BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badai krisis ekonomi yang mulai terjadi pada pertengahan 1997 telah
menerpa hampir semua sendi-sendi perekonomian dan bisnis di Indonesia. Hal
ini dirasakan langsung oleh sektor perbankan dan bisnis korporasi. Akan tetapi
tidak demikian halnya yang terjadi pada sektor usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) yang ternyata memiliki kelenturan tersendiri menghadapi
badai krisis tersebut. Hal ini antara lain disebabkan oleh tingginya local
content pada faktor-faktor produksi mereka, baik pada penggunaan bahan
baku maupun permodalan.
Usaha mikro kecil dan menengah merupakan suatu subyek yang penting
dalam analisa kebijakan pemerintah Indonesia, yang didasari oleh beberapa
alasan (Hill, 2001). Pertama, UMKM di negara manapun memainkan suatu
peran yang sangat penting di dalam pembangunan ekonomi. Mereka secara
khas mempekerjakan 60% atau lebih banyak lapangan kerja industri dan
menghasilkan sampai separuh output. Kedua, UMKM merupakan sarana
untuk mempromosikan bisnis pribumi dan oleh karena itu sebagai alat
redistribusi aset secara etnik. Ketiga, tidak bisa diasumsikan bahwa jenis
kebijakan yang sama yang dikeluarkan untuk industri besar akan berlaku bagi
UMKM. Keempat, pengalaman internasional menyatakan bahwa sektor
UMKM kondusif bagi pertumbuhan industri yang cepat dan merupakan
struktur industri yang fleksibel.
Thee (1993 : 109) mengemukakan bahwa pengembangan industri kecil
adalah cara yang dinilai besar peranannya dalam pengembangan industri
manufaktur. Pengembangan industri berskala kecil akan membantu mengatasi
masalah pengangguran mengingat teknologi yang digunakan adalah teknologi
padat karya, sehingga bisa memperbesar lapangan kerja dan kesempatan
usaha, yang pada gilirannya mendorong pembangunan daerah dan kawasan
1
pedesaan.
Akhirnya, sekarang ada minat tertentu terhadap UMKM di Indonesia karena
sektor ini nampak mampu menghadapi krisis ekonomi 1997-1998 dengan
lebih baik daripada unit industri yang lebih besar.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan
masalahnya adalah:
1. Apa definisi dari Usaha mikro, kecil dan menengah?
2. Apa peran UMKM bagi perekonomian indonesia?
3. Bagaimana pembangunan dan pemberdayaan UMKM?
4. Bagaimana langkah-langkah dan tindak lanjut pemberdayaan
UMKM?
5. Bagaimana kunci keberhasilan terpenuhinya pemberdayaan UMKM?
6. Bagaimana pemberdayaan melalui pusat komunikasi bisnis berbasis
Web ? dan
7. Bagaimana contoh pola pemberdayaan UMKM di Amerika Serikat?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan masalahnya adalah:
1. Mengetahui definisi dari usaha mikro, kecil dan usaha menengah
2. Mengetahui peran UMKM bagi perekonomian Indonesia
3. Mengetahui dan memahami pembangunan dan pemberdayaan
UMKM
4. Mengetahui Langkah-langkah dan tindak lanjut pemberdayaan
UMKM
5. Mengetahui kunci keberhasilan pemberdayaan UMKM
6. Mengetahui pemberdayaan UMKM berbasis web
7. Mengetahui dan memahami pola pemberdayaan UMKM di Amerika
Serikat
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
o Pengertian Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu No.
40/KMK.06/2003, tentang pendanaan Kredit usaha mikro dan kecil):
Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara
Indonesia
Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun
o Pengertian Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang usaha kecil)
Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan
usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;
Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan Usaha menengah atau besar;
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling
banyak Rp. 100 juta pertahun
o Pengertian usaha menengah (menurut Inpres No. 10/1999, tentang
Pemberdayaan Usaha Menengah)
Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan
usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;
Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha besar;
3
Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta, sampai dengan
Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta pertahun.
Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh berbagai instansi di
indonesia, yaitu:
UU No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil mengatur kriteria usaha kecil
berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar
Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara
itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah,
batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah
adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.
BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu
usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar
per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang
memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
Berdasarkan definisi tersebut, data BPS dan Kementrian Koperasi dan
UKM pada tahun 2002 menunjukkan populasi usaha kecil mencapai
sekitar 41,3 juta unit atau sekitar 99,85 persen dari seluruh jumlah
usaha di Indonesia; sedangkan usaha menengah berjumlah sekitar 61,1
ribu unit atau 0,15 persen dari seluruh usaha di Indonesia. Sementara
itu persebaran UKM paling banyak berada di sektor pertanian (60
persen) dan perdagangan (22 persen) dengan total penyerapan tenaga
kerja di kedua sektor tersebut sekitar 53 juta orang (68 persen
penyerapan tenaga kerja secara total).
Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa
industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai
investasi sampai dengan Rp. 5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di
bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha
yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200 juta dan omzet per tahun
kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995).
4
Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No.
9/1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri
kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri
manufaktur (Rp. 200 juta s/d Rp. 5 miliar) dan non manufaktur (Rp.
200 – 600 juta).
Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang
memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99
orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100
orang.
2.2 Peran UMKM dalam perekonomian Nasional
Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian
Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya sebagai pemain
utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja
yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi
lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber
inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui
kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya
berhasil dipertahankan, sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Berikut ini disajikan beberapa tolok ukur peran UMKM dalam
perekonomian nasional:
Tabel 1Perbandingan Komposisi PDB Menurut Skala Usaha Pada Tahun 2003 dan 2005
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah)
No Skala Usaha 2003 2005 Pertumbuhan
1 Usaha Mikro dan Kecil 617.022(43,41)
688.688(42,93)
11,61%
2 Usaha Menengah 262.086(18,44)
298.011(18,58)
13.71%
3 Usaha Besar 542.367(38,15)
617.525(38,49)
13.86%
5
Jumlah PDB 1.421.475 (100)
1.604.224 (100)
12.86%
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (beberapa tahun)
Membaiknya kinerja sektor rill tercermin melalui unit usaha yang
meningkat hampir di semua lapangan usaha. Secara global populasi UK pada
seluruh sektor ekonomi jumlahnya meningkat dari tahun 2003 ke tahun 2005.
Jumlah unit usaha UKM meningkat dari 42.395.020 unit di tahun 2003
menjadi 44.689.588 unit di tahun 2005. Sementara jumlah unit UB naik dari
3.894 unit menjadi 4.171 unit dan jumlah UK meningkat dari 42.331.474
menjadi 44.621.823 pada tahun 2005. Selengkapnya gambaran perihal
populasi UK, UM dan UB dapat dilihat pada gambar:
Tabel 2Perkembangan Jumlah Unit Usaha Tahun 2003, 2004, dan 2005
No Skala Usaha
Tahun2003
Tahun2004
Tahun2005
Pertumbuhan2003-2005
1 Usaha Mikro dan Kecil
42.331.474 43.641.094 44.621.823 5.41 %
2 Usaha Menengah
63.546 66.318 67.765 6.64 %
3 Usaha Besar 3.894 4.068 4.171 7.11 %Jumlah 42.398.914 43.711.480 44.693.759 5.41 %
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
Usaha mikro, kecil, dan menengah memberikan lapangan kerja bagi
99,45% tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama
penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2003–2005,
usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi
664.740 orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru
sebanyak 126.451 orang. Pada sisi lain, usaha besar justru mengurangi jumlah
pekerja sebanyak 27.593 orang selama periode 2003–2005. Hal ini merupakan
bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator dan stabilitator
perekonomian indonesia.
6
Tabel 3Rata-rata Struktur PDB Menurut Skala Usaha
Tahun 2003–2005 (Persen)
Lapangan UsahaRata-rata 2003-2005
UMK UM UB1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan86.14 8.91 4.96
2. Pertambangan dan Penggalian 8.45 3.29 88.273. Industri Pengolahan 13.90 13.21 72.904. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.59 8.71 90.705. Bangunan 43.45 22.60 33.956. Perdagangan, Hotel dan Restoran 75.14 21.08 3.787. Pengangkutan dan Komunikasi 30.84 24.24 44.928. Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 15.83 46.20 37.969. Jasa-jasa 39.58 7.99 52.44PDB 39.26 16.48 44.26PDB Non Migas 43.38 18.11 38.51
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
Tabel 4Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha
Pada Tahun 2003 dan 2005 (Orang)
No Skala Usaha 2003 2004 2005Pertumbu
han 2003-2005
1 Usaha Mikro dan Kecil
70.522.413 69.166.801 71.187.153 0.94 %
2 Usaha Menengah
6.364.894 6.323.722 6.491.345 1.97 %
3 Usaha Besar 2.617.868 2.646.775 2.590.275 - 1.05 %Jumlah Tenaga Kerja 79.505.175 78.137.298 80.268.773 0.96 %
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
Kontribusi UMK pada ekspor non migas terus mengalami peningkatan
secara perlahan, dari Rp 19.941 milyar pada tahun 2003 menjadi Rp 27.700
milyar pada tahun 2005, dan usaha besar dari Rp 305.437 milyar menjadi Rp
460.460 milyar pada periode tahun 2005.
7
Tabel 5Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Skala Usaha
Pada Tahun 2003 dan 2005 (Milyar Rupiah)
No Skala Usaha 2003 2005 Pertumbuhan
1 Usaha Mikro dan Kecil
19.941 27.700 38.91 %
2 Usaha Menengah
57.156 81.429 42.47 %
3 Usaha Besar 305.437 460.460 50.75 %
Jumlah Nilai Ekspor
382.534 569.589 48.90 %
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM
UMKM umumnya memiliki keunggulan dalam bidang yang
memanfaatkan sumberdaya alam dan padat karya, seperti : pertanian tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, dan restoran. Usaha
menengah memiliki keunggulan dalam penciptaan nilai tambah di sektor hotel,
keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan kehutanan. Usaha besar memiliki
keunggulan dalam industri pengolahan, listrik dan gas, komunikasi, dan
pertambangan. Hal ini membuktikan usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha
besar di dalam praktek bisnisnya saling melengkapi.
Struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh Jawa, Bali, dan
Sumatera, khususnya DKI Jakarta. Hal ini diindikasikan oleh jumlah uang
beredar, alokasi kredit, pajak, dan alokasi sumberdaya produktif lainnya.
Struktur perekonomian nasional masih mengandung berbagai ketimpangan,
dengan pertumbuhan yang masih berpusat di Jakarta dan sekitarnya. Untuk itu,
perlu ada komitmen bersama untuk menumbuhkan pusat-pusat aktivitas
ekonomi di daerah melalui reformasi pembangunan ekonomi yang mampu
mengembangkan sumberdaya lokal dan menggerakkan ekonomi rakyat yang
lebih produktif dan berdaya saing.
8
Perekonomian Indonesia dalam masa pemulihan ekonomi terus tumbuh,
namun mengkhawatirkan, karena pertumbuhannya lebih ditarik oleh sektor
konsumsi dan bukan sektor produksi. Rendahnya tingkat investasi dan
produktivitas, serta rendahnya pertumbuhan usaha baru di Indonesia perlu
memperoleh perhatian yang serius pada masa mendatang, dalam rangka
mengembangkan UMKM menuju usaha yang berdaya saing tinggi.
Mempertimbangkan UMKM yang umumnya berbasis pada sumberdaya
ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor
karena antara lain keunikannya, maka pembangunan UMKM diyakini akan
memperkuat perekonomian nasional. Perekonomian Indonesia akan memiliki
fondasi yang kuat, jika UMKM telah menjadi pelaku utama yang produktif dan
berdaya saing dalam perekonomian nasional. Untuk itu, pembangunan usaha
mikro, kecil, dan menengah perlu menjadi prioritas utama pembangunan
ekonomi nasional dalam jangka panjang.
2.3 Pemberdayaan atau pembangunan usaha mikro, kecil dan menengah
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan
upaya strategis dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena
UMKM merupakan bagian terbesar dari aktivitas masyarakat Indonesia. Hal
itu ditunjukkan dengan jumlah UMKM pada tahun 2008 mencapai 51,3 juta
unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia.
Sementara itu, jumlah tenaga kerjanya yang terlibat mencapai 90,9 juta
orang atau 97,0 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Pada tahun yang
sama, jumlah koperasi adalah sebanyak 155 ribu unit, dengan jumlah anggota
mencapai sekitar 26,8 juta orang. Produktivitas usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) juga menunjukkan peningkatan sebesar 3,0 persen pada
tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan produktivitas ini
masih lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan produktivitas per unit
usaha secara nasional sebesar 3,2 persen. Sementara itu, peran ekspor
nonmigas UMKM pada tahun 2008 menunjukkan kontribusi yang cukup
besar, yaitu 20,2 persen dari total ekspor nonmigas nasional. (www.depkop.go.id)
9
1. Tugas, pokok dan Fungsi Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah
Pasal 205
Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi,
sinkronisasi pelaksanaan penyusunan dan evaluasi perencanaan pembangunan
nasional di bidang pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah serta
pemantauan, evaluasi, dan penilaian atas pelaksanaannya.
Pasal 206
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205,
Direktorat Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan
nasional di bidang pemberdayaan koperasi dan usaha kecil
menengah;
koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional
di bidang pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah;
penyusunan rencana pembangunan nasional dan rencana
pendanaannya di bidang pemberdayaan koperasi dan usaha kecil
menengah dalam jangka panjang, menengah, dan tahunan;
pengkajian kebijakan perencanaan pembangunan nasional di
bidang pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah;
pemantauan, evaluasi dan penilaian kinerja pelaksanaan rencana
pembangunan nasional di bidang pemberdayaan koperasi dan
usaha kecil menengah;
10
penyusunan rencana kerja pelaksanaan tugas dan fungsinya serta
evaluasi pelaporan pelaksanaannya;
melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat
fungsional perencana di lingkungan direktoratnya.
Pasal 207
Direktorat Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah terdiri
dari:
a. Sub Direktorat Lingkungan Usaha dan Kewirausahaan;
b. Sub Direktorat Sistem Pendukung Usaha UKM;
c. Sub Direktorat Koperasi dan Pemberdayaan Usaha Mikro.
Pasal 208
Sub Direktorat Lingkungan Usaha dan Kewirausahaan mempunyai
tugas melaksanakan pengkajian kebijakan strategis dan penyiapan penyusunan
rencana pembangunan nasional di bidang lingkungan usaha dan
kewirausahaan serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan
pelaporan atas pelaksanaannya.
Pasal 209
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208, Sub
Direktorat Lingkungan Usaha dan Kewirausahaan menyelenggarakan fungsi:
pengkajian berbagai kebijakan yang terkait dengan lingkungan usaha dan
kewirausahaan;
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan
nasional di bidang lingkungan usaha dan kewirausahaan;
penyusunan rencana kebijakan dan program pengembangan lingkungan
usaha dan kewirausahaan;
11
penyusunan rencana pendanaan program-program pengembangan
lingkungan usaha dan kewirausahaan;
pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan penyiapan
rencana pendanaan pengembangan lingkungan usaha dan kewirausahaan;
pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan rencana,
kebijakan, dan program-program lingkungan usaha dan kewirausahaan.
Pasal 210
Sub Direktorat Sistem Pendukung Usaha UKM mempunyai tugas
melaksanakan pengkajian kebijakan strategis dan penyiapan penyusunan rencana
pembangunan nasional di bidang sistem pendukung usaha UKM, serta
melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas
pelaksanaannya.
Pasal 211
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212, Sub
Direktorat sistem Pendukung Usaha UKM menyelenggarakan fungsi:
pengkajian berbagai kebijakan yang terkait dengan sistem pendukung
usaha UKM;
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan
nasional di bidang sistem pendukung usaha UKM;
penyusunan rencana kebijakan dan program-program sistem
pendukung usaha UKM;
penyusunan rencana pendanaan program-program pengembangan
sistem pendukung usaha UKM;
pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan
penyiapan rencana pendanaan pengembangan sistem pendukung usaha
UKM;
12
pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan
rencana, kebijakan, dan program-program pengembangan sistem
pendukung usaha UKM.
Pasal 212
Sub Direktorat Koperasi dan Pemberdayaan Usaha Mikro mempunyai
tugas melaksanakan pengkajian kebijakan strategis dan penyiapan penyusunan
rencana pembangunan nasional di bidang koperasi dan pemberdayaan usaha
mikro, serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas
pelaksanaannya.
Pasal 213
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212,
Sub Direktorat Koperasi dan Pemberdayaan Usaha Mikro menyelenggarakan
fungsi:
pengkajian berbagai kebijakan yang terkait dengan koperasi dan
pembedayaan usaha mikro;
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan
nasional di bidang koperasi dan pemberdayaan usaha mikro;
penyusunan rencana kebijakan dan program-program koperasi dan
pemberdayaan usaha mikro;
penyusunan rencana pendanaan program-program koperasi dan
pemberdayaan usaha mikro;
pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan
penyiapan rencana pendanaan koperasi dan pemberdayaan usaha
mikro;
pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan
rencana, kebijakan, dan program-program koperasi dan pemberdayaan
usaha mikro.
13
2. Landasan Prioritas Pemberdayaan UMKM
Untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi yang ditetapkan oleh
Kabinet Indonesia Bersatu, maka pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) perlu memperoleh perhatian, mengingat:
a. Pertumbuhan Ekonomi Memerlukan Dukungan Investasi
Pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif akan sulit menarik
investasi. Untuk itu, keterbatasan investasi perlu diarahkan pada upaya
mengembangkan wirausaha baru. Usaha Kecil pada tahun 2003 rata-rata
hanya memerlukan investasi sebesar Rp 1,5 juta per unit usaha yang dapat
menghasilkan PDB sebesar Rp 4,3 juta atas dasar harga konstan tahun
(ADH) 1993. Jika pemerintah mampu mengalokasikan dana sebesar Rp 10
triliun per tahun untuk UMKM, maka akan dapat mendorong lahirnya
usaha mikro dan kecil sebanyak 6,67 juta orang dan mampu menghasilkan
tambahan PDB sebesar 28,67 tiliun (ADH 1993) yang setara dengan
6,45% pertumbuhan ekonomi nasional. (www.depkop.go.id)
b. Penyerapan Tenaga Kerja oleh UKM
UKM mampu menyerap 99,45% tenaga kerja di Indonesia.
Berkembangnya wirausaha sebanyak 6,67 juta dalam lima tahun, dengan
asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja oleh usaha kecil sebesar 1,6
orang tenaga kerja per unit usaha, maka usaha kecil diharapkan mampu
memberikan lapangan kerja baru bagi 10,67 juta orang. Jika pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja oleh sektor usaha besar dan menengah konsisten,
maka sasaran pengangguran sebesar 5,1% (atau hanya 5,94 juta orang
menganggur, yang berarti sebanyak 110,6 juta orang bekerja dari
perkiraan 116,516 juta angkatan kerja pada tahun 2009) akan dapat
dicapai. Bahkan, jika pengembangan kewirausahaan dan penumbuhan
unit usaha baru dilaksanakan secara optimal, pengangguran terbuka akan
dapat ditekan pada angka 3,28% pada tahun 2009. Perhitungannya tahun
14
2003, jumlah angkatan kerja di Indonesia 103,416 ribu orang, yang
bekerja 92,057 ribu orang dan yang menganggur 11,359 ribu orang.
Dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja yang ada hanya 2
juta per tahun yang berarti 10 juta dalam lima tahun ditambah 10,67 juta
dari wirausaha baru, maka perkiraan jumlah penduduk yang bekerja pada
tahun 2009 sekitar 112,7 juta orang, yang berarti tingkat pengangguran
dalam kisaran 3,28%. (www.depkop.go.id)
c. Produktivitas Pembentukan PDB Usaha Mikro dan Kecil
Produktivitas pembentukan PDB usaha mikro dan kecil per tenaga
kerja atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 sebesar Rp 10,45 juta per
orang (US$ 1.161, asumsi kurs US$ = Rp 9.000), dengan laju
pertumbuhan rata-rata dalam 4 tahun terakhir 9,35%, sehingga pada tahun
2009 diperkirakan produktivitasnya sebesar Rp 17,87 juta per orang tenaga
kerja atau setara dengan USD 1.787 (dengan asumsi sangat konservatif
US$ 1 = Rp 10.000). Perlu diingat, ini terkait dengan 88,4% tenaga kerja
di Indonesia. Peningkatan ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan
per kapita dari kelompok mayoritas penduduk terbawah dari US$ 431,6
menjadi US$ 875,9 per kapita (Rasio TK : penduduk = 1 : 2,69 pada tahun
2003 menjadi 1 : 2,04 pada tahun 2009). Pemberdayaan UKM akan
membantu upaya meningkatkan pendapatan per kapita, dan sekaligus
meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga upaya
menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 8,2% pada tahun 2009 dapat
dicapai. (www.depkop.go.id)
d. Stabilitas Ekonomi Makro
Pengembangan UMKM diharapkan akan meningkatkan stabilitas
ekonomi makro karena menggunakan bahan baku lokal dan memiliki
potensi ekspor, sehingga akan membantu menstabilkan kurs rupiah dan
tingkat inflasi. Pembangunan UMKM akan menggerakkan sektor riil
karena UMKM umumnya memiliki keterkaitan industri yang cukup tinggi.
Sektor UMKM diharapkan akan menjadi tumpuan pengembangan sistem
perbankan yang kuat dan sehat pada masa mendatang, mengingat non-
15
performing loan-nya yang relatif sangat rendah. Pengembangan UMKM
juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan,
kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya.
e. Kehidupan Yang Aman, Damai,Adil, Demokratis Dan Sejahtera
Adanya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan diharapkan
akan membantu mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman dan damai,
adil dan demokratis, serta sejahtera. Sulit mewujudkan keamanan yang
sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran
yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi
ketimpangan ekonomi di masyarakat; serta sulit mewujudkan keadilan
hukum, jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat
nyata. Pembangunan UMKM merupakan salah satu jawaban untuk
mewujudkan visi Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis, dan
sejahtera.
3. Permasalahan Yang Dihadapi
Upaya pemberdayaan koperasi dan UMKM telah dilakukan dengan
langkah-langkah yang nyata. Namun, di masa depan UMKM masih
menghadapi beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Rendahnya Produktivitas
Perkembangan kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas
belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai,
khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah
rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat
lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Demikian pula
dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan
kecil yang belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja
seperti ini berkaitan dengan : (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia
UMKM, khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan
teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan
UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk
mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan
16
antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong
peningkatan daya saing nasional.
b. Terbatasnya Akses UMKM Kepada Sumberdaya Produktif
UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif,
terutama permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal
pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa
kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi
UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun
mengembangkan produk-produk yang bersaing. Perbankan menerapkan
persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan
meskipun usahanya layak. Di samping itu, perbankan yang merupakan
sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan
yang berisiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari
perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke
sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bersamaan
dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih
jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk
dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara itu, ketersediaan
lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas
dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha
dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena
pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.
c. Masih Rendahnya Kualitas Kelembagaan Dan Organisasi Koperasi
Sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123
ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun
jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh
dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada
tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari
koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut hanya 44,7 ribu
koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat Anggota
17
Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga
(forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi.
Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai
manajer koperasi.
d. Kurang Kondusifnya Iklim Usaha
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi
berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif,
di antaranya adalah: (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur
perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya
proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses
bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi
lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu,
otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim
usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum
menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah
mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus
berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah
meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan
mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain
yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli
daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu,
sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Di samping itu,
kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan
lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek
kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam
rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact)
yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman
usaha, dan tersebarnya UMKM.
4. Sasaran Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
18
Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat
perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen,
koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi
ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di
pasar, melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara
itu, UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja,
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah
meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan
perspektif peran seperti ltu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan
UMKM adalah:
Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi
dari laju pertumbuhan produktivitas nasional;
Meningkatnya usaha proporsi usaha kecil formal;
Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan Iaju
pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis
IPTEK; dan
Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai
dengan jatidiri koperasi.
5. Arah Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, pemberdayaan koperasi dan
UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:
a. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing;
sedangkan pengembangan usaha skala mikro Iebih diarahkan untuk
memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada
kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
19
b. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan
gender, terutama untuk:
1. Memperluas akses kepada sumber permodalan,
khususnya perbankan;
2. Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan
prosedur perizinan;
3. Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi
pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai
penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi,
manajemen, pemasaran, dan informasi.
c. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan
wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan,
peningkatan ekspor, dan penciptaan lapangan kerja, terutama
dengan :
1. meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan
terampil dengan adopsi penerapan tekonologi;
2. mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di
sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian
kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan
cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi
sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama
untuk memperoleh efisiensi kolektif;
3. mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam
proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri,
percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan
kualitas SDM;
4. mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks
pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik
pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.
20
d. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia
barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing
dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat banyak.
e. Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada
upaya-upaya untuk : (i) membenahi dan memperkuat tatanan
kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso,
maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha
yang kondusif bagi kemajuan koperasi, serta kepastian hukum
yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari
praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat; (ii)
meningkatkan pemahaman, kepedulian, dan dukungan pemangku
kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii)
meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
6. Sumber-Sumber Pertumbuhan Produktivitas UMKM
Peningkatan produktivitas (tenaga kerja atau total faktor produksi)
dicapai melalui mekanisme yg bervariasi. Upgrading teknologi adalah satu di
antaranya dan dalam pengertian yang lebih luas, meliputi tidak hanya
permesinan yang lebih baik tetapi juga peningkatan dalam area seperti tempat
kerja organisasi, penanganan inventori dan disain produk. Adalah dapat
diterima bahwa perusahaan kecil akan sedikit lebih mampu menangani proses
ini dengan sukses dengan kehendak mereka sendiri dibanding perusahaan
besar. Maka, banyak perhatian telah diberikan kepada kemungkinan peran
kluster dan sub kontrak dan aturan yang mendukung perkembangannya yang
dengan mudah dapat diakses oleh perusahaan kecil, dan sistem pendukungan
kolektif, mencakup sektor publik dan asosiasi swasta.
Sumber Peningkatan Teknologi
Berry dan Levy (1999) dalam Berry et. al. (2001) menjelaskan bahwa
dari analisa mereka tentang sumber kemampuan teknologi untuk UMKM
eksportir mebel rotan, garmen dan mebel kayu, ada beberapa sumber
21
peningkatan teknologi. Salah satunya adalah saluran pribadi (yaitu suplier
peralatan atau pembeli), yang telah menjadi mekanisme yang dominan untuk
memperoleh kemampuan teknis di ketiga sektor. Para pembeli asing menjadi
sumber yang paling utama dari pendukungan teknologi luar (dan
pendampingan pemasaran luar) di ketiga industri.
Karyawan ekspatriat menjadi sumber paling utama yang kedua dari
kapasitas teknologi di dalam industri garmen dan rotan, dua industri di mana
Indonesia telah muncul sebagai produsen penting. Para suplier peralatan
dinilai sebagai sumber kedua penyedia informasi teknologi yang bermanfaat.
Di sisi lain, konsultan pribadi dinilai memiliki arti penting yang terbatas
seperti penyedia sektor publik, asosiasi industri dan “bapak angkat”. Kedua,
sub kontrak dapat meresap dalam ketiga industri, dan telah menjadi krusial,
untuk memanfaatkan ketrampilan tradisional untuk produksi ekspor. Ketiga,
tenaga kerja ekspatriat adalah suatu mekanisme yang kuat untuk memperoleh
kemampuan teknologi di sektor garmen dan rotan, tetapi praktek ini
dipusatkan tak sebanding antar usahawan non-pribumi (sebagian besar Cina)
yang memperoleh keuntungan dari embel-embel komunitas etnik.
Sub Kontrak Sub kontrak telah memainkan suatu peran penting dalam
pengintegrasian UMKM ke dalam sektor manufaktur dinamis di negara-
negara seperti Korea dan Jepang. Dalam suatu studi industri mebel di Jepara,
Sandee et. al. (2000) seperti dikutip oleh Berry et. al.(2001), menemukan satu
fungsi dari kapasitas intern antar eksportir akan melakukan pengendalian mutu
dan untuk menentukan subkontraktor baru yang mampu dari karyawan
mereka.
Sub kontrak didukung oleh pesanan ekspor besar, order yang
berfluktuasi, dan resiko yang berhubungan dengan suatu investasi berat oleh
perusahaan tunggal. Dalam keadaan demikian biaya-biaya yang lebih rendah
bisa dicapai oleh subkontraktor sebab mereka membayar gaji yang lebih
rendah dibanding perusahaan besar, mereka mengkhususkan di dalam tugas
spesifik yang dilaksanakan secara sangat efisien, dan mereka mampu
mengurangi biaya-biaya modal dengan berbagi peralatan dengan perusahaan
22
tetangga. Kekerabatan, persahabatan atau kontak bisnis sebelumnya juga
mendorong sub kontrak.
Studi Supratikno (1998) yang dikutip oleh Berry et. al. (2001) tentang
pengaturan sub kontrak di dalam tiga perusahaan menemukan bahwa
perusahaan yang besar akan mengontrak ke perusahaan kecil beberapa item
yang mempunyai nilai tambah rendah, yang memerlukan banyak input tenaga
kerja, dan tidak begitu penting terhadap keseluruhan proses produksi.
Dalam studi yang dilakukan oleh Sato (2000) terhadap industri pengecoran
logam di desa Ceper Klaten, dimana terdapat 300 pengecoran logam dalam
bermacam-macam ukuran, dia menemukan bahwa suatu sistem sub kontrak
dan suatu sistem putting-out hidup pada waktu yang bersamaan dalam kluster
pedesaan ini. Hubungan sub kontrak antara industri permesinan modern di
kota dengan asembler besar pada puncak kulminasinya sudah mencapai
lapisan bagian atas perusahaan di dalam kluster itu. Beberapa keuntungan dari
sub kontrak dikemukakan oleh beberapa manajer perusahaan yang disurvei,
antara lain yang pertama adalah resiko bisnis rendah. Transaksi yang
berkelanjutan dalam kaitan dengan pembeli dan produk mengurangi total
risiko bisnis dalam jangka panjang, dibanding keuntungan yang rendah dalam
tiap order. Menurut mereka, rata-rata margin keuntungan dalam pesanan sub
kontrak adalah 10-17.5%. Walaupun dalam sistem non sub kontrak seperti
order insidental bisa diperoleh keuntungan yang lebih besar yaitu 30-60%,
dengan resiko yang besar juga karena sering bertolak belakang dengan biaya-
biaya dalam pembuatan cetakan yang hanya untuk penggunaan temporer, dan
oleh kerugian dari ketidakberlanjutan yang tak diduga dari transaksi itu.
Keuntungan sub kontrak yang kedua adalah kemajuan teknologi. Seperti
dilaporkan Sato (2000), melalui suatu hubungan sub kontrak yang berlanjut
suatu perusahaan dapat membuat suatu rencana untuk meningkatkan
kemampuan teknologinya. Usaha untuk peningkatan teknologi juga
dirangsang oleh transaksi dengan asembler, terutama dengan cara magang di
pabrik perakitan yang dilakukan oleh beberapa karyawan dan dengan
pengiriman ahli mekanik oleh asembler ke perusahaan mereka.
23
Klutser
Kluster di sini didefinisikan sebagai konsentrasi aktivitas yang
memilki sub sektor yang sama. Kluster adalah suatu fenomena di Asia (Nadvi
dan Schmitz, 1994 dalam Weijland, 1999), terutama sekali di Indonesia. Poot,
Kuyvenhoven dan Jansen (1990) dalam Weijland (1999) menyebut kluster
sebagai industri tradisional yang khas yang menonjol di Pulau Jawa. Menurut
data Departemen Perindustrian, sekitar 10,000 sampai 70,000 desa di
Indonesia dicatatkan sebagai kluster industri. Lebih dari 40% kluster berlokasi
di Jawa Tengah di mana industri tradisional terkluster di separuh dari
keseluruhan desa yang ada.
Kluster biasanya terjadi secara spontan, tetapi sekarang ini juga
didukung oleh institusi swasta dan/atau institusi publik. Ada beberapa faktor
umum yang menentukan pembentukan kluster yaitu kedekatan dengan input
atau pasar, ketersediaan infrastruktur fisik terutama jalan atau mungkin ada
efek spillover atau demonstration effect, dimana suatu perusahaan yang sukses
mempengaruhi peserta baru dalam industri itu. Kadang-kadang kebijakan
pemerintah mungkin mempunyai suatu pengaruh langsung pada keberadaan
mereka.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Weijland (1999) tentang kluster
industri tradisional di pedesaan Indonesia, terlihat bahwa ada beberapa
keuntungan potensial pengklusteran. Jika diukur dari kapasitas perusahaan
individunya, industri tradisional pedesaan hanya mempunyai sedikit kekuatan,
tetapi melalui pengembangan jaringan perdagangan dan kluster banyak dari
permasalahan teknologi dan pemasarannya dapat dipecahkan. Penyatuan
produksi (joint production) akan mengurangi biaya-biaya transaksi pembelian
input dan biaya memasarkan output, dan oleh karena itu akan menarik minat
pedagang. Kegiatan ini membantu memecahkan permasalahan keuangan yang
mendesak pengusaha miskin.
24
Pengklusteran juga mempermudah aliran informasi dan memudahkan
order-sharing, labor-sharing dan sub-contracting. Untuk kluster yang lebih
maju, aspek teknologi meningkat semakin penting dimana peralatan yang
lebih mahal dan keterampilan khusus bisa dipakai bersama. Ada banyak
dokumentasi tentang kluster industri di Indonesia, seperti batik, tekstil, ukiran,
rokok kretek, mebel, batu bata dan ubin, barang logam, barang-barang mesin,
dan suplier otomotif. Apakah keberadaan kluster seperti itu berguna bagi
efisiensi pengembangan UMKM adalah perihal yang lain. Hasil penelitian
oleh Sandee (1995) yang dikutip oleh Weijland (1999) menemukan suatu mata
rantai antara kluster dan berbagai efisiensi eksternal, seperti peningkatan
kapasitas untuk berinovasi serta akses kepada input yang murah. Pemerintah
juga akan lebih mudah untuk memberikan pelayanan kepada suatu kelompok
perusahaan target yang terhimpun dalam suatu kluster.
Bukti dari negara berkembang menunjukkan bahwa secara mayoritas
kluster perusahaan kecil bekerja sama hanya untuk suatu hal yang sangat
terbatas. Ini terlihat dari hasil studi Sato (2000) tentang suatu kluster
perusahaan pengecoran logam di Ceper Klaten. Dia, menemukan hubungan
intra-kluster (kerja sama antar perusahaan) memiliki arti penting yang
terbatas. Kebanyakan perusahaan tidak mengkhususkan pembelian input,
produksi, koleksi informasi, dan penjualan output dilaksanakan secara
individu. Bagaimanapun, kluster memilkik arti penting untuk pertumbuhan
perusahaan kecil, sebab produktivitas di dalam kluster nampak lebih tinggi
dibanding jika perusahaan menyebar. Salah satu pertimbangan yang utama
adalah bahwa kluster merangsang keterlibatan aktif pedagang dan perusahaan
besar di dalam aglomerasi perusahaan kecil. Pembelian sejumlah besar dari
beberapa produsen kecil melalui suatu kunjungan tunggal mengurangi biaya-
biaya transaksi. Lagipula, keterlibatan pedagang dan perusahaan besar
mengurangi kebutuhan akan perusahaan kecil untuk mengembangkan
kapasitas pemasaran mereka sendiri, yang sering merupakan suatu hambatan
penting di dalam penetrasi ke dalam kota dan pasar internasional (Sandee,
1995 dalam Weijland, 1999 ).
25
Ekspor
Seiring perputaran ekonomi adalah menjadi penting bagi kelompok
perusahaan manapun untuk mampu memperoleh penjualan ekspor atau untuk
bersaing secara efektif dengan impor yang tidak lagi harus melompati
penganut proteksionisme. Ini secara luas dapat diterima bagi UMKM bahwa
untuk berhasil dalam ekspor mereka harus mempunyai beberapa cara menekan
biaya-biaya transaksi, yang mana cenderung untuk mempunyai suatu
komponen biaya tetap. Sub kontrak adalah tahap pertama, apakah dengan
pabrikan skala besar atau dengan para perantara komersil.
Seperti diungkapkan oleh Berry dan Levy (1999) bahwa sub kontrak
umumnya terjadi antar eksportir ukuran menengah dalam industri rotan,
garmen dan mebel. Tahap kedua adalah dengan penuaian keuntungan dalam
kluster. Semua studi menunjukkan kluster kecil yang berorientasi ekspor
beroperasi pada pengendalian pembeli komoditas menuntut kemampuan
beradaptasi dan upgrading yang berkelanjutan, yang pada gilirannya
memerlukan suatu interaksi profesional pada spesifikasi produk antara para
pembeli dan produsen (Knorringa 1998 dalam Berry at. al. 2001).
2.4 Langkah-langkah Kebijakan dan hasil yang di capai
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan
terutama untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional
melalui:
a. peningkatan ekonomi lokal dengan mengembangkan usaha skala mikro
dalam rangka mendukung peningkatan pendapatan kelompok
masyarakat berpendapatan rendah;
b. Peningkatan produktivitas dan akses UKM pada sumber daya produktif
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, termasuk ekonomi daerah,
sekaligus menciptakan lapangan kerja.
Dalam rangka mendukung peningkatan pendapatan masyarakat
berpendapatan rendah melalui peningkatan ekonomi lokal, kota, dan
26
perdesaan, pemberdayaan usaha mikro difokuskan untuk mendorong
pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin. Langkah kebijakannya yaitu:
a. Meningkatkan kapasitas dan memperluas jangkauan lembaga keuangan
mikro (LKM) baik dengan pola bagi hasil, konvensional, maupun
melalui dana bergulir;
b. Meningkatkan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen
usaha dan teknis produksi;
c. Meningkatkan fasilitasi pengembangan sarana dan prasarana usaha
mikro
d. Meningkatkan fasilitasi pembinaan sentra-sentra produksi tradisional
dan usaha ekonomi produktif terisolir dan daerah tertinggal/perbatasan.
Dalam kaitannya dengan peningkatan akses UMKM kepada sumber
daya produktif, langkah kebijakannya meliputi:
a. Meningkatkan akses modal UMKM kepada lembaga keuangan dengan
mendorong pemanfaatan skim penjaminan kredit dan kredit usaha rakyat
(KUR), khususnya untuk investasi produktif di sektor agribisnis dan
industri;
b. Meningkatkan kemampuan UMKM dalam pengajuan investasi usaha
dengan skim penjaminan kredit melalui pembinaan oleh lembaga
layanan usaha (Business Development Service Provider - BDS-P);
c. Meningkatkan fasilitas pemasaran dan promosi ekspor produk-produk
UKM dan koperasi;
d. Meningkatkan akses teknologi dan inovasi dengan menyediakan fasilitas
layanan teknologi dan pusat inovasi. Seiring dengan peningkatan akses
tersebut, langkah kebijakan pemberdayaan UMKM lainnya adalah
meningkatkan wirausaha yang tangguh dan kompetitif, serta
berwawasan iptek dan inovatif.
1. Penciptaan Iklim bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
27
Dalam rangka menciptakan iklim bagi usaha mikro, kecil dan menengah
yang kondusif, telah dilakukan berbagai kegiatan yaitu:
a. penguatan status badan hukum koperasi;
b. penyempurnaan Undang-Undang (UU) No. 25/1992 tentang
Perkoperasian;
c. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang UMKM; dan
d. penelaahan peraturan perundang-undangan.
Orientasi pembinaan koperasi lebih diarahkan pada penciptaan iklim
usaha yang kondusif dan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat di bidang perkoperasian. Untuk itu,Pemerintah telah melakukan
upaya penguatan status badan hokum koperasi. Sejak tahun 2005 sampai
dengan 2009 telah dilakukan pengumuman badan hukum koperasi sebanyak
27.366 koperasi, pembekalan perkoperasian bagi 5.828 notaris sebagai
notaries pembuat akta koperasi, serta pengesahan 873 koperasi primer dan 165
koperasi sekunder.
Pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan UU No. 25 Tahun
1992 tentang perkoperasian. Upaya ini telah dimulai pada tahun 2005, yaitu
dengan melakukan koordinasi pembahasan tim antardepartemen. Kedua
instansi melakukan harmonisasi, sinkronisasi pembulatan konsepsi atas materi
Rancangan Undang- Undang (RUU) Koperasi dan disampaikan kepada
Presiden. Pada tahun 2008, DPR-RI, telah memutuskan bahwa RUU Koperasi
masuk ke dalam RUU prioritas tahun 2009. Beberapa hal pokok dalam klausul
yang perlu dipertimbangkan perubahannya adalah klausul tentang
pembentukan koperasi, keanggotaan koperasi, perangkat organisasi, modal,
jenis koperasi dan lapangan usaha, sisa hasil usaha, pengertian koperasi, dan
prinsip-prinsip koperasi.
Pada tahun 2008, pemerintah telah menerbitkan UU No. 20 tentang
UMKM. UU tersebut bertujuan untuk: (a) mewujudkan struktur perekonomian
nasional yang seimbang dan berkeadilan; (b) menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri; (c) meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah,
28
penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi,
dan pengentasan kemiskinan. Pada tahun 2007 Pemerintah telah melakukan
penelaahan 50 Perda dan membatalkan 11 Perda. Pada tahun 2008 telah pula
dilaksanakan evaluasi terhadap 100 Perda yang berkaitan dengan KUMKM,
dan terdapat 40 Perda yang diusulkan untuk dibatalkan karena dapat
menghambat perkembangan KUMKM.
2. Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
Pengembangan pengadaan pangan (koperasi) dengan sistem bank padi;
Pengembangan usaha koperasi di bidang pengadaan dan penyaluran sarana
produksi (Saprodi);
Pengembangan usaha (koperasi) di bidang budi daya kakao dan tanaman
karet;
Pengembangan usaha di bidang ketenagalistrikan;
Pengembangan sarana penunjang produksi pabrik es dan cold storage;
Pengembangan sumber daya manusia koperasi dan UMKM.
Kegiatan pengembangan pengadaan pangan (koperasi) dengan sistem
bank padi merupakan kegiatan usaha pengadaan pangan berdasarkan tunda
jual dan secara menyeluruh kegiatannya mencakup penyimpanan gabah,
pengeringan dan penggilingan gabah petani di koperasi. Dengan demikian,
anggota koperasi dan masyarakat petani dapat memperoleh nilai tambah atas
gabah yang disimpan di koperasi. Pada periode tahun 2005-2008, telah
diberikan bantuan pengembangan kepada 44 koperasi. Fasilitas yang diberikan
Pemerintah adalah modal kerja dan modal investasi berupa mesin pembersih
padi, pengering, silo, penggilingan dan kelengkapannya.
Dalam upaya pengadaan dan penyaluran pupuk serta meningkatkan
produktivitas padi, sekaligus meningkatkan peran koperasi dalam pelayanan
kepada anggotanya, Pemerintah telah memperkuat usaha Koperasi Unit Desa
(KUD) melalui kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi,
khususnya pupuk. Jumlah koperasi yang telah difasilitasi oleh Pemerintah
29
dalam kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah 51 koperasi
di 13 provinsi selama periode tahun 2006—2007. Koperasi yang mendapatkan
bantuan penguatan dapat menyediakan sarana produksi tepat waktu dan
dengan harga yang semakin terjangkau sehingga peran koperasi semakin
nyata.
Pemerintah mendukung pemberdayaan UMKM di bidang perkebunan,
seperti kakao dan tanaman karet. Dukungan Pemerintah terhadap UMKM
diwujudkan melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman
perkebunan kakao dan tanaman karet.
Dalam rangka memberikan bantuan UMKM di daerah terpencil yang
belum mendapatkan akses listrik dari PLN, Pemerintah telah mengembangkan
usaha di bidang ketenagalistrikan melalui Pembangkit Listrik Tenaga mikro
Hidro (PLTMH). Pada tahun 2007 telah diberikan bantuan pembangunan
PLTMH kepada 2 koperasi di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu dan
Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Selain dapat memenuhi kebutuhan listrik
di daerah terpencil tersebut, pembangunan PLTMH itu juga dapat
menciptakan peluang usaha lainnya bagi UMKM.
Pemerintah mendukung pemberdayaan UMKM di bidang perikanan.
Pemerintah memberikan fasilitas alat pendingin, karena UMKM nelayan
sangat membutuhkan alat tersebut secara mudah dan cepat. Untuk itu,
contohnya pada tahun 2007 Pemerintah telah membantu pabrik sebanyak 2
unit di Jawa Timur dan DI Yogyakarta.
Pengembangan sumber daya manusia UMKM memegang perana
penting dalam pembentukan SDM yang berkualitas, tanggh, berdaya saing,
dan mandiri. Oleh karena itu, Pemerintah elah melakukan berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan antara lain di bidang kewirausahaan, keterampilan
teknis, dan teknis manajerial. Pemerintah pusat dan daerah telah
menyelenggarakan diklat ini kepada 13.600 orang pada periode tahun 2005—
2008. Sementara itu, diklat keterampilan teknis ditujukan untuk meningkatkan
keterampilan yang bersifat teknis, serta meningkatkan mutu produk. Untuk itu,
selama periode tahun 2005—2008 telah dilatih sebanyak 6.247 orang.
30
Pengembangan tempat praktik keterampilan usaha (TPKU) bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan teknis dan manajemen usaha bagi para
peserta didik di lembaga pendidikan pedesaan/santri. Kegiatan ini sangat
bermanfaat untuk menciptakan calon wirausaha di berbagai bidang yang
mampu mengembangkan usaha secara mandiri,sekaligus juga meningkatkan
peran serta lembaga diklat pedesaan.
3. Pengembangan Sistem Pendukung usaha UMKM
Dalam rangka mempermudah, memperlancar, dan memperluas akses
UMKM kepada sumber daya produktif, Pemerintah telah melaksanakan
kegiatan, antara lain:
a. promosi produk KUMKM;
b. pengembangan sarjana pencipta kerja mandiri;
c. pengembangan sentra/klaster UMKM;
d. pengembangan pembiayaan kepada UMKM.
Dalam upaya promosi produk-produk KUMKM, Pemerintah
memfasilitasi keikutsertaan KUMKM dalam pameran di dalam dan luar
negeri. Kegiatan yang diselenggarakan setiap tahun adalah Small mdium
Enterprises and Cooperative (SMEsCo) Festival yang menjadi ajang interaksi
bisnis dan investasi para pelaku usaha. Selain itu,beberapa pameran yang
dilaksanakan di dalam negeri, antara lain adalah Pameran Inter-Food-Inter-
Pak, Festival Batik Pekalongan, pameran Produk Ekspor (PPE), Pameran dan
Festival Kerajinan KUMKM Indonesia, dan Pameran Tematik Industri
Kerajinan. Pada tahun 2008, Pemerintah telah memfasilitasi 285 KUMKM
pada 18 pameran. Dalam rangka perluasan pasar produk KUMKM potensial
ekspor, pada periode tahun 2005–2009 telah dilaksanakan program promosi
produk KUMKM melalui pameran luar negeri di 5 zona perdagangan, yaitu
Asia, Eropa, Australia, Timur Tengah, dan Afrika. Dalam kesempatan tersebut
telah difasilitasi sekitar 500 KUMKM dengan produk antara lain furniture,
aksesori rumah (home accessories), garmen, perhiasan (jewellery), dan
kerajinan tangan (handycraft).
31
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dankomunikasi,
Pemerintah sejak tahun 2005 telah memfasilitasi pembangunan infrastruktur
promosi produk-produk KUKM berbasis web, yaitu SMESCO Indonesia
Trading Board dengan alamat www.indonesian-products.biz. Sampai dengan
tahun 2009, KUKM yang telah dipromosikan melalui Trading Board
berjumlah 2.661 KUKM dari 16 provinsi. Untuk semakin memperluas akses
informasi ini, Pemerintah telah menerbitkan SMESCO Indonesia Catalogue
yang memuat 200 produk unggulan. Katalog tersebut didistribusikan kepada
maskapai penerbangan, Kedutaan Indonesia, Atase Perdagangan Indonesia,
dan KADIN yang ada di luar negeri, kedutaan Asing yang ada di Jakarta, dan
hotel-hotel berbintang di kota-kota besar di Indonesia.
Dalam upaya memantapkan jaringan bisnis KUKM,Pemerintah
memfasilitasi pengembagan ritel modern melalui Koperasi dengan pola
SMEsCo Mart. SMEsCo Mart merupakan peningkatan waserda yang dimiliki
koperasi dengan pola modern. Sampai dengan tahun 2008, Pemerintah telah
mengembangkan SME’sCo Mart sebanyak 92 Koperasi di 50 Kab/Kota pada
7 Provinsi. Untuk pengembangan aktivitas perdagangan dan peningkatan
promosi KUKM di wilayah timur, pada tahun 2006 Pemerintah ekerja sama
dengan pemerintah daerah memfasilitasi pembangunan Celebes Exhibition
Centre (CCC) di Sulawesi Selatan. Selain itu, dukungan juga diberikan pada
pembangunan pusat promosi KUKM di Kalimantan Barat (Borneo Convention
Centre), Jawa Barat (Sentra Bisnis KUKM-SENBIK), Sulawesi Utara
(Paradise Convention Centre), dan Sumatera Selatan (Sriwijaya Convention
Centre). Pemerintah juga telah membangun sarana pameran di Gedung
SMEsCo Promotion Centre (SPC) di Jakarta dengan sarana Convention
Centre dan fasilitas/sarana promosi lainnya.
Dalam rangka memberdayakan potensi sarjana dan potensi ekonomi
lokal, Pemerintah melaksanakan kegiatan sarjana pencipta kerja mandiri
(Prospek Mandiri). Kegiatan ini bertujuan:
menciptakan wirausaha baru yang mampu menciptakan kesempatan
kerja;
32
mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia terdidik dalam
menggerakkan perekonomian daerah;
memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal yang memiliki
keunggulan kompetitif. Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 2006-2007
dan telah merealisasikan pembentukan 41 Koperasi yang melibatkan 990
orang sarjana di 31 Kabupaten/Kota pada 14 provinsi.
Pemberdayaan UMKM akan lebih efektif melalui pengembangan
sentra/gugus, sehingga dapat menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
lokal yang berdampak pada peningkatan erekonomian regional dan nasional.
Pada tahun 2005, Pemerintah telah memfasilitasi penguatan bagi pengembangan
50 sentra UMKM yang meliputi sentra pertanian, sentra peternakan, sentra
perikanan, sentra industri dan kerajinan, dan sentra makanan dan
minuman.Fasilitasi sentra diprioritaskan kepada kabupaten/kota pemekaran
yang belum ada sentra binaannya dan sentra daerah-daerah potensial yang masih
dapat dikembangkan. Penguatan diberikan melalui: (a)bantuan penguatan modal
awal dan padanan (MAP) kepada 50 koperasi simpan pinjam/unit simpan
pinjam koperasi (KSP/USP-Koperasi) untuk disalurkan kepada UMKM Sentra;
(b) penguatan dana operasional kepada 50 Lembaga business development
services-Providers (BDS-P), sebagai biaya operasional dalam memberikan
layanan pengembangan bisnis bagi UMKM di sentra-sentra tersebut. Berkaitan
dengan pengembangan sentra/gugus, Pemerintah mendorong penggunaan
teknologi tepat guna (TTG) pada sentra-sentra UMKM. Pada tahun 2006,
Pemerintah memberikan penguatan pemanfaatan TTG kepada 10 koperasi di 8
provinsi. Kegiatan ini bertujuan untuk memodernkan alat pengolahan produk
sentra UMKM agar produk yang dihasilkan lebih berdaya saing. Demikian pula
pada tahun 2007, Pemerintah memfasilitasi TTG kepada 10 sentra di 10
provinsi.
Dalam rangka meningkatkan akses UMKM kepada permodalan,
Pemerintah telah membantu penyediaan dana modal awal padanan (MAP)
melalui KSP/USP, lembaga ventura, dan inkubator. Sejak tahun 2005 sampai
33
dengan saat ini telah diberikan penguatan kepada 1.355 UMKM di sentra
melalui 50 KSP/USP. Sementara itu, pada periode tahun 2005—2007 perkuatan
MAP melalui lembaga modal ventura telah diberikan kepada kepada 488
UMKM melalui 23 lembaga modal ventura daerah. Penyediaan dan MAP
melalui inkubator telah disalurkan kepada 107 UKM-tenant di 10 Lembaga
Inkubator sampai dengan tahun 2007.
Pada tahun 2007, Pemerintah melaksanakan skema pembiayaan khusus
yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi koperasi dan UMKM yang memiliki
potensi usaha yang layak, tetapi tidak memenuhi persyaratan teknis perbankan.
KUR dilaksanakan dengan melibatkan instansi-instansi yang secara lintas
sektoral melakukan pemberdayaan koperasi dan UMKM dengan
mengikutsertakan 6 bank pelaksana (Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank
BTN, Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri) serta Perum Jamkrindo dan PT
Askrindo sebagai lembaga penjamin. Realisasi penyaluran KUR sampai dengan
Mei 2009 adalah sebesar Rp14,5 triliun untuk 1,9 juta debitur, dengan rata-rata
kredit senilai Rp7,4 juta. Distribusi penyaluran KUR yang paling besar adalah di
sektor perdagangan, restoran & hotel; dan sektor pertanian dengan sebaran
masing- masing sebesar 55,0 persen dan 26,5 persen. Sementara itu,
pemanfaatan KUR terbesar adalah di pulau Jawa dan Sumatera dengan proporsi
masing-masing sebesar 48,9 persen dan 23,6 persen. Selain itu, dalam kerangka
pembiayaan kepada UMKM, pada tahun 2006 Pemerintah telah menginisiasi
pembentukan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Dalam
pelaksanaannya LPDB melakukan penghimpunan dana bergulir yang telah
disalurkan oleh Kemeneg KUKM. Pada tahun 2008, LPDB telah melakukan
pembiayaan kepada 11 perusahaan ventura, 2 koperasi sekunder, dan 1 Induk
Koperasi Syariah. Skim pendanaan bagi UMKM lainnya yang khusus bagi
petani adalah melalui Sistem Resi Gudang (SRG). Skim pendanaan ini untuk
memperluas akses agar UMKM mendapatkan pembiayaan yang mudah dan
dapat diakses pada saat yang tepat. Skim pendanaan komoditas koperasi dan
UMKM disalurkan untuk membiayai modal kerja koperasi dan UMKM dengan
jaminan resi gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang
34
adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang
diterbitkan oleh pengelola gudang. Jenis komoditas yang dapat dibiayai melalui
skim pendanaan komoditas, antara lain, gabah, beras, jagung, gula pasir, kacang
kedelai, pupuk, dan komoditas lain yang memenuhi persyaratan untuk
memperoleh pendanaan komoditas. Pemerintah telah memulai percontohan
SRG di KUD Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan bagi koperasi,
Pemerintah juga telah memperkenalkan instrumen utang koperasi melalui
penerbitan surat utang koperasi (SUK). Penerbitan SUK dimaksudkan untuk
membantu KSP/USP koperasi memenuhi kebutuhan likuiditas jangka panjang di
luar perbankan. Pada umumnya, koperasi memperoleh sumber dana jangka
pendek, tetapi disalurkan sebagai pinjaman untuk jangka waktu yang lebih
panjang sehingga koperasi akan mengalami kesulitan dalam mengelola aliran
kasnya. Dengan adanya SUK ini, aliran kas koperasi dapat dikelola secara sehat.
Pihak yang terkait dengan program penerbitan SUK adalah:
a. PT Pos Indonesia (Persero) yang melakukan penatalaksanaan Dana
Sekuritisasi Aset dan mewakili Pemerintah dalam melakukan
pembayaran, pengumpulan setoran dan pengguliran dana, serta
membukukan dan mencatat atas transaksi pembayaran SUK; dan
b. koperasi sekunder simpan pinjam yang memiliki pengalaman dan
kemampuan dalam membiayai koperasi untuk mengintegrasikan sistem
simpan pinjam. Realisasi program penerbitan SUK sampai dengan akhir
Juni 2009 diikuti oleh 59 Koperasi penerbit SUK.
4. Pemberdayaan Usaha Skala Mikro
Pemberdayaan usaha mikro ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat yang berusaha dalam skala usaha mikro. Pemerintah telah
memberikan berbagai fasilitas bantuan antara lain adalah:
a. kredit usaha dari dana Surat Utang Pemerintah (SUP- 005);
b. perkuatan permodalan dengan pola kemitraan;
c. linkage program antara Bank Umum dengan koperasi;
d. pembiayaan produktif konvensional dan syariah;
35
e. bantuan dana bergulir sektoral;
f. bantuan sarana pasar.
Pemerintah telah mengeluarkan skema kredit usaha dari dana SUP-005.
Skema kredit ini bertujuan meningkatkan akses usaha mikro dan kecil kepada
pembiayaan investasi dan modal dengan persyaratan yang relatif ringan dan
terjangkau. Dana yang disalurkan melalui skema ini, telah memberikan
manfaat bagi 146 koperasi dan 351.408 usaha mikro dan kecil dengan
komposisi: sektor perdagangan, restoran, dan hotel 78,7 persen, sektor Jasa
dan lainnya 10,7 persen serta sektor pertanian 5,5 persen. Sementara itu,
penyaluran kredit dari dana SUP-005 yang dilakukan oleh Perum Pegadaian
menggunakan skim kredit yang dinamakan Kredit Usaha Rumah Tangga
(KRISTA). Target pembiayaan dikhususkan bagi pelaku usaha mikro di
kalangan kaum perempuan, terutama di pasar- pasar. Sampai saat ini, program
KRISTA yang disalurkan oleh Perum Pegadaian telah mencapai sebesar
Rp102,8 miliar dan telah dimanfaatkan oleh 59.733 nasabah.
Pemerintah telah melaksanakan kegiatan bantuan penguatan struktur
keuangan koperasi dengan pola dana bergulir kemitraan. Dana bergulir
kemitraan ini bertujuan untuk memberdayakan usaha mikro dan kecil yang
tergabung dalam koperasi untuk mengembangkan komoditas unggulan di
wilayahnya. Dana bergulir kemitraan dijadikan sebagai dana padanan oleh
koperasi untuk bermitra dengan lembaga keuangan bank maupun
nonbank/investor yang telah melakukan penilaian kelayakan terhadap
komoditas unggulan yang akan dikembangkan. Pada tahun anggaran 2005,
dana bergulir dengan pola kemitraan telah disalurkan kepada tiga koperasi.
Upaya peningkatan danperluasan sumber-sumber pembiayaan kepada usaha
dilakukan juga melalui peningkatan sinergi antara lembaga keuangan bank dan
koperasi melalui Linkage Program. Perkembangan pelaksanaan Linkage
Program antara bank umum koperasi, saat ini telah mencapai Rp8,9 triliun
yang disalurkan melalui 1.847 koperasi dari 14 bank umum. Sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2007, Pemerintah telah menyediakan pembiayaan
produktif bagi usaha mikro dengan pola konvensional dan syariah melalui
36
koperasi. Pembiayaan ini juga sekaligus untuk memperkuat struktur keuangan
koperasi. Untuk pembiayaan produktif pola konvensional telah disalurkan
sebesar Rp202,9 miliar kepada 2.127 KSP-USP Koperasi, sedangkan untuk
pola syariah telah disalurkan sebesar Rp191,5 miliar kepada 1.883 Koperasi
Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Syariah Koperasi (KJKS/UJKS
Koperasi). Untuk usaha mikro yang bergerak di sektor agribisnis, Pemerintah
telah mengembangkan penguat dana bergulir sektoral. Penguatan diberikan
melalui koperasi untuk kemudian disalurkan kepada anggotanya. Jumlah dana
penguatan yang telah disalurkan pada periode tahun 2005—2007 adalah
sebesar Rp165,7 miliar kepada 292 koperasi.
Pemerintah juga memberikan dukungan perkuatan kepada perempuan
pengusaha skala mikro melalui kegiatan perempuan keluarga sehat dan
sejahtera (PERKASSA). Pemerintah menyalurkan permodalan dengan pola
dana bergulir kepada setiap koperasi sebesar Rp100 juta. Kemudian, koperasi
penerima menyalurkannya kepada anggota sebagai pinjaman dengan bunga
atau bagi hasil yang ditentukan oleh Rapat Anggota. Realisasi penyaluran
PERKASSA pada periode tahun 2006–2007 adalah sebesar Rp44,3 miliar
kepada 443 koperasi. Dalam perkembangannya sampai dengan Maret 2009,
dana tersebut telah disalurkan oleh koperasi dan dimanfaatkan oleh 11.016
perempuan pengusaha skala mikro.
Dalam rangka mendukung upaya penataan lokasi dan penertiban
pedagang kaki lima (PKL), Pemerintah Pusat bekerja sama dengan pemerintah
daerah memberikan dukungan penguatan pngembangan sarana usaha PKL
melalui Koperasi. Sampai dengan tahun 2008, sudah difasilitasi 16 lokasi PKL
di 13 provinsi dan bantuan penguatan kepada 2.319 usaha mikro. Sementara
itu, pada tahun 2009 Pemerintah melaksanakan program stimulus fiskal untuk
penataan 13 sarana usaha PKL di 13 kabupaten/kota di 32 provinsi. Dukungan
penguatan pasar tradisional yang diberikan Pemerintah ditujukan untuk
meningkatkan kualitas dan fungsi pasar tradisional melalui rehabilitasi pasar
tradisional. Dengan demikian, dapat diwujudkan kondisi pasar yang layak,
bersih, teratur, nyaman dan aman, serta dikelola secara profesional. Selain itu,
37
para pedagang mendapatkan kepastian lokasi usaha dengan didukung peran
kelembagaan koperasi di dalamnya. Pasar tradisional yang telah
dikembangkan sebanyak 71 unit pada periode tahun 2005—2008. Sementara
itu, pada tahun 2009 dilaksanakan program stimulus pembangunan pasar
tradisional sebanyak 91 unit.
5. Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi
Koperasi diharapkan dapat ditingkatkan kualitasnya agar mampu tumbuh
dan berkembang sesuai jati dirinya menjadi wadah kepentingan bersama bagi
anggotanya. Pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk
meningkatkan kualitas koperasi antara lain:
a. klasifikasi koperasi dan pencapaian koperasi berkualitas
b. sosialisasi pembentukan koperasi;
c. pendidikan perkoperasian; dan
d. pengembangan kerja sama koperasi pertanian se ASEAN.
Untuk mengetahui kinerja dan kualifikasi koperasi Indonesia, dan
mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip koperasi, Pemerintah telah melakukan
upaya intensif dan terpadu dengan klasifikasi koperasi. Pada periode tahun
2006-2008, telah dilakukan klasifikasi koperasi sebanyak 33.463 koperasi
dengan rincian 4.796 koperasi klasifikasi A, 14.240 koperasi klasifikasi B,
14.458 koperasi klasifikasi C. Hasil dari klasifikasi akan menjadi bahan bagi
penetapan kebijakan pengembangan koperasi dan menjadi sumber informasi
bagi pihak lain yang memerlukan kerja sama dengan koperasi. Selanjutnya,
Pedoman Klasifikasi Koperasi disempurnakan menjadi Pedoman
Pemeringkatan Koperasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara
Koperasi dan UKM Nomor 22/Per/M.KUKM/IV/2007. Pada tahun 2007,
dihasilkan 7.918 koperasi yang berperingkat dengan rincian:
koperasi berperingkat sangat berkualitas,
2.592 koperasi berperingkat berkualitas,
5.322 koperasi berperingkat cukup berkualitas.
Sementara itu, pada tahun 2008 dihasilkan 886 koperasi yang
berperingkat dengan rincian:
38
22 koperasi berperingkat berkualitas,
864 koperasi berperingkat cukup berkualitas.
Dalam rangka penguatan permodalan bagi koperasi sivitas akademika
(KOSIKA), Pemerintah telah memberikan bantuan modal kepada 10 unit
KOSIKA yang tersebar di 10 provinsi pada tahun 2007. Penguatan
permodalan KOSIKA akan dapat dirasakan manfaatnya oleh 1.250 orang
anggota koperasi.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan jumlah koperasi, Pemerintah
melakukan sosialisasi pembentukan koperasi. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas kelompok usaha masyarakat terutama yang sudah
memiliki usahaproduktif menjadi lembaga yang berbentuk koperasi. Pada
tahun 2008, telah dilakukan sosialisasi pembentukan koperasi wanita di 4
provinsi. Untuk meningkatkan peran koperasi di bidang pertanian dan
sekaligus dalam mengantisipasi perekonomia dunia yang semakin kompetitif,
Indonesia telah berpartisipasi dalam kerja sama koperasi se-ASEAN. Wadah
Kerja sama diwujudkan melalui pembentukan ASEAN Center for The
Development of Agricultural Cooperative (ACEDAC). Anggotanya adalah
gerakan koperasi dari negara-negara anggota ASEAN. Pada tahun 2008, telah
diadakan sidang tahunan di Lao PDR yang menghasilkan:
kesepakatan pelaksanakan Strategy Alliances Project untuk Dairy
Product Marketing oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI);
penyelenggaraan exchange visit yang bertujuan untuk meningkatkan
wawasan bagi pengurus maupun pengelola koperasi;
penguatan kerja sama negara- negara ASEAN dengan Jepang.
Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM koperasi, Lembaga
Pendidikan operasi (LAPENKOP) telah menyelenggarakan diklat
perkoperasian. Diklat ini ditujukan kepada anggota koperasi, pengurus
koperasi dan pengawas koperasi. Selama periode tahun 2005-2008 telah
dilatih sekitar 1,5 juta orang. Pemerintah juga pada periode tahun yang sama
telah menyelenggarakan diklat perkoperasian kepada 14.280 orang yang
39
terdiri anggota koperasi, pengurus koperasi, pengelola koperasi, pengawas
koperasi maupun masyarakat yang akan membentuk koperasi.
2.5 Tindak Lanjut yang Diperlukan
Beberapa tindak lanjut dalam memberdayakan koperasi dan UMKM
perlu dilakukan, terutama adalah pada hal-hal berikut ini:
a. Penciptaan Iklim Usaha Bagi UMKM
Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti Undang-Undang
tentang Usaha Kecil dan Menengah dan Undang-Undang tentang
Wajib Daftar Perusahaan beserta ketentuan pelaksanaannya, dalam
rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat dan
melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perizinan, lokasi, serta
peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang
kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan
berbagai pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifik
daerah;
Fasilitas dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha;
Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun
produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan
antardaerah dan pengangkutan;
Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan
dan penilaian regulasi kebijakan dan program;
Pengembangan pelayanan perizinan usaha yang mudah, murah, dan
cepat, termasuk melalui perizinan satu atap bagi UMKM,
pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa
advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi UMKM;
Penilaian dampak regulasi/kebijakan nasional dan daerah terhadap
perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan pelaksanaan
kebijakan/ regulasi;
Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan
kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku
dan instansi terkait; dan
40
Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM,
termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya.
b. Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif
Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat
kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UMKM, sehingga
pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang dan produktivitas
meningkat; wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat
jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UMKM semakin
berkembang.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan
dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan
nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru,
terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin usaha,
lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar;
Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk
memacu pengembangan UKM berbasis teknologi, termasuk
wirausaha baru berbasis teknologi, terutama UKM berorientasi
ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis/agroindustri, dan yang
memanfaatkan sumberdaya lokal;
Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan
kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang
disertai upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM;
Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk
pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan;
Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk
pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan
memanfaatkan fasilitas penelitian dan pengembangan pemerintah
pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta, dan masyarakat;
Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk
pengembangan kemitraan investasi antar-UKM, termasuk melalui
41
aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan
perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi
dan pasar;
Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk
pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan
teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan
antar-UMKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UMKM
dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan
Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan
kualitas pengusaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk wanita
pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat
koperatif.
c. Pengembangan Sistem Pendukung usaha UMKM
Program ini bertujuan untuk mempemudah, memperlancar, dan
memperluas akses UMKM kepada sumberdaya produktif agar mampu
memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal
serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi.
Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga
pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin
tersebar, dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar
dan sumberdaya produktif, seperti sumberdaya manusia, modal, pasar,
teknologi dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi
intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.
Kegiatan-kegiatan pokok ini antara lain mencakup:
Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap
sumber daya produktif, termasuk sumber daya alami:
Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa
layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi, dan konsultan usaha
42
melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha, serta peningkatan
kapasitas pelayanannya;
Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga
keuangan mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam
(KSP/USP), antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum,
kemudahan dalam perizinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan
antar-LKM dan antara LKM dan bank, serta dukungan terhadap
peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder;
Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim
kredit investasi bagi koperasi dan UMKM dan peningkatan peran lembaga
keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran
lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah,
disertai dengan pengembangan jaringan informasinya;
Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana
pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah
pusat, daerah, dan BUMN;
Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit
(kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM;
Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi, dan perkuatan
lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga
pelatihan;
Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan
pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi
pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga
pengembangan usaha bagi UMKM; dan
Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan
anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga
43
pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan
sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas
unggulan berdaya saing tinggi.
Perlu adanya terobosan (rintisan) untuk mengembangkan sentra-sentra
produksi di daerah terisolasi dan tertinggal/perbatasan. Tindak lanjut ini
diperlukan agar masyarakat atau sentra-sentra produksi di daerah
tertinggal/perbatasan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi
lokal tiap-tiap daerah
d. Pemberdayaan Usaha Skala Mikro
Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang
berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin
dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya
peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha yang lebih
mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing. Program ini
akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan
pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian,
perlindungan, dan pembinaan usaha.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain
mencakup:
Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha,
termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari
pungutan informal;
Penyediaan skim-skim pembiayaan altematif tanpa mendistorsi pasar,
seperti sistem bagi hasil dari dana bergulir, sistem tanggung renteng,
atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan;
Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari
berbagai instansi pusat, daerah, dan BUMN yang lebih terkoordinasi,
profesional, dan institusional;
44
Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM);
Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, serta
bimbingan teknis manajemen usaha;
Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro
serta kemitraan usaha;
Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah
organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki
lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya,
dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha;
Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan
perajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster
disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan
Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha
ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka
mendukung pengembangan ekonomi pedesaan, terutama di daerah
tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan
e. Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan
dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang
secara sehat, sesuai dengan jatidirinya menjadi wadah kepentingan
bersama bagi anggotanya untuk memperoleh efisiensi kolektif, sehingga
citra koperasi menjadi semakin baik. Dengan demikian, diharapkan
kelembagaan dan organisasi koperasi, baik primer maupun sekunder, akan
tertata dan berfungsi dengan baik; infrastruktur pendukung pengembangan
koperasi semakin lengkap dan berkualitas; lembaga gerakan koperasi
semakin berfungsi efektif dan mandiri; serta praktik berkoperasi yang baik
(best practice) semakin berkembang di masyarakat luas.
45
Tindak lanjut dari program ini antara lain:
Penyempurnaan undang-undang tentang koperasi beserta peraturan
pelaksanaannya.
Peninjauan dan penyempurnaan terhadap berbagai peraturan perundangan
lainnya yang kurang kondusif bagi koperasi
Koordinasi dan pemberian dukungan dalam rangka penyempurnaan
kurikulum pendidikan perkoperasian di sekolah-sekolah;
Penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas yang disertai dengan
pemasyarakatan contoh-contoh koperasi sukses yang dikelola sesuai
dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi;
Peningkatan kualitas administrasi dan pengawasan pemberian badan
hukum koperasi
Pemberian dukungan untuk membantu perkuatan dan kemandirian
lembaga gerakan koperasi;
Pemberian dukungan dan kemudahan kepada gerakan koperasi untuk
melakukan penataan dan perkuatan organisasi serta modernisasi
manajemen koperasi primer dan sekunder untuk meningkatkan pelayanan
anggota;
Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan infrastruktur
pendukung pengembangan koperasi di bidang pendidikan dan pelatihan,
penyuluhan, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pembiayaan,
teknologi, informasi, promosi, dan pemasaran;
Pengembangan sisten pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perkoperasian
bagi anggota dan pengelola koperasi, calon anggota dan kader koperasi,
terutama untuk menanamkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi dalam
46
kehidupan koperasi, yang mengatur secara jelas adanya pembagian tugas
dan tanggung jawab antara pemerintah dan gerakan koperasi;
Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan
kerjasama usaha antarkoperasi;
Peningkatan kemampuan aparat di pusat dan daerah dalam melakukan
penilaian dampak regulasi, kebijakan, dan program pembangunan
koperasi; dan
Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan,
pengendalian, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan
program pemberdayaan koperasi dengan partisipasi aktif para pelaku dan
instansi terkait.
2.6 Kunci Keberhasilan
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mempercepat
pemberdayaan UMKM antara lain; (1) tersedianya SDM yang berkualitas dan
professional, (2) tersedianya dukungan regulasi yang kondusif, (3) tersedianya
pengawasan yang efektif, (4) tersedianya teknologi informasi yang murah, dan
(5) tersedianya pembiayaan modal yang mudah diakses (Baseline Report,
2000).
Untuk dapat tersedianya SDM berkualitas dapat diperoleh melalui
peningkatan pendidikan formal dan nonformal, serta peningkatan kompetensi
sumberdaya manusianya. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam
pembangunan manusia berkualitas. Pendidikan yang baik direfleksikan antara
lain dengan indikator kesetaraan pendidikan, demokratis dalam
penyelenggaraan pendidikan, populis tidak elitis, dan disesuaikan dengan
pemberdayaan masyarakat yang relevan (Suryono, 2008).
Peningkatan kompetensi dapat diperoleh antara lain melalui
kompetensi dalam membentuk jaringan, kompetensi teknologi informasi,
47
kompetensi kerjasama tim, dan kompetensi mengkomunikasikan ide-idenya.
Disamping itu juga diperlukan kemampuan memadukan beberapa faktor yang
dimiliki SDM tersebut, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman,
kecerdasan, intuisi, dan selalu belajar dari kesalahan sebelumnya (Baron,
2000).
Pengawasan dan bimbingan dalam pembentukan dan pengembangan
UMKM merupakan prioritas penting, termasuk memberikan kemudahan
kelengkapan perijinan dan dokumen legal usaha. Bimbingan pada UMKM
hendaknya bukan hanya pada tahap penyebaran brosur dan buku juklak saja,
tapi secara konkrit membantu satu per satu kelembagaan usaha kecil dan
menengah yang belum berjalan maupun yang sudah berjalan.
Lebih penting lagi adalah aksi terjun langsung membenahi kondisi
usaha kecil menengah satu persatu, sehingga dapat diketahui latar belakang
penyebab ketidakmampuan mengelola usaha. Apakah disebabkan karena
faktor SDMnya, keterampilan manajemennya, akses pembiayaannya, atau
pilihan teknologi yang tidak efisien.
Pemanfaatan teknologi informasi sangat diperlukan oleh UMKM,
antara lain untuk tercapainya pemasaran yang lebih luas ke berbagai
konsumen perorangan maupun konsumen korporat. Disamping itu juga
diperlukan tercapainya efektifitas internal dalam administrasi pembukuan
yang rapi, misalnya menggunakan paket perangkat lunak teknologi informasi
yang terbaru. Pemanfaatan teknologi informasi ini juga dapat mengurangi
biaya komunikasi karena menggunakan sarana email atau internet dibanding
percakapan melalui telepon yang memiliki kelemahan tidak dapat
menunjukkan gambar-gambar maupun brosur-brosur yang penting.
Demikian pula bantuan permodalan yang mudah diakses, juga sangat
penting karena sangat membantu usaha kecil dan menengah dalam
memperoleh kredit perbankan. Selama ini hanya 20% saja UMKM yang dapat
memperoleh kredit perbankan.
48
2.7 Pemberdayaan UMKM Melalui Pusat Komunikasi Bisnis Berbasis Web
Salah satu kunci keberhasilan usaha mikro, kecil dan menengah adalah
adalah tersedianya pasar yang jelas bagi produk UMKM. Sementara itu
kelemahan mendasar yang dihadapi UMKM dalam bidang pemasaran adalah
orientasi pasar rendah, lemah dalam persaingan yang kompleks dan tajam
serta tidak memadainya infrastruktur pemasaran. Menghadapi mekanisme
pasar yang makin terbuka dan kompetitif, penguasaan pasar merupakan
prasyarat untuk meningkatkan daya saing. Oleh karena itu, peran pemerintah
diperlukan dalam mendorong keberhasilan UMKM untuk memperluas akses
pasar melalui pemberian fasilitas teknologi informasi berbasis web yang dapat
digunakan sebagai media komunikasi bisnis global.
Teknologi informasi merupakan bentuk teknologi yang digunakan untuk
menciptakan, menyimpan, mengubah, dan menggunakan informasi dalam
segala bentuknya. Melalui pemanfaatan teknologi informasi ini, perusahaan
mikro, kecil maupun menengah dapat memasuki pasar global. Perusahaan
yang awalnya kecil seperti toko buku Amazon, portal Yahoo, dan perusahaan
lelang sederhana Ebay, ketiganya saat ini menjadi perusahaan raksasa hanya
dalam waktu singkat karena memanfaatkan teknologi informasi dalam
mengembangkan usahanya (M. Suyanto, 2005).
Pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan bisnis atau sering
dikenal dengan istilah e-commerce bagi perusahaan kecil dapat memberikan
fleksibilitas dalam produksi, memungkinkan pengiriman ke pelanggan secara
lebih cepat untuk produk perangkat lunak, mengirimkan dan menerima
penawaran secara cepat dan hemat, serta mendukung transaksi cepat tanpa
kertas.
Pemanfaatan internet memungkinkan UMKM melakukan pemasaran
dengan tujuan pasar global, sehingga peluang menembus ekspor sangat
mungkin. Menurut Internet World States, pada tahun 2005 pemakai internet
dunia mencapai angka 972.828.001 (hampir satu miliar), pengguna di
Indonesia diperkirakan mencapai 16 juta orang. Jumlah pemakai terbesar di
49
Amerika Serikat dan Kanada, yaitu mencapai 68,2% dari jumlah
penduduknya.
Hal positif yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan jaringan internet
dalam mengembangkan usaha adalah :
a) Dapat mempertinggi promosi produk dan layanan melalui kontak
langsung, kaya informasi, dan interaktif dengan pelanggan,
b) Menciptakan satu saluran distribusi bagi produk yang ada,
c) Biaya pengiriman informasi ke pelanggan lebih hemat jika
dibandingkan dengan paket atau jasa pos,
d) Waktu yang dibutuhkan untuk menerima atau mengirim
informasi sangat singkat, hanya dalam hitungan menit atau
bahkan detik (M. Suyanto, 2005).
Melihat berbagai keuntungan, kemudahan, serta peluang yang dapat
diperoleh dari aplikasi IT dalam bisnis, maka aplikasi IT untuk pengembangan
UMKM di Indonesia merupakan suatu kebutuhan. Akan tetapi karena sampai
saat tidak semua UMKM mampu menyediakan dan memanfaatkan teknologi
informasi dalam menjalankan usahanya. Menurut Megawaty Khie, Small
Medium Business Director PT Microsoft Indonesia, potensi UMKM di
Indonesia sangat besar dan menjadi penggerak ekonomi nasional, namun
pemahaman sebagian besar dari mereka terhadap teknologi informasi masih
kurang. Lebih lanjut Budi Wahyu Jati, Country Manager Intel Indonesia, dari
sekian juta UMKM yang ada baru 27% yang memiliki dan memanfaatkan
komputer. Itupun belum dapat memanfaatkannya secara maksimal, dalam arti
untuk mendukung aktivitas usaha mereka (Kedaulatan Rakyat, 22 Desember
2007)
Oleh karena itu, agar UMKM di Indonesia dengan segala
keterbatasannya dapat berkembang dengan memanfaatkan teknologi
informasi, perlu dukungan berupa pelatihan dan penyediaan fasilitas. Tentu
saja tanggungjawab terbesar untuk memberi pelatihan dan penyediaan fasilitas
ini ada di tangan pemerintah, disamping pihak-pihak lain yang punya
50
komitmen, khususnya kalangan perguruan tinggi. Pusat komunikasi bisnis
berbasis web ini perlu dibangun di setiap kabupaten atau jika mungkin di
setiap kecamatan. Fasilitas tersebut berupa ruangan khusus dilengkapi dengan
seperangkat komputer yang terkoneksi dengan internet, serta dilengkapi
website UMKM masing-masing daerah, di bawah pengelolaan dan
pembiayaan pemerintah daerah.
Mengapa perlu dibuat Pusat Komunikasi Bisnis Berbasis Web di tingkat
kabupaten atau kecamatan ? Hal ini didasari pada kenyataan bahwa sebagian
besar UMKM berlokasi di desa-desa dan kota-kota kecamatan, serta belum
mampu untuk memiliki jaringan internet sendiri, apalagi memiliki websitenya.
Padahal untuk pengembangan usaha dengan akses pasar global harus
memanfaatkan media virtual. Pusat Komunikasi Bisnis Berbasis Web ini akan
memudahkan UMKM dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun
pasar luar negeri dengan waktu dan biaya yang efisien. Sehingga tingkat
kesejahteraan masyarakat UMKM dan tenaga kerja yang terlibat di dalamnya
akan meningkat, dan secara bersinergi akan berdampak positif terhadap
keberhasilan pembangunan nasional.
Pada Bab XI Program Pengembangan Sentra Bisnis UMKM poin E,
memuat program pengembangan informasi bisnis sentra. Salah satu target
program tersebut adalah memberikan fasilitas perangkat jaringan komunikasi
yang berisikan wesite untuk optimalisasi transaksi bisnis (www.depkop.go.id).
Oleh karena, demi kepentingan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat, pemerintah daerah harus menindaklanjuti program tersebut,
dengan membentuk Pusat Komunikasi Berbasis Web.
2.8 Contoh Pola Pemberdayaan UMKM Amerika Serikat
Usaha Kecil Menengah (UKM) barangkali merupakan salah satu
andalan utama bagi ketahanan ekonomi sebuah negara. Terbukti di masa krisis
dengan bertumbangan banyak usaha konglomerasi yang dililit hutang luar
negeri, usaha kecil menengah terutama yang berorientasi eksport justru
51
meraup keuntungan yang luar biasa. Sebagian lagi survive dengan berbagai
cara karena kecilnya investasi & modal yang berputar.
Pemberdayaan usaha kecil menengah ini mungkin akan menjadi kunci
utama supaya kemungkinan survive negeri ini menjadi lebih tinggi. Bahkan
bukan mustahil memberdayakan para jebolan pegawai negeri yang
departemennya di likuidasi untuk menjadi usahawan kecil & menengah.
Dengan Internet sebetulnya proses pemberdayaan tersebut menjadi sangat
menakjubkan, dengan biaya yang kecil (sedikit) proses pemberdayaan UKM
dapat dilakukan untuk banyak usahawan.
Contoh pola pemberdayaan UKM yang dilakukan oleh pemerintah
Amerika Serikat di Departemen Small Businesss Administration pada situs
Web http://www.sba.gov/.
Departemen Small Bisnis Administation kira-kira sama dengan
Departemen Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah yang ada di Indonesia.
Hanya saja tampaknya agak berbeda jauh dari sisi strategi & keseriusan yang
dilakukan oleh Amerika Serikat dan yang dilakukan oleh Depkop. Jika kita
nanti memperhatikan dengan seksama pola yang digunakan oleh Amerika
Serikat tidaklah mengherankan jika usaha kecil mereka menjadi maju, karena
betul-betul di berdayakan oleh pemerintahnya.
52
Tampak pada gambar adalah tampilan situs Web http://www.sba.gov/.
Pola pemberdayaan sangat kental sekali, fungsi regulator betul-betul terasa
untuk melindungi si UKM. Di antara sekian banyak fasilitas yang ada – ada
beberapa fasilitas utama akan sangat menarik jika di sediakan untuk UKM kita
di Indonesia.
53
Perpustakaan barangkali yang bagian yang menarik di SBA. Di
Perpustakaan di sediakan dalam bentuk softcopy berbagai jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan (Frequently Asked Questions – FAQ), berbagai formulir
yang dibutuhkan oleh para pengusaha, berbagai peraturan & perundangan yang
berkaitan bagi UKM, berbagai catatan, berbagai statistik yang berkaitan dengan
usaha yang mungkin dibutuhkan bagi sebuah UKM untuk berkembang.
Bagian starting merupakan bagian yang akan sangat menarik bagi
sebagian besar UKM pemula, template bisnis plan yang lengkap sekali bagi
sebuah UKM sampai detail perhitungan maupun proposal lengkapnya sehingga
sebuah UKM dapat melakukan perhitungan di awal tentang kemungkin survive-
nya ke depan. Bahkan berbagai perangkat lunak yang dibutuhkan untuk
misalnya accounting, dll tersedia secara cuma-cuma untuk di download dari
situs SBA ini agar sebuah UKM dapat dengan mudah menjalankan usahanya.
Bagi UKM yang membutuhkan financing / pendanaan juga di sediakan
berbagai informasi yang dibutuhkan untuk pendanaan tersebut secara terbuka.
54
Berbagai persyaratan yang perlu disiapkan di jelaskan. Transparansi yang sangat
terbuka dari segala hal tampak sekali dilakukan oleh SBA di US. Kunci utama-
nya sebetulnya kebiasaan untuk menyebarkan segala informasi yang ada secara
terbuka ke masyarakat. Semoga saja pemerintah Indonesia dapat melakukan
transparansi yang dibutuhkan bagi UKM di Indonesia.
55
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan dan SaranPemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan
langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan
perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui
penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat
kemiskinan. Namun demikian disadari pula lemahnya kemampuan manajerial
dan sumber daya manusia mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu
menjalankan usahanya dengan baik.
Secara lebih spesifik, ada beberapa permasalahan mendasar yang
dihadapi peungusaha kecil (Kuncoro, 2007 : 368). Pertama, kelemahan dalam
memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua,
kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh
jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang
organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan
jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil. Kelima, iklim usaha yang
kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan. Keenam,
pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya
kepercayaan dan kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Dengan demikian untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam rangka
pemberdayaan UMKM, maka diperlukan beberapa langkah strategis yang
terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro maupun mikro
yang meliputi:
1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha
seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya
efisiensi ekonomi melalui kebijakan yang memudahkan dalam
formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan
pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi
biaya perijinan.
56
2. Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk
meningkatkan akses kepada pasar yang lebih luas dan berorientasi
ekspor serta akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat
memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya,
terutama sumber daya lokal yang tersedia.
3. Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan
angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan
penyuluhan. Pelatihan diutamakan pada bidang yang sesuai dengan
unit usaha yang menjadi andalan. Selain itu juga diperlukan pelatihan
manajerial karena pada umumnya pengusaha kecil lemah dalam
kemampuan manajemen dan banyak menggunakan tenaga kerja yang
tidak terdidik.
4. Diperlukan usaha pemerintah daerah untuk mengupayakan suatu pola
kemitraan bagi UMKM agar lebih mampu berkembang, baik dalam
konteks sub kontrak maupun pembinaan yang mengarah ke
pembentukan kluster yang bisa mendorong UMKM untuk berproduksi
dengan orientasi ekspor.
5. Untuk mengatasi kesulitan permodalan, diperlukan peningkatan
kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal
dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM
dengan prosedur yang tidak sulit. Di samping itu, agar lembaga
pembiayaan untuk sektor UMKM menjadi lebih kuat dan tangguh,
jaringan antar lembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan
Bank juga perlu dikembangkan
57
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, tulus. DR. 2003. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Said, Adri & N. Ika Widjaja, 2007. Akses Keuangan UMKM: Buku Panduan
untuk Membangun Akses Pembiayaan bagi Usaha Menengah, Kecil dan
Mikro dalam Konteks Pembangunan Daerah. Konrad Adenauer Stiftung.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009
Republik Indonesia. Jakarta.
Harian Suara Merdeka, 27 Mei 2009
Kementerian Koperasi dan UKM. Rencana Strategis
Pembangunan Koperasi dan UMKM Periode Tahun 2004 –
2009. Jakarta. 2004.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_2.htm
http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/myweb/sanafri.htm
http://ksupointer.com/2009/pemberdayaan-koperasi-untuk-mengembangkan-
ekonomi-rakyat
www.depkop.go.id
58
Top Related