Download - Gout Dan Hiperurisemia

Transcript
Page 1: Gout Dan Hiperurisemia

Vol. 22, No.1, Edisi Juni - Agustus 2009

MED

ICIN

US

leading article

51

Rudy HidayatDivisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRSUPNCM Jakarta

Abstrak. Hiperurisemia dapat menimbulkan manifestasi gout di berbagai jaringan, mulai dari sendi, ginjal, jantung , mata dan organ lain. Artritis gout merupakan manifestasi yang paling banyak, dan perlu penanganan yang komprehensif dan jangka panjang. Upaya mengatasi serangan akut, mencegah serangan berulang dan mencegah berbagai komplikasi lainnya hingga kecacatan menjadi fokus perhatian. Dalam upaya pencegahan komplikasi, selain edukasi yang tepat serta mengubah pola hidup, diperlukan beberapa urate-lowering agent seperti allopurinol atau probenesid.

Kata kunci: hiperurisemia, gout, artritis, urate-lowering agent

47

MED

ICIN

US

PendahuluanHiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah diatas normal. Secara biokomiawi akan terjadi hiper-saturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan hiperurisemia secara ideal yaitu kadar asam urat diatas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal.1,2 Namun secara pragmatis dapat digunakan patokan kadar asam urat >7 mg% pada laki-laki, dan >6 mg% pada perempuan, berdasarkan berbagai studi epidemologi selama ini. Keadaan hiperurisemia akan beresiko timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal. Hiperurisemia dapat terjadi bisa terjadi akibat peningkatan metabo-lisme asam urat (overproduction), penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion), atau gabungan keduanya.1,3

Sedangkan gout (pirai) adalah penyakit yang sering ditemukan, merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolism berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi ar-thritis gout, akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (to-fus), batu urat, dan nefropati gout.1,4,5

EpidemiologiPrevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sedangkan prevalensi gout juga bervariasi antara 1-15,3%. Pada suatu studi didapatkan insidensi gout 4,9% pada kadar asam urat darah >9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL. Insidensi kumulatif gout mencapai angka 22% sete-lah 5 tahun, pada kadar asam urat >9 mg/dL.1,4

Penyebab Hiperurisemia dan GoutPenyebab hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang bisa menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi penyebab primer pada sebagian besar kasus, penyebab sekunder dan idiopa-tik. Penyebab primer berarti tidak penyakit atau sebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang didapatkan adanya penyebab yang lain, baik genetik maupun metabolik. Pada 99% kasus gout dan hiper-urisemia dengan penyebab primer, ditemukan kelainan molekuler yang tidak jelas (undefined) meskipun diketahui adanya mekanisme

undersecretion pada 80-90% kasus dan overproduction pada 10-20% ka-sus.1,3,4,6

Sedangkan kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, bisa melalui mekanisme overproduction, seperti ganguan metabolism pu-rin pada defisiensi enzim gucose-6-phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase. Hal yang sama juga terjadi pada keadaan infark miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis kronis, polisitemia, psoria-sis, keganasan mieloproliferatif dan limfoproliferatif; yang mening-katkan pemecahan ATP dan asam nukleat dari inti sel. Sedangkan mekanisme undersecretion bisa ditemukan pada keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi, diabetes insipidus, peminum alkohol, myxo-dema, hiperparatiroid, ketoasidosis dan keracunan berilium. Selain itu juga dapat terjadi pada pemakaian obat seperti diuretik, salisilat dosis rendah, pirazinamid, etambutol dan siklosporin.1,3,4,6

Hiperurisemia diketahui juga berkaitan dengan adanya berbagai keadaan gangguan metabolik seperti diabetes melitus, hipertrigliseri-demia, obesitas, sindrom metabolik, dan hipotiridism.1 Dan sebalik-nya hiperurisemia diduga menjadi faktor risiko hipertensi, ateroskle-rosis dan penyakit jantung koroner.1,6

Patogenesis GoutKadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menim-bulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang tim-bunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan.1,5 Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah seperti pada sendi perifer tan-gan dan kaki, dapat menjelaskan kenapa kristal MSU (monosodium urat) mudah diendapkan di pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.5

Awal serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi atau menurun. Pada kadar asam urat yang stabil jarang muncul serangan. Pengobatan dengan allopurinol pada

Page 2: Gout Dan Hiperurisemia

Vol. 22, No.2, Edisi Juni - Agustus 2009

MED

ICIN

US

48

awalnya juga da-pat menjadi faktor yang mempresipi-tasi serangan gout akut. Penurunan asam urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya di sinovium atau tofi (crystals shedding). Pelepasan kristal MSU akan merang-sang proses inflama-si dengan mengak-tifkan kompleman melalui jalur klasik maupun alternatif. Sel makrofag (pa-ling penting), ne-trofil dan sel radang lain juga teraktivasi, yang akan meng-hasilkan mediator-mediator kimiawi yang juga berperan pada proses infla-masi.1,5

Gambaran Klinik Gout dan HiperurisemiaGambaran klinik dapat berupa:1,5

1. Hiperurisemia asimptomatikHiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut arthri-tis gout, atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 10-40% subyek dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya serangan arthritis.1,2

2. Arthritis gout, meliputi 3 stadium: 2.1. Artritis gout akut

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gang-guan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra.2 Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sen-di yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berja-lan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, meng-gigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya di-dapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun.1,2,5

Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serang-an menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan

yang lebih singkat, dan masa penyembuhan yang lama. Fak-tor pencetus serangan akut antara lain trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian diuretik, pemakaian obat yang mening-katkan atau menurunkan asam urat. Diagnosis yang defini-tif/gold standard, yaitu ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus.1,2,5

Untuk memudahkan penegakan diagnosis arthritis gout akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College of Rheumatology) tahun 1977:1

A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atauB. Adanya tofus yang berisi kristal urat, atauC. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis

berikut:1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari3. Arthritis monoartikuler4. Kemerahan pada sendi5. Bengkak dan nyeri pada MTP-16. Artritis unilateral yang melibatkan MTP-17. Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal8. Kecurigaan adanya tofus9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

Yang harus menjadi catatan, adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat darah normal.2,5,7 2.2. Stadium interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dima-na secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, mes-kipun pada aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung bebe-rapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.5

2.3. Artritis gout kronik = kronik tofaseus goutStadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, ole-kranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di seki-tarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan deformitas. Selain itu tofi juga se-ring pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik.1,2 Pada beberapa studi didapatkan data bahwa durasi dari serang-an akut pertama kali sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun.1,2 Pada sta-dium ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun/gagal ginjal kronik.5 Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium, katub jantung, system konduksi,beberapa struktur di organ mata terutama sklera, dan laring.1,2

Pada analisa cairan sendi atau isi tofi akan didapatkan Kristal MSU, sebagai kriteria diagnostik pasti. Gambaran radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan batas sklero-tik dan overhanging edge.1,2

Penyebab hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang bisa

menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi

penyebab primer pada sebagian besar kasus,

penyebab sekunder dan idiopatik. Penyebab primer berarti tidak penyakit atau

sebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang didapatkan adanya penyebab yang lain, baik

genetik maupun metabolik.

Page 3: Gout Dan Hiperurisemia

Vol. 22, No.1, Edisi Juni - Agustus 2009

MED

ICIN

US

49

Gambar 1. Terbentuknya tofi di berbagai tempat (Sumber: www.goutpal.

com/tophi.html. cited at May 5th 2009)

Gambar 2. Kristal MSU pada cairan sendi, dengan mikroskop terpolarisasi

(Sumber: www.answer.com/topic/gout. cited at May 5th 2009)

3. Penyakit ginjalSekitar 20-40% penderita gout minimal mengalamai albuminuri sebagai akibat gangguan fungsi ginjal. Terdapat tiga bentuk ke-lainan ginjal yang diakibatkan hiperurisemia dan gout:1

1. Nefropati urat, yaitu deposisi kristal urat di interstitial medulla dan pyramid ginjal, merupakan proses yang kronik, ditandai dengan adanya reaksi sel giant di sekitarnya.

2. Nefropati asam urat, yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada duktur kolektivus dan ureter, sehingga me-nimbulkan keadaan gagal ginjal akut. Disebut juga sindrom lisis tumor, dan sering didapatkan pada pasien leukemia dan limfoma pasca kemoterapi.

3. Nefrolitiasis, yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout primer.

PenatalaksanaanTujuan terapi gout adalah:1. Menghentikan serangan akut secepat mungkin2. Mencegah serangan akut berulang 3. Mencegah komplikasi akibat timbunan Kristal urat di sendi, gin-

jal atau tempat lain Modalitas yang tersedia untuk terapi gout dan hiperurisemia:1. Edukasi Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia (termasuk hipe-

rurisemia asimptomatik) mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat

jangka panjang. Perlu compliance yang baik dari pasien untuk mencapai tujuan terapi di atas, dan hal itu hanya didapat dengan edukasi yang baik. Pengendalian diet rendah purin juga menjadi bagian tata laksana yang penting.1,5

2. Terapi serangan akut: kompres dingan, kolkisin, OAINS, ster-oid, ACTH

Pada keadaan serangan akut pemberian kompres dingin dapat membantu mengurangi keluhan nyeri. Semua yang mening-katkan dan menurunkan asam urat harus dikendalikan. Tidak diperbolehkan minum alkohol. Penggunakan obat penurun asam urat dihindari, kecuali sebelumnya sudah mengkonsumsinya se-cara rutin, maka harus diteruskan dan tidak boleh dihentikan.1

Kolkisin mempunyai efek anti inflamasi yang kuat, namun batas amannya sangat sempit, dan sering menimbulkan efek samping. Secara tradisional dulu kolkisin digunakan pada serangan akut arthritis dengan dosis 0,5-0,6 mg tiap jam peroral sampai terjadi tiga hal yaitu keluhan arthritis membaik; muncul efek samping mual, muntah, diare; atau sudah mencapai dosis maksimal seba-nyak 10 dosis. Saat ini para ahli lebih menganjurkan pemberian tiap 2-6 jam sehingga tidak menimbulkan banyak efek samping, dan lebih berharap pada efek prevensi serangan berikutnya. Pem-berian kolkisin intravena menjadi alternatif, namun dengan risiko efek samping yang lebih besar. Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal.1,8

Terapi dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) menjadi pilihan utama untuk diberikan pada serangan akut dengan dosis yang optimal, dengan syarat fungsi ginjal yang masih baik.6 Jenis OAINS termasuk yang selektif COX-2 tidak terlalu berpengaruh terhadap respon klinik, tapi sebaiknya digunakan yang jenis deng-an onset kerja cepat, dan dengan pertimbangan efek samping-nya.1,8

Pemakaian kortikosteroid intrartikuler cukup bermanfaat pada arthritis monoartikuler atau yang melibatkan bursa. Sedangkan

kortikosteroid sistemik da-pat digunakan terutama pada g a n g g u a n fungsi ginjal, atau intoleran dengan kolki-sin dan OAINS. Dosis steroid yang diperlu-kan sesuai de-ngan prednisone 20-60 mg per-hari.1,8 Adreno-c o r t i c o t r o p i c (ACTH) injeksi intramuskuler dapat menga-tasi serangan akut pada pem-berian pertama kali, meskipun kadang-kadang diperlukan pe-ngulangan 24-48 jam kemudian.13. Kontrol hi-perur isemia : xanthine oxi-dase inhibitors, u r i k o s u r i k agent

Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia (termasuk hiperurisemia asimptomatik)

mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian

kadar asam urat jangka panjang. Perlu compliance

yang baik dari pasien untuk mencapai tujuan terapi di

atas, dan hal itu hanya didapat dengan edukasi

yang baik. Pengendalian diet rendah purin juga menjadi bagian tata laksana yang

penting.1,5

Page 4: Gout Dan Hiperurisemia

Vol. 22, No.2, Edisi Juni - Agustus 2009

MED

ICIN

US

50

Kontrol hiperurisemia dilakukan dengan diet rendah purin, serta menghindari obat-obatan yang meningkatkan kadar asam urat serum terutama diuretik.1,8 Selanjutkan diperlukan urate lowering agent seperti golongan xanthine oxidase inhibitor, maupun uricosuric agent, dengan catatan tidak boleh dimulai pada saat serangan akut. Pada hiperurisemia asimptomatik terapi farmakologik dimulai jika kadar asam urat serum >9 mg/dL. Sedangkan pada penderi-ta gout telah diketahui bahwa pemberian urate lowering agent juga menjadi faktor pencetus serangan akut, sehingga diberikan juga kolkisin dosis prevensi 0,6 mg 1-3 kali perhari, atau OAINS dosis rendah, dan dimulai setelah tidak adanya tanda-tanda inflamasi akut.1,8,9 Rilonacept, suatu inhibitor IL-1 sedang dikembangkan se-bagai obat pencegah serangan akut pada awal terapi penurun asam urat.10 Target terapi adalah menurunkan kadar asam urat serum sampai di bawah 6,8 mg/dL (lebih baik sampai 5-6 mg/dL).1,8,9

Jenis urate lowering agent yang pertama yaitu golongan xanthine oxidase inhibitor dengan cara kerja penghambatan oksidasi hipo-xantin menjadi xantin, dan xantin menjadi asam urat. Obat yang termasuk golongan ini adalah allopurinol. Diberikan mulai do-sis 100 mg/hari dan dinaikkan tiap minggu sampai tercapai tar-get (rata-rata diperlukan minimal 300 mg/hari). Pada gangguan fungsi ginjal dosis harus disesuaikan.1 Jenis obat yang lain seperti febuxostat, non-purine xanthine oxidase inhibitor yang juga cukup poten, maupun pegylated recombinant uricase, masih dikembang-

kan.9,11,12

Sedangkan jenis urate lowering agent yang kedua yaitu golongan uricosuric agent, bekerja dengan cara menghambat reabsorsi urat di tubulus renalis. Yang paling sering dipakai adalah probenesid dan sulfinpirazon. Probenesid dengan dosis 0,5-3 gram dibagi 2-3 kali perhari. Sedangkan sulfinpirazon diberikan dengan do-sis 300-400 mg dibagi 3-4 kali perhari. Pemakaian obat urikosurik ini lebih diindikasikan pada keadaan dengan ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih baik (creatinine clearance >80ml/menit). Risiko batu ginjal semakin besar pada kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus yang sulit dikendalikan dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor dapat dibenarkan.1,8,9

KesimpulanGout dengan latar belakang masalah gangguan metabolik yaitu hi-perurisemia, masih menjadi masalah yang serius. Hal ini karena manifestasinya yang tidak hanya terbatas pada sendi, namun juga bisa menimbulkan gangguan fungsi ginjal hingga kondisi gagal gin-jal kronik, jantung dan mata. Penegakkan diagnosis dan penanganan yang tepat diperlukan untuk meminimalisir berbagai komplikasi akibat keadaan ini. Edukasi yang baik dan perubahan pola hidup ter-masuk diet harus dilakukan. Selanjutnya diperlukan juga terapi far-makologis untuk serangan akut, terapi pencegahan, dan terapi jangka panjang berupa urate-lowering agent, baik golongan xanthine oxidase inhibitor maupun uricosuric agent.

Daftar Pustaka1. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris

ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of Rheumatology. 8thed. Philadelphia:Saunders; 2009.p.1481-506

2. Edward NL. Gout: Clinical features. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, Editors. 3thed. New York:Springer; 2008.p.241-9

3. Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.1213-17

4. Poor G, Mituszova M. History, Classification and epidemology of crystal-related artropathies. In: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, Editors. Rheumatology. 3rded. Edinburg: Elsevier; 2003.p.1893-1901

5. Tehupeiroy ES. Artrtritis pirai (artritis gout). Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.1218-20

6. Choi HK. Gout : Epidemology, pathology and pathogenesis. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, Editors. 13thed. New York:Springer; 2008.p.250-7

7. Gibson T. Clinical features of gout. In: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, Editors. Rheumatology. 3rded. Edinburg: Else-vier; 2003.p.1919-28

8. Terkeltaub RA. Gout: treatment. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, Editors. 13thed. New York:Springer;2008.p.258-262

9. Emmerson BT. The Management of gout. In: Hochberg MC, Silman AJ, Smo-len JS, Weinblatt ME, Weisman MH, Editors. Rheumatology. 3rded. Edinburg: Elsevier; 2003.p.1925-36

10. Terkeltaub R, Schumacher H, Sundy J, Murphy F, Bookbinder S, Biedermann S, et al. Placebo-controlled pilot study of rilonacept (IL-1 Trap), A long acting IL-1 inhibitor, in refractory chronic active gouty arthritis. Annual Scientific Meeting 2007; American College of Rheumatology

11. Becker MA, Schumache HR, Wortmann RL, MacDonald PA, Eustace D, Palo WA, et al. Febuxostat compared with Allopurinol in Patients with Hyperuri-cemia and Gout. NEJM 2005; 353(23):2450-61

12. Chohan S, Becker MA. Update on emerging urate-lowering therapies. Current Opinion in Rheumatology 2009; 21(2):143-9

Gout dengan latar belakang masalah gangguan metabolik

yaitu hiperurisemia, masih menjadi masalah yang serius. Hal ini karena manifestasi-nya yang tidak hanya terba-tas pada sendi, namun juga

bisa menimbulkan gangguan fungsi ginjal hingga kondisi gagal ginjal kronik, jantung dan mata. Penegakan diag-nosis dan penanganan yang tepat diperlukan untuk me-

minimalisir berbagai kompli-kasi akibat keadaan ini.

Page 5: Gout Dan Hiperurisemia

Vol. 22, No.1, Edisi Juni - Agustus 2009

MED

ICIN

US

7

IKLAN PROBENID