EFEKTIVITAS KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN TETRASIKLIN DAN SEFALOTIN
TERHADAP BAKTERI Salmonella thypi
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
RAHMADHANI TYAS ANGGANAWATI K 100100028
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA 2014
1
EFEKTIVITAS KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN TETRASIKLIN DAN SEFALOTIN TERHADAP BAKTERI
Salmonella thypi
THE EFFECTIVENESS IN COMBINATION OF BASIL’S ESSENTIAL OIL (Ocimum basilicum L.) WITH TETRACYCLINE AND CEPHALOTIN TOWARD
Salmonella thypi
Rahmadhani Tyas Angganawati*a), Ika Trisharyanti Dian Kusumowati*, Rima Munawaroh* *Fakultas FarmasiUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani, Tromol Pos I, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57102 a)Email : [email protected]
ABSTRAK
Salmonella thypi termasuk salah satu enterobakteri endemik yang merupakan penyebab penyakit
infeksi demam tifoid. Pengobatan menggunakan antibiotik terus dikembangkan untuk mencegah resistensi
bakteri tersebut. Minyak atsiri kemangi (Ocimum basilicum L.) mengandung beberapa senyawa fenolik yang
mempunyai aktivitas antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kombinasi
minyak atsiri kemangi dengan antibiotik tetrasiklin dan sefalotin terhadap bakteri Salmonella thypi. Bagian
daun dan batang tanaman kemangi didestilasi menggunakan metode uap dan air. Uji efektivitas antibakteri
dilakukan dengan metode disk difusi. 15µg minyak atsiri kemangi diteteskan ke dalam disk kosong.
Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan adalah 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri
kemangi dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi dengan diameter zona hambat sebesar
11 ± 7 mm. Kombinasi tetrasiklin dengan minyak atsiri kemangi memiliki efek indiferen dalam
penghambatan bakteri Salmonella thypi. Sedangkan, kombinasi sefalotin dengan minyak atsiri kemangi
memiliki efek antagonis.
Kata kunci : Kombinasi antibiotik, Minyak atsiri kemangi, tetrasiklin, sefalotin, Salmonella thypi
ABSTRACT
Salmonella thypi is an endemic enterobacteriaceae which caused typhoid fever. Antibiotic treatment
is still developing to prevent widespread emerge of resistance of this bacteria. Essential oil of basil (Ocimum
basilicum L.) has been reported as a good source in antimicrobial activity. That antimicrobial activity is
from many phenolic compounds which contained in its essential oil. The aim of this study is to find out the
effectiveness of basil’s essential oil in combination with tetracycline and cephalotin toward Salmonella thypi.
The essential oil of Ocimum basilicum L. were gained from its leaves and branches by water and steam
destilation. Its antimicrobial effectiveness is tested by disc diffusion methods. 15µg basil oil is impregnated in
blank disc. The basil’s essential oil against Salmonella thypi with zone of inhibition 11 ± 7 mm at
concentration 100%. The results indicated that the basil’s essential oil in combination with tetracycline
toward Salmonella thypi showed indifferent effect. Besides, the combination of cephalotin and basil’s
essential oil has an antagonism effect against Salmonella thypi.
Key words : combination of antibiotics, essential oil, Ocimum basilicum L., tetrasiklin, sefalotin,
Salmonella thypi
2
PENDAHULUAN
Pada daerah tropis, infeksi merupakan salah satu penyakit endemik dan
merupakan masalah kesehatan yang utama (Kuswandi et al., 2001; Rostinawati, 2010).
Zhao et al (2001) menjelaskan bahwa infeksi yang disebabkan karena bakteri Salmonella
merupakan masalah global dan telah menjadi tantangan utama di seluruh dunia. Salah satu
penyakit yang timbul akibat bakteri Salmonella adalah demam tifoid. Penyakit tersebut
disebabkan oleh jenis bakteri Salmonella enterica serotipe Thypi (S. thypi) (Moehario et al,
2012).
Dewasa ini, banyak dilakukan penelitian tentang kemampuan ekstrak maupun
minyak atsiri tumbuhan sebagai agen antibakteri. Ramesh & Satakopan (2010)
mengemukakan bahwa salah satu tanaman yang dianggap memiliki nilai medis adalah
genus Ocimum yang banyak mengandung komponen fenol dan memiliki potensi terapetik
yang sangat baik. Beberapa ekstrak tanaman kemangi terbukti mempunyai kemampuan
bakterisidal terhadap bakteri Salmonella thypi (Pasha et al, 2008; Barathi et al, 2011).
Disamping itu, beberapa penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri
Salmonella typhimurium dapat dihambat oleh minyak atsiri kemangi (Adeola et al, 2012).
Hemaiswarya et al (2008) menyebutkan bahwa kombinasi minyak atsiri dari
tanaman Ocimum gratissum dengan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan beberapa
spesies bakteri. Penelitian lain membuktikan bahwa antibiotik penisilin, gentamisin, dan
oksitetrasiklin HCl tidak lebih efektif terhadap S. aureus dibandingkan kombinasi ekstrak
tanaman kemangi (Ocimum basilicum) dengan antibiotik-antibiotik tersebut (Adwan dan
Mhanna, 2008).
Pengobatan infeksi menggunakan antibiotik dapat memunculkan masalah
resistensi bakteri. Resistensi bakteri terhadap antibiotik yang telah ada, harus diimbangi
dengan penemuan obat baru. Hal ini mendorong untuk ditemukannya produk alternatif
pengganti yang lebih poten, murah, memiliki efek samping yang lebih kecil, dan tersedia
secara kontinyu dalam jumlah besar (Jayaraman, 2010). Kenyataan menunjukkan bahwa
masalah penyakit infeksi terus berlanjut. Penelitian tentang interaksi antara produk alam
dengan antibiotik perlu untuk terus dikembangkan, pengetahuan tersebut diharapkan
mampu melahirkan strategi baru dalam pengatasan masalah infeksi bakteri.
3
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Seperangkat destilator, neraca analitik (Ohaus), autoklaf, oven (Memmert), kompor
listrik, alat-alat gelas (Pyrex), mikropipet, inkubator (Memmert), dan Laminar Air Flow
(LAF).
2. Bahan
Tanaman kemangi (diperoleh dari kebun di daerah Sindon, Ngemplak, Boyolali),
antibiotik tetrasiklin (Oxoid), antibiotik sefalotin (Oxoid), media MH (Oxoid), media BHI
(Oxoid), media KIA (Oxoid), media LIA (Oxoid), media MIO (Mereck), cat Gram A, cat
Gram B, cat Gram C, dan cat Gram D, NaCl 0,9%, etil asetat.
B. Jalannya Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah
tanaman kemangi. Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Penyiapan Bahan
Tanaman kemangi disortir basah, dicuci hingga bersih, kemudian diangin-anginkan
tanpa terkena sinar matahari.
3. Destilasi Minyak Atsiri
Destilasi minyak atsiri dilakukan dengan metode uap dan air. Pada metode
penyulingan ini, bahan berupa tanaman kemangi, diletakkan di atas angsang yang terletak
beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel penyulingan dan dihubungkan
dengan pendingin. Suhu diatur sedemikian rupa sehingga destilat yang keluar dapat
menetes secara baik dan teratur. Pengaturan suhu diperlukan karena apabila suhu terlalu
tinggi maka destilat akan menetes dengan cepat dan teruapkan kembali sehingga dapat
merusak minyak atsiri, tetapi jika terlalu dingin, akan memakan waktu yang cukup lama.
Minyak yang keluar ditampung kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat.
4. Penentuan tetapan fisik minyak atsiri
Penentuan tetapan fisik dilakukan untuk mengetahui kemurnian minyak atsiri yang
digunakan. Tetapan fisik tersebut meliputi bobot jenis dan indeks bias minyak atsiri
kemangi.
4
5. Identifikasi bakteri
a. Pengamatan mikroskopis
Bakteri Salmonella thypi diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kultur bakteri tersebut diambil
untuk dibuat preparatnya. Untuk memudahkan pengamatan, bakteri dicat menggunakan
cat gram. Preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x.
b. Uji biokimiawi
Biakan bakteri Salmonella thypi ditanam pada media KIA, LIA, dan MIO kemudian
diinkubasi pada temperatur 37oC selama 18-24 jam. Hasil uji dianalisis berdasarkan
karakteristik bakteri Salmonella thypi terhadap media tersebut.
6. Uji antibakteri
a. Sterilisasi alat dan bahan
Alat-alat gelas berupa cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet volume, dan labu
takar dimasukkan ke dalam oven (pemanasan kering) dan disterilkan pada suhu 175oC
selama 90-120 menit. Alat dan bahan yang tidak tahan pemanasan kering seperti media,
pipet tetes, yellow tips, blue tips dimasukkan dalam autoklaf (pemanasan basah) pada
suhu 121oC selama 20 menit. Alat yang telah disterilkan dapat langsung dipakai atau
disimpan untuk digunakan lain waktu akan tetapi tetap harus dalam keadaan tertutup
rapat, sedangkan untuk media yang tidak segera digunakan harus disimpan pada suhu
4oC (di dalam almari es).
b. Pembiakan bakteri Salmonella thypi
Bakteri S. thypi digoreskan secara streak plate pada media agar Mueller Hinton
(MH), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Setelah koloni bakteri S.
thypi tumbuh, disimpan pada suhu 4oC (di dalam almari es).
c. Pembuatan suspensi bakteri
Diambil 3-4 koloni bakteri, kemudian disuspensikan pada 5 mL media BHI. Suspensi
tersebut dimasukkan ke dalam shake inkubator selama 2-6 jam hingga mencapai tingkat
kekeruhan yang sesuai dengan standar McFarland. Selanjutnya suspensi ditambahkan
dengan larutan salin steril hingga mencapai konsentrasi 1,5 x 108 CFU/mL (standar
McFarland).
d. Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik
Suspensi bakteri sebanyak 300 µL dengan konsentrasi 1,5 x 108 CFU/mL ditanam
pada cawan petri berisi media MH, kemudian beberapa disk antibiotik (ampisilin,
kloramfenikol, eritromisin, sefalotin, streptomisin, dan tetrasiklin) ditanam di atasnya.
5
Selanjutnya, diinkubasi selama 18–24 jam pada suhu 37oC. Kemudian diameter zona
hambat pada tiap–tiap disk diukur dan dibandingkan dengan standar sensitivitas bakteri S.
thypi terhadap masing–masing antibiotik.
e. Penyiapan larutan minyak atsiri
Diperlukan pelarut yang tepat untuk melarutkan minyak atsiri kemangi. Oleh karena
itu perlu dilakukan uji kelarutan minyak atsiri terhadap beberapa macam pelarut.
Disamping itu, pelarut harus diuji aktivitas antibakterinya. Pelarut sebaiknya tidak
memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. thypi. Selanjutnya, pelarut yang terpilih dapat
digunakan untuk melarutkan minyak atsiri kemangi sehingga diperoleh beberapa seri
konsentrasi, yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 15%, 25%, 35%, 45% dan 100%.
f. Uji antibakteri dengan metode difusi
Sebanyak 300 µL suspensi bakteri dengan konsentrasi 1,5 x 108 CFU/mL diratakan
di atas media MH menggunakan spreader glass steril. Setelah 3-15 menit, pengujian
aktivitas antibakteri dilakukan dengan cara menanam disk antibiotik dan disk minyak
atsiri pada media inokulasi. Kedua disk ditanam dengan jarak antar disk sama dengan
penjumlahan diameter zona radikal minyak atsiri dan antibiotik. Media diinkubasi selama
18-24 jam dengan temperatur 37o C.
C. Analisis Data
Analisis hasil dilakukan untuk mengetahui efektivitas kombinasi minyak atsiri
kemangi dengan tetrasiklin atau sefalotin. Hal tersebut dilakukan dengan cara
menganalisis zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing kombinasi. Hasil uji
dikatakan sinergis apabila zona hambat kedua agen antibakteri meningkat, ditandai
dengan terbentuknya diameter zona hambat yang saling berhubungan antar agen
antibakteri (gambar a) atau terbentuk zona hambat diantara kedua agen antibakteri yang
dikombinasikan (gambar b). Aktivitas antagonis ditunjukkan apabila terjadi penurunan
zona hambat masing-masing agen antibakteri. Sedangkan, hasil uji dikatakan aditif atau
indeferen apabila terbentuk zona hambat pada masing masing disk secara independen
(Verma, 2007).
Gambar 1. Interaksi dua agen antibakteri (a,b) sinergis (c) antagonis (d) indiferen
(a) (b) (c) (d)
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi tanaman
Uji determinasi dilakukan agar diketahui identitas tanaman, sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam pengambilan bahan utama penelitian. Berdasarkan uji tersebut, diketahui
bahwa sampel tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Anak kelas : Asterida
Bangsa : Laminales
Suku : Laminaceae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum basilicum L. (Backer dan Van Den Brink, 1986)
B. Destilasi Minyak Atsiri
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang kemangi. Bagian yang sudah
dicuci bersih, diiris menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian diangin-anginkan tanpa
terkena sinar matahari selama satu malam. Bahan tersebut kemudian didestilasi selama 5
jam atau hingga minyak tidak menetes lagi. Setiap 1 kg tanaman kemangi dapat
menghasilkan 0,96 mL minyak atsiri kemangi. Sebelum digunakan untuk uji aktivitas
antibakteri, harus dipastikan bahwa minyak atsiri tersebut tidak bercampur dengan air. Air
dipisahkan menggunakan corong pisah, selanjutnya minyak atsiri disaring menggunakan
Na sulfat anhidrat untuk menghilangkan tapak air. Minyak atsiri yang sudah disaring
disimpan dalam wadah gelap dan tertutup rapat, disimpan pada suhu 4o C (di dalam almari
es). Proses destilasi tersebut menghasilkan rendemen sebesar 0,0967%.
C. Penentuan tetapan fisik minyak atsiri
Penentuan tetapan fisik minyak atsiri meliputi pengukuran bobot jenis dan indeks bias.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji indeks bias dan bobot jenis
Parameter Hasil Standar* Indeks bias 1,488 nD 1,49250 – 1,49597 Bobot jenis 0,9292 g/mL 0,9246 – 0,9303
*Ketaren, 1985
Hasil uji bobot jenis masuk dalam range standar. Namun, hasil uji indeks bias sedikit
menyimpang dari nilai standar. Maryati et al (2007), dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa indeks bias minyak atsiri kemangi pada suhu 27o adalah 1,477 ± 4,078.10-5. Indeks
bias minyak atsiri pada suhu 25o adalah sebesar 1,466 ± 0,04 (Khelifa et al., 2012).
7
Penelitian Hussain et al (2007) menunjukkan bahwa minyak atsiri dari tanaman kemangi
yang diambil pada empat musim yang berbeda, menghasilkan indeks bias yang beragam
pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan kondisi baik suhu pengujian
maupun kondisi tanaman dapat menyebabkan perbedaan hasil uji dengan parameternya.
D. Identifikasi Bakteri
1. Pengamatan Mikroskopis
Pengamatan bakteri secara mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan bakteri. Bakteri
digoreskan setipis mungkin pada preparat steril. Kemudian preparat digenangi cat gram A,
yaitu zat karbol kristal ungu. Genangan cat dibuang setelah 1-3 menit, hasilnya preparat
berwarna ungu. Seluruh bakteri, baik gram positif maupun gram negatif, akan berwarna
ungu setelah digenangi cat gram A.
Gambar 2. Hasil uji mikroskopis bakteri Salmonella thypi dengan perbesaran 1000x
Selanjutnya, preparat digenangi dengan cairan lugol atau yang biasa disebut dengan cat
gram B. Preparat digenangi dengan cat gram B selama satu menit, setelah itu dicuci dengan
air. Hasilnya preparat berwarna ungu, pada tahap ini terbentuk kompleks ungu kristal
iodium. Kemudian preparat dibilas menggunakan cat gram C yaitu alkohol 96% hingga
warna ungu dilunturkan. Salmonella thypi merupakan bakteri gram negatif, menurut teori
salton kadar lipid pada dinding sel bakteri gram negatif dapat larut dengan alkohol 96%
sehingga pori-pori pada dinding sel membesar dan zat warna yang sudah diserap akan
dilepaskan kembali (Radji, 2011). Preparat yang sudah tidak berwarna tersebut kemudian
ditetesi dengan cat gram D, yaitu air fuksin atau safranin, hasilnya preparat berwarna
merah. Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop perbesaran 1000 kali. Dari
hasil pengecatan gram tersebut dapat diketahui bahwa bakteri berbentuk batang lurus,
bergerombol, sesuai dengan ciri morfologi Salmonella thypi (gambar 2).
8
2. Uji Biokimiawi Identifikasi bakteri secara biokimiawi dilakukan dengan cara menusukkan sejumlah
koloni bakteri Salmonella thypi ke dalam media KIA, LIA, dan MIO. Pada bagian miring
media KIA menunjukkan perubahan warna dari orange menjadi merah muda, sedangkan
pada bagian tegak terjadi perubahan warna dari orange menjadi kuning (Tabel 2). Hal
tersebut menunjukkan bahwa bakteri dapat memfermentasi dekstrosa akan tetapi tidak
memfermentasi laktosa, apabila bakteri dapat memfermentasi keduanya maka baik bagian
tegak maupun bagian miring dari media tersebut akan berwarna kuning. Terdapat warna
hitam pada bekas tusukan bakteri menunjukkan terbentuknya H2S (Suyati, 2010). Tabel 2. Hasil pengamatan uji biokimiawi bakteri S. thypi
Uji media Standar* Hasil percobaan Keterangan hasil
KIA
Tegak K K Reaksi basa, terbentuk warna merah muda.
Miring A A Reaksi asam, terbentuk warna kuning
Tusukan Hitam Hitam Reaksi H2S positif
LIA + + Reaksi positif, terbentuk warna ungu
MIO + + Reaksi ornitin positif, tebentuk warna ungu pada bagian atas
K = menunjukkan reaksi alkalin, berwarna merah muda ; A = menunjukkan reaksi asam, berwarna kuning. *Mikoleit, 2010
Pada media LIA, media berwarna ungu dan terdapat warna hitam pada tusukan. Perilla,
et al, 2003, menyebutkan bahwa Salmonella menghasilkan reaksi basa sehingga media
akan berwarna ungu. Warna ungu dihasilkan karena bakteri dapat memfermentasi
dekstrosa dan mendekarboksilasi L-lysine, apabila bakteri hanya memfermentasi dekstrosa
maka bagian tegak media LIA akan berwarna kuning (Suyati, 2010). Hasil pengamatan
pada media MIO yaitu adanya perubahan warna media bagian bawah dari ungu menjadi
kuning, sedangkan bagian atas tetap berwarna ungu. Berdasarkan hasil uji identifikasi
bakteri menggunakan ketiga media tersebut, dapat diketahui bahwa bakteri yang digunakan
adalah Salmonella thypi (Gambar 3).
Gambar 3. Uji biokimiawi bakteri Salmonella thypi media KIA, LIA, MIO
9
E. Uji sensitivitas antibiotik
Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan beberapa antibiotik dalam
membunuh bakteri Salmonella thypi. Sebanyak 300 µL suspensi bakteri ditanam pada 20
mL media MH dalam petri. Dari hasil uji sensitifitas tersebut dapat diinterpretasikan
bahwa bakteri Salmonella thypi mempunyai tingkat sensitifitas intermediet terhadap
streptomisin, resisten terhadap eritromisin dan sensitif terhadap antibiotik yang lain (Tabel
3). Tabel 3. Tabel sensitifitas bakteri Salmonella thypi terhadap beberapa antibiotik
Antibiotik
Standar kepekaan antibiotik1 (mm) Hasil Uji
S I R Diameter zona hambat (mm) Interpretasi
Tetrasiklin 30 µg ≥15 12 – 14 ≤11 20 ± 1,80 Sensitif Sefalotin 30 µg ≥18 15 – 17 ≤14 20,67 ± 1,15 Sensitif Kloramfenikol 30 µg ≥18 13 – 17 ≤12 20 ± 6,93 Sensitif Ampisilin 10 µg ≥17 14 – 16 ≤13 24,83 ±0,76 Sensitif Eritromisin2 15 µg ≥23 14 - 22 ≤13 8,83 ± 0,29 Resisten Trimetroprim –sulfametoksazol 25 µg ≥16 11 – 15 ≤10 31,33 ± 1,15 Sensitif
Streptomisin 10 µg ≥15 12 – 14 ≤11 13,67 ± 0,58 Intermediet 1(Cockerill, et al., 2012) 2(CLSI, 2007)
F. Uji pelarut dan sensitifitas pelarut
Pelarut diperlukan untuk membuat seri konsentrasi minyak atsiri. Pelarut harus dapat
melarutkan minyak atsiri secara sempurna sehingga pada saat diuji aktivitas antibakteri,
larutan tersebut dapat berdifusi pada disk yang digunakan. Pada penelitian ini diketahui
bahwa minyak atsiri kemangi larut dengan gliseril, propilen glikon, dan pada pelarut
organik. Minyak atsiri praktis tidak larut pada span, dan membentuk emulsi yang cepat
memisah jika dilarutkan pada PEG, CMC Na, ataupun tween. Disamping kelarutan, dalam
pemilihan pelarut harus mempertimbangkan bahwa pelarut tersebut tidak memiliki daya
hambat terhadap bakteri yang digunakan. Berdasarkan hasil uji sensitifitas pelarut yang
telah dilakukan, semua pelarut memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella thypi.
Oleh karena itu, pelarut yang dipilih adalah pelarut yang dapat melarutkan minyak atsiri
dengan baik dan memiliki diameter zona hambat yang paling kecil, yaitu etil asetat (Tabel
4).
10
Tabel 4. Tabel hasil uji kelarutan minyak atsiri dan hasil uji sensitifitas bakteri Salmonella thypi terhadap beberapa pelarut
Pelarut Kelarutan Minyak Atsiri Zona hambat (mm)
PEG Emulsi 9,8 ± 0,3 CMC Na Emulsi 8,5 ± 0,5 Tween Emulsi 23 ± 6,7 DMSO Emulsi 9,5 ± 0,9 Span Tidak larut - Gliseril Larut 9,5 ± 0,5 Propilen Glikol Larut 10 ± 1,2Kloroform Larut 8 ± 0,3 N-heksan Larut 8 ± 0,6 Etilasetat Larut 7 ± 0,3
G. Uji pendahuluan konsentrasi minyak atsiri
Uji pendahuluan konsentrasi minyak atsiri diperlukan untuk mengetahui diameter zona
hambat beberapa konsentrasi minyak atsiri sebelum dilakukan uji kombinasi. Konsentrasi
yang menghasilkan diameter zona hambat lebih dari 10 mm dapat digunakan sebagai agen
antibakteri untuk selanjutnya dikombinasi dengan antibiotik yang telah ditentukan. Sebagai
kontrol negatif adalah pelarut minyak atsiri yakni etil asetat. Diameter zona hambat yang
dihasilkan dari beberapa konsentrasi tersebut dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Tabel diameter zona hambat beberapa konsentrasi minyak atsiri kemangi terhadap bakteri
Salmonella thypi
Konsentrasi minyak atsiri Diameter zona hambat (mm)
2,5 % 8.7 ± 0,6 5% 9 ± 07,5 % 8.3 ± 0,6 10 % 9.5 ± 015% 9.3 ± 0,6 25% 9.2 ± 1,6 35% 9.2 ± 0,3 45 % 9 ± 0,5 100 % 11 ± 0,7Etil asetat (kontrol -) 7 ± 0,3
Berdasarkan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak
atsiri, zona hambat yang dihasilkan tidak mengalami peningkatan. Konsentrasi minyak
atsiri kemangi yang digunakan untuk diuji kombinasi dengan antibiotik adalah minyak
atsiri murni kemangi. Langkah tersebut diambil karena minyak atsiri kemangi dengan
konsentrasi 100% dapat menghasilkan diameter sebesar 11 ± 0,7 mm. Minyak atsiri
kemangi 100% lebih dipilih karena pada seri konsentrasi yang lain, terdapat kontribusi etil
asetat dalam penghambatan pertumbuhan bakteri S. thypi, maka kemampuan
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh minyak atsiri tidak dapat diketahui dengan pasti.
11
Gambar 4. Hasil uji sensitifitas beberapa konsentrasi minyak atsiri kemangi terhadap bakteri
Salmonella thypi
H. Uji efektivitas kombinasi minyak atsiri dan antibiotik
Minyak atsiri kemangi dikombinasikan dengan antibiotik tetrasiklin dan sefalotin. Satu
antibiotik ditanam berseberangan dengan disk minyak atsiri kemangi. Jarak antara kedua
antibiotik adalah besar penjumlahan diameter zona hambat antibiotik dan minyak atsiri
yang telah dilakukan pada uji pendahuluan (Verma, 2007). Hasil pengujian menunjukkan
bahwa kombinasi keduanya kurang efektif. Tetrasiklin sebelum dan sesudah dikombinasi
menghasilkan zona hambat yang sama yaitu 21 mm (Tabel 6). Demikian pula halnya
dengan minyak atsiri kemangi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
keduanya bersifat aditif, hal tersebut dapat terjadi karena tetrasiklin dan minyak atsiri
kemangi memiliki mekanisme penghambatan yang sama. Tetrasiklin merupakan antibiotik
yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein sel bakteri. Sedangkan, mekanisme
penghambatan bakteri S. thypi oleh minyak atsiri kemangi belum dapat diketahui secara
pasti. Namun, berdasarkan beberapa penelitian disebutkan bahwa kandungan minyak atsiri
kemangi adalah eugenol, linalool, dan metal eugenol. Zat-zat tersebut tergolong senyawa
fenol, sehingga kemungkinan penghambatan sel bakteri karena terikatnya senyawa fenolik
pada sel bakteri. Phanthong et al (2013) menjelaskan bahwa eugenol dapat membunuh
bakteri dengan cara menghambat enzim amylase dan protease, peghambatan enzim
tersebut dapat menghambat proses sintesis protein. Tabel 6. Diameter zona hambat kombinasi tetrasiklin dan minyak atsiri kemangi terhadap Salmonella
thypi Diameter zona hambat tunggal Diameter zona hambat kombinasi
TE MA TE MA 20 ± 1,8 11 ± 0,7 21 ± 0,58 11,6 ± 0,5
Kombinasi sefalotin dan minyak atsiri kemangi bersifat antagonis kompetitif.
Dikatakan demikian karena diameter zona hambat sefalotin menurun setelah dikombinasi
dengan minyak atsiri kemangi. Efek antagonis ditimbulkan karena tempat aksi kedua zat
antibakteri tersebut berbeda. Sefalotin merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang
bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri, berbeda dengan minyak atsiri
12
kemangi yang menghambat pertumbuhan bakteri melalui sintesis proteinnya. Zona hambat
yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Diameter zona hambat kombinasi sefalotin dan minyak atsiri kemangi terhadap Salmonella
thypi Diameter zona hambat tunggal Diameter zona hambat kombinasi
KF MA KF MA 21 ± 1,2 11 ± 0,7 18 ± 0,5 11 ± 0,6
Gambar 5. Hasil uji kombinasi minyak atsiri kemangi dengan antibiotik terhadap Salmonella thypi.
(a) kombinasi minyak atsiri kemangi (MA) dengan tetrasiklin (TE). (b) Kombinasi minyak atsiri kemangi (MA) dengan sefalotin (KF)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan : Minyak atsiri kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki kemampuan
bakterisidal terhadap bakteri Salmonella thypi. Namun, penambahan minyak kemangi pada
antibiotik tetrasiklin dan sefalotin tidak efektif dalam penghambatan pertumbuhan bakteri
Salmonella thypi.
Saran: Perlu dilakukan identifikasi kandungan kemangi sehingga senyawa yang berperan
sebagai antibakteri dapat diketahui secara pasti selain itu perlu dilakukan uji kombinasi
minyak atsiri kemangi dengan tetrasiklin dan sefalotin terhadap bakteri lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adeola, S. A., Folorunso, O.S, & Amisu, K. O., 2012, Antimicrobial Activity of Ocimum basilicum and Its Inhibition On The Characterized and Partically Purified Extracellular Protease of Salmonella thypimurium, Research Journal of Biology, 02, 5, 138-144.
Adwan, G., & Mhanna, M., 2008, Synergistic Effects of Plant Extracts and Antibiotics
on Staphylococcus aureus Strains Isolated from Clinical Specimens, Middle-East Journal of Scientific Research, 3, 3, 134-139.
Badan POM RI, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008, Koperkom &
CV. Sagung Seto, Jakarta.
MA MA
T K
13
Barathi, V., Priya, A. S., & Firdous, S., 2011, Antibacterial Activity of Stem Extract of Ocimum basilicum, Journal of Chemical, Biological and Physical Sciences, 2, 1, 298-301.
Chaidir, J., 1994, Catatan Kuliah Farmakologi Bagian III : Penisilin dan
Sefalosporin, 28-30, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. CLSI, 2007, Performances Standards For Antimicrobial Susceptibility Testing : 17th
Informational Supplement, Clinical And Laboratory Standard Document M100-S17 27(1) : 32-38
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid V, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta. Gunawan, S. G., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, 664-693, Bagian
farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Gayabaru, Jakarta.
Hadipoentyanti, E. & Wahyuni, S., 2008, Keragaman Selasih (Ocimum spp) Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi dan Mutu Herba, Jurnal Litri, 14, 4, 141–148.
Hemaiswarya, S., Kruthiventi, A. K., & Doble, M., 2008, Synergism Between Natural
Products And Antibiotics Against Infectious Diseases, Phytomedicine, 15, 639–652.
Hussain, A. I., Anwar, F., Sherazi, S. T. H., & Przybylski, R., 2007, Chemical
composition, antioxidant and antimicrobial activities of basil (Ocimum basilicum) essential oils depends on seasonal variations, Foodchem, 108 : 986-995.
Imran, M., Lawrence, R., Alam, M. N., Shariq, M., & Kumar, E. J., 2012, Synergistic
Effect of Ocimum sanctum Extract and Antibiotics on Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) Isolates From Clinical Specimens, Journal of Recent Advances in Applied Sciences (JRRAS), 27, 99-107.
J. Lemos, A., Passos X. S., Fatima, L. F. O., de Paula, J. R., Ferri, P. H., de Souza, L.
K. H., de Aquino Lemos, L., & de Rosario, R. S. M., 2005, Antifungal Activity from Ocimum gratissimum L. towards Cryptococcus neoformans. Memórias do Instituto Oswaldo Cruz, 100, 1, 55-58.
Jawetz, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran. edisi
22. Alih Bahasa: Nani Widorini, Salemba Medika, Jakarta. Jayaraman, P., Sakharkar, M, K., Lim, C.S., Tang, T.H., & Sakhakar, K.R.., 2010,
Activity and Interaction of Antibiotic and Phytochemical Combination Aganints Pseudomonas aeruginosa, International Journal of biological sciences, 6, 6, 556-568.
Kadarohman, A., Dwiyanti, G., Anggraeni, Y., & Khumaisah, L. L., 2011, Komposisi
Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Kemangi (Ocimum americanum L.)
14
Terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella sonnei, dan Salmonella enteritidis, Berk. Penel. Hayati, 16, 101–110.
Karsinah, Moehario, L. H., Suharto, & H. W., Mardiastuti, 1994, Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi : Batang Negatif Gram, 168 – 173 Binarupa Aksara, Jakarta.
Khelifa, L. H., Brada, M., Brahmi, F, Achour, D., Fauconnier, M. L., & Lognay, G.,
2012, Chemical Composition and Antioxidant Activity of Essential Oil of Ocimum basilicum Leaves from the Northern Region of Algeria, Topclass Journal of Herbal Medicine, 1, 2, 25-30.
Kuswandi, M., Iravati, S., Asmini, P., & Hidayati, N., 2001, Daya Antibakteri Minyak
Atsiri Cengkeh (Syzygium aromaticum, L) terhadap bakteri yang resisten antibiotik, Pharmacon, edisi 2, 52.
Madeira, S. V. F., Rabelo, M., & Soares, P. M. G., 2005, Temporal Variation of
Chemical Composition And Relaxant Action Of The Essential Oil of Ocimum gratissimum L. (Labiatae) on Guinea-Pig Ileum, Phytomedicine 506-509.
Maryati, Fauzia, R. S., & Rahayu, T., 2007, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri
Daun Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 8, 1, 30 – 38.
Matasyoh, G. L., Matasyoh, J. C., Wachira, F. N., Kinyua, M. G., Thairu, M. W. A., &
Mukiama, T. K., 2007, Chemical Composition and Antimicrobial Activity of The Essential Oil of Ocimum gratissimum L. Growing in Eastern Kenya, African Journal of Biotechnology, 6, 6, 760-765.
Mikoleit, M. L., 2010, Laboratory Protocol : “Biochemical Identification of
Salmonella and Shigella Using an Abbreviated Panel of Tests”, WHO Global Foodborne Infections Network.
Moehario, L. H., Tjoa, E., Kalay, V. N. K. D., & Abidin, A., 2012, Antibiotic
Susceptibility Patterns of Salmonella thypi in Jakarta and Surrounding Areas, Salmonella - A Diversified Superbug, Mr.Yashwant Kumar (Ed.), InTech, 91-98.
Niculae, M., Spînu, M., Sandru, C, D., Brudască, F., Cadar, D., Szakacs, B., Scurtu, I.,
Bolfă, P., & Mates, C. I., 2009, Antimicrobial Potential Of Some Lamiaceae Essential Oils Against Animal Multiresistant Bacteria, Lucrări Stiinłifice Medicină Veterinară, 13, 1, 170-175.
Pasha, C., Sayeed, S., Ali, S., & Khan, Z., 2008, Antisalmonella Activity of Selested
Medicinal Plants, Turk J. Biol, 22, 59-64. Patil, D, D., Mhaske, D, K., Wadhawa, G, C., 2011, Antibacterial and Antioxidant
Study of Ocimum basilicum Labiatae (sweet basil), Journal of Advanced Pharmacy Education & Research, 2, 104-112.
15
Perilla, M. J., Ajello, G., Bopp, C., Elliott, J., Facklam, R., Knapp, J. S., et al., 2003, Manual for the Laboratory Identification and Antimicrobial Susceptibility Testing of Bacterial Pathogens of Public Health Importance in the Developing World, USA, World Health Organization.
Phanthong, P., Lomarat, P., Chomnawang, M. T., Bunyapraphatsara, N., 2013,
Antibacterial activity of essential oils and their active components from Thai spices against foodborne pathogens, Science Asia, 39, 472–476.
Prasad, M. P., Jayalakshmi, K., & Rindhe, G. G., 2012, Antibacterial Activity of
Ocimum Species and Their Phytochemical and Antioxidant Potential, International Journal Of Microbiology Research, 4, 8, 302-307.
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Airlangga, Jakarta. Ramesh, B., & Satakopan, V. N., 2010, In Vitro Antioxidant Activities of Ocimum
Species: Ocimum basilicum and Ocimum sanctum, Journal of Cell and Tissue Research, 10, 1, 2145-2150.
Sahouo, B. G., Tonzibo, Z. F., Boti, B., Chopard, C., Mahy, J.P., & N’guessan, Y. T.,
2003, Anti-Inflammatory And Analgesic Activities: Chemical Constituents of Essential Oils of Ocimum gratissimum, Eucalytptus citriodora and Cymbopogon giganteus inhibited lipoxygenase L-1 and cyclooxygenase of PGHS, Bulletin of the Chemical Society of Ethiopia, 17, 2, 191-197.
Sastry, K. P., Kumar, R. R., Kumar, A. N., Sneha, G., & Elizabeth, M., 2012, Morpho-
Chemical Description And Antimicrobial Activity Of Different Ocimum Species, J. Plant Develop, 19, 53-64.
Suyati, 2010, Identifikasi Dan Uji Antibiotik Bakteri Gram-Negatif Pada Sampel Urin
Penderita Infeksi Saluran Kemih (Isk), Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua Manokwari
Verma, P., 2007, Methods for Determining Bactericidal Activity and Antimicrobial
Interaction : Synergy Testing, Time-Kill Curves, and Population Analysis. In Schwalbe, R., Steele-Moore, L., & Goodwin, A. C. (eds.) Antimicrobial Susceptibility Testing Protocols, Boca Raton : CRC Press.
Zhao, G. B., Villena, J., & Sudler, R., 2001, Prevalence of Campylobacter Spp.,
Escherichia coli, And Salmonella serovars In Retail Chicken, Turkey, Pork, And Beef From The Greater Washington, D.C., Area Appl Environ Microbiol, 67, 5431-5436.
Top Related