HUKUM GANTI RUGI TERHADAP BARANG YANG RUSAK /HILANG
SAAT PENGIRIMAN MENURUT PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAYLI
(STUDI KASUS DI PT. JNE CABANG KOTAPINANG).
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S 1)
Dalam Ilmu Syari’ah Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Sumatera Utara Medan
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI THAHIR TANJUNG
NIM: 24.14.4.025
FAKULTAS SYARIA’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2019 M/ 1440 H
HUKUM GANTI RUGI TERHADAP BARANG YANG RUSAK /HILANG
SAAT PENGIRIMAN MENURUT PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAYLI
(STUDI KASUS DI PT. JNE CABANG KOTAPINANG).
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI THAHIR TANJUNG
NIM: 24.14.4.025
FAKULTAS SYARIA’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2019 M/ 1440 H
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Muhammad Husni Thahir Tanjung
NIM : 24.14.4.025
Tpt/tgl lahir : Cikampak, 20 Februari 1996
Fakultas : Syari’ah dan Hukum
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah (Mu’amalah)
Judul : ”Hukum Ganti rugi Terhadap Barang Yang Rusak
/Hilang Saat Pengiriman Menurut Pendapat Wahbah
Al-Zuhayli (Studi Kasus di PT. JNE Cabang
Kotapinang).”
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi ini yang berjudul di
atas adalah hasil karya saya sendiri, kecuali kutipan-kutipan yang telah
disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini diperbuat, saya menerima segala
konsekuensinya bila pernyataan ini tidak benar.
Medan, Januari 2019
Muhammad Husni Thahir Tanjung
NIM. 24.14.4.025
PERSETUJUAN
Skripsi Berjudul:
HUKUM GANTI RUGI TERHADAP BARANG YANG RUSAK /HILANG
SAAT PENGIRIMAN MENURUT PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAYLI
(STUDI KASUS DI PT. JNE CABANG KOTAPINANG).
Oleh:
Muhammad Husni Thahir Tanjung
NIM: 24.14.4.025
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ariffuddin Muda Harahap, M. Hum Drs. H. Ahmad Suhaimi, MA
NIP. 19810828 200901 1 011 NIP. 19591212 198903 1 004
Mengetahui,
Ketua Jurusan Muamalah
FATIMAH ZAHARA, MA
NIP. 19730208 199903 2 001
IKHTISAR
Judul: Hukum Ganti rugi Terhadap Barang Yang Rusak/Hilang Saat
Pengiriman Menurut Pendapat Wahbah Al-Zuhayli (Studi Kasus Di PT.
JNE Kotapinang).
Ganti rugi merupakan tanggung jawab pihak perusahaan JNE terhadap
konsumennya apabila terjadi wanprestasi (ingkar janji). Tanggung jawab yang
diberikan oleh JNE yaitu berupa ganti kerugian. Dapat dikatakan ganti rugi yang
diberikan oleh JNE hanya sebagian, yang tidak sesuai menurut pendapat
Wahbah Al-Zuhayli. Dalam penelitian ini dikemukakan inti permasalahan
sebagai berikut: 1. Bagaimana Ganti rugi yang diberikan PT. JNE Kotapinang
terhadap pengiriman atas barang yang rusak/hilang? 2. Bagaimana pandangan
masyarakat terhadap Ganti rugi barang yang rusak/hilang yang diberikan PT.
JNE Kotapinang? 3. Bagaimana Hukum Ganti rugi barang yang rusak/hilang
pendapat Wahbah Al-Zuhayli?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengentahui
hukum ganti rugi terhadap barang yang rusak/hilang saat pengiriman menurut
pendapat Wahbah Al-Zhayli studi kasus di PT. JNE Kotapinang. Jenis penelitian
ini adalah penelitian yuridis empiris dengan metode penelitian lapangan (field
research) yang digabungkan dengan metode penelitian pustaka (library
research). Sehubung dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis
empiris maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sosiologis
(sociological approach) dan menggunakan pendekatan konsep (conceptual
approach). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi
dokumen. Ganti rugi yang diberikan JNE Kotapinang terhadap barang yang
hilang/rusak hanya sebagian dan tidak sesuai dengan pendapat Wahbah Al-
Zuhayli yaitu mengganti dengan barang yang sama atau dengan uang seharga
barang tersebut.
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر حمن الر حيم
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat dan berkah-Nya.
Memberikan kepada setiap makhluk-Nya kesehatan dan kesempatan sehingga
penulis pada kesempatan ini dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi
tepat pada waktunya.
Shalawat berangkaikan salam, penulis hadiahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah mengajarkan umat manusia kepada jalan
kebenaran dan menjadi suri tauladan yang baik untuk menyempurnakan akhlak
dalam kehidupan manusia sehingga menjadi umat yang berakhlak al-karamah
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Skripsi yang berjudul ‚Hukum Ganti rugi Terhadap Barang Yang Rusak
/Hilang Saat Pengiriman Menurut Pendapat Wahbah Al-Zuhayli (Studi Kasus di
PT. JNE Cabang Kotapinang)” akhirnya dapat terselesaikan sesuai dengan
harapan penulis. Kebahagiaan yang tidak ternilai bagi penulis secara pribadi
adalah dapat mepersembahkan yang terbaik kepada orang tua, seluruh keluarga
dan pihak-pihak yang adil dalam mensukseskan harapan penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini selesai bukan semata dari
hasil karya penulis sendiri saja, tetapi juga karena bantuan dari beberapa pihak
yang dengan tulus mengeluarkan waktu meski hanya sekedar memberi aspirasi,
masukan dan motivasi kepada penulis. Tanpa mereka, penulisan skripsi ini akan
terasa sangat berat. Karena itu, Penulis mengucapkan terimakasih yang tidak
terhingga, kepada:
1. Kedua orang tua, Ayahanda H. Muhammad Nurdin Tanjung dan Ibunda
Hj. Masitoh Rambe. Yang senantiasa memberikan semangat, materi dan
selalu berdo’a kepada Allah swt, demi terselesainya skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Saidurrahman, M.Ag, selaku Rektor dan segenap
jajaran Wakil Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Zulham, M. Hum, sekalu Dekan dan segenap jajaran Wakil
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara.
4. Ibu Fatimah Zahara, MA, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
(Mu’amalah) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara.
5. Ibu Tetty Marlina, SH, MKn, selaku Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah (Mu’amalah) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Arifuddin Muda Harahap, M. Hum selaku Dosen Pembimbing
I, yang telah bersedia memberikan masukan dan arahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan Bapak Drs. H. Ahamad Suhaimi,
MA, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia memberikan
masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Saya terkesan dengan dedikasi dan komitmen mereka selaku
pembimbing I dan pembimbing II, yang senantiasa memotivasi saya
dalam studi dan membimbing menyelesaikan skripsi ini.
7. Untuk Abang dan Kakakku, Irwan Maulana Tanjung, SE, Zubaidah
Tanjung, S.keb, Yuhani Nasution, SH, dan Muhammad Ali Banchin yang
telah banyak mendukung, memotivasi dan mendoakan selama ini.
8. Dan kedua keponakan yang tersayang yaitu, Irhan Hamid Az-Zuhayli
Tanjung dan Nurmaijah Anistasya Tanjung yang tercinta.
9. Kepada teman-teman, M. Luthfi Mustadhi SH, Ihda Khairuni SH, Cut
Amalia S. Pd, Gilang Sabrina Ramadhani, Wina Anggria Siregar SE,
Haris Maulana, Dedi Suranta SP, Yuyun Sundari S. Pd, dan Sella Diah
Utari SH, Defianti SH, Haniyah SH, Sri Suci Ayu Sundari, Rahmat Al
Fajar Lubis SH, Dinda Dewani Siregar SH, Muhammad Fahri Syahputra,
Novita Nanda Sari, Edy Sitepu SH, Heru Prayuda Putra SH, May Maran
Siregar SE, Eka Puji Lestari SH, Pebri Ramadhani SH, Imam Ihsan
Munthe, Aan Setiawan Lubis, Leliana Siregar, Suci Reskina Murni,
Safriadi Marpaung, Gunawan S. Pd, Sarah Sundari, Muhammad Sabda
Yagra, Siti rahayu, Fariz ahmad Bukhoiroh, Ulil Azmi, Hotmartua,
Lailatusyifa Sirait dan seluruh teman di jurusan Muamalah yang tidak
bisa saya sebutkan semua. Terimakasih telah menjadi sahabat yang
selalu hadir disaat susah dan senangku dan selalu memotivasiku untuk
terus menjadi yang lebih baik.
10. Dan ucapan terima kasih kepada komunitas BERKAH ‚Berbagi
Sedekah‛ dan FOKIS ‚Forum Kajian Ilmu Syariah‛ yang telah
mendukung dan mendoakan agar terselesaikannya skripsi ini.
Sebagai akhir kata semoga Allah swt. memberikan balasan atas bantuan
yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan menjadi berkah dan amal
kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2019
Muhammad Husni Thahir Tanjung
NIM. 24.14.4.025
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................... i
PENGESAHAN ................................................................................. ii
IKHTISAR........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 11
E. Kerangka Teori .............................................................................. 12
F. Batasan Istilah .............................................................................. 13
G. Hipotesis ....................................................................................... 14
H. Metode Penelitian ......................................................................... 15
I. Sistematika Penulisan ................................................................... 18
BAB II. KONSEP UMUM TENTANG TA’WIDH DAN WADIAH ......... 20
A. Pengertian Ta’widh dan Wadiah .................................................. 20
B. Rukun dan Syarat Ta’widh dan Wadiah ....................................... 23
C. Ta’widh dan Wadiah dalam Konsep Al-qur’an dan Hadist .......... 27
D. Hubungan Ta’widh dan Wadiah dalam Perjanjian ...................... 32
E. Ganti rugi dalam Konsep Hukum Nasional .................................. 34
BAB III. PENYEDIA JASA PENGIRIMAN PT. JALUR
NUGRAHA EKAKURIR (JNE) ............................................. 40
A. Gambaran Umum Profil PT. Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) ......... 40
B. Tahap Kontrak Pengiriman Barang pada PT. JNE ....................... 44
C. Mekanisme Pengiriman Barang .................................................... 46
D. Hak dan Kewajiban PT. JNE dan Konsumen ............................... 53
E. Ganti rugi dalam Konsep Hukum Perlindungan Konsumen ......... 56
BAB IV. HUKUM GANTI RUGI TERHADAP BARANG YANG
RUSAK/ HILANG SAAT PENGIRIMAN MENURUT
PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAYLI ................................... 60
A. Sejarah Wahbah Al-Zuhayli .......................................................... 60
B. Ganti rugi Yang Diberikan PT. JNE Kotapinang Terhadap
Pengiriman Atas Barang Yang Rusak/Hilang ................................ 64
C. Pandangan Masyarakat Terhadap Ganti rugi Barang yang
Rusak/Hilang Yang Diberikan PT. JNE Kotapinang ..................... 72
D. Hukum Ganti rugi Barang Yang Rusak/Hilang Menurut
Pendapat Wahbah Al-Zuhayli ....................................................... 75
BAB V. PENUTUP ........................................................................... 77
A. Kesimpulan ................................................................................... 77
B. Saran Penulis ................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab merupakan suatu kondisi wajib menanggung segala
sesuatu sebagai akibat dari keputusan yang diambil atau tindakan yang
dilakukan (apabila terjadi sesuatu yang dapat dipersalahkan).1
Dengan demikian tanggung jawab berkaitan erat dengan perjanjian
(iltizam) yang disepakati. Suatu perusahaan pengiriman barang dalam
menjalankan tugasnya haruslah bertanggung jawab terhadap perjanjian yang
telah disepakati, karena pengiriman yang dilakukan tidaklah selalu berjalan
dengan baik dan lancar, seperti barang yang dikirim tidak sampai, rusak atau
pun hilang.
Apabila perjanjian yang telah disepakati dilanggar, maka dapat diajukan
gugatan wanprestasi, karena ada hubungan kontraktual antara pihak yang
menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian.2
Oleh sebab itu
pihak yang menimbulkan kerugian (perusahaan pengirim barang) haruslah
1
Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 99.
2
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisis Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004), h.
115.
bertanggung jawab dan mengganti atas kerugian yang dialami oleh pihak
pemilik barang (konsumen).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) tanggung jawab
pihak penanggung diatur dalam dua macam pembatasan, yaitu pertama barang
yang ditangung keselamatannya, maksudnya ialah jika terjadi kerusakan
terhadap barang tersebut. Sedangkan kedua adalah tentang orang yang
ditanggung, yakni jika terjadi kekeliruan pihak tertanggung sendiri.3
Kemudian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
juga dikatakan bahwa dalam menentukan besarnya ganti kerugian yang harus
dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti kerugian yang
harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan pada
kedudukan semula seandainya tidak terjadi kerugian, atau dengan kata lain
ganti kerugian menempatkan sejauh mungkin orang yang dirugikan dalam
kedudukan yang seharusnya andai kata perjanjian dilaksankan secara baik atau
tidak terjadi perbuatan melanggar hukum.
Dengan demikian ganti kerugian harus diberikan sesuai dengan kerugian
yang sesungguhnya tanpa memperhatikan unsur-unsur yang tidak berkait
3
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 122.
langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuan atau kekayaan pihak-pihak
yang bersangkutan.4
Hal demikian dijelaskan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bahwa: “Tiap Perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.5
Melalui UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
menetapkan 9 (Sembilan) hak konsumen yaitu :
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang dipergunakan;
4
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.
103.
5
Penjelasan umum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya untuk
menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.6
Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa
masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal
yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau
jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yag
tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk
diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang
dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
6
Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Nusa Media,
2008), h. 22.
membahayakan konsumen penggunaannya, maka konsumen diberikan hak
untuk memilih barang dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas
keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur.
Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk
didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi
sampai ganti rugi. Oleh karena itu, siapa pun yang tindakannya merugikan
pihak lain dengan cara tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang harus
ia lakukan berdasarkan yang telah mereka capai. Tindakan yang merugikan ini,
memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta pembatalan atas
perjanjian yang telah dibuat, beserta penggantian atas segala biaya, bunga, dan
kerugian yang telah dideritanya.7
Pada umumnya, banyak penduduk yang saling mengirim barang dari
tempat jauh membuat jasa pengiriman barang ini menjadi sangat penting bagi
masyarakat. Berdasarkan kenyataan tersebut, saat ini terdapat banyak
perusahaan jasa pengiriman barang milik pemerintah maupun milik swasta.
Salah satu jasa pengiriman barang milik swasta yaitu PT. TIKI JALUR
NUGRAHA EKAKURIR yang selanjutnya disebut JNE. JNE merupakan
7
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 63.
perusahaan dalam bidang kurir ekspres dan logistik yang berkantor pusat di
Jakarta, Indonesia. Nama resmi adalah Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Tiki JNE)
yang lebih kenal dengan nama JNE yang merupakan salah satu perusahaan jasa
kurir di Indonesia.
Proses pengiriman barang oleh JNE dimulai pada saat
konsumen/pengiriman datang ke agen JNE dengan membawa suatu/sejumlah
barang yang telah disiapkan untuk dikirim. Kemudian pihak JNE mengecek
kelengkapan barang terssebut, dari jumlah barang yang akan dikirim tersebut
maka akan dikeluarkan suatu dokumen atau surat perjanjian pengiriman barang
yang selanjutnya harus ditandatangani oleh konsumen/pengirim, yang berarti
bahwa konsumen telah menyetujui syarat-syarat atau klausul-klausulnya baik
mengenai syarat, ketentuan, akibat dan resiko dari pengiriman barang tersebut.8
Pelaksanaan perjanjian pengiriman barang kadang tidak selalu berjalan
dengan lancar, misalnya barang yang telah disepakati kedua belah pihak untuk
dikirim barang tersebut rusak saat diperjalanan, jika terjadi wanprestasi dalam
pengiriman barang, maka pihak JNE bertanggung jawab kepada
konsumen/pengirim. Konsumen/pengirim berhak meminta ganti kerugian
8
Wawancara dengan Lisa Ariyani, Pemilik PT. JNE Cabang Kota Pinang Labuhan
Batu Selatan pada tanggal 25 juli 2018 jam 09.00.
kepada pihak JNE dalam memberikan ganti kerugian, perlu mengetahui terlebih
dahulu apa yang menyebabkan kiriman barang rusak, karena kiriman barang
rusak mungkin akibat dari suatu perbuatan hukum atau karena peristiwa hukum.
Akan tetapi pihak JNE memberikan tanggungan terhadap barang yang
rusak, yaitu dengan cara memberikan ganti ruginya. Dan ganti rugi yang
diberikan oleh pihak JNE hanya sebesar 10 kali dari biaya kirim satu kilonya
terhadap barang yang rusak tanpa menghitung berat barang tersebut. Dan
apabila barang tersebut menggunakan asuransi saat proses pengiriman
barangnya, dengan biaya asuransi yaitu sebesar 0,2% dari harga barang dan
ditambah biaya administrasinya sebesar Rp. 5000,-.9
Maka pihak JNE akan
menggantinya dengan seharga barangnya.
Pendapat Wahbah al-Zuhayli, mengenai Ta’widh dalam bahasa adalah
ganti rugi, kompensasi. Secara istilah definisi Ta’widh yang dikemukan oleh
ulama kontenporer Wahbah al-Zuhayli.
عويض: ىو ت غطية الض ي أو الطأ الت عد 10رر الواقع بالت
9
Wawancara dengan Lisa Ariyani, Pemilik PT. JNE Cabang Kota Pinang Labuhan
Batu Selatan pada tanggal 25 juli 2018 jam 09.30.
10
Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Dhaman, Dimasyq: Dar al-Fikr, 1998, h. 87
Artinya: Ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat
pelanggaran atau kekeliruan.
لف وإعادتو صحيحا كما كان عند اإلمكان كإعادة ر المت ر ... أو جب المكسور صحيحا، فإن ت عذ
قدي عويض المثلي أو الن 11ذلك وجب الت
Artinya: Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula
selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan
menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib
menggantinya dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan uang.
Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 1 yaitu:
يد يا أي ها الذين آمنوا أوفوا بالعقود لي الص ر م لى عليكم غي أحلت لكم بيمة الن عام إل ما ي ت
إن اللو يكم ما يريد وأنتم حرم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janji. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau
umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan Dia
kehendaki.12
Dan Firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 34 yaitu:
… وأوفوا بالعهد إن العهد كان مسئ ول
11
Ibid., h. 94.
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: J-ART, 2004), h.
106.
Artinya: ….dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggung jawabannya.13
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa perjanjian yang timbul karena
sebuah perikatan akan menimbulkan hak dan kewajiban dan akan ada
tanggung jawab yang harus dilaksakan oleh para pihak dalam memenuhi
tanggung jawabnya selaku pihak yang terkait dalam suatu perjanjian.
Bahkan Syari’ah Islam pun melindungi kepentingan semua pihak yang
bertransaksi, sehingga tidak ada boleh satu pihak pun yang dirugikan hak-
haknya dan kerugian yang benar-benar dialami secara riil oleh para pihak dalam
transaksi wajib diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian tersebut, hal ini
tercantum dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional.
Besar ganti rugi (ta‟widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real
loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam bertransaksi tersebut dan bukan
kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang
yang hilang (opportunity loss atau ai-furshah al-dhai‟ah).14
13
Ibid., h. 285.
14
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
Berdasarkan ganti rugi yang diberikan oleh pihak PT. JNE tidak sesuai
dengan pendapat Wahbah al-Zuhayli. Oleh karena itu, saya sebagai peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam permasalahan ini kedalam
kajian ilmiyah dalam bentuk skripsi dengan mengangkat judul“ HUKUM
GANTI RUGI TERHADAP BARANG YANG RUSAK/HILANG SAAT
PENGIRIMAN MENURUT PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAYLI (STUDI
KASUS DI PT. JNE CABANG KOTAPINANG).”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah yang akan
menjadi bahasan penulis adalah:
1. Bagaimana Ganti rugi yang diberikan PT. JNE Kotapinang terhadap
pengiriman atas barang yang rusak/hilang?
2. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap Ganti rugi barang yang
rusak/hilang yang diberikan PT. JNE Kotapinang?
3. Bagaimana Hukum Ganti rugi barang yang rusak/hilang menurut
pendapat Wahbah al-Zuhayli ?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
pengertian tentang :
1. Untuk mengetahui Ganti rugi yang diberikan PT. JNE Kotapinang
terhadap pengiriman atas barang yang rusak/hilang
2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap Ganti rugi barang
yang rusak/hilang yang diberikan PT. JNE Kotapinang
3. Untuk mengetahui Ganti rugi barang yang rusak/hilang menurut
pendapat Wahbah al-Zuhayli
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak :
1. Secara Teoritis
a. Memberikan sumbangan akademis kepada Fakultas Syari’ah dan
Hukum Univrsitas Islam Negeri Sumatera Utara khususnya penerapan
ilmu yang sudah didapatkan dari masa perkuliahan.
b. Dapat digunakan sebagai pembanding untuk penelitian serupa di
masa yang akan datang serta dapat dikembangkan lebih lanjut demi
mendapatkan hasil yang sesuai dengan perkembangan zaman, serta
memberikan wawasan terhadap persoalan Ganti rugi yang sesuai
dangan peraturan yang berlaku di Indonesia dan Agama Islam.
2. Secara Praktis
a. Memberikan masukan pemikiran bagi masyarakat umum, serta para
praktisi hukum, akademisi dalam masalah Hukum Ganti rugi
terhadap Barang yang rusak/hilang saat pengiriman yang dilakukan
oleh PT. JNE (PT. Jalur Nugraha Ekakurir) kepada masyarakat.
b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal Ganti rugi
terhadap Barang yang rusak/hilang saat pengiriman yang dilakukan
oleh PT. JNE (PT. Jalur Nugraha Ekakurir) dengan memberikan
informasi kepada masyarakat.
E. Kajian Teori
Berdasarkan kajian teori dari judul diatas, maka secara singkat
dapat diuraikan sebagai berikut:
Sebelum mengadakan perjanjian pengiriman barang, kosumen datang ke
agen JNE dengan membawa sejumlah barang yang akan dikirim dan barang
tersebut memenuhi syarat-syarat standar pengiriman JNE, lalu setelah barang
tersebut memenuhi syarat standar pengiriman, konsumen/pengirim dan pihak
JNE membuat perjanjian berdasarkan tanda bukti pembayaran pengiriman
barang tersebut, yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Setelah melalui beberapa proses pemeriksaan, barang akan segera
dikirim ketempat tujuan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Apabila dalam pelaksanaan perjanjian tersebut mengalami wanprestasi,
pihak JNE bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang dialami
pihak konsumen.
Kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalah tersebut sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati. Misalnya, apabila barang yang di
kirim rusak/hilang dan menggunakan asuransi maka pihak JNE bertanggung
jawab untuk mengganti barang yang rusak/hilang tersebut dengan barang yang
sama.
F. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pahaman dan memudahkan pembaca dalam
memahami istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan
istilah berikut:
1. Barang Rusak/Hilang
Barang merupakan benda, sesuatu yang berwujud cair, benda keras dan
sebagainya. Hilang adalah tak ada lagi, tidak kelihatan, lenyap, meninggal.
Sedangkan Rusak adalah sudah tidak utuh atau tidak baik lagi seperti pecah,
hancur, tidak teratur lagi dan sebagainya, dalam arti kiasan bermacam-macam
maksudnya, seperti: sudah tak baik lagi dan sebagainya, sangat menderita,
sedih, buruk, tabiatnya .15
2. JNE
JNE merupakan perusahaan dalam bidang kurir ekspres dan logistik yang
berkantor pusat di Jakarta, Indonesia.16
Dan singkatan dari JNE adalah Jalur
Nugraha Ekakurir.
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban yang masih mengandung dugaan
mungkin benar atau mungkin salah.17
Sehingga masih perlu diuji atau
dibuktikan dalam kegiatan penelitian.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan pengamatan langsung di
lapangan yang telah dilakukan, maka hipotesis penelitian penulis menyatakan
bahwa pelaksanaan ganti rugi terhadap barang yang rusak/hilang saat
pengiriman oleh pihak PT. JNE tidak sesuai dengan pendapat Wahbah al-
Zuhayli.
15
Ibid., h. 626.
16 Wawancara dengan Lisa Ariyani, Pemilik PT. JNE Cabang Kotapinang Labuhan
Batu Selatan pada tanggal 25 juli 2018 jam 09.30.
17
Tim Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SU, Metode Penelitian Hukum Islam
dan Pedoman Penulisan Skripsi, (Medan: Fakultas Syari’ah dan Hukum, 2015), h. 41.
H. Metode Penelitian
Untuk membahas masalah dalam penyusunan skripsi ini, penulis perlu
melakukan penelitian guna memperoleh data yang berhubungan dengan
masalah yang akan dibahas dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas
dan akurat. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa
metode, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Pada penulisan karya ilmiah ini, jenis penelitian yang dipakai oleh
penulis yaitu kualitatif yang berbentuk deskriptif analisis. Metode deskriptif
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,
gejala, atau menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat.18
Metode ini digunakan untuk menggambarkan
analisis hukum ganti rugi terhadap barang yang rusak/hilang saat proses
pengiriman oleh PT. JNE Kotapinang. Selanjutnya data yang diperoleh ditinjau
pendapat Wahbah al -Zuhayli guna menggambarkan suatu masalah yang diteliti
secara menyeluruh.
18
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 24.
2. Sumber Data
Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini yang akan penulis
jadikan sebagai pusat informasi pendukung data yang dibutuhkan dalam
penelitian. Sumber data tersebut adalah:
a. Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini adalah PT. JNE ( PT. TIKI Jalur
Nugraha Ekakurir) Kotapinang yang diperoleh dengan cara wawancara.
Dalam melakukan wawancara penulis akan terjun langsung ke tempat
penelitian dan melakukan wawancara kepada pihak PT. JNE ( PT. TIKI
Jalur Nugraha Ekakurir) Kotapinang.
b. Data Sekunder
Jenis data sekunder kegunaanya adalah untuk memperkuat
primer yang penulis gunakan. Data yang penulis ambil dalam skripsi ini
adalah referensi-referensi berkenaan tentang Ganti rugi.
3. Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi
verbal, semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.
Dalam wawancara, pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal.
Biasanya komunikasi ini dilakukan dalam keadaan saling berhadapan,
namun komunikasi dapat juga dilakukan melalui telepon.19
Dalam hal ini
penulis akan melakukan wawancara dengan pihak atau karyawan JNE
mengenai data yang ingin diperoleh.
b. Metode Analisis Data
Sebagai tindak lanjut pengumpulan data, maka analisis data
menjadi sangat signifikan kemanfaatannya untuk menuju penelitian ini.
Data tersebut dinilai dan diuji dengan ketentuan yang ada sesuai dengan
pendapat Wahbah al -Zuhayli. Hasil penelitian dan pengujian tersebut
akan disimpulkan dalam bentuk skripsi sebagai hasil pemecahan
permasalahan yang ada.
Analisis dan pengolahan data penulis lakukan dengan cara
Analisis Dedukatif, yaitu membuat suatu kesimpulan yang umum dari
masalah yang khusus. Dan Analisis Indukatif, yaitu membuat kesimpulan
yang khusus dari masalah yang umum.
19
Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 113.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan, penulis mengikuti buku pedoman penulisan
ilmiah sesuai dengan apa yang terdapat dalam buku pedoman penulisan skripsi
dan karya ilmiah yang diterbitkan Fakultas Syari’ah UIN-SU Medan tahun 2016.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan suatu rangkaian urutan
pembahasan dalam penulisan karya ilmiah. Dalam kaitannya dengan penulisan
skripsi ini, sistematika pembahasan dalam penulisan penelitian ini disusun dalam
5 (lima bab) yang masing-masing bab secara garis besarnya adalah sebagai
berikut;
Bab I. Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori,
Batasan Istilah, Hipotesis, Metode Penelitian serta Sistematika
Pembahasan.
Bab II. Bab ini merupakan penjelasan Pengertian Ta’widh dan Wadi’ah,
Rukun dan Syarat Ta’widh dan Wadi’ah, Ta’widh dan Wadi’ah dalam
Al-qur’an dan Hadist, Hubungan Ta’widh dan Wadi’ah dalam
Perjanjian, Ganti Rugi dalam Konsep Hukum Nasional.
Bab III. Bab ini merupakan penjelasan Gambaran Umum Profil PT. Jalur
Nugraha Ekakurir (JNE), Tahap Kontrak dalam Pengiriman Barang
pada PT. JNE, Mekanisme Pengiriman Barang, Hak dan Kewajiban PT.
JNE dan Konsumen, Ganti rugi dalam Konsep Hukum Perlindungan
Konsumen.
Bab IV. Bab ini mejelaskan Sejarah Wahbah Al-Zuhayli, Ganti rugi yang
diberikan PT. JNE Kotapinang terhadap Pengiriman atas barang yang
rusak/hilang, Pandangan Masyarakat terhadap Ganti rugi barang yang
rusak/hilang yang diberikan PT. JNE Kotapinang, Hukum Ganti rugi
barang yang rusak/hilang menurut pendapat Wahbah Al-Zuhayli.
Bab V. Bab ini merupakan bab terakhir sebagai penutup kesimpulan dan saran-
saran penulis.
BAB II
KONSEP UMUM TENTANG TA’WIDH DAN WADIAH
A. Pengertian Ta’widh dan Wadi’ah
1. Pengertian Ta’widh
Kata Ta’widh berasal dari kata ‘Iwadh yang artinya ganti rugi atau
konpensasi. Sedangkan ta’widh sendiri secara bahasa berarti mengganti (rugi)
atau membayar konpensasi.20
21 ي أو الطأ عد عويض: ىو ت غطية الضرر الواقع بالت الت
Artinya: Adapun menurut istilah adalah menutup kerugian yang terjadi akibat
pelanggaran atau kekeliruan.
Adanya dhaman (tanggung jawab) untuk menggantikan atas sesuatu
yang merugikan dasarnya adalah kaidah hukum islam, ‚Bahaya (beban berat)
termasuk didalamnya kerugian harus dihilangkan dengan menutup melalui
pemberian ganti rugi. Kerugian disini adalah segala ganggung yang menimpa
seseorang, baik menyangkut dirinya maupun menyangkut harta kekayaannya,
20
Atabik dan Ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakartah: Multi Karya
Grafika, cet. Ke-8), h. 1332.
21
Wahbah al-Zuhayli, Nadzaariyah al-Dhamaan, h. 87.
yang terwujud dalam bentuk terjadinya pengurangan kuantitas, kualitas ataupun
manfaat.22
Dalam kaitan dengan akad, kerugian yang terjadi lebih banyak
menyangkut harta kekayaan yang memang menjadi objek dari suatu akad atau
menyangkut fisik seseorang. Sedangkan yang menyangkut moril kemungkinan
sedikit sekali, yaitu kemungkinan terjadinya kerugian moril. Misalnya seseorang
dokter dengan membukakan rahasia pasiennya yang diminta untuk
disembunyikan sehingga menimbulkan rasa malu pada pasien tersebut.23
Dalam
kasus ini tentu saja yang berhubungan dengan harta kekayaan atau sesuatu
yang telah dikeluarkan.
2. Pengertian Wadi’ah
Kata wadi’ah berasal dari kata wada’a asy sya’, berarti meninggalkannya
atau dapat dikatakan sesuatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain untuk
dijaga. Menurut bahasa, Wadi’ah (penitipan) adalah barang yang diletakkan
22
Jadurrabb, al-Ta’wiis al-Ittifaaqi ‘an ‘A daam Tanfiidz al-Iltizaam au at-Ta’akhkhur fih:
Dirasah Muqaranah Baina al-Fiqh al-Islami wa al-Qanun al-Wadhi’I, (Iskandariah: Dar al-Fikr al-
Jamai’ I, 2006), h. 170.
23
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad dalam Fiqh
Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 335.
kepada selain pemilik barang supaya dijaga, sedangkan menurut syarat berarti
proses atau perbuatan penitipan.24
Terjadinya akad wadi’ah (penitipan barang) atas dasar saling percaya
diantara kedua belah pihak, dan titipan tersebut merupakan amanah yang
berada di tangan penerima titipan, sehingga dia tidak berkewajiban mengganti
titipan kecuali akibat kelalaian dalam penjagaan. Apabila si penerima titipan
lalai dalam mencegah sesuatu yang dapat merusak titipan tersebut, maka dia
berkewajiban menanggung atau menggangti titipan itu.25
Dalam Wadi’ah ada istilah Daman yang menurut bahasa yaitu menjamin
atau menanggung. Menurut fikih, daman yaitu menjamin tanggung jawab orang
lain yang berhubungan dengan harta benda.26
Daman adalah jaminan, kontrak
jaminan (juga disebut kafalah) dan salah satu dari hubungan dasar dengan
harta, dengan beban tanggung jawab atas resiko kerugian yang diderita.27
Dengan adanya tanggung jawab ditetapkan kepada manusia maka dia
mampu melaksanakan kewajiban, yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus
24
Wahbah al-Zuhayli, Fiqh Imam Syafi’I, (Jakarta: Almahira, 2010), h. 227.
25
Ibid, h. 235.
26
Mustafa Dieb Al Bigha, Fiqh Islam, (Surabaya: Insan Amanah, 142H), h. 249.
27
Dwi Suwiknyo, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Buku Kita, 2009), h. 56.
haknya dan hak orang lain yang ada padanya, dan ditetapkannya hal itu dalam
tanggungjawabnya.
Tanggungan ditetapkan bagi manusia sejak dilahirkan dalam keadaan
hidup. Jadi dasar ditetapkannya kecakapan menjalankan kewajiban adalah
karena manusia itu hidup, karena tidak ada seorang pun yang dilahirkan dalam
keadaan hidup, kecuali dia memiliki tanggungan, dan berdasarkan hal itu, dia
memiliki kecakapan untuk melaksanakan kewajiban secara penuh.28
B. Rukun dan Syarat Ta’widh dan Wadi’ah
1. Rukun Ta’widh
a. Orang yang menjamin;
b. Orang yang berpiutang;
c. Orang yang berhutang;
d. Objek jaminan hutang berupa uang atau barang;
e. Sighat.
28
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz; 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupan Sehari-hari cet. 1,
(Jakarta: Al-Kautsar, 2008), h. 43.
2. Syarat Ta’widh29
Pertama, dari orang yang menjamin, syaratnya orang yang menjamin
harus orang yang berakal, baligh, merdeka dalam mengelola harta bendanya
dan atas kehendaknya sendiri. Dengan demikian, anak-anak, orang gila, dan
orang yang berada dibawah pengampuan tidak dapat menjadi penjamin.
Kedua, orang yang berpiutang, syaratnya adalah diketahui oleh
penjamin. Sebab watak manusia berbeda-beda dalam menghadapi orang yang
berhutang, ada yang keras dan ada yang lunak. Terutama sekali dimaksudkan
untuk menghindari kekecewaan di belakang hari bagi penjamin.
Ketiga, orang yang berhutang, disyaratkan baginya kerelaan terhadap
penjamin, karena pada prinsipnya hutang itu harus lunas, baik orang yang
berhutang, rela maupun tidak, namun lebih baik dia rela.
Keempat, objek jaminan hutang berupa uang atau barang, disyaratkan
bahwa keadaan diketahui dan telah ditetapkan. Oleh sebab itu, tidak sah daman
(jaminan), jika obyek jaminan hutang tidak diketahui dan belum ditetapkan,
karena ada kemungkinan hal ini ada gharar/tipuan.
29
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2003), h. 262-263.
Kelima, sighat yaitu pernyataan yang diucapkan penjamin, disyaratkan
keadaan sighat mengandung ucapan jaminan, tidak digantungkan pada
sesuatu, misalnya: ‚Saya menjamin hutangmu kepada A‛, dan sebagainya yang
mengandung ucapan jaminan. Sighat hanya diperlukan bagi pihak penjamin.
Dengan demikian, damman adalah pernyataan sepihak saja.
3. Rukun Wadi’ah
Ada empat macam rukun penitipan barang yaitu (1) pihak yang
menitipkan, (2) pihak menerima titipan, (3) adanya objek (barang titipan), dan
(3) sighat (ijab dan qabul).30
Pihak penerima titipan dan pihak yang memberikan
titipan harus cakap hukum, balig serta mampu menjaga serta memelihara
barang titipan. Objek titipan adalah benda yang dititipkan tersebut jelas dan
diketahui spesifikasinya oleh pemilik dan penyimpan. Ijab kabul/serah terima,
adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha atau rela diantara keduanya.31
30
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, h. 228.
31
Sri Nurhayati dan wasilah, Akuntansi Syari’ah Di Indonesia, (Jakarta: Salemba
Empat, 2001), h. 250.
4. Syarat Wadi’ah
Syarat pihak yang mengadakan akad yaitu balig, berakal sempurna, dan
cakap.32
Syarat lainnya pertama, pihak yang menitipkan dan orang yang
menerima titipan telah terkena taklif (telah dibebani kewajiban-kewajiban atau
sudah dewasa) serta sehat akalnya. Maka tidak boleh anak kecil dan orang gila
menitipkan sesuatu, dan tidak boleh juga barang titipan dititipkan kepada
mereka. Kedua, tidak ada jaminan atas orang yang menerima titipan apabila
barang titipannya itu rusak, selama kerusakannya terjadi bukan karena
pelanggaran atau kelalaian darinya. Ketiga, masing-masing orang yang
menitipkan dan orang yang menerima titipan itu berhak mengembalikan barang
titipan itu kapan saja dia berkehendak. Keempat, orang yang menerima titipan
tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang dititipkan kepadanya dalam
bentuk apapun, kecuali atas izin dan keridaan pemiliknya. Kelima, apabila
berselisih dalam pengembalian barang titipan, maka perkataan yang diterima
adalah perkataan orang yang menerima titipan disertai sumpahnya, kecuali jika
32
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, h. 229.
orang yang menitipkan barang titipannya itu memberikan keterangan bukti yang
menguatkan bahwa terdakwa tidak mengembalikan barang titipan kepadanya.33
C. Ta’widh Dan Wadi’ah Dalam Al-qur’an dan Hadist
1. Ta’widh
Dalam ayat ini menjelaskan bahwasanya kita jangan sampai meyakiti orang lain
(membebani), dan jika ada orang yang masih berhutang kepada kamu janganlah
persulit, beri dia waktu lebih untuk memenuhi hutangnya kepada kamu. Dan jikalau
kamu mengetahui, bahwasanya sedekahkanlah sedikit atau semua utang itu lebih baik
bagi kamu karna kamu telah menolong sesama kamu.
Berdasarkan Qur’an Surat Al-Maidah ayat 1:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Hewan
ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu,
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram
(haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai
dengan yang Dia kehendaki. 34
Menurut Quraish Shihab dalam tafsir Jalalayn, “Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu” maksudnya adalah (Hai orang-orang yang
33
Syaikh Abubakar Jabir Al-Jaza’iri, Minhajul Muslim: pedoman hidup ideal seorang
muslim, (Solo: Insan Kamil, 2008), h. 684.
34 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 106.
beriman, penuhilah olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang tepatri di antara
kamu dengan Allah maupun dengan sesama manusia.
Qur’an surah Al-Isra’ ayat 34:
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji,
karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabanya. 35
Qur’an surah Al-Baqarah ayat 194 :
Artinya: Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut
dihormati, berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu barangsiapa yang
menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa. 36
35
Ibid., h. 285.
36 Ibid., h. 30.
زواج الين صل اهلل عليو و سلم طعاما ىف قصعة, فضربت عا ئشة القصعة عن انس قال : اىد ت بعد ا
37بيد ىا, فأ لقت ما فيها, فقال النيب صل اهلل عليو وسلم : طعام بطا م, وغناء بإ ناء .
Artinya: Dari Anas ra ia berkata, Salah seorang istri nabi Saw menghadiahkan
kepada beliau makanan yang ditetapkan disuatu wadah. Kemudian
Aisyah memukul wadah itu dengan tangannya dan menumpahkan
isinya. Maka nabi Saw bersabda, makanan diganti dengan makanan,
wadah diganti dengan wadah.
Dalam hadist ini menjelaskan kepada kita bahwa, kalau kita merusak
atau menghilangkan suatu benda saudara kita, haruslah mengganti dengan
benda yang sesuai kita rusakkan atau hilangkan.
2. Wadi’ah
Menitipkan dan menerima titipan hukumnya boleh (jā'iz). Disunnahkan
untuk orang yang menerima titipan mengetahui bahwa dirinya mempunyai
kemampuan untuk menjaga barang titipan tersebut. Ia wajib memelihara barang
titipan di tempat yang pantas untuk barang seperti itu. Wadi„ah adalah sebagai
37
HR. At-Tirmidzi, Khitab al-Ahkam, Bab Maa jaa-a fiiman yuksau lahu as-Syai'u, h.
1359.
amanat yang ada pada orang yang dititipkan, dan ia berkewajiban
mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta.38
Firman Allah Swt Qur’an surah Al- Baqarah ayat 283:
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.39
Qur’an surah An-Nisa’ ayat 58:
38
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, h. 74
39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 43.
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha Melihat.40
Qur’an surah Al-Maidah ayat 2 :
…
Artinya: .....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.41
Hadis Rasulullah SAW.:
ن شعيب عن ابيو عن جده عن النيب ص .م . قال : من اودع وديعة فليس عليو ضمانعن عمر وب
42) اخر جو ابن جمو واسناده ضعيف (
Artinya: Dari ‘Amar bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi saw.
bersabda, Barang siapa dititipi suatu titipan, maka tidak ada
40
Ibid., h. 87.
41
Ibid., h. 106.
42
Ibnu Hajar Asqalani, Bulughul Maram dan Dalil-dalil Hukum, (Jakarta: Gema Insani,
2013), h. 420.
tanggungan atasnya. (HR. Ibnu Majah, dan dalam sanadnya terdapat
perawi yang lemah).
Sabda Rasulullah SAW.:
عن ,عن ايب ىرير ة ,عن ايب صاحل ,عن شريك وقيس ,حدثنا طلق بن غنام ,اخربنا ممد بن العالء
43. ول ختن من خانك ,اد ايل من ائتمنك :قال ,-صلي اهلل عليو وسلم –النيب
Artinya: Muhammad bin Al Ala’ mengabarkan kepada kami, Thalq bin
Ghannam menceritakan kepada kepada kami dari Syarik dan Qais,
dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw,
beliau bersabda, Tunaikanlah amanah orang yang memberikan
amanah (kepercayaan) kepadamu, dan janganlah mengkhianati orang
yang mengkhianatimu.
D. Hubungan Ta’widh dan Wadi’ah dalam Perjanjian
Secara komulatif, wadi’ah memiliki dua pengertian, yang pertama
pernyataan dari seseorang yang telah memberikan kuasa atau mewakilkan
kepada pihak lain untuk memelihara atau menjaga hartanya. Kedua, sesuatu
harta yang dititipkan seseorang kepada pihak lain dipelihara atau dijaganya.
43
Imam Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 599.
Namun, setiap penitipan barang yang di amanahkan terjadi musibah
berupa kerusakan barang atau kehilangan barang titipan. Maka harus terjadilah
ganti rugi yang dilakukan oleh jasa penitipan tersebut yang disebut ta’widh.
Setiap transaksi wadi’ah, tentu terjadi ijab dan qabul.
Karena itu merupakan rukun utama dari wadi’ah, sehingga barang
titipan yang terjadi kerusakan ataupun kehilangan maka timbullah ta’widh (ganti
rugi). Kesepakatan antara orang yang menitipkan dan menerima titipan yang
akan menyelesaikan persoalan ta’widh tersebut. Sebab hubungan ta’widh dan
wadi’ah sangat erat dalam perjanjian simpan menyimpan barang.
Dalam Al-qur’an Surah Al-Baqarah ayat 279-280 juga menjelaskan:
…
Artinya: … Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang
yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.44
44
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 47.
Maka hubungan wadi’ah dan ta’widh dalam perjanjian sangatlah
memiliki keterkaitan yang sangat kuat, karena timbulnya suatu kerugian
(ta’widh) disebabkan karena adanya salah satu pihak yang tidak memenuhi
perjanjian dalam akad tersebut. Dan hal ini lah yang dikatakan Wanprestasi
terhadap ke salah satu pihak dalam perjanjian dan menimbulkan kerugian. Oleh
karena itu, di haruskan kepada pihak yang merugikan berhak memberikan
ta’widh kepada yang di rugikan.
E. Ganti Rugi Dalam Konsep Hukum Nasional
Istilah ganti rugi tidak hanya dikenal dalam hukum islam, akan tetapi juga
dikenal dalam hukum nasional. Berdasarkan hukum nasional, ganti rugi adalah
suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang yang telah bertindak melawan
hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain karena kesalahannya.
Ganti rugi karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai
diwajibkan apabila seseorang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya.
Kerugian yang dimaksudkan yaitu kerugian yang timbul karena seseorang
melakukan wanprestasi (lalai memenuhi perikatan). Kerugian tersebut wajib
diganti oleh orang tersebut terhitung sejak ia dinyatakan lalai.
Menurut pasal 1243 KUH Perdata, pengertian ganti rugi lebih
menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya suatu perikatan,
yakni kewajiban untuk mengganti kerugian akibat kelalaian diantara para pihak
yang melakukan wanprestasi.45
Ganti rugi tersebut dapat berupa ongkos atau
biaya yang telah dikeluarkan, kerugian yang sesungguhnya karena kerusakan,
kehilangan benda dan bunga atau keuntungan yang diharapkan.
Menurut Yahya Harahap, untuk menentukan sebab-sebab ganti rugi
sangat sulit, undang-undang sendiri dalam perumusannya sering memuat secara
berbarengan beberapa akibat tentang suatu peristiwa yang disebutkannya.
Kesulitan yang terjadi pada hubungan sebab-akibat antara kerugian dan
wanprestasi ditimbulkan oleh masalah lingkungan hukum.
Menurutnya, kadang-kadang satu peristiwa pada waktu yang bersamaan
sekaligus menyentuh dua lingkungan hukum, yaitu lingkungan hukum pidana
dan hukum perdata. Dengan demikian sebab-sebab ganti rugi dalam hukum
perdata hanya didasarkan pada wanprestasi semata.46
Wanprestasi (ingkar janji)
berarti tidak melaksanakan isi kontrak. Padahal pihak-pihak sebelumnya telah
sepakat melaksanakannya. Dengan demikian, wanprestasi dapat dicegah untuk
memberikan keadilan serta kepastian hukum yaitu dengan menyediakan sanksi
berupa ganti rugi.
45
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1994), h. 87.
46
Ibid., h. 87.
Ganti rugi yang dapat digugat terhadap wanprestasi adalah penggantian
kerugian materil yang nyata akibat wanprestasi tersebut. Ganti kerugian tersebut
dapat berupa biaya yang telah dikeluarkan, kerugian yang diderita, dan
keuntungan yang bisa didapatkan seandainya tidak terjadi wanprestasi.
Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para pembuat perjanjian
untuk memberikan batasan ganti kerugian tersebut.47
Setiap perbuatan yang
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain karena
kesalahan yang dilakukan oleh salah satu pihak maka harus menggantikan ganti
kerugian yang diderita oleh salah satu pihak.
Para pihak wajib melaksanakan perikatan yang timbul dari akad yang
mereka sepakati. Apabila salah satu tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana mestinya, tentu akan timbul kerugian pada pihak lain. Oleh karena
itu, hukum melindungi kepentingan pihak dimaksud (kreditur) dengan
membebankan tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas pihak yang
mengingkari janji (debitur).48
47
Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
h. 6.
48
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Akad dalam Fikih
Muamalat, h. 330.
Akan tetapi ganti rugi tersebut hanya dapat dibebankan kepada debitur
yang ingkar janji apabila kerugian yang dialami oleh kreditur memiliki hubungan
sebab akibat dengan perbuatan ingkar janji atau ingkar akad dari debitur.
Menurut Wahbah Al-Zuhayli dalam bukunya Fiqh dan Perundangan
Islam disebutkan bahwa:
1. Perkara yang dirusakkan hendaklah berbentuk barang. Dengan demikian
kata lain bangkai, darah, babi, dan seumpamanya tidak dikenakan ganti
rugi karena bukan barang menurut syara’ dan adat kebiasaan;
2. Harta yang rusak hendaklah harta yang bermanfaat. Manfaat pada
keadaan biasa mengikuti pandangan syara’. Oleh karena itu, sesuatu
yang tidak bermanfaat seperti membunuh babi bagi orang Islam tidak
dikenakan ganti rugi karena ia tidak mempunyai nilai dari segi syara’.
3. Kerusakan yang berterusan. Jika barang atau benda yang rusak itu boleh
pulih kembali seperti keadaan asal, perusaknya tidak dikenakan ganti
rugi, misalnya binatang yang terluka dn bisa sembuh lagi atau gigi
binatang yang gugur bisa tumbuh kembali ketika binatang di tangan
penceroboh, karena cacat telah lenyap dan gigi yang hilang telah tumbuh
kembali. Jadi dengan demikian kerusakan seolah-olah tidak ada. Ini
adalah pendapat Imam Abu Hanifah yang hujjahnya mengatakan selagi
tidak ada kecacatan manfaat dari binatang itu maka ganti rugi tidak harus
dikenakan.
4. Perkara yang hendak dikenakan ganti rugi layak dilaksanakan untuk
membolehkan orang yang berhak menerima haknya, perkara yang diluar
kemampuan tidak dikenakan ganti rugi.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tinjauan hukum
nasional tentang ganti rugi yang disebabkan karena wanprestasi diatur dalam
buku II KUH Perdata, yang disebutkan bahwa ganti rugi karena wanprestasi
adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak
memenuhi isi perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihak.49
Mengenai ganti rugi dalam pasal 1365 BW ditentukan beberapa
persyaratan untuk dapat menuntut ganti rugi, oleh karena itu perlu dilihat
ketentuan pasal 1365 yang berbunyi: Tiap perbuatan yang melanggar hukum
yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan kepada orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian.
Dengan demikian mengenai soal penentuan ganti rugi Undang-undang
telah mengatur ketentuan-ketentuan tentang apa yang dapat dimasukkan
49
Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafindo, 2006), h.
181-182.
kedalam ganti rugi tersebut. Ketentuan itu merupakan pembahasan dari apa
yang boleh dituntut sebagai ganti rugi, jadi pentingnya ganti rugi dalam
perjanjian adalah agar dalam akad yang telah disepakati tidak diperselisihkan.50
Segala bentuk tuduhan yang merugikan kedua belah pihak baik terjadi sebelum
maupun sesudah akad, maka ditanggung oleh pihak yang menimbulkan
kerugian.
50
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2007), h. 121.
BAB III
PENYEDIA JASA PENGIRIMAN
PT. JALUR NUGRAHA EKAKURIR (JNE)
A. Gambaran Umum profil PT. Jalur Nugraha Ekakurir (JNE)
1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT. TIKI Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) adalah perusahaan jasa
pengiriman barang dan dokumen yang telah berdiri pada zaman tahun 1990
oleh H. Soeprapto Suparno, dan mengawali kehadirannya dengan melayani
masyarakat dalam hal kepabeanan, terutama impor atas kiriman melalui gudang
‚rush handling‛ . Awal mula berdirinya PT. JNE hanya memiliki delapan orang
dengan omset 100 juta rupiah, PT. JNE memulai kegiatan usahanya yang
berpusat pada penanganan kegiatan pengawasan dan pemungutan, impor
kiriman barang, dan pengantaran dokumen dari luar negeri ke Indonesia. Pada
tahun 1991, PT. JNE memperluas jaringan internasional dengan bergabung
sebagai anggota asosiasi perusahaan-perusahaan kurir beberapa Negara Asia
(ACCA) yang bermarkas di Hongkong yang kemudian memberi kesempatan
kepada PT. JNE untuk mengembangkan wilayah antaran sampai keseluruh
dunia.51
Kehandalan layanan JNE yang konsisten dan bertanggungjawab selama
lebih dari dua decade telah menciptakan kredibilitas tinggi dan kepercayaan
mitra kerja yang terus meningkat. Peningkatan investasi asing pada tahun 90-an,
pertumbuhan ekonomi domestik, perkembangan teknologi informasi serta
diverifikasi produk yang inovatif, mendorong JNE terus tumbuh dan
membuktikan kinerjanya dikalangan dunia usaha dan masyarakat Indonesia.52
Sejalan dengan berkembangnya dunia usaha dan perubahan gaya hidup
masyarakat modern, permintaan penanganan kiriman tidak terbatas pada paket
kecil dan dokumen, namun juga mencakup penanganan kargo, transportasi,
logistik, dan distribusi. Menyadari tantangan dan peluang tersebut, JNE terus
mengembangkan jaringan dari kota besar hingga ke pelosok Indonesia. Saat ini,
dengan didukung ribuan SDM terlatih, JNE telah berhasil membangun lebih dari
1.500 titik layanan yang tersebar diseluruh Nusantara. Pemberdayaan SDM
51
www.jne.co.id/id/perusahaan/profil-perusahaan/sejarah-milestone, pada tanggal 18
Desember 2018.
52
Ibid.
serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi menjadi faktor utama
dalam pengembangan JNE. Mesin X-Ray, GPS, TV, On-line system hingga alat
komunikasi satelit menjadi alat pendukung penting dalam menciptakan
kepastian kecepatan dalam keamanan kiriman. Prestasi dan komitmen JNE
dibuktikan dengan diraihnya berbagai bentuk penghargaan serta sertifikasi ISO
9001:2008 atas sistem manajemen mutu.53
2. Visi Dan Misi Perusahaan
Visinya yaitu perusahaan rantai pasok global terdepan di dunia. Dan
misinya yaitu memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan secara
konsisten.54
Berdasarkan visi dan misi perusahaan JNE tersebut, semua itu dilakukan
demi kepuasan konsumen, dan dengan tujuan menjadi perusahaan pengiriman
terdepan di dunia. Oleh sebab itu, cara yang yang ditempuh salah satunya
memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada konsumen. Dalam
memberikan pelayanan, PT. JNE sudah memberikan pelayanan yang baik,
53
Ibid.
54
Wawancara dengan Lisa Ariyani, Pemilik PT. JNE Cabang Kota Pinang Labuhan
Batu Selatan pada tanggal 10 Desember 2018 jam 09.30.
tetapi masih terdapat barang yang surak/hilang sewaktu dalam pengiriman. Ada
baiknya untuk menjadikan PT. JNE perusahaan pengiriman barang terdepan
sedunia, PT. JNE harus lebih memperhatikan dan mengecek kembali barang
yang akan dikirim, agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
3. Merek Dagang
Logo JNE divisi express terdiri dari tiga huruf JNE warna biru
mencerminkan ketenangan, namun cerdas dengan sebuah garis merah yang
mencerminkan kecepatan. Melengkung melintas dari kiri kekanan, dari garis
kecil menjadi besar mencerminkan proses pengiriman yang terus berkembang.
Logo JNE divisi logistik dan distribusi menggunakan model tulisan yang sama,
namun dengan garis warna orange yang mencerminkan semangat. Serta logo
JNE divisi intra city dengan garis warna kuning yang mencerminkan
kelincahan.55
Merek dagang yang diberikan oleh PT. JNE ini, mempunyai maksud dan
tujuan yang melambangkan bagaimana perusahaan JNE dalam memberikan
55
Wawancara dengan Arip Mustapa Nasution,Head Operasional PT. JNE Cabang
Kota Pinang Labuhan Batu Selatan pada tanggal 10 Desember 2018 jam 10.00.
pelayanan kepada konsumen. Sehingga dengan adanya logo tersebut, dapat
mengartikan kinerja JNE dalam hal pelayanan, sehingga konsumen tertarik
untuk mengirimkan barangnya melalui jasa PT. JNE.
B. Tahap Kontrak Pengiriman Barang pada PT. JNE
Tahap penerapan kontrak yang dilakukan oleh PT. JNE dalam
pengiriman barang terhadap konsumen, adalah sesuai dengan Syarat Standar
Pengiriman (SSP) yang terdapat dibelakang lembar pengiriman yang dibuat
JNE. Lembar pengiriman tersebut biasanya disebut resi pengiriman. Syarat
Standar Pengiriman (SSP) dalam perjanjian pengiriman JNE merupakan
klausula baku, karena klausula baku dibuat untuk memudahkan para pihak,
biasanya dibuat dalam bentuk massal dan dibuat oleh salah satu pihak dan
pihak lainnya hanya dapat menyetujui perjanjian tersebut karena klausula baku
biasanya bersifat take it or leave it 56
dan memenuhi ciri-ciri kontrak baku.
Kontak baku tersebut juga mengandung klausula eksonerasi yaitu suatu
56
Muhammad Syaiffudin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif
Filsafat, Teori , Dogmatik, dan Praktik Hukum, (Bandung: Cv. Mandar Maju, 2012), h. 219.
ketentuan yang diciptakan untuk menghindari beban kerugian tertentu bagi
salah satu pihak dalam pelaksanaan perjanjian itu.57
Klausula eksonerasi yang tercantum dalam SSP yang ditetapkan oleh
pihak JNE dalam resi pengiriman terdapat dan dapat dilihat pada:
1. Pasal 2 ayat (3) ketentuan tentang SSP: ‚ JNE tidak dapat dibebani
dengan perjanjian lain selain yang ditulis dalam SSP ini kecuali dengan
perjanjian tertulis dan ditandatangani oleh pejabat JNE yang
berwenang‛;
2. Pasal 4 ayat (4) pemeriksaan pengiriman: ‚ JNE tidak bertanggung jawab
atas denda, kehilangan atau kerusakan selama dokumen atau barang
pengiriman berada dalam Bea dan Cukai atau pejabat berwenang
lainnya. Pejabat pengiriman dengan ini membebaskan JNE dari
keharusan bertanggung jawab atas denda atau kerugian tersebut‛.
3. Pasal 8 ganti rugi, ‚ JNE hanya bertanggung jawab untuk mengganti
kerugian yang dialami pengirim akibat kerusakan atau kehilangan dari
57
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), h. 20.
pengiriman dokumen atau barang oleh JNE sepanjang kerugian tersebut
terjadi ketika barang atau dokumen masih berada dalam pengawasan
JNE, dengan catatan bahwa keruakan tersebut semata-mata disebabkan
karena kelalaian karyawan atau agen JNE‛;
4. ‚JNE tidak bertanggung jawab terhadap kerugian konsekuensi yang
timbul dari akibat kejadian tersebut diatas, yaitu kerugian yang termasuk
dan tanpa dibatasi atas kerugian komersial, keuangan atau kerugian tidak
langsung lainnya termasuk kerugian yang terjadi dalam pengangkutan
atau pengantaran yang disebabkan oleh hal-hal diluar kemampuan
kontrol JNE atau kerugian atas kerusakan akibat bencana alam atau
Force Majure‛.
C. Mekanisme Pengiriman Barang
Pengiriman barang adalah pihak yang berkepentingan dan secara
langsung terkait dalam perjanjian pengiriman barang, berkedudukan sebagai
pihak dalam perjanjian. Dalam KUHD tidak terdapat defenisi secara umum
mengenai pengiriman barang, tetapi dilihat dari perjanjian pengiriman barang,
pengiriman barang adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar provisi
atas barang yang dikirim.58
Mekanisme pengiriman barang pada perusahaan JNE adalah dengan
cara mangisi AWB (AirWaybill)/ Connot, yaitu from pengisian pengiriman
barang atau tanda bukti bahwa barang yang telah diangkut atau dikirim dan
bisa digunakan sebagai tanda bukti dalam mangambil paket atau barang
kiriman. Air Waybill yang selanjutnya akan disebut AWB merupakan dokumen
penting yang nantinya akan menjadi bukti pengiriman apabila terjadi
wanprestasi antara kedua belah pihak. Air Waybill harus diisi dengan nama dan
alamat yang lengkap, jelas, benar dan terbaca, agar barang atau dokumen yang
akan dikirim bias sampai ke tempat yang dituju. Air Waybill sendiri memiliki
beberapa fungsi yang cukup penting, yaitu:
1. Berfungsi sebagai bukti pengiriman (untuk pengirim),
2. Berfungsi sebagai bukti pembayaran/kwitansi,
3. Berfungsi sebagai arsip/file,
4. Berfungsi sebagai bukti serah terima (untuk penerima).59
58
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti
Bandung, 2000), h. 67.
Saat konsumen menyerahkan barang/dokumen untuk dikirim atau di
transportasikan melalui JNE, para pelanggan dianggap telah menerima dan
menyetujui persyaratan dan ketentuan standar yang ditetapkan oleh JNE,
mengenai persyaratan pengangkutan atau pengiriman yang selanjutnya disebut
SSP (syarat-syarat standar pengiriman).60
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwasanya dalam
melakukan pengiriman, haruslah mempunyai tanda bukti pengiriman agar pihak
pengirim terjamin barangnya, apalagi jika barang tersebut dalam jumlah besar,
maka akan mengurangi kegelisahan pihak penitip barang tersebut. Tanda bukti
yang dimaksud yaitu AWB atau Air Waybill . AWB bukan hanya digunakan
sebagai tanda bukti saja, tetapi juga merupakan kontrak (perjanjian) diantara
kedua belah pihak yaitu pemberi titipan dan penerima titipan barang yang akan
dikirim, dimana penyedia jasa yaitu PT. JNE bertanggungjawab atas
keselamatan dan keutuhan barang tersebut sampai ke tujuan. Dengan adanya
AWB, konsumen dapat melacak posisi barang melalui mana saja sampai
59
Wawancara dengan Arip Mustapa Nasution,Head Operasional PT. JNE Cabang
Kota Pinang Labuhan Batu Selatan pada tanggal 10 Desember 2018 jam 10.20.
60
Ibid.
akhirnya berada di tangan si pengirim pada bagian Shipment status, agar lebih
menyakinkan barang tersebut tidak rusak/hilang dalam perjalanan dan
memberikan ketenangan pada diri pengirim. Jadi, dengan adanya AWB ini,
maka pihak konsumen apabila adanya barang rusak/hilang dapat menuntut
kerugian kepada pihak PT. JNE.
Dalam melayani kebutuhan pelanggan, PT. JNE memberikan beberapa
layanan dengan jasa pengiriman barang (perusahaan) dalam dan luar negeri
yaitu, JNE Express, JNE Logistik, dan JNE Freigh. Pertama, Divisi Ekspres JNE
melayani kiriman paket dan dokumen tujuan dalam negeri melalui lebih dari
1.500 titik layanan ekslusif dari penjemputan hingga pengantaran yang tersebar
di seluruh Indonesia. Layanan ini memanfaatkan modal trasportasi tercepatyang
tersedia dan melayani beragam jenis layanan sesuai kebutuhan pelanggan. JNE
ekspres dalam negeri terbagi lagi beberapa yaitu, Super Speed (SS), Diplomat,
YES (Yakin Esok Sampai), REG (Regular), OKE (Ongkos Kirim Ekonomis).
Sedangkan jasa kurir luar negeri yang diberikan yaitu, jasa penjemputan
bandara (airport greeting servie), jasa pengiriman uang (money remittance), dan
pesona (pesanan oleh-oleh nusantara). Kemudian jasa kurir dalam kota dengan
kualitas layanan yakni pengantaran pada hari yang sama di kota besar seluruh
Indonesia. Pelayanan ini terbagi menjadi dua yaitu, Badak (Berangkat Dalam
Kiloan) dan Pelikan (Pengiriman Lintas Kawasan).
Kedua, JNE logistis memberikan beberapa layanan yang didukung
Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlatih dan berpengalaman diantaranya
yaitu, angkutan darat adalah jasa angkutan darat yang telah dilengkapi dengan
GPS, sistem Manajemen Armada, HSE Sign, Less Truk Load (LTL) dan Full
Truk Load (FTL). Kemudian angkutan laut adalah layanan jasa angkutan laut
yang menggunakan fasilitas Less Truk Load (LTL) dan Full Truk Load (FTL)
yang melayani pengaturan pengiriman atau transportasi Door To Door (DTD),
Door To Port (DTP), Port To Door (PTD) dan Port To Port (PTP). Lalu
pergudangan. Ketiga, JNE Freigh yaitu perusahaan yang bergerak di usaha jasa
pengurus transportasi yang meliputi pengangkutan/pengiriman barang melalui
darat, laut udara, penyimpanan, dan lain-lain.61
Dari beberapa pelayanan yang diberikan oleh PT. JNE pusat tersebut,
ada beberapa pelayanan yang baru diberikan atau ditetapkan pada PT. JNE
61
www.jne.co.id/id/perusahaan/profil-perusahaan/sejarah-milestone, pada tanggal 18
Desember 2018.
Kotapinang yaitu, Super Speed (SS) merupakan pengiriman paket atau
dokumen yang harus diberangkatkan sesegera mungkin diluar jadwal rutin dan
rute tetap JNE. Layanan SS menggunakan transportasi udara (direct flight)
langsung ketujuan, sepanjang jadwal penerbangan tersedia. Target waktu
pengiriman adalah dalam kurun waktu 24 jam sejak dari penjemputan di tempat
pengirim. Pengirim akan menerima SMS berita keberhasilan pengiriman paket.
Layanan ini berlaku untuk kota tujuan yang mempunyai penerbangan langsung.
Berlaku tarif premium dengan jaminan pengembalian biaya jika waktu
pengiriman melebihi yang sudah dijanjikan. Kemudaian yang kedua yaitu YES
adalah layanan pengiriman dengan target kiriman sampai ditujuan pada
keesokan harinya termasuk pada hari minggu dan libur nasional. Layanan ini
memberikan jaminan biaya kirim kembali apabila kiriman diterima pada
keesokan harinya melewati pukul 23:59, transportasi yang digunakan yaitu
transportasi udara, dan waktu pengantaran adalah 1 hari (apabila kiriman tidak
diantarkan dalam waktu 1 hari, maka ongkos kirim akan seara otomatis akan
dikirimkan kepada pihak pengirim). Yang ketiga yaitu REG adalah layanan
pengiriman cepat, aman dan handal sampai kepelosok Indonesia, transportasi
yang digunakan adalah pesawat/kereta api, waktu pengantaran adalah 1 hari
sampai 3 hari, tidak memberikan uang jaminan kembali dan tidak memberikan
pelayanan pada hari minggu dan libur nasional. Kemudian yang keempat yaitu
OKE adalah layanan pengiriman untuk barang berukuran besar atau berat
dengan harga ekonomis yang memanfaatkan transportasi udara dan angkutan
darat yang menghubungkan kota-kota besar, ibu kota provinsi, sampai ke
kabupaten; layanan ini tidak melayani pengantaran pada hari Sabtu, minggudan
hari libur nasional; waktu pengirimannya paling cepat 3 hari kerja tergantung
tujuan pengirimannya; tidak memberikan jaminan uang kembali. Dan yang
kelima trucking adalah pengantaran lewat darat dengan muatan lebih dari 10
kg.62
Dan didalam mekanisme pengiriman barang pihak PT. JNE juga
melakukan pemeriksaan kiriman yaitu:
1. JNE berhak tetapi tidak berkewajiban memeriksa barang atau dokumen
yang dikirim oleh CUSTOMER nya untuk memastikan bahwa suatu
kiriman dokumen atau barang adalah layak untuk diangkut ke negara
tujuan sesuai syarat prosedur operasional yang baku, proses Bea dan
Cukai serta metode penanganan pengiriman JNE.
62
Wawancara dengan Arip Mustapa Nasution,Head Operasional PT. JNE Cabang
Kota Pinang Labuhan Batu Selatan pada tanggal 10 Desember 2018 jam 10.30.
2. JNE dalam melaksanakan haknya tidak menjamin atau menyatakan
bahwa seluruh kiriman adalah layak untuk pengangkutan dan
pengantaran tanpa melanggar hukum disemua negara asal, tujuan atau
yang dilalui kiriman tersebut.
3. JNE tidak bertanggungjawab terhadap kiriman yang isinya tidak sesuai
dengan keterangan yang diberikan CUSTOMER kepada JNE.
4. JNE tidak bertanggungjawab atas denda, kehilangan atau kerusakan
selama dokumen atau barang CUSTOMER berada dalam penahanan
Bea dan Cukai atau pejabat berwenang lainnya. CUSTOMER dengan ini
membebaskan JNE dari keharusan bertanggungjawab atas denda atau
kerugian tersebut.
D. Hak dan Kewajiban PT. JNE dan Konsumen
1. Hak dan Kewajiban Perusahan Pengiriman/ JNE
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian marketing, pada
tanggal 10 Desember 2018, diperoleh informasi mengenai hak dan kewajiban
perusahaan pengiriman sebagai berikut :
Hak Perusahan/JNE adalah :
a. JNE berhak memperoleh keterangan yang lengkap mengenai keadaan
dan sifat barang;
b. JNE berhak menolak permintaan pengiriman barang terlarang atau tidak
sah, misalnya barang yang mudah meledak dan terbakar, obat-obatan
terlarang, perhiasan, alkohol dan hewan;
c. JNE berhak menerima atau menagih biaya pengiriman dan biaya-biaya
lain yang diperlukan dalam pengiriman barang.
Kewajiban Perusahaan/JNE adalah:
a. JNE berkewajiban mempersiapkan barang atau dokumen yang akan
dikirim dengan baik dan rapi;
b. JNE berkewajiban mengantarkan barang atau dokumen sampai ketempat
yang dituju;
c. JNE berkewajiban melindungi, menjaga keselamatan barang atau
dokumen yang akan dikirim agar tidak rusak dan hilang.
2. Hak dan Kewajiban Pengirim/Konsumen
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bidang bagian marketing,
pada tanggal 10 Desember 2018, diperoleh informasi mengenai hak dan
kewajiban pengirim /konsumen sebagai berikut:
Hak Pengirim/Konsumen adalah:
a. Pengirim barang berhak meminta atau mendapatkan tanda bukti
pengirim yang digunakan untuk penerimaan atau penyerahan
barang/dokumen dari perusahaan pengiriman/JNE;
b. Pengirim barang berhak menuntut agar barang/dokumen yang akan
dikirim oleh perusahaan pengiriman/JNE sampai pada penerima tepat
pada waktunya;
c. Pengirim berhak menuntut ganti rugi jika terjadi kehilangan atau
kerusakan dan barang/dokumen yang disebabkan oleh kesalahan atau
kelalaian dari perusahaan pengiriman/JNE atau yang mewakilinya;
Kewajiban Pengirim/Konsumen adalah:
a. Pengirim barang berkewajiban membungkus barang/dokumen yang akan
dikirim dengan baik;
b. Pengirim barang berkewajiban memberikan keterangan mengenai
keadaan dan sifat barang;
c. Pengirim barang berkewajiban membayar biaya angkutan dan biaya lain
yang diperlukan dalam pengiriman barang;
Mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam pengiriman barang,
sudah jelas diterangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan
maupun perjanjian pengiriman barang yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Setiap kesepakatan yang terjadi diantara kedua belah pihak, segala hal yang
menjadi hak dan kewajiban bagi pihak lainnya. Apa saja yang menajdi hak bagi
perusahaan akan menjadi kewajiban bagi konsumen, demikian juga sebaliknya.
Hak dan kewajiban antara pihak adalah segala hal yang harus dipenuhi
ataupun yang harus diterima oleh kedua belah pihak yang timbul akibat
perjanjian yang telah dibuat secara sah.
E. Ganti Rugi Dalam Konsep Hukum Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pengaturan tentang
hak ganti kerugian atau konpensasi tercantum dalam pasal 4 angka 8, dimana
konsumen itu berhak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
peranjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Disamping pengaturan hak-hak dalam pasal 4 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, pengaturan mengenai ganti rugi ini juga merupakan
kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam pasal 7 huruf f dan g yang sejatinya
bahwa kewajiban pelaku usaha harus dilihat sebagai hak-hak konsumen. Dalam
pasal 7 huruf f dikatakan bahwa pelaku usaha wajib memberikan konpensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian,
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Sedangkan
dalam pasal 7 huruf g dikatakan bahwa memberi konpensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Jika barang yang dibeli itu dirasakan cacat, rusak, atau telah
membahayakan konsumen, konsumen berhak mendapat ganti kerugian yang
pantas. Namun, jenis ganti kerugian yang diklaim untuk barang yanag cacat
atau rusak tentunya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas
kesepakatan masing-masing pihak, artinya konsumen tidak dapat menuntut
secara berlebihan dari barang yang dibelinya dan harga yang dibayarnya,
kecuali barang yang dikonsumsinya menimbulkan gangguan pada tubuh atau
mengakibatkan cacat pada tubuh konsumen maka tuntutan konsumen dapat
melebihi dari harga barang yang dibelinya.63
Ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari
pemakaian barang-barang konsumsi merupakan salah satu hak pokok
konsumen dalam hokum perlindungan konsumen. Hak atas ganti rugi ini
63
Andrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
(Bogor: Yudhistira, 2008), h. 51-52.
bersifat univerasal disamping hak-hak pokok lainnya. Ganti rugi yang diderita
konsumen pada hakikatnya berfungsi sebagai:
1. Pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar;
2. Pemulihan atas kerugian materil maupun immaterial yang telah
dideritanya;
3. Pemulihan pada keadaan semula.
Kerugian yang dapat diderita konsumen sebagai akibat dari pemakaian
barang-barang konsumsi itu dapat diklasifikasikan ke dalam:
1. Kerugian materil, yaitu berupa kerugian pada barang-barang yang dibeli;
2. Kerugian immateril, yaitu kerugian yang membahayakan kesehatan
dan/atau jiwa konsumen.64
Dalam pasal 1248 KUH Perdata menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan sebab-sebab ganti rugi adalah ganti rugi yang merupakan akibat
langsung dari wanprestasi. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak
terlaksananaya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau
kelalaian, menurut J. Satrio wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur
tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan
64
Ibid., h. 37.
kesemua itu dapat dipersalaahkan kepadanya. Yahya Harahap mendefinisikan
wanprestasi sebagai pelaksaaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi
pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (Schadevergoeding),
atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya
dapat menuntut pembatalan perjanjian.
BAB IV
HUKUM GANTI RUGI TERHADAP BARANG YANG RUSAK/HILANG
SAAT PENGIRIMAN MENURUT PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAYLI
A. Sejarah Wahbah Al-Zuhayli
Wahbah al-Zuhayli dilahirkan pada tahun 1932 M, bertempat di
Dair’Atiyah kecamatan Faiha, propinsi Damaskus Suriah. Nama lengkapnya
adalah Wahbah bin Musthafa al-Zuhayli, anak dari Musthafa al-Zuhayli. Yakni,
seorang petani yang sederhana dan terkenal dalam keshalihannya.65
Sedangkan ibunya bernama Hajjah Fatimah bin Mustafa Sa’adah.
Seorang wanita yang memiliki sifat watak dan teguh dalam menjalankan syari’at
agama. Wahbah al-Zuhayli adalah seorang tokoh di dunia pengetahuan, selain
terkenal di bidang tafsir beliau juga seorang ahli fiqih. Hampir dari seluruh
waktunya semata-mata hanya difokuskan untuk mengembangkan bidang
keilmuan. Beliau adalah ulama yang hidup diabad ke-20 yang sejajar dengan
tokoh-tokoh lainnya, seperti Thahir ibnu Asyur, Said Hawwa, Sayyid Qutb,
65
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), h. 174.
Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Syaltut, Ali Muhammad al-Khafif, Abdul
Ghani, Abdul Khaliq dan Muhammad Salam Madkur.66
Dengan dorongan dan bimbingan dari ayahnya, sejak waktu kecil
Wahbah al-Zuhayli sudah mengenal dasar-dasar keislaman. Menginjak usia 7
tahun sebagaimana juga teman-temannya beliau bersekolah ibtidaiyah di
kampungnya hingga sampai pada tahun 1946. Memasuki jenjang pendidikan
formal hampir 6 tahun beliau menghabiskan pendidikan menengahnya, dan
pada tahun 1952 beliau mendapat ijazah, yang merupakan langkah awal untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi yaitu Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus,
hingga meraih gelar sarjananya pada tahun 1953 M. Kemudian, untuk
melanjutkan studi doktornya, beliau memperdalam keilmuannya di Universitas
al-Azhar Kairo. Dan pada tahun 1963 maka resmilah beliau sebagai Doktor
dengan disertasinya yang berjudul Atsar al-harb fi al-Fiqh alIslami.67
66
Lisa Rahayu, ‚Makna Qaulan dalam al-Qur’an; Tinjauan Tafsir Tematik Menurut
Wahbah Al-Zuhayli‛(Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin Universitas UIN SUSKA Riau,
Pekanbaru, 2010), h. 18.
67
Ibid, h. 19.
Kecerdasan Wahbah al-Zuhayli telah dibuktikan dengan kesuksesan
akademisnya, hingga banyak lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga sosial
yang dipimpinnya. Selain keterlibatan pada sektor kelembagaan baik
pendidikan maupun sosial beliau juga memiliki perhatian besar terhadap
berbagai disiplin keilmuan, hal ini dibuktikan dengan keaktifan beliau dan
produktif dalam menghasilkan karya-karyanya, meskipun karyanya banyak
dalam bidang tafsir dan fiqh akan tetapi dalam penyampaiannya memiliki
relefansi terhadap paradigma masyarakat dan perkembangan sains.
Hingga saat ini, paling tidak Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhayli telah
menghasilkan lebih dari 130 buku dan artikel yang telah dicetak. Beliau memiliki
motivasi dan semangat yang sangat luar biasa dalam menulis dan mengarang
buku. Hal ini menunjukkan kualitas keilmuan dan kemampuannya dalam
mempopulasikan ide-idenya dalam rangkaian kata. Semua itu menurut beliau
berawal dari keberanian mencoba untuk mengungkapkan pandangan dan
pendapat lewat tulisan.
Sebenarnya, Syeikh Wahbah baru memulai menulis setelah beliau
menyelesaikan jenjang sarjana. Setelah itu secara beruntun beliau
menyelesaikan karya-karya berkualitas hari dari buah pikirannya. Beliau
menuliskanbuah pikirannya setelah itu matang dalam pikiran dan telah pula
beliau amalkan sehari-hari. Hal ini merupakan sesuatu yang menjadi konsentrasi
para ulama sejak dahulu, sebagaimana yang dapat dilihat dari pernyataan Ibnu
Shalah berikut ini, ‚Dan hendaklah seseorang itu menyibukkan dirinya dengan
menuliskan buah pikirannya setelah hal itu matang dalam dirinya dan telah pula
ia amalkan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Khatib al-Hafizh al-
Baghadi‛. Menghasilkan karya tulis dapat mengkokohkan hafalan,
membersihkan hati, membentuk mental, meluruskan penyimpangan,
menyingkap sesuatu yang samar. Berikut ini adalah karya tulis beliau:
1. Al-Wasith fi Ushul al-Fiqh al-Islamy (Moderat dalam Ushul Fiqh)
diterbitkan oleh percetakan Universitas Damaskus 1966.
2. Al-Fiqh al-Islamy fi Uslubihi al-Jadid (Fiqh dalam Gaya Modern), dalam
dua jilid, diterbitkan al-Maktabah al-haditsiyah di Damaskus 1996.
3. Nazhariyah adh-dhaman wa Ahkam al-Mas’uliyah al-Madaniyah qa al-
Jina’iyah al-Fiah al-Islamy (Konsep dan Hukum Pertanggungjawaban
dalam Hukum Perdata dan Pidana Islam), diterbitkan oleh Dar al-Fikr
Damaskus 1970 dan telah dicetak ulang sebanyak tiga kali.
4. Nizham al-Islamy (Sistem Islam), membahas tentang akidah islamiyah,
Dunia Arab, sistem hukum dan permasalahannya yang dihadapi dunia
islam kontemporer. Diterbitkan oleh Universitas Benghazy Libya 1970
dan telah dicetak ulang sebanyak tiga kali di Maktabah Dar Qutaibah
Damaskus.
5. Al-Fiqh Al-islamy wa Adilatuhu (Fiqh Islam dan Dalil-dalinya), jilid 10,
diterbitkan oleh Dar al-Fikr Damaskus 1984. Telah dicetak ualang lebih
dari 23 kali.
6. Ushul al-Fiqh al-Islamy (Ushul Fiqh), dua jilid diterbitkan oleh Dar al-Fikr
Damaskus 1986 dan telah dicetak ulang lebih dari 3 kali.68
B. Ganti rugi Yang Diberikan PT. JNE Kotapinang Terhadap
Pengiriman Atas Barang Yang Rusak/Hilang
Dalam proses pengiriman barang, pihak JNE sebagai perusahaan kurir
juga tidak luput dari adanya kesalahan dan resiko yang timbul, seperti barang
yang diangkut tersebut rusak maupun hilang. Faktor tersebut disebabkan salah
satunya yaitu karena banyaknya barang yang dikirim. Dalam pengangkutan
barang, apabila pihak pengangkut tidak melaksanakan perjanjian yang telah
dibuat, maka pihak penerima/pengirim berhak menuntut penggantian kerugian
yang diderita. Misalnya barang-barang yang diangkut tersebut telah dijual oleh
pengirim kepada pihak dialamati dan harga telah pula dibayar, tetapi barang
68
Ardiyansyah, Syeikh Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhayli Ulama Karismatik Kontemporer
(sebuah Biografi), (Bandung, Majelis Ta’lim al-Ittihad, 2010), h. 50-54
tidak sampai tujuan, biaya pengiriman juga mungkin juga atas beban pembeli
tersebut. Maka kerugian yang harus diganti dalam hal ini ialah harga barang
pembelian itu, biaya pengiriman plus laba ketika pembeli menjualnya lagi jika
pengiriman itu sempurna dan dapat diterima barang tersebut sesuai waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini di PT. JNE harus bertanggungjawab
memberikan ganti rugi sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat kedua belah
pihak .69
JNE sebagai ekspeditur mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
diatur dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 KUHD Bab II Title V Buku I,
sebagaimana dirumuskan oleh pembentuk undang-undang ialah menyuruh
mengangkut (doen vervoeren), jadi berbeda dengan tugas tugas seorang
pengangkut. Tugas ekspeditur adalah menarikan pelayanan angkutan, karena
dilukiskan dalam Pasal 86 ayat (1) KUHD, ialah pengusaha yang bersedia
menarikan pengangkutan baik darat, laut dan udara yang baik untuk
pengiriman barang, dan bertindak atas nama sendiri. Dalam pelaksanaan
tanggung jawab, ekspeditur dalam pelayanan pengiriman barang terjadi setelah
barang kiriman diserahkan kepada pengangkut (Pasal 86 KUHD). Apabila
69
Sution Usman Adji, Djoko Prakorso dan hari pramono, Hukum Pengangkutan di
Indonesia, (Jakarta: PT Rinka Cipta, 1991), h. 25.
ekspeditur lalai sehingga barang-barang yang sebelumnya diserahkan ke tangan
pengangkut menjadi rusak/hilang, maka ekspeditur dapat dituntut mengganti
kerugian akibat dari kelalaian dan tidak sempurnanya beban tanggungjawabnya
(Pasal 88 KUHD).70
Kesalahan kelalaian pengiriman biasanya terletak pada pembungkusan
barang, di samping yang tidak kalah pentingnya surat-surat yang sehubungan
dengan barang. Dalam hal pembungkusan sering dilihat kurang sempurna,
mudah dimasuki air dan sebagainya, sehingga merusak barang maupun
pembungkusnya sendiri. Dalam hal pengangkutan mengetahui kelalaian ini
harus memperingatkan ataupun menolak atau mencatat dalam surat angkutan
bahwa pembungkusnya kurang sempurna, sehingga kelak kemudian hari terjadi
klaim barang, sebagai bukti pengangkut untuk menolak.71
Tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246
KUHD, Pasal 1236, pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan rugi
bunga yang layak harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak
merawat sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan. Pasal
70
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, (Jakarta:
PT Rienka Cipta, 1995), h. 72.
71
Ibid., h. 74.
1246, biaya kerugian bunga itu terdiri dari kerugian yang telah dideritanya dan
laba sedianya akan diperoleh. Kerugian harus diganti misalnya harga
pembelian, biaya pengiriman dan laba yang layak diharapkan. Batas tanggung
jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal 1247 dan 1248 KUHD,
kerugian penerima dan pengirim barang menjadi beban pengangkut yang
dibatasi dengan syarat sebagai berikut: Kerugian dapat diperkirakan secara
layak, pada saat timbulnya perikatan, kemudian kerugian itu harus merupakan
akibat langsung dari tidak terlaksananya perjanjian pengangkutan.72
Begitu juga dijelaskan dalam Bab VI UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha, Pasal 19 ayat
(1) bahwasanya pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Kemudian ayat (2)
menjelaskan ganti rugi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
72
Ibid, h. 75.
Apabila terdapat barang yang rusak/hilang, PT. JNE memberikan ganti
rugi kepada customer (pihak yang dirugikan) berupa pengembalian uang
maksimal sebesar 10 kali biaya kirim, dapat dikatakan ganti rugi yang diberikan
JNE hanya sebagian. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu pihak customer
dapat dirugikan atau tidak. Pertama, dirugikan karena penggantian barang di
sini tidak berpengaruh terhadap harga barang yang dikirim, walaupun barang
yang dikirim sangat mahal, ganti rugi yang diberikan yaitu 10 kali biaya kirim,
jika barang tersebut melebihi maksimal harga. Kedua, apabila harga barangnya
lebih kecil dari biaya 10 kali biaya kirim, maka penggantian yang diberikan yaitu
sebesar harga barang yang dikirim tersebut. Pembayaran ganti rugi yang
dilakukan JNE hanya mengikuti harga terendah. Misalnya, barang yang dikirim
seharga Rp 120 ribu dan biaya pengiriman paket dari Kotapinang ke Medan
dengan biaya Rp 31 ribu, maka bila barang tersebut rusak/hilang maka akan
diganti senilai 10 x Rp 31 ribu dan hasilnya Rp 310 ribu, karena Rp 310 ribu
bukan nilai terendah, maka ganti rugi yang diberikan adalah Rp 120 ribu.73
Begitu juga dengan dokumen, biaya ganti rugi apabila costumer tidak mau
menggunakan asuransi, maka biaya ganti ruginya yaitu dengan maksimal 10
73
Wawancara dengan Lisa Ariyani, Pemilik PT. JNE Cabang Kota Pinang Labuhan
Batu Selatan pada tanggal 10 Desember 2018 jam 11.30.
kali biaya pengiriman. Tetapi pihak JNE mewajibkan costumer
mengasuransikan barang/dokumennya, karena apabila barang yang dikirim
hilang, maka akan diganti seharga barangnya, begitu juga dengan dokumen,
apabila dokumen hilang, maka akan diganti dengan penerbitan kembali
dokumen tersebut, bukan nominal harga dokumen. Barang/dokumen berharga
juga wajib di packing kayu, bubble pack, dan lain-lain.
Ketetapan ganti rugi yang diberikan JNE merupakan ketentuan yang
dibuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 tahun 2013 tentang pelaksanaan
UU No. 38 tahun 2009 tentang Jasa Pengiriman Barang Bab III tentang Standar
Pelayanan Pasal 10 poin 2i yang menjelaskan bahwasanya ‚jaminan pemberi
ganti rugi atas keterlambatan, kehilangan, ketidak sesuaian layanan, kerusakan
yang terbukti akibat kelalaian dan kesalahan penyelenggara jasa kurir paling
tinggi 10 kali biaya pengiriman kecuali kiriman yang diasuransikan.‛ Oleh sebab
itu pihak JNE memberikan pilihan dan menawarkan kepada costumer apabila
barang yang akan dikirim melebihi harga 10 kali biaya kirim maka dianjurkan
untuk mengasuransikan barangnya, agar barang tersebut lebih aman, dan
apabila hilang maka akan diganti penuh dengan biaya asuransi sebesar 0.2%
dari harga barang dan ditambah biaya administrasi Rp 5000,-, dengan syarat :
1. Bukti airway bill/resi yang asli
2. Bukti asuransi (apabila menggunakan asuransi)
3. Surat klaim (yang dilengkapi identitas)
4. Invoice/faktur pembelian barang. Klaim paling lambat diserahkan 1x24
jam setelah barang yang diterima dan dilaporkan pada petugas cutomer
service.74
Table. 1.1. Pertanggungan dokumen jika menggunakan asuransi
NO Nama Dokumen Biaya Asuransi
1. BPKB mobil Rp 4.000.000,-
2. BPKB motor Rp 3.000.000,-
3. STNK mobil Rp 2.000.000,
4. STNK motor Rp 1.000.000,-
5. Surat tanah Rp 2.000.000,-
6. Ijazah, Sertifikat, KTP, Transkip Nilai,
SKHU, dan sejenisnya
Rp 500.000,-
7. Batu cincin Maksimal 2 juta
8. Kartu perdana, HP, dan lain-lain Ketentuan asuransi JNE
Apabila PT. JNE dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut bukan
dari PT. JNE, tetapi karena kesalahan dan kelalaian pihak pengirim (seperti
pembungkusan kurang rapi sehingga menyebabkan barang yang dikirim
74
Ibid.
rusak)atau karena keadaan memaksa (force majeur) yang mengakibatkan
barang yang dikirim tersebut tidak sampai ditangan si penerima barang, maka
PT. JNE akan terbebas dari tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh pihak
pengirim barang. Dapat dilihat dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang) Pasal 468 KUHD ayat (2) bahwa ‚Pengangkut harus mengganti
kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau
karena ada kerusakan, kecuali bila ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya
barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu
kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya,
keadaannya, atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan
pengirim.‛75
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwasanya,
berdasarkan hukum positif dijelaskan jika ganti rugi yang diberikan yaitu harus
penuh, tetapi ganti rugi yang diberikan oleh PT. JNE hanya sebagian yaitu
dengan maksimal 10 kali biaya kirim, apabila konsumen (penitip) tidak
menggunakan asuransi. Sebenarnya pihak JNE akan mengganti penuh apabila
costumer memilih untuk mengasuransikan barang/dokumennya, tetapi apabila
75
Tim Visi Yustisia, KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), UU perdagangan
& UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Visimedia,
2014), h. 179.
costumer memilih tidak mengasuransikan barang/dokumennya, maka ganti rugi
yang diberikan yaitu dengan maksimal 10 kali biaya pengiriman.
C. Pandangan Masyarakat Terhadap Ganti rugi Barang yang
Rusak/Hilang yang diberikan PT. JNE Kotapinang
Setiap perusahaan pastilah memiliki hak dan kewajiban yang harus
diterapkan dalam perusahaan tersebut. Dalam sebuah perusahaan ekspedisi
misalnya, pasti memiliki hak dan kewajiban salah satunya adalah sebuah bentuk
tanggungjawab perusahaan terhadap pengiriman paket barang. Biasanya
bentuk tanggungjawab itu dapat terlihat sebuah masalah seperti kehilangan
paket atau kerusakan paket barang. Dan berikut adalah pemaparan dari
Nursalwa Batu Bara sebagai pengguna jasa dari PT. JNE cabang Kotapinang
yang menyatakan :
Selama saya menggunakan jasa pengiriman JNE dari dulu sampai
sekarang belum pernah mengalami kehilangan paket barang akan tetapi kalau
kerusakan pada paket barang pernah. Dan menurut saya, pelayanan JNE dalam
memberikan pertanggungan terhadap barang saya kemaren sangat sesuai,
karena ketepatan harga barang yang saya miliki berharga Rp. 120 ribu,
sedangkan dalam ketentuan dari pihak JNE memberikan pertanggungan 10 kali
lipat dari ongkos kirim paket barang saya dan saya pada pengiriman tidak
memakai asuransi pengiriman. Dan kalau pihak JNE memberikan ganti rugi
sesuai dengan ketentuan 10 kali lipat ongkos kirim sangat, melebihi dari harga
barang saya. Oleh karna itu, pihak JNE lebih memilih nilai terkecil dari ganti
ruginya yaitu mengganti paket barang sesuai dengan harganya.76
Dan kemudian adalah pemaparan dari Ayu Ramadhani Harahap sebagai
pengguna jasa dari PT. JNE cabang Kotapinang yang menyatakan :
Pada saat saya menggunakan jasa pengiriman paket yaitu JNE, dan saya
saat mengalami kerusakan pada paket yang saya miliki. Kemudian saya
meminta tanggungjawab kepada pihak JNE atas kerusakan paket barang yang
saya punya. Dan pihak JNE memberikan ganti ruginya, akan tetapi ganti rugi
yang diberikan tidak sesuai dengan harga paket barang saya. Dan pada saat itu
saya tidak menggunakan asuransi pengiriman dari pihak JNE, oleh karna itu
saya diberikan ganti rugi oleh pihak JNE berupa 10 kali lipat dari ongkos kirim.
Dan pada saat itu harga paket barang saya seharga Rp. 455 ribu, dan yang
diberikan oleh pihak JNE ganti ruginya sebesar Rp. 30 ribu x 10 kali lipat
ongkos kirim jadi keseluruhan Rp. 300 ribu. Dengan ganti rugi yang diberikan
pihak JNE, saya mengalami kerugian sebesar Rp. 155 ribu, oleh karna itu saya
76
Wawancara dengan Nursalwa Batu Bara, Pengguna Jasa PT. JNE Cabang Kota
Pinang Labuhan Batu Selatan pada tanggal 16 Desember 2018 jam 14.30.
mengatakan ganti rugi yang diberikan oleh pihak JNE disesuai dengan aturan
yang ada.77
Dan kemudian adalah pemaparan dari Nur Intan sebagai pengguna jasa
dari PT. JNE cabang Kotapinang yang menyatakan :
Saya adalah salah satu pengguna jasa pengiriman paket JNE dan juga
mengalami kehilangan saat proses pengiriman paket barang saya, akan tetapi
pihak JNE memberikan ganti rugi secara penuh kepada saya. Karena pada saat
proses pengiriman paket barang tersebut saya mengasuransikannya, yang mana
paket itu adalah Handphone seharga Rp. 1 juta 800 ribu. Jadi ganti rugi yang
diberikan pihak JNE seharga barang tersebut atau barang yang hilang tersebut
menjadi utuh kembali.78
Pemaparan di atas merupakan hal-hal yang telah terjadi kepada
pengguna jasa pengiriman paket barang melalui PT. JNE. Dan banyak berbagai
respon dari para pengguna jasa tersebut, ketika terjadinya kehilangan atau pun
kerusakan pada paket barang. Akan tetapi pihak JNE siap untuk mengganti rugi
seperti yang di utarakan oleh beberapa pengguna jasa pengiriman barang yaitu
77
Wawancara dengan Ayu Ramadhani Harahap, Pengguna Jasa PT. JNE Cabang
Kota Pinang Labuhan Batu Selatan pada tanggal 18 Desember 2018 jam 09.30.
78
Wawancara dengan Nur Intan, Pengguna Jasa PT. JNE Cabang Kota Pinang
Labuhan Batu Selatan pada tanggal 20 Desember 2018 jam 11.30.
JNE, seperti ketiga sampel diatas. Dan dari sampel ketiga diatas bisa kita ambil
kesimpulan bahwa ganti rugi yang diberikan PT. JNE terkadang sesuai dan
terkadang tidak, dan terkadang konsumen atau pengguna jasa merasa
dirugikan.
D. Hukum Ganti rugi Barang yang Rusak/Hilang Menurut Pendapat
Wahbah Al-Zuhayli
Menurut pendapat Wahbah Al-Zuhayli mengenai Ta’widh dalam bahasa
adalah ganti rugi atau kompensasi. Secara istilah defenisi dari Ta’widh yang
dikemukan oleh ulama Fiqh kontenporer yaitu Wahbah Al-Zuhayli adalah:
نا، كإصالح الائط ... أو جب عويض: ىو إزالة الضرر عي لف الصل العام ف الضمان أو الت ر المت
عويض وإعادتو صحيحا كما كان عن ر ذلك وجب الت د اإلمكان كإعادة المكسور صحيحا، فإن ت عذ
قدي 79 المثلي أو الن
Artinya: Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa: Menutup
kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya), seperti memperbaiki
dinding... Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali
seperti semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda
yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit
79
Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Dhaman, h. 93
dilakukan, maka wajib menggantinya dengan benda yang sama
(sejenis) atau dengan uang.
Dari pernyataan Wahbah Al-Zuhayli, sudah jelas bahwa ganti rugi yang
sebenarnya sesuai dengan ajaran islam adalah mengganti barang yang rusak
atau hilang sesuai dengan barang yang sama. Kalau tidak bisa dengan barang
yang sama, maka dengan uang yang senilai dengan harga barang yang hilang
atau rusak tersebut. Dengan aturan ganti rugi yang dikemukakan oleh Wahbah
Al-Zuhayli menjauhkan dari kerugian sebelah pihak.
Dan pada umumnya, sudah jelas ganti rugi yang dikemukakan dari
seorang ulama kontemporer yaitu Wahbah Al-Zuhayli sangat bersamaan
maksud dan tujuan terhadap ganti rugi menurut hukum positif yaitu suatu
kewajiban yang dibebankan kepada orang yang telah bertindak melawan
hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain karena kesalahannya.
Akan tetapi ganti rugi yang diberikan pihak PT. JNE yang sesuai dengan
pernyataan Wahbah Al-Zuhayli di dalam kitab Nazariyah al-Dhaman, ialah
konsumen yang menggungkan asuransi saat proses pengiriman barang saja,
dengan cara membayar uang premi yang sesuai dengan aturan PT. JNE. Dan
apabila konsumen atau pengguna jasa pengiriman JNE tidak mengasuransikan
barang paketannya untuk dikirim maka ganti rugi yang diberikan PT. JNE tidak
sesuai dengan pernyataan dari Wahbah Al-Zuhayli. Maka dari itu perlu ditinjau
kembali aturan yang di buat oleh JNE, agar para konsumen atau pengguna jasa
pengiriman paket tidak merasa dirugikan.
E. Analisis Penulis
Menurut pendapat penulis, terhadap kasus Hukum Ganti rugi terhadap
barang yang rusak/hilang saat pengiriman menurut pendapat Wahbah Al-
Zuhayli studi kasus di PT. JNE Kotapinang, bahwa ganti rugi yang diberikan
pihak PT. JNE kepada konsumen atau pengguna jasa pengiriman, tidak sesuai
atau hanya sebagian yang di dapat oleh konsumen dari ganti rugi yang
diberikan PT. JNE. Ganti rugi yang diberikan JNE hanya sebesar 10 kali lipat
dari ongkos kirimnya saja, dan apabila harga barang lebih rendah dari 10 kali
ongkos kirim maka pihak JNE mengganti sebesar nilai barang tersebut, karena
JNE memilih nominal terkecilnya. Akan tetapi kalau harga barang melebihi dari
10 kali ongkos kirim maka pihak JNE mengganti dengan cara 10 kali dari
ongkos kirim yang diberikan kepada konsumen atau pengguna jasa.
Dan dari kasus ini juga menimbulkan beberapa pendapat dari
masyarakat akan ganti rugi yang diberikan PT. JNE kepada mereka selaku
pengguna jasa pengiriman. Dan respon masyarakat ada yang menyatakan
bahwa ganti rugi yang diberikan JNE hanya sebagian dari barang yang hilang
atau rusak, dan ada juga yang merasa bahwa ganti rugi yang di dapat sesuai
dengan nilai barangnya karena harga barang dibawah nilai ganti rugi yang
diberikan JNE. Dan disini banyak respon dari masyarakat, bahwa pihak JNE
tidak boleh sama sekali dirugikan akan tetapi pihak JNE tidak memikirkan
bagaimana nasib pengguna jasa, yang barang paketannya rusak/hilang saat
pengiriman dengan mendapatkan sebagian ganti rugi yang diberi pihak JNE.
Oleh karena itu, disini penulis menimbang bahwa pihak JNE harus
mengikuti aturan ganti rugi yang sesuai dengan pendapat Wahbah Al-Zuhayli.
Karena, aturan tersebut sangat sesuai dengan aturan Hukum Islam dan aturan
Hukum Positif. Yaitu, dengan memberi ganti rugi kepada pihak yang dirugikan
karena barang yang mereka miliki rusak/hilang, dengan cara ganti rugi dengan
barang yang sama, dan apabila tidak bisa dengan barang yang sama maka ganti
rugi yang diberikan dengan cara memberinya uang yang sesuai dengan
harga/nominal barang tersebut.
Maka, apabila pihak JNE menerapkan sistem ganti rugi yang sesuai
dengan pendapat Wahbah Al-Zuhayli, disini penulis dapat menyimpulkan
bahwa konsumen atau pengguna jasa yang menggunakan jasa pengiriman di
JNE. Dan apabila terjadi kerusakan atau kehilangan pada barang saat
pengiriman, dengan ganti rugi yang diberikan JNE kepada konsumen atau
pengguna jasa yang sesuai dengan aturan yang dikemukan ulama kontemporer
yaitu Wahbah Al-Zuhayli, maka tidak ada menimbulkan kerugian sebelah pihak
bahkan konsumen atau pengguna jasa mendapatkan ganti rugi yang sesuai dan
tidak merasakan kerugian terhadap barang paketannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dalam bab terakhir ini
penulis menarik kesimpulan terhadap hukum pertanggungan terhadap barang
hilang/rusak saat pengiriman menurut pendapat Wahbah Al-Zuhayli pada PT
JNE cabang Kotapinang sebagai berikut:
1. Ganti rugi barang oleh penyedia jasa pengiriman terhadap barang-
barang yang hilang/rusak yaitu mengganti kerugian kepada pemilik
barang berupa penggantian maksimum 10 kali biaya pengiriman atau
hanya sebagian yang didapat oleh konsumen dari pihak PT. JNE.
2. Pendapat masyarakat mengenai ganti rugi yang diberikan PT. JNE
banyak beragam komentar dari masyarakat yang menggunakan jasa
pengiriman tersebut. Ada masyarakat yang berkomentar dengan ganti
rugi yang diberikan PT. JNE sangat sesuai dan ada yang tidak sesuai
atau merasa di rugikan.
3. Menurut pendapat Wahbah Al-Zuhayli terhadap ganti rugi yang
diberikan PT. JNE tidak sesuai dengan aturan Islam, dikarenakan ganti
rugi tersebut tidak sepenuhnya atau tidak dengan barang yang sesuai.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis uraikan di
atas, maka penulis mengajukan tiga saran:
1. PT JNE harus lebih memperhatikan dan teliti dalam proses pengecekkan
data barang agar tidak terjadi salah alamat sewaktu dikirim, sehingga
barang tersebut tidak tercecer atau sebagainya.
2. PT JNE harus memberikan ganti rugi kepada konsumen harus sesuai
bukan sebagian dan tidak merugikankan konsumen.
3. Demi keamanan barang kiriman, PT JNE sebaiknya melakukan
pengawasan langsung pada saat proses pengiriman barang agar
mengurangi adanya kerusakan, kehilangan, maupun keterlambatan
barang sampai ke tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz; 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupan Sehari-hari
cet. 1, Jakarta: Al-Kautsar, 2008.
Ad-Darimi Imam, Sunan Ad-Darimi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
Adji Sution Usman , Djoko Prakorso dan hari pramono, Hukum Pengangkutan
di Indonesia, Jakarta: PT Rinka Cipta, 1991.
Al-Bigha Mustafa Dieb, Fiqh Islam, Surabaya: Insan Amanah, 142H.
Al-Jaza’iri Syaikh Abubakar Jabir, Minhajul Muslim: pedoman hidup ideal
seorang muslim , Solo: Insan Kamil, 2008.
Al-Zuhaili Wahbah. Nazariyah al-Dhaman, Dimasyq: Dar al-Fikr, 1998.
Al-Zuhayli Wahbah, Fiqh Imam Syafi’i , Jakarta: Almahira, 2010.
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002.
Andrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan
Konsumen, Bogor: Yudhistira, 2008.
Anwar Syamsul , Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad dalam
Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Anwar Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Akad dalam Fikih
Muamalat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Ardiyansyah, Syeikh Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhayli Ulama Karismatik
Kontemporer (sebuah Biografi), Bandung, Majelis Ta’lim al-Ittihad, 2010.
Atabik dan Ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakartah: Multi
Karya Grafika, cet. Ke-8.
Barkatulah Abdul Halim, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Nusa
Media, 2008.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: J-ART, 2004.
Dwi Suwiknyo, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, Jakarta: PT Buku Kita, 2009.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi
(Ta’widh)
Ghofur Saiful Amin, Profil Para Musafir Al-qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008.
Hajar Asqalani Ibnu, Bulughul Maram dan Dalil-dalil Hukum, Jakarta: Gema
Insani, 2013.
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2007.
Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam , Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 2003.
HR. At-Tirmidzi, Khitab al-Ahkam, Bab Maa jaa-a fiiman yuksau lahu as-Syai'u.
Jadurrabb, al-Ta’wiis al-Ittifaaqi ‘an ‘A daam Tanfiidz al-Iltizaam au at-
Ta’akhkhur fih: Dirasah Muqaranah Baina al-Fiqh al-Islami wa al-Qanun
al-Wadhi’I(Iskandariah: Dar al-Fikr al-Jamai’ I, 2006.
Juwariyah. Hadis Tarbawi , Yogyakarta: Teras, 2010.
Miru Ahmadi. Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti
Bandung, 2000.
Muhammad Abdulkadir, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992.
Nasution. Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Penjelasan umum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Prakoso Djoko. Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: RinekaCipta, 2004.
Rahayu Lisa, ‚Makna Qaulan dalam al-Qur’an; Tinjauan Tafsir Tematik
Menurut Wahbah Al-Zuhayli‛, Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin
Universitas UIN SUSKA Riau, Pekanbaru, 2010.
Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah 12 , Bandung: PT Alma’arif, 1987.
Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafindo, 2006.
Sri Nurhayati dan wasilah, Akuntansi Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Salemba
Empat, 2001.
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 1994.
Suharnoko. Hukum Perjanjian Teori Dan Analisis Kasus, Jakarta: Kencana,
2004.
Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006.
Syaiffudin Muhammad, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif
Filsafat, Teori , Dogmatik, dan Praktik Hukum, Bandung: Cv. Mandar
Maju, 2012.
Tim Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SU. Metode Penelitian Hukum
Islam dan Pedoman Penulisan Skripsi, Medan: Fakultas Syari’ah dan
Hukum, 2015.
Tim Visi Yustisia, KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), UU
perdagangan & UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, Jakarta: Visimedia, 2014.
Tjakranegara Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang,
Jakarta: PT Rienka Cipta, 1995.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan
Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.
www.jne.co.id/id/perusahaan/profil-perusahaan/sejarah-milestone, pada tanggal
18 Desember 2018.
Top Related