HUBUNGAN MAKANAN CEPAT SAJI DAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA USIA 13-15 TAHUN
DI SLTP 1 KONAWE SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma IVKebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH
ICE ISRAWATI P00312016120
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN KENDARI
2017
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
HUBUNGAN MAKANAN CEPAT SAJI DAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA USIA 13-15 TAHUN
DI SLTP 1 KONAWE SELATAN
Diajukan Oleh:
ICE ISRAWATI P00312016120
Telah disetujui untuk dipertahankan dalam ujian skripsi dihadapan Tim
Penguji Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kendari Jurusan
Kebidanan.
Kendari, Desember 2017
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes Fitriyanti, SST, M.Keb Nip. 198004202001122001 Nip. 198007162001122001
Mengetahui Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari
Sultina Sarita, SKm, M.Kes Nip. 196806021992032003
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “hubungan makanan
cepat saji dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja
usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang
membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala
kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih
sebesar-besarnya terutama kepada Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes selaku
Pembimbing I dan Ibu Fitriyanti, SST, M.Keb selaku Pembimbing II yang
telah banyak membimbing sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Askrening, SKM. M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kendari.
2. Ibu Sultina Sarita, SKM, M.Kes sebagai Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kendari.
3. Bapak Ir. Sukanto Toding, MSP, MA sebagai Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
4. Bapak Alfred Rony Joe, S.Pd., M.Pd selaku Kepala Sekolah SLTP 1 Konawe
Selatan.
5. Ibu Feryani, S.Si.T, MPH selaku penguji I, Ibu Wd. Asma Isra, S.Si.T,
M.Kes selaku penguji II, Ibu Farmin, SST, M.Keb selaku penguji III
dalam skripsi ini.
vi
6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan.
7. Suamiku tercinta (bapak Abu Rizal) dan anakku ( Nizam dan Fahmi).
8. Seluruh teman-teman D-IV Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kendari, yang senantiasa memberikan bimbingan, dorongan,
pengorbanan, motivasi, kasih sayang serta doa yang tulus dan ikhlas
selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini serta sebagai bahan
pembelajaran dalam penyusunan skripsi selanjutnya.
Kendari, Desember 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………. iv
KATA PENGANTAR......................................................................... V
DAFTAR ISI...................................................................................... vii
ABSTRAK ………………………………………………………………. ix
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian.................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 8
A. Telaah Pustaka.......................................................................... 8
B. Landasan Teori.......................................................................... 34
C. Kerangka Teori.......................................................................... 36
D. Kerangka Konsep...................................................................... 37
E. Hipotesis Penelitian................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 38
A. Jenis Penelitian......................................................................... 38
B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 39
C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 39
D. Variabel Penelitian..................................................................... 39
E. Definisi Operasional.................................................................. 40
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian............................................ 40
G. Instrumen Penelitian.................................................................. 41
H. Alur Penelitian........................................................................... 42
I. Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 43
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 45
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 45
B. Pembahasan ............................................................................ 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 60
A. Kesimpulan .............................................................................. 60
B. Saran ....................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 61
LAMPIRAN
ix
ABSTRAK
HUBUNGAN MAKANAN CEPAT SAJI DAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA USIA 13-15 TAHUN
DI SLTP 1 KONAWE SELATAN
Ice Israwati1Kartinir2 Fitriyanti2
Latar belakang: Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan epidemi global, sehingga obesitas sudah menjadi problem kesehatan yang harus segera ditangani. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan makanan cepat saji dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan. Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan ialah analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan yang berjumlah 46 orang. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner mengenai makanan cepat saji, tingkat aktivitas fisik, kejadian obesitas. Data dianalisis dengan uji Chi Square. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan mengalami obesitas. Sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan sering mengkonsumsi makanan cepat saji. Sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan melakukan aktivitas fisik dalam kategori ringan. Ada hubungan makanan cepat saji dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan (p=0,004; X2=8,195). Ada hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan (p=0,001; X2=13,618).
Kata kunci : makanan cepat saji, tingkat aktivitas fisik, obesitas
1 Mahasiswa Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kendari
2 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obesitas merupakan salah satu masalah gizi pada remaja karena
perilaku gizi yang salah. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai macam
efek terhadap pertumbuhan, perkembangan, psikososial dan timbulnya
penyakit (Soetjiningsih, 2014). Kegemukan (obesitas) adalah dampak dari
konsumsi energi yang berlebihan dimana energi yang berlebihan tersebut
disimpan didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke
waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi, 2015). Menurut Hadi
(2015), saat ini diseluruh dunia terdapat peningkatan prevalensi
kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas hingga mencapai
tingkat yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju
seperti Eropa, USA, dan Australia telah mencapai tingkat epidemic,
demikian juga dinegara-negara berkembang. Bagi orang Amerika,
kegemukan saat ini sudah menjadi masalah serius. Banyak kematian
yang menimpa orang Amerika terkait dengan masalah berat badan. Saat
ini 50% orang dewasa di Amerika tergolong dalam kategori
overweight/obesitas (Khomsan, 2016). Di Indonesia jumlah penderita
obesitas remaja dewasa sudah mencapai angkat 18% (Siswono, 2015).
Kegemukan menjadi sesuatu yang harus diwaspadai karena
kegemukan yang berkelanjutan akan membawa berbagai penyakit
2
penyerta. Pada dasarnya kegemukan pada anak mungkin hanya akan
membawa dampak social-psikologis. Anak yang mengalami kegemukan
akan menarik diri dari pergaulan, kurang leluasa dalam melaksanakan
kegiatan fisik disekolah, dan akan semakin tenggelam dalam kebiasaan
makan dengan porsi besar. Namun, apabila kegemukan pada anak ini
tidak diatasi, mereka berpeluang besar untuk menjadi orang dewasa
dengan problem kegemukan (obesitas). Orang dewasa penderita
kegemukan akan rentan terhadap berbagai penyakit degenerative
yang membahayakan kesehatan dan nyawanya seperti penyakit
jantung koroner, stroke dan hipertensi (Khomsan, 2016).
Peningkatan prevalensi obesitas terjadi karena berkurangnya
aktivitas fisik dan perubahan pola makan (Musa, 2014). Gaya hidup
yang serba mudah dan santai yang membuat tubuh menjadi jarang
bergerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari.
Padahal dari makanan yang dikonsumsi, sebagian besarnya
seharusnya dibakar agar tidak menumpuk menjadi lemak.
Penumpukan lemak secara terus-menerus akan membuat ukuran tubuh
menjadi terus bertambah. (Dewi, 2015).
Selain aktivitas fisik, perubahan pola makan juga merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas pada remaja.
Remaja juga cenderung mengonsumsi fast-food dan soft-drink untuk
menciptakan citra diri yang modern dalam komunitasnya. Remaja usia
sekolah juga merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif rentan
3
terhadap iklan terutama iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya
iklan-iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola
konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya (Alfadilah,
2014). Makanan cepat saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang
dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana
(Lutfi, 2015).
Menurut Padmiari dalam Alfadilah (2014), hasil penelitiannya pada
tahun 2013 tentang ”makanan cepat saji dan risiko obesitas, ditemukan
sekitar 15,8% dari 154 anak usia SD di Kota Denpasar mengalami
Obesitas. Terdiri atas 9,7% laki-laki dan 3,9% perempuan, dan penelitian
lanjutan sempat dilakukan Padmiari di tahun 2004 terhadap 2.700 orang
dewasa ditemukan sebanyak 10,5% orang dewasa di Denpasar
mengalami obesitas akibat mengkonsumsi makanan cepat saji.
Pencegahan obesitas dapat dilakukan dengan pengaturan diet,
bukan mengurangi jumlah asupan makanan tetapi dengan mengatur
komposisi makanan menjadi menu sehat. Cara lain peningkatan aktivitas
fisik, misalnya dengan membatasi aktivitas pasif, seperti menonton
televisi atau bermain komputer dan playstations, mengubah pola hidup
(modifikasi perilaku) menjadi pola hidup sehat, baik dalam mengonsumsi
makanan maupun dalam beraktivitas. Perubahan tersebut sebaiknya
melibatkan seluruh keluarga, sehingga tidak dirasakan sebagai hukuman
atau pengucilan bagi si anak (Mita, 2015).
4
Survey data awal yang dilakukan pada di SLTP 1 Konawe Selatan
diperolah data dari 125 siswa kelas VII terdapat 38 siswa yang mengalami
obesitas. Hasil wawancara pada siswa sebanyak 10 orang, diperoleh hasil
bahwa terdapat 7 orang siswa sering mengkonsumsi makanan cepat saji
dan tidak tahu bahaya makan makanan cepat saji. Dari 10 orang siswa
terdapat 5 siswa yang jarang olah raga kecuali pada saat jam olah raga di
sekolah. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis tertarik melakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan makanan cepat saji dan tingkat
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di
SLTP 1 Konawe Selatan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian
adalah “Apakah ada hubungan makanan cepat saji dan tingkat
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun
di SLTP 1 Konawe Selatan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan makanan cepat saji dan tingkat
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15
tahun di SLTP 1 Konawe Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun
di SLTP 1 Konawe Selatan.
5
b. Mengetahui makanan cepat saji pada remaja usia 13-15 tahun
di SLTP 1 Konawe Selatan.
c. Mengetahui tingkat aktivitas fisik pada remaja usia 13-15
tahun di SLTP 1 Konawe Selatan.
d. Menganalisis hubungan makanan cepat saji dengan kejadian
obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe
Selatan.
e. Menganalisis hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe
Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Remaja
Untuk menambah wawasan remaja tentang bahaya obesitas,
makanan cepat saji dan kurangnya aktifitas fisik.
2. Manfaat Bagi Sekolah
Dapat mengetahui hubungan makanan cepat saji dan tingkat
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas sehingga sekolah dapat
melakukan kegiatan dalam rangka pencegahan kejadian obesitas
pada remaja.
3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.
6
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Widyantara dkk (2013) yang
berjudul kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food), aktivitas
fisik dan pengetahuan gizi dengan status gizi mahasiswa FK Unila.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Widyantara dkk adalah
jenis penelitian. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan
rancangan cross sectional, sedangkan penelitian Widyantara dkk
adalah deskriptif.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Obesitas
a. Definisi
Kegemukan (obesitas) ini dapat didefinisikan sebagai akumulasi
lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan.
Seseorang bisa dikatakan kelebihan berat badan bila Indeks Massa
Tubuh (IMT) lebih besar atau sama dengan 25 (Agtadwimawanti,
2012). Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Suryoprajoyo, 2014). Secara
umum dapat dikatakan bahwa kegemukan (obesitas) adalah dampak dari
konsumsi energy yang berlebihan, dimana energy yang berlebihan
tersebut disimpan di dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari
waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi, 2014).
Menurut Ginanjar (2014) Obesitas dapat dinilai melalui berbagai
metode atau tehnik pemeriksaan. Cara yang obyektif untuk mengukur
kelebihan berat badan adalah dengan menghitung BMI (Body Mass
Index) atau Indeks Massa Tubuh. Pengukuran BMI/IMT dilakukan dengan
cara membagi nilai berat badan (kg) dengan nilai kuadrat dari tinggi
badan (m).
8
Rumus :
BMI =
Keterangan :
BMI = Body Mass Index
B = Berat badan (kg) n
t = Tinggi badan (m)
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi Status Gizi Indeks Massa Tubuh (IMT)
(Kg/m2) Kurus (Underweight) <18,5 Normal 18,5-22,9 Gemuk (Overweight) ≥23 Resiko Obesitas (At Risk) 23-24,9 Obesitas I 25-29,9 Obesitas II ≥30 (Sumber : Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) 15 Mei 2004
dalam buku Tjokoprawiro, 2011)
b. Etiologi obesitas
Menurut Diarly (2015), terjadinya obesitas melibatkan
beberapa faktor yaitu faktor genetik, aktivitas fisik, pola makan,
faktor psikologi, jenis kelamin, tingkat sosial. Pendapat serupa
juga diungkapkan oleh Suryoprajoyo (2014), yang mengatakan
obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu genetik, lingkungan
(pola makan), psikis, kesehatan, perkembangan dan aktivitas
fisik.
9
c. Dampak obesitas
Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu
mendapatkan perhatian, sebab obesitas yang timbul pada
waktu anak dan remaja bila kemudian berlanjut hingga dewasa
akan sulit di atasi secara konvensional (diet dan olahraga). Selain
itu, obesitas pada remaja tidak hanya menjadi masalah
kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi
kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti pada remaja
(Virgianto dan Purwaningsih, 2016). Menurut Soetjiningsih
(2014), beberapa komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas
pada remaja adalah :
1) Gangguan pernafasan
2) Gangguan tidur
3) Gangguan kulit
4) Ortopedi
5) Hipertensi
6) Penyakir jantung koroner
7) Diabetes
8) Maturitas seksual lebih awal
9) Menstruasi tidak teratur
10) Sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan,
underventilasi dan ngantuk)
11) Gangguan psikologi
10
d. Penanganan Obesitas
Menurut Windasari (2015), tujuan dari terapi obesitas tak
lain untuk mencapai dan menjaga berat badan yang sehat.
Upaya untuk mencapai berat badan yang sehat dapat dilakukan
melalui perubahan pola makan (diet), peningkatan aktivitas fisik,
dan modifikasi perilaku. Dokter dapat meresepkan obat
antiobesitas atau merekomendasikan tindakan bedah untuk
membantu menurunkan berat badan. Namun semua itu
tergantung kepada kondisi tiap individu.
1) Perubahan Pola Makan dan Diet.
Inti dari perubahan pola makan ini adalah mengurangi
asupan kalori total. Caranya dengan lebih banyak
mengkonsumsi buah dan sayur, serta membatasi gula dan
lemak. Diet ekstrim tidak disarankan karena dapat
mengurangi nutrisi yang seharusnya diperlukan dalam
masa pertumbuhan remaja. Bicarakan dengan dokter atau
ahli gizi untuk mengetahui kebutuhan kalori anda.
2) Peningkatan Aktivitas Fisik.
Tujuan aktivitas fisik dalam penurunan berat badan adalah
membakar lebih banyak kalori. Banyaknya kalori yang
dibakar tergantung dari frekuensi, durasi, dan intensitas
latihan yang dilakukan.
3) Obat Anti Obesitas
11
Dokter dapat mempertimbangkan memberikan obat anti
obesitas jika:
a) Metode penurunan berat badan lainnya tidak berhasil.
b) Nilai BMI lebih dari 27 dan ada komplikasi medis dari
obesitas, seperti diabetes, peningkatan tekanan darah,
dan sleep apnea.
c) Nilai BMI lebih dari 30.
4) Tindakan Pembedahan.
Jika semua tindakan di atas tidak mampu menurunkan
berat badan, maka pembedahan dapat menjadi pilihan.
Operasi gastric bypass dapat dilakukan dengan cara
merubah anatomi sistem pencernaan untuk membatasi
jumlah makanan yang dimakan dan dicerna. Pembedahan
untuk menurunkan berat badan dapat dipertimbangkan jika:
a) Nilai BMI 40 atau lebih
b) Nilai BMI antara 35-39,9 dan terdapat risiko kesehatan
serius terkait obesitas, seperti diabetes atau peningkatan
tekanan darah.
2. Remaja
Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin
“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan
yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi
juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut
12
WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara
10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10
sampai 19 tahun. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai
oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni
antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa pematangan
organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.
Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa
dewasa (Widyastuti, dkk. 2015).
Menurut WHO (2013) dalam Syafiq, dkk (2015) menyebutkan
bahwa masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus
karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat
dewasa. Saat ini populasi remaja di dunia telah mencapai 1.200
juta jiwa atau sekitar 19 persen dari total populasi dunia. Periode
remaja merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik,
biokimia, dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth
spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan
berat badan (peak weight velocity). Kecepatan pertumbuhan TB
rata-rata mencapai 20 cm/tahun pada laki-laki dan 16 cm/tahun
pada perempuan. Demikian pula kecepatan pertumbuhan BB rata-
rata mencapai 20 Kg/tahun pada laki-laki dan 16 Kg/tahun pada
perempuan. Kecepatan pertumbuhan TB dan BB pada masa remaja
ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan TB dan
13
BB pada masa anak-anak (usia 2 sampai 10 tahun) yang rata-
rata hanya 5-6 cm/tahun dan 2-3 Kg/tahun (Wahlqvist, 2015).
Selain itu, pada masa remaja juga terdapat puncak pertumbuhan
masa tulang (peak bone mass/PBM) yang menyebabkan kebutuhan
gizi pada masa ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari pada fase
kehidupan lainnya (Almatsier, 2013).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas pada Remaja
a. Status Gizi Remaja (Genetik)
Status Gizi remaja di tinjau dari keturunan (genetik) atau
bawaan dari orang tua. Obesitas cenderung diturunkan, sehingga
diduga memiliki penyebab genetik. Kalau salah satu orang tua
yang obesitas maka anaknya mempunyai risiko 30%-40%
menjadi obesitas pada usia dewasa, sedangkan kalau kedua
orang tuanya obesitas maka risikonya meningkat menjadi 70-80%
(Soetjiningsih, 2014).
Hal serupa juga pernah dikemukakan oleh Hegarty (2016)
genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat
dan komposisi tubuh seseorang. Jika kedua orang tua mengalami
obesitas, kemungkinan bahwa anak-anak akan mengalami
obesitas sangat tinggi (75-80%). Jika salah satu orang tuanya
mengalami obesitas kemungkinan tersebut hanya 40%. Jika tidak
seorangpun dari orang tuanya mengalami obesitas, peluangnya
relative kecil (<10%). Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa
14
orang tua biologi dan anak-anak alamiah (kandung) cenderung
sama dalam berat badan, tetapi tidak demikian dengan anak-
anak yang diadopsinya.
b. Aktivitas Fisik
Beberapa pakar mempunyai pengertian tentang aktivitas
fisik, antara lain menurut (Almatsier, 2013) mengatakan bahwa
aktivitas fisik dapat didefinisikan sebagai gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Fathonah,
dkk (2016) menyatakan bahwa aktivitas dibagi menjadi dua
aktivitas fisik internal dan aktivitas eksternal, aktivitas fisik internal
yaitu suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-organ dalam
tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu aktivitas
yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan
seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi.
Aktifitas fisik remaja diukur sebagai pengeluaran kalori
(caloric cost), tetapi tidak selalu sesuai karena keuntungan dan
efek kesehatan aktivitas fisik melalui pengeluaran energi sebagai
contoh lari dengan suatu intensitas tertentu, sedangkan
pengeluaran energi rendah contohnya latihan peregangan tidak
berhubungan dengan besarnya pengeluaran kalori (Subardja,
2014). Ikut serta dalam tim olahraga di sekolah, bersepeda atau
mungkin berjalan kaki ke sekolah merupakan diantara cara untuk
membuat remaja tetap aktif. Mencuci mobil atau melakukan
15
pekerjaan rumah tangga juga dapat di hitung sebagai aktivitas fisik
(Windasari, 2015).
Di masa industri sekarang ini, dengan meningkatnya
mekanisme dan memudahkan transportasi, orang cenderung
kurang gerak, atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas
sehari-hari. Ditambah lagi dengan dampak kemajuan teknologi
menyebabkan anak-anak dan remaja cenderung menggemari
permainan yang kurang menggunakan energi, seperti menonton
televisi, play station, atau game di komputer. Selain itu, kebiasaan
menonton TV berjam-jam dengan menyediakan berbagai macam
cemilan menyebabkan kebiasaan makan yang tanpa disadari dapat
memicu terjadinya kenaikan berat badan. Aktivitas remaja dewasa
ini dapat diklasifikasikan yang rata-rata tidak jauh berbeda namun
dapat dikelompokkan menurut tingkatannya antara lain aktivitas
fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat (Agoes
2013).
16
Tabel 2.2
Pengeluaran Energi pada kegiatan remaja
Macam k.kal/ jam
Ringan : Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi,berdandan, berjalan lambat, bermain kartu dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa menggerakkan lengan.
80-160 k.kal ± 1-3 jam
Sedang : Bermain dengan mendorong benda, bermain pingpong, menyetrika, merawat tanaman, menjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, berjalan kecepatan sedang serta berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak menggerakkan lengan.
170-240 k.kal ± 4-6 jam
Berat : Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat-angkat benda berat, berlari, berenang, bermain tenis, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain sky, dansa, sepak bola, bermain bowling, golf, berkebun, bermain dengan banyak menggerakkan lengan.
>250 k.kal > 6 jam
(sumber : Agoes, 2013)
c. Konsumsi Fast Food
1) Definisi Fast Food
Fast food secara terbatas diartikan sebagai makanan siap
santap yang berasal dari Negara Barat. Umumnya fast food
disukai anak-anak, remaja, maupun orang dewasa karena
rasanya sesuai dengan selera dan harganya terjangkau.
Dalam arti luas, sebenarnya fast food mencakup juga segala
17
jenis makanan yang dapat disajikan secara cepat termasuk
makanan yang dijual direstoran Padang. Pangan di restoran
fast food tersusun dari berbagai jenis bahan yang
s ebenarnya sudah sangat d i kenal. Sumber karbohidrat
utamanya adalah nasi, kentang, dan terigu. Sementara itu,
sumber protein didominasi oleh daging (ayam dan sapi),
ikan, telur, dan susu (Khomsan, 2016).
2) Pola dan Frekuensi Konsumsi Fast Food
Menurut Baliwati, dkk (2014), pola makan atau pola
konsumsi pangan adalah susunan tertentu. Soegeng, dkk
(2014) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai
macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari
oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu. Pola makan remaja yang
perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis
makanan dan jumlah makanan.
Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang
melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan
utama maupun selingan. Frekuensi makan di katakan baik
bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama
atau 2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan
dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali
18
makan utama atau kurang. Jenis makanan yang dikonsumsi
oleh remaja dapat di kelompokkan menjadi 2 yaitu
makanan utama dan makanan selingan (Hudha, 2016).
Makan pagi merupakan hal penting bagi seseorang.
Ada dua manfaat kalau membiasakan sarapan pagi.
Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat
yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah,
sehingga gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik
sehingga berdampak positif terhadap prestasi belajar.
Kedua, sarapan pagi dapat memberikan kontribusi penting
akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein,
lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat untuk proses
fisiologis dalam tubuh. Tidak sarapan pagi menyebabkan
kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makan
terakhir yang masuk ke tubuh adalah makan malam pukul
19.00 wib (Khomsan, 2016).
Dengan membiasakan remaja untuk sarapan sebelum
memulai aktivitas sangatlah bermanfaat bagi remaja.
Walaupun kadang dianggap sepele, namun sesungguhnya
sarapan merupakan hal yang penting. Sarapan yang bergizi
akan memberi energi untuk menghadapi aktivitas sepanjang
hari. Selain itu, sarapan dapat mencegah remaja makan
berlebihan pada siang dan malam harinya (Nita, 2015).
19
Penelitian yang dilakukan terhadap 1800 wanita oleh City
University di New York menunjukkan bahwa waktu makan
tidak mempengaruhi kenaikan berat badan. Banyaknya kalori
yang di konsumsilah yang akan menentukan kenaikan atau
penurunan berat badan seseorang (Foster, 2015).
Frekuensi konsumsi fast food di kalangan remaja
perlu mendapat perhatian orang tua. Banyak fast food
yang mengandung tinggi kalori sehingga konsumsi yang
berlebihan akan menimbulkan masalah kegemukan, namun
konsumsi seminggu 1-2 kali mungkin masih dapat dianggap
wajar (Khomsan, 2016). Selain makanan utama dan makanan
selingan, minuman juga diperlukan untuk kebutuhan tubuh
guna membantu dalam proses metabolisme dalam tubuh
dan menghilangkan rasa haus. Minuman dalam hal ini
merupakan suatu cairan yang diperlukan oleh tubuh dalam
sehari sekitar 2 liter air. Cairan yang dimaksud berupa air
putih, minuman manis mapun cairan yang ada dalam
masakan. Minuman air putih atau sejenisnya dikonsumsi
setelah makanan utama dan mengiringi makanan selingan
minimal 5 kali atau lebih (Hudha, 2016).
3) Jenis Fast Food
Daging ayam pada restoran fast food berasal dari ayam
broiler. Daging unggas ini kini sering disebut white meat.
20
Sementara itu , daging sapi yang menjadi bagian dari menu
burger dimasukkan dalam kelompok red meat. Di negara-
negara Barat white meat dianggap lebih sehat karena
kolesterol dan lemak jenuhnya lebih rendah. Sedangkan
ikan direstoran fast food menjadi salah satu bagian menu
ketika kita memesan burger (fish fillet).
Kandungan gizi ikan berdampak preventif terhadap
penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner dan
stroke. Protein ikan memiliki komposisi dan kadar asam
amino esensial yang cukup. Berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa mutu protein ikan setingkat dengan
mutu protein daging, sedikit di bawah mutu protein telur,
dan diatas protein serealia dan kacang-kacangan (Khomsan,
2016).
Saat ini, pola makan masyarakat kita, terutama yang
tinggal di kota-kota besar telah mengalami pergeseran.
Mereka cenderung tidak mau mengkonsumsi makanan
tradisional seperti gado-gado yang kaya serat dan gizi serta
rendah kalorinya (Syamhudi, 2011). Fast food memenuhi
persyaratan bagi kehidupan modern karena cara
penyajiannya yang cepat sehingga orang-orang sibuk bisa
memesan fast food dan memakannya sambil berdiri atau
berjalan. Remaja juga bisa menikmati fast food di taman-
21
taman ditengah kota sambil beristirahat siang. Zaman
modern membawa perubahan besar dalam kehidupan
keluarga sebab istri-istri yang dahulu menjadi ibu rumah
tangga beralih fungsi menjadi wanita bekerja. Tidak sempat
lagi menyiapkan makanan untuk seluruh anggota keluarga
dan akhirnya menjadikan fast food sebagai salah satu pilihan
menu makanan (Khomsan, 2016).
Makanan-makanan cepat saji (fast food) yang
mengandung kadar lemak tinggi, contohnya pizza, burger,
nugget, ayam goreng, keripik kentang berkeju, cemilan-
cemilan lainnya seperti kentang goreng bermentega, permen,
biscuit, donat, sereal, es krim, minuman soda, milkshake,
minuman kopi dengan “float” krim, coklat, donat (Lestari,
2015). Bahan-bahan penyusun fast food terdiri dari
makanan bergizi seperti kentang, nasi, daging sapi, daging
ayam, dan sebagainya (Khomsan, 2016).
Menurut WHO, ada 10 jenis makanan sampah yang
perlu dikurangi, bahkan dihindari. Karena jika terus menerus
dikonsumsi akan mengakibatkan efek mengganggu
kesehatan. Makanan tersebut adalah gorengan, mie instan
dan makanan cepat saji, jeroan dan daging berlemak, asinan,
daging olahan (sosis, nugget, bakso, corned), makanan yang
22
dipanggang atau dibakar, sajian manis beku, manisan
kering, makanan kaleng, dan olahan keju.
Tabel. 2.3
Daftar Kandungan Kalori Fast Food
Jenis makanan Porsi Kalori Nasi Gurih (nasi uduk) 1 piring 389 kal Nasi goreng 1 piring 637 kal Dada ayam goreng KFC 1 potong 470 kal Sate ayam 10 tusuk 365 kal Satai Kambing 3 tusuk 353 kal Bihun Goreng 1 piring 521 kal Mie Instant 1 bungkus 330 kal Mie bakso 1 piring 400 kal Siomay 1 porsi 162 kal Burger keju 1 buah 425 kal Pizza hut 1 potong 510 kal Kentang goreng 1 porsi 405 kal
Selain air putih, soft drink merupakan salah satu
minuman favorit remaja. Padahal soft drik bisa menaikkan
berat badan dan membuat orang gemuk. Minum soda
sesekali saja memang tidak masalah, namun yang terjadi
efek kecanduan pada soda membuat orang ketagihan
meminumnya hingga akhirnya dampak buruk yang
didapatkan. Orang yang sudah kecanduan hampir tiap hari
minum soda bahkan sehari bisa beberapa kali. Hal ini
karena soda mengandung kadar gula yang tinggi (Aifen,
2011). Di restoran fast food produk olahan susu yang
popular adalah es krim. Es krim umumnya mengandung
23
protein setara dengan susu, hanya saja kalorinya lebih
tinggi (Khomsan, 2016).
24
B. Landasan Teori
Kegemukan (obesitas) ini dapat didefinisikan sebagai akumulasi
lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan.
Seseorang bisa dikatakan kelebihan berat badan bila Indeks Massa
Tubuh (IMT) lebih besar atau sama dengan 25 (Agtadwimawanti,
2012). Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Suryoprajoyo, 2014). Menurut
Diarly (2015), terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu faktor
genetik, aktivitas fisik, pola makan, faktor psikologi, Jenis kelamin,
tingkat sosial. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Suryoprajoyo
(2014), yang mengatakan obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu
genetik, lingkungan (pola makan), psikis, kesehatan, perkembangan dan
aktivitas fisik.
Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu mendapatkan
perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja
bila kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit di atasi secara
konvensional (diet dan olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak
hanya menjadi masalah kesehatan di kemudian hari, tetapi juga
membawa masalah bagi kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti
pada remaja (Virgianto dan Purwaningsih, 2016). Menurut Soetjiningsih
(2014), beberapa komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas pada
remaja adalah gangguan pernafasan, gangguan tidur, gangguan kulit,
ortopedi, hipertensi, penyakir jantung koroner, diabetes, maturitas
25
seksual lebih awal, menstruasi tidak teratur, sindroma Pickwickian
(obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk),
gangguan psikologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas pada
Remaja yaitu genetik, aktivitas fisik, pola makan, psikologi, jenis
kelamin, tingkat sosial (Soetjiningsih, 2014).
26
C. Kerangka Teori
a. Genetik b. Aktivitas fisik c. Pola makan d. Psikologi e. Jenis kelamin f. Tingkat sosial
Obesitas
Gambar 1. Kerangka teori dimodifikasi dari Suryoprajoyo (2014); Diarly (2015); Soetjiningsih (2014)
Asupan Gizi
27
D. Kerangka konsep
Keterangan
Variabel bebas: makanan cepat saji, tingkat aktivitas fisik
Variable terikat: obesitas
E. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan makanan cepat saji dengan kejadian obesitas pada
remaja di SLTP 1 Konawe Selatan.
2. Ada hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
remaja di SLTP 1 Konawe Selatan.
Makanan cepat saji
Obesitas
Tingkat aktivitas fisik
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah analitik, yaitu jenis penelitian untuk
mengetahui hubungan antara faktor risiko dan kejadian penyakit.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional Study,
yaitu rancangan penelitian yang dilakukan pada satu waktu bersamaan
antara variavel bebas dan terikat (Nursalam, 2013).
Gambar 3. Skema Rancangan Cross Sectional
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLTP 1 Konawe Selatan pada bulan
Agustus tahun 2017.
Remaja Putri
Makanan cepat saji
Tingkat aktivitas fisik
Obesitas Tidak obesitas
Obesitas Tidak obesitas
29
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII di
SLTP 1 Konawe Selatan yang berjumlah 125 siswa.
2. Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas VII. Pengambilan
sampel dilakukan menggunakan stratified random sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan kelas (tingkat) (Satroasmoro,
2015), dengan rumus besar sampling yaitu
Keterangan :
n : besarnya sampel
N : populasi
d : tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,05%)
Z : derajat kemaknaan dengan nilai (1,96)
p : perkiraan populasi yang diteliti (0,05)
q : proporsi populasi yang tidak di hitung (1-p)
(Notoatmodjo, 2012)
30
Jadi total jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 46 siswa. Dari
sampel 46 orang maka untuk menentukan sampel tiap kelas
menggunakan rumus sebagai berikut :
nxN
Nini
Keterangan :
ni : besar sampel yang diambil berdasarkan strata
N1 : besar populasi yang diteliti berdasarkan strata
N : besar populasi
n : besar sampel yang diambil
Dari jumlah populasi sebanyak 125 orang, maka sampel
penelitian tiap kelas sebagai berikut :
orangxn 946125
25
1
orangxn 946125
25
2
orangxn 946125
25
3
orangxn 946125
25
4
orangxn 946125
25
5
Jadi sampel untuk kelas VII diambil sebanyak 46 orang.
Sampel Kelas VII A sebanyak 9 siswa
Sampel Kelas VII B sebanyak 9 siswa
Sampel Kelas VII C sebanyak 9 siswa
Sampel Kelas VII D sebanyak 9 siswa
Sampel Kelas VII E sebanyak 10 siswa
31
D. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (dependent) yaitu obesitas.
2. Variabel bebas (independent) yaitu makanan cepat saji, tingkat
aktivitas fisik.
E. Definisi Operasional
1. Obesitas adalah Kelebihan berat badan yang terjadi pada remaja
diukur dengan IMT. Skala ukur adalah ordinal.
Kriteria objektif
a. Tidak obesitas: bila IMT 18,5-24,9
b. Obesitas: bila IMT ≥25
2. Makanan cepat saji adalah frekuensi konsumsi makanan cepat
saji. Skala ukur adalah ordinal.
Kriteria objektif
a. Sering : 3-4x/Minggu
b. Jarang : 1-2x/Minggu
c. Tidak Pernah : tidak pernah di konsumsi/mingggu
3. Tingkat aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan remaja
setiap harinya. Skala ukur adalah ordinal.
Kriteria objektif
a. Aktifitas Berat: bila jawaban pada skor 76-100%
b. Aktivitas Sedang: bila jawaban pada skor 56-75%
c. Aktivitas Ringan: bila jawaban pada skor 0-55%
32
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data adalah data primer. Data diperoleh dari kuesioner tentang
makanan cepat saji, tingkat aktivitas fisik dan lembar ceklis obesitas.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
tentang makanan cepat saji, tingkat aktivitas fisik dan lembar ceklis
obesitas.
1. Obesitas diukur dengan menggunakan pengukuran antropometri
berdasarkan data yang diperoleh dengan menimbang Berat
Badan (BB) dan mengukur Tinggi Badan (TB). Selanjutnya
dikelompokkan sebagai berikut
a. Obesitas : IMT ≥25
b. Tidak obesitas : IMT <25
2. Aktivitas fisik diukur dengan cara membuat pertanyaan
terstruktur dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari
pertanyaan tentang aktifitas fisik sebanyak 15 soal, yang
meliputi 5 pertanyaan aktivitas ringan, 5 pertanyaan aktivitas
sedang dan 5 pertanyaan aktivitas berat. Setiap alternatif
jawaban “Ada” diberi nilai 2, dan jawaban “Tidak” diberi nilai 1.
Skor tertinggi adalah 30 dan skor terendah adalah 0. Untuk
menentukan kategori setiap responden yaitu dengan cara
membagi antara jumlah nilai responden dengan skor tertinggi
33
(30) dan dikalikan dengan 100%. Selanjutnya aktivitas fisik
dibagi menjadi:
a. Aktivitas Fisik Berat, bila n = 76-100%
b. Aktivitas Fisik Sedang, bila n = 56-75%
c. Aktivitas Fisik Ringan, bila n = 0-55%
3. Makanan cepat saji diukur dengan menggunakan Food
Frequency Quetionnairer (FFQ), selanjutnya dikategorikan
sebagai berikut :
a. Sering : 3-4x/Minggu
b. Jarang : 1-2x/Minggu
c. Tidak Pernah : tidak pernah di konsumsi/mingggu
H. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpul, diolah dengan cara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang
telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang dalam
pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.
2. Coding
Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode angka sesuai
dengan petunjuk.
34
3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta
pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam bentuk
tabel distribusi.
b. Analisis data
1. Univariat
Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan
uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
f : variabel yang diteliti
n : jumlah sampel penelitian
K: konstanta (100%)
X : Persentase hasil yang dicapai
2. Bivariat
Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent
variable dan dependent variable. Uji statistik yang digunakan
adalah Chi-Square untuk menguji hubungan antara 2
variabel. Adapun rumus yang digunakan untuk Chi-Square
adalah :
X2 =
fe
fefo 2
Kxn
fX
35
Keterangan :
Σ : Jumlah
X2 : Statistik Shi-Square hitung
fo : Nilai frekuensi yang diobservasi
fe : Nilai frekuensi yang diharapkan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa
adalah ada hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada
hubungan jika p value > 0,05 atau X2 hitung ≥ X2 tabel maka
H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan dan X2
hitung < X2 tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti
tidak ada hubungan.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SLTP 1 Konawe Selatan, merupakan salah satu Sekolah lanjutan
pertama di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara,
Indonesia. Yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi No.9, Kec.
Ranomeeto, Kab. Konawe Selatan Telp: 04013195062. Sama dengan
SLTP pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SLTP 1
Konawe Selatan ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari
Kelas VII sampai Kelas IX. Didirikan tahun 1966. Pada tahun 2007,
sekolah ini menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
sebelumnya dengan KBK. DAN pada tahun 2014 ini sudah menerapkan
kurikulum 2013.
Luas tanah 8040 m2. Jumlah tenaga pengajar di SLTP 1 Konawe
Selatan dengan jumlah guru 43 orang. Jumlah siswa sebanyak 714 siswa.
Tabel 1 Prasarana belajar, Penunjang dan Kantor di SLTP 1 Konawe Selatan
Jenis Ruangan Jumlah Kelas 27 Laboratorium IPA
a. Lab Fisika b. Lab Kimia c. Lab Biologi d. Lab Komputer e. Lab Bahasa
1 1 1 1 1
37
Fasilitas Olah Raga a. Lapangan Basket b. Lapangan Bulu Tangkis c. Lapangan Volly
1 1 1
Perpustakaan 1 Aula serba guna 1 Ruang BK 1 Ruang OSIS 1 Ruang UKS/PMR 1 Kantin 1 WC Siswa 18 Asrama siswa 1 Masjid 1 Tempat parkir 2 Kantor 1 WC Guru/Karyawan 7
2. Analisis Univariabel
Penelitian tentang hubungan makanan cepat saji dan tingkat
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di
SLTP 1 Konawe Selatan telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2017.
Sampel penelitian adalah siswa kelas VII di SLTP 1 Konawe Selatan yang
berjumlah sebanyak 46 siswa. Setelah data terkumpul, maka data diolah
dan dianalisis. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
beserta keterangan penjelasan dari isi tabel. Hasil penelitian terdiri dari
analisis univariabel dan bivariabel.
Analisis univariabel adalah analisis setiap variabel untuk
memperoleh gambaran setiap variabel dalam bentuk distribusi frekuensi.
Variabel yang dianalisis pada analisis univariabel adalah makanan cepat
saji, tingkat aktivitas fisik dan obesitas. Hasil analisis univariabel sebagai
berikut:
38
a. Kejadian Obesitas Pada Remaja Usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan
Obesitas adalah kelebihan berat badan yang terjadi pada remaja
diukur dengan IMT. Kejadian obesitas dalam penelitian ini dibagi menjadi
2 yaitu obesitas dan tidak obesitas. Hasil analisis data dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2 Distribusi Kejadian Obesitas Pada Remaja Usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan
Kejadian Obesitas Jumlah
n % Obesitas 27 58,7 Tidak obesitas 19 41,3 Total 46 100
Sumber: Data Primer
Data yang diperoleh pada tabel 2 yaitu sebagian besar remaja di
SLTP 1 Konawe Selatan mengalami obesitas sebanyak 27 orang (58,7%).
b. Makanan Cepat Saji Pada Remaja Usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan
Makanan cepat saji adalah frekuensi konsumsi makanan cepat
saji. Makanan cepat saji dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu
sering, jarang dan tidak pernah. Hasil analisis univariabel mengenai
makanan cepat saji di SLTP 1 Konawe Selatan dapat dilihat pada tabel 3.
39
Tabel 3 Distribusi Makanan Cepat Saji Pada Remaja Usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan
Makanan Cepat Saji Jumlah
n % Sering 26 56,5 Jarang 20 43,5 Tidak pernah 0 0 Total 46 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa terdapat 26 remaja
(56,5%) yang sering mengkonsumsi makanan cepat saji, 20 orang
(43,5%) yang jarang mengkonsumsi makanan cepat saji sehingga dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan
sering mengkonsumsi makanan cepat saji.
c. Tingkat Aktivitas Fisik Pada Remaja Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1
Konawe Selatan
Tingkat aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan remaja
setiap harinya. Tingkat aktivitas fisik dibagi dalam tiga kategori yaitu
ringan, sedang, berat. Setelah dilakukan penelitian dan pengolahan data
diperoleh hasil bahwa dari 46 remaja, terdapat 23 orang (50,0%) remaja
dengan tingkat aktivitas fisik ringan, 16 orang (34,8%) remaja dengan
tingkat aktivitas fisik sedang dan 7 orang (15,2%) remaja dengan tingkat
aktivitas fisik berat. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.
40
Tabel 4 Distribusi Tingkat Aktivitas Fisik Pada Remaja Usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan
Tingkat Aktivitas Fisik Jumlah
n % Ringan 23 50,0 Sedang 16 34,8 Berat 7 15,2 Total 46 100
Sumber: Data Primer
Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagian besar remaja di SLTP
1 Konawe Selatan melakukan aktivitas fisik dalam kategori ringan.
3. Analisis Bivariabel
Analisis bivariabel adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis
hubungan dua variabel. Analisis bivariabel bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji
yang digunakan adalah Uji Kai Kuadrat atau Chi Square. Analisis
bivariabel pada penelitian ini yaitu analisis hubungan makanan cepat saji
dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-
15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan.
a. Hubungan Makanan Cepat Saji Dengan Kejadian Obesitas Pada
Remaja Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1 Konawe Selatan
Tabel 5 Hubungan Makanan Cepat Saji Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja
Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1 Konawe Selatan
Makanan Cepat Saji
Kejadian Obesitas X2
(p-value) Obesitas Tidak obesitas n % n %
Sering 20 43,5 6 13,0 8,195 (0,004) Jarang 7 15,2 13 28,3
Sumber: Data Primer
p<0,05, X2tabel: 3,84
41
Pada tabel 5 terlihat bahwa dari 27 remaja terdapat 20 orang
(43,5%) remaja yang sering mengkonsumsi makanan cepat saji dan 7
orang (15,2%) remaja yang jarang mengkonsumsi makanan cepat saji.
Dari 19 remaja terdapat 6 orang (13,0%) remaja yang sering
mengkonsumsi makanan cepat saji dan 13 orang (28,3%) remaja yang
jarang mengkonsumsi makanan cepat saji. Berdasarkan nilai p-value dan
Chi Square diperoleh hasil bahwa ada hubungan makanan cepat saji
dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan (p=0,004; X2=8,195).
b. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas
Pada Remaja Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1 Konawe Selatan
Tabel 6 Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja
Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1 Konawe Selatan
Tingkat Aktivitas Fisik
Kejadian Obesitas X2
(p-value) Obesitas Tidak obesitas n % n %
Ringan 18 39,1 5 10,9 13,618 (0,001) Sedang 9 19,6 7 15,2 Berat 0 0 7 15,2
Sumber: Data Primer
p<0,05, X2tabel: 3,84
Pada tabel 6 terlihat bahwa dari 27 remaja terdapat 18 orang
(39,1%) remaja dengan tingkat aktivitas fisik ringan dan 9 orang (19,6%)
remaja dengan tingkat aktivitas fisik sedang. Dari 19 remaja terdapat 5
orang (10,9%) remaja dengan tingkat aktivitas fisik ringan, 7 orang
(15,2%) remaja dengan tingkat aktivitas fisik sedang dan 7 orang (15,2%)
42
remaja dengan tingkat aktivitas fisik. Berdasarkan nilai p-value dan Chi
Square diperoleh hasil bahwa ada hubungan tingkat aktivitas fisik dengan
kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe
Selatan (p=0,001; X2=13,618).
B. Pembahasan
Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, maka hasil
penelitian menyatakan bahwa ada ada hubungan makanan cepat saji dan
tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15
tahun di SLTP 1 Konawe Selatan.
1. Hubungan Makanan Cepat Saji Dengan Kejadian Obesitas Pada
Remaja Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1 Konawe Selatan
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan makanan cepat
saji dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan (p=0,004; X2=8,195). Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian Alfadilah (2014), hasil penelitiannya pada tahun 2013
tentang ”makanan cepat saji dan risiko obesitas, ditemukan sekitar
15,8% dari 154 anak usia SD di Kota Denpasar mengalami Obesitas.
Terdiri atas 9,7% laki-laki dan 3,9% perempuan, dan penelitian lanjutan
sempat dilakukan Padmiari di tahun 2004 terhadap 2.700 orang dewasa
ditemukan sebanyak 10,5% orang dewasa di Denpasar mengalami
obesitas akibat mengkonsumsi makanan cepat saji. Demikian pula hasi
penelitian Widyantara dkk (2013) yang berjudul kebiasaan makan
makanan cepat saji (fast food), aktivitas fisik dan pengetahuan gizi dengan
43
status gizi mahasiswa FK Unila bahwa kebiasaan makan makanan saji
berisiko mengalami obesitas.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan (obesitas)
adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi
yang berlebihan tersebut disimpan didalam tubuh sebagai lemak,
sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat
(Muchtadi, 2015). Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah
merupakan epidemi global, sehingga obesitas sudah menjadi problem
kesehatan yang harus segera ditangani (Hidayati dkk, 2016). Menurut
Hadi (2015), saat ini diseluruh dunia terdapat peningkatan prevalensi
kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas hingga mencapai
tingkat yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju
seperti Eropa, USA, dan Australia telah mencapai tingkat epidemic,
demikian juga dinegara-negara berkembang. Bagi orang Amerika,
kegemukan saat ini sudah menjadi masalah serius. Banyak kematian
yang menimpa orang Amerika terkait dengan masalah berat badan. Saat
ini 50% orang dewasa di Amerika tergolong dalam kategori
overweight/obesitas (Khomsan, 2016).
Indonesia sedang menghadapi kemungkinan meledaknya
penderita obesitas. Menurut Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia
PERSAGI), Herdinsyah, saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia
untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18% (Siswono,
44
2015). Penelitian di Semarang pada tahun 2004 memperlihatkan bahwa
prevalensi overweight pada anak adalah 9,1% sedangkan obesitasnya
10,6% (Musa, 2014).
Kegemukan menjadi sesuatu yang harus diwaspadai karena
kegemukan yang berkelanjutan akan membawa berbagai penyakit
penyerta. Pada dasarnya kegemukan pada anak mungkin hanya akan
membawa dampak social-psikologis. Anak yang mengalami kegemukan
akan menarik diri dari pergaulan, kurang leluasa dalam melaksanakan
kegiatan fisik disekolah, dan akan semakin tenggelam dalam kebiasaan
makan dengan porsi besar. Namun, apabila kegemukan pada anak ini
tidak diatasi, mereka berpeluang besar untuk menjadi orang dewasa
dengan problem kegemukan (obesitas).
Orang dewasa penderita kegemukan akan rentan terhadap
berbagai penyakit degenerative yang membahayakan kesehatan dan
nyawanya seperti penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi
(Khomsan, 2016). Dari berbagai penelitian dapat dibuktikan bahwa
obesitas dapat meningkatkan resiko timbulnya berbagai macam
penyakit seperti kencing manis, penyakit kantung empedu, penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi. Disamping itu, obesitas juga faktor
penyulit pada penyakit saluran nafas, mempersulit kehamilan dan
akhirnya, serta dapat memperpendek harapan hidup seseorang
(Diarly, 2015).
45
Peningkatan prevalensi obesitas terjadi karena berkurangnya
aktivitas fisik dan perubahan pola makan. Aktivitas fisik merupakan kunci
utama keseimbangan energi yang menyumbang pengeluaran energi
(Musa, 2014). Gaya hidup yang serba mudah dan santai yang membuat
tubuh menjadi jarang bergerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk
aktivitas sehari-hari. Padahal dari makanan yang dikonsumsi, sebagian
besarnya seharusnya dibakar agar tidak menumpuk menjadi lemak.
Penumpukan lemak secara terus-menerus akan membuat ukuran tubuh
menjadi terus bertambah. Ini tentu saja akan menambah pundi-pundi
lemak di bawah kulit (Dewi, 2015).
Begitu juga dengan perubahan pola makan yang menyebabkan
remaja obesitas. Faktor yang sering ditemukan sehingga terjadinya
perubahan pola makan yang menyebabkan asupan energi melebihi
kebutuhan adalah gangguan emosional dan juga riwayat kebiasaan
makan serta frekuensi asupan makanan berkalori tinggi yang perlu digali
dari orangtua remaja obesitas (Soetjiningsih, 2014). Selain itu, remaja
juga cenderung mengonsumsi fast-food dan soft-drink untuk menciptakan
citra diri yang modern dalam komunitasnya. Remaja usia sekolah juga
merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif rentan terhadap iklan
terutama iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya iklan-iklan
produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi
atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya (Alfadilah, 2014).
46
Siswa termasuk golongan remaja yang rentan terhadap gizi.
Makan pagi (sarapan) adalah hal yang banyak orang lupakan, khususnya
mahasiswa. Sehingga seseorang baru mulai makan pada siang hari.
Hal tersebut banyak terjadi dikarenakan jadwal kuliah atau aktivitas
laboratorium yang cukup pagi, telat bagun tidur (kesiangan), malas untuk
sarapan, dan lain-lain. Remaja yang memiliki aktivitas seperti ini lebih
memilih makanan cepat saji karena kelebihan yaitu penyajian cepat
sehingga hemat waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja,
tempat saji dan penyajian yang higienis, dianggap makanan bergengsi,
makanan modern, juga makanan gaul bagi anak muda. Makanan cepat
saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah
disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana (Lutfi, 2015).
2. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas
Pada Remaja Usia 13-15 Tahun Di SLTP 1 Konawe Selatan
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan tingkat aktivitas
fisik dengan kejadian obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1
Konawe Selatan (p=0,001; X2=13,618). Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian Widyantara dkk (2013) yang berjudul kebiasaan makan
makanan cepat saji (fast food), aktivitas fisik dan pengetahuan gizi dengan
status gizi mahasiswa FK Unila bahwa tingkat aktivitas fisik ringan berisiko
mengalami obesitas.
47
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Suryoprajoyo, 2014). Secara
umum dapat dikatakan bahwa kegemukan (obesitas) adalah dampak dari
konsumsi energy yang berlebihan, dimana energy yang berlebihan
tersebut disimpan di dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari
waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi, 2014).
Menurut Diarly (2015), terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor
yaitu faktor genetik, aktivitas fisik, pola makan, faktor psikologi, jenis
kelamin, tingkat sosial. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh
Suryoprajoyo (2014), yang mengatakan obesitas melibatkan beberapa
faktor yaitu genetik, lingkungan (pola makan), psikis, kesehatan,
perkembangan dan aktivitas fisik.
Beberapa pakar mempunyai pengertian tentang aktivitas fisik,
antara lain menurut (Almatsier, 2013) mengatakan bahwa aktivitas fisik
dapat didefinisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot
tubuh dan sistem penunjangnya. Fathonah, dkk (2016) menyatakan
bahwa aktivitas dibagi menjadi dua aktivitas fisik internal dan aktivitas
eksternal, aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas dimana proses
bekerjanya organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas
eksternal yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota
tubuh yang dilakukan seseorang selama 24 jam serta banyak
mengeluarkan energi.
48
Aktifitas fisik remaja diukur sebagai pengeluaran kalori (caloric
cost), tetapi tidak selalu sesuai karena keuntungan dan efek kesehatan
aktivitas fisik melalui pengeluaran energi sebagai contoh lari dengan
suatu intensitas tertentu, sedangkan pengeluaran energi rendah
contohnya latihan peregangan tidak berhubungan dengan besarnya
pengeluaran kalori (Subardja, 2014). Ikut serta dalam tim olahraga di
sekolah, bersepeda atau mungkin berjalan kaki ke sekolah merupakan
diantara cara untuk membuat remaja tetap aktif. Mencuci mobil atau
melakukan pekerjaan rumah tangga juga dapat di hitung sebagai aktivitas
fisik (Windasari, 2015).
Di masa industri sekarang ini, dengan meningkatnya
mekanisme dan memudahkan transportasi, orang cenderung kurang
gerak, atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari.
Ditambah lagi dengan dampak kemajuan teknologi menyebabkan anak-
anak dan remaja cenderung menggemari permainan yang kurang
menggunakan energi, seperti menonton televisi, play station, atau game
di komputer. Selain itu, kebiasaan menonton TV berjam-jam dengan
menyediakan berbagai macam cemilan menyebabkan kebiasaan makan
yang tanpa disadari dapat memicu terjadinya kenaikan berat badan.
Aktivitas remaja dewasa ini dapat diklasifikasikan yang rata-rata tidak
jauh berbeda namun dapat dikelompokkan menurut tingkatannya
antara lain aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik
berat (Agoes 2013).
49
Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu mendapatkan
perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja
bila kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit di atasi secara
konvensional (diet dan olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak
hanya menjadi masalah kesehatan di kemudian hari, tetapi juga
membawa masalah bagi kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti
pada remaja (Virgianto dan Purwaningsih, 2016). Menurut Soetjiningsih
(2014), beberapa komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas pada
remaja adalah gangguan pernafasan, gangguan tidur, gangguan kulit,
ortopedi, hipertensi, penyakir jantung coroner, diabetes, maturitas
seksual lebih awal, menstruasi tidak teratur, sindroma Pickwickian
(obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk),
gangguan psikologi.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan mengalami
obesitas.
2. Sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan sering
mengkonsumsi makanan cepat saji.
3. Sebagian besar remaja di SLTP 1 Konawe Selatan melakukan
aktivitas fisik dalam kategori ringan.
4. Ada hubungan makanan cepat saji dengan kejadian obesitas pada
remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan.
5. Ada hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas
pada remaja usia 13-15 tahun di SLTP 1 Konawe Selatan.
B. Saran
1. Petugas kesehatan khususnya di Puskesmas diharapkan selalu
menginformasikan kepada remaja di SLTP tentang bahaya
obesitas, makanan cepat saji dan kurang aktivitas.
2. Remaja diharapkan selalu mencari informasi tentang obesitas dan
bahaya makanan cepat saji serta bahaya kurangnya aktivitas fisik.
51
DAFTAR PUSTAKA Agoes, D. (2013) Mencegah dan Mengatasi Kegemukan pada Balita.
Jakarta: Penerbit Puspa Swara. Agtadwimawanti, N. (2012) Fakta Tentang Obesitas Dan Kegemukan.
Dikutip dari http://intisari-online.com/read (diakses 28 Maret 2017)
Alfadillah. (2014) Fast Food Bagi Kehidupan Masyarakat. Dikutip dari
http://wans84.wordpress.com (diakses 28 Maret 2017). Almatsier, S. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama. Baliwati, dkk. (2014) Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit
Swadaya. Dewi, L. (2015). Pola Makan Sehat dan Gaya Hidup yang Benar. Dikutip
dari http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com (diakses 28 Maret 2017)
Diarly, M. (2015) Obesitas Sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyakit.
Jakarta: Penerbit Pustaka Obor Populer. Fathonah, S. (2016) Prevalensi Gizi Lebih pada Anak-anak SMA
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Semarang : IKIP Foster, H. (2015) Diet Bebas Lapar Resep Langsing Dengan
Makan 6 Kali Sehari. Jakarta: Erlangga. Ginanjar, GW. (2014) Obesitas Pada Anak. Jakarta: PT. Mizan Publika Hadi, H. (2015). Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya
Terhadap Kebijakan pembangunan Kesehatan Nasional. Yogyakarta: UGM.
Hegarty, V. (2016). Nutrition, Food and Environment. USA: Eagon Press.
Hidayati, dkk. (2016). Obesitas Pada Anak. Dikutip dari
http://www.pediatrik.com (diakses 28 Maret 2017)
52
Hudha, L.A. (2016) Hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan Obesitas pada Remaja Kelas II SMP Theresianan I Yayasan Bernadus Semarang. Semarang: PKK Pendidikan Tata Boga SI Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi. Dikutip dari http://www.dik.undip.ac.id. (diakses 28 Maret 2017)
Khomsan, A. (2016) Solusi Makanan Sehat. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada Lutfi, S. (2015) Makan Teratur Mahasiswa Tingkat Akhir. Dikutip dari
http://lutfiblurry. blogspot.com (diakses 28 Maret 2017) Mita. (2015). Mencegah Obesitas. Dikutip dari
http://mita.blog.unair.ac.id. (diakses 28 Maret 2017) Muchtadi, D. (2015) Pencegahan Gizi Lebih dan Penyakit Kronis Melalui
Perbaikan Pola konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Musa. (2014) Faktor Risiko Obesitas Pada Remaja. Dikutip dari
http://www.dik.undip.ac.id (diakses 28 Maret 2017) Nita. (2015) Atasi Segera Obesitas pada Remaja. Dikutip dari
http://www.medicastore.com (diakses 28 Maret 2017) Notoatmodjo, S. (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka cipta.
Nursalam. (2013) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Rutoto. S. (2007). Pengantar Metodologi Penelitian. FKIP: Universitas
Muria Kudus. Saleh. R. (2010). Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Remaja SMA
Negeri 2 Dan SMA Negeri 3 Di Kota Pekalongan Tahun 2010. Semarang: FKM UP.
Siswono. ( 2015) Obesitas Ajang Reuni Penyakit. Jakarta: Q-press. Soegeng, (2014) Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya Subardja, D. (2014) Obesitas Primer pada Anak. Bandung: PT. Kiblat
Buku Utama.
53
Soetjiningsih, (2014) ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Sulistyoningsih, H. (2011) Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Suryoprajoyo, N. (2014) Kupas Tuntas Kesehatan Remaja dari A-Z.
Jogyakarta: PT.Diglossia Printika. Syamhudi. (2011). Perubahan Pola Makan Timbulkan Berbagai
Penyakit yang Berdampak Kematian. Dikutip dari http://www.mediaprofesi.com (diakses 28 Maret 2017)
Tjokoprawiro, A. (2011). Panduan Lengkap Pola Makan Untuk
Penderita Diabetes. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Virgianto. G dan Purwaningsih. E. (2016) Konsumsi Fast Food Sebagai
Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada Remaja. Dikutip dari http://www.m3undip.org/ (diakses 28 Maret 2017)
Wahlqvist, M. (2015). Food and Nutrition in Austrasia. Sidney: Allen &
Unwin Widyastuti, (2015) Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya. Windasari, E. (2015) Cermin Dunia Kebidanan. Dikutip dari
http://ekaakbidbup.blogspot.com (diakses 28 Maret 2017) Zulfa. F. (2011). Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food Modern
Dengan Status Gizi. Dikutip dari http://journal.unsil.ac.id (diakses 28 Maret 2017)
LAMPIRAN
KUESIONER
HUBUNGAN MAKANAN CEPAT SAJI DAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK
DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA
DI SLTP 1 KONAWE SELATAN
No. responden :
Nama :
Umur :
Kelas :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Aktifitas fisik :
Macam Kegiatan Ringan : Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi,berdandan, berjalan lambat, bermain kartu dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa menggerakkan lengan.
Sedang : Bermain dengan mendorong benda, bermain pingpong, menyetrika, merawat tanaman, menjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, berjalan kecepatan sedang serta berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak menggerakkan lengan.
Berat : Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat-angkat benda berat, berlari, berenang, bermain tenis, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain sky, dansa, sepak bola, bermain bowling, golf, berkebun, bermain dengan banyak menggerakkan lengan.
HASIL ANALISIS
MAKANAN_CEPAT_SAJI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SERING 26 56,5 56,5 56,5
JARANG 20 43,5 43,5 100,0
Total 46 100,0 100,0
AKTIVITAS_FISIK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RINGAN 23 50,0 50,0 50,0
SEDANG 16 34,8 34,8 84,8
BERAT 7 15,2 15,2 100,0
Total 46 100,0 100,0
OBESITAS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
OBESITAS 27 58,7 58,7 58,7
TIDAK_OBESITAS 19 41,3 41,3 100,0
Total 46 100,0 100,0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MAKANAN_CEPAT_SAJI *
OBESITAS
46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
AKTIVITAS_FISIK *
OBESITAS
46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
MAKANAN_CEPAT_SAJI * OBESITAS
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8,195a 1 ,004
Continuity Correctionb 6,557 1 ,010
Likelihood Ratio 8,383 1 ,004
Fisher's Exact Test ,007 ,005
Linear-by-Linear Association 8,017 1 ,005
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,26.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
OBESITAS Total
OBESITAS TIDAK_OBESITA
S
MAKANAN_CEPAT_SAJI
SERING
Count 20 6 26
% within
MAKANAN_CEPAT_SAJI
76,9% 23,1% 100,0%
% of Total 43,5% 13,0% 56,5%
JARANG
Count 7 13 20
% within
MAKANAN_CEPAT_SAJI
35,0% 65,0% 100,0%
% of Total 15,2% 28,3% 43,5%
Total
Count 27 19 46
% within
MAKANAN_CEPAT_SAJI
58,7% 41,3% 100,0%
% of Total 58,7% 41,3% 100,0%
AKTIVITAS_FISIK * OBESITAS
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 13,618a 2 ,001
Likelihood Ratio 16,356 2 ,000
Linear-by-Linear Association 12,238 1 ,000
N of Valid Cases 46
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2,89.
Crosstab
OBESITAS Total
OBESITAS TIDAK_OBESITA
S
AKTIVITAS_FISIK
RINGAN
Count 18 5 23
% within AKTIVITAS_FISIK 78,3% 21,7% 100,0%
% of Total 39,1% 10,9% 50,0%
SEDANG
Count 9 7 16
% within AKTIVITAS_FISIK 56,3% 43,8% 100,0%
% of Total 19,6% 15,2% 34,8%
BERAT
Count 0 7 7
% within AKTIVITAS_FISIK 0,0% 100,0% 100,0%
% of Total 0,0% 15,2% 15,2%
Total
Count 27 19 46
% within AKTIVITAS_FISIK 58,7% 41,3% 100,0%
% of Total 58,7% 41,3% 100,0%
Top Related