7/23/2019 FOLMALIN (FORMALDEHID) TERBENTUK ALAMI PADA IKAN.pdf
1/4
LATARBELAKANGP sering terjadienggunaan formalin pada produk makanan (termasuk ikan) sampai saat ini masih meskipun regulasi tentang
penggunaan formalin sebagai bahan terlarang untuk makanan telah banyak diterbitkan ( , )Anonim 2014 . Hasil monitoring terhadap
penggunaanformalin padaproduk perikananyang dilakukanBalai BesarPenelian danPengembangan PengolahanProduk danBioteknologi
Kelautandan Perikanan (BBP4BKP) dari tahun 2004hingga 2008menunjukkan pemakain formalinpada produk perikananterusterjadi. Ikan
segar, jambalikan,dancumi keringmerupakanproduk yangseringditemukan posif mengandungformalin .(Anonim,2008)
Berkaitan dengan regulasi tersebut, kontroversi sehubungan denganmuncul penerapan zero tolerance terhadap kandungan
formalin dalam Menteri Kesehatan (PerMenKes) Nomor 033/Menkes/Per/VII/2012 dalam produk pangan termasuk produkPeraturan
perikanan. negara lain munculdari kasuspenolakan impor produkperikanan merekayangdinyatakanmengandungformalinbahkanKeluhan
sampai terjadi pemusnahan barang karena penerapan kebijakan zero tolerance Heruwa 2014 . terkait fakta bahwatersebut ( , ) Hal ini
formalin ( )formaldehid sebenarnya dapat karena pemecahan TMAO menjadi DMA dan formaldehid.terbentuk secara alami pada ikan
Pertanyaannya, pada ikan merupakan secara atau berasal dariapakah formaldehid yang ditemukan formaldehid yang terbentuk alami
formalinyangsengajaditambahkan.
T formaldehid yangoleransikandungan amanpadaprodukperikananmenjadipennguntuk
ditetapkan mengingat khususnya untuk produk perikanan secara alamiah ikan akan, ,
membentuk formaldehid selama proses kemunduran mutusecara alami yang
konsentrasi tergantung jenis ikan .nya dan cara perlakuannya
Toleransi Kandungan Residu
ormaldehid pada Ikan Segar
Toleransi Kandungan ResiduFormaldehid pada Ikan Segar
PESAN UTAMA
Pengeran terkait penggunaan formalin pada ikan pada umumnyazero tolerance
dipahami sebagai 'kandungan formaldehid pada ikan dalam kadar berapapun dak
diijinkan'. Pemahaman seper itu harus dikoreksi karena ormaldehid dapat terbentukf
secara alamipadabahanmakanan,termasuk ikansegar.
Berdasar latar belakang informasi ilmiah tersebut di atas, deteksi penggunaan formalin
pada ikan yang didasarkan pada pengukuran residu formaldehid sebagai indikator perlu
dikoreksi dengan kadarformaldehid yangsecaraalamiterbentukpadaikantersebut.
Data dan informasi kandungan residu formaldehid yang terbentuk secara alami pada
ikanperlu untukdilengkapiberdasarkan jenisikan danolahannya.
Implikasi kebijakan: Regulasi level toleransi residu formaldehid sebagai indikator
penggunaan formalin pada ikan perlu disesuaikan dengan menjadikan kandungan
formaldehid yang secara alami terdapat pada ikan sebagai batas toleransi.Sosialisasi
kepada semua tentang masalah ini harus dilakukan secara intensif.stakeholders
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan
danPerikananperlumengambil inisiaf dalamsosialisasiini.
No.: PB03-3-03-2014
BBP4BKPBALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGANPENGOLAHAN PRODUK DAN BIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANANJl. K.S. Tubun, Petamburan VI Jakarta Pusat 10260 T: +6221-53650157 F: +6221-53650158Website : www.bbp4b.litbang.kkp.go.id Email : [email protected]
licyP licy
rifrif
7/23/2019 FOLMALIN (FORMALDEHID) TERBENTUK ALAMI PADA IKAN.pdf
2/4
P DALAMENYALAHGUNAAN FORMALIDEHIDMAKANAN
Formalin atau adalah senyawa( , HCHO)formaldehyde methyl aldehyde
berbentuk dak berwarna, . Formalingas bau menyengat, yang s angat reakf
biasanya dipasarkan dalam bentuk larutan dengan kisaran konsentrasi 30-40
persen Heruwa 2014 .dan menggunakan metanol sebagai penstabil ( , )
F merupakanormaldehid senyawa dengan ngkat karsinogenitas nggi
(golongan 1) pada manusia Heruwa 2014 . 2004( , ; Anonim ) sehingga
penggunaannya untuk makanan dak diijinkan. Namun, formaldehid dapatterbentuk secara endogen (muncul secara alami sebagai hasil re ksi) a
enzimas atau karena faktor mikrobiologis banyak makananpada (WHO,
1989) seper buahdansayuran( ),daging ( ), s usu(3,3 60 ppm 8-20 ppm 1-3,3
ppm 1-98 ppm .) dan juga ikan ( )
Keberadaan ormaldehid jugaf dalam makanan karena
ditambahkan sebagai pengawet Chung Chan 2009, termasuk , ( & , ;seafood
Heruwa ., 2005 dan 2006; , ; ., ) karenaet al et al. et al Kim 2011 Restani 1992
efekf dalam membunuh bakteri, kapang, bahkan virus meskipun kurang
efekf terhadap spora bakteri (WHO, 2002). Formaldehid bereaksi dengan
asamaminodalamprotein denaturasiproteindanmenyebabkan cross-linking
yangdapat membuat produk lebihkompak,keras, berserat, kering,dak larut
air ( & , ; WHO, 2002; & ,Nielsen Jrgensen 2004 Branen Davidson 1983)sehingga menyebabkan protein sulit dicerna tubuh. Formaldehid juga
menghambat dengan cara melaluiakvitasmikroorganisme inakvasiprotein
reaksi kondensasi asamaminobebasdalamproteinmenjadi hidrokoloid.
Hasilmonitoring penggunaanformalin padaproduk perikananyang
dilakukanoleh BBP4BKP dari tahun 2004 hingga 2008 (Tabel 1) menunjukkan
pemakain formalin pada produk hasil perikanan masih terus terjadi (Anonim,
2008), Nopember 2011 (Yennie ., 2012), Februari 2014,sampai bahkanet al
penggunaan formalin masih terjadi di ban ( ,yak tempat di Indonesia Anonim
2014 .)
LEVEL KANDUNGAN FORMALIDEHID ALAMIFormaldehid secara endogen dapat terbentuk pada banyak macam
produk makanan andungan bervariasi tergantung produknyayang k nya ,
misalnya p - pada dagingada buah dan sayuran mencapai 3,3 60 ppm, 8-20
ppm, 1-3,3 ppmpadasusu (WHO,1989). Kandunganformaldehid alami pada
ikanpunbervariasikisaran . Misalnya, kandungan formaldehid alami1-98ppm
padakerapu0,6-3,0ppm,padacumi ,20 ppm ikan (ikan nomei)bombay duck
15,75 ppm bisa lebih nggi pada, tetapi jenis ikan lain (Riyanto ., 2006;et al
Rachmawa ., 2007; WHO, 1989). Variasi kandungan formaldehid alamiet al
tersebut antara lain disebabkan karena adanya perbedaan karakteriskdaging ikan kandungan lemak atau yang lainnyaseper (Noordiana .,et al
2011).
Berdasarkan kajian BBP4BKP terhadap beberapa jenis ikan,
terdapat buk bahwa secara alami formaldehid dapat terbentuk pada
beberapa jenis ikan(Tabel 2). Dari hasilpenelian tersebut ditemukan bahwa
pembentukan formaldehid sejalan dengan proses pembusukan ikan dan
besarnya tergantung pada jenis ikan dan suhu
penyimpanan. Pada penyimpanan suhu kamar, suhu
dingin, maupun suhu beku, formaldehid masih tetap
terbentuk secara alami dengan level konsentrasi yang
berbeda-beda tergantung jenisikandansuhu.
Dari kajian tersebut ditemukan pula bahwa
ikan yang dibekukan cenderung memiliki kandungan
formaldehid yang lebih nggi daripada yang disimpan
pada suhu kamar atau yang dies. Formaldehid alami
pada udang vaname segar yang dies (0-4C) mencapai
1,04ppm, sedangkanpada udangwindu mencapai1,53
ppm. Kandungan formaldehid pada kerapualami
macan yang masih segar yang disimpan pada suhu
kamar adalah 0,62 ppm, dan meningkat menjadi 3,02
ppm pada saat ikan telah mengalami pembusukan
(p ada s aat kan du ngan T VB 3 0 mgN%) .di atas
Sementara itu, kandungan formaldehid pada kakap
merah yang disimpan pada suhu kamar sekitar 0,86
ppm, yang dies mencapai 1,39 ppm dan mencapai 1,49
ppm pada penyimpanan beku. Pada ikan cobia, juga
terjadi kecenderungan serupa, yaitu meningkat dari
1,07 ppm pada penyimpanan suhu kamar menjadi 1,4
ppmkeka dies danmeningkat menjadi 3,41 ppmpada
cobia beku. Pada kondisi tersebut ikan masih
dinyatakan segar.
LEVEL BAHAYA ORMALDEHIDFF ( ) merupakanormaldehid free formaldehyde
senyawa yang sangat reakf terhadap makromolekul
biologis dapat berikatan silangsecara intra-karena atau
inter-molekuler dengan asam nukleat melalui absorpsi
di gugus yang bersentuhan atau kontak langsung.
Pemberian pakan dari tepung ikan yang ditambah
formalin terhadap kus mengindikasikan terjadinya
kerusakan sel lambung, ginjal dan ha hanya dalam
waktu 2 minggu (Murni ., 2009). Hasil tersebut diet al
atas tampaknya lebih disebabkan oleh formaldehid
bebas. ormaldehid yang terdapat ikan bereaksiF pada
dengan protein daging ikan dan menyebabkan tekstur
daging ikanmenjadi liatsehingga disarankan untuk ikan
yang mengandung formaldehid pada dosis 10di atas
2
Tahun
Persentase jumlahsampel
posif mengandung formalin
(%) Asal Sampel
I kan Segar I kan Olahan
2004 79,00 95,00 Jakarta, Jabar, Jateng, Jam, Lampung, Bali,
NTB
2005 20,00 17,00 Jakarta, Jabar, Jateng, Jam, Lampung
2006 7,04 14,15 Jakarta, Jabar, Jateng, Jam, Lampung, NTB,
Banten, DIY,Sumut, Sumsel
2008 12,80 30,80 Jabar, Jateng, Jam, Lampung, NTB, Banten,
DIY,Sumsel
2011 17,8 22,2 DKI Jakarta, Jawa Barat, Tangerang-Banten,
dan Jawa Tengah
Sumber: Anonim (2008), Anonim (2014), Yennie ., 2012)et al
Tabel 1. Hasil monitoring formalin pada ikansecara kualitatif tahun 2004 2008
No Jenis IkanKandungan Formaldehid (ppm)
Suhu Kamar Suhu Es Suhu Beku
1 Udang vaname - 1.04 2.03
2 Udang windu - 1.53 3.08
3 Kerapu cantrang 2.14 2.31 0.284 Kakap merah 0.86 1.39 1.49
5 Kerapu macan 0.62 0.23 0.96
6 Kakap puh 0.50 2,79 2.34
7 Bandeng 0.34 0.55 2.53
8 Cobia 1.07 1.41 3.41
9 Kurisi - 0.99 -
10 Ikan coklatan - 0.70 -
Tabel 2. Kandungan formaldehid pada beberapa
jenis ikan kondisi masih segar di Indonesia
Catatan:1) ikan masih segar dengan kandungan TVB masih
di bawah 30 mgN%2) nilai di atas sudah mempertimbangkan nilai maksimal
berdasarkan standar deviasinya
7/23/2019 FOLMALIN (FORMALDEHID) TERBENTUK ALAMI PADA IKAN.pdf
3/4
ppm dak dianjurkan untuk dimakan Yasuhara( &
Shibamoto .,1995)
Selain itu, efek akut formaldehid dapat
menyebabkan kerusakan DN A karena senyawa ini
terikat cepat dengan protein yangmenyebabkan ikatan
silang DNA-protein dan memecah DNA menjadisingle
stranded-DNA (DNA menjadi rusak). fek kronisE nya
(jangka panjang) akan menyebabkan penurunan selera
makan dan minum, penurunan berat badan, penipisan
dinding mukosa (lambung), peningkatan berat dan
kerusakan pada ginjal (Johannsen .. 1986; Tobeet al et
al., 1989), dan peningkatanrisiko terjadinya tumor dan
leukemia (Soffri ., 1989). onsumsi formaldehidet al K
yang masih belum menimbulkan efek akut yang dapat
dikenali (NOAEL; )no observable acute effect level
adalah 15 mg/kg berat badan/hari, sedangkan pada
level 0,2 mg/kg berat badan per hari (maximum daily
dose reference, RfD) telah menyebabkan pengaruhkronis .(Anonim,1999)
ATURAN TENTANGFORMALDEHID DI BEBERAPANEGARA
Kisaran kandungan formaldehid alami pada ikan
mencapai 620 mg/kg dandapat lebih nggi pada jenis
ikan yang lainnya, misalnya kekerangan yang mencapai
1-100 mg/kg (Anonim, 2009a; . DWHO, 2001) ari hasil
kajian BBP4BKP diketahui bahwa kandungan
formaldehid yang terbentuk secara alami pada ikan
segarberkisarantara0,23pmmhingga3,22ppm.Halini
menunjukkan bahwa keberadaan formaldehid pada
ikan dak dapat dihindari dan perlu diperhitungkan
dalam menentukan batasan toleransi kandungan
senyawatersebut.
3
Beberapa negara telah nilai batasan kandunganmenetapkan
formaldehid yang diperbolehkan pada pangan. Italia 1985Di ( ) ditetapkan
batasan maksimal kandungan formaldehid sebesar 60 ppm untuk Gadidae
dan 10 ppm untuk krustase Bianchi 2007 . Malaysia( ., ) (1985)et al
memberikan batasan yang umum untuk semua komoditas ikan segar atau
olahan sebesar 5 ppm Aminah 2013 . Cina melalui Departemen( ., )et al
Pertanian memberikan batas toleransi kadar formaldehid dalam produk dari
perairan sebesar 10 ppm Sri Lanka melalui Kementer ian. Sedangkan
Kesehatan dan Nutrisi mengatur kadar formaldehid dalam ikan yang(2010)
diimpor, didistribusikan, disimpan dan dijual dak lebih dari 5 ppm.
Sementara itu, 95/2/EC membolehkanEuropean Commission Direcve
formaldehid dalam keju dengan 25 ppmprovolone maksimal (Anonim, 1995)
dan melalui 2009/10/EC memperbolehkanEuropean Commission Direcve
formaldehidsebagaiadifpembentukgelhingga50ppm .(Anonim,2009a)
Di Indonesia, PerMenKes No. 033/MenKes/Per/VII/2012melalui
(perubahan atas PerMenKes No. 1168/Menkes/PER/X/ 1999), mengatur
bahwa formalin dak diperbolehkan berada dalam makanan atau zero
tolerance. dak ada toleransi terhadap penggunaan formalin padaArnya,
bahan makanan residu formaldehid. Undang-yang diukur berdasarkan
Undang No. 7 Tahun 1996 mengenai pangan, pelaku penggunaan bahan
berbahaya yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan akan dihukum
dengan hukuman penjara lima tahun atau denda 600 juta rupiah. Bahkan
dalam UU No. 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen, terkait
dengan bahan berbahaya tersebut konsumen berhak mendapatkan dan bisa
mengadakan keberatan atas produk yang dibelinya, kerugian yangdan
diterima konsumen dapat digan dengan hukuman penjara selama 2 tahun
penjaraatau 5 milyar rupiah.
Namun demikian, berdasarkan hasil kajian yang telah disajikan di
depan,keberadaan formaldehiddalam dapatterjadisecara alamiikan sebagai
hasil perombakan senyawa TMA-O yang terbentuk selama proses
pembusukan ikan. Ini berar bahwa kemungkinan terdeteksinya residu
formaldehid pada ikan sangat nggi meskipun dak dilakukan penambahan
formalin. Dengan kata lain, terhadap penggunaan formalinzero tolerancedak berar terhadap residu formaldehid. Tingkat toleransizero tolerance
residu formardehid perlu mempermbangkan kandungan formaldehid yang
dapat terbentuk secara alami. Karena itu, regulasi terhadap larangan
penggunaan formalin harus dilengkapi dengan informasi tentang kandungan
formaldehidalami tersebut.
TOLERANSI KANDUNGAN FORMALDEHIDYANG AMAN
Jikadiasumsikanseseorang memiliki berat badan 50 kg, makakonsumsi
ikan yang mengandung formaldehid 7,5 ppm (faktor kedakpasan 100 kali)
sebanyak 1 kg ikan per hari masih belum menimbulkan efek akut. Efek kronis
akan dapat terjadi jika mengkonsumsi 1 kg ikan per hari yang mengandung 10
ppm. Namun, berdasarkan nilai NOEL ( ) yangno-observed-effect level
dikeluarkan IPCS ( ) yangInternaonal Programme on Chemical Safety
besarnya 260 ppm (faktor kedakpasan 100 kali), maka batasan tersebut
akanmenjadilebihkecilyaitu2,6ppm.
Batasan maksimal toleransi formaldehid pada ikan yang telah
ditetapkan di beberapa ( , , ) dapatMalaysia Sri Lanka Cina dijadikan referensi
yangcukupimbangdengantetapmemperhakanngkatresikoyangmungkin
dapat dimbulkan Perhitungan kasar level aman kandungan formaldehid.
pada ikan juga dapat menjadi permbangan bagus untuk menentukan level
maksimal yangdiperbolehkan. Dengan mengkaji nilai ambang yang diberikan
oleh EPA ( ) dan IPCS (Environmental Protecon Agency Internaonal
Programme on Chemical Safety) serta beberapa permbangan batasan
kandungan formaldehid di beberapa Negara Bianchi 2007 Til( ., ; .,et al et al
1989 Yasuhara Shibamoto,1995 .; WHO, 2002; & )
Dengan mengacuhasilkajianyangdilakukan BBP4BKP (Tabel2) dan
mempermbangkaninformasi tersebutdi atasmaka dapat direkomendasikan
kandungan formaldehid yang dapat ditoleransi pada ikan segar seper pada
7/23/2019 FOLMALIN (FORMALDEHID) TERBENTUK ALAMI PADA IKAN.pdf
4/4
Tabel 3. Sedangkan untuk jenis ikan lain yang dak dicatumkan di dalam
Tabel 3, maka direkomendasikan residu formaldehid dak lebih dari 2,5
ppm.
Jika mengacu pada nilai RfD pada level 0,2 mg/kg berat badan
maka dapat dihitung ngkat keamanan bagi seseorang untuk
mengkonsumsi ikan sesuai dengan rekomendasi tersebut di atas (Tabel
3). Sebagai contoh adalah ikan cobia yang dalam rekomendasi memiliki
nilai paling nggi, yaitu 3,41 ppm (Tabel 3). Dengan asumsi seseorang
memilki berat badan 50 kg, maka orang tersebut untuk mencapai nilaiRfDmemungkinkan untuk mengkonsumsi ikan cobia sebanyak2,9 kg per
hari. Tampaknya, mengkonsumsi ikan cobia hampir 3 kg per hari bukan
hal yang lazim terjadi sehingga batasan 3,41 ppm dipandang aman bagi
kesehatan.
KESIMPULAN1. Pemahaman bahwa formalin adalahzero tolerance
zero toleranceresidu formaldehid pada ikan harusdiubahkarenaformaldehid padaikandapat terbetuksecaraalami.
2. Regulasi yang mengatur formalin dak boleh ada pada ikan perlu dilengkapi dengan kandunganinformasiformaldehidyang terbentuk secara alamisebagaimana Tabel3.
3. Data dan informasi terkait kandungan residu formaldehid yang terbentuk secara alami pada ikan perluuntukdilengkapikarena data yang adamasihsangat terbataspada beberapajenisikansaja.
4. Perlu disusun metode analisis yang baku (SNI) dengan mempermbangkan jenis ikatan formaldehid yangmungkin terjadipadamatrik ikan.
TIM PENYUSUN
Disusun oleh : Rudi Riyanto, Tu HartaSiregar, Singgih Wibowo, Agus Heri Purnomo
Evaluator/Editor: Singgih Wibowo, Agus Heri Purnomo
Desain grafis: Puguh Aji P.M.
Sumber: Hasil penelian BBP4B (belum dipublikasi)
No Jenis IkanBatasan (ppm)
Suhu Kamar Suhu Beku
1 Udang vaname 1,04 2,03
2 Udang windu 1,53 3,08
3 Kerapu cantrang 2,31 2,50
4 Kakap merah 1,39 1,49
5 Kerapu macan 0,23 0,96
6 Kakap puh 2,79 2,347 Bandeng 0,55 2,53
8 Cobia 1,41 3,41
9 Kurisi 0,99 2,50
10 Ikan coklatan 0,70 2,50
Tabel 3. Batas toleransi yang direkomendasikanuntuk residu formaldehid pada ikan segar
DAFTAR PUSTAKAAminah SA, Zailina H, Fatimah AB. 2013. Health Risk Assessment of
Adults Consuming Commercial Fish Contaminated withFormaldehyde.Food andPublicHealth2013, 3(1):52-58
Anonim. 1995. Commission Directive 95/2/EC of 20 February 1995 onfood additives other than colours and sweeteners.EuropeanCommission. Off J L 1995:61:1-40.
Anonim. 1999. Integrated r i sk information system ( IRIS) on
formaldehyde. US Environmental Protection Agency(EPA), National Center for Environmental Assessment,Ofceof Researchand Development. Washington,DC
Anonim. 2004. Monographs on the evaluation of carcinogenic risks tohumans, vol. 88. International Agency for Research onCancer(IARC),Lyon, France
Anonim. 2008. Balai Besar Penel i t ian dan PengembanganPengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan danPerikanan (BBP4BKP). Laporan Teknis Penel i t ianKeamanan Pangan.
Anonim. 2009a. Commission Directive 2009/10/EC of 13 February 2009amending Directive 2008/84/EC laying down specicpurity criteria on food additives other than colours andsweeteners. European Commission. OffJ L 2009;44:62-78.
Anonim. 2014.BPOMMasih Temukan PanganMengandungBoraxdanFormalin. http://analisadaily.com/news/read/bpom-masih-temukan-pangan-mengandung-borax-dan-formalin/13331/2014/03/13;[accessed25.03.14].
Bianchi F, Careri M, Musci M. & Mangia A. 2007. Fish and food safety:Determination of formaldehydein 12 shspeciesby SPMEextraction and GC-MS analysis. Food Chemistry 100:1049-1053.
Chung SWC & Chan BTP. 2009. Trimethylamine oxide, dimethylamine,trimethylamine and formaldehyde levels in main tradedshspeciesin Hong Kong.FoodAdditContam;2:44-51.
Heruwati ES. 2014. Penyalahgunaan Formalin Pada Produk Perikanan.http://pusluh.kkp.go.id/ mfce/download/al44.pdf;[accessed17.03.14].
Heruwati ES; Ariyani F; Indriati N; Yennie Y; Riyanto R; Kusmawati A.2006. Riset penanggulangan kerusakan mutu danpenggunaan bahan-bahan berbahaya pada produkperikanan. Laporan Teknis. Pusat Riset PengolahanProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.Jakarta
Heruwati ES; Indriati N; Ariyani F; Yennie Y; Murtini JT; Dwiyitno; RiyantoR ; P r i y a n t o N ; R a c h m a w a t i N . 2 0 0 5 . R i s e tpenanggulangan kerusakan mutu dan penggunaanbahan-bahan berbahaya pada produk perikanan.Laporan Teknis. Pusat Riset Pengolahan Produk danBioteknologiKelautandan Perikanan.Jakarta.
JohannsenFR, LevinskasGJ & TegerisAS.1986.Effectsof formaldehyde
in the rat and dog following oral exposure. ToxicologyLetters,30:16.
Kim HA, Jang JW & Kim DH. 2011. Analysis of formaldehyde in sheriesproducts.Korean J FoodSci Tech;43:17-22.
Murtini JT;PuspitasariYP; SumarnyR. 2009. Subcronic toxicity effectofformalin residue in sh on the mouse liver. Journal ofMarine and Fisheries Postharvest and Biotechnology.Special Edition. Research Center for Marine ProductProcessingand Biotechnology.Jakarta.(81-88).
Nielsen MK & JrgensenBM. 2004.Quantitativerelationship betweent r i me thy l ami ne ox i de a l do l ase act i v i t y and
formaldehyde accumulation in white muscle fromgadiformsh during frozen storage. J Agric Food Chem;52:3814-22.
Noordiana N, Fatimah AB & Farhana YCB. 2011. Formaldehydecontent and quality characteristics of selected sh andseafood from wetmarkets.Int Food Research J. 18: 125-136.
Rachmawati N;Riyanto R; Ariyani F.2007.Pembentukan FormaldehidoadaIkanKerapu Macan(Ephinephelus fuscoguttatus)Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Pascapanendan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan vol 2(2):137-145.
Restani P, Restell i AR & Gall i CL. 1992. Formaldehyde andhexamethylenetetramine as food additives: chemicalinteractions and toxicology. FoodAddit Contam; 9:597-605.
Riyanto R; Kusmarwati A; Dwiyitno. 2006. Pembentukan Formladehidpada Ikan Kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) SelamaPenyimpanan Pada Suhu Kamar. Jurnal Pascapanendan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan vol 1(2):111-116.
Soffritti M et al. 1989. Formaldehyde: an experimental multipotentialcarcinogen. Toxicology and Industr ial Health,5(5):699730.
Tobe M, Naito K & Kurokawa Y. 1989. Chronic toxicity study offormaldehyde administered orally to rats. Toxicology,56:7986.
WHO. 1989. Environmental health criteria 89. Formaldehyde.Geneva, Switzerland: World Health Organization.A v a i l a b l e a t :http://www.inchem.org/documents/ehc/ehc/ehc89.htm;[accessed27.10.12].
WHO. 2002. Formaldehyde. Concise International ChemicalAssessment Document 40. World Health Organization,Geneva.
Yasuhara A & Shibamoto T. 1995. Quantitative Analysis of volatilealdehydes formed from various kinds of sh esh duringheat treatment. J. of Agric. Food Chem. Vol 43. No. 1:94-97.
Yennie Y; Murtini JT; Ariyani F. 2012. Kajian cemaran residu formalinpada produk perikanan. Prosiding Seminar Nasional
TahunanIX HasilPerikanan danKelautan, 14Juli2012.
Top Related