1
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
Daftar Isi
Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq 2
Peristiwa Saqifah Bani Sa’idah Dan
Penunjukan Abu Bakar Ash-Shiddiq 3
Pembaiatan Umum Terhadap Abu Bakar
Sebagai Khalifah 6
Beberapa Kebijakan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sebagai Khalifah 7
Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy)
Dalam Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq 13
Strategi Militer Abu Bakar Ash-Shiddiq 18
Kesimpulkan 24
__________________________________________
Tentang Kami
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari
Lembaga Kajian SYAMINA (LKS). LKS merupakan
sebuah lembaga kajian independen yang bekerja
dalam rangka membantu masyarakat untuk
mencegah segala bentuk kezaliman.
Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil
kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen
masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013
ini merupakan salah satu dari sekian banyak media
yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja
mencegah kezaliman.
Media ini berusaha untuk menjadi corong
kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan
dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli
terhadap hajat akan keadilan. Isinya
mengemukakan gagasan ilmiah dan menitik-
beratkan pada metode analisis dengan uraian yang
lugas dan tujuan yang legal.
Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh
masing-masing penulis. Untuk komentar atau
pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan
email ke: [email protected].
Seluruh laporan kami bisa diunduh di website:
www.syamina.org
FOREIGN POLICY ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
“Memang, Abu Bakar Ash-Shiddiq dikenal oleh umat Islam akan
ketaatannya, kedekatannya dengan Rasul, kelembutannya,
ketakwaannya kepada Allah, dan ilmunya, Namun, ia juga adalah
seorang ahli militer yang brilian, bahkan salah satu yang terbaik
dalam sejarah manusia. Pada saat yang menentukan, ia
mengambil keputusan dan kebijakan politik yang berani dan
tidak populer melawan orang-orang murtad; sebuah keputusan
yang pada akhirnya akan mengubah sejarah.”
Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi
2
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lebih
menonjol dalam memori sebagian besar umat
Islam adalah pribadi yang lemah lembut, tenang,
rendah hati, zuhud terhadap dunia, tidak senang
kemewahan, adil, tidak ambisius dan sebagainya.
Namun tidak banyak yang menyentuh pribadi
Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti)
Rasulullah saw. Padahal saat kapabilitasnya
sebagai khalifah, ia sangat percaya diri, teguh
dan tegas dalam mengambil berbagai sikap dan
kebijakan, terkhusus kebijakan luar negeri
(foreign policy) nya. Ketika para sahabat ragu
untuk meneruskan ekspedisi pasukan Usamah
dan kepemimpinannya sebagai komandan
pasukan, ia tetap teguh untuk meneruskannya
karena itulah yang dikehendaki oleh Rasulullah
saw. Bahkan saat itu tegas untuk memerangi
orang yang tidak mau mengeluarkan zakat,
Umar bin Khaththab sempat mempertanyakan
kebijkan tersebut meski pada akhirnya
menyetujuinya. Tidak hanya itu, Abu Bakar juga
membuka jalan bagi penaklukan Persia dan
Syam, yang kemudian disempurnakan oleh Umar
bin Khaththab saat ia menjabat sebagai khalifah
penggantinya.
BIOGRAFI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
Mulanya Abu Bakar dikenal oleh
masyarakatnya sebagai salah seorang yang
istimewa karena nasab dan perangainya. Nama
aslinya adalah Abdullah bin Utsman.1 Ia lahir
dalam keluarga mampu dan terpandang, bani
Taim. Pada beberapa kalangan kabilah Arab,
1 As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, hal. 26.
bani Taim dijuluki dengan Mashabihuzh Zhulam
(lentera di tengah kegelapan).2
Nasabnya tersambung dengan Nabi
Muhammad saw pada kakeknya Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ai. Ia dikenal oleh bangsa Arab
dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian,
memiliki berbagai ide brilian, toleran, penyabar
dan mempunyai tekad yang tinggi.3
Sebelum dan setelah keislamannya
hingga menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar
berprofesi sebagai usahawan sukses. Dalam
ranah dakwah, dengan keislamannya, ia berhasil
menarik beberapa kalangan kelas atas bangsa
Arab kepada Islam seperti Abdurrahman bin Auf,
Sa’ad bin Abi Waqqash, Utsman bin Affan, Zubair
bin Awwam, dan Thalhah bin ‘Ubaidillah. Ia
selalu menemani Rasulullah saw selama di
Makkah, bahkan ialah yang mengiringi
Rasulullah saw ketika bersembunyi dalam gua
Tsaur dan dalam perjalanan hijrahnya dari
Makkah hingga sampai ke Madinah. Di samping
itu, ia mengikuti seluruh peperangan yang
diikuti Rasulullah saw, baik perang Badar, Uhud,
Khandaq, Fathu Makkah, perang Hunain, dan
perang Tabuk.4
2 Ibnu Qutaibah, Al-Ma’arif, hal. 105.
3Muhammad Syamil as-Sulami, Al-Bidayah wan Nihayah:
Masa Khulafa`ur Rasyidin Ibnu Katsir, hal. 13 4Ibid, hal. 14.
3
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
PERISTIWA SAQIFAH BANI SA’IDAH DAN
PENUNJUKAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
Ketika Rasulullah saw wafat pada hari
Senin 12 Rabi’ul Awwal 11 Hijriah, orang-orang
Anshar berkumpul di Saqifah bani Sa’idah5. Isu
pemilihan calon pemegang urusan kekhilafahan
sepeninggal beliau beredar di kalangan mereka.
Orang-orang Anshar berkumpul di sekitar
pemimpin suku Khazraj, Sa’ad bin Ubadah.
Berita perkumpulan orang-orang Anshar di
Saqifah bani Sa’idah ini sampai pada kaum
muhajirin yang saat itu sedang berkumpul
bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk
keperluan yang sama dengan mereka. Kaum
Muhajirin yang diwakili Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khaththab, dan Abu Ubaidah bin Jarah
lalu segera menyusul orang-orang Anshar di
Saqifah bani Sa’idah.
Ketika perwakilan orang-orang Muhajirin
tiba dan bermajlis bersama orang-orang Anshar,
kemudian Sa’ad bin Ubadah pun berpidato dan
berorasi. Pidato Sa’ad bin Ubadah tersebut
direkam oleh Ath-Thabari sebagai berikut,
“Wahai orang-orang Anshar! Kalian
memiliki keunggulan dalam agama dan
keutamaan dalam Islam yang tidak dipunyai satu
kabilah Arab yang lain. Muhammad saw tinggal
belasan tahun di tengah-tengah kaumnya untuk
mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang 5 Saqifah bani Sa’idah berada di Madinah. Ia semacam aula
atau balai urung yang biasa mereka gunakan untuk mengadakan pertemuan dan bermajlis. Bani Sa’idah sendiri, pemilik Saqifah ini, adalah salah satu kelompok dari kaum Anshar. Lokasi Saqifah bani Sa’idah berdekatan dengan pasar Madinah dan juga berdekatan dengan rumah Sa’ad bin Ubadah.
Maha Pemurah, meninggalkan tandingan-
tandingan dan berhala. Namun, hanya segelintir
orang dari kaumnnya yang beriman, mereka
tidak sanggup melindungi Rasulullah saw,
memuliakan agamanya dan tidak pula mampu
melawan kezaliman yang menimpa diri mereka.
Hingga ketika Allah menghendaki keutamaan
bagi kalian, Dia menggiring nikmat ini kepada
kalian dan secara khusus melimpahkan nikmat
ini untuk kalian. Dia mengunegerahi kalian
keimanan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya,
melindungi beliau dan sahabat-sahbat beliau,
memuliakan beliau dan agama beliau, serta
berjihad melawan musuh-musuh beliau. Kalian
adalah orang-orang yang paling tegas terhadap
musuh-musuh beliau hingga bangsa Arab
menuruti perintah Allah secara sukarela maupun
terpaksa dan orang jauh memberikan
ketundukan dalam keadaan hina dan rendah.
Hingga Allah menundukkan dunia untuk Rasul-
Nya melalui perjuangan kalian dan bangsa Arab
bertekuk lutut kepada beliau lantaran pedang-
pedang kalian. Allah mewafatkan beliau sedang
beliau ridha dan bangga kepada kalian.
Kuasailah urusan (kepemimpinan) ini karena
kalian yang berhak memegangnya bukan orang
lain.”6
Mendengar pidato Sa’ad bin Ubadah,
Umar bin Khaththab langsung hendak bicara
namun Abu Bakar menyuruhnya untuk diam.
Abu Bakar kemudian berpidato,
6 Lihat Tarikh Ath-Thabari, jld. 3, hal. 218. Lihat juga Muhammad Ridha, Abu Bakr Ash-Shiddiq, hal. 42-43.
4
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
“Sungguh Allah telah mengangkat
Muhammad sebagai utusan untuk makhluk-Nya
dan saksi bagi umatnya agar mereka beribadah
kepada-Nya dan mengesakan-Nya, di saat
mereka menyembah tuhan-tuhan yang beraneka
macam dan menyakininya mampu memberi
syafaat untuk mereka di sisi-Nya serta
bermanfaat untuk diri mereka. Padahal tuhan-
tuhan itu hanyalah batu yang dipahat dan kayu
yang diukir.”Beliau lalu membacakan surat
Yunus ayat 18 dan Az-Zumar ayat 3.
Abu Bakar lalu melanjutkan, “Namun,
bangsa Arab enggan meninggalkan agama nenek
moyang mereka. Maka Allah memilih kaum
Muhajirin pertama dari kaum beliau untuk
membenarkan beliau, mengimani, membantu
dan bersabar bersama beliau dalam menghadapi
kejamnya gangguan dan pendustaan kaum
beliau. Semua orang menyelisihi mereka,
mencemooh mereka. Tetapi mereka tidak ciut
hanya karena berjumlah sedikit, atau karena
kebencian orang-orang pada mereka, maupun
karena persekongkolan kaum yang mengucilkan
mereka. Mereka ini orang-orang pertama yang
menyembah Allah di muka bumi (dari umat ini),
beriman kepada Allah dan Rasulullah. Mereka itu
adalah wali Allah, keluarga besar beliau dan
orang yang paling berhak memegang estafet
kepemimpinan sepeninggal beliau. Tidak ada
yang berusaha merebutnya dari mereka selain
orang-orang zalim. Dan kalian wahai orang-
orang Anshar, adalah orang-orang yang
keutamaan dan keunggulannya dalam Islam
tidak diingkari. Allah ridha kalian menjadi
penolong agama dan Rasul-Nya, hijrah beliau
kepada kalian yang diikuti pula oleh istri-istri
serta para sahabat beliau menjadikan mereka
tinggal di tengah-tengah kalian. Bagi kami,
setelah generasi Muhajirin pertama tidak ada
yang setinggi kedudukan kalian. Kami pemimpin
dan kalian menteri. Kalian selalu diajak
bermusyawarah dan tak akan diputuskan suatu
perkara tanpa persetujuan kalian.”7
Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa
di antara isi pidato Abu Bakar yaitu, “Kalian telah
mengetahui bahwa Rasulullah saw telah
bersabda. ‘Seandainya manusia meniti suatu
lembah, sedangkan orang-orang Anshar
melewati lembah yang lain, aku akan melewati
lembah Anshar.’ Dan engkau telah mengetahui
wahai Sa’ad, bahwasanya Rasulullah saw pernah
bersabda saat engkau sedang duduk, ‘Kaum
Quraisy adalah pemegang urusan (kekhilafahan)
ini, maka orang yang berbakti dari kalangan
manusia akan mengikuti orang yang berkati dari
kalangan Quraisy. Dan orang yang durhaka dari
kalangan manusia akan mengikuti orang yang
durhaka dari kalangan Quraisy.” Kemudian Sa’ad
berkata kepada Abu Bakar, “Engkau benar. Kami
adalah menteri, sedangkan kalian adalah
pemimpin.”8
Setelah ketegangan sedikit mereda,
Basyir bin Sa’ad bin Tsa’labah Al-Khazraji Al-
Anshari lalu berdiri dan berpidato, “Wahai
Anshar! Demi Allah! Sungguh jika kita adalah
7 Lihat Tarikh Ath-Thabari, jld. 3, hal. 19-20.
8 HR. Ahmad dalam Musnad-nya, no hadits. 19. Lihat juga Ali Ash-Shalabi, Sirah Abu Bakr Ash-Shiddiq, hal. 118-119.
5
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
orang-orang yang menyandang keutamaan
dalam berjihad melawan orang-orang musyrik
dan memiliki keunggulan dalam agama ini, kita
tidak meniatkannya selain untuk meraih ridha
Rabb kita, menaati Nabi kita dan sungguh
beramal untuk diri kita. Tidak sepantasnya kita
mengungkit-ungkit hal tersebut di hadapan
manusia. Ketahuilah, Muhammad saw dari
Quraisy dan kaumnya lebih berhak dan lebih
utama mewarisi kepemimpinannya. Demi Allah!
Allah tidak akan melihatku merebut perkara ini
dari mereka selamanya. Bertakwalah kepada
Allah. Jangan menyelisihi dan menentang
mereka.”9
Lalu dengan bijak Abu Bakar menyudahi
perselisihan itu dengan mengajukan dua orang
dari Muhajirin untuk memegang kekhilafahan
seraya berkata, “Kebaikan yang telah kalian
sampaikan, itu memang hak kalian. Namun
permasalahan (kekhilafahan) ini tidak akan
dijabat kecuali oleh orang dari kalangan Quraisy.
Mereka adalah pemilik nasab dan tempat tinggal
paling baik. Aku ridha kalau salah satu dari
kedua orang ini (Umar bin Khaththab dan Abu
Ubaidah) menjadi pemimpin kalian. Terserah
kalian, manakah di antara keduanya yang akan
kalian pilih!”
Tetapi Umar bin Khaththab dan Abu
Ubaidah menolaknya. Umar bin Khaththab lalu
mengatakan, “Tidak. Demi Allah! Kami tidak
pantas memegang kepemimpinan ini
9 Beberapa riwayat menyebutkan perselisihan antara Umar
bin Khaththab dengan Hubab bin Al-Mundzir ketika di Saqifah. Menurut Ali Ash-Shalabi, riwayat tersebut tidaklah shahih.
membawahi dirimu. Engkau Muhajirin terbaik,
salah seorang dari dua orang kala keduanya
berada di gua dan pengganti Rasulullah saw
dalam memimpin shalat. Sementara shalat
merupakan amal terbaik dalam Islam. Siapakah
yang pantas maju di hadapanmu atau memegang
perkara ini membawahi dirimu? Ulurkan
tanganmu! Kami akan membaiatmu.”10 Abu
Bakar pun mengulurkan tangannya dan Umar
langsung membaiatnya diikuti oleh Abu Ubaidah
orang-orang Muhajirin, dan kemudian oleh
orang-orang Anshar.11
Menurut Ash-Shalabi, Sa’ad bin Ubadah
telah membaiat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai
khalifah pasca perdebatan yang terjadi di
Saqifah bani Sa’idah. Ia telah mengubah
pendapatnya yang pertama untuk menjadi
pemimpin dan memberi persetujuan kepada Abu
Bakar sebagai khalifah. Ia juga menilai bahwa
tidak ada periwayatan shahih yang
menyebutkan adanya kemelut baik yang bersifat
sepele maupun serius. Tidak pernah pula
diriwayatkan secara shahih adanya kelompok
oposisi yang berambisi terhadap kekhilafahan,
sebagaimana yang diyakini oleh sebagian penulis
sejarah.12
10Muhammad Ridha, Abu Bakar Ash-Shiddiq, hal. 48. 11Ali Ash-Shalabi, Sirah Abu Bakr Ash-Shiddiq, hal. 118. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa manakala orang-orang Muhajirin bergerak membaiat Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad pun segera berbaiat mendahului mereka. Dengan demikian, ia menjadi orang pertama yang berbaiat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. 12 Ibid, hal. 121-124. Lihat juga Mahmud Syakir, At-Tarikh Al-Islami, jld. 3, hal. 57.
6
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
PEMBAIATAN UMUM TERHADAP ABU BAKAR
SEBAGAI KHALIFAH
Pasca pembaiatan Abu Bakar Ash-Shiddiq
yang bersifat terbatas di Saqifah Bani Sa’idah,
pada hari berikutnya kaum muslimin berkumpul
untuk melakukan pembaiatan umum.
Sebelum proses pembaiatan umum, Umar
bin Khaththab mengawalinya dengan berpidato,
“Wahai manusia! Kemarin aku sudah
mengatakan kepada kalian sesuatu yang tidak
aku dapatkan dalam Kitab Allah dan bukan pula
wasiat Rasulullah yang disampaikan kepadaku.
Akan tetapi, aku melihat bahwa Rasulullah saw
yang akan mengatur urusan kita. Allah swt telah
menjaga kitab-Nya di tengah-tengah kalian yang
dengannya Allah memberi petunjuk kepada
Rasul-Nya. Bila kalian semua berpegang teguh
dengannya, niscaya Allah akan memberi
petunjuk kepada kalian sebagaimana yang Dia
telah memberi petunjuk kepada Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah swt telah menitipkan semua
urusan kalian kepada orang yang terbaik di
antara kalian. Dialah sahabat Rasulullah saw dan
orang kedua daro dua orang saat berada di gua.
Untuk itu, berdirilah kalian dan berbaiatlah
kepadanya.” Maka orang-orang pun membaiat
Abu Bakar setelah pembaiatan di Saqifah.13
Abu Bakar Ash-Shiddiq, setelah proses
pembaiatan umum, lantas menyampaikan pidato
perdana kekhilafahan dan politiknya. Dengan
suara lantang dan penuh keyakinan ia berkata,
“Wahai manusia! Aku telah diserahi kekuasaan
13
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, jld. 6, hal. 301
untuk mengurus kalian, padahal aku bukanlah
orang yang terbaik di antara kalian. Itulah
sebabnya, jika aku melakukan kebaikan,
bantulah aku. Dan jika aku berbuat salah,
ingatkanlah aku. Jujur adalah sikap amanah dan
dusta merupakan sikap khianat. Orang yang
lemah di antara kalian kuanggap kuat di sisiku
sebelum aku memberi haknya, insya Allah. Dan
orang kuat di antara kalian kuanggap lemah di
sisku sebelum aku mengambil hak yang harus
ditunaikan olehnya, insya Allah. Tidaklah suatu
kaum meninggalkan jihad fi sabilillah, kecuali
Allah akan menjadikan hidup mereka hina dan
dihinakan. Tidaklah perbuatan keji menyebar di
suatu kaum, kecuali Allah akan menyebarkan
malapetaka di tengah-tengah mereka. Karena
itu, taatlah kalian kepadaku selama aku taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku bermaksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ketaatan
kepadaku bagi kalian. Dirikanlah shalat, semoga
Allah merahmati kalian.”14
Dalam pandangan Ash-Shalabi, pidato
perdana kekhilafahan dan politik Abu Bakar
Ash-Shiddiq merupakan pidato yang substansial
meski ringkas. Dalam khutbah tersebut, Abu
Bakar menetapkan prinsip keadilan dan kasih
sayang dalam hubungan antara penguasa dan
rakyat. Ia menekankan bahwa ketaatan kepada
penguasa harus selaras dengan kataatan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Abu Bakar juga
membangkitkan semangat jihad fi sabilillah
sebagai jalan sangat penting untuk memuliakan
umat dan mengajak umat Islam meninggalkan
14
Ibid.
7
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
perbuatan keji demi melindungi masyarakat dari
kehancuran dan kerusakan.15
BEBERAPA KEBIJAKAN ABU BAKAR ASH-
SHIDDIQ SEBAGAI KHALIFAH
Manakala bangsa Arab mendengar berita
wafatnya Rasulullah saw, banyak dari mereka
yang murtad. Gelombang orang-orang yang
murtad ini menimbulkan ancaman besar di
Jazirah Arab. Muncul juga orang-orang yang
mengaku sebagai nabi. Bahkan mereka
memobilisasi pasukan untuk memerangi umat
Islam. Selain itu, juga ada gelombang mereka
yang enggan mengeluarkan zakat.
‘Aisyah, Ummul Mukminin
menggambarkan keadaan saat itu dengan
ungkapan, “Tatkala Rasulullah saw wafat, orang-
orang Arab kembali murtad secara besar-
besaran dan kemunafikan pun merajalela. Demi
Allah! Aku mendapat beban yang berat,
seandainya ia menimpa gunung yang kokoh
niscaya ia akan hancur lebur. Para sahabat
Muhammad ibarat domba yang diguyur hujan
lebat pada malam hari di suatu kebun yang
berada di tengah-tengah padang yang dipenuhi
binatang buas.”16
a. Pemberangkatan Pasukan Usamah bin
Zaid
Kebijakan pertama yang diambil oleh Abu
Bakar Ash-Shiddiq adalah memberangkatkan
pasukan Usamah bin Zaid. Sebelum itu, pada
15 Ali Ash-Shalabi, Sirah Abi Bakr Ash-Shiddiq, 138-139. 16
As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa, hal. 59.
tahun kesebelas Hijriah, Rasulullah saw
sebenarnya telah mengirimkan satuan perang
untuk memerangi Romawi di daerah Balqa’ dan
Palestina. Sebagian anggota pasukan itu adalah
para senior orang-orang Muhajirin dan Anshar
yang dikomandani oleh Usamah bin Zaid.
Mobilisasi pasukan Usamah bin Zaid ini
terhitung satuan perang ketiga yang
dipersiapkan Rasulullah saw dalam menghadapi
Romawi setelah Mu’tah (8 Hijriah) dan Tabuk (9
Hijriah).
Ketika sakit Rasulullah saw semakin parah,
pasukan Usamah bin Zaid masih berjaga-jaga di
Jurf.17 Mereka kembali ke Madinah ketika
Rasulullah saw wafat, lalu kembali lagi ke Jurf.
Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menjabat
khalifah, ia memerintahkan salah seorang pada
hari ketiga wafatnya Rasulullah untuk
mengumumkan di tengah-tengah manusia,
“Pengiriman pasukan Usamah harus segera
dilaksanakan, dan ingatlah bahwa tidak seorang
pun anggota pasukan Usamah yang boleh tinggal
di Madinah. Mereka harus pergi ke markas
pasukan Usamah di Jurf.”
Sebagian sahabat mengusulkan kepada
Abu Bakar Ash-Shiddiq agar membatalkan
pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid.
Mereka beralasan bahwa orang-orang Arab
sedang bersiap-siap menyerang Madinah,
sementara yang ikut bersama Usamah bin Zaid
adalah mayoritas kaum muslimin. Mereka
17 Jurf adalah suatu tempat berjarak tiga mil dari Madinah ke arah Syam.
8
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
khawatir terhadap keselamatan khalifah,
kehormatan Rasulullah, dan serta seluruh kota
dan penduduk Madinah.
Usamah bin Zaid pun yang saat itu sedang
berada di Jurf mengutus Umar bin Khaththab
kepada Abu Bakar agar diizinkan kembali ke
Madinah dengan alasan yang sama. Akan tetapi
Abu Bakar tidak menyetujuinya dan tetap pada
pendiriaannya untuk memberangkatkan
pasukan Usamah. Bahkan ia berkata, “Demi Zat
yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya!
Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang
akan menerkamku, sungguh aku akan tetap
melaksanakan pengiriman pasukan Usamah
seperti yang diperintahkan Rasulullah saw.
Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain
diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan
perintah itu.”
Sementara itu, orang-orang Anshar
menuntut agar pasukan tersebut dipimpin orang
yang lebih tua dari Usamah yang disampaikan
Umar bin Khaththab kepada Abu Bakar.
Menanggapi usulan itu, Abu Bakar lantas berkata
kepada Umar, “Celakalah engkau wahai putra
Khaththab! Rasulullah telah mengangkat
Usamah (sebagai komandan pasukan), tetapi
mengapa engkau menyuruhku
membatalkannya.”18
Pada saat pemberangkatan pasukan
Usamah bin Zaid, Abu Bakar mengantarkan
pasukan tersebut dengan berjalan kaki,
sementara Usamah mengendarai hewan
18
Mahmud Syakir, At-Tarikh Al-Islami, jld. 3, hal. 65.
tunggangannya. Usamah lantas mengusulkan
agar Abu Bakar lah yang naik hewan tunggangan
dan ia yang berjalan kaki. Tetapi usul itu ditolak
Abu Bakar.19 Pada kesempatan itu juga Abu
Bakar meminta izin kepada Usamah bin Zaid
agar mengizinkan Umar bin Khathtthab untuk
bisa tinggal di Madinah supaya membantu dan
menemaninya menjalankan kekhilafahan.
Usamah pun mengizinkannya. Tatkala itu Umar
bin Khaththab adalah salah satu pasukan
Usamah.
Sebelum mereka berangkat, Abu Bakar
memberi wasiat kepada pasukan Usamah bin
Zaid,
“Wahai manusia, berdirilah! Aku wasiatkan
kepada kalian sepuluh hal, yang hendaknya
kalian jaga: Janganlah kalian berkhianat,
mengambil ghanimah sebelum dibagi, menipu,
memutilasi, dan membunuh anak kecil, orang
lanjut usia, maupun perempuan. Janganlah
kalian merusak dan membakar pohon kurma.
Janganlah kalian menebang pohon yang sedang
berbuah dan janganlah kalian menyembelih
domba, sapi, dan juga onta untuk kecuali untuk
dimakan. Kalian akan melewati beberapa kaum
yang membawakan untuk kalian bejana-bejana
yang berisi berbagai macam makanan. Jika
kalian memakannya sedikit demi sedikit,
sebutlah selalu nama Allah sebelum makan.
Kalian juga akan bertemu dengan beberapa
kaum yang mencukur bagian tengah rambut
mereka saja dan membiarkan sekelilingnya
19
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, jld. 6, hal. 305.
9
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
seperti ikat kepala. Tebaslah mereka dengan
pedang dan mulailah dengan menyebut nama
Allah.”20
Dari wasiat Abu Bakar kepada pasukan
Usamah tersebut, tampaklah tujuan jihad umat
Islam, yaitu mendakwahkan Islam. Ketika suatu
bangsa menyaksikan pasukan Islam yang
menaati wasiat tersebut, bangsa tersebut pasti
memeluk Islam secara sukarela. Penyebabnya
adalah:
1. Mereka menyaksikan pasukan Islam tidak
berkhianat, tetapi menjaga amanah,
memenuhi janji, tidak mencuri harta orang
lain maupun menguasainya dengan cara
yang tidak benar.
2. Pasukan Islam tidak memutilasi musuh.
Mereka membunuh dengan cara yang benar;
suka memaafkan; memuliakan dan
menyayangi anak kecil; berbuat baik dan
menghormati orang yang sudah tua;
menjaga dan melindungi kaum wanita.
3. Pasukan Islam tidak menghambur-
hamburkan kekayaan negeri yang telah
ditaklukkan. Bangsa yang ditaklukkan justru
akan melihat pasukan Islam menjaga pohon
kurma dan tidak membakarnya; tidak
menebang pohon yang sedang berbuah dan
tidak menghancurkan perkebunan atau
merusak ladang.
4. Pasukan Islam bisa menjaga kekayaan umat
manusia, sehingga mereka tidak akan
bertindak licik, berkhianat, mengambil
20
Mahmud Syakir, op. cit, hal. 66.
ghanimah sebelum dibagikan, memutilasi
musuh yang terbunuh, dan membunuh anak
kecil, orang yang lanjut usia dan kaum
wanita. Pasukan Islam juga menjaga hewan
ternak, sehingga tidak akan menyembelih
domba, sapi maupun unta kecuali hanya
untuk dimakan saja. Apakah pasukan non-
muslim mampu menjaga salah satu dari
etika perang tersebut? Atau, mereka justru
mengubah negeri yang mereka taklukkan
menjadi rusak dan hancur? Kita dapat
melihat faktanya dari agresi Komunis atheis
di Afghanistan, dan Serbia di Bosnia dan juga
Kosovo, di India terhadap Muslim Kashmir,
di Chechnya, dan Yahudi di Palestina.
5. Pasukan Islam menghormati keyakinan dan
agama umat terdahulu, sehingga tidak
menyerang orang-orang yang sedang
beribadah di gereja dan tidak mengganggu
mereka.
6. Setiap poin yang disebutkan dalam wasiat
Abu Bakar bukan sekedar kata-kata,
melainkan telah dilaksanakan oleh pasukan
Islam di masanya dan masa sesudahnya.21
7. Usamah dan pasukannya berangkat ke
medan perang. Usamah dan pasukannya
meraih kemenangan demi kemenangan dan
berhasil mendapatkan ghanimah.
Keberangkatan pasukan Usamah ini sampai
pulangnya membutuhkan waktu 40 hari.
21
Ali Ash-Shalabi, Sirah Abi Bakar Ash-Shiddiq, hal. 189-190.
10
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
b. Memerangi Orang Murtad
Berita wafatnya Rasulullah saw menjadi
buah bibir di kalangan bangsa Arab. Pada saat
itu, bara api kemurtadan mulai bermunculan.
Meski gerakan kemurtadan sudah mulai muncul
pasca ‘Amul Wafud (Tahun Delegasi) pada
sembilan Hijriah, namun baru setelah wafatnya
Rasulullah mereka berani menampakkannya
secara terang-terangan. Di antara tokoh yang
murtad bahkan mengaku sebagai nabi adalah Al-
Aswad Al-‘Ansi di Yaman yang tewas berhasil
dibunuh ketika pada masa nasa Rasulullah,
Musailamah Al-Kadzdab di Yamamah, dan
Thulaihah Al-Asadi. Dengan tegas, Abu Bakar
Ash-Shiddiq pun memerangi mereka sampai ke
akar-akarnya.
Setelah kedatangan pasukan Usamah bin
Zaid dan sesudah pasukannya telah cukup
beristirahat, Abu Bakar lalu membuat planning
pengiriman berbagai pasukan guna menumpah
orang-orang murtad dan yang enggan membayar
zakat. Ia membuat 11 pasukan perang. Berikut
nama-nama panglima dan ke arah mana mereka
ditugaskan:
1. Khalid bin Walid, dikirim untuk
menghancurkan Thulaihah Al-Asadi. Bila
sudah selesai, selanjutnya ia menyerang
Malik bin Nuwairah di Buthah jika orang
tersebut melawan dirinya.
2. Ikrimah bin Abu Jahl, dikirim untuk
menumpas Musailamah.
3. Muhajir bin Abi Umayah, diutus untuk
menghancurkan pasukan sisa–sisa pasukan
Al-Aswad Al-Ansi dan mmebantu kaum
Abna’ menghadapi Qais bin Maksyuh,
kemudian menuju Kindah di Hadhramaut.
4. Khalid bin Sa’id, diutus ke wilayah-wilayah
pinggir Syam.
5. Amru bin ‘Ash, diutus ke kabilah Qudha’ah
dan Wadi’ah.
6. Hudzaifah bin Mihshan Al-Ghifari, dikirim
kepada penduduk Duba.
7. Arfajah bin Hurtsumah, dikirim ke
Maharah.
8. Syurahbil bin Hasanah, ditugaskan
menyusul Ikrimah bin Abu Jahl. Bila sudah
selesai menjalankan tugas di Yamamah, ia
dengan pasukannya menuju Qudha’ah.
9. Ma’n bin Hajiz, ditugaskan ke Bani Salim
dan Hawazin yang bergabung dengan
mereka.
10. Suwaid bin Muqarin, ditugaskan ke
Tihamah, Yaman.
11. Ala` bin Hadhrami, ditugaskan ke
Bahrain.22
Thulaihah Al-Asadi
Nabi palsu pertama yang berusaha
menyerang Madinah adalah Thulaihah Al-Asadi.
Nama lengkapnya adalah Thulaihah bin
Khuwailid Al-Asadi, dari Bani Asad bin
Khuzaimah. Dulu, ia seorang paranormal lalu
memeluk Islam, kemudian murtad dan mengaku
nabi di masa hidup Rasulullah saw. Beliau lalu
mengutus Dhirar bin Azwar untuk menindak
tegas Thulaihah. Ia pun berhasil melemahkan
22
Muhammad Ridha, Abu Bakar Ash-Shiddiq, hal. 76-77.
11
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
Thulaihah namun belum berhasil
membunuhnya. Setelah Rasulullah wafat,
pengaruh Thulaihah kembali besar bahkan
memiliki pengikut yang banyak.23
Thulaihah mengirim utusannnya kepada
Abu Bakar untuk mengajukan dispensasi
meninggalkan shalat dan zakat. Namun Abu
Bakar menolak mentah-mentah dan berkata,
“Demi Allah! Seandainya mereka menahan‘iqal24
dariku pasti aku berjihad memerangi mereka
karena hal itu.” Beberapa hari berselang,
pengikut dan pasukan Thulaihah kemudian
berusaha menyerang Madinah pada malam hari,
namun berhasil digagalkan oleh pasukan Islam
dan membuat mereka lari kocar-kacir. Bahkan
Abu Bakar ikut mengejar mereka hingga sampai
di Dzul Qashah.
Perang ini terhitung kecil. akan tetapi
kemenangan yang ditorehkan Abu Bakar
memiliki efek siksifikan dan dampak yang besar
dalam jiwa umat Islam juga pada jiwa musuh-
musuh Islam.25
Khalid bin Walid yang ditugaskan untuk
menumpas gerakan Thulaihah Al-Asadi pun
berhasil menjalankan tugasnya setelah melewati
pertempuran yang hebat dengan pasukan
Thulaihah di daerah Buzakhah. Thulaihah
berhasil lolos pada pertempuran tersebut
23
Ibid, hal. 72. 24 ‘Iqal artinya tali. Ini hanya dijadikan perempamaan untuk sekecil apa pun barang yang mungkin tidak mereka tunaikan. Ada yang berpendapat, maksud ‘iqal adalah barang zakat itu sendiri, yaitu anak kambing. 25
Muhammad Ridha, Abu Bakar Ash-Shiddiq, hal. 74.
bersamanya istrinya, Nawar, dan melarikan diri
ke Syam.26
Musailamah Al-Kadzdzab
Nama lengkap Musailamah adalah
Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Habib
Al-Hanafi Abu Syamah. Ia lahir dan tumbuh di
Yamamah. Musailamah mengaku sebagai nabi
sejak Rasulullah saw masih hidup. Ia mengaku
mendapat wahyu dari Jibril bahkan berani
meniru dan mengubah Al-Quran lalu
mengklaimnya sebagai wahyu. Musailamah
mendapat banyak pendukung dari bani Hanifah.
Apalagi setelah Ar-Rajjal bin Unfuwah Al-Hanafi,
salah seorang tokoh bani Hanifah, yang pernah
hijrah kepada Rasulullah saw sekaligus
menyatakan keislamannya, dan telah menghapal
dan mempelajari beberapa surat Al-Quran,
membelot dan bersaksi di hadapan bani Hanifah
bahwa Musailamah telah bersekutu dengan
Rasulullah dalam hal kenabian. Padahal
Rasulullah saw mengutus Ar-Rajjal bin Unfuwah
ke bani Hanifah adalah untuk menjelaskan
tentang fitnah Musailmah Al-Kadzdzab.
Musailamah berhasil mendapat pengikut sekitar
40.000 orang.
Penglima perang Abu Bakar yang
ditugaskannya untuk melumpuhkan gerakan
Musailamah Al-Kadzdzab adalah Khalid bin
Walid. Itu ia perintahkan setelah Khalid berhasil
menumpas Thulaihah Al-Asadi dan Malik bin
Nuwairah. Khalid pun melanjutkan perjalanan
untuk memerangi bani Hanifah dan
26
Ibid, hal. 82-87.
12
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
memobilisasi semua kaum Muslimin yang
bersamanya. Abu Bakar juga memberangkatkan
pasukan besar untuk membantu Khalid bin
Walid. Khalid pun bertemu dengan beberapa
panglima lainnya seperti Ikrimah bin Abu Jahal
dan Syurahbil bin Hasanah di tengah perjalanan
menuju Yamamah.
Pasukan Islam yang dikomandani Khalid
bin Walid pun bertemu dengan pasukan
Musailamah Al-Kadzdzab di Aqraba, suatu
daerah di ujung negeri Yamamah. Pertempuran
sengit antara dua pasukan yang berjumlah besar
tidak terelakkan. Pertempuran tersebut juga
menghabiskan waktu yang relatif panjang.
Khalid bin Walid berpikir bahwa pertempuran
tersebut tidak akan berakhir kecuali jika
Musailamah terbunuh. Benar, setelah
Musailamah terbunuh, bani Hanifah pun kocar-
kacir dan lari tunggang langgang.
Pertempuran tersebut berakhir ketika
beberapa petinggi bani Hanifah menawarkan
perdamaian kepada Khalid. Khalid lalu
menerima tawaran tersebut karena melihat
pasukan Islam sudah letih disebabkan
peperangan yang panjang. Khalid juga mengajak
mereka kembali masuk Islam, dan ternyata
seluruhnya menerima tawaran tersebut. Bahkan
Khalid mengembalikan pada mereka sebagian
ghanimah dan tawanan perang.27
c. Penaklukan Irak
Ketika peperangan melawan orang murtad
telah berakhir, kebijakan selanjutnya yang 27
Ali Ash-Shalabi, Sirah Abi Bakr Ash-Shiddiq, hal. 278.
ditempuh Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah
membuka wilayah di Jazirah Arab. Abu Bakar
Ash-Shiddiq mulai melaksanakan rencana
penaklukan yang sesungguhnya telah dirancang
oleh Rasulullah semasa hidupnya. Ia pun
mengirimlan pasukan untuk menaklukkan Irak
dan Syam.
Setiap instruksi Abu Bakar Ash-Shiddiq
kepada panglima perang di Irak, yaitu Khalid dan
Iyadh, menunjukkan naluri perang dan strategi
tingkat tinggi pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Dalam hal ini ia memberikan banyak kebijakan
militer dan strategi untuk memenangkan suatu
pertempuran melawan musuh. Ia menentukan
batasan-batasan wilayah bagi kedua panglima
perang tersebut untuk masuk dan menguasai
Irak. Abu Bakar memberikan instruksi itu
layaknya sedang berada di ruang operasi militer
di Hijaz dan di dinding ruangan terbentang peta
wilayah Irak dengan segala medan dan rutenya.
Khalid bin Walid, sebagai salah satu
penglima, terlibat dalam berbagai pertempuran
yang terjadi di wilayah Irak, dan itulah di antara
sebab negeri Irak dapat dikuasai oleh pasukan
Islam. beberapa pertempuran tersebut adalah
pertempuran Dzatus Salasil, Madzar, Walujah,
Ullais, Herat, Anbar, ‘Ain Tamar, Dumatul Jandal,
Al-Hushaid dan Al-Firadh.28
d. Penaklukan Syam
Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq hendak
menaklukkan Syam, ia meminta saran dan
pendapat para sahabat Rasulullah. Ia pun 28
Ibid, hal. 409.
13
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
meminta bantuan pada penduduk Yaman untuk
melakukan jihad bersama dengan kaum
muslimin lainnya. Ia juga membentuk beberapa
satuan perang yang dikepalai komandan perang,
dan mengirim mereka ke negeri Syam. Ada
empat satuan perang yang dikirim ke Syam,
masing-masing dipimpin oleh Yazid bin Abi
Sufyan, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan
Syurahbil bin Hasanah.
Pasukan perang yang dikirim untuk
membebaskan Syam ini menghadapi berbagai
macam kesulitan dalam menjalankan misinya.
Mereka harus berhadapan dengan bala tentara
Romawi yang terkenal kuat dan tangguh, serta
berjumlah sangat besar. Itulah sebabnya,
pasukan Islam mengirim surata kepada Abu
Bakar Ash-Shiddiq untuk memberitahukan
kesulitan yang sedang mereka hadapi. Abu Bakar
pun memerintahkan mereka untuk mundur ke
wilayah yarmuk dan berkumpul di sana, lalu
memerintahkan Khalid untuk berangkat dengan
sebagian pasukannya yang sedang berada di Irak
menuju Syam dan menjadi komandan pasukan
perang di Syam.
Khalid bin Walid mampu mewujudkan
keinginan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia berhasil
mengalahkan pasukan musuh di Syam, dan
memenangkan pertempuran melawan musuh di
Ajnadain dan Yarmuk.29
29
Ibid, hal. 410.
KEBIJAKAN LUAR NEGERI (FOREIGN POLICY)
DALAM PEMERINTAHAN ABU BAKAR ASH-
SHIDDIQ30
Di bawah pemerintahannya, Abu Bakar
Ash-Shiddiq telah menetapkan beberapa target
dalam menerapkan politik luar negerinya, yang
terpenting di antaranya ialah:
a. Menanamkan Rasa Kagum dan Takut di
Hati Para Pemimpin dan Rakyat Negara
Lain
Sebuah negara yang tidak ditakuti oleh
negara lain tidak akan pernah bisa mencapai
stabilitas atau keamanan; mereka akan terus
menerus dipandang oleh negara lain sebagai
target yang mudah—sebuah negara yang
menjadi sasaran empuk invasi. Abu Bakar
memahami realitas ini dengan sangat baik,
karenanya salah satu tujuan utama kebijakan
luar negeri beliau adalah untuk menanamkan
rasa takut di hati musuh. Pada masa awal
kekhilafahnnya, ia mencapai tujuan itu dengan
dua cara:
Pertama, Ia berperang melawan dan
mengalahkan para pemberontak murtad. Tujuan
utama Abu Bakar adalah membawa stabilitas di
wilayah yang ia kuasai. Sedang tujuan keduanya
adalah untuk menunjukkan kepada kekuatan
asing bahwa umat Islam mampu mengatasi
semua rintangan dan ancaman.
Para pemimpin negara asing mencermati
dengan sangat serius apa yang terjadi di dunia
Arab, terutama para pemimpin Romawi dan
30 Lihat Ali Ash-Shalabi, The Biography of Abu Bakr As-Siddeeq, (penerjemah: Faisal Shafeeq), hal. 687-692.
14
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
Persia. Sebelum berkembangnya Islam, dua
negara superpower adalah Romawi dan Persia,
sedangkan bangsa Arab, kalaupun mereka
memiliki nilai penting dalam panggung dunia,
lebih sering dimanfaatkan oleh Romawi dan
Persia untuk berperang membela kepentingan
mereka. Selain itu, beberapa wilayah Arab juga
digunakan sebagai wilayah penyangga (buffer
zone) di antara wilayah Romawi dan Persia.
Namun sekarang, umat Islam telah bangkit,
bahkan di zaman Rasulullah masih hidup beliau
mengirimkan pasukan untuk bertempur dan
menguji kekuatan pasukan Romawi. Karena itu,
bangsa Romawi dan Persia mempunyai
kepentingan atas apa yang tejadi di dunia Arab.
Mereka sangat kecewa saat mereka
menyaksikan pasukan Islam mampu
menghancurkan pasukan pemberontak murtad.
Dampaknya, para pemimpin Romawi dan Persia
menyadari bahwa umat Islam telah menjadi
lebih kuat dan memberikan ancaman yang
semakin meningkat. Keberhasilan umat Islam,
untuk mengatasi ancaman internal yang tidak
remeh tersebut tentunya membuat Romawi dan
Persia berfikir berulang kali sebelum berencana
menyerang Arab. Kegamangan mereka, sebagai
hasil dari rasa takut dan kekhawatiran untuk
tidak menderita kekalahan yang berat, kembali
menghantui mereka saat justru bangsa Arab
yang kemudian menyerang mereka; bukan
mereka yang menyerang bangsa Arab.
Kedua, Abu Bakar mengirimkan pasukan
Usamah. Menancapkan rasa takut di hati musuh
adalah salah tujuan yang terbersit dalam pikiran
Abu Bakar saat ia memutuskan untuk mengirim
pasukan Usamah. Bangsa Romawi mempunyai
alasan untuk takut. Pada awalnya mereka
berharap bahwa dengan pemberontakan kaum
murtad, semenanjung Arab akan terjerembab
dalam situasi chaos, namun mereka justru
menyaksikan dengan mata kepala mereka
sendiri bahwa negara Islam justru mengirimkan
pasukan besar untuk menyerang Romawi.
Keberanian untuk melakukan invasi tersebut
mencengangkan dan membuat Romawi
ketakutan. Dan yang lebih buruk lagi, pasukan
Usamah berhasil menjalankan misinya, yaitu
mengalahkan pasukan musuh yang loyal pada
bangsa Romawi dan membawa pulang
ghanimah. Dampaknya, kaisar Romawi
Heraklius, mengirimkan puluhan ribu pasukan
Romawi untuk menjaga perbatasan antara Syam
dan Arab.
Persia juga mempunyai alasan untuk takut,
karena berita tentang pasukan Usamah juga
sampai kepada para pemimpin Persia, yang
mulai mengkhawatirkan keselamatan dan
keamanan tanah Persia, terutama Irak. Para
pemimpin Persia, karena ketakutan pada
kekuatan umat Islam, mulai melakukan aliansi
dengan pemberontak murtad, dengan memberi
bantuan material dan moral kepada mereka
dalam perang melawan umat Islam. Jadi, dengan
menggunakan kekuatan minimal, Abu Bakar
berhasil mengirimkan pesan kepada para
pemimpin asing: tidak lama lagi pasukan Islam
akan melakukan invasi besar-besaran ke tanah
mereka, dan mereka akan datang dengan
pasukan yang rindu akan kematian sebagaimana
mereka rindu akan kehidupan.
15
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
b. Meneruskan Jihad yang Diperintahkan
Rasulullah
Bahkan sejak awal misi kenabian, Islam
adalah pasukan yang ekspansif. Islam bukanlah
untuk satu suku, satu kelompok, atau satu
bangsa, tapi untuk seluruh umat manusia.
Karena itu umat Islam yang memiliki kewajiban
untuk mendakwahkan Islam pada orang lain,
harus terus menerus berjuang untuk
meruntuhkan segala penghambat yang
mencegah pesan Islam dari didengar oleh orang
asing; yaitu dengan menyebarkan Islam dari
Makkah ke Madinah, kemudian ke seluruh
Jazirah Arab, dan kemudian menyebarkannya ke
Irak dan Syam.
Tidak ada yang lebih dekat dengan
Rasulullah daripada Abu Bakar. Faktanya,
setelah shalat Isya, mereka berdua duduk
bersama dan mendiskusikan persoalan umat
Islam. Abu Bakar banyak menghabiskan waktu
dengan Rasulullah, ia paham tidak hanya
pentingnya menyebarkan Islam, tapi juga sarana
dan strategi yang diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut. Dengan kata lain, Abu Bakar
paham bahwa operasi militer adalah sarana
utama untuk meruntuhkan penghalang-
penghalang yang mencegah Islam sampai ke
masyarakat dunia. Karena itu, jika para
pemimpin Persia menolak masuk Islam dan jika
masyarakat Persia masih tetap musyrik, menjadi
tugas Abu Bakar untuk menurunkan pasukan
guna menaklukkan imperium Persia.
Dalam mengirimkan pasukan ke luar
negeri, Abu Bakar sangat memahami pepatah
yang menyatakan bahwa siapa yang ragu akan
kalah. Jika Abu Bakar menunda, musuh akan
semakin berani, dan bisa jadi Romawi yang akan
menginvasi negara Islam, bukan Islam yang akan
menginvasi kekaisaran Romawi. Begitu juga,
Perang Riddah berakhir seiring dengan
pengiriman pasukan Islam ke Irak dan Syam.
Para komandan Abu Bakar pergi ke luar
negeri dengan niat menyebarkan pesan-pesan
Islam dan menyingkirkan para pemimpin tiran
dan zalim dari singgasananya. Para pemimpin
yang pemberani, seperti Khalid, Abu Ubaidah,
Amr bin Ash, Syurahbil dan Yazid, dipilih dengan
sangat teliti untuk menjalankan tugas
menginvasi negara lain. Abu Bakar sebagai
seorang yang mempunyai pengalaman militer
luar biasa memilih para komandannya
berdasarkan kemampuan, talenta, dan terutama
ketaatan mereka. Mereka kemudian mampu
menaklukkan Irak dan Syam dalam waktu yang
sangat singkat.
c. Menegakkan Keadilan di Negeri Asing
(Foreign Lands), dan Memperlakukan
Rakyat yang Ditaklukkan dengan Murah
Hati
Mudah untuk bicara kepada rakyat yang
ditaklukkan dengan mengatakan kepada mereka
bahwa penaklukkan tersebut demi kebaikan
mereka sendiri: untuk membuat mereka lebih
beradab, membawa demokrasi pada mereka,
menguatkan mereka, membebaskan mereka dari
belenggu tirani, dan lain-lain. Banyak penakluk
mengatakan hal demikian kepada mereka yang
ditaklukkan, padahal realitanya motif mereka
sering kali hanya untuk kepentingan mereka
16
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
sendiri tanpa peduli pada harga diri dan
kesejahteraan rakyat yang mereka taklukkan.
Tapi Islam selalu berbeda. Benar bahwa
Abu Bakar ingin memenangkan hati dan pikiran
rakyat yang ia taklukkan (winning the hearts
and minds) tapi ia berbeda dengan penakluk
non-muslim lainnya, ia benar-benar melakukan
apa yang ia katakan. Abu Bakar tahu bahwa ia
tidak bisa memenangkan hati rakyat asing
dengan pedang. Menaklukkan musuh hanya
dengan pedang tidak akan menyelesaikan atau
menghasilkan sesuatu. Dengan kata lain, Abu
Bakar memahami fakta bahwa perencanaan
pasca perang (post-war planning) sama
pentingnya dengan perencanaan sebelum
perang (pre-war planning). Pre-war planning
meliputi mengalahkan musuh di medan tempur,
sedangkan pos-war planning meliputi memenuhi
kebutuhan dasar rakyat yang ia taklukkan,
memberikan keamanan pada mereka dan
menyebarkan keadilan di tengah mereka. Rakyat
harus diyakinkan hingga mereka tidak berpikir
bahwa satu tiran digantikan tiran lain yang lebih
keras, kejam, dan jahat dibandingkan yang
pertama.
Untuk itu, Abu Bakar memerintahkan
kepada komandannya untuk berlemah lembut
dan berkasih sayang kepada penduduk yang
mereka taklukkan. Mereka yang tangannya telah
ditaklukkan perlu diyakinkan dalam semua
tindakan bahwa tanah mereka tidak akan
dirampas, mereka tidak akan dicegah dari sarana
kehidupan mereka, dan bahwa keluarga mereka
akan tetap aman dari para penjahat. Para
komandan Muslim, sebagaimana perintah Abu
Bakar, melindungi infrastruktur-infrastruktur di
tanah yang mereka taklukkan dan menghargai
kesucian hidup di antara rakyatnya. Sebagai
hasilnya, rakyat di Persia dan Syam mencintai
umat Islam karena kemuliaan akhlak mereka,
kemurahan hati mereka, kebaikan mereka, dan
ketulusan hati mereka. Melalui keagungan
akhlak para penakluk Muslim, cahaya Islam
masuk ke dalam hati orang-orang asing,
sebagaimana saat dan sesudah Fathul Makkah,
masyarakat masuk Islam secara berbondong-
bondong. Sebagai hasilnya, mereka mendapat
keamanan, keselamatan, kestabilan,
kemakmuran, dan kesetaraan dengan saudara
Muslim mereka di negeri Arab.
Bagi rakyat Persia dan Syam, perbedaan
kehidupan yang mereka tahu sebelumnya
dengan Islam adalah seperti perbedaan malam
dan siang. Ketika pasukan Persia atau Romawi
menginvasi sebuah wilayah, mereka
menghancurkan segala yang mereka lalui.
Mereka melakukan mutilasi terhadap pasukan
musuh, menghancurkan kehidupan orang-orang
yang tidak berdosa, memunculkan kerusakan
dalam segala hal yang mungkin, dan
mendapatkan kutukan dan kebencian dari
orang-orang yang mereka invasi selamanya.
Kengerian perang dan kebebesan yang direnggut
oleh para pemenang hari itu sudah sangat
diketahui oleh masyarakat pada abad itu, maka
mereka punya alasan untuk terkejut dengan apa
yang dibawa oleh penakluk Muslim, bukan
kesengsaraan dan kerusakan, tapi keadilan,
perdamaian, penghormatan, dan kemakmuran.
Mereka telah menghilangkan segala bentuk
17
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
tirani dan penindasan dari kehidupan orang-
orang yang mereka taklukkan.
Abu Bakar menginginkan kesempurnaan
dari para komandannya. Ia terus mengawasi
mereka dan melarang mereka dari segala bentuk
tirani. Dan ia segera mengoreksi kesalahan
sekecil apa pun yang dilakukan oleh mereka. Al-
Baihaqi meriwayatkan bahwa ketika pasukan
asing memperoleh kemenangan dalam sebuah
perang, mereka menganggap bahwa melakukan
kekejaman terhadap pasukan musuh adalah
tindakan yang legal. Misalnya, sudah menjadi
kebiasaan bagi mereka untuk membawa
penggalan kepala komandan musuh kepada raja
mereka sebagai cara untuk mengumumkan
kemenangan. Selama perang di Syam, dua
komandan Islam, Amr bin Ash dan Syurahbil bin
Hasanah membawa kepala Ban’an, salah satu
pendeta tertinggi di Syam kepada Abu Bakar.
Ketika utusan Amr bin Ash dan Syurahbil, yaitu
Uqbah bin Amir, kembali dengan kepala Ban’an
Abu Bakar sangat marah. Kemudian Uqbah
berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah! Ini yang
mereka lakukan terhadap kita.” Kemudian Abu
Bakar menjawab, “Haruskah kita mengikuti cara-
cara Persia dan Romawi! Jangan lagi membawa
kepala kepadaku. Cukup kau kirimkan surat
kepadaku atau menginformasikannya secara
langsung (tentang kemenangan atau tentang
kematian pemimpin musuh).”
d. Memberi Kebebasan Beragama Kepada
Rakyat yang Ditaklukkan
Walaupun tujuan utama Abu Bakar adalah
menyebarkan pesan Islam kepada rakyat asing,
tapi tujuannya bukanlah memaksa orang untuk
memeluk Islam. Faktanya, Abu Bakar tidak
pernah memaksa bangsa atau kelompok
manapun untuk masuk Islam, sebuah kebijakan
yang diturunkan dari firman Allah, “Apakah
kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya?” (QS. Yunus: 99).
Tidak disangsikan lagi bahwa umat Islam
ingin menghilangkan tirani dan memberikan
kesempatan pada rakyat untuk melihat,
mengapresiasi, dan merengkuh cahaya Islam.
Ketika sebuah bangsa ditaklukkan dan rakyatnya
didakwahi dengan pengajaran Islam mereka
dizinkan untuk memilih apakah mereka mau
masuk Islam ataukah tetap pada agama mereka.
Mereka diperbolehkan tetap pada agama mereka
selama mereka mematuhi perjanjian mereka
dengan umat Islam, yaitu:
1. Mereka membayar jizyah pada umat
Islam. Jizyah ini dibayarkan oleh non-
Muslim yang tinggal di negara Islam.
Pilihan ini memberi hak pada non-Muslim
untuk tetap mengikuti agama mereka dan
juga menjamin mereka bahwa selama
mereka tetap setia pada pemerintahan
Islam, umat Islam akan berlaku adil pada
mereka dan melindungi mereka dari
seluruh musuh. Sebagaimana warga
Muslim yang lain, mereka juga
mendapatkan keamanan dan
keselamatan, dan tidak ada seorang pun
yang mempunyai hak untuk mencuri
harta benda mereka atau merampasnya.
18
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
2. Ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa
mereka ikuti; misalnya, karena loyalitas
mereka kepada Islam masih diragukan
mereka tidak diizinkan bergabung
dengan militer Islam.
3. Mereka tidak boleh memberikan ancaman
pada umat Islam dan agama mereka, dan
mereka juga tidak diperbolehkan
membentuk berbagai pergerakan yang
bertujuan untuk menghancurkan,
merusak, atau mendistorsi segala aspek
tentang Islam.
4. Mereka diperbolehkan untuk tetap
memeluk agama mereka, tapi jika mereka
ingin pindah agama, mereka hanya boleh
memeluk agama Islam.
Islam mengakui bahwa keyakinan itu di
dalam hati, yaitu bagian dari tubuh manusia
yang kebal dari paksaan. Karena itu umat Islam
tidak memaksa orang lain untuk memeluk Islam,
tapi melalui perilaku dan perkataan, melalui
dakwah dan perbuatan, mereka berusahan
mengpengaruhi non-Muslim dengan harapan
bahwa mereka, atas keinginan sendiri, menerima
dan memeluk Islam.
STRATEGI MILITER ABU BAKAR ASH-
SHIDDIQ31
Dengan mempelajari penaklukan miter
yang terjadi pada masa khilafah Abu Bakar, kita
mampu melihat pola strategi kunci yang ia
gunakan untuk meraih kemenangan melawan
musuh. Di antara strategi penting tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Menaklukkan Wilayah Musuh Satu Kota
Satu Waktu
Jelas, bagi kalangan umat Islam, pengambil
keputusan dan strategi secara umum dalam
perang waktu itu adalah Abu Bakar, bukan para
komandannya. Abu Bakar menggunakan layanan
dari para utusannya yang terpercaya dan cepat
untuk bisa berkomunikasi secara konstan
dengan para komandannya. Dengan mempelajari
invasi Irak dan Syam, kita mampu melihat bahwa
ada dua macam keputusan yang perlu diambil:
Pertama, terkait dengan strategi perang
secara umum yang meliputi persoalan antara
lain: siapa yang menyerang, kapan menyerang,
kapan mundur, kapan bergabung dengan
pasukan lain, kapan merasa cukup dengan
jumlah tentara dalam satu kesatuan pasukan,
dan seterusnya. Seorang komandan Muslim bisa
membuat keputusan secara langsung di
lapangan hanya ketika aksi tersebut perlu
diambil dengan segera—yaitu ketika tidak ada
waktu untuk menunggu perintah Abu Bakar.
Namun, saat itu komandan tersebut membuat
31 Lihat Ali Ash-Shalabi, The Biography of Abu Bakr As-Siddeeq, (penerjemah: Faisal Shafeeq), hal. 694-700.
19
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
keputusan dan kemudian menginformasikan
kepada Abu Bakar keputusan tersebut.
Kedua, tentang keputusan tempur, yang
harus dilakukan terkait dengan strategi tempur
untuk perang tertentu—di mana menempatkan
masing-masing batalion, di mana menempatkan
pasukan kavaleri, formasi apa yang terbaik
untuk mengalahkan musuh, dan seterusnya.
Keputusan tersebut hampir selalu diserahkan
kepada para komandan.
Di antara keputusan yang masuk kategori
pertama adalah pertanyaan tentang seberapa
cepat pasukan muslim harus melakukan
penetrasi ke dalam teritorial musuh. Satu teori
menyatakan bahwa pasukan Islam sebaiknya
melakukan penetrasi ke dalam teritorial musuh
sedalam dan secepat mungkin. Namun, Abu
Bakar menolak teori ini. Ia dengan tegas
memerintahkan kepada para komandannya
untuk mengamankan wilayah musuh yang paling
dekat sebelum melakukan penetrasi ke dalam
teritorial musuh yang lebih dalam. Ketika Abu
Bakar memerintahkan Khalid dan Iyad untuk
menyerang Irak dari wilayah utara dan selatan,
ia mengirimkan pesan yang sama kepada
keduanya:
“Siapa pun di antara kalian yang tiba lebih
dahulu di Al-Hirah, ia menjadi pemimpin kalian.
Jika kalian berdua telah berkumpul di Al-Hirah—
insyaallah—dan berhasil menghancurkan
pertahanan Persia, sehingga kalian dan kaum
muslimin yang bersama kalian merasa aman,
hendaknya salah seorang di antara kalian
menjadi pelindung kaum muslimin di Al-Hirah.
Adapun yang lain hendaknya menyerang tentara
Persia dan melucuti semua persenjataan
mereka.”
Surat ini menunjukkan bahwa Abu Bakar
bukanlah pemula dalam seni perang. Sebaliknya,
ia adalah veteran dari banyak perang. Ia sangat
tahu bagaimana cara mengalahkan musuh dan
bagaimana mematahkan keinginan mereka.
Superioritas wawasan perang Abu Bakar diakui
oleh ahli perang terhebat saat itu, yaitu Khalid
bin Walid. Khalid tidak hanya melaksanakan
perintah Abu Bakar, tetapi ia juga paham bahwa
dengan menjalankannya merupakan hal terbaik
yang bisa ia lakukan untuk meraih kemenangan.
Ketika Khalid berjalan ke wilayah utara Al-
Hirah untuk membantu Iyad menuntaskan
misinya, ia berhenti di Karbala. Pasukan Islam
banyak yang mengeluh kepadanya tentang
banyaknya lalat. Kemudian Khalid berkata
kepada Abdullah bin Watsimah, “Sabarlah,
karena aku ingin menghancurkan benteng
musuh yang ia diperintahkan untuknya,
sehingga kita bisa menduduki wilayah tersebut
bersama dengan orang-orang Arab dan
melindungi pasukan Islam dari serangan dari
garis belakang. Kemudian orang-orang Arab
akan mendatangi kita tanpa rasa takut dari
sergapan musuh. Demikianlah perintah khalifah
untuk kita, dan sungguh, idenya memang benar-
benar menyelamatkan umat.”
Di Irak, Al-Mutsanna bin Haritsah
mengadopsi strategi yang sama. Saat itu, Abu
20
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
Bakar berpesan kepadanya, “Perangilah orang-
orang Persia di garis perbatasan tanah mereka,
di tempat yang paling dekat dengan tanah Arab.
Jangan menyerang di daerah musuh. Jika Allah
menampakkan tanda-tanda kemenangan untuk
pasukan Islam, bergeraklah maju di belakang
mereka. Jika tidak, kembalilah ke dalam barisan,
karena musuh lebih mengetahui seluk-beluk
negeri mereka, dan lebih berani melakukan
serangan dari tempat mereka, sampai Allah
membalikkan keadaan mereka.”
Adapun dalam menaklukkan negeri Syam,
padang tandus senantiasa berada di belakang
pasukan Islam, sebagai upaya perlindungan diri.
Meski sudah demikian posisinya, pasukan Islam
tetap memastikan sebelumnya bahwa pasukan
musuh tidak mungkin menemukan cara untuk
menyerang mereka secara tiba-tiba dari arah
belakang.
Di samping itu, mereka juga telah lebih
dahulu menguasai kota serta daerah yang
berada di samping kanan dan kiri mereka.
Semua celah yang dapat di masuki musuh juga
telah diantisipasi dengan melakukan berbagai
serangan. Area yang mereka tempati itu pun
senantiasa berada dalam pengawasan dan
penjagaan yang sangat ketat.
b. Memobilisasi dan Mengonsolidasikan
Pasukan
Abu Bakar tidak menyelenggarakan wajib
militer pada masa kekhilafahannya, atau dengan
kata lain, ia tidak memaksa seorang pun untuk
ikut serta dalam berperang. Namun,
kemenangan tidak akan tercapai tanpa jumlah
pasukan yang cukup. Abu Bakar tidak lah
menginvasi kekuatan yang remeh, tapi dua
kekuatan super power saat itu, yaitu imperium
Romawi dan Persia. Pertanyaannya sekarang
adalah, bagaimana ia mendapatkan pasukan
untuk mencapai tujuannya menaklukkan Irak
dan Syam? Ini adalah pertanyaan yang bagi Abu
Bakar tidak dianggap remeh, terutama dengan
mempertimbangkan fakta bahwa ia menerapkan
aturan yang sangat ketat dalam perekrutan
pasukan. Ketika Khalid dan Mutsanna
memutuskan untuk meminta pasukan tambahan,
karena jumlah pasukan mereka tidak mencukupi
kebutuhan perang yang ada, Abu Bakar
kemudian membalas surat keduanya dengan
berkata, “Ambillah pasukan Islam yang
sebelumnya ikut Perang Riddah dan orang-orang
yang tetap berada dalam agama Islam setelah
Rasulullah wafat. Jangan kalian merekrut
pasukan dari kalangan orang yang pernah
murtad sekalipun mereka insaf, sebelum saya
memutuskan apa yang harus aku lakukan
kepada mereka.”
Meski demikian, Abu Bakar mengambil
beberapa langkah kunci untuk meyakinkan
rakyatnya agar bersedia berjihad: Ia
menyampaikan ceramah yang menggerakkan,
dengan mengingatkan rakyatnya tentang pahala
berjihad di jalan Allah. Selain itu, ia juga
meminta bantuan kepada umat Islam di Yaman.
Dampaknya, banyak orang yang secara sukarela
bergabung untuk berperang di Irak dan Syam.
Ringkasnya, waktu itu tidak diperlukan wajib
21
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
militer karena sukarelawan yang bergabung
untuk berperang sudah mencukupi, mereka
menunggu janji Allah: kemenangan atau mati
sebagai syuhada. Dan faktanya, karena tingginya
keimanan mereka, banyak orang yang lebih
memilih pilihan kedua.
Abu Bakar memfokuskan energinya untuk
meyakinkan rakyatnya agar bergabung bersama
pasukannya tidak hanya sebelum invasi Irak dan
Syam, namun juga saat invasi berlangsung. Ia
terus mengirimkan pasukan tambahan untuk
para komandannya—beberapa pasukan
batalyon yang terdiri dari ratusan orang—
hingga akhir hayatnya.
c. Memastikan Tujuan Perang
Abu Bakar Ash-Shiddiq tentu saja tahu apa
tujuan utamanya dalam menginvasi Irak dan
Syam, tapi itu tidak cukup: Ia juga memastikan
bahwa seluruh prajuritnya mempunyai
pemahaman yang sama. Dalam ceramahnya, dan
juga dalam nasihat yang ia berikan kepada para
komandan dan prajuritnya, Abu Bakar
menegaskan bahwa mereka berperang untuk
menyebarkan pesan Islam, untuk
menyampaikannya kepada seluruh manusia di
dunia, dan mencegah para tiran yang mencegah
rakyatnya dari mempelajari agama yang benar.
Para komandannya juga paham tentang tujuan
mereka. Hal ini terbukti dari kesamaan pilihan
yang diberikan kepada musuh: masuk Islam,
membayar jizyah, atau perang.
d. Mengirim Pasukan ke Tempat yang
Paling Membutuhkan
Abu Bakar Ash-Shiddiq mempunyai
kebijakan yang jelas soal pengiriman pasukan ke
medan perang: Jika ia berperang di banyak front,
ia akan mengonsentrasikan pasukannya di front
yang paling penting. Namun, bukan berarti ia
mengesampingkan front yang lain. Ia berusaha
seimbang, mengonsentrasikan sebagian besar
pasukan di tempat yang paling membutuhkan,
dan mengirimkan unit dan pasukan lain ke front
lainnya. Contoh, Abu Bakar Ash-Shiddiq
mengerahkan sebagian besar pasukannya untuk
memerangi orang-orang murtad, karena mereka
memberikan ancaman yang dekat dan
berbahaya bagi umat Islam, namun ia tidak
mengesampingkan medan tempur lainnya, yang
dibuktikan dengan fakta bahwa ia tetap
mengirimkan pasukan Usamah untuk berperang
di perbatasan Romawi.
Dengan kata lain, Abu Bakar Ash-Shiddiq
menunjukkan kemampuan yang brilian dalam
menata distribusi pasukannya untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Pada
pertengahan dan akhir kekhilafahannya, ia juga
menyebarkan pasukannya antara Irak dan Syam.
Lalu, ketika ia memandang bahwa perang di
Syam tidak begitu baik hasilnya sebagaimana di
Irak, ia memerintahkan Khalid bin Walid untuk
membawa separuh pasukannya dan pindah dari
Irak ke Syam. Dengan kondisi di mana mayoritas
pasukannya berada di Syam, Abu Bakar Ash-
Shiddiq tidak berarti mengabaikan Irak. Ia tetap
menyisakan beberapa pasukan yang mencukupi
22
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
di sana, dan menunjuk seorang pemimpin yang
tangguh dan bijaksana, Mutsanna bin Haritsah.
Contoh di atas hanyalah salah satu contoh.
Sepanjang kekhalifahannya, Abu Bakar Ash-
Shiddiq terus menyebarkan, menyebarkan ulang,
menugaskan, dan mentransfer pasukan
berdasarkan tingkat kebutuhan di masing-
masing medan perang. Dengan melakukannya
dalam sebuah cara yang secara strategis sangat
brilian, ia telah menanamkan kepercayaan diri
kepada para pasukannya, yang memahami
bahwa jika jumlah mereka jauh lebih sedikit
dibanding musuhnya, mereka bisa meminta
kepada sang pemimpin untuk mengirimkan
pasukan yang cukup, yang paling tidak bisa
memberi kesempatan bagi mereka untuk
menang.
e. Mengganti Komandan Perang
Tidak ada gubernur, komandan, atau
pemimpin pasukan yang dijamin bahwa ia akan
menduduki jabatannya seumur hidup;
sebaliknya, semua pejabat pemerintah terus
dievaluasi berdasarkan performa mereka. Jika
seseorang lalai dalam tugasnya, ia akan dipecat.
Dan bahkan jika seseorang jujur dan sudah
melakukannya semampu yang ia lakukan,
namun ternyata gagal untuk mencapai misinya,
Abu Bakar Ash-Shiddiq akan
mempertimbangkan untuk memecatnya jika ada
yang dirasa mampu mengerjakannya dengan
lebih baik. Ini adalah sikap yang adil dan benar,
karena dalam kebijakan Abu Bakar Ash-Shiddiq
kebaikan bersama yang lebih luas lebih penting
dibanding perasaan individu. Ini adalah realita
pelayanan publik di masa kekhilafahan Abu
Bakar Ash-Shiddiq, dan harusnya menjadi realita
dalam pemerintahan manapun. Misalnya, saat
Khalid bin Said gagal dalam menjalankan
misinya di Tabuk. Khalid bin Said adalah orang
yang jujur dan tulus; ia melakukan yang terbaik
untuk menjalankan misinya, namun pada
akhirnya gagal. Hal tersebut tidak membuat
derajatnya berkurang sebagai seorang Muslim,
namun kondisi tersebut memicu pertanyaan
apakah ada orang lain yang mampu untuk
menggantikan peran yang gagal dijalankan oleh
Khalid bin Said tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq
terus memikirkan pertanyaan ini dan akhirnya
memutuskan untuk mengganti Khalid dengan
Ikrimah. Pada akhirnya, Ikrimah berhasil
menyelesaikan misinya.
Selain itu, meski seseorang mempunyai
kualifikasi untuk melakukan satu tugas, dan
bahkan mempunyai performa yang baik, Abu
Bakar Ash-Shiddiq tetap tidak segan-segan
menggantinya jika ada orang yang mempunyai
kualifikasi yang lebih baik. Mutsanna
menunaikan tugas dengan sangat baik di Irak,
namun Khalid mempunyai kualifikasi yang lebih
baik dan lebih memiliki kemampuan untuk
memenangkan pertempuran di masa depan. Dan
di Syam, Abu Ubaidah sangat cocok memimpin
pasukan di wilayah tersebut, namun lagi-lagi
Abu Bakar Ash-Shiddiq berpikir bahwa lebih
baik menggantinya dengan seorang komandan
militer yang lebih baik, Khalid bin Walid.
23
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
Karenanya, dalam soal urusan penunjukan
dan penggantian komandan militer, Abu Bakar
Ash-Shiddiq lebih mementingkan kebaikan
bersama umat Islam dibanding perasaan
perseorangan. Sebagai pemimpin kaum
muslimin, Abu Bakar Ash-Shiddiq paham bahwa
dalam perang, dan dalam kehidupan secara
umum, kepentingan yang sedikit tidak melebihi
kepentingan orang banyak.
f. Berkomunikasi secara Konstan dengan
Para Komandan Perang
Pada masa kekhilafahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq, belum ada kamera, foto satelit, pesawat
pengintai, telepon, atau segala bentuk teknologi
lain yang memudahkan pemimpin untuk
berkomunikasi dengan pasukannya secara real
time. Selalu ada masa Selalu ada delay: waktu
yang diperlukan oleh utusan untuk berjalan dari
medan perang ke Madinah. Namun, berdasarkan
seluruh peristiwa yang terjadi selama perang
riddah dan juga invasi ke Irak dan Syam, seolah-
olah Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak berada di
Madinah, namun hadir dalam setiap zona
perang. Dia memberi komando dan
merencanakan rute perjalanan bagi pasukannya
seolah-olah ia bisa melihat semua yang terjadi di
zona perang, dan seolah-olah ia memiliki akses
peta modern yang menunjukkan topografi setiap
wilayah.
Bagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq bisa
seolah-olah hadir di setiap medan perang? Tidak
dengan sihir tentuya, namun ia melakukannya
dengan sistem pengiriman pesan yang rumit
yang telah ia kembangkan bersama dengan para
komandannya. Sebagaimana pentingnya
pasukan di medan tempur, para pembawa pesan
yang berjalan di antara Madinah dan medan
perang juga sangat penting. Mereka membawa
pesan antara Abu Bakar dan para komandannya.
Para utusan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah
orang-orang yang terpercaya, mereka hanya
sedikit beristirahat untuk memastikan pesan
sampai secepat mungkin. Mereka juga sangat
hati-hati dan menjaga rahasia, untuk
menghindari informasi tentang rencana Abu
Bakar Ash-Shiddiq jatuh ke tangan musuh.
g. Mengisolasi Medan Perang
Ketika Abu Bakar mulai menyiapkan
pasukan untuk memerangi Romawi dan Persia,
ia mengirimkan Khalid bin Sa’id ke Tabuk
dengan misi utama menguasai wilayah strategis
sebagai titik utama untuk bergerak. Abu Bakar
melakukan itu agar pasukannya menjadi
pelindung bagi kaum muslimin selanjutnya.
Ketika Khalid bin Sa’id tidak berhasil dalam
menjalani misinya ini, dan justru melakukan
kesalahan, Ikrimah bin Abu Jahal ditugaskan
menggantikan posisinya.
h. Strategi Perang yang Selalu
Berkembang Seiring Perubahan di Lapangan
Saat berita keberangkatan pasukan
Romawi yang didukung kekuatan orang-orang
Damaskus sampai ke telinga Abu Bakar, ia
segera menulis surat kepada Abu Ubaidah yang
berbunyi, “Kerahkanlah pasukan berkudamu ke
wilayah antara Al-Qura dan As-Sawad. Desaklah
24
Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016
pasukan musuh dengan menutup jalan antara
Mirah dan Madah, serta janganlah mengepung
Madain sebelum aku memerintahkannya.”
Itu adalah perintah pertama, dan setelah
Abu Bakar mengirim pasokan tentara yang
cukup, ia pun kembali menulis surat, “Jika
musuh menyerang pasukanmu, lawanlah mereka
dan berdoalah memohon bantuan Allah untuk
menghadapi mereka, karena jika setiap kali
musuh mendapat bantuan maka kami pun akan
mengirim bantuan pasukan seperti mereka.”
KESIMPULAN
Memang, Abu Bakar dikenal oleh umat
Islam akan ketaatannya, kedekatannya dengan
Rasul, kelembutannya, ketakwaannya kepada
Allah, dan ilmunya, Namun, ia juga adalah
seorang ahli militer yang brilian, bahkan salah
satu yang terbaik dalam sejarah manusia.
Pada saat yang menentukan (kritis), ia
mengambil keputusan dan kebijakan politik
yang berani dan tidak populer melawan orang-
orang murtad; sebuah keputusan yang pada
akhirnya akan mengubah sejarah.
Terkait kebijakan luar negeri, Abu Bakar
berusaha mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Membuat bangsa lain takut kepada umat
Islam.
2. Melanjutkan jihad.
3. Menegakkan keadilan di wilayah yang
ditaklukkan, dan bersikap lemah-lembut
terhadap bangsa yang ditaklukkan.
4. Memberikan kebebasan beragama
kepada orang yang ditaklukkan.
5. Berusaha membuat orang-orang di
seluruh dunia untuk mendengarkan
pesan Islam.
Perang bukanlah sesuatu yang remeh, juga
bukan sesuatu yang dilakukan dengan cara-cara
yang kejam dan serampangan, tanpa
menghiraukan aturan dan prinsip-prinsip yang
benar. Ada aturan yang harus diikuti dan semua
pihak yang terlibat dalam perang memiliki hak
yang harus ditunaikan. Abu Bakar menegaskan
hal tersebut dalam surat-surat yang ditulis
kepada para komandan pasukannya. Tetapi,
lebih daripada itu semua, Allah memiliki hak
atas pasukan Islam. Misalnya, sepanjang mereka
berperang membela keadilan, mereka harus
sabar dan teguh di medan perang. Mereka juga
harus ikhlas dengan menempatkan ridha Allah di
atas tujuan yang lain. [Ali Sadikin]
Top Related