Download - Festival Forum KTI VI - 2012

Transcript
Page 1: Festival Forum KTI VI - 2012

SULAWESI TENGAH

FORUM KTI

Segenap keluarga besar Forum Kawasan Timur Indonesia dan Yayasan BaKTI mengucapkan terimakasih

kepada para pendukung Festival Forum KTI 2012.

FESTIVAL FORUM KAWASAN TIMUR

INDONESIA VI

DILAKSANAKAN ATAS KERJASAMA

Palu - Sulawesi Tengah, 24-25 September 2012

Page 2: Festival Forum KTI VI - 2012

Para Inovator Publik dan Pembaharu Sosial yang saya hormati,

Selamat datang pada Festival Forum Kawasan Timur Indonesia VI! Selamat datang pada perayaan

keberhasilan masyarakat KTI dalam menjawab tantangan pembangunan dengan menggunakan aset lokal.

Forum KTI telah melaksanakan lima kali pertemuan sejak tahun 2004. Tahun ini, pada Festival Forum KTI VI, secara khusus kami menyambut Anda, para inovator publik dan pembaharu sosial, untuk bergabung bersama selama dua hari bertukar solusi dalam memanfaatkan aset lokal untuk kemajuan masyarakat.

Tahun ini, Pertemuan Forum KTI dikemas dalam bentuk Festival dimana seluruh pesertanya hadir sebagai inovator publik untuk mengkontribusikan ide, mimpi dan kepakaran demi kemajuan Kawasan Timur Indonesia. Dengan rasa bangga, Forum KTI menjembatani berbagai inisiatif mikro dari Kawasan Timur Indonesia dengan kebutuhan makro pembangunan Indonesia.

K a m i p e r c a y a , A n d a t e l a h berkontribusi pada kemajuan yang terjadi di sekitar Anda. Dalam perjalanan Forum KTI sebagai sebuah forum tukar solusi, kami menemukan banyak sekali upaya

Selamat datang kepada para Inovator Publik dan Pembaharu Sosial!

Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (Yayasan BaKTI) resmi beroperasi sebagai Yayasan p a d a t a h u n 2 0 1 0. S e l a i n

memfasilitasi pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di KTI, salah satu fungsi utama Yayasan BaKTI adalah menjadi sekretariat Forum Kawasan Timur Indonesia.

Sebagai sekretariat Forum KTI, salah satu tugas Yayasan BaKTI adalah untuk memfasilitasi pelaksanaan pertemuan Forum KTI. Pertemuan Forum KTI bagi kami adalah sebuah media bertukar pengetahuan, tukar solusi . Oleh karenanya kami selalu menyajikannya sepositif dan sekreatif mungkin sehingga selalu berbeda dan lebih menarik dari pertemuan sebelumnya.

Sejak Pertemuan Forum KTI yang ke-empat pada tahun 2009 di Makassar, kami menampilkan berbagai Praktik Cerdas yang ada di Kawasan Timur Indonesia. Ide besarnya adalah untuk mengubah cara pandang kita terhadap Kawasan Timur Indonesia. Sudah waktunya mengubah pandangan lama bahwa KTI terbelakang dan miskin, karena dalam perjalanan kami bekerja, kami menemukan banyak sekali inovasi dan praktik cerdas dari masyarakat KTI yang pantang menyerah. Hanya saja inovasi dan praktik cerdas ini belum banyak didokumentasikan, diketahui, dan

masyarakat yang berhasil menjawab tantangan pembangunan dengan memanfaatkan aset yang ada di sekitar mereka. Sayangnya, banyak dari upaya-upaya ini belum mengemuka dan dikenal oleh khalayak luas. Dalam sepuluh tahun terakhir sejak Pertemuan Forum KTI pertama diadakan, kita telah bertemu banyak tokoh, baik pada skala lokal maupun nasional bahkan internasional yang saat ini berhasil dan terus bekerja memotivasi masyarakat agar terus memajukan Indonesia.

Kami ucapkan terimakasih kepada Yayasan BaKTI yang telah bekerja luar biasa sebagai Sekretariat Forum KTI, begitu pula kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kota Palu yang memberikan dukungan dan kerjasama yang apik, serta seluruh sponsor pendukung penyelenggaraan Festival Forum KTI tahun 2012.

Inilah persembahan inspirasi dari Kawasan Timur Indonesia; potensi dan aset lokal yang dimiliki oleh masyarakat KTI menjadi penopang dan pusat pergerakan untuk pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia.

Salam Hormat,Prof. Dr.Ir.Hj.Winarni Monoarfa, MS

dipublikasikan secara luas oleh berbagai media yang ada.

Praktik cerdas yang ditampilkan dalam Festival Forum KTI tahun ini telah melalui proses pemilihan yang ketat. Sejak awal tahun lalu kami telah mengumpulkan 150 praktik cerdas melalui berbagai media kami. Setelah ditampilkan dalam Festival Forum KTI, kami akan mendorong proses adopsi dan replikasi Praktik Cerdas tersebut agar lebih banyak daerah dapat menjawab tantangan pembangunan dari contoh-contoh yang sudah berhasil ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan Festival Forum KTI VI. Terimakasih kami ucapkan terutama kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kota Palu atas dukungan yang luar biasa dan kerjasama yang apik sejak awal tahun lalu.

Yayasan BaKTI percaya bahwa pertukaran pengetahuan dapat membuat pembangunan di Indonesia menjadi lebih efektif. Oleh karenanya kami mendorong partisipasi aktif dari Ibu / Bapak Inovator Publik dan Pembaharu sosial dalam acara ini. Mudah-mudahan Festival Forum KTI VI di Palu ini dapat menjadi ajang pem-belajaran maupun ajang tukar solusi bagi para pelaku pembangunan untuk kemajuan KTI.

Salam Hormat,Caroline Alberthine Tupamahu

KETUA POKJA FORUM KTIProf. Dr.Ir.Hj.Winarni Monoarfa, MS Caroline Alberthine Tupamahu

DIREKTUR EKSEKUTIF YAYASAN BaKTI

Page 3: Festival Forum KTI VI - 2012

o r u m K a w a s a n T i m u r Indonesia kembali merayakan kemajuan pembangunan di

Kawasan Timur Indonesia tanggal 24-25 September, 2012 di Palu, Sulawesi Tengah. Acara in i merayakan keberhasilan para individu dan ko m u n i t a s d a l a m m e n j a w a b tantangan pembangunan dengan meng-gunakan aset lokal dan yang telah membawa perubahan besar di daerahnya. Para pembicara dan seluruh peserta, termasuk Anda, saling menunjukkan solusi dan saling belajar bagaimana kiat sukses

mengatasi tantangan-tantangan pembangunan yang kerap dihadapi m a s y a r a k a t K a w a s a n T i m u r Indonesia.

Forum KTI adalah sebuah j a r i n g a n p a r a p e l a k u k u n c i pembangunan KTI yang setiap dua tahun mengadakan pertemuan untuk menampilkan berbagai praktik cerdas tingkat lokal dan memberi ruang untuk berbagai jenis interaksi antar pelaku pembangunan KTI. Pertemuan ini menjadi satu-satunya kesempatan

FESTIVAL FORUM KAWASAN TIMUR INDONESIA VI

PERSEMBAHAN DARI TIMUR UNTUK INDONESIA

bagi pelaku pembangunan dari b e r b a g a i s e k t o r d a n d a e ra h berkumpul untuk saling belajar dan berdiskusi tentang isu dan solusi untuk pembangunan di kawasan timur Indonesia.

Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia berkembang dari tahun ke tahun. Tahun ini adalah pertemuan keenam dan dikemas dalam bentuk festival. Kami kembali akan menyajikan sesuatu yang berbeda dan menghantarkan lebih banyak peluang untuk saling belajar, berjejaring dan membuat perubahan.

Festival Forum KTI tahun ini b e r t e m a ”M e ra j u t I n s p i ra s i , Persembahan dari Timur untuk Indonesia”. Tujuannya adalah berbagi praktik cerdas, pengalaman, dan pembelajaran dari berbagai program-program pembangunan dari tingkat lokal untuk meningkatkan rasa kepemilikan, mengharmonisasi, serta meningkatkan pengelolaan program ke arah keberhasilan pembangunan nasional.

Dalam pertemuan ini peserta dapat belajar dan menyerap praktik baru sehingga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih efektif dan

meningkatkan hasil yang dicapai di bidang yang sedang dijalani; tercipta hubungan yang baik antar pemerintah daerah, pemerintah pusat, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, sektor swasta, media, dan mitra pembangunan internasional dalam proses pembangunan; terangkatnya berbagai praktik cerdas tingkat lokal ke tingkat nasional untuk mendorong terjadinya replikasi dan/atau adopsi praktik cerdas oleh para pelaku pembangunan pada tingkatan yang lebih luas; dan meningkatnya kreativitas masyarakat Kawasan Timur Indonesia untuk menjawab tantangan pembangunan yang dihadapi.

Rangkaian kegiatan dalam Festival Forum KTI VI ini akan mencakup presentasi praktik cerdas dan curah ide serta pengalaman kreatif para pelaku pembangunan. Ada tiga komponen utama acara Festival Forum KTI VI sebagai berikut.

Panggung Inspirasi

Menampilkan Praktik-Praktik Cerdas yang menginspirasi dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia. Para praktisi Praktik Cerdas dari berbagai kalangan dan

Page 4: Festival Forum KTI VI - 2012

daerah akan menguraikan keber-hasilan mereka dalam menjawab tantangan pembangunan. Akan ada juga diskusi kelompok yang apresiatif dalam 'ruang inovasi' yang bertujuan menggali lebih dalam potensi, ide dan solusi dari setiap peserta.

Galeri Informasi

Galeri informasi adalah ruang untuk menampilkan berbagai kisah sukses hasil kerja badan pemerintah, mitra pembangunan internasional, LSM lokal, nasional, dan inter-nasional, CSR sektor swasta, dan kelompok masyarakat. Selain mempromosikan kegiatan dan bertukar pengetahuan, peluang-peluang kerjasama antar berbagai pihak dapat dimulai dari sini

aKTI adalah sekretariat Forum Kawasan Timur Indonesia (Foum KTI) dan pelaksana Pertemuan Forum KTI. Dalam bekerja, BaKTI mengumpulkan

Praktik Cerdas melalui berbagai cara dan media yang dimiliki, mengadakan seleksi dan verifikasi, kemudian menampilkannya dalam pertemuan Forum KTI. Tidak berhenti sampai di situ, selepas Pertemuan Forum KTI, BaKTI aktif mempromosikan melalui berbagai media, termasuk media cetak dan televisi nasional. BaKTI juga mendorong replikasi Praktik Cerdas kepada stakeholder yang berdasarkan hasil identifikasi BaKTI, memiliki tantangan pembangunan yang telah dijawab oleh masyarakat pelaku Praktik Cerdas.

Pesta Rakyat

Pesta Rakyat akan diadakan pada sore hingga malam hari di hari terakhir Ferstival Forum KTI. Pesta Rakyat akan menyajikan berbagai kuliner lokal dan menjadi pementasan budaya dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia, terutama daerah Sulawesi Tengah. Tujuan dari Pesta Rakyat adalah agar masyarakat kota Palu khususnya dapat menjadi bagian dari proses interaksi regional yang terjadi di Forum KTI sehingga terbangun kebanggaan dan semangat untuk terus berkarya membangun daerah.

Page 5: Festival Forum KTI VI - 2012

Pertemuan Forum KTI V

Dilaksanakan di Swiss-belhotel Ambon, tanggal 1-2 November 2010 dan dibuka secara resmi oleh Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu. Pertemuan ini didukung oleh 16 institusi termasuk Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah kota Ambon sebagai mitra dan sponsor pelaksana. Tak kurang dari 250 peserta dari berbagai kalangan dan daerah hadir dalam acara ini. Sebanyak 14 pembicara, yang terdiri dari enam pelaku Praktik Cerdas dan delapan inspirator berbagi kisah menggugah dan inspiratif bagi para peserta. Konsep acara bernuansa petualangan mencari harta karun membawa semangat yang berbeda bagi seluruh peserta dan presenter sehingga acara menjadi lebih hidup, berkesan, dan menyenangkan. Hal ini terungkap dari tanggapan peserta dan juga dari talkshow yang meng-hadirkan beberapa wakil Mitra Internasional. Pertemuan ditutup oleh Wakil Menteri Perindustrian RI, Alex Retraubun, yang menyatakan bahwa Kementrian Perindustrian sangat terbuka bagi kehadiran Forum KTI untuk bersama-sama memajukan Kawasan Timur Indonesia.

Pertemuan Forum KTI IVMakassar, 4-5 Agustus 2009

Ini merupakan pertemuan pertama yang dilaksanakan dengan format dan pendekatan baru, yaitu menampilkan 12 praktik cerdas dengan visualisasi film dan seni teatrikal sehingga presentasi menjadi jauh lebih menarik, lebih hidup, dan membangkitkan antusiasme peserta. Dilaksanakan di Hotel Clarion Makassar, tanggal 4-5 Agustus 2009 dan dihadiri oleh sekitar 150 peserta. Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Ya s i n L i m p o ya n g m e m b u ka pertemuan Forum KTI IV 2009. Terpilih 12 orang anggota Kelompok Kerja Forum KTI yang baru dan Winarni Monoarfa dipilih sebagai Ketua Kelompok Kerja Forum KTI menggant ikan Marwah Daud Ibrahim.

Pertemuan Forum KTI III Mataram, 27-28 Agustus 2007

Dihadiri oleh lebih dari 150 peserta termasuk 10 observer dari berbagai lembaga internasional serta sekitar 50 perwakilan Donor/INGO. Salah satu bagian penting dari Pertemuan Forum KTI III adalah hadirnya duabelas perwakilan kepala pemerintahan dari 12 provinsi yang melalui kesempatan ini berdiskusi dengan perwakilan Donor dan pihak Swasta dalam Pertemuan Forum Kepala Daerah. Forum inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Forum Kepala Bappeda Provinsi se KTI. Pertemuan Forum KTI III menghasilkan Deklarasi Mataram yang memuat antara lain komitmen para pelaku pembangunan di KTI u n t u k m e n d u k u n g d a n i k u t mensukseskan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Pada pertemuan ini juga diumumkan lima pemenang Kompetisi Inovasi KTI. Sebanyak duabelas finalis terpilih melalui proses seleksi tiga b u l a n s e b e l u m n y a . L i m a l e m b a g a /p r o y e k p e m e n a n g mendapatkan penghargaan berupa bantuan dana pelaksanaan kegiatan inovatif.

Pertemuan Forum KTI II Makassar 21-22 November 2005

Dihadiri oleh sekitar 90 tokoh pelaku pembangunan dari 12 provinsi di KTI. Pertemuan dibuka oleh Menteri PDT Syaifullah Yusuf sekaligus membawakan presentasi dan berdiskusi dengan peserta. Pertemuan ini merumuskan visi dan misi Forum KTI dan membentuk Kelompok Kerja Forum KTI yang beranggotakan 12 tokoh perwakilan dari 12 provinsi di KTI yang diketuai o leh Marwah Daud Ibrah im. Sebanyak12 Koordinator Forum KTI Wilayah untuk setiap provinsi di KTI dipilih dalam pertemuan ini. Pertama kalinya dilaksanakan Pameran yang d i r a n g k a i k a n d e n g a n A c a r a pertemuan Forum dan diikuti oleh 20 peserta.

Page 6: Festival Forum KTI VI - 2012

Fo r u m K a w a s a n T i m u r Indonesia adalah sebuah jaringan independen dari para

pemangku kepentingan kunci yang aktif mendorong dan mengembangkan kemitraan multi-stakeholder dan inovasi sosial untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Anggota Forum adalah para pembaharu dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, anggota legislatif, akademisi, LSM, sektor swasta, mitra pembangunan internasional, dan anggota kelompok masyarakat lainnya. Forum ini memiliki dua sub forum: Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-Kawasan Timur Indonesia, yang berfokus meningkatkan keterhubungan antara perencanaan di tingkat provinsi dan nasional, dan Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI), y a n g b e r f o k u s m e n i n g k a t k a n pemanfaatan penelitian lokal bagi para pengambil kebijakan.

BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) adalah sebuah organisasi independen berkedudukan di

Pertemuan Forum KTI IMakassar 7 September 2004

Pertemuan pertama ini adalah cikal bakal lahirnya Forum Kawasan Timur Indonesia. Sebanyak 26 tokoh hadir dalam pertemuan antara lain Willi Toisuta, Barnabas Suebu, La Ode Ida, Mansyur Ramli, Anhar Gonggong, dan Lies Marantika. Rekomendasi yang dihasilkan pertemuan ini antara lain adalah membentuk fasilitas Eastern Indonesia Knowledge Exchange yang kemudian dikenal sebagai BaKTI, mendesain Program Papua PEACH yang hingga saat ini telah direplikasi

M a k a s s a r. B a K T I a d a l a h p u s a t pengetahuan dan pertukaran informasi pembangunan di Kawasan Timur Indonesia, yang mencakup Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. BaKTI mendukung kerja para stakeholder pembangunan agar lebih efektif.

BaKTI adalah sekretariat Forum K a w a s a n T i m u r I n d o n e s i a d a n memfasilitasi aktivitas pertukaran pengetahuan seperti Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia, Diskusi Regional, dan sub-jaringan di bawah Forum Kawasan Timur Indonesia.

Sebagai sekretariat Forum KTI, BaKTI mengumpulkan praktik cerdas, melakukan proses seleksi dan verifikasi , dan menampilkannya dalam Pertemuan Forum KTI. Setelah Pertemuan Forum KTI, BaKTI secara aktif terus mempromosikan Praktik Cerdas terpilih ke jaringan nasional, lokal, dan media BaKTI. BaKTI juga mendorong replikasi Praktik Cerdas ke p a d a p a r a s t a ke h o l d e r y a n g menghadapi situasi dan tantangan yang serupa.

Page 7: Festival Forum KTI VI - 2012

Dr. Ir. Alex SW Retraubun, MscWakil Menteri Perindustrian RepublikIndonesia pada Kabinet Bersatu II, sebelumnya Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Erna WitoelarMantan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah periode 1999 - 2001 dan Mantan Duta Besar Khusus PBB untuk MDGs di Asia Pasifik (2003-2007)

Dr. Marwah Daud IbrahimDirektur Komunikasi Habibie Centre, Mantan Sekretaris Umum IkatanCendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)

Drs. M.J. Papilaja, MSMantan Walikota Ambon, Mantan Ketua DPRD Kota Ambon periode 1999-2001, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pattimura, Ambon

Fary Djemy FrancisAnggota DPR RI periode 2009 - 2014,dan Direktur INCREASE

Prof. Dr. Ir. Rene Charles Kepel, DEAUniversitas Sam RatulangiManado, Sulawesi Utara

Prof. DR. Hj. Winarni Monoarfa, MSSekretaris Daerah Provinsi GorontaloKota Gorontalo, Gorontalo

H. M. Husni Mu'adz, PhDPusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan Universitas Mataram,Mataram, Nusa Tenggara Barat [email protected]

Prof. DR. Mien Ratoe Oedjoe, M.PdPusat Penelitian UNDANAKupang, Nusa Tenggara Timur

Dr. Ivan A. HadarDirektur Pusat DIAHI Maluku Utara Jakarta

Dr. Suriel Mofu, M.Phil Universitas Negeri PapuaManokwari, Papua Barat

Ir. Jan Pieter Karafir, M.EcMantan Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA), Manokwari, Papua Barat, Dekan Fakultas Ekonomi UNIP dan Bupati Kabupaten Jayapura (1999-2001)

Prof. DR. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MSSekretaris Daerah Provinsi Gorontalo, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) ForumKawasan Timur Indonesia, KoordinatorForum Kepala BAPPEDA se-KTI, Guru Besar pada Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan, Universitas Hasanuddin

Willi Toisuta, Ph.D.Tokoh Pendidikan, Penasihat Forum Asosiasi Sekolah Tinggi dan Universitas Kristen Ekumenis Internasional (1996-2000), Wakil Ketua Komisi LembagaUniversitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah..

Drs. Samuel J. Renyaan, M.Sc Universitas Cendrawasih PapuaJayapura, Papua

dr. Hesina Johana HuliselanKepala Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon, Maluku

Rusdi MasturaWalikota Palu Palu, Sulawesi Tengah

K.H.Syibli SahabuddinDPD RIMamuju, Sulawesi Barat

Ir. H. La Sara, Msi, PhDKendari, Sulawesi Tenggara

Madjid Sallatu, MAMakassar, Sulawesi Selatan

DEWAN PEMBINAYAYASAN BaKTI

ANGGOTAPOKJAFORUM KTI

Page 8: Festival Forum KTI VI - 2012

KOORDINATORWILAYAHFORUM KTI

Ir. Aryanto Husain, MP Kota Gorontalo, Gorontalo [email protected]

Darma Gunawan/ AldisyarPalu, Sulawesi Tengah [email protected] [email protected]

Saifuddin, M.AgPolewali Mandar, Sulawesi [email protected]

Jonni MarwaManokwari, Papua [email protected]

Muhammad FadjarKendari, Sulawesi [email protected]

Jhon Julius Boekorsjom Jayapura [email protected]

Michael SiahayaAmbon, [email protected]

Drs. Diagusta B. Randa, MsiMakassar, Sulawesi Selatan [email protected]

Abdul Aziz MarsaolyTernate, Maluku Utara [email protected]@gmail.com

MaharaniMataram, Nusa Tenggara Barat [email protected]

Johannes Melky Subani Kupang, Nusa Tenggara [email protected]@[email protected]

Vivi GeorgeManado Sulawesi [email protected][email protected]

raktik Cerdas (Smart Practices) semakin mendapat tempat sebagai model pembangunan sosial yang memberi dampak kuat dalam membangkitkan antusiasme

masyarakat untuk menularkan gagasan-gagasan inovatif mereka. Menawarkan solusi cerdas dipandang sebagai langkah efektif yang strategis ketimbang menghadirkan sejumlah teori dan rencana pembangunan yang rumit dan sulit diterapkan. Oleh karena itu BaKTI mengidentifikasi, mendokumentasi dan mempromosikan untuk mendorong replikasi dan adopsi dari keduabelas praktik cerdas yang terpilih di KTI (meliputi 12 provinsi di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua).

Page 9: Festival Forum KTI VI - 2012

Kriteria Praktik Cerdas

Inovatif. Merupakan inisiatif yang baru atau bisa juga merupakan hasil replikasi dari daerah lain tetapi telah disesuaikan dengan kondisi setempat.

Partisipatif. Setidaknya melibatkan dua pemangku kepentingan tingkat lokal dan berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Berlanjut. Kegiatan telah dilakukan setidaknya dua tahun dan masih berlangsung saat ini disertai rencana untuk dilanjutkan di waktu yang akan datang. Kegiatan juga bisa dapat terus berjalan dengan pendanaan mandiri dari masyarakat.

Akuntabel. Kegiatan bersifat akuntabel dan transparan bagi seluruh pihak, termasuk masyarakat, tanpa terkecuali.

Berpihak pada rakyat miskin dan berkeadilan gender. Kegiatan dapat memberi manfaat kepada masyarakat miskin serta berdampak dan dikerjakan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender.

BaKTI mulai mengundang berbagai pihak untuk mengajukan praktik cerdas pada awal tahun ini dan kami menerima banyak sekali nominasi yang kami seleksi melalui tiga tahap termasuk verifikasi. Kami kemudian mengunjungi ketujuh finalis di lokasi masing-masing untuk bertemu dengan para stakeholder dan menyaksikan kerja luar biasa mereka. Terimakasih kepada seluruh nominator Praktik Cerdas – proses seleksi (sebagaimana biasanya) sangat sulit, namun kami berharap Praktik Cerdas 2012 menginspirasi dan bahkan memberi percikan ide bagi Anda untuk melakukan hal luar biasa bagi komunitas Anda.

Terimakasih juga pada seluruh praktisi Praktik Cerdas 2012 yang te lah mener ima dengan baik kehadiran kami dan menjawab seluruh pertanyaan kami tentang kehidupan dan kegiatan mereka!.

Ketujuh Praktik Cerdas mewakili solusi atas beberapa isu yang paling banyak dihadapi di Kawasan Timur Indonesia saat ini. Praktik-praktik Cerdas tersebut adalah Nonggup Solusi Ekonomi Mandiri dari Boven Digoel, Papua; Rumah Tunggu, Kehamilan dan Kelahiran yang Lebih Aman dari Maluku Tenggara Barat; Pendidikan Harmoni, Menyebarkan Perdamaian Dari Sekolah ke Sekolah dari Sulawesi Tengah; Menenun Pe l e s t a r i a n L i n g k u n g a n d a n Penguatan Perempuan dari Sumba, NTT; Wilayah Konservasi Laut Desa, Membatasi Daerah Penangkapan Ikan dari Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan; Data Membuka Mata dan Hati Pembangunan Efektif dari Polewali, Mandar, Sulawesi Barat; dan Transfer Pengetahuan Dari Geng Motor Anak Muda ke Masyarakat NTT, NTT.

Page 10: Festival Forum KTI VI - 2012

alam itu, waktu terasa sangat lambat merangkak. Suara pria dari telepon genggamnya terdengar panik, ”Ibu, katong

mau datang secepatnya seperti apa? Ombak sebesar ini mau menyeberang laut! Kita juga takut mati, ibu!” Suzana Pattiasina merasa tangannya gemetar. ”Kondisinya bagaimana pak?”, tanya Suzana ”Ketuban sudah pecah, ibu. Bayinya seperti sudah mau keluar”, suara Bapak di seberang jaringan telepon berusaha tenang. Larat, desa tempat Suzana bertugas sebagai Kepala Puskesmas berjarak satu jam dengan perahu dari desa itu. Tapi dengan kondisi laut yang sedang bergelora, hampir mustahil ibu yang sedang mempertaruhkan nyawa ini bisa segera ia tolong. ”Memang luar biasa jauh perbedaan antara proses persalinan di kota besar dengan daerah kami yang terpencil ini”, bisiknya dalam hati.

S e b a g a i s e b u a h p r o v i n s i kepulauan, 90 persen wilayah Maluku adalah lautan dan 559 kepulauan. Dengan kondisi geografis seperti ini, masyarakat di kepulauan Maluku sangat mengandalkan transportasi laut sebagai penghubung utama dan bahkan satu-satunya bagi ke-banyakan pulau kecil di sana. Ditambah kondisi cuaca yang tidak menentu, akses untuk memenuhi pelayanan dasar publik, termasuk pelayanan kesehatan, menjadi tantangan tersendiri.

Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), tempat Bidan Suzana bertugas, memiliki luas 53.521 kilometer persegi dengan 88 persen wilayah laut. Kabupaten MTB berada di antara Laut Banda dan Laut Arafura membuat transportasi laut bagi sekitar 105 ribu masyarakat yang hidup 57 pulau

menjadi sangat bergantung pada musim dan perubahannya. Akibatnya, pada musim-musim tertentu, sebagian besar masyarakat akan terisolir total a t a u h a r u s m e m b a y a r b i a y a transportasi yang sangat mahal untuk dapat bepergian. Tidak sedikit korban yang timbul akibat kapal tenggelam atau terkatung-katung di laut hingga ke perairan Australia dan Selandia Baru.

Dilema layanan kesehatan di pulau kecil

Sebagai seorang bidan yang bertugas di pulau kecil seperti Yamdena, Suzana merasakan betul bagaimana faktor cuaca dan keter-isolasian geografis mempengaruhi pelayanan kesehatan yang ia lakukan. Ia teringat pengalaman rekan kerjanya, Sar l ina , saat perahu yang d i -tumpanginya tenggelam dalam perjalanan tugas dari Seira ke Saumlaki. ”Sarlina sangat trauma karena saat tenggelam ia sudah tidak bisa melihat siapa pun yang bisa menolong. Saya sangat bersyukur sampai saat ini rekan ia masih diizinkan untuk tetap hidup”, kenang Suzana.

Apa yang dialami Bidan Suzana dan Bidan Sarlina juga dirasakan oleh Kepala Puskesmas Seira, Walowahani Adriaan. ”Sering kali kami harus menempuh perjalanan laut dalam cuaca buruk, atau sebaliknya pasien rujukan harus mengambil resiko berlipat ganda melawan badai di laut demi menyelamatka nyawa. Inilah dilema kami bertugas di daerah kepulauan”, ungkap Walowahani.

Tidak hanya terjadi di laut, kendala transportasi darat pun sama beratnya. Suzana mengenang pengalaman saat ia

Page 11: Festival Forum KTI VI - 2012

dan beberapa petugas kesehatan menempuh perjalanan darat ke sebuah desa yang berjarak 60 kilometer. Di tengah jalan, ban mobil ambulans yang ditumpangi pecah. Perjalanan pun dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati hutan belantara. ”Walaupun hujan turun sangat deras, kami tetap ber ja lan , karena sudah jadwal kunjungan petugas kesehatan”, tutur Suzanna sambil tersenyum. Senyum ramah tak pernah lepas dari wajahnya, walau tempat tugasnya berjarak 120 kilometer dari Saumlaki, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang memiliki fasilitas kesehatan lebih baik.

Karena akses kesehatan yang cukup memadai di Pulau Yamdena berada di ibukota kabupaten, Saumlaki, pasien dengan komplikasi termasuk ibu hamil beresiko harus melakukan perjalanan jauh. Lima tahun lalu, angka kematian ibu hamil masih terbilang tinggi di Kabupaten MTB. Tahun 2007 jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 21 per 10.000 kelahiran hidup. Dengan penduduk di pulau rata-rata 10.000 maka rasio angka kematian ibu ini menjadi cukup tinggi.

Melawan badai dengan Rumah Tunggu

Pada November 2007 pemerintah Kabupaten MTB bersama UNICEF mengembangkan program pelayanan kesehatan mandiri dengan pola pendekatan gugus pulau. Dengan pendekatan ini, Kabupaten MTB membagi wilayah pelayanannya ke dalam dua gugus besar yaitu Gugus Tanimbar Selatan dan Tanimbar Utara. Setahun kemudian diadakan kerja kelompok Gugus Pulau di Saumlaki

dengan peserta Tim District Team Problem Solving (DTPS) Kabupaten MTB, Kepala Puskesmas, dan Camat untuk menetapkan Kecamatan Selaru sebaga i model Rumah Tunggu pertama.

Dua tahun pasca penerapan pendekatan gugus pulau, lahirlah ide Rumah Tunggu untuk menangani ibu hamil beresiko di pulau-pulau kecil dalam wilayah Kabupaten MTB. Rumah Tunggu adalah rumah yang disediakan oleh masyarakat bagi ibu hamil beresiko untuk menjadi tempat menunggu persalinan. Layanan yang disediakan di Rumah Tunggu meliputi layanan persalinan, pemeriksaan laboratorium, imunisasi ibu dan bayi baru lahir, pemeriksaan ibu dan anak pasca melahirkan, serta pemeriksaan antenatal . Rumah Tunggu juga dilengkapi fasilitas ambulans dan akomodasi serta jasa konsumsi, per lengkapan mandi , dan per-lengkapan mencuci bagi satu orang penunggu.

”Rumah Tunggu dibuat untuk mengatasi persoalan 'Tiga Terlambat' yaitu terlambat untuk mengetahui persoalan, terlambat merujuk dan terlambat penanganan. 'Tiga Terlambat' inilah yang paling banyak menyebabkan ibu hamil meninggal dunia,” ujar Dr. Juliana Ratuanak, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Karena rumah yang menjadi R u m a h Tu n g g u a d a l a h m i l i k masyarakat, tentu saja partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci utama p e l a y a n a n y a n g d i b e r i k a n RumahTunggu. ”Kekuatan sosialisasi dan mobilisasi Rumah Tunggu adalah

pada pendekatan budaya, kekeluargaan dan agama”, jelas Dr. Juliana. “Dalam budaya masyarakat di Yamdena, dikenal konsep Duan Lolat, yaitu masyarakat merasa lebih nyaman untuk tinggal di rumah kerabat atau rumah saudaranya atau bahkan di rumah orang yang memiliki satu bahasa. Demikianlah Rumah Tunggu yang digunakan adalah milik anggota masyarakat agar ibu hamil dapat merasa lebih betah,” lanjut Dr. Juliana.

Konsep Duan Lolat, dimana keluarga atau kerabat membiayai biaya pernikahan salah seorang anggota keluarga, juga dimanfaatkan untuk pengembangan biaya operasional Rumah Tunggu. ”Sekarang masyarakat diajak menggunakan Duan Lolat untuk membiayai keluarga mereka yang sedang dirawat di Rumah Tunggu”, tutur Dr. Juliana. Penerapan budaya setempat dalam mengelola program Rumah Tunggu ini turut meringakan beban pemerintah. ”Dana yang dilaokasikan Pemerintah Kabupaten kemudian lebih difokuskan pada biaya operasional Rumah Tunggu selama digunakan oleh ibu hamil. Masyarakat berkontribusi pada biaya peme-liharaannya”, jelas Dr. Juliana.

U n t u k m e n g o p t i m a l k a n pengelolaan Rumah Tunggu dan agar praktik ini dapat lebih mudah direplikasi di daerah lain, sebuah Pedoman Rumah Tunggu dibuat pada tahun 2007. Pedoman Rumah Tunggu ini memuat in formas i tentang persyaratan penetapan rumah tunggu, kriteria ibu hamil beresiko dan alokasi biaya operasional. Kriteria ibu hamil beresiko p u n d i s u s u n a g a r s a n g i b u mendapatkan prioritas pertolongan perama di Rumah Tunggu dengan

prosedur yang tepat. Pedoman Rumah Tunggu juga mengatur masa waktu untuk menggunakan Rumah Tunggu, yakni sekitar satu hingga dua minggu. Prioritas juga diberikan kepada ibu hamil yang berdomisili di daerah dengan akses transportasi terbatas.

Perubahan pasca hadirnya Rumah Tunggu

Rumah Tunggu pertama kali didirikan di Kecamatan Selaru. Saat itu daerah ini mengalami angka kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi. Sebanyak 5 ibu dan 27 bayi meninggal dari tahun 2005 hingga 2007 saja. Sejak kehadiran Rumah Tunggu di Selaru, angkat kematian bayi menurun hingga setengahnya di tahun 2009.

Kehadiran Rumah Tunggu terbukti membantu dalam menolong ibu yang beresiko tinggi melakukan persalinan dengan selamat. Angka kematian ibu menurun demikian pula dengan kematian bayi yang baru dilahirkan.

”Melihat keberhasilan ini, pada November 2011, kami mendirikan satu Rumah Tunggu lagi di Seira dan pada awal 2012 kami mendirikan di Larat”, jelas Dr. Juliana yang juga telah mereplikasi Kemitraan Bidan dan Dukun, sebuah Praktik Cerdas dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Dalam Kemitraan Bidan dan Dukun, sebuah persalinan ditangani secara medis oleh Bidan dan dukungan psikis dan spiritual diberikan oleh seorang dukun.

Hingga pertengahan tahun 2012, tidak ada lagi ibu yang meninggal dalam proses persalinan di Selaru. Di Seira, terjadi satu kali kejadian ibu meninggal

Page 12: Festival Forum KTI VI - 2012

dimana pada tahun-tahun sebelumnya kematian ibu saat persalinan dalam setahun rata-rata 3 bahkan 4 jiwa. Rumah Tunggu di Larat yang baru beroperasi 8 bulan telah melayani persalinan dari 14 ibu hamil dengan resiko tinggi. Semua proses persalinan di Rumah Tunggu di Larat dapat ditangani dengan baik.

Terjadi penurunan angka kejadian ibu meninggal saat melahirkan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat mulai dari tahun 2007 hingga 2011 dari 21 orang menjadi 10 orang. Demikian pula dengan kematian bayi yang pada tahun 2007 mencapai 74 kasus menurun menjadi 27 kasus di tahun 2012.

Salah satu perubahan yang baik pasca kehadiran Rumah Tunggu adalah meningkatnya kesadaran masyarakat u n t u k m e n g g u n a k a n f a s i l i t a s kesehatan. ”Konsep pendekatan budaya dan agama memang sangat mengena di masyarakat. Saat ini semakin banyak ibu hamil yang ingin melahirkan datang ke Rumah Tunggu atau Puskesmas, terutama ibu-ibu yang tidak memiliki biaya untuk per-salinannya”, jelas Suzana.

Menyikapi meningkatnya jumlah ibu yang rutin memeriksakan kehamilan dan siring dengan perluasan layanan Rumah Tunggu ke tiga lokasi di Yamdena, kini Rumah Tunggu memiliki dua pusat rujukan. Untuk gugus Tanimbar Selatan pusat rujukan adalah RSUD PP Margreti, sedangkan gugus Tanimbar Utara di Puskesmas Larat.

Rumah Tunggu untuk Masa Depan

Keberhasilan Rumah Tunggu masih diselimuti tantangan. Besarnya biaya

operasional yang mesti dikeluarkan selama ibu hamil menginap di Rumah Tunggu termasuk salah satu di antaranya. ”Butuh kerjasama yang apik antara pemerintah dan masyarakat sendiri”, tutur Suzana yang melihat perubahan yang terjadi dan merasakan dampak positif kehadiran Rumah Tunggu.

Bidan Suzana, Bidan Sarlina, Walowahani Adriaan, dan Dr. Juliana bisa lebih berlega hati sekarang walau menyadari perjuangan mereka belum selesai. Sebagai tenaga kesehatan yang ditempatkan di daerah terpencil dan daerah yang kurang diminati, mereka tahu bahwa mereka tetap harus mempertaruhkan nyawa mereka setiap kali pergi bertugas.

“Ini adalah panggilan saya dan sudah menjadi konsekuensi jika harus mengabdi ke daerah terpencil”, ucap Dr. Juliana. ”Namun kebahagiaan yang ada di hati saya adalah bukan karena saya mendapatkan sesuatu, tapi karena telah memberi sesuatu, terutama bagi mereka yang sulit. Senyuman mereka sudah mem-bahagiakan hati saya,” imbuh Dr. Juliana sambil tersenyum. Perjuangannya bersama petugas kesehatan dan ibu-ibu di Yamdena kini semakin bermakna. Semoga tidak ada lagi ibu hamil yang terlambat ditolong, karena telah secercah harapan yang menunggu mereka di Rumah Tunggu.

Lokasi: Rumah Tunggu beroperasi di Negeri Larat, Kecamatan Tanimbar Utara, dan Negeri Seira serta Negeri Batu Putih, Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku

Kontak person:Dr. Juliana Ratuanak Kepala Dinas Kesehatan Kab. Maluku Tenggara BaratHP 082197695596

· Suzana PattiasinaKepala Puskesmas Larat, Kec. Tanimbar UtaraHP 081382781901

· Nel PulaleanKepala Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kab. Maluku Tenggara Barat HP 082199653626

Jumlah yang terkena dampak:105.394 jiwa di 57 pulau dalam wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat

Statistik: · Angka kematian bayi di Indonesia per tahun 2010 adalah 34 per 1.000

kelahiran hidup. Target Pembangunan Millenium pada tahun 2015 mengharapkan angka ini dapat diturunkan menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup

· Angka kematian ibu di Indonesia per tahun 2010 adalah 228 per 1.000 kelahiran hidup. Target Pembangunan Millenium adalah 102 per 1.000 kelahiran hidup.

· Hingga Juni 2011, terdapat 9.113 Puskesmas untuk melayani 237.641.326 penduduk Indonesia. Ini berarti hanya terdapat 4 Puskesmas bagi 100.000 penduduk.

· Hingga akhir 2010 sebanyak 25.333 Dokter dan 96.551 Bidan melayani di 76.613 Desa dan Kelurahan di Indonesia. Jumlah ini tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. (Sumber: Kondisi Data dan Derajat Kesehatan Indonesia tahun 2010 – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)

· Walaupun dengan kondisi seperti ini, tingkat kematian ibu melahirkan berhasil dikurangi sebanyak 58 persen periode 1990-2007, sementara tingkat kematian bayi berkurang sekitar 50 persen pada periode yang sama (Laporan Menteri Kesehatan pada Badan Kesehatan PBB, WHO tahun 2010).

Page 13: Festival Forum KTI VI - 2012

idak hanya menjadi busana yang melindungi tubuh, kain tenun ikat bagi masyarakat NTT adalah pelengkap ritual adat

yang berkaitan dengan daur hidup manusia, mulai dari lahir, menikah, hingga meninggal. Kain tenun juga menggambarkan mitos dan lambang suku yang diagungkan masyarakat NTT

Awal tahun 2000 Konda Ngguna mungkin satu-satunya ibu yang dapat menggambar pola motif tenun ikat Sumba di kampungnya, Mbatakapidu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. Keterampilan yang terbilang langka ini pun adalah warisan penting dari ibu dan nenek Konda.

Bagi Konda Ngguna, menenun adalah cinta. Cinta pada Sang Pencipta, cinta pada Sumba, dan cinta untuk keluarga dan kerabat yang akan memakai kain-kain tenun buah tangannya. Mungkin seperti itu pula menenun bagi para wanita Sumba yang m e n g a k r a b i b e n a n g , k a b o k u l (menggulung benang) , wangg i (pembentang), daun wora (pohon nila), dan akar pohon kambu (mengkudu) untuk memberi warna biru dan merah.

Sayang sekali, belakangan ini dengan semakin banyaknya pilihan tekstil dari pabrik dengan beragam corak dan warna yang menarik, keterampilan menenun semakin jarang diminati. Menenun menjadi semakin

jarang dilakukan seiring dengan langkanya pohon kambu dan wora.

Marlina Rambu Meha mulai kuatir. Sebagai seorang pendatang di Mbatakapidu, ia menangkap potensi luar biasa ibu Konda Ngguna. Di sisi lain, ibu-ibu lain di desa itu lebih banyak menyibukkan diri di rumah dan kebun masing-masing, tidak lagi menenun.

”Saya langsung tertarik untuk m e n g a j a k i b u Ko n d a N g g u n a membentuk kelompok tenun. Berkali-kal i saya dan suami berusaha meyakinkan ibu Konda dan suaminya agar mau berbagi ilmu menenun dengan ibu-ibu lain sampai akhirnya mendapat restu”, ungkap Marlina. Pada awal berdiri duabelas tahun lalu, Kelompok Wanita Tani (KWT) Tapawala Ba'di hanya beranggotakan empat orang. Dua tahun kelompok ini belajar menenun sampai akhirnya menarik perhatian ibu-ibu lain untuk bergabung.

”Dulu saya hanya sering singgah di rumah kelompok sepulang menjemput anak sekolah. Satu waktu saya tergerak untuk membantu mencatat hasil per temuan” , kenang Nur Ain i , Bendahara KWT Tapawala Ba'di. Ia mengaku tertarik bergabung dengan kelompok ini karena bisa menerapkan ilmu yang diperolehnya dari bangku sekolah. Awalnya, jumlah anggota KWT Tapawala Ba'di bertambah sedikit demi sedikit hingga mencapai 26 orang di akhir tahun 2011.

Aku terpakuPada selembar kain tenun ikatYang sangat kusukaiSebagaimana aku mencintai pemberinya:Mama

El TalokPuisi Selembar Kain Tenun Ikat Mama

Page 14: Festival Forum KTI VI - 2012

pangan dan pangan lokal melalui Desa Mandiri Pangan Desa Sejahtera. Tujuan program ini adalah mewujudkan kedaulatan pangan melalui diversifikasi pangan dan perubahan kebijakan.

Menabung untuk pendidikan anak

Menabung mungkin hal yang terdengar biasa. Namun kebiasaan menabung di bank sesungguhnya adalah hal yang baru bagi ibu-ibu di Mbatakapidu. ”Untuk memenuhi biaya keperluan di masa depan, biasanya kami memelihara ternak. Jika nanti diperlukan, misalnya untuk bayar sekolah anak, barulah kami jual ternak itu”, tutur Nur Aini yang mengaku dahulu banyak ibu yang berutang pada rentenir karena hasil penjualan ternak tidak mencukupi kebutuhan biaya pendidikan anak.

”Pada mulanya, setelah men-dapatkan sedikit dana dari menenun dan kegiatan lainnya, saya ajak ibu-ibu untuk mulai menyisihkan sedikit dari pendapatan itu dan menyimpannya di kas kelompok. Lama kelamaan, dana yang disimpan di kas kelompok semakin besar. Akhirnya kami memilih untuk membuka tabungan pendidikan di bank” , kenang Mar l ina seraya menunjukkan buku tabungan Bank NTT. Rekening dalam buku tabungan itu atas nama anak dari anggota KWT Tapawala Ba'di. Saldo awal 250 ribu rupiah di bulan Juni 2011 telah bertambah menjadi satu juta rupiah setahun kemudian.

”Sekarang setiap anggota KWT Tapawala Ba'di wajib menyisihkan hasil usaha mereka setiap bulan ke tabungan pendidikan anak. Tabungan ini baru boleh kami ambil jika nanti anak-anak

sudah tamat SMA”, jelas Nur Aini yang bangga bisa membuka jalan bagi anaknya untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Sebagai perluasan, sejak awal 2012, program tabungan pendidikan yang digagas KWT Tapawala Ba'di juga bisa diikuti oleh orang lain yang bukan anggota.

Selain tabungan untuk pendidikan, kelompok ini juga menyisihkan untuk 'asuransi ' kesehatan. Asuransi kesehatan yang dimaksudkan adalah biaya yang dikumpulkan kolektif secara reguler untuk diberikan kepada anggota yang sakit dan dirawat di rumah sakit. ”Sekarang kami tidak lagi meminjam uang di rentenir jika butuh biaya berobat di rumah sakit”, jelas Nur Aini.

Perubahan menuju kemandirian

Ada kebanggan tersendiri bagi Kalekit Daimarewa, suami Dai Mbati yang bergabung dengan KWT Tapawala Ba'di pada tahun 2009. ”Sejak bergabung dengan kelompok ini, isteri saya semakin pandai menenun, pandai berkebun, dan bisa membantu menambah pendapatan. Kami bahkan sudah punya tabungan untuk masa depan anak kami yang masih kecil-kecil”, ungkap Kalekit yang tidak segan menggantikan isterinya yang sedang hamil tua mengikuti kegiatan berkebun.

Perubahan yang terjadi dalam keluarga Kalekit juga dirasakan oleh Kepala Desa Mbatakapidu, Jacob Tanda. ”Dahulu desa ini sering sekal i mengalami kekurangan bahan pangan terutama pada musim kemarau. Namun setelah melihat KWT Tapawala Ba'di yang terus semangat bekerja dan m e m b u a t p e r u b a h a n , w a r g a

Banyak ibu yang bergabung karena tergiur dengan banyaknya bantuan dari berbagai program yang disalurkan melalui kelompok. ”Anggota baru wajib mengikuti kegiatan belajar bersama dulu selama satu tahun baru setelah itu bisa terima bantuan dari program pemerintah yang disalurkan lewat kelompok”, jelas Marlina. Peraturan ini diterapkan agar semangat untuk belajar tetap menjadi motivasi utama dan perekat nomor satu bagi ibu-ibu dalam kelompok. ”Apalagi nama kelompok ini adalah Tapawala Ba'di yang artinya melihat dan sadar. Kita harus jadikan itu dasar supaya terus mau belajar”, imbuh Marlina penuh semangat.

Dari menenun ke melestarikan

Seiring berjalannya waktu, hasil tenun KWT Tapawala Ba'di mulai d i k e n a l w a r g a d e s a s e k i t a r Mbatakapidu dan Kota Waingapu. Pesanan kain mulai berdatangan, namun sulitnya mencari sumber pewarna alami mulai merisaukan kelompok ini. ”Daripada susah mencari di kebun dan hutan, kami coba tanam mengkudu, kunyit, dadap, landu kaka, dan kemiri di pekarangan. Ternyata tanaman itu tidak susah tumbuh, asalkan rajin dipelihara”, jelas Daruga Lila, Sekretaris Kelompok.

KWT Tapawala Ba'di tidak hanya berupaya melestarikan tanaman pewarna alami, mereka juga menanam beberapa jenis tanaman pangan lokal yang mulai langka ditemui. ”Kelompok kami punya kebun yang dipelihara bersama. Hasilnya untuk menambah penghasilan bagi kelompok sekaligus tempat kami belajar”, tutur Konda Ngguna.

Selain bekerja di kebun kelompok, mereka juga bekerja bersama di kebun-kebun pribadi milik anggota. Dengan demikian beban untuk mengurus kebun masing-masing pun dipikul bersama. ”Kami tertarik belajar pertanian karena ada pengetahuan baru yang bisa kami pakai untuk meningkatkan hasil kebun”, ungkap Konda.

Jadilah kelompok ini memperluas fokus belajar dan kerja mereka dari menenun ke kegiatan pertanian. ”Sejak menjadi penyuluh yang mendampingi k e l o m p o k i n i , s a y a m e l i h a t perkembangan KWT yang awalnya belajar menenun kini telah menambah keterampilan dan pengetahuan dalam bertani, khususnya tanaman pangan lokal”, jelas Semuel Muni, Petugas Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Kota Waingapu yang telah bertugas mendampingi KWT Tapawala Ba'di sejak tahun 2007.

”Kami tertarik menanam tanaman pangan lokal karena katanya tanaman ini lebih mudah tumbuh dan tahan kekeringan”, jelas Daruga sambil menunjukkan benih sorgum yang tergantung di atap balai pertemuan kelompok. ”Bulan Januari lalu kami tanam sorgum, ubi mukibat, dan ganyung. Sayangnya hanya sedikit sorgum yang berhasil tumbuh karena hujan tidak sering turun. Musim tanam berikut akan kami coba tanam lagi supaya nanti benihnya bisa kami bagikan ke ibu-ibu yang lain” imbuh Daruga.

Pelestarian tanaman pangan lokal yang dilakukan KWT Tapawala Ba'di adalah bagian dari upaya Pemerintah Provinsi NTT mendorong diversifikasi

Page 15: Festival Forum KTI VI - 2012

Statistik: · Tenun Sumba tengah menjalani verifikasi dari UNESCO untuk mendapat

pengakuan sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) dari Indonesia. Proses verifikasi memakan waktu sekitar satu tahun untuk mendapatkan pengakuan dari UNESCO untuk tenun Sumba sebagai sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) di tahun 2013.

· Sebanyak 17% dari total pencari nafkah tunggal keluarga di Indonesia adalah perempuan dan di beberapa daerah di Indonesia persentase keluarga yang bergantung pada penghasilan perempuan meningkat menjadi 50-70% karena migrasi musiman, keluarga berantakan, kematian, atau menjadi migran permanen.

· Perempuan memegang peranan penting dalam penyelamatan keanekaragaman hayati, karena perempuan yang menentukan pemilihan ragam pangan dalam skala rumah tangga.

· Laporan Bank Dunia (World Bank) dan Badan Pangan Dunia (Food and Agricultural Organization) menyatakan bahwa harga pangan dunia tiga tahun terakhir mencapai kenaikan 83%; dan 45% meningkat dalam indeks pangan dunia. Hampir dapat dikatakan, menurut laporan ini, harga pangan dunia kini naik rata-rata menjadi 130%. Angka ini konkritnya dapat dilihat dari ratusan juta penduduk dunia di banyak negara ada dalam kelaparan yang ekstrim.

· NTT mengalami kekurangan pangan di penghujung tahun 2011 dimana 95,937 jiwa di 21 Kabupaten dan Kota mengalami kekurangan pangan akibat kekeringan.

Mbatakapidu jadi termotivasi dan mulai mencontoh kegiatan mereka”, tutur Jacob. ”Karena kelompok lain mencontoh semangat KWT Tapawala Ba'di, program-program desa pun dapat berjalan dengan sangat baik. Lumbung pangan di desa kami selalu terisi dan kami tidak lagi kuatir kelaparan saat musim kemarau panjang tiba karena pangan lokal selalu tersedia”, jelas Jacob seraya tersenyum bangga.

”Ibu-ibu anggota KWT Tapawala Ba'di ini pandai dalam mengelola bantuan. Jika bantuan dalam bentuk dana pinjaman, mereka sisihkan hasil p in jaman untuk membel i aset kelompok seperti ternak dan peralatan menenun”, ungkap Yohanis Pati Ndamung, pendamping kelompok dan Kordinator Bidang Usaha Mikro

Yayasan Padang Manjoru. ”Suntikan dana pinjaman yang mereka dapatkan dari berbagai macam program bantuan dengan disiplin dikembalikan bahkan sebelum batas waktu yang ditentukan”, imbuh Yohanis yang mengakui kunci ke b e r h a s i l a n KW T i n i a d a l a h kebersamaan, saling percaya, dan pembagian peran yang jelas dalam kelompok.

Hingga akhir 2011, dana kas kelompok KWT Tapawala Ba'di berjumlah tak kurang dari 22 juta rupiah dan Sisa Hasil Usaha berkisar 8 juta rupiah. ”Di masa depan, jika semua aset kami sudah bisa menghasilkan, kami tidak perlu lagi bergantung pada datangnya bantuan. Dana bantuan itu bisa dialihkan pada kelompok lain yang membutuhkan”, ujar Nur Aini sambil tersenyum lepas.

Lokasi: Desa Mbatakapidu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara timur

Kontak person:· Konda Ngguna

Ketua Kelompok Wanita Tani Tapawala BadiHP 085238211996

· Yohanis Pati Ndamung Kordinator Bidang Usaha Mikro Yayasan Padan ManjoruHP 081337540468

Jumlah yang terkena dampak:Populasi Desa Mbatakapidu 1.515 jiwa

Page 16: Festival Forum KTI VI - 2012

erletak 258 kilometer dari Palu, ibukota Sulawesi Tengah, Tentena adalah kota kecil yang indah dengan pemandangan

Danau Poso nan hijau. Teduhnya kota Tentena membuat sulit membayangkan kondisi masyarakatnya saat konflik bernuansa SARA pecah lebih dari sepuluh tahun silam. Memang, sejak konflik di Tentena dan Poso, masyarakat merasakan trauma, ketakutan, dan terutama kecurigaan.

Pagi itu rumput basah karena h u j a n s e m a l a m . K a b u t t i p i s menggantung di atas Danau Poso saat murid-murid SD GKST 3 Tentena mulai b e r d a t a n g a n . S e b a g i a n s i b u k membersihkan kelas, menyiram tanaman, dan membuang sampah.

Bel sekolah memecah keheningan pagi. Anak-anak SD GKST 3 (Gereja Kristen Sulawesi Tengah) Tentena saling berlomba masuk ke dalam kelas. Perlengkapan belajar berwarna-warni terletak rapih di atas rak. Absensi kelas berupa kotak replika jam dinding masing-masing murid terpampang di depan kelas. Sesaat setelah tiba di kelas, mereka mengatur jarum panjang dan pendek replika jam tersebut sesuai dengan kedatangan mereka. Di dalam kotak replika jam tersimpan hasil tes murid. Di dinding kelas tertempel puisi, lukisan, bahkan cerpen karya beberapa murid.

M u r i d - m u r i d t a m p a k s i a p b e l a j a r. S e s e ka l i s e n d a g u ra u mewarnai aktivitas yang penuh semangat memulai hari . ”Dulu sebelum ada pendidikan harmoni, guru-guru suka murung dan suka memaki kalau marah. Ada juga guru

yang sering memukul”, kisah Jeni, Siswa SD GKST 3 Tentena. Ia mengaku, perkelahian antara anak Pamona dengan pendatang dulu merupakan hal yang biasa. ”Kalau dulu kami biasa saling menghina, sekarang kita semua sudah akrab dan guru-guru sudah tidak kasar lagi”, lanjut Jeni.

Pe n d i d i ka n H a r m o n i p a d a awalnya memang diterapkan sebagai sebuah program pemulihan pasca konflik kemanusiaan bagi anak-anak usia sekolah di Tentena, Poso dan Palu. Seiring dengan berjalannya waktu, dalam dua tahun terakhir ini, Pendidikan Harmoni bertransformasi sebagai pendekatan untuk membangun karakter anak bangsa.

Membangun karakter anak melalui pendekatan harmoni

Hasil penelitian awal WVI di Palu dan Poso tahun 2009 ditemukan bahwa pemahaman akan perbedaan suku dan agama yang ada di masyarakat masih lemah. Di Palu, 35 persen anak menyatakan tidak mau berteman dengan mereka yang berbeda agama dan 14,2 persen tidak tahu. Di Poso, 10,8 persen anak tidak mau berteman dan 15 persen tidak tahu.

Pendidikan Harmoni kemudian dipilih untuk menjadi pendidikan kontekstual dengan tujuan membangun dan mengembangkan ni lai-ni lai spiritual, moral, dan sosial yang diintegrasikan dengan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal untuk memunculkan lingkungan pembelajaran yang ramah agar anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam

Page 17: Festival Forum KTI VI - 2012

penghargaan terhadap alam dan nilai-nilai lokal sambil tetap berpikir dalam skala nasional. ”Pendidikan harmoni lahir dari semangat apresiasi dalam keberagaman”, jelas Frida Siregar yang bertugas sebagai Education Officer Region Sulawesi pada Wahana Visi Indonesia.

Terdapat tiga pilar utama yang ditekankan dalam Pendidikan Harmoni, yakni harmoni diri dalam kesadaran sebagai makhluk ciptaan Sang Ilahi, harmoni sesama, dan harmoni alam. Nilai-nilai harmoni yang dikembangkan dalam harmoni diri adalah tanggung jawab, keyakinan pada ajaran agama, kepercayaan. Pada harmoni sesama nilai-nilai yang dikembangkan adalah penghargaan, kejujuran, kepedulian, dan pada harmoni alam adalah ramah l i n g k u n g a n , m e l i n d u n g i , k e -warganegara-an. ”Pendidikan harmoni sejatinya adalah pada pendidikan d a m a i . P e n d e k a t a n i n i i n g i n memastikan nilai-nilai perdamaian, multikulturalisme, kemanusiaan, perlindungan anak, dan hak asasi manusia terintegrasi dalam kurikulum SD,” imbuh Frida.

Pendidikan Harmoni berbasis penghargaan pada multikulturalisme yang berlandaskan Pancasila dan d i ke m b a n g - k a n d e n g a n p e n g -arusutamaan nilai-nilai perdamaian dan perlindungan anak yang terintegrasi dalam kurikulum dan terimplementasi dalam proses belajar mengajar. ”Hal ini sebenarnya sangat bergantung pada kita, sebagai orang dewasa yang s e m e s t i n y a t i d a k m e w a r i s k a n kepahitan dari konflik kemanusiaan itu. Biarlah anak-anak kita itu hidup di era baru,” ujar Ani Dako, Kepala Sekolah SDN 7 Poso.

Mengobati trauma, menjalin kebersamaan

Tidak mudah mengubah pola pikir dan model pembelajaran yang telah bertahun-tahun diterapkan. Awalnya Pendidikan Harmoni diterapkan pada dua sekolah model yakni SD GKST 3 Tentena dan SD 3 Muhammadiyah Palu. Di masa awal diterapkannya Pendidikan Harmoni, Wahana Visi Indonesia melakukan pendampingan, pelatihan, dan menekankan pemahaman bahwa anak adalah subyek pendidikan bukan sebagai obyek. Anak-anak perlu berada dalam situasi yang menyenangkan untuk bisa menerima pendidikan yang baik.

P a r a g u r u d i m i n t a u n t u k merefleksikan kembali esensi panggilan mereka sebaga i guru . Mereka diingatkan bahwa menjadi guru adalah sebuah panggilan yang luar biasa mulia karena merekalah penentu wajah bangsa ini di sepuluh bahkan duapuluh tahun ke depan. Dari masa perenungan ini, muncullah 'guru-guru sejati' dalam jiwa mereka. Inilah yang kelak menjadi model perubahan perilaku bagi para murid: guru-guru kreatif menggali kebudayaan lokal dan menjadi contoh perdamaian. Pribadi 'guru sejati' ini yang kemudian membentuk karakter a n a k d i d i k s e h i n g g a m a m p u menghargai perbedaan dengan mengimplementasi-kan nilai-nilai harmoni da lam proses bela jar mengajar.

Berbagai dialog dan workshop ya n g d i l a ku ka n d i m a s a awa l melahirkan beberapa rencana strategis pengem-bangan Pendidikan Harmoni. ” Te r d a p a t l i m a s t r a t e g i y a n g digunakannya untuk mengembangkan

pendidikan harmoni Yang pertama pengembangan kebijakan, kapasitas organisi, kemitraan, media informasi, dan pengembangan sekolah model”, jelas Fery Yulianus School of Harmony Facilitator untuk Area Development Program Palu.

Peran kepala sekolah dan guru menjadi sangat pent ing dalam menerapkan Pendidikan Harmoni. Kepala sekolah menentukan kebijakan di sekolah dan guru terlibat langsung dalam proses belajar mengajar. Ini karena kegiatan Pendidikan Harmoni menjadi sebuah wadah bagi guru untuk saling belajar mengenai metode pendekatan yang paling sesuai untuk pendidikan karakter bagi anak-anak. ”Kami harus pintar-pintar memilih metode, karena Pendidikan Harmoni memercayakan setiap murid untuk memberi penilaian dan peringatan bagi murid lainnya. Salah satu cara, kami sediakan papan tulis bagi murid untuk menuliskan nilai harmoni teman-temannya”, jelas Ani Tumakaka, Guru SDN Sangira, Tentena.

”Kreativitas guru adalah salah satu faktor kunci dalam Pendidikan Harmoni. Kami berupaya sedapat mungkin agar anak-anak kami dapat melakukan kegiatan positif”, ungkap Ani Tumakaka. Setelah berdiskusi dengan teman-teman guru, di kelasnya kini tersedia sudut pasar, sudut baca, botol tabungan, dan bahan peraga di dalam kelasnya agar murid-muridnya bisa tetap melakukan kegiatan positif pada jam bermain. ”Bangku-bangku juga kami atur sedemikian rupa agar murid dapat duduk berkelompok dan mereka jadi bisa banyak berdiskusi dan berpartisipasi di dalam kelas”, imbuh Ani Tumakaka.

Dukungan membangun perubahan

Dukungan bagi Pendidikan Harmoni tidak hanya datang dari pemerhati pendidikan atau Dinas Pendidikan saja. Wahana Visi Indonesia merangkul Yayasan Pendidikan Kristen Sulawesi Tengah, Muhammadiyah Sulawesi Tengah, FBO-Alkhairaat, dan U n i v e r s i t a s Ta d u l a k o u n t u k menyatukan berbagai pandangan dan m e n e n t u k a n p e n g e m - b a n g a n kerjasama strategis di masa depan. Ke m i t ra a n b e r b a g a i p i h a k i n i sesungguhnya adalah aset terbesar dalam pengembangan Pendidikan Harmoni, dimana Pendidikan Harmoni telah terintegrasi ke dalam sistem pendidikan di Sulawesi Tengah.

Tak hanya dukungan pemerintah dan mitra yang terlibat, peran orang tua juga menjadi penentu dampak Pendidikan Harmoni yang diberikan di sekolah. Komite sekolah bekerja sama erat dengan para orang tua untuk m e m b e r i p e m a h a m a n t e n t a n g pentingnya Pendidikan Harmoni bagi karakter anak di masa depan. ”Terbukti, setelah orang tua memiliki pemahaman yang sama, proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih mudah. Bahkan bersama dengan orang tua, guru-guru mempersiapkan materi dan metode pembelajaran”, ungkap Ani Dako.

Murid-murid yang dulunya tidak nyaman bergaul dengan teman yang berbeda agama, perlahan mulai berbaur. ”Murid-murid sekarang lebih berani mengeluarkan pendapat dan mereka juga mulai menghargai perbedaan di antara mereka”, jelas Ani Dako. ”Interaksi dengan guru juga menjadi lebih baik. Sekarang sama

Page 18: Festival Forum KTI VI - 2012

semua guru mereka akrab, begitu pula kami dengan semua murid”, imbu Ani Dako yang merasa sangat senang m e l i h a t m u r i d - m u r i d n y a k i n i bersemangat ke sekolah karena menganggap sekolahnya tempat yang menyenangkan untuk belajar.

Walaupun telah menunjukkan perubahan yang menggembirakan, pemantauan dan evaluasi tetap dilakukan oleh lembaga keagamaan yang menaungi sekolah dan korodinasi aktif antar guru. Perangkat monitoring dan evaluasi seperti baseline research dan mid term assessment terus dilakukan untuk menilai program ini termasuk mendorong replikasinya ke wilayah yang lebih luas.

P e r a n g u r u d a n y a y a s a n pendidikan yang menaungi sekolah m o d e l m e n j a d i l u a s d a l a m mengembangkan Pendidikan Harmoni. Semakin banyak guru yang menghadiri pertemuan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang rutin dilaksanakan setiap Sabtu di sekolah-sekolah model yang t e l a h m e n e ra p k a n Pe n d i d i k a n Harmoni. Forum ini menjadi media saling belajar sekaligus mengimbaskan pendekatan Pendidikan Harmoni ke beberapa seko lah yang be lum menerapkannya. ”Dari pertemuan rutin ini, dalam waktu tiga tahun, telah ada tujuh sekolah model di Palu, empatbelas di Poso, dan duapuluh enam sekolah imbas”, tutur Fery

Yulianus. ”Saat ini Wahana Visi Indonesia mulai mempersiapkan pembentukan sekolah model pada tingkat SLTP”, imbuh Fery.

Dukungan juga datang dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah ya n g m e n ge l u a r ka n Pe ra t u ra n Gubernur No. 39/2011 tentang Pendidikan Karakter Kebangsaan B e r b a s i s M u l t i ku l t u ra l . Da l a m peraturan ini disebutkan Pendidikan Harmoni sebagai bentuk pendidikan karakter di Sulawesi Tengah. ”Peraturan y a n g m e n j a d i p a y u n g h u k u m perlindungan dan kesejahteraan anak ini juga dapat sangat membantu proses replikasi ke seluruh daerah di Sulawesi Tengah”, jelas Frida Siregar yang berharap komitmen Pemerintah ini dapat segera diimplementasikan. ”Saat ini Pendidikan Harmoni telah direplikasi di Maluku Utara tepatnya di Ternate dan Halmahera Utara”, tutur Frida sambil tersenyum bangga.

“ D a r i p e n g a l a m a n k a m i membangun dan mengembangkan Pendidikan Harmoni di Sulawesi Tengah, kami belajar bahwa banyak harapan yang bisa dicapai bila dikerjakan bersama-sama”, ungkap Ani Dako. ”Yang penting kita jangan menyerah, berhenti berpikiran negatif, dan terus berkarya. Mulai dari yang kecil, mulai dari menyemangati orang, pelan-pelan hasilnya akan luar biasa”, pungkas Ani Dako.

Statistik: · Hasil baseline dan action research tentang pengembangan perdamaian dan

perlindungan anak melalui pendidikan yang dilakukan Wahana Visi Indoensia di Sulteng tahun 2009 mengungkapkan sebagian besar anak masih belum tau apa yang harus dilakukan jika terjadi konflik (41,7 persen dari 120 anak di Palu dan ada 50 persen dari 120).

· Konflik Poso menyisakan tidak hanya trauma bagi anak-anak dan orang dewasa namun juga masalah kemiskinan dan pengangguran. Hingga kini masih banyak warga pengungsi yang hidup di tanah pinjaman, berpenghasilan lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah perhari dari menjadi buruh tani atau buruh bangunan.

Lokasi: Pendidikan Harmoni diterapkan pada tiga lokasi di Sulawesi Tengah, yaitu Kota Palu, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Tentena.

Kontak person:· Drs. H. Syamsuddin H. Chalid, M.Pd

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah dan Ketua Majelis Ulama Sulawesi Tengah HP 082193235555

· PosumahKetua Yayasan Pendidikan dan Perguruan Kristen Sulawesi Tengah di TentenaHP 081341262027

· Ani DakkoKepala Sekolah SDN 7 PosoHP 085241155402

· Ani TomakakaGuru kelas 4 SD SangiraHP 081341465784

Jumlah yang terkena dampak:Pendidikan Harmoni diterapkan pada 26 sekolah dan tak kurang dari 3.261 murid.

Page 19: Festival Forum KTI VI - 2012

aut adalah kehidupan. Tidak hanya bagi mereka yang tinggal di pesisir namun juga yang hidup di dataran dan pegunungan.

Begitu pula dengan desa-desa di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi S e l a t a n . L a y a k n y a K a b u p a t e n Kepulauan lain di Kawasan Timur Indonesia, sebesar 92 persen dari 22.885,35 kilometer persegi wilayah S e l a y a r a d a l a h l a u t . T i d a k mengherankan bila hampir seluruh warga di 52 desa pesisir di Kabupaten Kepulauan Selayar menggantungkan hidupnya dari sumber-daya laut.

Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan akan sumberdaya perikanan laut pun meningkat . Tingginya kebutuhan ini mendorong masyarakat nelayan di Selayar dan sekitarnya untuk mencoba cara-cara cepat mendapatkan ikan yang banyak namun tidak ramah lingkungan. “Mengebom atau membius memang memberi hasil tangkapan yang lebih banyak dalam waktu singkat”, aku Daeng Matalli, nelayan dari Desa Barat Lambongan. “Kalau pakai pancing dan jala, sedikit yang bisa kami dapat, padahal ikan sangat banyak”, imbuhnya.

Sumberdaya laut di Selayar pernah mengalami masa eksploitasi yang berlebihan. Hal ini terutama didorong dari minimnya pengetahuan nelayan di sana akan dampak dari aktivitas

destruktif mereka. Memang, mayoritas nelayan Selayar adalah nelayan tradis ional . “Dulu kami ser ing mengambil karang di laut untuk dijadikan bahan membangun rumah. Kami tidak menyangka itu bisa mempengeruhi jumlah ikan di perairan kami,” kisah Andi Eti, seorang ibu di Desa Bontolebang.

Praktik penangkapan ikan yang merusak dan aktivitas pengambilan karang memang sempat meningkatkan pendapatan nelayan di Selayar. Namun berbagai persoalan mulai muncul belakangan. Setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir, masyarakat Selayar m u l a i m e n g h a d a p i p e n u r u n a n ketersediaan stok ikan dan rusaknya terumbu karang yang menjadi rumah bagi banyak jenis ikan.

Mulai melindungi wilayah laut desa

Menyadari bahwa tugas menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayat i adalah tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat, se jak tahun 2008 Pemer intah Kabupaten Selayar melalui Dinas Kelautan dan Perikanan menerapkan Program Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar,

Kita semua terikat dengan laut. Dan saat kita kembali ke laut, apakah itu untuk berlayar atau sekedar melihat - kita akan kembali ke tempat di mana kita berasal.

John F. Kennedy

Page 20: Festival Forum KTI VI - 2012

KKLD diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang konservasi wilayah perairan. Tujuan utama program ini adalah menyediakan daerah perlindungan khusus untuk menjaga kelestarian hayati laut dan mencegah kerusakan terumbu karang.

Sebelum ditetapkan menjadi Program Kawasan Konservasi Laut Daerah, masyarakat diperkenalkan pada konsep Daerah Perlindungan Laut (DPL). Awalnya mereka menganggap adanya DPL akan mengurangi hasil karena mempersempit wilayah tangkapan mereka. Apalagi saat itu mereka belum sadar bahwa perilaku yang merusak laut dapat berdampak negatif di masa depan. Zul Janwar, seorang staf DKP yang bertugas mengawal pembentukan KKLD m e n g - a t a k a n , ” S a a t i t u k a m i memperkenalkan DPL sebagai bank ikan. Dengan adanya zona inti DPL yang dilindungi akan menjamin sehatnya terumbu karang yang juga berpengaruh pada bertambah banyaknya ikan di zona pemanfaatan, zona dimana masyarakat boleh melakukan aktivitas perikanan yang ramah lingkungan.”

Pada setiap desa dibentuk kelompok masyarakat yang bertugas mengawasi setiap DPL di desa masing-m a s i n g . P e n g a w a s a n D a e r a h Perlindugnan Laut dilakukan sebagai usaha kolaboratif dengan meman-faatkan bantuan dana dari program pemerintah.

Pemerintah setempat meng-gunakan Dana alokasi Desa sebesar 20-30 juta per tahun untuk penang-gulangan destructive fishing yang disalurkan lewat Kelompok Masyarakat

Pengawas (Pokmaswas) bentukan Pemerintah Desa. Melalui Pokmas Konservasi bentukan Program, desa mendapatkan bantuan berupa kapal pengawas. Hampir seluruh anggota Pokmaswas adalah anggota Pokmas K o n s e r va s i s e h i n g g a ke g i a t a n pengawasan dapat bersinergi dan menggunakan dua sumber dana.

Selain menetapkan DPL dan zonasi u n t u k m e m b e d a k a n w i l a y a h penangkapan dan wilayah per-lindungan, Program KKLD juga melaksanakan kegiatan untuk mencegah kegiatan yang berpotensi merusak terumbu karang dengan menggunakan pendekatan budaya setempat. Pendekatan ini diterapkan di Desa Parak, lima kilometer di utara kota Benteng, ibukota Kabupaten Selayar.

Di Desa Parak, telah dikenal adat istiadat untuk menjaga kelestarian wilayah laut. Penduduk Desa ini telah memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga laut mereka. Menurut Andi Nawir, tokoh Desa yang kemudian diangkat menjadi Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Konservasi, “Jauh sebelum adanya program konservasi laut daerah, Desa Parak sudah melakukan pengawasan dan sudah berlaku hukum adat yang mengatur perlindungan laut.”

Menemukan pengganti bom ikan

Oleh karena tujuan akhir dari setiap program pelestarian adalah menjaga ketersedian stok ikan agar mata pencaharian nelayan tetap terjamin, Program KKLD pun memberi perhatian besar pada upaya-upaya

memperkenalkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir yang selama ini hanya menggantungkan hidup dari menangkap ikan. “Kami sadar betul, tanpa partisipasi masyarakat, laut ini pasti susah kita jaga. Satu kiat memberhentikan perilaku menangkap ikan dengan cara merusak adalah dengan memperkenalkan mata pencaharian alternatif,” jelas Marjani Sultan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Upaya memperkenalkan mata pencaharian alternatif pun dimulai dengan mengidentifikasi jenis mata pencaharian yang kira-kira paling sesuai dengan budaya masyarakat Selayar. Andi Penrang, Koordinator CBM Dinas Kelautan Perikanan mengatakan, “Kami m e l a k u k a n p e n d e k a t a n u n t u k mengident i f ikas i potens i mata pencaharian alternatif di setiap desa. Salah satu potensi mata pencaharian alternatif yang teridentifikasi adalah keramba tancap”.

Budidaya ikan dengan meng-gunakan keramba tancap banyak dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kepulauan Seribu. Sebuah studi banding pun diadakan untuk memberi kesempatan masyarakat Selayar belajar mem-budidayakan ikan dalam keramba tancap. ”Tahun 2010, sepulang dari Jakarta, saya mulai membentuk kelompok dengan anggota 12 orang dan mendapat bantuan dari bupati untuk memelihara ikan kerapu dalam keramba tancap. Hanya beberapa bulan kemudian kami sudah memanen hasilnya,” tutur Pak Arsyad, Kepala Desa Bontolebang.

Kegiatan budidaya ikan di keramba tancap ini membuahkan hasil yang baik.

Pe lan-pe lan masyarakat mula i meninggalkan kegiatan lama mereka mengebom dan membius ikan. Mappalewa, mantan pelaku utama pemboman dan pembiusan ikan menegaskan, “Ternyata tidak ada gunanya melakukan pengeboman ikan. Lima tahun saya mengebom, ikan yang ditangkap tidak bertambah banyak. Malah akhirnya anak saya putus sekolah karena saya tidak punya uang untuk bayar sekolah lagi”, imbuh Mappalewa yang kini menjabat sebagai Ketua Pokmas Kosnervasi Desa Bontolebang. Setelah memiliki keramba tancap, pendapatan Mappalewa meningkat dan ia mampu membiayai sekolah anaknya yang kini duduk di bangku SMA.

Dalam waktu kurang dari dua tahun, kini sebanyak 94 keramba tancap berjajar rapih di wilayah perairan Desa Bontolebang. Keramba ini dipenuhi ikan kerapu dan hasilnya sangat membanggakan masyarakat D e s a B o n t o l e b a n g . D u k u n g a n masyarakat bagi program KKLD di Desa Bontolebang pun meningkat. Mereka mulai mengerti bahwa menjaga DPL dapat menjamin ketersediaan bibit alam agar stok ikan di laut dapat meningkat, disamping bibitnya dapat mereka gunakan untuk budidaya ikan di keramba. Mereka pun sadar bahwa menjaga terumbu karang di zona inti DPL di desa mereka akan menghasilkan ketersediaan ikan yang melimpah di zona pemanfaatan mereka.

La in cer i ta d i Desa Barat Lambongan. Di desa ini program konservasi menitikberatkan pada bantuan permodalan. Modal ini digunakan nelayan untuk mem-perbaharui alat tangkap mereka dengan alat yang lebih modern dan ramah lingkungan.

Page 21: Festival Forum KTI VI - 2012

Dengan alat tangkap baru, nelayan mampu menangkap ikan lebih banyak tanpa harus menggunakan bom atau bius. “Dua hari lalu saya menggunakan jaring baru dan mengangkat lebih dari seribu ekor banjar, belum pernah saya dapat ikan sebanyak ini”, kisah Daeng Matalli.

Setelah dua tahun menetapkan dan menjaga DPLnya, masyarakat Desa Barat Lambongan mulai melihat kondisi laut yang membaik dan ikan semakin mudah didapatkan. “Saya sering ke wilayah DPL dan melihat sendiri terumbu karang sudah mulai bagus kembali. Mulai banyak jenis ikan di sana. Bahkan ikan napoleon yang dulu menghilang, sekarang sudah mulai banyak lagi,” lanjut Daeng. Matalli yang sebelumnya menangkap ikan dengan cara menyelam. Sekarang Daeng Matalli masih sering menyelam untuk mengawasi DPL Perlindungan Laut di desanya, bukan untuk menangkap ikan.

Selain untuk revitalisasi alat tangkap, masyarakat Desa Barat Lambongan juga digunakan untuk memulai usaha lain. Ibu Niuji, Bendahara LKM Desa Barat Lambongan mengatakan, “Setidaknya terdapat lima usaha yang berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat dengan menggunakan bantuan modal ini”. Niuji menambahkan, hingga bulan Juli 2012 sebanyak 131 nasabah telah me-nerima bantuan modal dan dana yang tersalurkan adalah sebesar 197 juta rupiah.”

Kisah menarik lainnya datang dari Desa Parak. Menurunnya aktivitas pengeboman ikan justru memotivasi m a s y a r a k a t u n t u k m e l a k u k a n diversifikasi pekerjaan. Di desa ini, hasil perkebunan kelapa yang melimpah dimanfaatkan menjadi kopra kelapa,

arang kelapa dan minyak kelapa. Tak hanya di Desa Parak, sebuah kelompok perempuan di Desa Bontolebang mulai memproduksi abon ikan. “Dengan modal 250 ribu kami bisa menjual a b o n s e n i l a i 6 0 0 r i b u d a n keuntungannya dibagi langsung ke anggota kelompok”, kata Rosminak K e t u a K e l o m p o k P e r e m p u a n Pengolahan Hasil Perikanan Kembang Dahlia. Tak hanya memproduksi, kelompok ini juga aktif memberi pelatihan pembuatan abon ikan k e p a d a k e l o m p o k - k e l o m p o k perempuan lainnya.

Semakin bertambahnya kesadaran akan pentingnya memiliki DPL di tiap desa, memudahkan perluasan upaya konservasi di Kabupaten Pulau Selayar. Tahun 2012 ini, Dinas Kelautan dan Perikanan telah membentuk 57 DPL pada 52 desa di pesisir Kabuaten Ke-pulauan Selayar. Membentuk DPL sebagai daerah perlindungan khusus terhadap kawasan yang bernilai ekologis tinggi adalah kunci keberhasilan penetapan wilayah konservasi laut daerah di Kabupaten ini.

Agar efektif, pembentukan DPL juga ditunjang oleh Peraturan Desa (Perdes). Perdes ini lah yang menjadi landasan pemberian sanksi bagi siapapun yang melanggar peraturan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan ekosistem didalamnya. “Dengan keberadaan KKLD di Kabupaten Selayar, target untuk menjadi kabupaten konservasi di tahun 2014 dapat tercapai,” pungkas Marjani Sultan.

Lokasi: Desa Bontolebang, Pulau Gusung, Kecamatan Bontoharu, Desa Parak, Kecamatan Bontomanai, Desa Bontolempangan, Kecamatan Buki, Desa Barat Lambongan, Kecamatan Bonto Matene, Kabupaten Kepulauan Selayar

Kontak person:· Dr. Ir. Marjani Sultan, Msi.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kepulauan SelayarHP 0853 95110000

· Drs. Andi PenrangStaf Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Kepulauan Selayar HP 0813 55364360

· Muh. Arsyad Kepala Desa BontolebangHP 0821 97114209

Jumlah yang terkena dampak:Penduduk di 52 desa pesisir di Kabupaten Kepulauan Selayar, khususnya Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang di tahun 2011 berjumlah 6.505 Kepala Keluarga

Statistik:· Kabupaten Kepluauan Selayar termasuk dalam 120 gugusan pulau Spermonde

yang terletak di bagian barat Sulawesi Selatan, membentang dari Kabupaten Pangkajene Kepulauan arah utara hingga Kabupaten Selayar di selatan.

· Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki kawasan terumbu karang seluas 51.596 hektar dengan 236 jenis karang keras, 31 genera karang lunak, dan 21 genera sponge.

· Perairan Selayar adalah rumah bagi 9 jenis lamun, 38 jenis biota yang berasosiasi dengan padang lamun, 576 jenis ikan dan biota lainnya termasuk penyu, lumba-lumba, pari manta, dan paus.

· Penelitian Destructive Fishing Watch Indonesia di Kepulauan Spermonde mengungkapkan 64,88 persen nelayan adalah pelaku penangkapan ikan tidak ramah lingkungan (PITRaL). Dari pelaku PITRaL tersebut 68 persen menggunakan bom ikan, 27 persen menggunakan obat bius dan 5 persen menggunakan keduanya.

· Intensitas pengeboman cenderung meningkat pada musim barat (Oktober-Maret) sementara intensitas pembiusan relatif tinggi di semua musim.

· Faktor-faktor pemicu PITRaL adalah desakan ekonomi, tingkat pendidikan dan kesadaran yang rendah, lemahnya penegakan hukum, permintaan pasar yang tinggi, dan mudahnya memperoleh bahan baku bom dan bius.

Page 22: Festival Forum KTI VI - 2012

ari sudah menjelang sore dan mendung menggantung di Kampung Ogenetan. Angin b e r h e m b u s k e n c a n g

membawa gumpalan awan tebal pertanda sebentar lagi hujan deras turun. Ibu Maria Wometa masih sibuk melayani pembeli di kiosnya yang menjual kebutuhan pokok. Beberapa anak sibuk memilih permen dan kue, sedangkan mama-mama mengantri untuk bayar kebutuhan dapur mulai dari garam sampai daging.

Kampung Ogenetan adalah b a g i a n d a r i D i s t r i k I n i ya n d i t , Kabupaten Boven Digoel. Kampung ini dihuni oleh 179 penduduk yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani karet. Kebun karet bukanlah hal yang lazim dijumpai di Tanah Papua. Di Ogenetan, karet diperkenalkan sebagai tanaman komoditas pada dekade 70an oleh seorang Pastor bernama Josep Nuy. Karet d i an ggap cocok d engan masyarakat didaerah itu, karena karet tidak perlu perawatan yang intensif. Peningkatan pemanfaatannya tak lepas dari upaya Pastor lain yang bernama Cornelis J.J De Rooij atau akrab dipanggil Pastor Kees. Beliau lah yang memperkenalkan teknik bercocok tanam karet.

Walaupun hasil karet di Ogenetan t e r b i l a n g s a n g a t b a i k , n a m u n masyarakat Kampung Ogenetan tidak serta merta menjadi sejahtera. Letak geografis yang cukup sulit dan minimnya akses transportasi yang memadai membuat roda pereknomian bergerak sangat lambat. Ditambah lagi dengan praktik tengkulak yang merajalela dan mencekik petani-petani karet disana.

Tak kurang dari sepuluh tahun yang lalu, warga Ogenetan terpaksa menjual hasil sadapan karetnya dengan harga sangat murah pada tengkulak semata-mata untuk membayar hutang mereka. Tidak jarang, para tengkulak itu bahkan membarter karet dengan mie instan atau beras.

Kesulitan mendapatkan ke-butuhan pokok adalah masalah lain yang harus dihadapi warga Ogenetan. Kebutuhan pokok terdekat saat itu hanya bisa diperoleh dari Tanah Merah atau Distrik Mindiptana yang hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki selama tiga sampai lima jam karena satu-satunya jalan yang ada rusak parah. Tidak heran, harga barang pokok di Kampung Ogenetan menjadi sangat tinggi.

D i ke p u n g m a s a l a h , wa r g a Ogenetan pun masih dicekam dengan kuatnya pendapat bahwa masyarakat asli Papua tidak bisa berusaha. Apalagi sebagian warga masih hidup dengan cara meramu dan tinggal berjauhan, tidak berkelompok.

Selamat tinggal keterpurukan!

Berbagi kesulitan yang dihadapi mendorong Bapak Yan Karowa, Kepala Distrik Iniyandit, untuk melakukan perubahan. Ia menemui Riswanto dan Frans Upessy, dua fasilitator Wahana Visi Indonesia yang saat itu bertugas u n t u k p ro g ra m p e m b e rd aya a n masyarakat di Iniyandit. “Saat itu kami berpikir, kalau terus menjual karet ke tengkulak, masyarakat tidak akan pernah bisa menentukan harga karet dan akhirnya hanya hidup untuk mengurus hutangnya. Kapan bisa maju

Page 23: Festival Forum KTI VI - 2012

kalau tidak berusaha bersama?” kenang Mas Ris, panggilan Riswanto.

Pertemuan ini kemudian me-lahirkan ide untuk mendirikan koperasi, sebuah usaha berkelanjutan yang melibatkan masyarakat sekaligus menciptakan kemitraan di antara masyarakat. Beberapa pertemuan dengan tokoh masyarakat dan adat di Ogenetan mulai dilakukan untuk membicarakan kemungkinan itu.

Awalnya warga Ogenetan ragu karena sebelum Koperasi Nonggup mereka telah tiga kali gagal dalam membina usaha secara berkelompok . Uang yang telah terkumpul banyak selalu dibawa kabur oleh ketua kelompok. Mas Ris dan Pak Yan tidak patah semangat.

M e r e k a t e t a p m e l a k u k a n pendekatan dengan para kepala kampung dan mengingatkan bahwa pengalaman pahit yang pernah dialami justru menjadi pe la jaran yang menyadarkan warga akan pentingnya membuat laporan keuangan yang jelas, teratur, dan transparan.

Pendekatan dari sisi agama juga dilakukan Mas Ris dan Pak Yan. Karena warga Ogenetan beragama Kristen, beberapa contoh dari Alkitab juga diambil untuk mengajak masyarakat bangkit dari masalah mereka dengan memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, keluarga, dan sesama anggota masyarakat. Beberapa perumpamaan diangkat untuk menyadarkan warga bahwa setiap masalah dapat di-pecahkan bersama-sama.

”Saat itu warga juga belum percaya diri. Mereka menganggap perlu

modal yang besar jika ingin membentuk k e l o m p o k . K a m i b e r u s a h a menyadarkan bahwa apa yang ada pada masyarakat adalah modal yang lain kuat”, kenang Mas Ris yang saat itu mengajak warga untuk menemukenali potensi diri masing-masing. ”Kami tekankan bahwa modal tidak selalu dalam bentuk uang. Keahlian berburu atau mencari ikan pun adalah modal”, tambah Mas Ris.

Akhirnya pada tahun 2009, s e b a nya k 2 9 wa r g a K a m p u n g Ogenetan sepakat mendirikan koperasi yang dinamakan Nonggup. Nonggup berarti kebersamaan. Kebersamaan untuk mewujudkan impian masyarakat Kampung Ogenetan. Saat itu modal dalam bentuk uang yang terkumpul adalah sebesar dengan modal 8-10 juta rupiah.

Segera setelah koperasi terbentuk, masyarakat bersepakat untuk tidak lagi menjual karet ke tengkulak dan memilih menjual karetnya ke koperas i . Menyadari dapat menghasilkan empat sampai tujuh ton karet setiap bulan, Koperasi Nonggup pun memberanikan diri menggagas kerjasama dengan perusahana karet PT Montelo di Kabupaten Boven Digoel. Harga karet yang dijual Koperasi ke PT Montelo berkisar 15 ribu sampai 23 ribu rupiah. Keuntungan dari jual beli karet dibagikan kembali kepada anggota Koperasi sebagai Sisa Hasil Usaha. Cara ini ternyata berhasil dan kemudian menarik perhatian lebih banyak warga Ogenetan.

Perkembangan Koperasi Nonggup luar biasa cepat. Hanya dalam tiga tahun, anggota Koperasi Nonggup bertambah hampir lima kali lipat. Saat

ini anggota Koperasi Nonggup sendiri sudah berjumlah 136 orang di Kampung Ogenetan saja. Saat ini cabang Koperasi Nonggup juga ada di Langguan ibukota Distrik Iniyandit, Distrik Mindiptana dan Distrik Arimop.

Rapat Anggota Tahunan (RAT) Pertama yang diadakan tahun 2010 melaporkan keuntungan bers ih kelompok sebesar sekitar 23 juta rupiah. Besar iuran yang terkumpul pun meningkat dari 46 juta rupiah di tahun kedua menjadi hampir 162 juta di akhir tahun ketiga. Sisa Hasil Usaha yang dibagikan pada akhir tahun ketiga pada anggota bahkan ada yang mencapai 7 juta rupiah dengan bonus televisi.

Kemajuan pesat berkat aset setempat

Selain karet, Koperasi Nonggup juga membuat usaha bersama berupa kios yang menyediakan kebutuhan pokok masyarakat. Harga kebutuhan pokok di Kampung Ogenetan kini tidak lagi semahal dulu, bahkan menjadi sama dengan harga kebutuhan di ibukota Kabupaten Boven Digoel. Kebutuhan pokok yang dijual di kios Koperasi Nonggup t idak hanya sembilan bahan pokok, tapi juga hasil kebun dan hasil buruan warga. Tentu saja ini menambah daya pikat kios yang semakin padat dikunjungi pembeli.

Pada RAT pertama keuntungan usaha kios sudah mencapai 19 juta rupiah. Di tahun kedua, Koperasi Nonggup membuka dua kios di dua kampung lain. Pada RAT ketiga, keuntungan dari usaha kios menjadi 56 juta rupiah. Menurut Bruno Etmop, Ketua Koperasi Nonggup, pesatnya perkembangan ini tak lepas dari usaha

setiap anggota yang mengerti dan menaati semua aturan. “Kalau ada hutang, anggota tau harus disiplin membayar, bahkan mereka sudah mengerti kalau harus bayar bunga juga,” tutur Pak Bruno yang patut berbangga dengan aset dana Koperasi di Bank BRI yang telah mencapai 500 juta. ”Semua ini murni swadaya masyarakat, hampir tanpa bantuan dari pihak lain”, imbuhnya.

Ada cara unik yang diterapkan pengurus koperasi untuk mendorong anggotanya memanfaatkan jasa koperasi. Bila ada anggota Koperasi yang ingin membeli kendaraan bermotor, maka Koperasi akan membelikan motor tersebut dan menyimpannya di Koperasi sampai anggota berhasil membayar penuh harga motor tersebut. “Motornya kami pajang di Koperasi biar dia tahu sudah ada motornya. Ini jadi penyemangat buat si anggota untuk bekerja dan membayar simpanan,” kata Bruno Etmop seraya tersenyum simpul.

Sejak perekonomian warga semakin aktif, kampung Ogenetan semakain ramai dikunjungi, baik oleh mereka yang ingin berbelanja maupun yang ingin belajar dari keberhasilan Koperasi. Kunjungan dari berbagai instansi baik dari Kabupaten Boven Digoel maupun dari kabupaten lain turut meramaikan Ogenetan. ”Karena mulai menjadi perhatian, infrastruktur di kampung kami mulai dibangun”, tutur Pak Yan sambil menatap jalan aspal yang mulus di Kampung Ogenetan.

S e l a i n p e r u b a h a n w a j a h Kampung, perubahan pun turut dialami oleh pengurus dan anggota koperasi. “Dulu, Ketua Koperasi jarang mau

Page 24: Festival Forum KTI VI - 2012

bicara di forum resmi, sekarang beliau lancar sekali berbicara di depan banyak orang,” kenang Mas Ris. Sekretaris Koperasi Nonggup, Agustinus Teagi, turut mengakui dirinya dan beberapa teman pengurus kini telah terbiasa merancang dan melakukan aktivitas yang terorganisir. ”Sekarang kami sudah bisa melakukan pembukuan, mengatur arus jual beli barang, dan menjaga komunikasi yang baik sesama anggota. Karena sudah percaya diri, sekarang kerjaan ini terasa menyenangkan, padahal dulu susah setengah mati,” ujar Agustinus Teagi sambil menepuk dadanya sendiri.

Mimpi Nonggup untuk Ogenetan

Meningkatnya taraf hidup warga Kampung Ogenetan tidak membuat mereka lupa untuk mengantarkan anak-anaknya bersekolah ke jenjang tertinggi. Beberapa anak di Kampung Onegetan telah kuliah di Merauke dan beberapa kota besar di Sulawesi seperti di Makassar.

“Kami siap untuk ke depan dan lebih bagus lagi dari hari ini,” kata Bruno Etmop tegas. Ia sangat yakin mereka bisa mengembangkan Koperasi Nonggup yang lebih baik lagi di pada lima atau sepuluh tahun ke depan.

P e r k e m b a n g a n K o p e r a s i Nonggup mungkin terlihat biasa saja bila dibandingkan koperasi-koperasi besar di daerah lain di Indonesia. Namun semangat masyarakat untuk mengatasi kegagalan masa lalu dan memulai memecahkan masalah bersama-sama sungguh luar biasa. Tidak banyak orang di negeri ini yang bersedia menemukenali potensi diri dan berbagi modal yang mereka miliki untuk membangkitkan kepercayaan diri bersama.

Tentu saja hal ini mematahkan pandangan bahwa masyarakat asli Papua tidak mau berusaha dan tidak pandai berdagang. “Tekad kami adalah masyarakat di sini dapat membuktikan diri, bahwa kami bisa berhasil dalam berusaha. Hanya perlu kesabaran dan mengerti apa yang benar-benar ingin dicapai bersama,” pungkas Bruno Etmop dengan nada bangga.

Lokasi: Koperasi Nonggup melayani Kampung Ogenetan, Distrik Iniyandit, Distrik Arimop, Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel, Papua

Kontak person:

· Bruno EtmoKetua Koperasi NonggupHP 081344426983 (melalui Pak Riswanto)

· Yan KarowaKepala Distrik IniyanditHP 081344426983 (melalui Pak Riswanto)

· RiswantoFasilitator Pengembangan Masyarakat, Wahana Visi Indonesia HP 081344426983

Jumlah yang terkena dampak:267 orang termasuk penduduk Kampung Ogenetan 179 orang dan sejumlah anggota koperasi di Distrik Mindiptana, Arimop, dan Langguan

Statistik: · Kabupaten Boven Digoel adalah Kabupaten Pemekaran dari Merauka dan

memiliki luas 27.836,68 kilometer persegi.

· Kabupaten Boven Digoel didiami oleh 54.357 jiwa dengan kepadatan penduduk yang rendah, yakni 1,95 per 1 km persegi. Ini berarti setiap kilometer persegi hanya dihuni 1 sampai 2 orang saja.

· Merauke merupakan pusat distribusi barang ke Boven Digoel dan kabupaten-kabupaten pemekaran lainnya di wilayah selatan.

· Dari Boven Digoel, Merauke dapat dicapai dengan menggunakan pesawat twin otter, melalui jalur darat 470 km atau paling cepat 10 jam, atau dengan kapal motor perintis lokal dengan biaya perjalanan pulang-pergi Boven Digoel-Merauke sedikitnya dua juta rupiah.

· Harga kebutuhan pokok di Boven Digoel lebih mahal dua kali lipat dari harga di Jawa. Harga beras per kilogram dapat mencapai Rp. 25 ribu, harga eceran telur ayam Rp. 2.400 per butir, harga BBM berbagai jenis Rp. 30 ribu per liter, dan harga semen bahkan dapat mencapai Rp. 200 ribu per zak.

· Tahun ini, sebanyak 16 unit jembatan akan dibangun di jalur jalan nasional Trans Papua wilayah Selatan Merauke-Boven Digoel-Pegunungan Bintang Papua.

Page 25: Festival Forum KTI VI - 2012

rogram Wajib Belajar 9 Tahun yang digulirkan pada tahun 2004 tidak serta merta berhasil mengembalikan

anak-anak usia sekolah ke bangku sekolah. Saat akan diterapkan di Kabupaten Polewali Mandar, Dinas Pendidikan setempat masih belum punya data akurat tentang jumlah anak yang berhenti sekolah, jumlah anak usia sekolah yang belum duduk di bangku sekolah, dan apa penyebab utama mereka berhenti atau belum bersekolah.

“Ada data tapi sumbernya dari sekolah dan tidak valid” ujar Yohanis Piterson, Kepala bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Polman. Pak Piter, demikian pria asal Maumere ini biasa disapa, telah lebih dari 10 tahun mengabdi di Dinas Pendidikan dan Olahraga. Melihat fakta ini, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Dinas Pendidikan kemudian menginisiasi untuk membuat suatu sistem informasi pendataan yang datanya bersumber langsung dari masyarakat.

A g a r d a p a t m e l a ks a n a ka n Program Wajib Belajar 9 Tahun, Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, bersehati untuk membenahi data terkait bidang pendidikan di daerah tersebut, dengan menggelar program pendataan bertajuk Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat (SIPBM) di tahun 2004.

Berbenah data menata rencana

Program SIPBM dimulai dengan pendataan di enam desa di Kecamatan Tinambung dan lima desa di Kecamatan Tapango. Pendataan ini bertujuan untuk

mengidentifikasi kegiatan anak di bawah usia 18 tahun dan hasil pendataannya menjadi bahan dasar perencanaan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun.

Sebuah tim kemudian dibentuk terdir i dari t ingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Tim tersebut terdiri dari elemen Dians Pendidikan, LSM, dan pers yang punya perhatian besar bagi dunia pendidikan. “Ketiga unsur ini berkolaborasi menjadi sebuah kekuatan besar untuk mengawal program SIPBM. Semua bersinergi karena kekuatan ini penting. Itu modal dan landasan kami,” jelas Nehru Sagena, Fasilitator SIPBM.

Di tahun 2005, pendataan tuntas dilaksanakan pada 7 desa di kecamatan Tinambung dan Tapango. Dari temuan data SIPBM ini teridentifikasi anak-anak usia Sekolah Dasar yang putus sekolah dilengkapi dengan penyebabnya, dan kondisi ekonomi orang tua. Kegiatan pendataan juga mengidentifikasi pihak-pihak yang berpotensi memberikan dukungan agar anak-anak tersebut dapat kembali ke sekolah.

Serangkaian pembahasan untuk menentukan rencana aksi berdasarkan temuan dari kegiatan pendataan pun dilakukan. Pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan pun kemudian diajak serta untuk mengembalikan anak-anak tersebut ke bangku sekolah. Sebanyak 11 anak putus sekolah yang teridentifikasi di Desa Tapango akhirnya kembali bersekolah berkat dukungan Komite Sekolah.

Sebuah rencana aksi desa dibuat untuk mengembalikan anak-anak

Page 26: Festival Forum KTI VI - 2012

tersebut ke sekolah dengan melibatkan komite sekolah. 11 anak putus sekolah ini kemudian diserahkan oleh pihak Komite Sekolah kepada pihak Sekolah dalam sebuah seremoni pada 28 Desember 2004. “Saya prihatin, banyak anak di desa kami yang tidak sekolah. Saya dekati orang tuanya dan bicara dari hati ke hati. Soal seragam, buku, alat tulis jangan dipikirkan, kami akan usahakan. Akhirnya orang tua setuju anaknya kembali ke sekolah. Senang sekali rasanya”, ungkap Muhdar, seorang anggota Komite sekolah di SDN 030 Tapango.

Rasa haru dan gembira terutama dialami oleh Hendra, satu dari sebelas anak yang kini telah duduk di kelas 2 SMA. “Kalau saya tidak kembali bersekolah saat itu, mungkin sampai sekarang saya masih tidak bersekolah”, tutur Hendra. Abdul Salam, Kepala Desa Tapango, tak kalah bersyukur. “Tanpa data SIPBM, kami tak tahu persis berapa anak putus sekolah yang ada di desa kami”, ungkapnya penuh rasa haru.

Kisah yang sama dialami Ali, anak putus sekolah dari Desa Bussu. Karena orangtuanya tidak punya biaya, terpaksa Ali harus putus sekolah. Adalah Basir Amin, Ketua Badan Amil Zakat Desa Bussu sekaligus fasilitator SIPBM. Karena prihatin dengan anak putus sekolah di desanya, muncul ide untuk memberi beasiswa melalui lembaga amil zakat. “Saya mengajak orang tua santri khususnya petani coklat untuk mengeluarkan zakat 2.5% dari 1 juta rupiah. Uang sebesar 25 ribu rupiah ini lalu dikumpulkan dan setiap Jumat saldonya diumumkan di mesjid,” kisah Pak Basir yang juga guru mengaji di desa Bussu. “Syukur alhamdulilah, berkat beasiswa dari lembaga amil

zakat, beberapa anak saat ini sudah bisa bersekolah mulai dari pesantren, Madrasah Aliyah Negeri sampai kuliah,” imbuhnya bangga. “Saya bertekad akan membalas kebaikan masyarakat desa Bussu dengan cara belajar keras agar bisa sukses dan kembali untuk membangun desa ini” kata Ali yang saat ini kuliah di Universitas Negeri Makassar.

Memutakhirkan data untuk perluasan manfaat

Setelah setahun melaksanakan berbagai aksi menindaklanjuti hasil pendataan SIPBM, di tahun 2006 Dinas Pendidikan Kabupaten Polewali Mandar menyempurnakan instrumen p e n d a t a a n i n i . K a r e n a t e l a h berkomitmen untuk melakukan pendataan setiap tahun, di tahun 2007, p r o s e s p e n d a t a a n k e m b a l i dilaksanakan pada 15 Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar dengan meliputi 132 Desa/Kelurahan.

M e l i h a t p r o g r a m S I P B M membawa hasil dan dampak nyata, data SIPBM kemudian dijadikan data dasar untuk Penyusunan Rencana Strategis Pendidikan Polewali Mandar untuk tahun 2008 hingga 2013. Namun tak hanya berhenti sampai disitu, berbagai upaya terus dilakukan untuk mengatasi persoalan pendidikan dasar di Kabupaten Polewali Mandar. Setelah pendataan SIPBM periode 2004-2007, ternyata masih tinggi angka putus sekolah, mencapai 80 persen. Oleh karena itu, Pemkab Polman merancang lanjutan program SIPBM yang disebut Program Study Anak Diluar Sekolah Fokus Transisi (Lulus SD/Mi sederajat Tetapi Tidak Lanjut Ke SMP/MTs sederajat) atau dikenal dengan nama

Program Transisi pada tahun 2011 dengan proyek percontohan pada 10 Desa di Kecamatan Binuang dan 12 Desa di Kecamatan Mapilli.

Program Transisi diawali dengan pemutakhiran data SIPBM 2007. Setiap desa melakukan kegiatan Diskusi Kelompok Terbatas, tujuannya bukan hanya mendata ulang tapi juga melakukan konsultasi dan advokasi agar anak putus sekolah bisa dikembalikan. Tim pendata turun langsung ke rumah-rumah untuk melakukan advokasi. Posko pengaduan anak putus sekolah dibentuk hingga tingkat dusun.

Hasilnya, ditemukan 438 anak yang tidak bersekolah di Kecamatan Tinambung karena tidak adanya sarana pendidikan bagi anak usia dini (PAUD) selain karena masalah biaya. Temuan ini menyadarkan masyarakat yang dalam Rencana Aksi Desa mengusulkan pembangunan fasilitas PAUD/TK dan program beasiswa.

Beruntung, kecamatan ini termasuk dalam lokasi kegiatan Program Nasional P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t (sebelumnya dikenal dengan Program Pengembangan Kecamatan - PPK). “Saya bersyukur, ada SIPBM dan PNPM yang menindaklanjuti hasil pendataan dengan membangun sarana sekolah dan pemberian beasiswa,” ujar Ramli, Fasilitator PNPM kecamatan Tinambung.

“Dulu kami belajar di bawah kolong rumah. Untung ada PPK yang mau membiayai pembangunan sekolah. Sekarang saya sangat bahagia dan perasaan plong,” kenang Ibu Masni, pengelola Kelompok Bermain Melati Aisyiah di Desa Batulaya. “Sekarang, 7 Desa dan 1 Kelurahan di kecamatan

Tinambung, telah memiliki sarana Taman Kanak-Kanak, PAUD, Posyandu dan Poliklinik berkat data SIPBM,” ungkap Haidir, Lurah Tinambung. Ia pun berharap pemutakhiran data SIPBM dapat terus dilakukan minimal sekali dalam lima tahun agar data tetap valid.

Berkat dukungan dana APBD dan bantuan UNICEF, pemutakhiran data SIPBM anak putus sekolah dapat dilaksanakan. Hasilnya di Kecamatan Binuang, 271 anak dari keluarga miskin dari 530 ter identi f ikasi , dapat dikembalikan ke sekolah. Ernia adalah salah satu dari 271 anak penerima beasiswa.

Ernia adalah seorang anak berusia 13 tahun di Batetangnga yang putus sekolah demi mengurus empat orang adiknya seorang dir i . Ayahnya meninggal ketika Ia berumur 10 tahun dan ibunya pergi meninggalkan mereka begitu saja. Keberadaan Ernia dan saudara-saudaranya diketahui karena ada laporan tetangganya yang juga selama ini membantu hidup sehari-hari mereka.

Setelah berkoordinasi dengan kepala dusun dan Kepala Sekolah MTs DDI Kanang, tim program transisi mencari jalan untuk mengembalikan Ernia dan adik-adiknya ke bangku sekolah. “Tahun ajaran 2010/2011, s e ko l a h ka m i m e n e r i m a h a s i l pendataan SIPBM. Ada 26 anak di desa Batetangnga yang putus sekolah di kelas 7 dan kelas 8. Salah satunya Ernia, di kelas 7,” ungkap M.Saleh, Kepsek Madrasah Tsanawiyah DDI Kanang.

Menurut Piterson, intervensi Pemkab Polewali Mandar dengan

Page 27: Festival Forum KTI VI - 2012

dukungan UNICEF melalui program Transisi hingga April 2012 membuat tak kurang dari enam ribu anak di kabupaten ini bisa kembali bersekolah hingga ke jenjang SMP.

Kunci sukses

Keberhasilan Kabupaten Polewali Mandar membangun sistem informasi berbasis masyarakat tak lepas dari komitmen Pemerintah Kabupaten yang mengalokasikan anggaran khusus untuk membenahi data dan kegiatan tindak lanjutnya. Dukungan pun datang dari berbagai pihak seperti UNICEF dan PNPM, baik dalam hal teknis maupun kucuran dana.

Ini bisa dilihat dari tahun 2004 sampai 2007, dana alokasi APBD Polman sebesar Rp. 404 juta dan alokasi dana UNICEF sebesar Rp. 750 juta. Sementara untuk menindaklanjuti hasil SIPBM, pemerintah daerah lewat alokasi APBD memberikan dukungan beasiswa bagi anak putus sekolah dan tamat tidak lanjut pada tahun 2007 sebesar Rp. 250 ribu /anak/tahun kepada 438 siswa. Tahun 2008, beasiswa anak putus sekolah sebesar Rp.360 ribu/siswa untuk 850 siswa dan beasiswa Miskin Berprestasi sebanyak Rp.360 ribu/tahun untuk 250 Siswa.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar juga bekerjasama dengan UNICEF dan PNPM Generasi Sehat Cerdas yang berfokus pada penuntasan wajib belajar. Untuk tuntas belajar di pendidikan dasar bagi sekitar enam ribu anak ini, biaya yang diperlukan adalah sebesar Rp. 1 miliar.

“Tidak ada alasan apapun yang bisa membuat anak putus sekolah, semua anak di Polman harus bersekolah,” tegas Ali Baal.

Keinginan ini diwujudkan dalam Peraturan Bupati Polman No.14 Tahun 2012 tentang Wajib Belajar 12 tahun dan Instruksi Bupati Nomor. 421/ 5183/ DISDIKPORA tentang Pemutakhiran data SIPBM. Kedua aturan ini mewajibkan setiap desa membiayai minimal 2 anak putus sekolah, membuka posko pengaduan putus sekolah, memutakhir-kan data SIPBM setiap tahunnya dan melakukan pendataan ulang setiap 5 tahun untuk memastikan tidak ada lagi anak SD yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP. Peraturan ini juga tidak mensyaratkan siswa untuk memakai seragam sekolah. ”Tidak punya seragam tidak boleh menjadi alasan untuk tidak bersekolah,” imbuh Ali Baal.

SIPBM bukan semata-mata b a g a i m a n a m e n g h a s i l k a n d a n memanfaatkan data. Namun lebih penting adalah pendataan berbasis aksi. Pendataan yang dikemas dalam b i n g k a i a d v o k a s i , b a g a i m a n a membangun kesadaran bersama bahwa masalah pendidikan, masalah putus sekolah, masalah buta huruf bukan semata tanggung jawab pemerintah, namun semua elemen masyarakat karena pendidikan dasar adalah hak asasi bagi generasi muda dan investasi bangsa untuk mencapai tujuannya.

Lokasi: SIPBM telah diterapkan pada Kecamatan Binuang, Tinambung Tapango, dan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Kontak person:· Yohanis Piterson

Kepala bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten PolmanHP 0813 4267 1861

Jumlah yang terkena dampak:Tak kurang dari 530 anak putus sekolah di Kabupaten Polewali Mandar telah kembali bersekolah dan 1.000 anak mendapatkan beasiswa agar tetap dapat bersekolah.

Statistik: · Lebih dari 10.000 anak usia sekolah tingkat SMP di 16 kecamatan di Polewali

Polewali Mandar, Sulawesi Barat tidak menikmati pendidikan yang layak.

· Menurut Kementerian Pendidiakn Nasioanal, pencanangan Program Wajib Belajar 9 Tahun telah memacu angka partisipasi kasar wajib belajar hingga 98,11% atau 12,7 juta anak. Sementara realisasi data UNICEF menyebutkan dalam 20 tahun terakhir rasio bersih anak usia sekolah di tanah air mencapai 94%. Meski demikian, di tanah air hingga kini masih sangat banyak anak-anak usia 7-15 tahun atau usia sekolah yang belum sempat mengenyam pendidikan. Hingga tahun 2009 lalu, menurut data yang diolah lembaga demografi Universitas Indonesia, jumlahnya mencapai 435.843 anak.

· Tingginya anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan angka putus sekolah di tanah air membuat tingkat Indonesia turun dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) dari badan dunia yang mengurusi pendidikan, UNESCO. Tahun 2011 sebanyak 527.850 anak atau 1,7% dari 31,5 juta anak sekolah dasar putus sekolah. Kondisi demikian membuat peringkat Indonesia turun ke posisi 69 dari 127 negara. Tahun lalu peringkat Indonesia ada pada posisi 65. Faktor lain adalah tingginya angka buta huruf nasional yang masih lebih tinggi dari 7% turut mempengaruhi peringkat Indonesia. Data yang diolah Lembaga Demografi UI, menunjukkan di sejumlah daerah, jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah serta angka putus sekolah tercatat masih sangat tinggi.

Page 28: Festival Forum KTI VI - 2012

iang itu cukup terik, gumpalan awan putih berarak di atas langit Kampung Nunpaun, Kelurahan Buraen, Kabupaten Kupang. Angin berhembus

sepoi-sepoi, sementara lenguh sapi bersahut-sahutan saat beberapa bangku kayu di depan kandang mulai diduduki banyak orang.

“Selamat siang Bapa-Bapa dan Mama-Mama! Senang sekali, kami dari Geng Motor iMuT bisa berkumpul dengan Bapa-Mama semua untuk sama-sama belajar tentang suplemen makanan ternak dengan bahan utama gula lontar. Ini bisa sangat membantu untuk mencukupi kebutuhan makanan ternak saat musim kemaru”, Ofrianus Manu anggota Geng Motor iMuT, tersenyum penuh hormat saat membuka pertemuan kelompok tani Baru Terbit.

Tak kurang dari duapuluh orang, hampir semuanya laki-laki, duduk membentuk setengah l ingkaran, berhadap-hadapan dengan kandang sapi milik kelompok. Dengan seksama mereka memperhatikan Ofrianus memperkenal-kan bahan-bahan untuk membuat suplemen, memasak bahan tersebut, lalu mengajak para anggota kelompok bersama-sama memadatkan dan mengeringkannya.

“Awalnya kami kira kampung kita ini akan kedatangan geng motor yang suka bikin rusuh. Tapi ternyata mereka mau bagi ilmu”, aku Yakob Fay, Ketua Kelompok Tani Baru Terbit seusai

pertemuan kelompok.

B e r b a g i i l m u . I n i l a h ya n g mendorong sekelompok pemuda asal Kupang melakukan konvoi motor mengunjungi daerah-daerah terpencil di bumi Timor sejak tahun 2005. Saat itu, Noverius Nggili, Gunawan Dwi Junianto, Semi Kase, Donald Mangngi, Jurgen Nubatonis, dan keenam teman lainnya baru menjadi alumni muda Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana. Pada saat yang sama, mereka juga prihatin melihat kondisi petani dan peternak di Nusa Tenggara Timur yang sepertinya tak kunjung sejahtera.

“NTT pernah menjadi sentra produksi ternak di era 70an. Budaya beternak dan bertani telah melekat erat di masyarakat. Namun hingga kini, banyak masalah yang dihadapi masyarakat peternak sepertinya belum terjawab oleh maraknya program dan bantuan pemerintah dan badan pembangunan lain yang sifatnya periodik”, tutur Noverius Nggili, Koordinator Geng Motor iMuT.

S e ra n g k a i a n d i s k u s i y a n g di lakukan sepuluh tahun si lam menyadarkan mereka bahwa sebagian besar program dan bantuan tersebut belum berhasil mentransfer ilmu praktis yang dibutuhkan petani dan peternak untuk menyelesaikan berbagai masalah yang mereka hadapi secara mandiri.

“Banyak sekali ilmu dan hasil pene l i t ian yang menumpuk d i

Jika ada yang bersedia jadi teman diskusi dan mau bagi ilmu dan keterampilan praktis, masyarakat peternak dapat menyelesaikan masalah mereka dengan memanfaatkan apa yang ada, menjadi mandiri, dan hidup sejahtera. - Geng Motor iMuT

Page 29: Festival Forum KTI VI - 2012

perpustakaan kampus tapi tidak menghasilkan perubahan apa-apa bagi peternak dan petani di pelosok NTT. Saat berhasil membagi ilmu yang kami miliki dan melihat ilmu itu bermanfaat bagi petani, disitulah kami merasa bangga”, ujar Gunawan Junianto, anggota Geng Motor iMuT.

Tahun 2010, kelompok anak muda ini bertransformasi menjadi sebuah lembaga yang dinamakan Geng Motor iMuT. Kata iMuT dipilih untuk mewakili singkatan Aliansi Masyarakat Peduli Ternak. Syarat minimal untuk menjadi anggotanya adalah memiliki dua ekor ternak, bersedia membagi ilmu, dan b e r s e d i a b e r k e l a n a d e n g a n menggunakan motor. Tapaleuk urus ternak atau berkelana urus ternak pun dipilih untuk menjadi semboyan. Bagi Geng Motor iMuT, ternak adalah entry point untuk meningkatkan kapasitas peternak dan petani agar bisa mandiri dan sejahtera.

Setidaknya telah 44 desa dan kelurahan di 9 pulau di NTT telah dikunjungi oleh Geng Motor iMuT sejak t a h u n 2 0 0 5 . S e i r i n g d e n g a n bertambah-nya jumlah anggota, Geng Motor iMuT mewujudkan lebih banyak ide kreatif mereka dengan membentuk Bengkel Inovasi.

Inovasi dari sebuah bengkel

Salah satu keunikan Geng Motor iMuT a d a l a h p e r t e m u a n r u t i n y a n g dinamakan Sabtu Bermimpi. Dari pertemuan ini lahir berbagai inovasi yang menjadi solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi sebagian besar masyarakat NTT. Mereka juga menyulap teras rumah seorang anggota

menjadi tempat merakit, mengelas, dan berbagai aktivitas perbengkelan lainnya. “Bagi kami, bengkel tidak terbatas pada ruang fisik semata, namun sebuah ruang untuk berkreasi dan menghasilkan produk yang bermanfaat,” jelas Noverius Nggili.

Desalinator iMuT adalah salah satu produk yang dilahirkan dari Bengkel Inovasi. Alat sederhana ini m e n g u a p k a n a i r l a u t u n t u k menghasilkan air tawar dan kristal garam yang jika dicampur dengan iodium dapat dijual untuk menambah pendapatan masyarakat. Desalinator iMuT menjadi solusi tepat dan murah bagi banyak masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di NTT yang sulit mendapatkan air tawar. Karya ini menghantarkan Geng Motor iMuT terpilih sebagai salah satu finalis Mandiri Young Technopreneur Award 2011, sebuah ajang penghargaan yang diadakan Bank Mandiri bagi anak-anak muda yang te lah menciptakan teknologi tepat guna untuk kepentingan masyarakat.

Inovasi mengesankan lainnya adalah Digester Portable Biogas* yang dinamakan DePoBiMuT S-001 dan DePoBiMuT S-002. Sama halnya dengan Desalinator iMuT, digester protable biogas yang diciptakan Geng Motor iMuT juga sederhana, mudah digunakan, dan memanfaatkan bahan yang ada di sekitar masyarakat, misalnya kotoran ternak, drum dan ban dalam bekas. Dalam dua tahun, sebanyak 22 unit digester telah dipasang dan aktif digunakan pada 18 lokasi di sekitar pulau Timor, Alor, dan Rote.

“Sekarang pengeluaran saya bisa berkurang karena tidak lagi beli banyak

minyak. Sekali saya ambil kotoran ternak dari kandang, saya bisa pakai gasnya untuk dua hari”, tutur mama Dorkas, seorang anggota Kelompok Wanita Tani Damai di Desa Noelbaki sambil tersenyum senang saat menggoreng telur di atas kompor ramping berwarna abu-abu muda.

Sebuah ban dalam bekas berisi gas yang dihasilkan dari drum berisi kotoran ternak, tergantung di depan pintu dapur. Ban itu terlihat sedikit kempes setelah digunakan menggoreng telur. “Kalau sudah kempes begini, sebentar lagi sudah mesti isi bahan ke dalam drum”, jelas Mama Dorkas. Bahan yang dimaksud Mama Dorkas adalah slury, cairan campuran kotoran ternak dan air.

Menggalang dukungan memperluas jaringan

Kreativitas dan keunikan Geng Motor iMuT di tengah berbagai pemberitaan negatif tentang geng motor dan merosotnya moral generasi muda Indonesia adalah daya tarik utama bagi kelompok anak muda yang bermarkas di Kota Kupang ini . Bustaman Marolah, Lurah Bakunase, Kabupaten Kupang, termasuk salah seorang kawan seperjuangan yang merasakan perubahan yang terjadi di kelurahan yang dipimpinnya pasca berkenalan dengan Geng Motor iMuT.

“Dua tahun lalu warga Bakunase menghadapi masalah limbah ternak dan limbah produksi tahu tempe. Ini masalah yang sensitif dan berpotensi konflik, mengingat pengusaha tahu tempe adalah warga pendatang dan limbah ternak berasal dari hewan yang diharamkan oleh agama tertentu”, kenang Bustaman, lelaki berdarah

Flores yang menjabat sebagai Lurah B a k u n a s e t a k l a m a s e t e l a h kelulusannya dari STPDN Jatinangor.

“Kehadiran Geng Motor iMuT menawarkan solusi bagi warga Bakunase. Saat itu warga sangat senang karena bisa memanfaatkan limbah menjadi biogas dan menghasilkan pupuk organik cair yang bisa dijual. Saya pun lega karena kerukunan antar warga Bakunase tetap terjaga, bahkan warga menjadi lebih produktif”, lanjut Bustaman dengan mata berbinar-binar.

Geng Motor iMuT juga mendapat dukungan dari Perkumpulan Pikul, sebuah organisasi di Kupang yang bekerja di pulau-pulau kecil di Indonesia Timur untuk mewujudkan kampung yang berdaulat atas air, pangan dan energi . Geng Motor iMuT pun memperluas jaringan dan menambah keanggotaan. Kini jumlah anggota aktif Geng Motor iMuT adalah limapuluh orang dengan latar belakang ilmu yang beragam dan 700 pendukung dari jejaring online di Indonesia dan mancanegara.

Geng Motor iMuT saat ini juga bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) melalui Regional Fisheries Livelihoods Programme for South and Southeast Asia untuk memperkenalkan penggunaan biogas sebagai mata pencaharian alternatif dan solusi atas langkanya bahan bakar minyak. “Sebelum bertemu dengan Geng Motor iMuT, kami melakukan observasi di Jawa mencari teknologi kompor biogas untuk diperkenalkan di NTT. Saat itu harga digester biogas termurah yang kami dapatkan dari Jawa adalah limabelas juta rupiah sedangkan produk Geng Motor iMuT harganya

Page 30: Festival Forum KTI VI - 2012

satu setengah juga saja”, tutur Aminudin Salka, National Project Manager RFLP FAO.

Ilmu untuk dibagi bukan dibawa mati

Filosofi bahwa ilmu untuk dibagi bukan dibawa mati adalah motivasi terbesar bagi para anggota Geng Motor iMuT dalam berkarya. “Sejak bergabung dua tahun lalu, saya belajar banyak hal dan membagi apa yang saya ketahui dengan banyak orang. Ini pengalaman terbesar yang saya banggakan”, tutur O f r i a n u s M a n u y a n g s e d a n g menyelesaikan skripsinya. “Saya tidak lagi bingung harus bekerja di mana sete lah lu lus nant i . Saya b isa berwirausaha dan terus bekerja bersama Geng Motor iMuT”, lanjut Ofrianus sambil tersenyum.

Geng Motor iMuT juga menjalin kerjasama dengan almamaternya, Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, dengan menerima mahasiswa untuk melakukan kerja praktek atau magang pada beberapa kelompok tani dampingan mereka. “Mahasiswa kami b e l a j a r m e m p r a k t e k k a n i l m u manajemen ternak pada masyarakat d e n g a n b e r g a b u n g d a l a m memperkenalkan teknologi biogas pada para petani dan peternak”, jelas Ir. Upik Sy. Rosnah, MP, Dosen Fakultas

Peternakan Universitas Nusa Cendana. “Saya bangga melihat mantan

mahasiswa saya bisa menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat bahkan berprestasi di tingkat nasional”, aku Upi yang tersenyum menyembunyikan haru. “Seperti kata bung Karno, beri saya sepuluh pemuda, maka akan kuubah dunia. Begitulah saya melihat anak-anak saya di Geng Motor iMuT”, ujarnya.

Generasi muda adalah masa depan bangsa. Semakin banyak anak muda yang berilmu, berpandangan positif, kreatif, dan percaya diri akan menjamin wajah Indonesia sebagai bangsa yang berhasil di mata dunia. B e r s e d i a k a h k i t a b e l a j a r d a r i pengalaman generasi muda yang tak pantang menyerah ini dan membagi ilmu yang kita miliki untuk masa depan Indonesia yang sejahtera? Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuat perubahan itu nyata.

*Digester Portable Biogas adalah satu set perangkat untuk mengolah kotoran ternak menjadi biogas, yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu digester (reaktor biogas), ban dalam bekas (penampung gas sekaligus regulator), dan kompor.

Lokasi: Geng Motor iMuT bermarkas di Kota Kupang dan telah berbagi ilmu dengan masyarakat di 44 Desa / Kelurahan di 9 pulau di Nusa Tenggara Timur.

Kontak person:· Noverius Nggili

Pendiri dan Koordinator Geng Motor iMuTHP 085239403500

· Noldy P. FranklinAnggota Geng Motor iMuT, HP 085239211911

· Donal W. MangngiAnggota Geng Motor iMuTHP 081339447268

· Gunawan D. Junianto Anggota Geng Motor iMuTHP 085239261510

· Yurgen E. Nubatonis Anggota Geng Motor iMuTHP 085238424932

Jumlah yang terkena dampak:Masyarakat di 44 Desa / Kelurahan di 9 pulau di Nusa Tenggara Timur, 100 anggota aktif dan 700 anggota pasif Geng Motor iMuT

Statistik: · Salah satu tantangan terberat bagi generasi muda Indonesia saat ini adalah

menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang yang akan membuka peluang berdatangannya para tenaga kerja dari berbagai negara untuk mengadu nasib di Indonesia. Generasi muda harus segera bersiap menghadapi saingan pencari kerja yang lebih berat dan sulit.

· Pada Februari 2012 jumlah penganggur di NTT adalah 54,1 ribu orang, berkurang 5,5 ribu orang (9,25 persen) dibanding penganggur pada Februari 2011 sebesar 59,7 ribu orang. Selama setahun terakhir (Februari 2011 – Februari 2012), jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama di sektor pertanian sebesar 43,8 ribu orang (2,99 persen) sedangkan sektor industri, sektor konstruksi dan sektor jasa kemasyarakatan mengalami penurunan masing-masing sebesar 16,0 ribu orang, 15,2 ribu orang dan 6,4 ribu orang.

· Saat ini peternak di NTT hanya mampu memelihara satu atau dua ekor sapi saja karena sulitnya menyediakan pakan ternak. Ini berbeda dengan kondisi di tahun 1970-an, dimana seorang petani bisa memelihara lebih dari sepuluh ekor ternak sapi karena padang penggembalaan masih luas dan pakan ternak masih cukup tersedia secara alamiah.

· Terdapat banyak manfaat lingkungan dari menggunakan biogas, selain menjaga air, tanah, hutan, dan udara, juga mengurangi jejak karbon dan ketergantungan terhadap bahan bakar minyak. Di daerah pedesaan, pemanfaatan biogas juga dapat membawa manfaat bagi kesehatan dengan berkurangnya limbah berupa kotoran hewan.

Page 31: Festival Forum KTI VI - 2012

Joria Parmin adalah seorang Bidan di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Di daerahnya berasal, angka kematian ibu dan bayi tergolong tinggi. Berjuang mengatasi ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur melansir program 2H2, sebuah program yang memanfaatkan jaringan telepon selular untuk persiapan persalinan. Sebagai Kepala 2H2, Joria beserta stafnya memantau pesan SMS 24 jam sehari untuk memastikan setiap melaporkan kondisinya ke Puskesmas atau Pustu.

Melalui pesan teks yang tercatat dalam database pusat, bidan di desa-desa menginformasikan bidan di Puskesmas tentang siapa yang hamil dan kapan waktu persalinan. Bidan di Puskesmas kemudian menginformasikan Rumah Sakit Kabupaten wanita yang perlu dirujuk. Hasilnya adalah kumpulan data semua ibu hamil,dan jadwal persalinan. Dampaknya, kini lebih banyak ibu melahirkan di tangan para petugas kesehatan yang terampil di fasilitas yang lebih baik.

Bidan Puskesmas Kabupaten Flores Timur – SMS Sang Penyelamat

Page 32: Festival Forum KTI VI - 2012

Aktivis Perempuan – Perempuan Pembangun Perdamaian di Maluku

Brigitta Renyaan berasal dari daerah Langgur, di Maluku Tenggara. Tekadnya dalam mengabdi berasal dari hati yang lembut. Ayahnya menjadi inspirasi bagi Suster Brigitta dalam bekerja dan memilih jalan hidup. Pecahnya konflik di Maluku pada tahun 1999 menjadi pengalaman pertamanya bekerja dalam keadaan darurat.

Tanpa kenal lelah ia melakukan konseling dan bekerja dengan korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak. Pada tahun yang sama, ia membentuk Gerakan Perempuan Peduli (Forum untuk Kesejahteraan Perempuan) di Maluku, yang berfokus pada isu-isu perempuan, kesadaran gender dan pendidikan anak. Brigitta Renyaan senang melihat perdamaian di Ambon, tapi dia memperingatkan bahwa upaya rekonsiliasi dan stabilisasi masih belum tuntas.

Pak Raden adalah kepala sebuah pusat kegiatan masyarakat (Community Centre) di Desa Mambalan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Sebagai seorang pemuka adat di desanya, Pak Raden menyadari bahwa budaya patriarkal lokal yang turun temurun mengakibatkan perempuan menjadi terpinggirkan dan diperlakukan tidak adil di Lombok Barat. Pak Raden melihat undang-undang nasional yang melindungi hak-hak perempuan masih tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakatnya. Terdorong untuk mengubah keadaan itu, Pak Raden menelaah hukum adat setempat dan melihat ini sebagai sebuah jalan keluar. Hasil telaahnya menunjukkan sejumlah adat bersifat sensitif gender dan mendukung hak-hak perempuan. Ia pun membentuk Lembaga Adat Paer Mambal untuk menyatukan masyarakat menerapkan kebiasaan tradisional (awig-awig) untuk meningkatan standar minimum pelayanan khususnya bagi perempuan di klinik-klinik kesehatan, khususnya perawatan antenatal.

Tokoh Adat Mambalan – Adat Penggerak Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Mambalan, Lombok Barat, NTB

Page 33: Festival Forum KTI VI - 2012

Sejak dipimpin oleh H. M. Nurdin Abdullah, Kabupaten Bantaeng mengalami banyak perubahan signifikan. Tidak hanya melepaskan predikat sebagai daerah tertinggal di tahun 2010, Bantaeng bahkan menjadi daerah dengan komoditas lokal yang paling dilirik oleh investor asing. Nurdin Abdullah memanfaatkan jaringan untuk membuka akses pasar bagi berbagai potensi yang dimiliki daerah ini. Beliau merintis kerjasama permintaan penyediaan Talas Safira dengan perusahaan di Jepang. Komoditas lokal Bantaeng lainnya, biji kapuk dan tongkol jagung, telah dipasarkan ke Korea Selatan. Dengan semakin meningkatnya ekspor komoditas lokal ke mancanegara, pertumbuhan ekonomi Bantaeng pada Desember 2011 telah meningkat menjadi 8 persen dari 5 persen di tahun 2008.

Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan –

Produk Lokal, Produk Unggulan

Anggota Masyarakat Buton – Membebaskan Terumbu Karang dari Bom Ikan

Saidah adalah seorang ibu sederhana bertubuh kecil namun memiliki semangat yang besar. Baginya laut adalah rumah yang harus dijaga, sama seperti ia memelihara dan mencintai rumahnya. Setiap hari Saidah menghabiskan hampir setengah hari menjaring ikan di laut. Prihatin melihat laut yang rusak akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bom, Saidah terpanggil melibatkan diri dalam Kelompok Tani Kaumu Bangkit dan Tim Kerja Kesadadaran Kritis PSDA Desa Langkomu, Kecamatan Mawasangka Tengah, Kabupaten Buton. Saidah aktif menjaga laut sejak dua tahun lalu dan telah menyadarkan 13 pelaku pengrusakan laut (pembom ikan, pengguna racun, hingga penggunaan pupuk untuk rumput laut). Bahkan seorang warga mantan pelaku bom ikan telah bergabung bersama Saidah untuk menjaga laut dan hutan mangrove dari para perusak lingkungan.

Page 34: Festival Forum KTI VI - 2012

Ir. Tri Rismaharini adalah walikota wanita pertama Surabaya dan mulai menjabat sejak Juni 2010. Sebelum menjadi walikota, Risma adalah Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya. Sejak menjabat sebagai Walikota, wajah kesan Surabaya yang sumpek dan garang lenyap sudah. Surabaya menjadi lebih asri, segar, dan hijau. Beberapa taman kota yang dibangun ibu Tri Risma menggunakan konsep all-in-one entertainment park. Sebut saja Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo. Pedestrian yang nyaman dan modern juga dibangun bagi pejalan kaki. Tri Rismaharini adalah salah satu pendorong utama masyarakat Surabaya dalam meraih predikat Kota Terbersih untuk tingkat nasional kategori Kota Metropolitan. Surabaya kini sangat layak mendapat julukan “Kota Sejuta Taman” karena tanah kosong yang dulu terabaikan telah menjadi taman yang nyaman.

Walikota Surabaya – Mewujudkan Mimpi Surabaya Kota Nyaman dengan Sejuta Taman

William Ingram adalah pendiri Threads of Life, sebuah usaha fair-trade berbasis di Bali, dan Direktur dari organisasi mitranya, Yayasan Pecinta Budaya Bebali. William Ingram memiliki pengalaman 15 tahun bekerja dengan penenun tradisional di berbagai komunitas di Indonesia. Ia mulai menciptakan sebuah model bagaimana sebuah usaha dapat memiliki misi sosial dan model ini telah berhasil diterapkan oeh 1.000 penenun dan keluarganya di 36 koperasi di 11 pulau. Lahir di Inggris dan terlatih sebagai seorang ahli matematika, William menghabiskan hidupnya di Asia, pertama di Jepang, sekarang di Indonesia. Ia juga adalah penulis buku A Little Bit One O'clock: Living with a Balinese Family.

Pendiri Yayasan Pecinta Budaya Bebali (YPBB) –

Pentingnya Seni dan Budaya untuk Pembangunan Berkelanjutan

Page 35: Festival Forum KTI VI - 2012

Rahman adalah Direktur Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya, sebuah lembaga yang bertujuan mendorong generasi muda mantan pengguna narkoba dan orang-orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) untuk keluar dari keterpurukan dan kembali aktif bahkan mengukir prestasi. Bersama Farid Satria dan teman-teman di Perkumpulan Korban Napza Makassar, Rahman membentuk Tim Pagolo Sulsel yang meraih juara ketiga di Liga Perubahan, sebuah liga street soccer yang diadakan di Bandung awal tahun 2012 bagi orang-orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), pengguna Napza, dan penduduk miskin kota. Rahman saat ini aktif mendorong perlunya pendekatan baru bagi komunitas ODHA dan generasi muda mantan pengguna NAPZA; sebuah pendekatan yang mengapresiasi dan membuka peluang bagi mereka untuk berprestasi. Ia aktif memperkenalkan berbagi prestasi yang diukir oleh mantan pengguna narkoba dan ODHA kepada masyarakat luas agar imej monster dan momok menakutkan tidak lagi melekat dan melemahkan semangat.

Sepak Bola Mengangkat Prestasi Generasi Muda Mantan Pengguna Narkoba dan yang Hidup dengan HIV/AIDS

aleri Informasi telah menjadi bagian dari pertemuan Forum KTI sejak tahun 2004 dan selalu tampil dengan keunikan yang mendorong peserta pameran dan pengunjung untuk bertukar pengetahuan. Selain terbuka

bagi Peserta Festival Forum KTI, Galeri Informasi juga dihadiri masyarakat umum yang ingin mengetahui perkembangan pembangunan di KTI.

Galeri Informasi menyajikan berbagai program inovatif dalam bentuk poster, foto, infographis, dan banner. Anda dapat menemukan informasi berbagai program di Kawasan Timur Indonesia termasuk program pembangunan kolaboratif. Anda pun dapat berdiskusi langsung dengan praktisi tentang hasil dan manfaat yang paling membanggakan dari program-program tersebut. Ini adalah kesempatan emas untuk melakukan perluasan dampak, berbagi tips untuk mereplikasi program dan menciptakan inovasi baru.

Page 36: Festival Forum KTI VI - 2012

Di area pameran akan disediakan area lounge yang dilengkapi dengan sofa yang nyaman untuk berdiskusi antara pengunjung dan peserta. Creative Lounge dalam area Galeri Informasi meng-hadirkan suasana ke-keluargaan yang kental. Kopi khas Tana Toraja kami sediakan bagi Anda di area Creative Lounge agar turut merasakan hangatnya bertukar informasi yang membangun layaknya sebuah keluarga.

Kami menyediakan photo booth bagi Anda yang ingin mengabadikan kehadiran Anda di Festival Forum KTI atau mengabadikan pertemuan dengan mitra baru, relasi baru, dan inspirasi Anda di area Galeri Informasi.

emeriahan pembangunan dan berbagai insipirasi di dalamnya, tidak seharus-nya dirajut terpisah dari

rakyat. Setuju? Dan masyarakat Kota Palu adalah bagian penting dalam rajutan insipirasi pem-bangunan di Sulawesi Tengah.

Pesta Rakyat diadakan pada malam hari terakhir Festival Forum KTI VI. Ini adalah ajang yang mementaskan budaya Kawasan Timur Indonesia, terutama dari daerah Sulawesi Tengah. Kuliner lokal, seperti kaledo dan penganan-penganan khas setempat, melengkapi kemeriahan dan keakraban Pesta Rakyat di Anjungan Pantai Talise Kota Palu.

Pesta Rakyat ini bertujuan agar masyarakat kota Palu khususnya merekam kebanggaan dan semangat untuk terus berkarya membangun daerah. Panggung Pesta Rakyat adalah gambaran dari kemampuan masyarakat Sulawesi Tengah,

Berbagi inspirasi adalah cara terbaik untuk maju bersama. Sebagai bagian dari keluarga besar Forum KTI, Anda juga dapat berbagi inspirasi pribadi Anda di Inspiration Corner.

Kami mengucapkan terimakasih pada se luruh peser ta Ga ler i Informasi: Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kota Palu, AIPD-Australian Aid, PEACH-The World Bank, The Asia Foundation ( TA F ) , J a p a n I n t e r n a t i o n a l Cooperation Agency (JICA), USAID, PNPM Support Facility (PSF), BaKTI, OXFAM, Pemerintah Kabupatan Halmahera Selatan (Malaria Centre) dan Burung Indonesia. membangun diri lewat seni dan

budaya. Tari Lumense dari Poso dan Tari Peule Cinde adalah sambutan yang akan menemani peserta melewati malam di Anjungan Talise.

Bukan hanya kemampuan membangun diri atas nilai-nilai tradisi, tapi bagaimana sebagai masyarakat, orang Sulawesi Tengah tidak patah oleh berbagai krisis yang melanda, dan menjadi pemenang. Tari Morego adalah tarian yang menggambarkan kemenangan para pahlawan pulang dari medan pertempuran.

Bukankah seni dan budaya sesungguhnya bukan hanya Tari dan Musik Tradisi?

Di Pesta Rakyat, Festival Forum KTI VI, hal-hal yang tersimpan dalam t u t u r a n t e n t a n g m a s a l a l u , menghadirkan diri di kekinian. Bukan hanya tari tradisional, tapi juga ekspresi kreatif lain akan ditampilkan. Pembacaan karya sastra, pertunjukan musik, film, dan monolog.

Page 37: Festival Forum KTI VI - 2012

DENAH SWISS BELHOTEL PALUDAN LOKASI KEGIATAN

FORUM KTI VILuas dan Populasi

Sulawesi Tengah terletak diantara 222 Lintang Utara dan 348 Lintang Selatan, serta 1122 dan 124 22 Bujur Timur. Sedangkan luas wilayah darat Provinsi Sulawesi Tengah adalah 68.033 km2 yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta kepulauan Togian di kepulauan di teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai kepulauan di Teluk Tolo. Luas wilayah laut mencapai 189.480 km2.

Page 38: Festival Forum KTI VI - 2012

Batas-batas wilayah :

Sebelah Utara : Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo.Sebelah Timur : Provinsi Maluku.Sebelah Selatan : Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara.Sebelah Barat : Selat Makassar.

Pada umumnya keadaan alam di wilayah Sulawesi Tengah, tidak jauh berbeda dengan wilayah lainnya di P u l a u S u l a w e s i . B e n t a n g a n pegunungan dan dataran tinggi mendominasi permukaan tanah di propinsi ini. Provinsi ini juga memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna unik sekaligus menjadi obyek penelitian bagi para ilmuwan.

Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan dibelah dua oleh Sungai Palu yang membujur dari lembah palu dan bermuara di laut.

Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS, jumlah p e n d u d u k S u l a w e s i Te n g a h 2.875.000 jiwa sesuai sensus penduduk tahun 2007.

Sulawesi Tengah didiami oleh 12 etnis atau suku yaitu; Etnis Kaili di Kabupaten Donggala, Kota Palu dan s e b a g i a n K a b u p a t e n p a r i n g i Moutong; Etnis Kulawi di Kabupaten Donggala; Etnis Lore dan Etnis Pamona di Kabupaten Poso; Etnis

Mori dan Etnis Bungku di Kabupaten Morowali ; Etnis Saluan, Etnis Balantak dan Etnis Banggai di Kabupaten Banggai; Etnis Buol di Kabupaten Buol; Etnis Tolitoli di Kabupaten Tolitoli.

Ada beberapa suku terasing yang hidup di daerah pengunungan, antara lain Suku Dala di Kabupaten Donggala, Suku Wana di Kabupaten Monowali, Suku Sea-Sea di Kabupaten Banggai dan Suku Daya di Kabupaten Buol dan Toli-toli. Selain penduduk asli ada pula etnis lain dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur serta Bugis dan Makasar yang sejak lama menetap dan membaur dengan masyarat setempat.

Komoditas Unggulan

Perkembangan sektor pertanian di Sulawesi Tengah cukup dominan. Produksi tanaman pangan seperti beras, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan ubi jalar dapat dipenuhi dan diproduksi sendiri, hanya beberapa komoditi dari daerah lain sebagai tambahan. Beberapa komoditas unggulan di Sulawesi Tengah adalah biji kakao, Kelapa Sawit, dan Karet.

Luas perairan yang cukup besar m e m b u a t S u l a w e s i Te n g a h menciptakan industri berbasis perikanan yang terus bertumbuh. Potensi unggulan yang dimiliki dari sektor perikanan dan kelautan antara lain udang, tuna, cakalang, kerapu, teripang, lajang dan rumput laut.

Provinsi Sulawesi Tengah juga memiliki sumber daya bahan galian dan mineral, antara lain mineral logam

industri dan bahan bangunan serta bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak. Sumber daya tersebut antara lain minyak, gas bumi, batu bara dan nikel. Kemudian sumber daya lainnya adalah emas, molibdenum, chronit, tembaga, granit, marmer, pasir kuarsa, pasir besi dan belerang.

Untuk sektor peternakan, Sulawesi Tengah memiliki areal padang rumput dan semak belukar yang sangat cocok sebagai areal peternakan. Potensi unggulan dari sektor peternakan ini adalah sapi. Sampai dengan saat ini peternakan sapi mencapai 189.145 ekor yang dapat memproduksi daging sebanyak 2.988,17 ton.

Keunikan

Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar beragama Islam dengan persentase 72,36%, pemeluk agama Kristen 24,51%, serta pemeluk agama Hindu dan Budha mencapai 3,13%.

Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun menurun. Banyak kelompok etnis membuat banyak perbedaan dan kekhasan. Mereka yang tinggal di Pantai Barat Kabupaten Donggala b a n y a k b e r c a m p u r d e n g a n masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan.

Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan

t e r d a p a t d i D o n g g a l a Ko d i , Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Masih banyak ditemukan sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang.

Sementara masyarakat pe-g u n u n g a n m e m i l i k i b u d a y a tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian tidak semua mirip dengan Budaya Toraja. Ciri khas mereka adalah menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan.

Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau u p a c a r a , s e d a n g k a n t a m b i merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut gampiri.

Ada juga Buya atau sarung s e p e r t i m o d e l E ro p a h i n g g a sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga b a h u , m a h ko t a ke p a l a y a n g berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.

Page 39: Festival Forum KTI VI - 2012

Masyarakat Sulawesi Tengah

memiliki kesenian tradisional yang beragam antara daerah satu dengan lainnya, antara lain alat musik Tradisional seperti Suling, Gendang, Gong, Kakula, serta Lalove. Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, Kabupaten Poso, dan masyarakat Kulawi Kabupaten Donggala. Beberapa kesenian yang sampai sekarang masih digemari masyarakat, dan diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu misalnya: Modero, Vaino, Dadendate, Kakula, Lumense dan Peule Cinde, Mamosa, Morego, Pajoge, dan Balia.

Untuk menyaksikan sebagian atraksi budaya di Sulawesi Tengah dapat dijumpai di Festival Danau Poso yang diselenggarakan pada bulan Agustus setiap tahunnya.

Flora dan Fauna

Binatang khas Pulau Sulawesi adalah Anoa yang mirip seperti Babi Rusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring di mulutnya. Ada juga Tersier, Monyet Tanlena Sulawesi; Kuskus Marsupial Sulawesi yang berwarna-warni dan merupakan jenis

binatang berkantong, serta Burung Maleo yang bertelur pada pasir yang panas. Terdapat 127 jenis hewan yang ada di daerah ini. Selain itu, terdapat 227 jenis burung dimana 77 jenis merupakan endemik Sulawesi antara lain; Allo atau Rangkong (Rhyceras cassidix), Maleo (Macrocephalon maleo) yang menjadi simbol Fauna Sulawesi Tengah, serta kupu-kupu berwarna biru (Papilo Blumei).

Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh Kayu Agatis yang berbeda dengan Sunda Besar, didominasi oleh Pinang-Pinangan (Spesies Rhododendron), Damar (Aghatis Damara), Leda (Eucal iptus deglupta) , Wanga (Figaletta Filaris) dan Kayu itam (Dyosphiros celebica) yang popular dengan nama Kayu Eboni.

Hampir sebagian besar flora dan fauna tersebut ada di Taman Nasional Lore Lindu. Taman ini merupakan salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Taman Nasional Lore Lindu terletak sekitar 60 kilometer Selatan kota Palu. Luas Taman Nasional 217,991 hektar dengan ketinggian bervariasi antara 200 sampai dengan 2,610 meter diatas permukaan laut.

Luas dan Populasi

Pa lu ada lah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota provinsi S u l awe s i Te n g a h , I n d o n e s i a . Koordinat Kota Palu adalah 0°54′ LS 119°50′ BT. Ibukota Sulawesi Tengah ini memiliki jumlah penduduk 282.500 jiwa.

Kota Palu dibagi dalam 8 Kecamatan dan 45 Kelurahan sebagai berikut: Palu Barat, Palu Selatan, Palu Timur, Palu Utara, Mantikulore, Ulujadi, Tatanga dan Tawaili. Kota Palu dengan wilayah seluas 395,06 kilometer persegi.

Batas-batas administrasi Kota Palu adalah sebagai berikut :Utara : Kabupaten Donggala;Selatan : Kabupaten Sigi;Barat : Kabupaten Donggala;Timur : K a b u p a t e n D o n g g a l a d a n Kabupaten Parigi Moutong.

Walikota Palu sekarang adalah Bapak Rusdi Mastura menggantikan Walikota Palu terlebih dahulu yaitu Bapak H.Suardin Suebo, SE.

Kota Palu mempunyai sebuah bandara nasional, yaitu Bandara Mutiara.

Transportasi

AngkotDi kota Palu terdapat sekitar 800 bus mini atau juga dikenal dengan sebutan angkot yang menjadi komuter utama di kota ini. Biaya Rp.

Page 40: Festival Forum KTI VI - 2012

2.500,- untuk orang dewasa dan Rp. 1.000,- untuk pelajar. Uniknya, meskipun trayek angkot telah ditetapkan, setiap angkot dapat saja mengantar penumpang ke mana saja sepanjang sopir angkot berkenan. Satu hal lagi yang unik adalah angkot tersebut disebut sebagai "Taksi" oleh penduduk setempat. warna angkot di Kota Palu hanya 1, yaitu warna biru tua.

Taksi Penduduk setempat menggunakan kata "argo" untuk menyebut transportasi ini, mengacu pada argometer yang melengkapi setiap taksi.

Keunikan

“Belum ke Kota Palu kalo belum mencicipi Kaledo" istilah tersebut sering diucapkan untuk orang yang pertama kali ke Kota Palu. Kaledo ini konon singkatan dari Kaki Lembu Donggala, nama sebuah kabupaten di Sulawesi Tengah. Wujudnya tampak seperti sop daging biasa, tapi ketika menikmati rasa dari kuahnya, rasanya luar biasa. Ada rasa asam berpadu dengan pedas yang benar-benar menggoda lidah. Rasa asam didapat dari bumbu asam dan pedasnya didapat dari cabe rawit kering yang ditumbuk hingga menyatu dengan kuahnya. Daging sapinya pun cukup lembut. Pada umumnya kaledo ini tidak dimakan dengan nasi tapi dengan singkong.

Ada beberapa penjaja Kaledo di kota Palu, dan hanya buka dari pagi sampai siang hari. Salah satu tempat rekomendasi untuk menikmati

makanan ini adalah di RM Abadi, Jl Diponegoro.

Selain Kaledo, ada beberapa makanan khas Kota Palu yang bisa dinikmati. Ada makanan yang bernama Uvenpoi, sejenis kuah asam dari tulang sapi yang dihidangkan dengan Burasa, yaitu nasi santan yang dimasak dalam daun pisang. Uvenpoi banyak dipengaruhi oleh masakan khas Gorontalo & Sulawesi Setalan. Makanan lain yang juga terkenal di Palu adalah Uta Dada, sejenis opor ayam, yang enak dimakan untuk makan siang.

Bila ingin menikmati makanan khas lainnya, datanglah ke Pantai Talise. Tempat tempat makan disana menyajikan beberapa makanan laut yang khas seperti Kepiting Saos Pedas, Cumi Saos Pedas yang disajikan di atas daun pisang muda, dan Ikan Bakar Sunu Rica Rica. Sedangkan di malam hari, aneka makanan khas Sulawesi Tengah, Utara dan Selatan, seperti pisang ijo, gulai kepala ikan yang disajikan dengan sambal mangga muda, ikan masak pallumara, ayam bakar rica rica, nasi goreng darisa dapat dinikmati di tempat ini.

Yang terakhir, panganan khas Sulawesi Tengah adalah bawang goreng. Bawang goreng ini menjadi khas karena bahan baku bawang yang wangi dan gurih hanya dapat tumbuh di tanah Kota Palu dan konon tidak bisa tumbuh di tempat di Indonesia, bahkan di kota lain di Provinsi Sulawesi Tengah.

Landmark

Jembatan Palu atau Jembatan Ponule le atau ser ing d isebut Jembatan Kuning merupakan sebuah jembatan yang terletak di Kota Palu, S u l a we s i Te n g a h , I n d o n e s i a . Jembatan ini diresmikan pada Mei 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Y u d h o y o n o . J e m b a t a n i n i membentang di atas Teluk Talise dan berada di kelurahan Besusu dan Lere, yang menghubungkan kecamatan Palu Timur dan Palu Barat. Jembatan kuning ini merupakan jembatan lengkung pertama di Indonesia dan ketiga di dunia setelah Jepang dan Perancis.

Kemudian Tugu Kuda Talise. Dari tempat ini, beberapa tempat strategis dengan mudah dapat dijangkau seperti Pantai Talise, Hotel Palu Golden dan Rumah Sakit Undata.

Berikutnya Lapangan Vatulemo. Lapangan ini terletak di depan Kantor Walikota Palu. Lapangan ini biasa digunakan untuk event-event besar, baik konser, kampanye, perayaan ke a g a m a a n , d a n j u g a p a s a r ramadhan.

Page 41: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 42: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 43: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 44: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 45: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 46: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 47: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 48: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 49: Festival Forum KTI VI - 2012
Page 50: Festival Forum KTI VI - 2012

Ketua Panitia Ita Ibnu

Acara dan Artistik · Zusanna Gosal· Mila Shwaiko· Victoria Ngantung · Luna Vidya· Akram Zakaria

PRODUCTION TEAM

Galeri Informasi · Sumarni Arianto· Haslinda Yusuf

Penggalangan Dana· Caroline Tupamahu· Iwan Sandiago· Sherly Heumasse

Logistik dan Administrasi· Helena Palungan - Reservasi Tiket & Transportasi · Afdhaliya Ma'rifah - Akomodasi · Ichsan Djunaed - Desainer Grafis· Stevent Febriandi - Perlengkapan · Kasih Saptaningsih - Finance