BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
(Mochtar Rustam, 1998)
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran konsepsi yang hanya sebagian dan hasil yang
tertinggal berupa desidua atau plasenta. (Mochtar Rustam, 1998)
2. Klasifikasi Abortus
Macam-macam abortus menurut Eny Meiliya, Esty Wahyuningsih (2009), adalah :
a. Menurut terjadinya
1) Abortus spontan
Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia < 20 minggu atau janin dengan
berat 500 gram.
2) Indikasi medis
Mencakup pemberian ergot alkaloid ergot yang dikombinasi dengan misoprostol saja atau
dengan metrotreksat.
3) Indikasi sosial keguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek sosial, yaitu
menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek,
belum siap untuk hamil, kehamilan yang tidak diinginkan.
b. Bentuk klinis
1) Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong dan tidak
memerlukan tindakan.
2) Abortus inkompletus
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi yang hanya sebagian dan masih tertinggal desidua dan
placenta, sehingga menimbulkan gejala klinis, yaitu nyeri dan perdarahan.
3) Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus yang sedang berlangsung dan tidak dapat dihentikan karena setiap saat dapat terjadi
ancaman perdarahan dan pengeluaran konsepsi.
4) Abortus iminens (keguguran membakat)
Keguguran membakat atau mengancam.
5) Missed abortion (abortus yang tertahan)
Keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan
selama 2 bulan atau lebih.
6) Abortus habitualis
Keguguran di mana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
7) Abortus infeksiosus
Keguguran yang disertai infeksi.
3. Etiologi
Abortus menurut Mochtar Rustam 1998
a. Faktor kromosom dan kelainan ovum.
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks, yang
mengakibatkan pertumbuhan abnormal dan fetus. Selain faktor kromosom, penyebabnya juga
karena ovum yang patologis (ovum yang mengalami gangguan). Di mana terjadi degenerasi
hidatidosa vili, yaitu jika umur kehamilan antara 0-14 minggu, penembusan vili korcalis sudah
lebih dalam hingga placenta tidak dilepaskan sempurna dan perdarahan.
b. Kelainan alat-alat reproduksi ibu.
Misalnya pada ibu yang menderita :
1) Anomalia congenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis).
2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksia uteri fiksala.
3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi,
seperti kurangnya progesterone, estrogen, endometritis, mioma submukosa.
4) Uterus terlalu cepat terenggang (kehamilan ganda, mola).
5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis
c. Gangguan sirkulasi placenta.
Dapat dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum,
anomelia placenta dan endarteritis oleh karena lues.
d. Penyakit-penyakit ibu, misalnya :
1. Penyakit infeksi menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, typhoid, pielitis, rubeola,
demam malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau
invasi kuman atau virus pada fetus.
2. Keracunan Pb (timah), nikotin, gas racun, alkohol dan lain-lain.
3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia gravis.
4. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotyroid, kekurangan vitamin A, C
atau E, diabetes melitus.
5. Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi sistem reproduksi menurut Syaiffudin (2006)
a. Organ reproduksi eksternal.
1) Mons veneris darah yang menggunung di atas simfisis yang akan ditumbuhi rambut
kemaluan (pubes) apabila wanita beranjak dewasa.
2) Bibir besar kemaluan (labia mayora) berada pada bagian kanan dan kiri berbentuk lonjong
yang pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh pubes yaitu lanjutan dari mons veneris.
3) Klitoris (klentit) adalah sebuah jaringan erektil kecil serupa dengan penis laki-laki, letaknya
dalam vestibula.
4) Vestibula di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan vagina.
5) Kelenjar vesibularis major (barthom) terletak tepat di belakang labia mayora di setiap sisi.
Kelenjar ini mengeluarkan lendir dan salurannya keluar antara limen dan labia minora.
6) Himen adalah diafragma dari membrane lifis, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi
dapat mengalir keluar. Letaknya di mulut vagina, dan dengan demikian memisahkan genetalia
eksterna dan interna.
7) Vagina (liang sanggama) adalah lubang berotot yang dilapisi membrane dan jenis epithelium
bergaris yang khusus dialiri pembuluh darah dan serabut saraf secara berlimpah.
b. Organ reproduksi interna
1) Uterus (rahim) adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir terletak di dalam pelvis
antara rectum di belakang dan kandung kencing.
2) Fundus bagian cembung di atas muara tuba uterine.
3) Badan uterus melebar dari fundus ke serviks, sedangkan antara badan dan serviks terdapat
istmus.
4) Ovarium indung telur adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari terletak di kanan dan kiri uterus,
di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri.
5) Tuba uterine (falopi atau saluran telur) berjalan di sebelah kiri dan sebelah kanan, dari atas uterus
ke samping di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis.
Gambar anatomi reproduksi bagian dalam
Gambar anatomi reproduksi bagian luar
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang mungkin dapat terjadi menurut Mochtar Rustam (1998) :
a. Amenorea.
b. Sakit perut dan mulas-mulas.
c. Perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan biasanya seperti stolsel (darah beku).
d. Sudah ada keluar fetus atau jaringan.
e. Sering terjadi infeksi.
f. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang-
kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri serta uterus
yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.
7. Patofisiologi Abortus Inkompletus
Etiologi dari abortus adalah faktor kromosom, kelainan alat-alat reproduksi ibu, gangguan
sirkulasi plasenta dan penyakit-penyakit ibu yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
kromosom. Kelainan alat-alat reproduksi ibu juga mengakibatkan terjadi kelainan pertumbuhan
kromosom. Kelainan pertumbuhan kromosom ini dapat menyebabkan terlepasnya jaringan
placenta.
Gangguan sirkulasi placenta juga menyebabkan terlepasnya jaringan placenta. Penyakit
ibu seperti anemia dapat mengakibatkan gangguan peredaran darah dalam placenta sehingga
menyebabkan terlepasnya jaringan placenta. Sedangkan penyakit ibu seperti infeksi dapat
mengakibatkan kelainan pada placenta, sehingga placenta tidak dapat berfungsi dan
mengakibatkan terlepasnya jaringan placenta menyebabkan keluarnya sebagian hasil konsepsi
dalam uterus, sehingga menyebabkan nyeri. Terlepasnya jaringan placenta ini dapat terjadi
perdarahan pada ibu sehingga mengakibatkan perubahan status kesehatan. Karena kurangnya
terpajan informasi, maka terjadi perubahan status kesehatan. akibat perdarahan maka dapat
terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan. perdarahanini dilakukan prosedur invasive dan
tindakan curetage, sehingga diangkat diagnosa resiko tinggi infeksi (Manuaba, dkk. 1998 dan
Doenges, 2001).
Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ultrasonografi, doppler untuk menentukan janin masih hidup atau sudah mati.
a. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.
b. Tes kehamilan.
(Achadiat Chrisdiono, 2004)
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut Manuaba (1998)
a. Dalam keadaan gawat karena kekurangan darah, dapat dipasang infus dan transfusi darah,
untuk memulihkan keadaan umum.
b. Diikuti kerokan
1) Langsung pada umur hamil kurang dari 14 minggu.
2) Dengan induksi pada umur hamil di atas 14 minggu.
c. Pengobatan berikan uteronika dan antibiotika untuk menghindari infeksi.
10. Penatalaksanaan Keperawatan
Membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam,
2001).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Konsep gawat darurat
a. Primary survey
1) Airway dan cervival conrol
2) Breathing dan ventilation
3) Circulation dan hemorrhage control
4) Disability
5) Exposure dan environment control
Pengkajian Secara Cepat Tentang ABC
1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan napas?
a) Jalan napas pasien paten ketika bersih saat berbicara dan tidak ada suara napas yang
mengganggu.
b) Jika napas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan menempatkan alat bantu
napas.
2) Apakah pernapasan pasien efektif?
a) Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill kurang dari 2
detik.
b) Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigen dan penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang?
a) Immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar spine jika injuri kurang dari
48 jam.
b) Tempatkan leher pada collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang belakang dengan
mengangkat pasien dengan stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien efektif
a) Sirkulasi efektif ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering
b) Jika sirkulasi tidak efektif pertimbangkan penempatan pasien pada posisi recumbent,
membuat jalan masuk didalam intravena untuk pemberian bolus cairan 200 ml.
5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien?
a) Gunakan GCS dan hapalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat akibat trauma
pada pasien.
b) Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan motorik terbaik.
c) AVPU
A : Untuk membantu pernyataan daya ingat pasien kesadaran respon terhadap suara dan
berorientasi pada orang waktu dan tempat.
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi tidak berorientasi penuh pada
orang waktu dan tempat.
P : Untuk peernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara tetapi respon terhadap
rangsangan nyeri sebagaimana seperti tekanan pada tangan.
U : Untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.
JIKA SKALA AVPU PADA P ATAU U ATAU GCS KURANG DARI 8, PASIEN
HIPERVENTILASI DENGAN MENGGUNAKAN MASKER BERKATUP (NRM)
DIPERTIMBANGKAN INTUBASI ENDOTRACHEAL DAN PEMASANGAN
VENTILATOR MAKANIK UNTUK MEMPERTEHANKAN JALAN NAPAS
SURVAI PRIMER (PRIMARY SURVEY)
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlakuan,
stabilitas tanda-tanda vital dan mekanisme ruda paksa, berdasarkan penilaian :
A : Airway (jalan napas) dengan kontrol servikal.
B : Breathing dan ventilasi.
C : Circulation dengan kontrol perdarahan.
D : Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hipotermia.
Yang penting pada fase pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi dimana perlu, kemudian
fiksasi penderita, lalu transportasi.
1. Penjaga Airway dengan Kontrol Servikal
Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur larings atau trakea. Usaha untuk membebankan jalan napas
harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu
diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift‘atau”jaw thrust”. Selama memeriksa
dan memperbaiki jalan napas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi
atau rotasi dari leher.
Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran.
b. Adanya luka karena trauma diatas klavikula.
c. Setiap multi trauma (trauma pada 2 regio atau lebih).
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang berlakang bila biomekanik trauma
mendukung.
Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi. Bila alat
imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara, maka kepala harus dipakai sampai
kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan.
Bila ada gangguan jalan napas, maka dilakukan penanganan sesuai BHD.
2. Breathing (dan ventilasi)
Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik, pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari
tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Setiap
komponen ini harus dievalasi secara cepat.
3. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
a. Volume Darah dan Curah Jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat diatasi
dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik ini yakni kesadaran, warna kulit dan nadi.
1) Tingakat kesadaran
2) Warna kulit
3) Nadi
4) Tekanan darah
b. Kontrol Perdarahan
Perdarahan dapat :
1) Eksternal (terlihat)
2) Internal (tidak terlihat)
3) Rongga thoraks
4) Rongga abdomen
5) Fraktur pelvis
6) Fraktur tulang panjang
4. Disability
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramal
kesudahan (Outcome) penderita.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau/ dan penurunanperfusi ke
otak, atau disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Perubahan kesadaran menuntut
dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
Dapat membuka pakaian, misalnya : membuka baju untuk melakukan pemeriksaan fisik
thoraks
b. Secondary survey
a. Fokus assessment
b. head to toe assessment
Survai sekunder dilakukan hanya setelah survai primer selesai, resusitasi dilakukan dan
penderita stabil.
Survai sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk
pemeriksaan tanda vital.
A. Diagnosa keperawatan
1. Airway
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Tidak efektifnya jalan napas
c. Resiko aspirasi
2. Breathing
a. Resiko pola napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3 Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan
B. Perencanaan
RESUSITASI
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw thrust atau chin lift dapat
dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasopharyngeal
airway. Bila penderita tidk sadar dan tidak ada reflex bertahan (gag reflex) dapat dipakai
oropharingeal airway (Guedel).
Kontrol jalan napas pada penderita airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada
gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrachealm, baik
oral maupun nasal.
Surgieal airway (erico-thyroidotomy) dapat dilakukan biloa intubasi endotracheal tidak
mungkin karena kontra indikasi atau karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tension pneumothoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera
dilakukan kompresi (tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita trauma
diberikan oksigen.
Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan fase-mask.
3. Circulation (dengan kontrol perdarahan)
Bila ada gangguan sirkulasi hrus dipasang sedikitnya 2 jalur (IV line).
Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena
pada lengan. Jenis IV line lain, vena seksi, atau vena sentralis tergantung dari kemampuan
petugas yang melayani. Sok pada penderita trauma umumnya disebabkan hipovolemia.
Pada saat datang penderita di infuse cepat dengan 1,5 – 2 liter cairan kristaloid, sebaiknya
ringer laktat. Bila tidak ada respon dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan darah
segolongan (type specific). Bila tidak ada darah segolongan dapat diberikan darah tipe O
Rhesus negative, atau tipe O Rh positip liter rendah.
4. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi, tekanan darah,
suhu tubuh dan kesadaran penderita.
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah posisi pada saat
penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna. Pulse oxymetri mengukur secara kolorigrafi kadar saturated
O2,bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan indikator
yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.
d. Mnonitoring EGK dianjurkan pada semua penderita trauma.
C. Pelaksanaan
1. Komprehensive
2. Humanistic dan holistik
D. Evaluasi
1. Proses
2. Hasil
2. Konsep keperawatan abortus inkomplet
a. Pengkajian keperawatan
b. Diagnose keperawatan
a. Defisit Volume Cairan s.d perdarahan
b. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri
d. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
e. Cemas s.d kurang pengetahuan
c. Perencanaan keperawatan
a. Defisit Volume Cairan s.d perdarahan
1) Ukur pengeluaran cairan
Rasional : Jumlah cairan di tentukan oleh pengeluaran/ perdarahan pervaginal.
2) Berikan sejumlah cairan pengganti
Rasional : Transfusi mungkin diperlukan pada perdarahan massif.
3) Kaji status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi.
4) Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
b. Gangguan Aktivitas b/d kelemahan, penurunan sirkulasi
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai
untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klien secara optimal
3) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rasional : Menilai kondisi umum klien
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b/d kerusakan jaringan intrauteri
1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun deskripsi.
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3) Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
d. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang
lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3) Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
e. Cemas s.d kurang pengetahuan
1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
2) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin
berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
3) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
d. Pelaksanaan keperawatan
a. Intervensi mandiri : tindakan pemantauan berkelanjutan kondisi klien, penyelamatan hidup
dasar, pendidikan kesehatan, ataupun pelaksanaan tindakan keperawatan lainnya sesuai
dengan kondisi kegawat-daruratan klien.
b. Intervensi kolaborasi : tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya dalam lingkup yang
sesuai dengan aturan profesi keperawatan.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan klien dapat 1menit, 5,
15, 30 menit, atau 1 jam sesuai dengan kondisi klien/ kebutuhan. Konsep kegawatan hanya 2
– 6 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.
Manuaba Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba
Medika.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta, EGC
Wahyuningsih E. 2009. A Midewife’s handbook. Jakarta : EGC.