Hipotermia pada Trauma
Eldar Søreide dan Charles E. Smith
Tujuan
1. Memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai dampak klinis
hipotermia pada pasien trauma.
2. Memberikan pedoman klinis yang bermanfaat untuk membedakan antara
hipotermia terkait trauma ringan, sedang, dan berat.
3. Menyajikan pengetahuan terkini mengenai pencegahan dan pengobatan
hipotermia pada pasien trauma, dengan fokus khusus pada perdarahan kritis.
4. Memahami mekanisme, diagnosis dan pengobatan hipotermia dengan
atau tanpa asfiksia.
PENDAHULUAN
Ahli Anestesi dapat memainkan peran penting dalam lingkaran kelangsungan hidup
pada trauma (Gambar 29.1). Dalam beberapa sistem, kontribusi ahli anestesi terbatas
pada perawatan perioperatif, sedangkan di sistem lain ahli anestesi bertindak baik
sebagai dokter pra-rumah sakit darurat, sebagai anggota tim trauma rumah sakit, dan
sebagai seorang dokter perawatan kritis. Peran yang independen di mana dan apapun
peran tersebut, hipotermia merupakan komplikasi trauma yang serius dan
membutuhkan perhatian penuh oleh ahli anestesi [1-3]. Sebagai keadaan yang
merugikan bagi pasien, perhatian difokuskan pada pencegahan hipotermia. Meskipun
demikian, hipotermia pada pasien trauma masih banyak ditemukan. Banyak yang
mengindikasikan bahwa hipotermia belum diatasi secara optimal [3,4].
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan terhadap hewan, beberapa penulis
percaya bahwa perubahan ekstrim suhu tubuh menjadi hipotermia ("hibernasi") dapat
memberikan pengaruh yang signifikan bagi syok hemoragik yang parah selama
transportasi dalam perawatan definitif pada operasi [5]. Sejauh ini, penelitian
laboratorium tidak akan berubah dalam hal praktek klinis dan mungkin tidak akan
dilakukan pengubahan dalam waktu dekat. Di sisi lain, pada pasien dengan trauma
cedera otak, induksi hipotermia ringan (terapi hipotermia) telah menjadi modalitas
pengobatan yang menjanjikan [6]. Hipotermia juga dapat terjadi tanpa trauma secara
bersamaan (hipotermia disengaja) [7]. Tujuan dari bab ini adalah untuk menyajikan
gambaran tentang pemahaman kita tentang hipotermia terkait trauma, dengan fokus
utama pada manajemen klinis.
Termoregulasi dan Pengaturan Suhu
Termoregulasi pada Manusia
Pada manusia, suhu inti tetap stabil dalam kisaran suhu yang sempit kisaran meskipun
terdapat variasi yang cukup besar dalam kondisi lingkungan[8, 9]. Untuk mencapai
hal ini kita memiliki beberapa mekanisme dari tubuh yang dapat membantu. Dalam
zona thermoneutral (TNZ), tingkat metabolisme basal menghasilkan panas yang
cukup untuk mencegah penurunan suhu inti, namun tidak meningkatkan suhu
tersebut[8, 9]. Isolasi (pakaian dan lapisan pelindung lainnya) adalah faktor penting
yang menentukan TNZ pada manusia (gambar 29.2-29.4). Di luar TNZ, ada dua
mekanisme utama lain yang akan berperan untuk mempertahankan suhu inti yang
stabil: menggigil untuk menghasilkan panas dan berkeringat untuk menghilangkan
panas (gambar 29.2-29.4). Dari titik pandang metabolisme, kedua mekanisme otonom
tersebut sangat penting bagi tubuh.
Respon termoregulator yang paling efektif adalah perilaku (Tabel 29.1).
Misalnya, manusia sadar menanggapi kondisi di sekitarnya untuk menghindari
penurunan atau peningkatan suhu inti (misalnya, pakaian, mencari perlindungan).
Respon termoregulator lain yang efektif dan metabolik adalah perubahan nada
vasomotor pada shunt arteriovenous baik untuk meminimalkan kehilangan panas
melalui kulit atau untuk meningkatkannya (Gambar 29.3).
Dominasi sinyal termal aferen ke otak datang dari reseptor non-termospesifik
dan termospesifik (dingin atau hangat) yang terletak di kulit dan selaput lendir [10].
Ketika sinyal termal aferen mencapai hipotalamus (pusat kendali), mereka
terintegrasi dengan informasi lain dan kemudian menghasilkan respons eferen (dingin
atau hangat) (Gambar 29.2 dan 29.3). Sebagai pengecualian yaitu ketika seseorang
berada dalam TNZ, juga disebut suhu "set-point" atau “rentang interthreshold "[8-10].
Hal ini dalam kisaran sempit (0,4 oC) yang berada disekitaran suhu inti normal 37,0oC
yang tidak memiliki respon eferen. Suhu set point ini dapat berfluktuasi sesuai
dengan waktu, jenis kelamin, dan aklimatisasi.
Morfologi atau bentuk tubuh dan usia akan mempengaruhi respon dan
kapasitas termoregulator [11-13]. Bayi dan anak-anak lebih cepat merasakan
kedinginan daripada orang dewasa karena permukaan tubuh yang besar dibandingkan
tingkat metabolismenya. Di sisi lain, rewarming eksternal jauh lebih efektif pada
anak-anak. Penyakit kronis merupakan salah satu dari banyak faktor predisposisi pada
individu yang dapat menyebabkan hipotermia (Tabel 29.2).
Gambar 29.1 Lingkaran Kelangsungan Hidup Trauma. Diambil atas izin Laerdal
Medical Inc.
Pengaruh Anestesi dan Pembedahan (Hipotermia perioperatif)
Faktor predisposisi pasien pada hipotermia perioperatif sama dengan orang-orang
normal yang memiliki faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hipotermia
(Tabel 29.2). Namun, induksi pada anestesi umum menyebabkan penurunan secara
langsung pada suhu inti [9,14]. Penurunan suhu tahap pertama (fase pertama
hipotermia perioperatif) dikarenakan obat anestesi merangsang vasodilatasi yang
dapat menyebabkan distribusi panas ke kompartemen perifer [15-21]. Semua anestesi
umum kecuali ketamin dapat mempengaruhi respon termoregulator normal melalui
mekanisme yang sama, tetapi tetapi untuk tingkat yang berbeda [9, 12, 14, 22-28].
Hasil ini masih dalam "Rentang interthreshold" dengan fluktuasi hingga 4 oC
(Gambar 29.5). Efektivitas bersih yaitu penurunan suhu inti tubuh yang cepat (1 oC-
1,5 oC) selama satu jam pertama, diikuti dengan penurunan lambat sampai fase
plateau ketika mekanisme kompensasi termoregulator (terutama vasokonstriksi).
Gambar 29.2. Nilai insulasi pakaian menentukan berbagai lingkungan dalam zona
thermoneutral (TNZ). Semakin besar insulasi, TNZ yang rendah. Manusia memiliki
kemampuan yang unik untuk mengubah mereka lapisan insulasi suprakutaneus.
Diambil dari 8 referensi dengan perizinan.
Gambar 29.3. Suhu lingkungan dan aliran darah perifer. Pada kehilangan panas TNZ
dari tubuh dapat dimanipulasi dengan menyesuaikan nada vasomotor. Pertukaran
panas antara inti tubuh dan lingkungan ditentukan oleh jumlah darah yang mengalir
melalui pertukaran panas struktur vaskular subkutan yang terletak di perifer.
Anastomoses arteriovenosa (AVAs) mengatur aliran darah melalui lapisan subkutan.
Pada batas bawah TNZ – suhu kritis lebih rendah (LCT) - semua AVAs tertutup dan
dialiri darah dengan pertukaran panas yang minimal. Pada batas atas TNZ –
temperature atas yang kritis (SLT) - semua AVAs terbuka dan dialiri darah dengan
pertukaran panas yang maksimal. Diambil dari 8 referensi dengan perizinan.
Gambar 29,4. Suhu lingkungan dan tingkat metabolisme. Dalam TNZ, tingkat
metabolisme rendah dan konstan, termoregulasi individu disesuaikan dengan
kekuatan vasomotor untuk mengontrol kehilangan panas dari suhu inti.
Di atas UCT, individu harus mengeluarkan energi pada kehilangan panas
(berkeringat) untuk mempertahankan suhu yang diinginkan. Di bawah LCT, individu
yang harus meningkatkan produksi panas metabolik (menggigil) untuk
mengkompensasi peningkatan kehilangan panas ke lingkungan. Jika kapasitas
kompensasi terhadap lingkungan gagal, suhu tubuh inti akan menurun (atau
meningkat) dan akhirnya kematian akan terjadi. Diambil dari 8 referensi dengan
perizinan.
Tabel 29.1 Termoregulasi: Perilaku dan Respon Autonomik
Sistem Contoh
Perilaku
Otonom
Menyesuaikan pakaian
Memodifikasi suhu lingkungan
(pemanasan, pendingin udara)
gerakan dan waktu kegiatan.
Vasodilatasi. Mengontrol baik kehilangan
panas atau penambahan panas
tergantung kondisi lingkungan.
Vasokonstriksi. Aliran darah kutaneous
menurun mendekati suhu nol pada suhu
dingin.
Denyut jantung. Denyut jantung
seringkali lebih tinggi pada suhu inti
tubuh selama pemanasan daripada selama
pendinginan, sehingga meningkatkan
perpindahan panas melalui darah.
Piloerection. Meningkatkan isolasi;
memperlambat pertukaran panas
Peningkatan lemak tubuh. Lemak dapat
menghantarkan panas hanya sepertiga
kali dibandingkan jaringan lain.
Menggigil. Meningkatkan produksi panas
saat kulit dan / atau badan terasa dingin.
Termogenesis tanpa menggigil.
Meningkatkan produksi panas
tanpa aktivitas otot. Produsen utama
panas yaitu adalah hati, ginjal, dan otak
melalui jaringan adiposa coklat yang
berfungsi untuk menghasilkan panas pada
neonatus.
Penguapan. Peningkatan pengeluaran
keringat
Dimodifikasi dari Kabbara A, Smith CE. Monitoring temperature. InWilson WC,
Grande CM, Hoyt DB, ed. Trauma: Resuscitation, Anesthesia, and Critical Care. New
York: Taylor & Francis Group, 2006. Diambil dengan perizinan.
Gambar 29.5. Aktivasi respon efektor termoregulator dipengaruhi
pada suhu tertentu untuk individu tertentu ("ambang temperatur"). Di bawah anestesi
umum, ambang batas suhu untuk aktivasi respon efektor dingin (termasuk
vasokonstriksi dan menggigil) rendah, sedangkan untuk aktivasi respon hangat
(termasuk berkeringat dan vasodilatasi) yang meningkat. Dengan demikian,
rentang interthreshold diperluas selama anestesi umum untuk sekitar 4 oC.
Diambil dengan perizinan dari 10 referensi.
Tabel 29.2 Faktor Predisposisi Hipotermia
Mekanisme Contoh
Gangguan termoregulasi dan penurunan
produksi panas
Peningkatan produksi panas
Obat : alcohol, anestesi umum dan
regional, antidepressant trisiklik,
fenotiazin, antipiretik.
Gangguan status neurologis dan
mobilitas: misalnya, cedera otak, stroke,
trauma sumsum tulang belakang, trauma
yang parah, syok.
Usia ekstrim
Disfungsi sistem saraf otonom,
Penyakit kronis dengan gejala
hipometabolik seperti gagal jantung,
hipotiroidisme, penyakit adrenal,
diabetes, malnutrisi.
Sepsis berat (toksin bakteri)
Neonatus dan bayi: peningkatan rasio
luas permukaan tubuh dan berat badan.
Suhu lingkungan yang dingin
Paparan iklim berangin dan basah,
perendaman
Status sosial ekonomi yang buruk
luka bakar
Kehilangan darah yang banyak
Isi perut dan / atau toraks
yang keluar
Anestesi umum dan neuraxial
Pasien Geriatri
Kulit yang tipis
Suhu kulit permukaan tubuh yang rendah
sebelum pasien cedera.
Dimodifikasi dari Smith CE, Patel N. Hypothermia in adult trauma patients: Anesthetic considerations. Part I. Etiology and pathophysiology. Am J Anesthesiol 1996;23:283–90
Prosedur bedah dapat meningkatkan risiko hipotermia jika daerah luas permukaan
tubuh telah lama terpapar. Selanjutnya, pengganti darah yang hilang dengan dingin
atau pemanasan cairan intravena yang tidak adekuat dan darah dapat meningkatkan
penurunan suhu tubuh secara signifikan [9, 12, 14]. Semakin besar gradien antara
suhu cairan intravena yang diberikan dan suhu inti, semakin besar pula penurunan
suhu tubuh rata-rata. Selain itu, semakin banyaknya cairan yang dibutuhkan bersifat
relative sesuai dengan berat badan, semakin besar penurunan potensial dalam suhu
tubuh.
Anestesi epidural dan spinal juga dapat menganggu termoregulasi pusat dan
perifer [9, 14]. Vasodilatasi yang diberikan secara dini pada pasien sadar dapat
membuat pasien merasa hangat, tetapi menggigil yang terganggu dapat menurunkan
suhu tubuh. Walaupun, mekanisme termoregulasi terganggu akibat komplikasi
dengan anestesi regional dibandingkan dengan anestesi umum, dengan efek yang
sama, sangat berbahaya menurrunkan suhu tubuh inti [9,14]. Vasodilatasi
disebabkan oleh anestesi regional, meskipun demikian, dapat mempercepat kenaikan
suhu selama pemanasan ulang [29].
Tabel 29.3: Patofisiologi Konsekuensi dan Komplikasi dari Perioperatif dan Trauma yang
terkait Hipotermia
Pengaruh Sistem Contoh
Gangguan fungsi kardiorespirasi
Gangguan koagulasi
Gangguan fungsi hepatorenal
dan penurunan clearance obat
(anesthetics!)
Gangguan resistensi terhadap
infeksi (pneumonia,sepsis, infeksi luka)
Gangguan penyembuhan luka.
Depresi jantung
Iskemik miokard
Aritmia
Vasokonstriksi perifer
Penurunan perfusi oksigen ke jaringan
Peningkatan konsumsi oksigen selama
pemanasan.
Respon yang kurang terhadap pemberian
katekolamin
Peningkatan viskositas darah
Asidosis
Pergeseran ke kiri kurva disosiasi
hemoglobinoxygen
Penurunan fungsi faktor koagulasi
Gangguan fungsi trombosit
Penurunan aliran darah hepar
Penurunan pengeluaran asam laktat
Penurunan metabolisme obat-obatan
di hepar.
Penurunan aliran darah ginjal
dingin yang merangsang diuresis
Penurunan perfusi jaringan subkutan
dimediasi oleh vasokonstriksi
(↑ s-norepinefrin)
Efek anti-inflamasi dan imunosupresi,
termasuk mengurangi produksi antibodi
T-cell-mediated dan mengurangi
mengurangi oksidatif nonspesifik bakteri
oleh neutrofil
Penurunan deposisi kolagen
Dimodifikasi dari Smith CE, Yamat RA. Avoiding hypothermia in the trauma patient. Curr Opin Anaesthesiol 2000;13:167–74. Diambil dengan perizinan.
Efek Samping dari Hipotermia perioperatif
Efek umum dari pendinginan adalah dapat mempengaruhi semua proses tubuh,
termasuk fungsi neuromuskuler [1-3, 30, 31], memperlambat ke tahap depresi dan
akhirnya kematian (Gambar 29.4). bahkan derajat hipotermia moderat akan
menghasilkan efek klinis negatif yang signifikan dalam sistem organ [1-3, 30, 31].
Hal ini memiliki dampak yang signifikan pada hasil di perioperatif dan trauma
terkait hipotermia (Tabel 29.3) [1-3,9,32-35].
Meskipun definisi umum dari hipotermia adalah suhu inti kurang dari 35 oC
[36], bahkan deviasi lebih ringan dari hasil yang temperatur normal morbiditas yang
signifikan dan kematian pada pasien bedah. Misalnya, penurunan temperatur
intraoperatif antara 34 oC dan 36 oC terkait dengan peningkatan yang signifikan
dalam komplikasi seperti menggigil, infeksi luka post operasi, perdarahan perioperatif
dan persyaratan transfusi, kejadian jantung (iskemia miokard, ventrikel takikardia),
juga sebagai rumah sakit yang berkepanjangan tetap (Tabel 29.3) [9, 32-35, 37-40].
Yang penting, efek dari semua obat anestesi, termasuk obat yang memblokade
neuromuskuler, yang meningkat selama hipotermia (Tabel 29.3) [9, 35, 41]. Ada
risiko nyata yang overdosis pasien. Pengujian fungsi neuromuskular menjadi semakin
sulit pada suhu rendah [41].
Tabel 29.4: Mekanisme Kehilangan Panas
Mekanisme Deskripsi
Radiasi
Konduksi
Konveksi
Evaporasi
Redistribusi
Transmisi energi panas dari kulit yang terkenadengan
lingkungan dingin melalui gelombang elektromagnetik
sesuai dengan perbedaan suhu
dari objek.
Transfer energi panas kontak antara dua benda padat dalam
sesuai dengan konduktivitas termal benda, daerah kontak,
dan gradien termal (misalnya, transfer panas karena kontak
langsung kulit dan isi perut dengan benda-benda dingin
seperti tempat tidur, papan tulang belakang, dan udara di
sekitar; misalnya, transfer panas dari darah ke cairan IV yang
tidak dihangatkan atau dihangatkan namun tidak adekuat)
Transfer energi panas selama massa
pergerakan gas atau penguapan cairan
Energi panas ditransfer selama fase perubahan (air menjadi
gas): 58 kkal / g air menguap dari kulit, saluran pernapasan,
dan organ dalam.
Redistribusi darah hangat dari pusat ke
dingin di perifer karena agen anestesi (misalnya, propofol,
inhalasi agen, intoksikasi alkohol). Kehilangan panas oleh
mekanisme yang lain.
Dimodifikasi dari Smith CE, Patel N. Hypothermia in adult trauma patients: anesthetic considerations. Part I. Etiology and pathophysiology. Am J Anesthesiol 1996;23:283–90;WilsonWC, Smith CE, Haan J, Elamin EM. Hypothermia and heat-related injuries. InWilsonWC, Grande CM, Hoyt DB, ed. Trauma: Resuscitation, Anesthesia, and Critical Care. New York: Taylor & Francis Group, 2006. Diambil dengan perizinan.
Pemanasan berulang dan Metode dan Alat untuk Mempertahankan Normotermia
Sebelum membahas bagaimana mencegah hipotermia perioperatif atau
untuk memberikan penghangatan pada pasien, penting untuk mempertimbangkan
empat alternatif atau cara perpindahan panas: konveksi, konduksi, radiasi, dan
evaporasi (Tabel 29.4) [3, 14]. Semua alat penghangat dan peralatan pendingin yang
tersedia menggunakan mekanisme ini. Konveksi merupakan transfer panas melalui
udara yang kontak dengan tubuh, dan efisiensi yang sebagian besar ditentukan oleh
kecepatan udara. Perpindahan panas konduktif diartikan sebagai kontak langsung
antara dua benda yang memiliki karakteristik masing-masing. Tingkat transfer panas
objek untuk cairan adalah 32 kali dibandingkan dengan udara. Dengan demikian,
cairan intravena dingin dan hangat sangat efektif dalam pendinginan dan pemanasan
pasien, masing-masing. Radiasi terdiri dari panas mentransfer akibat gradien suhu,
sedangkan menguapkan perpindahan panas terjadi dengan konversi cairan (air,
keringat) ke fase gas. Tiga pertama adalah mekanisme yang paling penting dalam hal
kehilangan panas, serta untuk rewarming
hipotermia pasien [1-3, 9, 14].
Berbagai metode telah digunakan untuk pasien Rewarm
dan untuk mencegah hipotermia perioperatif. aktif eksternal
pemanasan dengan selimut udara baik pemanasan, reflektif dan konveksi,
serta perisai radiasi panas dan cairan-dan udara-beredar
pemanasan selimut dan kasur telah diuji dan
digunakan dalam praktek klinis,, [9 10 12, 14, 15, 17, 19-21, 29,
42-53].
Paksa-Air Pemanasan (konvektif Selimut Air)
Banyak bukti yang menunjukkan eksis keselamatan dan
kemanjuran pengudaraan perangkat pemanasan di kedua mencegah dan
mengobati dan mencegah hipotermia menggigil selama perioperatif
periode, serta dengan hipotermia disengaja (Angka
29,6 dan 29,7) [9, 12, 14, 35, 42, 54-57]. Jika cukup besar
luas permukaan dapat ditutup, perangkat ini tidak hanya mentransfer
panas di permukaan kulit, tapi juga membuat thermoneutral
mikro sehingga semua produksi panas pergi ke memulihkan
suhu tubuh. Thermoregulatory vasokonstriksi, yang
memisahkan dan membatasi perpindahan panas antara kulit dan perifer
pusat termal kompartemen, batas tingkat rewarming
menggunakan udara paksa [58].
Pemanasan Perangkat lainnya
Baik pemanasan resistif menggunakan selimut listrik atau bercahaya
penghangat menggunakan radiasi inframerah telah menjadi penting
Gambar 29.6. Konvektif perangkat pemanasan. Tubuh bagian atas konvektif
(dipaksa-udara) pemanasan perangkat dan selang (BairHuggerModel 750Warming
Unit, Arizant Kesehatan, Eden Prairie, MN). Dipanaskan udara dari pemanasan
Unit mengembang selimut sekali pakai. Desain selimut berisi serangkaian
dari tabung berongga dengan permukaan atas bulat dan diratakan permukaan yang
lebih rendah
bergabung dalam array paralel. Setelah meningkat, selimut mengarahkan udara panas
ke
pasien melalui pelabuhan keluar di undersurface selimut.
Gambar 29,7. Konvektif perangkat pemanasan. Stasiun hipotermia terdiri
dari unit pemanasan konvektif (Snuggle hangat) dan cairan
hangat (Hotline). Unit pemanasan konvektif menarik roomtemperature ambien
udara melalui filter inlet kaca ultrafine. Udara disaring dilewatkan
melalui 0.2-m penyaring outlet, dipanaskan, dan disampaikan melalui selang
selimut pakai. Lebih hangat cairan memanaskan air ke 42 ◦ C setpoint,
dan warmwater ini kemudian beredar melalui serangkaian sekali pakai yang memiliki
lumen pusat steril untuk pemberian cairan IV dikelilingi oleh luar
Lapisan melalui mana air hangat beredar di satu sisi dan kemudian
kembali ke reservoir panas, yang mencegah dingin pada pasien
line. Ada empat stopkontak strip dan lengan selang-pohon disesuaikan
(Smiths Medis ASD, Rockland, MA).
metode untuk digunakan selama atau setelah operasi [35]. Mereka mungkin bermain
peran yang lebih besar dalam pengobatan bidang korban kecelakaan
hipotermia dan selama resusitasi trauma sudah dingin
dan terkena pasien [3, 59]. Grahn et al. dicapai mengesankan
rewarming hasil pada pasien pasca operasi (46) dan
dingin stres dewasa (60) dengan menggunakan prototipe negatif-tekanan
pemanasan perangkat. Model komersial setelah tidak menunjukkan
efek yang sama [61, 62]. Baru-baru ini, Rein et al. [63] menunjukkan bahwa
lokal diterapkan air hangat dan tekanan negatif berdenyut
mencegah hipotermia selama laparotomi dan unggul
untuk pengudaraan pemanasan dalam hal menjaga normothermia
selama laparotomi berkepanjangan.
Cairan dan Darah Warmers
Cairan WarmIV meminimalkan losswhile panas lanjut pada saat yang sama
waktu mentransfer sejumlah besar panas ke inti dalam
pasien yang memerlukan resusitasi cairan dan darah. Misalnya,
10 L dari 40 ◦ C cairan diberikan kepada 32 ◦ C pasien memasok 80 kkal,
yang cukup untuk meningkatkan suhu inti pada pasien 70-kg
sebesar 1,4 ◦ C [64]. Stres termal menanamkan volume besar
dari suhu kamar kristaloid dan koloid atau tidak
menghangatkan darah dan produk darah dapat mengakibatkan cukup
penurunan suhu tubuh rata-rata [3,, 14 35]. Semakin besar
gradien antara suhu cairan infus dan inti
suhu, semakin besar penurunan suhu tubuh. sebagai
baik, semakin besar kebutuhan cairan relatif terhadap berat badan,
semakin besar penurunan suhu tubuh.
Kemampuan penghangat cairan dan darah aman memberikan normothermic
cairan melalui berbagai arus dibatasi oleh beberapa
faktor termasuk perpindahan panas keterbatasan kemampuan bahan
seperti plastik, luas permukaan terbatas pertukaran panas
Mekanisme, perpindahan panas yang tidak memadai dari mekanisme pertukaran
pada tingkat aliran tinggi, dan kehilangan panas setelah keluar tubing IV
lebih hangat. Perbaikan dalam desain cairan hangat termasuk
tinggi set poin, kapasitas termal yang lebih besar, deteksi udara, dan
line monitoring tekanan memungkinkan dokter untuk aman menjaga
termal neutralitywith hormat tofluidmanagementover awide
rentang arus (Angka 29,8-29,11) [65-70]. Penggunaan yang efektif
Gambar 29.8. Infus cairan-perangkat pemanasan yang cepat (H1200, SmithsMedical
ASD, Inc, Rockland, MA). Perangkat ini terdiri dari pemanas yang menghangatkan
air
dan bersirkulasi melalui pompa dan segmen pertukaran panas dengan tabung pusat
untuk aliran air (lawan panas pertukaran teknologi). cairan
mengalir melalui selubung luar, yang mengelilingi inti air. (A) Sebuah kompresor
pneumatik eksternal otomatis meremas cairan IV atau darah
tas untuk meningkatkan aliran. Pengiriman cairan Normothermic dipertahankan pada
arus antara 40 dan 400 mL / menit (20 ◦ C input), dan pada arus antara 40 dan 300
mL / menit (10 ◦ C masukan). (B) Penggunaan deteksi udara ultrasonik ditambah
dengan penutup otomatis adalah perbaikan keamanan yang signifikan. (Avula RR,
Kramer
R, Smith CE. Air deteksi kinerja Tingkat 1H-1200 cairan dan darah hangat. Anesth
Analg 2005; 101:1413-6).
Gambar 29.9. Infus yang cepat FLUIDA perangkat hangat (FMS2000, Belmont
Instrumen Corp, Billerica, MA). Perangkat ini menggunakan induksi magnetik
sebagai
sumber panas. Sebuah pompa peristaltik terintegrasi menghilangkan kebutuhan
untuk kompresi dan tekanan pada cairan bag.Maximumflowis 500
mL / menit. Perangkat ini berisi detektor udara dua, pembersihan udara otomatis,
dan sensor tekanan garis. Ada udara deteksi berlebihan, otomatis
udara penghapusan, dan sensor untuk memperingatkan operator ketika sistem keluar
dari
cairan, atau garis terhambat. (Smith CE, Kabbara A, Kramer RP, Gill I.
Sebuah cairan IV baru dan sistem darah pemanasan untuk mencegah emboli udara
dan
kompartemen sindrom. Trauma Perawatan 2001; 11 (2) :78-82).
Cairan-pemanasan perangkat memungkinkan rewarming lebih efisien
hipotermia pasien ketika metode lain seperti dikombinasi
sebagai udara paksa [66].
suhu Pemantauan
Suhu-monitoring yang paling dapat diandalkan adalah situs distal
esofagus, nasofaring, tympanicmembrane, andpulmonary
arteri (Tabel 29,5). Situs-situs tersebut datang paling dekat dengan mencerminkan inti
Suhu yang menyediakan sekitar 80 persen dari thermal
masukan ke hipotalamus. Suhu inti dapat diperkirakan
dengan cukup akurat dengan menggunakan situs perantara seperti
sublingual (oral), dubur, dan kandung kemih suhu kecuali selama
ekstrim termal gangguan ketika menengah sitesmay
tertinggal di belakang situs inti. Jeda waktu adalah fungsi dari kedua besarnya
panas yang ditransfer dan kerangka waktu di mana itu
dicapai. Jeda waktu mencerminkan perfusi terbatas pada spesifik
suhu tubuh-monitoring situs dan / atau sensor tidak sempurna
penempatan.
distal Esophagus
Karena kedekatannya dengan jantung, thermometry esofagus distal
adalah ukuran yang sangat akurat dari suhu inti.
Termistor ini terkandung dalam sebuah stetoskop esofagus,
yang secara rutin digunakan untuk jantung pemantauan dan suara paru-paru
selama anestesi umum pada pasien tracheally diintubasi (Gambar
29.12). Jika probe tidak ditempatkan distal, suhu pembacaan
mungkin tidak akurat. Penempatan distal biasanya meyakinkan
dengan mendengarkan suara hati paling keras. kontinyu hisap
diterapkan pada selang nasogastrik palsu akan menurunkan suhu kerongkongan.
nasofaring
Situs ini biasanya berkorelasi baik dengan lainnya terpusat diukur
suhu. Suhu nasofaring melebihi
Gambar 29.10. (A) Pediatric in-line set cairan pakai hangat dan pemanas
unit. Set pakai terpasang dekat dengan pasien untuk meminimalkan
kehilangan panas di garis pasien. Volume priming kecil (4 mL). (B) The
set pakai memiliki membran mikroporous bahwa ventilasi udara dari kristaloid
cairan. Air dilepaskan melalui ventilasi samping set untuk meminimalkan
risiko emboli udara (Buddy, Belmont InstrumentCorporation, Billerica,
MA). (Avula RR, Smith CE. Ventilasi udara dan in-line cairan intravena
pemanasan untuk pediatri. Anestesiologi 2005; 102:1290)
Gambar 29.11. Pemanasan cairan kabinet (Enthermics Medis Sistem,
EC770L, Menomonee Falls, WI). Kabinet dipanaskan sampai 42 ◦ CBY
menggunakan
rendah-panas-density Array kabel electrothermal untuk memberikan bahkan
pemanasan
cairan injeksi. Stabilitas beberapa solusi dapat bervariasi sesuai
suhu dan lama penyimpanan. Solusi waktu pemanasan bervariasi
tergantung pada beban kabinet hangat. Kabinet pemanasan tidak dapat digunakan
untuk darah. (Raymond CJ, Kroll A, Smith CE. Pemanasan cairan kristaloid
untuk infus intravena: howeffective adalah kabinet pemanasan cairan Anesth?
Analg. 2006:103:1605-6.)
timpani suhu selama rewarming pada cardiopulmonary
memotong (CPB), yang menunjukkan bahwa situs ini lebih mencerminkan
suhu otak [71]. Masalah dengan situs ini meliputi risiko
perdarahan nasofaring. Suhu dapat bervariasi antara
berbeda penyelidikan posisi. Situs ini relatif kontraindikasi
pada pasien dengan midface parah atau patah tulang tengkorak basilar dengan
cribiform plate gangguan.
pulmonary Arteri
Arteri kateter (PA) paru berisi termistor distal
dan digunakan untuk memonitor tekanan pengisian jantung, stroke
volume, oksigenasi vena campuran, cardiac output, dan lainnya
parameter hemodinamik. Hal ini terlalu invasif untuk menggunakan situs ini
untuk pengukuran temperatur saja. Dengan tidak adanya paru
aliran darah selama CPB, temperatur PA tidak akurat.
Membran timpani (Telinga)
Membran timpani adalah 3,5 cm dari dana hipotalamus,
adalah perfusi oleh arteri karotid internal, dan dapat mudah
dimonitor menggunakan probe dengan baik-terisolasi termokopel (termistor)
berdekatan dengan membran itu sendiri. Cerumen atau kering
darah di saluran aural dapat menghasilkan waktu respon tertunda.
Probe membran timpani yang kontraindikasi pada pasien
dengan otorrhea cairan serebrospinal dan mudah copot selama
Pasien gerakan dan transportasi. Tindakan mungkin tidak akurat
jika telinga dingin atau adanya penyakit otologic.
Adalah penting untuk membedakan agak rumit, tetapi
akurat metode penerapan probe termistor timpani di
kanal aural [46] dari akurat sederhana untuk digunakan, tetapi kurang
termometer inframerah kanal aural [72]. Meskipun sangat layak
untuk penggunaan screening dan pra-rumah sakit [, 73 74] kanal, aural inframerah
termometer tidak dianggap sesuai untuk anestesi
dan penggunaan perawatan kritis. Pengukuran dari empat produk menggunakan
teknik ini dibandingkan dengan pengukuran termistor timpani
fromthe telinga counterlateral selama CPB pendinginan [72].
Tak satu pun dari termometer inframerah yang cukup tepat
untuk penggunaan rutin. Memang, standar deviasi sekitar 0,8 ◦ C
Gambar 29.12. Distal esofagus thermometry. 18 stetoskop esofagus Fr
dengan 400 series thermistor (Novamed, Rye, NY). stetoskop
adalah lateks bebas sekali pakai perangkat yang terus menerus mengukur suhu inti
pada pasien tracheally diintubasi. Stetoskop esofagus adalah
diposisikan pada titik bunyi jantung maksimal, dan suhu
ditampilkan pada monitor elektronik. Sebuah ukuran 9 Fr yang tersedia untuk
pediatri.
menunjukkan bahwa hampir 70 persen dari pengukuran akan
span kisaran 1,6 ◦ C sekitar nilai "true" termistor.
sublingual
Suhu sublingual lebih rendah dari suhu inti oleh
sekitar 0,5 ◦ penempatan C.Correct termometer sangat penting.
Keuntungan yang aksesibilitas mudah, keakraban, dan noninvasiveness.
Kekurangan terkait dengan pembacaan yang tidak akurat karena
ketidakpatuhan atau pernapasan mulut cepat.
dubur
Suhu rektal telah lama dianggap sebagai "standar emas"
untuk memperkirakan suhu inti (terutama pada anak-anak), dan
sekitar 0,1 ◦ C lebih tinggi dari suhu inti. Keuntungan mudah
aksesibilitas, biaya rendah, dan pembacaan yang akurat. Karena rektum
adalah rongga, dapat menahan panas lebih lama daripada suhu lainnya
situs. Ketika suhu pasien meningkat atau jatuh dengan cepat,
suhu dalam rektum dapat tertinggal sebanyak sebagai
jam. Hal ini mungkin karena dubur tidak mengandung thermoreceptors
dan dengan demikian dipanaskan atau didinginkan sebagai akibat dari hipotalamus
kontrol, bukan untuk menanggapinya. Lainnya kemungkinan penyebab
pembacaan dubur akurat terkait dengan efek isolasi dari
fecal materi dalam rektum dan panas yang dihasilkan oleh coliform
bakteri.
kandung kemih
Suhu kandung kemih dapat diukur dengan berdiamnya suatu
kemih kateter mengandung termistor. Jika pasien kemih
kateter tidak memiliki termistor yang terpasang, itu harus
berubah menjadi salah satu yang tidak. Aliran urin yang rendah dapat menurunkan
kemampuan situs ini untuk memperkirakan suhu inti (misalnya,
syok, gagal ginjal). Buka trauma panggul dan perut bagian bawah
palsu dapat menurunkan pembacaan suhu dari situs ini.
SENGAJA HIPOTERMIA
Definisi dan Konsekuensi fisiologis
Terkadang hipotermia telah didefinisikan sebagai disengaja
penurunan suhu inti di bawah 35 ◦ C. thermoregulatory The
kapasitas kompensasi akan bervariasi dari orang ke orang
berdasarkan usia, status kesehatan, dan asupan obat-obatan dan alkohol
(Tabel 29,1 dan 29,2) [30, 59, 75, 76]. Untuk paparan dingin yang sama
kapasitas thermoregulatory dari personwill menentukan
ketika hipotermia set di atau orang hanya tetap "dingin
menekankan "(merasa dingin, menggigil, vasoconstricted, dengan tubuh
suhu di atas 35 ◦ C) [30, 60].
Perbedaan klasik antara ringan (35 ◦ C-32 ◦ C), sedang
(32 ◦ C-28 ◦ C), dan berat (<28 ◦ C) hipotermia disengaja
masih digunakan [30, 59]. Namun, thenewguidelines fromthe Internasional
Liaison Committee of Resuscitation (ILCOR), yang
antara lain meliputi Dewan Resuscitation Eropa
(ERC) dan American Heart Association (AHA), menggunakan kurang
dari 30 ◦ C sebagai titik cutoff untuk menentukan hipotermia berat [36,
77].
Berkepanjangan paparan suhu luar TNZ
menyebabkan hipotermia bahkan dalam iklim ringan dan panas. Oleh karena itu,
hipotermia disengaja tidak boleh dianggap sebagai Arktik atau
belantara masalah. Sebaliknya, hal itu dapat terjadi pada orang sehat
terkena suhu udara ambien, curah hujan, dan angin
dingin meskipun perlindungan awal oleh isolasi dan thermoregulatory
kompensasi (peningkatan produksi panas). Pencelupan
atau perendaman dalam air dingin mempercepat terjadinya hipotermia
[30, 76, 78] Dengan mabuk dan penyakit,. Hipotermia adalah
baik dijelaskan di lingkungan perkotaan dan hangat [30, 76, 78].
Oleh karena itu, hipotermia kecelakaan harus selalu diferensial yang
diagnosis pada pasien tidak sadar dan runtuh. Diagnosis
mandat satunya ukuran satu pun dari suhu inti menurun
menggunakan termometer rendah membaca.
Faktor predisposisi untuk pendinginan paksa dari tubuh
dan penanggulangan thermoregulative ditunjukkan pada Tabel
29,1 dan 29,2 dan Angka 29,2-29,4. Gejala umum yang terlihat
dengan hipotermia disengaja progresif diuraikan dalam Gambar
29.13 (lihat juga plat warna setelah p. 294). Dari terapi
sudut pandang, adalah penting untuk membedakan antara
ringan / moderat versus berat hipotermia [30, 36], antara
ditangkap dibandingkan korban hipotermia nonarrested, dan antara
sesak napas dan nonasphyxiated penangkapan hipotermia [36, 77].
Dalam hipotermia berat, perlambatan awal jantung dan
supraventricular aritmia giveway toventricular fibrilasi
(VF) dan, akhirnya, ada detak jantung [30, 59]. Tingkat pernapasan melambat
dramatis, dan pasien tidak sadar dengan pupil melebar
mungkin muncul mati. Perbedaan antara orang mati dan
pasien sangat hipotermia menjadi bermasalah. Oleh karena itu,
konsensus umum adalah bahwa tidak ada pasien hipotermia harus
dinyatakan meninggal sebelum "hangat dan mati" [, 2 30, 36, 77]. Sebuah
Pendekatan agresif untuk rewarming ditunjukkan. Pendekatan ini
dengan resusitasi cardiopulmonary berkepanjangan (CPR) dan menggunakan
ofCPBis sumber daya intensif dan rumit, baik logistik froma
dan titik terapi pandang [, 36 79-82]. Namun, merit
adalah kasus onmultiple jelas berbasis sukses neurologis yang baik
hasilnya.
Pengobatan Pilihan pada pasien dengan ringan, Sedang, atau
Kecelakaan parah Hipotermia dengan Sirkulasi Utuh
Tingkat hypothermiawill menentukan yang paling tepat
rewarming teknik. Dalam hipotermia ringan, mentransfer
pasien dari lingkungan dingin untuk warmand lingkungan yang dilindungi,
menghapus pakaian andwet dingin, pengeringan permukaan tubuh,
dan cakupan selimut cukup dalam kebanyakan kasus [2, 30, 36,
59] Dalam keadaan ini,. Thebody'sownheat produksi
akan membalikkan suhu rendah (rewarming eksternal pasif).
Jika pasien sangat tidak nyaman atau tidak mampu secara spontan
membalikkan hipotermia tersebut, rewarming aktif eksternal diindikasikan
(Tabel 29.6).
Dalam hipotermia moderat, rewarming eksternal aktif
ditunjukkan. Paksa-udara pemanasan mungkin yang paling efektif
dan metode praktis dan juga dapat digunakan dalam hipotermia berat,
asalkan ada sirkulasi utuh (pulsa sekarang) [30,
36, 56, 57, 59]. Lain eksternal re-pemanasan metode termasuk
air hangat mandi, selimut dipanaskan, lampu panas, paket panas, dan
reflektif selimut. Infus warmIVfluids penting, dan
metode seperti lambung, kandung kemih, peritoneal, dan lavage pleura,
telah dijelaskan [2, 30, 36, 56, 57, 59, 75, 76, 83-85] dan direkomendasikan
untuk hipotermia sedang dan berat (Tabel 29.6).
Dalam severehypothermia, yang becomeslow pulsewill, tidak teratur,
dan lebih kecil tekanan-volume dan darah mungkin unrecordable
[30, 59, 76]. Pada pasien semacam itu, intubasi endotrakeal dan
lainnya manipulasi di tempat kejadian, selama pengangkutan, oronarrival
Gambar 29.13. Dingin-induced cedera seperti timbal hipotermia dan radang dingin
untuk respon thermoregulatory (misalnya, menggigil dan peningkatan simpatik
kegiatan), efek seluler dan jaringan (misalnya, membran kerusakan,
ketidakseimbangan elektrolit, cedera endotel, dan trombosis) dan efek sistemik
(misalnya,
shock, aritmia, dan disfungsi neuromuskular). Direproduksi dengan izin dari referensi
30.
RewarmingMethods dan Tarif rewarming dengan Alternatif Berbeda
rewarming Tingkat
Metode Kategori Komentar (◦ C / hr)
Selimut eksternal pasif Termasuk kepala dan leher, mengurangi
evaporasi kehilangan panas, berhasil jika ada
adalah hilangnya menggigil
0.5-4
Humidifier-terinspirasi udara Termasuk kepala dan leher, mengurangi
evaporasi kehilangan panas, berhasil jika ada
adalah hilangnya menggigil
variabel
Aktif eksternal Paksa-udara dipanaskan Risiko afterdrop suhu dan
rewarming hipotensi
1-2.5
Hangat selimut Resiko luka bakar, afterdrop temperatur, dan
rewarming hipotensi
variabel
Air hangat Sulit untuk memantau pasien perendaman, risiko
Suhu afterdrop dan rewarming
hipotensi
2-4
Aktif internal yang hangat (42 ◦ C) udara panas Rendah dilembabkan transportasi
kapasitas 0,5-1,2
Hangat (42 C ◦) cairan intravena Terutama berguna dalam resusitasi
hipotermia trauma korban, cepat
infus memaksimalkan pengiriman panas
variabel
Tubuh rongga lavage dengan cairan hangat (lambung,
kandung kemih, usus, pleura, peritoneal)
Keterbatasan data, risiko cedera mukosa, risiko
aspirasi dengan lavage lambung
variabel
Hemodialisis Extracorporeal dan hemofiltration Banyak tersedia, inisiasi yang cepat,
membutuhkan
yang memadai tekanan darah
2-3
Kontinyu arteriovenosa rewarming inisiasi, perfusionist Cepat terlatih tidak
dibutuhkan, kurang tersedia, membutuhkan memadai
tekanan darah
3-4
Cardiopulmonary bypass Menyediakan dukungan sirkulasi penuh, memungkinkan
oksigenasi, kurang tersedia, membutuhkan
terlatih perfusionist, keterlambatan dalam inisiasi
7-10
ke rumah sakit dapat menimbulkan VF [30, 36, 79, 83]. Oleh karena itu, lembut
penanganan adalah penting. Jika tanda-tanda kehidupan di Mars (teraba
carotid arteri pulsa, kompleks QRS pada elektrokardiogram
(EKG) pernapasan, spontan untuk setidaknya 1 menit), kombinasi
dari rewarming eksternal / internal yang cepat (Tabel 29.6), hangat
dilembabkan oksigen dengan masker, dan hangat IV cairan untuk melawan
perluasan tempat tidur pembuluh darah dan untuk menggantikan cairan
hilang selama pendinginan cukup [30, 36, 83]. Sebuah jalan nafas definitif
mungkin diperlukan. Aritmia selain VF akan kembali
spontaneouslywith normalisasi suhu. Inotherwise
pasien sehat, prognosis yang sangat baik [7, 30]. dalam moderat
dan parah hipotermia dengan sirkulasi utuh, prognosis
sangat tergantung pada penyakit yang mendasari dan penyebab
hipotermia [30, 59, 75, 76, 78]. Dilaporkan mortalitas di rumah sakit
bervariasi dari 10 sampai 40 persen, dengan angka mendekati
50 persen pada mereka yang cardiopulmonary mendasari parah
penyakit.
Saat ini, salah satu metode rewarming tidak dapat direkomendasikan
atas yang lain dalam hal hasil dan keberhasilan. Namun,
froma praktis dan sudut pandang keamanan, kami percaya forcedair
pemanasan adalah pilihan yang wajar, bahkan dalam ketidaksadaran
Pasien asalkan ada ritme perfusi berdasarkan berikut
laporan. Dalam uji coba terkontrol secara acak dari hipotermia
pasien dengan suhu inti rata-rata 28,8 ◦ C, forcedair
pemanasan meningkatkan suhu inti sekitar 2,4 ◦ C / jam vs
1,4 ◦ C / jam dalam kontrol [55]. Kedua kelompok pasien menerima IV
cairan hangat menjadi 38 ◦ Cas serta hangat, oksigen dilembabkan di
40 ◦ CBY inhalasi. Koller et al. [56] melaporkan penggunaan forcedair
pemanasan dalam lima pasien dengan suhu inti kurang dari
30 ◦ C. Hasil dari semua lima pasien yang baik tanpa neurologis
gejala sisa. Suhu inti meningkat sekitar
1 ◦ C / jam tanpa aritmia jantung atau suhu inti
afterdrop. Hal ini penting untuk terus memonitor suhu inti
untuk mencegah penurunan terkendali suhu dan
mengevaluasi efektivitas rewarming. Aritmia dan hipotensi
mungkin terjadi karena vasodilatasi perifer, serta dari
darah dingin kembali ke sirkulasi pusat (afterdrop) [2,
30, 36, 86]. Ada peningkatan kebutuhan cairan intravena
selama periode rewarming.
Hipotermia Terkadang mungkin terkait dengan coldinduced lokal
cedera [30]. Ini adalah paling sering terlihat pada
ekstremitas. Mereka diklasifikasikan sebagai dangkal (lepuhan yang jelas) atau
mendalam (lepuhan hemoragik) [30]. Jika refreezing tidak menjadi masalah,
rewarming lokal selama transportasi harus dimulai. Namun,
bukan dengan menggosok karena hal ini dapat memperburuk kerusakan jaringan.
lebih lanjut
manajemen melampaui rewarming cepat dalam air panas mandi
(40 ◦ C-42 ◦ C) masih kontroversial [30]. Independen yang dipilih
Pendekatan, kebutuhan untuk tinggal di rumah sakit yang berkepanjangan dan
berulang
prosedur bedah sering terjadi.
Pengobatan Pilihan di Cardiac Arrest hipotermia
Korban tanpa Sejarah Asfiksia
Dalam hipotermia korban serangan jantung, CPR harus dimulai
dengan menggunakan ventilasi yang sama dan kompresi
rasio / tingkat seperti pada pasien normothermic (30:2, tingkat, 100/min)
[36]. Kekakuan umum dari seluruh tubuh akan membuat CPR
lebih rumit dan pengalaman aneh untuk penyelamat.
Ada konsensus umum bahwa vasoaktif obat-obatan dan defibrilasi
kurang efektif jika suhu inti kurang dari 30 ◦ C.
Namun, trade-off antara keprihatinan dan penyediaan
cepat, terapi yang efektif untuk membalikkan VF telah dibuat di akhir
pedoman internasional dengan menyatakan bahwa "jika VF / VT berlanjut setelah
tiga guncangan, penundaan upaya defibrilasi lebih lanjut sampai inti
Suhu di atas 30 ◦ C "[36]. Konsensus umum untuk
terapi obat adalah untuk menahan epinefrin dan obat-obatan lainnya seperti
sebagai amiodarone sampai suhu inti mencapai 30 ◦ C. Endotrakeal
intubasi diindikasikan pada serangan jantung tidak hipotermia
hanya untuk mengamankan jalan napas dan untuk ventilasi, tetapi juga oleh Rewarm
menggunakan dihangatkan (maksimum, 42 ◦ C) dilembabkan oksigen / udara [36].
Kelangsungan hidup setelah jam resusitasi dan minggu intensif
perawatan telah dilaporkan bahkan pada pasien dengan mendalam
(<20 ◦ C) hipotermia [80]. Oleh karena itu, dengan tidak adanya jelas
mematikan luka atau tubuh benar-benar beku membuat CPR mungkin,
pasien harus diangkut dengan CPR yang sedang berlangsung untuk
mampu memberikan rewarming invasif cepat melalui rumah sakit
penggunaan CPB (Tabel 29.6) [36, 79-82]. Manajemen
pasien tersebut akan membutuhkan kerjasama yang erat antara personel
khusus dalam bedah kardiotoraks, perfusi, anestesi jantung,
dan perawatan intensif. Isu-isu seperti optimasi jaringan
perfusi, pencegahan iskemia, dan pengetahuan
patofisiologi reperfusi dan disfungsi mikrosirkulasi aliran
perlu diatasi, tetapi berada di luar lingkup ini
bab
Hasil pada pasien ini tidak hanya tergantung pada
Suhu pada awal resusitasi, tetapi pada penyebab
dengan hipotermia dan diseases.When mendasari menganalisis
hasil dari hipotermia korban serangan jantung dengan rewarmed
sirkulasi extracorporeal, faktor kritis telah ditemukan
menjadi ada atau tidak adanya asfiksia sebelum onset
hipotermia. Misalnya, prognosis keseluruhan korban
rewarmed setelah perendaman (sebagai lawan setelah tenggelam atau
avalanche) itu baik, dengan tingkat yang dilaporkan selamat utuh sampai
60 sampai 70 persen [7, 36, 79-82].
Pengobatan Pilihan di Cardiac Arrest hipotermia
Korban dengan Sejarah Asfiksia
Pada dinyatakan di atas, asosiasi hipotermia dengan asfiksia
membawa prognosis buruk. Karena gambaran klinis pra-rumah sakit
mungkin tanda-tanda jelas, dan pra-rumah sakit seperti pupil melebar
dan detak jantung tidak punya nilai prognostik, setiap upaya harus
dibuat untuk memulai CPR segera dan memadai [36]. dalam tenggelam
kasus, ini sangat penting. Bahkan tidak sempurna dan sederhana
CPR pengamat dapat membawa pasien kembali ke kehidupan.
Sementara perendaman menunjukkan bahwa seluruh tubuh telah
bawah air, perendaman hanya berarti yang tertutup air /
fluid.Hypothermia akan berkembang dengan baik perendaman dan perendaman
[78]. Jika jalan napas telah disimpan jelas dan atas
air dalam korban tenggelam, hipotermia dan selanjutnya jantung
menangkap belum tentu associatedwith asfiksia (primary
hipotermia). Dalam perendaman, situasinya lebih rumit
sebagai aturan umum adalah bahwa terkait asfiksia dan jantung
menangkap membawa prognosis buruk bahkan jika hipotermia berkembang. Jika
perendaman terjadi pada air dingin, sehingga mendorong pendinginan cepat
dari otak, situasinya sangat berbeda. Utuh selamat
telah dijelaskan setelah hingga 60-min periode perendaman,
terutama pada anak-anak [36].
CPR dan maju prosedur dukungan kehidupan di korban
tenggelam harus mengikuti prosedur yang disajikan untuk nonasphyxiated
hipotermia penangkapan korban jantung di atas. Postresuscitation,
korban koma mungkin harus disimpan ringan
hipotermia (32 ◦ C-34 ◦ C) dan ventilasi mekanik selama
sedikitnya 24 jam [87].
Korban longsoran merupakan kelompok khusus [36, 56, 57, 81,
82, 88, 89]. Trauma tumpul adalah alasan untuk kematian sampai satu
sesak napas ketiga korban longsor, dan awal juga umum
[88, 89] Hipotermia jarang mekanisme kematian.. Itu
dapat menjadi mekanisme penting pada mereka dikubur dengan
udara saku yang memungkinkan respirasi awalnya. Survival data dari
Alpen Eropa telah menunjukkan bahwa probabilitas untuk bertahan hidup
dalam sepenuhnya terkubur-korban jatuh cepat dari 90 persen setelah
15 menit pemakaman waktu sampai 30 persen setelah 30 menit [88, 89].
Kelangsungan hidup
setelah 90 menit rendah. Triage dan manajemen lapangan sulit.
Dalam setengah jam awal, fokus harus pada pelepasan cepat
dan manajemen jalan nafas segera dan CPR dalam korban tak bernyawa
untuk melawan asfiksia. Dengan waktu pemakaman lama, pengobatan
hipotermia menjadi lebih penting. Oleh karena pelepasan, lembut,
EKG, dan inti temperaturemonitoring adalah wajib. Itu
trakea korban tak bernyawa harus diintubasi, dan jika inti
suhu kurang dari 32 ◦ C, yang ditemukan dengan kantong udara
dan saluran udara jelas harus diangkut dengan CPR yang sedang berlangsung untuk
mampu memberikan extracorporeal rewarming [36, 88, 89] rumah sakit.
TRAUMA-ASOSIASI HIPOTERMIA
Definisi, Faktor Predisposisi, dan Insiden
Meskipun dekade diskusi yang sedang berlangsung dan penelitian laboratorium pada
kemungkinan efek protektif hipotermia pada pasien trauma
[2, 5], pengembangan hipotermia masih dianggap
merugikan [1-3]. Banyak diskusi telah berpusat pada apakah
hipotermia hanyalah akibat dari keadaan terkejut sendiri, dengan rendah
perfusi menyebabkan metabolisme berkurang dan panas berkurang
produksi, atau komplikasi yang ditetapkan dengan independen
negatif mempengaruhi prognosis. Dalam kajian mereka tentang topik ini,
Hildebrand et al. [1] menyimpulkan bahwa hipotermia disengaja
dalam korban trauma adalah situasi yang sangat berbeda dari terkontrol,
inducedhypothermia (terapi) dalam traumapatients. laboratorium
Penelitian telah menunjukkan efek menguntungkan dari hypothermia
selama syok hemoragik meskipun fakta bahwa hipotermia
per se meningkatkan kecenderungan perdarahan. hipotermia memiliki
efek anti-inflamasi tertentu, yang dapat digunakan untuk memperbaiki
reperfusi cedera dalam berbagai organ. sementara diinduksi
pencegahan hypothermiawith menggigil mempertahankan cadangan tubuh
energi tinggi substrat hipotermia, kecelakaan di trauma
pasien menyebabkan stres fisiologis dan penipisan substrat yang sama,
sehingga baik peningkatan morbiditas dan mortalitas [1].
Hipotermia ditujukan pada korban trauma Non masih umum
masalah dan terjadi awal selama fase pernafasan
[3]. Karena efek keseluruhan lebih negatif (perdarahan meningkat
andimmunosuppression) hipotermia disengaja dalam trauma
pasien, titik cutoff klasik telah didefinisikan ulang untuk
trauma populasi [1, 3], sehingga hipotermia ringan sesuai
ke suhu inti antara 34 ◦ C dan 35,9 ◦ C; moderat
hipotermia, 32 ◦ C sampai 33,9 ◦ C, dan hipotermia parah,
kurang dari 32 ◦ C. Klasifikasi alternatif hipotermia dapat
digunakan dengan empat kelas (I-IV), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 29.7.
Sementara kejadian hipotermia pada korban trauma memiliki
beenwidely dipelajari, masih ada kekurangan datawhen datang
untuk membandingkan algoritma perlakuan yang berbeda dan rewarming
teknik pada pasien trauma. The mencatat perbedaan insiden
mungkin karena perbedaan (1) sistem trauma dan
Populasi itu sendiri (perkotaan vs pedesaan, cedera tumpul vs penetrasi;
(2) waktu pengukuran suhu (pra-rumah sakit darurat vs
Departemen vs ruang operasi vs unit perawatan intensif
[ICU]); (3) teknik pengukuran temperatur (inti vs
antara situs, termokopel perangkat vs inframerah), dan (4)
perbedaan dalam sistem trauma (metode pencegahan termal vs
tidak ada, menghangatkan cairan IV vs unwarmed, langsung vs tertunda
cairan resusitasi).
Dalam salah satu studi pra-rumah sakit beberapa, Helm et al. [73] ditemukan
bahwa hampir setiap pasien kedua adalah hipotermia. Terperangkap
pasien berisiko tinggi (98% vs 35%, P <0,001), seperti
lebih tua dari 65 tahun (P <0,001) pasien. Gejala klinis dari
hipotermia seperti menggigil hanya dicatat di 4 persen.
Sedikit et al. [90, 91] juga terdeteksi kurangnya respon gemetaran untuk
hipotermia pada pasien trauma segera setelah cedera.
Tidak adanya menggigil untuk mengkompensasi penurunan inti
Suhu mungkin karena gangguan termoregulasi setelah
cedera [1, 73, 90]. Dalam penelitian hewan, ambang hipotalamus
suhu untuk timbulnya menggigil adalah 34,8-36,4 ◦ C di
hewan kontrol, sedangkan setelah cedera, ambang batas itu diturunkan
sehingga baik tidak terjadi menggigil, atau menggigil hanya sedikit
diamati pada sekitar 31 ◦ C [92]. Sebuah penurunan yang sama dalam
ambang batas untuk vasokonstriksi juga dapat terjadi setelah trauma.
Mekanisme yang mungkin meliputi oksigenasi jaringan berkurang akibat
shock, penghambatan noradrenergik sentral, efek sentral dari
hipotensi dan hipovolemia, dan penurunan baroreseptor
masukan ke otak [90-94].
Menggunakan teknik termometer inframerah timpani, Watts
et al. [74] menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen dari mereka trauma
pasien diangkut dengan ambulans udara dan darat memiliki
suhu di bawah normal penilaian awal. Kurang dari 5 persen,
Namun, memiliki suhu di bawah 34 ◦ C. Menariknya,
tidak ada perbedaan musiman. Dalam sebuah studi dari konflik
zona di Asia Tenggara, Husum et al. [95] menemukan bahwa dasar
intervensi pra-rumah sakit untuk mengurangi kehilangan panas mampu secara
signifikan
mengurangi frekuensi hipotermia meskipun keseluruhan
waktu transportasi panjang enam sampai tujuh jam.
Studi dari departemen darurat (ED) juga mendukung
gagasan bahwa hipotermia lazim. Luna et al. [96]
menemukan bahwa sekitar 66 persen dari trauma tracheally diintubasi
pasien tiba di hipotermia ED. Hipotermia selama
tahap awal di rumah sakit dikaitkan dengan kedua
keparahan cedera, jumlah transfusi yang dibutuhkan, dan waktu
menghabiskan pra-rumah sakit dan di UGD. Insiden keseluruhan masuk
hipotermia, didefinisikan sebagai suhu ≤ 35 ◦ C, adalah 5 persen
dalam studi menggunakan data dari registri trauma di seluruh negara bagian di
Pennsylvania (n = 38.520 pasien) [97]. Bahkan setelah penyesuaian
faktor-faktor lain, hipotermia masuk dikaitkan
dengan 3 kali lipat rasio odds peningkatan hasil fatal. Perioperatif
hipotermia telah terbukti terjadi pada hampir 50 persen
dari pasien trauma yang membutuhkan pembedahan awal (Gambar 29.14). Dalam
baru-baru ini studi 2.848 korban tempur dari Irak [98], 18 persen
dari hipotermia victimswere (<36 ◦ C) di kedatangan di theCombat
Dukungan Rumah Sakit. Namun, hanya 0,2 persen yang parah
hipotermia (<32 ◦ C) dan 2% memiliki suhu antara 32
dan 34 ◦ C (hipotermia moderat). Keduanya cedera penetrasi
Mekanisme, seorang Glasgow Coma Scale skor kurang dari 8, dan shock
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) lebih rendah dari 90 mmHg
adalah prediktor independen dari hipotermia pada saat kedatangan.
Menganalisis pasien trauma 38.550 berusia 18 hingga 55 tahun dari
Trauma Nasional Data Bank (American College of Surgeons),
Shafi et al. [99] menemukan kejadian 8,5 persen dari
hipotermia di unit gawat darurat. Pasien hipotermia memiliki
usia yang sama dan distribusi seks sebagai pasien normothermic,
tetapi secara umum yang lebih terluka parah.
Jika tidak hadir pada kedatangan, hipotermia dapat mengembangkan dan
memburuk selama tinggal di UGD dan OR (Gambar 29.14). Itu
Etiologi, faktor predisposisi, dan patofisiologi adalah
sama seperti untuk pasien operasi besar lainnya (Tabel 29,1-29,3).
Gambar 29.14. Insiden hipotermia (<36 ◦ C) pada 660 pasien trauma
membutuhkan pembedahan dalam waktu 24 jam masuk ke Medis MetroHealth
Center, Cleveland, Ohio. Preop, praoperasi, intraop, intraoperatif.
Disajikan atMetroHealthResearch Pameran dan Ohio Masyarakat ofAnesthesiologists
Pertemuan Tahunan, September, 2004. Direproduksi dengan izin.
Selama prosedur resusitasi dan bedah awal, eksposur
dari imobilisasi, pasien, penggunaan anestesi, dikombinasi
perlindungan termal suboptimal akan segera membuat trauma
pasien hipotermia. Sayangnya, meskipun segala sesuatu yang
telah ditulis pada subjek masih ada kesan yang berbeda
bahwa manajemen termal traumapatients adalah suboptimal
[3, 4].
Implikasi Klinis, Pencegahan, dan
rewarming Pilihan
Klinis konsekuensi negatif dari hipotermia di trauma
korban baik-didefinisikan [1-3], dan terutama terkait dengan koagulopati
dan imunosupresi (Tabel 29.3). kritis
inti suhu untuk timbulnya koagulopati tampaknya menjadi 34 ◦ C,
di mana tingkat aktivitas enzim dan jatuh fungsi trombosit
signifikan [100]. Studi yang lebih tua menunjukkan tidak ada korban trauma
dengan suhu below32 ◦ C [101] data yang lebih baru. fromthe besar
Utara-American National Trauma Data Bank tidak mendukung
gagasan bahwa prognosis secara keseluruhan pada pasien dengan berat
hipotermia suram [102].
Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan, termasuk selama
transportasi intrahospital [103]. Membandingkan pasien trauma
membutuhkan transfusi masif (> 50 unit darah merah dikemas
sel) selama dua periode waktu di akhir 1980-an dan awal 1990-an,
Cinat et al. [104] menemukan bahwa hipotermia tahan api, parah
asidosis, dan hipotensi berkepanjangan faktor yang terkait dengan
miskin hasil. Mereka menyimpulkan bahwa peningkatan dicatat dalam kelangsungan
hidup
16-45 persen selama periode sepuluh tahun dipelajari
kemungkinan besar disebabkan rewarming lebih efisien, agresif
koreksi koagulopati, dan meningkatkan penerapan kerusakan
mengontrol prinsip operasi. Perioperatif hipotermia dan
hipotermia pada saat kedatangan ke ICU atau selama jam pertama ICU
harus selalu dianggap sebagai tanda bahaya.
Penelitian lebih baru menunjukkan korelasi yang sama
antara hipotermia dan memperburuk hasil. dua baru-baru ini
Data Trauma utara-AmericanNational Bank ulasan [99, 102]
menemukan bahwa setelah disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, mekanisme, dan
tingkat keparahan
cedera, hipotermia (<35 ◦ C) pada saat kedatangan untuk ED adalah
independen prediktor kematian (rasio odds 1,19 [95% CI 1,05-
1,35, P = 0,008]). Tidak mengherankan, kejadian infeksi
keseluruhan, pneumonia, gagal ginjal, dan gangguan pernapasan dewasa
syndrome (ARDS) adalah semua signifikan lebih tinggi pada hipotermia
pasien. Dalam analisis penelitian kohort retrospektif pada usingmultivariate
data, akan selalu ada pertanyaan apakah statistik
Asosiasi ditemukan juga menyiratkan hubungan sebab akibat. kedua muda
(<18 tahun) dan tua (> 55 tahun) pasien dikeluarkan, dan
informasi tentang waktu pra-rumah sakit dan manajemen termal adalah
tidak hadir. Selanjutnya, dalam studi pada Trauma Nasional 2004
Data Bank [102] kematian tetap konstan pada pasien
bawah 32 ◦ C. Kenyataan bahwa hampir 60 persen dari pasien
dengan suhu di bawah 32 ◦ C selamat menekankan bahwa, dalam
sistem trauma modern, suhu rendah tidak harus dipertimbangkan
tanda kesia-siaan perawatan. Lebih data pada subkelompok
trauma korban dengan suhu yang sangat rendah diperlukan. di
Kesimpulan, kedua penelitian kohort besar mendukung gagasan
bahwa perkembangan hipotermia yang merugikan dalam parah
trauma pasien. Oleh karena itu, setiap langkah harus diambil untuk
mengatasi penurunan suhu tubuh pada pasien trauma, baik
sebelum dan setelah tiba di rumah sakit [1-3] ..
Dalam salah satu penelitian sangat sedikit intervensi pra-rumah sakit
untuk mempertahankan normothermia pada korban trauma, Watts et al. [74]
menemukan bahwa penggunaan paket panas kimia (Siklus Hot 1;
SignalManufacturing
Corporation, Fairfield, CA) tubuh meningkat
Suhu selama transportasi. Baik pasif dan rewarming
selimut reflektif atau menghangatkan cairan IV saja disebabkan sama
peningkatan suhu. Meskipun jumlah studi yang
kecil, hasil menunjukkan bahwa dalam hipotermia korban trauma
adalah undertreated, dan penelitian lebih lanjut diperlukan pada pra-rumah sakit
termal manajemen.
Menggunakan laboratorymodel traumapatients tosimulate, Ittner
et al. [105] blanketswith pemanasan dibandingkan resistif yang konvektif
udara pemanasan perangkat. The pemanasan konvektif lebih efektif.
Kober et al. [106, 107] dibandingkan selimut pemanas resistif
dan wol selimut selama transportasi ambulans korban trauma.
Penggunaan selimut pemanas resistif baik menyebabkan lebih
termal kenyamanan, jatuh kurang dalam suhu diukur oral dan timpani,
dan sinyal pulsa oksimeter yang lebih baik. Kesimpulan
penulis [105-107] bahwa perangkat tersebut harus tersedia
dalam semua ambulans terhambat oleh praktis, logistik,
dan hambatan keuangan. Namun, pencegahan hipotermia awal
tahap pra-rumah sakit harus ditekankan. Ini juga mencakup
penggunaan bijaksana Cairan IV [108], sebagai penggunaan cairan dingin
cara yang sangat efektif untuk pasien trauma secara tidak sengaja pendinginan
[87, 109].
Di rumah sakit, peralatan pemanasan konvektif sangat berguna dalam
berbagai lokasi (ED, OR, ICU, perawatan postanesthesia
unit), dan jika luas permukaan yang cukup besar dapat ditutupi, ini
perangkat membuat mikro thermoneutral sehingga
semua produksi panas pergi ke memulihkan suhu inti [4, 35,
65, 67, 68, 110]. Hal ini diakui bahwa mungkin agak sulit
untuk menerapkan perangkat ini untuk pasien trauma dalam ED
karena ketentuan paparan pasien. Dalam operasi
ruang, terutama cedera withmultiple, ada sangat sedikit
permukaan yang tersedia untuk penerapan atas, bawah-, daerah
atau seluruh tubuh konvektif selimut pemanasan. Dalam hal ini,
selimut pemanas bawah bodi mobil dipaksa-udara atau resistif dapat menjadi
manfaat yang signifikan [14, 35, 44, 111], sebagai pemanas bercahaya dapat [35].
Metode pemanasan lainnya juga tersedia dalam trauma
pasien (Tabel 29,6-29,8). Dipanaskan humidifikasi dari
bernapas sirkuit akan mencegah pernapasan-gas yang berhubungan dengan
kehilangan panas
dan dapat menambah panas ke pasien. Pengiriman hangat, dilembabkan
gas telah terbukti meningkatkan suhu inti sebesar 0,5 ◦ C
menjadi 0,65 ◦ C per jam dalam cedera, pasien hipotermia [112,
113], dan harus digunakan sebagai bagian terpadu dari gabungan
pendekatan untuk mengobati atau mencegah hipotermia [35].
Meskipun sebagian besar digunakan untuk pasien hipotermia disengaja
(lihat Hipotermia Accidental), aktif rewarming, internal
(Tabel 29,6 dan 29,8) mengembalikan normothermia pada tingkat yang lebih cepat
dibandingkan surfacemethods dan telah dikaitkan dengan lebih cepat
normalisasi curah jantung dan EKG, dan penurunan risiko
shock rewarming dalam trauma-terkait hipotermia berat
[64, 114, 115]. Metode-metode dari rewarming inti umumnya
sesuai untuk pasien parah hipotermia, tetapi juga dapat
berguna bagi pasien cukup hipotermia (32-34 ◦ C) dengan
kardiovaskular ketidakstabilan.
CPB (Tabel 29,6 dan 29,8) merupakan cara yang paling efektif
dari rewarming pasien sangat hipotermia, tetapi membutuhkan sistemik
heparinization [2, 3, 30, 59, 116]. relatif kontraindikasi
kepada CPB meliputi asfiksia, luka traumatik yang parah (resiko
Tabel 29.8: Manajemen Disarankan Tingkat Berbeda Hipotermia pada Korban
Trauma
Hipotermia Type / Kelas
Ringan Sedang Parah
Tahap Perawatan Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Pra-rumah sakit / darurat
departemen / perawatan kritis
satuan
Standar ukuran ±
aktif eksternal pemanasan
Aktif pemanasan tindakan eksternal Extracorporeal tindakan Extracorporeal
Intraoperatif Standard mengukur ±
aktif eksternal pemanasan
Aktif internal yang pemanasan
(irigasi Intracavitary)
extracorporeal tindakan
± Intracavitary
metode
extracorporeal tindakan
± Intracavitary
metode
Kebolehan lanjut
operasi?
Penyelesaian definitif
operasi
Pengendalian kerusakan Kerusakan kontrol Kerusakan kontrol
Pertimbangkan DHCA
Langkah-langkah standar untuk dilembagakan pada semua pasien trauma yang serius
meliputi tetapi tidak terbatas pada tindakan diakui sebagai metode eksternal pasif
(hangat
lingkungan, selimut, selimut), menghangatkan cairan intravena, menghangatkan gas
terinspirasi jika diintubasi, selimut pemanasan konvektif.
Extracarporeal metode yang akan digunakan dengan personil yang tepat dan
dukungan kelembagaan: rewarming artenovenous terus menerus, rewarming
venovenous
dengan pompa pusaran sentrifugal, arteriovenosa rewarming dengan pompa pusaran
sentrifugal, bypass cardiopulmonary standar, sirkuit hemodialisis dengan dipanaskan
dialisat.
DHCA, dalam peredaran darah penangkapan hipotermia (hanya dengan luka parah
dan dukungan yang tepat). Direproduksi dengan izin dari referensi 2.
pendarahan), dan tingkat kalium sangat tinggi (> 10 mmol / L).
Peritoneum atau pleura lavage dengan kristaloid dipanaskan pada
nilai tukar 6 L / menit dapat meningkatkan suhu inti pada
tingkat 2 ◦ C sampai 3 jam ◦ Cper, dan telah terbukti bermanfaat
pada pasien mempertahankan hipotermia lingkungan atau eksposur
[2, 3, 30, 59, 84].
Teknik lain melibatkan sambungan dari percutaneously
ditempatkan jalur arteri femoral cairan counter-current
hangat (Tabel 29,6 dan 29,8) [64, 114, 115]. Pasien
volume darah mengalir melalui lebih hangat dan kembali ke
pasien dengan besar-menanggung tabung vena sehingga fistula yang dibuat
melalui pemanasan hangat (Gambar 29.15). Teknik ini,
dikenal sebagai rewarming arteriovenous berkelanjutan (CAVR), telah
telah ditunjukkan untuk pasien cepat rewarmmildly hipotermia. di
pengalaman awal dari 16 pasien yang diobati dengan CAVR, inti
rewarming sampai 35 ◦ C dicapai dalam 39 menit dan untuk
36 ◦ C dalam 66 menit [114]. Keuntungan dari CAVR tidak mencakup
persyaratan untuk heparinization, pembalikan cepat hipotermia,
penurunan kebutuhan cairan total, penurunan kegagalan organ, dan
penurunan lama tinggal ICU. Teknik CAVR memberikan
terus menerus transfusi panas untuk pasien selama sistolik
tekanan darah lebih dari 80 mmHg. Risiko CAVR
terutama terdiri dari orang-orang yang berkaitan dengan kanulasi perkutan
yang femoralis pembuluh [114, 115].
Ada sangat sedikit acak, studi terkontrol
rewarming pasien trauma. Gentillelo et al. [115] dibandingkan
CAVR dengan standar rewarming dalam, acak prospektif
percobaan 57 pasien trauma tiba di hipotermia ICU
(suhu inti ≤ 34,5 ◦ C). Ada penurunan ditandai
fluida persyaratan, tingkat signifikan lebih cepat rewarming, dan
lebih rendah di awal kematian pada pasien yang menerima CAVR (7% dengan
CAVR vs 43% dengan rewarming standar), tapi kelangsungan hidup untuk
melepaskan
tidak berbeda nyata antara kelompok (survival 66%
dengan CAVR vs 50% dengan rewarming standar). penelitian ini
Gambar 29.15. Skema deskripsi arteriovenosa terus menerus
rewarming (CAVR) perangkat yang menggunakan arteri femoralis perkutan
ditempatkan
dan vena kateter dan tekanan darah pasien sendiri untuk menciptakan
arteriovenous fistula yang mengalihkan sebagian dari cardiac output melalui
kompak, heparin-terikat penukar panas. Direproduksi dengan izin
dari referensi 114.
menggambarkan masalah dengan studi tersebut dan bagaimana jangka pendek
Efek dapat dihapus oleh masalah di kemudian di ICU. Namun, para
Studi mendukung gagasan bahwa hipotermia harus diperlakukan
agresif pada pasien trauma. Metode yang digunakan (Tabel 29.6
dan 29,8) akan berbeda dengan keadaan dan pengalaman
dan sumber daya yang tersedia dari tim trauma lokal.
Kerusakan Pengendalian Operasi dan Perawatan ICU
Penelitian dari Cinat et al. [104] dan Gentillo et al. [115] titik
untuk beberapa masalah yang sama pada pasien trauma: cedera yang
keparahan, syok hemoragik, resuscitationwith cairan dan darah
produk, koagulopati, dan hipotermia terkait dengan cara
yang membuat sulit untuk membedakan efek dari cedera
efek pengobatan [3,, 65 67, 68, 99, 117-119]. Yang penting,
merusak efek shock dan hipotermia pada hemodinamik
parameter dan koagulasi adalah aditif. Hal ini telah menyebabkan
Konsep operasi pengendalian kerusakan [2,, 117 119]. Hipotermia
kurang dari 34 ◦ C bersama dengan asidosis (pH <7.10) dan klinis
Perdarahan difus (koagulopati) diakui sebagai "mematikan
triad "atau" lingkaran setan berdarah. "Kriteria ini sekarang digunakan untuk
menandai batas toleransi pasien untuk definitif
bedah kontrol dan perbaikan. Hal ini berlaku baik untuk laparotomi,
torakotomi, dan bedah ortopedi. Sebaliknya, suatu "disingkat"
Pendekatan untuk menghentikan pendarahan ("kemasan") dan mencegah
berkelanjutan
kontaminasi dicari. Pasien diangkut ke
ICU untuk rewarming, optimasi hemodinamik, dan pembalikan
koagulopati.
Koagulopati Trauma adalah sindrom perdarahan difus
dari permukaan mukosa, serosal, dan luka, serta pembuluh darah
situs, terkait dengan cedera serius, hipotermia, asidosis, dan
hemodilusi [120]. Brohi et al. [121] digunakan tes laboratorium
untuk menentukan adanya koagulopati awal 1.088 trauma
pasien. Mereka menemukan bahwa hampir seperempat dari pasien mereka
tiba di UGD dengan koagulopati didirikan dan dihubungkan
ini cedera pada jaringan dan pelepasan berbagai faktor. Kejadian
koagulopati meningkat dengan skor cedera meningkatkan keparahan
(ISS), sebagai didmortality.Theauthors melakukan correlationwith notfinda signifikan
Terapi cairan pra-rumah sakit dan menyimpulkan bahwa awal
tes laboratorium pembekuan harus wajib pada semua pasien
dengan cedera beberapa saat tiba di UGD. Hal ini diakui,
Namun, bahwa studi pembekuan dilakukan pada suhu tubuh normal
di laboratorium tidak akan mengkonfirmasi koagulopati hipotermia
[100, 122, 123]. Menggunakan thromboelastography disesuaikan dengan inti
suhu tubuh, dan waktu protrombin (PT), diaktifkan parsial
tromboplastin kali (aPTTs), dan pengukuran aktivitas platelet
di 112 pasien dewasa trauma berturut-turut, Watts et al.
[100] menemukan bahwa suhu inti kurang dari 34 ◦ C adalah
titik kritis di mana kedua koagulasi enzim aktivitas dan
fungsi trombosit menurun secara signifikan. Fibrinolisis tidak
dipengaruhi oleh penurunan suhu. Pasien dengan suhu
lebih besar dari 34,0 ◦ C hypercoagulobility benar-benar menunjukkan.
Dalam transfusi terakhir reviewof besar dan koagulopati,
Hardy et al. [124] menyimpulkan bahwa pemeliharaan normothermia
dan koreksi dari hemoglobin yang rendah harus dipertimbangkan
dasar, strategi sederhana, dan efektif untuk menghindari lanjut
bleeding.Rewarming adalah afirst-line intervensi dalam perdarahan difus
situasi. Dalam perdarahan difus situationswith, restorasi
darah kritis massa sel darah merah (hemoglobin, 9-10 g / dL), platelet
count (> 75,000-100,000 sel / mm [3]), PT (<1,5 kali normal
normal),
InternationalNormalized Ratio (INR; <1,5), dan fibrinogen
Tingkat (> 80-100 mg / dL) adalah tomake penting dalam pembentukan gumpalan
besar
mungkin. Agen hemostatik diaktifkan rekombinan
Faktor VII (rFVIIa) telah datang ke dalam penggunaan umum dalam kritis seperti
perdarahan situasi [118, 125]. Sementara kemanjuran rFVIIa
tergantung pada pH lebih tinggi dari 7,1, itu mempertahankan aktivitas normal dalam
kehadiran hipotermia [125].
RINGKASAN DAN KESIMPULAN
Hipotermia sebagai komplikasi dari operasi besar dan anestesi
dikenal baik anestesi. Mengancam jiwa
hipotermia tanpa trauma juga dapat berkembang (disengaja
hipotermia). Hipotermia sering mempersulit manajemen
pasien dengan trauma tumpul atau tajam dan berhubungan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Awal kontrol
perdarahan dan pencegahan kehilangan panas lanjut adalah faktor kunci untuk
menghindari triad mematikan hipotermia, asidosis, dan koagulopati.
Di tengah situasi resusitasi trauma stres
penting bagi anestesi untuk menggunakan pengalaman nya
frommajor operasi dan memperhatikan temperatur
manajemen pada pasien trauma.
REFERENCES
1. Hildebrand F, Giannoudis PV, van Griensven M, et al. Pathophysiologic
changes and effects of hypothermia on outcome in
elective surgery and trauma patients. Am J Surg 2004;187:363–
71.
2. Kirkpatrick AW, Chun R, Brown R, Simons RK. Hypothermia
and the trauma patient. Can J Surg 1999;42:333–43.
3. Tsuei BJ, Kearney PA. Hypothermia in the trauma patient.
Injury 2004;35:7–15.
4. Wooten C, Schultz P, Sapida J,LaflammeC.Warming and treatment
of mild hypothermia in the trauma resuscitation room –
an intervention algorithm. J Trauma Nurs 2004;11:64–6.
5. Tisherman SA. Hypothermia and injury. Curr Opin Crit Care
2004;10:512–9.
6. Polderman KH, Tjong Tjin Joe R, Peerdeman SM, et al. Effects
of therapeutic hypothermia on intracranial pressure and outcome
in patients with severe head injury. Intensive Care Med
2002;28:1563–73.
7. Silfvast T, Pettila V. Outcome from severe accidental hypothermia
in Southern Finland – a 10-year review. Resuscitation
2003;59:285–90.
8. Grahn D. The physiology of mammalian temperature homeostasis.
In Smith C, Grande C, ed. Hypothermia in Trauma –
Deliberate or Accidental. Baltimore: International Trauma
Anesthesia Critical Care Society (ITACCS), 1997, pp 1–6.
9. Sessler DI. Mild perioperative hypothermia. N Engl J Med
1997;336:1730–7.
10. Buggy DJ, Crossley AW. Thermoregulation, mild perioperative
hypothermia and postanaesthetic shivering. Br J Anaesth
2000;84:615–28.
11. Szmuk P, Rabb MF, Baumgartner JE, et al. Body morphology
and the speed of cutaneous rewarming. Anesthesiology 2001;
95:18–21.
12. Taguchi A, Kurz A. Thermal management of the patient: where
does the patient lose and/or gain temperature? Curr Opin
Anaesthesiol 2005;18:632–9.
13. Kurz A, Sessler DI, Narzt E, et al. Morphometric influences on
intraoperative core temperature changes. Anesth Analg 1995;
80:562–7.
14. Sessler DI. Perioperative heat balance. Anesthesiology 2000;
92:578–96.
15. Belani K, Sessler DI, SesslerAM,et al.Leg heat content continues
to decrease during the core temperature plateau in humans
anesthetized with isoflurane. Anesthesiology 1993;78:856–63.
16. Frank SM, Beattie C, Christopherson R, et al. Epidural versus
general anesthesia, ambient operating room temperature, and
patient age as predictors of inadvertent hypothermia. Anesthesiology
1992;77:252–7.
17. Glosten B, Hynson J, Sessler DI,McGuire J. Preanesthetic skinsurface
warming reduces redistribution hypothermia caused by
epidural block. Anesth Analg 1993;77:488–93.
18. Lenhardt R, Greif R, Sessler DI, et al. Relative contribution
of skin and core temperatures to vasoconstriction and shivering
thresholds during isoflurane anesthesia. Anesthesiology
1999;91:422–9.
19. Sessler DI. Perianesthetic thermoregulation and heat balance in
humans. FASEB J 1993;7:638–44.
20. Sessler DI, Moayeri A. Skin-surface warming: Heat flux and
central temperature. Anesthesiology 1990;73:218–24.
21. Sessler DI, Moayeri A, Stoen R, et al. Thermoregulatory vasoconstriction
decreases cutaneous heat loss. Anesthesiology
1990;73:656–60.
22. Kurz A, Go JC, Sessler DI, et al. Alfentanil slightly increases the
sweating threshold and markedly reduces the vasoconstriction
and shivering thresholds. Anesthesiology 1995;83:293–9.
23. Kurz A, Sessler DI,Annadata R, et al.Midazolam minimally impairs
thermoregulatory control. Anesth Analg 1995;81:393–8.
24. Ozaki M, Sessler DI, Matsukawa T, et al. The threshold
for thermoregulatory vasoconstriction during nitrous oxide/
sevoflurane anesthesia is reduced in the elderly. Anesth Analg
1997;84:1029–33.
25. Hynson JM, Sessler DI, Belani K, et al. Thermoregulatory
vasoconstriction during propofol/nitrous oxide anesthesia in
humans: threshold and oxyhemoglobin saturation. Anesth
Analg 1992;75:947–52.
26. Ikeda T,Kazama T, Sessler DI, et al. Induction of anesthesiawith
ketamine reduces the magnitude of redistribution hypothermia.
Anesth Analg 2001;93:934–8.
27. Ikeda T, KimJS, Sessler DI, et al. Isoflurane alters shivering patterns
and reducesmaximumshivering intensity.Anesthesiology
1998;88:866–73.
28. Ikeda T, Sessler DI, Kikura M, et al. Less core hypothermia
when anesthesia is induced with inhaled sevoflurane than with
intravenous propofol. Anesth Analg 1999;88:921–4.
29. Szmuk P, Ezri T, Sessler DI, et al. Spinal anesthesia speeds active
postoperative rewarming. Anesthesiology 1997;87:1050–4.
30. BiemJ,KoehnckeN, Classen D,DosmanJ.Outof the cold:management
of hypothermia and frostbite.CMAJ2003;168:305–11.
31. Heier T, Caldwell JE. Impact of hypothermia on the response
to neuromuscular blocking drugs. Anesthesiology 2006;104:
1070–80.
32. Frank SM, Beattie C, Christopherson R, et al. Unintentional
hypothermia is associatedwith postoperativemyocardial
ischemia. The Perioperative Ischemia Randomized Anesthesia
Trial Study Group. Anesthesiology 1993;78:468–76.
33. Frank SM, Fleisher LA, Breslow MJ, et al. Perioperative maintenance
of normothermia reduces the incidence of morbid
cardiac events. A randomized clinical trial. JAMA 1997;277:
1127–34.
34. Frank SM, Higgins MS, Breslow MJ, et al. The catecholamine,
cortisol, and hemodynamic responses to mild perioperative
hypothermia. A randomized clinical trial. Anesthesiology
1995;82:83–93.
35. Sessler DI. Complications and treatment of mild hypothermia.
Anesthesiology 2001;95:531–43.
36. Soar J, Deakin CD, Nolan JP, et al. European Resuscitation
Council guidelines for resuscitation 2005. Section 7. Cardiac
arrest in special circumstances. Resuscitation 2005;67(Suppl
1):S135–70.
37. Frank SM, Fleisher LA, Olson KF, et al. Multivariate determinants
of early postoperative oxygen consumption in elderly
patients. Effects of shivering, body temperature, and gender.
Anesthesiology 1995;83:241–9.
38. Kurz A, Sessler DI, Lenhardt R. Perioperative normothermia to
reduce the incidence of surgical-wound infection and shorten
hospitalization. Study of Wound Infection and Temperature
Group. N Engl J Med 1996;334:1209–15.
39. Winkler M, Akca O, Birkenberg B, et al. Aggressive warming
reduces blood loss during hip arthroplasty. Anesth Analg
2000;91:978–84.
40. Schmied H, Kurz A, Sessler DI, et al. Mild hypothermia
increases blood loss and transfusion requirements during total
hip arthroplasty. Lancet 1996;347:289–92.
41. Heier T, Clough D, Wright PM, et al. The influence of mild
hypothermia on the pharmacokinetics and time course of
action of neostigmine in anesthetized volunteers. Anesthesiology
2002;97:90–5.
42. Brauer A, English MJ, Steinmetz N, et al.Comparison of forcedair
warming systems with upper body blankets using a copper
manikin of the human body. Acta Anaesthesiol Scand
2002;46:965–72.
43. Camus Y, Delva E, Bossard AE, et al. Prevention of hypothermia
by cutaneous warming with new electric blankets during
abdominal surgery. Br J Anaesth 1997;79:796–7.
44. Camus Y, Delva E, Just B, Lienhart A. Leg warming minimizes
core hypothermia during abdominal surgery. Anesth Analg
1993;77:995–9.
45. Camus Y, Delva E, Sessler DI, Lienhart A. Pre-induction skinsurface
warming minimizes intraoperative core hypothermia. J
Clin Anesth 1995;7:384–8.
46. Grahn D, Brock-Utne JG,Watenpaugh DE, Heller HC. Recovery
from mild hypothermia can be accelerated by mechanically
distending blood vessels in the hand. J Appl Physiol
1998;85:1643–8.
47. Kabbara A, Goldlust SA, Smith CE, et al. Randomized prospective
comparison of forced air warming using hospital blankets
versus commercial blankets in surgical patients.Anesthesiology
2002;97:338–44.
48. Krenzischek DA, Frank SM, Kelly S. Forced-air warming versus
routine thermal care and core temperature measurement sites.
J Post Anesth Nurs 1995;10:69–78.
49. Negishi C, Hasegawa K, Mukai S, et al. Resistive-heating and
forced-air warming are comparably effective. Anesth Analg
2003;96:1683–7.
50. Perl T, Brauer A, Timmermann A, et al. Differences among
forced-air warming systemswith upper body blankets are small.
A randomized trial for heat transfer in volunteers. Acta Anaesthesiol
Scand 2003;47:1159–64.
51. Brauer A, Pacholik L, Perl T, et al. [Heat transfer by conductive
warming with circulating-water mattresses]. Anasthesiol
Intensivmed Notfallmed Schmerzther 2004;39:471–6.
52. Taguchi A, Ratnaraj J, Kabon B, et al. Effects of a circulatingwater
garment and forced-air warming on body heat content
and core temperature. Anesthesiology 2004;100:1058–64.
53. Brauer A, Pacholik L, Perl T, et al. Conductive heat exchange
with a gel-coated circulating water mattress. Anesth Analg
2004;99:1742–6.
54. Goheen MS, Ducharme MB,Kenny GP, et al. Efficacy of forcedairandinhalation
rewarmingby using ahumanmodelfor severe
hypothermia. J Appl Physiol 1997;83:1635–40.
55. Steele MT, Nelson MJ, Sessler DI, et al. Forced air speeds
rewarming in accidental hypothermia. Ann Emerg Med 1996;
27:479–84.
56. Koller R, Schnider TW, Neidhart P. Deep accidental hypothermia
and cardiac arrest – rewarmingwith forced air. Acta Anaesthesiol
Scand 1997;41:1359–64.
57. Kornberger E, Schwarz B, Lindner KH, Mair P. Forced air surface
rewarming in patients with severe accidental hypothermia.
Resuscitation 1999;41:105–11.
58. Ereth MH, Lennon RL, Sessler DI. Limited heat transfer
between thermal compartments during rewarming in
vasoconstricted patients. Aviat Space Environ Med 1992;63:
1065–9.
59. Aslam AF, Aslam AK, Vasavada BC, Khan IA. Hypothermia:
evaluation, electrocardiographic manifestations, and management.
Am J Med 2006;119:297–301.
60. Soreide E, Grahn DA, Brock-Utne JG, Rosen L. A non-invasive
means to effectively restore normothermia in cold stressed individuals:
a preliminary report. J Emerg Med 1999;17:725–30.
61. Smith CE, Parand A, Pinchak AC, et al. The failure of negative
pressure rewarming (Thermostat) to accelerate recovery from
mild hypothermia in postoperative surgical patients. Anesth
Analg 1999;89:1541–5.
62. Taguchi A, Arkilic CF, Ahluwalia A, et al. Negative pressure
rewarming vs. forced air warming in hypothermic postanesthetic
volunteers. Anesth Analg 2001;92:261–6.
63. Rein EB, Filtvedt M,Walloe L, Raeder JC. Hypothermia during
laparotomy can be prevented by locally applied warmwater and
pulsating negative pressure. Br J Anaesth, 2007:98:331–6.
64. Gentilello LM, Cortes V, Moujaes S, et al. Continuous arteriovenous
rewarming: experimental results and thermodynamic
model simulation of treatment for hypothermia. J Trauma
1990;30:1436–49.
65. Smith C. Trauma and hypothermia. Curr Anaesth Crit Care
2001;12:87–9.
66. Smith CE, Desai R, Glorioso V, et al. Preventing hypothermia:
convective and intravenous fluid warming versus convective
warming alone. J Clin Anesth 1998;10:380–5.
67. Smith CE, PatelN.Hypothermia in adult trauma patients: anesthetic
considerations. Part II. Prevention and treatment. Am J
Anesthesiol 1997;24:29–36.
68. Smith CE, Yamat RA. Avoiding hypothermia in the trauma
patient. Curr Opin Anaesthesiol 2000;13:167–74.
69. Avula RR, Kramer R, Smith CE. Air detection performance
of the level 1 H-1200 fluid and blood warmer. Anesth Analg
2005;101:1413–6.
70. Avula RR, Smith CE. Air venting and in-line intravenous fluid
warming for pediatrics. Anesthesiology 2005;102:1290.
71. Stone JG, Young WL, Smith CR, et al. Do standard monitoring
sites reflect true brain temperature when profound
hypothermia is rapidly induced and reversed? Anesthesiology
1995;82:344–51.
72. Imamura M, Matsukawa T, Ozaki M, et al. The accuracy and
precision of four infrared aural canal thermometers during cardiac
surgery. Acta Anaesthesiol Scand 1998;42:1222–6.
73. Helm M, Lampl L, Hauke J, Bock KH. [Accidental hypothermia
in trauma patients. Is it relevant to preclinical emergency
treatment?]. Anaesthesist 1995;44:101–7.
74. Watts DD, RocheM, Tricarico R, et al. The utility of traditional
prehospital interventions in maintaining thermostasis. Prehosp
Emerg Care 1999;3:115–22.
75. Lloyd EL. Accidental hypothermia. Resuscitation 1996;32:111–
24.
76. Lonning PE, Skulberg A, Abyholm F. Accidental hypothermia.
Review of the literature. Acta Anaesthesiol Scand 1986;30:
601–13.
77. AHA. 2005 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular
Care. Circulation 2005;112:IV1–203.
78. Bierens JJ, Uitslager R, Swenne-van Ingen MM, et al. Accidental
hypothermia: incidence, risk factors and clinical course of
patients admitted to hospital. Eur J Emerg Med 1995;2:38–46.
Top Related