Acara I
KINETIKA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMFERMENTASI
Disusun oleh:
RezkyDwi
NIM : 09.70.0077
Kelompok A1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan rata-rata jumlah mikroba/cc dan Optical Density (OD) dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1.Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dan OD
Kelompok Perlakuan WaktuƩ MO tiap petak Rata-rata/ Ʃ MO
tiap petakRata-rata/ Ʃ MO tiap cc
OD (nm) pHTotal Asam1 2 3 4
A1Sari Apel + S.
cerevisiae
N0 11 9 15 10 11,25 4,5.107 0,52922,90
25,344
N24 41 25 18 22 26,5 10,6.107 0,26832,88
23,808
N48 53 57 62 51 55,75 22,3.107 0,55542,97
23,424
N72 60 86 82 92 80 32.107 1,04763,18
19,2
N96 208 172 244 180 201 80,4.107 1,47082,91
19,584
A2Sari Apel + S.
cerevisiae
N0 26 23 22 28 24,75 9,9.107 1,04172,95
25,436
N24 26 24 22 25 19,25 7,7.107 0,67792,88
21,312
N48 29 40 39 82 47,5 1,9.108 0,84743,01
21,696
N72 24 118 106 104 105,5 4,22.108 0,87233,16
22,08
N96 140 189 145 118 148 5,92.108 1,41373,07
20,16
A3 Sari Apel + S. cerevisiae
N0 14 17 15 14 15 6.107 0,82412,90
25,152
N24 22 50 50 56 44,5 1,78.108 0,22172,87
23,616
N48 110 122 119 117 117 4,68.108 1,0059 2,99
19,2
1
2
N72 112 103 112 104 107,75 4,31.108 1,28913,12
20,16
N96 84 62 68 74 72 2,88.108 0,93423,11
20,16
A4Sari Apel + S.
cerevisiae
N0 8 10 20 12 12,5 5.107 0,77782,96
24,96
N24 43 50 50 32 43,75 1,75.108 0,79772,88
21,12
N48 99 82 98 100 94,75 3,79.108 1,09843,04
28,8
N72 108 101 92 98 99,75 3,99.108 0,96303,21
29,76
N96 115 117 111 112 113,75 4,55.108 1,17213,24
19,2
A5Sari Apel + S.
cerevisiae
N0 23 20 21 19 20,75 8,3.107 0,91692,93
23,424
N24 42 46 52 56 49 1,96.108 0,71962,88
22,08
N48 71 78 82 74 76,25 3,05.108 0,61733,04
30,72
N72 82 103 106 115 101,5 4,06.108 1,45403,26
22,08
N96 131 207 125 154 154,25 6,17.108 1,24873,21
20,16
3
Pada Tabel 1, dapat diketahui rata-rata jumlah mikroba/cc dan nilai OD dari sari apel dari N0
hingga N96. Pada N0, dapat diketahui jika rata-rata jumlah mikroba/cc yang paling besar
didapatkan oleh kelompok A2, yaitu 9,9.107, sedangkan yang terkecil didapatkan oleh
kelompok A1, yaitu 4,5.107. Pada N24, rata-rata jumlah mikroba/cc terbanyak didapatkan oleh
kelompok A5, yaitu 1,96.108 dan yang terendah didapatkan oleh kelompok A2, yaitu 7,7.107.
Pada N48, dapat diketahui jika rata-rata jumlah mikroba/cc yang paling banyak didapatkan
oleh kelompok A3, yaitu 4,68.108 dan yang paling sedikit didapatkan oleh kelompok A2,
yaitu sebanyak 1,9.108. Pada N72, rata-rata jumlah mikroba/cc yang paling banyak didapatkan
oleh kelompok A3, yaitu sebesar 4,31.108 dan yang terkecil didapatkan oleh kelompok A1,
yaitu 32.107. Pada hari terakhir, yaitu N96, dapat diketahui jika rata-rata jumlah mikroba/cc
yang terbanyak didapatkan oleh kelompok A1, yaitu 80,4.107 dan yang paling sedikit
didapatkan oleh kelompok A3, yaitu 2,88.108. Selain mengetahui rata-rata jumlah
mikroba/cc, pada Tabel 1 juga dapat diketahui nilai OD sari apel dari N0 hingga N96. Pada N0,
OD tertinggi didapatkan oleh kelompok A2, yaitu 1,0417 dan yang terendah didapatkan oleh
kelompok A1, yaitu 0,5292. Pada N24, dapat diketahui jika nilai OD yang paling tinggi
didapatkan oleh kelompok A4, yaitu 0,7977 dan yang terendah didapatkan oleh kelompok
A3, yaitu 0,2217. Pada N48, nilai OD tertinggi didapatkan oleh kelompok A4, yaitu 10,984
dan yang terendah didapatkan oleh kelompok A1, yaitu 0,5554. Pada N72, dapat diketahui jika
nilai OD yang paling tinggi diperoleh oleh kelompok A5, yaitu 1,4540 dan yang paling
rendah diperoleh oleh kelompok A2, yaitu 0,8723. Pada hari terakhir, yaitu N96, nilai OD
tertinggi diperoleh oleh kelompok A1, yaitu sebesar 1,4708 dan yang paling kecil diperoleh
oleh kelompok A3, yaitu 0,9342. Pada hasil pengamatan untuk pengukuran pH dapat dilihat
rata-rata sari apel memiliki pH antara 2,87-3,24 (pH asam). Untuk total asam pada N0
tertinggi sebesar 25,436 (Kelompok A1) dan total asam terendah sebesar 23,424 (Kelompok
A5), pada N24 total asam tertinggi sebesar 23,808 (Kelompok A1) dan total asam terendah
sebesar 21,12 (Kelompok A4), pada N48 total asam tertinggi sebesar 30,72 (Kelompok A5)
dan total asam terendah sebesar 19,2 ( Kelompok A3), pada N72 total asam tertinggi sebesar
29,76 (Kelompok A4) dan total asam terendah sebesar 19,2 (Kelompok A1) dan pada N96
total asam tertinggi sebesar 20,16 (Kelompok A2,3,5) dan total asam terendah sebesar 19,2
(Kelompok A4).
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan percobaan tentang kinetika fermentasi dalam
produksi minuman beralkohol. Bahan utama yang akan digunakan dalam proses fermentasi
ini adalah sari apel. Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini pertama adalah mengenai
pengukuran biomassa dengan Haemacytometer, langkah kerjanya pertama 250 ml media
pertumbuhan yang telah disterilisasi disiapkan, kemudian diambil 30 ml biakan yeast yang
telah tersedia (pengambilan secara akurat menggunakan pipet ukur) dan dimasukkan ke
dalam media pertumbuhan secara aseptis dan diinkubasi pada suhu ruang (25-300C) selama 5
hari dengan perlakuan shaker atau dengan penggoyangan dan setiap 24 jam dilakukan
pengambilan sampel sebanyak 10 ml secara aseptis untuk mengetahui tingkat pertumbuhan
sel yeast. Percobaan yang kedua mengenai penentuan total asam selama fermentasi yang
dilakukan menggunakan metode titrasi. Sampel diambil sebanyak 10 ml dan dititrasi dengan
NaOH 0,1N yang sebelumnya ditambahkan indikator pp. Titrasi dihentikan ketika larutan
sampel berubah menjadi warna merah muda. Penentuan kadar titrasi untuk menentukan total
asam didapatkan dari rumus : ml NaOH xnormalitas NaOH x 192
10 ml sampel
Pengukuran asam dilakukan bersamaan ketika sedang mengukur biomassa dan kemudian
dibuat analisis kadar total asam sitrat selama fermentasi dan hubungan total biomassa dan
kadar asam. Percobaan yang ketiga mengenai pengukuran pH, langkah pertama adalah
diambil 10 ml sampel, kemudian mengukur pH dengan menggunakan pH meter. Percobaan
yang keempat adalah penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel, kultur yeast
yang telah dibiakan diambil sebanyak 30 ml, kemudian mengukur OD (absorbansi) dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pengamatan dilakukan
selama 5 hari kemudian dibuat grafik hubungan OD dengan kepadatan sel.
Menurut Winarno et al. (1980), fermentasi adalah proses pemecahan gula menjadi alkohol
dan CO2. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme penyebab
fermentasi. Hasil fermentasi tergantung jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan
proses metabolismenya. Pada prinsipnya semua mikroorganisme menggunakan karbon
sebagai substrat utamanya baru kemudian nitrogen. Sehingga hampir semua bahan yang
mengandung C (karbon) dan N (nitrogen) dapat digunakan sebagai medium fermentasi yang
sempurna untuk menghasilkan alkohol. Proses fermentasi harus dilakukan pada kondisi yang
terkontrol, seperti asupan nutrisi yang ditambahkan, suhu dan adanya aerasi yang optimum.
5
Kondisi pertumbuhan yeast banyak dipengaruhi oleh seberapa cepat yeast berduplikat dan
seberapa banyak protein dan karbohidrat yang terakumulasi. Pertumbuhan yeast yang cepat
biasanya akan menghasilkan yeast dengan kandungan protein dan enzim yang tinggi,
kandungan karbohidrat rendah, aktivitas pertumbuhan awal yang tinggi dan rendahnya
stabilitas. Fermentasi pada saat praktikum ini dilakukan dengan proses batch, yaitu yang
menurut Sumarni (1984) merupakan proses di mana tidak terjadi penambahan nutrien selama
inokulasi substrat sehingga substrat tidak tampak segar lagi. Proses ini menurut Chu (2007)
bisa digolongkan sebagai produksi yeast, sebab terjadi penumbuhan sejumlah yeast sehat
dengan suplai nutrisi yang cukup. Sari apel mengandung nutrien yang dapat menyediakan
karbon dan energi yang penting untuk pertumbuhan baker’s yeast. Hal ini tampak dari adanya
pertumbuhan baker’s yeast, yaitu ditunjukkan adanya peningkatan jumlah yeast setiap hari
(Peppler & Perlman, 1979). Pengamatan dilakukan pada saat proses fermentasi mencapai jam
ke-0 (hari ke-1), jam ke-24 (hari ke-2), jam ke-48 (hari ke-3), jam ke-72 (hari ke-4), dan jam
ke 96 (hari ke-5).
Gambar 1. Pengukuran Haemocytometer hari-0
Gambar 2. Pengukuran Haemocytometer hari-1
6
Gambar 3. Pengukuran Haemocytometer hari-2
Gambar 4. Pengukuran Haemocytometer hari-3
Gambar 4. Pengukuran Haemocytometer hari-4
Baker’s yeast dihasilkan dari spesies dari yeast yaitu Saccaromyces cereviseae.
Saccharomyces cereviseaeadalah spesies yeast yang dikomersialkan dan sering disebut
sebagai baker’s yeast. Jenis yeast ini biasa ditumbuhkan dalam suatu fermentasi aerobik
dengan metode fed batch dengan pH lingkungan optimal antara 4-5 (Rehm & Reed, 1983).
Yeast ini dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu memecah bahan
pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2 (Gaman & Sherrington, 1994).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan
kapang, yaitu suhu optimumnya 25-30oC dan suhu maksimumnya 37-47oC (Fardiaz, 1992).
Oleh karena itu, untuk memaksimalkan pertumbuhan Saccharomyces cereviceae maka
inkubasi pada praktikum ini dilakukan pada suhu ruang. Penumbuhan yeast pada cider apel
dalam praktikum ini menggunakan sistem batch. Menurut Stanburry & Whitaker(1984),
sistem batch atau kultur merupakan sistem kultur tertutup yang berisi nutrient dalam jumlah
terbatas. Fermentasi dari baker’s yeast akan dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi sumber
7
karbon, oksigen yang terlarut saat proses agitasi, pH dan suhu. Faktor ini juga akan sangat
mempengaruhi pertumbuhan dari yeast itu sendiri (Bhushan & Joshi, 2006).
Yeast merupakan mikroorganisme yang bersifat aerob, dan tumbuh baik pada kondisi aerob,
maka penambahan oksigen akan memberi keuntungan pada proses tumbuhnya sel yeast.
Yeast akan tumbuh secara optimal pada keadaan aerob sehingga jumlah yeast akan lebih
banyak. Namun jika perlakuan penggoyangan terlalu besar intensitasnya, maka proses
respirasi juga akan meningkat, yang berakibat pada peningkatkan produksi gas CO2 dan
menurunkan produksi O2. Sehingga perlakuan inkubasi dalam shaker incubator harus
dilakukan seoptimal mungkin, agar efek pertumbuhan yang positif benar - benar dapat
terpenuhi. Perlakuan shaker merupakan perlakuan dimana erlenmeyer yang sudah diberi
kultur diletakkan di suatu alat bernama shaker incubator, dimana alat tersebut akan bergerak
secara perlahan dan teratur, sehingga erlenmeyer yang diletakkan diatasnya akan ikut
terkocok. Fungsi pengocokan ini adalah agar kultur tersebar secara merata pada media dan
memberi suplai oksigen pada kultur yeast. Adanya gerakan berputar pada shaker
menyebabkan media bergolak sehingga terjadi aerasi. Perlakuan shaker pada praktikum ini
sudah sesuai dengan teori yang disebutkan diatas serta sesuai dengan pernyataan Matz (1992)
yang mengatakan bahwa pengadukan ini berfungsi dalam menunjang pertumbuhan biakan
pada media. Pengadukan menggunakan shaker juga bertujuan untuk mensuplai oksigen pada
media dan dalam penggunaannya dengan sumber karbon untuk membantu pertumbuhan
mikrobia secara aerobik ( Said, 1987).
Setelah terjadi proses fermentasi, maka akan dilakukan proses pengamatan yang dilakukan
setiap 24 jam sekali selama 5 hari. Proses pengamatan ini dilakukan dengan meneteskan sari
apel yang sudah diberi kultur pada plat haemocytometer dan diletakkan di mikroskop.
Kemudian jumlah biomassa yang dihitung hanyalah yang berasal dari empat kotak di bagian
tengah plat haemocytometer dan dihitung dengan menggunakan bantuan alat handcounter.
Selain dilakukan pengamatan tingkat kepadatan, dilakukan pula penentuan hubungan
absorbansi dengan tingkat kepadatan sel, dimana pada perlakuan ini digunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pada praktikum ini penghitungan jumlah
yeast yang tumbuh dengan menggunakan alat Haemacytometer. Menurut Chen & Pei (2011),
haemocytometer memiliki dua bagian ruang dimana setiap ruangnya memiliki garis
mikroskopis yang sudah tergores di permukaan kacanya. Alat ni dibuat dengan sangat teliti
sehingga lebar dan kedalaman garis yang ada sudah diketahui dengan pasti. Hal ini akan
membantu dalam perhitungan jumlah sel atau partikel yang ada dalam cairan. Setiap bagian
pada haemocytometer terbagi dalam 9 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis disetiap
8
sisinya dan di dalam kotak tersebut terdapat kotak kecil yang dibatasi dengan 1 garis
sebanyak 16 buah. Jumlah sel yang dihitung merupakan jumlah sel yang terdapat dalam 4
kotak besar yang saling berdekatan.
0
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
700000000
800000000
900000000
N0 N24 N48 N72 N96
Jum
lah
Se
l
Waktu
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dengan Waktu
Berdasarkan Gambar 1. dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dengan waktu yang rata-rata
menunjukkan hasil yang mirip kecuali pada kelompok A1. Pada kelompok A1 jumlah sel
mengalami peningkatan mulai dari N0 sampai N96 dan peningkatan yang paling tajam ada
pada N72. Pada kelompok A2 juga mengalami peningkatan jumlah sel seiring dengan
bertambahnya waktu hanya saja pada N72 jumlah sel tidak terlalu meningkat tajam seperti
jumlah sel N72 pada kelompok A1. Pada kelompok A3 jumlah sel dari N0 sampai N48
mengalami peningkatan jumlah sel namun sampai pada N96 jumlah sel mengalami penurunan.
Pada kelompok A4 jumlah sel mengalami peningkatan dari N0 sampai N96 hanya saja tidak
terlihat peningkatan yang tajam pada kelompok ini. Pada kelompok A5 jumlah sel yang
terbaca meningkat setiap waktu tanpa adanya penurunan dari N0 sampai N96.
Pada praktikum yang dilakukan terdapat perbedaan pertumbuhan yeast yang nampak
berbeda-beda antar kelompok, dimana hal ini dapat disebabkan karena perbedaan lamanya
fase log. Dari data yang didapatkan, dapat dilihat bahwa secara umum ada peningkatan
jumlah Saccharomyces cereviseae seiring dengan bertambahnya hari, dimana hal ini sesuai
dengan jurnal (Thirumavalavan, 2008), yang menyatakan bahwa pada kondisi yang sesuai,
suatu mikroorganisme yang dibiakan akan dapat tumbuh selama masih ada bahan makanan
atau nutrien. Setelah itu akan terjadi tahap penurunan pertumbuhan Saccharomyces
9
cereviseae karena semakin menurun pula jumlah makanan atau nutrien yang tersedia. Salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan yeast adalah substrat yang digunakan
untuk pertumbuhannya, terutama bagaimana dan gula apa yang digunakan. Masing-masing
strains memiliki karakteristik yang berbeda-beda, di mana meliputi seberapa toleran mereka
terhadap gula dan seberapa cepat mereka tumbuh, apalagi yeast membutuhkan kelembaban,
makanan dan kehangatan untuk pertumbuhannya. Dapat dilihat pula pada grafik tidak semua
jumlah sel mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu, beberapa ada yang
mengalami penurunan jumlah sel dikarenakan yeast mengalami fase stasioner. Hal ini
didukung dengan pendapat Stanburry & Whitaker (1984) mengatakan bahwa akhir dari fase
ini adalah fase kematian, di mana mikroorganisme yang ada akan semakin menurun
jumlahnya, tetapi tidak akan mencapai nol.
Penurunan jumlah yeast juga dapat terjadi karena fermentasi baru mencapai tahap adaptasi.
Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Fardiaz (1992), hal ini dikarenakan belum terjadi
pembelahan sel karena beberapa enzim belum tersintesis. Lamanya fase ini bervariasi
tergantung pada medium, lingkungan pertumbuhan dan jumlah inokulum. Selain itu jumlah
inokulum yang ditambahkan kurang banyak, sehingga fase adaptasi menjadi lambat.
Didapatinya hasil yang berbeda selama praktikum ini juga dapat dikarenakan kesalahan dari
praktikan sendiri, yaitu kurang teliti dalam menghitung menggunakan Haemacytometer atau
dapat juga disebabkan karena kurang aseptis saat menambahkan yeast sehingga dapat
menyebabkan kompetisi dengan mikroorganisme lain yang mengkontaminasi substrat. Bisa
juga dikarenakan kurang jelasnya batasan ciri-ciri pertumbuhan antara bakteri dan yeast pada
media padat ataupun karena kesalahan menghitung. Faktor – faktor yang menyebabkan
kesalahan dalam Haemacytometer antara lain:
Suspensi yang tidak seragam
Volume dari suspensi sel yang ditempatkan dalam ruang (chamber) mewakili sampel acak.
Penghitungan tidak akan tepat jika sel tidak tersebar secara merata dan membentuk
gumpalan. Distribusi suspensi sel tergantung dari jumlah partikel massa. Oleh karena itu
kumpulan sel (cell clumps) akan terdistribusi pada tempat yang sama sebagai sel tunggal. Hal
ini akan mempengaruhi hasil akhir. Hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan
pencampuran pada suspensi sel sebelum dilakukan pengambilan sampel.
Adanya sel yang berada dalam garis perbatasan
Apabila sel ada berada dalam garis perbatasan (antara chamber satu dengan yang lain) sulit
untuk ditentukan apakah sel ini masuk atau tidak dalam perhitungan. Hal ini dapat
mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh
10
Tidak bersihnya chamber (ruang untuk menghitung jumlah sel)
Chamber harus dalam keadaan bersih, selain itu pipet Pasteur yang digunakan untuk
mengambil suspensi sel yang nantinya diletakkan adlam chamber juga harus dalam keadaan
bersih. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sterilisasi (panas kering). Untuk
chamber dan kaca penutup dapat dibersihkan dengan menggunakan air lalu dilanjutkan
dengan etanol.
0,0000
0,2000
0,4000
0,6000
0,8000
1,0000
1,2000
1,4000
1,6000
N0 N24 N48 N72 N96
OD
Waktu
Grafik Hubungan OD dengan Waktu
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 2. Grafik Hubungan antara OD (absorbansi) dengan Waktu
Berdasarkan Gambar 2. dapat diketahui hubungan antara absorbansi dan waktu untuk setiap
kelompok berbeda-beda. Rata-rata di masing-masing kelompok mendapatkan hasil
absorbansi yang fluktuatif seiring dengan bertambahnya waktu. Pada kelompok A1
absorbansi mengalami peningkatan yang tajam setelah N24. Pada kelompok A2 , absorbansi
mengalami penurunan pada N0 ke N24 kemudian meningkat sedikit demi sedikit sampai N72
dan mengalami peningkatan absorbansi yang cukup tajam pada N96. Pada kelompok A3,
absorbansi mengalami peningkatan yang tajam pada N24 sampai N72 kemudian absorbansi
menurun pada N96. Pada kelompok A4 tidak terlalu memperlihatkan peningkatan maupun
penurunan absorbansi yang drastis. Pada kelompok A5, absorbansi menurun pada N0 sampai
N48 kemudian mengalami peningkatan yang tajam pada N72.
11
0100000000200000000300000000400000000500000000600000000700000000800000000900000000
0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000
Jum
lah
Sel
OD
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 3. Grafik Hubungan OD (absorbansi) dengan Jumlah Sel
Semakin lama waktu fermentasi pada praktikum yang dilakukan, secara umum didapati hasil
optical density yang meningkat hingga hari ke dua, kemudian mengalami penurunan hingga
hari ke 4, lalu mengalami kenaikan lagi hingga hari ke 5. Pada saat terjadi peningkatan
tersebut dapat dikarenakan adanya peningkatan jumlah biomassa yeast yang terhitung,
sehingga tentunya akan menyebabkan larutan sari apel menjadi lebih pekat sehingga nilai
absorbansinya pun juga mengalami peningkatan. Sedangkan saat mengalami penurunan
optical density dapat disebabkan karena pada saat itu jumlah biomassa yang terukur juga
sedang mengalami penurunan. Dengan menurunnya jumlah yeast dalam larutan sari apel
tersebut, hal itu juga berarti bahwa kepekatan larutan sari apel tersebut juga mengalami
penurunan. Dengan berkurangnya kepekatan sari apel, maka nilai optical density yang
terbentuk juga menjadi mengalami penurunan karena semakin mudah larutan tersebut untuk
ditembus oleh panjang gelombang yang digunakan. Kemudian pada hari setelahnya
dilakukan pengamatan lagi dan didapati nilai optical density mengalami peningkatan lagi. Hal
ini dapat disebabkan oleh jumlah yeast yang meningkat lagi (Potter & Hotchkiss,1996).
Peningkatan jumlah yeast ini dapat dikarenakan terbatasnya jumlah media yang digunakan,
sehingga ketika media tidak tersedia lagi akan terjadi kematian yeast yang mengakibatkan
jumlahnya menurun. Yeast yang mati ini kemudian dapat menjadi sumber nutrisi baru bagi
yeast yang masih bertahan (Stanburry & Whitaker, 1984). Dengan adanya peningkatan
jumlah biomassa yeast ini maka tentunya akan menyebabkan nilai optical density ini
mengalami peningkatan lagi karena meningkat pula kekeruhan atau kepekatan dari sari apel
12
yang diuji. Dengan meningkatnya kembali jumlah biomassa yeast dalam larutan sari apel
yang diuji maka akan semakin sulit sari apel tersebut untuk ditembus oleh panjang
gelombang yang digunakan.
Menurut pernyataan Palmer (1991), penyerapan cahaya dalam larutan sampel oleh substansi
dihubungkan dengan absorbansi dan konsentrasinya. Substrat akan menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu dan kemudian reaksinya akan dapat diikuti dengan adanya
perubahan absorbansi pada panjang gelombang tersebut. Bila suatu larutan mendapat radiasi
sinar polikromatik, maka sinar dengan panjang gelombang tertentu akan diserap sedangkan
lainnya diteruskan melalui larutan tersebut (Petrucci & Suminar, 1992). Perbandingan antara
intensitas sinar yang diserap dan sinar yang diteruskan oleh suatu larutan dinyatakan sebagai
absorbansi (Daintith, 1992). Untuk analisa ini digunakan kuvet yang masih baik, tidak kotor
maupun tergores karena kuvet yang kotor ataupun tergores dapat mempengaruhi penyerapan
sinar, pembacaan, dan absorbansinya (Khopkar, 1990).
Namun juga ada beberapa kelemahan dalam pengukuran spektrometri dapat timbul dari
banyak sebab:
Kuvet yang telah kotor atau tergores
Sidik jari yang dapat menyerap radiasi ultra violet
Ukuran kuvet yang tidak seragam
Penempatan kuvet yang tidak tepat
Adanya gelembung udara / gas dalam lintasan radiasi
Panjang gelombang yang dihasilkan sudah tidak cocok dengan yang tertera pada
instrumen
Kurang teliti dalam penyiapan larutan contoh atau ketidaktetapan larutan contoh.
(Sudarmadji & Suhardi, 2000).
13
0100000000200000000300000000400000000500000000600000000700000000800000000900000000
2,8 2,9 3 3,1 3,2 3,3
Jum
lah Se
l
pH
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dengan pH
Berdasarkan Gambar 3. dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dengan pH yang rata-rata
memiliki pH antara 2,87 sampai pH 3,24. Pada kelompok A1 jumlah sel terbanyak ada pada
pH 2,9. Kelompok A2 jumlah sel terbanyak ada pada pH 3,1. Kelompok A3 jumlah sel
terbanyak ada pada pH 3. Kelompok A4 jumlah sel terbanyak ada pada pH 3,25. Kelompok
A5 jumlah sel terbanyak ada pada pH 3,2. Dari data di atas dapat diketahui bahwa cider apel
memiliki pH asam dan pada pH di bawah 3 jumlah sel yang terhitung cukup banyak. Hal ini
didukung artikel (Widiastuti, 2011) yang mengatakan bahwa pH optimal untuk pertumbuhan
yeast berkisar antara 4-4,5. Pada pH 3 atau lebih rendah lagi, maka fermentasi alkohol akan
berjalan dengan lambat. Waktu inkubasi juga mempengaruhi kadar alkohol pada cider karena
mikroorganisme membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memecah gula menjadi alkohol
(Darwis, et. al., 1995).
14
0100000000200000000300000000400000000500000000600000000700000000800000000900000000
0.000 5.000 10.00015.00020.00025.00030.00035.000
Jum
lah Se
l
Total Asam
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Jumlah Sel dan Total Asam
Berdasarkan Gambar 4. dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dengan total asam pada
masing-masing kelompok adalah beda. Total asam rata-rata dari hasil praktikum antara 19,2 –
30,72. Total asam dapat diketahui melalui rumus yang berhubungan dengan ml titrasi.
Menurut jurnal (Kwartiningsih, 2005) Vinegar merupakan salah satu produk fermentasi yang
dibuat dari sari buah apel (dimana bahan mengandung gula atau pati yang dapat menjadi
alkohol). Hasil akhir vinegar itu sendiri memiliki kadar asam asetat sebesar 4 gram/100mL,
kadar gula reduksi maksimum 50 % dan jumlah padatan total sebesar 1,6 %. Uji kualitatif
asam asetat dilakukan dengan alkalimetri yaitu dengan titrasi menggunakan larutan NaOH
dengan indicator pp. Menurut Noe et al. (2009), suhu, pH, dan nutrien terutama gula sangat
mempengaruhi pertumbuhan dari Saccharomyces cereviceae. Suhu pada proses fermentasi
cider apel akan mempengaruhi kandungan komponen volatil tertentu, khususnya etanol.
Asam laktat dan asam asetat dapat dibentuk secara langsung pada proses fermentasi dari sisa
gula sehingga dibutuhkan perhatian untuk mencegah produksi asam volatil berlebihan dalam
cider (Herrero et al., 2006).
3. KESIMPULAN
Fermentasi adalah proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2.
Fermentasi yang dilakukan pada saat praktikum yaitu menggunakan proses batch, yang
merupakan proses di mana tidak terjadi penambahan nutrien selama inokulasi substrat
sehingga substrat tidak tampak segar lagi.
Sari apel mengandung nutrien yang dapat menyediakan karbon dan energi yang penting
untuk pertumbuhan baker’s yeast.
Baker’s yeast dihasilkan dari spesies dari yeast yaitu Saccaromyces cereviseae.
Yeast akan tumbuh secara optimal pada keadaan aerob.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yeast adalah tipe dan konsentrasi sumber
karbon, oksigen yang terlarut saat proses agitasi, pH dan suhu.
Fungsi pengocokan menggunakan shaker adalah agar kultur tersebar secara merata pada
media dan memberi suplai oksigen pada kultur yeast.
Pengukuran biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan haemocytometer.
Jumlah sel/cc yang terukur akan meningkat dari hari ke-0 hingga hari tertentu dan
akhirnya mengalami penurunan yang menunjukkan sel memasuki fase kematian.
Nilai optical density diukur menggunakan spektrofotometer.
Nilai optical density yang terukur akan mengalami peningkatan dari hari ke-0 hingga hari
tertentu dan akhirnya mengalami penurunan yang menunjukkan sel memasuki fase
kematian.
Semakin banyak jumlah sel dalam media maka kekeruhannya akan meningkat.
Semakin tinggi jumlah sel/cc maka optical density akan meningkat.
pH optimal untuk pertumbuhan yeast berkisar antara 4-4,5.
Asam laktat dan asam asetat dapat dibentuk secara langsung pada proses fermentasi dari
sisa gula sehingga dibutuhkan perhatian untuk mencegah produksi asam volatil
berlebihan dalam cider.
Total asam rata-rata dari hasil praktikum antara 19,2 – 30,72.
Semarang, 27 Mei 2014 Asisten Dosen :
Rezky Dwi D. Andriani Cintya S.
09.70.0077
4. DAFTAR PUSTAKA
Bhushan, S. and V. K. Joshi.(2006). Baker’s Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace.Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.
Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang.(2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing.World Academy of Science, Engineering and Technology 58.
Chu, M. (2007). Kitchen Notes: Baker’s. http://www.cookingforengineers.com/article_ 2004.php?id=213.
Daintith, J. (1992). Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.
Darwis, Abdul Aziz, et al ., (1995). Kajian Kondisi Feremnetasi Pada Produksi Selulase Dari Limbah Kelapa Sawit (Tandan Kosong dan Sabut) Oleh Neurospora sitophila. J Teknologi Industri Pertanian Vol. 5 (3)., pp. 199-207.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Herrero, M., Garcia, L. A., and Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effects.
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Indonesia University Press. Jakarta.
Kwartiningsih, Endang & Mulyati, Nuning Sri. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas menjadi Vinegar. Teknik Kimia Fakultas Teknik UNS. Surakarta.
Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.
Noe, F. A. L, Sandi O., Amparo Q., and Eladio B. (2009).Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on the Growth Parameters of Saccharomyces cerevisiae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiologu 131, 120-127.
Palmer, T. (1991). Understanding Enzymes 3rd Edition. Ellis Horwood Limited. England.
Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.
Petrucci, R. H. & Suminar. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2, Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Potter, N. N. & J. H Hotchkiss. (1996). Food Science 3rd ed. CBS Publishers and Distributiors. New Delhi.
17
Rehm and G. Reed. (1983). Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Stanburry, P.F. and Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Sudarmadji S. & B.H. Suhardi. (2000). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sumarni. (1984). Proses Produksi PST. Skipsi Jurusan TIN. Fateta IPB. Bogor.
Thirumalavan, K. 2008. Batch Fermentation Kinetics of Pullulan from Aureobasidium pullulans Using Low Cost Substrates. Biotechnology 7 (2):317-322.
Widiastuti, Dian & Pramesti, Eska (2011). Proses Pembuatan Anggur dari Buah Rambutan. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Winarno, F.G.; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. LAMPIRAN
5.1. PerhitunganRumus Rata-rata / Ʃ tiap cc
Jumlah sel/cc= 1Volume petak
× rata−rata jumlah MO tiap petak
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3
= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc
Kelompok A1N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 11,25 = 4,5 x 107 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 26,5 = 1,06 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 55,75 = 2,23 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 80 = 3,2 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 201 = 8,04 x 108 sel/cc
Total Asam
Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192
10 ml sampel
Kelompok A1N0
Total Asam = 13,2 x 0,1 x 192
10 = 25,344 mg/ml
N24
Total Asam = 12,4 x0,1 x192
10 = 23,808 mg/ml
19
N48
Total Asam = 12,2 x 0,1 x 192
10 = 23,424 mg/ml
N72
Total Asam = 10 x 0,1 x192
10 = 19,2 mg/ml
N96
Total Asam = 10,2 x 0,1 x 192
10 = 19,584 mg/ml
5.2. Laporan Sementara
5.3 Jurnal
Top Related