Download - Hipersensitivitas I

Transcript
Page 1: Hipersensitivitas I

1. B. Jelaskan hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs Tipe I ?

1. Hipersensitivitas tipe I atau Reaksi Alergi1.1 Definisi

Reaksi hipersensitifitas tipe I adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 yang berasala dari alol (Yunani) yang berarti perubahan dari asalnya yang dewasa dan diartikan sebagai perubahan reaktivitas organisma.

1.2 Manifestasi Reaksi Tipe I

Reaksi lokalReaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ

spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.

Sekitar 50%-70& dari populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk ke tubuh melalui mukosa seperti selaput lendir hidung, paru dan konjungtiva, tetapi hanya 10-20% masyarakat yang menderita rintis alergi dan sekitar 3%-10% yang menderita asma bronkial.

IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

Reaksi sistemik – anafilaksisAnafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam

beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang

melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya.

Page 2: Hipersensitivitas I

Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

Berbagai mekanisme yang dapat berperan pada reaksi pseudoalergi :

Page 3: Hipersensitivitas I

Reaksi AlergiJenis Alergi Alergen Umum Gambaran

Anafilaksis Obat, serum, kacang-kacangan

Edema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian

Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merah

Rinitis alergiPolen (hay fever), tungau debu rumah (rhinitis perenial)

Edema dan iritasi mukosa nasal

Asma Polen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas

MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandum

Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis

Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makanan

Inflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular

Perbedaan Anafilaksis dan Anafilaktoid

Page 4: Hipersensitivitas I

1.3 Mekanisme

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.

b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1

Mediator Efek

Histamin H1: Permeabilitas vaskular meningkat, vasodilatasi, kontraksi

Page 5: Hipersensitivitas I

otot polos

H2: Sekresi mukosa gaster

Aritmia jantung

H3: SSP (regulator)

H4: Eosinofil

ECF-A Kemotaksis eosinofil

NCF-A, NCA Kemotaksis neutrofil

Protease (triptase, kimase)

Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen

PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

BK-A Kalikrein: kininogenase

Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler

ProteoglikanHeparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan: mencegah komplemen yang menimbulkan koagulasi

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1

Mediator Efek

PGVasodilatasi, kontraksi otot polos paru, agregasi trombosit, kemotaktik neutrofil potensiasi mediator lainnya

LTR (SRS-A)Peningkatan permeabilitas vascular, vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos paru, kemotaktik neutrofil

Sitokin Aktivasi berbagai sel radang

BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

Prostaglandin D2Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit

IL-4 dan IL-13 Peningkatan produksi IgE

IL-1 dan TNF-α Anafilaksis, peningkatan ekspresi CAM

Page 6: Hipersensitivitas I

pada sel endotel venul

IL-3, IL-5, IL-6, IL-10. TGF-β dan GM-CSF

Berbagai efek (dapat dilihat pada sitokin)

IL4, PMN, demam TNF-α Aktivasi monosit, eosinofil, demam

FGF Fibrosis

Inhibitor protease Mencegah kimase

Lipoksin Bronkokontriksi

Leukotrin (LTC4 LDT4 LTE4)Kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis

Leukotrin B4, 15-HETE Sekresi mukus

PAFKemotaksis, (terutama eosinofil), bronkospasme

Mekanisme Reaksi Tipe I

1.4 Manifestasi Klinis

Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, bias lebah atau penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit, diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan

Page 7: Hipersensitivitas I

obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera, dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.

Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti, menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).

Referensi:

Karnen Garna Baratawidjaja dan Iris Rengganis, 2014. Imunologi Dasar FKUI, Edisi XI, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia