HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN
PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA
OLEH
MG DEKA GERIADI
80 2013 139
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : MG Deka Geriadi
Nim : 80 2013 139
Program Studi : Piskologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal
bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:
HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA
PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA
Dengan hak bebas royality non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalih
media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 13 Desember 2016
Yang menyatakan,
MG Deka Geriadi
Mengetahui,
Pembimbing Utama
Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan ini :
Nama : MG Deka Geriadi
Nim : 802013139
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA
PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA
Yang dibimbing oleh :
Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangakai kalimat
atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa
memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 13 Desember 2016
Yang memberi pernyataan
MG Deka Geriadi
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA
PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA
Oleh
MG Deka Geriadi
802013139
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui Pada Tanggal : 4 Januari 2017
Oleh:
Pembimbing Utama
Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, M.S Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN
PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA
MG Deka Geriadi
Heru Astikasari S. Murti.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan
putus cinta pada remaja akhir kelas 12 SMA 3 Salatiga. Dalam penelitian ini menggunakan
teknik accidental sampling dengan partisipan penelitian berjumlah 60 partisipan, yang berusia
18 tahun dan pernah merasakan perasaan putus cinta dalam waktu minimal 1 minggu.
Variabel regulasi emosi diukur dengan menggunakan skala regulasi emosi yang diadaptasi
dari Gross (2007), yang berjumlah 30 item, dan variabel perasaan putus cinta Lavie (2003)
yang berjumlah 40 item. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis korelasi Pearson
Product Moment dan diperoleh hasil r= 0,479 dengan signifikansi 0,00 (p<0,01). Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dengan
perasaan putus cinta pada siswa kelas 12 di SMA 3 Salatiga.
Kata kunci: Regulasi Emosi, Perasaan Putus Cinta, remaja
ii
Abstract
The aim of this research is to know the relationship between the regulation
of emotion with feeling of love for the 3rd
grade students at SMA 3 Salatiga. In this
research uses the technique of sampling accidental by involving 60 participants, aged 18
years old and had experience a breakup within at least a week. Variables of
emotion regulation is measured by using a scale adapted from Gross (2007), the total are 30
items, and variables of the feeling of breakup from Lavie (2003) are 40 items. The data
analysis uses the technique of correlation analysis of Pearson Product Moment and the
obtained result is r= (-) 0,230 with the significance of 0,039 (p<0,05). The
research shows that there is a significant of negative relationship between the regulation
of emotion with the feeling of breakup for the 3rd
grade students at SMA 3 Salatiga.
Keyword: Regulation, feeling of love,adolescent
1
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.
Kebanyakan remaja pasti pernah mengenal dan mengalami yang namanya jatuh cinta,
pacaran dan putus cinta. Hal ini wajar dirasakan oleh remaja, karena sesuai dengan ciri-ciri
dan tugas-tugas perkembangannya bahwa pada masa ini remaja akan merasa tertarik terhadap
lawan jenis Santrock (2012). Sehingga tidak heran apabila remaja yang putus cinta akan
merasakan kesedihan serta kekecewaan yang mendalam dan berujung pada tindakan-tindakan
negatif seperti bolos kuliah, mengurung diri di kamar, stress, kehilangan semangat kuliah,
dan bahkan adapula yang melakukan bunuh diri. Seorang mahasiswa bernama Efr (20tahun)
ditemukan tewas di rumahnya di kawasan Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta
Selatan, Rabu (27/7/2016), ia diduga gantung diri akibat putus cinta (dalam Tribun Timur
ditulis oleh Surya Malang, 2016).
Menurut Oktaviani (2010), menyatakan bahwa fenomena putus cinta yang
mendatangkan dampak negatif juga terjadi di Surabaya, bahwa kondisi mental sebagian
remaja Surabaya sungguh memprihatinkan. Menurut informasi yang berhasil didapatkan
bahwa berdasar data IRD RSU dr Soetomo. Kasus remaja mengalami intoksikasi disebabkan
oleh kondisi remaja yang sangat kalut sehingga remaja menggunakan bahan kimia yang
keras. Kondisi berakhirnya hubungan cinta atau pacaran pada remaja menimbulkan dampak
yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Oktavian (2010), bahwa salah satu resiko pacaran adalah putus cinta.
Menurut Yuwanto (2011), Putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan
cinta yang telah dijalin dengan pasangannya. Ada beberapa reaksi saat mengalami putus
cinta: Shock
2
(kondisi kaget atau tidak menduga), Encounter reaction (perasaan kehilangan, pikiran acau
dan sedih), Retreat (reaksi penolakan, saat mengalami putus cinta).
Menurut Lavine (2003), penderitaan akibat putus cinta adaah suatu bentuk
penderitaan yang dialami oleh seorang pasangan kekasih, tetapi ternyata mereaka tidak saling
mencintai lagi, sehingga mereka mengalami putus cinta, dan mereka yang mengalami hal
tersebut akan menderita dan sedih. Adapun ciri-ciri perasaan putus cinta menurut Lavine
dalam lolong (2003), adalah rasa takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah.
Dari hal tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa perasaan putus cinta adalah
suatu rasa yang di miliki oleh setiap individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita,
dan kecewa akibat kejadian berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya.
Berakhirnya jalinan cinta atau putus cinta dapat dianggap sebagai pengalaman berharga dan
merupakan suatu proses menuju kedewasaan dalam hidup oleh seorang individu. Namun bagi
remaja yang sudah berpacaran lama dan cinta terlanjur mendalam, tentu mngalami kepedihan
yang sangat mendalam, dan merupakan hal terberat serta paling menyakitkan yang membuat
remaja larut dalam kesedihannya. Hal tersebut merupakan perilaku negatif yang dilakukan
oleh remaja, yang berhubungan dengan emosi.Permasalahan emosi pada masa remaja sangat
menarik sebab emosi merupakan suatu fenomena yang dimiliki oleh setiap manusia, dan
dapat dirasakan setiap harinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) menunjukan bahwa, hasil survei terhadap
188 siswa di SMK Negeri 8 Surakarta dan SMK Batik 1 Surakarta, mengalami reaksi akibat
putus cinta, 57,45% siswa mengalami kesedihan, 21,04% merasa galau, 13% biasa-biasa
saja, 7,98% merasa bahagia, dan 1,06% merasa marah. Kemudian sebanyak 68,62% siswa
merasakan kesedihan selama kurang dari satu bulan, 14,89% selama tiga sampai enam bulan,
3
4,25% selama enam bulan sampai satu tahun, dan 4,79% mengalami kesedihan selama lebih
dari satu tahun.
Dalam menghadapi persoalan putus cinta individu akan mengalami yang namanya
emosi. Individu mampu mengekspresikan suasana hati yang dialaminya yang disebabkan
oleh stimulus tertentu dari permasalahannya. Ketika disaat seorang individu merasakan emosi
dalam bentuk bahagia, dia akan mengekspresikannya dalam bentuk bahagia, jika individu
merasakan emosi marah, dia dapat saja mengekspresikan suasana hatinya dengan
membanting barang-barang di sekitarnya. Pengendalian emosi merupakan hal yang penting
bagi setiap individu, agar mampu mengendalikan emosinya di saat remaja sedang
menghadapi suatu masalah.Untuk itu, pengendalian emosi pada remaja sangat diperlukan,
agar remaja bisa mengelola emosinya.
Menurut Oktaviani (2010) dalam penelitiannya bahwa ada sebagian remaja kususnya
pada remaja akhir saat mengalami putus cinta ada yang mampu mengontrol emosinya dan
ada yang kurang mampu mengontrol emosi. Remaja akhir yang mampu mengontrol tidak
mengalami stres dan mampu menjalani kehidupan sosialnya sengan baik.Berbeda dengan
remaja akhir yang kurang mampu mengontrol emosinya.Terlebih-lebih bagi remaja akhir saat
berpacaran sudah melakukan hubungan seks ada perasaan benci dan marah atas pemutusan
hubungan oleh pasangannya.Usaha-usaha yang dapat di lakukan oleh individu untuk
mengatur emosi mereka dapat disebut dengan regulasi emosi.
Gross (2007) Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu
dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang dilakukan oleh
seseorang baik melalui sikap atau perilakunya. Usaha-usaha yang dilakukan oleh individu
untuk mengatur emosi mereka. Oleh karena itu kemampuan meregulasi atau mengendalikan
4
emosi sangatlah diperlukan untuk mengatur suasana hati.Regulasi emosi dapat terjadi secara
otomatis atau terkontrol dan disadari atau tidak disadari.Gross (2007) menjelaskan aspek-
aspek regulasi emosi sebagai berikut, pertama dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi
positif maupun emosi negatif.Kedua, dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis.
Ketiga, dapat menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya.
Menurut (Hurlock, 2003) bahwa upaya untuk menyadari emosi yang dialami
merupakan langkah penting bagi remaja sebab kesadaran akan perasaan yang dialami akan
mengembangkan tipe perilaku adaptif yang dapat memfasilitasi terciptanya interaksi sosial
yang positif. Hal ini perlu dilakukan mengingat masa remaja secara tradisional dianggap
sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kalenjar. Akan tetapi, tidak semua remaja menjalani masa badai dan
tekanan, ada juga sebagian besar remaja mengalami kestabilan emosi. Jenis yang secara
normal dialami para remaja adalah cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan
lainnya lagi. Perbedaannya terletak para rangsangan yang di miliki oleh remaja saat
membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengontrolan atau regulasi emosi yang
dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.
Regulasi emosi dapat menyebabkan emosi meningkat atau menurun dan dapat
melibatkan emosi positif dan emosi negatif.Pengendalian emosi membantu individu
menyesuaikan diri dengan situasi di lingkungannya.Individu dapat menempatkan diri dalam
situasi yang tepat.Remaja dapat membedakan kapan dan bagaimana emosi ditunjukan (Yuli,
2012).
Dari hasil peneltian menurut Purwatmoko (2012) menyatakan bahwa remaja yang
mengalami perasaan putus cinta, ada yang tidak mampu mengatur emosinya sehingga subjek
melakukan tindakan perilaku-perilaku negatif seperti membanting barang. Namun, remaja
yang mampu mengontrol emosinya saat ia mengalami perasaan putus cinta tetapi rasa sakit
5
putus cinta masih dirasakan, membuat individu dapat mengatur emosinya karena rasa sabar
dalam menghadapi persoalan yang mereka hadapi.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada tanggal 15 September
2016 pada 5 siswa di SMA 3 Salatiga menyatakan bahwa, ketika mereka merasaan perasaan
saat putus cinta, mereka akan merasakan yang namanya rasa senang, sedih ataupun kecewa.
Ketika mereka mampu mengatur emosi mereka saat putus cinta, mereka akan lebih mampu
memunculkan emosi-emosi yang positif. Sehingga dalam menghadapi permasalahan yang
sedang di alami, mereka mampu mengatur emosi mereka saat putus cinta. Namun sebaliknya
ketika mereka tidak mampu mengatur emosi, mereka akan mengeluarkan emosi-emosi yang
negatif seperti membolos sekolah, dan berkata kasar terhadap pasangannya, dan ada pua yang
berdiam diri di kamar sampai sakit. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin meneliti
mengenai adalah “Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Perasaan Putus Cinta pada
Remaja Kelas 12 SMA 3 Salatiga”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja akhir kelas 12 SMA
3 Salatiga. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memotivasi siswa supaya memiliki
emosi-emosi yang positif.
HIPOTESIS
Ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada
remaja sma 3 salatiga.
METODE PENELITIAN
6
Definisi Operasional
Variabel Tergantung : Perasaan Putus Cinta
Menurut Yuwanto (2011), putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan
cinta yang telah dijalin dengan pasangannya. Ciri-ciri perasaan putus cinta adalah rasa takut,
sedih, kecewa, menderita, dan amarah (Lavie, 2003). Dari hal tersebut peneliti dapat
menyimpulkan bahwa perasaan putus cinta adalah suatu rasa yang di miliki oleh setiap
individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita, dan kecewa akibat kejadian
berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya. Seseorang yang masih
mencintai pasangannya dan kemudian mengalami putus cinta umumnya akan menunjukan
reaksi kehilangan terutama diawal putus cinta. Perasaan putus cinta ini di ukur dengan
menggunakan skala perasaan putus cinta.
Variabel Bebas : Regulasi Emosi
Gross (2007) Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu
dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang dilakukan oleh
seseorang baik melalui sikap atau perilakunya.
Partisipan
Partisipan adalah remaja usia 18 tahun kelas 12 SMA 3 Salatiga,yang pernah mengalami
perasaan putus cinta dengan rentang maksimal 1 minggu, karena pada rentang waktu ini
merupakan saat yang tepat untuk menilai apakah mereka berhasil melakukan regulasi
emosinya dan bisa menerima kenyataan.
7
Teknik Pengumpulan data
Menurut Sugiyono (2013) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel data
dengan pertimbangan tertentu dan sesuai dengan tujuan yang di kehendaki.
1. Skala Regulasi Emosi
Skala ini diadaptasi oleh penulis dari Gross (2007) menjelaskan aspek-aspek regulasi
emosi sebagai berikut, (1) dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun
emosi negatif. (2), dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. (3), dapat
menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya. Skala regulasi
emosi menggunakan skala Likert yang terdiri dari 30 item. Terdiri dari 16 pernyataan
favorebel yang menggunakan 5 pilihan jawaban, antara lain: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai),
R (Ragu-ragu), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Subjek akan mendapatkan
skor 5 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 4 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk
jawaban R (Ragu-ragu), skor 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 1 untuk jawaban STS
(Sangat Tidak Sesuai). Untuk pernyataan unfavorable dengan item 14. Subjek akan
mendapatkan skor 1 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban S (Sesuai),
skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 4 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 5 untuk
jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai).
Peneliti mendapatkan 60 responden untuk mengisi angket yang sesuai kriteria.Setelah
melakukan penelitian didapatkan reliabel sebesar 0,708, menurut Kalan dan Saccuzo (1992)
merekomendasikan nilai alpha cronbach sebesar 0,7-0,8, sehingga hasli penelitian yang telah
dilakukan data dikatakan reliabel. Dari 30 item yang diujikan dengan standar minimal
0,25(berdasarkan Azwar, 2012) terdapat 6 item yang gugur. Nilai r hitung item total korelasi
item yang tidak gugur berkisar antara 0,28- 0,568.
8
2. Skala Perasaan Putus Cinta
Skala ini dibuat oleh penulis berdasarkan Lavie (2003) ciri-ciri putus cinta yaitu rasa
takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah.Skala perasaan putus cinta menggunakan skala
Likert yang terdiri dari 40 item, dari 20pernyataan favorable, dan 20 pernyataan unfavorable.
Skala Likert ini menyediakan 4 pilihan jawaban, antara lain: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai),
R (Ragu-ragu), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Subjek akan mendapatkan
skor 5 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 4 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk
jawaban R (Ragu-ragu), skor 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 1 untuk jawaban STS
(Sangat Tidak Sesuai). Untuk pernyataan unfavorable dengan item 20. Subjek akan
mendapatkan skor 1 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban S (Sesuai),
skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 4 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 5 untuk
jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai).
Dalam hal ini, peneliti menggunakan try out terpakai. Saat penelitian dilakukan
peneliti mendapatkan 60 responden untuk mengisi angket yang sesuai kriteria. Setelah
melakukan penelitian didapatkan reliabel sebesar 0,769, menurut Kalan dan Saccuzo (1992)
merekomendasikan nilai alpha cronbach sebesar 0,7-0,8, sehingga hasli penelitian yang telah
dilakukan data dikatakan reliabel. Dari 40 item yang diujikan dengan standar minimal
0,25(berdasarkan Azwar, 2012) terdapat 13 item yang gugur. Nilai r hitung item total korelasi
item yang tidak gugur berkisar antara 0,27- 0,493.
Teknis Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, berupa penyebaran angket, maka selanjutnya
penulis melakukan analisis pada data terkait. Karena penelitian ini bersifat asosiatif maka
penulis akan menggunakan teknik korelasi pearson sebagai metode analisis data.
9
Analisis Data
Hasil analisis data yang dilakukan adalah didapatkan dari kuesioner yang dibagikan kepada
responden. Adapun uji yang dilakukan meliputi uji validitas, uji reliabilitas dan uji korelasi
pearson.
HASIL PENELITIAN
Hasil Analisa Deskriptif
Variabel Regulasi Emosi
Variabel regulasi emosi memiliki 24 item dengan jenjang skor 1 sampai dengan
5.Pembagian skor tertinggi dan rendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi:24 x 5 = 120
Skor terendah: 24 x 1 = 24
Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi.
Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor
terendah dam membaginya dengan jumah kategori.
i = 32
10
Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori regulasi
emosi sebagai berikut:
Sedang : 56 < x ≤ 88
Rendah : 24 < x ≤ 56
Tabel 1.Kriteria Skor Regulasi Emosi
No Interval Kategori N Means Presentasi
1. 88<x ≤ 81,6 Tinggi 0
2. 56< x≤ 88 Sedang 23 38,33 %
3. 24<x ≤ 56 Rendah 37 43,95 61,67%
Jumlah 60
SD= 9,09 MIN=29 MAX= 72
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada individu yang memiliki regulasi
emosi yang rendah, sedang, tinggi.Pada ketegori sangat sedang di dapati presentase sebesar
38,33%, dan kategori rendah didapati presentase 61,67%. Berdasarkan mean yang didapatkan
oleh subyek yaitu 43,95 maka berada pada kategori rendah.
Variabel Perasaan Putus Cinta
Variabel perasaan putus cinta memiliki 27 item dengan jejang skor 1 sampai dengan
5. Pembagian skor tertinggi dan rendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi: 27 x 5 = 135
Skor terendah: 27 x 1 = 27
11
Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi,
Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor
terendah dam membaginya dengan jumah kategori.
i = 36
Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori perasaan
putus cinta sebagai berikut:
Sedang : 56< x ≤ 88
Rendah : 24 < x ≤ 56
Tabel 2.Kriteria Skor Perasaan Putus Cinta
No Interval Kategori N Means Presentasi
2. 99< x≤ 91,8 Tinggi 0
3. 63< x≤ 99 Sedang 1 1,67%
4. 27< x≤ 63 Rendah 59 53,18 98,33%
Jumlah : 60 100%
SD= 8,73 MIN=36MAX=73
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada individu yang memiliki regulasi
emosi yang rendah, sedang dan tinggi. Pada ketegori sedang di dapati presentase sebesar 1,67
12
%, dan kategori rendah didapati presentase 98,33%. Berdasarkan mean yang didapatkan oleh
subyek yaitu 53,18 maka berada pada kategori rendah.
Uji Asumsi
Uji Normalitas
Uji Normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov. Data
dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p yang didapat dari hasil analisa
menggunakan program SPSS 16.0. Uji ini menghasilkan bahwa skala regulasi emosi (K-S-Z=
1,115nilai sig 0,167 (p 0,05) menunjukkan data-data yang normal dan skala perasaan putus
cinta (K-S-Z= 0,547 nilai sig 0,926 (p 0,05) menunjukkan data-data berdistribusi normal.
Uji Linearitas
Hasil uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linearitas
hubungan tersebut.didapatkan FDeviation from Linearity= 1.447 dengan sig. =0,161(p >
0,05), yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut linear.
Uji Korelasi
Correlations
VAR0000
1
VAR0000
2
VAR0000
1
Pearson
Correlation
1 -.230*
Sig. (1-tailed) .039
N 60 60
13
VAR0000
2
Pearson
Correlation
-.230* 1
Sig. (1-tailed) .039
N 60 60
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara
regulasi emosi dengan perasaan putus cinta padasiswa kelas 3 SMA 3 Salatiga denganr = -
0,230 dan sig. 0,039 (p<0.05) yang berarti bahwa ada hubungan negatif yang signifikan. Hal
ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan negatif yang signifikan
antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada siswa kelas 3 SMA 3 Salatiga.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian uji korelasi Pearson menunjukan koefisien korelasi (r) =-
0,230 dengan sig, =0,039 (p < 0,05) yang berarti ada hubungannegatif yang signifikan antara
regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga. Hal ini
menunjukan bahwa ketika individu memiliki regulasi emosi yang tinggi maka perasaan putus
cinta yang di alami semakin rendah. Adapun hal ini dimungkinkan terjadi karena, individu
mampu mengelola emosinya dengan baik, sehingga dalam menghadapi permasalahan seperti
putus cinta, subjek mampu berfikir positif dan menjadikan hal tersebut sebagai suatu
pengalaman yang berharga, sehingga dalam mengekspresikan perasaan putus cinta, ia akan
memunculkan emosi-emosi yang positif.
Menurut Yuwanto (2011), Perasaan putus cinta adalah suatu rasa yang di miliki oleh
setiap individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita, dan kecewa akibat kejadian
berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya. Ada beberapa reaksi saat
mengalami putus cinta: Shock (kondisi kaget atau tidak menduga), Encounter reaction
14
(perasaan kehilangan, pikiran acau dan sedih), Retreat (reaksi penolakan, saat mengalami
putus cinta). Dari beberapa reaksi yang dimunculkan, dipengaruhi oleh regulasi emosi yang
dimiliki oleh setiap individu. Jika remaja memiliki regulasi emosi yang tinggimaka, ia
mampu menerima situasi yang dialaminya dan tidak terpengaruhi oleh emosi negatif,
sehingga remaja menampilkan respon emosi yang positif. Sedangkan remaja yang tidak
mampu meregulasi emosi saat mengalami putus cinta ada kecenderungan untuk bertindak
negatif (Purwatmoko, 2012).
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Oktaviani, (2010) yang menyatakan bahwa,
ketika individu memiliki regulasi emosi yang tinggimaka ia akan memiliki perasaan putus
cinta yang rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan individu mampu mengelola emosinya
dengan cara berfikir positif dan selalu menjadikan hal tersebut sebagai suatu proses untuk
menuju suatu kedewasaan. Sehingga dalam mengekspresikan emosinya ia mampu
memunculkan emosi yang baik, seperti rasa bahagia. Namun sebaliknya ketika individu
memiliki regulasi emosi yang rendah maka ia akan memiliki perasaan putus cinta yang tinggi.
Hal ini dikarenakan individu tidak mampu mengelola emosinya dengan baik,tidak mampu
mengatur suasana hati dan perasaannya, sehingga individu selalu mengekspresikan emosinya
dengan rasa sesih, kecewa dan depresi.
Hal tersebut diperkuat dari hasil identifikasi yang menunjukkan bahwa presentase
regulasi emosi sebagian besar partisipan pada kategori regulasi emosi yang rendah dengan
persentase 66,67%.Hal ini berarti bahwa regulasi emosi yang dimilikinya berada pada
ketegori rendah. Sedangkan untuk perasaan putus cinta, sebagian besar partisipan berada
pada kategori tinggi dengan persentase 68,33%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
perasaan putus cinta partisipan berada pada kategori yang rendah.
15
Dari uraian diatas dapat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara regulasi
emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga. Berdasarkan hasil
wawancara dari beberapa siswa di SMA 3, dapat di simpulkan bahwa, kebanyakan siswa-
siswi di SMA 3 Salatiga sudah mampu untuk mengelola emosinya dengan baik, sehingga
remaja dalam menghadapi persoalan putus cinta mampu untuk menerima kenyataan dan
menganggap persoalan tersebut sebagai pengalaman yang berharga.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diketahui nilai
koefisien (r)= -0,230. Hal ini berarti semakin tinggi regulasi emosi yang di alami oleh
individu maka semakin rendah perasaan putus cinta yang di milikinya. Sebaliknya, ketika
individu memiliki regulasi emosi yang rendah maka perasaan putus cinta yang dimiliki oleh
individu tinggi.Jadi hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan adanya hubungan yang
signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga
terjawab.
SARAN
Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas penelitian ini menyarankan agar :
1. Bagi remaja
Cara untuk mempertahankan regulasi emosi yang sudah ada yaitu, dengan
menahan amarahnya, mendahulukan cara berpikir dari pada perasaan, mencontoh
teman-teman yang mampu mengontrol emosinya, dan mau mengungkapkan ke orang
lain agar dapat menemukan solusi permasalahan yang dihadapi.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya guna menyempurnakan penelitian ini diharapkan
sebaiknya dapat memperluas variabel penelitian, seperti jenis kelamin, dan latar
16
belakang sosial. Penelitian selanjutnya diharapkan melengkapi data demografis subjek
(seperti menanyakan intensitas bertemu dengan orangtua, sejauh mana kedekatan
dengan orangtua, dan hal-hal lain yang mempengaruhi kompetensi emosi) agar hasil
penelitian dapat lebih dipertanggungjawabkan dan lebih beralasan.
17
Daftar Pustaka
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (Edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gross, J.J. (2007). Handbook of Regulation Emosi. USA : The Guildford Press.
Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: UGM.
Lolong, Oktafianingsi. F. (t.t). Hubungan antara Coping Strategy dengan Adaptational
Outcomes pada Mahasiswa yang Mengalami Stress Pasca Putus Cinta. Prosiding
Psikologi, ISSN : 2460-6448.
Malang, Suryo. (2016). Mahasiswa gantung diri akibat putus cinta. Tribun-timur-com.
Diakses 27/07/16.
Oktaviani, R. (2010). Upaya Meningkatkan Regulasi Emosi Melalui Layanan Bimbingan
Kelompok Pada Remaja Di Panti Asuhan Yayasan Al Hidayah Desa Desel Sadeng
Kecamatan Gunung Pati Semarang Tahun 2010. Tesis (tidak diterbitkan).
Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Papalia, dkk. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia Eisi 10 Buku 2). Jakarta
: Salemba Humanika.
Purwatmoko. (2012). Regulasi Emosi Pasca Putus Cinta. Skripsi. UMS.
Putri, Bestari Wahyuning. (2013). Hubungan Antara Komunikasi Orang Tua Remaja
Dengan Regulasi Emosi Pada Remaja Di Sekolah Menengah Atas DKI Jakarta.
Skripsi. Binus University.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Santrock, John. W. (2012). Life-Span Development Buku 13th Edition. University of texas,
Dallas : Mc Grow-Hill
Yuli. (2012). Strategi Coping Pada Remaja Pasca Putus Cinta. Skripsi. Surakarta : Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yuwanto, L. (2011). Reaksi Umum Putus Cinta. Reatrieved from http://www.ubaya.ac.id/
ubaya/articles_detail/24/Reaksi-Umum-Putus-Cinta. html. Diakses pada 8
September 2016 pukul 06:05 WIB.
Top Related