1
BOGOR
2011
FUNGSI DAN PERAN AGROFORESTRI DALAM PELESTARIAN SUMBERDAYA
LINGKUNGAN
EKOLOGI DAN PEMBANGUNAN
RITABULAN
Photo by others
1
ritabulan.wordpress.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Millennium Development Goals (MDGs) adalah deklarasi milenium
sebagai hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan sejak September 2000,
berisi 8 (delapan) tujuan yang hendak dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah
tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target
ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh negara termasuk
Indonesia.
MDGs menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari
tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala,
namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini.
Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama
dan implementasinya di masa-masa mendatang.
Salah satu tujuan MDGs Indonesia yaitu memastikan kelestarian
lingkungan hidup, pada target 7A (memadukan prinsip-prinsip pembangunan
yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi
kerusakan pada sumberdaya lingkungan) mencakup target rasio luas kawasan
tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survey foto
udara terhadap luas daratan. Acuan dasar yang digunakan adalah kondisi tutupan
sebesar 59,97% tahun 1990. Kondisi ini ditargetkan akan meningkat hingga akhir
tahun 2015. Namun capaian tahun 2008 justru menunjukkan terjadinya penurunan
luas tutupan menjadi 52,43% (Bappenas, 2007).
Beberapa faktor penyebab penurunan luas tutupan hutan di Indonesia
antara lain adalah kebakaran hutan dan lahan, pembalakan liar (illegal logging),
konversi hutan dan pengelolaan hutan yang tidak lestari. Kerusakan hutan terjadi
2
ritabulan.wordpress.com
pula akibat perambahan hutan yang sebagian besar dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan pemukiman dan pertanian/perladangan.
Pada masa lalu, model perladangan berpindah belum menjadi masalah
serius bagi lingkungan karena sistem penerapannya yang dianggap masih
konservatif terhadap lingkungan. Lamanya masa bera suatu lahan yang telah
ditinggalkan memiliki waktu yang cukup untuk terjadinya suksesi menuju
keseimbangan ekosistem yang baru. Namun pada perkembangannya, pola-pola
sederhana dalam sistem perladangan berpindah ini mengalami pergeseran ke arah
yang cenderung eksploitatif. Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang
munculnya agroforestri (agroforestry) sebagai sistem pengelolaan lahan yang
mengkombinasikan pola-pola kehutanan dan pertanian pada suatu unit lahan yang
sama. Kompleksitas sistem agroforestri dengan berbagai macam fungsi dan
perannya dapat dikaji mulai dari skala plot, bentang lahan, hingga pada level
global.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya terdapat hubungan yang
signifikan antara penerapan sistem agroforestri pada skala plot terhadap upaya
pencapaian kelestarian lingkungan hidup sesuai yang tertuang dalam MDGs.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. mengkaji fungsi dan peran agroforestri pada level plot sebagai satuan unit lahan
terkecil dalam dalam agroforetsry.
2. mengkaji dukungan perkembangan agroforestri terhadap pencapaian kelestarian
sumberdaya lingkungan (MDGs).
3
ritabulan.wordpress.com
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Klasifikasi Agroforestri
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian
dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana,
agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat
bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan
demikian, kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan
biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah
dari waktu ke waktu (Arifin, 2004).
Widianto, et al. (2003) mengemukakan bahwa agroforestri berdasarkan
beberapa defenisi merupakan suatu istilah dari praktek-praktek pemanfaatan lahan
tradisional yang memiliki unsur - unsur :
- Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia
- Penerapan teknologi
- Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau
hewan
- Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
- Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi
Agroforestri adalah pengelolaan/pemanfaatan lahan intensif yang
mengoptimalkan manfaat (fisik, biologi, ekologi, ekonomi, sosial) dari interaksi
biofisik antara pohon-pohon dan/atau semak-semak yang sengaja dikombinasikan
dengan tanaman dan/atau ternak (ICRAF, 2005). Defenisi ini mengandung empat
kriteria penting dalam agroforestri yaitu :
1. Intentional (disengaja)
Kombinasi pohon, tanaman dan/atau ternak yang sengaja dirancang,
dibentuk, dan/atau dikelola untuk bekerja sama dan menghasilkan beberapa
4
ritabulan.wordpress.com
produk dan manfaat, bukan sebagai elemen individu yang bisa terjadi
bersama-sama tetapi dikelola secara terpisah.
2. Intensive (Intensif)
Praktek agroforestri diciptakan dan dikelola secara intensif untuk
mempertahankan fungsi produktif dan pelindung, dan sering melibatkan
aspek budaya seperti budidaya, pemupukan, pemangkasan irigasi, dan
thinning.
3. Integrated (terintegrasi)
Komponen digabungkan ke dalam sebuah unit, manajemen tunggal yang
terintegrasi. Kemungkinan integrasi secara vertikal di atas dan di bawah
tanah, menggunakan lebih banyak kapasitas produksi tanah dan membantu
untuk menyeimbangkan produksi ekonomi dengan konservasi sumber daya.
4. Interactive (interaktif)
Agroforestri secara aktif memanipulasi dan memanfaatkan interaksi antara
komponen-komponen untuk menghasilkan beberapa produk untuk dipanen,
sekaligus secara bersamaan memberikan konstribusi pada aspek konservasi
dan manfaat ekologi lainnya.
Hairiah, et al. (2003) mengemukakan bahwa agroforestri dapat
diklasifikasi berdasarkan komponen penyusunnya (komponen kehutanan,
pertanian dan/atau peternakan adalah :
1. Agrisilvikultur yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan
komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen pertanian
(atau tanaman non-kayu/semusim).
2. Silvopasture yaitu sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan
(atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (ternak/pasture).
3. Agrosilvopasture yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan
komponen kehutanan dengan pertanian dan peternakan pada unit
manajemen lahan yang sama.
5
ritabulan.wordpress.com
Selanjutnya Nair (1987) dalam Hairiah, et al. (2003) menambahkan
sistem-sistem lain yang dapat dikategorikan agroforestri yaitu :
1. Silvofishery yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan
dengan perikanan.
2. Apiculture yaitu budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam
konteks kegiatan atau komponen kehutanan.
B. Fungsi dan Peran Agroforestri
Widianto, et al. (2003) mengemukakan bahwa fungsi agroforestri dapat
ditinjau dari aspek biofisik-lingkungan, aspek sosial-budaya dan aspek sosial-
ekonomi. Aspek biofisik-lingkungan meliputi peran agroforestri terhadap sifat
fisik tanah, kondisi hidrologi kawasan, pengurangan gas rumah kaca,
mempertahankan cadangan karbon dan mempertahankan keanekaragaman hayati.
Sistem agroforestri mampu berperan dalam mempertahankan sifat-sifat fisik
tanah melalui :
1. menghasilkan seresah sehingga bisa menambahkan bahan organik tanah
2. meningkatkan kegiatan biologi tanah dan perakaran
3. mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dalam lapisan
perakaran
C. Praktek-praktek Agroforestri
Beberapa praktek agroforestri yang dapat ditemukan saat ini antara lain
dalam bentuk :
1. Riparian Forest Buffers (Penyangga Hutan Riparian)
Area pohon, semak, dan rumput yang dikelola berdekatan dengan sungai
atau anak sungai.
2. Windbreaks
Penanaman baris tunggal atau beberapa pohon atau semak yang dibentuk
untuk satu atau lebih tujuan lingkungan. Misalnya timberbelts yang dapat
menghasilkan produk ekonomi dari barisan pohon linier yang juga berfungsi
secara ekologis.
6
ritabulan.wordpress.com
3. Alley Cropping
Sistem yang menggabungkan pohon yang ditanam secara berbaris atau
dikelompokkan dengan tanaman pertanian atau hortikultura, dibudidayakan
di lorong-lorong yang lebar di antara baris pohon. Kayu keras bernilai
komersial tinggi seperti kenari dan kemiri dapat berfungsi sebagai naungan.
Tanaman semusim ditumbuhkan di sepanjang lorong yang sengaja dibentuk.
Iklim mikro yang diciptakan oleh pepohonan akan meningkatkan produksi
ekonomi tanaman.
4. Sylvopasture
Sistem yang menggabungkan pohon dengan hijauan (rumput atau jerami)
dan produksi ternak. Diversifikasi ekonomi diperoleh dengan menambahkan
pohon ke padang rumput penggembalaan untuk meningkatkan komponen
hijauan ternak. Pohon bernilai tinggi dikelola untuk tujuan komersil,
sekaligus berfungsi menyediakan tempat penampungan untuk ternak dan
melindunginya dari tekanan suhu.
5. Forest Farming
Tanaman khusus bernilai tinggi dibudidayakan di bawah perlindungan
tutupan hutan yang telah dimodifikasi dan dikelola untuk menyediakan
kondisi iklim mikro yang sesuai. Tanaman khusus tahan naungan seperti
ginseng, jamur shiitake, dan pakis hias yang ditanam di bawah tajuk dapat
dijual untuk obat, kerajinan, atau produk makanan. Sedangkan komponen
pohon dikelola untuk menghasilkan kayu bulat ataupun veneer bernilai
tinggi.
D. Millenium Development Goals (MDGs)
Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen nasional
dan global dalam upaya untuk lebih menyejahterakan masyarakat melalui
pengurangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan,
kesehatan, dan kelestarian lingkungan. Delapan tujuan yang menjadi komitmen
MDGs meliputi : (1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan; (2) Mencapai
Pendidikan Dasar untuk Semua; (3) Mendorong Kesetaraan Gender dan
7
ritabulan.wordpress.com
Pemberdayaan Perempuan; (4) Menurunkan Angka Kematian Anak;
(5) Meningkatkan Kesehatan Ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan
Penyakit Menular lainnya; (7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup; dan
(8) Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan. Target-target MDGs
tersebut di tingkat nasional telah diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dalam bentuk program,
indikator maupun target yang terukur serta indikasi dukungan pembiayaannya
(BAPPENAS, 2007).
Laporan Pemerintah Indonesia pada Sidang Majelis Umum ke-65 (High-
level Plenary Meeting on MDGS) yang dilaksanakan pada tanggal 27- 29
September 2010 di New York mengungkapkan bahwa kinerja pencapaian target
MDGs Indonesia telah sejalan dengan kinerja pencapaian target MDGs yang
tercantum dalam Laporan Pencapaian MDGs Global Tahun 2010.
8
ritabulan.wordpress.com
BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN
A. Peran Agroforestri pada Skala Plot
Peran penting agroforestri pada skala plot yang terkait fungsinya antara
lain : (1) Perbaikan Kesuburan Tanah, (2) Mengurangi kehilangan Hara, (3)
Peningkatan Ketersediaan N dalam Tanah bila Pohon yang ditanam dari keluarga
Leguminosae, (4) Mempertahankan sifat Fisik Tanah, (5) Mengurangi Bahaya
Erosi, (6) Menekan serangan hama dan Penyakit, dan (7) menjaga kestabilan
iklim mikro dan menekan populasi gulma (Suprayogo, et al., 2003).
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia berdasarkan pada
kajian aspek biofisik-lingkungan agroforestri yaitu penelitian untuk mengetahui
pengaruh perubahan sistem penggunaan lahan terhadap jumlah dan jenis populasi
cacing tanah, kecepatan dekomposisi serasah dan laju infiltrasi (Tabel 1).
Tabel 1. Penelitian Biofisik-Lingkungan Agroforestri di Indonesia.
No Jenis Kajian Hasil
1 Populasi dan
Keragaman Cacing
Tanah pada Sistem
Agroforestri Berbasis
Kopi di Daerah
Ngantang .
a. Perubahan sistem penggunaan lahan dari hutan pinus ke
agroforestri secara umum tidak berpengaruh nyata pada
jumlah populasi cacing tanah.
b. Ada perbedaan keragaman spesies cacing tanah yang
dijumpai pada ketiga sistem penggunaan lahan yang
diamati yaitu Pheretima javanica hanya dijumpai pada
sistem hutan pinus sedangkan Pontoscolex coretrurus
hanya dijumpai pada sistem agroforestri.
c. Jumlah populasi cacing tanah berhubungan erat dengan
C/N bahan organik tanah fraksi kasar dan keberadaan
cacing tanah dapat dijadikan indikator tingkat kesuburan
tanah pada suatu lahan.
2 Kecepatan
Dekomposisi Pada
Sistem Hutan Dan
Sistem Agroforestri
Berbasis Kopi Di
Daerah Berlereng Di
Sumberjaya, Lampung
Barat.
a. Kecepatan dekomposisi serasah dipengaruhi oleh sistem
penggunaan lahan dan ukuran seresah, sedangkan
kemiringan lahan tidak berpengaruh nyata.
b. Kecepatan dekomposisi seresah tertinggi selama 16
minggu pengamatan dijumpai pada lahan kopi
monokultur sebesar 24% dan terendah pada hutan alami
sebesar 12%. Kondisi pendukung yang paling
mempengaruhi kecepatan dekomposisi adalah lingkungan
untuk faktor eksternal yang meliputi suhu udara, dan
suhu tanah serta faktor internal yaitu kualitas seresah.
c. Kondisi iklim mikro yang tinggi pada lahan kopi
monokultur dan kualitas seresah tinggi menyebabkan
kecepatan dekomposisi lebih cepat (memperbesar
peluang pencucian dan penguapan hara) dibandingkan
sistem hutan alami.
9
ritabulan.wordpress.com
3 Konversi Hutan
menjadi Lahan
Pertanian: Apakah
Fungsi Hidrologis
Hutan dapat Digantikan
Sistem Kopi
Monokultur?.
a. Laju infiltrasi pada lahan dengan tanaman kopi berumur 3
tahun adalah yang paling rendah.
b. Laju infiltrasi pada lahan dengan tanaman kopi berumur 1
tahun = kopi berumur 7 tahun = kopi berumur 10 tahun,
c. Infiltrasi tertinggi tinggi pada lahan hutan.
d. Limpasan permukaan kumulatif dari petak percobaan
hutan alam hanya 27 mm, hanya sepertiga dari petak
hutan yang baru ditebang (75 mm).
Sumber : Arifin, et al. (2004).
Peran agroforestri pada skala plot secara sederhana juga dapat dijelaskan
melalui konsep dasar siklus hara dan air dari dalam tanah untuk dipergunakan
dalam proses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya tanaman
memberikan masukan bahan organik melalui serasah yang tertimbun di
permukaan tanah berupa daun dan ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar
tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar
yang mati serta dari eksudasi akar. Di dalam sistem agroforestri sederhana,
misalnya sistem budidaya pagar, pemangkasan cabang dan ranting tanaman pagar
memberikan masukan bahan organik tambahan. Bahan organik yang ada di
permukaan tanah ini dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah selanjutnya
akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi dan melepaskan hara tersedia ke
dalam tanah. Istilah siklus hara ini di dalam sistem agroforestri sering diartikan
sebagai penyediaan hara secara terus menerus (kontinyu) bila ditinjau dari konteks
hubungan tanaman-tanah. Dalam konteks yang lebih luas, penyediaan hara secara
kontinyu ini melibatkan juga masukan dari hasil pelapukan mineral tanah,
aktivitas biota, dan transformasi lain yang ada di biosfir, lithosfir dan hidrosfir.
Konsep model siklus hara dalam sistem agroforestri secara umum disajikan pada
Gambar 1 berikut.
10
ritabulan.wordpress.com
Gambar 1. Konsep model siklus hara dalam sistem agroforestri (Suprayogo, et al., 2003)
Suprayogo, et al., (2003) mengemukakan bahwa hasil analisis yang
dilakukan pada sistem agroforestri melibatkan ada tiga proses utama yang dalam
siklus hara, yaitu :
(1) Fiksasi N dari udara: peningkatan jumlah N hasil penambatan dari udara
bila tanaman legume yang ditanam,
(2) Mineralisasi bahan organik: peningkatan jumlah hara dari hasil mineralisasi
serasah dan dari pohon yang telah mati,
(3) ‘Serap ulang’ hara: peningkatan jumlah serapan hara dari lapisan bawah
oleh akar pepohonan yang menyebar cukup dalam. Akar pepohonan juga
mengurangi jumlah kehilangan hara melalui erosi dengan jalan memperlambat
laju aliran permukaan dan meningkatkan air infiltrasi karena adanya perbaikan
porositas tanah.
11
ritabulan.wordpress.com
Proses ketiga secara spesifik ditinjau dari mekanisme pohon yang mampu
mengurangi kehilangan hara melalui ”jaring penyelamat hara”. Jaring ini
sebenanrnya adalah kondisi perakaran pohon yang umumnya tumbuh berkembang
lebih jauh ke dalam tanah. Kondisi perakaran yang demikian memungkinkan
banyak unsur hara yang hanyut pencucian dapat diselamatkan sehingga semakin
memperkecil kehilangan hara, terutama pada tanaman semusim yang berakar
lebih pendek.
B. Dukungan Perkembangan Agroforestri terhadap Pencapaian
Kelestarian Sumberdaya Lingkungan (MDGs)
Agroforestri memainkan peran penting dalam pelestarian sumberdaya
hutan baik nabati maupun hewani karena struktur dan sifatnya yang khas.
Agroforestri mampu menciptakan kembali arsitektur khas hutan yang
mengandung habitat mikro dengan sejumlah tanaman hutan alam di dalamnya.
Contohnya ketika hutan alam sudah hampir lenyap, warisan hutan yang masih
mampu terus berkembang dalam kelompok besar : misalnya kebun campuran di
Maninjau melindungi berbagai tanaman khas hutan lama di dataran rendah,
padahal hutan lindung yang terletak di dataran tinggi tidak mampu
menyelamatkan tanaman-tanaman tersebut.
Sumberdaya hutan hingga hari ini terus dieksploitasi tanpa kendali.
Berbeda dengan agroforestri, petani memposisikannya sebagai kebun bukan
hutan. Agroforestri merupakan warisan dalam bentuk modal produksi. Seluruh
sumberdaya di dalamnya dimanfaatkan dengan selalu mengingat kelangsungan
dan kelestarian kebun. Pohon di hutan dianggap tidak ada yang memiliki.
Sebaliknya, pohon di kebun ada pemiliknya sehingga pohon tersebut mendapat
perlindungan yang lebih efektif daripada yang terdapat di hutan Negara. Sumber
daya hutan di dalam agroforestri dengan demikian turut berperan dalam
mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam. Secara tidak langsung
agroforestri turut melindungi hutan alam.
Kemajuan perkembangan agroforestri dapat memberikan kontribusi yang
besar dan signifikan pada upaya pencapaian MDGs. Agroforestri berfokus pada
12
ritabulan.wordpress.com
peran vegetasi hutan (pohon) pada lansekap pertanian dan atau peternakan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan ekologi mulai dari level plot sebagai
satuan unit terkecil sampai pada level global. Garrity (2004) menyatakan bahwa
World Agroforestri Centre (ICRAF) mengidentifikasi beberapa tantangan utama
terkait dengan MDGs. Ilmu pengetahuan dan praktek agroforestri secara material
ditujukan pada :
1. Membantu memberantas kelaparan melalui dasar makanan, pro-miskin sistem
produksi di daerah tertinggal berbasis pada metode agroforestri kesuburan
tanah dan tanah regenerasi;
2. Memajukan kesehatan dan gizi masyarakat miskin pedesaan
melalui sistem agroforestri;
3. Melestarikan keanekaragaman hayati melalui konservasi terpadu
pengembangan solusi berbasis agroforestri teknologi, lembaga inovatif, dan
lebih baik kebijakan;
4. Membantu masyarakat miskin pedesaan untuk lebih beradaptasi dengan iklim
perubahan, dan memperoleh manfaat dari pasar karbon yang muncul, melalui
budidaya pohon;
5. Membangun kapasitas manusia dan kelembagaan dalam agroforestri
penelitian dan pengembangan.
Tujuan MDGs ketujuh adalah untuk memastikan keberlanjutan
lingkungan, dan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip berkelanjutan
pembangunan ke dalam kebijakan dan program untuk mengembalikan sumber
daya lingkungan yang hilang. Sistem agroforestri menghasilkan nilai manfaat
lingkungan bagi masyarakat, masyarakat nasional, dan komunitas global. Jasa
lingkungan yang memiliki relevansi terbesar adalah perlindungan DAS,
konservasi keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim mitigasi dan adaptasi.
Dengan demikian, agenda penelitian dan pengembangan agroforestri diutamakan
pada aspek jasa lingkungan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi sistem
agroforestri dan mosaik lanskap petani yang memenuhi kebutuhan untuk makanan
dan pendapatan sementara meningkatkan layanan ini. Kebijakan reformasi dan
13
ritabulan.wordpress.com
inovasi kelembagaan akan meningkatkan adopsi teknologi yang efektif dan
menyelesaikan konflik antar stakeholder.
Sebanyak 90 persen dari sumber daya keanekaragaman hayati di daerah
tropis yang terletak dalam lanskap yang didominasi manusia atau bekerja.
Agroforestri mempengaruhi pada keanekaragaman dalam lanskap bekerja
setidaknya dalam tiga cara. Pertama, intensifikasi yang sistem agroforestri dapat
mengurangi eksploitasi terdekat atau bahkan jauh kawasan lindung (Murniati, et
al., 2001; Garrity, et al., 2003). Kedua, ekspansi sistem agroforestri dapat
meningkatkan keanekaragaman hayati di bekerja lanskap. Ketiga, pengembangan
agroforestri dapat meningkatkan spesies-spesies dan dalam keragaman pohon
dalam sistem pertanian. Sebuah paradigma baru yang muncul yang
mengintegrasikan daerah dilindungi dalam lanskap yang lebih luas pada
penggunaan sumberdaya dan konservasi keanekaragaman hayati, khususnya di
pertanian daerah yang sekarang merupakan lahan utama digunakan di sebagian
besar negara berkembang (Cunningham, et al., 2002).
Agroforestri diakui oleh Intergovernmental Panel tentang Perubahan Iklim
(IPCC) memiliki potensi yang tinggi terhadap penyerapan karbon sebagai bagian
dari strategi mitigasi perubahan iklim (Watson, et al., 2000). Agroforestri harus
benar-benar mampu memainkan perannya dalam meningkatkan ketahanan
terhadap dampak perubahan iklim serta tekanan-tekanan lain. Oleh karenanya,
penelitian tentang peran dan cara-cara adaptasi baru tiap komponen agroforestri
harus terus berlangsung demi mencapai kelestarian keanekaragaman hayati dan
sumberdaya lainnya.
14
ritabulan.wordpress.com
BAB IV
KESIMPULAN
1. Peran agroforestri pada level plot sebagai satuan unit lahan terkecil terutama
terkait dengan fungsinya sebagai pengatur siklus hara dan pengaruh positif
terhadap lingkungan lainnya. Pengaturan siklus hara menjadi lebih efisien
dengan adanya kombinasi komponen yang beragam.
2. Kemajuan perkembangan pengetahuan agroforestri lebih diutamakan pada
aspek jasa lingkungan. Agroforestri juga harus memainkan peran dalam
meningkatkan ketahanan serta adaptasi terhadap perubahan iklim pertanian dan
tekanan-tekanan lainnya.
15
ritabulan.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, HS., M. Sarma dan N. Wijayanto. 2004. Kompilasi Abstrak Agroforestri di
Indonesia. Institut Pertanian Bogor (IPB) – The Indonesian Network for
Agroforestry Education (INAFE). Bogor.
BAPPENAS. 2007. Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development
Goals (MDGs) Indonesia 2007. Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Jakarta.
Cunningham, A.B., S.J. Scherr and J.A. McNeeley. 2002. Matrix Matters:
Biodiversity Research for Rural Landscape Mosaics. CIFOR and ICRAF,
Bogor and Nairobi.
Garrity, D.P., V.B. Amoroso, S. Koffa, D. Catacutan, G. Buenavista, P. Fay and
W.D. Dar. 2003. Landcare on the poverty-protection interface in an
Asian watershed. pp. 195–210. In: Campbell B.M. and Sayer J.A. (eds),
Integrated Natural Resource Management: Linking Productivity, the
Environment, and Development. CABI Publishing, Cambridge, MA,
USA.
Garrity, D.P. 2004. Agroforestry and the achievement of the Millennium
Development Goals. World Agroforestry Centre, United Nations Avenue.
Kluwer Academic Publishers. Agroforestry Systems 61: 5–17.
Hairiah, K., M.A. Sardjono dan S. Sabarnurdin. 2003. Pengantar Agroforestry.
World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor, Indonesia.
ICRAF. 2005. Trees of Change: A Vision for an Agroforestry Transformation in
the Developing World. World Agroforestry Centre (ICRAF). Nairobi,
Kenya.
Murniati, D.P. Garrity and A.N. Gintings. 2001. The contribution of Agroforestry
systems to reducing farmers’ dependence on the resources of adjacent
national parks: a case study from Sumatra, Indonesia. Agroforest System
52: 171–184.
Suyanto, S., N Khususiyah and B Leimona. 2007. Poverty and environmental
services: Case Study in Way Besai Watershed, Lampung Province,
Indonesia. Ecology and Society 12(2) : 13.
16
ritabulan.wordpress.com
Watson, R., I. Noble, B. Bolin, N. Ravindranath, D. Verardo and D. Dokken.
2000. Land Use, Land-Use Change, and Forestry. Intergovernmental
Panel on Climate Change & Cambridge University Press, Cambridge,
UK.
Widianto, D. Suprayogo, H. Noveras, R.H. Widodo, P. Purnomosidhi dan M. van
Noordwijk. 2004. Konversi Hutan Menjadi Lahan Pertanian: Apakah
Fungsi Hidrologis Hutan Dapat Digantikan Sistem Kopi Monokultur?
Journal Agrivita 26 (1).
Widianto, K. Hairiah, D. Suharjito dan M. A. Sardjono. 2003. Fungsi dan Peran
Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor, Indonesia.
World Bank, 2004. Sustaining Forest: A Development Strategy. World Bank,
Washington, DC.
Top Related