i
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STRUCTURED NUMBERED HEADS (SNH) DAN NUMBERED
HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN PENDEKATAN
MATEMATIKA REALISTIK PADA PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KOTA MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
TESIS
Disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
RAODATUL JANNAH
NIM S851108056
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Sesungguhnya setelah ada kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila
kamu menyelesaikan suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh.”
(Qs. Al insyiroh: 6-7)
vi
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini kupersembahkan untuk orang-orang yang terdekat di
hatiku, sebagai bukti kebaktianku di atas tetesan keringat, doa,
kesabaran, dan segala nasehat-nasehatnya.
Kedua orang tuaku Ayahanda H. Muslimin Mukhtar dan
Ibunda Hj. Asiah Jamil.
Yang ku hormati kakak-kakakku tercinta yang menjadi sumber
dorongan dan inspirasiku yang mengharapkan
keberhasilannku.
Orang yang selalu ada ketika aku putus harapan dan selalu
mengerti denganku, eka, may, mas gozali dan teman-temannku
yang tidak bisa aku sebut satu persatu.
Ku do‟akan semoga apa yang telah Ayahanda, Bunda, semua keluarga,
dan sahabat-sahabatku serta orang yang selalu mengerti dengannku
semoga amal baik kalian mendapat balasan dari-Nya.
vii
Raodatul Jannah, S851108056. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Structured Numbered Heads (SNH) dan Tipe Numbered Heads Together
(NHT) Dengan Pendekatan Matematika Realistik Pada Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa. Pembimbing I : Prof.
Dr. Budiyono, M.Sc, Pembimbing II : Dr. Sri Subanti, M.Si. Tesis, Surakarta:
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2013.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan
prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe
SNH, NHT dengan pendekatan matematika realistik, dan pembelajaran
konvensional; (2) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih
baik antara siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi, sedang, dan
rendah; (3) pada masing-masing kategori kemandirian belajar siswa (tinggi,
sedang, dan rendah), manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih
baik, model pembelajaran kooperatif tipe SNH, NHT dengan pendekatan
matematika realistik atau pembelajaran konvensional; (4) pada masing-masing
model pembelajaran (SNH, NHT dengan pendekatan realistik, dan konvensional),
manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, siswa dengan
kemandirian belajar tinggi, kemandirian belajar sedang atau kemandirian belajar
rendah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri se-Kota Mataram
semester I tahun Pelajaran 2011/2012 dengan mengelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu sekolah kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Dasar
pengelompokkan adalah peringkat nilai ujian nasional Kota Mataram tahun 2011.
Pengambilan sampel dilakukan secara stratified cluster random sampling.
Sekolah yang menjadi sampel adalah SMP Negeri 15 Mataram, SMP Negeri 8
Mataram, dan SMP Negeri 9 Mataram dan masing-masing sekolah diambil dua
kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Banyaknya
peserta didik pada kelas model pembelajaran kooperatif tipe SNH adalah 120
peserta didik, kelas model pembelajaran tipe NHT adalah 113 peserta didik, dan
kelas pembelajaran konvensional adalah 115 peserta didik. Uji coba instrumen
dilakukan di SMP Negeri 10 Mataram (kelas yang digunakan di luar sampel yang
digunakan dalam penelitian).
Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode dokumentasi, angket,
dan tes. Metode dokumentasi diterapkan untuk mengetahui data nilai mid
semester I mata pelajaran matematika, yang selanjutnya digunakan untuk uji
keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Metode angket
digunakan untuk mengetahui kategori kemandirian belajar peserta didik, yang
kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kemandirian belajar
tinggi, sedang, dan rendah. Instrumen tes diterapkan untuk mengetahui prestasi
belajar matematika pada materi SPLDV.
viii
Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan 3 x 3 dengan
sel tak sama dan taraf signifikansi 0,05. Sebelum dilakukan analisis variansi,
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas
dengan rumus Lilliefors diperoleh hasil semua sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Uji homogenitas dengan uji Bartlett diperoleh hasil kedua
kelompok populasi variansinya homogen.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) model pembelajaran SNH
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan
model pembelajaran NHT dan konvensional, model pembelajaran NHT
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan
model konvensional; (2) prestasi belajar siswa dengan kemandirian belajar tinggi
lebih baik dibandingkan prestasi belajar siswa dengan kemandirian belajar sedang
dan rendah, sedangkan prestasi belajar siswa dengan kemandirian belajar sedang
sama baiknya dengan kemandirian belajar rendah; (3) pada masing-masing
tingkatan kemandirian belajar (tinggi, sedang, dan rendah), model pembelajaran
SNH dengan pendekatan realistik menghasilkan prestasi belajar matematika yang
lebih baik dibanding dengan penggunaan model pembelajaran NHT dengan
pendekatan realistik dan konvensional, sedangkan prestasi belajar siswa dengan
model pembelajaran NHT dengan pendekatan realistik lebih baik dibanding
dengan penggunaan model pembelajaran konvensional; (4) pada masing-masing
model pembelajaran (SNH, NHT pendekatan realistik, dan konvensional), prestasi
belajar siswa dengan kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada prestasi
belajar siswa dengan kemandirian belajar sedang dan rendah, prestasi belajar
siswa dengan kemandirian belajar sedang sama baiknya dengan prestasi belajar
siswa dengan kemandirian belajar rendah.
Kata kunci : Pembelajaran kooperatif tipe SNH, NHT, pendekatan realistik, dan
kemandirian belajar siswa.
ix
Raodatul Jannah, S851108056. The Experimentation of the Cooperative
Learning Model of Structured Numbered Heads (SNH) Type and Numbered
Heads Together (NHT) Type with realistic Mathematics approach on the
Learning Achievement in Mathematics viewed from independence of learning
of the students. Principal Advisor: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Co-advisor : Dr. Sri
Subanti, M.Si. Thesis, Surakarta: The Graduate Program in Mathematics
Education, Sebelas Maret University, 2013.
ABSTRACT
The objectives of this research are to investigate: (1) which of the
cooperative learning models of SNH type, NHT type with realistic Mathematics
approach, and conventional type results in a better learning achievement in
Mathematics of the students; (2) which of the high, the medium, and the low
independence of learning of the students results in a better learning achievement
in Mathematics; (3) for each category of independence of learning of the students
(high, middle, and low), which one results in better achievement in Mathematics,
cooperative learning model of SNH type, NHT type with realistic Mathematics
approach, and conventional type; and (4) for each learning model (SNH type,
NHT type with realistic Mathematics approach, and conventional type), which
one results in better achievement in Mathematics, students who have high, middle,
or low independence of learning.
This research used quasi-experimental research method. The population of
this research was the eleventh (8th
) grade students of the state junior high schools
in Mataram in the first semester of the academic year of 2012/2013. They were
divided into three groups: high, medium, and low on the basis of the ranking of
the scores of the national exam of the junior high schools in Mataram in 2011.
This research used stratified cluster random sampling technique. The sample of
this research consisted of the students of SMP Negeri 15 Mataram, SMP Negeri 8
Mataram, SMP Negeri 9 Mataram. The students of each of the schools were
divided into two experimental classes and one control class.120 students were
given the cooperative learning model of SNH type with realistic Mathematics
approach, 113 students were given the cooperative learning model of NHT type
with realistic Mathematics approach, and 115 students were given the learning of
conventional type. The experiment on the instrument was conducted in SMP
Negeri 10 Mataram.
The data of the research were collected through documentation,
questionnaire, and test. Documentation was used to collect the data of the mid test
scores for Mathematics of first semester students which were subsequently used
for the balance test between the experimental class and the control class.
Questionnaire was used to collect the data of independence of learning of the
students which were subsequently classified into the high, the medium, and the
low independence of learning of the students. Meanwhile, test was used to collect
the data of the learning achievement in Mathematics in the main topic of the
discussion of system quadratic equations two variables.
x
The data were then analyzed by using the unbalanced Two-Way Analysis
of Variance (ANNOVA) of 3 x 3 with unequal cells at the significance level of
0.05. The normality test and the homogeneity test were conducted prior to the
analysis of variance. The normality test was conducted by using the Lilliefors
formula and the result of the test was that all of the samples came from the
population with normal distribution. Meanwhile, the homogeneity test was
conducted by using the Bartlett formula and the result of the test was that both of
the population groups had homogeneous variance.
The results of the research are as follows: (1) the SNH type with realistic
Mathematics approach results in a better learning achievement in Mathematics of
the students than cooperative learning model of NHT type with realistic
Mathematics approach and conventional type, and the cooperative learning model
of NHT type with realistic Mathematics approach results in a better learning
achievement in Mathematics of the students than conventional type; (2) the
learning achievement of the students with the high independence of learning
results in a better achievement than the learning achievement of the students with
the middle and low independence of learning and the learning achievement of the
students with the middle independence of learning give the same mathematics
achievement as the low independence of learning; (3) for each category of
independence of learning of the students (high, middle, and low), cooperative
learning model of SNH type with realistic Mathematics approach results in better
achievement in Mathematics than cooperative model NHT type with realistic
Mathematics approach and conventional type, and cooperative learning model
NHT type with realistic Mathematics approach results in a better learning
achievement in Mathematics of the students than conventional type; and (4) for
each learning model (SNH type, NHT type with realistic Mathematics approach,
and conventional type), the learning achievement of the students with the high
independence of learning results in a better achievement than the learning
achievement of the students with the middle and low independence of learning
and the learning achievement of the students with the middle independence of
learning results as good as in the low independence of learning.
Keywords: Cooperative learning model of Structured Number Heads (SHT)
type, Number Heads Together (NHT) type, realistic Mathematics
approach, and independence of learning of the students.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan hidayah dan
innayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan sebaik-
baiknya. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
gelar Megister Program Studi Pendidikan Matematika.
Dari awal sampai akhir penulisan tesis ini banyak mendapatkan
bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan
studi di Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I
yang telah memberikan dorongan dan bimbingan kepada penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
3. Dr. Sri Subanti, M.Si., sebagai pembimbing II yang telah memberikan arahan,
bimbingan, semangat, petunjuk dan kritik yang membangun sehingga tesis ini
dapat penulis selesaikan.
4. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret yang telah banyak memberikan bekal ilmu
pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga kota Mataram yang telah
memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian di lingkungan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olah Raga kota Mataram.
6. Bapak/Ibu Kepala Sekolah SMP Negeri 15 Mataram, SMP Negeri 8 Mataram
dan SMP Negeri 9 Mataram yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian ini.
7. Guru dan semua siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Mataram, SMP Negeri 8
Mataram dan SMP Negeri 9 Mataram yang telah membantu penelitian ini.
xii
8. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan
dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Penulis percaya bahwa Allah SWT akan selalu membalas segala kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis dengan pahala dan barokah yang melimpah.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Surakarta, Februari 2013
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
PERNYATAAN ........................................................................................... iv
MOTTO ..................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ................................................................................ xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4
C. Pemilihan Masalah ............................................................................... 5
D. Pembatasan Masalah ............................................................................ 6
E. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
F. Tujuan Masalah ................................................................................... 7
G. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 9
A. Kajian Teori ......................................................................................... 9
1. Pembelajaran matematika ............................................................. 9
2. Kemandirian Belajar ..................................................................... 14
3. Model Pembelajaran Kooperatif (Structured Numbered Heads)
Dan (Numbered Heads Together) dengan Pendekatan
Matematika Realistik ..................................................................... 16
xiv
4. Pembelajaran Konvensional .......................................................... 29
B. Penelitian Yang Relavan ...................................................................... 31
C. Kerangka Berpikir ............................................................................... 33
D. Hipotesis .............................................................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 40
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 40
1. Tempat Penelitian .......................................................................... 40
2. Waktu Penelitian ............................................................................ 40
B. Jenis, Rancangan dan Prosedur Penelitian .......................................... 40
1. Jenis Penelitian .............................................................................. 40
2. Rancangan Penelitian ..................................................................... 42
3. Prosedur Penelitian ........................................................................ 42
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 43
1. Populasi ......................................................................................... 43
2. Sampel ............................................................................................ 43
3. Teknik Pengambilan Sampel ......................................................... 44
D. Teknik Pengambilan Data .................................................................... 46
1. Variabel Penelitian ......................................................................... 46
2. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 47
3. Instrumen dan Prosedur Uji Coba................................................... 49
E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 54
1. Uji Prasyarat Analisis .................................................................... 54
2. Uji Keseimbangan ......................................................................... 56
3. Pengajuan Hipotesis ....................................................................... 58
4. Uji Lanjut Anava ........................................................................... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 66
A. Hasil Uji Coba Instrumen .................................................................... 66
1. Hasil Uji Coba Angket Kemandirian Belajar Siswa .................... 66
2. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ......................... 67
B. Uji Keseimbangan Kemampuan Awal ................................................. 69
xv
1. Uji Normalitas ................................................................................ 69
2. Uji Homogenitas ............................................................................. 69
C. Deskripsi Data Penelitian .................................................................... 70
1. Data Kemandirian Belajar Siswa .................................................. 70
2. Data Prestasi Belajar ..................................................................... 72
D. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 73
1. Prasyarat analisis variansi dua jalan ............................................... 73
2. Pengujian Hipotesis ........................................................................ 75
E. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ............................................... 79
1. Hipotesis Pertama ......................................................................... 79
2. Hipotesis Kedua ............................................................................ 82
3. Hipotesis Ketiga ........................................................................... 83
4. Hipotesis Keempat ........................................................................ 84
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .............................. 86
A. Kesimpulan .......................................................................................... 86
B. Impilikasi ............................................................................................. 87
C. Saran .................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 90
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DAFTAR NAMA SMP se-KOTA MATARAM
1.1 Daftar Nama SMP se-Kota Mataram ................................................... 94
1.2 Perhitungan Pengelompokkan SMPN se-Kota Mataram ..................... 95
1.3 Daftar Nama dan Nilai Uji Coba Instrumen ....................................... 97
LAMPIRAN 2 PERANGKAT PEMBELAJARAN
2.1 Silabus .................................................................................................. 99
2.2 RPP Model Pembelajaran Kooperatif tipe SNH
dengan pendekatan matematika realistik .............................................. 102
2.3 RPP Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
dengan pendekatan matematika realistik ............................................. 108
2.4 RPP Konvensional ................................................................................ 113
2.4 Lembar Kegiatan Siswa ....................................................................... 115
LAMPIRAN 3 INSTRUMEN PENELITIAN
3.1 Kisi-kisi dan Angket Kemandirian Belajar (Uji Coba) ...................... 130
3.2 Lembar Validasi Angket Kemandirian Belajar (Uji Coba) ................. 136
3.3 Uji Konsistensi Internal Angket Kemandirian Belajar ........................ 142
3.4 Uji Reliabilitas Angket Kemandirian Belajar ...................................... 142
3.5 Kisi-kisi dan Soal Tes Prestasi (Uji Coba) .......................................... 146
3.6 Lembar Validasi Tes Prestasi .............................................................. 153
3.7 Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda ................................. 159
3.8 Uji Reliabiitas Tes Prestasi .................................................................. 164
3.9 Kisi-kisi dan Soal Tes Prestasi untuk Penelitian ................................. 166
LAMPIRAN 4 UJI KESEIMBANGAN
4.1 Data Kemampuan Awal Siswa ............................................................ 172
xvii
4. 2 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 1 ............................................. 177
4. 3 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 2 ............................................. 178
4. 4 Uji Normalitas Kelompok Kontrol ...................................................... 179
4. 5 Uji Homogenitas Kemampuan Awal ................................................... 180
4.6 Uji Keseimbangan ................................................................................ 181
LAMPIRAN 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Perhitungan Pengkategorian Kemandirian Belajar Siswa .................... 183
5.2 Data Hasil Angket Kemandirian Belajar............................................... 184
5.3 Data Tes Prestasi Matematika .............................................................. 196
LAMPIRAN 6 HIPOTESIS
6.1 Uji Normalitas Kelompok SNH dengan pendekatan
matematika realistik .............................................................................. 203
6.2 Uji Normalitas Kelompok NHT dengan pendekatan
matematika realistik ........................................................................... 204
6.3 Uji Normalitas Kelompok Konvensional ............................................. 205
6.4 Uji Normalitas Kelompok Kemandirian Tinggi ................................... 206
6.5 Uji Normalitas Kelompok Kemandirian Sedang .................................. 207
6.6 Uji Normalitas Kelompok Kemandirian Rendah .................................. 208
6.7 Uji Homogenitas Model Pembelajaran ................................................ 209
6.8 Uji Homogenitas Kemandirian Belajar ................................................. 212
6.9 Uji ANAVA ........................................................................................ 215
LAMPIRAN 7 UJI LANJUT PASCA ANAVA
7.1 Komparasi Rerata Antar Baris ............................................................. 219
7.2 Komparasai Rerata Antar Kolom ......................................................... 221
LAMPIRAN 8 TABEL STATISTIK
8.1 Tabel Distribusi Normal Baku ............................................................. 223
8.2 Tabel Nilai Kritik Distribusi Uji Lilifors ............................................. 224
xviii
8.3 Tabel Nilai Kritik Distribusi Chi Squere ............................................. 225
8.4 Tabel Nilai Kritik Distribusi F ............................................................. 226
LAMPIRAN 9 SURAT-SURAT DAN DOKUMENTASI PENELITIAN
9.1 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA Kota Mataram ........................... 228
9.2 Surat Keterangan Penelitian dari SMPN 15 Mataram ......................... 229
9.3 Surat Keterangan Penelitian dari SMPN 8 Mataram ........................... 230
9.4 Surat Keterangan Penelitian dari SMPN 9 Mataram ........................... 231
9.5 Surat Keterangan Uji Coba Instrumen dari SMPN 10 Mataram ....... 232
9.6 Dokumentasi Penelitian ....................................................................... 233
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Distribusi Nilai Siswa UN SMP se-Kota Mataram
Tahun Pelajaran 2010/2011 ......................................................... 2
Tabel 1.2 Persentase Penguasaan Materi Soal Matematika UN SMP
se-Kota Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011 ........................... 3
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe SNH
dengan Pendekatan Realistik ...................................................... 25
Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
dengan Pendekatan Realistik ....................................................... 28
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional ........................... 31
Tabel 3.1 Kegiatan dan Waktu Kegiatan Penelitian. .................................. 40
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ................................................................. 41
Tabel 3.3 Data SMP Negeri Berdasarkan NUN di Kota Mataram ............ 45
Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama............. 61
Tabel 4.1 Hasil Analisis Uji Normalitas Tes Kemampuan Awal ................ 69
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Awal .......................... 70
Tabel 4.3 Rangkuman Uji Keseimbangan Tes Kemampuan Awal ............. 70
Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Angket Kemandirian Belajar Siswa .............. 72
Tabel 4.5. Hasil Tes Prestasi Belajar .......................................................... 72
Tabel 4.6 Rangkuman Anava Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama................. 73
Tabel 4.7 Rangkuman Uji Keseimbangan Tes Kemampuan Awal ............. 74
Tabel 4.8 Rangkuman Jumlah Siswa Berdasarkan Angket
Kemandirian Belajar Siswa ......................................................... 74
Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas Prasyarat Anava Dua Jalan ...................... 75
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Prasyarat Anava Dua Jalan ................... 76
Tabel 4.11. Hasil Komparasi Rerata Antar Baris ........................................... 77
Tabel 4.12. Rangkuman Rerata dan Rerata Marginal .................................... 77
Tabel 4.13. Hasil Komparasi Rerata Antar Kolom ........................................ 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi
berbagai bidang kehidupan termasuk didalamnya pendidikan. Pendidikan yang
mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adalah yang dapat
mengembangkan potensi siswa. Konsep pendidikan semakin penting ketika
seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena
bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk
menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari di era
globalisasi saat ini (Irzani: 2009).
Usaha mencapai keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan
bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah semata, melainkan juga seluruh
masyarakat termasuk didalamnya adalah guru. Salah satu usaha untuk
meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika. Matematika merupakan sumber bagi ilmu pengetahuan
yang lain, artinya banyak ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung
pada matematika. Dengan kata lain, matematika tumbuh dan berkembang untuk
dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu
pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya. Pendidikan matematika
mencakup proses mengajar, proses belajar, dan proses berpikir kreatif. Proses
mengajar dilakukan oleh pengajar dan proses belajar dilakukan oleh siswa sebagai
peserta didik.
Salah satu cara mengembangkan potensi siswa adalah dengan cara
memperbaiki proses pembelajaran. Pembelajaran yang berkualitas tidak hanya
ditentukan oleh kurikulum yang baru, fasilitas yang tersedia, kepribadian guru,
wawasan pengetahuan yang luas, tetapi ditentukan pula oleh model pembelajaran
yang dikembangkan oleh guru. Dalam proses pembelajaran diperlukan suatu
model dan pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan siswa baik kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotorik.
1
2
Misalnya model pembelajaran yang membiasakan siswa untuk aktif sehingga
akan mengembangkan sifat kreatif dan mandiri, dan salah satu pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman sehari-hari siswa sehingga
pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa.
Sidi (2001: 14) menyatakan bahwa: “faktor proses dan konteks sangat
menentukan output pendidikan”. Karena masalah-masalah seperti kurikulum,
kualitas guru, model pembelajaran, pendekatan pengajaran yang efektif dan
menyenangkan serta manajemennya menjadi sangat penting dalam proses
pendidikan di sekolah.
Pada kenyataannya metode pembelajaran yang kerap kali digunakan oleh
guru adalah metode konvensional yang mengandalkan metode ceramah, tanya
jawab, penugasan, tanpa melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai
dengan materi yang diajarkan ternyata berdampak kurang baik terhadap motivasi,
penguasaan materi daya serap siswa. Akibatnya kesempatan siswa untuk
mengalami proses penemuan bahan yang diajarkan tidak ada dan hal ini
berdampak kepada perolehan hasil yang tidak memadai. Akibatnya, prestasi
belajar matematika yang dicapai siswa masih tergolong rendah.
Tabel 1.1 Distribusi Nilai Siswa UN SMP se-Kota Mataram Tahun Pelajaran
2010/2011
Interval
Nilai
Bhs.
Indonesia Bhs. Inggris Matematika IPA
10 - 4 71 4
9 – 9,99 391 2702 2392 1063
8 – 8,99 2261 1787 1896 2746
7 – 7,99 1704 608 630 1084
6 – 6,99 567 135 156 313
5 – 5,99 98 25 46 51
4 – 4,99 242 40 86 51
3 – 3,99 50 21 31 11
2 – 2,99 12 2 17 2
1 – 1,99 1
0 – 0,99
Jumlah 5325 5325 5325 5325
(sumber: Kemdiknas, 2011)
3
Dari tabel distribusi nilai hasil ujian nasional diatas, terlihat bahwa untuk
mata pelajaran matematika masih terdapat 134 orang siswa dari 5325 orang
peserta atau 2,52% dari jumlah peserta ujian masih memperoleh nilai di bawah
standar nasional yaitu 5,50. Salah satunya dari persentase penguasaan materi soal
matematika UN 2011 SMPN pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
Tabel 1.2 Persentase Penguasaan Materi Soal Matematika UN SMPN se-Kota
Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011
No Kemampuan yang diuji Provinsi
(%)
Nasional
(%)
1. Menentukan gradien, persamaan garis dan grafiknya 75.95 60.72
2. Menyelesaikan soal dengan menggunakan teorema
Pythagoras
85.47 80.39
3. Menentukan penyelesaian sistem persamaan linear
dua variabel
72.78 72.00
(sumber: Kemdiknas, 2011)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada kompetensi yang diuji
yaitu menentukan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel, untuk
tingkat provinsi hanya 72,78 % untuk tingkat nasional 72,00%. Untuk itu,
diperlukan usaha untuk meningkatkan hasil belajar atau nilai tersebut agar seluruh
siswa dapat mencapai nilai standar kelulusan yang telah ditetapkan nasional.
Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah
mengubah pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran yang inovatif
dengan pendekatan matematika realistik.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah salah satu model
pembelajaran inovatif yang membuat siswa belajar lebih aktif, berpikir lebih
kritis, lebih berpartisipasi dalam proses belajar mengajar serta mampu berinteraksi
satu sama lain. Model pembelajaran yang seharusnya senantiasa merupakan
proses kegiatan interaksi guru dengan siswa serta interaksi antar siswa dengan
siswa yang akan membentuk sinergi yang saling menguntungkan semua anggota
(Anita Lie, 2007: 33), salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran ini juga mampu mengajak siswa bekerja secara bersama-
sama dan menyebabkan siswa aktif bekerja dalam kelompoknya.
4
Model pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads (SNH)
yang merupakan modifikasi dari Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu
model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan
setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan
kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama. Guru meminta kerjasama
antar kelompok. Siswa diminta keluar dari kelompoknya dan bergabung dengan
siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa
dengan tugas yang sama bisa saling membantu dan mencocokkan hasil kerjasama
mereka. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Model pembelajaran kelompok tipe NHT, dimana peran guru dalam proses
belajar berkurang, guru berperan hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan
memotivasi siswa untuk belajar mandiri, serta siswa akan merasa senang
berdiskusi dengan kelompoknya, juga berinteraksi dengan teman sebaya. Ciri
utama dari model pembelajaran ini adalah penomoran dengan adanya penomoran
siswa akan merasa bertanggung jawab atas anggota kelompoknya.
Salah satu pendekatan yang berorientasi pada matematisasi pengalaman
sehari-hari dan menerapkan matematika dalam pengalaman sehari-hari adalah
pendekatan matematika realistik (RME). RME berupaya untuk mengaitkan siswa
dalam proses pembelajaran matematika, dengan cara memberi kesempatan yang
sangat luas kepada siswa untuk melakukan proses yaitu mengembangkan
kreatifitas dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
pembelajaran matematika akan lebih bermakna bagi siswa.
Karakteristik siswa bermacam-macam diantaranya kecerdasan intelektual
(Intelligent Quotient), gaya kognitif, gaya belajar, kemandirian belajar siswa,
motivasi, minat atau bahkan pengaruh dari diri dan lingkungn di sekitar siswa.
Salah satu karakteristik siswa yang mungkin mempengaruhi hasil belajar
khususnya matematika adalah kemandirian belajar. Dalam kegiatan pembelajaran,
kemandirian sangat penting karena merupakan sikap pribadi yang sangat
diperlukan oleh setiap individu. Dengan kemandirian, siswa cenderung belajar
lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara
5
efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa
bergantung pada orang lain secara emosional. Siswa yang mempunyai
kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, bekerja
secara individual maupun bekerja sama dengan kelompok, dan berani
mengemukakan gagasan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Ada kemungkinan masih rendahnya prestasi belajar matematika karena
kurang tepat penggunaan model pembelajaran. Terkait dengan permasalahan
ini, dapat diteliti apakah setelah model pembelajaran diganti, prestasi belajar
matematika siswa menjadi lebih baik. Penelitian yang mungkin dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pemilihan model
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan matematika realistik sehingga
memungkinkan semua siswa mencapai keberhasilan.
2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa karena
matematika cenderung dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit,
membosankan, serta guru kurang kreatif memandirikan siswa saat
pembelajaran matematika, pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru
yang mungkin berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa, sehingga
perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan yang mempunyai kemandirian
belajar tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar matematika siswa.
3. Masih rendahnya prestasi belajar matematika dimungkinkan karena semangat
dan motivasi belajar matematika siswa yang kurang. Oleh karena itu, dapat
diteliti apakah semangat dan motivasi belajar matematika siswa tinggi maka
prestasi belajar matematika tinggi. Penelitian yang mungkin dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membandingkan prestasi belajar
yang dihasilkan dari berbagai macam kategori motivasi berprestasi.
6
C. Pemilihan Masalah
Dari ketiga masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin
melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan kedua yaitu
yang terkait dengan membandingkan pengaruh prestasi belajar siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads
(SNH) dengan pendekatan matematika realistik, Numbered Heads Together
(NHT) dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran konvensional
yang ditinjau dari kemandirian belajar siswa.
Alasan dipilihnya masalah tersebut karena paradigma pembelajaran dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan pembelajaran berpusat
pada siswa (student centered) bukan pada guru (teacher centered).
D. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada model pembelajaran
Structured Numbered Heads (SNH) dengan pendekatan matematika realistik,
Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan matematika realistik
dan konvensional.
2. Kemandirian belajar siswa dibatasi pada kemandirian belajar matematika di
sekolah dengan kategori: kemandirian belajar tinggi, kemandirian belajar
sedang, dan kemandirian belajar rendah.
3. Penelitian dilakukan di SMP Negeri se-Kota Mataram kelas VIII semester
ganjil tahun pelajaran 2012/2013.
4. Pokok Bahasan yang dipilih dalam penelitian ini adalah Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel (SPLDV).
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan
masalah tersebut di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, model
pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads (SNH) dengan
7
pendekatan matematika realistik, tipe Numbered Heads Together (NHT)
dengan pendekatan matematika realistik atau pembelajaran konvensional?
2. Manakah diantara kemandirian belajar siswa yang mempunyai prestasi
belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan kemandirian belajar tinggi,
sedang atau rendah?
3. Pada masing-masing kategori kemandirian belajar siswa manakah yang
mempunyai prestasi belajar lebih baik, siswa dengan diberikan model
pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads (SNH) dengan
pendekatan matematika realistik, model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan matematika realistik
atau pembelajaran konvensional?
4. Pada masing-masing model pembelajaran manakah yang mempunyai prestasi
belajar matematika lebih baik, siswa dengan kemandirian belajar tinggi,
kemandirian belajar sedang atau kemandirian belajar rendah?
F. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih baik antara model
pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads (SNH) dengan
pendekatan matematika realistik, model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan matematika realistik
atau metode konvensional ditinjau dari kemandirian belajar siswa.
2. Untuk mengetahui apakah siswa dengan kemandirian belajar tinggi,
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan
kemandirian belajar sedang dan rendah.
3. Untuk mengetahui apakah pada masing-masing kategori kemandirian belajar
siswa model pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads
(SNH) dengan pendekatan matematika realistik menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan matematika realistik,
8
model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan
matematika realistik lebih baik dari metode konvensional.
4. Untuk mengetahui apakah pada masing-masing model pembelajaran
kemandirian belajar berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan kepada pembelajaran matematika, terutama dalam meningkatkan
prestasi belajar matematika siswa. Secara khusus penelitian ini memberikan
kontribusi kepada pembelajaran matematika yang berupa pergeseran dari
pembelajaran yang hanya mementingkan hasil ke pembelajaran yang juga
mementingkan prosesnya dan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-
hari siswa dan pembelajaran yang bukan hanya berpusat pada guru (teacher
centered) tetapi yang harus lebih aktif adalah siswa (student centered).
2. Manfaat Praktis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada guru dan siswa. Bagi guru matematika dapat digunakan sebagai
masukan untuk menentukan metode dan pendekatan mengajar yang tepat
dalam menyelenggarakan pembelajaran aktif dan kreatif, bagi siswa dapat
meningkatkan kemampuan matematika serta dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Pembelajaran Matematika
Knirk dan Gustafson (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran
merupakan kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang
mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu proses
yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam
konteks kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran sebagai proses interaksi antara guru dan siswa,
dimana siswa harus berpartisifasi aktif selama proses pembelajaran. Hal ini
didasarkan kepada pemikiran bahwa siswa harus menjadi fokus utama
kegiatan pembelajaran. Sebagai fokus utama, siswa memang harus terlibat
aktif dalam keseluruhan proses atau kegiatan pembelajaran agar mereka
langsung dapat memperoleh pengalaman sekaligus sebagai penerima
manfaat dari proses dan hasil pembelajaran tersebut.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi moderen, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Untuk
membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Menurut James dan James (1976) dalam Erman Suherman (2001:
16) matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain yang
terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, serta geometri. Sedangkan
Kline (1973) dalam Erman Suherman (2001: 17) berpendapat bahwa
9
10
matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi, dan alam.
Menurut Brown (2008) menyatakan bahwa: Pendidikan matematika
sebagai bidang penelitian yang dapat dipahami sebagai tradisi baru yang
muncul sebagai tambahan untuk pembelajaran dan pengajaran matematika
di sekolah (Mathematics education as a research field might be
understood as being a relatively new tradition emerging as an adjunct to
the learning and teaching of mathematics in schools).
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Soedjadi
(2000: 43), mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan
pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya
matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal
yaitu:
1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat,
jujur, efektif, dan efisien.
2) Merpersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari
ilmu pengetahuan.
Dalam pembelajaran matematika dengan paradigma belajar, guru
harus mampu bertindak sebagai pembimbing, pemimpin, dan fasilitator
belajar bagi siswa. Dalam hal ini guru harus melakukan pemilihan
pendekatan atau model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
terlibat aktif sebagai pelaku utama proses belajar. Jadi, pembelajaran
matematika disini adalah upaya-upaya yang dilakukan seorang guru untuk
melibatkan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran agar mereka
11
langsung dapat memperoleh pengalaman sekaligus sebagai penerima
manfaat dari proses dan hasil pembelajaran tersebut.
b. Prestasi Belajar Matematika
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Marcuardt dalam
Soetarno Joyoatmojo (2011: 41) menyatakan belajar harus dipandang
sebagai gejala atau proses sosial karena kemampuan belajar seseorang
sangat ditentukan oleh kualitas dan sikap keterbukaan dalam menjalin
kerjasama dengan orang lain.
Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower dalam Baharuddin (2007:
13) belajar (to learn) memiliki arti: memperoleh pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai
pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan (to gain
knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study, to
acquire trough experience, to be become informe of to find out.
Teori belajar konstruktivisme yang merupakan salah satu prinsip
psikologi pendidikan menyatakan bahwa guru tidak begitu saja
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif
membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Belajar bukanlah
sekedar menghafal akan tetapi, proses mengkonstruksi pengetahuan
melalui pengalaman, (Wina Sanjaya 2008: 246). Pengetahuan bukan hasil
“pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu.
Menurut William and Jakson: (2006: 25), menyatakan bahwa:
Metode pendidikan dasar di kelas seharusnya dikonsep, didesain, dan
dikembangkan oleh guru. Namun belajar yang paling baik bagi siswa
dengan mengkontsruksi pengetahuannya dengan bantuan guru dan
sekolah, ahli pendidikan juga menyatakan bahwa belajar itu seharusnya
dalam lingkungan kolaboratif dan konstruktif. (A primary science methods
classroom was conceived, designed, and developed for preservice and
inservice teachers. Just as science educators believe that students learn
best by constructing their knowledge of the natural world with the aid of a
teacher and colleagues, science educators also believe that preservice and
inservice teachers should learn in a collaborative and constructivist
environment).
12
Dalam pandangan kontruktivisme, belajar berarti aktif dalam
mengembangkan sendiri ilmu pengetahuan. Pembelajaran menuntut
partisipasi aktif siswa yang berpangkal pada asumsi bahwa ilmu
pengetahuan harus dibangun oleh siswa melalui pemberian kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman belajar yang terkait dengan pemrolehan
ilmu pengetahuan tersebut. Orang yang belajar tidak dapat dianggap
sebagai bejana kosong yang siap diisi, melaikan merupakan pribadi yang
pada dasarnya adalah merupakan pribadi yang aktif yang berusaha mencari
makna dari apa yang dipelajari.
Belajar dalam pandangan kaum konstruktivistik Marlowe dan Page
dalam Soetarno Joyoatmojo (2011: 34) :
1) Proses perolehan informasi melalui aktivitas bertanya,
menginterpretasi, dan analisis;
2) Menggunakan informasi dan proses penalaran untuk mengembangkan,
membangun, dan mencari alternatif-alternatif pemaknaan dan
pemahaman atas konsep-konsep dan gagasan-gagasan;
3) Mengintegrasikan pengalaman yang sedang dihadapi dengan
pengalaman yang lalu atau pengetahuan yang telah dimiliki tentang
sesuatu hal. Dengan demikian, kaum kontruktivistik memaknai belajar
sebagai suatu proses mengkonstruksi, mengkreasi, menemukan dan
mengembangkan sendiri sebuah ilmu pengetahuan.
Di dalam kontruktivisme peran guru bukan memberi jawaban akhir
atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan untuk membentuk
(mengkonstruksi) pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur
matematika. Sedangkan dalam paradigma tradisional, guru mendominasi
pembelajaran dan guru senantiasa menjawab „dengan segera‟ terhadap
pertanyaan-pertanyaan siswa.
Dari beberapa pengertian tentang belajar yang telah diuraikan
diatas bahwa belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.
Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa, siswa harus aktif melakukan
13
kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari.
Prestasi belajar dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya
aktivitas belajar yang telah dilakukan. Nana Sudjana (2011: 22),
mendefinisikan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Adapun menurut Slameto (2003: 23), prestasi belajar adalah penilaian
hasil usaha kegiatan hasil belajar yang dinyatakan dengan simbol, angka,
huruf maupun hal yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh
setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar
merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.
Jadi, prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil yang
dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar matematika
yang dinyatakan dalam hasil tes berupa nilai. Nilai ini dapat dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf atau kalimat yang dapat mencerminkan
hasil yang telah dicapai siswa.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam mencapai prestasi
belajar, antara lain faktor dari dalam siswa (faktor internal) dan faktor dari
luar (faktor eksternal). Menurut Slameto (2003: 54-72) faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses belajar yaitu:
1) Faktor internal, yang terdiri dari tiga faktor berikut:
a. Faktor jasmaniah (fisiologis) yang meliputi faktor kesehatan dan
cacat tubuh.
b. Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat,
kreativitas, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.
2) Faktor eksternal, yang terdiri dari faktor berikut:
a. Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi
antaranggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, dan latar
belakang kebudayaan.
14
b. Faktor sekolah yang meliputi model pembelajaran, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, dan disiplin
sekolah.
c. Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah faktor
keefektifan pembelajaran. Keefektifan pembelajaran akan ditentukan oleh
model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Apabila model
pembelajaran yang dipilih tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka
pembelajaran akan menjadi efektif sehingga prestasi belajar siswa
diharapkan optimal. Jadi, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran yang
digunakan guru akan berdampak pada tinggi rendahnya kemandirian
belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Kemandirian Belajar
a. Pengertian tentang Kemandirian Belajar
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 1988: 625),
kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada
orang lain. Kemandirian belajar siswa dapat diawali dari kesadaran adanya
masalah, disusul dengan timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara
sengaja untuk menguasai suatu kompetensi yang diperlukan guna
mengatasi masalah dan kemandirian belajar siswa itu berlangsung tanpa
batuan orang lain.
Dalam kegiatan pembelajaran, kemandirian sangat penting karena
merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu.
Menurut Utari Sumarmo (2006: 5) dengan kemandirian, siswa cenderung
belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur
belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu
mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan
bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional.
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar mampu menganalisis
15
permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara individual maupun
bekerja sama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan.
Situasi belajar dapat dibentuk dengan cara berbeda, baik dengan
sendiri, kompetisi atau kerjasama. Tiap-tiap pembentukan itu dapat
digunakan untuk tujuan berbeda dan mengarahkan kepada hasil belajar
yang berbeda pula (a learning situation can be structured in different
ways, as an individual, competitie, or cooperative activity. Each of these
structures can be used for different purposes and can lead to different
learning outcomes) Peklaj ( 2006: 9).
Dalam pembelajaran modern sekarang ini dituntut terjadinya
pembelajaran dengan pencapaian tuntas yang dikenal dengan strategi
belajar tuntas. Pendekatan individual memegang peranan penting dalam
strategi belajar tuntas, di sanalah terjadi program pengayaan, program
perbaikan, tutorial, serta bentuk-bentuk pengajaran lain yang menuntut
kemandirian belajar yang tinggi setiap siswa.
b. Sistem Belajar Mandiri
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010: 22), dalam proses belajar
siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan
belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat.
Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya evaluasi, dan
keberhasilan belajar menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan
dirinya. Hal ini akan memperkuat keinginan untuk semakin mandiri.
Rochester Institut of Techonology (2000) dalam Utari Sumarmo,
mengidentifikasi beberapa karakteristik dalam kemandirian belajar, yaitu:
memilih tujuan belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih
dan menggunakan sumber belajar yang tersedia, bekerjasama dengan
individu lain, membangun makna, memahami pencapaian, keberhasilan
tidak cukup hanya dengan usaha dan kemampuan saja namun harus
disertai dengan kontrol diri. Paris dan Winograd juga mengidentifikasi
motivasi yaang berkelanjutan merupakan aspek yang penting dalam belajar
mandiri.
16
Dengan demikian dalam penelitian ini, kemandirian belajar siswa
dicirikan oleh hal-hal berikut ini:
1) Adanya sikap mental siswa terhadap pelajaran matematika, sikap
mental tersebut meliputi:
a) Siswa mempunyai rasa percaya diri dan keuletan setiap belajar
matematika.
b) Adanya motivasi diri sendiri yang kuat untuk belajar matematika.
c) Keberanian siswa untuk berargumen atau bertanya.
d) Keberanian siswa mendemonstrasikan hasil pekerjaannya.
2) Adanya cara-cara belajar yang digunakan oleh siswa demi meraih
prestasi belajar matematika yang baik. Dalam hal ini harus mengarah
pada pedoman-pedoman umum untuk belajar mandiri, yaitu:
a) Keteraturan dalam belajar matematika.
b) Disiplin diri dalam belajar matematika.
c) Konsentrasi dalam belajar matematika.
d) Penggunaan waktu dalam belajar matematika.
e) Pemakaian sarana perpustakaan.
3) Sikap mandiri yang dimiliki oleh siswa, meliputi:
a) Cara-cara siswa dalam menyelesaikan setiap tugas atau PR
matematika.
b) Adanya keinginan untuk memperkaya pengetahuan dan materi
pelajaran.
c) Mempunyai sikap positif pada saat mengikuti pembelajaran
matematika.
Berdasarkan uraian kemandirian belajar dan sistem belajar mandiri
diatas, dalam penelitian ini kemandirian belajar didefinisikan sebagai
kemampuan siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang bertumpu pada
aktivitas dan tanggung jawab dengan didorong oleh motivasi dirinya
sendiri. Dalam melakukan aktivitas belajar siswa dituntut kemandirian
belajarnya, karena dengan adanya kemandirian belajar tersebut akan
tercapai prestasi belajar yang optimal.
17
3. Model Pembelajaran Kooperatif Structured Numbered Heads (SNH)
dengan Pendekatan Matematika Realistik dan Numbered Heads Together
(NHT) dengan Pendekatan Matematika Realistik
a. Model Pembelajaran Kooperartif
Model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial,
Agus Suprijono (2009: 46). Adapun Udin S. Winataputra dalam Soetarno
Joyoatmojo (2011: 102) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran atau
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Sedangkan Muhibin Syah (2005: 201), mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan
kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran
kepada peserta didik. Dari beberapa pendapat di atas, maka dalam
penelitian ini yang dimaksud model pembelajaran adalah suatu kerangka
konseptual yang sistematis yang berisi prosedur dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran untuk mencapi tujuan pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang saat ini sedang marak
digunakan adalah model pembelajaran yang lebih mengedepankan kerja
sama. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning).
Menurut Roger, dkk dalam Miftahul Huda (2011: 29) mengatakan
bahwa :
“Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran
kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran
harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara
kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap
pembelajaran bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan
didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang
18
lain. (Cooperative learning is group learning activity organized in
such a way that learning is based on the socially structured change
of information between learners in group in which each learner is
held accountable for his or her own learning and is motivated to
increase the learning of others)”.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
yang bernaung dalam pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang menuntut keterlibatan
aktif siswa sekaligus dapat mengembangkan kemampuan bekerjasama atau
kemampuan untuk bekerja dalam tim. Hal ini senada dengan yang
diungkapkan Barkely, Cross, dan Major dalam Soetarno Joyoatmojo
(2011: 105) dengan adanya interaksi antar teman sebaya dalam
pembelajaran kooperatif merupakan cara yang efektif dalam meningkatkan
keaktifan siswa.
Kelebihan dari pembelajaran kooperatif juga diungkapkan oleh Sri
Anitah dalam Soetarno Joyoatmojo (2011: 105) melalui prinsip-prinsip
dari model ini antara lain:
1) Memecahkan masalah bersama dalam kelompok sehingga terjadi
saling tukar pendapat, berbagi pengalaman, dan saling membantu satu
sama lain.
2) Mencapai tujuan tertentu yang sama melalui diskusi untuk
menentukan strategi pemecahan, pembuatan keputusan secara
bersama-sama.
3) Adanya ketergantungan yang positif yakni adanya saling bantu dan
kerjasama yang baik antar anggota kelompok dalam memecahkan
masalah.
Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2012: 58)
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur
dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu:
19
a) Saling ketergantungan positif (Positive interdependence).
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang
saling membutuhkan inilah yang dimaksud denga saling
ketergantungan positif.
b) Tanggung jawab perseorangan (Personal responsibility).
Pertanggung jawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap
keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah
membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat.
Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
c) Interaksi promotif (Face to face promotive interaction).
Interaksi promotif dapat didefinisikan sebagai suatu interaksi dalam
kelompok dimana setiap anggota saling mendorong dan membantu
anggota lain dalam usaha mereka untuk mencapai, menyelesaikan, dan
menghasilkan sesuatu untuk tujuan bersama.
d) Komunikasi antaranggota (Interpersonal sklill).
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka dalam mengutarakan
pendapatnya.
e) Pemrosesan kelompok (Group processing).
Pemrosesan mengandung arti menilai. Tujuan pemrosesan kelompok
adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan
kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan
kelompok.
Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
hal ini, sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni
20
mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Dengan begitu adanya pembelajaran kooperatif dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa.
b. Pendekatan Matematika Realistik
Menurut Erman Suherman (2001: 7), pendekatan (Approach)
pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam
pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi
dengan siswa.
Salah satu pendekatan yang berorientasi pada matematisasi
pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam pengalaman
sehari-hari adalah pendekatan matematika realistik. Pendekatan ini
mengacu pada pendapat Freudenthal menyatakan bahwa pembelajaran
matematika sebaiknya berangkat dari aktivitas manusia Mathematics is
human activity (Erman Suherman, 2001: 128).
Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR menjadikan
pelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa, karena dibimbing untuk
menemukan konsep matematika dengan usaha mereka sendiri, Sutarto
Hadi (2005: 52). Dalam pendekatan matematika realistik dikenal dua jenis
matematisasi yang diformulasikan oleh Treffers yaitu, matematisasi
horizontal, matematika dalam tingkat ini adalah matematika informal atau
pentransformasian masalah dalam dunia real kedalam masalah matematika
dan matematisasi vertikal jika mulai dari soal-soal kontekstual, tetapi
dalam jangka panjang dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa
menggunakan bantuan konteks.
Menurut Zulkardi dalam Sofa (2008: 2), pendekatan matematika
realistik memiliki lima karakteristik, yaitu:
1) Menggunakan masalah kontekstual (The use of context).
Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual,
sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung.
21
2) Menggunakan berbagai model (The use models).
Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun
sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke
dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa untuk
membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari
situasi informal ke formal.
3) Kontribusi siswa (Student contributions).
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan
berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada
pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah.
Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran
diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran
atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
4) Interaktivitas (Interactivity).
Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa
dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting
dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan,
pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk
pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
5) Terintegrasi (Intertwining).
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan
suatu topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung
terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan
pendekatan PMR dalam penelitian ini sebagai berikut:
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami
permasalahan tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini
adalah menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam
pembelajaran.
22
Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
Guru menjelaskan situasi atau kondisi soal dengan memberikan petunjuk
atau saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang
belum dipahami siswa. dan karakteristik yang muncul pada langkah ini
adalah adanya interaksi.
Langkah 3: Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara
mereka sendiri. Cara pemecahan jawaban masalah berbeda lebih
diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal.
Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu
karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara
berkelompok untuk selanjutnya dibandingkan dan diskusikan pada diskusi
kelas. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong
dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan
kontribusi siswa (students constribution) dan karakteristik keempat yaitu
terdapat interaksi (interactivity) antara siswa dengan siswa lainnya.
Langkah 5. Menyimpulkan
Dari diskusi, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur. Karakteristik
pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini
adalah adanya interaksi (interactivity) antara siswa dengan guru
(pembimbing).
c. Structured Numbered Heads (SNH) dengan Pendekatan Realistik.
Structured Numbered Heads (SNH) merupakan pengembangan
dari Numbered Heads Together (NHT). Model pembelajaran ini pertama
kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Model Pembelajaran
kooperatif tipe SNH adalah suatu model pembelajaran dimana siswa
23
dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas
berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang
bernomor sama untuk bekerjasama. Guru menyuruh siswa untuk
bekerjasama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan
bergabung dengan siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam
kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu dan
mencocokkan hasil kerjasama mereka. Model ini memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat.
Dalam model SNH, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab
pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.
Menurut Miftahul Huda (2011: 131) langkah-langkah pembelajarannya
sebagai berikut:
1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam
kelompok diberi nomor.
2) Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya.
Misalnya, siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan
mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyelesaian soal.
Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3
mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.
3) Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa
melibatkan kerjasama antar kelompok. Siswa diminta keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama siswa-siswa yang bernomor
sama dari kelompok lain. Dengan demikian, siswa-siswa dengan tugas
yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja
mereka.
Model pembelajaran kooperatif tipe SNH sangat tepat untuk
pembelajaran berkelompok karena model ini memudahkan dalam
pembagian tugas, untuk menghindari siswa mendominasi atau diam sama
sekali. Kelebihan model ini adalah setiap siswa menjadi siap dalam
belajar, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan
24
dapat bertukar pikiran dengan siswa lain. Model pembelajaran kooperatif
tipe SNH bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan
siswa.
Cara kerja dari model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Anita
Lie, 2007: 60-61) adalah sebagai berikut:
1) Penomoran.
Siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok belajar. Setiap siswa
dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2) Penugasan.
Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya.
Misalnya, siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan
mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan pelaksanaan
soal. Siswa no. 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa no. 3
mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.
3) Diskusi.
Selain diskusi dengan kelompok, guru juga mengadakan kerjasama
antar kelompok. Siswa diminta keluar dari kelompoknya dan bergabung
dengan siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam
kesempatan ini, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling
membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.
4) Persentasi.
Setelah selesai diskusi, guru memanggil nomor siswa secara acak dari
tiap kelompok dan meminta siswa dari salah satu kelompok tersebut
untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
Dari uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
Structured Numbered Heads (SNH) dengan pendekatan matematika
realistik yang dilakukan dalam penilitian ini adalah:
25
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe SNH dengan
Pendekatan Matematika Realistik.
Langkah Kegiatan Guru
1) Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran dan memotivasi
siswa untuk belajar.
2) Mengorganisasikan
siswa dalam kelompok
belajar.
Guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.
3) Menyajikan materi
pelajaran
Guru mengawali pembelajaran dengan
memberikan masalah kontekstual, yang
diakhiri dengan meminta siswa untuk
mendiskusikan LKS. Karakteristik PMR yang
muncul pada langkah ini adalah menggunakan
masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam
pembelajaran.
4) Memberikan
penugasan/menyelesai
kan masalah
kontekstual
Siswa menyelesaikan masalah kontekstual
yang diberikan melalui LKS, guru
memberikan tugas kepada setiap anggota
kelompok berdasarkan pembagian nomor.
Karakteristik PMR yang muncul dalam
langkah ini adalah menggunakan model.
5) Melakukan diskusi
kelas
Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk membandingkan jawabannya dengan
cara keluar dari kelompoknya dan bergabung
dengan anggota kelompok lain yang bernomor
sama untuk berdiskusi. Karakteristik PMR
yang muncul dalam langkah ini adalah
menggunakan kontribusi siswa dan adanya
interaksi.
6) Persentasi Guru memanggil nomor siswa secara acak dari
tiap kelompok dan meminta siswa dari salah
satu kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusinya di depan kelas, sementara siswa
yang bernomor sama dari kelompok lain dapat
memberikan tambahan, selanjutnya guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk
memberi kesimpulan. Karakteristik PMR yang
muncul dalam langkah ini adalah
menggunakan kontribusi siswa.
26
d. Numbered Heads Together (NHT) dengan Pendekatan Matematika
Realistik.
NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif. NHT
adalah salah satu model pembelajaran yang bernaung dalam teori
konstruktivisme. Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh
Spenser Kagan (1992) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
dalam pelajaran tersebut. Model pembelajaran ini dapat digunakan pada
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.
Pada dasarnya, model pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaanya hampir
sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama, guru meminta siswa untuk
duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor.
Setelah selesai, guru memanggil nomor untuk mempresentasikan hasil
diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan
berpresentasi selanjutnya. Pemangggilan secara acak ini akan memastikan
semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut. Model ini juga
cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok
(Miftahul Huda, 2011: 130).
Pengelompokan secara heterogen merupakan ciri yang menonjol
pada model pembelajaran ini. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok
dalam pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang
berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan akademis
sedang dan seorang lainnya mempunyai kemapuan akademis yang kurang.
Secara umum, pengelompokan heterogen memudahkan pengelolaan kelas
karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi,
guru mendapatkan asisten untuk tiga orang.
Berikut adalah cara melaksanakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT menurut Miftahul Huda (2011: 130):
1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam
setiap kelompok mendapat nomor.
27
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3) Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui
jawaban tersebut.
4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
dipanggil secara bergantian mempresentasikan jawaban hasil diskusi
kelompok mereka.
Menurut Maheady (2006: 24), pembelajaran dengan Numbered
Head Together mengupayakan siswa berkonsentrasi terhadap pelajaran,
memusatkan pikiran untuk merasa siap menjawab pertanyaan, berpikir
kritis, serta lebih bergairah (Previous research has shown that Numbered
Heads Together is an efficient and effective instructional technique to
increase student responding and to improve achievement).
Sedangkan menurut Trianto (2007: 62) dalam mengajukan
pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase
sebagai sintak model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT):
1) Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan
kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
2) Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada kelompok melalui LKS, dan
setiap kelompok mendiskusikan jawabannya.
3) Fase 3: Berpikir Bersama
Siswa menyatakan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
4) Fase 4: Menjawab
Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
dipanggil mempresentasikan hasil kerjasama mereka.
28
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan
matematika realistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan
Pendekatan Matematika Realistik.
Langkah Kegiatan Guru
1) Menyampaikan tujuan
dan memotivasi
siswa
Menyampaikan semua tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran dan memotivasi
siswa untuk belajar.
2) Mengorganisasikan
siswa dalam
kelompok belajar.
Membagi siswa secara heterogen dan
memberikan penomoran.
3) Menyajikan materi
pelajaran
Guru mengawali pembelajaran dengan
memberikan masalah kontekstual kepada
siswa yang terkait dengan materi yang akan
diajarkan diakhiri dengan meminta siswa
untuk mendiskusikan LKS. Karakteristik
PMR yang muncul dalam langkah ini adalah
menggunakan masalah kontekstual sebagai
titik tolak dalam pembelajaran.
4) Berpikir bersama Siswa secara berkelompok memikirkan atau
mendiskusikan jawaban masalah kontekstual
dalam LKS. Guru memantau jalannya diskusi,
memberikan pengarahaan dan bimbingan
secukupnya pada kelompok yang mengalami
kesulitan. Karakteristik PMR yang muncul
dalam langkah ini adalah menggunkan
kontribusi siswa.
5) Menjawab Guru memanggil salah satu nomor siswa dari
tiap kelompok dan mempresentasikan
jawaban di depan kelas, sementara siswa yang
bernomor sama dari kelompok lain dapat
memberikan tambahan atau sanggahan.
Karakteristik PMR yang muncul dalam
langkah ini adalah adanya interaksi.
Keunggulan dari pembelajaran dengan model NHT dengan
pendekatan matematika realistik adalah:
a) Setiap anggota kelompok mengetahui jawaban yang merupakan hasil
diskusi dan dari pertanyaan yang disampaikan.
29
b) Setiap anggota kelompok mempunyai kemampuan dan tanggung jawab
yang sama untuk mencoba menjawab pertanyaan.
c) Diperoleh jawaban atau hasil diskusi yang lebih akurat karena
didiskusikan 4-5 siswa.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
pendekatan matematika realistik adalah tidak semua anggota kelompok
dipanggil oleh guru atau mempunyai kesempatan untuk mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas.
e. Pembelajaran Konvensional
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 614) dinyatakan
bahwa “konvensional adalah tradisional”, selanjutnya tradisional sendiri
diartikan sebagai “apa yang sudah menjadi kebiasaan “. Oleh karena itu,
pembelajaran konvensional dapat juga disebut pembelajaran tradisional.
Goos (2004: 259) mengatakan: proses belajar tradisional adalah
proses belajar yang mengandalkan buku, peserta didik hanya
melihat dan mendengar, guru mengajar prosedur matematika dan
akhirnya peserta didik mengerjakan latihan. (In mathematics
classrooms using a traditional, textbook-dominated approach,
effective participation involves students in listening to and
wacthing the teacher demonstrate mathematical procedures, and
then practicing what was demonstrated by completing textbook
exercise).
Dalam metode pembelajaran konvensional guru lebih dominan dan
siswa cenderung pasif, sehingga siswa untuk mengemukakan dan
membahas suatu pandangan atau pendapat kurang. Metode pembelajaran
konvensional pada umumnya menggunakan metode ceramah, merupakan
metode mengajar paling banyak dipakai, terutama dalam bidang studi non
eksakta. Siswa memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa
isinya dan membuat catatan. Guru mendominasi dalam proses
pembelajarannyan dan lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian,
menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada
proses. Metode yang digunakan adalah metode ceramah yang diselingi
tanya jawab, serta pemberian pekerjaan rumah.
30
Dalam penelitian ini yang dimaksud metode pembelajaran
konvensional yakni pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher
centered) dalam mentransfer pengetahuan, dimana siswa hanya
mendengarkan penjelasan dari guru tanpa terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Pembelajarannya cenderung menggunakan metode ceramah
(demonstrasi) dan siswa cendrung hanya menerima informasi dari guru.
Menurut Sri Patmawati (2010), adapun langkah-langkah metode
pembelajaran konvensional yaitu:
1) Guru menyajikan informasi tentang konsep yang akan dipelajari;
2) Guru menerangkan konsep dan memberikan contoh aplikasi konsep;
3) Guru memeriksa pemahaman konsep siswa;
4) Guru memberikan soal;
5) Guru menyimpulkan pembelajaran.
Metode pembelajaran konvensional yang digunakan saat proses
pembelajaran pada dasarnya menitikberatkan pada keaktifan guru, sedang
siswa cenderung pasif sehingga pembelajaran konvensional dianggap
kurang efektif. Adapun kelebihan dan kelemahan dari metode
pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
1) Kelebihan metode pembelajaran konvensional.
a) Dapat menampung siswa dalam kelas besar.
b) Kemajuan siswa berjalan teratur menurut tingkah laku.
c) Dapat disampaikan kepada siswa yang usianya hampir bersamaan
dalam satu kelas.
d) Buku-buku pelajaran dapat disesuaikan dengan taraf kesanggupan
kelas.
2) Kelemahan metode pembelajaran konvensional.
a) Siswa tidak dapat langsung menilai apa yang dipelajari.
b) Siswa tidak dapat menggunakan teknik ilmiah.
c) Siswa kurang memungkinkan dalam menyusun fakta dan
mengambil kesimpulan.
d) Belajar dan bekerja menjadi kurang efisien.
31
Tabel 2.3 Langkah-langkah Metode Pembelajaran Konvensional yang
Dilakukan Pada Penelitian Ini Adalah
Tahap
Pembelajaran Kegiatan Guru
1) Menyampaikan
tujuan dan
mempersiapkan
siswa.
Guru menyampaikan indikator pembelajaran,
mengimformasikan latar belakang pelajaran dan
pentingnya pelajaran serta mempersiapkan siswa
untuk belajar.
2) Mendemonstrasi
kan pengetahuan
/keterampilan.
Guru mendemontrasikan keterampilan/menyajikan
informasi tahap demi tahap.
3) Membimbing
pelatihan.
Guru merencanakan dan memberikan pelatihan
awal.
4) Mengecek
pemahaman dan
memberi umpan
balik.
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil
melaksanakan tugas, dan guru memberikan umpan
balik kepada siswa.
5) Memberikan
kesempatan
untuk pelatihan
lanjutan dan
penerapan.
Guru memberikan kesempatan melakukan pelatihan
lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan
kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Penelitian Yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut
berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif, pendekatan matematika
realistik, dan kemandirian belajar siswa. Penelitian yang berkaitan dengan model
pembelajaran kooperatif dilakukan oleh Zakaria, Chin, Daud (2010) dalam
Journal of social sciences menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif sangat
efektif diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga guru perlu
menerapkannya. Perbedaan mendasar dengan penelitian ini adalah ukuran
populasi, subjek, variabel yang diukur, materi, pokok, dan waktu penelitian.
Sedangkan persamaan dengan penelitian yang diteliti adalah sama-sama
menggunakan model pembelajaran kooperatif.
32
Penelitian yang dilakukan oleh Rosi Salindri (2011) dalam tesisnya
menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran NHT menghasilkan
prestasi belajar matematika yang sama dengan penggunaan model pembelajaran
Group Investigation pada materi pokok turunan fungsi. Persamaan dengan
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT, sedangkan perbedaannya terletak pada tipe pembelajaran SNH dengan
pendekatan realistik dan tinjauannya. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Robertus Morgana (2010) dalam tesisnya menunjukkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional. Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Robertus
Morgana dengan penelitian ini dimana keduanya sama-sama menggunakan model
kooperatif tipe NHT, sedangkan perbedaannya adalah pada tinjaunya.
Selanjutnya, penelitian yang berkaitan dengan model kooperatif tipe NHT
dilakukan oleh Maheady, Michielli-Pendl, Harper, dan Mallette (2006) dalam
Journal of Behavioral Education. Ia menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan pemberian penghargaan yang dibandingkan dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT tanpa pemberian penghargaan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan pemberian penghargaan lebih efektif dalam meningkatkan
kemampuan prestasi belajar siswa sehingga berdampak pada peningkatan prestasi
belajar siswa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang diteliti adalah
sama-sama menggunakan model pembelajaran NHT. Sedangkan perbedaannya
adalah penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 6, sedangkan penelitian ini
dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMP.
Widjaja dan Heck (2003) dalam Journal of Science and Mathematics
Education in Southeast Asia memperoleh kesimpulan bahwa masih terdapat
kesulitan dalam penerapan RME di Indonesia, namun RME dapat diperkenalkan
secara perlahan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dalam penelitian yang
dilakukan ini, peneliti mencoba menerapkan PMR untuk siswa sekolah menengah
pertama dengan memperhatikan karakteristik yang terdapat dalam PMR. Terdapat
pula artikel yang ditulis oleh Barnes (2004) dalam African Journal of Research in
33
SMT Education, menyatakan bahwa RME telah memainkan peran dalam
menggalang dan mengatasi konsepsi alternatif dari siswa. Hal ini dengan
dilakukan terlebih dahulu penerapan prinsip dipandu dalam desain masalah
kontekstual. Masalah yang memulai proses dengan melihat siswa terlibat dalam
matematisasi horizontal atau vertikal, yang kemudian menghasilkan konsepsi
alternatif untuk dibahas dan ditangani. Penelitian yang dilakukan mencoba untuk
mengetahui efektifitas penerapan pendekatan matematika realistik untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa dengan melihat prinsip-prinsip PMR.
Selanjutnya, penelitian yang berkaitan dengan kemandirian belajar siswa
dilakukan oleh Diah Ayu Kurniasih (2010) dalam tesisnya menunjukkan bahwa
prestasi belajar matematika siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada
kemandirian belajar tinggi lebih baik dari kemandirian belajar sedang dan rendah.
Prestasi belajar matematika siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada
kemandirian belajar sedang lebih baik dari kemandiria belajar rendah. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang diteliti adalah pada kemandirian belajar
siswa. Sedangkan perbedaannya terletak pada model pembelajaran yang dipakai
serta materi yang diteliti.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di atas
digunakan sebagai rujukan dan kajian teori untuk penelitian yang dilakukan pada
penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran
yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe SNH, NHT dengan
pendekatan matematika realistik, dan metode pembelajaran konvensional yang
belum pernah diteliti sebelumnya. Posisi peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, keberhasilan proses
belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Siswa yang memperoleh
prestasi belajar tinggi menunjukkan bahwa siswa tersebut mampu mencapai
tujuan belajarnya, sedangkan siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah
menunjukkan bahwa siswa tersebut belum dapat mencapai tujuan belajar yang
34
diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya
adalah model pembelajaran dan kemandirian belajar.
1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan pendekatan
matematika realistik, NHT dengan pendekatan matematika realistik dan
konvensional terhadap prestasi belajar siswa.
Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengarunya terhadap
keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model dan pendekatan
pembelajaran yang tidak tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan
mengajar. Agar model dan pendekatan pembelajaran terpilih dengan tepat,
seorang guru harus mengetahui macam-macam model dan pendekatan
pembelajaran dan mengetahui pula model pembelajaran yang sesuai dengan
materi pada pokok pembahasannya. Model pembelajaran kooperatif adalah
salah satu bentuk model pembelajaran yang berdasarkan pada filsafat
konstruktivisme, dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
mereka sendiri. Sedangkan pendekatan matematika realistik adalah cara yang
ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan
bisa beradaptasi dengan siswa. Siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit dalam pelajaran, apabila mereka dapat
saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya dan bisa
mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari yang dikenal siswa. Dalam
penelitian ini, model pembelajaran yang diterapkan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan pendekatan matematika realistik,
NHT dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan pendekatan
matematika realistik, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya
dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya dan siswa diberi
kesempatan untuk melakukan proses yaitu mengembangkan kreatifitasnya
dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Model
pembelajaran SNH dengan pendekatan matematika realistik merupakan suatu
model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan
setiap nomor mendapat tugas berbeda-beda dan menyadari bahwa nomor
35
yang dimilikinya mempunyai peluang yang sama untuk dipanggil dengan
nomor yang dimiliki oleh anggota kelompok lain guna mewakili
kelompoknya dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan nantinya
dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk
bekerjasama dan sangat tepat untuk pembelajaran berkelompok karena
memudahkan dalam pembagian tugas, untuk menghindari siswa mendominasi
atau diam sama sekali. Kelebihan model ini adalah setiap siswa menjadi siap
dalam belajar, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan
dapat bertukar pikiran dengan siswa lain.
Proses belajar bagi siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
tipe SNH dengan pendekatan matematika realistik lebih bermakna
dibandingkan siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan
pendekatan matematika realistik. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
NHT, setiap siswa dituntut untuk berperan aktif dalam melaksanakan diskusi
kelompok. Hanya saja, tanggung jawab individual dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih rendah dibandingkan tanggung
jawab individual dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe SNH
dengan pendekatan matematika realistik. Dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik,
tidak menutup kemungkinan terdapat anggota kelompok yang hanya
mengandalkan salah seorang anggota kelompok dan menyerahkan semua
tugas kepada anggota kelompok yang mempunyai kemampuan tinggi.
Dengan demikian, pemahaman siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe SNH dengan pendekatan matematika realistik lebih optimal
dibandingkan pemahaman siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik.
Selain menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitian
ini juga menggunakan pembelajaran konvensional yang umumnya
dilaksanakan secara klasikal. Metode yang digunakan adalah metode ceramah
yang diselingi tanya jawab, serta pemberian pekerjaan rumah. Pada
pembelajaran konvensional siswa hanya mendengarkan hal-hal yang
36
disampaikan oleh guru sehingga siswa menjadi lebih pasif, karena guru lebih
dominan selama proses pembelajaran di kelas dan siswa tidak diberi
kesempatan untuk menemukan sendiri pengetahuannya.
Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
SNH dengan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik
dan konvensional.
2. Pengaruh perbedaan tingkat kemandirian belajar terhadap prestasi belajar.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru juga harus
memperhatikan karakteristik kemandirian belajar siswa karena kemandirian
belajar juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar matematika siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, kemandirian belajar
sangat penting karena kemandirian merupakan sikap pribadi yang sangat
diperlukan oleh setiap individu. Dengan kemandirian belajar, siswa
cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur
belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu
mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak,
serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Siswa yang
mempunyai kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang
komplek, mampu bekerja secara individual maupun bekerja sama dengan
kelompok, dan berani mengemukakan gagasan. Dalam pembelajaran
matematika, kemandirian belajar dapat dilakukan dalam kegiatan berdiskusi.
Semakin besar peran aktif siswa dalam kegiatan tersebut, mengindikasikan
bahwa siswa tersebut memiliki kemandirian belajar yang tinggi, sehingga
siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi akan mempunyai prestasi
belajar yang baik pula. Sedangkan bagi siswa yang mempunyai kemandirian
belajar rendah tidak demikian halnya. Dengan demikian, prestasi belajar
matematika siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik
dibandingkan kemandirian belajar sedang dan rendah. Sedangkan pada siswa
37
yang mempunyai kemandirian belajar sedang akan mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan kemandirian belajar rendah.
Siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan terlibat lebih
aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sebaliknya, siswa yang
memiliki kemandirian belajar rendah akan terlibat pasif dalam mengikuti
pembelajaran. Kemandirian belajar tinggi akan mendorong siswa untuk aktif
dalam mengikuti diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan terhadap
penjelasan yang belum dipahami atau memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan mengenai suatu konsep dengan sungguh-sungguh. Hal ini akan
berdampak semakin tingginya pemahaman siswa terhadap konsep tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan prestasi belajar matematika
siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan
prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang
maupun rendah, dan siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang lebih
baik dari yang memiliki kemandirian belajar rendah.
3. Perbandingan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemandirian belajar
tinggi, sedang, dan rendah pada model pembelajaran kooperatif tipe SNH
dengan pendekatan matematika realistik, NHT dengan pendekatan
matematika realistik dan konvensional.
Adanya kemandirian belajar merupakan modal bagi siswa dalam
mengkonstruksi pemahaman matematika sehingga memperoleh prestasi
belajar matematika yang optimal. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki ketiga
kategori kemandirian belajar, siswa yang mempunyai kemandirian belajar
tinggi termasuk siswa yang aktif dalam melakukan diskusi kelompok,
mempunyai motivasi untuk belajar, mampu memantau, mengevaluasi, dan
mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan
mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan
bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional.
Sehingga siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan pendekatan matematika
38
realistik akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
model NHT dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional.
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang sudah
mempunyai motivasi untuk belajar, mampu memantau, mengevaluasi,
mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien.
Sehingga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan
pendekatan matematika realistik akan memberikan prestasi belajar lebih baik
dari penggunaan model NHT dengan pendekatan matematika realistik dan
konvensional.
Siswa dengan kemandirian belajar rendah lebih pasif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran dan cenderung mengikuti pendapat teman satu
kelompok tanpa harus berpikir mandiri terlebih dahulu sehigga model SNH
dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional lebih baik dari
model SNH dengan pendekatan matematika realistik.
4. Perbandingan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif
tipe SNH dengan pendekatan matematika realistik, NHT dengan pendekatan
matematika realistik, dan konvensional ditinjau dari kemandirian belajar.
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Efektivitas suatu model pembelajaran akan bergantung pada karakteristik
setiap siswa. Pada model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan
pendekatan matematika realistik sangat baik untuk meningkatkan tanggung
jawab individual siswa dalam melaksanakan diskusi kelompok dan
merupakan model pembelajaran yang menuntut adanya peran aktif setiap
anggota kelompok dalam melakukan diskusi agar mampu mengkonstruksi
pemahamnnya karena materi yang dipelajarari dikaitkan langsung secara
kontekstual. Dengan kata lain, kemandirian dari dalam siswa sangat
diperlukan. Hal ini akan mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi aktif
dalam melakukan diskusi kelompok agar memiliki pemahaman yang optimal
terhadap konsep materi yang sedang dipelajari.
Oleh karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe SNH
dengan pendekatan matematika realistik menuntut tanggung jawab yang lebih
39
besar, terkait dengan langkah penomoran, siswa dikelompokkan dengan
diberi nomor, setiap nomor mendapat tugas yang berbeda sesuai dengan
nomor kepalanya dan nantinya dapat keluar dari kelompoknya dan bergabung
dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama, membagikan
ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dimungkinkan
bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe SNH
dengan pendekatan matematika realistik, prestasi belajar matematika siswa
yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan prestasi
belajar matematika siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang maupun
rendah.
Begitu juga dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan pendekatan matematika realistik yang mampu mengakomudasi
setiap perbedaaan karakteristik siswa, dimungkinkan bahwa prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan
memberikan prestasi yang lebih baik kemandirian belajar sedang dan rendah.
Pada model pembelajaran konvensional siswa menjadi lebih pasif
karena guru lebih dominan selama proses pembelajaran di kelas, peran guru
mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan kepada siswa. Pada siswa
yang mempunyai kemandirian belajar tinggi akan memberikan prestasi
belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemandirian belajar
sedang dan rendah, dan siswa kemandirian belajar sedang memberikan
prestasi belajar yang lebih baik dari kemandirian belajar rendah.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan pendekatan matematika
realistik lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional, model
pembelajaran NHT dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dari
pada pembelajaran konvensional.
40
2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemandirian belajar
tinggi lebih baik dibanding siswa yang mempunyai kemandirian belajar
sedang. Siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang mempunyai
prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai
kemandirian belajar rendah. Sedangkan siswa yang mempunyai kemandirian
belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik
daripada siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah.
3. Pada masing-masing kategori kemandirian belajar (tinggi, sedang, dan
rendah) penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan
pendekatan matematika realistik memberikan prestasi belajar yang lebih baik
dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika
realistik dan konvensional, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
pendekatan matematika realistik memberikan prestasi belajar yang lebih baik
dari pembelajaran konvensional.
4. Pada masing-masing model pembelajaran tipe (SNH dengan pendekatan
matematika realistik, NHT dengan pendekatan matematika realistik dan
konvensional), prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai
kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai
kemandirian belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai kemandirian
belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa yang
mempunyai kemandirian belajar rendah.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) dengan populasi adalah siswa SMP Negeri kelas VIII pada
semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil kelas VIII Tahun
Pelajaran 2012/2013 dengan rincian waktu sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kegiatan dan Waktu Kegiatan Penelitian.
Kegiatan Waktu
Persiapan
Pelaksanaan
Pengolahan
data
Penyusunan
tesis
- Konsultasi judul
- Pembuatan /pengajuan proposal
- Seminar proposal
- Ijin penelitian
- Uji coba angket
- Uji coba soal tes prestasi belajar
- Pembelajaran di kelas eksperimen
- Pengambilan data prestasi siswa.
- Analisis data
- Penulisan tesis dan konsultasi
April 2012
April – Mei 2012
17 Juli 2012
Agustus 2012
September minggu ke-2
September minggu ke-2
Oktober – November
November minggu ke-3
November 2012
November 2012 hingga
selesai
B. Jenis, Rancangan, dan Prosedur Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalah yang akan diteliti, maka jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian semu (quasi eksperimental),
41
42
karena tidak dapat melakukan kontrol terhadap variabel luaran yang mungkin
berpengaruh terhadap variabel yang dibahas serta tidak mungkin melakukan
pengelompokkan responden secara ketat. Hal ini sesuai dengan pendapat:
Budiyono (2003: 82) menyatakan bahwa “tujuan penelitian
eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan
eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak
memungkinkkan untuk mengontrol dan untuk memanipulasikan
semua variabel yang relevan”.
Pada penelitian ini kelompok eksperimen I menggunakan model
pembelajaran SNH dengan pendekatan matematika realistik sedangkan
eksperimen II menggunakan model pembelajaran NHT dengan pendekatan
matematika realistik dan konvensional sebagai kelas kontrol. Untuk variabel
bebas yang lain adalah kemandirian belajar siswa dijadikan sebagai variabel
yang ikut mempengaruhi variabel terikat.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
faktorial 3 x 3. Adapun desain yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 2 Rancangan Faktorial 3 x 3
Kemandirian Belajar (B)
Model Pembelajaran (A)
Tinggi (b1) Sedang (b2) Rendah (b3)
SNH (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13
NHT (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23
Konvensional (a3) (ab)31 (ab)32 (ab)33
Keterangan:
A : Model Pembelajaran.
B : Kemandirian Belajar.
a1 : Model pembelajaran SNH dengan pendekatan matematika realistik.
a2 : Model pembelajaran NHT dengan pendekatan matematika realistik.
a3 : Konvensional.
b1 : Kemandirian belajar tinggi.
42
43
b2 : Kemandirian belajar sedang.
b3 : Kemandirian belajar rendah.
(ab)11 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi
dan mendapat pembelajaran model SNH pendekatan realistik.
(ab)12 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang
dan mendapat pembelajaran model SNH pendekatan realistik.
(ab)13 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah
dan mendapat pembelajaran model SNH pendekatan realistik
(ab)21 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi
dan mendapat pembelajaran model NHT pendekatan realistik
(ab)22 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang
dan mendapat pembelajaran model NHT pendekatan realistik.
(ab)23 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah
dan mendapat pembelajaran model NHT pendekatan realistik.
(ab)31 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi
dan mendapat pembelajaran konvensional.
(ab)32 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang
dan mendapat pembelajaran konvensional.
(ab)33 : Prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah
dan mendapat pembelajaran konvensional.
3. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
dengan urutan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Menentukan populasi dan mempelajari karakteristik populasi.
b. Mengambil secara random sekolah dan kelas yang digunakan untuk
penelitian.
c. Mengambil nilai kemampuan awal untuk uji keseimbangan.
d. Melakukan uji keseimbangan.
e. Melakukan uji coba untuk instrumen kemandirian belajar.
f. Mengambil data kemandirian belajar.
44
g. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan pendekatan matematika realistik
pada kelompok I dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
pendekatan matematika realistik pada kelompok II.
h. Melakukan uji coba untuk tes prestasi belajar.
i. Mengukur prestasi hasil belajar siswa dengan menggunakan soal-soal tes
prestasi belajar yang sama untuk kedua kelompok.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2007: 130). Sedangkan, Sukmadinata (2010: 250) menyatakan
bahwa populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup
penelitian. Sugiyono (2009: 80) menyatakan bahwa populasi adalah bukan
hanya orang tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan
jumlah yang ada pada obyek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau obyek itu.
Dalam penelitian ini didefinisikan bahwa populasi merupakan
keseluruhan objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu yang
hendak diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
SMPN se- Kota Mataram Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Sampel
Saifuddin Azwar (2011: 79) mengemukakan bahwa: “sampel adalah
sebagaian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sedangkan menurut
Sugiyono (2009: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Selain itu, Sukmadinata (2010: 250)
menyatakan sampel adalah kelompok kecil yang secara nyata kita teliti dan
ditarik kesimpulannya
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah
sebagian dari populasi yang diambil/dipilih mewakili populasi dan harus
memenuhi syarat utama, yaitu reprensentatif artinya dapat mewakili semua
45
sifat-sifat yang ada pada populasi. Hasil penelitian terhadap sampel ini akan
digunakan untuk melakukan generalisasi terhadap seluruh populasi.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
stratified claster random sampling. Langkah-langkah pengambilan sampel,
sebagai berikut:
a) Dari populasi distratifikasi berdasarkan peringkat sekolah.
Pada tahap ini peneliti menggunakan data peringkat sekolah yang
dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan,
Kementrian Pendidikan Nasional Tahun 2011.
b) Setelah diurut, dikelompokkan menjadi tiga kelompok.
SMPN di Kota Mataram sebanyak 23 sekolah tetapi ada 2 sekolah yang
tidak diikutkan karena sudah bertaraf RSBI yakni SMPN 2 dan SMPN 6,
sehingga ada 21 sekolah yang dijadikan sampel penelitian dengan kategori
tinggi, sedang dan rendah berdasarkan nilai Ujian Nasional (UN) SMPN
tahun pelajaran 2010/2011.
Tekniknya adalah dibagi tiga kelompok yaitu:
Tinggi jika X 1
2
Sedang jika 1
2 X
1
2
Rendah jika X 1
2
Dengan:
X = Nilai UN Sekolah
= Rerata nilai UN SMPN se-Kota Mataram
= Standar deviasi nilai UN SMPN se-Kota Mataram
c) Tiap-tiap kelompok diambil satu sekolah secara random (sampling random
kluster).
46
d) Tiap-tiap sekolah secara random diambil 3 kelas, yaitu satu kelas untuk
kelas eksperimen 1, satu kelas untuk kelas eksperimen 2 dan yang lain
sebagai kelas kontrol.
Tabel 3. 3 Data SMPN Berdasarkan Rerata NUN SMPN se-Kota Mataram
No Nama Sekolah Rerata NUN Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
SMP NEGERI 7 MATARAM
SMP NEGERI 19 MATARAM
SMP NEGERI 20 MATARAM
SMP NEGERI 13 MATARAM
SMP NEGERI 12 MATARAM
SMP NEGERI 15 MATARAM
SMP NEGERI 1 MATARAM
SMP NEGERI 5 MATARAM
SMP NEGERI 8 MATARAM
SMP NEGERI 17 MATARAM
SMP NEGERI 14 MATARAM
SMP NEGERI 10 MATARAM
SMP NEGERI 21 MATARAM
SMP NEGERI 11 MATARAM
SMP NEGERI 3 MATARAM
SMP NEGERI 18 MATARAM
SMP NEGERI 9 MATARAM
SMP NEGERI 22 MATARAM
SMP NEGERI 4 MATARAM
SMP NEGERI 23 MATARAM
SMP NEGERI 16 MATARAM
9,09
9,08
8,89
8,83
8, 68
8, 67
8, 65
8, 62
8,58
8,57
8,51
8,35
8,33
8, 31
8,18
8,18
8,04
7,99
7,88
7,48
7,38
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
(sumber: Kemdiknas, 2011)
Berdasarkan Tabel 3.3 di atas, sampel dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu: kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah.
Dari ketiga kelompok diambil 1 (satu) SMP secara acak yang mewakili
kelompok tinggi dan terpilih SMP Negeri 15 Mataram, 1 (satu) SMP yang
47
mewakili kelompok sedang dan terpilih SMP Negeri 8 Mataram dan 1 (satu)
SMP yang mewakili kelompok rendah dan terpilih SMP Negeri 9 Mataram.
Dari ketiga SMP tersebut, kemudian dilakukan pengundian lagi untuk
menentukan kelas manakah yang akan dijadikan sampel penelitian kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 dan kelas kontrol. Pengambilan sampel
secara acak pada populasi dimaksudkan agar setiap kelas pada populasi dapat
terwakili. Setelah dilakukan pengundian masing-masing sekolah terpilih 3
kelas sebagai tempat penelitian sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2 dan kelas kontrol.
Hasil pengundian dari tiga sekolah tersebut di atas diperoleh sampel
penelitian yaitu siswa kelas VIII F, VIII K, VIII L SMP Negeri 15 Mataram,
siswa kelas VIII E, VIII F, VIII G SMP Negeri 8 Mataram dan siswa kelas
VIII F, VIII G, VIII H SMP Negeri 9 Mataram. Sampel kelas eksperimen 1
sebanyak 120, kelas eksperimen 2 sebanyak 113 siswa dan kelas kontrol
sebanyak 115 siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model
pembelajaran dan kemandirian belajar siswa dan satu variabel terikat yaitu
prestasi belajar matematika.
a. Variabel Bebas
1) Model Pembelajaran.
a) Definisi Operasional: Model pembelajaran adalah suatu kerangka
konseptual yang sistematis yang berisi prosedur dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencapi tujuan
pembelajaran.
b) Skala pengukuran: Nominal dengan tiga kategori yaitu
pembelajaran dengan model SNH pendekatan matematika
realistik, NHT pendekatan matematika realistik dan konvensional.
c) Simbol: A dengan kategori a1, a2 dan a3.
48
2) Kemandirian Belajar Siswa.
a) Definisi Operasional: Kemandirian belajar adalah kemampuan
siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang bertumpu pada
aktivitas dan tanggung jawab dengan didorong oleh motivasi
dirinya sendiri.
b) Klasifikasi: Kemandirian belajar siswa meliputi tiga kategori:
kemandirian belajar tinggi (b1), sedang (b2) dan rendah (b3).
c) Skala Pengukuran: Skala interval yang diubah ke dalam skala
ordinal yang terdiri dari 3 kategori yaitu:
Kemandirian belajar tinggi jika X 1
2X s
Kemandirian belajar sedang jika 1
2X s X
1
2X s
Kemandirian belajar rendah jika X 1
2X s
Dengan:
X = Skor angket kemandirian belajar.
s = Standar deviasi gabungan dari skor angket.
X = Rerata gabungan dari skor angket.
d) Simbol: B dengan kategori b1, b2 dan b3.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika
siswa, yang datanya diambil dari tes prestasi belajar matematika siswa
pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).
1) Definisi Operasional: Prestasi belajar matematika adalah hasil yang
dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar
matematika yang dinyatakan dalam hasil tes berupa nilai.
2) Indikator : Nilai tes prestasi belajar matematika.
3) Skala Pengukuran : Skala interval.
4) Simbol : ab.
49
2. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 236), metode dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan
sebagainya. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa yang diambil dari nilai mid
semester.
b. Metode Kuesioner (Angket)
Menurut Budiyono (2003: 47), metode angket adalah cara
pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis
kepada subjek penelitian, responden atau sumber data untuk
dijawabannya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan metode angket, antara lain:
a) Pada kata pengantar, hendaknya dihindari hal-hal bersifat egosentris.
Berikanlah motivasi atau pengantar kepada pengisi angket untuk
bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket.
b) Pada petunjuk pengisian hendaknya menggunakan kata-kata yang
bersifat memerintah.
c) Pertanyaan hendaknya disusun dalam bahasa dan kalimat yang
mudah dimengerti dan jelas serta tidak mempunyai arti ganda.
d) Dihindarkan supaya pihak pengisi angket tidak banyak pengorbanan
(pemikiran) yang terlalu berat.
e) Pergunakanlah kata-kata yang netral, tidak menyinggung perasaan
dan harga diri pengisi angket.
f) Cantumkanlah kemungkinan jawaban sebanyak mungkin sehingga
memberikan peluang kepada pengisi angket untuk memilih yang
paling tepat.
g) Agar lebih mudah dalam skoring, sebaiknya digunakan bentuk
tertutup dari pada terbuka.
h) Cara menarik kesimpulan dari metode ini harus lebih hati-hati.
50
Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket
kemandirian belajar yang bertujuan untuk mengetahui kategori
kemandirian belajar siswa. Angket dalam penelitian ini memuat
pertanyaan tentang kemandirian belajar matematika siswa yang berupa
soal pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban.
Pemberian skor untuk pertanyaan positif adalah:
1) Jika tidak menjawab diberi skor 0
2) Jika menjawab a diberi skor 4
3) Jika menjawab b diberi skor 3
4) Jika menjawab c diberi skor 2
5) Jika menjawab d diberi skor 1
Sedangkan untuk menjawab pertanyaan negatif adalah:
1) Jika tidak menjawab diberi skor 0
2) Jika menjawab a diberi skor 1
3) Jika menjawab b diberi skor 2
4) Jika menjawab c diberi skor 3
5) Jika menjawab d diberi skor 4
c. Metode Tes
Budiyono (2003: 54) berpendapat “metode tes adalah cara
pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan
atau suruhan-suruhan kepada subjek penelitian”. Untuk mengumpulkan
data prestasi belajar siswa digunakan metode tes dengan soal tes
berbentuk pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban. Siswa yang
menjawab benar untuk setiap soal diberi nilai 1, dan jika salah atau tidak
menjawab diberi nilai 0. Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa.
3. Instrumen dan Prosedur Uji Coba
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen
penelitian yang berupa soal-soal tes prestasi belajar matematika dan angket
kemandirian belajar siswa diuji cobakan terlebih dulu untuk melihat
kelayakannya.
51
a. Uji Coba Instrumen Tes
1) Uji Validitas Isi
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila
tes tersebut menjalankan fungsi ukurannya atau memberikan hasil
ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes
tersebut. Tipe validitas terbagi atas validitas isi, validitas konstruk,
validitas berdasarkan kriteria. Dalam penyusunan dan pengembangan
tes prestasi belajar tipe validitas yang terpenting adalah validitas isi,
yaitu sejauh mana item-item dalam tes memang telah sesuai untuk
mengukur prestasi yang domainnya telah dibatasi secara spesifik
(Saifuddin Azwar, 2003: 187).
Agar tes mempunyai validitas isi harus diperhatikan hal-hal berikut:
1) Tes harus dapat mengukur sampai berapa jauh pembelajaran
tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan.
2) Penekanan materi yang akan diujikan seimbang dengan penekanan
materi yang diajarkan.
3) Materi pelajaran untuk menjawab soal-soal tes sudah dipelajari
dan dapat dipahami oleh tester.
Untuk memenuhi uji validitas isi, peneliti melakukan prosedur
dalam penyusunan tes sebagai berikut: a) menentukan kompetensi
dasar dan indikator yang akan diukur sesuai dengan materi yang
diajarkan berdasarkan kurikulum yang berlaku; b) menyusun kisi-kisi
soal tes berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang dipilih; c)
menyusun butir-butir soal tes berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat;
d) melakukan penilaian terhadap butir-butir soal tes.
Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi
tinggi atau tidak, biasanya dilakukan oleh para pakar (experts
judgement) dan semua kriteria penelaahan instrumen tes harus
disetujui oleh validator dalam hal ini oleh Irzani, M.Si., Lalu Zulkifli,
S.Pd dan Lukman, S.Pd.
52
2) Uji Reliabilitas
Instrumen dikatakan reliabel berarti dapat memberikan hasil
yang relatif sama pada waktu yang berlainan. Reliabilitas tes prestasi
belajar diuji dengan rumus KR-20 yaitu:
2
11 21
t i i
t
s p qnr
n s
Dengan:
11r = koefisien reliabilitas instrumen.
n = banyaknya butir instrumen.
pi = proporsi cacah subjek yang menjawab benar pada butir ke-i.
qi = 1- pi. 2
ts = variansi untuk skor total.
(Budiyono, 2003: 69)
Dalam penelitian ini instrumen dikatakan reliabel jika r11 ≥ 0,70.
3) Daya Pembeda
Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok
siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada
kelompok siswa tidak pandai. Dengan demikian, daya pembeda suatu
butir soal dapat dipakai untuk membedakan siswa yang pandai dan
tidak pandai. Sebagai tolak ukur pandai atau tidak pandai adalah skor
total dari sekumpulan butir yang dianalisis. Rumus yang digunakan
untuk menghitung daya pembeda butir ke-i adalah rumus korelasi
produk momen dari Karl Pearson berikut:
2 22 2
pbis
n XY X YD r
n X X n Y Y
Dengan:
rxy = indeks daya pembeda untuk butir ke-i.
n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen).
X = skor butir ke-i (dari subjek uji coba).
Y = skor total (dari subjek uji coba).
53
Butir soal disebut mempunyai daya pembeda baik jika rxy ≥ 0.3
(Budiyono, 2011: 33)
4) Tingkat Kesukaran Butir Soal
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran
seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Butir soal yang baik
adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai artinya
tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menghitung tingkat
kesukaran tiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk menghitung tingkat kesukaran setiap butir soal
digunakan rumus sebagai berikut:
B
PN
Dengan:
P = indeks kesukaran.
B = banyaknya subjek yang menjawab benar.
N = banyaknya seluruh peserta tes.
(Zainal Arifin, 2012: 272)
Butir soal yang digunakan untuk menghimpun data penelitian ini
mempunyai interval tingkat kesukaran 0.3 ≤ P ≤ 0.7
b. Uji Coba Angket
Guna menjamin bahwa angket yang dipakai dalam penelitian ini
telah memenuhi kelayakan, sebelum digunakan angket diuji cobakan
terlebih dahulu. Adapun uji angket yang dilakukan adalah: validitas,
reliabilitas, dan konsistensi internal.
1) Uji Validitas Angket.
Menurut Budiyono (2003: 50), uji validitas dimaksudkan
untuk menguji apakah angket tersebut mampu mempresentasikan
validitas seluruh isi hal yang akan diukur. Untuk analisis validasi
angket harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pertanyaan harus representatif ditinjau dari materi yang akan
diuji.
54
b. Titik berat pertanyaan harus sesuai dengan tujuan.
c. Tidak terdapat pernyataan yang mempunyai makna ganda.
d. Tidak diperlukan pengetahuan yang tidak atau belum diketahui
untuk menjawab pertanyaan.
Untuk mendapatkan validitas isi, pada angket penilaian
akan dinilai validitasnya oleh pakar atau validator. Jika ada salah
satu yang tidak disetujui maka instrumen tersebut belum valid,
artinya butir yang tidak disetujui tersebut harus direvisi atau
dibuang. Dalam hal ini divalidator oleh Drs. Mudin, M.Pd.,
Mahsan, S.Pd dan Drs. Kaharudin Ahmad.
2) Uji Reliabilitas Angket.
Instrumen dikatakan reliabel berarti dapat memberikan hasil
yang relatif sama pada waktu yang berlainan. Teknik Alpha dapat
dipakai untuk instrumen yang tidak dikotomus (misalnya pada
angket atau tes uraian). Reliabelitas angket diuji dengan teknik
Alpha yaitu:
2
11 21
1
i
t
snr
n s
Dengan:
11r = indeks reliabilitas instrumen.
n = banyaknya butir instrumen.
2
is = variansi belahan ke-i, i = 1, 2,…, n.
2
ts = variansi skor total yang diperoleh subjek uji coba.
(Budiyono, 2011: 18)
Dalam penelitian ini instrumen dikatakan reliabel jika r11 ≥ 0.70
3) Konsistensi Internal Angket.
Untuk menentukan konsistensi internal masing-masing butir
dilihat dari korelasi antar butir-butir tersebut dengan skor totalnya.
Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi produk momen dari
Karl Pearson, sebagai berikut :
55
r
2 22 2
xy
n XY X Y
n X X n Y Y
Dengan:
xyr = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i.
n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen).
X = skor butir ke-i (dari subjek uji coba).
Y = skor total (dari subjek uji coba).
(Budiyono, 2003: 65)
Butir soal disebut mempunyai daya pembeda baik jika xyr ≥ 0,3.
E. Teknik Analisi Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan uji keseimbangan terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Karena itu, dalam
bagaian ini akan dituliskan masing-masing uji prasyarat analisis yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang
diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan
prosedur uji sebagai berikut:
1. Hipotesis:
H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1: Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
2. Tingkat signifikansi: α = 5%
3. Statistik uji.
L = Maks | ( ) ( )|
s
XXz i
i
Dengan:
F(zi) = P(Z ≤ zi); Z ~ N (0,1)
56
S(zi) = proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah z.
Xi = skor responden.
s = standar deviasi.
4. Daerah Kritis.
DK = nLLL ;| dengan n adalah ukuran sampel.
5. Keputusan Uji.
Ho ditolak jika L hitung
(Budiyono, 2009: 170).
b. Uji Homogenitas Variansi Populasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi
penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji
homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi
Kuadrat dengan prosedur sebagai berikut:
1. Hipotesis:
Ho : 22
3
2
2
2
1 ... k (semua variansi sama).
H1 : paling sedikit ada satu variansi yang berbeda.
2. Tingkat signifikansi : α = 5%
3. Statistik uji yang digunakan:
2 22,303log logj jf RKG f s
c
Dengan:
1~ 22 k
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
jf = nj – 1 = derajat kebebasan untuk
2
js ; j = 1,2,3,...k
f = N – k = 1
k
j
j
f
= derajat kebebasan untuk RKG
1 1 1 1
3( 1) j
ck f f
57
RKG = rerata kuadrat galat = j
j
ss
f
2
2 21j
j j j j
j
XSS X n s
n
4. Daerah kritis
DK = 2 2 2
; 1k
5. Keputusan Uji
Ho ditolak jika uji 2
hitung terletak di daerah kritis.
(Budiyono, 2009: 176)
2. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui apakah kelas
eksperimen 1 model SNH, kelas eksperimen 2 model NHT dan kelas kontrol
dengan metode konvensional dalam keadaan seimbang atau tidak sebelum
dilakukan perlakuan kepada kelompok eksperimen. Prosedur uji
keseimbangan adalah uji anava satu jalan dengan sel tak sama sebagai
berikut:
1. Hipotesis
H0 : 1 2 3 (ketiga kelompok berasal dari populasi yang
berkemampuan awal sama).
H1 : paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama.
2. Taraf signifikan : α = 5%
3. Komputasi.
Jumlah kuadrat
2 2
– j
j j
T G
n NJKA
2
2
,
– j
ij
i j j j
JKGT
Xn
22
,
- ij
i j
XKN
J TG
58
Dengan:
JKA = jumlah kuadrat antar perlakuan.
JKG = jumlah kuadrat galat.
JKT = jumlah kuadrat total.
Derajat kebebasan
dkA = k – 1
dkG = N – k
dkT = N – 1
Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing,
diperoleh rataan kuadrat:
JKARKA
dkA
JKGRKG
dkG
Dengan:
RKA = rerata kuadrat antar perlakuan.
RKG = rerata kuadrat galat.
4. Statistik uji yang digunakan:
obs
RKAF
RKG
5. Daerah Kritis
; 1,k N kDK F F F
6. Keputusan Uji :
H0 ditolak jika harga statistik uji F berada di dalam daerah kritik atau
F DK . H0 diterima jika harga statistik uji F berada di luar daerah kritik
atau F DK . Jika H0 ditolak berarti populasi mempunyai rataan yang
tidak sama (populasi tak seimbang), jika H0 diterima berarti populasi
mempunyai rataan yang sama (populasi seimbang).
(Budiyono, 2009: 198)
59
3. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama. Sebelum anava dikenakan, dilakukan uji
persyaratan untuk anava yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Jika
diperlukan uji lanjut, maka akan digunakan uji Scheffe. Uji prasyarat pada
anava yaitu mengunakan metode yang sama pada uji prasyarat keseimbangan.
Prosedur uji anava dua jalan :
a. Model data sebagai berikut:
( )ijk i j ij ijkX
Dengan:
ijkX = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j.
= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar).
i = .i = efek baris ke-i pada variabel terikat.
j =. j = efek kolom ke-j pada variabel terikat.
( )ij = ( )ij i j
= interaksi baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat.
ijk = deviasi data
ijkX terhadap rerata populasinya ( ijk ) yang
berdistribusi normal dengan rerata 0.
i= 1, 2, 3; dengan:
1 = model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan
pendekatan matematika realistik.
2 = model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
pendekatan matematika realistik.
3 = model pembelajaran konvensional.
j = 1, 2, 3; dengan:
1 = kategori kemandirian tinggi.
2 = kategori kemandirian sedang.
3 = kategori kemandirian rendah.
k = 1, 2, 3...,ijn dengan
ijn = banyaknya data amatan pada sel ij
60
b. Prosedur dalam pengujian hipotesis dengan analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama yaitu:
1) Perumusan hipotesis.
HoA : 0i untuk setiap i = 1, 2, 3 (tidak ada perbedaan antara
model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa).
H1A : paling sedikit ada satu i yang tidak nol (ada perbedaan
antara model pembelajaran terhadap prestasi belajar).
HoB : j = 0 untuk setiap j = 1, 2, 3 (tidak ada perbedaan antar
kemandirian belajar terhadap prestasi belajar siswa).
H1B : paling sedikit ada satu j yang tidak nol (ada perbedaan
antara kemandirian belajar terhadap prestasi belajar).
HoAB : 0ij
untuk setiap i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3 (tidak ada
interaksi antara model pembelajaran dan kemandirian
belajar terhadap prestasi belajar siswa).
H1AB : paling sedikit ada satu ij
yang tidak nol (ada interaksi
antara model pembelajaran dan kemandirian belajar
terhadap prestasi belajar siswa).
2) Tingkat signifikansi : α = 5%
3) Komputasi.
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ini
didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut.
nij = banyaknya data amatan pada sel ij
hn = rerata harmonik frekuensi seluruh sel =
,
1
i j ij
pq
n
N = ,
ij
i j
n = banyaknya seluruh data amatan
2
2
ijk
k
ij ijk
k ij
X
SS Xn
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ijAB = rerata pada sel ij
61
iji
j
A AB = jumlah rerata pada baris ke-i
ijj
i
B AB = jumlah rerata pada baris ke-j
,
ij
i j
G AB = jumlah rerata semua sel
Jumlah Kuadrat
2 2
ih
i
A GJKA n
q pq
2 2j
h
j
B GJKB n
p pq
2222 ji
h ij
ij i j
BAGJKAB n AB
pq q p
ij
ij
JKG SS
JKT JKA JKB JKAB JKG
Dengan:
JKA = jumlah kuadrat baris.
JKB = jumlah kuadrat kolom.
JKAB = jumlah kuadrat interaksi.
JKG = jumlah kuadrat galat.
JKT = jumlah kuadrat total.
Derajat Kebebasan
1
1
dkA p
dkB q
( 1)( 1)
1
dkAB p q
dkG N pq
dkT N
Rerata Kuadrat
Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing,
diperoleh rerata kuadrat berikut:
62
RKA = (JKA)/(dkA)
RKB = (JKB)/(dkB)
RKAB = (JKAB)/(dkAB)
RKG = (JKG)/(dkG)
a) Statistik uji
1. untuk 0 AH adalah a
RKAF
RKG
2. untuk 0BH adalah b
RKBF
RKG
3. untuk 0 ABH adalah ab
RKABF
RKG
b) Daerah Kritis
Untuk Fa, daerah kritis DK = {F F > F(α; p – 1; N – pq)}
Untuk Fb, daerah kritis DK = {F F > F(α; q – 1; N – pq)}
Untuk Fab, daerah kritis DK = {F F > F(α; (p – 1)(q – 1); N – pq)}
c) Keputusan Uji
H0 ditolak jika F DK
d) Rangkuman Analisis Variansi.
Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel Keputusan Uji
Baris (A) JKA p-1 RKA Fa F* H0 ditolak jika
obsF DK
H0 diterima
jika obsF DK
Kolom (B) JKB q-1 RKB Fb F*
Interaksi
(AB) JKAB (p-1) (q-1) RKAB Fab F*
Galat (G) JKG N-pq RKG - - -
Total JKT N-1 - - - -
Keterangan : F* = nilai F yang diperoleh dari tabel.
(Budiyono, 2009: 229-231)
63
4. Uji Lanjut Anava
Uji lanjut anava (komparasi ganda) adalah tindak lanjut dari analisis
variansi, jika hasil analisis variansi menunjukkan hipotesis nol ditolak.
Tujuannya utama dari komparasi ganda adalah untuk mengetahui perbedaan
rerata setiap pasangan baris, setiap pasangan kolom dan setiap pasangan sel.
Metode komparasi ganda yang dipakai adalah metode Scheffe.
Langkah- langkah dalam menerapkan metode Scheffe yaitu:
a. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata.
b. Merumuskan hipotesis sesuai dengan komparasi tersebut.
c. Mencari harga statistik uji F dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1) Komparasi Rerata Antar Baris
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar baris adalah:
0 . .: i jH
1 . .: i jH
Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar baris adalah:
2. .
. .
. .
( )
1 1
i j
i j
i j
X XF
RKGn n
Dengan:
. .i jF = nilai obsF pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j
.iX = rerata pada baris ke-i
.jX = rerata pada baris ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi.
.in = ukuran sampel baris ke-i
.jn = ukuran sampel baris ke-j
2) Komparasi Rerata Antar Kolom
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar kolom adalah:
0 . .: i jH
1 . .: i jH
64
Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar kolom adalah: 2
. .
. .
. .
( )
1 1
i j
i j
i j
X XF
RKGn n
Dengan:
. .i jF = nilai obsF pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
.iX = rerata pada kolom ke-i
. jX = rerata pada kolom ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi.
.in = ukuran sampel kolom ke-i
. jn = ukuran sampel kolom ke-j
3) Komparasi Rerata Antar Sel pada Kolom yang Sama
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar sel pada kolom
yang sama adalah:
0 : ij kjH
1 : ij kjH
Metode Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang
sama adalah:
2( )
1 1
ij kj
ij kj
ij kj
X XF
RKGn n
Dengan:
ij kjF = nilai obsF pada pembandingan rerata pada sel ij dan rerata sel
kj
ijX = rerata pada sel ij
kjX = rerata pada sel kj
RKG = rerata kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan anava
nij = ukuran sel ij
nkj = ukuran sel kj
65
4) Komparasi Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar sel pada baris
yang sama adalah:
0 : ij ikH
1 : ij ikH
Metode Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada baris yang sama
adalah: 2( )
1 1
ij ik
ij ik
ij ik
X XF
RKGn n
Dengan:
ij ikF = nilai obsF pada pembandingan rerata pada sel ij dan rerata
sel ik
ijX = rerata pada sel ij
ikX = rerata pada sel ik
RKG = rerata kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan anava
nij = ukuran sel ij
ikn = ukuran sel ik
d. Taraf signifikansi = 5%
e. Menentukan daerah kritis (DK)
; 1,/ 1i j p N pqDK F F p F
; 1,/ 1i j q N pqDK F F q F
; 1,/ 1ij kj pq N pqDK F F pq F
; 1,/ 1ij ik pq N pqDK F F pq F
f. Menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasang komparasi
rerata.
g. Menyusun rangkuman analisis (komparasi ganda).
(Budiyono, 2009: 215-217).
66
BAB 1V
HASIL PENELITIAN
Pada Bab IV diperoleh hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada siswa
kelas VIII L SMP Negeri 15 Mataram, kelas VIII G SMP Negeri 8 Mataram dan
VIII G SMP Negeri 9 Mataram yang pembelajarannya dengan menggunakan
model SNH dengan pendekatan realistik ( kelas eksperimen 1) dan pada siswa
kelas VIII K SMP Negeri 15 Mataram, kelas VIII E SMP Negeri 8 Mataram dan
VIII F SMP Negeri 9 Mataram yang pembelajarannya dengan menggunakan
model NHT dengan pendekatan realistik (kelas eksperimen 2), pada siswa kelas
VIII F SMP Negeri 15 Mataram, kelas VIII F SMP Negeri 8 Mataram dan VIII H
SMP Negeri 9 Mataram yang pembelajarannya dengan menggunakan model
konvensional serta kelas IX C SMP Negeri 10 Mataram sebagai kelas uji coba
instrumen penelitian.
A. Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini berupa angket untuk
memberikan data mengenai kemandirian belajar siswa dan tes prestasi belajar
matematika siswa. Instrumen penelitian dibuat sendiri oleh peneliti. Oleh karena
itu, perlu diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas isi dan
realiabilitas dari angket kemandirian belajar siswa dan tes prestasi belajar
matematika siswa. Uji coba instrumen penelitian tersebut dilaksanakan di SMP
Negeri 10 Mataram kelas IX C pada semester I tahun pelajaran 2012/2013.
Berdasarkan hasil uji coba instrumen diperoleh data sebagai berikut:
1. Hasil Uji Coba Angket Kemandirian Belajar Siswa
a. Validitas Isi
Kriteria penelaahan validitas isi instrumen angket kemandirian
belajar siswa ini meliputi aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Penelaahan
ini dilakukan dengan mengunakan lembar check list (√) oleh Drs. Mudin,
M.Pd., Mahsan, S.Pd guru SMK Mataram dan Drs. Kaharudin Ahmad
guru SMK N 1 Mataram diperoleh 30 butir angket dinyatakan valid karena
66
67
telah memenuhi kriteria yang diberikan. Hasil validasi selengkapnya dari
validitas angket kemandirian belajar siswa oleh validator dapat dilihat
pada Lampiran 3. 2
b. Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha,
diperoleh r11= 0,99. Karena r11= 0,99 > 0, 70 sehingga angket kemandirian
belajar siswa dikatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. 3
c. Konsistensi Internal
Instrumen angket kemandirian belajar siswa yang diujicobakan
terdiri dari 30 butir soal. Dari hasil uji konsistensi internal dengan
menggunakan rumus korelasi produk momen Karl-Pearson diperoleh 30
butir angket konsisten sebab rxy dari 30 butir angket tersebut lebih besar
dari 0,3. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.4
d. Penetapan Instrumen Angket Kemandirian belajar Siswa
Setelah dilakukan validasi, reliabilitas, dan konsistensi internal
terhadap 30 butir soal uji coba angket kemandirian belajar siswa sehingga
diperoleh 30 item angket kemandirian belajar digunakan untuk penelitian
dengan indeks reliabilitas 0, 99.
2. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika
Uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika terdiri dari 40 soal
pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban dilaksanakan di SMP Negeri 10
Mataram kelas IX C dengan responden sebanyak 36 siswa diperoleh nilai
maksimal 85,00 dan nilai minimal 7,5 serta rataan nilai 41,04, yang disajikan
pada Lampiran 1. 3, kemudian diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Validitas Isi
Kriteria penelaahan validitas isi instrument tes prestasi belajar
matematika ini meliputi aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Penelaahan
ini dilakukan dengan mengunakan lembar check list (√) oleh 3 orang
validator, yaitu Irzani, M.Si, dosen Program studi Pendidikan matematika
68
IAIN Mataram, Lalu Zulkifli, Lukman guru Matematika diperoleh bahwa
40 butir uji coba instrumen tes prestasi dinyatakan valid karena telah
memenuhi kriteria yang diberikan. Hasil validasi selengkapnya dari
validitas isi uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika oleh
validator dapat dilihat pada Lampiran 3.7
b. Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus KR-20,
diperoleh perhitungan r11= 0,897. Karena r11= 0,897 > 0,70 sehingga
instrumen tes dikatakan reliabel baik dan dapat digunkan dalam kaitannya
dengan indeks reliabilitas. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3.8
c. Daya Pembeda
Tes prestasi belajar matematika yang diujicobakan terdiri dari 40
soal tes pilihan ganda. Dari hasil daya pembeda diperoleh 31 soal dengan
daya pembedanya berfungsi dengan baik, karena 31 soal tersebut rxy ≥ 0.3
sedangkan 9 soal yang tidak sesuai kriteria adalah nomor 6, 7, 19, 21, 27,
29, 30, 37, dan 40. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
3.9
d. Tingkat Kesukaran
Dari 40 soal tes prestasi belajar matematika yang diujicobakan
diperolah 38 soal tersebut termasuk soal yang cukup artinya tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar karena 0.3 ≤ P ≤ 0.7. Item tes prestasi belajar
yang tidak memenuhi kriteria adalah nomor 19 dan 30. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.9
e. Penetapan Instrumen Tes Prestasi Belajar
Dari uraian di atas tentang hasil uji coba instrumen tes prestasi
belajar, maka dapat disimpulkan bahwa dari 40 soal pilihan ganda tersebut
setelah melalui proses validitas isi, taraf kesukaran dan daya beda terdapat 9
butir soal yang tidak sesuai dengan kriteria yaitu nomor 6, 7, 19, 21, 27, 29,
30, 37, dan 40 yang telah peneliti tetapkan, sehingga ada 31 butir soal yang
dapat dipakai, namun demikian karena ada beberapa soal yang mempunyai
69
indikator yang sama maka diambil 30 butir soal yang digunakan untuk
penelitian dengan indeks reliabilitas 0, 911.
B. Uji Keseimbangan Kemampuan Awal
Uji prasyarat dari suatu eksperimen adalah uji keseimbangan, dilakukan
untuk mengetahui apakah sampel mempunyai kemampuan awal yang sama. Nilai
yang digunakan dalam uji ini adalah nilai kemampuan awal yang diambil dari
nilai mid semester I. Hal ini bertujuan agar hasil dari eksperimen adalah benar
akibat perlakuan yang telah diberikan bukan karena adanya pengaruh lain.
1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas kemampuan awal kelas eksperimen 1 untuk
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.2, hasil uji normalitas
kemampuan awal kelas eksperimen 2 untuk perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.3 dan hasil uji normalitas kemampuan awal kelas
kontrol untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.4.
Rangkuman hasil uji normalitas dapat disajikan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Analisis Uji Normalitas Tes Kemampuan Awal
Kelompok obsL L0,05;n Keputusan Kesimpulan
Kelas Eksperimen 1 0,069 0,0833 H0 diterima Normal
Kelas Eksperimen 2 0,078 0,0808 H0 diterima Normal
Kelas Kontrol 0,062 0,0826 H0 diterima Normal
Berdasarkan pada Tabel 4.1 di atas, obsL untuk setiap kelompok lebih
kecil dari (0,05; )nL dengan daerah kritis 0,05; | nL L LDK maka obsL DK
dan H0 diterima. Ini berarti masing-masing sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas kemampuan awal kelas eksperimen 1, kelas
eksperimen 2 dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.2. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.5
70
Tabel 4. 2. Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Awal
Sampel k 2 obs 2 0,05; 2
Keputusan Kesimpulan
Kelas 3 0, 1627 5, 992 H0 diterima Homogen
Berdasarkan pada Tabel 4.2 di atas, ternyata harga 2 obs lebih kecil
dari 2
0,05;2 dengan daerah kritis 2 2 2
0,05;2DK maka 2
obs DK dan
H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi
yang homogen.
3. Uji Keseimbangan
Setelah dipenuhi normalitas dan homogenitas data kemampuan awal
maka selanjutnya uji keseimbangan dengan anava satu jalan dilakukan dan
diperoleh data seperti tersaji pada Tabel 4.3. Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.6
Tabel 4. 3. Rangkuman Uji Keseimbangan Tes Kemampuan Awal
Sumber JK DK RK Fobs Ftab
Model 3,608 2 1,804 0,042 3,00
Galat 14731,87 345 42,701 - -
Total 14735,48 347 - - -
Berdasarkan pada Tabel 4.3 di atas, diperoleh bahwa obsF lebih kecil
dari tabelF dengan daerah kritis 0,05;2,345| DK F F F maka obsF DK dan
H0 diterima, yang berarti bahwa ketiga kelas dalam keadaan awal yang
seimbang. Oleh karena itu ketiga kelas tersebut dapat diberi perlakuan yang
berbeda.
C. Deskripsi Data Penelitian
1. Data Kemandirian Belajar Siswa
Data tentang kemandirian belajar siswa diperoleh dari angket
kemandirian belajar siswa dengan responden sebanyak 348 siswa dari 3 SMP,
71
selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori berdasarkan skor
tertinggi dari masing-masing tingkatan kemandirian belajar yaitu tingkat
kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah.
Secara umum dari data hasil angket kemandirian belajar siswa
diperoleh gambaran bahwa 118 siswa berkemandirian belajar tinggi dengan
skor tertinggi 103, skor terendah 77, 116 siswa berkemandirian belajar sedang
dengan skor tertinggi 79 dan skor terendah 67, 114 siswa berkemandirian
belajar rendah dengan skor tertinggi 66 dan skor terendah 40.
Secara khusus pada kelas eksperimen 1 yang diberi pembelajaran
dengan model SNH pendekatan realistik diperoleh: siswa kemandirian belajar
tinggi 40 dengan skor tertinggi 103, skor terendah 82 dan rata-rata 89,3 siswa
berkemandirian belajar sedang 40 dengan skor tertinggi 79 skor terendah 68
dan rata-rata 72,825, siswa berkemandirian rendah 40 dengan skor tertinggi 66
skor terendah 43 dan rata-rata 58,8.
Pada kelas eksperimen 2 yang diberi pembelajaran dengan model NHT
pendekatan realistik diperoleh dari data angket yaitu: siswa kemandirian
belajar tinggi 40 dengan skor tertinggi 100, skor terendah 80 dan rata-rata
87,30 siswa berkemandirian belajar sedang 38 dengan skor tertinggi 78 skor
terendah 66 dan rata-rata 70,842, siswa berkemandirian rendah 35 dengan skor
tertinggi 65 skor terendah 47 dan rata-rata 57,0.
Sedangkan pada kelas kontrol yang diberi pembelajaran dengan
konvensional diperoleh data: siswa kemandirian belajar tinggi 38 dengan skor
tertinggi 89, skor terendah 77 dan rata-rata 81,711, siswa berkemandirian
belajar sedang 38 dengan skor tertinggi 76 skor terendah 66 dan rata-rata
71,18, siswa berkemandirian rendah 39 dengan skor tertinggi 65 skor terendah
40 dan rata-rata 58,72.
Jadi berdasarkan diskripsi data kemandirian di atas maka dari kelas
eksperimen 1 diperoleh siswa kemandirian belajar tinggi 40, siswa kemandirian
belajar sedang 40, siswa kemandirian belajar rendah 40. Pada kelas eksperimen
2 diperoleh siswa kemandirian belajar tinggi 40, siswa kemandirian belajar
sedang 38, siswa kemandirian belajar rendah 35. Sedangkan pada kelas kontrol
72
terdapat siswa kemandirian belajar tinggi 38, siswa kemandirian belajar sedang
38 siswa kemandirian belajar rendah 39. Hasil deskripsi di atas terangkum
dalam Tabel 4. 4. selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.4
Tabel 4. 4. Rangkuman Hasil Angket Kemandirian Belajar Siswa
Model Skor Angket
Kemandirian Belajar
Skor maks 103 79 66 103
Skor min 82 68 43 43
Skor maks 100 78 65 100
Skor min 80 66 47 47
Skor maks 89 76 65 89
Skor min 77 66 40 40
Skor maks 103 79 66
Skor min 77 66 40
Tabel 4. 5. Rangkuman Jumlah Siswa Berdasarkan Angket Kemandirian
Belajar Siswa
Kelompok Kemandirian Belajar
Total Tinggi Sedang Rendah
Eksperimen 1 40 40 40 120
Eksperimen 2 40 38 35 113
Kontrol 38 38 39 115
Total 118 116 114 348
2. Data Prestasi Belajar
Setelah melakukan tes hasil prestasi belajar terhadap 348 responden
diperoleh data dengan nilai tertinggi, nilai terendah, dan nilai rata-rata . Data
tes prestasi belajar terangkum pada Tabel 4. 5, dimana:
model SNH dengan pendekatan matematika realistik.
model NHT dengan pendekatan matematika realistik.
model konvensional.
kategori kemandirian belajar tinggi.
73
= kategori kemandirian belajar sedang.
= kategori kemandirian belajar rendah.
Tabel 4. 6. Hasil Tes Prestasi Belajar
Nilai
Xmaks 93 93 87 93
Xmin 40 47 40 40
X 71,200 70,700 65,835 69,243
Xmaks 90 87 93 93
Xmin 40 40 40 40
X 68,175 61,974 62,371 64,175
Xmaks 80 77 83 83
Xmin 40 40 40 40
X 63,000 55,184 56,846 58,343
Xmaks 93 93 93
Xmin 40 40 40
X 67,460 62, 619 61,682
D. Pengujian Hipotesis
Sebelum melakukan analisis terhadap data hasil tes prestasi belajar siswa
kelas VIII SMPN di Kota Mataram semester I pada tahun pelajaaran 2012/2013
maka terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat anava dua jalan dengan sel tak sama
meliputi normalitas dan homogenitas.
1. Prasyarat analisis variansi dua jalan
a. Uji Normalitas
Uji normalitas masing-masing sampel dilakukan sebanyak 6 kali
dengan menggunakan metode Lilliefors. Berdasarkan uji yang telah
dilakukan (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.1 ) diperoleh harga
statistik uji untuk taraf signifikansi 0,05 pada masing-masing sampel
disajikan pada Tabel 4.7
74
Tabel 4. 7. Hasil Uji Normalitas Prasyarat Anava Dua Jalan
Kelompok Lobs L0,05; n Keputusan Kesimpulan
SNH dengan
pendekatan
realistik
0,056 L0,05; 120 = 0,081 H0 diterima Normal
NHT dengan
pendekatan
realistik
0,071 L0,05; 113 = 0,083 H0 diterima Normal
Konvensional
0,082 L0,05; 115 = 0,083 H0 diterima Normal
Tinggi 0,061 L0,05; 118 = 0,082 H0 diterima Normal
Sedang 0,074 L0,05; 116 = 0,083 H0 diterima Normal
Rendah 0,078 L0,05; 114 = 0,083 H0 diterima Normal
Berdasarkan pada Tabel 4.7 di atas, obsL untuk masing-masing
kelompok lebih kecil dari (0,05; )nL dengan daerah kritis
0,05; | nL L LDK maka maksL DK dan H0 diterima. Hal ini berarti
masing-masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas antara kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan
kelas kontrol (perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.7 )
dan uji homogenitas tingkat kemandirian belajar siswa dilakukan dengan
menggunkan metode Bartlett pada taraf signifikansi 0,05 (perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.8). Rangkuman hasil uji
homogenitas dapat disajikan dalam Tabel 4.8.
Tabel 4. 8. Hasil Uji Homogenitas Prasyarat Anava Dua Jalan
Kelompok k 2 obs 2 0,05; 2 Keputusan Kesimpulan
Model
Pembelajaran 3 5,218 5,991 H0 diterima Homogen
Kemandirian
Belajar Siswa 3 0,838 5,991 H0 diterima Homogen
75
Berdasarkan pada Tabel 4.8 di atas, pada masing kelompok model
pembelajaran dan kemandirian belajar siswa diperoleh harga 2 obs lebih
kecil dari 2
(0,05; )n dengan daerah kritis 2 2 2
0,05;2DK maka
2
obs DK dan H0 diterima, yang berarti bahwa populasi pada ketiga
model pembelajaran dan ketiga tingkat kemandirian belajar siswa
memiliki variansi yang sama (homogen).
2. Pengujian Hipotesis
a. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Tabel 4. 9. Rangkuman Anava Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel Keputusan
Model (A) 6888,061 2 3444,031 20,419 3,00 Ditolak
Kemandirian
Belajar (B)
2226,306 2 1113,153 6,599 3,00 Ditolak
Intraksi (AB) 693,417 4 173,354 1,028
2,37
Diterima
Galat (G) 57176,28 339 168,662 - - -
Total 66984,07 347 - - - -
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
dari penelitian dengan desain faktorial 3 x 3 yang terangkum pada Tabel 4.
9. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.9
Pada Tabel 4.8 di atas diperoleh bahwa:
1) Pada efek utama baris (A) H0A ditolak.
Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar pada siswa yang
diberi perlakuan pembelajaran menggunakan model SNH (Structured
Numbered Heads), NHT (Numbered Heads Together) dengan
pendekatan matematika realistik dan konvensional.
76
2) Pada efek utama kolom (B) H0B ditolak.
Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika
antara siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi, sedang, dan
rendah.
3) Pada efek utama interaksi (AB) H0AB diterima.
Karena H0AB diterima berarti tidak ada interaksi antara model
pembelajaran dengan tingkatan kemandirian belajar siswa.
b. Uji Lanjut Pasca Anava
1) Uji Komparasi Rataan Antar Baris
Pada hasil perhitungan uji analisis variansi dua jalan pada
Tabel 4.9 diperoleh bahwa obsF > (0,05;2,339)F dengan daerah kritis DK =
{F | F > F0,05;2;339} maka obsF DK akibatnya H0A ditolak. Ini berarti,
prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan
model SNH dengan pendekatan realistik dan pembelajaran dengan
mengunakan model NHT dengan pendekatan realistik dan metode
konvensional berbeda. Karena variabel model pembelajaran ada tiga
yaitu model SNH dengan pendekatan matematika realistik dan
pembelajaran dengan mengunakan model NHT dengan pendekatan
matematika realistik dan metode konvensional, maka uji lanjut pasca
anava dua jalan perlu dilakukan dengan menggunakan komparasi
rataan antar baris, dengan membandingkan antara rerata marginal dari
masing-masing metode pembelajaran. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 7.1 yang terangkum pada Tabel 4.10,
sedangkan untuk penyebaran rerata disajikan pada Tabel 4. 11.
Tabel 4.10 Hasil Komparasi Rerata Antar Baris
No Komparasi H0 H1 Ftab Fobs
Keputusan
Uji
1 µ1. vs µ2. µ1. = µ2. µ1. ≠ µ2. 6,0 10,550 0H ditolak
2 µ2. vs µ3. µ2. = µ3. µ2. ≠ µ3. 6,0 49,237 0H ditolak
3 µ1. vs µ3. µ1. = µ3. µ1. ≠ µ3. 6,0 13,679 0H ditolak
77
Tabel 4.11 Rangkuman Rerata dan Rerata Marginal
Kelompok b1 b2 b3 Rerata
Marginal
a1 71, 200 70,700 65, 835 69, 243
a2 68,175 61, 974 62, 371 64,175
a3 63,000 55, 184 56, 846 58, 343
Rerata Marginal 67,460 62, 619 61, 682
Pada Tabel 4.10 di atas diperoleh bahwa: 1) Pada komparasi
yang pertama ternyata nilai obsF > (0,05;2,339)2F dengan daerah kritis
;2,339/ 2DK F F F maka obsF DK dan 0H ditolak. Dengan
memperhatikan rerata marginal antara 1.X dan 2.X pada Tabel 4.11
diperoleh rerata marginal 1.X lebih tinggi daripada rerata marginal
2.X maka pembelajaran dengan menggunakan model SNH dengan
pendekatan matematika realistik lebih baik dari pembelajaran dengan
menggunakan model NHT dengan pendekatan matematika realistik. 2)
Pada komparasi kedua pada Tabel 4.10 di atas diperoleh bahwa Fobs >
(0,05;2,339)2F dengan daerah kritis ;2,339/ 2DK F F F maka
obsF DK dan 0H ditolak. Pada Tabel 4.11 diperoleh bahwa rataan
marginal 2.X lebih tinggi dari rataan marginal 3.X maka prestasi
belajar siswa dengan menggunakan model NHT dengan pendekatan
matematika realistik lebih baik daripada pembelajaran dengan
menggunakan metode konvensional. 3) Pada komparasi yang ketiga
pada Tabel 4.10 diperoleh bahwa Fobs > ;2,339/ 2DK F F F maka
obsF DK dan 0H ditolak. Pada Tabel 4.11 diperoleh rerata marginal
1.X lebih tinggi daripada rerata marginal 3.X berarti bahwa prestasi
belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran model SNH dengan
pendekatan matematika realistik lebih baik dari prestasi siswa dengan
pembelajaran metode konvensional.
78
2) Uji Komparasi Rataan Antar Kolom
Pada hasil perhitungan uji analisis variansi dua jalan pada
Tabel 4.9 diperoleh bahwa obsF > (0,05;2,339)F dengan daerah kritis
(0,05;2,339) |FDK F F maka obsF DK akibatnya H0B ditolak. Ini
berarti, terdapat perbedaan prestasi belajar siswa dengan kategori
kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah, sehingga diperlukan
uji lanjut pasca analisis variansi dua jalan yaitu uji Scheffe‟ untuk
komparasi antar kolom. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 7.2 yang terangkum pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Hasil Komparasi Rerata Antar Kolom
N
o Komparasi H0 H1 Ftab Fobs
Keputusan
Uji
1 µ.1 vs µ.2 µ.1 = µ.2 µ.1 ≠ µ.2 6,0 9,67 0H ditolak
2 µ.2 vs µ.3 µ.2 = µ.3 µ.2 ≠ µ.3 6,0 0,36 0H diterima
3 µ.1 vs µ.3 µ.1 = µ.3 µ.1 ≠ µ.3 6,0 13,65 0H ditolak
Pada Tabel 4.12 di atas diperoleh bahwa: 1) Pada komparasi
pertama ternyata nilai Fobs > 2(0,05;2,339)F dengan daerah kritis
;2,339/ 2DK F F F maka obsF DK dan 0H ditolak. Ini berarti,
siswa kemandirian belajar tinggi dan kemandirian belajar sedang
mempunyai prestasi belajar yang berbeda. Pada Tabel 4. 11 diperoleh
bahwa rataan marginal .1X lebih tinggi dari rataan marginal .2X maka
disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa kemandirian belajar tinggi
lebih baik dari prestasi belajar siswa kemandirian sedang. 2) Pada
komparasi kedua pada Tabel 4.12 diperoleh bahwa Fobs < 2(0,05;2,339)F
dengan daerah kritis ;2,339/ 2DK F F F maka obsF DK
akibatnya 0H diterima sehingga siswa kemandirian belajar sedang
dan kemandirian belajar rendah mempunyai prestasi yang sama. 3).
Pada komparasi ketiga pada Tabel 4.12 di atas diperoleh bahwa Fobs >
79
2(0,05;2,339)F dengan daerah kritis ;2,339/ 2DK F F F maka
obsF DK akibatnya 0H ditolak sehingga siswa kemandirian belajar
tinggi dan kemandirian belajar rendah mempunyai prestasi yang
berbeda. Pada Tabel 4. 11 diperoleh bahwa rataan marginal .1X lebih
tinggi dari rataan marginal .3X maka prestasi belajar siswa
kemandirian belajar tinggi lebih baik dari prestasi siswa kemandirian
belajar rendah.
E. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis
1. Hipotesis Pertama
Dari hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fobs > ( ;2,339)F
dengan daerah kritis ;2,339/DK F F F atau FA = 20,419 > 3,00 maka
AF DK akibatnya H0A ditolak, berarti terdapat perbedaan prestasi belajar
siswa dengan pembelajaran menggunakan model SNH dengan pendekatan
matematika realistik dan dengan model NHT dengan pendekatan matematika
realistik maupun dengan pembelajaran menggunakan metode konvensional
pada kompetensi dasar Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).
Setelah dilakukan uji lanjut pasca anava dua jalan dengan uji Scheffe‟ yang
pertama F1.-2. > 2.F0,05;2;339 atau F1.-2. = 10,55029 > 6,00 yang terletak pada
daerah kritis, H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan prestasi belajar siswa
pada model SNH dan model NHT dengan pendekatan matematika realistik,
karena hanya dua perlakuan yang dibandingkan maka cukup dengan
memperhatikan rataan marginal dari model SNH dengan pendekatan realistik
(69,24) lebih tinggi dari rerata marginal pada model NHT dengan pendekatan
matematika realistik (64,18) maka prestasi belajar siswa dengan menggunakan
model SNH dengan pendekatan realistik lebih baik dari prestasi belajar siswa
dengan menggunakan model NHT dengan pendekatan matematika realistik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan
model SNH dengan pendekatan matematika realistik lebih baik daripada
80
prestasi belajar siswa yang menggunakan model NHT dengan pendekatan
matematika realistik. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widjaja, Y & Heck, A. (2003) bahwa penggunaan pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Dimana dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan
realistik menjadikan pelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa, karena
dibimbing untuk menemukan konsep matematika dengan usaha mereka sendiri.
Hal tersebut dikarenakan pada model pembelajaran SNH dengan
pendekatan matematika realistik adalah suatu model pebelajaran dimana siswa
dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas
berbeda-beda sehingga siswa siap dalam belajar dan dapat melaksanakan
tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan
kelompoknya dan dapat bertukar pikiran dengan siswa lain, sehingga siswa
tidak hanya bergantung kepada teman kelompok dalam menyelesaikaan tugas,
sedangkan pada model NHT dengan pendekatan realistik tidak menutup
kemungkinan terdapat anggota kelompok yang hanya mengandalkan salah
seorang anggota kelompok dan menyerahkan semua tugas kepada anggota
kelompok yang mempunyai kemampuan tinggi.
Dari uji Scheffe‟ yang kedua F2.-3. > 2.F0,05;2;339 atau F2.-3. = 49,237 >
6,044 yang terletak pada dearah kritis, H0 ditolak yang artinya terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa pada model NHT dengan pendekatan
matematika realistik dan pembelajaran dengan metode konvensional, karena
hanya dua perlakuan yang dibandingkan maka cukup dengan memperhatikan
rerata marginal dari model NHT pendekatan matematika realistik (64,18) lebih
tinggi dari rerata marginal pada pembelajaran konvensional (58,34) maka
prestasi belajar siswa dengan menggunakan model NHT dengan pendekatan
matematika realistik lebih baik dari prestasi belajar siswa yang menggunakan
metode konvensional. Hal itu dikarenakan pada model pembelajaran NHT
pendekatan matematika realistik setiap siswa dituntut berperan aktif dalam
melaksanakan diskusi kelompok sehingga memiliki pemahaman yang optimal,
sehingga siswa menjadi lebih aktif, sedangkan pada pembelajaran dengan
81
metode konvensional siswa hanya mendengar, melihat, menerima transfer ilmu
dari guru sehingga keaktifan siswa sangat kurang dan guru lebih dominan
selama proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa
prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model NHT dengan
pendekatan matematika realistik lebih baik daripada siswa yang diberi
pembelajaran dengan metode konvensional.
Dari uji Scheffe‟ yang ketiga F1.-3. > 2.F0,05;2;339 atau F1.-3. = 13,679 >
6,048 yang terletak pada dearah kritis, H0 ditolak yang artinya terdapat
perbedaan prestasi siswa pada model SNH dengan pendekatan matematika
realistik dan metode konvensional, karena hanya dua perlakuan yang
dibandingkan maka cukup dengan memperhatikan rerata marginal dari model
SNH dengan pendekatan matematika realistik (69,24) lebih tinggi dari rerata
marginal pada metode konvensional (58,34) maka prestasi belajar siswa
dengan menggunakan model SNH dengan pendekatan realistik lebih baik
daripada prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran dengan
metode konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
siswa yang menggunakan model SNH dengan pendekatan matematika realistik
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan
metode konvensional. Hal tersebut dikarenakan pada model SNH dengan
pendekatan realistik siswa bukan haya dituntut aktif dalam kegiatan diskusi
tetapi juga dituntut untuk melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam
saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya, sehingga siswa menjadi
siap dalam belajar. Sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa menjadi
lebih pasif, karena guru lebih dominan selama proses pembelajaran di kelas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang diberi
pembelajaran dengan model SNH dengan pendekatan matematika realistik
memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada prestasi siswa yang diberi
pembelajaran dengan metode konvensional.
82
2. Hipotesis Kedua
Dari hasil anava dua jalan dengan sel yang tak sama diperoleh Fobs >
( ;2,339)F dengan daerah kritis ;2,339/DK F F F atau FB = 6,599 > 3,00
makaBF DK , akibatnya H0B
ditolak. Berarti kemandirian belajar siswa
berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa pada kompetensi dasar
Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Setelah dilakukan uji lanjut
pasca anava dua jalan dengan uji Scheffe‟ yang pertama F.1-.2 > 2.F0,05;2;339
atau F.1-.2 = 9,673 > 6,0 yang terletak pada daerah kritis, H0 ditolak yang
artinya terdapat perbedaan prestasi belajar siswa kemandirian belajar tinggi dan
siswa kemandirian belajar sedang, karena hanya dua perlakuan yang
dibandingkan maka cukup dengan memperhatikan rataan marginal dari
kemandirian belajar tinggi (67, 460) lebih tinggi dari rerata marginal pada
kemandirian belajar sedang (62,619) maka prestasi belajar siswa kemandirian
belajar tinggi lebih baik dari prestasi belajar siswa kemandirian belajar sedang.
Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa prestasi belajar matematika siswa
kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa
kemandirian belajar sedang, hal ini terjadi karena siswa yang mempuyai
kemandirian belajar tinggi cenderung belajar lebih aktif dan antusias dalam
mengikuti pembelajaran, mampu memantau, mengevaluasi, dan tidak
bergantung pada orang lain dalam mengerjakan tugas. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Diah Ayu Kurniasih (2010) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pada kemandirian tinggi lebih baik dari kemandiria
belajar sedang.
Pada uji Scheffe‟ yang kedua F.2-.3 > 2.F0,05;2;339 atau F.2-.3 = 0,356 <
6,0 yang tidak terletak pada daerah kritis, H0 diterima. Diperoleh simpulan
bahwa siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi
yang sama dengan prestasi belajar siswa kemandirian belajar rendah. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa siswa yang mempunyai kemandirian
belajar sedang mempunyai prestasi yang lebih baik daripada siswa yang
83
mempunyai kemandirian belajar rendah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena
peneliti tidak mampu mengontrol faktor-faktor luaran selain kemandirian
belajar siswa.
Pada uji Scheffe‟ yang ketiga F.1-.3 > 2.F0,05;2;339 atau F.1-.3 = 13,65 >
6,0 yang terletak pada daerah kritis, H0 ditolak. Diperoleh simpulan bahwa
siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi yang
berbeda dengan siswa kemandirian belajar rendah, karena hanya dua
perlakuan yang dibandingkan maka cukup dengan memperhatikan rataan
marginal dari kemandirian belajar tinggi (67, 460) lebih tinggi dari rerata
marginal pada kemandirian belajar rendah (61,682) maka prestasi belajar
siswa kemandirian belajar tinggi lebih baik dari prestasi belajar siswa
kemandirian belajar rendah. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa siswa
mempunyai kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih
baik daripada siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah. Hal ini
dimungkinkan karena siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi
cenderung belajar lebih aktif, mampu memantau, mengevaluasi dan mengatur
belajarnya secara efektif serta tidak merasa bergantung pada orang lain.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya adalah
faktor eksternal dan faktor internal. Pada penelitian ini, karena peneliti tidak
mungkin mengontrol semua faktor luaran yang mempengaruhi prestasi belajar
seperti: faktor keluarga, faktor kecerdasan, faktor lingkungan, faktor ekonomi,
faktor jenis kelamin dan mungkin ada yang mengikuti tambahan pelajaran
secara pribadi di luar sekolah dan lain-lain, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa kemandirian siswa mempengaruhi prestasi belajar kecuali pada kasus
kemandirian belajar sedang dan rendah yang memiliki prestasi yang sama.
3. Hipotesis Ketiga
Dari hasil anava dua jalan sel tak sama diperoleh (0,05;2,339)ABF F
dengan daerah kritis DK = {F | F > F0,05;4;339} atau FAB = 1,028 < 2,37 maka
ABF DK . Oleh karena itu, H0AB diterima yang berarti tidak ada interaksi
antara model pembelajaran dan kemandirian belajar siswa terhadap prestasi
84
belajar matematika siswa. Karena tidak ada interaksi maka karakteristik
perbedaan rataan prestasi belajar antar sel dalam kolom yang sama akan sama
dengan karakteristik perbedaan rataan marginal barisnya. Dengan demikian,
pada masing-masing kategori kemandirian belajar (tinggi, sedang, dan rendah),
penggunaan model pembelajaran SNH dengan pendekatan matematika realistik
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dengan penggunaan
model pembelajaran NHT dengan pendekatan matematika realistik maupun
konvensional dan pada model pembelajaran NHT dengan pendekatan
matematika realistik juga menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari
penggunaan metode pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan
hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa, pada masing-masing kategori
kemandirian belajar (tinggi, sedang, dan rendah) penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe SNH akan memberikan prestasi belajar yang lebih
baik dari model pembelajaran NHT dengan pendekatan matematika realistik
maupun konvensional, dan model pembelajaran NHT dengan pendekatan
matematika realistik memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari
pembelajaran konvensional.
4. Hipotesis Keempat
Dari hasil anava dua jalan sel tak sama diperoleh (0,05;2,339)ABF F dengan
daerah kritis DK = {F | F > F0,05;4;339} atau FAB = 1,028 < 2,37 maka ABF DK .
Oleh karena itu, H0AB diterima yang berarti tidak ada interaksi antara model
pembelajaran dan kemandirian belajar siswa terhadap prestasi belajar
matematika siswa. Karena tidak ada interaksi maka karakteristik perbedaan
prestasi belajar antar sel dalam baris yang sama akan sama juga dengan
karakteristik perbedaan marginal kolomnya. Dengan berdasarkan hipotesis
kedua ( 0BH ) maka dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing model
pembelajaran (SNH dengan pendekatan realistik, NHT dengan pendekatan
matematika realistik dan konvensional), prestasi belajar siswa dengan
kemandirian belajar tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari
kemandirian belajar siswa sedang, prestasi belajar siswa dengan kemandirian
85
belajar sedang sama dengan prestasi belajar siswa dengan kemandirian belajar
rendah dan prestasi belajar siswa dengan kemandirian belajar tinggi
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari kemandirian belajar siswa
rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis keempat yang menyatakan bahwa
pada masing-masing model pembelajaran (SNH dengan pendekatan
matematika realistik, NHT dengan pendekatan matematika realistik, dan
konvensional) prestasi belajar siswa yang mempunyai kemandirian belajar
tinggi akan lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai kemandirian
sedang dan rendah. Sedangkan, prestasi belajar siswa kemandirian belajar
sedang lebih baik dari kemandirian belajar rendah. Hal ini mungkinkan peneliti
tidak bisa mengontrol siswa yang bekerjasama pada saat mengerjakan soal tes.
86
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung dengan hitungan analisis variansi
serta mengacu pada perumusan masalah pada bab I dan hipotesis pada bab II yang
telah diuraikan dimuka, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Siswa yang diberikan pembelajaran matematika menggunakan model SNH
(Structured Numbered Heads) dengan pendekatan matematika realistik
mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang diberi
pembelajaran matematika dengan menggunakan model NHT (Numbered
Heads Together) dengan pendekatan matematika realistik maupun model
konvensional. Prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan
model NHT (Numbered Heads Together) dengan pendekatan matematika
realistik mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan
prestasi belajar matematika siswa menggunkan metode konvensional.
2. Siswa yang mempunyai kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi
belajar lebih baik dari siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang
dan rendah. Sedangkan siswa yang mempunyai kemandirian belajar sedang
dan rendah mempunyai prestasi yang sama.
3. Pada masing-masing tingkatan kemandirian belajar siswa, penggunaan
model pembelajaran SNH (Structured Numbered Heads) dengan pendekatan
matematika realistik memberikan prestasi belajar lebih baik dibading
menggunakan model NHT (Numbered Heads Together) dengan pendekatan
matematika realistik maupun konvensional dan pada setiap tingkatan
kemandirian siswa penggunaan model NHT (Numbered Heads Together )
dengan pendekatan matematika realistik memberikan prestasi belajar yang
lebih baik dibanding menggunakan metode konvensional.
86
87
4. Pada masing-masing model pembelajaran (SNH dengan pendekatan
matematika realistik, NHT dengan pendekatan matematika realistik, dan
konvensional), prestasi belajar siswa kemandirian belajar tinggi lebih baik
dari prestasi belajar siswa kemandirian sedang dan rendah, dan prestasi
belajar siswa kemandirian belajar sedang sama dengan prestasi belajar
belajar siswa kemandirian rendah.
B. Implikasi
Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini,
maka penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik yang secara
teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
matematika.
1. Implikasi Teoritis
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
dengan menggunakan model SNH (Structured Numbered Heads) dengan
pendekatan matematika realistik menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
NHT (Numbered Heads Together) dengan pendekatan matematika realistik.
Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika dengan model SNH (Structured
Numbered Heads) membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran,
siswa siap dalam belajar, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-
sungguh, dapat bertukar pikiran dengan siswa lain sehingga dengan model ini
siswa diharapkan dapat mengkonstruksi ide-ide dasar pada masing-masing
siswa, dan untuk menghindari siswa mendominasi atau diam sama sekali
karena masing-masing anggota kelompok mempunyai peluang yang sama
untuk dipanggil mempersentasikan hasil diskusi kelompok.
Kemandirian belajar siswa merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dalam kegiatan pembelajaran,
kemandirian sangat penting karena kemandirian merupakan sikap pribadi yang
sangat diperlukan oleh setiap individu. Siswa yang memiliki kemandirian
88
belajar tinggi akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih tinggi
pula. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan
terlibat lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran, mengajukan
pertanyaan terhadap penjelasan yang belum dipahami atau memperhatikan dan
mendengarkan penjelasan mengenai suatu konsep dengan sungguh-sungguh.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi seorang
pendidik dan calon pendidik untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan memperhatikan model
pembelajaran dan kemandirian belajar siswa. Pembelajaran matematika dengan
menggunakan model NHT (Numbered Heads Together) dengan pendekatan
matematika realistik dapat dijadikan salah satu alternatif pendidik maupun
calon pendidik untuk melakukan proses pembelajaran terutama pada pokok
bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Selain itu untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa pendidik hendaknya harus memperhatikan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar salah satunya adalah
kemandirian belajar siswa, yang sebenarnya dapat diupayakan seluruh siswa
memiliki kemandirian belajar tinggi.
.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan Implikasi di atas, ada beberapa hal yang
ingin perlu peneliti sarankan, yaitu:
1. Bagi Pendidik
a. Sesuai dengan hasil penelitian ini maka disarankan kepada guru mata
pelajaran matematika untuk menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe SNH (Structured Numbered Heads) dengan pendekatan
matematika realistik pada kompetensi dasar Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel (SPLDV), karena peserta didik mampu terlibat aktif
dalam kerja kelompok dan siswa dapat mengaitkan secara langsung
materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
89
b. Sesuai dengan hasil penelitian ini, guru disarankan memperhatikan
kemandirian belajar siswa, dimana pada masing-masing kategori
kemandirian belajar siswa (tinggi, sedang, dan rendah) akan lebih baik
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe SNH dengan
pendekatan matematika realistik daripada model NHT dan
konvensional. Sedangkan model NHT dengan pendekatan realistik akan
lebih baik daripada metode konvensional.
2. Bagi Peneliti Lain
a. Pada penelitian ini model dalam pembelajaran yang dipilih adalah
model SNH (Structured Numbered Heads) dengan pendekatan
matematika realistik dan model NHT (Numbered Heads Together)
dengan pendekatan matematika realistik yang ditinjau dari kemandirian
belajar siswa. Bagi para calon peneliti yang lain mungkin dapat
melakukan penelitian yang lain, yang mungkin dari model yang akan
digunakan dalam penelitian bahkan mungkin dari tinjaun yang lainnya.
b. Hasil penelitian ini hanya terbatas pada kompetensi dasar Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) pada siswa kelas VIII SMP
Negeri di Kota Mataram, sehingga mungkin bisa diterapkan pada
kompetensi dasar dan pokok bahasan yang lain ataupun mungkin di
Kabupaten yang lain juga.
Harapan peneliti yang lain adalah apa yang telah diteliti pada
penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran
bagi siswa, pendidik pada umumnya dan peneliti pada khususnya.
Top Related