Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
407 Unmas
Denpasar
EKOWISATA UPACARA SEREN TAUN:
STRATEGI PENGUATAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
KABUPATEN KUNINGAN
Euis Suhaenah, Ai Juju Rohaeni, Wanda Listiani
Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung
Jl. Buahbatu No. 212 Bandung
ABSTRAK
Penelitian ini membahas ekowisata Upacara adat Seren Taun, bertujuan untuk
mengungkapkan rangkaian dan proses Upacara Adat Seren Taun sebagai salah satu Strategi
Komunitas Adat Menguatkan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Kuningan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara
dan pengamatan pada masyarakat adat di Kabupaten Kuningan. Pengemasan upacara seren
taun dalam berbagai bentuk pertunjukan ritual masyarakat dan daya tarik tersendiri bagi
wisatawan domestik dan internasional.
Kata kunci: ekowisata, Seren Taun, Kuningan.ail
PENDAHULUAN
Rumusan ekowisata pernah dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada tahun
1987 sebagai berikut: "Ekowisata adalah perjalanan ketempat-tempat yang masih alami dan
relatif belum terganggu atau tercemari dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan
menikmati pemandangan, flora dan fauna, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya
masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini", bagi kebanyakan orang,
terutama para pencinta lingkungan, rumusan yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-
Lascurain tersebut belumlah cukup untuk menggambarkan dan menerangkan kegiatan
ekowisata. Penjelasan di atas dianggap hanyalah penggambaran dari kegiatan wisata alam
biasa. Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism Society
(TIES) pada awal tahun 1990, sebagai berikut: "Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang
bertanggung jawab dengan menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan penduduk setempat”. Penjelasan ini sebenarnya hampir sama dengan yang
diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata
di alam bebas atau terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung
unsur-unsur kepedulian, tanggungjawab dan komitmen terhadap keaslian dan kelestarian
lingkungan serta kesejahteraan masyarakat setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk
memaksimalkan dan sekaligus melestarikan potensi sumber daya alam dan budaya
masyarakat setempat untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.
Karakteristik yang menjadi ciri dari ekowisata Seren Taun di Cigugur Kuningan yang
memiliki sebuah peristiwa budaya masyarakat setempat yang unik, dikemas sebagai sebuah
pertunjukan untuk pariwisata tapi tidak melayani kebutuhan turis, tetapi turis menjadi bagian
dari pertunjukan tontonan hidup yang diamati dengan sedemikian rupa, difoto, direkam dan
diinterasikan dengan berbagai cara tertentu.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
408 Unmas
Denpasar
Tulisan ini membahas ekowisata Upacara adat Seren Taun, yang menjadi pokok
bahasan mengungkapkan rangkaian dan proses Upacara Adat Seren Taun sebagai salah satu
Strategi Komunitas Adat Menguatkan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten
Kuningan
Pada bulan oktober 2015 peneliti mengikuti upacara Seren Taun di Cigugur Kuningan,
Seren Taun merupakan Gelar Budaya tradisional masyarakat Agraris Sunda yang masih
berada dan biasa dilaksanakan di Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten
Kuningan oleh kumunitas penganut Agama Jawa Sunda pimpinan Adat Madrais (AJS)
Pangeran Djatikusumah. Tradisi ini dilaksanakan satu tahun sekali sebagai manifestasi luapan
rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Secara definitif dapat diartikan upacara
penyerahan hasil panen yang baru lewat serta memohon berkah dan perlindungan Tuhan
untuk tahun yang akan datang. Melalui upacara Seren Taun masyarakat petani Sunda
menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencerminan kesadaran
pribadi atas suatu kenyataan yang mereka terima yakni hidup dan kehidupan, salah satu
manifestasi obsesi mereka adalah melaksanakan upacara syukuran yang divisualisasikan
berupa produk hasil bumi terutama padi. Cigugur merupakan sebuah Desa di Kecamatan
Cigugur Kabupaten Kuningan, upacara tersebut diadakan selama enam hari mulai tanggal 1
hingga 6 Oktober 2015. Hal yang menarik dalam upacara Seren Taun 2015 adalah
keikusertaan Pemerintahan Kabupaten Kuningan memadukan program pariwisata yang
sedang digulirkan dengan moto “ Kabupaten Kuningan menuju Ekowisata untuk
meningkatkan kesejahteran masyarakat “. Oleh karena itu, konteks kegiatan Seren Taun jelas
berhubungan dengan promosi pariwisata dan keinginan untuk menarik minat dari para turis
untuk berkunjung ke Cigugur Kuningan. Ini merupakan strategi untuk mempromosikan
pariwisata, seperti yang dikatakan Smith bahwa promosi adalah; ”Berbagai aktivitas tujuan
yang menstimulasi pariwisata termasuk didalam kunjungan ke rumah-rumah dan kampung-
kampung dari penduduk asli, berbagai observasi dari berbagai tarian maupun upacara.
(Smith, 1977:2)
Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kuningan dalam kaitan peristiwa
budaya Seren Taun memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan masyarakat
sekitarnya, khususnya bagi masyarakat komunitas maupun masyarakat umumnya. Peristiwa
Seren taun merupakan daya tarik bagi pariwisatawan domestik maupun mancanegara, bagi
pemerintah Kuningan peristiwa budaya Seren Taun merupakan sebuah aset pariwisata yang
menguntungkan bagi devisa negara. Pihak pemerintah mengidentifikasi para komunitas
masyarakat Kuningan sebagai penyangga budaya yang bermata pencaharian dari hasil
pertanian, diperdayakan kegiatan upacara Seren Taun yang dilaksanakan selama sepekan.
Pendekatan secara ekonomi perlu juga dikemukakan mengingat permasalahan
dalam upacara Seren Taun merupakan upacara ritual wujud syukur berlimpahnya atas hasil
pertanian yang diperoleh, penggagas Pangeran Djatikusumah dan komunitas AJS
membagikan hasil panennya berupa padi yang telah ditumbuk, yaitu beras selanjutnya
dibagikan kepada anak yatim, masyarakat fakir miskin yang ada di wilayah Cigugur. Di luar
komunitas para pelaku bisnis pariwisata, maupun masyarakat Kuningan pelaku bisnis dalam
era pariwisata ini yang telah menjadikan ajang gelar budaya Seren Taun sebagai salah satu
lahan peningkatan komoditi regional untuk meningkatkan penghasilan asli daerah Kuningan,
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
409 Unmas
Denpasar
penonton (wisatawan) pelaku dan seniman yang ditonton semakin penting peranannya. Yang
membedakan mereka hanyalah bahwa pelaku upacara, seniman merupakan pelaku langsung,
sedangkan penonton merupakan hasil upaya para pengantar tamu dalam mempromosikan
status upacara Seren Taun. Keduanya terlibat dalam misi pengenalan seni budaya Seren
Taun, sehingga sesungguhnya keduanya memiliki peran yang sama dalam pengembangan
program pemerintah “Kabupaten Kuningan menuju Ekowisata untuk meningkatkan
kesejahteran masyarakat”.
Ekowisata Upacara Seren Taun 2015
Inti upacara Seren Taun bagi masyarakat Cigugur Kuningan adalah upacara Nutu.
Upacara nutu merupakan salah satu upacara yang dilaksanakan dan sudah masuk dalam
agenda tahunan pemerintah daerah dan masyarakat Kuningan yang diperingati oleh
komunitas adat dan pengikut aliran kepercayaan atau AJS (Agama Jawa-Sunda). Upacara
Nutu mengangkat padi sebagai objek pokok dan hasil seluruh pertanian yang ada di Cigugur
Kuningan. Upacara Nutu sebagai penghormatan terhadap Dewi Padi di Pwah Aci atau Pohaci
(dewi dari seluruh tanaman). Perbedaan pemahaman masyarakat tentang Dewi Pwah Aci
tidak hanya pada pengertian dewi padi tetapi lebih luas mencakup hasil seluruh pertanian
yang ada di Cigugur Kuningan. Objek padi lebih dimaknai berdasarkan kebutuhan pokok
dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mewakili hasil bumi, ungkapan pemuliaan Dewi
Pwah Aci sebagai ibu dari roh hurip tanah pakumpulan yang termaktub dalam ajaran AJS.
Perbedaan pemahaman tersebut berdasarkan dari hasil wawancara dengan nara sumber
bahwa masyarakat Cigugur tidak mengenal sebutan Dewi Sri, sebelum masuknya pengaruh
Hindu. Setelah masuk pengaruh Hindu maka dikenal upacara Mapag Sri. Dalam Seren Taun
digunakan sebutan Pwah Aci sebagai Roh Hurip Tanah Pakumpulan (segala tanaman berasal
dari tanah), dan sebutan Ibu Pertiwi (The Mather God). Padi sebagai simbol yang memiliki
dimensi dan nilai mitos kesuburan yakni simbol untuk mengekspresikan hidup masyarakat
yang hidupnya menyatu dengan alam seperti konsep yang terdapat dalam Ajaran Jawa Sunda
(AJS).
Upacara Seren Taun sebagai penghayatan ajaran Agama Jawa-Sunda, dipergunakan
juga sebagai sarana politik untuk mengekspresikan perlawanan yang bersifat non-fisik
terhadap kolonial Belanda pada masa jaman penjajahan, yakni dengan adat istiadat dan
budaya yang tertuang didalamnya. Upacara Seren Taun sebagai representasi ucapan syukur
sesuai dengan ajaran spritual Kyai Madrais Agama Jawa-Sunda yaitu Anjawad lan Anjawab
roh susun-susun Kang den Tunda, yang merupakan filosofi agama Jawa-Sunda. Filosofi AJS
dimaksudkan sebagai tugas manusia untuk menyusun, menjaring dan memilih serta
membuang sifat-sifat yang terdapat pada roh hurip tanah yang disempurnakan dengan cara
upacara. Manusia harus menggunakan sir-rasa pikir untuk mencari eksistensi diri dan
mengimani kumpulan roh-roh tersebut. Dengan kata lain bahwa manusia sebagai “kuburan
roh” dalam hal ini harus mampu menjawab anjawad lan anjawab roh-roh dalam diri agar
sempurna ketika kembali kepada penciptanya. Manusia berkewajiban memenuhi
sampuraning hirup sajatining mati yaitu hidup yang sempurna apabila hidup sesuai dengan
kehendak Sang Pencipta. Apabila mati, mati sejati dan berpulang kepada Sang Pencipta
sebagai konsep kesempurnaan hidup dalam agama Jawa-Sunda (AJS). Untuk menjawab
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
410 Unmas
Denpasar
sampuraning hirup sajatining mati dan mencari jati diri sebagai manusia dengan ciri
kemanusiaannya maka harus dijalani Pikukuh Tilu yakni ngaji badan, iman kana tanah,
ngiblat ka ratu-raja.
Upacara Seren Taun merupakan perkembangan dari Upacara Nutu menjadi Seren
Taun setelah Agama Jawa-Sunda (AJS) yang dideklarasikan oleh Pangeran Sadewa Alibassa
Widjajaningrat yang dikenal dengan nama Kyai Madrais. Upacara Seren Taun ditetapkan
pada tanggal 22 Rayagung (menurut kalender tradisi Sunda, 22 besar menurut sistem
kalender Jawa) yang bertepatan dengan hari kelahiran putra Kyai Madrais yang bernama
Pangeran Tedja Buana. Tanggal 22 Rayagung selanjutnya dimaknai sebagai merayakan
Keagungan Tuhan. Oleh karena bulan Rayagung adalah bulan terakhir atau sebagai tutup
tahun, maka nama upacara Nutu diungkapkan sebagai ucapan syukur yang dirayakan setiap
akhir tahun disebut Upacara Seren Taun. Kemudian perayaan upacara ini dilanjutkan oleh
putranya yang bernama Tedja Buana, yang dilanjutkan lagi oleh putranya bernama Pangeran
Djatikusumah hingga sekarang.
Padi memiliki makna yang dapat diadopsi untuk menyampaikan berbagai hal sebagai
sarana pemenuhan tujuan dari upacara syukur secara bersama-sama tanpa membedakan status
sosial. Padi dapat digunakan juga sebagai sarana upacara yang berhubungan dengan pesan
propaganda ajaran AJS, pencarian identitas sosial dalam masyarakat, visualisasi tentang
manusia yang hidupnya menyatu dengan alam, dan peristiwa budaya yang dikehendaki sesuai
dengan misi dan visi dari pencetusnya. Hal ini dapat diamati pada struktur penyajian dalam
upacara Seren Taun.
Upacara Seren Taun tetap dilaksanakan di Cigugur Kuningan. Hal tersebut
mengandung makna bahwa upacara Seren Taun dapat dijadikan momen penting yang
diadakan satu tahun sekali bagi komunitas adat dan pengikut AJS. Perayaan upacara Seren
Taun dirasakan sebagai perantara bagi masyarakatnya pada kerinduan akan pengalaman
religius dan pengalaman seni seperti pertunjukan tari, angklung dan sebagainya. Bagi
Pemerintah dan masyarakat diluar komunitas merupakan sebuah peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan melalui peristiwa budaya tahunan ini.
Struktur Penyajian Seren Taun
Prosesi upacara Seren Taun ini, pada hari pertama, Kamis 1 Oktober 2015 (17
Rayagung 1948 Saka) Pukul 18.00- 19.00 WIB di Halaman Gedung Paseban, masyarakat
Kuningan yang terlibat memodifikasi upacara tersebut menjadi semacam pertunjukan
teateral. Yang menjadi atraksi utama adalah masyarakat Cigugur Kuningan yang sedang
melaksanakan upacara Seren Taun. Masyarakat lokal setempat menjadi bagian penting dalam
upacara yang bersifat eksotis dan otentik. Karakteristik teateral ini terutama terlihat dalam
acara Damar Sewu, merupakan acara pembuka acara Seren Taun. Damar Sewu dimulai
dengan menyalakan api pada kuntum bunga teratai yang kemudian disebarkan dengan
menggunakan obor ke empat penjuru mata angin sebagai tanda semangat yang senantiasa
akan selalu berkembang pada setiap generasi. Upacara, selanjutnya disajikan pertunjukan seni
tradisional masyarakakat Cigugur, yaitu tari Purabaya Gebang, tari Kaulinan barudak,
selanjutnya pukul 20.00-20.30 Wib pertunjukan Kacapi lawak dari Kabupaten Garut “ Segar
Group” di Taman Sari Paseban.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
411 Unmas
Denpasar
Gambar 1. Foto Damar Sewu
Hari kedua, Jumat 2 Oktober 2015 (18 Rayagung 1948 Saka), merupakan aktivitas
konservasi alam dan lingkungan dan seni pertunjukan yang ada kaitannya dalam ruang
lingkup pertanian. Penyajian pesta Dadung para petani dan anak gembala menari dengan
memegang tali dadung dengan bentuk pola lantai melingkar satu sama lain berpegang tali.
Dilanjutkan dengan acara pembuangan hama dan penanam pohon. Semua aktivitas ini
dilakukan di Situ Hyang Paseban. Sore hari, Di Halaman Gedung Paseban acara pesta
Angklung SDN Cisantana Kuningan, tari Rampak Kendang. Pada malam harinya pertunjukan
Panglawungan Tembang Sunda Cianjuran di Gedung Paseban.
Gambar 2. Foto Pesta Dadung
Hari ketiga, Sabtu 3 Oktober 2015 (19 Rayagung 1948 Saka), Pukul 09.00- 16.00 wib
Dialog yang bertema “ Pakena gawe Rahayu Pakeun Ngertakeun Bumi Lamba “ yang
dihadiri oleh masyarakat komunitas AJS. Pukul 19.00-21.00. Pesta wayang dalang cilik
dilakukan di Taman Sari Paseban. Selanjutnya pukul 21.00-22.00 wib pertunjukan
Tarawangsa di Gedung Paseban.
Hari keempat, Minggu 4 Oktober 2015 (20 Rayagung 1948 Saka). Pukul 09.00-14’00,
Dialog lanjutan “akena gawe Rahayu Pakeun Ngertakeun Bumi Lamba “ yang dihadiri oleh
masyarakat komunitas AJS. Pukul 14.00-17.00 wib Helaran Budaya, helaran masyarakat
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
412 Unmas
Denpasar
diikuti oleh para tokoh adat yang berasal dari berbagai pulau Nusantara dengan menggunakan
kendaraan tradisional, yaitu Delman mengelilingi Kota Kuningan. Hal ini dilakukan sebagai
sarana sosialisasi kegiatan Seren Taun yang bernafaskan Bhineka Tunggal Ika. Pukul 19.00-
22.00 wib tempat di Taman Sari Paseban, pertunjukan;. Pesta Lisung, Paduan Suara SMP Tri
Mulya Kuningan, Karinding Cireundeu, Gondang Kreasi, Tari Klasik dari ISBI Bandung,
Talk Show “ Kanyaah Nyai”.
Gambar 3. Foto Helaran Pawai Budaya
Hari kelima, Senin 5 Oktober 2015 (20 Rayagung 1948 Saka). Pukul 08.30-12.00 Wib,
Aksi Bakti Sosial Pengobatan gratis dan KMC di Taman Sari Paseban.Pukul 12.00-16.000
dilanjutkan dengan acara Dialog akhir tema” Pakena gawe Rahayu Pakeun Ngertakeun Bumi
Lamba “ yang dihadiri oleh komunitas AJS se-Nusantara. Pukul 19.00-19.50 wib acara
Kidung Spritual, dipimpin oleh Pangeran Djatikusumah yang selalu dihadiri oleh turis
maupun perwakilan pemerintah. Ada pemisahan yang jelas antara penonton (turis dalam
negeri dan internasional) dan pemerintah, pendukung/para pemain dan masyarakat Cigugur
yang terlibat dalam upacara tersebut, tempat duduk para tamu undangan dibangku dan
menyaksikan keseluruhan acara. Do’a bersama, kidung spritual antar iman menyadari bahwa
keragaman adalah kebesaran dan kehendak Sang Pencipta. Peserta Kidung Spiritual berasal
dari berbagai daerah Nusantara antara lain dari Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara dan Papua dengan latar belakang agama dan kepercayaaan yang berbeda, mereka
berdoa untuk kedamaian semesta alam. Pukul 20.00-21.00 wib penyajian tari Bedaya
Gebang, yang dibawakan oleh sembilan penari putri, tari Pwa Aci, yang dibawakan oleh
seorang penari putrinya Pangeran Djatikusumah. Pukul 21.00-22.00 wib Ngareremokeun,
upacara ini merupakan bertemunya energi hidup dari Sang Hyang Asri Pwah Aci yang
disimbolkan dalam kekuatan tumbuhnya pucuk pohon dan kesuburan di tanah. Upacara ini
diiringi angklung buncis dari Kanekes.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
413 Unmas
Denpasar
Gambar 4. foto Kidung Spiritual/Doa bersama
Gambar 5. Foto Tari Bedaya Gebang
Gambar 6. Foto tari Pwah Aci
Gambar 7. Foto upacara Ngareremokeun
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
414 Unmas
Denpasar
Hari keenam, Selasa 6 Oktober (22 Rayagung 1948 Saka). Prosesi Puncak Acara Seren
Taun, yang diselenggarakan dari pukul 08.00-16.00 wib di Halaman Paseban. Acara puncak
terdiri dari buyung, angklung baduy, ngajayak, babarit dan penumbukan padi (nutu). Berikut
dibawah ini deskritif Upacara Seren Tahun 2015;
(1) Prosesi Puncak Acara Seren Taun 2015. Pukul 07.00 Wib Selasa tanggal 6 Oktober
2015 diawali dengan prosesi Ngajayak, para pendukung upacara bersiap-siap membentuk
barisan dari empat penjuru, sementara pendukung lainnya melakukan persiapan di dalam dan
di luar gedung Paseban Tri Tunggal. Upacara dibuka pukul 08.00 Wib oleh Pangeran
Djatikusumah dengan memukul gong sebanyak tiga kali pertanda upacara dimulai; disambut
dengan Gamelan Renteng. Mengiringi upacara prosesi Ngajayak dari empat penjuru berjalan
menuju gedung Tri Panca Tunggal tempat pelaksanaan upacara. Sementara itu pula angklung
dan ketipung dimainkan.
Prosesi berjalan hingga dihalaman gedung Tri Panca Tunggal, membentuk barisann
menghadap gedung, kemudian berhenti sambil menyisakan ruang untuk pertunjukan kesenian
dan peragaan upacara, sementara itu pula gong renteng berhenti. Pertunjukan diawali dengan
menyajikan tari Buyung yang dibawakan oleh 40 penari dari empat penjuru menuju depan
gedung diiringi dengan musik kecapi suling. Usai tari Buyung langsung disambut dengan
penampilan musik angklung Baduy yang dilakukan sambil menari mengelilingi tugu didepan
gedung hingga selesai.
Gambar 8. Foto Tari Buyung
Pertunjukan berikutnya adalah atraksi Buncis yakni memainkan angklung dan gendang
ketipung sambil beratraksi dengan posisi tidur, duduk, membawa umbul-umbul, menari,
bersorak dan sebagainya, serta membentuk pola lantai tertentu. Sementara atraksi Buncis
sedang berlangsung, Gambar foto tari Buyung para peraga lainnya, seperti pembawa padi
dengan rengkong maju memperagakan rengkong-nya, pembawa dongdang memperagakan
dongdang-nya dan pembawa jempana memperagakan jempana, demikian juga dengan
umbul-umbul semaunya berbaur ke dalam permainan atraksi Buncis tersebut. Dilanjutkan
dengan tari Kaulinan Barudak tarian ini sebagai cerminan nilai budaya masyarakat Cigugur
Kuningan yakni masyarakat anak-anak pelakunya, atraksi ini disajikan dengan penuh
kegembiraan, kecerian, rasa humor, kekompakan dan kebersamaan.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
415 Unmas
Denpasar
Gambar 9. Foto Angklung Buncis
Gambar 10. Foto Rengkong
Gambar 11. Foto Jempana
Gambar 12. Foto tari kaulinan barudak urang lembur
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
416 Unmas
Denpasar
Setelah pertunjukan kesenian selesai, lagu Tunggul Kawung dibawakan oleh gamelan
Monggang. Sementara lagu dilantunkan para tamu undangan memasuki ruangan upacara,
kemudian seorang lengser dan para lulugu atau wakil dari pembawa padi dan buah-buahan
masuk gedung menyerahkan bawaannya kepada Pangeran Djatikusumah, sesudah itu lalu
keluar. Sarana upacara ini kemudian diserahkan oleh Pangeran Djatikusumah kepada wakil
tokoh masyarakat, Rohaniawan dan unsur penting lainnya meletakkan dan menempatkan
bawaannya ke tempat yang sudah disediakan. Setelah itu semua peraga upacara mengambil
tempat sebagai peserta upacara, lagu Tunggul Kawung pun berhenti. (lihat gambar ).
Gambar 13. Foto Babarit dan penyerahan hasil bumi
Gambar 14. Foto Babarit dan hasil panen padi
Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Yayasan Pendidikan Tri Mulya selaku
penyelenggara, Bupati Kabupaten Kuningan dan dari pupuhu upacara Pangeran
Djatikusumah. Dilanjutkan aca ra do’a yang dilakukan oleh para rohaniawan yang terdiri dari
pastur, pendeta, kyai, pendeta Hindu dan Budha memanjatkan doa secara bergantian. Doa-
doa tersebut diakhiri dengan lagu Golewang mengiringi Ucap Pangrajah Pohaci yang
dipanjatkan oleh Pangeran Djatikusumah, merupakan acara Babarit. Acara dilanjutkan
dengan penyerahan alu kepada tokoh, pejabat dan unsur penting lainnya yang dilakukan oleh
Pangeran Djatikusumah diiringi lagu Bale Bandung. Musik masih tetap mengalun,
selanjutnya upacara puncak “ Nutu” pembawa lesung tiba dipanggung utama, diikuti oleh
para tokoh penting yang ditunjukkan untuk menumbuk padi. Sementara itu ditempat lain
telah bersiap-siap para ibu-ibu dan semua partisipasi yang ingin menumbuk padi pada tempat
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
417 Unmas
Denpasar
yang telah disediakan oleh panitia. Lesung Indung berhenti dipanggung Utama, kemudian
para pejabat dan rohaniawan mengelilingi lesung dan lagu Bale Bandung berhenti.
Suasana menjadi hening ketika Pangeran Djatikusumah beserta istri mengoles pangkal
alu dengan minyak kemudian diayunkan keatas dan kebawah sebanyak tujuh kali. Pada
ayunan ketujuh alu dilepaskan dan menumbuk padi. Pada saat terdengar tumbukan pertama,
seluruh peserta yang telah memegang alu secara serentak, melanjutkan menumbuk padi
berkeliling sepanjang lesung yang telah ditata secara bergantian. Penumbukan padi diiringi
dengan lagu Sisir Gunda.
Gambar 15. Foto Pangeran Djatikusumah menumbuk padi
Gambar 16. Foto Nutu
Para pejabat melakukan penumbukan dipanggung utama sebanyak tujuh putaran,
kemudian boleh dilanjutkan oleh siapa saja. Penumbukan padi dilanjutkan oleh siapa saja
yang ingin melakukannya hingga penumbuk padi selesai. Saat berlangsungnya penumbukan
padi, para peserta upacara dipersilahkan untuk menikmati hidangan berupa nasi tumpeng. Di
salah satu ruang gedung Paseban Tri Panca Tunggal juga telah tersedia makanan yang telah
disiapkan bagi para pejabat dan rohaniawan. Upacara Seren Taun selesai pada jam 16.00 wib.
Beras hasil tumbukan dibagikan kepada masyarakat fakir miskin dan panti asuhan yang
berhak menerima.
PENUTUP
Ekowisata dalam beberapa hal telah membantu menghadirkan kembali kebudayaan
tradisional Jawa Barat, khususnya dalam konteks upacara Seren Taun yang dilaksanakan di
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
418 Unmas
Denpasar
Cigugur Kuningan Jawa Barat. Sebelumnya upacara Seren Taun pernah dilarang
dipertunjukan oleh pemerintahan Orde Baru, terlebih yang berkait dengan kepercayaan
tradisional mereka. Namun, seiringnya dengan waktu di era pemerintahan Demokrasi Seren
Taun dipertunjukkan lagi hingga saat ini.
Kelihatannya adanya inter play antara kepentingan pemerintah di satu sisi dan
kepentingan dari masyarakat Cigugur Kuningan di sisi lain, yang mempengaruhi sikap dan
penilaian dari keduanya terhadap upacara yang disajikan. Di satu sisi, pemerintah
berkepentingan untuk menstimulasikan kegiatan dari upacara tradisional, tidak hanya untuk
untuk kepentingan pariwisata, tetapi juga sebagai upaya pelestarian dan mengembangkan
budaya yang merupakan salah satu aset nasional budaya Indonesia. Di sisi lain kepentingan
masyarakat Cigugur Kuningan sendiri adalah usaha untuk menghadirkan identitas mereka
sebagai salah satu ragam dari kebudayaan Nasional Indonesia. Usaha tersebut merupakan
salah satu program pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang digariskan dalam
kebijaksanaan pemerintah Indonesia.
Pada akhirnya, dengan melihat proses maupun produk dari pertunjukan yang ada,
upacara Seren Taun yang disajikan dalam konteks pariwasata ini telah merefleksikan
kompleksitas identitas sekaligus ambiguitas dalam usaha kontruksi dan rekontruksi identitas
masyarakat Cigugur Kuningan .Seren Taun merupakan peristiwa budaya di Kabupaten
Kuningan menawarkan sajian yang mempunyai nilai ganda. Disatu sisi untuk kepentingan
utama adalah upacara Nutu, sedang di sisi lain menghadirkan kenikmatan estetis. Upacara
Seren Taun dalam peristiwa budaya dalam konteks seni pertunjukan menawarkan diri sebagai
sebuah tontonan yang menarik, walaupun upacara Seren Taun ini tidak dimaksudkan sebagai
seni pertunjukan semata, karena tujuan utama itu merupakan representasi sujud syukur,
wujud solidaritas dari komunitas penghayatan ajaran Agama Jawa Sunda Kyai Madrais
kepada masyarakat Kuningan yang berlatar belakang agama yang berbeda, namun
masyarakat diluar komunitas upacara mengikuti dan menikmati sebagai sebuah pertunjukan
dan ajang bisnis bagi para pelaku bisnis yang ada kaitannya pariwisata, dampaknya peristiwa
budaya itu dapat mensejahterakan masyarakat Kuningan dan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius
Geertz, Clifford.1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius
http:/ibda..files, wordpress.com
Kuntowijoyo.1999, Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mustopa, R.H Hasan.1991. Adat Istiadat Sunda. Penerjemah Maryati Sastrawijaya. Bandung
: PT. A.
Sumardjo.Yacob.2000. Filsafat Seni. Bandung ITB.
-------------------.2003. Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir
Sedyawati. Edi.2007. “warisan Masa lalu dan Penciptaan hari ini” dalam Budaya Indonesia:
Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta: PT Rajagrafika: Persada
Smith, Valene,ed. 1977 Hosts and Guests; The Antroofologiy of Tourism. Philadelphia:
University of Pennsylvenia Press.
Turner, Victor.1967. The forest of Symbols: Aspeccs of Ndembu Ritual. Cornelt University
Press London.
Top Related