dapat mendukung penyelenggaraan
Pemerintahan yang baik (Good Governance).
9. Perubahan paradigma penyelenggaraan Pemerintahan kurang diikuti
dengan perubahan Budaya Organisasi.
10. Para Kepala OPD masih menunjukan ego sektor.
11. Koordinasi Vertikal, horizontal, diagonal intern maupun ekstern
memudar.
11
12. Perencanaan Program dan Kegiatan dari masing-masing OPD masih
belum teritegrasi dan terpadu kearah pencapaian tujuan Pemerintahan
yaitu meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
13. Kerja secara Tim dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di
Kabupaten dan Kota baik dalam unit, sub unit antar unit dan sub unit,
maupun tugas khusus baik intern maupun ekstern belum efektip dan
sfisien.
14. Pencapaian Kinerja Organisasi dari masing-masing OPD di Kabupaten
dan Kota masih rendah.
1.3 Rumusan Masalah
Dari identifikasi permasalahan tersebut, dapat dirumuskan masalah da-
lam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana Kepemimpinan Situasional (telling, selling, participating dan
delegating), Budaya Organisasi (Konstruktif, pasif-defensif, Agresif-
defensif),Team Work dan Kinerja Organisasi yang ada di OPD Kabupaten
dan Kota Provinsi Jawa Barat.
2. Seberapa besar Kepemimpinan Situasional berpengaruh terhadap Team
Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
3. Seberapa besar Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Team Work
di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
4. Seberapa besar Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi
berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota
Provinsi Jawa Barat.
12
5. Seberapa besar implikasi Team Work terhadap Kinerja Organisasi di
Dinas Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis:
1. Kondisi Kepemimpinan Situasional (telling, selling, participating dan
delegating), Budaya Organisasi (Konstruktif, pasif-defensif, Agresif-
defensif),Team Work dan Kinerja yang ada di Dinas OPD Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Barat.
2. Seberapa besar kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap Team
Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
3. Seberapa besar Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Team Work
di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
4. Seberapa besar Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi
berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota
Provinsi Jawa Barat.
5. Seberapa besar implikasi Team Work terhadap Kinerja Organisasi di
Dinas Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
kepentingan akademis maupun kepentingan praktis empirik:
1. Manfaat Untuk Kepentingan Akademis:
1) Pengembangan Ilmu dan pengetahuan khususnya dibidang Ilmu
Manajemen.
13
2) Memberikan sumbangsih dalam memperluas dan memperkaya
pandangan ilmiah dibidang manajemen yang berhubungan dengan
pemerintahan, khususnya kepemimpinan dalam pemanfaatan dan
pengembangan sumber daya manusia baik secara individu, kelompok
maupun secara kelembagaan dalam meningkatkan kinerja team work
dan kinerja organisasi, melalui implementasi kepemimpinan
situasional dan implementasi budaya organisasi yang mengarah
kepada pencapaian tujuan organisasi.
2. Manfaat Untuk kepentingan Praktik Empirik
1) Memberikan bahan kebijakan kepada Bupati dan Walikota dalam
rekruitmen personil khususnya untuk keperluan penempatan
Kepala Dinas OPD di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
2) Memberikan bahan masukan kepada para Kepala Dinas OPD
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat agar di dalam
operasional kepemimpinannya dan pembentukan budaya
organisasi dapat lebih memotivasi kerja pegawai serta dapat
meningkatkan kinerja Team Work dan kinerja organisasi.
3) Memperoleh gambaran bagaimana pengaruh kepemimpinan
situasional dan budaya organisasi terhadap kinerja Team Work
serta implikasinya terhadap kinerja organisasi.
14
Greath R. Jones & Jennifer M.George (2007: 242-243) mengemu
kakan
”Organizational architecture the organizational structure, control systems, culture, and human resource management systems that together determine how efficiently and effektively organizational resources are used ” ¹ dan
“ Organizational structur A formal system of task and reporting relationships that coordinates and motivates organizational members so that they work together to achieve organizational goals”.²
Dinas Anggaran Realisasi
2008(Rp.)
2009(Rp.)
2008 2009Keuangan (%)
Fisik (%)
Keuangan (%)
Fisik (%)
1. Dinas Pendidikan: 1) 11 Program, 46 Kegiatan 127.896.860.169,39,- - 82,72 88,79 - -2) 11 Program, 51 Kegiatan - 456.192.275.800,00,- - - 78,40 92,85
2. Dinas Kesehatan:1) 5 Program, 78 Kegiatan 38.014.530.172,79,- - 46,39 66,35 - -2) 11 Program, 67 Kegiatan - 139.795.587.000,00,- - - 64,57 73,36
3. Dinas Koperasi & UMKM: 1) 4 Program, 22 Kegiatan 28.733.853.630,00,- - 90,12 90,12 - -2) 6 Program, 18 Kegiatan - 26.532.749.000,00,- - - 95,78 95,78
4. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan1) 7 Program, 72 Kegiatan 47.438.306.639,06,- - 73,16 88,52 - -2) 10 Program, - 59.916.173.700,00,- - - 88,44 97,04
5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi1) 6 Program, 32 Kegiatan 31.635.490.355,12,- - 70,33 70,33 - -2) 11 Program, 23 Kegiatan - 38.230.939.620,00,- - - 96,71 98,65
Jumlah Anggaran dan Rata-rata Capaian Kinerja.
273.719.040.966,36,- 720.667.725.120,00,- 72,54 80,82 84,78 91,54
Realisasi (%)
15
Dinas/Program/Tahun Jumlah Anggaran
Keuangan Fisik
1. Dinas Pendidikan:
3) 11 Program, 46 Kegiatan (2008) 127.896.860.169,39,- 82,72 88,79
4) 11 Program, 51 Kegiatan (2009) 456.192.275.800,00,- 78,40 92,85
2. Dinas Kesehatan:
3) 5 Program, 78 Kegiatan (2008) 38.014.530.172,79,- 46,39 66,35
4) 11 Program, 67 Kegiatan (2009) 139.795.587.000,00,- 64,57 73,36
3. Dinas Koperasi & UMKM:
3) 4 Program, 22 Kegiatan (2008) 28.733.853.630,00,- 90,12 90,12
4) 6 Program, 18 Kegiatan (2009) 26.532.749.000,00,- 95,78 95,78
4. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
3) 7 Program, 72 Kegiatan (2008) 47.438.306.639,06,- 73,16 88,52
4) 10 Program (2009) 59.916.173.700,00,- 88,44 97,04
5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
3) 6 Program, 32 Kegiatan (2008) 31.635.490.355,12,- 70,33 70,33
4) 11 Program, 23 Kegiatan (2009) 38.230.939.620,00,- 96,71 98,65
Tahun Anggaran Jumlah Anggaran(5 Dinas)
RataRata Capaian Kinerja (5 Dinas)
3) 2008. 273.719.040.966,36,- 72,54 80,82
4) 2009. 720.667.725.120,00,- 84,78 91,54
16
Identifikasi Masalah/Inventarisasi :
1.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalBagian ke empatPengalokasian dana pendidikan pasal 49 ayat 1 dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sector pendidikan dan minmal 20 % dari APBD
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan anggaran pendidikan tahun 2009 akan mencapai Rp100 triliun atau naik lebih dari dua kalilipat anggaran pendidikan tahun ini yang totalnya mencapai Rp48 triliun."
AKARTA--MI: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dianggap belum mampu mengelola anggaran pendidikan jika pemerintah akhirnya mengalokasikan seluruh 20 persen dari total belanja APBN ke instansi tersebut mengingat tiadanya rencana yang jelas untuk penyerapan anggaran tersebut."
"Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Olly Dondokambey di Jakarta, Selasa (8/7) mengatakan mengelola dana 20 persen dari APBN tidak hanya membutuhkan sistem yang kuat dan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, namun juga program kerja yang mampu mengarahkan penggunaan dana tersebut pada alokasi yang tepat sesuai dengan prioritas pemerintah."
Anggaran Naik, Depdiknas Libatkan Lembaga PengawasanBy admin Friday, September 12, 2008 14:24:00 Clicks: 1540 Jumat, 12 September 2008 14:24 WIB
Anggaran Naik, Depdiknas Libatkan Lembaga Pengawasan
JAKARTA--MI: Terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20 persen atau sekitar Rp224 triliun dalam APBN 2009, membutuhkan pengawasan ekstra pada pengelolaan anggaran dan pelaksanaan program pendidikan.
17
Untuk itu, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) berencana menyewa tenaga pemeriksa dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perguruan tinggi (PT), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika di Jakarta, Jumat (12/9).
Kami akan menyewa tenaga pengawas untuk mengawal. Kalau perlu kami akan bikin desk KPK sendiri di Depdiknas biar tak ada gangguan terhadap tender-tender kita, katanya.
Anggaran yang besar, lanjut Dodi, harus dikawal dengan ketat agar tak ada kasus-kasus karena tender. Uang banyak, bahaya mengancam, tegasnya. Bahkan, nantinya Depdiknas akan menerapkan sistem pelaporan keuangan dan sistem administrasi online diantaranya pada pengawasan, keuangan, kepegawaian, guru, statistik sekolah.
Nantinya laporan harus online dan real time. Kalau tidak, nanti bisa terlambat daya serapnya dan akhirnya bocor juga, jelas Dodi yang juga guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ide untuk melibatkan KPK, lanjutnya, ada sejak terbit Instruksi Presiden Nomor 5 tentang pemberantasan korupsi. Keterlibatan KPK akan dimulai segera setelah ada pagu definitif. Depdiknas sendiri, katanya, sudahbertemu dengan KPK untuk membicarakan hal tersebut.
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadyah Hamka, Suyatno mengatakan, ada asumsi kalau sekitar 60-70 persen kenaikan anggaran tersebut untuk pelayanan birokrasi. Anggaran Rp224 triliun tersebut bisa berubah jadi penyelewengan anggaran dan praktik korupsi.
Amanah kenaikan anggaran perlu komitmen kejujuran dan ketulusan pengguna anggaran. Ini penting karena jika tak ada komitmen dan mental yang baik, maka kenaikan 20 persen bisa jadi tak untuk rakyat, tegasnya.
Senada dengan Suyanto, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo menyatakan keinginan PGRI untuk ikut serta melakukan pengawasan. Dengan begitu, ia berharap penyimpangan anggaran di Depdiknas bisa diperkecil.
Usul ini sudah disetujui Wapres (Wakil Presiden Jusuf Kalla, red) dan sedang dibicarakan mekanisme pengawasannya, kata Sulistyo. Perkiraan pagu sementara Depdiknas tahun 2009 sebesar Rp75 triliun.
Jumlah terbesar dianggarkan untuk wajib belajar sembilan tahun, yaitu Rp25,45 triliun. Kesejahteraan guru Rp23,56 triliun, akses, mutu, dan relevansi pendidikan menengah Rp6,69 triliun, akses, mutu, dan relevansi pendidikan tinggi Rp20,08 triliun, penelitian Rp2,74, beasiswa pendidikan bagi peraih medali olimpiade Rp22 triliun.
Kemudian, untuk pendidikan nonformal Rp3,483 triliun serta penguatan tata kelola dan akuntabilitas Depdiknas Rp2,757 triliun. (Ant/OL-2)
18
Sumber: Media Indonesia Online http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=Mjk4OTE= More Artikel / Info Korupsi Berita . ICW: Pihak Sekolah Langgar UU Korupsi!. Kasus Dugaan Korupsi RSBI. ICW: RSBI Rawan Korupsi. Kejari Cibinong Tahan Mantan Kadis Pendidikan Bogor . AAA Berita Korupsi, Kesehatan, Kemiskinan, HAM Terbaru . Presiden : Korupsi Virus yang harus Ditemukan Obatnya. Tersandung Uang Rp 200 Miliar. KPK Sebarluaskan Pojok Antikorupsi . Lawan Korupsi dengan Pojok Antikorupsi. Operasional Sekolah (BOS) belum sesuai dengan kebutuhan
Anggaran Pendidikan Turun 10%, Pemuda & Olah Raga Turun 37%30 September 2010 00:00:00 0Penulis : Reporter-enal
Dalam pembahasan rancangan anggaran perubahan 2010 antara Komisi E DPRD Jabar dengan mitra kerjanya yang berlangsung Kamis (30/9) terungkap, anggaran pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan dari Rp 803,402 Miliar pada anggaran murni tahun 2010 menjadi Rp 700 Miliar pada anggaran perubahan 2010.
19
Sedangkan anggaran pemuda dan olah raga di Dinas Pemuda dan Olah Raga Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang sangat banyak, yakni mencapai 37%, dari Rp 98,6 Miliar pada anggaran murni 2010 menjadi Rp 62,1 Miliar pada anggaran perubahan 2010. Alasan penurunan anggaran pada kedua mitra kerja Komisi E tersebut, karena adanya program-program yang tidak terlaksana.
"Kami sebagai mitra kerja berusaha agar penurunan tidak terlalu besar," kata Ketua Komisi E DPRD Jabar, Drs.H. Syarif Bastaman menjawab pertanyaan wartawan, di ruang kerjanya, Kamis (30/9) sore.Oleh karena itu, lanjut Syarif Bastaman, pihaknya terus berupaya mendorong organisasi perangkat daerah (OPD) mitra kerja Komisi E agar dapat merealisasikan program-program yang telah dianggarkan pada anggaran murni.
Sementara itu, anggaran kesehatan justru sebaliknya, malah mengalami peningkatan sekitar 6,5%, yaitu dari Rp 181,9 Miliar menjadi Rp 193,8 Miliar. Penambahan anggaran tersebut antara lain dialokasikan untuk program sumber daya kesehatan dan pengadaan alat kesehatan.
Didin Supriadin, Spd, MSi sangat menyayangkan kalau anggaran pendidikan mengalami penurunan dalam anggaran perubahan 2010 ini. Anggota Komisi E dari Fraksi Partai Demokrat ini tetap akan mempertahankan supaya anggaran pendidikan mencapai 20% dari total APBD Provinsi Jabar sesuai amanat Undang-Undang.
"Jangan sampai untuk membiayai bidang lain diambil dari anggaran pendidikan," tegasnya. (enal)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2009TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2010
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen keempat, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;
b. bahwa RAPBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan
20
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
c. bahwa RAPBN Tahun Anggaran 2010 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
d. bahwa penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e. bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
f. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2010 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 23/DPD/2009 tanggal 14 Agustus 2009;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen Keempat;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
21
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
22
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
20. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
22. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
23
24. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010.
Pasal 1Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:1. Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
2. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan Negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
3. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
4. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.
5. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).
6. Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka operasi perminyakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak dan/atau
24
gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
7. Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta luar negeri dan pemerintah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.
8. Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.
9. Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga (K/L), sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.
10. Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
11. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
12. Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
13. Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.
14. Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
15. Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan utang yang sudah ada dan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.
16. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau
25
mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
17. Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.
18. Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat yang bersifat sukarela dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah negara lain, lembaga/ organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antar pemberi hibah dan penerima hibah.
19. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.
20. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (Sembilan belas), dan dana cadangan umum.
21. Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.
22. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
23. Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
24. Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
25. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
26
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
26. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
27. Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.
28. Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat Silpa, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang terjadi.
29. Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan.
30. Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang terdiri atas hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, penerbitan bersih surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dikurangi pengeluaran pembiayaan yang terdiri atas dana investasi Pemerintah, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, penyertaan modal negara, dan cadangan pembiayaan.
31. Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
32. Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
33. Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
34. Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing,
27
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
35. Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.
36. Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
37. Pinjaman dalam negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
38. Kewajiban penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau BUMD dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditor sesuai perjanjian pinjaman.
39. Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
40. Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matrik kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
41. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga dan/atau pemerintah daerah dan BUMN melalui penerusan pinjaman yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.
42. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.
43. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.
44. Tahun anggaran 2010 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2010.
Pasal 2(1) Anggaran pendapatan negara dan hibah tahun anggaran 2010 diperoleh
dari sumber-sumber:
a. penerimaan perpajakan;
28
b. penerimaan negara bukan pajak; dan
c. penerimaan hibah.(2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp.742.738.045.000.000,00 (tujuh ratus empat puluh dua triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh lima juta rupiah).
(3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima triliun empat ratus sebelas miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas ribu rupiah).
(4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp.1.506.766.000.000,00 (satu triliun lima ratus enam miliar tujuh ratus enam puluh enam juta rupiah).
(5) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp.949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh enam miliar seratus lima belas juta seratus empat belas ribu rupiah).
Pasal 3(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
a. pajak dalam negeri; dan
b. pajak perdagangan internasional.(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a direncanakan sebesar Rp.715.534.543.000.000,00 (tujuh ratus lima belas triliun lima ratus tiga puluh empat miliar lima ratus empat puluh tiga juta rupiah), yang terdiri atas:a. Pajak penghasilan sebesar Rp.350.957.982.000.000,00 (tiga ratus lima
puluh triliun sembilan ratus lima puluh tujuh miliar sembilan ratus delapan puluh dua juta rupiah), termasuk pajak penghasilan ditanggung Pemerintah atas:1) komoditi panas bumi sebesar Rp.624.250.000.000,00 (enam ratus
dua puluh empat miliar dua ratus lima puluh juta rupiah);2) bunga imbal hasil atas Surat Berharga Negara yang diterbitkan di
pasar internasional sebesar Rp.2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah); dan
3) hibah dan pembiayaan internasional dari lembaga keuangan multilateral sebesar Rp.1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Pelaksanaan pajak penghasilan ditanggung Pemerintah masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp.269.537.049.000.000,00 (dua ratus enam
29
puluh sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar empat puluh sembilan juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas:
1) bahan bakar minyak bersubsidi (PT Pertamina Persero) sebesar Rp.5.897.550.000.000,00 (lima triliun delapan ratus sembilan puluh tujuh miliar lima ratus lima puluh juta rupiah);
2) pajak dalam rangka impor (PDRI) ekplorasi migas sebesar Rp.2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);
3) PPN minyak goreng dan impor gandum/terigu sebesar Rp.851.000.000.000,00 (delapan ratus lima puluh satu miliar rupiah); dan
4) PPN Bahan Bakar Nabati (BBN) Rp.1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Pelaksanaan PPN ditanggung Pemerintah masingmasing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
c. Pajak bumi dan bangunan sebesar Rp.26.506.421.000.000,00 (dua puluh enam triliun lima ratus enam miliar empat ratus dua puluh satu juta rupiah);
d. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp.7.392.899.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus sembilan puluh dua miliar delapan ratus Sembilan puluh sembilan juta rupiah);
e. Cukai sebesar Rp.57.289.169.000.000,00 (lima puluh tujuh triliun dua ratus delapan puluh sembilan miliar seratus enam puluh sembilan juta rupiah); dan
f. Pajak lainnya sebesar Rp.3.851.023.000.000,00 (tiga triliun delapan ratus lima puluh satu miliar dua puluh tiga juta rupiah).
(3) Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.27.203.502.000.000,00 (dua puluh tujuh triliun dua ratus tiga miliar lima ratus dua juta rupiah), yang terdiri atas:
a. Bea masuk sebesar Rp.19.569.865.000.000,00 (sembilan belas triliun lima ratus enam puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh lima juta rupiah), termasuk fasilitas bea masuk ditanggung Pemerintah sebesar Rp.3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan
b. Bea keluar sebesar Rp.7.633.637.000.000,00 (tujuh triliun enam ratus tiga puluh tiga miliar enam ratus tiga puluh tujuh juta rupiah).
(4) Rincian penerimaan perpajakan tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 4
30
(1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas:
a. penerimaan sumber daya alam;
b. bagian Pemerintah atas laba BUMN;
c. penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan
d. pendapatan BLU.(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a direncanakan sebesar Rp.132.030.206.894.000,00 (seratus tiga puluh dua triliun tiga puluh miliar dua ratus enam juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu rupiah).
(3) Dana yang dicadangkan untuk kegiatan pemulihan lokasi perminyakan yang ditinggalkan (abandonment and site restoration) oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) harus ditempatkan pada perbankan nasional.
(4) Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.24.000.000.000.000,00 (dua puluh empat triliun rupiah).
(5) Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(7) Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN sebelum pajak dari PT. PLN (Persero) pada tahun buku 2009 sebagai akibat dari pemberian margin usaha sebesar 5% (lima persen) kepada PT. PLN (Persero) dipergunakan untuk membayar kekurangan subsidi listrik yang dibawa ke tahun berikutnya (carry over).
(8) Nilai bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010.
(9) Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp.39.894.220.171.000,00 (tiga puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan puluh empat miliar dua ratus dua puluh juta seratus tujuh puluh satu ribu rupiah).
(10) Target PNBP Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan dalam tahun 2010 direncanakan sebesar Rp.450.026.111.697,00 (empat ratus lima puluh miliar dua puluh enam juta seratus sebelas ribu enam ratus sembilan puluh tujuh rupiah), didasarkan pada kebijakan pemisahan (spin off) penerimaan Air Traffic
31
Services (ATS) PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II untuk dijadikan Perum.
(11) Target PNBP Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dalam Tahun Anggaran 2010 direncanakan sebesar Rp.9.032.607.931.050,00 (sembilan triliun tiga puluh dua miliar enam ratus tujuh juta sembilan ratus tiga puluh satu ribu lima puluh rupiah), sebagian di antaranya diperoleh dari penerimaan BHP frekuensi yang dipertimbangkan adanya perubahan regulasi/kebijakan BHP frekuensi dari perhitungan BHP frekuensi berbasis kanal (trx) menjadi BHP frekuensi berbasis pita frekuensi (bandwidth) untuk penyelenggaraan Telekomunikasi Bergerak Seluler.
(12) Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp.9.486.877.049.000,00 (sembilan triliun empat ratus delapan puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh empat puluh Sembilan ribu rupiah).
(13) Rincian penerimaan negara bukan pajak tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (9), dan ayat (12) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 5(1) Anggaran belanja negara tahun anggaran 2010 terdiri atas:
a. anggaran belanja Pemerintah Pusat; dan
b. anggaran transfer ke daerah.(2) Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a direncanakan sebesar Rp.725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(3) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.322.423.032.080.000,00 (tiga ratus dua puluh dua triliun empat ratus dua puluh tiga miliar tiga puluh dua juta delapan puluh ribu rupiah).
(4) Jumlah anggaran belanja negara tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rp.1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah).
Pasal 6(1) Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas:
a. belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi;
b. belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi; dan
32
c. belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja.(2) Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(3) Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(4) Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(5) Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
(6) Rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun anggaran 2010 menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2009.
Pasal 7(1) Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Nabati (BBN) dan
Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp68.726.700.000.000,00 (enam puluh delapan triliun tujuh ratus dua puluh enam miliar tujuh ratus juta rupiah).
(2) Pengendalian anggaran subsidi BBM dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui efisiensi terhadap biaya distribusi dan margin usaha (alpha), serta melakukan kebijakan penghematan konsumsi BBM bersubsidi.
(3) Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price (ICP)) dalam 1 (satu) tahun mengalami kenaikan lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga yang diasumsikan dalam APBN 2010, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
Pasal 8(1) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar
Rp37.800.000.000.000,00 (tiga puluh tujuh triliun delapan ratus miliar rupiah).
(2) Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui:
33
a. Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) sebesar 5% (lima persen) dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PT PLN (Persero);
b. Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energy di atas 50% (lima puluh persen) konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA ke atas;
c. Penerapan kebijakan tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik dan pelayanan khusus, yang selama ini sudah dilaksanakan, tetap diberlakukan; dan
d. Penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.
Pasal 9(1) Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar
Rp14.757.259.000.000,00 (empat belas triliun tujuh ratus lima puluh tujuh miliar dua ratus lima puluh sembilan juta rupiah), terdiri atas:
a. subsidi harga sebesar Rp11.291.459.000.000,00 (sebelas triliun dua ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus lima puluh sembilan juta rupiah);
b. bantuan langsung pupuk sebesar Rp1.610.800.000.000,00 (satu triliun enam ratus sepuluh miliar delapan ratus juta rupiah);
c. kurang bayar tahun sebelumnya sebesar Rp1.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);
d. bantuan ternak sapi sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah); dan
e. unit pengolahan pupuk organik sebesar Rp105.000.000.000,00 (seratus lima miliar rupiah).
(2) Pemerintah mengutamakan kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan, dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara dari penjualan gas.
(3) Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pertanian terutama pupuk pada masa yang akan datang, Pemerintah menjamin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan harga domestik.
(4) Pemerintah daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
34
Pasal 10(1) Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatankegiatan untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam Program/ Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang terdiri atas Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan sampai dengan akhir April 2010.
(2) Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 15 Januari 2010.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 11(1) Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam yang dilakukan dalam tahun 2009, tetapi belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2009, dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2010.
(2) Pendanaan untuk kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pagu kementerian negara/lembaga masing-masing dan/atau belanja lainlain dalam Tahun Anggaran 2010.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 12(1) Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana
pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2010, dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Desa Siring Barat, Desa Jatirejo, dan Desa Mindi).
(2) Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan) disesuaikan dengan tahapan pelunasan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.
Pasal 13
(1) Dalam rangka penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo, anggaran belanja yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS)
35
Tahun Anggaran 2010 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong (mengalirkan lumpur dari tanggul utama ke Kali Porong) dengan pagu paling tinggi sebesar Rp.130.380.580.000,00 (seratus tiga puluh miliar tiga ratus delapan puluh juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah).
(2) Pelaksanaan kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 14(1) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program stimulus
fiskal tahun 2009, kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan/dekonsentrasi namun tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana telah ditetapkan, akan menjadi factor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi provinsi dan kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah.
(3) Faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:a. Pengurangan dikenakan hanya terhadap kementerian negara/lembaga
(K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak dapat memberikan alas an yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah maksimum sebesar sisa anggaran stimulus fiskal 2009 yang tidak diserap; dan
c. Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dibebankan pada:1) satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang
melaksanakan kegiatan stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran pada Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK)/DIPA satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang bersangkutan;
2) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan tugas pembantuan/dekonsentrasi stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran pada SAPSK/DIPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
3) Provinsi/kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam
36
ayat (2) di atas dengan memperhitungkannya dari transfer ke daerah Provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja penerima dana stimulus fiscal Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menyampaikan Laporan Realisasi Kegiatan dan Anggaran Stimulus Fiskal 2009 kepada kementerian negara/lembaga (K/L) yang memberikan/menyalurkan dana Anggaran Stimulus Fiskal paling lambat tanggal 22 Januari 2010.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kementerian negara/lembaga (K/L) selaku Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran program/kegiatan stimulus fiskal 2009 menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan, realisasi anggaran dan alasan apabila alokasi anggaran tidak terserap seluruhnya kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 29 Januari 2010.
(6) Menteri Keuangan menetapkan surat edaran pengurangan pagu kepada kementerian negara/lembaga (K/L)/provinsi/kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan program stimulus fiskal paling lambat tanggal 26 Februari 2010.
(7) Pengurangan pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan dalam APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
(8) Tata cara pemotongan pagu belanja diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 15Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap kewajiban yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).
Pasal 16(1) Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat
berupa:
a. pergeseran anggaran belanja:
1) antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;
2) antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau
3) antarjenis belanja dalam satu kegiatan.
b. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari kelebihan realisasi di atas target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan
c. perubahan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN, termasuk hibah luar
37
negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan; ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi yang bukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.
(4) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat dan oleh instansi vertikalnya di daerah.
(5) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR RI dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Pasal 17(1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) huruf b terdiri atas:
a. dana perimbangan; dan
b. dana otonomi khusus dan penyesuaian.(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp.306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam triliun dua puluh tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu rupiah).
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp16.399.613.680.000,00 (enam belas triliun tiga ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
Pasal 18(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. Dana bagi hasil;
b. Dana alokasi umum; dan
c. Dana alokasi khusus.(2) Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp81.404.801.400.000,00 (delapan puluh satu
38
triliun empat ratus empat miliar delapan ratus satu juta empat ratus ribu rupiah).
(3) Terhadap kekurangan pembayaran Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi tahun 2008, dalam APBN-P 2010 diprioritaskan untuk dibayar minimal Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
(4) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp203.485.234.500.000,00 (dua ratus tiga triliun empat ratus delapan puluh lima miliar dua ratus tiga puluh empat juta lima ratus ribu rupiah), termasuk DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru sebesar Rp.10.994.892.500.000,00 (sepuluh triliun sembilan ratus sembilan puluh empat miliar delapan ratus sembilan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
(5) Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp21.133.382.500.000,00 (dua puluh satu triliun seratus tiga puluh tiga miliar tiga ratus delapan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
(6) Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
(7) Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 19(1) Perhitungan dan pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) untuk 14 (empat belas) daerah otonom baru Tahun Anggaran 2008-2009 dialokasikan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dana alokasi umum secara administrasi perhitungannya masih digabung dengan daerah induk;
b. Dana alokasi khusus dihitung berdasarkan criteria umum dan kriteria khusus dari daerah induk sedangkan kriteria teknis berdasarkan ketersediaan data teknis dari departemen terkait dan secara administrasi alokasinya masih digabung dengan daerah induk;
c. Dana bagi hasil dialokasikan kepada daerah otonom baru tahun 2009 sebagai pemerataan dari penerimaan yang berasal dari provinsi yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana perimbangan bagi daerah otonom baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 20
39
(1) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b terdiri atas:a. dana otonomi khusus; danb. dana penyesuaian, yang terdiri atas:
1. dana tambahan tunjangan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD);
2. dana insentif daerah;
3. kurang bayar DAK 2008; dan
4. kurang bayar dana infrastruktur sarana dan prasarana (DISP) 2008.(2) Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp.9.099.613.680.000,00 (sembilan triliun Sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
(3) Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp.7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus miliar rupiah).
(4) Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b butir 2 direncanakan sebesar Rp.1.387.800.000.000,00 (satu triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratus juta rupiah).
(5) Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu.
Pasal 21(1) Anggaran pendidikan adalah sebesar Rp.209.537.587.275.000,00 (dua
ratus sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).
(2) Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp.1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratussembilan puluh ribu rupiah).
Pasal 22(1) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2010
sebesar Rp.949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh enam miliar seratus lima belas juta seratus empat belas ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil daripada jumlah anggaran belanja negara sebesar Rp.1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta Sembilan ratus
40
sembilan puluh ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sehingga dalam Tahun Anggaran 2010 terdapat defisit anggaran sebesar Rp.98.009.927.876.000,00 (sembilan puluh delapan triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) yang akan dibiayai dari pembiayaan defisit anggaran.
(2) Pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber:
a. pembiayaan dalam negeri sebesar Rp.107.891.435.453.000,00 (seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh tiga ribu rupiah); dan
b. pembiayaan luar negeri neto sebesar negative Rp.9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah).
(3) Rincian pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 23(1) Dalam hal diperlukan tambahan anggaran belanja maksimal 2% (dua
persen) dari belanja negara untuk kebutuhan belanja prioritas yang belum tersedia pagu anggarannya, Pemerintah dapat mengajukan perubahan APBN.
(2) Pembahasan dan penetapan perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Badan Anggaran dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu dalam masa sidang, setelah perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR RI.
(3) Perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan paling lambat akhir Maret 2010 untuk kemudian disampaikan pada Laporan Semester Pertama pelaksanaan APBN 2010.
Pasal 24(1) Pada pertengahan Tahun Anggaran 2010, Pemerintah menyusun laporan
realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2010 mengenai:
a. realisasi pendapatan negara dan hibah;
b. realisasi belanja negara; dan
c. realisasi pembiayaan defisit anggaran.(2) Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
menyertakan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
41
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2010, untuk dibahas bersama antara DPR RI dan Pemerintah.
Pasal 25(1) Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang
instansi Pemerintah yang dikelola/diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah, meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan haircut piutang pokok sampai dengan 100% (seratus persen).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 26(1) Dalam hal realisasi penerimaan Negara tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat ditalangi dari dana Saldo Anggaran Lebih (SAL), Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau penyesuaian belanja negara.
(2) Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran berikutnya.
(3) Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
(4) Dalam hal terdapat alternatif sumber pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang tanpa menyebabkan perubahan pada total pembiayaan utang tunai.
(5) Dalam kondisi pasar keuangan yang memburuk sehingga menyebabkan kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil (yield) surat berharga negara secara signifikan, Pemerintah dapat melakukan penarikan pinjaman siaga baik dari kreditor bilateral maupun multilateral.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dalam APBN Perubahan 2010 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010.
Pasal 27(1) Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2010 dengan perkembangan
dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, apabila terjadi:
42
a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2010;
b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja;d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun
anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun anggaran 2010.
(2) Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran lebih yang merupakan saldo kas di badan layanan umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
(3) Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum tahun anggaran 2010 berakhir.
Pasal 28(1) Setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir, Pemerintah menyusun
pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
(2) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja negara secara akrual.
(4) Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis akrual.
(5) Penerapan pendapatan dan belanja negara secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2010 dilaksanakan secara bertahap pada badan layanan umum.
(6) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
(7) Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 29
43
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttdDR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 156</span><span class="Normal--Char" style=" font-family: 'Arial'; color:
#FFFFFF; ">88
Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
ttdSETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
44
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2009
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2010
I. UMUMAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2010 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2010 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2010 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2010 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun 2010.Dengan memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar 5,5% (lima koma lima persen). Seiring pemulihan perekonomian global, Pemerintah akan berupaya agar realisasi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan sesuai dengan asumsi tersebut. Melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup tinggi, dan iklim investasi yang semakin kondusif, diharapkan hal tersebut dapat menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu, impor Indonesia akan lebih difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan industri pengolahan dalam negeri.Melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per satu dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian sasaran inflasi tahun 2010, dan perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun 2010, dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah dan terjaminnya pasokan serta lancarnya arus distribusi kebutuhan bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 5,0% (lima koma nol persen).Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai 6,5% (enam koma lima persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan minyak dunia yang mulai meningkat seiring dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia, rata-
45
rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar internasional dalam tahun 2010 diperkirakan akan berada pada kisaran US$65,0 (enam puluh lima koma nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 965 (sembilan ratus enam puluh lima) ribu barel per hari.Strategi pelaksanaan pembangunan Indonesia didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025. Pelaksanaan strategi RPJPN dibagi ke dalam empat tahap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tiap-tiap tahap memuat rencana dan strategi pembangunan untuk lima tahun yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah. Selanjutnya, Presiden terpilih beserta anggota kabinet yang membantunya akan menuangkan visi, misi, dan rencana kerja pemerintahan untuk menjawab tantangan dan permasalahan aktual, sekaligus untuk mencapai sasaran-sasaran rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang telah disusun. RPJMN tahap pertama telah selesai dengan berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu dan tahun 2010 merupakan tahun pertama dalam agenda RPJMN tahap kedua. Mengingat tahun 2010 merupakan tahun transisi pemerintahan, RPJMN 2010–2014 belum disusun. Sasaran pembangunan nasional yang tertuang dalam Bab IV dari lampiran Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang berisi: Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai kelanjutan dari RPJMN ke-1 (2004-2009) maka RPJMN ke-2 (2010-2014) ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Sementara itu, dalam rancangan awal RPJMN tahap kedua (2010-2014), kegiatan pembangunan akan diarahkan untuk beberapa tujuan, yaitu: (a) memantapkan penataan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, (b) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (c) membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (d) memperkuat daya saing perekonomian. Upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut akan diimplementasikan melalui pencapaian sasaran pembangunan di tiap tahun dengan fokus yang berbeda, sesuai dengan tantangan dan kondisi yang ada. Fokus kegiatan tersebut diterjemahkan dalam rencana kerja Pemerintah (RKP) di tiap-tiap tahun.Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 disusun berdasarkan tema “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat” dan diterjemahkan ke dalam lima prioritas pembangunan, yaitu: (a) pemeliharaan kesejahteraan masyarakat miskin serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial; (b) peningkatan kualitas sumber daya manusia; (c) pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional; (d) pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; serta (e) peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim. Pencapaian prioritas sasaran pembangunan tersebut akan
46
diterjemahkan melalui program-program kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah di tahun 2010.Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun 2010 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, prioritas alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2010 akan difokuskan pada: (a) perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (b) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan dasar operasional di setiap kementerian negara/lembaga; (c) melanjutkan program pengentasan kemiskinan melalui program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri, bantuan operasional sekolah (BOS), program keluarga harapan (PKH), dan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas); (d) meningkatkan alokasi program kementerian negara/lembaga untuk peningkatan produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif; (e) pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi di PT Pertamina dan PT PLN; serta (f) melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah pascabencana alam.Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak warga negara atas: (a) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (b) hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan (c) jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan, termasuk di dalamnya penganggaran, perlu tetap harus dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).Selanjutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945 Amendemen Keempat, negara memprioritaskan APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN dan APBD untuk pendidikan nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen) tersebut di samping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 Amendemen Keempat, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN Tahun Anggaran 2010 agar UU APBN Tahun Anggaran 2010 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai
47
kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945 Amendemen Keempat. Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2010 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan yang bertentangan dengan UUD 1945 Amendemen Keempat.Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab juga diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui reformulasi kebijakan dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan transfer ke daerah. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan kebijakan transfer ke daerah dalam tahun 2010 ditujukan untuk: (a) terus melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten; (b) mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan daerah serta antardaerah; (c) mengurangi kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah; dan (d) mengalihkan secara bertahap sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK.Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah tersebut, diperlukan sumber-sumber pendapatan Negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun Anggaran 2010, baik penerimaan perpajakan maupun PNBP, yaitu kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subjek dan objek pengenaan, perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan, serta reformasi di bidang perpajakan.Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target pendapatan tahun 2010, yaitu adanya amendemen Undang-Undang PPh dan Undang-Undang PPN. Amendemen Undang-Undang tersebut meliputi Undang-Undang PPN, peningkatan PTKP sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), serta penurunan tarif PPh Orang Pribadi dan Badan yang diperkirakan akan memberikan dampak pada penurunan penerimaan perpajakan (tax potential loss).Langkah-langkah kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2010 antara lain: (a) ekstensifikasi seperti penambahan subyek pajak orang pribadi, pemajakan surplus BI; (b) intensifikasi seperti mapping dan benchmarking pemantapan profile seluruh wajib pajak, pembuatan profile high rise building, dan pengawasan intensif wajib pajak orang pribadi potensial; (c) kegiatan-kegiatan pasca sunset policy seperti enforcement melalui penagihan, pemeriksaan dan penyidikan dan juga pembinaan melalui tax education (WP baru), maintenance, serta pelayanan; (d) penurunan tarif bea masuk (rata-rata tertimbang); dan (e) penyesuaian tarif bea keluar berdasarkan perkembangan harga CPO internasional.
48
Sementara itu, kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam mencapai target PNBP tahun 2010 meliputi: (1) mengoptimalkan penerimaan dari sektor migas melalui peningkatan produksi/lifting minyak mentah dan efisiensi dalam cost recovery; (2) meningkatkan produksi komoditas tambang dan mineral serta perbaikan peraturan di sektor pertambangan; (3) menggali potensi penerimaan di sektor kehutanan dengan tetap mempertimbangkan program kelestarian lingkungan hidup; (4) mengoptimalkan deviden BUMN dengan tetap mempertimbangkan peningkatan efisiensi dan kinerja BUMN melalui optimalisasi investasi (capital expenditure); dan (5) meningkatkan kinerja pelayanan dan administrasi pada PNBP K/L.Di lain pihak, optimalisasi penerimaan hibah akan dilakukan, antara lain melalui pemantauan (monitoring) pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana serta reevaluasi peraturanperaturan tentang tata cara pengadaan/pengelolaan hibah sehingga seluruh pengelolaan hibah memiliki arah yang lebih jelas dan tercatat dalam perhitungan APBN.Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran, antara lain dititikberatkan pada penetapan sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun Anggaran 2010 diperkirakan masih terdapat deficit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan dibiayai dari surat berharga negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi defisit tersebut, dilakukan dengan cara mengedepankan prinsip-prinsip kemandirian dalam pembiayaan anggaran, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang tersedia, dengan memperhitungkan biaya dan risiko yang diupayakan serendah mungkin yang bersumber dari dalam negeri.Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat digunakan seoptimal mungkin guna menghindari terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi agar dapat tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel, pengelolaan utang yang sehat, dan pengelolaan kas yang efisien.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
49
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penerimaan perpajakan sebesar Rp742.738.045.000.000,00 (tujuh ratus empat puluh dua triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh lima juta rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
411 Pendapatan pajak dalam negeri 715.534.543.000.000,00
4111 Pendapatan pajak penghasilan (PPh) 350.957.982.000.000,00
41111 Pendapatan PPh migas 47.023.410.000.000,00
411111 Pendapatan PPh minyak bumi 18.138.110.000.000,00
411112 Pendapatan PPh gas alam 28.885.300.000.000,00
50
41112 Pendapatan PPh nonmigas 303.170.849.000.000,00
411121 Pendapatan PPh Pasal 21 61.573.357.000.000,00
411122 Pendapatan PPh Pasal 22 5.893.812.000.000,00
411123 Pendapatan PPh Pasal 22 impor 29.834.213.000.000,00
411124 Pendapatan PPh Pasal 23 21.517.191.000.000,00
411125 Pendapatan PPh Pasal 25/29 orang pribadi 4.295.864.000.000,00
411126 Pendapatan PPh Pasal 25/29 badan 132.383.494.000.000,00
411127 Pendapatan PPh Pasal 26 17.715.756.000.000,00
411128 Pendapatan PPh final 29.957.162.000.000,00
41113 Pendapatan PPh fiskal 763.723.000.000,00
411131 Pendapatan PPh fiskal luar negeri 763.723.000.000,00
4112 Pendapatan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah 269.537.049.000.000,00
4113 Pendapatan pajak bumi dan bangunan 26.506.421.000.000,00
4114 Pendapatan BPHTB 7.392.899.000.000,00
4115 Pendapatan Cukai 57.289.169.000.000,00
41151 Pendapatan Cukai 57.289.169.000.000,00
411511 Pendapatan Cukai Hasil Tembakau 55.926.553.000.000,00
411512 Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol 520.196.000.000,00
411513 Pendapatan Cukai Minuman Mengandung
Ethyl Alkohol 842.420.000.000,00
4116 Pendapatan pajak lainnya 3.851.023.000.000,00
412 Pendapatan pajak perdagangan internasional 27.203.502.000.000,00
4121 Pendapatan bea masuk 19.569.865.000.000,00
4122 Pendapatan bea keluar 7.633.637.000.000,00
Pasal 4
51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sambil menunggu dilakukannya perubahan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, dan dalam rangka mempercepat penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan pengurusan piutangnya melalui mekanisme pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan kepada RUPS, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di bidang badan usaha milik negara.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pemberian margin kepada PT.PLN (Persero) tahun anggaran 2009 ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
52
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp.205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima triliun empat ratus sebelas miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
421 Penerimaan sumber daya alam 132.030.206.894.000,00
4211 Pendapatan minyak bumi 89.226.510.000.000,00
42111 Pendapatan minyak bumi 89.226.510.000.000,00
4212 Pendapatan gas bumi 31.303.240.000.000,00
42121 Pendapatan gas bumi 31.303.240.000.000,00
4213 Pendapatan pertambangan umum 8.231.620.894.000,00
421311 Pendapatan iuran tetap 117.583.611.000,00
421312 Pendapatan royalti 8.114.037.283.000,00
4214 Pendapatan kehutanan 2.874.416.000.000,00
42141 Pendapatan dana reboisasi 1.631.650.000.000,00
42142 Pendapatan provisi sumber daya hutan 1.123.025.000.000,00
42143 Pendapatan IIUPH 19.741.000.000,00
421431 Pendapatan IIUPH tanaman industri 741.000.000,00
421434 Pendapatan IUIPH hutan alam 19.000.000.000,00
42144 Pendapatan penggunaan kawasan hutan 100.000.000.000,00
421441 Pendapatan penggunaan kawasanhutan untuk
53
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan 100.000.000.000,00
4215 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
421511 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
4216 Pendapatan pertambangan panas bumi 244.420.000.000,00
421611 Pendapatan pertambangan panas bumi 244.420.000.000,00
422 Pendapatan Bagian Laba BUMN 24.000.000.000.000,00
4221 Bagian Pemerintah atas laba BUMN 24.000.000.000.000,00
423 Pendapatan PNBP Lainnya 39.894.220.171.000,00
4231 Pendapatan penjualan dan sewa 13.949.497.483.000,00
42311 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan 6.971.514.760.000,00
423111 Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan,
dan perkebunan 4.789.531.000,00
423112 Pendapatan penjualan hasil peternakan dan perikanan 19.301.289.000,00
423113 Pendapatan penjualan hasil tambang 6.861.420.375.000,00
423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/rampasan dan
harta peninggalan 22.620.558.000,00
423115 Pendapatan penjualan obat-obatan dan hasil
farmasi lainnya 12.428.725.000,00
423116 Pendapatan penjualan informasi,penerbitan, film,
survei, pemetaan dan hasil cetakan lainnya 47.330.848.000,00
423117 Penjualan dokumen-dokumen pelelangan 422.755.000,00
423119 Pendapatan penjualan lainnya 3.200.679.000,00
42312 Pendapatan penjualan aset 44.195.477.000,00
423121 Pendapatan penjualan rumah, gedung, bangunan,
dan tanah 323.813.000,00
54
423122 Pendapatan penjualan kendaraan bermotor 1.288.763.000,00
423123 Pendapatan penjualan sewa beli 40.628.701.000,00
423129 Pendapatan penjualan aset lainnya yang berlebih/
rusak/dihapuskan 1.954.200.000,00
42313 Pendapatan penjualan dari kegiatan hulu migas 6.840.930.000.000,00
423132 Pendapatan minyak mentah DMO 6.840.930.000.000,00
42314 Pendapatan sewa 92.857.246.000,00
423141 Pendapatan sewa rumah dinas/rumah negeri 33.919.110.000,00
423142 Pendapatan sewa gedung, bangunan, dan gudang 44.457.438.000,00
423143 Pendapatan sewa benda-benda bergerak 4.385.814.000,00
423149 Pendapatan sewa benda-benda tak bergerak lainnya 10.094.884.000,00
4232 Pendapatan jasa 19.501.461.817.000,00
42321 Pendapatan jasa I 13.303.063.042.000,00
423211 Pendapatan rumah sakit dan instansikesehatan lainnya 75.603.726.000,00
423212 Pendapatan tempat hiburan/taman/ museum dan
pungutan usaha pariwisata alam (PUPA) 14.431.240.000,00
423213 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor,SIM, STNK,
dan BPKB 1.281.211.064.000,00
423214 Pendapatan hak dan perizinan 8.636.457.549.000,00
423215 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/
pemeriksaan 90.661.422.000,00
423216 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi,
pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan
DJBC (jasa pekerjaan dari cukai) 2.400.098.424.000,00
423217 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama 80.365.500.000,00
55
423218 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhanan,
dan kenavigasian 724.234.117.000,00
42322 Pendapatan jasa II 780.122.266.000,00
423221 Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro) 76.130.052.000,00
423222 Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi 580.963.233.000,00
423225 Pendapatan biaya penagihan pajak-pajak negara
dengan surat paksa 4.026.275.000,00
423226 Pendapatan uang pewargenegaraan 3.500.000.000,00
423227 Pendapatan bea lelang 44.047.706.000,00
423228 Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara 67.705.000.000,00
423229 Pendapatan registrasi dokter dan dokter gigi 3.750.000.000,00
42323 Pendapatan jasa luar negeri 399.007.610.000,00
423231 Pendapatan dari pemberian surat perjalanan
Republik Indonesia 103.245.960.000,00
423232 Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler 289.750.400.000,00
423239 Pendapatan rutin lainnya dari luar negeri 6.011.250.000,00
42324 Pendapatan layanan jasa perbankan 770.000,00
423241 Pendapatan layanan jasa perbankan 770.000,00
42325 Pendapatan atas pengelolaan rekening tunggal Perbendaharaan
(treasury single account/TSA) dan/atau atas penempatan
uang negara 3.008.103.524.000,00
423251 Pendapatan lainnya dalam rangka TSA 8.103.524.000,00
423254 Pendapatan dari penempatan uang Negara 3.000.000.000.000,00
42326 Pendapatan jasa kepolisian 1.988.623.375.000,00
56
423261 Pendapatan surat izin mengemudi (SIM) 754.875.000.000,00
423262 Pendapatan surat tanda nomor kendaraan (STNK) 425.000.000.000,00
423263 Pendapatan surat tanda coba kendaraan (STCK) 367.500.000,00
423264 Pendapatan buku pemiliki kendaraan bermotor (BPKB) 567.700.000.000,00
423265 Pendapatan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) 214.000.000.000,00
423266 Pendapatan tes klinik pengemudi (Klipeng) 25.000.000.000,00
423267 Pendapatan pemberian izin senjata api (Senpi) 1.680.875.000,00
42329 Pendapatan jasa lainnya 22.541.230.000,00
423291 Pendapatan jasa lainnya 22.541.230.000,00
4233 Pendapatan bunga 1.674.741.000.000,00
42331 Pendapatan bunga 1.674.741.000.000,00
423313 Pendapatan bunga dari piutang dan penerusan pinjaman 1.674.740.000.000,00
423319 Pendapatan bunga lainnya 1.000.000,00
4234 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 27.645.342.000,00
42341 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 27.645.342.000,00
423411 Pendapatan legalisasi tanda tangan 450.000.000,00
423412 Pendapatan pengesahan surat di bawah tangan 150.000.000,00
423413 Pendapatan uang meja (leges) dan upah pada
panitera badan pengadilan (peradilan) 150.000.000,00
423414 Pendapatan hasil denda/tilang dan sebagainya 19.012.000.000,00
423415 Pendapatan ongkos perkara 7.635.842.000,00
423419 Pendapatan kejaksaan dan peradilan lainnya 247.500.000,00
4235 Pendapatan pendidikan 4.150.842.462.000,00
57
42351 Pendapatan pendidikan 4.150.842.462.000,00
423511 Pendapatan uang pendidikan 3.292.090.864.000,00
423512 Pendapatan uang ujian masuk,
kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan 79.682.052.000,00
423513 Pendapatan uang ujian untuk menjalankan praktik 32.712.544.000,00
423519 Pendapatan pendidikan lainnya 746.357.002.000,00
4236 Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi 49.020.000.000,00
42361 Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi 49.020.000.000,00
423611 Pendapatan uang sitaan hasil korupsi yang telah
ditetapkan pengadilan 8.224.800.000,00
423612 Pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi
milik negara 2.000.000.000,00
423614 Pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi
yang ditetapkan di pengadilan 38.795.200.000,00
4237 Pendapatan iuran dan denda 526.796.886.000,00
42371 Pendapatan iuran badan usaha 473.300.830.000,00
423711 Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan
penyediaan dan pendistribusian BBM 345.385.414.000,00
423712 Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha
pengangkutan gas bumi melalui pipa 87.915.416.000,00
423713 Iuran badan usaha di bidang pasar modal dan
lembaga keuangan 40.000.000.000,00
42372 Pendapatan dana pengamanan hutan 16.638.431.000,00
423721 Pendapatan dana pengamanan hutan 16.638.431.000,00
42373 Pendapatan dari perlindungan hutan dan konservasi alam 34.524.511.000,00
58
423731 Pendapatan iuran menangkap/mengambil/ mengangkut
satwa liar/mengambil/ mengangkut tumbuhan alam hidup
atau mati 7.150.000.000,00
423732 Pungutan izin pengusahaan pariwisata alam (PIPPA) 1.056.374.000,00
423735 Pungutan masuk objek wisata alam 25.680.137.000,00
423736 Iuran hasil usaha pengusahaan pariwisata alam (IHUPA) 638.000.000,00
42375 Pendapatan denda 2.333.114.000,00
423752 Pendapatan denda keterlambatan penyelesaian
pekerjaan Pemerintah 2.333.114.000,00
4239 Pendapatan lain-lain 14.215.181.000,00
42391 Pendapatan dari penerimaan kembali tahun
anggaran yang lalu 8.355.130.000,00
423911 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat TAYL 2.414.521.000,00
423912 Penerimaan kembali belanja pensiun TAYL 6.167.000,00
423913 Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni TAYL 3.664.416.000,00
423914 Penerimaan kembali belanja lain pinjaman luar negeri TAYL 3.000.000,00
423915 Penerimaan kembali belanja lain hibah TAYL 2.000.000,00
423919 Penerimaan kembali balanja lainnya TAYL 2.265.026.000,00
42392 Pendapatan pelunasan piutang 2.917.202.000,00
423921 Pendapatan pelunasan piutang non bendahara 45.590.000,00
423922 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian
yang diderita oleh Negara (masuk TP/TGR) bendahara 2.871.612.000,00
42399 Pendapatan lain-lain 2.942.849.000,00
59
423991 Penerimaan kembali persekot/uang muka gaji 1.630.133.000,00
423999 Pendapatan anggaran lain-lain 1.312.716.000,00
424 Pendapatan badan layanan umum 9.486.877.049.000,00
4241 Pendapatan jasa layanan umum 8.734.592.860.000,00
42411 Pendapatan penyediaan barang dan jasa kepada masyarakat 8.215.786.529.000,00
424111 Pendapatan jasa pelayanan rumah sakit 3.613.150.998.000,00
424112 Pendapatan jasa pelayanan pendidikan 2.932.996.003.000,00
424113 Pendapatan jasa pelayanan tenaga, pekerjaan,
informasi, pelatihan dan teknologi 45.404.497.000,00
424114 Pendapatan jasa pencetakan 2.845.790.000,00
424115 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan
kenavigasian 0
424116 Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi 1.433.103.837.000,00
424117 Pendapatan jasa pelayanan pemasaran 3.500.000.000,00
424119 Pendapatan jasa penyediaan barang dan jasa lainnya 184.785.404.000,00
42412 Pendapatan dari pengelolaan wilayah/ kawasan tertentu 158.482.305.000,00
424123 pendapatan pengelolaan fasilitas umum milik Pemerintah 27.600.000,00
424129 Pendapatan pengelolaan kawasan lainnya 158.454.705.000,00
42413 Pengelolaan dana khusus untuk masyarakat 360.324.026.000,00
424133 pendapatan Program modal ventura 3.437.496.000,00
424134 Pendapatan program dana bergulir sektoral 47.030.126.000,00
424135 Pendapatan program dana bergulir syariah 2.501.353.000,00
424136 Pendapatan investasi 304.942.751.000,00
424139 Pendapatan pengelolaan dana khusus lainnya 2.412.300.000,00
60
4242 Pendapatan hibah badan layanan umum 102.868.085.000,00
42421 Pendapatan hibah terkait 101.768.085.000,00
424211 Pendapatan hibah terikat dalam negeri perorangan 351.750.000,00
424212 Pendapatan hibah terikat dalam negeri lembaga/
badan usaha 19.296.335.000,00
424213 Pendapatan hibah terikat dalam negeri pemda 4.000.000.000,00
424216 Pendapatan hibah terikat luar negeri-negara 78.120.000.000,00
42422 Pendapatan hibah tidak terkait 1.100.000.000,00
424221 Pendapatan hibah tidak terikat dalam negeri perorangan 75.000.000,00
424229 Pendapatan hibah tidak terikat lainnya 1.025.000.000,00
4243 Pendapatan hasil kerja sama BLU 520.282.927.000,00
42431 Pendapatan hasil kerja sama BLU 520.282.927.000,00
424311 Pendapatan hasil kerja perorangan 4.782.600.000,00
424312 Pendapatan hasil kerja sama lembaga/badan usaha 513.000.327.000,00
424313 Pendapatan hasil kerja sama pemerintah daerah 2.500.000.000,00
4249 Pendapatan BLU Lainnya 129.133.177.000,00
42491 Pendapatan BLU Lainnya 129.133.177.000,00
424911 Pendapatan jasa layanan perbankan BLU 129.133.177.000,00
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
61
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah), termasuk hibah Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah sebesar Rp7.100.000.000.000,00 (tujuh triliun seratus miliar rupiah), yang diberikan kepada daerah tertentu dengan kriteria tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kebijakan penghematan BBM bersubsidi antara lain melalui:
62
(a) penerapan secara bertahap sistem pendistribusian BBM bersubsidi dengan pola tertutup;
(b) melanjutkan program pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG tabung 3 (tiga) Kg; dan (c) Peningkatan pengawasan pendistribusian BBM bersubsidi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik, antara lain daya max plus. Sedangkan pelayanan khusus adalah kesepakatan tingkat layanan tertentu antara PT PLN (Persero) dengan pelanggan.
Huruf d
Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini adalah Menteri yang bidang tugasnya bertanggung jawab di bidang energi, sedangkan DPR RI adalah komisi yang membidangi energi.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
63
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
64
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Anggaran belanja stimulus fiskal tahun 2009 adalah sebesar Rp.12.200.000.000.000,00 (dua belas triliun dua ratus miliar rupiah), yang terdiri atas:
a. Tambahan anggaran stimulus fiskal yang dialokasikan untuk kementerian negara/lembaga sebesar Rp10.945.000.000.000,00 (sepuluh triliun sembilan ratus empat puluh lima miliar rupiah),
b. Subsidi sebesar Rp755.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh lima miliar rupiah),
c. Penyertaan modal negara sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
65
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “hasil optimalisasi” adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)” adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan izin penggunaan yang berlaku.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN)” adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar negeri. Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tersebut termasuk (a) hibah luar negeri dan hibah yang diterushibahkan yang diterima setelah APBN 2010 ditetapkan, (b) penerusan pinjaman, dan (c) pinjaman yang diterushibahkan. Akan tetapi, perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tersebut tidak termasuk pinjaman proyek baru dan penerusan pinjaman baru yang belum dialokasikan dalam APBN 2010 serta pinjaman luar negeri yang bersumber dari pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan merupakan kelanjutan multi years project.
66
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan” adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2010 kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan “dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan Pemerintah Pusat” adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan sepanjang tahun 2010 setelah APBN Perubahan 2010 kepada DPR.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
67
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2010, Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto merupakan hasil perhitungan antara pendapatan dalam negeri yang merupakan hasil penjumlahan dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak, dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah yaitu dana bagi hasil (DBH), anggaran belanja yang sifatnya diarahkan (earmarked) berupa belanja PNBP Kementerian Negara/Lembaga, subsidi pajak, serta beberapa subsidi lainnya yang terdiri atas subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, subsidi pangan, dan subsidi benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dana perimbangan sebesar Rp306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam triliun dua puluh tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu rupiah), terdiri atas:
(dalam rupiah)
1. Dana Bagi Hasil (DBH) 81.404.801.400.000,00
a. DBH Pajak 46.921.445.900.000,00
(1) DBH Pajak Penghasilan 13.173.844.200.000,00
- Pajak penghasilan Pasal 21 12.314.671.400.000,00
- Pajak penghasilan Pasal 25/29 orang pribadi 859.172.800.000,00
(2) DBH Pajak Bumi dan Bangunan 25.236.171.600.000,00
(3) DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 7.392.899.000.000,00
(4) DBH Cukai 1.118.531.100.000,00
b. DBH Sumber Daya Alam 34.483.355.500.000,00
68
(1) DBH SDA Migas 26.015.650.000.000,00
- DBH minyak bumi 14.078.470.000.000,00
- DBH SDA gas bumi 9.937.180.000.000,00
- Sebagian kurang bayar DBH migas tahun 2008 2.000.000.000.000,00
(2) DBH SDA Pertambangan Umum 6.585.296.700.000,00
- Iuran Tetap 94.066.900.000,00
- Royalti 6.491.229.800.000,00
(3) DBH SDA Kehutanan 1.566.872.800.000,00
- Provisi Sumber Daya Hutan 898.420.000.000,00
- Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan 15.792.800.000,00
- Dana Reboisasi 652.660.000.000,00
(4) DBH SDA Perikanan 120.000.000.000,00
(5) DBH Pertambangan Panas Bumi 195.536.000.000,00
2. Dana Alokasi Umum (DAU) 203.485.234.500.000,00
a. DAU Murni 192.490.342.000.000,00
b. DAU Tambahan untuk tunjangan profesi guru 10.994.892.500.000,00
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 21.133.382.500.000,00
Pasal 19
Ayat (1)
a. Terhadap daerah yang mengalami koreksi luas wilayah yang signifikan dan yang mengalami dampak pemekaran, diberikan dana penyeimbang untuk menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal daerah.
b. Agar selanjutnya dilakukan revisi atas undang-undang pembentukan daerahnya untuk mengoreksi luas wilayah sesuai dengan kondisi riil yang ada.
Ayat (2)
Cukup jelas.
69
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dana otonomi khusus sebesar Rp9.099.613.680.000,00 (Sembilan triliun sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah) terdiri atas:1. Alokasi dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar
Rp.3.849.806.840.000,00 (tiga triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus enam juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) yang disepakati untuk dibagi masing-masing dengan proporsi 70 persen untuk Papua dan 30 persen untuk Papua Barat dengan rincian sebagai berikut:
a. Dana otonomi khusus Provinsi Papua sebesar Rp.2.694.864.788.000,00 (dua triliun enam ratus Sembilan puluh empat miliar delapan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu rupiah).
b. Dana otonomi khusus Provinsi Papua Barat sebesar Rp.1.154.942.052.000,00 (satu triliun seratus lima puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh dua juta lima puluh dua ribu rupiah).
Penggunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-undang. Dana otonomi khusus Provinsi Papua tersebut dibagikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Pengelolaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
2. Alokasi dana otonomi khusus Aceh sebesar Rp.3.849.806.840.000,00 (tiga triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus enam juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah). Dana otonomi khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
70
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun kedua puluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional.
Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan merupakan bagian yang utuh dari anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA). Perencanaan sebagian besar dari penggunaan dana otonomi khusus tersebut direncanakan bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan masingmasing pemerintah kabupaten/kota dalam Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan lampiran dari APBA.
3. Dana tambahan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp.1.400.000.000.000,00 (satu trilun empat ratus miliar rupiah), terutama ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang.
Dana tambahan infrastruktur tersebut diperuntukkan bagi Provinsi Papua sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah) dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp.600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah).
Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2010 sebesar Rp.600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah) tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2009, yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan.
Ayat (3)
Dana penyesuaian sebesar Rp.7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus miliar rupiah) terdiri atas:
a. Dana tambahan tunjangan guru PNSD sebesar Rp.5.800.000.000.000,00 (lima triliun delapan ratus miliar rupiah).
71
b. Dana insentif bagi daerah sebesar Rp.1.387.800.000.000,00 (satu triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratusjuta rupiah).
c. Kurang bayar DAK 2008 sebesar Rp.80.200.000.000,00 (delapan puluh miliar dua ratus juta rupiah).
d. Kurang bayar DISP 2008 sebesar Rp.32.000.000.000,00 (tiga puluh dua miliar rupiah).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan kriteria tertentu adalah: Daerah yang berprestasi yaitu antara lain:
daerah yang telah melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atau wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangan pemerintah daerahnya.
menyampaikan Perda APBD secara tepat waktu.
Pasal 21
Ayat (1)
Anggaran pendidikan sebesar Rp.209.537.587.275.000,00 (dua ratus sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah), terdiri atas:
(dalam rupiah)
1. Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat 83.170.009.475.000,00
(1) Departemen Pendidikan Nasional 54.704.324.253.000,00
(2) Departemen Agama 23.663.565.732.000,00
(3) Kementerian Negara/Lembaga lainnya 4.802.119.490.000,00
2. Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah 126.367.577.800.000,00
(1) DBH Pendidikan 617.048.800.000,00
(2) DAK Pendidikan 9.334.882.000.000,00
72
(3) DAU Pendidikan 95.923.070.400.000,00
(4) Tambahan Tunjangan Guru PNSD 5.800.000.000.000,00
(5) DAU Tambahan untuk Tunjangan Profesi Guru 10.994.892.500.000,00
(6) Dana Insentif Daerah 1.387.800.000.000,00
(7) Dana Otonomi Khusus Pendidikan 2.309.884.100.000,00
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp.98.009.927.876.000,00 (sembilan puluh delapan triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) terdiri atas:1. Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp107.891.435.453.000,00
(seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh tiga ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
a. Perbankan dalam negeri 7.129.150.000.000,00
(1) Rekening dana investasi 5.504.150.000.000,00
(2) Rekening Pembangunan Hutan 625.000.000.000,00
(3) SAL 1.000.000.000.000,00
b. Nonperbankan dalam negeri 100.762.285.453.000,00
(1) Privatisasi -
(2) Hasil pengelolaan aset 1.200.000.000.000,00
73
(3) Surat berharga negara (neto) 104.429.085.453.000,00
(4) Pinjaman Dalam Negeri 1.000.000.000.000,00
(5) Dana investasi Pemerintah dan penyertaan modal Negara -3.902.500.000.000,00
a. Investasi Pemerintah -927.500.000.000,00
b. Penyertaan modal negara untuk LPEI -2.000.000.000.000,00
c. Dana bergulir -975.000.000.000,00
(6) Dana Kontinjensi: -1.050.000.000.000,00
a. Dana kontinjensi untuk PT. PLN (persero) -1.000.000.000.000,00
b. Dana kontinjensi untuk PDAM -50.000.000.000,00
(7) Cadangan pembiayaan -914.300.000.000,00
Surat berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara penerbitan dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta asing di pasar internasional, baik SBN konvensional maupun SBSN (Sukuk). Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar, sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai.Penerbitan SBN tersebut akan di back up oleh sisa pinjaman siaga yang tidak dapat direalisasikan/ditarik pada tahun 2009 guna mengantisipasi penerbitan SBN yang tidak dapat dilakukan secara optimal akibat kondisi pasar.Pinjaman dalam negeri (PDN) tidak termasuk bagian dari perbankan dalam negeri, karena PDN merupakan utang yang sumbernya tidak hanya dari BUMN perbankan saja tetapi juga dari BUMN nonperbankan. Di samping itu, PDN dapat juga bersumber dari pemerintah daerah dan perusahaan daerah. Pinjaman Dalam Negeri hanya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan.Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 mw (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batu bara oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada kreditur perbankan. Jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur
74
(payment default). Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pinjaman Pemerintah kepada PT PLN (Persero) apabila terealisasi.Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero) tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam rangka percepatan penyediaan air minum yang merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi penduduk oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran kembali atas kredit PDAM kepada kreditur perbankan. Dana jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PDAM tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur (payment default).
Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pinjaman Pemerintah.
Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PDAM tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pembiayaan luar negeri neto sebesar negative Rp.9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
a. Penarikan pinjaman luar negeri bruto 57.605.758.608.000,00
(1) Pinjaman program 24.443.000.000.000,00
(2) Pinjaman proyek 33.162.758.608.000,00
- Pinjaman Proyek Pemerintah Pusat 24.518.985.423.000,00
- Penerimaan Penerusan Pinjaman 8.643.773.185.000,00
b. Penerusan pinjaman -8.643.773.185.000,00
c. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri -58.843.493.000.000,00
Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain dari surat berharga negara internasional.
Pasal 23
Ayat (1)
75
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Termasuk di dalamnya mengenai tata cara dan criteria penyelesaian piutang eks-BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerbitan SBN untuk kebutuhan pembiayaan APBN tahun anggaran berikutnya diperhitungkan sebagai bagian dari target penerbitan bersih SBN pada tahun anggaran tersebut. Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun
76
anggaran, Pemerintah dapat melakukan penempatan langsung atau private placement surat berharga negara di Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi Surat Berharga Negara, Pinjaman Dalam Negeri, Pinjaman Luar Negeri, dan Pinjaman Siaga. Utang tunai meliputi Surat Berharga Negara (neto) dan Pinjaman Program.
Ayat (5)
Kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga negara yang menyebabkan tambahan biaya penerbitan SBN secara signifikan tercermin dalam:
a. tidak adanya yield penawaran yang dimenangkan dalam benchmark Pemerintah dalam 2 (dua) kali lelang berturutturut; dan/atau
b. terjadi kecenderungan peningkatan yield sekurang-kurangnya sebesar 300 basis point (bps) dalam 1 (satu) bulan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
77
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Ayat (3)
Informasi tentang pendapatan dan belanja negara secara akrual dimaksudkan sebagai tahap menuju pada penerapan anggaran yang dilengkapi dengan informasi hak dan kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Penerapan pendapatan dan belanja negara secara akrual telah dilaksanakan sejak Tahun Anggaran 2009 pada satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum yang secara sistem telah mampu melaksanakannya.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “Standar Akuntansi Pemerintahan” adalah standar akuntansi pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ayat (7)
Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial statements) sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Pasal 29
Cukup jelas.
78
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5075</span><span class="Normal--Char" style=" font-family: 'Arial'; color:
#FFFFFF;">8
1.6 Identifikasi Masalah
Stoner, James Af & Freman, Edward R & Gilbert JR, Daniel R,
Manajemen(1996: 240), mengemukakan masalah adalah“ Situasi yang terjadi
kalau kenyataan suatu keadaan berbeda dari keadaan yang diinginkan”
George R. Terry and Stephen G. Franklin (1982:70) mengemukakan “ A
problems is a deviation from some standard, or desired level of performance, to
which a person is comitted to find a solution”
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan pendapat tersebut masalah-
masalah dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut:
3. Apakah perilaku kepemimpinan situasional (telling, selling,
participating, dellegating) berkolerasi dengan budaya organisasi
(konstruktif, pasif-defensif dan agresif-defensif) di Badan, Dinas dan
Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
4. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya telling berpengaruh
terhadap kinerja pegawai di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
5. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya telling berpengaruh
terhadap kinerja team work di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
79
6. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya selling berpengaruh
terhadap kinerja pegawai di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
7. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya selling berpengaruh
terhadap kinerja team work di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
8. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya participating
berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Badan, Dinas dan Kantor
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
9. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya participating
berpengaruh terhadap kinerja team work di Badan, Dinas dan Kantor
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
10. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya delegating
berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Badan, Dinas dan Kantor
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
11. Apakah perilaku kepemimpinan situasional Gaya delegating
berpengaruh terhadap kinerja team work di Badan, Dinas dan Kantor
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
12. Apakah perilaku kepemimpinan situasional (Gaya telling,selling,
participating dan delegating) berpengaruh terhadap kinerja pegawai di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
13. Apakah perilaku kepemimpinan situasional (Gaya telling,selling,
participating dan delegating) berpengaruh terhadap kinerja team work
di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
14. Apakah budaya konstruktif berpengaruh terhadap kinerja pegawai di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
15. Apakah budaya konstruktif berpengaruh terhadap kinerja team work di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
80
16. Apakah budaya pasif-defensif berpengaruh terhadap kinerja pegawai di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
17. Apakah budaya pasif-defensif berpengaruh terhadap kinerja team work di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
18. Apakah budaya agresif-defensif berpengaruh terhadap kinerja pegawai di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
19. Apakah budaya agresif-defensif berpengaruh terhadap kinerja team work
di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
20. Apakah budaya (konstruktif, pasif-defensif dan agresif-defensif)
berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Badan, Dinas dan Kantor
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
21. Apakah budaya (konstruktif, pasif-defensif dan agresif-defensif)
berpengaruh terhadap kinerja team work di Badan, Dinas dan Kantor
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
22. Apakah perilaku kepemimpinan situasional (telling, selling,
participating, dellegating) dan budaya organisasi (konstruktif, pasif-
defensif dan agresif-defensif) berpengaruh terhadap kinerja pegawai di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
23. Apakah perilaku kepemimpinan situasional (telling, selling,
participating, dellegating) dan budaya organisasi (konstruktif, pasif-
defensif dan agresif-defensif) berpengaruh terhadap kinerja team work di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
24. Apakah kinerja pegawai dibidang perencanaan berpengaruh terhadap
kinerja organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
81
25. Apakah kinerja pegawai dibidang proses pelaksanaan berpengaruh
terhadap kinerja organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
26. Apakah kinerja pegawai dibidang hasil pelaksanaan berpengaruh
terhadap kinerja organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
27. Apakah kinerja pegawai dibidang perencanaan, proses pelaksanaan dan
hasil proses pelaksanaan berpengaruh terhadap kinerja organisasi di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
28. Apakah kinerja team work dibidang perencanaan berpengaruh terhadap
kinerja organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
29. Apakah kinerja team work dibidang proses pelaksanaan berpengaruh
terhadap kinerja organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
30. Apakah kinerja team work dibidang hasil berpengaruh terhadap kinerja
organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat.
31. Apakah kinerja team work dibidang perencanaan, proses pelaksanaan
dan hasil proses pelaksanaan berpengaruh terhadap kinerja organisasi di
Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
32. Apakah kinerja pegawai dan team work berpengaruh terhadap kinerja
organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat.
1.7 Batasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah, begitu komplek permasalahan,
dan keterbatasan waktu, biaya, kemampuan peneliti dalam memperoleh data
serta agar lebih terfocusnya penelitian, sehingga hasil penelitian yang diperoleh
benar-benar dapat memecahkan masalah-masalah yang ada di Badan, Dinas,
82
Kantor di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat, peneliti membatasi
masalah-masalah pada:
3. Korelasi perilaku kepemimpinan situasional dengan budaya organisasi
di Badan, Dinas Pemerintah Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.
4. Pengaruh perilaku kepemimpinan situasional para Kepala Badan, Dinas
dan Kantor terhadap kinerja pegawai di Pemerintah Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat.
5. Pengaruh perilaku kepemimpinan situasional para Kepala Badan, Dinas
dan Kantor terhadap kinerja team work di Pemerintah Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat.
6. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai Badan, Dinas dan
Kantor di Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
7. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja team work di Badan, Dinas
dan Kantor di Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
8. Pengaruh perilaku kepemimpinan situasional dan budaya organisasi
terhadap kinerja pegawai Badan, Dinas dan Kantor di Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
9. Pengaruh perilaku kepemimpinan situasional dan budaya organisasi
terhadap kinerja team work Badan, Dinas dan Kantor di Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
10. Pengaruh kinerja pegawai dan kinerja team work terhadap kinerja
organisasi di Badan dan dinas Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Barat.
1.8 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah, masalah-masalah
tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan (research question) sebagai
berikut:
3. Seberapa besar korelasi perilaku kepemimpinan situasional dengan
budaya organisasi di Badan, Dinas dan Kantor Pemerintah Kabupaten
dan Kota Provinsi Jawa Barat.
83
4. Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan situasional para
Kepala Badan, Dinas dan Kantor terhadap kinerja pegawai di
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
5. Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan situasional para
Kepala Badan, Dinas dan Kantor terhadap kinerja team work di
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
6. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di
Badan, Dinas dan Kantor di Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat.
7. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja team work
Badan dan dinas Pemerintah di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
8. Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan situasional dan budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai Badan, Dinas dan Kantor di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
9. Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan situasional dan budaya
organisasi terhadap kinerja team work Badan, Dinas dan Kantor di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
10. Seberapa besar pengaruh kinerja pegawai dan kinerja team work
terhadap kinerja organisasi di Badan dan Dinas Pemerintah
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut KegiatanFebruari 2007 – Februari 2010
(Dalam Jutaan)
Kegiatan Utama2007 2008 2009 2010
Februari Februari
Februari Februari
(1) (2) (3) (4) (5)
84
1. Penduduk 15+ 28,87 29,77 29,96 29,962. Angkatan Kerja 17,53 18,42 19,05 19,21
- Penduduk Kerja- Pengangguran
14,992,54
16,162,26
16,792,26
17,182,03
3. Bukan Angkatan Kerja 11,34 11,34 10,91 11,23
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 60,73 61,89 63,56 63,1
5. Tingkat Pengangguran terbuka (%)
Setelah Pengangguran TerpaksaSetelah Pengangguran Sukarela
Total
14,51
2,221,82
4,04
12,28
2,311,74
4,05
11,85
2,481,83
4,31
10,57
2,382,00
4,39
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut KegiatanFebruari 2007 – Februari 2010
(Dalam Jutaan)Tahun Kegiatan Utama
Pendu duk < 15
Angkatan Kerja Bukan Angkatan
Kerja
Tk Partisipasi
Angkatan Kerja(%)
Pengangguran Terbuka (%)Be
kerjaPe
nganggur
Jumlah Angkatan Kerja
2007 28,87 14,99 2,54 17,53 11,34 60,73 14,512008 29,77 16,16 2,26 18,42 11,34 61,89 12,282009 29,96 16,79 2,26 19,05 10,91 63,56 11,852010 29,96 17,18 2,03 19,21 11,23 63,10 10,57
85
Masih terdapat 70.681 (8,9%) tidak melanjutkan ke SMP karena factor Gegrafis, ekonomi dan budaya.
Pendudukan Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2007 – Februari 2010
(Dalam Jutaan & %)
Lapangan Pekerjaan Utama
2007 2008 2009 2010Orang Orang Orang Orang
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Perburuan
4,37(29,2%)
4,45(27,5%)
4,50(26,8%)
4,23(24,88%)
Pertambangan dan Penggalian
0,06(0,4%)
0,09(0,6%)
0,07(0,4%)
0,10(0,59%)
Industri2,68
(17,9%)2,94
(18,2%)3,05
(18,2%)3,11
(18,11%)
Listrik, Gas dan Air 0,03(0,2%)
0,05(0,3%)
0,47(0,3%)
0,37(0,22%)
Konstruksi 0,79(5,3%)
0,93(5,7%)
0,84(5,0%)
0,94(5,46%)
Perdagangan, rumah makan dan jasa
3,63(24,2%)
4,14(25,6%)
4,37(26,0%)
4,32](25,12%)
86
akomodasiTransportasi, pergudangan dan komunikasi
1,41(9,4%)
1,28(7,9%)
1,34(8,0%)
1,34(7,82%)
Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan
0,21(1,4%)
0,21(1,3%)
0,26(1,6%)
0,27(1,56%)
Jasa kemasyarakatan, social dan perseorangan
1,79(11,9%)
2,07(12,8%)
2,30(13,7%)
2,79(16,24%)
T O T A L 14,99(100,0%)
16,16(100,0%)
16,79(100,0%)
17,18(100,0%)
Perkembangan Koperasi dan UKM di Jawa BaratTahun 2006 s/d 2008
Tahun Koperasi UKMJumlah Tidak Aktif Jumlah
AnggotaJumlah
Usaha KecilJumlah
UMJumlah Usaha Besar
2006 20.562 14.211 6.155.406 7.301.014 19.569 1.3792007 22.473 15.464 6.222.006 7.966.359 19.457 1.3792008 22.522 15.909 6.251.889 8.255.459 24.369 1.637
Sumber Data: Dinas KUKM Prov.Jabar
Jumlah Kematian Ibu Hamil, Bersalin dan NifasDi Provinsi Jawa Barat Dari Tahun…
Tahun Jumlah Ibu Hamil
Ibu Hamil Mati
Ibu Bersalin Mati
Ibu Nifas Mati
Ibu Hamil,Bersalin,Nifas
MatiJumlah % Jumlah % Jumla
h% Jumlah %
2006 1.023.481 208 337 152 6972007 822.481 178 369 241 7882008 783.573 178 348 198 724
Sumber Data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Jumlah Kelahiran dan Kematian Bayi dan Balita Di Provinsi Jawa Barat Dari Tahun…
Tahun Bayi Lahir Bayi Mati
Jumlah Balita
Bayi dan Balita Mati
Hidup Mati Jumlah Jumlah % Jumlah %2006 796.534 2.599 799.133 3.682 3.538.588 321
87
2007 822.481 2.575 825.056 4.277 4.575.038 4642008 783.573 3.060 786.633 4.555 3.808.292 427
Sumber Data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Umur Harapan Hidup Di Provinsi Jawa BaratNo: Tahun Umur Harapan Hidup/Tahun1. 2006 67,082. 2007 67,403. 2008 68,62
Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan Harga Berlaku di Provinsi Jawa Barat……
No: Tahun PDRB Per Kapita (Rp.)
Jumlah Penduduk
PDRB Harga Konstan/Laju Pert
Ekonomi 1. 2004 7.796.043,91,- 38.610.875 5,16 %2. 2005 9.915.174,38,- 39.066.700 5,62%3. 2006 11.720.686,96,- 40.371.976 6,02%4. 2007 12.759.728,52,- 41.240.707 6,41%5. 2008
Tabel 1.1Presentase Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2008
No: Tingkat Pendidikan 2003 2004 2005 2006 2007 20081 Tidak Pernah Sekolah 5,69 5,07 5,18 4,95 5,382 Tidak Tamat SD 21, 67 21,66 21,80 21,66 22,02 28,333 Tamat SD 39,56 38,00 37,75 37,59 36,02 34,924 SLTP/SMP/sederajat 15,09 16,77 16,77 15,96 15,60 15,925 SLTA/SMU 14,61 15,30 15,40 15,79 16,22 10,786 Akademi/Dlipoma 1,72 1,60 1,54 1,97 2,13 5,257 Sarjana 1,71 1,60 1,58 2,07 2,63 4,81
Sumber Data: Hasil suseda 2003- 2008
Top Related