HUKUMAN ATAS PEMBUNUHAN TIDAK SENGAJA DAN
RELEVANSINYA TERHADAP RASA KEADILAN
MASYARAKAT
(Perbandingan Antara Hukum Pidana Islam dan KUHP)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
RIZKI AKMAR SAPUTRA
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prodi Perbandingan Mazhab
NIM: 131008662
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM- BANDA ACEH
2016M / 1438 H
iii
ii
V
KATA PENGANTAR
Segala puji beserta syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat dan kasih sayang
kepada hamba-hamba-Nya dalam menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Shalawat beserta salam kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia kepada kedamaian dan
membimbing kita semua menuju agama yang benar di sisi Allah SWT yakni
agama Islam.
Alhamdulilah dengan berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dengan
judul “Hukuman Atas Pembunuhan tidak Sengaja dan Relevansinya
Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat (Perbandingan Antara Hukum Pidana
Islam dan KUHP)” ini dapat terselesaikan. Skripsi ini di susun untuk melengkapi
dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) pada Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai, jika tanpa
bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, disamping
pengetahuan penulis yang pernah penulis peroleh selama mengikuti studi di
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry. Maka pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda (Alm) Drs. Abu Bakar dan Ibunda tercinta Dra. Kamariah
Thaib yang telah bersusah payah mendidik dan membesarkan penulis
VI
dengan penuh kasih sayang, serta seluruh para keluarga yang saya
cintai.
2. Bapak Dr. Khairuddin, M. Ag sebagai Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Ar-Raniry. Bapak Dr. Analiansyah, M. Ag sebagai ketua
jurusan SPM UIN Ar-Raniry.
3. Bapak Prof. Dr. H. Rusjdi Ali Muhammad, S.H sebagai pembimbing I,
dan Bapak Syarifuddin Usman, S.Ag, M.Hum sebagai pembimbing II,
yang telah banyak membimbing dalam menyelasaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. H. Iskandar Usman, MA sebagai Penasehat Akademik
yang telah membimbing penulis dengan penuh rasa tanggung jawab
dan selalu memberikan arahan. Dan juga kepada seluruh staf pengajar
(dosen) Fakultas Syari’ah dan Hukum.
5. Teman-teman seperjuangan SPH 2010 yang telah ikut memberi
motivasi dan membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri serta mohon ampun atas
segala dosa dan hanya pada-Nya penulis memohon semoga apa yang telah penulis
susun dapat bermanfaat kepada semua kalangan. Serta kepada pembaca, penulis
mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada dalam penulisan
skripsi ini. Demikianlah harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin Yaa
Rabbal ‘Alamin.
Banda Aceh, 16-Februari- 2016
Penulis
VII
Transliterasi Arab-Latin
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penulisan ini, berpedoman
kepada transliterasi Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K,
dengan keterangan sebagai berikut:
No Arab Latin Ket No Arab Latin Ket
1
ا
Alif 16
ط
ṭ
ṭ dengan
titik di
bawahnya
ẓ ظ b 17 ب 2
ẓ dengan
titik di
bawahnya
ain„ ع t 18 ت 3
ṡ ث 4ṡ dengan titik
di atasnya g غ 19
f ف j 20 ج 5
ḥ ح 6ḥ dengan titik
di bawahnya q ق 21
k ك kh 22 خ 7
l ل d 23 د 8
ż ذ 9ż dengan titik
di atasnya m م 24
n ن r 25 ر 10
w و z 26 ز 11
h ه s 27 س 12
hamzah ء sy 28 ش 13
ṣ ص 14ṣ dengan titik
di bawahnya y ي 29
ḍ ض 15ḍ dengan titik
di bawahnya
VIII
a. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin
Fatḥah a
Kasrah i
Ḍammah u
b. Vokal Rangkap
Tanda dan
Huruf Nama
Gabungan
Huruf
Fatḥah dan ya ai ي
و Fatḥah dan wau au
Contoh:
haula : حول kaifa : كيف
c. Vokal Panjang (maddah)
Harkat dan
Huruf
Nama Huruf dan
Tanda
Fatḥahdan alif atau ya ا / ي
Kasrah dan ya ي
و Ḍammahdan wau
Contoh:
qāla : قال
ramā : رمى
IX
qīla : قيل
قول ي : yaqūlu
Ta Marbutah(ة)
Transliterasi untuk Ta Marbutah(ة) ada dua:
a. Ta Marbutah(ة) yang hidup atau mendapat harkatfatḥah, kasrah dan ḍammah,
transliterasinya adalah t.
b. Ta Marbutah (ة) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah (ة) diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al, serta kedua kata itu terpisah maka ta marbutah
.itu ditranliterasikan dengan h (ة)
Contoh:
rauḍah al-aṭfāl/rauḍatul aṭfāl : روضة ال طفال
رة al-Madīnah al-Munawwarah/al-Madīnatul : المدينة المنو
Munawwarah
Ṫalḥah : طلحة
iv
ABSTRAK
Hukuman Atas Pembunuhan Tidak Sengaja dan
Relevansinya Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat
(Perbandingan antara Hukum Pidana Islam dan KUHP)
Nama : Rizki Akmar Saputra
Nim : 131008662
Fakultas/Prodi : Syari’ah dan Hukum/ SPM
Tanggal Munaqasyah : 15 Agustus 2016
Lulus Dengan Nilai : -
Tebal Skripsi : 69 halaman
Pembimbing I : Prof. Dr. H. Rusjdi Ali Muhammad, S.H
Pembimbing II : Syarifuddin Usman, S.Ag, M.Hum
Kata Kunci : Hukuman, Pembunuhan, Tidak Sengaja Dan Keadilan
Pembunuhan tidak sengaja merupakan kejahatan yang sering terjadi, pembunuhan
tidak sengaja sering digambarkan oleh ketidak hati-hatian dari si pelaku. Ketidak
hati-hatian tersebut sering sekali berakibat hilangnya nyawa orang lain. Oleh
karenanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hukuman terhadap
pelaku pembunuhan tidak sengaja menurut hukum pidana Islam dan KUHP,
Bagaimana relevansinya terhadap rasa keadilan masyarakat serta apa dampak
pemberlakuan hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan tidak sengaja. Untuk
memperoleh jawaban masalah pembunuhan tidak sengaja, penelitian ini
menggunakan metode deskriptif-komparatif. Berdasarkan metode pengumpulan data,
maka dikategorikan penelitian library research (kajian kepustakaan). Adapun hasil
kajian, menurut hukum pidana Islam pembunuhan tidak sengaja merupakan
perbuatan yang sama sekali tidak diniatkan dan tidak ada unsur kesengajaan dari si
pelaku. Hukuman pokoknya diyat dan kaffarat, Sedangkan dalam KUHP di rumuskan
dalam Pasal 359 hukuman terhadap pembunuhan tidak sengaja yaitu berupa hukuman
pidana kurungan paling sedikit satu tahun dan paling lama lima tahun. Sedangkan
relevansinya terhadap rasa keadilan masyarakat dapat ditinjau dari unsur-unsur
terjadinya pembunuhan tidak sengaja, dari sudut pandang sebab dan motif terjadinya
pembunuhan, dari sudut unsur jenis pembunuhan dan ancaman hukumannya serta
keseluruhan unsur tersebut sebagai pertimbangan dasar putusan pengadilan. Keadilan
hanya bisa dipahami jika diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh
hukum. Dengan hal tersebut masyarakat dapat mengerti dan lebih memahami aturan-
aturan yang ada tentang pembunuhan tidak sengaja dan menjadikan cerminan kepada
masyarakat lain agar lebih berwaspada dan berhati-hati dalam melakukan suatu
perbuatan, agar tidak merugikan orang lain. Walaupun perbuatan itu keliru yang
menyebabkan kematian, berarti dia telah melakukan pelanggaran kelalaian, maka
akan menerima konsekuensi atas perbuatannya.
Daftar Isi
Halaman
LEMBARAN JUDUL .............................................................................................. ..
PENGESAHAN SIDANG ....................................................................................... ... ii
PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................................ ... iii
ABSTRAK ................................................................................................................ ... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ... v
TRANSLITERASI...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ... xi
BAB SATU: PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................. 7
1.3.Tujuan Penelitian............................................................................... 7
1.4. Penjelasan Istilah ............................................................................. 8
1.5. Kajian Pustaka ................................................................................. 10
1.6. Metode Penelitian............................................................................. 12
1.7. Sistematis Pembahasan..................................................................... 14
BAB DUA: TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN MENURUT HUKUM
PIDANA ISLAM DAN KUHP
2.1. Tindak Pidana Pembunuhan dan Permasalahannya......................... 16
2.1.1. Pengertian Pembunuhan dan Dasar Hukumnya........................ 16
2.1.2. Macam-Macam Pembunuhan dan Sebab terjadinya................. 23
2.1.3. Persamaan dan Perbedaan Masing-Masing Pembunuhan......... 33
2.2. Unsur-Unsur Pembunuhan tidak Sengaja dan Sebab Terjadinya..... 36
2.3. Jenis-Jenis Pembunuhan tidak Sengaja dan Ancaman
Hukumannya..................................................................................... 39
BAB TIGA: ANALISIS PERBANDINGAN TERHADAP DAMPAK
HUKUMAN DENGAN RASA KEADILAN MASYARAKAT
3.1. Dilihat dari Sudut Unsur terjadi Pembunuhan.................................. 47
3.2. Dilihat dari Sebab dan Motif terjadi Pembunuhan.............................. 52
3.3. Dilihat dari Sudut Jenis Pembunuhan dan
Ancaman Hukumannya....................................................................... 55
3.4. Relevansi Terhadap Keadilan………………………………………. 60
BAB EMPAT: PENUTUP
4.1. Kesimpulan....................................................................................... 64
4.2. Saran-saran........................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 66
RIWAYAT HIDUP......................................................................................................
1
BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk terbanyak ke-empat
di dunia, dengan berbagai macam suku, budaya, serta latar belakang yang
berbeda-beda. Agama Islam menjadi agama yang mayoritas dianut oleh para
penduduk Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari sejarah para pendiri bangsa
Indonesia yang berpegang teguh dalam memeluk Islam sebagai suatu keyakinan.
Negara Indonesia adalah sebuah negara yang berkembang, yang mana
dalam kehidupan sosialnya tidak terlepas dari berbagai masalah. Salah satu
masalah yang timbul di tengah masyarakat tersebut antara lain adalah masalah
kriminal. Kejahatan yang tidak habis-habisnya dilakukan oleh siapapun yang
menginginkannya, hal ini di dorong oleh berbagai macam faktor, terutama faktor
dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup, hal ini erat kaitannya dengan kegiatan
manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebagai suatu kenyataan sosial masalah kriminalitas ini tidak dapat
dihindari dan memang selalu ada. Sehingga wajar bila menimbulkan keresahan
karena kriminalitas dianggap sebagai gangguan terhadap kesejahteraan penduduk
daerah serta lingkungannya. Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial
tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, politik dan
2
budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi
satu sama lain.1
Namun dalam prakteknya, tidak jarang karena hasrat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, manusia justru saling berhadapan dengan manusia lainnya
sehingga keseimbangan dalam masyarakat akan terganggu dan timbul
pertentangan-pertentangan di antara mereka. Dengan pembawaan sikap
pribadinya tersebut, tanpa mengingat kepentingan orang lain, kepentingan itu
terkadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan yang saling
bertentangan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya.2 Pembunuhan dapat
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi
sengaja, dan pembunuhan tidak sengaja.
Zainuddin Ali mendefinisikan pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain
dan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh. Maksudnya yaitu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan alat seperti pisau,
senjata ataupun benda-benda keras lainnya yang didasari dengan adanya niat dan
perbuatan dari dirinya untuk melukai dan menghilangkan nyawa orang lain.3
Dalam hukum pidana Islam penuntutan dari keluarga korban sebagai
dasar untuk memutuskan apakah pelaku pidana pembunuhan dikenakan hukuman
mati atau dibebaskan dari hukuman mati dengan memaafkan pelaku pidana
pembunuhan dan hukuman gantinya diyat. Pelaku pidana pembunuhan menebus
kesalahannya dengan pemberian kompensasi kepada keluarga korban, atau dengan
1Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Melton Putra, 1983), hlm. 2.
2Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 9.
3 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 23.
3
hukuman ta‟zīr yaitu hakim bebas untuk memilih hukuman yang tetap dan
membawa kemaslahatan. Apabila ke semua hukuman itu tidak disanggupi, maka
dengan pemberiaan maaf dari keluarga korban, pelaku tindak pidana pembunuhan
tersebut dapat dibebaskan dari segala tuntutan hukuman pidana. 4
Sedangkan tindak pidana yang diatur dalam pasal 338 KUHP merupakan
tindak pidana dalam bentuk pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara
lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Adapun rumusan pasal 338 KUHP
adalah: “Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”5
Pada pasal 340 KUHP menyatakan: “Barang siapa sengaja dan dengan
rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan
dengan rencana(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”6
Pada pembunuhan sengaja ini, dalam Pasal 338 KUHP disebutkan bahwa
pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama
lima belas tahun. Disini disebutkan paling lama jadi tidak menutup kemungkinan
hakim akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara.
Pembunuhan semi sengaja adalah di mana si pelaku sengaja dalam
perbuatan, tetapi keliru dalam pembunuhan. Seperti perbuatan pembunuhan
lainnya, pembunuhan semi sengaja memiliki tiga unsur, yaitu pelaku melakukan
suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian, adanya maksud penganiayaan
4 Ibid., hlm. 25.
5Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, KUHP, Cet I, (Jakarta:
Sinar Harapan, 1983), hlm. 135. 6Ibid., hlm. 135.
4
atau permusuhan, dan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku
dengan kematian korban.7
Pembunuhan ini tidak mengakibatkan qishash, akan tetapi di dalamnya
ada ancaman hukuman berupa kewajiban membayar diyat mughalladzah yang
menjadi tanggungan kerabat „aaqilah pelaku. Ini adalah hukuman tingkat pertama
untuk tindak pembunuhan mirip sengaja. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah
SAW:
أخبر نا محمد بن بشا ر عن ابن أبي عد ي عن خا لد، عن القا سم، عقبة بن أوس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: )) ألا إن قتيل الخطإ قتيل السوط والعصا فيه ما ئة من الإ بل مغلظة،
أر بعون منها في بطو نها أو لا دها(( Artinya: “Muhammad bin Basyar mengabarkan kepada kami dari Ibnu Abu Adi,
dari Khalid, dari al-Qasim, dari Uqbah bin Aus bahwa Rasulullah SAW
bersabda: (ketahuilah bahwa pembunuhan tidak sengaja dengan
menggunakan cambuk dan tongkat dikenakan diyat mughalladzah
berupa seratus ekor unta, empat puluh ekor diantaranya adalah unta
yang di dalam kandungannya terdapat anak-anaknya (unta yang
sedang bunting)”8
Pembunuhan tidak sengaja adalah pembunuhan yang tidak direncanakan
untuk dilakukan atau tindakan itu mengenai orang yang bukan menjadi
sasarannya. Artinya, pelaku tidak sengaja melakukan perbuatan yang
menyebabkan kematian dan tidak bermaksud membunuh korban.9
Pembunuhan tidak sengaja adalah pelaku sama sekali tidak memiliki
maksud dan kesengajaan untuk memukul dan tidak pula membunuh korban,
seperti si A terjatuh dan menimpa si B hingga mengakibatkan si B mati, atau si A
7Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jilid III, (terj: Tim Tsalisah),
(Bogor: PT Kharisma Ilmu, tth), hlm. 106. 8Ahmad bin Syu’aib Abu Abdurrahman an-Nasa’i, Sunan an-Nasa‟i, (terj: M. Khairul
Huda, dkk.,), (Jakarta: Almahira, 2013), hlm. 961. 9Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet-6, (Jakarta: Pt. Ichtiar Van
Hoeve,2003), hlm. 263.
5
menembak binatang buruan, akan tetapi tembakannya itu justru meleset dan
mengenai seseorang.
Pembunuhan tidak sengaja merupakan tindak pidana yang dilakukan
dengan tidak sengaja dengan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki
oleh pelaku. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang rumusannya
sebagai berikut :“Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.”10
Berdasarkan tindakan kejahatan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 359
KUHP ini, ada dua macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya,
yaitu berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
Pembunuhan tidak sengaja (al-kḥatā), adalah perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang
lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang
melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba
tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.11
Dasar hukumnya adalah firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Nisa
ayat 92 yang berbunyi:
10Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, KUHP, Cet I, (Jakarta:
Sinar Harapan, 1983), hlm. 140. 11
Sayyid Sabiq, Fiqḥu al-Sunnah, Jilid II, (Kairo: Dār al-Fatḥ lil I’lam al-Arabī, 1990),
hlm. 435.
6
Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar
diat, yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka Si (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh)
dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. Al-Nisa:92).
Melihat permasalahan di atas, maka untuk meneliti tentang pembunuhan
tidak sengaja yang didasarkan atas ketidaksengajaan. Dalam hal ini perlu dianalisa
bagaimana sanksi hukuman, dampak dan relevansinya terhadap masyarakat
dengan adanya pemberlakuan hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan tidak
sengaja. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji permasalahan tersebut dalam
skripsi yang berjudul “HUKUMAN ATAS PEMBUNUHAN TIDAK
SENGAJA dan RELEVANSINYA TERHADAP RASA KEADILAN
MASYARAKAT (PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM
DAN KUHP)”.
7
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis mencoba mengambil beberapa rumusan masalah yang menjadi kajian
dalam skripsi ini. Adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja
menurut hukum pidana Islam dan KUHP?
2. Bagaimana relevansinya terhadap rasa keadilan masyarakat dilihat dari
ancaman hukuman menurut hukum pidana Islam dan KUHP ?
3. Apa dampak terhadap masyarakat dengan adanya pemberlakuan
hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan tidak sengaja?
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penulisan karya ilmiah tentu tidak terlepas dari tujuan yang
hendak dicapai, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis itu sendiri maupun bagi
para pembaca. Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana hukuman terhadap pelaku pembunuhan
tidak sengaja menurut Hukum Pidana Islam dan KUHP.
2. Untuk mengetahui relevansinya terhadap rasa keadilan masyarakat dilihat
dari ancaman hukuman menurut hukum pidana Islam dan KUHP
3. Untuk mengetahui apa dampak terhadap masyarakat dengan adanya
pemberlakuan hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan tidak
sengaja.
8
1.4. Penjelasan Istilah.
Agar mudah dipahami, dan juga untuk menghindari kekeliruan, maka
setiap istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini perlu dijelaskan untuk
menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam penulisan nantinya.
Istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini adalah:
1. Hukuman
Hukuman adalah aturan atau norma berupa petunjuk atau pedoman hidup
yang wajib ditaati.12
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukuman itu
merupakan siksaan yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-
undang atau keputusan yang dijatuhkan oleh hakim akibat dari perbuatan
sendiri.13
Sedangkan hukuman menurut Abdul Qadir Audah adalah pembalasan
yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas
ketentuan syara.14
2. Pembunuhan Tidak Sengaja
Pembunuhan secara terminologi adalah perampasan atau peniadaan nyawa
seseorang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh
anggota badan yang disebabkan ketiadaan roh sebagai unsur utama untuk
mengerakkan tubuh.15
Pembunuhan tidak disengaja adalah ketidaksengajaan dalam kedua unsur,
yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam pembunuhan sengaja
terdapat kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan dalam akibat yang
12
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet ke -7, hlm. 27. 13
Departemen Pendidikan Nasioanal, kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 411. 14
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum pidana Islam,Jilid II,..., hlm 609. 15
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqih Jinayah), (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2000), hlm. 113.
9
ditimbulkannya, dalam pembunuhan tidak sengaja, pebuatan tersebut tidak diniati
dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak dikehendaki.16
3. Keadilan
Secara bahasa kata adil berarti menyamakan, menyeimbangkan,
meluruskan.17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak
berat sebelah, tidak memihak, sepatutnya, berpegang pada kebenaran dan tidak
sewenang-wenang.18
Kata keadilan berasal dari bahasa Arab al-„ādl yang berarti
keadaan yang terdapat dalam jiwa seseorang yang membuatnya menjadi lurus.
Keadilan berasal dari kata kerja „adalā yang berarti pertama, meluruskan atau
duduk lurus, mengamandemenkan atau merubah. Kedua, melarikan diri erangkat
atau mengelak dari satu jalan (yang keliru) menuju jalan lain yang benar. Ketiga,
sama atau sepadan atau menyamakan. Keempat, menyeimbangkan atau
mengimbangi, sebanding atau berada dalam suatu keadaan yang seimbang.19
4. Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata Fiqh Jinayah. Fiqh
Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan
kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci
dari al-Qur’an dan Hadis. Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan
16
Sayyid Sabiq, Fiqḥu as-Sunnāh, Jilid II, (Kairo: Dār al-Fatḥ lil I’lam al-Arabi, 1990),
hlm. 5. 17
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 17. 18
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet ke-III,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 4. 19
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan, 1995),
hlm. 61.
10
kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan
peraturan perundang-undangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis.20
5. KUHP
KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah kitab undang-
undang hukum yang berlaku sebagai dasar hukum di Indonesia. KUHP
merupakan bagian hukum politik yang berlaku di Indonesia, dan terbagi menjadi
dua bagian: hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Semua hal yang
berkaitan dengan hukum pidana materiil adalah tentang tindak pidana, pelaku
tindak pidana dan pidana (sanksi). Sedangkan, hukum pidana formil adalah
hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil.21
1.5. Kajian Pustaka
Dalam melakukan pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini, banyak
ditemukan literatur yang berkaitan dengan pokok masalah ini yang dapat
membantu dalam melakukan pembahasan. Diantaranya skripsi atas nama Ilham,
Tentang Sanksi Pembunuhan Sengaja Ayah Kandung terhadap Anaknya (Studi
Perbandingan Mazhab Malikiyyah dan Mazhab Syafi’iyah) mahasiswa Fakultas
Syari’ah Jurusan Perbandingan Hukum dan Mazhab pada Tahun 2012. Indikasi
yang dibahas dalam subtansinya adalah lebih menitik beratkan terhadap sanksi
bagi si pelakunya. Dalam hal ini bentuk hukumannya qishash bagi ulama
Malikiyyah, sedangkan Syafi’iyyah tidak di qishash hanya dikenai diyat saja.
20
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet ke-III, ..., hlm. 1. 21
https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Undang-undang_Hukum_Pidana. di akses Pada
tanggal 12-Januari-2015.
11
Kemudian tulisan dari Samsul Bahri, mahasiswa Syariah Perbandingan
Mazhab dan Hukum, tentang Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pembunuhan
Berantai (Studi Komperatif antara Hukum Islam dan Hukum Positif), kajian ini
lebih menitikberatkan pada hukuman bagi pelaku pembunuhan berantai, yaitu
dalam Hukum Islam dikenakan teori gabungan hukuman dan hukuman dasar bagi
pelaku pembunuhan adalah di qishash atau hukuman mati.
Kemudian penulisan M. Dzulfahmi Arif, Mahasiswa Perbandingan
Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2012 dengan judul“ Tindak Pidana
Pembunuhan Karena Membela Diri Menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana
Indonesia. Penelitian ini berfokus pada pembelaan diri menurut hukum Islam
maupun hukum pidana Indonesia termasuk kajian alasan penghapus pidana. Oleh
karena itu jika pembelaan yang dilakukan itu berujung pada tindak pidana maka
menurut kedua hukum tersebut terbebas dari pertanggungjawaban pidana, dengan
catatan harus terpenuhi kriteria bagaimana pembelaan itu dilakukan. Pembelaan
diri yang mengakibatkan matinya yang melakukan percobaan pembunuhan,
menurut hukum Islam hanya dibenarkan ketika yang terancam itu adalah
kehormatan kesusilaan bagi wanita. Sedangkan untuk hukum pidana Indonesia,
pembelaan diri yang demikian dapat dimasukan dalam Pasal 49 ayat (2) tentang
pembelaan terpaksa yang melampaui batas sehingga si pembela yang
mengakibatkan terbunuhnya si penyerang terbebas dari pertanggungjawaban dan
sanksi pidana baik pembelaan yang dilakukan untuk membela jiwa, kehormatan
kesusilaan maupun harta benda.
12
Dari ketiga skripsi yang dikutip, sangatlah berbeda variabelnya dengan
rencana skripsi ini yang lebih menitikberatkan kepada bagaimana sanksi hukuman
bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja serta dampak hukumannya terhadap rasa
keadilaan dalam masyarakat dengan membandingkan antara hukum Islam dan
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini dikategorikan dalam penelitian kepustakaan (library
research), yaitu sebuah penelitian yang menitikberatkan pada usaha pengumpulan
data dan informasi dengan bantuan segala material yang terdapat di dalam ruang
perpustakaan maupun di luar perpustakaan. Misalnya, buku-buku, majalah,
naskah-naskah, catatan-catatan, multimedia, dan lain sebagainya.22
1.6.2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan menggunakan
pendekatan kepustakaan (library research), maka semua kegiatan penelitian ini
dipusatkan pada kajian terhadap data dan buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan ini. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua sumber data,
yaitu:
a. Data Utama (Primer)
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama,
yaitu dalam hukum Islam; Kitab Fiqḥu as-Sunnāh karya Sayyid Sabiq, kitab al-
Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ karya Wahbah az-Zuhaili, “Al-Tasyri‟ al-Jinai Wa
22
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset, (Bandung; Bandar Maju, 1990), hlm. 33.
13
al-Islami” karya Abdul Qadir Audah. “Bidayāḥ al-Mujtahīḍ Wa Nihayāḥ” karya
Ibnu Rusyd. kemudian “Asas-Asas Hukum Pidana Islam” karya A. Hanafi,
Sedangkan dalam hukum positif; KUHP, serta peraturan dalam hukum positif dan
buku yang ada korelasinya dengan pokok pembahasan.
Bahan-bahan hukum primer merupakan bahan yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari buku pidana dan
kitab pidana Islam yang berkaitan dengan hukuman terhadap pembunuhan tidak
sengaja.
b. Data Pendukung (sekunder)
Bahan sekunder berupa semua, publikasi tentang hukuman meliputi
buku-buku, undang-undang, peraturan, teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum pidana Islam.23
Adapun sumber data pendukung dari penelitian ini diperoleh dengan
membaca dan menelaah kamus-kamus yang relevan dengan permasalahan yang
dibahas dalam kajian ini. Seperti, kamus bahasa Arab, kamus bahasa Indonesia,
kamus bahasa Inggris, dan website-website yang terkait dengan permasalahan
hukuman terhadap pembunuhan tidak sengaja.
1.6.3. Analisis Data
Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, diperlukan data yang lengkap
dan objektif serta mempunyai metode dan teknik tertentu agar tulisan ini lebih
terararah dan mendekati kesempurnaan. Metode yang digunakan dalam penulisan
ini adalah metode deskriptif-komparatif, yaitu data hasil analisa dipaparkan
23
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ,(Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), hlm. 30.
14
sedemikian rupa dengan cara membandingkan pendapat-pendapat yang ada di
sekitar masalah yang dibahas dan dengan melihat yang mana yang sesuai dengan
konteks zaman kekinian.
1.6.4. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku panduan
Penulisan Skripsi dan Laporan Akhir Studi Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh Tahun 2013.
1.7. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan lebih teratur dan terarah serta memudahkan para
pembaca, maka disini akan diuraikan secara singkat mengenai sistematika
pembahasan skripsi ini yang terdiri dari empat bab.
Bab satu, sebagai gambaran umum tentang judul yang akan dikaji dan
dibahas dalam bab-bab selanjutnya yang didalamnya terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua, membahas tentang tindak pidana pembunuhan menurut hukum
pidana Islam dan KUHP, meliputi; pengertian pembunuhan dan dasar hukumnya,
macam-macam pembunuhan dan sebab terjadinya pembunuhan, persamaan dan
perbedaan masing-masing pembunuhan, unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja
dan sebab terjadinya, jenis-jenis pembunuhan tidak sengaja dan ancaman
hukumannya.
Bab tiga, membahas tentang analisa perbandingan terhadap dampak
hukuman dengan rasa keadilan masyarakat, dilihat dari sudut unsur terjadi
15
pembunuhan, dilihat dari sudut sebab dan motif terjadi pembunuhan, dilihat dari
sudut jenis pembunuhan dan ancaman hukumannya
Bab empat, merupakan bab yang terakhir yang berisi kesimpulan yang
diambil berdasarkan uraian-uraian dari pembahasan bab-bab sebelumnya dan
saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi para pembaca karya tulis ilmiah ini.
16
BAB DUA
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN MENURUT
HUKUM PIDANA ISLAM DAN KUHP
2.1. Tindak Pidana Pembunuhan dan Permasalahannya
2.1.1. Pengertian Pembunuhan dan Dasar Hukumnya
Pembunuhan dalam bahasa Arab sering disebut dengan al-qaṭl, yang berasal
dari kata “qātalā”-“yaq‟tulū”-“qatlān”, yang berarti membunuh.1
Menurut
Purwadarminta dalam “Kamus Umum Bahasa Indonesia” pembunuhan berarti
membunuh, perbuatan bunuh atau diartikan dengan proses, perbuatan atau cara
membunuh.2
Pengertian pembunuhan menurut Abdul Qadir Audah dalam Kitabnya at-
Tasyri‟ al-Jinā‟ī fī al-Islam mendifinisikan pembunuhan adalah:
فعل من العباد تز ول بو الحيات اي انو از ىلق روح اد من بفعل اد من اخر
Artinya: “Suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa, menghilangkan
ruh atau jiwa orang lain”3.
Pakar fikih menjelaskan bahwasannya pembunuhan adalah suatu tindakan
oleh manusia yang menyebabkan hilangnya kehidupan, yakni tindakan yang
1Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus wa Dzurriyah, 2010),
hlm. 331. 2W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
hlm.169. 3Abdul Qadir Audah, at-Tasyri‟ al-Jinā‟ī fī al-Islāmī, Jilid II, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabī,
t.t), hlm. 6.
17
merobohkan formasi bangunan yang disebut manusia.4
Menurut Zainuddin Ali
mendefinisikan pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
dan atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang dan atau beberapa orang
meninggal dunia.5
Selanjutnya pembunuhan juga diartikan sebagai perbuatan
seseorang yang menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan jiwa anak
adam oleh perbuatan anak adam yang lainnya.6
Menurut Amir Syarifuddin dalam bukunya “Garis-Garis Besar Fiqh” yang
dimaksud dengan pembunuhan ialah tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang.
Pembunuhan adalah perbuatan yang dilarang Allah SWT dan Nabi SAW karena
merusak salah satu sendi kehidupan.7 Dalam kitab Fiqih Mazhab Syaf’i karangan
Mas’ud dan Zainal Abidin S mendefinisikan pembunuhan dengan pengertian
menghilangkan nyawa seseorang dengan jalan yang sengaja dan menganiayanya.8
Dari definisi hukum pidana Islam, dapat disimpulkan bahwa pembunuhan
merupakan salah satu perbuatan seseorang yang perbuatan tersebut bertujuan untuk
melukai maupun menghilangkan nyawa orang lain.
Sedangkan di dalam hukum Pidana Indonesia dijelaskan oleh R. Soesilo
dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal menyebutkan bahwa pembunuhan (doodslag) berarti
4 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ, Jilid VI, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989),
hlm. 217. 5Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 23.
6Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, jilid III, (terj: Tim Tsalisah),
(Bogor: Penerbit PT. Kharisma Ilmu, tth), hlm. 177. 7Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 258.
8Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, Fiqh Mazhab Syafi‟i, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),
hlm. 482.
18
perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian itu
disengaja, artinya termasuk dalam niatnya.9
Tindak pidana pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) termasuk ke dalam kejahatan terhadap nyawa. Kejahatan terhadap nyawa
(misdrijven tegen het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang
lain.10
Pembunuhan artinya orang atau alat dalam hal membunuh. Suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai pembunuhan apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh siapa
saja yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain.11
Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana pembunuhan adalah
suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga
dalam perbuatannya tersebut dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Jenis
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang, yaitu terutama penganiayaan dan
pembunuhan, kedua macam tindak pidana pembunuhan selalu didahului dengan
penganiayaan yang selalu tampak sebagai tuntutan setelah tuntutan pembunuhan
berhubungan dengan keadaan pembuktian.12
Melihat kepada pengertian pembunuhan dalam KUHP di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembunuhan merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
manusia terhadap manusia lain yang mengakibatkan dari perbuatannya tersebut
9R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal demi Pasal (Bogor: Politeia, 1996), hlm. 240. 10
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 55. 11
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum , (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 24. 12
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta: Refika
Aditama, 2003), hlm. 66.
19
menghilangkan nyawa orang lain. Adapun dilihat dari definisi antara hukum pidana
Islam dan KUHP pada dasarnya memiliki pengertian yang sama, yaitu pembunuhan
itu pada intinya menghilangkan nyawa orang lain. Namun, perbandingan terdapat
pada macam-macam bentuk dan unsur-unsur pembunuhan.
Berikut ini akan dijelaskan dasar hukum pembunuhan menurut hukum pidana
Islam dan KUHP, sebagai berikut;
1. Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam yang menjadi dasar hukum terhadap larangan
pembunuhan sangatlah banyak, karena pembunuhan merupakan tindakan yang
membuat orang lain kehilangan nyawanya. Di dalam sejarah kehidupan umat
manusia, pembunuhan pertama kali dilakukan oleh Qabil terhadap Habil. Keduanya
adalah anak Nabi Adam A.S. peristiwa tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an dalam
surah al-Maidah ayat 27-31 yang mengulas tentang kisah pembunuhan pertama kali
terjadi di dunia, sebagaimana firman Allah SWT pada ayat 27 yaitu:
Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban,
maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu! Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang bertakwa”.(Qs. Al-Maidah: 27).
20
“Maksud ayat di atas dalam tafsir, dijelaskan Habil dan Qabil keduanya anak
Adam, keduannya sama-sama berkorban, cuman Habil berkorban karena Allah,
karena takwa dan ikhlas dengan hati yang suci, tetapi Qabil berkorban bukan karena
demikian, hanya karena malu dan terpaksa. Sebab itu Allah menerima korban Habil
dan tidak menerima korban Qabil. Lalu Qabil marah kepada Habil, dan berkata:
“Demi, akan kubunuh engkau.” Jawab Habil: “mengapa saya akan kau bunuh,
padahal saya tidak bersalah? Jika Allah tidak menerima korban engkau, sebabnya
ialah karena Allah hanya menerima korban dari orang-orang yang taqwa. Meskipun
engkau hendak membunuh saya tapi saya tidak akan membunuh engkau. Tetapi
karena hawa nafsu dan dengki Qabil terhadap saudaranya terus dibunuh juga. Di sini
dapat diketahui, bahwa Allah menerima korban, baik korban jiwa atau harta benda,
hanya dari orang-orang yang taqwa dan ikhlas”.13
Kemudian kisah ini dilanjutkan dengan penjelasan dalam ayat berikutnya
tentang pembunuhan, yaitu dalam ayat 32-33, yang berbunyi:
13
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyyah, 2008),
hlm. 152.
21
Artinya: “Oleh sebab itulah, Kami tetapkan (suatu hukum) atas Bani Israil, bahwa
sesungguhnya, siapa yang membunuh seorang manusia, yang bukan
membunuh orang atau bukan membuat bencana di muka bumi, maka
seolah-olah ia telah membunuh manusia semuanya. Barang siapa
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-
keterangan yang jelas, kemudian kebanyakan mereka sesudah itu
melampaui batas di muka bumi (dalam berbuat kerusakan). Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya
dan membuat kerusakan di muka bumi, bahwa mereka itu dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik,
atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka
peroleh siksaan yang besar”.(Qs. Al-Maidah: 32-33).
Kemudian dalam surah lain dijelaskan akan ancaman hukuman terhadap
pembunuhan, yaitu firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 178 sebagai
berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barang
siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu
22
dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih”.(Q.S. al-baqarah:178).
Di dalam ayat lain dalam surah yang sama tentang tidak akan menumpah
darah dalam dunia, kemudian di ingkari, sebagaimana firman Allah SWT, yaitu:
Artinya: “Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari kamu yaitu kamu tidak
akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan
mengusir saudaramu sebangsa dari kampung halamanmu, kemudian kamu
berikrar (akan memenuhinya) sedangkan kamu mempersaksikannya”.(Qs.
Al-Baqarah: 84).
Sedangkan dalil as-Sunnah dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW bersabda:
وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليو وسلم قال:" إن اعتى الناس على الله ثلاثة : من قتل فى حرم الله او قت غير قاتلو او قتل لذحل الجاىلية " )اخرجو ابن حبان في حديث صححو(
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Bahwa Nabi saw. Bersabda: “Sesungguhnya orang
yang paling durhaka kepada Allah ada tiga: orang yang membunuh di
tanah haram, orang yang membunuh orang yang tidak membunuh, dan
orang yang membunuh karena balas dendam Jahiliyah.”(Hadits shahih
riwayat Ibnu Hibban/Bulughul Maram: 1214).14
Adapun kandungan dari hadis tersebut ialah:
1. Haram membunuh jiwa yang terhormat dan membunuh selain pembunuh.
Haram membunuh demi dendam Jahiliyah. Pelaku perbuatan tersebut di
tanah suci adalah orang yang paling durhaka dan dimurkai Allah.
14
Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat al-Qur‟an dan Hadis, Jilid VII,
(Jakarta: Widya Cahaya, 2009), hlm. 354.
23
2. Pembunuhan tidak sengaja di tanah suci atau di bulan-bulan haram atau
membunuh muhrim dari nasab, dendanya denda yang di perberat yang
sudah dijelaskan.
2. Dasar Hukum Menurut KUHP.
Dalam KUHP ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan
terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal,
yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.15
2.1.2. Macam-Macam Pembunuhan dan Sebab Terjadinya
Jumhur ulama, termasuk di antaranya Ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah,
membagi pembunuhan kepada tiga macam, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan
semi sengaja dan pembunuhan tidak sengaja.16
Yaitu dengan rincian sebagai berikut:
1. Pembunuhan yang Dilakukan dengan Sengaja
Pembunuhan sengaja yaitu pelaku pembunuhan yang memang dengan sengaja
dan bermaksud menghantam orang lain dengan senjata, seperti dengan pedang, pisau,
tombak dan peluru ataupun dengan sesuatu yang disamakan dengan senjata dalam hal
ini bisa merobek tubuh atau menghilangkan nyawa, seperti kayu dan batu yang
dilancipkan dan ditajamkan, api, jarum yang ditusukkan pada bagian tubuh yang
sensitif dan mematikan.17
15
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, KUHP, Cet I, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1983), hlm. 135. 16
Wahbah az-Zuhaili al- Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ, (ter: Abdul Hayyi al-Khattani, dkk),
Jilid VII, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 546 . 17
Ibid.,hlm. 546.
24
Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja (qaṭḥlū al-āmḍ) yaitu
perampasan nyawa seseorang yang dilakukan dengan sengaja, jadi matinya korban
merupakan bagian yang dikehendaki si pembuat jarimah. Yang dimaksud dengan
pembunuhan sengaja (qaṭḥlūl al-āmd) menurut Hasbullah Bakri adalah suatu
perbuatan yang disertai niat (direncanakan) sebelumnya untuk menghilangkan nyawa
orang lain. Dengan menggunakan alat-alat yang dapat mematikan, seperti golok, kayu
runcing, besi pemukul, dan sebagainya, dengan sebab-sebab yang tidak dibenarkan
oleh ketentuan hukum.18
Adapun dalil dalam al-Qur’an tentang pembunuhan sengaja yaitu dalam surah
al-Nisa ayat 93:
Artinya: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan disengaja,
Maka balasannya neraka Jahannam, serta kekal di dalamnya dan Allah
SWT murka kepadanya, serta mengutuknya dan menyediakan baginya
siksaan yang besar.” (Qs. Al-Nisa : 93)
Ayat ini menerangkan besarnya dosa seorang mukmin yang membunuh
mukmin yang lain dengan sengaja. Ayat ini menyebutkan hukuman yang akan
ditimpahkan kepada mukmin yang membunuh mukmin yang lain dengan sengaja.
18
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqih Jinayah), (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2000), hlm. 113.
25
Sedangkan hukuman terhadap pelaku pembunuhan sengaja yaitu hukum
pokoknya qishash, namun jika dimaafkan oleh pihak keluarga korban maka
dikenakan hukuman pengganti, yaitu ada tiga, diyat, ta‟zīr dan puasa.19
Sedangkan pembunuhan sengaja dalam KUHP adalah perbuatan yang
mengakibatkan kematian orang lain, kematian itu dikehendaki oleh si pelaku.20
Dikehendaki disini dimaksudkan kepada si pelaku, pelaku memang sengaja berniat
untuk membunuh si korban.
Adapun dasar hukumnya dijelaskan dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.21
Pada pembunuhan sengaja ini, dalam Pasal 338 KUHP disebutkan bahwa
pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima
belas tahun. Disini disebutkan paling lama jadi tidak menutup kemungkinan hakim
akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara.
2. Pembunuhan Semi Sengaja
Pembunuhan yang menyerupai kesengajaan ialah pembunuhan terhadap orang
yang dilindungi secara hukum, pelakunya orang mukallaf, sengaja dalam
19
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, cet ke-III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 144. 20
M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP, (Bandung: Remaja
Karya, 1986), hlm. 121. 21
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, KUHP, Cet I, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1983), hlm. 135.
26
melaksanakannya, tetapi memakai sarana yang pada kebiasaannya tidak mematikan.
Yaitu, seperti memakai tongkat kecil, melempar dengan kerikil, menampar dengan
tangannya, dengan cambuk atau dengan yang lainnya. Seumpamanya seseorang
memukul orang lain dengan tongkat kecil atau batu kerikil, menamparnya, atau
mencambuknya dan sebagainya. Seandainya pukulan tersebut dengan tongkat ringan
atau batu kecil sebanyak satu atau dua pukulan dan lemparan, kemudian orang yang
menjadi korban itu mati, maka ini dinamai pembunuhan seperti kesengajaan atau
pembunuhan semi sengaja.22
Mengenai pembunuhan semi sengaja, para ulama telah menyebutkan
definisinya dengan mengatakan, “seseorang yang sengaja melakukan kejahatan yang
secara umum tidak mematikan, dan tetapi ternyata korban bisa mati. Apa yang ia
lakukan tersebut baik dilakukan karena adanya dendam dan permusuhan atau sekedar
memberikan pelajaran. Maka, dalam situasi seperti ini tindak kejahatan dan
pembunuhan tersebut dimasukkan dalam kategori pembunuhan semi sengaja, karena
seorang pelaku dengan sengaja melakukan perbuatan tersebut tanpa niat untuk
membunuh”. Ibnu Rusyd berpendapat,”barang siapa yang memukul seseorang
dengan sengaja, tapi biasanya pukulan tersebut tidak mematikan seseorang, maka
hukumnya ditengah-tengah antara pembunuhan sengaja dan tidak sengaja. Tindakan
tersebut menyerupai pembunuhan sengaja. Karena, dalam situasi ini ia dengan
sengaja melakukan perbuatan tersebut. Sedangkan, pembunuhan itu juga dianggap
22
Sayyid Sabiq, Fiqḥ al-Sunnah, Jilid III, (Terj: Nor Hasanuddin, dkk), (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2003), hlm. 413.
27
mirip dengan pembunuhan tidak sengaja dengan alasan karena saat ia memukul atau
melakukan hal itu ia tidak bermaksud sama sekali untuk membunuh.23
Menurut Abu Hanifah, alat pemukul selain besi, seperti kayu, api, dan lain-
lain, dapat dikategorikan pembunuhan mirip sengaja. Menurut Syafi’i, pembunuhan
mirip sengaja adalah sengaja dalam pemukulannya dan keliru dalam pembunuhannya.
Yakni pemukulan yang tidak dimaksudkan untuk membunuh, tetapi berakibat
terjadinya kematian.24
Pembunuhan semi sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh: seorang guru
memukulkan penggaris kepada kaki seorang murid, tiba-tiba muridnya yang dipukul
itu meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan
semi sengaja (syībhū al-āmḍ).25
Sedangkan hukuman terhadap pelaku pembunuhan semi sengaja pada
dasarnya hukum pokok adalah diyat dan kaffarat, sedangkan hukuman pengganti
adalah puasa dan ta‟zīr dan hukuman tambahannya adalah terhalangnya menerima
warisan dan wasiat. Adapun jenis diyat untuk pembunuhan semi sengaja yaitu Unta,
emas dan perak.26
3. Pembunuhan Tidak Sengaja.
23
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 772. 24
Ibnu Rusyd, Bidayāḥ al-Mujtahīḍ Wa Nihayāḥ, Jilid II, (Beirut: Dar al-fikr, 1981), hlm.
232. 25
Zainuddin Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika offset, 2006), hlm. 125-126. 26
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, cet ke-III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 145-
146.
28
Jarimah ini adalah kebalikan dari pembunuhan sengaja. Menurut Sayyid Sabiq
pembunuhan tidak sengaja adalah ketidaksengajaan dalam kedua unsur, yaitu
perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam pembunuhan sengaja terdapat
kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan dalam akibat yang ditimbulkannya,
dalam pembunuhan tidak sengaja, pebuatan tersebut tidak diniati dan akibat yang
terjadipun sama sekali tidak dikehendaki.27
Pembunuhan tidak sengaja (qaṭl al-khaṭḥā), adalah perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan
penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba tumbang dan
menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.28
Sedangkan dalam kitab “Bidayāḥ al-Mujtahīḍ Wa Nihayāḥ”, dijelaskan
pembunuhan tidak sengaja menurut pendapat Syafi’i yaitu tidak sengaja dalam
pemukulannya dan keliru dalam pembunuhannya.29
Wahbah Zuhaili mendefinisikan
pembunuhan tidak sengaja adalah pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan
hukum, baik dalam perbuatannya maupun dalam objeknya.30
Adapun dasar hukum tentang pembunuhan tidak sengaja dijelaskan dalam al-
Qur’an dan hadis. Dalam al-Qur’an surah al-Nisa ayat 92, Allah SWT berfirman:
27
Sayyid Sabiq, Fiqḥ al-Sunnah, Jilid II, (Kairo: Dār al-Fath līl I’lām al-Arabī, 1990), hlm.
435. 28
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 26. 29
Ibnu Rusyd, Bidayāḥ al-Mujtahīḍ Wa Nihayāḥ, ..., hlm. 233. 30
Wahbah az-Zuhaili, al- Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ,..., hlm. 219.
29
Artinya:“Dan tidaklah patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barangsiapa membunuh
karena kesalahan, (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman serta membayar diat kepada keluarganya si terbunuh itu,
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskannya pembayaran.
Jika dia (yang terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang
yang beriman, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba
sahaya yang beriman. Dan jika dia si terbunuh dari kaum kafir yang ada
perjanjian damai antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)
membayar tebusan kepada si keluarga terbunuh serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. Barang siapa tidak mendapatkan hamba
sahaya, maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-
turut sebagai tobat kepada Allah. Dan Allah maha mengetahui dan maha
bijaksana.”(Qs. Al-Nisa: 92).
Ayat ini tidak saja melarang seorang mukmin membunuh mukmin yang lain,
tetapi larangan tersebut sedemikian kuat, sehingga dinyatakan bahwa, dan tidak
layak, sehingga tidak pernah akan terjadi bagi seorang mukmin membunuh seorang
mukmin yang lain. Kalau terjadi, maka hal tersebut tidak lain karena tidak sengaja,
sdan barang siapa yang membunuh seorang mukmin kecil atau dewasa, pria atau
wanita karena tidak sengaja maka wajiblah ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang mukmin walau dengan jalan menjual harta bendanya untuk memerdekakannya
30
serta membayar diyat yang diserahkan dengan baik-baik, mudah dan tulus kepada
keluarganya, yakni keluarga si terbunuh itu, kecuali jika mereka bersedekah, yakni
keluarga terbunuh itu membebaskan pembunuhan dari kewajiban membayat diyat.
Jika si terbunuh dari kaum yang memusuhi kamu, padahal ia yang terbunuh mukmin,
maka wajiblah si pembunuh memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Dan jika ia,
si terbunuh dari kaum kafirin yang ada perjanjian damai dan tidak saling menyerang
antara mereka dan kamu, maka wajiblah si pembunuh membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya, yakni keluarga si terbunuh serta memerdekakan
hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka
wajiblah ia si pembunuh berpuasa dua bulan berturut-turut setiap hari, bukan hanya
bulannya yang berturut sebagai ketetapan cara taubat dari Allah SWT.31
Adapun dalil sunnah, yaitu sabda Rasulullah SAW:
حد ثنا فر وة بن أبي المغرا ا: حد ثنا علي بن مسهر عن ىشام، عن أبيو، عن عا ائشة: ىزم المشر كون يو م أ حد، وحد ثني محمد ابن حر ب: حد ثنا أ بو مروان يحي بن أبي زكريا عن ىشام، عن عر وة،
عبا دالله أخراكم، فر جعت عن عا ئشة ر ضي الله عنها قالت: صرخ ا بليس يوم أحد في النا س: يا أولا ىم على أ خرا ىم حتى قتلوا اليمان، فقل حذ يفة: أبي، فقتلوه، فقال حذيفة: غفر الله لكم.
Artinya: Farwah bin Abu al-Maghira menyampaikan kepada kami dari Ali bin
Mushir, dari Hisyam, dari ayahnya bahwa Aisyah berkata: “pada perang
uhud, orang-orang musyrik sempat kalang kabut. Muhammad bin Harb
menyampaikan kepadaku dari Abu Marwan Yahya bin Abu Zakaria, dari
Hisyam, dari Urwah bahwa Aisyah berkata:”iblis berteriak kepada orang-
orang saat perang uhud, “wahai para hamba Allah ada musuh dibelakang
barisan kalian. Barisan depan kaum muslim pun mundur, sehingga mereka
membunuh al-yaman (tanpa sengaja). Hudzaifah berteriak “itu ayahku,
31
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jilid II
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 550.
31
ayahku (jangan dibunuh)! Namun, mereka membunuh ayahnya (karena
menyangka dia adalah kaum musyrikin), Hudzaifah lalu berkata,: semoga
Allah mengampuni dosa kalian.”( HR. Bukhari).32
Sedangkan bentuk hukumannya yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku
pembunuhan tidak sengaja yaitu hukuman pokok pada pembunuhan tidak sengaja
diyat dan kaffarat. Sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta‟zīr dan
hukuman tambahannya adalah hilangnya hak waris dan hak mendapatkan wasiat.33
Dalam KUHP dijelaskan bahwa “kealpaan” adalah perbuatan yang tidak
sengaja dalam hal pembunuhan, yaitu pelaku melakukan pembunuhan secara tidak
sengaja yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan, tercantum dalam
Pasal 359 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: “Barang siapa karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.”34
Penjelasan mengenai kealpaan dijelaskan dalam buku Prof. Moeljatno, S.H.
tentang “Asas-Asas Hukum Pidana”, yaitu perbuatan kealpaan bukanlah semata-mata
menentang perbuatan yang dilarang, tetapi dia tidak begitu mengindahkan larangan.
Sehingga dari perbuatannya dia alpa, teledor, lalai dalam melakukan perbuatan
tersebut. Sebab jika dia cukup mengindahkan adanya larangan waktu melakukan
32
Abu Abdullah bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedi Hadit Shahih Bukhari, Jilid II, (terj:
Subhan Abdullah,dkk), (Jakarta: al-Mahira, 2012), hlm. 721. 33
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, ..., hlm. 146.
34
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman,KUHP, Cet I,(Jakarta: Sinar
Harapan, 1983), hlm. 140.
32
perbuatan yang secara objektif menimbulkan hal yang dilarang dia tentu tidak alpa
atau kurang berhati-hati agar jangan sampai mengakibatkan hal yang dilarang. 35
Prof. Mr. D. Simons menerangkan “kealpaan” tersebut sebagai berikut.”
Umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan
suatu perbuatan, di samping dapat menduga akibat perbuatan itu. Namun, meskipun
suatu perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin terjadi kealpaan jika yang
berbuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu
akibat yang dilarang dalam Undang-Undang.36
Kealpaan terdapat apabila seseorang telah melakukan perbuatan itu meskipun
ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat diduganya akibat itu lebih dahulu
oleh si pelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih
dahulu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya sebagai kealpaan. Tentu
dalam hal mempertimbangkan ada atau tidaknya dapat diduga lebih dahulu, harus
diperhatikan pribadi si pelaku. Kelakuan tentang keadaan-keadaan yang menjadikan
perbuatan itu suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman, terjadi apabila si
pelaku dapat mengetahui bahwa keadaan-keadaan itu tidak ada.37
2.1.3. Persamaan dan Perbedaan Masing-Masing Pembunuhan
1. Persamaan Masing-Masing Pembunuhan
35
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 215. 36
Leden Merpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, cet ke-I, (Jakarta: Sinar Grafika,
2005), hlm. 25. 37
Ibid.
33
Dilihat dari segi persamaan terhadap masing-masing pembunuhan dalam
hukum Islam, yaitu persamaanya sama-sama perbuatan yang menghilangkan nyawa
orang lain. Sebab sasaran dari tindak pidana itu adalah jiwa atau tubuh manusia baik
itu pembunuhan sengaja, semi sengaja maupun pembunuhan tidak sengaja. Kemudian
macam-macam pembunuhan baik itu pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak
sengaja, landasan hukumannya mengacu pada landasan al-Qur’an, hadis dan ijma’
ulama sebagai dalil. Dimana bentuk hukumannya telah di tentukan dan ditetapkan.
Sedangkan dalam KUHP persamaan dan perbedaan diantara dua macam
bentuk pembunuhan secara garis besar, hanya dikenal dengan pembunuhan sengaja
dan tidak sengaja. Persamaannya terdapat pada unsur menghilangkan nyawa orang
lain. Sebab pasal yang menjerat pelaku dalam KUHP itu yang memuat sanksinya
tersebut yang harus memenuhi unsur hilang nyawa baik itu pembunuhan dengan
sengaja maupun tidak sengaja.
2. Perbedaan Masing-Masing Pembunuhan
Adapun perbedaan masing-masing pembunuhan dalam hukum Islam itu
terdiri dari tiga macam, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja dan
tidak sengaja. Sedangkan dalam KUHP hanya ada dua macam pembunuhan yaitu
pembunuhan sengaja dan tidak sengaja.
Dalam menganalisa definisi macam-macam pembunuhan dalam hukum Islam,
terdapat perbedaan antara pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja.
Sebab pembunuhan sengaja yaitu pelaku pembunuhan yang memang dengan sengaja
34
dan bermaksud menghantam orang lain dengan sengaja. Sedangkan pembunuhan
yang meyerupai sengaja atau semi sengaja yaitu perbuatan yang sengaja dilakukan
oleh seseorang, namun tidak memiliki niat membunuh hanya memukulnya, seperti
guru memukul anak murid dengan tujuan mendidiknya, tiba-tiba muridnya tersebut
yang dipukul oleh gurunya tersebut meninggal, maka perbuatan guru tersebut
dinyatakan sebagai pembunuhan semi sengaja.
Sedangkan pembunuhan tidak disengaja adalah ketidaksengajaan dalam kedua
unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam pembunuhan
sengaja terdapat kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan dalam akibat yang
ditimbulkannya, dalam pembunuhan tidak sengaja, pebuatan tersebut tidak diniati
dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak dikehendaki.
Dengan demikian terdapat perbedaan dari segi definisi maupun dari segi
bentuk hukumannya, jika pelaku pembunuhan sengaja akan dihukum dengan
hukuman yang telah ditetapkan ketentuannya dalam hukum Islam, begitu juga dengan
semi sengaja, serta pembunuhan tidak sengaja yang dihukum sesuai dengan kejahatan
yang dilakukannya, serta adanya pertimbangan unsur tidak sengaja.
Sedangkan pembunuhan dalam KUHP, berbeda dengan apa yang ada dalam
hukum Islam. Di dalam KUHP pembunuhan hanya dikenal dengan dua istilah yaitu
pembunuhan sengaja atau dikenal dengan istilah direncakan, dan pembunuhan tidak
sengaja. Sedangkan pembunuhan semi sengaja tidak dijelaskan dalam KUHP,
sehingga bentuk pembunuhan tersebut dan hukumannya mengacu pada dua landasan
tersebut sengaja atau tidak sengaja.
35
Adapun perbedaan tersebut dapat digambarkan secara singkat, dalam KUHP,
pembunuhan sengaja disebut dengan istilah (dolus), yaitu:38
- Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
- Ancaman hukuman lebih berat terhadap pembunuhan sengaja
- Dasar hukumnya pada tata susila
- Deliknya, dolus deliction, misalnya; membunuh dan mencuri
Sedangkan pembunuhan tidak sengaja (culpa) dijelaskan dalam KUHP yang
terdapat dalam Pasal 359, yaitu:39
- Perbuatan yang dilakukan karena kelalaian
- Ancaman hukuman lebih ringan
- Dasar hukum pada kehidupan masyarakat
- Deliknya: culpose delicten. Misalnya jika seseorang mengebut,
menganggu ketertiban masyarakat bisa menabrak orang lain.
Dengan demikian pada masing-masing pembunuhan memiliki persamaan dan
perbedaan dari segi definisi maupun hukumannya. Serta perbedaan dari dua sumber
hukum yaitu dalam hukum Islam serta KUHP. Persamaan dan perbedaan tersebut di
dasari pada penggalian hukum (instimbath) yang dijadikan rujukan dan alasanya.
2.2.Unsur-Unsur Pembunuhan Tidak Sengaja dan Sebab Terjadinya
38
C.S.T. Kansil, S.H dan Christine S.T. Kansil S.H., Latihan Ujian Hukum Pidana, cet ke-IV,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 141. 39
Ibid., hlm. 42.
36
Dalam pandangan hukum Islam unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja
terdapat beberapa unsur diantaranya:40
1. Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban
Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban untuk terwujudnya
tindak pidana pembunuhan karena kesalahan, diisyaratkan adanya perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku terhadap korban. Baik ia menghendaki perbuatan tersebut atau
tidak, perbuatan tersebut tidak diisayaratkan untuk tertentu, seperti perlakuan
melainkan perbuatan apa saja yang mengakibatkan kematian, seperti membuang air
panas, melemparkan batu, dan sebagainya. Disamping itu, perbuatan tersebut bisa
langsung bisa juga tidak langsung. Contoh perbuatan langsung seperti menembak
kijang tetapi pelurunya menyimpang mengenai orang, contoh perbuatan yang tidak
langsung seperti seorang yang menggali saluran air di tengah jalan dan tidak diberi
rambu-rambu, sehingga mobil yang lewat pada malam hari terjungkal dan
penumpangnya ada yang mati.41
2. Perbuatan tersebut terjadi karena kekeliruan
Perbuatan tersebut terjadi karena kekeliruan merupakan unsur yang berlaku
untuk semua jarimah. Apabila unsur kekeliruan tidak terdapat maka tidak ada
hukuman bagi pelaku. Unsur kekeliruan ini terdapat apabila dari suatu perbuatan
timbul akibat yang tidak dikehendaki oleh pelaku. Baik perbuatanya itu langsung
maupun tidak langsung. Dikehendaki oleh pelaku atau tidak. Dengan demikian,
40
Bagir Manan, Peranan Pengadilan Agama dalam Pembangunan Hukum Nasional dalam
Hukum Islam di Indonesia, (Bandung : Remaja Rosa Karya Press, 1994), hlm. 24. 41
Ibid.
37
dalam pembunuhan karena kesalahan, kematian terjadi akibat kelalaian pelaku atau
kurang hati-hatinya, atau karena perbuatanya itu melanggar peraturan pemerintah.
Ukuran kekeliruan dalam syariat Islam adalah tidak adanya kehati-hatian dengan
demikian, semua bentuk ketidak hati-hatian dan tindakan melampaui batas serta
istilah lain sama, semua itu termasuk dalam kekeliruan.42
3. Adanya hubungan sebab akibat antara kekeliruan dan kematian.
Adanya sebab akibat antara kekeliruan dan kematian. Untuk adanya
pertanggungjawaban bagi pelaku dalam pembunuhan karena kekeliruan. Diisyaratkan
bahwa kematian merupakan akibat dari kekeliruan tersebut. Artinya kekeliruan
merupakan penyebab bagi kematian tersebut. Dengan demikian antara kekeliruan dan
kematian terdapat hubungan sebab akibat. Apabila hubungan tersebut terputus maka
tidak ada pertanggungjawaban bagi si pelaku.
Adapun pembunuhan yang bermakna tidak sengaja adalah pembunuhan yang
tidak direncanakan untuk dilakukan atau tindakan itu mengenai orang yang bukan
menjadi sasarannya. Artinya, pelaku tidak sengaja melakukan perbuatan yang
menyebabkan kematian dan tidak bermaksud membunuh korban.
Dalam tindak pidana tidak disengaja, si pelaku tidak sengaja mengerjakan
perbuatannya yang dilarang, tetapi perbuatannya tersebut terjadi akibat
kekeliruannya. Kekeliruan (tidak sengaja) ada dua macam:
42
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqih Jinayah), ..., hlm. 121.
38
- Sang pelaku dengan sengaja melakukan suatu tindakan yang berpotensi
terjadinya tindak pidana, tetapi ia tidak berniat memperbuat tindak pidana.
Kekeliruan ini adakalanya terdapat pada perbuatan itu sendiri, seperti orang
yang melemparkan batu yang menghalangi jalannya, tetapi batu itu
mengenai orang lain yang melewati jalan tersebut, kekeliruan bisa juga
terdapat pada dugaan pelaku, seperti seorang pemburu menembak
sasarannya yang disangka hewan, tetapi sebenarnya adalah manusia, atau
seperti tentara yang menembak seseorang yang disangkanya musuh, tetapi
sebenarnya adalah penduduk biasa.
- Sang pelaku tidak bermaksud melakukan suatu perbuatan dan tidak
berniat melakukan suatu tindak pidana, tetapi perbuatannya yang terjadi
diakibatkan oleh kelalaiannya dan kekuranghati-hatiannya, seperti orang
yang sedang tidur terjatuh dan mengenai orang lain sehingga yang
tertimpa terbunuh.43
Sedangkan dalam KUHP unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja, terdiri dari
beberapa unsur-unsur:
1. Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku telah
membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun
ia berusaha untuk mencegah, timbul juga akibat tersebut.
2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku tidak
membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang di larang
43
Abdul Qadir Audah, at-Tasyri‟ al-Jinā‟ī fī al-Islam, ..., hlm. 36.
39
serta diancam hukuman oleh Undang-Undang, sedangkan ia seharusnya
memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.44
2.3. Jenis-Jenis Pembunuhan tidak Sengaja dan Ancaman Hukumannya
Pembunuhan tidak disengaja dibagi dua macam:45
a. Pembunuhan tidak sengaja karena kesalahan maksud atau dugaan pelaku,
yaitu seperti seseorang memanah atau menombak sesuatu yang dikiranya itu
adalah binatang buruan, namun ternyata itu adalah manusia, atau ia mengira
bahwa itu adalah orang kafir harbi, namun ternyata itu adalah orang Islam.
Yakni, kesalahan itu terjadi pada perbuatan hati, yaitu maksud dan niat.
b. Pembunuhan tidak sengaja karena kesalahan pada tindakannya itu sendiri,
yaitu seperti ada seseorang memanah atau menombak suatu sasaran atau
seekor binatang buruan, lalu lemparannya itu meleset dan justru malah
mengenai manusia, atau ia ingin memanah seseorang, lalu malah lemparannya
itu mengenai orang lain. Yakni kesalahan itu terjadi pada alat yang
ditembakkan.
Pada pembunuhan yang murni karena salah sasaran (tidak sengaja), ialah
seseorang menjadi penyebab terbunuh orang lain dengan tidak sengaja. Ia tidak diberi
hukuman qishash karena pembunuhan tersebut seperti misalnya, orang yang
melempar sebuah sasaran, ternyata lemparannya mengenai seseorang, atau seseorang
menggali sumur kemudian orang lain jatuh ke dalamnya, atau seseorang mengendarai
44
Leden Merpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, ..., hlm. 26. 45
Wahbah az-Zuhaili, al- Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ, ..., hlm. 547 .
40
hewan tunggangannya kemudian hewan tunggannya menginjak orang, atau seseorang
meletakkan batu kemudian seseorang menabaraknya. Ini semua dan sejenisnya jika
menyebabkan kematian seseorang maka masuk dalam kategori pembunuhan yang
salah sasaran (tidak sengaja) dan pelakunya diwajibkan memberi diyat (ganti rugi)
dan tidak wajib qishash terhadapnya.46
Yang dimaksud dalam jarimah ini ialah perbuatan-perbuatan yang
diancamkan hukuman qishash atau hukuman diyat. Baik qishash maupun diyat
adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasnya, dan tidak mempunyai
batas terendah atau batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan, dengan
pengertian bahwa si korban bisa memaafkan si pelaku, dan apabila dimaafkan, maka
hukuman tersebut menjadi hapus.47
Si pelaku tidak sengaja mengerjakan perbuatan yang dilarang, akan tetapi
perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kekeliruannya. Kekeliruan ada dua macam;
Pertama; pembuat dengan sengaja melakukan perbuatan jarimah, tetapi
jarimah ini sama sekali tidak diniatkannya. Kekeliruan tersebut ada kalanya terdapat
pada perbuatan itu sendiri, seperti orang yang melemparkan batu karena merintangi
jalannya, akan tetapi kemudian mengenai orang lain yang kebetulan lewat dijalan
yang sama. Atau seperti menembak binatang buruan, tetapi mengenai manusia.
Kekeliruan juga bisa terdapat pada dugaan pembuat, seperti seorang pemburu
46
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah; Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara
dalam Syari‟at Islam, (terj: Fadli Bahri), (Jakarta: Darul Falah, 2006), hlm. 383. 47
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukuum Pidana Islam, cet ke-V, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
hlm. 12.
41
menembak sasarannya yang disangkanya hewan, tetapi sebenarnya ia adalah manusia.
Atau seperti tentara yang menembak seseorang yang disangkanya lawan, tetapi
sebenarnya adalah penduduk biasa.48
Kedua, pembuat tidak sengaja berbuat dan jarimah yang terjadi tidak di
niatkan sama sekali. Akan tetapi, perbuatan yang membuat jarimah terjadi sebagai
akibat kelalaiannya atau tidak berhati-hatinya, seperti orang yang sedang tidur jatuh
dan mengenai orang lain.49
Pada pembunuhan tidak sengaja. Sebagian ulama fiqih berpendapat bahwa
pembunuhan tidak sengaja hanya ada satu jenis, tetapi sebagian yang lain membagi
menjadi dua macam:50
- Pembunuhan tidak sengaja murni (qaṭl al- khaṭā māhḍ),
- Pembunuhan yang bermakna tidak sengaja (qaṭl fī ma„na al-qaṭl al-kḥatā).
Yang dikatakan dengan Pembunuhan tidak sengaja murni (qaṭl al- khaṭā
māhḍ), adalah pembunuhan yang tidak ditunjukan kepada si korban, tetapi perbuatan
atau sangkaannya itu tidak sengaja sehingga mengenai korban. Contoh pembunuhan
tidak sengaja dalam sangkaan adalah orang yang melempar seseorang yang diduga
muhaddār (orang yang kehilangan hak jaminan keselamatan jiwa atau anggota
48
Ibid., hlm. 13. 49
Ibid. 50
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet ke-VI, (Jakarta: PT.Ichtiar Van Hoeve,
2003), hlm. 263.
42
badannya), namun orang tersebut ternyata maksum. Contoh lainnya, seseorang
melempar sesuatu yang dikiranya binatang, namun ternyata manusia.51
Dalam hal pembunuhan tidak sengaja murni dapat dilihat perbuatan tersebut
yang dilakukan oleh si pelaku memang tidak memiliki niat untuk membunuh, akan
tetapi dia hanya ingin melakukan suatu tindakan dengan sifat hanya menghindari dari
suatu hal yang dalam pandangannya akan buruk jika terjadi padanya.
Adapun pembunuhan yang bermakna tidak sengaja (qaṭl fī ma„na al-qaṭl al-
kḥatā) adalah pembunuhan yang tidak direncanakan untuk dilakukan atau tindakan
itu mengenai orang yang bukan menjadi sasarannya. Artinya, pelaku tidak sengaja
melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian dan tidak bermaksud membunuh
korban.52
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa perbuatan si pelaku ini hanya sekedar
melakukan suatu tindakan namun tidak pada tahap membunuhnya atau
menghilangkan nyawa si korban, seperti halnya seseorang dalam pertandingan sepak
bola, dimana salah satu pemain lawan mengenai kaki pemain, akibat dari berbenturan
fisik tersebut mengakibat si korban tersebut meninggal. Ini merupakan bentuk
pembunuhan yang bermakna bersalah, namun tidak memiliki niat untuk membunuh si
korban.
Ulama fikih menetapkan bahwa hukuman asli bagi pembunuhan tidak sengaja
adalah diyat dan kaffarat, hukuman penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan
51
Ibid. 52
Ibid.
43
berturut-turut, dan hukuman tambahannya adalah terhalang mendapatkan harta
warisan dan wasiat dari terbunuh.53
Mengenai bentuk hukumannya dijelaskan di dalam kitab Fiqḥu as-Sunnāh,itu
memiliki dua konsekuensi, salah satunya adalah diyat ringan yang ditanggung oleh
keluarga (al-„aqilah) dan bisa ditunda selama tiga tahun. Konsekuensi kedua adalah
kaffarat, yaitu memerdekakan seorang budak tanpa cacat dan siap untuk bekerja. Jika
tidak memperolehnya maka dia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.54
Diyat dijelaskan sebagai hukuman asli dalam pembunuhan tidak sengaja
dibayarkan dalam tenggang waktu tiga tahun dan kewajiban membayar diyat ini
menurut kesepakatan ulama fikih dibebankan kepada al-„aqilah sesuai dengan hadis
Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Dawud,
Imam at-Tirmizi, dan Imam an-Nasa’i dan sesuai pula dengan tindakan yang
dilakukan Umar bin al-Khattab di zamannya. Cara pembayaran diyat pembunuhan
tidak sengaja ini adalah dibagi lima, yaitu 20 ekor unta betina berumur 1-2 tahun, 20
ekor unta jantan berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor
unta berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta berumur 4-5 tahun.55
Pembunuhan tidak sengaja merupakan tindak pidana yang dilakukan dengan
tidak sengaja dengan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku.
Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut
:“Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam
53
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, ..., hlm. 146. 54
Sayyid Sabiq, Fiqḥ al-Sunnah, Jilid II,, ..., hlm. 439. 55
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, ..., hlm. 1387.
44
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.”56
Berdasarkan tindakan kejahatan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 359
KUHP ini, ada dua macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya,
yaitu berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
Dasar hukum yang digunakan oleh aparat penegak hukum di wilayah negara
Indonesia dalam penerapan sanksi tindak pidana kepada terdakwa atau orang yang
melakukan serta melanggar peraturan tersebut adalah KUHP, karena KUHP
merupakan suatu Undang-Undang yang berisi sanksi pidana. Filusuf Aristotle
menyatakan bahwa “Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada
dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela. Oleh sebab itu walau langit
runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan. Pada dasarnya pembunuhan itu terbagi dalam
dua bagian, yaitu dilihat dari kesalahan pelaku (subjective element) dan sasaran
(objective element). Jika didasarkan pada kesalahan pelakunya, maka diperinci atas
dua golongan, yakni:
1. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia yang dilakukan dengan
sengaja (dolense misdrijven). Terdapat pada Bab XIX Pasal 338-350
KUHP;
2. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia yang terjadi karena
kealpaan (culpose misdrijven). Terdapat pada pasal 359 KUHP.57
56 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, ..., hlm. 140.
45
Adapun bentuk hukuman dalam hukum di Indonesia, yaitu adanya hukuman
mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda.
Sedangkan dalam KUHP, pembunuhan tidak sengaja memiliki beberapa jenis-
jenis dan sebab jatuh hukumannya dalam pandangan KUHP dijelaskan, yang dapat
dituntut menurut KUHP dalam Pasal 359 yaitu:
1. Seorang pengemudi kendaraan bermotor yang menjalankan kendaraannya
demikian cepat, kemudian menabrak seseorang hingga mati;
2. Seorang pemburu yang sedang memburu binatang melihat sesosok tubuh
berwarna hitam di semak-semak belukar, mengira bahwa sesosok tubuh itu
adalah babi rusa, kemudian di tembaknya; tembakannya mengenai dan
korbannya mati. Setelah dilihat dari dekat, korbannya itu bukanlah babi rusa,
tetapi manusia;
3. Seseorang sedang membersihkan senjata api yang sedang berisi peluru.
Karena ia tidak tahu bahwa senjata api itu sedang berisi, pelatuknya ditarik
dan meletus mengenai seseorang hingga mati.
Jadi yang dapat dituntut menurut pasal ini, apabila kematian itu tidak sengaja
oleh si terdakwa. Apabila di sengaja, dikenakan Pasal 338 atau 340.58
Ancaman-ancaman pidana yang ditentukan dalam pasal 359 KUHP di atas itu
telah diperberat, diperberatnya ancaman pidana dalam pasal 359 KUHP mempunyai
57
M.Amin Suma, dkk, Hukum Pidana Islam di Indonesia Peluang Prospek dan Tantangan,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 143. 58
R.Sugandi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (KUHP) dengan Penjelasannya,
(Surabaya: Usaha Nasional Offset Printing, 1981), hlm. 373.
46
arti yang penting dalam hukum acara pidana, karena jika sebelum ancaman pidana
tersebut diperberat, orang yang karena salahnya telah menyebabkan meninggalnya
orang lain itu tidak dapat dikenakan penahanan. Tindak pidana yang diatur dalam
pasal 359 KUHP itu juga memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasal 21 ayat 4
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hingga pelakunya dapat
dikenakan penahanan.59
59
P.A.F. Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),
hlm. 209-210.
47
BAB TIGA
ANALISIS PERBANDINGAN TERHADAP DAMPAK HUKUMAN DENGAN
RASA KEADILAN MASYARAKAT
3.1. Dilihat dari Sudut Unsur Terjadi Pembunuhan
Permasalahan pembunuhan tidak sengaja dilihat dari sisi unsur terjadinya
pembunuhan, maka di sini melihat dari sudut perbandingan hukum antara hukum
pidana Islam dan KUHP. Sebab antara hukum pidana Islam dengan KUHP memiliki
sisi perbedaan pada unsur terjadinya pembunuhan.
Dalam hukum Islam pembunuhan tidak sengaja membagi unsur-unsurnya
dalam tiga unsur, yaitu;1
1. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian
2. Terjadinya perbuatan itu karena tidak sengaja
3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian
korban.
Perbuatan yang menyebabkan kematian itu diisyaratkan tidak sengaja
dilakukan oleh pelaku atau karena kelalaiannya. Akan tetapi, tidak diisyaratkan
macam perbuatannya; boleh jadi dengan menyalakan api di pinggir rumah orang lain
sehingga mengakibatkan terjadinya kebakaran dan mengakibatkan orang yang sedang
lewat terbakar, hal lainnya seperti orang pekerja pembuat jalan sedang membuat
1 A. Djazuli, Fiqih Jinayah, cet ke-III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 134.
48
lubang di pinggir jalan tiba-tiba seseorang lewat tanpa melihat adanya lubang dan dia
jatuh ke dalamnya yang mengakibatkan si korban meninggal, contoh lain seperti
melempar batu ke jalan dan sebagainya. Semuanya perbuatan tersebut merupakan
unsur terjadinya pembunuhan tidak sengaja.
Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.2 Unsur tersebut
merupakan hal yang pertama yang dapat menjerat seseorang dapat dikatakan sebagai
si pelaku. Sebab unsur adanya korban yang mati, ini sama dengan unsur pembunuhan
sengaja atau semi sengaja. Unsur tersebut terjadi dengan berbagai macam bentuk
perlakuan seperti halnya mendorong seseorang hingga terjatuh dan dia meninggal,
walaupun mendorongnya hanya bercanda atau tidak disengaja, namun memenuhi
unsur perbuatan tersebut menghilangkan nyawa korban. Kemudian contoh lainnya
seseorang menebang pohon kayu dan dia tidak melihat di bawah pohon ada orang,
tiba-tiba pohon tersebut jatuh ke bawah dan menimpa seseorang di bawah dan
mengakibatkan hilangnya nyawa.
Pembunuhan yang diakibatkan dengan tidak sengaja pada prinsipnya
ketidaksengajaan itu merupakan perbedaan yang prinsipal antara pembunuhan tidak
sengaja dengan bentuk pembunuhan lainnya. Kemudian perlu digaris bawahi bahwa,
jika unsur terjadinya perbuatan itu karena tidak sengaja maka sanksi terhadap si
pelaku lebih ringan di bandingkan dengan bentuk pembunuhan lainnya. Sanksi hanya
dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemudharatan bagi orang lain yaitu
2 Bagir Manan, Peranan Pengadilan Agama dalam Pembangunan Hukum Nasional dalam
Hukum Islam di Indonesia, (Bandung : Remaja Rosa Karya Press, 1994), hlm. 24.
49
maksudnya menghilangkan nyawa orang lain. Ukuran tidak sengaja dalam syari’at
Islam adalah adanya kelalaian dan mengakibatkan kemudharatan atau kematian bagi
orang lain.3
Perbuatan yang terjadi karena kekeliruan dan ketidak hati-hatian.4 Unsur
tersebut juga terjadi pada semua pembunuhan. Kecuali, pembunuhan direncanakan
atau disengaja, pembunuhan direncanakan atau disengaja tidak perlu adanya
kekhawatiran atau kekeliruan dalam melakukannya. Apabila dari suatu perbuatan
pelaku tidak berhati-hati sehingga menimbulkan adanya korban, walaupun dalam
hatinya dia tidak menghendakinya. Dengan demikian, dalam pembunuhan karena
tidak sengaja dan kematian terjadi akibat kelalaian pelaku atau kurang hati-hatinya,
atau karena perbuatanya tidak dikehendaki demikian, maka si pelaku juga dapat di
hukum karena memenuhi unsur pembunuhan. Dalam hukum pidana Islam kekeliruan
dapat dinilai dengan ukuran bahwa dia tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu
ataupun lalai, sehingga mengakibatkan adanya korban.
Unsur ketiga adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan
dengan kematian, artinya kematian korban merupakan akibat dari kesalahan pelaku.
Dengan kata lain, kesalahan pelaku itu menjadi sebab bagi kematian korban. Artinya
3 A. Djazuli, Fiqih Jinayah, …, hlm. 135.
4Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqih Jinayah), (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000),
hlm. 121.
50
kekeliruan merupakan penyebab bagi kematian seseorang. Dengan demikian
kekeliruan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat.5
Dari ke tiga unsur tersebut, dalam hal ini perlu ditambah dengan unsur murni
karena kecelakaan atau musibah. Sebab berbeda dengan bentuk pembunuhan lainnya
dan pengaruhnya sangat besar pada penentuan hukuman. Seseorang yang melakukan
perjalanan di jalan raya tiba-tiba tanpa sengaja dia menabrak orang lain yang
mengakibatkan meninggal korban yang di tabrak tersebut. Faktor ketidaksengajaan
ini bisa dimasukkan dalam unsur musibah. Sehingga nantinya pada penjatuhan
hukuman adanya pertimbangan terhadap unsur musibah. Sebab si pelaku benar-benar
tidak menghendakinya, namun karena musibah bisa menghampiri siapa saja yang
dikehendaki oleh sang pecipta yaitu Allah SWT.
Sedangkan unsur pembunuhan tidak sengaja dalam KUHP, terdiri dari
beberapa unsur-unsur:
1. Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku telah
membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun
ia berusaha untuk mencegah, timbul juga akibat tersebut.
2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku tidak
membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan
5Bagir Manan, Peranan Pengadilan Agama dalam Pembangunan Hukum Nasional dalam
Hukum Islam di Indonesia, ..., hlm. 27.
51
diancam hukumannya oleh Undang-Undang, sedangkan ia seharusnya
memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.6
Unsur kealpaan dengan kesadaran disini bukan berarti bahwa si pelaku itu
memiliki niat untuk membunuh, akan tetapi si pelaku tidak sama sekali memiliki niat
untuk melakukannya. Hanya saja si pelaku mengetahui atau secara sadar tentang
perbuatannya akan menimbulkan akibat. Misalnya si pelaku sedang mengendarai
mobil dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba tanpa diketahui lewat di depannya seseorang
sedang berlari dan dia tidak sempat mengerem laju mobilnya, sehingga menyebabkan
terjadinya kecelakan dan mengakibatkan orang tersebut meninggal.7
Kemudian unsur kealpaan tanpa kesadaran, si pelaku tidak menyadari dari
perbuatannya tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Misalnya si
pelaku tersebut tanpa menyadari akibat dari membuang batu kecil dari lantai dua
rumahnya ke bawah mengakibatkan meninggalnya korban, atau si pelaku tidak
menyadari akibat perbuatannya menggali lubang di depan rumahnya sehingga orang
lain yang melewatinya terjatuh dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Hal
ini dapat dianalisa kealpaan tanpa kesadaran bisa saja terjadi pada semua perbuatan
walaupun dia tidak melakukan sesuatu hal dengan menggunakan alat atau benda, bisa
saja perbuatan tersebut murni tidak sengaja sehingga mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain.
6Leden Merpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, cet ke-I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm. 26. 7Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, cet ke-II, edisi Revisi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2004), hlm. 127.
52
Dengan demikian dari unsur-unsur terjadinya pembunuhan tidak sengaja baik
dalam hukum pidana Islam maupun KUHP, jika terpenuhi unsur-unsur yang telah
diuraikan dalam hukum pidana Islam dan KUHP maka pelaku dapat dijerat dengan
hukuman. Sedangkan relevansinya terhadap rasa keadilan masyarakat dengan adanya
unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja, tidak serta merta si pelaku di vonis bersalah
tanpa memperhatikan sebab dan akibat terjadinya pembunuhan dan unsur terjadinya
pembunuhan tidak sengaja.
3.2. Dilihat dari Sudut Sebab dan Motif terjadinya Pembunuhan
Secara umum latar belakang seseorang untuk melakukan pembunuhan
memiliki berbagai alasan, salah satunya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
karena krisis ekonomi sehingga memaksakan pelaku untuk melakukan kejahatan
dengan merampok disertai pembunuhan, tetapi berdasarkan analisis kasus yang
selama ini sering terjadi dan dimuat beritanya di media cetak maupun elektronik
terjadi di sekitar wilayah Ibu kota Jakarta. Itu akibat dari faktor ekonomi, hubungan
percintaan dan karena masalah permusuhan antara seseorang atau kelompok-
kelompok.
Pada dasarnya penyebab adanya tindak pembunuhan difaktori beberapa sebab,
kebanyakan faktor amarah yang menguasainya, faktor ketidak senangan terhadap
korban yang akan dibunuh, faktor kebencian yang dimiliki oleh si pembunuh, faktor
balas dendam, faktor mengenai pembagian harta warisan yang tidak sesuai menurut
53
pandangan si pelaku, atau faktor ingin menguasai harta, serta bisa saja akibat
pelampiasan nafsu syahwat semata sehingga mengakibatkan terbunuhnya korban.
Dari berbagai macam faktor-faktor atau penyebab terjadinya pembunuhan
atau yang menglatarbelakangi motif pembunuhan yang diuraikan di atas semuanya
termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja atau pembunuhan direncanakan.
Sedangkan motif pembunuhan tidak sengaja tidak termasuk di dalamnya. Adapun
penyebab atau motif terjadinya pembunuhan tidak sengaja hanya karena ketidakhati-
hatian. Contohnya seperti seseorang yang sedang menembak buruan dan ternyata
buruan yang ditembak tersebut merupakan manusia dan mengakibatkan matinya
seseorang tersebut. Ini merupakan salah satu motif pembunuhan tidak sengaja karena
tidak disadari oleh si pelaku yang berujung hilangnya nyawa orang lain.
Di samping itu penyebab terjadinya pembunuhan tidak sengaja, misalnya
perbuatan si pelaku ini hanya sekedar melakukan suatu tindakan yang bersifat biasa,
namun tidak ada maksud melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa si
korban, seperti halnya seseorang sedang memetik buah kelapa, duren, atau buah besar
lainnya sebelum dia melempar buah tersebut ke bawah dia lihat nggak ada orang, pas
dia lempar ke bawah buah itu eh pas ada oranglewat, mengenai orang tersebut sampai
dia meninggal dunia.
Tidak sengaja melakukan pembunuhan, tidak juga berniat untuk membunuh
seseorang, namun karena keteledorannya sehingga perbuatannya itu malah membuat
orang lain meninggal. Misalnya seseorang yang tidur dikasur tingkat dua, lalu tanpa
54
dengan sengaja ia jatuh dan menimpa teman yang tidur dibawahnya, sehingga
temannya yang tertimpa tadi meninggal dunia.
Kemudian tidak dengan niat membunuh, namun akibat dari pekerjaannya
membuat orang lain hilang nyawa, Misalnya seseorang yang bekerja membuat jalan,
pada saat itu dia masih pada taraf menggali lubang, untuk memperbaikinya di jalanan
yang biasanya dilewati oleh banyak orang, lalu ada seseorang pada malam hari lewat
di sana dan terperosok, sehingga meninggal dunia. Perbuatannya itu tidak dikatakan
bersalah atau tidak sepenuhnya berniat membunuh, akan tetapi hal itu musibah yang
menimpa korban dan si pekerja yang tidak berhati-hati dan tidak memikirkan akibat
pekerjaannya.
Dari berbagai contoh yang penulis gambarkan di atas, semuanya merupakan
murni pembunuhan tidak sengaja. Dikarenakan akibat kelalaian dan ketidak hati-
hatian dari pada si pelaku tersebut. Dapat dianalisa bahwa ini merupakan musibah
yang menimpa ke dua belah pihak, baik pelaku maupun korban. Karena apabila
melihat dari sisi motif terjadinya pembunuhan tidak sengaja ini murni tidak ada niat
dari si pelaku, sehingga apa yang terjadi itu merupakan sifat alamiah atau dapat
dikatakan itu merupakan bentuk musibah yang menimpa mereka (pelaku dan
korban). Karena jika dia memiliki niat dan keinginan untuk menimpali kawannya
waktu tidur dengan motif hanya sekedar bercanda dengan temannya yang tidur di
bawah, sehingga berefek dari candaannya itu mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang, maka itu dinamakan dengan pembunuhan semi sengaja, atau memiliki niat
55
membunuh dengan berbagai motif, itu dinamakan dengan pembunuhan sengaja dan
direncakan.
Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang motif terjadinya
pembunuhan tidak sengaja, sangatlah jelas sebab dan akibat dari perbuatan si pelaku
yang lengah atau ketidak hati-hatian yang dilakukan oleh si pelaku, sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Namun, di sini penulis melihat dari sisi
lain, yaitu semua hal tersebut musibah yang menimpa ke dua belah pihak (pelaku dan
korban). Sebab dapat dilihat semua itu indikator dari sebab kelalaian dan tidak jelinya
seseorang dalam bekerja atau dalam melakukan suatu hal.
3.3. Dilihat dari Sudut Jenis Pembunuhan dan Ancaman Hukumannya
Dalam hukum pidana Islam jenis-jenis pembunuhan tidak sengaja terdiri dari
pembunuhan tidak sengaja murni (qaṭl al- khaṭā māhḍ) atau murni ketidak sengajaan
dan pembunuhan yang bermakna tidak sengaja (qaṭl fī ma‘na al-qaṭl al-kḥatā).8
Sedangkan yang dimaksud pembunuhan murni karena tidak sengaja ini difaktori
karena musibah yang menimpa ke dua pihak baik si pelaku maupun si korban.
Selanjutnya yang kedua pembunuhan yang bermakna tidak sengaja (qaṭl fī ma‘na al-
qaṭl al-kḥatā). Pembunuhan yang bermakna tidak sengaja di sini memang
dikarenakan karena si pelaku tidak memiliki niat untuk mengerjakan pembunuhan.
Namun, si pelaku tersebut tidak berhati-hati dalam melakukannya sehingga
mengakibatnya hilangnya nyawa orang lain.
8 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet ke-VI, (Jakarta: PT.Ichtiar Van Hoeve,
2003), hlm. 263.
56
Para fuqaha memberikan alasan tentang hukuman atas pembunuhan tidak
sengaja. Berkenaan dengan masalah ini, mereka menetapan dua prinsip, yaitu:
1. Setiap orang yang membawa kemudharatan kepada orang lain harus
bertanggung jawab. Jika mungkin, dia harus menghindarkannya.
Seseorang dianggap mampu mencegahnya, jika ia tidak dapat
mencegahnya secara mutlak, maka ia tidak dapat diberi sanksi.
2. Segala perbuatan yang tidak diizinkan secara syara’ dan perbuatan itu
dilakukan juga tanpa adanya darurat yang nyata, maka pelakunya
dianggap melakukan kesengajaan dan harus mempertanggungjawabkan
akibat, baik ia mampu mencegahnya ataupun tidak.9
Jadi, dalam hal ini jika seseorang melakukan perbuatan yang tidak dilarang
namun mengakibatkan sesuatu yang dilarang, maka pertanggungjawaban dibebankan
karena ketidak hati-hatian atau kelalain si pelaku dalam mengendalikan perbuatan
tersebut. Seperti halnya contoh yang dijelaskan di atas, menggali lubang tidaklah
dilarang, namun mengakibatkan dilarang sebab karena lubang yang digali tersebut
menyebabkan orang lain kecelakaan.
Sedangkan ancaman hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja
dalam hukum pidana Islam yaitu hukuman pokok dalam pembunuhan tidak sengaja
adalah diyat dan kaffarat. Hukuman penggantinya puasa dan ta’zīr dan hukuman
tambahannya adalah hilangnya hak waris dan hak mendapat wasiat.10
9 A. Djazuli, Fiqih Jinayah, ..., hlm. 133.
10 Ibid., hlm. 146.
57
Pembunuhan tidak sengaja seperti salah satunya, misalkan seseorang
melemparkan satu benda dari atas ke bawah dan mengenai seseorang sehingga
menyebabkan kematian yang terkena benda tersebut, maka baginya tidak dikenakan
hukum qishash apabila motif terjadinya tersebut disebabkkan ketidak sengajaan.
Namun, hanya dikenakan hukuman diyat atau denda 100 ekor unta yang ditimpakan
kepada keluarga si pelaku tersebut serta boleh di angsur selama tiga tahun.
Keberadaan diyat di dalam hukum pidana Islam didasarkan kepada nash al-Qur’an
dan hadis, yaitu dalam al-Qur’an dijelaskan dalam surah an-Nisa ayat 96.11
Sedangkan hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja dalam
pandangan penulis jika benar-benar murni unsur ketidak sengajaan, si pelaku cukup
menjalankan hukuman diyat dan kaffarat, hukuman penggantinya adalah berpuasa
selama dua bulan berturut-turut, dan hukuman tambahannya adalah terhalang
mendapatkan harta warisan dan wasiat dari terbunuh. Sedangkan cara pembayaran
diyat pembunuhan tidak sengaja ini adalah dibagi lima, yaitu 20 ekor unta betina
berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina
berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta berumur 4-5
tahun.12
Sedangkan dalam KUHP mengenai jenis-jenis pembunuhan tidak sengaja itu
terdiri dari pembunuhan tidak sengaja culpa dengan kesadaran dan culpa tanpa
kesadaran. Adapun culpa dengan kesadaran di sini si pelaku mengetahui akibat yang
11
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, cet ke-I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), hlm.
534. 12
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, ..., hlm. 1387.
58
dia lakukan, namun tidak terbayang dalam pikirannya akan sampai pada tahap
menghilangkan nyawa. Sedangkan culpa tanpa kesadaran, si pelaku memang tidak
membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan
diancam hukuman oleh Undang-Undang, sedangkan ia seharusnya memperhitungkan
akan timbulnya suatu akibat jika perbuatannya itu mengakibatkan kematian orang
lain.13
Adapun bentuk sanksi pidana dalam KUHP itu dijelaskan yaitu berupa
hukuman pidana penjara paling sedikit satu tahun dan paling lama lima tahun. Hal ini
sesuai dengan rumusan dalam Pasal 359 KUHP yaitu “Barangsiapa karena
kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima
tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”.
Hukuman tersebut di dasari karena penjelasan dari motif kejadian pada
pembunuhan tidak sengaja, yaitu adanya unsur-unsur kealpaan dari si pelaku tersebut.
Dengan demikian melihat dari jenis pembunuhan tidak sengaja dan ancaman
hukuman yang ditetapkan oleh hukum pidana Islam dan KUHP dapat dinyatakan di
sini bahwa bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh hukum pidana Islam lebih efektif
dan transparan dalam mencegah terjadinya pengulangan pembunuhan yang terjadi
dikarenakan kelalaian seseorang, sehingga beratnya ancaman hukuman yang
dijatuhkan hukum pidana Islam sangat terpengaruh terhadap dampak rasa keadilan
dalam masyarakat ketimbang dalam KUHP.
13
M.Amin Suma, dkk, Hukum Pidana Islam di Indonesia Peluang Prospek dan Tantangan,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 143.
59
Hukuman dalam pidana Islam lebih relevan dengan sebab akibat terjadinya
pembunuhan tidak sengaja. Dampak yang dirasakan oleh si pelaku dan juga
relevansinya terhadap dampak rasa keadilan dalam kehidupan bermasyarakat lebih
sesuai dibandingkan dengan hukuman dalam KUHP, sebab hukuman yang dijatuhkan
dalam pidana Islam ada alternatif-alternatif tersendiri, perbuatan si pelaku memang
tidak sengaja atau murni karena musibah. Sehingga dalam hukum pidana Islam
memberikan keringanan dengan menyertakan hukuman pokok dan hukuman
pengganti jika si pelaku tersebut tidak sanggup melaksanakan hukuman pokok, pada
tahap yang pertama dia bisa mengganti dengan hukuman pengganti tersebut. Inilah
yang membedakan antara hukum pidana Islam dengan KUHP.
Sebab dalam KUHP penjelasan mengenai hukuman terhadap pelaku
pembunuhan tidak sengaja terlalu terfokus pada satu hukuman yang telah dirumuskan
dalam Pasal 359 KUHP. Di mana ancaman hukumannya tidak ada alternatif-alternatif
atau pilihan-pilihan, sehingga menurut pandangan penulis terlalu berat bagi si pelaku,
jika pembunuhan yang dia lakukan memang terjadi dengan keadaan tidak sengaja,
dan si pelaku tidak menghendaki, tidak berniat melakukannya atau murni karena
ketidaksengajaan atau musibah yang terjadi pada kedua pihak. Dan ini sangat
mempengaruhi dan berdampak besar terhadap si pelaku dan masyarakat yang tidak
sesuai dengan rasa keadilan.
Dengan demikian, dijelaskan dalam hukum pidana Islam, bahwa setiap
perbuatan pasti ada hukumannya. Hukuman tersebut memiliki hikmah tersendiri
terhadap si pelaku, adapun hikmah hukuman dalam pidana Islam dijelaskan dalam
60
kitab Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ, diantaranya untuk pencegahan, dan memberikan
efek jera bagi si pelaku, memperbaiki, merehabilitasi, merestorasi dan meluruskan,
memerangi kejahatan itu sendiri, dan mencegah dan mengeliminasi tradisi balas
dendam serta memadamkan api amarah di dada korban dan kerabatnya.14
3.4. Relevansi Terhadap Keadilan
Penjatuhan hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja atas putusan
pengadilan itu sangatlah berdampak terhadap masyarakat. Dikarenakan putusan
pengadilan bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja itu tentunya berbeda jauh dengan
pelaku pembunuhan murni karena sengaja atau direncana. Sehingga unsur-unsur
terjadinya pembunuhan tidak sengaja, sebab dan motif terjadinya pemunuhan tidak
sengaja itu menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pembunuhan
tidak sengaja.
Perbuatan pembunuhan tidak sengaja (alpa) merupakan suatu perbuatan
tertentu terhadap seseorang yang berakibat matinya seseorang. Bentuk dari kealpaan
ini dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif. Perbedaan perbuatan pasif dan aktif
sangat berpengaruh pada unsur kelalaian dan kekeliruan, yang dikatakan perbuatan
yang pasif misalnya penjaga palang pintu kereta api karena tertidur pada waktu ada
kereta yang melintas dia tidak menutup palang pintu sehingga mengakibatkan
tertabraknya mobil yang sedang melintas. Bentuk kealpaan penjaga palang pintu ini
berupa perbuatan yang pasif karena tidak melakukan apa-apa. Namun mengandung
14
Wahbah az-Zuhaili, Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ, (ter: Abdul Hayyi al-Khattani, dkk), Jilid
VII, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 270.
61
unsur kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Sedangkan
perbuatan yang aktif misalnya seseorang yang sedang menebang pohon kayu ternyata
menimpa orang lain sehingga matinya orang itu karena tertimpa pohon. Bentuk
kealpaan dari penebang pohon berupa perbuatan yang aktif.15
Pembunuhan ini dikatakan kesalahan, karena sesorang melakukan perbuatan
yang tidak dilarang namun mengakibatkan sesuatu yang dilarang disebabkan
kelalaiannya atau kekurang hati-hati dalam mengendalikan perbuatan itu. Untuk itu
pembunuhan ini juga harus dipertanggung jawabkan dan pertanggung jawabanya ini
dibebankan karena kelalaian dan kekurang hati-hati tindakan tersebut.16
Putusan yang di ambil oleh para hakim tentunya tidak saja melihat pada
ketentuan hukum yang telah ditetapkan dalam KUHP semata, akan tetapi ada
pandangan-pandangan serta pertimbangan-pertimbangan terhadap putusan hukuman
dengan dampak terhadap masyarakat secara keseluruhan sehingga masyarakat dapat
mengerti terhadap putusan pengadilan bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja, yang
hukumannya itu jauh berbeda dengan pembunuhan di sengaja.
Adapun putusan yang diambil oleh pengadilan jika dikaitkan dengan relevansi
terhadap rasa keadilan terhadap masyarakat di tinjau dari unsur-unsur kealpaan tanpa
kesadaran (onbewuste schuld). Di mana si pelaku tidak membayangkan atau menduga
timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukumannya oleh Undang-Undang
15
Leden Merpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, cet ke-I, (Jakarta: Sinar Grafika,
2005), hlm. 27. 16
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 56.
62
dari akibat perbuatannya, si pelaku tidak menyadari jika perbuatannya mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain.
Hal ini menurut pandangan penulis kealpaan tanpa kesadaran bisa saja terjadi
pada semuanya walaupun dia tidak melakukan sesuatu hal dengan menggunakan alat
atau benda, bisa saja perbuatan akibat kelalaian dan keliru yang dilakukan oleh si
pelaku yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Dengan demikian dari
unsur-unsur terjadinya pembunuhan tidak sengaja baik dalam pandangan hukum
pidana Islam maupun KUHP, jika terpenuhi unsur-unsur yang telah diuraikan dalam
hukum pidana Islam dan KUHP, maka pelaku dapat dijerat dengan hukuman.
Sedangkan relevansinya terhadap rasa keadilan masyarakat dengan adanya unsur-
unsur pembunuhan tidak sengaja, sehingga tidak serta merta si pelaku dan di vonis
bersalah tanpa memperhatikan sebab dan akibat terjadinya pembunuhan dan unsur
terjadinya pembunuhan tidak sengaja.
Namun di sisi lain putusan tersebut haruslah di sesuaikan dengan kondisi dan
situasi pelaku, apakah dia mempunyai niat dalam melakukan perbuatan tesebut atau
tidak. Sebab azas pra duga tidak bersalah dalam hal ini patut berlaku bagi siapapun,
termasuk pembunuhan tidak sengaja. Keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan
sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum.17
Rasa keadilan terhadap
masyarakat tersebut dapat diposisikan oleh hukum. Putusan hukuman itu ditentukan
oleh hukum. Dengan demikian hukuman yang dijatuhkan terhadap pembunuhan tidak
17
W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum; Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, (Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada. 1993), hlm. 32.
63
sengaja akan berbeda-beda tergantung pada unsur-unsurnya serta motif terjadinya. Di
karenakan unsur kedua hal tersebut aktif dan pasif.
Dengan demikian relevansi terhadap rasa keadilan dapat di lihat dari dua
sudut pandang, pertama penjatuhan hukuman tersebut berdampak kepada
masyarakata agar ke depannya untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak
menggap remeh suatu perbuatan. Sehingga masyarakat mengartikan perbuatan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain akibat kelalaian dan kekeliruan itu dapat
di minimalisir perbuatan tersebut. Kedua dari sisi penegakan hukum perlu adanya
tinjauan sebagai dasar pertimbangan dalam penjatuhan hukuman, sehingga tidak serta
merta pelaku dapat di jatuhkan sanksi.
64
BAB EMPAT
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Hukuman terhadap pembunuhan tidak sengaja dalam hukum pidana Islam
yaitu hukuman pokok diyat ringan dan kaffarat (memerdekakan seorang
budak tanpa cacat dan siap untuk bekerja) atau berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Dalam KUHP hukuman terhadap pembunuhan tidak sengaja
yaitu berupa hukuman pidana kurungan paling sedikit satu tahun dan
penjara paling lama lima tahun.
4.1.2. Dalam hukum pidana Islam ancaman hukuman yang diberikan lebih relevan
terhadap rasa keadilan masyarakat dengan sebab akibat yang ditimbulkan
dari pembunuhan tidak sengaja dibandingkan dengan ancaman hukuman
dalam KUHP. Dikarenakan bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh hukum
pidana Islam lebih efektif, transparan, dan memiliki alternatif hukuman
sesuai dengan tindak perbuatan si pelaku pembunuhan tidak sengaja.
Sehingga dalam mencegah terjadinya pengulangan pembunuhan tidak
sengaja hukum pidana Islam lebih efektif ketimbang dalam KUHP.
4.1.3. Dampak terhadap masyarakat dengan adanya pemberlakuan hukuman
terhadap tindak pidana pembunuhan tidak sengaja, masyarakat dapat
mengerti dan lebih memahami peraturan-peraturan yang ada tentang
pembunuhan tidak sengaja dan menjadikan cerminan kepada masyarakat
65
agar lebih berwaspada dan berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan,
agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
4.2. Saran-Saran
4.2.1. Diharapkan kepada masyarakat agar dapat membaca referensi mengenai
hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja serta memperhatikan
motif terjadi pembunuhan dan sebab akibatnya.
4.2.2. Diharapkan kepada pihak Pemerintah, Ormas, LSM agar memberikan
perhatian lebih terhadap masalah pembunuhan tidak sengaja. Sebab
terkadang hukuman yang dijatuhkan tidak sesuai dengan kejadian atau
sebab terjadinya pembunuhan tidak disengaja.
4.2.3. Diharapkan kepada pihak Kampus dan Perpustakaan untuk menambah
bahan bacaan mengenai permasalahan pembunuhan tidak sengaja,
sehingga memudahkan mahasiswa-mahasiswa dalam melakukan penelitian
untuk dijadikan sumber referensi.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet ke-VI, Jakarta: PT.Ichtiar Van
Hoeve, 2003.
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jilid III, (terj: Tim Tsalisah),
Bogor: PT Kharisma Ilmu, tth.
Abu Abdullah bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedi Hadis Shahih Bukhari, Jilid II, (terj:
Subhan Abdullah,dkk), Jakarta: al-Mahira, 2012.
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2001.
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukuum Pidana Islam, cet ke-V, Jakarta: Bulan Bintang,
1993.
Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat al-Qur’an dan Hadis, Jilid VII,
Jakarta: Widya Cahaya, 2009.
Amin Suma, M., dkk, Hukum Pidana Islam di Indonesia Peluang Prospek
danTantanagan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010.
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Bogor: Kencana, 2003.
Aswin Nugraha, Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Di Persidangan, Surabaya:
Fakultas Hukum Universitas PembangunanNasional “Veteran”, 2012.
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, KUHP, Cet I, Jakarta:
Sinar Harapan, 1983.
Bagir Manan, Peranan Pengadilan Agama dalam Pembangunan Hukum Nasional
dalam Hukum Islam di Indonesia, Bandung : Remaja Rosa Karya Press, 1994.
Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakarta: TERAS, 2009.
Djazuli, A., Fiqih Jinayah, cet ke-III, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Friedman. W, Teori dan Filsafat Hukum; Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum,
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 1993.
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
67
https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Undang-undang_Hukum_Pidana. di akses Pada
tanggal 12-Januari-2015
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, Fiqh mazhab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia,
2000.
Ibnu Rusyd, Bidayāḥ al-Mujtahīḍ Wa Nihayāḥ, Jilid II, (terj: Imam Ghazali dan
Achmad Zaidun), Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah; Hukum-Hukum Penyelenggaraan
Negara dalam Syari’at Islam, (terj: Fadli Bahri), Jakarta: Darul al-Falah,
2006.
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset, Bandung; Bandar Maju, 1990.
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil S.H., Latihan Ujian Hukum Pidana, cet ke-
IV, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Lamintang, P.A.F. , Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta: Sinar Grafika,
2010.
----------, Kejahatan Terhadap Nyawa, dan Tubuh, cet ke-II, Jakarta: Sinar Grafika,
2012.
Leden Merpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, cet ke-I, Jakarta: Sinar Grafika,
2005.
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT Mahmud Yunus wa Dzurriyah,
2010.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Poerwadaminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1976.
Quraish Shihab, M., Tafsir al-Misbah; Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, Jilid
II Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqih Jinayah), Bandung: CV. Pustaka Setia,
2000.
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, Jakarta: Gema Insani, 2005.
Sayyid Sabiq, Fiqḥu as-Sunnāh Jilid III, (terj: Asep Sobari), Jakarta: al-I’stishom,
2008.
Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
68
Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996.
Sugandi, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (KUHP) dengan Penjelasannya,
Surabaya: Usaha Nasional Offset Printing, 1981.
Wahbah az-Zuhaili, al- Fiqḥ al-Islam Wa Adīllatūḥ, (ter: Abdul Hayyi al-Khattani,
dkk), Jilid VII, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Jakarta: Refika
Aditama, 2003.
Zainuddin Ali, Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika offset, 2006.
----------,Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
viii
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Rizki Akmar Saputra
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan/NIM : Mahasiswa/ 131008662
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 16-Mei-1992
Alamat : Jln. T. Lamgugob PS 4, Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh
Orang Tua
1. Ayah : (Alm) Drs. Abu Bakar
2. Ibu : Dra. Kamariah Thaib
Pekerjaan
1. Ayah : -
2. Ibu : PNS
Alamat : Jln. T. Lamgugob PS 4, Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh
Jenjang Pendidikan :
a. SDN 1 Pangauban. Kab. Bandung, Jawa Barat 1998-2004
b. SMPN 1 Katapang, Kab. Bandung, Jawa Barat 2004-2007
c. SMAN 1 Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat 2007-2010
d. UIN Ar-Raniry, Fak. Syariah dan Hukum, Banda Aceh 2010-2016
Banda Aceh, 21-Februari-2016
Penulis,
Top Related