i
HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN
AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
Herwin Dwinata
NIM : 21214002
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN
AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
Herwin Dwinata
NIM : 21214002
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Herwin Dwinata
NIM : 212-14-002
Jurusan : Syariah
Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, buka jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi saya ini, dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 15 September 2018
Yang menyatakan
Herwin Dwinata
v
PENGESAHAN
Skripsi berjudul :
HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (studi kasus cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)
Oleh :
Herwin Dwinata
NIM : 21214002
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr.H.Muh.Irfan Helmy,Lc.,M.A ........................................
Sekretaris Sidang : Heni Satar, S.H.,M.Si ........................................
Penguji I : Farkhani, S.H.,S.Hi.,M.H. ........................................
Penguji II : Muh. Hafidz, M.A.g ............................................
Salatiga, September 2018
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP.19670115 199803 2 002
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Jum‟at tanggal 21
September 2018, dan telah dinayatakan memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.
v
vi
vii
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“ Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”
“ Education is’t the best equipment for old age “
PERSEMBAHAN
Terutama sekali untuk isteri tecinta yang telah memberi suport kepada suaminya,
Tri Muryanti, juga untuk anak-anakku tersayang Nofrianto SP,
Rizki Dwi Setyowati dan Putri Novia Nurjanah yang selalu memberi
semangatku agar terus maju pantang mundur , dan teman-teman ASNR 2014
yang selalu bersama memotivasi untuk mencapai harapan.
vi
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam dipersembah kepada
junjungan Baginda Rasulullah SAW, yang telah menjadikan umat manusia hidup
dari alam kegelapan (jahiliyah) kepada alam yang terang benderang berilmu
pengetahuan serta yang memberikan syafaat kepada kita umatnya. Penulis
menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan,
pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Ibu Dr. Hj.Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah;
3. Bapak Dr. Illya Muhsin, S.H.i,.M.Hi ,selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan;
4. Bapak Dr.H. Muhammad Irfan Helmy, Lc,.M.A., selaku Wakil Dekan
Bidang Akademis;
5. Bapak Syukron Ma‟mun S.HI,.M.S.i. selaku Ketua Program Studi Ahwal
Al-Syakhsiyyah;
6. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H,.M.Si. selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing hingga
terselesaikannya skripsi ini;
7. Ibu Luthfiana Zahriani , M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik;
8. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi
ilmunya yang sangat bermanfaat;
9. Istriku dan anak-anakku yang telah mensupport serta memberikan
dukungan moril sehingga dapat merampungkan kuliah di IAIN Salatiga;
10. Teman-teman ASNR 2014, yang selalu membantu dan mensupport saya
dalam menyelesaikan kuliah;
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
berperan dan menbantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Teriring do‟a dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut
diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT. Amin.
Wassalamualaikum wr.wb
Penulis
x
ABSTRAK
Herwin Dwinata, 2018, HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi kasus Perkara
Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan
Agama Ambarawa)Skripsi Jurusan Syari‟ah, Program Studi
Ahwal Al-Syakhsiyyah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dosen Pembimbing : Heni Satar, S.H,.M.Si.
Kata Kunci : Hak Istri, Cerai Gugat, KDRT
Penulisan skripsi ini dilatar belakangi adanya kasus kekerasan dalam rumah
tangga yang berakibat istri melakukan cerai gugat terhadap suaminya secara
hukum di Pengadilan Agama Ambarawa. Permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah (1) Adakah faktor-faktor penyebab istri melakukan cerai
gugat terhadap suaminya, (2) Hak-Hak apa yang didapat isteri pasca perceraian
akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga , dan bagaimana pertimbangan Hakim
memutus perkara cerai gugat
Dalam pembuatan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis yang bertujuan untuk
melakukan penelitian dengan bahan pustaka yang ada untuk mencari gambaran
dengan menggunakan metode berpikir induktif. Untuk mendapatkan data data
yang diperlukan sebagai bahan dalam penulisan skripsi, penulis melakukan
observasi sekaligus wawancara kepada Objek ataupun koresponden untuk
memperoleh informasi meyangkut kasus cerai gugat Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa adanya gugatan cerai gugat Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa, dikarenakan obyek
penelitian (istri) seringkali mendapat perlakukan buruk dari suaminya hanya
karena cekcok dalam rumah tangga yang berujung suaminya melakukan tindak
kekerasan fisik, Hal tersebut berlangsung setiap saat ketika terjadi pertengkaran,
lantaran permintaan istri kepada suami untuk menambah uang belanja dan jajan
anak-anaknya, karena trauma dan takut apabila marah suami pasti melakukan
pemukulan dan menendang istrinya, akhirnya istri memohon kepada Pengadilan
Agama Ambarawa untuk cerai gugat suaminya secara hukum.
Mempertimbangkan keputusan Cerai Gugat Nomor
:0883/Pdt.G/2017/PA.Amb Majelis Hakim merujuk pada pasal 19 ayat (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang berlaku di Indonesia, serta
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam memutus yaitu mengabulkan gugatan penggugat secara verstek dan
menjatuhkan talaq satu ba‟in sughro.Dalam putusan ini tidak dicantumkan
hadonah atau nafkah iddah dan/ atau nafkah mut‟ah karena hakim beranggapan
untuk hak-hak dimaksud hanya diberikan untuk cerai talaq saja sedangkan Cerai
gugat belum ada aturan atau Perundang-Undangan yang mengaturnya.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
LEMBAR BERLOGO.............................................................................................ii
JUDUL....................................................................................................................iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................iv
PENGESAHAN KELULUSAN..............................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..............................................................vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.........................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................,....6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................6
D. Kegunaan Penelitian...................................................................6
E. Penegasan Istilah.........................................................................7
F. Tinjauan Pustaka..........................................................................8
G. Metode Penelitian......................................................................12
H. Sistimatika Penulisan................................................................17
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Konsep Umum Tentang Perceraian...........................................19
1. Terjadinya Nusyuz dari pihak isteri......................................19
x
2. Nusyuz Suami terhadap istri...............................................23
3. Terjadinya Syiqaq...............................................................23
xii
4. Salah satu pihak melakukan zina........................................24
B. Perceraian menurut Al-Qur‟an..................................................25
C. Perceraian Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI..........27
D. Alasan Percaraian.....................................................................27
E. Akibat Hukum Yang ditimbulkan dalam perceraian...............28
1. Pengertian Talaq.................................................................28
2. Pengertian Cerai Gugat.......................................................31
3. Hukum Cerai Gugat dalam Islam.......................................31
4. Pasal yang memuat tentang Cerai Gugat dalam KHI.........34
F. Konsep Umum Tentang KDRT................................................35
1. Pengertian Kekerasan.........................................................35
2. Pengertian KDRT..................................................................37
3. Lingkup KDRT...................................................................38
4. Larangan KDRT.................................................................38
5. Faktor Penyebab terjadinya KDRT....................................40
6. Sangsi Hukum terhadap Pelaku KDRT.............................43
7. Penanganan Pemulihan Korban KDRT..............................47
8. Pandangan Islam terhadap KDRT......................................49
G. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian................................................54
1. Hak Isteri Pasca Perceraian karena talaq............................54
2. Hak Istri Pasca Cerai Gugat...............................................59
BAB III. HASIL PENELITIAN
A Profil Pengadilan Agama Ambarawa.........................................61
1. Letak Geografis...................................................................61
2. Visi dan Misi........................................................................61
3. Wilayah Yuridiksi................................................................62
4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ambarawa...........63
5. Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan.................................64
xi
xiii
6. Gambaran putusan Hakim Tentang Perkara Cerai Gugat
dari Bulan Juni s/d Bulan Agustus 2018..............................66
B. Gambaran Perkara Cerai Gugat Nomor :...................................67
C. Putusan Hakim ..........................................................................72
BAB IV. PEMBAHASAN
A. Faktor -Faktor............................................................................74
1. Faktor Penelentaran ekonomi............................................ 74
2. Faktor Kekerasan fisik.......................................................75
B. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian.................................................76
1. Analisa Putusan Majelis Hakim...........................................76
2. Pandangan Hukum tentang Hak-Hak istri............................79
BAB V. PENUTUP
A. KESIMPULAN..........................................................................83
B. SARAN.......................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran-lampiran
Riwayat Hidup Penulis.
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Juni 2018.......................... 63
Tabel 2. Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Juli 2018............................63
Tabel 3. Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Agustus 2018.....................65
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Lembar Konsultasi skripsi
Lampiran II Nota Pembimbing
Lampiran III Permohonan izin penelitian
Lampiran IV Jawaban permohonan izin penelitian
Lampiran V Salinan Putusan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam, setiap manusia
yang telah dewasa dan sehat jasmani serta rohaninya pasti membutuhkan teman
hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.Nikah menurut
arti asli dapat juga berarti aqad, dengan nikah menjadi halal hubungan kelamin
antara laki-laki dan perempuan (Ibrahim : 1971:65), Adapun menurut syara‟ nikah
adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk
saling memuaskan satu dengan lainnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang
dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang bisa diajak kerja sama demi mewujudkan
ketentraman,kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah
tangga(Tihami:2009:8). Menurut bahasa nikah berarti berkumpul atau bersatu,
menurut istilah nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk
mengikat diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta
menghalalkan hubungan tubuh antar keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan
bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai Allah SWT (KHI :
2005:17). Sebagaimana yang tercantum dalam al Qur‟an (Q.S ar_Ruum :30:21)
فسىن أصواجب لتسى ىا وهي آيبته أى خلك لىن هي أ ة إليهب وجعل بيىن هىد
لمىم يتفىشوى وسحوت إى في رله آليبث
2
Artinya :
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir [ QS. Ar Rum 30:21]
Menikah adalah kesucian, sangat besar kemuliaan didalamnya, sangat tinggi
kedudukan nikah dalam Islam, sehingga Al Qur‟an menyebutnya sebagai “
mitsaqan ghaliza” (perjanjian yang sangat besar) hanya tiga ini disebut, dua untuk
perjanjian tauhid, maka pernikahan yang diridhai Allah SWT akan dipenuhi oleh
do‟a malaikat yang menjadi saksi pernikahan. (Muh.Fauzi Adhim : 2011: 124).
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan warohmah (KHI:2005:7).Dan pernikahan juga sangat sensitif,
kalau sebuah pernikahan mengalami keretakan dan kegersangan yang merasakan
panas serta gerahnya tidak hanya suami isteri, sanak kerabatpun bisa ikut
merasakannya. Namun sejalan dengan bergulirnya waktu, terkadang mahligai
rumah tangga terguncang dengan adanya prahara didalam rumah tangga itu,
percikan api amarah timbul dari saling cekcok, perselisihan faham antara suami
dan isteri yang masing-masing mempertahankan pendapatnya. Perbedaan
pandangan itu bisa timbul dari berbagai faktor, bisa masalah himpitan ekonomi,
suami berpoligami, adanya unsur kekerasan dalam rumah tangga dan masih
banyak faktor lain lagi yang bisa menimbulkan keretakan dalam hubungan suami
isteri.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak secara
langsung menyebutkan alasan mengapa isteri melakukan cerai gugat kepada
3
suaminya, misalnya karena adanya kekerasan yang dilakukan suami terhadap
isterinya, bisa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan tidak
diberikannya nafkah yang benar kepada isteri dan anak-anaknya , tidak jarang
dekade sekarang ini semakin banyak persoalan baru yang melanda rumah tangga
semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin banyak tuntutan
persoalan ekonomi setiap pribadi dalam rumah tangga yang harus terpenuhi, tidak
terpenuhinya kebutuhan dimaksud maka akan menjadi suatu fenomena hidup
berumah tanggayang selalu terjadi cekcok mulut , beradu argumentasi antara
suami isteri tentang permasalah ekonomi sampai akhirnya berujung pada
perceraian. Faktor lain sebagai pendukung kenapa banyak angka perceraian baik
itu karena talaq atau cerai gugat di kantor Pengadilan Agama adalah karena
adanya perubahan prilaku masyarakat modern terkini akibat tontonan dan
informasi melalui media massa atau elektronik sebagai contoh infotainment yang
menyuguhkan prilaku artis yang selalu kawin cerai, sinetron, berita tayangan
koruptor yang secara tidak sadar sudah merusak tatanan prilaku masyarakat yang
tadinya baik, santun, tidak berbicara kasar antara suami isteri , budaya Islami
masih kental dan lain sebagainya menjadi prilaku masyarakat yang sarkastis,
mudah tersinggung, egoistis, jauh dari nilai-nilai luhur budaya islami yang sudah
temurun ditularkan dalam mengarungi hidup berumah tangga. Secara tidak
langsung tayangan televisi dimaksud sudah merupakan kontribusi bagi
masyarakat untuk semakin memandang perkawinan bukan lagi hal yang sakral.
Perceraian adalah suatu perkara yang paling dibenci Allah, perceraian dipilih
ketika dibutuhkan saja, yaitu apabila mempertahankan pernikahan akan
4
mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi. Bagi perempuan meminta cerai
adalah perbuatan buruk, dan agama Islam melarangnya dengan menyertakan
ancaman bagi pelakunya, jika hal ini dilakukan tanpa adanya alasan yang
dibenarkan baik menurut perundang-undangan ataupun hukum Islam.
Sebagaimana dimaksud dalam Al qur‟an pada surat Al-Baqarah : 229 yang
berbunyi :
بوعشوف أو تسشيح تبى فئهسبن الطالق هش
ب ءاتيتوىهي شيئب بئحسبى وال يحل لىن أى تؤخزوا هو
د هللا فال جبح عليهوب فيوب إآل أى يخبفآ أال يميوب حذو
افتذث به تله حذود هللا فال تعتذوهب وهي يتعذ حذود
هللا فؤوالئه هن الظبلوىى
Artinya :
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu
dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-
Baqarah: 229 )
Ketentuan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak”. Undang-Undang Perkawinan pun prinsipnya memperketat
5
terjadinya perceraian, dimana perceraian merupakan suatu jalan/langkah terakhir
yang diambil apabila langkah – langkah mediasi yang ditempuh menemui jalan
buntu.Dalam Lalu lintas hukum , tidak semua masyarakat tahu dan mengerti hak
dan kewajiban hukum termasuk didalamnya adalah hak dan kewajiban bagi suami
dan isteri setelah berpisah. Kenyataannya di masyarakat banyak menunjukan
bahwa setelah terjadi perceraian suami isteri langsung berpisah tempat tinggal ,
bahkan suami isteri pisah badan jauh sebelum terjadi perceraian, sehingga hak-
hak dan kewajiban yang berkaitan dengan masa iddah sering terabaikan. Kasus
gugatan cerai yang diajukan isteri kepengadilan agama akibat suami melakukan
KDRT terus menerus juga menjadi salah satu kasus yang didokumentasikan oleh
Komnas Perempuan. Beberapa tahun belakangan ini dorongan terhadap
pengadilan Agama lebih sensitif terhadap gugatan cerai dengan alasan KDRT
yang secara terus menerus terjadi dan semakin menguat (Komnas
Perempuan:2008).
Dari uraian diatas , penulis bermaksud untuk melakukan pengkajian dan
penelitian yang lebih mendalam pada permasalahan “ Perceraian karena gugatan
isteri “ sesuai dengan daerah domisili penulis, maka Pengadilan Agama
Ambarawa adalah tempat yang sesuai untuk survey atau penelitian mengingat
jarak tempuh yang tidak terlalu jauh dijangkau dari tempat kediaman penulis,
sehingga akan lebih fokus dalam melaksanakan tugas melakukan penelitian yang
nantinya akan dituangkan dalam sebuah skripsi untuk persyaratan mengambil
gelar Sarjana Hukum,dalam pembuatan skripsi ini penulis memfokuskan judul
yaitu “ HAK-HAK ISTERI PASCA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN
6
DALAM RUMAH TANGGA”(Studi kasus perkara cerai gugat Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)
Semoga dengan skripsi ini diharapkan akan menjadi literatur hukum tentang
“cerai gugat” serta gambaran atau jawaban yang konkrit.
B. Rumusan Masalah.
Rumusan Masalah bertitik tolak dari latar belakang serta ruang lingkup
perkara cerai gugat tersebut diatas, maka kajian yang akan dibahas dalam skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor - Faktor apa sajakah yang menyebabkan seorang isteri melakukan
cerai gugat suaminya ke Pengadilan Agama Ambarawa sebagaimana
dimaksud dalam perkara cerai gugat Nomor 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb ?
2. Apa sajakah hak-hak isteri yang didapat pasca perceraian akibat KDRT,
setelah adanya putusan Hakim yang merupakan kekuatan hukum tetap
dalam kasus perkara cerai gugat dengan Nomor Perkara :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Sesuai dengan Rumusan Masalah , maka penelitian ini bertujuan untuk
menggali faktor-faktor penyebab yang menjadikan seorang isteri melakukan cerai
gugat kepada suaminya, dan untuk mengetahui hak-hak isteri pasca perceraian
akibat KDRT sebagaimana perkara cerai gugat Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.
D. Kegunaan Penelitian.
1. Secara Teoritis
7
a. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan wawasan kasus dan
memberikan sumbangan informasi praktik-praktik hukum islam
khususnya dalam masalah hukum perceraian dan hak-hak isteri setelah
perceraian yang berkembang dimasyarakat;
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan ilmiah bagi
penelitian-penelitian selanjutnya tentang perkembangan faktor-faktor
penyebab perceraian khususnya yang diakibatkan oleh KDRT yang
dialami oleh isteri dan bagaimana proses penangannya.
2. Secara Praktis
Sebagai bahan acuan upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat dalam penyelesaian kasus perceraian baik yang diakibatkan
karena talaq suami atau cerai gugat isteri.
a. Manfaat bagi Hakim dapat memperkaya pertimbangan sosiologis
dalam memutus perkara perceraian;
b. Manfaat bagi ulama agar menambah wawasan tentang problematika
perceraian akibat KDRT, untuk disampaikan kepada masyarakat;
c. Manfaat bagi suami isteri agar mereka memperbaiki tatanan
kehidupan rumah tangga yang lebih barokah dan menjaga
keutuhannya dengan rasa saling percaya, menghargai satu dengan
lainnya;
d. Manfaat bagi mereka pelaku perceraian agar belajar dari pengalaman
pahit agar dikehidupan berumah tangga selanjutnya tidak terulang hal
serupa.
8
E. Penegasan Istilah.
Penegaan istilah dipergunakan untuk menghindari terjadinya salah persepsi
terhadap hasil penelitian ini, perlu dijelaskan secara operasional istilah-istilah
kunci dalam penelitian (Imam Suyitno:2013:285) contoh penegasan istilah adalah
sebagai berikut dibawah ini :
1. Pasca Perceraian adalah sesudah adanya putusan hakim atas penghapusan
perkawinan atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu;
2. Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir;
3. Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh isteri atau
kuasanya melalui Pengadilan Agama;
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah tindakan yang dilakukan dalam
rumah tangga baik oleh suami, isteri maupun anak yang berdampak buruk
terhadap keutuhan fisik, psikis dan keharmonisan hubungan rumah tangga
( Undang-Undang PKDRT Nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ).
F. Tinjauan Pustaka.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku-buku serta skripsi-
skripsi ataupun penelitian-penelitian serta bahan bacaan dan artikel ilmiah yang
membahas kasus perceraian yang terjadi dikehidupan masyarakat. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut :
Skripsi Detty Istikara (2004) yang berjudul Putusnya perkawinan karena cerai
gugat (Analisa kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor :
1091/pdt.G/2004/PA.JS) disini Detty Istikara meneliti faktor-faktor apa yang
9
menyebabkan putusnya perkawinan dan bagaimana akibat cerai gugat terhadap
anak, sedangkan metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian
kepustakaan yang bersipat normatif dan menggunakan data sekunder. Hasil dari
penelitian ini disimpulkan bahwa putusnya perkawinan karena cerai gugat isteri
terhadap suaminya dengan alasan faktor ekonomi dan tidak ada tanggung jawab
suami untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya (lalai), disini ada putusan hakim
yang menyatakan hadlanah dan pemeliharaan anak dipegang oleh ayahnya, dan
pihak isteri tidak keberatan dikarenakan ada satu sisi yang membuat si Ibu tidak
bisa memelihara anak.
Skripsi Muhammad Iqbal Taufiqi (2008) yang berjudul Penelantaran
Ekonomi sebagai alasan Cerai Gugat (Studi kasus di Pengadilan Agama Gresik)
metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Yuridis Sosiologis,
metode ini digunakan untuk memahami, mengetahui, dan menganalisa tentang
gugatan perceraian sebagai alasan penelantaran ekonomi serta bagaimana dasar
pertimbangan hakim mengabulkan gugatan perceraian dimaksud. Berdasarkan
hasil penelitian Skripsi Muhammad Iqbal Taufiqi dapat disimpulkan bahwa
penelantaran ekonomi sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan gugat cerai karena
tidak terdapat dalam perundang-undangan, akan tetapi penelantaran ekonomi yang
berujung pada pertengkaran terus menerus dapat dijadikan alasan gugat cerai, hal
inilah yang menjadi dasar hakim untuk mengabulkan gugatn isteri sebagaimana
yang termaktub dalam pasal 19 hurup (f) Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun
1975.
10
Skripsi Himatul Aliyah (2013) yang berjudul Perceraian karena gugatan isteri
(Studi kasus perkara cerai gugat Nomor : 0597/pdt.G/2011/PA. Sal dan Nomor
0740/pdt.G/2011/PA Sal di Pengadilan Agama Salatiga) dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif, membahas faktor-faktor apa saja yang menjadi sebab
seorang isteri menggugat cerai suami adakah alasan yang krusial dalam
pertimbangan Hakim memutus perkara cerai gugat Nomor : 0597/pdt.G/2011/PA.
Sal dan Nomor 0740/pdt.G/2011/PA Sal di Pengadilan Agama Salatiga, peneliti
melihat hasil putusan hakim telah memenuhi unsur pasal 39 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 116 hurup (g) KHI dan pasal 19 hurup (c) PP
Nomor 9 Tahun 1975 dengan disertai alasan karena latar belakang pelaku cerai
gugat dari keluarga kurang mampu sosial ekonominya, disamping suami
penggugat kurang bertanggung jawab dalam menafkahi isteri dan anaknya, ianya
juga pemarah dan kasar serta ringan tangan terhadap isterinya.
Skripsi Andri Safa Sinaga (2009) yang berjudul cerai gugat sebab tindak
kekerasan (Studi kasus Analisa Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Nomor : 243/pdt.G/2007/PA JS.) menggunakan metode penelitian kualitatif.
Faktor-Faktor apa saja yang menyebabkan tindak kekerasan dalam rumah tangga
sering terjadi maka penulis menganalisa terhadap putusan cerai gugat dengan
alasan pertengkaran yang berlanjut kepada tindakan KDRT pada Pengadilan
Agama Jakarta Selatan dengan Nomor : 243/pdt.G/2007/PA JS. Hasil analisa atas
Putusan Hakim mengabulkan permohonan cerai gugat dianggap penulis sudah
tepat, sesuai pasal 19 hurup (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo
pasal 116 hurup (f) Kompilasi Hukum islam (KHI) dengan alasan karena antara
11
suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada
harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga, dan diikuti dengan
pembuktian dari keterangan para saksi yang bersesuaian.
Skripsi M.Andi Raihan (2014) yang berjudul Perceraian Akibat Kekerasan
Dalam Rumag Tangga (Studi Analisa Putusan Pengadilan Agama Bogor Nomor :
214/pdt.G/PA.Bgr) menggunakan metode penelitian yuridis sosiologi, dari hasil
penelitian penulis disimpulkan bahwa tidak sedikit prilaku suami isteri yang kerap
sering terjadi cekcok rumah tangga dikarenakan ada beberapa faktor
penyebabnya. Menyikapi Putusan Hakim di Pengadilan Agama Bogor dalam
perkara cerai gugat Nomor : 214/pdt.G/PA.Bgr. yang mengabulkan permohonan
penggugat, sesuai pasal 19 hurup (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
jo pasal 116 hurup (f) Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah alasan karena
perselisihan dan cekcok rumah tangga yang berakibat salah satu pihak
menggunakan kekuatannya untuk melakukan kekerasan (pihak suami) percuma
apabila dimediasi oleh Pengadilan Agama untuk rukun kembali dianggap akan
menimbulkan suasana rumah tangga lebih banyak mudharatnya saja, sehingga
dengan keyakinan kuat, pihak penggugat meminta kepada Pengadilan Agama
Bogor mengabulkan permohonannya.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan metode yang berbeda dengan peneliti terdahulu yaitu metode
penelitian yuridis sosiologis atau teknik penelitian hukum sosiologis atau empiris
yang bertujuan untuk mendapatkan data primer dengan menggunakan metode
berpikir induktif untuk mendapat gambaran tentang hukum obyektif
12
kemudian mencari gambaran tentang hukum subyektif (hak dan kewajiban).
Penelitian yang penulis sajikan bertujuan untuk mencari celah hukum yang
berkeadilan akibat timbulnya putusan hakim Pengadilan Agama Ambarawa
Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb., dalam amar putusan Hakim mengabulkan
permohonan penggugat untuk cerai gugat , namun dalam putusan tersebut tidak
mencantumkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT yang
merupakan dasar hukum paling dominan dari timbulnya perkara cerai gugat
Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.
G. Metode Penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode
merupakan strategi yang utama dan mempunyai peran sangat penting, karena
dalam penggunaan metode adalah upaya untuk memahami dan menjawab
persoalan yang akan diteliti. (Bambang Songgono 1997:27:28).
1. Teknik Penelitian Hukum Sosiologis.
Teknik Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris adalah teknik yang
dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran
dengan menggunakan metode berpikir induktif, sebagai mana fakta yang
didapat dari koresponden,teknik ini merupakan proses induksi dari
pengujian kebenaran . Cara kerja dari metode Hukum sosiologis adalah
mengumpulkan dan mencari serta menemukan data serta informasi
melalui studi kepustakaan dan asumsi atau anggapan dasar untuk
menjawab persoalan penelitian skripsi ini. Dengan demikian kebenaran
13
dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui
proses rasionalisasi.(Soejono Soekamto dan Sri Mamudji 2009 : 13-14)
2. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik Pengumpulan Data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan (Sugiyono 2009: 224). Secara umum dalam penelitian
kualitatif terdapat 3 (tiga) macam teknik pengumpulan data yaitu :
a. Observasi.
Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan pengamatan dan
pencatatan secara sistimatis terhadap obyek yang diteliti
(Narbuko:1997:37).
b. Wawancara.
Wawancara adalah suatu bentuk komnikasi verbal, yaitu semacam
percakapan untuk memperoleh informasi atau suatu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengaan cara tanya jawab lisan,
baik langsung atau tidak langsung dengan sumber data (
Nasution:2001:25) .Wawancara bisa dilakukan dengan cara langsung
artinya wawancara yang ditujukan langsung kepada orang yang
diperlukan keterangannya/datanya dalam penelitian. Dan wawancara
tidak langsung artinya wawancara ditujukan kepada orang lain yang
14
dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang
yang diperlukan datanya.
c. Dokumentasi.
Dokumentasi adalah kegiatan dalam penelitian untuk mencari dan
mengumpulkan data pendukung berupa foto, surat-surat dokumen,
arsip arsip pendukung bila ada yang tujuannya adalah menunjang
penelitian yang dilakukan.
3. Sumber Data.
Sumber data diperoleh dari subyek dimana suatu data dapat diperoleh
(Arikunto:1998:144). Dan pendapat lainnya mengenai pengertian Sumber
Data adalah tempat dimana data diperoleh dengan menggunakan metode
tertentu baik berupa manusia, artefak ataupun dokumen-dokumen
(Sutopo:2006:56-57) sedangkan pencatatatn sumber data melalui
wawancara atau pengamatan merupakan hasil gabungan dari kegiatan
melihat,mendengar dan bertanya ( Moleong: 2001:112)
a. Bahan Hukum Primer
bahan Hukum Primer yang dijadikan acuan adalah peraturan
Perundang-Undangan yang erat hubungannya dengan masalah yang
akan diteliti yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI);
3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata;
4. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009;
15
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT).
b. Bahan Hukum Sekunder.
1. Literatur- literatur;
2. Artikel-artikel yang berasal dari internet tau media cetak.
c. Bahan Hukum Tersier.
1. Kamus Hukum;
2. Kamus besar Bahasa Indonesia.
5. Analisa Data
Proses yang digunakan untuk analisis data kualitatif adalah narasi dalam
bentuk penelitian ilmiah, gunanya untuk mencari dan menyusun secara
sistimatis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami dan temuannya
dapat dinformasikan kepada orang lain (Sugiyono 2009: 244). Menurut
Miles dan Huberman ( Sutopo:2006:43) ada 3 (tiga) komponen pokok
teknik analisa data kualitatif yang digunakan dengan menggunakan
metode interaktif berupa :
a. Reduksi Data
Reduksi Data adalah sajian analisa suatu bentuk analisis yang
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang
tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir dapat dilaksanakan.
16
b. Sajian Data
Sajian data adalah rakitan organisasi infromasi yang memungkinkan
kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian
data. Peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan
suatu pada analisa ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian
tersebut.
c. Penarikan Kesimpulan.
Penarikan kesimpulan yaitu kesimpulan yang ditarik dari semua hal
yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data, pada dasarnya
makna data harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil
menjadi lebih kokoh. Apabila kesimpulan yang ditarik kurang mantap
dan terdapat kekurangan data, maka penulis dapat melakukan lagi
pengumpulan data. Setelah data-data terkumpul lengkap kemudian
diadakan penyajian data lagi yang susunanya dibuat sistimatis
sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan berdasarkan data tersebut.
H. Sistimatika Penulisan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan
penelitian ini, maka secara garis besar digunakan sistimatika penulisan sebagai
berikut :
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini adalah merupakan bagian pembuka yang
berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka dan metode
penelitian yang cakupannya tentang teknik penelitian hukum normatif, teknik
17
penelitian hukum sosiologis, teknik pengumpulan data, sumber data serta analisa
data dan yang terkahir adalah menjelaskan tentang sistimatika penulisan.
Bab II tentang Landasan teori yang berisikan tentang konsep umum
perceraian dilanjutkan dengan perceraian menurut Alqur‟an, selanjutnya
pembahasan perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974tentang
perkawinan dan Kompilasi Hukum islam, di bab ini juga membahas tentang
alasan perceraian dan mengupas hukum yang ditimbulkan akibat perceraian,
selanjutnya hukum cerai gugat menurut Ajaran Islam berikut pasal cerai gugat
dalam KHI. Selain konsep perceraian diatas maka topik bahasan selanjutnya
adalah tentang konsep umum KDRT yang berisi tentang pengertian secara harpiah
KDRT itu sendiri dan lingkup KDRT dalam pasal 5 UU KDRT serta larangan dan
penyebab KDRT dan sangsi hukum bagi pelaku KDRT dan upaya pemulihan
korban serta pandangan Islam tentang KDRT itu sendiri dan topik bahasan pada
bab II yang merupakan topik yang akan dilakukan penelitian adalah tentang Hak-
hak isteri pasca perceraian.
Bab III mengangkat tema tentang hasil penelitian dimana ditampilkan pada
pokok bahasan di bab tiga ini yaitu tentang profil Pengadilan Agama Ambarawa
menjelaskan tentang letak geografis dan misi dan visi pengadilan agama
ambarawa, selanjutnya struktur organisasi Pengadilan Agama Kelas 1B
ambarawa, dan tabel daftar rekapitulasi perkara gugatan bulan Juni, Juli dan
Agustus 2018, menjelaskan tentang gambaran putusan hakim tentang perkara
cerai gugat dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2018 serta gambaran perkara
18
cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb dan mengetengahkan tulisan
tentang putusan hakim pengadilan agama ambarawa tentang kasus diatas.
Bab IV Merupakan pembahasan dari judul skripsi yang dibuat penulis yang
menyangkut faktor-faktor yang menyebabkan istri melakukan cerai gugat dalam
perkara cerai gugat nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb dan tentang hak-hak istri
pasca cerai gugat sebagaimana putusan kasus cerai gugat nomor
:0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa.
Bab V merupakan bab terakhir sebagai penutup, berisi kesimpulan dari hasil
penelitian dan saran yang diberikan penulis kepada pihak-pihak yang terkait
dengan penelitian ini.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Umum Tentang Perceraian
Perceraian merupakan suatu keputusan yang membutuhkan pemikiran yang
serius , kedewasaan bertindak serta niat yang kuat untuk menjalankannya. Mau
tidak mau peceraian akan mengakibatkan dampak yang tidak baik secara
psikologis, yuridis dan lainnya untuk suami, isteri, anak dan sanak keluarga
lainnya. Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami
isteri tidak ditemukan lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai definisi
perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak
mengatur secara tegas, melainkan hanya menentukan bahwa perceraian hanyalah
satu sebab dari putusnya perkawinan. Mahkamah Agung Republik Indonesia
dalam putusan Nomor 38/K/AG/1980 tanggal 5 Oktober 1980 menjelaskan
Bahwa perceraian dapat dilakukan apabila perkawinan sudah pecah dan sukar
untuk dirukunkan kembali, tanpa melihat siapa yang salah dalam perselisihan itu.
Talaq itu hukumnya dibolehkan ketika berada dalam keadaan darurat, baik
atas inisiatif suami atau inisiatif isteri (Amiur Nuruddin dan Azhari Tarigan
:2014:208) Setidaknya ada 4 (empat) kemungkinan yang dapat terjadi dalam
kehidupan berumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian. (Anwar
Rafiq : 1995:269-272) yaitu :
1. Terjadinya Nusyuz dari pihak isteri
Secara kebahasaan Nusyuz dari akar kata an-Nasyz atau nasyaad yang berarti
20
tempat tinggi atau sikap tidak patuh dari salah seorang suami atau isteri atau
perubahan sikap suami atau isteri. Dalam pemahamannya arti kata an-
Nusyuz ini kemudian bekembang menjadi arti al-ishyaan yang berarti
durhaka atau tidak patuh. Disebut Nusyuz karena suami atau isteri merasa
lebih tinggi sehingga dia tidak perlu merasa untuk patuh. Ibnu Mansyur
dalam kitabnya Lisan al – Arabmendefinisikanan-Nusyuzsebagai rasa
kebencian salah seorang pihak baik suami ataupun isteri terhadap
pasangannya. Sementara Wahbah Azzuhaili mengatakan Nusyuz sebagai
ketidak patuhan atau rasa benci terhadap pasangannya (Abdul azis Dahlan :
: 1353-1354 )
Yang dinamakan isteri menyeleweng adalah durjana kepada suaminya, tidak
taat kepadanya atau menolak diajak ketempat tidurnya atau keluar dari
rumahnya tanpa seizin suaminya. Menasehati isteri yaitu mengingatkan ia
kepada Allah SWT, menakut nakuti dia dengan nama Allah dan
mengingatkannya tentang kewajiban kepada suami dan hak-hak suaminya
yang wajib ditunaikan, memalingkan pandangannya dari hal-hal yang dosa
dan perbuatan durhaka, mengingatkannya akan kehilangan nafkah, pakaian
dan ditinggalkan ditempat tidur sendirian (Akhmad Rokib : 2003: 124).
Bahwa perempuan yang melakukan nusyuz itu tidak mempunyai jiwa dan
watak yang sama, maka apa yang akan dilakukan lebih dahulu, memberi
nasehat atau meninggalkan tempat tidur dan sebagainya diserahkan kepada
suaminya, karena ada perempuan yang dapat menerima nasehat yang lemah
lembut dan ada pula yang hanya merasa takut kalau diancam dengan
21
perkataan yang kasar dan sebagainya. Sebab itu hendaklah diketahui apa
sebabnya nusyuz itu timbul, sebenarnya nusyuz itu bukanlah tabiat asli
perempuan melainkan sifat yang timbul kemudian.Firman Allah SWT
dalam surat an-Nisa :4:34 berbunyi :
ؤهىالهوف الللهبعضهوعلىبعضىبوبأفمىاه اهىعلىبلسبءبوبفض جبلمى الش
بلحبتمبتبتحبفظبتللغيببوبحفظبللهىالالتيتخبفىشىصهفعظىهىاه الص
ؤطعىوفالتبغىاعليهسبيالإبللهىبعلي جشوهفيبلوضبجعىاضشبى هفئ
اوبيشا
Artinya :
“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Q.S an-Nisa
:34)
Jika isteri telah kelihatan nusyuz dengan adanya perubahan pada gerak-
geriknya telah berubah dari biasanya dalam melayani suaminya. Maka
sebaiknya diberikan nasehat dengan cara yang baik, jika tidak didengarkan
nasehat tersebut barulah boleh ditinggalkan tempat tidurnya. Dalam kitab
Tazkiyatun Nafs, bahwa jika terjadi pertengkaran antara suami isteri, jika
masalah yang ditimbulkan itu berasal dari mereka berdua atau dari pihak
suami, maka isteri tidak boleh menaati suaminya. Jika masalah itu tidak
22
dapat didamaikan, mestilah ada dua orang hakim dari pihak suami dan dari
pihak isteri untuk meneliti masalah mereka berdua dan mendamaikannya.
Seorang suami yang bijak apabila melihat tanda-tanda isterinya nusyuz, ia
tidak langsung menghakiminya , tetapi ia akan berpikir mengapa isterinya
melakukan hal itu, mungkin saja isterinya nusyuz dikarenakan tindakan
suami, dikarenakan suami kurang layak dalam memberikan nafkah. Tentang
hal pemukulan terhadap isteri yang tidak mau berubah dari nusyuznya
setelah dinasehati dan dipisah ranjang, para ulama menyepakati suami
diperbolehkan memukulnya dengan catatan pukulan yang tidak mencederai,
tidak menyakiti, tidak mematahkan tulang, dan tidak menjadikan fisiknya
mengalami pendarahan. Seorang suami jangan memukul bagian wajah
isterinya karena hal itu dilarang, akan lebih bijak bila suami menghindari
memukul isterinya (Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan:2014:211)
Tentang gugurnya nafkah bagi isteri yang nusyuz, ulama bependapat
bahwa isteri yang membangkang tidak berhak memperoleh naflkah, tetapi
ada sebahagian fuqaha yang berpendapat bahwa isteri yang membangkang
berhak memperoleh nafkah. Silang pendapat ini disebabkan oleh adanya
dalil umum tentang pengertian nafkah. Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW :
Dari Jabir ra dari Nabi saw. Dalam Hadist Haji yang panjang,
bersabda tentang menyebutkan wanita : Kalian wajib memberi
nafkah pada mereka dan memberi pakaian dengan cara yang
baik.”
23
Muhammad at-Tihami dalam kitabnya Qurratul Uyun, menyatakan bahwa
isteri yang nusyuz atau tidak ta‟at pada suaminya diancam dengan siksa
dineraka, seperti hadist yang berbunyi :
“Wanita manapun yang tidak setia ditempat tidur suaminya, maka
Allah SWT pasti akan memasukan kedalam neraka, kemudian dari
mulutnya keluar nanah dan darah yang busuk “
2. Nusyuz suami terhadap isteri
Perbuatan atau sikap nusyuz tidak saja ada hanya pada perempuan tetapi
perbuatan itu pada laki-laki juga ada yaitu mencaci maki atau melakukan
pemukulan terhadap isterinya juga tidak mau menggauli dan tidak
memberikan nafkah isterinya (Ibnu Azka:2003:191). Hal ini ditegaskan
dalam Al-Qur‟an dalam surat an-Nisa : 128 yang berbunyi :
بأ و ه ي ل ع بح ج اضبفال ش ع إ و اأ ىص ش ب ه ل ع ب و ت بف خ ة أ ش به إ و
و ب ح ل بص هو ي بب ح ل ص ي إ ىح بلش س ف بل ت ش ض ح أ و ش ي خ ح ل الص
ا يش ب خ ى ل و ع بت و ب ب هى بلل ئ ىاف م ت ت ىا س ح ت
Artinya :” Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian
itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik
dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.( Q.S.an-Nisa : 128)
3.Terjadinya Syiqaq
Kata syiqaqmerupakan derivasi dari kata al-syaaqyang berarti
memusuhi.syiqaq diartikan sebagai perselisihan yang berkepanjangan
danmeruncing antara suami dan isteri. Menurut Prof. Dr. Abdul Rohman
Ghozali, M.A, syiqaq berarti krisis memuncak yang terjadi antara suami
24
isteri sehingga terjadi perdebatan dan berakhir kepada pertengkaran diantara
keduanya dan keduanya tidak bisa dipertemukan untuk mengatasi dan
menyelesaikan masalah tersebut ( Sayuti Thalib : 1986:95).Pertikaian
kadang-kadang berawal dari pembangkangan isteri atau kezaliman suami,
namun masing-masing pihak tidak mampu menyelesaikannya sehingga
menyulut api amarah masing-masing dan menimbulkan permusuhan dan
menghancurkan keharmonisan rumah tangga.Sebagaimana yang terkandung
dalam surat an-Nisa ayat 35 yang berbunyi :t-Nisa' Ayat 35
ي بإ ه ل ه ؤ به و ى ح ى ه ل ه ؤ به و ى ىاح ث ع بب بف و ه ي ب بل م ش و ت ف خ إ و
هو ي ب ه بلل م ف ى بي ح صال اإ يذ اس يش ب بخ يو ل ع ب ى ه بلل إ ب
Artinya :
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.(QS.an-Nisa:35)
4. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina ( Fahisyah)
Apabila salah satu pasangan baik suami atau isteri berbuat zina dan
menimbulkan saling tuduh menuduh diantara keduanya maka cara menyele-
saikannya adalah dengan cara Li’an artinya sumpah dengan redaksi tertentu
yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi
yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri
pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dialamatkan kepada dirinya
itu bohong, kebanyakan dalam kehidupan berumah tangga apabila sudah
terjadi Li‟an maka itu sudah merupakan gerbang akan putusnya perkawinan
bahkan untuk selama-lamanya, terjadi talaq bai‟in qubra (Amiur Nuruddin
dan Azhari Azhar Tarigan : 2014 : 214 ). Tentang Li‟an dapat dilihat dalam
surat An.Nur ayat (6) yang berbunyi :
25
أ ة بد ه ش ف و ه س ف أ ال إ اء ذ ه ش هو ل ى ي و ل ى و ه اج و ص ؤ ى ه ش ي ي ز ال و
ليي بد بلص و ل ه ئ ه بلل ب ات بد ه ش ع ب س ؤ و ه ذ ح
Artinya :
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah
dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-
orang yang benar.”(QS. An-Nur: 6)
B. Perceraian menurut Al-Qur’an
Menurut syariat Islam, cerai adalah melepaskan ikatan perkawinan atau
putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. dengan adanya perceraian
ini, maka gugurlah hak dan kewajiban mereka sebagai suami dan istri. artinya,
mereka tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, menyentuh atau
berduaan, sama seperti ketika mereka belum menikah dulu.Islam telah mengatur
segala sesuatu dalam al Quran. Tidak hanya aturan dalam beribadah, seperti
sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain, Islam juga memberi aturan pada manusia
dalam kehidupannya bersosialisasi. Bahkan, al Quran juga mengatur adab dan
aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jika ada masalah yang tak
terselesaikan dalam rumah tangga tersebut.Islam memang mengizinkan
perceraian, tapi Allah membenci perceraian. Itu artinya, bercerai adalah pilihan
terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar
lainnya. Dalam surat al Baqarah ayat 227 disebutkan,
26
ين ل ع يع و هس بلل ئ ف ل ىاالطال ه ض ع إ و
Artinya :
”Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.( Al-
Baqarah :227)
Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat al Baqarah ayat 228 :
ه ل ل ح ي ال و وء ش ل ت ث ال ث ه س ف ؤ ب ص ب ش ت ي بت م ل ط و ال بو و و ت ى ي ؤ
ح ؤ ه ت ىل ع ب و ش خ بآل ه ى ي ال ى ه بلل ب ه ؤ ي ى ئ ه به ح س يؤ هف بلل م ل خ
وف ش ع و بل ب ه ي ل يع ز ل ال ث و ه ل و ب ح صال واإ اد س ؤ ئ ى ليز ف ه د ش ب ل
ه الل و ت ج س ذ ه ي ل ع بل ج لش ل ين و ى ح يض ض ع
Artinya :
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam ayat-ayat surat al Baqarah di atas, diterangkan aturan-aturan
mengenai hukum talak, masa iddah bagi istri, hingga aturan bagi wanita yang
sedang dalam masa iddahnya. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa agama Islam
memberi aturan yang sangat lengkap tentang hukum perceraian. Tentu saja aturan-
aturan inisangat memperhatikan kemaslahatan pihak suami dan istri dan
mencegah adanya kerugian di salah satu pihak.Tidak hanya di surat al Baqarah, di
surat ath-Thalaq ayat 1-7 juga dibahas aturan-aturan dalam berumah tangga. Di
27
situ disebutkan tentang kewajiban suami terhadap istri hingga bagaimana aturan
ketika seorang istri berada dalam masa iddah. Dari beberapa ayat yang telah
dibahas, maka kita ketahui bahwa dalam Islam perceraian itu tidak dilarang,
namun harus mengikuti aturan-aturan tertentu.
C. Perceraian Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
1.Dalam pasal 38 Undan-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa
putusnya perkawinan karena :
a. Kematian;
b. Perceraian: dan
c. Atas putusan Pengadilan.
2. Pada pasal 114 KHI dikatakan bahwa sebab putusnya ikatan perkawinan
dikarenakan perceraian yang disebabkan Talaq dan perceraian karena
gugatan perceraian.
3. Pada pasal 115 KHI dan pasal 39 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974
bahwa ikrar suami untuk bercerai dan permohonan cerai gugat isteri
kepada suami harus disampaikan dihadapan sidang pengadilan Agama.
SetelahPengadilan Agama berusaha mendamaikan keduanya namun tidak
berhasil.
4. Pasal 116 KHI dan pasal 39 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
berisi tentang sebab-sebab terjadinya perceraian.
28
D. Alasan-alasan Perceraian
Alasan-alasanPerceraian diatur dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974
tentang Perkawinan Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni
sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga;
Khusus yang beragama Islam, ada tambahan dua alasan perceraian selain
alasan-alasan di atas, sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum
Islam yaitu:
1. Suami melanggar taklik-talak;
29
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
E. Akibat Hukum yang ditimbulkan dalamPerceraian.
1. Pengertian Talaq
Talaq berasal dari kata“ Ithlaq” yang menurut bahasa artinya
melepaskan atau meninggalkan . Sedangkan menurut istilah adalah
melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan ikatan suami isteri.
Jadi talaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga isteri tidak lagi
halal bagi suaminya. Sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan
ialah berkurangnya hak talaq bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya
jumlah talaq yang menjadi hak suami, tiga menjadi dua, dua menjadi satu,
dari satu menjadi hilang. Hak talaq yang demikian terjadi dalam talaq raj‟i (
Martiman Projohamijoyo: 2011:128) Menurut pasal 117 KHI adalah ikrar
suami dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan, hal ini diatur dalam pasal 129 KHI yang berbunyi : “Seorang
suami yang akan menjatuhkan talaq kepada isterinya mengajukan
permohonan baik secara lisan ataupun tertulis kepada Pengadilan Agama
yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta
agar diadakan sidang untuk keperluan itu .”
Berikut ini adalah macam-macam talaq menurut Inpres RI Nomor 1
tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyebutkan
30
tentang macam-macam talaq dan cara pemutusan sebagaimana berikut
dibawah ini :
a. Pasal 118 KHI memuat tentangTalaq raj’i adalah talaq kesatu atau
kedua, dalam talaq ini suami berhak rujuk selama isteri dalam masa
iddah.
b. Pasal 119 KHI memuat tentangTalaq ba’in shughra adalah talaq
yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas
suaminya meskipun dalam keadaan iddah, talaq ba‟in shughra
sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :
1. Talaq yang terjadi qabla ad-dukhul;
2. Talaq dengan tebusan atau khulu;
3. Talaq yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
c. Pasal 120 KHImemuat tentang Talaq ba’in kubra adalah talaq yang
terjadi untuk ketiga kalinya, talaq jenis ini tidak dapat dirujuk dan
tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu
dilakukan setelah bekas isteri menikah dengan orang lain dan
kemudian terjadi perceraian ba’da ad-dukhuldan habis masa
iddahnya.
d. Pasal 121 KHI memuat tentang talaq sunniyang artinya yaitu talaq
yang dibolehkan yaitu talaq yang diajtuhkan terhadap isteri yang
sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
e. Pasal 122 KHI memuat tentang talaq bid’iyang atinya adalah talaq
yang dilarang , yaitu talaq yang diajtuhkan pada waktu isteri dalam
31
keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri
pada waktu suci tersebut.
f. Pasal 123 KHI memuat tentang percerian yang terjadi terhitung pada
saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.
g. Pasal 124 KHI memuat tentang khuluharus berdasarkan atas alasan
perceraian sesuai ketentuan pasal 116 KHI.
2. Pengertian Cerai Gugat
Gugatan cerai, dalam bahasa Arab disebut Al-Khulu (عل-Kata Al .( الخ
Khulu (عل dengan didhommahkan hurup kha‟nya dan disukunkan ( الخ
huruf Lam-nya, berasal dari kata ( شوب عال
ل .Maknanya melepas pakaian .(خ
Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta kepada suaminya
untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan Allah
sebagai pakaian. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. (terjemahan)
“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka”[Al-Baqarah : 187]
Sedangkan menurut pengertian syari‟at, para ulama mengatakan dalam
banyak defenisi, yang semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya
Khulu ialah terjadinya perpisahan (perceraian) antara sepasang suami-
isteri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan pembayaran
diserahkan isteri kepada suaminya Adapaun Syaikh Al-Bassam
berpendapat, Khulu ialah perceraian suami-isteri dengan pembayaran
yang diambil suami dari isterinya, atau selainnya dengan lafazh yang
khusus.
32
3. Hukum Cerai Gugat Dalam Islam
Cerai Gugat (Khulu) disyariatkan dalam syari‟at Islam menurut tinjauan
fikih, terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut :
a.Mubah (Diperbolehkan).
Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama suaminya
karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya
tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah
Subhanahu wa Ta‟ala dalam ketaatan kepadanya,
b. Diharamkan Cerai gugat (Khulu) Hal Ini Karena Dua Keadaan.
1. Dari Sisi Suami.
Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan
komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan
hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan
kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka cerai gugat itu batil,
dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status
wanita itu tetap seperti asalnya jika cerai gugat tidak dilakukan
dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu wa Ta‟ala
berfirman.dalam QS An.Nisa : 4:34 yang tejemahannya antara
lain :
“Janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa
yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” [An-
Nisa : 19]
Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak
mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami
33
membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan
cerai gugat, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas”
2. Dari sisi isteri
Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah
tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun
pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak
ada alasan syar‟i yang membenarkan adanya gugat cerai, maka ini
dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi wa
sallam.
“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai)
kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya
aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani
dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 2035]
c. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai
Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka
sang isteri disunnahkan cerai gugat kepada suaminya. Demikian
menurut madzhab Ahmad bin Hanbal.
d. Wajib
Terkadang cerai gugat hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan
keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan
shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang
suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan
keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad.
Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim
peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya,
34
namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga
kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita
wajib untuk meminta dari suaminya tersebut cerai gugat walaupun
harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut
menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan tabiat berubah-
ubah tidak konsekwen dalam Bergama.(Majalah As-Sunnah Edisi
11/Tahun XI/1429H/2008M)
4. Pasal-Pasal yang memuattentang cerai gugat dalam KHI
a. Pasal 132 KHI menyatakan bahwa :
1. Gugatan perceraian diajukan isteri atau kuasanya kepada
Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman
penggugat (isteri) kecuali isteri meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpaizin suami;
2. Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri, Ketua
Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada
tergugat melalui perwakilan Indonesia setempat.
b. Pasal 133 Kompilasi Hukm Islamberbunyi :
Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf
(f) dalam KHI diterima apabila cukup jelas bagi Pengadilan Agama
mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan
setelah mendengar dari pihak keluarga serta orang-orang yang
dekat dengan suami isteri tersebut.
35
c. Pasal 135 KHI berisi tentang gugatan perceraian karena alasan suami
mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukumannya lebih
berat sebagai maksud dalam pasal 116 hurup (c) dalam KHI, maka
untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat
cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang
memutuskan disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan
itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d. Pasal 136 Kompilasi Hukum Islam
1.Selama berlangsung gugatan perceraian atas permohonan
penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang
mungkin ditimbulkan, pengadilan agama dapat mengizinkan
suami isteri untuk tidak tinggal dalam satu rumah;
2. Selama berlangsung gugatan perceraian, atas permohonan
penggugat dan tergugat, pengadilan agama dapat menentukan
hal-hal yang harus ditanggung suami dan juga menentukan hal-
hal yang perlu untuk dijamin terpeliharanya barang-barang yang
menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang
menjadi hak isteri.
F. Konsep Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan pada umumnya identik dengan tindak kekerasan
yangdilakukan dalam bentuk kekerasan fisik. Dalam hal yang dimaksud
36
bahwa seluruh bentuk kekerasan adalah bentuk penyiksaan fisik seseorang
yang dianggap merugikan orang tersebut serta dampak yang paling parah dari
penyiksaan tersebut adalah kematian maupun cacat permanen bagi korban
kekerasan, tetapi dalam masyarakat dewasa ini telah berkembang pemikiran
baru mengenai tindak pidana kekerasan, yaitu kekerasan tidak hanya berupa
kekerasan secara fisik saja, melainkan kekerasan mental, kekerasan emosi,
kekerasan seksual, dan juga kekerasan psikis. Semua bentuk kekerasan ini
merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang didapati dalam kehidupan sosial
masyarakat pada umumnya. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1996:45), kekerasan adalah:
a. Perihal (bersifat/berciri) keras;
b. Perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang
lain;
c. Paksaan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan dapat
dikatakan sebagai perbuatan yang dapat mengakibatkan cedera, luka, mati
atau kerusakan.
Ada dua sifat kekerasan, pertama kekerasan personal dan yang kedua
kekerasan struktural (Justin M. Sihombing, 2005:5). Kekerasan personal
bersifat dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat
yang dapat menimbulkan perubahan, sedangkan kekerasan struktural
sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu dan tidak tampak.
Kekerasan struktural disini adalah kekerasan yang timbul dari
37
pertumbuhan kapital yang tidak merata dan berkembang tidak terbatas.
Kekerasan struktural mengambil bentuk-bentuk seperti eksploitasi,
fragmentasi masyarakat, rusaknya solidaritas, penetrasi kekuatan luar yang
menghilangkan otonomi masyarakat dan marginalisasi masyarakat
sehingga meniadakan pastisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan
tentang nasib mereka sendiri. Kekerasan ini juga menimbulkan
kemiskinan, ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, serta
ketidakadilan sosial. Kekerasan adalah suatu problema yang senantiasa
muncul dalam kehidupan sosial atau kehidupan berumah tangga.
2. Pengertian KDRT
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa
KDRT adalah singkatan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan sefara fisik, sexsual, psikologi dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga . Kekerasan terhadap perempuan telah menjadi isu global dan
merupakan Pelanggaran HAM hal ini dapat dilihat dalam pasal 1 Deklarasi
Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang berbunyi : “Setiap tindakan yang berdasarkan perbedaan jenis
kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaaan
perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis termasuk ancaman tindakan
38
tertentu, pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik
yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”
Didalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), telah menentukan siapa-siapa saja
yang dapat dikatagorikan dalam lingkup rumah tangga yaitu :
a. Suami, isteri dan anak;
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada angka (1) , karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap
dalam rumah tangga;
c. Dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.
3. Lingkup KDRT menurut pasal 5 UU No, 23 Tahun. 2004
a. Kekerasan fisik yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat;
b. Kekerasan psikis yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat;
c. Kekerasan seksual yang meliputi pemaksaaan hubungan seksual
kepada salah satu anggota keluarga atau pemaksaan hubungan seksual
dengan tujuan komersial;
d. Tidak memberikan penghidupan dan/atau perawatan kepada anggota
keluarga sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
39
4. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 amandemen dilihat pada pasal 28 i
ayat (1) disebutkan bahwa “ Hak Untuk tidak Disiksa” begitu juga halnya yang
terdapat dalam Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM) pada pasal 5
disebutkan “ Tidak seorangpun boleh disiksa, diperlakukan secara kejam,
dihukum secara tidak manusiawi ataudihina”.( Tim Penyusun Panduan HAM
Polri : 2009:12 dan 17). Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijelaskan tentang larangan
melakukan KDRT diantaranya sebagai beikut :
a. Pasal 6 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dilarang
melakukan perbuatan Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 hurup (a) yaitu perbutan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit, atau luka berat;
b. Pasal 7 UU Nomor 23 Tauhn 2004 menjelaskan bahwa dilarang
melakukan perbuatan kekerasan sebagaimana dimaksud pasal 5 hurup
(b) yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
tidak percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;
c. Pasal 8 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dilarang
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 5 hurup (c) yaitu
perbuatan :
1. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
40
2. Pemaksaaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersil dan/atau tujuan tertentu.
d. Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa :
1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemerliharaan kepada orang tersebut;
2. Penelantaran sebagaiman dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang
layak didalam atau diluar rumah, sehingga korban berada
dibawah kendali orang tersebut.
5. Faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masih tingginya angka
kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga, yaitu antara lain :
a. Adanya budaya patriarki di dalam masyarakat.
Kekerasan dapat terjadi didalam lingkup anggota rumah tangga secara
keseluruhan, bukan hanya kekerasan suami terhadap isteri, namun dari
data yang diperoleh dari hasil penelitian maupun laporan kasus-kasus
dari berbagai lembaga yang peduli terhadap perempuan, menunjukan
bahwa mayoritas kasus dalam rumah tangga adalah kekerasan suami
terhadap isterinya (Nani Kurniasih : Artikel otoritas semu).
41
Melihat kondisi terkini yang semakin mengkhawatirkan tentang
perlakuan serta prilaku suami secara umum berlaku kasar terhadap
isteri , maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah sebagai kunci
jawabannya, Undang-Undang ini tidak semata-mata untuk
kepentingan perempuan saja tetapi juga untuk mereka yang
tersubordinasi. Jadi buka hanya perempuan dewasa maupun anak-
anak, tapi juga laki-laki baik dewasa maupun anak-anak. Hanya
selama ini fakta menunjukan bahwa korban yang mengalami
kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan perempuan. Hal ini
penting untuk dipahami bersama, karena masih ada anggapan dari
berbagai pihak atau sebagaian besar masyarakat yang memandang
sinis terhadap UU diatas, seolah-olah tuntutan tersebut terlalu dibuat-
buat oleh perempuan. Menghapus lingkaran KDRT merupakan
masalah yang kompleks, bukan hanya melihat efektif tidaknya suatu
peraturan perundang-undangan yang sudah ada, namun budaya yang
tertanam kuat dimasyarakat dapat menjadi landasan prilaku seseorang.
Kesetaraan jender belum muncul secara optimal dimasyarakat,
ditambah lagi dengan budaya patriarkhiyang terus langgeng membuat
perempuan berada dalam kelompok yang tersubordinasi menjadi
rentan terhadap kekerasan. Disini laki-laki dalam posisi dominan atau
superior dibanding perempuan. Anggapan isteri milik suami dan
seorang suami memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari pada
42
anggota keluarga yang lain sehingga banyak peluang terjadinya
kekerasan dikarenakan laki-laki lebih kuat dan kuasa.( Buku Panduan
Polri tentang Gender :2009: 114)
b. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan perempuan sebagai isteri.
Faktor rendahnya pendidikan isteri membuat suami merasa selalu
memiliki kedudukan lebih dalam rumah tangga. Para suami
menganggapisteri hanyalah pelaku kegiatan rumah tangga sehari-hari,
selain itu juga ada suami yang malu ,mempunyai isteri yang
pendidikannya rendah, lalu melakukan perselingkuhan, ketika
diketahui oleh isterinya, malah isteri mendapat perlakuan kasar dari
suami.Ada anggapan bahwa kekerasan dalam rumah tangga
merupakan urusan intern suami isteriyang hubungan hukumnya terikat
didalam perkawinan yang merupakan lingkup hukum keperdataan.
c. Diskriminasi dan ketergantungan secara ekonomi.
Diskriminiasi dan adanya pembatasan kesempatan bagi
perempuan untuk bekerja mengakibatkan perempuan (isteri)
ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan
pekerjaan maka acap kali terjadinya perselisihan paham antara suami
isteri yang berujung pada prilaku sewenang-wenang suami melakukan
KDRT terhadap isterinya. Ada beberapa faktor penyebab isteri yang
mendapat tindakan kekerasan yang tergolong berat dari suaminya,
pasrah atau membiarkan saja malah jarang melapor kepolisi
dikarenakan takut pelaku (suami) dihukum/penjara, kebanyakan isteri
43
yang menjadi korban KDRT suaminya hanya berharap suaminya
merubah prilaku jahatnya menjadi baik.
d. Lemahnya pemahaman dan penanganan dari penegak hukum.
Untuk kasus-kasus yang diselesaikan pidana pun banyak kendala
yang dihadapi. Disini polisi menyarankan untruk berdamai saja,
karena apabila mau dilakukan pemrosesan secara hukum, laporan
harus sudah dilakukan tiga kali. Hal ini berakibat lemahnya barang
bukti, karena jarak antara penganiayaan dan pelaporan sudah lama
terjadi jadi Visum et revertum tidak mendukung sebagai bukti. Selain
itu masih ada anggapan dari aparat penegak hukum, bahwa KDRT itu
adalah masalah internal keluarga (Domestik), berikut kendala yang
lain adalah kesulitan menghadirkan saksi karena Polisi, Jaksa dan
Hakim selalu memaksa agar korban menghadirkan saksi yang benar-
benar melihat terjadinya pemukulan atau tindakan kekeresan tersebut.
6. Sangsi Hukum terhadap Pelaku KDRT
Sebagaimana yang tertuang dalam bunyi pasal Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang PKDRT maka sangsi hukum yang diterapkan adalah
sebagai berikut :
a. Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan secara fisik
dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam
bunyi pasal 5 hurup (a) dipidana penjara paling lama 5 (lma)
44
tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000.(lima belas juta
rupiah);
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat,
dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah);
3.
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda 45.000.000 (empat puluh lima juta
rupiah);
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap isterimya atau sebaliknya yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak 5.000.000 (lima juta rupiah).
b. Pasal 45 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada pasal 5
hurup (b) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000 (semblan juta
rupiah);
45
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap isterimya atau sebaliknya yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak 3.000.000 (tiga juta rupiah).
c. Pasal 46 UU Nmor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa setiap orang
yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
pasal 8 hurup (a) dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
penjara atau denda paling banyak 36.000.000 (tiga puluh enam juta
rupiah);
d. Pasal 47 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa setiap orang
yang yang mnenetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan
seksual sebagaimana dimaksud pada pasal 8 hurup (b) dipidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun penjara atau denda paling
banyak 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
e. Pasal 48 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud pada pasal 46 dan pasal 47
mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau
kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus
atau 1 (satu) tahun berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
kandungan atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi,
46
dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit 25
.000.000 (dua pulh lima juta rupiah) atau denda paling banyak
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
f. Pasal 49 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa dipidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
15.000.000 (lima belas juta rupiah)
g. Pasal 50 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa selain pidana
sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan
pidana tambahan berupa pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan
untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu ,
maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku serta penetapan
pelaku mengikuti program konseling dibawah pengawasan lembaga
tertentu.
h. Pasal 51 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tinda pidana
kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (4)
merupaka delik aduan.
i. Pasal 52 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tindak
Pidana Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat
(2) merupakan delik aduan; dan
j. Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004 meyatakan bahwa Kekerasan
seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 yang dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan.
47
7. Penanganan Pemulihan Korban KDRT
Rumah tangga seharusnya adalah tempat berlindung bagi seluruh anggota
keluarga, akan tetapi pada kenyataannya justru banyak rumah tangga menjadi
tempat penderitaan dan penyiksaan karena terjadi tindak kekerasan. Semakin
banyaknya kasus KDRT yang terjadi di masyarakat. Fakta tersebut terlihat dari
berbagai pemberitaan di media massa dan kasus-kasus yang ditangani lembaga-
lembaga yang peduli terhadap perempuan.
Dengan meningkatnya jumlah kekerasan KDRT dan akibat yang timbul pada
korban menyebabkan sebagian masyarakat mengharapkan upaya pemulihan
korban KDRT perlu terus dilakukan, agar korban dapat kembali kepada
keadaannya semula, pemulihan adalah hak yang harus didapatkan korban.
Pengaturan kembali mengenai KDRT sehingga dapat lebih mencakup banyak
kekerasan yang sampai kini belum dicakup dalam peraturan perundang-
undangan. Diperlukan lembaga yang berskala nasional untuk memberikan
perlindungan dan pemulihan bagi korban KDRT, yang didukung oleh pekerja
sosial, psikolog, ahli hukum, dokter. Lembaga ini nantinya dapat diharapkan
mencapai tujuan dengan baik.Dalam lembaga kepolisian diperlukan prosedur
khusus dalam penanganan kasus KDRT, terutama dalam melibatkan anggota
kepolisian wanita yang dikhususkan menangani kasus KDRT sehingga korban
akan merasa nyaman pada saat melakukan pelaporan.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT ada
beberapa pasal yang menyangkut upaya penangan pemulihan korban KDRT
diantaranya adalah :
48
a. Pasal 39 UU Nomor 23 Tahun 2004 meneyebutkan bahwa Untuk
kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari :
1. Tenaga Kesehatan;
2. Pekerja sosial;
3. Relawan pendamping, dan/atau
4. Pembimbing rohani.
b. Pasal 40 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tenaga
kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya
dan/atau dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan
wajib memulihkan dan merehabilitasi korban dalam bentuk konseling
untuk menguatkan dan/atau memberi rasa aman bagi korban.
c. Pasal 42 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka
pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja
sama.
d. Pasal 43 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa ketentuan
lebih lajut mengenai penyelenggaraan upaya pemulihan dan kerja
sama diatur dengan peraturan Pemerintah.
8. Pandangan Islam terhadap KDRT
Berbicara KDRT menurut Islam mau tidak mau harus merujuk pada
kehidupan rumah tangga Nabi SAW, karena rumah tangga beliau adalah
sumber teladan dan contoh yang paling nyata. Jika ada kekerasan dalam rumah
tangga beliau, tentu KDRT ada pembenarannya. Sebaliknya, jika tidak, KDRT
49
jelas tidak ada dasarnya, baik dilihat dari sisi kemanusiaan, norma hukum,
maupun ajaran Islam.Dalam salah satu hadisnya, Nabi SAW berpesan,
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga. Dan, aku
adalah orang yang paling baik terhadap keluarga.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah,
dan Darimi, dari „Aisyah). Hadis ini mendorong suami untuk menciptakan
keluarga yang harmonis dan tenteram. Dan, orang yang berhasil melakukannya
berarti telah meneladani Nabi SAW sebagai orang yang paling baik terhadap
keluarganya.
Tidak hanya dalam tataran motivasi ucapan, Nabi SAW juga membuktikannya
dalam tataran praktis di kehidupan rumah tangganya. Dalam sejarah rumah
tangga beliau, dapat dipastikan tidak ada kekerasan, baik fisik maupun nonfisik,
yang beliau lakukan terhadap istri-istrinya, apalagi kekerasan yang sampai
melukai istrinya. Sebaliknya, beliau begitu menjaga hubungan yang baik dengan
istri-istrinya, meski terkadang salah satu istri beliau melakukan tindakan yang
kurang berkenan terhadap beliau.
Sebagai contoh, pada suatu ketika, Abu Bakar bertandang ke rumah
Rasulullah SAW. Setelah dipersilakan masuk, ia mendengar „Aisyah berbicara
keras-keras kepada Nabi SAW. Melihat hal itu, Abu Bakar bangkit dan berkata,
“Wahai Ummu Rauman, pantaskah kamu berbicara keras-keras kepada Nabi?”
Melihat situasi itu, Nabi SAW berdiri menengahi mereka. Setelah Abu Bakar
pulang, Nabi SAW tidak memarahi atau memaki-maki dan mencela „Aisyah,
apalagi sampai memukul, tetapi justru menghiburnya, “Wahai „Aisyah, jangan
sedih, bukankah tadi kamu lihat aku menengahi kalian?” (HR Ahmad)
50
Nabi SAW tidak pernah menciptakan kekisruhan dalam rumah tangganya,
apalagi sampai mencari gara-gara guna melakukan tindakan buruk terhadap istri-
istrinya. Sebaliknya, kemesraanlah yang diperlihatkan dan diteladankan kepada
kita. Simak misalnya bagaimana kemesraan itu dapat dilihat dari hubungannya
dengan istri-istrinya. Anas bin Malik bercerita, “Suatu hari, aku melihat Nabi
SAW melingkarkan sehelai kain di punuk unta Shafiyyah (istri beliau).
Kemudian, beliau bertekuk lutut di samping unta, lalu mempersilakan Shafiyyah
naik ke atas unta itu dengan berpijak pada lutut beliau.” (HR Bukhari dari Anas
bin Malik)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terutama yang dilakukan oleh seorang suami
terhadap istrinya, sama dengan tindakan menzhalimi perempuan yang amat
dikecam oleh ajaran Islam. Nabi SAW dalam sebuah hadis qudsinya
mengatakan, “Allah SWT berfirman, „Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya
Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku mengharamkan
kezhaliman itu terjadi di antara kalian. Karena itu, janganlah kalian saling
menzhalimi.” (HR Muslim dari Abu Dzarr)Sebaliknya, Islam sangat melindungi
perempuan dari tindakan kezhaliman. Muhammad bin „Abdullah bin Habdan
dalam bukunya Zhulmul Mar‟ah menulis beberapa bentuk perlindungan Islam
terhadap perempuan.
a Islam melarang menuduh perempuan yang baik-baik berbuat zina, karena hal
itu bisa merusak kehormatan wanita. Ia mengutip firman Allah SWT,
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang
baik-baik yang lengah lagi beriman (berbuat zina) mereka mendapatkan
51
laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. An-
Nur: 23)
ع ل بت ه ؤ و بل ت ال بف غ بل بت ص ح و بل ى ه يش ي ز بل اإ بو ي يبلذ ىاف
ين ظ ع اب ز ع و ه ل و ة ش خ آل
Artinya
“ Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang
baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka
kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang
besar,
b. membatasi jumlah istri dan menetapkan syarat adil dalam berpoligami.
Jika syaratnya tidak terpenuhi, poligami dilarang. Ia mengutip firman
Allah SWT, “Maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu
senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa‟: 3). Juga,
sabda Nabi SAW, “Barang siapa memiliki dua orang istri, lalu ia lebih
condong kepada salah satunya, maka pada hari Kiamat ia akan datang
dalam keadaan sebelah tubuhnya miring.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu
Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah)
c. Islam melarang suami bertindak kelewat batas terhadap istri. Ia mengutip
firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu menyusahkan mereka (istri-istri)
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya.” (QS. An-Nisa‟: 19)
d. Islam memerintahkan untuk melindungi hak-hak perempuan yang bersifat
materi. Ia mengutip firman Allah SWT, “Bagaimana kamu akan
52
mengambilnya kembali (harta yang telah diberikan suami kepada istrinya),
padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu
perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa‟: 21). Nabi SAW bersabda,
“Sesungguhnya dosa yang paling berat di sisi Allah WT adalah (dosa)
seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan yang ketika telah
memenuhi kebutuhannya ia kemudian menceraikannya dan mengambil
kembali maharnya.” (HR Al-Hakim dari Ibnu „Umar)
e. Islam melarang total menyia-nyiakan hak perempuan. Ia mengutip sabda
Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku melarang hak dua orang yang
lemah (untuk disia-siakan): anak yatim dan kaum perempuan.” (HR Ibnu
Majah dan Baihaqi dari Abu Hurairah)
Ajaran Islam adalah rahmatan lil „alamin, yakni menjadi rahmat bagi
semesta, dari mulai lingkup individu, keluarga, dan masyarakat. Segala
kekerasan dalam rumah tangga jelas tidak relevan dengan ajaran Islam ini.
Rumah tangga itu sendiri dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan
keluarga yang harmonis, sakinah, mawaddah, dan rahmah. KDRT jelas
menyimpang dari tujuan ini.
Di dalam Alquran memang tertera ayat yang oleh sebagian orang disinyalir
menjadi pembenaran terhadap kekerasan dalam rumah tangga, yakni
firman Allah SWT, “Wanita-wanita (istri-istri) yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,
53
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS
An-Nisa‟: 35)
Ungkapan „pukullah mereka‟ kerap kali disalahartikan sebagai pemukulan
yang benar-benar memukul sampai luka. Padahal, Nabi SAW
mengingatkan bahwa pemukulan di sini adalah pemukulan yang pelan-
pelan, tidak sampai melukai, dan bukan pada area wajah. Apa artinya,
substansi sebenarnya adalah ketika seorang istri diajak kebaikan dan
menjauhi tindakan keburukan, namun membangkang, maka suami harus
bertindak tegas. Pemukulan yang pelan-pelan dan tidak melukai ini
substansinya untuk menegaskan kepada sang istri bahwa suaminya
bertindak tegas pada hal-hal yang baik untuk keluarga. Bukan pemukulan
yang tidak bersebab. Nabi SAW sendiri, meskipun tahu betul ayat ini,
dalam kehidupan rumah tangga beliau, tidak ditemukan satu pun cerita
shahih bahwa beliau pernah memukul, apalagi hingga melukai istrinya.
G. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian
1. Hak –hak isteriPasca perceraian karena talaq
a. Hak Pemeliharaan anak
Undang-Undang perkawinan mengatur bahwa manakala
terjadi perceraian, antara suami dan isteri mempunyai hak yang
sama untuk memelihara anak. Adapun jika terjadi perselisihan, maka
pengadilan dapat memutuskan siapa yang lebih berhak memelihara
anak tersebut. Namun pada praktek pengadilan, bagi anak yang
54
masih dibawa umur, biasanya hak perwalian dan pemeliharaan
diberikan langung kepada ibunya. Sebagaimana yang diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105, bahwa bilamana terjadi
perceraian maka :
1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur
21 tahun adalah hak ibunya;
2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada
anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang
hak pemeliharaannya;
3. Biaya pemeliharaaan ditanggung oleh ayahnya.
b. Hak Perwalian
Hak Perwalian adalah kekuasaan salah satu orang tua yang diberikan
oleh Pengadilan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum
terhadap diri anak dan harta bendanya. Mengenai perwalian ini,
dalam Undang-Undang Perkawinan pada pasal 50 dijelaskan :
1. Anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah
kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali;
2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun
harta bendanya.
c. Hak mendapatkan nafkah.
Undang-Undang Perkawinan tidak secara spesifik mengatur
tentang hak nafkah bagai istri yang bercerai. Namun pengadilan
55
melalui Undang-Undang Nomor 41 poin (c) mewajibkan kepada
mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan bagi isteri.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 149 dinyatakan
bahwa akibat putusnya perkawinan karena talaq bagi yang beragama
islam, maka mantan suami wajib :
1. Memberikan mut‟ah (mut‟ah adalah pemberian/nafkah suami
kepada isteri karena adanya talaq) yang layak kepada bekas
isterinya. Baik berupa uang atau benda ) yang layak kepada
bekas isterinya tersebut qobla al dukhul;
2. Memberi nafkah, maskan atau kiswah kepada bekas isterinya,
selama dalam masa iddah kecuali bekas isteri telahdijatuhi talaq
Ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;
3. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan
separoapabila qobla al dukhul;
4. Memberikan biaya hadlanah untuk anak-anaknya yang belum
mencapai 21 tahun
Jika suami seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) maka sesuai
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Juncto
Nomor 45 Tahun 1990 :
1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib
memberikan sebagian gajinya untuk penghidupan isteri dan
anaknya;
56
2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)adalah
sepertiga untuk PNS pria yang bersangkutan, sepertiga untuk
bekas isterinya dan sepertigauntuk anak-anaknya;
3. Apabila dalam perkawianan tersebut tidak dikaruniai anak, maka
pembagian gaji wajib diserahkan PNS pria kepada mantan
isterinya adalah setengah dari gajinya;
4. Pembagian gaji tidak diberikan kepada isterinya apabila alasan
perceraian disebabkan karena isterinya berzina, atau isteri
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
maupun batin, suami dan atau isteri menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi yang sukar disembuhkan, dan/atau isteri telah
meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin
suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak
berhak atas pembagian mantan suaminya;
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak berlaku, apabila
isteri meminta cerai karena dimadu, dan/atau suami berzina,
suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
maupun batin, suami menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi
yang sukar disembuhkan, dan/atau suami telah meninggalkan
isterinya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin isteri dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
57
7. Apabila mantan isteri PNS yang bersangkutan kawin lagi, maka
haknya atas bagian dari gaji suaminya menjadi hapus terhitung
mulai ia kawin lagi.
2. Kewajiban suami terkait nafkah anak.
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut pasal 156 KHI
maka:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari
ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka
kedudukannya diganti oleh :
1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu;
2. Ayah;
3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis sampingdari ayah;
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadlanah dari ayah atau ibunya;
c. Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan
hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan , pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadlanah
kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadlanah pula;
58
d. Semua biaya hadlanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
e. Bilamana terjadi perselisihanmengenai hadlanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan hurup (a),
(b) dan (d);
f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-
anak yang tidak turut padanya.
3. Kewajiban dalam harta bersama.
Pasal 90 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan bahwa :
a. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak
pasangan yang hidup lebih lama;
b. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang suami
atau isterinya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian
matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan
pengadilan agama;
Dalam KHI adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak
menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami
atau isteri (pasal 85 dan pasal 86 Bab XIII). Jadi pada dasarnya tidak
ada percampuran harta suami dan harta isteri karena perkawinan.
Isteri tetap berhak penuh atas harta bawaannya, demikian pula
sebaliknya, suami berhak atas harta bawaannya.(yang termasuk harta
59
bawaan adalah harta pribadi sebelum menikah,
hadiah/pemberian/hibah.)
H. Hak-Hak Isteri Pasca Cerai Gugat.
Bahwa penjelasan tentang hak-hak apa yang didapat isteri pasca perceraian
karena isteri menggugat cerai suaminyadalam Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam, dalam penelitian ini
penulis tidak mendapatkan jawabannya artinya bahwa tidak seperti kalau suami
melakukan talaq terhadap isterinya maka hak-hak isteri dan anak dijelaskan
secara rincipada pasal-pasal yang tercantum di kedua buku dimaksud sehingga
penulis menganalisa bahwa Hak yang didapat isteri pasca perceraian karena
gugatan isteri belum diatur baik dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 ataupun dalam Kompilasi Hukum Islam. Pada pasal 149 Kompilasi
Hukum Islamdinyatakan “ bahwa akibatputusnya perkawinan karena “talaq”
kepada suami dibebankan kewajiban memberikannafkah Iddah ataupun mut‟ah
kepada mantan isterinya “.
60
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Profil Pengadilan Agama Ambarawa
1. Letak Geografis
Pengadilan Agama Ambarawa terletak dijalan Mgr. Soegiyopranoto
Nomor 105 Ambarawa, Nomor Telepon (0298) 595259/Fax. (0298)
593844, adapun batas wilayah kantor/gedung Pengadilan Agama
Ambarawa adalah :
sebelah Utara : Lapangan Kelurahan Ngampin.
sebelah Timur : Kantor Pengadilan Negeri Ambarawa.
sebelah Selatan : Jalan Raya Bawen – Magelang
sebelah Barat : Perumahan Penduduk Kelurahan Ngampin.
2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Ambarawa
a. Visi
TerwujudnyaPengadilan AgamaAmbarawa yang profesionaldan
mandiri dalam rangka mewujudkan peradilan Indonesia yang agung.
b. Misi
1.Menyelenggarakanpelayananyudisialdengan seksama dan sewajarnya
serta menayomimasyarakat;
2. Menyelenggarakan pelayanannon yudisial yang bersih dan bebas
dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme;
61
3. Mengembangkan penerapan manajemen modern dalam
kepengurusan kepegawaian, sarana dan prasarana rumah tangga
kantor dan pengelolaan keuangan;
4. Meningkatkan pembinaan sumber Daya Manusia (SDM) dan
pengawasan terhadap jalannya Peradilan.
3.Wilayah Yuridiksi Pengadilan AgamaAmbarawa
a. KecamatanAmbarawamemiliki daerah radius II yang terdiri dari empat
kelurahan dan daerah radius III ada enam kelurahan;
b. Kecamatan Banyubiru memiliki daerah radius II yang terdiri dari tiga
desa dan daerah radius III ada tujuh desa;
c. Kecamatan Bawenmemiliki daerah radius II yang terdiri dari tiga desa
dan daerah radius III ada Tujuh desa;
d. Kecamatan Bandungan memiliki daerah radius II yang terdiri dari satu
kelurahan /lima desa dan daerah radius III ada tiga desa;
e. Kecamatan Bergas memiliki daerah radius II yang terdiri dari lima
kelurahan/lima desa dan daerah radius III ada tiga desa;
f. Kecamatan Jambu memiliki daerah radius II yang terdiri dari enam
desa dan daerah radius III ada empat desa;
g. Kecamatan Pringapus memiliki daerah radius II yang terdiri dari satu
kelurahan /3 desa dan daerah radius III ada lima desa;
h. KecamatanSumowono memiliki daerah radius II yang terdiri dari empat
desa dan daerah radius III ada dua belas desa;
62
i. Kecamatan Ungaran Barat memiliki daerah radius II yang terdiri dari
lima kelurahan dan daerah radius III ada enam desa;
j Kecamatan Ungaran Timur memiliki daerah radius II yang terdiri dari
enam kelurahan dan daerah radius III ada empat desa.
4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas 1 B Ambarawa
a. Ketua : H.M.Ali Lutfhi, S.H,.M.Hum.
b. Wakil Ketua : Dra. Hj. Lelita Dewi, S.H,.M.Hum
c. Sekretaris : Moh. Roy Irawan, S.Kom.
d.Hakim : 1. Drs. Saefuddin, S.H,.M.M.
2. Drs. Salim,S.H,.M.H.
3. Drs, Safari, M.Si
4. H. Abdul Kholiq, S.H,.M.H.
5. Abdul Hakim, S.Ag,.M.H.
e. Wakil Sekretaris : Siti Khalimah, S.H..
f. Panitera : Drs.H Markun.
g.Wakil Panitera : Robikah Maskimayah, S.H.
h. Panmud Permohonan : M. Adib Fajruddin,S.Ag
j. Panmud Gugatan : Saefuddin,S.H.
k.Panmud Hukum : Dra. Widad
l. Kasubag Rendan IT : Wahyu Fuji Laksano,S.Kom
m.Kasubag Umum dan Keuangan : Ade Khusnul Khorimah,S.E
n.Kasubag Kepegawaian : Aulia Ardiansyah, S.H.
o.Juru Sita Pengganti : 1. Adnani.
63
2. Sabar Budi Santoso.
3. Gogot Widyantoro,S.H.
4. Saiful Rizal, A.Md
5. Nailatus‟sakdah, A.Md
6. Ana Jatmikowati.
p. Panitera Pengganti : 1. Syarifah.S.Masfeke,S.H.
2. Kahlim Mudrik.M,S.Sy
q. Staf : 1. Ambar Setiawati, S.Hi
2. Nur Arifah Kadir
5. Tabel 1 : Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Juni 2018
NO. PERKARA NOMOR PERKARA GUGATAN PUTUSAN
NIHIL
Tabel 2 : Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Juli 2018
NO PERKARA NOMOR PERKARA GUGATAN PUTUSAN
1 2 3 4 5
1. Cerai Gugat 0638/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
2. Cerai Gugat 0644/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
64
1 2 3 4 5
3. Cerai Gugat 0645/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
4. Cerai Gugat 0656/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
5. Cerai Gugat 0665/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
.
6. Cerai Gugat 0678/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
7. Cerai Gugat 0687/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
8. Cerai Gugat 0702/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
9.
Cerai Gugat
0709/Pdt.G/2017/PA.Amb
1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
65
1 2 3 4 5
10. Cerai Gugat 0710/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
11. Cerai Gugat 0712/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek
2.Talak satu ba‟in
sughro.
Tabel 3 : Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Agustus 2018
NO. PERKARA NOMOR PERKARA GUGATAN PUTUSAN
1. Cerai Gugat 0783/Pdt.G/2017/PA.Amb 1. Cerai Gugat;
2. Hak Asuh a-
nak/hadonah.
1.Mengabulkan
gugatan /verstek.
2.Talak satu ba‟in
sughro.
3.hadonah ditangan
penggugat.
6. Gambaran putusan Hakim tentang perkara cerai gugat dari bulan
Juni 2018 sampai dengan Agustus 2018 di Pengadilan Agama
Ambarawa.
Dari hasil mencermati rekapitulasi perkara gugatan cerai di Pengadilan
Agama Ambarawa antara bulan Juni 2018 sampai dengan Agustus 2018,
maka Putusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa yang memutus cerai
gugat paling banyak adalah di bulan Juli 2018 yaitu sebanyak 11 Perkara
cerai gugat, sedangkan untuk bulan Juni 2018 nihil dan bulan Agustus
2018 hanya 1 perkara saja.
66
Adapun 11 (sebelas) perkara yang diputus Hakim Pengadilan Agama pada
Bulan Juli 2018 karenan gugatan isteri adalah sebagai berikut :
a. 3 (tiga) perkara karena isteri di Poligami;
b. 5 (lima) perkara suami meninggalkan istri dan tidak memberi nafkah;
c. 2 (dua) perkara suami melakukan KDRT; dan
d. 1 (satu) perkara suami masuk penjara dengan hukuman diatas 5 tahun
penjara.
Untuk BulanAgustus 1(perkara) yaitu cerai gugat karena Penelantaran
ekonomi.
B. Gambaran Perkara Cerai Gugat Nomor 0883/pdt.G/2017/PA.Amb.
Penelitian ini berhasil mengungkap fakta tentang telah terjadinya kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami sebuah keluarga yang
berasal dari Kabupaten Semarang yaitu di Kelurahan Baran Juang Rt 001 Rw
009 Kecamatan Ambarawa, nama dari subyek dalam penelitian ini disamarkan
untuk melindungi hak subyek maupun informan. Sebut saja nama ibu rumah
tangga yang mengalami tindak KDRT itu bernama Nunik Binti Sudarso, umur
30 tahun, agama Islam, Nunik lulus dari pendidikan SMA, keterbatasan
wawasan dan pengetahuan membuat Nunik hanya mampu bekerja sebagai buruh
Pabrik Garmen di Ungaran. Sedangkan mantan suaminya sebut saja bernama
Cucuktomo Bin Kasno, umur 33 tahun, pekerjaan supir, alamat Kelurahan Baran
Juang Rt 001 Rw 009 Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Pendidikan
terakhir yang dienyam cucuktomo adalah SMA. Cucuktomo merupakan anak ke
67
tiga dari pasangan suami isteri Nurzaimah dengan Kasno, kehidupan
kesehariannya selain menjadi supir cucuktomo juga ikut membantu rekannya
menjadi kuli bangunan untuk tambahan penghasilan menghidupi isteri dan anak-
anaknya.
Perkenalan terjadi ketika cucuktomo selaku supir angkot jurusan ungaran
Bawen , pada waktu jam pulang kerja selalu mendapatkan penumpang para
pekerja pabrik di ungaran untuk kembali kerumah, kebetulan pada suatu saat
Nunik menyetop angkot yang disupiri oleh cucuktomo, dalam perjalanan pulang
kerumah terjadi dialog antar keduanya didalam angkot sehingga merupakan
kebiasaan rutinitas apabila pulang kerja Nunik selalu ditunggu oleh cucuktomo
dengan angkotnya, perjalanan waktu terus berlalu sehingga yang tadinya hanya
pertemanan biasa menjadi sepasang kekasih, perjalan jalinan kasih mereka tidak
terasa sudah menginjak usia satu tahun dan kesepakatan keduanya untuk
melanjutkan hubungan tersebut ke pelaminan menjadi suami isteri, setelah
mendapat restu dari kedua orang tua masing-masing maka pada tanggal 13
Februari 2006 dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Ambarawa mereka melangsungkan pernikahan di KUA Ambarawa.
sebagaimana Duflikat Akta Nikah Nomor 68/KUA.11.22.01/PW.01/09/2017
tanggal 19 September 2017.Setelah menikah mereka hidup bersama dirumah
orang tua Nunik di Baran Juang Ambarawa selama lebih kurang 4 (empat)
tahun, mereka berdua hidup bahagia dan dikaruniai 2 (dua) orang anak laki-laki,
anak yang pertama bernama Didin Bin Cucuktomo, umur 3 tahun, dan yang
kedua anak laki-laki bernama Danang Bin Cucuktomo umur 1 tahun.
68
Namundi pertengahan tahun 2008kehidupan rumah tangga Nunik dan
cucuktomo dengan kedua putranya, yang tadinya rukun dan tentram lambat laun
sudah terdengar suara ribut-ribut karena pertengkaran mulut antara keduanya,
hal tersebut berlangsung setiap hari, pada puncak perseteruan keduanya
kebiasaan cucuktomo selalu melakukan tindakan kekerasan seperti memukul
dibagian wajah serta menendang isterinya, hal ini terus berlangsung apabila
terjadi cekcok dirumah antara Cucuktomo dengan Nunik, sebenarnya hal yang
menjadi pangkal keributan menurut Nunik “ suaminya kalau diminta uang
belanja atau tambahan untuk anak-anaknya jajan , selalu marah-marah.
terkadang kata-kata kasar keluar dari mulut suaminya :
“ minta duit terus tiap hari, kamu kan punya gaji juga kenapa
ngak kamu pakai uang itu, kamu kemanakan uang mu,
emangnya aku ini direktur apa ???
menurut pengakuan Nunik apabila kata-katanya sudah seperti itu Nunikhanya
menjawab :
“uang gaji saya juga buat keperluan rumah tangga dan
membayar tangungan hutang warung untuk kebutuhan
sehari-hari “.
Tapi apa mau dikata bukannya malah mengerti cucuktomo malah tambah marah
:
“ sudahlah kamu memang ngak bisa jadi isteri yang baik,
selalu merasa kurang dan kurang, emang aku iki wong
sugih opo, dasar kamunya aja yang ngak bisa ngatur
keuangan ,kalau kamu ngak sreg karo aku ayo kita
pegatan, masih banyak perempuan lain yang mau
kujadikan isteri”.
Perselisihan serta pertengkaran karena masalah yang sama, terus berlanjut
sampai pada titik dimana Nunik takut dan merasa tidak nyaman apabila
69
suaminya cucuktomo marah-marah , Peristiwa puncaknya terjadi di pertengahan
bulan Oktober tahun 2016, cucuktomo meninggalkan rumah Nunik yang selama
ini menjadi tempat mereka membina rumah tangga bersama anak-anak mereka ,
Cucuktomo kembali kerumah orang tuanya di Kelurahan Baran Juang (lain RT).
Akhirnya Nunik merasa bahwa rumah tangganya tidak dapat dipertahankan lagi,
sehingga pemikian Nunik bertambah kuat melihat kenyataan, bahwa suaminya
sudah 10 (sepuluh) bulan hingga dilaksanakan sidang pertama sudah tidak ada
lagi hubungan baik lahir maupun batin, tidak pernah melihat anak-anaknya
apalagi memberikan nafkah.disamping itu sikap atau perlakuan suaminya
menjadikan isterinya menderita lahir batin pada akhirnya Nunik bermaksud
mengakhiri rumah tangganya secara hukum dengan mengajukan permohonan
cerai gugat ke Pengadilan Agama Ambarawa dengan surat gugatan tertanggal 25
September 2017 yang telah terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama
Ambarawa Nomor 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb tanggal 25 September 2017.
Proses Persidangan Nunik memakan waktu sebanyak 3 (tiga) kalipersidangan
pada persidangan pertama dan kedua Cucuktomo tidak hadir, dengan alasan
karena surat Panggilan dari Pengadilan Agama Ambarawa tidak sampai
ketangan Cucuktomo, dan dia tidak tahu kalau Nunik mengajukan cerai gugat ke
Pengadilan Agama Ambarawa, tapi menurut Nunik , bahwa cucuktomo tidak
hadir ke Pengadilan Agama karena sudah tidak perduli lagi dengan rumah
tangganya. Sehingga Pengadilan Agama Ambarawa tidak bisa melakukan upaya
mediasi sebagaimana dimaksud Perma Nomor 1 Tahun 2016 ,
selanjutnyapersidangan berlangsung tanpa hadirnya tergugat.
70
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Nunik selaku penggugat
mengajukan bukti surat berupa :
a. Fotocofi KTP atas nama Penggugat yang diterbitkan oleh kantor
Kependudukan dan pencatatan Sipil Kabupaten Semarang Nomor
3322106106870002 tanggal 26 januari 2013 yang telah dicocokan
dengan aslinya serta bermaterai cukup;
b. Fotokofi Kutipan Akta Nikah nomor : 68/KUA/11.22.01/PW.01/09/2017
tanggal 19 September 2017 yang diterbitkan oleh KUA Kecamatan
Ambarawa, yang telah bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan
aslinya
c. Menghadirkan saksi-saksi antara lain :
1. M.Ali Sodikin bin Kajat, umur 44 tahun, agama Islam,pekerjaan
swasta, alamat Baran Juang RT 001 RW 006 Kelurahan Baran Juang
Kecamatan Ambarawa kabupaten Semarang
Keterangan saksi M. Ali Sodikin bin Kajat menjelaskan sebagai
berikut “ Bahwa saksi kenal dengan Nunik ataupun suaminya
cucuktomo karena mereka bertetangga, selanjutnya saksi juga
melihat mereka telah menikah selama 11 tahun dan dikarunia anak 2
orang, dan saksi melihat kehidupan rumah tangga mereka yang
awalnya rukun namun sejak 2 tahun terakhir sering cekcok dan
berakhir Nunik sering menangis karena dipukuli suaminya, sudah
dilakukan upaya mediasi dengan para kerabat tapi Nunik tetap
menggugat cerai suaminya.
71
2. Ngadiyo bin H. Bajuri, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan
swasta, alamat Baran Juang RT 001 RW 006 Kelurahan baran Juang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Keterangan saksi
Ngadiyo bin H. Bajuri bahwa Nunik adalah keponakannya,
selanjutnya saksi juga melihat mereka telah menikah selama 11
tahun dan dikarunia anak 2 orang, dan saksi melihat kehidupan
rumah tangga mereka yang awalnya rukun namun sejak 2 tahun
terakhir sering cekcok dan berakhir Nunik sering menangis karena
dipukuli suaminya,saya selaku paman penggugat merasa kasihan
kepada Nunik kalau sudah cekcok pasti dia menangis karena sering
dipukuli oleh suaminya, pernah saya mau menegor suaminya agar
tidak berbuat kasar tapi dilarang oleh Nunik karena katanya itu
urusan rumah tangganya sendiri, sudah dilakukan upaya mediasi
dengan para kerabat tapi Nunik tetap menggugat cerai suaminya.
C. Putusan Hakim Pengadilan Agama dalam Perkara Cerai Gugat Nomor
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.
Putusan sidang perkara cerai gugat yang mengabulkan gugatan penggugat
atas nama Nunik binti Sudarso kepada tergugat cucuktomo bin Kasno nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb berdasarkan musyawarah Majelis Hakim Pengadilan
Agama Ambarawa pada hari Selasa tanggal 31 Oktober 2017 masehi bertepatan
dengan tanggal 11 Safar 1439 Hijriyah oleh Dra Hj.Lelita Dewi S.H,.M.Hum
sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs. H Safari, M.Si dan Abdul Hakim S.Ag S.H
72
Masing-masnig sebagai Hakim Anggota dan Panitera Pengganti
Arifah.S.Masfeke, S.Ag.Mengabulkan permohonan penggugat yaitu Nunik
dengan mengabulkan gugatan secara verstek (persidangan tidak dihadiri oleh
tergugat) Pengadilan Agama Ambarawa menjatuhkan Talaq satu ba‟in sughro
tergugat (cucuktomo bin Kasno) kepada Penggugat ( Nunik binti Sudarso)
,selanjutnya Panitera Pengadilan Agama Ambarawa mengirimkan salinan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap kepada pegawai Pencatat Nikah KUA
Kecamatan Ambarawa, kemudian Pengadilan Agama Ambarawa membebankan
kepada Penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. 361.000,00 ( tiga ratus
enam puluh satu ribu rupiah).
Landasan Hukum dalam memutus perkara Cerai Gugat Nomor
:0883/Pdt.G/2017/PA.Amb oleh Majelis hakim Pengadilan Agama Ambarawa
adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;
2. Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah menjadi UU
Nomor 3 Tahun 2006 dan perunahan tahap ke dua dengan UU Nomor 50
tahun 2009 tentang kompetensi absolute Pengadilan Agama;
3. PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI);
4. Yurisprudensi MARI Nomor 1354.K/Pdt6.G/2000 tanggal 8 September
2000 tentang Perceraian.
73
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Faktor-Faktor yang menyebabkan istri melakukan cerai gugat dalam
perkara CeraiGugatNomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.
1. Faktor Penelantaran Ekonomi.
Bahwa faktor penyebab seorang isteri melakukan cerai gugat kepada
suaminya sebagaimana perkara gugat cerai Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.tidak lain karena adanya kelalaian yang
menyangkut pemberian nafkah oleh suami yang dirasakan istri kurang / tidak
mencukupi, jangankan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, ditambah lagi
dengan kebutuhan sekolah anak-anak mereka mau tidak mau kalau suami
tidak memberi uang untuk kebutuhan dimaksud , istri berusaha menutupinya
dengan jalan pinjam uang dengan tetangga atau kepada orang tuanya. Untuk
kebutuhan makan seperti beras serta lauk pauk terkadang harus berhutang
diwarung tetangga. Hal ini sudah sering dibicarakan kepada suaminya
namun suaminya merasa istrinya selalu memojokan dirinya dengan setiap
perkataannya sehingga timbul perasaan terhina dan merendahkan
martabatnya akhirnya timbul percekcokan .
Persoalan ekonomi dalam rumah tangga adalah sebagai salah satu pemicu
terjadinya keretakan perkawinan yang berujung pada terjadinya perceraian,
bukan itu saja dari persoalan ekonomi inilah akan timbul bentuk bentuk
kekerasan didalam rumah tangga yang biasa dilakukan oleh suami terhadap
74
istrinya atau sebaliknya , banyaknya laporan pengaduan kepada aparat
penegak hukum yang dilayangkan istri tidak lain karena ketakutan atau
trauma akibat tindakan kejam suami yang selalu melakukan kekerasan
terhadap istrinya.
Menurut Analisa penulis, bahwa cerai gugat Sebagaimana Perkara Nomor
0883/pdt/G/2017/PA Amb. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena
adanya penelantaran ekonomi, dimana tergugat sudah diingatkan oleh istrinya
selaku penggugat untuk memberi nafkah sehari-hari dengan benar artinya
jangan semaunya saja terkadang dikasih terkadang sampai berhari-hari tidak
diberikan nafkah, sedangkan istri dan anak-anaknya butuh makan setiap hari
dan kebutuhan pokok lainnya.
2. Faktor Kekerasan secara fisik.
Faktor kekerasan secara fisikmerupakan faktor yang paling dominan
menjadi penyebab istri melakukan cerai gugat terhadap suaminya secara
hukum ke Pengadilan Agama, Gugatan cerai isteri sebagaimana perkara
Nomor :0883/Pdt.G/2017/PA.Amb Ke Pengadilan Agama Ambarawa
merupakan salah satu bentuk ketidak mampuan istri untuk terus melanjutkan
ikatan perkawinan dengan suaminya, lantaran suaminya yang kejam sering
memukul dan menendang. Seandainya tidak terjadi hal yang menyakitkan
hati istri kemungkinanuntuk menggugat cerai suaminya tidak dilakukannya,
kalau hanya sebatas masalah nafkah bisa dicari solusinya, apalagi istripun
seorang pekerja pabrik yang tentu saja punya penghasilan (gaji) untuk
tambahan menutupi kebutuhan rumah tangga.
75
Siapa yang tidak ingin bahagia didalam hidup berumah tangga , suami isteri
ketika ijab kabul pernikahan tentu diniatkan dan diamini dengan do‟a agar
pernikahannya kelak menjadikan suatu keluarga yang sakinah, mawadah dan
warohmah serta penuh barakah, jauh dari pertikaian antara suami istri,
mereka bisa merasakan ketentraman, kenyamanan bukan malah sebaliknya
seperti yang dialaminya saat ini.
2. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian dalam Perkara Cerai Gugat Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb
1. Analisa Putusan Majelis Hakim
Tidak seperti perceraian karena talaq suami yang dijatuhkan kepada
isterinya, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan maupun yang tercantum dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI), seorang hakim dengan kewenanganya secara ex officio
memutus perkara perceraian karena adanya talaq dari penggugat (suami)
kepada tergugat (isteri) disertai dengan pencantuman kewajiban suami
(penggugat) setelah proses perceraian selesai untuk memberikan hak- hak
isteri dan anak-anaknya berupa hadonah , nafkah iddah dan nafkah mut‟ah,
namundalam Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Ambarawa tidak
menyertakanhak-hak isteri seperti Hadonah ( Hak pemeliharaan anak )
apalagi nafkah iddah dan nafkah mut‟ah, karena hal ini memang tidak diatur
baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
76
maupun dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Kompilasi Hukum Islam
(KHI).
Menurut Sisva Yetti (Hakim Tinggi Pengadilan Agama Bandung) “ saya
belum berani memutus nafkah iddah dan nafkah mut‟ah dalam perkara cerai
gugat, karena belum ada aturan atau yurisprudensinya Nafkah Iddah dan
nafkah Mut‟ah hanya diperuntukan pada kasus perceraian suami dan isteri
yang beragama Islam di Pengadilan Agama karena “talaq” .
Dalam kaitan tentang tidak adanya nafkah iddah dan nafkah mut‟ah dalam
kasus cerai gugat, maka analisa penulis membenarkan putusan hakim
Pengadilan Agama Ambarawa dalam memutus perkara Nomor :
0883/Pdt.G/2017/PA.Amb. Dimana majelis hakim mengabulkan permohonan
penggugat (Nunik binti Sudarso) untuk cerai gugat dengan suaminya yang
dalam hal ini selaku tergugat (cucuktomo bin Kasno), Majelis Hakim PA
Ambarawa memutus dengan “talaq ba’in sughra”. Setelahterjadi putusan
yang merupakan kekuatan hukum tetap , Nunik merasa lega karena
denganadanya putusan Pengadilan Agama Ambarawa menjadikan Nunik
bebas dari kehidupan rumah tangga yang menjadikan trauma bagi diri dan
anak-anaknya, Nunik tidak berharap apa apa dari mantan suaminya, apa lagi
menuntut hak, dulu sebelum bercerai, untuk menafkahi kehidupan rumah
tangga saja kerepotan.
Namun penulis merasa ditelisik hatinya ketika membaca Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 juncto Nomor 45 tahun 1990 pada ayat (5)
yang menjelaskan bahwa “Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri,
77
maka ia tidak berhak atas pembagian mantan suaminya, kemudian membaca
ayat (6) isinya “Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak berlaku,
apabila isteri meminta cerai karena dimadu, dan/atau suami berzina, suami
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin,
suami menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan,
dan/atau suami telah meninggalkan isterinya selama dua tahun berturut-turut
tanpa izin isteri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya,Jelas sekali disebutkan bahwa pengecualian karena hal –hal
yang tercantum dalam ayat (6) maka isteri selaku penggugat berhak atas
nafkah dari mantan suaminyayang seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pertanyaannya apakah ada Perundang-Undangan yang mengatur kalau itu
terjadi terhadap masyarakat awam yang bukan seorang Pegawan Negeri Sipil
(PNS). Melihat kondisi terkini begitu banyaknya isteri melakukan cerai gugat
karena alasan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan
suaminya.
Dalam kaitan tentang tidak adanya hak iddah dalam perceraian karena isteri
selaku penggugat, maka fenomena hukum yang terjadi adalah masih adanya
keberpihakan atau pembedaan antara hak hukum laki-laki dan hak hukum
yang dimiliki perempuan, hak hukum yang dimiliki laki-laki jelas sekali
kesetaraan jender terabaikan. Penulis mencermati putusan hakim Pengadilan
Agama Ambarawa, bahwa putusan hakim tidak mau beresiko putusannya
menjadi banding atau kasasi sehingga dalam memutuskan perkara gugatan
78
perceraian kelihatannya mengikuti saja apa yang sudah diputuskan hakim
sebelumnya menyangkut kasus cerai gugat isteri (yurisprudensi).
2. Pandangan Hukum tentang hak-hak isteri pasca cerai gugat karena
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
a. Pendapat umum Sisva Yetti seorang Hakim Tinggi dari Pengadilan
Tinggi Agama Bandung bahwa “ nafkah iddah dan nafkah mut‟ah
seharusnya bisa diterima penggugat (isteri) dikarenakan cerai gugat
karena KDRT, namun disenting opinion jarang sekali terjadi dalam
putusan pengadilan tingkat Judex pactie (tingkat pertama dan banding
), lain halnya di pengadilan tingkat kasasi atau peninjauan kembali
(PK). Majelis Hakim judex pactie sering kali berusaha semaksimal
mungkin untuk menyamakan persepsi dalam memutus perkara, kalau
hakim agung mengajukan disenting opinion sangat mungkin karena
hakim agungnya memiliki landasan hukum yang berbeda dengan
hakim judex pactie.(wawancara seleksi Calon Hakim Agung di
Komisi Yudisial 23/6/2016).
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sebagai rujukan hukum
yang paling dominan, mengingat asal muasal terjadinya cerai gugat
karena suami (tergugat) sering melakukan tindak KDRT terhadap
(Penggugat). Disisi lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang PKDRT bisa mengikat secara hukum berupa sangsi
pemenjaraan dan denda, karena dengan perbuatannyamelakukan
79
kekerasan terhadap isterinya (penggugat) menjadikan isterinya trauma
dan takut. Dampak yang ditimbulkan oleh situasi rumah tangga yang
sering terjadi pertengkaranmaka atas inisiatif sendiri isteri melakukan
cerai gugat. Namun yang sangat disayangkan perbuatan kekerasan
tersebut kenapa oleh isteri tidak dilaporkan ke kepolisian, penulis
mendapat jawaban
“ seburuk-buruk perbuatannya kepada saya selaku
isterinya, namun tergugat tetap saja ayah dari anak-
anaknya, saya enggak mau dia masuk penjara”
c. Bentuk pertimbangan lainnya bagi para Hakim Pengadilan Agama
untuk memutus perkara perceraian baik itu cerai talaq atau cerai gugat
terdapat didalam asas umum peradilan agama yaitu tentang asas
legalitas dan persamaan (equality) yang diatur dalam pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan tahap kedua
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dan pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang berbunyi “ Pengadilan
mengadili menurut hukum dan tidak membeda bedakan orang ( Rule
Of Law) artinya berfungsi dan berwenang menegakkan hukum harus
berlandaskan hukum tidak bertindak diluar hukum sedangkan asas
persamaan (equality) adalah persamaan hak dan derajat dalam proses
pemeriksaan disidang pengadilan, mendapat akses dan perlindungan
serta perlakuan yang sama dimuka hukum.
80
d. Menurut TAP MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004
dalam Bab IV disebutkan arah kebijaksanaan hukum diantaranya
mengembangkan budaya hukum disemua lapisan masyarakat untuk
terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka
supremasi hukum, menata sistim hukum nasional yang menyeluruh
dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan
hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan
kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif termasuk ketidak
adilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan refomasi
melalui program legislasi.(Alvi Syahrin:2009:12)
e. Instruksi dari Mahkamah Agung R.I untuk jajaran Hakim
dibawahnya agar setiap putusan menyangkut Cerai Gugat dengan
alasan KDRT khususnya para hakim dapat menetapkan nafkah
iddahnya . Hal yang sama ditegaskan oleh Direktur Jenderal Badilak
Mahkamah Agung RI ada dalam buku II pedoman pelaksanaan tugas
dan administrasi Peradilan Agama yang salah satu kutipan buku
tersebut menjelaskan “ Cerai Gugat dengan alasan adanya Kekejaman
atau kekerasan suami, hakim secara ex officio dapat menetapkan
nafkah iddah”.
Terakhir dari pendapat umum disini seyogyanya renungan bagi para
hakim Pengadilan Agama adalah ketika seorang isteri mengajukan
gugat cerai kepada suaminya, maka sudah barang tentu pihak isteri
mempunyai alasan yang kuat dan sudah merasa tidak diperlakukan
81
layaknya seorang isteri, isteri sudah tidak bisa lagi menahan tekanan
fisik dan psikis karena ulah suami yang notabene kuat dan isteri
pihak yang lemah, sehingga dengan kekuatannya itu apabila terjadi
perselisihan atau cekcok didalam rumah tangga. Jelas yang menjadi
korban adalah pihak isteri dan anak-anaknya. Langkah selanjutnya
harus kemana isteri mengadukan keluh kesahnya agar setelah
berpisah dengan suaminya, bisa menghidupi dan mendidik anak-
anaknya agar anaknya menjadi orang yang berguna dikemudian hari
82
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bab ini berisi kesimpulan atas temuan pada kasus cerai gugat yang menjadi
bahan penelitian untuk pembuatan skripsi, dari uraian Bab I sampai dengan
pembahasan masalah pada Bab IV maka dapat diambil kesimpulanyaitu sebagai
berikut :
1. Bahwa faktor penyebab seorang isteri melakukan cerai gugat kepada
suaminya tidak lain karena adanya tindak kekerasan didalam rumah
tangga yang dilakukan suami terhadap isterinya,sebagaimana perkara
cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb yang dimohonkan
penggugat (Nunik) kepada Pengadilan Agama Ambarawa terhadap
suaminya selaku tergugat ( Cucuktomo) .Modus yang melatar belakangi
terjadinya kekerasan dikarenakan sering terjadi cekcok mulut hanya
karena isteri meminta uang tambahan belanja dan jajan anak-anaknya.
Tidak terima sering di tegur isterinya ,maka perlakuan kasar seperti
memukul dan menendang merupakan hal yang sering diterima isterinya,
dari kedua faktor itulah yaitu (1) penelantaran ekonomi ( lalai dalam
memberikan nafkah ) (2) faktor penyebab yang paling dominan
yaitufaktor kekerasan sehingga isteri sakit hati dan menderita lahir batin
baik fisik maupun psikis . Mediasi baik oleh kalangan keluarga sendiri
mapun dari Pengadilan tidak menyurutkan langkah Nunik untuk
83
memohon kepada Pengadilan Agama Ambarawa menggugat cerai
suaminya secara hukum.
2. Setelah dilakukannya persidangan sebanyak 3 (tiga) kali persidangan,
dan upaya hakim menghadirkan tergugat tidak membuahkan hasil
sehingga uapaya mediasi tidak terlaksana, maka Majelis Hakim
Pengadilan Agama Ambarawa melalui berbagai pertimbangan memutus
perkara Nomor 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb mengabulkan gugatan
penggugat dengan Verstek, dan menjatuhkan talak satu ba‟in sughro
tergugat kepada penggugat serta membebankan kepada penggugat untuk
membayar biaya perkara sebesar Rp. 361.000 (tiga ratus enam puluh satu
ribu rupiah). dalam amar putusan ini tidak dicantumkannya tentang
hadonah /hak pemeliharaan anak dan juga hak-hak lainnya, Hakim
belum berani memutus nafkah iddah dan nafkah mut‟ah dalam perkara
cerai gugat, karena belum ada aturan atau yurisprudensinya, Nafkah
Iddah dan nafkah Mut‟ah hanya diperuntukan pada kasus perceraian
suami dan isteri yang beragama Islam di Pengadilan Agama karena
“talaq” .
B. SARAN.
1. Tingginya kasus perceraian yang terjadi di Indonesia, baik perceraian
karena talaq ataupun perceraian karena cerai gugat isteri karena KDRT
menunjukan angka yang fluktuatif , untuk menurunkan angka perceraian
karena cerai gugat isteri ini perlu kiranya sosialisasi yang lebih
menjamah ketengah-tengah masyarakat yaitu sosialisasi Undang-Undang
84
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Tujuannya tidak lain agar masyarakat terutama kaum laki-laki
memahami tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
PKDRT berikut sangsinya apabila melakukan perbuatan kekerasan
dimaksud;
2. Kepada Yang Terhormat Dirjen Badilak Mahkamah Agung Republik
Indoensia , Agar hendaknya pelaksanaan peradilan di seluruh Pengadilan
Agama, dalam memutus perkara cerai gugat karena implikasi akibat
kekerasan dalam rumah tangga hendaknya menginstruksikan kembali
kepada para Hakim Pengadilan Agama agar mempedomani Buku
Petunjuk II pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi Peradilan
Agama yang salah satu kutipan buku tersebut menjelaskan “ Cerai Gugat
dengan alasan adanya Kekejaman atau kekerasan suami, hakim secara ex
officio dapat memutuskan nafkah iddah” .
DAFTAR PUSTAKA
------Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam. Bandung : Fokus Media----------------------------------------------------
Al-Qur‟an-----------------------------------------------------------------------------
Narbuko. Cholid Abu Achmadi 1997. Metode Penelitian, Jakarta Pustaka.
Nasution.S 2001. Metode Research, Jakarta : BumiAksara
Istikara Detty, 2004, Putusnya Perkawinan karena Cerai Gugat ( Analisis
Kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor :
1091/Pdt.G/2004/PA.JSSkripsi tidak diterbitkan. Jakarta : Fakultas Hukum
Program Magister Kenotariatan UI Jakarta
.
Moleong. Lexi J 2006 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Tihami, Sohari Sahram, 2009, Fikih Munakahat Kajian fikih Nikah Lengkap,
Jakarta : Rajawali Pers.
R. Soeroso.S.H. 2011, Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Bagian II,
Jakarta: Sinar Grafika.
Nuruddin Amiur Dr.H.MA dan Akmal Tarigan Azhari Drs, M.Ag, 2004,
Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kasus Perkembangan Hukum Islam
dari fikih, UU Nomor 1 Tahun 1974 sampai KHI,Jakarta : PT. Kharisma Putra
Utama.
Sutopo H.B. 2006 Metode Penelitian Kualitatif Surakarta : Univesitas 11
Maret.
Sayuti Thalib 1986 Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta : UI Pers.
Manan Abdul 2001 Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan
Peradilan Agama Jakarta : Yayasan Al Hikmah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Jakata : LBH Apik.
Usman Rachmadi S.H 2006, Asfek-Asfek Hukum Perorangan dan
Kekeluargaan di Indonesia , Jkarta : Sinar Grafika.
Trainer Hak Asasi Manusia Polri 2009, Manual Pelatihan Gender dalam
Kepolisian, Jakarta : Div. Humas Polri.
Aliyah Himatul 2013 Perceraian karena Gugatan Istri (Studi kasus perkara
Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal dan Nomor : 0740
/Pdt.G/2011/PA.Sal) di Pengadilan Agama Salatiga. Skripsi diterbitkan, Salatiga :
Fakultas Syari‟ah STAIN Salatiga.
Taufiq Iqbal M 2008 Penelantaran Ekonomi Sebagai Alasan Gugatan
Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Gresik ) Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Gresik.
Muh Fauzi Adhim 1999, Kado Pernikahan Untuk Isteriku, Jogjakarta :
Mitra Usaha.
Sunggono Bambang. 2006 , Metodologi Penelitian Hukum Jakarta :
Rajawali Pers.
PUTUSAN
Nomor:0883/Pdt.G/2017/PA.Amb
بسم هللا الرحمن الرحيم
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Ambarawa yang memeriksa dan mengadili perkara
cerai gugat pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan dalam perkara
yang diajukan oleh :
PENGGUGAT, umur 21 tahun, agama Islam, pekerjaan SWASTA, tempat tinggal
Semula di KABUPATEN SEMARANGKabupaten Semarang dan
sekarang bertempat tinggal di KABUPATEN SEMARANG, sebagai
"Penggugat”;
Melawan
TERGUGAT, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan SWASTA, tempat tinggal
di KABUPATEN SEMARANGKabupaten Semarang, sebagai
"Tergugat";
Pengadilan Agama tersebut;--------------------------------------------------------------------
Setelah membaca dan mempelajari berkas perkara;-------------------------------------
Setelah mendengar keterangan Penggugat dan para saksi;---------------------------
DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 14
Desember 2017 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Ambarawa Nomor: 1178/Pdt.G/2017/PA.Amb ,tanggal 14 Desember 2017
mengemukakan hal-hal sebagai berikut :-------------------------------------------------
1. Bahwa, pada tanggal 25 Maret 2013, Penggugat dengan Tergugat
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah KUA
(Kantor Urusan Agama) Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
sebagaimana Kutipan Akta Nikah Nomor : -, Tanggal 25 Maret 2013;
2. Bahwa, setelah akad nikah Penggugat dan Tergugat hidup bersama di
rumah orangtua Tergugat di KABUPATEN SEMARANGdengan alamat
sebagaimanna tersebut diatas selama 4 tahun. Selama pernikahan
tersebut Penggugat dengan Tergugat telah hidup rukun sebagaimana
layaknya suami istri (ba'daddukhul) dan dikaruniai orang anak bernama :
- ANAK PENGGUGAT DENGAN TERGUGAT, umur 1 tahun 8 bulan dan
sekarang diasuh oleh orangtua Tergugat;
3. Bahwa, selama dalam perkawinan antara Penggugat dan Tergugat belum
pernah bercerai ;
4. Bahwa, sejak awal bulan Maret tahun 2017 keadaan rumah tangga
Penggugat dan Tergugat mulai tidak harmonis karena rumah tangga sering
diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang
disebabkan:
- Tergugat menjalin hubungan cinta dengan perempuan lain bernama
WANITA IDAMAN LAIN yang berasal dari Jambu, yakni ia telah hidup
kumpul serumah dengan perempuan tersebut di Hotel dan Tergugat pun
juga telah mengakui sendiri adanya hubungan tersebut;
5. Bahwa, puncak terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut terjadi
pada pertengahan bulan Maret tahun 2017 yang akibatnya Penggugat dan
Tergugat berpisah dan Penggugat pulang kerumah orangtua Penggugat
sendiri di Krajan dengan alamat sebagaimana tersebut diatas selama 9
bulan hingga sekarang. Selama itu sudah tidak ada lagi hubungan baik lahir
maupun batin dan Tergugat sudah tidak lagi memberi nafkah kepada
Penggugat;
6. Bahwa, atas sikap dan/atau perlakuan Tergugat tersebut, Penggugat
sangat menderita lahir batin dan oleh karenanya Penggugat bermaksud
mengakhiri rumah tangganya secara hukum ;
7. Bahwa, anak Penggugat dan Tergugat sekarang tinggal bersama orangtua
Tergugat, dan oleh karena Tergugat sebagai ayah tidak memperdulikan
dengan keadaan anaknya dan hanya bergantung dari orangtua Tergugat,
untuk itu Penggugat meminta ditetapkan sebagai pemegang hak asuh/
hadonah terhadap anak tersebut di atas;
8. Bahwa atas hal-hal tersebut diatas Penggugat mengajukan gugatan cerai
terhadap Tergugat dengan alasan: antara Penggugat dan Tergugat terus-
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga dan hal tersebut sesuai dengan Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf
(f) Kompilasi Hukum Islam ;
Berdasarkan alasan/dalil-dalil di atas, Penggugat mohon agar Ketua
Pengadilan Agama Ambarawa segera memeriksa dan mengadili perkara ini,
selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi :
PRIMAIR :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu ba`in sughro Tergugat (TERGUGAT) kepada
Penggugat (PENGGUGAT) ;
3. Menetapkan Penggugat sebagai pemegang hak asuh / hadonah terhadap
anak Penggugat dan Tergugat :
- ANAK PENGGUGAT DENGAN TERGUGAT, umur 1 tahun 8 bulan
4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;
SUBSIDAIR :
- Apabila hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ( Ex
Aequo Et Bono ) ;
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan,
Penggugat telah hadir di persidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak
menyuruh orang lain sebagai kuasanya, meskipun menurut relaas panggilan
Nomor: 1178/Pdt.G/2017/PA.Amb tanggal 21 Desember 2017 dan tanggal 15
Januari 2018 yang dibacakan di persidangan, bahwa Tergugat telah dipanggil
secara resmi dan patut, sedang tidak ternyata tidak hadirnya itu disebabkan oleh
suatu halangan yang sah;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir, maka upaya mediasi
sebagaimana maksud Perma nomor 1 Tahun 2016 dan mendamaikan tidak
dapat dilaksanakan, sehingga persidangan berlangsung tanpa hadirnya
Tergugat;--------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya dibacakan gugatan Penggugat yang isinya
tetap dipertahankan oleh Penggugat;------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir di persidangan maka
Tergugat tidak menggunakan hak-haknya, dan persidangan dilanjutkan pada
tahap pembuktian;---------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat
telah mengajukan bukti surat berupa :--------------------------------------------------------
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Penggugat yang diterbitkan oleh
Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Semarang, Nomor: -,
tanggal 30 Mei 2016, yang telah bermaterai cukup dan dilegalisasi, setelah
diteliti dan dicocokkan dengan aslinya, ternyata telah sesuai dengan aslinya,
kemudian oleh Ketua Majelis ditandai dengan P.1;
2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor: -, tanggal 25 Maret 2013, yang
diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang; , yang telah bermaterai cukup dan dilegalisasi, setelah diteliti dan
dicocokkan dengan aslinya, ternyata telah sesuai dengan aslinya, kemudian
oleh Ketua Majelis ditandai dengan P.2;
Menimbang, bahwa selain itu Penggugat juga mengajukan saksi-saksi
yaitu :--------------------------------------------------------------------------------------------------
1. SAKSI I, umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di
KABUPATEN SEMARANG;, memberikan keterangan di bawah sumpah pada
pokoknya:
- Bahwa, saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena sebagai ibu
kandung Penggugat;
- Bahwa, Penggugat dengan Tergugat telah menikah pada tahun 2013 dan
telah dikaruniai 1 orang anak yang sekarang dalam asuhan orang tua
Tergugat;
- Bahwa, Penggugat dengan Tergugat setelah menikah tinggal bersama di
rumah orang tua Tergugat, pada awalnya rumah tangga mereka rukun dan
bahagia, namun kemudian sejak sekitar bulan Maret 2017 antara mereka
pisah rumah sampai dengan sekarang tidak pernah kembali hidup bersama
lagi;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sekarang sudah pisah rumah karena
Tergugat telah pergi dari kediaman bersama sejak bulan Maret 2017
hingga sekarang kurang lebih sudah 10 bulan tanpa nafkah yang diberikan
kepada Penggugat dan semnenjak itu antara Penggugat dan Tergugat
tidak ada lagi terjalin komunikasi;
- Bahwa keluarga/ saksi telah berupaya untuk menasehati agar Penggugat
kembali rukun dengan Tergugat namun Penggugat tetap ingin bercerai
dengan Tergugat;
2. SAKSI II, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan Buruh, bertempat tinggal di
KABUPATEN SEMARANG, memberikan keterangan di bawah sumpah pada
pokoknya:
- Bahwa, saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena sebagai bibi
Penggugat;
- Bahwa, Penggugat dengan Tergugat telah menikah pada tahun 2013 dan
telah dikaruniai 1 orang anak yang sekarang dalam asuhan orang tua
Tergugat;
- Bahwa, Penggugat dengan Tergugat setelah menikah tinggal bersama di
rumah orang tua Tergugat, pada awalnya rumah tangga mereka rukun dan
bahagia, namun kemudian sejak sekitar bulan Maret 2017 antara mereka
pisah rumah sampai dengan sekarang tidak pernah kembali hidup bersama
lagi;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sekarang sudah pisah rumah karena
Tergugat telah pergi dari kediaman bersama sejak bulan Maret 2017
hingga sekarang kurang lebih sudah 10 bulan tanpa nafkah yang diberikan
kepada Penggugat dan semnenjak itu antara Penggugat dan Tergugat
tidak ada lagi terjalin komunikasi;
- Bahwa keluarga/ saksi telah berupaya untuk menasehati agar Penggugat
kembali rukun dengan Tergugat namun Penggugat tetap ingin bercerai
dengan Tergugat;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi-saksi tersebut di atas,
Penggugat menyatakan membenarkan;-----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya Penggugat menyatakan tidak lagi
mengajukan sesuatu apapun, berkesimpulan tetap akan bercerai dengan
Tergugat dan mohon putusan;------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa semua yang termaktub dalam Berita Acara
pemeriksaan perkara ini ditunjuk sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
putusan ini ;------------------------------------------------------------------------------------------
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas;------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir maka upaya Mediasi
sebagaimana maksud Perma nomor 1 Tahun 2016 dan mendamaikan tidak
dapat dilaksanakan;-------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat telah dipanggil secara resmi dan
patut, Tergugat tidak hadir dan tidak mengutus kuasanya, dan ternyata pula
bahwa tidak hadirnya itu tidak disebabkan oleh suatu halangan yang sah, maka
Tergugat dinyatakan tidak hadir;-------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya mendalilkan yang pada
pokoknya bahwa antara Penggugat dan Tergugat terjadi perselisihan dan
pertengkaran yang terus menerus yang disebabkan karena Tergugat menjalin
hubungan cinta dengan perempuan lain bernama WANITA IDAMAN LAIN yang
berasal dari Jambu, yakni ia telah hidup kumpul serumah dengan perempuan
tersebut di Hotel dan Tergugat pun juga telah mengakui sendiri adanya
hubungan tersebut;----------------------------------------------------------------------------------
------------
Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan bukti tertulis yang
ditandai dengan P.1, dan P.2, yang masing-masing berupa foto copy yang telah
bermeterai dan dilegalisir serta dicocokkan dengan aslinya, maka berdasarkan
pasal 165 HIR bukti tersebut dapat diterima untuk dipertimbangkan; ---------------
Menimbang, bahwa perkara in casu adalah perkara cerai gugat, maka
berdasarkan pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan tahap
kedua dengan Undang - Undang nomor 50 tahun 2009, Pengadilan Agama
Berwenang mengadili perkara ini (kompetensi absolute);-------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti P.1,
Penggugat berdomisili di Kabupaten Semarang yang menjadi yuridiksi
Pengadilan Agama Ambarawa, maka berdasarkan pasal 73 ayat 1 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor
3 Tahun 2006 dan perubahan tahap kedua dengan Undang - Undang nomor 50
tahun 2009, Pengadilan Agama Ambarawa secara relative berwenang mengadili
perkara ini;--------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2, maka menjadi terbukti bahwa
Penggugat dan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah, maka
Penggugat dan Tergugat memiliki legal standing dan berkapasitas sebagai pihak
dalam perkara ini;--------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir dipersidangan , maka Tergugat
tidak mempertahankan hak-haknya dan dianggap telah membenarkan dalil
gugatan Penggugat;-------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena dalil-dalil gugatan Penggugat didasarkan
atas adanya perselisihan dan pertengkaran, maka berdasarkan pasal 76 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 jo pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, untuk
mendapatkan putusan perkara ini majelis akan mendengarkan keterangan saksi-
saksi dari keluarga atau orang-orang yang dekat Penggugat dan Tergugat;---------
------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan 2 orang saksi bernama
SAKSI I, umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di
KABUPATEN SEMARANG; dan SAKSI II, umur 47 tahun, agama Islam,
pekerjaan Buruh, bertempat tinggal di KABUPATEN SEMARANG;, yang
keterangannya sebagaimana tersebut dalam duduk perkara di atas;----------------
Menimbang, bahwa saksi-saksi tersebut telah memberikan keterangan di
bawah sumpah terhadap peristiwa yang didasarkan atas penglihatan dan
pengetahuannya sendiri serta keterangannya saling bersesuaian, maka
berdasarkan pasal 172 HIR keterangan tersebut dapat diterima untuk
dipertimbangkan; ----------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan gugatan Penggugat yang dihubungkan
dengan keterangan saksi-saksi maka telah terungkap fakta-fakta di persidangan
yang pada pokoknya sebagai berikut:---------------------------------------
- Bahwa, Penggugat dengan Tergugat telah menikah pada tahun 2013,
setelah menikah tinggal bersama di rumah orang tua Tergugat, pada awalnya
rumah tangga mereka rukun dan bahagia, dan telah dikaruniai 1 orang anak
yang sekarang dalam asuhan orang tua Tergugat, namun kemudian sejak
sekitar bulan Maret 2017 antara mereka pisah rumah sampai dengan
sekarang tidak pernah kembali hidup bersama lagi kurang lebih sudah 10
bulan lamanya, tanpa nafkah yang diberikan kepada Penggugat dan
semnenjak itu antara Penggugat dan Tergugat tidak ada lagi terjalin
komunikasi;
- Bahwa keluarga/ saksi telah berupaya untuk menasehati agar Penggugat
kembali rukun dengan Tergugat namun Penggugat tetap ingin bercerai
dengan Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas, maka menjadi
terbukti bahwa kehidupan rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat
tidak lagi harmonis karena sejak sekitar bulan Maret 2017 antara mereka pisah
rumah sampai dengan sekarang tidak pernah kembali hidup bersama lagi kurang
lebih sudah 10 bulan lamanya, tanpa nafkah yang diberikan kepada Penggugat
dan semnenjak itu antara Penggugat dan Tergugat tidak ada lagi terjalin
komunikasi;-----------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena selama berpisah tersebut sudah tidak
berkomunikasi lagi, maka telah menjadi petunjuk bagi majelis bahwa perselisihan
Penggugat dan Tergugat itu telah terjadi terus menerus dan tidak ada harapan
akan rukun kembali;-------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi yang menyatakan
Penggugat dan Tergugat sudah tidak berhasil dirukunkan, maka sesuai
Yurisprudensi MARI No.1354.K/Pdt.G/2000, tanggal 8 September 2003 dengan
terjadinya berpisah rumah dan tidak saling berkomonikasi, maka rumah tangga
yang demikian tersebut telah retak;-----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap rumah tangga yang retak seperti yang terjadi
dalam perkara ini Majelis Hakim tidak perlu mencari siapa yang bersalah dan
menjadi penyebab kesalahan, dalam hal ini lebih ditekankan kepada “apakah
rumah tangga Penggugat dan Tergugat masih ada harapan untuk hidup rukun
lagi”;-----------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dengan sikap Penggugat yang bertekad dan bertetap
hati untuk bercerai, telah menunjukkan bahwa sudah tidak ada harapan
Penggugat dan Tergugat untuk hidup rukun lagi, dan apabila keadaan tersebut
dipaksakan untuk dipertahankan, maka rumah tangga yang sakinah, mawaddah
dan rahmah sebagaimana maksud pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974
dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, tidak dapat diwujudkan lagi, oleh karena itu
jalan terbaik agar tidak menimbulkan beban penderitaan bagi Penggugat
utamanya, perceraian merupakan alternative terbaik bagi Penggugat dan
Tergugat;------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, maka gugatan Penggugat telah mempunyai cukup alasan dan memenuhi
pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jis. pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan. pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam;-------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir, sedang gugatan Penggugat
beralasan dan tidak melawan hak, sehingga gugatan Penggugat telah memenuhi
ketentuan pasal 125 ayat 1 HIR, namun demikian Majelis Hakim memandang
perlu mengetengahkan pendapat ahli yang diambil sebagai pendapat Majelis
Hakim seperti termuat dalam kitab Al-Anwar Juz II halaman 159 sebagai berikut-
-------------------------------------------------------------------------------
عززه جاز سماع الدعوى والبينة والحكم عليهوان تعذر احضاره لتريه او ت
Artinya : ”Apabila Tergugat berhalangan hadir karena bersembunyi atau
enggan, maka Hakim boleh menerima gugatan, menerima
keterangan saksi-saksi dan menjatuhkan hukumnya “,-------------------
maka gugatan Penggugat patut untuk dikabulkan dengan verstek;-----------------
Menimbang, bahwa sesuai pasal 84 ayat (1) Undang-Undang nomor 7
tahun 1989, maka Majelis Hakim secara ex officio memerintahkan kepada
Panitera Pengadilan Agama Ambarawa untuk mengirimkan salinan putusan,
yang selengkapnya perintah tersebut tercantum dalam amar putusan;-------------
Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan,
berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, dan
perubahan tahap kedua atas Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama, maka biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada
Penggugat;--------------------------------------------------------------------------------
Mengingat semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan nash syar'i yang berkaitan dengan perkara ini;---------------------------------------
MENGADILI
1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu ba'in Sughro Tergugat (Ahmad Irsyad bin Masykur
Hariyanto) kepada Penggugat (PENGGUGAT);
4. Menetapkan anak yang bernama ANAK PENGGUGAT DENGAN
TERGUGAT, umur 1 tahun 8 bulan dalam hak asuh Penggugat sebagai ibu
kandungnya;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini dihitung sejumlah Rp361.000,00 (tiga ratus enam puluh satu ribu
rupiah);
Demikian putusan ini dijatuhkan berdasarkan musyawarah Majelis Hakim
Pengadilan Agama Ambarawa, pada hari Senin tanggal 22 Januari 2018 Masehi
bertepatan dengan tanggal 5 Jumadilawal 1439 Hijriyah, oleh Kami Drs. H.
SAEFUDIN, SH. MH sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs. H. SAPARI, MSI dan
ABDUL HAKIM, S.Ag. SH sebagai hakim-hakim Anggota, putusan mana
diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk
umum dengan didampingi hakim-hakim Anggota tersebut dan dibantu KHALIM
MUDRIK MASRUHAN, S. Sy. sebagai panitera pengganti dan dihadiri oleh
Penggugat tanpa hadirnya Tergugat;---------------------------------------------------------
Hakim Anggota, Ketua Majelis
Drs. H. SAPARI, MSI Drs. H. SAEFUDIN, SH. MH
ABDUL HAKIM, S.Ag. SH
Panitera Pengganti,
KHALIM MUDRIK MASRUHAN, S. Sy.
Perincian Biaya Perkara:
1. Biaya Pencatatan : Rp. 30.000,-
2. Biaya APP : Rp. 50.000,-
3. Biaya Panggilan : Rp. 270.000,-
4. Biaya Redaksi : Rp. 5.000,-
5. Meterai : Rp. 6.000,-
----------------------------------------------
Jumlah : Rp. 361.000,-
(tiga ratus enam puluh satu ribu rupiah);
Top Related