Download - FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

Transcript
Page 1: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

i

Faktor-faktor Penyebab Perpecahan GMIH

( Studi Sosio Teologis Terhadap Perpecahan GMIH )

Program Studi Teologi

Tugas Akhir

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi

sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam

bidang Teologi (S.Si.Teol)

Oleh

Esterlita Jai

712012035

FAKULTAS TEOLOGI

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

Page 2: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

ii

Page 3: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

iii

Page 4: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

iv

Page 5: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

v

Page 6: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,

karena kasih anugerah-Nya yang begitu melimpah dalam kehidupan penulis.

Secara khusus, penulis mengucapkan syukur karena tuntunan dan penyertaanNya

yang tidak pernah berhenti bagi penulis selama penulis menjalani masa

pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)

hingga pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dan Tugas

Akhir dengan baik.

Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratanuntuk

mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si. Teol). Tugas Akhir ini

disusun dengan harapan karya tulis ini dapat membantu sinode GMIH

terkhususnya jemaat Imanuel Mamuya, yang mana menjadi tempat penelitian

penulis, untuk lebih memahami konflik yang terjadi di GMIH. Penulis juga

berharap Tugas Akhir ini dapat berguna di kemudian hari guna referensi atau

sekedar menambah pengetahuan jemaat mengenai konflik perpecahan GMIH.

Dalam seluruh rangkaian penulisan ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh

dari kesempurnaan sehingga diperlukan kritik dan saran agar penulis juga dapat

terus dikembangkan menjadi lebih baik.

Penulis

Page 7: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

vii

Daftar Isi

Halaman Judul ..................................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii

Pernyataan Tidak Pelagiat ................................................................................................. iii

Persetujuan Akses ............................................................................................................... iv

Pernyataan Publikasi Tugas Akhir Untuk Kepentingan Akademis ............................... v

Kata Pengantar ................................................................................................................... vi

Daftar Isi ............................................................................................................................. vii

Ucapan Terima Kasih ....................................................................................................... viii

Motto .................................................................................................................................... xi

Abstrak ................................................................................................................................ xii

1. Pendahuluan ............................................................................................................... xiii

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1-6

2. Resolusi Konflik ............................................................................................................... 7

2.1 Pengertian Konflik ......................................................................................................... 7

3. Sejarah Berdirinya Jemaat ........................................................................................... 17

4. Faktor Yang Ikut Mendukung Perpecahan Jemaat Imanuel Mamuya ................... 19

4.1 Relasi Antara Anggota Jemaat Imanuel Mamuya Pasca Perpecahan ............ 21

4.2 Hubungan Antar Gereja dan Negara dalam Hal PemerintahTobelo .............. 22

4.3 Intervensi terhadap permasalahan Gereja termasuk Universitas

Halmahera .......................................................................................................................... 23

4.4 OtoritasSinodeTerhadap Permasalahan Gereja ................................................ 23

4.5 Ada Keperhakan Jemaat Terhadap Pendeta ..................................................... 25

5. Kesimpulan ..................................................................................................................... 27

DaftarPustaka

Page 8: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, untuk kasih

karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan yang telah digariskan dalam

dunia perguruan tinggi pada umumnya dan Fakultas Teologi UKSW pada

khususnya, guna memperoleh gelar kesarjanaan.

Dengan telah selesainya penyusunan skripsi ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut serta

membantu dan memberikan sukungan kepada penulis. Ucapan terima kasih secara

khusus disampaikan kepada:

1. Bapak Dr. David Samiyono, dan Bapak Pdt. Gunawan Y. A. Suprabowo,

D.Th selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah membantu

dan membimbing penulis hingga dapat diselesaikan skripsi ini.

2. Bapak Tony Tampake, selaku pembaca pertama penulis.

3. Bapak Pdt. Simon Julianto, selaku pembaca kedua penulis.

4. Ibu Pdt Dr. Retnowati, selaku wali studi penulis selama menempuh

pendidikan di Fakultas Teologi UKSW.

5. Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW Salatiga yang telah banyak

direpoti penulis selama penulis berkuliah, terima kasih banyak.

6. Kedua orangtua penulis yaitu Alm. Papa Yoab Jai walaupun sudah

meninggal, terima kasih, dan Mama Wise Y. Tutuarima yang tak pernah

bosan memberikan dukungan baik berupa materi maupun dorongan moral

serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Page 9: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

ix

7. Adek penulis Priskilia M. Jai dan Alerci Jai, yang selalu memberikan

dukungan.

8. Untuk nenek dan tete (Yuliana Bani, dan Chornelius Jai) yang tidak

pernah bosan mendengar keluh kesah penulis dalam menulis skripsi, dan

selalu memberikan semangat untuk cepat lulus agar supaya cepat

mencalonkan diri menjadi Vikaris.

9. Untuk nenek Yuliana Ui, Terima kasih sudah mendidik sampai penulis

menyelesaikan skripsi.

10. Untuk keluarga Mama ade Tin, muda Pambe, muda Agu, muda Atus,

muda Mengs, made Nanci, muda Keus, muda Eni, muda Ocan, muda

Kardi. Nan, Kak Nin, Ike Dewi, Mimi, Chelsea, Oliv, Yel-yel, Nasa,

Kardi, Kristian, Nadol, Yandri, Mey, Onal, Westi, An, Isa, Akira, Alferdo,

Tiara , terima kasih sudah menjadi motivasi dalam menyelesaikan skripsi,

walaupun agak lama dalam mencapai S.Si Teol.

11. Untuk Tua Opi, Tua Son, Tua Emi, Tua Ot, Made Ris, Made Oce, pade

Fence, Kak Ian, Kak Erik, Kak Jein, Wita, Wiwin, Christy, Marsel,

Aurelya, Nani, yang selalu memberikan dukungan untuk segera

menyelesaikan skripsi.

12. Untuk Eka Papua, Ros Dara, Sanny Nakamnanu, Sandi Liwan, Desi N.

Gultom, terima kasih untuk perjuangan kita bersama-sama selama kurang

lebih 5 tahun, dan terima kasih yang selalu memberikan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi demi mendapatkan S.Si Teol.

13. Putri Pa, Ivonny Here, Thina Babua, terima kasih sudah membantu dalam

menyesaikan Skripsi. Suskes untuk masing-masing kalian.

Page 10: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

x

14. Seluruh mahasiswa angakatan 2012 FTEOL UKSW yang luar biasa dan

tidak bisa disebutkan satu persatu.

15. Dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantuk penulis menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari

itu, penulis mengharapkan masukan, saran maupun kritikan atas penulisan skripsi

ini. Besar harapan bahwa skripsi ini dapat berguna bagi banyak pihak.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah mendukung dan membantu penulisan skripsi ini sampai selesai. Tuhan

Yesus memberkati kita semua.

Page 11: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

xi

MOTTO

Yesaya 41:10

Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab

Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;

Aku akan memengang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa

kemenangan.

Nyanyian

Tak usah ku takut, Sbab Kau sertaku, tak usah ku bimbang Kau di

dalamku, tak usah ku cemas, Kau penghiburku saat ku lemah Kau kuatku.

“Pergi untuk di bentuk, pulang untuk

menjadi berkat”

Page 12: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

1

ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat tentang eksistensi Gereja Masehi Injili di

Halmahera (GMIH) yang sedang mengalami perpecahan, karena konflik

kepengurusan ganda. Konflik kepengurusan di tingkat sinode ini, turut serta

mempengaruhi dan melibatkan kedidupan di jemaat-jemaat.Terjadi pro-kontra di

jemaat-jemaat GMIH. Ada jemaat yang memilih tetap setia dengan pengurusan

lama, maupun ada jemaat yang memilih ikut dengan pengurusan yang baru,

sampai saat ini belum ada perdamaian, dengan alasan, jika kepengurusan sinode

GMIH dan GMIH Pembaharuan sudah berdamai, barulah mereka bergabung dan

berdamai dari antara kedua belah pihak. Tujuan penelitian ini adalah

mendeskripsikan terjadinya perpecahan GMIH, berdasarkan teori Galtung.

Kehadiran gereja di tengah-tengah dunia ini tidak terlepas dari konteks di mana ia

berada. Tentu kehadiran eksistensi yang sangat dipengaruhi dunia sekitarnya.

Ketepurukan disebabkan oleh para pemimpin gereja yang telah kehilangan

integritas dan komitmen pelayanannya. Akibat lain adalah terjadinya

penyelewengan keuangan (dana pensiun) gereja, kondisi seperti itulah,

sekelompok warga GMIH lain yang mengharuskan GMIH dibaharui. Meskipun

ada yang harus menjadi korban karena tindakan kekerasan, penganiyaan,

pengusiran, cacimaki dan hujatan dari sesame warga GMIH.Tentu saja dengan

tindakan seperti yang terjadi di salah satu jemaat Imanuel Mamuya, yang di

harapkan para pemimpin gereja sadar dan berubah, agar “perahu” yang bernama

GMIH itu tidak tenggelam.

Kata Kunci: Gereja, pemimpin gereja, pelayanan.

Page 13: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

2

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Halmahera Utara adalah pulau terbesar yang terdapat di Maluku Utara.

Penduduk Halmahera Utara terdiri dari beberapa suku: suku Kao, suku Pagu, suku

Modole, Boeng, Towiloko, Tobelo Galela, dan Loloda. Secara administrasi

pemerintahan, Kabupaten Halmahera Utara terdiri dari sembilan Kecamatan,

yakni: Kecamatan Loloda Utara, Kecamatan Morotai Utara, Kecamatan Morotai

Selatan, Kecamatan Morotai Barat, Kecamatan Galela, Kecamatan Kao, dan

Kecamatan Malifut.1 Masyarakat yang tinggal di Halmahera Utara dapat

dikatakan memiliki hubungan kekeluargaan satu dengan yang lain. Walaupun

mereka berasal dari suku dan agama yang berbeda-beda, tetapi masyarakat

Halmahera Utara khususnya di Tobelo dapat mempertahankan kerukunan di

antara masyarakat dalam bersosialisasi.2

Van Dijken adalah orang pertama yang merintis pekabaran injil di Halmahera

(1866 - 1900). Pada tahun 1873 Ia ditahbiskan menjadi zendeling berwewenang

penuh sebagai seorang penginjil. Dalam usahanya, Ia mendapatkan bantuan besar

dari isterinya, seorang Kristen dari Ternate bernama Soentpiet. Namun demikian,

pada tahun 1867 Van Dijken sempat pindah ke tepi danau. Di situ ia membangun

rumah yang namanya “Duma.” Beberapa bulan kemudian terjadilah bencana

banjir besar yang membawa akibat gerakan ke agama Kristen. Van Dijken

menafsirkan bencana itu sebagai tanda murka Allah atas ketegaran hati orang

yang sudah selama empat tahun mendengar pemberitaan Firman, namun tidak

juga mau bertobat. Sebagian orang Galela, memberi tanggapan positif atas

imbauan untuk bertobat. Tujuh puluh orang bergabung dengan Van Dijken

Gereja Masehi Injili di Halmahera (Maluku Utara) biasanya disingkat GMIH.

GMIH adalah sebuah kelompok gereja Protestan di Indonesia, yang berada di

wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku Utara, yang terdiri dari 353 buah pulau.

Dari pulau-pulau itu, yang terbesar adalah pulau Halmahera. Gereja ini tumbuh

1 Ruddy Tindage, Damai yang Sejati :Rekonsiliasi di Tobelo, Kajian Teologi dan

Komunikasi, (Jakarta: YAKOMA-PGI, 2006), 6. 2 Ebin Eyzer Danius, Hubungan Kristen – Islam pasca konflik di Halmahera dan implikasinya

bagi upaya pembangunan jemaat, (Tobelo: Tesis Universitas Halmahera, 2008), 1.

Page 14: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

3

dari pekerjaan misionaris dari Gereja Reformasi Belanda, menjadi gereja otonom

pada tahun 1949. Gereja ini diatur sesuai dengan model “Presbiterial Sinodal”.

Gereja ini berpusat juga terkait dengan “Thologcal Seminary” di ujung Pandang

atau Sulawesi Selatan.3

Pada tahun 1999 Halmahera Utara diperhadapkan dengan konflik eksternal,

maka tepatnya pada tahun 2013 Halmahera Utara, khususnya masyarakat GMIH

harus kembali merasakan konflik. Salah satu mahasiswa yang melakukan

penelitian, maka hasil penelitian yang penulis lakukan, akan terlihat bahwa

konflik sudah dimulai ketika dilangsungkan pemilihan Badan Pekerja Harian

Sinode GMIH (BPHS) dalam sidang sinode di Dorume, terjadi penggelambungan

suara.4 Berawal dari konflik inilah, kini semakin terus berkembang dan menjadi

kompleks ketika kelompok pembaharuan mengeluarkan 28 poin, yang diajukan ke

BPHS Sinode GMIH. Konflik internal yang terjadi mengakibatkan hubungan

antar jemaat tidak lagi terjalin dengan baik. Jika ada jemaat yang telah beralih ke

Sinode Pembaharuan maka ada kemungkinan jemaat mempersalahkan sinode

GMIH, dan sebaliknya, konflik tersebut telah merugikan jemaat, karena pada

akhirnya mereka harus memilih salah satu sinode dan itu telah menciptakan

hubungan yang kurang baik.

Dari konflik yang terjadi, tim dari Sinode GMIH sedang mengupayakan

rekonsiliasi, namun harapan akan terciptanya perdamaian belum berhasil sampai

saat ini. Permasalahan semakin rumit, ketika sinode GMIH melaksanakan sidang

sinode istimewa (SSI), dan memecat para pendeta yang telah bergabung dalam

Sinode Pembaharuan. Konflik yang terjadi dalam tubuh GMIH saat ini,

membutuhkan sebuah upaya perdamaian yang lebih menyentuh setiap pribadi

yang terlibat dalam permasalahan ini, sehingga ada ketebukaan dari masing-

masing pihak. Sekarang usaha yang telah dilakukan untuk perdamaian adalah

lewat forum seperti lokakarya, rapat terbuka dan sejenisnya. Rekonsiliasi yang

dilakukan seperti itu hanya akan dihadiri oleh pemimpin gereja atau orang penting

3 End, Th. V. D. & Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2. Jakarta: PT BPK

Gunung Mulia 1993. 4 Rober J. Schreiter, C.PP.S. Rekonsiliasi Pembangunan Tatanan Masyarakat baru. (Ende:

Nusa Indah 2001), 28.

Page 15: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

4

dalam sinode, dan jarang melibatkan jemaat langsung. Pertemuan yang

dilaksanakan di Kota Manado merupakan salah satu upaya perdamaian. Peserta

yang hadir dalam pertemuan itu adalah enam orang perwakilan dari sinode GMIH,

yaitu enam orang perwakilan dari Sinode Pembaharuan, dan seorang perwakilan

dari PGI yang bertugas sebagai mediator. Namun setelah pertemuan di Manado

dan para peserta kembali ke kota Tobelo, tidak lagi didampingi oleh tim PGI

sebagai perantara. Keputusan yang telah disepakati di Manado tidak dapat

sepenuhnya dilaksanakan.

Jumat 5 Juli 2013 (kira-kira pukul 15 : 30 WIT), sejumlah warga gereja

mendatangi kantor sinode GMIH, dan kediaman atau rumah dinas sinode GMIH

dan juga rumah dinas sekertaris Umum sinode GMIH. Adapun maksud dari

kedatangan itu bukannya untuk bertamu, tetapi melakukan demonstrasi. Muatan

orasi yang disampaikan adalah menurut duet kepemimpinan yakni ketua sinode

dan sekertaris umum sinode, untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai

anggota Badan Pekerja Harian Sinode (BPHS) periode 2012-2017. Mereka tidak

hanya orasi sopan, tetapi juga ada teriakan cacian dan makian yang dilontarkan

oleh para pendemo kebanyakan perempuan, yang di tujukan kepada ketua sinode.

Hal itu dilakukan tepatnya di depan rumah dinas ketua sinode. Pertanyaan

reflektif yang dapat di ajuakan adalah mengapa warga jemaat tidak lagi menaruh

hormat kepada para pemimpin mereka.? Hal ini tempatnya berada di luar akal

sehat mereka. Dalam kenyataannya, warga jemaat dan bahkan masyarakat

umumnya begitu menghargai dan menaruh hormat yang amat dalam terhadap

figur seorang pendeta. Kini rasa hormat terhadap figur sang pendeta benar-benar

telah berada di titik nadir. Memang dilihat secara sepintas, kenyataan ini punya

nuansa politik yang cukup kental. Artinya para pendemo yang tidak lain dari

warga gereja mereka melakukan demontrasi dan memalang kantor sinode, karena

mereka kecewa dengan para petinggi gereja politik yang mereka mainkan. warga

menilai hal ini tidak pantas dan tidak patut di pertotonkan di depan publik.

Konflik yang sedang terjadi di GMIH saat ini dirasakan oleh warga jemaat

Imanuel Mamuya. Tidak hanya terjadi perpecahan dalam jemaat itu sendiri, tetapi

Page 16: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

5

lebih kekerasan fisik ataupun non-fisik yang sudah di alami jemaat Imanuel

Mamuya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka penulis mengajukan

satu pertanyaan sebagai rumusan masalahnya:

1. Apa yang menjadi faktor perpecahan GMIH ?

2. Apa implikasi Sosio Teologis bagi warga jemaat ?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya perpecahan GMIH.

2. Mendeskripsikan implikasi Sosio Teologis terhadap perpecahan GMIH

bagi keluarga warga jemaat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah pertama secara praktis

memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya menangani konflik di GMIH.

Kedua secara teoritis dapat menyumbangkan pemikiran baru bagi pemimpin

GMIH dalam menjalankan tugas dan perannya atau tanggung jawab di gereja,

keluarga dan masyarakat dalam perspektif teori konflik organisasi khususnya

gereja.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang akan di gunakan ialah deskriptif- analitis. dengan

mengumpulkan data dilakukan motode kualitatif, yaitu wawancara, dan

kemudian akan dianalisa untuk menunjang apa yang telah penulis paparkan dalam

Page 17: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

6

bab sebelumnya. Penulis juga akan melakukan penelitian lapangan berupa

observasi partisipatif dan turun langsung di jemat Imanuel Mamuya dan melalui

wawancara dengan masyarakat setempat. Wawancara ditujukan kepada beberapa

pendeta dan jemaat yang bisa mewakili kedua sinode. Penelitian ini akan di

fokuskan kepada Jemaat GMIH Imanuel Mamuya dan jemaat baru Imanuel

Mamuya.

1.5.1. Pengumpulan data

Pada konteks ini peneliti menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melalukan pengumpulan data menilai kualitas data, analisa

data dan membuat kesimpulan atas temuan.5

Tempat penelitian yang akan dilakukan berlokasi di GMIH bagian Halmahera

Utara. Sumber data yang utama dalam penelitian ini adalah pendeta majelis dan

jemaat Imanuel Mamuya.

1.5.2. Analisa Data

Data penelitian berupa informasi factor-faktor yang menyebabkan perpecahan

GMIH, dikelompokan, dianalisa berdasarkan teori-teori yang digunakan agar

dapat tepat sasaran dan relevan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh

penulis.6

2. Resolusi Konflik

2.1 Pengertian Konflik

Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configure yang

berarti saling memukul. Menurut Antonius, konflik adalah suatu tindakan salah

5 Robert K. Yin. Studi Kasus Desain dan Metode. (Jakarta: Raja Grafiando Persada,

2002), 1-36. 6 Sumardi Suryabarata, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998),

18-26.

Page 18: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

7

satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau menggangu pihak lain

dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan

antar pribadi.7Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir

pendidikan resolusi konflik yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi

sosial antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada

persamaan8. Menurut Scannel konflik adalah suatu hal alami dan normal yang

timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu9.

A. Konflik Menurut Dahrendorf

Menurut Dahrendorf ada berbagai hal yang menyebabkan terjadinya konflik.

Misalnya ada konflik yang disebabkan oleh perbedaan nilai, konflik yang berbasis

kepada kepentingan. Ada juga konflik yang disebabkan oleh kurangnya daya

alam. 10

Dahrendorf mengembangkan pemikiran bahwa wewenanglah menjadi

sumber permasalahan sebenarnya. Menurutnya wewenang merupakan hubungan

supra dan subordinasi, suatu hubungan atas dan bawah. Unsur atas selalu

diperkirakan sebagai komando yang mengendalikan perilaku bawah.11

Wewenang

merupakan suatu hubungan yang sah. Jika seseorang tidak tunduk kepada orang

yang berwenang, maka ia akan mendapatkan sangsi tertentu. Demikian wewenang

tidak bisa digeneralisasikan, wewenang biasanya berada dalam ruang lingkup

kelompok tertentu12

. Karena jika berada dalam ruang lingkup perserikatan lain,

maka wewenang organisasi terntentu tidak berlaku lagi.

Dahrendorf membedakan wewenang dari kekuasaan oleh apa yang secara

kasar dapat ditujukan sebagai unsur legitimasi; dan wewenang harus diartikan

sepenuhnya sebagai wewenang yang terbatas, sebagai pembagian dan

pelaksanaannya dalam perserikatan yang dikordinasi secara memaksa.

7 Antonius, Empowerment, Stress dan Konflik (Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002) , 175.

8 Bunyamin Mafuth, Pendidikan Resolusi Konflik: Membangun generasi dan

kewarganegaraan, (Universitas Pendidikan Indonesia, 2005), 47. 9 Scannell, The Big Book of Conflict Resolution Games, (United States of America:

McGraw- Hill Companies, Inc 2010), 2. 10

Litaay Theofransus, “ Mengelola Konflik dalam Konteks Human Security dan

Pengetahuan Lokal”, Theofanus Litaay. Et. Al., Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian (Salatiga:

Satya Wacana Peace Centre-SWCU. 2011), 47-48 11

Dahrendorf, ibid, 205-212 12

Dahrendorf, ibid, 210

Page 19: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

8

Posisi yang dominan cenderung memiliki kepentingan yang berlawanan

dengan posisi yang dituduhkan. Posisi yang dominan selalu ditandai dengan

kepentingan untuk mempertahankan dan memelihara struktur sosial yang

melestarikan wewenang mereka. Sebaliknya posisi yang ditudukkan memiliki

kepentingan untuk mengubah kondisi sosial yang ada.13

Kepentingan kelompok

yang berkuasa adalah mempertahankan nilai-nilai yang merupakan ideologi yang

mengesahkan kekuasaan mereka, sedangkan kepentingan kelompok yang

ditudukkan merupakan ancaman terhadap ideologi ini dan ancaman terhadap

hubungan sosial yang menutupinya. 14

Orang yang berada dalam posisi

memegang wewenang pun akan bertindak sesuai dengan kepentingannya.

Individu akan merasakan perannya yang diharapkan sesuai dengan posisinya

tersebut. Kepentingan ini disebut oleh Dahrendorf dengan kepentingan

tersembunyi.15

Sebaliknya kepentingan nyata merupakan formulasi dari isu-isu

yang menggerakkan pertentangan kelompok secara struktural, atau dalam kata

lain kepentingan nyata merupakan suatu realitas-realitas yang ada dalam benak

orang yang memegang posisi dominan atau orang yang berada dalam posisi yang

ditudukkan dalam suatu perserikatan.16

Lebih lanjut lagi Dahrendorf berpendapat bahwa orang-orang yang

mempunyai wewenang yang sama dipersatukan oleh suatu rasa kebersamaan yang

menyebabkan mereka tidak menjadi sekelompok orang yang kacau.17

Akan tetapi,

tidak semua kolektivitas atau kumpulan orang-orang adalah kelompok. Kelompok

adalah orang-orang yang berhubungan dan berkomunikasi secara teratur, dan

mempunyai struktur yang dapat dikenal. Tapi ada juga kumpulan orang-orang

yang tidak mempunyai struktur tapi mempunyai kepentingan yang sama dan

perilaku yang sama, yang sewaktu-waktu dapat membentuk kelompok sendiri.

Kelompok yang kedua inilah yang disebut sebagai kelompok semu.18

13

Ibid., 217-218 14

Ibid ., 219 15

Ibid., 220 16

Ibid., 221 17

Ibid., 221-223 18

Ibid., 240-245

Page 20: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

9

Sementara kelompok lain adalah kelompok kepentingan merupakan bentuk

sebenarnya dari pertentangan kelompok. Kelompok kepentingan ini memiliki

struktur organisasi yang jelas, berbeda dengan kelompok semu. Hubungan antara

kedua jenis kelompok ini adalah kelompok semu merupakan sumber perekrutan

anggota bagi kelompok-kelompok kepentingan.19

Dalam kelompok kepentingan

inilah kelompok semu menjadi suatu kelompok yang teratut.

Dahrendorf mengidentifikasikan kelompok dominan setidaknya dalam

lima poin, yaitu 20

:

1. Kelompok dominan merupakan kelompok minoritas yang jumlahnya lebih

sedikit dari kelompok yang ditudukkan.

2. Kelompok yang dominan biasanya memiliki sejumlah kekayaan khusus

yang mana pemiliknya dinyatakan sebagai orang penting bagi kelompok

tertentu, sehingga berhasil mendapatkan dan mempertahankan posisi

kekuasaannya.

3. Kelompok penguasa memiliki kultur bersama dan terorganisir dengan

lebih baik.

4. Tiap perserikatan memiliki kelompok dominannya masing-masing. Jadi

kelompok dominan bukanlah kelompok tunggal.

5. Kelompok penguasa juga menentukan kultur individu tetapi pengaruhnya

tidak sebesar dinamika dan perserikatan dimana kelas-kelas yang berkuasa

itu berasal.

Mengenai kelompok yang ditudukkan menurut Dahrendorf mereka tidak

harus merupakan suatu kelompok mayoritas dalam suatu perserikatan. Anggota-

anggotanya pun tidak terikat dengan kekayaan atau sebuah kultur bersama seperti

kelompok penguasa. Unsur pengikat mereka adalah kepentingan. Dalam setiap

19

Ibid., 247-248 20

Ibid., 262-263

Page 21: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

10

kelompok masyarakat, menurut Dahrendorf juga memiliki kelompok yang

ditudukkan-nya sendiri, seperti kelompok yang berkuasa.21

Hunt and Metcalf membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal

conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik interpersonal).

Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri sendiri, misalnya

ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya

masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik

intrapersonal ini bersifat psikologi, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik

dapat menggangu bagi kesehatan psikologi atau kesehatan mental (mental

hygiene) individu yang bersangkutan konflik. Konflik interpersonal ialah konflik

yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial,

seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara.

Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam

sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup

conflict). 22

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah

adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah internal) maupun

dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupa

perselisihan, dan munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau

lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai

kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai

penghalang dalam menggangu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.

B. Konsep-konsep Rekonsiliasi

Dalam upaya penanganan konflik, ada berbagai macam istilah yang digunakan

seperti “resolusi konflik”, “managemen konflik”, dan penyelesaian konflik”. Cara

yang digunakan pun ada berbagai macam, seperti mediasi, arbitrasi, dan tim

pencari fakta. Dari semua istilah dan cara tersebut, salah satu istilah yang sering

21

Ibid., 263 22

Scannell, The Big Book of Conflict Resolution Games, (United States of America:

McGraw- Hill Companies, Inc 2010), 2.

Page 22: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

11

digunakan kalangan akademisi dalam penanganan konflik adalah alternative

dispute resolution atau sering disingkat dengan ADR. Umumnya kalangan

akademik Indonesia menerjemahkannya menjadi “pilihan penyelesaian

sengketa”.23

Istilah ADR merujuk kepada berbagai bentuk penanganan konflik atau

sengketa, seperti nogosiasi, mediasi, tim pencari fakta, dan arbitrasi. Lalu di

manakah posisi rekonsiliasi dalam ADR? Untuk menjawab pertanyaan ini ada

baiknya berangkat dari apa yang dikemukakan Kovach tentang ADR. Menurut

Kovach ADR terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu24

:

1. Adjudicative, yaitu berbasis pada sistem yang legal dan ada pihak ketiga

yang mengambil keputusan. Adjudicative terdiri dari beberapa cara, yakni

arbitrasi, private judging, dan tim pencari fakta.

2. Evaluasi dapat didefenisikan sebagai situasi advokat mempresentasikan

versi mereka tentang kasus pihak ketiga yang menilai kelemahan dan

kekuatan dari kasus yang dipresentasikan.

3. Proses kombinasi dan hybrids. Mengingat karena kelebihan ADR adalah

fleksibilitas, maka dapat memodifikasi masing-masing proses untuk

mencapai resolusi.

1. Rekonsiliasi Menurut Beberapa Ahli

Geiko Muller- Fahrenholz tidak memberikan defenisi secara eksplisit apa itu

rekonsiliasi. Ia menjelaskan apa itu rekonsiliasi melalui beberapa sisi dari

rekonsiliasi. Sisi pertama adalah pengampunan. Ia berusaha menjelaskan bahwa

pengampunan merupakan hal yang tidak gampang untuk di lakukan. Geiko

Muller- Fahrenholz apa itu rekonsiliasi dari sudut pandang teologis. Ia memang

mengakui bahwa dalam Alkitab manusia tidak terlibat secara aktif dalam proses

23

Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.

(Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2011), 10-11 24

Kimberlee K. Kovach, Mediation Principles and Practice. (St. Paul: West Group.

2004), 9-8

Page 23: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

12

rekonsiliasi. 25

Menurut Fahrenholz Alkitab memahami pengampunan sebagai

suatu proses yang mencakup baik perilaku kejahatan dan korban, seperti yang

ditulis oleh Fahrenholz:

Pengampunan itu terjadi ketika pelaku meminta maaf dan si korban

memberikannya. Kedua belah pihak diubah dalam perjumpaan ini. Terjadilah

sebuah penyembuhan yang meretas jalan bagi suatu kerja sama yang lebih baik di

antara pihak–pihak yang berseteru. Lebih baik sekedar kata atau gerek-gerik,

pengampunan merupakan suatu proses perjumpaan, proses penyembuhan, proses

penyingkapan pilihan-pilihan baru yang sejati untuk masa depan.26

Pendapatnya ini sangat berbeda dengan yang dikemukakan oleh Robert J

Schreiter. Menurut Schreiter, pengampunan hanya bersifat satu sisi saja, yakni

korban. Baginya korban juga merupakan manusia berdosa yang menerima

pengampunan dari Tuhan. Jadi sepatutnya si Korban mengampuni pelaku

kejahatan, karena ia sudah terlebih dahulu menerima pengampunan.27

Fahrenholz berpendapat bahwa privatisasi dan vertikalisasi pengampunan

dapat mengakibatkan hubungan horizontal menjadi terabaikan28

, dalam arti

pengampunan menjadi suatu hubungan pribadi antar manusia dengan Tuhan.

Karena pengampunan menjadi suatu masalah pribadi antar manusia dengan

Tuhan, maka orang cenderung enggan untuk meminta maaf. Jika tidak ada

permintaan maaf, maka pengampunan tidak akan terjadi.

Resolusi konflik yang dalam bahasa inggris adalah conflict resolution

memiliki makna yang berbeda-beda menurut parah ahli yang fokus meneliti

tentang konflik. Resolusi dalam Webster Dictionary menurut Levine adalah (1)

tindakan mengurai suatu permasalahan, (2) pemecahan, (3) penghapusan atau

penghilangan permasalahan29

. Weitzman dalam Morton & Coleman

25

Geiko Muller – Fahrenholz, Rekonsiliasi Upaya memecahkan Spiral Kekerasan dalam

Masyarakat (Maumere: Ledalero. 2005), 7 26

Ibid., 8-9 27

Robert J. Schreiter, Reconciliatian: Mission in a Changing Sosial Order (New York:

Orbit Books & Massachusetts: Boston Teological Institutes, 199) 2,59 28

Ibid., 26 29

Levine, Getting to Resolution, Turning Conflict into Collaboration, (Prentice Hall,

New York, 1998), 3.

Page 24: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

13

mendefinisikan tentang resolusi sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah

bersama (solve a problem together).30

Menurut Mindes, resolusi konflik

merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan dengan yang lainnya dan

merupakan aspek penting dalam pembangunan sosial dan moral yang memerlukan

keterampilan dan penilaian untuk negosiasi, kompromi serta mengembangkan

rasa keadilan31

. Menurut Fisher et al, resolusi konflik adalah usaha menangani

sebab-sebab konflik di antara kelompok-kelompok yang berseteru32

. Sebagai

suatu proses sosial yang sifatnya dinamis, konflik sangat rentan terhadap

pengaruh-pengaruh yang berasal dari berbagai aspek. Sifatnya yang dinamis

cenderung membuat konflik dapat dikelola untuk mencapai suatu resolusi.

Resolusi tersebut merupakan suatu keadaan dimana kepentingan yang mengalami

pergeseran dapat bertemu dan menetapkan kesepakatan bersama.33

Berdasarkan pemaparan teori menurut para ahli tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah suatu cara

individu untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan individu lain

secara sukarela. Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara yang

lebih demokratis dan konstruktif untuk menyelesaikan konflik. Masing-masing

pihak-pihak yang berkonflik diberi kesempatan untuk memecahkan masalah , oleh

mereka sendiri atau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral, dan adil.

Dalam penjabaran konsep ini, penulis mendasarkan tulisannya pada pendapat

Johan Gultong mengenai resolusi konflik. Menurut Galtung, resolusi konflik

dibagi pada tiga tahapan yaitu peacemaking, peacekeeping, dan peace building.34

Peacemaking merupakan sebuah strategi upaya dalam mengakhiri sebuah

kekerasan penyebab konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi antara

pihak yang bertikai, misalnya pengadaan sebuah perjanjian tertulis yang

30

Morton & Coleman, The handbook of Conflict Resolution, (Weveland Press, Inc,

Illinois, 2000), 89. 31

Mindes. Teaching Young Children Social Studies. (United State of America, 1006), 24. 32

Fisher et al, Mengelola Konflik, keterampilan dan Strategi, Resolusi Konflik berbasis

Kearifan Lokal. (Terjemahan Global Pustaka Utama, Jogjakarta, 2001), 7. 33

Implementasi Model Pembelajaran Resolusi Konflik Melalui Pendidikan

Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas. (Disertasi (tidak diterbitkan) (Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung , 2005), 28 34

http://digilib.unila.ac.id/2253/16/BAB%202.pdf. Dikunjungi pada tanggal 30 Mei

2017, Pukul 18.56 WIB

Page 25: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

14

melibatkan mediator. Peacekeeping adalah proses penjagaan keamanan dengan

pengakuan masing-masing pihak terhadap perjanjian dan berusaha untuk selalu

menjaganya sebagai sebuah perisai dalam penyelesaian konflik yang terjadi

selanjutnya. Peace building adalah proses pengimplementasian perubahan atau

rekonstruksi sosial, politik maupun ekonomi demi tercapainya transformasi

negative peace (the absence of war) menjadi positive peace dimana semua lapisan

masyarakat akan merasakan keadilan sosial, kesetaraan, dan kesejahteraam

ekonomi.

Penjelasan di atas sesuai juga dengan pendapat Ronald Paris yang

mendefenisikan peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding sebagai berikut:

“peacemaking is the attempt to resolve an ongoing conflict, aither by peaceful

means such as mediation and negotiation, or, if necessary, by the authorization of

an international military force to impose settlement to the conflict. Peacekeeping

is the deployment of a lightly armed, multinational contingen of military

personnel for non-enforcement purposes, such as the observation of ceasefire35

.

Peacebuilding is action undertaken at the end of a civil conflict to consolidate

peace and prevent a recurrence of fighting. A peace building mission involves the

deployment of military and civilian personel from several international agencies,

with a mandate to conduct peacebuilding in a country that is just emerging from a

civil war.”

Menurut John W. Burtom pada intinya, teori resolusi konflik

mengedepankan prinsip-prinsip bahwa36

:

1. Konflik tidak dapat dipandang sebagai suatu fenomena politik militeristik

namun juga harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial.

2. Konflik memiliki suatu siklus hidup yang tidak berjalan linier, sangat

bergantung pada dinamika lingkungan konflik.

35

Paris Ronald. Resolusi Konflik, (Jogyakarta, Graha Ilmu, 2007), 93 36

W, Burton John. Conflict: Resolution and Provention, (London: Macmilan and New

York: St. Martins Press, 1990), 187.

Page 26: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

15

3. Sebab-sebab konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variable tunggal

dalam bentuk suatu proposisi kausalitas bivariate melainkan harus dilihat

sebagai fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor.

4. Resolusi konflik hanya diterapkan secara optimal jika dikombinasikan

dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan.

Rekonsiliasi sebagai suatu bentuk resolusi konflik (konflik resolution)

akhir-akhir ini menjadi sangat populer, terutama setelah kasus Afrika Selatan

dengan komisi kebenaran dan rekonsiliasinya (Truth and reconciliation

commission), dianggap cukup berhasil. Rekonsiliasi dapat dianggap sebagai

bagian atau satu cara untuk menuntaskan konflik. Dalam hal ini, rekonsiliasi

diperlukan agar persoalan-persoalan pascakonflik dapat dituntaskan. Rekonsiliasi

dapat disejajarkan pengertiannya dengan upaya transformasi konflik, yaitu

bagaimana mengubah konflik menjadi damai.37

Pada bagian ini akan dibahas teori-teori resolusi konflik khususnya teori

mengenai rekonsiliasi. Umumnya, para peneliti dengan praktis di bidang resolusi

konflik menganggap peran masa lalu dalam perkembangan skenario konflik

adalah sangat penting. Meskipun demikian, sejarah masa lalu banyak

mempengaruhi persepsi dan pengalaman individu/kolektif terhadap konflik.

Resolusi konflik sebagai kajian keilmuan merupakan hal yang bisa dikatakan

baru. Pada awal setiap konflik terjadi dalam suatu masyarakat selalu cenderung

berujung pada kekerasan antar pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Oleh karena

itu, resolusi konflik merupakan kajian keilmuan yang baru. Menurut Morton

Deutsch resolusi konflik merupakan sekumpulan teori dan penyelidikan yang

bersifat eksperimental dalam memahami sifat-sifat konflik, meneliti strategi

terjadinya konflik, kemudian membuat resolusi terhadap konflik.38

Prof. Dr. Alo Liliweri berpendapat bahwa resolusi konflik bertujuan

menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang

37

http://digilib.unila.ac.id/2253/16/BAB%202.pdf, dikunjungi pada tanggal 30 Mei 2017,

Pukul 18.59 WIB 38

Morton Deutsch, The resolution of conflict, (Nusamedia, 2016), 420.

Page 27: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

16

relatif dapat bertahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.39

Jadi

resolusi konflik adalah tentang bagaimana menghadapi konflik, bagaimana

menyelesaikannya, bagaimana mengatasinya, bagaimana mengelolanya dan

mungkin bagaimana menghilangkan konflik. Resolusi konflik merupakan istilah

yang lebih komprehensif yang menyiratkan bahwa akar terdalam yang merupakan

sumber dari konflik adalah ditangani dan diubah. Hal ini berarti bahwa perilaku

kekerasan, sikap bermusuhan tidak lagi dan struktur konflik telah berubah menuju

arah perubahan dan penyelesain konflik dengan baik.

3. Hasil Penelitian

3.1 Sejarah berdirinya Jemaat

Berbicara tentang masuknya Injil di jemaat Imanuel Mamuya, maka pertama-

tama kita harus bertolak dari sejarah masuknya Injil di Halmahera. Berdasarkan

sejarah bahwa Injil mula-mula masuk di Halmahera bukan dari Desa Duma,

melainkan di Desa Mamuya oleh seorang Saudagar Portugis yang bernama

“Gonzalvo Veloso tahun 1534”. Pada saat itu di pulau Halmahera bagian Utara

tepatnya pantai Utara Moro, penduduk yang beragama kafir diganggu oleh orang-

orang yang beragama Islam. Kolano (Kepala Desa), mengajukan keluhan kepada

orang bangsa Portugis yang ada di Kota Ternate untuk meminta bantuan.

Pengaduan tersebut disambut dan diterimanya, dengan satu perjanjian Kolano atau

Kepala Desa, beserta seluruh masyarakat yang beragama kafir harus menerima

agama baru yang dibawa oleh orang bangsa Portugis.40

Kepala Suku atau Kepala

Desa tersebut bernama Yoao yang disebut raja sebagai yang pertama di kerajaan

Moro.41

39

Prof. Dr. Alo Liliweri, Prasangka dan konflik; komunikasi lintas budaya masyarakat

multikultural, (LKiS, Edisi : Cet. 2, Tahun : 2009) , 288-289. 40

T.R Wawancara, Tobelo: 20 Oktober 1999, (Pastor RK Tobelo). 41

Mahiku Renal. Wawancara, Mamuya 8 Mei 2017. (Pimpinan Jemaat Imanuel

Mamuya).

Page 28: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

17

Dalam hubungannya dengan hal teresebut diatas. Mangany menulis dalam

bukunya yang dikutip oleh Renal Mahiku:.42

Penduduk Halmahera Utara yang masih kafir diserang oleh orang yang

sudah memeluk agama Islam. Agaknya dari Halmahera Barat bagian

Jailolo, seorang kepada suku dari Halmahera Utara meminta bantuan

dari bangsa Portugis terhadap serangan dari yang beragama Islam.

Permintaan bantuan ini diterima oleh bangsa Portugis dengan satu

ketentuan bahwa kepala suku Halmahera Utara wajib menerima agama

baru yang dibawa oleh bangsa Portugis

Masuknya Kepala Suku/ Kepala Desa menjadi Kristen dapat dipastikan,

bahwa betapa besar pengaruh agama Kristen terhadap kehidupan masyarakat pada

saat itu. Sebagaimana dikatakan oleh tua-tua jemaat bahwa, ketika itu yang

sempat menerima agama Kristen, dan dibaptis sebanyak 3.000 orang di kecamatan

Galela. Rupanya, fakta ini ada kesejajaran. Dengan laporan gereja rumah Katolik,

yang walaupun sangat berlebih-lebihan dapatlah dikatakan bahwa pada tahun

1570 jumlah orang Kristen di Halmahera kurang lebih 80.00 orang. Demikian

dalam laporan resmi kepada raja Philip II, dari tahun 1588 jumlah orang Kristen

di Maluku sebanyak 150.000 orang dan di dalam penganiayaan yang terjadi antara

tahun 1560-1570 tercatat sebanyak 60.000 orang menjadi martir.

Dari data diatas, menunjukan adanya perkembangan agama Kristen Di

Halmahera dalam perhitungan jumlah cukup mengembirakan. Sayangnya hal ini

tidak disertai dengan upaya penataan kehidupan orang-orang Kristen dengan baik,

sehingga Agama Kristen yang baru diterima oleh orang-orang kafir tidak berakar

dan mendarah daging pada setiap orang yang telah menerimanya. Lagi pula dalam

hal-hal tertentu sikap dan kepribadian orang bangsa Portugis tidak mencerminkan

nilai-nilai Injili dengan menampilkan cara-cara kebengisan dan kehidupan tidak

senonoh. Akibatnya penduduk merasa tidak senang sehingga mengadakan suatu

rahasia untuk mengusir dan menentang orang-orang yang berkebangsaan Portugis.

Itu berarti agama baru yang dibawanya juga menjadi sasaran. Akhirnya orang-

orang Kristen dan para pekabar bangsa Portugis menjadi korban. Seperti Pendeta

Simon Vas meninggal karena terbunuh dalam tragedi ini. Dialah orang pertama

di Indonesia yang meninggal sahid yang terjadi di pulau Halmahera.

42

Mahiku Renal. Skripsi Memanusiakan Manusia (Tidak Diterbitkan). 11.

Page 29: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

18

Hal lain merupakan tragedi pahit yang dialami oleh orang-orang Kristen di

Halmahera, yaitu atas desakan Sultan Ternate dalam hubungannya dengan

perluasan kesultanan melalui pengislaman daerah sekitarnya. Pada tahun 1560

terjadilah pembataian yang keji. Beribu-ribu orang Kristen dibunuh dan beribu

pula yang jatuh imannya.43

Hal ini senada pula dengan ungkapan beberapa tua-tua

jemaat, bahwa di Mamuya juga pernah terjadi pembunuhan dan penyiksaan besar-

besaran terhadapa orang Kristen, yang dilakukan oleh orang yang beragama Islam

atas perintah Sultan Ternate. Salah satu bukti sejarah adalah kuburan seorang

pendeta/pastor gereja Roma Katolik yang berasal dari bangsa Portugis yang masih

ada di desa Mamuya hingga saat ini.44

Kejadian-kejadian inilah merupakan

penyebab kegagalan para misionaris bangsa Portugis. Dalam menyingkirkan

agama Kristen di tengah-tengah kehidupan orang kafir terjadi di pulau Halmahera,

termasuk di desa Mamuya. Namun perlu dicatat bahwa, usaha yang telah

dilakukan oleh para misionaris bangsaPortugis juga merupakan benih Injil bagi

pekabaran Injil di kemudian hari.

Setelah orang-orang bangsa Portugis mengalami kegagalan baik itu dalam

usahanya untuk mempertahankan maupun dalam usaha pekabaran Injil, maka

kedudukan mereka digantikan oleh Belanda atau VOC. Merekapun membuka

usaha pekabaran injil yang baru di Halmahera, bertempat di desa Duma. Usaha

tersebut dilakukan oleh Hendrik Van Diken pada tahun 1866, namun usaha yang

dilakukan pada tahun 1866, tidak sempat menjamah sampai di Desa Mamuya.

Jadi dapat dikatakan bahwa penginjilan di Desa Mamuya bukan dilakukan oleh

para Zending di Barat , melainkan oleh guru-guru Injil pribumi yang berasal dari

kota Ambon. Penginjilian pertama kali dilakukan oleh guru Noya, pada tahun

1919. Berikutnya, pada tahun 1920 ia mendirikan sekolah Kristen. Orang-orang

pertama kali menjadi Kristen dan dibaptis di Desa Mamuya ada lima orang yaitu:

Wowa (nama baptis Paulus Gogasa), Partin (nama baptis Tabita), Muane (nama

baptis Rahel), Dolo (nama baptis Cia), dan Marifu (nama baptis Maria). Pada

masa guru Noya bekerja, banyak penduduk belum menerima Injil. Baru pada

masa guru Theis Selong pada tahun 1927-1939, Injil mulai berkembang dengan

43

Magany, Bahtera Injil Di Halmahera. (Ambon 1984), 78. 44

R. T dan O. S. Wawancara : 24 Oktober 1999.

Page 30: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

19

pesat. Banyak orang kafir bahkan orang-orang yang beragama Islam yang

menerima Injil bersedia untuk dibaptis.

Dalam usaha menata kehidupan kekristenan, maka pada tahun 1929 diangkat

dua orang yaitu Paulus Gogasa dan Abraham Dawile, sebagai majelis jemaat yang

pertama. Pada masa inilah kehidupan organisasi gereja mulai ditata dengan baik.

Berbagai upaya dan kerja keras yang dilakukan untuk kemajuan Injil. Satu hal

yang perlu dicatat sebagai faktor pendukung berkembangnya Injil di Desa

Mamuya ialah ketika Jepang berkuasa, mereka tidak mempersulit kedudukan

orang Kristen yang ada di Desa Mamuya. Hanya saja diakui bahwa ada juga

tindakan kekerasan tertentu yang dilakukan oleh serdadu Jepang terhadap

masyarakat.

4. Analisa Masalah

4.1 Faktor Yang ikut Mendukung Perpecahan Jemaat Imanuel Mamuya

Julianus Mojau dalam kesimpulan buku yang ditulisnya “Sejarah

Pembaharuan GMIH” mengatakan “pembaharuan adalah wujud dari kemajuan

iman. Itulah sebabnya setiap masalah melawan pembaharuan adalah melawan

kemajuan iman. Apalagi di tengah-tengah pembaharuan sosial-budaya, ekonomi

dan politik masa kini…”.45

mencermati pernyataan Julianus Mojau, peneliti

mengambil posisi untuk bersepakat dengan kesimpulan yang dibuat oleh Julianus

Mojau. Namun, yang menggelitik penelitian adalah “ kemajuan iman” siapa?

Jemaat GMIH? Rasanya Julianus Mojau terlalu memaksakan kesimpulan ini.

Pertanyaan itu mengkonfirmasi pikiran peneliti tentang topik yang dikaji oleh

Julianus Mojau dalam buku kecilnya (Sejarah Pembaharuan GMIH), tentang: “5

Juli 2013: Saat Tuhan menegur Para Pemimpin UmatNya”. Topik ini dibahas

panjang lebar tentang keberatan sekretariat Pembaharuan akan tindakan Ketua

Sinode (secara pribadi namun seolah-olah dikatakan mewakili lembaga), yang

tidak mendukung salah satu calon dari dua calon warga GMIH yang ikut

45

Mojau, Julianus. Sejarah Pembaharuan GMIH. (Tobelo, GMIH, 2014), 126.

Page 31: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

20

“meramaikan” suskesi Gubernur Maluku Utara waktu itu. Pertanyaannya adalah

apakah Tuhan sedang menegur Ketua Sinode (Pdt Anton Piga), atau Tuhan

sedang menegur dua orang calon Gubernur yang nota bene adalah warga GMIH,

karena membuat Ketua Sinode bingung untuk menentukan pilihan? Pertanyaan

terkahir ini tentu sulit untuk dijawab. Namun yang jelas jemaat Imanuel Mamuya

terpecah pasca suksesi pemilihan Gubernur Maluku Utara.

Sidang Sinode Istimewa (SSI) dilakukan pada tanggal 6-8 September 2013.

Dalam laporan persidangan (Dokumen Hasil Sidang Sinode GMIH di Tobelo,

2013), tercatat tiga nama sebagai peserta persidangan dari Jemaat Imanuel

Mamuya, yakni: Pnt. P. Dawile, Pnt. R. Kotabajo, Pnt. N. Dawile, Dkn. Y. Yaga.

Dan tua-tua jemaat Bpk. C. Jai, Bpk. S. Seleky, Bpk. S. Gosango, Bpk. B.

Kotabajo. Keberangkatan kedelapan “elite” untuk mengikuti SSI, menurut Pnt. P.

Dawile adalah “atas kesepakatan majelis jemaat dan jemaat. Tujuannya adalah

untuk mengetahui permasalahan apa yang dibicarakan dalam SSI atau apa yang

dibahas dalam persidangan tersebut”.

Sesuai persidangan, kedelapan utusan tersebut kembali ke Imanuel Mamuya

dan mensosialisasikan hasil persidangan tersebut. Melihat materi sosialisasi yang

disampaikan oleh para utusan tersebut, terdapat kesan bahwa para utusan tidak

lagi menempatkan posisi sebagai utusan yang mencermati permasalahan yang

dibahas dalam SSI posisi netral. Kedelapan “utusan” tersebut kemudian

mengambil sikap sebagai pendukung SSI, tanpa sepengetahuan Jemaat Imanuel

Mamuya. Realitas ini memperlihatkan bahwa makna “utusan” sebagai yang netral

dalam mengikuti SSI menjadi tidak berarti lagi.

Argumentasi “makna utusan tidak bermakna lagi” dikarenakan hasil diskusi

dengan kedelapan “utusan” ini pada waktu penelitian tampak bahwa mereka telah

memposisikan diri sebagai pendukung SSI ketika hadir dalam Sidang Sinode

Istimewa tersebut. Jadi kedelapan utusan tidak hadir dalam kapasitas sebagai

utusan yang “netral,” namun telah terkontaminasi ketika mengikuti sidang.

Hasilnya ketika keedelapan utusan ini kembali ke jemaat Imanuel Mamuya.

Laporan (atau sosialisasi) yang dilakukan dalam ibadah Rumah Tangga (ibadah

keluarga), tampak telah menyimpang dari tujuan awal mengikuti SSI.

Page 32: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

21

Dua topik yang disosialisaikan adalah: a). Penyimpangan pengelolaan

keuangan oleh BPHS hasil Sidang Sinode di Dorume pada tahun 2012, serta hal-

hal khusus yang dilakukan oleh Ketua Sinode; b). Penyelewengan atau

penyimpangan pengelolaan keuangan dan realitas Ketua Sinode yang berpolitik.

Pola sosialisasi yang dilakukan oleh “para utusan” ini tidak mampu menarik

perhatian anggota jemaat secara keseluruhan. Buktinya berdasarkan data yang

dihimpun dari Sekertaris Jemaat (Pnt. N. Dawile) yang biasanya dipanggil Pak

Nelman, ditemukan bahwa anggota jemaat yang mendukung SSI sampai dengan

penelitian ini dilakukan adalah sebanyak 73 Kepala Keluarga (KK).46

Melihat upaya yang dilakukan oleh para utusan ketika kembali ke jemaat

Imanuel Mamuya, tampak bahwa ada upaya yang sistematis dilakukan untuk

membangun opini pada warga jemaat bahwa kepungurusan BPHS periode 2007-

2017 dan 2012-2017 telah melakukan kesalahan serius. Pola sosialisasi yang

dilakukan oleh “para utusan” menimbulkan permasalahan pada tingkat jemaat.

Meminjam perspektif Emile Durkheim bahwa pada sistem sosial (termasuk

agama) hanya akan seimbang jika nilai-nilai bersama masih diyakini dalam

masyarakat.47

Sosialisasi hasil SSI oleh “para utusan” diyakini mengakibatkan

ketidaknyamanan pada tatanan sosial jemaat Imanuel Mamuya. Dikatakan

demikian, sebab setelah sosialisai dilakukan, warga jemaat terpecah ke dalam

kubu-kubu atau kelompok-kelompok pendukung, baik pendukung BPHS Dorume,

maupun pendukung BPHS versi SSI. Bahkan berdasarkan hasil wawancara

dengan Pdt. R. Mahiku, diketahui bahwa warga jemaat Imanuel Mamuya terbagi

dalam dua kelompok;48

“Di dalam jemaat Imanuel Mamuya terpecah karena ada dukungan-

dukungan dari sidang sinode yang dilakukan di Dorume, sehingga para

utusan yang di utus dari jemaat Imanuel Mamuya juga ikut teribat

dalam GMIH Pembaharuan. Sebelum terpecah, mereka membagi-

46

Bersadarkan data survey yang dilakukan peneliti 73 KK ini tersebar dalam 3

Lingkungan Pelayanan yang ada dalam Wilayah Pelayanan Imanuel Mamuya. Dengan demikian,

maka data ini sebenarnya mengkonfirmasi pernyataan Kepala Badan Litbang dan Statistik GMIH

(Pnt. N. Dawile) bahwa yang terpecah bukanlah jemaat, namun Rumah Tangga yang berpindah

mendukung BPHS versi SSI 2013 dan BPHS hasil Sidang Sinode Dorume tahun 2012. 47

Durkheim Emile, The Elementary Froms Of Religious Life: (New York, The

Free Press, Macmillan Publishing, 1965). 48 Wawancara dengan Pdt. R. Mahiku, tanggal 8 Mei 2017.

Page 33: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

22

bagikan kepada jemaat 28 poin atau dosa yang dilakukan oleh ketua

sinode GMIH. Mereka lakukan ini agar supaya jemaat-jemaat juga ikut

percaya atas 28 dosa atau poin yang dilakukan oleh ketua sinode

GMIH. Diharapkan mereka juga mengikuti utusan-utusan yang ikut

dalam sidang sinode di Dorume”

Berdasarkan data yang dihimpun dari kantor gereja Imanuel Mamuya,

keseluruhan anggota jemaat Imanuel Mamuya berjumlah 929 jiwa dengan jumlah

Kepala Keluarga sebanyak 203 KK.

4.2 Relasi Antar Anggota Jemaat Imanuel Mamuya Pasca Perpecahan

Berdasarkan deskripsi yang telah dilakukan, hal menarik yang dapat

dipelajari adalah bahwa nilai-nilai keseimbangan masyarakat tidak selalu bersifat

tetap, namun berada dalam kondisi yang penuh konflik. Terjadinya konflik ini

dapat saja merusak tatanan nilai yang telah ada, namun dapat pula

mentransformasikan nilai-nilai bersama yang telah ada sebagai kohesifitas sosial.

Bisa terjadi juga di dalam konflik tersebut terdapat “ domba-domba yang

bingung” akibat keributan yang terjadi.

Dalam kebingungan itu “domba-domba” terus berupaya mencari perlindungan

pada mereka yang memiliki otoritas. Dalam proses “mencari” perlindungan atau

keteduhan itu, diakui bahwa ada “domba” yang berhasil mendapatkan lahan

terbaik yang kemudian diakui sebagai keabsahan yang dapat menaugi kepentingan

dan kebutuhan. Ada juga “domba” yang mencari namun tidak menemukan lahan

hijau akhirnya lari atau keluar dari lingkungan nilai bersama dan berdiam di

wilayah yang mungkin tak bertuan, dan dapat saja domba-domba yang sedang

kebingungan ini saling menyerang satu sama lain.

Analogi “domba-domba yang kebingungan,” menurut hemat peneliti dapat

digunakan untuk mengolaborasi akibat konflik kepentingan elit yang terjadi di

GMIH, nampak pada jemaat Imanuel Mamuya. Dikatakan “domba-domba yang

kebingungan” maksudnya adalah ketika sudah terjadinya konflik ada dari

sebagian jemaat yang binggung untuk mengikuti sinode Pembaharuan, dan

bertahan tetap dalam sinode lama.

Page 34: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

23

Bagi peneliti, keputusan 203 Kepala Keluarga yang tidak terlibat dan

memihak pada salah satu “calon” adalah keputusan menarik, walaupun agak

“menggelitik” jika ditempatkan dalam perspektif Gereja dalam pola pelayanan

atau penatalayanan rapi dan tersistematis. Dikatakan menggelitik sebab jika

ditempatkan dalam struktur gereja apalagi para pendeta juga ikut terkotak-kotak,

maka pertanyaan adalah siapakah yang berhak atau dapat mengklaim 203 Kelapa

Keluarga ini sebagai anggota jemaat mereka? Bukankah mereka sedang berada

dalam kondisi “tanpa status”? Itulah realitas domba-domba yang kebingungan.

203 KK itu dapat dikatakan sedang menampar dengan keras terhadap para

pelayan (pendeta) GMIH yang berkonflik. Implikasi pendeta yang berkonflik itu

mengusik ketenangan domba-domba yang kebingungan.

Hasil wawancara dengan Pnt. P. Dawile, tanggal 14 Mei 2017 tentang realitas

yang terjadi di jemaat Imanuel Mamuya, pada intinya mengatakan bahwa:49

“Sekarang terlihat keadaan aman, karena tidak sama seperti pertama

terjadinya konflik. Dari antara kedua belah pihak sudah saling sapa

satu dengan yang lain, jikalau ada kegiatan orang meninggal dari

kedua belah pihak saling mendatangi ke rumah keluarga yang

meninggal. Di jemaat Imanuel Mamuya terjadi kekacauan pada saat

selesai ibadah Minggu di gereja. Ada sekelompok orang yang

memberontak dengan pedang. Kami dari jemaat SSI tidak bisa

menangani karena kami terus diancam dan bahkan ditindas kalau

mereka melakukan pembangunan gedung gereja kita di usir dari

jemaat tersebut”.

Sekalipun setiap informasi kunci mengatakan bahwa “mereka tidak

menganggap yang lainnya sebagai musuh”, namun realitas keseharian kehidupan

warga jemaat, pasca perpecahan ini mengakibatkan pola interaksi tidak lagi

berjalan dengan baik.

49

Wawancara dengan Pnt. P. Dawile, tanggal 14 Mei 2017

Page 35: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

24

4.2 Hubungan Antar Gereja dan Negara Dalam Hal Pemerintah Kota

Tobelo

Menurut peneliti dalam wawancara dengan jemaat Imanuel Mamuya

mengatakan, bahwa pemerintah bekerja sama dengan sinode untuk

mempersatukan antara kedua belah pihak, antara lain adalah para pegawai negeri.

Pemerintah Tobelo bertindak kepada pegawai negeri, termasuk pegawai negeri

yang masuk dalam GMIH Pembaharuan. Mereka harus balik dalam satu gereja,

kalau tidak mereka akan memindahkan para pegawai negeri ke tempat yang lain,

tetapi dalam jemaat yang bertahan dalam sinode lama, akan tetap bertahan dalam

tempat kerja mereka. Sehingga dari tindakan ini pemerintah Tobelo bekerja sama

dengan sinode, agar bisa menyatukan antara kedua belah pihak, karena

kebanyakan yang mengikuti sinode pembaharuan adalah para pegawai negeri ke

tempat lain.

4.3 Intervensi Pemerintah Terhadap Permasalahan Gereja Termasuk

Universitas Halmahera

Ketika peneliti melakukan wawancara kepada salah satu alumni Universitas

Halmahera (Uniera), ia mengatakan bahwa pada tahun 2013, mahasiswa Uniera

dan Rektor Uniera membuat 28 dosa atau poin, yang menyangkut pelanggaran-

pelaranggaran yang dilakukan oleh ketua sinode GMIH. Salah satunya berisi

korupsi terhadap uang-uang jemaat yang ada di GMIH. Rektor juga memberikan

28 poin kepada mantan bupati Halmahera Utara yang waktu itu adalah H.

Namotemo. Rektor Uniera, menganggap bahwa H. Namotemo mempunyai

dukungan yang sangat banyak, ketika mencalonkan diri dalam pemilihan

Gubernur. Pada kesempatan inilah rektor Uniera mengambil kesempatan, untuk

memberikan 28 poin kepada mantan bupati. Sehingga pada nantinya, H.

Namotemo membagi-bagikan kepada jemaat-jemaat yang ada di Halmahera.

Pada tahun 2013 diadakan Sidang Majelis Sinode yang diadakan di Desa

Weda, Halmahera Tengah. Ada sebagian mahasiswa Uniera, yang mengikuti

Sidang Majelis Sinode ada juga yang tidak mengikuti. Sebagian dari mahasiswa

Uniera mengikuti dalam maksud untuk mamastikan ketua sinode korupsi uang

Page 36: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

25

jemaat ataukah memang tidak sama sekali. Tetapi dari beberapa mahasiswa dari

Uniera bersama Rektor, tidak mengikuti Sidang Majelis Sinode yang diadakan di

Desa Weda, Halmahera Tengah. Pada saat Sidang Majelis sedang berlangsung,

sebagian mahasiswa Uniera bertanya langsung kepada ketua sinode. Pada saat itu

juga, ketua sinode menunjukan bukti-bukti penyetoran dari jemaat-jemaat ke

sinode. Setelah ketua sinode menunjukkan bukti penyetoran jemaat kepada

mahasiswa Uniera, maka timbul pertanyaan, demikian ; kenapa sebagian dari

mahasiswa tidak hadir dalam sidang majelis sinode di Desa Weda? Padahal

mereka yang membuat 28 dosa atau poin kepada ketua sinode GMIH.

4.4 Otoritas Sinode Terhadap Permasalahan Gereja

Gereja dalam hal ini pemimpin sinode hasil sidang sinode di Desa Dorume,

harus menyadari posisi sebagai pengambilan keputusan ditingkat kepemimpinan

sinode, supaya bisa melihat momentum pemilihan kepada daerah ada ruang

politik. Mengambil posisi sebagai pangkal moralitas, umat diharapkan netral pada

posisinya dan mampu menyoroti setiap persoalan yang muncul kepermukaan,

terutama apabila terjadi kekerasan fisik maupun kekerasan psikis. Jika

kepemimpinan sinode tidak dapat memposisikan diri sebagai pangkal moral umat,

maka tentu hal ini akan menjadi pertanyaan di setiap elemen masyarakat yang

ada. Ada apa dengan mereka? Apa alasan mereka mau terlibat secara terang-

terangan di momen politik praktis? Bukankah lembaga keumatan yang dipimpin

punya kode etik yang rentan terhadap citra mereka. Tentu sangat mengherankan

jika mereka dengan tanpa merasa bersalah terlibat secara langsung di arena politik

praktis. Jika ini dilakukan untuk kepentingan diri, maka etika diabaikan oleh

karena perebutan kekuasaan, maka dapat dikatakan menduduki kepemimpinan

sinode hanya sebagai ajang prestasi untuk memuluskan hasrat kekuasaan. Bahkan

ini juga terjadi dalam agenda-agenda sidang sinode dari periode ke periode di

Gereja Masehi Injili di Halmahera. Memilih ketua sinode pun harus dilalukan

dengan lobi-lobi.

Page 37: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

26

4.5 Ada Keperhakan Jemaat Terhadap Pendeta (hubungan emosional)

Sebagai warga jemaat Imanuel Mamuya yang sudah terpecah menjadi dua,

jemaat yang mengikuti sinode pembaharuan, mempunyai hubungan yang

emosional kepada pendeta dan ketua sinode GMIH. Sebagian jemaat yang sudah

mengikuti sinode pembaharuan, memiliki emosional akan pendeta yang sebagai

pimpinan jemaat Imanuel Mamuya. Pendeta tidak mengadakan pertemuan antara

kedua belah pihak, untuk membicarakan perdamaian. Begitu juga pimpinan

sinode GMIH yang korupsi akan uang-uang sinode GMIH. Bukan hanya korupsi,

tetapi yang mereka menyoroti pimpinan sinode GMIH terlibat dalam pencalonan

Wakil Gubernur. Mereka katakana bahwa kalau sudah menjadi seorang pelayan

tidak boleh lagi mencalonkan diri pada bidang politik, apalagi menjadi Wakil

Gubernur Maluku Utara. Padahal beliau sudah dipercayakan oleh warga jemaat

GMIH yang ada di Halmahera, untuk bertanggung jawab sebagai ketua sinode.

Melihat hal tersebut, menurut penulis jika dikaji dari Teori Rekonsiliasi

menurut Galtung yang dibagi dalam tiga tahapan yaitu peacemaking,

peacekeeping, dan peace building:

1) Jika dilihat dari tahap Peacemaking, konflik yang terjadi di jemaat Imanuel

Mamuya sudah mempunyai komunikasi dari antara kedua belah pihak. Ketika

dari jemaat GMIH lama ada keluarga yang meninggal, jemaat Pembaharuan

mendatangi keluarga yang berduka, sehingga dari situ mereka sudah

mempunyai komunikasi yang baik.

2) Peacekeeping tahap ini ketika dilihat dari perpecahan yang ada di jemaat

Imanuel Mamuya dari kedua belah pihak belum ada perjanjian dalam

menyelesaikan konflik. Akibat sampai saat ini belum ada perdamaian antara

GMIH lama dan GMIH Pembaharuan yang ada di jemaat Imanuel Mamuya.

Jika dari atasan-atasan atau pendeta-pendeta baik GMIH lama dan GMIH

Pembaharuan sudah ada perdamaian, tentu jemaat Imanuel Mamuya akan

berdamai pula dengan kedua belah pihak.

3) Tahap Peace building jika dilihat konflik yang terjadi di jemaat Imanuel

Mamuya, sampai saat ini dari kedua belah pihak belum sampai ke tahap ini,

Page 38: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

27

karena mereka sudah melakukan pertemuan untuk membicarakan

perdamaian, tetapi belum ada perubahan sampai saat ini.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diformulasikan

sebagai berikut: terpecahnya jemaat Imanuel Mamuya diakibatkan oleh dua hal,

yakni: a). Konflik kepentingan elit yang terjadi pada tingkat Sinode GMIH

berimplikasi pada dukungan anggota jemaat pada elit tertentu hasil Sidang Sinode

Istimewa. Dukungan ini tampak atas dasar kesamaan kepentingan , baik

kepentingan politik-administrasi-merujuk pada status sebagai Pegawai Negeri

Sipil (PNS), maupun kepentingan kekeluargaan merujuk pada menguatnya

persaudaraan dalam sistem klan; dan b). Perilaku elit ditingkat jemaat yang

tidak netral. Hal ini merujuk pada kesepakatan jemaat mengutus 8 orang “elit”

mereka dalam Sidang Sinode Istimewa sebagai utusan. Sekembalinya “para

utusan” ini, pola sosialisai yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban

mereka kepada jemaat sudah tidak lagi netral, artinya telah memihak keputusan

SSI sehingga berimplikasi pada hilangnya kepercayaan anggota jemaat dan

perpecahan.

Konflik yang dimulai dari Sinode Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH)

juga berdampak pada jemaat-jemaat terkhususnya pada jemaat Imanuel Mamuya.

Konflik tersebut tidak hanya membuat terjadinya perpecahan gereja, tetapi juga

kekerasan fisik yang terjadi di jemaat Imanuel Mamuya. Kekerasan dimulai ketika

dari pihak pembaharuan, memulai pembangunan gedung gereja baru. Tetapi yang

bertahan dalam sinode lama mempunyai komitmen bahwa, tidak ada lagi

pembangunan gedung gereja yang baru. Hanya satu gereja yang ada di Desa

Mamuya, yaitu gereja Imanuel mamuya. Selain dari, ketika sedang dibangun

fondasi gereja, pada saat itu dari pembaharuan sedang bekerja, dari jemaat yang

bertahan di GMIH lama mereka membokar dan membakar peralatan gereja yang

mereka sudah persiapkan. Jemaat yang masih pertahan dalam sinode lama, karena

Page 39: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

28

tidak menyetujui akan pembangunan gedung gereja, maka dari itu mereka

melempari rumah-rumah warga jemaat sampai hancur, karena dari pembaharuan

sudah tidak mampu dengan tindakan yang dilakukan oleh warga jemaat, maka

dari itu mereka harus keluar dari Desa Mamuya.

Selain itu, dampak yang timbul dari perpecahan jemaat mengakibatkan

harmoni sosial menjadi rusak atau tidak harmonis lagi. Interaksi antar anggota

jemaat juga terkait dengan pimpinan jemaat menjadi tidak harmonis. Masing-

masing saling mencurigai, senyum yang dipaksakan, dan tegur-sapah menjadi

sekedar “basa-basi” belaka. Anggota jemaat terjebak dalam pengkotakan sebagai

pendukung BPHS SSD, pendukung BPHS SSI. Pengkotakan ini menambah

rumit pola interaksi antara mereka. Tegur-sapa dan senyum merupakan ungkapan

keterpaksaan akibat pernah hidup bersama sebagai orang bersaudara. Namun tidak

lagi setulus yang pernah ada pada waktu-waktu sebelum perpecahan.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan analisa dan kesimpulan di atas, maka beberapa hal yang

diformulasikan sebagai ekomendasi penelitian ini adalah:

Bagi kelembagaan GMIH, BPHS disarankan untuk lebih giat berupaya dalam

memberi pemahaman di Dorume tahun 2012. Memperbaiki dan meningkatkan

pola komunikasi yang baik dan martabat dengan semua pihak terutama dengan

jemaat-jemaat. Perlu dengan arif dan bijaksana mengelola konflik yang terjadi

pada tingkat elit dan tidak meneruskan konflik tersebut ke tingkat jemaat dalam

rangka menarik dukungan jemaat untuk melegitimasi kepentingan elit.

Bagi BPHS Pembaharuan, disarankan untuk menahan diri. Pembaharuan

gereja memang perlu dilakukan, namun waktunya perlu dipersiapkan dengan

matang, sehingga tidak terkesan ditunggangi secara politik. Tuhan (mungkin)

sedang menegur GMIH, namun teguran itu perlu dimaknai sebagai

mempersiapkan diri memperbaharui kehidupan bergereja. Berilah kesempatan

bagi BPHS SSD untuk bekerja dan membuktikan diriTanggal 5 Juli 2013

kalaupun dipahami sebagai “saat Tuhan menegur para pemimpin umat-Nya”,

namun tidak perlu meradikal dalam bentuk mekanisme SSI sebab “hari

Page 40: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

29

penghakiman” perlu disesuaikan dengan mekanisme gereja yang telah

melembaga.

Bagi para pelayan (pendeta dan mejelis) di Mamuya, disarankan untuk tidak

ikut terkontaminasi konflik pada tingkat elit (sinode) tetapi perlu memposisikan

diri sebagai pelayan yang menyuarakan suara kenabian. Berhentilah mendukung

elit dan kelompok tertentu, sebab realitasnya jemaat Imanuel Mamuya telah

terpecah dan masing-masing kelompok merindukan sentuhan kasih dari seorang

pelayan. Belajarlah dari jemaat yang mengambil posisi netral dalam konflik

perpecahan ini. Sebagai pelayan yang tahu dan taat asas presbiterial sinodal,

penting sekali untuk menempatkan posisi tak berkepentingan dengan konflik elit,

sebab yang perlu “diselamatkan” adalah jemaat dan bukan elit. Itulah konsekuensi

panggilan anda sebabagi pelayan Yesus Kristus.

Jemaat Imanuel Mamuya, harus melakukan pertemuan lagi untuk

membicarakan tentang perdamaian dan bergabung menjadi satu lagi. Dari

pertemuan itu, pendeta harus bertindak untuk membicarakan tentang perdamaian

antara kedua belah pihak.

Bagi anggota jemaat, disarankan untuk berbesar hati dan kembali saling

memaafkan sebagai “orang bersaudara.” Hidup sebagai “orang bersaudara” adalah

hidup dengan kekuatan nilai dan norma bersama yang diikat oleh rasa

kebersamaan, dan kekeluargaan. Anggota jemaat perlu bersatu hati dan

mengambil sikap resistensi bagi pendeta yang terkontaminasi kepentingan elit

yang berkonflik. Dengan sikap ini, elit akan belajar untuk tahu diri, sebab mereka

ditolak oleh jemaatnya.

Page 41: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

30

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Antonius, Empowerment, Stress dan Konflik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002

Aritonang J.S, & De Jonge, C. Apa dan Bagaimana Gereja: Pengantar Sejarah

Antonius, Empowerment, Stress dan Konflik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.

Eklesiologi, cet. 6, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009

Buletin, GMIH SANGKAKALA, Edisi Khusus. 2014.

Bunyamin Mafuth, Pendidikan Resolusi Konflik: Membangun generasi dan

kewarganegaraan, (Universitas Pendidikan Indonesia), 2005

Coser, L. The Function Of Social Conflict. New York: The Free Press, 1956.

Durkheim Emile, The Elementary Froms Of Religious Life: New York,

The Free Press, Macmillan Publishing, 1965.

Dahrendorf, R. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri: Sebuah analisa-

Kritik. Jakarta: Rajawali, 1986.

Ebin Eyzer Danius, Hubungan Kristen – Islam pasca konflik di Halmahera dan

implikasinya bagi upaya pembangunan jemaat, (Tobelo: Tesis

Universitas Halmahera), 2008

End, Th. V.Den. & Weitjens, J Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2.

Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. 1993.

Fisher et al, Mengelola Konflik, keterampilan dan Strategi, Resolusi Konflik

berbasis Kearifan Lokal. Terjemahan Global Pustaka Utama, Jogjakarta,

2001

Geiko Muller – Fahrenholz, Rekonsiliasi Upaya memecahkan Spiral Kekerasan

dalam Masyarakat (Maumere: Ledalero). 2005

Page 42: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

31

Harian : Radar Halmahera, 16 Juni 2014 “Gereja Pusat GMIH Kembali

Memanas”

Ihalauw, John J. O. I. Bangunan Teori. Edisi 3 Milenium. Salatiga: Universitas

Kristen Satya Wacana. 2004.

Johnson, P. D. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern 2. Jakarta: Gramedia, 1990.

Kuper, A & Kuper, J. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial : PT Raja Grafindo Persada,

2008.

Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

1997.

Lederach, P. J. Transformasi Konflik. Yogyakarta : Duta Wacana University

Press, 2005.

Liliweri Alo, Prasangka dan konflik; komunikasi lintas budaya masyarakat

multicultural

Litaay Theofransus, “ Mengelola Konflik dalam Konteks Human Security dan

Pengetahuan Lokal”, Theofanus Litaay. Et. Al., Buku Bacaan Pendidikan

Perdamaian (Salatiga: Satya Wacana Peace Centre-SWCU). 2011

Levine, Getting to Resolution, Turning Conflict into Collaboration, (Prentice Hall, New

York, 1998

Malo, Manasse. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Karunika. 1986.

Mahiku Renal. Wawancara, Mamuya 8 Mei 2017. (Pimpinan Jemaat Imanuel

Mamuya).

Magany, Bahtera Injil Di Halmahera. (Ambon 1984).

Mindes. Teaching Young Children Social Studies. (United State of America),

2006

Mojau, Julianus. Sejarah Pembaharuan GMIH. Tobelo, GMIH, 2014

Mahiku Renal. Skripsi Memanusiakan Manusia (Tidak Diterbitkan).

Page 43: FAKULTAS TEOLOGI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13414/1/T1_712012035_Full... · Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas

32

Morton & Coleman, The handbook of Conflict Resolution, (Weveland Press, Inc, Illinois,

2000),

Moleong, L. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2006.

Noyce, Gaylord, Tanggungjawab Etis Pelayan Jemaat, BPK Gunung Mulia,

Jakarta. 2007

Nordholt, Schulte. Metodologi dan Metodik Sosiologi. Salatiga: LPIS Satya

Wacana. 1973.

R. T dan O. S. Wawancara : 24 Oktober 1999.

T.R Wawancara, Tobelo: 20 Oktober 1999, (Pastor RK Tobelo).

Suwondo, Kutut, Gereja Dan Kemajemukan : Gereja Dalam Konflik Dengan

Agama-Agama Lain; Jalan Baru Menuju Terbentuknya “Civil Society”:

Visi Gereja Memasuki Milenium Baru, Bunga Rampai Pemikiran.

Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2002.

Soetrisno, Loekman, Konflik Sosial:Studi Kasus Indonesia, Tajidu

Press,Yogyakarta,2003

Scannell, The Big Book of Conflict Resolution Games, (United States of America:

McGraw- Hill Companies, Inc 2010

Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. (Jakarta:

PT. Grafindo Persada. 2011

Internet

http://digilib.unila.ac.id/2253/16/BAB%202.pdf. Dikunjungi pada tanggal 30 Mei

2017, Pukul 19.03 WIB

http://digilib.unila.ac.id/2253/16/BAB%202.pdf, dikunjungi pada tanggal 30 Mei

2017, Pukul 19.04 WIB