Download - Halaman Sampul Ta

Transcript

KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN GLUKOSA URIN SEBAGAI PARAMETER IDENTIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELITUS

RHAMA ADITYA NUR PRATAMA

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIAPROGRAM DIPLOMAINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2013PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASIDengan ini saya menyatakan bahwa laporan tugas akhir Korelasi Kadar Glukosa Darah dengan Glukosa Urin sebagai Parameter Identifikasi Penyakit Diabetes Melitus di Laboratorium Klinik Prodia adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.

Bogor, Juni 2013

Rhama Aditya Nur PratamaJ3L210181

ABSTRACTRHAMA ADITYA NUR PRATAMA. Correlation of Blood Glucose Levels with Glucose Urine as a Parameter Identification of Diabetes Mellitus Disease. Under direction of LINA NOVIYANTI SUTARDI and ELLIS JUMALIA HASTUTI.Diabetes mellitus is one epidemic disease which characterized by high levels glucose in the blood. Its caused by a deficiency or disorder function of hormone insulin. The condition of diabetes can also be identified based on the levels of glucose in the urine. Correlation blood glucose levels with glucose urine as parameters identification of diabetes mellitus was done in this study. The enzymatic method has been used for the analysis of blood glucose levels and glucose urine. Blood glucose levels were measured by spectrophotometry with instruments Cobas C501, and urine glucose by photometry with instruments Cobas U411. The correlation between two parameters were determined based on the value of a determination coefficient in the curve regression. The value of the determination coefficient was obtained 0.412. This value indicated that blood glucose levels do not high correlate with urinary glucose levels. Urine glucose levels could not provide accurate information on the content of glucose in the blood. The presence of glucose in the urine is not always represent the state of diabetic.Keyword : Diabetes mellitus, Enzymatic, Glucose

RINGKASANRHAMA ADITYA NUR PRATAMA. Korelasi Kadar Glukosa Darah dengan Glukosa Urin sebagai Parameter Identifikasi Penyakit Diabetes Melitus. Dibimbing oleh LINA NOVIYANTI SUTARDI dan ELLIS JUMALIA HASTUTI.Glukosa merupakan suatu metabolit penting dan merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat dalam sistem pencernaan dipecah menjadi glukosa dan dilepaskan ke aliran darah. Dalam keadaan normal, glukosa diatur oleh hormon insulin sehingga berada pada kisaran sempit yaitu antara 80-100 mg/dL. Hormon ini dihasilkan oleh sel beta pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Ketika sistem pencernaan melepaskan glukosa ke aliran darah, pankreas sehat mengeluarkan sejumlah insulin untuk menyalurkan glukosa ke sel target. Kadar glukosa darah kemudian turun dan pelepasan insulin dihentikan. Hormon insulin membantu sel tubuh dalam menyerap glukosa untuk digunakan sebagai sumber energi. Glukosa yang tidak dibutuhkan, disimpan dalam bentuk glikogen dan dilepaskan ketika dibutuhkan misalnya sebagai bahan bakar otot selama olahraga atau ketika tidak makan dalam waktu yang lama.Kandungan glukosa dalam tubuh terutama glukosa darah perlu diperhatikan. Kandungan glukosa darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus. Keadaan ini ditandai dengan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL. Terdapat 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Adapun diabetes gestasional atau diabetes kehamilan. Diabetes melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes gestasional disebabkan oleh faktor yang sama yaitu kadar glukosa darah yang terlalu tinggi. Kandungan glukosa dalam darah yang terlalu tinggi akan diekskresikan oleh ginjal ke saluran urin sehingga urin mengandung glukosa. Namun terjadinya hal tersebut dipengaruhi oleh renal treshold, yaitu nilai ambang ginjal untuk glukosa. Dalam studi ini, kadar glukosa darah dan glukosa urin pasien (185 pasien) yang melakukan pemeriksaan dianalisis dengan metode enzimatik yaitu enzim heksokinase untuk glukosa darah dan enzim glukosa oksidase untuk glukosa urin. Analisis glukosa darah diukur secara spektrofotometri dengan instrumen Cobas C501 sedangkan glukosa urin secara fotometri dengan instrumen Cobas U411.Data hasil analisis glukosa darah menunjukkan bahwa dari 185 pasien, sebanyak 177 pasien memiliki kadar glukosa yang tinggi ( 126 mg/dL), 5 pasien dengan kadar glukosa sedang (101-125 mg/dL) dan 3 pasien dengan kadar glukosa normal (80-100 mg/dL). Hasil analisis glukosa urin menunjukkan bahwa seluruh pasien mengandung glukosa dalam urin (glukosuria). Data hasil analisis kadar glukosa darah dan glukosa urin diplot pada kurva regresi sehingga diperoleh hubungan linear antara kedua parameter tersebut. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh ialah sebesar 0.412. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar glukosa darah memiliki tingkat korelasi yang rendah terhadap kadar glukosa urin. Kadar glukosa urin yang tinggi belum tentu kadar glukosa darahnya tinggi. Kadar glukosa urin tidak memberikan informasi yang akurat mengenai kadar glukosa dalam darah. Adanya glukosa dalam urin tidak selalu mencerminkan keadaan diabetes.Kata kunci : Diabetes melitus, Enzimatik, Glukosa

KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN GLUKOSA URIN SEBAGAI PARAMETER IDENTIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELITUS

RHAMA ADITYA NUR PRATAMA

Laporan Tugas Akhirsebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarAhli MadyapadaProgram Keahlian Analisis Kimia

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIAPROGRAM DIPLOMAINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2013

Judul Tugas Akhir:Korelasi Kadar Glukosa Darah dengan Glukosa Urin sebagai Parameter Identifikasi Penyakit Diabetes MelitusNama:Rhama Aditya Nur PratamaNIM:J3L210181

Disetujui oleh

Lina Noviyanti Sutardi, Apt MSiPembimbing IEllis Jumalia Hastuti, SEPembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir M. Zairin Junior, MScDirekturArmi Wulanawati, SSi MSiKoordinator Program Keahlian

Tanggal Lulus:

PRAKATAPuji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir yang berjudul Korelasi Kadar Glukosa Darah dengan Glukosa Urin sebagai Parameter Identifikasi Penyakit Diabetes Melitus merupakan hasil yang diperoleh penulis selama mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) di laboratorium klinik Prodia pada tanggal 4 Februari sampai dengan 6 April 2013 sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma Keahlian Analisis Kimia Institut Pertanian Bogor.Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi selaku Koordinator Program Keahlian Analisis Kimia, Ibu Lina Noviyanti Sutardi, Apt, MSi selaku dosen pembimbing dan Ibu Ellis Jumalia Hastuti, SE selaku pembimbing lapang yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan serta pengarahan selama berlangsungnya kegiatan PKL dan penyusunan laporan, Ibu Dra Ametista Rengganingtyas selaku Unit Operasional Manager yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan PKL, serta kepada keluarga besar laboratorium klinik Prodia cabang Bogor khususnya kepada staf analis, terlebih kepada kedua orang tua tercinta atas doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman analisis kimia 47 serta semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, doa dan semangat dalam penyusunan Tugas Akhir. Penulis berharap semoga tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2013

Rhama Aditya Nur Pratama

DAFTAR ISIDAFTAR TABELixDAFTAR GAMBARixDAFTAR LAMPIRANix1 PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Tujuan21.3 Waktu dan Tempat22 KEADAAN UMUM PT PRODIA WIDYAHUSADA22.1 Sejarah Perusahaan22.2 Visi dan Misi32.3 Falsafah Perusahaan32.4 Struktur Organisasi42.5 Fungsi dan Tugas42.6 Kebijakan Mutu Perusahaan42.7 Sumber Daya Manusia52.8 Sarana dan Prasarana Laboratorium53 TINJAUAN PUSTAKA53.1 Diabetes Melitus53.2 Glukosa73.3 Insulin83.4 Plasma dan Serum83.5 Urin93.6 Fotometri dan Spektrofotometri93.7 Cobas C501103.7.1 Prinsip kerja113.8 Cobas U411123.8.1 Prinsip kerja123.9 Combur-Test134 METODE144.1 Alat dan Bahan144.2 Prosedur Percobaan144.2.1 Persiapan pasien144.2.2 Penanganan sampel144.2.3 Analisis glukosa darah154.2.4 Analisis glukosa urin155 HASIL DAN PEMBAHASAN165.1 Analisis Kadar Glukosa Darah dengan Instrumen Cobas C501165.2 Analisis Kadar Glukosa Urin dengan Instrumen Cobas U411205.3 Korelasi Kadar Glukosa Darah dengan Kadar Glukosa Urin226 SIMPULAN DAN SARAN246.1 Simpulan246.2 Saran25DAFTAR PUSTAKA25LAMPIRAN27

DAFTAR TABEL1 Diagnosa kisaran kadar glukosa darah puasa182 Kisaran korelasi berdasarkan nilai koefisien determinasi23

DAFTAR GAMBAR1 Logo Prodia42 Struktur D-glukosa73 Instrumen Cobas C501104 Alur kerja instrumen Cobas C501115 Instrumen Cobas U411126 Alur pengukuran instrumen Cobas U411127 Combur-Test138 Persentase kadar glukosa darah pasien189 Ilustrasi ambang ginjal2110 Korelasi kadar glukosa darah dengan glukosa urin23

DAFTAR LAMPIRAN1 Struktur organisasi laboratorium klinik Prodia cabang Bogor272 Jumlah dan posisi tenaga kerja283 Data hasil analisis kadar glukosa darah dan glukosa urin294 Denah gedung laboratorium klinik Prodia cabang Bogor345 Rangkaian pemeriksaan pasien36

ii

iii

1 PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangGaya hidup modern yang serba santai dan serba instan serta diiringi pola makan yang tidak teratur atau asupan makanan yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan ialah kegemukan atau obesitas. Obesitas adalah pertambahan berat badan akibat penumpukkan lemak yang berlebih. Orang-orang yang mengalami obesitas cenderung mudah lelah dalam beraktivitas. Obesitas juga dapat meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit kronis, salah satunya ialah penyakit diabetes melitus karena lemak yang berlebih dalam tubuh dapat menghambat kerja hormon insulin (Mustofa 2010). Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini sering disebut dengan istilah penyakit kencing manis, dan telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Pada tahun 1995, sekitar 4.5 juta jiwa penduduk Indonesia mengidap penyakit diabetes melitus atau urutan ketujuh terbanyak di dunia. Sekarang, angka ini meningkat hingga 8.4 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 akan menjadi 12.4 juta jiwa atau urutan kelima terbanyak di dunia (Fitria 2009).Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit epidemik di Asia. Banyak penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terkena penyakit diabetes, sehingga tidak waspada dan tidak melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa dirinya terkena penyakit ini. Selain itu, banyak orang mengira diabetes melitus adalah penyakit yang hanya bisa terjadi di usia tua. Namun sebenarnya baik orang dewasa, remaja bahkan anak-anak bisa terkena diabetes melitus. Rendahnya perhatian dan pengetahuan terhadap kesehatan mengakibatkan penderita diabetes melitus terus bertambah (Tjahjadi 2002). Menurut DEPKES RI 2005, seseorang dinyatakan mengidap diabetes melitus apabila kadar glukosa darahnya 126 mg/dL setelah berpuasa selama 8 jam atau 200 mg/dL setelah 2 jam makan. Kandungan glukosa dalam urin juga selalu dikaitkan dengan penyakit diabetes melitus. Kandungan glukosa dalam urin disebut glukosuria. Dalam hal ini dilakukan percobaan mengenai korelasi antara kadar glukosa darah dengan glukosa urin sebagai parameter identifikasi penyakit diabetes melitus. Metode yang digunakan dalam analisis kadar glukosa darah dan glukosa urin ialah metode enzimatik dengan instrumen Cobas C501 dan Cobas U411.Prinsip pengukuran kadar glukosa darah dengan instrumen Cobas C501 ialah secara spektrofotometri, sedangkan kadar glukosa urin dengan instrumen Cobas U411 ialah secara fotometri menggunakan strip tes yaitu Combur-Test. Reagen yang digunakan dalam analisis glukosa urin berbeda dengan glukosa darah, sehingga reaksi yang terjadipun berbeda, namun masing-masing tetap diukur pada panjang gelombang maksimum. Intensitas cahaya yang direfleksikan baik pada sampel plasma atau serum maupun urin, sebanding dengan kadar glukosa yang terdapat dalam sampel tersebut. Korelasi antara kadar glukosa darah dengan glukosa urin ditentukan berdasarkan persamaan garis pada kurva regresi. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (mendekati 1 atau 0.99) pada kurva regresi, maka semakin tinggi tingkat korelasi atau hubungan antara dua parameter (x dan y) dalam suatu kurva regresi (Sarwono 2012).

1.2 TujuanPercobaan bertujuan menentukan tingkat korelasi atau hubungan antara kadar glukosa darah dengan glukosa urin sebagai parameter identifikasi penyakit diabetes melitus dengan metode enzimatik menggunakan instrumen Cobas C501 dan Cobas U411.1.3 Waktu dan TempatPraktik Kerja Lapang dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari tanggal 4 Februari sampai dengan 6 April 2013 di laboratorium klinik Prodia cabang Bogor yang berlokasi di Jl. Jendral Sudirman No. 38B Bogor 16143.

2 KEADAAN UMUM PT PRODIA WIDYAHUSADA2.1 Sejarah PerusahaanPT Prodia Widyahusada merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa analisa kesehatan. Prodia pertama kali didirikan di Jalan Pasar Nongko, Solo pada tanggal 7 Mei 1973 oleh beberapa idealis berlatar belakang pendidikan Farmasi. Saat itu, Prodia didirikan sebagai laboratorium kecil dengan keadaan yang sederhana dan peralatan laboratorium yang digunakanpun masih sederhana seperti mikroskop, fotometer dan tabung-tabung kaca sederhana. Berbekal tekad yang kuat dan berlandaskan semangat The Spirit of Prodia untuk melaksanakan misi yang luhur serta kepercayaan pelanggan atas pelayanan analisa kesehatan yang diberikan, membuat Prodia melakukan berbagai perbaikan menuju laboratorium klinik terbaik. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya cabang Prodia di Bandung dan Jakarta pada tahun 1975. Prodia mengembangkan perannya sebagai sarana pelayanan kesehatan dan memfokuskan perhatiannya pada aspek ilmiah.Selama beberapa tahun Prodia terus melakukan perbaikan dan berkembang menjadi laboratorium klinik yang terkemuka. Pada tahun 1986, Prodia mulai melakukan kerja sama internasional dengan Nasional University Hospital (NUH), Singapura dan Specialty Laboratories International (SLI), Amerika. Pada tahun 1997, Prodia kembali menjalin kerjasama dengan Bio Analytical Research Corporation (BARC), yaitu laboratorium rujukan yang berpusat di kota Ghent, Belgia. Selain itu, Prodia juga menjalin kerjasama internasional lainnya yang tersebar di Afrika, Amerika dan Australia. Memasuki abad ke-21, terdapat sekitar 700-800 laboratorium swasta di Indonesia. Laboratorium klinik Prodia termasuk salah satu diantaranya dan merupakan laboratorium terbesar dengan peralatan laboratorium yang modern dan berstandar internasional. Saat ini, Prodia memiliki cabang sebanyak 110 cabang yang tersebar di 80 kota dan 29 provinsi, salah satunya ialah cabang Bogor. Laboratorium klinik Prodia cabang Bogor didirikan pada tanggal 19 Maret 1998 yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman No. 38B, Bogor. Setiap cabang Prodia mampu melayani sekitar 2 juta pelanggan per tahun.Prodia mengutamakan mutu hasil pemeriksaan dan layanan kepada pelanggan dengan memiliki akreditasi International Standar Operation (ISO), yaitu ISO 9002 pada tahun 1999 dan ISO 15189 pada tahun 2008. Akreditasi internasional ini khusus bagi laboratorium dan Prodia yang pertama meraihnya di Indonesia. Prodia juga meraih Top Brand Award dengan indeks tertinggi secara beturut-turut pada tahun 2009, 2010 dan 2011. Pada tahun 2010, Prodia meraih Service Excellence Award (SEA) dan kantor pusat Prodia dibangun di Jakarta yang merupakan salah satu bagian dari visi Prodia sebagai Center of Excelence. Prodia kini telah menjadi pusat informasi diagnostik, rujukan nasional dan merupakan laboratorium sentral untuk semua bidang kedokteran. Prodia juga telah membantu lebih dari 200 penelitian dokter untuk publikasi ilmiah maupun studi epidemiologi. Perkembangan teknologi dan sains terutama di bidang klinis senantiasa menjadi bagian dari inovasi, edukasi dan pelayanan Prodia.

2.2 Visi dan MisiVisi Prodia ialah menjadi perusahaan terbaik dan terbesar di Indonesia dalam mutu serta pelayanan di bidang kesehatan melalui layanan diagnostik, baik diagnostik laboratorium maupun non laboratorium, serta menjadi pusat layanan dan informasi ilmiah unggulan sebagai wujud dari Center of Excellent. Misi utama Prodia ialah untuk diagnosa lebih baik dengan layanan sepenuh hati. Misi ini diwujudkan dengan memberikan mutu hasil pemeriksaan yang akurat, terpercaya dan tepat guna. Misi keduanya ialah untuk si Dia yang bergabung dengan Prodia, yaitu menjadi wadah usaha dan lingkungan kerja yang membawa kesejahteraan dan memungkinkan aktualisasi diri bagi semua karyawan maupun setiap pihak yang berkepentingan dengan keberadaan Prodia.

2.3 Falsafah PerusahaanSeluruh jajaran Prodia dalam menjalankan roda usahanya selalu mengutamakan mutu yang terbaik, perhatian pada kebutuhan dan kepentingan pelanggan, pendekatan win-win dalam memecahkan setiap masalah, menjunjung tinggi integritas serta hubungan antar personal yang serasi, dan memiliki sikap terbuka terhadap perubahan. Keseimbangan antara kepentingan bisnis, pelayanan kesehatan, pengembangan ilmu kedokteran laboratorium dan kepentingan semua stakeholder (pemegang saham, pemasok, bank, manajemen, karyawan dan pelanggan) harus selalu dijaga, karena merupakan landasan Prodia dalam mewujudkan visi dan misinya. Makna keseimbangan tersebut tercermin pada logo

Prodia, yang jika diputar ke segala arah akan memberikan bentuk yang sama. Logo Prodia ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Logo Prodia2.4 Struktur OrganisasiStruktur organisasi Prodia cabang Bogor terdiri dari kepala cabang, kepala seksi teknis dan pelayanan, dokter penanggung jawab, dokter konsultan, analis, staf pengolahan data, quality validator, staf pengambilan sampel, staf pelayanan atau phlebotomi, staf perbekalan, staf keuangan, staf rumah tangga, pembantu umum dan sopir. Struktur organisasi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.5 Fungsi dan TugasFungsi dan tugas Prodia sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa analisa kesehatan ialah memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu yang akurat dan terpercaya berdasarkan profesionalisme dan standar-standar yang diakui secara internasional. Hal ini sesuai dengan misi utama Prodia yaitu untuk diagnosa lebih baik dengan layanan sepenuh hati. Prodia juga melakukan pemantauan terhadap pelanggan yang memiliki gangguan kesehatan dalam jangka panjang. Pemantauan tersebut dilakukan melalui analisis laboratorium dan check up fisik pelanggan. Penelitian yang dilakukan di laboratorium oleh kalangan profesionalisme memungkinkan Prodia dalam mengembangkan metode analisis dan interpretasi hasil serta informasi kesehatan kepada pelanggan bahkan masyarakat umum.2.6 Kebijakan Mutu PerusahaanKebijakan mutu Prodia ialah melalui kinerja berlandaskan mutu manajemen dan karyawan, Prodia memiliki komitmen untuk menghasilkan pemeriksaan dan layanan prima yang memuaskan pelanggan dan pihak terkait serta melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Semua aktivitas Prodia baik di tingkat manajemen hingga jajaran pelaksana terdepan yang berhadapan langsung dengan pelanggan, selalu berorientasi pada kebijakan mutu tersebut. Prodia selalu berusaha untuk merealisasikan kebijakan mutunya dalam kinerja harian di semua bagian perusahaan. Upaya untuk memberikan mutu pemeriksaan yang terbaik dilakukan dengan mengikuti program pemantapan mutu, baik yang berskala nasional maupun internasional. Program pemantapan mutu yang berskala internasional antara lain College of American Pathologist (CAP), Royal College Pathologist Australian (RCPA) dan External Quality Assurance Services (EQAS) BIO-RAD, sedangkan yang berskala nasional ialah program lokal dari Departemen Kesehatan (DEPKES) Republik Indonesia. Selain itu, Prodia juga melakukan pemantapan mutu secara intern yang dilakukan oleh Prodia sendiri.

2.7 Sumber Daya ManusiaLaboratorium klinik Prodia cabang Bogor merekrut tenaga kerja sesuai latar belakang pendidikan. Sebagian tenaga kerja tersebut merupakan analis yang berasal dari Sekolah Menengah Analisis Kejuruan (SMAK), Diploma dan Sarjana. Setiap tenaga kerja dibagi dalam dua waktu kerja yaitu shift 1 dan shift 2. Jumlah dan posisi tenaga kerja tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.8 Sarana dan Prasarana LaboratoriumProdia cabang Bogor terdiri dari satu gedung dengan 3 lantai. Lantai bawah tanah (basement) meliputi tempat parkir, ruang pertemuan, mushola, toilet, gudang dan tempat penampungan limbah. Lantai pertama meliputi ruang tunggu pasien, ruang pelayanan, ruang pengambilan sampel, ruang konsultasi dan periksa dokter, ruang rontgen, ruang EKG, ruang USG, ruang treadmill, ruang pap smear, beberapa ruang non laboratorium dan toilet. Lantai kedua meliputi laboratorium utama, ruang kepala cabang, ruang Unit Operasional Manager (UOM) dan dokter penanggung jawab, ruang administrasi, ruang perbekalan, dapur dan toilet.Laboratorium utama memiliki instrumen utama, alat-alat penunjang dan perlengkapan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3). Instrumen utama terdiri dari Cobas C 501, Cobas U 411, Sysmex XT-2001, Aggregation Remote Analyzer Module (AggRAM), Vidas, AVL, Star 4 Pack dan D-10 HbA1C Analyzer. Alat-alat penunjang terdiri dari mikroskop, sentrifugasi, komputer, printer, DC Counter, pipet mikro, roller blood, pipet transfer, barcode scanner, vortex, lemari berpendingin untuk penyimpanan sampel dan reagen, freezer, ruang asam, bak pencuci dan termometer ruangan. Perlengkapan K3 terdiri dari sarung tangan, masker, jas laboratorium, eye washer, safety shower dan alat pemadam kebakaran.

3 TINJAUAN PUSTAKA3.1 Diabetes MelitusDiabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali, sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau rendah namun tidak dapat bekerja dengan baik. Tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus disebabkan oleh adanya gangguan pada sel-sel beta pankreas yang mensekresikan hormon insulin. Dalam keadaan normal, glukosa difasilitasi oleh hormon insulin menuju sel target salah satunya ialah sel otot. Adanya gangguan pada sel-sel beta pankreas tersebut mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin atau kekurangan insulin, sehingga glukosa tidak dapat disalurkan dengan baik ke sel target dan terjadi kondisi peningkatan glukosa dalam darah. Meningkatnya glukosa dalam darah akan memberi beban bagi tubulus ginjal dalam absorbsi glukosa bahkan melebihi nilai ambang batasnya sehingga tidak semua glukosa diserap, namun ada sebagian yang dikeluarkan bersama urin atau disebut dengan kondisi glukosuria. Adanya kandungan glukosa dalam urin menyebabkan urin menjadi manis, sehingga diabetes melitus sering disebut dengan istilah penyakit kencing manis (Cleese 1999).Diabetes melitus termasuk ke dalam kategori penyakit menahun. Terdapat beberapa gejala klasik yang khas terhadap diabetes melitus antara lain sering kencing (poliuria), cepat haus (polidipsia) dan meningkatnya nafsu makan (poliphagia). Gejala-gejala tersebut terjadi karena metabolisme tubuh mulai terganggu. Ketika kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi, seseorang akan buang air kecil yang lebih sering dari biasanya. Hal ini dikarenakan hormon insulin yang tidak efektif atau tidak ada sama sekali, sehingga ginjal tidak dapat melakukan proses reabsorpsi glukosa ke aliran darah. Akibatnya ginjal akan mengambil air dari darah untuk mengencerkan glukosa, yang pada akhirnya mengisi kandung kemih. Seseorang yang buang air kecil lebih sering dari biasanya perlu menggantikan cairan tubuh yang hilang, sehingga akan minum lebih banyak dari biasanya. Akibat hormon insulin dalam darah tidak bekerja dengan baik terhadap glukosa atau tidak ada sama sekali, maka sel-sel tubuh tidak akan mendapatkan energi. Tubuh kemudian akan bereaksi dengan mencoba untuk menemukan lebih banyak energi dari makanan, sehingga penderita akan sering merasa lapar. Faktor utama terjadinya penyakit diabetes melitus ialah kekurangan insulin atau resistensi terhadap insulin. Namun terdapat beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap penyakit ini antara lain faktor genetik, imunologi, lingkungan dan faktor resiko. Selain itu, gaya hidup dan pola makan juga berperan dalam perjalanan penyakit diabetes melitus (Onggo 2011).Secara umum diabetes melitus terdapat dalam 2 tipe, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan sel beta pankreas. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. Gejala umum diabetes tipe 1 ialah sering kencing, sering haus dan sering lapar. Sebagian besar penderita diabetes tipe 1 memiliki berat badan normal, namun ada juga yang kurus. Diabetes tipe 1 disebut juga diabetes yang tergantung pada insulin. Berbeda dengan diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Diabetes tipe ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik. Kadar insulin dalam darah bisa dikatakan relatif, yaitu dapat normal, rendah bahkan cukup tinggi tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa sangat rendah bahkan tidak ada sama sekali, sehingga mengakibatkan terjadinya hiperglikemia. Diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa, yaitu mulai dari usia 30 tahun dan penderita cenderung memiliki berat badan yang melebihi normal atau obesitas (Mustofa 2010).Selain diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2, ada juga diabetes gestasional atau diabetes kehamilan. Penyebab diabetes kehamilan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga ada hubungannya dengan hormon yang diproduksi selama masa kehamilan. Setelah kira-kira minggu ke-24, hormon plasenta (yang menghubungkan pasokan darah ibu ke bayi yang sedang tumbuh) dapat membuat pasokan insulin bagi wanita hamil itu sendiri menjadi kurang efektif sehingga kadar glukosa dalam darahnya naik. Glukosa darah yang berlebihan ini akan diekskresikan ke urinnya dan terjadi kondisi glukosuria. Glukosa darah ibu akan kembali normal setelah bayi dan plasenta dilahirkan (Cleese 1999).

3.2 GlukosaGlukosa merupakan suatu monosakarida (gula sederhana) yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi. Senyawa ini memiliki rumus molekul C6H12O6 (Hart et al 2003). Glukosa dihasilkan dari sumber makanan yang dikonversikan menjadi glikogen untuk disimpan di dalam hati atau menjadi suatu asam lemak untuk disimpan di jaringan adiposa. Glukosa juga disebut dekstrosa, karena strukturnya berada dalam bentuk D- yaitu D-glukosa. Faktor yang menjadi penentu bentuk glukosa ini ialah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (OH) dalam struktur molekulnya. Karbohidrat yang dikonsumsi tubuh umumnya diubah menjadi glukosa dan mengalami sirkulasi dalam tubuh (Mulyono 2006). Struktur D-glukosa ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur D-glukosa(Hart et al 2003)

Glukosa merupakan bahan bakar utama untuk jaringan tubuh seperti otak dan susunan saraf, dan merupakan satu-satunya bahan bakar bagi sel darah merah. Karena jaringan-jaringan ini bergantung pada glukosa untuk pasokan energinya, sangat penting dipertahankan glukosa darah agar tidak turun secara cepat atau terlalu rendah, tetapi juga tidak terlalu tinggi karena dapat meningkatkan resiko diabetes melitus. Tubuh dalam keadaan normal akan mengatur secara ketat kadar glukosa dalam darah sehingga bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (80-100 mg/dL). Tingkat ini kemudian meningkat setelah mengkonsumsi makanan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, yakni sebelum orang mengkonsumsi makanan (Dawn et al 1996). 3.3 InsulinInsulin ialah suatu protein kecil yang mengandung 51 gugus asam amino. Hormon ini merupakan salah satu hormon utama yang mengatur metabolisme zat gizi terutama glukosa (Markam et al 2004). Insulin dihasilkan oleh sel beta pada pulau-pulau Langerhans pankreas dan bersifat anabolik. Hormon ini berperan dalam proses penyimpanan glukosa sebagai glikogen di otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Selain itu, insulin juga dapat meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan jaringan adiposa. Pelepasan insulin ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah, terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas terpajan oleh kadar glukosa yang tinggi. Ketika makan atau minum terutama yang mengandung glukosa, terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang merangsang pankreas menghasilkan insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah lebih lanjut. Insulin memasukkan glukosa ke dalam sel-sel target sehingga sel-sel tersebut bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya, akan berpengaruh terhadap konsentrasi glukosa dalam darah (Alfanti 2007).3.4 Plasma dan SerumPlasma adalah cairan darah yang masih mengandung fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya bila dipisahkan dari darah utuh. Cairan plasma umumnya berwarna kuning jernih. Plasma darah terdiri dari 90 % air, 7-8 % protein dan ion-ion tubuh. Plasma darah cenderung bersifat netral atau sedikit alkali, yaitu pada kisaran pH 7.35-7.45. Plasma darah bekerja sebagai medium atau perantara untuk penyaluran glukosa, mineral dan asam amino ke jaringan. Selain itu, plasma darah juga merupakan medium untuk bahan buangan seperti urea, asam urat dan karbon dioksida. Serum adalah cairan darah yang tidak mengandung fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya. Seperti halnya plasma, cairan serum juga umumnya berwarna kuning jernih. Serum pada dasarnya memiliki fungsi dan mengandung komponen yang hampir sama dengan plasma (Markam et al 2004).Serum dan plasma darah banyak digunakan sebagai sampel uji dalam berbagai pemeriksaan kimia klinis seperti pemeriksaan glukosa darah, protein darah, komposisi ion tubuh (Na+, K+, Cl-) dan lain sebagainya. Serum diperoleh dengan cara membiarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu ruang selama 15-30 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi untuk memperoleh volume serum maksimal. Serum akan berada pada fase atas dan berwarna kuning bening. Tabung yang digunakan untuk koleksi serum ialah tabung SST (Serum Separator Tubes) atau tabung dengan tutup berwarna merah. Tabung ini juga digunakan untuk koleksi plasma. Berbeda dengan serum, untuk memperoleh plasma digunakan tabung yang sebelumnya telah ditambahkan suatu antikoagulan, kemudian disentrifugasi tanpa menunggu pembekuan darah. Beberapa jenis antikoagulan yang umum digunakan antara lain Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA), Natrium Florida (NaF), Acid Citrate Dextrose (ACD), Kalium atau Amonium Oksalat, Natrium Sitrat dan Heparin (Gandasoebrata 2007).

3.5 UrinUrin atau air kemih adalah suatu cairan hasil metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urin pada dasarnya merupakan hasil proses penyaringan darah, sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh tersebut kemudian larut dalam air dan diekskresikan atau dikeluarkan berupa urin. Tahap awal pembentukan urin ialah filtrasi di glomerulus. Tahap ini merupakan proses penyaringan darah. Bagian yang tersaring ialah cairan darah yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan ion-ion lainya. Cairan hasil proses penyaringan ini disebut filtrat glomerulus. Cairan tersebut kemudian mengalami proses reabsorpsi atau penyerapan kembali dan sisanya dialirkan pada papilla renalis dan diekskresikan. Tubuh mampu mengekskresikan urin sebanyak 1 ml/menit. Eskresi urin diperlukan untuk menjaga homeostasis elektrolit dan cairan tubuh, pH darah, serta untuk mengeluarkan sisa-sisa hasil metabolisme yang merupakan racun. Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta mengenai ginjal dan saluran urin, tetapi berguna juga untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi-kuantitatif yang berkaitan dengan urin (Gandasoebrata 2007).

3.6 Fotometri dan SpektrofotometriFotometri dan spektrofotometri merupakan suatu metode analisis spektroskopi. Metode spektrofotometri merupakan pengembangan dari metode fotometri. Analisis secara spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer, sedangkan fotometri dengan fotometer. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer ialah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer, radiasi dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Namun radiasi yang diperoleh tidak benar-benar monokromatis. Pada spektrofotometer, radiasi yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai (Khopkar 2010).Metode fotometri dan spektrofotometri merupakan metode analisis untuk pengukuran kadar atau konsentrasi analit dalam suatu sampel (cair) berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan suatu spesies kimia. Interaksi yang terjadi dapat berupa refleksi, refraksi dan difraksi. Cara interaksi dengan suatu sampel dapat berupa absorpsi, pemendaran (luminenscence), emisi dan penghamburan (scattering), tergantung pada sifat materi. Cara interaksi absorpsi adalah cara yang paling umum dan banyak dimanfaatkan dalam suatu penentuan konsentrasi analit. Sumber radiasi yang digunakan harus satu panjang gelombang, yaitu sumber radiasi yang monokromatis. Prinsip pengukuran secara fotometri ataupun secara spektrofotometri pada dasarnya sama, yaitu apabila suatu radiasi monokromatis melewati medium, maka sebagian radiasi monokromatis yang masuk akan dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi) dan sisanya diteruskan (transmitan). Besarnya cahaya monokromatis yang diserap tergantung pada intensitas warna dan konsentrasi sampel serta tebal medium (Khopkar 2010).Dasar metode fotometri dan spektrofotometri ialah Hukum Lambert-Beer yang menyatakan jika suatu radiasi monokromatis mengenai suatu medium yang transparan, maka intensitas radiasi yang diteruskan akan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi. Intensitas radiasi monokromatis berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat pengabsorpsi. Hukum Lambert-Beer ditulis dengan persamaan berikut:A=a.b.CHukum ini secara matematika adalah sah. Simbol A merupakan serapan (absorpsi), C merupakan konsentrasi yang dinyatakan dalam mol/L, b merupakan tebal medium yang dinyatakan dalam cm, dan a merupakan absorptivitas molar atau dikenal sebagai koefisien ekstingsi molekuler. Apabila suatu sistem mengikuti Hukum tersebut, maka hubungan nilai absorbans terhadap konsentrasi akan menghasilkan garis lurus atau linier melalui titik koordinat (0.0) dalam suatu grafik yang disebut dengan kurva regresi (Khopkar 2010).

3.7 Cobas C501Cobas C501 merupakan suatu instrumen modern yang canggih dan otomatis serta terkomputerisasi dengan sistem software khusus untuk analisis kimia klinik dan imunoasay. Instrumen ini dirancang untuk penentuan kuantitatif dan kualitatif in vitro dengan parameter uji yang luas dan dapat digunakan selama 24 jam per hari. Jenis sampel untuk pengujian dengan alat ini ialah serum atau plasma. Selain dilengkapi dengan sistem komputer yang canggih, Cobas C501 juga dilengkapi dengan unit fotometer dan ISE (Ion Selective Electrode). Unit fotometer berfungsi untuk menentukan kadar atau konsentrasi analit dalam sampel, sedangkan unit ISE hanya untuk penentuan ion-ion tubuh seperti Na+, K+ dan Cl-. Instrumen Cobas C501 dapat melakukan analisis sampai 600 tes per jam (Operators Manual 2010). Tampilan instrumen Cobas C501 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Instrumen Cobas C501

Cobas C501 bekerja secara spektrofotometri untuk mengukur absorbans suatu campuran reaksi dalam kuvet atau sel. Kuvet yang terdapat dalam instrumen ini disusun dengan bentuk melingkar dan dalam jumlah yang banyak yaitu sebanyak 150 kuvet, sehingga memungkinkan untuk melakukan beberapa pemeriksaan secara bersamaan. Sistem komputer pada instrumen ini mengatur dan mengontrol berbagai proses yang dilakukan oleh setiap bagian yang berperan dalam proses pengukuran, sehingga tidak akan terjadi kesalahan baik dalam proses pemipetan, penambahan reagen, pengukuran maupun perhitungan kadar. Seluruh tahapan analisis dengan instrumen ini berjalan secara otomatis. Proses sampling, penambahan reagen, pengukuran hingga perhitungan untuk memperoleh hasil akhir berjalan secara otomatis (Operators Manual 2010). Sumber radiasi yang digunakan pada instrumen Cobas C501 berupa lampu halogen. Lampu ini dibungkus oleh suatu lapisan dengan suhu konstan. Hal ini berfungsi untuk menjaga agar energi radiasi yang dihasilkan oleh lampu tersebut tetap konstan, dan juga untuk memperpanjang masa pemakaian lampu. Ketika radiasi memasuki bagian fotometer, radiasi akan menabrak grating yang merupakan monokromator. Hal ini mengakibatkan radiasi tersebut mengalami pemisahan atau terseleksi pada panjang gelombang tertentu dan kemudian direfleksikan terhadap 12 detektor fotodioda. Setiap fotodioda disimpan secara permanen untuk mendeteksi radiasi pada berbagai panjang gelombang. Instrumen Cobas C501 dapat mengenali berbagai informasi parameter uji melalui scanning barcode sampel dan secara otomatis memilih panjang gelombang untuk pengukuran setiap parameter uji tersebut. Nilai absorbans yang terdeteksi dihitung oleh komputer secara otomatis, sehingga diperoleh hasil berupa kadar atau konsentrasi analit (Operators Manual 2010).

3.7.1 Prinsip kerjaInstrumen Cobas C501 merupakan instrumen modern dan canggih yang dapat melakukan beberapa analisis dalam waktu bersamaan dengan hasil yang akurat. Prinsip kerja instumen Cobas C501 pada dasarnya ialah secara spektrofotometri. Alur kerja instrumen Cobas C501 secara garis besar ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Alur kerja instrumen Cobas C501

Radiasi polikromatis yang dipancarkan oleh lampu halogen akan melewati lensa-sel-lensa. Lensa pertama berfungsi untuk memfokuskan radiasi sebelum memasuki sel. Setelah melewati sel, radiasi difokuskan kembali oleh lensa kedua kemudian memasuki bagian fotometer. Radiasi tersebut akan menabrak grating sehingga radiasi akan terurai atau terseleksi pada panjang gelombang tertentu dan kemudian direfleksikan. Radiasi yang direfleksikan kemudian dideteksi oleh detektor fotodioda sehingga diperoleh sinyal kimia. Sinyal kimia yang terdeteksi kemudian diubah menjadi sinyal digital oleh transduser berupa nilai absorbans dan dikalkulasikan secara otomatis sehingga diperoleh kadar atau konsentrasi analit (Operators Manual 2010).3.8 Cobas U411Cobas U411 merupakan suatu instrumen dengan sistem semiotomatis yang digunakan unuk analisis urin secara kualitatif dan semikuantitatif. Parameter yang diuji antara lain berat jenis, pH, leukosit esterase, nitrit, protein (albumin), glukosa, keton, urobilinogen, bilirubin, eritrosit dan warna. Cobas U411 banyak digunakan pada laboratorium klinik berskala besar. Tahapan kerja alat ini secara garis besar ialah identifikasi sampel (secara manual atau dengan barcode), pengontrolan waktu inkubasi, pengukuran secara fotometri, penyimpanan hasil dan out put data (Operators Manual 2010). Tampilan instrumen Cobas U411 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Instrumen Cobas U411

Cobas U411 menggunakan Combur-Test Strip atau suatu strip tes dalam analisisnya. Setiap strip tes memiliki 11 bantalan parameter uji yang digunakan untuk pengujian yang berbeda-beda termasuk warna bantalan tersebut yang berbeda-beda. Strip tes akan digerakkan secara otomatis kemudian dianalisis oleh instrumen. Satu strip tes hanya digunakan untuk satu sampel dan hanya untuk satu kali pengujian. Hasil uji yang diperoleh ialah berdasarkan pengukuran dari intensitas cahaya refleksi dengan pengukuran secara fotometri. Intensitas cahaya yang direfleksikan dari reaksi kimia pada bantalan strip tes sebanding dengan konsentrasi analit (Operators Manual 2010).

3.8.1 Prinsip kerjaCobas U411 merupakan suatu instrumen dengan prinsip dasar pengukuran secara fotometri. Alur pengukuran instrumen ini secara garis besar ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Alur pengukuran instrumen Cobas U411

Sumber radiasi yang berupa 20 lampu LED akan melewati filter sehingga diperoleh radiasi monokromatis yang kemudian menyinari bantalan (pad) pada strip tes dengan panjang gelombang tertentu sesuai parameter uji. Radiasi yang dipancarkan akan mengalami refleksi atau pantulan setelah menyinari strip tes tersebut. Radiasi yang direfleksikan kemudian ditangkap oleh detektor dan terjadi pengukuran secara fotometri sehingga diperoleh sinyal kimia. Persentase radiasi yang direfleksikan berbanding terbalik dengan intensitas warna dan konsentrasi analit. Semakin pekat intensitas warna sampel, maka semakin rendah persentase radiasi yang direfleksikan dan semakin tinggi konsentrasi analit (Operators Manual 2010).Sinyal kimia yang diperoleh kemudian dikonversikan oleh transduser menjadi sinyal digital berupa nilai absorbans dan nilai refleksi. Semakin kecil persentase radiasi yang direfleksikan, maka semakin besar nilai absorbans. Nilai refleksi tersebut kemudian dibandingkan dengan reference strip yang terdapat dalam instrumen dan dikalkulasikan secara otomatis. Hasil nilai akhir yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam bentuk konsentrasi atau kadar sesuai dengan range standar konsentrasi yang ada dalam program instrumen. Hasil konsentrasi tersebut adalah hasil konsentrasi dalam bentuk semi-kuantitatif (Operators Manual 2010).3.9 Combur-TestCombur-Test Strip adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid dan mengandung reagen-reagen spesifik sesuai jenis parameter yang akan diperiksa dalam sampel urin. Analisis dengan Combur-Test ialah suatu metode carik celup, merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit, salah satunya penyakit kelainan fungsi ginjal dan diabetes mellitus dengan pemeriksaan glukosa urin atau glukosuria. Parameter yang dapat diuji selain glukosa antara lain berat jenis, pH, leukosit esterase, nitrit, protein (albumin), keton, urobilinogen, bilirubin, eritrosit dan warna (Operators Manual 2010). Tampilan Combur-Test dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Combur-Test

Untuk parameter uji glukosa, strip tes dilekati dua enzim yaitu enzim glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD) bersama dengan suatu zat kromogen yang berubah warna jika teroksidasi. Glukosa yang terdapat dalam urin akan membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida dengan adanya enzim GOD dan O2. Hidrogen peroksida yang terbentuk kemudian bereaksi dengan zat kromogen. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim POD. Adanya oksigen mengakibatkan kromogen teroksidasi dan berubah warna menjadi hijau. Semakin pekat warna hijau yang terbentuk, maka semakin tinggi kadar glukosa dalam urin (Gandasoebrata 2007). 4 METODE4.1 Alat dan BahanAlat-alat yang digunakan ialah seperangkat instrumen Cobas C501 dan Cobas U411 Roche, tabung eppendorf, sentrifugasi, tabung sentrifugasi, rak tabung sentrifugasi, rak biohazard, barcode scanner, tabung koleksi sampel serum atau plasma (tutup berwarna merah), wadah koleksi sampel urin, pipet transfer, stop watch dan botol semprot.Bahan-bahan yang digunakan ialah sampel serum atau plasma (dari darah utuh) dan urin, antikoagulan Natrium Florida (NaF), Combur-Test strip, kontrol Bio-Rad level 1 dan level 2, liquichek urynalisis control level 1 dan level 2, Reagen 1 (TRIS buffer 100 mmol/L pH 7.8, Mg2+ 4 mmol/L, ATP 1.7 mmol/L, NADP 1.0 mmol/L dan bahan pengawet), Reagen 2 (HEPES buffer 30 mmol/L pH 7.0, Mg2+ 4 mmol/L, ragi atau yeast 130 kat/L, G-6-PDH 250 kat/L dan bahan pengawet), alkohol dan akuabides.4.2 Prosedur Percobaan4.2.1 Persiapan pasienPasien yang akan diperiksa kadar glukosa darahnya dipastikan mendapat asupan karbohidrat yang cukup selama 3 hari sebelum dilakukan pemeriksaan. Pasien juga diharuskan berpuasa selama 8 jam sebelum dilakukan pengambilan sampel darah oleh petugas phlebotomi. Pasien tidak boleh merokok, mengkonsumsi permen karet, minum kopi dan minum teh, hanya diperbolehkan minum air putih selama puasa tersebut. Untuk sampel urin, urin yang digunakan ialah urin pagi hari dan midstream urin. Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat-obatan dan banyak beraktivitas seperti berolah raga atau aktivitas berat lainnya, karena dapat mempengaruhi hasil analisis.

4.2.2 Penanganan sampelSampel yang telah memenuhi persyaratan kemudian dibawa ke bagian Distribusi Sampel (DS) untuk dicek kembali kelayakannya dan diproses lebih lanjut. Sampel urin pasien (midstream urin) ditampung pada suatu wadah steril dengan tutup berwrna hijau. Volume urin harus 10 ml. Apabila kurang, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan dan perlu dilakukan konfirmasi terhadap pasien. Wadah sampel urin kemudian dipasang barcode. Spesimen untuk serum didiamkan terlebih dahulu selama 15-30 menit dalam tabung steril dengan tutup berwarna merah agar darah membeku dan serum terpisah dari darah. Darah kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 10 menit, sehingga diperoleh volume serum secara sempurna. Serum berada pada fase atas dan berwarna kuning jernih. Untuk spesimen plasma, tabung sebelumnya ditambahkan antikoagulan NaF dan sampel darah tidak didiamkan terlebih dahulu. Darah segera disentrifugasi. Plasma juga berada pada fase atas dan berwarna kuning jernih. Serum atau plasma dipipet dengan pipet transfer ke dalam tabung steril yang telah dipasang barcode. Sampel yang siap dianalisis, terlebih dahulu dikirimkan informasi dari bagian DS ke bagian yang dituju (bagian Kimia dan Urinalisa) melalui SISPRO, yaitu sistem online yang digunakan Prodia.

4.2.3 Analisis glukosa darahAnalisis glukosa darah dilakukan di bagian kimia dengan instrumen Cobas C501. Sebelum instrumen dinyalakan, terlebih dahulu dipastikan supply air (akuabides) menyala dan nilai konduktivitas air tidak boleh melebihi 1.00 S serta tidak ada rak-rak di rack loader, unloader, rack rotor atau conveyor line. Tombol power pada instrumen ditekan, instrumen secara otomatis mulai melakukakan inisialisasi dan kemudian masuk ke mode standby ( 12 menit). Komputer kemudian dinyalakan, akan muncul layar login. Komputer ini merupakan komputer khusus yang langsung terhubung dengan instrumen. Kolom ID diisi dengan nama operator dan kolom password diisi dengan angka atau huruf tertentu. Setelah semua proses inisialisasi dan login selesai, instrumen akan melakukan proses maintenance seperti pencucian pipet, sel atau kuvet dan memastikan ketersediaan reagen secara otomatis. Setelah selesai, kemudian dilakukan analisis kontrol dengan larutan Bio-Rad level 1 dan 2. Data hasil analisis kontrol harus berada pada kisaran yang telah ditentukan.Sampel serum atau plasma (dalam tabung reaksi) yang akan dianalisis terlebih dahulu diurutkan berdasarkan nomor ID pasien, lalu dilakukan proses receive sample pada sistem SISPRO. Sampel kemudian dimasukan ke rak sampel khusus (berwarna abu-abu). Sebelumnya dipastikan terlebih dahulu tidak terdapat gelembung dalam sampel. Jika terdapat gelembung, maka dihilangkan dengan pipet transfer. Setiap rak maksimal diisi dengan 5 sampel secara berurutan. Rak-rak sampel kemudian disimpan di rack loader pada instrumen lalu pada layar komputer dipilih start. Instrumen akan membawa sampel dan menganalisisnya secara otomatis. Sistem barcode scanner akan melakukan scanning terhadap barcode sampel, sehingga instrumen mengenali parameter uji yang akan dianalisis. Data hasil analisis ditampilkan pada layar komputer.

4.2.4 Analisis glukosa urinAnalisis glukosa urin dilakukan di bagian urinalisa dengan instrumen Cobas U411. Tombol power yang berada di bagian belakang instrumen ditekan, lalu ditunggu sampai loading software selesai. Instrumen kemudian akan menampilkan menu login pada layar dengan menyediakan kolom user name dan password. Kolom user name diisi dengan nama operator dan kolom password diisi dengan angka atau huruf tertentu. Untuk mengkoneksikan instrumen dengan komputer, pada komputer dipilih menu Urysis 1800 kemudian dipilih connect. Sebelum dilakukan analisis sampel, terlebih dahulu dilakukan analisis kontrol dengan larutan liquichek urynalisis control level 1 dan level 2. Data hasil analisis kontrol harus berada pada kisaran yang telah ditentukan.Sampel urin yang akan dianalisis terlebih dahulu diurutkan berdasarkan nomor ID pasien, lalu dilakukan proses receive sample pada sistem SISPRO. Setiap barcode yang ditempel di bagian tutup wadah sampel dipindahkan dan ditempel ke tabung sentrifugasi. Sampel urin dikocok hingga homogen kemudian dituang ke tabung sentrifugasi (sesuai nomor ID sampel) sampai tanda tera. Label barcode pada masing-masing tabung discan terlebih dahulu hingga muncul ID sampel pada layar instrumen. Strip tes atau Combur-Test strips dicelupkan ke dalam sampel sampai bantalan reagen pada strip tercelup secara sempurna. Kelebihan sampel pada strip dikurangi dengan cara digeserkan bantalan strip pada tepi tabung sambil dilakukan penarikan strip. Strip tes kemudian disimpan di bagian test strip area pada instrumen secara tegak lurus. Strip tes akan didorong oleh bagian pendorong ke dalam instrumen dan dilakukan proses pengukuran secara fotometri. Hasil analisis dikeluarkan oleh instrumen berupa print out dan tersimpan di memory internal serta di sistem SISPRO pada komputer.

5 HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis kadar glukosa darah dan glukosa urin dalam percobaan dilakukan dengan dua instrumen yang berbeda, yaitu instrumen Cobas C501 dan Cobas U411. Instrumen Cobas C501 digunakan untuk analisis glukosa darah, sedangkan Cobas U411 khusus digunakan untuk analisis urin dalam hal ini analisis glukosa urin. Metode yang digunakan pada kedua instrumen tersebut ialah metode enzimatik, namun enzim yang digunakan berbeda. Enzim yang digunakan pada instrumen Cobas C501 ialah enzim heksokinase, sedangkan pada instrumen U411 ialah enzim glukosa oksidase. Meskipun enzim yang digunakan berbeda, namun kedua jenis enzim tersebut merupakan enzim yang hanya bekerja spesifik terhadap glukosa.5.1 Analisis Kadar Glukosa Darah dengan Instrumen Cobas C501Darah yang digunakan dalam pemeriksaan ialah darah vena. Darah ini diambil dari V. mediana cubiti dengan cara aseptik dalam posisi duduk atau berbaring. Darah vena adalah jenis spesimen pilihan yang dianjurkan untuk analisis glukosa darah. Selain darah vena, ada juga darah kapilar dan darah arteri. Darah kapilar merupakan spesimen yang diambil dari kapilar di bagian lateral ujung jari. Untuk memperoleh darah kapilar diperlukan pemerasan pada jari dan jumlah yang diperoleh biasanya hanya dalam beberapa tetes saja. Pemerasan tersebut dapat mengeluarkan sel-sel saraf yang terdapat pada ujung jari. Hal ini kurang baik dan tidak ideal untuk analisis glukosa darah. Darah kapilar biasanya digunakan untuk pemeriksaan golongan darah. Adapun darah arteri, merupakan spesimen yang khusus digunakan untuk analisis gas darah dan juga tidak ideal untuk analisis glukosa darah karena terlalu dalam dan cukup berbahaya apabila terkena urat nadi. Darah vena merupakan spesimen yang paling ideal, karena dalam proses pengambilannya tidak perlu dilakukan pemerasan dan dapat diperoleh dalam volume yang cukup banyak serta tidak beresiko tinggi (DEPKES RI 2005).Sampel yang dianalisis dalam glukosa darah bukan darah utuh, melainkan serum atau plasma. Serum atau plasma memiliki kadar air yang lebih tinggi dari pada benda-benda darah lainnya, sehingga dapat melarutkan lebih banyak glukosa. Serum diperoleh dari darah utuh dengan membiarkan darah membeku terlebih dahulu. Setelah darah membeku, serum akan terpisah dan berada pada fase atas. Untuk memperoleh volume serum secara sempurna, maka dilakukan proses sentrifugasi. Serum merupakan komponen darah yang tidak mengandung fibrinogen atau faktor pembekuan lainnya, sehingga akan terpisah dari darah setelah darah membeku. Untuk memperoleh plasma, tabung yang akan digunakan perlu ditambahkan antikoagulan terlebih dahulu. Hal ini karena plasma mengandung fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya. Penambahan antikoagulan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembekuan. Beberapa antikoagulan yang umum digunakan antara lain Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA), Natrium Florida (NaF), Acid Citrate Dextrose (ACD), Kalium atau Amonium Oksalat, Natrium Sitrat dan Heparin. Antikoagulan yang digunakan dalam percobaan ialah Natrium Florida (NaF), karena adanya unsur Flor dapat menghambat glikolisis yang akan menurunkan kadar glukosa dalam darah. (Gandasoebrata 2007).Serum atau plasma yang akan dianalisis harus segera dipisahkan dari darah utuh, karena kandungan glukosa dalam darah utuh akan berkurang seiring berjalannya waktu dan pengaruh suhu lingkungan. Kecepatan berkurangnya kandungan glukosa dalam darah utuh pada suhu ruang ialah 7 mg/dL setiap jamnya, sedangkan pada suhu 40C sebanyak 2 mg/dL setiap jamnya. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah digunakan untuk metabolisme eritrosit, trombosit, leukosit dan mikroorganisme. Suhu lingkungan yang semakin rendah dapat memperlambat proses glikolisis, namun proses glikolisis ini tetap berjalan. Meskipun sudah berada di luar tubuh, darah tetap melakukan metabolisme terhadap glukosa, sehingga menurunkan kadar glukosa. Selain itu, pemeriksaan glukosa yang tidak segera dilakukan dapat menyebabkan kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme kontaminan yang akan menggunakan glukosa dalam darah untuk pertumbuhannya. Penambahan NaF pada darah utuh dapat menunda pemeriksaan sampai 48 jam. Hal ini karena NaF disamping sebagai antikoagulan juga dapat digunakan sebagai pengawet glukosa dalam darah, karena unsur Flor dapat menghambat proses glikolisis. Penundaan lebih dari 48 jam akan menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa yang bermakna (Kosasih 2008).Terdapat 2 metode yang dapat digunakan untuk analisis glukosa darah yaitu metode kimia dan metode enzimatik. Metode yang digunakan dalam percobaan ini ialah metode enzimatik, karena mampu memberikan hasil dengan spesifitas yang tinggi terhadap glukosa. Metode kimia yang berdasarkan atas kemampuan reduksi sudah jarang digunakan, karena spesifitas pemeriksaan kurang tinggi. Jenis gula lain seperti fruktosa, galaktosa dan lainnya yang juga dapat mereduksi akan mempengaruhi hasil percobaan. Selain itu, metode kimia memerlukan langkah pemeriksaan yang panjang dan dengan pemanasan, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan lebih besar dibandingkan dengan metode enzimatik. Metode enzimatik yang digunakan dalam analisis glukosa darah ialah metode heksokinase. Metode ini menggunakan 2 enzim yang spesifik, sehingga hasil yang diperoleh sangat baik dan merupakan metode yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) untuk pemeriksaan glukosa darah (DEPKES RI 2005). Pada metode enzimatik, enzim heksokinase akan mengkatalisis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Reaksi fosforilasi ini berjalan pada suasana basa yaitu pH 7.8-8.00. Enzim kedua yaitu glukosa-6-fosfat dehidrogenase akan mengkatalisis oksidasi glukosa-6-fosfat dengan NADP+ membentuk glukonat-6-fosfat dan NADPH. Pada reaksi kedua ini karbohidrat lain tidak dioksidasi, spesifik hanya terhadap glukosa dan reaksi terjadi pada suasana netral yaitu pH 7.00. Senyawa NADPH yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam sampel. Reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut : Glukosa + ATP Heksokinase Glukosa-6-Fosfat + ADPGlukosa-6-Fosfat + NADP+ G-6-PDH Glukonat-6-Fosfat + NADPH + H+Senyawa NADPH yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 340 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa NADPH. Pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan memberikan nilai serapan maksimum dan diharapkan dapat memberikan kepekaan dan ketelitian yang tinggi. Senyawa NADPH merupakan senyawa yang tidak berwarna sehingga berada pada kisaran panjang gelombang < 380 nm. Warna yang terlihat oleh mata disebut warna komplementer, sedangkan warna yang diukur ialah warna yang ditransmisikan. Warna komplementer yang terbentuk ialah tidak berwarna, maka warna yang ditransmisikan merupakan warna UV atau Ultra Violet (Khopkar 2010). Dalam analisis glukosa darah dengan instrumen Cobas C501, hasil akhir atau kadar analit dikalkulasikan secara otomatis oleh instrumen. Data secara rinci beserta contoh perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran 3. Kisaran kadar glukosa darah normal, sedang dan tinggi setelah berpuasa selama 8 jam menurut DEPKES RI 2005 ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Diagnosa kisaran kadar glukosa darah puasaKadar Glukosa Darah(mg/dL)Diagnosa

80-100Normal

101-125Prediabetes

126Diabetes Melitus

Sumber: DEPKES RI 2005

Data pada Tabel 1 menunjukkan kisaran kadar glukosa darah setelah berpuasa selama 8 jam. Kadar glukosa darah 126 mg/dL menunjukkan keadaan diabetes mellitus. Persentase kadar glukosa darah normal, sedang dan tinggi berdasarkan hasil analisis pada 185 pasien ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Persentase kadar glukosa darah pasien

Gambar tersebut menunjukkan banyaknya persentase pasien dengan kadar glukosa darah tinggi. Sebanyak 185 pasien yang melakukan pemeriksaan, diketahui 177 pasien memiliki kadar glukosa darah yang tinggi, 5 pasien dengan kadar glukosa darah sedang dan 3 pasien dengan kadar glukosa darah normal. Kadar glukosa darah yang tinggi ( 126 mg/dL) menunjukkan kondisi diabetes, bisa diabetes tipe 1 atau tipe 2. Diabetes tipe 2 merupakan akibat perubahan kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin yang disebut resistensi insulin. Hal ini terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat, yaitu pola makan yang tidak teratur, kegemukan dan kurang gerak atau aktivitas. Gaya hidup yang terus menerus seperti itu dan diiringi dengan bertambahnya usia mengakibatkan kerja insulin menjadi kurang efektif dalam memecah glukosa darah, sehingga glukosa dalam darah menjadi tinggi (Cleese 1999).Diabetes tipe 1 disebabkan oleh sel beta di pulau-pulau Langerhans pankreas tidak dapat memproduksi insulin dengan baik bahkan berhenti bekerja. Terjadinya hal ini dapat disebabkan oleh virus atau faktor bawaan, yaitu kelainan gen. Individu yang peka secara genetik cenderung memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, sehingga terbentuk suatu autoantibodi. Autoantibodi ini merupakan respon abnormal, artinya antibodi ini mengarah pada jaringan normal tubuh dan bereaksi dengan jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah jaringan asing. Autoantibodi ini terutama menyerang dan merusak bagian sel-sel yang memproduksi insulin, sehingga pankreas tidak dapat memproduksi insulin dengan baik bahkan tidak bekerja sama sekali. Hal ini mengakibatkan glukosa dalam darah menjadi tinggi, karena tidak ada hormon yang mengaturnya. Penderita diabetes melitus tipe 1 harus melakukan suntik insulin untuk memenuhi kebutuhan insulin dalam tubuhnya (Cleese 1999).Persentase yang ditampilkan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa hampir seluruh pasien memiliki kadar glukosa darah yang tinggi. Meskipun demikian, masih ada pasien dengan kadar glukosa darah normal yang berarti tidak mengidap diabetes melitus. Namun ada juga pasien dengan kadar glukosa darah sedang (101-125 mg/dL). Kondisi seperti ini disebut prediabetes, yaitu suatu kondisi dengan kadar glukosa darah lebih tinggi dari nilai normal tetapi belum cukup tinggi untuk masuk ke dalam kategori diabetes. Kondisi prediabetes yang terus berkelanjutan tanpa penanganan yang baik dapat berkembang menjadi kondisi diabetes melitus. Untuk memperkecil resiko terjadinya diabetes pada keadaan ini, pasien harus mengatur pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik seperti berolahraga. Ketika olahraga atau aktivitas fisik lainnya, otot akan menggunakan glukosa sebagai bahan bakar dan kecepatan metabolisme tubuh meningkat. Selain itu, simpanan glukosa dan asam lemak akan diubah menjadi energi. Hal ini membantu menurunkan kadar glukosa darah (Cleese 1999).Analisis glukosa darah dengan metode enzimatik heksokinase memiliki banyak kelebihan diantara metode lainnya dan merupakan metode yang dianjurkan, karena enzim heksokinase hanya bekerja spesifik terhadap glukosa. Enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase juga bekerja spesifik, yaitu hanya mengoksidasi glukosa-6-fosfat sedangkan karbohidrat lain tidak dioksidasi. Selain itu proses analisisnya dilakukan oleh instrumen canggih, yaitu Cobas C501 yang memiliki spesifitas dan ketelitian tinggi, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan atau human error sangat kecil sekali. Namun kekurangan dari metode ini ialah biaya yang mahal baik dari harga instrumen, alat penunjang, reagen maupun biaya pemeriksaan pasien.Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi dalam analisis glukosa darah ialah dalam proses preparasi sampel. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pemisahan serum atau plasma yang tidak segera dilakukan dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Proses pembekuan darah yang kurang sempurna (dalam pengambilan spesimen serum) akan mengakibatkan pembekuan pada serum, karena benang-benang fibrin atau faktor pembekuan lainnya yang belum terpisah secara sempurna akan bercampur dengan serum saat dilakukan proses sentrifugasi. Adanya gelembung udara pada sampel juga berpengaruh terhadap hasil percobaan. Gelembung udara yang terdapat pada sampel dapat mengurangi volume yang seharusnya dipipet. Volume sampel yang berkurang mengakibatkan kadar analit menjadi berkurang. Gelembung udara tersebut dapat dihilangkan dengan pipet transfer steril. Preparasi sampel yang cermat akan menghasilkan data yang akurat (Kosasih 2008).5.2 Analisis Kadar Glukosa Urin dengan Instrumen Cobas U411Spesimen urin yang digunakan ialah urin pagi dan aliran tengah (midstream urine). Urin pagi merupakan urin yang pertama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dan umumnya mewakili konsentrasi serta keadaan yang lebih lengkap, termasuk digunakan untuk tes kehamilan. Aliran tengah urin juga dapat mewakili komponen-komponen yang terdapat dalam urin tersebut. Aliran pertama urin diduga komponen dalam urin belum keluar secara sempurna, sedangkan aliran akhir urin diduga hanya mengandung komponen sisa. Oleh karena itu digunakan aliran tengah yang dapat mewakili keseluruhan komponen urin (Kosasih 2008).Seperti halnya dengan darah, pemeriksaan urin juga harus segera dilakukan dan sewaktu masih segar. Apabila urin disimpan, kemungkinan besar akan terjadi perubahan susunan kimia oleh bakteri. Bakteri tersebut akan mengubah ureum menjadi amoniak dan karbondioksida. Pembentukan amoniak ini mengakibatkan pH urin menjadi basa. Apabila terdapat glukosa dalam urin, kadar glukosa akan berkurang atau hilang sama sekali karena diurai oleh bakteri tersebut. Untuk memperkecil resiko tersebut, pada keadaan pemeriksaan terpaksa ditunda maka urin harus disimpan pada suhu 40C dalam botol tertutup dan ditambahkan bahan pengawet. Terdapat beberapa jenis bahan pengawet yang dapat digunakan seperti toluena, timol, formaldehida, asam sulfat dan natrium karbonat. Bahan pengawet tersebut digunakan sesuai kebutuhan pemeriksaan. Bahan pengawet yang digunakan dalam hal ini ialah toluena. Toluena merupakan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan merupakan bahan pengawet yang baik untuk glukosa urin (DEPKES RI 2005).Analisis glukosa urin dilakukan dengan metode carik celup. Metode ini menggunakan strip tes yang dilekati enzim spesifik terhadap glukosa. Metode carik celup juga merupakan metode enzimatik, namun enzim yang digunakan dalam hal ini ialah enzim glukosa oksidase. Seperti halnya enzim heksokinase, enzim glukosa oksidase juga merupakan enzim yang bekerja spesifik hanya terhadap glukosa. Pada metode ini, enzim glukosa oksidase akan mengkatalisis reaksi glukosa urin dengan oksigen sehingga membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk kemudian akan bereaksi dengan kromogen. Reaksi kedua ini dikatalisis oleh enzim peroksidase. Terbentuknya hidrogen peroksida mengakibatkan kromogen teroksidasi dan berubah warna menjadi warna hijau. Kromogen ini merupakan suatu indikator reaksi. Semakin pekat warna hijau yang terbentuk, semakin tinggi kadar glukosa dalam urin. Reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut:Glukosa + O2 Glukosa Oksidase Asam Glukonat + H2O2H2O2 + Kromogen Peroksidase Kromogen teroksidasi + H2OSenyawa kromogen yang teroksidasi memberikan warna hijau. Warna ini berada pada kisaran panjang gelombang 500-560 nm (Khopkar 2010). Pengukuran dengan instrumen Cobas U411 dilakukan pada panjang gelombang 555 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa kromogen teroksidasi.Data yang diperoleh dalam percobaan ini menunjukkan bahwa seluruh pasien (185 pasien) yang melakukan pemeriksaan, semuanya memberikan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pasien tersebut memiliki kandungan glukosa dalam urinnya bahkan ada yang sangat tinggi yaitu mencapai 1000 mg/dL. Adanya kandungan glukosa dalam urin disebut glukosuria. Data secara lengkap dapat dilihat pada bagian Lampiran 3. Adanya kandungan glukosa dalam urin dapat menunjukkan kondisi diabetes, tetapi tidak selalu menunjukkan diabetes. Ketika kadar glukosa darah melebihi kisaran normal bahkan terlalu tinggi, sebagian glukosa tersebut akan diekskresikan ke urin. Terjadinya hal ini dipengaruhi oleh renal treshold, yaitu nilai ambang ginjal. Setiap individu memiliki nilai ambang ginjal yang berbeda. Individu dengan nilai ambang ginjal yang rendah (abnormal) dapat memiliki glukosa dalam urinnya meskipun tidak mengidap diabetes (Cleese 1999).Nilai ambang ginjal dapat diilustrasikan sebagai suatu lubang pada tabung tegak lurus. Semakin rendah posisi lubang pada tabung tersebut, maka semakin mudah glukosa untuk diekskresikan ke urin, begitu juga sebaliknya. Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Ilustrasi ambang ginjal

(Cleese 1999)

Individu dengan kadar glukosa darah yang berada pada kisaran normal dan nilai ambang ginjal normal, maka tidak akan ditemukan glukosa dalam urinnya. Namun ketika kadar glukosa darahnya tinggi (diabetes melitus), maka glukosa tersebut akan diekskresikan ke urin karena nilai ambang ginjal terlewati. Apabila nilai ambang ginjal suatu individu cukup tinggi, maka tidak akan ditemukan glukosa dalam urinnya meskipun kadar glukosa darahnya melebihi normal. Akan tetapi ketika kadar glukosa darahnya semakin tinggi hingga nilai ambang ginjal terlewati, maka glukosa tetap akan diekskresikan ke urin. Menurut DEPKES RI 2005, nilai ambang ginjal tertinggi untuk glukosa ialah 180 mg/dL. Kondisi individu dengan nilai ambang ginjal tinggi umumnya jarang ditemukan. Nilai ambang ginjal dipengaruhi oleh faktor usia. Pada usia 40 tahun ke atas, nilai ambang ginjal cenderung rendah. Hal ini berarti semakin bertambah usia, nilai ambang ginjal semakin menurun. Pada keadaan diabetes melitus, nilai ambang ginjal biasanya cenderung rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga memberikan beban bagi tubulus ginjal dalam reabsorpsi glukosa, dan pada akhirnya glukosa diekskresikan ke saluran urin (Cleese 1999).Analisis kadar glukosa urin dengan metode carik celup merupakan metode analisis konvensional dan sangat sederhana. Metode ini memiliki beberapa keunggulan antara lain cepat, mudah, praktis, ekonomis dan mempunyai spesifitas yang tinggi. Meskipun memiliki banyak keunggulan, metode ini juga memiliki kelemahan, dan hasil positif glukosa tidak selalu menunjukkan keadaan diabetes. Adanya sisa-sisa deterjen yang mengandung peroksida atau bahan-bahan cuci yang bersifat oksidatif kuat pada wadah sampel, akan mengakibatkan hasil positif palsu. Hal ini karena peroksida tersebut akan mengoksidasi kromogen sehingga kromogen berubah warna dan menunjukkan hasil positif palsu. Selain itu, kandungan asam askorbat dalam urin akan mengakibatkan hasil negatif palsu. Asam askorbat akan berkompetisi dengan kromogen untuk bereaksi dengan peroksida. Ketika asam askorbat yang bereaksi dengan peroksida, maka kromogen tidak bereaksi dan tetap dalam keadaan tereduksi, sehingga mengakibatkan hasil negatif palsu. Hal ini dapat dihindari dengan tidak meminum vitamin C atau obat-obatan yang mengandung oksidator kuat sebelum dilakukan pemeriksaan (DEKES RI 2004).5.3 Korelasi Kadar Glukosa Darah dengan Kadar Glukosa UrinKadar glukosa darah yang melebihi kisaran normal ( 126 mg/dL), menunjukkan keadaan diabetes melitus. Dalam keadaan ini biasanya akan ditemukan juga glukosa dalam urin, terutama apabila nilai ambang ginjalnya rendah. Namun ditemukannya glukosa dalam urin tidak selalu berarti diabetes. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai ambang ginjal sangat berpengaruh dalam hal ini. Dalam identifikasi diabetes melitus, analisis glukosa urin tidak dapat menjamin seseorang terkena penyakit tersebut. Perlu dilakukan analisis glukosa darah untuk mengetahui kondisi diabetes melitus secara pasti (Tjahjadi 2002).Data yang diperoleh dalam percobaan menunjukkan bahwa dari sebanyak 185 pasien yang melakukan pemeriksaan, seluruhnya memiliki glukosa dalam urinnya. Apabila dilihat berdasarkan hasil analisis glukosa urin saja, maka seluruh pasien dapat dikatakan terkena diabetes melitus. Namun berdasarkan hasil analisis glukosa darah, tidak semua pasien terkena diabetes melitus. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit diabetes melitus tidak dapat diidentifikasi hanya dengan analisis glukosa urin, karena dapat memberikan informasi yang salah. Rave et al 2006 menyatakan bahwa korelasi kadar glukosa darah dengan glukosa urin tidak signifikan. Angka signifikansi yang diperoleh dari hasil riset > 0.05, menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak signifikan. Selain itu, Bassey et al 2012 juga menyatakan bahwa kadar glukosa darah dan glukosa urin tidak saling berkorelasi, ditemukan kadar glukosa darah yang tinggi namun kadar glukosa urinnya rendah atau kadar glukosa urinnya jauh lebih tinggi dari kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan data yang dihasilkan dalam percobaan. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh pada kurva regresi ialah sebesar 0.412. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi kadar glukosa darah dengan glukosa urin tidak signifikan atau tingkat korelasinya lemah. Kurva regresi yang diperoleh dari hasil percobaan ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Korelasi kadar glukosa darah dengan glukosa urinBerdasarkan kurva pada Gambar 10 diperoleh hubungan linear antara kadar glukosa darah dengan glukosa urin. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh menunjukkan seberapa tinggi tingkat korelasi antara dua parameter tersebut. Nilai koefisien determinasi yang baik yaitu jika nilainya mendekati 1 atau 0.99, maka menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara dua parameter dalam suatu kurva regresi. Kisaran korelasi menurut Sarwono 2012 ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kisaran korelasi berdasarkan nilai koefisien determinasiKisaranKeterangan

0Tidak ada korelasi antara dua variabel

>0-0.25Korelasi sangat lemah

>0.25-0.5Korelasi lemah

>0.5-0.75Korelasi kuat

>0.75-0.99Korelasi sangat kuat

1Korelasi Sempurna

Sumber: Sarwono 2012

Nilai koefisien determinasi yang semakin mendekati 1 atau 0.99, maka semakin tinggi tingkat korelasinya. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh berdasarkan kurva regresi (Gambar 10) ialah sebesar 0.412. Nilai tersebut tidak mendekati 1 dan termasuk ke dalam kisaran korelasi lemah. Hal ini menunjukkan bahwa antara kadar glukosa darah dengan glukosa urin memiliki tingkat korelasi yang lemah.Kadar glukosa urin tidak dapat memberikan gambaran pasti mengenai kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa urin yang tinggi belum tentu kadar glukosa darahnya tinggi, atau sebaliknya. Dalam hal ini nilai ambang ginjal sangat berpengaruh. Nilai ambang ginjal merupakan batas konsentrasi glukosa dalam darah yang masih dapat ditahan oleh glomerulus ginjal. Apabila konsentrasi glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal, maka glukosa akan diekskresikan ke urin sehingga pada analisis glukosa urin hasilnya akan positif. Bassey et al 2012 menyatakan bahwa urin yang dikeluarkan tidak secara langsung berkorelasi dengan konsentrasi glukosa dalam darah pada saat yang sama. Hal ini disebabkan urin yang diproduksi oleh ginjal akan ditampung sementara dalam kandung kemih, kemudian setelah penuh baru akan dikeluarkan. Proses penampungan urin ini mengakibatkan akumulasi glukosa dalam kandung kemih sehingga pada saat dikeluarkan melalui proses urinasi, kadar glukosa menjadi tinggi bahkan mencapai 1000 mg/dL sedangkan kadar glukosa dalam darah tidak mungkin mencapai angka tersebut. Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan saraf hingga berujung pada kematian (Onggo 2011).Analisis glukosa urin pada dasarnya hanya sebagai pemeriksaan penyaring karena kadar glukosa urin tidak berkorelasi tinggi dengan kadar glukosa darah, artinya hasil analisis glukosa urin tidak dapat memberikan gambaran pasti mengenai kadar glukosa dalam darah. Meskipun demikian, analisis glukosa urin bermanfaat untuk mengetahui nilai ambang ginjal. Selain itu, kebanyakan pasien lebih memilih analisis glukosa urin daripada analisis glukosa darah, karena sifatnya yang tidak menyakitkan dan ekonomis. Akan tetapi untuk mengetahui keadaan diabetes melitus secara pasti, analisis glukosa darah adalah pilihan yang tepat. Kadar glukosa darah yang tinggi ( 126 mg/dL) sudah jelas menunjukkan keadaan diabetes melitus. Kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak terkendali (diabetes) dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang yang berhubungan dengan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Kerusakan saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan kurangnya sensitivitas atau menurunkan kepekaan terhadap nyeri, sehingga menjadi tidak sadar terhadap luka-luka kecil yang kemudian dapat terinfeksi. Selain itu, diabetes juga berpotensi mempercepat pengerasan arteri yang dapat mengakibatkan memburuknya pasokan darah ke kaki dan jari-jari. Hal ini juga mempermudah terjadinya infeksi tingkat tinggi pada kaki dan akhirnya perlu dilakukan amputasi. Berbagai komplikasi tersebut berawal dari kadar glukosa darah yang meningkat. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kadar glukosa dalam darah agar tetap dalam kisaran normal (Cleese 1999).6 SIMPULAN DAN SARAN6.1 SimpulanBerdasarkan hasil analisis dan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kadar glukosa urin tidak memberikan gambaran yang tepat mengenai kadar glukosa dalam darah. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh pada kurva regresi ialah sebesar 0.412. Nilai tersebut tidak mendekati 1 dan termasuk ke dalam kisaran korelasi lemah. Hal ini menunjukkan bahwa kadar glukosa darah memiliki tingkat korelasi yang lemah terhadap kadar glukosa urin.

6.2 SaranPerlu dilakukan perbandingan metode antara metode heksokinase dengan glukosa oksidase, sehingga diketahui tingkat akurasi antara kedua metode tersebut dalam analisis glukosa darah dan glukosa urin.

DAFTAR PUSTAKA[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Pedoman Pemeriksaan Kimia Urin Metode Carik Celup. Jakarta: Departemen Kesehatan.[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan.Alfanti EF. 2007. Pengaruh infus dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45 % terhadap kadar glukosa darah perioperatif pada pasien pediatri. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.Bassey NA, Peterside O, Anochie IC. 2012. Glycosuria as a screening tool for diabetes mellitus in school children in Port Harcourt, Nigeria. Journal of Medicine and Medical Sciences. Vol 3 (5) : 311-318.Cleese J. 1999. Apa yang Seharusnya Anda Ketahui tentang Hidup dengan Diabetes. Semarang: Citra Aji Parama.Dawn B, Allan D, Colleen M. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. Sebuah Pendekatan Klinis. Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry. A ClinicalApproach.Fitria A. 2009. Diabetes. Tips Pencegahan Preventif dan Penanganan. Yogyakarta: Venus.Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.Hart H, Craine LE, Hart DJ. 2003. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. Achmadi SS, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. A Short Course.Khopkar SM. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia-Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.Kosasih EN, Kosasih AS. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Tangerang: Karisma.Markam S, Laksman H, Ganiswara S. 2004. Kamus Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia-Press.Mulyono. 2006. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.Mustofa A. 2010. Solusi Ampuh Mengatasi Obesitas. Yogyakarta: Hanggar Kreator.Onggo IT. 2011. 5 Penyakit Utama Pencabut Nyawa. Yogyakarta: Mitra Buku.Operators Manual. 2007. Cobas U411 System. Germany: Roche Diagnostics.Operators Manual. 2007. The Cobas 6000 System. Germany: Roche Diagnostics.Rave K, Nosek L, Posner J, Heise T, Roggen K, Hoogdalem EJV. 2006. Renal glucose excretion as a function of blood glucose concentration in subjects with type 2 diabetes-results of a hyperglycaemic glucose clamp study. Journal of Nephrol Dial Transplant. Vol 21 : 2166-2171.Sarwono J. 2012. Teori analisis korelasi. [terhubung berkala]. http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm. Diakses tanggal 21 April 2013.Tjahjadi V. 2002. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Diabetes. Semarang: Pustaka Widyamara.

Lampiran 1 Struktur organisasi laboratorium klinik Prodia cabang BogorLAMPIRAN

Lampiran 2 Jumlah dan posisi tenaga kerjaNoTenaga KerjaJumlah

1Kepala cabang1

2Kepala seksi teknis2

3Dokter penanggung jawab1

4Staf serologi2

5Staf urinalisa2

6Staf kimia2

7Staf hematologi2

8Staf rujukan2

9Staf on the job training (OJT)5

10Staf pengambilan spesimen1

11Staf pengontrol hasil akhir (PAH)2

12Staf distribusi sampel2

13Staf keuangan2

14Staf pelayanan4

15Staf pengelolaan data1

16Staf pos pengambian sampel21

17Staf perbekalan4

18Staf rumah tangga1

19Staf administratif1

20Office Boy/Girl4

21Supir1

Total47

Lampiran 3 Data hasil analisis kadar glukosa darah dan glukosa urinNoNo ID PasienJenis KelaminUsiaKadar Glukosa (mg/dL)

DarahUrin

11302010041Laki-Laki59 Tahun 1 Bulan17050

21302010042Laki-Laki54 Tahun 3 Bulan248100

31302010044Laki-Laki47 Tahun 4 Bulan192300

41302010045Laki-Laki51 Tahun 7 Bulan3381000

51302010048Laki-Laki68 Tahun 1 Bulan221300

61302010063Perempuan53 Tahun 2 Bulan2551000

71302010121Laki-Laki69 Tahun 2 Bulan23450

81302010143Perempuan52 Tahun 8 Bulan231300

91302010144Laki-Laki45 Tahun 5 Bulan14250

101302010145Laki-Laki84 Tahun 7 Bulan9350

111302010146Laki-Laki63 Tahun1591000

121302010147Perempuan68 Tahun 9 Bulan224100

131302010148Perempuan59 Tahun 4 Bulan27150

141302010149Perempuan53 Tahun 5 Bulan177300

151302010150Laki-Laki43 Tahun 10 Bulan2631000

161302010151Laki-Laki48 Tahun 6 Bulan295100

171302010152Laki-Laki57 Tahun 5 Bulan15250

181302010153Laki-Laki57 Tahun 7 Bulan2871000

191302010154Perempuan51 Tahun 8 Bulan3021000

201302010155Laki-Laki52 Tahun 8 Bulan2531000

211302010156Laki-Laki33 Tahun143300

221302010157Perempuan56 Tahun 6 Bulan12550

231302010158Laki-Laki62 Tahun 1 Bulan19050

241302010159Laki-Laki44 Tahun 10 Bulan174100

251302190030Laki-Laki51 Tahun 11 Bulan2761000

261302080011Laki-Laki52 Tahun 8 Bulan2531000

271302080029Laki-Laki33 Tahun124300

281302080034Perempuan56 Tahun 6 Bulan14350

291302090007Laki-Laki62 Tahun 1 Bulan19050

301302090030Laki-Laki44 Tahun 10 Bulan174100

311302090068Laki-Laki51 Tahun 11 Bulan276100

321302080011Laki-Laki38 Tahun 8 Bulan241300

331302080029Laki-Laki46 Tahun 7 Bulan2251000

341302080034Laki-Laki49 Tahun 8 Bulan13650

351302090007Laki-Laki50 Tahun 10 Bulan153300

361302090030Laki-Laki56 Tahun 9 Bulan234100

371302090068Laki-Laki54 Tahun 1 Bulan16250

381302110093Laki-Laki61 Tahun 9 Bulan2491000

391302110095Laki-Laki49 Tahun 2 Bulan2161000

401302110102Perempuan52 Tahun 3 Bulan3411000

411302110106Perempuan50 Tahun 2 Bulan2621000

421302110137Laki-Laki46 Tahun 5 Bulan12250

431302110185Perempuan40 Tahun 7 Bulan2651000

441302120083Perempuan44 Tahun 5 Bulan183100

451302130173Laki-Laki68 Tahun 11 Bulan16950

461302140002Laki-Laki70 Tahun 1 Bulan3381000

471302150044Perempuan50 Tahun 2 Bulan3151000

481302150059Perempuan56 Tahun 11 Bulan3111000

491302150201Perempuan54 Tahun161100

501302160071Laki-Laki51 Tahun 8 Bulan3021000

511302180031Laki-Laki44 Tahun 6 Bulan2591000

521302180105Laki-Laki54 Tahun 11 Bulan3221000

531302180112Laki-Laki54 Tahun 8 Bulan13750

541302180115Perempuan27 Tahun 1 Bulan158300

551302180158Laki-Laki48 Tahun 8 Bulan183100

561302190030Perempuan55 Tahun 3 Bulan2711000

571302190163Perempuan41 Tahun 9 Bulan197100

581302210089Laki-Laki51 Tahun 3 Bulan2141000

591212060053Perempuan64 Tahun 3 Bulan1911000

601212060062Perempuan57 Tahun 6 Bulan16450

611212070032Laki-Laki34 Tahun2651000

621212070073Perempuan42 Tahun 9 Bulan2441000

631212080004Laki-Laki55 Tahun 1 Bulan242100

641212100068Perempuan65 Tahun 10 Bulan18750

651212100083Perempuan61 Tahun 7 Bulan214100

661212100102Perempuan43 Tahun 11 Bulan224100

671212110062Perempuan41 Tahun 7 Bulan260300

681212110064Laki-Laki54 Tahun 11 Bulan13550

691212110086Laki-Laki43 Tahun 8 Bulan213100

701212120008Laki-Laki53 Tahun3221000

711212120048Perempuan50 Tahun 8 Bulan174100

721212120053Laki-Laki53 Tahun 8 Bulan2281000

731212120055Laki-Laki70 Tahun 6 Bulan224100

741212120059Perempuan55 Tahun 2 Bulan210300

751212120073Laki-Laki55 Tahun 9 Bulan18950

761212120118Laki-Laki62 Tahun 10 Bulan175100

771212130029Perempuan31 Tahun 3 Bulan191300

781212130102Laki-Laki48 Tahun 8 Bulan205300

791212140081Laki-Laki36 Tahun 6 Bulan2531000

801212150046Laki-Laki42 Tahun 5 Bulan3011000

811212150145Perempuan50 Tahun 3 Bulan241100

821212170033Perempuan46 Tahun 8 Bulan3901000

831212170066Perempuan55 Tahun 2 Bulan213300

841212180017Laki-Laki40 Tahun 8 Bulan199100

851212180018Laki-Laki42 Tahun 4 Bulan13550

861212180024Perempuan62 Tahun 5 Bulan283300

871212180058Laki-Laki60 Tahun 6 Bulan197100

881212180060Laki-Laki49 Tahun14750

891212180069Perempuan84 Tahun 6 Bulan18850

901212190032Laki-Laki40 Tahun 4 Bulan124300

911212190043Perempuan50 Tahun 4 Bulan170100

921212200065Perempuan26 Tahun 2 Bulan16450

931212200091Laki-Laki53 Tahun 10 Bulan127100

941212200098Perempuan45 Tahun3051000

951212210061Perempuan47 Tahun 10 Bulan2801000

961212210066Perempuan54 Tahun 11 Bulan4261000

971212210071Perempuan53 Tahun12950

981212270044Laki-Laki54 Tahun 8 Bulan2251000

991212270059Laki-Laki41 Tahun 2 Bulan100300

1001212270070Perempuan50 Tahun 9 Bulan21250

1011212270074Perempuan50 Tahun209300

1021212270081Perempuan47 Tahun 7 Bulan152100

1031212270088Perempuan44 Tahun 5 Bulan229100

1041212280021Perempuan36 Tahun 11 Bulan18650

1051212280061Perempuan51 Tahun 6 Bulan2331000

1061212280174Laki-Laki53 Tahun 8 Bulan21350

1071212310039Laki-Laki74 Tahun 7 Bulan3641000

1081212310085Laki-Laki64 Tahun18750

1091302230073Laki-Laki57 Tahun 11 Bulan178100

1101302230082Laki-Laki51 Tahun 9 Bulan199300

1121302230083Laki-Laki51 Tahun 5 Bulan3221000

1131302230084Perempuan38 Tahun 4 Bulan229100

1141302220038Laki-Laki48 Tahun 5 Bulan143100

1151302220039Perempuan75 Tahun 1 Bulan2021000

1161302220085Perempuan59 Tahun 9 Bulan205100

1171301020018Laki-Laki54 Tahun 5 Bulan2201000

1181301020058Laki-Laki64 Tahun 2 Bulan208100

1191301020092Laki-Laki54 Tahun 5 Bulan2711000

1201301020112Laki-Laki60 Tahun 11 Bulan233300

1211301030010Perempuan45 Tahun6650

1221301030077Perempuan65 Tahun 7 Bulan3451000

1231301030080Perempuan37 Tahun 6 Bulan175100

1241301030099Perempuan45 Tahun 8 Bulan285300

1251301040028Perempuan45 Tahun 8 Bulan3211000

1261301040068Laki-Laki47 Tahun 2 Bulan247300

1271301070054Perempuan48 Tahun 5 Bulan2251000

1281301070071Laki-Laki52 Tahun 4 Bulan3301000

1291301070086Laki-Laki43 Tahun18950

1301301070092Perempuan50 Tahun 11 Bulan215100

1311301070097Laki-Laki65 Tahun 2 Bulan2421000

1321301080014Perempuan40 Tahun 3 Bulan158100

1331301080074Perempuan35 Tahun 1 Bulan3231000

1341301080081Perempuan62 Tahun 7 Bulan2671000

1351301080107Perempuan49 Tahun 3 Bulan172300

1361301090048Laki-Laki51 Tahun 6 Bulan196100

1371301090052Laki-Laki50 Tahun 9 Bulan3111000

1381301090054Laki-Laki75 Tahun 5 Bulan2931000

1391301090064Perempuan59 Tahun1751000

1401301100032Laki-Laki56 Tahun 3 Bulan19850

1411301100081Laki-Laki37 Tahun21950

1421301100090Laki-Laki29 Tahun 5 Bulan156300

1431301100114Laki-Laki71 Tahun2031000

1441301110003Laki-Laki57 Tahun 7 Bulan145100

1451301110044Laki-Laki76 Tahun 3 Bulan157100

1461301110064Perempuan71 Tahun 3 Bulan10650

1471301120019Perempuan53 Tahun 1 Bulan201100

1481301120068Laki-Laki56 Tahun 10 Bulan3671000

1491301140066Laki-Laki47 Tahun169100

1501301150082Perempuan53 Tahun2151000

1511301150107Perempuan48 Tahun 4 Bulan3741000

1521301160079Perempuan17 Tahun 8 Bulan19150

1531301160103Laki-Laki50 Tahun 8 Bulan214300

1541301170048Perempuan65 Tahun 6 Bulan202100

1551301170094Laki-Laki44 Tahun18450

1561301180049Perempuan45 Tahun 6 Bulan14550

1571301180051Perempuan80 Tahun21450

1581301180064Perempuan47 Tahun 5 Bulan328300

1591301210032Laki-Laki53 Tahun 3 Bulan2531000

1601301210073Laki-Laki65 Tahun 6 Bulan16150

1611301220033Perempuan45 Tahun 7 Bulan184100

1621301220061Laki-Laki47 Tahun 5 Bulan4671000

1631301220065Laki-Laki52 Tahun 7 Bulan335300

1641301220069Laki-Laki53 Tahun 5 Bulan2591000

1651301220071Laki-Laki50 Tahun 1 Bulan23950

1661301220080Laki-Laki55 Tahun 5 Bulan2301000

1671301220086Laki-Laki58 Tahun 10 Bulan195100

1681301220090Laki-Laki71 Tahun 7 Bulan4671000

1691301220170Laki-Laki43 Tahun 5 Bulan186100

1701301230082Laki-Laki52 Tahun 7 Bulan154100

1711301280145Laki-Laki35 Tahun 4 Bulan163100

1721301280154Perempuan39 Tahun 3 Bulan2281000

1731301280156Perempuan55 Tahun 11 Bulan2411000

1741301280168Laki-Laki61 Tahun 8 Bulan4621000

1751301290039Perempuan54 Tahun 3 Bulan2071000

1761301290103Laki-Laki47 Tahun 9 Bulan187300

1771301290111Perempuan70 Tahun2351000

1781301300032Perempuan50 Tahun 10 Bulan22450

1791301300113Laki-Laki81 Tahun 11 Bulan2511000

1801301310011Perempuan67 Tahun 8 Bulan12550

1811301310035Laki-Laki50 Tahun 8 Bulan184100

1821301310050Laki-Laki49 Tahun 1 Bulan23050

1831301310053Laki-Laki52 Tahun 9 Bulan16350

1841301310055Laki-Laki54 Tahun 2 Bulan1691000

1851301310099Laki-Laki64 Tahun 4 Bulan1471000

Contoh Perhitungan Kadar Glukosa Darah (Sampel No 1):Diketahui; Konsentrasi standar= 193 mg/dL Absorban standar= 6772 Konsentrasi blangko= 0 mg/dL Absorban blangko= 67 Absorban sampel= 5975K= K= K= 288 mg/dL[Sampel] = [Sampel] = [Sampel] = 170 mg/dL

Lampiran 4 Denah gedung laboratorium klinik Prodia cabang Bogor

Lanjutan Lampiran 4 Denah gedung laboratorium klinik Prodia cabang Bogor

Lampiran 5 Rangkaian pemeriksaan pasien

PasienRegistrasi Sesuai Permintaan PemeriksaanPemeriksaan Non LabPemeriksaan LabPengambilan dan Penanganan sampelEkspertisi HasilDistribusi SampelUrinalisaKimiaHematologiRujukanSerologiPelaporan Hasil PemeriksaanPengontrolan Akhir Hasil Bagian PelayananPenyerahan Hasil Pemeriksaan ke Pasien

RIWAYAT HIDUPPenulis bernama lengkap Rhama Aditya Nur Pratama, dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Nopember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Usman Randika dan Nuryuliyanti. Penulis lulus Sekolah Menengah Akhir (SMA) di SMA Negeri 4 Bogor pada tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan di Program Diploma program ke