PERSEPSI PERAWAT TERHADAP KOMPENSASI DAN MOTIVASI KERJA DI RUMAH SAKIT ALOEI SABOE
KOTA GORONTALO
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S - 2
Minat Utama Manajemen Rumahsakit Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran
Diajukan Oleh :
Hartati Inaku 11672/PS/IKM/03
Kepada PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2005
ii
ii
iii
iii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… ii
PERNYATAAN…………………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR………………………………..…………………. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… ix
INTISARI ………………………………………………………………. x
ABSTRACT ……………………………………………………………. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………….………………………………. 1
1.2. Perumusan Masalah………………………………………………. 8
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 9
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………………. 9
1.5. Keaslian Penelitian………………………………………………… 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Keperawatan ……………………………………….. 12
2.2. Kompensasi ………………………………………………………. 17
2.3. Motivasi Kerja……………………………………………………… 23
2.4. Persepsi Terhadap Pemberian Kompensasi………………….. 32
2.5. Hubungan Persepsi Perawat Mengenai Kompensasi
dan Motivasi Kerja ………………………………………………… 34
2.6. LandasanTeori………..……………………………………………. 35
2.7. Hipotesis Penelitian ………………………………………………. 36
2.8. Kerangka Konsep ………………………………………………… 36
2.9. Pertanyaan Penelitian …………………………………………… 37
iv
iv
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………….……………… 38
3.2. Lokasi dan Subyek Penelitian..…………………………………… 38
3.3. Definisi Operasional……………………………………..………… 40
3.4. Variabel Penelitian…………...…………………………………… 42
3.5. Metode Pengambilan Data…………………………………….… 42
3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas….………………………….. 43
3.7. Jalannya Penelitian …….………………………………………… 44
3.8. Analisis Data………………………………………………………… 45
3.9. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian …………………………… 46
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ………………………………………………………………… 47
4.2. Pembahasan ………………………………………………………. 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………….. 66
5.2. Saran ……………………………………………………………….. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
v
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 2003 …………………………………………. 2
Tabel 2. Kinerja Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 1999 – 2003 ………………………………… 2
Tabel 3. Pendapatan Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 2000 – 2003 ………………………………. 3
Tabel 4. Jenis dan Jumlah Tenaga Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 2003……………………….. 3
Tabel 5. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe ………………………………………. 6
Tabel 6. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow …………………. 25 Tabel 7. Alasan Pemilihan Responden……………………. 38 Tabel 8. Responden, Jumlah dan Cara Perolehan data Primer ……………………………………….. 39 Tabel 9. Deskripsi Jenis Kelamin Responden ……………. 46 Tabel 10. Deskripsi Usia Responden ……………………….. 46 Tabel 11. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden ………. 46 Tabel 12. Deskripsi Tingkat Golongan Responden………… 47 Tabel 13. Deskripsi Lama Kerja Responden ……………….. 47 Tabel 14. Deskripsi Tingkat Gaji Responden ………………. 48 Tabel 15. Score Variabel Kompensasi …………………….. 62 Tabel 16 Skor Variabel Persepsi Perawat terhadap Sistem Kompensasi ……………………………….. 62
Tabel 17 Skor Variabel Motivasi Kerja …………………….. 65
vi
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Teori Isi Motivasi ……………………………………. 24
Gambar 2 Teori Dua Faktor Herzberg ………………………….. 26
Gambar 3 Teori Pengharapan Dari Vroom ……………………. 28
Gambar 4 Teori Reinforcement …………………………………. 29
Gambar 5 Kerangka Konsep ……………………………………. 36
vii
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka
Yogyakarta, 31 Mei 2005
viii
viii
KATA PENGANTAR
Dengan penuh sukacita diiringi kebahagiaan, rasa syukur yang
dalam penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat
dan karunia-Nya telah memberikan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan penulisan tesis ini untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-2 pada Universitas Gajah Mada, Jurusan Ilmu
– Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama
Magister Manajemen Rumahsakit dengan judul Persepsi Perawat Terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja Di Rumahsakit Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Segala sesuatu yang dapat penulis sampaikan melalui tesis ini
bukanlah semata atas kemauan sendiri melainkan berkat dukungan dan
dorongan dari berbagai pihak yang telah membantu sehingga penulisan
ini dapat terselesaikan. Untuk itu secara khusus penulis sampaikan terima
kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Sumarni, Dra, Msi, selaku pembimbing I, yang dalam kesibukannya
telah memberikan bimbingan dengan kesabaran kepada penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
2. Meidiana Dwidiyanti, SKp, MSc, selaku pembimbing II, yang dalam
kesibukkannya telah memberikan bimbingan dengan kesabaran
kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
3. Dr. Ir. H. Amir Tjoneng, MS selaku, Rektor Universitas Gorontalo
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan
4. Direktur Rumahsakit Aloei Saboe Kota Gorontalo beserta staf, yang
telah memberikan ijin penelitian
5. Semua dosen dan staf Program Pasca sarjana, Minat Utama
Magister Manajemen Rumahsakit yang telah memberikan dorongan
dan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.
ix
ix
6. Responden yaitu tenaga keperawatan di rumahsakit Aloei Saboe yang
telah mendukung dan bersedia ikut terlibat dalam penelitian ini.
7. Kepada Bapak tercinta, Hi. Saleh Inaku (alm), dan Ibu tercinta Nona
Inaku, serta saudara-saudaraku : Lily, Reni, Meyke, Popy, Riky, Yayu,
Oppo yang telah memberikan doa dan pengorbanan serta memberikan
pengertian, dorongan, semangat, dan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.
8. Kepada teman-teman MMR angkatan 2003 dan teman dalam suka
dan duka : dr. Katy, Asmaripa SSi, dr. Liasari. Atas segala bantuan,
perhatian dan dorongan serta kerja samanya kepada penulis untuk
menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.
9. Juga kepada seseorang yang selalu memberikan motivasi dan
dorongan, untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.
Pada akhirnya, penulis mengharapkan kiranya tesis ini dapat
berguna bagi Rumahsakit Aloei Saboe dan semua pihak yang berkaitan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala
saran dan kritik untuk perbaikan, sangat kami harapkan agar tesis
bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, Juni 2005
Hartati Inaku
x
x
INTISARI
Latar Belakang : Rumah sakit Aloei Saboe dari tahun ketahun mengalami
peningkatan pendapatan tetapi tidak diikuti oleh kesehjateraan karyawan
terutama perawat, kebijakan rumah sakit mengenai kompensasi
menimbulkan persepsi yang berbeda beda sehingga dampaknya
terhadap motivasi dan kinerja rumah sakit.
Metode: Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan pendekatan
cross section. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tertutup
dengan sistem penilaian yang menggunakan skala likert dan diskusi/tanya
jawab. Analisis datanya menggunakan analisis deskriptif kuantitatif,
regresi
Hasil : Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel
dependen motivasi kerja perawat (Y) dipengaruhi oleh variabel
independen kompensasi (X1), dan persepsi terhadap sistem kompensasi
(X2). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang
diajukan, kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kompensasi yang
diberikan terhadap perawat akan meningkatkan pula motivasi kerja pada
diri perawat.
Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pula bahwa
persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara positif
terhadap motivasi kerja, yang dapat diartikan pula bahwa peningkatan
persepsi perawat terhadap sistem kompensasi yang diterapkan oleh pihak
rumah sakit akan menyebabkan peningkatan motivasi kerja perawat.
Kata kunci : Persepsi, kompensasi, motivasi kerja
xi
xi
ABSTRACT Background: Annual revenue of Aloei Saboe Hospital had increased, but
it did not be followed by employees’ incentive especially nurses. Hospital
policy on compensation might arouse different perceptions among the
nurses, thus it influences the motivation and hospital performance. Method: This research is a non experimental quantitative research, with
cross sectional approach. The researcher uses closed-end questionnaire
with 5 levels Likert scale. Data analyses used in this research are
quantitative descriptive analysis, regression analysis, and FGD analysis.
Results: According to the regression analysis, indicate that job motivation
of the nurses (Y) is positively influenced by independent variables
compensation (X1) and the perception on compensation system (X2). The
results appropriate to proposed hypothesis. From the research findings, it
can be concluded that the increasing of compensation and the perception
on compensation system will also be followed by the increasing of job
motivation of the nurses in Aloei Saboe Hospital.
Keywords: Perception, compensation, job motivation.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Aloei Saboe Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo dibangun tahun 1926, semula bernama RSU Kotamadya
Gorontalo. Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan maka
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 51/Menkes/SK/II/79
RSU Kotamadya Gorontalo ditetapkan kelasnya menjadi RSU kelas C.
Selanjutnya Rumah Sakit Aloei Saboe menjadi Badan Pengelola
berdasarkan SK. Walikota Gorontalo Nomor 315 tahun 2002 tentang
organisasi dan tata kerja Badan Pengelola RSUD Kota Gorontalo, dan
berkedudukan sebagai unit pelaksana pemerintahan Kota Gorontalo
dibidang pelayanan kesehatan masyarakat.
Misi Rumah Sakit Aloei Saboe adalah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu dengan dilandasi sentuhan
manusiawi serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan misi
keselamatan, kesembuhan dan kepuasan pelanggan sebagai tugas utama
pelayanan menuju rumah sakit yang mandiri dan sejahtera bagi semua
pihak yang terkait. Dengan demikian maka dalam pelaksanaannya,
Rumah Sakit Aloei Saboe memiliki unit-unit pelayanan rawat jalan, rawat
inap, instalasi gawat darurat, rehabilitasi medik, instalasi radiology,
instalasi laboratorium, instalasi farmasi dan apotik, instalasi gizi dan
instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit.
Pelayanan rawat jalan dilaksanakan melalui unit pelayanan rawat
jalan yaitu poliklinik umum, klinik penyakit dalam, klinik bedah, klinik
kebidanan, klinik mata dan kesehatan gigi. Sedangkan pelayanan rawat
inap tersedia dalam beberapa kelas rawatan mulai dari kelas VIP sampai
kelas III. Adapun kapasitas untuk masing-masing kelas adalah:
2
2
Tabel 1. Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Aloei Saboe Th 2003 No. Ruang Jumlah Tempat Tidur 1. VIP 31 2. Kelas I 14 3. Kelas II 12 4. Kelas III 143
Sumber: Profil RS. Aloei Saboe Tahun 2003
Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai indikator kinerja yang terus
meningkat secara signifikan, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kinerja Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 1999 – 2003 No. Kinerja Th.1999 Th.2000 Th.2001 Th.2002 Th.2003 1 BOR 65.17 67.02 70.02 77.84 78 2 LOS 4 3 4 6 4 3 TOI 3 2 2 3 1 4 BTO 47 49 45 43 37 5 NDR 28 26 16 11 24 6 GDR 22 11 14 22 21
Sumber : Rekam Medis RSUD Aloei Saboe Tahun 2003
Keterangan : BOR : Bed Occupancy Rate LOS : Length Of Stay TOI : Turn Over Interval BTO : Bed Turn Over NDR : Net Death Rate GDR : Gross Death Rate
Pendapatan Rumah Sakit Aloei Saboe dari tahun ke tahun juga
menunjukkan peningkatan. Adapun target dan realisasi pendapatan
rumah sakit pada Tahun 2000 sampai 2003 dapat dilihat pada Tabel 3.
3
3
Tabel 3. Pendapatan Rumah Sakit Aloei Saboe Th. 2000 – 2003 Realisasi
Tahun Anggaran
Target (Rp)
Dana Intern PEMDA Jumlah
2000
2001
2002
2003
1.030.800.000 1.849.000.000 2.948.300.000 3.602.500.000
795.274.414 1.574.161.949 2.916.724.880 3.044.710.959
416.391.379 715.137.836 815.442.914 1.095.755.589
1.211.665.793 2.289.299.785 3.732.167.794 4.140.466.548
Sumber : Bagian Keuangan Tahun 2003
Karyawan yang dimiliki Rumah Sakit Aloei Saboe adalah 24 orang
dokter umum, 3 dokter gigi, 12 orang dokter spesialis, 3 orang apoteker, 6
orang asisten apoteker, 133 paramedis perawatan, 23 paramedis non
keperawatan, 72 tenaga non medis dengan perbandingan antara PNS dan
Non PNS adalah 185 orang berstatus PNS dan 91 orang berstatus Non
PNS, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis dan Jumlah Tenaga Rumah Sakit Aloei SaboeTh. 2003 No Jenis Tenaga Jumlah 1 Medis 39 2 Paramedis perawatan 133 3 Paramedis non perawatan 32 4 Non medis 72
Jumlah 276 Sumber : Rekam Medis RSUD Aloei Saboe Tahun 2003
1.1. 2. Kebijakan Rumah Sakit dalam Pengembangan SDM
Rumah Sakit Aloei Saboe dan Pemda Kota Gorontalo telah
berupaya dalam rangka mengembangkan SDM secara kuantitas maupun
kualitas dengan melakukan pendekatan kepada pihak-pihak terkait dalam
memperoleh penempatan Tenaga Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter
Gigi dan tenaga kesehatan lainnya serta tenaga administrasi dan
memberikan kesempatan/rekomendasi kepada pegawai yang ingin
4
4
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bertambahnya
jumlah tenaga sesuai dengan kebutuhan akan memberikan dampak
terhadap kualitas dan jangkauan pelayanan yang diberikan, salah satu
dampak tersebut yakni keberadaan dokter jaga yang sebelumnya hanya
bertugas dibagian depan (UGD). Saat ini telah dilaksanakan tugas dokter
jaga dibagian dalam (Instalasi Rawat Inap) dan dalam waktu yang dekat
ini pada setiap bagian/UPF yang besar seperti anak, bedah, penyakit
dalam dan kebidanan diupayakan ada dokter jaga.
Program/kegiatan dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia
yang telah dilaksanakan antara lain terjalinnya hubungan kerja sama
dalam penempatan Residen Senior Spesialis (Program Akademik dalam
menyelesaikan Pendidikan Spesialis) dengan Universitas Hasanuddin
Makassar dan Universitas Samratulangi Manado, dimana RSUD Prof. Dr.
Aloei Saboe Kota Gorontalo menjadi teaching hospital satellite sesuai
memorandum of understanding (MOU) tertanggal 9 Januari 2003 (Profil
Rumah Sakit Aloei Saboe, 2003). Dilakukan pula kegiatan pemberdayaan
tenaga yang ada untuk menciptakan tenaga-tenaga yang memiliki sumber
daya melalui pemberian kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan
khususnya dalam menyongsong rumah sakit baru. Kesempatan ini
merupakan bantuan dari program Pemda Provinsi dan Pemda Kota
Gorontalo.
1.1. 3. Kebijakan kompensasi Berdasarkan SK Walikota Nomor 11/Tahun 2000, dinyatakan
komponen tarif terdiri dari bahan dan alat, jasa rumah sakit, konsultasi dan
jasa medis yang terdiri dari jasa dokter ahli, dokter umum dan paramedis.
Komponen jasa medis, paramedis dan non paramedis diatur
sebagai berikut: 15% disetor ke Pemda, 75% untuk jasa petugas (medis,
paramedis dan non medis), dan 10% untuk biaya umum rumah sakit.
Komponen jasa anastesi diatur sebagai berikut: 15% disetor ke Pemda,
50% untuk dokter anestesi, 25% untuk penata anestesi, dan 10% untuk
5
5
biaya umum rumah sakit. Pendapatan rawat inap, rawat jalan dan intensif
keseluruhannya masuk ke kas daerah.
Selain berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, Rumah Sakit
Aloei Saboe juga menetapkan kebijakan kompensasi. Untuk tenaga
administrasi dan tenaga lainnya yang dalam ketetapan pemerintah daerah
tidak mendapat porsi, diberikan 20% dari jatah paramedis. Pembagian ini
disepakati bersama berdasarkan pertimbangan beban kerja dan tanggung
jawab paramedis yang dinilai lebih besar dibandingkan tenaga
administrasi, sehingga persentasinya lebih besar yaitu 80%. Adapun
pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 menjelaskan pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei
Saboe. Terlihat bahwa untuk paramedis, pembagian kompensasi adalah
80% paramedis dan 20% tenaga administrasi. Untuk askes terbagi atas
60% jasa medis, dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi menjadi 75%
paramedis dan 25% non paramedis. Sedangkan untuk dokter mendapat
bagian yang lebih besar yaitu untuk dokter spesialis 75% tarif tindakan
dan 100% jasa konsultasi. Untuk dokter umum 100% jasa pemeriksaan.
Selain gaji, karyawan PNS juga menerima insentif. Insentif dokter jaga Rp
200.000 per bulan, tenaga paramedis perawatan adalah Rp 75.000 per
bulan dan tenaga paramedis non keperawatan Rp 50.000 per bulan.
Sebagai catatan, insentif di Rumah Sakit Aloei Saboe dinilai berdasarkan
absensi. Setiap kali tidak hadir dipotong Rp 5.000 dan pemotongan
tersebut diberikan kepada orang lain yang melakukan atau menggantikan
petugas yang absen.
Pada dasarnya realisasi dari pembagian kompensasi di atas tidak
sepenuhnya diterima jasa medis atau paramedis secara utuh. Masih
terdapat potongan-potongan, yaitu 15% harus disetor kepada Pemda dan
10% untuk biaya umum rumah sakit. Dengan demikian karyawan hanya
menerima 75% dari jasa yang semestinya menjadi hak penuh mereka.
6
6
Tabel 5. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe
Komponen SK Kebijakan Kompensasi Sasaran Isi
Jasa Profesi SK Dir. No. 900/ RS/ 280A/2001
Medis, paramedis, pegawai administrasi dan tenaga lainnya
Dokter Spesialis: - 75% tarif tindakan - 100% jasa konsultasi
dan pemeriksaan Dokter Umum: - 100% jasa pemeriksaan Paramedis: - 80% paramedis - 20% tenaga
administrasi Askes: - 60% jasa medis - 40% dibagi menjadi
75% paramedis dan 25% non paramedis
Insentif Berdasarkan Prestasi Kerja
SK Dir. No. 900/ RS/ 295A/2002
Dokter umum, paramedis, non paramedis PNS dan non PNS
- Dokter jaga Rp 200.000 per bulan
- PNS paramedis perawatan Rp 75.000 per bulan
- PNS paramedis non perawatan Rp 50.000 per bulan
- Honor paramedis Rp 150.000 per bulan
- Honor tenaga administrasi dan tenaga lainnya Rp 6000 per hari
Sumber : Rekam Medis RSUD Aloei Saboe Tahun 2003
1.1.4. Permasalahan di Rumah Sakit Aloei Saboe Pada sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, di samping
dokter, perawat dan bidan juga memiliki posisi yang sangat penting.
Perawat merupakan ujung tombak rumah sakit dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan akan
sangat berpengaruh pada keberadaan rumah sakit.
Permasalahan yang sering muncul adalah adanya ketidakpuasan
karyawan, terutama tenaga keperawatan, terhadap kebijakan kompensasi
7
7
yang dilakukan pihak manajeman rumah sakit. Tenaga keperawatan
menginginkan adanya pembagian kompensasi yang sebanding dengan
volume, beban kerja dan resiko kerja. Keadaan ini timbul karena mereka
tidak puas dan merasa pembagian kompensasi yang dilakukan pihak
manajemen kurang adil. Selain itu faktor pendidikan, masa kerja dan
golongan juga belum menjadi perhatian pihak rumah sakit dalam
menentukan kebijakan kompensasi. Akan tetapi disatu sisi sebagian
karyawan memandang sistem kompensasi rumah sakit sudah merata dan
adil, terutama bagi karyawan senior yang walaupun berpangkat rendah
tetapi sudah lama mengabdi di Rumah Sakit Aloei Saboe.
Permasalahan yang sama juga adalah bahwa sampai saat ini
belum dilakukan pengkajian tentang pandangan atau persepsi karyawan,
terutama tenaga keperawatan terhadap sistem pemberian kompensasi
yang dilaksanakan rumah sakit. Pengkajian perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah karyawan mempunyai persepsi yang baik atau buruk
terhadap sistem pemberian kompensasi yang sudah dilaksanakan rumah
sakit. Baik atau tidaknya persepsi karyawan mengenai sistem pemberian
insentif akan mempengaruhi sikap mereka terhadap kebijakan manajemen
dalam penetapan kebijakan kompensasi. Selain itu dapat juga digunakan
sebagai masukan untuk mengetahui apakah kompensasi dapat menjadi
motivator karyawan untuk bekerja dengan lebih baik. Apabila karyawan
merasa tidak puas terhadap kompensasi yang diterima, maka keadaan ini
berdampak pada kinerja rumah sakit secara umum seperti pada
pemberian pelayanan di rumah sakit. Kasus yang muncul di Rumah Sakit
Aloei Saboe adalah di bagian kebidanan, dimana pasien mengeluhkan
bahwa layanan petugas kurang ramah dan kurang tanggap, fasilitas
ruangan yang kurang diperhatikan serta adanya keluhan bahwa petugas
jaga kerap tidak ada di tempat. Di pihak karyawan timbul keluhan bahwa,
rajin atau malas, disiplin atau tidak sama saja karena kenyataannya gaji
yang diterima tetap sama.
8
8
Permasalahan kompensasi sering juga berhubungan dengan tinggi
rendahnya motivasi kerja. Kasus di Rumah Sakit Aloei Saboe
menunjukkan bahwa motivasi kerja karyawan rumah sakit masih rendah.
Hal ini bisa terlihat dari data absensi karyawan, ternyata pada saat apel
pagi, para dokter yang hadir hanya sekitar 20%, sedangkan karyawan
paramedis 50%, non medis/administrasi sekitar 60%. Banyak karyawan
yang datang terlambat, sedangkan sebagian karyawan pulang sebelum
waktunya, terutama karyawan non paramedis dan juga dokter. Pengisian
rekam medik oleh petugas banyak yang tidak lengkap.
Menurut Robbins (1993), jika seseorang itu termotivasi maka dia
akan berusaha keras. Tetapi, karena usaha keras ini nantinya akan
disalurkan kepada keuntungan organisasi/perusahaan, maka perusahaan
juga harus terus membina motivasi karyawan melalui proses pemuasan
kebutuhan. Selanjutnya kesejahteraan karyawan yang tinggi akan
memotivasi untuk bekerja lebih giat lagi, bahkan kesejahteraan akan
meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Apabila hal ini
belum bisa diciptakan dalam suatu rumah sakit, kebutuhan karyawan akan
aktualisasi dirinya menjadi karyawan yang produktif akan jauh dari
harapan.
Rumah sakit perlu mengetahui efektifitas kompensasi untuk
mengetahui apakah program yang sudah ada sudah sesuai dengan
keinginan karyawan rumah sakit. Selain itu juga perlu diketahui
pandangan karyawan yang sesungguhnya terhadap sistem kompensasi
yang sudah dilakukan, sehingga dapat meminimalkan atau bahkan
menghilangkan rasa ketidakpuasan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang
diajukan adalah:
9
9
Bagaimana persepsi perawat terhadap kompensasi dan pengaruhnya
terhadap motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo
Propinsi Gorontalo?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja
perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo Propinsi
Gorontalo.
2. Untuk mengetahui apakah persepsi perawat mengenai kompensasi
mempengaruhi motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe
Kota Gorontalo Propinsi Gorontalo.
3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi perawat tentang sistem
kompensasi dan motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota
Gorontalo
4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe, yaitu factor
kompensasi dan persepsi perawat terhadap sistem kompensasi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi yang menggambarkan tentang persepsi perawat
mengenai kompensasi yang telah dilaksanakan di rumah sakit agar
dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak manajemen rumah sakit
dalam menangani masalah kompensasi
2. Bagi rumah sakit sendiri hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi tentang pemberian kompensasi terhadap karyawan di
Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo
3. Bagi PEMDA penelitian ini sebagai masukkan tentang besarnya
kompensasi yang layak bagi karyawan yang bertugas di RSUD Aloei
Saboe Kota Gorontalo
10
10
4. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam penelitian tentang kompensasi
1.5. Keaslian Penelitian
Pontoh (2002) melakukan penelitian tentang kompensasi pegawai
di rumah sakit pemerintah studi kasus RSUD Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Penelitian ini mempelajari bentuk-bentuk kompensasi bagi karyawan yang
di buat oleh manajer rumah sakit dengan menyimpulkan bahwa di Rumah
Sakit Aloei Saboe sudah diterapkan kompensasi finansial dan non
finansial. Walaupun demikian kebijakan rumah sakit mengenai
kompensasi masih menimbulkan ketidakpuasan karyawan. Metode
penelitian yang digunakan adalah rancangan studi kasus dengan
penelitian kualitatif murni. Sedangkan Trisno (1998), melakukan penelitian
analisis persepsi keadilan dan kepuasan kompensasi karyawan di RSU
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang tingkat
kepuasan karyawan terhadap komponen kompensasi total, hubungan
antara persepsi keadilan kompensasi karyawan dengan tingkat
kepuasannya dan hubungan antara ciri-ciri karyawan dengan kepuasan
kompensasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat kepuasan
kompensasi total tinggi (nonfinansial tinggi sedangkan finansialnya
rendah) : gaji pokok, insentif dan bonus, lingkungan kerja, pekerjaan dan
benefit. Terdapat korelasi kuat antara persepsi keadilan dan persepsi nilai
kompensasi terhadap kepuasan kompensasi sedangkan ciri-ciri karyawan
tidak membedakan tingkat kepuasan kompensasinya.
Penelitian lain tentang kompensasi adalah hubungan antara
kompensasi, iklim kerja, ciri kerja, ciri individu dan kepuasan kerja dokter
spesialis di instalasi bedah sentral di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian
ini membahas tentang sejauh mana faktor-faktor kompensasi, iklim kerja,
ciri kerja dan ciri-ciri individu berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hasil
penelitian menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara variabel
11
11
kompensasi, iklim kerja, ciri kerja, dan kepuasan kerja bagi dokter
spesialis. Sedangkan ciri-ciri individu tidak mempunyai hubungan
bermakna dengan kepuasan kerja (Sanjana, 1998).
Di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo belum pernah
dilakukan penelitian tentang sistem kompensasi dan motivasi kerja
perawat. Penelitian berkonsentrasi pada kompensasi finansial yang ingin
mengetahui hubungan antara kompensasi dengan motivasi kerja perawat.
12
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Keperawatan
2.1.1. Pengertian Perawat Menurut Kepmenkes Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Lokakarya Keperawatan Nasional Tahun 1983
menetapkan bahwa perawat profesional adalah perawat dengan
pendidikan minimal Diploma III, yang disebut dengan perawat profesional
pemula. Kemudian Peraturan Pemerintah RI. Nomor 32 Tahun 1996,
menyebutkan bahwa tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
2.1.2. Manajemen Keperawatan Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui
anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
profesional (Gillies, 1996). Perawat sebagai manajer keperawatan dituntut
untuk dapat merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi
sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga
dan masyarakat
Proses manajemen keperawatan diharapkan sejalan dengan
proses keperawatan, yaitu sebagai satu metode pelaksanaan asuhan
keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat
saling menopang.
Asuhan keperawatan menurut Swansburg (1996) adalah tindakan
yang diterima oleh klien yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien/keluarga meningkatkan derajat kesehatan. Staf perawatan
memberikan asuhan keperawatan selama 24 jam dengan menggunakan
13
13
metode proses keperawatan dan hasilnya didokumentasikan dalam
dokumentasi asuhan keperawatan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI. No. 32 tahun 1996, tenaga
keperawatan adalah perawat dan bidan. Menurut Sudarsono (2002),
perawat terdiri dari dua kategori yaitu: Perawat Profesional dan Perawat
Vokasional (Non profesional). Perawat profesional adalah perawat ahli
madya, perawat ahli, ners, ners spesialis dan ners konsultan lulusan
pendidikan keperawatan. Sedangkan perawat non profesional adalah
tenaga pembantu pelaksana pelayanan/asuhan keperawatan yang
merupakan tenaga non profesional yang dihasilkan melalui pendidikan
pada jenjang menengah dan pendidikan kejuruan.
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam
proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, yaitu suatu proses
yang berjangka panjang, ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup
seluruh aspek keperawatan yakni: 1) penataan pendidikan tinggi
keperawatan, 2) pelayanan dan asuhan keperawatan, 3) pembinaan dan
kehidupan keprofesian, dan 4) penataan lingkungan untuk perkembangan
keperawatan.
Menurut Nursalam (2002), keperawatan sebagai pelayanan/asuhan
profesional bersifat humanistik. Berorientasi kepada kebutuhan objektif
klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan etika
keperawatan sebagai tuntutan utama.
2.1. 3. Tuntutan Profesi Keperawatan Menurut Kelly dan Joel (1995), keyakinan bahwa keperawatan
merupakan profesi yang harus disertai dengan realisasi pemenuhan
karakteristik keperawatan sebagai profesi yaitu :
1. Memiliki dan memperkaya pengetahuan melalui penelitian
2. Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang
lain
14
14
3. Pendidikan yang memenuhi standar
4. Terdapat pengendalian terhadap praktik
5. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan
6. Merupakan karier seumur hidup
7. Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi
2.1.4. Faktor yang Memperlambat Perkembangan Peran Perawat secara Profesional Menurut Nursalam (1998) terdapat enam faktor yang dapat
memperlambat perkembangan peran perawat secara profesional, yaitu:
1. Antithetical terhadap perkembangan ilmu keperawatan. Karena
rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksankannya
pendidikan keperawatan secara profesional, perawat lebih cenderung
untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah
dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan
ataupun sesuatu yang baru dalam melaksankan perannya secara
profesional 2. Rendahnya rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-
esteem). Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber
informasi bagi klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut
timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia
yang menempatkan perawat sebagai “second class citizen”, dimana
perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai
dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan
kesehatan.
3. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset
keperawatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Nursalam (1998) menemukan bahwa lebih dari 90 % perawat tidak
melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih
15
15
disebabkan oleh pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang,
keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena policy yang tidak
mendukung pelaksanaan riset.
4. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan
yang sempit. Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi
sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan
keperawatan dianggap sebagai suatu obyek untuk kepentingan
tertentu dan tidak dikelola secara profesional.
5. Rendahnya standar gaji bagi perawat. Gaji perawat, khususnya yang
bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia maupun Amerika.
Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.
6. Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi
kesehatan. Masalah ini sangat sulit bagi pengembangan profesi
keperawatan, karena sistemnya sangat berpengaruh terhadap
pelayanan yang baik. Meskipun kita semua menyadari bahwa perawat
memiliki anggota terbesar di sistem pelayanan kesehatan di Indonesia,
akan tetapi dapat dikatakan hampir 80% pimpinan di Instansi
Kesehatan bukan dipegang oleh perawat meskipun jabatan tersebut
berhubungan dengan peran perawat (misalnya kepala bidang/seksi
keperawatan di RS, Direktur Akper). Hal ini tentunya akan
mempengaruhi perkembangan keperawatan di Indonesia, karena
semua policy yang ada dan biasanya berdampak kurang berpihak
kepada profesi keperawatan.
2.1. 5. Peran dan Fungsi Perawat
Menurut Depkes R.I (1999), peran dan fungsi perawat adalah
sebagai berikut :
16
16
1. Dalam asuhan/pelayanan keperawatan memberikan asuhan
keperawatan secara profesional yang meliputi treatment keperawatan,
observasi, pendidikan kesehatan dan menjalankan medical treatment
2. Melakukan pengkajian dalam upaya-upaya mengumpulkan data dan
informasi yang benar
3. Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data dari
hasil pengkajian
4. Merencanakan intervensi sebagai upaya untuk mengatasi masalah
yang timbul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah
5. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan
6. Melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan terhadapnya
7. Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara
klien dengan tim kesehatan lain, membela kepentingan klien dan
membantu klien agar memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan. Pada advokasi
mengharuskan perawat membantu klien/keluarga untuk mengambil
keputusan berdasarkan pemahaman informasi yang diberikan oleh
perawat.
8. Sebagai pendidik klien, perawat memberikan pengetahuan kepada
klien dalam rangka meningkatkan kesehatan, tentang tindakan
keperawatan dan tindakan medik yang diterima, sehingga
klien/keluarga dapat bertanggung jawab terhadap hal-hal yang
diketahuinya
9. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan kemampuan klien dan
sumber-sumber yang ada, untuk digunakan secara maksimal,
sehingga tidak ada tumpang tindih tindakan karena ada koordinasi
yang dilakukan oleh perawat
17
17
10. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan anggota tim
kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana atau
pelaksanaan asuhan keperawatan
11. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi agar klien/keluarga
mempunyai cara berpikir yang benar dalam mengatasi masalah
sehingga sikap dan tingkah laku menjadi efektif, serta meningkatkan
keterampilan yang diperlukan untuk hidup lebih sehat
12. Sebagai pengelola, perawat mengatur kegiatan dalam upaya
mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga pasien dan perawat
mendapatkan kepuasan karena asuhan keperawatan yang diberikan.
2.1. 6. Tanggung Jawab Perawat
Menurut Depkes R.I (1994), perawat mempunyai tanggung jawab
dalam memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi.
Tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien mencakup aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dalam upaya
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan menggunakan pendekatan proses
perawatan meliputi:
1. Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya
2. Membantu klien yang sehat untuk bisa memelihara kesehatannya
3. Membantu klien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima
kondisinya
2.2. Kompensasi
2. 2.1. Pengertian Kompensasi Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi
sebagian besar orang untuk menjadi pegawai pada suatu organisasi
tertentu adalah untuk memperoleh penghasilan bagi keperluan
kebutuhannya. Hal itu berarti disatu sisi seseorang menggunakan
18
18
pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk
berkarya pada suatu organisasi, sementara disisi lain dia mengharapkan
menerima imbalan/kompensasi tertentu (Siagian, 1999).
Handoko (1984) menyatakan bahwa kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja dan
kinerja mereka dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di
waktu yang akan datang. Kompensasi dapat dibagi menjadi kompensasi
langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung (direct
compensation) terdiri atas gaji, upah dan insentif. Sedangkan kompensasi
tidak langsung merupakan kompensasi tambahan (finansial dan non
finansial) yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap
semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kompensasi ini dapat berupa penghargaan, hadiah, promosi maupun
pelatihan.
Kompensasi karyawan merujuk pada semua bentuk upah atau
imbalan yang berlaku bagi pekerjaan mereka. Kompensasi mempunyai
dua komponen yaitu pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah,
gaji, insentif, komisi dan bonus dan pembayaran yang tidak langsung
dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan.
Pada kenyataannya ada dua cara utama untuk pembayaran langsung
kepada karyawan: pertama, berdasarkan tambahan waktu dan
berdasarkan kinerja, tetapi kebanyakan karyawan dibayar berdasarkan
waktu yang mereka gunakan ditempat kerja dan yang kedua adalah
membayar kinerja (Dessler, 1997)
Menurut Schuler (1987), kompensasi dibagi menjadi kompensasi
intrinsik dan kompensasi ekstrinsik. Kompensasi ekstrinsik dibedakan
menjadi kompensasi ekstrinsik langsung (gaji, upah, imbalan berdasarkan
kinerja) dan kompensasi ekstrinsik tidak langsung (program proteksi,
bayaran di luar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan).
19
19
2.2.2. Kompensasi uang Kompensasi uang disebut juga kompensasi ekstrinsik yaitu imbalan
yang diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang. Imbalan
uang dibagi dua, yaitu imbalan langsung dan tidak langsung. Imbalan
langsung adalah berupa gaji pokok dan pembayaran lainnya berdasarkan
hasil produktifitas yang terdiri dari insentif dan bonus. Imbalan tak
langsung adalah pembayaran sejumlah uang untuk perlindungan
asuransi, pensiun, tunjangan anak-istri dan tunjangan lainnya, paid leave,
social benefit seperti piknik bersama, dan lain-lain (Schuler, 1993 dan
Kushadiwijaya, 1996).
Beberapa program imbalan berupa uang yang banyak dikaitkan
dengan prestasi kerja karyawan, yaitu :
1. Hadiah keberhasilan adalah penambahan upah atau penambahan gaji
seorang karyawan sebagai hadiah atas hasil kerjanya yang tinggi
2. Bonus kinerja perorangan adalah pembayaran tunai untuk prestasi
kerja yang tinggi untuk jangka waktu yang tertentu, biasanya akhir
tahun atau hari raya. Apabila prestasinya menurun maka karyawan
tersebut tidak mendapat bonus lagi.
3. Upah borongan perorangan adalah penambahan sejumlah uang yang
diterima karyawan untuk setiap unit produksi yang berhasil melampaui
standar
4. Insentif kinerja kelompok adalah insentif yang diberikan akibat prestasi
kerja kelompok, karena karyawan bekerja sebagai suatu tim dan sulit
untuk mengukur prestasi individual
5. Pembagian keuntungan adalah keuntungan perusahaan yang
dibagikan kepada karyawan berdasarkan proporsi gaji karyawan atau
menurut tipe pekerjaannya. Bentuk ini tidak terlalu berpengaruh pada
peningkatan kinerja
Menurut Handoko (1997) tujuan yang hendak dicapai melalui
kompensasi dapat diuraikan sebagai berikut :
20
20
1. Menghargai Prestasi Kerja
Pemberian kompensasi yang memadai merupakan suatu penghargaan
organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya. Hal ini
selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku atau performance
karyawan sesuai yang diinginkan organisasi.
2. Menjamin Keadilan
Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin
terjadinya keadilan di antara karyawan dalam organisasi. Masing-
masing karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan
tugas, fungsi, jabatan dan prestasi kerjanya.
3. Mempertahankan Karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan betah atau
bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini berarti mencegah
keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang
lebih baik.
4. Pengendalian Biaya
Dengan sistem kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya
melakukan rekruitmen, sebagai akibat dari makin seringnya karyawan
yang keluar akan mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal
ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmen dan seleksi calon
karyawan baru
5. Memperoleh personalia yang berkualitas
Kompensasi yang cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Kadang-
kadang dengan pemberian gaji yang relatif tinggi dimaksudkan untuk
menarik para pekerja yang sudah cakap dan bekerja di perusahaan
lain.
6. Kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan
Di negara manapun pemerintah selalu berusaha menjamin agar
tenaga kerja mendapat perlakuan yang baik dari organisasi tempat
mereka bekerja.
21
21
2.2.3. Kompensasi bukan uang Kompensasi bukan uang disebut juga imbalan intrinsik adalah
penghargaan-penghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan
atas jerih payahnya yang tidak dalam bentuk uang, biasanya penghargaan
tersebut dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, simbol status,
penghargaan masyarakat, dan harga diri (Sculer, 1993 dan Desantis,
1996). Menurut Herzberg (1957), imbalan bukan uang yang dapat
memberikan perasaan telah mencapai sesuatu dan pengakuan atas
pencapaian itu justru merupakan faktor intrinsik. Jadi kondisi faktor
intrinsik ini dapat memotivasi pegawai untuk mencapai kinerja yang tinggi.
2.2.4. Prinsip Dasar Pemberian Kompensasi Peningkatan kesehjateraan pegawai menjadi suatu hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Namun demikian pemberian upah berupa
uang dapat menjadi bomerang bila metode pembagiannya dianggap tidak
adil
Teori Porter-Lawler mengenai teori keadilan dan ketidak-adilan.
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung
membandingkan antara: 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada
pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha,
dengan 2) hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima,
seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan
lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.
Keyakinan atas dasar pembandingan tentang adanya
ketidakadilan, dalam bentuk pembayaran kurang atau lebih, akan
mempunyai pengaruh pada perilaku dalam pelaksanaan kegiatan.
Misalnya orang akan termotivasi bukan oleh uang saja tetapi hal-hal
seperti pengakuan, jaminan (kepastian) dan perlakuan adil adalah
persoalan yang besar. Walaupun demikian, bila karyawan diminta untuk
bertanggung jawab atas kinerja dan profitabilitas, mereka juga ingin
menikmati keuntungannya. Jika semua keuntungan dari kemampuan dan
22
22
upaya ekstra karyawan hanya dinikmati oleh manajemen puncak atau
oleh pemegang saham para karyawan akan memandang situasi ini tidak
adil, dan menjadikannya hilang semangat karena kecewa, dan karyawan
akan menghentikan usahanya. Karenanya, banyak organisasi berusaha
memberi imbalan atas kinerja dalam bentuk-bentuk kompensasi yang
bersifat tidak tentu.
Pada dasarnya pemberian gaji pokok (basic salary) hanya dapat
membuat para pekerja merasa aman, namun tidak mampu memberikan
motivasi. Sistem pengupahan yang hanya memberikan gaji pokok
cenderung membuat karyawan bekerja seenaknya. Karyawan yang rajin
maupun yang malas dan karyawan yang pintar maupun yang bodoh akan
menerima gaji yang sama setiap bulannya. Upah yang dikaitkan dengan
kinerja (insentif) dikatakan mampu memberikan motivasi untuk
meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Oleh karena itu, penilaian
kinerja merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh suatu organisasi
untuk dapat mengetahui sejauh mana prestasi/produktivitas telah dicapai
dari tujuan yang telah ditetapkan. Diperlukan suatu alat ukur yang jelas
yang dipakai dasar untuk menilai kinerja/produktivitas karyawan yang
dikaitkan dengan pemberian insentif.
Persoalan pertama yang dihadapi dalam pemberian kompensasi
adalah mendudukan dan memposisikan berbagai komponen/individu
dalam struktur organisasi, menyadarkan para karyawan pada perannya
masing-masing. Dalam rumah sakit ada tenaga Medis, Paramedis,
Nonmedis, Direksi, Manajer, tenaga fungsional, tenaga struktural, tenaga
ahli dll. Pada hakekatnya semua orang/komponen akan merasa dirinya
paling berperan, sehingga diperlukan analogi-analogi yang dapat diterima
oleh berbagai pihak.
Persoalan kedua adalah bahwa rumah sakit merupakan organisasi
yang sangat unik. Penataan anggaran dan keuangan yang harus
diterapkan memiliki standar yang ganda. Disatu sisi dengan tingkat
turbulensi yang sangat tinggi diperlukan suatu gerak dan langkah
23
23
antisipasif yang cepat, sedangkan disisi lain pengelolaannya terbentur
pada sistem keuangan dan anggaran yang harus melalui APBD dengan
segala aturan yang sangat birokratis. Pemberian insentif yang baik hanya
dapat dilaksanakan apabila telah dilaksanakan perhitungan unit cost dan
perhitungan biaya total rumah sakit
2.3. Motivasi Kerja
2.3.1. Definisi Motivasi Istilah motivasi (motivation), berasal dari perkataan bahasa latin
yaitu: movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Dengan demikian
motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang bertindak atau
berperilaku tertentu (Hanafi, 1997). Motivasi membuat seseorang
memulai, melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu. Selain
itu Shung dan Megginson (1981) dalam Gomes (2000) menyatakan
bahwa motivasi merupakan perilaku yang ditujukan pada sasaran tertentu.
Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam
mengejar sesuatu tujuan, disamping itu motivasi juga berkaitan erat
dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan.
Motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan
tidak tampak dari luar. Motivasi akan terlihat melalui perilaku seseorang
yang dapat dilihat. Dalam dunia usaha, motivasi merupakan faktor penting
yang mendukung prestasi kerja, disamping faktor lain seperti kemampuan
dan keahlian.
Kesediaan atau motivasi seorang karyawan untuk bekerja biasanya
ditunjukkan oleh aktivitas yang terus menerus dan yang berorientasikan
tujuan (Gomes, 2000). Jadi yang disebut karyawan yang bermotivasi
adalah karyawan yang perilakunya diarahkan kepada tujuan organisasi
dan aktivitasnya tidak mudah terganggu oleh gangguan-gangguan kecil.
24
24
2.3.2. Teori-teori Motivasi Motivasi dapat digolongkan dalam tiga klasifikasi yaitu Teori Isi
(content theory), Teori Proses (process theory) dan Teori Reinforcement
(reinforcement theory)
1. Teori Isi (Content Theory) Teori Isi pada dasarnya menekankan pada karakteristik internal
seseorang (Antic, 2004). Teori ini ingin melihat faktor-faktor dalam diri
seseorang yang menyebabkan dia berperilaku tertentu dan kebutuhan apa
yang ingin dipenuhi seseorang. Gambaran dari teori ini dapat dilihat dalam
Gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1. Teori Isi Motivasi
Sumber: Hanafi (1997)
Kajian teori ini terdiri dari Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham
Maslow, Teori Dua Faktor dari Herzbergh dan Teori Prestasi dari
McClelland.
2. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow Inti dari teori ini adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam suatu
hirarki. Manusia akan memenuhi kebutuhannya secara hirarkis (Hanafi,
1997). Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan fisiologis. Setelah
kebutuhan tersebut terpenuhi, kemudian manusia tersebut akan bergerak
Needs/
Kebutuhan
Kepuasan
Drive/
Dorongan
Action/
Tindakan
25
25
memenuhi kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan
keamanan. Setelah kebutuhan keamanan terpenuhi, orang akan bergerak
lagi memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, dan seterusnya.
Bagi manajer, dengan memahami kebutuhan hirarkis Maslow, dia
dapat menyediakan gaji yang cukup untuk memberi makan, minum dan
tempat tinggal. Kebutuhan keamanan dipenuhi dengan memberi jaminan
keamanan pekerjaan dan peraturan kerja yang jelas. Setelah dua
kebutuhan tersebut terpenuhi, manajer kemudian meningkatkan lagi
pemenuhan kebutuhan karyawan. Kebutuhan sosial dipenuhi dengan
menciptakan situsi kerja yang mendorong kebersamaan dan perasaan
memiliki atau membuat suatu kegiatan sperti pengajian dan sebagainya.
Tahap berikutnya adalah pemenuhan kebutuhan pengakuan (self
esteem). Manajer dapat memberi penugasan, pengakuan akan prestasi
dan memberi otonomi dalam mengambil keputusan. Tahap yang paling
tinggi adalah aktualisasi diri, dimana karyawan ingin mengembangkan
pribadi maupun kerja dan tanggung jawabnya.
Tabel 6. Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow
Kebutuhan Penjelasan Contoh Aktualisasi
Kebutuhan untuk berkembang dan mewujudkan potensi diri
Mencapai suatu prestasi, pekerjaan menantang
Pengakuan
Kebutuhan dihormati orang lain, kemampuan menyelesaikan pekerjaan, self esteem
Status, posisi sosial
Sosial
Kebutuhan akan cinta, perhatian, perasaan bersatu dan kontak dengan manusia lainnya
Kebersamaan, teman kerja
Keamanan
Kebutuhan akan keamanan, bebas dari ketakutan dan ancaman
Stabilitas pendapatan, rencana pension
Fisiologis Kebutuhan paling dasar manusia
Makanan, gaji dasar
Sumber: Hanafi (1997)
26
26
3. Teori Dua Faktor dari Herzberg Menurut Hanafi (1997), teori ini menyatakan ada dua faktor yang
menentukan motivasi seseorang, yaitu faktor pendorong motivasi
(satisfiers) dan faktor hygiene (dissatisfiers).
Satisfiers merupakan faktor yang mendorong motivasi seseorang.
Adanya faktor tersebut membuat motivasi seseorang terdorong.
Sebaliknya disstisfiers bukan merupakan faktor pendorong motivasi.
Apabila dissatisfiers ada, seseorang akan merasa terganggu kerjanya.
Tetapi kalau faktor dissatisfiers dihilangkan, motivasi tidak akan muncul
dengan sendirinya. Motivasi hanya muncul apabila faktor satisfiers ada.
Gambar 2 berikut ini adalah contoh faktor satisfiers dan dissatisfiers dari
Teori Dua Faktor Herzberg.
Gambar 2. Teori Dua Faktor Herzberg Ada satisfiers Ada kepuasan kerja Motivasi terdorong
Tidak ada satisfiers Tidak ada kepuasan kerja
Tidak ada motivasi
Faktor Motivasi: Prestasi kerja Pengakuan
Kerja itu sendiri Tanggung jawab
Promosi dan pengembangan kerja Tidak ada dissatisfiers Suasana kerja nyaman Tapi motivasi tidak terdorong
Ada dissatisfiers
Suasana kerja tidak nyaman
Faktor Higienis:
Kebijakan dan administrasi perusahaan Pengawasan kondisi kerja (yang kurang)
Hubungan interpersonal dengan teman kerja (yang kurang) Gaji dan keamanan (yang kurang) Kehidupan pribadi (yang kurang)
Sumber: Hanafi (1997)
27
27
4. Teori Prestasi dari McClelland Menurut McClelland, ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi
manusia yaitu keinginan terhadap kekuasaan, afiliasi dan prestasi (Antic,
2004).
1. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau n-pow)
Manusia ingin mempunyai kekuasaan. Orang semacam ini biasanya
menginginkan posisi kepemimpinan, lebih outspoken, agresif,
menuntut banyak dan menyukai pembicaraan di depan public.
2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation atau n-aff)
Manusia ingin berinteraksi dengan orang lain, mempunyai rasa cinta
dan ingin menghindari penolakan oleh kelompoknya. Orang semacam
ini menyukai hubungan yang akrab, saling memahami, bersedia
menolong orang lain dan menyukai hubungan yang baik dengan orang
lain.
3. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement atau n-ach)
Manusia ingin berprestasi dan mempunyai keinginan kuat untuk
sukses sekaligus kekhawatiran yang besar terhadap kegagalan. Orang
tersebut menginginkan tantangan, seka bekerja keras dan ingin
menjalankan usahanya sendiri.
5. Teori Proses (Process Theory) Gibson et al. (1992) dalam Juliandi (2003) menyatakan bahwa
Teori Proses merupakan teori yang menguraikan dan menganalisis
bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Selain itu Antic (2004) juga menyatakan bahwa teori ini menjelaskan
motivasi yang menekankan pada bagaimana individu tersebut dimotivasi.
Teori-teori yang berhubungan dengan teori proses antara lain Teori
Pengharapan dan Teori Keadilan.
28
28
6. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) Dikembangkan oleh Vroom, dimana dalam teori ini motivasi
seseorang akan tergantung pada antisipasi hasil dari tindakannya dan
probabilitas tujuan orang tersebut akan tercapai (Hanafi, 1997). Model
teori ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Teori Pengharapan dari Vroom
Lingkungan Hasil Valence
Motivasi Usaha Prestasi Hasil Valence
Kemampuan Hasil Valence
Sumber: Hanafi (1997)
Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor
(Juliandi, 2003), yaitu:
1. Valence, mengacu kepada kekuatan seseorang untuk memperoleh
imbalan.
2. Harapan, merupakan kadar kuatnya keyakinan bahwa upaya kerja
akan menghasilkan penyelesaian suatu tugas.
3. Instrumentalitas, menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan
memperolehsuatu imbalan apabila tugas dapat diselesaikan.
Teori Pengharapan ini menjadi landasan dalam membicarakan
kepuasan kerja seseorang, karena pemenuhan harapan-harapan di atas
oleh organisasi menyebabkan terbentuknya kepuasan kerja anggota
organisasi (Juliandi, 2003).
7. Teori Keadilan (Equity Theory) Inti dari teori ini adalah individu-individu membandingkan masukan
dengan keluaran dari pekerjaan mereka dengan masukan dan keluaran
orang lain, dan kemudian meresponnya untuk menghapuskan setiap
ketidakadilan (Juliandi, 2003). Selain itu individu tersebut tidak hanya
29
29
peduli akan jumlah mutlak ganjaran atas kerja mereka, tetapi juga
berhubungan dengan jumlah yang diterima orang lain.
Hal serupa juga dikemukakan Hanafi (1997) bahwa teori ini
menyatakan bahwa motivasi, prestasi dan kepuasan kerja merupakan
fungsi dari persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh
karyawan terhadap balasan yang diterimanya. Keadilan tersebut diukur
berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut (missal
gaji atau promosi) dengan input seseorang (missal usaha atau
ketrampilan). Kemudian dia akan membandingkan rasio dia dengan rasio
orang lain pada situasi yang sama.
8. Teori Pengukuhan (Reinforchement Theory) Teori ini mencoba menjelaskan peranan balasan dalam membentuk
perilaku tertentu. Teori ini mengatakan bahwa jika suatu perilaku akan
diberi balasan yang menyenangkan (rewarding), maka perilaku tersebut
akan diulangi lagi di masa yang akan datang. Sebaliknya jika suatu
perilaku diberi hukuman (balasan yang tidak menyenangkan atau
punishment) maka perilaku tersebut tidak akan diulangi di masa datang.
Proses reinforcement dapat berjalan dengan adanya stimulus
tertentu (missal perintah dari atasan) yang kemudian mendorong perilaku
tertentu (missal bawahan menjalankan perintah tersebut). Kemudian
karena menjalankan perintah dengan baik ada konsekuensi tertentu
(missal kenaikan gaji). Karena balasan yang diterima menyenangkan,
maka dimasa mendatang dia akan mengulangi respon yang sama, yaitu
apabila diperintah atasan dia akan mengerjakan dengan baik. Model teori
ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Teori Reinforcement
Stimulus
Respons
Konsekuensi Respons masa
mendatang
Sumber: Hanafi (1997)
30
30
2.3.3. Motivasi Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Ada macam-macam alasan mengapa manusia bekerja. Apabila kita
menerima pandangan yang menyatakan bahwa orang-orang bekerja
untuk mendapatkan imbalan-imbalan maka imbalan tersebut dapat kita
urai menjadi dua macam yaitu imbalan ekstrinsik (misalnya upah/gaji,
promosi, pujian) sedangkan imbalan intrinsik (misalnya suatu perasaan
keberhasilan dalam hal melaksanakan tugas tertentu, yang sangat
menarik dan menantang) merupakan bagian integral dari tugas yang
dihadapi, dan mereka ditentukan oleh individu yang melaksanakan tugas
tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa motivasi ekstrinsik timbul karena
antisipasi akan dicapainya imbalan-imbalan ekstrinsik, sedangkan
motivasi intrinsik, timbul karena imbalan-imbalan intrinsik potensial.
Apabila kita menerima pandangan bahwa motivasi intrinsik sangat
kuat, maka secara ideal, perlu ditetapkan struktur-struktur kebutuhan
khusus semua karyawan, dan kemudian menyuruh mereka bekerja
dengan cara demikian rupa, hingga motivasi intrinsik dapat dimaksimasi.
Karena berbagai macam alasan, hal tersebut tidak mungkin dilakukan,
hingga dengan demikian para manajer mengandalkan diri pada motivator-
motivator ekstrinsik. Ada periset yang berpendapat bahwa imbalan-
imbalan ekstrinsik, dapat mengurangi motivasi intrinsik.
Seseorang yang secara intrinsik termotivasi untuk melakukan
pekerjaan sukarela, mungkin akan mengalami peristiwa, dimana apabila ia
mendapatkan imbalan untuk pekerjaan tersebut, maka hal tersebut akan
mengurangi motivasi intrinsiknya. Secara ekstrim, hal tersebut
menunjukkan bahwa gaji/upah para pekerja, sebaiknya jangan dikaitkan
dengan kinerja. Tetapi, kesimpulan tersebut membantah sejumlah hasil
riset yang menyatakan bahwa imbalan-imbalan harus dikaitkan dengan
kinerja.
31
31
2.3.4. Gejala Penurunan Motivasi Kerja Perencanaan tenaga kesehatan atau rumah sakit dapat dilakukan
bila manajemen mengobservasi terjadinya penurunan motivasi kerja
personel. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan penurunan kerja
personel adalah keluhan tingginya beban kerja personel. Hal ini bisa
tampak bila terjadinya kenaikan jumlah kunjungan pasien dan
meningkatnya Bed Occupancy Rate (BOR), sedangkan jumlah personel
tetap dalam periode waktu yang lama.
Tingginya beban kerja personel kesehatan atau rumah sakit dapat
berefek penurunan terhadap prestasi kerja. Hal ini dapat terjadi terutama
bila naiknya beban kerja tanpa diikuti dengan peningkatan imbalan.
Artinya produktivitas meningkat tidak berefek secara finansial terhadap
personel. Penurunan motivasi kerja dan prestasi akan berakibat terhadap
tingkat kepuasan kerja personel. Artinya sejumlah faktor yang
mempengaruhi motivasi dan prestasi juga dapat berefek langsung
maupun tidak langsung terhadap kepuasan kerja. 2.3. 5. Asumsi-asumsi Dasar tentang Motivasi dan Upaya Memotivasi Sewaktu kita mempelajari berbagai teori tentang motivasi dan
praktek-praktek memotivasi yang dilakukan para manajer, maka perlu
dipahami dahulu asumsi dasar teorinya (Stoner et al., 1995), yaitu :
1. Pendapat umum yang menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu
hal yang baik. Pernakah kita mendengar bahwa orang-orang
mendapatkan pujian, karena mereka tidak termotivasi? Dalam suatu
varietas kondisi (ditempat kerja) bahwa kita tidak akan memiliki
perasaan enak, apabila kita tidak termotivasi.
2. Motivasi merupakan salah satu diantara berbagai macam faktor yang
masuk ke dalam kinerja seseorang. Hal yang juga tidak kalah
pentingnya adalah misalnya faktor-faktor seperti misalnya kemampuan,
sumber-sumber daya, dan kondisi-kondisi di mana seseorang bekerja.
Kita mungkin sangat termotivasi untuk mengikuti suatu karier, dimana
32
32
kita membantu orang-orang sebagai seorang profesional medikal.
Tetapi, pada motivasi tersebut perlu ditambahkan kemampuan ilmiah
kita, sumber-sumber belajar di universitas kita (seperti laboratorium
canggih).
3. Baik para manajer maupun periset, mengasumsi bahwa motivasi
merupakan hal yang langka, dan ia memerlukan penggantian secara
periodik. Teori motivasi, dan praktek-praktek motivasional berkaitan
dengan proses-proses yang tidak pernah berakhir, hal mana
berlandaskan asumsi bahwa motivasi dapat “menguap” dengan
berlangsungnya waktu
4. Motivasi merupakan sebuah alat dengan apa para manajer dapat
mengatur hubungan-hubungan pekerjaan di dalam organisasi-
organisasi. Apabila para manajer memahami apa yang merangsang
orang-orang yang bekerja untuk mereka, maka mereka dapat
menyesuaikan tugas-tugas pekerjaan dan imbalan-imbalan sehingga
orang bergairah untuk bekerja.
2.4. Persepsi terhadap Pemberian Kompensasi 2.4.1. Pengertian Persepsi Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu
organisasi selalu terjadi proses komunikasi antara orang yang satu
dengan yang lainnya, baik secara perorangan maupun secara kelompok.
Dalam proses tersebut, siapapun yang mengambil inisiatif, apakah
seorang bawahan ataukah seorang manager, pengambil inisiatif selalu
berharap agar tujuannya berkomunikasi dapat diterima dan dimengerti
oleh yang menerima. Penerimaan inilah yang kita sebut persepsi
(Indrawijaya, 1983)
Robbin (1993) mendefinisikan persepsi sebagai proses di mana
individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan impressi
sensorisnya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya.
33
33
Gilmer (1971) menyatakan bahwa persepsi merupakan fungsi psikologis
yang memberikan arti pada apa yang dirasakan individu. Sedangkan
Luthan (1985) menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses
kognisi yang komplek yang meliputi seleksi, pengorganisasian dan
interpretasi terhadap suatu objek. Berdasarkan beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pemberian arti, tanggapan dan
interpretasi oleh individu terhadap suatu objek sehingga dapat
mempengaruhi perilaku dan sikap individu tersebut.
Penelitian Lowery et al. (1995) mengenai persepsi karyawan
terhadap kompensasi dan kinerja karyawan menunjukkan bahwa 70 %
responden setuju pemberian kompensasi akan meningkatkan kebiasaan
kerja karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitasnya.
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, antara
lain:
1. Pelaku Persepsi
Bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu akan banyak
dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi
individu itu. Di antara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang
mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat,
pengalaman masa lalu, dan pengharapan (ekspektasi).
Penilaian akan karakteristik dan watak seseorang dilihat dari sikap
yang diekspresikannya. Sikap ini timbul dari belajar atau pengalaman
dan menempatkannya dalam kerangka berpikir suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Motif seseorang bisa muncul kalau ada
kebutuhannya yang belum terpenuhi. Hal ini akan memberikan
stimulasi atau mempengaruhinya untuk persepsi kuat terhadap obyek
tertentu yang sesuai dengan motifnya.
34
34
2. Target Persepsi
Karakteristik dalam target persepsi yang sedang di observasi, dan
mempengaruhi apa saja yang dipersepsikan misalnya, orang yang
bersuara keras akan lebih diperhatikan daripada mereka yang relatif
pendiam. Seperti gerakan, suara, ukuran, dan berbagai atribut lainnya
dapat memperbaiki cara persepsi obyek yang kita lihat sebelumnya.
2.5. Hubungan Persepsi Perawat Mengenai Kompensasi
dan Motivasi Kerja
Perawat dan bidan memiliki posisi yang sangat penting dalam
sistem pelayanan di rumah sakit. Perawat merupakan ujung tombak
rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Baik buruknya
pelayanan yang diberikan akan sangat berpengaruh pada keberadaan
rumah sakit. Dengan demikian baik buruknya pelayanan rumah sakit
seringkali juga berhubungan dengan pelayanan yang diberikan perawat.
Oleh karena itu pihak rumah sakit harus memperhatikan faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja tenaga keperawatan. Salah
satu cara untuk memotivasi tenaga keperawatan adalah dengan
memberikan kompensasi. Sejauh mana kompensasi akan berpengaruh
terhadap motivasi berkaitan dengan apakah kompensasi tersebut dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Henderson (1994), seberapa besar arti dari segala bentuk
bayaran karyawan sangat tergantung dari persepsi karyawan itu sendiri.
Sedangkan persepsi masing-masing individu berhubungan dengan
karakteristik demografinya (misal umur, jenis kelamin, pendidikan, masa
kerja, status ekonomi) dan berhubungan juga dengan kondisi fisik dan
emosi karyawan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian kompensasi diharapkan
dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga keperawatan, sehingga
produktivitas kerja dapat meningkat. Lebih lanjut Murray (1999)
35
35
menyatakan bahwa karyawan pada dasarnya akan lebih produktif dan
loyal ketika keberhasilan kerjanya diakui dan diberi balas jasa sebesar
pengorbanannya. Sejauh mana motivasi seseorang akan meningkat
tergantung dari hasil persepsi dari individu tersebut terhadap kompensasi.
Bila persepsinya positif maka motivasi kerjanya diharapkan meningkat,
sedangkan apabila persepsinya terhadap kompensasi negatif maka
kemungkinan motivasinya tidak akan meningkat.
2.6. Landasan Teori Menurut Depkes R.I. (1999) salah satu peran dan fungsi perawat
adalah sebagai pemberi asuhan/pelayanan keperawatan secara
professional yang meliputi treatment keperawatan, observasi, pendidikan
kesehatan serta menjalankan medical tereatment. Profesi perawat, seperti
profesi kerja lainnya, dituntut untuk dapat bekerja secara professional.
Akan tetapi, adanya ketidakpuasan perawat terhadap kebijakan rumah
sakit seringkali berdampak pada kinerja rumah sakit secara umum, seperti
pada pemberian pelayanan di rumah sakit. Ketidakpuasan tersebut
seringkali dipicu oleh masalah kompensasi (Sudjoko, 1998 dan Pontoh,
2002).
Rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan yang dialami tenaga
keperawatan seringkali menimbulkan persepsi yang mendorong
seseorang untuk mengorganisir, menafsirkan, merasakan dan mengolah
pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Hamner dan
Organ). Hal ini pula yang nantinya akan mempengaruhi perilaku orang
tersebut. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Lowery et al (1995)
tentang persepsi karyawan terhadap kompensasi dan kinerja karyawan,
dimana 70% responden setuju bahwa pemberian kompensasi akan
meningkatkan produktifitasnya.
Menurut Robbins (1993), jika seseorang termotivasi maka dia akan
berusaha keras. Lebih lanjut disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan
36
36
yang tinggi akan memotivasi seseorang untuk bekerja lebih giat. Tidak
dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi sebagain besar orang untuk
menjadi pegawai pada organisasi tertentu adalah untuk memperoleh
penghasilan bagi pemenuhan kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan
Notoatmojo (1998) yang menyatakan bahwa pemberian kompensasi
adalah sebagai perangsang kerja. Selain itu Nawawi (2001) juga
menyatakan bahwa pemberian kompensasi menjadi tidak berfungsi
memotivasi apabila nilai finansialnya dianggap terlalu rendah, sehingga
kurang bermanfaat. Penelitian Lum et al. (1998) tentang faktor yang
mempengaruhi keinginan perawat untuk keluar dari pekerjaannya,
menemukan bahwa pay satisfaction akan mempengaruhi job satisfaction
dan akhirnya akan mempengaruhi keinginan perawat untuk keluar.
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:
H1 =
H2 =
Kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.
Persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara
positif terhadap motivasi kerja.
2.8. Kerangka Konsep
Persepsi mengenai Sistem
Kompensasi - Pelaksanaan - Mekanisme - Transparansi - Keadilan
Motivasi Kerja
- Pekerjaan - Pendapatan - Rekan Kerja - Pengembangan - Supervisi
Kompensasi Finansial - Gaji - Insentif - Sistem Pembagian
37
37
2.9. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?
2. Apakah persepsi perawat tentang sistem kompensasi mempengaruhi
motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota
Gorontalo?
3. Bagaimana persepsi perawat tentang kompensasi dan motivasi kerja
di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?
38
38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan pendekatan
cross section. Analisis data yang digunakan adalah kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menguji hipotesis yang
diajukan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Sedangkan analisis
kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada direktur dan
kepala seksi keuangan rumah sakit dan forum discussion group (FGD)
antara tenaga keperawatan. Analisis kualitatif dilakukan untuk
memperkuat hasil analisis yang diperoleh dalam analisis kuantitatif.
3.2. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota
Gorontalo, yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Gorontalo,
juga merupakan rumah sakit yang dipakai latihan kerja lapangan oleh
peneliti, selama mengikuti pendidikan. Subjek penelitian ini adalah tenaga
keperawatan, direktur rumah sakit serta seksi keuangan. Adapun alasan
pemilihan sampel dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Alasan Pemilihan Responden Responden Alasan Pemilihan
Tenaga Keperawatan Rumah Sakit Aloei Saboe
Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan dan berhak memperoleh kompensasi
Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe
Pelaksana kebijakan pemda dan perumus kebijakan rumah sakit. Memimpin, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengawasi semua kegiatan rumah sakit.
39
39
Responden Alasan Pemilihan Seksi Keuangan Dokumentasi dan pendistribusian/pemberian
kompensasi dan dianggap mengetahui masalah
yang akan diteliti
Pemilihan responden tenaga keperawatan dalam penelitian ini
dilakukan dengan kriteria-kriteria tertentu, yaitu:
1. Tenaga keperawatan tersebut telah menjadi PNS di Rumah Sakit Aloei
Saboe.
2. Tenaga keperawatan tersebut telah bekerja lebih dari satu tahun di
Rumah Sakit Aloei Saboe.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka dari 133 tenaga
keperawatan hanya 70 orang saja yang dapat dijadikan sebagai
responden. Akan tetapi karena kesibukan tenaga keperawatan dan waktu
yang kurang memadai, maka penyebaran kuesioner dan FGD hanya
dilakukan kepada 35 tenaga keperawatan. FGD dilakukan dengan
membagi responden dalam 5 kelompok yang mewakili populasi, dengan
6 kali FGD pada kelompok yang berbeda. Hal ini dilakukan karena
dianggap cukup memadai untuk menggali semua fenomena yang ada di
rumah sakit. Adapun jumlah responden dan cara mendapatkan data dapat
dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8. Responden, Jumlah dan Cara Perolehan Data Primer
No Responden Jumlah Cara perolehan data primer
1 2 3
Tenaga perawat Direktur RSUD Aloei Saboe Seksi Keuangan
35 1 1
Kuesioner dan FGD (5 kali) Wawancara Wawancara
40
40
3.3. Definisi Operasional
1. Persepsi
Persepsi didefinisikan sebagai pemberian arti, tanggapan dan
interpretasi oleh individu terhadap suatu objek sehingga dapat
mempengaruhi perilaku dan sikap individu tersebut. Pengukuran
menggunakan kuesioner dengan menggunakan Skala Likert lima
point, yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.
a. Pelaksanaan, adalah bagaimana pelaksanaan sistem pemberian
kompensasi yang dilakukan pihak rumah sakit.
b. Mekanisme, adalah kapan waktunya atau periode waktu
pemberian kompensasi.
c. Transparansi, adalah apakah sistem pemberian kompensasi yang
dilakukan sudah transparan dan diketahui semua pihak
d. Keadilan, adalah apakah seseorang sudah menganggap adil
kompensasi yang diterima apabila dibandingkan dengan
pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan pendidikan.
2. Perawat
Pengertian perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun dalam
penelitian ini, tenaga keperawatan adalah pelaksana keperawatan
dengan dasar pendidikan AKPER, SPK/Bidan, SPRG, PKC maupun D
IV Keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit Aloei Saboe. Diukur
dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui identitas dan
karakteristik subjek penelitian.
a. Jabatan, adalah posisi yang diduduki dalam rumah sakit.
b. Umur, adalah lamanya kehidupan seseorang dari lahir sampai
dilakukannya penelitian
c. Jenis kelamin, adalah laki-laki atau perempuan.
41
41
d. Status perkawinan, adalah kawin, belum kawin atau sudah
janda/duda.
e. Jumlah tanggungan keluarga, adalah jumlah tiap kepala
(suami/istri/anak/keluarga lain) yang dibiayainya.
f. Pekerjaan suami/istri, adalah bekerja atau tidak bekerja.
g. Status kepegawaian, adalah status di rumah sakit yaitu pegawai
negeri atau pegawai honorer.
h. Lama bekerja, yaitu lamanya waktu antara seseorang mulai
tercatat sebagai karyawan di rumah sakit sampai penelitian ini
dilakukan.
i. Penghasilan, yaitu jumlah uang yang diterima tiap bulan dari
rumah sakit yaitu dari gaji, tunjangan dan insentif.
j. Pengeluaran, yaitu jumlah uang yang dibelanjakan tiap bulan yaitu
untuk belanja kebutuhan, kesehatan, pendidikan dan biaya lain-
lain.
k. Pendidikan, yaitu tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh
yaitu AKPER, SPK/Bidan, SPRG, PKC atau D IV Keperawatan.
3. Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai
balas jasa untuk kerja dan kinerja mereka dan sebagai motivator untuk
pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang. Pengukuran
menggunakan kuesioner dengan menggunakan Skala Likert lima
point, yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.
a. Gaji, adalah jumlah uang yang diterima secara periodik tiap bulan.
b. Insentif, adalah jumlah uang yang diterima sebagai imbalan yang
diberikan rumah sakit karena prestasinya, yang bekerja di atas
standar yang ditentukan rumah sakit.
c. Sistem pembagian, adalah mekanisme, pelaksanaan, transparansi
dan keadilan dalam pembagian kompensasi.
42
42
4. Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang bertindak atau
berperilaku tertentu. Pengukuran menggunakan kuesioner dengan
menggunakan Skala Likert lima point, yaitu dari sangat setuju sampai
sangat tidak setuju.
a. Pekerjaan, adalah tugas yang harus dikerjakan sesuai dengan
deskripsi yang diberlakukan pihak rumah sakit.
b. Pendapatan, adalah imbalan yang diterima karyawan sebagai
balas jasa atas hasil pekerjaannya yang telah dilakukan di rumah
sakit dalam bentuk uang.
c. Rekan kerja, adalah karyawan lain di rumah sakit.
d. Pengembangan/promosi, adalah kesempatan untuk maju dalam
pekerjaan, misalnya kenaikan pangkat, kesempatan pendidikn dan
pelatihan.
e. Supervisi, adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan atau
pihak manajemen rumah sakit.
3.4. Variabel Penelitian
1. Variabel independen (prediktor) adalah kompensasi finansial dan
persepsi perawat tentang sistem kompensasi.
2. Variabel dependen (kriterion) adalah motivasi kerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe
3.5. Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner,
wawancara mendalam dan FGD. Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk menggali topik tertentu.
Untuk wawancara mendalam dan FGD, pengarah diskusi dilakukan oleh
43
43
peneliti sendiri dibantu seorang asisten peneliti, yaitu kepala seksi
keperawatan dari lingkungan rumah sakit, yang sebelumnya sudah diberi
arahan dan penjelasan yang berkaitan dengan perannya.
Alat pengumpul data untuk menyebarkan kuesioner adalah dengan
memberi pertanyaan-pertanyaan tertutup kepada tenaga keperawatan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap
motivasi. Adapun wawancara mendalam maupun diskusi kelompok
terarah adalah memakai pedoman wawancara/diskusi yang berisi
pertanyaan-pertanyaan terbuka (terlampir). Jalannya wawancara/diskusi
tidak selalu berurutan seperti didalam urutan pertanyaan, jadi disesuaikan
dengan kondisi para responden. Alat-alat yang digunakan tape recorder,
kaset.
3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Pengambilan data dengan wawancara mendalam dan FGD akan
memenuhi syarat validitas dan reliabilitas apabila pengumpulan data
dilakukan dengan metode, sumber dan penyidik yang berbeda. Prosedur
ini banyak memakan waktu tetapi akan memberikan kedalaman hasil
penelitian, karena apabila terjadi kekurangan informasi dari pihak pertama
akan dapat diperoleh tambahan dari pihak lainnya.
Pengujian dengan menyebar kuesioner juga harus memenuhi syarat
bahwa kuesioner yang disebarkan tersebut adalah valid dan reliabel, yaitu
memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan.
1. Uji Validitas Menurut Nasution (2004) suatu alat ukur dikatakan valid jika alat itu
mampu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Untuk menguji
apakah kuesioner yang digunakan mempunyai kekuatan validitas, tidak
dapat terpisahkan dari dua prinsip validitas yaitu unsur ketepatan dan
unsur ketelitian (Hadi, 1993). Ketepatan adalah seberapa jauh alat ukur
44
44
dapat mengungkapkan dengan tepat gejala yang diukur, sedangkan
ketelitian adalah seberapa jauh alat ukur dapat menunjukkan dengan
sebenarnya status dan keadaan gejala yang diukur.
Berdasarkan analisis validitas, ditemukan bahwa semua butir dari
variabel motivasi adalah valid. Begitu pula untuk variabel kompensasi
serta persepsi perawat terhadap sistem kompensasi, semua butir juga
valid.
2. Uji Reliabilitas Selain valid, syarat alat ukur yang baik adalah reliabel. Menurut
Nasution (2004) suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat itu dalam
mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa
menunjukkan hasil yang sama. Pernyataan ini mengandung arti bahwa
hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh
hasil relatif sama selama aspek dalam diri subjek yang diukur memang
belum berubah. Dengan demikian kuisioner dikatakan reliabel bila
jawaban seseorang terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Berdasarkan analisis realibilitas, ditemukan bahwa butir-butir yang
reliabel dari variabel motivasi ada 27 butir, sedangkan yang tidak reliabel
ada empat butir yaitu butir 1, butir 13, butir 21 dan butir 24. Butir-butir yang
reliabel dari variabel kompensasi ada 16 butir, sedangkan yang tidak
reliabel hanya satu butir yaitu butir 16. sedangkan butir-butir yang reliabel
dari variabel persepsi perawat ada 13 butir, sedangkan yang tidak reliabel
hanya tiga butir yaitu butir 4, 13 dan 15.
45
45
3.7. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Melatih asisten peneliti
Asisten peneliti ini diambil dari lingkungan RSUD Aloei Saboe,
seorang kasi perawatan, serta diberi arahan jalannya penelitian
b. Uji coba pedoman wawancara mendalam dan FGD.
Pedoman wawancara tersebut yang terdiri dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut setelah mendapat persetujuan dari
pembimbing, diuji cobakan kepada 3 orang responden lain yang
tidak termasuk dalam sampel (tenaga keperawatan) di RSUD Aloei
Saboe. Dilakukan uji coba terhadap pemakaian bahasa untuk
melihat apakah ada masalah yang timbul selanjutnya penelitian
dilaksanakan.
c. Uji coba kuesioner.
Dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
kuesioner.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan diskusi kelompok terarah. Diskusi kelompok ini dibagi
menjadi lima kelompok tenaga keperawatan dengan anggota
kelompok masing-masing 6 orang tenaga perawat.
b. Wawancara mendalam dilakukan kepada kasie keuangan dan
direktur rumah sakit dan direkam dengan tape recorder.
c. Penyebaran kuesioner kepada 35 tenaga keperawatan.
3.8. Analisis Data
1. Tahap persiapan
Setelah seluruh kuesioner dan hasil diskusi terkumpul, dilakukan
pemeriksaan kelengkapannya.
46
46
2. Tabulasi
Data diklasifiksikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok data
kuantitatif diolah dan dipaparkan dalam bentuk tabel, sedangkan data
kualitatif digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-
pisahkan menurut kategorinya.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan:
a. Analisis deskriptif untuk mendapatkan distribusi frekwensi ciri-ciri
karyawan. b. Analisis OLS Regression untuk mengetahui pengaruh kompensasi
terhadap motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei
Saboe. c. Analisis kualitatif untuk mengungkap lebih jauh persepsi tenaga
keperawatan tentang kompensasi dan motivasi kerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe.
3.9. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian
Penelitian ini menyangkut masalah persepsi perawat terhadap
kompensasi finansial dimana karyawan rumah sakit masih belum jelas
tentang kebijakan rumah sakit. Bagi rumah sakit ini belum pernah ada
penelitian menyangkut perawat yang dihubungkan dengan masalah
penghasilan dan motivasi kerja di rumah sakit. Hal ini agak menyulitkan
proses pengumpulan data dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka atau
wawancara, terutama dengan pihak stake holder karena alasan
kesibukkan pekerjaan mereka. Terlebih lagi peneliti tidak bekerja di rumah
sakit ini (bukan karyawan).
Sebelum angket disebarkan, peneliti (atas ijin direktur)
mengundang semua kepala bagian keperawatan dan wakil keperawatan
dalam satu pertemuan untuk menjelaskan tujuan penelitian dan tata cara
mengisi angket. Agar semua perawat mengerti dan mendapat kesempatan
untuk melakukan tanya jawab.
47
47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian tentang persepsi perawat terhadap kompensasi dan
motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo dilakukan
secara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan
menyebar kuesioner kepada tenaga keperawatan yang dipilih menjadi
responden. Adapun penelitian kualitatif dilakukan wawancara mendalam
kepada direktur dan seksi keuangan Rumah Sakit Aloei Saboe dan juga
dilakukan FGD kepada tenaga keperawatan untuk mencari pendapat dan
menghimpun fakta dari responden. Penelitian kualitatif dilakukan untuk
mendukung hasil analisis yang diperoleh dari penelitian kuantitatif.
Dengan demikian diharapkan akan semakin memperkuat hasil penelitian
secara keseluruhan.
Data kuesioner diperoleh dari masing-masing responden yang
dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu responden adalah tenaga
keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Gorontalo yang
telah menjadi PNS dan sudah mengabdi di rumah sakit sedikitnya selama
1 tahun.
Kuisioner yang berhasil kembali kepada peneliti adalah 34
kuesioner dari 35 yang disebarkan. Identitas responden dalam kuesioner,
yaitu: nama, jenis kelamin, umur, pangkat/golongan, status perkawinan,
jumlah tanggungan keluarga, lama bekerja dan tingkat pendidikan
(AKPER, APK/Bidan atau SPRG). Adapun gambaran tentang identitas
responden dapat dilihat mulai dari Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dikatakan bahwa responden tenaga
keperawatan laki-laki jumlahnya 10 responden (29,41%) dan responden
tenaga keperawatan perempuan sebanyak 24 responden (70,59%).
48
48
Tabel 9. Deskripsi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase Laki-laki Perempuan
10 24
29,41% 70,59%
Jumlah 34 100%
Berdasarkan Tabel 10 di bawah ini dapat dikatakan bahwa
sebagian besar responden adalah berusia antara 26-30 tahun yaitu
berjumlah 9 atau 26,47%, dan responden yang berusia antara 21-25
tahun serta 46-50 tahun masing-masing hanya berjumlah satu orang atau
2,94%.
Tabel 10. Deskripsi Usia Responden
Usia Jumlah Responden Persentase
21 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun 41 – 45 tahun 46 – 50 tahun 51 – 55 tahun
1 9 5 7 5 1 6
2,94% 26,47% 14,71% 20,59% 14,71% 2,94% 17,65%
Jumlah 34 100%
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah
lulusan AKPER yaitu sebanyak 21 responden (61,76%), dan hanya satu
responden (2,94%) yang lulusan SPRG dan lulusan D IV Keperawatan.
Table 11. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase AKPER SPK/Bidan SPRG PKC D IV Keperawatan
21 8 1 3 1
61,76% 23,53% 2,94% 8,82% 2,94%
Jumlah 34 100%
49
49
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah
golongan 2C, yaitu 8 responden (23,53%). Sedangkan untuk golongan 2B
tidak ada.
Tabel 12. Deskripsi Tingkat Golongan Responden
Tingkat Golongan Jumlah Responden Persentase 2A 2B 2C 2D 3A 3B 3C 3D
2 0 8 5 6 6 6 1
5,88% 0%
23,53% 14,71% 17,65% 17,65% 17,65% 2,94%
Jumlah 34 100%
Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang paling lama masa
kerjanya adalah 9 responden (26,47%), yaitu mempunyai lama kerja
antara 6-10 tahun.
Tabel 13. Deskripsi Lama Kerja Responden
Lama Kerja Jumlah Responden Persentase 1 – 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 15 tahun 16 – 20 tahun 21 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun
6 9 8 8 0 0 3
17,65% 26,47% 23,53% 23,53%
0% 0%
8,82% Jumlah 34 100%
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
gaji yang berkisar antara Rp 1.000.000-1.500.000 yaitu sebanyak 23
responden (67,65%), 9 responden (26,47%) mempunyai gaji kurang dari
Rp 1.000.000 dan 2 responden (5,88%) memiliki gaji lebih dari Rp
1.500.000.
50
50
Tabel 14. Deskripsi Tingkat Gaji Responden
Tingkat Gaji Jumlah Responden Persentase < 1.000.000 1.000.000 – 1.500.000 > 1.500.000
9 23 2
26,47% 67,65% 5,88%
Jumlah 34 100%
4.1.1. Pengukuran Variabel Kompensasi dan Persepsi Perawat Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kepuasan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe terhadap
kompensasi yang diterimanya dan juga untuk mengetahui bagaimana
persepsi tenaga keperawatan terhadap sistem kompensasi yang
diberlakukan di rumah sakit. Selain itu pengujian ini juga ditujukan untuk
mengetahui bagaimana motivasi tenaga keperawatan di rumah sakit.
Pengukuran variabel dilakukan dengan skoring sebagai berikut:
1. Sangat Setuju = 5
2. Setuju = 4
3. Netral = 3
4. Tidak Setuju = 2
5. Sangat Tidak Setuju = 1
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk masing-masing atribut
dengan rumus sebagai berikut (Rangkuti, 2002):
n
Ni)x(NjNs ∑=
dimana:
Ns = Nilai sikap yang diberikan responden
Nj = Jumlah jawaban responden dari setiap variabel
Ni = Nilai masing-masing responden dari setiap variabel
n = Jumlah keseluruhan responden
51
51
Sedangkan untuk mengukur nilai indikator digunakan rumus
(Rangkuti, 2002):
aNsIndikatorNilai ∑=
dimana:
NI = Nilai sikap responden terhadap indicator
a = Jumlah variabel yang membentuk suatu indikator
Adapun menurut Rangkuti (2002), kriteria penilaian adalah:
1. 1,00 ≤ Nilai Indikator ≤ 2,50 adalah sikap negatif
2. 2,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 3,50 adalah sikap netral
3. 3,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 5,00 adalah sikap positif
4.1.1.1. Variabel Kompensasi Skor tingkat kepuasan tenaga keperawatan terhadap kompensasi
yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 15.
Tabel 15. Skor Variabel Kompensasi
ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS B1 0 0 3 20 11 34 60 1.76 B2 0 1 15 12 6 34 79 2.32 B3 0 0 16 15 3 34 81 2.38 B4 0 0 7 13 14 34 61 1.79 B5 0 0 14 16 4 34 78 2.29 B6 0 0 6 10 18 34 56 1.65 B7 0 2 16 13 3 34 85 2.50 B8 0 3 17 9 5 34 86 2.53 B9 0 4 21 6 3 34 94 2.76 B10 0 1 14 12 7 34 77 2.26 B11 0 1 13 13 7 34 76 2.24 B12 0 0 19 10 5 34 82 2.41 B13 0 0 11 11 12 34 67 1.97 B14 0 0 12 7 15 34 65 1.91 B15 0 0 21 11 2 34 87 2.56 B16 0 0 19 15 0 34 87 2.56 B17 0 13 21 0 0 34 115 3.38
TOTAL 39.29 NILAI INDIKATOR 2.31
52
52
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa nilai indikator
variabel kompensasi adalah 2,31. Menurut kriteria penilaian maka variabel
kompensasi memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tidak puas dengan kompensasi
yang mereka terima. Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:
a. Perawat tidak puas dengan gaji yang diterima.
b. Kompensasi yang diterima tidak meningkatkan motivasi perawat.
c. Kompensasi tidak mendorong perawat untuk bekerja lebih produktif.
d. Cara pembagian kompensasi tidak sesuai dengan yang diharapkan
perawat.
e. Waktu pemberian juga tidak sesuai dengan yang diharapkan.
f. Kompensasi yang diterima tidak memberi pengaruh positif terhadap
kinerja kualitas kerja dan produktifitas.
g. Besar kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab
kerja.
4.1.1.2. Variabel Persepsi Perawat terhadap Sistem Kompensasi Skor persepsi tenaga keperawatan terhadap system kompensasi
yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 16.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel
persepsi adalah 2,29. Menurut kriteria penilaian maka variabel persepsi
memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai persepsi yang tidak
baik dengan sistem kompensasi rumah sakit. Keadaan ini dapat
ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara
lain:
a. Tidak ada sosialisasi tentang kompensasi.
b. Perawat tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi.
53
53
c. Perbedaan jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja,
keahlian, beban kerja, jabatan, dan kinerja tidak mempengaruhi
kompensasi yang diterima perawat.
d. Wakil perawat tidak diikutsertakan dalam penyusunan kompensasi.
Tabel 16. Skor Variabel Persepsi Perawat terhadap
Sistem Kompensasi
ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS B1 4 9 3 6 12 34 89 2.62 B2 5 6 7 3 13 34 89 2.62 B3 3 7 2 6 16 34 77 2.26 B4 2 5 9 3 15 34 78 2.29 B5 3 8 4 9 10 34 87 2.56 B6 4 4 7 2 17 34 78 2.29 B7 4 3 7 11 9 34 84 2.47 B8 4 4 3 12 11 34 80 2.35 B9 3 6 5 5 15 34 79 2.32 B10 4 3 5 8 14 34 77 2.26 B11 4 0 3 6 21 34 62 1.82 B12 2 6 2 6 18 34 70 2.06 B13 3 4 5 10 12 34 78 2.29 B14 3 0 8 10 13 34 72 2.12 B15 2 4 7 3 18 34 71 2.09 B16 2 3 8 8 13 34 75 2.21
TOTAL 36.65
NILAI INDIKATOR 2.29
4.1.1.3. Variabel Motivasi Skor motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei
Saboe dapat dilihat dalam Tabel 17.
a. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel
motivasi kerja adalah 3,09. Menurut kriteria penilaian maka variabel
kompensasi memiliki indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa
tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai
54
54
motivasi kerja walaupun terdapat berbagai masalah atau keluhan
mengenai kompensasi.
Tabel 17. Skor Variabel Motivasi Kerja
ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS B1 0 23 10 0 1 34 123 3.62 B2 0 3 3 15 13 34 64 1.88 B3 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B4 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B5 3 5 22 0 4 34 105 3.09 B6 3 3 16 9 3 34 96 2.82 B7 1 17 2 10 4 34 103 3.03 B8 19 12 3 0 0 34 152 4.47 B9 19 13 2 0 0 34 153 4.50 B10 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B11 7 11 14 2 0 34 125 3.68 B12 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B13 24 10 0 0 0 34 160 4.71 B14 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B15 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B16 2 17 2 9 4 34 106 3.12 B17 0 5 17 8 4 34 91 2.68 B18 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B19 3 3 15 11 2 34 96 2.82 B20 3 3 18 8 2 34 99 2.91 B21 1 4 9 14 6 34 82 2.41 B22 3 1 18 6 6 34 91 2.68 B23 0 7 15 8 4 34 93 2.74 B24 11 13 2 6 2 34 127 3.74 B25 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B26 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B27 7 12 11 3 1 34 123 3.62 B28 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B29 3 5 15 4 7 34 95 2.79 B30 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B31 6 3 15 8 2 34 105 3.09
TOTAL 95.85
NILAI INDIKATOR 3.09
Hasil yang menunjukkan sikap netral tersebut dapat ditunjukkan
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:
55
55
a. Perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja.
b. Perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah
bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan
tempat kerjanya.
c. Pada keadaan tertentu dimana perawat masuk kerja dan absent.
d. Perawat bersikap biasa saja atas tanggung jawabnya terhadap
keberhasilan rumah sakit dan pelayanan yang harus diberikan kepada
pasien,
e. Perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk bekerja dengan
sempurna.
f. Perawat bersikap netral atas pujian, bonus dan penghargaan dari
rumah sakit.
g. Kerja sama kurang antar rekan kerja.
h. Sikap kepada atasan biasa saja.
i. Kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara
serius.
4.1.2. Pengujian Kuantitatif Pengujian kuantitatif dilakukan dengan analisis Ordinary Least
Square (OLS) Regression. Data untuk pengujian ini diambil dengan
menyebarkan kuesioner kepada tenaga keperawatan di Rumah Sakit
Aloei Saboe. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner tersebut,
maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan OLS
Regression.
4.1.2.1. Analisis Regresi Berganda (Multiple Ordinary Least Square)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis regresi berganda (Multiple Ordinary Least Square). Hal ini
digunakan untuk menguji apakah kompensasi mempengaruhi motivasi
kerja perawat. Hasil penghitungan analisis regresi berganda secara
56
56
sistematis dengan bantuan paket program SPSS 12.0 for Windows
diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 18. ANOVA Sumber Variansi
Jumlah Kuadrat db Rataan
Kuadrat F hitung Regresi 4,977 2 2,488 6,263 Residual 12,317 31 0,397 Total 17,293 33
Sumber : data sekunder diolah
Dalam tabel ANOVA tersebut, dilakukan pengujian signifikansi
koefisien regresi berganda dengan uji F. Pengujian ini dimaksud menguji
apakah kedua variabel independen kompensasi (X1), dan persepsi
perawat terhadap sistem kompensasi (X2) secara bersama-sama
mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja perawat sehingga
model persamaan regresi dapat digunakan sebagai alat analisis.
Tabel 19.Koefisien Regresi
Variabel Beta Standar Error t
Konstanta 2,422 0,846 2,863 Kompensasi 0,632 0,244 2,587 Persepsi 0,320 0,193 2,560
Sumber : data sekunder diolah
Dari uji F didapat nilai F hitung 6,263 dengan nilai F tabel
(0,05;2;31) sebesar 3,305. Karena nilai F hitung lebih besar dibanding nilai
F tabel maka disimpulkan bahwa dapat dikatakan bahwa variabel
independen secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen, sehingga model persamaan regresi dapat digunakan
sebagai alat analisis.
57
57
Koefisien model regresi yang diperoleh dari hasil analisis,
dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat signifikansi setiap koefisien.
Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :
Ho : ∃i = 0 ( koefisien regresi tidak signifikan )
Ho : ∃i ≠ 0 ( koefisien regresi signifikan )
Dengan uji t dua sisi yang menggunakan nilai kepercayaan 5% dan
derajat kebebasan, df = (n – k – 1) = 31 maka nilai tα/2; 31 = 2,039. Dengan
kriteria daerah penolakan H0, bila thitung > tα/2; 31 atau thitung < –tα/2; 31 maka
H0 ditolak.
Dengan melihat nilai-nilai output analisis regresi yang diperoleh
pada tabel diatas, maka didapat hasil sebagai berikut :
a) Nilai koefisien konstanta (a) sebesar 2,422 dengan kesalahan standar
sebesar 0,846 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,863.
Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,863 > 2,039 (tα/2;31), dengan
demikian dikatakan koefisien konstanta signifikan.
b) Nilai koefisien X1 (b1) sebesar 0,632 dengan kesalahan standar
sebesar 0,244 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,587.
Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,587 > 2,039 (tα/2;31), maka
dapat dikatakan koefisien X1 signifikan.
c) Nilai koefisien X2 (b2) sebesar 0,320 dengan kesalahan standar
sebesar 0,193 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,560.
Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,560 > 2,039 (tα/2;31), maka
dapat disimpulkan bahwa koefisien X2 signifikan.
Berdasarkan pengujian signifikansi koefisien, model persamaan
regresi yang diperoleh dari analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
Y = 2,422 + 0,632 (X1) + 0,320 (X2)
Dimana :
Y = Motivasi Kerja Perawat
58
58
X1 = Kompensasi
X2 = Persepsi terhadap Sistem Kompensasi
Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel
dependen motivasi kerja perawat (Y) dipengaruhi oleh variabel
independen kompensasi (X1), dan persepsi terhadap sistem kompensasi
(X2). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang
diajukan, kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kompensasi yang
diberikan terhadap perawat akan meningkatkan pula motivasi kerja pada
diri perawat.
Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pula bahwa
persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara positif
terhadap motivasi kerja, yang dapat diartikan pula bahwa peningkatan
persepsi perawat terhadap sistem kompensasi yang diterapkan oleh pihak
rumah sakit akan menyebabkan peningkatan motivasi kerja perawat.
Besarnya pengaruh variabel independen kompensasi (X1), dan
persepsi terhadap sistem kompensasi (X2) terhadap variabel dependen
motivasi kerja perawat (Y) dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi
(R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi linear berganda, dengan
perhitungan program komputer SPSS 12.0 for Windows diperoleh hasil
sebagai berikut.
Tabel 20. Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 0,536 0,288 0,242 0,63033
Sumber : data sekunder diolah
Analisis ini diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,288
nilai tersebut dapat pula dinyatakan dengan persentase 28,8%. Hasil
59
59
perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel motivasi
kerja perawat sebesar 28,8% dipengaruhi oleh variabel kompensasi dan
persepsi terhadap sistem kompensasi. Berarti sisa sebesar 71,2%
menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak terungkapkan dalam penelitian ini, antara lain promosi dan
pengembangan kerja, hubungan interpersonal dengan rekan kerja,
kehidupan pribadi, dan lain-lain.
4.1.3. Pengujian Kualitatif Pengujian kualitatif dilakukan dengan mengadakan wawancara
mendalam kepada direktur dan seksi keuangan Rumah Sakit Aloei Saboe
serta melakukan diskusi kelompok terarah dengan tenaga keperawatan
rumah sakit. Data pengujian ini akan digunakan untuk memperkuat hasil
analisis yang sudah dilakukan sebelumnya. Hasil analisis kuantitatif yang
merupakan analisis awal mencoba untuk menemukan hubungan antara
kompensasi dan persepsi tentang sistem kompensasi dengan motivasi
kerja tenaga keperawatan Rumah Sakit Aloei Saboe, dimana hasilnya
menunjukkan bahwa kompensasi dan persepsi tentang sistem
kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.
Pengujian kualitatif dilakukan untuk melihat lebih jauh tentang
persepsi tenaga keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja di
Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain dilakukan wawancara mendalam dan
diskusi kelompok, pengujian kualitatif juga dilakukan dengan mempelajari
berbagai hal yang berhubungan dengan tujuan penelitian, antara lain
dengan mempelajari pola pembagian kompensasi, kebijakan yang
berkaitan dengan pemberian kompensasi serta keluhan yang dirasakan
tenaga keperawatan. Berdasarkan masukan yang diperoleh dari
wawancara mendalam dan diskusi kelompok lebih lanjut penelitian ini
diharapkan akan dapat menjelaskan persepsi tenaga keperawatan
terhadap kompensasi dan motivasi kerja.
60
60
4.1.3.1. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe Penentuan kompensasi bagi tenaga keperawatan ditentukan
berdasarkan kebijakan rumah sakit. Pada dasarnya kebijakan rumah sakit
juga tidak terlepas dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah,
dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap langkah dan strategi
rumah sakit dalam merumuskan kebijakan rumah sakit termasuk kebijakan
kompensasi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktur dan Seksi
Keuangan di rumah sakit, maka sistem pembagian kompensasi di Rumah
Sakit Aloei Saboe adalah sebagai berikut: 80% paramedis dan 20%
tenaga administrasi, sedangkan untuk askes terbagi atas 60% jasa medis,
dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi menjadi 75% paramedis dan 25%
non paramedis. Untuk dokter mendapat bagian yang lebih besar yaitu
untuk untuk dokter spesialis 75% tarif tindakan dan 100% jasa konsultasi.
Untuk dokter umum 100% jasa pemeriksaan. Selain gaji, karyawan PNS
juga menerima insentif. Insentif dokter jaga Rp 200.000 per bulan, tenaga
paramedis perawatan adalah Rp 75.000 per bulan dan tenaga paramedis
non keperawatan Rp 50.000 per bulan. Sebagai catatan, insentif di
Rumah Sakit Aloei Saboe dinilai berdasarkan absensi. Setiap kali tidak
hadir dipotong Rp 5.000 dan pemotongan tersebut diberikan kepada
orang lain yang melakukan atau menggantikan petugas yang absen.
4.1.3.2. Keluhan tentang Pembagian Kompensasi Melalui FGD sebagian besar tenaga keperawatan menyatakan
bahwa kompensasi yang mereka terima kurang memadai. Alasan yang
muncul adalah persentase kompensasi untuk semua tenaga keperawatan
adalah lebih kecil daripada kompensasi tenaga dokter.
61
61
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tenaga keperawatan
Merasakan adanya ketidakadilan dalam pembagian kompensasi.
Mereka merasa perlu membandingkan pekerjaannya dan pekerjaan orang
lain. Mereka merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan juga berat
tapi imbalannya tidak memadai.
Selain itu masalah kompensasi yang tidak 100% mereka terima
juga menjadi keluhan tenaga keperawatan. Mereka menyatakan tahu
kalau ada potongan, tapi tidak mengetahui secara persis jenis potongan
yang diterapkan dan mengapa dilakukan pemotongan kompensasi.
Alasan lain dikemukakan dalam petikan FGD berikut:
Alasan lain juga dikemukakan dalam FGD berikut
Kotak 1.
“…dan untuk perawat bagian yang kecil itu harus dibagi ratusan orang,
sedangkan dokter…sudah bagiannya banyak, hanya dibagi puluhan
orang…”
Kotak 2.
“…kami tahu ada potongan PPH, tapi masih ada potongan lain…kami
tidak tahu kenapa harus dipotong…mungkin karena kurang sosialisasi
ya…”
“…Yah selama ini kami hanya menerima melalui koordinator ruangan
dan kalo ada masalah pak koordinator menjelaskannya…yah… mau
bagaimana lagi….”
Kotak 3.
“Perawat tidak diberi kebebasan untuk bertanya mengenai masalah
kompensasi…kalau sudah ada tuntutan atau keluhan baru diberi tahu
bahwa sudah ada aturannya…”
62
62
Keadaan di atas menimbulkan ketidakpuasan tenaga keperawatan.
Mereka merasa mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan
rumah sakit tetapi jasa pelayanan mereka harus dipotong. Pada dasarnya
hal terpenting dari penerapan sistem pembagian kompensasi adalah
sosialisasi, disamping adanya musyawarah atau rapat yang melibatkan
semua pihak. Akan tetapi peserta FGD mengaku tidak pernah dilibatkan
dalam penyusunan sistem pembagian kompensasi. Sebagian besar
perawat menganggap bahwa pihak rumah sakit tidak pernah melakukan
sosialisasi mengenai masalah tersebut.
Alasan petikan FGD lainnya
Kotak 4.
“Kalo bertanya juga nanti tunggu jo satu minggu dapa kase pindah di
tempat yang jauh…. Dari kami ada calon-calon yang akan dipindahkan
karena dorang anggap provokator…”
Kotak 5.
“….sampe sekarang ini kami hanya tahu bahwa insentif perbulan Rp
75.000 itu kalo kita hadir terus kalo tidak hadir 1 hari dipotong
Rp.5000…..”
Kotak 6.
“Yah…kami rasakan biasa-biasa cuman memang sekarang ini dipihak
kami perawat dan teman-teman yang lainnya lagi menuntut kejelasan
pembagian ini….soalnya dari tahun ketahun biasa-biasa dan kalo ada
masalah hanya ditampung…..tidak tahu bagimana orang-orang diatas
itu…??”
63
63
Alasan petikan FGD lainnya
Kurangnya sosialisasi menjadi persoalan tersendiri yang
menyebabkan karyawan rumah sakit diliputi tanda tanya. Walaupun
demikian peserta FGD mengakui bahwa transparansi keuangan di rumah
sakit sudah berjalan baik.
Keluhan juga muncul dari peserta FGD yang sudah mempunyai
masa tugas lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lebih dari duapuluh tahun.
Ada juga keluhan dari tenaga keperawatan yang bekerja pada ruang yang
mempunyai tingkat tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih berat.
Meraka menganggap bahwa gaji maupun insentif yang mereka terima
kurang adil. Masa pengabdian dan juga beban kerja belum dimasukkan
dalam pokok bahasan tentang pembagian kompensasi.
Kotak 7.
“Pernah ini dibahas sewaktu kita mogok kerja…tapi janji..yah janji tidak
diselesaikan…pihak diatas juga sama dan kalo macam-macam bisa-
bisa kita dibuang di desa terpencil…..sudah ada buktinya, teman kita
langsung disurati pindah kerja karena dia yang dianggap provokator…”
“…Kalo dari pihak keuangan….memperbolehkan bertanya,tapi siapa
yang berani bertanya kalo sendiri-sendiri nanti kena masalah lagi.
Keadilan juga….sudah jo torang mar yang lain? seperti administrasi
dan tenaga honor…..”
Kotak 8.
“…kami memang merasa pihak rumah sakit kurang sosialisasi tentang
aturan atau kebijakan yang menyangkut kompensasi, tapi transparansi
keuangan rumah sakit sudah transparan…”
64
64
Seluruh pernyataan di atas menunjukkan adanya rasa
ketidakadilan dan ketidakpuasan peserta FGD terhadap kompensasi yang
telah mereka terima selama ini. Hal ini sesuai dengan penelitian Lum et al.
(1998), Sudjoko (1998) dan Pontoh (2002) yang menyatakan bahwa
ketidakpuasan kerja sering dipicu oleh masalah kompensasi. Pada
umumnya masalah kompensasi yang sedang dihadapi adalah mengenai:
a) jasa yang mereka terima masih sedikit, b) tidak adanya keadilan atas
apa yang mereka kerjakan dengan yang mereka terima, c) sosialisasi
masalah kompensasi yang sangat kurang, d) tidak dilibatkannya mereka
dalam penyusunan pembagian kompensasi.
4.1.3.3. Persepsi Tenaga Keperawatan terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja Berdasarkan penelitian awal, diketahui bahwa kompensasi
mempengaruhi motivasi secara positif, atau dapat dikatakan bahwa
apabila kompensasi tinggi maka motivasi kerja akan tinggi dan sebaliknya.
Akan tetapi, berdasarkan pelaksanaan FGD, terungkap fakta bahwa
tenaga perawat merasa ada ketidakadilan dan rasa tidak puas terhadap
kompensasi yang diterimanya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
diarahkan untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap
hubungan antara kompensasi dan motivasi. Berikut ini pernyataan peserta
FGD tentang hal tersebut:
Kotak 9.
“…contohnya kami yang bekerja di ruang Irna, disana banyak tindakan
yang harus dilakukan…seharusnya insentif lebih besar…”
“Kami ingin keadilan, seharusnya kompensasi harus sesuai beban
kerja di ruang masing-masing dan juga masa kerja…”
65
65
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa persepsi tenaga
keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja adalah
berhubungan positif atau motivasi kerja akan meningkat bila kompensasi
yang diterima juga besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lowery et al.
(1995) yaitu bahwa kompensasi dapat meningkatkan produktifitas. Selain
itu Notoatmojo (1998) juga menyatakan bahwa kompensasi adalah
sebagai peransang kerja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Nawawi
(2001) yaitu pemberian kompensasi menjadi tidak berfungsi sebagai
motivator apabila nilai finansialnya terlalu rendah.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe Sistem pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe
dilakukan berdasarkan kebijakan rumah sakit dan juga berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah.
Berdasarkan kebijakan yang sudah dilakukan, ternyata realisasi
dari pembagian kompensasi tidak sepenuhnya diterima jasa medis atau
paramedis secara utuh. Masih terdapat potongan-potongan, yaitu 15%
Kotak 10.
“…jasa belum selamanya berhubungan dengan motivasi, sebaiknya
memang ditingkatkan, tetapi akan lebih baik jika manajemennya juga
diperbaiki…”
“Memotivasi perawat memang sebaiknya berdasarkan atas jasa atau
kinerjanya…”
“…jelas harus disesuaikan…jelas itu kalau jumlah uang besar maka
motivasi juga besar”
66
66
harus disetor kepada Pemda dan 10% untuk biaya umum rumah sakit.
Dengan demikian karyawan hanya menerima 75% dari jasa yang
semestinya menjadi hak penuh mereka.
Keadaan tersebut di atas memicu timbulnya rasa tidak puas dalam
diri tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe. Tenaga
keperawatan tersebut menginginkan adanya pembagian kompensasi yang
sebanding dengan volume, beban kerja dan resiko kerja mereka.
Keadaan tersebut di atas adalah wajar, yaitu sesuai dengan teori
yang dikembangkan oleh Vroom dimana ada tiga faktor yang dapat
membentuk kepuasan kerja anggota organisasi yaitu valence, harapan
dan instrumentalis (Juliandi, 2003). Adapun valence mengacu kepada
kekuatan seseorang untuk memperoleh imbalan, harapan merupakan
kadar kuatnya keyakinan bahwa upaya kerja akan menghasilkan
penyelesaian suatu tugas dan instrumentalitas menunjukkan keyakinan
pegawai bahwa ia akan memperolehsuatu imbalan apabila tugas dapat
diselesaikan. Selain itu terdapat juga teori keadilan yang menyatakan
bahwa motivasi, prestasi dan kepuasan kerja merupakan fungsi dari
persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh karyawan
terhadap balasan yang diterimanya (Hanafi, 1997). Keadilan tersebut
diukur berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut
(missal gaji atau promosi) dengan input seseorang (misal usaha atau
ketrampilan). Kemudian dia akan membandingkan rasio dia dengan rasio
orang lain pada situasi yang sama.
4.2.2. Keluhan tentang Pembagian Kompensasi Berdasarkan data yang ada, penelitian ini dilanjutkan dengan
mencari keterangan, pendapat ataupun fakta dari direktur, seksi keuangan
dan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain itu penelitian
ini juga mencari isu-isu ataupun keluhan yang terlontar dari para tenaga
keperawatan melalui FGD.
67
67
Melalui FGD sebagian besar tenaga keperawatan menyatakan
kompensasi yang mereka terima kurang memadai. Selain itu masalah
kompensasi yang tidak 100% mereka terima juga menjadi keluhan tenaga
keperawatan. Permasalahan lain adalah pernyataan dari peserta FGD
yang mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan sistem
pembagian kompensasi. Sebagian besar perawat menganggap pihak
rumah sakit tidak pernah melakukan sosialisasi tentang masalah tersebut.
Menurut Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe, keluhan-keluhan dari
tenaga keperawatan sebenarnya adalah keinginan untuk memperoleh
pendapatan yang lebih besar. Tuntutan tersebut dianggap kurang tepat,
karena sesuai dengan pernyataan Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe para
tenaga keperawatan pada dasarnya sudah mengetahui bahwa
kompensasi yang akan mereka terima tidak besar.
Masalah lain adalah bahwa tenaga perawat merasa kurangnya
sosialisasi mengenai kebijakan kompensasi. Mengenai hal tersebut, Seksi
Keuangan Rumah Sakit menyatakan bahwa pihak rumah sakit sudah
memberikan akses bagi tenaga keperawatan untuk dapat menanyakan
kebijakan kompensasi pada bagian keuangan. Jadi tenaga keperawatan
dianjurkan untuk lebih aktif mencari tahu tentang kebijakan kompensasi.
Kotak 11.
“Hal tersebut (keluhan dan demonstrasi) sebetulnya tidak pantas
dilakukan mereka. Karena pada awalnya para pelamar sudah
mengetahui bahwa kompensasi yang akan diterima tidak
besar…mereka datang pertama kali tersebut tidak menuntut gaji yang
besar, tapi lebih didorong oleh keinginan untuk cepat kerja, karena
malu kalau tidak bekerja…mereka itu sudah sarjana dan didorong
untuk tidak merepotkan orang tuanya lagi…”
68
68
4.2.3. Persepsi Tenaga Keperawatan terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa tenaga keperawatan
sependapat bahwa kompensasi akan mempengaruhi motivasi kerja. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Stoner et al. (1995) yang menyatakan
bahwa motivasi merupakan sebuah alat dengan apa para manajer dapat
mengatur hubungan-hubungan pekerjaan di dalam organisasi-organisasi.
Apabila para manajer memahami apa yang merangsang orang-orang
yang bekerja untuk mereka, maka mereka dapat menyesuaikan tugas-
tugas pekerjaan dan imbalan-imbalan sehingga orang bergairah untuk
bekerja. Akan tetapi bukan berarti kompensasi yang dinilai kurang akan
membuat mereka malas bekerja. Mereka berpendapat bahwa kompensasi
yang selama ini mereka terima hanya membuat mereka tetap bekerja
sesuai standar yang berlaku dan tidak memberikan pelayanan lebih
kepada pasien. Tenaga keperawatan setuju apabila kompensasi yang
mereka terima semakin besar, maka pelayanan prima terhadap pasien
bukan tidak mungkin terwujud.
Kotak 12.
“Transparansi di rumah sakit ini sudah terlaksana… para karyawan
dapat melihat kebijakan yang sudah ditetapkan di bagian ini (seksi
keuangan)….”
69
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang
dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dugaan adanya hubungan yang positif antara kompensasi dan
persepsi perawat tentang sistem kompensasi terhadap motivasi kerja
dalam pengujian kuantitatif, secara signifikan terbukti. Kondisi ini
ditunjukkan dengan koefisien yang bertanda positif antara variabel
kompensasi dan persepsi perawat tentang sistem kompensasi
terhadap motivasi kerja.
2. Pengukuran skor variabel kompensasi menunjukkan indikator negatif,
atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei
Saboe tidak puas dengan kompensasi yang mereka terima. Keadaan
ini antara lain terlihat dari ketidalpuasan perawat terhadap aji yang
mereka terima, perawat menganggap bahwa kompensasi yang
diterima tidak meningkatkan motivasi mereka serta tidak mendorong
mereka bekerja lebih poduktif, dan adanya keluhan tentang besar
kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab kerja.
Kotak 13.
“…tidak benar kalau kita terus kerja seenaknya atau malas-
malasan…memang benar ada omongan masyarakat yang tidak baik
tentang rumah sakit ini, yaa…kita tidak tahu bagaimana omongan
pasien setelah pergi dari sini…”
“Bekerja itu sudah ada standarnya, bila tidak bisa memenuhi standar
maka kita akan mendapat teguran atau hukuman…tetapi memang
benar kompensasi bisa membuat kita bekerja melebihi standar yang
sudah ditetapkan…yaa…bisa melalui pemberian pelayanan mulai dari
saat pasien datang sampai mengantarnya ke depan pintu luar saat si
pasien hendak pulang…”
70
70
3. Pengukuran skor variabel persepsi perawat terhadap system
kompensasi menunjukkan indikator negatif, atau dapat dikatakan
bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai
persepsi yang tidak baik dengan sistem kompensasi rumah sakit.
Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan
dalam kuesioner, antara lain tentang tidak ada sosialisasi, perawat
tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi, serta perbedaan
jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja, keahlian, beban
kerja, jabatan, dan kinerja yang tidak diperhitungkan dalam system
pembagian kompensasi yang diterima perawat.
4. Pengukuran skor variabel motivasi kerja perawat menunjukkan
indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di
Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai motivasi kerja walaupun
terdapat berbagai masalah atau keluhan mengenai kompensasi.
Keadaan ini dapat ditunjukkan antara lain dalam pernyataan sebagai
berikut: perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja,
perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah
bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan
tempat kerjanya, perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk
bekerja dengan sempurna, perawat bersikap netral atas pujian, bonus
dan penghargaan dari rumah sakit, kerja sama tidak terlalu
diutamakan antar rekan kerja, sikap kepada atasan biasa saja, serta
kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara
serius.
5. Hasil pengujian kualitatif menunjukkan adanya keinginan tenaga
keperawatan untuk dilakukan penyesuaian dalam pembagian
kompensasi dengan volume, beban kerja dan masa kerja mereka.
Mereka juga menginginkan dilibatkan dalam penyusunan kebijakan
rumah sakit dan perlunya dilakukan sosialisasi secara menyeluruh.
6. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan dukungan terhadap penelitian
kuantitatif, yaitu kompensasi dapat mempengaruhi motivasi kerja.
71
71
Akan tetapi bukan berarti kompensasi yang dinilai kurang akan
membuat mereka malas bekerja. Mereka berpendapat bahwa
kompensasi yang selama ini mereka terima hanya membuat mereka
tetap bekerja sesuai standar yang berlaku dan tidak memberikan
pelayanan lebih kepada pasien. Tenaga keperawatan setuju apabila
kompensasi yang mereka terima semakin besar, maka pelayanan
prima terhadap pasien bukan tidak mungkin terwujud.
5.2. Saran/Rekomendasi
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
memberikan beberapa saran bagi kemungkinan pengembangan pada
penelitian selanjutnya, sebagai berikut:
1. Pengujian kuantitatif dalam penelitian ini menguji hubungan
kompensasi dan motivasi kerja. Hasil yang lebih baik kemungkinan
akan diperoleh apabila digunakan variabel independen yang lebih
banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.
2. Fokus kompensasi dalam penelitian ini hanya pada kompensasi
finansial saja. Hasil yang lebih baik kemungkinan akan diperoleh
apabila digunakan kompensasi non finansial seperti penghargaan,
promosi, pelatihan kerja dan pengembangan karir.
3. Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya membentuk Tim Indeks yang
ditujukan untuk menilai kinerja karyawan rumah sakit, sehingga
nantinya pihak rumah sakit dapat menentukan besarnya kompensasi
yang seharusnya diterima karyawan rumah sakit tersebut. Dengan
demikian karyawan rumah sakit akan menerima kompensasi yang
sesuai dengan kinerja, profesionalisme dan kompetensinya.
4. Pihak Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya melakukan komunikasi dan
sosialisasi secara efektif dengan semua pihak termasuk karyawan
rumah sakit menganai kebijakan rumah sakit.
72
72
5. Manajemen Rumah Sakit Aloei Saboe harus lebih memperhatikan
kebijakan rumah sakit dalam hal pemeberian kompensasi, yaitu lebih
memperhatikan kinerja, beban kerja, lama kerja, pendidikan,
ketrampilan, keahlian dan volume kerja, disamping usaha
pengembangan sumber daya manusia.
73
73
RINGKASAN
Pendahuluan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo dibangun tahun 1926, semula bernama RSU Kotamadya
Gorontalo. Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan maka
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 51/Menkes/SK/II/79
RSU Kotamadya Gorontalo ditetapkan kelasnya menjadi rumah sakit
umum kelas C. Badan pengelola rumah sakit memiliki komitmen dan
keinginan untuk mendambakan suatu tingkat pelayanan lebih optimal
(prima) yang diformulasikan dalam visi rumah sakit yaitu
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan dilandasi
sentuhan manusiawi serta terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Sebagi unit pelaksana pemerintahan dibidang pelayanan kesehatan,
langkah strategi yang digunakan dalam merumuskan kebijakan rumah
sakit juga didasarkan atas kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan
kompensasi. Kebijakan rumah sakit tersebut menyatakan bahwa
komponen tarif terdiri dari bahan dan alat, jasa rumah sakit, konsultasi dan
jasa medis yang terdiri dari jasa dokter ahli, dokter umum dan paramedis.
Saat ini pihak rumah sakit menghadapi banyak keluhan dari
karyawannya, termasuk tenaga keperawatan yang merupakan ujung
tombak rumah sakit dalam memberikan pelayanan, terhadap kebijakan
kompensasi sehingga berdampak pada kinerja rumah sakit secara umum
seperti pada pemberian pelayanan di rumah sakit. Di pihak karyawan
juga timbul keluhan bahwa, rajin atau malas, disiplin atau tidak sama saja
karena kenyataannya gaji yang diterima tetap sama. Keadaan ini membuat motivasi kerja karyawan rumah sakit rendah.
Hal ini bisa terlihat dari data absensi karyawan, yang menunjukkan pada
saat apel pagi, para dokter yang hadir hanya sekitar 20%, sedangkan
karyawan paramedis 50%, non medis/administrasi sekitar 60%. Banyak
karyawan yang datang terlambat, sedangkan sebagian karyawan pulang
74
74
sebelum waktunya, terutama karyawan non paramedis dan juga dokter.
Pengisian rekam medik oleh petugas banyak yang tidak lengkap.
Menurut Robbins (1993), jika seseorang itu termotivasi maka dia
akan berusaha keras. Selanjutnya kesejateraan karyawan yang tinggi
akan memotivasi untuk bekerja lebih giat, bahkan kesejahteraan akan
meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Apabila hal ini
belum bisa diciptakan dalam suatu rumah sakit, kebutuhan karyawan akan
aktualisasi dirinya menjadi karyawan yang produktif akan jauh dari
harapan.
Peningkatan kesejahteraan pegawai menjadi suatu hal yang penting
untuk diperhatikan. Rumah Sakit Aloei Saboe sudah mencoba mengatasi
masalah kinerja karyawan, khususnya perawat, dengan mengeluarkan
kebijakan mengenai kompensasi karyawan tapi kebijakan ini dirasa masih
belum cukup. Keadaan ini pada akhirnya menimbulkan rasa
ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan bagi tenaga keperawatan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompensasi dan
persepsi perawat tentang sistem kompensasi mempengaruhi motivasi
kerja perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain itu penelitian ini juga
ditujukan untuk mengetahui bagaimana persepsi perawat terhadap
kompensasi dan motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe.
Tinjauan Pustaka Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi
selalu terjadi proses komunikasi antara orang yang satu dengan yang
lainnya, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Dalam proses
tersebut, siapapun yang mengambil inisiatif, apakah seorang bawahan
ataukah seorang manager, pengambil inisiatif selalu berharap agar
tujuannya berkomunikasi dapat diterima dan dimengerti oleh yang
menerima. Penerimaan inilah yang kita sebut persepsi (Indrawijaya,
75
75
1983). Adapun Hamner dan Organ mendefinisikan persepsi sebagai suatu
proses seseorang mengorganisasi dalam pikirannya, menafsirkan,
merasakan dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di
lingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut mempengaruhi
persepsi seseorang, nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang
akan dipilihnya.
Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,
barang langsung atau tidak langsung yang diterima tenaga keperawatan
sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada rumah sakit. Adapun
kompensasi dibedakan menjadi dua, yaitu kompensasi langsung berupa
gaji, upah dan insentif serta kompensasi tidak langsung yaitu kompensasi
tambahan finansial atau non finansial yang diberikan berdasarkan
kebijakan perusahaan terhadap semua karyawannya dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Istilah motivasi (motivation), berasal dari perkataan bahasa latin
yaitu: movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Adapun motivasi
itu sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang
bertindak atau berperilaku tertentu. Motivasi membuat seseorang
memulai, melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu.
Peningkatan kesehjateraan pegawai menjadi suatu hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Namun demikian pemberian upah berupa
uang dapat menjadi bomerang bila metode pembagiannya dianggap tidak
adil. Teori Porter – Lawler mengenai teori keadilan dan ketidak-adilan
mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan
antara: 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya
dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha, dengan 2)
hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga
mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan
yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.
Profesi perawat, seperti profesi kerja lainnya, dituntut untuk dapat
bekerja secara profesional. Akan tetapi, adanya ketidakpuasan perawat
76
76
terhadap kebijakan rumah sakit seringkali berdampak pada kinerja rumah
sakit secara umum, seperti pada pemberian pelayanan di rumah sakit.
Ketidakpuasan tersebut seringkali dipicu oleh masalah kompensasi
(Sudjoko, 1998 dan Pontoh, 2002). Tingginya beban kerja personel
kesehatan atau rumah sakit dapat berefek penurunan terhadap prestasi
kerja. Hal ini dapat terjadi terutama bila naiknya beban kerja tanpa diikuti
dengan peningkatan imbalan.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi
sebagian besar orang untuk menjadi pegawai pada suatu organisasi
tertentu adalah untuk memperoleh penghasilan bagi keperluan
kebutuhannya. Hal itu berarti disatu sisi seseorang menggunakan
pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk
berkarya pada suatu organisasi, sementara disisi lain dia mengharapkan
menerima imbalan/kompensasi tertentu (Siagian, 1999). Menurut
Nursalam (1998) salah satu faktor yang dapat memperlambat
perkembangan peran perawat secara profesional adalah gaji perawat.
Penelitian menunjukkan bahwa gaji perawat, khususnya yang bekerja di
instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan
negara lain, baik di Asia maupun Amerika. Keadaan ini berdampak
terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
profesional.
Menurut Robbins (1993), jika seseorang termotivasi maka dia akan
berusaha keras. Lebih lanjut disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan
yang tinggi akan memotivasi seseorang untuk bekerja lebih giat. Tidak
dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi sebagain besar orang untuk
menjadi pegawai pada organisasi tertentu adalah untuk memperoleh
penghasilan bagi pemenuhan kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan
Notoatmojo (1998) yang menyatakan bahwa pemberian kompensasi
adalah sebagai perangsang kerja. Selain itu Nawawi (2001) juga
menyatakan bahwa pemberian kompensasi menjadi tidak berfungsi
77
77
memotivasi apabila nilai finansialnya dianggap terlalu rendah, sehingga
kurang bermanfaat.
Landasan Teori 1. Persepsi merupakan suatu proses seseorang mengorganisasi dalam
pikirannya, menafsirkan, merasakan dan mengolah pertanda atau
segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Bagaimana segala
sesuatu tersebut mempengaruhi persepsi seseorang, nantinya akan
mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya.
2. Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,
barang langsung atau tidak langsung yang diterima tenaga
keperawatan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada rumah
sakit.
3. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang bertindak atau
berperilaku tertentu. Motivasi membuat seseorang memulai,
melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu. Menurut Teori
Hirarki Kebutuhan (Maslow), bila ingin memotivasi seseorang perlu
mengetahui dimana karyawan tersebut sekarang berada dalam hirarki
kebutuhan. Apabila sudah diketahui maka usaha selanjutnya adalah
memfokuskan pada usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut
pada tingkatannya atau di atas tingkatannya. Menurut Robbins (1993),
jika seseorang termotivasi maka dia akan berusaha keras. Lebih lanjut
disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan yang tinggi akan
memotivasi seseorang untuk bekerja lebih giat.
Pertanyaan Penelitian 1. Apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?
2. Apakah persepsi perawat tentang sistem kompensasi mempengaruhi
motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota
Gorontalo?
78
78
3. Bagaimana persepsi perawat terhadap kompensasi dan motivasi kerja
di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan pendekatan
cross section. Dan menggunakan analisis data kuantitatif dengan statistik
maka hipotesis yang diajukan akan di analisis dengan teknik analisis
regresi. Subjek penelitian adalah perawat PNS yang berjumlah 34 orang
yang sudah bekerja selama lebih dari 1 tahun.
Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner,
wawancara mendalam dan FGD. Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk menggali topik tertentu.
Untuk wawancara mendalam dan FGD, pengarah diskusi dilakukan oleh
peneliti sendiri dibantu seorang asisten peneliti, yaitu kepala seksi
keperawatan dari lingkungan rumah sakit, yang sebelumnya sudah diberi
arahan dan penjelasan yang berkaitan dengan perannya.
Alat pengumpul data untuk menyebarkan kuesioner adalah dengan
memberi pertanyaan-pertanyaan tertutup kepada tenaga keperawatan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap
motivasi. Adapun wawancara mendalam maupun diskusi kelompok
terarah adalah memakai pedoman wawancara/diskusi yang berisi
pertanyaan-pertanyaan terbuka (terlampir). Jalannya wawancara/diskusi
tidak selalu berurutan seperti didalam urutan pertanyaan, jadi disesuaikan
dengan kondisi para responden. Alat-alat yang digunakan tape recorder,
kaset.
Analisis Data
1. Tahap persiapan
Setelah seluruh kuesioner dan hasil diskusi terkumpul, dilakukan
pemeriksaan kelengkapannya.
79
79
2. Tabulasi
Data diklasifiksikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok data
kuantitatif diolah dan dipaparkan dalam bentuk tabel, sedangkan data
kualitatif digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-
pisahkan menurut kategorinya.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan:
a. Analisis deskriptif untuk mendapatkan distribusi frekwensi ciri-ciri
karyawan.
b. Analisis OLS Regression untuk mengetahui pengaruh kompensasi
terhadap motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei
Saboe.
c. Analisis kualitatif untuk mengungkap lebih jauh persepsi tenaga
keperawatan tentang kompensasi dan motivasi kerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe.
Hasil dan Pembahasan Penyusunan kebijakan kompensasi Rumah Sakit Aloei Saboe
dilakukan berdasarkan SK Walikota Nomor 11/Tahun 2000, yang
menyatakan bahwa komponen tarif terdiri dari bahan dan alat, jasa rumah
sakit, konsultasi dan jasa medis yang terdiri dari jasa dokter ahli, dokter
umum dan paramedis. Adapun komponen jasa medis, paramedis dan non
paramedis diatur sebagai berikut: 15% disetor ke Pemda, 75% untuk jasa
petugas (medis, paramedis dan non medis), dan 10% untuk biaya umum
rumah sakit. Komponen jasa anastesi diatur sebagai berikut: 15% disetor
ke Pemda, 50% untuk dokter anestesi, 25% untuk penata anestesi, dan
10% untuk biaya umum rumah sakit. Pendapatan rawat inap, rawat jalan
dan intensif keseluruhannya masuk ke kas daerah.
Selain berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, Rumah Sakit
Aloei Saboe juga menetapkan kebijakan kompensasi. Untuk tenaga
administrasi dan tenaga lainnya yang dalam ketetapan pemerintah daerah
tidak mendapat porsi, diberikan 20% dari jatah paramedis. Pembagian ini
80
80
disepakati bersama berdasarkan pertimbangan beban kerja dan tanggung
jawab paramedis yang dinilai lebih besar dibandingkan tenaga
administrasi, sehingga persentasinya lebih besar yaitu 80%.
Sejauh ini rumah sakit telah berusaha memberikan kompensasi
finansial yang sesuai dengan tuntutan karyawan tanpa mengabaikan
aturan yang telah ditetapkan Pemda. Akan tetapi bagi tenaga
keperawatan, kebijakan yang telah ditetapkan pihak rumah sakit dirasakan
belum sepenuhnya sesuai dengan harapan mereka. Hal inilah yang
kemudian memicu rasa ketidakpuasan tenaga keperawatan. Berdasarkan
hal tersebut maka penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh
kompensasi terhadap motivasi kerja tenaga keperawatan.
1. Pengujian Kuantitatif 1.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian kuantitatif dilakukan dengan analisis Ordinary Least
Square (OLS) Regression. Data untuk pengujian ini diambil dengan
menyebarkan kuesioner kepada tenaga keperawatan di Rumah Sakit
Aloei Soboe. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner tersebut,
maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan OLS
Regression. Sebelum data yang diperoleh dari kuesioner digunakan,
maka harus dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas data tersebut.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan
mampu mengukur apa yang hendak diukur dan apakah alat ukur tersebut
dapat dipercaya (Suryabrata, 1987). Pengujian OLS Regression
merupakan langkah selanjutnya untuk menguji hipotesis penelitian, yaitu
untuk mengetahui apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja
perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe, Gorontalo.
Hasil pengujian validitas menunjukkan semua butir-butir pertanyaan
valid, yaitu untuk variabel motivasi yang valid adalah 31 butir dan variabel
kompensasi 17 butir. Semua butir yang valid mempunyai faktor loading
yang lebih besar dari 0,4, sehingga dianggap signifikan dan dapat
81
81
dimasukkan sebagai anggota suatu faktor. Adapun hasil pengujian
reliabilitas menunjukkan butir-butir pertanyaan yang realiabel dari variabel
motivasi ada 27 butir sedangkan yang tidak realiabel ada empat butir yaitu
butir 1, butir 13, butir 21 dan butir 24. Adapun butir-butir pertanyaan yang
realiabel dari variabel kompensasi ada 16 butir sedangkan yang tidak
realiabel hanya ada satu butir yaitu butir 16. Untuk variabel persepsi
perawat butir 4, 13 dan 15 tidak valid sedangkan 13 butir lainnya valid.
Semua butir yang reliabel mempunyai item total correlation yang lebih
besar dari 0,5 dan nilai cronbach alpha minimal 0,7.
1.2. Pengukuran Variabel Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kepuasan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe terhadap
kompensasi yang diterimanya dan juga untuk mengetahui bagaimana
persepsi tenaga keperawatan terhadap sistem kompensasi yang
diberlakukan di rumah sakit. Selain itu pengujian ini juga ditujukan untuk
mengetahui bagaimana motivasi tenaga keperawatan di rumah sakit.
Pengukuran variabel dilakukan dengan skoring sebagai berikut:
6. Sangat Setuju = 5
7. Setuju = 4
8. Netral = 3
9. Tidak Setuju = 2
10. Sangat Tidak Setuju = 1
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk masing-masing atribut
dengan rumus sebagai berikut (Rangkuti, 2002):
n
Ni)x(NjNs ∑=
dimana:
Ns = Nilai sikap yang diberikan responden
Nj = Jumlah jawaban responden dari setiap variabel
Ni = Nilai masing-masing responden dari setiap variabel
82
82
n = Jumlah keseluruhan responden
Sedangkan untuk mengukur nilai indikator digunakan rumus
(Rangkuti, 2002):
aNsIndikatorNilai ∑=
dimana:
NI = Nilai sikap responden terhadap indicator
a = Jumlah variabel yang membentuk suatu indikator
Adapun menurut Rangkuti (2002), kriteria penilaian adalah:
4. 1,00 ≤ Nilai Indikator ≤ 2,50 adalah sikap negatif
5. 2,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 3,50 adalah sikap netral
6. 3,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 5,00 adalah sikap positif
1.2.1. Variabel Kompensasi Skor tingkat kepuasan tenaga keperawatan terhadap kompensasi
yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 1.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel
kompensasi adalah 2,31. Menurut kriteria penilaian maka variabel
kompensasi memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tidak puas dengan kompensasi
yang mereka terima. Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:
a. Perawat tidak puas dengan gaji yang diterima.
b. Kompensasi yang diterima tidak meningkatkan motivasi perawat.
c. Kompensasi tidak mendorong perawat untuk bekerja lebih produktif.
d. Cara pembagian kompensasi tidak sesuai dengan yang diharapkan
perawat.
e. Waktu pemberian juga tidak sesuai dengan yang diharapkan.
f. Kompensasi yang diterima tidak memberi pengaruh positif terhadap
kinerja kualitas kerja dan produktifitas.
83
83
g. Besar kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab
kerja.
Tabel 1. Skor Variabel Kompensasi ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS
B1 0 0 3 20 11 34 60 1.76 B2 0 1 15 12 6 34 79 2.32 B3 0 0 16 15 3 34 81 2.38 B4 0 0 7 13 14 34 61 1.79 B5 0 0 14 16 4 34 78 2.29 B6 0 0 6 10 18 34 56 1.65 B7 0 2 16 13 3 34 85 2.50 B8 0 3 17 9 5 34 86 2.53 B9 0 4 21 6 3 34 94 2.76 B10 0 1 14 12 7 34 77 2.26 B11 0 1 13 13 7 34 76 2.24 B12 0 0 19 10 5 34 82 2.41 B13 0 0 11 11 12 34 67 1.97 B14 0 0 12 7 15 34 65 1.91 B15 0 0 21 11 2 34 87 2.56 B16 0 0 19 15 0 34 87 2.56 B17 0 13 21 0 0 34 115 3.38
TOTAL 39.29 NILAI INDIKATOR 2.31
1.2.3. Variabel Persepsi Perawat terhadap Sistem Kompensasi Skor persepsi tenaga keperawatan terhadap system kompensasi
yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 2.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel
persepsi adalah 2,29. Menurut kriteria penilaian maka variabel persepsi
memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai persepsi yang tidak
baik dengan sistem kompensasi rumah sakit. Keadaan ini dapat
ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara
lain:
a. Tidak ada sosialisasi tentang kompensasi.
b. Perawat tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi.
84
84
c. Perbedaan jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja,
keahlian, beban kerja, jabatan, dan kinerja tidak mempengaruhi
kompensasi yang diterima perawat.
d. Wakil perawat tidak diikutsertakan dalam penyusunan kompensasi.
Tabel 2. Skor Variabel Persepsi Perawat terhadap
Sistem Kompensasi ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS
B1 4 9 3 6 12 34 89 2.62 B2 5 6 7 3 13 34 89 2.62 B3 3 7 2 6 16 34 77 2.26 B4 2 5 9 3 15 34 78 2.29 B5 3 8 4 9 10 34 87 2.56 B6 4 4 7 2 17 34 78 2.29 B7 4 3 7 11 9 34 84 2.47 B8 4 4 3 12 11 34 80 2.35 B9 3 6 5 5 15 34 79 2.32 B10 4 3 5 8 14 34 77 2.26 B11 4 0 3 6 21 34 62 1.82 B12 2 6 2 6 18 34 70 2.06 B13 3 4 5 10 12 34 78 2.29 B14 3 0 8 10 13 34 72 2.12 B15 2 4 7 3 18 34 71 2.09 B16 2 3 8 8 13 34 75 2.21
TOTAL 36.65
NILAI INDIKATOR 2.29
1.2.3. Variabel Motivasi Skor motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei
Saboe dapat dilihat dalam Tabel 3.
85
85
Tabel 3. Skor Variabel Motivasi Kerja ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS
B1 0 23 10 0 1 34 123 3.62 B2 0 3 3 15 13 34 64 1.88 B3 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B4 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B5 3 5 22 0 4 34 105 3.09 B6 3 3 16 9 3 34 96 2.82 B7 1 17 2 10 4 34 103 3.03 B8 19 12 3 0 0 34 152 4.47 B9 19 13 2 0 0 34 153 4.50 B10 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B11 7 11 14 2 0 34 125 3.68 B12 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B13 24 10 0 0 0 34 160 4.71 B14 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B15 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B16 2 17 2 9 4 34 106 3.12 B17 0 5 17 8 4 34 91 2.68 B18 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B19 3 3 15 11 2 34 96 2.82 B20 3 3 18 8 2 34 99 2.91 B21 1 4 9 14 6 34 82 2.41 B22 3 1 18 6 6 34 91 2.68 B23 0 7 15 8 4 34 93 2.74 B24 11 13 2 6 2 34 127 3.74 B25 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B26 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B27 7 12 11 3 1 34 123 3.62 B28 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B29 3 5 15 4 7 34 95 2.79 B30 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B31 6 3 15 8 2 34 105 3.09
TOTAL 95.85
NILAI INDIKATOR 3.09
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel
motivasi kerja adalah 3,09. Menurut kriteria penilaian maka variabel
kompensasi memiliki indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai motivasi kerja
walaupun terdapat berbagai masalah atau keluhan mengenai kompensasi.
86
86
Hasil yang menunjukkan sikap netral tersebut dapat ditunjukkan
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:
a. Perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja.
b. Perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah
bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan
tempat kerjanya.
c. Ada keadaan dimana perawat masuk kerja dan absent.
d. Perawat bersikap biasa saja atas tanggung jawabnya terhadap
keberhasilan rumah sakit dan pelayanan yang harus diberikan kepada
pasien,
e. Perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk bekerja dengan
sempurna.
f. Perawat bersikap netral atas pujian, bonus dan penghargaan dari
rumah sakit.
g. Kerja sama tidak terlalu diutamakan antar rekan kerja.
h. Sikap kepada atasan biasa saja.
i. Kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara
serius.
1.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Ordinary Least Square)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis regresi berganda (Multiple Ordinary Least Square). Hal ini
digunakan untuk menguji apakah kompensasi mempengaruhi motivasi
kerja perawat. Hasil penghitungan analisis regresi berganda secara
sistematis diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4. ANOVA Sumber Variansi
Jumlah Kuadrat db Rataan
Kuadrat F hitung Regresi 4,977 2 2,488 6,263 Residual 12,317 31 0,397 Total 17,293 33
Sumber : data sekunder diolah
87
87
Dalam tabel ANOVA tersebut, dilakukan pengujian signifikansi
koefisien regresi berganda dengan uji F. Pengujian ini dimaksud menguji
apakah kedua variabel independen kompensasi (X1), dan persepsi
perawat terhadap sistem kompensasi (X2) secara bersama-sama
mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja perawat sehingga
model persamaan regresi dapat digunakan sebagai alat analisis.
Tabel 5.Koefisien Regresi
Variabel Beta Standar Error t
Konstanta 2,422 0,846 2,863 Kompensasi 0,632 0,244 2,587 Persepsi 0,320 0,193 2,560
Sumber : data sekunder diolah
Dari uji F didapat nilai F hitung 6,263 dengan nilai F tabel
(0,05;2;31) sebesar 3,305. Karena nilai F hitung lebih besar dibanding nilai
F tabel maka disimpulkan bahwa dapat dikatakan bahwa variabel
independen secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen, sehingga model persamaan regresi dapat digunakan
sebagai alat analisis.
Koefisien model regresi yang diperoleh dari hasil analisis,
dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat signifikansi setiap koefisien.
Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :
Ho : ∃i = 0 ( koefisien regresi tidak signifikan )
Ho : ∃i ≠ 0 ( koefisien regresi signifikan )
Dengan uji t dua sisi yang menggunakan nilai kepercayaan 5% dan
derajat kebebasan, df = (n – k – 1) = 31 maka nilai tα/2; 31 = 2,039. Dengan
kriteria daerah penolakan H0, bila thitung > tα/2; 31 atau thitung < –tα/2; 31 maka
H0 ditolak.
Dengan melihat nilai-nilai output analisis regresi yang diperoleh
pada tabel diatas, maka didapat hasil sebagai berikut :
88
88
a) Nilai koefisien konstanta (a) sebesar 2,422 dengan kesalahan standar
sebesar 0,846 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,863.
Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,863 > 2,039 (tα/2;31), dengan
demikian dikatakan koefisien konstanta signifikan.
b) Nilai koefisien X1 (b1) sebesar 0,632 dengan kesalahan standar
sebesar 0,244 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,587.
Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,587 > 2,039 (tα/2;31), maka
dapat dikatakan koefisien X1 signifikan.
c) Nilai koefisien X2 (b2) sebesar 0,320 dengan kesalahan standar
sebesar 0,193 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,560.
Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,560 > 2,039 (tα/2;31), maka
dapat disimpulkan bahwa koefisien X2 signifikan.
Berdasarkan pengujian signifikansi koefisien, model persamaan
regresi yang diperoleh dari analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
Y = 2,422 + 0,632 (X1) + 0,320 (X2)
Dimana :
Y = Motivasi Kerja Perawat
X1 = Kompensasi
X2 = Persepsi terhadap Sistem Kompensasi
Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel
dependen motivasi kerja perawat (Y) dipengaruhi oleh variabel
independen kompensasi (X1), dan persepsi terhadap sistem kompensasi
(X2). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang
diajukan, kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kompensasi yang
diberikan terhadap perawat akan meningkatkan pula motivasi kerja pada
diri perawat.
Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pula bahwa
persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara positif
terhadap motivasi kerja, yang dapat diartikan pula bahwa peningkatan
89
89
persepsi perawat terhadap sistem kompensasi yang diterapkan oleh pihak
rumah sakit akan menyebabkan peningkatan motivasi kerja perawat.
Besarnya pengaruh variabel independen kompensasi (X1), dan
persepsi terhadap sistem kompensasi (X2) terhadap variabel dependen
motivasi kerja perawat (Y) dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi
(R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi linear berganda, dengan
perhitungan program komputer SPSS 12.0 for Windows diperoleh hasil
sebagai berikut.
Tabel 6. Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 0,536 0,288 0,242 0,63033
Sumber : data sekunder diolah
Analisis ini diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,288
nilai tersebut dapat pula dinyatakan dengan persentase 28,8%. Hasil
perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel motivasi
kerja perawat sebesar 28,8% dipengaruhi oleh variabel kompensasi dan
persepsi terhadap sistem kompensasi. Berarti sisa sebesar 71,2%
menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak terungkapkan dalam penelitian ini, antara lain promosi dan
pengembangan kerja, hubungan interpersonal dengan rekan kerja,
kehidupan pribadi, dan lain-lain.
2. Pengujian Kualitatif Pengujian kualitatif dilakukan dengan mengadakan wawancara
mendalam kepada direktur dan seksi keuangan Rumah Sakit Aloei Saboe
serta melakukan FGD dengan tenaga keperawatan rumah sakit. Data
pengujian ini akan digunakan untuk memperkuat hasil analisis yang sudah
dilakukan sebelumnya. Hasil analisis kuantitatif yang merupakan analisis
awal mencoba untuk menemukan hubungan antara kompensasi dengan
90
90
motivasi kerja tenaga keperawatan Rumah Sakit Aloei Saboe, dimana
hasilnya menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh secara positif
terhadap motivasi kerja.
Pengujian kualitatif dilakukan untuk melihat lebih jauh tentang
persepsi tenaga keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja di
Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain dilakukan wawancara mendalam dan
FGD, pengujian kualitatif juga dilakukan dengan mempelajari berbagai hal
yang berhubungan dengan tujuan penelitian, antara lain dengan
mempelajari pola pembagian kompensasi, kebijakan yang berkaitan
dengan pemberian kompensasi serta keluhan yang dirasakan tenaga
keperawatan. Berdasarkan masukan yang diperoleh dari wawancara
mendalam, FGD maupun sumber lainnya diharapkan akan diketahui
derajat kepuasan tenaga keperawatan terhadap kompensasi yang
diterimanya. Lebih lanjut penelitian ini diharapkan akan dapat menjelaskan
persepsi tenaga keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja.
2.1. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe
Penentuan kompensasi bagi tenaga keperawatan ditentukan
berdasarkan kebijakan rumah sakit. Pada dasarnya kebijakan rumah sakit
juga tidak terlepas dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah,
dalam dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap langkah dan
strategi rumah sakit dalam merumuskan kebijakan rumah sakit termasuk
kebijakan kompensasi. Adapun pembagian kompensasi di Rumah Sakit
Aloei Saboe dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menjelaskan pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei
Saboe. Terlihat bahwa untuk paramedis, pembagian kompensasi adalah
80% paramedis dan 20% tenaga administrasi. Untuk askes terbagi atas
60% jasa medis, dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi menjadi 75%
paramedis dan 25% non paramedis. Sedangkan untuk dokter mendapat
bagian yang lebih besar yaitu untuk untuk dokter spesialis 75% tarif
tindakan dan 100% jasa konsultasi. Untuk dokter umum 100% jasa
91
91
pemeriksaan. Selain gaji, karyawan PNS juga menerima insentif. Insentif
dokter jaga Rp 200.000 per bulan, tenaga paramedis perawatan adalah
Rp 75.000 per bulan dan tenaga paramedis non keperawatan Rp 50.000
per bulan. Sebagai catatan, insentif di Rumah Sakit Aloei Saboe dinilai
berdasarkan absensi. Setiap kali tidak hadir dipotong Rp 5.000 dan
pemotongan tersebut diberikan kepada orang lain yang melakukan atau
menggantikan petugas yang absen.
Tabel 2. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe
Komponen SK Kebijakan Kompensasi Sasaran Isi
Jasa Profesi SK Dir. No. 900/ RS/ 280A/2001
Medis, paramedis, pegawai administrasi dan tenaga lainnya
Dokter Spesialis: - 75% tarif tindakan - 100% jasa konsultasi
dan pemeriksaan Dokter Umum: - 100% jasa
pemeriksaan Paramedis: - 80% paramedis - 20% tenaga
administrasi Askes: - 60% jasa medis - 40% dibagi menjadi
75% paramedis dan 25% non paramedis
Insentif Berdasarkan Prestasi Kerja
SK Dir. No. 900/ RS/ 295A/2002
Dokter umum, paramedis, non paramedis PNS dan non PNS
- Dokter jaga Rp 200.000 per bulan
- PNS paramedis perawatan Rp 75.000 per bulan
- PNS paramedis non perawatan Rp 50.000 per bulan
- Honor paramedis Rp 150.000 per bulan
- Honor tenaga administrasi dan tenaga lainnya Rp 6000 per hari
92
92
Pada dasarnya realisasi dari pembagian kompensasi di atas tidak
sepenuhnya diterima jasa medis atau paramedis secara utuh. Masih
terdapat potongan-potongan, yaitu 15% harus disetor kepada Pemda dan
10% untuk biaya umum rumah sakit. Dengan demikian karyawan hanya
menerima 75% dari jasa yang semestinya menjadi hak penuh mereka.
6.2. Keluhan tentang Pembagian Kompensasi Berdasarkan data yang ada, penelitian ini dilanjutkan dengan
mencari keterangan, pendapat ataupun fakta dari direktur, seksi keuangan
dan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain itu penelitian
ini juga mencari isu-isu ataupun keluhan yang terlontar dari para tenaga
keperawatan melalui FGD.
Melalui FGD sebagian besar tenaga keperawatan menyatakan
bahwa kompensasi yang mereka terima kurang memadai. Alasan yang
muncul adalah persentase kompensasi untuk semua tenaga keperawatan
adalah lebih kecil daripada kompensasi tenaga dokter. Mereka merasa
perlu membandingkan pekerjaannya dan pekerjaan orang lain. Mereka
merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan juga berat tapi imbalannya
tidak memadai.
Selain itu masalah kompensasi yang tidak 100% mereka terima juga
menjadi keluhan tenaga keperawatan. Mereka menyatakan pada
dasarnya tahu kalau ada potongan, tapi tidak mengetahui secara persis
jenis potongan yang diterapkan dan mengapa dilakukan pemotongan
kompensasi.
Keadaan ini menimbulkan ketidakpuasan tenaga keperawatan.
Mereka merasa mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan
rumah sakit tetapi jasa pelayanan meraka harus dipotong. Pada dasarnya
hal terpenting dari penerapan sistem pembagian kompensasi adalah
sosialisasi, disamping adanya musyawarah atau rapat yang melibatkan
semua pihak. Akan tetapi peserta FGD mengaku tidak pernah dilibatkan
dalam penyusunan sistem pembagian kompensasi. Sebagian besar
93
93
perawat menganggap bahwa pihak rumah sakit tidak pernah melakukan
sosialisasi mengenai masalah tersebut.
Kurangnya sosialisasi menjadi persoalan tersendiri yang
menyebabkan karyawan rumah sakit diliputi tanda tanya. Walaupun
demikian peserta FGD mengakui bahwa transparansi keuangan di rumah
sakit sudah berjalan baik.
Keluhan juga muncul dari peserta FGD yang sudah mempunyai
masa tugas lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lebih dari duapuluh tahun.
Ada juga keluhan dari tenaga keperawatan yang bekerja pada ruang yang
mempunyai tingkat tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih berat.
Meraka menganggap bahwa gaji maupun insentif yang mereka terima
kurang adil. Masa pengabdian dan juga beban kerja belum dimasukkan
dalam pokok bahasan tentang pembagian kompensasi.
Keadaan di atas menunjukkan adanya rasa ketidakadilan dan
ketidakpuasan peserta FGD terhadap kompensasi yang telah mereka
terima selama ini. Pada umumnya masalah kompensasi yang sedang
dihadapi adalah mengenai: a) jasa yang mereka terima masih sedikit, b)
tidak adanya keadilan atas apa yang mereka kerjakan dengan yang
mereka terima, c) sosialisasi masalah kompensasi yang sangat kurang, d)
tidak dilibatkannya mereka dalam penyusunan pembagian kompensasi.
6.3. Persepsi Tenaga Keperawatan terhadap Kompensasi dan
Motivasi Kerja Berdasarkan penelitian awal, diketahui bahwa kompensasi
mempengaruhi motivasi secara positif, atau dapat dikatakan bahwa
apabila kompensasi tinggi maka motivasi kerja akan tinggi dan sebaliknya.
Atas penemuan tersebut, apabila langsung diterapkan tanpa
memperhatikan persepsi tenaga keperawatan maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe
rendah.
94
94
Peserta FGD menyatakan bahwa mereka merasa ada ketidakadilan
dan rasa tidak puas terhadap kompensasi yang diterimanya. Berdasarkan
hal tersebut maka penelitian diarahkan untuk mengetahui bagaimana
persepsi mereka terhadap pernyataan bahwa apabila kompensasi rendah
maka motivasi juga rendah.
Hasil FGD menunjukkan bahwa persepsi tenaga keperawatan
terhadap kompensasi dan motivasi kerja adalah berhubungan positif atau
motivasi kerja akan meningkat bila kompensasi yang diterima juga besar.
Pernyataan di atas tidak dibenarkan seluruhnya oleh peserta FGD.
Mereka menganggap kompensasi memang perlu untuk memotivasi, tetapi
bukan berarti mereka akan malas bekerja atau bekerja seenaknya.
Keadaan di atas menunjukkan tenaga keperawatan sependapat
bahwa kompensasi akan mempengaruhi motivasi kerja. Akan tetapi bukan
berarti kompensasi yang dinilai kurang akan membuat mereka malas
bekerja. Mereka berpendapat bahwa kompensasi yang selama ini mereka
terima hanya membuat mereka tetap bekerja sesuai standar yang berlaku
dan tidak memberikan pelayanan lebih kepada pasien. Tenaga
keperawatan setuju apabila kompensasi yang mereka terima semakin
besar, maka pelayanan prima terhadap pasien bukan tidak mungkin
terwujud.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang
dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dugaan adanya hubungan yang positif antara kompensasi dan
persepsi perawat tentang sistem kompensasi terhadap motivasi kerja
dalam pengujian kuantitatif, secara signifikan terbukti. Kondisi ini
ditunjukkan dengan koefisien yang bertanda positif antara variabel
95
95
kompensasi dan persepsi perawat tentang sistem kompensasi
terhadap motivasi kerja.
2. Pengukuran skor variabel kompensasi menunjukkan indikator negatif,
atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei
Saboe tidak puas dengan kompensasi yang mereka terima. Keadaan
ini antara lain terlihat dari ketidalpuasan perawat terhadap aji yang
mereka terima, perawat menganggap bahwa kompensasi yang
diterima tidak meningkatkan motivasi mereka serta tidak mendorong
mereka bekerja lebih poduktif, dan adanya keluhan tentang besar
kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab kerja.
3. Pengukuran skor variabel persepsi perawat terhadap system
kompensasi menunjukkan indikator negatif, atau dapat dikatakan
bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai
persepsi yang tidak baik dengan sistem kompensasi rumah sakit.
Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan
dalam kuesioner, antara lain tentang tidak ada sosialisasi, perawat
tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi, serta perbedaan
jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja, keahlian, beban
kerja, jabatan, dan kinerja yang tidak diperhitungkan dalam system
pembagian kompensasi yang diterima perawat.
4. Pengukuran skor variabel motivasi kerja perawat menunjukkan
indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di
Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai motivasi kerja walaupun
terdapat berbagai masalah atau keluhan mengenai kompensasi.
Keadaan ini dapat ditunjukkan antara lain dalam pernyataan sebagai
berikut: perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja,
perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah
bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan
tempat kerjanya, perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk
bekerja dengan sempurna, perawat bersikap netral atas pujian, bonus
dan penghargaan dari rumah sakit, kerja sama tidak terlalu
96
96
diutamakan antar rekan kerja, sikap kepada atasan biasa saja, serta
kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara
serius.
5. Hasil pengujian kualitatif menunjukkan adanya keinginan tenaga
keperawatan untuk dilakukan penyesuaian dalam pembagian
kompensasi dengan volume, beban kerja dan masa kerja mereka.
Mereka juga menginginkan dilibatkan dalam penyusunan kebijakan
rumah sakit dan perlunya dilakukan sosialisasi secara menyeluruh.
6. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan dukungan terhadap penelitian
kuantitatif, yaitu kompensasi dapat mempengaruhi motivasi kerja.
Akan tetapi bukan berarti kompensasi yang dinilai kurang akan
membuat mereka malas bekerja. Mereka berpendapat bahwa
kompensasi yang selama ini mereka terima hanya membuat mereka
tetap bekerja sesuai standar yang berlaku dan tidak memberikan
pelayanan lebih kepada pasien. Tenaga keperawatan setuju apabila
kompensasi yang mereka terima semakin besar, maka pelayanan
prima terhadap pasien bukan tidak mungkin terwujud.
Saran Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
memberikan beberapa saran bagi kemungkinan pengembangan pada
penelitian selanjutnya, sebagai berikut:
1. Pengujian kuantitatif dalam penelitian ini menguji hubungan
kompensasi dan motivasi kerja. Hasil yang lebih baik kemungkinan
akan diperoleh apabila digunakan variabel independen yang lebih
banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.
2. Fokus kompensasi dalam penelitian ini hanya pada kompensasi
finansial saja. Hasil yang lebih baik kemungkinan akan diperoleh
apabila digunakan kompensasi non finansial seperti penghargaan,
promosi, pelatihan kerja dan pengembangan karir.
97
97
3. Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya membentuk Tim Indeks yang
ditujukan untuk menilai kinerja karyawan rumah sakit, sehingga
nantinya pihak rumah sakit dapat menentukan besarnya
kompensasi yang seharusnya diterima karyawan rumah sakit
tersebut. Dengan demikian karyawan rumah sakit akan menerima
kompensasi yang sesuai dengan kinerja, profesionalisme dan
kompetensinya.
4. Pihak Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya melakukan komunikasi
dan sosialisasi secara efektif dengan semua pihak termasuk
karyawan rumah sakit menganai kebijakan rumah sakit.
5. Manajemen Rumah Sakit Aloei Saboe harus lebih memperhatikan
kebijakan rumah sakit dalam hal pemeberian kompensasi, yaitu
lebih memperhatikan kinerja, beban kerja, lama kerja, pendidikan,
ketrampilan, keahlian dan volume kerja, disamping usaha
pengembangan sumber daya manusia.
98
98
DAFTAR PUSTAKA
Antic, Ljilja., 2004. Information Support to Motivation as A Phase of Management Process, Economics and Organization, Vol. 2 (2): 93-100.
Arikunto, S., 1998. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi 4. Rineka Cipta, Jakarta. Azwar, A., 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1997. Standar Asuhan Keperawatan.
Direktorat Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta Dessler G., 1997. Human Resources Management, Seventh Edition,
Prentice Hall, Inc. New Jersey Gillies, D., 1989. Nursing Management a Sistem Approach, W.B.
Sanders, Philadelphia Hadi, S., 1993. Metodologi Research II, Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Faultas Psikologi, UGM. Hamidi, 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian. Edisi Pertama, Penerbit UMM Press, Malang.
Hamzah, A., 2002. Sistem Insentif Tenaga Keperawatan di RSUD Cut
Nya Dhien Meulaboh Aceh Barat. Tesis, MMR-UGM, Yogyakarta Hanafi, M. H., 1997. Manajemen, Cetakan Pertama, Penerbit UPP AMP
YKPN, Yogyakarta. Handoko, T.H., 1999. Manajemen, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta Henderson, R., 1994. Compensation Management: Rewording
Performance. Sixth Edition. Printed in the United States Of America
Hidayat, W., 1999. Sistem Kompensasi dan Motivasi Kerja Dokter di
RSUD Tasikmalaya. Tesis, MMR- UGM, Yogyakarta
99
99
Ilyas Y., 2000. Perencanaan SDM Rumah Sakit; Teori, Metoda dan Formula, Cetakan 1, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI, Depok
Juliandi, Azuar. Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja dalam Mempengaruhi
Intensi untuk Bertahan atau Keluar dari Lingkungan Pekerjaan, Jurnal Ilmiah: Manajemen dan Bisnis, Vol. 3, No. 1, April, 2003.
Lum, Lillie; Kervin, John; Clark, Kathleen; Reid, Frank and Sirola, Wendi.
1998. Explaining Nursing Turnover Intent: Job Satisfaction, Pay Satisfaction or Organizational Commitment? Journal of Organizational Behaviour, Vol. 19: 305-320.
Milkovich, G.T. dan Newman, J.M., 1984 Conpentation. Business
Publication Inc., Plano, Texas 75075 Muchlas, M., 1999. Perilaku Organisasi I, Cetakan 2. Penerbit Program
Pendidikan Pascasarjana Magister Manajemen Rumah Sakit. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Murray, Mark. 1999. The Whys and Hows of Employee Motivation, The
Cantor Executive Search Solution, www.cantorconcern.com. Nasution, S., 2004. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Penerbit Bumu
Aksara, Jakarta. Notoatmojo, S., 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan 3.
Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta ., Metodologi Penelitian Kesehatan, 2002. Cetakan 2. PT Rineka
Cipta, Jakarta Nursalam., 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Patra, G. et al., 2003. Dilematika Sistem Insentif Perawat-Bidan: Bagai
Pedang Bermata Dua “Sosialisasi Awal Clinical Key Performance Indikators dan Model Sistem Insentif Berbasis Performance Clinical Untuk Perawat-Bidan. [Naskah Makalah Seminar] Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan, FK. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pontoh, M., 2002. Kompensasi Pegawai di Rumah Sakit Pemerintah Studi
Kasus RSUD Aloei Saboe,Gorontalo, Tesis, MMR-UGM, Yogyakarta.
100
100
Rangkuti, F. 2002. Measuring Customer Satisfaction. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Robbins, S.,1993. Organizational Behavior; Consepts, Controversies,
Aplications. Seventh Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey Sabarguna, B. dan Sumarni., 2003. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit.
Penerbit KONSORSIUM Rumah Sakit Islam Jateng- DIY Sanjana, K., 1998. Hubungan antara Kompensasi, Iklim Kerja, Ciri Kerja,
Ciri Individu dan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis di Instalasi Bedah Sentral RSUP. Sanglah, Denpasar, Tesis, MMR – UGM, Yogyakarta.
Schuller, R.S. dan Huber, V.L., 1993. Personnel and Human Resource
Management. West Publishing Company. St. Paul MN 55164-0526
Siagian, S.P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. PT. Rineka Cipta,
Jakarta Simamora, H., 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed. 2, STIE
YKPN, Yogyakarta Stiernberg C., 2001. Compensation and Incentive Plans for Physicians,
Medical Director, University Care Plus dan Professor of Otolaryngology University of Texas Medika School,Houston, Texas,
Sudarsono, R.S., 2000. Model Praktek Keperawatan sebagai Upaya
Peningkatan Profesionalisme dalam Pelayanan. Munas VI. PPNI, Bandung
Swansburg, R.C., 1990. Management and Leadership For Nurse
Managers, Jones and Barlett publishers, Boston Trisnantoro, L., 2004. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam
Manajemen Rumah Sakit, Cetakan 1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Trisno, I., 1998. Analisis Persepsi Keadilan dan Kepuasan Kompensasi
Karyawan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Tesis, MMR-UGM, Yogyakarta.
101
101
Wexley, K.N. dan Yukl, G.A., 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia (Terjemahan), Edisi 1. Penerbit Rineka Cipta Jakarta
Winardi, J., 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Edisi 1,
Cetakan 2. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
102
102
LAMPIRAN
103
103
Lampiran 1 Lembar Permohonan Kesediaan Mengisi Kuesioner
Kepada Yth: ……………………..
Dengan hormat,
Saya adalah mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
Fakultas Kedokteran, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jurusan
Ilmu-ilmu Kesehatan, yang sedang menyusun thesis dengan:
Nama : Hartati Inaku
No. Mhs. : 11672/PS/IKM/03
sedang mengadakan penelitian tentang “Persepsi Perawat terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo”.
Melalui kuesioner ini, saya mengharapkan sumbangan pikiran,
pendapat dan kesanggupan anda dalam mengisinya, sehingga dapat
terjamin ketepatan data yang nantinya akan kami olah kembali. Jawaban
yang anda sumbangkan merupakan masukan yang sangat berharga bagi
kami, terutama dalam menerapkan disiplin ilmu secara nyata.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas waktu yang telah
anda luangkan dan pendapat yang anda berikan.
Hormat saya,
Hartati Inaku
104
104
Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Data Pribadi
Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan data pribadi Anda,
dengan cara mengisi dan melingkari jawaban yang Anda pilih.
Pangkat/Golongan : …………………………………………………..
Jabatan : …………………………………………………..
Tanggal Lahir/Umur : …………………………………………………..
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Wanita
Status Perkawinan : a. Kawin b. Belum Kawin c.
Janda/Duda
Jumlah Tanggungan Keluarga : …… orang (suami/istri/anak/keluarga
lain)
Suami/Istri : a. Bekerja b. Tidak Bekerja
Status Kepegawaian : a. Peg. Negri b. Honorer
Lama bekerja di RS Aloei Saboe : …… tahun
Renghasilan per Bulan : a. Gaji + Tunjangan Rp ………………
b. Insentif Rp ………………
Pengeluaran per Bulan : a. Belanja Biaya Hidup Rp ………………
b. Pemeliharaan Kesehatan Rp ……………...
c. Biaya Pendidikan Rp ……………...
d. Lain-lain Rp ……………...
Dasar Pendidikan : a. AKPER b. SPRG c. SPK/Bidan
105
105
Lampiran 3 Kuesioner Motivasi Kerja Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada
huruf yang sesuai dengan jawaban anda, yaitu: (TP) Tidak Pernah, (J) Jarang,
(R) Ragu-ragu, (SR) Sering, (SL) Selalu. Jawaban
No Pertanyaan TP J R SR SL
1. Apakah Anda senang dan gembira bila
berangkat bekerja? TP J R SR SL
2. Apakah Anda puas setelah dapat bekerja
di rumah sakit ini? TP J R SR SL
3. Apakah sering terlintas dalam benak Anda
untuk pindah kerja dari rumah sakit ini? TP J R SR SL
4. Apakah Anda masuk kerja setiap hari
datang tepat pada waktunya? TP J R SR SL
5. Apakah Anda memiliki kecenderungan
merasa berdosa bila berbuat kesalahan
dalam bekerja? TP J R SR SL
6. Apakah Anda selalu siap membantu teman
sekerja bila mendapat kesulitan dalam
menyelesaikan tugasnya? TP J R SR SL
7. Apakah setiap bulan Anda sering minta izin
untuk tidak masuk kerja karena alas an
sakit atau alas an lain pada hari kerja? TP J R SR SL
8. Apakah Anda merasa bahwa keberhasilan
yang dicapai rumah sakit merupakan
keberhasilan Anda juga? TP J R SR SL
9. Apakah Anda merasa ikut bertanggung
jawab bila pelayanan yang diberikan rekan
Anda tidak menyenangkan pasien? TP J R SR SL
10. Apakah pendapatan Anda setiap bulan
mencukupi kebutuhan ekonomi sehari-
hari? TP J R SR SL
106
106
Jawaban No Pertanyaan
TP J R SR SL 11. Apakah Anda sering merasa khawatir akan
kelangsungan pekerjaan Anda di rumah
sakit ini? TP J R SR SL
12. Menurut Anda, apakah tujuan utama
bekerja adalah untuk mendapatkan uang? TP J R SR SL
13. Apakah Anda sering menghindari
tanggung jawab atas pekerjaan yang
dibebankan kepada Anda bila pekerjaan
tersebut mempunyai resiko?
TP J R SR SL
14. Apakah Anda memperoleh bonus dari
atasan Anda bila hasil pekerjaan Anda
sesuai target yang ditetapkan? TP J R SR SL
15. Apakah Anda memperoleh penghargaan
dari hasil kerja yang telah Anda capai
selama ini? TP J R SR SL
16. Apakah Anda selalu bekerja sebaik-
baiknya walaupun tanpa pengawasan
atasan? TP J R SR SL
17. Apakah Anda merasa bahwa pengawasan
yang dilakukan oleh rumah sakit Anda
terlaluk ketat? TP J R SR SL
18. Apakah Anda selalu mendapat teguran
dari atasan bila hasil kerja Anda tidak
sesuai dengan ketentuan rumah sakit? TP J R SR SL
19. Apakah Anda mendapat pujian bila hasil
kerja Anda sesuai dengan ketentuan
rumah sakit? TP J R SR SL
20. Apakah Anda selalu menginginkan hasil
pekerjaan yang sempurna? TP J R SR SL
21. Apakah Anda mendapatkan variasi tugas
untuk mengurangi kejenuhan/kebosanan? TP J R SR SL
107
107
Jawaban No Pertanyaan
TP J R SR SL 22. Apakah Anda sering mendapat tugas lain
di luar tugas sehari-hari yang menyangkut
kepentingan rumah sakit? TP J R SR SL
23. Apakah Anda sering merasa tidak cocok
dalam bekerja sama dengan rekan
sekantor?
TP J R SR SL
24. Apakah Anda selalu menerima bantuan
dari rekan sekerja bila menemui kesulitan
dalam menyelesaikan pekerjaan?
TP J R SR SL
25. Apakah Anda sering memperoleh
bimbingan, pengarahan dan petunjuk dari
atasan tentang pelaksanaan tugas yang
belum Anda mengerti?
TP J R SR SL
26. Pernahkah Anda mendapat pertentangan
dalam melaksanakan pekerjaan karena
perlakuan atasan yang membedakan satu
karyawan dengan karyawan lainnya?
TP J R SR SL
27. Apakah Anda selalu merasa puas dengan
sikap dan perlakuan atasan terhadap Anda
selama ini? TP J R SR SL
28. Menurut Anda, hasil kerja yang telah Anda
capai selama ini apakah dinilai dan diberi
penghargaan yang layak? TP J R SR SL
29. Apakah Anda selalu merasa puas dengan
sistem penilaian hasil kerja yang
diterapkan rumah sakit? TP J R SR SL
30. Apakah Anda diajak berdiskusi oleh atasan
bila unit Anda mengalami kesulitan? TP J R SR SL
31. Apakah Anda merasa puas terhadap
kebijakan pimpinan yang diterapkan di
bidang kerja Anda sekarang TP J R SR SL
108
108
Lampiran 4 Kuesioner Kompensasi Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada
huruf yang sesuai dengan jawaban anda, yaitu: (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju,
(N) Netral, (TS) Tidak Setuju, (STS) Sangat Tidak Setuju.
Jawaban No Pertanyaan
SS S N TS STS 1. Saya puas dengan kompensasi yang saya
terima. SS S N TS STS
2. Kompensasi yang saya terima
meningkatkan motivasi saya SS S N TS STS
3. Kompensasi yang saya terima jumlahnya
sesuai dengan yang saya harapkan. SS S N TS STS
4. Kompensasi yang saya terima jenisnya
sesuai dengan yang saya harapkan. SS S N TS STS
5. Kompensasi yang saya terima mendorong
saya untuk bekerja lebih produktif. SS S N TS STS
6. Cara pembagian kompensasi sesuai
dengan harapan saya. SS S N TS STS
7. Keterbukaan dalam pemberian
kompensasi sesuai dengan harapan saya. SS S N TS STS
8. Waktu pemberian kompensasi sesuai
dengan yang saya harapkan. SS S N TS STS
9. Kompensasi yang saya terima mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kebiasaan
kerja dan kinerja saya.
SS S N TS STS
10. Kompensasi yang saya terima dapat
meningkatkan kualitas kerja saya. SS S N TS STS
11. Kompensasi yang saya terima dapt
meningkatkan produktifitas kerja saya. SS S N TS STS
12. Kompensasi yang saya terima mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja. SS S N TS STS
109
109
Jawaban No Pertanyaan
TP J R SR SL 13. Besar kompensasi sesuai dengan tugas
dan tanggung jawab. SS S N TS STS
14. Pimpinan selalu memberitahukan sumber
yang diterima SS S N TS STS
15. Pembagian kompensasi selalu
dimusyawarahkan dengan petugas SS S N TS STS
16. Kompensasi tidak mempengaruhi kinerja
saya SS S N TS STS
17. Apabila dapat menjalankan tugas dengan
baik, maka harus diberi insentif khusus SS S N TS STS
110
110
Lampiran 5 Kuesioner Persepsi Perawat tentang Sistem Kompensasi
Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada huruf
yang sesuai dengan jawaban anda, yaitu: (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (N)
Netral, (TS) Tidak Setuju, (STS) Sangat Tidak Setuju.
Jawaban No Pertanyaan
SS S N TS STS
1. Dilakukan sosialisasi sistem pembagian kompensasi
SS S N TS STS
2. Dilakukan evaluasi prosedur pembagian kompensasi finansial
SS S N TS STS
3. Karyawan dilibatkan dalam kegiatan rapat keuangan rumahsakit
SS S N TS STS
4. Sebelum penerimaan, pihak karyawan sudah diberitahukan insentif yang akan diterima sesuai dengan kinerja
SS S N TS STS
5. Makin rumit suatu pekerjaan kompensasi yang diterima makin tinggi
SS S N TS STS
6. Makin tinggi pendidikan seseorang, insentif yang diterimanya makin besar
SS S N TS STS
7. Makin lama kerja makin tinggi kompensasi finansial
SS S N TS STS
8. Banyaknya latihan seseorang ikut menentukan besar kompensasi finansial yang diterima
SS S N TS STS
9. Karyawan yang pekerjaannya menuntut keahlian lebih banyak, insentifnya lebih banyak
SS S N TS STS
10. Insentif ditetapkan berdasarkan beban kerja
SS S N TS STS
11. Perbedaan/struktur gaji ditetapkan berdasarkan jabatan
SS S N TS STS
12. Kompensasi finansial ditetapkan berdasarkan kinerja
SS S N TS STS
13. Dokumentasi/catatan kompensasi finansial yang ditandatangani menimbulkan kepuasan
SS S N TS STS
14 Wakil perawat dilibatkan dalam penyusunan sistem kompensasi finansial
SS S N TS STS
15 Ada sanksi yang berhubungan dengan kompensasi
SS S N TS STS
16 Pemberian kompensasi berbasis kinerja SS S N TS STS
111
111
Lampiran 6 Lembar Pertanyaan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan Tenaga Keperawatan
FGD dilakukan untuk mengetahui pendapat tenaga keperawatan tentang
kompensasi yang sudah dilaksanakan.
1. Apakah Saudara mengetahui tentang sistem pembagian kompensasi
selama ini?
2. Bagaimana pendapat Saudara tentang kompensasi yang Saudara
terima setiap bulan?
3. Apakah Saudara pernah dijelaskan tentang peraturan rumah sakit dan
peraturan daerah yang menyangkut tentang pembagian kompensasi?
4. Bagaimana penetapan standar kerja dan sistem penilaian kinerja
tenaga keperawatan sebagai ukuran untuk memperoleh kompensasi?
5. Bagaimana pendapat Saudara tentang transparansi dan keadilan
dalam proses pembagian kompensasi?
6. Bagaimana pendapat Saudara mengenai penerapan kompensasi yang
berlaku selama ini?
7. Bagaimana keinginan saudara tentang sistem kompensasi yang
diharapkan?
8. Apakah kompensasi yang Saudara terima selama ini memiliki
pengaruh dalam pelaksanaan kerja Saudara sehari-hari?
112
112
Lampiran 7 Faktor Loading untuk Variabel Motivasi
Communalities
1.000 .8471.000 .9381.000 .9911.000 .9911.000 .6131.000 .9951.000 .9931.000 .9051.000 .4961.000 .9911.000 .9731.000 .9911.000 .6561.000 .9951.000 .9911.000 .9931.000 .9911.000 .9931.000 .9951.000 .9951.000 .4161.000 .9911.000 .9911.000 .5891.000 .9951.000 .9931.000 .9731.000 .9931.000 .9911.000 .9931.000 .995
B1B2B3B4B5B6B7B8B9B10B11B12B13B14B15B16B17B18B19B20B21B22B23B24B25B26B27B28B29B30B31
Initial Extraction
Extraction Method: Principal Component Analysis.
113
113
Lampiran 8 Faktor Loading untuk Variabel Kompensasi
Communalities
1.000 .7481.000 .8461.000 .3901.000 .7201.000 .7541.000 .7151.000 .8161.000 .8141.000 .6131.000 .8861.000 .8911.000 .7061.000 .7301.000 .6901.000 .5041.000 .7281.000 .668
b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b16b17
Initial Extraction
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Lampiran 9 Faktor Loading untuk Variabel Persepsi Perawat
114
114
Communalities
1.000 .9141.000 .8301.000 .9141.000 .9501.000 .9231.000 .9161.000 .8361.000 .7601.000 .9141.000 .7601.000 .6991.000 .6651.000 .7321.000 .8301.000 .9501.000 .923
b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b16
Initial Extraction
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Lampiran 10 Nilai Cronbach Alpha dan Item-Total Correlation untuk Variabel Motivasi
115
115
Reliability Statistics
.955 27
Cronbach'sAlpha N of Items
Item-Total Statistics
78.97 361.120 .593 .95478.12 361.622 .547 .95478.18 355.968 .569 .95477.76 353.216 .566 .95577.97 356.151 .667 .95377.74 342.443 .812 .95276.41 360.916 .689 .95376.32 368.771 .545 .95578.12 361.622 .547 .95477.21 356.896 .628 .95478.12 361.622 .547 .95477.97 356.151 .667 .95378.18 355.968 .569 .95477.74 342.443 .812 .95278.12 361.622 .547 .95477.74 342.443 .812 .95277.97 356.151 .667 .95377.97 356.151 .667 .95378.18 355.968 .569 .95478.12 361.622 .547 .95477.97 356.151 .667 .95377.74 342.443 .812 .95277.21 356.896 .628 .95477.74 342.443 .812 .95278.18 355.968 .569 .95477.74 342.443 .812 .95277.97 356.151 .667 .953
B2B3B4B5B6B7B8B9B10B11B12B14B15B16B17B18B19B20B22B23B25B26B27B28B29B30B31
Scale Mean ifItem Deleted
ScaleVariance if
Item Deleted
CorrectedItem-TotalCorrelation
Cronbach'sAlpha if Item
Deleted
Lampiran 11 Nilai Cronbach Alpha dan Item-Total Correlation untuk
116
116
Variabel Motivasi
Reliability Statistics
.900 16
Cronbach'sAlpha N of Items
Item-Total Statistics
34.12 50.592 .520 .89633.62 45.819 .797 .88534.24 50.731 .570 .89534.29 51.365 .534 .89633.56 47.042 .789 .88634.26 49.291 .540 .89533.35 48.963 .531 .89633.47 47.529 .607 .89333.12 48.774 .555 .89533.62 45.819 .797 .88533.65 45.690 .820 .88433.44 46.133 .771 .88633.97 48.029 .584 .89433.74 48.867 .579 .89433.29 49.729 .570 .89432.50 60.439 -.619 .923
b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b17
Scale Mean ifItem Deleted
ScaleVariance if
Item Deleted
CorrectedItem-TotalCorrelation
Cronbach'sAlpha if Item
Deleted
117
117
Lampiran 12 Nilai Cronbach Alpha dan Item-Total Correlation untuk Variabel Persepsi Perawat
Reliability Statistics
.932 16
Cronbach'sAlpha N of Items
Item-Total Statistics
57.71 87.244 .919 .92057.47 98.317 .733 .92757.71 87.244 .919 .92057.53 101.045 .432 .93357.24 99.276 .694 .92857.94 92.724 .727 .92658.00 92.909 .593 .93158.03 94.757 .603 .93057.71 87.244 .919 .92057.24 96.852 .631 .92957.76 98.064 .535 .93157.50 98.500 .581 .93057.56 100.678 .472 .93257.47 98.317 .733 .92757.53 101.045 .432 .93357.24 99.276 .694 .928
b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b16
Scale Mean ifItem Deleted
ScaleVariance if
Item Deleted
CorrectedItem-TotalCorrelation
Cronbach'sAlpha if Item
Deleted
Lampiran 13 OLS Regression
118
118
Model Summary
.536a .288 .242 .63033Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), persepsi, kompensasia.
ANOVAb
4.977 2 2.488 6.263 .005a
12.317 31 .39717.293 33
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), persepsi, kompensasia.
Dependent Variable: motivasib.
Coefficientsa
2.422 .846 2.863 .007.632 .244 .406 2.587 .015.320 .193 .261 2.560 .017
(Constant)kompensasipersepsi
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: motivasia.
Lampiran 14 Hasil Wawancara dan FGD
119
119
No. Pertanyaan Jawaban 1. Ditujukan kepada Direktur:
Bagaimana tanggapan
Bapak terhadap tuntutan
atau demonstrasi tenaga
keperawatan mengenai
sistem kompensasi?
Hal tersebut (keluhan dan demonstrasi)
sebetulnya tidak pantas dilakukan mereka.
Karena pada awalnya para pelamar sudah
mengetahui bahwa kompensasi yang akan
diterima tidak besar…mereka datang pertama
kali tersebut tidak menuntut gaji yang besar,
tapi lebih didorong oleh keinginan untuk cepat
kerja, karena malu kalau tidak
bekerja…mereka itu sudah sarjana dan
didorong untuk tidak merepotkan orang tuanya
lagi…
2. Ditujukan kepada Seksi
Keuangan:
Bagaimana transparansi
keuangan rumah sakit
mengenai kebijakan
kompensasi?
Apakah kebijakan yang
diterapkan sudah diketahui
oleh semua karyawan?
Transparansi di rumah sakit ini sudah
terlaksana… para karyawan dapat melihat
kebijakan yang sudah ditetapkan di bagian
keuangan.
3. Ditujukan kepada Direktur,
Seksi Keuangan dan
Perawat:
Bagaimana sistem
pembagian kompensasi
selama ini?
Jawaban Direktur dan Seksi Keuangan:
Seperti dalam Tabel 5.
Jawaban Perawat:
80% paramedis dan 20% tenaga administrasi,
sedangkan untuk askes terbagi atas 60% jasa
medis, dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi
menjadi 75% paramedis dan 25% non
paramedis.
No. Pertanyaan Jawaban 4. Ditujukan kepada Perawat: 1. Perawat tidak diberi kebebasan untuk
120
120
Apakah Saudara pernah
dijelaskan tentang peraturan
rumah sakit dan peraturan
daerah yan menyangkut
tentang pembagian
kompensasi?
bertanya mengenai masalah
kompensasi…kalau sudah ada tuntutan
atau keluhan baru diberi tahu bahwa sudah
ada aturannya.
2. Kami memang merasa pihak rumah sakit
kurang sosialisasi tentang aturan atau
kebijakan yang menyangkut kompensasi,
tapi transparansi keuangan rumah sakit
sudah transparan.
5. Ditujukan kepada Perawat:
Bagaimana pendapat
Saudara tentang
kompensasi yang Saudara
terima tiap bulan?
1. Untuk perawat bagian yang kecil itu harus
dibagi ratusan orang, sedangkan
dokter…sudah bagiannya banyak, hanya
dibagi puluhan orang.
6. Ditujukan kepada Perawat:
Bagaimana pendapat
Saudara tentang
transparansi dan keadilan
dalam proses pembagian
kompensasi?
1. … transparansi keuangan rumah sakit
sudah transparan.
2. Untuk perawat bagian yang kecil itu harus
dibagi ratusan orang, sedangkan
dokter…sudah bagiannya banyak, hanya
dibagi puluhan orang.
7. Ditujukan kepada Perawat:
Bagaimana pendapat
Saudara mengenai
penerapan kompensasi
yang berlaku selama ini?
1. Contohnya kami yang bekerja di ruang Irna,
disana banyak tindakan yang harus
dilakukan…seharusnya insentif lebih besar.
2. Kami ingin keadilan, seharusnya
kompensasi harus sesuai beban kerja di
ruang masing-masing dan juga masa kerja.
8. Ditujukan kepada Perawat:
Bagaimana keinginan
Saudara tentang sistem
kompensasi yang
diharapkan?
1. jJsa belum selamanya berhubungan dengan
motivasi, sebaiknya memang ditingkatkan,
tetapi akan lebih baik jika manajemennya
juga diperbaiki.
2. Memotivasi perawat memang sebaiknya
berdasarkan atas jasa atau kinerjanya.
3. Jelas harus disesuaikan…kalau jumlah
uang besar maka motivasi juga besar.
No. Pertanyaan Jawaban
121
121
9. Ditujukan kepada Perawat:
Apakah kompensasi yang
Saudara terima selama ini
memiliki pengaruh dalam
pelaksanaan kerja Saudara
sehari-hari?
1. Tidak benar kalau kita terus kerja
seenaknya atau malas-malasan…memang
benar ada omongan masyarakat yang tidak
baik tentang rumah sakit ini, yaa…kita tidak
tahu bagaimana omongan pasien setelah
pergi dari sini.
2. Bekerja itu sudah ada standarnya, bila tidak
bisa memenuhi standar maka kita akan
mendapat teguran atau hukuman…tetapi
memang benar kompensasi bisa membuat
kita bekerja melebihi standar yang sudah
ditetapkan…yaa…bisa melalui pemberian
pelayanan mulai dari saat pasien datang
sampai mengantarnya ke depan pintu luar
saat si pasien hendak pulang.
Top Related