LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)
E1. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan
TUBERCULOSIS
Disusun Oleh:
dr. Rafika Rodhiah Rachmaningrum
DOKTER INTERNSIP ANGKATAN VI
PERIODE 14 MEI – 14 SEPTEMBER 2012
PUSKERMAS DHARMARINI KABUPATEN TEMANGGUNG
A. LATAR BELAKANG
Puskesmas adalah unit pelaksana tehnis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kab/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah
kecamatan. Sebagai unit pelaksana teknis, puskesmas bertugas melaksanakan sebagian tugas
Dinas Kesehatan Kab/kota. Puskesmas mempunyai 6 upaya wajib yang salah satu di
antaranya adalah Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan. Dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan, salah satu jenis pelayanannya adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit
TB paru.
Tuberculosis atau TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TB paru tersebar lewat udara bila orang yang mengidap TB
paru batuk, bersin atau berbicara dan ‘mengirimnya’ ke udara. Kalau bakteri ini terhirup
orang lain, orang tersebut dapat terkena infeksi. Mendapatnya kebanyakan dari pergaulan
yang sering dan lama, seperti dengan anggota keluarga atau teman.
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah
penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun 2009 turun ke peringkat ke-5 dan masuk
dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Laporan WHO
pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah
penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden
pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Pada Global
Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak
294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TB
BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB Extra Paru, 3.709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1.978
adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps). Sementara itu,
untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %), tahun 2003
(87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya sama (91%).
Sementara itu, angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38
per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Hal itu
disebabkan implementasi strategi DOTS di Indonesia telah dilakukan secara meluas dengan
hasil cukup baik. Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam Penanggulangan TB
di Indonesia, tapi tantangan masalah TB ke depan masih besar. Terutama dengan adanya
tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs Resistancy) TB. TB tidak
bisa diberantas oleh Pemerintah atau jajaran kesehatan saja, tetapi harus melibatkan dan
bermitra dengan banyak sektor.
Untuk itu, puskesmas sebagai layanan primer harus selalu aktif untuk melakukan
penyuluhan atau pemberian informasi kepada masyarakat agar masyarakat semakin mengerti
dan sadar untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri, keluarga, maupun lingkungannya.
B. PERMASALAHAN
Permasalahan yang ada berupa kurangnya pengetahuan tentang bahaya, pencegahan
penularan penyakit, dan penanggulangannya.
Dilakukan kunjungan rumah pada salah satu pasien di wilayah kerja Puskesmas
DharmaRini pada tanggal 12 Juni 2012.
Identitas Pasien:
Nama : Sdr. GM
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Anamnesis:
RPS: Pada tanggal 12 Mei 2012 pasien datang ke praktek bidan desa mengeluh sering
batuk sudah ± 1 bulan. Badan lemas dan demam. Oleh bidan desa didiagnosis demam
tifoid. Namun batuk pasien tidak kunjung reda dan berat badan pasien semakin lama
semakin turun. Berat badan pasien sebelumnya 55 kg, hingga menjadi 49 kg. Pasien
juga sering mengeluh keringat pada malam hari. Kemudian pada tanggal 15 – 20 Mei
2012 oleh bidan desa diminta untuk datang ke tempat bidan desa, untuk mengeluarkan
dahak guna pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan sputum keluar ± 2 hari kemudian.
RPD: Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien sudah mendapatkan
imunisasi BCG saat masih bayi.
RPK: Ibu pasien pernah didiagnosis TB paru 11 tahun yang lalu, dan adik perempuan
pasien juga pernah didiagnosis TB paru 8 tahun yang lalu. Ibu dan adik perempuan
pasien sudah menjalankan pengobatan hingga tuntas dan dinyatakan sembuh.
RPL: Tetangga pasien yang berjarak 3 rumah dari rumah pasien ada yang mengalami
batuk lama hingga batuk berdarah. Namun tidak mau untuk dilakukan pemeriksaan
sputum dan tidak mau diobati.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: Gizi kurang, composmentis
Pemeriksaan Paru:
Inspeksi : Hemithorax dextra = sinistra, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Pengembangan paru simetris, stem fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SD: Vesikuler
ST: Wheezing (-), ronkhi basah halus (+)
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Sputum Sewaktu – Pagi – Sewaktu: BTA (+)
Diagnosis : TB paru
C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Intervensi yang akan digunakan adalah metode penyuluhan langsung kepada kader
posyandu. Hal ini dimaksudkan untuk memberitahu apa saja faktor resiko yang dapat
mempengaruhi perjalanan penyakit, bahaya apa saja yang dapat ditimbulkan penyakit TB
paru, pencegahan penularan penyakit, dan cara penanggulangannya.
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan kepada kader posyandu saat
dilakukan posyandu balita di wilayah Srimpi.
D. PELAKSANAAN
Penyuluhan langsung kepada kader posyandu dilakukan pada hari Selasa, 19 Juni 2012
dengan materi :
1. Mengenai TB paru
Tuberculosis atau TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TB paru tersebar lewat udara bila orang yang mengidap
TB paru batuk, bersin atau berbicara dan ‘mengirimnya’ ke udara. Kalau bakteri ini
terhirup orang lain, orang tersebut dapat terkena infeksi. Mendapatnya kebanyakan dari
pergaulan yang sering dan lama, seperti dengan anggota keluarga atau teman. TB paru
tidak tersebar dari alat rumah tangga, misalnya sendok garpu, piring mangkuk, gelas,
seprai, pakaian atau telepon, jadi tidak perlu memakai alat rumah tangga masing-masing.
TB paru mempunyai beberapa gejala antara lain:
Batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu
Demam
Berat badan turun tanpa sebab
Keringat malam
Senantiasa lelah
Nafsu makan berkurang
Dahak bebercak darah
2. Bahaya atau komplikasi TB paru
Pleuritis
Efusi pleura
Empiema
Laringitis
TB usus
TB kutis
Meningitis TB
Skrofuloderma
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
Bronkiectasis dan fribosis pada Paru.
Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
Insufisiensi Kardio Pulmoner
3. Cara pencegahan agar penyakit ini tidak menular ke orang lain
• Bila di sekitar kita terdapat seseorang yang mengalami batuk lama, segera disarankan
untuk melakukan pemeriksaan sputum. Agar bila benar terdapat BTA (+), dapat
segera mendapat pengobatan sehingga tidak menulari orang lain.
• Pengidap TB paru diminta menutupi hidung dan mulutnya apabila mereka batuk atau
bersin.
• Bagi pengidap TB paru, jangan membuang dahak di sembarang tempat.
• Jika batuk berdahak, dahak ditampung di dalam kaleng.
• Hindari kontak dengan penderita TB paru.
• Jaga kondisi tubuh agar selalu sehat (makan bergizi, olahraga, dan cukup istirahat)
• Vaksin BCG dapat melindungi anak-anak dari TB paru.
• Usahakan sinar matahari dan udara segar dapat masuk ke rumah dengan membuka
jendela tiap hari serta bersihkan rumah setiap hari.
• Usahakan menjemur kasur agar kasur tidak lembab.
4. Cara penanggulangan TB paru
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC.
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko.
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG.
2) Menggunakan isoniazid (INH).
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
c. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis
dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya
strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid
(hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF).
Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari,
EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek
samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman
penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut
dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling
berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20
tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati, seperti
terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-
20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah
konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi
dengan INH saja selama satu tahun.
E. MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan balik kepada
kader posyandu setelah dokter menjelaskan tentang penyakit, terapi/ cara penanggulangan
dan cara pencegahan dari penyakit yang diderita guna mengetahui seberapa besar kader
posyandu telah dapat menerima semua informasi yang telah diberikan. Diharapkan angka
cakupan screening TB akan meningkat. Ini menunjukkan bahwa para kader telah memahami
informasi yang diberikan dokter, dan telah menyebarkannya ke masyarakat.
Komentar/ Feed Back
Mengetahui,
Pendamping Dokter Internship
dr. Novelia Dian T.
NIP. 19621104 199010 2001
Temanggung, Juni 2012
Peserta,
dr. Rafika R. Rachmaningrum
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pengendalian TB di Indonesia Mendekati
Target MDG. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/857-
pengendalian-tb-di-indonesia-mendekati-target-mdg.html. Diperoleh tanggal 12 Juni
2012.
NSW Health. (2005). Tuberculosis (Indonesian). http://www.mhcs.health.nsw.gov.au
%2Fpublication_pdfs%2F7600%2FDOH-7600-IND.pdf. Diperoleh tanggal 12 Juni
2012.
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. (2012). TB di Indonesia Peringkat 5
Dunia. http://www.ppti.info/index.php/component/content/article/46-arsip-ppti/141-
tbc-di-indonesia-peringkat-5-dunia. Diperoleh tanggal 12 Juni 2012.
Soegianto, B. (2007). Kebijakan Dasar Puskesmas (Kepmenkes No. 128 th 2004). http:
arali2008.files.wordpress.com/2008/08/program-puskesmas.pdf. Diperoleh tanggal 8
Juni 2012.