Download - HERU SUPARJO FISIP

Transcript

I. Judul PenelitianPERAN SATUAN PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DALAM MENEGAKAN PERATURAN DERAH KABUPATEN NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DI KABUPATEN CIAMIS

II. Latar BelakangUntuk mencapai masyarakat yang tentram dan sejahtera diperlukan adanya suasana yang tertib, bersih dan indah. Untuk mencapai tujuan teresebut Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II telah mengatur dalam ketentuan yang mengatur ketertiban, kebersihan dan keindahan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis telah diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 3 Tahun 1987, bahwa sehubungan dengan beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah tersebut dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan dewasa ini maka Peraturan Daerah diatas perlu segara diadakan perubahan. Undang-undang Nomor 5 Tahhun 1974, tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950, tentang pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962, tentang Hygiene untuk usaha-usaha bagi umum, undang-undang Nomor 2 Tahun 1966, tentang Hygiene, Undang-undang Nomor 13 Tentang jalan, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup. Peratura Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 4/IX/PD-DPRD/1972 Nomor 12 Tahun 1976, Nomor 3 Tahun 1986, tentang mendirikan dan membongkar Banggunan di Daerah Kabupaten Ciamis, Peraturan Daerah Kabupaten Derah Tingkat II Ciamis Nomor 10 Tahun 1976, tentang cara membuat peraturan daerah tingkat II Ciamis, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 11 Tahun 1987, Nomor 5 Tahun 1991, tentang ketentuan parker dan bongkar muat serta pemungutan retribusi dalam wilayah kabupaten daerah tingkat II ciamis, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 11 Tahun 1988, tentang pola dasar pembangunan daerah tingkat II Ciamis, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 6 Tahun 1991, tentang penggunaan jalan dan dispensasi jalan kepunyaan pemerintah kabupaten daerah tingkat II ciamis.Keputusan Bupati mengenai penunjukan lokasi bagi para pedagang kaki lima di dalam Kota Ciamis telah ditetapkan dengan keputusan Bupati Ciamis Nomor 300/Kpts.377.Huk/2002. Bahwa berkenaan dengan dibukanya Yogya Dept Store Cabang Ciamis, perlu adanya tindakan antisipatif terhadap penempatan lokasi Pedagang kaki lima untuk menghindari dampak kesemrautan terhadap Kota Ciamis, maka keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu ditinjau kembali dan diadakan perubahan yang ditetapkan dengan keputusan Bupati.Berdasarkan hasil pengamatan penelitian di lokasi ditemukan bahwa Maraknya pedagang kaki lima yang mengganggu keindahan, kebersihan dan ketertiban kota, hal tersebut di pengaruhi beberapa indikator:1. Perilaku corat-coret di dinding atau di papan reklame2. SDM yang kurang mengerti mengenai tata keindahan kota3. Merupakan tempat usaha yang dinilai strategisMasalah tersebut dapat diatasi dengan cara : 1. Kegitan petugas dalam menindak 2. Penertiban tata ruang kota dengan memindahkan pedagang kaki lima ke tempat yang seharusnya menjadi lokasi perdagangan.3. Menindak lanjut bagi pedagang kaki lima yang melanggar ketentuan yang berlaku4. Memberi izin berdagang dengan ketentuan waktu yang sudah ditetapkan.Berdasarkan dari permaslahan di atas, penulis tertarik untuk lebih lanjut mengadakan penelitian yang kemudian dituangkan kedalam karya ilmiah (skripsi) dengan judul penelitian " PERAN SATUAN PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DALAM MENEGAKAN PERATURAN DERAH KABUPATEN NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DI KABUPATEN CIAMIS "

III. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian permasalahan diatas, selanjutnya untuk membatasi masalah yang diteliti penulis merumuskan masalah sebagai berikut:1. Bagaimana peran Satuan Pamong Praja (Satpol PP) dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis?2. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh Satuan Pamong Praja (Satpol PP) dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis?3. Bagaimana upaya yang dilaksanakan oleh Satuan Pamong Praja (Satpol PP) dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis?

IV. Tujuan PenelitianAdapun yang menjadi tujuan dari dilakukannya penelitian mengenai permasalahan tersebut di atas adalah :1. Untuk mengetahui peran Satuan Pamong Praja (Satpol PP) dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis?2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Satuan Pamong Praja (Satpol PP) dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis?3. Untuk mengetahui upaya yang dilaksanakan oleh Satuan Pamong Praja (Satpol PP) dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis?

V. Kegunaan PenelitianSelanjutnya penulis akan mengemukakan mengenai apa yang menjadi kegunaan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:1. Secara teoritisa. Guna mengembangkan ilmu pengetahuan sosial khususnya ilmu administrasi Negara yang berkaitan dengan pengelolaan kearsipan dan kualitas pelayanan prima. b. Guna menambah literature/peran satpol PP dalam penegakan ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis khususnya mengenai ilmu Pemerintahan di perpustakaan fakultas ilmu sosial dan ilmu politik2. Secara praktisa. Sebagai sumbangan fikiran untuk penegakan Perda Peraturan Derah Kabupaten Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan di Kabupaten Ciamisb. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Satpol PP dalam Penegakan Perda Peraturan Derah Kabupaten Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan di Kabupaten Ciamis c. Guna memperluas pengetahuan dan wawasan penulis, serta dapat memberikan pengalaman yang berarti bagi penulis dalam melakukan penelitian.

VI. Krangka PemikiranSatuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah. Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah, tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja.Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini maka dinyatakan tidak berlaku PP Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428).Berikut kutipan isi PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP.Pengertian (Pasal 3)1. Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.2. Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.Syarat menjadi Satpol PP (Pasal 16)Persyaratan untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Prajaadalah:a. pegawai negeri sipil;b. berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat;c. tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluhsentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan; d. berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;e. sehat jasmani dan rohani; danf. lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.Kedudukan (Pasal 3 ayat (2))Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. (Pertanggungjawaban Kepala Satpol PP kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif. Pengertian "melalui" bukan berarti Kepala Satpol PP merupakan bawahan langsung sekretaris daerah. Secara struktural Kepala Satpol PP berada langsung di bawah kepala daerah).Tugas (Pasal 4)Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. (Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat).Fungsi (Pasal 5)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi:a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umumdan ketenteraman masyarakat di daerah;d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;(Tugas perlindungan masyarakat merupakan bagian dari fungsi penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dengan demikian fungsi perlindungan masyarakat yang selama ini berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat menjadi fungsi Satpol PP)e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dang. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.Wewenang (Pasal 6)Polisi Pamong Praja berwenang:a. Melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hokum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; (Tindakan penertiban nonyustisial adalah tindakan yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan)b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; (Yang dimaksud dengan "menindak" adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan).c. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan (Yang dimaksud dengan "tindakan penyelidikan" adalah tindakan Polisi Pamong Praja yang tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah, antara lain mencatat, mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, serta meminta keterangan).e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.(Yang dimaksud dengan "tindakan administratif adalah tindakan berupa pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah).Kewajiban (Pasal Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib: a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;(Yang dimaksud dengan "norma sosial lainnya" adalah adat atau kebiasaan yang diakui sebagai aruran/etika yang mengikat secara moral kepada masyarakat setempat). b. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja;c. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; (Yang dimaksud dengan "membantu menyelesaikan perselisihan" adalah upaya pencegahan agar perselisihan antara warga masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum).d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan (yang dimaksud dengan "tindak pidana" adalah tindak pidana di luaryang diatur dalam Perda)e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.Pemberhentian (Pasal 18) Polisi Pamong Praja diberhentikan karena:a. Alih tugas;b. Melanggar disiplin Polisi Pamong Praja;c. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau d. Tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja.Tata KerjaSatpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal. (Pasal 25) Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.( Pasal 26.)Kerja sama dan Koordinasi (Pasal 28)1. Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.2. Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku koordinator operasi lapangan.3. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi.Pasal 35Pedoman organisasi Satpol PP untuk Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, diatur dengan Peraturan Menteri dengan pertimbangan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang aparatur negara. Selanjutnya menurut pendapat penulis mengenai Peraturan Derah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 16 Tahun l992 tentang perubahan pertama peraturan daerah kabupaten daerah tingkat II Ciamis nomor 3 tahun 1987 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan dalam wilayah kabupaten daerah tingkat II Ciamis.Selanjutnya mengenai Peraturan Derah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis tentang perubahan pertama Peraturan Daerah Kabupaten Derah Tingkat II Ciamis Nomor 3 Tahun 19987, tentang Ketertiban, Kebersihan & Keindahan.

Pasal 3Tertib jalan, trotoir, tanaman dan tempat umum 1. Setiap orang atau badan dilarang tanpa ijin Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.a. Menggunakan bunyi-bunyi atau pengeras suara untuk kepentingan reklame dijalan atau ditepi jalan/trotoirb. Berolahraga atau memainkan pennainan di jalan umumc. Membongkar lapisan, keep dan trotoir atau menggalinya d. Membuat tanggul dijaln umum yang dapat mengganggu kelancaran lalu lintas dan dapat menimbulkan bahaya e. Membongkar mauat barang-barang muatan kendaraan dijalan dan trotoir 2. Setiap orang dilaranga. Membuat gaduh, berkelahi, melantarkan benda keras/tajam dijalan dan trotoir b. Memanjat pagar tanaman dan mengganggu alat pengaman jalan rambu-rambuc. Bermain laying-layang dijalan umum atau diatas trotoird. Mengotori dan merusak jalan umum kecuali kecuali oleh petugas untuk kepentingan Dinas e. Melepaskan ternak dijalan dan trotoir f. Menggunakan jalan dan atau trotoir sebagai tempat bekerja, penimbunan atau penyimpanan barang-barang/benda baik yang menurut sifatnya masih dapat dipakai mauoun barang-barang/benda-benda bekas yang tidak dapat dipakai lagi menurut fungsinya semula. g. Menggunakan jalan umum atau trotoir untuk penyimpanan dan parker kendaraan, kecuali untuk kepentingan tertentu yang bersifat sementara atau tempat parkir yang telah disediakan oleh pemerintah.Implementasi kebujakan menurut Solichin (1987:112) mendefinisikan bahwa implementasi adalah mendesain, melaksanakan, dan membangun program. Sedangkan menurut Wahab (2004:68) mendefinisikan implementasi sebagai pelaksana keputtusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputuan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.Pengertian implementasi kebijakan menurut Winarno (2002:68) adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah mauoun swasata untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Proses implementasi menurut Solichin (1987:65) merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-indivdu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.Pengertian KebijakanKebijakan diberia arti yang bermacam-macam oleh oleh para ahli, penulis mengajukan pengertian kebijaan menurut Hoogerwerf (1983:34) yaitu sebagai berikut:"usaha mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dalam urutan-urutan waktu tertentu. Kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, ia adalah suatu upaya untuk memecahkan, mengurangi atau mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan yang terarah ".

Untuk lebih melengkapi pengertian kebijakan maka Hoogerwerf (1983:78) mengemukakan beberapa definisi kebijakan sebagai berikut: a. Menurut sebagian penulis kebijakan merupakan suatu perbuatanb. Menurut penulis lainnya kebijakan merupakan suatu sikap yang direncanakan atau suatu rencana c. Menurut sebagian penulis kebijakan merupakan rencana dan tindakan d. Menurut sebagian penulis kebijakan merupakan keputusan-keputusan dan perbuatan-perbuatane. Menurut sebagian penulis kebijakan merupakan pengawasan terorganisirJadi bila digabungkan maka suatu kebijakan merupakan : suatu rencana, sikap, perbatan, himpunan keputusan dan tindakan serta pengawasan yang terorganisir, untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui penggunaan sarana-sarana tertentu, meliputi suatu waktu tertentu dengan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pelaku kebijakan dinamakan actor-aktor, yaitu orang atau lembaga atau kelompok tertentu yang merupakan atau melaksanakan suatu kebijakan, utuk memecahkan suatu masallah yang memang perlu segera dipecahkan. Pengertian kebijaka di atas adalah pengertian kebijakan secara umum, sedangkan dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan arti kebijakan peerintah. Hoogerwef (1983:9-10) mendefinisikan kebijakan pemerntah sebagai berikut:Kebijakan pemerintah adalah para actor dari golongan tertentu yaitu ; pejabat-pejabat pemerintah dan instansi-instansi pemerintah, kebijakan para actor ini tterjelema dalam di bawah pengaruh kebijakan actor-aktor lain. Yaitu baik penduduk maupun organisasi-organisasi maupun pemerintah-pemerintah lain. Perbedaan kebijakan pemerintah dengan kebijakan lain adalah: a. Kebijakan pemerintah mengenal langsung atau tidak langsung kepada semua anggota masyarakat di daerah kekuasaan tertentu b. Kebijakan pemerintah meningat bagi anggota di daerah kekuasaan tertentu, juga disebakan kebijakan pemerintah meningkat makaselalu timbul pertanyaan apa yang terjadi atau harus menjadi ukuran kebijakan itu.

Jadi dari uraian Hoogerwef tersebut, jelas perbedaan antara kebijakan pemenntah dengan kebijakan non-pemerintah, karena kebijakan pemenntah mempunyai daya mengikat dan memaksa yang mungkin tidak dimiliki oleh kebijakan lainnya. Namun demikian kebijakan pemenntah di dalam proses terbentuknya mendapatkan pengaruh dari actor-aktor kebijakan lainnya secara kompetitif atau bersaing melakukan upaya untuk dapat mempengaruhi isi ataupun rah kebijakan pemerintah yang akan member keuntungan besar untuk kepentingan pihaknya. Pengaruh tersebut dating dari dalam sendirinya tetapi juga dating dari pemerintah Negara lain. Selain itu kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan adalah kebijakan yang secara umum dapat dikatakan untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyat yang lebih baik.Pengertian berikutnya dikemukakan oleh Islami (1997:17) mengemukakan sebagai berikut :Kebijakan adalah suatu taktik dan startegi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan, oleh karena itu suatu kebijakan harus memuat tiga elemen yaitu:a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapaib. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai suatu tujuan yang diingnkan c. Menyediakan berbagai input untuk memungkinkan pelaksana secara nyata dari taktik atau strategi

Dari pendapat para ahli diatas, maka kebijakan merupakan suatu tindakan atau perbuatan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam usaha memilih dan mencapai tujuan-tujuan melalui pemberian arah untu mencapai tujuan organisai dalam suatu kurun waktu tertentu. Kebijakan didalamnya mengandung asumsi-asumsi mengenai apa yang harus dilakukan serta bagaimana akibatnya yang bakal terjadi dari tindakan tersebut, dimana asumsi-asumsi itu diperlihatkan adanya sebab akibat antara tujuan yang hendak dengan kebijakn yang dirumuskan. Oleh karena itu kebijakan mengandung arti sebagai suatu proses dimana dalam proses ini melewati tahap-tahap yang pada umumnya mencakup isi-isi dan penyusunan agenda, perumusan kebijakan dan program-program, bentuk kebijakan dan isi kebijakan, pelaksanaan kebijakan serta revisi atau pengakhiran kebijakan.Dengan demikian kebijakan merupakan konsep yang mencoba untuk merangkum mengenai gagasan-gagasan yang berasal dari berbagai disiplin dengan menginterprestasikan sebab-sebab dan akibat-akibat dari tindakan tersebut sehingga kebijakan merupakn tindakan yang sengaja untuk dilaksanakan dalammencapai tujuan yang ditetapkan. Kebijakan terdiri dari rangkaian keputusan-keputusan yang saling terikat dan langkah-langkah yang terdapat di dalamnya lebih rasional, misalnya : keputusan untuk mengatasi masalah, keputusan untuk berbuat sesuatu dan sebagainya. Di dalam kebijakan biasanya sudah termaktubtujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Walaupun tujuan itu dalam prakteknya mungkin saja berubah atau dilupakan sebagiannya. Sekalipun demikian dalam praktek itu kadang-kadang tujuan dirumuskan dengan mengacu kepada masa yang lampau. Sebagai upaya untuk memberikan kesan kuat adanya suatu strategi yang jelas atau untuk memperbesar tingkat wawasan kedepan mengenai hal akhir yang ingin dicapai dan suatu tindakan nyata yang sudah ditetapkan semenjak dini dalam tahap-tahap proses perubahan kebijakan.

VII. Metode Penelitian 7.1 Desain PenelitianIstilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:4)Mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Menerut, mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara. holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.Williams (1995:5) menulis bahwa :Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu lattar alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Jelas definisi ini member gambaran bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar yang alamiah, metode alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.

Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen. Penelitiankualitatif dari sisi ini definisi lain dikemukakan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang. Ternyata definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaitu wawancara terbuka, sedangkan yang penting dari definisi ini mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun sekelompok orang. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistic untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam satu latar yang berkonteks khusus. Pengertian inni hanya mempersoalkan dua aspek yaitu pendekatan penelitian yang digunakan adalah naturalistic sedangkan upaya dan tujuannya adalah sutu fenomena-fenomena dalam suatu konteks khusus. Hal itu berarti bahwa tidak seluruh konteks dapatlah diteliti tetapi penelitian kualitatif itu harus dilakukan dalam suatu konteks yang khusus.

7.2 Definisi Operasional Variabel VariableVariable penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik esimpulannya. Kerlinger (1973), menyatakan bahwa variable adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari atau suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian variable itu merupakan suatu yang bervariasi.Variable dalam penelitian ini adalah Peran Satpol PP Dalam Penegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis. Adapun sub variabel dalam penelitian ini adalah ukuran kebijakan Perda, yang terdiri dari dimensi-dimensi:1. Isi kebijakan dengan indicator:a. Kepentingan yang dipengaruhi, diukur dengan : Keamanan yang diberikan untk masyarakat Satpol PP dijadikan sebagai pusat penegakan Perda b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan, diukur dengan : Adanya perda yang mengatur mengenai Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis, menjadikan Kota ciamis tertib, aman dan nyaman Menjadikan kota yang dirasakan aman dan nyaman oleh khususnya masyarakat ciamis umumnya pendatang

c. Derajat perubahan yang diharapkan, diukur dengan : Evaluasi menjadikan titik perkembangan ketertibann Kota Ciamis Hasil pengendalian dan evaluasi dijadikan bahan referensi sebagai acuan dasar tingkat kemana, keteriban dan keindahan kota ciamisd. Siapa pelaksana program, diukur dengan : Bupati memiliki kewenangan dalam perancangan perda mengenai tata teertib kota Bupati memiliki kewenangan dalam pelaksanaan evaluasi mengenai tata tertib kota e. Sumber daya yang dilibatkan, diukur dengan : Koordinasi antara Bupati dan pihak satpol pp dalam penegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis Kuantitas peaksanaan program pengendalian dan evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis2. Konteks kebijakan, dengan indicator :a. Kekuasaan, kepentingan dan penguasaan, dengan indicator : Peran Bupati dalam menjalankan kebijakan program pengendalian dan evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis Tindakan Bupati terhadap keterlambatan laporan hasil pengendalian dan evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamisb. Karakteristik lembaga dan penguasa, dengan indikator : Dukungan pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Pengakan perdaKSc. Rasa tanggungjawab Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamisd. Kepatuhan serta daya tanggap pelaksanaan, diukur dengan : Kedisiplinan tim pengendali, perancang Perda dalam melaksanakan tugasnya Apakah pemerintah daerah memberikan respon yang baik terhadap hasil keputusan penegakan Perda Peraturan Daerah Kabupaten nomor 16 tahun 1992 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan di Kabupaten Ciamis

7.3 Unit Analisis, Populasi dan Sampel7.3.1 Unit AnalisisUnit analisis dalam penelitian adalah Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Ciamis7.3.2 PopulasiTeknik smpling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan yang nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel itu dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisai. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi. Pada paradigm alamiah, menurut Lincoln dan Guba (1985:223), penelitian muali dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya sendiri.Selain itu, dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan factor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memutuskan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

7.3.3 SampelSampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Arikunto (2002:109), "sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti".Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampel, dimana anggota poopulasi yang akan dijadikan sampel tidak dipilih secara acak, malainkan ditentukan sendiri oleh peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1989:122) yang mengemukakan bahwa :Purposive sampel adalah sampel yang dilakukandangan cara mengambil subyek berdasarkan bukan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu, dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi:a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan cirri-ciri pokok populasi.b. Subyek yang diambil sebagai sampel merupakan subyek yang paling banyak mengandung cirri-ciri yang terdapat populasi.c. Penentuan karakteristik poulasi dilakukan dengan cermat didalam studi pendahuluan.

Dengan demikian maka sampel dalam penelitian ini adalah Direktur Rumah Sakit Ciamis Kabupaten Ciamis

7.4 Teknik Pengumpulan DataAda beberapa teknik yang dianggap dalam proses pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai benkut; 1. Studi KepustakaanTeknik pengumpulan data dengan cara mempelajari berbagai sumber tertulis seperti buku-buku, dokumen-dokumen yang memberikan keterangan tentang pokok permasalahan yang diteliti. 2. Studi LapanganTeknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian langsung ke lokasi penelitian (lapangan), melalui kegiatan sebagai berikut : a. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. b. Wawancara (interview) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan wawancara secara langsung dengan pegawai lembaga pemerintahan yang dijadikan objek penelitian.

7.5 Teknik Pengolahan/Analisis DataPada penelitian ini penyusun dalam menganalisis data menggunakan teknis analisis isi (content analysis). Secara teknik, contak analysis mecncakup upaya klasifikasi lambing-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan wawancara dalam klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat prediksi. Seddel (1998), bahwa peneliti memulai proses analisisnya dengan :a. Mencatat yang menghasilkan lapangan dengan hal itu diberikan kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.b. Mengupulkan, memlah-milah, mengklasifikasikan, mensistensikan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.c. Berfikir, dengan jalan membuat agar katagori data itu mempunyai makna, menerima dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.

Menurut Patton (1980:268), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, katagori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.Bogdan dn Taylor (1975:79) mendrfinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha secara formal untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu.Jika dikaji pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data sedangkan yang ke dua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data.

VIII. Objek dan Jadwal PenelitianObjek penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Daerah Ciamis Kabupaten Ciamis, yang beralamat di jalan Rumah Sakit No 76. Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dimulai dari bulan September 2011 sampai dengan bulan juni 2012 sebagai berikut:

Tabel Jadwal Kegiatan PenelitianNo.Nama KegiatanWaktu Pelaksanaan

20102011

OktNopDesJanFebMarAprMeiJunJul

1Studi Kepustakaan

2Observasi

3Seminar proposal penelitian

4Pengumpulan Data dan penelitian

5Penulisan dan bimbingan skripsi

6Sidang skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Daerah Kabupaten Derah Tingkat II Ciamis, Nomor 16 Tahun 1992, tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Tingkat II Ciamis nomor 3 tahun 19987 tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II C iamis

Keputusan Bupati, Nomor 300/Kpts.263.Huk/2003, tentang penunjukan lokasi da waktu berjualan bagipedagang kaki lima di dalam kota ciamis

Peraturan Pemerntah,Nomor 6 Tahun 2010, Tentang satpol pp

J. Moleong, 2007, metodologipenelitian kualitatif edisi revisi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Arikunto, Suharsimi, 2003, mnajemenpenelitian, Jakarta : Rineka cipta Hoogerwef, 1983. Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Erlangga