Download - ESDAL Maritim

Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangHingga saat ini konsumsi tembakau di dunia terus meningkat, menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), jumlah perokok berjenis kelamin laki-laki di Indonesia terus meningkat dan menduduki peringkat kedua di dunia dibawah Timor Leste. Bahkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa dari tahun 2007 (34,2%) hingga 2013 (36,2%) konsumsi rokok penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia belum mengalami penurunan. Selain itu, riset tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 64,9% konsumsi rokok di Indonesia dikonsumsi oleh pria, lalu 2,1% dikonsumsi oleh wanita. Di samping itu, 1,4% dari konsumen rokok di Indonesia berusia 10-14 tahun, dan 9,9% dari konsumen rokok tersebut merupakan golongan penduduk tidak bekerja.Berdasarkan data terkait konsumsi rokok dunia seperti data di atas, maka dalam upaya penurunan konsumsi rokok, World Health Assembly (WHO) telah berhasil menyelesaikan penyusunan naskah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di tahun 2003. FCTC merupakan acuan bagi kerangka pengendalian tembakau di tingkat internasional maupun nasional. Pokok-pokok kebijakan yang dibahas dalam FCTC mencakup:(1) Peningkatan cukai rokok(2) Pelarangan total iklan rokok(3) Penerapan Kawasan Tanpa rokok(4) Pencantuman peringatan kesehatan berupa gambar pada bungkus rokok(5) Bantuan bagi orang yang ingin berhenti merokok(6) Pendidikan masyarakatHingga saat ini, sudah ada 179 negara (mewakili 90% populasi dunia) yang telah meratifikasi konvensi ini, namun Indonesia yang merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi konvensi ini, begitu juga dengan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Jika konvensi ini telah ditandatangani lebih dari 40 negara, maka konvensi ini menjadi Hukum Internasional, dan peraturan ini telah berlaku sejak tahun 2005.Direktur Makanan dan Tembakau Kementerian Perindustrian Enny Ratnaningtyas mengatakan bahwa ratifikasi konvensi FCTC ini dinilai tidak perlu dilakukan oleh karena Indonesia telah memiliki kebijakan yang mengatur tentang kesehatan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012, apalagi dianggap bahwa alasan ratifikasi FCTC hanya mengenai kesehatan. Dalam upaya pengendalian terkait konsumsi rokok bagi kesehatan dan dampak lainnya di Indonesia, saat ini Indonesia ditunjang dengan beberapa peraturan, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau. Selain itu kebijakan dalam penyediaan dana bagi pengendalian tembakau juga diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan pengaturan pajak rokok yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Rumusan MasalahDalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai dilematis posisi tembakau sebagai komoditi ekonomi dan bahan baku rokok. Untuk itu, ada beberapa pertanyaan penting yang akan dijawab dalam peneltiia ini:1. Peran tembakau dalam memajukan perekonomian Indonesia lewat cukai dan kegiatan ekspor impor2. Kegunaan tembakau sebagai bahan baku pokok rokok di industri rokok Indonesia3. Dampak negatif rokok (eksternalitas) dari semua dimensi4. Rekomendasi terkait FCTCTujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan secara umum untuk memberikan gambaran faktual dan semoga terkini mengenai isu sekitar pengetatan dan pembatasan produksi tembakau, dengan kaitannya dengan rokok dan perjanjian internasional. secara khusus, dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan tugas akhir, membuka wawasan, dan bentuk pencerdasan isu kepada masyarakat banyak.

BAB IITINJAUAN

Tinjauan Pustaka (Teori dan Studi empiris)

Penanganan masalah rokok di tanah air adalah hal yang kompleks dan sensitif karena meliputi kepentingan banyak sektor. Rokok memang memberikan pendapatan yang besar dari sisi ekonomi, bahkan rokok menyerap banyak pekerja, namun sebenarnya rokok menimbulkan jauh lebih banyak dampak negatif yang tidak disadari.Rokok menimbulkan eksternalitas diantaranya penyakit dan polusi. Eksternalitas menyebabkan kegagalan pasar. Disebut eksternalitas karena mekanisme pasar tidak dapat memasukkan semua biaya yaitu biaya sosial dan lingkungan. Tembakau menimbulkan biaya pengeluaran kesehatan, hilangnya produktivitas, kebakaran, dan banyak masalah terkait eksternalitas lainnya hingga lima ratus miliar dollar per tahun. Eksternalitas tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi, namun eksternalitas tersebut tidak meningkatkan kesejahteraan (wellbeing). Ada 7 elemen kesejahteraan (Costanza et al. 2009) yaitu health, security, knowledge, community, freedom, ecological integrity, dan equity.

Eksternalitas negative konsumsi rokokTerkait eksternalitas penyakit, biaya penyembuhan penyakit akibat rokok pertahun biasanya besar. Di United States, biaya perawatan penyakit terkait tembakau adalah 96 miliar USD, di Jerman 7 miliar USD dan Australia 1 miliar USD. Penyakit terkait tembakau dan kematian dini membebankan biaya produktivitas yang tinggi bagi perekonomian karena pekerja yang sakit dan orang-orang yang meninggal dini padahal berada di masa produktif mereka. Kehilangan peluang ekonomi di negara berkembang berpenduduk padat seperti Indonesia akan sangat berat karena tingkat konsumsi rokok yang tinggi dan pertumbuhannya cenderung naik.Dalam skala kecil, tanpa disadari rokok menyumbang polusi udara. Dalam asap rokok terdapat 4.000 bahan kimia dan gas berbahaya yang bersifat karsinogenik seperti nikotin, arsen, tar, aseton, natilamin, dan cadmium. Asap rokok tentu mengeluarkan bahan kimia berbahaya ini dan bahan-bahan ini adalah penyumbang polusi udara selain knalpot kendaraan dan cerobong asap pabrik. Rokok adalah penyebab utama kebakaran. Pada 2012-2013, rokok menyumbang 82 kematian dengan lebih dari sepertiganya disebabkan karena api rokok yang terjatuh dalam rumah atau hutan. Eksternalitas negative dari produksi rokokNegara yang mengimpor daun tembakau cenderung rugi jutaan dollar tiap tahunnya dalam kurs nya. Indonesia akhir-akhir ini cenderung mengimpor daun tembakau. Eksternalitas produksi lainnya adalah dari segi penggunaan lahan. Lahan yang dapat digunakan untuk menumbuhkan makanan malah digunakan untuk bertanam tembakau. Pekerja rokok juga memiliki risiko kesehatan jangka panjang. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Mel and Enid Zuckerman College of Public Health, University of Arizona, Tucson, ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berisiko bagi paru-paru,diantaranya pekerja pabrik. Pelinting rokok misalnya, berisiko terkena penyakit terkait paru-paru kerap terpapar dengan zat-zat yang bisa membahayakan kesehatan paru-paru, seperti misalnya bahan kimia, kuman penyakit, asap tembakau, debu dari serabut dan kotoran lainnya.Government Intervension terkait rokokDi Indonesia regulasi terkait rokok dan tembakau tergolong command and control regulation. Command and control regulation memberi hambatan dan batasan terkait apa yang dilakukan rumah tangga ataupun perusahaan. Hambatan (constraint) ini biasanya berbentuk pembatasan input dan output dalam proses produksi maupun konsumsi. Walaupun tipe intervensi pemerintah ini tidak mampu menyamakan marginal abatement cost sesama produsen maupun konsumen rokok, command and control policies dapat menjadi jenis intervensi terbaik dengan kondisi monitoring cost Indonesia yang tinggi.Economic incentives juga merupakan upaya pemerintah mengurangi konsumsi dan produksi rokok. Pajak berupa cukai yang tinggi diharapkan mempengaruhi kepentingan pribadi agar sejalan dengan kepentingan sosial. Secara teori, bila perusahaan dihadapkan pada pajak akan dampaknya yang merugikan, perusahaan memiliki insentif untuk mencari cara mengurangi polusi dengan biaya serendah-rendahnya. Hal ini dapat diperoleh perusahaan dengan mengembangkan teknologinya. Tax diharapkan memotivasi perusahaan mengurangi abatement cost-nya dengan research and development. Namun sistem pajak memiliki kelemahan karena tidak dapat mengkontrol level polusi seperti yang dilakukan marketable pollution permit.

BAB III ANALISIS

Seperti yang dipaparkan diatas bahwa Indonesia merupakan pasar potensial rokok yang besar. Dengan meningkatnya kaum menengah dengan populasi penduduk yang keempat terbesar dan 60% dari Asia Tenggara menjadi daya tarik bagi investor dan perusahaan rokok agar dapat memaksimalkan keuntungan pasar dengan penjualannya di wilayah Indonesia. Situasi ini menjadikan industri tembakau menjadi industri kontroversi disatu sisi merupakan aset nasional yang berperan dalam perekonomian nasional dan di sisi lain berdapak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Dalam analisis kali ini, para penulis akan mencoba membahas mengenai peran komiditi tembakau dalam memajukan perekonomian nasional dan dampak buruk yang dihasilkannya, dan rekomendasi apa yang dapat diberikan terkait dengan perjanjian internasional FCTC.

Peran Tembakau Dalam Perekonomian NasionalPerekonomian nasional dapat diukur dengan PDB, pendapatan masyarakat, dan pula tingkat pengangguran. Lewat tingkat pengangguran kita dapat mengetahui lebih dalam berapa banyak perusahaan yang menggunakan dan memanfaatkan tembakau sebenarnya menyerap lapangan pekerjaan. Perhatikan realisasi dan recana anggaran keuangan pemerintah berikut ini:

Pendapatan cukai dari hasil tembakau menjadi porsi terbesar dengan angka diatas 90% selalu, dan relatif terhadap pendapatan cukai lain. Realisasi pada tahun 2013 adalah 103,6 triliun. Angka ini setara dengan 6,05% dari total seluruh penerimaan negara tahun 2013, dan 1,42% dari PDB Indonesia. Angka ini juga setara dengan anggaran satu kementerian dalam setahun. Dalam perdagangan dunia, Indonesia berposisi sebagai negara net eksportir secara keseluruhan produk tembakau. Daun tembakau lah dimana Indonesia sebagai net importir. Devisa terutama berasal dari ekspor rokok karena nilai ekspor rokok lebih besar dari nilai impor rokok, namun untuk daun tembakau kecenderungan net importir. Pada tahun 2007 surplus perdagangan rokok sebesar US$ 253,87 juta (nilai ekspor rokok sebesar US$ 304,45 juta dan nilai impor rokok sebesar US$ 120,27 juta dan nilai impor US$ 217,21 juta). Dengan demikian secara total pada tahun 2007 perdangan Indonesia surplus sebesar US$ 156,93 juta.

Tingkat Penyerapan KerjaPerusahaan rokok memperkerjakan pekerja lokal dan internasional. yang menjadi patut dianalisis adalah seberapa besar dan signifikan industri rokok memang menyerap permintaan tenaga kerja di Indonesia. Untuk itu, berikut adalah tabel penyerapan kerja dari komiditi tembakau dan industri rokok: Industri rokok mendapatkan persentase 6,23% dari total pekerja yang dibagi usaha tani dan industri tani. Angka 6% adalah angka yang besar, mengingat rokok adalah satu komoditi tersendiri, jika hasil usaha tani dipecah menjadi beberapa komiditi, maka akan ditemukan angka yang relatif lebih kecil. Sebagai tambahan, angka ini dapat terus meningkat seiringnya berkembangnya globalisasi, deregulasi, dan ekspansi perusahaan rokok ke pasar pasar dan area kawasan baru. Penyerapan tenaga kerja akan lebih tinggi, begitu pula mengenai tingkat dependensi yang ditimbulkan dari bisnis rokok ini.

Kegiatan lain oleh Perusahaan RokokDewasa ini di Indonesia industri rokok telah juga berekspansi dalam partisipasinya mendukung kegiatan kegiatan populer di masyarakat banyak. Menjadi sponsor salah satu liga persepakbolaan yang ada di Indonesia, duta dalam pertandingan pertandingan besar olahraga Indonesia, sepakbola, futsal, basket, bulutangkis, tenis lapangan, dan lain lain. Perusahaan rokok juga ikut mensponsori konser musik dimana musisi musisi yang diundang adalah musisi artis internasional terkemuka, yang notabene bayaran yang tidak sedikit, sehingga hanya dapat dijangkau sekelas perusahaan rokok. Perhatikan tabel dibawah ini:

Data diatas cukup menjelaskan bagaimana komitmen pemerintah lewat aturan yang dikeluarkan tidak mencukupi apa yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dari berbagai penyakit yang ditimbulkan rokok dan biaya ekonomi untuk penyembuhanya.

Pengaruh Negatif RokokRokok adalah hasil olahan tembakau terbugkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tobacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. WHO sendiri melaporkan bahwa rokok merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Tingkat kematian akibat tembakau jauh lebih tinggi dibandingkan kematian karena penyakit TBC, HIV/AIDS dan malaria. Dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin bahwa generasi yang akan datang, yang menjadi jurus Indonesia menghadapi Bonus Demografi menjadi generasi yang sakit, dengan jenis sakit yang beragam. Hal ini dikarenakan dari jumlah 61.5 juta orang perokok, sebagian besar adalah generasi muda dengan kelompok umur 10-20 tahun. Rokok adalah barang yang jika dikonsumsi maka akan habis pada saat itu pula. Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia dapat dilihat denga bagaimana pada tingkat kelas masyarakat manapun, rokok menjadi jenis pengeluaran yang dapat dijangkau. Untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin, nampaknya rokok masih dapat dijangkau. Perhatikan tabel berikut ini:

NoJenis PengeluaranNominalPersentase

1Rokok102.95611,91%

2Daging7.7590,90%

3Susu dan telur19.4370,25%

4Ikan52.3686,06%

5Sayur sayuran49.1275,68%

6Pendidikan16.2571,88%

7Kesehatan17.4702,02%

Tabel Pengeluaran Rumah Tangga Termiskin di Indonesia, 2010. Kemenkes

Seperti yang diuraikan diatas, rokok dapat menjadi jenis pengeluaran nomor pertama dan nilainya signifikan besar relatif terhadap pengeluaran lain. Studi ini dilakukan untuk masyarakat kelompok miskind dan rentan miskin. Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa ada tingkat ketergantungan yang besar mengenai konsumsi akan rokok. Sehingga tidak mengherankan jika seandainya bantuan pemerintah kepada masyarakat misalkan seperti BLSM akan dalam tempo cepat dihabiskan mengingat rokok adalah barang konsumtif dengan tingkat intensitas dan nominal yang tinggi.

Biaya untuk Penyembuhan RokokBelum lama ini telah disahkan peraturan mengenai Jaminan Kesehatan Nasional yang akhirnya melahirkan satu badan atau lembaga bernama BPJS kesehatan. Lingkup pemerintah, jumlah yang dikeluarkan akibat Penyakit Terkait Rokok diperkirakan sekitar 39.5 triliun. Angka ini setara dengan membangun ribuan sekolah yang dapat membantu akses pendidikan di desa dan pulau terpencil, terluar, dan terbelakang. Belum juga untuk jalan nasional, provinsi, dan kabupaten dengan jumlah anggaran sebesar itu, atau balai latihan kerja untuk melepas jebakan pekerjaan sektor informal. Begitu besar oppurtunity cost yang diperoleh akibat eksternalitas yang dihasilkan rokok ini.

Peraturan Terbaru mengenai Pembatasan RokokPeraturan Pemerintah No.10 tahun 2012 telah teramanatkan beberapa peraturan yang bersifat Exit Strategy terkait pembatasan peredaran rokok. Pembatasan periklanan, jam tayang di televisi yang hanya boleh dari 21.30-05.00. Penambahan gambar yang sangat menganggu perokok dan peringatan yang lebih to the point pada kemasan dan iklan rokok menjadi Merokok membunuhmu, disertai dengan pembatasan aktivitas penyaangan kegiata pendanaan dan lain sebagainya. Harus ada langkah lanjutan mengenai strategi keluar dari tingkat ketergantungan rokok yang ada di Indonesia.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Selama abad 20 sekitar 100 juta penduduk meninggal karena rokok. Di abad 21 diperkirakan akan ada sekitar 1 milyar penduduk yang meninggal sia sia karena merokok jika tak ada upaya pencegahan dan pengentasan yang berarti. Dalam beberapa bulan lalu, Indonesia belum mau meratifikasi mengenai FCTC. Pakta kesepahaman antar negara ini adalah bentuk komitmen terhadap apa yang menjadi ancaman di negara negara di dunia, padahal kondisi Indonesia dengan populasi terbesar di Asia Tenggara adalah potensi ancaman bagi negara sendiri, dengan penduduk dengan perilaku cenderung konsumtif. Pemerintah harus dapat mengambil langkah berani untuk meratifikasi FCTC, dengan demikian komitmen global dalam mencegah rokok dan pengentasan produk ini menjadi satu untuk bersama diperangi. Untuk itu, di akhir penulisan karya akhir ini ada beberapa rekomendasi yang dapat diputuskan:1. Mendukung dan mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi FCTC. Dengan ikut serta dalam komitmen global, maka tekanan yang diberikan tidak hanya dalam negeri, namun dari semua negara yang ikut menandatangani sehingga disitu ada langkah bersama antar negara. Jelas perlu ada yang namanya MRAs atau sinkronisasi peraturan agar tidak saling membatalkan2. Lahan tembakau adalah lahan yang subur sehingga bisa digunakan untu alternatif lain3. Alihkan belanja penyakit akibat rokok ke sektor yang lebih produktif. 4. Mendesak perusahaan rokok untuk memberlakukan Floor Price yang tinggi secara bertahap agar membuat konsumen mengalihkan pos pembiayaannya untuk rokok. 5. Mengoptimalkan balai balai yang ada dari kementerian kesehatan untuk pusat rehabilitasi rokok.

Daftar Pustaka

Dokumen

Nota Keuangan APBN 2015PMK Kesehatan No 40 tahun 2013 mengenai Roadmap Pengendalian Rokok.Muchjidin, Rachmat. Pengembangan Ekonomi Tembakau Nasional: Kebijakan Negara Maju dan Pembelajaran Bagi Indonesia, 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonmi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.Action on Smoking and Health. 2014. ASH Factsheet November 2014 : The Economics of TobaccoPrastowo, Gigih. After The Turbulences: Pengetatan Peredaran dan Produksi Rokok, Fakultas Ekonomi UI, 2013.Costanza,Robert, Maureen Hart et al. 2009. Beyond GDP: The Need for New Measures of Progress. The Pardee Ppers/No.4/January.Boston UniversityThompson Learning. 2004. Chapter 3: Government Intervention in Market Failure.

Kutipan Berita

http://lifestyle.bisnis.com/read/20140601/220/232021/jumlah-perokok-terus-meningkat-indonesia-tertinggi-kedua-di-dunia diakses pada tanggal 13 Desember pukul 20.15

http://www.kemenperin.go.id/artikel/8275/Kemenperin-Tolak-Ratifikasi-FCTCdiakses pada tanggal 13 Desember pukul 20.15

http://kabar24.bisnis.com/read/20141011/15/264151/ri-jadi-satu-satunya-negara-asean-oki-yang-belum-ratifikasi-pengendalian-tembakau-fctc diakses pada tanggal 13 Desember pukul 20.15

http://www.tobaccofreekids.org/facts_issues/toll_global/

http://www.smallcrab.com/kesehatan/1291-sepuluh-pekerjaan-berisiko-untuk-paru-paru

http://www.amti.id/peneliti-ui-kontribusi-industri-rokok-tak-sebesar-yang-didengungkan/ diakses pada tanggal 14 Desember pukul 12:39http://amti.id/penerimaan-negara-dari-cukai-rokok-pada-tahun-2009-berjumlah-rp-55-triliun/ diakses pada tanggal 14 Desember pukul 12:20