HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN TERHADAP
KINERJA PERAWAT
DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM
TESIS
Oleh
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN TERHADAP
KINERJA PERAWAT
DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi
Administrasi Keperawatan
pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PANITIA PENGUJI TESIS
Anggota : 1. Diah Arruum, S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D
3. Roxsana Devi Tumanggor, SKep, Ns, M.Nurs
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN TERHADAP
KINERJA PERAWAT
DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM
Tesis
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat
karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan
tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 12 September 2014
Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di
Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
Nama Mahasiswa : Juni Mariati Simarmata
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Sebaliknya, motivasi yang kurang dihubungkan dengan kinerja yang
buruk.
Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi
yang
dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang
mempengaruhi
kinerja. Kinerja yang maksimal adalah fungsi dan interaksi antara
kompetensi dan
peluang sumber daya pendukung yaitu bagaimana supervisi dilakukan
terhadap
kinerja tersebut. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan
korelasi
antara variabel yang bebas dan variabel yang terikat. Populasi
dalam penelitian ini
adalah seluruh perawat di ruang rawat inap sebanyak 162 orang
dengan
melakukan teknik purposive sampling diperoleh sampel 115 orang.
Data dianalisis
dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan motivasi
perawat
pada kategori cukup, supervisi kepala ruangan pada kategori cukup
dan untuk
hasil dari kinerja perawat berada pada kategori baik dengan nilai
p-value= 0,93
(> 0,05)dan r= 0,07 yang artinya tidak ada hubungan motivasi
dengan kinerja
Universitas Sumatera Utara
perawat dan p-value= 0,67 (> 0,05) r= 0.04 yang artinya tidak
ada hubungan
supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di Rumah Sakit
Grand Medistra
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat kekuatan hubungan
sangat
rendah. Saran pada penelitian ini untuk meningkatkan motivasi
perawat dan
sistem kegiatan supervisi kepala ruangan berdasarkan pada aturan
dari Rumah
Sakit Grand Medistra yaitu dari sisi kegiatan supervisi, jadwal
kegiatan supervisi,
aspek yang disupervisi, juga teknik yang dilakukan oleh kepala
ruangan yang
tidak dipahami oleh perawat yang disupervisi, sedangkan kepala
ruangan sebagai
supervisor tidak dibebankan turut serta melaksanakan asuhan
keperawatan kepada
pasien sehingga mempunyai waktu untuk kegiatan supervisi yang
sebenarnya.
Untuk itu, maka dibutuhkan pengawasan yang baik dari pimpinan dalam
bentuk
supervisi yang akan menghasilkan kinerja perawat yang baik dan
sesuai standar.
Kata kunci: motivasi perawat, supervisi kepala ruangan, kinerja
perawat
Universitas Sumatera Utara
Cheaf Supervision with Nurses’ Performance in
Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam
Name : Juni Mariati Simarmata
Year : 2014
ABSTRACT
Motivation as the main concept in management and leadership process
is
highly needed in nursing care in order to motivate nurses to work
more efficiently,
effectively, and productively by providing good supervision
technique. The
research used quantitative approach with correlation analysis test
which was
aimed to reveal the correlation between independent variables and
dependent
variable. The population was 162 nurses in the inpatient wards, and
115 of them
were used as the samples, taken by using purposive sampling
technique. The data
were gathered by using questionnaires and analyzed by using
Spearman
correlation test. The result of the research showed that p-value =
0.93 (> 0.05) and
r = 0.07 which indicated that there was the correlation between
motivation and
nurses’ performance and p-value = 0.67 (> 0.05) r = 0.04 which
indicated that
there was no correlation between nursing cheaf supervision and
nurses’
performance in Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam, Deli Serdang
District
with the low level of the correlation strength. From the result of
the research, it is
Universitas Sumatera Utara
recommended that the system should be improved to motivate nurses
from basic
needs and to improve the implementation of nursing cheaf to be
good, and to
improve the weaknesses and the negative things in implementing
nurses’ job so
that their performance can be evaluated according to the planning,
systematically,
and sustainably and to obtain information about their optimal
achievement so that
reward and punishment and good performance can be achieved.
Keywords: nurses motivation, ward heads supervision, nurses
performance
Universitas Sumatera Utara
1. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena
dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
tesis ini
dengan judul Hubungan Motivasi Perawat Dan Supervisi Kepala
Ruangan
Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas
Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi
Magister
Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS, selaku Sekretaris Program
Studi
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera
Utara.
4. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku pembimbing I dalam
penulisan
laporan tesis ini.
penulisan laporan tesis ini.
6. Para dosen dan staff Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu
dalam
proses penyelesaian laporan tesis.
Achmad Fathi.,MNS selaku expert dalam uji validitas kuesioner tesis
ini.
Universitas Sumatera Utara
8. dr.Arif Sujatmiko selaku pimpinan Rumah Sakit Grand Medistra
Lubuk
Pakam sebagai lokasi penelitian tesis ini.
9. dr.Alprindo Sembiring selaku pimpinan Rumah Sakit Sembiring Deli
Tua
sebagai lokasi uji reliabilitas tesis ini.
10. Drs. Johannes Sembiring M.Pd dan Drs. David Ginting, M.Pd
selaku
pimpinan Yayasan MEDISTRA dan Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk
Pakam yang telah banyak memberikan dukungan materi dalam
penyelesaian laporan tesis.
11. Kepada Orang tua: Drs. Sarmula Simarmata dan Delima
Sihombing,S.pd,
Saudara/i: Dewi Kartika Simarmata, Am.Keb.,SKM, Daniati
Simarmata,S.Kep, Sopian Mula Haposan Simarmata,AMK, Sandro
Sumando Simarmata, Henry Christian Simarmata, yang telah
banyak
memberikan dorongan moril dalam penyelesaian laporan tesis.
12. Kepada Suami: Brigadir Edwin Tanda Raja Manurung dan
putra:
Pangeran EL Nino Manurung yang telah banyak memberikan
dukungan
materi dan dorongan moril dalam penyelesaian laporan tesis.
13. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013
dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak
membantu dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis
ini.
Penulis menyadari laporan tesis ini masih banyak kekurangan
sehingga
penulis sangat berharap mendapat bimbingan dari berbagai pihak
untuk
memberikan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan
laporan tesis
Universitas Sumatera Utara
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan
laporan tesis ini dan harapan penulis semoga bermanfaat demi
kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Alamat : Kompleks Medistra, Jln. Sudirman No. 38 Lubuk
Pakam Kabupaten Deli Serdang
SD SDN Negeri No.096915 2000
Pematang Siantar 2003
SMA SMA Swasta Methodist
S-1 S-1 Keperawatan Non-Reguler
Profesi Ners S-1 Keperawatan Non-Reguler 2012
STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
Magister Fakultas Keperawatan 2014
Riwayat Pekerjaan:
Staff Dosen di STIKes Medistra Lubuk Pakam mulai tahun 2012 s.d
sekarang
Universitas Sumatera Utara
Halaman
ABSTRAK
................................................................................................
i ABSTRACT
................................................................................................
iii KATA PENGANTAR
................................................................................
v RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………… viii DAFTAR ISI
............................................................................................
x DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR
…………………………………………………… xiii DAFTAR LAMPIRAN
...............................................................................
xiv
BAB 1 . PENDAHULUAN
BAB 4. HASIL PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1.Motivasi Perawat……………………………...………………….….82
5.2.Supervisi Kepala Ruangan……..…………………………………….92 5.3.Kinerja
Perawat………………………………………………….…..99
5.4 .Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja …………………… 102 5.5
Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja perawat ..105
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan…………………………………………….…………..110 6.2.
Saran………………………………………………………….……111
DAFTARPUSTAKA.........................................................................................112
LAMPIRAN........................................................................................................119
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat
…………….………….76
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kategori Motivasi
Perawat………….………..77
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Supervisi Kepala
Ruangan…..……...77
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kategori Kinerja
Perawat…………………..... 78
Tabel 4.5. Hubungan Motivasi Perawat Dan Kinerja Perawat…………..……..
78
Tabel 4.6. Hubungan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja
Perawat….. 79
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden untuk Kuesioner
Motivasi Perawat, Supervisi Kepala Ruangan dan Kinerja
Perawat…………………………………………………………….....79
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
Penelitian....................................................
62
Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di
Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
Nama Mahasiswa : Juni Mariati Simarmata
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Sebaliknya, motivasi yang kurang dihubungkan dengan kinerja yang
buruk.
Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi
yang
dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang
mempengaruhi
kinerja. Kinerja yang maksimal adalah fungsi dan interaksi antara
kompetensi dan
peluang sumber daya pendukung yaitu bagaimana supervisi dilakukan
terhadap
kinerja tersebut. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan
korelasi
antara variabel yang bebas dan variabel yang terikat. Populasi
dalam penelitian ini
adalah seluruh perawat di ruang rawat inap sebanyak 162 orang
dengan
melakukan teknik purposive sampling diperoleh sampel 115 orang.
Data dianalisis
dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan motivasi
perawat
pada kategori cukup, supervisi kepala ruangan pada kategori cukup
dan untuk
hasil dari kinerja perawat berada pada kategori baik dengan nilai
p-value= 0,93
(> 0,05)dan r= 0,07 yang artinya tidak ada hubungan motivasi
dengan kinerja
Universitas Sumatera Utara
perawat dan p-value= 0,67 (> 0,05) r= 0.04 yang artinya tidak
ada hubungan
supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di Rumah Sakit
Grand Medistra
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat kekuatan hubungan
sangat
rendah. Saran pada penelitian ini untuk meningkatkan motivasi
perawat dan
sistem kegiatan supervisi kepala ruangan berdasarkan pada aturan
dari Rumah
Sakit Grand Medistra yaitu dari sisi kegiatan supervisi, jadwal
kegiatan supervisi,
aspek yang disupervisi, juga teknik yang dilakukan oleh kepala
ruangan yang
tidak dipahami oleh perawat yang disupervisi, sedangkan kepala
ruangan sebagai
supervisor tidak dibebankan turut serta melaksanakan asuhan
keperawatan kepada
pasien sehingga mempunyai waktu untuk kegiatan supervisi yang
sebenarnya.
Untuk itu, maka dibutuhkan pengawasan yang baik dari pimpinan dalam
bentuk
supervisi yang akan menghasilkan kinerja perawat yang baik dan
sesuai standar.
Kata kunci: motivasi perawat, supervisi kepala ruangan, kinerja
perawat
Universitas Sumatera Utara
Cheaf Supervision with Nurses’ Performance in
Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam
Name : Juni Mariati Simarmata
Year : 2014
ABSTRACT
Motivation as the main concept in management and leadership process
is
highly needed in nursing care in order to motivate nurses to work
more efficiently,
effectively, and productively by providing good supervision
technique. The
research used quantitative approach with correlation analysis test
which was
aimed to reveal the correlation between independent variables and
dependent
variable. The population was 162 nurses in the inpatient wards, and
115 of them
were used as the samples, taken by using purposive sampling
technique. The data
were gathered by using questionnaires and analyzed by using
Spearman
correlation test. The result of the research showed that p-value =
0.93 (> 0.05) and
r = 0.07 which indicated that there was the correlation between
motivation and
nurses’ performance and p-value = 0.67 (> 0.05) r = 0.04 which
indicated that
there was no correlation between nursing cheaf supervision and
nurses’
performance in Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam, Deli Serdang
District
with the low level of the correlation strength. From the result of
the research, it is
Universitas Sumatera Utara
recommended that the system should be improved to motivate nurses
from basic
needs and to improve the implementation of nursing cheaf to be
good, and to
improve the weaknesses and the negative things in implementing
nurses’ job so
that their performance can be evaluated according to the planning,
systematically,
and sustainably and to obtain information about their optimal
achievement so that
reward and punishment and good performance can be achieved.
Keywords: nurses motivation, ward heads supervision, nurses
performance
Universitas Sumatera Utara
1.1 Latar Belakang
Perawat dan rumah sakit merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan.
Perawat memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan
pada
pelayanan di rumah sakit. Apabila perawat memiliki produktivitas
dan motivasi
kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan baik, yang
akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi rumah sakit. Di
sisi lain,
roda tidak berjalan baik kalau perawat bekerja tidak produktif,
artinya perawat
tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja
dan memiliki
moril yang rendah (Depkes RI, 2004).
Motivasi merupakan faktor penting yang merupakan proses
membangkitkan semangat bekerja, prilaku mempertahankan, dan
prilaku
penyaluran dalam kegiatan yang positif. Seorang perawat harus
termotivasi untuk
memiliki kualitas perawatan pasien, untuk mengembangkan efisiensi
perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan. Motivasi terbentuk dari sikap
seorang
perawat dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi perawat merupakan
kondisi
yang menggerakkan diri perawat yang terarah untuk mencapai tujuan
kerja (Ilyas,
2001).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moody (2006) di salah
satu
rumah sakit di Indiana di Amerika Serikat menggambarkan model
motivasi kerja
perawat relevan dengan sikap kepedulian manusia kerja keperawatan
profesional.
Universitas Sumatera Utara
Model ini berasal dari teori-teori yang dipilih dari prilaku
motivasi dan motivasi
kerja. Teori berbasis bukti menangani motivasi kerja perawat.
Penelitian yang dilakukan oleh Sarminah (2006) di salah satu
perusahaan
manufaktur di Malaysia, menyatakan bahwa ada hubungan motivasi
terhadap
kinerja karyawan yang dinyatakan dengan kepuasan kerja karyawan di
perusahaan
tersebut.
Ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai
kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan menurut Herzberg
(1966), dua
faktor itu disebut faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor
motivator (faktor
intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan,
termasuk di dalamnya adalah kebijakan personalia dan
praktek–praktek
manajemen perusahaan dimana suatu pekerjaan dilakukan, supervisi
teknis yang
diterima pada pekerjaan tersebut, hubungan antara individu dengan
supervisor
dengan kolega, dan kualitas kerja (faktor ekstrinsik), sedangkan
faktor motivator
memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang
termasuk di
dalamnya adalah pencapaian/penyelesaian pada suatu pekerjaan,
pengenalan
untuk menyelesaikan pekerjaan, sifat pekerjaan dan tugas itu
sendiri, kelanjutan
dan pertumbuhan dalam kemampuan pekerjaan (faktor intrinsik)
(Hasibuan,
1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Ocampo (2010) di salah satu rumah
sakit di
Ekuador, menganalisis hubungan motivasi dokter dan mengidentifikasi
aspek
administrasi pekerjaan yang bisa memiliki korelasi langsung dengan
personal
motivasi dokter dengan kinerja. Studi ini meneliti motivasi dokter
Ekuador oleh
Universitas Sumatera Utara
sektor publik Ekuador.
Sebaliknya, motivasi yang kurang dihubungkan dengan kinerja yang
buruk.
Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi
yang
dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang
mempengaruhi
kinerja. Kinerja yang maksimal adalah fungsi dan interaksi antara
kompetensi dan
peluang sumber daya pendukung (Gibson, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Botez (2002) di salah satu rumah
sakit di
Roma yang menyatakan bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap
kinerja sumber daya manusia di rumah sakit (perawat) yang
mempengaruhi dari
faktor intrinsik dan ekstrinsik perawat saat bekerja.
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2009) di
medan, yang
menyatakan bahwa, motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat
dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di Rumah
Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hasil yang sama juga
ditemukan
oleh Soehartono (2004) yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh
terhadap
peningkatan kinerja perawat. Hasil tersebut dapat diartikan dengan
motivasi tinggi
maka kinerja perawat dalam mendukung penerapan program di rumah
sakit akan
semakin tinggi pula.
Universitas Sumatera Utara
maupun kelompok kerja personal. Penampilan hasil karya tidak
terbatas pada
personel yang memangku jabatan fungsional dan struktural, tetapi
juga kepada
keseluruhan jajaran personel dalam organisasi (Ilyas, 2002).
Kinerja perawat harus sesuai dengan standar kinerja, yaitu
memberikan
pelayanan perawatan pada pasien dengan pendekatan proses
keperawatan yang
meliputi lima tahap yaitu: pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan dan
evaluasi yang masing-masing berkesinambungan dan berkaitan satu
sama lainnya
yang sesuai dengan penilaian kinerja perawat di rumah sakit. Sesuai
dengan
standar penilaian kinerja perawat yaitu standar I: Pengkajian
Keperawatan,
standar II: Diagnosa Keperawatan, standar III: Perencanaan
Keperawatan, standar
IV: Pelaksanaan Tindakan (Implementasi), standar V: Evaluasi
Keperawatan.
Kinerja yang dilakukan sesuai standar akan membuat proses pelayanan
di rumah
sakit berjalan dengan lancar dan memudahkan tercapainya tujuan
pelayanan
perawatan pada pasien (Potter & Perry, 2005)
Oleh karena itu untuk meningkatkan motivasi dan kinerja, maka
dibutuhkan
pengawasan yang baik dari pimpinan dalam bentuk supervisi. Tujuan
pokok dari
supervisi adalah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang
telah
direncanaakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif,
efisiensi, sehingga
tujuan dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli, 2002).
Supervisi adalah kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih
manusiawi,
bukan hanya mencari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung
unsur
pembinaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat
diketahui
kekurangannya untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki
sehingga
Universitas Sumatera Utara
kepuasan kerja perawat lebih banyak tercapai melalui sistem
supervisi yang
menciptakan hubungan yang baik antara supervisor (kepala ruangan)
dan
supervisee (perawat) (Sitorus & Panjaitan, 2011).
Proses supervisi yang baik akan meningkatkan motivasi dan kepuasan
kerja
perawat pelaksana yang bertugas di ruangan dalam melakukan asuhan
keper
awatan terhadap pasien. Supervisi sangat berhubungan dengan
kepuasan kerja
perawat. Perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan
disupervisi
dengan baik dalam melakukan pekerjaannya akan merasa lebih puas
terhadap
pekerjaannya (Gibson, 2000).
keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai
dengan
instruksi dan ketentuan dan memperbaiki proses keperawatan yang
sedang
berlangsung. Seluruh staf keperawatan dalam kegiatan supervisi
bukan sebagai
obyek tetapi juga sebagai subyek. Perawat diposisikan sebagai mitra
kerja yang
memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar,
dihargai dan
diikutsertakan dalam melakukan asuhan keperawatan (Suyanto,
2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Samad (2005) di salah satu
perusahaan di
Malaysia tentang hubungan motivasi dan supervisi dengan kinerja.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja (hygiene factor dan
faktor
motivator) berperan dalam memoderasi hubungan supervisi dan kinerja
karyawan.
Berdasarkan hasil penelitian Agung (2004) pelaksanaan supervisi
yang
dilakukan kepala ruangan kepada perawat pelaksana di salah satu
ruang rawat
Universitas Sumatera Utara
terhadap kinerja perawat.
Penelitian Siswana (2009) Pekan Baru, Riau. Hubungan peran
supervisi
kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum
Daerah
Petala Bumi, bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran
kinerja kepala
ruangan dalam melakukan supervisi dengan perawat di ruangan. Hasil
penelitian
ini merekomendasikan untuk menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan
supervisi
klinis sebagai bentuk model akademik supervisi klinis diterapkan di
ruang rawat
inap.
Nopember 2013 dengan kepala seksi keperawatan diperoleh informasi
bahwa
belum pernah dilakukan penelitian mengenai motivasi perawat dan
supervisi
kepala ruangan terhadap kinerja perawat secara formal. Data yang
diperoleh pada
pelaksanaan misi pelayanan medis dan sistem kerja yang terstandar
sudah berjalan
optimal, hal ini terlihat pada data rekam medis menunjukkan angka
produktifitas
rumah sakit tahun 2012 (Lampiran 1) sudah mencapai angka ideal
menurut
Depkes (2008) yaitu BOR= 60-85%, a-LOS= 6-9 hari, TOI= 1-3 hari,
BTO= 40-50
pasien per tahun, NDR= 25 per 1000 pasien keluar, GDR= 45 per 1000
pasien
keluar (Rekam medis RS-GM, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Standarisasi kegiatan motivasi perawat yaitu; (1) Melakukan
morning
briefing secara rutin, (2) Melakukan spritual corner sebelum
beraktifitas (menurut
agama masing-masing), (3) Melakukan repetitive magic power (budaya
kerja dan
keyakinan dasar) dibacakan, (4) Punishment (insentif negatif), (5)
Reward
(insentif positif), (6) Share informasi dan kepada sesama perawat
dengan materi
terbaru mengenai tindakan keperawatan yang disiapkan, (7) Melakukan
klarifikasi
apa yang telah disampaikan kepada kepala ruangan atas tindakan yang
tidak
sesuai, (8) Saling memberikan kesempatan kepada perawat untuk
mengungkapkan
permasalahan yang muncul di ruangan, (9) Bersama-sama sesama
perawat dan
kepala ruangan mendiskusikan pemecahan masalah yang dapat ditempuh,
(10)
Saling memberi motivasi kepada sesama perawat, (11) Komunikasi yang
baik
dan saling mendukung harus selalu dibangun antara kepala ruangan
dan sesama
0 2 4 6 8
10 1
Universitas Sumatera Utara
perawat, dan (12) saling memberikan pujian atas setiap hasil
kinerja yang baik
oleh kepala ruangan.
1 s.d 24 (supervisi): Standarisasi kegiatan pada supervisi kepala
ruangan
Standarisasi kegiatan pada supervisi kepala ruangan yaitu;
Sebelum pertukaran Shift, (1) Mengecek kecukupan
fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu, (2) Mengecek jadwal
kerja, Pada waktu
mulai Shift, (3) Mengecek personil yang ada, (4) Menganalisa
keseimbangan
tenaga, (5) Mengatur pekerjaan, (6) Mengidentifikasikan kendala
yang muncul,
(7) Mencari alternatif penyelesaian masalah supaya dapat
diselesaikan, Sepanjang
hari, (8) Mengecek pekerjaan setiap perawat, mengarahkan,
mengintruksi,
mengoreksi atau memberi latihan sesuai kebutuhan, (9) Mengecek
kemajuan
pekerjaan, (10) Mengecek kemajuan rumah tangga, (11) Mengecek
personil,
kenyamanan kerja terutama personil baru, (12) Berjaga di tempat
bila ada
pertanyaan, permintaan bantuan lain-lain, (13) Mengatur jam
istirahat perawat,
(14) Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan
mencari
0 2 4 6 8
10 1
sesuai kondisi operasional, (16) Mencatat fasilitas/sarana yang
rusak kemudian
melaporkannya, (17) Mengecek kecelakaan kerja, (18) Menyiapkan
laporan
mengenai pekerjaan secara rutin, (19) Mengobservasi satu personil
atau aneka
kerja secara kontiniu untuk 15 menit sekali, (20) Melihat dengan
seksama hal-hal
yang mungkin terjadi, seperti keterlambatan pekerjaan, lamanya
mengambil
barang dan kesulitan pekerjaan, (21) Membuat daftar masalah yang
belum
terpecahkan dan berusaha untuk memecahkan keesokan harinya, (22)
Pikirkan
pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek
hasilnya,
kecukupan material dan peralatannya, (23) Melengkapi laporan
harian, dan (24)
Membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan fenomena-fenomena dari
hasil
penelitian sebelumnya yang terkait, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian
tentang hubungan motivasi perawat dan supervisi kepala ruangan
terhadap kinerja
perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam sehingga
dapat
dimanfaatkan untuk pelayanan yang lebih baik oleh perawat.
1.2. Pemasalahan
Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang
dari
hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka permasalahan pada penelitian
ini adalah
bagaimana mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan
motivasi
perawat dan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja
perawat.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui supervisi kepala ruangan terhadap perawat
di
rumah sakit
4. Untuk menganalisa hubungan motivasi perawat dan kinerja
perawat
di rumah sakit
perawat di rumah sakit
1. Ada hubungan keterlibatan motivasi perawat dengan kinerja
perawat di
rumah sakit.
dengan kinerja perawat di rumah sakit.
1.5. Manfaat Penelitian
pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia
keperawatan
diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan kinerja perawat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk
menanamkan
bahwa motivasi perawat supervisi kepala ruangan sangat
penting
dengan kinerja perawat dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit.
3. Bagi penelitian keperawatan
supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di rumah
sakit
sehingga berguna bagi para peneliti yang ingin meneliti
faktor-faktor
lain yang berkaitan dengan kinerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis
tersebut merupakan
proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan
sukarela
yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston,
2010).
Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna
memuaskan
kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga
memiliki
rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004).
Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari
dalam
individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi,
motivasi
merupakan proses psikologis yang memunculkan, mengarahkan,
dan
mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk
perilaku guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai
konsep
utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan
dalam
layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih
efisien, efektif,
dan produktif (Huber, 2006).
perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional
tersebut
merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya.
Mengingat
motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus
memiliki
Universitas Sumatera Utara
menciptakan iklim motivasi (Huber, 2006).
Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui kegiatan manajemen
pengarahan yaitu: (1) Memberikan harapan yang jelas kepada staf
dan
menyampaikan harapan tersebut secara efektif, (2) Bersikap adil dan
konsisten
terhadap semua staf, (3) Membuat keputusan yang bijaksana,
(4)
Mengembangkan konsep kerja kelompok, (5) Mengintegrasikan kebutuhan
dan
keinginan staf ke dalam kebutuhan dan tujuan organisasi, (6)
Mengenal staf secara
pribadi dan tunjukkan kepada mereka bahwa pemimpin mengetahui
keunikan
dirinya, (7) Menghilangkan blok tradisional antara staf dan
pekerjaan yang telah
dikerjakan, (8) Memberi tantangan kerja sebagai kesempatan
untuk
mengembangkan diri, (9) Melibatkan staf dalam mengambil semua
keputusan,
(10) Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di balik semua
keputusan dan
tindakan yang diambil, (11) Memberikan kesempatan kepada staf untuk
membuat
penilaian sesering mungkin, (12) Membangun hubungan saling percaya
dan saling
tolong bersama staf, (13) Memberi kesempatan staf untuk mengontrol
lingkungan
kerjanya, (14) Menjadi model peran bagi staf, dan (15)
Memberikan
reinforcement sering mungkin (Marquis & Houston, 2010).
2.1.2. Motivasi Internal dan Eksternal
Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar
pembentukannya
terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Motivasi bawaan dan (b) Motivasi
yang dipelajari.
Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir,
motivasi ini juga
disebut sebagai motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya
tanpa harus
dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi
karena adanya
Universitas Sumatera Utara
komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh
manusia
(Gibson,1996).
Jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi atas: (a)
Motivasi
intrinsik dan (b) Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu
motivasi yang
berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu
sudah ada suatu
dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu
motivasi yang
berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu (Hicks
& Gullet,
2002).
mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan,
yang
menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang
khusus.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal menurut
Hicks &
Gullet (2002) yaitu:
menginginkan adalah merupakan hal yang unik bagi.
b. Kepentingan, keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik
karena
semuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadian,
penampilan, biologis, psiologis dan psikologis.
b. Motivasi eksternal (ekstrinsik)
Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar
diri
individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manager juga
meliputi hal-hal
Universitas Sumatera Utara
gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang
mengandung
penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab (Hicks & Gullet,
2002).
2.1.3. Teori Motivasi
manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori
motivasi dua
faktor dikemukakan oleh Herzberg, seorang psikolog pada tahun 1966
yang
merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Teori
Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi
dalam
memotivasi karyawan.
Untuk memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan
teori
motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun
pertimbangan
peneliti adalah: 1) Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku
mikro yaitu
untuk karyawan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi
Maslow
misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, dan 2)
Teori
Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.
Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi
pekerjaan
seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul
dari dalam diri
masing–masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang
datang dari
luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya
bekerja.
Menurut Hasibuan (2000), ada 3 hal penting yang harus
diperhatikan
dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung
jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan
adanya pengakuan atas semuanya.
yang bersifat embel–embel saja pada pekerjaan, peraturan
pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji,
tunjangan, dan lain–lain.
Berikut teori motivasi dua faktor menurut Herzberg yang dapat
dapat
dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi adalah sebagai
berikut:
Faktor Ekstrinsik; 1) Kebijaksanaan dan administrasi, 2) Supervisi,
3) Gaji/upah,
dan 4) Hubungan antar pribadi dan 5) Kondisi kerja. Faktor
Intrinsik; 1)
Keberhasilan, 2) Pengakuan/penghargaan, 3) Pekerjaan itu sendiri,
4) Tanggung
jawab, dan 5) Pengembangan.
motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari
ketidakberadaan
faktor-faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong
secara
intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan
kreatifitas
dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan Dalam
hal ini tidak
dikaitkan dengan perolehan hal–hal yang bersifat materi.
Sebaliknya, mereka yang
terdorong oleh faktor–faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada
apa yang
diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan
kepada
perolehan hal–hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut
Herzberg faktor
Universitas Sumatera Utara
ekstrinsik tidak akan mendorong para karyawan untuk berforma baik,
akan tetapi
jika faktor–faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal
seperti gaji
tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat
menjadi
sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa
apabila
pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu
ditekankan
adalah faktor–faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan
mengutamakan
faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik.
a. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu:
1. Keberhasilan
pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan
kepada
bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi
semangat
kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang
dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan
hal
tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini
akan
menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin
melakukan
pekerjaan yang penuh tantangan.
Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya
dengan
menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan
surat
penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat
atau
promosi.
sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang
dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari
kebosanan
yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan
karyawan
sesuai dengan bidangnya.
4. Tanggung Jawab
bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang
ketat,
dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja
sendiri
sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan
partisipasi.
Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam
perencanaan
dan pelaksanaan pekerjaan.
bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan
suatu
pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang
berbeda
tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil
dilakukan,
pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang
akan
mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh
kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih
lanjut.
Universitas Sumatera Utara
1. Kebijaksanaan dan Administrasi
dalam membuat keputusan dan seluruh kegiatan administrasi
pimpinan berhak mengetahuinya, menetapkan kebijakan sebagai
pimpinan juga dilakukan supaya lebih terorganisir dalam
bekerja
agar dipatuhi/dilaksanakan karyawan terhadap kegiatan
administrasi tersebut, kebijaksanaan tersebut juga wajib
dimiliki
pemimpin dalam mengorganisir karyawan.
2. Hubungan Antar Pribadi
menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, mengajak
bawahan berkomunikasi dalam menyelesaikan tugas atau
pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu
pekerjaan
sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika
ada
karyawan baru, tim yang telah ada wajib membantu dalam
beradaptasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercapai.
Apabila ada anggota karyawan mengalami kemalangan/musibah
sesama karyawan harus saling menolong.
3. Kondisi Kerja
kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di
ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan
Universitas Sumatera Utara
bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam
suatu
kegiatan organisasi dalam bekerja ini mendukung dalam
terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga
didukung
harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam
melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.
2.2 Supervisi
karyawan junior yang memiliki kesamaan profesi. Hubungannya
bersifat
evaluatif, sepanjang waktu, mencapai tujuan yang berkelanjutan
dalam
meningkatkan kemampuan juniornya, pemantauan kualitas layanan
profesional
pada pasien (Bernard & Goodyear, 2004).
Supervisi bersifat normatif, yaitu mengendalikan mutu layanan
dengan
menyusun, menetapkan kebijakan prosedur, mengembangkan
standar,
melaksanakan audit, dan suportif, yaitu meningkatkan kemampuan
pengendalian
emosional dan formatif, yaitu menjaga, meningkatkan, menfasilitasi
kompetensi,
kemampuan, efektivitas suprvisee serta mengembangkan kemampuan dan
praktik
keperawatan berbasis bukti. Jadi, tujuan supervisi adalah untuk
memberikan
dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian
emosional
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan secara benar (Sloan & Watson, 2002).
2.2.2 Fungsi supervisi
mencapai tujuan organisasi.
Fungsi tersebut adalah:
ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi
tingkat
ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi jumlah
perawat yang
dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan tingkat ketergantungan pasien
dibantu
oleh perawat, dan merencanakan strategi pelaksanaan
keperawatan.
2. Pengorganisasian, merumuskan metode penugasan yang
digunakan,
merumuskan tujuan metode penugasan, membuat rincian tugas
perawat
secara jelas, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,
membuat
proses dinas, membuat rencana kendali, membawahi perawat dan
mengatur
tenaga yang ada setiap hari.
3. Membimbing dan Mengarahkan, memberi pengarahan tentang
penugasan
kepada perawat, memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan
tugas
dengan baik, memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
ketrampilan
dan sikap perawat, membimbing bawahan yang mengalami kesulitan
dalam
melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan kolaborasi sesama tim
kerja.
4. Pengawasan dan Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan
dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun
bersama
Universitas Sumatera Utara
mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien, melakukan
audit
keperawatan, melalui supervisi pengawasan langsung melalui
inspeksi,
mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan
dan
memperbaiki/mengawasi, pengawasan tidak langsung yaitu mengecek
daftar
hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan
yang
dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilakukan
(didokumentasikan), dan mendengar laporan dari perawat.
5. Pencatatan dan Pelaporan, mencatat evaluasi tindakan keperawatan
sesuai
batas kemampuan perawat, mengobservasi kondisi pasien,
selanjutnya
melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut
sesuai
batas kemampuannya dan melaporkannya pada pimpinan di atasnya,
berperan
serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan
upaya
meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit dan
mencatatnya
untuk sebagai bahan pembelajaran bersama, mengikuti pertemuan
berkala
yang diadakan oleh pimpinan di rumah sakit dan pelaporan dari
ruangan yang
di bawah kepemimpinan kepala ruangan, melaksanakan sistem
pencatatan
dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai
standar
asuhan keperawatan (Sitorus & Panjaitan ,2011).
Depkes RI (1999) dalam Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
&
Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI (2007)
Menyatakan bahwa peran supervisi yang dilakukan kepala ruangan
yaitu:
1. Perencanaan; a) Menunjuk perawat yang bertugas di kamar
masing-masing,
b) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya, c)
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien, d)
Mengidentifikasi
Universitas Sumatera Utara
pasien, e) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf,
f)
Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan, g)
Merencanakan
kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan kelolaan, dan h)
Melakukan
pelaporan dan pendokumentasian
c) Merumuskan rincian tugas perawat secara jelas. d) Membuat
rentang
kendali di ruang rawat, e) Mengatur dan mengendalikan tenaga
keperawatan, misalnya membuat roster dinas, mengatur tenaga yang
ada
setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien, f) Mengatur
dan
mengendalikan pelaksanaan asuhan keparawatan dalam bentuk
diskusi,
bimbingan dan penyampaian informasi, g) Mengatur dan
mengendalikan
logistik dan fasilitas ruangan, h) Mengatur dan mengendalikan
situasi lahan
praktek, i) Mendelegasikan tugas kepada perawat, j) Melakukan
koordinasi
dengan tim kesehatan lain, dan k) Melakukan pelaporan dan
pendokumentasian.
3. Pengarahan; a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada
perawat, b)
Memberikan pengarahan kepada perawat tentang pelaksanaan
asuhan
keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen, c) Menginformasikan
hal-hal
yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan
keperawatan
pasien, dan d) Memberikan motivasi dalam meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Karakteristik Supervisi
a. Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya
b. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan
yang ada
c. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala
d. Dilaksanakan oleh atasan langsung (kepala unit/kepala ruangan
atau
penanggung jawab yang ditunjuk).
keperawatan.
2010):
erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan
bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang
lebih
harmonis antara atasan dan bawahan.
2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan
efesiensi kerja
ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang
dilakukan
bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana)
yang
sia-sia akan dapat dicegah.
telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari
supervisi ialah
menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan
secara benar
Universitas Sumatera Utara
dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan
yang telah
ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan.
2.2.5 . Frekuensi Pelaksanaan Supervisi
dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik,
karena
organisasi/ lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar
organisasi selalu
dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu
dilakukan berbagai
penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu
melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan.
Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi
harus
dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi
biasanya
bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta
sifat
penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi
serta sifat
penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering
dilakukan (Suarli &
Bachtiar, 2010).
Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja
yang
kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja,
dan
jumlah sumber. Sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan
tugas.
Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi.
Prinsip pokok
supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli
dan Bahtiar,
2010):
1. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja
bawahan, bukan
untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan
melakukan
Universitas Sumatera Utara
mengatasinya.
2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi
harus edukatif
dan suportif, bukan otoriter.
3. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi
yang hanya
dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.
4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga
terjalin kerja
sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat
proses
penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan
bawahan.
5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus
sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi
dan
tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan
merupakan
supervisi yang baik.
6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu
disesuaikan dengan
perkembangan.
Menurut Suarli dan Bachtiar (2010), yang bertanggung jawab
dalam
melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam
organisasi.
Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan,
tetapi juga
pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta
prinsip-prinsip
pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik
ada
beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimiliki oleh
pelaksana supervisi
(supervisor).
1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari
yang
disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk
staf khusus
dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
2. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan
yang
cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.
3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan
supervisi
artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik
supervisi.
4. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif,
bukan
otoriter.
5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan
selalu
berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
bawahan
yang disupervisi.
Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik
penyelesaian
masalah. Bedanya pada supervisi teknik pengumpulan data untuk
menyelesaikan
masalah dan penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung
oleh
pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan
jalan keluar.
Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana
supervisi,
bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat.
Dengan
perbedaan seperti ini, bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi
yang baik ada
dua hal yang perlu diperhatikan menurut Bachtiar dan Suarli (2010)
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Pengamatan langsung
melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan
petunjuk dari
supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan
balik dan
perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya
penyimpangan.
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung.
Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan
agar
pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai
perintah.
Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah:
a. Pengarahan harus lengkap.
d. Berbicara dengan jelas dan lambat.
e. Berikan arahan yang logis.
f. Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat.
g. Pastikan bahwa arahan dipahami.
h. Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak
lanjut.
Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Untuk
itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.
a. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas
sasarannya dapat
menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat
terperangkap
pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang
seperti ini,
maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan,
yakni
Universitas Sumatera Utara
hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja
(selective
supervision).
dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti
ini,
maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar
isi yang
telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap
pengamatan
secara lengkap dan apa adanya.
c. Pendekatan pengamatan, pengamatan langsung sering menimbulkan
berbagai
dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang,
atau kesan
menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini
pengamatan
langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak
atau
kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan
pengamatan
tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan
menunjukkan
kekuasaan atau otoritas.
Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga
mungkin
terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara
tertulis.
3. Kerja sama
Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul,
pelaksana
supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam
penyelesaian masalah,
sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan.
Masalah,
penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus
dibahas
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan secara bersama-sama pula.
yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada
perawat
yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya
dalam
mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini
merupakan
dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan
perkembangan
keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008).
Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam
pendokumentasian
asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan,
pengarahan,
observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap
pendokumentasian tiap-
tiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan
standar
merupakan variabel yang harus disupervisi (Wiyana, 2008).
1. Pelaksana Supervisi Keperawatan
masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait
dengan
kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi
keperawatan
dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertangguung jawab
antara lain
(Suyanto, 2008):
keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan
yang
dipimpinnya. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau
tidaknya
Universitas Sumatera Utara
perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik
secara
langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode
penugasan
yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh
ruang
perawatan yang menerapkan metode tim, maka kepala ruangan
dapat
melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim
masing-
masing (Suarli & Bahtiar, 2010).
2. Pengawas perawatan (supervisor)
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit
pelaksana fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang
bertanggung
jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. Bertanggung
jawab
dalam melakukan supervisi pelayanan pada kepala ruangan yang
ada
di instalasinya.
pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas
keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan
seluruh perawat secara tidak langsung.
2. Kepala bidang keperawatan, sebagai top manager dalam
keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang
keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik
secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas
keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
b. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana
c. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara
kontinue/sistematis
d. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis
e. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang
f. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational
g. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan
dan
keuangan.
Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang
disepakati
berdasarkan struktur dan hirarki tugas. Sasaran atau objek dari
supervisi adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang
melakukan
pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang
dilakukan,
maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa
bawahan yang
melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan
utamanya adalah
untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan
(Suarli &
Bachtiar, 2010).
sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan
wewenang,
penyimpangan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto,
2008).
3. Kompetensi Supervisor Keperawatan
mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerjanya. Para
supervisor
Universitas Sumatera Utara
Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
harus
memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008):
a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat
dimengerti
oleh staf dan pelaksana keperawatan.
b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan
pelaksanan
keperawatan.
c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada
staf dan
pelaksanan keperawatan.
d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok).
e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan
pelaksana
keperawatan.
4. Langkah-langkah Supervisi
1. Pra supervisi
a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.
b. Supervisor menetapkan tujuan.
a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau
instrumen
yang telah disiapkan.
Universitas Sumatera Utara
mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.
d. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.
e. Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat primer dan
perawat
associate.
f. Supervisor memberikan masukan dan solusi pada perawat primer
dan
perawat associate.
associate.
keperawatan
keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber daya yang
tersedia
(Marquis & Huston, 2010).
b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang
diberikan.
c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur
pelayanan
keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang
terkait.
2. Manajemen anggaran
dan pengembangan. Supervisor berperan dalam:
Universitas Sumatera Utara
tujuan rumah sakit.
keperawatan.
c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.
Supervisi yang berhasil dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu
saja,
tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar dapat
dijalankan dengan
tepat. Kegagalan supervisi dapat menimbulkan kesenjangan dalam
pelayanan
keperawatan.
1. Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok,
yaitu:
a. Mengacu pada standar asuhan keperawatan.
b. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding
untuk
menetapkan pencapaian.
asuhan.
a. Pengetahuan dan pengertian tentang klien.
b. Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar.
c. Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran, empati
dan
gagasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.
6. Teknik Supervisi keperawatan
yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka
pencapaian
Universitas Sumatera Utara
keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi
dalam
pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui
analisis
secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara
efektif dan
efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu
pelayanan
keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah
menyibukkan
diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006).
Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak
langsung.
1. Teknik Supervisi Secara Langsung.
Supervisi yang dilakukan secara langsung pada kegiatan yang
sedang
dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat
dalam kegiatan
agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai
perintah
(Wiyana, 2008).
dan mudah dipahami; (2) Menggunakan kata-kata yang tepat; (3)
Berbicara
dengan jelas dan lambat; (4) Berikan arahan yang logis; (5) Hindari
banyak
memberikan arahan pada satu waktu; (7) Pastikan arahan yang
diberikan dapat
dipahami; dan (8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn
atau perlu
tindak lanjut. Supervisi langsung dilakukan pada saat perawat
sedang
melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan.
Supervisi
dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat
dalam
pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari
pengkajian
sampai dengan evaluasi (Wiyana, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2008):
pendokumentasiannya akan disupervisi.
pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian
secara
langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan.
c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan
asuhan
keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes.
d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat
yang
disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian,
diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat
yang
sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan
sesuai
form A dari Depkes.
2. Secara Tidak Langsung
Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui
laporan
baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat
langsung apa yang
terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan
fakta. Umpan
balik dapat diberikan secara tertulis (Wiyana, 2008).
Langkah-langkah Supervisi tidak langsung yaitu:
a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil
dokumentasi
pada buku rekam medik perawat.
b. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A
dari
Depkes.
d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi
dengan
memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan
tertulis
pada perawat yang mendokumentasikan.
e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap
atau
sesuai standar.
secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi.
Prinsip-prinsip
tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan
professional
dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara
matang, bersifat
edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus
mampu
membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus
dipenuhi
dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan
mampu
memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat
progresif, inovatif,
fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing
orang
yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan
diri
disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat
meningkatkan kinerja
bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
(Arwani,
2006).
antara lain; (1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur
organisasi, (2)
Universitas Sumatera Utara
antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan
kepemimpinan, (3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas,
terorganisasi dan
dinyatakan melalui petunjuk, peraturan uraian tugas dan standard,
(4) Supervisi
merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan
perawat
pelaksana. (5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan
rencana yang
spesifik, (6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif,
komunikasi
efektif, kreatifitas dan motivasi, dan (7) Supervisi mempunyai
tujuan yang
berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi
kepuasan
klien, perawat dan manajer.
8. Supervisi Kepala Ruangan
1. Kegiatan Rutin Supervisor
melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan
supervisi.
Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam
pelaksanaan
lansung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan
yang
mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor
yang efektif
menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003).
Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana,
2008):
a. Persiapan
Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pen
dokumentasian), dan (c) Mensosialisasikan rencana supervisi
kepada
perawat pelaksana.
1. Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi.
2. Membuat kontrakwaktu supervisi pendokumentasian
dilaksanakan.
3. Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian
untuk
masing-masing tahap.
pedokumentasian asuhan keperawatan.
tahap.
7. Mencatat hasil supervisi.
Kegiatan kepala ruangan pada tahap evaluasi meliputi: (1) Menilai
respon
perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan, (2)
Memberikan
reinforcement pada perawat, dan (3) Menyampaikan rencana tindak
lanjut
supervisi.
Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model
supervisi dapat
diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Depkes,
1999):
a. Model konvensional
dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam
mengerjakan
Universitas Sumatera Utara
tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi
negatif dari
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana
sehingga sulit
terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang
telah
dilakukan.
Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan
sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh
karena itu
supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karakteristik
sebagai berikut
yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan
prosedur, instrumen
dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif
sehingga dapat
diberikan umpan balik dan bimbingan.
c. Model klinis
dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan
kinerjanya
dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan
secara
sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan
oleh
seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar
keperawatan.
d. Model artistic
menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh
perawat
pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan
saling
percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan
terbuka dam
mempermudah proses supervisi.
Universitas Sumatera Utara
yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi,
kecakapan, dan
presepsi peranan. Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil
kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
kemampuan
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan oleh
atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai
suatu hasil dan
usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan
dalam
situasi tertentu (Depkes, 2004).
biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah
ditetapkan.
Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk
dalam
tingkatan kinerja tertentu. Tenaga keperawatan Rumah Sakit
merupakan sumber
daya manusia berjumlah terbesar dan paling banyak berinteraksi
dengan klien
untuk memberikan asuhan ke perawatan yang komprehensif dan
professional,
sehingga kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak
(Depkes, 2004).
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai
oleh karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang
diberikan. Kinerja adalah suatu proses dan hasil yang dicapai oleh
seseorang
menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Kinerja
perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam
suatu
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
masing-masing, tidak
Universitas Sumatera Utara
melanggar hukum, aturan serta sesuai dengan moral dan etika, dimana
kinerja
yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Potter
& Perry,
2005).
prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam
kualitas dan
volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses
aprassial kinerja
untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan
perencanaan karir,
serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Potter
& Perry,
2005).
penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun
kualitas. Kinerja
dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja
organisasi
merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja
sejumlah individu
dalam organisasi.
Penekanannya akan lebih banyak kepada sasaran dalam bentuk target
yang
terukur daripada kompetensi. Kinerja mereka akan diukur berdasarkan
apa yang
telah dilakukan untuk mencapai hasil sehingga mereka melakukannya
akan
menjadi kurang penting. Kinerja manajer, ketua tim, dan staf
profesional
umumnya juga akan diukur dengan mengacu kepada defenisi
akuntabilitas
utamanya. Pencapaian target secara kuantitatif masih penting bagi
aspek-aspek
tertentu dari pekerjaan tersebut yang mungkin tidak dapat diukur
dan
dipergunakan. Pada pekerjaan administratif dan pendukung, ukuran
kinerja akan
Universitas Sumatera Utara
dihubungkan dengan defenisi dari tugas-tugas utama atau aktifitas
kunci terhadap
standar kinerja yang berkesinambungan akan disertakan untuk
mengukur kinerja.
Persyaratan atribut dan kompetensi yang sesuai dengan tingkat
pekerjaan akan
tetap penting. Pada beberapa pekerjaan, kinerja akan diukur dengan
mengacu
kepada standar output ataupun lama waktu yang dipakai (Ilyas,
2002).
Menurut Ilyas (2002) model teori kinerja adalah analisis
terhadap
sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.
Variabel
individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan,
latar
belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan
merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel
demografis
mempunyai efek tidak langsung pada prilaku dan kinerja individu.
Variabel
psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, dan
motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat
sosial,
pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel
psikologis
seperti ini adalah hal yang kompleks dan sulit diukur. Variabel
organisasi berefek
tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel
organisasi
digolongkan dalam subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur,
dan desain pekerjaan (Ilyas, 2002).
Prilaku individu dilihat dari respon terhadap stimulus dibagi
menjadi dua
bagian yaitu prilaku tertutup dan perilaku terbuka dalam bentuk
praktek atau
tindakan yang diamati. Jadi kinerja dalam keperawatan merupakan
hasil karya
dari perawat dalam bentuk tindakan atau praktek yang diamati atau
dinilai.
Kinerja perawat mencerminkan kemampuan perawat untuk
mengimplementasikan
proses asuhan keperawatan. Praktek keperawatan merupakan tindakan
mandiri
Universitas Sumatera Utara
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi
(Gillies, 1999).
pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.
Pengukuran
kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau
pelaksanaan
kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang
dihasilkan.
2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya).
Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”,
yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk
keluaran.
3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang
direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari
pengukuran
kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu
kegiatan.
Ketiga jenis kriteria di atas dapat dijadikan sebagai acuan guna
mengukur kinerja.
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas
dan
efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut Robbins
(2002).
1) Efektivitas dan Efisiensi
mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila
akibat-akibat
yang tidak dicari, kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil
yang
dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif
Universitas Sumatera Utara
penting maka kegiatan tersebut efisien.
2) Otoritas (wewenang)
Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah
dalam
organisasi formal yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi
kepada
anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai
dengan
kontribusinya. Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh
dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
3) Disiplin
4) Inisiatif
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Jadi,
inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk
mempengaruhi kinerja organisasi.
2.3.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2004) di Calgary, Kanada
mengenai
hubungan motivasi dan kinerja yang dihubungkan dengan hygiene teory
of
Herzberg, bahwa motivasi karyawan dalam bekerja dipengaruhi oleh
Hygiene
factor, adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan;
berhubungan
dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor
yang termasuk
adalah; (1) Working condition (kondisi kerja), (2) Interpersonal
relation
(hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration
(kebijaksanaan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik
pengawasan),
(5) Job security (perasaan aman dalam bekerja). Jika dalam situasi
kerja faktor--
faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan
mendapat
kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi
karyawan
melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal
ini juga
berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada
maka dapat
memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih
tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2009) di salah satu rumah
sakit di
Arab Saudi, menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dan
kinerja perawat
yang bekerja yang ditambah dengan fasilitas-fasilitas yang
mempengaruhi
motivasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap
pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Russell (2008) di salah satu rumah
sakit di
Amerika Utara, bahwa ada hubungan teori motivasi menurut Hezberg
terhadap
kinerja perawat transplantasi di rumah sakit di Amerika Utara
dibuktikan dengan
kenyamanan dan kepuasan kerja perawat dengan baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2007), pengaruh
motivasi
instrinsik terhdap kinerja perawat pelaksana di instalasi ruang
rawat inap di RSU
dr. Pirngadi Medan, terdapat pengaruh signifikan antara motivasi
intrinsik
bersadasarkan tanggung jawab terhadap kinerja perawar
pelaksana.
Penelitian yang dilakukan oleh Donna (1990) di salah satu rumah
sakit di
Colorado di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa adanya hubungan
motivasi
atasan terhadap kinerja perawat yang dihubungkan dengan teori
Hezberg, dengan
turn over perawat di rumah sakit tersebut akan meningkat jika tidak
dipenuhi oleh
pihak rumah sakit dari sisi motivasi intrinsik dan
ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil yang sama juga ditemukan oleh Ba’diah (2008) penelitian
yang
dilakukan di salah satu rumah sakit di Cerebon, yang menyatakan
bahwa supervisi
berhubungan dengan kinerja perawat. Hal ini menggambarkan bahwa,
apabila
kepala ruangan melakukan supervisi dengan baik maka perawat
pelaksana juga
akan menghasilkan kinerja yang baik, begitu pula sebaliknya dengan
pengawasan
yang terstandar.
terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety
di rumah
sakit menunjukkan bahwa adanya hubungan motivasi dan supervisi
terhadap
kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety dapat
diketahui bahwa
dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara
motivasi dan
pelaksanaan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam
menerapkan
patient safety di RS universitas Hasanuddin.
2.3.5. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam
Melakasanakan
Asuhan Keperawatan Kepada Klien (Potter & Perry, 2005)
1. Standar I: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien
secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.
Rasional
pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses
keperawatan
bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien
yang
digunakan dalam merumuskan masalah klien dan rencana
tindakan.
Kriteria struktur pengkajian keperawatan yaitu; (1) Metode
pengumpulan data
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan dapat menjamin, (2) Pengumpulan data yang sistematis
dan
lengkap, (3) Diperbaharui data dalam pencatatan yang ada, (4)
Kemudahan
memperolah data, (5) Terjaganya kerahasiaan, (6) Tatanan
praktek
mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang merupakan
bagian
integral dari suatu sistem pencatatan pengumpulan data klien, (7)
Sistem
pencatatan berdasarkan proses keperawatan, singkat, menyeluruh,
akurat dan
berkesinambungan, (8) Praktek mempunyai sistem pengumpulan
data
keperawatan yang menjadi bagian dari sistem pencatatan kesehatan
klien, (9)
Ditatanan praktek tersedia sistem pengumpulan data yang dapat
memungkinkan diperoleh kembali bila diperlukan, dan (10)
Tersedianya
sarana dan lingkungan yang mendukung.
Kriteria proses yaitu; (1) Pengumpulan data dilakukan dengan
cara
wawancara, observasi, dan mempelajari data penunjang, serta
mempelajari
data lain, (2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang
terkait, tim
kesehatan, rekam medis, serta catatan lain, (3) Klien
berpartisipasi dalam
proses pengumpulan data, dan (4) Data yang dikumpulkan difokuskan
untuk
mengidentifikasi status kesehatan klien saat ini, status kesehatan
klien masa
lalu, status biologis (fisiologis), status psikologis (pola
koping), status
spiritual, status sosial kultural, respon terhadap terapi, harapan
tentang tingkat
kesehatan optimal, resiko masalah potensial.
Kriteria hasil adalah data dicatat dan dianalisis sesuai standar
dan
format yang ada, data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan
sesuai
kebutuhan klien.
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan
diagnosa
keperawatan. Rasional diagnosa keperawatan sebagai dasar
pengembangan
rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai
peningkatan,
pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan
klien.
Kriteria struktur yaitu; (1) Tatanan praktek memberi
kesempatan
kepada teman sejawat, klien untuk melakukan validasi diagnosa
keperawatan,
(2) Adanya mekanisme pertukaran informasi tentang hasil penelitian
dalam
menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, dan (3) Untuk
mengakses
sumber-sumber dan program pengembangan prfesional yang
terkait.
Kriteria proses meliputi; (1) Proses diagnosis terdiri dari
analisis,
interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan
diagnosa
keperawatan, (2) Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah
(P),
penyebab (E), gejala/ tanda (S) atau terdiri dari masalah dari
penyebab (PE),
(3) Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien, petugas
kesehatan lain
untuk menvalidasi diagnosa keperawatan, dan (4) Melakukan kaji
ulang dan
revisi diagnosa berdasarkan data terbaru.
Kriteria hasil meliputi; (1) Diagnosa keperawatan divalidasi oleh
klien
bila memungkinkan, (2) Diagnosis keperawatan yang dibuat diterima
oleh
teman sejawat sebagai diagnosisi yang relevan dan signifikan, dan
(3)
Diagnosis didokumentasikan untuk mempermudah perencanaan,
implementasi, evaluasi, dan penelitian.
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
Universitas Sumatera Utara
perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.
Kriteria stuktur yaitu; (1) Tatanan praktek menyediakan sarana
yang
dibutuhkan untuk mengembangkan perencanaan, dan (2) Adanya
mekanisme
pencatatan, sehingga dapat dikomunikasikan.
masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan, (2) Bekerja sama
dengan
klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, (3)
Perencanaan
bersifat individual sesuai kondisi dan kebutuhan klien, dan
(4)
mendokumentasikan rencana keperawatan.
keperawatan klien, (2) Perencanaan mencerminkan penyelesaian
terhadap
diagnosis keperawatan, (3) Perencanaan tertulis dengan format yang
singkat
dan mudah didapat, (4) Perencanaan menunjukkan bukti adanya
revisi
pencapaian tujuan.
dalam rencana asuhan keperawatan. Rasional perawat
mengimplementasikan
rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan
partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil
yang
diharapkan.
daya untuk pelaksanaan kegiatan, (2) Pola ketenagaan yang sesuai
dengan
kebutuhan, (3) Ada mekanisme untuk mengkaji dan merevisi pola
ketenagaan
Universitas Sumatera Utara
keperawatan, dan (5) Sistem konsultasi keperawatan.
Kriteria proses meliputi; (1) Bekerja sama dengan klien dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan, (2) Kolaborasi dengan profesi
lain untuk
meningkatkan status kesehatan klien, (3) Melakukan tindakan
keperawatan
untuk mengatasi masalah kesehatan klien, (4) Melakukan supervisi
terhadap
tenaga pelaksana keperawatan di bawah tanggung jawabnya, (5)
Menjadi
koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk mencapai
tujuan
kesehatan, dan (6) Menginformasikan kepada klien tentang status
kesehatan
dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada, memberikan pendidikan
kepada
klien dan keluarga mengenai konsep dan keterampilan asuhan diri
serta
membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakannya,
mengkaji
ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon
klien.
respon klien secara sistematik dan dengan mudah diperoleh kembali,
(2)
Tindakan keperawatan dapat diterima klien, dan (3) Ada bukti-bukti
terukur
tentang pencapaian tujuan.
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap
tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah
ditetapkan dan
merevisi data dasar dan perencanaan. Rasional: praktek
keperawatan
merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan
data
Universitas Sumatera Utara
keperawatan tergantung pada pengkajian yang berulang-ulang.
Kriteria struktur meliputi; (1) Tatanan praktek menyediakan
sarana
dan lingkungan yang mendukung terlaksananya proses evaluasi, (2)
Adanya
akses informasi yang dapat digunakan perawat dalam
penyempurnaan
perencanaan, dan (3) Adanya supervisi dan konsultasi untuk
membantu
perawat dalam evaluasi secara efektif dan mengembangkan
alternatif
perencanaan yang tepat.
dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah
pencapaian
tujuan, (3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat
dan
klien, (4) Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi
rencana
asuhan keperawatan, (5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan
memodifikasi perencanaan, dan (6) Melakukan supervisi dan
konsultasi.
Kriteria hasil dinilai dengan; (1) Adanya hasil revisi data,
diagnosis,
rencana tindakan berdasarkan evaluasi, (2) Klien berpartisipasi
dalam proses
evaluasi dan revisi rencana tindakan, (3) Hasil evaluasi digunakan
untuk
mengambil keputusan, dan (4) Evaluasi tindakan terdokumentasi
sedemikian
rupa yang menunjukkan kontribusi terhadap efektifitas tindakan
keperawatan
dan penelitian.
Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan
berbagai
permasalahan antara lain (Gillies, 1999):
Universitas Sumatera Utara
1) Pengaruh haloeffect
bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya
pegawai
yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi
dan
sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak
sesuai
dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah.
2) Pengaruh horn
tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kinerja diatas tingkat
rata-rata
sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari
penilaian
pelaksanaan kinerja tahunannya telah melakukan kesalahan
terhadap
perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima
penilaian
lebih rendah daripada sebelumnya.
Pada organisasi pelayanan kesehatan, sangat penting untuk
memiliki
instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional.
Proses evaluasi
kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya
manajemen untuk
meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2001).
Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi
perilaku
kerja atau kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi
dan variabel
psikologis. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja
yang pada
akhirnya berpengaruh p