Download - hidrosefalus R21

Transcript
Page 1: hidrosefalus R21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIDROSEFALUS

Definisi

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya

cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,

sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005). Pelebaran ventrikuler ini akibat

ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu

bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan

tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-

ubun (DeVito EE et al, 2007).

Epidemiologi

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus

kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis

aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga

dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan

dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah

akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis,

dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada

salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat

absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS

diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan

kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam

klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada

bayi dan anak ialah :

1) Kelainan Bawaan (Kongenital)

a. Stenosis akuaduktus Sylvii

b. Spina bifida dan kranium bifida

c. Sindrom Dandy-Walker

d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

Page 2: hidrosefalus R21

2) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan

jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi

adalah toxoplasmosis.

3) Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.

Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii

bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian

depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis

leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat

organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

Patofisiologi dan Patogenesis

CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam

peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan

saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem

internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur

8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml.

Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal

ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui

saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan

Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis

menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al,

2007:328)

Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :

1. Produksi likuor yang berlebihan

2. Peningkatan resistensi aliran likuor

3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai

upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi

ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan

hidrosefalus.

Page 3: hidrosefalus R21

Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler.

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler

3. Perubahan mekanis dari otak.

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis

5. Hilangnya jaringan otak.

6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran

likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang

disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam

upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan

tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan

peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan

aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari

hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus

tersembunyi (occult hydrocephalus).

2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.

3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal

menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.

Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.

Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus

arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada

saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus

ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.

(Darsono, 2005)

Page 4: hidrosefalus R21

Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat

ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang

menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari

hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan

pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan

ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi

dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari

biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala

menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter

Paul Rickham, 2003)

2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi

intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda

(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi

pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang

progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran

lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania

biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

a. Fontanel anterior yang sangat tegang.

b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.

d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar

dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran,

gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak

akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

Diagnosis

Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang

khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat

radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih

besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis

Page 5: hidrosefalus R21

hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat

diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan

pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.

Anak-anak atau orang dewasa memberikan reaksi yang berbeda karena tempurung

kepala tidak lagi bisa membesar untuk mengakomodir penumpukan jumlah CSS. Gejala

umumnya adalah muntah, mengantuk, papillederma (pembengkakan bagian syaraf optik),

pandangan yang tidak jelas, diplopia (pandangan ganda), mata layu, kehilangan

keseimbangan, dan kehilangan daya ingat. (Darsono, 2005:214)

Diagnosis Banding

Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak,

granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut

dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono,

2005:215)

Terapi

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :

a) Mengurangi produksi CSS.

b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.

c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

1. Penanganan Sementara

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui

upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.

2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)

Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi

massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik

untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter

Paul Rickham, 2003)

3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)

Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase.

Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan

serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada

yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada

Page 6: hidrosefalus R21

periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan

pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan

resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper,

2005:360)

Prognosis

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis

serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena

penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.

Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai

kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka

kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar

16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat

tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005).

Pemeriksaan Penunjang.

1. Scan temograsfi komputer ( CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan

membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya( Neoplasma,

kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial ). Fungsi ventrikel kadang

digunakan untiuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal

untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran).

2. EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic

3. Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala

4. MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak

tanpa kena radiasi

Penatalaksanaan Medis

Pasang parau untuk mengeluarkjan kelebihan CSS dari ventrikel lateral kebagian

ekstrakranial ( biasanya peritonium untuk bayi dan anak-anak atau atrium pada remaja )

dimana hal tersebut dapat direabsorbsi.

Page 7: hidrosefalus R21

Komplikasi

1.Peningkatan TIK

2.Infeksi malfungsi pirau

3.Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik

4.IQ menurun

Page 8: hidrosefalus R21

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Anamnese

1) Riwayat penyakit / keluhan utama

Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan

pupil, kontriksi penglihatan perifer.

2) Riwayat Perkembangan

Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras

atau tidak.

Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.

Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.

Keluhan sakit perut.

Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi :

Anak dapat melioha keatas atau tidak.

Pembesaran kepala.

Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.

2) Palpasi

Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.

Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela

tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

3) Pemeriksaan Mata

Akomodasi.

Gerakan bola mata.

Luas lapang pandang

Konvergensi.

Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.

Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Observasi Tanda –tanda vital

Didapatkan data – data sebagai berikut :

Peningkatan sistole tekanan darah.

Page 9: hidrosefalus R21

Penurunan nadi / Bradicardia.

Peningkatan frekwensi pernapasan.

Diagnosa Klinis :

Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari

pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )

Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “

(Mercewen’s Sign)

Opthalmoscopy : Edema Pupil.

CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi

komputer.

Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operatif

1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut berhubungan dengan meningkatkanya tekanan

intrakranial .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah,

kepala membesar

Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Klien akan mendapatkan

kenyamanan, nyeri kepala berkurang

Kriteria hasil : Nyeri berkurang, tidak ada grimace meringis Kesakitan, Kepala

mengecil

Rencana Keperawatan :

1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi

R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada

cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi

sedikit.

R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.

4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah

leher/bahu

R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan

Page 10: hidrosefalus R21

reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti

asetaminofen,kodein)

R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.

2) Kecemasan sehubungan dengan keadaan yang akan mengalami operasi.

Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.

Tujuan : Setelah dilakukan pendekatan dan intervensi Kecemasan berkurang atau

dapat diatasi.

Kriteria Hasil : kecemasan berkurang

Rencana keperawatan :

1. Kaji status mental dan tingakt ansietas dari pasien/keluarga. Catat adanya

tanda-tanda verbal atau nonverbal

R/ Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi

tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi

bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu

2. Berikan penjelasan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum

dilakukan

R/ Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan.

3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan

takutnya

R/ Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat

ditujukan

4. Libatkan keluarga dalam perawatan, perencanaan, motivasi dan membuat

keputusan

R/ Meningkatkan rasa control terhadap diri dan meningkatkan kemandirian

serta dukungan.

3) Resiko Kekurangan cairan sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.

Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi kekurangan cairan dan

elektrolit.

Kriteria Hasil : muntah berkurang dan pemasukan cairan meningkat

Rencana keperawatan :

Page 11: hidrosefalus R21

1. Kaji tanda vital, peningkatan suhu/demam memanjang, takikardi, hipotensi

ortostatik

R/ peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan

melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia

menunjukkan kekurangan cairan sistemik

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah)

R/ Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane

mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan

3. Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter uruine, hitung

keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak. Ukur berat badan

sesuai indikasi

R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan

penggantian

4. Tekankan cairan sedikitnya 250cc/hari atau sesuai indikasi

R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko dehidrasi

5. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi (antipiretik, antiemetic)

R/ Berguna menurunkan kehilangan cairan

6. Berikan cairan IV sesuai keperluan

R/ Pada adanya penurunan masuka/banyak kehilangan, penggunaan parenteral

dapat memperbaiki kekurangan

Post – Operatif.

1) Nyeri akut sehubungan dengan post operasi dilakukan pemasangan shunt.

Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Rasa Nyaman Klien akan

terpenuhi, Nyeri berkurang

Kriteria hasil: Skala nyeri berkurang (1-3), Grimace kesakitan berkurang

Rencana Keperawatan :

1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi

R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada

cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi

Page 12: hidrosefalus R21

sedikit.

R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.

4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah

leher/bahu

R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan

reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti

asetaminofen,kodein)

R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.

6. Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.

7. Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka

pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.

R/ Mencegah terjadinya infeksi dan pemyebaran cairan terlalu luas

8. Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.

R/ Menjaga kestabilan kondisi pasien

9. Berikan posisi yang nyaman. Hindari posisi pada tempat dilakukan shunt.

R/ Meningkatkan rasa nyaman bagi pasien

10. Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat,

dingin, berkeringat)

R/ Indikator adanya masalah pada nyeri

11. Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya.

R/ Memudahkan untuk mengatasi nyeri pasien

2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi gangguan nutrisi.

Kriteria Hasil : Adanya peningkatan BB, Turgor kulit normal, Mukosa bibir

normal, output dan input seimbang

Rencana Keperawatan :

1. Kaji kemampuan pasien untuk menelan, mengunyah, batuk dan mengatasi

sekresi

R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien

harus terlindung dari aspirasi

Page 13: hidrosefalus R21

2. Timbang berat badan sesuai indikasi

R/ mengebaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah status pemberian nutrisi

3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala

tempat tidur pasien selama makan atau selama pemberian makan lewat NGT

R/ menurunkan resiko terjadinya aspirasi

4. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

R/ Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang

diberikan

5. Konsultasi dengan ahli gizi

R/ Merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi

tergantung pada berat badan, usia, penyakit.

6. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti leawat selang NG, member

makanan lunak dan cairan agak kental

R/ Pemilihan rute tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien

7. Pertahankan kebersihan oral (mulut)

R/ Meningkatkan nafsu makan pasien

3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui

shunt.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi infeksi / Klien bebas

dari infeksi

Kriteria Hasil : suhu tubuh normal, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak terjadi

komplikasi.

Rencana Keperawatan:

1. Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.

R/ Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut

2. Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan

R/ Menurunkan resiko infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi

semakin meluas

3. Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.

R/ Timbulnya pengingkatan suhu sebagai indikasi adanya infeksi

4. Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.

R/ Mencegah terjadi penyebaran infeksi dan mengontrol pemajanan infeksi

Page 14: hidrosefalus R21

4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit sehubungan dengan imobilisasi.

Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Pasien bebas dari kerusakan

integritas kulit dan kontraktur.

Kriteria Hasil : tidak terdapat iritasi pada kulit, keadaan kulit kering dab bersih

Rencana keperawatan :

1. Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.

R/ Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah

tulang yang menonjol

2. Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.

R/ Mencegah adanya kerusakan kulit yang bertambah parah

3. Jasgalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.

R/ Mencegah adanya iritasi pada kulit

4. Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan

R/ Menstimulasi sirkulasi, menigkatkan nutris sel atau oksigenasi jaringan,

meningkatkan kesehatan jaringan

Page 15: hidrosefalus R21

DAFTAR PUSTAKA

• http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm

• DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural

abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116:

pages 328–332.

• Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/

bmj.327.7428.1408.

• Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of

Neurology: Eight Edition. USA.

• Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar

Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.