EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN CEPLIKAN (Ruellia
tuberosa L.) PADA MENCIT JANTAN TERINDUKSI KARBON
TETRAKLORIDA (CCl4):
KAJIAN TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALANIN-
AMINOTRANSFERASE (ALT)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan oleh
Monica Santi Samwestu
NIM : 038114071
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
GOD didn’t promise …
days without pain,
laughter without sorrow,
sun without rain.
But HE did promise …
strength for the day,
comfort for the tears,
and light for the way.
DON’T be AFRAID
to HAVE a DREAM
JUST WAKE UP
And DO IT!!
Buah karya kecil ini kupersembahkan untukmu ….
BUNDAKU, the most amazing woman in this universe
TYAS DALEM, my saviour, my courage, my bestfriend, my brother
BAPAK kaliyan IBU, a magic in my life, you’re so precious and wonderful
MBAH PUTRI kaliyan YANGKUNG, whom I respect n loved so much
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, bimbingan, dan juga limpahan kasihNya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Efek
Hepatoprotektif Infusa Daun Ceplikan (Ruellia tuberosa L.) Pada Mencit Jantan
Terinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4): Kajian Terhadap Aktivitas Serum Alanin-
aminotransferase (ALT)” dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa selama proses panjang pelaksanaan hingga
penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan juga
dukungan bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing dan dosen penguji
atas kesabarannya dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi petunjuk
selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji yang telah mendampingi,
membimbing, dan memberi pengetahuan baru bagi penulis serta atas buku
pinjamannya.
4. Bapak Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. atas kesediaannya menguji dan juga
membimbing penulis selama masa penyusunan skripsi.
vi
5. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. yang telah membimbing dalam
determinasi tanaman ceplikan.
6. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. yang telah memberikan gagasan, nasehat, dan
juga diskusi-diskusinya yang sangat berguna.
7. Mas Heru, Mas Par, dan Mas Kayat atas bantuannya selama proses penelitian ini.
8. Bapak dan Ibu yang telah sangat banyak memberi doa, materi, semangat,
dukungan, kesabaran, dan juga perhatian dari lahir hingga sekarang.
9. Mbak-mbakku tercinta, Mbak Tik dan Mbak Pee, yang selalu menghibur,
menemani, dan juga menjahili adiknya, Bang Rizky, atas semangat dan doanya,
selamat datang!
10. Mbah Putri dan Eyang Kakungku tercinta untuk doanya.
11. Fani, teman, sahabat, saudaraku yang telah bersama dalam satu kelompok
praktikum dari awal hingga akhir.
12. Mbak Gendhis dan Mas Pras yang telah rela meluangkan waktu dan pulsanya
untuk konsultasi.
13. Sahabat dan saudaraku di kampus ini, Silih, Bibi, Endah, Dessy, Nia, Mila, Nyak,
Devi, Ocha terimakasih atas semua kenangan indah itu.
14. Sobatku di luar sana, Novi, Risa, Manggar, Yosi, Detha, terimakasih atas
loyalitas, kebersamaan, dan persahabatan tanpa akhir ini.
15. Teman-teman seperjuangan di lantai 2, Nike, Jevi, Yen, Syu, Tata, Bujang Linoe,
Punto, Nez, Icha, mbak Lian atas semua keceriaan di dalam kepenatan dan
kesusahan.
vii
16. Anak-anak Grin Pendapi, Mbak Ari, Rini, Regina, Eva, Tiwi, terimakasih atas
kerelaan kamarnya untuk dihancurleburkan sebagai bentuk pelampiasan di kala
aku tertekan.
17. Mbak Tina, Soca, Anna, Mbak Wuri, Mbak Tuti, Mbak Ningsih, Tika, Nug,
Fendi, Osa (makasih kameranya), Sekar, Tias, Devi, Lely, teman-teman Mudika
yang penuh canda, tawa, kegilaan, dan kompak selalu.
18. Adik-adik kecilku di sekolah minggu yang turut membantu melupakan rasa penat
dan jenuhku dengan kenakalan, keisengan, dan kelucuannya.
19. Teman-teman KKN-ku, Rhie, Indri, Ajenk, Ari, Manto, Leak, Tio, Andre atas
secuil kisah, pengalaman, dan pelajaran bersama kalian.
20. Angkatan 2003 khususnya kelas B kelompok D, kalian adalah semangat, obat,
dan penopangku di Farmasi ini. Jangan biarkan semuanya berakhir di sini!
21. Mbak Ijah, Om Hari, dan Tante Pur, terimakasih atas semuanya.
22. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa tiada hal yang sempurna demikian juga skripsi ini
tidak lepas dari ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca demi pengembangan skripsi ini dan perkembangan ilmu
farmasi selanjutnya.
Yogyakarta, Juli 2007
Penulis
viii
ix
INTISARI
Ceplikan (Ruellia tuberosa L.) merupakan tanaman/herba yang penggunaannya dalam masyarakat masih cukup sedikit tetapi mempunyai khasiat bagi kesehatan manusia, seperti untuk batu ginjal dan diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek infusa daun ceplikan yang lain yaitu untuk menurunkan aktivitas enzim ALT-serum sehingga dapat digunakan sebagai hepatoprotektor.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola lengkap searah. Sejumlah 35 ekor mencit dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi aquades. Kelompok II (kontrol positif CCl4) diberi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB. Kelompok III (kontrol positif infusa) diberi dosis tertinggi infusa daun ceplikan, yaitu 3333,3 mg/KgBB. Kelompok IV-VII (perlakuan) diberi infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/KgBB; 1481,5 mg/KgBB; 2222,2 mg/KgBB; dan 3333,3 mg/KgBB selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua kelompok perlakuan diberi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB secara per oral. Dua puluh empat jam sesudahnya, darah diambil dengan melukai sinus orbitalis mata dan ditetapkan aktivitas ALT-serumnya dengan vitalab mikro. Data ALT-serum yang didapat dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya, selanjutnya dianalisis varian satu arah dan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/KgBB; 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3 mg/KgBB mampu menurunkan aktivitas ALT-serum dengan % efek hepatoprotektif masing-masing dosis berturut-turut sebesar 9,8%; 37%; dan 42,3%.
Kata kunci : hepatoprotektif, infusa daun ceplikan, CCl4
x
ABSTRACT
Ceplikan (Ruellia tuberosa L.) is a herb which is still rarely used in the society but useful for health, such as for kidney stone and diabetes mellitus. Hepatoprotective-effect research of ceplikan leaves (Ruellia tuberose L.) infusion has been done on male mice induced by carbon tetrachloride (CCl4). The purpose of this research is to get information about the effect of the ceplikan leaves infusion to decrease the ALT-serum activity so it can be used as hepatoprotector.
This research is a pure experimental with simple randomized design. Thirty five mices were randomly divided into 7 groups. Group I (negative control) was given aquadest. Group II (positive control CCl4) was given CCl4 dose 3,9 ml/KgBW. Group III (positif control) was given the highest dose of ceplikan leaves which is 3333,3 mg/KgBW. Group IV-VII was given ceplikan leaves at the sequent doses 987,7 mg/KgBW; 1481,5 mg/KgBW; 2222,2 mg/KgBW; and 3333,3 mg/KgBW for 6 days and the next day (7th day) they were given CCl4 dose 3,9 ml/KgBW orally. Twenty four hours later, the blood of each mice in all groups was sampled at sinus orbitalis by the eyes and determined its ALT activity level. The ALT datas were evaluated using Kolmogorov-Smirnov to depict the distribution. After that, used one way variant analysis followed by LSD test at 95% significant level.
The result of this research showed that ceplikan leaves infusion doses 1481,5 mg/KgBW; 2222,2 mg/KgBW; and 3333,3 mg/KgBW can decrease ALT-serum activity and the % effect for each doses respectively are 9,8%; 37%; and 42,3%. Key words : hepatoprotective, ceplikan leaves, CCl4
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... v
PRAKATA ………………………………………………………………… vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………… ix
INTISARI ………………………………………………………………….. x
ABSTRACT ………………………………………………………………… xi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xvii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xix
BAB I PENGANTAR ……………………………………………………... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………….. 1
1. Latar Belakang ……………………………………………..…… 1
2. Permasalahan ……………………………………………………. 3
3. Keaslian penelitian …………………………………………….... 3
4. Manfaat penelitian ………………………………………………. 3
B. Tujuan ………………………………………………………………. 4
xii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ……………………………………… 5
A. Ceplikan …………………………………………………………….. 5
B. Hati ……………………………………………………………….. 6
C. Metode Uji Antihepatotoksik …………………………………….. 10
D. Karbon Tetraklorida ………………………………………………. 13
E. Infusa ………………………………………………………………. 18
F. Polifenol ……………………………………………………………. 18
G. Keterangan Empiris ……………………………………………….. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………. 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian …………………………………… 20
B. Variabel-variabel Penelitian ……………………………………….. 20
C. Alat dan Bahan …………………………………………………….. 21
D. Subyek Uji …………………………………………………………. 22
E. Jalan Penelitian …………………………………………………….. 22
1. Determinasi tanaman ceplikan …………………………………… 22
2. Perhitungan dosis infusa daun ceplikan …………………………. 22
3. Pembuatan infusa daun ceplikan ………………………………… 23
4. Uji pendahuluan …………………………………………………. 23
5. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ……………………….. 25
6. Pembuatan serum ………………………………………………… 26
7. Penetapan aktivitas ALT-serum …………………………………. 26
F. Analisis Hasil ………………………………………………………. 26
xiii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 28
A. Determinasi Tanaman Ceplikan ……………………………………. 28
B. Uji Pendahuluan ……………………………………………………. 28
1. Penetapan dosis hepatotoksik CCl4 ……………………………… 28
2. Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah …………………... 31
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan ………………... 33
C. Aktivitas ALT-serum mencit terinduksi CCl4 akibat praperlakuan
infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/KgBB, 1481,5 mg/KgBB,
2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3 mg/KgBB……………..…………….. 37
D. Persen efek hepatoprotektif infusa daun ceplikan dosis
987,7 mg/KgBB, 1481,5 mg/KgBB, 2222,2 mg/KgBB, dan
3333,3 mg/KgBB pada mencit terinduksi CCl4
dosis 3,9 ml/KgBB ………………………………………...………. 47
E. Rangkuman Pembahasan ………………………………………….. 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 54
A. Kesimpulan ………………………………………………………… 54
B. Saran ……………………………………………………………….. 54
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 55
LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 58
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 82
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Aktivitas enzim ALT-serum pada jam ke-24 setelah
pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB ……….. 29
Tabel II Aktivitas enzim ALT-serum pada mencit jantan akibat
pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB pada
jam ke-24 ……………………………………………………….. 30
Tabel III Aktivitas enzim ALT-serum setelah pemberian CCl4 dosis
3,9 ml/KgBB pada jam ke-24 dan ke-48 ..................................... 31
Tabel IV Data aktivitas enzim ALT-serum pada mencit jantan terinduksi
CCl4 akibat praperlakuan infusa daun ceplikan dosis
2222,2 mg/KgBB selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari …………….. 33
Tabel V Nilai aktivitas enzim ALT-serum mencit terinduksi CCl4
dengan praperlakuan infusa daun ceplikan selama 4 hari,
6 hari, dan 8 hari berdasarkan uji LSD ......................................... 35
Tabel VI Data % efek hepatoprotektif infusa daun ceplikan setelah
praperlakuan IDC selama 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan 8 hari pada
mencit jantan terinduksi CCl4 ...................................................... 36
Tabel VII Pengaruh praperlakuan IDC berbagai dosis yang dipejankan
selama 6 hari pada mencit jantan terinduksi CCl4 dosis
3,9 ml/KgBB setelah 24 jam ...................................................... 39
xv
Tabel VIII Persen efek hepatoprotektif IDC berbagai dosis yang dipejankan
selama 6 hari pada mencit jantan terinduksi CCl4 dosis
3,9 ml/KgBB setelah 24 jam ....................................................... 48
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur hati ................................................................................. 7
Gambar 2 Tipe-tipe Kerusakan Hati ………………………………………. 10
Gambar 3 Mekanisme kerusakan hati oleh CCl4 ………………………….. 14
Gambar 4 Tahap-tahap kerusakan seluler oleh •CCl3 ……………………… 15
Gambar 5 Tahap terjadinya nekrosis oleh CCl4 ……………………………. 17
Gambar 6 Diagram batang peningkatan aktivitas ALT-serum akibat pemberian
CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB pada jam ke-24 ........ 29
Gambar 7 Grafik perbandingan aktivitas ALT-serum jam ke-24
dan ke-48 setelah pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB ................ 32
Gambar 8 Grafik aktivitas enzim ALT-serum mencit praperlakuan
infusa daun ceplikan selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari
berturut-turut ................................................................................. 34
Gambar 9 Grafik % efek hepatoprotektif pada kelompok
praperlakuan infusa daun ceplikan selama 2 hari, 4 hari, 6 hari,
dan 8 hari berturut-turut ................................................................ 37
Gambar 10 Diagram batang aktivitas ALT-serum pada kelompok
perlakuan ....................................................................................... 39
Gambar 11 Makroskopis hati normal ............................................................... 44
Gambar 12 Perubahan warna pada hati mencit terinduksi CCl4 menjadi
lebih putih dan pucat …………………………...……………….. 45
xvii
Gambar 13 Penampakan makroskopis hati mencit pada perlakuan CCl4 (kiri)
dosis 3,9 ml/KgBB dan normal (kanan) ………………………… 46
Gambar 14 Makroskopis kerusakan hati berupa bercak putih akibat
induksi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB .................................................. 46
Gambar 15 Perbesaran bercak putih pada hati makroskopis akibat induksi
CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB ............................................................... 46
Gambar 16 Perbandingan antara hati normal (kiri) dan perlakuan CCl4
dosis 3,9 ml/KgBB (kanan) ........................................................... 47
Gambar 17 Diagram batang % efek hepatoprotektif IDC pada tiap kelompok
perlakuan ...................................................................................... 49
Gambar 18 Mekanisme reaksi penangkapan •CCl3 oleh polifenol ………… 50
Gambar 19 Stabilisasi resonansi radikal bebas polifenol ............................... 51
Gambar 20 Reaksi penggabungan 2 radikal bebas polifenol .......................... 52
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Determinasi Tanaman ...................................................... 58
Lampiran 2 Foto Tanaman Ceplikan ............................................................ 59
Lampiran 3 Foto Vitalab Mikro .................................................................... 60
Lampiran 4 Data Aktivitas ALT-serum Setelah Praperlakuan Infusa
Dosis Ceplikan ........................................................................... 61
Lampiran 5 Data Persen Efek Hepatoprotektif Setelah Praperlakuan Infusa
Daun Ceplikan ........................................................................... 62
Lampiran 6 Leaflet Reagen Dyasis ALAT (GPT) FS* ………….…………. 63
Lampiran 7 Hasil Konversi Dosis Infusa Daun Ceplikan Pada Manusia ..... 65
Lampiran 8 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan uji t-test
Pada Penetapan Waktu Pengambilan Cuplikan …………….… 66
Lampiran 9 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan uji ANOVA
One Way Pada Penetapan Lama Pemejanan Infusa Daun
Ceplikan ………………………………………………………. 68
Lampiran 10 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan uji Kruskal Wallis
dan Mann Whitney Setelah Praperlakuan Infusa Daun
Ceplikan ..................................................................................... 70
xix
1
BAB I
PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG
1. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme. Fungsi hati salah satunya
adalah sebagai tempat detoksifikasi yang berarti bahwa hepatosit memiliki resiko
yang cukup besar sebagai tempat pembongkaran senyawa-senyawa yang toksik
(Stine and Brown, 1996). Dari sinilah dapat diketahui bahwa hati sangat rentan
terhadap senyawa-senyawa yang masuk ke tubuh khususnya tehadap senyawa yang
mampu merusak hati. Jika terdapat kerusakan pada hati maka proses metabolisme
dalam tubuh juga akan terhambat.
Penyakit hati pun hingga saat ini membutuhkan pengobatan yang efektif
dimana biasa digunakan dalam jangka waktu lama. Maka daripada itu, diperlukan
pengobatan yang aman dan juga terjangkau untuk pengobatan jangka panjang
(Wijoyo, 2003). Sebagian besar masyarakat sendiri percaya bahwa obat yang berasal
dari alam sifatnya lebih aman untuk digunakan. Maka saat ini semakin banyak
dilakukan pengembangan obat herbal untuk berbagai penyakit termasuk pada
pengobatan penyakit hati.
Tanaman ceplikan (Ruellia tuberosa L.) merupakan tanaman herba yang
penggunaannya dalam masyarakat masih cukup sedikit tetapi mempunyai khasiat
bagi kesehatan manusia, seperti untuk kencing batu (Anonim, 2006b), antiinflamasi
1
(De Jesus and Rodriguez, 2002), dan diabetes melitus (Ismayani, 2004). Maka dari
itu, peneliti ingin meneliti khasiat lain dari tanaman ceplikan khususnya manfaat dari
daun ceplikan. Salah satu senyawa yang terkandung di dalam daun ceplikan adalah
polifenol yang dikenal sebagai antioksidan yang mampu menangkap radikal-radikal
bebas (Anonim, 2006b; Arts and Hollman, 2005). Salah satu fungsi hati adalah
sebagai tempat metabolisme sehingga radikal bebas yang dimetabolisme di hati dapat
menyebabkan kerusakan sel hati (Chandrasoma and Taylor, 1995). Kerusakan hati
sendiri dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti alkohol, mikroorganisme, ataupun
senyawa kimia. Salah satu senyawa kimia yang biasa digunakan sebagai model
kerusakan hati adalah karbon tetraklorida (CCl4). Di dalam tubuh, CCl4 akan
dimetabolisme menjadi radikal bebas yaitu triklorokarbon (•CCl3). Oleh karena itu,
hepatotoksin yang digunakan pada penelitian ini adalah CCl4 yang dengan adanya
polifenol di dalam daun ceplikan diharapkan mampu menangkap radikal bebas dari
CCl4 dan mengurangi terjadinya kerusakan sel hati. Karbon tetraklorida memberikan
gambaran kerusakan hati yang khas, yaitu perlemakan hati dan nekrosis. Gambaran
tersebut menyerupai gambaran infeksi virus hepatitis sehingga sering digunakan
sebagai salah satu model kerusakan hati (Anonim, 1991).
Maka dari itu, khasiat lain dari tanaman ceplikan yang akan diteliti adalah
efek hepatoprotektif yang dilihat dari penurunan aktivitas ALT-serum sehingga dapat
lebih dikembangkan dalam pengobatan penyakit hati. Masyarakat pada umumnya
menggunakan obat herbal dengan cara direbus dimana cara ini hampir sama dengan
pembuatan infusa, maka yang akan diteliti pada penelitian kali ini adalah khasiat
infusa dari daun ceplikan.
2
2. Permasalahan
Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini,
yaitu apakah infusa daun ceplikan mampu menurunkan aktivitas ALT-serum pada
mencit jantan terinduksi CCl4?
3. Keaslian penelitian
Sejauh sepengetahuan penulis, penelitian tentang efek hepatoprotektif
tanaman ceplikan (Ruellia tuberosa L.) belum pernah dilakukan. Penelitian tentang
tanaman ceplikan yang pernah dilakukan antara lain: isolasi dan identifikasi senyawa
golongan flavonoid dari bunga Ruellia tuberosa L. (Sutinah, 1986), efek anti
inflamasi daun pletekan (De Jesus and Rodriguez, 2002), dan efek hipoglikemik
rebusan daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) pada tikus putih jantan terinduksi
glukosa dengan metode spektrofometri-vis (Ismayani, 2004). Dari penelitian Sutinah
diketahui bahwa flavonoid di dalam bunga Ruellia tuberosa L. merupakan glikosida
flavon sedangkan dari penelitian oleh Rodriguez dan Ismayani dibuktikan bahwa
bagian daun tanaman ceplikan mempunyai khasiat sebagai obat antiinflamasi serta
mampu menurunkan kadar glukosa darah.
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu
pengetahuan baik kefarmasian ataupun di bidang obat herbal.
3
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan tanaman
ceplikan dalam masyarakat khususnya sebagai alternatif pengobatan bagi para
penderita penyakit hati.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan baik pengetahuan maupun
penggunaan obat herbal untuk pengobatan penyakit hati di dalam masyarakat.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
efek hepatoprotektif infusa daun ceplikan pada mencit jantan terinduksi CCl4 yang
ditandai dengan penurunan aktivitas ALT-serum.
4
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. CEPLIKAN
1. Sistematika
Menurut Anonim (2006c), sistematika ceplikan diklasifikasikan sebagai
berikut ini.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Acanthaceae
Marga : Ruellia
Spesies : Ruellia tuberosa L.
2. Nama Daerah
Ceplikan (nama dagang/umum), pletekan (Jawa) (Anonim, 2006c).
3. Morfologi
Herba tegak atau pangkalnya berbaring, dengan berkas akar bentuk umbi
memanjang, 0,4-0,9 m tingginya. Batang segiempat tumpul. Daun tunggal, bersilang
berhadapan, bentuknya solet. Tangkai daun 0,5-1,5 cm; helaian daun bentuk
memanjang hingga bulat telur terbalik, dengan pangkal berangsur runcing dan ujung
tumpul, dengan tepi bergerigi, gundul, panjang 6-18 cm dan lebar 3-9 cm, licin,
pertulangan menyirip, dan hijau. Bunga majemuk, bentuk payung, di ketiak daun,
5
terdiri 1-15 bunga. Tangkai bunga 0,5-2,5 cm. Kelopak 2-3 cm tingginya. Mahkota
5-6 cm tingginya, kebanyakan ungu cerah, kadang-kadang ungu pucat hingga merah
muda pucat atau hampir putih, sebelah luar berambut; tabung sempit pada
pangkalnya, di atasnya melebar dan berusuk. Pinggiran 3,5-5 cm garis tengahnya,
taju sama, oval hingga bulat telur terbalik, bergigi menggelombang tidak teratur.
Buah gundul, 2-3 cm panjangnya, membuka dengan 2 katup. Biji bulat, kecil, coklat
dan tiap ruang 2-20. Akarnya tunggang, coklat, dan membentuk umbi ( van Steenis,
2002; Anonim, 2006c).
4. Kandungan Kimia
Kandungan yang ada dalam tanaman ceplikan antara lain saponin pada daun
dan akar tanaman ceplikan. Selain itu, daunnya juga mengandung polifenol dan pada
akarnya terdapat kandungan flavonoida (Anonim, 2006c).
5. Khasiat dan kegunaan
Daun ceplikan ini berkhasiat sebagai obat sakit kencing batu (Anonim,
2006c), antiinflamasi (De Jesus and Rodriguez, 2002), dan penurun kadar glukosa
darah (Ismayani, 2004).
B. HATI
1. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ terbesar yang berada di kanan bawah diafragma di dalam
rongga perut dengan berat ± 1,3 kg pada orang dewasa (Chandrasoma and Taylor,
1995; Fox, 2004; Stine and Brown, 1996). Sel-sel parenkim hati terbagi menjadi
lobulus-lobulus dengan diameter 1-2 mm dimana di tengahnya terdapat vena sentral
6
dengan sel-sel hati (hepatosit) yang tersusun melingkar di sekitar vena sentral
(Chandrasoma and Taylor, 1995; Fox, 2004). Di antara hepatosit terdapat saluran
sinusoid yang juga mengandung sel fagosit yang disebut sel Kupffer. Kemudian, di
pojok tiap lobulus ditemukan tiga pembuluh, yaitu: cabang dari vena porta hepatika,
cabang dari arteri hepatika, dan saluran empedu (Stine and Brown, 1996).
Gambar 1. Struktur hati (Fox, 2004)
Darah masuk ke hati melalui dua cara: arteri hepatika (membawa darah dari
sistem sirkulasi) dan vena porta (membawa darah dari saluran gastrointestinal).
Darah mengalir melalui cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta, melewati
sinusoid, dan masuk ke vena sentral (Stine and Brown, 1996). Vena sentral dari
berbagai lobulus akan menjadi satu membentuk vena hepatika yang mengalirkan
darah dari hati ke vena kava inferior (Fox, 2004). Empedu diproduksi di dalam
hepatosit dan mengalir keluar melalui kanalikuli empedu menuju ke saluran empedu
(Stine and Brown, 1996).
7
Hati mempunyai bermacam-macam fungsi dengan 3 fungsi utama dalam
tubuh yaitu untuk sintesis, ekskresi, dan metabolisme (Chandrasoma and Taylor,
1995). Hati sebagai tempat sintesis mampu memproduksi albumin, faktor-faktor
pembekuan darah, dan juga plasma globulin (Fox, 2004). Selain itu, hati juga
mengekskresikan bermacam-macam bahan ke dalam empedu, antara lain bilirubin
dan kolesterol (Chandrasoma and Taylor, 1995). Hati juga mempunyai peranan
penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan juga dalam
detoksifikasi. Detoksifikasi di hati dapat melalui tiga cara, yaitu dengan
mengekskresikannya ke empedu, fagositosis oleh sel Kupffer, dan dengan perubahan
kimia dari molekul tersebut di dalam hepatosit (Fox, 2004).
Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk
melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat dihentikan
aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma and Taylor, 1995).
2. Kerusakan Hati
a. Perlemakan hati (Steatosis)
Hati merupakan tempat sintesis, penyimpanan, dan pelepasan lipid, yang
dapat menyebabkan akumulasi lemak dalam hati itu sendiri dimana 5-50% dari berat
hati adalah lemak (Stine and Brown, 1996). Perlemakan hati dapat disebabkan antara
lain karena jumlah asam lemak bebas yang masuk ke hati berlebih, adanya gangguan
pada siklus trigliserida, meningkatnya sintesis asam lemak, penurunan oksidasi asam
lemak, dan juga karena terjadi penurunan sintesis dan sekresi very low density
lipoprotein (VLDL) (Treinen-Moslen, 2001).
8
b. Kolestasis
Menurut Stine and Brown (1996), kolestasis merupakan pemberhentian
aliran empedu yang menyebabkan jaundice, suatu kondisi yang ditandai dengan
warna mata dan kulit yang kekuningan. Keadaan ini disebabkan karena terjadi
kenaikan jumlah pigmen empedu yaitu bilirubin hingga melebihi batas normalnya
yaitu 0,8 mg/dL (Chandrasoma and Taylor, 1995).
c. Nekrosis hati
Nekrosis merupakan salah satu akibat dari banyak penyakit hati yang
ditandai dengan akumulasi vakuola di dalam sitoplasma, kerusakan retikulum
endoplasma, pembengkakan mitokondria, pengrusakan nukleus, dan gangguan pada
membran plasma. Nekrosis dapat berupa focal, zonal, submassive, atau massive
(Chandrasoma and Taylor, 1995; Stine and Brown, 1996). Nekrosis tipe focal
ditandai dengan adanya kematian sel pada sekelompok kecil hepatosit. Kerusakan
tipe ini terjadi secara acak di seluruh hati, biasanya disebabkan oleh virus hepatitis
dan infeksi bakteri. Tipe zonal merupakan kematian sel di tempat tertentu pada
seluruh lobulus hati, yaitu peripheral zonal nekrosis atau centrizonal nekrosis
(Chandrasoma and Taylor, 1995). Centrizonal atau centrilobular nekrosis terjadi di
sekitar vena sentral hepatika. Nekrosis tipe ini disebabkan oleh virus hepatitis, CCl4,
dan keracunan kloroform. Sedangkan peripheral zonal nekrosis terjadi pada sel-sel
hepatosit di sekitar saluran portal. Submassive nekrosis adalah terjadinya nekrosis
sel hati yang meluas hingga melewati batas lobulus. Tipe yang paling parah adalah
tipe massive dimana hampir seluruh sel-sel hati mengalami nekrosis yang ditandai
salah satunya dengan penyusutan hati (Chandrasoma and Taylor, 1995).
9
Gambar 2. Tipe-tipe Kerusakan Hati (Chandrasoma and Taylor, 1995)
d. Sirosis
Adanya kombinasi kerusakan hepatosit dan tidak cukupnya regenerasi akan
meningkatkan aktivitas fibroblas dan menyebabkan akumulasi kolagen di hati.
Keadaan ini juga menyebabkan gangguan aliran darah di hati (Stine and Brown,
1996). Sirosis sifatnya irreversible dan dapat disebabkan antara lain oleh virus
hepatitis dan alkohol (Lingappa, 1995).
C. METODE UJI ANTIHEPATOTOKSIK
Menurut Zimmerman (1978), uji antihepatotoksik ini dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu metode in vitro dan metode in vivo. Metode in vitro digunakan untuk
melihat kerugian yang terjadi karena hepatotoksin pada hati dengan melihat tanda-
tanda fisiologiknya. Menurut Plaa and Charbonneau (2001), uji-uji yang digunakan
10
dalam metode in vivo, yaitu: (1) uji enzim serum; (2) uji ekskretori hati; (3)
perubahan konstituen hati; dan (4) analisis histologi.
(1) Uji enzim serum
Uji ini merupakan salah satu uji yang sangat berguna dan telah menjadi
standar dalam hepatotoksisitas. Ini berguna untuk melihat kerusakan awal hati
tanpa harus mengorbankan hewan uji. Enzim-enzim yang terdapat di hati, antara
lain: alkalin-fosfatase (AP), aspartat-aminotransferase (AST), laktat-
dehidrogenase (LDH), alanin-aminotransferase (ALT), ornitin-karbamil-
transferase (OCT), dan sorbitol-dehidrogenase (SDH) (Plaa and Charbonneau,
2001). Enzim-enzim transaminase lebih banyak digunakan dalam pengujian ini
dimana kenaikan enzim-enzim ini secara spesifik memperlihatkan adanya luka
hepatik (Plaa and Charbonneau, 2001). Aminotransferase merupakan suatu
kelompok enzim yang mengkatalisis pemindahan asam amino ke asam 2-oxo
dengan memindahkan gugus amino. Transaminase tersebar luas di tubuh. AST
ditemukan terutama di jantung, hati, otot skeletal, dan ginjal sedangkan ALT
ditemukan terutama di hati dan ditemukan di dalam sitoplasma (Pantheghini and
van Solinge, 2006). Kenaikan aktivitas ALT serum 10-100 kali lipat dari ALT
serum normal menunjukkan adanya nekrosis pada hati (Zimmerman, 1978).
Aktivitas ALT serum dapat diukur secara spektrofotometri dengan
metode kinetik ALT. Dasar dari metode kinetik ini adalah mengkatalisis
pemindahan gugus amino dari alanin ke 2-oksoglutarat membentuk glutamat dan
piruvat. Penentuan aktivitas ALT secara kuantitatif dilakukan dengan
11
mereaksikan serum yang dianalisis dengan 2-oksoglutarat dan L-alanin (Anonim,
2006a), berikut persamaan reaksinya:
COO
CH NH2
CH3
C
COO
O
CH2
CH2
COO
COO
C O
CH3
HC
COO
NH2
CH2
CH2
COO
+ALT
+
L-alanin 2-oksoglutarat piruvat L-glutamat
(Pantheghini and van Solinge, 2006)
COO
C O
CH3
NADH H
COO
HC OH
CH3
NAD++ +LDH
+
D-Laktatpiruvat
(Colombo and Peheim, 1981)
Kadar pemeriksaan pemakaian NADH dapat diukur dengan berkurangnya
serapan dalam daerah UV, yang sebanding dengan aktivitas ALT-serum
(Zimmerman, 1978).
(2) Uji ekskretori hati
Hati merupakan tempat sintesis urea, kolesterol, dan protein plasma termasuk
faktor-faktor pembekuan. Adanya perpanjangan atau peningkatan waktu dari
fungsi di atas mampu menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan
12
kecepatan metabolisme obat di dalam hati dapat dijadikan salah satu parameter
kehepatotoksikan (Zimmerman, 1978).
(3) Perubahan konstituen hati
Selain dapat meningkatkan aktivitas enzim serum dan mengubah proses ekskresi
di hati, senyawa hepatotoksik dapat merubah struktur dan fungsi dari hati itu
sendiri. Pemeriksaan ini menjelaskan terjadinya kerusakan pada hati. Pengukuran
jumlah lemak dalam hati dapat menunjukkan terjadinya steatosis (Zimmerman,
1978).
(4) Analisis histologi
Secara mikroskopis sel-sel hati yang mengalami kerusakan sitotoksik tampak
beda dengan yang normal maka analisis ini dapat digunakan sebagai salah satu
parameter kerusakan hati (Plaa and Charbonneau, 2001).
D. KARBON TETRAKLORIDA
Dalam penelitian ini digunakan hepatotoksin yaitu karbon tetraklorida
(CCl4). Karbon tetraklorida merupakan hidrokarbon alifatik terhalogenasi dimana
sifatnya sangat toksik salah satunya karena dapat membentuk radikal bebas yang
bereaksi dengan banyak asam lemak tak jenuh (Mutschler, 1999). Karbon
tetraklorida sering digunakan sebagai pemadam api, zat pengawet simplisia, dan
antihelmentik pada hewan (Plaa and Charbonneau, 2001) sedangkan dalam industri
kimia dipakai sebagai bahan pembersih dan juga pelarut lemak (Thienes and Halley,
1972). Absorpsi CCl4 dapat terjadi melalui saluran pernapasan, traktus
gastrointestinal, dan kulit (Thienes and Halley, 1972). Efek toksik CCl4 dapat
13
merusak sistem saraf pusat, hati, ginjal hingga menyebabkan koma dan kematian
(Anonim, 2006b). Di dalam hati, CCl4 dimetabolisme oleh CYP2E1 membentuk
suatu radikal bebas, yaitu •CCl3 (triklorokarbon) yang kemudian juga diubah
menjadi •CCl3O2 (triklorokarbonperoksi) (Stine and Brown, 1996). Karbon
tetraklorida mampu menyebabkan steatosis dan juga nekrosis sentrilobular.
Lipid tersimpan di dalam hati dalam bentuk trigliserida dan dapat terjadi
akumulasi jika terjadi ketidakseimbangan di dalam pemasokan, sintesis, dan sekresi
(Reed, 2001). Penghambatan sintesis protein, gangguan metabolisme fosfolipid atau
oksidasi asam lemak di dalam mitokondria mampu menyebabkan steatosis. Karbon
tetraklorida menyebabkan steatosis dengan menghambat sintesis protein dan sekresi
Gambar 3. Mekanisme kerusakan hati
trigliserida keluar dari hati (Timbrell, 1985).
oleh karbon tetraklorida (CCl4) (Zimmerman, 1978)
Mekanisme steatosis diduga karena adanya pembentukan •CCl3 yang
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid dimana radikal bebas yang terbentuk
berikatan kovalen dengan organela sel kemudian merusak retikulum endoplasma
14
halus yang merupakan tempat aktivasinya (Timbrell, 1985). Peroksidasi lipid
merupakan penyebab utama yang dimulai dengan oksidasi asam lemak tak jenuh
untuk membentuk lipid hidroperoksid, yang kemudian pecah menghasilkan berbagai
macam produk salah satunya adalah aldehid yang dapat menuju ke jaringan tubuh
lainnya dan sifatnya toksik terhadap sel (Hodgson and Levi, 2000). Beberapa efek
dari peroksidasi lipid antara lain terpengaruhinya integritas struktural lipid pada
membran yang menyebabkan kerusakan beberapa struktur, kerusakan memb
lisosom
ran
Prim
hingga pecah dan hilangnya isi dari organela ini (Timbrell, 1985).
ary disturbances
CCl4e •CCl3 + Cl- ⎯→⎯−
•CCl3 + R ⎯SH ⎯→⎯ RS• , R⎯S⎯CCl3 , CHCl3
•CCl3 + protein, unsaturated lipid ⎯→⎯ covalent binding •CCl3 + polyunsaturated lipid ⎯→⎯ lipid peroxidation
Secondary disturbances
lipid peroxidation membran damage, enzyme inactivation, aldehyde ⎯→⎯ and peroxide products
Tertiary disturbances
Aldehydes and lipid peroxidation ⎯→⎯ increased capillary permeability increased platelet aggregation protein cross-linking reaction with SH decreased DNA synthesis decreased enzyme activities
Gambar 4. Tahap-tahap kerusakan seluler oleh •CCl3 (Timbrell, 1985)
15
Radikal triklorokarbon dapat bereaksi dengan grup sulfidril (SH) dan
menyeb yan ung grup tersebut.
Radikal triklorokarbon akan berikatan kovalen dengan asam lemak tak jenuh atau
me dari asam lemak tak jenuh pada lipid membran sehingga
at menyebabkan
terjadinya dekomposisi peroksidatif fosfolipid di retikulum endoplasma (Verheyen,
1996). Hal ini m
mengha
putusny
membe
apol nya
terjadi penumpukan lemak di hati yang disebut dengan steatosis (Zimmerman, 1978).
abkan hilangnya aktivitas enzim g di dalamnya terkand
ngambil 1 atom hidrogen
menghasilkan radikal lipid (Timbrell, 1985). Radikal lipid dap
enyebabkan membran retikulum endoplasma terganggu dan
mbat transportasi lemak keluar dari hati. Hambatan ini terjadi karena
a mekanisme kopling trigliserida dengan apoprotein dan fosfolipid
ntuk lipoprotein pembawa (VLDL) atau karena tidak sempurnanya sintesis
iprotein ataupun transport lipoprotein melalui membran plasma. Akibat
Dekomposisi peroksidatif fosfolipid di retikulum endoplasma dapat
menyebabkan pelepasan produk-produk yang dapat mempengaruhi membran lain
seperti membran sel. Kerusakan membran ini mampu menyebabkan hilangnya
permeabilitas selektif terhadap kalsium sehingga terjadi pemasukan Ca2+ yang
berlebih dan menyebabkan nekrosis (Verheyen, 1996).
Sejumlah besar bahan telah dilaporkan mampu menyebabkan nekrosis
hepatik atau kematian sel. CCl4 menyebabkan nekrosis centrilobular yaitu nekrosis
di sekitar vena sentral dimana daerah ini kaya akan sitokrom P-450 yang mampu
memetabolisme CCl4 (Vandenberghe, 1996).
16
Gambar 5. Tahap terjadinya nekrosis oleh CCl4 (Verheyen, 1996)
Steatosis dan nekrosis hati dapat terjadi secara bersamaan (gambar 3).
Karbon tetraklorida secara langsung dapat merusak membran plasma yang
menyebabkan hilangnya enzim-enzim intraseluler, elektrolit, dan juga masuknya ion-
ion dari luar, seperti ion Ca++ yang akhirnya menyebabkan nekrosis. Bersamaan
dengan itu, terbentuklah metabolit aktif CCl4 yaitu •CCl3. Pembentukan ini terjadi di
dalam retikulum endoplasma sehingga dapat mengganggu transport lipoprotein dan
mengakibatkan steatosis. Sesudah itu, dengan adanya akumulasi •CCl3 dan
17
pembentukan radikal bebas yang baru (•Cl) dapat merusak plasma, mitokondria, dan
juga lisosom yang kem .
yang dibuat dengan m °C selama 15
me enyari
me aupun
, 1986).
dalam panci. Ke enit
terhitung mu lu serkai selagi panas
me pas hingga didapat
volume infusa yang sesuai dengan keingina
mengandung bukan bahan berkhasiat keras dibuat dengan menggunakan 10%
simplisia (A
dari polifenol adalah adanya lebih dari satu gugus fenol di dalam tiap molekulnya.
udian menyebabkan nekrosis (Zimmerman, 1978)
E. INFUSA
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), infusa adalah sediaan cair
enyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90
nit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk m
zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Tetapi, penyarian ini
nghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar baik oleh kuman m
kapang sehingga sediaan ini tidak boleh disimpan lebih dari 1 hari (Anonim
Infusa dibuat dengan mencampur air dan simplisia yang sudah diserbuk di
mudian campuran di atas dipanaskan di tangas air selama 15 m
lai suhu mencapai 90°C sambil diaduk sesekali. La
lalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui am
n. Kecuali dinyatakan lain, infusa yang
nonim, 1995).
F. POLIFENOL
Senyawa fenolik sendiri mencakup sejumlah besar senyawa organik yang
mempunyai gugus aromatik dan berikatan dengan gugus hidroksil (Harborne, 1994).
Polifenol merupakan salah satu senyawa kimia yang ada di dalam ceplikan. Ciri khas
18
Ada bermacam-macam contoh polifenol di antaranya lignin, tanin, dan flavonoid
(Arts and Hollman, 2005). Polifenol mempunyai peranan yang penting dalam
memberikan rasa, bau, dan warna makanan dan minuman, seperti pada teh, bir,
ataupun anggur merah (Harborne, ang kesehatan, polifenol berperan
sebagai
daun c
1994). Di bid
antioksidan dan diberitakan dapat mengurangi risiko penyakit jantung,
pembuluh darah, kanker, dan penyakit Alzheimer (Arts and Hollman, 2005).
G. KETERANGAN EMPIRIS
Penelitian ini bersifat trial and error untuk mengetahui kemampuan infusa
eplikan yang diberikan pada mencit putih jantan yang terinduksi CCl4
(hepatotoksin) untuk menurunkan aktivitas ALT-serum.
19
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian eksperimental murni
dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Biologi Farmasi dan Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas
Dosis infusa daun ceplikan dengan berbagai peringkat.
2. Variabel tergantung
Perubahan aktivitas ALT-serum sebagai penanda adanya kerusakan hati.
3. Variabel pengacau terkendali
a. Jenis kelamin : jantan
b. Galur spesies subjek uji : galur Swiss
c. Berat badan subjek uji : 20 - 30 gram
d. Umur subjek uji : 2 – 3 bulan
20
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat Penelitian
a. seperangkat alat gelas (Pyrex)
b. kompor (Thermolyne, Cimarec 2)
c. timbangan elektrik (Mettler Toledo, tipe AB 204, Switzerland)
d. spuit per oral dan syringe 3 cc (Terumo® Syringe)
e. vitalab mikro (Microlab 200, Merck)
f. sentrifuse (Heraus Christ, Labofuge A)
g. pipa kapiler (Brand, Micro haematocrit tubes, Cat. No. 749311)
h. kamera (Canon, Powershot tipe A620)
2. Bahan Penelitian
a. Bahan uji yang digunakan adalah infusa daun ceplikan (Ruellia tuberosa L).
Daun ceplikan diperoleh dari daerah Kutoarjo, Jawa Tengah.
b. Senyawa hepatotoksin berupa CCl4 (E. Merck, Darmstadt, Germany) yang
didapat dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
c. Paraffin cair yang didapat dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk melarutkan
CCl4 sebagai kontrol positif hepatotoksin.
d. Aquades yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sebagai kontrol negatif.
e. Pereaksi siap pakai (kit) DyaSis ALAT (ALT) FS* without pyridoxal-5-
Phosphate (Dyasis, Germany) untuk mengukur aktivitas ALT serum.
21
Isi reagen :
R1 : TRIS pH 7,15 100 mmol/l
L-alanin 500 mmol/l
LDH ≥ 1700 U/l
R2 : 2-oksoglutarat 15 mmol/l
NADH 0,18 mmol/l
D. SUBYEK UJI
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss, umur 2 – 3
bulan, berat badan 20 – 30 gram, yang didapat dari Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
E. JALAN PENELITIAN
1. Determinasi tanaman ceplikan
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun ceplikan
(Ruellia tuberosa L.). Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan menggunakan dua sumber
acuan yaitu (1) van Steenis (2002) dan (2) Backer and van den Brink (1965).
2. Perhitungan dosis infusa daun ceplikan (Ruellia tuberosa L.)
Pemilihan dosisnya didasarkan pada konsentrasi infusa sebesar 10%
(Anonim, 1995). Dan perhitungan dosis pada mencit 20 g disajikan sebagai berikut :
Dosis infusa = BB
VC× = g 30
ml 1 ml g/100 10 ×
= 3333,3 mg/KgBB
22
Dari hasil perhitungan didapat dosis infusa pada mencit sebesar 3333,3
mg/KgBB. Dan dari dosis ini dibuat 4 peringkat dosis, yaitu 987,7 mg/KgBB (dosis
I), 1481,5 mg/KgBB (dosis II), 2222,2 mg/KgBB (dosis III), dan 3333,3 mg/KgBB
(dosis IV).
3. Pembuatan infusa daun ceplikan (Ruellia tuberosa L.)
Daun ceplikan dicuci bersih dan dioven hingga kering lalu dihaluskan.
Simplisia tersebut kemudian dicampur dengan aquades secukupnya dalam panci lalu
dipanaskan di dalam tangas air selama 15 menit yang mulai dihitung ketika suhu
dalam panci sudah mencapai 90°. Setelah itu infusa diserkai selagi masih panas dan
ditambahkan aquades mendidih hingga didapat volume yang diinginkan (Anonim,
1986).
4. Uji Pendahuluan
a. Pembuatan larutan dan penetapan dosis hepatotoksik CCl4
Larutan CCl4 25% dalam parafin dibuat dengan cara melarutkan 25 ml
CCl4 ke dalam parafin cair sampai volume 100 ml. Pemilihan dosis CCl4
didasarkan pada dosis hepatotoksik pada tikus yaitu 2,8 ml/KgBB
(Leonardus, 2000) yang dikonversikan ke mencit 20 g dengan faktor koreksi
0,14 dan perhitungan sebagai berikut ini.
Dosis hepatotoksik CCl4 tikus 200 g : 2,8 ml/KgBB
= 2,8 ml/1000 gBB = 0,56 ml/200 gBB
= 0,56 ml/200 gBB x 0,14 = 0,078 ml/20 gBB
= 3,9 ml/KgBB
23
Dari perhitungan di atas didapat dosis hepatotoksik CCl4 pada mencit
jantan dan dapat ditentukan 2 peringkat dosis untuk diuji
kehepatotoksikannya, yaitu 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB. Percobaan ini
menggunakan 6 ekor mencit masing-masing kelompok 3 ekor kemudian
diberi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan dosis 7,8 ml/KgBB. Lalu dilakukan
pengambilan darah dari sinus orbitalis mata mencit-mencit tersebut untuk
diukur aktivitas enzim ALT dalam selang waktu 24 jam secara fotometri
melalui metode kinetik ALT. Sebagai pembanding adanya kenaikan aktivitas
enzim ALT-serum, maka dilakukan pengukuran enzim tersebut pada tiga
mencit normal perlakuan kontrol negatif yang diberi pelarut CCl4 yaitu
parafin cair.
Dari hasil orientasi didapat dosis hepatotoksik CCl4 untuk mencit
adalah 3,9 ml/KgBB.
b. Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah
Pada uji ini ditetapkan waktu pengambilan cuplikan darah mencit
yang akan digunakan pada tahap selanjutnya. Waktu yang digunakan ada 2,
yaitu selang waktu 24 jam dan 48 jam. Mencit yang digunakan pada tahap ini
sejumlah 6 ekor yang dibagi menjadi 2 kelompok selang waktu 24 jam dan
48 jam masing-masing 3 ekor mencit. Semua mencit diberi CCl4 dosis 3,9
ml/KgBB dan dalam selang waktu 24 jam, kelompok I diambil darahnya
lewat sinus orbitalis mata lalu diukur aktivitas enzim ALT-serumnya.
Pengambilan darah kelompok II dilakukan 48 jam sesudah pemberian CCl4
kemudian diukur aktivitas enzim ALT-serum. Hasil dari kedua kelompok
24
tersebut dibandingkan untuk melihat aktivitas ALT-serum yang lebih tinggi.
Dari hasil uji tahap ini dipilih waktu pengambilan cuplikan darah 24 jam
setelah pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB.
c. Orientasi lama pemejanan infusa daun ceplikan
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama pemejanan
infusa yang harus dilakukan untuk memberikan penurunan aktivitas ALT-
serum. Dosis yang digunakan pada tahap ini adalah dosis ketiga yaitu dosis
2222,2 mg/KgBB dengan pengelompokan sebagai berikut : kelompok I
sebagai kontrol positif CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB, kelompok II - IV merupakan
kelompok yang diberi perlakuan infusa dimana kelompok II diberi infusa
selama 4 hari, kelompok III selama 6 hari, kelompok IV selama 8 hari. Dua
puluh empat jam sesudahnya, darah diambil melalui sinus orbitalis mata dan
ditetapkan aktivitas ALT-serumnya. Dari hasil percobaan ini didapatkan lama
pemejanan infusa selama 6 hari berturut-turut.
5. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah 35 ekor mencit dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok
perlakuan masing-masing sejumlah 5 ekor. Kelompok I (kontrol negatif) diberi
aquades selama 6 hari berturut-turut. Setelah 24 jam, diambil darahnya pada sinus
orbitalis mata. Pada kelompok II (kontrol positif CCl4) diberi dosis hepatotoksik
CCl4 3,9 ml/KgBB dan setelah 24 jam, darahnya diambil dari sinus orbitalis mata.
Kelompok III (kontrol positif infusa) diberi dosis tertinggi infusa daun ceplikan
(3333,3 mg/KgBB) satu kali sehari selama 6 hari berturutan pada rentang jam yang
sama secara per oral. Dan 24 jam sesudahnya darah diambil dari sinus orbitalis mata.
25
Kemudian pada kelompok IV-VII (perlakuan) diberi infusa daun ceplikan sesuai
dengan dosis masing-masing, yaitu 987,7 mg/KgBB (dosis I), 1481,5 mg/KgBB
(dosis II), 2222,2 mg/KgBB (dosis III), dan 3333,3 mg/KgBB (dosis IV) satu kali
sehari selama 6 hari berturutan pada jam yang sama secara per oral. Pada hari ke-7
semua kelompok perlakuan diberi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB secara per oral. Dua
puluh empat jam sesudahnya, darah diambil dengan melukai sinus orbitalis mata dan
ditetapkan aktivitas ALT-serumnya. Cuplikan darah pada tiap kelompok diambil
serumnya, lalu ditetapkan aktivitas ALT-serumnya dengan vitalab mikro.
6. Pembuatan serum
Darah mencit dari sinus orbitalis mata ditampung dalam tabung sentrifuse
melalui dinding tabung lalu disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 10
menit dan diambil supernatannya (serum).
7. Penetapan aktivitas ALT-serum
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT-serum adalah vitalab-
mikro. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
Serum atau plasma (10 μl) + larutan fisiologis NaCl 0,9% (90 μl) ⇒ tambahkan
larutan reagen 1 (1000 μl) ⇒ divortex ⇒ tambahkan larutan reagen 2 (250 μl) ⇒
baca penurunan absorbansinya
E. ANALISIS HASIL
Data ALT-serum dianalisis secara statistik dengan analisis parametrik pola
searah (ANOVA One Way). Sebelumnya, dilakukan analisis Kolmogorov-Smirnov
untuk melihat distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian
26
antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Jika didapat distribusi data
normal dan varian sama maka syarat analisis parametrik terpenuhi sehingga dapat
dilanjutkan dengan analisis parametrik pola searah (ANOVA One Way) dengan taraf
kepercayaan 95% dan uji LSD untuk mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok. Apabila syarat analisis parametrik tidak terpenuhi, analisis dilanjutkan
dengan analisis non parametrik.
27
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Ceplikan
Keterangan determinasi dapat dilihat pada lampiran 1 dan foto tanaman
ceplikan dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil determinasi tanaman ceplikan (Ruellia
tuberosa L.) adalah sebagai berikut :
1b – 2b – 3b – 4b – 6b – 7b – 9b – 10b – 11b – 12b – 13b – 14b – 16a (golongan 10)
239b – 243b – 244b – 248b – 249b – 250b – 266b – 267b – 273b – 276b – 278b –
279b – 282b – 283b – 284b – 285b - ................... 115. Achantaceae
1a – 2b – 7a – 8b – 10a – 11b – 13b – 14b – 16a - ..................... 10. Ruellia
1 ..................................................................................... Ruellia tuberosa L.
Dari hasil determinasi di atas dapat disimpulkan bahwa tanaman yang
digunakan adalah benar tanaman ceplikan (Ruellia tuberosa L.).
B. Uji Pendahuluan
1. Penetapan dosis hepatotoksik CCl4
Penetapan dosis hepatotoksik CCl4 bertujuan untuk menetapkan dosis CCl4
yang menimbulkan kerusakan hati lebih parah. Kerusakan terparah tersebut dapat
diketahui dari peningkatan aktivitas ALT-serum yang paling optimal.
Ada 2 peringkat dosis yang dipakai pada percobaan ini, yaitu 3,9 ml/KgBB
dan 7,8 ml/KgBB. Dosis tersebut didapat dari hasil konversi dosis hepatotoksik CCl4
pada tikus sebesar 2,8 ml/KgBB (Leonardus, 2000) ke mencit 20 g menjadi 3,9
28
ml/KgBB. Kemudian dosis hasil konversi tersebut dinaikkan dua kali lipatnya
menjadi 7,8 ml/KgBB. Uji aktivitas enzim ALT-serum dilakukan pada jam ke-24.
Pada tabel I dapat dilihat data aktivitas enzim ALT-serum pada jam ke-24
akibat pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB.
Tabel I. Aktivitas enzim ALT-serum pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB.
Dosis CCl4 (ml/KgBB)
Jam ke- Nilai rata-rata aktivitas ALT-serum ± SE (U/L)
3,9 24 16633,3 ± 197,4 7,8 24 18523,3 ± 265,7
Peningkatan aktivitas ALT-serum dapat dilihat dengan lebih jelas pada
gambar 6.
15000
16000
17000
18000
19000
3,9 7,8
Dosis CCl4 (ml/KgBB)
Aktiv
itas
ALT-
seru
m (U
/L)
Gambar 6. Diagram batang peningkatan aktivitas ALT-serum akibat
pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB pada jam ke-24.
Dari tabel I dan gambar 6, terlihat jelas bahwa aktivitas ALT-serum yang
lebih tinggi terjadi pada dosis 7,8 ml/KgBB. Dosis 3,9 ml/KgBB ataupun dosis 7,8
29
ml/KgBB sudah mampu menyebabkan kenaikan aktivitas ALT-serum yang tinggi
dimana menurut Zimmerman (1978), kenaikan aktivitas ALT serum 10-100 kali lipat
dari ALT-serum normal menunjukkan adanya nekrosis pada hati. Peningkatan
aktivitas ALT-serum akibat pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB
dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Aktivitas enzim ALT-serum pada mencit jantan akibat pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB pada jam ke-24.
% perbedaan terhadap Kel. Nilai rata-rata
aktivitas ALT-serum ± SE
(U/L) Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3
I 16633,3 ± 197,4 - (-)10,2 (+)6217,2 II 18523,3 ± 265,7 (+)11,4 - (+)6935,1 III 263,3 ± 6,7 (-)98,4 (-)98,6 -
Keterangan : I : kelompok CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB II : kelompok CCl4 dosis 7,8 ml/KgBB III : kelompok kontrol negatif parafin cair
Pada tabel II diperlihatkan bahwa aktivitas ALT-serum akibat pemberian
CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB meningkat hingga ± 90 kali sehingga
dapat dikatakan pula bahwa sudah terjadi kerusakan hati akibat pemberian CCl4 dosis
3,9 ml/KgBB dan 7,8 ml/KgBB. Selama percobaan, pada kelompok CCl4 dosis 7,8
ml/KgBB terdapat beberapa hewan uji yang mati sehingga dosis hepatotoksik CCl4
yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini adalah dosis 3,9 ml/KgBB.
Dari hasil orientasi, didapat nilai aktivitas enzim ALT-serum kontrol parafin
sebesar 263,3 ± 6,7 U/L, sedangkan aktivitas enzim ALT-serum setelah pemberian
CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB adalah sebesar 16633,3 ± 197,4 U/L. Dari data tersebut
30
maka diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas enzim ALT-serum hingga ± 90
kalinya. Peningkatan ini menandakan bahwa CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB memang
menimbulkan kerusakan hati dimana menurut Zimmerman (1978), kenaikan aktivitas
ALT serum 10-100 kali lipat dari ALT serum normal menunjukkan adanya nekrosis
pada hati. Maka disimpulkan bahwa CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB dapat digunakan
sebagai senyawa model hepatotoksin.
2. Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah
Tahap penelitian ini bertujuan untuk menetapkan waktu pengambilan
cuplikan darah. Penetapan waktu pengambilan cuplikan dilakukan dengan
membandingkan nilai ALT-serum pada jam ke-24 dan ke-48 setelah pemberian CCl4
dosis 3,9 ml/KgBB. Zimmerman (1978) menyatakan bahwa nekrosis hati mulai
tampak setelah 6-12 jam dan mencapai puncaknya pada 24 sampai 36 jam setelah
pemberian CCl4. Waktu yang dipilih pada tahap ini merupakan waktu dengan nilai
ALT-serum yang lebih tinggi yang juga menandakan bahwa kerusakan hati yang
terjadi lebih parah. Hasil dari tahap penelitian dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Aktivitas enzim ALT-serum setelah pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB pada jam ke-24 dan 48.
Dosis CCl4 (ml/KgBB) Jam ke- Nilai rata-rata aktivitas
ALT-serum ± SE (U/L) 24 16633,3 ± 197,4 3,9 48 8053,3 ± 448,6
Perbandingan nilai ALT-serum pada jam ke-24 dan 48 dapat dilihat lebih
jelas pada gambar 7.
31
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
24 48
Waktu pengambilan cuplikan (jam)
Akt
ivita
s A
LT-s
erum
(U/L
)
Gambar 7. Grafik perbandingan aktivitas ALT-serum jam ke-24 dan ke-48 setelah pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB.
Gambar 7 menunjukkan aktivitas ALT-serum pada jam ke-48 justru
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum pada jam ke-
24. Dua puluh empat jam sesudah pemberian CCl4, nilai ALT-serum meningkat
tajam yang berarti hati mengalami kerusakan parah. Penurunan aktivitas ALT-serum
pada selang waktu 48 jam menunjukkan bahwa sel-sel hati yang rusak sudah
membaik dan kerusakan hati yang terjadi tidak separah pada selang waktu 24 jam.
Analisis yang dilakukan pada uji ini adalah analisis t-test karena yang
dibandingkan hanya 2 kelompok. Dari analisis t-test didapat varian antar
kelompoknya sama (p>0,05). Kemudian nilai signifikansi t-test yang didapat
(p<0,05) menandakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelompok
24 jam dan 48 jam. Maka dari itu, waktu pengambilan cuplikan darah yang dipilih
adalah selang waktu 24 jam dengan dosis CCl4 3,9 ml/KgBB.
32
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan lama
pemejanan infusa daun ceplikan yang memberikan penurunan aktivitas enzim ALT-
serum paling optimum. Percobaan ini juga dapat digunakan sebagai uji pendahuluan
untuk membuktikan khasiat hepatoprotektif infusa daun ceplikan pada penelitian ini.
Dalam percobaan ini dipilih 3 peringkat lama pemejanan infusa daun
ceplikan, yaitu pemejanan selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari. Dosis infusa daun
ceplikan yang digunakan pada percobaan ini adalah dosis III yaitu 2222,2 mg/KgBB.
Aktivitas enzim ALT-serum pada tiap kelompok tersaji pada tabel IV berikut ini.
Tabel IV. Data aktivitas enzim ALT-serum pada mencit jantan terinduksi CCl4 akibat praperlakuan infusa daun ceplikan (IDC) dosis 2222,2 mg/KgBB selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari.
Lama pemejanan IDC dosis
2222,2 mg/KgBB Nilai rata-rata aktivitas ALT-serum ± SE (U/L)
4 hari 12990,0 ± 350,1 6 hari 9400,0 ± 201,1 8 hari 9483,3 ± 282,6
Aktivitas enzim ALT-serum di atas juga dapat dilihat pada gambar 8 di
bawah ini.
33
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
4 6 8
Lama Pemejanan (hari)
AktivitasALT-serum
(U/L)
Gambar 8. Grafik aktivitas enzim ALT-serum mencit praperlakuan infusa daun ceplikan selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari berturut-turut.
Dari gambar 8 di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan yang cukup
tajam dari kelompok pemejanan 4 hari (12990 ± 350,2 U/L) ke kelompok pemejanan
6 hari (9400 ± 201,1 U/L) dengan besar penurunannya ± 3590 U/L. Lalu, besar
aktivitas enzim ALT-serum pada kelompok pemejanan 6 hari dan 8 hari ternyata
tidak jauh berbeda. Maka dari itu, lama pemejanan infusa daun ceplikan yang dipakai
untuk percobaan ini adalah lama pemejanan 6 hari.
Data yang didapat kemudian dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk
melihat kenormalan distribusi data yang merupakan salah satu syarat analisis
parametrik. Dari hasil analisis dengan Kolmogorov-Smirnov didapat distribusi tiap
kelompok normal (p>0,05). Kemudian dilihat varian antar kelompok dimana untuk
ANOVA One Way disyaratkan varian antar kelompoknya sama. Varian sama dapat
ditentukan dari nilai signifikansi pada tabel homogenitas varian jika nilainya >0,05.
Nilai signifikansi pada tabel homogenitas varian (p) >0,05 sehingga disimpulkan
34
varian-nya sama sehingga analisis data dapat dilanjutkan dengan ANOVA One Way
dan uji LSD. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antar kelompok dimana
bila nilai p>0,05 berarti berbeda tidak bermakna dan berbeda bermakna jika p<0,05
dengan taraf kepercayaan 95%.
Rangkuman hasil penelitian lebih lanjut dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Nilai aktivitas enzim ALT-serum mencit terinduksi CCl4 dengan praperlakuan infusa daun ceplikan selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari berdasarkan uji LSD
% perbedaan terhadap Kel. Lama pemejanan
IDC dosis 2222,2 mg/KgBB
Nilai rata-rata aktivitas ALT-
serum (U/L) ± SE Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3
1 4 hari 12990,0 ± 350,2 - (+) 38,19* (+) 36,98* 2 6 hari 9400,0 ± 201,1 (-) 27,64* - (-) 0,88 3 8 hari 9483,3 ± 282,6 (-) 27,00* (+) 0,89 -
Keterangan : * = berbeda bermakna
Dari hasil uji LSD, kelompok perlakuan 6 hari berbeda tidak bermakna
dengan kelompok perlakuan 8 hari (p>0,05) sehingga dari percobaan ini, lama
pemejanan infusa daun ceplikan yang dipilih adalah lama pemejanan 6 hari. Selain
memberikan penurunan aktivitas enzim ALT-serum yang paling tajam, besar
aktivitas enzim ALT-serum pada kelompok ini cenderung mulai stabil.
Percobaan ini juga menunjukkan bahwa dosis 2222,2 mg/KgBB mampu
menurunkan nilai aktivitas enzim ALT-serum mencit sehingga dapat dikatakan
bahwa pada dosis ini, infusa daun ceplikan mempunyai efek hepatoprotektif.
Penurunan aktivitas enzim ALT-serum jika dibandingkan dengan kontrol
CCl4 mulai tampak setelah pemejanan infusa daun ceplikan selama 4 hari dengan
35
besar efek hepatoprotektif sebesar 21,9%. Pada tabel VI dapat dilihat perbandingan
besar efek hepatoprotektif pada tiap kelompok dengan lebih jelas.
Tabel VI. Data % efek hepatoprotektif infusa daun ceplikan setelah praperlakuan IDC selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari pada mencit jantan terinduksi CCl4.
Kelp. Nilai rata-rata aktivitas
ALT-serum (U/L) ± SE % beda
terhadap kelp. I % efek
hepatoprotektif I 16633,3 ± 197,4 - 0 II 12990,0 ± 350,2 (-)21,9* 21,9 III 9400,0 ± 201,1 (-)43,5* 43,5 IV 9483,3 ± 282,6 (-)43,0* 43,0
Keterangan : I : kelompok kontrol positif CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB II : kelompok lama pemejanan IDC dosis 2222,2 mg/KgBB selama 4 hari III : kelompok lama pemejanan IDC dosis 2222,2 mg/KgBB selama 6 hari IV : kelompok lama pemejanan IDC dosis 2222,2 mg/KgBB selama 8 hari * : berbeda bermakna
Penurunan aktivitas enzim ALT-serum juga terlihat pada kelompok
pemejanan infusa selama 6 hari. Bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan
CCl4, penurunan yang terjadi pada kelompok ini cukup besar yaitu sebesar 7233,3
U/L dengan besar efek hepatoprotektifnya sebesar 43,5%. Pada kelompok pemejanan
infusa daun ceplikan selama 8 hari ditemukan penurunan aktivitas enzim ALT-serum
yang hampir sama dengan penurunan pada kelompok pemejanan 6 hari, yaitu sebesar
7150,0 U/L sehingga besar efek hepatoprotektifnya tidak jauh berbeda dengan
kelompok 6 hari, yaitu sebesar 43,0 %.
Grafik % efek hepatoprotektif infusa daun ceplikan setelah praperlakuan
infusa daun ceplikan selama 4 hari, 6 hari, dan 8 hari pada mencit terinduksi CCl4
dapat dilihat pada gambar 9.
36
05
101520253035404550
4 6 8Lama pemejanan (hari)
Besar efek hepato-
protektif IDC (%)
Gambar 9. Grafik % efek hepatoprotektif pada kelompok praperlakuan infusa daun ceplikan selama 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan 8 hari berturut-turut.
Dari gambar 9, semakin jelas bahwa % efek hepatoprotektif pada kelompok
pemejanan infusa daun ceplikan selama 6 hari dan 8 hari paling besar dengan % efek
yang cenderung mulai stabil pada kelompok pemejanan 6 hari. Lalu, dari hasil
percobaan ini ditentukan 4 peringkat dosis infusa daun ceplikan dengan kelipatan
1,5, yaitu 987,6 mg/KgBB, 1481,5 mg/KgBB, 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3
mg/KgBB.
C. Aktivitas ALT-serum Mencit Terinduksi CCl4 Akibat Praperlakuan Infusa Daun Ceplikan Dosis 987,7 mg/KgBB, 1481,5 mg/KgBB, 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3 mg/KgBB.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mendapatkan data apakah infusa
daun ceplikan mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektor pada hewan uji yang
sebelumnya sudah diinduksi senyawa perusak hati (CCl4). Salah satu cara untuk
membuktikan ada tidaknya efek hepatoprotektif adalah dengan melihat nilai aktivitas
ALT-serum hewan uji. Infusa daun ceplikan dikatakan mempunyai efek
37
hepatoprotektif jika mampu menurunkan aktivitas ALT-serum yang dibandingkan
dengan aktivitas ALT-serum pada kontrol senyawa hepatotoksik.
Data yang didapat lalu dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat
normal tidaknya distribusi data pada tiap kelompok. Nilai p>0,05 menunjukkan
distribusi data normal dan p<0,05 distribusi yang tidak normal. Dari hasil analisis,
diperoleh distribusi data yang normal (p>0,05) tetapi pada uji varian tidak diperoleh
varian yang sama antar kelompoknya (p<0,05). Dengan demikian, analisis
dilanjutkan dengan analisis non-parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan yang signifikan di antara seluruh kelompok. Nilai signifikansi (p)
pada analisis ini <0,05 maka ada perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya. Langkah selanjutnya adalah uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan
antara 2 kelompok dimana p>0,05 dikatakan berbeda tidak bermakna dan p<0,05
berbeda bermakna.
Pada tabel VII disajikan secara keseluruhan pengaruh praperlakuan infusa
daun ceplikan pada mencit jantan yang diinduksi CCl4.
38
Tabel VII. Pengaruh praperlakuan IDC berbagai dosis yang dipejankan selama 6 hari pada mencit jantan terinduksi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB.
Aktivitas ALT-serum
% beda terhadap Kelp
Rata-rata ± SE (U/L) I II
% efek hepatoprotektif
I 136,0 ± 4,00 - (-)99,2* - II 16750,0 ± 132,4 (+)12216,2 - - III 136,0 ± 2,5 0 (-)99,2* - IV 17132,0 ± 339,8 (+)12497,1* (+)2,3 -2,3 V 15116,0 ± 340,8 (+)11.014,7* (-)9,8* 9,8 VI 10560,0 ± 743,5 (+)7664,7* (-)37,0* 37,0 VII 9658,0 ± 688,1 (+)7001,5* (-)42,3* 42,3 Keterangan : I : kelompok kontrol negatif aquades II : kelompok kontrol CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB III : kelompok kontrol IDC dosis 3333,3 mg/KgBB IV : kelompok IDC dosis 987,7 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB V : kelompok IDC dosis 1481,5 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB VI : kelompok IDC dosis 2222,2 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB VII : kelompok IDC dosis 3333,3 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB * : berbeda bermakna
02000400060008000
1000012000140001600018000
Aktivitas ALT-serum (U/L)
1 2 3 4 5 6 7
Kelompok perlakuan
Gambar 10. Diagram batang aktivitas ALT-serum pada kelompok perlakuan. Keterangan : 1 : kelompok kontrol negatif aquades 2 : kelompok kontrol positif CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 3 : kelompok kontrol positif IDC dosis 3333,3 mg/KgBB 4 : kelompok IDC dosis 987,7 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 5 : kelompok IDC dosis 1481,5 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 6 : kelompok IDC dosis 2222,2 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 7 : kelompok IDC dosis 3333,3 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB
39
Gambar 10 telah memperlihatkan dengan lebih jelas tentang pengaruh
praperlakuan infusa daun ceplikan pada penelitian ini. Histogram di atas
memperlihatkan bahwa kenaikan dosis infusa daun ceplikan mampu menurunkan
aktivitas ALT-serum yang berarti pula bahwa secara umum infusa daun ceplikan
mempunyai efek hepatoprotektif.
Kelompok 1 adalah kelompok perlakuan kontrol negatif aquades. Aquades
adalah pelarut yang digunakan dalam pembuatan infusa maka perlu diteliti terlebih
dahulu apakah aquades mempunyai kemampuan untuk merusak hati. Jika pada
kelompok ini terjadi kenaikan aktivitas ALT-serum berarti aquades bersifat
hepatotoksik sehingga akan mempengaruhi hasil penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan aktivitas ALT-serum pada kelompok perlakuan aquades sebesar 136,0
± 4,00 U/L sehingga dapat dikatakan pula bahwa nikai ALT-serumnya normal.
Dengan begitu, kerusakan hati yang terjadi pada kelompok perlakuan infusa daun
ceplikan tidak disebabkan karena pelarutnya.
Pada kelompok 2 terjadi kenaikan aktivitas ALT-serum yang cukup tinggi
dan jauh di atas normal. Kelompok perlakuan kontrol positif CCl4 ini menjadi
indikator adanya kerusakan hati dan juga digunakan sebagai pembanding kerusakan
hati pada kelompok perlakuan lainnya dengan membandingkan aktivitas ALT-
serumnya. Nilai ALT-serum yang didapat sebesar 16750,0 ± 132,4 U/L, nilai ini
berbeda jauh dengan nilai ALT-serum pada kelompok perlakuan aquades. Hasil
analisis juga menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05) di antara
keduanya. Kenaikan aktivitas ALT-serum hingga 123 kali ini merupakan salah satu
40
bukti adanya kerusakan hati. Persentase kenaikannya yang juga cukup tinggi
(12216,2%) semakin memastikan bahwa kerusakan hati yang terjadi cukup parah.
Kelompok 3 dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya efek hepatotoksik
pada infusa daun ceplikan. Pada kelompok ini, infusa daun ceplikan diberikan selama
6 hari berturut-turut dan kemudian diambil darahnya lewat sinus orbitalis mata.
Dosis infusa yang digunakan pada kelompok perlakuan ini adalah dosis infusa
tertinggi yaitu 3333,3 mg/KgBB. Dosis tertinggi infusa daun ceplikan dipilih untuk
memastikan bahwa pada dosis terbesar tidak menimbulkan kerusakan hati. Dari hasil
analisis, didapat aktivitas ALT-serum sebesar 136,0 ± 2,5 U/L yang nilainya hampir
sama dengan nilai ALT-serum pada kelompok perlakuan aquades (p>0,05) sehingga
nilai ALT-serum kelompok ini dapat dikatakan normal. Jika infusa daun ceplikan
dosis tertinggi tidak memberikan efek hepatotoksik maka dosis infusa yang lebih
rendah juga dinyatakan sama.
Pemberian infusa daun ceplikan dosis 3333,3 mg/KgBB tidak memberikan
peningkatan aktivitas ALT-serum yang diperkuat dengan hasil makroskopis hati
yang normal. Pada kelompok ini didapat hati dengan warna merah tua yang segar
dengan permukaan yang halus dan tanpa bintik-bintik. Maka dari itu, dapat
disimpulkan bahwa infusa daun ceplikan tidak menimbulkan kerusakan hati. Ini
berarti kenaikan nilai ALT-serum pada kelompok perlakuan benar-benar dikarenakan
induksi CCl4 sebagai hepatotoksin.
Aktivitas ALT-serum pada kelompok 4 yaitu kelompok perlakuan infusa
daun ceplikan dosis 987,7 mg/KgBB yang dipejankan selama 6 hari berturut-turut
dan pada hari ke-7 diberi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB. Setelah itu, diambil darahnya 24
41
jam kemudian lewat sinus orbitalis mata. Hasil analisis dengan Mann-Whitney
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna jika dibandingkan dengan aktivitas
ALT-serum kelompok perlakuan CCl4 (p>0,05). Dan jika dibandingkan dengan
kelompok perlakuan aquades diperoleh perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini
berarti bahwa pada kelompok perlakuan ini tidak menimbulkan penurunan aktivitas
ALT-serum. Nilai ALT-serum pada kelompok perlakuan ini justru sedikit lebih
tinggi (17132,0 ± 339,8 U/L) daripada kelompok perlakuan CCl4 (16750,0 ± 132,4
U/L). Kenaikan ini dapat disebabkan oleh kandungan zat aktif di dalam infusa daun
ceplikan yang belum mampu memberikan efek hepatoprotektif.
Kelompok yang ke-5 adalah kelompok perlakuan infusa daun ceplikan
dengan dosis 1481,5 mg/KgBB. Nilai ALT kelompok ini sedikit lebih rendah
daripada nilai ALT kelompok perlakuan CCl4. Tabel VII memperlihatkan nilai ALT
pada kelompok ini sebesar 15116,0 ± 340,8 U/L. Setelah dianalisis, data
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) jika dibandingkan dengan hasil
kelompok perlakuan CCl4 yang sebesar 16750,0 ± 132,4 U/L. Apabila data di atas
dibandingkan dengan kelompok perlakuan aquades yaitu kelompok I, didapat
perbedaan yang juga bermakna dengan p<0,05. Ini berarti pemberian infusa daun
ceplikan pada dosis 1481,5 mg/KgBB ini sudah mampu menurunkan nilai ALT-
serum tetapi penurunan yang terjadi belum mendekati nilai normal.
Kelompok selanjutnya adalah kelompok perlakuan infusa daun ceplikan
dosis 2222,2 mg/KgBB. Nilai ALT-serum pada kelompok VI ini sebesar 10560,0 ±
743,5 U/L. Dari gambar 8 di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai ALT-
serum yang cukup tajam pada kelompok ini dengan persentase penurunannya 37,0%.
42
Ini menandakan bahwa kemampuan infusa daun ceplikan dosis 2222,2 mg/KgBB
untuk menurunkan nilai ALT-serum lebih besar daripada kelompok perlakuan infusa
daun ceplikan dosis 987,7 mg/KgBB dan dosis 1481,5 mg/KgBB. Seperti halnya
pada kelompok V, infusa daun ceplikan pada dosis ini juga belum dapat menurunkan
nilai ALT-serum hingga didapat nilai ALT-serum yang normal. Hal ini terlihat dari
nilai ALT-serum kelompok perlakuan ini yang berbeda bermakna (p<0,05) baik
dengan kelompok perlakuan CCl4 dan juga jika dibandingkan dengan nilai ALT-
serum kelompok perlakuan aquades.
Kelompok yang terakhir adalah kelompok VII yang diberi perlakuan infusa
daun ceplikan dosis 3333,3 mg/KgBB selama 6 hari berturut-turut. Nilai ALT-serum
kelompok ini juga mengalami penurunan yang cukup tajam sebesar 42,3% dan
dengan uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) jika
dibandingkan dengan kelompok perlakuan CCl4. Selain itu, nilai ALT kelompok ini
merupakan yang terendah dari semua kelompok. Tetapi, penurunan nilai ALT dari
kelompok VI (10560,0 ± 743,5 U/L) ke kelompok VII (9658,0 ± 688,1 U/L) tidak
terlalu jauh seperti halnya perbedaan antara kelompok V dan VI. Walaupun
kelompok ini merupakan kelompok dengan nilai ALT terendah, nilai ALT-serumnya
tetap belum mendekati nilai ALT-serum yang normal dan mengalami kenaikan
7001,5% dibandingkan kelompok perlakuan aquades dengan perbedaan yang
bermakna (p<0,05).
Secara makroskopis, pemberian infusa daun ceplikan berbagai dosis mampu
memperbaiki penampakan hati. Peningkatan dosis infusa daun ceplikan juga turut
memberikan peningkatan perbaikan struktur luar hati. Pada kelompok dengan
43
praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/KgBB; 1481,5 mg/KgBB; 2222,2
mg/KgBB; dan 3333,3 mg/KgBB menunjukkan adanya perbaikan penampakan hati
secara makroskopis dimana hati berwarna merah dan bintik-bintik putih pada hati
sudah mulai berkurang. Warna hati akibat pemberian infusa daun ceplikan dosis
987,7 mg/KgBB menjadi lebih merah jika dibandingkan dengan hati akibat
pemberian CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB. Pada dosis infusa daun ceplikan yang lebih
besar, tampak permukaan hati yang menjadi lebih halus dan rata tanpa munculnya
bintik-bintik putih penanda terjadinya steatosis. Maka, dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya pemberian infusa daun ceplikan dan kenaikan peringkat dosis infusa
mampu meningkatkan perbaikan penampakan hati walaupun belum dapat dikatakan
menjadi normal.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan hati mencit secara makroskopis
yang dimaksudkan sebagai data pendukung. Setelah dilakukan pembedahan, tampak
hati mencit yang normal, yaitu berwarna merah tua dengan tekstur permukaan yang
halus (gambar 11).
Gambar 11. Makroskopis hati normal (Canon, Powershot A620 7,1 Mega Pixel).
44
Secara makroskopis, kelompok kontrol CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB
memperlihatkan penampakan hati dengan warna merah yang memudar bahkan
cenderung pucat keputihan yang menandakan terjadinya steatosis (gambar 12).
Gambar 12. Perubahan warna pada hati mencit terinduksi CCl4 menjadi lebih
putih dan pucat (Canon, Powershot tipe A620 7,1 Mega Pixel).
Perbandingan perubahan warna hati pada mencit normal dan perlakuan CCl4
tampak lebih jelas pada gambar 13 dimana hati yang normal berwarna merah tua
segar dengan permukaan halus sedangkan pada perlakuan CCl4 terjadi perubahan
warna hati. Pada beberapa hati juga didapat penampakan besar hati yang lebih kecil
ataupun membengkak jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan aquades yang
penampakan hatinya normal.
Selain terjadinya perubahan warna, CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB juga
menyebabkan kerusakan hati berupa bercak-bercak putih yang tampak pada gambar
14. Perbesaran kerusakan hati ini dapat dilihat pada gambar 15 dan perbandingan
makroskopis dengan hati yang normal tampak pada gambar 16.
45
Gambar 13. Penampakan makroskopis hati mencit pada perlakuan CCl4 (kiri) dosis 3,9 ml/KgBB dan normal (kanan) (Canon, Powershot tipe A620 7,1 Mega
Pixel).
Gambar 14. Makroskopis kerusakan hati berupa bercak putih akibat induksi
CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB (Canon, Powershot tipe A620 7,1 Mega Pixel).
Gambar 15. Perbesaran bercak putih pada hati makroskopis akibat induksi
CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB (Canon, Powershot tipe A620 7,1 Mega Pixel).
46
Gambar 16. Perbandingan antara hati normal (kiri) dan perlakuan CCl4 dosis
3,9 ml/KgBB (kanan) (Canon, Powershot tipe A620 7,1 Mega Pixel).
D. Persen Efek Hepatoprotektif Infusa Daun Ceplikan Dosis 987,7 mg/KgBB, 1481,5 mg/KgBB, 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3 mg/KgBB Pada Mencit Terinduksi CCl4 Dosis 3,9 ml/KgBB.
Nilai ALT-serum yang sudah diperoleh dapat digunakan untuk menghitung
berapa besar efek hepatoprotektif infusa daun ceplikan pada tiap dosis. Penurunan
nilai ALT-serum yang diakibatkan oleh pemberian infusa daun ceplikan dosis
tertentu menunjukkan bahwa pada dosis tersebut infusa daun ceplikan mempunyai
efek hepatoprotektif dan dapat diketahui seberapa besar efeknya.
Pada tabel VIII disajikan besar efek hepatoprotektif (%) infusa daun ceplikan
dosis 987,7 mg/KgBB, 1481,5 mg/KgBB, 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3 mg/KgBB
pada mencit jantan yang diinduksi CCl4.
47
Tabel VIII. Persen efek hepatoprotektif IDC berbagai dosis yang dipejankan selama 6 hari pada mencit jantan terinduksi CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB setelah 24 jam.
Kelp Rata-rata
aktivitas ALT-serum ±
SE
% beda terhadap kelp. I
% efek hepatoprotektif
I 16750,0 ± 132,4 - 0 II 17132,0 ± 339,8 (+)2,3 -2,3 III 15116,0 ± 340,8 (-)9,8 9,8 IV 10560,0 ± 743,5 (-)37 37 V 9658,0 ± 688,1 (-)42,3 42,3
Keterangan : 1 : kelompok kontrol CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 2 : kelompok IDC dosis 987,7 mg/KgBB 3 : kelompok IDC dosis 1481,5 mg/KgBB 4 : kelompok IDC dosis 2222,2 mg/KgBB 5 : kelompok IDC dosis 3333,3 mg/KgBB
Infusa daun ceplikan dengan dosis 987,7 mg/KgBB tidak mempunyai efek
hepatoprotektif sama sekali bahkan pada tabel VIII terlihat bahwa % efek
hepatoprotektif kelompok I mengalami nilai minus yang berarti infusa pada dosis ini
tidak mempunyai efek hepatoprotektif tetapi justru menurunkan efek hepatoprotektif.
Pada dosis lainnya yang lebih tinggi, infusa daun ceplikan sudah memberikan efek
hepatoprotektif dimana efek yang muncul semakin besar seiring dengan kenaikan
dosis. Kenaikan % efek hepatoprotektif yang cukup besar terjadi pada kelompok III
dengan dosis infusa daun ceplikan 2222,2 mg/KgBB. Efek hepatoprotektif yang
paling besar muncul pada kelompok dengan dosis infusa 3333,3 mg/KgBB. Namun
kenaikan efek hepatoprotektif yang terjadi pada 2 kelompok terakhir tidak terlalu
besar bahkan % efek hepatoprotektifnya cenderung sama. Hal ini dapat disebabkan
48
oleh bentuk sediaannya yang berupa infusa dimana kemungkinan jumlah kandungan
zat aktif di dalamnya tidak jauh berbeda antar dosis.
Dari gambar 17, diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya dosis infusa
daun ceplikan maka semakin besar pula efek hepatoprotektif yang didapat. Pada
gambar 17 dapat dilihat % efek hepatoprotektif tiap kelompok dengan lebih jelas.
-5
5
15
25
35
45
% efek hepatoprotekti
f
1 2 3 4
Kelompok perlakuan
Gambar 17. Diagram batang % efek hepatoprotektif IDC pada tiap kelompok perlakuan.
Keterangan : 1 : kelompok IDC dosis 987,7 mg/KgBB 2 : kelompok IDC dosis 1481,5 mg/KgBB 3 : kelompok IDC dosis 2222,2 mg/KgBB 4 : kelompok IDC dosis 3333,3 mg/KgBB
Daun ceplikan mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain: saponin
dan polifenol (Anonim, 2006b). Di antara kedua senyawa tersebut diperkirakan
polifenol yang mempunyai efek hepatoprotektif karena kemampuannya sebagai
antioksidan yang ada di dalam tanaman. Antioksidan sendiri sudah sangat dikenal
masyarakat mempunyai banyak manfaat dimana antioksidan bekerja dengan
menangkap radikal-radikal bebas yang ada di tubuh. Radikal bebas di dalam tubuh
49
mempunyai efek yang besar bagi tubuh dan mampu menyebabkan terjadinya
kerusakan membran, inaktivasi enzim, kerusakan sel, dan juga kematian (de Vries,
1996). Mekanisme CCl4 sebagai hepatotoksin adalah dengan pembentukan radikal
bebas maka diperlukan antioksidan untuk menghambatnya dan antioksidan pada
daun ceplikan adalah polifenol. Polifenol merupakan suatu senyawa yang
mempunyai banyak gugus fenol. Gugus fenol inilah yang berperanan dalam
menangkap radikal bebas sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Polifenol juga
mempunyai banyak jenis seperti lignin, tanin, dan flavonoid (Arts and Hollman,
2005). Tetapi pada tanaman ceplikan tidak diketahui lebih lanjut tentang jenis
polifenol yang ada pada daunnya sehingga perlu diadakan penelitian lebih lanjut
tentang hal ini.
Berikut adalah gambar mekanisme reaksi penangkapan radikal bebas oleh
polifenol.
HO
OH
O
O
O HC
Cl
Cl Cl
HO
OH
O
O
O
radikal bebas polifenol
Gambar 18. Mekanisme reaksi penangkapan CCl3 oleh polifenol.
Adanya radikal bebas akan memutus gugus fenol yang terdapat pada
senyawa polifenol dan menarik atom H+ dan akan menghasilkan radikal bebas
polifenol. Radikal bebas CCl3 sendiri akan berikatan dengan proton dari polifenol
dan membentuk molekul yang netral sehingga tidak akan berikatan dengan
50
makromolekul di dalam tubuh dan mengurangi kerusakan tubuh yang disebabkan
oleh adanya radikal bebas. Radikal bebas polifenol sifatnya kurang reaktif dan lebih
stabil karena mempunyai kemampuan untuk beresonansi sehingga elektron tak
berpasangan yang ada di dalam radikal bebas polifenol akan berpindah terus-
menerus dan tidak membentuk ikatan dengan makromolekul di dalam tubuh.
Stabilisasi resonansi radikal bebas polifenol tampak pada gambar 19.
HO
OH
O
O
O
HO
OH
O
O
O
HO
OH
O
O
O
HO
OH
O
O
O
HO
OH
O
O
O
Gambar 19. Stabilisasi resonansi radikal bebas polifenol.
Selain melalui stabilisasi resonansi, radikal bebas polifenol juga dapat
menstabilkan diri dengan berikatan dengan radikal bebas polifenol itu sendiri
membentuk molekul yang netral seperti terlihat pada gambar 20.
51
HO
OH
O
O
O
HO
OH
O
O
O
HO
OH
O
O
OO
OH
OH
O
O
Gambar 20. Reaksi penggabungan 2 radikal bebas polifenol.
Adanya ketiga reaksi di atas membuktikan bahwa polifenol di dalam daun
ceplikan mampu menghambat ketoksikan CCl4 dengan menurunkan jumlah radikal
bebas CCl3 yang ada di dalam tubuh. Maka dengan adanya penghambatan dan
penurunan jumlah radikal bebas, infusa daun ceplikan mampu menurunkan aktivitas
ALT-serum.
RANGKUMAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek hepatoprotektif
infusa daun ceplikan pada mencit jantan yang diinduksi senyawa hepatotoksin CCl4.
Salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk membuktikan efek hepatoprotektif di
atas adalah nilai ALT-serum pada mencit. Pada penelitian ini digunakan 4 peringkat
dosis infusa daun ceplikan yang hasilnya kemudian dibandingkan dengan kelompok
52
perlakuan CCl4 sebagai kontrol positif. Hasil perbandingan tersebut digunakan untuk
melihat seberapa besar kemampuan infusa daun ceplikan untuk menurunkan aktivitas
ALT-serum. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa praperlakuan infusa daun
ceplikan dosis 1481,5 mg/KgBB, 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3 mg/KgBB dapat
menurunkan nilai ALT-serum sebesar masing-masing 9,8 U/L; 37,0 U/L dan 42,3
U/L. Maka dapat disimpulkan pula, dari keempat dosis infusa di atas, dosis yang
paling optimal menurunkan aktivitas ALT-serum adalah dosis 3333,3 mg/KgBB
dengan persen efek hepatoprotektif sebesar 42,3%. Hal ini didukung dengan adanya
pengamatan hati secara makroskopis dimana infusa daun ceplikan mampu
memberikan perbaikan struktur luar hati yang tampak dari warna hati yang lebih
merah dan segar juga dari permukaan hati yang semakin halus tanpa adanya bintik-
bintik putih. Selain itu, seiring dengan kenaikan dosis infusa daun ceplikan yang
diberikan maka perbaikan makroskopis hati juga semakin meningkat.
Polifenol yang terkandung di dalam daun ceplikan diperkirakan merupakan
senyawa hepatoprotektor karena polifenol adalah antioksidan yang mampu
menangkap radikal bebas. Akan tetapi, tidak diketahui jenis polifenol yang terdapat
di dalam daun ceplikan sehingga perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang hal
ini.
53
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :
infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/KgBB; 2222,2 mg/KgBB, dan 3333,3
mg/KgBB mampu menurunkan aktivitas ALT-serum pada mencit jantan
terinduksi CCl4.
B. SARAN
Adapun saran-saran yang diberikan, antara lain :
1. penelitian ini dilanjutkan dengan uji histopatologi untuk mensinkronkan dan
memastikan hasil.
2. penelitian lebih lanjut tentang jenis polifenol yang ada pada daun ceplikan.
54
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 6-7, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia, dan Pengujian Klinik, 77, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, 9, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2006a, ALAT (GPT) FS*, Diagnostic Systems International, DiaSys Diagnostic Systems GmbH, Alte Strasse 9, 65558 Holzheim, Germany.
Anonim, 2006b, Carbon tetrachloride, http ://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_tetrachloride. Diakses pada 29 April 2006.
Anonim, 2006c, Ruellia tuberosa L., http://bebas.vlsm.org/v12/artikel/ ttg_tanaman_obat/depkes/buku4/4-079.pdf. Diakses pada tanggal 29 April 2006.
Arts, I.C. and Hollman, P. C., 2005, Polyphenols And Disease Risk in Epidemiologic Studies, 81, 317-325, Am J Clin Nutr.
Backer, A., and van den Brink, R. C. B., 1965, Flora of Java, vol. II, 557, N. V. P. Noordhoff, The Netherlands.
Chandrasoma, P., and Taylor, C. R., 1995, Concise Pathology, Second (2nd) Ed., 620-629, FRC Path Prentice-Hall International Inc., USA.
Colombo, J. P., and Peheim, E., 1981, Liver, in Richterich, R., and Colombo, J. P., Clinical Chemistry: Theory, Practice, and Interpretation, 606-610, John Wiley & Sons, Ltd., New York.
De Jesus, S., and Rodriguez, E., 2002, http://labs.plantbio.cornell.edu/cubl/emanv4p54b.html. Diakses pada tanggal 29 April 2006.
55
De Vries, J., 1996, Cytotoxicity: Molecular Mechanisms of Cell Death, in Niesink, J. M., de Vries, J., Hollinger, M. A., (Eds.), Toxicology : Principles and Applications, 293, CRC Press Inc., Florida.
Fox, S. I., 2004, Human Physiology, Eight (8th) Ed., 575-580, McGraw-Hill, New York.
Harborne, J. B., 1994, Natural Products: Their Chemistry and Biological Significance, 361-362, Prentice-Hall, England.
Hodgson, E., and Levi, P. E., 2000, A Textbook of Modern Toxicology, Second (2nd) Ed., 199-207, The McGraw-Hill Companies, Inc., Singapore.
Ismayani, S., 2004, Efek Hipoglikemik Rebusan Daun Pletekan (Ruellia tuberosa L.) Pada Tikus Jantan Terbebani Glukosa dengan Metode Spektrofotometri Visible, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Leonardus, H., 2000, Efek Hepatoprotektif Rebusan Akar Fibraurea chloroleucea, Miers (Akar Kuning) Pada Tikus Putih Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Lingappa, V. R., 1995, Liver Disease, in McPhee, S. J., Lingappa, V. R., Ganong, W. F., Lange, J. D., Pathophysiology of Disease : An Introduction to Clinical Medicine, First (1st) Ed., 245-276, Prentice-Hall International Inc., USA.
Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Widianto, M. B., dan Ranti, A. S., Edisi 5, cetakan 3, 748, Penerbit ITB, Bandung.
Pantheghini, M., and van Solinge, W. W., 2006, Enzymes, in Burtis, C. A., Ashwood, E. R., Bruns, D. E., (Eds.), TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostic, 604-606, El Sevier inc., USA.
Plaa, G. L., and Charbonneau, M., 2001, Detection and Evaluation of Chemically Induced Liver Injury, in Hayes, A. W., (Ed.), Principles and Methods of Toxicology, Fourth (4th) Ed., 1145- 1178, Taylor & Francis, Philadelphia.
Reed, D. J., 2001, Mechanisms of Chemically Induced Cell Injury and Cellular Protection Mechanisms, in Hodgson, E., Smart, R. C., (Eds.), Introduction to Biochemical Toxicology, Third (3rd) Ed., 493-497, John Wiley & Sons Inc., Canada.
56
Stine, K. E., and Brown, T. M., 1996, Principles of Toxicology, 149-157, Lewis Publishers, New York.
Sutinah, S., 1986, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid dari Bunga Ruellia tuberosa L., Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
Thienes, C. H., and Halley, T. J., 1972, Clinical Toxicology, Fifth (5th) Ed., 147-149, Lea and Febiger, Philadelphia.
Timbrell, J. A., 1985, Principles of Biochemical Toxicology, 188-193, Taylor & Francis Ltd., London.
Treinen-Moslen, M., 2001, Toxic Responses of The Liver, in Klaassen, C. D., (Ed.), Cassarett and Doull’s: Toxicology The Basic Science of Poisons, Sixth (6th) Ed., 471-487, McGraw Hill Company, USA.
van Steenis, C. G. G. J., Bloembergen, S., Eyma, P. J., 2002, Flora, diterjemahkan oleh Surjowinoto, M., Hardjosuwarno, S., Adisewojo, S. S., Wibisono, Partodidjojo, M., Wirjahardja, S., cetakan 8, 378-382, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.
Vandenberghe, J., 1996, Hepatotoxicology: Mechanisms of Liver Toxicity and Methodological Aspects, in Niesink, J. M., de Vries, J., Hollinger, M. A., (Eds.), Toxicology: Principles and Applications, 703-713, CRC Press Inc., Florida.
Verheyen, A., 1996, Necrosis and Apoptosis: Irreversibility of Cell Damage and Cell Death, in Niesink, J. M., de Vries, J., Hollinger, M. A., (Eds.), Toxicology: Principles and Applications, 473-486, CRC Press Inc., Florida.
Wijoyo, Y., 2003, Tanaman Obat dan Hepatitis: Suatu Pemiikiran dan Pilihan, JFSK, 1,2, 69.
Zimmerman, H. J., 1978, Hepatotoxicity, 95-99, 167-188, 198-210, 225-227, 236-237, Appleton Century Crofts, New York.
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman
58
Lampiran 2. Foto Tanaman Ceplikan
59
Lampiran 3. Foto Vitalab Mikro
60
Lampiran 4. Data Aktivitas ALT-serum Setelah Praperlakuan Infusa Dosis
Ceplikan
Kelompok Mencit ke- Nilai ALT-serum (U/L) 1 130 2 140 3 130 4 130
I
5 150 1 16240 2 16800 3 16860 4 16840
II
5 17010 1 140 2 140 3 140 4 130
III
5 130 1 17060 2 17910 3 16290 4 16500
IV
5 17900 1 14660 2 14570 3 16290 4 15490
V
5 14570 1 9510 2 9010 3 9680 4 11700
VI
5 12900 1 7590 2 9320 3 11320 4 9020
VII
5 11040 Keterangan : 1 : kelompok kontrol negatif aquades 2 : kelompok kontrol positif CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 3 : kelompok kontrol positif IDC dosis 3.333,3 mg/KgBB 4 : kelompok IDC dosis 987,7 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 5 : kelompok IDC dosis 1481,5 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 6 : kelompok IDC dosis 2222,2 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 7 : kelompok IDC dosis 3333,3 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB
61
Lampiran 5. Data Persen Efek Hepatoprotektif Setelah Praperlakuan Infusa
Daun Ceplikan
Kelompok % efek hepatoprotektif
I -2,3 II 9,8 III 37 IV 42,3
Keterangan : 1 : kelompok IDC dosis 987,7 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 2 : kelompok IDC dosis 1481,5 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 3 : kelompok IDC dosis 2222,2 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB 4 : kelompok IDC dosis 3333,3 mg/KgBB + CCl4 dosis 3,9 ml/KgBB
Rumus perhitungan % efek hepatoprotektif : ALT rata-rata kontrol CCl4 – ALT rata-rata perlakuan x 100% ALT rata-rata kontrol CCl4
62
Lampiran 6. Leaflet Reagen Dyasis ALAT (GPT) FS*
63
64
Lampiran 7. Hasil Konversi Dosis Infusa Daun Ceplikan Pada Manusia
1. Dosis I = 987,7 mg/KgBB
0,9877 g/KgBB = 0,9877 g/1000 gBB = 0,0198 g/20 gBB
Faktor konversi = 387,9
0,0198 g/20 gBB x 387,9 = 7,7 g/70 KgBB = 0,11 g/KgBB
2. Dosis II = 1481,5 mg/KgBB
1,4815 g/KgBB = 1,4815 g/1000 gBB = 0,0296 g/20 gBB
Faktor konversi = 387,9
0,0296 g/20 gBB x 387,9 = 11,5 g/70 KgBB = 0,16 g/KgBB
3. Dosis III = 2222,2 mg/KgBB
2,2222 g/KgBB = 2,2222 g/1000 gBB = 0,0444 g/20 gBB
Faktor konversi = 387,9
0,0444 g/20 gBB x 387,9 = 17,2 g/70 KgBB = 0,25 g/KgBB
4. Dosis IV = 3333,3 mg/KgBB
3,3333 g/KgBB = 3,3333 g/1000 gBB = 0,0667 g/20 gBB
Faktor konversi = 387,9
0,0667 g/20 gBB x 387,9 = 25,9 g/70 KgBB = 0,37 g/KgBB
65
Lampiran 8. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan uji t-test Pada
Penetapan Waktu Pengambilan Cuplikan
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
alt N 3
Mean 16633.3333Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 341.95516
Absolute .354Positive .254
Most Extreme Differences
Negative -.354Kolmogorov-Smirnov Z .613Asymp. Sig. (2-tailed) .847
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
alt N 3
Mean 8053.3333Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 776.93844
Absolute .304Positive .304
Most Extreme Differences
Negative -.219Kolmogorov-Smirnov Z .527Asymp. Sig. (2-tailed) .944
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
66
T-Test Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean alt 24 jam 3 16633.3333 341.95516 197.42791 48 jam 3 8053.3333 776.93844 448.56562
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F
Sig.
t
df
Sig. (2-
tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower Upper alt Equal
variances assumed
2.965 .160 17.507 4 .000 8580.000
00 490.0906
9 7219.290
09 9940.709
91
Equal variances not assumed
17.507 2.747 .001 8580.00000
490.09069
6935.75166
10224.24834
67
Lampiran 9. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan uji ANOVA One Way
Pada Penetapan Lama Pemejanan Infusa Daun Ceplikan
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 3
Mean 12990.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 606.548
Absolute .373Positive .271
Most Extreme Differences
Negative -.373Kolmogorov-Smirnov Z .647Asymp. Sig. (2-tailed) .797
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 3
Mean 9400.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 348.281
Absolute .291Positive .211
Most Extreme Differences
Negative -.291Kolmogorov-Smirnov Z .503Asymp. Sig. (2-tailed) .962
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 3
Mean 9483.33Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 489.524
Absolute .277Positive .203
Most Extreme Differences
Negative -.277Kolmogorov-Smirnov Z .479Asymp. Sig. (2-tailed) .976
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
68
Test of Homogeneity of Variances ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.924 2 6 .447 Oneway Descriptives ALT
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min
Max
4 hari 3 12990.00 606.548 350.190 11483.25 14496.75 12290 133606 hari 3 9400.00 348.281 201.080 8534.82 10265.18 9010 96808 hari 3 9483.33 489.524 282.627 8267.29 10699.38 8940 9890Total 9 10624.44 1825.151 608.384 9221.51 12027.38 8940 13360
ANOVA ALT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 25191755.5
56 2 12595877.778 51.847 .000
Within Groups 1457666.667 6 242944.444
Total 26649422.222 8
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: ALT LSD
95% Confidence Interval
(I) lama
(J) lama
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound 4 hari 6 hari 3590.000(*) 402.446 .000 2605.25 4574.75 8 hari 3506.667(*) 402.446 .000 2521.92 4491.426 hari 4 hari -3590.000(*) 402.446 .000 -4574.75 -2605.25 8 hari -83.333 402.446 .843 -1068.08 901.428 hari 4 hari -3506.667(*) 402.446 .000 -4491.42 -2521.92 6 hari 83.333 402.446 .843 -901.42 1068.08
* The mean difference is significant at the .05 level.
69
Lampiran 10. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan uji Kruskal Wallis
dan Mann Whitney Setelah Praperlakuan Infusa Daun Ceplikan
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 136.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 8.944
Absolute .349Positive .349
Most Extreme Differences
Negative -.251Kolmogorov-Smirnov Z .780Asymp. Sig. (2-tailed) .577
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 16750.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 295.973
Absolute .367Positive .190
Most Extreme Differences
Negative -.367Kolmogorov-Smirnov Z .821Asymp. Sig. (2-tailed) .511
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 136.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 5.477
Absolute .367Positive .263
Most Extreme Differences
Negative -.367Kolmogorov-Smirnov Z .822Asymp. Sig. (2-tailed) .510
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
70
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 17132.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 759.717
Absolute .244Positive .197
Most Extreme Differences
Negative -.244Kolmogorov-Smirnov Z .546Asymp. Sig. (2-tailed) .927
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 15116.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 761.958
Absolute .325Positive .325
Most Extreme Differences
Negative -.237Kolmogorov-Smirnov Z .727Asymp. Sig. (2-tailed) .666
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 10560.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 1662.423
Absolute .302Positive .302
Most Extreme Differences
Negative -.176Kolmogorov-Smirnov Z .675Asymp. Sig. (2-tailed) .753
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
71
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT N 5
Mean 9658.00Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 1538.675
Absolute .215Positive .187
Most Extreme Differences
Negative -.215Kolmogorov-Smirnov Z .482Asymp. Sig. (2-tailed) .974
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Test of Homogeneity of Variances ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
9.985 6 28 .000 ANOVA ALT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1587957434
.286 6 264659572.381 290.532 .000
Within Groups 25506520.000 28 910947.143
Total 1613463954.286 34
Descriptives ALT
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound
Min
Max
kntrl ngtf aqua 5 136.00 8.944 4.000 124.89 147.11 130 150kntrl positif ccl4 5 16750.00 295.973 132.363 16382.50 17117.50 16240 17010kntrl positif infusa 5 136.00 5.477 2.449 129.20 142.80 130 140dosis 1 5 17132.00 759.717 339.756 16188.69 18075.31 16290 17910dosis 2 5 15116.00 761.958 340.758 14169.90 16062.10 14570 16290dosis 3 5 10560.00 1662.423 743.458 8495.83 12624.17 9010 12900dosis 4 5 9658.00 1538.675 688.116 7747.48 11568.52 7590 11320Total 35 9926.86 6888.746 1164.411 7560.49 12293.22 130 17910
72
Kruskal-Wallis Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank ALT kontrol Aquades 5 5.30 kontrol CCl4 5 29.40 kontrol infusa 5 5.70 IDC 987.654 5 31.30 IDC 1481.481 5 23.30 IDC 2222.222 5 16.40 IDC 3333.333 5 14.60 Total 35
Test Statistics(a,b)
ALT Chi-Square 31.649 df 6 Asymp. Sig. .000
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol Aquades 5 3.00 15.00 kontrol CCl4 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol Aquades 5 5.30 26.50 kontrol infusa 5 5.70 28.50 Total 10
73
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U 11.500Wilcoxon W 26.500Z -.231Asymp. Sig. (2-tailed) .817Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol Aquades 5 3.00 15.00 IDC 987.654 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol Aquades 5 3.00 15.00 IDC 1481.481 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
74
Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol Aquades 5 3.00 15.00 IDC 2222.222 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol Aquades 5 3.00 15.00 IDC 3333.333 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CCl4 5 8.00 40.00 kontrol infusa 5 3.00 15.00 Total 10
75
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CCl4 5 4.60 23.00 IDC 987.654 5 6.40 32.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U 8.000Wilcoxon W 23.000Z -.940Asymp. Sig. (2-tailed) .347Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CCl4 5 7.80 39.00 IDC 1481.481 5 3.20 16.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U 1.000Wilcoxon W 16.000Z -2.410Asymp. Sig. (2-tailed) .016Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
76
Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CCl4 5 8.00 40.00 IDC 2222.222 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CCl4 5 8.00 40.00 IDC 3333.333 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol infusa 5 3.00 15.00 IDC 987.654 5 8.00 40.00 Total 10
77
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol infusa 5 3.00 15.00 IDC 1481.481 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.660Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol infusa 5 3.00 15.00 IDC 2222.222 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
78
Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol infusa 5 3.00 15.00 IDC 3333.333 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT IDC 987.654 5 7.90 39.50 IDC 1481.481 5 3.10 15.50 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .500Wilcoxon W 15.500Z -2.522Asymp. Sig. (2-tailed) .012Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT IDC 987.654 5 8.00 40.00 IDC 2222.222 5 3.00 15.00 Total 10
79
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT IDC 987.654 5 8.00 40.00 IDC 3333.333 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT IDC 1481.481 5 8.00 40.00 IDC 2222.222 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.619Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
80
Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT IDC 1481.481 5 8.00 40.00 IDC 3333.333 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.619Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT IDC 2222.222 5 6.40 32.00 IDC 3333.333 5 4.60 23.00 Total 10
Test Statistics(b)
ALT Mann-Whitney U 8.000Wilcoxon W 23.000Z -.940Asymp. Sig. (2-tailed) .347Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
81
BIOGRAFI PENULIS
Monica Santi Samwestu adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara yang lahir di Yogyakarta, 26 Agustus 1985 dari
pasangan S. Sudjono dan R. Sugiyati. Penulis mengawali
pendidikannya di TK Kanisius Sang Timur Yogyakarta pada
tahun 1989-1991 yang kemudian diikuti dengan menempuh
pendidikan sekolah dasarnya di yayasan yang sama yaitu SDK Sang Timur
Yogyakarta. Pada tahun 1997, penulis lulus dari sekolah dasar dan melanjutkan studi
ke SLTP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta yang 3 tahun kemudian melanjutkan ke SMU
Marsudirini Santa Maria di Yogyakarta. Selepas dari SMU, tepatnya tahun 2003,
penulis mendaftar ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diterima di
Fakultas Farmasi.
82
Top Related