Download - Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Transcript
Page 1: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena Atas

RahmatNyalah kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “RUANG

MENURUT FILSAFAT BARAT” ini sesuai dengan harapan.

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada dosen selaku pembimbing

kami di dalam proses pelaksanaan dan penyelesaian tugas ini dan semua pihak yang

telah mendukung kami. Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini yaitu sebagai syarat

untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Filsafat Arsitektur.

Kami menyadari bahwa laporan tugas ini masih jauh dari sempurna. Maka

saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Atas keterbasan

dan kekurangan-kekurangan didalam pembuatan tugas paper ini kami agar

dimaklumi.

Akhirnya dari apa yang telah disusun ini, kami mengharapkan agar dapat

memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, Februari 2007

Penyusun

Page 2: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian

yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang keseluruhan lingkungan binaan,

mulai dari level makro yaitu perancanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur

lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain prabot dan desain produk. Arsitektur

juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut. Menurut Vitruvius di

dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang

masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan /

Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur

dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut,

dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern,

arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun,

dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup

baik unsur estetika maupun psikologis.

Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu

lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar; dibantu dengan penilaian terhadap

karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus

fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Arsitektur adalah bidang multi-dispilin,

termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik,

sejarah, dan juga filsafat. Filsafat sebagai salah satu ilmu yang memiliki peran penting

di dalam pendekatan arsitektur. Filsafat arsitektur mengandung beberapa arahan sperti

Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan

dekonstruktivisme yang mempengaruhi arsitektur itu sendiri.

Ruang sebagai salah satu bagian penting dalam dalam arsitektur juga

merupakan hal yang menarik untuk dibahas dalam filsafat arsitektur. Beberapa ahli

Page 3: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

filsafat telah memberikan sumbangan pemikirannya dalam memberikan pengertian

dan pemahaman mengenai ruang dalam arsitektur.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu ruang?

2. Bagaimanakah Filsafat ruang luar dan ruang dalam dalam postmodern

space?

3. Bagaimanakah ruang dalam pandangan Plato?

4. Bagaimanakah filosofi ruang berdasarkan konsep teologi?

5. Bagaimanakah filsafat ruang terbatas dan tak terbatas dalam kaitannya

dengan arsitektur?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu ruang.

2. Untuk mengetahui filasafat ruang luar dan ruang dalam dalam post modern

space.

3. Untuk mengetahui ruang dalam pandangan Plato.

4. Untuk mengetahui fiosofi ruang berdasarkan konsep teologi.

5. Untuk mengetahui filsafat ruang terbatas dan tak terbatas dalam kaitannya

dengan arsitektur.

1.4. Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui filsafat –filsafat mengenai ruang dalam

arsitektur.

2. Agar mahasiswa dapat menerapkan konsep-konsep filsafat dalam

perancangan.

Page 4: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ruang

The aim of our creations is the art of space, the essence of architecture (H.P. Berlage,

1908)

Terminologi space (ruang) berakar dari istilah klasik spatium yang menjadi

espace dalam bahasa Prancis, spazio dalam bahasa Itali, dan espacio dalam bahasa

Spanyol. Sedangkan kata Jerman Raum dikembangkan dari bahasa teotonik ruun, dan

kemudian mejadi room dalam bahasa Inggris dan ruimte dalam bahasa Belanda.

Tulisan di bawah ini bermaksud untuk memberi catatan bagaimana arsitektur

pada abad ini memahami ruang. Pemahaman yang dipelihara sepanjang kurun waktu

itu hadir tidak tanpa asal-usul. Ia adalah anak kandung Pencerahan yang disuasanai

oleh kegairahan luarbiasa untuk menjelaskan fenomena alam dengan rasio manusia.

Pilihan untuk menjelaskan fenomena ruang secara rasional ini telah membawa

kemajuan-kemajuan yang signifikan pada pembentukan dan penguasaan ruang di

seluruh muka bumi kita ini (penemuan dunia baru, kontak dengan kebudayaan

baru,dst.), di samping juga korban yang tidak terbilang ( kolonialisme, keseragaman

ruang,dst.).

Page 5: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Tulisan ini tidak bermaksud memberi jawaban dari persoalan yang

ditimbulkan oleh pilihan tadi, alih-alih hanya ingin memperlihatkan dinamika

konstruksi ruang dalam arsitektur yang berubah-ubah dan senan-tiasa direkonstruksi.

Dalam dinamika itu posisi arsitek sendiri yang adalah interpreter semangat jaman-

nya.

Tanpa kesulitan kita bisa berbicara tentang benda-benda dalam ruang -meja

dan kursi di ruang tamu, tikar dan amben di ruang tidur, sikat gigi dan gayung di

kamar mandi, pisau dan panci di ruang dapur... - namun kita menghadapi kesulitan

besar ketika harus bicara tentang ruang itu sendiri. Apa itu ruang? Pemahaman

tentang ruang yang dapat disediakan oleh Bahasa Indonesia dan Jawa lebih mengarah

kepada tempat dilangsungkannya kegiatan tertentu (ruang tamu, kamar mandi, ruang

tidur, dapur), sedangkan deskripsi yang obyektif nyaris tidak tersedia . Sementara itu

produksi ruang sudah dan terus berlangsung: Arsitek merancang rumah, Perencana

Kota merencanakan jalan-jalan dan lapangan, Penduduk Miskin menggarap bantaran

sungai dan bawah jembatan untuk hunian mereka. Orang-orang menghayati ruang tapi

tidak bisa berkata-kata tentangnya, bahasa rupanya tidak memadai untuk menjadi

representasi penghayatan tadi, penghayatan memang mendahului representasi seperti

”Pengalaman mendahului Bahasa”. Penghayatan akan ruang ternyata tidak

manusiawi, sebab binatang pun memilikinya. Binatang yang pergi dan kembali ke

sarang/kandangnya lagi memperlihatkan bahwa mereka pun menghayati ruang. .

Arsitektur adalah salah satu disiplin yang mengklaim mempelajari,

merencanakan dan mencipta ruang. Ruang adalah “Alfa dan Omega”nya Arsitektur,

namun demikian juga tidak pernah ada jawaban yang sama dari disiplin ini untuk

pertanyaan di atas. Sebenarnya persoalan ruang ini juga menjadi pergumulan serius di

kalangan ilmuwan (Scientists) Fisika, Matematika. Misalnya, Teori Kompleksitas dan

Chaos yang sekarang sedang dalam perbincangan hangat adalah buah pemikiran

mereka dan berdampak pada pemahaman kita akan ruang. Adalah baik bila para

pencipta ruang: perupa, sinematograf, penari, arsitek, city-planner untuk saling

berbagi mengenai fenomena  yang mempesona ini.

2.2. Fenomena Ruang

Dalam berbicara tentang ruang dianggapkan kita pernah bertemu dengan

sesuatu, yaitu fenomena yang menyergap kesadaran kita. Sebenarnya tidak tepat kalau

Page 6: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

kita mengatakan bertemu, karena nyatanya kita adalah terlibat, disergap, dan

terbenam dalam fenomena (ruang). Ruang bukanlah obyek di luar diri kita (Subyek)

tetapi fenomena yang memperlihatkan diri. Agar bisa dibicarakan, maka suatu fe-

nomena harus direduksikan dan kemudian baru dijuruskan ke dalam disiplin-disiplin

yang lebih khusus. Arsitektur, terlebih Arsitektur Modern, memahami ruang sebagai

kekosongan yang terjadi karena kita menetapkan batas-batas. Ini adalah salah satu

pereduksian fenomena ruang yang secara luarbiasa sudah membentuk wacana tentang

ruang di abad ini, di samping pereduksian dari disiplin ilmu yang lain.

Ruang, sebuah kata dengan daya tarik ajaib bagi para arsitek abad ke 20,

sebuah kata yang begitu sering dipergunakan dan sekaligus disalah gunakan sehingga

mulai timbul suatu kebingungan mengenai asal dan maknanya.

Ruang dalam arsitektur merupakan suatu hal yang sangat misterius dan tidak

kasat mata. Pada tahun 1957 Louis I. Kahn berkata “arsitektur bararti menciptakan

ruang dengan cara yang benar-benar direncanakan dan dipikirkan. Pembaharuan

arsitektur yang terus menerus sebenarnya berakar dari pengubahan konsep-konsep

ruang.

Semenjak dahulu kala ruang telah menjadi diskusi yang vital dalam diskusi

ilmu filsafat dan pengetahuan alam, tetapi anehnya dalam teori arsitektur hal ini baru

muncul beberapa tahun yang lalu. Bahkan tidak ditemukan satu risalah pun mengenai

arsitektur sebelum paruh akhir abad ke 19 yang menganggap ruang sebagai hal yang

hakiki. Sampai kurun-kurun berikutnya ruang tetap sekedar suatu gagasan in

abstrackto, suatu hal yang sekedar dibiarkan menjadi pemikiran para filsuf dan

ilmuan.

Interpretasi ilmiah tentang ruang telah melalui banyak perubahan tergantung

pada perkembangan pemikiran manusia mengenai alam semesta. Meskipun demikian

perkembangan konsep-konsep mengenai ruang tidak secara jelas dikaitkan dengan

teori-teori arsitektur hingga akhir abad 19. banyak hal yang menyebabkan tidak secara

explicit maupun implicit dikaitkan dengan arsitektur. Pertama, kebanyakan arsitek

pada masa abad 19 terutama adalah tukang dan dari sebab itu mereka sama sekali

tidak tertarik untuk menulis mengenai masalah metafisika bahkan merasa perlu tahu

pun tidak kedua, ide ruang yang pada masa sekarang cukup terkenal di kalangan

arsitek pada masa lalu menjadi bagian dari dunia intuisi intelektual sehingga

tidakdipandang sebagai konsep artistik melainkan sebagai konsep metafisika semata.

Contohnya adalah pandangan Imanuel Kant yang pada akhir abad 18. memandang

Page 7: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

ruang dan waktu sebagai kondisi a preori bagi intuisi manusia, bukan sebagai prinsip-

prinsip bagi kritik estetika. Hal yang sama juga dianut Schopenhauer setengah abad

kemudian. Baru pada tahun 1901 setelah Riegl memperkenalkan teori “hasrat artistik”

(Kuntswollen), ide ruang mulai ditafsirkan sebagai cita-cita artistik yang berlaku bagi

semua periode historis terdahulu.

Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai aspek-aspek ide

ruang dalam filsafat dan ilmu pengetahuan secara umum dan kaitannya dengan bidang

arsitektur.

2.3. Ruang Universal

Pemahaman akan adanya ruang universal ini agaknya memiliki asal-usul

sekitar Copernicus dan Galileo yang menyatakan bahwa Bumi ini hanya bagian dari

sistem Matahari yang lebih besar. Barangkali juga dapat ditandai keterpesonaan

Petrarcha ketika ia mendaki bukit Ventoux (1336) dan menyadari bahwa ternyata

ruang dan horizon sebenarnya dapat meregang, menjulur dan meluas jauh melampaui

kemam-puan matanya sendiri melihat. Diketemukannya peta geografis, alih-alih

mandala sebagai peta mitologis, menandai “pencerahan” dan kesadaran akan ruang

yang lebih luas ini.

Pemahaman ruang sebagai sesuatu yang “netral” tidak terikat pada

kemampuan mata subyek memandang ini mendapatkan acuan de-finitipnya dalam

konsep extensio dari Ruang Kartesiannya René Descartes (1596-1650), yang kelak

diteruskan oleh Newton (pengertiannya akan Ruang Absolut dan Ruang Relatif).

Konsep ruang inilah yang melahirkan pengertian “tiga dimensi” untuk benda-benda

dan ruang. Ruang netral ini dianggap meregang (extensio) ke ketiga sumbu (x,y,z)

tanpa batas dan setiap titik dapat ditetapkan lokasinya dari Titik Origin (0,0,0).

Konstruksi  ruang seperti ini menguasai pemahaman arsitek akan ruang di jaman

serba komputer ini, dan bahkan program komputer untuk arsitek (misalnya,

AutoCAD) adalah contoh penerapan konsep Ruang Kartesian par excellence

Konstruksi ruang yang seperti ini memungkinkan lahirnya penemuan-penemuan di

bidang navigasi, penemuan benua baru (Amerika), dorongan untuk menjelajah lautan

dan bertemu peradaban dan kebudayaan lain. Termasuk mengklaim daerah-daerah

baru itu sebagai koloni mereka. Hunian dan tata kota di daerah koloni baru itu dibuat

Page 8: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

sama (karena mereka menganggap bahwa ruang mereka itu meregang hingga

mencapai daerah koloni baru itu) dengan daerah asal. Terjadilah universalisasi

(globalisasi?) kon-sep ruang homogen tadi yang dicirikan dengan adanya dominasi

dan pelenyapan konstruksi ruang lokal yang asli. Ruang-ruang yang semula mitologis

digantikan dengan ruang yang lebih geografis. Tidak serba mencakup memang, tapi

lebih mendekati kenyataan. Sebelum jaman yang menakjubkan itu, yakni:

Pencerahan karena mengawali modernisme, sebenarnya pergeseran ruang dari ruang

mitologis ke ruang geografis sudah terjadi ketika manusia memasuki peradaban

tulisan. Ketika manusia memasuki budaya tulis, maka berguguranlah sumber-sumber

pengetahuan yang semula berpusat di sekitar orang-orang besar (dan umumnya tua-

tua) itu dan digantikan dengan buku-buku yang terdistribusi ke banyak orang. Ruang

memusat dan tunggal didobrak menjadi “planet-planet” baru. Memasuki kebudayaan

tulisan adalah memasuki proses “spatialisation” atau pe-ruang-an pengetahuan.

2.4. Dari Tiada Menjadi Ada

Arsitek percaya bahwa ruang ada hanya kalau batas-batasnya ditetapkan .

Batas-batas itu menangkap dan meng-konkret-kan “ruang universal” tanpa batas yang

ada dalam semesta ini ke dalam suatu “kepingan” ruang yang dapat kita serap melalui

indera kita. Ruang universal itu adalah ruang homogen yang sama “kepadatan”nya

dan merata di setiap posisi. Kepercayaan akan adanya ruang universal ini niscaya

adalah dipungut dari Science. Peran dan kesibukan arsitek, dengan demikian, adalah

mengolah, menyu-sun, mengkomposisikan batas-batas tadi sedemikian sehingga

“kepingan” ruang yang terjadi memiliki kualitas yang dibutuhkan oleh penghuninya .

Jadi, sasaran penciptaannya adalah ruang, tapi yang lang-sung dikenai pekerjaan

arsitek adalah batas-batasnya. Kesibukan ini mirip dengan puisinya Lao Tzu.

Thirty spokes converge upon a single hub;

It is on the hole in the center that the purpose of the axle depends

We make a vessel from a lump of clay;

It is the empty space within the vessel that makes it useful

We make doors and windows for a room;

Page 9: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

But it is these empty space that make room habitable

Thus while the tangible has advantages;

It is the intangible that makes it useful

LaoTzu (c. 550 S.M.)

Inti dari filosofi Lao Tzu adalah Tao atau the way of becoming. Ini

menggambarkan pengertian bahwa tidak ada yang abadi di dunia yang selalu berubah

ini. Semua konsep statis seperti yang telah diajukan oleh Confusius, sejaman dengan

LaoTzu oleh para penganut Taoisme dianggap keliru. Keluwesan pola pikir Tao

mencerminkan pandangan ke depan yang benar terhadap pikiran manusia yang selalu

berubah, tetapi sama sekali tidak menyinggung ide ruang. Lao Tzu pada bukunya

yang berjudul Tao Teh Ching, dia menyatukan being (yang ada) dan non-being (yang

tak ada) ke dalam satu konsep yang terus bergema dalam seluruh perkembangan

peradaban manusia. Penyatuan dari dua kondisi yang berlawanan memang masih

menjadi struktur vital dalam estetika kontemporer yang berkaitan dengan ruang.

Kutipan di atas sebagai salah satu bagian dari buku itu mengandung lebih dari

sekedar prinsip dari dua elemen yang bertentangan, karena bagian itu juga

menyibakkan superioritas yang terkandung yakni ruang di dalamnya. Yang tidak

nyata justru menjadi hakikatnya dan di-nyata-kan dalam bentuk materi. Estetika

arsitektural akhir abad 19 menyatakan bahwa eksistensi ruang menjadi eksistensi dari

arsitektur. Pada awal abad ke-20, beberapa tren artistik tertentu yang memahami kata-

kata bijak kuno dari timur bahwa massa adalah abdi dari kekosongan, akhirnya

sampai pada ketetapan akan dematerialisasi (peniadaan materi) terhadap soliditas

massa.

Dewasa ini perenungan LaoTzu sangat berpengaruh terhadap para arsitek yang

menganggap kandungan yang tidak nyata dari bentuk arsitektur sebagai potensi

arsitektur yang sejati.

Pada bait ke-2 pada kutipan di awal bab “We make a vessel from a lump of

clay; It is the empty space within the vessel that makes it useful” yang memiliki arti

ruang tercipta dengan membuat rongga dari gumpalan lempung. Ini menunjukkan

pada suatu kualitas teknik dan material yang menurut Gottfried Semper disebut

sebagai bentuk stereotomik.

Page 10: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Pada bait ke-3 LaoTzu telah menyatakan bahwa ruang yang terkandung di

dalam adalah lebih hakiki ketimbang materialnya, yakni massa. Lao Tzu lebih

menekankan pada batasan antara ruang internal dan eksternal, yaitu dinding pemisah.

Ia mau menjelaskan kekosongan yang terbingkaikan oleh pintu dan jendela ayng

boleh dianggap sebagai ruang transisi yang membatasi bentuk arsitektur yang

fundamental tersebut. Hal tersebut merupakan usaha tertulis pertama yang

menyatakan bahwa batas ruang sekaligus merupakan penghubung antar ruang yang

menggeser tekanan di dalamnya terhadap bagian-bagian bangunan yang

menerjemahkan ruang internal menjadi ruang eksternal. Karena ruang terdapat pada

kedua sisi dinding, dan karena batas ini harus bisa ditembus pada suatu tempat

tertentu, akan terjadi pemisahan sekaligus penyambungan. Dindingnyalah yang

menjadi ekspresi sejati dan jujur dari fungsi internalnya, atau dinding itulah yang

berorientasi ganda, satu interior dan satu eksterior. Jadi menurut kesimpuln Lao Tzu

terdapat 3 hirarkhi ruang:

1. Ruang sebagai hasil dari perangkaian secara tektonik.

2. Ruang yang dilingkupi bentuk stereotomik.

3. Ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan antara dunia di dalam dan

dunia di luar.

Pada saat yang sama filsafat Barat masih hanya menyibukkan diri dengan ide

ruang dalam metafisika saja semenjak berabad-abad. Baru menjelang akhir abad ke-

19 kritik estetika itu mulai mengenalkan ide filosofis umum ini terhadap bentuk

arsitektural.

Pada saat itu konsep Lao Tzu telah diterapkan pada

taman-taman di Cina, dimana batas-batas antar taman

dibatasi oleh sebuah gerbang yang memiliki bentuk

lingkaran. Sebetulnya gerbang yang ada tidak bisa dikatakan

Page 11: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

juga membatasi sepenuhnya, selain berfungsi sebagai pembatas gerbang tersebut juga

berfungsi sebagai penghubung antara taman yang satu dengan taman yang lainnya,

selain itu gerbang tersebut juga memiliki fungsi sebagai tujuan akhir (goal) dari jalur

pedestrian di dalamnya.

Pemikiran Lao Tzu tersebut memiliki kemiripan dengan konsep post modern

space yang lahir di Jerman pada pertengahan tahun 1970-an, dimana postmodern

space memperlihatkan pembentukan ruang dengan mengkomposisikan komponen

bangunan itu sendiri. Hal ini bermula dari abad-19 di Jerman dimana space, raum,

void, dll. menjadi prioritas metafisik, tidak hanya sebagai esensi arsitektural saja tapi

juga mampu mengekspresikan kebudayaan dan eksistensinya melalui media ini.

Sebagai perlawanan dari hal ini, post modern space memliki ciri khas yang lebih

spesifik, bermula dari kebiasaan, tak terbatas, atau bermakna ambigu dalam hal

zoning dan bersifat irasional dan transformasional dalam hubungan antarbagian

ataupun keseluruhannya. Batas-batas dari space seringkali tidak jelas dan seolah-olah

memiliki luas yang tak terbatas. Seperti pada hal-hal lain pada masa post modernisme,

hal ini muncul secara evolusi, bukan revolusi karena mengandung bagian dari kualitas

modernisme. Post-Modern Space Memperlihatkan pembentukan ruang dengan

mengkomposisikan komponen bangunan itu sendiri. Bentuknya mempunyai

karakteristik abstrak yang merupakan elaborasi dari grid cartesius, namun masih

bersifat rasional dan logis.

Arsitek-arsitek yang mnganut paham ini antara lain Peter Eisenman, Robert

Stern, Charles Moore, Kohn Pederson-Fox.

Adapun contoh-contoh bangunan yang memiliki konsep dan filosofi yang

sama dengan Lao atau Postmodern space antara lain:

a. Plaza d’Italia

Merupakan sebuah alun-alun yang

terbentuk dari objek-objek arsitekturalnya di

sekitarnya. Dimana objek-objek sekitarnya

menciptakan sebuah ruang ditengah, selain itu

pola-pola garis di dalamnya juga memberikan

kesan ruang secara abstrak. Kedua objek di

dalamnya dibuat kontras dalam hal warna

dengan tujuan membentuk ruang diantaranya.

Page 12: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

b. Peter Eisenman’s House III

Bangunan ini menggunakan kolom

sebagai elemen pembatas ruangnya. Selain

sebagai pembatas, kolom juga berfunngsi

sebagai elemen dekoratif. Pada bangunan ini

tersdapat sebuah kolom yang menembus lantai

dan langit-langit. Pada ruang tidur atas, kolom yang tembus ini seolah-olah

memberikan kesan dua ruang maya yang memisahkan dua buah tempat tidur.

Dinding-dinding yang ada selain sebagai pemisah juga berfungsi sebagai penghubung

antara ruang luar dan ruag dalam.

c. Burns House

Bangunan ini menunjukkan perbedaan

ketinggian lantai yang mengalir tak beraturan dan

juga tembok yang saling overlapping sebagai

pembentuk ruang.

2.5. Geometri Terbatas Jagad Raya

The Elements

The physical world must have bodily form; it must be visible and tangible

(31b).

Hence, its ingredients must include fire and earth.

Since fire and earth will have to be combined, there must be at least one other

ingredient that serves to combine them.

But since fire and earth are solids, we require two intermediates to combine

them.

Hence, the demiurge created air and water, and arranged all four elements

proportionally: as fire is to air, air is to water; as air is to water, water is to

earth.

Page 13: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

As we will see below, we have not reached the bottom with these four

elements: there are (geometrical) atoms of which these elements are

composed.

(Timaeus,Plato)

Kontras yang tajam terhadap metafisika Timur ditunjukkan oleh Plato yang

lahir hampir sekitar 200 tahun setelah Lao Tzu. Plato merupakan salah satu

narasumber pemikiran Barat yang paling berpengaruh. Menurut Plato “yang benar-

benar ada hanyalah yang terlihat dan teraba, sedangkan pandangan Tao justru persis

kebalikannya. Plato memahami ruang sebagai salah satu dari 4 elemen yang

membentuk dunia yaitu tanah, udara, air, dan api. Dengan demkian ruang, yang

dipandang seperti udara, menjadi teraba karena memiliki karakter yang jelas berbeda

dengan semua unsure lainnya. Pada bukunya yang berjudul Timaeus dalam masa

Renaissance yang sengat berpengaruh dalam pembentukan teori arsitektur Barat,

karena sistem perbandingan kosmos Plato kemudian diterjemahkan ke dalam doktrin-

doktrin untuk menentukan proporsi bangunan. Plato mengatakan:

Kini segala sesuatunya harus mewadaq, kasat mata, dan teraba: namun tak ada

sesuatu pun yang kasat tanpa adanya api, tak ada sesuatu yang dapat teraba bila tak

bermassa, dan tak ada sesuatupun yang dapat bermassa tanpa adanya unsur tanah.

Maka Tuhanpun menciptakan dunia dari api dan tanah.

Meletekkan air dan udara di antara api

dan tanah dan membuatnya

sebanding antara yang satu dengan

yang lainnya, sehingga udara

terhadap air sebanding dengan air

Page 14: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

terhadap tanah; demikianlah ia membuat dunia ini sebagai kesatuan yang kasat mata

dan teraba.

Dapat disimpulkan bahwa menurut Plato ruang adalah elemen terbatas dalam

satu dunia yang terbatas pula. Berbeda dengan pemikiran Lao Tzu, ruang baginya

bukan sekedar penyerta yang tidak benar-benar ada, melainkan justru menjadi bagian

yang teraba dari konstruksi kosmos yang tertata dalam aturan perbandingan matematis

tertentu.

Arti penting Timaeus terletak pada konsepsinya yang spesifik mengenai ruang

dimana seluruh keberadaannya merupakan keutuhan yang terbatas, yang dapat dibagi

secara matematis menjadi bagian-bagian yang proporsional. Prinsip-prinsip

pembagian ini digunakan sebagai sebuah model bagi Renaissance Italia. Pembagian

dari struktur arsitekturalnya menjadi satu kesatuan dari unit-unit spasial yang lebih

kecil.

Pengaruh pemikiran plato terhadap teori

arsitektur barat sangat besar. Arsitek

Renaissance tersebut sangat kagum, seperti

halnya plato, terhadap keterkaitan antara

makrokosmos dengan mikrokosmos, antara

jagat ilahi dengan dunia buatan manusia. Dia

berusaha untuk mensistemasi komponen –

komponen yang mungkin, semisal Sang Jiwa, jagat raya, raga manusia, musik atau

matematika, dengan bantuan perbandingan pitagoras. Arsitek Renaissance tersebut

juga memandang arsitektur sebagai pewadaqan secara plastis dari proporsi-proporsi

universal ini, dan diapun berusaha mentransformasikan sel-sel spatial dari interior

memjadi sistem-sistem matematis yang serupa.

Dunia platonic merupakan suatu dunia tiga deminsional, sedangkan pengertian

apapun mengenai ruang dipahami dalam konteks geometri. Geometri dan objektifitas

menjadi sarana untuk membasmi alienasi manusia terhadap yang tidak kasat mata,

dan itu berarti pula, ruang universal yang penuh misteri. Dengan demikian, kosmos

yang difus dapat dilihat sebagai suatu yang teraba dan rasional dalam pandangan

manusia. Manusia mengungkapkan hasratnya untuk memenuhi jagat raya yang sulit

dipahami dengan bantuan arsitektur geometris yang terbatas. Citra arsitektural ini

selanjutnya akan menjadi representasi sadar diri yang mewadaq dari hasratnya.

Page 15: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Pemikiran yang platonic dalam gerakan-gerakan modern yang abstrak melanjutkan

hasrat spiritual akan harmoni geometris dan universal.

2.6. Teori Tempat

Dua generasi setelah Plato, Aristoteles mengemukakan sebuah konsep baru

mengenai ruang yang disebut sebagai teori tempat ( topos ) yang menolak ide

streotomik Plato. Agak sulit untuk menguji kebenaran apakah pandangan Aristoteles

juga berpengaruh terhadap perkembangan teori arsitektur Reinassence seperti halnya

Timaeus karya Plato. Hanya ada beberapa pernyataan oleh Alberti yang menyinggung

pernyataan tersebut, yakni tempat, kota sebagai suatu keutuhan, dan distribusi dari

bagian – bagiannya. Meskipun demikian, dalam abad kedua-puluh setelah perang

Perancis dan Jerman, konsep ruang Aristotelian direhabilitasi, karena selama ini

konsep tersebut hanya terlindas oleh pemikiran Renaissance Platonic saja. Dalam

arsitektur kontemporer, generasi baru arsitek dari awal tahun enampuluhan mencoba

memperkenalkan kembali konsep tempat modern ini. Misalnya saja, perhatian

terhadap konsep tempat oleh Aldo van Eyck ( 13 ) yang semenjak tahun 1920-an

berusaha mneghentikan kejumawaan spatial yang mengasingkan dalam arsitektur

Fungsionalis. Perubahan sikap yang penting terhadap konsep ruang ini menjadi hakim

bagi pembahasan singkat berikut mengenai kandungan fundamental teori kalsik Plato

mengenai ruang, sejauh dalam kaitannya dengan arsitektur.

Page 16: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Dalam Buku IV dari Fisika, Aristoteles

membangun konsepnya mengenai tempat ( topos )

sebagai suatu di mana, atau suatu place of belonging,

yang menjadi lokasi yang tepat di mana setiap elemen

fisik cenderung berada. Aristoteles mengatakan, ‘Wadaq-

wadaq semata bergerak ke atas dan ke bawah menuju

tempatnya yang tepat’ dan ‘Setiap hal berada di suatu

tempat, yakni dalam sebuah tempat’. ‘Suatu tempat, atau

ruang, tidak dapat memliki suatu wadaq’.

Akhirnya, Aristoteles merangkumkan karakteristik dari ruang menjadi lima

butir.

Tempat melingkungi objek yang ada

Tempat bukan bagian dari yang dilingkunginya.

Tempat dari sesuatu objek tidak lebih besar dan tidak lebih kecil dari objek

tersebut.

Tempat dapat ditinggalkan oleh objek serta dapat dipisahkan pula dari objek

tersebut.

Tempat selalu mengikuti objek, meskipun objek tersebut berpindah sampai

berhenti pada posisinya.

Aristoteles memberi penjelasan lebih lanjut, ‘bentuk dan tempat tidak memberi batas

yang sama : bentuk adalah batas dari objek yang telah dilingkungi ; sedangkan tempat

adalah batas dari pelingkung yang membatasi objek itu ‘. ‘Tempat adalah batas dari

wadaq pelingkungnya sehingga wadaq yang dilingkungi dapat melakukan gerak

setempat’. ‘Dengan demikian tempat dari suatu objek merupakan batas pertama yang

tak tergerakkan dari pelingkungya’.

Bila definisi terakhir diterjemahkan ke dalam arsitektur, dapat disimpulkan

bahwa batas- batas yang dapat dipindahkan, seperti rumah mobil atau dinding partisi,

menurut pandangan Aristotelian tidak dapat menentukan suatu tempat.

Batas yang dapat dipindah-pindahkan tidak dapat menjawab kebutuhan

manusia akan suatu ‘tempat kediaman’, atau suatu tempat yang dimilikinya serta

dimana ia dapat merasa enak.

Pandangan Aristoteles mengenai kosmos yang terbatas terdepak oleh alam

pikiran Renaissance yang menerima jagat raya yang sebagai suatu kekosongan tanpa

Page 17: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

batas. Suatu tempat diinterpretasikan sebagai suatu system wadah, satu di dalam yang

lain, yang terus berkembang sampai akhirnya membentuk jagat raya sebagai suatu

keutuhan. Aristoteles menyimpulkan bahwa tidak sesuatu wadaq yang mampu

mengandung alam semesta dan jagat raya. ‘Tak Ada sesuatupun yang dapat mewadahi

yang semesta’. Teori tempat menganggap semua elemen wadaq sebagai bagian dari

suatu bagian dari suatu keutuhan, suatu kesatuan organic. System konseptual tersebut

berakhir pada lingkaran terluar kosmos. Keyakinan Pythagorean bahwa ada suatu

kekosongan atau suatu kehampaan disangkal oleh Aristoteles karena ide mengenai

suatu kekosongan ( kenon ), yang juga merupakan sesuatu, kosekuensinya juga akan

memiliki tempat dan ini berarti suatu wadaq teraba lainnya. Ia menyimpulkan

‘Jelaslah bahwa tidak ada suatu kekosongan yang bebas, baik yang sepenuhnya bebas

maupun yang berada dalam wadaq-wadaq renggang ; tidak pula ada kekosongan yang

potensial’.

Dewasa ini, kesatuan terbatas dari kosmos Aristoteles tidak lagi terasa naïf

seperti yang telah lama terjadi. Kendati boleh jadi kita temukan bahwa kosmos

merupakan kekosongan yang meluas tanpa batas, tidak akan berpengaruh apa-apa

terhadap kediaman manusia diatas bumi. Para filsuf penganut aliran eskistensial dan

fenomenologis dewasa ini mempertanyakan relevansi pengetahuan ilmiah mengenai

jagat raya, mengingat bahwa ruang yang didiami sejauh ini tidak memiliki sifat

nirbatas, melainkan sekedar sebuah lingkup rongga tertutup terbatas, yang melindungi

dan memberi rasa aman kepada kita. Meski jagat raya tak terbatas, permukaan bumi

yang kita diami pun telah membentuk suatu keutuhn terbatas dimana setiap mahkluk

hidup menemukan tempatnya. Maka, perluasan nir-batas telah ditransformasi oleh

teoti tempat menjadi konsep kesepakatan eksistensial.

Page 18: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

2.7. Ruang Ilahi: Cahaya Gothic

Sampai akhir abad ke-18, pemikiran teologis sangat mempengaruhi dalam

ilmu pengetahuan dan filsafat. Akhir-akhir ini peranan argumen-argumen teologis

dalam fisika dan kosmologi ditelaah lagi oleh Jammer. Ia menerangkan keterlibatan

Tuhan dengan ruang atau tempat selama abad-abad pertengahan, yang pada umumnya

disebabkan oleh luasnya pemikiran kaum Yahudi. Jammer menerangkan bagaimana

cendekiawan abad pertengahan yang mengidentifikasikan ide ruang dengan Tuhan

yang hadir di mana-mana; dan karena Tuhan adalah cahaya, akibatnya cahaya dan

ruang memiliki sifat ilahi. Contohnya pada katedral gothic, kita dapat menyamakan

transparansinya dengan hasrat si pembanguan katedral untuk mempresentasikan ide

mengenai Tuhan dalam bentuk cahaya dan ruang. Semenjak estetika Hegel, katedral

gothic diterangkan sebagai sebuah paradigma ungkapan fisik atas suatu ide yang

Page 19: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

immaterial. Tak seorang pun yang dapat terbebas dari atmosfir adikodrati yang ajaib

yang tertangkap dalam banyak interior gothic. Namun kemudian timbul banyak

pertanyaan, adakah efek transdental ini berakar dari konsep-konsep skolastik abad

pertengahan mengenai ruang?

Sampai sekarang ini banyak perdebatan apakah arsitektur yang berciri Roman

menjadi Gothic disebabkan oleh perubahan-perubahan sepadan dalam pemikiran-

pemikiran teologis? Bukti bentuk arsitektural sebagai suatu realitas yang teraba dapat

menjadi titik berangkat untuk menyelidiki efek-efek regional terhadap ide-ide

metafisik. Contohnya otonomi dalam arsitektural diajukan dalam teori arsitektur

Frankl. Menurutnya, interpretasi yang tepat atas bentuk arsitektural merupakan satu

hal yang penting, apabila tidak dapat dikatakan sebagai metode yang terpenting untuk

memahami sikap-sikap spiritual yang dianut dalam kurun waktu tertentu. Apabila kita

melakukan pendekatan secara formal menurut Hans Jantzen yang menyebut interiot

gothic sebagai suatu “struktur diafan” (struktur tembus cahaya). Jantzen

mengingatkan bahwa pengalaman akan ruang dan cahaya arsitektural, yang

menyangkut indera, sangat berbeda dengan konsep intelektual dari cahaya metafisik

yang termasuk dalam wilayah pemikiran. Ia yakin bahwa kedua aspek ini tidak selalu

sejalan.

Page 20: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Paul Franc merupakan salah seorang eksponen yang paling vokal dari

pendekatan morfologis untuk memahami ide-ide. Secara langsung ia menyatakan

bahwa bentuk arsitektur adalah otonom dan bahwa perkembangan gaya gothic dapat

dipahami seluruhnya dengan melihat bentuk ruang-ruang yang kini telah ada, tanpa

memerlukan pengetahuan, mungkin secara tidak langsung mendapat inspirasi dari ide-

ide teologi dalam jamannya. Menurut Witelo yang merupakan orang pertama pada

abad pertengahan yang melihat makna lokal dan religius yang diprakondisikan dari

citra dan penggunaan warna-warna yang khusus dibuat semata-mata demi kualitas

keindahan visual saja. Witelo mendefinisikan kualitas-kualitas yang murni atmosferik

seperti diaphanitas (kesemrawangan), densitas (kepekatan), obscuritas (kegelapan),

atau umbria (bayangan). Kualitas-kualitas tersebut dengan tepat menunjukkan efek-

efek spasial yang kita kenal sekarang sebagai karakteristis dari ruang utama gothic.

Kualitas-kualitas spasial tersebut pada tahun 1270 telah menjadi sangat

eksplisit; semenjak itu para teoritisi Renaissance seperti Alberti dan Leonardo da

Vinci sering mengutip teori Witelo. Namun interpretasi terhadap ruang, terutama

psikologinya mengenai persepsi ruang, mencapai puncaknya pada suatu kesadaran

fenomenologis terhadap kualitas-kualitas yang tak pernah diperoleh tanpa secara

langsung mengalami interior gothic. Jelaslah bahwa keberadaan bangunan pada

akhirnya menyadarkan kita akan fenomena ruang dan keajaiban-keajaiban atmosferik

yang dapat kita tangkap.

Cendekiawan Abbot Suger mengemukakan tentang peranan cahaya. Ia tidak

mengaitkan peranan itu dengan ekspresi ruang utama, melainkan hanya dengan

kaulitas material dari permukaan yang terkena cahaya. Ia melakukan melalui

permainan materi, seperti mengaitkan cahaya dengan kilauan emas, batu, dan kaca.

Bagi Suger, cahaya berarti kecemerlangan dan tujuannya untuk memberikan kesan. Ia

Page 21: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

juga sedikit menyinggung mengenai kualitas-kualitas spasial yang dihasilkan oleh

penyinaran dengan cara baru. Abbot Suger juga menekankan pada jendela kaca

berwarna-warni(stained glass) yang kemudian diabadikan kepada inovasi-inovasi

structural dari interior gothic.

Seorang cendekiawan Panofsky dalam pembahasannya mengenai katedral

gothic menarik tautan intelektual antara scolastisisme dengan bentuk gothic. Ia

mengacu pada konsep kecemerlangan atau kebeningan. Panofsky mengintroduksikan

transparency sebagai representasi dari manifestation yang sifatnya intelektual itu.

Transparency mengandung arti bahwa cahaya masuk melewati dinding atau dengan

kata lain cahaya datang dari luar. Ide sedemikian secara diametral berlainan dengan

ide-ide Jantzen yang berusaha menunjukkan bahwa jendela stained glass itu sendiri

oleh umat pengikut ibadat dilihat sebagai sumber cahaya yang dibingkai oleh

kegelapan tak teraba dari ruang interiornya sendiri. Jadi kesimpulannya pencahayaan

yang rendah bukan kondisi khusus bagi ruang Gothic. Klimaks dari ekspresi ruang

Gothic terjadi dengan penemuan stained glass yang ternama itu, yakni transformasi

chaya yang jatuh ke citra dindingnya menjadi cahaya yang bersinar dari citra itu

sendiri. Jendela Gothic merupakan sebuah fenomenal spatial atmospheric yang

memperkuat struktur diafan dinding.

Menurut Jantzent cahaya Gothic tidak dapat disebut cahaya transparan seperti

yang disebut Panofsky melainkan cahaya artificial yang keluar dari jendela stained

glass tersebut.

Menurut filsafat yang dikemukakan oleh Agustininus yang menyatakan bahwa

cahaya alami merupakan manifestasi Tuhan yang paling nyata. Jelaslah bahwa

pernyataan mengenai pencahayaan pada ruang Gothic “ Tak ada sepotong pun dari

ruang dalam yang dibiarkan tetap gelap tak terdefinisikan oleh cahaya”. Berlawanan

dengan konsep Jantzen dan dengan realitas dari beberapa interior Gothic yang masih

asli itu.

Page 22: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

2.8. Teori Ruang

Teori tentang ruang telah banyak diungkapkan oleh filsuf-filsuf terkemuka

khususnya oleh para filsuf barat. Teori klasik yang selama paruh abad keenam-belas

yakni teori Aristotelian mengenai ruang sebagai tempat dan terbatasnya Kosmos yang

telah lama bertahan mulai mendapat tantangan. Karya Nicholas Copernicus De

Revolutionibus Orbium Caelestium merupakan salah satunya yang mengemukakan

keberadaan ruang kosong (ruang absolute) yang tidak terbatas. Teori Copernicus ini di

dasarkan pada pemikirannya mengenai ruang kosong sebagai tempat berputarnya

planet-planet. Teori Copernicus ini meruntuhkan teori klasik yang menolak adanya

eksistensi ruang kosong. Teori copernician ini didukung oleh Galileo Galilei melalui

pangamatan teleskopnya terhadap sistem tata surya.

Selanjutnya pada abad ketujuh-belas, Rene Descartes mulai mempertanyakan

konsepsi tradisional mengenai dunia seperti dalam pernyataannya ‘De omnibus

debutandum’; hanya ada satu kepastian,yakni

setiap orang mempunyai keraguan. Descartes

berpendapat bahwa intuisi hati nurani

(conscience) dapat menjadi pertanda/realitas

utama dari suatu eksistensi (keberadaan).

Descartes sendiri menolak eksistensi

independent dari vacuum (ruang kosong),

dimana vacuum tidak mungkin ada tanpa

sesuatu yang ada begitu pun sebaliknya. Bagi

Descartes ruang dan massa adalah

sama.Spasialitas(keruangan) identik dengan

Page 23: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

ekstensi(perluasan) massa. Ruang Cartesian ini cenderung bersifat dua dimensi (2 D).

Selanjutnya Heidegger melakukan koreksi terhadap konsep ruang Cartesian melalui

ekspansi tiga dimensi. Ruang sebagai ekstensi substansial ini dapat dilihat dari

realisasi perencanaan kota gaya Baroque pada abad ketujuh-belas dan kedelapan-

belas. Intuisi hati nurani Descartes juga mendapat tentangan dari empirisis John

Locke yang lebih menekankan pengalaman inderawi terhadap keberadaan

ruang.

Pada akhir abad ketujuh-belas konflik antara intuisi dan pengalaman pribadi

ini berhasil disintesiskan oleh Isaac Newton, yang membedakan ruang absolute dan

ruang relative. Menurut Newton, ruang absolute tidak dapat dideteksi oleh indra;

ruang menjadi terukur hanya dalam ruang relative saja. Ruang absolute bersifat

homogen dan nir-batas; sedangkan ruang relative adalah sistem koordinat atau ruang

absolute yang terbatasi oleh suatu ukuran. Beberapa arsitek kontemporer juga

memiliki pandangan yang sama, salah satu contohnya adalah Louis I Kahn yang

menyatakan bahwa arsitektur adalah perubahan dari tak terukur menjadi terukur.Max

Jammer menunjukkan alasan teori Newton dapat bertahan sekitar dua abad,salah

satunya adalah kontribusi dan otoritas ilmiah Newton dalam bidang-bidang lain,

semisal mekanika, yang dalam hal teori ruang justru dibuat kecil.Alasan blain adalah

konsepnya mengenai ruang dianggap sebagai bukti teologis terbaik mengenai

keberadaan Tuhan. Demikian pula arsitek De Stijl, yakni Gerrit Rietveld juga

mendekati konsepsi Newton mengenai ruang relatif dengan pernyataannya: “demi

tujuan praktis, kita memisahkan, membatasi, dan membawa suatu bagian ruang tak

terbatas ke dalam skala manusiawi, berarti pula kita telah mambawa bagian ruang

tersebut ke dalam kehidupan sebagai suatu kenyataan”. Ide mengenai suatu ruang ini

secara umum mengejawantahkan dirinya hanya sebagai suatu kelanjutan dari sebagian

realitas yang dihasilkan melalui pembatasan.

Page 24: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Selain Newton, terdapat beberapa ilmuwan lain yang juga memberikan

pendapat mengenai teori ruang seperti Leibniz dan Huygens. Kedua ilmuwan tersebut

secara kategoris menolak konsep ruang tersebut dan hanya mendukung aspek ruang

relatif saja dimana ruang merupakan suatu sistem hubungan di antara hal yang berada

bersama. Namun Leibniz dan Huygens sama-sama gagal untuk memberikan bukti

ilmiah yang mendukung argumen mereka. Hanya pada akhir abad ke-19 asumsi

mereka direstorasi dengan adanya teori relativitas oleh Mach dan Einstein. Analog

dengan ide Leibniz, teoritisi Bauhaus modern yakni Moholy-Nagy juga

mengidentifikasikan arsitektur dengan ruang yang hanya dapat ditangkap melalui

indrawi.

2.9. Intuisi, Metafisik, dan Visi Bentuk

Filsuf Imanuel Kant memberikan pandangan terhadap ruang sebagai suatu

yang tidak didasarkan pada informasi yang ditangkap melalui indra. Selain itu, Kant

juga mengenakan kualitas ketidakterbatasan terhadap ruang. Dalam filosofinya, Kant

membedakan dua aspek yang secara ideal membentuk suatu keutuhan.Ia mengakui

keberadaan suatu dunia tampak yang terbentuk oleh hal-hal itu sendiri. Di lain pihak,

ada suatu dunia noumenal yang didasarkan atas intuisi-intuisi a priori yang

merupakan suatu cita-cita transcendental dan tidak tergantung pada informasi

inderawi. Kant percaya bahwa keindahan tidak berasal dari suatu pengalaman duniawi

indera-indera.

Kant merangkum 4 momentum sine qua non (tidak dapat tidak) untuk

menentukan keindahan. Keindahan hanya dapat ada apabila menciptakan kepuasan

yang universal, necessary, uninterested, serta memiliki purposeness without purpose.

Kedua dunia Kant dibeberkan dalam estetika sebagai konsep bentuk dan materi.

Benuk dipandang sebagai berlainan dari materi dan merupakan ide intelektual dari

materi itu sendiri dan selanjutnya menghasilkan pengindaraan visual. Keempat

kondisi sine an qua non sulit untuk memenuhi persyaratan fungsional dari bentuk

lindungan dan bentuk structural. Hanya pada eksperimen-eksperimen marginal langka

saja bentuk-bentuk arsitektur dapat diciptakan menurut kondisi sine qua non Kant

tersebut. Meskipun demikian, keindahan tidak dapat dihasilkan oleh kandungan

spasialnya dan tidak pula oleh massa substansialnya, melainkan pada hakikatnya

Page 25: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

dihasilkan oleh penggambaran materinya. Jelaslah bahwa ruang menurut konsep Kant

tidak memengaruhi keindahan.

Hegel berhasil memadukan keindahan dan ruang yang tidak dapat dipadukan

oleh Imanuel Kant. Menurut Hegel, seni merupakan presentasi indrawi dari suatu ide.

Seni merupakan simbol luar dari suatu isi metafisik yang terbentuk dalam waktu. Bagi

Hegel, isi adalah roh dimana roh merupakan lingkungan dari konsentrasi jiwa yang

hidup dalam hubungan-hubungan keruangan. Ruang dalam yang menjadi kasat mata

merupakan bentuk konkrit persemayaman roh. Tahap perkembangan arsitektur Hegel

yang terakhir dan yang paling puncak dalam sistem sejarah seninya, yakni pada era

romantik dalam arsitektur Kristen tertanam dalam katedral Gothic. Ide yang

diekspresikan dalam bangunan ini merupakan jiwa, ruang absolute, dan bilik dalam

Tuhan.

Tesis Hegel sangat berpengaruh terhadap pemikiran seni modern. Estetika

arsitektur abad ke-20 menginterpretasikan bentuk sebagai suatu ekspresi dari isi

dalamnya (ruang). Perkembangan selanjutnya berdasarkan pemikiran neo-Hegelian,

pengaruh Hegel terejawantahkan dengan paling jelas dimana ruang dipandang sebagai

imaterialisasi bentuk. Ide Hegelian ini dikoreksi oleh Schopenhauer yang merasa

bahwa ide ini tidak cukup, karena ide tersebut dikuasai oleh intelek dan prinsip alas

an yang kurang mencukupi. Schopenhauer ingin menempatkan seni pada suatu tingkat

yang lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan. Dengan demikian, isi dalam suatu

bentuk bukanlah roh melainkan kehendak. Keindahan tergantung pada objektivikasi

dari kehendak. Meskipun ruang, waktu dan materi merupakan praduga apreori

Page 26: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Schopenhauer seperti Kant namun tidak berhasil memandang ruang sebagai isi yang

hakiki dari bentuk arsitektural. Schopenhauer memandang arsitektur sepenuhnya

sebagai materi, dan konsekuensinya, pembatasan fisik ini menggunakan

kedudukannya yang rendah pada jenjang hierarki seni. Bagi Schopenhauer, arsitektur

sekedar suatu materi dan materi sedemikian tidak dapat menjadi ungkapan suatu ide.

Analisis Schopenhauer yang ternama mengenai arsitektur berpusat pada nosi

mengenai beban dan pendukungnya dimana arsitektur merupakan perbedaan lebih

besar dari sebagian ide yang merupakan tingkatan terbawa dari objektivitas kehendak.

Prinsip pendukung dan beban bagi Schopenhauer sangat kritis yang

memaksanya untuk secara langsung menolak semua penyelesaian arsitektur yang

tidak berkaitan dengan kedua elemen ini ( pendukung dan beban ) sama sekali.

Sebagai contoh dia tidak setuju dengan kantilever yang jelas menggantung dimana

elemen pendukungnya tidak kasat mata, atau transisi yang halus dari rib vault Gothic

dengan pier-nya karena transisi dari beban ke pendukung tidak terwujud secara

tektonik.

Façade Hexastyle dari kuil kedua Hera, Paestum (460-50) S.M.). Arsitektur sebagai expresi dari beban dan pendukungnya.

Sebagai kesimpulan Schopenhauer secara umum mengakui bahwa materi

merupakan satu-satunya cara dengan mana para seniman dapat mengungkapkan

kehendaknya, dan sebaliknya, ia menafsirkan kehendak sebagai projeksi empatk dari

konsep-konsep structural si pengamat ke dalam objek arsitektural yang bersangkutan.

Kualitas artistic dari ruang yang terlingkungi atau terisi ini, sebagai suatu ide, ditolak

karena dinamika interior dari massanya. Teori Schopenhauer mengenai arsitektur,

sebagai pergolakan antara massa dan berat ataupun ekspresi yang penuh gairah dari

beban dan pendukung, telah membawa benih-benih empati dari abad kesembilan

belas kemudian.

Page 27: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang merupakan sesuatu

yang misterius dan terdapat berbagai macam sudut pandang mengenai ruang. Secara

umum runag dapat dipandang sebagai ruang absolut (homogen, nir-batas, tidak dapat

dideteksi oleh panca indra) dan ruang relatif (ruang absout yang terukur dan dapat

dideteksi oeh panca indra).

Ruang dalam dan ruang luar pada post modern space dipisahkan oleh sebuah

dinding yang selain sebagai pemisah juga berfungsi sebagai penghubung antara ruang,

dimana ruang-ruang yang ada seolah-olah tidak mempunyai batasan yang jelas.

Ruang merupakan suatu yang kasat mata dan teraba karena memiliki unsur

yang paling berbeda diantara unsur yang lainnya. Ruang merupakan suatu yang

terbatas di dunia yang terbatas pula.

Ruang dalam hubungannya dengan konsep teologi lebih tertuju pada konsep

arsitektur Gothic yang mewakilkan kebesaran Tuhan dalam bentuk cahaya dan ruang.

Pengertian ruang terbatas dan tak terbatas tertuju pada tujuan praktis, yakni

apabila suatu ruang tak terbatas dipisahkan, dibatasi, dan dibawa ke dalam suatu skala

manusiawi maka ruang tersebut telah masuk ke dalam kehidupan sebagai suatu

kenyataan.

3.2. Saran

Page 28: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat

Adanya pro dan kontra mengenai filosofi ruang dalam Arsitektur yang

dikemukakan oleh para filsuf memberikan kesempatan untuk memilah filosofi yang

sesuai di dalam merancang suatu karya arsitektur.

DAFTAR PUSTAKA

Van Deven, Cornelis. 1987. Ruang Dalam Arsitektur. Jakarta: Gramedia

www.google.com

www.wikipedia.com

Page 29: Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat