Download - GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

Transcript
Page 1: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS

RICKY SULISTIADI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI

Pada sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia yang notabene agamis, makna hidup dapat ditilik, dipelajari, dipahami, dihayati dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui nilai-nilai moral agama yang menjadi dasar dari pedoman hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Lain halnya dengan kehidupan orang ateis yang tidak memiliki pedoman hidup yang baku dan berfungsi sebagai pedoman utama seperti misalnya Kitab Suci, tuntunan serta nasihat dari para pemimpin ataupun orang-orang bijak, maupun buku-buku mengenai kajian spiritualitas kehidupan seperti yang biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat beragama. Para penganut ateis tidak memiliki perangkat nilai-nilai baku yang menjadi pedoman dalam kehidupan mereka sebagai sumber dan titik tolak mereka untuk dapat memperoleh makna dalam kehidupannya. Para penganut ateis mendasarkan makna hidup mereka pada cara pandang yang bebas nilai. Dalam arti mereka sendirilah yang mencari, memilih, dan menerapkan bermacam nilai kehidupan yang bersifat universal sebagai pedoman hidup mereka yang nantinya dijadikan sebuah metode tersendiri untuk membentuk suatu makna bagi kehidupan mereka. Tujuan penelitian ini yaitu berusaha mengkaji lebih dalam mengapa seseorang individu akhirnya menjadi penganut ateis, bagaimana gambaran makna hidup penganut ateis, serta mengetahui lebih dekat bagaimana proses dan perjuangan penganut ateis dalam pencarian makna hidupnya.

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus karena penelitian kualitatif studi kasus sesuai digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, dengan menggunakan penelitian kualitatif studi kasus juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara dan catatan lapangan dengan subjek dan significant other. Untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara dan alat perekam. Dalam penelitian ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian yaitu seorang penganut ateis dewasa awal. Rentang usia 20-25 tahun. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang. Dari data penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab subjek menjadi ateis ternyata dipengaruhi oleh faktor ideologi yang dipahami oleh subjek. Hal tersebut berhubungan dengan kekecewaan subjek terhadap

1

Page 2: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

pengalaman dari penerapan dalam ideologi agamanya yang mendorong sikap pemberontakan subjek. Dalam penelitian ini subjek lebih mengacu dan mengingat kehidupan dari masa kecil hingga masa remajanya (baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga) yang lebih tertuju dan diporsikan dalam pengalaman-pengalaman buruk dan kurang menyenangkan sebagai sesuatu yang mempengaruhi dan membangun cara pandang serta pemaknaan terhadap hidup yang subjek terapkan pada saat ini dalam kehidupannya.

Adapun faktor yang menjadikan hidup subjek menjadi bermakna pada saat ini beradasar pada cara pandang eksistensialis. Pandangan dan pembuktian subjek terhadap independensinya serta keberartian hidup yang dirasakan subjek disaat keberadaan dirinya dapat memiliki arti bagi orang lain serta dirinya sendiri didasarkan atas cara pandang tersebut. Subjek seakan ingin menegaskan dalam pemaknaan hidupnya pada saat ini yaitu bahwa kehidupan manusia menjadi sesuatu yang memiliki arti bukan karena apa yang dipikirkan atau diyakininya melainkan apa yang dapat dilakukan oleh manusia tersebut dalam kehidupannya baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya.

Kata kunci : Makna Hiudup dan Ateis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alasan akan keberadaan diri dan kehadiran seorang individu di dunia

secara relatif dapat dijawab dan ditarik pokok pemikirannya pada prinsip-prinsip

yang ada dalam kehidupan beragama. Sebaliknya, hal tersebut tidak berlaku bagi

para penganut ateis sebab permasalahan tersebut merupakan dasar dari psikologi

kehidupan mereka sendiri yang mengindasikan suatu bentuk autentias dimana

mereka harus memaknai keberadaan mereka dengan cara mereka sendiri bukan

dengan diarahkan dalam suatu cara pandang yang mengikat kebebasan mereka.

(Harris, 2006) Keberadaan diri, kejadian-kejadian dalam hidup, dan berbagai

macam emosi yang melingkupinya bersinergi menjadi suatu kehidupan. Hal-hal

tersebut membentuk dan mengisi setiap ruang dalam kehidupan manusia dan

penganut ateis menyadari bahwa tanpa adanya pengertian akan dasar bagi alasan

yang melingkupi setiap kejadian dalam hidup mereka maka hidup mereka dan

semua kejadian yang terjadi dalam hidup mereka tidak akan ada artinya. (Corevlyn

dan Hutsebaut, 1994)

2

Page 3: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

Bastaman (1996) mengatakan bahwa bagi mereka yang tidak mendasari

pemaknaan hidupnya dari nilai-nilai agama tampaknya lebih tepat jika menerapkan

salah satu prinsip pengembangan pribadi yang dikemukakan oleh “Bapak Filsafat

Eksistensi” Kierkegaard, yaitu berusaha meninggalkan inhautic existence untuk

menuju authentic existence. Adapun yang dimaksud dengan inhautic existence

adalah corak kehidupan pribadi yang sepenuhnya ditentukan oleh tuntutan-

tuntutan masyarakat tanpa mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya

sendiri. Sedangkan authentic existence adalah corak kehidupan pribadi yang

ditentukan oleh pribadi yang ditentukan sendiri secara bebas dan bertanggung

jawab mengenai apa yang baik bagi dirinya sendiri. Seperti juga yang dikatakan

oleh Frankl (dalam Koeswara, 1987) menyatakan bahwa makna hidup tidak harus

merupakan soal agama, tapi juga dapat dan sering merupakan persoalan filsafat

hidup yang sifatnya sekuler.

Dikatakan lebih lanjut oleh Hauser dan Singer (2005) ateisme bukanlah

sistem etika (sistem yang menentukan perbuatan yang benar atau salah), ateisme

hanyalah tidak adanya kepercayaan pada Tuhan. Ateisme punya kelebihan karena

tidak perlu mendasarkan keputusan etikanya pada buku yang ditulis oleh orang-

orang jaman kuno (abad ke-1 atau abad ke-7), dimana buku tersebut menunjukkan

nilai-nilai etika dari orang-orang tersebut. Ateisme juga memungkinkan seorang

individu untuk merendahkan hati dan mengakui bahwa nilai-nilai etika yang

mereka miliki adalah nilai-nilai dari diri mereka sendiri dan bukan hukum alam.

Ateisme memberikan seorang individu baik kebebasan dan tanggung jawab untuk

menentukan perbuatan mana yang etis atau tidak etis bagi diri mereka sendiri.

Bagaimana dan apakah mereka memenuhi tanggung jawab tersebut dengan baik

tergantung dari diri mereka sendiri, bukan pada hal-hal diluar diri mereka.

Cara pandang yang bebas dari para penganut ateis tersebut terkadang kerap

disalah-artikan oleh orang-orang awam sebagai suatu bentuk kebebasan yang tanpa

kontrol. Goldman (dalam Glassgold, 2001) mengatakan bahwa memikiran Tuhan

tidak ada tidak lantas berarti juga berpikir bahwa manusia bebas melakukan

apapun sekehendaknya sendiri. Ateisme hanyalah suatu keadaan sebatas 'tidak

percaya bahwa Tuhan ada', tidak lebih dari itu. Tidak ada jaminan bahwa seorang

3

Page 4: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

ateis akan berbuat semaunya, seperti juga tidak ada jaminan seorang beragama dan

percaya pada Tuhan akan berbuat baik.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dikatakan Goldman (dalam Glassgold,

2001) pada akhirnya akan lebih bijak melihat filosofi ateisme dan para

penganutnya dalam perspektif yang proposional yaitu bahwa para penganut ateis

dapat memiliki hidup yang bermakna yang dengan hal tersebut dapat

menyumbangkan sesuatu yang berarti yang juga memiliki makna bagi orang lain,

kehidupan bermasyarakat, ataupun secara luas bagi seluruh domain dalam

lingkungan tempat dia hidup. Demikian pula halnya orang ateis yang gagal

memaknai, memberi arti, dan menghargai kehidupannya sendiri (dalam artian yang

sempit) dan keterkaitannya akan kehidupan manusia yang lain beserta lingkungan

hidupnya (dalam artian yang luas) dapat menjadi sumber perusak kedamaian dan

ketentraman dalam kehidupan baik sosial, politik, maupun lingkungan hidup.

Sama seperti halnya penganut ateis hal tersebut juga berlaku bagi orang beragama

yang gagal dalam memaknai, memberi arti, dan menghargai kehidupannya sendiri

yang akhirnya kerap bertindak sewenang-wenang atau bahkan cenderung kasar,

apatis, ataupun sadis. (Goldman dalam Glassgold, 2001)

Menurut Goldman (dalam Glassgold, 2001) yang terpenting adalah

bagaimana seseorang memahami dan memaknai moralitasnya sendiri sebagai

nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupannya. Berguna atau tidaknya

seorang individu bagi kehidupannya sendiri dan masyakat luas pada umumnya

tergantung oleh individu yang menjalaninya dan bukan tergantung pada aspek

moralitas yang dimilikinya. Bilamana seorang individu dapat mengaplikasikan

nilai-nilai yang dimilikinya dalam kehidupannya dan dengan hal tersebut dirinya

dapat merasa berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan maka individu

tersebut akan merasa bahagia, merasakan kepenuhan hidup, dan memiliki makna

dalam hidupnya maka itulah bentuk spritulitas para penganut ateis. (Goldman

dalam Glassgold, 2001)

Harris (2006) menyatakan bahwa untuk menjadi seorang individu yang

baik dan memiliki kehidupan yang baik pula seseorang tidaklah harus memiliki

agama terlebih dahulu sebagai persyaratannya. Kehidupan bersifat universal

4

Page 5: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

begitupun juga dengan nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Seorang individu ateis

dapat memperoleh makna bagi kehidupannya dalam berbagai macam nilai-nilai

yang dapat ditemukan disepanjang kehidupan manusia. Pada akhirnya hal tersebut

tidak mengindikasikan bahwa para penganut ateis merupakan orang-orang yang

kosong secara moralitas dan spiritualitas. Para penganut ateis dapat memiliki

peluang untuk menjadikan hidup mereka bermakna sama seperti orang-orang

beragama pada umumnya dengan spiritulitas dan moralitas mereka sendiri.

Demikian secara singkat gambaran makna hidup para penganut ateis dan

atas dasar alasan tersebut maka penelitian ini dibentuk yaitu untuk mengetahui apa

yang menyebabkan seseorang menjadi ateis, memahami secara lebih dekat

bagaimana proses pergulatan dan perjuangan orang ateis dalam pencarian makna

hidupnya serta memahami lebih dekat mengenai gambaran makna hidup penganut

ateis.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penyebab seseorang menjadi ateis.

2. Memahami secara lebih dekat bagaimana proses pergulatan dan perjuangan

orang ateis dalam pencarian makna hidup.

3. Memahami gambaran makna hidup penganut ateis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Tulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberi kontibusi dalam bidang

psikologi sekaligus menambah khasanah penulisan khususnya dalam bidang

psikologi eksistensial. Selain itu penulis juga berharap penelitian ini dapat

menjadi acuan bagi penelitian lain khsusunya yang berhubungan dengan

makna hidup.

2. Manfaat Praktis

Melalui tulisan ini masyarakat diharapkan dapat mellihat secara jelas

bagaimana gambaran dan pandangan hidup seorang ateis yang tentunya juga

seorang manusia biasa sama seperti manusia pada umumnya dan diharapkan

juga hal ini dapat membuka cakrawala pemahaman awam dan memberi

5

Page 6: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

informasi yang diperlukan tentang hal yang selama ini masih tabu untuk

dibicarakan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Makna Hidup

1. Pengertian Makna Hidup

Frankl (1985) ketika membahas tentang pengertian dari makna hidup

pernah mengatakan bahwa dirinya sendiri merasa ragu apakah seseorang dokter

sekalipun dapat menjawab pertanyaan ini secara umum. Sebab, makna hidup

bisa berbeda antara satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari atau bahkan

setiap jam, makna hidup merupakan suatu hal yang sangat personal tergantung

dari pribadi dan keunikan individu tersebut dalam caranya untuk memaknai

hidupnya. Oleh karena itu yang penting bukanlah makna hidup secara umum

melainkan makna khsusus dari hidup individu pada suatu saat tertentu.

2. Karakteristik Makna Hidup

Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) ada beberapa karakteristik dari

makna hidup, yaitu:

a) Sifatnya unik dan personal artinya apa yang dianggap bermakna dan

penting bagi individu belum tentu menjadi sesuatu yang bermakna dan

penting bagi individu lain.

b) Makna hidup sifatnya konkrit dan spesifik maksudnya, dapat dapat

ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari. Tidak

selalu dalam renungan-renungan filosofis.

c) Makna hidup bersifat memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-

kegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang

(chalenging) dan mengundang (inviting) individu untuk memenuhinya.

3. Komponen-komponen yang Menentukan Berhasilnya Perubahan

Penghayatan Hidup Agar Menjadi Lebih Bermakna

Menurut Bastaman (1996) terdapat komponen yang menentukan

keberhasilan hidup menjadi lebih bermakna. Komponen-komponen ini menjadi

6

Page 7: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

indikator bagi keberhasilan individu dalam menghayati hidupnya, komponen-

komponen tersebut antara lain:

a. Pemahaman diri, yaitu meningkatnya kesadaran akan buruknya kondisi

pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah

kondisi yang lebih baik.

b. Makna hidup, yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan

pribadi individu yang dapat berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus

dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya.

c. Pengubahan sikap dari yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam

menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak terelakkan.

d. Ketertarikan diri terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang

diterapkan.

e. Kegiatan terarah, yaitu upaya-upaya yang dilakukan sadar dan sengaja

berupa pengembangan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan,

ketrampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk

menunjang tercapainya makan dan tujuan hidup.

f. Dukungan sosial, yaitu hadirnya individu atau sejumlah individu yang

akrab, dapat dipercaya, dan selalu bersedia membantu pada saat-saat

diperlukan.

4. Dimensi Makna Hidup

Bastaman (1996) mengatakan bahwa terdapat komponen-komponen yang

potensial ysng dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi

dan mengembangkan kehidupan bermakna sejauh hal tersebut

diaktualisasikan. Komponen ini ternyata cukup banyak ragamnya, tetapi

semuanya dapat dikategorikan dalam menjadi tiga Dimensi yaitu :

a. Dimensi Personal

Unsur-unsur yang merupakan Dimensi personal adalah :

1). Pemahaman diri (self insight), yakni meninggkatnya kesadaran atas

buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan

perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

7

Page 8: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

2). Pengubahan sikap (changing attitude), dari semula tidak tepat menjadi

lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang

terelakkan.

b. Dimensi Sosial

Unsur yang merupakan Dimensi sosial adalah dukungan sosial (social

supprot), yakni hdirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dpat

dipercaya dan selalu bersedia memberikan bantuan pada saat-saat

diperlukan.

c. Dimensi Nilai-nilai

Adapun unsur-unsur dari Dimensi nilai-nilai meliputi :

1) Makna hidup (the meaning of live), yakni nilai-nilai penting dan sangat

berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan

hidup yang harus dipenuhi dan mengarah kegiatan-kegiatanya.

2) Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang

ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.

3) Kegiatan terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang

dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-

poteni pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta

pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna

dan tujuan hidup.

Unsur-unsur tersebut bila disimak dan direnungkan secara

mendalam ternyata merupakan kehendak, kemampuan, sikap, sifat dan

tindakan khas insani, yakni kualitas-kualitas yang terpateri pada

eksistensi manusia. Karena pengembangan pribadi pada dasarnya

adalah mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan

meminimalisasikan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian

dilihat dari segi Dimensi-Dimensinya dapat diungkap sebuah prinsip,

yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakana

dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi

kualitas-kualitas insani.

8

Page 9: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

B. Ateisme

1. Pengertian Ateisme :

a. Menurut Bagus (2002), secara etimologis, kata ateisme berasal dari bahasa

Inggris yaitu atheism. Istilah ini sendiri diambil dari bahasa Yunani atheos

yang berarti tanpa Tuhan. Kata tersebut berasal dari kata dasar a,yang berarti

tidak dan kata dasar theos, yang berarti Tuhan.

Beberapa pengertian :

1) Keyakinan bahwa Tuhan, atau dewa/ dewi tidak ada.

2) Pandangan yang menolak adanya yang adikodrati, hidup sesudah mati.

3) Kesangsian akan eksistensi yang adikodrati yang diandaikan

mempengaruhi alam semesta.

4) Tidak adanya keyakinan akan Tuhan yang khusus. (Individu-individu

Yunani pada jaman dahulu menyebutkan individu-individu Kristen ateis

karena tidak percaya pada dewa-dewi mereka. dan individu-individu

Kristen menyebut individu-individu Yunani ateis karena tidak percaya

pada Tuhan mereka.

5) Penolakan semua agama. Sehubungan dengan ini, pantheisme dalam

pelbagai bentuknya menolak Tuhan yang transeden dan personal, tetapi

mengenal dan mengakui sesuatu yang mutlak (hukum moral, keindahan,

dsb).

2. Jenis-jenis Ateisme

Menurut Bagus (2002) jenis-jenis ateisme diklasifikasikan menjadi:

a. Ateisme Naif.

Dalam filsafat Yunani kuno (misalnya dalam karya Thales,

Anaximenes, Herakleitos, Demokritos, Epikuros, Xenophanes, dan

Lucretius) terdapat unsur-unsur ateis. Mereka berupaya menjelaskan

fenomen-fenomen dengan sebab-sebab alamiah, walaupun ateisme mereka

masih bersifat naif, spekulatif, dan tidak konsisten.

b. Ateisme Praktis dan Teoritis.

Seorang individu penganut ateisme praktis mempunyai keyakinan

akan adanya Tuhan, tetapi menolak Tuhan dengan cara hidupnya. Dalam

9

Page 10: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

hidupnya ia bertingkah laku seolah-olah Tuhan tidak ada. Individu

pemeluk ateisme teoritis memutuskan bahwa Tuhan tidak ada. Ateisme

teoritis terdiri dari dua macam: ateisme teoritis negatif dan ateisme teoritis

positif.

c. Ateisme Materialistis dan Positivistis

Bentuk ateisme secara gamblang dapat ditemukan dalam materialisme

dan positivisme. Aliran-aliran ini menolak keberadaan dari yang rohani dan

transenden.

Sedangkan menurut Costello dan Linden (1956) ateisme teridentifikasi

dalam lima golongan yaitu:

a. Perilaku Ateis, mereka yang menyangkal perintah Tuhan dan mungkin

saja mengatakan Tuhan dibibirnya, tetapi untuk menjalankan secara

intens dan percaya pada Tuhan merupakan hal yang tidak penting

baginya.

b. Individu yang mengumumkan bahwa Tuhan itu ada tetapi

mendeskripsikan Tuhan sebagai sesuatu yang mustahil.

c. Penganut agnostik juga dikategorikan sebagai ateis yang mengklaim

bahwa Tuhan itu tidak dapat diketahui. Golstein (dalam Linden dan

Costello) menggambarkan doktrin ini sebagai “ketidaktahuan

membual.” Beberapa agnostik mengumumkan bahwa Tuhan tidak

sepenuhnya dapat diketahui tetapi mereka sendiri tidak dapat

menjelaskan dengan pasti bahwa Tuhan ada.

d. Jenis yang keempat yaitu suatu bentuk ateisme dimana kita

mendefinisikannya dalam suatu uraian negatif yang singkat.

e. Jenis kelima merupakan individu-individu yang perlu dipertimbangkan

lebih sebagai ateis positif, sebab mereka yang menyatakan

ketidaktahuan atau keraguannya mengenai keberadaan Tuhan. Dalam

suatu kontradiksi yang lain mereka dengan sangat jelas menyatakan

bahwa Tuhan tidak ada.

10

Page 11: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

3. Penjelasan Psikologi Mengenai Ateisme

Dalam bukunya Psychology of Atheism, Sproul (1974) menjelaskan

dengan perspektif yang sekuler dan ilmiah tentang tahap awal respons manusia

terhadap pengetahuan tentang Tuhan. Kita dapat melihat disini bahwa

pernyataan ini sangat berbau ateisme sebab Tuhan dipandang dalam sebuah

hubungan eksistensi yang murni dengan manusia layaknya sebuah subjek,

tanpa adanya asumsi dasar atas keilahian dan kesempurnaan sifat-sifat Tuhan.

Hal ini menurut Sproul telah dikoreksi berdasarkan pengalaman bawah sadar

manusia. Adapun hal tersebut dapat diformulasikan dengan pengkategorian

atas :

a. Trauma

Tuhan menyatakan suatu ancaman terhadap standar moral manusia.

Suatu ancaman terhadap pertanyaan manusia akan otonomi manusia dan

suatu ancaman terhadap hasratnya atau keingintahuan manusia atas

kerahasianNYA. Pada akhirnya ateisme menjadi suatu pilihan dimana

manusia memiliki sesuatu hal untuk dapat merasa bebas menentukan sikap

dan nilai-nilainya sendiri dari suatu bentuk kekuatan yang mengerikan dan

mengekang kebebasan tersebut. Serta suatu bentuk pemutusan hubungan

dari sesuatu hal yang memiliki kekuatan mutlak dimana seseorang merasa

terancam oleh keberadaan hal tersebut.

b. Represi (tekanan)

Dalam kasus penyingkapan Tuhan, manusia menemukan suatu

tanda-tanda ancaman yang menimbulkan trauma. Ingatan atas kesadaran

pengetahuan akan trauma tidak dipertahankan dalam suatu pernyataan jelas

yang mengancam ini, melainkan ditekan agar tidak muncul. Salah satu cara

yang dapat dilakukan adalah menyangkal keberadaan Tuhan sebagai suatu

simbol atas kekuasan serta kekuatan mutlak yang akhirnya diasumsikan

sebagai suatu bentuk yang dapat mengancam eksistensi manusia.

c. Subsitusi

Dalam khazanah psikologi apa yang dihasilkan dari penekanan atau

pembungkaman mengenai konsep Tuhan adalah pernyataan ateisme baik

11

Page 12: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

dalam bentuk yang militan atupun yang kurang militan (seperti agnotisme),

atau bentuk lainnya yang membuat Tuhan terlihat tidak terlalu menakutkan

dibandingkan dengan gambaran umum yang sebenarnya berlaku. Baik

pilihan, ateisme ataupun menganut agama tertentu, memerlukan satu

pertukaran kebenaran dengan kebohongan. Hal ini terjadi karena

kebohongan jauh lebih mudah untuk dilalui dalam hidup.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Individu Hingga Menjadi Ateis

Dalam bukunya. Amazing Apostacy, Altemeyer dan Hunsberger (1997)

mengemukakan beberapa kesimpulan tentang hal-hal yang menyebabkan

individu menjadi ateis :

a. Cara-cara pengkondisian seperti misalnya sikap kritis anak-anak yang

sengaja dibungkam terhadap pertanyaan kritis atas kebenaran agama

mereka sendiri (Altemeyer dan Hunsberger, 1997)

b. Penekanan bahwa pendidikan keagamaan mengenai pencegahan dosa dan

berbuat baik harus diperkenalkan secara luas, menyeluruh dan mutlak

membawa konsekuensi tersendiri. Jika ajaran tersebut sukses, maka akan

melahirkan individu dengan kepercayaan yang kuat dan integritas yang

kuat demikian juga sebaliknya. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997)

c. Ajaran agama tradisional yang kurang kuat membentengi diri dalam

menghadapi kebenaran yang lain yang lebih sering menggunakan logika.

(Altemeyer dan Hunsberger, 1997)

d. Ajaran agama justru digugat oleh sesuatu yang sebenarnya sangat penting

dalam agama tersebut yaitu bukan kegagalan dari proses sosialisasi,

melainkan justru kesuksesan proses sosialisasi. Ada kecurigaan terhadap

adanya hal yang dilebih-lebihkan hingga individu banyak tertarik pada

agama tersebut. Kecurigaan ini mengarah pada proses penyelidikan

selanjutnya. Pada titik ini, agama-agama besarlah (Islam, Kristen, dan

Yahudi) yang mendapatkan serangan paling gencar mengenai pertanyaan-

pertanyaan tentang Tuhan. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997)

e. Pendidikan keagamaan menimbulkan kepercayaan yang kuat dan integritas

yang kuat, nilai keagamaan seorang anak tidak lekas mengorbankan agama

12

Page 13: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

keluarga bila mereka gagal dalam pengujian akan imannya. (Altemeyer dan

Hunsberger, 1997)

f. Terdapat suatu dorongan yang membangkitkan semangat kaum muda

untuk menemukan kekurangan agama mereka dan membuat mereka lebih

percaya terhadap keputusan mereka. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997)

g. Ditolak oleh komunitas sosial keagamaan merupakan satu sebab seseorang

menjadi ateis. (Altemeyer dan Hunsberger, 1997)

h. Tidak adanya bimbingan dan dukungan moral agama yang kuat yang

diberikan oleh orang tua atau orang lain dan organisasi keagamaan ataupun

lingkugan sosial bagi seorang individu ketika menghadapi masa-masa

krisisnya dalam kehidupan seorang individu. (Altemeyer dan Hunsberger,

1997)

i. Kehidupan orang tua individu yang tidak religius atau memiliki

pengetahuan yang sedikit tentang agama. (Altemeyer dan Hunsberger,

1997)

j. Tekanan untuk harus menjadi individu yang sangat religius. (Altemeyer

dan Hunsberger, 1997)

k. Sedangkan dalam perspektif Leahy (2000), mengatakan bahwa salah satu

alasan individu menjadi ateis ialah jika iman dari individu yang beragama

bila dihayati dan dimengerti secara salah, akan menjadi tanah dimana

tumbuh pelbagai bentuk ateisme.

l. Menurut Fromm (1955) sebab individu menjadi ateis dikarenakan

terjadinya suatu proses alienasi. (Fromm, 1955).

m. Menurut Dekker sebab individu menjadi ateis dapat dilihat dari terdapat

atau tidaknya penghayatan keagamaan pada masa remaja. Indikator dalam

hal ini adalah ada atau tidaknya sikap kritis serta penghayatan individu

dalam masa remaja terhadap agamanya. (Dekker, Monks, Knoers, dan

Haditono, 2004)

n. Menurut Pruser, sebab individu menjadi ateis dapat dipicu oleh perasaan

aman sebagai perasaan religius yang sebenarnya malah dapat menyebabkan

13

Page 14: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

individu justru mengingkari religi. (Prusser, dalam Monks, Knoers, dan

Haditono, 2004).

o. Argyle (2000) mengemukakan beberapa pernyataan dari perspektif

psikologis tentang beberapa hal yang harus diperhatikan oleh agama,

karena hal itu berpotensi untuk menjadikan individu bersikap apatis dan

bila hal tersebut bertahan, pada akhirnya individu tersebut dapat menjadi

ateis. Hal-hal tersebut antara lain :

1) Efek negatif yang paling serius adalah keaneka ragaman dengan segala

prasangka buruk yang ada didalamnya, yang seringkali menyebabkan

timbulnya perang-perang besar. Alasan utama dari prasangka ini

adalah adanya anggota-anggota kelompok religi yang membentuk

hubungan yang sangat dekat dengan anggota lain yang memiliki

kesepahaman ritual dan kepercayaan, yang membuat mereka menjadi

jauh dari kelompok yang lain.

2) Hilangnya kebebasan untuk berpikir ketika individu telah menjadi

bagian lembaga keagamaan. Hal ini dikenal sebagai "kekangan

kognitif."

Adanya masalah-masalah dengan kehadiran sekte-sekte dan

kelompok pemujaan. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan yang lebih

serius mengenai kebenaran dalam agama seorang individu, sebab ia

melihat bahwa terdapat banyak sekte yang mengklaim bahwa mereka juga

memiliki kebenaran yang sama kuatnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk

studi kasus yang bermaksud mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha

menemukan gambaran menyeluruh mengenai suatu keadaan. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman

yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan

14

Page 15: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan

penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti mengintepretasikan

bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan

bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka dilakukan dalam

latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil perlakukan (treatment)

atau manipulasi variable yang melibatkan (Heru, 2006).

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa/i maupun individu awam

yang menganut paham ateis berusia antara 20-30 tahun (dewasa awal). Adapun

jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang penganut ateis.

C. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian

ini meliputi, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan

beberapa teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara berisi

pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam

wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun peneliti dinilai oleh dosen

pembimbing sampai ditemukannya pedoman sempurna bagi pengambilan data.

2. Tahap pelaksanaan Peneltian

Peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan hasil wawancara

kedalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisa data

dan intepretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada

bagian metode analisa data diatas. Setelah itu membuat diskusi dan

kesimpulan yang telah dilakukan, peneliti juga mengajukan saran-saran

untuk penelitan selanjutnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi sistematis,

dimana dalam penelitian ini peneliti mempunyai dua fungsi sekaligus, artinya

dapat secara terarah memahami secara mendalam dengan perlahan tapi pasti

15

Page 16: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

dan memiliki alur yang jelas dalam pengambilan data sehingga keutuhan dan

kesatuan topik tetap terjaga.

2. Wawancara

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur,

dimana pewawancara menetapkan pertanyaan dan masalah yang akan diajukan

dan alternatif jawaban ditetapkan sendiri oleh pewawancara.

BAB IV

Pembahasan 1. Ateisme Subjek

a. Gambaran Ateisme pada Penganut Ateis

1) Pemaknaan Keterasingan akan Tuhan

Dari hasil penelitian didapat kesimpulan bahwa terdapat

kemungkinan bahwa cara pandang ateisme subjek dipengaruhi oleh

kenangan buruk masa lalu subjek. Terdapat kemungkinan bahwa cara

pandang ateisme subjek merupakan suatu pembuktian sekaligus

pertahanan diri subjek dalam mengahadapi perlakuan buruk yang

merendahkannya. Subjek ingin membuktikan bahwa cara pandang

ateismenya adalah suatu bentuk kebebasan dan penegasan eksistensinya.

2) Konsekuensi dari Ateisme

Dari hasil penelitian diatas dapat ditemukan kesimpulan bahwa

konsekensi yang dirasakan subjek sebagai penganut ateis yaitu adanya

rasa kesepian, kegelisahan, dan kesiapan diri untuk ditolak oleh orang-

orang yang tidak menyukainya. Subjek memahami bahwa segala

permasalahan yang dialaminya harus diselesaikannya sendirian.

Kehadiran beberapa sahabat subjek yang mau menerima subjek apa

adanya dirasakan subjek sebagai sesuatu yang sangat berharga baginya.

Kekhawatiran terbesar bagi subjek sebagai seorang ateis adalah

kehilangan makna. Dari sebab itu bagaimanapun sulit permasalahannya,

subjek selalu berusaha memaknainya sebagai sesuatu yang memiliki arti.

16

Page 17: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

b. Sebab-sebab Individu Menjadi Ateis

Terdapat enam faktor yang menyebabkan subjek menjadi ateis

yaitu: faktor pendidikan agama dalam keluarga, faktor paksaan, faktor

depresi, faktor penghayatan, faktor pengaruh social dan faktor ideologi.

Dari keenam faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian besar yaitu

mengenai faktor yang disebabkan dalam diri subjek dan faktor yang

disebabkan dari luar diri subjek. Faktor yang ada disebabkan dari dalam

diri subjek yaitu penghayatan, depresi dan ideologi, sedangkan faktor

diluar diri subjek meliputi : pendidikan agama dalam keluarga, paksaan,

dan pengaruh sosial.

Faktor dalam diri subjek (intrinsik) lebih dikarenakan rasa

ketidakpuasan dan pemberontakan subjek terhadap nilai-nilai agama yang

menurutnya memiliki banyak kelemahan. Terlebih, gagasan subjek tidak

terjembatani dengan dialog yang positif dant terbuka sehingga

menimbulkan salah penafsiran yang berakibat serius dan fatal dikemudian

hari. Seperti yang dikatakan oleh Altemeyer dan Hunsberger (1997) yang

mengatakan bahwa terdapatnya kecurigaan merupakan salah satu penyebab

seseorang menjadi ateis. Kecurigaan ini mengarah pada proses

penyelidikan selanjutnya. Kekritisan subjek terhadap agamanya dan proses

pembungkaman yang terjadi membuat subjek merasa curiga terhadap

agamanya hingga kemudian subjek berusaha mengapresiasikan

kekritisannya tersebut diluar lingkup agama dan mencari nilai-nilai

kebenaran dengan caranya sendiri.

Faktor diluar diri subjek (ekstrinsik) biasanya meliputi pengalaman

buruk dan tidak menyenangkan serta perasaan tertekan yang dialami oleh

subjek berhubungan dengan pemahaman terhadap agama. Seperti yang

dikatakan oleh Altemeyer dan Hunsberger (1997) yang mengatakan bahwa

efek psikologis dari pembungkaman sikap kritis tersebut berupa perasaan

tertekan. Jika tekanan yang timbul ketika pertanyaan kritis itu berhadapan

dengan perasaan bersalah pada akhirnya akan dapat menimbulkan akibat

yang fatal, sebab secara langsung maupun tidak hal tersebut dapat menekan

17

Page 18: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

mental seorang anak dimana hal tersebut dapat menyebabkan pengingkaran

seorang individu terhadap agamanya karena kenangan dan perlakukan-

perlakuan buruk yang pernah dialaminya.

2. Makna Hidup Subjek

a. Gambaran Makna Hidup Subjek

Subjek ingin menciptakan dan memiliki kehidupan yang autentik

dimana subjek memandang bahwa sejauhmana hasil yang dicapai dalam

pemenuhan makna hidupnya itu dikarenakan oleh hasil karya dan usaha

subjek sendiri. Tidak ada Tuhan, tidak ada nasib, tidak ada takdir, yang

ada hanyalah apa yang telah dan dapat dicapai subjek untuk memberi

suatu arti bagi hidupnya. Dengan cara itulah subjek dapat merasa

hidupnya utuh, penuh, dan bahagia.

Bastaman (1996) mengatakan bahwa bagi mereka yang tidak

mendasari pemaknaan hidupnya dari nilai-nilai agama tampaknya lebih

tepat jika berusaha meninggalkan inhautic existence untuk menuju

authentic existence. Adapun yang dimaksud dengan inhautic existence

adalah corak kehidupan pribadi yang sepenuhnya ditentukan oleh

tuntutan-tuntutan masyarakat tanpa mampu menentukan apa yang terbaik

bagi dirinya sendiri. Sedangkan authentic existence adalah corak

kehidupan pribadi yang ditentukan oleh pribadi yang ditentukan sendiri

secara bebas dan bertanggung jawab mengenai apa yang baik bagi dirinya

sendiri.

b. Faktor-faktor Subjek Merasa Memiliki Hidup yang Bermakna

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat

membuat hidup subjek bermakna berakar pada eksistensi. Pandangan dan

pembuktian subjek terhadap independensinya serta keberartian hidup disaat

keberadaan dirinya dapat menjadi berarti bagi orang lain juga dirinya

sendiri didasarkan atas satu pandangan eksistensialis. Subjek seakan ingin

menegaskan bahwa kehidupan seorang manusia menjadi sesuatu hal yang

berarti bukan karena apa yang dipikirkan atau diyakini oleh seorang

manusia melainkan apa yang dapat dilakukan oleh manusia tersebut.

18

Page 19: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

Harga diri dan keunikan karakter yang didapatkan subjek sejalan

dengan penemuan makna hidupnya telah memberi suatu perasaan

keyakinan pada diri subjek. Hal ini sejalan dengan pernyataan Baumeister

(dalam Snyder dan Shane, 2005) yang menyimpulkan bahwa pencarian

makna hidup dapat dipahami salah satunya dengan self-efficacy yaitu

keyakinan pada diri sendiri Hal ini menimbulkan kepercayaan bahwa

individu dapat membuat perbedaan. Hidup yang mempunyai tujuan dan

nilai tetapi tanpa efficacy akan menjadi tragis. Individu mungkin

mengetahui sesuatu yang diinginkan tetapi tidak dapat melakukan sesuatu

sesuatu dengan pengetahuan itu.

c. Sumber Makna Hidup Subjek

Menurut Craumbaugh (dalam Iriana, 2005) ada beberapa sumber

makna hidup yang dilihat dalam perpektif logoterapi yaitu :

(1) Creative Values

Subjek memenuhi creative values dengan cara melakukan sesuatu

hal yang berarti bagi orang lain dimana hal tersebut dapat menjadi

alasan keberartian bagi pemaknaan keberadaan diri subjek sendiri.

Selain itu nilai lainnya yang dapat membuat tindakan subjek memiliki

arti yaitu subjek selalu berusaha untuk terus-menerus belajar dari

pengalaman.

(2) Experimental Values

Subjek memenuhi experimental values dengan cara berkumpul

dengan teman-temannya. Subjek merasa bahwa hal tersebut sebagai

sesuatu yang berarti sebab dari kegiatan tersebut terkadang subjek

dapat menemukan inspirasi atas makna hidup dengan sharing; berbagi

pengalaman dengan banyak orang.

(3) Attitudial Values

Subjek menemukan attitudinal values dengan ditemukannya

pemahaman bahwa subjek mengambil suatu pelajaran berharga dari

penderitaannya. Penderitaan apapun yang dihadapinya sebenarnya

19

Page 20: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat memperkaya

pemahaman subjek akan diri dan kehidupannya

d. Proses Pencarian Makna Hidup

1) Tahap derita

Subjek mengalami fase ini ketika selepas lulus SMA dimana subjek

merasa mulai kehilangan arah hidupnya. Selain dikarenakan situasi

yang telah berubah banyak subjek juga mengalami suatu permasalahan

hidup yang dipendamnya sendiri hingga kejadian tersebut

menyebabkan subjek menjadi gagap layaknya orang cacat.

Menurut Bastaman (1996) keadaan ini dapat terjadi karena

ketidakberhasilan individu menemukan dan memenuhi makna hidup

biasanya menimbulkan semacam frustasi yang disebut existensial

frustation dan kehampaan yang disebut existencial vacumm.

2) Tahap penerimaan diri

Dalam tahap penerimaan diri ini, subjek pada awalnya merasa

kesulitan untuk menyadari dan kondisi yang dialaminya. Setelah cukup

lama terpuruk akhirnya seseorang teman membantu subjek untuk

menyadarkan dan memberinya semangat. Setelah subjek dapat

memahami kondisinya pada saat itu, perlahan-lahan subjek mulai

mengupayakan untuk menata kehidupannya menjadi lebih baik.

Bastaman (1996) mengatakan bahwa tahap penerimaan diri

biasanya datang secara bersamaan dengan dipahaminya suatu peristiwa

baik itu pengalaman orang lain maupun pengalaman dirinya sendiri

yang secara dramatis akhirnya mengubah sikap individu tersebut.

3) Tahap penemuan makna hidup

Menurut Bastaman (1996) penemuan makna hidup dapat terjadi

karena berbagai macam sebab seperti perenungan diri. Subjek sendiri

menemukan makna hidupnya dari hasil perenungannya sendiri yang

didapatkannya dari berbagai sumber. Gutmann (dalam Iriana, 2005)

mengatakan bahwa mendapatkan pengalaman membuka pemahaman

20

Page 21: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

seseorang mengenai sesuatu hal yang mungkin selama ini belum

disadari individu tersebut.

4) Tahap realisasi makna

Pada fase ini, pertama-pertama subjek menyadari bahwa dirinya

memiliki kemampuan untuk keluar dari masalahnya dan memiliki

kemampuan untuk menata hidupnya kembali. Perlahan-lahan subjek

mulai menata hidupnya dan berusaha menyelesaikan permasalahan

pribadinya. Namun demikian subjek mengalami beberapa

permasalahan dalam dirinya dimana terkadang subjek merasa

kehilangan semangat untuk memikul tanggung jawab yang besar ini.

Bastaman (1996) mengatakan atas dasar pemahaman diri dan

dengan penemuan akan makna hidup maka akan timbul perubahan

sikap (changing attitude) dalam menghadapi masalah. Lebih lanjut

Bastaman (1996) mengatakan bahwa setelah individu berhasil

menghadapi masalahnya, semangat hidup dan gairah kerja meningkat,

kemudian secara sadar melakukan keterikatan diri (self commitment)

untuk melakukan berbagai kegiatan terarah untuk memenuhi makna

hidup yang ditemukan.

5) Tahap kehidupan bermakna

Subjek meyakini bahwa apa yang dapat membuatnya bahagia dan

berarti dalam kehidupan ini adalah membuat dan menciptakan arti bagi

hidup dan dirinya sendiri. Dengan nilai-nilai tersebut subjek memiliki

dasar yang kuat untuk menjalani kehidupannya pada saat ini Penerapan

nilai-nilai itu sendiri mencerminkan adanya keinginan seorang subjek

memaknai hidupnya berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakininya.

Frankl (dalam Snyder dan Shane, 2005) mengatakan bahwa jika

seseorang menentukan tindakan mereka berdasarkan nilai, mereka

dapat merasa aman dengan kepercayaan mereka, bahwa mereka telah

melakukan hal yang benar, dengan demikian akan mengurangi perasaan

bersalah, kecemasan, rasa menyesal, dan bentuk keadaan moral yang

lain. Lebih lanjut Frankl (1968) mengatakan bahwa jika individu

21

Page 22: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan merasakan bahwa

kehidupannya sangatlah berarti dan berharga, dan pada akhirnya akan

menimbulkan perngahayatan bahagia sebagai akibat sampingannya.

BAB V

Penutup

A. Kesimpulan

Dari data penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab subjek

menjadi ateis ternyata dipengaruhi oleh faktor ideologi yang dipahami oleh subjek.

Hal tersebut berhubungan dengan kekecewaan subjek terhadap pengalaman dari

penerapan dalam ideologi agamanya yang mendorong sikap pemberontakan

subjek. Dalam penelitian ini subjek lebih mengacu dan mengingat kehidupan dari

masa kecil hingga masa remajanya (baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun

lingkungan keluarga) yang lebih tertuju dan diporsikan dalam pengalaman-

pengalaman buruk dan kurang menyenangkan sebagai sesuatu yang

mempengaruhi dan membangun cara pandang serta pemaknaan terhadap hidup

yang subjek terapkan pada saat ini dalam kehidupannya.

B. Saran

1. Bagi yang tertarik mengenai proses pencarian makna hidup.

Kepada yang ingin mendalami logoterapi khususnya mengenai

makna hidup diharapkan memanfaatkan keilmuannya sebagai kontribusi bagi

khasanah keilmuan psikologi. Diharapkan masyarakat awam juga akhirnya

dapat memahami arti pentingnya pencarian makna dalam kehidupannya, bukan

hanya bagi peningkatan kualitas kehidupannya namun juga sebagai salah satu

sumber inspirasi bagi orang-orang dekat beserta lingkungan sekitarnya.

2. Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan para penganut

ateis.

Stigma negatif cenderung menjadi faktor dominan ketika orang awam

membicarakan mengenai ateisme. Akan lebih baik jika setidaknya dapat

sedikit memahami mengenai ateisme. Bukan saja untuk berusaha mempelajari

dan mengajak penganut ateisme kembali pada tuntunan hidup yang benar,

22

Page 23: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

lebih dari itu adalah untuk dapat saling memahami tanpa didasari prasangka

yang berlebihan. Agar setiap individu dapat tercipta kerukunan yang didasari

atas toleransi, kesantunan, dan perdamaian.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti menyadari penelitian ini jauh dari sempurna, tetapi setidaknya

penelitian ini menjadi acuan dari sedikit kelebihannya bagi penelitian

selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan makna hidup dan ateisme.

Bagi peneliti selanjutnya yang memiliki topik yang sama di harapkan

menyempurnakan penelitian ini yang banyak kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, A. 2004. What Life Should Mean to You : Jadikan Hidup Lebih Bermakna. Alih Bahasa : Septiani, M. Jakarta : Penerbit Alenia.

Althusser, L. 1984. Essays on Ideology. London : Verso.

Altemeyer, B. & Hunsberger, B. 1997. Amazing Conversion : Why Some Turn to Faith and Others Abandon Religion. New York : Prometheus Books.

Anonim, 1981. Metodologi Penelitian. Jakarta : Depdikbud Dirjen Pendidikan

Tinggi.

Argyle, M. 2000. Psychology and Religion. New York : Rautledge.

Baggini, J. 2003. Making Sense : Filsafat Dibalik Headline Berita. Alih Bahasa : Qamariyah, N. Jakarta : Penerbit Teraju.

Bagus. L. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Bastaman, H. D. 1996. Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : Paramadina.

Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajawali Press

Brouwer, M. A. W. 1984. Psikologi Fenomenologi. Jakarta : PT. Gramedia.

Calne, D. B. 2004. Batas Nalar : Rasionalitas dan Perilaku Manusia. Alih Bahasa : Simbolon, P.T. Jakarta : Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

23

Page 24: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

Chaplin, J. P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Corveleyn, J. & Hutsebaut, D. 1994. Belief and Unbelief : Psycological Perspektif. Atlanta : Rodopi.

Costelo, W. T. SJ & Linden, J. V. 1956. The Fundamental of Religion. Chicago : Loyola University Press.

Frankl, V. E. 1985. Man’s Search for Meaning. New York : Washington Square Press.

Fromm, E. 1995. Masyarakat Yang Sehat.Alih Bahasa : Murtianto, T. B. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Glassgold, P. 2001. Anarchy!: An Anthology of Emma Goldman's Mother Earth. Washington D.C : Counterpoint Press

Hall, C. S. & Lindzey, G 2005. Psikologi Kepribadian 2 : Teori-teori Holistik (Organismik Psikologis). Alih Bahasa : Yustinus. Yogyakarta : kanisius.

Harris, S. 2006. Letter To Christian Nation. Michigan : Knopf

Hauser, M. & Singer, P. 2005. Morality Without Religion : New York : Free Inquiry

Iriana, S. 2005. Derita Cinta tak Terbalas : Proses Pencarian Makna Hidup. Jakarta : Jalasutra.

Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial. Bandung : Eresco.

Koeswara, E. 1992. Logoterapi : Psikoterapi Viktor Frankl. Yogyakarta : Kanisius.

Krueger, D. 1979. An Introduction to Phenomenological Psychology. Pittsburg : Ouquesne University Press.

Lavine, T.Z. 2003. Jean Paul Sartre : Filsafat Eksistensialisme Humanis. Alih Bahasa : Iswanto, A. & Utama, D. A. Yogyakarta : Jendela.

Leahy SJ, L. 2001. Aliran-aliran Besar Ateisme : Tinjauan Kritis. Yogyakarta : Kanisius.

Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : P. T. Remaja Rosdakarya.

Momen, M. 1999. The Phenomenon of Religion. Oxford : One World Publications.

24

Page 25: GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA PENGANUT ATEIS RICKY ...

Monks, F.J, Knoers, A.M. & Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Narbuko, C. & Achmadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Nietzsche, F. W. 2001. Genealogi Moral. Alih Bahasa : Maizier, P. Yogyakarta : Jalasutra.

Papalia, D. E. & Olds, S. W. 2001. Human Development (8th ed). New York : McGraw-Hill.

Perlmutter. M & Hall, E. 1985. Adult Development and Aging. New York : John Willey and & Sons, Inc.

Poerwandari, E.K. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LSPS3) Universitas Indonesia.

Riyanto, Y. 2001. Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya : Sic.

Schultz, D. 2005. Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih Bahasa : Yustinus. Yogyakarta : Kanisius.

Shane, J. P. & Snyder, C. R. 2005. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University.

Sproul, R. C. 1974. The Pschology of Atheism. Minneapolis, Minnesota : Bethany Felloship Inc.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

25