GAMBARAN PELUANG PERUBAHAN PERILAKU
PEROKOK DENGAN HEALTH BELIEF MODEL PADA
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan
Oleh:
MARATUSH SHOLIHAH
108104000020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
iii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Maratush Sholihah
Tempat Tanggal Lahir : B.Lampung, 20 Maret 1991
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. S Alibasya Gg. Pembangunan H No. 89 Waydadi, Sukarame,
Bandar Lampung
Telepon/Hp : 0721-788551 / 085379766900
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. TK Aisiyah
2. SD N 6 CIPADANG (1996-2002)
3. MTS N 2 B.LAMPUNG (2002-2005)
4. SMA N 9 B.LAMPUNG (2005-2008)
Pengalaman Seminar dan Pelatihan :
1. Seminar “The Power of Herbal” pada tahun 2009
2. Pelatihan Sirkumsisi “Menumbuhkan Insan Cita Yang Terampil Dan Peduli Masyarakat”
pada tahun 2009
3. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” pada tahun
2009
4. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” pada tahun
2010
5. Seminar Profesi Kesehatan Masyarakat “Sudah Amankah Anda Berkendara?” pada tahun
2011
iv
6. Seminar Nasional “Peningkatan Peran dan Fungsi Pemuda Dalam Rangka Mewujudkan
Masyarakat Adil Makmur di Tengah Era Globalisasi” pada tahun 2011
7. Seminar Nasional “ Combat Antimicrobial Drugs Resistance” pada tahun 2011
8. Pelatihan Latihan Kader Kesehatan Nasional (LK-Kes Nas) Badan Koordinasi Nasional
Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam
(BAKORNAS LKMI PB HMI) “Membedah Sistem Kesehatan, Mempertegas Positioning
LKMI; Upaya Mendorong Terwujudnya Indonesia Sehat Yang Berkeadilan” pada tahun
2011 di Makasar
9. Diskusi Publik “Profesionalisme Kepemimpinan Mahasiswa Kesehatan Islam dalam
Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015” pada tahun 2012
10. Seminar Nasional “Sinergi LKMI Untuk Bangsa yang Sehat” pada tahun 2012
11. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan Peran dan Mutu
Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” pada tahun 2012
12. Diskusi Publik “Forum Komunikasi Sistem Jaminan Sosial Nasional” pada tahun 2012
13. Pelatihan Insan Cita Rescue pada tahun 2012
14. Seminar “Sosialisasi Otoritas Jasa Keuangan” pada 2013
15. Seminar Nasional “Kesiapan SDM Kesehatan (Dokter, Perawat, Apoteker) Menyongsong
Era BPJS” pada tahun 2013
Riwayat Organisasi:
1. Pengurus Asrama Putri UIN SH 2008-2009
2. Staf ahli bidang Kesor BEM FKIK 2009-2011
3. Ketua Bidang Kesenian dan Olahraga Himpunan Mahasiswa Lampung 2011-2012
4. Direktur Bidang Kewirausahaan Lembaga Kesehatan Mahasiswa
Islam Himpunan Mahasiswa Islam (LKMI-HMI) 2011-2012
5. Anggota tim tanggap bencana Insan Cita Rescue 2012
6. Ketua bidang P3A KOMFAKDIK HMI 2012
7. Direktur Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat (LKMI-HMI) 2012-2013
v
Penghargaan :
1. Sukarelawan Tim Medis Bakti Sosial Gema Damai “Sehat Indonesiaku, Damai Negriku”
pada tahun 2011
2. Tim Medis Sirkumsisi “Bakti Sosial Pharmacy Expo” pada tahun 2012
3. Narasumber Diskusi Akbar “KOHATI Sadar Kesehatan Reproduksi” pada tahun 2012
4. Relawan Program Penanganan Kemiskinan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (P2K-DKI)
pada tahun 2012
5. Pemateri Latihan Kader 1 Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(KOMFAKDIK) HMI Cabang Ciputat “Profesional dan Berintegritas untuk Umat dan
Bangsa” pada tahun 2013
6. Moderator Seminar Nasional “Kesiapan SDM Kesehatan (Dokter, Perawat, Apoteker)
Menyongsong Era BPJS” pada tahun 2013
vi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Januari 2014
Maratush Sholihah, NIM : 108104000020
Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas
Ciputat Tanggerang Selatan
xv + 74 halaman, 7 tabel, 2 gambar.
ABSTRAK
Sebuah pendekatan psikososial diperlukan untuk menerangkan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan. Keyakinan yang dimiliki seorang individu dapat
mempengaruhi perilaku sehatnya. Teori health belief model ini
mengorganisasikan info tentang kesehatan dan faktor yang mempengaruhi
individu dalam mengubah tingkah laku sehatnya. Sebuah penelitian diketahui
bahwa distribusi perilaku merokok pada pasien hipertensi di Puskesmas Ciputat
Tangerang selatan, yang berperilaku merokok memiliki persentase 73,6%.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum mengenai
perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi dengan menggunakan teori
health belief model di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan
desain studi cross sectional dengan data yang diambil melalui kuesioner. Populasi
penelitian ini adalah 32 pasien hipertensi dan merokok dilingkungan puskesmas
Ciputat tahun 2014. Peneliti menggunakan analisis deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi kerentanan terhadap
penyakit hipertensi responden menyatakan kerentanan tinggi (53,1%), persepsi
keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi responden menyatakan keparahan
tinggi (53,1%), melihat dorongan bertindak responden sebagian besar menyatakan
bahwa ada dorongan dari keluarga dan petugas kesehatan (59,4%), persepsi
ancaman penyakit responden menyatakan bahwa sebagian besar responden
menyatakan ancaman yang dirasakan responden lebih besar (53,1%), persepsi
manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan responden yang memiliki
persepsi ada manfaat dari tindakan pencegahan (65,6%) lebih besar dibandingkan
persepsi ada hambatan yang dirasakan dari tindakan pencegahan (50%), dan
melihat kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan sebagian
besar responden menunjukkan ada tindakan kesehatan yang diambil (71,9%).
Diharapkan pada pasien hipertensi yang merokok terdorong untuk mengambil
langkah sehat dalam rangka mengurangi resiko sakit dan berharap serangkaian
tindakan yang dilakukan menguntungkan dalam mengurangi resiko sakit atau
keparahan penyakit selama keuntungan yang diperoleh melebihi hambatan yang
ditemui ketika melakukan perilaku sehat.
Kata kunci : perubahan perilaku merokok, hipertensi, Health Belief Model
vii
THE STUDY PROGRAM OF NURSING SCIENCES
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA
Under graduated thesis, January 2014
Maratush Sholihah
The Analysis Of Smoking Behavior Changes On Patients Of Hypertension In
Puskesmas Ciputat South Tangerang
xv + 74 pages, 7 tables, 2 pictures
ABSTRACT
A psychosocial approach is needed to explain behavior which is dealing with
health. Belief that owned an individual can influence healthy behaviors. Theories
of health belief model to organize information about health and the factors that
influence the individual in changing unhealthy behavior. A research note that the
distribution of smoking behavior in hypertensive patients in Puskesmas Ciputat
South Tangerang, which has a percentage of smoking behavior 73.6%.
The purpose of this research was to see a general overview about the smoking
behavior changes in patients of hypertension using the theory of health belief
model in Puskesmas Ciputat Tangerang by 2014. This research is a descriptive
quantitative research study design by using cross sectional data captured through
the questionnaire. This research population is 32 patients of hypertension and
smoking surroundings of Puskesmas Ciputat in 2014. Researchers used
descriptive analysis.
Based on the results of the study found that the perception of susceptibility to
disease of hypertension respondents said high vulnerability (53.1%), perception of
the seriousness of the hypertensive disease (severity) of respondents expressed
high severity (53.1%), seeing encouragement Act most respondents stated that
there is encouragement from family and a health worker (59,4%), the perception
of the threat of disease respondents said that most of the respondents said the
perceived threat of respondents bigger (53.1%), perception of the benefits and
obstacles of the respondents have a precaution there is perception of the benefits
of preventive action (65,6%) greater than the perceived barriers are perceptions of
precautionary measures (50%), and looking at the possibility of taking the
recommended health action most respondents indicate there are health actions
taken (71.9%).
Expected to the patients of hypertension who smoke compelled to take healthy
risks in order to reduce pain and wish a series of actions that are undertaken
lucrative in reducing the risk of illness or severity of the disease as long as profits
exceed the obstacles encountered when doing healthy behavior.
Key words: the smoking behavior chages, hypertension, Health Belief Model
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
limpahan kenikmatan kepada penulis, terutama kesehatan yang selalu dijaga-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Solawat dan salam disampaikan kepada Muhammad SAW, penyampai
pesan ke-islaman dan menjadi inspirasi penulis untuk selalu terus melaksanakan
kewajiban yang diemban ini.
Manusia sebagai insan sosialis, yang sangat memerlukan manusia lainnya
dalam beraktivitas. Begitupula penulis sebagai insan yang selalu dibantu dalam
menyelesaikan penulisan ini mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
diantaranya:
1. Terkhusus ucapan terimakasih kepada Abi tercinta Ansori dan Umi tercinta
Laila Umar yang telah memberikan kasih sayangnya dan dukungan secara
total kepada penulis serta Adik tercinta Zakiyah yang sealalu setia
mendengarkan keluh kesah dan memberikan semanagat untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
2. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pak Waras Budiutomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan.
4. Ibu Eni Nuraeni Agustini S.Kep. M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan
ix
5. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep. MNS dan Ibu Yuli Amran S.KM, MKM
selaku Pembimbing yang tidak pernah bosan memberikan arahan dan
motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini.
6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep serta Ibu Maftuhah, Ph.D. selaku penguji yang
memberikan masukan dan sarannya untuk menyempurnakan penulisan ini.
7. Keluarga besar Dosen Progam Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas
akhir skripsi.
8. Ketua Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Pak Dadang, M. Epid, Kepala
Puskesmas UPT Ciputat yang memberikan izin untuk membantu
mempermudah proses pengambilan data dalam penulisan ini.
9. Masyarakat Kecamatan Ciputat yang telah berpartisipasi dalam penelitian.
10. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan.
11. Kawan-kawan, adik-adik dan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Cabang Ciputat, Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) dan
Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, yunda kiki, yunda
mahmudah, yunda nunung, yunda mala, kanda hariri, kanda fajar, kanda
asy’ari, kanda Adi Hasan, S.Si, Udin, Risma, Ica, Mayang, Dewi, Desi,
Titi,Imam, Aan, Ihsan, Arum, Erwin, Fahrur, Nanur, Ayu, Chalila, Tharlis
dan lainya lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namun tidak
mengurangi kecintaan dan persahabatan penulis kepada kalian yang selalu
bersama berjuang di kampus tercinta untuk mengabdi membangun
masyarakat serta menyemangati penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
x
12. Sahabat-sahabat tersayang Ubud, Iconk, Nope, Jupe, Cica yang memberikan
motivasi terus kepada penulis dan mengingatkan untuk segera menyelesaikan
penulisan ini.
13. Saudara-saudara seperantauan neng Ima, among, ade, ipeh, rini yang telah
memberikan keceriaan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan ini.
14. Teman – teman seperjuangan Angkatan 2008 yang telah memberikan
dukungan dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas
akhir Skripsi.
Layaknya sebuah pepatah ” Tiada Gading Yang Tak Retak ”, Penulis pun
menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tak lepas dari kekurangan, karena
sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga kekurangan yang ada
dalam skripsi ini dapat dijadikan motivasi bagi adik – adik dari disiplin ilmu
Keperawatan untuk mengembangkan kembali penelitian yang dilakukan dan
kelebihan yang ada pada skripsi ini semoga dapat memberikan manfaat bagi
segenap jajaran institusi pendidikan di Bidang Keperawatan.
Billahi taufiq walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, Januari 2014
Maratush Sholihah
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xivi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum ........................................................................................ 8
2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9
E. Ruanga Lingkup Penelitian ........................................................................ 10
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Pengertian hipertensi ............................................................................. 11
2. Kasifikasi Hipertensi ............................................................................. 11
3. Faktor Risiko Hipertensi ........................................................................ 13
4. Gejala Klinis Hipertensi ........................................................................ 16
5. Komplikasi Hipertensi ........................................................................... 17
6. Diagnosis Hipertensi .............................................................................. 17
7. Penatalaksanaan Hipertensi ................................................................... 18
B. Perilaku Merokok
1. Pengertian Merokok ............................................................................... 19
2. Jenis-jenis Rokok ................................................................................... 22
3. Kandungan Rokok ................................................................................. 23
4. Bahaya Rokok Bagi Kesehatan ............................................................ 26
C. Health Belief Model
1. Pengantar Health Belief Model .............................................................. 27
2. Teori Health Belief Model ..................................................................... 29
3. Perilaku Mencari Pengobatan ................................................................ 31
4. Motivasi Berperilaku Sehat ................................................................... 34
5. Pelayanan Kesehatan ............................................................................. 35
D. Kerangka Teori ........................................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 40
xiii
B. Definisi Operasional ................................................................................... 42
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 44
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 44
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ..................................................... 45
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 46
E. Uji validitas dan reabilitas .......................................................................... 47
F. Pengolahan Data ......................................................................................... 48
G. Teknik Analisa Data ................................................................................... 49
H. Etika Penelitian ........................................................................................... 49
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian ..................................................................... 52
B. Analisis Univariat
1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived
susceptibility to disease hypertension) .................................................. 54
2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi (perceived
seriousness (severity) of disease hypertension) ..................................... 54
3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) ..................................... 55
4. Gambaran ancaman penyakit (perceived threat of disease) .................. 56
5. Gambaran persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan
(perceived benefits and barriers of preventive action) .......................... 57
6. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan
(likehood of taking recommended preventive health action) ................. 58
xiv
BAB VI PEMBAHASAN
A. Pembahasan Analisis Univariat
1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived
susceptibility to disease hypertension) ................................................ 59
2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi (perceived
seriousness (severity) of disease hypertension) .................................. 61
3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) .................................. 62
4. Gambaran ancaman penyakit (perceived threat of disease) ............... 64
5. Gambaran persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan
(perceived benefits and barriers of preventive action) ........................ 64
6. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan
(likehood of taking recommended preventive health action) .............. 66
7. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 67
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 69
B. Saran ....................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 72
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerentanan di Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Persepsi Keparahan di Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Dorongan bertindak di
Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Ancaman yang dirasakan di
Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Persepsi Manfaat Pencegahan di
Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan
Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Persepsi Hambatan dalam
Pencegahan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kemungkinan dalam
Mengambil Tindakan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang
Selatan
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................................... 39
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Merokok merupakan kebiasaan yang tidak baik, namun dalam
kenyataanya merokok banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok merupakan bagian dari bentuk
kelalaian atau kesalahan yang disengaja, maka dari itu merokok identik
dengan bunuh diri. Pandang agama Islam mengenai tindakan yang merugikan
diri sendiri atau orang lain tidak akan diridhoi oleh Allah SWT yang Maha
Bijaksana (Fitriyani, 2010). Sebagai mana dikatakan dalam Al-Qur’an surat
(Al Baqoroh:195)
Yang artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
Janganlah kalian menjatuhkan diri kamu sendiri dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.”.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO)
mengatakan bahwa terdapat 1,2 miliar perokok di dunia saat ini. Kebiasaan
merokok berhubungan dengan terjadinya 25 jenis penyakit di tubuh manusia.
Separuh dari para perokok akan meninggal oleh berbagai penyakit akibat
rokok. WHO memperkirakan tiap tahun terdapat 4 juta orang meninggal
akibat penyakit karena merokok dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah
2
kematian akibat rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia
setelah China dan India, dengan bertambahnya angka orang meninggal karena
merokok menjadi 8,4 juta per tahun (Aditama, 2009).
Secara nasional prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok
tiap hari sebesar 28,2 %. Rata-rata umur mulai merokok adalah 17,6 tahun.
Perilaku merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain,
cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya umur. Prevalensi
perokok dalam rumah lebih banyak pada laki-laki, berstatus kawin, tinggal di
perdesaan, dengan pendidikan rendah yaitu tidak tamat dan tamat SD.
Menurut pekerjaan, prevalensi perokok dalam rumah ketika bersama anggota
keluarga lebih banyak yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh diikuti
wiraswasta dan yang tidak bekerja, dan cenderung meningkat dengan
meningkatnya status ekonomi (Riskesdas, 2010)
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis
diantaranya bersifat karsinogenik, dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya
bagi kesehatan (David, 2003). Asap rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah. Menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar
terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang
terkandung dalam asap rokok. Beberapa zat yang terkandung dalam asap
rokok beracun dan dapat menyebabkan pembuluh darah kram, sehingga
tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suheni, 2007).
Sebuah penelitian menyimpulkan terdapat hubungan antara jumlah rokok
yang dihisap dan jenis rokok dengan kejadian hipertensi (Nurcahyani dkk,
3
2011). Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap
(silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu (Vitahealth, 2006).
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat
ini terdapat 600 juta pasien hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 pasien tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Prevalensi hipertensi di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Singapura yang mencapai 27,3 %, Thailand dengan 22,7 % dan Malaysia
mencapai 20 % (Riskesdas, 2007).
Hasil Riskesdas tahun 2007 di Indonesia prevalensi hipertensi 32,2%,
sedangakan menurut kelompok umur hipertensi umur > 18 tahun adalah
29,8%. Selain itu hasil Riskesdas juga menunjukkan hipertensi menduduki
peringkat ketiga penyebab kematian utama untuk semua kelompok umur di
Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) 6,8%. Indonesian Society of
Hypertension (InaSH) menegaskan hipertensi sudah menjadi permasalahan
dunia (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan data riskesdas Provinsi Banten 2007 bahwa prevalensi
hipertensi di Provinsi Banten 27.6% lebih rendah dari angka nasional (31.7%),
namun berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 8.7% lebih tinggi
dari angka nasional (7.2%), demikian pula berdasarkan riwayat minum obat
4
hipertensi adalah 9.4% lebih tinggi dari angka nasional (7.6%). Menurut
kabupaten/kota, prevalensi hipertensi berdasarkan tekanan darah berkisar
antara 23.2% - 36.1%, dan prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten
Tangerang, sedangkan terendah di Kota Tangerang.
Hipertensi masih tetap menjadi masalah, karena meningkatnya prevalensi
hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat
pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum
mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Yogiantoro, 2007). Angka kematian
karena serangan jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi
mengalami penurunan dalam kurun 20 tahun terakhir. Akan tetapi, dua efek
hipertensi lainnya yaitu gagal jantung dan penyakit ginjal kronis justru
meningkat (Pickering dalam Anggraini 2010). Dalam penelitian Anggraini
(2010), dari hasil uji dengan sampel 85 diperoleh adanya hubungan yang
signifikan secara statistik antara kejadian hipertrofi ventrikel kiri dengan
riwayat hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif.
Dalam penelitian terkait oleh Jode (2010), hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien-pasien hipertensi yang datang berobat ke Bagian
Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan mempunyai kebiasaan
merokok, yaitu sebanyak 41 orang dari 43 responden. Data yang didapatkan
dari kebiasaan merokok tersebut adalah menghisap rokok >20 batang setiap
hari ada sebanyak 26 orang (63,4%), menghisap rokok secara dalam ada
sebanyak 27 orang (65,8%), menghisap rokok selama > 10 tahun ada
5
sebanyak 36 orang (87,8%), dan mengkonsumsi rokok nonfilter ada sebanyak
27 orang (65,9%).
Kebiasan merokok pada pasien hipertensi seperti dijelaskan pada
penelitian sebelumnya berkaitan dengan perilaku kesehatan. Telah menjadi
pemahaman umum, perilaku merupakan diterminan kesehatan yang menjadi
sasaran dari promosi atau pendidikan kesehatan. Perubahan perilaku
kesehatan merupakan tujuan dari promosi kesehatan atau pendidikan
kesehatan.
Banyak teori yang menjelaskan mengenai perubahan perilaku kesehatan.
Teori stimulus organisme menjelaskan bahwa penyebab perubahan perilaku
tergantung pada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme, artinya kualitas dari sumber komunikasi yang sangat menentukan
keberhasilan perubahan perilaku. Teori fungsi menjelaskan bahwa perubahan
perilaku individu tergantung pada kebutuhan (Notoatmojo, 2010). Dan masih
banyak lagi teori-teori mengenai perubahan perilaku kesehatan. Namun di sini
peneliti tertarik menggunakan teori Health Belief Model, teori ini menjelaskan
tentang bagaimana keyakinan individu mempengaruhi seseorang untuk
memilih perilaku yang lebih sehat (Pender, 1996).
Health Belief Model merupakan salah satu pendekatan psikososial yang
paling banyak digunakan untuk menerangkan perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan. Faktor utama teori ini adalah macam-macam keyakinan
(belief) yang dimiliki seorang individu mempengaruhi perilaku sehatnya.
Dengan memfokuskan pada keyakinan atau penilaian individu tentang
kesehatannya, teori ini mengorganisasikan info tentang kesehatannya dan
6
faktor yang mempengaruhi individu dalam mengubah tingkah laku sehatnya
(Taylor, 2006).
Teori ini mengasumsikan bahwa agar seseorang termotivasi untuk
mengambil langkah sehat ia perlu diyakinkan secara pribadi bahwa
kesehatannya rentan terhadap penyakit (perceived susceptibility, dan penyakit
tersebut tergolong serius (perceived severity). Selain itu keuntungan yang
diperoleh individu (perceived benefits) lebih besar dibanding aspek negatif
(perceived barriers) yang diperoleh ketika melalukan perilaku sehat. Kempat
jenis beliefs dari HBM ini mempengaruhi keputusan individu apabila akan
mengambil langkah-langkah untuk berperilaku sehat atau tidak (Taylor, 2006).
Dalam sebuah peneliatian disimpulkan bahwa penggunaan health belief
model (HBM) berpengaruh signifikan dalam memprediksi perilaku diet pada
pasien diabetes mellitus type II. Dari lima variabel HBM yang diukur faktor
yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku diet yaitu
perceived benefits. Dan untuk faktor lainnya yang berpengaruh secara positif
terhadap perilaku diet tetapi tidak signifikan adalah variabel perceived
severity, sedangkan yang berpengaruh secara negatif terhadap perilaku diet
tetapi tidak signifikan adalah perceived susceptibility, perceived barriers, dan
cues to action (Purijayanti, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi perilaku merokok pada pasien
hipertensi di Puskesmas Ciputat Tangerang selatan, yang berperilaku merokok
memiliki persentase sebanyak 73,6% (Ikhwan, 2013). Dari hasil studi
pendahuluan di Puskesmas Ciputat kami telah mewawancarai 10 orang pasien
hipertensi, ada 7 orang yang aktif merokok. Beberapa dari mereka mengaku
7
mengetahui bahwa merokok itu tidak baik bagi penyakit yang diderita dan
dapat menambah komplikasi dari hipertensi yang diderita, namun mereka
masih tetap saja merokok.
Faktor yang menyebabkan seseorang cenderung untuk merokok tidak bisa
dipastikan. Kesemuanya itu secara tidak langsung mengindikasikan lemahnya
kesadaran dalam diri tiap individu dan rendahnya pola pikir yang dimilikinya,
hingga tanpa pikir panjang mereka terjerumus dalam kebisaaan merokok
(Aiman, 2006).
Kebanyakan alasan mereka masih merokok karena merokok sudah
menjadi kebiasaan dan merokok sudah menjadi rutinitas sejak lama. Pemilihan
lokasi ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa belum pernah dilakukannya
penelitian mengenai analisis perubahan perilaku merokok pada pasien
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi Di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi perilaku merokok pada pasien
hipertensi di Puskesmas Ciputat Tangerang selatan, yang berperilaku merokok
memiliki persentase 73,6% (Ikhwan, 2013). Sebuah pendekatan psikososial
diperlukan untuk menerangkan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
Keyakinan (belief) yang dimiliki seorang individu dapat mempengaruhi
perilaku sehatnya. Teori HBM ini mengorganisasikan info tentang
8
kesehatannya dan faktor yang mempengaruhi individu dalam mengubah
tingkah laku sehatnya (Taylor, 2006)
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Ciputat
kami telah mewawancarai 10 orang pasien hipertensi, ada 7 orang yang aktif
merokok. Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui
tentang Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi Di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
melihat gambaran umum mengenai perubahan perilaku merokok pada
pasien hipertensi dengan menggunakan teori health belief model di
Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran perceived susceptibility to disease
hypertension (persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi) pada
pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang
Selatan.
b. Diketahuinya gambaran perceived seriousness (severity) of disease
hypertension (persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi)
pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang
Selatan.
9
c. Diketahuinya gambaran cues to action (isyarat/dorongan untuk
bertindak) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat
Tangerang Selatan.
d. Diketahuinya gambaran perceived threat of disease hypertension
(persepsi ancaman penyakit hipertensi) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.
e. Diketahuinya gambaran perceived benefits and barriers of preventive
action (manfaat dan hambatan yang dirasakan dari tindakan
pencegahan) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan.
f. Diketahuinya gambaran likehood of taking recommended preventive
health action (kemungkinan mengambil tindakan pencegahan
kesehatan yang dianjurkan) pada pasien hipertensi yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
a. Menambah pengetahuan peneliti mengenani penerapan teori health
belief model pada pasien hipertensi yang merokok.
b. Menambah pengetahuan, pengalaman dalam merancang dan
melaksanakan penelitian, dan dapat menerapkan pengetahuan yang
telah diperoleh.
c. Sebagai bahan atau dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya
mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi.
d. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan.
10
2. Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan guna
meningkatkan mutu pelayanan sehingga para petugas kesehatan bisa
memberikan informasi tentang hipertensi dan bahaya merokok.
3. Bagi Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
bahan pustaka mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien
hipertensi.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggambarkan hasil analisa mengenai perubahan perilaku
merokok pada pasien hipertensi dengan menggunakan teori health belief
model. Populasi penelitian ini adalah pasien hipertensi dan merokok
dilingkungan puskesmas Ciputat tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain studi cross
sectional dengan data yang diambil melalui kuesioner. Data yang
dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dengan cara mengajukan
pertanyaan tertutup melalui kuesioner.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Pengertian
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan vaskuler
perifer. Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler perifer
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Jika jantung meningkat
sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan sebaliknya, maka
tekanan darah akan meninggi (Ganong, 2002). Definisi tekanan darah
tinggi atau hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti
hipertensi (Mansjoer, 2001).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas
90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth,
2001). Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal
dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (dilakukan 4
jam sekali). Dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya
lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (Corwin,
2000).
2. Klasifikasi Hipertensi
a. Berdasarkan Penyebab Hipertensi
12
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder
atau hipertensi renal.
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat
sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem
renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti
obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer
biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5
% kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme
primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain
(Schrier, 2000).
b. Berdasarkan Derajat Tekanan Darah
Menurut Join Nation Committee On prevention detection,
evaluation, and treatment of high pressure VII (JNC-VII) tahun 2003
mengklasifikasikan hipertensi untuk melihat faktor risiko dalam
pengobatannya sebagai berikut:
13
1) Normal yaitu tekanan darah sistolik ≤ 120 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≤ 80 mmHg.
2) Prehipertensi yaitu tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan
tekanan darah diastolik 80 – 90 mmHg.
3) Hipertensi Derajat 1 yaitu tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg
dan tekanan darah diastolik 90 – 99 mmHg
4) Hipertensi Derajat 2 yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg.
3. Faktor Risiko Hipertensi
a. Umur
Hipertensi terjadi pada segala usia, tetapi paling sering menyerang
orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih. Terjadi peningkatan
tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan
adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.
Insidensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang, meningkat
menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun (Kumar
dkk, 2005).
b. Jenis Kelamin
Hipertensi baik primer dan sekunder, keduanya menimbulkan
masalah. Perkiraan baru-baru ini menunjukkan satu dari tiga orang
dewasa menderita hipertensi. Pria lebih cenderung untuk menderita
hipertensi daripada wanita hingga usia 55 tahun, setelah usia tersebut
proporsi pasien hipertensi wanita melebihi pria (Kumar dkk, 2005).
14
c. Riwayat Keluarga
Kejadian hipertensi dapat dilihat dari riwayat keluarga. Sekitar
70-80 % pasien hipertensi esensial ditemukan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua
orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar (Dalimartha dkk,
2008).
d. Ras atau Suku Bangsa
Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika
(Black American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi
dibandingkan dengan ras kulit putih (Caucasian). Hipertensi lebih
banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun
pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan
sensitivitas terhadap vasopresin lebih besar (Kumar dkk, 2005).
e. Konsumsi Garam
Garam berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi. Gangguan
pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang
asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari,
prevalensi hipertensi presentasenya rendah, tetapi jika asupan garam 5-
15 gram per hari akan meningkatkan prevalensi menjadi 15-20 %
(Hayens, 2001).
f. Obesitas
Obesitas adalah keadaan berat badan lebih, kelainan ini dapat
diukur dengan body mass index (BMI) atau index massa tubuh (IMT).
15
Berdasarkan WHO (2000) dikatakan obesitas jika BMI ≥ 30 kg/m2.
Obesitas adalah meningkatnya massa tubuh karena jaringan lemak yang
berlebihan sehingga meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi
oksigen secara menyeluruh, akibat curah jantung bertambah. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas,
namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada pasien hipertensi
dengan berat badan normal (Arief, 2008).
g. Hiperlipidemia/Dislipidemia
Hiperlipidemia atau dislipidemia atau kadar lemak di dalam darah
meningkat di atas normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini
meliputi kolesterol, trigliserida, atau kombinasi keduanya. Jika
kolesterol dalam tubuh jumlahnya berlebih akan menimbulkan
sumbatan-sumbatan pada saluran darah. Kondisi ini menyebabkan
terganggunya aliran darah, akibatnya tekanan darah meningkat
(hipertensi). Komplikasi hipertensi akan bertambah parah dengan
tingginya kadar lemak (Arief, 2008).
h. Merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer
yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar 8 mmHg. Kenaikan
tekanan darah terjadi saat sedang merokok dan sesaat setelah selesai.
Bila seseorang perokok menderita hipertensi maka resiko peluang
terkena penyakit jantung dan stroke semakin besar, dibandingkan bila
hanya memiliki satu faktor resiko (Hayens, 2001). Menurut hasil
16
penelitian, diungkapkan bahwa rokok dapat menaikkan tekanan darah.
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan.
Selain dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh
darah, nikotin juga dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007
menunjukkan secara nasional, persentase nasional merokok setiap hari
pada penduduk umur > 10 Tahun adalah 23,7%.
i. Kurangnya olahraga
Olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (Dalimartha dkk, 2008).
4. Gejala Klinis
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya
gejala pada hipertensi esensial. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan,
pusing, atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. Pada
umumnya sebagian besar pasien hipertensi tanpa keluhan dan tidak
mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Kadang-kadang hipertensi
esensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi
komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung.
Atau bila terbukti dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan
darahnya tinggi dan sudah cukup lama diderita (Dalimartha dkk, 2008).
17
5. Komplikasi Hipertensi
Komplikasi hipertensi berhubungan dengan tekanan darah yang
sudah meningkat sebelumnya dengan konsekuensi perubahan dalam
pembuluh darah dan jantung, maupun dengan aterosklerosis yang
menyertai dan dipercepat oleh hipertensi yang sudah lama diderita.
Tekanan darah yang naik turun atau tidak stabil ini berkaitan dengan
kerusakan organ target. Seperti gangguan pada otak, gangguan pada sistem
Kardiovaskuler, gangguan pada ginjal, gangguan pada mata (Dalimartha
dkk, 2008).
6. Diagnosis Hipertensi
Seperti penyakit lain, hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan
anamnesis (konsultasi dokter), pemeriksaan jasmani, pemeriksaan
laboratorium, maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang perlu
diberitahukan pada saat konsultasi dengan dokter adalah riwayat hipertensi
orang tuanya, pengobatan yang sedang dijalaninya saat itu dan data
penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal, serta
faktor risiko terjadinya hipertensi, misalnya rokok, alkohol, stres, berat
badan (Mansjoer dkk, 2001).
Pada perempuan, keterangan mengenai hipertensi kehamilan,
riwayat eklampsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi
perlu juga diberitahukan ke dokter. Agar akurat, sebaiknya pengukuran
dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup. Minimal setelah 5
menit berbaring. Pengukuran dilakukan pada posisi berbaring, duduk, dan
18
berdiri sebanyak 3-4 kali pemeriksaan dengan interval waktu antara 5-10
menit (Mansjoer dkk, 2001).
7. Penatalaksanaan hipertensi
Tujuan tiap program penanganan bagi pasien hipertensi adalah
mencegah terjadinya morbilitas dan mortalitas dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Brunner &
Suddarth, 2002). Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan
farmakologis atau dan penatalaksanaan non farmakologis. Pengobatan
hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi
dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti
hipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada
penatalaksanaan farmakologis, yaitu:
1) Diuretik Thiazide : Chlorthalidone (Hygroton), Quine thazone
(Hydromox), Chlorothiazide (Diuric).
2) Diuretik LOOP : Furosemide (lasix).
3) Diuretik pengganti kalium : Spironolactone (Aldoctone), Triamterence
(Dyrenium).
4) Inhibitor Adrenergik : Reserpine, Methyldopa (Aldomet), Propanolol
(Inderal), Prazosin hydrochloride (minipress), Clonidine Hydrocloride
(Catapress), Metaprolol (Iopressor), Nodolol (Corgard), Guanetidine
(ismelin).
5) Ca Antagonis : Nifedifine (Adalat).
19
6) Vasodilator : Captopril, Nitropruside, Hidrolaziri, Diasid.
Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi
dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk
mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Pasien hipertensi membutuhkan
perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Adapun
beberapa upaya pengobatan non-farmakologis untuk hipertensi, yaitu:
1) Menurunkan berat badan ideal.
2) Menghindari asupan makanan tinggigaram, lemak berlebihan.
3) Konsumsi makanan yang mengandung cukup kalsium sesuai
kebutuhan.
4) Olag raga secara teratur.
5) Menghindari lingkungan stress, merokok dan alkohol.
B. Perilaku merokok
1. Pengertian merokok
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam
tubuh kemudian menghembuskan kembali keluar (Armstrong, 2000).
Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang
dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang disekitarnya
(Levy,2004). Subanada (2004) menyatakan merokok adalah sebuah
kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun
dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu
sendiri maupun orang-orang disekitarnya.
20
Menurut Sitepoe (1997) membagi perokok menjadi dua kategori
perokok berdasarkan asap yang dihisapnya, yaitu :
a. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah orang-orang yang disekitar perokok aktif yang
menghisap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta
asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok aktif (asap
sidestream). Sama halnya yang diungkapkan dengan sitepoe, menurut
Bustan (2000) perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh
seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok
merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap
rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif.
Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka
yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang
dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima
kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih
banyak mengandung tar dan nikotin.
b. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah perokok yang menghisap asap rokok melalui
mulut langsung dari rokok yang dibakar (asap mainstream).
Sedangkan menurut Bustan (2000) perokok aktif adalah asap rokok
yang berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang
dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung
21
menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri
sendiri maupun lingkungan sekitar.
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu
atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum,
Nicotiana Rostica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung
nikotin dan tar dengan atau tanpa tambahan (Pemerintah RI, 2003 dalam
Sukendro, 2007). Rokok berisi daun – daun tembakau yang telah dicacah,
ditambah sedikit racikan seperti ngkeh, saus rokok, serta racikan lainnya.
Untuk menikmati sebatang rokok perlu dilakukan pembakaran pada salah
satu ujungnya agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang
lain (Triswanto, 2007).
Perilaku merokok ada 4 tahap sehingga mencapai tahap perokok,
antara lain:
a. Tahap Prepatory, seseorang mendapat gambaran yang
menyenangkan dengan cara mendengar, melihat, dan membaca,
sehingga menimbulkan minat untuk merokok.
b. Tahap Innitation, tahapan dimana seseorang mulai merintis atau
mencoba untuk merokok dan apakah akan melanjutkan perilku
merokoknya.
c. Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang mulai merokok
sebanyak empat batang sehari, maka dia mempunyai kecenderungan
untuk menjadi perokok.
d. Tahap Maintenance of Smoking, pada tahap ini merokok sudah
menjadi salah satu pengaturan diri ( self regulating). Dan merokok
22
dilakukan untuk memperolrh efek psikologis yang menyenangkan
(Clearly, 2000).
Tipe perokok dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan jumlah
rokok yang dihisap, antara lain:
a. Perokok berat merokok lebih dari 20 batang dalam sehari.
b. Perokok sedang merokok 10-20 batang dalam sehari.
c. Perokok ringan merokok kurang dari 10 batang dalam sehari
(Bustan, 2007).
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk
menjawab mengapa seseorang merokok. Setiap individu mempunyai
kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan
tujuan mereka merokok. Pendapat tersebut diperkuat dangan pernyataan
bahwa seseorang merokok karena factor sosio cultural seperti kebiasaan
budaya, kelas social, gengsi, dan tingkat pendidikan (Levy, 2004).
Menurut Lewin perilaku merokok merupakan fungsi lingkungan
dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor – factor
dari dalam diri juga disebabkan oleh lingkungan. Disebutkan juga bahwa
merokok pada tahap awal dilakuakan dengan teman – teman (46%),
seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%)
(Komasari, 2008).
2. Jenis-jenis rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini
didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi
rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.
23
Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok
bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin
sebesar 1,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok
kretek. Dan rokok kretek menggunakan tembakau rakyat. Tetapi menurut
Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag)
Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek
melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek
melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Rokok kretek mengandung 60–70%
tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain (Pdpersi, 2003).
Menurut Siahaan (2008) ada beberapa jenis rokok yang dapat
diketahui, diantaranya : Rokok, Bidis, Cigar, Kretek. Seperti kita ketahui
rokok adalah buatan pabrik dengan ratusan bahan kimia yang
mengandung 4.000 racun, biasanya menggunakan filter di ujungnya.
Bidis adalah tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan
diikat dengan benang, tar dan karbon monoksidanya lebih tinggi daripada
rokok buatan pabrik. Cigar adalah dari fermentasi tembakau yang
diasapi, digulung dengan daun tembakau. Kretek adalah campuran
tembakau dengan cengkeh atau aroma cengkeh.
3. Kandungan rokok
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi
komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan
menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi.
Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok
terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).
24
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan
40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker),
dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama
pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu,
dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak
kalah beracunnya (David, 2003). Zat-zat beracun yang terdapat dalam
rokok antara lain adalah sebagai berikut :
a. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin
yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya
diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50
ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada
dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat
aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga
memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka
panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar
nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan
ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan
adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok
dan jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi, 2006).
Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat
dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya
yang sintesisnya bersifat adiktif dapat mengakibatkan
25
ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni saraf tubuh,
meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan
menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya.
b. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak
memiliki bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak
sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas karbon monoksida
bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor
maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok
dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok
paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat
meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-
16% (Sitepoe, 1997).
c. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan
nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin
hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Pada saat rokok
dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap
rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan
berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-
paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok,
sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi
rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15
mg. Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa
26
masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok hirupannya
dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang
digunakan bertambah banyak (Sitepoe, 1997).
d. Timah Hitam (Pb)
Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok
sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap
dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas
bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per
hari (Sitepoe, 1997).
Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu
waspada terhadap pemajanan jangka panjang. Gangguan kesehatan
yang diakibatkan bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari
protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat
pembuatan hemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertekan
dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah
atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang
nafsu makan. Konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia, kelumpuhan
anggota badan, kejang dan gangguan penglihatan (Depkes, 2010).
4. Bahaya rokok bagi kesehatan
Di Amerika Serikat, diperkirakan 500.000 perokok pertahunnya
meninggal disebabkan serangan jantung: yakni sekitar 75% dari jumlah
pasien yang meninggal karena serangan jantung padaumumnya. Bahaya
terbesar yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok adalah rentannya
jantung dan pembuluh darah perokok dalam mengalami gangguan yang
27
umumnya menyebabkan kematian. Nikotin yang dihisap seorang perokok
mampu mengeluarkan catecholamines dari tubuh, yakni kumpulan zat
kimiawi yang sangat dibutuhkan tubuh. Diantaranya adalah hormon
adrenalin. Keluarnya adrenalin dalam jumlah besar ini mampu
mempengaruhi kerja darah: diantaranya menyebabkan denyut jantung
berdetak lebih cepat sekitar 15-20 kali lipat per menitnya dan berdampak
pada meningkatnya tekanan darah (hipertensi) (Husaini, 2007).
C. Health Belief Model
1. Pengantar Health Belief Model
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa
seseorang secara sukarela memilih terlibat dengan aktifitas yang berkaitan
dengan kesehatan didasarkan pada tiga alasan utama yakni:
b. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk juga untuk mencegah sakit atau mendeteksi
penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan
sebagainya.
c. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh individu yang merasakan sakit, untuk merasakan
dan mengenal keadaan kesehtannya atau rasa sakit, termasuk
pengetahuan mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, dan
pencegahan penyakit.
d. Perilaku peran sakit (sick role behavior), yakni segala tindakan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh
28
kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama
pada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab
terhadap kesehatannya.
Health Belief Model (HBM) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-
an oleh kelompok psikolog yang bekerja di US Public Health Service.
Mereka fokus dengan bagaimana meningkatkan penggunaan pelayanan
preventif yang digalangkan oleh pemerintah, seperti vaksinasi influenza.
Mengasumsikan bahwa tiap orang beresiko untuk terkena penyakit. Maka
terdoronglah untuk mengambil langkah-langkah sehat dalam rangka untuk
mengurangi resiko sakit (perceived threat) dan berharap serangkaian tindakan
yang akan dilakukan menguntungkan dalam mengurangi resiko sakit atau
keparahan penyakit selama keuntungan yang diperoleh melebihi hambatan
yang ditemui ketika melakukan perilaku sehat. HBM diformulasikan untuk
memprediksi kemungkinan individu akan melibatkan diri dalam perilaku
sehat atau tidak. HBM telah banyak diaplikasikan pada penelitian-penelitian
tentang berbagai macam perilaku kesehatan (Rosenstock,1966 dalam
Purijayanti,2012).
Menurut Nejad et. al. (2005) dalam Pratama (2010), HBM digunakan
untuk memprediksi tindakan seseorang, memilih tindakan kesehatan untuk
mengurangi atau mencegah penyakit atau kematian dini. Berdasarkan HBM
ada 2 tipe kepercayaan yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
tindakan pencegahan:
29
a. Kepercayaan yang berhubungan dengan kesiapan untuk melakukan
tindakan.
b. Kepercayaan yang berhubungan dengan modifikasi faktor-faktor yang
mendukung atau mempengaruhi tindakan.
Dalam HBM seseorang akan melakukan tindakan untuk mencegah
penyakit tergantung pada persepsi individu bahwa:
a. Secara pribadi merasa rentan terhadap kondisi yang dirasakan,
b. Konsekuensi dari kondisi tersebut dapat menjadi serius,
c. Tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut,
d. Manfaat yang diambil untuk mengatasi ancaman dilihat dari biaya yang
diambil (Redding et. al, 2000)
2. Teori Health Belief Model
HBM merupakan model kepercayaan kesehatan yang merupakan hasil
penjabaran dari model sosiopsikologi. HBM dikenal sebagai model pengharapan
suatu nilai, yang intinya mengacu pada asumsi bahwa orang akan melibatkan diri
dalam perilaku sehat bila mereka menilai hasil (menjadi sehat) terkait perilakunya
dan mereka pikir bahwa perilaku tersebut sepertinya dapat memberikan hasil
(Edberg, 2007).
Teori HBM ini mengacu pada Rosenstock (1966) yaitu perceived threat
yaitu penilaian individu akan ancaman yang akan terjadi akibat masalah kesehatan
yang mungkin akan beresiko terhadap penyakitnya. Terletak pada aspek perceived
susceptibility dan perceived severity. Serta perceived effectiveness, yaitu penilaian
akan keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tingkah laku kesehatan yang
30
dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatanya. Terdiri dari perceived
benefits dan perceived barriers (Smet, 1994).
a. Perceived Susceptibility adalah persepsi ancaman atau kerentanan yang
dirasakan terhadap resiko yang akan muncul terhadap penyakitnya. Individu
bervariasi dalam menilai kemungkinan tersebut walaupun kondisi kesehatan
mereka sama. Semakin tinggi perceived susceptibility, semakin besar ancaman
yang dirasakan, dan semakin besar kemungkinan individu untuk mengambil
tindakan guna mengatasi masalah yang mungkin muncul (Sarafino, 2008).
Kerentanan-kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) bagi masalah
kesehatan mencerminkan kalau individu percaya bahwa kurang lebih mereka
menderita hasil kesehatanya negatif atau positif. Namun individu sering
mengabaikan kemungkinan dirinya tentang ancaman terhadap penyakitnya,
sehingga tidak jarang individu tidak mengambil tindakan untuk mengatasi
masalah kesehatan yang mengancam dirinya (Smet, 1994).
b. Perceived Severity adalah persepsi menyangkut perasaan akan keseriusan
penyakit tersebut apabila mereka membiarkan penyakitnya tidak ditangani,
termasuk konsekuensi dari masalah kesehatan seperti konsekuensi medis
(kematian, cacat, dan rasa sakit), konsekuensi psikologis (depresi, cemas dan
takut), dan konsekuensi sosial (dampak terhadap pekerjaan, kehidupan
keluarga dan hubungan sosial).Semakin banyak konsekuensi yang dipercaya
akan terjadi, semakin besar persepsi bahwa masalah tersebut merupakan
ancaman, sehingga mengambil tindakan.
c. Perceived Effectiveness adalah penilaian individu tentang efektifitas dari
tingkah laku kesehatan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah
31
kesehatan yang dialaminya. Penilaian ini dihasilkan melalui perbandingan
antara penilaian akan keuntungan (perceived benefits) dan penilaian akan
kerugian (perceived barriers) dari tingkah laku tersebut. Hasil perbandingan ini
menentukan arah dari tindakan kesehatan individu untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan tersebut. Aspek negatif yang dipersepsikan meliputi biaya,
bahaya, ketidaknyamanan,emosi dan waktu yang diluangkan untuk tindakan
tersebut.
d. Cues To Action adalah sumber darimana individu mendapatkan informasi
tentang masalah kesehatan yang mungkin terjadi kepadanya. Informasi tersebut
memberi isyarat kepada individu untuk melakukan tingkah laku kesehatan.
Sumber informasi bisa bersifat internal (contohnya suasana hati) maupun
eksternal, seperti media massa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit
anggota keluarga atau teman, dan artikel dari Koran (Albery&Marcus,2011
dalam Purijayanti,2012).
Kekurangan dari teori HBM sebagai teori perilaku kesehatan tertua juga
memilikinya. Berikut adalah beberapa kritiknya:
a. HBM difokuskan terutama pada keputusan individu dan tidak menangani
faktor sosial dan lingkungan.
b. HBM mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara dan
tingkat yang yang sama terhadap informasi untuk membuat perhitungan
yang rasional (Edberg, 2007 dalam Pratama,2010).
3. Perilaku Mencari Pengobatan
Pengambilan keputusan adalah seperangkat langkah yang diambil individu
atau kelompok dalam memecahkan masalah. Pengambilan keputusan
32
terjadi sebagi reaksi terhadap suatu masalah. Masalah adalah adanya suatu
penyimpangan antara suatu keadaan saat ini dengan suatu keadaan yang
diinginkan. Pengambilan keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi
terhadap informasi (Rivai, 2003). Seseorang dalam membuat keputusan
sehubungan dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan
kesehatan pada umumnya akan melalui lima tahapan keputusan (Schuman,
1965 dalam Notoatmodjo, 2007).
a. Tahap pengenalan gejala (the symptom experience), pada tahap
inimembuat keputusan bahwa didalam dirinya ada suatu gejala
penyakit. Gejala tersebut dirasakan sebagai ancaman bagi hidupnya.
b. Tahap asumsi peranan sakit (the assumption of the sick role), dalam
hal ini individu membuat keputusan bahwa ia sakit dan memerlukan
pengobatan. Kemudian berusaha mencari pengobatan dengan
usahanya sendiri. Disamping itu ia berusaha mencari informasi dari
anggota keluarga lain, tetangga, atau teman.
c. Tahap kontak dengan pelayan kesehatan (the medical care contact),
pada tahap ini individu mulai kontak dengan pelayanan kesehatan
sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, dan informasi yang
diperoleh.
d. Tahap ketergantungan pasien (the dependent patient stage), pada
tahap ini individu memutuskan dirinya berperan sebagai pasien. Untuk
sehat kembali ia harus bergantung pada fasilitas pengobatan dan
mematuhi segala nasehat yang diberikan.
33
e. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi (the recovery of rehabilitation),
pada tahap ini individu melepaskan dirinyan dari perannya sebagai
pasien. Dalam tahap ini dapat terjadi dua kemungkinan, pertama ia
sembuh, kedua ia cacat yang berarti ia tidak sempurna menjalankan
fungsinya seperti sebelumnya.
Kelima tahap tersebut sekaligus merupakan proses urutan dari perilaku
sakit meskipun pada kenyataan kelima tahap ini tidak selalu ada.
Pada saat orang sakit ada beberapa tindakan atau perilaku yang
muncul. Tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/ atau terkena
masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari
penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan hal ini disebut
illness behavior, tindakan yang dapat muncul antara lain:
a. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, dan
tetap menjalankan kegiatan sehari-hari.
b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada dua
cara, yakni: cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok,
dan sebagainya), dan cara modern, misalnya minum obat yang
dibeli dari warung, toko obat atau apotek.
c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dibeadakan menjadi dua, yakni: fasilitas
pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan paranormal),
dan fasilitas pelayanan kesehatan modern atau professional
34
(Puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta, rumah
sakit dan sebaginya) (Notoatmodjo, 2005).
4. Motivasi Berperilaku Sehat
Menurut Quinn (1995) dalam Notoatmodjo (2005), motivasi
berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada
adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku
tertentu. Oleh kerena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan
berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan, dan tujuan. Lanjutnya,
John Elder (et. al. 1994) mendefinisikan motivasi sebagai interaksi antara
pelaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan, atau
mempertahankan perilaku.
John P Elder (et. al. 1994) dalam Notoatmodjo (2005), untuk
berperilaku sehat diperlukan tiga hal yaitu: pengetahuan yang tepat,
motivasi, dan ketrampilann untuk berperilaku sehat. Jika seseorang tidak
memiliki keterampilan untuk berperilaku sehat (skill deficit), untuk
meningkatkannya dapat melalui pelatihan. Jika seseorang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan tapi tidak memiliki motivasi (performance
deficit), untuk meningkatkannya dengan menggunakan pendekatan
modifikasi perilaku dari aliran behavioristik. Pemberian penguat
(reinforcement) untuk meningkatkan perilaku, pemberian sanksi atau
hukuman untuk menurunkan frekuensi perilaku.
Masalah lain yang menyebabkan seseorang sulit termotivasi untuk
berperilaku sehat, karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi
sehat tidak menimbulkan dampak langsung secara cepat, bahkan mungkin
35
tidak berdampak apa-apa terhadap penyakitnya, namun hanya mencegah
untuk tidak menjadi lebih buruk lagi. Faktor lingkungan pun dapat
mempengaruhi motivasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat jika
lingkungan keluarga tidak mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo,
2005).
Pengambilan keputusan pada orang sakit tidak selalu obyektif,
karena dipengaruhi iklan. Minat masyarakat dalam mencari informasi
melalui media ausio visual ataupun media masa masih kurang, hal ini
disebabkan minat baca masih kurang sehingga penyuluhan dari petugas
Puskesmas dianggap paling efektif (Ekawati, 2002).
5. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa
masyarakat membutuhkannya. Namun, kenyataannya masyarakat baru
mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak
dapat berbuat apa-apa. Hal ini pun bukan berarti mereka akan mencari
pengobatan ke pelayanan kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya),
tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional (Notoatmodjo, 2007).
Djekky (2001) dalam Dumatubum (2002), Pandangan orang
tentang kriteria tubuh sehat dan sakit sifatnya selalu tidak obyektif, bahkan
lebih banyak unsur subyektifitas dalam menentukan kondisi tubuh
seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit ini sangatlah
dipengaruhi oleh unsur-unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur
sosial-budaya. Sebaliknya para medis yang menilai secara obyektif
36
berdasarkan simpton yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang
individu.
Perbedaan kedua kelompok ini yang sering menimbulkan masalah
dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak
pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia
tidak merasa mengidap penyakit atau si individu merasa bahwa
penyakitnya itu disebabkan oleh mahluk halus, atau “gunaguna”, maka ia
akan memilih untuk berobat kepada dukun, shaman atau orang pandai
yang dianggap mampu mengusir mahluk halus tersebut atau guna-guna
orang tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang
(Dumatubum, 2002).
Untuk memilih suatu pelayanan kesehatan sesorang memerlukan
banyak pertimbangan yang perlu diperhitungkan, diantaranya adalah:
a. Pendapatan Keluarga
Pendapatan berhubungan dengan penggunaan pelayanan
kesehatan. Pendapatan seseorang merupakan salah satu hal yang
memberikan motivasi pada suatu perilaku. Sebagaimana
diungkapkan Azwar (1983) dalam Hasan (2008) yang
menyebutkan bahwa penghasilan seseorang merupakan salah satu
hal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku.
Tingkat pendapatan dapat mempengaruhi motivasi
seseorang dalam pemeliharaan kesehatan karena seseorang dengan
pendapatan yang tinggi dapat melancarkan kegiatan pemeliharaan
kesehatan (Pratiwi, (2008) dalam Arinta (2010). Hal ini berarti
37
dengan tingkat penghasilan yang tinggi maka seseorang akan
mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Sesungguhnya pendapatan yang diperoleh seseorang merupakan
sebuah ujian, apakah harta yang didapatkannya akan dimanfaatkan
ke jalan yang baik atau yang buruk.
b. Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan merupakan ongkos yang dikeluarkan oleh
pengguna pelayanan kesehatan mencakup biaya perjalanan dan
pelayanan itu sendiri. Biaya yang lebih cenderung menghambat
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh orang-orang miskin
(Sulastri, 2002).
Bagi masyarakat dengan pendapatan rendah, pengobatan
menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengobatan, biaya
pengobatan ini menjadi sangat penting sehingga mereka akan
cenderung mencari pertolongan kesehatan disesuaikan dengan
kemampuan keuangannya. Bukan tidak mustahil, apabila mereka
tidak memilki keterbatasan dalam keuangan maka mereka akan
menggunakan pelayanan yang lebih berkualitas (Hendarwan,
2003).
c. Jarak ke pelayanan
Beberapa faktor yang terkait dengan ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan adalah kedekatan jarak dan kemudahan dalam
menjangkau pelayanan tersebut, semakin jauh jarak rumah ke
tempat pelayanan kesehatan semakin sedikit penggunaan fasilitas
38
pelayanan kesehatan tersebut (Hendarwan, 2003). Jarak dari tempat
tinggak ke fasilitas pelayanan kesehatan merupakan penentu untuk
pelayanan kesehatan. Jarak dapat membatasi kemampuan dan
keinginan wanita terutama ibu bila terbatasnya sarana transportasi
(Sulastri, 2002).
39
D. Kerangka Teori
Gambar. 2. 1
Health Beliefe Model. (dari Becker MH, Haefner DP, Kasl SV, dkk. Model
psikososial dan korelasi yang dipilih berhubungan dengan perilaku dan kesehatan
individu. Med Care. 1977;15:27-46 dalam Pender, 1996)
Variabel dmografi (umur, jenis
kelamin, ras, dll).
Sariabel sosiopsikologi
(kepribadian, kelas sosial,tekanan
kelompok, dll).
Variabel struktural(pengetahuan
tentang penyakit, lama kontak
dengan penyakit, dll)
Peresepsi kerentanan
terhadap penyakit
hipertensi.
Persepsi keseriusan
(keparahan) dari
penyakit hipertensi
Persepsi manfaat dari
tindakan preventif
dikurang
Persepsi hambatan dari
tindakan preventif
Persepsi ancaman dari
penyakit hipertensi
Kemungkinan
mengambil tindakan
preventif yang
dianjurkan
Dorongan untuk bertindak
Media masa
Saran dari yang lain
Postcard
Penyakit dari anggota keluarga
atau teman
Artikel koran atau majalah
40
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal
khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat
langsung diamati atau di ukur. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya
adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo,2005).
Berdasarkan teori health belief model (HBM), ada empat hal yang menjadi
kunci dalam menganalisis perilaku merokok pada pasien hipertensi.
Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), keseriusan yang
dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat dan hambatan (perceived
benefit and barriers), dan dorongan bertindak (cues to action) (Notoatmodjo,
2007).
Untuk faktor demografi, sosiopsikologi dan faktor stuktural, tidak diteliti
karena menurut Becker dalam Mechanic, faktor-faktor ini dipercaya hanya
melalui efeknya pada motivasi individu dan persepsi subjektif, ketimbang
fungsinya sebagai penyebab langsung dari perilaku kesehatan (Hendrawan
dalam Pratama, 2010).
Berdasarkan kerangka teori tersebut maka disusunlah suatu kerangka
konsep penelitian yang akan menjadi acuan dalam penelitian seperti dibawah
ini:
41
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Manfaat yang dirasakan
dari tindakan pencegahan.
Hambatan yang dirasakan
dari tindakan pencegahan.
Persepsi kerentanan
terhadap penyakit
hipertensi.
Persepsi keseriusan
(keparahan) penyakit
hipertensi.
Persepsi ancaman
penyakit hipertensi.
Kemungkinan
mengambil tindakan
pencegahan kesehatan
yang dianjurkan.
Dorongan untuk
bertindak.
Keterangan:
= Tidak diuji
signifikasi hubungan
42
B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Peresepsi
kerentanan
Persepsi orang yang
merokok semakin rentan
terhadap hipertensi.
Kuesioner 1 rentan bila > mean
22,38
2 tidak rentan ≤ mean
22,38
Ordinal
2. Persepsi keseriusan
(keparahan)
Persepsi orang yang
merokok semakin
memperparah hipertensi.
Kuesioner 1 semakin parah bila >
mean 21,75
2 tidak parah ≤ mean
21,75
Ordinal
3. Dorongan untuk
bertindak
Peristiwa atau sesuatu
yang dapat memitivasi
seseorang untuk
bertindak.
Kuesioner 1 ada dorongan >
median 22
2 tidak ada dorongan ≤
median 22
Ordinal
4. Persepsi ancaman Ancaman terhadap
kesehatan/penyakit
hipertensi.
Kuesioner 1 mengancam > median
17
2 tidak mengancam ≤
median 17
Ordinal
5. Persepsi manfaat Manfaat yang dipercaya
jika seseorang
melakukan tindakan
pencegahan.
Kuesioner 1 ada manfaat > median
22
2 tidak ada manfaat ≤
median 22
Ordinal
6. Persepsi Hambatan Hambatan yang membuat
seseorang
mengurangi/berhenti
merokok.
Kuesioner 1 ada hambatan bila
mean > 21,84
2 tidak ada hambatan
bila mean ≤ 21,84
Ordinal
43
7. Kemungkinan
mengambil
tindakan
pencegahan
kesehatan yang
dianjurkan.
Kepercayaan seseorang
akan kemampuannya
dalam mengambil suatu
tindakan
Kuesioner 1 ada tindakan >
median 23
2 tidak ada tindakan ≤
median 23
Ordinal
44
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas
variabel dilingkup penelitian (Hidayat, 2008). Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain studi cross
sectional dengan data yang diambil melalui kuesioner. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat gambaran atau analisis perubahan perilaku merokok
pada pasien hipertensi menggunakan teori health belief model di Puskesmas
Ciputat.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tangerang Selatan. Pemilihan lokasi ini berdasarkan atas pertimbangan
bahwa belum pernah dilakukannya penelitian tentang analisis perubahan
perilaku merokok pada pasien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, survei
awal, mempersiapkan proposal penelitian, dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir. Penelitian ini
dilaksanakan bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014.
45
C. Populasi, sampel dan teknik sampling
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Hidayat, 2008). Populasi penelitian ini adalah pasien
hipertensi yang telah terdaftar dalam laporan administrasi Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Sampel pada penelitian ini
adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Penderita hipertensi laki-laki yang ada di wilayah Puskesmas Ciputat
b. Penderita hipertensi yang merokok di wilayah Puskesmas Ciputat
c. Pasien hipertensi yang datang berobat ke Puskesmas Ciputat
d. Bersedia menjadi responden penelitian
Pemilihan sampel pada penelitian ini berkaitan dengan penerapan
distribusi normal untuk variabel normal (Univariat) dengan jumlah sampel
32 responden.
3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai
dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan, sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Pada
46
cara ini dihitung terlebih dahulu jumlah subyek dalam populasi yang akan
dipilih sebagai sampel, kemudian peneliti mengambil responden yang
sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan dalan penelitian ini
(Nursalam, 2008).
D. Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari pencatatan dan laporan administrasi
Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Tahun 2013-2014.
Proses–proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa
tahap yaitu:
a. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan surat izin dari kepala Dinas Kesehatan Kota Tanggerang Selatan.
b. Melakukan pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling
di Puskesmas Ciputat.
c. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
d. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani
oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek penelitian.
e. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian
kuesioner.
f. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada
peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner. Memberikan
waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner.
47
g. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah diisi kepada
peneliti untuk diperiksa.
E. Uji validitas dan reabilitas
Salah satu Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka kuesioner
tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum kuesioner digunakan
dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dengan
rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitas dengan menggunakan
metode Alpha Cronbach pada 20 orang responden di Puskesmas Ciputat
Tangerang Selatan.
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa item
pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur
tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing–masing
skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji
validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu
instrument dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran memiliki
nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008).
Rumus Pearson Product Moment :
r hitung = n(∑ xy)-(∑ x).(∑ v)
√[n.∑ x²-(∑ x)²].[n.∑ y²-(∑ y)²]
Keterangan :
r hitung = Koefisien korelasi
48
∑ Xi = Jumlah skor item
∑ Yi = Jumlah skor total (item)
n = Jumlah responden
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur
yang sama. Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan software computer
dengan rumus alfa cronbach suatu variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,70 (Hidayat, 2008).
F. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Software statistik. Teknik pengolahan data yang terdiri dari:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan computer.
3. Entry Data
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan
kedalam master tabel atau database computer, kemudian membuat
49
distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel
kontingensi.
4. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dimasukan, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi
pada saat memasukan data ke komputer.
G. Teknik Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan
dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam
bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007). Analisis ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility),
keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), dorongan bertindak
(cues to action), persepsi ancaman penyakit (perceived threat of disease),
persepsi manfaat dan hambatan (perceived benefit and barriers) dan
kemungkinan mengambil tindakan (likehood of taking recommended) guna
memperoleh gambaran karakteristik sampel dengan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus
diperhatikan (Hidayat, 2008). Masalah etika yang harus diperhatikan antara
lain adalah sebagai berikut:
50
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari
Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian ,
dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormatinya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah- masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti.
Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas
responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan
mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent). Sebelum
menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian,
51
tujuan penelitian, manfaat penelitian. Peneliti akan menjamin kerahasian
identitas responden, dimana data-data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila telah selesai maka
data tersebut akan dimusnahkan.
52
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian analisis perubahan
perilaku merokok pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat
Tangerang Selatan. Penelitian dilaksanakan dengan menyebarkan kuisioner secara
purposive sampling kepada setiap pengunjung yang berobat di puskesmas.
A. Gambaran Tempat Penelitian
1. Gambaran Umum
Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah Utara Kota Tangerang
Selatan. Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira – kira 13.311 Ha dengan
sebagian besar berupa tanah darat / kering (93,64%) sisanya adalah tanah
rawa/danau. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu dari 3 Puskesmas
yang ada di wilayah Kecamatan Ciputat.
Letaknya berbatasan dengan :
- Sebelah Utara :Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah
- Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
- Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
- Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Ki Hajar Dewantara No. 7
Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Propinsi
Banten. Dibangun di atas tanah seluas 693 m2 dengan luas bangunan lebih
kurang 1200 m2 terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan di pusatkan di
53
lantai 1 sedangkan lantai 2 difungsikan sebagai ruang pimpinan, staf, data
dan ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan pengobatan TB
paru, klinik sanitasi, klinik PTRM dan laboratorium.
2. Program Puskesmas
Adapun program yang terdapat di Puskesmas Ciputat yaitu:
program kesehatan dasar, pengembangan wajib, dan pengembangan
pilihan. Pada program pengembangan kesehatan dasar meliputi promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi,
P2PL, dan pengobatan. Pengembangan wajib meliputi Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS), lansia, dan NAPZA. Pengembangan pilihan meliputi
kesehatan jiwa, UKGMD, dan Laboratorium.
Di Puskesmas Ciputat mempunyai program fokus pada
pengendalian penyakit kronis, seperti Hipertensi, Diabetes Melitus,
penyakit otot dan sendi, filariasis, dan deteksi dini Kanker. Promosi
Kesehatan yang telah dilakukan yaitu meningkatkan pengetahuan dan ubah
perilaku yang berisiko seperti pola menu, pembatasan kadar kolesterol,
gula dan garam, kegiatan fisik, dan stress. Beberapa peran Posbindu dan
kader yaitu deteksi dini penurunan kesehatan dengan pengukuran IMT,
Tekanan darah, HB, Urine, kemudian diet seimbang, serta penyuluhan
kesehatan dan latihan fisik seperti senam.
54
B. Analisis Univariat
1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived
susceptibility to disease hypertension) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Persepsi kerentanan adalah derajat resiko yang dirasakan seseorang
terhadap masalah kesehatan. Seseorang akan melakukan tindakan pencegahan
atau pengobatan terhadap penyakit apabila ia dan keluarganya merasa rentan
terhadap penyakit tersebut. Adapun gambaran persepsi kerentanan pada
pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerentanan di Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Berdasarkan tabel di atas, 53,1% responden merasa rentan terhadap
penyakit hipertensi. Sedangkan, 46,9% responden merasa tidak rentan
terhadap penyakit hipertensi.
2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi
(perceived seriousness (severity) of disease hypertension) pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Persepsi keparahan adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa
konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah. Persepsi
Persepsi Kerentanan N Persentase (%)
Rentan 17 53,1
Tidak rentan 15 46,9
Total 32 100,0
55
keparahan juga merupakan keseriusan suatu penyakit terhadap individu,
keluarga, atau masyarakat yang mendorong seseorang untuk melakukan
pencarian pengobatan atau pencegahan penyakit tersebut. Adapun gambaran
persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi pada pasien hipertensi
yang meokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Persepsi Keparahan di Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Berdasarkan tabel di atas, 53,1% responden menyatakan kesehatannya
semakin parah bila ia merokok dan banyak terdapat komplikasi penyakit lain.
Sedangkan, 46,9% responden berpersepsi bahwa penyakit hipertensi tidak
parah atau bukan penyakit yang serius.
3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) pada pasien hipertensi
yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Dorongan untuk bertindak adalah peristiwa atau sesuatu yang dapat
memotivasi seseorang untuk bertindak. Dorongan bertindak untuk melakukan
pilihan terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu pembentuk
perilaku seseorang. Adapun gambaran dorongan bertindak pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan adalah
sebagai berikut
Persepsi Keparahan N Persentase (%)
Parah 17 53,1
Tidak parah 15 46,9
Total 32 100,0
56
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Dorongan bertindak di Puskesmas
Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Berdasarkan tabel di atas, 59,8% responden menyatakan ada dorongan dari
keluarga dan petugas kesehatan dalam bertindak mencari pengobatan dan
pencegahan hipertensi. Sedangkan, 40,6% responden menyatakan tidak ada
dorongan.
4. Gambaran ancaman penyakit (perceived threat of disease) pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir bahwa penyakit atau
kesakitan betul-betul merupakan ancama bagi dirinya. Adapun gambaran
ancaman penyakit pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat
Tanggerang Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Ancaman yang dirasakan di
Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Dorongan Bertindak N Persentase (%)
Ada dorongan 19 59,4
Tidak ada dorongan 13 40,6
Total 32 100,0
Persepsi Ancaman N Persentase (%)
Mengancam 17 53,1
Tidak mengancam 15 46,9
Total 32 100,0
57
Berdasarkan tabel di atas, 53,1% responden menyatakan terdapat ancaman
penyakit hipertensi. Sedangkan, 46,9% responden menyatakan penyakit
hipertensi tidak mengancam.
5. Gambaran persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan
(perceived benefits and barriers of preventive action) pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Persepsi manfaat adalah hal positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil
dari tindakan pencegahan. Adapun gambaran persepsi manfaat dari tindakan
pencegahan pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat
Tanggerang Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Persepsi Manfaat Pencegahan di
Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Berdasarkan tabel di atas, 65,6% responden menyatakan ada manfaat dari
tindakan pencegahan.
Persepsi hambatan adalah hal negatif yang dipercaya seseorang sebagai
hasil dari tindakan pencegahan. Adapun gambaran persepsi hambatan
melakukan tindakan pencegahan pada pasien hipertensi yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan adalah sebagai berikut :
Persepsi Manfaat N Persentase (%)
Ada manfaat 21 65,6
Tidak ada manfaat 11 34,4
Total 32 100,0
58
Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Persepsi Hambatan dalam
Pencegahan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Berdasarkan tabel di atas, 50% responden merasakan adanya hambatan
dalam mengurangi/berhenti merokok.
6. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang
dianjurkan (likehood of taking recommended preventive health action)
pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang
Selatan.
Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam mengambil suatu
tindakan. Adapun gambaran kemungkinan mengambil tindakan pencegahan
kesehatan yang dianjurkan pada pasien hipertensi yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Kemungkinan dalam Mengambil
Tindakan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan (N=32)
Berdasarkan tabel di atas, 71,9% responden menunjukkan ada tindakan
pencegahan kesehatan yang telah direkomensikan yang diambil.
Persepsi Hambatan N Persentase (%)
Ada hambatan 16 50
Tidak ada hambatan 16 50
Total 32 100,0
Mengambil tindakan N Persentase (%)
Ada tindakan 23 71,9
Tidak ada tindakan 9 28,1
Total 32 100,0
59
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dari hasil
penelitian, keterbatasan penelitian dan selanjutnya akan dibahas juga tentang
bagaimana implikasi dari hasil penelitian yang akan dibandingkan dua hal pokok
yaitu antara lain kerangka konsep health belief model (HBM) dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan mengenai perubahan perilaku merokok pada
pasien hipertensi di Puskesmas Ciputat.
Berangkat dari teori health belief model (HBM) yang dijadikan sebagai
acuan dalam melihat gambaran perubahan merokok pada pasien hiperensi, ada
empat hal yang menjadi kunci dalam melakukan suatu tindakan tersebut. Dalam
penelitian ini terbentuknya suatu perilaku mengikuti alur dalam HBM tersebut,
mulai dari kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), keseriusan yang
dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat dan hambatan (perceived
benefit and barriers), dan dorongan bertindak (cues to action).
1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived
susceptibility to disease hypertension) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Perceived susceptibility adalah persepsi kerentanan yang dirasakan
terhadap resiko yang akan muncul terhadap penyakitnya. Setiap individu
bevariasi dalam menilai kemungkinan tersebut walaupun kondisi kesehatan
mereka sama. Semakin tinggi perceived susceptibility, semakin besar
60
ancaman yang dirasakan, dan semakin besar kemungkinan individu untuk
mengambil tindakan guna mengatasi masalah yang mungkin muncul
(Sarafino, 2008). Seseorang akan melakukan tindakan pencegahan atau
pengobatan terhadap penyakit apabila ia dan keluarganya merasa rentan
terhadap penyakit tersebut (Notoatmojo, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian persepsi kerentanan pada pasien hipertensi
yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan 2014, diketahui
sebagian besar responden (53,1%) merasa rentan terhadap faktor-faktor resiko
hipertensi. Jika melihat dari tingkat persepsi kerentanan disini responden
telah percaya bahwa dalam dirinya atau keluarganya telah ada masalah
kesehatan. Dalam pengenalan gejala, responden membuat keputusan bahwa
didalam dirinya ada suatu gejala penyakit. Dengan kata lain, akan ada suatu
tindakan yang diambil untuk mencegah penyakit.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang penah dilakukan
oleh Pratama (2010), yang menunjukan hasil persepsi kerentanan terhadap
penyakit di Kecamatan Jambe Kabupaten Tanggerang tahun 2010,diketahui
sebagian besar responden (53,4) merasa rentan terhadap gizi buruk. Hasil
penelitian dari Farihati (2011) mengenai analisisi kualitatif perilaku peran
keluarga sebagai pengawas menelan obat pada anggota keluarga dengan
penyakit TBC di Kelurahan Ciputat juga selaras dengan penelitian ini,
menyebutkan gambaran persepsi keluarga tentang resiko tertular penyakit
TBC yang diderita oleh anggota keluarga adalah hampir semua informan
mengatakan khawatir dengan penyakit ini dan informan sangat khawatir jika
penyakit menular sampai ke keluarga dan masyarakat sekitar.
61
Menurut konsep teori health belief model, semakin tinggi persepsi
kerentanan, semakin besar ancaman yang dirasakan, dan peneliti menganilisis
selanjutnya diketahui responden yang memiliki persepsi rentan (53,1%) lebih
dari setengah responden artinya ancaman yang dirasakan juga semakin besar.
Berdasarkan hal tersebut responden percaya bahwa semakin besar
kemungkina untuk ia mengambil tindakan guna mengatasi masalah yang
mungkin muncul.
2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi
(perceived seriousness (severity) of disease hypertension) pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Perceived seriousness (severity) adalah persepsi menyangkut perasaan
akan keseriusan penyakit tersebut apabila mereka membiarkan penyakitnya
tidak ditangani, termasuk konsekuensi dari masalah kesehatan seperti
konsekuensi medis (kematian, cacat, dan rasa sakit), konsekuensi psikologis
(depresi, cemas, dan takut), dan konsekuensi sosial (dampak terhadap
pekerjaan, kehidupan keluarga dan hubungan sosial). Semakin banyak
konsekuensi yang dipercaya akan terjadi, semakin besar persepsi bahwa
masalah tersebut merupakan ancaman, sehingga mengambil tindakan
(Maulana, 2007). Persepsi keparahan juga merupakan keseriusan suatu
penyakit terhadap individu, keluarga, atau masyarakat yang mendorong
seseorang untuk melakukan pencarian pengobatan atau pencegahan penyakit
tersebut (Notoatmodjo, 2007). Dalam hal ini seseorang baru melakukan
tindakan pengobatan jika ia telah merasa bahwa penyakit yang dirasakannya
itu merupakan penyakit yang benar-benar parah.
62
Berdasarkan hasil penelitian persepsi keseriusan (keparahan) penyakit
hipertensi (perceived seriousness (severity) of disease hypertension) pada
pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan
2014, diketahui sebagian besar responden (53,1%) menyatakan persepsi
keparahan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa tingkat keparahan terhadap
penyakit yang dirasakan menyebabkan responden percaya bahwa konsekuensi
dari keparahan yang dirasakan merupakan ancaman bagi hidupnya.
Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh Pratama (2010), yang menunjukan hasil persepsi keparahan
terhadap penyakit di Kecamatan Jambe Kabupaten Tanggerang tahun
2010,diketahui sebagian besar responden (51,7%) menyatakan bahwa gizi
buruk bukan merupakan penyakit parah.
Menurut konsep teori health belief model, semakin tinggi persepsi
kerparahan, semakin besar persepsi bahwa masalah tersebut merupakan
ancaman, dan anilisis peneliti selanjutnya diketahui responden yang memiliki
persepsi keparahan tinggi (53,1%) lebih dari setengah responden artinya
ancaman yang dirasakan juga semakin besar. Berdasarkan hal tersebut
responden percaya bahwa semakin besar kemungkina untuk ia mengambil
tindakan guna mengatasi masalah yang mungkin muncul.
3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) pada pasien hipertensi
yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Cues to action adalah sumber darimana individu mendapatkan informasi
tentang masalah kesehatan yang mungkin terjadi kepadanya. Informasi
tersebut memberi isyarat kepada individu untuk melakukan tingkahlaku
63
kesehatan (Albery & Marcus, 2011 dalam Purijayanti, 2012). Dorongan
bertindak untuk melakukan pilihan terhadap pelayanan kesehatan merupakan
salah satu pembentuk perilaku seseorang. Dorongan bertindak (cues to
action), merupakan faktor eksternal untuk mendapatkan tingkat penerimaan
yang benar tentang kerentanan, kegawatan, serta keuntungan dari suatu
tindakan (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien hipertensi yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan. Diketahui, sebagian besar responden
(59,4%) menyatakan ada dorongan dari keluarga dan petugas kesehatan
dalam bertindak mencari pengobatan. Kesadaran dalam diri pasien juga
sangat diperlukan dalam mengambil tindakan pencegahan dan pengobatan.
Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh Pratama (2010), yang menunjukan hasil sebagian besar
responden (75,9%) menyatakan tidak ada dorongan bertindak di Kecamatan
Jambe Kabupaten Tanggerang tahun 2010. Melihat ketidak selarasan
penelitian, tidak adanya dorongan bertindak karena minat masyarakat kurang
dalam mencari informasi masih kurang.
Menurut konsep teori health belief model, dorongan bertindak berpengaruh
terhadap persepsi ancaman penyakit, dan anilisis peneliti selanjutnya
diketahui responden yang menyatakan adanya dorongan bertindak (59,4%)
cukup besar. Sehingganya dapat dilihat besarnya ancaman yang dirasakan
responden juga mempengaruhi dorongan untuk bertindak. Dorongan
bertindak yang berasal dari keluarganya yang sadar bahwa dukungan dari
keluarga sangat diperlukan oleh pasien hipertensi dalam melakukan tindakan
64
pencegahan maupun pengobatan hipertensi. Dorongan bertindak juga
didapatkan pasien dari petugas kesehatan dimana petugas kesehatan berperan
dalam memberikan penyuluhan kesehatan yang dapat menambah
pengetahuan pasien dan memotivasi pasien dalam melakukan tindakan
pencegahan dan pengobatan pasien hipertensi.
4. Gambaran persepsi ancaman penyakit (perceived threat of disease) pada
pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang
Selatan.
Persepsi ancaman yaitu penilaian individu akan ancaman yang akan terjadi
akibat masalah kesehatan yang mungkin akan beresiko terhadap penyakitnya
(Rosenstock, 1966). Mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir bahwa
penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancama bagi dirinya.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi ancaman penyakit
(perceived threat of disease) pada pasien hipertensi yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan. Diketahui, sebagian besar responden
(53,1%) menyatakan ancaman yang dirasakan responden lebih besar
dibandingkan responden yang merasa tidak ada ancaman (46,9%). Melihat
besar ancaman yang dirasakan oleh individu maka terdoronglah untuk
mengambil langkah-langkah sehat dalam rangka mengurangi resiko sakit.
5. Gambaran persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan
(perceived benefits of preventive action) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Persepsi manfaat yaitu hal positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil
dari tindakan pencegahan. Persepsi hambatan yaitu hal negatif yang dipercaya
65
seseorang sebagai hasil dari tindakan pencegahan. Penilaian individu tentang
efektifitas dari tingkah laku kesehatan yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang dialaminya. Penilaian ini dihasilkan
melalui perbandingan antara penilaian keuntungan (perceived benefits) dan
peniliaan akan kerugian (perceived barriers) dari tingkah laku tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi manfaat dari tindakan
pencegahan (perceived benefits of preventive action) pada pasien hipertensi
yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan. Diketahui, sebagian
besar responden (65,6%) menyatakan ada manfaat dari tindakan pencegahan.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi hambatan yang dirasakan
(perceived benefits of preventive action) pada pasien hipertensi yang merokok
di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan. Diketahui, sebagian responden
(50%) merasakan adanya hambatan dan sebagian responden lagi merasakan
tiadak ada hambatan dalam melakukan tindakan pencegahan.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan
oleh Pratama (2010), yang menunjukan hasil persepsi manfaat melakukan ke
pelayanan kesehatan di Kecamatan Jambe Kabupaten Tanggerang tahun
2010,diketahui sebagian besar responden (55,2%) menyatakan bahwa
masalah gizi buruk bermanfaat untuk melakukan pelayanan kesehatan.
Menurut konsep teori health belief model, penilaian tentang efektifitas
dihasilkan melalui perbandingan antara peceived benefits dengan peceived
barriers dari tingkah laku tersebut. Peneliti menganalisis persepsi manfaat
dan hambatan, responden yang memiliki persepsi ada manfaat dari tindakan
pencegahan (65,6%) lebih besar dibandingkan persepsi ada hambatan yang
66
dirasakan dari tindakan pencegahan (50%). Berdasarkan hasil analisis
perbandingan ini menentukan arah dari tindakan kesehatan inidividu untuk
melakukannan tindakan pencegahan adalah sangat baik.
6. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan
(likehood of taking recommended preventive health action) pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.
Setiap orang beresiko untuk terkena penyakit. Maka terdoronglah untuk
mengambil langkah-langkah sehat dalam rangka untuk mengurangi resiko sakit
dan berharap serangkaian tindakan yang akan dilakukan menguntungkan dalam
mengurangi resiko sakit atau keparahan penyakit selama keuntungan yang
diperoleh melebihi hambatan yang ditemui ketika melakukan perilaku sehat.
HBM di formulasikan untuk memprediksi kemungkinan individu akan
melibatkan diri dalam perilaku sehat atau tidak (Rosenstock, 1996 dalam
Purijayant, 2012).
Tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena masalah
kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau
untuk mengatasi masalah kesehatan hal ini disebut illness behavior (perilaku
kesakitan). Dasar dari perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku kesakitan
ini. Perilaku kesakitan mencakup semua kegiatan yang dilakukan orang sakit
untuk merasakan, mendefinisikan, menginterpretasikan gangguan, serta
mencari pengobatan yang tepat (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kemungkinan mengambil tindakan
kesehatan yang dianjurkan (likehood of taking recommended preventive health
action) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tanggerang
67
Selatan. Diketahui, sebagian besar responden (71,9%) menunjukkan ada
tindakan kesehatan yang diambil.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan
oleh Pratama (2010) mengenai perilaku mencari pengobatan pada balita gizi
buruk di Kecamatan Jambe Kabupaten Tanggerang tahun 2010, yang
menunjukan hasil diketahui bahwa sebagian besar responden (84,5%)
memiliki perilaku yang diharapkan yakni memilih pengobatan ke pelayanan
pemerintah maupun suasta.
Individu mempersepsikan suatu benda yang sama secara berbeda-beda.
Persepsi merupakan suatu proses yang ditempuh individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar bermakna
bagi lingkungan.
Jika melihat hasil seluruh analisis pada variabel sebelumnya kemudian
dikaitkan dengan alur pada konsep health belief model, diketahui responden
merasa rentan terhadap penyaki, memiliki pesepsi keparahan tinggi,
menyatakan ada dorongan bertindak, ancaman yang dirasakan responden besar,
menyatakan manfaat lebih besar dari pada hambatan yang dirasakan dan
akhirnya kemudian kemungkinan mengambil tindakan cukup besar.
B. Keterbatasan Penelitian
1. Belum ada instrumen baku dalam penelitian ini sehingga instrumen dalam
penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan literatur yang di
dapatkan mengenai perilaku merokok dan penyakit hipertensi, sehingga
kuesioner yang dibuat peneliti memungkinkan banyak ditemukan
kelemahan.
68
2. Hasil yang didapat pada penelitian ini masih terlalu luas sehingga pada
penilian selanjutnya bisa di fokuskan pada perilaku merokoknya.
3. Variabel demografi, sosiopsikologi dan struktural tidak dikaji lebih lanjut
karena faktor-faktor ini dipercaya melalui efeknya pada motivasi individu
dan persepsi subjektif ketimbang fungsinya sebagai penyebab langsung
dari perilaku kesehatan.
69
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived
susceptibility to disease hypertension) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat, responden menyatakan bahwa kerentanan
tinggi (53,1%) lebih banyak dari pada menyatakan tidak rentan (46,9%).
2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi (perceived
seriousness (severity) of disease hypertension) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat, responden menyatakan bahwa keparahan
tinggi (53,1%) lebih banyak dari pada menyatakan tidak parah (46,9%).
3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) pada pasien hipertensi yang
merokok di Puskesmas Ciputat, responden menyatakan bahwa ada
dorongan dari keluarga dan petugas kesehatan (59,4%) lebih banyak dari
pada menyatakan tidak ada dorongan bertindak (40,6%) dalam mencari
pengobatan dan pencegahan hipertensi.
4. Gambaran persepsi ancaman penyakit (perceived threat of disease) pada
pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat, responden
menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan ancaman yang
dirasakan responden lebih besar (53,1%) dibandingkan responden yang
merasa tidak ada ancaman (46,9%).
70
5. Gambaran persepsi manfaat
6. dan hambatan dari tindakan pencegahan (perceived benefits and barriers
of preventive action) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas
Ciputat, responden yang memiliki persepsi ada manfaat dari tindakan
pencegahan (65,6%) lebih besar dibandingkan persepsi ada hambatan yang
dirasakan dari tindakan pencegahan (50%).
7. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan
(likehood of taking recommended preventive health action) pada pasien
hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat, responden yang
menunjukkan ada tindakan kesehatan yang diambil (71,9%) lebih banyak
dibandingkan responden yang tidak ada tindakan kesehatan yang diambil
(28,1%).
B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dan dapat
menggunakan analisis yang dapat mengetahui seberapa besar setiap
hubungan variabel yang ada, diharapkan pula mengambil populasi yang
lebih spesifik dan lebih besar.
2. Bagi Pelayanan Masyarakat Terkait
Upaya sosialisasi kepada masyarakat, terkait dengan hipertensi
hendaknya dilakukan terus-menerus baik oleh pemerintah maupun
instansi terkait untuk menurunkan kejadian hipertensi yang merupakan
salah satu penyakit yang memiliki risiko kematian tinggi.
71
3. Bagi responden dan masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat untuk merubah gaya hidupnya ke arah
yang lebih sehat, terutama mengurangi atau bahkan berhenti merokok,
mengurangi konsumsi makanan berlemak dan berkadar garam tinggi,
berolahraga yang rajin dan mematuhi program pengobatan.
72
DAFTAR PUSTAKA
Abadi. Biaya Sosisal Akibat Merokok. Jakarta: Majalah Tarbawi Edisi 104. 2005
Aditama. Rokok dan Kesehatan, edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia . 2009
Anggraini, D. Hubungan Kejadian Hipertrofi Ventrikel kiri dengan Riwayat
Hipertensi Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif pada Tahun 2009 di
RSUP H. Adam Malik Medan. Medan : Skripsi. 2010
Bustan, M.N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. 2000
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 2000
Dalimatha, Setiawan, dkk. Care Your Self Hypertension. Jakarta : Pebar plus.
2008
Depkes. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2007
______. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2010
Edberg, Mark. 2007. Buku Ajar Kesehatan Masyarakat Teori Sosial dan Perilaku.
Jakarta: EGC
Fitriyani, Y. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tentang Meroko Dengan
Perilaku Merokok Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat: Skripsi. 2010
Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 2002
73
Hayens Brian, dkk., Buku Pintar Menaklukkan Hipertensi. Jakarta: Ladang
Pustaka & Intimedia. 2001
Hidayat, A.Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Ikhwan, M. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Merokok Pada
Pasien Hipertensi Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan.
Tangerang Selatan : Sripsi. 2013
JNC-7. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA.
2003
Jode J. Gambaran Kebiasaan Merokok pada Pasien-pasien Hipertensi yang
Datang Berobat ke Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik
Medan. Medan : Skripsi. 2010
Komalasari, D & Helmi, A.F. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada
Remaja. 2000
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn
and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia:
Elsevier Saunders. 2005
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.III. Jakarta : Media
Aesculapius. 2001
Maulana, H. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. 2007
Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatn Teori dan Aplikasi Cetakan Pertama. Jakarta:
PT.Rieneka Cipta. 2005
74
Notoatmodjo, S. Promosi kesehatn dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
2007
Notoatmodjo, S. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2010
Pender, Nola J. Health Promotion in Nursing Practice. Michigan: The University
of Michigan. 1996
Nursalam, Efendi, Fery. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. 2008
Purijayanti, R. Penggunaan Health Belief Model Dalam Memprediksi Perilaku
Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus Type II. Tangerang Selatan :
Sripsi. 2012
Pdparsi. Ada Apa Dengan Rokok. 2003
Rahajeng E dan Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan
Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2009
Redding, Collen. A, et al. 2000. Health Behavior Model. The International
Electronic Journal of Health Education: University of Rhodes Island
Suheni, Y. Hubungan Antara Kebiasan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Laki-laki Usia 40 Tahun Keatas Di Badan Rumah Sakit Cepu.
Semarang : Skripsi. 2007
Schrier, R.W. Manual of Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams &
Wilkins. 2000
Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha ilmu. 2007
75
Sitepoe, M. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta: Gramedia. 1997
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Smet, B. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1994
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
2009
Taylor, S. E. (2006). Health Psychologi Sixth Edition. Los Angeles: University
California
Vitahealth. Hipertensi. Jakarta: Gramedia. 2006
Yogiantoro, Mohammad. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial.
Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
LAMPIRAN
Frequencies
[DataSet1] C:\Users\Asphire One\Documents\HASIL\hasil 1.sav
Statistics
Kategori_k
erentanan
kategori_ke
parahan
kategori_do
rongan_bert
indak
kategori_an
caman
kategori_ma
nfaat
kategori_ha
mbatan
kategori_me
ngambil_tin
dakan
N Valid 32 32 32 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Kategori_kerentanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rentan 17 53.1 53.1 53.1
tidak rentan 15 46.9 46.9 100.0
Total 32 100.0 100.0
kategori_keparahan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid semakin parah 17 53.1 53.1 53.1
tidak parah 15 46.9 46.9 100.0
Total 32 100.0 100.0
kategori_dorongan_bertindak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ada dorongan 19 59.4 59.4 59.4
tidak ada dorongan 13 40.6 40.6 100.0
Total 32 100.0 100.0
kategori_ancaman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid mengancam 17 53.1 53.1 53.1
tidak mengancam 15 46.9 46.9 100.0
Total 32 100.0 100.0
kategori_manfaat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ada manfaat 21 65.6 65.6 65.6
tidak ada manfaat 11 34.4 34.4 100.0
Total 32 100.0 100.0
kategori_hambatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ada hambatan 16 50.0 50.0 50.0
tidak ada hambatan 16 50.0 50.0 100.0
Total 32 100.0 100.0
kategori_mengambil_tindakan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ada tindakan 23 71.9 71.9 71.9
tidak ada tindakan 9 28.1 28.1 100.0
Total 32 100.0 100.0
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Susceptibility .121 32 .200* .973 32 .579
Seriousness .153 32 .053 .966 32 .393
Cues_to_action .155 32 .049 .927 32 .033
Threat_of_disease .229 32 .000 .911 32 .012
benefits .158 32 .042 .959 32 .265
barrier .131 32 .173 .964 32 .349
Taking_recommended .177 32 .012 .962 32 .303
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Top Related