Download - Efektivitas kelembagaan ptsp (marsono )

Transcript
Page 1: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

1

EFEKTIVITAS PELAYANAN PTSP: DARI PERSPEKTIF PERIJINAN USAHA DAN INVESTASI

Marsono

Pusat Inovasi Pelayanan Publik Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara

Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia

Phone. (62-21) 3848217,

Abstrak Misi utama birokrasi pemerintah adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat termasuk dalam hal ini adalah kepada dunia usaha. Terkait dengan perijinan usaha, upaya mendorong tumbuh dan berkembangnya dunia usaha sangat terkait dengan peran pemerintah dalam memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat, murah dan transparan. Oleh karena itu, peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan katalisator menjadi penting dalam memberikan kemudahan bagi dunia usaha melalui berbagai macam pelayanan sejak investor mulai membuka usahanya sampai dengan jika terjadi sengketa arbitrase. Untuk dapat memujudkan pelayanan sebagaimana tersebut di atas, perlu didukung dengan kelembagaan pelayanan yang tidak birokratis dan berbelit-belit. Upaya tersebut adalah dengan pembentukan kelembagaan pelayanan dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang saat ini telah dimiliki sebagian besar unit pelayanan baik di pusat maupun di daerah. Upaya pembentukan kelembagaan PTSP dari berbagai unit penyelenggara pelayanan publik tersebut perlu mendapat apresiasi agar komitmen mereka dalam peningkatan kualitas pelayanan publik senantiasa dapat terus meningkat. Namun demikian, pembentukan kelembagaan pelayanan PTSP yang bertujuan untuk mempermudah bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan tersebut, perlu dievaluasi kinerjanya termasuk efektivitasnya terhadap peningkatan perijinan usaha dan pertumbuhan investasi. Kata Kunci: Kelembagaan Pelayanan, Efektivits dan dunia usaha.

Pendahuluan Salah satu area perubahan program reformasi birokrasi yang telah dan sedang berjalan

saat ini adalah bidang pelayanan publik, dimana hasil akhir yang diharapkan adalah

Page 2: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

2

pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat. Untuk dapat

mewujudkan target reformasi pelayanan publik tersebut, sudah barang tentu

diperlukan adanya kerja keras pemerintah dan pemerintah daerah serta seluruh aparatur

pelayanan publik. Salah satu upaya pemerintah dalam mendukung terwujudnya

pelayanan prima khususnya di bidang investasi dan dunia usaha, adalah dengan

mengeluarkan kebijakan pembentukan kelembagaan pelayanan publik yang tidak

birokratis dan berbelit-belit. Upaya tersebut adalah dengan pembentukan kelembagaan

pelayanan dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang saat ini telah

dimiliki sebagian besar unit pelayanan baik di pusat maupun di daerah. Upaya

pembentukan kelembagaan PTSP dari berbagai unit penyelenggara pelayanan publik

tersebut perlu mendapat apresiasi agar komitmen mereka dalam peningkatan kualitas

pelayanan publik senantiasa dapat terus meningkat.

Namun demikian, walaupun kelembagaan PTSP telah dibentuk oleh sebagian besar unit

penyelenggara pelayanan baik pusat maupun daerah, ternyata belum mampu

meningkatkan kualitas pelayanan publik secara signifikan. Hal tersebut terlihat masih

besarnya tantangan Indonesia dalam upaya mengembangkan dunia usaha. Tantangan

tersebut diantaranya adalah kurangnya tenaga kerja terdidik, infrastruktur yang buruk dan

kerangka kebijakan yang berbelit-belit. (World Bank, 2012). Disamping itu, selama ini

perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi berbagai hambatan, salah satunya

adalah tingginya tingkat informalitas yang diakibatkan oleh beratnya beban yang

ditanggung oleh perusahaan akibat kebijakan-kebijakan yang berlaku sehingga banyak

perusahaan yang memulai kegiatan usahanya tanpa mendaftarkan diri secara formal

(Enterprise Surveys, World Bank). Hal ini dikarenakan banyaknya “birokrasi” yang harus

dilewati untuk memulai kegiatan usaha sehingga memakan waktu dan biaya yang banyak.

Tingginya informalitas tersebut juga tidak terlepas dari permasalahan yang ada dalam

pelayanan perizinan dunia usaha, diantaranya yaitu masih tingginya tingkat KKN sehingga

pengurusan izin memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi, jumlah izin yang wajib

diurus yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan negara lain, serta persyaratan

perizinan yang tumpang tindih dan tidak konsisten.

Page 3: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

3

Berbagai survey juga memperlihatkan bahwa salah satu kendala utama daya saing nasional

adalah rendahnya kinerja pelayanan publik khususnya yang terkait dengan kepentingan

dunia usaha. Berdasarkan Doing Business Survey 2013 memperlihatkan bahwa Indonesia

berada pada ranking 128, naik 1 peringkat dari ranking 129 Doing Business Survey 2012.

Peringkat tersebut jauh dari Singapura (ranking 1), Malaysia (17), Thailand (20), Brunei

Darussalam (83) maupun Vietnam (98). Selanjutnya berdasarkan survey Doing Business

Survey 2013 tersebut, untuk masing-masing item penilaian “starting a business”, prosedur

yang diterapkan di Indonesia antara lain jumlah prosedur yang diterapkan sebanyak 8

prosedur dengan total hari penyelesaian sebanyak 45 hari, besar biaya yang dikeluarkan

sebesar 17,9% dari Pendapatan Per Kapita, dan minimal awal sebelum pendaftaran

sebesar 46,6% dari Pendapatan Per Kapita. Bandingkan dengan Singapura yang

membutuhkan waktu 3 hari dan jumlah prosedur sebanyak 3 prosedur, ataupun Malaysia

yang hanya perlu 6 hari dan 4 macam prosedur.

Penurunan daya saing Indonesia di tingkat dunia juga terlihat dari hasil survey yang

dilakukan oleh World Economic Forum (WEF). Global Competitiveness Report 2012-2013

menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di peringkat 50 turun dari peringkat 46 di

tahun sebelumnya. Turunnya peringkat Indonesia dipengaruhi oleh kinerja beberapa

indikator yang melemah, terutama terkait dengan variabel “institusi”, yakni birokrasi, suap,

korupsi, etika perilaku perusahaan, kejahatan. Selain itu, infrastruktur juga masih belum

menunjukkan perbaikan yang berarti. Inefisiensi birokrasi merupakan permasalahan

utama dalam dunia bisnis, yang ditandai dengan panjangnya rantai birokrasi, peraturan

yang tumpang tindih, korupsi, pungutan liar, dan tidak transparannya pengadaaan. Semua

hal tersebut bermuara pada “ekonomi biaya tinggi” yang pada akhirnya akan menghambat

laju investasi (WEF, 2013). Disampan itu, hasil survey KPPOD tahun 2009 juga

menunjukkan bahwa masih ditemukan beberapa permasalahan klasik dalam pelayanan

perizinan yaitu terkait dengan waktu, biaya, prosedur dan persyaratan yang sulit. Baik dari

aspek waktu maupun biaya untuk mendapatkan perizinan, ditemukan lebih dari 20%

Page 4: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

4

pelaku usaha menyatakan bahwa waktu dan biaya lebih besar dibandingkan dengan yang

dijanjikan oleh Pemda (KPPOD, 2009).

Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan upaya

peningkatan kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan perijinan investasi yang

mencakup deregulasi kebijakannya, desain kelembagaan yang tidak birokratis,

mengurangi jumlah prosedur, biaya dan persyaratan serta melihat efektivitas

pelayanan PTSP dalam peningkatan jumlah perijinan investasi di beberapa daerah.

Deregulasi Perijinan Bidang Usaha dan Investasi

Upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi salah satunya dilakukan dengan

mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan

Iklim Investasi. Perbaikan iklim investasi yang diamanatkan inpres tersebut menekankan

perlunya: (a) memperkuat kelembagaan pelayanan investasi; (b) Sinkronisasi Peraturan

Pusat dan Peraturan Daerah (Perda); (c) kejelasan ketentuan mengenai kewajiban analisa

mengenai dampak lingkungan (AMDAL); (d) debirokratisasi di bidang cukai; serta (e)

melaksanakan sistem “self assesment” secara konsisten. Pelaksanaan paket kebijakan

selama kurun waktu tahun 2006 diharapkan dapat mendorong pertumbuhan investasi di

Indonesia.

Selanjutnya dalam rangka menarik investor asing dan investor dalam negeri untuk

berinvestasi di Indonesia, serta untuk memberikan kepastian hukum kepada calon investor

tersebut, pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun

2007 tentang Penanaman Modal. Sebagai implementasi dari Undang-Undang tersebut

BKPM membuat beberapa Peraturan Pemerintah, diantaranya adalah PP Nomor 77 Tahun

2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di

Page 5: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

5

bidang penanaman modal sebagaimana yang telah direvisi dengan PP Nomor 111 Tahun

2007 dan kembali disempurnakan melalui PP Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal dan Peraturan Kepala BKPM

Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal di

Indonesia.

Kebijakan Kelembagaan PTSP

Perbaikan kelembagaan pelayanan publik sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas

perijinan usaha dan investasi telah dilakukan melalui beberapa kebijakan antara lain

Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal

Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui

Sistem Pelayanan Satu Atap, disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas

dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, memandang perlu untuk

menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode

pelayanan satu atap. Dalam Perpres ini juga ditekankan bahwa Sistem pelayanan satu atap

dilaksanakan oleh BKPM sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981

tentang Badan Kooordinasi Penanaman Modal Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah,

Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2004. Pada Diktum selanjutnya

disebutkan Gubernur/Bupafi/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat

melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman

modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap.

Selanjutnya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan

Iklim Investasi, yang salah satunya mengamanatkan perlunya memperkuat kelembagaan

pelayanan investasi. Sebagai implementasi Inpres No. 3 Tahun 2006 tersebut, Kementerian

Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006

tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang antara lain

menginstruksikan kepada pemerintah daerah melakukan: (1) penyederhanaan sistem dan

prosedur perizinan usaha; (2) pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu

pintu di daerah; (3) pemangkasan waktu dan biaya perizinan; (4) perbaikan sistem

Page 6: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

6

pelayanan; (5) perbaikan sistem informasi; (6) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

proses penyelenggaraan.

Dalam rangka lebih memperkuat landasan kebijakan kelembagaan PTSP di daerah, lebih

lanjut Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2008

tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu di Daerah. Dimana

dalam peraturan ini terdapat ketentuan menyangkut nomenklatur unit pelayanan,

dimana disebutkan bahwa Unit pelayanan perijinan terpadu adalah bagian perangkat

daerah berbentuk Badan dan/atau Kantor pelayanan perijinan terpadu, merupakan

gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang mempunyai kewenangan di bidang

pelayanan perijinan. Selanjutnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

penyederhanaan pelayanan adalah upaya penyingkatan terhadap waktu, prosedur, dan

biaya pemberian perijinan dan non perijinan. Disamping itu, diatur tentang tugas Badan

dan/atau Kantor mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan

pelayanan administrasi dibidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi,

integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.

Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 27 tahun

2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. Dimana dalam

Perpres tersebut disebutkan bahwa Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan

penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau

limpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan

nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan

tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. Disamping itu, Perpres ini

juga mengatur mengenai mutu pelayanan, yaitu bahwa Pelaksanaan PTSP di bidang

Penanaman Modal harus menghasilkan mutu pelayanan prima yang diukur dengan

indikator kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, transparan, dan kepastian hukum.

Sebagai tindaklanjut Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tersebut, pemerintah mengeluarkan

Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri PANRB, dan Kepala BKPM sejak

bulan September 2010 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Pelayanan Penanaman Modal di

Page 7: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

7

Daerah, yang meminta para Gubernur, Bupati dan Walikota untuk segera melimpahkan

kewenangannya di bidang perijinan dan non perijinan kepada kepala PTSP. Selanjutnya

berdasarkan data empiris bahwa hingga saat ini daerah yang telah membentuk PTSP

berjumlah sebanyak 467 atau sebesar 88% dari total seluruh jumlah daerah, dengan

rincian Provinsi 26, Kabupaten 345, Kota 96. Dengan bentuk kelembagaan yang juga

cukup bervariasim yaitu dalam bentuk Badan 130, Dinas 10, dan Kantor 298. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 sebagaimana di bawah ini.

Tabel 1

Sumber : Kementerian PAN & RB 2013

Berdasarkan Tabel 1 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

Pemerintah Daerah atau sebesar 88% telah membentuk lembaga PTSP. Adapun

Pemerintah Daerah yang belum membentuk lembaga PTSP sebanyak 12% dari total

seluruh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Efektivitas Pelayanan PTSP

Efektifitas pelayanan perijinan investasi dan dunia usaha oleh PTSP lebih difokuskan

pada ada tidaknya atau besar kecilnya perubahan jumlah perijinan investasi dan dunia

usaha secara signifikan setelah Pemerintah Daerah membentuk lembaga PTSP. Data

empiris peningkatan perijinan investasi dan dunia usaha lebih difokuskan pada tiga daerah

yang dianggap berhasil dalam penerapan PTSP. Ketiga daerah tersebut adalah

Pemerintah Kota Surabaya melalui lembaga pelayanan perijinan Unit Pelayanan Terpadu

Page 8: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

8

Satu Atap (UPTSA), Pemerintah Kota Palembang dengan lembaga PTSP yang berbentuk

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), dan Pemerintah Kota Bandung dengan

lembaga PTSP Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Dampak dari pembentukan

lembaga pelayanan perijinan PTSP di tiga daerah tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut:

Kota Surabaya, sebagai kota modern yang menghargai waktu dan kinerja para pelaku

ekonomi, memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan investasi baik dari dalam

maupun luar negeri. Pemerintah Kota Surabaya memberikan kebijakan berupa

pemangkasan jalur birokrasi dan mendirikan pelayanan dalam satu tempat atau biasa

disebut sebagai Unit Pelayanan Satu Atap (UPTSA). Pemberian kemudahan perijinan

investasi tersebut telah berdampak positif pada pencapaian investasi sebanyak 73 PMA

(Penanam Modal Asing) dengan nilai Rp 298.301.583.900 dan $ 93.516.647 dan 10 PMDN

(Penanam Modal Dalam Negeri) dengan nilai investasi Rp 1.796.505.846.000 dari 364

PMA 375 PMDN pada tahun 2010, sehingga total penambahan PMA dan PMDN pada tahun

2010 sebanyak 83 perusahaan atau meningkat sebesar 11,23%. Dibandingkan dengan

target yang telah ditetapkan sebesar 5%, maka capaian kinerjanya persentase penambahan

jumlah mencapai 224,63%.

Pencapaian jumlah investasi di Kota Surabaya tersebut, telah memberikan dampak pada

pertumbuhan ekonomi Surabaya tahun 2010 sebesar 5,11 persen. Sedangkan pada 2011,

mengalami peningkatan menjadi 7,35 persen. Tak berhenti sampai di situ, sepanjang tahun

2012 Kota Surabaya tercatat mampu membukukan angka pertumbuhan ekonomi hingga

7,64 persen. Tren positif inilah yang diharapkan Wali Kota Surbaya bisa dimanfaatkan

sebagai peluang oleh masyarakat. Disamping itu, pencapaian pemberdayaan Ekonomi

Kerakyatan mencapai angka yang cukup signifikan, rata-rata melampaui target yang

ditetapkan seperti Jumlah UKM Tangguh modal antara 25-200 juta terbentuk 10.861 UKM,

meningat 283,95% dari targetnya 3.825 UKM Tangguh, Jumlah Usaha Mikro Binaan modal

di bawah 25 juta terbentuk 1.673 unit, meningkat 105,55% dari targetnya 1.585 unit,

Jumlah Koperasi Skor Baik (koperasi yang bisa bersaing dengan lembaga lain) mencapai

Page 9: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

9

1.130 unit sesuai targetnya. Sedangkan upaya untuk meningkatkan kemitraan antara

UMKM dengan pengusaha besar, lembaga perbankan dan lembaga keuangan terjalin 1

kemitraan seperti targetnya selama satu tahun 1 kemitraan. Kecuali Jumlah UKM Mandiri

modal lebih dari 200 juta hanya terbentuk 1.243 UKM atau 85,14% dari targetnya 1.460

UKM Tidak lupa pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) terus saja dilakukan,jumlah PKL

yang telah dibina pada tahun 2010 sebanyak 1.935 PKL, sehingga sampai dengan tahun

2010 jumlah PKL binaan bertambah menjadi sebanyak 16,677 PKL. Secara akumulatif

capaian kinerja program penataan dan pemberdayaan PKL selama lima tahun sebesar

91,14%.

Sedangkan Kota Palembang, yang telah membentuk lembaga PTSP berupa Kantor

Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), juga telah menyebabkan meningkatnya realisasi

penerimaan retribusi dari sebelumnya tahun 2010 untuk perijinan umum yang dikelola

dinas tata kota sebesar Rp. 4.740.548.320 menjadi Rp 51.259.792.950 setelah dilakukan

oleh KPPT tahun 2011. Sedangkan untuk bidang penanaman modal yang sebelumnya

diberikan oleh BKPMD semula di tahun 2010 sebesar Rp 3.761.711.753 mengalami

peningkatan di tahun 2011 menjadi Rp 6.961.669.252. Sedangkan untuk realisasi

penerbitan surat ijin sebelum dan sesudah dibentuk KPPT, dapat dilihat dalam grafik 1

sebagai berikut:

Grafik 1

Sumber: KPPT Palembang

Page 10: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

10

Adapun untuk Kota Bandung setelah membentuk Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

(BPPT) Kota Bandung selama periode Februari—September 2010 telah menerbitkan

sebanyak 13.070 izin usaha, dengan porsi terbesar untuk sektor perdagangan dan jasa.

BPPT rata-rata menangani sekitar 1.000 lebih permohonan izin setiap bulannya. Selama

Februari-September yang paling banyak mengajukan permohonan izin berasal dari sektor

jasa dan perdagangan yaitu sebanyak 8.552 pemohon atau sekitar 61% dari total jumlah

perizinan yang ada. Jumlah permohonan perizinan itu bersifat fluktuatif atau naik turun.

Sebagai contoh, jumlah pengajuan izin yang masuk pada Juni mencapai 2.008 permohonan,

yang merupakan jumlah tertinggi dibandingkan dengan bulan lainnya. BPPT tidak hanya

mengelola perizinan yang berasal dari pemohon baru saja, tetapi juga berlaku bagi para

pelaku usaha yang ingin memperpanjang izin usahanya. Perizinan usaha yang dikeluarkan

oleh BPPT pada umumnya berlaku selama 3 tahun. Oleh karena itu, para pelaku usaha

wajib meng-update izin usahanya setiap periode tiga tahun. Beberapa jenis ijin usaha yang

ditangani BPPT terdiri dari 8 jenis antara lain SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDP

(Tanda Daftar Perusahaan), TDG (Transportasi Dalam Gedung), TDI (Tanda Daftar

industri), IUI (Izin Usaha Industri), HO (izin gangguan), SIUK (Surat Izin Usaha

Kepariwisataan), dan SIUJK (Surat Izin Usaha Jasa Kontruksi).

Tercapainya target penerbitan ijin usaha tersebut, menurut Kepala BPPT adalah karena

telah memberikan kemudahan kepada seluruh masyarakat Kota Bandung untuk membuka

usaha, mengingat persyaratan dan rekomendasinya tidak terlalu rumit. Sehingga sebagian

besar pemohon izin usaha, mampu melengkapi semua persayaratan yang diajukan. Dengan

demikian, BPPT telah menyetujui sekitar 99% pemohon jenis izin usaha ini dalam waktu

relatif singkat, yaitu di bawah 10 hari.

Berdasarkan data empiris terkait dengan meningkatnya jumlah perijinan investasi

setelah dibentuknya lembaga perijinan PTSP, menunjukkan bahwa pelayanan perijinan

investasi dan dunia usaha oleh PTSP selama ini telah berjalan efektif. Disamping itu,

dampak perijinan investasi yang diberikan PTSP di tiga daerah tersebut di atas juga

telah membawa dampak membaiknya iklmim investasi dan meningkatnya perekonomian

di wilayah masing-masing serta meningkatnya UMKM secara signifikan. Data empiris

Page 11: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

11

sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan bahwa pembentukan lembaga PTSP telah

dapat memberikan pelayanan perijinan investasi bagi dunia usaha secara efektif.

Penutup

Upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi para investor untuk

menanamkan modalnya di beberapa daerah di Indonesia, telah didukung dengan

diregulasi kebijakan bidang investasi dan penanaman modal baik berupa UU, PP, Inpres,

Kepres, Perpres, Permen, serta Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri

PANRB, dan Kepala BKPM sejak bulan September 2010 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan

Pelayanan Penanaman Modal di Daerah, yang meminta para Gubernur, Bupati dan

Walikota untuk segera melimpahkan kewenangannya di bidang perijinan kepada kepala

PTSP. Upaya pemerintah tersebut cukup membuahkan hasil jika dilihat dari perspektif

efektivitas pelayanan perijinan investasi yang dilakukan oleh PTSP selama ini. Beberapa

bukti nyata dari cukup efektifnya pelayanan perijinan investasi oleh PTSP tersebut telah

terdeskripsikan pada peningkatan perijinan investasi yang berdampak pada pertumbuhan

perekonomian sebagaimana telah diuraikan sebagaimana tersebut di atas.

Daftar Pustaka

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim

Investasi.

Instruksi Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah

Unit Perijinan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya, Tahun 2013.

Page 12: Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )

12

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota Palembang, Tahun 2013.

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, Tahun 2013.