47
HASIL
1. Kondisi Lokasi Pengambilan Sampel
Vegetasi
Kondisi lokasi pengambilan sampel dicatat berdasarkan data primer dan data
sekunder meliputi keberadaan G. versteegii dan vegetasi lain yang tumbuh di sekitar G.
versteegii, sifat fisik dan kimia tanah. Keberadaan G. versteegii dan vegetasi lain pada
lokasi pengambilan sampel disajikan pada Table 1.
Tabel 1. Keberadaan Gyrinops versteegii dan vegetasi lain dan pada lokasi pengambilan
sampel.
Nomer
Plot
Jumlah
Pohon
G.
versteegii
Tinggi
(m)
Diameter
(cm)
Jumlah
Semai G.
versteegii
Vegetasi lain Keterangan
1 1 8 20 1 Gnetum
gnemon,
Pandanus sp. Calamus sp.,
Pometia sp.
Ketinggian 150 m
dpl,
lahan miring
2 2 9 21 2 Myristica sp,
Pandanus sp. Calamus sp
Ketinggian 200 m
dpl, lahan datar
3 2 10 23 3 Pometia sp,
Calamus sp, Myristica sp
Ketinggian 200 m
dpl, lahan datar
4 2 7 15 2 Intsia sp.,
Pandanus sp.
Calamus sp
Ketinggian 300 m
dpl lahan
bergelombang
5 1 8 20 2 Pometia sp,
Pandanus sp
Ketinggian 250 m
dpl, lahan
bergelombang
Sumber : Data Primer 2010.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa G. versteegii tumbuh secara alami
pada ketinggian 100 m – 300 m dpl, menyebar tidak merata berbentuk spot-spot berjarak
150 m – 200 m. Pada setiap spot terdapat 1 – 2 pohon induk gaharu dengan tinggi 7 m
sampai dengan 10 m dan diameter 15 cm hingga 23 cm (Gambar 7a). Jumlah anakan di
bawah pohon induk gaharu sebanyak 1-3 semai dengan tinggi semai 75 cm s.d 150 cm
(Gambar 7b). Vegetasi lain yang tumbuh dalam radius 2 meter di sekitar G. versteegii
adalah Pometia sp., Intsia sp., G. gnemon, pala (Myristica sp.), Pandanus sp., rotan
(calamus sp.) dan vegetasi herba lainnya. Pandanus sp dan Calamus sp dijumpai hampir
pada seluruh plot.
48
Jika dilihat dari jumlah anakan yang tumbuh maka jumlahnya tidak banyak
mengingat diameter pohonnya sudah cukup besar. Hal ini karena benih G. versteegii
termasuk jenis rekalsitran atau cepat kehilangan daya kecambah. Disisi lain kadang-
kadang ditemukan juga semai yang tumbuh menggerombol karena benih yang jatuh
mengelompok dalam satu tempat yang berdekatan. Gyrinops versteegii juga mampu
menghasilkan trubusan yang tumbuh seperti semai normal. Hal ini penting jika ditebang
diharapkan akan menghasilkan individu baru yang berasal dari trubusan (Gambar 7.a).
Ketika dilakukan survey pada bulan Juli 2010 tidak ditemukan bunga dan benih G.
versteegii atau kulit buahnya di lantai hutan, dengan demikian musim berbunga dan
berbuah G. versteegii terjadi pada bulan-bulan yang lain.
Kondisi lantai hutan lembab dan ditutup oleh serasah setebal 5-10 cm. Dalam
kondisi seperti ini buah G. versteegii akan cepat membusuk sehingga jumlah semai yang
dijumpai juga sangat sedikit.
Pada Gambar 5a nampak ada bekas luka pengecekan terjadinya gaharu oleh pencari
gaharu. Luka tersebut dibiarkan dengan harapan akan terbentuk gaharu dikemudian hari.
Hal ini berarti pencari gaharu telah mengenal proses pembentukan gaharu dengan cara
melukai pohon G. versteegii yang tumbuh di hutan.
a b
Gambar 5. Pohon gaharu Gyrionops versteegii dan vegetasi lain yang tumbuh
disekitar Gyrionops versteegii (a) dan keberadaan semai Gyrionops
versteegii
49
Keadaan Tanah
Jenis tanah di lokasi pohon G. versteegii termasuk jenis ultisol dengan bahan induk
batuan kapur dan tebal solum 10-20 cm. Tanah berwarna kuning hingga coklat kemerahan
dengan tekstur lempung berliat hingga liat. Contoh tanah diambil dari setiap plot yang
ditemukan semai. Contoh tanah kemudian dibagi dua untuk keperluan analisis sifat kimia
tanah dan sebagian digunakan sebagai sumber inokulum FMA alami. Hasil analisis sifat
kimia tanah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis sifat kimia tanah di lokasi penelitian
No. Plot Contoh pH H20 N (%) P (%) K (%) C/N
P tersedia (ppm)
KTK (cmol/kg) KB
Plot 1 5.8 0.24 60 9 16 9.3 16.32 99
Plot2 5.7 0.35 58 31 12 13 17.2 100
Plot3 5.6 0.35 26 23 9 2.8 27.82 100
Plot4 5.6 0.25 27 8 14 7.3 17.3 100
Plot5 6.0 0.42 74 8 25 8.8 19.19 100
Sumber : Data Primer tahun 2010 (hasil olahan)
Hasil analisis contoh tanah di lokasi Asai (Tabel 2) menunjukkan bahwa tanah
tempat tumbuh G. versteegii memiliki sifat kemasaman tanah yang bervariasi yaitu 5,6
hingga 6,0 (bersifat agak masam), C/N rasio yang rendah hingga tinggi (9-25), P tersedia
sangat rendah sedangkan P potensial tinggi dan KTK tanah sedang. C/N rasio yang
mencirikan bahwa keadaan tanah pada hutan alam Asai mengandung bahan organik tinggi.
Plot nomer 4 memiliki kandungan unsur hara yang paling rendah karena terletak di tempat
yang lebih tinggi daripada plot lainnya. Dalam keadaan kandungan P tersedia yang rendah
sementara P potensial tinggi menyebabkan tanaman inang G. versteegii harus membangun
simbiosis dengan FMA. Apabila dikaitkan antara data tanah dan pertumbuhan pohon induk
G. versteegii maupun kehadiran semai G. versteegii maka keadaan tanah pada Hutan
Alam Asai relatif subur sehingga sangat baik mendukung pertumbuhan G. versteegii.
Keadaan Iklim
Berdasarkan data dari Badan Meteorogi dan Geofisika Kabupaten Manokwari
Tahun 2010, iklim di daerah Asai termasuk tipe iklim A. Temperatur rata-rata bulanan 26,6
– 27,7 0c, kelembaban rata-rata bulanan 82-87 (%.), curah hujan berkisar antara 43,6 mm–
364,9 mm per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret (364,9 mm) dan
terendah pada bulan November (43,6 mm), sedangkan suhu tertinggi pada bulan Mei (27,7
0C) dan terendah pada bulan Januari (26,6
0c) (Lampiran 2).
50
Berdasarkan data iklim tersebut maka lokasi pengambilan contoh termasuk
memiliki curah hujan yang tinggi dan sering tergenang oleh air hujan. Hal ini juga terkait
erat dengan kemampuan regenerasi G. versteegii. Dalam kondisi seperti ini maka benih
G. versteeigii akan mudah busuk sehingga tingkat regenerasi alaminya rendah.
2. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskular Alami di semai G. versteegii di Hutan Alam
Asai
Keberadaan Jenis FMA
Untuk mengetahui potensi FMA alami, dilakukan trapping untuk memicu
sporulisasi FMA di green house menggunakan inang Pueraria javanica dan media zeolit
selama 3 bulan. Informasi potensi FMA alami diperlukan untuk pembibitan G. versteegii di
greenhouse atau untuk penanaman di lapangan. Jika potensinya rendah maka perlu
dilakukan inokulasi.
Hasil isolasi dari trapping menunjukkan bahwa jumlah spora FMA alami
bervariasi dari 2 hingga 5 spora /10 gram sampel tanah. Identifikasi berdasarkan karakter
morfologi FMA antara lain ukuran diameter spora, warna spora, ornamen/asesoris
permukaan spora, substanding hifa dan bulbous suspensor sehingga di lokasi penelitian
ditemukan 7 spesies yang berasosiasi dengan semai G. versteegii, yaitu Glomus mossae,
Glomus fasciculatum, Glomus aggregatum, Glomus sp1, Glomus sp2, Glomus sp3 dan
Acaulospora sp1 (Tabel 3).
51
Tabel 3. Dokumentasi jenis spora FMA yang bersimbiosis dengan semai G. versteegii
dari hutan alam Asai, Manokwari, Papua Barat.
Plot Contoh
Gambar Jenis Jumlah Spora/
10 gr
tanah
Deskripsi
Plot 1
Glomus mossae
1
- Bentuk spora bulat
- Berwarna kuning
kecoklatan
- Ukuran spora 50-80 µm - Memiliki subsending
hifa
- Permukaan spora ada halus
Glomus sp1
1
- Bentuk spora lonjong
- Berwarna kuning kecoklatan
- Ukuran spora Panjang
150 µm, lebar 60 µm - Memiliki substending
hifa
- Halus
Plot 2
Glomus
fasciculatum
2
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
- Ukuran spora 80-100 µm
- Memiliki substending
hifa - Permukaan spora ada
halus
Acaulospora sp1
2
- Bentuk spora bulat - Berwarna putih
kekuningan
- Ukuran spora 90-150 µm
- Tidak memiliki
substending hifa
- Permukaan kasar
60 µm µm µm
150 µm
80 µm mmµm
100 µm
52
Plot 3
Glomus
fasciculatum
1
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
kemerahan - Ukuran spora 60-80 µm
- Memiliki substending
hifa - Permukaan spora ada
halus
Glomus sp2.
2
- Bentuk spora lonjong - Berwarna coklat
kemerahan
- Ukuran spora 60-100 µm
- Substending hifa : -
- Permukaan spora ada
halus
Plot 4
Glomus fasciculatum.
2
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat tua - Ukuran spora 60-80 µm
- Memiliki substending
hifa
- Permukaan spora ada halus
Glomus Agregatum
1
- Bentuk spora bulat - Berwarna coklat
kemerahan
- Ukuran spora 40-80 µm
- Memiliki substending hifa
- Permukaan spora ada
agregat
Plot 5
Glomus sp3.
3
- Bentuk spora bulat
- Berwarna kuning tua
- Ukuran spora 60-80 µm
- Memiliki substending hifa
- Permukaan spora halus
Glomus
fasciculatum
2
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
kemerahan
- Ukuran spora 50-80 µm - Memiliki substending
hifa
- Permukaan spora ada halus
Apabila dilihat dari jumlah spora yang ditemukan di setiap plot (Tabel 3) maka G.
fasciculatum memiliki sebaran hidup lebih luas dibandingkan FMA jenis yang lain. Hal ini
60 µm
100 µm
100 µm
80 µm
60 µm
80 µm
50 µm 50 µm
53
dapat dilihat dari jumlah plot yang ditemukannya jenis ini. Sebaran hidup G. fasciculatum
yang lebih luas menunjukkan G. fasciculatum mampu beradaptasi dan bertahan pada
berbagai kondisi habitat. Sebaran jumlah spora FMA per plot pengambilan sampel
disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran jumlah spora FMA per plot pengambilan sampel
Kolonisasi FMA alami pada semai G. versteegii
Hasil pengamatan kolonisasi FMA pada perakaran semai G. versteegii asal Asai
disajikan pada Gambar 7. Dari hasil pewarnaan akar ditemukan adanya struktur kolonisasi
FMA pada akar semai G. versteegii dari hutan alam Asai. Hal ini menunjukkan bahwa
secara alami FMA telah bersimbiosis dengan G. versteegii. Perhitungan persentase
kolonisasi menunjukkan bahwa simbiosis FMA dengan G. versteegii bervariasi dari 30 %
hingga 80 % dengan rata-rata persentase kolonisasi perakaran 62 % (Lampiran 1). Dengan
demikian berdasarkan klasifikasi O’ Connor et al., (2001) simbiosis alami antara FMA
dengan G. versteegii di hutan alam Asai termasuk kategori tinggi.
Simbiosis antara FMA dan suatu tanaman inang umumnya ditandai dengan adanya
struktur kolonisasi oleh hifa, vesikula, arbuskular dan spora intra radikula atau salah satu
diantaranya. Simbiosis yang terbentuk antara FMA dengan G. versteegii melalui kolonisasi
perakaran dapat dilihat pada Gambar 7.
54
Kolonisasi FMA pada G. versteegii diawali dengan hifa eksternal masuk ke akar G.
versteegii (Gambar 7a) melalui entry point kemudian hifa berkembang di dalam akar
membentuk jaringan hifa intra radikula (Gambar 7b). Di dalam akar hifa tersebut
membentuk vesikula yang berisi cadangan makanan (Gambar 7c). Di dalam organ akar
selain selain ditemukan vesikula juga ditemukan spora intra radikula (Gambar 7d).
Dalam simbiosis ini tidak ditemukan adanya struktur arbuskula. Diduga tidak
terdapatnya arbuskula pada kolonisasi ini karena arbuskula belum terbentuk atau
kemungkinan telah terbentuk tetapi arbuskula tersebut telah rusak dan menghilang pada
jangka waktu tertentu. Spora intra radikula diduga berasal dari Glomus agregatum atau
Glomus fasciculatum. Hal ini sesuai pernyataan Kamadibrata, 1993 yang mengatakan
bahwa endomikoriza yang dapat membentuk spora dalam akar inang adalah Glomus
agregatum dan Glomus fasciculatum.
Hifa Ekstra radikula Entry Point
Hifa Intra radikula
Vesikel
Spora intra radikula
Gambar 7. Struktur kolonisasi FMA dengan akar semai G. versteegii
a
c
b a
d
Hifa ekstra radikula
55
3. Aplikasi FMA pada plantling gaharu G. versteegii
Kondisi Stomata plantlet dan plantling G. versteegii
Stomata merupakan bagian dari organ daun yang sangat penting dalam serapan C02
ke dalam tanaman. Mekanisme buka tutupnya stomata dipengaruhi faktor lingkungan dan
fisiologis tanaman. Mekanisme buka tutup stomata berpengaruh terhadap kinerja
fotosintesis. Bibit yang dikembangkan melalui kultur jaringan mempunyai beberapa
masalah ketika dipindahkan ke kondisi autotropik yaitu mudah layu karena transpirasi
sangat besar yang tidak diimbang serapan air yang memadai. Stomata pada hasil kultur
jaringan pada umumya dalam keadaan selalu membuka karena hidup dalam kondisi
kelembaban tinggi, nutrisi selalu terpenuhi, kondisi media yang aseptik, intensitas cahaya
yang selalu terkontrol dan konstan.
Secara visual terdapat perbedaan keadaan bentuk, kerapatan dan letak stomata pada
permukaan daun plantlet gaharu G. versteegii asal kultur in-vitro dengan plantling gaharu
G. versteegii pada percobaan di greenhouse. Plantling adalah bibit hasil in-vitro yang
sudah diaklimatisasi. Hasil pemotretan menunjukkan bahwa stomata plantlet asal kultur in-
vitro berjumlah sedikit, letak stomata tenggelam pada permukaan daun dan stomata pada
plantlet dalam keadaan terbuka sempurna (Gambar 8 a dan b), sedangkan di daun plantling
G. versteegii pada percobaan di greenhouse menunjukkan bahwa stomata berjumlah
banyak dan muncul di atas permukaan daun dalam keadaan tertutup atau tidak terbuka
penuh (Gambar 9 a & b). Diduga perbedaan ini disebabkan karena adaptasi fisiologis dan
morfologi dari tanaman untuk meningkatkan kinerja fotosintesis dengan keadaan
lingkungan.
56
Pembesarx Pembesaran 400 x
Gambar 8. Stomata di daun muda (a) dan di daun tua (b) pada planlet G. versteegii asal
kultur in-vitro dalam keadaan membuka dan sedikit jumlahnya.
Gambar 9. Stomata daun muda (a) dan daun tua (b) pada plantling G. versteegii dalam
keadaan menutup dan jumlahnya lebih banyak.
Dengan demikian dalam proses organogenesis daun G. versteegii dari plantlet ke
plantling mengalami perubahan bentuk dan jumlah stomata.
Rekapitulasi hasil uji F terhadap berbagai parameter pengamatan
Hasil Uji statistik terhadap seluruh parameter pengamatan menunjukkan bahwa
dan interaksi antara media tumbuh dengan FMA tidak berbeda nyata terhadap parameter
tetapi FMA berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Pada persentase hidup
plantling baik media maupun FMA tidak berpengaruh terhadap parameter. Namun
demikian pada persentase kolonisasi, tinggi, diameter dan panjang akar primer, jumlah
akar primer dan kekokohan bibit menunjukkan bahwa media tumbuh dan FMA
berpengaruh nyata terhadap parameter. Rekapitulasi sidik ragam terhadap parameter
plantling G. versteegii dan kolonisasinya disajikan pada Tabel 4.
a b
a b
400X 400X
400X 400X
57
Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan plantling G.
versteegii
Parameter Sumber
Keragaman
db Jumlah
kuadrat
Kuadrat
tengah
F. hitung Sig.
Kolonisasi FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
6.334
8.442
1.526
3.167
2.809
0.254
18.017**
15.971**
1.447
0.00
0.00
0.53
Persentase hidup FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
0.015
0.008
0.045
0.008
0.003
0.007
1.000tn
0.333tn
1.000tn
0.38
0.80
0.44
Tinggi FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
0.632
0.998
0.147
0.211
0.449
0.25
8.444**
20.018**
0.983tn
0.00
0.00
0.05
Diameter FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
1.402
1.718
0.474
0.701
0.573
0.079
45.777**
37.409**
5.162
0.00
0.00
0.06
Jumlah akar primer FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
77.167
27.417
42.167
38.583
9.139
7.028
13.618**
3.225**
0.052tn
0.00
0.00
0.05
Jumlah akar
sekunder
FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
748.222
105.556
185.778
374.111
35.185
30.963
17.675*
1.662tn
1.463tn
0.00
0.20
0.23
Panjang akar
primer
FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
120.167
22.778
40.056
7.593
60.083
6.676
18.974**
2.398**
2.108tn
0.00
0.00
0.09
Panjang akar
sekunder
FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
12.056
1.799
2.056
6.028
0.600
0.343
25.528*
2.539tn
1.451tn
0.00
0.08
0.23
Berat basah pucuk FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
0.113
0.039
0.74
0.057
0.013
0.012
5.120*
1.166tn
1.119tn
0.01
0.34
0.38
Berat basah akar FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
0.012
0.014
0.017
0.006
0.005
0.003
3.604*
2.973tn
1.779tn
0.04
0.05
0.14
Kekokohan bibit FMA
Media
Media*FMA
2
3
6
6.334
8.422
1.525
3.167
2.807
0.524
18.017**
15.971**
1.447tn
0.00
0.00
0.53
Keterangan :
* = Berbeda nyata pada P-value <0.01
** = Berbeda sangat nyata pada p-value > 0.05
tn = Tidak berbeda nyata
58
Kolonisasi Akar pada plantling G. versteegii
Tabel 4. menunjukkan bahwa kolonisasi FMA dipengaruhi oleh inokulum FMA
dan media tumbuh, Interaksi FMA dan media tumbuh tidak mempengaruhi kolonisasi di
akar plantling G. versteegii. Hasil Uji Duncan persentase kolonisasi FMA pada akar G.
versteegii disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil Uji Duncan kolonisasi FMA pada akar G. versteegii (angka diikuti
huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan
pada α=0,05)
Hasil uji Duncan (Gambar 10) menunjukkan bahwa inokulasi FMA konsorsium
dan G. margarita berpengaruh nyata terhadap persentase kolonisasi pada akar plantling G.
versteegii. FMA konsorsium menghasilkan persentase kolonisasi tertinggi (32,8% ) pada
plantling G. versteegii apabila dibandingkan dengan G. margarita dan kontrol. Namun
demikian pada kontrol masih terdapat kolonisasi dari FMA liar. Dalam hal ini berarti
bahwa FMA konsorsium lebih mudah membangun simbiosis dengan plantling G.
versteegii dibandingkan dengan G. margarita. Mudahnya FMA konsorsium bersimbiosis
dengan plantling G. versteegii dikarenakan secara alami FMA konsorsium telah
membentuk simbiosis secara spesifik dengan tanaman inang gaharu G. versteegii. Hal ini
sesuai dengan pendapat Leake et a.l (2004) yang menyatakan bahwa di alam terdapat
spesifitas jenis FMA dengan jenis tanaman inangnya.
Untuk melihat pengaruh media terhadap persentase kolonisasi FMA di akar G.
versteegii dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan media terhadap persentase kolonisasi
disajikan pada Gambar 11. Dari Gambar 11 diketahui bahwa ke empat media tumbuh
memberikan pengaruh berbeda nyata antara media satu terhadap media lainnya. Media M0
memberikan pengaruh kolonisasi yang tertinggi dibandingkan media M1, media M2, dan
media M3. Kondisi media M0 yang miskin hara dibandingkan media lain yang kaya hara
59
karena diperkaya dengan kompos dan batubara muda menyebabkan plantling G. versteegii
secara fisologis lebih aktif memberikan signal untuk membangun simbiosis dengan FMA
dalam upaya mendapatkan hara dari media untuk proses pertumbuhannya.
Gambar 11. Hasil uji Duncan pengaruh media terhadap kolonisasi pada akar plantling G.
versteegii (angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar
FMA yang dicobakan pada α=0,05)
Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi antara FMA dengan media tidak
mempengaruhi kolonisasi FMA pada plantling G. versteegii. Namun dari Gambar 12
diketahui bahwa kolonisasi tertinggi diperoleh pada M0F1 (65%), diikuti M1F1 (45%),
M0F2 (25%), M2F2 (21%); M2F1 (20%) dan M3F1 (20%); M1F2 (16%), dan M3F2
(9%), sedangkan infeksi terendah terlihat pada M0F0, M1F0, M2F0, M3F0 masing-
masing sebesar 0%. Berdasarkan klasifikasi O’ Connor et al. (2001) maka kolonisasi FMA
pada M0F1 dan M1F1 termasuk kategori kolonisasi tinggi, sedangkan kolonisasi FMA
pada M0F0, M1F0, M2F0 dan M3F0 termasuk kategori tidak bermikoriza. Interaksi FMA
dan media tidak berbeda nyata terhadap kolonisasi FMA disebabkan oleh pengaruh yang
kuat dari M1, M2 dan M3 yang cenderung menghasilkan tingkat kolonisasi yang rendah.
Gambar 12. Visualisasi kolonisasi FMA dengan plantling G.
versteegii
60
Simbiosis yang terbangun antara FMA dengan akar plantling G. versteegii dapat
diketahui melalui struktur kolonisasi yang terbentuk pada akar tersebut dapat dilihat dari
kehadiran hifa, vesikula, arbuskula dan spora intrradikula atau salah satu diantaranya.
Visualisasi struktur kolonisasi FMA dengan plantling G. versteegii disajikan pada Gambar
13.
M0F0. Pembesaran 100 x M0F1. Pembesaran 100x
M0F2. Pembesaran 400 x M1F0. Pembesaran 100 x
Gambar 13. Visualisasi struktur kolonisasi FMA pada akar plantling G. versteegii
Vesikel
Hifa
Vesikel
Hifa
61
M1F1. Pembesaran 400 x M1F2. Pembesaran 100 x
M2F0. Pembesaran 100 x M2F1. Pembesaran 400 x
M2F2. Pembesaran 400 x M3F0. Pembesaran 100 x
Gambar 13 (lanjutan). Visualisasi struktur kolonisasi FMA pada akar plantling G.
versteegii
Vesikel
spora
Hifa Internal
Hifa
62
M2F2. Pembesaran 100 x M3F0. Pembesaran 100 x
M3F1. Pembesaran 400 x M3F2. Pembesaran 400 x
Gambar 13 (lanjutan). Visualisasi struktur kolonisasi FMA pada akar plantling G.
versteegii
Respon plantling G. versteegii terhadap mikoriza (Percentage Growth Respon/ PGR)
Peranan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap tanaman inang tidak hanya
dilihat dari kemampuan tanaman tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
inang, akan tetapi perlu juga diketahui bagaimana tingkat respon tanaman itu sendiri
terhadap FMA. PGR adalah tingkat ketergantungan suatu jenis tanaman terhadap mikoriza
pada tingkat kesuburan tanah tertentu. Visualisasi respon plantling G. versteegii terhadap
mikoriza disajikan pada Lampiran 3 dan Gambar 14.
Gambar 14. Visualisasi respon plantling G. versteegii terhadap mikoriza
Vesikel
Vesikel
63
Respon tanaman terhadap mikoriza (PGR) dipengaruhi oleh tanaman inang dan
jenis FMA yang diinokulasikan. Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai respon plantling G.
versteegii terhadap FMA paling tinggi dihasilkan oleh FMA konsorsium pada media M0
(19 %), sedangkan respon terendah diperoleh dari PGR FMA G. margarita pada media
M0 dan Media M2 masing-masing 0 %. Respon PGR terbesar diperoleh pada FMA
konsorsium pada media. Hal ini dikarenakan di alam tanaman G. versteegii telah
membangun simbiosis dengan FMA. Faktor penyebab lainnya adalah media tanam M0
memiliki kandungan P tersedia lebih rendah dari media tanam M1, M2, dan M3 serta
memiliki P potensial lebih tinggi dari media lainnya. Rendahnya P tersedia pada media M0
menyebabkan plantling G. versteegii lebih responsif terhadap FMA. Hasil Uji statistik dan
Duncan PGR pada plantling G. versteegii disajikan pada Lampiran 5 dan Gambar 15.
Gambar 15. Hasil Uji Duncan PGR pada plantling G. versteegii (angka diikuti huruf yang
sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05).
Gambar 15 menunjukkan bahwa FMA konsorsium G. versteegii memiliki nilai
PGR pada plantling G. versteegii berbeda nyata dengan nilai PGR tanpa FMA. Namun
demikian FMA konsorsium memberikan pengaruh terhadap nilai PGR pada plantling G.
Versteegii lebih baik daripada G. margarita.
Ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap fosfor
(Dependency of P uptake/(DPU)
Ketergantungan tanaman bermikoriza terhadap fosfor dipengaruhi oleh jenis
tanaman inang itu sendiri, FMA yang diinokulasikan serta keadaan fosfor dalam tanah atau
media tumbuh. Visualisasi ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap
fosfor disajikan pada Gambar 16.
64
Gambar 16. Visualisasi ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap
fosfor
Gambar 16 menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan tertinggi plantling G.
versteegii terhadap fosfor diperoleh pada media M1 yaitu sebesar 40 % oleh FMA
Konsorsium dan ketergantungan terhadap fosfor yang terendah oleh FMA konsorsium dan
FMA G. margarita pada media M2 dan M3 masing-masing sebesar 10 %. Rendahnya
ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap fosfor pada media M2 dan
M3 diduga disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik pada media tumbuh
M2 dan M3 yang diperkaya melalui penambahan kompos dan batubara muda yang
mengandung asam humat. Hasil Uji Duncan PGR dan DPU pada plantling G. versteegii
disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Hasil Uji Duncan DPU pada plantling G. versteegii (angka diikuti huruf yang
sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05).
Gambar 17 menunjukkan bahwa FMA konsorsium G. versteegii memiliki nilai
DPU pada plantling G. versteegii berbeda nyata dengan nilai DPU tanpa FMA. Namun
65
demikian FMA konsorsium memberikan pengaruh terhadap nilai DPU pada plantling G.
Versteegii lebih baik daripada G. margarita.
Persentase hidup plantling G. versteegii
Persentase hidup plantling dihitung pada umur 8 minggu setelah tanam (MST)
berdasarkan plantling yang hidup dan segar serta tidak memperlihatkan gejala kematian.
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa 9 kombinasi perlakuan mencapai persentase
hidup 100 %, sedangkan 3 kombinasi perlakuan lainnya, yaitu M0F2U3, M1F0U3 dan
M3F0U3 masing-masing memiliki persentase plantling hidup 66,67 %. Visualisasi
persentase hidup plantling G. versteegii gaharu disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Visualisasi persentase hidup plantling G. versteegii sampai minggu ke-8
Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa kematian plantling disebabkan
karena serangan penyakit lodoh (busuk akar) oleh jamur patogen terhadap plantling G.
versteegii yang ditanam pada kombinasi media M0F2, M1F0 dan M3F0. Gejala serangan
ditandai dengan adanya spora berwarna putih disekitar perakaran kemudian perakaran
plantling membusuk dan gejala busuknya akar bergerak secara sistematis dari perakaran
dalam tanah menuju batang sampai ke daun dan pucuk sehingga terjadi kematian pada
plantling (Gambar 19). Hal ini berarti bahwa plantling yang tidak diinokulasi dengan FMA
mudah terserang penyakit lodoh, sementara itu plantling yang diinokulasi dengan
kolonisasi FMA alami memiliki persentase hidup yang lebih baik. Dalam hal ini media dan
interaksi FMA dengan media tidak mempengaruhi persentase hidup karena kehadiran
FMA lebih penting daripada media tumbuh atau interaksinya.
66
Gambar 19. Visualisasi kematian plantling G. versteegii akibat serangan busuk akar.
Hasil uji Duncan (Gambar 20) terhadap persentase hidup plantling menunjukkan
bahwa secara statistik tidak ada pengaruh perlakuan terhadap hidup plantling. Namun
demikian Gambar 18 menunjukkan bahwa persentase hidup plantling G. versteegii
tertinggi diperoleh pada media yang diinokulasi FMA konsorsium 100 % .
Gambar 20. Hasil Uji Duncan hidup plantling G. versteegii (angka diikuti huruf yang
sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)
67
Pertambahan tinggi plantling G. versteegii
Parameter tinggi dan diameter digunakan sebagai indikator parameter pertumbuhan
plantling G. versteegii untuk menduga pengaruh lingkungan atau perlakuan yang
dicobakan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa FMA dan media berpengaruh terhadap
pertambahan tinggi plantling G. Versteegii (Tabel 4). Visualisasi dinamika pertumbuhan
tinggi plantling G. versteegii sampai akhir pengamatan disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21. Visualisasi keadaan tinggi plantling G. versteegii pada berbagai kombinasi
media yang dicobakan
Hasil uji Duncan pengaruh FMA (Gambar 22) menunjukkan bahwa secara statistik
ada perbedaan pengaruh FMA yang dicobakan terhadap pertumbuhan tinggi plantling,
yaitu perlakuan dengan FMA konsorsium memberikan pengaruh lebih baik daripada
dengan G. margarita dan tanpa FMA begitu pula perlakuan dengan G. margarita
memberikan pengaruh lebih tinggi dengan tanpa FMA. Hal ini berarti FMA alami lebih
baik daripada FMA G. margarita.
C
B A
D
68
Gambar 22. Hasil Uji Duncan terhadap tinggi plantling G. versteegii (angka diikuti huruf
yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada
α=0,05)
Uji F (Tabel 4) menunjukkan bahwa ada pengaruh media terhadap pertumbuhan
tinggi plantling G. versteegii. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap tinggi
plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap tinggi plantling G.
versteegii. (angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar
FMA yang dicobakan pada α=0,05)
Gambar 23 menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata antara media tumbuh yang
dicobakan terhadap tinggi plantling G. versteegii. Media tumbuh M3 memberikan
pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan tinggi G. versteegii pada taraf 5 % dibanding
media tumbuh M2, M1 dan M0. Demikian media tumbuh M2 memberikan pengaruh yang
lebih baik dibandingkan dengan media tumbuh M1 dan M0. Sementara itu pada media
tumbuh M1 dan M0 tidak ada pengaruh terhadap plantling G. versteegii. Pengaruh
kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap pertambahan tinggi plantling G. Versteegii
disajikan pada Gambar 24.
69
Gambar 24. Pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap pertambahan
tinggi plantling G. versteegii
Gambar 24 menunjukkan bahwa plantling G. versteegii yang diberi perlakuan
FMA konsorsium (F1) memiliki pertumbuhan tinggi relatif lebih baik dibandingkan FMA
G. margarita (F2) maupun tanpa FMA (F0) pada berbagai kombinasi media tumbuh.
Berdasarkan komposisi media maka kombinasi M3F1 memiliki pertumbuhan plantling G.
versteegii relatif lebih tinggi, yaitu 3,4 cm daripada kombinasi media dengan FMA G.
Margarita (Gambar 22). Pertumbuhan tinggi plantling paling rendah dihasilkan oleh
kombinasi media M0F0 tanpa perlakuan FMA, yaitu 2,6 cm. Keragaan pertumbuhan
paling tinggi dan terendah pada plantling G. versteegii yang dicobakan disajikan pada
Gambar 25 dan Gambar 26.
Gambar 25. Keragaan pertumbuhan tinggi plantling G. versteegii umur 8 MST pada
media M0F0 dan M3F1
70
Gambar 26. Keragaan pertumbuhan plantling G. versteegii umur 8 MST dari semua
kombinasi perlakuan
Pertambahan diameter plantling G. versteegii
Hasil uji Duncan pengaruh FMA terhadap pertumbuhan diameter plantling G.
versteegii menunjukkan bahwa secara statistik perlakuan FMA konsorsium memberikan
pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA. Demikian juga FMA G.
margarita memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertumbuhan diameter plantling
G. versteegii dibandingkan terhadap tanpa inokulasi mukoriza. Hasil Uji Duncan pengaruh
FMA terhadap pertumbuhan tinggi plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 27.
Gambar 27. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap pertumbuhan diameter plantling
G. versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan
antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)
71
Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap
pertumbuhan diameter. Untuk mengetahui besarnya pengaruh media terhadap diameter
plantling, maka dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap
diameter plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 28.
Gambar 28. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap diameter plantling G.
versteegii
Gambar 28 menunjukkan bahwa media M1, M2 dan M3 menghasilkan
pertumbuhan diameter plantling G. versteegii lebih baik daripada dengan media M0,
namun demikian media M1, M2 dan M3 tidak berbeda satu dan lainnya terhadap diameter
plantling G. Versteegii karena media tersebut kaya bahan organik (kompos dan asam
humat).
Pengaruh kombinasi media tumbuh terhadap pertumbuhan diameter plantling G.
versteegii disajikan pada Gambar 29. Dari Gambar 29 dapat dilihat bahwa kombinasi
media M3F1 memberikan pertumbuhan lebih baik terhadap diameter plantling G.
versteegii dari pada media kombinasi media tumbuh lainnya, yaitu 1,73 mm, sedangkan
pertumbuhan diameter terkecil dihasilkan oleh kombinasi media M0F0 yaitu 0,63 mm.
Visualisasi pertambahan diameter plantling G. versteegii pada berbagai kombinasi media
tumbuh disajikan pada Gambar 29.
72
Gambar 29. Visualisasi pertambahan diameter plantling G. versteegii pada berbagai
kombinasi media tumbuh.
Geometri Akar
Geometri akar dihitung berdasarkan jumlah akar primer dan sekunder serta panjang
akar primer dan sekunder. Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa FMA berpengaruh
terhadap pertumbuhan jumlah akar primer. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap
jumlah akar primer dan sekunder plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 30.
Gambar 30. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap jumlah akar primer dan sekunder
plantling G. versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada
perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)
Berdasarkan hasil uji Duncan (Gambar 30) terlihat bahwa FMA konsorsium
memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA terhadap
jumlah akar primer dan sekunder, sedangkan FMA G. margarita memberikan pengaruh
tidak berbeda nyata dengan tanpa FMA. Hal ini berarti bahwa inukulasi dengan FMA
73
konsorsium lebih efektif meningkatkan panjang akar primer dan sekunder dibanding G.
margarita dan tanpa FMA.
Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap
pertumbuhan jumlah akar primer. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap jumlah akar
primer plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 31.
Gambar 31. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap jumlah akar primer plantling G.
versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar
FMA yang dicobakan pada α=0,05)
Gambar 31 menunjukkan bahwa media M1, M2 dan M3 menghasilkan
pertumbuhan jumlah akar primer plantling G. Versteegii lebih baik daripada dengan media
M0, namun demikian media M1, M2 dan M3 tidak berbeda satu dan lainnya terhadap
jumlah akar primer plantling G. Versteegii karena media tersebut relatif sama
mengandung bahan organik (kompos dan asam humat). Apabila dilihat berdasarkan
kombinasi FMA dan media tumbuh maka Gambar 32 menunjukkan bahwa kombinasi
media M0F1 mengahasilkan jumlah rata-rata akar primer tertinggi 7 akar, sedangkan
kombinasi perlakuan M2F2 menghasilkan jumlah rata-rata akar primer terpendek 0,33
akar. Kombinasi media M2F1 menghasilkan jumlah rata-rata akar sekunder tertinggi 16
akar, sedangkan kombinasi perlakuan M2F2 menghasilkan jumlah rata-rata akar sekunder
terendah 0.0. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap jumlah
akar primer dan sekunder plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 32.
74
Gambar 32. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap jumlah akar
primer dan sekunder plantling G. versteegii
Selain jumlah akar, geometri akar juga dapat dilihat pada panjang akar primer dan
sekunder plantling G. versteegii. Panjang akar menunjukkan kemampuan tanaman
menjangkau hara disekitar risofir untuk pertumbuhan tanaman. Hasil Uji Duncan pengaruh
FMA terhadap panjang akar primer dan sekunder plantling G. versteegii disajikan pada
Gambar 33.
Gambar 33. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap panjang akar primer dan sekunder
plantling G. versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada
perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)
Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat bahwa FMA konsorsium memberikan
pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA terhadap panjang akar
primer dan sekunder, sedangkan FMA G. margarita memberikan pengaruh tidak berbeda
nyata dengan F0. Hal ini berarti bahwa inukulasi dengan FMA konsorsium lebih efektif
meningkatkan panjang akar primer dan sekunder dibanding G. margarita dan tanpa FMA.
Hal ini mengindikasikan inokulasi dengan inokulum konsorsium alami lebih efektif
meningkatkan pemanjangan akar primer dan sekunder. Kemampuan FMA dalam
75
meningkatkan pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh auksin yang distimulasi oleh
FMA (Karagiannidis et al, 1995).
Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap
pertumbuhan panjang akar primer. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap panjang
akar primer plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 34.
Gambar 34. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap panjang akar primer plantling G.
versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar
FMA yang dicobakan pada α=0,05)
Gambar 34 menunjukkan bahwa media M1, M2 dan M3 menghasilkan
pertumbuhan panjang akar lebih baik daripada media M0. Namun demikian tidak ada
perbedaan pengaruh antara M1, M2 dan M3 terhadap panjang akar plantling G. versteegii .
Gambar 35. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap panjang
akar primer dan sekunder plantling G. versteegii
76
Apabila diilihat dari kombinasi perlakuan maka panjang akar primer dan akar
sekunder terpanjang dihasilkan oleh kombinasi M2F1 akar primer terpanjang (9 cm),
sedangkan kombinasi perlakuan M2F2 memiliki akar primer terpendek (0 %). Akar
sekunder terpanjang dihasilkan oleh M1F1 (2,3 cm) dan akar sekunder terpendek
dihasilkan oleh kombinasi M0F2 dan M2F2 masing-masing 0 cm. Visualisasi panjang akar
primer dan sekunder disajikan pada Gambar 35. Secara umum FMA konsorsium
memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap panjang akar primer nyata dengan tanpa
mikoriza. Berdasarkan hasil uji Duncan (Gambar 33) terlihat bahwa FMA konsorsium
memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA terhadap
perpanjangan akar primer dan sekunder, sedangkan FMA G. margarita memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata dengan F0. Hal ini berarti bahwa inukulasi dengan FMA
konsorsium lebih efektif meningkatkan pemanjangan akar primer dan sekunder dibanding
G. margarita dan tanpa FMA. Keragaan panjang akar primer dan akar sekunder disajikan
pada Gamabr 36.
Gambar 36. Keragaan panjang akar primer (A) dan akar sekunder (B) plantling G.
versteegii
Berat Basah Pucuk dan Akar
Berat basah pucuk adalah berat segar pada saat tanaman uji dipanen caranya
dengan memisahkan antara pangkal batang dengan akar tanaman. Hasil sidik ragam
menunjukan bahwa FMA berpengaruh terhadap berat basah pucuk akar. Hasil Uji Duncan
terhadap berat basah akar dan pucuk plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 37.
A B
77
Gambar 37. Hasil Uji Duncan terhadap berat basah akar dan pucuk plantling G. versteegii
(angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang
dicobakan pada α=0,05)
Hasil pengujian secara statistik (Gambar 37) menunjukkan bahwa FMA
konsorsium memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita maupun tanpa
FMA terhadap berat segar akar maupun berat segar pucuk. G. margarita memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata dengan tanpa FMA. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA
dan media tumbuh terhadap berat basah akar dan pucuk plantling G. Versteegii disajikan
pada Gambar 38. Dari Gambar 38 menunjukkan bahwa berat segar pucuk dihasilkan pada
perlakuan M2F1 (0,35 g) memiliki berat basah pucuk lebih tinggi dan berat basah pucuk
paling rendah pada perlakuan M0F2, M0F2 dan M1F2 masing-masing 0,1 g. Sedangkan
berat basah akar tertinggi dihasilkan oleh perlakuan M2F2 (0,14 g) dan berat basa akar
terendah di hasilkan oleh M0F0, M0F2, M1F0, dan M3F0 masing-masing (0,01 g).
Gambar 38. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap berat basah
akar dan pucuk plantling G. Versteegii
78
Kekokohan plantling G. versteegii
Kekokohan plantling mengindikasikan kemampuan plantling untuk dapat tumbuh
dan berkembang pada lingkungan tumbuh tertentu. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA
terhadap kekokohan plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 39.
Gambar 39. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap kekokohan plantling G. versteegii
(angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang
dicobakan pada α=0,05)
Hasil uji statistik Duncan pada Gambar 39, menunjukkan bahwa FMA
konsorsium memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA
terhadap nilai kekokohan plantling. Sementara itu G. margarita memberikan pengaruh
tidak berbeda nyata dengan tanpa FMA. Secara visual pemberian FMA konsorsium pada
media M3 menghasilkan bibit dari plantling G. versteegii yang lebih baik.
Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap
kekokohan plantling G. versteegii. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap kekokohan
plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 40.
Gambar 40. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap kekokohan plantling G. versteegii
79
Gambar 40 menunjukkan bahwa media M3 dan M2 menghasilkan nilai
kekokohan plantling lebih baik daripada media M0 dan M1. Namun demikian tidak ada
perbedaan pengaruh antara M3 dan M2 terhadap kekokohan plantling G. versteegii. Hal ini
disebabkan karena media M3 dan M2 mengandung hara organik relatif sama akibat
penambahan kompos dan asam humat dari lignit dalam media M3 dan M2. Visualisasi
pengaruh FMA dan media terhadap kekokohan plantling G. versteegii disajikan pada
Gambar 41.
Gambar 41. Visualisasi pengaruh FMA dan media terhadap kekokohan plantling G.
versteegii
Gambar 41 menunjukkan bahwa nilai kekokohan plantling tertinggi dicapai oleh
perlakuan M3F1 dengan nilai kekokohan plantling 4,7 dan nilai kekokohan terendah oleh
M0F0 dengan nilai kekokohan 20,50. Jika dilihat dari kombinasi media dan mikorizanya
maka kontribusi FMA konsorsium yang dikombinasikan dengan media M3 relatif
meningkatkan nilai kekokohan plantling G. versteegii dibanding G. margarita.
80
Hubungan antara kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan plantling G.
versteegii
Untuk mengetahui hubungan kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan pada
tanaman dilakukan uji korelasi Pearson pada taraf 1% (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil analisis korelasi antara kolonisasi FMA dengan beberapa parameter
pertumbuhan plantling G. versteegii
Korelasi
Nilai Kofisien
Korelasi (r)
Kriteria
hubungan
Persentase kolonisasi dengan Diameter 0.47 Sedang
Persentase kolonisasi dengan Tinggi 0.60 Sedang
Persentase kolonisasi Jumlah Akar Primer 0.30 Lemah
Persentase kolonisasi Jumlah Akar Sekunder 0.26 Lemah
Persentase kolonisasi Panjang Akar Primer 0.45 Sedang
Persentase kolonisasi Panjang Akar Sekunder 0.22 Lemah
Persentase kolonisasi Berat Basah Pucuk 0.17 Lemah
Persentase kolonisasi Berat Basah Akar 0.26 Lemah
Persentase kolonisasi kekokohan plantling 0.50 sedang
Persentase kolonisasi Hidup Planting 0.14 Lemah
Analisis hubungan antara kolonisasi dengan berbagai parameter pertumbuhan
plantling G. versteegii (Tabel 5). Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan antara
kolonisasi FMA dengan parameter diameter semai, tinggi semai, panjang akar primer,
kekokohan plantling merupakan hubungan yang sedang. Sedangkan hubungan kolonisasi
FMA dengan parameter jumlah akar primer, jumlah akar sekunder, panjang akar sekunder,
berat basah pucuk, berat basah akar, persentase hidup plantling merupakan hubungan yang
lemah.
Serapan Hara Makro N, P dan K
Analisis hara N, P dan K pada jaringan tanaman plantling G. versteegii dilakukan
untuk mengetahui kandungan unsur hara makro N, P dan K dalam jaringan tanaman yang
diserap dari media tumbuh. Hasil analisis serapan hara makro N, P dan K pada jaringan
tanaman plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 42, 43 dan 44.
81
Gambar 42. Hasil analisis serapan hara makro N pada jaringan tanaman plantling G.
versteegii
Gambar 43. Hasil analisis serapan hara makro P pada jaringan tanaman plantling G.
versteegii
Gambar 44. Hasil analisis serapan hara makro K pada jaringan tanaman plantling G.
versteegii
Gambar 42, 43 dan 44 menunjukkan bahwa serapan hara makro N tertinggi pada
jaringan tanaman plantling G. versteegii oleh kombinasi perlakuan M2F1 (N= 1,38 %,
P=0,13 %; dan K= 0,71%) dan serapan hara makro N terendah adalah M0F0 (0,17 %),
serapan hara makro P terendah adalah M0F0 (0,03%) dan serapan hara K terendah adalah
M0F0 (0,13%). Hal ini berarti serapan hara N, P dan K lebih dipengaruhi oleh FMA.
82
Secara umum pemberian inokulasi FMA meningkatkan penyerapan hara makro terutama
N, P dan K pada jaringan tanaman plantling G. versteegii.
Indeks mutu bibit
Kualitas bibit tanaman dicirikan dengan perakaran dan pertumbuhan yang baik
sehingga apabila bibit-bibit tersebut dipindahkan dari persemaian ke lapangan dapat
tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang mampu bertahan hidup pada kondisi lapang.
Kemampuan daya tahan hidup ini dapat diukur dengan indek mutu bibit (IMB). Indeks
mutu bibit dihitung menggunakan teknik skoring terhadap parameter tinggi, diameter dan
kekekohan plantling G. versteegii. Nilai hasil kualitas indeks mutu bibit plantling G.
versteegii menggunakan system skoring disajikan pada Lampiran 20, 21 dan 22. Dari
Lampiran 20 dan 21 menunjukkan bahwa berdasarkan nilai rata-rata tinggi dan diameter
maka indeks mutu bibit tertinggi adalah M2F1, M3F2 dan M3F1, sedangkan indeks mutu
bibit terendah adalah M0F0. Tingginya kualitas bibit plantling G. versteegii pada
kombinasi media M2F1, M3F2 dan M3F1 disebabkan karena adanya penyerapan hara
yang lebih baik dari FMA konsorsium maupun G. margarita serta tingginya kandungan
bahan organik pada media ini akibat diperkaya dengan bahan organik menggunakan
kompos dan batubara. Apabila dilihat berdasarkan nilai kekokohan bibit (Lampiran 22)
menunjukkan bahwa indeks mutu bibit tertinggi adalah M3F1 sedangkan indeks mutu bibit
terendah adalah M0F0, M0F2 dan M1F0. Secara visual tingginya kualitas bibit plantling
G. versteegii pada kombinasi media M3F1 disebabkan karena adanya pertambahan
pertumbuhan tinggi dan diameter plantling G. versteegiii oleh FMA konsorsium pada
media yang diperkaya kompos, batubara muda dan arang sekam.
Top Related