BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh
kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan dana
untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Usaha untuk
mencapai tujuan tersebut salah satunya adalah melalui pajak. Pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan negara yang terus berkembang dan meningkat (UU RI No. 7, 1983).
Penerimaan negara yang semakin meningkat ini mewujudkan sistem perpajakan yang netral,
sederhana, stabil, berkeadilan dan dapat menciptakan kepastian hukum yang transparan (UU
RI No. 36, 2008).
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983, Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2008 merupakan pedoman yang mengatur sistem perpajakan yang stabil dan
memberikan kepastian hukum terhadap warga negara indonesia sehingga mampu
meningkatkan penerimaan dan memaksimalkan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional, yang tercermin dalam rencana pembangunan jangka panjang
bertujuan unutuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilakasanakan
tersebut, sebagaimana di Negara yang sedang berkembang (developing countries) lainnya,
mengalami pasang surut dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan harus
diselenggarakan secara berkelanjutan dan terencana dalam segala bidang.
Pajak juga merupakan sumber penerimaan pendapatan yang dapat memberikan
peranan dan sumbangan yang berarti melalui penyediaan sumber dana bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya keras untuk
memaksimalkan penerimaan di sektor pajak, yang bersumber dari pusat dan daerah. Bukan
hanya penghasilan yang dikenakan pajak tetapi dapat juga barang bergerak atau barang tidak
bergerak. Pengenaan pajak terhadap barang bergerak misalnya adalah kendaraan bermotor
sedangkan barang tidak bergerak, adalah bumi dan bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak yang
penerimaanya dapat dioptimalkan dan cukup potensial untuk ditingkatkan mengingat objek
dari Pajak Bumi dan Bangunan itu sendiri adalah meliputi seluruh Bumi dan Bangunan yang
berada diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
| Ekonomi Publik II 1
Pentingnya pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan telah ditetapkan dalam
berbagai peraturan pemerintah dimana dalam Neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara telah ditentukan penerimaan Negara dalam pembangunan. Penerimaan dalam negeri
terdiri atas pernerimaan dari minyak bumi dan gas alam serta penerimaan yang berasal dari
pajak. Salah satu jenis pajak yang pemungutannya menjadi wewenang pemerintah daerah
adalah Pajak Bumi dan Bangunan, dengan wajib pajak adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Wajib Pajak Badan, dengan kewajiban pembayaran Pajak hanya 1 (satu) kali dalam setahun.
Sehubungan dengan peralihan kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah membawa konsekuensi bagi
masing-masing daerah untuk dapat menggali semua potensi Pajak Bumi dan Bangunan yang
ada didaerahnya agar realisasi penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya.
Pajak Bumi dan Bangunan juga merupakan pajak pusat yang sebagian besar
penerimaannya diserahkan kepada daerah. Pembagian penerimaannya PBB untuk masing-
masing pemerintah adalah 10% untuk Pemerintah Pusat, 9% untuk Biaya Pemungutan, 16,2%
untuk Pemerintah Propinsi, dan 64,8% untuk Pemerintah Kabupaten/Kota (Harjosumitri,
1995). Melihat alokasi yang demikian, PBB menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraannya pemerintah dan pembangunan daerah yang cukup dominan bagi daerah.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional, kinerja perekonomian
pemerintah pusat tidak terlepas dari peran daerah Kabupaten/Kota. Misalnya, perekonomian
Provinsi Kalimantan Barat yang tidak terlepas dari peran daerah Kota Singkawang.
Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan ekonomi yang
dilakukan Pemerintah Kota Singkawang adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang
tercermin dari pertumbuhan PDRB per kapita. PDRB per kapita diperoleh dari hasil bagi
antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah
(PDRB) dengan jumlah penduduk.
Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah penduduk berpengaruh terhadap nilai
PDRB per kapita. Sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada potensi
sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kantor Kota Singkawang, PDRB
perkapita Kota Singkawang Atas Dasar Harga Berlaku selalu mengalami peningkatan, dari
| Ekonomi Publik II 2
tahun 2009 dengan nilai PDRB sebesar Rp. 12.183.081,74,- hingga tahun 2011 mencapai
Rp. 14.859.742,87,-. Peningkatan tersebut seirama dengan penigkatan PDRB Perkapita
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dari tahun ke tahun. Di tahun 2009 PDRB Perkapita
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Singkawang sebesar Rp. 6.379.528,02 mencapai
Rp. 6.863.454,07,- di tahun 2011. Besar nilai PDRB tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1.1
PDRB Perkapita Kota singkawang
Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000
Tahun 2009 – 2011
No TahunPDRB Perkapita
Laju PertumbuhanHarga Berlaku Harga Konstan 2000
1 2009 12.183.081,74 6.379.528,02 4,88 %
2 2010 13.510.301,57 6.597.002,01 5,54 %
3 2011 14.859.742,87 6.863.454,07 6,46 %
Dari tabel diatas juga diperoleh informasi mengenai nilai laju pertubuhan ekonomi
kota Singkawang dari tahun 2009 sampai 2011 yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Di tahun 2009 laju pertumbuhan diketahui sebesar 4,88%, kemudian meningkat di tahun
2010 sebesar 5,54%, dan kembali meningkat sebesar 6,46% di tahun 2011.
Idealnya dalam suatu APBD jumlah pendapatan lebih besar dari pada jumlah
belanja, minimal jumlah pendapatan dan belanja sama besarnya. Tetapi dalam APBD
Kota Singkawang Tahun Anggaran 2011 kebutuhan belanja masih lebih besar dari pada
pendapatan yang diterima dimana jumlah pendapatan Rp. 488.221.392.455,43 sedangkan
jumlah belanja sebesar Rp.491.203.921.326,-.
PAD khususnya pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber
penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan pembangunan di suatu daerah. Jumlah
penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh
banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen
tersebut.
| Ekonomi Publik II 3
Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kota Singkawang, diolah 2013
Karena pajak merupakan sumber penerimaan yang signifikan dan merupakan
| Ekonomi Publik II 4
sumber penerimaan yang terbesar di kota Singkawang, maka berikut ini akan ditampilkan Tabel Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota
Singkawang Berdasarkan Jenis Tahun 2009 sampai 2011.
Tabel 1.2
Penerimaan Pajak Daerah Kota Singkawang Berdasarkan JenisTahun 2009 - 2001
NO JENIS PAJAKTAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011
TARGET ( Rp. ) REALISASI ( Rp. ) TARGET ( Rp. ) REALISASI ( Rp. ) TARGET ( Rp. ) REALISASI ( Rp. )
1 2 3 4 5 6 7 8
I PAJAK DAERAH 3.946.931.660,00 4.091.543.875,00 4.500.000.000,00 4.590.349.014,00 11.008.435.000,00 5.631.817.937,00
1 Pajak Hotel 132.909.025,00 172.457.200,00 300.000.000,00 210.664.195,00 300.000.000,00 244.210.706,00
2 Pajak Restoran 83.869.135,00 75.560.630,00 125.000.000,00 80.919.844,00 168.000.000,00 90.903.092,00
3 Pajak Hiburan 133.052.700,00 185.375.000,00 200.000.000,00 147.474.500,00 200.000.000,00 166.213.000,00
4 Pajak Reklame 111.925.800,00 113.467.000,00 116.000.000,00 96.316.075,00 117.160.000,00 160.980.450,00
5 Pajak Penerangan Jalan 3.304.575.000,00 3.405.350.165,00 3.557.803.750,00 3.886.343.000,00 5.200.000.000,00 4.859.295.409,00
6 Pajak Bahan Galian Gol.C 180.600.000,00 139.333.880,00 201.196.250,00 168.631.400,00 201.000.000,00 109.859.780,00
7 Pajak Air Bawah Tanah 55.000.000,00 355.500,00
8 Pajak Walet 500.000.000,00
9 Pajak BPHTB 4.267.275.000,00 4.520.120.889,00
Dari
tabel diatas
dapat
| Ekonomi Publik II 5
Sumber Data: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Singkawang, diolah 2013
II PAJAK BAGI HASIL DG PEMERINTAH PROPINSI 12.843.757.000,00
9.387.360.925,22
16.648.106.218,00
16.648.106.219,00
14.107.525.584,00
15.531.075.614,45
1 Bagi Hasil Dari Pajak Kendaraan Bermotor 3.147.500.000,00
2.297.873.065,70
4.781.350.950,00
4.781.350.953,05
3.672.184.870,00
4.106.219.460,02
2 Bagi Hasil Dari Pajak Kendaraan DiatasAir 2.731.000,00
1.087.154,48
2.113.912,00
2.113.912,00
2.113.912,00
359.222,00
3 Bagi Hasil Dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
2.592.000.000,00
2.020.202.246,08
3.918.239.593,00
3.918.239.592,74
3.044.918.164,00
4.760.427.489,05
4 Bagi Hasil Dari Bea Balik Nama Kendaraan Diatas air
215.000,00
90.490,75 175.954,00 175.954,00 175.954,00 132.122,00
5Bagi Hasil Dari Pajak Bahan Bakar KendaraanBermotor 7
.050.000.000,005.028.428.425,19
7.888.352.360,00
7.888.352.358,11
7.339.010.322,00
6.622.033.805,00
6Bagi Hasil Dari Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan51.311.000,00
39.679.543,02
57.873.449,00
57.873.449,00
49.122.362,00
41.903.516,38
7 Bagi Hasil Sumbangan Pihak Ke Tiga dari Propinsi
150.179.650,00
III PAJAK BAGI HASIL DG PEMERINTAH PUSAT 22.518.730.000,00
20.658.185.009,00
22.781.127.031,00
23.881.717.355,00
18.161.367.476,00
19.400.121.992,00
1 Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) 15.585.240.000,00
13.591.037.633,00
14.796.686.404,00
14.812.628.433,00
14.497.945.840,00
15.849.462.410,00
2Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ) 5
.347.640.000,004.959.698.477,00
5.352.388.616,00
6.114.774.838,00
-
3 Bagi Hasil PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 1.585.850.000,00
2.107.448.899,00
2.632.052.011,00
2.954.314.084,00
3.663.421.636,00
3.550.659.582,00
JUMLAH I + II + III 39.309.418.660,00
34.137.089.809,22
43.929.233.249,00
45.120.172.588,00
43.277.328.060,00
40.563.015.543,45
dilihat bahwa sumber penerimaan pajak kota Singkawang tahun 2009 hingga 2011 yang terbesar adalah berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Target pencapaian PBBnya pun selalu memnuhi target. Pencapaian penerimaan PBB akan dikatakan berhasil apabila antara target atau
rencana penerimaan tidak berada jauh dengan realisasinya, sehingga dibuat target atau rencana peneriman supaya dapat tercapai hasil
penerimaan seperti yang diharapkan. Target atau rencana penerimaan supaya dapat tercapai hasil penerimaan seperti yang diharapkan. Target
atau rencana penerimaan PBB sangat penting karena sebagai titik awal menetukan besarnya jumlah PBB yang harus dicapai didalam satu tahun
pajak. Pemerintah daerah mempunyai peranan penting dalam upaya perwujudan target atau rencana penerimaan, karena sebagian besar
penerimaan PBB yang diserahkan kepada daerah digunakan unutuk mengembangkan dan membangun daerahnya. Sehingga untuk terwujudnya
target atau rencana penerimaan diperlukan perab aktif dari Pemerintah Daerah sebagai bentuk dukungan kepada Kantor Pelayanan PBB.
Sehubungan dengan pentingnya target pendapatan atau penerimaan bagi pemerintah, studi ini berusaha memaparkan pajak pusat (target
dan realisasi) salah satunya Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Target
dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Singkawang Tahun 2009 - 2011”.
| Ekonomi Publik II 6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis merumuskan beberapa
masalah dari peneilitan ini. Perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana mekanisme pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan?
2. Bagaimana target dan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di kota
Singkawang pada tahun 2009 sampai dengan 2011?
3. Faktor apa yang mempengaruhi tercapainya target penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di kota Singkawang pada tahun 2009 sampai dengan 2011?
4. Usaha apa saja yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar suatu kota Singkawang
dapat mencapai target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini antara lain adalah:
1. Mengetahui mekanisme pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Mengetahui target dan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Singkawang
pada tahun 2009 sampai dengan 2011.
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi tercapainya target penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan di kota Singkawang pada tahun 2009 sampai dengan 2011.
4. Mengetahui usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah agar kota Singkawang
mencapi target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
| Ekonomi Publik II 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pajak
Menurut Andriani, dalam Brotodiharjo ( 1987 )“Pajak adalah iuran kepada negara
( yang dapat dipaksakan ) yang dapat terutang oleh yang wajib membayarnya meurut
peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan
yang gunanya adalah utuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Definisi dari Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “
Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas Padjajaran Bandung 1964 : “Pajak
adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma – norma hukum, guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Definisi Prof. Dr, Rochmat Soemitro, S.H., dalam bukunya Dasar – dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan , dalam Brotodiharjo ( 1987 ): “Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak
mendapat jasa – jasa timbal ( kontraprestasi ), yang langsung dapat ditunjukkan untuk
membayar pengeluaran umum”
Definisi dari Eresco , 1974 dalam bukunya Pajak dan Pembangunan , dalam
Brotodiharjo ( 1987 ): “Pajak adalah peralihan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving dan public
invesment.
Dari beberapa definisi pajak tersebut, dapat disimpulkan beberapa poin penting
mengenai definisi pajak, yaitu :
i. Pajak adalah iuran negara yang sifatnya wajib atau memaksa;
ii. Pemungutan pajak bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum;
iii. Pajak tidak memberikan kontrapretasi secara langsung kepada masyarakat;
iv. Surplus pajak digunakan untuk public saving dan public invesment.
| Ekonomi Publik II 8
2.2 Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu (Mardiasmo, 2001):
1. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang social dan ekonomi.
2.3 Jenis-Jenis Pajak
Menurut jenisnya pajak dibedakan menjadi dua macam yaitu (Markus, 2005):
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang wewenang pemjakannya berada
ditangan pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumaha tangga
Negara.
Contoh pajak pusat adalah:
a. Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Pertmabahan Nilai (PPN)
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
e. Bea Materai
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
g. Cukai Tembakau dan Ethil Alkohol beserta hasil olahannya
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemajaknnya berada
ditangan pemerintah daerah dan digunakan untuk embiayai rumah tangga
daerah.
Pajak Daerah terdiri dari:
a. Pajak Daerah Propinsi, contohnya adalah:
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
| Ekonomi Publik II 9
Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan.
b. Pajak Daerah Kabupaten/Kota, contohnya adalah:
Pajak Hotel dan Restoran (PHR)
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C
Pajak Parkir (dikenakan pada perusahaan pengelola parkir)
2.4 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang atau badan yang mempunyai
kewajiban atau secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan / memperoleh manfaat atas
bumi dan memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas bangunan.
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
1. Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
2. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 200 tentang Pentapan Besarnya Nilai Jual Kena
Pajak untuk Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Keputusan Menteri Keuangan No.523/KMK.04/1998 tentang Klasifikasi dan
Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2000 tentang Penetapan Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Subjek Pajak
Menurut pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994, yang menjadi
subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :
a. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
b. memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
c. memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
| Ekonomi Publik II 10
d. memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak
menurut UU PBB. Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan
menanggung pajaknya maka yang menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak adalah
Direktorat Jenderal Pajak.
Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti :
Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?
Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ?
Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan
tersebut?
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb 25 juni
Wajib Pajak
Wajib pajak badan adalah Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komplementer (CV),
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Negara (BUMD), dengan nama
dan bentuk apapun dan persekutuan lainnya seperti: Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan, atau
lembaga dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Objek Pajak
Objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan bangunan, bumi adalah permukaan
bumi dan bangunan dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah
dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, sedangkan yang dimaksud dengan
bangunan adalah Kontruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan
perairan.
Sedangkan yang dikecualikan atau yang tidak dikenai pemungutan pajak bumi dan
bangunan antara lain tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani
kepentingan umum dibidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan tidak untuk
memperoleh keuntungan; tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatic
atau konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik; tanah atau bangunan yang digunakan
oleh untuk pemakaman umum, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; tanah
yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, tanah pengembangan yang dikuasai oleh
desa dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak, bangunan yang dipergunakan oleh
perwakilan organisasi internasional yang dilakukan Menteri Keuangan.
Tarif PBB
| Ekonomi Publik II 11
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh
persen) yang berlaku secara menyelruh terhadap objek pajak sejenis apapun diseluruh
wilayah Indonesia, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pajak berganda. Tarif ini
mencerminakan wujud keserdehanaan, kemudahan pelaksanaan oleh aparatur perpajakan
fiskus.
Dasar Pengenaan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3)
KMK-523/KMK.04/1998)
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun
untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual
objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam
menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta
memperhatikan asas self assessment.
Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan
kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998).
Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual
Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai
dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dasar Penghitungan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).
Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment
value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen).
Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
Contoh :
| Ekonomi Publik II 12
Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak
misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 =
Rp200.000,00
( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994).
Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan
pada rumus dibawah ini:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak
(NJOPKP)
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP
Sanksi PBB
XXXXX
XXXXX (-)
XXXXX
XXXXX
XXXXX
Pihak-pihak yang berkaitan dengan PBB (Pejabat atau Aparatur Pajak, Wajib Pajak
maupun pihak lain) yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi berupa sanksi
administrasi maupun sanksi pidana. Pejabat yang dalam jabatannya bertugas langsung dengan
objek pajak , terdiri dari Camat sebagai pembuat akta tanah wajib; menyampaikan laporan
bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan objek pajak secara tertulis kepada
Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi objek pajak; memberikan
keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak. Pejabat yang ada
hubungannya dengan objek pajak (kepala kelurahan atau kepala desa, pejabat dinas
pengawasan bangunan, pejabat agraria, pejabat balai hata peningglan, pejabat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Direktorat jenderal Pajak), wajib memberikan keterangan
yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.
Bagi pejabat yang tidak memnuhi kewajiban seperti disebutakan diatas dapat
dikenakan sanksi menurut pertauran perundang-undangan yang berlaku. Secara khusus,
apabila pejabat yang bersangkutan tidak memperlihatkan atau tidak menyampaikan dokumen
| Ekonomi Publik II 13
yang diperlukan dan tidak menunjukka data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan, dapat dipidana selama-lamanya 1 (satu) tahun atau setinggi-tinginya Rp.
2.000.00,- (dua juta rupiah).
Rencana Penerimaan PBB
Rencana penerimaan PBB adalah penerimaan yang diharapkan akan dicapai dalam
satu tahun anggaran yang ditetapkan oleh kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak melalui
seksi Penetapan pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB).
Rencana penerimaan atau target penerimaan PBB ini digunakan sebagai dasar untuk
merealisasikan penerimaan PBB serta sebagai bahan acuan dalam pengambilan keputusan
bagi penatausaha penerimaan PBB.
Dasar untuk menetapkan target penerimaan PBB setiap tahun adalah:
a. Realisasi penerimaan PBB tahun sebelumnya
b. SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Direktorat Jendral Keuangan dan
Kementrian dalam negeri.
Realisasi penerimaan PB adalah jumlah bersih penerimaan dari hasil penatausahaan
sub seksi tatausaha penerimaan dan retitusi kantor pelayanan PBB. Realisasi penerimaan,
merupakan hasil akhir penerimaan PBB yang terdiri dari pokok pajak tahun berjalan dan
tunggakan pajak tahun sebelumnya yang nantinya akan dibagikan kepada yang berhak.
| Ekonomi Publik II 14
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu kepada penelitian sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jurnal yang menjadi acuan dalam penelitian ini.
Tabel 2.1Ringkasan Penelitian Terdahulu
Tahun Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Penerbit
2011 Kurniawaty FitriEfektifitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Di Kota Pekanbaru
untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penerimaan PBB dan mengetahui daerah di Pekanbaru yang belum dapat mencapai target penerimaan PBB setiap tahunnya
Universitas Riau
2007 Radite Ardya W
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Ungaran
untuk mengtahui mekanisme pembayaran PBB, mengetahui target dan realisasi PBB di KP PBB Ungaran, menegtahui perkiraan penrimaan PBB di KP PBB Ungaran pada tahun yang akan datang.
Universitas Unika Soegijapranata
2013Kharisma Wanta Tarigan
Analisis Efektifitas dan Kontribusi PBB Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Kota Manado
untutk memepelajari, menganalisa, menyimpulkan penerimaan PBB, untuk mengetahui kontribusi PBB terhadap penerimaan pajak dari tahun 2008-2011
Univrsitas Sam Ratulangi
| Ekonomi Publik II 15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
3.1.1 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku-buku
literatur, diktat-diktat kuliah, majalah-majalah, jurnal-jurnal, buku-buku yang
berhubungan dengan pokok penelitian, surat kabar dan membaca dan mempelajari
arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang terdapat di instansi terkait. Untuk
melengkapi paparan hasil penelitian juga digunakan rujukan dan referensi dari
bank data lain yang relevan, misal dari jurnal, laporan hasi penelitian terdahulu,
serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk bahan atau
data yang relevan, akurat reliable yang hendak kita teliti. Oleh karena itu perlu
diguunakan metode pengumpulan data yang baik dan cocok. Dalam penelitian ini
digunakan metode pengumpulan data berupa :
3.2.1 Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan metode studi pustaka yaitu mengadakan
survei terhadap data yang telah ada dan menggali teori-teori yang telah
berkembang dalam bidang ilmu yang terkait.
| Ekonomi Publik II 16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kota Singkawang adalah sebuah kota (kotamadya) di Kalimantan Barat, Indonesia.
Awalnya Singkawang merupakan sebuah desa bagian dari wilayah kesultanan Sambas, Desa
Singkawang sebagai tempat singgah para pedagang dan penambang emas dari Monterado.
Para penambang dan pedagang yang kebanyakan berasal dari negeri China, sebelum mereka
menuju Monterado terlebih dahulu beristirahat di Singkawang, sedangkan para penambang
emas di Monterado yang sudah lama sering beristirahat di Singkawang untuk melepas
kepenatannya dan Singkawang juga sebagai tempat transit pengangkutan hasil tambang emas
(serbuk emas). Waktu itu, mereka (orang Tionghoa) menyebut Singkawang dengan kata San
Keuw Jong (Bahasa Hakka), mereka berasumsi dari sisi geografis bahwa Singkawang yang
berbatasan langsung dengan laut Natuna serta terdapat pengunungan dan sungai, dimana
airnya mengalir dari pegunungan melalui sungai sampai ke muara laut. Melihat
perkembangan Singkawang yang dinilai oleh mereka yang cukup menjanjikan, sehingga
antara penambang tersebut beralih profesi ada yang menjadi petani dan pedagang di
Singkawang yang pada akhirnya para penambang tersebut tinggal dan menetap di
Singkawang.
Kota Singkawang semula merupakan bagian dan ibukota dari wilayah Kabupaten
Sambas (UU Nomor 27 Tahun 1959) dengan status Kecamatan Singkawang dan pada tahun
1981 kota ini menjadi Kota Administratif Singkawang (PP Nomor 49 Tahun 1981). Tujuan
pembentukan Kota Administratif Singkawang adalah untuk meningkatkan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan secara berhasil guna dan berdaya guna dan merupakan sarana
utama bagi pembinaan wilayah serta merupakan unsur pendorong yang kuat bagi usaha
peningkatan laju pembangunan. Selain pusat pemerintahan Kota Administratif Singkawang
ibukota Sambas juga berkedudukan di Kota Singkawang.
Secara geografis Kota Singkawang terletak pada 0°44'55,85”- 01°01'21,51” Lintang
Utara dan 108°51'47,6”- 109°10'19” Bujur Timur. Adapun batas-batas administrasi
Singkawang adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Raya Kepulauan
Kabupaten Bengkayang
| Ekonomi Publik II 17
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samalantan Kabupaten
Bengkayang
Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna.
Tabel 4.1Batas Administrasi Kota Singkawang
No Kecamatan Utara Selatan Barat Timur
1. Singkawang Selatan
Singkawang Barat
Kab. Bengkayang
Laut Natuna Singkawang Timur dan Kab.
Bengkayang
2. Singkawang Timur
Kab. Sambas Kab. Bengkayang
Singkawang Utara, Tengah, dan Selatan
Kab. Bengkayang
3. Singkawang Utara
Kab. Sambas Singkawang Barat, Timur dan Tengah
Laut Natuna Singkawang Timur
4. Singkawang Barat
Singkawang Utara
Singkawang Selatan
Laut Natuna Singkawang Tengah
5. Singkawang Tengah
Singkawang Utara
Singkawang Timur
Singkawang Barat
Singkawang Timur
Kota Singkawang Kab. Sambas Kab. Bengkayang
Laut Natuna Kab. Bengkayang
Sumber Data : Kota Singkawang Dalam Angka 2010
Kota Singkawang terdiri dari 5 (lima) Kecamatan, 26 (dua puluh enam) Kelurahan
dengan luas 50.400 Ha atau 0,34% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan luas masing-masing kecamatan adalah Kecamatan Singkawang Selatan
22.448 Ha, Kecamatan Singkawang Timur 16.626 Ha, Kecamatan Singkawang
Utara 6.665 Ha, Kecamatan Singkawang Barat 1.806 Ha dan Kecamatan Singkawang
Tengah 2.855 Ha.
Jenis tanah yang ada di Kota Singkawang terdiri dari organosol seluas 3.752 Ha,
allvial seluas 25.338 Ha, podsol seluas 14.276 Ha , latasol seluas 2.998 Ha dan PMK
seluas 4.046 Ha.
Ketinggian Kota Singkawang terdiri dari wilayah datar seluas 31.904 Ha dan
wilayah bukit dan gunung 18.496 Ha. Dengan penggunaan tanah untuk pemukiman 358
Ha, industri 10 Ha, sawah irigasi non teknis 6.512 Ha, hutan belukar 3.280 Ha,
kebun campuran 2.629 Ha, perkebunan 22.980 Ha, padang/semak 5.408 Ha dan
lain-lain 250 Ha.
| Ekonomi Publik II 18
4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan
4.2.1 Mekanisme Pembayaran PBB
Pembayaran PBB dilakukan dengan menggunakan Sistem Tempat
Pembayaran (SISTEP). SISTEP adalah tata cara pembayaran, penyetoran,
pelimpahan, dan pembagian hasil penerimaan PBB melalui tempat
pembayaran yang telah ditentukan. SISTEP dilakukan karena perbedaan
kondisi dan situasi masing-masing wilayah yang berbeda-beda, jumlah WP
PBB sangat besar, terbatasnya sarana dan prasarana yang ada di masing-
masing KP PBB, wilayah dan keadaan geografis Indonesia yang begitu luas,
tingkat penddidikan dan pengetahuan WP yang sangan heterogen, khususnya
di masyarakat pedesaan. (Markus,2005)
Tujuan penggunaan SISTEP:
1. Meningkatan pelayanan kepada WP
Menyederhanakan prosedur pembayaran dengan mendekatkan
tempat pembayaran agar memudahkan WP memenuhi kewajiban
perpajakannya.
2. Penertiban administrasi
Agar data piutang PBB dapat diajikan dengan mudah dan akurat.
3. Mempermudah pengawasan
Tertibnya administrasi piutang PBB maka pengawasan akan mudah
dilaksanakan terhadap semua kegiatan pembayaran atau penyetoran
uang PBB.
4. Mempermudah penerapan sanksi
Penerapan sanksi akan mudah dilaksanakan karena system ini
dnegan mudah dapat mengetahui WP yang belum membayar PBB
setelah lewat jatuh tempo.
5. Meningkatkan kesadaran WP
Lebih mudahnya tata cara pembayaran PBB serta kemungkinan
diterapkannya sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku maka akan meningkatkan kesadaran WP untuk
memenuhi kewajiban pemajakannya.
Tata cara pembayaran PBB adalah sebagai berikut:
1. Pembayaran langsung ke tempat pembayaran
| Ekonomi Publik II 19
a. Pada saat WP cukup mengajukan Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutan (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat
Tagihan Pajak (STP) PBB sebagai bukti pembayaran WP PBB
akan menerima Surat Tanda Terima Setoran (STTS)
b. Pembayaran yang dilakukan dengan check, dianggap sah
apabila telah dilaksanakan kliring dan STTS baru dapat
diserahkan sesudah kliring.
2. Pembayaran memlalui pemindah bukuan atau transfer
a. Wajib pajak meminta kepada Bank atau Kantor Post dan Giro
untuk mendahbukukan uang ke tempat pembayaran dengan
mencantumkan nama, letak objek pajak, nomor seri sesuai
dengan tercantum dalam SPPT/SKP/STP.
b. Pembayaran melalui pemindahbukuan atau transfer baru
dianggap sah apabila telah dilakukan kliring.
c. Tempat pembayaran berkewajiban mengirimkan STTS kepada
WP dengan Surat Pengantar Pengirim (SPP)
3. Pembayaran dengan kiriman uang melalui Bank atau Perum Pos
dan Giro
a. Wajib pajak mengirim uang pembayaran PBB ke tempat
pembayaran dengan mencantumkan nama, letak objek pajak,
nomor seri sesuai dengan yang tercantum dalam
SPPT/SKP/STP pada kolom berita.
b. Setelah menerima kiriman uang, tempat pembayaran
berkewajiban mengirimkan STTS kepada WP dengan Surat
Pengantar Pengiriman (SPP).
4. Pembayaran melalui petugas pemungut
a. Sebagai tanda bukti penerimaan sementara pada saat
melakukan pembayaran melalui petugas pemungut, WP akan
menerima Tanda Terima Sementara (TTS).
b. Apabila jumlah penerimaan embayaran PBB dari WP oleh
petugas pemungut telah disetor ke tempat pembayaran, petugas
pemungut akan menerima STTS dari tempat pembayaran dan
selambat-lambatnya dalam waktu enam haru harus
disampaikan kepada Wajib Pajak.
| Ekonomi Publik II 20
Gambar 4.1
Skema Mekanisme Pembayaran dan Arus Dokumen
4.2.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi Bangunan di Kota Singkawang
Tahun 2009 sampai 2011
Target sangat diperlukan untuk menentukan besarnya prakiraan penerimaan
yang akan didapatkan pada tahun-tahun mendatang. Tujuan menentukan target
atau rencana penerimaan adalah agar dapat diketahui perkembangan penerimaan
PBB di Kota Singkawang tahun 2009 sampai 2011, selain itu juga sebagai acuan
agar perencanaan dan realisasinya tidak jauh berbeda. Berikut ini adalah target
dan realisasi penerimaan PBB di Kota Singkawang tahun 2009 saampai 2011.
| Ekonomi Publik II 21
TabelTarget dan Realisasi Penerimaan PBB Kota Singkawang
Tahun 2009 - 2011
No KecamatanTahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
Target (Rp) Realisasi (Rp) % Target (Rp) Realisasi (Rp) % Target (Rp) Realisasi (Rp) %
1 Singkawang Barat 1.685.330.988 1.146.983.241 68,06 1.717.470.815 1.338.920.014 77,96 2.344.984.186 1.755.487.609 67,24
2 Singkawang Tengah 526.143.475 333.419.697 63,37 544.827.990 392.310.340 72,01 773.240.029 496.023.889 58,22
3 Singkawang Timur 118.980.800 45.436.020 38,19 121.037.492 55.830.029 46,13 149.100.982 56.186.506 33,61
4 Singkawang Selatan 384.102.455 183.349.276 47,73 400.160.862 217.066.322 54,24 561.889.267 261.322.577 36,43
5 Singkawang Utara 140.013.554 72.877.172 52,05 145.554.821 74.758.263 52,36 173.314.723 85.382.584 47,09
Jumlah 2.854.571.272 1.782.065.406 62,43 2.929.051.980 2.078.884.968 70,97 4.002.529.187 2.654.403.165 66,31
Sumber Data: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Kota Singkawang, diolah 2013
Sesuai dengan data diatas dapat diketahui perkembangan penerimaan PBB di Kota Singkawang tahun 2009 sampai 2011. Dari tabel
diatas, diperoleh informasi bahwa dari tahun 2009 sampai 2011 tidak ada satupun Kecamatan di Kota Singkawang yang yang dapat mencapai
target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Realisasi peneriman PBB di Kota Singkawang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009, diketahui bahwa realisasi penerimaan PBB Kota
Singkawang sebesar Rp. 1.782.065.406,- dari target yag telah ditetapkan yaitu sebesar Rp. 2.854.571.271,- dengan presentase reaalisasi sebesar
62,43%. Kemudian pada tahun 2010, presentase realisasi penerimaan PBB di Kota Singkawang meningkat sebesar 8,5% menjadi 70,97%
dengan angka realisasi sebesaar Rp. 2.078.884.968 dari Rp. 2.929.051.980,- target yang telah ditetapkan. Peningkatan realisasi tidak berlanjut
pada tahun 2011, realisasi penerimaan PBB di Kota Singkawang pada tahun 2011 malah menurun menjadi 66,31% dengan target penerimaan
PBB sebesar Rp. 4.002.529.187,- yang hanya terealisasi sebesar Rp. 2.654.403.165,-.
| Ekonomi Publik II 22
Berdasarkan Nota Keuangan dan Rancangan Undang-undang APBN 2011 dijelaskan
bahwa peningkatan realisasi penerimaan PBB dari tahun 2009 ke 2010 disebabkan oleh
penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang berpengaruh terhadap turunnya bunga
kredit kepemilikan aprtemen (KPA) fan kredit kepemilikan rumah (KPR).
4.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota
Singkawang
1. Meningkatnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dimiliki karena letak
objek pajak yang strategis untuk pembangunan rumah, ruko, atau
perumahan yang menyebabkan meningkatnya jumlah pajak yang harus
dibayar, sehingga terjadi peningkatan dalam penetapan target penerimaaan
PBB oleh pemerintah daerah namun hal ini belum diiringi dengan usaha-
usaha yang lebih giat dari aparat kecamatan atau kelurahan dalam
pencapaian target tersebut.
2. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat yang sebelumnya bukan
merupakan subjek PBB tentang adanya kewajiban membayar pajak bagi
objek Bumi dan/ bangunan yang dimilikinya.
3. Penagihan pajak kuarang efektif kepada wajib pajak secara
peroarangan/individu.
4. Adanya wajib pajak yang tidak melaporkan kembali objek pajak dan
subjek pajak bumi dan bangunan setelah mengalami perubahan.
5. Kurangnya pendataan atau pemutakhiran data oleh aparat kelurahan
tentang pajak bumi dan bangunan kepada masyarakat.
6. Adanya wajib pajak yang berdomisili diluar wilayah Kelurahan atau diluar
Kota Singkawang sehingga aparat kelurahan sulit dalam menyampaikan
SPPPT PBB.
Walaupun sebagian besar masyarakat telah mengetahui tentang
kewajibannya sebagai waraga Negara terutama kewajiban dalam membayar Pajak
Bumi dan Bangunan, namun masih belum melakukan pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan. Hal ini sebagian disebabkan karena sebagian masyarakat belum
mengtahui manfaat atau fungsi dari pembayaran Pajak Bumi dan Bangnunan
khusunya pada masyarakat menengah kebawah.
| Ekonomi Publik II 23
Kurangnya pengetahuan masyarakat serta minat dari masyarakat itu
sendiri untuk mengenal pajak, serta kurang gencarnya pihak fiskus dalam
menginformasikan masalah ajak kepada masyarakat khususnya bagi masyarakat
dari kalangan menengah ke bawah menjadi beberapa faktor yang menyebabkan
masyarakat belum membayar PBB.
4.2.4 Usaha yang dapat dilakukan Pemerintah dalam Rangka Meningkatkan
Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Singkawang
Dalam rangka meningkatkan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan maka usaha-usaha yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Singkawang
adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan ulang Wajib Pajak.
b. Melaksanakan penagihan aktif yaitu penagihan yang dilakkan secara
bertahap berdasarkan atas Surat Tagihan Pajak.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
d. Membuat surat himabauan Wajib Pajak untuk segera memenuhi
kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Meneyelenggarakan undian berhadiah untuk pembayaran PBB secara
tepat waktu.
| Ekonomi Publik II 24
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Singkawang
dari tahun 2009 sampai 2011 tidak ada yang mencapai target yang telah ditetapkan. Di
samping itu, perkembangan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota
Singkawang pada tahun 2009 hingga 2009 mengalami fluktuasi. Dari tahun 2009 ke 2010
realisasi penerimaan PBB meningkat dari 62,43 % menjadi 70,97 % yang kemudian menurun
di tahun 2011 menjadi 66,31 %.
5.2 Saran
Pemerintah dapat melakukan beberapa hal untuk meningkatkan realisasi penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan di kota Singkawang dengan beberapa cara antar lain adalah,
melakukan pendaftaran ulang Wajib Pajak, melaksanakan penagiahan aktif, meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat, membuat surat himbauan Wajib Pajak untuk segera
memenuhi kewajibannya membayar PBB, menyelenggarakan undian berhadiah untuk
pembayaran PBB secara tepat waktu.
Untuk mempermudah penagiahan dan pemungutan PBB di Kota Singkawang
diperlukan peran serta masyarakat yang aktif.
| Ekonomi Publik II 25
DAFTAR PUSTAKA
| Ekonomi Publik II 26