EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TAMBAK
MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
(Skripsi)
Oleh
Robby Tri Mulyanto
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE SUITABILITY EVALUATION OF BRACKISHWATER POND
USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM APPLICATIONS
IN LABUHAN MARINGGAI SUBDISTRICT EAST LAMPUNG.
By
Robby Tri Mulyanto
The Objective of this study to find a suitable location to be used as a
brackishwater aquaqulture pond to support government program that is
‘Minapolitan’ conception in Labuhan Maringgai Subdistrict. The subject of this
research is all areas included in the administration of Labuhan Maringgai
Subdistrict. The method used is quantitative descriptive with spatial data analysis
using Geographic Information System application by Overlay or overlapping and
scoring rather than parameter maps. Technique of collecting data by way of
documentation from some related institution and also interpretation of Landsat 8.
Software used is Arc.Gis 10.2.
The result of the overlay of parameter maps and also the scores of the parameter
attribute data resulted in some extent of land suitability class which is divided into
4 classes of land suitability: S1 class (Very suitable) with 4593 ha (39%), S2
(appropriately enough) with an area of 6863 ha (58%), S3 (less suitable) with an
area of 401 ha (3%), and no region entered in class N (not appropriate). The
existing brackishwater pond area of 2335 ha or 23 km2 and 1308 (56%) ha are
included in the S1 class (very suitable) while 1027 ha (44%) belong to the S2
class (quite appropriate).
Keywords : Land suitability, Brackishwater Pond, and Geographic Information
System.
ABSTRAK
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TAMBAK
MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Robby Tri Mulyanto
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi yang cocok untuk dijadikan
lahan tambak guna mendukung program pemerintah yaitu konsepsi Minapolitan
di Kecamatan Labuhan Maringgai. Subjek penelitian ini tidak hanya lahan tambak
saja namun juga seluruh wilayah yang termasuk dalam administrasi Kecamatan
Labuhan Maringgai. Metode yang digunakan adalah deskripstif kuantitatif dengan
analisis data spasial menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi dengan cara
Overlay atau tumpang susun dan skoring daripada peta–peta parameter yang ada.
Teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi dari beberapa lembaga terkait
dan juga interpretasi citra Landsat 8. Software yang digunakan adalah Arc.Gis
10.2.
Hasil dari overlay peta-peta parameter dan juga skoring dari data atribut parameter
menghasilkan beberapa luasan kelas kesesuaian lahan yang dibagi menjadi 4 kelas
kesesuaian lahan yaitu: kelas S1 (Sangat sesuai) dengan luas 4593 Ha (39%), S2
(cukup sesuai) dengan luas 6863 Ha (58%), S3 (kurang sesuai) dengan luas 401
Ha (3%), dan tidak ada wilayah yang masuk di kelas N (tidak sesuai). Luas lahan
tambak yang sudah ada sebesar 2335 Ha atau 23 km2 dan 1302 Ha (56%)
termasuk ke dalam kelas S1 (sangat sesuai) sedangkan 1027 Ha (44%) termasuk
ke dalam kelas S2 (cukup sesuai).
Kata kunci : Kesesuaian Lahan, Tambak, dan Sistem Informasi Geografi
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TAMBAK
MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
ROBBY TRI MULYANTO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Kalipapan, Kecamatan Negri Agung,
Kabupaten Way Kanan pada tanggal 31 Januari 1997, sebagai
anak ketiga dari tiga bersaudara, dari bapak Mujiono AT dan
ibu Tutur Suwarti.
Latar belakang pendidikan penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-Kanak
(TK) IKI PTPN VII (Perseroan) Unit Usaha Tulung Buyut diselesaikan pada
tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Kalipapan pada tahun
2008, melanjutkan sekolah sederajat menengah pertama yaitu Madrasah
Tsanawiyah (MTs) di MTsN Padang Ratu diselesaikan pada tahun 2011, dan
melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Kotabumi, lulus pada
tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis terdaftar menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan
Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Unila melalui jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi
anggota muda Forum Pengembangan dan Pendidikan Islam (FPPI) Fkip Unila dan
aktif di Organisasi Ikatan Mahasiswa Geografi (IMAHAGI) Sekretariat Unila.
MOTTO
“Ilmu lebih utama daripada harta, ilmu itu menjaga dirimu namun harta, kamulah
yang menjaganya.” (Ali bin Abi Thalib )
"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup
menahan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)
Bismillahirrohmanirrohim…
Dengan memanjatkan puji serta rasa syukur atas semua nikmat yang senantiasa
Allah limpahkan kepadaku, aku persembahkan karya kecilku ini kepada :
Ayahanda dan Ibundaku Tersayang
serta semua orang yang berharga dalam kehidupanku
SANWACANA
Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa, atas segala
rahmat serta nikmat yang selalu diberikan kepada hambamu, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Sholawat serta salam juga semoga selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa cahaya Islam ke dunia ini.
Penulis menyadari penyelesaian skripsi dengan judul “Evaluasi Kesesuaian Lahan
Tambak Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi Di Kecamatan
Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur” ini tak lepas dari bantuan yang
telah diberikan oleh banyak pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd. selaku dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial;
3. Bapak Drs. I Gede Sugiyanta, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi sekaligus menjadi pembahas dan penguji skripsi.
Terima kasih atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, kritik,
saran, serta masukkannya dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Sumadi, M.S., selaku pembimbing akademik sekaligus menjadi
dosen pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas
kesediaannya dalam membimbing baik dalam penyusunan skripsi ini
ataupun dalam membimbing dalam hal akademik dari awal perkuliahan;
5. Bapak Dedy Miswar, S.Si., M.Pd. selaku pembimbing II yang dengan
sabar dan tekun memberikan arahan, bimbingan, kritik, saran, serta banyak
wawasan pengetahuan yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi
ini;
6. Bapak Listumbinang Halengkara, S.Si., M.Sc. selaku dosen pengampu
mata kuliah Sistem Informasi Geografi yang telah memberikan wawasan
pengetahuan yang baru tentang aplikasi terapan dari ilmu geografi dan
juga bantuan yang diberikan selama penulisan skripsi terutama analisis
data penelitian.
7. Segenap Dosen Program Studi Pendidikan Geografi. Terima kasih atas
segala ilmu, pengalaman, serta motivasi yang telah diberikan selama
kegiatan perkuliahan.
8. Bapak Ismail selaku camat Labuhan Maringgai yang telah mengizinkan
untuk melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Labuhan Maringgai.
9. Bapak Fadli Febriansyah, S.T., M.T. selaku Kepala Sub bidang Informasi
dan Prasarana Wilayah Badan Perencanan dan Pembangunan Daerah
Kabupaten Lampung Timur yang telah membantu memberikan data-data
yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi.
10. Ibu Wati Furkonawati, S.Si. selaku Kepala Seksi Pengembangan Usaha
dan Kelembagaan Perikanan Budidaya Bidang Perikanan Budidaya Dinas
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Lampung Timur yang telah
membantu memberikan data-data yang dibutuhkan serta mendampingi
selama melakukan penelitian di lokasi tambak.
11. Orang tua ku bapak Mujiono AT dan Ibu Tutur Suwarti, yang telah
membesarkan dari kecil dengan penuh kasih sayang sampai sekarang dan
juga yang selalu mendukung baik secara moril maupun materil.
12. Kakak-kakak ku Erika, Fika Dewi, M. Haryo Novriaji, dan Ma’ruf
Darmawan, yang telah mendukung dan memberikan perhatian selama ini.
13. M. El Azzam Arkanoaji dan Farqah Artanta Darmawan, keponakanku
yang selalu menghibur dan menjadi penyemangat dalam menyusun
skripsi.
14. Dwi Mustofa dan Sri Haryati, yang sangat membantu dalam penyusun
skripsi serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi
angkatan 2014 atas segala bantuan serta dukungannya selama ini dari awal
perkuliahan sampai sekarang.
15. Orang-orang yang banyak membantu terutama dalam penyusunan skripsi
yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga segala bantuan serta dukungan yang telah diberikan selama ini mendapat
pahala di sisi Allah SWT.
Bandar Lampung, 21 Oktober 2018
Penulis,
Robby Tri Mulyanto
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
HALAMAN DALAM ............................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ vi
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... vii
HALAMAN MOTO ................................................................................................ viii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ x
SANWACANA ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xx
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 10
2.1 Tambak ..................................................................................................... 10
2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan ....................................................................... 14
2.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan ................................................................... 16
2.4 Satuan Lahan ............................................................................................. 17
2.5 Syarat untuk Lokasi Lahan Tambak ......................................................... 19
2.5.1 Aspek Tanah .................................................................................... 20
Topografi ........................................................................................ 20
Jenis Tanah ..................................................................................... 20
2.5.2 Kualitas dan Sumber Air ................................................................. 22
pH Air ............................................................................................. 22
xv
Suhu Air .......................................................................................... 23
Jarak dari Garis Pantai .................................................................... 23
2.5.3 Iklim ................................................................................................. 24
Curah Hujan .................................................................................... 24
2.6 Sistem Informasi Geografi ........................................................................ 25
2.7 Penginderaan Jauh ..................................................................................... 30
2.8 Penelitian Yang Relevan ........................................................................... 33
2.9 Kerangka Pikir .......................................................................................... 35
III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 37
3.1 Metode Penelitian ..................................................................................... 37
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 38
3.3 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 38
3.4 Pengambilan Sampel ................................................................................. 39
3.5 Definisi Operasional Variabel .................................................................. 40
3.6 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 43
3.7 Analisis Data ............................................................................................ 45
3.8 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 50
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 50
4.2 Hasil dan Pembahasan Penelitian.............................................................. 68
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 90
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 90
5.2 Saran .......................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 94
LAMPIRAN ............................................................................................................... 95
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas lahan budidaya Tambak di Indonesia (ha) tahun 2005-2015 ........................ 2
2. Proyeksi produksi komoditas perikanan budidaya unggulan (2011-2014) ............ 2
3. Jumlah Produksi di Bidang Perikanan Provinsi Lampung Tahun 2016 ................ 4
4. Penelitian yang Relevan ....................................................................................... 31
5. Keterangan Satuan Unit Lahan ............................................................................ 40
6. Kriteria, dan Skor Kelas Kesesuaian Lahan Tambak ......................................... 42
7. Interval kelas kesesuaian lahan tambak Kec. Labuhan Maringgai ...................... 43
8. Luas wilayah menurut Desa di Kecamatan Labuhan Maringgai,
tahun 2016 ............................................................................................................ 52
9. Topografi dan Tinggi Wilayah di atas Permukaan Laut (DPL) menurut desa di
Kecamatan Labuhan Maringgai, 2016 .................................................................. 55
10. Pembagian iklim Schmidth – Ferguson berdasarkan nilai Q ............................... 61
11. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Desa di
Kecamatan Labuhan Maringgai , 2010, 2015, dan 2016 ...................................... 63
12. Perubahan luasan tutupan hutan mangrove di Labuhan Maringgai ..................... 64
13. Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.
(sumber: Van Zuidam,1985) ................................................................................. 69
14. Luas Kesesuaian untuk Lahan Tambak per desa di Kec. Labuhan Maringgai .... 86
15. Luas Lahan tambak dengan Kelas kesesuaian lahan per desa ............................. 88
xvii
16. Hasil Skor Kesesuaian Lahan Tambak ................................................................................ 102
17. Daftar Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Binaan Dinas Kelautan dan Perikanan
di Kab.Lampung Timur ........................................................................................................ 109
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Karakteristik data SIG ......................................................................................... 26
2. Mekanisme Sistem Penginderaan Jauh ............................................................... 28
3. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................... 36
4. Peta Pengambilan Sampel Penelitian .................................................................. 40
5. Diagram Alir Penelitian ...................................................................................... 45
6. Lokasi Penelitian ................................................................................................. 48
7. Peta Administrasi Kecamatan Labuhan Maringgai............................................. 53
8. Peta Topografi Kec. Labuhan Maringgai ............................................................ 56
9. Peta Sebaran Jenis Tanah Kec. Labuhan Maringgai ........................................... 58
10. Interprestasi Citra Landsat 8 untuk penggunaan lahan tambak .......................... 66
11. Peta sebaran lahan tambak di Kecamatan Labuhan Maringgai .......................... 67
12. Panjang dan CI peta topografi ............................................................................. 69
13. Peta hasil skor parameter Topografi ................................................................... 70
14. Peta hasil skor parameter Jenis Tanah ................................................................ 72
15. Peta hasil skor parameter pH Air ........................................................................ 74
16. Peta hasil skor parameter Suhu Air ..................................................................... 76
17. Peta hasil skor parameter jarak garis pantai ........................................................ 78
xix
18. Peta hasil skor paramater curah hujan ................................................................. 80
19. Peta Kesesuaian Lahan Tambak Kecamatan Labuhan Maringgai ...................... 83
20. Peta penampalan lahan tambak dengan peta kesesuaian lahan tambak ........................ 87
21. Salah satu pemilik lahan tambak di desa Karya Tani ................................................... 96
22. Pengecekan pH dan suhu air di lahan tambak .................................................... 96
23. Area persawahan di Desa Bandar Negeri ..................................................................... 97
24. Tambak intensif untuk pembudidayaan Udang Vannamei ................................ 97
25. Pengecekan pH dan suhu air di lahan tambak .................................................... 98
26. Tanggul penahan ombak sekaligus dermaga kecil untuk nelayan pengangkap
ikan dan kepiting dari laut ................................................................................ 99
27. Pengecekan titik koordinat sampel menggunakan GPS ..................................... 99
28. Peta Geologi Indonesia Lembar 1110 Tanjung Karang ..................................... 100
29. Peta Bentuk Lahan (Fisiografi) Lembar Tanjung Karang (1989) ...................... 101
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumentasi Penelitian ...................................................................................... 96
2. Peta Geologi dan Satuan Lahan .......................................................................... 100
3. Hasil Overlay dan skor penelitian ....................................................................... 102
4. Data Nelayan Tambak Kec. Labuhan Maringgai ................................................ 109
4 Surat-surat Penelitian .......................................................................................... 118
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dimana ± 2/3 dari seluruh
wilayah Indonesia merupakan laut. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia No. KEP. 18/MEN/2011, luas wilayah laut
Indonesia adalah 5,8 juta km2, dengan panjang pantai 95.181 km. Dengan luas
wilayah laut Indonesia tersebut, maka Indonesia dikaruniai dengan
keanekaragaman kehidupan hayati (seperti ikan dan terumbu karang) dan non-
hayati. Karena itu, perikanan laut (meliputi perikanan tangkap dan perikanan
budidaya) merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam upaya
mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, dan
mengurangi kemiskinan.
Perkembangan di bidang perikanan semakin meningkat, khususnya di bidang
budidaya hasil laut. Budidaya ikan di Indonesia semakin berkembang dalam
jangka waktu 6 tahun (2010-2015), terbukti dari jumlah luas lahan tambak di
Indonesia yang bertambah seperti yang ada di Tabel 1
2
Tabel.1 Luas lahan budidaya Tambak di Indonesia (ha) tahun (2010-2015)
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Luas 682,857 749,220 657,346 650,509 667,083 715,846
Sumber: BPS Pusat, 2016
Hal ini disebabkan karena permintaan konsumsi ikan di Indonesia bahkan di dunia
makin bertambah dan produksi yang terus meningkat sesuai dengan proyeksi
produksi komoditas budidaya unggulan KKP (Kementerian Kelautan dan
Perikanan) tahun (20011-2014) yang bisa dilihat pada Tabel 2
Tabel. 2 Proyeksi produksi komoditas perikanan budidaya unggulan (2011-2014)
Komoditas Tahun
Kenaikan
rata-rata
(%) 2011 2012 2013 2014
Rumput laut 3.504.200 5.100.000 7.500.000 10.000.000 32
Ikan patin 383.000 651.000 1.107.000 1.883.000 70
Ikan lele 366.000 495.000 670.000 900.000 35
Ikan nila 639.300 850.000 1.105.000 1.242.900 27
Ikan bandeng 419.000 503.400 604.000 700.000 19
Udang windu 130.000 139.000 158.000 199.000 10
Udang Vanname 330.000 390.000 450.000 500.000 17
Ikan mas 280.400 300.000 325.000 350.000 7
Ikan gurame 42.300 44.400 46.600 48.900 5
Ikan kakap 5.500 6.500 7.500 8.500 13
Ikan kerapu 9.000 11.000 15.000 20.000 31
Lain-lain 738.800 925.400 1.032.700 1.038.700 14
Total 6.847.500 9.415.700 13.020.800 16.891.000 29
Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya KKP dalam Kordi (2011)
Hal ini dapat terjadi selain dari permintaan terhadap komoditas laut yang
meningkat, kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan
Perikanan yang menghimbau untuk mulai merubah cara perolehan sumberdaya
perikanan dari penangkapan ikan menjadi budidaya ikan. Dalam upaya
mewujudkan pengelolaan sumber daya perikanan secara bertanggung jawab
3
dengan tetap menjaga kelestariannya, perlu ada perubahan orientasi dari
eksploitasi sumber daya perikanan melalui penangkapan ikan menjadi
peningkatan produksi perikanan budidaya, (Permen KKP NO 75 Tahun 2016).
Provinsi Lampung sendiri menjadi salah satu pemasok hasil budidaya komoditas
laut terbesar di Indonesia, hal ini karena Provinsi Lampung sendiri menjadi daerah
hinterland untuk wilayah di pulau jawa khususnya dalam bidang perikanan.
Selain itu juga Kabupaten Lampung Timur menurut keputusan Menteri Kelautan
Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2013 menjadi salah satu dari
lima Kabupaten di Provinsi Lampung yang ditetapkan sebagai kawasan
Minapolitan, tepatnya di Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir
Sakti. Minapolitan sendiri menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.12 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 2 adalah konsepsi pembangunan ekonomi
kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi,
efisiensi, berkualitas dan percepatan. Potensi dari aspek Kelautan dan Perikanan
yang melimpah di Indonesia dinilai belum bisa meningkatkan taraf ekonomi
nelayan.
Wilayah yang memiliki jenis tanah aluvial dan merupakan tempat bermuaranya
sungai yang ada di Provinsi Lampung dan juga dekat dengan jalur lintas timur
memudahkan pendistribusian hasil komoditas budidaya laut menjadikan wilayah
di pesisir timur Lampung seperti Mesuji, Tulang Bawang, dan Lampung Timur
menjadi wilayah strategis untuk dijadikan tempat budidaya komoditas laut seperti
tambak. Provinsi Lampung sendiri perkembangan komoditas budidaya lebih
banyak produksi nya di wilayah Kabupaten Tulang Bawang, sedangkan di
4
Kabupaten Lampung Timur menempati urutan ke-4 dalam jumlah produksi
komoditas budidaya tambak
Tabel.3 Jumlah Produksi di Bidang Perikanan Provinsi Lampung Tahun 2016
Wilayah
Produksi Perikanan Budidaya (Ton)
Budidaya
Laut
Tambak Kolam Keramba Jaring
Apung
Sawah Jumlah
2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016
Lampung Barat - - 2917.9 - 1417.88 22.74 4358.52
Tanggamus 6.5 2508.5 2573 - - - 5088
Lampung Selatan 14.74 11224.37 11695.56 - - - 22934.6
7
Lampung Timur 2.2 6721.88 6818.95 35.32 - - 13578.3
5
Lampung Tengah - - 17363 243.47 182.14 - 17788.6
1
Lampung Utara - - 1501 7.56 3494.75 21.26 5024.57
Way Kanan - - 3180.86 - - - 3180.86
Tulang Bawang - 28204.3 232.5 54.6 - - 28491.4
Pesawaran - 10213.5 717.08 - - - 10930.5
8
Pringsewu - - 7965.73 - 18.65 5.15 7989.53
Mesuji - 809.07 3479.61 12.65 41.71 - 4343.04
Tulang Bawang
Barat - - 1139.64 45.42 18.95 13.98 1217.99
Pesisir Barat - 2908.5 1843.56 - - - 4752.06
Bandar Lampung 19.1 - 2955.57 - - - 2974.67
Metro - - 2122.01 - - - 2122.01
Provinsi
Lampung 42.54 62590.12 66505.97 399.02 5174.08 63.13
134774.
86
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2017
Sejalan dengan rencana dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia yang menghimbau agar pemerolehan komoditas laut dengan cara
penangkapan dikurangi dan dikonversi menjadi budidaya komoditas laut. Artinya
luas lahan untuk budidaya komoditas laut akan bertambah salah satu nya adalah
tambak.
5
Bertambahnya penggunaan lahan di bidang budidaya perikanan yaitu tambak juga
berdampak pada berkurangnya kawasan mangrove akibat konversi penggunaan
lahan yang salah satunya sebagai lahan tambak. Perubahan yang paling signifikan
terjadi pada kurun 1994-2004, yang pada kurun tersebut terjadi perambahan di
pesisir TNWK dan munculnya dampak dari pembangunan tambak di periode
sebelumnya yaitu jebolnya tanggul-tanggul yang mempercepat terjadinya abrasi
(Yuliasamaya, 2014:120) dan berpotensi menimbulkan masalah bagi ekosistem
yang ada disekitarnya. Wilayah Pesisir Timur seperti (Mesuji, Tulang Bawang,
dan Lampung Timur) merupakan wilayah dataran rendah alluvial sekaligus
sebagai muara sungai dari daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Lampung
Barat dan Tanggamus. Hal ini menjadikan wilayah di sepanjang pesisir timur
Provinsi Lampung menjadi tempat ideal untuk tumbuhnya ekosistem Mangrove.
Konversi lahan vegetasi Mangrove menjadi lahan tambak dapat menimbulkan
perubahan ekosistem dan juga lingkungan disekitarnya, mengingat bahwa fungsi
utama hutan Mangrove adalah menahan ombak agar mencegah laju abrasi di
daerah pantai.
Sebagian lahan tambak yang ada di Kecamatan Labuhan Maringgai sekarang
merupakan konversi dari lahan mangrove yang ada di kawasan Way Kambas, jika
banyak lahan mangrove yang dialihfungsikan menjadi lahan tambak maka akan
mengganggu fungsi ekosistem yang ada di wilayah pesisir bahkan untuk ikan dan
udang yang sedang dibudidayakan. Maka dari itu diperlukan daya dukung lahan
sebagai tempat budidaya komoditas laut yang memiliki kesesuaian dengan lahan
sekitar , nantinya selain hasil dari budidaya tersebut akan memenuhi permintaan
6
pasar yang terus meningkat namun juga tidak merusak ekosistem artinya tidak
mengganggu tatanan ekosistem yang sudah terbentuk di wilayah pesisir tersebut.
Evaluasi kesesuaian lahan dibutuhkan untuk menilai apakah suatu kegiatan atau
usaha memiliki manfaat baik dalam segi ekonomi atau ekologinya, karena ketika
ada dua kepentingan yang saling berbenturan maka salah satunya akan ada yang
mengalah. Hal inilah yang terjadi pada aspek sumber daya perikanan di Indonesia
salah satunya di Provinsi Lampung. Budidaya tambak yang menggiurkan dengan
permintaan yang terus meningkat baik dalam negeri maupun luar negeri
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, namun di satu sisi dengan berdirinya
suatu kegiatan budidaya memberikan dampak bagi lingkungan sekitarnya, maka
dari itu dalam pembuatan suatu lahan tambak yang baru, membangun lagi lahan
tambak yang rusak, atau tambak yang sudah dibangun diperlukan evaluasi terlebih
dahulu dari berbagai parameter-parameter yang sudah ditentukan seperti
:kemiringan lereng, tekstur tanah, jenis tanah, penggunaan lahan, pH tanah,
kedalaman pirit, topografi, curah hujan, jarak dari sungai, dan jarak dari pantai.
(Yustingsih 1997, dan Husein 1999 dalam Laili 2004). Sedangkan menurut
Soesono (1983:44) faktor yang dinilai dalam pembangunan suatu tambak
berdasarkan kepada: Elevasi tanah, keadaan tanah yang akan menjadi dasar
tambak, mutu air pengisi tambak, keadaan prasarana pendukung.
Sistem Informasi Geografi digunakan untuk melakukan evaluasi kesesuaian suatu
lahan dengan cara memberikan skor pada setiap parameter yang ditentukan dalam
menilai kesesuaian lahan tambak. Sistem Informasi Geografi sudah digunakan
oleh berbagai peneliti dengan disiplin ilmu yang beragam sejak dahulu yang
memerlukan analisis secara spasial atau keruangan. Sistem Informasi Geografi
7
berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia yang dinamis, artinya Sistem
Informasi Geografi selalu berkembang seiring dengan berkembang nya kebutuhan
manusia itu sendiri terutama kebutuhan akan analisis yang berbasis keruangan
sesuai dengan perubahan zaman mulai dari hal yang berbasis ilmiah seperti
mengenali sebaran batuan sampai hal yang sifat nya komersial seperti mengenali
jaringan jalan atau rute terdekat bagi para pengguna kendaraan. Basis data
merupakan bagian yang sangat penting dalam Sistem Informasi Geografi, karena
basis data akan menentukan hasil analisis dari Sistem Informasi Geografi, maka
dari itu dibutuhkan data yang valid dan akurat. Salah satu data yang dibutuhkan
dalam Sistem Informasi Geografi adalah citra satelit yang didapatkan dari proses
penginderaan jauh.
Penginderaan jauh digunakan untuk merekam kenampakan yang ada dipermukaan
bumi dengan benar dan juga dengan waktu yang singkat. Penginderaan jauh yang
dulunya dibutuhkan untuk militer berkembang kegunaannya untuk berbagai
kepentingan, salah satu nya dalam bidang kelautan. Di Indonesia sendiri
penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografi banyak
digunakan untuk pengelolaan aspek kelautan yang luasnya seperti yang
disampaikan di bagian awal mencapai 2/3 wilayah Indonesia, maka dari itu
dibutuhkan data yang cakupannya luas dalam waktu yang singkat. Data dari
Penginderaan jauh akan diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografi dan
akan dikelola, dimanipulasi, dianalisis, dan disajikan informasi yang baru.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka Teknologi Penginderaan jauh yang
diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografi akan digunakan untuk menilai
8
kesesuaian lahan tambak yang ada di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten
Lampung Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak di Kecamatan Labuhan
Maringgai Kabupaten Lampung Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak di Kecamatan Labuhan
Maringgai Kabupaten Lampung Timur?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Sebagai syarat untuk menempuh tugas akhir dalam mendapatkan gelar
sarjana dari Program studi pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung.
2. Menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa Program studi
pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam hal ini Dinas
Kelautan dan Perikanan serta untuk memberikan arahan bagi masyarakat
dalam mendirikan kegiatan budidaya laut yaitu Tambak.
9
4. Sebagai suplemen bahan ajar bagi siswa sekolah menengah atas kelas 10
pada mata pelajaran geografi khususnya pada bidang Sistem Informasi
Geografi dan Penginderaan Jauh.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang lingkup objek adalah evaluasi lahan tambak di Kecamatan Labuhan
Maringgai Kabupaten Lampung Timur
2. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun 2018
3. Ruang lingkup tempat adalah Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur
4. Ruang lingkup ilmu penelitian adalah Sistem Informasi Geografi.
Sistem Informasi Geografi merupakan disiplin ilmu yang diterapkan pada
penelitian-penelitian yang memerlukan analisis secara keruangan. Mulai dari
menyusun, mengolah, menganalisis data sampai akhirnya menyajikan hasil
penelitian ini menggunakan pengolahan dari Sistem Informasi Geografi. Sistem
Informasi Geografi dinilai memiliki pengolahan yang relatif mudah dan singkat,
maka dari itu Sistem Informasi Geografi juga sering digunakan dalam penelitian
di bidang ilmu lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tambak
2.1.1. Definisi Tambak
Istilah “tambak” yang dikutip dari bahasa jawa nambak (= membendung air
dengan pematang, sehingga terkumpul pada suatu tempat), digunakan untuk
menyatakan sebuah empang dekat pantai laut. Tempat tersebut tidak
dinamakan “kolam”, karena istilah ini khusus digunakan bagi petakan
berpematang yang berisi air tawar di daerah pedalaman. (Soesono 1983:2)
Berbeda dengan kolam ikan yang berada di daerah yang jauh dari garis
pantai, tambak menjadi tempat budidaya hewan konsumsi yang habitatnya
berasal dari daerah estuaria dan juga laut. Sistem pengairan untuk tambak
juga berbeda dengan kolam ikan pada umumnya, jika kolam ikan
mengandalkan sumber dari aliran sungai yang mengalir dari daerah yang
tinggi (hulu) ke daerah yang lebih rendah hingga akhirnya bermuara ke laut
dan juga memanfaatkan air hujan yang turun, tambak memiliki sistem
pengairan yang berbeda. Tambak memanfaatkan air laut sebagai medianya.
Tambak hanya mempunyai satu pintu air saja, yang selain bertugas sebagai
pintu pemasukan pada waktu ada air pasang, juga sekaligus bertugas sebagai
11
pintu pengeluaran, selain itu juga tambak menerima pasokan air melalui
muara sungai yang telah bertemu dengan air laut di garis pantai. Menurut
(Soesono 1983:5) Petakan tambak menerima suplai air dari laut melalui
muara sungai, lewat sebuah saluran yang kebanyakan harus digali sendiri
oleh pemilik tambak yang bersangkutan, mulai dari sungai itu ke pintu air
utama. Saluran ini biasanya dikenal sebagai “saluran tambak” begitu saja,
untuk membedakannya dengan parit keliling yang berada di bagian dalam
dari petakan tambak.
2.1.2. Udang Windu
Udang windu menjadi komoditas budidaya tambak yang menjanjikan di
Asia Pasifik terutama di Indonesia. Spesies udang windu secara
zoogeografik hanya tersebar di beberapa kawasan Asia Pasifik seperti
Taiwan, Indonesia, Philipina, Thailand, dan Vietnam. Ketersediaan udang
windu secara alamiah hanya di beberapa negara saja, yang mengakibatkan
usaha ini hanya efisien dibudidayakan di sejumlah negara tersebut (Kordi,
2011:263). Artinya negara yang membudidayakan udang spesies ini juga
terbatas hanya di kawasan Asia Pasifik saja, Hal ini menyebabkan Indonesia
memiliki keunggulan dalam perdagangan Udang di dunia dengan jumlah
negara pesaing yang sedikit.
Udang windu (Peneus monodon) memiliki kulit tubuh yang keras, berwarna
hijau kebiru-biruan dan berloreng-loreng besar. Namun pada udang dewasa
yang hidup di laut memiliki warna kulit merah muda kekuning-kuningan
12
dengan ujung kaki renang yang berwarna merah. Sedangkan udang muda
memiliki kulit dengan ciri khas totol-totol hijau. (Kordi, 2011:265)
Udang windu dan udang Vanname sendiri merupakan komoditas yang sering
dibudidayakan di Indonesia termasuk di Kecamatan Labuhan Maringgai
karena memiliki kelebihan dibanding komoditas budidaya yang lain, seperti
yang disampaikan oleh (Soetomo dalam Kordi, 2011:264), antara lain :
a. Tahan terhadap perubahan kadar garam sampai batas 35 – 45%
b. Tahan terhadap perubahan suhu
c. Jika dibudidayakan dengan baik, udang windu mampu berkembang
dengan pesat, yaitu 4 – 6 bulan dapat mencapai berat 100 – 200 g per
ekor.
2.1.3. Udang Vannamei
Udang Vannamei (Litopenaeus vannameii) berasal dari daerah subtropis
pantai barat Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara
sampai ke pantai barat Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di
Amerika Tengah hingga ke Peru di Amerika Selatan (WWF-Indonesia
2014:2).
Udang vannamei resmi diizinkan masuk ke Indonesia melalui SK Menteri
Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001, dimana produksi udang windu
menurun sejak 1996 akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas
lingkungan. Pemerintah kemudian melakukan kajian pada komoditas udang
laut jenis lain yang dapat menambah produksi udang selain udang windu di
Indonesia.
13
Udang vannamei termasuk genus Penaeus dan subgenus Litopenaeus.
Vannamei berbeda dari genus Penaeus lainnya karena bentuk telikum (organ
kelamin betina) terbuka, tapi tidak terdapat tempat untuk penyimpanan
sperma. Pertumbuhan udang vannamei dipengaruhi dua faktor yaitu
frekuensi molting/ganti kulit (waktu antara molting) dan pertumbuhan pada
setiap molting. Tubuh udang mempunyai karapas/kulit luar yang keras,
sehingga pada setiap kali berganti kulit, karapas terlepas dan akan
membentuk karapas baru. Ketika karapas masih lunak, udang berpeluang
untuk dimangsa oleh udang lainnya.
Budidaya udang vannamei membuat ekspor udang dari Indonesia mulai
meningkat, seperti yang disampaikan Kordi (2011:14) berkat udang
vannamei ,produksi udang Indonesia mengalami kebangkitan kembali
hingga mencapai angka produksi sebesar 350 ribu ton pada tahun 2006 dan
400 ribu ton pada tahun 2007.
2.1.4. Ikan Bandeng
Budidaya bandeng di Indonesia menunjukkan prospek yang baik, dimana
pada tahun 2008 produksi bandeng mencapai 422.086 ton, lebih tinggi dari
Filipina yang hanya 349.432 ton. Kemudian produksi meningkat pada tahun
2012 yaitu sebesar 482.930 ton. (WWF Indonesia, 2014:1)
Ikan bandeng memiliki tubuh yang memanjang dan pipih serta berbentuk
torpedo. Mulut ikan bandeng agak runcing, ekor bercabang dan bersisik
halus. Habitat asli ikan bandeng adalah di laut, kemudian dikembangkan
hingga dapat dipelihara pada air payau. Ikan bandeng ditemukan hidup di
14
Samudra Hindia serta Samudra Pasifik, hidup secara bergerombol dan
banyak ditemukan di perairan sekitar pulau-pulau dengan dasar karang. Ikan
bandeng pada masa muda hidup di laut selama 2 – 3 minggu, kemudian
berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau. Setelah dewasa, bandeng
kembali ke laut untuk berkembang biak.
2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan
Pengertian yang luas digunakan tentang lahan ialah suatu daerah permukaan daratan
bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup
mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer,
tanah, geologi, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan
manusia pada masa lampau dan masa kini, sejauh tanda-tanda pengenal tersebut
memberikan pengaruh murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini
dan masa mendatang (FAO, 1977 dalam Notohadiprawiro 1991).
Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi
membentuk suatu sistem struktural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan
ditentukan oleh macam sumberdaya yang merajai dan macam serta intensitas
interaksi yang berlangsung antar sumberdaya. Faktor-faktor penentu sifat dan
perilaku lahan tersebut bermatra ruang dan waktu. Maka lahan selaku suatu wujud
pun bermatra ruang dan waktu. (Notohadiprawiro : 1991)
Lahan digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Menggunakan
suatu lahan yang sebelumnya belum pernah disentuh atau dikelola oleh manusia
secara tidak langsung juga merubah tatanan yang ada di lahan tersebut dan
mempengaruhi ekosistem yang telah ada. Maka dari itu dibutuhkan suatu evaluasi
15
terhadap suatu lahan untuk mengetahui perubahan dan dampak dari perubahan
lahan oleh manusia tersebut. Evaluasi lahan sendiri menurut Ritung (2007) adalah
suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan
menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan
akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan
keperluan.
Kesesuaian lahan sendiri ialah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial) (Ritung, 2007). Sedangkan menurut Mahi (2013:141) kesesuaian lahan
adalah kecocokan macam penggunaan lahan secara spesifik pada tipe lahan
tertentu. Jadi kesesuaian lahan tambak adalah kecocokan penggunaan lahan
tambak dengan lahan sekitarnya berdasarkan parameter-parameter tertentu.
Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan
aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Menurut
FAO (1976) dalam Ritung (2007:1) Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian
lahan berdasarkan data sifat biofisika tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan
tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala.
Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan
dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial
menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-
usaha perbaikan.
16
2.3 Klasifikasi kesesuaian lahan
Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi menurut sistem
FAO (1976) yang banyak digunakan di Indonesia dan banyak negara berkembang
lainnya. Kerangka dalam klasifikasi ini terbagi dalam 4 kategori yaitu mulai dari
tingkat Ordo, Kelas, Sub-Kelas, dan Unit. Dari 4 kategori, penelitian ini hanya
menggunakan 2 kategori klasifikasi yaitu tingkat ordo dan kelas tidak menurun
sampai ke tingkat sub-kelas dan unit.
2.3.1. Kesesuaian lahan pada Tingkat Ordo (order)
Pada tingkat ordo hanya diklasifikasikan kesesuaian lahan sesuai atau
tidak sesuai untuk penggunaan lahan tertentu. Menurut FAO (1976) dalam
Hardjowigeno (2017:49) dijelaskan bagaimana pembagian lahan dengan
ordo sesuai atau tidak sesuai :
1. Ordo S (sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang
dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk
suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil
pengelolaan lahan itu akan memuaskan setelah dihitung dengan
dimasukkan yang diberikan. Tanpa atau sedikit resiko kerusakan
terhadap sumberdaya lahannya
2. Ordo N (tidak sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan
yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah
penggunaannya untuk suatu tujuan yang direncanakan. Lahan
dapat digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha
pertanian karena berbagai penghambat, baik secara fisik(lereng
sangat curam, berbatu-batu dan sebagainya) atau secara ekonomi
(keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).
2.3.2. Kesesuaian lahan pada Tingkat Kelas
Kelas kesesuaian lahan merupakan turunan dari pengklasifikasian secara
global atau ordo. Kelas diberikan nomor dibelakang ordo yang dimana
semakin tinggi nilai nya maka semakin tidak sesuai atau semakin jelek
17
nilai kesesuaiannya. Menurut FAO (1976) dalam Hardjowigeno (2017:50),
jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai
dalam ordo N, maka pembagian serta definisinya secara kualitatif adalah
sebagai berikut:
1. Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai
pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya
mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh
terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah
biasa diberikan
2. Kelas S2: cukup sesuai (moderately suitable). Lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan
mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan
yang diperlukan.
3. Kelas S3: sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi
produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang
dipelukan.
4. Kelas N1: tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan
diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan
dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya,
sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka
panjang.
5. Kelas N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable)
Lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka
panjang.
2.4 Satuan Lahan
Setiap wilayah memiliki karakteristik dan kualitas lahan yang berbeda, masing-
masing lahan tersusun dari bermacam-macam aspek yang dipengaruhi oleh
banyak faktor, begitupun dalam mengevaluasi suatu lahan sebaiknya
mempertimbangkan perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut. Maka dari itu
dibutuhkan satuan lahan yang dapat mengelompokkan perbedaan-perbedaan
18
tersebut agar lebih mudah dalam mengevaluasi lahan dan diharapkan dapat
mewakili semua karakteristik lahan yang ada. Peta satuan lahan digunakan
sebagai acuan pengambilan sampel berupa pH dan suhu air agar masing-masing
lahan di Kec. Labuhan Maringgai dapat diwakili.
Menurut Wiradisastra dan Mahi (1992) dalam (Mahi 2013;73), perbedaan yang
tegas antara cara pendekatan lama dalam pemetaan lahan dengan cara baru,
melalui pendekatan fisiografi yaitu bahwa pada cara lama pengamatan banyak
dilaksanakan di lapang melalui transek-transek, sedangkan pada cara yang baru
lebih sesuai apabila menggunakan foto udara atau citra penginderaan jauh.
Satuan Lahan menurut Catalogue of Landform Indonesia , Desaunettes (1977)
dalam Mahi (2013, 74), telah mengelompokkan bentang alam atas dasar
kombinasi hubungan fiosiografi, landform, tanah, dan penggunaan lahan
(landuse), yang secara hirarkie. Kompleks katena lahan (Complex of Land
Catenas ) adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan
landfrom (misalnya: lereng vulkan tengah) dengan kompleks asosiasi tanah dan
pola penggunaan lahan. Katena lahan (Land Catena) adalah satuan lahan yang
dikelompokkan berdasarkan tingkat penorehan landform, dengan asosiasi tanah
dan tipe penggunaan lahan. Faset Lahan (Land Facet) adalah satuan lahan yang
dikelompokkan berdasarkan keadaan Interfluve (wilayah yang dibatasi dan berada
diantara dua aliran sungai yang secara umum arahnya sama) masing-masing
landform, seri atau famili tanah, dan tipe penggunaan lahan. Elemen Lahan (Land
Elemen) adalah satuan lahan yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan gradient
lereng fase tanah dan penggunaan lahan pada masing-masing bagian interfluves.
19
Konsep ini ditunjukkan untuk survei tinjauan skala 1:500.000 sampai 1:250.000,
dengan menggunakan satuan lahan kelompok fisiografi.
2.5 Syarat untuk lokasi lahan tambak
Pemilihan lokasi yang diperuntukkan untuk tambak memiliki persyaratan-
persyaratan tertentu agar udang ataupun ikan yang dibudidayakan nanti dapat
berkembang secara baik. Dalam membangun suatu lahan tambak perlu
dipertimbangkan beberapa faktor penting yang nantinya akan mendukung lahan
tambak tersebut. Lahan tambak yang akan dibuat baik itu tambak baru ataupun
merehabilitasi lahan tambak yang sudah ada haruslah dinilai terlebih dahulu.
Menurut Soeseno (1983: 44) Baik membangun tambak baru, maupun
merehabilitasi tambak rusak, sebaiknya menilai lebih dahulu (atau menilai ulang
kembali) calon tempat yang akan dipilih untuk dibangun tambak baru.
Pengusahaan tanah untuk dijadikan tambak baru harus seizin pemerintah daerah
(dalam hal ini agraria daerah setempat yang bersangkutan, melalui pemerintah
daerah Kabupaten yang dalam penelitian untuk memberi izin selalu mengingat
dan memperhatikan hukum adat atas tanah itu, sebagai pertimbangan (Soeseno,
1983: 44). Dalam pengusahaannya, menurut Banowati (2013:78) faktor geografis
terutama berpengaruh dalam hal penentuan lokasi perikanan utamanya perikanan
tambak, dengan pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberlanjutan
perikanan tambak kedepannya. Pada prinsipnya menurut Afrianto (1991:21) lahan
yang akan digunakan sebagai lahan tambak harus memenuhi persyaratan fisika,
kimia, biologis, teknis, sosial ekonomis, higienis, dan legal. Dalam penelitian ini
aspek-aspek tersebut tidak digunakan secara keseluruhan melainkan sebagian saja
yang dibagi menjadi tiga aspek saja, yaitu: Aspek tanah, Kualitas dan Sumberdaya
20
Air dan Iklim. Berikut pembagian parameter yang digunakan untuk mengevaluasi
lahan tambak:
2.5.1. Aspek Tanah
Topografi
Lokasi lahan tambak harus memiliki wilayah yang memiliki relief
cenderung datar. Topografi yang terlalu tinggi maupun rendah, keduanya
akan menyebabkan kesulitan dalam pengelolaan air. Jika tempat itu terlalu
rendah tidak dapat diairi dengan cukup sesuai kebutuhan, sedangkan kalau
terlalu rendah tidak dapat dikeringkan dengan seksama (Hardjowigeno
2017:154). Elevasi (ketinggian tempat) calon lokasi tambak, terhadap
permukaan air laut dicari yang masih berada di daerah pasang-surut.
Ketinggian seluruh tempat itu tidak boleh melebihi tinggi permukaan air
pasang tertinggi (misalnya tempat yang letaknya terlalu jauh ke pedalaman),
dan juga tidak boleh kurang (lebih rendah) daripada tinggi permukaan air
surut terendah, (Soesono 1983:44). Berdasarkan pemaparan yang telah
disampaikan, bentuk topografi yang sesuai untuk dijadikan lahan tambak
adalah wilayah dengan bentuk relief cenderung datar, karena berpengaruh
terhadap pasokan air ke dalam tambak. Bentuk topografi yang datar
memudahkan dalam memasukkan sekaligus mengeluarkan air dari tambak
dengan pasang surut nya air laut.
Jenis Tanah
Sangat penting untuk menentukan jenis tanah yang akan menjadi lahan
tambak karena jenis tanah berpengaruh bagi pembuatan petakan lahan
21
tambak dan juga mempengaruhi kondisi air yang nantinya akan berpengaruh
bagi perkembangan ikan ataupun udang. Tanah jenis Alluvial merupakan
tanah yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai lahan tambak karena
mengandung endapan bahan-bahan organik yang terbawa oleh air sungai,
Menurut Darmawijaya (1997:290), tanah Alluvial di Indonesia pada
umumnya selain dapat memberi hasil pada produksi pertanian juga pada
pemeliharaan tambak perikanan. Tanah Organosol atau tanah gambut adalah
tanah yang dicirikan dengan kandungan C-organik yang tinggi yaitu
melebihi 15% (Boyd et al., 2002a dalam Mustafa et al., 2014). Tanah
tambak dengan kandungan C-organik antara 3,1% dan 15,0% tergolong
tinggi dan kandungan C-organik antara 1,1% dan 3,0% tergolong sangat
baik untuk budidaya tambak (Boyd et al., 2002b dalam Mustafa et al.,
2014).
Jenis tanah selanjutnya yaitu tanah Regosol, menurut Darmawijaya
(1992:290) tanah jenis Regosol belum membentuk agregat, sehingga peka
terhadap erosi. Jadi tanah Regosol tidak sesuai jika dijadikan lahan tambak
karena mudah terkena erosi, baik erosi dari muara sungai atau abrasi dari air
laut. Berdasarkan penjelasan tentang jenis tanah yang sesuai untuk dibangun
lahan tambak, tanah jenis alluvial memiliki kesesuaian yang paling baik
karena memiliki kandungan bahan organik yang terbawa dari aliran sungai,
bahan organik ini sangat baik dalam memberikan nutrisi ikan ataupun udang
yang ada di dalam tambak.
22
2.5.2. Kualitas dan Sumber Air
pH air
Jenis air yang ada di sekitar pesisir pantai adalah air payau yang merupakan
campuran air sungai (tawar) dengan air laut (asin), air payau juga yang
nantinya akan mengisi lahan tambak sebagai tempat berkembangnya ikan
ataupun udang. Air payau baik sebagai penyangga perubahan pH, sehingga
sangat jarang pH turun menjadi 6,5 atau naik menjadi > 9 (Hardjowigeno
(2017:151).
Untuk pertumbuhan ikan secara umum dapat disebutkan bahwa pada:
pH < 4 = ikan mulai mati
4 – 6 = pertumbuhan terhambat
6 – 9 = pertumbuhan baik
9 – 11 = pertumbuhan lambat
> - 11 = mulai mati
Achmad (1991) dalam Hardjowigeno (2017:152) menyebutkan bahwa
khusus untuk udang, pH yang baik adalah antara 7,0 – 9,0, sedangkan pH
>10 tidak baik untuk pertumbuhan udang. Untuk bandeng, pH yang baik
adalah antara 7,5 – 8,5 (Arsyad dan Samsi, 1990 dalam Hardjowigeno,
2017:152). pH air memang sangat berpengaruh bagi mahluk hidup tak
terkecuali bagi perkembangan ikan dan udang yang hidup di dalam tambak,
seperti yang telah diuraikan sebelumnya pH yang baik untuk perkembangan
ikan dan udang berkisar antara 7 sampai 9, pertumbuhan ikan dan udang
akan terhambat bahkan sampai menyebabkan kematian pada ikan dan udang
jika pH air terlalu asam ataupun terlalu basa.
23
Suhu air
Suhu air berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan
laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu air berbanding terbalik dengan
konsentrasi oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi
oksigen hewan air dan laju reaksi dalam air. Suhu yang baik untuk ikan atau
udang adalah 27 – 31oC, meskipun sampai suhu 35
oC
masih dapat tumbuh
dan hidup normal. Pada suhu antara 18 – 27oC nafsu makan udang mulai
turun dan pada suhu antara < 120C udang mulai mati (Hardjowigeno,
2017:150).
Jarak dari garis pantai
Air laut digunakan untuk mengisi pasokan air tambak selain air sungai. Air
laut juga berfungsi mengatur salinitas atau kadar garam yang mempengaruhi
pertumbuhan udang ataupun ikan. Jarak lokasi tambak dari pantai yang
masih sesuai adalah 300 – 4000 meter. Pada interval jarak ini, tambak masih
terjangkau pasang surut sehingga pengelola tambak akan mudah
memperoleh air asin untuk menaikkan salinitas tambak. Jarak yang kurang
dari 300 meter tidak sesuai untuk dibangun tambak karena tempat tersebut
lebih sesuai digunakan untuk sempadan pantai sehingga pantai akan
terlindung dari abrasi (Syaugy, 2012:52). Garis sempadan sungai telah diatur
dalam Peraturan Presiden No.51 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 2 yaitu minimal
100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Berdasarkan
kesesuaian jarak garis pantai untuk lahan tambak, jarak yang paling baik
adalah 300-500 meter karena pada jarak tersebut lahan tambak masih bisa
mendapatkan pasokan air saat laut sedang pasang. Selain itu juga lahan
24
tambak berada di luar batas sempadan pantai sehingga lahan tambak tidak
mengganggu ekosistem yang ada di pantai.
2.5.3. Iklim
Curah Hujan
Budidaya udang dalam tambak dengan tingkat teknologi ekstensif dan semi
intensif sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Budidaya udang dalam tambak
tidak baik jika curah hujan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Curah hujan
yang baik bagi budidaya tambak udang, khususnya tambak ekstensif adalah
1.500 - 2.500 mm/tahun (Poernomo dalam Pantjara, 2008:129). Sedangkan
menurut Hardjowigeno (2017:155), curah hujan yang tinggi sepanjang tahun
tanpa bulan kering tidak baik bagi lahan tambak karena akan menurunkan
suhu air, sebaliknya curah hujan yang terlalu rendah dengan bulan kering
yang terlalu panjang juga tidak baik karena dapat meningkatkan kadar
garam. Curah hujan antara 2.000 – 2.500 mm/th dengan bulan kering 2 – 3
bulan cukup baik digunakan untuk tambak (Soeseno, 1983:46). Berdasarkan
kriteria tersebut bisa disimpulkan jika curah hujan terlalu tinggi akan
menyebabkan rendahnya salinitas dan suhu perairan, sebaliknya jika curah
hujan terlalu rendah juga akan menghadapi masalah salinitas dan suhu
perairan yang tinggi.
25
2.6 Sistem Informasi Geografi
2.3.1. Definisi Sistem Informasi Geografi (SIG)
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem informasi berbasis komputer
yang mampu mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan
data spasial dalam konteks kelembagaan, dengan tujuan sebagai sistem
pendukung pengambilan keputusan (decision support systems) (Kraak,
2013:9). Sistem Informasi Geografi menurut Amri (2001) dalam Laili
(2004:13), diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan pengumpulan,
penataan, pengolahan, dan penganalisaan data/fakta spasial sehingga
diperoleh informasi spasial untuk menjawab suatu masalah dalam ruang
muka bumi tertentu. Sistem ini sudah ada sebelum komputer ditemukan dan
merupakan kegiatan rutin seorang Geograf. Dari dua definisi tersebut
menandakan jika SIG tidak hanya terbatas hanya dalam lingkup keruangan
seperti ilmu geografi saja, namun juga dibutuhkan dalam cabang ilmu lain
berdasarkan tujuan atau kepentingan tertentu yang ingin dicapai termasuk
dalam penelitian ini yang menggunakan parameter-parameter yang beragam.
Bersama SIG, literatur diperlukan untuk menyediakan sistem informasi
lahan, sistem informasi kebumian, sistem informasi sumber daya alam dan
sistem geo-data (Aronof, 1989; Bernhardsen, 1992; Longley et al, 1999
dalam Kraak, 2013:9).
Teknologi SIG biasanya telah terintegrasi dengan teknologi database seperti
query dan analisa statistik dengan tampilan yang unik, serta analisis
geografis yang menguntungkan dengan peta. Kemampuan ini yang membuat
SIG berbeda dengan sistem informasi lainnya, sehingga SIG menjadi barang
26
berharga bagi masyarakat umum dan perusahaan untuk menjelaskan
peristiwa, memprediksi pendapatan dan perencanaan strategis (ESRI, 1996
dalam Indarto, 2013:3).
Konsep dasar sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu sistem
yang mengorganisir perangkat keras (Hardware), perangkat lunak
(software), dan data dapat mendayagunakan sistem penyimpanan,
pengolahan, maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh
informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. SIG juga merupakan
manajemen data spasial dan non-spasial yang berbasis komputer, dengan
tiga karakteristik dasar (Purwadhi, 2008:237), yaitu
1. Mempunyai fenomena aktual, berhubungan topik masalah atau
tujuannya;
2. Merupakan suatu kejadian
3. Mempunyai dimensi waktu
Fenomena aktual sebagai variabel data non-lokasi, sangat erat hubungannya
dengan lokasi terjadinya. Data lokasi dan non-lokasi saling berkaitan satu
sama lain. Fenomena aktual dapat berupa sumberdaya alam maupun
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, yang berhubungan dengan
letak, dan kapan peristiwa terjadi. Gambar.1 merupakan keterkaitan tiga
karakteristik dasar dalam sistem informasi geografis.
27
Gambar.1 : Karakteristik data SIG
1. Data lokasi mempunyai koordinat posisi lintang dan bujur, unsur yang
terlihat seperti jalan, sungai, area, dan topologi (letak, bentuk, luas, batas
) obyek.
2. Non-lokasi mempunyai variabel tema (tanah, penduduk), masing-
masing dapat diuraikan lebih terperinci dalam penjelasan kelas, nilai,
dan nama
3. Dimensi waktu untuk menjawab pertanyaan kapan data atau peristiwa
tersebut diambil. Kurun waktu dapat digunakan untuk analisis perubahan
atau perkembangan yang terjadi. misalnya perubahan lahan tambak yang
akan menjadi objek penelitian.
SIG sebagai sistem komputer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat
lunak, dan personal (manusia) yang dirancang untuk secara efisien
memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa, dan
menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis (ESRI dan
Aronoff dalam Anis, 2004). Untuk keperluan operasional, terdapat 4
28
komponen utama dari SIG yaitu: (1) perangkat keras (2) perangkat lunak
komputer (3) basis data dan (4) sumberdaya/kemampuan pengguna
(Margurie dalam Anis, 2004). Pemilihan perangkat lunak SIG tergantung
pada kebutuhan pengguna atau disesuaikan dengan aplikasi yang akan
dipakai. SIG dapat membantu banyak sekali disiplin ilmu baik itu fisik
maupun sosial. Setiap organisasi akan meminta bantuan SIG sesuai dengan
kebutuhannya. Secara umum fungsi SIG dibutuhkan untuk input data dan
encoding (misalnya digitasi, validasi data, strukturisasi data), manipulasi
data (misalnya struktur dan koreksi geometri, generalisasi dan klarifikasi),
pemanggilan data (misal seleksi, analisis spasial dan statistik), presentasi
data (tampilan secara grafis) dan manajemen data, (Kraak, 2013:9).
2.3.2. Basis data dalam Sistem Informasi Geografis
Basis data merupakan komponen penting dalam SIG, sebagian besar proses
dalam SIG adalah menyusun basis data. Karena sebagian besar pekerjaan
dalam Sistem Informasi Geografi adalah menyusun basis data, maka
diperlukan teknik penyusunan yang baik dan juga rapi sehingga mudah
untuk diolah dan menghasilkan Output yang baik dan benar. Menurut Kraak
(2013:121), akan sangat baik jika dapat menyusun data sebelum
menampilkannya. Proses ini disebut klasifikasi. Ini adalah pengelompokan
data secara sistematis berdasarkan satu karakteristik atau lebih. Klasifikasi
akan menghasilkan gambar peta yang jelas meskipun itu adalah gambar
yang tergeneralisai”. Data masukan SIG sendiri terdiri dari data spasial
berupa data raster, vektor, dan data non-spasial berbentuk tabular
alfanumerik (Purwadhi 1994 dalam Purwadhi 2008:239 ), yaitu:
29
1. Data spasial dapat berbentuk raster dan vektor.
a. Data spasial berbentuk vektor diperoleh dari peta topografi dan
peta tematik
b. Data spasial berbentuk raster dengan bantuan teknologi
penginderaan jauh.
2. Data non-spasial berbentuk tabular alfanumerik bersumber data
sekunder dari catatan statistik atau sumber lainnya seperti hasil survei
dan eksplorasi. Data tabular alfanumerik sifatnya sebagai data atribut
atau data pelengkap bagi data spasial, yaitu sebagai deskripsi
tambahan pada titik, garis, poligon atau batas wilayah.
Data spasial akan selalu berisi keterangan yang disebut dengan data atribut,
maka dari itu kedua jenis data tersebut akan selalu dibutuhkan dalam analisis
spasial khususnya dalam Sistem Informasi Geografi.
2.3.3. Analisis Tumpang Susun dalam SIG
Analisis Tumpang Susun (Overlay) merupakan salah satu proses pengolahan
yang ada dalam sistem informasi geografi. Setelah data sudah didapatkan
dan disusun rapi selanjutnya data diolah agar menghasilkan Output. Proses
Tumpang Susun (Overlay) menggabungkan beberapa peta dan menghasilkan
peta baru. Konsep Overlay merupakan fungsi analisis pada SIG, dan konsep
ini sama dengan konsep picture function pada pengolahan citra digital
penginderaan jauh (Purwadhi 2001, dalam Purwadhi 2008:243).
30
2.7 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.
( Lillesand and Kiefer, 1990). Objek yang direkam melalui teknologi
penginderaan jauh adalah kenampakan bumi yang dapat berupa fenomena, objek,
luasan wilayah, hingga berbagai gejala di muka bumi. Sedangkan kenampakan
muka bumi yang direkam merupakan pantulan energi objek muka bumi tersebut
yang diperoleh dari matahari sebagai sumber energi. Energi berinteraksi dengan
target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari
target kepada sensor. Sensor merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat oleh sensor,
data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap
pakai, salah satunya adalah citra. Citra kemudian diolah untuk menghasilkan
informasi mengenai objek pengamatan. Proses interpretasi ini biasanya berupa
gabungan antara visual dan otomatis dengan bantuan computer serta perangkat
lunak pengolah citra.
Gambar.2: Mekanisme Sistem Penginderaan Jauh
31
Teknologi penginderaan jauh mempunyai beberapa komponen yang saling
berhubungan seperti yang terlihat pada gambar 2 (Lilesand dan Kiefer,1990),
yaitu:
1. Sumber energi yang berupa energi elektromagetik yang berasal dari
matahari dan buatan
2. Atmosfer, merupakan media lintasan dari energi elektromagnetik
3. Interaksi antara energi dan objek
4. Sensor, yaitu alat yang mendeteksi energi elektromagnetik dari suatu
objek dan merubahnya ke dalam bentuk sinyal yang dapat diproses dan
direkam
5. Perolehan data, dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan
interpretasi secara visual dapat pula dilakukan secara digital dengan
menggunakan komputer.
6. Pengguna data
Teknologi penginderaan jauh hingga saat ini telah mengalami perkembangan
pesat, dimana informasi yang dihasilkan melalui citra tidak hanya melalui
interpretasi manual tetapi juga digital. Selain itu, adanya teknik informasi pada
pengolahan citra memungkinkan untuk menghasilkan informasi yang lebih
banyak seperti aspek biofisik. Teknologi penginderaan jauh juga telah banyak
dimanfaatkan dalam menyelesaikan berbagai masalah (Danoedoro, 2012),
diantaranya permasalahan yang menyangkut aspek ruang (lokasi, area),
lingkungan (ekologis), dan kewilayahan (regional). Beberapa keuntungan
penggunaan teknologi penginderaan jauh antara lain:
1. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala di permukaan bumi
dengan wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di
permukaan bumi. Relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, dan bersifat
permanen.
2. Citra mampu menampilkan kenampakan tiga dimensi apabila pengamatan
dilakukan menggunakan stereoskop.
3. Karakteristik objek yang tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra
sehingga dimungkinkan pengenalan objeknya.
4. Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara langsung (terrestrial).
5. Merupakan satu-satunya cara pemetaan daerah bencana karena tidak ada
cara lain yang mampu memetakan daerah bencana secara cepat pada saat
32
terjadi bencana. Misalnya bencana banjir, gempa bumi, dan gunung
meletus.
6. Citra satelit dibuat dengan periode ulang yang pendek, sehingga
memungkinkan dilakukan monitoring perubahan karakteristik objek.
Penelitian yang dilakukan membutuhkan gambaran kenampakan lahan tambak
yang sangat luas dan jelas, sehingga citra satelit yang dihasilkan dari proses
penginderaan jauh dibutuhkan dalam pemerolehan data kenampakan lahan tambak
yang luas dengan waktu yang singkat.
33
2.8 Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian tentang evaluasi kesesuaian lahan khususnya tentang lahan tambak banyak diteliti oleh perguruan tinggi maupun lembaga
pemerintah, di antara lain sebagai berikut:
Tabel.4 Penelitian yang relevan
No Nama dan Tahun Sumber Judul Metode Hasil
1 Afwan Syaugy, Vincentius P.
Siregar, Risti Endriani Arhatin
Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol. 3. No. 1
November 2012: 43-56
ISSN 2087-4871
Jurnal Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak
Udang di Kecamatan Cijulang dan
Parigi, Ciamis, Jawa Barat.
Kuantitatif,
termasuk juga
dalam metode
survei
Analisis spasial
data parameter
dengan
menggunakan
SIG.
Luas tambak udang seluruhnya
sebesar 23,8 ha terbagi menjadi
tiga kelas kesesuaian, yaitu
sangat sesuai sebesar 11,7 ha
(49,0%); sesuai sebesar 1,0 ha
(4,3%); dan tidak sesuai sebesar
11,1 ha (46,6%), dan hampir
sebagian besarnya terdapat di
daerah sempadan sungai.
2 Utojo, Akhmad Mustafa,
Rachmansyah, dan Hasnawi
J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3,
Desember 2009: 407-423
Jurnal Penentuan Lokasi Pengembangan
Budidaya Tambak Berkelanjutan
dengan Aplikasi Sistem Informasi
Geografis di Kabupaten Lampung
Selatan
Metode Survei,
dianalisis
secara spasial
dengan metode
PATTERN
menggunakan
Sistem
Informasi
Geografi (SIG).
Kelayakan lahan tambak di Kab.
Lampung Selatan seluas 4.052,3
ha dengan klasifikasi kelayakan
tinggi (1.233,1 ha), sedang
(2.065,4 ha), dan rendah (763,8
ha).
34
Tabel. 4 (Lanjutan)…
3 Anis Nur Laili
(2004)
Program Studi Ilmu Kelautan
Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Skripsi Studi Kesesuaian Lahan Tambak
dengan Memanfaatkan Teknologi
Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis di Kabupaten
Lampung Timur
Metode survei
dengan sistem
informasi
geografi
sebagai analisis
data serta
interpretasi
citra PJ
Hasil analisis kesesuaian dibagi
menjadi 3 kelas dimana luas
tambak pada kelas sangat sesuai
73.676,4 ha, sesuai 1.024.684,2
ha, dan tidak sesuai sebesar
49.868,8 ha.
4 Akhmad Mustafa, Hasnawi,
Admi Athirah, Abbas
Sommeng, dan
Syamsu Alam Ali
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1
Tahun 2014: 135-149
Jurnal Karakteristik, Kesesuaian, dan
Pengelolaan Lahan untuk
Budidaya di Tambak Kabupaten
Pohuwato Provinsi Gorontalo
Evaluasi
kelayakan
lahan dilakukan
dengan metode
PATTERN
(Planning
Assisstance
Through
Technical
Evaluation of
Relevant
Numbers)
dengan analisis
sistem
informasi
geografi
Dari luas tambak yang ada di
Kabupaten Pohuwato yaitu
5.368,2 ha ternyata 1.954,4 ha
tergolong cukup sesuai (Kelas
S2), 2.556,2 ha tergolong kurang
sesuai (Kelas S3), dan 857,6 ha
tergolong tidak sesuai (Kelas N).
pengelolaan lahan yang
dilakukan adalah remediasi
untuk menurunkan kemasaman
tanah, pemberian pupuk yang
mengandung nitrogen untuk
mempercepat proses penguraian
bahan organik dan pemberian
pupuk kandang untuk lokasi
yang rendah kandungan bahan
organiknya untuk memperbaiki
struktur tanah dasar tambak.
35
2.9 Kerangka Pikir
Tambak merupakan hasil dari pemikiran tentang bagaimana manusia memenuhi
kebutuhan pangan. Tambak sendiri merupakan tempat atau media budidaya yang
bisa digunakan untuk mengembangbiakkan dan membesarkan hewan yang habitat
nya ada di laut yang diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat. Beragam jenis
hewan dapat dibudidayakan di tambak seperti, Udang, ikan, kepiting, rumput laut,
bahkan terumbu karang. Selain mendatangkan keuntungan bagi masyarakat,
tambak juga dapat mengakibatkan perubahan pada ekosistem pada daerah di
sekitar tambak.
Evaluasi kesesuaian lahan digunakan untuk melihat apakah dampak dari
dibuatnya tambak bagi masyarakat dan juga lingkungan yang ada di sekitar
tambak dan apakah sudah sesuai dengan parameter-parameter yang telah
ditentukan seperti: Topografi, Struktur tanah, iklim, salinitas, pengunaan lahan,
garis sungai, garis pantai, dan kualitas air.
Sistem Informasi Geografi sering digunakan oleh para peneliti untuk melakukan
penelitian berbasis spasial atau keruangan, contohnya berguna untuk menilai
evaluasi kesesuaian lahan tambak yang akan diteliti. Teknik pengolahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Overlay yang merupakan salah satu
teknik pengolahan data dalam Sistem Informasi Geografi. Teknik Overlay berupa
penggabungan beberapa peta tematik yang nantinya akan menghasilkan peta baru
dan juga informasi yang baru.
Dalam penelitian ini dilakukan Overlay atau penggabungan beberapa peta tematik
sesuai dengan parameter yang disebutkan pada paragraf 2 dan nantinya akan
36
Analisis SIG:
-Overlay - Skoring - Buffer
Aspek Tanah
- Topografi
- Jenis Tanah
Kualitas dan Sumber Air
- Suhu air
- pH air
- Jarak dari pantai
Iklim
- Curah Hujan
menghasilkan informasi baru yaitu kesesuaian lahan tambak di kecamatan
Labuhan Maringgai kabupaten Lampung Timur.
Gambar.3 Kerangka Pikir Penelitian
EVALUASI KESESUAIAN
LAHAN TAMBAK
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
Deskriptif. Menurut Cooper, H.M (2007) dalam Sangadji (2010:21) penelitian
deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel
mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Penelitian ini juga termasuk
kedalam penelitian survei karna menurut Singarimbun (1982:8) umumnya,
pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sampel dimana informasi
dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Dalam penelitian ini, aspek keruangan merupakan hal utama yang akan diteliti
dan tidak mengaitkan dengan variabel yang lain karena variabel dalam penelitian
ini adalah variabel mandiri. Dalam penelitian ini juga banyak membutuhkan data
statistik dan data spasial maka penelitian ini digolongkan kedalam penelitian
deskriptif jenis kuantitatif.
38
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. 1 buah perangkat personal PC
2. 1 buah Printer
3. Software yang digunakan : Arc View 3.3
4. 1 buah GPS (Global positioning system)
5. 1 buah pH meter
6. 1 buah Termometer basah
7. Alat tulis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Peta Kemiringan Lereng dalam bentuk Shapefile (Shp).
2. Peta Jenis Tanah dalam bentuk Shapefile (Shp).
3. Peta Curah Hujan dalam bentuk Shapefile (Shp).
4. Citra Landsat 8 path/row : 123/64 , akuisisi Agustus 2017
5. Data Sampel Suhu dan pH air dari tiap titik
6. Peta RBI Indonesia skala 1:50.000 (sumber: Badan Informasi Geospasial)
7. Peta Satuan Lahan Lembar 1110 Tanjung Karang Tahun 1989
8. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur dalam bentuk Shapefile
(Shp).
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Timur yaitu di
Kecamatan Labuhan Maringgai yang terdiri dari 11 desa yaitu: Desa Karyatani,
Desa Karya Makmur, Desa Bandar Negeri, Desa Muara Gading Mas, Desa Sri
Minosari, Desa Margasari, Desa Maringgai, Desa Labuhan Maringgai, Desa Sri
Gading, Desa Karang Anyar dan Desa Sukorahayu. Dengan total luas lahan
tambak sebesar 2.334 ha dari 7 desa yang menjadi tempat berdirinya lahan tambak
tersebut.
39
3.4 Pengambilan Sampel
Keseluruhan aspek yang termasuk ke dalam parameter kesesuaian lahan tambak
dan termasuk dalam batas administrasi Kecamatan Labuhan Maringgai
merupakan populasi dalam penelitian ini. Populasi tersebut bersifat heterogen atau
tidak seragam dan ketika populasi terdiri dari bermacam-macam unsur (heterogen)
maka populasi dibagi menjadi beberapa stratum (Bintarto, 1979:47). Penelitian ini
menggunakan pengambilan sampel acak distratifikasi (Stratified Random
Sampling) berdasarkan apa yang dikemukakan oleh (Ida Bagoes dalam
Singarimbun, 1982:117) untuk dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-
sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi
dalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam dan dari setiap lapisan dapat diambil
sampel secara acak. Lapisan-lapisan atau strata dalam penelitian ini dibuat dalam
bentuk satuan unit lahan menggunakan peta satuan lahan sebagai acuan dalam
mengambil sampel pH dan suhu air. Satuan lahan ini menggunakan beberapa peta
dasar yaitu: peta Fisiografi atau bentang lahan, peta topografi , dan peta
penggunaan lahan yang dibagi menjadi pengunaan lahan tambak dan non-tambak.
peta satuan lahan dapat di lihat pada gambar 4 yang dibagi menjadi beberapa
satuan unit lahan dan diwakili oleh unit satuan lahan.
Unit lahan : A.*.*.
Penggunaan Lahan
Bentuk Relief
Bentuk Lahan
40
Tabel.5 Keterangan Satuan Unit Lahan
No Bentuk Lahan Bentuk Relief Pengunaan Lahan
Kode Arti Kode Arti Kode Arti
1 A Alluvial 1 Datar 1 Tambak
2 B Marin 2 Bergelombang 2 Non-tambak
3 V Vulkanik
3.5 Definisi Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah kesesuaian lahan tambak, maka dari itu harus
dijelaskan apa saja yang menjadi faktor-faktor atau parameter yang digunakan
dalam menentukan kesesuaian suatu lahan tambak, seperti yang disampaikan oleh
Hardjowigeno (2015:142), untuk dapat mengevaluasi kesesuaian lahan untuk
tambak perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tambak tersebut
secara fisik serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ikan yang
dibudidayakan dalam tambak tersebut. Ukuran yang digunakan untuk
mendefinisikan variabel dalam penelitian ini adalah ukuran ordinal, dimana
ukuran ordinal menurut Effendi (1982:67) adalah ukuran yang mengurutkan data
dari tingkatan “paling rendah” ke tingkatan “paling tinggi”.
41
Gambar.4 Peta Satuan Lahan Kecamatan Labuhan Maringgai
1:217.391
42
Tabel.6 Kriteria, dan Skor Kelas Kesesuaian Lahan Tambak
No Parameter Kriteria Skor
1 Topografi
Datar
Berombak
Berbukit
Berbukit
40
30
20
10
2 Jenis Tanah
Alluvial
Histosol, Organosol, Entisol
Regosol, Inceptisol
Ultisol
40
30
20
10
3 pH air
7,5 – 8,5
8,5 – 10 & 6 – 7, 5
10 – 11 & 4 – 6
>11 & < 4
40
30
20
10
4 Jarak dari garis pantai
(m)
301 – 1000
1001 - 2000
2001 – 4000 & 100 – 300
<100 & > 4000
40
30
20
10
5 Suhu air (o)
28 – 30
30 – 35 & 18 – 28
12 – 18
<12 & >35
40
30
20
10
6 Curah Hujan (mm/th)
2000 – 2500
1500 – 2000
1000 – 1500
<1000 & >1500
40
30
20
10
Sumber : Yustiningsih (1997), Husein (1999) dalam Laili (2004), Pantjara dkk. (2008)
dalam Syaugy (2012) dan Hardjowigeno (2017)
Selanjutnya yaitu menentukan interval menggunakan aturan Sturgess, interval
disini berguna untuk membagi jumlah skor kedalam beberapa kelas tertentu sesuai
dengan jumlah kelas yang telah ditentukan.
= 45
Setelah diketahui interval antar kelas sebesar 60, penjumlahan dari skor akan
ditentukan diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu: Sangat Sesuai, Cukup Sesuai,
Kurang Sesuai, dan Tidak Sesuai
43
Tabel.7 Interval kelas klasifikasi kesesuaian lahan tambak
Total skor Klasifikasi Kesesuaian
60 – 105 Tidak Sesuai
106 – 150 Kurang Sesuai
151 – 195 Cukup Sesuai
196 – 240 Sangat Sesuai
Sumber: FAO (1976), dalam Hardjowigeno (2017, hal 50)
Kelas S1 : Sangat Sesuai Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor
pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap
produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 : Cukup Sesuai lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh
petani sendiri.
Kelas S3 : Sesuai Marginal/ Kurang sesuai Lahan mempunyai faktor
pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh
terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih
banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor
pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya
bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N : Lahan yang Tidak Sesuai karena mempunyai faktor pembatas
yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu teknik yang digunakan untuk
menghimpun data yang diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti. Data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder karena data diambil
dari pihak kedua seperti (Lembaga pemerintah, buku, dan data statistik). Adapun
teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain:
44
3.6.1. Survei Lapangan
Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan data-data parameter untuk pH
tanah, dan suhu air. Selain untuk mendapatkan data parameter, survey
lapangan juga dimaksudkan untuk melihat secara langsung lokasi lahan
tambak yang akan diteliti dan juga mendapatkan titik koordinat yang sesuai
dengan GPS agar koordinat yang digunakan nanti dapat dibuktikan titik
lokasi nya dengan benar.
3.6.2. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh
rnelalui sumber tertulis. berasal dari literatur (kepustakaan) dan studi katalog
citra. Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
mengumpulkan data spasial dan data atribut yang berbentuk shapefile (shp)
dari instansi terkait untuk rnendapatkan data yang relevan. Data spasial dan
data atribut yang butuhkan sesuai dengan parameter yang ada di definisi
operasional variabel. Selain data spasial dan data atribut, dalam penelitian ini
juga dibutuhkan data penunjang tentang keadaan lahan tambak di lokasi
penelitian maka peneliti juga menambahakan data statistik dari lembaga
pemerintah.
3.6.3. Interpretasi Citra Landsat 8
Interpretasi citra Landsat 8 ini dilakukan dengan melakukan interpretasi
secara visual pada citra Landsat 8 tahun 2017 yang meliputi: interpretasi
klasifikasi penggunaan lahan. Kegiatan interpretasi citra dilakukan
45
berdasarkan delapan unsur interpretasi yaitu rona, bentuk, ukuran, pola,
bayangan, tekstur, situs, dan asosiasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara interpretasi citra penginderaan jauh
dan survei lapangan. Pengumpulan data dari citra penginderaan jauh
diperoleh dengan interpretasi Landsat 8 wilayah Kabupaten Lampung Timur
secara visual yang telah melalui proses koreksi geometri. Data yang
diinterpretasi dari citra Landsat 8 meliputi penggunaan lahan.
3.7 Analisis Data
Data-data parameter kesesuaian lahan yang telah disusun akan dianalisis
menggunakan analisis Overlay dengan metode Skoring, Query, dan Buffer
menggunakan aplikasi yang telah tersedia di dalam software SIG dan juga citra
Landsat 8 akan diinterpretasi untuk mendapatkan data penggunaan lahan tambak
melalui langkah berikut:
3.7.1 Penyusunan Basis Data
Penyusunan basis data sangat berpengaruh terhadap hasil pengolahan sistem
Informasi Geografi. dalam penyusunan basis data yang terdiri dari dua jenis
data yaitu data spasial dan data non spasial atau data atribut dari data spasial.
Data yang sudah dikumpulkan, digitasi dan diklasifikasikan akan
ditransformasikan dalam susunan basis data SIG yang nantinya siap diolah
dan dianalisis. Data spasial dan data atribut di dapat dari hasil digitasi yang
hasilnya berupa layer atau peta lahan yang nantinya akan digabungkan
dengan peta lahan lain yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan.
46
Digitasi yang dilakukan menggunakan digitasi on screen atau digitasi layar
monitor, peneliti melakukan digitasi terhadap peta-peta yang sudah ada baik
yang sudah tersedia dalam bentuk digital ataupun masih dalam bentuk peta
analog. Untuk peta analog dilakukan proses scanning dan georefferencing.
Sebagian besar proses dalam penelitian ini adalah menyusun basis data SIG,
maka dari itu kelengkapan data spasial beserta data atributnya sangat penting
bagi peneliti.
3.7.2 Analisis Citra
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mendapatkan
data citra satelit Landsat 8 yang bisa diunduh tanpa berbayar di website
https://earthexplorer.usgs.gov/. Kemudian proses selanjutnya yaitu
mengkoreksi citra yang sudah didownload secara georefferencing atau
mengkoreksi letak koordinat dari citra itu sendiri yang dalam hal ini sudah
terkoreksi dengan benar letak posisi lintang maupun bujur serta dalam
koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) sudah benar garis x dan
garis y dari citra tersebut. Interpretasi dilakukan secara digitasi on screen atau
digitasi di layar monitor dengan mengidentifikasi penggunaan lahan yang ada
di wilayah kecamatan Labuhan Maringgai khususnya di sekitar wilayah
pesisir. Peta yang dihasilkan dari interpretasi menghasilkan peta lahan yang
akan digabungkan dengan peta lahan atau layer yang lain.
3.7.3 Analisis Spasial
Analisis spasial adalah sekumpulan teknik yang dapat digunakan dalam
pengolahan data SIG. Hasil analisis data spasial sangat bergantung pada
47
lokasi objek yang bersangkutan (yang sedang dianalisis). Analisis spasial
juga dapat diartikan sebagai teknik‐teknik yang digunakan untuk meneliti dan
mengeksplorasi data dari perspektif keruangan. Semua teknik atau
pendekatan perhitungan matematis yang terkait dengan data keruangan
(spasial) dilakukan dengan fungsi analisis spasial tersebut.
Pada pelaksanaannya analisis spasial dapat dilakukan dengan jenis jenis
tertentu. Semua jenis tersebut memiliki fungsi dan penggunaan yang berbeda.
Jenis - jenis analisis spasial diantaranya adalah query basis data, pengukuran,
fungsi kedekatan, overlay, model permukaan digital, klasifikasi, dan
pengubahan unsur unsur spasial. Dalam penelitian ini akan digunakan dua
jenis analisis spasial data yaitu analisis Query dan Overlay.
48
3.8 Diagram Alir Penelitian
Gambar.5 Diagram Alir Penelitian
Peta Dasar:
Peta Parameter
Peta tata guna lahan
Interpretasi Citra Citra Landsat 8 th:2017
Data Spasial dan Data Atribut:
- Topografi - Jarak dari Pantai
- Jenis Tanah - Curah Hujan
- Suhu air - pH Air
Basis Data SIG
Analisis SIG:
Query dan Overlay
Layer
Peta Kesesuaian Lahan Tambak
Kec. Labuhan Maringgai
49
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
1:250.000
1:2.000.000
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang
evaluasi kesesuaian lahan tambak di kecamatan Labuhan dapat ditarik kesimpulan
sbb:
Kesesuaian lahan tambak adalah kecocokan penggunaan lahan tambak
dengan lahan sekitarnya berdasarkan parameter-parameter tertentu.
Parameter yang digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan tambak
dalam penelitian, dalam hal ini di wilayah Kecamatan Labuhan Maringgai
yaitu: topografi, jenis tanah, pH Air, suhu air, jarak sungai, jarak garis
pantai, dan curah hujan. Luas keseluruhan kesesuaian lahan tambak di
Kecamatan Labuhan Maringgai adalah 11.857 ha atau sekitar 118 km2
dengan rincian sebagai berikut : 4593 ha atau 43 km2 dengan persentase 39
% untuk luas kelas S1 (Sangat sesuai), 6863 Ha atau 68 km2 dengan
persentase 58 % untuk luas kelas S2 (Cukup sesuai), dan 401 Ha atau 4
km2 dengan persentase 3% untuk kelas S3 (Kurang sesuai), dan tidak
terdapat wilayah yang termasuk dalam kelas N (Tidak sesuai).
91
5.2. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, saran
yang bisa disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1) Dalam penelitian ini parameter yang digunakan hanya 6 parameter, dan
parameter tersebut hanya di aspek fisik atau lebih tepatnya di bidang di
dalam kajian ilmu geografi saja, maka dari itu bagi penelitian selanjutnya
akan lebih baik jika parameter yang digunakan bisa lebih beragam agar
hasil dari evaluasi kesesuaian lahan tambak bisa lebih akurat sesuai
dengan yang ada di lapangan.
2) Potensi lahan tambak yang masih sangat potensial di Kecamatan Labuhan
Maringgai dapat dioptimalkan dengan cara membangun lahan tambak di
lahan-lahan yang termasuk dalam kelas S1 (sangat sesuai) ataupun S2
(cukup sesuai) dan bisa dibantu dengan pihak pemerintah ataupun pihak
swasta
3) Dalam membangun lahan tambak juga harus mempertimbangkan faktor
ekosistem disekitarnya sebagai contoh yaitu ekosistem mangrove, hutan
mangrove justru akan memberikan manfaat bagi lahan tambak itu sendiri.
Pemilik tambak sebaiknya tidak membabat habis hutan mangrove yang
ada di pesisir pantai, setidaknya 400 meter ke arah darat sebagai jalur hijau
pantai.
4) Pemerintah dapat melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada pemilik
lahan-lahan tambak agar dapat meningkatkan nilai produksi domestik
92
bruto (PDB) di bidang perikanan sehingga dapat meningkatkan nilai
ekspor dan dapat membantu menyejahterakan masyarakat pesisir.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Edy dan. Liviawati, Ely. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang.
Kanisius, Yogyakarta. 132 hlm. ISBN : 979-413-540-2.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Statistik Indonesia 2016. Jakarta. 680 hlm
ISSN:0126-2912.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur .2017. Lampung Timur dalam
Angka 2017 .Lampung. 308 hlm. ISSN: 1907-4670.
___________ .2017. Labuhan Maringgai dalam Angka 2017 .Lampung. 155 hlm.
ISSN: 0303-1942
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung .2017. Lampung dalam Angka 2017
.Lampung. 318 hlm. ISSN : 0303-1942.
Bintarto, R dan Hadisumarno, Surastopo. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta:
LP3ES. 123 hlm.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Andi.
368 hlm. ISBN : 979-293-112-9.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi tanah : dasar teori bagi peneliti tanah dan
pelaksana pertanian di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
411 hlm. ISBN : 979-420-153-7.
Hardjowigeno, Sarwono., Widiatmaka. 2017. Evaluasi Kesesuaian Lahan &
Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 352
hlm. ISBN: 978-979-4206-62-1.
Indarto. 2013. Sistem Informasi Geografi. Graha Ilmu, Jember. 186 hlm.
ISBN: 978-602-262-118-8.
95
Junus Dai, H.Darul SWP, A.Hidayat, H.Y.Sumulyadi, Hendra S., Yayat A.H.,,
A.Hermawan, P.Buurman dan T.Balsem, 1989. Buku Keterangan Peta Satuan
Lahan dan Tanah lembar Tanjungkarang (1110), Sumatera. Bogor : Pusat
Penelitlan Tanah.
Khakim, Nurul, dkk. 2013. Perubahan Iklim dan Pemanfaatn SIG di Kawasan
Pesisir. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 272 hlm.
ISBN: 979-420-863-9
Kordi, M.G.H. 2011. Budi daya 22 komoditas laut untuk konsumsi lokal dan
ekspor.Andi: Yogyakarta. 347 hlm. ISBN : 978-979-29-2449-7
Kordi, M.G.H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan Tambak. Andi:
Yogyakarta. 140 hlm. ISBN : 978-979-29-2406-0
Kraak, Menno-jan dan Ormeling, Ferjan. 2013. Kartografi : Visualisasi Data
Geospasial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 209 hlm.
ISBN 979-420-651-2
Laili, Anis Nur. 2004. Studi kesesuaian lahan tambak dengan memanfaatkan
teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis di kabupaten
lampung timur.Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.
Lakitan, Benyamin. 1994. Dasar – Dasar Klimatologi.. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 161 hlm. ISBN : 979-421-417-5
Liliesand, T.M dan R.W Kiefer.,1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Alih bahasa: R. Dulbadri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 714 hlm.
ISBN : 979-420-178-2
Mahi, Ali Kabul. 2013. Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan
Lahan. Bandar Lampung : Lembaga Penelitian Universitas Lampung. 219 hlm.
ISBN : 978-979-85-1041-0
Mamang Sangadji, Etta dan Sopiah, 2010. Metodologi Penelitian, Andi: Yogyakarta.
306 hlm. ISBN : 978-979-29-1618-8
Mustafa ,Akhmad., dkk. 2014. Karakteristik, Kesesuaian, dan Pengelolaan Lahan
Untuk Budidaya di Tambak Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurnal.
Maros :Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: hlm 135-149
96
Notohadiprawiro, T. 1991 Kemampuan dan Kesesuaian Lahan: Pengertian dan
Penetapannya
www.soil.blog.ugm.ac.id/files/2006/11/1991-Kemampuan-dan1.pdf Ilmu Tanah
Universitas Gadjah Mada (2006) di akses pada tanggal 9 Februari 2018
Pantjara B, Utojo, Aliman, dan Mangampa M. 2008. Kesesuaian Lahan Budidaya
Tambak Di Kecamatan Watubangga, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Jurnal Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros
J. Ris Akuakultur Vol.3 No.1 hlm.123 – 135.
Pedoman Karya Tulis Ilmiah Universitas Lampung tahun 2017
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia NO 75/PERMEN-
KP/2016 Tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus
Monodon) dan Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Kep.18/Men/2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan
Peraturan Menteri Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 28/Prt/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan
Sungai dan Garis Sempadan Danau
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Batas
Sempadan Pantai
Purwadhi, Sri Hardiyanti dan Sanjoto, Tjaturahono, Budi Santoso. 2008. Pengantar
Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. LAPAN dan UNNES, Semarang.
298 hlm. ISBN : 978-979-1458-22-1.
Rishartati, Peny. 2008. Bentuk Lahan Pesisir Di Provinsi Lampung. (Skripsi).
Universitas Indonesia, Depok. 53 hlm.
Ristiyani, Dwi .2012. Evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan tambak di
pesisir kendal. Jurnal. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Semarang, Indonesia. ISSN 2252-6285
Ritung S, Wahyunto, Agus F, Hidayat H. 2007. Evaluasi kesesuaian lahan dengan
Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat, (Pdf). Bogor:
Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF)
https://stela2010.wordpress.com/pustaka/2010/ di akses pada tanggal 25 Januari
2018
97
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. ANDI.
Yogyakarta. 306 hlm. 978-979-291-618-8.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1982. Metode Penelitian Survai. LP3ES,
Jakarta. 265 hlm. ISBN : 979-801-547-9
Soeseno, S. 1983. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak.: PT. Gramedia, Jakarta.
148 hlm.
Subarjo. 2006. Metereologi dan Klimatologi. (Buku Ajar). Universitas Lampung,
Bandar Lampung. 119 hlm. ISBN : 979-1165-16-5
Syaugy, Afwan. Vincentius P. Siregar, dan Risti Endriani Arhatin. 2012. Evaluasi
kesesuaian lahan tambak udang di kecamatan cijulang dan parigi, ciamis, jawa
barat. Jurnal. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
J. Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: hlm 43-56.
Tim Perikanan WWF-Indonesia. 2014. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Budidaya
Udang Vannamei Tambak Semi Intensif dengan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (Ipal). (Pdf) Jakarta, Tim Perikanan WWF-Indonesia. 37 hlm.
ISBN : 978-979-1461-38-2
________________ . 2014. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Budidaya Ikan
Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak Ramah Lingkungan. (Pdf) Jakarta,
Tim Perikanan WWF-Indonesia. 38 hlm. ISBN : 978-979-1461-39-9
Yuliasamaya., Darmawan, Arief., dan Hilmanto, Rudi. 2014. Perubahan Tutupan
Hutan Mangrove di Pesisir Kabupaten Lampung Timur. Jurnal. Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Vol. 2 No. 3, September 2014 (111—124) ISSN : 2339-0913.
Top Related