i
ANALISIS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1998
TENTANG MODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI DALAM
RANGKA PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMODAL
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Pekik Gulana Kharisma Bawono NIM. E 0005036
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1998
TENTANG MODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI DALAM
RANGKA PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMODAL
Oleh
Pekik Gulana Kharisma Bawono NIM. E 0005036
Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 16 April 2010
M. Najib Imannulah, SH, MH
NIP. 195908031985031001
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan hukum (Skripsi)
ANALISIS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1998
TENTANG MODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI DALAM
RANGKA PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMODAL
Oleh
Pekik Gulana Kharisma Bawono NIM. E 0005036
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 5 Mei 2010
DEWAN PENGUJI
1. Munawar Kholil, S.H, M.Hum : .................................................................
Ketua
2. Pujiyono, S.H, M.H :..................................................................
Sekretaris
3. M. Najib Imannulah, S.H, M.H :...................................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. NIP. 196109301986011001
iv
PERNYATAAN
Nama : Pekik Gulana Kharisma Bawono NIM : E 0005036
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
Analisis Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 Tentang Modal
Penyertaan Pada Koperasi Dalam Rangka Pemberian Hukum Bagi
Pemodal adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam
penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum
(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 5 Mei 2010 Yang membuat pernyataan
Pekik Gulana Kharisma Bawono NIM. E 0005036
v
ABSTRAK PEKIK GULANA KHARISMA BAWONO. E0005036. ANALISIS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG MODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI DALAM RANGKA PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelenggaraan modal penyertaan pada koperasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, serta mengetahui perlindungan hukum bagi pemodal.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah silogisme deduksi dengan metode intepretasi gramatikal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, koperasi diberi perlindungan hukum untuk menyelenggarakan modal penyertaan pada koperasi dalam upaya untuk mendapatkan modal guna mengembangkan usahanya, juga perlindungan terhadap pemodal untuk menanamkan modalnya pada koperasi melalui modal penyertaan pada koperasi dan berhak mendapatkan pembagian keuntungan dari usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan tersebut, namun Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi ternyata juga memiliki kelemahan sehingga kurang dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemodal dan koperasi dalam pelaksanaan modal penyertaan tersebut. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam menelaah setiap peraturan yang ditetapkan guna mengatur hubungan bisnis yang memiliki resiko dan peraturan perundangan perlu mengaturnya secara rinci dan jelas agar tidak terdapat celah untuk diterobos.
Kata kunci : koperasi, modal penyertaan, perlindungan hukum
vi
ABSTRACT
PEKIK GULANA KHARISMA BAWONO. E0005036. ANALYSIS OF GOVERNMENT REGULATION NUMBER 33 YEAR 1998 CONCERNING CAPITAL INVESTMENTS IN COOPERATIVES IN ORDER TO GRANT LEGAL PROTECTION FOR INVESTOR. Law Faculty of Sebelas Maret University in Surakarta. Legal Writing (Thesis). 2010.
The purpose of this study to identify the co-operative management of capital investment based on Government Regulation Number 33 Year 1998 concerning Capital Investment in Cooperatives, and to know the legal protection for investor.
This research is a normative legal research that have the prescriptive characteristic with close by regulatory approach. Types of data used are secondary data, which are classified into primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials or auxiliary. The data collection techniques used in this research is literature study that is the data collection techniques by studying the secondary data. Analysis of the data that was used is deductive syllogism with grammatical interpretation method.
Based on the Government Regulation Number 33 Year 1998 concerning Capital Investment in Cooperatives, cooperatives were given legal protection to carry out capital investment in the cooperative in an effort to obtain capital for expand its business, also the protection of investors to invest their capital in the cooperative through capital investment in the cooperative and are entitled to a distribution of profits from operations financed by capital investment. However, the Government Regulation Number 33 Year 1998 concerning Capital Investment in Cooperatives apparently also has a weakness, so can not provide legal protection for investors and cooperatives in the implementation of capital investment. Theoretical implications of this research is to provide a conceptual contribution to the development of legal science, especially in the review of any rules established to regulate the business relationship with risk and regulation need to set it in detail and clearly so that there is no gap to be broken. Key words: cooperatives, investment capital, legal protection
vii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yang Penuh Berkat juga Kasih Karunia atas
pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Analisis Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi Dalam Rangka
Pemberian Perlindungan Hukum Bagi Pemodal”.
Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi dalam memberikan jaminan
perlindungan hukum bagi pemodal berkaitan dengan penyelenggaraan modal
penyertaan pada koperasi guna mengembangkan usaha koperasi, yang menurut
penulis penting untuk dikaji dalam kaitan dengan penjaminan hak pemodal dalam
penyelenggaraan modal penyertaan pada koperasi.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum atau
skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril
yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
dengan rendah hati Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Bapak Moh Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang
telah memberi izin dan kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Ambar Budi S, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Subekti, S.H, M.H selaku Pembimbing Akademik Penulis yang telah
memberi bimbingan dan semangat selama penulis menempuh perkuliahan di
Fakultas Hukum UNS.
4. Bapak M. Najib Imannulah, S.H, M.H sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing Penulis dan memberikan banyak
masukan serta saran demi kemajuan Penulis dan sempurnanya penulisan.
viii
5. Bapak Munawar Kholil, S.H, M.Hum dan Bapak Pujiyono, S.H, M.H selaku
dosen penguji penulisan hukum Penulis, yang telah meluangkan waktu untuk
memberi saran dan dorongan yang membangun bagi Penulis.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat Penulis
amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya.
7. Segenap Panitia Penelitian Hukum UNS yang telah membantu dan
mengarahkan Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan
Hukumnya.
8. Segenap Staff Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan Universitas
Sebelas Maret atas bantuannya yang memudahkan Penulis mencari bahan-
bahan referensi untuk penulisan penelitian ini.
9. Kedua orang tuaku yang aku sayangi Pak Mul dan Bu Sunarsih, kakak-adik
Prasasti dan Dewi yang selalu menyayangi dan memberikan semangat kepada
Penulis dalam menjalani hidup.
10. Sahabat-sahabat penulis selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum
UNS, Angga Mamik, Henry Nyonyo, Rudy Njeber, Kentung, Adhi Menthel,
Pandu, Daniel Haztol, Koh Gembong, terima kasih atas semua bantuan tanpa
pamrih dan sumbangan pemikirannya.
11. Monica Tyaghita, yang selalu memberi semangat, dukungan dan segalanya
tanpa henti dan telah banyak membantuku. Semoga doa kita berdua terkabul.
Amin.
12. Teman-teman FH angkatan’05 yang selama ini telah bersama-sama membawa
nama besar Almamater tercinta dengan segala suka dan duka.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam bantuannya baik
dorongan moril dan sebagainya, terima kasih atas bantuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan lapang dada seluruh saran dan kritikan
yang bersifat membangun akan Penulis terima.
ix
Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat
umum.
Surakarta, 5 Mei 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN.................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B Rumusan Masalah ................................................................. 6
C Tujuan Penelitian ................................................................... 6
D Manfaat Penelitian ................................................................. 7
E Metode Penelitian .................................................................. 8
F Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ................................................................... 16
1. Tinjauan Umum tentang Koperasi ................................ 16
a. Pengertian Koperasi ................................................ 16
b. Karakteristik Koperasi ............................................. 17
c. Landasan dan Asas Koperasi ................................... 18
d. Tujuan, Fungsi, dan Peran Koperasi ........................ 20
e. Prinsip – prinsip Koperasi ....................................... 21
f. Jenis – Jenis Koperasi ............................................. 22
g. Perangkat Organisasi Koperasi ................................ 23
2. Tinjauan Umum tentang Modal Penyertaan pada
Koperasi ....................................................................... 26
xi
3. Tinjauan Umum mengenai Perjanjian ........................... 30
a. Pengertian Perjanjian ............................................... 30
b. Syarat Sah Perjanjian .............................................. 31
c. Terjadinya Perjanjian .............................................. 32
d. Akibat Hukum Perjanjian yang Sah ......................... 33
e. Asas – asas Perjanjian ............................................. 34
f. Prestasi dan Wanprestasi ......................................... 35
g. Berakhirnya Perjanjian ............................................ 37
4. Tinjauan Umum mengenai Perjanjian Modal
Penyertaan pada Koperasi ............................................ 38
5. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum ............ 39
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 42
BAB III PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Pengaturan Modal Penyertaan Pada Koperasi melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi dalam rangka
Memberikan Perlindungan Hukum bagi Pemodal ............... 46
B. Analisis Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi dalam
Memberikan Perlindungan Hukum bagi Pemodal ................ 60
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................. 68
B. Saran ................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran : Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi
Contoh Perjanjian Modal Penyertaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi sekarang ini persaingan di dunia usaha
semakin ketat, membuat banyak pelaku usaha sulit bergerak dalam
mengembangkan usahanya, bahkan banyak pelaku usaha yang bangkrut
karena kalah bersaing, terutama pelaku usaha kecil, karena kesulitan
mendapatkan modal untuk mengembangkan usahanya. Hal ini terjadi
berawal ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada
tahun 1997, perekonomian Indonesia menjadi hancur, dan sektor
perbankan menjadi sangat selektif dalam memberikan pinjaman modal
kepada para pelaku usaha, maka orang mulai tertuju pada badan usaha
yang selama ini agak terlupakan, yaitu koperasi. Koperasi merupakan
bentuk badan usaha yang sesuai dengan cita – cita dan tujuan bangsa
Indonesia yaitu membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera dan
makmur. Hal ini disebutkan dalam Undang – Undang Dasar 1945 Pasal
33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam pasal ini
dinyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, dan
bangun usaha yang sesuai dengan pasal tersebut ialah koperasi. Untuk
xiv
memberikan kepastian hukum maka perlu dibuat Peraturan Perundangan
mengenai Perkoperasian. Mengenai hal tersebut, Undang – Undang
Perkoperasian telah mengalami beberapa perubahan, dan yang terakhir
ialah dibuatnya Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 sebagai
pengganti Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1967 Tentang
Perkoperasian.
Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 menempatkan koperasi
sebagai sokoguru perekonomian nasional serta sebagai bagian integral
tata perokonomian nasional. Untuk itu koperasi dituntut dapat bersaing
dengan badan usaha lainnya dalam era globalisasi sekarang ini. Koperasi
yang pada dasarnya menjalankan usaha simpan pinjam, sangat diperlukan
oleh pelaku usaha kecil untuk mengembangkan usahanya, namun
sekarang ini koperasi kesulitan dalam mengembangkan usahanya, hal ini
dikarenakan koperasi juga memiliki masalah pendanaan untuk menunjang
usaha mereka. Tentu saja hal ini menghambat koperasi untuk
berkembang dan dapat bersaing di era global sekarang ini. Masalah
pendanaan pada koperasi terjadi dikarenakan koperasi kesulitan
mendapatkan modal dalam menyokong kegiatan usahanya. Sektor
perbankan yang makin selektif juga menyebabkan koperasi kesulitan
mendapatkan pendanaan melalui perbankan. Koperasi juga tidak bisa
mengumpulkan dana masyarakat, karena menurut peraturan yang berlaku
hanya bank yang diperkenankan memobilisasi dana masyarakat dalam
bentuk tabungan ( www.kalimantanpost.com ) .
Koperasi harus mencari alternatif lain untuk menyelesaikan
masalah pendanaan yang didapat. Sesuai ketentuan Pasal 41 ayat (1)
Undang – Undang Perkoperasian, koperasi memiliki berbagai pilihan
dalam mendapatkan pendanaan, yaitu baik yang bersifat ekuitas (modal
sendiri) maupun bersifat hutang (modal pinjaman). Dengan adanya
pilihan sumber dana tersebut, diharapkan koperasi mampu
xv
mengembangkan usahanya agar dapat bersaing pada era globalisasi
sekarang ini.
Sumber dana yang bersifat ekuitas menurut Pasal 41 ayat (2)
Undang – Undang Perkoperasian dapat diperoleh oleh koperasi dengan
cara menggali simpanan pokok dan simpanan wajib dari anggota, juga
melalui hibah dan dana cadangan, sedangkan dana yang bersifat
pinjaman anatra lain dapat berupa pinjaman dari anggota, pinjaman dari
koperasi lain, pinjaman dari lembaga keuangan, obligasi dan surat utang,
serta sumber keuangan lain. Selain sumber modal tersebut, sesuai dengan
ketentuan Pasal 42 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang
berasal dari modal penyertaan baik dari pemerintah maupun masyarakat.
pemupukan modal ini dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan
usaha koperasi terutama yang berbentuk investasi.
Modal penyertaan ini ikut menanggung resiko, namun pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijakan koperasi secara keseluruhan, namun demikian pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian (Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko, 2002 : 77 – 78 ).
Pemupukan modal penyertaan pada koperasi ini dirasa merupakan
salah satu pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan upaya koperasi
dalam mencari dana dalam mengembangkan usahanya. Hal tersebut dapat
terlihat dari modal penyertaan itu termasuk dalam modal yang bersifat
ekuitas atau modal sendiri yang memiliki keuntungan yaitu, modal
ekuitas memiliki risiko yang relatif kecil dikarenakan koperasi tidak
mempunyai kewajiban membayar bunga atau imbalan, melainkan
berdasarkan pembagian sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi. Dengan
adanya keuntungan tersebut, maka koperasi dapat mengembangkan
usahanya tanpa memikirkan bunga atau imbalan seperti jika koperasi
mendapat modal dari pinjaman atau hutang.
xvi
Pemupukan modal pada koperasi melalui modal penyertaan
merupakan salah satu pilihan yang tepat, maka dirasa perlu adanya
peraturan perundangan yang secara khusus mengatur mengenai modal
penyertaan tersebut, karena dalam Undang – Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian tersebut belum diatur secara jelas dan
terperinci mengenai pengaturan modal penyertaan pada koperasi.
Menyikapi hal tersebut, maka dibuatlah Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi telah dipertegas bahwa
modal penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat
dinilai dengan uang, yang ditanamkan pemodal untuk menambah dan
memperkuat struktur modal koperasi dalam meningkatkan usahanya.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 juga telah
mempertegas bahwa pemupukan modal penyertaan pada koperasi tersebut
bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan, koperasi dapat
meningkatkan usahanya dengan memupuk modal penyertaan yang berasal
antara lain dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha, badan –
badan usaha lainnya.
Pemupukan modal penyertaan modal pada koperasi harus
dilakukan berdasarkan perjanjian antara pemodal (pihak yang
menanamkan modal penyertaannya pada koperasi) dengan koperasi
(penyelenggara modal penyertaan). Perjanjian yang dimaksud ialah
perjanjian penanaman modal penyertaan pada koperasi yang memiliki
fungsi dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak – hak yang
dimiliki para pihak yang melakukan perjanjian yaitu pemodal dan
koperasi berdasarkan peraturan yang mengatur tentang modal penyertaan
yaitu Pertaturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi. Sesuai Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998, perjanjian modal penyertaan harus dibuat secara
xvii
tertulis yang berfungsi sebagai akta yang memiliki kekuatan hukum yang
absolut untuk pembuktian di pengadilan apabila terjadi pelanggaran oleh
salah satu pihak sesuai perjanjian yang telah dibuat.
Modal penyertaan pada koperasi tergolong sebagai modal yang
bersifat ekuitas, jadi memiliki risiko bisnis. Risiko dalam modal
penyertaan pada koperasi kemungkinan timbul dikarenakan adanya
permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Permasalahan dalam
pelaksanaan modal penyertaan pada koperasi kemungkinan dapat terjadi
dikarenakan hal – hal yang antara lain seperti, kelalaian para pihak
sehingga menimbulkan kerugian, kepemilikan hak dari modal penyertaan
apabila pemodal meninggal dunia, hak pemodal apabila koperasi yang
dibiayai modal penyertaan bankrut, apabila salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya, juga apabila terjadi keadaan yang tidak bisa
dihindari yang menyebabkan kerugian usaha. Kemungkinan adanya
permasalahan dan risiko yang terjadi tersebut menyebabkan perlunya
perlindungan hukum mengenai modal penyertaan pada koperasi bagi para
pihak melalui Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi.
Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
modal penyertaan pada koperasi, menyangkut modal penyertaan pada
koperasi itu sendiri, perjanjian pemupukan modal penyertaan, Peraturan
Perundang – undangan yang mendasarinya yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, serta
sudah cukup baik atau belum Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi memberikan perlindungan
hukum bagi pemodal. Selanjutnya, penulis memilih judul : “ ANALISIS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG
MODAL PENYERTAAN PADA KOPERASI DALAM RANGKA
PENBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMODAL“.
xviii
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka Peneliti merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi mengatur modal penyertaan pada
koperasi dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi
pemodal?
2. Apakah pengaturan modal penyertaan pada koperasi melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi sudah cukup baik dalam memberikan
perlindungan hukum bagi pemodal?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
Tujuan Obyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi mengatur modal
penyertaan pada koperasi.
b. Untuk mengetahui bentuk – bentuk perlindungan hukum bagi
pemodal yang menyertakan modalnya pada koperasi dalam rangka
meningkatkan kegiatan usaha koperasi, serta untuk mengetahui
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
xix
Penyertaan pada Koperasi sudah cukup baik dalam memberikan
perlindungan hukum bagi pemodal.
2. Tujuan Subyektif
Tujuan subyektif dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang
diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman serta pemahaan aspek hukum dalam modal penyertaan
pada koperasi serta bentuk – bentuk perlindungan hukum bagi
pemodal yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.
c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi Ilmu
Hukum mengenai penerapan peraturan hukum terutama hukum
tentang perkoperasian dalam masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentu sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin ilmu
hukum, hukum perdata pada umumnya dan hukum tentang
perkoperasian pada khususnya.
xx
b. Menambah literatur atau bahan – bahan informasi ilmiah yang
dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penulisan ilimiah
bidang hukum selanjutnya.
c. Untuk mendalami teori-teori serta merupakan latihan dan
pembelajaran atas teori – teori yang telah Penulis peroleh selama
menjalani kuliah.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
mengenai bentuk – bentuk perlindungan hukum dalam modal
penyertaan pada koperasi bagi pemodal berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi.
b. Menjadi wahana untuk mengembangkan penalaran dan membentuk
pola pikir kritis sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c. Sebagai praktek dari teori dalam bidang hukum dan dalam
pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode ilmiah.
E. Metode Penelitian
Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, maka terlebih
dahulu akan dikemukakan pengertian tentang metode. Kata ”metode”
berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara kerja, upaya,
atau jalan suatu kegiatan pada dasarnya adalah salah satu upaya, dan
upaya tersebut bersifat ilmiah dalam mencari kebenaran yang dilakukan
dengan mengumpulkan data sebagai dasar penentuan kebenaran yang
dimaksud (Koentjoroningrat, 1993 : 22). Metodologis berarti sesuai dengan
metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem,
xxi
sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam
suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2006:42).
Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah
penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. Sehingga dalam pengumpulan data peneliti tidak perlu
mencari langsung ke lapangan, akan tetapi cukup dengan
pengumpulan data sekunder kemudian dikonstruksikan dalam suatu
rangkaian hasil penelitian.
Penelitian ini peneliti mencoba menganalisis peraturan
mengenai modal penyertaan pada koperasi yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi,
serta bentuk – bentuk perlindungan hukum bagi pemodal.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian doktrinal ini adalah preskriptif dan teknis atau
terapan. Preskripsi yang diberikan di dalam kegiatan penelitian hukum
ini harus dapat atau setidaknya mungkin untuk diterapkan. Hal ini
berpegang pada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat
prespektif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskiptif, ilmu
hukum mempelajari tujuan, nilai – nilai keadilan, validitas aturan,
konsep – konsep, dan norma – norma hukum. Sebagai ilmu terapan
xxii
ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan – ketentuan,
rambu – rambu dalam melaksanakan aturan hukum.
3. Pendekatan penelitian
Di
dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan
pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek
mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pada
penelitian ini digunakan pendekatan Undang – Undang (statute
approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum
yang menjadi fokus sekaligus tema sentral penelitian (Johny Ibrahim
2006 : 302), sehingga dalam penelitian dengan metode pendekatan
perundang-undangan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan
terhadap bahan hukum yang ada.
Penelitian ini selain dilakukan dengan pendekatan perundang-
undangan, juga dilakukan dengan pendekatan analitis (analytical
approach) karena dalam penelitian ini juga dilakukan dengan
menganalisis Perundangan yang menjadi tema dalam penelitian ini
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi. Pendekatan analitis dilakukan dengan
menganalisis istilah–istilah dalam aturan Perundang – Undangan
supaya dapat diketahui makna atau definisi dari istilah – istilah
tersebut, karena tidak jarang sebuah kata atau definisi yang terdapat
dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya (Johny
Ibrahim 2006 : 310). Penelitian ini juga menggunakan pendekatan
kasus (case approach) karena dalam penelitian ini juga dilakukan
pendekatan melalui kasus – kasus yang terjadi dalam pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi, yaitu dengan melihat isi dari Peraturan
Pemerintah ini sudah cukup baik atau belum dalam menyikapi
xxiii
permasalahan – permasalahan yang mungkin atau akan timbul (Johny
Ibrahim 2006 : 321).
4. Jenis dan Sumber data
Jenis data dalam suatu penelitian terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data, fakta atau keterangan
yang diperoleh secara langsung melalui penelitian, mengenai segala
hal yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data sekunder adalah
data yang tidak diperoleh secara langsung, melainkan diperoleh dari
studi kepustakaan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
data sekunder, karena jenis penelitian ini merupakan penelitian
normatif yang tidak memakai data primer, melainkan data sekunder.
Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang bersumber
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat antara lain: Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945, Buku III Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata tentang Perikatan, Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang modal Penyertaan pada Koperasi.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer seperti; rancangan undang-undang, jurnal – jurnal
baik internasional maupun nasional, hasil-hasil penelitian, buku-buku,
artikel majalah dan koran, pendapat pakar hukum maupun makalah-
makalah yang berhubungan dengan koperasi khususnya menyangkut
modal penyertaan pada koperasi.
xxiv
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan
petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti
kamus hukum, kamus bahasa Indonesia dan ilmu hukum yang lain.
(Soerjono Soekanto, 2001:12).
5. Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan –
bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
bahan hukum tersier, dan atau bahan non – hukum (Mukti Fajar Nur
Dewata dan Yulianto Achmad, 2010 : 160). Studi dokumen atau bahan
pustaka ini meliputi usaha–usaha pengumpulan data dengan cara
mengunjungi perpustakaan– perpustakaan , membaca, mengkaji dan
mempelajari buku–buku, literatur, artikel, majalah, koran, karangan
ilmiah, makalah, internet, dan sebagainya yang berkaitan erat dengan
pokok permasalahan dalam penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan tehnik analisis data dengan logika
deduktif. Menurut Johny Ibrahim yang mengutip pendapat Benard Arief
Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik
kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat
individual (Johny Ibrahim, 2006:249). Sedangkan Philiphus M. Hadjon
menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
major (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan
atau Conclusion. Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum
dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang
sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya
lebih khusus.
xxv
Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan melakukan
inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan
perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu
menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu
diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap
terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga
pada akhirnya dapat diketahui tentang penyelenggaraan modal
penyertaan koperasi dan perlindungan hukum yang di dapat bagi
pemodal dan koperasi, serta bagaimana peraturan Pemerintah No 33
Tahun 1998 mengatur penyertaan modal pada koperasi sehingga
tercipta perlindungan hukum bagi pemodal dan koperasi.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan
hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan
hukum sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada Bab I ini diuraikan mengenai pendahuluan dari
penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah yaitu
berisikan latar belakang dari suatu masalah yang diangkat
untuk diteliti, rumusan masalah berisikan masalah yang
harus diteliti untuk mendapatkan jawaban, tujuan penelitian
yang berisi tujuan dilakukannya penelitian, manfaat
penelitian yang berisi manfaat dilakukannya penelitian,
metode penelitian yaitu metode yang digunakan dalam
penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
xxvi
Pada Bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu
kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi:
pertama; Tinjauan Umum tentang Koperasi, Tinjauan Umum
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, Tinjauan Umum
tentang Perjanjian, Tinjauan Umum tentang Perjanjian
Modal Penyertaan pada Koperasi, dan Tinjauan Umum
tentang Perlindungan Hukum. Kerangka pemikiran berisi
kerangka atau landasan yang penulis gunakan dalam penulisan
hukum ini.
BAB III : PEMBAHASAN
Dalam Bab III ini penulis akan menguraikan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi mengatur tentang penanaman
modal penyertaan pada koperasi, bentuk – bentuk
perlindungan hukum bagi pemodal dan koperasi, serta
sudah cukup baik atau buruk Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi
mengatur mengenai modal penyertaan pada koperasi dalam
menjamin hak – hak bagi pemodal.
BAB IV : PENUTUP
Dalam Bab IV sebagai penutup, penulis akan menyajikan
kesimpulan berdasarkan analisis data sebagai jawaban
permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang
dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti.
DAFTA
R PUSTAKA
xxviii
1. Tinjauan Umum tentang Koperasi
a) Pengertian Koperasi
Koperasi berasal dari bahasa inggris yaitu cooperation. Sesuai
dengan arti kata itu koperasi secara harafiah berarti kerjasama.
Secara rinci pengertian dari koperasi dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Asosiasi orang - orang.
2) Usaha bersama.
3) Manfaat yang lebih besar.
4) Biaya yang lebih rendah ( “http://berkoperasi.blogspot.com“).
Pengertian koperasi menurut Undang – Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pada Bab I Ketentuan umum
Pasal 1 bagian kesatu, dinyatakan bahwa “Koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.”
Dari pengertian di atas Undang – Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian menghendaki agar koperasi dapat
dijadikan sebagai gerakan ekonomi rakyat, karena ekonomi rakyat
harus diberdayakan. Seluruh rakyat perlu menghimpun diri dalam
koperasi agar dapat bersaing dalam hal kualitas dan hidup
berdampingan dengan badan – badan usaha ekonomi lainnya, seperti
BUMN dan badan – badan usaha ekonomi milik swasta.
b) Karakteristik Koperasi
Berdasarkan definisi – definisi dari koperasi tersebut di atas
terlihat bahwa koperasi merupakan termasuk badan usaha yang
xxix
memiliki karakteristik utama yang membedakan dengan badan usaha
lain adalah bahwa anggota koperasi memiliki identitas ganda yaitu
anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Selain itu
koperasi memiliki karakteristik lain yaitu :
1) Koperasi adalah suatu badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan memperoleh keuntungan ekonomis. Oleh karena itu koperasi diberi peluang pula untuk bergerak dalam segala sektor perekonomian, di mana saja, dengan mempertimbangkan kelayakan usaha.
2) Tujuannya harus berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraannya, oleh karena itu pengelolaan koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif dan efisien, sehingga mampu mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat sebesar – besarnya pada anggota.
3) Kenggotaan koperasi bersifat sukarela tidak boleh dipaksakan oleh siapapun dan bersifat terbuka, yang berarti tidak ada penbatasan maupun diskriminasi dalam bentuk apapun juga.
4) Pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota dan para anggota yang memegang serta melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi, karena pada dasarnya anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
5) Pembagian pendapatan atau sisa hasil usaha dalam koperasi ditentukan berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota koperasi, dan balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota adalah terbatas. Artinya, tidak memiliki suku bunga yang berlaku di pasar dan tidak semata – mata didasarkan atas besarnya modal yang diberikan.
6) Koperasi berprinsip mandiri. Hal ini mengandung arti bahwa koperasi dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada pihak lain, memiliki kebebasan yang bertanggung jawab, memiliki otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri dan keinginan mengelola diri sendiri.
( Sutantya Rahardja Hadhikusuma, 2000 : 4 ).
c) Landasan dan Asas Koperasi
Landasan koperasi adalah dasar atau pedoman yang harus
dimiliki oleh setiap koperasi dalam menentukan arah, tujuan dan
kegiatan koperasi. Secara rinci landasan koperasi dapat diuraikan
sebagai berikut.
xxx
1) Landasan Idiil
Landasan koperasi Indonesia adalah Pancasila, seperti
yang tertuang dalam ketentuan bab II, bagian pertama, Pasal 2
UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Sutantya Rahardja
Hadhikusuma 2000 : 31). Hal tersebut mengandung arti bahwa
koperasi harus mendasarkan dirinya kepada Pancasila dalam
upaya mencapai tujuan dan cita – citanya.
2) Landasan Struktural
Landasan struktural koperasi adalah Undang – Undang
Dasar 1945. Hal ini nampak tertuang pada pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 yaitu dalam upaya mewujudkan tujuan
nasional yaitu tercapainya masyarakat yang adil dan makmur,
salah satu sarananya adalah koperasi. Secara eksplisit Pasal 33
ayat (1) tidak menyebutkan koperasi sebagai salah satu bangun
struktural perekonomian Indoneia, namun kata – kata asas
kekeluargaan yang dapat menjamin keberadaan struktural koperasi
( kekeluargaan ) merupakan asas bagi seluruh koperasi.
3) Landasan Gerak
Landasan operasional koperasi berupa Undang – Undang
dan peraturan – peraturan yang disepakati secara bersama, salah
satunya yang diangkat menjadi obyek dalam penulisan ini yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi yang dibuat sebagai landasan untuk
penyertaan modal pada koperasi, dan yang pokok adalah Undang
– Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Pokok – Pokok
Perkoperasian, serta banyak peraturan – peraturan lainnya
menyangkut koperasi yang digunakan sebagai landasan
operasional pada koperasi. Landasan operasional yang lain yang
xxxi
juga penting ialah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
koperasi, karena merupakan kesepakatan bersama para anggota.
4) Landasan Mental
Landasan mental pada koperasi ialah berupa
ksetiakawanan dan kesadaran pribadi, maksudnya ialah bahwa
diantara sesama anggota koperasi harus dilandasi rasa
kesetiakawanan, rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, sadar akan
pentingnya bekerja sama dan sekaligus mempunyai rasa percaya
diri ( Suyanto dan Nurhadi 2000 : 41 ).
( Munir Fuady, 2002 : 50 ).
Dalam melaksanakan kegiatannya koperasi berdasar asas
kekeluargaan. Sesuai dengan asas tersebut, dalam melakukan
usahanya koperasi harus mementingkan kebersamaan, maksudnya
bahwa pengelolaan koperasi dilakukan oleh, dari, dan untuk para
anggotanya secara kekeluargaan, jadi perkembangan koperasi sangat
tergantung pada keputusan dan kehendak para anggota secara
keseluruhan. Kunci terpenting dari asas kekeluargaan tersebut adalah
kebersamaan dan gotong royong dalam menjalankan kegiatan koperasi
agar para anggota dan pengurusnya dapat menciptakan kesejahteraan
baersama sesuai dengan kepastiannya masing – masing. Dengan kata
lain, koperasi dalam menjalankan kegiatan usahanya melibatkan
seluruh anggota yang ada secara gotong royong seperti lazimnya
dalam suatu keluarga ( Sutantya Rahardja Hadhikusuma 2000 : 39).
d) Tujuan, Fungsi dan Peran Koperasi
Tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan
anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
xxxii
mewujudkan masyarakat yang adil, maju, dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 ( Richard Burton
Simatupang, 2003: 16).
Berdasarkan Pasal 4 Undang – Undang Nomor 25 Tahun
1992, fungsi dan peran koperasi adalah :
1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosoialnya.
2) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonmian nasional dengan koperasi sokogurunya.
4) Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional berupa usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan
dan demokrasi ekonomi.
e) Prinsip – prinsip koperasi
Terdapat 7 (tujuh) prinsip pada koperasi yang diakui secara
internasional.
1) Voluntary and open memebership 2) Democratic member control 3) Member economic participation 4) Autonomy and independence 5) Education, training, and information 6) Cooperation among cooperatives 7) Cocern for community ( Kimberly Zeuli dan Jamie Radel, 2005 : 45 )
xxxiii
Prinsip – prinsip pada koperasi diatas juga diakui di Indonesia,
hal ini dapat dilihat pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 5
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 yaitu :
1) Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
2) Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
3) Pembagian sisa hasil usaha dillakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota.
4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
5) Kemandirian.
Dalam mengembangkan koperasi itu sendiri, prinsip yang
digunakan menurut Pasal 4 ayat (2) Undang - Undang Nomor 25
Tahun 1992, adalah :
1) Pendidikan perkoperasian.
2) Kerjasama antar koperasi.
f) Jenis – Jenis Koperasi
Menurut Suyanto dan Nurhadi dalam bukunya yang berjudul
“Ekonomi” ( 2003 : 43 ) jenis – jenis koperasi meliputi :
1) Koperasi Konsumen
Koperasi konsumen merupakan koperasi yang beranggotakan para
konsumen.
2) Koperasi produsen
Koperasi produsen merupakan koperasi yang beranggotakan para
produsen barang atau jasa tertentu.
xxxiv
3) Koperasi Pemasaran
Koperasi pemasaran menguntungkan bagi para konsumen.
Koperasi pemasaran merupakan koperasi yang kegiatan
ekonominya memasarkan barang atau jasa tertentu. Koperasi
pemasaran bertujuan mencapai tingkat harga yang menguntungkan
bagi para anggota koperasi.
4) Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi simpan pinjam merupakan koperasi yang meningkatkan
kesejahteraan anggotanya dengan kegiatan kredit berbunga rendah,
tetapi ia harus memberikan pinjaman kepada anggota dengan
prosedur yang cepat dan mudah.
5) Koperasi serba usaha
Koperasi Serba Usaha adalah koperasi yang kegiatan ekonominya
lebih dari satu bidang usaha, oleh karena itu dalam koperasi
serba usaha bidang – bidang usaha atau kegiatan ekonomi seperti
produksi, konsumsi, kredit, pemasaran dan jasa dilakukan oleh
koperasi itu secara bersama.
6) Koperasi jasa
Koperasi jasa merupakan koperasi dengan kegiatan utama
pelayanan jasa. Jasa dalam koperasi ini bukanlah seperti jasa
pada koperasi simpan pinjam. Layanan utama yang diberikan atau
dijual oleh koperasi kepada anggotanya dan msyarakat adalah
berupa jasa antara lain jasa bidang angkutan, asuransi,
perlistrikan dan perumahan.
g) Perangkat Organisasi Koperasi
xxxv
Menurut Pasal 21 Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1992,
perangkat organisasi koperasi meliputi :
1) Rapat anggota
Koperasi harus melakukan rapat anggota paling sedikit
sekali dalam satu tahun. Kedudukan rapat anggota dalam
koperasi sangat penting, hal ini ditegaskan dalam Undang -
Undang Nomor 25 Tahun 1992 bahwa :
(a) Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
dalam koperasi;
(b) Rapat anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya
diatur dalam anggaran dasar.
2) Pengurus Koperasi
Rapat anggota hanya diadakan sekali dalam satu tahun,
maka untuk mengambil keputusan berkenaan masalah badan
usaha koperasi sehari – hari dibentuklah Pengurus atau Dewan
Pengurus koperasi. (Abdulkadir Muhammad 1982 : 87)
Tugas pengurus koperasi meliputi :
(a) Mengelola koperasi dan usahanya;
(b) Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan
rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi;
(c) Menyelenggarakan rapat anggota;
(d) Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas;
xxxvi
(e) Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan investai
secara tertib;
(f) Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
3) Pengawas koperasi
Prosedur mengenai pembentukan pengawas dan ketentuan
mengenai tugas maupun wewenang pengawas diatur dalam Pasal
38 dan 39 Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1992. Persyaratan
untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengawas
ditetapkan dalam anggaran dasar. Pembentukan pengawas
koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat
anggota serta bertanggungjawab kepada rapat anggota. Tugas dan
wewenang koperasi adalah sebagai berikut :
(a) Tugas :
(1) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
dan pengelolaan koperasi;
(2) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
(b) Wewenang :
(1) Meneliti catatan yang ada pada koperasi;
(2) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(c) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap
pihak ketiga.
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dibentuk sebagai landasan yang diharapkan mampu
mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi
lebih kuat dan mandiri (penjelasan atas Undang – Undang Nomor 25
xxxvii
Tahun 1992 tentang Perkoperasian), namun dalam upaya mewujudkan
tujuan supaya koperasi dapat berkembang menjadi kuat dan mandiri
tersebut koperasi sendiri mengalami berbagai permasalahan yang
menghambat kegiatan usahanya, sehingga koperasi sulit berkembang.
Permasalahan utama yang dialami koperasi adalah mengenai modal.
Koperasi kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan
usahanya dikarenakan beberapa hal. Pertama, faktor dari dalam
koperasi sendiri terdapat karakter khusus “dua muka”, bahwa
koperasi merupakan kumpulan orang – orang sekaligus badan usaha,
sehingga modal menjadi seolah – olah dijadikan faktor kedua (Andjar
Phacta 2005 : 101). Modal yang didapat dari simpanan para anggota
biasanya juga relatif kecil, sehingga koperasi kekurangan modal
dalam mengembangkan usahanya. kedua, faktor dari luar koperasi
yaitu sektor perbankan yang semakain selektif dalam memberikan
pinjaman sekarang ini, sehingga koperasi juga kesulitan dalam
mendapatkan modal dari sektor perbankan, selain itu koperasi juga
tidak dapat menghimpun dana dari masyarakat seperti pada
perbankan. Kendala – kendala yang didapat koperasi dalam
mendapatkan modal tersebut sangat menhambat koperasi dalam upaya
mengembangkan usahanya. koperasi sebenarnya memiliki alternatif
dalam menyikapi masalah permodalan koperasi ini, yaitu berasal dari
sumber dana yang bersifat ekuitas maupun bersifat pinjaman. Sumber
dana yang bersifat ekuitas salah satunya adalah dengan memupuk
modal penyertaan dari masyarakat. Modal penyertaan pada koperasi
dirasa merupakan salah satu langkah yang tepat dalam upaya
koperasi mendapatkan modal guna mengembangkan usahanya, karena
modal penyertaan tergolong sumber dana yang bersifat ekuitas atau
modal sendiri mempunyai risiko yang tergolong relatif rendah
dibanding sumber dana yang bersifat hutang karena koperasi tidak
mempunyai kewajiban membayar bunga atau imbalan yang tetap,
xxxviii
melainkan melalui pembagian sisa hasil usaha atau dengan sistem
bagi hasil dari usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan.
2. Tinjauan Umum mengenai Modal Penyertaan pada Koperasi
Sebelum meninjau tentang modal penyertaan pada koperasi, akan
dibahas mengenai modal pada koperasi. Koperasi memang badan usaha
yang mementingkan jumlah anggota daripada modal, namun sebagai
badan usaha, koperasi tidak terlepas dari kebutuhan akan modal dalam
menjalankan usahanya.
Telah diketahui bahwa koperasi merupakan perkumpulan orang dan bukan merupakan perkumpulan modal, karenanya masih banyak yang berpendapat bahwa dalam koperasi kedudukan modal tidaklah penting. Sebagai perkumpulan yang menjalankan usaha dalam bidang bisnis (perkonomian) koperasi banyak memerlukan modal, jadi modal itu tetap vital, namun demikian modal tidak boleh diberikan arti lebih penting daripada orang – orang yang menjadi anggota koperasi (G. Kartasapoetra, 2000 : 45).
Setiap orang, perkumpulan atau badan usaha yang akan
melakukan kegiatan usaha pasti memerlukan sejumlah dana atau modal
(http://netibudiwati.blogspot.com). Sebagai badan usaha, koperasi
memerlukan dana sesuai dengan lingkup dan jenis usahanya dengan
tujuan untuk mensejahterakan para anggotanya. Pada dasarnya koperasi
memang lahir sebagai upaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
anggotanya, rasanya tidak mudah untuk mencari sebuah badan usaha
yang benar - benar berusaha meningkatkan kesejahteraan anggotanya,
karena pada dasarnya badan usaha dibuat untuk mencari keuntungan
sebesar – besarnya ( Wahyu Adji, 2007 : 42 ). Dalam rangka mendirikan
badan usaha koperasi, yang ditetapkan oleh pembuat Undang – Undang
sebagai syarat minimum untuk mendirikan sebuah koperasi adalah
jumlah anggota pendiri, sedangkan besar modal minimum yang harus
disetor sebagai modal awal koperasi oleh para pendirinya tidak
xxxix
ditentukan. Hal ini sesuai dengan karakteristik koperasi yang
mengedepankan jumlah anggota daripada besar modal usaha.
Pengertian modal dalam sebuah organisasi perusahaan
termasuk badan koperasi adalah sama, yaitu modal yang digunakan
untuk menjalankan usaha. Koperasi merupakan kumpulan dari orang –
orang yang mengumpulkan modal untuk modal usaha dan setiap orang
mempunyai hak yang sama. Daeng Naja dalam bukunya “Pengantar
Hukum Bisnis Indonesia” (2009 : 24 – 25 ) menyatakan modal pada
koperasi terdiri dari :
a) Modal Dasar
Modal dasar ialah modal yang pertama dalam pembentukan
koperasi yang didapat dari akumulasi potensi keuangan para pendiri
dan anggotanya yang meskipun pada awalnya berjumlah kecil tetapi
tetap ada.
b) Modal Sendiri
1) Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke
dalam kas koperasi oleh para pendiri atau anggota koperasi pada
saat masuk menjadi anggota.
2) Simpanan Wajib
Konsekuensi dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh
semua anggota koperasi yang dapat disesuaikan besar kecilnya
dengan tujuan usaha koperasi dan kebutuhan dana yang hendak
dikumpulkan, karena itu akumulasi simpanan wajib para anggota
harus diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang
xl
kebutuhan dana yang akan digunakan menjalankan usaha
koperasi.
3) Dana Cadangan
Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian
hasil usaha yang tidak dibagikan kepada anggotanya, tujuannya
adalah untuk memupuk modal sendiri yang dapat digunakan
sewaktu–waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara
mendadak atau menutup kerugian dalam usaha.
4) Hibah
Hibah adalah bantuan, sumbangan atau pemberian cuma – cuma
yang tidak mengharapkan pengembalian atau pembalasan dalam
bentuk apapun.
c) Modal Pinjaman
1) Pinjaman dari Anggota
2) Pinjaman dari Koperasi Lain
3) Pinjaman dari Lembaga Keuangan
4) Obligasi dan Surat Utang
5) Sumber Keuangan Lain
d) Modal penyertaan
Guna memperluas usaha koperasi, terutama usaha yang
memerlukan dana dalam jangka waktu panjang, pemupukan modal
koperasi dapat dilakukan dengan penyertaan. Modal penyertaan pada
koperasi adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai
dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan
memperkuat koperasi meningkatkan kegiatan usahanya (Pasal 1 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
xli
Penyertaan pada Koperasi). Modal penyertaan ditanamkan pada
koperasi oleh pemodal baik yang berasal dari pemerintah maupun
masyarakat. Kedudukan modal ini sama dengan ekuitas, mengandung
risiko bisnis. Pemodal mendapatkan pembagian keuntungan sesuai
dengan perjanjian modal penyertaan yang dibuat antara pemodal
dengan koperasi.
Modal penyertaan pada koperasi bertujuan untuk memperkuat
struktur permodalan pada koperasi demi mengembangkan usahanya.
Pada umumnya penanam modal penyertaan tidak memiliki hak suara
dalam koperasi. Namun dilihat dari ketentuan dalam Pasal 42 jo
penjelasan Pasal 42 UU No. 25 Tahun 1992 jo PP No. 33 Tahun
1998 jo SK Menkop No. 145 Tahun 1998, ditentukan bahwa pemilik
modal penyertaan dapat ikut serta dalam melaksanakan serta
mengawasi usaha koperasi, dimana kewenangan pemodal harus diatur
secara tegas dalam perjanjian penyertaan. (
http://polaris06.blogspot.com )
3. Tinjauan Umum mengenai Perjanjian
Dalam penanaman modal penyertaan pada koperasi sesuai yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 ini dilakukan
melalui suatu perjanjian antara pemodal dan koperasi, maka berikut
akan dijelaskan secara umum mengenai perjanjian.
a) Pengertian perjanjian
Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku
Ketiga KUH Perdata. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH
Perdata disebutkan sebagai berikut: suatu perjanjian adalah perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.
xlii
Definisi dalam pasal tersebut mengenai perjanjian dirasa belum
lengkap, karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja. Kemudian menurut Prof. Subekti, SH, bahwa perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain
atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Dan selanjutnya menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa perjanjian
adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum (Sudikno Mertokusumo,
1998:47). Dari berbagai pengertian mengenai perjanjian diatas,
peneliti memberikan definisi tentang perjanjian yaitu perjanjian
merupakan suatu peristiwa yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dimana dua orang atau lebih tersebut saling mengikatkan dirinya ke
dalam suatu perjanjian dan untuk melakukan sesuatu yang telah
diperjanjikan serta tidak boleh mengingkari kewajiban masing –
masing sesuai yang telah diperjanjikan.
b) Syarat Sah Perjanjian
Dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, tedapat empat
syarat sahnya perrjanjian, yaitu :
1) Kata sepakat
Kata sepakat mengadakan perjanjian, berarti kedua belah pihak
harus mempunyai kebebasan berkehendak. Para pihak tidak
mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi
perwujudan kehendak tersebut (Mariam Darus Badrulzaman
2001:73). Pasal 1321 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Tiada
kata sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.
2) Kecakapan para pihak
xliii
Kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Pasal 1330
KUHPerdata menyebutkan bahwa orang – orang yang tidak cakap
untuk membuat perjanjian adalah orang – orang yang belum
dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
3) Mengenai hal tertentu
Syarat ketiga sahnya perjanjian adalah hal tertentu, dalam hal ini
yang dibicarakan obyek perjanjian harus tertentu, tidak boleh
abstrak tetapi riil. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat
ini, berakibat batal demi hukum.
4) Sebab yang halal
Sebab yang dimaksud adalah isi atau maksud dari perjanian itu
sendiri. Pembentuk undang – undang mempunyai pandangan
bahwa perjanjian mungkin juga diadakan tanpa sebab atau dibuat
karena suatu sebab yang palsu atau trlarang. Sebab yang palsu
atau terlarang ini maksudnya adalah sebab yang sebenarnya
memiliki maksud yang dilarang oleh undang – undang atau
berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Menurut
Pasal 1335 KUHPerdata perjanjian yang dibuat dengan sebab
yang demikian tidak mempunyai kekuatan hukum (Mariam Darus
Badrulzaman, 2001:73-82).
c) Terjadinya Perjanjian
Ada beberapa teori tentang terjadinya perjanjian para pihak,
yaitu:
1) Teori kehendak, mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak pihak penerima dinyatakan
xliv
2) Teori pengiriman, mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada
saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang
menerima penawaran.
3) Teori pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan,
seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
4) Teori kepercayaan, mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi
pada saat penyertaan kehendak dianggap layak diterima oleh
pihak yang menawarkan (Mariam Darus Badrulzaman, 1994:24).
d) Akibat Hukum Perjanjian yang Sah
Apabila suatu perjanjian telah memenuhi syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka
perjanjian itu sudah sah dan memiliki akibat hukum sebagaimana
diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa :
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang–Undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan – alasan yang oleh Undang – Undang
dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian dilaksanakan dengan
itikad baik.”
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1) Perjanjian berlaku sebagai Undang – Undang.
Artinya pihak – pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan
menaati Undang – Undang. Jika para pihak ada yang melanggar
maka akan mendapat akibat yaitu sanksi hukum.
2) Perjanjian tidak bisa ditarik kembali secara sepihak
xlv
Jika salah satu pihak ingin menarik kembali atau harus
membatalkan harus memperoleh persetujuan pihak lainnya atau
ada alasan – alasan yang cukup menurut Undang – Undang.
3) Perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik
Artinya perjanjian itu dilaksanakan dengan berdasarkan norma –
norma kepatutan dan kesusilaan, dan semua orang yang ingin
membuat perjanjian dianggap mempunyai itikad baik yang berarti
kejujuran.
e) Asas – asas perjanjian
1) Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja. Hal ini
berkaitan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan untuk
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi
perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta menentukan
perjanjian tersebut secara lisan atau tertulis, asalkan perjanjian itu
tidak bertentangan dengan kepatutan, kesusilaan, dan Undang –
Undang. Hal ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
2) Asas konsensualisme
Perjanjian terjadi atau ada sejak saat tercapainya kata sepakat
antara para pihak yang membuat perjanjian. Asas ini secara
tegas dinyatakan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu bahwa
untuk adanya persetujuan harus adanya kesepakatan para pihak.
3) Asas kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus
dapat menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak
bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian
xlvi
hari. Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan
dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan sebagai
Undang – Undang.
4) Asas kekuatan mengikat
Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan serta terhadap
beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatutan, dan kebiasaan akan mengikat para pihak.
5) Asas persamaan hukum
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat,
kedudukan, hak, dan kewajiban dalam hukum, tidak ada
perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan,
kekuasaan, jabatan, dan lain – lain. Masing – masing pihak wajib
melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua belah
pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan
Tuhan (Mariam Darus Badrulzaman, 1994:42-44).
f) Prestasi dan Wanprestasi
Prestasi adalah kewajiban yang harus di penuhi oleh debitur
dalam setiap perikatan. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, setiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,
atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Wanprestasi adalah jika salah satu pihak tidak melakukan
kewajiban sesuai apa yang dijanjikan dalam suatu perjanjian yang
dibuatnya dengan pihak lain dan pihak lain tersebut merasa dirugikan
dengan tindakan tersebut. Terdapat dua alasan tidak dipenuhinya
kewajiban, yaitu yang pertama adalah kesengajaan atau kelalaian, dan
yang kedua karena keadaan memaksa atau kealpaan yaitu suatu
keadaan yang diluar kehendak.
xlvii
Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur (pihak
yang harus memenuhi kewajiban atau prestasi) dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu :
1) Debitur tidak memenuhi sama sekali;
2) Debitur memenuhi prestasi tapi terlambat;
3) Debitur memenuhi prestasi, tapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan;
4) Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya (Subekti, 2001:45).
Seorang debitur yang wanprestasi dapat dilakukan tindakan
berupa :
1) Diharuskan membayar kerugian yang telah diderita oleh kreditur
(pihak yang menerima prestasi), sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1243 KUHPerdata. Gantirugi meliputi tiga unsur, yaitu
biaya, rugi, dan bunga.
2) Dalam perjanjian timbal balik, wanprestasi dari salah satu pihak
memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan
perjanjian lewat hakim, sebagaimana diatur dalam Pasal 1226
KUHPerdata.
3) Resiko beralih kepada kreditur sejak saat terjadi wanprestasi,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata.
4) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka
pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 181 ayat (1) HIR.
5) Memenuhi perjanjian apabila masih dapat dilakukan, atau
pembatalan perjanjian serta pembayaran ganti rugi.
xlviii
g) Berakhirnya Perjanjian
Secara umum suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak
akan mempunyai saat dimana perjanjian yang ada diantara mereka
akan hapus, yang berarti berakhirnya perjanjian diantara mereka.
Masalah hapusnya perjanjian berarti menghapuskan semua pernyataan
kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara
kedua belah pihak (M. Yahya Harahap, 1986 : 106).
Hal – hal atau alasan yang dapat menyebabkan perjanjian
berakhir adalah:
1) Jangka waktunya berakhir
2) Dilaksanakan obyek perjanjian.
3) Kesepakatan kedua belah pihak.
4) Pemutusan secara sepihak oleh salah satu pihak
5) Adanya putusan pengadilan.
(Salim HS, 2004:165)
4. Tinjauan Umum mengenai Perjanjian Modal Penyertaan pada
Koperasi
Sesuai Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, pelaksanaan modal penyertaan
pada koperasi memang didasarkan melalui perjanjian modal penyertaan
pada koperasi yang dibuat antara pemodal dan koperasi, namun
pembuatan dan penentuan isi dari perjanjian modal penyertaan tersebut
harus berdasarkan Undang – Undang yang berlaku, yaitu dalam hal ini
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 33
xlix
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi menyebutkan
syarat minimum isi perjanjian modal penyertaan yang antara lain harus
sekurang – kurangnya memuat :
a) Nama Koperasi dan Pemodal;
b) Besarnya Modal Penyertaan;
c) Usaha yang akan dibiayai Modal Penyertaan;
d) Pengelolaan dan Pengawasan;
e) Hak dan Kewajiban Pemodal dan Koperasi;
f) Pembagian Keuntungan;
g) Tata Cara Pengalihan Modal Penyertaan yang dimiliki Pemodal dalam
koperasi;
h) Penyelesaian Perselisihan.
Perjanjian modal penyertaan tersebut dibuat secara tertulis, dapat
dihadapan notaris atau bawah tangan. Perjanjian ini berguna untuk
menjamin perlindungan hukum bagi pemodal juga koperasi dalam hal
pembuktian pada persidangan ketika terjadi sengketa usaha yang
dibiayai oleh modal penyertaan.
5. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum
Sebelum membahas apakah yang dimaksud dengan perlindungan
hukum, maka akan dibahas mengenai apakah hukum itu. Mungkin
seringkali dalam setiap orang akan timbul pertanyaan yang sangat
mendasar mengenai hukum, yaitu apakah sebenarnya hukum itu.
Pertanyaan yang sangat mendasar dalam belajar ilmu hukum, namun
dalam menjawab pertanyaan tersebut sangat rumit menemukan
pengertian hukum yang benar – benar mencakup keseluruhan segi dan
l
bentuk hukum tersebut kedalam satu definisi saja. Dahulu banyak orang
yang memberikan definisi yang indah mengenai hukum. Namun pada
dasarnya definisi hukum tersebut sangat rumit dibuat, menurut W. L. G
Lemaire hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak,
sehingga tidak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum
itu ke dalam satu definisi (C.S.T Kansil, 1989 : 36).
Definisi hukum dari para sarjana yang berbeda, meliputi (C.S.T
Kansil,1989 : 38) :
a) S.M. Amin
Dalam buku beliau yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum”, hukum dirumuskan sebagai berikut : “Kumpulan – kumpulan peraturan – peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi – sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.
b) J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto
Dalam buku yang disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum Indonesia” telah diberikan definisi hukum sebagai berikut : “Hukum ialah peraturan – peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan yaitu dengan hukum tertentu”.
c) M.H. Tirta Atmidjaja
Dalam bukunya “Pokok – Pokok Hukum Perniagaan” ditegaskan bahwa “Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan – tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan – aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, misalnya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya”.
Sebagai kaidah (norma) hukum dapat dirumuskan sebagai berikut
: Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang
li
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
anggota masyarakat yang bersangkutan (E. Utrecht, 1989 : 3).
Setelah mengetahui apakah hukum itu, dan tujuan dari dibuatnya
hukum adalah untuk menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat,
berikut akan dibahas mengenai perlindungan hukum dan yang harus
dilindungi oleh hukum.
Perlindungan hukum adalah perlindungan dengan sarana hukum,
tetapi tidak semua kepentingan perlu adanya perlindungan hukum.
Perlindungan hukum ialah perlindungan kepada kepentingan –
kepentingan yang dikatakan sebagai hak. Pada prinsipnya perlindungan
hukum tersebut bersumber dari konsep pengakuan dan perlindungan
terhadap hak – hak asasi manusia.
Dalam hal ini hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan
masyarakat, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus
dilaksanakan. Dua macam perlindungan hukum bagi masyarakat, yaitu
perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang
represif.
Bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat tidak harus
berbentuk konstitusi / Undang – Undang Dasar atau Undang – Undang,
namun juga bisa dengan keputusan hakim (Sri Hastuti Puspitasari, 2009
: 230 – 233).
lii
B. Kerangka Pemikiran
Skema Kerangka Pemikiran
Pasal 33 ayat 1 UUD 1945
Pasal 42 Undang – Undang No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Peraturan pemerintah No 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi
koperasi
pemodal
Perlindungan Hukum
Perjanjian modal penyertaan
modal penyertaan akan berhasil dan usaha koperasi dapat berkembang
liii
Penjelasan Kerangka Pemikiran
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 merupakan dasar
dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia yang menjadi patokan
bagi seluruh aturan hukum yang ada di bawahnya. Tidak hanya
aturannya tetapi juga pelaksanaannya sejalan dengan Undang – Undang
Dasar 1945 ini. Tidak boleh dibuat aturan yang akan diberlakukan di
Indonesia yang bertentangan dengan Undang – Undang Dasar 1945
karena Undang – Undang Dasar 1945 merupakan ground norm atau
norma dasar dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar asas
kekeluargaan, kemudian penjelasan Pasal 33 Undang – Undang Dasar
1945 menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan
bukan orang – seorang. Badan usaha yang sesuai adalah dimaksud dengan
koperasi. Koperasi adalah bangun usaha yang sesuai karena memiliki sistem
ekonomi tertutup yang bersifat kekeluargaan atau ekonomi rumah tangga,
yang menguasai seluruh proses ekonomi dari hulu hingga hilir, dari anggota,
oleh anggota dan untuk anggota (Hariyono, 2003 : 5). Pasal 33 tersebut
menempatkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun
sebagai bagian integral perekonomian nasional.
liv
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
merupakan dasar bagi penyelenggaraan perkoperasian di Indonesia.
Penyelenggaraan perkoperasian di Indonesia tidak boleh lepas atau
bertentangan dari Undang – Undang ini, karena Undang - Undang ini
merupakan landasan hukum atau dasar diselenggarakannya koperasi di
Indonesia.
Koperasi diketahui merupakan badan usaha yang lebih
mementingkan jumlah anggota daripada modal usaha, namun sebagai
badan usaha, koperasi tentu membutuhkan modal dalam mengembangkan
usahanya guna dapat bersaing dengan badan usaha lain. Permasalahan
timbul ketika koperasi sulit mendapatkan modal dalam mengembangkan
usahanya, berhubung dengan berkembangnya teknik dan pola – pola
industrialisasi sebagaimana yang terjadi pada masa kini, yang
menyebabkan bahwa dorongan – dorongan meningkatnya kebutuhan akan
modal kian bertambah dan tak mudah begitu saja akan dapat terpenuhi
(Ninik Widiyanti dan Y. W. Sunindhia 1998 : 132). Sektor perbankan
juga makin selektif dalam memberikan pinjaman, membuat koperasi
semakin sulit dalam memupuk modal guna mengembangkan usahanya.
Dalam Pasal 42 Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1992 tersebut
dinyatakan secara tegas bahwa koperasi selain memupuk modal sendiri,
dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan
baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari masyarakat, dalam
rangka memperkuat kegiatan koperasi.
Baik pemodal yaitu pemerintah maupun masyarakat yang
menyertakan modalnya pada koperasi, maupun koperasi sebagai
penyelenggara modal penyertaan tentunya memerlukan terjaminnya
perlindungan hukum bagi mereka secara pasti. Dalam Undang – Undang
perkoperasian tersebut belum secara tegas diatur mengenai
penyelenggaraan modal penyertaan pada koperasi secara jelas dan
lv
terperinci, hanya disebutkan bahwa koperasi selain memupuk modal
sendiri dapat memupuk modal melalui penyertaan modal, tetapi
pengaturan mengenai modal penyertaan tidak disebutkan, padahal sangat
diperlukannya pengaturan secara khusus mengenai penyertaan modal
pada koperasi tersebut, agar penyertaan modal dapat dijalankan oleh
koperasi secara pasti dan dapat menarik pemodal untuk menyertakan
modalnya pada koperasi.
Pelaksanaan modal penyertaan pada koperasi harus diatur secara
khusus ke dalam Peraturan Perundang – undangan, maka dibuatlah
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal
pada Koperasi. Peraturan ini dibuat demi menjamin kepastian hukum
bagi modal penyertaan pada koperasi, sehingga koperasi dapat
melaksanakan modal penyertaan guna mengembangkan usahanya, dan
menarik pemodal untuk menyertakan modalnya pada koperasi, serta
menjamin perlindungan hukum bagi pemodal, sehingga hak – hak para
pihak dapat terjamin, dan diharapkan modal penyertaan ini akan berhasil
dalam kaitannya dengan upaya koperasi untuk mengembangkan usahanya.
lvi
BAB III
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Modal Penyertaan pada Koperasi melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi dalam rangka Memberikan
Perlindungan Hukum bagi Pemodal.
Era globalisasi yang terjadi sekarang ini menimbulkan persaingan
dalam dunia bisnis yang mengakibatkan para pelaku usaha berlomba –
lomba untuk lebih mengembangkan usahanya agar tidak kalah bersaing
antara para pelaku usaha satu dengan yang lainnya. Permasalahan yang
timbul adalah dalam mendapatkan modal untuk mengembangkan
usahanya. Pelaku usaha yang tidak memiliki modal yang cukup besar
untuk mengembangkan usahanya akan secara otomatis sulit bersaing
dalam pasar bisnis sekarang ini. Permasalahan tersebut juga dirasakan
oleh koperasi. “In cooperatives, access to capital can be a severe problem
because cooperatives do not have publicly traded ownership rights. By
statute, cooperative firms are limited in their capital-raising activities, while
corporate firms can attract funds through a variety of stock and debt
offering.” ( Getu Hailu dan Ellen Goddard, 2009 : 120). Dalam koperasi,
akses untuk mendapatkan modal dapat menjadi masalah serius karena
koperasi tidak memiliki hak kepemilikan publik. Berdasarkan Undang –
Undang, perusahaan koperasi terbatas dalam kegiatan penggalangan
modalnya, sementara perusahaan korporasi dapat menarik dana melalui
berbagai penawaran saham dan utang.
lvii
Secara umum koperasi memiliki beberapa alternatif dalam
mendapatkan modal guna mengembangkan usahanya. Salah satunya
adalah melalui modal penyertaan sesuai dengan Pasal 42 Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ketentuan
tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk
memperoleh modal penyertaan guna menambah dan memperkuat struktur
modal koperasi. Atas dasar tersebut maka pengaturan modal penyertaan
pada koperasi perlu diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi guna
mempertegas kedudukan modal penyertaan pada koperasi dan
memberikan kepastian hukum bagi Pemodal dan koperasi. Pengaturan
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi ini menjadi dasar pelaksanaan bagi koperasi
yang melakukan pemupukan modal melalui modal penyertaan, juga
memberikan perlindungan hukum bagi pemodal yang memberikan
modalnya dalam modal penyertaan pada koperasi.
Pengaturan mengenai modal penyertaan pada koperasi melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi ini dapat diperinci sebagai berikut.
1. Pengertian Modal Penyertaan pada Koperasi
Modal koperasi terdiri dari modal sendiri, modal pinjaman,
dan modal penyertaan (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi). Modal sendiri
terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan
hibah. Modal pinjaman dapat berupa pinjaman dari anggota,
pinjaman dari koperasi lain, pinjaman dari lembaga keuangan,
obligasi atau surat utang, serta sumber keuangan lain yang sah.
Selain itu sesuai ketentuan Pasal 42 Undang – Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi dapat memupuk modal
lviii
melalui modal penyertaan. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi
menyatakan bahwa Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau
barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh
Pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan
koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya. Jadi, modal
penyertaan dapat berupa modal dalam bentuk sejumlah uang atau
dapat berupa barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang
digunakan oleh koperasi untuk mengembangkan usahanya.
2. Pengertian pemodal
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa yang
dimaksud sebagai pemodal adalah pihak yang menanamkan modal
penyertaan pada koperasi. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi juga
menyatakan bahwa yang termasuk sebagai pemodal dalam modal
penyertaan pada koperasi dapat terdiri dari pemerintah, anggota
masyarakat, badan usaha, serta badan – badan lainnya.
3. Perjanjian modal penyertaan
Modal penyertaan pada koperasi dilakukan melalui perjanjian
antara pemodal dan koperasi (Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi). Perjanjian
modal penyertaan tersebut dibuat secara tertulis, dapat di hadapan
notaris atau secara bawah tangan sesuai dengan ketentuan Pasal 5
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi beserta penjelasannya. Pasal 5 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi menyatakan syarat minimum isi perjanjian
modal penyertaan pada koperasi antara lain harus memuat :
lix
a) Nama Koperasi dan Pemodal
Isi dalam perjanjian modal penyertaan pada koperasi
yang dibuat harus mencantumkan nama kedua belah pihak yaitu
koperasi yang menyelenggarakan modal penyertaan dan pemodal
yang menyertakan modalnya pada koperasi, supaya jelas pihak –
pihak yang terikat dengan perjanjian modal penyertaan tersebut.
Perjanjian modal penyertaan tersebut agar memberikan
perlindungan hukum yang kuat terhadap para pihak tentunya
tidak hanya mencantumkan nama para pihak saja, namun data
yang lengkap mengenai para pihak tersebut, serta para pihak
harus membubuhkan tanda tangan diakhir perjanjian. Data diri
yang lengkap dan jelas dari para pihak harus dicantumkan,
antara lain seperti alamat koperasi dan pemodal, jika koperasi
merupakan koperasi cabang, maka perlu mencantumkan alamat
koperasi yang merupakan induk dari koperasi tersebut, sedangkan
alamat pemodal diperlukan jika pemodal merupakan anggota
masyarakat, badan usaha, dan badan – badan lainnya berdasarkan
tempat tinggal atau lokasi badan usaha didirikan. Kemudian bagi
pemodal yang merupakan anggota masyarakat dapat
mencantumkan umur, agama, dan nomor kartu tanda pengenal,
sedangkan koperasi dan atau badan hukum dapat mencantumkan
nomor akta pendirian yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang.
Hal – hal mengenai data para pihak harus secara jelas
dituangkan dalam perjanjian modal penyertaan, agar pihak – pihak
yang terkikat dengan perjanjian dapat diketahui secara pasti, serta
memberikan perlindungan hukum apabila terjadi perselisihan.
b) Besarnya modal penyertaan
lx
Perjanjian modal penyertaan dalam isinya juga harus
mencantumkan nominal dari modal penyertaan yang ditanamkan
pemodal kepada koperasi. Hal ini dilakukan bekaitan dengan
pembagian keuntungan dari usaha yang dibiayai oleh modal
penyertaan. Nilai nominal modal penyertaan harus secara jelas
dicantumkan, sedangkan untuk modal yang merupakan barang
atau benda harus mencantumkan nilai barang tersebut dengan
uang. Pemodal dan koperasi harus menentukan bersama – sama
nilai dari suatu barang yang akan ditanamkan sebagai modal
penyertaan tersebut, supaya dalam menentukan harga atau nilai
dari suatu barang tersebut tidak merugikan salah satu pihak.
c) Usaha yang akan dibiayai modal penyertaan
Usaha yang akan dibiayai oleh modal penyertaan ialah
usaha yang dijalankan oleh koperasi yang membutuhkan
tambahan modal agar dapat berkembang. Mengenai usaha yang
dijalankan koperasi diatur dalam Pasal 43 dan 44 Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dimana
salah satu atau satu – satunya kegiatan usaha yang dapat
dijalankan oleh koperasi adalah usaha simpan pinjam. Kegiatan
usaha simpan pinjam koperasi juga memerlukan modal yang
cukup besar agar dapat berkembang, maka modal penyertaan
juga dapat membiayai kegiatan usaha simpan pinjam oleh
koperasi ini.
d) Pengelolaan dan pengawasan
Dasar pengelolaan dan pengawasan modal penyertaan ini
diatur dalam Pasal 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi, dalam pasal – pasal tersebut dijelaskan mengenai
pengadministrasian modal penyertaan pada koperasi,
lxi
pengikutsertaan pemodal dalam pengelolaan dan pengawasan juga
penyusunan rencana kerja dan anggaran, keikutsertaan pemodal
dalam rapat anggota koperasi, serta penyampaian laporan berkala
kepada menteri oleh koperasi.
e) Hak dan kewajiban Pemodal dan koperasi
Perjanjian juga harus mencantumkan hak dan kewajiban
pemodal dan koperasi menyangkut pelaksanaan modal penyertaan
pada koperasi tersebut. Pencantuman hak dan kewajiban pemodal
dan koperasi dalam isi perjanjian modal penyertaan pada
koperasi ini bertujuan sebagai dasar dalam pelaksanaan modal
penyertaan pada koperasi bagi pemodal dan koperasi untuk
memenuhi kewajibannya masing – masing, serta menerima hak
bagi masing – masing pihak.
f) Pembagian keuntungan
Modal penyertaan pada koperasi dilaksanakan dengan
sistem bagi hasil atau bagi keuntungan. Ketentuan – ketentuan
mengenai pembagian keuntungan ini tentunya perlu diatur secara
jelas dalam perjanjian modal penyertaan supaya jelas besar hak
atau keuntungan yang didapat oleh pemodal dan besar hak yang
menjadi milik koperasi melalui hasil dari usaha yang dibiayai
oleh modal penyertaan yang dibagi dengan pemodal. Pemodal
berhak memperoleh pembagian keuntungan atas usaha yang
dibiayai oleh modal penyertaan diatur dalam Pasal 8 Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi.
g) Tata cara pengalihan modal penyertaan yang dimiliki Pemodal dalam
koperasi
lxii
Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa
modal penyertaan dapat dialihkan kepada pemodal lain, koperasi
atau pihak lain. Tata cara pengalihan modal penyertaan ini harus
dicantumkan dalam isi perjanjian modal penyertaan pada koperai,
sebagai dasar bagi pemodal dalam mengalihkan modal
penyertaannya.
h) Penyelesaian perselisihan
Perselisihan seringkali terjadi dalam suatu hubungan
bisnis. Modal penyertaan mengandung unsur bisnis, oleh karena
itu perselisihan sangat mungkin terjadi. Perselisihan atau sengketa
seringkali terjadi akibat perbedaan pendapat antara para pihak
ataupun juga dapat terjadi akibat tidak dipenuhinya kewajiban
oleh salah satu pihak kepada pihak lain sesuai isi perjanjian,
sehingga sangat diperlukan pengaturan mengenai penyelesaian
perselisihan yang terjadi dalam perjanjian modal penyertaan pada
koperasi sebagai dasar bagi para pihak untuk menyelesaikan
perselisihan, sehingga terjamin perlindungan hukum bagi pemodal
dan koperasi.
Syarat minimum diatas harus ada dalam perjanjian modal
penyertaan pada koperasi yang dibuat antara pemodal dan koperasi,
namun perjanjian ini perlu mengatur secara jelas dan rinci mengenai
hak dan kewajiban serta mekanisme hubungan antar para pihak yang
terlibat dalam modal penyertaan. Hal ini penting karena perjanjian
tersebut merupakan dasar penyelenggaraan modal penyertaan.
4. Syarat – Syarat Koperasi Memupuk Modal Penyertaan
lxiii
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa untuk memupuk
modal penyertaan, koperasi sekurang-kurangnya harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut.
a) Telah memperoleh status sebagai badan hukum
Status badan hukum koperasi diperoleh dengan proses
menyusun akta pendirian di hadapan notaris untuk kemudian
diajukan kepada pejabat yang berwenang dalam bidang
perkoperasian untuk disahkan, setelah mendapat pengesahan dari
pejabat yang berwenang tersebut, maka koperasi telah resmi
mendapat status sebagai badan hukum, dan dalam hal ini
koperasi dapat memupuk modal penyertaan untuk
mengembangkan usahanya. Dasar hukum dalam memperoleh
status sebagai badan hukum ini ialah Undang – Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Peraturan Pemerintah
Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, dan
Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 2006 yaitu tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
b) Membuat rencana kegiatan dari usaha yang akan dibiayai modal
penyertaan
Koperasi sebelum memupuk modal penyertaan dari
pemodal harus membuat rencana kegiatan usaha yang akan
dibiayai modal penyertaan. Rencana kegiatan usaha koperasi ini
ditunjukkan kepada pemodal untuk dilihat agar pemodal dapat
mengetahui usaha koperasi yang akan dibiayai modal penyertaan
yang ditanamkannya pada koperasi terebut, sehingga pemodal
lxiv
dapat dengan jelas mengetahui kegunaan dari modal penyertaan
yang ditanamkannya untuk usaha koperasi, kegiatan dari usaha
koperasi tersebut, sehingga pemodal dapat menilai kegiatan usaha
koperasi tersebut apakah menguntungkan atau tidak untuk
dibiayai modal penyertaan oleh pemodal.
c) Mendapat persetujuan Rapat Anggota
Koperasi yang akan memupuk modal penyertaan harus
membahasnya dengan anggota koperasi yang lain dalam rapat
anggota. Dalam rapat anggota tersebut para anggota koperasi
memberikan pendapat mengenai perlunya memupuk modal
penyertaan untuk membiayai usaha koperasi agar dapat
berkembang. Dalam rapat anggota tersebut harus mencapai
kesepakatan untuk perlu memupuk modal penyertaan atau tidak,
jika kesepakatan telah dicapai dengan hasil perlu untuk memupuk
modal penyertaan, maka koperasi dapat menyelenggarakan modal
penyertaan.
5. Hak – Hak Dan Kewajiban Pemodal
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi menjamin hak – hak pemodal dalam modal
penyertaan pada koperasi sebagai berikut.
a) Pemodal berhak memperoleh bagian keuntungan dari usaha yang
dibiayai modal penyertaan (Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi).
b) Keikutsertaan pemodal dalam pengelolaan dan pengawasan
terhadap kegiatan usaha yang dibiayai modal penyertaan (Pasal
10 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi).
lxv
c) Pemodal berhak mendapatkan laporan tertulis mengenai kegiatan
pengurus atau pengelola usaha yang dibiayai modal penyertaan
yang disusun oleh pengurus atau pengelola (Pasal 14 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi).
d) Pemodal berhak untuk memeriksa pembukuan usaha yang
dibiayai modal penyertaan, risalah rapat anggota yang berkaitan
dengan usaha yang dibiayai modal penyertaan, serta daftar
pemodal (Pasal 14 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi).
Apabila terjadi kerugian dalam menjalankan usaha yang
dibiayai oleh modal penyertaan, maka pemodal berkewajiban (Pasal 7
ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi) :
a) Menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian
usaha yang dibiayai modal penyertaan sebatas nilai modal
penyertaan yang ditanamkannya dalam koperasi. "Nilai" dalam hal
ini merupakan besarnya uang atau nilai barang modal yang
ditanamkan.
b) Ketentuan tersebut diatas tidak berlaku dalam hal Pemodal turut serta
dalam pengelolaan usaha yang dibiayai modal penyertaan dan
atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai
modal penyertaan tersebut. Dengan adanya ketentuan ini, maka
Pemodal yang turut serta dalam pengelolaan dan turut
menyebabkan kerugian usaha yang dibiayai modal penyertaan
bertanggung jawab tidak saja terbatas pada dana yang
ditanamkannya sebagai modal penyertaan, tetapi dapat melebihi
jumlah tersebut, sesuai dengan besarnya kerugian yang
diakibatkan karena kesalahannya. Ketentuan ini juga berlaku
lxvi
meskipun Pemodal tidak turut secara langsung dalam
pengelolaan, namun Pemodal yang bersangkutan dapat dibuktikan
berperan dalam penentuan jalannya pengelolaan usaha yang
dibiayai modal penyertaan dan menyebabkan kerugian tersebut.
6. Penempatan dan Pengadministrasian Modal Penyertaan Pada Koperasi
Pasal 9 Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa penempatan dan
pangadministrasian modal penyertaan :
a) Pada koperasi tunggal usaha dilaksanakan dalam satu pembukuan
dengan pembukuan koperasi.
b) Pada koperasi serba usaha dilaksanakan dalam masing – masing
Unit Usaha Otonom. Ketentuan ini mengandung maksud bahwa
modal penyertaan dalam koperasi serba usaha hanya dapat
dilaksanakan dalam Unit Usaha Otonom. Unit Usaha Otonom
adalah unit usaha yang merupakan bagian dari koperasi yang
dikelola secara otonom, mempunyai Pengelola, neraca
administrasi usaha dan Anggaran Rumah Tangga tersendiri.
7. Pengelolaan Modal Penyertaan dan Rapat Anggota
Pasal 11 ayat (1) dan (2) Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa
pengelolaan usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan dilakukan
oleh pengurus atau pengelola koperasi, sedangkan untuk koperasi
serba usaha, pengelolaan usaha dilakukan oleh pengelola. Dalam hal
pengelolaan ini, pemodal juga dapat diikutsertakan (Pasal 10). Pasal
12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa pengurus atau
pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menyusun Rencana
lxvii
Kerja dan Anggaran bagi usaha yang dibiayai modal penyertaan
untuk mendapat persetujuan Rapat Anggota. Pasal 12 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa dalam penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran tersebut Pengurus atau Pengelola dapat
mengikutsertakan Pemodal. Keikutsertaan Pemodal dalam penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran dimungkinkan karena hal ini berkaitan
dengan penggunaan dana yang ditanamkannya dalam koperasi sebagai
modal penyertaan.
Ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan mengenai
peran serta pemodal dan keikutsertaanya dalam rapat anggota. Pasal
13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa dalam Rapat
Anggota, Pengurus dapat mengundang pemodal untuk memberikan saran
dan pendapat mengenai usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan. Pasal
13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi menyatakan bahwa pemodal tidak
mempunyai hak suara dalam Rapat Anggota, dan tidak turut menentukan
kebijakan koperasi secara keseluruhan. Pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi
menyatakan bahwa pengurus atau pengelola usaha yang dibiayai
modal penyertaan wajib menyusun laporan tertulis mengenai
kegiatannya sebagai bahan pembahasan dalam Rapat Anggota,
kemudian laporan tertulis tersebut wajib disampaikan pula kepada
Pemodal ( ayat (1) dan (2) ). Atas permohonan tertulis dari Pemodal,
Pengurus atau Pengelola memberi izin kepada Pemodal untuk
memeriksa pembukuan usaha yang dibiayai modal penyertaan, risalah
Rapat Anggota yang berkaitan dengan usaha yang dibiayai modal
penyertaan dan daftar Pemodal ( ayat (3) ).
lxviii
8. Pengalihan Modal Penyertaan
Dalam ketentuan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi disebutkan
mengenai pengalihan modal penyertaan pada koperasi.
a) Pemodal dapat mengalihkan modal penyertaan yang dimilikinya
dalam koperasi ( ayat (1) ).
b) Modal penyertaan yang akan dialihkan wajib ditawarkan terlebih
dahulu kepada Pemodal lain dalam modal penyertaan atau kepada
koperasi, melalui Pengurus atau Pengelola ( ayat (2) ).
c) Dalam hal Pemodal lain dalam modal penyertaan atau koperasi tidak
mengambil alih bagian modal penyertaan yang ditawarkan, maka
modal penyertaan tersebut dapat ditawarkan kepada pihak lain yang
berminat (ayat (3) ).
Selain pengaturan mengenai modal penyertaan seperti yang
peneliti paparkan di atas, peneliti juga akan memaparkan bentuk – bentuk
perlindungan hukum yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi sebagai
berikut.
1. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan Pada Koperasi memberi perlindungan kepada koperasi
untuk menyelenggarakan modal penyertaan pada koperasi dengan
memupuk modal dari pihak diluar koperasi yaitu pemodal yang
bertujuan untuk mengembangkan usahanya, serta perlindungan kepada
pemodal untuk menanamkan modalnya sebagai modal penyertaan, dan
mendapat pembagian keuntungan atas kegiatan usaha yang dibiayai
oleh modal penyertaan berdasarkan perjanjian modal penyertaan.
lxix
2. Perlindungan terhadap pemodal dalam modal penyertaan pada
koperasi melalui Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi yaitu pemodal dapat
berasal dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha, dan badan
– badan lainnya.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi memberikan perlindungan untuk melakukan
perjanjian antara pemodal dan koperasi guna memberikan
perlindungan terhadap hak – hak para pihak. Perjanjian yang
dimaksud ialah perjanjian modal penyertaan yang berdasarkan Pasal
5 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi, perjanjian modal penyertaan agar memiliki
kekuatan hukum, maka harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani
para pihak, dapat dihadapan notaris atau bawah tangan. Perjanjian
modal penyertaan selain melindugi hak – hak para pihak dalam
pelaksanaan modal penyertaan pada koperasi, juga melindungi hak –
hak para pihak dalam pembuktian di persidangan ketika terjadi
perselisihan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi juga memberikan perlindungan hukum
kepada pemodal dalam kaitannya dengan pengelolaan dan
pengawasan kegiatan usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan,
serta hak pemodal untuk mendapatkan pembagian keuntungan dan
keikutsertaan dalam rapat anggota mengenai usaha yang dibiayai oleh
modal penyertaan.
5. Perlindungan terhadap pemodal dapat mengalihkan modal
penyertaannya kepada pihak lain melalui Pasal 16 Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada
Koperasi.
lxx
B. Analisis Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi dalam Memberikan
Perlindungan Hukum Bagi Pemodal.
Dalam penelitian ini, setelah peneliti menguraikan pengaturan
mengenai modal penyertaan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi pada sub-Bab
sebelumnya, peneliti kemudian hendak menganalisis Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi dalam
kaitannya dengan sudah cukup baik atau belum Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi
memberikan perlindungan terhadap hak – hak yang diperoleh pemodal
dalam modal penyertaan pada koperasi. Analisis dilakukan dengan
menyesuaikan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi dengan asas – asas pembentukan
perundangan yang didapat dari pendapat para ahli serta
mengharmonisasikannya dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi ini ternyata memiliki kelemahan :
1. Terdapat pertentangan mengenai prinsip kemandirian dalam koperasi
dengan pengikutsertaan pemodal dalam pengelolaan modal penyertaan
pada koperasi
Pasal 5 ayat (1) Huruf e Undang – Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa kemandirian
merupakan salah satu prinsip koperasi yang harus dilaksanakan oleh
koperasi. Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa kemandirian
mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada
pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan,
keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian
terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab,
lxxi
otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri,
dan kehendak untuk mengelola sendiri. Dengan adanya prinsip
kemandirian ini, maka koperasi tidak boleh bergantung pada pihak
lain, salah satunya dalam hal pengelolaan.
Pengikutsertaan pemodal dalam pengelolaan usaha yang
dibiayai oleh modal penyertaan sesuai yang tercantum dalam Pasal
10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi yang menyatakan bahwa pemodal
dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan kegiatan
usaha yang dibiayai modal penyertaan, tentu saja bertentangan
dengan prinsip kemandirian pada koperasi yang mengharuskan
koperasi mengelola sendiri usahanya tanpa bergantung pada pihak
lain. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
telah memberikan keleluasaan pengembangan modal kepada koperasi
antara lain melalui modal penyertaan sesuai pasal 42, namun dalam
pelaksanaannya, perlu diwaspadai agar pengelolaan dan pengawasan
organisasi tetap berada ditangan anggota – anggota koperasi sesuai
dengan azas demokrasi kooperatif (Hendrojogi 2000 : 193). Jadi, jika
berdasarkan azas demokrasi kooperatif serta prinsip kemandirian yang
disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Huruf e Undang – Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian tersebut, maka seharusnya
pemodal hanya dapat diikutsertakan dalam pengawasan kegiatan
usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan saja, dan pengelolaannya
dilakukan oleh koperasi tanpa mengikutsertakan pemodal.
Untuk melindungi hak pemodal dalam pengelolaan, Pasal 12
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi telah dinyatakan bahwa pemodal dapat
ikutserta dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran bagi usaha
yang dibiayai oleh modal penyertaan yang kemudian diajukan untuk
mendapat persetujuan dalam Rapat Anggota. Hal ini memungkinkan,
lxxii
karena hal ini berkaitan dengan penggunaan dana yang ditanamkan
pemodal dalam koperasi sebagai modal penyertaan. Peran pemodal
hanya sebatas pada keikutsertaannya dalam menyusun Rencana Kerja
dan Anggaran, sedangkan pelaksanaan pengelolaan kegiatan usaha
yang dibiayai modal penyertaan dilaksanakan oleh koperasi.
2. Belum ditetapkannya pengaturan mengenai pentingnya sesuatu secara
khusus mengenai tanggung jawab koperasi terhadap modal penyertaan
yang ditanamkan oleh pemodal jika terjadi pembubaran koperasi
CST Kansil dalam bukunya yang berjudul “Kemahiran
Membuat Perundang – Undangan” mengemukakan pendapat dari
Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa terdapat hal – hal yang
menyebabkan ketidaksempurnaan dan dapat dijadikan asas dalam
pembentukan perundang – undangan, salah satu hal tersebut ialah
ketidaktetapan tentang pentingnya sesuatu. Ketidaktetapan tentang
pentingnya sesuatu dalam membentuk suatu perundang – undangan
merupakan ketidaksempurnaan yang dapat mempengaruhi Undang –
Undang.
Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan
yang berasal dari :
a) Keputusan rapat anggota. Apabila anggota merasa bahwa koperasi tidak berjalan seuai harapan, maka para anggota dapat mengajukan usul pembubaran koperasi melalui rapat anggota.
b) Keputusan pemerintah. Pembubaran koperasi oleh pemerintah dapat dilakukan apabila pemerintah menemukan bukti bahwa koperasi tersebut tidak memenuhi ketentuan undang – undang dan atau kegiatan yang dilakukan koperasi bertentangan dengan ktertiban umum atau kesusilaan, serta apabila pemerintah melihat bahwa kelangsungan hidup koperasi tersebut tidak dapat lagi diharapkan sebagai organisasi ekonomi yang memperjuangkan kepentingan anggota atau koperasi tersebut dinyatakan pailit.
(Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko, 2002 : 82)
lxxiii
Tanggung jawab koperasi terhadap modal penyertaan yang
ditanamkan oleh pemodal jika terjadi pembubaran koperasi baik yang
berdasarkan keputusan Rapat Anggota, maupun Pemerintah tersebut
adalah penting untuk adanya penetapan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi,
karena pemodal sebagai kreditur berhak mendapatkan ganti kerugian
atas modal penyertaannya ketika terjadi pembubaran koperasi dan
koperasi masih harus memenuhi kewajibannya kepada pemodal.
Modal penyertaan pada koperasi memang dilakukan melalui
perjanjian antara pemodal dan koperasi, dan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada
Koperasi juga telah disebutkan syarat minimum isi perjanjian, dan
memungkinkan tanggungjawab oleh koperasi ini dimuat dalam
perjanjian modal penyertaan pada koperasi tersebut, namun
seharusnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi ini juga memuat ketentuan
mengenai hal tanggung jawab koperasi tehadap modal penyertaan
ketika terjadi pembubaran koperasi. Penetapan tentang tanggung
jawab koperasi terhadap modal penyertaan ketika terjadi pembubaran
koperasi harus dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, karena dapat
digunakan sebagai dasar acuan dalam menyusun isi perjanjian modal
penyertaan, sehingga dapat menjamin hak pemodal terhadap modal
penyertaan yang ditanamkannya pada koperasi.
3. Kurangnya penjelasan mengenai nilai barang modal sebagai modal
penyertaan
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menyebutkan bahwa modal
penyertaan dapat terdiri atas sejumlah uang atau barang modal yang
lxxiv
dapat dinilai dengan uang. Permasalahan yang terjadi ialah terdapat
dalam nilai dari barang modal yang dapat dinilai dengan uang
sebagai modal penyertaan pada koperasi jika barang modal tersebut
memiliki nilai yang berubah terus, dapat menyusut atau terus naik
dan berkaitan dengan pembagian keuntungan. Nilai barang modal
yang terus berubah tersebut memberikan masalah ketika menentukan
besar nilai modal dari barang modal tersebut sebagai modal
penyertaan. Besarnya modal penyertaan yang berasal dari barang
modal tersebut dapat disesuaikan dengan harga pasar dari barang
modal ketika ditanamkan. Masalah lain dari adanya ketidakpastian
nilai dari barang modal timbul ketika terjadi pengalihan modal
penyertaan dari pemodal kepada koperasi atau pemodal lain, yaitu
mengenai penentuan nilai dari barang modal ketika terjadi pengalihan
modal penyertaan, tetap seperti ketika modal penyertaan sebelum
dialihkan atau sesuai dengan harga pasar ketika terjadi pengalihan.
Seharusnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi ini dijelaskan mengenai hal
penentuan nilai dari barang modal, sehingga tidak menimbulkan
perdebatan dan dapat menjadi dasar dalam menyelesaikan sengketa
ketika terjadi perselisihan.
4. Kurangnnya perlindungan terhadap hak pemodal dalam rapat anggota
koperasi dalam kaitannya dengan hak suara dalam rapat anggota
Pengambilan suara merupakan solusi terakhir dari tidak
terambilnya suatu kesepakatan dalam musyawarah untuk mencapai
mufakat. Sesuai ketentuan Pasal 28 Undang – Undang Dasar 1945
seseorang dijamin kebebasannya dalam berserikat dan berkumpul juga
mengeluarkan pendapat, lebih rinci diatur dalam Pasal 28E ayat (3)
bahwa setap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat. Hak suara merupakan hak bagi para pihak
dalam pengambilan suara sebagai wujud dari pendapat yang dimiliki
lxxv
oleh para pihak yang bermusyawarah untuk mencapai mufakat
apabila belum tercapainya suatu kesepakatan dalam musyawarah
tersebut. Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menjamin hak
pemodal untuk memberi saran dan pendapat dalam rapat anggota
koperasi, namun Pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa pemodal tidak
memiliki hak suara dalam rapat anggota koperasi. pasal 13 ayat (2)
ini membatasi hak pemodal untuk mengekspresikan pendapatnya
melalui suara dalam mencapai keputusan melalui pengambilan suara
dalam rapat anggota. Tidak dimilikinya hak suara pemodal dalam
rapat anggota koperasi dikhawatirkan terjadinya putusan dari rapat
anggota yang akan merugikan pemodal menyangkut modal yang
ditanamkannya dalam koperasi. seharusnya dalam memberikan
perlindungan terahadap hak pemodal, pemodal harus diberi hak suara
dalam rapat anggota, agar pemodal dapat menyalurkan pendapatnya
melalui suara sehingga hasil keputusan yang hendak dicapai tidak
merugikan pemodal karena menyangkut modal yang ditanamkannya
dalam koperasi.
5. Belum diaturnya secara khusus ketetapan mengenai penyelesaian
sengketa sebagai dasar pemberian kepastian perlindungan hukum jika
terjadi sengketa dalam modal penyertaan
Peraturan perundangan dibuat dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan hukum bagi seseorang yang terikat dengan
peraturan perundangan tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi dirasa kurang
memberikan perlindungan hukum, karena di dalamnya belum
mengatur ketetapan mengenai penyelesaian sengketa yang digunakan
sebagai dasar dalam menentukan upaya – upaya yang dapat dilakukan
untuk menyelesaiakan sengketa ketika terjadi sengketa dalam modal
penyertaan. Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
lxxvi
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi menjelaskan
penyelesaian sengketa merupakan syarat minimum isi perjanjian yang
harus dicantumkan dalam perjanjian modal penyertaan, namun
seharusnya pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi memberikan
beberapa upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan sebagai
dasar dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi, sehingga pemodal
dan koperasi dapat menentukan pilihan yang tepat dalam
menyelesaikan sengketa yang terjadi. Perlunya diatur ketentuan
mengenai penyelesaian sengketa dalam Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi adalah juga
bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pemodal dan koperasi
dalam menyusun perjanjian modal penyertaan koperasi, serta menjadi
dasar dalam menyelesaikan sengketa.
Berdasarkan analisis dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi yang dipaparkan di atas,
maka terlihat kurang cukup baik perundangan ini mengatur tentang
modal penyertaan pada koperasi, karena banyaknya kelemahan dalam
perundangan ini. Pentingnya akan sesuatu hal untuk diatur juga
kejelasan tentang suatu hal dalam perundangan merupakan dasar dari
perlindungan hukum bagi pihak – pihak yang terikat dengan perundangan
tersebut.
lxxvii
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan tentang permasalahan yang diteliti, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang
Modal Penyertaan pada Koperasi dibuat untuk mengatur secara khusus
mengenai modal penyertaan pada koperasi, dengan adanya peraturan ini
maka pelaksanaan modal penyertaan pada koperasi harus didasarkan pada
peraturan ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi ini, koperasi diberikan hak untuk
memupuk modal untuk mengembangkan usahanya melalui modal penyertaan
yang berasal dari pemodal, dan sesuai ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi,
koperasi berhak mengadakan perjanjian modal penyertaan dengan pemodal
dalam rangka memberikan kepastian perlindungan hukum bagi pemodal.
Pemodal juga diberikan hak dalam menamkan modalnya pada koperasi
sebagai modal penyertaan, dan mendapatkan pembagian keuntungan berupa
bagi hasil dari kegiatan usaha koperasi yang dibiayai oleh modal penyertaan
(Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi), serta pemodal berhak mendapatkan perlindungan terhadap
modalnya melalui perjanjian modal penyertaan. Modal penyertaan pada
lxxviii
koperasi memang didasarkan pada perjanjian antara pemodal dan koperasi,
namun pembuatan perjanjian modal penyertaan tersebut harus didasarkan
pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan Pada Koperasi ini (Pasal 4 dan Pasal 5).
Berdasarkan pembahasan yang peneliti kaji, ternyata Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi
dirasa kurang cukup memberi perlindungan hukum bagi pemodal,
dikarenakan terdapat banyak kelemahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi yaitu antara lain
kurang serasi dengan perundangan diatasnya, yaitu antara prinsip kemandirian
pada Pasal 5 Undang Undang 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
menghendaki koperasi untuk mengelola sendiri usahanya dengan Pasal 10
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada
Koperasi yang menyatakan pemodal dapat diikutsertakan dalam pengelolaan
kegiatan usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan, serta kurangnya penjelasan
mengenai suatu istilah sehingga terdapat bermacam – macam penafsiran,
kurang tercantumnya hal – hal yang penting untuk diatur sebagai dasar
dalam pelaksanaan modal penyertaan seperti belum diaturnya mengenai
penyelesaian sengketa, serta tanggung jawab koperasi kepada pemodal
terhadap modal penyertaan, sehingga dirasa kurang memberi perlindungan
hukum bagi pemodal dan koperasi dalam pelaksanaan modal penyertaan
pada koperasi.
B. Saran
1. Seharusnya dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi ini, koperasi yang akan
menyelenggarakan atau telah menyelenggarakan modal penyertaan harus
mendasarkannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan pada Koperasi. Pemodal yang akan
lxxix
menanamkan modalnya melalui perjanjian modal penyertaan juga harus
melihat Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi dalam kaitannya dengan kesesuaian perjanjian
modal penyertaan tersebut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi, sehingga pemodal
mendapatkan perlindungan hukum terhadap hak – haknya dalam modal
penyertaan pada koperasi.
2. seharusnya pengaturan mengenai modal penyertaan pada koperasi
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi perlu melihat tentang pentingnya sesuatu hal
untuk diatur secara khusus, sehingga setiap kendala yang terjadi dalam
pelaksanaan modal penyertaan ini dapat terselesaiakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi ini. Perlunya diatur mengenai penyelesaian sengketa yag
terjadi dalam pelaksanaan modal penyertaan, juga tanggungjawab
koperasi terhadap modal penyertaan yang ditanamkan pemodal, selain
itu juga perlunya kejelasan mengenai sesuatu seperti nilai barang modal
yang tidak tetap berkaitan dengan pembagian keuntungan modal
penyertaan. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi juga seharusnya tidak boleh membatasi hak
pemodal dalam rapat anggota koperasi menyangkut hak memberikan
suara yang juga merupakan pendapat dari pribadi pemodal, dimana
pemodal hanya boleh mengeluarkan saran atau pendapat dalam rapat
anggota, namun tidak memiliki hak suara dalam rapat anggota, karena
hal ini memungkinkan terjadinya kebijakan selanjutnya dapat merugikan
pemodal.
lxxx
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulkadir Muhamad. 1982. Hukum Koperasi. Bandung : Alumni.
Amirudin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Andjar Pachta W. 2005. Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha. Jakarta : Kencana
C. S. T. kansil.1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
E. Utrecht. 1989. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta : Ichtiar Baru.
-------------------, 2005. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung : PT. Citra Aditya.
G. Kartasapoetra. 2000. Praktek Pengelolaan Koperasi. Jakarta : Rineka Cipta
Hendrojogi. 2000. Koperasi : Azas – Azas, Teori dan Praktek. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
H.R. Daeng Naja. 2008. Pengantar Hukum Bisnis Indonesia. Jogyakarta: Pustaka Yustisia.
Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Banyumedia Publishing, Cetakan Kedua.
Mariam Darus Badrulzaman. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : PT. Alumni
-------------------------------------------, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Munir Fuady. 2002. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
lxxxi
Ninik Widiyanti dan Y. W. Sunindhia. 1998. Koperasi dan Perekonomian Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta : Rineka Cipta.
Richard Burton Simatupang. 2003. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Salim HS. 2004. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta : Sinar Grafika.
Soerjono Soekanto, SH, MA. 1985. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : Rajawali Pers
Sri Hastuti Puspitasari. 2009. Bunga Rampai Pemikiran Hukum di Indonesia. Jogjakarta: FH UII Press.
Subekti. 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta : PT. Intermasa.
Sudikno Mertokusumo. 1988. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty.
Sutantya Rahardja Hadhikusuma. 2000. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suyanto dan Nurhadi. 2003. Ekonomi. Yogyakarta : Erlangga.
Wahyu Adji. 2007. Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Peraturan Perundang – undangan
Undang – Undang Dasar 1945
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 Tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi
Jurnal
lxxxii
Getu Hailu and Ellen Goddard. 2009. “Sustainable Growth and Capital Constraints: The Demutualization of Lilydale Co-operative Ltd”. Journal Of Cooperatives. Vol.23.
Kimberly Zeuli and Jamie Radel. 2005. “Cooperatives as a Community Development Strategy : Linking Theory and Practice”. The Journal of Regional Analysis and Policy. Vol.35, No.1.
Hariyono. 2003. “Koperasi Sebagai Strategi Pengembangan Ekonomi Pancasila”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Vol. 17, No.4.
Website
Ita Munir. Modal dan Prinsip Keuangan Koperasi (http://polaris06.blogspot.com) (9 November 2009)
Lebih Lanjut Tentang Koperasi, Bapak Koperasi. ( “http://berkoperasi.blogspot.com/2008/02/lebih-jauh-tentang-koperasi.html" ) (9 November 2009)
Manajemen Keuangan dan Permodalan (“http://netibudiwati.blogspot.com ) (9 November 2009)
Tommy K. Pemberdayaan Koperasi Melalui penyertaan Modal Pemprov Kalsel (http://www.kalimantanpost.com) (9 November 2009)
Top Related