i
GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN DAN MAJAS
PERULANGAN PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI: KAJIAN
STILISTIKA PRAGMATIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh :
Junita Ira Kurnia
151224075
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan sebagai tanda syukur dan terima kasihku kepada:
1. Allah Yang Maha Esa atas berkah dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan.
2. Seluruh keluarga besar saya, Keluarga besar Majedi Basah yang selalu
memberikan saya semangat dalam pengerjaan karya ini dan selalu
menasehati, memberi dukungan penuh kepada saya untuk menyelsaikan
karya ini.
3. Ibunda saya, Hamidah Majedi yang selalu memberi doa dan tabah
menghadapi saya ketika saya mulai mengeluh, memberikan saya masukan
untuk segera menyelesaikan studi saya.
4. Tante dan Om saya, Asniah Majedi dan Wawan Setiawan yang menjadi
motivasi dan selalu menyemangati saya untuk menjani kehidupan saya
dengan sebaik-baiknya.
5. Saudara-saudara kandung saya. Junaidah, Juhari, Diah Permata Sari, Alianu
Ardi, Jemelia Saskia, Muhammad Radit yang selalu memotivasi saya dan
tidak lupa selalu menasehati dan memberi semangat kepada saya.
6. Teman-teman saya. dari teman SD, SMP, SMA, dan temah kuliah yang
selalu memberikan saya semangat untuk menyelesaikan karya ini.
7. Kekasih saya. Paskalis Paran Ngo, yang membantu saya dari awal
menyusun karya ini dan memberi semangat ketika saya mulai malas
mengerjakan karya ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
الله سبیل فى فھو العلم طلب فى ج خر من
‘’Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah ‘’
(HR.Turmudzi)
قطعك تقطعحا لم إن یف كالس الوقت
“ Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya
menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)”
(H.R. Muslim)
“Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu menang.
QS. Al Imraan: 200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Kurnia, Junita Ira. 2019. Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan dan Majas
Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami: Kajian Stilistika
Pragmatik. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
jurusan bahasa dan seni Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma.
Penelitian ini membahas mengenai gaya bahasa dalam majas perbandingan
dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami; kajian stilistika
pragmatik. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dua masalah utama yakni, (1)
Apa saja wujud gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan
pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik ?
dan (2) Apa saja makna pragmatik gaya bahasa dalam majas perbandingan dan
majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif
stilistika pragmatik?
Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang mengandung gaya bahasa
dan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan
berdasarkan konteks dalam pragmatik yang terdapat pada novel Saman karya Ayu
Utami. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yang dipadukan dengan
teknik baca-catat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kalimat yang mengandung gaya
bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik dari penelitian ini berjumlah 38
kalimat. Rincian jenis gaya bahasa tersebut sebagai berikut: Gaya bahasa
perumpamaan 7 buah, gaya bahasa metafora 3 buah, gaya bahasa personifikasi 6
buah, gaya bahasa sinestesia 2 buah, gaya bahasa epanalipsis 7 buah, gaya bahasa
epizeukis 6 buah, gaya bahasa anafora 5 buah, gaya bahasa epifora 2 buah.
Penelitian ini juga meneliti makna yang muncul dari penggunaan gaya bahasa
dalam majas perbandingan dan majas perulangan dalam novel Saman karya Ayu
Utami dan menemukan 6 makna yang muncul dari penggunaan gaya bahasa
dalam majas perbandingan dan majas perulangan berdasarkan konteks dalam
tuturan yang terdapat pada novel Saman karya Ayu Utami. Enam makna
pragmatik yang ditemukan sebagai berikut; makna pragmatik ‘mendeskipsikan’,
makna pragmatik ‘memberikan penjelasan’, ‘menanyakan sesuatu’, makna
pragmatik ‘menegaskan’, makna pragmatik ‘memberi perintah larangan’, dan
makna pragmatik ‘menunjukkan sesuatu’.
Kata Kunci : Tuturan, gaya bahasa, konteks situasi, dan makna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Kurnia, Junita Ira. 2019. Language Style in Simile and Repetition Figure of
Speech in Ayu Utami’s Saman Novel: A Pragma-stylistic Study. Thesis.
Yogyakarta: Indonesian Language Education and Arts Study Program,
Language Education and Arts Department, Faculty of Teachers Training
and Education, Sanata Dharma University.
This research discusses about language style in simile and repetition
figure of speech in Ayu Utami’s Saman novel: a pragma-stylistic study. This
research aims to describe two main problems, namely (1) What are the form of
language style in simile and repetition figure of speech in Ayu Utami’s Saman
novel reviewed from pragma-stylistic perspective? and (2) What are the
pragmatics meanings of language style in simile and repetition figure of speech in
Ayu Utami’s Saman novel reviewed from pragma-stylistic perspective?
The data in this research are utterances that contain language style and
language style meaning in simile and repetition figure of speech based on
pragmatic context in Ayu Utami’s Saman novel. It is a qualitative research. The
data gathering technique of this research is listening method integrated with
reading-note taking technique.
The research result shows that: there are 38 sentences that contain
language style based on pragmatics context in this research. The details of the
language style types are as follows: 7 parables, 3 metaphors, 6 personifications, 2
synesthesia, 7 epanalepsis, 6 epizeuxis, 5 anaphora, 2 epiphora. Moreover, this
research also discusses about the appearance of meanings from language style
use in simile and repetition figure of speech in Ayu Utami’s Saman novel. There
are 6 meanings appear in language style use in simile and repetition figure of
speech based on utterance context in Ayu Utami’s Saman novel. The six meanings
of pragmatics are: pragmatics meaning of ‘describing’, pragmatics meaning of
‘explaining’, pragmatics meaning of ‘asking’, pragmatics meaning of ‘affirming’,
pragmatics meaning of ‘commanding’, and pragmatics meaning of ‘showing’.
Keywords: Utterance, language style, situational context, and meaning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat, berkah dan limpahan karunia-Nya yang diberikan kepada peneliti,
sehingga dapat menyelsaikan skripsi dengan judul Gaya Bahasa dalam Majas
Perbandingan dan Majas Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami:
Kajian Stilistika Pragmatik. dengan baik. Skripsi ini disusun untuk pemenuhan
salah satu syarat menyelesaikan studi dalam kurikulum pendidikan bahasa dan
sastara Indonesia (PBSI), Jurusan Bahasa dan Seni (JPBSI), Fakultas Keguruan
Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa proses dalam pembuatan skripsi ini melibatkan
banyak pihak yang berada di sekitar peneliti. Oleh karena itu peneliti
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku ketua program studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
3. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi
yang dengan sangat sabar memberikan kami motivasi, saran, untuk
menyelsaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku trianggulator yang bersedia
membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah mendidik peneliti selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata
Dharma.
6. Ibu Theresia Rusmiyanti, selaku pegawai Sekretariat program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membantu penulis dalam
menyelsaikan urusan adminstrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
HALAMAN MOTTO .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ................... vii
ABSTRAK ................................................................................................ viii
ABSTRACT ............................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .............................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
1.5 Batasan Istilah ...................................................................................... 6
1.6 Sistem Penyajian .................................................................................. 8
BAB II STUDI PUSTAKA ...................................................................... 10
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................................. 10
2.2 Kajian Teori ...................................................................................... 14
2.2.1 Pragmatik .......................................................................................... 14
2.2.2 Stilistika Pragmatik ........................................................................... 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.3 Konteks dalam Pragmatik ........................................................... 23
2.2.3.1 Konteks Situasi Tutur .................................................................. 27
2.2.3.1.1 Penaya dan Pesapa ...................................................................... 27
2.2.3.1.2 Konteks Tuturan .......................................................................... 28
2.2.3.1.3 Tujuan Tuturan ............................................................................ 29
2.2.4 Majas ........................................................................................... 31
2.2.5 Gaya Bahasa ................................................................................ 34
2.2.6 Jenis-Jenis Majas dan Gaya Bahasa ............................................ 36
2.2.6.1 Majas Perbandingan ..................................................................... 36
2.2.6.1.1 Gaya Bahasa Personifikasi .......................................................... 37
2.2.6.1.2 Gaya Bahasa Sinestesia ............................................................... 39
2.2.6.1.3 Gaya Bahasa Perumpamaan ........................................................ 39
2.2.6.1.4 Gaya Bahasa Metafora ................................................................ 41
2.2.6.2 Majas Perulangan/Repetisi .......................................................... 42
2.2.6.2.1 Gaya Bahasa Bahasa Epanalipsis ................................................ 43
2.2.6.2.2 Gaya Bahasa Epizeukis ............................................................... 44
2.2.6.2.3 Gaya Bahasa Anafora .................................................................. 45
2.2.6.2.4 Gaya Bahasa Epifora ................................................................... 46
2.3 Makna dan Maksud/Makna Pragmatik................................................46
2.3.1 Makna...................................................................................................47
2.3.2 Maksud.................................................................................................47
2.4 Kerangka Perpikir ............................................................................. 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 51
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 51
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ............................................... 52
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 52
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................... 53
3.5 Triangulasi Data .......................................................................... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 57
4.1 Deskripsi Data ............................................................................. 57
4.2 Hasil Analisis Data ...................................................................... 59
4.2.1 Wujud Gaya Bahasa .................................................................... 60
4.2.1.1 Gaya Bahasa Perumpamaan ........................................................ 60
4.2.1.2 Gaya Bahasa Personifikasi .......................................................... 62
4.2.1.3 Gaya Bahasa Metafora ................................................................ 63
4.2.1.4 Gaya Bahasa Sinestesia ............................................................... 65
4.2.1.5 Gaya Bahasa Epanalipsis ............................................................ 67
4.2.1.6 Gaya Bahasa Epizeukis ............................................................... 68
4.2.1.7 Gaya Bahasa Anafora .................................................................. 70
4.2.1.8 Gaya Bahasa Epifora ................................................................... 71
4.2.2 Makna Pragmatik Gaya Bahasa .................................................. 73
4.2.2.1 Makna Pragmatik Mendeskripsikan ............................................ 74
4.2.2.2 Makna Pragmatik Menjelaskan ................................................... 74
4.2.2.3 Makna Pragmatik Menanya ........................................................ 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.2.2.4 Makna Pragmatik Menegaskan ................................................... 76
4.2.2.5 Makna Pragmatik Memberi Perintah larangan …......................... 77
4.2.2.6 Makna Pragmatik Menunjukkan ................................................. 78
4.3 Pembahasan .................................................................................. 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 82
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 82
5.2 Saran ............................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 84
LAMPIRAN .............................................................................................. 86
BIOGRAFI PENULIS …........................................................................ 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan pada pendahuluan yang terdiri dari
lima subbab yakni latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan batasan istilah. Lima hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan
menyampaikan pesan. Melalui bahasa, seseorang dapat berkomunikasi untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan baik. Dalam hal ini, sejalan dengan
pendapat Chaer (2004:12) yang menyebutkan bahwa bahasa adalah alat untuk
berintraksi atau berkomunikasi dalam arti untuk menyampaikan pikiran, gagasan,
konsep, atau perasaan. Bahasa sastra adalah bahasa yang khas dalam dunia sastra
dan menurut beberapa orang menyimpang dari cara penuturan yang telah bersifat
otomatis, rutin, biasa, dan wajar. Bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang
mengandung unsur motif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan bahasa
nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif. Penggunaan
bahasa sastra lebih ditujukan pada tujuan estetik karena di dalamnya hanya
menggunakan unsur motif dan bersifat konotatif (Nurgiantoro, 2009:273).
Abrams (1979:165-167) menyebutkan stilistika adalah ilmu yang
meneliti pengunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Ratna
(2009:236) menyatakan bahwa stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki
pemakaian bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2
keindahannya. Istilah pragmatikstilistik merupakan kajian antar disiplin antara
pragmatik dan stilistik adalah kajian yang menghubungkan antara struktur bahasa
dengan pemakainya (Cristal Dalam Nurhadi 3013:15).
Novel merupakan salah satu bentuk dari karya sastra. Dalam novel,
pengarang memaparkan realitas kehidupan manusia yang dibungkus dengan rapi
dengan menggunakan bahasa yang dapat membuat pembaca ikut merasakan dan
mengalami sendiri, seperti yang dilukiskan oleh pengarang. Pengarang
menyampaikan imajinasinya dalam sebuah novel dengan memainkan kata-kata
sehingga menjadi untaian bahasa yang bernilai sastra. Selain itu, pengarang juga
menyusun sederet kata yang membangun alur cerita dalam novel dengan kata-kata
yang bermakna kias, sehingga pembaca dengan sendirinya dapat merasakan
adanya kehadiran nilai sastra yang tinggi dalam cerita novel tersebut.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai majas gaya bahasa yang
terfokus pada gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada
novel Saman karya Ayu Utami. Penggunaan gaya bahasa merupakan bagian dari
esensi bahasa yang sangat berpengaruh terhadap suatu karya sastra. Tanpa
menggunkan gaya bahasa yang menarik akan mengurangi nilai estetis di dalam
karya sastra itu sendiri. Sesungguhnya bahasa terdapat dalam segala ragam
bahasa: ragam lisan dan ragam tulis, ragam nonsastra, dan ragam sastra, karena
gaya bahasa adalah cara menggunakan gaya bahasa dalam konteks tertentu oleh
orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa
selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra secara tertulis, Sudjiman
(1993:13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Gaya bahasa yang baik akan menimbulkan daya imajinasi tersendiri
terhadap persepsi pembaca dalam memahami karya sastra. Maka dari itu,
penelitian ini sangat penting diteliti untuk memberikan pemahaman terhadap
pembaca untuk memahami gaya bahasa yang baik di dalam karya sastra agar
berdaya guna. Di samping gaya bahasa juga disampaikan tentang makna yang
terkandung di dalam novel serta implementasinya sebagai bahan ajar sastra. Ciri
khas Ayu Utami, salah satunya dapat dilihat dari pemilihan kata. Perbedaan itulah
yang membedakan dengan sastrawan lain. Bahasa yang disuguhkan oleh Ayu
Utami selalu dibumbui dengan tema seksualitas. Dalam penelitian ini penulis
mendeskripsikan sastra dari tataran Stilistika pragmatik gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami.
Penggunaan gaya bahasa yang menambah ketertarikan sendiri pada novel-novel
karya Ayu Utami membuat penulis sangat antusias menganalisis dari segi
penggunaan majas perbandingan dan perulangan.
Berdasarkan beberapa alasan di atas, penulis sangat tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan
dan majas Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami: Kajian Stilistika
Pragmatik”. Menyangkut gaya bahasa khusus gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami belum
ada yang meneliti hal tersebut sehingga penulis sangat tertarik untuk meneliti
gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman
karya Ayu Utami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.1 Rumusan Masalah
Dalam setiap penelitian ilmiah, yang menjadi unsur utama atau unsur pokok
adalah masalah karena masalah merupakan langkah titik tolak dalam setiap
penelitian ilmiah. Dalam buku Memahami Penelitian Kualitatif dikutip penjelasan
Lincoln dan Guba (2008:66-67) yang menyatakan bahwa “Masalah adalah
kesenjangan antara yang diharapkan dengan realita yang ada”. Novel adalah salah
satu bentuk karya sastra. Pengarang bebas memainkan kata-kata yang digunakan
dalam menulis novel. Gaya bahasa yang digunakan juga sangat mendukung
keindahan dalam novel itu sendiri. Jika seorang sastrawan tidak mampu
meggunakan gaya bahasa yang menarik dalam menuliskan sebuah novel akan
menimbulkan kurangnya keindahan dalam karya sastra itu sendiri. Maka dari itu
pentingnya gaya bahasa digunakan dalam menulis sebuah novel. Masalah-
masalah yang akan penulis ungkapkan dalam penggunaan gaya bahasa khususnya
gaya bahasa dalam majas perbanding dan perulangan pada novel Saman karya
Ayu Utami dari kajian stilistika pragmatik.
Dalam penelitian ini penulis hanya menganalisis dari penggunaan gaya
bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan yang terdapat pada novel
Saman karya Ayu Utami. Adapun rumusan masalah umum pada penelitian ini,
yakni “Apa saja wujud dan makna prakmatik gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami”.
Adapun rumusan masalah khusus yang diangkat ialah sebagai berikut:
1. Apa saja wujud gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan
pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif stilistika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pragmatik ?
2. Apa saja makna pragmatik gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif
stilistika pragmatik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu tertentu, dan setiap penelitian pasti memiliki tujuan. Adapun tujuan penulis
dalam penelitian kajian stilistika pragmatik gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami adalah sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif
stilistika pragmatik.
2. Mendeskripsikan makna pragmatik gaya bahasa dalam majas perbandingan dan
majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif
stilistika pragmatik.
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis, hasil dari penelitian ini dapat menambah referensi terhadap
kajian stilistika pragmatik majas perbandingan dalam novel Saman karya Ayu,
dapat juga sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian sejenis yang akan
dilakukan di masa yang akan datang.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, penelitian ini
diharapkan dapat membantu pembaca agar mampu memahami setiap makna
majas dan gaya bahasa perbandingan dan perulangan dalam novel Saman karya
Ayu Utami. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi guru dan calon guru,
penelitian ini dapat memberi bekal yang cukup bagi guru bahasa Indonesia
mengenai majas dan berbagai jenis gaya bahasa beserta makna yang terkandung di
dalamnya, serta bagi masyarakat umum, penelitian ini menambah pemahaman
masyarakat umum mengenai pengetahuan akan kajian stilistika pragmatik, majas
perbandingan dan majas perulangan beserta gaya bahasa yang terkandung di
dalam novel.
1.4 Batasan Istilah
Berikut ini peneliti jabarkan mengenai batasan-batasan istilah yang digunakan
dalam penelitian ini agar tidak mengalami kesalahan dalam memahami penelitian
yang dilakukan oleh peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1. Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule 2016:3).
2. Stilistika Pragmatik
Kajian stilistika pragmatik adalah kajian kekhasan bahasa dalam penggunaan
wacana tertentu. Misalnya: wacana sastra, wacana nonsastra. Semuanya adalah
wacana nonsastra, maka acuan teorinya tidak harus menggunakan linguistik
umum (linguistik sintaksis), tetapi linguistik terapan. Jadi, orientasi teorinya
adalah linguistik terapan Stilistika Pragmatik. Kajian stilistika memiliki anggapan
bahwa bahasa dari sebuah teks mencerminkan dunia tekstual secara sempurna
(Fasold dalam Black, 2011:1).
3. Konteks
Konteks adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengkait
dengan ujaran tertentu, pengetahuan yang sama-sama memiliki pembicara dan
pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara
(Kridalaksana, 2011:134)
4. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah
gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-
santun, dan menarik (Keraf, 1985:113).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
5. Novel
Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif
dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan
nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau
atau kusut. Novel memunyai ciri bergantung pada tokoh, menyajikan lebih dari
satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih dari satu emosi
(Tarigan, 1991:164-165). http://digilib.unila.ac.id/5964/16/BAB%20II.pdf
1.5 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang
berisi; pertama, latar belakang yang berisi alasan peneliti melakukan penelitian ini
dan masalah yang ditemukan. Kedua, rumusan masalah yang berisi masalah
berupa kalimat tanya. Ketiga, tujuan penelitian yang berisi tujuan yang akan
dilakukan peneliti untuk menjawab rumusan masalah dan sesuai dengan rumusan
masalah yang dibuat. Keempat, manfaat penelitian berisi kegunaan dari hasil
penelitian yang dilakukan. Kelima, batasan istilah disertakan untuk membatasi
istilah-istilah yang ada dalam penelitian. Keenam sistematika penulisan terkait
dengan sistematika penyajian sebagai bagian terakhir dari pendahuluan.
Bab II adalah landasan teori, berisi tentang penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Kajian teori membantu peneliti
untuk menunjukkan kedalaman alat analisis. Kajian teori digunakan sebagai alat
pembedah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Bab III adalah metologi penelitian. Bab ini berisi 5 subbab yaitu; Pertama,
jenis penelitian adalah pengkategorian menurut data yang diperoleh. Kedua,
sumber data penelitian merupakan subjek dari mana data didapatkan. Ketiga,
metode dan teknik pengumpulan data berisi metode maupun teknik yang
digunakan dalam penelitian. keempat, metode dan teknik analisis data berisi
metode dan teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian. kelima,
triangulasi data berisi guna pengecekan keabsahan data hasil penelitian.
Bab IV merupakan bab yang berisi hasil penilitan dan pembahasan. Bab
ini merupakan inti dari penelitian ini. Bagian pembahasan membahas tentang
rumusan masalah dan sesuai teori yang digunakan. Bab V merupakan penutup.
Bab ini berisi dua subbab, Pertama, kesimpulan berisi uraian yang telah dianalisis
dan pokok-pokok pikiran. Kedua, saran berisi imbauan kepada peneliti
selanjutnya jika ingin meneliti penelitian yang sejenis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang penelitian yang relevan, kajian teori, dan
kerangka berpikir. Penelitian yang relevan menguraikan tentang tinjauan terhadap
topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Kajian teori
berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian
ini terdiri dari pragmatik, stilistika, stilistika pragmatik, konteks, majas, dan gaya
bahasa, Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada
penelitian yang relevan. Berikut ini akan diuraikan secara rinci:
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam memperoleh yang kuat untuk mendukung jalannya suatu tugas
menelitian ini, peneliti telah melakukan tinjauan pustaka untuk memperoleh
gambaran arah dalam penelitian. Ada beberapa penelitian terdahulu dengan gaya
bahasa dalam karya sastra, yaitu:
Penelitian pertama, Fitri Tyas Rachmawati (2018) berjudul “Gaya
Berbahasa Tokoh Utama Hua Mulan dalam Film Rise of a Warrior karya Ma
Chuceng (kajian pragmatikstilistik)”. Penelitian ini memuat bentuk gaya
berbahasa yang digunakan oleh tokoh utama dalam drama tersebut. Bentuk gaya
bahasa dilihat dari sudut nada yang digunakan oleh tokoh utama Hua Mulan
dalam film “Rise of a Warrior” terdapat tiga bentuk nada, yaitu: nada sederhana,
nada menengah, dan mulai bertenaga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
86
Penelitian kedua, Dian Artisa (2014) berjudul “Diksi dan Majas dalam
Novel Lalita Karya Ayu Utami dan Pemaknaannya Tinjauan Stilistika dan
Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa (1) latar sosiohistoris Ayu Utami mempunyai nama asli
Justina Ayu Utami yang lahir di Bogor, 21 November 1968, (2) struktur novel
Lalita dapat dilihat dari kepaduan tema dan fakta cerita. Tema dalam novel Lalita
karya Ayu Utami adalah kisah cinta yang diselimuti dengan perselingkuhan serta
tentang misteri Buku Indigo dan Candi Borobudur. Tokoh utama dalam novel
Lalita adalah Lalita Vistara. Alur yang digunakan adalah alur campuran. Latar
tempat terjadi di Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Wina, dan Prancis .
Latar waktu terjadi tahun 2008 sampai 2010. Latar sosial dalam novel Lalita
adalah kehidupan remaja dengan tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi karena
pergaulan bebes, mereka mempunyai moral buruk. Selain itu, juga diperkuat
dengan penggunaan bahasa Jawa dan budaya barat. (3) diksi dalam novel Lalita,
antara lain kata konotatif, kata konkret, kata sapaan khas diri, kata serapan dari
bahasa asing, kosakata bahasa Jawa, kata vulgar, serta kata dengan objek realitas
alam. (4) majas dalam novel Lalita adalah majas simile, majas personifikasi, dan
majas metafora. (5) implementasi diksi dan majas dalam novel Lalita tidak cocok
dijadikan sebagai bahan ajar sastra di SMA.
Penelitian ketiga, Ade Henta Hermawan (2014) berjudul “Kajian Parodi
dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Buku ke ll (Lintang Kemukus Dini
Hari) karya Ahmad Tohari (Suatu Tinjauan Stilistika Pragmatik)”. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah peneliti mendapatkan dua puluh lima percakapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
antartokoh yang mengandung parodi, peneliti mengklasifikasikan melalui lima
bentuk klasifikasi. Lima bentuk klasifikasi tersebut adalah parodi yang
mengungkapkan sindiran, parodi yang berupa kritik, parodi yang mengungkapkan
perasaan tidak puas, parodi yang mengungkapkan lelucon, dan parodi yang
mengungkapkan perasaan tidak nyaman. Parodi yang terkandung pada percakapan
antartokoh dalam novel Lintang Kemukus Dini Hari ini merupakan salah satu
bentuk ciri khas kebahasaan untuk menyamarkan maksud, gagasan, kritik,
kecaman yang ingin disampaikan oleh Ahmad Tohari. Hal ini dilakukan oleh
Ahmad Tohari karena ia merasa bahwa inspirasinya bila diungkapkan secara
langsung maka tidak akan pernah didengarkan. Oleh karena itu Ahmad Tohari
mengungkapkan gagasan dan inspirasinya menggunakan novel dengan gaya
bahasa yang bermacam-macam dalam percakapan antartokohnya, salah satunya
ditemukan gaya parodi dalam percakapan antartokoh.
Penelitian keempat, Suban Mustari Peka (2018) berjudul “Analisis Jenis-
Jenis Gaya Bahasa dalam Novel Hujan Karya Darwis Tere Liye”. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan analisis jenis-jenis gaya bahasa
dalam novel Hujan karya Darwis Tere Liye. Penelitian ini menemukan gaya
bahasa perbandingan (perumpamaan, metafora, personifikasi, alegori, antithesis,
pleonasme, dan tautologi, perifasis, antisipasi atau prolepsis), gaya bahasa
pertentangan (hiperbola, litotes, oksimoron, silepsis, satire, paradoks, klimaks atau
anabasis, hyperbaton atau hysteron, sinisme, sarkasme), gaya bahasa pertautan
(sinekdoke, alusi, antomasia, erotesis, paralelisme, ellipsis, asindenton, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
polisindeton), gaya bahasa perulangan (anafora) yang terdapat dalam novel Hujan
Karya Darwis Tere Liye.
Penelitian kelima, Gismiyati Enlelia (2018) berjudul Jenis dan Peran
Majas Perbandingan pada Novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci
Angin” karya Tere Liye”. Penelitian ini membahas tentang majas perbandingan
pada novel “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” karya Tere Liye.
Tujuan utama penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis dan peran majas
perbandingan. Mengindentifikasi jenis majas perbandingan dan menganalisis
peran majas perbandingan pada novel “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci
Angin” karya Tere Liye. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan dua hal
penting yakni pertama, jenis majas perbandingan terbagi menjadi sepuluh jenis,
yaitu: simile atau perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori,
antithesis, pleonasme atau tautologi, periphrasis, antisipasi atau prolepsis, dan
koreksio atau epanortosis. Kedua, terdapat peran majas perbandingan yang
digunakan dalam novel tersebut yang bertujuan sebagai pembanding,
menghidupkan suatu gambaran, penginsanan, memberikan ketrangan tambahan
untuk hal yang sudah jelas. Melukiskan sesuatu, mendahului tentang sesuatu,
menggoreksi dan mempertegas antara gagasan yang satu dengan yang lain.
Dari kelima penelitian terdahulu yang relevan di atas, Peneliti dapat
menyimpulkan dalam penulisan karya sastra perlu adanya bahasa kiasan/majas
untuk membuat para pembaca lebih tertarik dan keindahan sebuah karya sastra itu
sendiri. Dengan gaya bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra dapat
mengandung arti yang mengungkapkan sindiran, berupa kritik, mengungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
perasaan tidak puas, mengungkapkan lelucon, dan mengungkapkan perasaan
tidak nyaman, dan lain sebagainya. Maka dari itu peneliti sangat tertarik dalam
meneliti dari segi gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan
dengan kajian stilistika pragmatik yang saat ini masih sedikit diperhatikan dalam
menganalisis suatu karya sastra.
2.2 Kajian Teori
Pada kajian teori ini, peneliti akan memaparkan teori-teori yang berkaitan
dengan judul penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Bagian kajian teori ini
memaparkan tentang pragmatik, stilistika, stilistikapragmatik, konteks, majas
perbandingan dan perulangan, dan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan
perulangan yang diperinci dalam sub bab sebagai berikut.
2.2.1 Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule 2016:3). Tipe
studi ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksud orang di dalam
suatu konteks khusus itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Membutuhkan
satu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin
dikatakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana,
kapan, dan dalam keadaan apa.
Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik
dan pemakai bentuk-bentuk itu. Di antara tiga (3) bagaimana perbedaan ini hanya
pragmatik sajalah yang memungkinkan orang ke dalam suatu analisis. Manfaat
belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan
mereka, dan jenis tindakan (sebagai contoh:Permohonan) yang mereka
perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.
Kerugian yang besar adalah bahwa semua konsep manusia ini sulit
dianalisis dalam suatu cara yang konsisten dan objektif. Dua orang teman yang
sedang bercakap-cakap mungkin menyatakan secara tidak langsung beberapa hal
dan menyimpulkan suatu hal lain tanpa memberikan bukti linguistik apapun yang
dapat kita tunjuk sebagai sumber ‘makna’ yang jelas atau pasti tentang apa yang
disampaikan. Contoh (1) Adalah sekedar suatu kasus masalah. Saya mendengar
penutur dan saya tahu apa yang mereka katakan, tetapi saya ‘tidak tahu’ (tidak
mempunyai) gagasan apa yang dikomunikasikan oleh penutur.
1) Her: so-did you?
(Jadi saudara?)
Him: hey-who woldn’t?
(hei siapa yang tidak mau?)
Jadi pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling
memahami satu sama lain secara lingustik. Tetapi, pragmatik dapat juga
merupakan suatu lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini
mengharuskan kita memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka
(Yule 2006:5-6).
Pragmatik mengkaji kemampuan pemakai bahasa dalam mengkaitkan
kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu (Nababan,
1987:2). Pragmatik adalah studi yang mempelajari relasi bahasa dengan
konteksnya. Konteks yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodefikasi
sehingga tidak pernah dapat dilepaskan dari struktur bahasanya (Levinson, dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Rahardi, (2009:20). Levinson (1983) memberikan 5 definisi dari ilmu pragmatik.
Dari kelima definisi itu, 2 buah yang paling sesuai dengan penggunaan
kita dalam mata kuliah Pragmatik, yaitu: (1) “Pragmatik ialah kajian dari
hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian
bahasa”. Di sini, pengertian/pemahaman bahasa” menghunjuk kepada fakta bahwa
untuk mengerti sesuatu ungkapan /ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di
luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan
konteks pemakainnya. (2) “Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai
bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi
kalimat-kalimat itu”. Di dalam menganalisis suatu makna terdapat empat ruang
lingkup pragmatik.
Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Pragmatik adalah studi
tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh
pendengar atau pembaca. Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan
dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya
daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam
tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Tipe studi
ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam
suatu konteks khusus dan bagian konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur
mengatur apa yang ingin mereka katakana yang disesuaikan dengan orang yang
mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
disampaikan daripada yang dituturkan. Pendekatan ini juga perlu menyelidiki
bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar
dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe
studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi
bagian yang disampaikan. Kita boleh mengatakan bahwa studi ini adalah studi
pencarian makna yang tersamar. Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari
jarak hubungan. Pandangan ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang apa
yang menentukan pilihan antara yang dituturkan dengan yang tidak dituturkan.
Jawaban yang mendasar terikat pada gagasan jarak keakraban. Keakraban, baik
keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang
sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak pendengar, penutur
menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan.
Prgmatik diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi
tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa
atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran
(Kridalaksana, 1993:177). Jadi pragmatik merupakan ilmu yang digunakan untuk
mengetahui penggunaan bahasa yang sesuai konteks. Pragmatik pada hakikatnya
adalah studi bahasa dari sudut pemakainnya atau bahasa dalam pemakainya
(language in use) (Levinson dalam pranowo 2014:137). Dalam men-studi bahas
pragmatik melibatkan konteks yang dipakai oleh penutur/penulis dengan
tuturannya, bukan dengan menekankan pada hubungan antara penutur dengan
tuturannya, bukan pada hubungan kalimat satu dengan kalimat yang lain yang
terlepas dari konteks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Jadi Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk
linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Manfaat belajar bahasa melalui
pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang
dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis
tindakan. Jadi pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling
memahami satu sama lain secara linguistik, tetapi pragmatik dapat juga
merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini
mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran
mereka.
2.2.2 Stilistika Pragmatik
Istilah stilistika berasal dari kata: stylistics, dalam bahasa inggris. Istilah
stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang
atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics
atau ik’ adalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya
bahasa. Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang stile. Stile/gaya
secara tradisional telah didefinisikan sebagai cara ekspresi linguistik dalam bentuk
prosa atau sajak bagaimana penutur atau penulis mengatakan apapun yang mereka
nyatakan Wicaksono (2014:4).
Penemu stilistika adalah Charles Bally, seorang lingguis Prancis Hough,
1972 (dalam Nur Rohman). Sebenarnya, stilistika tidak dimaksudkan sebagai
studi sastra, tetapi untuk strudi bahasa (linguistik) yang dipergunakan dalam
bahasa sehari-hari. Stilistika merupakan bagian linguistik seperti yang
dikemukakan oleh Turner, 1977 (dalam Nur Rohman). meskipun kesuastraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
(ilmu sastra) dapat memanfaatkan hasil studi linguistik dalam penelitian sastra,
tetapi kesuastraan berbeda dengan linguistik sebab objeknya berbeda. Objek studi
linguistik adalah bahasa, sedangkan objek studi kesuastraan adalah karya sastra
yang mempunyai konvensi sendiri. Oleh karena itu, ada usaha studi stilistika yang
berkecendrungan pada ilmu sastra dan penelitian stilistika yang dipusatkan pada
karya sastra sebagi sumber gaya dan penggunaan bahasa dalam karya sastra, tetapi
kesadarannya muncul dalam linguistik. Oleh karena itu, stilistika dipahami
sebagai ilmu gabung antara linguistik dan ilmu sastra (dalam Nur Rohman).
Adapun beberapa istilah berdasarkan pendapat ahli tentang stilistika yaitu:
Abrams, (1979:165-167), stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa
dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Ratna, (2009:236) menyatakan bahwa
stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra
dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Tim penyusun 2009:0489), istilah stilistika memiliki arti tata
bahasa yang meliputi kebiasaan-kebiasaan atau ungkapan-ungkapan dalam
pemakaian bahasa yang mempunyai efek kepada pembacanya. Crystal (1989:431)
menyatakan stilistika merupakan pengkajian yang sistematis dalam penggunaan
bahasa, karakteristik gaya, baik individu maupun kelompok. Menurut Simpon
(2004:2), stilistika adalah metode interpretasi tekstual karya sastra yang
dipandang memiliki keunggulan dalam pemberdayaan bahasa.
Kridalaksana (2011:157), menyatakan bahwa stilistika (stilistics) adalah
(1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu
interdisipliner antara linguistik dan kesuastraan (2) penerapan linguistik pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
penelitian gaya. Dengan stilistika dapat dijelaskan intraksi yang rumit antara
bentuk dan makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus
sastra (Sudjiman, 1993:VII). Pradopo (2013:10) menguraikan ruang lingkup
stilistika, yaitu aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam stilistika meliputi
intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, bunyi, gaya
kata, dan gaya kalimat.
Stilistika adalah suatu bidang ilmu yang menjembatani kedua disiplin ilmu
tersebut, dan bukan disiplin ilmu tersendiri, tetapi sebagai suatu cara untuk
menghubungkan disiplin-disiplin ilmu yang lain. Pragmatik sebagai salah satu
bidang ilmu linguistik yang mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara
bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:15)
mendefenisikan pragmatik bahwa “pragmatics is the study of the conditions of
human language uses as there determined by the context of society”, ‘pragmatik
adalah studi mengenai kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang
ditentukan oleh konteks masyarakat’. Levinson (dalam Rahardi, 2003:13-14)
berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi prihal ilmu bahasa yang mempelajari
relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang
dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasi sedemikian rupa, sehingga sama
sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya.
Sudjiman (199:13-14) menguraikan pusat perhatian stilistika adalah style,
yaitu cara yang digunakan pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya
dengan menggunakan bahasa sebagai sarana style dapat diterjemahkan sebagai
gaya bahasa. Sesungguhnya gaya bahasa terdapat dalam segala ragam bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
ragam lisan dan bahasa ragam tulis, ragam sastra dan ragam nonsastra. Pengkajian
stilistika adalah meneliti gaya sebuah teks sastra secara rinci dengan sistematis
memperhatikan preferensi penggunaan kata, struktur bahasa, mengamati antar
hubungan pilihan kata untuk mengidentifikasikan ciri-ciri stilistika (stylistics
fetures) yang membedakan pengarang (sastrawan) karya, tradisi, atau priode
lainnya.
Istilah stilistika telah diterapkan dengan prosedur kritis yang berusaha
untuk menggantikan istilah subjektivitas serta impresionisme dalam standar
analisis “tujuan” atau “ilmiah” stilistika karya sastra. Kajian stlistika sebenarnya
dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa, tidak terbatas pada
sastra saja tetapi biasanya stilistika sering dikaitkan dengan bahasa sastra.
Stilistika dapat dianggap menjembatani kritik sastra di satu pihak dan linguistik
di pihak lain karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik.
Pusat penelitian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan
bahasa sebagai sarana. Dengan demikian, style dapat diterjemahkan sebagai gaya
bahasa, Sudjiman (1993:13)
Kajian stilistika memiliki anggapan bahwa bahasa dari sebuah teks
mencerminkan dunia tekstual secara sempurna (Fasold dalam Black, 2011:1).
Pragmatik adalah kajian terhadap bahasa dalam penggunaannya (dengan
memperhitungkan unsur-unsur yang tidak dicakup oleh tata bahasa dan semantik),
maka dapat dipahami jika stilistika sekarang menggunakan pragmatik dan
pemahaman-pemahaman yang dapat dihasilkan prgmatika. Kita berada dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
sebuah dunia makna yang relatif tidak stabil. Peran dari pembaca adalah selalu
sebagai penafsir dan bukan sekedar penerima yang pasif (Black, 2011:1-2). Jadi,
setiap orang yang membaca atau menonton bukan hanya menjadi seorang yang
dapat menilai dan mengidentifikasi sesuatu yang telah dibaca maupun didengar.
Perpaduan antara teori-teori prgmatik dan stilistika menghasilkan teori stilistika
pragmatik .
Kajian stilistika pragmatik dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dari
teori-teori pragmatik agar bisa menjelaskan aspek-aspek dari teks sastra yang
membuat teori-teori pragmatik menjadi menarik untuk digunakan sebagai sarana
penafsiran (Black, 2011:336). Teori ini dikembangkan oleh Elizabeth Black. Ia
berpandangan bahwa kajian linguistik yang berorientasi pragmatik terhadap
bahasa ternyata berguna bagi pemahaman teks fiksi atau karya sastra. Stilistika
pragmatik lebih menekankan hubungannya dengan bahasa dalam praktek
penggunaannya.
Penelitian ini, peneliti mengambil teori tentang stilistika pragmatik agar
dapat membantu peneliti untuk mengkaji Novel Saman karya Ayu Utami. Peneliti
akan mendeskripsikan gaya bahasa dan makna gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami kajian
stilistika pragmatik.
2.2.3 Konteks dalam Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule, 1996:3). Seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
yang kita ketahui bahwa pragmatik pasti membutuhkan konteks karena setiap apa
yang ingin disampaikan oleh penutur harus berdasarkan konteks. Konteks
biasanya dipahami sebagai sesuatu yang sudah ada sebelum wacana dan situasi
dari para partisipan (Brown dan Yule, 1983:35-67). Werth (1999), telah
mengembangkan sebuah konsep yang sangat terinci dan akurat tentang konteks.
Konteks di mana sebuah wacana sementara topik dari teks adalah dunia teks. Teks
ini memunculkan pengetahuan dan menjadi landasan yang dipahami Bersama, di
mana ini didapatkan lewat negosiasi antar partisipan, yang sekaligus juga
memberikan makna terhadap wacana yang sedang berlangsung. Werth
memandang bahwa konteks adalah sesuatu yang diciptakan secara dinamis dan
bersama-sama oleh para peran dari wacana. (ini berlaku baik untuk wacana
tertulis maupun untuk wacana lisan).
Sperber dan Wilson (1986/1995), mereka menyatakan bahwa konteks
adalah tanggung jawab dari pendengar, yang akan mengakses informasi apa pun
yang akan diperlukan agar bisa mengolah sebuah ucapan, dengan didasarkan pada
asumsi bahwa penutur dari ucapan itu telah berusaha sedapat mungkin untuk
membuat ucapannya itu menjadi relevan. mereka tetap memahami pentingnya hal-
hal yang sudah disampaikan di atas, namun mereka menekankan bahwa
pengetahuan ensiklopedik (pegetahuan umum-pent) juga memegang peranan
penting. Maka orang yang satu bisa jadi akan menafsirkan sebuah ucapan secara
berbeda dari orang lain tergantung pada informasi apa yang mereka milik, apa
yang mereka anggap relevan dan sejauh mana pengetahuan mereka tentang
konvensi sosial. Perhatikan contoh berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Mrs. Dalloway berkata bahwa dia akan membeli sendiri bunga-bunga
itu.
Karena Lucy sudah mengerjakannya. Pintu-pintu akan dilepaskan dari
engselnya. Anak buah Rumpelmayer akan datang. Dan setelah itu, begitu pikir
Clarrisa Dalloway, pagi itu akan sangat indah, segar seperti yang dirasakan
anak-anak yang sedang bermain di pantai. (Virginia Woolf, Mrs Dalloway,
1925/1964:5).
Dari kalimat-kalimat pertama dalam Mrs Dalloway ini, kita bisa
menyimpulkan beberapa hal. Hal yang pertama hubungan sosial antara Lucy
dengan Mrs.Dalloway telah disinggung dalam kutipan di atas karena Lucy disebut
hanya dengan nama depan saja sementara Mrs. Dalloway disebut dengan gelar
(yaitu Mrs., yang berarti “nyonya”) dan nama depan dan nama keluarganya, yaitu
Clarissa Dalloway. Kalimat pertama menyebutkan bahwa Mrs. Dalloway
menawarkan untuk mengurangi beban keja Lucy, tetapi jelas berbelanja bunga
akan lebih menyenangkan daripada menunggu kedatangan para tukang dan
mengawasi tukang melepas pintu. Kita tidak ahu siapa dan apa orang-orang yang
disebut sebagai anak buah Rumpelmayer itu, tetapi tampaknya pembelian bunga
ini menunjukkan bahwa orang-orang itu datang untuk keperluan mengadakan
pesta dan mereka bukan tukang kayu atau tukang cat yang kerjanya memperbaiki
rumah. Dengan cara inilah, pembaca perlahan-lahan masuk ke dalam teks.
Hubungan sosial antara Luci dengan Mrs. Dalloway akan bisa ditangkap
dengan jelas oleh para pembaca novel dari era di mana novel itu diterbitkan (novel
ini terbit tahun 1925), tetapi mungkin tidak jelas bagi para pembaca modern. Para
pembaca novel ini dari era tahun 1920-an mungkin juga akan memerhatikan
situasi sosial dari keluarga itu (ketika membaca) bahwa ketika Mrs. Dalloway
pulang, yang membuka pintu baginya adalah Lucy dan bukan pelayan. Dari sini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
terlihat bahwa perkembangan dari pemahaman kita terhadap wacana adalah
bersifat inkremental atau terjadi secara bertahap.
Di dalam pragmatik konteks yang dimaksudkan dibatasi pada konteks
‘extralinguistic’ atau ‘luar bahasa’. Secara umum dapat didefinisikan bahwa
konteks dalam pragmatic adalah ‘segala macam aspek yang sifatnya luar bahasa
(extralinguistic), yang menjadi penentu pokok bagi kehadiran sebuah makna
kebahasaan”. Catatan lain yang berkenaan dengan konteks disampaikan
Malinowsky pada tahun 1923, jauh sebelum pakar pragmatik berbicara tentang
seluk-beluk konteks, khususnya konteks situasi atau ‘context of situation’.
Kehadiran konteks situasi itu mutlak untuk menjadikan tuturan benar-benar
bermakna. Dalam bahasa Indonesia, bisa saja orang menyebut seseorag dengan
‘anjing’ sebagai pemerkah keakraban yang benar-benar baik, kental, tidak
berjarak, dalam situasi yang juga sungguh santai. Sekali lagi harus ditegaskan
bahwa penentu bagi makna tuturan itu (apakah kasar, vulgar, ataukah biasa-biasa
saja) adalah kehadiran ‘context of situation’sebagaimana dikatakan Malinowsky.
Leech (1983), menyebut hal yang berbeda dari Malinowsky. Leech
menyebut istilah ‘speech situatin’. Menurutnya, aspek-aspek dalam situasi tutur
adalah ‘speech situation’ itu dapat dibedakan menjadi lima: pertama, Penutur dan
lawan tutur ‘speaker and hearer’ dapat berkaitan dengan usianya, jenis
kelaminnya, letar belakang pendidikannya, latar belakang kulturnya, latar
belakang sosialnya, latar belakang ekonominya, dan juga latar belakang fisik,
psikis, atau mentalnya.
Akan tetapi sesungguhnya aspek konteks situasi ini dapat diperluas, tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
semata-mata pada ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’ seperti disebutkan itu, karena
sesungguhnya yang dimungkinkan hadir dalam sebuah pertuturan bisa lebih dari
itu. Aspek situasi tuturan kedua, adalah konteks tutran itu sendiri: situasi waktu
dan tempat (spatio-temporal settings) bagi terjadinya pertuturan aspek fisik, dan
aspek sosial-kultur lainnya yang menjadi penentu makna bagi tuturan. Aspek
situasi tuturan ketiga, yang sangat menentukan makna kebahasaan, adalah ‘tujuan
tutur’. Sebuah tuturan pasti muncul bukan tanpa tujuan, tetapi selalu mengandung
tujuan tertentu. Jadi harus ditegaskan bahwa bertutur dalam pragmatik selalu
berorientasi pada tujuan, pada maksud; maka dikatakan sebagai ‘goal-oriented
activity’.
Bentuk kebahasaan yang digunakan, secara pragmatik selalu didasarkan
pada fungsi, bukan semata-mata pada bentuk; karena setiap bentuk kebahasaan
sesungguhnya sekaligus merupakan bentuk tindak verbal, yang secara fungsional
yang selalu memiliki tujuan. Aspek keempat, dari situasi tuturan sebagaimana
disampaikan Leech (1983) adalah bahwa tuturan harus selalu dianggap sebagai
tindak verbal. Tindak-tindak verbal inilah yang menjadi titik focus kajian
pragmatik. Aspek kelima, dari situasi tuturan yang disampaikan Leech (1983)
adalah bahwa tuturan menjadi produk tindak verbal. Misalnya saja sebagai
seorang guru atau dosen dalam kelas Anda mengatakan, “papan tulisnya kotor!”’
maka sesungguhnya produk tindakan yang diharapkan dari tuturan itu adalah
supaya ada tindakan membersihkan papan tulis itu. aspek-aspek situasi tuturan
yang disampaikan di depan itulah yang menjadi penentu makna kebahasaan
sebuah pertuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.2.3.1 Konteks Situasi Tutur
Pragmatik adalah studi bahasa yang terikat konteks (context dependent).
Artinya konteks tidak bisa tidak harus dilibatkan dan diperhitungkan dalam
memaknai bahasa, baik bahasa dalam pengertian entitas kebahasaan sebagai
elemen, maupun bahasa dalam pengertian umum yang jauh lebih holistik dan
lebih luas, dalam Rahardi dkk (2016:38). Dalam kaitan dengan ini, Malinowsky
(1923, di dalam Verschueren, 1998:75) telah mencatat tentang perlunya konteks
situasi atau ‘context of situation’, yang selengkapnya berbunyi “pada
kenyataannya bahasa yang diucapkan oleh penutur tidak selalu memiliki makna
dalam konteks situasi.” Jadi jelas sekali dikatan oleh linguis ini bahkan jauh
sebelum pragmatik dikatakan terlahir dan mulai berkembang kehadiran konteks
situasi adalah sebuah keharusan, terutama sekali di dalam pertuturan lisan. Berikut
adalah aspek-aspek konteks situasi tutur yang membentuk konteks pragmatik.
2.2.3.1.1 Penyapa dan Pesapa
Penyapa dan pesapa yang biasa juga disebut dengan penutur dan mitra
tutur dapat bermacam-macam. Misalnya, umur, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, latar belakang ekonomi, latar belakang sosial dan budaya, latar
belakang etnis, dan masih banyak lagi latar-latar yang lainnya. Leech (1983),
menegaskan bahwa istilah-istilah yang disampaikan bahwa prgmatik tidak hanya
dibatasi pada dimensi lisan saja, tetapi juga pada dimensi tulis atau yang bersifat
tekstual. Lyons, (1997):34) mengatakan bahwa dimensi-dimensi yang berkaitan
dengan diri ‘penyapa’ dan ‘pesapa’ itu sangat variatif. Dari dimensi jenis kelamin,
misalnya saja, orang harus membedakan bahasa yang digunakan oleh seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
yang berjenis kelamin perempuan dan berjenis kelamin laki-laki.
Rahardi dkk (2016:40) menyebutkan penutur atau penyapa juga sering
lupa memperhatikan dimensi umur mitra tutur atau pesapanya. Dimensi-dimensi
psikologis dan non-psikologis lainnya, yang sering melekat erat pada
perkembangan usia manusia, banyak diabaikan oleh orang-orang yang terlibat
didalam komunikasi. Di dalam masyarakat jawa, misalnya saja, pertimbangan usia
seseorang menjadi sangat penting. Orang yang dianggap sebagai ‘sepuh’ atau
‘tua’ bagaimanapun sebab dan alasannya, harus senantiasa mendapatkan
penghormatan atau penghargaan lebih dari mereka yang muda. Dalam pertuturan
sesungguhnya, orang harus dapat memperhitungkan semuanya itu dengan cermat,
supaya hubungan antara penyapa dan pesapa tetap menjadi baik pula. Tentu saja
masih banyak dimensi penyapa dan pesapa lainnya yang masih dapat digali, dan
itu sepenuhnya penulis serahkan kepada pembaca budiman untuk selalu
memperhatikan dan selalu mencermatinya.
2.2.3.1.2 Konteks Tuturan
Konteks linguistik lazimnya berdimensi fisik, sedangkan konteks
sosiolinguistik lazimnya berupa setting sosial-kultural yang mewadahi kehadiran
tuturan. Adapun yang dimaksud dengan konteks pragmatik, seperti yang
disampaikan Wijana (1996:11), adalah semua latar belakang pengetahuan yang
dipahami bersama penutur dan lawan tutur. Semua latar belakang pengetahuan
yang dipahami bersama penutur dan lawan tutur itulah yang sangat berguna dalam
menafsirkan makna bentuk kebahasaan tertentu yang hadir dalam pertuturan.
Rahardi dkk (2016:42) memberi contoh sebagai berikut: misalnya, di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dalam sebuah ruang kerja perguruan tinggi tertentu di mana setiap orang yang ada
di dalamnya sudah saling mengenal dengan baik dan masing-masing berelasi
dengan sangat akrab. Pemakaian kata tertentu yang lazimnya dianggap tabu
dalam komunikasi itu sama sekali tidak dianggap aneh, kasar, dan tabu.
Bentuk-bentuk kebahasaan seperti ‘asem’ atau mungkin ‘anjing’ atau
mungkin bentuk tuturan yang lebih kasar lagi, dapat saja digunakan dalam
komunikasi itu tanpa ada perasaan aneh dan kaku. Dapat dikatakan demikian
karena sesungguhnya dalam masyarakat itu telah terbangun kesamaan latar
belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki orang-orang yang hadir dalam
komunikasi itu. Konteks terjadinya contoh di atas ialah di sebuah ruang kerja dan
tuturan- tuturan dituturkan oleh rekan-rekan kerja yang berada di dalam ruangan
itu. Konteks situasi tuturan seperti inilah yang dapat disebut konteks pragmatik.
2.2.3.1.3 Tujuan Tuturan
Leech (1983), membedakan antara ‘maksud tuturan’ dan ‘tujuan
tuturan’. Dalam pandangannya, ‘tujuan’ atau ‘fungsi’ tuturan itu lebih tepat
digunakan untuk menggantikan istilah ‘maksud tuturan’ atau ‘maksud penutur’.
Itulah mengapa banyak dikatakan, bahwa pragmatik itu sesungguhnya menunjuk
pada aktivitas-aktivitas kebahasaan yang berorientasi pada tujuan, bukan maksud.
Rahardi dkk (2016:43) memberi contoh sebagai berikut: kalau Anda
sedang menyapa seorang biarawati yang menjadi pimpinan disebuah institusi
sekolah atau kampus dengan mengatakan, “Hei suster, pagi, apa kabar!”, maka
jelas sekali bahwa tuturan yang Anda sampaikan itu bertujuan tertentu. tujuannya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
mungkin sekali adalah untuk ‘menyapa’ diri sang biarawati yang adalah pimpinan
komunitas itu dalam nuansa yang tidak terlampau ‘kaku’ dan ‘berjarak’.
Terhadap orang yang sama mungkin sekali dimunculkan bentuk tuturan
berbeda, dalam nuansa berbeda, oleh karyawan atau dosen atau guru yang berbeda
pula. Akan tetapi sekalipun berbeda, tetap saja tuturan yang dikeluarkannya
memiliki tujuan. Tujuan itu lebih konkret, lebih nyata, karena memang keluar
berbarengan dengan tuturan yang dilafalkan itu. Akan tetapi, maksud (purpose)
tidak serta merta sama dengan tujuan karena cenderung hadir sebelum tuturan
dinyatakan. Jadi maksud itu belum berupa tindakan, masih berada dalam pikiran
dan angan-angan; sedangkan tujuan itu sudah berupa tindakan, karena memang
tujuan hadir bersama-sama dengan keluarnya sebuah tuturan dari mulut seseorang.
Tujuan memang lebih konkret, lebih nyata, karena memang keluar
berbarangan dengan tuturan yang dilafalkan itu. Akan tetapi, maksud tidak serta
merta sama dengan tujuan karena cenderung hadir sebelum tuturan dinyatakan.
Maksud itu belum berupa tindakan, masih berada dalam pikiran dan angan-angan;
sedangkan tujuan itu sudah berupa tindakan, karena memang tujuan hadir
bersama-sama dengan keluarnya sebuah tuturan dari mulut seseorang.
Maka dapat kita ketahui konteks sangat diperlukan dalam pragmatik
karena setiap makna tuturan yang disampaikan oleh penutur harus memiliki
konteks yairu situasi yang berada di luar teks yang sedang dibicarakan (Pranowo
2014:65). Konteks merupakan hal yang sangat penting dalam tuturan berdasarkan
kajian pragmatik karena dari konteks dapat diketahui apa yang sebenarnya terjadi
sehingga tuturan itu dituturkan. Konteks dalam pragmatik digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mengetahui situasi dan kondisi di dalam tuturan dari penutur sehingga peneliti
dapat menafsirkan makna pragmatik yang terdapat dalam gaya bahasa yang
terkandung dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman
karya Ayu Utami.
2.2.4 Majas
Wijaksono (2014:29), menyatakan pemajasan (figure of thought)
menggunakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, maknanya tidak
menunjuk pada makna harafiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada
makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Penggunaan bentuk-bentuk kiasan
dalam kesastraan, dengan demikian merupakan salah satu bentuk penyimpangan
kebahasaan, yaitu penyimpangan makna. Penggunaan gagasan dalam dunia sastra
sesuai dengan sifat alami sastra itu sendiri yang ingin menyampaikan sesuatu
secara tak langsung banyak mendayagunakan pemakaian aneka bentuk bahasa
kias itu. pemakaian bentuk-bentuk tersebut di samping untuk membangkitkan
suasana dan kesan tertentu, tanggapan indra tertentu, juga dimaksudkan untuk
memperindah penuturan itu sendiri.
Penggunaan stile yang berwujud pemajasan mempengaruhi gaya dan
keindahan bahasa karya yang bersangkutan, namun penggunaan bentuk-bentuk
bahasa kias tersebut haruslah tepat. Artinya, ia haruslah dapat menggiring kearah
interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi, disamping juga dapat
mendukung terciptanya suasana dan nada tertentu. Selain itu, penggunaan bentuk-
bentuk ungkapan itu haruslah baru dan segar, tidak hanya bersifat mengulang
bentuk-bentuk tertentu yang telah banyak dipergunakan. Pemilihan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
peggunaan bentuk kiasan bisa saja berhubungan dengan selera, kebiasaan,
kebutuhan, dan kreatifitas pengarang. Bentuk-bentuk pemajasan yang banyak
dipergunakan pengarang adalah bentuk perbandingan atau persamaan, yaitu yang
membandingkan sesuatu dengan yang lain melalui ciri-ciri kesamaan antara
keduanya, misalnya yang berupa ciri fisik, sifat, keadaan, suasana, tingkah laku
dan sebagainya.
Menurut Keraf (2010:113), majas adalah cara pengungkapan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis
(pemakai bahasa). Persoalan meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata
secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencangkup sebuah wacana
secara keseluruhan, malahan nada yang tersirat dibalik sebuah wacana termasuk
pula sebagai persoalan gaya bahasa (Keraf, 2010:112). Berdasarkan pendapat di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa majas merupakan bahasa khas yang
digunakan oleh penulis dalam menyampaikan maksud dan perasaannya melalui
karya tulis yang ia ciptakan.
Keraf (2010:112) membagi jenis-jenis majas menjadi dua, yaitu dari segi
non bahasa dan dari segi bahasa. Dari segi non bahasa, majas dibagi menjadi tujuh
yaitu gaya bahasa berdasarkan (1) pengarang, (2) masa, (3) medium, (4) subyek,
(5) tempat, (6) hadirin, dan (7) tujuan. Dari segi bahasa, gaya bahasa dibagi
menjadi empat yaitu (1) berdasarkan pilihan kata, (2) nada yang terkandung dalam
wacana, (3) struktur kalimat, (4) langsung tidaknya makna.
Tarigan (2013:5) mengungkapkan bahwa majas adalah bahasa indah yang
dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang
lebih umum. Pendek kata penggunaan majas tertentu dapat mengubah serta
menimbulkan konotasi tertentu. Tarigan (2016:6) membagi majas menjadi empat
yaitu majas perbandingan, pertentangan, pertautan, perulangan.
Majas adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau
pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Pada umumnya majas
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: majas penegasan, perbandingan,
pertentangan, dan majas sindiran. Beberapa jenis majas dibedakan lagi menjadi
subjenis lain sesuai dengan cirinya masing-masing. Secara tradisional bentuk-
bentuk inilah yang disebut sebagai gaya bahasa. Dengan kalimat lain majas
disamakan dengan gaya bahasa. Sebaliknya, menurut teori sastra kontemporer
majas hanyalah sebagian kecil dari gaya bahasa. Majas dengan demikian
merupakan penunjang , unsur-unsur yang berfungsi untuk melengkapi gaya
bahasa. Dengan kata lain gaya bahasa jauh lebih luas dibandingkan dengan majas.
Majas, bagaimanapun luas pembagiannya, penggolongannya dengan contohnya
masing-masing tetap memiliki keterbatasan. Majas sudah berpola, sehingga pola
seolah-olah membatasi kreativitas. Penggolongan itupun pada gilirannya
membatasi wilayah pemakainnya dan dengan demikian maknanya. Sebaliknya,
gaya bahasa jelas tidak terbatas. Maknanya tergantung dari kemampuan
pengarang untuk mencipta dan kemampuan pembaca untuk memahaminya.
Ruang lingkup gaya bahasa lebih luas dari pada majas. Saat menganalisis
sebuah karya sastra tidak terhitung jenis gaya bahasa yang timbul. Gaya bahasa
juga meliputi cara-cara penyusunan struktur intrinsik secara keseluruhan, seperti:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
plot, tokoh, kejadian, dan sudut pandang. Tidak ada karya sastra tertentu tanpa
gaya bahasa tertentu. Diantara gaya bahasa dan majas dalam karya sastra jelas
yang paling berperan adalah gaya bahasa. Dari pendapat para ahli di atas, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa majas adalah bahasa yang digunakan untuk membuat
karya menjadi lebih hidup, menarik dengan membandingkan dan menyamakan
suatu benda dengan benda lain untuk mendapatkan suatu keindahan pada suatu
karya sastra yang diciptakan.
2.2.5 Gaya Bahasa
Sesungguhnya bahasa terdapat dalam segala ragam bahasa: ragam lisan
dan ragam tulis, ragam nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah
cara menggunakan gaya bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk
maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan
dengan teks sastra, khususnya teks sastra secara tertulis (Sudjiman, 1993:13).
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek
dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. penggunaan gaya bahasa
tertentu dapat mengubah konotasi tertentu (Dale, 1971:220).
Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan
dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja (Warrine, 1997:602).
Gaya bahasa merupakan bentuk retorika, yaitu penggunaan kata-kata dalam
berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan
pembaca. Secara singkat dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus
mengandung tiga unsur berikut yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik
(Keraf, 1985:113).
Menurut Sudjiman (1993:15) mengatakan bahwa gaya bahasa ditentukan
antara lain oleh sifat karya yang bersangkutan, apakah berupa epik atau lirik, lisan
atau tulisan, apa makna karya itu, serta siapa pembaca yang dituju. Dengan
memperhatikan hal itu sering kita dapat lebih memahami mengapa gaya karya
yang satu begini dan yang lain begitu. Dengan bahasa yang berbunga-bunga dan
beragam majas, pengarang berusaha menarik perhatian pembaca kepada bentuk
ekstetiknya, “bahasa nan indah”, baru kemudian pada gagasan yang hendak
disampaikan.
Sebuah gagasan yang biasa saja jadi tampak megah karena dibungkus
dengan baju yang berenda-renda tetapi agak berlebihan. Walaupun demikian,
hiasan stilistik (stylistic embellishment) bukannya lalu dapat ditiadakan begitu
saja, karena penggunaan sarana stilistik sering membawa tambahan makna.
Menurut pandangan itu, gaya bahasa adalah unsur bahasa yang ekspresif dan
emotif yang ditambahkan pada penyajian yang netral, suatu tambahan yang mana
suka (optimal).
2.2.6 Jenis-Jenis Majas dan Gaya Bahasa
Berikut peneliti akan menjabarkan tentang majas perbandingan dan majas
perulangan beserta gaya bahasa yang terkandung di dalam majas perbandingan
dan majas perulangan sesuai dengan penelitian yang akan diteliti pada novel
Saman karya Ayu Utami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2.2.6.1 Majas Perbandingan
Keraf (1981:121) mengatakan, membandingkan sesuatu dengan sesuatu
hal yang lain berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan
antara kedua hal tersebut. Pengertian perbandingan sebenarnya juga mengandung
dua pengertian, yaitu pertama perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa
langsung, dan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Perbandingan berikut
termasuk dalam gaya bahasa langsung:
Dia sama pintar dengan kakaknya
Kerbau itu sama kuat dengan sapi
Sampai di mana batas antara perbandingan yang merupakan bahasa
langsung dan bahasa kiasan? Hal itu tergantung dari kelas katanya, tergantung
dari perbedaan antara kelas kata-kata yang diperbandingkan itu. Bila kelasnya
sangat berbeda maka dimasukkan dalam bahasa kiasan. Ucapan seperti pemuda
adalah bunga bangsa termasuk dalam bahasa kiasan karena kelas pemuda dan
kelas bunga sangat berlainan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah sebuah
perbandingan itu kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut: (1)
tetapkan dahulu kelas kedua barang atau hal yang akan diperbandingkan itu. (2)
perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut. (3)
perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tidak ada
kesamaan maka perbandingan itu adalah bahasa kiasan.
Pradopo (3013:62) berpendapat bahwa perbandingan adalah bahasa
kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-
kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama,
laksana, dan kata-kata pembanding lain. Adapun gaya bahasa perbandingan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
meliputi : Hiperbola, metonimia, personifikasi, peonasme, metafora, sinekdoke,
alusi, simile, asosiasi, eufemisme, epitet, eponym, dan hipalase. Beikut ini penulis
akan menjabarkan empat jenis gaya bahasa yang terdapat dalam gaya bahasa
perbandingan, yaitu: Personifikasi, perumpamaan, metafora dan sinestesia.
Dari seluruh pendapat ahli di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
majas perbandingan adalah majas yang membandingkan suatu hal atau benda
yang satu dengan yang lain. Berikut akan dijelaskan secara rinci jenis-jenis majas
perbandingan yang terbagi di dalam macam-macam gaya bahasa. Peneliti akan
menguraikan jenis-jenis gaya bahasa yang terdapat dalam majas perbandingan
sesuai dengan penelitian peneliti pada novel Saman karya Ayu Utami.
2.2.6.1.1 Gaya Bahasa Personifikasi
Personifikasi berasal dari bahasa latin persona (‘orang, pelaku, actor,
atau topeng yang dipakai dalam drama’) + fic (‘membuat’). Karena itulah maka
apabila kita mempergunakan gaya bahasa personifikasi, kita memberikan ciri-ciri
atau kualitas , yaitu kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak
bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan (Dale dkk, 1971:221). Dengan kata
lain penginsanan atau personifikasi, ialah jenis yang meletakkan sifat-sifat insani
kepada barang yang tidak bernyawa dan ide-ide yang abstrak.
Keraf (2007:140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam gaya
bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang
tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi juga dapat
diartikan majas yang menerangkan sifat-sifat manusia terhadap benda-benda mati.
Sementara itu Pradopo (2013:75) berpendapat bahwa personifikasi adalah kiasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat
berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia.
Dengan demikian dari pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa gaya
bahasa personifikasi adalah salah satu gaya bahasa yang terdapat dalam majas
perbandingan yang artinya gaya bahasa personifikasi ialah gaya bahasa yang
menginsankan suatu benda mati seolah-olah memiliki nyawa layaknya manusia:
Contoh:
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi
ketakutan kami. (Keraf:125).
Konteks: Penutur mengatakan bahwa penutur dengan beberapa orang lainnya
sedang berada di suatu tempat malam hari.
Dari contoh kalimat di atas menggunakan gaya bahasa personifikasi.
Kalimat di atas menggunakan kata angin yang meraung. Pengunaan kata meraung
menunjukkan bahwa angin malam itu sangat kencang. Penutur menggunakan gaya
bahasa untuk menggambarkan suasana malam itu lebih dari pada malam-malam
biasanya. Sedangkan arti sesungguhnya kata meraung hanya bisa dilakukan oleh
makhluk hidup.
2.2.6.1.2 Gaya Bahasa Sinestesia
Ratna (2009:446) berpendapat bahwa gaya bahasa sinestesia adalah gaya
bahasa yang menggunakan beberapa indra yang terdapat pada manusia; Jadi, gaya
bahasa sinestesia adalah gaya bahasa yang berhubungan dengan indra yang
dimiliki manusia.
Contoh:
Maka aku belajar untuk tidak mengharapkan pujian dan senyum manisnya
yang dulu (Cerita Cinta Enrico, hal:74)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Konteks: penutur dengan lapang dada merawat ibunya yang sakit.
Kalimat di atas menggunakan kata “manis”. Kalimat di atas menggunakan
kata “manis” untuk indera penglihatan. Makna kata “manis” sebenarnya ialah
sesuatu benda yang memiliki rasa manis seperti gula, madu, dll dan hanya dapat
dirasakan oleh indera pengecap. Namun kata manis sering juga digunakan untuk
menarik hati, menyenangkan hati mitra tutur ketika dalam percakapan dan
penglihatan. Pada kalimat pertama, seseorang yang tidak mengharapkan pujian
dan senyuman yang menyenangkan dan menarik hati si penutur lagi.
2.2.6.1.3 Gaya Bahasa Perumpamaan
Tarigan (1985:9) mengatakan yang dimaksud dengan perumpamaan di
sini adalah padan kata simile dalam bahasa inggris. Kata simile berasal dari
bahasa Latin yang bermakna ‘seperti’. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal
yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa
perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi
sengaja dianggap sama. Perumpamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang
pada hakikatnya membandingkan dua hal yang berlainan yang dapat sengaja kita
anggap sama.
Tarigan (2013:9) menyatakan bahwa perumpamaan adalah perbandingan
dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.
Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, serupa,
ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, dan penaka. Keraf (2007:138) berpendapat
bahwa perumpamaan adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung
menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Sementara itu peremupamaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
dapat diartikan suatu majas yang membandingkan dua hal/benda dengan
menggunakan kata penghubung, terdapat kata laksana, ibarat, serupa, bagai,
umpama, seperti, layaknya, bak, dan sebagainya yang dijadikan sebagai
penghubung kata yang diperbandingkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perumpamaan
salah satu gaya bahasa yang terdapat di dalam majas perbandingan. Gaya bahasa
perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal atau benda
dengan menggunakan kata penghubung, seperti, bagaikan, layaknya, dan lain-lain.
Contoh:
Rambut kribonya sangat lebat mengembang seperti bola besar (Liye,
2016:77).
Konteks: Tuturan diucapkan oleh penutur ketika melihat rambut seseorang
yang keriting dan ngembang
Contoh kalimat di atas menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Pada
kalimat menggunakan kata seperti. Pada kalimat menggunakan kata penghubung
antara rambut keribo sangat lebat dan bola besar, dianggap sama karena memiliki
ciri yang sama yaitu rambut keribo yang sangat lebat membentuk bulat sama
dengan bola.
2.2.6.1.4 Gaya Bahasa Metafora
Keraf (2007:139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi
yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang
singkat. Metafora juga dapat diartikan denan majas yang memperbandingkan
suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu
mempunyai sifat yang sama. Pengungkapan antara perbandingan analogis dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
menghilangkan kata bagaikan, umpama, serupa, dan lain-lain. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan
secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi.
Metafora ialah perbandingan yang implisit, jadi tanpa kata seperti atau
sebagai, di antara dua hal yang berbeda (Moeliono, 1984:3). Metafora adalah
pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwadarminta, 1976:648). Metafora
adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi.
Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang
dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang satu lagi merupakan pembanding
terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi
yang terdahulu tadi (Tarigan, 1983:141; Tarigan, 1985:183).
Dari seluruh pendapat para ahli terkait gaya bahasa metafora, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa metafora adalah suatu gaya bahasa yang
terkandung di dalam majas perbandingan. Metafora ialah gaya bahasa yang
membandingkan kedua hal yang berbeda secara implisit, singkat, dan padat.
Contoh:
Stadion ramai oleh lautan manusia saat mereka tiba (Liye, 2016:45)
Konteks: Di suatu stadion yang akan melaksanakan perlombaan antar Tim
Contoh kalimat di atas termasuk dalam gaya bahasa metafora. Ungkapan
lautan manusia pada kutipan di atas mengandung perbandingan dua hal yang
berbeda secara implisit yaitu; ‘lautan’ dengan ‘manusia’. Lautan adalah
kumpulan air yang sangat banyak dan sangat luas di permukaan bumi sedangkan
manusia adalah makhluk hidup. Ungkapan lautan manusia berarti sekumpulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
manusia dengan jumlah yang sangat banyak, jika dilihat dari kejauhan
menyerupai lautan luas yang berisi manusia.
2.2.6.2 Majas Perulangan/ Repetisi
Tarigan (1985:180) perulangan atau repetisi adalah mengandung
perulangan bunyi, suku kata, kata atau frase ataupun bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Majas perulangan adalah perulangan kata-kata yang penting atau kata kunci untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. kata-kata, frasa atau
kelompok kata dapat diulang dalam sebuah kalimat dengan cara yang berbeda-
beda untuk mencapai efek yang berlainan, Keraf (1981:109). Gaya bahasa
perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah itu yang di
ulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa perulangan
ini meliputi: Aliterasi, asonansi, anadiplosis, epanalepsis, epizeukis, mesodiplosis,
anafora, dan epifora. Wicaksono (2014:40).
Dapat disimpulkan bahwa majas perulangan atau repetisi adalah majas
yang menggunakan pengulangan pada kata, suku kata, frasa atau kalimat yang
penting atau kata kunci untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai. Berikut ini penulis akan menjabarkan empat jenis gaya bahasa yang
terdapat dalam gaya bahasa perulangan sesuai dengan hasil data yang didapatkan
oleh peneliti, yaitu: gaya bahasa epanalipsis, gaya bahasa epizeukis, gaya bahasa
anafora, dan gaya bahasa epifora:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2.2.6.2.1 Gaya Bahasa Epanalipsis
Gaya bahasa epanalepsis adalah gaya bahasa repetisi kata terakhir pada
akhir kalimat atau klausa. Epanalepsis adalah pengulangan yang berwujud kata
terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang kata pertama (Keraf
2007:128).
Contoh:
. ..,Pulanglah. Sakitnya kakak kalian semakin berubah… anak anakku
sebelum semuanya terlambat, pulanglah. (Bidadari Bidadari Surga, Hal:1)
Konteks: Suasana haru di kamar ketika seorang ibu yang menulis pesan untuk
anak-anaknya dan meminta ijin kepada putri sulungnya untuk mengirim
pesan itu kepada adik-adiknya.
Kalimat contoh di atas menunjukkan bahwa gaya bahasa epanalipsis
menggunakan pengulangan kata diakhir dan di awal kalimat. Pada kalimat
pertama terdapat kata pulang di setiap akhir kalimat. Menunjukan bahwa ada
suatu penegasan yang disampaikan secara berulang agar lawan bicara paham
maksud dari penutur. Kata pulang diulang selain untuk penegasan juga bermaksud
bahwa penutur sangat memohon kepada mitra tutur.
2.2.6.2.2 Gaya Bahasa Epizeukis
Gaya bahasa epizeukis adalah gaya bahasa repetisi yang bersifat langsung
dari kata-kata yang dipentingkandan diulang beberapa kali sebagai penegasan.
Menurut Ratna (2009:442), epizeukis adalah pengulangan secara langsung. Keraf
(2007:127) berpendapat bahwa yang dinamakna epizeukis adalah repetisi yang
bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang beberapa kali
berturut-turut. Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung,
yaitu kata yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
turut (Tarigan 1985:188).
Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa epizeukis salah satu gaya bahasa
yang terdapat di dalam majas perulangan. Gaya bahasa epizeukis itu sendiri ialah
gaya bahasa yang menggunakan pengulangan kata yang ditekankan secara
berturut-turut dan bersifat langsung.
Contoh:
Ah makan besar kita Makasih kaka Sudah..sudah cukup (Film Marlina Si
Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho).
Konteks: Penutur sebagai Penjahat yang merasa senang karena disajikan
makanan oleh Marlin
Kalimat contoh di atas mengulang kata-kata tertentu yang penuh tekanan.
Satu kalimat terdapat kata yang diulang sebagai penegasan penutur kepada mitra
tutur. Kalimat di atas terlihat bahwa penutur mengatakan kata yang diulang
dengan menggambarkan suasana hati yang senang. Tuturan si penutur
menggambarkan kesenangan karena merek diberi makan.
2.2.6.2.3 Anafora
Keraf (2007:127) menyatakan anafora adalah repitisi yang berwujud
pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Sedangkan
Ratna (2009:442) berpendapat bahwa anafora adalah kata atau kelompok kata
diulang pada baris berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora
adalah perulangan kata pertama yang sama pada kalimat berikutnya. Anafora
adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris
atau setiap kalimat (Tarigan 1985:192)
Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa anaphora adalah salah satu gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
bahasa yang terdapat dalam majas perulangan yang memiliki arti bahwa gaya
bahasa anaphora adalah sebuah kata atau kelompok kata yang diulang setiap awal
kalimat dan diulang pada kalimat berikutnya. Berikut contoh dari gaya bahasa
anafora.
Contoh:
1. Sudah saatnya mereka tahu. Sudah saatnya…(Bidadari Bidadari Surga,
Hal:1)
Konteks: Pagi hari di kamar tidur putri sulung yang terbaring lemas karena
sakit dan hanya ditemani seorang ibu yang selalu di sampingnya.
2. Tak peduli di manapun itu berada. Tak peduli sedang apapun
pemiliknya. …(Bidadari Bidadari Surga, Hal:1)
Konteks: Pagi hari di kamar tidur seorang ibu yang menemani putri
sulungnya yang sakit mengirim sms kepada anak-anaknya yang
lain.
Contoh kedua kalimat di atas menunjukkan bahwa penutur menggunakan
gaya bahasa anafora, pada kalimat (1) penutur mengulang kata sudah saatnya
pada setiap awal kalimat. Dalam kalimat, menunjukkan sudah saatnya ibu
mengirim surat itu kepada anak-anaknya yang lain, agar mereka tahu bahwa
kakak sulung mereka sedang sakit berat. Sedangkan pada kalimat (2) ibu sudah
mengirim sms itu kepada anak-anaknya tanpa memperdulikan dimana dan sedang
apa anak-anaknya yang lain, menurutnya yang penting sms itu dapat terkirim dan
dibaca oleh anak-anaknya.
2.2.6.2.4 Gaya Bahasa Epifora
Keraf (2007:136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan kata
pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah
gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau tengah kalimat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Contoh:
Aku merasa hidupku adalah sia-sia. Belajarku lima tahun di luar negeri sia-sia.
Pernikahanku sia-sia. Keberadaanku sia-sia. (Pudarnya Pesona Cleopatraa, hal,:
7)
Konteks: Penutur merasa hampa karena harus berumah tangga dengan seorang
istri yang tidak ia cintai dan memperlakukan istri itu selayaknya bukan
seorang istri.
Kalimat contoh di atas menunjukkan bahwa dalam beberapa kalimat penutur
menggunakan gaya bahasa epifora. Kata yang diulang dan terletak tepat di akhir
dalam beberapa kalimat yang berurutan. Terdapat kata sia-sia, seseorang
merasakan segala sesuatu yang ia lakukan tidak ada artinya maka dari itu ia
menyebutnya semua itu sia-sia. Penutur menganggap semua perjalanannya dan
yang dia lakukan untuk mendapatkan suatu tujuan ternyata tidak ia dapatkan
contohnya saja ia menikahi wanita yang dijodohkan oleh ibunya bahkan wanita
itu sama sekali tidak ia cintai. Hanya karena sesuatu yang menurutnya penting dan
tidak terwujud. Dari contoh pertama dapat kita simpulkan bahwa segala sesuatu
atau cara yang kita lakukan di awal belum tentu dapat membuat kita mendapatkan
suatu tujuan.
2.3 Makna dan Maksud/ Makna Pragmatik
Setiap tuturan yang diutarakan oleh penutur pasti mengandung makna dan
maksud. Makna dan maksud dalam sebuah tuturan memiliki arti yang berbeda-
beda. Dalam memahami kedua bentuk makna dan maksud disetiap tuturan, ada
baiknya jika memahami defenisinya masing-masing. Berikut akan dipaparkan
terkait makna dan maksud.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
2.3.1 Makna
Makna secara umumnya bersifat internal. Jadi unsur ini ada di dalam
bahasa. Pengertian dari makna sangatlah beragam. Pateda (2001:79)
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun
kalimat. Menurut Ullaman (dalam Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa
makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Ferdinand de sassure
(dalam chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian
atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Jadi makna
bersifat linear atau semantik yang berkaitan langsung dengan kata, frasa, klausa
atau kalimat itu sendiri.
2.3.2 Maksud
Yule (2006:3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang
maksud penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik
melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu
konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Leech (2003:34) menyatakan bahwa maksud yaitu makna yang
dimaksudkan pesannya. Senada dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009:215)
menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur
kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang
diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya diutarakan langsung atau
tersurat, akan tetapi adakalanya diutarakan secara tidak langsung atau tersirat.
Putrayasa (2014: 24) menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
bahasa seseorang dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi
pemakaian bahasa tersebut. Wijana dan Rohmadi (2011:10) menjelaskan bahwa
maksud adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Maksud
bersifat subjektif.
Sejalan dengan hal itu, Chaer (2009:35) menjelaskan maksud dapat dilihat
dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Disini orang
yang berbicara itu mengujarkan sesuatu ujaran entah berupa kalimat maupun
frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu
sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
2.4 Kerangka Berpikir
Penelitian ini berjudul “Majas, Gaya Bahasa Perbandingan dan Perulangan
dalam Novel Saman karya Ayu Utami Kajian Stilistika Pragmatik” menggunakan
teori kajian stilistika pragmatik dan majas. Majas yang digunakan dalam
penelitian ini mencangkup gaya bahasa perbandingan dan perulangan. Dalam
penelitian peneliti akan memperhatikan tuturan tokoh dalam novel Saman karya
Ayu Utami yang mengandung gaya bahasa perbandingan dan perulangan dan
makna apa yang terkandung dalam tuturan tokoh di dalam novel tersebut.
Dalam kerangka berpikir ini, peneliti akan memberi gambaran secara singkat
terkait dengan apa yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Teori-
teori yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini ialah terkait stilistika,
pragmatik, stilistikapragmatik, dan gaya bahasa perbandingan dan perulangan.
Peneliti menentukan novel yang akan diteiti yaitu novel yang berjudul Saman
karya Ayu Utami. Kerangka berpikir pada penelitian ini disusun berdasarkan
tinjauan pustaka yang terkait dengan penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Makna Pragmatik Gaya Bahasa
Perbandingan dan Perulangan
ditinjau dari perspektif
stilistikapragmatik
Wujud Gaya Bahasa
Perbandingan dan Perulangan
ditinjau dari perspektif
stilistikapragmatik
Majas
Gaya
Perbandingan Perulangan
Tuturan Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami
Majas, Gaya Bahasa Perbandingan dan Perulangan dalam
Novel Saman Karya Ayu Utami Kajian Stilistika
Pragmatik
Stilistik
Stilistikapragmatik
Konteks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti menguraikan tentang lima hal yakni, jenis penelitian,
sumber data dan data penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode
dan teknik analisis data, dan triangulasi data. Berikut akan diuraikan secara rinci:
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif, atau penelitian tanpa hitung karena langkah awal
peneliti menggumpulkan data tuturan tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami
yang dijadikan data langsung untuk dianalisis. Menurut Whitney (dalam Andi
Prastowo, 2016:201) metode deskriptif merupakan pencarian fakta dengan
interprestasi tertentu. Penulis buku penenlitian lainnya (Denzin dan Lincoln
1987), menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap mempersoalkan latar
alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk penenlitian
kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Penelitian kualitatif metode
yang biasa dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan
dokumen. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji sumber-sumber tertulis. Sumber
tertulis utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah penggunaan gaya
bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya
Ayu Utami suatu kajian stilistika pragmatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian
Data penelitian adalah keterangan yang diperoleh dari sumber tertentu yang
digunakan sebagai sumber penelitian. Data dalam penelitian ini berwujud tuturan
yang terkandung gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan
pada novel Saman karya Ayu Utami. Sedangkan sumber data pada penelitian ini
adalah tuturan-tuturan dalam Novel Saman karya Ayu Utami yang pertama kali
terbit tahun 1998 oleh penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Untuk
kepentingan penelitian ini, peneliti menggunakan edisi cetakan ke-35, April 2018
yang diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik digunakan untuk menunjukkan dua konsep yang berbeda
tetapi berhubungan langsung satu sama lain. keduanya adalah “cara” dalam suatu
upaya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan dan teknik
adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto 2015:9). Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam sebuah
penelitian karena tujuan utama dalam sebuah penelitian tidak lain adalah untuk
mendapatkan data. Data merupakan hal yang utama dalam penelitian, tanpa data
penelitian tersebut tidak akan pernah berhasil. Teknik pengumpulan data sangat
berguna sebagai alat ukur untuk mencari dan memilih data yang sesuai dengan
standar data yang ditetapkan.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
membaca-catat. Teknik Membaca–Catat pada tahap pertama dalam penelitian ini,
peneliti membaca novel Saman karya Ayu Utami dan memberi tanda pada kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
atau kalimat yang menunjukkan penggunaan gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan. Teknik catat yaitu cara yang dilakukan
peneliti untuk mencatat data-data yang ada hubungannya dnegan masalah peneliti.
Pencatatan itu dapat dilakukan langsung. Dengan kemajuan teknologi di era
sekarang, teknologi pencatatan itu dapat memanfaatkan disket computer atau alat
semacamnya yang lebih canggih, akurasi lebih meyakinkan dengan pembaca dan
pengecekan lewat penayangan di layar tayang. Peneliti meneliti dengan cara
mencatat atau mengetik tuturan yang terkandung gaya bahasa dalam ajas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk analisis adalah metode simak. Metode simak
berupa suatu penyimakan yang dilakukan untuk menyimak penggunaan bahasa.
Metode simak digunakan untuk menganalisis gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami. Istilah
menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan,
tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun, 2007:92). Sudaryanto
(2015:205) menjelaskan bahwa metode catat yaitu proses pencatatan pada kartu.
Dalam proses penelitian ini metode simak menggunakan teknik membaca-catat
untuk menyimpan data. Pencatatan data dilakukan di laptop dan disimpan sebagai
file. Data yang terdapat dalam penelitian ini ialah tuturan-tuturan yang terkandung
gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Secara umum, menurut Neuman (2000:426) analisis data merupakan suatu
pencarian pola-pola dalam data, yaitu prilaku yang muncul atau badan
pengetahuan (a body of knowledge). Selain itu teknik analisis data juga dapat
dilakukan dengan cara mengidentifikasi data, mengklasifikasi data,
menginterpretasi data dan deskripsi data atau pelaporan hasil penelitian data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif. Sudaryanto (1993), mengemukakan bahwa penelitian deskriptif
kualitatif adalah apabila kegiatan yang berupa menggambarkan atau
mendeskripsikan dengan kata-kata atau bahasa tentang informasi yang diperoleh
dari suatu latar penelitian.
Menurut Furchan (1982:475), langkah pertama yang harus dilakukan
peneliti dalam menggunakan data adalah melihat kembali usulan penelitian guna
memeriksa rencana pengajian data dan pelaksanaan data. Pemarkah menunjukkan
kejadian satuan lingual atau identitas konsituen tertentu. Kemampuan membaca
pemarkah atau petunjuk itu berarti kemampuan untuk menunjukkan kejatian yang
dimaksud (Sudaryanto, 2015:129). Penelitian ini menggunakan teknik baca
markah untuk melihat penanda di dalam suatu tuturan yang menunjukkan kriteria
gaya bahasa tertentu. Maka teknik analisis yang dilakukan peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti menganalisis gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami kajian stilistika pragmatik.
2. Peneliti menganalisis dengan memperhatikan penanda gaya bahasa
berdasarkan kajian stilistika pragmatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
3. Peneliti menganalisis makna yang muncul dari gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami
kajian stilistika pragmatik.
4. Peneliti memasukkan data ke dalam tabulasi data
5. Peneliti menunjukkan bukti yang dapat memperjelas kriteria sebuah elemen
menunjukkan suatu gaya bahasa berdasarkan kajian stilistika pragmatik
dalam novel Saman karya Ayu Utami.
3.5 Triangulasi Data
Sugiyono (2010:330), tringulasi data adalah teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan kesalahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006:330).
Penelitian ini menggunakan jenis tringulasi penyidik yang dilakukan oleh peneliti
guna melakukan pengecekan data penelitian yang telah diolah sebelumnya.
Dalam penelitian ini proses tringulasi di lakukan oleh pakar yang sesuai
dengan bidangnya untuk memeriksa keabsahan data dan hasil analisis data pada
penelitian ini. Melalui tringulasi data, peneliti dapat mengetahui apakah data dan
hasil analisis data sesuai dengan pendapat pakar yang dituliskan pada bagian studi
pustaka serta dapat digunakan sebagai pembanding dari beberapa teori mengenai
pragmatik khususnya makna gaya bahasa dalam majas perbandingan dan
perulangan guna mengetahui hasil dari analisis data yang telah dilakukan. Dalam
penelitia ini, peneliti meminta bantuan seorang dosen yang ahli dalam bidang ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Untuk mengecek keabsahan data, peneliti bekerja sama dengan Prof. Dr.
Pranowo, M.Pd. sebagai penyidik triangulasi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAAN
Bab ini memuat hasil penelitian yang terdiri dari beberapa poin penting antara
lain: (1) deskripsi data, (2) analisis data), (3) pembahasan. Deskripsi data dalam
bab ini berisi paparan data yang diperoleh peneliti. Bagian pertama deskripsi data
penelitian gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada
novel Saman karya Ayu Utami. Bagian kedua adalah analisis data wujud gaya
bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan dalam novel Saman
karya Ayu Utami dan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami. Bagian ketiga adalah
pembahasan hasil analisis yang akan mendeskripsikan gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami kajian
stilistika pragmatik.
4.1 Deskripsi Data
Sumber data penelitian ini adalah novel Saman karya Ayu Utami yang
pertama kali terbit tahun 1998 oleh penerbit KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia). Untuk kepentingan penelitian ini, peneliti menggunakan edisi cetakan
ke-35, April 2018 yang diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan berdasarkan
konteks dalam pragmatik yang digunakan dalam novel ini 8 jenis gaya bahasa.
Konteks merupakan hal yang penting dalam tuturan berdasarkan kajian pragmatik
karena dari konteks dapat diketahui apa yang sebenarnya terjadi sehingga tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
itu dapat dituturkan. Mey (dalam Rahardi, 2003:15) mendefenisikan pragmatik
sebagai studi mengenai kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang
ditentukan oleh konteks masyarakat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan dalam novel Saman
karya Ayu Utami yang mengandung beberapa gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan. Data yang diperoleh dalam rentang waktu
tiga bulan yakni bulan April-Juni 2019. Jumlah data yang dianalisis sebanyak (38)
tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan. Data tersebut diklarifikasikan menggunakan teori gaya bahasa dalam
majas perbandingan dan majas perulangan menurut buku Wicaksono (2014) dan
Tarigan (1985).
Data tersebut akan dianalisis dari sudut stilistika pragmatik berdasarkan
teori dari beberapa pakar Cristal dalam Nurhadi (2013), Hickey dalam Nurhadi
(2013), dan Elizabeth Black (2011). Berdasarkan 38 data yang sudah dianalisis,
peneliti menemukan beberapa tuturan tokoh pada novel Saman karya Ayu Utami
yang menggunakan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan. Berikut merupakan jumlah data yang telah dianalisis oleh peneliti.
Gaya bahasa perumpamaan 7 buah, gaya bahasa metafora 3 buah, gaya bahasa
personifikasi 6 buah, gaya bahasa sinestesia 2 buah, gaya bahasa epanalipsis 7
buah, gaya bahasa epizeukis 6 buah, gaya bahasa anafora 5 buah, gaya bahasa
epifora 2 buah. Selain itu peneliti menemukan 6 (enam) makna pragmatik yang
muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan dalam novel Saman karya Ayu Utami. Yaitu; mendeskripsikan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
menjelaskan, menanya, menegaskan, memberi perintah larangan, dan
menunjukkan.
4.2 Hasil Analisis Data
Pada bagian subbab ini peneliti membahas hasil analisis penggunaan gaya
bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya
Ayu Utami kajian stilistika pragmatik. Analisis penggunaan gaya bahasa
dilakukan untuk menemukan gaya bahasa berdasarkan konteksnya dalam
pragmatik. Pragmatik mengkaji kemampuan pemakaian bahasa dalam
mengkaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat itu
(Nababan, 1987:2). Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dikatakan bahwa
pragmatik merupakan kajian bahasa yang tidak hanya mengkaji tentang kalimat
tetapi mengaitkannya dengan konteks yang ada di luar kalimat.
Studi bahasa pragmatik melibatkan konteks yang dipakai oleh penutur/penulis
dengan tuturannya, bukan dengan menekankan pada hubungan antara penutur
dengan tuturannya, bukan pada hubungan kalimat satu dengan kalimat yang lain
yang terlepas dari konteksnya. Maka yang akan dipaparkan dalam analisis ini
adalah gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan berdasarkan
konteks dalam pragmatik yang terdapat pada novel Saman karya Ayu Utami
kajian stilistika pragmatik dan menginterpretasikan makna dari penulis
menggunakan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan.
Berikut ini peneliti menguraikan beberapa contoh saja dari hasil analisis.
Mengingat data yang ditemukan cukup banyak, maka akan ditampilkan beberapa
contoh gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Saman karya Ayu Utami. Analisis selengkapnya ditampilkan pada bagian
lampiran diakhir skripsi ini.
4.2.1 Wujud Gaya Bahasa
Dalam novel Saman karya Ayu Utami yang peneliti analisis, menemukan
4 jenis gaya bahasa dari majas perbandingan dan 4 jenis gaya bahasa dari majas
perulangan. Jadi total keseluruhan gaya bahasa yang ditemukan dari majas
perbandingan dan majas perulangan ialah 8 jenis gaya bahasa berdasarkan
konteksnya yang meliputi; gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa bahasa
metafora, gaya bahasa personifikasi, dan gaya bahasa sinestesia. Sedangkan gaya
bahasa dalam majas perbandingan meliputi; gaya bahasa epanalipsis, gaya bahasa
epizeukis, gaya bahasa anafora, dan gaya bahasa epifora. Berikut ini akan
diberikan masing-masing contoh analisisnya.
4.2.1.1 Gaya Bahasa Perumpamaan
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa perumpamaan dalam novel
Saman karya Ayu Utami terdapat 7 buah yang layak dimasukkan sebagai data
yang valid. Gaya bahasa perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada
hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama (Tarigan, 2013:9). Gaya bahasa
perumpamaan yang terkandung dalam data sebagian akan dipaparkan sebagai
berikut:
Data 1
Laila : Tiga orang yang sedang bekerja di kaki rig terpental ke udara
seperti boneka plastik prajurit perang-perangan, bersamaan
dengan terkulainya manara itu. (Hal.16)
Konteks :Tuturan tersebut dituturkan oleh salah satu tokoh dalam novel
Saman bernama Laila seorang fotografer usia 30 tahun. Sore
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
hari disuatu tempat pekerja perusahaan minyak, meledak di laut
Cina selatan, februaru 1993.
Data 2:
Laila : Sebab siang itu menyisakan kegetiran, seperti biji duku yang
tergigit lalu tertelan, juga kerinduan akan kesempatan lain yang
mungkin. (Hal.3)
Konteks: Tuturan tersebut dituturkan oleh salah satu tokoh dalam novel
Saman bernama Laila seorang fotografer usia 30 tahun. siang
hari di taman dengan susana sepi dan laila mengingat kejadian
pagi hari di masa lalu bersama Sihar (salah satu tokoh di dalam
novel Saman)
Gaya bahasa perumpamaan pada data tuturan (1) yaitu pemakaian kata
seperti yang membandingkan dua hal. Tuturan ini disampaikan oleh penutur
(Laila) ketika penutur mengingat masa lalu bersama sang kekasih. Penutur
menyamakan apa yang ia lihat dengan menggambarkan manusia terlempar seperti
boneka. Penutur membandingkan benda mati dengan makhluk hidup. Adapun
makna dari kalimat ini ialah Kecelakaan kerja dan mengakibatkan kematian.
Kalimat tersebut menjelaskan bahwa tiga orang pekerja di kaki rig terpental ke
udara seperti boneka plastik bersamaan dengan suara dentuman keras. Kata
terpental seperti boneka dapat diartika manusia yang terlempar jauh akibat
dentuman keras. Kata seperti membandingkan bahwa manusia dibandingkan
dengan boneka plastik yang sangat ringan ketika dilempar ke udara.
Data tuturan (2) mengandung jenis gaya bahasa perumpamaan. Wujud
kata seperti membandingkan rasa ketika mengigit dan menelan biji duku
disamakan dengan perasaan patah hati yang dirasakan manusia dalam hubungan
kasmaran. Adapun makna dari kalimat ini ialah Teringat akan suatu kejadian.
Penutur mengingat suatu kejadian dulu dan membuat sakit hati jika diingat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Kedua kaliamt tuturan di atas sejalan dengan pengertian gaya bahasa
perumpamaan menurut Tarigan (2013:9), menyatakan bahwa perumpamaan
adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja
kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian
kata seperti, serupa, bak, sebagai, laksana, dan penaka.
4.2.1.2 Gaya Bahasa Personifikasi
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa personifikasi dalam novel
Saman karya Ayu Utami terdapat enam buah yang layak dimasukkan sebagai data
yang valid. Gaya bahasa personifikasi adalah kiasan yang mempersamakan benda
dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya
seperti manusia, Pradopo (2013:75). Gaya bahasa personifikasi yang terkandung
dalam data sebagian akan dipaparkan sebagai berikut:
Data 3:
Laila : Semacam rasa haru begitu kuat ketika ia mencium bau kayu
yang menyedotnya kembali ke waktu kanak-
kanak.(Hal.61)No data (16)
Konteks: Tuturan tersebut dituturkan oleh salah satu tokoh dalam novel
Saman bernama Laila seorang fotografer usia 30 tahun. 1986,
tuturan berlangsung ketika Wis kembali di rumah yang dulu
milik keluarga Wis dan kini sudah ditempati orang lain.
Data 4:
Tapi di sini musim dingin sudah merayap, mengendap dari balik gedung-
gedung. (Hal.143) No data (17)
Konteks: Hari kamis Ketika Shakuntala tiba di New York . ia merasa
asing karena tiba di tempat yang baru, suasana baru, musim
yang baru, kehidupan yang tidak sama dengan yang ia
bayangkan.
Pada tututan data (3) dan data (4) sama-sama menunjukkan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
penggunaan gaya bahasa personifikasi. Kedua tuturan di atas dapat disimpulkan
bahwa data (3) pengarang penggunakan gaya bahasa personifikasi untuk
menghidupkan benda mati. Tuturan yang menunjukkan penggunaan personifikasi
ialah pada kata menyedotnya, penutur menginsankan aroma kayu seolah hidup
dan mampu menyedot siapapun yang mencium aromanya. Tokoh di dalam cerita
memiliki masala lalu yang tidak akan pernah ia lupakan dan sewaktu-waktu akan
teringat kembali. Seperti kalimat pada contoh, tokoh di dalam cerita secara tidak
sengaja mencium aroma kayu yang mirip dengan aroma kayu di masa lalunya.
Pengarang mampu menghidupkan aroma kayu yang seolah bisa menyedot
manusia atau pikiran manusia ke masa lalunya. Makna yang dapat disimpulkan
dari contoh kalimat ini ialah Teringat suatu kejadian dulu. Suatu kejadian yang tak
bisa dilupakan dan akan teringat suatu-waktu.
Pada tuturan data (4) wujud penanda gaya bahasa personifikasi ialah pada
kata merayap, mengendap. Penutur menggunakan kata merayap mengendap
bahwa cuaca tidak bisa dilihat dengan panca indra seolah penutur melihat musim
dingin yang merayap dan mengendap. Penutur mencoba menginsankan musim
dingin benda tak terlihat namun bisa dilihat dengan panca indra. Makna yang
dapat disimpulkan dari contoh kalimat ini ialah penutur mencoba
menggambarkansituasi dan suasana di sana.
4.2.1.3 Gaya Bahasa Metafora
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa personifikasi dalam novel
Saman karya Ayu Utami terdapat tiga buah yang layak dimasukkan sebagai data
yang valid. Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Kedua benda
yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama (Keraf, 2007:139). Gaya
bahasa metafora yang terkandung dalam data sebagian akan dipaparkan sebagai
berikut:
Data 5:
Laila : Ia baru menyadari, punggungnya telah merapat pada dinding
kayu yang terasa hangat karena jari-jarinya telah menjadi
dingin dan berembun. (Hal.65)
Konteks : Malam, Wis tertidur dan bermimpi yang telihat nyata. Dimimpi
Wis, ia bertemu adik-adiknya yang telah meninggal tanpa
jasad itu, dengan wujud yang sangat seram. Ketika Wis
mencoba berkomunikasi dengan mahkluk itu ia malah hampir
di serang sehingga membuat ia keringat dingin karena
ketakutan,
Data 6:
Laila : Dilihatnya lelaki itu yang lebih muda daripada dia, dengan
berapi-api menjelaskan bahwa perusahaan kelapa sawit yang
kini menggantikan PTP dimiliki oleh pengusaha cina. (Hal.97)
No data (11)
Konteks : Di bangsalan sekitar enam puluh pria dan sepuluh wanita duduk
bersila dan membentuk lingkaran. Anson (salah satu warga
Lubukrantau) mulai membuka pembicaraan saat rapat. Suasana
snagat kacau dan gelisah serta ketakutan yang dirasakan warga
Lubukrantau akibat kekacauan teror dari perusahaan yang akan
menggusur desa mereka.
Pada tututan data (5) dan data (6) sama-sama menunjukkan adanya
penggunaan gaya bahasa metafora. Wujud penanda gaya bahasa metafora pada
tuturan data (5) ialah pada kalimat jari-jarinya telah menjadi dingin dan
berembun. Ini sejalan dengan pengertian gaya bahasa metafora yang berarti
membandingkan dua hal secara singkat dan memiliki sifat yang sama. Keringat
yang ada di tangan sama dengan embun. Malam hari ketika Wis menginap di
rumah yang dulu pernah ia tempati saat kecil bersama kedua orang tuanya beserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kisah-kisah sedih keluarga Wis ketika masih tinggal di rumah itu yang saat ini
sudah ditempati oleh orang lain. Suasana tegang, karena Wis yang dalam posisi
takut karena ia merasa berada di alam mimpi namun seperti nyata ia rasakan.
Mimpi Wis yang seperti kenyataan, menginat kembali kisah suram saat ia kecil
atas meninggalnya saudara-saudaranya yang secara misterius. Di mimpi Wis, ia
bertemu adik-adiknya yang telah meninggal tanpa jasad itu, dengan wujud yang
sangat seram. Ketika Wis mencoba berkomunikasi dengan mahkluk itu ia malah
hampir di serang sehingga membuat ia keringat dingin karena ketakutan. Jari-jari
telah menjadi basah karena keringat yang sama dengan embun, memiliki makna
perasaan takut yang dirasakan oleh seseorang sehingga menimbulkan keringat
kecil.
Sedangkan wujud penanda gaya bahasa metafora pada tuturan (6) ialah
pada kata berapi-api. Dapat dibuktikan dengan penutur membandingkan dua hal
yang memiliki sifat yang sama. Semangat yang dimiliki lelaki itu sama dengan api
yang menyala tak kunjung padam. Di bangsalan sekitar enam puluh pria dan
sepuluh wanita duduk bersila dan membentuk lingkaran. Anson (salah satu warga
Lubukrantau) mulai membuka pembicaraan saat rapat. Suasana snagat kacau dan
gelisah serta ketakutan yang dirasakan warga Lubukrantau akibat kekacauan teror
dari perusahaan yang akan menggusur desa mereka.
4.2.1.4 Gaya Bahasa Sinestesia
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa sinestesia dalam novel
Saman karya Ayu Utami terdapat dua buah yang layak dimasukkan sebagai data
yang valid. Gaya bahasa sinestesia adalah gaya bahasa yang menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
beberapa indra yang terdapat pada manusia untuk dikenakan pada indra lain
(Ratna, 2009:446). Gaya bahasa sinestesia yang terkandung dalam data akan
dipaparkan sebagai berikut:
Data 7:
Laila : Hasyim sedikit masam mukanya, seperti berpihak pada
atasannya. (Hal.15)
Konteks: Di tempat pekerjaan perusahaan minyak laut Cina Selatan,
februari 1993. Sore hari, setelah pertengkaran antara Sihar dan
Rosana. Susana tegang setelah adu mulut antara Rosano dan
Sihar, Hasyim mengikuti perintah Rosano karena tidak dapat
membantah.
Data 8:
Laila : Lik Dirah tidur dengan nyenyak, mulutnya menganga
mengeluarkan dengkur lembut. (Hal.53)
Konteks: Di kamar ibu Wis. Wis (saat ini masih kecil) juga ikut
menemani ibunya yang sedang sakit di kamar bersama Lik
Dirah, namun Lik Dirah tertidur pulas sedangkan Wis masih
terjaga dimalam itu.
Pada tututan data (7) dan data (8) sama-sama menunjukkan adanya
penggunaan gaya bahasa sinestesia. Wujud penanda gaya bahasa sinestesia pada
data (7) ialah pada kata masam mukanya. Penutur menggunakan gaya bahasa
sinestesia untuk menggambarkan ekspresi kurang stuju namun tetap ia lakukan
karena itu sebuah printah dari bos. kata masam hanya dirasakan oleh panca indra
pengecap. Dapat disimpulkan makna dari contoh kalimat ini ialah Ekspresi tidak
setuju. Penutur mengamati ekspresi orang yang didepannya yang menunjukkan
ekspresi kurang setuju. Sedangkan wujud penanda gaya bahasa sinestesia pada
data tuturan (8) ialah dengkur lembut. dengkur Lik Dirah sangat pelan, pada
tuturan ini penutur menggunakan indra peraba yang dimiliki oleh makhluk hidup,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
seolah-olah suara dengkur itu dapat diraba dan dirasakan lembut. Penutur
menggambarkan suara dengkur yang sangat pelan dengan menggunakan kata
lembut.
4.2.1.5 Gaya Bahasa Epanalipsis
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa epanalipsis dalam novel
Saman karya Ayu Utami terdapat tujuh buah yang layak dimasukkan sebagai data
yang valid. Gaya bahasa epanalipsis adalah pengulangan yang berwujud kata
terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang kata pertama (Keraf, 2007:128).
Gaya bahasa epanalipsis yang terkandung dalam dada sebagian akan dipaparkan
sebagai berikut:
Data 9:
Sihar : Jangan menelpon lagi, lebih baik jangan.
Laila : Kenapa?
Sihar : saya punya istri.
Laila : Kenapa?
Sihar : istriku sering menerima telepon yang dimatikan begitu ia angkat.
Laila : bukan aku, saya berbohong. Tidak sesering itu, mungkin orang
lain.
Sihar : tapi dia bilang itu firasat. Nah, kini kamu merasa berdosa padahal
kita belum berbuat apa-apa. (Hal.5)
Konteks : Laila yang berada di kos dan Sihar yang berada di tempat kerja.
Mereka berkomunikasi dalam dialog melalui telepon seluler.
Sihar yang lima bulan tidak ada kabar tiba-tiba menelpon Laila.
Sihar memperingati Laila bahwa jangan terlalu sering
menelponnya karena ia sudah ada istri dan kemungkinan besar
akan ketahuan jika Laila terus-terusan mencari Sihar dengan cara
menelpon ke nomor telepon rumah Sihar.
Data 10:
Laila : saya harus mencari berita, saya harus mendapat berita (Hal.38).
Konteks : Pukul 15:00 di sebuah taman Laila yang sedang menunggu
kedatangan Sihar. Perasaan Laila mulai khwatir, ia cemas dan ingin
mencari informasi tentang Sihar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Pada tututan data (9) dan data (10) sama-sama menunjukkan adanya
penggunaan gaya bahasa epanalipsis. Wujud penanda gaya bahasa epanalipsis
pada data (9) ialah pada kata jangan. Kata jangan diulang-ulang oleh penutur
sebagai penegasan bahwa penutur memberi perintah kepada mitra tutur. Sihar
memperingati Laila bahwa jangan terlalu sering menelponnya karena ia sudah ada
istri dan kemungkinan besar akan ketahuan jika Laila terus-terusan mencari Sihar
dengan cara menelpon ke nomor telepon rumah Sihar. makna yang dapat
disimpulkan dari kalimat ini ialah Memberi peringatan atau perintah. Penutur
melarang mitra tutur agar tidak menghubunginya.
Wujud penanda gaya bahasa pada data (10) ialah pada kata saya haru, kata
ini diulang-ulang oleh penutur sebagai penegasan perasaan si penutur yang sangat
khuwatir. makna dari kalimat ini ialah Khawatir. Rasa cemas penutur terhadap
seseorang yang ia tunggu-tunggu untuk kembali membuat penutur sangat gelisah
dan ingin melakukkan sesuatu untuk mencari infotmasi terkait dengan orang yang
ia tunggu-tunggu.
4.2.1.6 Gaya Bahasa Epizeukis
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa epizeukis dalam novel
Saman karya Ayu Utami terdapat enam buah yang layak dimasukkan sebagai data
yang valid. Gaya bahasa epizeukis adalah gaya bahasa repitisi yang bersifat
langsung dari kata-kata yang dipentingkan dan diulang beberapa kali sebagai
penegasan (Ratna 2009:442). Gaya bahasa epizeukis yang terkandung dalam data
sebagian akan dipaparkan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Data 11:
Wis : Kau pulanglah!’ Pulanglah! Tolong bereskan pupuk yang tadi
kubawa (Hal.91)
Konteks: Malam hari ketika Wis dan Anson memeriksa salah satu yang
dia bangun untuk penduduk Lubukrantau telah dihancurkan oleh
orang-orang pesuruh perusahaan sawit sebagai bentuk teror
mereka terhadap penduduk Lubukrantau. Suasana hati Wis
sangat kecewa, marah namun tidak mampu berbuat apa-apa
selain mengeluarkan air mata.
Data 12:
Wis :“Stop! Stop! Apa yang kalian lakukan! Wis berlari
menghampiri dua pemuda yang baru menarik anak kunci dari
gemboknya.
Anson : kami terpaksa, Bang. Adik kami ini gila. Dia kesetanan.”
Wis : kalian tidak boleh memasungnya begitu…” (Hal.72)
Konteks: Malam hari, Wis mengantar Upi kembali ke rumahnya di desa
Lubukrantau karena tidak ada yang membiayai Upi untuk
dirawat lama di rumah sakit, dan Wis bertemu dengan kedua
saudara Upi yang langsung menyeret Upi ke bilik kecil tempat
meteka mengurung Upi.
Pada tututan data (11) dan data (12) sama-sama menunjukkan adanya
penggunaan gaya bahasa epizeukis. Wujud penanda gaya bahasa epizeukis pada
data (11) ialah pada kata pulanglah, kata pulang diulang-ulang oleh penutur
menunjukkan kalimat langsung dari penutur sebagai penegasan dari tuturan
penutur. Makna dari tuturan ini ialah penutur memberi perintah kepada mitra tutur
sekaligus menunjukkan permohonan kepada mitra tutur agar meninggalkan
penutur sendiri untuk menenangkan diri.
Wujud penanda gaya bahasa epizeukis pada data (12) ialah kata stop,
perulangan kata stop menunjukkan kalimat langsung dari penutur sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
penegasan dari tuturan penutur. Wis bertemu dengan kedua saudara Upi yang
langsung menyeret Upi ke bilik kecil tempat meteka mengurung Upi. Makna yang
dapat disimpulkan dari kalimat ini ialah Melarang atau memberi perintah. Penutur
memohon kepada mitra tutur agar tidak melanjutkan apa yang mereka lakukan.
4.2.1.7 Gaya Bahasa Anafora
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa anafora dalam novel Saman
karya Ayu Utami terdapat empat buah yang layak dimasukkan sebagai data yang
valid. Gaya bahasa anafora adalah repetisi yang berwujud pengulangan kata
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Keraf, 2007:127). Gaya bahasa
anafora yang terkandung dalam data sebagian akan dipaparkan sebagai berikut:
Data 13:
Laila : Tak ada orang tua, Tak ada istri, Tak ada hakim Susila atau
polisi. (Hal.2)
Konteks: Laila sedang menunggu Sihar di suatu kaffe. Mereka sudah janji
bertemu di sana. Suasana tenang dan menyenangkan bagi Laila
karena sebentar lagi ia akan bertemu seseorang yang selalu ia
dambakan. Ketika di New York tidak ada yang bisa melarang
mereka berdua untuk tidak bersama karena istri Sihar ada di
Jakarta, dan tak ada orang tua Laila yang selalu melarangnya
keluar tanpa alasan yang tepat.
Data 14:
Laila : Barang kali ke lautan, barang kali ke hutan,……barang kali
kesebuah rig yang pernah saya datangi…. (Hal.4)
konteks: Perasaan kekhawatiran Laila Kehilangan Sihar dalam jangka
lima bulan.
Pada tututan data (13) dan data (14) sama-sama menunjukkan adanya
penggunaan gaya bahasa anafora dalam tuturan. Wujud penanda gaya bahasa
anafora pada data (13) ialah pada kata taka ada, penutur menggunakan perulangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
kata pertama pada tiap baris. Dalam tuturan penutur menggambarkan suasana hati
penutur sekaligus suasan tempat pertemuan penutur. Suasana tenang dan
menyenangkan bagi Laila karena sebentar lagi ia akan bertemu seseorang yang
selalu ia dambakan. Ketika di New York tidak ada yang bisa melarang mereka
berdua untuk tidak bersama karena istri Sihar ada di Jakarta, dan tak ada orang tua
Laila yang selalu melarangnya keluar tanpa alasan yang tepat. Makna yang dapat
diambil dari kalimat ini ialah Hanya berdua tanpa pengetahuan orang lain.
Wujud penanda gaya bahasa anafora pada data (14) ialah pada kata barang
kali ke, penutur menggunakan perulangan kata pertama pada tiap baris tuturan.
Dalam tuturan, Perasaan kekhawatiran Laila Kehilangan Sihar dalam jangka lima
bulan. Makna yang dapat disimpulkan dari kalimat ini ialah penutur
menggambarkan perasaan penutur yang menduga-duga tentang keberadaan Sihar.
4.2.1.8 Gaya Bahasa Epifora
Berdasarkan hasil penelitian data gaya bahasa epifora dalam novel Saman
karya Ayu Utami terdapat dua buah yang layak dimasukkan sebagai data yang
valid. Gaya bahasa epifora adalah pengulangan kata pada akhir kalimat atau di
tengah kalimat (Keraf, 2007:136). Gaya bahasa epifora yang terkandung dalam
data sebagian akan dipaparkan sebagai berikut:
Data 15:
Wis : Mereka mirip satu sama lain: memakai bandana hitam. Kaos-
T Ketat hitam. Celana bersaku banyak hitam. Lars hitam.
(Hal.103)
konteks: Sudah tengah malam warga Lubukrantau diserang oleh beberapa
tim seperti militer yang ditugaskan oleh tim perusahaan sawit
yang ingin menguasai tanah milik Lubukrantau. Wis menemui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
sekelompok orang-orang yang sudah berdiri tegap telah berdiri
berjajar di muka langgar.
Data 16:
Laila : Namanya Saman. Dulu namanya bukan Saman.
Sihar : Bisakah kamu ikut ke Palembang dan menghubungkan saya
dengan teman-teman kamu itu? (Hal.23) No data (39)
Konteks : Di sebuah bandara kecil Pulau Matak, February 1993. Suasana
tegang. Laila gelisah karena telah menyarankan seseorang yang
dulu ia kenal dan sempat singgah di hatinya kepada Sihar yang
kini laki-laki satu-satu pujaannya. Sihar terlihat serius dan
antusia mendengar saran dari Laila. Ada perasaan menyesal
Laila ketika menyebut nama Saman, Saman yang dulu ia cintai
dan tidak bisa bersama karena dia dulu masih seorang pastor.
Pada tututan data (15) dan data (16) sama-sama menunjukkan adanya
penggunaan gaya bahasa epifora dalam tuturan. Wujud penanda gaya bahasa
epifora pada data (15) ialah pada kata hitam, penutur menggunakan perulangan
kata pada tiap akhir kalimat tuturan. Sudah tengah malam warga Lubukrantau
diserang oleh beberapa tim seperti militer yang ditugaskan oleh tim perusahaan
sawit yang ingin menguasai tanah milik Lubukrantau. Wis menemui sekelompok
orang-orang yang sudah berdiri tegap telah berdiri berjajar di muka langgar.
Makna yang dapat disimpulkan dari kalimat tuturan ini ialah penutur
menggambarkan pakaian seragam atau pakaian yang digunakaan sekelompok
orang sama.
Wujud penanda gaya bahasa epifora pada data (16) ialah kata Saman,
penutur menggunakan perulangan kata pada tiap akhir kalimat tuturan. Laila
gelisah karena telah menyarankan seseorang yang dulu ia kenal dan sempat
singgah di hatinya kepada Sihar yang kini laki-laki satu-satu pujaannya. Sihar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
terlihat serius dan antusia mendengar saran dari Laila. Ada perasaan menyesal
Laila ketika menyebut nama Saman, Saman yang dulu ia cintai dan tidak bisa
bersama karena dia dulu masih seorang pastor. Makna tuturan (16) ialah penutur
menunjukkan atau memberi solusi kepada mitra tutur, ketika mengucapkan nama
tersebut penutur merasa ragu karena ada kemungkinan ia akan bertemu kembali
dengan orang yang sama dengan nama yang berbeda.
4.2.2 Makna Pragmatik Gaya Bahasa
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule, 2006:3). Dalam
penelitian ini perlu adanya penafsiran tentang apa yang dimaksud penutur atau
mitra tutur dalam suatu konteks tuturan. Sebelum bertutur, penutur lebih baik
melihat konteks sehingga tuturan yang disampaikan sesuai dengan tujuan tuturan.
Penutur harus mempertimbangkan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa
yang ingin dikatakan dan menyesuaikan dengan melihat situasi dengan mitra tutur
kapan, di mana, dan situasi dan kondisi dalam bertutur. Makna gaya bahasa dalam
penelitian ini menganalisis makna yang ingin disampaikan pengarang/penulis
dengan menggunakan berbagai jenis gaya bahasa dalam tuturan tokoh novel.
Berikut ini diuraikan penggunaan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan
dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami: Kajian Stilistika
Pragmatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
4.2.2.1 Makna Pragmatik Mendeskripsikan
Makna ‘mendeskripsikan’ yang muncul dari penggunaan gaya bahasa
dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu
Utami; kajian stilistika pragmatik. Berikut ini akan diuraikan data yang
terkandung makna ‘mendeskripsikan’ pada tuturan dalam novel Saman:
Data 26 :
Ia telah merasa menjadi salah satu dari pohon-pohon yang berjajar dengan
condong itu, yang di balik kulit kayunya mengalir nadi-nadi lateks, yang
menetas dari batang-batang coklat keputihan yang bercarut dan tersayat.
(Hal.82)
Konteks: Tuturan itu terjadi ketika Wis masih berada di desa kecil. Ia
membantu untuk menaikan hasil keuangan warga Lubukrantau
dengan cara memberi bibit dan pupuk kepada warga
Lubukrantau untuk ditanam. Dia ikut merawat kebun karet dan
menoreh, kemudian menjual hasil torehan karet.
Tuturan data (26), maknanya ialah makna pragmatik mendeskripsikan diri
seolah hidup seperti pohon karet. Hal itu terlihat dari pernyataan penutur merasa
menjadi salah satu dari pohon-pohon yang bercarut dan tersayat. Penutur
mendesripsikan dirinya seolah seperti pohon karet yang rela di tores setiap hari
demi memenuhi kebutuhan ekonomi warga Lubukrantau.
4.2.2.2 Makna Pragmatik Menjelaskan
Makna ‘menjelaskan’ yang muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam
majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami; kajian stilistika pragmatik.
Berikut ini akan diuraikan data yang terkandung makna ‘menjelaskan’ pada
tuturan dalam novel Saman:
Data 28 :
Kecelakaan adalah suatu kebiasaan, dan kebiasaan adalah sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
kewajaran. (Hal.35)
Konteks: Tuturan terjadi ketika Wis dan Sihar berencana akan memberi
pelajaran kepada Rosano agar dihukum atas kecelakaan yang
terjadi di perusahaan minyak yang memakan korban.
Tuturan pada kalimat di atas terkandung makna menjelaskan bahwa
anggapan si penutur mewakili beberapa yang dipikirkan manusia. Dalam konteks
di atas, penutur merasa apa yang direncanakan oleh Sihar dan Wis tidak akan
berhasil sepenuhnya. Makna di atas Penutur lebih menjelaskan lagi apa yang
penutur pikirkan adalah nyata dan pasti sama dengan beberapa orang yang
berpikir tekait hal yang sama. Makna di atas diketahui melalui tafsiran peneliti
terhadap tuturan yang disampaikan oleh penutur sebagai pembaca.
4.2.2.3 Makna Pragmatik Menanya
Makna ‘menanya’ yang muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam majas
perbandingan pada novel Saman karya Ayu Utami; kajian stilistika pragmatik.
Berikut ini akan diuraikan data yang terkandung makna ‘menanya’ pada tuturan
dalam novel Saman:
Data 29:
Aroma kayu, dingin batu, bau perdu dan jamur-jamur adakah mereka
bernama, atau berumur? Manusi menamai mereka, seperti orang tua
memanggil anak-anaknya, meskipun tetumbuhan itu lebih tua. (Hal.1)
Konteks: Taman Central Park 28 Mei 1998. Laila yang sedang di taman,
ada berbagai macam jenis tumbuhan dan binatang. Tepat pada
pukul sepuluh pagi. Suasana sejuk dan nyaman untuk menetap
di sana. Mitra tutur atau pembaca dapat merasakan posisi yang
dirasakan oleh Laila ketika berada di taman itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Tuturan di atas, mengandung makna menanya hal ini terlihat pada kata
Aroma kayu, dingin batu, bau perdu dan jamur-jamur adakah mereka bernama,
atau berumur?. Pada tuturan tersebut bahwa penutur bertanya apakah tumbuhan-
tumbuhan disekitarnya itu ada nama dan sudah berapa umur tumbuhan itu. Dalam
tuturan penutur bertanya atas dasar penasaran terhadap tumbuhan karena sering
kali manusia memberi nama pada tumbuhan, terkadang hanya menerka berapa
lama tumbuhan itu sudah ada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijabarkan
bahwa kata menanyakan adalah permintaan keterangan atau meminta penjelasan
dari suatu hal. Makna di atas diketahui melalui tafsiran peneliti terhadap tuturan
yang disampaikan oleh penutur sebagai pembaca.
4. 2.2.4 Makna Pragmatik Menegaskan
Makna ‘menegaskan’ yang muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam
majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami; kajian stilistika pragmatik.
Berikut ini akan diuraikan data yang terkandung makna ‘menegaskan’ pada
tuturan dalam novel Saman:
Data 30:
Shakuntala : “kenapa kalian bengong begitu?” dengan jengkel bertanya.
Kutahu Cok sudah bukan perawan.
Laila : “Apa kubilang dulu. Musuh kita adalah laki-laki. Laki-laki
merusak dia.
Shakuntala : “Kenapa laki-laki? Pacarnya tidak meninggalkannya kok!
Dia yang meninggalkan pacarnya, karena dipingit papa
dan mamanya. (Hal.155).
Konteks: Tuturan tersebut dituturkan oleh mitra tutur Saat itu mereka
berempat kumpul dan menceritakan tentang hubungan
kasmaran Cok yang sekarang jauhan dengan pacarnya. Cok di
New York dan pacarnya di Jakarta. Cok terpaksa ke New York
melanjutkan kuliah karena permintaan orang tua dan harus
meninggalkan pacarnya di Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Percakapan di atas memiliki makna menegaskan karena si Laila yang
menyampaikan pandangannya terhadap laki-laki dengan ekspresi dan intonasi
yang berbeda ketika percakapan berlangsung menunjukkan Laila sangat tegas
ketika bertutur. Laila merasa apa yang ia katakan kepada teman-temannya itu
benar karena salah satu temannya adalah korban dari laki-laki. Makna di atas
diketahui melalui tuturan yang disampaikan oleh Laila dengan caranya dan
tafsirannya oleh peneliti sebagai pembaca.
4.2.2.5 Makna Pragmatik Memberi Perintah Larangan
Makna ‘memberi perintah’ yang muncul dari penggunaan gaya bahasa
dalam majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami; kajian stilistika
pragmatik. Berikut ini akan diuraikan data yang terkandung makna ‘memberi
perintah’ pada tuturan dalam novel Saman:
Data 31:
Jangan! Jangan terlalu jauh ke dalam! Hari juga sudah malam. (Hal.67)
Konteks: Malam hari, sepi karena hanya Wis dan Upi. ketika Wis melarang
Upi yang berlari semakin ke dalam hutan dalam kegelapan.
Perasaan khwatir Wis mengenai Upi yang masuk ke dalam hutan,
apalagi malam hari.
Pada kalimat di atas, memiliki makna memberi perintah agar si mitra
tutur tidak melanjutkan apa yang ia lakukan. Hal itu terbukti ketika Wis berkata
jangan kepada Upi yang hendak lari semakin jauh masuk ke dalam hutan.
Memberi perintah ialah meminta atau menyuruh seseorang melakukan sesuatu
sesuai dengan perintah yang diterima. Jadi memberi perintah ialah sesuatu yang
diperintahkan atau disuruh untuk dilakukan oleh orang yang di perintah. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
tuturan di atas Wis memberi perintah kepada Upi agar tidak lebih jauh lagi berlari
masuk ke dalam hutan. Makna di atas diketahui melalui tuturan yang disampaikan
oleh Laila dengan caranya dan tafsirannya oleh peneliti sebagai pembaca.
4.2.2.6 Makna Pragmatik Menunjukkan
Makna ‘menunjukan’ yang muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam
majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami; kajian stilistika pragmatik.
Berikut ini akan diuraikan data yang terkandung makna ‘menunjukkan’ pada
tuturan dalam novel Saman:
Data 32:
Laila : saya punya teman yang bisa mengerjakan itu.
Sihar : siapa dia?
Laila : Dia…..dia orang yang banyak ide dan berani, Namanya Saman
(yang dulu namanya Wis saat masih menjadi pastor dan kini
telah berubah menjadi Saman seorang aktivis bagian Hak Asasi
Manusi). (Hal.23)
Konteks: Siang hari, Di tempat penungguan kapal terbang sewaan
beberapa perusahaan minyak yang menggali di laut sekitar.
Jadwal mereka berbeda, Sihar akan ke Palembang dan Laila
akan ke Jakarta. Mereka sedang bergulat dengan pembicaraan
mengenai tuntutan/tanggung jawab atas korban yang
meninggal dalam kecelakaan itu. Kemudian Laila menawarkan
seseorang yang mungkin bisa membantu mereka untuk
menyelsaikan masalah itu yaitu Saman, satu-satunya orang
yang disebut oleh Laila.
Makna pada dialog di atas, ialah menunjukkan, sebab penutur memberi
saran dan solusi untuk membantu mitra tutur dalam hal yang diinginkan mitra
tutur. Makna menunjukkan terlihat ketika tuturan ‘saya punya teman yang bisa
mengerjakan itu’ . Penutur mencoba menunjukkan solusi kepada mitra tutur.
Makna di atas diketahui melalui tuturan yang disampaikan oleh Laila dengan
caranya dan tafsirannya oleh peneliti sebagai pembaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
4.3 Pembahasan
Penelitian yang berjudul “Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan dan Majas
Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami; Kajian Stilistika Pragmatik” ini
bertujuan untuk mendeskripsikan jenis dan makna gaya bahasa dalam majas
perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami. Sasaran
dalam penelitian ini adalah gaya bahasa yang terdapat dalam majas perbandingan
dan majas perulangan.
Penjelasan dalam subbab ini berhubungan dengan data-data hasil penelitian
yang sudah sesuai dengan teori-teori yang dipaparkan peneliti. kesesuaian teori
dengan data-data hasil penelitian berhubungan dengan teori gaya bahasa yang
terdapat dalam majas perbandingan dan perulangan dalam buku Wicaksono
(2014:31) menyimpulkan lima kelompok pemajasan dari keseluruhan pandangan
menurut Tarigan (2009:6), Damayanti (3013:43-61), dan Keraf (2007:124-145).
Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan beberapa jenis gaya bahasa dalam
majas perbandingan dan majas perulangan yang digunakan dalam novel Saman
karya Ayu Utami.
Secara keseluruhan gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian ini
berjumlah 8 gaya bahasa. Rincian jenis gaya bahasa tersebut sebagai berikut: Gaya
bahasa perumpamaan 7 buah, gaya bahasa metafora 3 buah, gaya bahasa
personifikasi 6 buah, gaya bahasa sinestesia 2 buah, gaya bahasa epanalipsis 7 buah,
gaya bahasa epizeukis 6 buah, gaya bahasa anafora 5 buah, gaya bahasa epifora 2
buah.
Tuturan penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman lebih dominan menggunakan gaya bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
perumpamaan, karena ketika peneliti membaca dan menganalisis isi novel Saman
karya Ayu Utami sangat banyak ditemukan tuturan-tuturan yang menggunakan gaya
bahasa perumpamaan. Gaya bahasa perumpamaan digunakan untuk membandingkan
suatu hal atau benda lain dengan hal yang lain menggunakan kata penanda seperti,
bak, bagaikan, ibarat, serupa, dan lain-lain.
Hal ini sejalan menurut pendapat Tarigan (2013:9), menyatakan bahwa
perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan
yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh
pemakaian kata seperti, serupa, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, dan penaka.
Sementara itu peremupamaan dapat diartikan suatu majas yang membandingkan dua
hal/benda dengan menggunakan kata penghubung, terdapat kata laksana,
ibarat,serupa, bagai, umpama, seperti, layaknya, bak, dan sebagainya yang
dijadikan sebagai penghubung kata yang diperbandingkan.
Penelitian ini juga banyak menemukan gaya bahasa epanalipsis dan
personifikasi. Gaya bahasa epanalipsis itu sendiri ialah penggunaan gaya bahasa
untuk pengulangan kata awalan dan akhiran pada setiap kalimat berturut-turut.
Hal ini sejalan dengan pengertian gaya bahasa epanalipsis menurut Keraf
(2007:128), mengatakan gaya bahasa epanalipsis adalah pengulangan yang
berwujud kata terakhir dari bari, klausa, atau kalimat mengulang kata pertama.
Sedangkan gaya bahasa personifikasi ialah gaya bahasa yang menginsankan
benda-benda mati ataumenghidupkan benda mati seolah hidup. hal ini sejalan
menurut pendapat Keraf (2007:140), berpendapat bahwa personifikasi adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
Personifikasi juga dapat diartikan majas yang menerangkan sifat-sifat manusia
terhadap benda-benda mati.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan 6 makna yang muncul dari
penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan
berdasarkan konteks dalam tuturan pada novel Saman karya Ayu Utami. Sepuluh
makna tersebut ialah; mendeskripsikan, memberikan penjelasan, menanyakan
sesuatu, menegaskan, memberi perintah larangan, dan menunjukkan sesuatu.
Makna yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini ialah makna
mendeskripsikan atau mendeskripsikan sesuatu. hal ini dapat dilihat pada novel
Saman karya Ayu Utami banyak mendeskripsikan sesuatu, misalnya
mendeskripsikan apa yang dirasakan dan apa yang dilihat oleh penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian yang berjudul “Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan
dan Majas Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami Kajian Stilistika
Pragmatik” peneliti memaparkan dua hal penting, yaitu wujud gaya bahasa yang
terdapat dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman
karya Ayu Utami, dan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami.
Berdasarkan hasil analisis data pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
novel Saman menggunakan berbagai jenis majas. Kalimat yang mengandung gaya
bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan berjumlah 38 kalimat.
Pada majas perbandingan jenis gaya bahasa yang ditemukan yaitu, gaya bahasa
perumpamaan 7 buah, gaya bahasa metafora 3 buah, gaya bahasa personifikiasi 6
buah, dan gaya bahasa sinestesia 2 buah. Sedangkan pada majas perulangan jenis
gaya bahasa yang ditemukan yaitu, gaya bahasa epanalipsis 7 buah, gaya bahasa
epizeukis 6 buah, gaya bahasa anafora 5 buah, dan gaya bahasa epifora2 buah.
Peneliti juga menemukan 6 (enam) makna tuturan berdasarkan konteks dalam
pragmatik pada penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas
perulangan. Makna pragmatik dalam gaya bahasa majas perbandingan dan majas
perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ialah ‘mendeskripsikan’,
‘memberikan penjelasan’, ‘menanyakan sesuatu’, ‘menegaskan’, ‘memberi
perintah larangan’, dan ‘menunjukkan sesuatu’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
5.2 Saran
Kualitas keterampilan berbahasa seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor
penguasaan kosakata. Semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang maka
semakin besar kemungkinan terampil berbahasa. Salah satu cara meningkatkan
penguasaan kosakata adalah dengan pembelajaran majas. Majas dapat diperoleh di
mana saja, salah satunya melalui novel.
Sehubungan dengan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, peneliti
memberikan saran yang berguna bagi peneliti sejenis. Berikut ini merupakan
saran-saran dari peneliti:
1. Penelitian ini hanya membahas pemakaian gaya bahasa pada majas
perbandingan dan perulangan. Peneliti berusaha mengembangkan
penelitian ini dengan meninjaunya secara stilistikapragmatik, namun
penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut, yaitu dengan mencari
kefektifan pemakain gaya bahasa yang digunakan penutur.
2. Penelitian ini dapat hanya berfokus pada majas perbandingan dan majas
perulangan. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan meneliti dari
semua majas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
DAFTAR PUSTAKA
Artisa Dian. 2014. Diksi dan Majas dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami dan
Pemaknaannya: Tinjauan Stilistika dan Implementasinya Sebagai Bahan
Ajar Sastra Di SMA.
Black. Elizabeth 2011. Stilistika Pragmatis. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Dairu. Damaris Rambu Sedu. 2019. Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Film
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho; Kajian
Stlistika Pragmatik.
Enlelia Gismiyati. 2018. Jenis dan Peran Majas Perbandingan pada Novel
“Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye”.
Hermawan, Ade Henta. 2014. Kajian Parodi Dalam Novel Trilogi Ronggeng
Dukuh Paruk Buku ke ll (Lintang Kemukus Dini Hari) karya
AhmadTohari (Suatu Tinjauan Stilistika Pragmatik).
Keraf, Gorys. 1981 Diksi dan Gaya Bahasa. Nusa Indah. Flores
Leksi J Moleong, M.A. 1989.Metodologi Penelitian Kualitatif. Remadja Karya
Cv. Bandung.
Nababan P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (teori dan penerapannya). Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta.
Naskah Publikasi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rahardi, Kunjana.dkk. 2016. Pramatik: Fenomena Ketidaksantunan Berbahasa.
Jakarta: Erlangga.
Rhmadi, Rulam.2014 Metodologi Penelitian Kualitatif. Ar-Ruzz Media.
Yogyakarta.
Sudjiman, Panuti.1993 Bunga rampai stilistika. PT Pustaka Utama Grafiti. Jakarta
Suban, Mustari Peka. 2018. Analisis Jenis-Jenis Gaya Bahasa Dalam Novel
Hujan Karya Darwis Tere Liye
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Angkasa. Bandung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Tarigan, Henry Guntur. 1985 Pengajaran Gaya Bahasa. Angkasa. Bandung
Tarigan, Henry Guntur.2013 Pengajaran Gaya Bahasa. Angkasa. Bandung
Utami Ayu..1998. Saman. Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.
Wicaksono, Andri.2014. Catatan Ringkas Stilistika. Garudha Wacana.
Bandar Lampung.
Yule, George.2006. Pragmatik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Triangulasi Data
Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan dan majas Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami: Kajian Stilistika Pramatik
Oleh: Junita Ira Kurnia (151224075)
Dosen Pembimbing : Dr.R. Kunjana Rahardi, M.Hum
Petunjuk Triangulasi:
1. Triangulator dimohonkan untuk memberikan tanda centang pada kolom setuju/tidak setuju yang menggambarkan penilaian Anda.
2. Triangulator dimohonkan memberi catatan pada kolom ketrangan yang dapat membantu kebenaran hasil analisis makna penggunaan
gaya bahasa dalam majas perbandingan dan perulangan yang terdapat pada novel Saman karya Ayu Utami.
3. Setelah mengisi tabulasi data, triangulator dimohonkan untuk membubuhi tanda tangan pada akhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
No Data Konteks Gaya Bahasa Triangulator Ketrangan
Triangulator
Wujud Gaya
Bahasa
Makna Gaya
Bahasa
S TS
1. Aroma kayu, dingin
batu, bau perdu dan
jamur-jamur adakah
mereka bernama,
atau berumur?
Manusi menamai
mereka, seperti
orang tua
memanggil anak-
anaknya, meskipun
tetumbuhan itu lebih
tua. (Hal. 1)
Penutur: Laila, (seorang
fotografer, usia 30 tahun.
Asal dari Indonesia
(Jakarta) pindah ke luar
negeri (New York). dulu
pernah tergila-gila
kepada Wis (seorang
pastor) sebelum
mengganti nama menjadi
Saman, dan saat ini dia
mencintai laki-laki yang
sudah beristri yaitu Sihar
(seorang yang kerja di
perusahaan minyak, usia
35 tahun)
Lokasi tuturan: Taman
Central Park 28 Mei
1998. Laila yang sedang
di taman, ada berbagai
macam jenis tumbuhan
dan binatang. Tepat pada
pukul sepuluh pagi.
Suasana sejuk dan
nyaman untuk menetap
di sana. Mitra tutur atau
Perumpamaan
Keterangan:
Wujud
penanda:
seperti.
Kata seperti
ialah
membandingka
n karakter
manusia
dengan
tumbuh-
tumbuhan.
Menanya
Keterangan: Menamai
tumbuhan seperti
memberi nama pada
manusia.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
pembaca dapat
merasakan posisi yang
dirasakan oleh Laila
ketika berada di taman
itu.
.2 Saya akan pacaran,
seperti burung
berbusung bersih
diranting tadi.
(Hal.2)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Pagi hari Di suatu kaffe,
Russian Tea Room. Laila
menunggu kedatangan
seorang kekasih yang
bernama Sihar.
Suasana tegang karena
Laila yang menunggu
kedatangan Sihar setelah
beberapa bulan tidak
bertemu.
Mitra tutur atau pembaca
dapat mengetahui
maksud dari si penutur
(Laila) menjelaskan
hubungannya dengan
Sihar yang
mengibaratkan burung.
Perumpamaan
Keterangan:
Wujud:
Seperti.
Kata seperti
membandingka
n karakter
tokoh manusia
dengan
hewan(burung)
Menggambarkan
Keterangan:
Si penutur menjalin
hubungan tanpa
setatus.
¸
3. Tiga orang yang
sedang bekerja di
kaki rig terpental ke
udara seperti boneka
plastik prajurit
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Lokasi: Disuatu tempat
pekerjaan perusahaan
minyak laut Cina selatan,
Perumpamaan
Keterangan:
Wujud:
seperti.
Kata Seperti
Menggambarkan
Keterangan:
Kecelakaan kerja dan
mengakibatkan
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
perang-perangan,
bersamaan dengan
terkulainya manara
itu. (Hal.16)
februari 1993. Sore hari
Suasana kacau karena
katup-katup peredam
ledak di mulut sumur di
bawah platform tak
mampu menahan
sebagian tenaga yang
luar biasa. Sesuatu
meledak dengan luar
biasa sehingga beberapa
pekerja terlempar ke
dalam laut, salah satu
dari ketiganya ialah
Hasyim Ali, ( 42 tahun
sebagai oprator mesin di
perusahaan minyak,
bekerja sama dengan
Sihar selama 7 tahun dan
sudah berkeluarga).
membandingka
n karakter
tokoh manusia
sebagai benda
mati seperti
boneka plstik
yang ringan.
kematian.
4. Sebab siang itu
menyisakan
kegetiran, seperti
biji duku yang
tergigit lalu tertelan,
juga kerinduan akan
kesempatan lain
yang mungkin.
(Hal.3)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Lokasi: di taman
Suasana: sunyi karena
masih pagi dan
pengunjung masih belum
banyak di taman.
Perasaan Laila yang
masih gundah
memikirkan sosok lelaki.
Perumpamaan
Keterangan:
Wujud:
seperti.
Kata Seperti
membandingka
n rasa ketika
menggigit dan
menelan biji
duku
disamakan
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur mengingat
suatu kejadian dulu
dan membuat sakit
hati jika diingat.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
dengan
perasaan pahit
yang dirasakan
manusia.
5. Ia cenderung
nampak tak peduli
pada wanita.
Anehnya, itu malam
membuat dia begitu
menarik, seperti
seekor kuda liar
yang berkelana, tak
peduli pada
kehidupan yang
beres di peternakan,
yang membikin
manusia yang
melihat gemas untuk
menjinakkan, dari
waktu ke waktu,
hingga binatang itu
akhirnya mulai
mencicipi bongkah
jerami yang
diletakkan orang di
pinggir ladang.
(Hal.25)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Lokasi: suatu tempat
untuk bertemu
membicarakan hal yang
rahasia di Palembang.
Pukul 12:00 siang
Suasana: tegang, laila
yang khuwatir Sihar akan
tertarik dengan temannya
seorang gadis cantik dan
seksi. Sihar dan Saman
yang membincangkan
sesuatu dengan sangat
serius.
Perumpamaan
Keterangan:
Wujud:
seperti.
Kata Seperti
membandingka
n karakter
tokoh manusia
dan karakter
binatang.
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur memiliki
daya tarik terhadap
orang yang ia
perhatikan dengan
sangat detail.
¸
6. Saya mulai cemas,
yang membuat lutut
terasa kosong seperti
rumah keong yang
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Pukul 15.00 di sebuah
Perumpamaan
keterangan:
wujud:
Menggambarkan
Keterangan:
Menggambarkan
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
ditinggalkan setelah
daging siputnya
melisut terkena
racun yang
mengeringkan.
(Hal.38)
taman laila menunggu
kedatangan sihar yang
tak kunjung tiba.
Perasaan Laila sangat
khuwatir hingga
membuat dia harus
mencari-cari berita.
seperti.
Kata Seperti
membandingka
n karakter
tokoh manusia
dengan hewan.
bahwa penutur sangat
khuwatir dan gelisah
karena orang yang
ditunggu-tunggu tidak
kunjung tiba.
7. Anak itu meringkuk
di sudut seperti
pelanduk yang
terkepung. (Hal.71)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Malam, di desa
Lubukrantau setelah Wis
(seorang pastor usia 27
tahun), membawa Upi
(21 tahun, cacat mental)
pulang dari rumah sakit.
Di dalam mobil Upi
terlihat tidak ingin keluar
dari mobil.
Perumpamaan
Keterangan:
Wujud:
Seperrti. Kata
Seperti
membandingka
n karakter
tokoh manusia
dengan hewan
Menggambarkan
Keterangan:
Tidak ingin beranjak
dari tempatnya.
¸
8. Wis merasa
darahnya berhenti
sebentar, sebab ia
tahu itu bukan
Anson. (Hal.103)
1990. Penutur: Laila
(seorang fotografer usia
30 tahun). Wis/Saman
(ketika masih
menggunakan nama Wis
latar belakangnya adalah
seorang pastor)
dihalaman ini latar
belakang Wis masih
sebagai seorang pastor
belum berubah saat ia
belum menggunakan
nama Saman. Wis
Metafora
Keterangan:
Wujud:
muncul
kalimat
Darahnya
berhenti
sebentar. Di
dalam kalimat
mengandung
bahasa kiasan
yang sengaja
dilebih-
Menggambarkan
Keterangan:
Terkejut, sebab apa
yang terjadi bukan hal
yang dibayangkan.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
bertugas di desa
Lubukrantau membantu
para petani. Suasana
tegang karena
sekelompok petugas
yang sudah berkali-kali
mengancam warga
Lubukrantau untuk pergi
dari daerah itu karena
akan dibuat kebun sawit,
namun warga
Lubukrantau tidak ingin
pergi karena disitulah
tempat mereka hidup dan
mendapatkan makanan
walaupun tetap
kekurangan. Wis sebagai
orang asing dan sudah
dianggap warga Lubuk
rantau yang membantu
desa itu untuk tetap
bertahan dan banyak
yang ia korbankan untuk
warga Lubukrantau.
Malam hari ketika semua
orang di desa ketakutan
diteror oleh sekelompok
petugas dari perusahaan
sawit yang mengusir
mereka secara terpaksa
dari desa itu dengan cara
membakar rumah-rumah
lebihkan dari
arti yang
sesungguhnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
yang ada di desa itu.
9. Ia baru menyadari,
punggungnya telah
merapat pada
dinding kayu yang
jadi terasa hangat
karena jari-jarinya
telah menjadi dingin
dan berembun.
(Hal.65)
1984, penutur: Laila
(seorang fotografer usia
30 tahun). Wis/Saman
(dihalaman ini latar
belakang Wis masih
sebagai seorang pastor)
malam hari ketika Wis
menginap di rumah yang
dulu pernah ia tempati
saat kecil bersama kedua
orang tuanya beserta
kisah-kisah sedih
keluarga Wis ketika
masih tinggal di rumah
itu yang saat ini sudah
ditempati oleh orang lain.
Suasana tegang, karena
Wis yang dalam posisi
takut karena ia merasa
berada di alam mimpi
namun seperti nyata ia
rasakan. Mimpi Wis
yang seperti kenyataan,
menginat kembali kisah
suram saat ia kecil atas
meninggalnya saudara-
saudaranya yang secara
misterius. Dimimpi Wis ,
ia bertemu adik-adiknya
yang telah meninggal
tanpa jasad itu, dengan
Metafora
Keterangan:
Wujud:
jari-jarinya
telah menjadi
dingin dan
berembun.
Jari-jari telah
menjadi basah
karena
keringat yang
sama dengan
embun.
Menggambarkan
Keterangan:
Perasaan takut.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
wujud yang sangat
seram. Ketika Wis
mencoba berkomunikasi
dengan mahkluk itu ia
malah hampir di serang
sehingga membuat ia
keringat dingin karena
ketakutan,
10. Dilihatnya lelaki itu
yang lebih muda
daripada dia, dengan
berapi-api
menjelaskan bahwa
perusahaan kelapa
sawit yang kini
menggantikan PTP
dimiliki oleh
pengusaha cina.
(Hal.97)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun).
Di bangsalan sekitar
enampuluh pria dan
sepuluh wanita duduk
bersila dan membentuk
lingkaran. Anson (salah
satu warga Lubukrantau)
mulai membuka
pembicaraan saat rapat.
Suasana snagat kacau
dan gelisah serta
ketakutan yang dirasakan
warga Lubukrantau
akibat kekacauan teror
dari perusahaan yang
akan menggusur desa
mereka.
Metafora
Keterangan:
Wujud:
berapi-api..
Menggambarkan
Keterangan:
Seseorang yang
menyampaikan suatu
arahan dengan
lantang dan sangat
semangat.
¸
11. Wis menyaksikan
sosok itu ditelan
bumi. (Hal.67)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun).
Malam hari. Wis/Saman
(dihalaman ini latar
Personifikasi
Keterangan:
Wujud:
Menggambarkan .
Keterangan:
Seseorang yang tidak
dapat menemukan
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
belakang Wis masih
sebagai seorang pastor)
malam hari ketika Wis
menginap di rumah yang
dulu pernah ia tempati
saat kecil bersama kedua
orang tuanya beserta
kisah-kisah sedih
keluarga Wis ketika
masih tinggal di rumah
itu yang saat ini sudah
ditempati oleh orang lain.
Suasana tegang, , karena
Wis yang bertemu gadis
aneh tiba-tiba muncul di
hadapannya dan
mengejarnya dari rumah
hingga ke dalam hutan.
ditelan bumi.
Beranggapan
bahwa bumi
mampu
menelan
layaknya
makhluk
hidup.
sosok yang pergi
dengan cepat
sehingga tidak dapat
dikejar.
12. Ia selalu
menyenangi laut,
tetapi makhluk itu
menelan teman
terbaiknya, dan
menyendawakan
trauma. (Hal.19)
Pulau matak, februari
1993, penutur: Laila
(seorang fotografer usia
30 tahun). Setelah
kecelakaan ditempat
pekerjaan perusahaan
minyak di laut Cina
selatan. Pagi, Laila dan
Sihar mengunjungi
kembali tempat Sihar
dulu kerja yang saat itu
sudah tidak ada lagi
orang yang kerja
semenjak kecelakaan
Personifikasi
Keterangan:
Wujud:
makhluk itu
menelan
teman
terbaiknya,
dan
menyendawak
an trauma.
Hadirnya
personifikasi
di kalimat ini
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur melihat mitra
tutur yang memiliki
trauma terhadap laut
karena ketiga teman
mitra tutur meninggal
di dalam laut
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
yang telah merengut
nyawa teman Sihar. Sihar
sangat menyukai laut
namun setelah
kecelakaan itu Sihar
merasa sedih saat
mengingat kembali
temannya yang telah
meninggal di dalam laut
akibat kecelakaan itu.
ialah
menerapkan
sifat-sifat
manusia
terhadap benda
mati.
13. Tapi itu sebelum ini,
sebelum laut
menghapus Hasyim
Ali dari panca
indera. Ia segera
membuang muka,
tak bisa lagi
menikmati lidah-
lidah ombak yang
putih menyambar
pasir. (Hal.20)
Pulau matak, februari
1993, penutur: Laila
(seorang fotografer usia
30 tahun). Pagi hari Sihar
bersama dengan Laila,
suasana sedih Sihar
masih mengingat Hasim
temannya yang sudah
lama sama-sama bekerja
sebagai buruh minyak.
Hasim Ali ( usia 42 tahun
bekerja sebagai operator,
membereskan pekerjaan
berat. Ia berasal dari
lingkungan petani kecil
kelapa di Sumatera
selatan sehingga dengan
penghasilannya sebagai
buruh minyak, dia adalah
penopang ekonomi
keluarga). Sihar menatap
pinggir-pinggir laut
Personifikasi
Keterangan:
Wujud: tak
bisa lagi
menikmati
lidah-lidah
ombak yang
putih
menyambar
pasir. laut
sebagai benda
mati dianggap
seolah-olah
bernyawa yang
bisa
menghapus,
memiliki indra
perasa yaitu
lidah, dan bisa
menyambar
layaknya
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur menyaksikan
mitra tutur yang
menunjukkan bahwa
ia sangat mnembenci
laut dan ombak
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
dengan hampa. Kini
Hasim Ali telah tiada, ia
telah meninggal dunia
akibat kecelakaan itu.
mahluk hidup.
14. Ia telah merasa
menjadi salah satu
dari pohon-pohon
yang berjajar dengan
condong itu, yang di
balik kulit kayunya
mengalir nadi-nadi
lateks, yang menetas
dari batang-batang
coklat keputihan
yang bercarut dan
tersayat. (Hal.82)
1984, penutur: Laila
(seorang fotografer usia
30 tahun).
Wis/Saman kini tidak
hanya berstatus sebagai
pastor yang melayani
umat di gereja, namun ia
meminta kepada
atasannya untuk
menambahkan tugasnya
di bagian perkebunan di
desa Lubukrantau dan
hanya bertugas
pelayanan di gereja
cukup dua kali dalam
seminggu. Wis masih
berada di desa kecil. ia
membantu untuk
menaikan hasil keuangan
warga Lubukrantau
dengan cara memberi
bibit dan pupuk kepada
warga Lubukrantau
untuk ditanam. Dia ikut
merawat kebun karet dan
menores, kemudian
menjual hasil toresan
Personifikasi
Keterangan:
Wujud:
dibalik kulit
kayu
mengalir
nadi-nadi.
Kalimat yang
berisi bahwa
manusia
menganggap
dirinya sebagai
pohon (benda
mati) dengan
mengnggap
pohon tersebut
memiliki nadi
seperti
manusia
manusia)
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur yang
menyamakan dirinya
dengan sebatang
pohon karet yang
sedang ditores untuk
mengambil getahnya.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
karet.
15. Semacam rasa haru
begitu kuat ketika ia
mencium bau kayu
yang menyedotnya
kembali ke waktu
kanak-kanak.
(Hal.61)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
1986, di rumah
Prabumulih yang
dulunya kota minyak.
Dulu itu adalah rumah
Wis dengan keluarganya
dan kini sudah ditemapati
oleh orang lain. Suasana
haru, karena perasaan
sedih kembali pada
ingatan Wis ketika
keluarga mereka masih
hidup dan berkumpul di
rumah itu.
Personifikai
Keterangan:
Wujud:
Menyedotnya.
Kata
menyedotnya.
Membandingk
an karakter
mahkluk hidup
dengan benda
mati.
Menggambarkan
Keterangan:
Suatu kejadian yang
tak bisa dilupakan
dan akan teringat
suatu-waktu.
¸
16. Tapi di sini musim
dingin sudah
merayap,
mengendap dari
balik gedung-
gedung. (Hal.143)
Penutur: Shakuntala
(seorang penari, kuliah di
New York jurusan seni.
Ia mendapat beasiswa
dari Indonesia ke New
York. Ia tidak suka
dengan keluarganya,
terutama dengan kakak
dan ayahnya. Sahabat
Laila). Hari kamis Ketika
Shakuntala tiba di New
York . ia merasa asing
karena tiba di tempat
yang baru, suasana baru,
Personifikasi
Keterangan:
Wujud:
merayap,
mengendap.
Kata merayap,
mengendap
menunjukkan
bahwa cuaca
yang tidak bisa
di lihat dengan
panca indra
seolah penutur
melihat musim
Menjelaskan
Keterangan:
Penutur yang merasa
sudah sangat dingin
mulai dari ia berjam-
jam di pesawat dan di
negara yang berbeda.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
musim yang baru,
kehidupan yang tidak
sama dengan yang ia
bayangkan.
dingin yang
merayap dan
mengendap.
17. Hasyim sedikit
masam mukanya,
seperti berpihak
pada atasannya.
(Hal.15)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
di tempat pekerjaan
perusahaan minyak Laut
Cina Selatan, Februari
1993. Sore hari, setelah
pertengkaran antara Sihar
dan Rosano (anak dari
pemilik perusahaan
minyak tempat Sihar
bekerja saat itu ) suasana
tegang setelah adu mulut
antar Rosano dan Sihar,
Hasyim (si yunior kerja
bersama Sihar)
mengikuti perintah
Rosano karena tidak
dapat membantah.
Hasyim tetap
melanjutkan pekerjaan
dengan tidak setuju
pendapat Rosano namun
ia tetap bekerja karena
tidak berani berbuat apa-
apa selain mematuhi saja.
Sinestesia
Keterangan:
Wujud :
muka masam.
kata masam
hanya
dirasakan oleh
panca indra,
yaitu indra
pengecap.
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur mengamati
ekspresi orang yang
didepannya yang
menunjukkan
ekspresi kurang
setuju
¸
18. Lik Dirah tidur
nyenyak, mulutnya
1962. Penutur: Laila
(seorang fotografer usia
Sinestesia Menggambarkan ¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
menganga,
mengeluarkan
dengkur lembut.
(Hal. 53)
30 tahun).
Lik Dirah (seorang
pembantu di rumah Wis)
malam hari di kamar ibu
Wis. Wis (saat ini masih
kecil) juga ikut
menemani ibunya yang
sedang sakit di kamar
bersama Lik Dirah,
namun Lik Dirah tertidur
pulas sedangkan Wis
masih terjaga dimalam
itu.
Keterangan:
Wujud:
dengkur
lembut. Kata
lembut biasa
dirasakan oleh
indra peraba
yang dimiliki
oleh manusia
Keterangan:
Orang yang tertidur
pulas dengan suara
dengkur yang pelan
19. Sihar: Jangan
menelpon lagi, lebih
baik jangan.
Laila: Kenapa?
Sihar: saya punya
istri.
Laila: Kenapa?
Sihar: istriku sering
menerima telepon
yang dimatikan
begitu ia angkat.
Laila: bukan aku,
saya berbohong.
Tidak sesering itu,
Penutur: Sihar (usia 35
tahun, seorang buruh
minyak dan sudah
berkeluarga, tidak setia)
Mitra tutur :Laila (usia
30 tahun seorang
fotografer, sangat setia
mencintai Sihar dan
menjadi kekasih gelap
Sihar)
Jakarta 1996. Laila yang
berada di kos dan Sihar
yang berada di tempat
kerja. Mereka
berkomunikasi dalam
dialog melalui telepon
seluler. Sihar yang lima
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud:
Jangan.
Perulangan
kata pertama
dan akhir
kalimat.
Penekanan
pada kata
jangan.
Memberi perintah.
Keterangan:
Penutur melarang
mitra tutur agar tidak
menghubunginya
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
mungkin orang lain.
Sihar: tapi dia bilang
itu firasat. Nah, kini
kamu merasa
berdosa padahal kita
belum berbuat apa-
apa. (Hal.5)
bulan tidak ada kabar
tiba-tiba menelpon Laila.
Sihar memperingati Laila
bahwa jangan terlalu
sering menelponnya
karena ia sudah ada istri
dan kemungkinan besar
akan ketahuan jika Laila
terus-terusan mencari
Sihar dengan cara
menelpon ke nomor
telepon rumah Sihar.
20. Sambil bersiap-siap
menyalakan mesin.
Mesin itu menyala.
(Hal.16)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Ditempat pekerjaan
perusahaan minyak Laut
Cina Selatan, Februari
1993. Sore hari, setelah
pertengkaran antara Sihar
dan Rosano (anak dari
pemilik perusahaan
minyak tempat Sihar
bekerja saat itu, usia 30+)
Hasyim (si yunior kerja
bersama Sihar)
Iman (salah satu buruh
minyak yang bertugas
menyalakan mesin atas
perintah dari Rosano,
kemudian terjadilah
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud:
menyalakan
dan mesin di
awal kalimat,
menyala dan
mesin di akhir
kalimat.
Perulangan
kata pertama
dan akhir
kalimat
memggunakan
kata yang
sama.
Menggambarkan
Keterangan:
Seseorang yang
sedang Menyalakan
mesin.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
ledakan yang dahsyat
setelah mesin dinyalakan.
Saat itu juga banyak
buruh yang meninggal
dan terlempat ke laut.
21. kulit saya bisa
menikmati kulitnya,
dan kulitnya
menikmati kulit
saya. (Hal.31)
Penutur: Laila (seorang
foto grafer usia 30
tahun). Di kamar hotel
New York, Laila dan
Sihar janji bertemu di
kamar hotel dan
melakukan hubungan
suami istri. Laila tahu
Sihar sudah memiliki
istri, namun cinta Laila
yang sangat besar kepada
Siharlah yang membuat
ia merelakan
kesuciannya direngut
oleh Sihar tepat di malam
itu juga.
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud: kulit
dan
menikmati.
Perulangan
kata pertama
dan akhir
kalimat
memggunakan
kata yang
sama.
Menggambarkan
Keterangan:
Berhubungan intim
¸
22. saya harus mencari
berita, saya harus
mendapat berita.
(Hal.38)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
pukul 15:00 di sebuah
taman Laila yang sedang
menunggu kedatangan
Sihar. Perasaan Laila
mulai khwatir, ia cemas
dan ingin mencari
informasi tentang Sihar.
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud:
Saya harus.
Berita. Kata
saya harus
selalu berada
di awal kalimat
dan selalu di
Menegaskan
Keterangan:
Menegaskan
kekhuwatiran
penutur.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
akhiri dengan
kata berita.
23. Saya harus mencari
kabar, saya harus
mendapat kabar.
(Hal.39)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
pukul 15:00 di sebuah
taman Laila yang sedang
menunggu kedatangan
Sihar. Perasaan Laila
mulai khwatir, ia cemas
dan ingin mencari
informasi tentang Sihar.
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud:
Saya harus.
kabar. Kata
saya harus
selalu berada
di awal kalimat
dan selalu di
akhiri dengan
kata kabar.
Menegaskan
Keterangan:
Menegaskan
kekhuwatiran
penutur.
¸
24. Kecelakaan adalah
suatu kebiasaan, dan
kebiasaan adalah
sebuah kewajaran.
(Hal.35)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Prabumulih 1993, di
tempat persidangan
Rosano berlangsung.
Suasana hening dan
tegang. Harapan
Sihar(buruh minyak usia
35 tahun). dan Laila
serta Saman (dulu
namanya Wis ketika
masih menjadi pator dan
sekarang bukan seorang
pastor) ingin memberi
hukuman kepada Rosano
(Bos Sihar ketika masih
kerja di rig minyak)
ternyata Rosano tetap
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud:
Kebiasaan.
Kata kebiasaan
diulang diakhir
kalimat
kemudian
muncul di awal
kalimat
selanjutnya.
Menjelaskan
Keterangan:
Orang-orang selalu
meilhat hal seperti
kecelakaan adalah
suatu kejadian yang
wajar sebagai
pembelaan diri di
sidang hukum.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
dihukum dengan menjadi
tahanan luar.
25. Shakuntala: “kenapa
kalian bengong
begitu?” dengan
jengkel bertanya.
Kutahu Cok sudah
bukan perawan.
Laila: “Apa kubilang
dulu. Musuh kita
adalah laki-laki.
Laki-laki merusak
dia.
Shakuntala:
“Kenapa laki-laki?
Pacarnya tidak
meninggalkannya
kok! Dia yang
meninggalkan
pacarnya, karena
dipingit papa dan
mamanya. (Hal.155)
Penutur: Shakuntala
(seorang penari, kuliah di
New York jurusan seni.
Ia mendapat beasiswa
dari Indonesia ke New
York.
Mitra tutur: Laila
(seorang fotografer usia
30 tahun)
Di kamar kos Laila,
Shakuntala, Yasmin, dan
Cok. Mereka berempat
sudah bersahabat dari SD
hingga mereka kuliah di
New York. Masing-
masing mereka memiliki
kebencian tersendiri.
Laila, benci dengan laki-
laki yang sering
menyakiti perempuan.
Yasmin, benci dnegan
guru karena suka
memberi tugas dan
menghukum, Shakuntala
benci dnegan orang tua,
sedangkan Cok sangat
netral dan tidak berpihak
pada salah satu dari
Epanalipsis
Keterangan:
Wujud:
Musuh kita
adalah laki-
laki. Laki-laki
merusak dia.
Menegaskan
Keterangan:
Mitra tutur sangat
tidak menyenangi
laki-laki
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
ketiga temannya itu. Saat
ini mereka berempat
kumpul dan
menceritakan tentang
hubungan kasmaran Cok
yang sekarang jauhan
dengan pacarnya. Cok di
New York dan pacarnya
di Jakarta. Cok terpaksa
ke New York
melanjutkan kuliah
karena permintaan orang
tua dan harus
meninggalkan pacarnya
di Jakarta.
26. Laila: saya punya
teman yang bisa
mengerjakan itu.
Sihar: siapa dia?
Laila: Dia…..dia
orang yang banyak
ide dan berani,
Namanya Saman
(yang dulu namanya
Wis saat masih
menjadi pastor dan
kini telah berubah
menjadi Saman
seorang aktivis
bagian Hak Asasi
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Mitra tutur: Sihar (buruh
minyak usia 35 tahun).
Siang hari, Suasana
tenang dengan perubahan
tingkah laku pada Laila
karena telah menyebut
nama Saman yang dulu
pernah ada cerita antara
dia dan Saman. Di
tempat penungguan kapal
terbang sewaan beberapa
perusahaan minyak yang
menggali di laut sekitar.
Jadwal mereka berbeda,
Epizeukis
Keterangan:
Wujud: dia.
Perulangan
kata Dia
berulang kali
sebagai
penegasan.
Menunjukkan
Keterangan:
Penutur Menyarankan
seseorang untuk
membantu
menyelsaikan
masalah yang
dihadapi kepada mitra
tutur.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Manusi). (Hal.23) Sihar akan ke Palembang
dan Laila akan ke
Jakarta. Mereka sedang
bergulat dengan
pembicaraan mengenai
tuntutan/tanggung jawab
atas korban yang
meninggal dalam
kecelakaan itu.
Kemudian Laila
menawarkan seseorang
yang mungkin bisa
membantu mereka untuk
menyelsaikan masalah
itu yaitu Saman, satu-
satunya orang yang
disebut oleh Laila.
27. Saya cemas! Cemas
sekali. (Hal.38)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Pukul 15:00, dekat kaki
lima penjual pretzel dan
roti bagel di tepi taman,
ada mesin surat kabar.
Laila telah satu minggu
di New York dan sudah
berpisah dengan Sihar
selama sepuluh hari
tanpa ada kabar sama
sekali dari Sihar. Laila
sangat khuwatir,
pikirannya hanya menuju
ke sihar, Laila: apakah
Epizeukis
Keterangan:
Wujud: cemas.
perulangan
kata cemas
berulang kali
sebagai
penegasan.
Menegaskan
Keterangan:
Menegaskan
kekhuwatiran penutur
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
sihar mati? Suasana
sekitar itu tenang seperti
biasanya, namun suasana
hati Laila sangat kacau
karena dihantui dnegan
rasa khuwatir.
28. Kau pulanglah!”
katanya pada Anson
dengan suara
bergetar.
“pulanglah! Tolong
bereskan pupuk
yang tadi kubawa.
(Hal.91)
Penutur: Wis (seorang
pastor usia 27 tahun)
Mitra tutur: Anson (salah
satu warga Lubukrantau
usia 20 tahun adik dari
Upi (21 tahun, cacat
mental) tempat tinggal
Wis saat di Lubukrantau.
Malam hari ketika Wis
dan Anson memeriksa
salah satu yang dia
bangun untuk penduduk
Lubukrantau telah
dihancurkan oleh orang-
orang pesuruh
perusahaan sawit sebagai
bentuk teror mereka
terhadap penduduk
Lubukrantau. Suasana
hati Wis sangat kecewa,
marah namun tidak
mampu berbuat apa-apa
selain mengeluarkan air
mata.
Epizeukis
Keterangan:
Wujud:
pulang.
perulangan
kata
pulanglah
berulang kali
sebagai
penegasan
Memberi perintah
Keterangan:
Penutur meminta
mitra tutur pergi dan
meninggalkan
penutur sendiri untuk
menenangkan diri
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
29. “Maafkan saya…
maafkan saya”
ujarnya berulang-
ulang sambil
melompat ke luar
untuk menolong
anak tadi. (Hal.66)
Penutur: Wis (seorang
pastor usia 27 tahun)
Mitra tutur: Upi (gadis
memiliki cacat
mental(gila), warga
Lubukrantau. Usia 21
tahun).
Malam hari, ketika Wis
terbangun dari tidur
menyadari Upi sedang
mengintainya dari
jendela dan langsung
menghampiri Upi, namun
Upi langsung menyerang
Wis secara refleks Wis
menampar Upi.
Epizeukis
Keterangan:
Wujud:
“Maafkan
saya…
maafkan
saya” . kata
maafkan saya
diulang hingga
dua kali.
Menunjukkan
bahwa penutur
sangat
menyesal atas
yang telah ia
lakukkan.
Menggambarkan
Keterangan:
Menggambarkan
penyesalan dari
penutur melakukan
tindakan tanpa sadar.
Gerakan spontan
tubuh penutur karena
merasa dalam bahaya.
¸
30. Jangan! Jangan
terlalu jauh ke
dalam! Hari juga
sudah malam.
(Hal.67)
Penutur: Wis (seorang
pastor usia 27 tahun)
Mitra tutur: Upi (gadis
memiliki cacat
mental(gila), warga
Lubukrantau. Usia 21
tahun).
Malam hari, sepi karena
hanya Wis dan Upi.
ketika Wis melarang Upi
yang berlari semakin ke
dalam hutan dalam
kegelapan. Perasaan
khwatir Wis mengenai
Epizeukis
Keterangan:
Wujud:
Jangan!
Jangan.
Penutur
mengulang
kata sebagai
penegasan.
Menberi perintah
Keterangan:
Penutur meminta
mitra tutur jangan
melakukan suatu
tindakan yang akan
membahayakan diri.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Upi yang masuk ke
dalam hutan, apalagi
malam hari.
31. Wis: “Stop! Stop!
Apa yang kalian
lakukan! Wis berlari
menghampiri dua
pemuda yang baru
menarik anak kunci
dari gemboknya.
Anson: kami
terpaksa, Bang. Adik
kami ini gila. Dia
kesetanan.”
Wis: kalian tidak
boleh memasungnya
begitu…” (Hal.72)
Penutur: Wis (seorang
pastor usia 27 tahun)
Mitra tutur: Anson
(salah satu warga
Lubukrantau usia 20
tahun).
Malam hari, Wis
mengantar Upi kembali
ke rumahnya di desa
Lubukrantau karena tidak
ada yang membiayai Upi
untuk dirawat lama di
rumah sakit, dan Wis
bertemu dengan kedua
saudara Upi yang
langsung menyeret Upi
ke bilik kecil tempat
meteka mengurung Upi.
Wis juga bertemu dengan
ibu Upi.
Epizeukis
Keterangan:
Wujud:
“Stop! Stop!
Kata Stop
menunjungkan
kalimat
langsung dari
penutur
sebagai
penegasan dari
tuturan
penutur.
Memberi perintah
Keterangan:
Penutur memohon
kepada mitra tutur
agar tidak
melanjutkan apa yang
mereka lakukan.
¸
32. Tak ada orang tua,
Tak ada istri, Tak
ada hakim Susila
atau polisi. (Hal.2)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Pukul sepuluh pagi
Central Park, 28 Mei
1996. Laila sedang
menunggu Sihar di suatu
Anafora
Keterangan:
Wujud: Tak
ada.
Perulangan
kata pertama
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur janji temu
dengan mitra tutur
hanya empat mata.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
kaffe. Mereka sudah janji
bertemu di sana. Suasana
tenang dan
menyenangkan bagi
Laila karena sebentar lagi
ia akan bertemu
seseorang yang selalu ia
dambakan. Ketika di
New York tidak ada yang
bisa melarang mereka
berdua untuk tidak
bersama karena istri
Sihar ada di Jakarta, dan
tak ada orang tua Laila
yang selalu melarangnya
keluar tanpa alasan yang
tepat.
pada tiap baris
atau kalimat
berikutnya.
33. Barang kali ke
lautan, barang kali
ke hutan,……
barang kali ke
sebuah rig yang
pernah saya
datangi…. (Hal.4)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun).
Perasaan kekhawatiran
Laila Kehilangan Sihar
dalam jangka lima bulan.
Anafora
Keterangan:
Wujud:
barang kali
ke. Perulangan
kata pertama
pada tiap baris
atau kalimat
berikutnya.
Menggambarkan
Keterangan:
Perasaan penutur
yang menduga-duga
tentang keberadaan
seseorang (Sihar).
¸
34. Seperti orang malu-
malu, seperti orang
sombong, seperti
cowok cuek.
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun).
Di rig yang sempit
mereka makan siang.
Anafora
Keterangan:
Wujud:
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur menilai mitra
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
(Hal.11) Laila, Sihar, Rosano.
Mereka makan siang
bersama sebelum terjadi
adu mulut antara Sihar
dan Rosano. Mereka
terlihat akrab dan baik-
baik saja. Kewibawaan
Sihar yang memang cuek
dengan setiap gadis yang
ia temukan membuat
Laila penasaran dan
tertarik dengan sihar
ketika mereka makan
bersama siang itu.
Suasana kaku, karena
Laila yang baru
berkunjung ke tempat
kerja minyak itu
langsung makan bersama
dan ngobrol dengan dua
laki-laki asing baginya.
Tidak banyak yang
mereka bahas karena
masih banyak diam-
diam.
seperti.
Perulangan
kata pertama
pada tiap baris
atau kalimat
berikutnya.
Kata seperti
menunjukkan
karakter tokoh
yang dituju.
tuturnya dengan
melihat gerak-gerik
mitra tutur.
35. Tak ada yang perlu
ditangisi. Tak ada
dosa. (Hal.3)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun).
Pukul sepuluh pagi, di
Russian Tea Room Laila
yang sedang senang
karena sebentar lagi ia
Anafora
Keterangan:
Wujud:
Tak ada. Kata
Tak ada
Menjelaskan
Keterangan:
Merasa hidup milik
sendiri tanpa adanya
hal yang harus
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
akan menemui Sihar
tanpa sepengetahuan
orang lain. Tidak ada lagi
yang melarang mereka
dua ketika berhubungan.
Mereka sudah berada di
suatu tempat, Sihar jauh
dari istrinya dan Laila
yang tidak lagi di awasi
dengan ketat oleh orang
tuanya.
menunjukkan
bahwa penutur
menggunakan
kata pertama
disetiap awal
kalimat.
ditakuti.
36. Barangkali Tuhan
mengutusnya.
Barangkali Tuhan
Cuma mengabulkan
harapannya…….
Barangkali Romo
Daru melobi untuk
dia… (Hal.59)
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun).
1984. usia Wis sudah
menginjak 26 tahun. Wis
yang baru diberi tugas
nebjadi Pastor Paroki
Parid, yang melayani
kota kecil Pribumilah dan
Karang Endah , wilayah
Keuskupan Palembang.
Wis hanya ingin
menengok kembali
kampung halamn yang
dulu dia dan keluarganya
tempati saat dia masih
kecil dengan cara
meminta ke pada Uskup
untuk menugaskannya ke
sana melalui Romo Daru.
Wis tiba di rumahnya
Anafora
Keterangan:
Wujud:
Barangkali.
Kata
barangkali
diucapkan
berulang-ulang
setiap awal
kalimat yang
berurutan.
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur menebak-
nebak terkait orang
yang ia maksud
dapat dengan mudah
pindah pekerjaan ke
tempat lain.
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
yang dulu dan kembali
membuatnya mengingat
masa lalu.
37. Mereka mirip satu
sama lain: memakai
bandana hitam,
kaos-T ketat hitam,
celana bersaku
banyak hitam, lars
hitam. (Hal.103)
Penutur: Wis (seorang
pastor yang bertugas di
Lubukrantau usia 27
tahun). Suasana saat itu
ketakutan yang dirasakan
oleh penduduk
Lubukrantau. Sudah
tengah malam warga
Lubukrantau diserang
oleh beberapa tim militer
yang ditugaskan oleh tim
perusahaan sawit yang
ingin menguasai tanah
milik Lubukrantau. Wis
menemui sekelompok
orang-orang yang sudah
berdiri tegap telah berdiri
berjajar di muka langgar.
Epifora
Keterangan:
Wujud: hitam.
Perulangan
kata hitam
pada setiap
akhir kalimat
suatu tuturan.
Menggambarkan
Keterangan:
Penutur menemui
sekelopok petugas..
¸
38. Laila: Namanya
Saman. Dulu
namanya bukan
Saman.
Sihar: Bisakah kamu
ikut ke Palembang
dan menghubungkan
saya dengan teman-
teman kamu
Penutur: Laila (seorang
fotografer usia 30 tahun)
Mitra tutur: Sihar (buruh
minyak usia 35 tahun).
Di sebuah bandara kecil
Pulau Matak, February
1993. Suasana tegang.
Laila gelisah karena telah
menyarankan seseorang
Epifora
Keterangan:
Wujud:
Saman. Kata
Saman
digunakan
digunakan
setiap akhir
kalimat.
Menunjukkan
Keterangan:
Ketika mengucapkan
nama tersebut penutur
merasa ragu karena
ada kemungkinan ia
akan bertemu kembali
dengan orang yang
sama dengan nama
¸
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
itu?”(Hal.23) yang dulu ia kenal dan
sempat singgah di
hatinya kepada Sihar
yang kini laki-laki satu-
satu pujaannya. Sihar
terlihat serius dan antusia
mendengar saran dari
Laila. Ada perasaan
menyesal Laila ketika
menyebut nama Saman,
Saman yang dulu ia
cintai dan tidak bisa
bersama karena dia dulu
masih seorang pastor.
yang berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
BIOGRAFI PENULIS
Junita Ira Kurnia lahir Long Pahangai, 23
Mei 1997. Anak ketiga dari tujuh bersaudara
pasangan Dama Danreng dan Hamidah Majedi.
Penulis menempuh pendidikan SD Negeri 003 Long
Pahangai pada tahun 2003-2009. Penulis
melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 24 Sendawar pada tahun 2009-2012.
Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Long Pahangai
pada tahun 2012-2015. Pada tahun 2015 tercatat sebagai mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diakhiri dengan menulis
skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Gaya Bahasa dalam Majas
Perbandingan dan Majas Perulangan pada Novel Saman Karya Ayu Utami:
Kajian Stilistika Pragmatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related