i
EVALUASI KETAATAN PASIEN RAWAT JALAN RS PANTI RINI
YOGYAKARTA ANTARA PASIEN YANG DIBERI INFORMASI versus
INFORMASI plus ALAT BANTU KETAATAN SERTA DAMPAK
TERAPINYA PERIODE JUNI-JULI 2009
(Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Saluran Pernafasan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Shielanita Eulampia
NIM : 068114101
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
Karya kecilku ini kupersembahkan untuk :
Allah Bapa di surga yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria,
Papa dan Mama atas kasih sayang, doa dan dukungannya baik moral dan materiil
Kakak dan adikku tersayang
Sahabat-sahabatku tercinta dan
Almamaterku…
iv
v
v
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan kasih karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti
Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi Versus Informasi Plus
Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian
terhadap Penggunaan Obat Golongan Saluran Pernafasan)” ini dengan baik
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada
Fakultas Farmasi, Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit RS Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian di RS Panti Rini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma dan sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan,
kritikan yang membangun selama penyusunan skripsi ini.
3. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan
kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.
4. dr. Fenty, M.Kes., SpPK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran,
arahan, kritikan yang membangun selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Hari Budiarto, selaku kepala bagian Rekam Medis RS Panti Rini yang
telah mengijinkan dan membantu penulis selama pengambilan data.
vi
vii
6. Ibu Bety Husadani, S.Si., Apt selaku apoteker di instalasi Farmasi RS Panti Rini
yang dengan senang hati memberikan bantuan dan arahan selama penulis
melakukan penelitian di RS Panti Rini.
7. Seluruh pasien rawat jalan RS Panti Rini yang telah bersedia mengikuti
penelitian ini dan atas penerimaan yang baik saat penulis melakukan home visit
serta dukungan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Papa dan mama tercinta atas kasih sayang, doa, dukungan semangat, pengertian
serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
9. Kakak dan adikku yang telah memberikan semangat, dukungan, serta doa hingga
terselesaikannya skripsi ini.
10. Teman-teman kelompok payung, yaitu Tiara, Oline, Vero, May, Mbak Rian,
Dewi dan Arum yang telah saling menguatkan, memberikan semangat dan
bantuan kepada peneliti serta bersama-sama menjalani suka dan duka selama
menjalankan penelitian ini.
11. Sahabatku Reyni, Rosa, dan Sekar yang telah memberikan dorongan semangat
dan banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
12. Teman-teman kelas B dan FKK angkatan 2006, terima kasih atas
kebersamaannya dan pengalaman yang tak terlupakan selama menjalani kuliah
dan praktikum serta dorongan semangat yang telah diberikan kepada peneliti
selama penyusunan skripsi ini.
13. Dan seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu disini, baik
secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu hingga
terselesaikannya skripsi ini.
vii
viii
viii
ix
INTISARI
Ketaatan dalam penggunaan obat merupakan hal yang sangat menentukankeberhasilan suatu terapi dan peningkatan kualitas hidup pasien. Gangguan saluranpernafasan merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan ketaatan dalampengobatannya untuk menurunkan morbiditas penyakit serta mencegah kekambuhan.Rata-rata ketidaktaatan pasien dengan gangguan saluran pernafasan kronis lebihbesar daripada pasien penyakit kronis. Pemberian edukasi dan informasi obat secaraverbal saja tidak menjamin seorang pasien paham akan pengobatannya dengan benar.Oleh karenanya, perlu dibuat suatu alat bantu yang dapat meningkatkan ketaatanpasien dalam pengobatan.
Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi ketaatan pasien yang diberi informasidan informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya. Penelitian initermasuk eksperimental semu dengan rancangan pola searah. Pengambilan datadilakukan dengan melihat data Rekam Medis (RM) dan home visit ke rumah pasien.Analisis data menggunakan uji Mann Whitney, Chi Square, Fisher’s sertaKolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 90%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketaatan berdasarkan jumlah obat yangdigunakan memiliki perbedaan tidak bermakna, ketaatan berdasarkan aturan pakaimenunjukkan perbedaan tidak bermakna serta ketaatan berdasarkan jumlahkeseluruhan obat yang diterima pasien menunjukkan perbedaan tidak bermaknaantara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Selain itu, dampak terapi yangdirasakan pasien berbeda tidak bermakna.
Kata kunci : ketaatan, alat bantu ketaatan, obat golongan saluran pernafasan
ix
x
ABSTRACT
Compliance in the drug usage is crucial to the success of a therapy andimproved quality of life of patients. Respiratory disorders is a disease that requirestreatment compliance in order to reduce morbidity and prevent recurrence of disease.The average non-compliance of patients with chronic respiratory disorders is greaterthan the patient’s chronic disease. Providing of education and verbal informationdoes not guarantee a patient use the medication correctly. Therefore, it needs an aidto increase understanding of patient and improve patient compliance duringtreatment.
The purpose of this study was to evaluate the compliance of patients whowere given information and information plus compliance aids with impact therapy.This research is a quasi-experimental with direction pattern design. Data retrieval isdone by seeing the patients medical record (MR) and home visit. Data analysis usingMann Whitney Test, Chi Square, Fisher’s and Kolmogorov-Smirnov with 90%confidence level.
The results showed that the compliance based on the number of drugs usedhave no significant differences, according to the regimen dosage showed nosignificant differences as well as compliance based on the total number of patientsreceived the drug showed no significant differences between treatment groups andcontrol groups. In addition, the impact therapy have no significant differences.
Keyword : compliance, compliance aids, respiratory drugs
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………….. iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH…………………... v
PRAKATA……………………………………………………………..….. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………….….. vii
INTISARI………………………………………………………………..… ix
ABSTRACT……………………………………………………………...…x
DAFTAR ISI…………………………………………………………..…... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………..…... xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….…... xvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….…… xviii
BAB I PENGANTAR……………………………………………….....….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………….................1
1. Perumusan masalah……………………………………………….. 4
2. Keaslian penelitian………………………………………………... 4
3. Manfaat penelitian…………………………………………………5
B. Tujuan Penelitian……………………………………………………..... 5
1. Tujuan umum……………………………………………………... 5
2. Tujuan khusus…………………………………………………….. 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………... 6
A. Pharmaceutical Care…………………………………………………. 6
B. Drug Therapy Problems (DTPs)……………………………………… 7
C. Ketaatan Penggunaan Obat (Patient Compliance)…………………… 9
D. Anatomi Sistem Pernafasan…………………………………………… 12
1. Sistem pernafasan bagian atas……………………………………. 12
xi
xii
2. Sistem pernafasan bagian bawah…………………………………. 13
E. Gangguan Saluran Pernafasan………………………………………… 14
1. Gangguan ventilasi obstruktif…………………………………….. 15
2. Gangguan ventilasi restriktif……………………………………… 15
F. Asthma (Asma)………………………………………………………… 15
1. Definisi……………………………………………………………. 15
2. Epidemiologi……………………………………………………… 16
3. Etiologi……………………………………………………………. 16
4. Patofisiologi………………………………………………………..17
5. Manifestasi klinik………………………………………………….17
6. Strategi terapi…………………………………………...………… 17
G. Bronchitis (Bronkhitis)………………………………………………… 20
1. Definisi……………………………………………………………. 20
2. Epidemiologi……………………………………………………… 20
3. Etiologi……………………………………………………………. 20
4. Patofisiologi………………………………………………………. 21
5. Manifestasi klinik………………………………………………….21
6. Strategi terapi……………………………………………………... 22
H. Cough (Batuk)………………………………………………………… 23
1. Definisi……………………………………………………………. 23
2. Epidemiologi……………………………………………………… 23
3. Etiologi……………………………………………………………. 23
4. Patofisiologi………………………………………………………..24
5. Manifestasi klinik………………………………………………….24
6. Strategi terapi……………………………………………………... 25
I. Landasan Teori………………………………………………………… 26
J. Hipotesis………………………………………………………………. 27
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………. 28
B. Variabel dan Definisi Operasional……………………………………. 29
xii
xiii
C. Subyek Penelitian……………………………………………………… 31
D. Bahan Penelitian………………………………………………………. 32
E. Instrumen Penelitian…………………………………………………… 32
F. Tempat Penelitian……………………………………………………… 33
G. Tata Cara Pengumpulan Data…………………………………………. 33
H. Tata Cara Analisis Data………………………………………………. 36
I. Kesulitan Penelitian…………………………………………………… 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………....... 41
A. Profil Pasien yang Menggunakan Obat Golongan Saluran Pernafasan.. 41
1. Berdasarkan umur pasien………………...……………………….. 42
2. Berdasarkan jenis kelamin………………………………………....43
3. Berdasarkan tingkat pendidikan…………………………………... 43
4. Berdasarkan diagnosis utama……………………………………... 44
B. Profil Penggunaan Obat Gangguan saluran Pernafasan………………...45
1. Berdasarkan jumlah obat yang diresepkan…………...……………45
2. Berdasarkan golongan obat saluran pernafasan yang diterima........ 46
3. Berdasarkan golongan obat selain golongan saluran pernafasan
yang diterima....................................................................................49
4. Berdasarkan bentuk sediaan obat golongan saluran pernafasan...... 51
C. Evaluasi Ketaatan Pasien yang Menerima Obat Golongan Saluran
Pernafasan serta Dampak Terapinya………………………................…53
1. Berdasarkan jumlah obat yang digunakan……………….......…….54
2. Berdasarkan jumlah keseluruhan obat yang diterima.......………....55
3. Berdasarkan aturan pakai obat……………………......................... 56
4. Evaluasi Dampak Terapi…………………………………….......... 58
D. Evaluasi Peresepan Obat yang Digunakan Pasien……………………...59
E. Rangkuman Pembahasan……………………………………………..... 65
xiii
xiv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………... . 69
A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 69
B. Saran………………………………………………………………….... 70
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….... 71
LAMPIRAN………………………………………………………………. .73
BIOGRAFI……………………………………………………………....... 106
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Penyebab-penyebab drug therapy problems (DTPs)……......... 8
Tabel II. Profil Pasien Rawat Jalan (Baseline) yang Menerima
Obat Golongan Saluran Pernafasaan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009............................................ 42
Tabel III. Profil Jumlah Keseluruhan Obat yang Diterima Pasien
Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009………………………...……………….46
Tabel IV. Profil Jumlah Obat Golongan Saluran Pernafasan
yang Diterima Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009……………………..…….. 46
Tabel V. Profil Golongan Obat Saluran Pernafasan yang Diterima
Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009…………………………………………49
Tabel VI. Profil Golongan Obat Selain Obat Saluran Pernafasan
yang Diterima Pasien Kelompok Perlakuan Dan Kontrol
Periode Juni-Juli 2009…………………………………………50
Tabel VII. Profil Bentuk Sediaan Obat Golongan Saluran Pernafasan
yang Diterima Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009……………………….…... 52
Tabel VIII. Ketaatan Berdasarkan Jumlah Obat yang Digunakan Pasien
Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009……………………………….……….. 54
Tabel IX. Ketaatan Berdasarkan Jumlah Keseluruhan Obat yang
Digunakan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009……………………………………….... 56
Tabel X. Ketaatan Berdasarkan Aturan Pakai Obat yang Digunakan
Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009…………………………………….…...57
xv
xvi
Tabel XI. Presentase Dampak Terapi yang Dirasakan Oleh Pasien
Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009………………………………………….59
Tabel XII. Kelompok Kasus ADR pada Pasien Rawat Jalan
di RS Panti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Obat
Golongan Saluran Pernafasan Periode Juni-Juli 2009………... 60
Tabel XIII. Kelompok Kasus Interaksi Obat pada Pasien Rawat Jalan
di RS Panti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Obat
Golongan Saluran Pernafasan Periode Juni-Juli 2009…………61
Tabel XIV. Kelompok Kasus Non-compliance pada Pasien Rawat Jalan
RS Panti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Obat
Golongan Saluran Pernafasan Periode Juni-Juli 2009…........... 64
Tabel XV. Presentase Kasus yang Terjadi pada Pasien Rawat jalan
di RS Panti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Obat
Golongan Saluran PernafasanPeriode Juni-Juli 2009................ 65
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Saluran pernafasan.................................................. 14
Gambar 2. Alat Bantu Ketaatan Minum Obat (pil dispencer)………….33
xvii
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent.................................................................... 74
Lampiran 2: Panduan Wawancara.............................................................. 76
Lampiran 3. Daftar Obat Sistem Saluran Pernapasan Yang Digunakan
Pasien di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009...78
Lampiran 4. Daftar Obat Selain Obat Sistem Saluran Pernapasan
Yang Digunakan Pasien di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009............................................................. 79
Lampiran 5. Profil Jumlah Obat Golongan Saluran Pernafasan yang
Diterima Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009............................................................. 80
Lampiran 6. Statistika Profil Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009......................................... 81
Lampiran 7. Statistika Profil Obat Pasien Rawat Jalan
di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009.............. 86
Lampiran 8. Statistika Ketaatan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Jumlah
Obat yang Digunakan..............................................................87
Lampiran 9. Statistik Ketaatan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan
Jumlah Keseluruhan Obat yang Diterima............................... 88
Lampiran 10. Statistik Ketaatan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Berdasarkan Aturan Pakai....................................................... 90
Lampiran 11. Data Pasien Kelompok Perlakuan yang Menjalani
Rawat Jalan di RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009...............92
Lampiran 12. Data Pasien Kelompok Kontrol yang Menjalani
Rawat Jalan di RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009..............99
xviii
1
BAB 1
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Ketaatan dalam mengkonsumsi obat merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan terapi yang dilakukan oleh pasien. Kesalahan atau
kurangnya informasi mengenai obat yang digunakan dapat mendorong terjadinya
ketidaktaatan pasien dalam mengkonsumsi obat. Hal ini dapat terjadi karena lebih
dari 50% Farmasis tidak berada di tempat pada jam buka Apotek (Febrianti, 2008).
Ketidaktaatan pasien dalam mengkonsumsi obat merupakan masalah utama
dalam pengobatan di Amerika Serikat. Sebanyak lima puluh hingga tujuh puluh
persen pasien tidak taat dalam pengobatannya. Rasio ketidaktaatan ini lebih besar
terjadi pada pasien penyakit kronis, karena mereka seringkali mendapatkan
pengobatan dalam jangka waktu yang lama, dan obat yang kompleks (Wertheimer &
Santella, 2006). Sebanyak tiga puluh tiga hingga enam puluh sembilan persen
penerimaan Rumah Sakit yang berhubungan dengan obat di Amerika Serikat adalah
karena rendahnya kepatuhan terhadap pengobatan, dengan biaya resultan sekitar $
100 miliar per tahun (Osterberg & Blaschke, 2005).
Gangguan saluran pernafasan pada tahun 2007 merupakan 10 penyakit
terbanyak yang terjadi di Yogyakarta. Dengan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) menduduki peringkat pertama, yang diikuti dengan faringitis akut serta
bronkhitis, emfisema dan penyakit paru lainnya menduduki posisi nomor 5 dan 9
(Anonim, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Abula dan Worku (2001)
menunjukkan bahwa rata-rata ketidaktaatan pasien dengan penyakit gangguan
2
saluran pernafasan kronis seperti asma dan tuberculosis lebih tinggi daripada pasien
penyakit kronis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Buston & Wood (2000)
mengenai ketidaktaatan pada pasien remaja yang memiliki penyakit asma, ditemukan
bahwa dari 49 pasien yang diinterview, 45 diantaranya tidak taat dalam pengobatan
dengan alasan lupa, merasa obat yang digunakan tidak efektif, sulit menggunakan
inhaler, ketakutan akan terjadi efek samping, dan kemalasan. Ketidakpatuhan
penderita asma dalam menggunakan obat turut mendorong meningkatnya penderita
asma di Indonesia (Toto, 2002).
Menurut hasil survei Response (Respiratory Patients Opinion Survey) di
Eropa, sebanyak 42% penderita asma berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi
yang diresepkan dokter karena merasa kondisinya membaik. Hal ini mengakibatkan
jumlah keseluruhan penderita asma dalam waktu 20 tahun terus meningkat (Toto,
2002). Konsekuensi dari ketidaktaatan antara lain tidak terkontrolnya gejala pada
siang dan malam hari, keterbatasan gaya hidup, dan membutuhkan pertolongan
emergency oleh dokter bedah atau rumah sakit, penggunaan obat yang berlebihan
yang berarti efek samping yang dihasilkan juga semakin besar serta meningkatkan
biaya pengobatan untuk mendapatkan regimen terapi yang baru (Dinwiddie &
Muller, 2002).
Untuk mengatasi masalah ini, farmasis menjalankan Pharmaceutical Care
yaitu dengan cara memberikan pelayanan informasi dan edukasi tentang obat yang
digunakan secara tepat dan lengkap, sehingga dapat mencegah dan meminimalkan
terjadinya Drug Related Problems (khususnya kejadian ketidaktaatan). Pemberian
3
informasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
mendemonstrasikan menggunakan alat visual, multimedia, verbal dan form
kepatuhan. Namun pemberian informasi verbal saja tidak dapat menjamin seorang
pasien dapat memahami obat yang digunakan dengan benar, sehingga dibutuhkan
suatu kombinasi menggunakan alat bantu sederhana yang dapat membantu
meningkatkan ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat.
Rumah Sakit Panti Rini merupakan sarana pelayanan kesehatan tipe D.
Rumah Sakit ini dipilih karena letaknya di pinggiran kota, dekat dengan perbatasan
Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan tingkat mobilitas kendaraan dan penduduk
tinggi. Dengan tingginya mobilitas kendaraan, menyebabkan tingkat polusi udara di
daerah tersebut semakin tinggi. Dan penduduk yang berdomisili di sekitar daerah
tersebut setiap harinya banyak yang bekerja menuju kota yang berarti kemungkinan
untuk terpapar polutan akibat polusi udara semakin besar. Semakin sering seseorang
terpapar polutan, maka resiko terjadinya gangguan saluran pernafasan juga semakin
besar. Berdasarkan data rekam medis selama periode 1999-2005, gangguan saluran
pernafasan merupakan 10 penyakit terbanyak yang terjadi di RS Panti Rini dan
jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Anonim, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan sebuah penelitian yang
mengevaluasi tingkat ketaatan pasien yang menerima obat golongan saluran
pernafasan yang diberi tambahan alat bantu serta dampak terapinya. Kemudian
membandingkan ketaatan pasien tersebut dengan pasien yang tidak diberi tambahan
alat bantu atau hanya diberi informasi saja.
4
1. Perumusan Masalah
a. Apakah ada perbedaan profil pasien yang menggunakan obat golongan
saluran pernafasan antara pasien yang diberi informasi dengan pasien yang diberi
informasi plus alat bantu ketaatan?
b. Apakah ada perbedaan profil obat yang digunakan antara pasien kelompok
kontrol dengan pasien kelompok perlakuan?
c. Seperti apakah perbedaan ketaatan serta dampak terapi antara pasien
kelompok kontrol dengan pasien kelompok perlakuan?
d. Seperti apakah masalah peresepan obat pada pasien yang menggunakan obat
golongan saluran pernafasan, baik pasien kelompok kontrol dengan pasien kelompok
perlakuan?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS
Panti Rini Antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus Alat Bantu
Ketaatan Serta Dampak Terapinya (Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan
Saluran Pernafasan) belum pernah dilakukan. Belum ditemukan penelitian terkait
ketaatan pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu oleh peneliti lain.
Namun penelitian dengan tema ketaatan untuk obat-obat golongan saluran
pernafasan sudah pernah dilakukan yaitu :
a. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada
Fase Intensif Pada Penderita TB Di Puskesmas Pracimantoro Wonogiri
Jawa Tengah (Warsito, 2009).
b. Adolescent Treatment Compliance in Asthma (Dinwiddie, Muller, 2002).
5
c. Non-compliance Amongst Adolescent With Asthma : Listening to What They
Tell Us About Self-management (Buston & Wood, 2000).
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan
keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care, secara khusus
di RS Panti Rini dan secara umum di Rumah Sakit di Indonesia serta dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati ketaatan penggunaan obat pasien
setelah pemberian informasi yang menggunakan alat bantu dibandingkan dengan
pasien dengan pemberian informasi tanpa alat bantu.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini juga bertujuan untuk :
a. Mengetahui perbedaan profil pasien yang menggunakan obat golongan
saluran pernafasan antara pasien yang diberi informasi dengan pasien yang diberi
informasi plus alat bantu.
b. Mengetahui perbedaan profil obat yang digunakan antara pasien kelompok
kontrol dengan pasien kelompok perlakuan.
c. Mengevaluasi perbedaan ketaatan dan dampak terapi pasien kelompok
kontrol dengan pasien kelompok perlakuan.
d. Mengevaluasi peresepan obat pasien kelompok kontrol dan pasien kelompok
perlakuan.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah suatu praktek
kefarmasian yang berorientasi kepada pasien, dilakukan dengan memikul tanggung
jawab atas kebutuhan obat individu pasien dan diselenggarakan berdasarkan
komitmen tanggung jawab tersebut. Tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan
menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Menjamin semua terapi yang diterima oleh individu pasien sesuai (appropriate),
paling efektif (the most effective possible), paling aman (the safest available), dan
praktis (convenient enough to be taken as indicatead)
2. Mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan yang berhubungan
dengan terapi obat yang menghambat pelaksanaan tanggung yang pertama (Cipolle
& Strand, 2004).
Kedua tanggung jawab tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada pasien sehingga pasien mendapatkan jaminan kualitas
kehidupan yang lebih baik lagi. Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien,
dapat diidentifikasi bahwa fungsi dari pharmaceutical care adalah menyediakan
informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk
mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan
dapat diterima untuk terapis, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau
efek samping obat, menentukan metode penggunaan obat. Selain itu, fungsi lain dari
7
pharmaceutical care yaitu mendapatkan rekam medis yang dapat digunakan untuk
pemilihan obat yang tepat (Bahfen, 2009).
Dalam praktek Pharmaceutical care, seorang farmasis dapat melakukan suatu
proses pengambilan keputusan rasional yang disebut Pharmacotherapy Workup
untuk membuat suatu penilaian tentang kebutuhan obat pasien, mengidentifikasi
Drug Therapy Problems (DTPs), membuat perencanaan pengobatan, dan
mengadakan evaluasi untuk memastikan bahwa semua obat yang digunakan efektif
dan aman untuk terapi (Cipolle et.al., 2004).
B. Drug Therapy Problems (DTPs)
Drug Therapy Problems adalah suatu kejadian atau efek yang tidak
diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat dan secara aktual
dan potensial terjadi bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat
mendapat pengobatan terhadap penyakit tertentu (Cipolle et.al., 2004).
Menurut Cipolle et.al., (2004), DTPs digolongkan menjadi 7 yaitu 1)
unnecessary drug therapy (ada obat tanpa indikasi), 2) additional drug therapy
needed (ada indikasi tanpa obat), 3) ineffective drug (obat tidak perlu), 4) dosage too
low (dosis terlalu rendah), 5) adverse drug reaction (efek obat merugikan), 6) dosage
too high (dosis terlalu tinggi) dan 7) noncompliance (ketidaktaatan pasien). Sejak
pertama kali Pharmaceutical care dijalankan, telah terjadi 3995 kasus DTPs yang
berhasil diidentifikasi dan dipecahkan dari 5136 total pasien. Drug Therapy
Problems yang paling banyak terjadi adalah indikasi tanpa obat (31,6%), dosis terlalu
rendah (21,0%), efek obat merugikan (14,3%) serta ketidaktaatan (14,3%).
8
Presentase ini akan meningkat pada pasien dengan umur lebih dari 65 tahun (Cipolle
et.al., 2004).
Tabel I. Penyebab-penyebab drug therapy problems (DTPs)(Cipolle et.al., 2004)
No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
1
Ada obat tanpa
indikasi
(unnecessary
drug therapy)
Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu
Terapi dengan dosis toksik
Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol
Terapi sebaiknya non-farmakologi
Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal
Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan
dengan yang lebih aman
2
Ada indikasi
tanpa obat
(additional drug
therapy needed)
Timbulnya kondisi medis baru memerlukan tambahan obat baru
Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-menerus
Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi
Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu terapi profilaksi.
3
Pemilihan obat
salah (wrong
drug)
Obat yang digunakan bukan yang efektif /paling efektif
Pasien alergi atau kontraindikasi
Obat efektif tetapi relative mahal atau bukan yang paling aman
Obat sudah resisten terhadap infeksi
Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu
mengganti obat
Kombinasi obat yang salah.
4
Dosis terlalu
rendah (dose too
low)
Dosis terlalu rendah untuk mendapat respon yang diinginkan
Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotika untuk
operasi
Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien
5
Efek obat
merugikan
(adverse drug
reaction) dan
interaksi obat
Obat diberikan terlalu cepat
Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu
Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi
Bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan.
Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat
ikatan, atau dengan hasil laboratorium
6
Dosis terlalu
tinggi (dose too
high)
Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang
diharapkan
Dosis dinaikkan terlalu cepat
Obat akumulasi karena terapi jangka panjang
Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien
Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus
7Ketaatan pasien
(compliance)/
gagal menerima
obat
Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error
Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun
karena tidak mengerti maksudnya
Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya
9
C. Ketaatan Penggunaan Obat (Patient Compliance)
Kepatuhan (ketaatan) pada regimen obat didefinisikan sebagai sejauh mana
pasien mengambil obat yang diresepkan oleh penyedia layanan kesehatan. Kata
"kepatuhan" lebih disukai oleh banyak penyedia layanan kesehatan, karena
kepatuhan menunjukkan bahwa pasien secara pasif mengikuti perintah dokter dan
bahwa rencana pengobatan tidak didasarkan pada kelompok terapeutik atau kontrak
yang dibangun antara pasien dan dokter (Osterberg & Blaschke, 2005).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), istilah kepatuhan dapat
didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku seseorang (misalnya minum obat,
mengikuti diet dan/atau mengubah gaya hidup) disepakati sesuai dengan
rekomendasi dari ahli kesehatan, yaitu bagaimana pasien mengikuti pengobatan
mereka. Kepatuhan atau ketaatan adalah penting untuk mencapai hasil terapeutik
yang optimal, yang mana dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Ketidakpatuhan
biasanya menyebabkan peningkatan morbiditas (sakit), kegagalan pengobatan,
eksaserbasi penyakit, lebih sering mengunjungi dokter, meningkatkan tingkat
perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian (Devyani, 2009).
Adapun jenis ketidaktaatan (ketidakpatuhan) pada terapi obat adalah
1. Tidak menebus resep obatnya, hal ini terjadi karena pasien merasa tidak
memerlukan obat atau tidak menghendaki mengambilnya. Namun ada pula pasien
yang tidak menebus resepnya karena tidak mampu membelinya.
2. Kesalahan saat mengkonsumsi obat, yaitu obat dikonsumsi tidak tepat dikaitkan
dengan waktu makan, serta teknik penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) yang
tidak tepat.
10
3. Penghentian pemberian obat sebelum waktunya, yang biasanya terjadi pada
penggunaan antibiotik karena pasien merasa gejala yang dirasakan sudah
hilang/merasa telah sembuh (Hussar, 2005).
Masalah ketidakpatuhan sering terjadi pada pasien usia lanjut karena banyak
dari mereka memperoleh regimen terapi yang rumit. Ketidakpatuhan secara
signifikan berkaitan dengan penggunaan lebih dari lima obat yang ditulis,
ketidakmampuan membaca resep dan etiket tambahan serta kesulitan membuka tutup
wadah. Ketidakpatuhan juga dapat terjadi pada pasien pediatrik. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan orang tua memberikan obat kurang dari dosis yang tertulis (penggunaan
sendok teh yang memiliki berbagai volume yang berbeda), penghentian obat sebelum
waktunya, dan pengetiketan yang tidak benar. Pasien rawat jalan juga rentan
terhadap ketidakpatuhan dikarenakan kurangnya pengawasan selama terapi, tidak
mengerti instruksi penggunaan dengan benar, dan ada yang salah
menginterpretasikan (Hussar, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktaatan antara lain :
1. Penyakit, contohnya pasien dengan penyakit kronik, seperti pasien TB yang
seringkali menjadi tidak taat terhadap pengobatan selanjutnya (pengobatan
berlangsung secara lama).
2. Regimen terapi
a. Terapi multi obat, makin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan
pasien, maka semakin tinggi risiko ketidakpatuhan.
11
b. Frekuensi pemberian dan durasi obat, pemberian obat pada jangka waktu
yang sering dan lama (seperti pada penyakit kronis), membuat ketidakpatuhan lebih
mungkin terjadi.
c. Efek merugikan dan rasa obat, adanya efek samping yang dirasakan membuat
pasien merasa lebih buruk daripada sebelum terapi, sehingga akan menghentikan
pengobatan. Rasa obat yang tidak enak juga mendorong ketidakpatuhan terutama
pada pasien pediatrik.
d. Pasien asimtomatik (tidak ada gejala) atau gejala sudah reda, pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala sebelumnya akan sulit untuk menyakinkan mengenai
nilai terapi dari suatu obat karena pasien tidak merasakan perbedaan setelah terapi
sehingga pasien akan menghentikan pengobatannya. Selain itu, beberapa pasien
setelah merasa lebih baik maka akan menghentikan pengobatannya.
e. Harga obat, harga obat yang mahal juga dapat mempengaruhi ketidakpatuhan
(tidak menebus resepnya).
3. Interaksi pasien dengan professional kesehatan, pasien cenderung lebih mematuhi
instruksi seorang dokter yang mereka kenal betul dan dihormati, serta dari siapa saja
mereka memperoleh informasi dan kepastian tentang kesakitan dan obat-obat mereka
(Hussar, 2005).
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ketaatan penggunaan
obat, yaitu: metode langsung maupun tidak langsung. Metode langsung (direct
methods) yaitu : (1) observasi terapi secara langsung; (2) mengukur kadar obat atau
metabolit dalam darah; (3) mengukur penanda biologi dalam darah. Sedangkan
metode tidak langsung yaitu : (1) daftar pertanyaan kepada pasien atau laporan
12
pribadi pasien; (2) penghitungan pil; (3) penilaian terhadap respon klinis pasien; (4)
monitor pengobatan secara elektronik; (5) mengukur penanda psikologis (contohnya
kecepatan jantung pada pasien yang menggunakan beta-blockers); (6) diary pasien
(Osterberg & Blaschke, 2005).
D. Anatomi Sistem Pernafasan
Pernafasan merupakan proses untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk mengubah sumber energi menjadi energi dan membuang CO2
sebagai sisa metabolisme. Sistem pernafasan dibagi menjadi dua yaitu sistem
pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah (Martini & Timmons, 1997).
1. Sistem pernafasan bagian atas terdiri atas :
a. Hidung dan rongga hidung
Di dalam rongga hidung terdapat rambut yang berfungsi untuk
menangkap partikel/benda asing yang besar dan untuk menyaring udara. Udara juga
dihangatkan dan disesuaikan kelembabannya sewaktu bergerak melalui cavum
nasalis.
b. Faring
Merupakan organ yang digunakan bersama oleh sistem pencernaan dan
pernafasan. Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1) Nasofaring : terletak pada faring bagian atas, dilapisi epithelium yang
khas, serta terdapat faringeal tonsil (adenoid) dibagian belakang dinding nasofaring.
2) Orofaring (merupakan awal refleks menelan, dengan menimbulkan dua
perubahan, makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (esofagus) dan secara
simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran
pernapasan).
13
3) Laringofaring : terletak pada faring bagian bawah, dindingnya dilapisi
oleh epithelium squamous terstratifikasi yang dapat menahan abrasi mekanikal,
serangan kimia, dan invasi patogenik (Martini & Timmons, 1997).
2. Sistem pernafasan bagian bawah terdiri atas :
a. Laring
Laring menghubungkan trakhea dengan faring. Terdiri atas sistem
kartilago dan otot yang rumit, yang memungkinkan udara masuk ke dalam trakhea,
dengan epiglottis yang mencegah jalannya makanan masuk ke dalam paru, dan juga
memproduksi suara untuk berbicara (Underwood, 2000).
b. Trakhea
Merupakan pipa elastis yang mempunyai panjang sekitar 10 cm dengan
penampang sebesar pangkal jari telunjuk. Didalamnya terdapat pseudostratified
ciliated columnar epithelium yang memiliki sel goblet yang mensekresikan mukus
serta cilia yang memicu terjadinya refleks batuk/bersin. Trakhea mengalami
percabangan menjadi bronkhus kiri dan kanan (Basthmajian & Slonecker, 1995).
c. Paru-paru
Paru-paru kanan dan kiri merupakan jaringan elastik yang bekerja seperti
bunga karang dan teraba seperti karet spons. Paru kanan dibagi atas tiga lobus,
sedangkan paru kiri dibagi atas dua lobus. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/pertukaran gas (Basthmajian & Slonecker, 1995).
14
d. Bronkhus
Bentuknya sama seperti trakhea, memiliki cabang-cabang yang kembali
bercabang dan bercabang lagi seperti pohon. Diameter bronkhus berkurang hingga
1,0 mm yang disebut bronkhiolus. Bronkhiolus- bronkhiolus terminal bercabang lagi
menjadi sejumlah 2 sampai 11 duktus alveolar yang berakhir pada kantong-kantong
udara yang melebar, yaitu sakus-sakus alveolar yang di dalamnya terdapat anyaman
rapat pembuluh kapiler untuk pertukaran O2 dan CO2 (Basthmajian & Slonecker,
1995).
Gambar 1. Anatomi Saluran pernafasan (Anonim, 2009b)
E. Gangguan Saluran Pernafasan
Menurut Price & Wilson (2006), penyakit atau gangguan saluran pernafasan
diklasifikasikan berdasarkan disfungsi ventilasi yaitu gangguan ventilasi obstruktif
dan gangguan ventilasi restriktif. Klasifikasi ini dipilih karena uji spirometri dan
fungsi ventilasi lain dilakukan hampir secara rutin dan sebagian besar penyakit
pernafasan memerlukan ventilasi.
15
1. Gangguan ventilasi obstruktif (penyakit paru obstruktif kronik)
Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologis
utamanya. Penyakit yang termasuk COPD adalah bronkhitis kronik, emfisema paru
dan asma bronkhial.
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta
desktruksi dinding alveolar.
2. Gangguan ventilasi restriktif (penyakit pernafasan restriktif)
Gangguan ventilasi restriktif ditandai dengan peningkatan kekakuan paru,
toraks atau keduanya, akibat penurunan semua volume paru, termasuk kapasitas
vital. Kerja pernafasan meningkat untuk mengatasi daya elastik alat pernafasan,
sehingga nafas menjadi cepat dan dangkal. Akibat fisiologis ventilasi yang terbatas
ini adalah hipoventilasi alveolar dan ketidakmampuan mempertahankan tekanan gas
darah normal. Yang termasuk dalam gangguan ventilasi restriktif adalah gangguan
ekstrapulmonal, termasuk gangguan neurologik, neuromuskular, dan gangguan pada
rangka toraks dan penyakit-panyakit yang menyerang pleura dan parenkim paru.
F. Asthma (Asma)
1. Definisi
Asma adalah gangguan saluran napas yang berupa inflamasi kronis akibat
pengaruh sel-sel, seperti sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada orang-orang yang
rentan, proses inflamasi ini dapat menimbulkan gejala wheezing (nafas berbunyi atau
16
mengi), sesak napas, nyeri dada dan batuk terutama pada malam dan pagi hari.
Gejala-gejala ini biasanya dapat meluas, akan tetapi serangan dapat kembali secara
sendirinya atau dengan pengobatan (Kelly & Sorkness, 2005).
2. Epidemiologi
Asma bronkhial merupakan penyakit umum yang dapat diderita oleh anak
maupun dewasa. Di Amerika Serikat, asma merupakan penyakit kronis yang banyak
terjadi pada 5 juta anak-anak. Dalam kurun lebih dari 20 tahun, prevalensi asma pada
anak meningkat 232 % atau meningkat 113% daripada kondisi kronis lainnya yang
biasa diderita anak-anak. Pada anak yang lebih muda (umur 0-10 tahun), resiko
terjadinya asma lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan,
dan menjadi sama hingga masa pubertas, serta lebih banyak terjadi pada wanita
daripada pria (Kelly & Sorkness, 2005).
3. Etiologi
Asma merupakan bagian dari sindrom hereditas yang kompleks, yang
membutuhkan interaksi gen-lingkungan untuk menghasilkan ekspresi fenotip. Tiga
puluh lima hingga tujuh puluh persen pasien yang rentan terhadap asma disebabkan
oleh faktor genetik. Faktor resiko dari lingkungan yang dapat menyebabkan asma
yaitu status sosial-ekonomi, ukuran keluarga, pemaparan asap tembakau secara tidak
langsung pada masa pertumbuhan dan dalam kandungan, pemaparan alergen,
urbanisasi. Infeksi saluran perafasan oleh virus tetap merupakan salah satu
presipitant yang signifikan menimbulkan asma kronis pada anak dan trigger penting
pada orang dewasa. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan terjadinya asma adalah
polusi udara, sinusitis, obat, dan pengawet makanan (Kelly & Sorkness, 2005).
17
4. Patofisiologi
Asma terjadi akibat inflamasi yang diperantarai oleh sel mast, eosinofil, sel
limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel akibat adanya alergen yang masuk ke
dalam saluran pernafasan. Kelainan patologi yang terjadi adalah obstruksi saluran
napas, hiperesponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos bronkhus, hiperesekresi
mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel, eksaserbasi, asma malam dan
analisis gas darah (Kelly & Sorkness, 2005).
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik asma kronis adalah dispnea episodik, wheezing (mengi),
batuk (terutama pada malam hari), dada sesak, atau whistling sound (bersuara siul)
saat bernafas. Sedangkan untuk asma akut adalah wheezing ketika ekspirasi dan
inspirasi, batuk kering, tachypnea, tachycardia, muka pucat atau sianosis (kulit
membiru), dan hiperinflasi dada (Kelly & Sorkness, 2008).
6. Strategi Terapi
a. Terapi non farmakologi
1) Memberikan edukasi dan mengajarkan keterampilan bagaimana cara
untuk melakukan penanganan sendiri ketika terjadi serangan asma.
2) Menghindari agen penyebab alergi yang dapat menimbulkan gejala,
mengurangi penggunaan obat, dan menurunkan BHR (bronchial
hyperresponsiveness).
3) Pada pasien dengan asma akut yang berat, dapat diberikan terapi oksigen
untuk memelihara saturasi oksigen arteri diatas 90% (Kelly & Sorkness, 2008).
18
b. Terapi farmakologi
1) β2
agonis : β2
agonis merupakan bronkodilator yang paling efektif.
Stimulasi pada reseptor β2
adrenergic menyebabkan aktivasi adenyl siklase, yang
akan memproduksi siklik adenosine monofosfat intraseluler dalam jumlah besar. Hal
ini menyebabkan relaksasi otot polos, stabilitasi membran sel mast, dan stimulasi
otot skelet. Contohnya albuterol, salbutamol, formoterol, terbutaline.
2) Kortikosteroid : mekanisme kerjanya dengan meningkatkan jumlah
reseptor β2
adrenergic dan memperbaiki kemampuan stimulasi reseptor β2
adrenergic, yang akan mengurangi produksi dan hipersekresi mukus, mengurangi
BHR, dan mengurangi edema jalan nafas dan eksudasi. Contohnya adalah
budesonida, flutikason, beklometason.
3) Derivat xantin (metilxantin) : contohnya teofilin bekerja dengan
menghasilkan bronkodilator dengan cara menghambat fosfodiesterase, yang akan
menghasilkan antiinflamasi dan aktivitas selain bronkodilator yang dilanjutkan
dengan mengurangi pelepasan mediator sel mast, mengurangi pelepasan eosinofil
basis protein, mengurangi profilasi T-limfosit, mengurangi pelepasan sel T-sitokin
dan mengurangi eksudasi plasma. Metilxantin tidak efektif jika diberikan secara
aerosol dan harus diberikan secara sistemik.
4) Antikolinergik : contohnya ipratropium bromide dan tlotropium bromide
yang merupakan inhibitor kompetitif dari reseptor muskarinik, yang hanya
menghasilkan bronkodilator pada bronkokontriksi kolinergik menengah.
19
Antikolinergik efektif sebagai bronkodilator tetapi tidak sepoten β2
agonis karena
obat golongan antikolinergik hanya melemahkan, tetapi tidak memblok.
5) Stabilizer sel mast : contohnya kromolyn sodium dan nedokromil sodium
yang memiliki efek yang dipercaya dapat menstabilkan membran sel mast. Obat
golongan ini, menghambat respon serangan alergen seperti EIB (exercise-induced
bronchospasm), tetapi tidak menyebabkan bronkodilatasi. Agen ini efektif hanya jika
diberikan secara inhalasi dan cocok dalam bentuk MDI (Metered Dose Inhalers),
kromolin juga dapat diberikan dalam bentuk solusio nebulizer. Kedua obat ini tidak
toksik, namun dapat menyebabkan batuk dan wheezing setelah pemberian secara
inhalasi, dan pemberian nedokromil memberikan rasa yang tidak enak dan sakit
kepala.
6) Modifikasi leukotrien : contohnya adalah zafirlukast dan montelukast
yang merupakan antagonis reseptor leukotrien, yang dapat mengurangi proinflamasi
(meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler dan edema jalan nafas), dan efek
bronkhokonstriksi yang dihasilkan leukotrien D4.
7) Omalizumab : merupakan anti-antibodi IgE yang diakui untuk
pengobatan asma alergi, namun kontrolnya tidak sebaik oral atau inhalasi
kortikosteroid. Karena harganya yang mahal, maka pengobatan dengan omalizumab
hanya diindikasikan pada pengobatan step 5 atau 6 untuk pasien yang memiliki alergi
dan asma persisten berat yang kontrolnya inadekuat dengan kombinasi inhalasi
kortikosteroid dosis tinggi dan β2
agonis aksi panjang (Kelly & Sorkness, 2008).
20
G. Bronchitis (Bronkhitis)
1. Definisi
Bronkhitis merupakan kondisi inflamasi pada elemen yang kecil maupun
yang luas pada batang tracheobronkial. Proses infamasi yang terjadi tidak mencapai
alveoli. Bronkhitis dapat dibagi menjadi bronkhitis akut dan kronis. Bronkhitis akut
dapat terjadi pada semua umur, sedangkan bronkhitis kronis biasanya hanya muncul
pada dewasa (Kelly & Sorkness, 2005).
2. Epidemologi
Bronkhitis kronis merupakan penyakit nonspesifik yang sering diderita
oleh orang dewasa. Antara 10% - 25% populasi orang dewasa yang berumur 40
tahun atau lebih menderita bronkhitis kronis. Sama dengan bronkhitis akut,
bronkhitis kronis banyak terjadi pada musim dingin, iklim lembab, tingkat polusi
yang tinggi. Bronkhitis kronis lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita
(Kelly & Sorkness, 2005).
3. Etiologi
Bronkhitis akut dapat disebabkan oleh virus, dan bakteri seperti
mycoplasma pneumoniae. Bronkhitis kronis dapat terjadi karena berbagai faktor,
misalnya merokok, pemejanan debu atau bahan yang berbahaya, asap, dan berbagai
polutan serta infeksi bakteri maupun virus. Berbagai faktor tadi baik secara tunggal
ataupun kombinasi dapat menyebabkan bronkitis kronis, namun mekanismenya tidak
diketahui. Asap rokok dapat mengiritasi saluran napas dan dipercaya sebagai faktor
predominan bronkitis kronis (Kelly & Sorkness, 2005).
21
4. Patofisiologi
Pada bronkhitis kronis, dinding bronkhus menjadi tebal dan terjadi sekresi
mukus secara berlebihan oleh sel goblet di permukaan epitelium pada bronkhus yang
besar dan kecil akibat adanya iritasi bahan berbahaya. Secara normal, sel goblet tidak
muncul pada bronkus yang kecil. Akibat peningkatan jumlah sel goblet tersebut,
menyebabkan terjadinya hipertropi dari kelenjar mukus dan dilatasi dari kelenjar
duktus mukus. Bronkhitis kronis terjadi akibat banyaknya mukus pada saluran napas
sehingga mengganggu kerja paru secara normal, serta terjadi metaplasia sel
skuamosa pada permukaan epitel, edema dan peningkatan vaskularitas dari membran
saluran napas dan inflamasi kronis pada sel infiltrasi. Hasil akhir dari semua proses
ini adalah obstruksi dan kelemahan dinding bronkus (Kelly & Sorkness, 2005).
Bronkhitis akut terjadi akibat infeksi pada trakhea dan bronkhi yang
menyebabkan hiperemik dan edema membran mukus dengan peningkatan sekresi
bronkhial. Peningkatan sekresi mukus menyebabkan bronkhial menjadi tebal dan
kuat, yang dapat menggangu aktifitas mukosiliari. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan jalan nafas yang permanent (Kelly & Sorkness, 2005).
5. Manifestasi Klinik
Bronkhitis akut biasanya dimulai dengan infeksi saluran pernafasan atas
dengan keluhan tidak spesifik, batuk produktif dengan dahak yang dihasilkan oleh
mukopurulent. Penanda bronkhitis kronis yaitu batuk produktif ringan hingga berat.
Biasanya batuk dan produksi dahak akan meningkat pada pagi hari. Warna sputum
bervariasi mulai dari putih hingga kuning kehijauan. Pada tahap bronkitis kronis
22
yang progresif, ditemukan cor pulmonale, hepatomegali, edema pada anggota gerak
bagian bawah (Kelly & Sorkness, 2005).
6. Strategi Terapi
a. Terapi non farmakologi
1) Mengindarkan pasien dari bahan-bahan yang dapat mengiritasi, seperti
asap rokok.
2) Minum banyak air putih untuk mencegah dehidrasi dan menurunkan
kekentalan dahak.
b. Terapi farmakologi
Analgesik-antipiretik dosis rendah (aspirin, acetaminophen atau
ibuprofen) sering membantu dalam meredakan gejala lethargy, malaise, dan demam.
Pada anak-anak, penggunaan aspirin harus dihindari karena adanya hubungan antara
penggunaan aspirin dengan pengembangan Reye’s syndrome. Penggunaan Ibuprofen
pada bayi < 3 bulan dan pasien geriartri yang memiliki gangguan fungsi ginjal perlu
diperhatikan. Pada kasus yang parah, batuk yang terjadi terus menerus dapat
mengganggu tidur sehingga dapat digunakan obat sedatif-hipnotis dosis rendah yang
dapat digunakan bersama obat pereda batuk yang lain. Namun penggunaan antitussif
harus hati-hati ketika batuk produktif. Dextromethorfan dapat digunakan untuk batuk
ringan, dan batuk berkepanjangan, namun untuk batuk yang berat dapat digunakan
kodein (Kelly & Sorkness, 2005).
Pasien yang pernapasannya terbatas dapat diberikan bronkodilator
misalnya salbutamol inhalasi dengan dosis 3-4 kali sehari 1-2 semprot, jika produksi
23
dahaknya berlebih dan sulit untuk dikeluarkan dapat digunakan agen mukolitik
misalnya N-asetil sistein (Kelly & Sorkness, 2005).
H. Cough (Batuk)
1. Definisi
Cough (batuk) adalah reflex pertahanan sistem pernafasan yang penting, yang
secara signifikan berpotensi merugikan fisik, dan psikologi dan berpengaruh secara
ekonomi (Tietze, 2006). Batuk merupakan gejala umum penyakit pernafasan, yang
disebabkan oleh stimulasi reflex batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam laring
dan akumulasi sekret pada saluran nafas bawah. Ada jenis batuk kering (tanpa
sputum) yang terjadi khas pada penyakit paru interstisial atau hanya menghasilkan
sputum pada proses yang menyerang jalan nafas dan alveolus (Taylor &
Chandrasoma, 1994).
2. Epidemologi
Batuk merupakan gejala yang banyak di derita pasien yang datang ke Rumah
Sakit. Kira-kira satu dari lima pasien yang datang ke dokter, instalasi rawat jalan, dan
instalasi gawat darurat (emergency) menderita penyakit batuk (infeksi saluran
pernafasan atas akut, rhinitis alergi, rhinitis kronis, asma, bronkhitis kronis). Sejak
banyak pasien mulai mengobati sendiri batuk yang diderita, maka insidensi
terjadinya batuk semakin tinggi (Tietze, 2006).
3. Etiologi
Berdasarkan durasi terjadinya, batuk diklasifikasikan menjadi akut (dengan
durasi kurang dari 3 minggu), subakut (dengan durasi 3-8 minggu) dan kronis
(dengan durasi lebih dari 8 minggu) dengan bermacam-macam gejala baik infeksius
24
maupun noninfeksius. Batuk akut biasanya lebih disebabkan oleh virus yang
menginfeksi saluran pernafasan atas. Batuk subakut penyebabnya karena infeksi,
bakteri sinusitis dan asma. Sedangkan penyebab dari batuk kronis pada orang dewasa
yang tidak merokok adalah Postnasal Drip Syndrome (PNDS), asma, dan
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) (Tietze, 2006).
4. Patofisiologi
Reseptor terletak di sepanjang saluran pernafasan yang akan merespon
rangsangan bahan kimia dan mekanik (iritan) dan inflamasi serta mediator
imunologik. Batuk disebabkan oleh iritasi reseptor yang terletak pada mukosa jalan
nafas. Ketika diaktivasi, reseptor batuk akan meneruskan impuls ke brainstem reflex
pathway, voluntary cerebral cortex pathway atau keduanya. Batuk dimulai dengan
inspirasi yang dalam, diikuti penutupan glottis dan kontraksi yang kuat dari dinding
dada, dinding perut dan otot diafragma yang berlawanan dengan penutupan glottis.
Ketika glottis terbuka, lendir, sel debris dan material asing akan didorong keluar dari
sistem pernafasan (Tietze, 2006).
5. Manifestasi Klinik
Batuk produktif (chesty cough atau batuk berdahak) mengeluarkan sekret
(lendir) dari saluran pernafasan bawah yang jika ditahan dapat menggangu ventilasi
dan kemampuan paru untuk melawan infeksi. Sekret dapat berbentuk encer
(bronkhitis), bernanah (infeksi bakteri), berwarna kuning (penyakit inflamasi), atau
berbau tidak sedap (infeksi bakteri anaerob). Sedangkan batuk tidak produktif
(hacking cough atau batuk kering) tidak bermanfaat secara psikologi (Tietze, 2006).
25
6. Strategi Terapi
a. Terapi non farmakologi
1) Mengkonsumsi lozenges non-obat untuk mengurangi iritasi tenggorokan
dan mengurangi batuk.
2) Humidifiers meningkatkan jumlah moisture udara yang dihirup, yang
dapat menyejukkan saluran nafas yang teriritasi (Tietze, 2006).
b. Terapi farmakologi
1) Antitusif
Digunakan untuk mengobati batuk tidak produktif yang disebabkan
bahan kimia atau mekanik yang mengiritasi saluran pernafasan. Obat golongan ini
bekerja secara sentral pada medulla dan akan meningkatkan ambang batuk.
Contohnya yaitu kodein, dextromethorfan dan difenhidramin. Kodein merupakan
turunan dari morfine, sedangkan dextromethorfan merupakan non opioid tanpa efek
sedatif, analgesik, depressant saluran nafas maupun ketergantungan. Difenhidramin
(bukan antitusif baris pertama) adalah antihistamin non-selektif yang memiliki efek
sedatif dan antikolinergik (Tietze, 2006).
2) Protussif (ekspektoran)
Mekanisme kerjanya yaitu dengan melonggarkan dan mengencerkan
sekret dari saluran pernafasan bagian bawah, meminimalkan produktifitas batuk
produktif. Contohnya guaifenesin (gliseril guaiakolat), ambroksol, bromheksin
(Tietze, 2006).
26
3) Antitusif topikal
Walaupun mekanisme kerjanya tidak dapat dijelaskan, inhalasi vapors
dari cream atau ointment topikal, inhalasi uap, patches topikal atau oral lozenges
akan menstimulasi sensor saraf di dalam hidung dan mukosa, menghasilkan sensasi
anestesi lokal dan memperbaiki jalan nafas. Akan tetapi bukti objektif mengenai efek
klinis masih sedikit (Tietze, 2006).
I. Landasan Teori
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dalam hal penggunaan obat, faktor lingkungan yang berperan adalah
komunikasi, informasi dan edukasi mengenai obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan. Penggunaan obat oleh pasien bergantung dari informasi yang diperoleh,
terkadang pasien tidak menggunakan obat secara tepat karena kurangnya informasi
maupun referensi tertulis dari tenaga kesehatan. Dan perilaku pasien dalam
penggunaan obat akan menentukan keberhasilan dari suatu terapi.
Farmasis merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan
informasi obat kepada pasien. Sesuai dengan tujuan yaitu patient oriented,
pemberian informasi oleh farmasis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
informasi verbal, demonstrasi dengan alat visual, multimedia, maupun dengan form
kepatuhan. Pemberian informasi secara verbal saja, tidak menjamin pasien
memahami obat yang digunakan dengan benar, sehingga dibutuhkan suatu kombinasi
menggunakan alat bantu sederhana yang dapat membantu meningkatkan ketaatan
pasien dalam mengkonsumsi obat.
27
Obat-obat yang membutuhkan ketaatan dalam penggunaannya adalah obat
yang biasa digunakan untuk pengobatan penyakit kronis (membutuhkan pengobatan
yang lama). Dan contohnya adalah obat golongan saluran pernafasan seperti obat
untuk penyakit Asma, Bronkhitis, dan Tubercoulosis. Prevalensi ketiga penyakit
tersebut semakin hari semakin meningkat, sehingga pasien dengan tiga penyakit
tersebut diharapkan selalu taat dalam mengkonsumsi obat agar penyakit pasien tidak
semakin parah, terjadi resistansi obat dan pada akhirnya dapat meningkatkan biaya
pengobatan bahkan kematian pasien.
Pemberian informasi disertai alat bantu ketaatan dan form kepatuhan
diharapkan dapat lebih mempermudah pemberian informasi dan meningkatkan
pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat. Sehingga dapat mengurangi
kemungkinan ketidaktaatan dalam penggunakan obat, meminimalkan terjadinya
Drug Therapy Problems (DTP), serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
J. Hipotesis
Terdapat perbedaan ketaatan dan dampak terapi yang dirasakan antara pasien
yang diberi informasi versus pasien yang diberi informasi plus alat bantu ketaatan.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini
Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi versus Informasi Plus Alat Bantu
Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian Terhadap
Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernafasan) merupakan eksperimental semu
dengan rancangan penelitian analitik pola searah. Penelitian eksperimental semu
(kuasi) merupakan suatu penelitian yang observasinya dilakukan terhadap efek dari
manipulasi peneliti terhadap satu atau sejumlah ciri (variabel) subyek penelitian,
dimana kontrol terhadap variabel-variabel luar yang berpengaruh terhadap
eksperimen tidak dilakukan sehingga respon yang dihasilkan tidak sepenuhnya oleh
pengaruh perlakuan. Hal ini dapat terjadi karena eksperimen ini banyak dilakukan di
masyarakat (Pratiknya, 1986).
Desain ini tidak memiliki pembatasan yang ketat terhadap randomisasi, dan
pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas. Penelitian kuasi
eksperimental belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen yang
sebenarnya, sehingga validitas penelitian ini menjadi kurang cukup untuk disebut
sebagai eksperimental sebenarnya (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan setting tempat, penelitian ini termasuk penelitian lapangan (di
komunitas), sedangkan berdasarkan bidang ilmu, penelitian ini merupakan penelitian
klinis komunitas, dan terkait dengan mata kuliah Farmasi Klinis, Farmasi Sosial,
Farmakoterapi, serta Komunikasi dan Konseling. Metode pengumpulan data yang
29
digunakan yaitu dengan pemberian perlakukan dengan alat bantu/alat ketaatan
dibandingkan dengan kontrol, dan observasi pasien dilakukan dengan mengunjungi
pasien dirumah (home visit) serta wawancara dengan pasien.
B. Variabel dan Definisi operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian tambahan alat bantu
ketaatan (pil dispencer).
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah ketaatan pasien dalam
mengkonsumsi obat.
2. Definisi Operasional
a. Ketaatan penggunaan obat yang dimaksud disini adalah ketaatan khusus
untuk obat dengan bentuk sediaan oral padat. Evaluasi ketaatan penggunaan obat
dilihat berdasarkan jumlah obat yang digunakan, jumlah keseluruhan obat yang
diterima, serta aturan pakai yang dibandingkan antara kelompok perlakuan dan
kontrol. Pasien yang memiliki persentase ketaatan 100% dikategorikan taat,
sedangkan pasien dengan persentase ketaatan < 100% dikategorikan tidak taat.
b. Penentuan obat yang masuk ke dalam golongan saluran pernafasan, dilakukan
berdasarkan diagnosis penyakit saluran pernafasan yang dilakukan oleh dokter dan
berdasarkan jenis obat yang tertulis di dalam resep yang masuk ke dalam obat
golongan saluran pernafasan. Obat yang digunakan pasien merupakan obat yang
dikonsumsi rutin (bukan obat yang diminum jika perlu/sakit).
c. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang dirancang sedemikian rupa, untuk
mempermudah pasien setiap kali mengkonsumsi obat, dan dilengkapi dengan tabel
30
ketaatan yang dicentang setiap pasien meminum obat agar pasien menjadi lebih taat
dalam mengkonsumsi obat yang diterima.
d. Kelompok perlakuan ialah kelompok pasien yang setuju mengikuti penelitian
ini (telah mengisi inform consent) dan diberi alat bantu ketaatan yang dirancang
sedemikian rupa, selanjutnya peneliti akan melakukan home visit ke rumah pasien
minimal dua kali.
e. Kelompok kontrol ialah kelompok pasien yang setuju mengikuti penelitian ini
(telah mengisi inform consent), namun tidak diberi alat bantu ketaatan. Kemudian
peneliti akan melakukan home visit ke rumah pasien satu kali saat obat habis dan
digunakan sebagai pembanding kelompok perlakuan.
f. Profil pasien meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan diagnosis
utama.
g. Profil obat meliputi jumlah keseluruhan obat yang diterima; jumlah obat
saluran pernafasan yang diterima (dilihat berdasarkan jumlah bentuk sediaannya),
obat golongan saluran pernafasan yang diterima, golongan obat selain obat saluran
pernafasan yang diterima, serta bentuk sediaan obat saluran pernafasan yang
diterima.
h. Dampak terapi (outcome) dalam penelitian ini dievaluasi berdasarkan ada
tidaknya kekambuhan penyakit pasien serta kondisi pasien pada masa observasi
menggunakan obat (membaik atau sembuh jika gejala dan keluhan pasien telah
berkurang/hilang, atau pasien tidak merasakan perubahan kondisi).
31
i. Evaluasi peresepan obat meliputi ada atau tidaknya 1) dossage too high (dosis
terlalu tinggi), 2) dossage too low (dosis terlalu rendah), 3) adverse drug reaction
(ADR), 4) interaksi obat dan 5) non-compliance.
j. Home visit adalah pengamatan ketaatan penggunaan obat dan kondisi pasien
di rumah pasien tanpa melakukan intervensi.
k. Periode Juni-Juli 2009 yang dimaksud pada penelitian ini yaitu tanggal 8 Juni
2009 – 28 Juli 2009.
C. Subyek penelitian
Subyek penelitian meliputi pasien dewasa (berumur minimal 17 tahun)
menjalani rawat jalan di Panti Rini Yogyakarta. Kriteria inklusi subyek adalah pasien
rawat jalan di RS Panti Rini periode Juni-Juli 2009; menerima salah satu atau lebih
golongan obat saluran pernafasan, mendapatkan obat dengan bentuk sediaan oral
padat; menggunakan obat yang memerlukan ketaatan atau aturan pakai berdurasi
lama (30 hari) atau penggunaan terus-menerus untuk mencapai tingkat keberhasilan
terapi; bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent.
Kriteria eksklusi adalah pasien yang telah mengikuti program edukasi atau mendapat
informasi serta pasien yang tidak dapat dimonitor sisa obat dan kondisinya (pasien
tidak dapat dikunjungi disebabkan oleh sesuatu hal).
Penelitian ini merupakan sub judul dari Penelitian Payung yang terdiri dari 6
kajian golongan obat dan 2 penelitian sosial, sehingga jumlah keseluruhan pasien
yang didapatkan sebanyak 198 pasien. Namun selama penelitian terdapat beberapa
pasien yang mengalami eksklusi seperti pasien sedang pergi ke luar kota dalam
waktu yang lama sehingga tidak dapat dilakukan monitoring kondisi dan jumlah sisa
32
obat pasien, pasien masuk RS (menjalani rawat inap), meninggal dunia dan lain-lain.
Oleh sebab itu jumlah pasien yang mengikuti penelitian ini berjumlah 156 yang
terdiri atas 78 pasien kontrol dan 78 pasien perlakuan. Untuk kajian golongan obat
saluran pernafasan sendiri pada awalnya berjumlah 47 pasien, kemudian 2 orang
pasien tereksklusi karena sebab-sebab diatas. Sebanyak tiga orang pasien dari 45
pasien yang tersisa, hanya mendapatkan obat dengan bentuk sediaan oral cair dan
inhalasi saja sehingga pasien tersebut tereksklusi. Oleh karenanya, jumlah pasien
menjadi 42 orang yaitu 21 pasien kontrol dan 21 pasien perlakuan.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien rawat
jalan atau pulang rawat inap yang menerima obat golongan saluran pernafasan yang
dilayani oleh farmasi klinis Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 yang
ditulis oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil home
visit pasien berupa hasil wawancara terstruktur yang dilakukan minimal dua kali
untuk perlakuan dan sekali untuk kontrol, digunakan untuk membantu
menggambarkan ketaataan pasien dalam menggunakan obat serta dampak terapinya.
E. Instrumen Penelitian
1. Alat sederhana yang dirancang untuk membantu ketaatan penggunaan obat
pasien berupa pil dispenser dan tabel ketaatan.
2. Form pemantauan pasien dan penggunaan obat pasien.
3. Panduan wawancara terstruktur kepada pasien.
33
Gambar 2. Alat Bantu Ketaatan Minum Obat (pil dispencer)
F. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Farmasi dan di ruang tunggu pasien RS
Panti Rini, kemudian dilanjutkan di rumah pasien untuk pemantauan (home visit).
G. Tata Cara Pengumpulan Data
1. Analisis Situasi
a. Analisis situasi meliputi diskusi dengan pihak manajemen RS Panti Rini
mengenai ketidaktaatan pasien yang sering muncul dan studi pustaka serta menyusun
teknis pelaksanaan dengan unit Farmasi.
b. Penetapan subyek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian. Penentuan subyek penelitian berdasarkan kriteria inklusi/eksklusi secara
prospektif selama 2-3 bulan (Juni-Juli 2009) untuk memenuhi kuota penelitian.
2. Pembuatan Alat Bantu Ketaatan
a. Perancangan alat bantu ketaatan berdasarkan studi pustaka dan wawancara
dengan beberapa ahli. Alat bantu yang dirancang adalah pil dispencer, berupa kotak
bersekat. Kotak dibagi menjadi 21 bagian agar dapat digunakan untuk pengobatan
sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari. Alat ini dilengkapi dengan tabel ketaatan
bergambar ayam berkokok (pagi hari), matahari (siang hari) dan bulan (malam hari)
yang harus diberi tanda (√) setelah pasien minum obat.
34
b. Sebelum digunakan, alat bantu diuji cobakan pada beberapa orang yang
memiliki beberapa kriteria menyerupai subyek uji.
3. Pembuatan Wawancara Terstruktur
Pembuatan wawancara terstruktur berisi pertanyaan dengan bahasa
sederhana, pertanyaan digunakan untuk mengetahui kondisi pasien setelah menjalani
terapi, ada atau tidaknya kekambuhan/serangan asma (khusus pasien asma), serta
untuk mengetahui apakah pasien meminum obat sesuai dengan aturan pakai yang
diberikan.
4. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada pasien
dan medical record pasien. Data yang dikumpulkan meliputi identitias, riwayat
penyakit, riwayat keluarga, dan riwayat pengobatan; data medis berupa diagnosis dan
terapi. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan wawancara kepada
pasien/keluarga dan/atau tenaga kesehatan. Teknik (aturan main) yang digunakan
dalam pengambilan subyek uji adalah kuota, dimana pasien yang ditemui pada
minggu pertama digunakan sebagai perlakuan dan pasien yang ditemui minggu
berikutnya sebagai kontrol begitu seterusnya secara bergantian.
b. Pasien yang terpilih sebagai subjek uji, sebelumnya diminta mengisi
informed-consent sebagai tanda persetujuan mengikuti penelitian. Informed-consent
ditanda tangani oleh subjek uji dan saksi (keluarga/kerabat dekat, namun jika tidak
ada saat itu, peneliti bisa menjadi saksi).
c. Pasien yang telah setuju, untuk perlakuan diberi alat bantu ketaatan seperti
kotak tempat obat dan tabel ketaatan lalu peneliti membantu pasien menatakan obat
35
yang telah diterima kedalam kotak obat dan meminta pasien untuk mencentang tabel
ketaatan setiap selesai minum obat. Sedangkan untuk kontrol tidak diberi alat bantu
cukup informasi verbal mengenai ketaatan penggunaan obat. Ketaatan pasien dapat
dilihat dari jumlah obat yang digunakan (jumlah obat yang tersisa), apakah sesuai
dengan aturan yang seharusnya atau tidak serta ketaatan yang dilihat berdasarkan
jumlah keseluruhan obat yang diterima pasien.
5. Wawancara
Wawancara terstruktur dilakukan terhadap pasien kelompok perlakuan
maupun kontrol pada saat home visit, mengenai kondisi pasien setelah menjalani
terapi, ada atau tidak kekambuhan/serangan asma (khusus pasien asma) selama
menjalani terapi, serta untuk mengetahui apakah pasien meminum obat sesuai
dengan aturan pakai yang diberikan.
6. Tahap Penyelesaian Data
a. Pengolahan data
Semua data yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu selanjutnya
dikelompokkan lagi untuk memperoleh data dengan kajian golongan obat saluran
pernafasan. Data tersebut memuat data rekam medis pasien, hasil wawancara pasien
mengenai perkembangan kondisi pasien, obat yang diterima, dosis obat, aturan pakai
dan untuk melihat ketaatan pasien dihitung dari jumlah yang obat yang tersisa, serta
ketaatan menjalankan aturan pakai. Data tersebut dibandingkan antara kelompok
perlakuan dan kontrol.
36
b. Evaluasi Data
Statistik yang digunakan parametrik atau non parametrik ditentukan oleh
sebaran data. Bila sebaran data normal menggunakan statistik parametrik (uji T) dan
bila sebaran data tidak normal menggunakan statistik non parametrik (Mann
Whitney, Chi Square) (Pratiknya, 1986). Dalam penelitian ini, semua data yang
didapat sebarannya tidak normal sehingga analisisnya menggunakan statistik non
parametrik. Untuk jumlah macam obat yang diterima dianalisis menggunakaan Mann
Whitney karena variabelnya numerik. Sedangkan profil pasien yaitu umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, diagnosis utama, evaluasi ketaatan berdasarkan jumlah
macam obat yang diterima, ketaatan berdasarkan jumlah obat yang digunakan serta
ketaatan berdasarkan aturan pakai dianalisis menggunakan Chi Square, Fisher’s dan
Kolmogorov karena variabelnya merupakan variabel kategorik.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ketaatan penggunaan obat pasien yang diberi
informasi dan informasi plus alat bantu yang menggunakan obat golongan saluran
pernafasan berdasarkan uji statistik dengan taraf kepercayaan 90%.
H. Tata Cara Analisis Data
Pembahasan data dibagi menjadi 4 bagian, yaitu pembahasan mengenai profil
pasien, profil obat pasien, evaluasi ketaatan pasien dan dampak terapinya serta
evaluasi peresepan obat yang dibahas secara deskriptif dengan bantuan tabel atau
gambar.
37
1. Pembahasan profil pasien
a. Persentase usia pasien, perhitungan persentase dengan cara mengelompokkan
pasien berdasarkan umur, kemudian menghitung jumlah pasien pada tiap kelompok
umur dan dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien setiap kelompok uji, dan
dikalikan 100%.
b. Persentase jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi pasien dengan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien
tiap kelompok jenis kelamin baik kelompok perlakuan maupun kontrol, dibagi
jumlah keseluruhan pasien setiap kelompok uji, kemudian dikalikan 100%
c. Persentase tingkat pendidikan dihitung dengan cara menghitung jumlah
pasien pada tiap tingkat pendidikan baik kelompok perlakuan maupun kelompok
kontrol, dan dibagi jumlah keseluruhan pasien tiap kelompok uji, kemudian dikalikan
100%.
d. Persentase diagnosis utama dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien
pada setiap diagnosis baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, kemudian
dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien setiap kelompok uji, dan dikalikan 100%.
2. Pembahasan profil obat
Profil obat berdasarkan jumlah obat yang diterima baik keseluruhan
maupun golongan saluran pernafasan saja, golongan obat saluran pernafasan yang
diterima pasien, golongan obat selain obat saluran pernafasan yang diterima pasien
serta bentuk sediaan obat saluran pernafasan yang diterima.
a. Persentase jumlah keseluruhan obat yang diterima dengan mengelompokkan
berdasarkan jumlah obat yang diterima, kemudian dihitung jumlah pasien pada setiap
38
kelompok, dan dibagi jumlah keseluruhan pasien. Selanjutnya dikalikan 100%, hal
ini dilakukan untuk setiap kelompok uji.
b. Persentase jumlah obat saluran pernafasan yang diterima dengan
mengelompokkan berdasarkan jumlah obat saluran pernafasan yang diterima,
kemudian dihitung jumlah pasien pada setiap kelompok dan dibagi dengan jumlah
keseluruhan pasien. Selanjutnya dikalikan 100%, hal ini dilakukan untuk setiap
kelompok uji.
c. Persentase obat golongan saluran pernafasan dihitung dengan
mengelompokkan berdasarkan golongan obat saluran pernafasan yang diterima,
kemudian dihitung jumlah pasien pada setiap kelompok, dan dibagi jumlah
keseluruhan obat saluran pernafasan yang diterima. Selanjutnya dikalikan 100%, hal
ini dilakukan untuk setiap kelompok uji.
d. Persentase golongan obat selain obat saluran pernafasan dihitung dengan
mengelompokkan berdasarkan golongan obat selain obat saluran pernafasan yang
diterima, kemudian dihitung jumlah pasien pada setiap kelompok, dan dibagi jumlah
keseluruhan obat selain saluran pernafasan yang diterima. Selanjutnya dikalikan
100%, hal ini dilakukan untuk setiap kelompok uji.
e. Persentase bentuk sediaan obat saluran pernafasan dihitung dengan cara
menghitung tiap jenis bentuk sediaan, dibagi jumlah pasien pada setiap kelompok uji,
kemudian dikalikan 100%.
3. Evaluasi ketaatan pasien serta dampak terapi yang dirasakan pasien.
a. Persentase ketaatan berdasarkan jumlah obat yang digunakan dihitung dengan
cara menghitung jumlah obat golongan saluran pernafasan yang digunakan/diminum
39
pasien, dibagi dengan jumlah total obat saluran pernafasan yang diterima, kemudian
dikalikan 100%. Selanjutnya pasien dikelompokkan menjadi taat dan tidak taat, dan
jumlah pasien tiap kelompok dibagi dengan jumlah subjek uji setiap kelompok
kemudian dikali 1000%. Hal ini dilakukan untuk masing-masing kelompok uji.
b. Persentase ketaatan berdasarkan jumlah keseluruhan obat yang diterima
dikelompokkan menjadi taat dan tidak taat, kemudian dihitung jumlah pasien pada
masing-masing kelompok jumlah obat yang diterima, dibagi dengan jumlah pasien
pada kelompok taat atau tidak taat, kemudian dikalikan 100%. Hal ini dilakukan
pada kedua kelompok uji.
c. Persentase ketaatan berdasarkan aturan pakai dikelompokkan menjadi
kelompok taat dan tidak taat, kemudian dihitung jumlah pasien pada masing-masing
aturan pakai kelompok tersebut, dibagi dengan jumlah pasien yang pada masing-
masing kelompok taat atau tidak taat, selanjutnya dikalikan dengan 100%. Ini
dilakukan pada kedua kelompok uji.
d. Persentase dampak terapi pasien dihitung dengan cara menghitung jumlah
pasien yang merasakan perubahan kondisi menjadi lebih baik/sembuh dan pasien
yang tidak merasakan perubahan kondisi, dibagi dengan jumlah seluruh pasien,
kemudian dikalikan 100%. Hal ini dilakukan untuk masing-masing kelompok uji.
4. Evaluasi peresepan yang diterima pasien
Identifikasi masing-masing permasalahan yang terjadi, kemudian masing-
masing permasalahan yang ditemukan disajikan dalam bentuk persentase, dihitung
dengan cara menghitung jumlah permasalahan yang ditemukan pada setiap kelompok
uji, dibagi jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
40
I. Kesulitan Penelitian
Selama penelitian terdapat beberapa kesulitan antara lain saat pengambilan
data, beberapa pasien yang tidak bersedia mengikuti penelitian dengan berbagai
alasan. Untuk mengatasi kesulitan ini, peneliti menggunakan bahasa yang menarik
serta pemberian souvenir. Pada saat home visit, kesulitan yang sering ditemui adalah
pencarian alamat pasien dan pengaturan penggunaan alat yang akan digunakan untuk
untuk memonitoring tanda vital. Keterbatasan bahasa menjadi kendala dalam
melakukan wawancara.
Kesulitan yang menjadi kelemahan penelitian ini ialah ketidakjujuran pasien
dan untuk mengatasi hal tersebut, sejak awal peneliti telah memberi informasi
kepada pasien agar bila lupa minum obat tidak perlu takut, atau berusaha menutupi,
justru obat yang lupa diminum tetap diletakkan di kotak obat yang telah disiapkan
tersebut. Kesulitan lain yang sering dijumpai yaitu pasien gugur dikarenakan pasien
meninggal, menjalani rawat inap, maupun alamat yang tidak dapat ditemukan. Oleh
karena itu peneliti berusaha memperoleh data pasien selengkap-lengkapnya agar
pasien mudah dihubungi dan ditemukan.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Evaluasi Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta
Antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus Alat Bantu Ketaatan
Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat
Golongan Saluran Pernafasan), merupakan sub judul dari penelitian payung yang
dilakukan oleh Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Dari keseluruhan
subyek uji, didapatkan 42 pasien yang masuk kedalam kajian golongan saluran
pernafasan dengan perbandingan 21 pasien masuk kedalam kelompok perlakuan dan
21 pasien masuk kedalam kelompok kontrol. Kelompok kontrol disini digunakan
sebagai pembanding ketaatan pasien jika hanya diberi informasi saja tanpa
pemberian alat bantu ketaatan. Penelitian ini menggunakan taraf kepercayaan sebesar
90%, dikarenakan banyak faktor lain yang tidak dapat dikendalikan satu persatu oleh
peneliti.
A. Profil Pasien Rawat Jalan (Baseline) yang Menggunakan Obat Golongan
Saluran Pernafasan
Profil pasien yang menerima obat golongan saluran pernafasan di RS Panti
Rini akan dibahas berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
serta diagnosis utama pasien. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi awal
(baseline) pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol. Diharapkan dalam baseline
ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna sehingga saat dilakukan penelitian tidak
mempengaruhi hasil yang didapat.
42
Tabel II. Profil Pasien Rawat Jalan (Baseline) yang Menerima Obat GolonganSaluran Pernafasaan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009Kelompok Perlakuan
(n=21)Kelompok Kontrol
(n=21)Klasifikasi
JumlahPersentase
(%)Jumlah
Persentase(%)
Nilai p
Umur (tahun)17 – 35 5 23,80 8 38,1036 – 55 7 33,30 6 28,6056 – 75 8 38,10 6 28,60≥ 76 1 4,80 1 4,80
0,983
Jenis KelaminLaki-laki 10 47,60 9 42,90
Perempuan 11 52,40 12 57,100,757
PendidikanTidak Sekolah 2 9,50 2 9,50
SD 1 4,80 1 4,80SLTP 5 23,80 1 4,80SLTA 7 33,30 8 38,10
Perguruan Tinggi 6 28,60 9 42,90
0,841
Diagnosis UtamaISPA 6 28,6 8 38,10
Bronkhitis 2 9,50 2 9,50Asma 8 38,10 3 14,30
Diagnosis lainnya 5 23,80 8 38,10
0,591
1. Berdasarkan umur pasien
Umur pasien yang menggunakan obat golongan saluran pernafasan
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu umur 17-35 tahun, 36-55 tahun, 56-75
tahun dan ≥ 76 tahun. Tabel diatas menunjukkan bahwa pasien yang menerima obat
golongan saluran pernafasan terbanyak berada pada kelompok 56-75 tahun.
Kelompok umur tersebut termasuk dalam kelompok geriatri, dimana resiko
timbulnya penyakit terutama gangguan saluran pernafasan semakin besar. Nilai p
yang didapat adalah 0,983 dengan taraf kepercayaan 90%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan umur yang tidak bermakna antara pasien
kelompok perlakuan dan kontrol.
43
2. Berdasarkan jenis kelamin
Pasien yang menerima obat golongan saluran pernafasan baik pada
kelompok perlakuan maupun kontrol, dikelompokkan menjadi 2 yaitu pasien laki-
laki dan perempuan. Pada kelompok perlakuan, terdapat pasien perempuan sebanyak
11 orang dan pasien laki-laki sebanyak 10 orang. Kelompok kontrol memiliki jumlah
pasien perempuan sebanyak 12 orang dan pasien laki-laki sebanyak 10 orang.
Secara keseluruhan, penelitian ini memiliki jumlah pasien perempuan lebih
banyak daripada pasien laki-laki dan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol (p = 0,757). Dalam penelitian ini,
peneliti tidak dapat menghubungkan secara langsung pengaruh jenis kelamin
terhadap penggunaan obat golongan saluran pernafasan karena dalam
penggunaannya tidak ada pembedaan jenis dan dosis obat yang digunakan untuk
pasien laki-laki maupun perempuan.
3. Berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan pasien dikelompokkan menjadi 5 yaitu kelompok tidak
sekolah, SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi. Data yang didapat menunjukkan
bahwa pada kelompok perlakuan, pasien lebih banyak berpendidikan SLTA
(33,30%); kemudian diikuti oleh tingkat perguruan tinggi, SLTP, tidak sekolah, dan
SD. Persentase terbanyak untuk kelompok kontrol adalah perguruan tinggi (42,90%),
kemudian diikuti kelompok SLTA, tidak sekolah, SD dan SLTP. Hasil yang didapat
menunjukkan ada perbedaan tingkat pendidikan, tetapi perbedaan tersebut tidak
bermakna secara statistik (p = 0,841).
44
4. Berdasarkan diagnosis utama
Seluruh pasien yang mengikuti penelitian ini, dikelompokkan menjadi
empat kelompok berdasarkan diagnosis utama yang diberikan oleh dokter. Kelompok
tersebut adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), bronkhitis, asma dan
diagnosis lainnya. Yang dimaksud kelompok diagnosis lainnya adalah pasien
tersebut tidak memiliki diagnosis penyakit saluran pernafasan pada catatan Rekam
Medis (RM), namun didalam resep yang diberikan oleh dokter terdapat obat
golongan saluran pernafasan. Contohnya pasien dengan penyakit kronis yang sedang
kontrol rutin, ternyata pada saat kontrol tersebut pasien juga mengalami batuk
sehingga dalam resepnya dokter memberikan obat batuk yang termasuk dalam kajian
obat saluran pernafasan.
Data diatas menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan, pasien dengan
diagnosis asma memiliki persentase terbanyak yaitu (38,10%), kemudian untuk
kelompok kontrol, persentase tertinggi adalah penyakit ISPA dan diagnosis lainnya
(38,10%). Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan bahwa pada periode Juni-
Juli 2009, pasien yang berobat rawat jalan di RS Panti Rini lebih banyak yang
mengalami penyakit ISPA dan asma. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut
merupakan musim pancaroba dan suhu udaranya rendah (hawa dingin), sehingga
banyak pasien asma yang mengalami sesak nafas (serangan asma) dan infeksi saluran
pernafasan akut yang ditandai dengan gejala batuk dan demam. Nilai p yang didapat
adalah 0,591 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna
antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
45
B. Profil Penggunaan Obat Golongan Saluran Pernafasan
Profil obat golongan saluran pernafasan yang digunakan oleh pasien rawat
jalan di RS Panti Rini dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang diterima yaitu
jumlah keseluruhan obat maupun jumlah obat saluran pernafasan yang diterima
(dilihat berdasarkan jumlah bentuk sediaannya), obat golongan saluran pernafasan
yang diterima, golongan obat selain obat saluran pernafasan yang diterima, serta
bentuk sediaan obat saluran pernafasan yang diterima.
1. Berdasarkan jumlah obat yang diterima
Seluruh obat yang digunakan oleh pasien dalam penelitian ini,
dikelompokkan menjadi 2 yaitu jumlah keseluruhan obat yang diterima dan jumlah
obat golongan saluran pernafasan yang diterima oleh pasien. Berdasarkan data,
diketahui bahwa jumlah obat yang diterima saat berobat paling banyak berjumlah 7
macam obat dan paling sedikit berjumlah 1 macam obat untuk kelompok perlakuan.
Kelompok kontrol pasien lebih banyak menerima 5 macam obat dan paling sedikit
menerima 2 macam obat. Banyaknya obat yang diterima pasien disebabkan oleh
kompleksnya penyakit yang diderita pasien (pasien memiliki lebih dari satu penyakit
kronis dan telah diderita sejak lama).
Khusus untuk obat golongan saluran pernafasan, pasien pada kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol lebih banyak menerima 3 macam obat, dan
paling sedikit menerima 1 macam obat. Sepuluh pasien pada kelompok perlakuan
menerima obat saluran pernafasan sebanyak 2 macam obat dan 12 pasien dari 22
pasien kontrol mendapatkan 1 macam obat. Hal ini dikarenakan pada kelompok
kontrol, banyak pasien yang hanya mendapatkan obat untuk meredakan batuk saja,
46
sedangkan pada kelompok perlakuan banyak pasien yang mendapatkan kombinasi 2
macam obat.
Nilai p yang diperoleh sebesar 0,383 untuk kelompok jumlah keseluruhan
obat yang diterima dan untuk jumlah obat golongan saluran pernafasan nilai p=
0,265. Kesimpulan yang dapat diambil adalah terdapat perbedaan jumlah obat yang
tidak bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.
Tabel III. Profil Jumlah Keseluruhan Obat yang Diterima Pasien Rawat Jalandi RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Kelompok Perlakuan(n=21)
Kelompok Kontrol(n=21)Jumlah
obatJumlah
Persentase(%)
JumlahPersentase
(%)
Nilaip
1 1 4,80 - -2 - - 3 14,303 8 38,10 8 38,104 9 42,90 8 38,105 1 4,80 2 9,506 1 4,80 - -7 1 4,80 - -
Total 21 100 21 100
0,383
Tabel IV. Profil Jumlah Obat Golongan Saluran Pernafasan yang DiterimaPasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009Kelompok Perlakuan
(n=21)Kelompok Kontrol
(n=21)Jumlah
ObatRespirasi Jumlah
Persentase(%)
JumlahPersentase
(%)
Nilai p
1 8 38,10 11 52,402 10 47,60 9 42,903 3 14,30 1 4,80
Total 21 100 21 100
0,265
2. Berdasarkan golongan obat saluran pernafasan yang diterima
Obat golongan saluran pernafasan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah golongan ekspektoran, antitusif, mukolitik, nasal dekongestan, agonis β2,
derivat xantin, kortikosteroid serta kombinasi antara ekspektoran-antitusif,
47
ekspektoran-antitusif-nasal dekongestan, serta kombinasi untuk asma. Tabel data
menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dan kontrol jenis obat yang banyak
digunakan adalah Intunal® dan golongan kortikosteroid (deksametason). Hal ini
dikarenakan pada kedua kelompok ini, sebagian besar pasien mengalami demam dan
batuk sehingga didiagnosis mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Pasien yang mengalami ISPA, diberikan kombinasi obat antara antibiotik, obat flu,
dan kortikosteroid. Antibiotik digunakan untuk membunuh agen infeksi, obat flu
(Intunal®) untuk mengobati flu, demam dan batuk, serta kortikosteroid digunakan
untuk mengurangi edema jalan nafas yang terjadi dan rasa nyeri yang timbul. Dalam
penelitian ini, antibiotik tidak akan dibahas lebih lanjut karena telah dibahas pada sub
judul penelitian yang lain.
Pada kelompok kontrol selain Intunal® dan kortikosteroid, obat lain yang
juga banyak digunakan adalah antitusif dan ekspektoran untuk mengobati batuk tidak
produktif dan batuk produktif. Untuk kelompok perlakuan, pasien juga banyak
mendapatkan obat anti-asma, dimana beberapa pasien selain menggunakan obat per
oral juga menggunakan obat secara inhalasi untuk mengatasi serangan asma yang
dapat terjadi secara tiba-tiba. Sebanyak lima orang pasien dengan diagnosis asma dan
1 pasien dengan diagnosis lainnya mendapatkan obat secara inhalasi.
Obat anti-asma yang banyak digunakan adalah derivat xantin seperti
teofilin dan aminofillin, serta golongan β2 agonis seperti salbutamol yang lebih
banyak digunakan dalam bentuk inhaler maupun nebulizer. Sebanyak tiga orang
pasien asma pada kelompok perlakuan menggunakan obat racikan yang dimasukkan
kedalam kapsul. Obat racikan tersebut merupakan campuran dari derivat xantin
48
(aminofillin dan teofilin), kortikosteroid (metil prednison, prednison) dan CTM.
Namun untuk dua pasien asma yang lain ditambahkan efedrin dan juga kodein.
Derivat xantin digunakan untuk menghasilkan efek bronkodilatasi
dikarenakan obat golonngan ini dapat menghambat fosfodiesterase sehingga tidak
terjadi pelepasan mediator-mediator inflamasi yang dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi pada jalan nafas. Sedangkan kortikosteroid sendiri berfungsi untuk
meningkatkan jumlah dan respon reseptor β2 adrenergik, sehingga terjadi penurunan
produksi dan sekresi mukus, serta mengurangi hiperresponsivitas bronkhus.
Penambahan efedrin dapat meningkatkan efek bronkodilatasi yang dihasilkan
teofilin, namun peningkatan kadar teofilin tersebut dapat menyebabkan
meningkatkan toksisitas yang dapat membahayakan pasien tersebut sehingga
penggunaannya perlu dimonitoring. Penambahan kodein dimaksudkan untuk
mengobati/menekan gejala batuk yang menyertai.
49
Tabel V. Profil Golongan Obat Saluran Pernafasan yang Diterima PasienRawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Kelompok Perlakuan(n=21)
Kelompok Kontrol(n=21)Golongan
ObatNama Generik
JumlahPersentase
(%)Jumlah
Persentase(%)
Agonis β2 Salbutamol 5 13,16 1 2,94Kodein 1 2,63 3 8,82
AntitusifDextrometorfan 4 10,53 7 20,59
Derivat xantin Teofilin 5 13,16 3 8,82K guaiacosulfonat +
ammon Cl- - 1 2,94
Gliseril guaiakolat 2 5,26 - -EkspektoranSuccus liquiritae +
ammon Cl1 2,63 - -
Gliseril guaiakolat +kodein
- - 1 2,94
Intunal® 5 13,16 7 20,59Aminofillin + CTM+ metil prednisone
2 5,26 - -Kombinasi
Aminofillin + CTM+ efedrin + kodein +
prednison1 2,63 - -
Metil prednisolon 3 7,89 2 5,88Kortikosteroid
Deksametason 4 10,53 7 20,59Ambroksol HCl 3 7,89 - -N-asetil sistein - - 2 5,88Mukolitik
Erdosteine 1 2,63 - -Nasal
dekongestanPseudoefedrin +
tripolidine1 2,63 - -
Total 38 100 34 100Keterangan :
Kombinasi = terdiri atas dua atau lebih obat golongan saluran pernafasan
Intunal® = dextrometorfan+ Gliseril guaiakolat+fenilefrin HCl
3. Berdasarkan golongan obat selain obat saluran pernafasan yang diterima
Selain obat golongan saluran pernafasan, pasien juga mendapatkan obat-
obat lain yang mendukung untuk mempercepat proses penyembuhan, mengobati
gejala/penyakit lain yang menyertai serta meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
Adapun golongan obat tersebut ditampilkan dalam tabel dibawah ini.
50
Tabel VI. Profil Golongan Obat Selain Obat Saluran Pernafasan yang Diterima
Pasien Kelompok Perlakuan Dan Kontrol Periode Juni-Juli 2009Kelompok Perlakuan
(n=21)Kelompok Kontrol
(n=21)Golongan Obat Nama Generik
JumlahPersentase
(%)Jumlah
Persentase(%)
Spyramicin 1 2,38 - -Cefadroxil 3 7,14 1 2,70
Ciprofloxacin 3 7,14 2 5,40Amoxicillin 3 7,14 8 21,60
Roxithromycin 1 2,38 - -Pefloxacin 1 2,38 - -
Antibiotik
Cefprozil 1 2,38 - -Anti alergi CTM 1 2,38 - -
Elektrolit/mineral KCl 1 2,38 1 2,70Metformin 1 2,38 1 2,70
Insulin - - 1 2,70EndokrinGliclazide - - 1 2,70
Diltiazem HCl 2 4,76 2 5,40Nifediphine 1 2,38 - -
Hydrochlorothiazide 2 4,76 - -Asam traneksamat 1 2,38 - -
Furosemid 1 2,38 2 5,40Digoxin 1 2,38 1 2,70
Lisinopril 1 2,38 - -Fenofibrate - - 1 2,70Simvastatin - - 1 2,70
Asam asetilsalisilat - - 1 2,70Valsartan - - 2 5,40
Kardiovaskular
Gemfibrozil 1 2,38 - -Metil Prednisolon 1 2,38 - -
KortikosteroidFluocinolon asetonide - - 1 2,70
Vitamin B1 + vitamin B6 +vitamin B12
5 11,91 1 2,70
Vitamin E + vitamin C + vitaminB1 + vitamin B2 dan lain-lain
3 7,14 2 5,40Multivitamin
Adenosine triphosphoric aciddisodium + vitamin B6
- - 1 2,70
Meloxicam 15 1 2,38 - -Asam mefenamat - - 1 2,70
K-diklofenak - - 3 8,10Glukosamin 1 2,38 - -
Neuromuskuler
Parasetamol 1 2,38 1 2,70Nutrisi Pure Natural Astaxantin 1 2,38 - -
Famotidin+Cacarbonat+Mg(OH)2
- - 1 2,70
Domperidon 1 2,38 - -Pancreatin + activateddimethylpolysiloxane
1 2,38 - -
Omeprazole - - 1 2,70
Saluran Cerna
Lanzoprazole 1 2,38 - -Total 42 100 37 100
51
Obat selain golongan saluran pernafasan yang banyak digunakan oleh
pasien kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah obat golongan
antibiotik, golongan kardiovaskuler dan multivitamin. Golongan antibiotik yang
banyak digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti amoksisillin, sedangkan
obat golongan kardiovaskuler yang paling banyak digunakan adalah obat anti-
hipertensi seperti diltiazem, furosemid, dan HCT. Penggunaan multivitamin disini
bertujuan untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh pasien sehingga bisa cepat
sembuh dan tidak mudah sakit.
Berdasarkan data yang diperoleh, baik kelompok perlakuan maupun
kelompok kontrol, banyak pasien yang menerima obat golongan antibiotik dan
kardiovaskuler dikarenakan pasien yang mengikuti penelitian ini banyak yang
mengalami infeksi yang ditandai dengan adanya demam serta memiliki penyakit
selain gangguan saluran pernafasan seperti penyakit kardiovaskuler (gangguan
saluran pernafasan merupakan penyakit penyerta pada saat pasien kontrol rutin).
4. Berdasarkan bentuk sediaan obat golongan saluran pernafasan
Seluruh obat golongan saluran pernafasan yang digunakan pasien dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan bentuk sediaannya. Obat-obat
tersebut dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan oral padat, sediaan oral cair dan
sediaan inhalasi. Penggolongan ini dimaksudkan untuk mengetahui bentuk sediaan
dan rute pemberiaan yang paling banyak digunakan oleh pasien.
52
Tabel VII. Profil Bentuk Sediaan Obat Golongan Saluran Pernafasan yang
Diterima Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009Kelompok Perlakuan (n=
21)Kelompok Kontrol
(n= 21)BentukSediaan
Nama GenerikJumlah
Persentase(%)
JumlahPersentase
(%)Gliseril guaiakolat 2 9,50 - -
Kodein 1 4,80 3 14,30Dextrometorfan 4 19,00 7 33,30Ambroksol HCl 3 14,30 - -N-asetil sistein - - 2 9,50
Erdosteine 1 4,80 - -
Gliseril guaiakolat + kodein - - 1 4,80
Intunal®5 23,80 7 33,30
Pseudoefedrin + tripolidine 1 4,80 - -
Salbutamol - 1 4,80
Teofilin 5 23,80 3 14,30
Metil Prednisolon 3 14,30 2 9,50
Deksametason 4 19,00 7 33,30
Aminofillin + CTM +
Metil Prednison2 9,50 - -
Oral Padat(Kapsul dan
Tablet)
Aminofillin + CTM +
efedrin + kodein +
prednison
1 4,80 - -
Jumlah sediaan oral padat 32 142,40 33 161,90
K guaiacosulfonate - - 1 4,80Oral Cair Succus liquiritae + ammon
klorida1 4,80 - -
Jumlah sediaan oral cair 1 4,80 1 4,80Inhalasi
(inhaler &nebulizer)
Salbutamol 5 23,80 - -
Jumlah sediaan inhalasi 5 23,80 - -Total 38 171,40 34 166,70
Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan pada kedua kelompok
adalah sediaan oral padat dengan persentase sebesar 142,40% untuk kelompok
perlakuan dan untuk kelompok kontrol sebesar 161,90%. Bentuk sediaan oral cair
persentasenya 4,76% (kelompok perlakuan dan kelompok kontrol), sedangkan
persentase bentuk sediaan inhalasi sebesar 23,80% (kelompok perlakuan).
Banyaknya penggunaan sediaan oral padat dikarenakan sediaan tersebut lebih praktis
53
penggunaannya (mudah diminum dan dibawa bepergian) serta dari segi ekonomi
lebih murah, sehingga dokter lebih banyak meresepkan obat dalam bentuk sediaan
oral padat.
Bentuk sediaan inhalasi yang digunakan pada kelompok perlakuan berupa
inhaler maupun nebulizer yang digunakan pada saat terjadi serangan asma yang
dapat terjadi sewaktu-waktu. Sediaan inhalasi ini digunakan untuk mengatasi
serangan asma karena efek bronkodilatasi yang dihasilkan bersifat lokal sehingga
onsetnya lebih cepat daripada obat dengan bentuk sediaan oral sistemik lainnya. Dari
segi ekonomis, bentuk sediaan ini lebih mahal daripada bentuk sediaan oral padat
dan cair dikarenakan proses pembuatannya yang sangat rumit.
C. Evaluasi Ketaatan Pasien Yang Menerima Obat Golongan SaluranPernafasan Serta Dampak Terapinya
Penelitian ini mengevaluasi tingkat ketaatan pasien yang diberi alat bantu
ketaatan (kelompok perlakuan) serta pasien yang tidak diberi alat bantu (kelompok
kontrol). Diharapkan kelompok perlakuan memiliki ketaatan lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Semakin taat pasien, maka dampak terapi yang dihasilkan juga
semakin baik. Evaluasi ketaatan dilakukan berdasarkan jumlah obat yang digunakan,
jumlah keseluruhan obat yang diterima, serta aturan pakai obat. Pasien dengan
persentase ketaatan 100% dikategorikan taat dalam mengkonsumsi obat, sedangkan
pasien dengan persentase ketaatan < 100% dikategorikan tidak taat dalam
mengkonsumsi obat.
54
1. Berdasarkan jumlah obat yang digunakan
Evaluasi ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat yang digunakan
dinyatakan dengan persentase ketaatan yang dihitung dengan cara membagi jumlah
obat yang digunakan dengan jumlah obat keseluruhan kemudian dikalikan dengan
100%. Evaluasi ini ditujukan untuk obat-obat dengan bentuk sediaan oral padat
karena lebih mudah untuk menghitung jumlah obat yang tersisa.
Untuk kedua kelompok uji, sebanyak empat belas pasien taat dalam
mengkonsumsi obatnya (tidak terdapat sisa obat atau obat diminum hingga habis),
sedangkan 7 pasien lainnya tidak taat dalam mengkonsumsi obat. Hal ini dapat
terjadi karena pasien merasa kondisinya sudah membaik dan dapat melakukan
kegiatan rutinnya seperti biasanya sehingga pasien lupa untuk meminum obatnya.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ketaatan yang tidak
bermakna (p= 1,000).
Tabel VIII. Ketaatan Berdasarkan Jumlah Obat yang Digunakan Pasien Rawat
Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Kelompok Perlakuan(n=21)
Kelompok Kontrol(n=22)
KetaatanJumlah
Persentase(%)
JumlahPersentase
(%)
Nilaip
Taat 14 66,67 14 66,67
Tidak taat 7 33,33 7 33,331,000
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa alat bantu yang
digunakan dalam penelitian ini tidak membantu meningkatkan ketaatan pasien
karena berdasarkan uji statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan persentase terbesar penyakit yang diderita pasien adalah
ISPA, dimana untuk obat saluran perrnafasan yang digunakan hanya untuk
55
penggunaan jangka pendek, sehingga pasien akan selalu ingat untuk meminum obat
(pasien tidak terlalu membutuhkan alat bantu ketaatan) dan pasien akan
menghentikan pengobatan jika kondisinya telah membaik.
2. Berdasarkan jumlah keseluruhan obat yang diterima
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat apakah banyaknya jumlah obat
yang digunakan pasien mempengaruhi ketaatan pasien tersebut, karena menurut
Hussar (2005) semakin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan maka semakin
tinggi risiko ketidaktaatan. Pasien akan dikelompokkan berdasarkan jumlah obat
(bentuk sediaannya) yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 macam obat, tergantung dari penyakit
yang dideritanya.
Terdapat satu pasien yang mendapatkan obat sebanyak 7 macam obat
dikarenakan pasien tersebut memiliki 2 penyakit kronis dengan pengobatan
kompleks serta membutuhkan pengobatan rutin. Selain itu, ada seorang pasien yang
mendapatkan obat racikan dalam bentuk kapsul sehingga dikategorikan mendapatkan
1 macam obat. Pasien pada kelompok perlakuan yang menerima obat berjumlah 3
macam lebih banyak yang taat daripada pasien yang tidak taat, sedangkan pasien
yang menerima obat sebanyak 4 macam lebih banyak yang tidak taat. Untuk
kelompok kontrol, pasien yang menerima obat berjumlah 3 macam dan 4 macam
lebih banyak yang taat dalam mengkonsumsi obat daripada yang tidak taat.
Menurut statistik, ketaatan maupun ketidaktaatan pasien anatara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol tidak berbeda bermakna (nilai p= 0,999 dan 0,203).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah semakin banyak jumlah obat yang diterima
pasien tidak mempengaruhi ketaatan pasien tersebut dalam mengkonsumsi obat. Hal
ini tercermin dari data, dimana pasien yang mendapat 7 macam, 6 macam, dan 5
56
macam obat tetap taat dalam mengkonsumsi obat dan jumlah pasien taat yang
menggunakan 4 macam obat lebih banyak daripada pasien yang mendapat 3 macam
obat. Pasien tersebut telah memiliki kesadaran akan pentingnya ketaatan dalam terapi
agar mendapatkan dampak terapi yang diharapkan, sehingga pasien akan mematuhi
aturan pakai tersebut walaupun pasien mendapatkan obat dalam jumlah banyak.
Tabel IX. Ketaatan Berdasarkan Jumlah Keseluruhan Obat yang DiterimaPasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009.
KelompokPerlakuan
(n=21)
Kelompok Kontrol(n=21)Ketaatan Jumlah
ObatJumlahPasien
Persentase(%)
JumlahPasien
Persentase(%)
Nilaip
1 1 7,14 - -
2 - - 1 7,14
3 7 50,00 5 35,71
4 3 21,44 6 42,86
5 1 7,14 2 14,29
6 1 7,14 - -
Taat
7 1 7,14 - -
Jumlah 14 100 14 100
0,999
2 - - 2 28,57
3 1 14,30 3 42,86Tidaktaat
4 6 85,70 2 28,57
Jumlah 7 100 7 100
0,203
3. Berdasarkan aturan pakai obat
Evaluasi ketaatan berdasarkan aturan pakai dilakukan dengan cara
mengelompokkan pasien yang taat dan pasien yang tidak taat, kemudian pasien dari
masing-masing kelompok tersebut dikelompokkan lagi berdasarkan aturan pakai obat
yang digunakan. Tujuan dari pengelompokkan ini adalah untuk melihat apakah
banyaknya frekuensi minum obat yang digunakan pasien mempengaruhi ketaatan
57
pasien tersebut. Karena menurut Osterberg & Blaschke (2005), semakin banyak
frekuensi minum obat, maka ketaatannya akan semakin rendah.
Tabel X. Ketaatan Berdasarkan Aturan Pakai Obat yang Diterima Pasien
Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009.
Kelompok Perlakuan(n=21)
Kelompok Kontrol(n=21)Ketaatan Aturan
Pakai Obat JumlahPasien
Persentase(%)
JumlahPasien
Persentase(%)
Nilai p
1 x sehari 5 22,73 3 12,50
2 x sehari 7 31,82 7 29,17Taat
3 x sehari 10 45,45 14 58,33
Jumlah 22 100 24 100
0,991
2 x sehari 3 33,30 2 28,57Tidak taat
3 x sehari 6 66,70 5 71,43
Jumlah 9 100 7 100
1,000
Seluruh obat pasien dikelompokkan kedalam aturan pakai 1 x sehari, 2 x
sehari, dan 3 x sehari. Jumlah pasien yang menerima obat dengan aturan pakai 3 x
sehari lebih banyak daripada aturan pakai yang lain. Data diatas menunjukkan bahwa
pasien yang taat pada setiap kelompok aturan pakai lebih banyak daripada yang tidak
taat, dan semakin banyak frekuensi minum obat jumlah pasiennya juga semakin
meningkat. Selain itu, secara statistik ketaatan pasien pada kelompok perlakuan dan
kontrol memiliki perbedaan yang tidak bermakna (p=0,991). Kesimpulan yang dapat
diambil dari data diatas adalah semakin banyak frekuensi minum obat tidak
mempengaruhi ketaatan pasien.
Adapun salah satu penyebab pasien tidak taat pada aturan pakai adalah
pasien salah menjalankan aturan yang telah disampaikan oleh petugas Apotek,
sehingga obat yang harusnya diminum jika perlu diminum rutin setiap hari dan obat
yang seharusnya diminum rutin hanya diminum jika perlu saja (saat mengalami
58
serangan asma). Oleh sebab itu, perlu dibuat suatu langkah yang dapat
meminimalkan kejadian tersebut dan salah satunya dengan meminta pasien untuk
mengulang kembali informasi yang baru saja disampaikan.
4. Evaluasi dampak terapi
Dampak terapi yang dirasakan pasien setelah menjalankan terapi perlu
dimonitoring untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari terapi yang sudah
dijalankan. Sebanyak dua puluh satu pasien pada kelompok perlakuan (100%)
merasakan kondisinya sudah membaik daripada sebelum minum obat. Hal ini dapat
terjadi karena sebagian besar pasien dalam kelompok perlakuan memiliki ketaatan
yang tinggi. Begitu juga dengan kelompok kontrol, dari 21 pasien dalam kelompok
tersebut, 20 pasien (95,24%) menyatakan bahwa kondisinya membaik setelah
melakukan pengobatan secara rutin sehingga pasien merasakan perubahan kondisi
menjadi lebih baik. Pada kelompok kontrol, terdapat satu orang pasien yang merasa
tidak ada perubahan kondisi setelah mengkonsumsi obat dan setelah ditelusuri lebih
lanjut, ternyata pasien tersebut tidak taat dalam meminum obat sehingga dampak
terapi yang didapat tidak sebaik pasien lain yang memiliki ketaatan minum obat yang
tinggi.
Khusus untuk pasien asma, dampak terapi juga dilihat dari ada atau
tidaknya serangan asma/kekambuhan selama dilakukan kunjungan. Dari tiga belas
pasien yang mendapat obat anti-asma, terdapat 3 pasien yang mengalami serangan
asma selama penelitian berlangsung. Penyebab terjadinya serangan asma adalah
pasien kelelahan bekerja dan cuaca yang dingin di pagi hari sehingga pasien
merasakan sesak nafas, namun pasien segera mengatasinya dengan menggunakan
59
obat inhalasi. Kekambuhan tersebut akan sering terjadi jika cuaca berubah menjadi
dingin, sehingga kekambuhan tersebut terjadi bukan karena pasien tidak taat minum
obat tetapi lebih dikarenakan faktor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan oleh
pasien.
Dari pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan, maka dampak
terapi yang dihasilkan semakin baik pula. Dan setelah dianalisis secara statistik,
dampak terapi yang dirasakan pasien kelompok perlakuan dan kontrol berbeda tidak
bermakna (p=1,000).
Tabel XI. Persentase Dampak Terapi yang Dirasakan Oleh Pasien Rawat Jalandi RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Kelompok Perlakuan (n=21) Kelompok Kontrol (n=21)
KondisiJumlah
Persentase
(%)Jumlah
Persentase
(%)
Nilai
P
Membaik/sembuh 21 100 20 95,24
Tidak ada perubahan
kondisi- - 1 4,76
1,000
Total 21 100 21 100
D. Evaluasi Peresepan Obat Yang Diterima Pasien
Evaluasi peresepan obat yang diterima pasien di RS Panti Rini Yogyakarta
dilakukan berdasarkan studi pustaka. Evaluasi peresepan tersebut meliputi ada atau
tidaknya dosage too high (dosis terlalu tinggi), dossage too low (dosis terlalu
rendah), adverse drug reaction (ADR), interaksi obat dan non-compliance.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat 22 pasien (30
kasus) mengalami masalah dalam peresepan obatnya, dengan perincian terdapat 15
kasus interaksi obat (7 pasien perlakuan dan 8 pasien kontrol), 1 kasus ADR (pasien
perlakuan), dan 14 kasus ketidaktaatan (non-compliance; masing-masing 7 pasien
untuk setiap kelompok).
60
Penggunaan beberapa obat sekaligus dapat meningkatkan resiko terjadinya
ADR (Adverse drug reaction). Umumnya ADR bersifat individual, dimana efek
samping yang timbul pada masing-masing orang tidak sama (dengan obat dan dosis
yang sama, satu orang pasien dapat mengalami efek samping namun pada pasien
yang lain efek samping tersebut tidak muncul) dan hal tersebut memberikan dampak
yang merugikan bagi pasien. Semakin banyak obat yang digunakan pasien, maka
kemungkinan terjadinya ADR akan semakin besar pula.
Tabel XII. Kelompok Kasus ADR pada Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta yang Menggunakan Obat Golongan Saluran Pernafasan
Periode Juni-Juli 2009Kode Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
P 13Ambroksol
dan GG(Intunal®)
Pasien mengalami nyeri padaperut seperti maag, padahal
pasien tidak memiliki riwayatmaag sebelumnya. Hal ini
dapat disebabkan karena efeksamping dari ambroksol dan
GG yaitu efek samping ringanpada GI dan stomach pain..
Telusuri kembali cara penggunaanobat pasien serta riwayat penyakitpasien. Jika memang terjadi efeksamping, maka segera hentikanpengobatan dan konsultasikan
dengan dokter untuk mendapatkanpenggantian obat.
Dalam penelitian ini, terdapat satu orang pasien yang mengalami nyeri pada
perut seperti maag. Menurut pustaka, ambroksol dapat menimbulkan efek samping
ringan pada gastrointestinal ringan, sedangkan gliseril guaiakolat (yang terdapat pada
Intunal®) memiliki efek samping stomach pain. Hasil penelusuran yang telah
dilakukan adalah pasien telah mengkonsumsi obat sesuai aturan pakainya dan tidak
memiliki riwayat maag sebelumnya, sehingga disimpulkan bahwa pasien tersebut
mengalami efek samping. Karena adanya efek samping tersebut maka pasien
menghentikan pengobatannya. Oleh karena itu, disarankan agar pasien
mengkonsultasikan hal tersebut dengan dokter, agar mendapatkan penggantian obat
yang lain sehingga terapi yang dilakukan dapat maksimal.
61
Tabel XIII. Kelompok Kasus Interaksi Obat pada Pasien Rawat Jalan di RSPanti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Obat Golongan Saluran Pernafasan
Periode Juni-Juli 2009Kode Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
P 53Kortikostreroiddan antibiotik
golongan makrolid
Penggunaan Kortikostreroidbersama dengan antibiotikgolongan makrolid, dapat
meningkatkan kadar dan efektoksik dari kortikosteroid
(menimbulkan efek hipokalemik)
Monitoringkeadaan pasien
selama pengobatan.
K 64,K 65,K 70,K85
Kortikosteroid danNSAID
Penggunaan kortikosteroidbersamaan dengan NSAID
potensial meningkatkan resikoefek samping pada GI, seperti
nausea, peptic ulcer.
Monitoringkeadaan pasien
selama pengobatan.
K 16,K 70,P 3,P 48
Teofilin dankortikosteroid
Penggunaan teofillin bersamakortikosteroid dapat
meningkatkan kadar teofilindalam darah
Evaluasipengobatan yangtelah dilakukanserta monitoringkeadaan pasien
selama pengobatan.
K 51
Efedrin dan agensimpatomimetik
(salbutamol) sertateofilin
Penggunaan efedrin bersamateofilin atau efedrin bersama
salbutamol dapat meningkatkanefek toksik (cardiac stimulation)
Monitoringkeadaan pasien
selama pengobatan.
K 51,
P 4,
P 5,
P 29,
P 63
Derivat xantin dan
salbutamol
Penggunaan derivat xantin
bersama salbutamol dapat
meningkatkan efek salbutamol
Monitoring
keadaan pasien
selama pengobatan.
Jika salbutamol
diberikan secara
inhalasi maka
penggunaannya
jangan berlebih
agar efek yang
dihasilkan tidak
berlebihan.
Selain Adverse drug reaction (ADR), penggunaan beberapa obat sekaligus
juga dapat menyebabkan terjadinya interaksi obat yang dapat merugikan pasien
tersebut. Kasus interaksi obat yang terjadi dalam penelitian ini adalah interaksi obat
yang bersifat potensial, dimana interaksi tersebut berpotensi terjadi pada pasien
62
namun pada saat ini belum terjadi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah peringatan
akan kemungkinan terjadinya interaksi obat.
Interaksi yang terjadi pada penelitian ini adalah penggunaan kortikosteroid
yang dikombinasikan dengan obat lain. Seperti kortikosteroid dan antibiotik
golongan makrolid yang digunakan bersamaan dapat menyebabkan peningkatan
kadar kortikosteroid dalam darah sehingga dapat meningkatkan meningkatkan
toksisitasnya (efek hipokalemik). Interaksi kedua obat tersebut memiliki tingkat
keparahan yang ringan serta onset yang lambat. Jika kortikosteroid digunakan
bersama dengan NSAID akan meningkatkan resiko efek samping pada
gastrointestinal seperti GI hemorrahage, GI perforation, nausea, pancreatitis, peptic
ulcear.
Selain itu, jika kortikosteroid digunakan bersama dengan teofilin, dapat
meningkatkan kadar teofillin di dalam darah, yang berarti resiko toksisitas juga
semakin besar. Efek yang dihasilkan dari interaksi antara kortikosteroid dengan
teofilin berlangsung dengan cepat dan memiliki tingkat keparahan sedang. Data
diatas menunjukkan bahwa kejadian interaksi obat lebih banyak terjadi akibat
penggunaan kortikosteroid, maka perlu adanya monitoring keadaan pasien selama
pengobatan agar tidak membahayakan kondisi pasien.
Obat lain yang juga mengalami interaksi obat adalah efedrin yang
digunakan bersama dengan teofilin dan agen simpatomimetik seperti salbutamol
yang dapat meningkatkan efek toksik cardiac stimulation. Interaksi antara efedrin
dan teofilin memiliki signifikansi 5, terjadi secara lambat dengan tingkat keparahan
yang rendah, namun mekanisme dari interaksi ini tidak diketahui.
63
Interaksi lain yang terjadi adalah penggunaan derivat xantin bersama
salbutamol yang dapat meningkatkan efek dari salbutamol itu sendiri, sehingga jika
pasien yang mendapat obat asma berupa racikan yang berisi aminofillin/teofilin,
metil prednisolon, efedrin dan ditambah salbutamol secara inhalasi, maka
penggunaan salbutamol tidak boleh berlebihan agar tidak terjadi peningkatan kadar
teofilin yang pada akhirnya dapat menyebabkan efek toksik yang tidak diinginkan.
Terdapat satu kasus lain yaitu ketidaktaatan (non-compliance), dimana
terdapat 14 pasien yang tidak taat dalam mengkonsumsi obat yang telah diberikan
oleh dokter. Ketaatan sendiri dipengaruhi oleh jumlah obat yang diterima serta aturan
pakai obat tersebut. Semakin banyak jumlah obat yang diterima dan semakin
banyak/sering frekuensi penggunaan obat menyebabkan ketaatan semakin menurun.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian, ketidaktaatan
yang terjadi antara lain pasien lupa minum obat yang dipengaruhi oleh faktor usia
pasien yang sudah tua (berumur diatas 60 tahun), pasien sibuk bekerja dan pasien
merasa kelelahan setelah bekerja seharian sehingga pasien biasanya akan langsung
beristirahat, serta ada juga pasien yang sering tertidur saat menyusui anaknya yang
masih berumur 5 bulan sehingga pasien tersebut sering lupa untuk minum obat.
Ketidaktaatan yang lain disebabkan karena pasien merasa kondisinya sudah membaik
(sembuh) sehingga menghentikan pengobatannya dan ada pula pasien yang salah
menjalankan aturan penggunaan obat yang telah diberikan oleh petugas Apotek.
64
Tabel XIV. Kelompok Kasus Non-compliance pada Pasien Rawat Jalan RSPanti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Obat Golongan Saluran Pernafasan
Periode Juni-Juli 2009Kode Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
P 5 Obat Racikan 1Pasien tidak minum obat karena
lupa (usia pasien sudah tua)
Karena obat tersebut penting untukpemeliharaan asma, sehingga
diharapkan ada anggota keluargayang mengingatkan pasien.
P 13Ambroksol dan
intunal®
Pasien menghentikan pengobatankarena pasien merasakan nyeri
pada perut seperti maag.
Pasien sebaiknyamengkonsultasikan hal tersebutdengan dokter untuk mendapat
penggantian obat.
P 23Intunal® dan
deksametasonPasien menghentikan pengobatan
karena merasa sudah sembuh.Obat dihentikan jika memang telah
sembuh benar.
P 42 GGPasien menghentikan pengobatankarena pasien mengalami BAB
berdarah.
Konsultasikan kepada dokterterlebih dahulu, karena pasienmemiliki penyakit hemoroid.
P 47 GGPasien lupa minum obat karena
ketiduran.Obat tetap diminum hingga penyakit
pasien benar-benar sembuh.
P 53 AmbroksolPasien lupa minum obat karena
sibuk bekerjaObat tetap diminum hingga penyakit
pasien benar-benar sembuh.
P 89 DekstrometorfanPasien lupa minum obat karena
sibuk bekerjaObat tetap diminum hingga penyakit
pasien benar-benar sembuh.
K 51 SalbutamolPasien salah menjalankan aturan
yang diberikan oleh petugasApotek.
Pasien menanyakan aturanpenggunaan sejelas-jelasnya
sebelum meninggalkan Apotek,sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam mengkonsumsi obat.
K 65 DeksametasonDalam minum obat pasien sangattergantung pada anggota keluarga
yang lain.
Diperlukan dukungan keluargauntuk membantu pasien dalam
mengkonsumsi obat.
K 82 AmbroksolPasien lupa minum obat karena
ketiduran.
Diperlukan dukungan keluargauntuk mengingatkan pasien minum
obat.
K 85 Intunal® Pasien lupa minum obat karenasibuk bekerja.
Diperlukan alat pengingat minumobat yang praktis dibawa pergi,
sehingga pasien tidak lupa minumobat.
K 86 AmbroksolPasien lupa minum obat karena
sibuk bekerja.
Diperlukan alat pengingat minumobat yang praktis dibawa pergi,
sehingga pasien tidak lupa minumobat.
K 92Intunal® dan N-
asetil sistein
Pasien tidak teratur minum obatkarena pada awalnya pasien
kurang nafsu makan.
Diperlukan obat tambahan untukmeningkatkan nafsu makan pasien.
K 93 DekstrometorfanPasien tidak minum obat karena
lupa (usia pasien sudah tua)
Diperlukan dukungan anggotakeluarga untuk mengingatkan
pasien.
Selain beberapa faktor penyebab ketidaktaatan diatas, terdapat satu orang
pasien yang mengalami perdarahan setiap buang air besar (pasien mempunyai
65
penyakit hemoroid) sehingga pasien merasa takut dan menghentikan pengobatannya.
Seharusnya pasien tersebut mengkonsultasikan kondisinya terlebih dahulu dengan
dokter yang menanganinya sebelum menghentikan pengobatannya karena pasien
memang memiliki riwayat hemoroid dan kemungkinan perdarahan yang terjadi
dikarenakan panyakit hemoroidnya sedang kambuh sehingga memerlukan obat lain
untuk mengatasi perdarahan tersebut.
Untuk mengatasi ketidaktaatan yang disebabkan oleh kesalahan dalam
menjalankan aturan penggunaan obat, maka salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan meminta pasien untuk mengulang kembali aturan penggunaan obat
yang baru saja disampaikan. Dengan demikian diharapkan dapat meminimalkan
terjadinya ketidaktaatan dalam menjalankan aturan penggunaan obat.
Tabel XV. Persentase Kasus yang Terjadi pada Pasien Rawat jalan di RS PantiRini yang Menggunakan Obat Gangguan Saluran Pernafasan
Periode Juni-Juli 2009Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Jenis KasusJumlah
Persentase
(%)Jumlah
Persentase
(%)
Interaksi obat 7 46,67 8 53,33
Adverse Drug Reaction (ADR) 1 6,66 - -
Non-Compliance 7 46,67 7 46,67
Total 15 100 15 100
E. Rangkuman Pembahasan
Terdapat 42 pasien rawat jalan di RS Panti Rini yang menggunakan obat
golongan saluran pernafasan selama periode Juni-Juli. Dari profil pasien (Baseline)
diketahui bahwa umur dan jenis kelamin pasien paling banyak berada pada kelompok
umur 56-75 tahun dan berjenis kelamin perempuan, sedangkan tingkat pendidikan
yang terbanyak adalah SLTA dan perguruan tinggi. Berdasarkan diagnosisnya,
66
pasien banyak yang menderita asma, ISPA dan diagnosis selain gangguan saluran
pernafasan. Profil pasien (Baseline) yang menggunakan obat golongan saluran
pernafasan antara kelompok perlakuan dan kontrol memiliki perbedaan tidak
bermakna. Nilai p yang didapat berturut-turut adalah 0,983 (umur); 0,757 (jenis
kelamin); 0,841 (tingkat pendidikan); 0,951 (diagnosis utamanya).
Untuk profil obat yang digunakan, diketahui bahwa pasien lebih banyak
menerima 3 dan 4 jenis obat (p=0,383), sedangkan untuk obat golongan saluran
pernafasan lebih banyak mendapatkan 1 jenis dan 2 jenis obat (p=0,265). Golongan
obat saluran pernafasan yang banyak diterima pasien adalah golongan antitusif,
ekspektoran, kortikosteroid serta kombinasi antitusif-ekspektoran-nasal dekongestan
(Intunal®). Kortikosteroid disini digunakan secara kombinasi dengan derivat xantin
maupun Intunal® untuk mengobati asma dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA).
Selain obat golongan saluran pernafasan, obat lain yang banyak digunakan
yaitu obat golongan antibiotik, golongan kardiovaskuler serta multivitamin. Pasien
paling banyak menerima obat dengan sediaan oral padat karena bentuk sediaan
tersebut realtif lebih mudah digunakan, lebih praktis dan lebih murah. Dari analisis
profil obat ini, diketahui bahwa terdapat perbedaan profil obat yang digunakan,
namun perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna secara statistik sehingga tidak
mempengaruhi hasil.
Evaluasi ketaatan dilakukan berdasarkan jumlah obat yang digunakan,
jumlah keseluruhan obat yang diterima, serta aturan pakai obat. Hasil evaluasi
ketaatan berdasarkan jumlah obat yang digunakan menunjukkan bahwa terdapat
67
perbedaan ketaatan yang tidak bermakna antara pasien perlakuan dan kontrol
(p=1,000). Dan dapat disimpulkan bahwa alat bantu ketaatan yang digunakan tidak
membantu meningkatkan ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat-obatan.
Evaluasi ketaatan lain yang dilakukan adalah berdasarkan jumlah
keseluruhan obat yang diterima pasien. Hasilnya adalah jumlah pasien pada masing-
masing kelompok jumlah obat lebih banyak yang taat daripada yang tidak taat. Nilai
p yang didapat adalah 0,984 dan 0,203 yang menunjukkan terdapat perbedaan
ketaatan yang tidak bermakna. Kesimpulannya adalah semakin banyak jumlah obat
yang diterima pasien tidak mempengaruhi ketaatan pasien tersebut dalam
mengkonsumsi obat.
Hasil evaluasi ketaatan berdasarkan aturan pakai adalah jumlah pasien yang
taat pada setiap kelompok aturan pakai lebih banyak daripada yang tidak taat, dan
semakin banyak frekuensi minum obat jumlah pasien yang taat juga semakin
meningkat. Secara statistik ketaatan pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol
memiliki perbedaan yang tidak bermakna (p=0,991). Kesimpulan yang dapat diambil
dari data diatas adalah semakin banyak frekuensi minum obat tidak mempengaruhi
ketaatan pasien.
Adapun salah satu penyebab pasien tidak taat pada aturan pakai adalah
pasien salah menjalankan aturan yang telah disampaikan oleh petugas Apotek,
sehingga obat yang harusnya diminum jika perlu diminum rutin setiap hari dan obat
yang seharusnya diminum rutin hanya diminum jika perlu saja (saat mengalami
serangan asma).
68
Sebanyak empat puluh satu pasien dari 42 pasien, menyatakan bahwa
kondisinya membaik setelah menjalani pengobatan dan hanya terdapat 1 pasien yang
tidak mengalami perubahan kondisi dikarenakan pasien tersebut tidak taat dalam
mengkonsumsi obat. Evaluasi peresepan yang dilakukan dengan melihat apakah
terjadi masalah dalam peresepan obat yang diberikan. Hasil dari evaluasi tersebut
adalah terdapat 30 masalah dalam peresepan obat, dengan perincian 15 kasus
interaksi obat (7 pasien perlakuan dan 8 pasien kontrol), 1 kasus ADR (Adverse drug
reaction) pada pasien perlakuan serta 14 kasus ketidaktaatan (non-compliance) (7
pasien kelompok perlakuan dan 7 pasien kelompok kontrol).
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pasien lebih banyak berasal dari kelompok umur 56-75 tahun (p=0,983), berjenis
kelamin perempuan (p=0,757), berlatar pendidikan SLTA dan perguruan tingi
(p=0,841), serta memiliki diagnosis ISPA, asma dan diagnosis lainnya (p=0,591).
Profil pasien ini memiliki perbedaan tidak bermakna antara pasien yang diberi
informasi dengan pasien yang diberi informasi plus alat bantu ketaatan.
2. Obat golongan saluran pernafasan yang banyak digunakan pasien berjumlah 1
dan 2 macam obat (p=0,265), serta keseluruhan obat yang diterima berjumlah 3
dan 4 macam obat (p=0,383). Golongan saluran pernafasan yang paling banyak
digunakan adalah golongan antitusif, kortikosteroid dan kombinasi beberapa
golongan obat. Pasien juga banyak menggunakan obat golongan antibiotik,
kardiovaskular dan multivitamin, serta bentuk sediaan obat yang paling banyak
digunakan adalah sediaan oral padat. Pada penelitian ini terdapat perbedaan profil
obat yang tidak bermakna antara pasien kelompok kontrol dengan pasien
kelompok perlakuan.
3. Evaluasi ketaatan berdasarkan jumlah obat yang digunakan memiliki perbedaan
tidak bermakna (p=1,000), ketaatan berdasarkan aturan pakai menunjukkan
perbedaan tidak bermakna (p=0,991) serta ketaatan berdasarkan jumlah
keseluruhan obat yang diterima pasien menunjukkan perbedaan tidak bermakna
antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p=0,999). Dampak terapi
70
yang dirasakan antara pasien kelompok perlakuan dan kontrol terdapat perbedaan
yang tidak bermakna (p=1,000).
4. Masalah peresepan obat pada pasien yang menggunakan obat golongan saluran
pernafasan, baik pada pasien kelompok kontrol dan pasien kelompok perlakuan
berjumlah 30 kasus yang terdiri dari 15 kasus interaksi obat (7 pasien perlakuan
dan 8 pasien kontrol), 1 kasus ADR (Adverse Drug Reaction) pada pasien
perlakuan, dan 14 kasus compliance (7 pasien perlakuan dan 7 pasien kontrol).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang serupa, khususnya untuk penyakit-penyakit
saluran pernafasan yang sangat membutuhkan ketaatan pasien dalam meminum
obat (penyakit-penyakit kronis seperti bronkhitis, asma dan TB).
2. Perlu dilakukan standarisasi penilaian dampak terapi yang dirasakan pasien.
3. Perlu dilakukan perancangan alat bantu ketaatan khusus untuk mengukur
ketaatan obat-obat dengan bentuk sediaan cair.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abula T., Worku A., 2001, Patient Non-compliance with Drug Regimens for ChronicDiseases in Northwest Ethiopia,http://ajol.info/index.php/ejhd/article/view/9874/31236, diakses pada tanggal16 September 2009
Anonim, 2006, Profil Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta, Rumah Sakit Panti Rini,Yogyakarta
Anonim, 2008, Profil Kesehatan Propinsi DIY Tahun 2008, 29, Dinas KesehatanPropinsi DIY, Yogyakarta
Anonim, 2009a, Kelainan dan Penyakit Pada Sistem Peranafasan Manusia,http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/626-kelainan-dan-penyakit-pada-sistem-pernafasan-manusia, diakses pada tanggal 1 September 2009
Anonim, 2009b, Anatomi Dan Fisiologi Respirasi Atas, http://cupu.web.id/anatomi-dan-fisiologi-respirasi-atas, diakses pada tanggal 19 September 2009
Bahfen F., 2009, Aspeklegal Layanan Farmasi Komunitasdengan KonsepPharmaceutical Care, http://www.isfinational.or.id/artikel/25/74-aspek-legal-layanan-farmasi-komunitas.html, diakses pada tanggal 16 Agustus 2009
Basthmajian J. V., Slonecker C. E., 1995, Grant Metode Anatomi Berorientasi PadaKlinik, edisi 11, 55-56, Binarupa Aksara, Jakarta
Tietze K. J., 2006, Cough, 229-235, American Pharmacists Association, WashingtonDC
Hussar D.A., 2005, Patient Compliance, 1782-1787, Lippincott William andWilkins, Philadelphia
Buston K.M., Wood S.F., 2000, Non-compliance amongst adolescents with asthma:listening to what they tell us about self-management,http://fampra.oxfordjournals.org/cgi/reprint/17/2/134, diakses pada tanggal 18September 2009
Cipolle, R.J and Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’sGuide, Second Edition, 2, 40, 178-179, McGraw-Hill, New York
Devyani , 2009, Patient Compliance, http://www.pharmainfo.net/devyani/patient-compliance, diakses pada tanggal 13 Oktober 2009
71
72
Dinwiddie R., Muller W.G., 2002, Adolescent Treatment Compliance in Asthma,www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11823547, diakses pada tanggal 16September 2009
Kelly H.W., Sorkness C.A., 2005, Asthma, , 503-532, 1945-1949, McGrawHill,Medical Publishing Division, New York
Kelly H.W., Sorkness C.A., 2008, Asthma, 463-465, 472-490, McGrawHill, MedicalPublishing Division, New York
Febrianti I., 2008, Tinjauan Sosiologis Terhadap Pangaturan Mengenai PekerjaanKefarmasian di Apotek, http://www.apotekkita.com/2008/07/tinjauan-sosiologis-terhadap-pengaturan-mengenai-pekerjaan-kefarmasian-di-apotek/,diakses pada tanggal 20 Agustus 2009
Osterberg L., Blaschke B., 2005, Adherence to Medication,http://content.nejm.org/cgi/reprint/353/5/487.pdf?ijkey=f73001a10dfd9618ec5653458b7bf853e36dc641, diakses pada tanggal 28 Agustus 2009
Martini F. H., Timmons M. J., 1997, Human Anatomy, 599-613, Prentice Hall Intern,New Jersey
Notoatmodjo S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi revisi, PenerbitRineka Cipta, Jakarta
Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran danKesehatan, CV Rajawali, Jakarta
Price S. A., Wilson L. M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit, edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta
Taylor C. R., 1994, Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2, diterjemahkan olehChandrasoma P., 465, Penerbit EGC, Jakarta
Toto, A. W., 2002, LABACS Atasi Asma Sedang dan Berat, www.suaramerdeka.com,diakses pada tanggal 11 Juli 2009
Underwood J. C. E, 2000, Patologi Umum dan Siatematik, editor Sarjadi, 380-381,Penerbit EGC, Jakarta
Wertheimer A. I., Santella T. M., 2006, Medication Compliance Research: Still SoFar to Go, http://www.jarcet.com/articles/Vol3Iss3/Wertheimer.htm diaksespada tanggal 28 Agustus 2009
73
LAMPIRAN
74
Lampiran 1. Informed Consent
KERJASAMA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DENGAN RS PANTI RINI YOGYAKARTA
Penjelasan Mengenai Penelitian Perbandingan Pemberian Informasi Versus
Informasi plus Alat Bantu terhadap Ketaatan Penggunaan Obat
Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni – Juli 2009
Tim peneliti dari Fakultas Farmasi Sanata Dharma bekerja sama dengan RS
Panti Rini Yogyakarta melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana respon
pasien pada Perbandingan Pemberian Informasi Versus Informasi plus Alat Bantu
terhadap Ketaatan Penggunaan Obat Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni – Juli 2009.
Anda merupakan pasien RS Panti Rini periode Juni-Juli 2009, oleh karena itu
diminta ikut serta dalam penelitian ini.
Bila bersedia ikut, tim peneliti akan melakukan wawancara kepada anda
seputar penggunaan obat yang anda terima melalui kunjungan ke rumah anda. Pada
saat kunjungan akan dilakukan wawancara dan pengukuran tanda vital dan beberapa
tes lain bila diperlukan. Pengukuran tanda vital yang dilakukan antara lain tekanan
darah, kadar gula darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh. Data-data
yang didapatkan dari proses tersebut akan digunakan sebagai data penelitian.
Anda bebas menolak ikut dalam penelitian ini. Bila anda telah memutuskan
untuk ikut, anda juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat.
Semua data penelitian ini akan diperlakukan secara rahasia sehingga tidak
memungkinkan orang lain menghubungkannya dengan anda.
Selama anda ikut dalam penelitian, setiap informasi baru yang dapat
mempengaruhi pertimbangan anda untuk terus ikut atau berhenti dari penelitian ini
akan segera disampaikan kepada anda.
Bila anda tidak mentaati instruksi yang diberikan oleh para peneliti, anda
dapat dikeluarkan setiap saat dari penelitian ini.
Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini kepada tim peneliti.
75
Surat pernyataan kesediaan sebagai Responden penelitian
Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
No telp/HP :
Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul
"PERBANDINGAN PEMBERIAN INFORMASI VERSUS INFORMASI plus
ALAT BANTU TERHADAP KETAATAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN
RAWAT JALAN RS PANTI RINI YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI
2009".Semua penjelasan diatas telah disampaikan kepada saya. Saya mengerti
bahwa bila masih memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari tim
peneliti.
Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam
penelitian ini.
Yogyakarta,
Mengetahui
Saksi Responden/pasien
( ) ( )
Pengukuran yang dilakukan*:
( ) Kadar gula darah ( ) Tekanan darah
( ) Kolesterol ( ) Frekuensi nadi
( ) Suhu tubuh ( ) Frekuensi nafas
*Tandai yang diperlukan
76
Lampiran 2. Panduan Wawancara
Anda dimohon untuk enjawab pertanyaan di bawah ini dengan mengisi atau
memberi tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendidikan terakhir :
a. Tidak ada
b. SD
c. SLTP
d. SMA
e. Perguruan tinggi
6. Pekerjaan :
a. Pegawai Negeri Sipil/TNI/POLRI
b. Pegawai Swasta
c. Wiraswasta/Pedagang
d. Petani/Buruh
e. Lainnya (sebutkan) ........................
7. Penghasilan :
a. ≤ Rp 500.000
b. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000
c. > Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000
d. > Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000
e. > Rp 5.000.000
77
Pretest:
1. Jelaskan kembali cara pakai obat anda!
2. Apakah pernah salah minum obat?
Ceritakan kapan dan bagaimana?
Penyebabnya?
Pengatasannya?
3. Paling sering tahu cara pakai obat dari siapa? Dokter/Petugas Apotek?
Selanjutnya, bagi kelompok perlakuan, dijelaskan:
Kita ingin memberikan alat bantu ketaatan, jelaskan cara pakai alatnya!
Postest:
1. Jelaskan kembali cara pakai obat anda!
2. Khusus kelompok perlakuan:
Bagaimana tanggapan anda tentang alat bantu ketaatan?
Apakah bermanfaat/tidak?
78
Lampiran 3. Daftar Obat Sistem Saluran Pernapasan Yang Digunakan
Pasien di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Komposisi Nama Dagang
SalbutamolSalbutamol; Ventolin® Inhaler;
Ventolin® Nebulizer
Fenoterol Berotec® Inhaler
Kodein Kodein 10 mg; Codipront®
Dextrometorfan Dextrometorfan; Tuzalos®
Teofilin Euphyllin®; Retaphyl®
K guaiacosulfonat +
Difenhydramin Sanadryl®
Gliseril guaiakolat Gliseril guaiakolat
Succus liquiritae + DifenhydraminOBH Sirup
Gliseril guaiakolat + kodeinCodipront cum expectorant®
Dextrometorfan + Gliseril
guaiakolat + parasetamol +
fenilefrin HCl + dexchlorfeniraminIntunal®
Metil prednisolon Metil prednisolon; Sanexon®
Dexamethason Cortidex®
Ambroxol HCl Ambroxol; Epexol®
N-asetil sistein Pectocil®
Erdosteine Vectrin®
Pseudoefedrin + tripolidineTremenza®
Aminofillin 200mg + CTM 1 tablet
+ metil prednison 2 mg -
Aminofillin 200mg + CTM 4g +
efedrin 12,5mg + kodein 10mg +
prednison 5mg-
79
Lampiran 4. Daftar Obat Selain Obat Sistem Saluran Pernapasan Yang
Digunakan Pasien di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009Golongan Obat Komposisi Nama Dagang
Spyramicin Spyramicin
Cefadroxil Cefadroxil 500Ciprofloxacin Ciprofloxacin
AmoxicillinAmoxicillin; Farmoxyl
500®, Ethimox®
Roxithromycin Uplores®
Pefloxacin Noflexin®
Antibiotik
Cefprozil Lisor®
Anti alergi Chlorfeniramin maleat CTM®
Elektrolit mineral KCl KSR®
Metformin Metformin 500
Insulin Humulin®Endokrin
Gliclazide Glucodex®
Diltiazem HCl Herbesser CD 100®
Nifediphine Adalat Oros®
Hydrochlorothiazide HCTAsam traneksamat Asam traneksamat
Furosemid Farsix®; FurosemidDigoxin Digoxin
Lisinopril Noperten®
Fenofibrate Evothyl®
Gemfibrozil GemfibrozilAsam asetilsalisilat Farmasal®
Kardiovaskular
Valsartan ValsartanKortikosteroid Fluocinolon acetonide Dermasolon salep®
Vitamin B1, vitamin B6, vitaminB12
Neurodex®
Vitamin E, vitamin C, vitaminB1, vitamin B2 dan lain-lain
Megazing®Multivitamin
Vitamin B6 + asam adenosintrifosforik disodium
Myoviton®
Meloxicam Meloxicam 15Glukosamin Glukosamin
Parasetamol Sanmol®
Asam mefenamat Asam mefenamat
Neuromuskuler
K-diklofenak Cataflam®
Nutrisi Pure Natural Astaxanthine Asthin forte®
Domperidon DomperidonPancreatin + activateddimethylpolysiloxane
Trypansym®
Lanzoprazole LanzoprazoleFamotidin+Ca
carbonat+Mg(OH)2Magard FA®
Dimenhidrinat Dimenhidrinat
Saluran cerna
Omeprazole Omevell®
80
Lampiran 5. Profil Jumlah* Obat Golongan Saluran Pernafasan yang DiterimaPasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
JumlahObat
Nama Generik JumlahPasien
Presentase(%)
JumlahPasien
Presentase(%)
Dextrometorfan 2 9,53 5 20,83Gliseril guaiakolat 1 4,76 - -
Ambroxol 1 4,76 - -Salbutamol - - 2 8,33Fenoterol - - 1 4,17Kodein 1 4,76 3 12,49
Racikan 1 1 4,76 - -Intunal® 2 9,53 - -
Gliseril guaiakolat + kodein - - 1 4,17N-asetil sistein - - 1 4,17
1 Obat
(K guaiacosulfonat + ammonklorida)
- - 1 4,17
Jumlah 8 38,10 14 58,33Ambroxol & (Succus liquiritae
+ ammon Cl)1 4,76 - -
Kodein & dexamethason 1 4,76 2 8,33Teofilin & salbutamol 1 4,76 - -
Intunal® & dexamethason 2 9,53 5 20,83Racikan 2 & salbutamol 2 9,53 - -Ambroxol & Intunal® 1 4,76 - -
Gliseril guaiakolat & teofilin 1 4,76 - -Ambroxol & metil prednisone 1 4,76 - -
Intunal® & N-asetil sistein - - 1 4,17
2 Obat
Teofilin & metil prednisone - - 1 4,17Jumlah 10 47,62 9 37,50
Dexamethason & erdostein &teofilin
1 4,76 - -
Teofilin & salbutamol(inhaler) & salbutamol
(nebulizer)1 4,76 - -
Teofilin & metil prednison &(Pseudoefedrin + tripolidin)
1 4,76 - -3 Obat
Teofilin & metil prednison &(K guaiacosulfonat + ammon
klorida)- - 1 4,17
Jumlah 3 14,28 1 4,17Total 21 100 24 100
Keterangan :
*= jumlah obat dilihat berdasarkan bentuk sediaannya
Racikan 1 = aminofillin 200 mg + CTM 4g + efedrin 12,5mg + kodein 10mg
+ prednison 5mg
Intunal® = Dextrometorfan + Gliseril guaiakolat + fenilefrin HCl + deklorfeniramin
Racikan 2 = Aminofillin 200mg + CTM 1 tablet + metil prednison 2 mg
81
Lampiran 6. Statistika Profil Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009
Descriptives
Kelompoksubjekuji Statistic Std. Error
Mean 52.14 4.069
Lower Bound 45.1290% Confidence Interval forMean
Upper Bound 59.16
5% Trimmed Mean 52.44
Median 53.00
Variance 347.729
Std. Deviation 18.647
Minimum 19
Maximum 80
Range 61
Interquartile Range 32
Skewness -.268 .501
perlakuan
Kurtosis -1.028 .972
Mean 46.19 4.668
Lower Bound 38.1490% Confidence Interval forMean
Upper Bound 54.24
5% Trimmed Mean 45.41
Median 44.00
Variance 457.662
Std. Deviation 21.393
Minimum 20
Maximum 87
Range 67
Interquartile Range 44
Skewness .338 .501
Umur
Control
Kurtosis -1.244 .972
82
kelompoksubjekuji * klasifikasiumur Crosstabulation
klasifikasiumur
17-35 36-55 56-75 > 76 Total
Count 5.0 7.0 8.0 1.0 21.0perlakuan
Expected Count 6.5 6.5 7.0 1.0 21.0
Count 8.0 6.0 6.0 1.0 21.0
Kelompok
subjekuji
kontrol
Expected Count 6.5 6.5 7.0 1.0 21.0
Count 13.0 13.0 14.0 2.0 42.0Total
Expected Count 13.0 13.0 14.0 2.0 42.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.055a 3 .788
Likelihood Ratio 1.062 3 .786
Linear-by-Linear
Association.709 1 .400
N of Valid Cases 42
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.00.
Test Statisticsa
klasifikasiumur
Absolute .143
Positive .000
Most Extreme Differences
Negative -.143
Kolmogorov-Smirnov Z .463
Asymp. Sig. (2-tailed) .983
a. Grouping Variable: kelompoksubjekuji
83
kelompoksubjekuji * jeniskelamin Crosstabulation
Jeniskelamin
laki-laki Perempuan Total
Count 10 11 21perlakuan
Expected Count 9.5 11.5 21.0
Count 9 12 21
Kelompok
subjekuji
kontrol
Expected Count 9.5 11.5 21.0
Count 19 23 42Total
Expected Count 19.0 23.0 42.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .096a 1 .757
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .096 1 .757
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear
Association.094 1 .759
N of Valid Casesb 42
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 9.50.
b. Computed only for a 2x2 table
kelompoksubjekuji * pendidikan Crosstabulation
pendidikan
tidak
sekolah SD SLTP
SLT
A
Perguruan
Tinggi Total
Count 2 1 5 7 6 21perlakua
n Expected
Count2.0 1.0 3.0 7.5 7.5 21.0
Count 2 1 1 8 9 21
Kelompo
k
Subjekuji
kontrol
Expected
Count2.0 1.0 3.0 7.5 7.5 21.0
Count 4 2 6 15 15 42Total
Expected
Count4.0 2.0 6.0 15.0 15.0 42.0
84
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.333a 4 .504
Likelihood Ratio 3.582 4 .466
Linear-by-Linear
Association.749 1 .387
N of Valid Cases 42
a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.00.
Test Statisticsa
pendidikan
Absolute .190
Positive .190
Most Extreme Differences
Negative .000
Kolmogorov-Smirnov Z .617
Asymp. Sig. (2-tailed) .841
a. Grouping Variable: kelompoksubjekuji
kelompoksubjekuji * diagnosis Crosstabulation
diagnosis
ISPA bronkhitis
diagnosis
lainnya asma Total
Count 6 2 5 8 21perlakuan
Expected Count 7.0 2.0 6.5 5.5 21.0
Count 8 2 8 3 21
Kelompok
Subjekuji
Control
Expected Count 7.0 2.0 6.5 5.5 21.0
Count 14 4 13 11 42Total
Expected Count 14.0 4.0 13.0 11.0 42.0
85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.251a 3 .355
Likelihood Ratio 3.344 3 .342
Linear-by-Linear
Association1.307 1 .253
N of Valid Cases 42
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.00.
Test Statisticsa
diagnosis
Absolute .238
Positive .000
Most Extreme Differences
Negative -.238
Kolmogorov-Smirnov Z .772
Asymp. Sig. (2-tailed) .591
a. Grouping Variable: kelompoksubjekuji
86
Lampiran 7. Statistika Profil Obat Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlahjenisobat .232 42 .000 .880 42 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa
Jumlahjenisobat
Mann-Whitney U 188.000
Wilcoxon W 419.000
Z -.872
Asymp. Sig. (2-tailed) .383
a. Grouping Variable: kelompoksubjekuji
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlahjenisobatrespirasi .289 42 .000 .763 42 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa
Jumlahjenisobatr
espirasi
Mann-Whitney U 180.500
Wilcoxon W 411.500
Z -1.115
Asymp. Sig. (2-tailed) .265
a. Grouping Variable: kelompoksubjekuji
87
Lampiran 8. Statistika Ketaatan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Jumlah Obat yang Digunakan
kelompoksubjekuji * persenketaatan Crosstabulation
persenketaatan
taat tidak taat Total
Count 14 7 21perlakuan
Expected Count 14.0 7.0 21.0
Count 14 7 21
Kelompok
subjekuji
kontrol
Expected Count 14.0 7.0 21.0
Count 28 14 42Total
Expected Count 28.0 14.0 42.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 1.000
Continuity Correctionb.000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .628
Linear-by-Linear
Association.000 1 1.000
N of Valid Casesb42
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.00.
b. Computed only for a 2x2 table
88
Lampiran 9. Statistik Ketaatan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Jumlah Keseluruhan Obat
yang Diterima
Kelompok taat
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 5.667a 6 .462
Likelihood Ratio 7.239 6 .299
Linear-by-Linear
Association.025 1 .874
N of Valid Cases 28
a. 12 cells (85.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .50.
Test Statisticsa
jumlahjenisobat
Absolute .143
Positive .143
Most Extreme Differences
Negative -.143
Kolmogorov-Smirnov Z .378
Asymp. Sig. (2-tailed) .999
kelompoksubjekuji * jumlahjenisobat Crosstabulation
Jumlahjenisobat
kel 1
jenis
obat
kel 2
jenis
obat
kel 3
jenis
obat
kel 4
jenis
obat
kel 5
jenis
obat
kel 6
jenis
obat
kel 7
jenis
obat Total
Count 1 0 7 3 1 1 1 14perlakuan
Expected Count .5 .5 6.0 4.5 1.5 .5 .5 14.0
Count 0 1 5 6 2 0 0 14
Kelompok
subjekuji
kontrol
Expected Count .5 .5 6.0 4.5 1.5 .5 .5 14.0
Count 1 1 12 9 3 1 1 28Total
Expected Count 1.0 1.0 12.0 9.0 3.0 1.0 1.0 28.0
89
Kelompok tidak taat
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 5.000a 2 .082
Likelihood Ratio 5.912 2 .052
Linear-by-Linear
Association4.500 1 .034
N of Valid Cases 14
a. 6 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.00.
Test Statisticsa
jumlahjenisobat
Absolute .571
Positive .000
Most Extreme Differences
Negative -.571
Kolmogorov-Smirnov Z 1.069
Asymp. Sig. (2-tailed) .203
a. Grouping Variable: kelompoksubjekuji
kelompoksubjekuji * jumlahjenisobat Crosstabulation
jumlahjenisobat
kel 2 jenis
obat
kel 3jenis
obat
kel 4 jenis
obat Total
Count 0 1 6 7perlakuan
Expected Count 1.0 2.0 4.0 7.0
Count 2 3 2 7
Kelompok
subjekuji
kontrol
Expected Count 1.0 2.0 4.0 7.0
Count 2 4 8 14Total
Expected Count 2.0 4.0 8.0 14.0
90
Lampiran 10. Statistik Ketaatan Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Aturan Pakai
Kelompok taat
kelompokuji * aturanpakai Crosstabulation
aturanpakai
1xsehari 2xsehari 3xsehari Total
Count 5 7 10 22perlakuan
Expected Count 3.8 6.7 11.5 22.0
Count 3 7 14 24
Kelompok
Uji
Control
Expected Count 4.2 7.3 12.5 24.0
Count 8 14 24 46Total
Expected Count 8.0 14.0 24.0 46.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi- Square 1.082a 2 .582
Likelihood Ratio 1.088 2 .580
Linear-by-Linear
Association1.043 1 .307
N of Valid Cases 46
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3.83.
Test Statisticsa
aturanpakai
Absolute .129
Positive .000
Most Extreme Differences
Negative -.129
Kolmogorov-Smirnov Z .436
Asymp. Sig. (2-tailed) .991
a. Grouping Variable: kelompokuji
91
Kelompok tidak taat
kelompokuji * aturanpakai Crosstabulation
aturanpakai
2x sehari 3x sehari Total
Count 3 6 9perlakuan
Expected Count 2.8 6.2 9.0
Count 2 5 7
Kelompokuji
kontrol
Expected Count 2.2 4.8 7.0
Count 5 11 16Total
Expected Count 5.0 11.0 16.0
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.(2-sided)
Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Pearson Chi-Square .042a 1 .838
Continuity Correctionb.000 1 1.000
Likelihood Ratio .042 1 .838
Fisher's Exact Test 1.000 .635
Linear-by-LinearAssociation
.039 1 .844
N of Valid Casesb16
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2.19.
b. Computed only for a 2x2 table
Test Statisticsa
Aturanpakai
Absolute .048
Positive .048
Most Extreme Differences
Negative .000
Kolmogorov-Smirnov Z .094
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
a. Grouping Variable: kelompokuji
92
Lampiran 11. Data Pasien Kelompok Perlakuan yang Menjalani Rawat Jalan di RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009P 31.
Nama : STI Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : SD Umur : 48 th
Keluhan : sesak nafas Diagnosis : riwayat AsmaTanda Vital Tgl periksa: 08-06-09 Homevisit akhir : 13-06-09 Ketaatan
Suhu 36,70C 350C Aturan pakai Obat yang digunakanNama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakaneufilin retard
metil prednisolontremenza
spiramisin
2x1 p.c2x1 p.c2x1 p.c2x1 a.c
666
10
666
10
taattaattaattaat
taattaattaattaat
Outcome : membaik, tidak ada serangan asma Alat bantu : cukup membantu karena obat yang akan diminum sudah tersedia di dalamkotak.
P4Nama : SHJ Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SLTP Umur : 80 th
Keluhan : sesak nafas pada malam hari Diagnosis : asmaTanda Vital Tgl periksa: 08-06-09 homevisit akhir : 01-07-09 Ketaatan
TD 130/80 mmHg 153/91 mmHg Aturan pakai Obat yang digunakanNama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanNeurodex®
Aminofillin 200 mgCTM 1 tab
Metil prednisolon 2 mgVentolin® nebulizer
1x1 p.c.
3x1 p.c.
-
30
90
1
24
90
-
Taat
Taat
Taat
Taat
Taat
Taat
2.
Outcome : membaik (pasien sudah tidak sesak) Alat bantu : bermanfaat, label tidak membingungkan
P 5
Nama : SMR Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : tidak sekolah Umur : 75 th
Keluhan : kontrol, riwayat asma Diagnosis : Hipertensi, AsmaTanda Vital Tgl periksa: 08-06-09 Homevisit akhir : 01-07-09 Ketaatan
TD 198 / 126 mmHg 149 / 131 mmHg Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Herbesser CD 100Adalat Oros
Racikan ( Aminofilin, CTM,metilprednisolon)Ventolin nebulizer
1x1 sehari p.c.1x1 sehari p.c.3x1 sehari p.c.
303090
10
238
67
-
Tidak taatTidak taatTidak taat
Tidak taatTidak taatTidak taat
3.
Outcome : membaik, TD normal Alat bantu : sangat membantu, pasien malas mencontreng label
92
93
P12
Nama : FXS Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : Perguruan Tinggi Umur : 80 th
Keluhan : nyeri pada tulang, sering pusing Diagnosis : Hipertensi, OsteoartritisTanda Vital Tgl periksa: 08-06-09 homevisit akhir : 05-07-09 Ketaatan
TD 125 / 70 mmHg 144 / 82 mmHg Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Herbesser CD 100HCTNeurodexDekstrometorfanMeloksikam
1x1 p.c.1x 1/2 p.c.1x1 p.c.3x1 p.c.1x1 p.c.
303030206
303030206
TaatTaatTaatTaatTaat
TaatTaatTaatTaatTaat
4.
Outcome : membaik dan tidak ada keluhan Alat bantu : cukup bermanfaat bagi pasien
P13
Nama : END Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : Perguruan Tinggi Umur : 40 th
Keluhan : pusing, mual, batuk, pilek Diagnosis : -Tanda Vital Tgl periksa: 08-06-09 Homevisit akhir : 14-06-
09Ketaatan
Suhu 36,50C 360C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Ambroxoldomperidonsefadroksilintunal
3x1 p.c3x1 a.c2x1 a.c2x1 p.c
10101012
5101010
Tidak taatTaatTaatTaat
Tidak TaatTaatTaatTaat
5.
Outcome : membaik (gejala telah sembuh) Alat bantu : bermanfaat, tetapi sulit diaplikasikan
P23
Nama : SGY Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SLTA Umur : 35 th
Keluhan : batuk, flu Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 12-06-09 homevisit akhir : 17-06-
09Ketaatan
Suhu 36,80C 35,50C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Megazingcortidexsiprofloksasinintunal
1x1 p.c2x1 p.c2x1 a.c3x1 p.c
6101012
47105
Tidak taatTidak taatTaatTidak taat
Tidak taatTidak taatTaatTidak taat
6.
Outcome : membaik (keluhan hilang) Alat bantu : bermanfaat
93
94
P29
Nama : SHR Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : Tidak Ada Umur : 61 thKeluhan : pusing, terkadang sesaknya kambuh Diagnosis : DM, asmaTanda Vital Tgl periksa: 12-06-09 homevisit akhir : 12-06-09 Ketaatan
GDS 176 85 Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanMetformin 500Retaphyl
Ventolin inhalerVentolin NebulizerNeurodex
Glucosamin
1x1 sewaktu1x1 p.c--1x1 p.c1x1 p.c
3030--3030
3030--3030
taattaattaattaattaattaat
taattaattaattaattaattaat
7.
Outcomes : baik Alat bantu : bermanfaat dan membantu
P34
Nama : NGJ Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SLTA Umur : 66 th
Keluhan : sesak nafas dan batuk Diagnosis : asmaTanda Vital Tgl periksa: 22-06-09 homevisit akhir : 02-07-09 Ketaatan
- - - Aturan pakai Obat yang digunakanNama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
AminofillinCTMEfedrinCodeinPrednison
3x1 p.c. 30 30
Taat Taat
8.
Outcome : membaik (pasien sudh tidak sesak) Alat bantu : bermanfaat, label tidak membingungkan
P42
Nama : SPH Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : SLTP Umur : 24 thKeluhan :bronchitis, parakardial, dahak (-), berdarah saat BAB Diagnosis : bronchitis, hemoroidTanda Vital Tgl periksa: 23-06-09 homevisit akhir : 16-07-09 Ketaatan
Suhu 36,50C 32,20C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
CTMGGAmoksisillinAsam traneksamat
3x1 p.c.3x1 p.c.3x1 a.c.3x1 p.c.
20202015
2092015
TaatTaatTaatTaat
TaatTidak taatTaatTaat
9.
Outcome : membaik (pasien sudh tidak sesak) Alat bantu : bermanfaat, label tidak membingungkan
94
95
P47Nama : HSM Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SLTP Umur : 72 thKeluhan : lemas, sesak Diagnosis : Hipertensi dan asthmaTanda Vital Tgl periksa: 23-06-09 homevisit akhir : 24-07-
09Ketaatan
TD 120/80 mmHg 130/84 mmHg Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
RetaphylGGHCTNeurodex
1x1 p.c.2x1 p.c.1x1 p.c.1x1 p.c.
30603030
30583028
TaatTidak taatTaatTidak taat
TaatTidak taatTaatTidak taat
10.
Outcomes : membaik sehingga obat tidak diminum lagi alat: sangat membantu karena memudahkan pasien dalam minum obat
P48Nama : DH Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : PT Umur : 43 thKeluhan : batuk, sesak bernafas Diagnosis : asmaTanda Vital Tgl periksa: 24-06-09 homevisit akhir : 28-06-09 Ketaatan
Suhu 35,60C 36,30CAturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanSiprofloksasincortidexeufilinvectrin
2x1 a.c3x1 p.c2x1 p.c3x1 p.c.
10101010
10101010
taattaattaat
taattaattaat
11.
Outcomes : membaik alat: membantu dan rajin mencontreng
P53Nama : STO Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SLTP Umur : 65 th
Keluhan : Batuk, pilek Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 25-06-
09homevisit akhir : 29-06-09
Ketaatan
Suhu 360C 360CAturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanUplorestuzalossanexon
2x1 p.c3x1 p.c2x1 p.c
101010
101010
taattaattaat
taattaattaat
12
Outcomes : membaik tapi kadang masih batuk alat: cukup membantu
95
94
96
P55
Nama : YN Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 19 thKeluhan : diare, mual, muntah,flu Diagnosis : ISCTanda Vital Tgl periksa: 25-06-09 homevisit akhir : 29-06-
09Ketaatan
Suhu 35,20C 35,10C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanNoflexinintunaltripanzim
1x1 a.c3x1 p.c3x1 p.c
51010
51010
taattaattaat
taattaattaat
14.
Outcomes : membaik alat: membantu sehingga lebih taat
P58
Nama : SKN Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 55 th
Keluhan : - Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 25-06-09 homevisit akhir : 29-06-09 Ketaatan
Suhu 35,70C 36,10CAturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanfarmoxil 500intunalmegazing
3x1 a.c3x1 p.c1x1 p.c
15105
15105
taattaattaat
taattaattaat
15.
Outcomes : membaik tapi kadang masih batuk alat: cukup membantu, namun disarankan agar alat dibuat lebih luas
P54
Nama : SSK Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : SLTP Umur : 74 th
Keluhan : badan lemas, pinggang pegal, tidak nafsu makan, badan terasa kaku, kontrol Diagnosis : SOPTTanda Vital Tgl periksa: 25-06-09 Homevisit akhir : 8-07-09 Ketaatan
- - - Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Sanexon®
Epexol®
Asthin Forte®
1x1p.c.1x1p.c.1x1p.c.
151515
151515
TaatTaatTaat
TaatTaatTaat
13.
Outcome : kondisi membaik (batuk berkurang) Alat bantu : bermanfaat sekali, membuat obat tidak berceceran ke mana-mana
96
97
P61
Nama : ISM Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 21 th
Keluhan : demam, batuk, pilek, pusing, tenggorokan sakit Diagnosis : ISPA
Tanda Vital Tgl periksa: 26-06-09 homevisit akhir : 30-06-09 Ketaatan
Suhu 400C 350C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
siprofloksasin 500
cortidex
intunal
2x1 p.c
3x1 p.c
3x1 a.c
10
15
16
10
15
16
taat
taat
taat
taat
taat
taat
16.
Outcomes : membaik tapi kadang masih batuk alat: cukup membantu
P63
Nama : SPM Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 62 th
Keluhan : sesak dan kontrol DC, riwayat Hipertensi Diagnosis : Hipertensi dan asthma
Tanda Vital Tgl periksa: 26-06-09 homevisit akhir : 24-07-
09Ketaatan
TD 150/90 mmHg 160/94 mmHg Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Furosemide
KSR
Digoxin
Interphyl
Retaphyl
Neurodex
Ventolin Inhaler
1x1 p.c.
1x1 p.c.
2x ½ p.c.
2x ½ p.c.
1x1 p.c.
1x1 p.c.
2x1 puff
30
30
30
30
30
30
1
20
22
27
14
28
22
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
Tidak taat
17.
Outcomes : membaik dan tidak ada keluhan alat: bermanfaat dan praktis
P83
Nama : FBS Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : PT Umur : 26 th
Keluhan : panas, batuk, pilek Diagnosis : ISPA
Tanda Vital Tgl periksa: 9 Juli 2009 homevisit akhir : 14 Juli
2009Ketaatan
Suhu 390C 36,20C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Tuzalos
amoksisilin 500
cortidex
megazing
3x1 p.c
3x1 a.c
2x1 p.c
1x1 a.c
12
15
7
6
12
15
7
6
taat
taat
taat
taat
taat
taat
taat
taat
18.
Outcomes : membaik tapi kadang masih batuk alat: bermanfaat sekali
97
98
P84
Nama : SL Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMA Umur : 51 th
Keluhan : Batuk, sesak nafas, pernah mengalami batuk berdahak 1 tahun yang lalu, sudah selesai pengobatan rutin Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa:9-7-09 homevisit akhir : 20-7-09 Ketaatan
Suhu 35,80C 35,90C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
sefadroxil 500ambroxolOBH sirup
2x1 p.c3x1 p.c3 dd 10cc
10151
1015habis
taattaattaat
taattaattaat
19.
Outcomes : membaik alat: bagus untuk kedisiplinan minum obat
P89
Nama : BBG Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SMA Umur : 53 thKeluhan : Batuk, perut sakit Diagnosis : -Tanda Vital Tgl periksa:31-7-09 homevisit akhir : 31-8-09 Ketaatan
Suhu 35,70C 36,50CAturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanLanzoprasolGemfibrozilsefadroksilDMP
1x1 a.c1x1 p.c2x1 a.c3x1 p.c
15121020
1312719
taattaattaattaat
tidak taattadak taattidak taattidak taat
20.
Outcomes : membaik , pasien sering lupa minum obat alat: bermanfaat sebab tinggal ambil
P90
Nama : YA Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : Perguruan Tinggi Umur : 42 thKeluhan : batuk, meriang Diagnosis : BronkhitisTanda Vital Tgl periksa:31-7-09 homevisit akhir : 31-8-09 Ketaatan
Suhu 35,70C 36,50C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanLyzorSanmolCodipront
2x1 a.c3x1 p.c2x1 a.c
101510
10210
Taat Taat
21.
Outcomes : membaik , pasien sering lupa minum obat alat: bermanfaat sebab tinggal ambil
98
99
Lampiran 12. Data Pasien Kelompok Kontrol yang Menjalani Rawat Jalan di RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009
K 16
Nama : SGM Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SD Umur : 70 th
Keluhan : batuk, control Diagnosis : asmaTanda Vital Tgl periksa: 15-06-09 homevisit akhir : 19-06-
09Ketaatan
- - - Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Euphylin®
Metil prednisolonSanadryl®
2x1 p.c.2x1 p.c.2x1 p.c.
881
88-
TaatTaatTaat
TaatTaatTaat
1.
Outcome : kondisi membaik, batuk berkurang
K 51
Nama : SNH Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : perguruan tinggi Umur : 50 th
Keluhan : kontrol, sesak Diagnosis : asmaTanda Vital Tgl periksa: 29-06-09 Homevisit akhir : 29-07-
09Ketaatan
- - - Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Teofilin 200mgCTM 4mgEfedrin 5 mgKodein 60Salbutamol
1x1 p.c. sprn
2x1 p.c.
60
10
30
4
Taat
Tidak taat
Taat
Tidak taat
2.
Outcome : kondisi membaik, tidak ada serangan asma
K53
Nama : BR Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : PT Umur : 48 thKeluhan : pusing, flu Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 29-06-09 homevisit akhir : 3-07-09 Ketaatan
Suhu 35,70C 36,10C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanSanmolfarmoxiltuzalosmegazing
3x1 p.c3x1 p.c3x1 p.c1x1 p.c
71576
51475
taattaattaattaat
tidak taattidak taattaattidak taat
3.
Outcomes : membaik
99
100
K60
Nama : WRY Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : tidak berpendidikan Umur : 70 th
Keluhan : kontrol HT dan batuk Diagnosis : HTTanda Vital Tgl periksa: 30-06-09 homevisit akhir : 29-07-
09TD 120/80 mmHg 174/100 mmHg Ketaatan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan Aturan pakai Obat yang digunakan
FarsikDigoxinFarmasal
Codein 10
1x1 p.c.2x1/2 p.c.1x1 p.c.1x1p.c.
30303030
27262729
taattaattaattaat
tidak taattidak taattidak taattidak taat
4.
Outcomes : membaik
K62
Nama : MJY Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 47 th
Keluhan : batuk Diagnosis : ISPA, DM, HTTanda Vital Tgl periksa: 24-06-09 homevisit akhir : 6-07-09 Ketaatan
TDGDSuhu
140/150 mmHg173 mg/dL36,40C
165/85 mmHg165 mg/dL35,30C
Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanHumulinvalsartansiprofloksasinkodein
2x1 p.c1x1 p.c2x1 a.c3x1 p.c
-301020
-301020
taattaattaattaat
taattaattaattaat
5.
Outcomes : membaik
K64
Nama : WDN Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : PT Umur : 28 th
Keluhan : gatal pada leher, pilek, nyeri dan demam Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 1-07-09 homevisit akhir : 6-07-09 Ketaatan
Suhu 36,60C 360C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanfarmoxil 500intunalcortidexcataflam 50
3x1 p.c3x1 p.c2x1 p.c2x1 p.c
157107
157107
taattaattaattaat
taattaattaattaat
6.
Outcomes : membaik
100
101
K65
Nama : TKM Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SD Umur : 70 thKeluhan : pusing, mual, batuk, pilek Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 1-07-09 homevisit akhir : 6-07-09 Ketaatan
Suhu 35,50C 34,40C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanintunal fortecortidexfarmoxilcataflam 50
3x1 p.c2x1 p.c3x1 p.c2x1 p.c
1210156
12886
taattaattaattaat
taattidak taattidak taattaat
7.
Outcomes : tidak ada perubahan
K70
Nama : JYS Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMA Umur : 87 th
Keluhan : kontrol rutin, kadang-kadang pusing Diagnosis :HT, asmaTanda Vital Tgl periksa: 2-07-09 homevisit akhir : 31-07-09 Ketaatan
TD 148/89 151/93 Aturan pakai Obat yang digunakanNama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
FurosemidKSRRetaphilMethyl prednisolonAsam mefenamat
1x1 p.c1x1 p.c1x1 p.c1x1 p.c1x1 p.c
3030303010
3030303010
TaatTaatTaatTaatTaat
Taat
8.
Outcomes : membaik
K72Nama : WND Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : PT Umur : 65 th
Keluhan : kontrol HT, batuk Diagnosis : HTTanda Vital Tgl periksa: 2-07-09 homevisit akhir : 31-07-09
TD 130/80 148/99Ketaatan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan Aturan pakai Obat yang digunakan
R/ Herbesser CD 100R/ Simvastatin 10R/ Codipront Cum Expect
1x1 p.c.1x1 p.c.2x1 p.c.
303010
303010
Taattaattaat
tidak taattidak taattidak taat
9.
Outcomes : membaik
101
102
K 76
Nama : AGA Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SLTA Umur : 23 th
Keluhan : kontrol sehabis operasi, batuk Diagnosis : pmt DHFTanda Vital Tgl periksa: 02-07-09 homevisit akhir : 09-07-09 Ketaatan
TDSGOTSGPT
110/60 mmHg109,873,4
---
Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
HP-PROCodipront
3x12x1
2010
2010
TaatTaat
TaatTaat
10.
Outcome : kondisi menbaik, kerongkongan agak gatal
K82
Nama : VN Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : PT Umur : 26 th
Keluhan : Flu, batuk, pilek, pusing Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 14-07-09 homevisit akhir : 17-07-09 Ketaatan
Suhu 36,50C 34,20C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakan
Tuzalosethimoxcortidex
3x1 p.c3x1 p.c3x1 p.c
101510
6116
taattaattaat
tidak taattidak taattidak taat
11.
Outcome: membaik
K83Nama : JMN Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMP Umur : 71 thKeluhan : - Diagnosis : DMTanda Vital Tgl periksa: 14-07-09 homevisit akhir : 3-08-09 Ketaatan
TDGDS
130/80162
169/100189
Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanHerbesser CD100GlucodexMetforminNeurodexDextrometrophan
1x1 p.c.2x1 a.c.3x1 swkt makan1x1 p.c.3x1 p.c.
3060903020
2140612020
taattaattaattaattaat
tidak taattidak taattidak taattidak taattaat
12.
Outcomes : baik
102
103
K85
Nama : SND Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : PT Umur : 40 th
Keluhan : batuk, pilek, pusing, demam Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 16-07-09 homevisit akhir : 20-07-09 Ketaatan
Suhu 360C 35,60C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanIntunalfarmoxilcataflamcortidex
3x1 p.c3x1 a.c2x1 a.c2x1 p.c
715610
71269
taattaattaattaat
taattidak taattaattidak taat
13.
Outcomes : membaik
K86
Nama : HP Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : PT Umur : 25 thKeluhan : pusing, mual Diagnosis : dyspepsiaTanda Vital Tgl periksa: 16-07-09 homevisit akhir : 21-07-09 Ketaatan
Suhu 36,60C 36,60C Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanTuzalossiprofloksasinmagard FA
3x1 p.c2x1 a.c2x1 a.c(dikunyah)
151010
81010
taattaattaat
tidak taattaattaat
14.
Outcomes : tidak ada perubahan
K88
Nama : LST Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 20 th
Keluhan : batuk, pilek, pusing, demamDiagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 17-07-09 homevisit akhir : 21-07-09 Ketaatan
SuhuTD
370C100/60
36,40C-
Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanFarmoxilintunalmegazingcortidex
3x1 a.c3x1 p.c3x1 p.c3x1 p.c
1510510
1510510
taattaattaattaat
taattaattaattaat
15.
Outcomes : membaik
103
104
K90
Nama : ED Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : Perguruan Tinggi Umur : 30 th
Keluhan : batuk, perut tidak enak Diagnosis : -Tanda Vital Tgl periksa: 21-07-09 homevisit akhir : 27-07-09 Ketaatan
- - - Aturan pakai Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanOmevelMyovitonDMP
1x1 a.c1x1 p.c3x1 p.c
71015
71015
Taat Taat
16.
Outcomes : membaik
K91
Nama : AAT Jenis Kelamin : laki-laki Pendidikan : SMA Umur : 32 th
Keluhan : batuk, demam, kontrol kolesterol Diagnosis : DislipidemiaTanda Vital Tgl periksa: 21-07-09 homevisit akhir : 27-0709 Ketaatan
- - - Aturanpakai
Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanEvotilIntunalPectocil
1x13x1 p.c Kp3x1 p.c
201015
8815
Taat Taat
17.
Outcomes : membaik
K92
Nama : TM Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMA Umur : 44 thKeluhan : batuk, demam, sesak nafas Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 21-07-09 homevisit akhir : 23-07-09 Ketaatan
Suhu 36,70C 35,90C Aturanpakai
Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakansefadroksil 500intunalpectocil
2x1 p.c3x1 p.c3x1 p.c
101215
81112
taattaattaat
tidak taattidak taattidak taat
18.
Outcomes : membaik
104
105
K93
Nama : SBN Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : Perguruan Tinggi Umur : 74 thKeluhan : batuk Diagnosis : -Tanda Vital Tgl periksa: 21-07-09 homevisit akhir : 27-07-09 Ketaatan
- - - Aturanpakai
Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanValsartanDMP
1x1 p.c3x1 p.c
3020
717
Tidak taatTidak taat
Tidak taatTidak taat
19.
Outcomes : membaik
K96
Nama : NF Jenis Kelamin : perempuan Pendidikan : SMA Umur : 20 thKeluhan : batuk, pusing, tengorokan sakit,badan sakit semua Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 21-07-09 homevisit akhir : 27-07-09 Ketaatan
- - - Aturanpakai
Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanEyhimoxTuzalosCortidex
3x1 p.c3x1 p.c3x1 p.c
151010
151010
TaatTaatTaat
TaatTaatTaat
20.
Outcomes : membaik
K97
Nama : SFK Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA Umur : 20 th
Keluhan : batuk kering, pusing, demam, perut sakit Diagnosis : ISPATanda Vital Tgl periksa: 24-07-09 homevisit akhir : 28-07-09 Ketaatan
Suhu 360C 36,70C Aturanpakai
Obat yang digunakan
Nama Obat Aturan Pakai Jumlah obat Obat yang digunakanfarmoxil 500intunalcortidexdermasolon salep
3x1 a.c3x1 p.c3x1 p.c-
151010-
151010-
taattaattaattaat
taattaattaattidak taat
21.
Outcome: membaik
105
92
BIOGRAFI PENULIS
Shielanita Eulampia merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara pasangan Agustinus Djoko Agoes dan Kristina
Hoo nanik Atik. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 12
Oktober 1987. Penulis memulai pendidikan di Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Tarakanita Bumijo
Yogyakarta pada tahun 1992-2000. Selanjutnya penulis
menempuh pendidikan di SMPN 15 Yogyakarta pada tahun
2000-2003. Pada tahun 2006, penulis menamatkan pendidikan di SMA BOPKRI 1
Yogyakarta. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma hingga saat ini.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan
antara lain : Panitia Pekan Suci Campus Ministry, Panitia Sumpahan Apoteker, serta
Panitia Seminar Enterpreneurship yang diadakan di kampus Sanata Dharma. Selain
kegiatan dilingkungan kampus, penulis juga aktif dalam organisasi kepemudaan di
lingkungan tempat tinggal dan pernah menduduki posisi sebagai bendahara periode
2008-2009.
106
Top Related