EFEK RUMAH KACA (GREEN HOUSE EFFECT)
(Makalah Tutorial Sains Dasar)
Oleh
Vicka Andini
1317011085
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Efek rumah kaca adalah sebuah kondisi, suhu dari sebuah permukaan benda langit
seperti planet dan bintang meningkat secara drastis. Efek rumah kaca disebabkan
naiknya konsentrasi gas rumah kaca salah satunya adalah CO2 di atmosfer.
Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan
bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk menunjang
aktifitas manusia. Di sisi lain, jumlah tumbuh-tumbuhan yang menggunakan CO2
hanya sedikit. Dengan demikian gas CO2 semakin meningkat. Sinar matahari ke
bumi yang datang berupa energi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke
angkasa. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus
kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah
terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas ke angkasa
(stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer), terjadilah
efek rumah kaca. Dengan meningkatnya temperatur Bumi menyebabkan beberapa
hal: es di kutub mencair, permukaan laut naik dan gelombang pasang, banyak pulau
akan tenggelam dan garis pantai yang hilang. Banyak cara penanggulangan
pemanasan global yang dapat dilakukan, misalnya mengurangi penggunaan AC,
penanaman hutan kembali, mengurangi penggunaan tas plastik dan masih banyak
lainnya.
Efek rumah kaca sebenarnya tidak merugikan apabila tidak berlebihan. Secara
alami, efek rumah kaca sangat penting karena bumi menjadi cukup hangat sehingga
dapat mendukung kehidupan manusia. Tanpa efek rumah kaca, kehidupan manusia
di muka bumi akan terganggu karena suhu rata-rata bumi akan berkisar -20oC.
Fokus dari makalah ini adalah membahas tentang efek rumah kaca ditinjau dari segi
pengertian, hal-hal yang menyebabkan efek rumah kaca, gas-gas rumah kaca,
mekanisme terjadinya, dampak pemanasan global akibat efek rumah kaca yang
ditimbulkannya, serta penanggulangan dalam mengatasi efek rumah kaca agar
dapat meminimalisir dampak pemanasan global akibat efek rumah kaca.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Selama 100 tahun belakangan ini, kadar karbon dioksida (CO2), metana, dan gas-gas
lainnya terus meningkat di seluruh dunia, terutama akibat penggunaan bahan bahar fosil
seperti batu bara, minyak dan gas alam. Hutan ditebang habis untuk dijadikan lahan
pertanian. Kayu bakar dibakar untuk penghangat dan memasak, khususnya di daerah
tropika. Dalam 100 tahun terakhir ini konsentrasi karbon dioksida di atmosfer meningkat
dari 290 ppm (parts per million) menjadi 370 ppm, dan diperkirakan akan meningkat dua
kali lipat di pertengahan abad ini. Seandainya pun komitmen internasional untuk
mengurangi produksi CO2 (sebagaimana disepakati oleh sebagian besar negara dalam
Konferensi Kyoto 1997 mengenai perubahan iklim) segera dilaksanakan, hanya akan
sedikit pengurangan kadar karbon dioksida di atmosfer yang terjadi saat ini. Sebabnya,
setiap molekul CO2 yang ada di atmosfer akan ditahan selama rata-rata 100 taun oleh
atmosfer tersebut, sebelum dapat diserap/ dinetralisir oleh tumbuhan dan berbagai proses
biogeokimia. Kebanyakan para ahli percaya bahwa kenaikan kadar gas-gas rumah kaca
telah memengaruhi ekosistem dan iklim dunia, dan tampaknya efek tersebut akan terus
meningkat pada masa yang akan datang. Berdasarkan bukti-bukti yang ada diperoleh
kesimpulan bahwa suhu permukaan global telah meningkat sebasar 0,6oC dalam satu abad
terakhir, dan suhu air laut juga meningkat rata-rata sebasar 0,06oC selama lebih dari 50
tahun terakhir.
Perubahan iklim global dapat mengubah komunitas biologi secara radikal dan dapat pula
mengubah kisaran banyak spesies. Perubahan ini dapat melaju sehingga melampaui
kemampuan menyebar spesies untuk secara alami. Terdapat bukti kuat bahwa proses-
proses ini telah dimulai yaitu dengan adanya perubahan distribusi burung, serangga. Dan
tumuhan. Pada beberapa spesies satwa, reproduksi pun terjadi lebih awal dimusim semi.
Oleh karena dampak dari perubahan iklim global sedemikian luas, komunitas biologi,
fungsi-fungsi ekosistem, dan iklim harus secara hati-hati dipantau dalam beberapa dekade
yang akan datang. Perubahan iklim global juga memiliki dampak yang luar biasa di daerah
pantai yang dapat tergenang akibat kenaikan permukaan air laut dan di daerah yang
mengalami perubahan suhu dan curah hujan besar-besaran. Walaupun gambaran mengenai
perubahan iklim global menjadi perhatian besar, perhatian perlu diberikan terus pada
kerusakan habitat besar-besaran yang merupakan penyebab utama kepunahan spesies.
Melindungi komunitas yang masih utuh dan memulihkan yang telah terdegradasi
merupakan prioritas yang paling utama bagi konservasi (Indrawan, 2007).
Pemanasan global adalah isu lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim global yang
menakutkan. Seperti yang diketahui bahwa pemanasan global terjadi akibat adanya
peningkatan gas rumah kaca, yaitu gas yang memiliki sifat penyerap panas seperti karbon
dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), uap air, chloro-flouro-carbon (CFC),
hidro-fluoro-carbon (HFCs), sulfur heksafluorida (SF6). Pengaruh gas ini mempunyai
dampak dan pengaruh terhadap banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Di
indonesia, pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi
terbesar dalam pengingkatan emisi gas rumah kaca. Langkah yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kerusakan yang parah antara lain sebagai berikut.
Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah
masuknya air laut.
Pemerintah dapat membantu relokasi atau pemindahan populasi dari pantai ke
daerah yang lebih tinggi.
Pelestarian hutan-hutan lindung agar dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan
dengan tetap berada di habitatnya.
Pengosongan tanah yang belum dibangun agar tetap menjaga keseimbangan dengan
memperketat perubahan fungsi tata guna lahan.
Pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca antara lain
dengan tiga cara berikut:
Mencegah terlepasnya karbon dioksida ke atmosfer dengan menyimpan atau
menghilangkan gas karbon dan/atau komponen karbonnya. Salah satu menyimpan
karbon dengan menyuntikkan ke bumi.
Mengurangi produksi gas rumah kaca.
Penanaman pohon secara besar-besaran.
Sebanarnya efek rumah kaca tidak selalu merugikan apabila tidak berlebihan. Secara
alami, efek rumah kaca sangat penting karena bumi menjadi cukup hangat sehingga dapat
mendukung kehidupan manusia. Tanpa efek rumah kaca, kehidupan manusia di muka
bumi akan terganggu karena suhu rata-rata bumi akan berkisar -20 OC (Susanta, 2007).
Pemanasan global merupakan fenomena peningkatan temperatur rata-rata permukaan
Bumi. Berdasarkan analisis geeologi, temperatur planet Bumi telah meningkat beberapa
derajad dibanding 20.000 tahun yang lalu ketika zaman salju gletser. Matahari adalah
sumber utama energi yang menerangi bumi. Sebagian besar energi yang menyinari bumi
adalah radiasi gelombang pendek. Sekitar sepertiga energi Matahari yang mencapai lapisan
atas atmosfer Bumi langsung dipantulkan ke luar angkasa. Dua pertiga sisanya diserap
atmosfer dan diteruskan ke permukaan Bumi. Untuk menyeimbangkan antara penyerapan
energi yang datang, secara rata-rata Bumi meradiasi kembali energi dalam jumlah yang
ama ke luar angkasa. Karena Bumi jauh lebih dingin daripada Matahari, Bumi
meradiasikan energi dengan gelombang-gelombang yang jauh lebih panjang.
Sebagian besar radiasi panas yang dipancarkan oleh daratan dan lautan diserap oleh
atmosfer, termasuk awan, dan juga diradiasikan kembali ke Bumi. Efek rumah kaca secara
alami menghangatkan Bumi. Tanpa efek rumah kaca ini, temperatur rata-rata pada
permukaan Bumi menjadi terlalu dingin dan tak layak untuk ditinggali. Tanpa rumah kaca,
temperatur rata-rata Bumi yang saat ini adalah 15 OC akan menjadi -18 OC. Sebagai
perbandingan,temperatur rata-rata Planet Mars adalah -32 OC. Hal ini dikarenakan mars
tak memiliki efek rumah kaca yang mencukupi.
Ketika temperatur bumi pada keadaan seimbang, bumi tidak akan cepat menjadi panas atau
menjadi dingin. Jumlah radiasi matahari yang diserap hampir sama dengan jumlah radiasi
infrared yang dilepaskan ke luar angkasa. Karena radiasi infrared bertambah jika
temperatur meningkat, maka temperatur bumi ditentukan oleh selisih fluks infrared yang
dipancarkan ke luar angkasa dibandingkan dengan fluks radiasi matahari yang terserap.
Radiasi infrared yang ke luar angkasa sebagian besar dipancarkan oleh lapisan atmosfer
bagian atas, bukan yang pada permukaan. Tetapi karena saat ini efek rumah kaca di bumi
menjadi kian besar, maka selisih antara fluks radiasi infrared yang diserap atmosfer dari
matahari dan fluks infrared yang dipantulkan atmosfer kembali ke bumi dibandingkan
dnegan fluks infrared yang dilepas atmosfer ke luar angkasa semakin besar. Akibatnya,
temperatur bumi makin hari makin hangat. Kenaikan temperatur rata-rata itulah yang kita
kenal sebagai pemanasan global (Team SOS, 2011).
Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan
proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang
disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. Mars, Venus, dan benda langit
beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi
artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca untuk masing-masing
benda langit tadi akan dibahas di masing-masing artikel. Efek rumah kaca dapat digunakan
untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi,
dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang
diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan
bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan
gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal,
efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang
dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida,
nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik
seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan
penting dalam meningkatkan efek rumah kaca. Meningkatnya suhu permukaan bumi akan
mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat
mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi
kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global
mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan
naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya
suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Menurut
perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C.
Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan
peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya
konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang
dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan
mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat (Anonim, 2013).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Efek Rumah kaca
Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824,
merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet, seperti
Mars, Venus, Saturnus, Titan, dan bumi. Efek rumah kaca dapat dibedakan menjadi
dua hal yaitu:
Efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi
Efek rumah kaca meningkat yang terjadi akibat aktivitas manusia.
Istilah efek rumah kaca dalam bahasa inggris disebut green house efect, pada
awalnya berasal dari pengalaman para petani yang tinggal di daerah beriklim
sedang yang memanfaatkan rumah kaca untuk menanam dan menyimpan sayur
mayur dan bunga-bungaan di musim dingin. Para petani tersebut menggunakan
rumah kaca karena sifat kaca yang mudah menyerap panas dan sulit melepas
panas, di dalam rumah kaca suhunya lebih tinggi dari pada di luar rumah kaca,
karena cahaya matahari yang menembus kaca akan dipantulkan kembali oleh
benda-benda di dalam ruanagn rumah kaca sebagai gelombang panas berupa
gelombang sinar infra merah, tetapi gelombang panas tersebut terperangkap di
dalam ruangan rumah kaca dan tidak bercampur dengan udara dingin di luar
ruangan.
Dari situlah istilah efek rumah kaca muncul, bumi diibaratkan sebagai tanaman,
dan kaca sebagai atmosfer bumi, dimana atmosfer ini befungsi untuk menjaga suhu
bumi agar tetap hangat walaupun di musim dingin.
Matahari adalah sumber utama energi yang menerangi bumi. Sebagian besar energi
yang menyinari bumi adalah radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak
yang apabila mengenai permukaan bumi akan berubah dari cahaya menjadi panas
dan akan menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan memantulkan kembali
sebagian dari panas ini sebagai radiasi inframerah gelombang panjang ke angkasa
luar, walaupun sebagian tetapi terperangkap di atmosfer bumi. Gas-gas tertentu di
atmosfer, termasuk uap air, karbondioksida, dan metana, menjadi perangkap radiasi
ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang
dipancarkan bumi. Akibatnya, panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi.
Fungsi dari gas-gas tersebut seperti kaca dalam rumah kaca sehingga gas-gas ini
dikenal sebagai gas rumah kaca. Semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya, berarti semakin meningkat konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Efek rumah kaca tidak merugikan apabila tidak berlebihan. Secara alami, efek
rumah kaca sangat penting karena bumi menjadi cukup hangat sehingga dapat
mendukung kehidupan manusia. Tanpa efek rumah kaca, kehidupan manusia di
muka bumi akan terganggu karena suhu rata-rata bumi akan berkisar -20oC.
menurut Petrucci dan Harwood efek rumah kaca penting untuk menetapkan suhu
yang layak bagi kehidupan di bumi. Tanpa efek rumah kaca, bumi secara permanen
akan tertutup es dan perbedaan suhu antara siang hari dan malam hari di bumi tidak
terlalu jauh berbeda.
III.2 Penyebab Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Ada
enam senyawa gas rumah kaca yang disepakati dalam Protokol Kyoto, yaitu:
Karbondioksida (CO2)
Metana (CH4)
Nitro Oksida (N2O)
Chloro-fluoro-carbon (CFCs)
Hidro-fluoro-carbon (HFCs)
Sulfur heksafluorida (SF6)
Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan
bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk menunjang
aktifitas manusia. Di sisi lain, jumlah tumbuh-tumbuhan yang menggunakan CO2
hanya sedikit. Dengan demikian gas CO2 semakin meningkat. Sinar matahari ke
bumi yang datang berupa energi akan mengalami hal sebagai berikut:
25% sinar matahari dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer,
25% sinar matahari diserap awan,
45% sinar matahari diserap oleh permukaan bumi,
5% sinar matahari dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Energi yang diserap bumi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah
oleh awan dan permukaan bumi. Namun, sebagian besar infra merah yang
dipancarkan oleh bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk
dikembalikan ke permukaan bumi.
III.3 Gas Rumah Kaca
1. Uap air
Uap air mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyerapan radiasi infrared,
tetapi konsentrasinya di atmosfer terutama tergantung pada temperatur udara.
Karena itu penghitung GWP uap air tidak di lakukan.
2. Karbondioksida
CO2 mempunyai waktu hidup yang bervariasi di atmosfer dan tak dapat ditentukan
secara persis, tetapi penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa CO2 yang didapat
dari pembakaran bahan bakar fosil memiliki waktu hidup efektif sekitar 10 ribu
tahun. Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke
atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk
menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida
semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk
perluasan lahan pertanian.
3. Metana
Metana merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tetapi mudah terbakar.
Metana terbentuk dari penguraian timbuhan pada kondisi kering. Metana terbentuk
dari penguraian tumbuhan pada kondisi kering. Metana juga sering di kenal dengan
nama “gas rawa” karena banyak terdapat di sekitar perairan dan rawa. Metana
dapat dihasilkan dari bakteri yang terdapat pada bahan-bahan organik yang
membusuk dan bakteri yang dijumpai pada sapi, kambing, kerbau, unta, dan rayap.
Bakteri dalam usus hewan-hewan itu memecah makanan dan sebagian dari
makanan itu diubah menjadi metana. Ketika hewan-hewan itu bersendawa, mereka
melepaskan metana. Dalam satu hari seekor sapi dapat melepaskan sekitar 1 kg
metana ke udara. Tiap tahun terdapat 350 hingga 500 juta ton metana yang
dilepaskan ke atmosfer dari peternakan, tambang batu bara, tambang minyak.,
pertanian, dan sampah.
4. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama
dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat
menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini
telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
5. Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22)
terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi,
perabotan (furniture), dan temoat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di
beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon(CFC) sebagai
media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi
lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet).
III.4 Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya gas karbondioksida ( CO2) dan gas-
gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Ketika
pembakaran berlangsung sempurna, seluruh unsur karbon dari senyawa ini diubah
menjadi karbon dioksida. Tidak semua karbon dioksida berada di atmosfir
(sebagian darinya larut di laut dan danau, sebagian juga diubah menjadi bebatuan
dalam wujud karbonat kalsium dan magnesium), tetapi hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kadar CO2 di atmosfir perlahan-lahan meningkat tiap tahun
dan terus meningkat dekade-dekade terakhir.
Karbon dioksida memiliki sifat memperbolehkan cahaya sinar tampak untuk lewat
melaluinya tetapi menyerap sinar infra merah. Agar bumi dapat mempertahankan
temperatur rata-rata, bumi harus melepaskan energi setara dengan energi yang
diterima. Energi diperoleh dari matahari yang sebagian besar dalam bentuk cahaya
sinar tampak. Energy yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi
inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas
lainnya. Sekali molekul CO2 menyerap energi dari sinar infra merah, energi ini
tidak disimpan melainkan dilepaskan kembali ke segala arah, memancarkan balik
ke permukaan bumi. Sebagai konsekuensinya, atmosfer CO2 tidak menghambat
energi matahari untuk mencapai bumi, tetapi menghambat sebagian energi untuk
kembali ke ruang angkasa. Fenomena ini disebut dengan efek rumah kaca.
III.5 Keterkaitan antara Efek Rumah Kaca, Global Warming, dan
Perubahan Iklim.
Secara umum iklim merupakan hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia fisik
dimana parameter-parameternya adalah seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola
curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu
kondisi rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat,
diperlukan nilai rata-rata parameterparameternya selama kurang lebih 10 sampai 30
tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang
kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di
atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan
perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya
energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada
usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu
matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke
waktu.
Perpaduan antara proses-proses tersebut dengan unsur-unsur iklim dan faktor
pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa kondisi cuaca dan
iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.
Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang
dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi –
disebut gas rumah kaca, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi.
Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah kaca (ERK) karena peristiwanya sama
dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya,
tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat menghangatkan seisi rumah
kaca tersebut.
Efek rumah kaca. Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak
ditempati manusia, karena jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33 oC lebih dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),
CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs
(Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer
dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan
pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada
pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak.
Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta
aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut,
seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida, menyebabkan meningkatnya
konsentrasi GRK di atmosfer. Berubahnya komposisi GRK di atmosfer, yaitu
meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia
menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke
angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat terhambat oleh GRK
tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada akhirnya menyebabkan
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan
Pemanasan Global.
Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari
permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi
gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas
tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena
lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya.
Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi
terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas
tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga
lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi
lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu
rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah
salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi,
terjadilah perubahan iklim secara global.
Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu,
mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai,
musim kemarau yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat,
namun semakin tinggi intensitasnya, dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino –
La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD). Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan
tenggelamnya beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-
besaran, gagal panen, krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dan lain-lainnya.
III.6 Dampak Efek Rumah Kaca
3.6. 1 Dampak Negatif Efek Rumah Kaca
Salah satuh contoh ekstrem akibat dari pemanasan global adalah Badai Katrina
yang sangat dahsyat. Efek rumah kaca tentu saja memiliki dampak yang
ditimbulkannya, dampak tersebut dapat berupa dampak negatif dan positif.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya
perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan
terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi
kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer.
Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah
kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut.
Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air
laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut
yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang
sangat besar.
Efek rumah kaca menjadi penyebab global warming dan perubahan iklim.
Iklim di bumi menjadi tak menentu dan susah diprediksikan, sehingga
mengganggu sistem penerbangan dan petani dalam menentukan masa
panenPerubahan iklim dan cuaca menyebabkan sering terjadinya badai,
pergantian musim yang tidak pasti dan rusaknya tanaman pangan. Banyak
spesies hewan akan punah dan munculnya wabah penyakit baru yang sulit
ditanggulangi. Pemanasan global juga akan mengakibatkan daerah hangat
akan menjadi semakin lembab, karena akan semakin banyak air yang
menguap. Kelembaban tersebut meningkatkan curah hujan sehingga
berpotensi menyebabkan banjir. Selain dari semakin cepatnya air menguap
adalah daerah yang kering akan semakin lebih kering.
Dampak pemanasan global kepada Indonesia antara lain: diperkirakan pada tahun
2070, puluhan pulau kecil Indonesia akan hilang, dan ribuan penduduk akan
kehilangan tempat tinggal mereka. Banyak kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya dan Medan akan mengalami kesulitan air bersih. Pesisir pantai mudah
mengalami abrasi dan intrusi, sehingga air tawar akan bercampur dengan air laut
yang asin. Musim kemarau akan lebih panjang yang menyebabkan gagal panen
akan sering terjadi, sehingga mengancam ketersediaan pangan. Sebaliknya pada
saat musim hujan tiba, kota-kota pesisir pantai akan mengalami banjir besar. Selain
itu curah hujan tinggi pada musim hujan akan menyebabkan longsor.
3.6.2 Dampak Positif Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca sangat berguna bagi kehidupan di bumi karena gas-gas
dalam atmosfer dapat menyerap gelombang panas dari sinar matahari
menjadikan suhu di bumi tidak terlalu rendah untuk dihuni makhluk hidup.
Seandainya tidak ada gas rumah kaca jadi tidak ada efek rumah kaca, suhu
di bumi rata-rata hanya akan -180 C, suhu yang terlalu rendah bagi sebagian
besar makhluk hidup, termasuk manusia. Tetapi dengan adanya efek rumah
kaca suhu rata-rata di bumi menjadi 330C lebih tinggi , yaitu 150C, suhu ini
sesuai bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup.
Dengan adanya efek rumah kaca membuat manusia menjadi berhati-hati
dan berhemat terhadap penggunaan bahan bakar fosil, penggunaan listrik.
Dengan adanya efek rumah kaca manusia menjadi sadar bahwa pohon dan
hutan memiliki arti penting sekali bagi kelangsungan kehidupan, yaitu salah
satunya dapat menyerap gas polutan dan menghasilkan oksigen. Maka
reboisasi kembali digalakkan dan penanaman pohon di kota-kota besar
mulai dilakukan.
Manusia menjadi kreatif, karena mengolah limbah seperti plastik, kertas
untuk didaur ulang menjadi barang yang ekonomis
III.7 Penanggulangan Pemanasan Global Akibat Efek Rumah Kaca
Kepedulian akan pemanasan global dan betapa pentingnya melestarikan lingkungan
saat ini sudah meluas, tidak hanya terbatas diantara para ilmuwan, atau orang-orang
yang duduk di dalam pemerintahan negara-negara penggagas protokol Kyoto saja.
Informasi mengenai pemanasan global pelestarian lingkungan sudah tersebar
kemana-mana. Hampir semua bangsa di dunia sudah mengetahui akan bahayanya
pemanasan global, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pemanasan global dan
pelestarian lingkungan dibicarakan di televisi, media, seminar maupun di sekolah-
sekolah. Sekarang hampir di semua lapisan masyarakat mengetahui akan hal ini.
Kondisi tersebut mendorong masyarakat mulai menyadari betapa pentingnya
mencegah pemanasan global dengan cara melestarikan lingkungan. Mereka juga
semakin mengerti bahwa mereka dapat berkontribusi, walaupun kecil, untuk
melestarikan lingkungan yang kemudian dapat mencegah pemanasan global
menjadi semakin parah. Hal tersebut mendorong sebagian masyarakat untuk
mengubah perilaku dan gaya hidup mereka. Banyak cara penanggulangan
pemanasan global yang dilakukan oleh individu-individu dalam masyarakat
contohnya sebagai berikut:
Mencari dan mengembangkan energi yang terbarukan
Menjadi perusahaan hijau (green company)
Penanaman kembali hutan yang gundul. Untuk mengatasi pengurangan
polusi udara pada di atmosfer, maka dapat dilakukan juga penanaman
tanaman. Penanaman tanaman dapat berupa pohon dapat dilakukan di
halaman dan tempat-tempat yang banyak menghasilkan polusi udara, seperti
di pinggir-pinggir jalan. Selain itu juga, melakukan reboisasi pada gunung-
gunung yang gundul dan membuat taman-taman di perkotaan atau biasa
disebut dengan taman kota.
Menggunakan sepeda untuk bekerja
Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
Mendukung petani lokal
Dengan membeli produk-produk lokal, maka sama halnya dengan
menghemat bahan bakar dan mengurangi polusi yang digunakan dan
dihasilkan dari kendaraan yang digunakan untuk mengangkut produk dari
luar kota dan luar negeri. Selain itu juga, produk lokal tidak kalah kualitas
dan desainnya dibandingkan produk impor. Semakin banyak membeli
makanan impor, maka semakin besar kontribusi emisi CO2.
Memperbaiki kualitas kendaraan, melakukan uji emisi dan merawat
kendaraan bermotor dengan baik.
Mengurangi pemakaian tas plastik
Penggunaan Alat Listrik
Listrik tidak sebersih yang dikira, karena letak pembangkit yang jauh,
sehingga asap polusinya tidak kita rasakan. Pembangkit listrik merupakan
penyumbang emisi yang besar karena masih menggunakan bahan bakar
fosil untuk prosesnya. Sekitar 27% pembangkit listrik di Jawa-bali
menggunakan batubara, batubara sendiri adalah bahan bakar yang paling
kotor karena mengeluarkan emisi paling besar. Perlu diketahui juga, listrik
menyumbang 26 % total emisi yang dihasilkan di Indonesia.
Menghemat penggunaan Listrik antara pukul 17.00 sampai 22.00.
Memadamkan listrik jika sedang tidak digunakan. Karena pada
kondisi stand by, alat elektronik masih mengalirkan listrik sebesar 5 watt.
Kabel dari barang elektronik akan lebih baik jika dilepas dari stop kontak
bila sudah tidak digunakan
Menggunakan lampu hemat energi (CFL) dan lampu sensor cahaya untuk
lampu taman, sehingga lampu akan hidup dan mati secara otomatis
tergantung cahaya matahari. Memanfaatkan cahaya matahari untuk
penerangan di dalam ruangan di pagi dan siang hari. Selain menghemat
listrik juga dapat menurunkan emisi penyebab pemanasan global
Menggunakan timer agar televisi otomatis mati saat ketiduran.
Memakai alat-alat elektronik dengan cara bijak, sehingga dapat
menghemat penggunaan listrik
Bekerja dekat dengan rumah
Mengurangi penggunaan AC
Membayar rekening dan membaca koran secara online
Mengurangi mengonsumsi daging. Dengan banyaknya masyarakat yang
mengonsumsi sapi, maka akan semakin banyak pula sapi di peternakan sapi.
Kotoran sapi menghasilkan emisi NO2 dan pembusukan kotorannya
mengeluarkan gas CH4. Sehingga semakin banyak sapi, maka akan semakin
banyak jumlah kotorannya.
Mengurangi peralatan elektronik
Mengurangi meminum air dalam botol
Mendukung pertanian lokal
Menggunakan sebisa mungkin barang bekas
Menghemat penggunaan kertas. Setiap harinya sampah kertas di seluruh
dunia berasal dari 27.000 batang kayu. Pada tahun 2005, Indonesia
mengonsumsi kertas sebanyak 5,6 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dibutuhkan sebanyak 22,4 juta m3 kayu yang diambil dari hutan
alam atau sama dengan menebang hutan seluas 640 ribu hektar per hari.
Kegiatan penebangan dan kebakaran hutan merupakan penyumbang emisi
terbesar, yaitu sekitar 64% dari total emisi di Indonesia. Diantaranya
diakibatkan oleh kegiatan pabrik kertas.
Memisahkan antara sampah organik dengan sampah non
organik. Memisahkan antara sampah organik, plastik dan kertas, maka akan
mempermudah dalam proses mendaur ulang sampah. Sampah organik bisa
dijadikan kompos. Sampah plastik bisa dijadikan kerajinan tangan atau
didaur ulang kembali menjadi plastik. Sedangkan sampah kertas bisa didaur
ulang kembali menjadi kertas daur ulang dan kertas yang biasa digunakan
(HVS).
Mendaur ulang kertsa, plastik, dan logam. Mendaur ulang kertas bekas
untuk dijadikan kertas kembali ataupun kerajinan tangan akan sangat
membantu jumlah sampah kertas. Hal tersebut juga dapat dilakukan untuk
sampah plastik dan logam.
Mengurangi penggunaan sampah
Membuat sendiri kompos
Menggunakan bambu
Menggunakan mobil hybrid
Menghemat penggunaan air
Menjadi pelopor penjaga lingkungan
Perubahan perlaku ini kemudian diaharapkan akan mulai dipelajari oleh para
pemasar produk agar mereka tetap memanfaatkan peluang untuk dapat memasarkan
dan menjual lebih banyak lagi produk mereka. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan pangsa pasar, sambil ikut dalam mempromosikan pelestarian
lingkungan hidup. Agar pemasaran berlangsung efektif maka pemasar sebaiknya
melakukan riset terhadap konsumen terlebih dahulu sebelum menerapkan strategi
green product tersebut.
IV. KESIMPULAN
IV.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan saat tutorial, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
IV.1.1 Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya gas karbondioksida ( CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer.
IV.1.2 Efek rumah kaca tidak merugikan apabila tidak berlebihan. Secara alami,
efek rumah kaca sangat penting karena bumi menjadi cukup hangat
sehingga dapat mendukung kehidupan manusia.
IV.1.3 Beberapa dampak dari pemanasan global akibat efek rumah kaca yaitu es di
kutub mencair, permukaan laut naik dan gelombang pasang, banyak pulau
akan tenggelam dan garis pantai yang hilang, dan perubahan iklim dan
cuaca yang tidak menentu.
IV.1.4 Beberapa cara untuk menanggulangi pemanasan global akibat efek rumah
kaca antara lain: penanaman kembali hutan yang gundul, mengurangi
penggunaan AC, mencari dan mengembangkan energi yang terbarukan,
menggunakan piranti elektronik/lampu hemat energi, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Indrawan, M. dkk. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Susanta, G. dan S. Sutjaha. 2007. Akankah Indonesia tenggelam Akibat Pemanasan
Global. Jakarta : Penebar Plus.
Team SOS. 2011. Pemanasan Global. Jakarta : Gramedia.
id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca. diakses pada tanggal 11 November 2013 pukul
06.00 WIB.