1
HMJ Teknik Geologi STT AKPRIND YOGYAKARTA 2015
FIELD TRIP: GEOHERITAGE PEGUNUNGAN SELATAN DIY Oleh:
C. Prasetyadi (T.Geologi UPNVY) ([email protected])
2
PROLOG
Alam tempat kita hidup saat ini adalah media 4 Dimensi, terdiri dari RUANG (3 Dimensi)
dan WAKTU SAAT INI (1 Dimensi). Dengan akal-budi kita, mampukah kita menembus
4D ruang dan waktu yang lain, bahkan sampai ke dimensi waktu yang tidak pernah kita
bayangkan, ribuan atau bahkan jutaan tahun yang lalu? Mengapa tidak? Untuk
membuktikannya kami akan mengajak anda bertualang menembus ruang dan waktu dengan
cara mengeksplorasi RIWAYAT (baca: evolusi ruang & waktu) Pulau Jawa, pulau yang sangat
dekat dengan kita karena ia membesarkan kita dan tempat dimana kita hidup. Jika anda ingin
memahami secara lebih jauh dan mendalam tempat dimana anda hidup, inilah kesempatan
terbaik untuk memenuhi hasrat itu.
Apakah cuma itu? Tidak, anda akan kami ajak juga mencermati bukti-bukti pernah terjadinya
peristiwa yang lebih dahsyat dari peristiwa erupsi Merapi 2010, bahkan boleh jadi lebih
mengerikan ketimbang super erupsi Toba volcano 70.000 ribu tahun yang lalu. Berbekal
pengamatan bukti-bukti alamiah riwayat Jogja dan sekitarnya yang akan kita lakukan selama
fieldtrip yang cuma sehari ini, buktikan sendiri, bahwa sehabis mengikuti fieldtrip ini, anda
akan semakin bisa memahami dan bisa menerima dengan lebih arif dan waspada bahwa kita
hidup berkalang bencana di pulau busur gunungapi, tanah Jawa yang kita cintai ini.
Pulau Jawa menyimpan berbagai cerita menarik, bahkan boleh jadi mengerikan, di balik proses
pembentukannya. Tahukah Anda berapa usia Pulau Jawa? Apakah berada dalam kisaran
puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan hingga puluhan juta tahun? Bagaimana para ahli
menentukan usia Pulau Jawa?
Geoheritage fieldtrip ini akan membawa Anda menjelajahi alur cerita pembentukan Pulau
Jawa, dengan melihat bukti-bukti fisik pada tanah tempat kaki Anda menjejak, dan pada
batuan yang akan Anda sentuh langsung. Perjalanan ini akan membawa Anda melintasi lorong
waktu menuju 100-an juta tahun lalu, danbebaskan imajinasi Anda agar bisa lebih
menikmati lompatan waktu ini!
Batuan tertua yang pernah ditemukan di Pulau Jawa adalah batuan berusia 96 juta
tahun dan dari batasan tahun itulah mulai terkuak misteri lembaran-lembaran sejarah
terbentuknya Pulau Jawa. Tahukah Anda, menurut sejarahnya, dahulu Pulau Jawa adalah
gabungan dari dua lempeng benua yaitu mikrokontinen Jawa Timur dan Paparan Sunda.
Buktinya terlihat dari adanya batuan hasil tubrukan antara kedua lempeng benua
tersebut yang kemudian tersingkap di daerah Karangsambung dan Bayat (Jawa Tengah),
serta Ciletuh (Jawa Barat).
Jalur Gn.api masakini
Jalur Gn.api Purba (OAF)
3
Seiring berjalannya waktu, terjadilah proses pengikisan (erosi) batuan-dasar yang
tersingkap karena proses tumbukan yang terus-menerus, dan pada kala Eosen (54-36
juta tahun lalu) berlangsung lah proses sedimentasi/pengendapan pertama. Material
sedimen terendapkan di cekungan-cekungan kecil maupun besar yang terbentuk sebagai
akibat dari proses peregangan lempeng. Pada waktu ini umumnya terjadi proses
pengendapan yang berupa pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang dicirikan
dengan tersingkapnya konglomerat, batugamping, batupasir, serta batubara.
Proses pergerakan lempeng terus terjadi, kejadian berikutnya adalah Pulau Jawa yang
tadinya merupakan penyatuan antara lempeng paparan Sunda dan lempeng
mikrokontinen Jawa Timur kemudian ditabrak dari selatan oleh lempeng Indo-Australia
yang beringsut ke utara dan menunjam di zona palung di selatan Pulau Jawa yang
berarah Barat-Timur. Kejadian inilah yang merupakan kejadian utama yang terjadi selama
sejarah pembentukan Pulau Jawa, yaitu proses pembentukan gunungapi-gunungapi yang
tersebar di bagian Selatan Pulau Jawa, yang kemudian menjadi tulang punggung Pulau
Jawa (Gambar-1). Tahukah Anda, pada masa ini terjadi proses volkanisme yang sangat
dahsyat, yang dibuktikan dengan ditemukannya banyak sekali singkapan batuan-batuan
piroklastik (hasil erupsi gunungapi) dan batupasir vulkanik yang sangat tebal. Proses ini
berlangsung selama masa Oligosen-Miosen Tengah (36-10,2 juta tahun lalu), dan produk
dari proses ini disebut sebagai masa OAF (Old Andesite Formation). Masa ini bisa
diibaratkan sebagai masa kejayaan gunungapi di Pulau Jawa.
Gambar-1: Dua jalur gunungapi sebagai tulangpunggung Pulau Jawa
4
Seiring perjalanan waktu, proses keaktifan gunungapi pun berangsur turun atau bahkan
menjadi tidak aktif. Kondisi Pulau Jawa pun menjadi relatif stabil, meskipun di beberapa
tempat masih cukup aktif. Pada masa itu hampir seluruh Pulau Jawa tergenang laut,
dengan proses biota laut yang berkembang dengan baik. Kondisi air laut yang
menggenangi Pulau Jawa ini tenang, jernih, sumber makanan cukup, dan cahaya
matahari yang dapat masuk ke laut cukup baik sehingga kemudian terbentuklah suatu
koloni koral (kompleks terumbu) yang sangat luas dan kumpulan-kumpulan biota air
berkembang biak. Hasil kejadian ini terekam dari tersingkapnya batugamping
terumbu/batugamping nonklastik maupun batugamping klastik yang sangat tebal dan
luas di sepanjang Selatan dan Utara Pulau Jawa. Di sisi lain, proses pengendapan delta,
sungai, dan laut yang lebih dalam pun berlangsung secara bersamaan. Kejadian ini
berlangsung dari 25,2 juta tahun hingga 5,2 juta tahun silam. Selanjutnya permukaan air
laut berangsur turun dan diikuti oleh pengendapan-pengendapan sedimen non-marine
yaitu endapan-endapan darat dan tepi laut. Selain itu, proses pembentukan gunungapi
muda kembali terjadi seperti yang dapat kita lihat di sepanjang bagian tengah Pulau
Jawa. Kejadian ini masih diikuti pula dengan pengangkatan, pemiringan, erosi, serta
pertumbuhan terumbu secara ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung hingga
saat ini.
Jadi, sejarah geologi seperti yang diceritakan di atas ini dapat dibagi menjadi beberapa
periode (lihat Gambar-2):
1. Masa Awal Pembentukan Pulau Jawa
2. Masa Sebelum Kejayaan Gunungapi Purba
3. Masa Kejayaan Gunungapi Purba
4. Masa Berakhirnya Gunungapi Purba
5. Masa Gunungapi Modern
5
Gambar-2: Kolom sejarah geologi Jogja dan sekitarnya.
Stop Site 1. Lava Bantal - Berbah Saat ini, kita sedang berdiri di atas peninggalan masa-masa awal Kejayaan Gunungapi
Purba (volcanic arc). Situs ini bernama Lava Bantal Berbah. Ada apa dengan bantal,
sehingga ia diasosiasikan dengan batuan di situs ini? Ayo, kita cermati.
Batuan ini disebut lava bantal atau pillow lava karena bentukan geometrinya yang mirip
bantal. Lava bantal terbentuk akibat dari lava hasil erupsi lelehan yang berkontak
langsung dengan fluida (massa air, bisa di laut atau danau). Pembekuan yang cepat
6
karena kontak dengan massa air menyebabkan mineral-mineralnya tidak terbentuk
dengan baik, dan membentuk geometri serupa bantal.
Umur lava bantal Berbah ini diperkirakan lebih tua dari 30 juta tahun. Dari perkiraan
umur dan komposisi yang basaltis, diperkirakan gejala erupsi lelehan ini merupakan cikal-
bakal gunungapi di Pulau Jawa yang kemudian berkembang menjadi himpunan
gunungapi strato, yang erupsinya eksplosif, dan dengan komposisi umum andesitik. Jadi
lava bantal Berbah ini representasi dari bentuk awal volkanisme Pulau Jawa.
Singkapan seperti ini tidak banyak dijumpai di sepanjang Pegunungan Selatan Jawa, dan
lava bantal Berbah adalah yang terbaik (Gambar-3). Kelangkaan ini mempertegas bahwa
lava ini merupakan fase awal mulai munculnya gunungapi di Jawa.
Gambar-3: Singkapan lava bantal di Kali Opak, Berbah, Sleman (Foto: C. Prasetyadi)
Stop Site 2. Endapan Abu Volkanik (endapan piroklastik) -
Candi Ijo, Prambanan Anda sekarang berdiri di situs yang merupakan singkapan terbaik batuan endapan debu
gunungapi purba (Gambar-4). Lokasi ini terletak di Desa Candi Ijo. Sementara itu di Desa
Semilir, Kecamatan Pathuk, Daerah Istimewa Yogyakarta batuan ini juga tersingkap
bahkan jauh lebih tebal dan dianggap paling baik. Oleh karenanya, sesuai dengan nama
lokasi tempatnya tersingkap paling baik, oleh para ahli geologi formasi batuan ini disebut
Formasi Semilir.
7
Gambar-4: Singkapan endapan abu volkanik purba (berumur 20-30 Juta tahun) yang mencapai ketebalan >50 m, di Desa Candi Ijo, Prambanan. Foto bawah potongan setangan endapan piroklastik yang terdiri dari abu volkanik (lapisan halus bagian atas) dan batuapung (pumice) yang berbutir lebih kasar (lapisan bagian bawah) (Foto: atas-Zaenal Fanani, bawah-Dwi Oblo).
Di hadapan Anda adalah singkapan batuan endapan debu/abu gunungapi purba,
membentuk morfologi bukit. Penduduk lokal menambang bukit ini sedemikian rupa,
hingga menghasilkan kupasan tebing setinggi 30 meter, menyingkap dengan segar
bebatuan penyusunnya yang umumnya terdiri dari perlapisan abu gunungapi
mengandung fragmen-fragmen batuapung (pumice).
Kehadiran batuapung ini membuktikan dengan sangat meyakinkan bahwa perlapisan ini
merupakan hasil letusan gunungapi yang eksplosif. Batuan semacam ini banyak dijumpai
mulai dari perbukitan di daerah Parangtritis sampai daerah Wonogiri, dengan ketebalan
antara 300-600 meter.
Secara stratigrafi (urutan perlapisan), Formasi Semilir ini berada di atas Lava Bantal
Berbah. Distribusi yang luas dan dengan ketebalan yang besar mengindikasikan bahwa
Formasi Semilir ini dihasilkan dari suatu peristiwa rangkaian letusan gunungapi yang
8
besar 20 juta tahun lalu, yang kemungkinan tidak kalah dahsyat dengan letusan Toba
Volcano. Oleh karenanya formasi ini disebut sebagai hasil super eruption dari Semilir
Volcano. Melalui bentangan alam yang kita lihat di situs ini, kita berhadap-hadapan
dengan bukti otentik masa puncak kejayaan gunungapi purba di Pulau
Jawa.
Dari lava bantal Berbah yang berada di bawah menuju ke Formasi Semilir yang berada di
atasnya, berarti kita melihat bukti perkembangan suatu busur gunungapi yang pada
awalnya ditandai dengan volkanisme monogenesis (hanya menghasilkan satu lelehan
lava) di bawah laut, kemudian berkembang menjadi volkanisme poligenesis yang
menghasilkan gunungapi strato (terdiri dari perselingan lava dan volkaniklastik), dan
dipuncaki dengan peristiwa super eruption Gunungapi Semilir.
Formasi Semilir ditumpangi oleh Formasi Nglanggran, yang lebih muda, yang terdiri dari
breksi andesit dan sedikit lava andesit. Hadirnya Formasi Nglanggran menunjukkan
bahwa setelah terbentuk hamparan luas hasil letusan katastrofis Gunungapi Semilir,
kemudian disusul dengan tumbuhnya gunungapi strato baru, yakni Gunungapi
Nglanggran.
Tahan rasa penasaran Anda, karena sisa-sisa Gunungapi Nglanggran akan menjadi stop
site terakhir dari perjalanan kita hari ini!
Stop Site 3. Konglomerat - Jiwo Barat, Bayat, Klaten Ini salah satu bagian yang paling menegangkan dari perjalanan geoheritage kita. Dari sisi
lokasi, Anda akan diajak menyapa penduduk lokal terlebih dahulu, untuk menuju bagian
belakang sebuah rumah. Anda mungkin bertanya, apa istimewanya lokasi ini? Di lokasi
ini, Anda sedang berdiri di atas Pulau Jawa dalam Masa Sebelum Kejayaan
Gunungapi Purba (non-volcanic arc).
Di lokasi ini dijumpai singkapan batuan sedimen konglomerat. Batuan ini cukup keras,
berwarna coklat, terdiri dari fragmen-fragmen berbentuk membundar dari kuarsa,
fragmen batuan metamorf sekis, sabak, batulempung, serta sedikit rijang. Batuan
semacam ini merupakan hasil endapan sungai.
Komposisi batuan di lokasi ini mengindikasikan bahwa sumber-asalnya bukanlah material
volkanik, melainkan material-material yang bersumber dari batuan asal yang lebih tua,
yang tererosi menjadi butiran-butiran dan kemudian diendapkan kembali sebagai
9
konglomerat ini (Gambar-5). Karena secara umum material pembentuknya terdiri dari
batuan metamorfyang merupakan batuan tertua, maka konglomerat ini dianggap
sebagai batuan sedimen tertua dan menunjukkan bahwa pada saat
pembentukannya terjadi, belum ada kegiatan volkanisme.
Gambar-5: Singkapan batuan konglomerat (berumur 40-50 Juta tahun) yang didominasi oleh fragmen-fragmen membundar berwarna putih dari mineral kuarsa, di Desa Jiwo Kulon, Bayat (Foto: C.Prasetyadi).
Stop Site 4a. Watu Prahu - Perbukitan Jiwo Timur, Klaten
Di lokasi ini, kami akan mengajak Anda untuk lompat lebih jauh lagi ke Masa Awal
Pembentukan Pulau Jawa, dengan melihat batuan yang ada di hadapan Anda.
Di hadapan Anda adalah batuan metamorf yang disebut filit (Gambar-6 atas). Ia
merupakan batuan tertua di Pulau Jawa. Di dalam filit ini terdapat juga urat-urat kuarsa
berwarna putih (Gambar-6 bawah). Batuan metamorf semacam ini hanya tersingkap di
10
tiga tempat di Pulau Jawa, yakni di Ciletuh (Jawa Barat), Karangsambung dan Bayat
(kedua-duanya di Jawa Tengah).
Gambar-6: Singkapan batuan tertua di Tanah Jawa, berupa batuan metamorf yang disebut filit (foto atas), diperkirakan berumur >90 juta tahun. Di dalam filit ini banyak dijumpai urat kuarsa berwarna putih (foto bawah), tersingkap di Desa Watuprau, Bayat Timur. Urat kuarsa ini adalah fragmen-fragmen membundar yang terdapat di batuan konglomerat yang dijumpai di stop site sebelumnya (Foto: C.Prasetyadi).
Menurut penanggalan, kandungan K-Ar batuan ini diperkirakan berumur sekitar 100-an
juta tahun. Biasanya, batuan semacam ini terletak jauh di kedalaman (bisa mencapai
3.000 meter) dan umumnya mengalasi batuan-batuan sedimen di atasnya. Dengan
karakter-karakter khasnya ini, batuan metamorf semacam ini disebut juga batuan-dasar
(basement rock). Bukti bahwa batuan filit ini adalah yang tertua dapat dilihat dari fakta
bahwa fragmen batuan metamorf inibeserta urat kuarsanyamenjadi penyusun
butiran-butiran batuan konglomerat yang dijumpai di stop site sebelumnya.
11
Stop Site 4b. Watu Prahu - Perbukitan Jiwo Timur, Klaten Di lokasi ini juga dijumpai batugamping Nummulites (Gambar-7). Batugamping ini
tersusun oleh kumpulan fosil binatang laut jenis foraminifera berbentuk koin. Fauna ini
sudah punah dan merupakan fosil penunjuk untuk kala Eosen (sekitar 40 juta tahun lalu).
Bersama-sama dengan konglomerat, batupasir kuarsa, dan batulempung, batugamping
ini menumpang secara tidak selaras di atas batuan-dasar (basement rock) yang terdiri
dari batuan metamorf filit seperti yang diamati di lokasi sebelumnya.
Gambar-7: Singkapan batugamping berfosil di Desa Watuprau, Bayat Timur. Batugamping ini mengandung fosil fauna laut foraminifera Nummulites, fosil indek penunjuk umur Eosen sekitar 40-50 juta tahun (Foto: C.Prasetyadi).
Stop Site 5. Perbukitan Tancep Kecamatan Ngawen Setelah menjelajah daerah Klaten, kita meneruskan perjalanan menuju stop site
berikutnya, yaitu Perbukitan Tancep yang berada di Kecamatan Ngawen, Kabupaten
Gunung Kidul. Di lokasi yang terletak di atas perbukitan di Desa Tancep ini, kita bisa
melayangkan pandangan ke arah utara bentang alam dari daerah-daerah yang sudah
dilalui selama geoheritage trip ini, mulai dari bentang alam Gunungapi Merapi,
perbukitan Baturagung yang tersusun oleh batuan-batuan Old Andesite Formation/OAF
(Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran), dan bentang alam Perbukitan Jiwo yang
12
terdiri dari batuan-batuan tertua di Pulau Jawa (Gambar-8). Lokasi ini juga merupakan
titik awal perjalanan ke arah Selatan, yang merupakan daerah dengan riwayat geologi
yang lebih muda, yaitu Periode Post-Old Andesite Formation. Sedangkan di arah utara
merupakan daerah dengan riwayat geologi yang relatif lebih tua, mulai dari Periode Pra-
Gunungapi, sampai Periode Gunungapi Purba (OAF), yang sudah anda lewati di beberapa
stop site sebelumnya.
Gambar-8: Bentang alam di Desa Tancep, Kecamatan Ngawen. Memandang ke arah utara, ke arah G. Merapi yang terlihat bagian puncaknya. Di kejauhan nampak pula bentang alam perbukitan Bayat dimana batuan tertua di Jawa tersingkap. Bentang alam ini menunjukkan rentang dimensi waktu 100 juta tahun sampai masa kini (Foto: Indra Arista).
Stop Site 6. Morfologi Wonosari Platform Desa Nglipar Tempat yang Anda kunjungi saat ini merupakan penampakan dari morfologi karst
Formasi Wonosari, yang merupakan bukti dari zaman keemasan kehidupan
laut seperti terumbu karang, algae, dan biota laut lainnya yang hidup pada masa 16,2
juta tahun silam di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jika kita ingin beranalogi, daerah
Yogyakarta di masa dahulu bisa diibaratkan sama seperti The Great Barrier Reef di lautan
Timur Australia di masa sekarang ini. Kemunculan secara besar-besaran kehidupan biota
13
laut di sini menunjukkan bahwa pada masa itu kegiatan gunungapi mengalami
penurunan dan bahkan tidak aktif (Gambar-9).
Gambar-9: Bentang alam dataran Wonosari yang terdiri dari komplek batugamping terumbu (foto atas), di foto dari lokasi tepi jalan raya Nglipar. Foto bawah memberi gambaran pertumbuhan komplek terumbu (berwarna biru muda) di sekitar punggungan-punggungan bekas gunungapi (Foto: Atas-C.Prasetyad; bawah-dari Awang Satyana).
Stop Site 7. Bioturbasi Sambipitu Kali Ngalang Setelah Anda melihat sisa-sisa masa keemasan kehidupan laut di stop site sebelumnya,
sekarang Anda telah tiba di Formasi Sambipitu, yang berada di dekat aliran Kali Ngalang.
Dalam Formasi Sambipitu bisa ditemukan batugamping klastik, yaitu hasil dari endapan
rombakan batuan gamping terumbu atau yang lainnya yang terjadi 16,2 hingga 5,2 juta
tahun silam, dan masih masuk ke dalam sistem laut terbuka. Pada batuan ini Anda dapat
melihat sisa-sisa aktivitas organisme laut yang hidup di dasar perairan, dengan cara hidup
14
membuat rumah-rumah di dalam batu, yang menampakkan jejak-jejak aktivitas tersebut
di batuan ini. Dalam dunia geologi hal ini dikenal dengan istilah Bioturbasi. Selain jejak-
jejak aktivitas tersebut, di dalam batuan ini juga dijumpai fragmen-fragmen batuan
andesit yang berasal dari formasi yang lebih tua, seperti Formasi Nglanggran yang
identik dengan gunungapi strato purba. Jadi, bisa disimpulkan bahwa pada saat
terjadinya pengendapan batugamping pasiran Formasi Sambipitu
ini, kegiatan gunungapi Nglanggran sudah tidak aktif (Gambar-10).
Gambar-10: Struktur sedimen biotrubasi pada batupasir gampingan Formasi Sambipitu. Bioturbasi adalah jejak-jejak kehidupan biota, biasanya biota yang hidup di lingkungan pasir pantai atau laut dangkal. Foto inset, menunjukan batuan breksi lainnya dalam Formasi Sambipitu. Fragmen-fragmen andesit berasal dari Formasi Nglanggran yang lebih tua (Foto: C.Prasetyadi).
Stop Site 8. Situs Gunung Api Purba Nglanggran Setelah melalui tujuh stop site, saat ini sampailah Anda di akhir petualangan menembus
lorong waktu terbentuknya Pulau Jawa. Ya, saat ini Anda telah sampai di Situs Gunungapi
Purba-Nglanggran yang merupakan jejak-jejak aktivitas volkanisme Pulau
Jawa dari masa 36 juta tahun silam. Situs gunungapi purba Nglanggaran
15
merupakan produk dari lontaran letusan gunungapi pada saat gunungapi mengalami
erupsi (Gambar-11). Dalam istilah geologi, kita mengenalnya sebagai Bomb atau
Aglomerat, yang termasuk ke dalam batuan piroklastik. Jika dilihat secara geometri,
material ini berukuran sangat besar dan luas, sehingga barangkali Anda bisa
membayangkan betapa dahsyatnya kondisi erupsi gunungapi pada masa itu. Jika Formasi
Semilir yang didominasi oleh abu volkanik dan batuapung menunjukkan kejadian
gunungapi eksplosif yang bersifat katastrofis, maka Gunungapi Nglanggran dapat
dianalogikan dengan gunungapi strato mirip gunungapi Anak Krakatau. Formasi Semilir
mirip dengan pembentukan kaldera karena letusan dahsyat Krakatau, sedangkan Formasi
Nglanggran mirip dengan gunungapi strato dari Gunungapi Anak Krakatau yang tumbuh
di atas Krakatau Lama.
Gambar-11: Situs gunungapi purba Nglanggran. Situs ini merupakan produk dari lontaran magma gunung api pada saat gunung api bererupsi. Dalam istilah geologi dikenal sebagai bomb atau aglomerat. Dari ukuran dan sebarannya, material ini berukuran sangat besar dan luas, sehingga dapat dibayangkan kondisi erupsi gunung api ini sangatlah besar pada waktu tersebut. Jika Formasi Semilir yang didominasi oleh debu volkanik dan batuapung menunjukkan event gunungapi eksplosif katastrofis, maka Gunungapi Nglanggran merupakan gunungapi strato yang tumbuh di atas bekas-bekas letusan Semilir, mungkin dapat dianalogkan dengan Gunung Krakatau. Formasi Semilir mirip dengan pembentukan kaldera karena letusan dahsyat Krakatau sedangkan Formasi Nglanggran mirip dengan gunungapi strato dari Gunungapi Anak Krakatau yang tumbuh di atas Krakatau lama.
EPILOG Misi kami menyelenggarakan kegiatan Jogja Geoheritage ini adalah menyebarkan seluas
mungkin ke masyarakat umum pengetahuan berbasis pengamatan langsung di lapangan
bukti-bukti ataupun fenomena riwayat geologi daerah Jogja dan sekitarnya. Harapan
kami adalah semoga dengan kegiatan fieldtrip sehari ini semakin banyak orang yang
semakin arif dan waspada akan kenyataan bahwa kita ini hidup berkalang bencana di
16
tanah busur gunungapi Pulau Jawa yang kita cintai dan banggakan ini. Dengan semakin
arif dan waspada, kita akan dapat menemukan cara cerdas terbaik bagaimana tinggal di
wilayah rentan bencana di atas zona penunjaman lempeng yang niscaya tidak akan
pernah berhenti bekerja.
Top Related