BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi informasi dan komunikasi menjanjikan efisiensi, kecepatan
penyampaian informasi, jangkauan yang global dan transparansi. Oleh karena itu
dalam era otonomi daerah ini untuk mewujudkan pemerintahan yang Good
Governance salah satu upayanya adalah menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi atau yang populer disebut E-Government.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik atau pelayanan
prima menjadikan pemerintah provinsi jawa tengah mau ntak mau harus mengikuti
perkembangan teknologi yang menjajikan efisiensi yang tinggi dan pelayanan yang
lebih baik. Pada pertemuan ”World Summit For Information Society (WSIS)” pada
desember 2003 lalu di Jenewa dihasilkan dua dokumen penting yaitu, Declaration Of
Principles And Plan Of Action yang secara garis besar mengatakan antara lain bahwa
setiap negara diharapkan mampu mengeluarkan national E-Strategy pada tahun 2005.
Tujuan dari E-Strategy suatu negara dalam mendayagunakan dan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi, sehingga mampu membantu negara tersebut
membuat suatu perubahan yang signifikan dalam pembangunannya.
Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan inpres No 3 Tahun 2003 tentang
kebijakan dan strategi pengembangan E-Government, hal ini merupakan salah satu
komitment pemerintah, juga sebagai strategi nasional dalam rangka perkembangan
dan kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga memandang perlu untuk segera
memiliki rencana induk pengembangan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Hal ini untuk mendukung aktivitas-aktivitas pemerintahan kota yang ada
di jawa tengah yang meliputi aktivitas intern pemerintahan dalam satu instansi
maupun antar instansi, serta aktivitas pemberian pelayanan untuk masyrakat sehingga
terciptanya pelayanan untuk masyarakat, sehingga terciptanya pemerintah yang
bersih, transparan dan berwibawa.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Dasar TIK
Teknologi informasi dan komunikasi sampai sekarang telah menunjukkan
perkembangan yang begitu cepat (Naisbit, 1982). Sebagian besar aspek kehidupan
manusia hampir pasti bersinggungan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK), baik yang sifatnya privat maupun publik. Oleh karena itu lahirlah transformasi
kehidupan manusia yang serba berbasis TIK.
Salah satu konsep dari TIK adalah e-government. E-government adalah salah
satu bukti transformasi area kehidupan dalam sektor publik yang diakibatkan oleh
perkembangan teknologi informasi. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah seiring dengan semakin bertambahnya penetrasi internet, sebagai bagian
dari TIK, sekarang sangat mungkin meninggalkan prosedur lama yang terkesan kaku
dan harus berbasis tatap muka.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa dengan adanya e-government
masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik dapat menikmati pelayanan yang
lebih baik karena pelayan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah tanpa
dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Kantor pelayanan publik buka selama 24 jam
dan dapat diakses dari manapun. Pelayanan publik di Indonesia yang telah banyak
dinilai oleh banyak kalangan belum menunjukkan kinerja yang memuaskan sangatlah
mungkin diperbaharui melalui e-government. Apalagi dengan telah ditetapkannya
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE), hal ini menambah peluang bahwa transaksi pelayanan publik diperbolehkan
melalui e-government.
2.2.Terminologi E-Goverment
Secara terminologi e-government telah banyak dikembangkan baik oleh
kalangan praktisi maupun akademisi sehingga definisi yang ada mengandung
perspektif yang berbeda-beda. The World Bank Group (2001) mendefinisikan E-
government sebagai penggunaan teknologi informasi oleh instansi pemerintah (seperti
Wide Area Networks (WAN), internet, Mobile computing) yang dapat digunakan
untuk membangun hubungan dengan masyarakat, dunia usaha, dan instansi
pemerintah lainnya. Di pihak lain e-government didefinisikan sebagai penggunaan
2
teknologi informasi untuk membuka pemerintah dan informasi pemerintah untuk
memungkinkan dinas-dinas pemerintah untuk berbagi informasi demi kemanfaatan
publik, untuk memungkinkan terjadinya transaksi secara online dan untuk mendorong
pelaksanaan demokrasi.
Terdapat terminologi lain dari e-government sebagai berikut:
E-government applies concepts of electronic commerce (e.g. information and
marketing through Web sites, selling to customers on-line) to government
operations.
Refers to the federal government’s use of information technologies (such as
Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) to exchange
information and services with citizens, businesses, and other arms of
government.
Government activities that take place by digital processes over a computer
network usually use the Internet, between the government and members of the
public and entities in the private sector, especially regulated entities. These
activities generally involve the electronic exchange of information to acquire
or provide products or services, to place or receive orders, to provide or obtain
information, or to complete financial transactions. The anticipated benefits of
e-government include reduced operating costs for government institutions and
regulated entities, increased availability since government services can be
accessed from virtually any location, and convenience due to round-the-clock
availability.
It is the process of transforming government, so that the use of the internet and
electronic processes are central to the way that government operates.
Electronic government services over the Internet (e.g. application forms,
driving licenses, etc.).
The range of electronic services that enable transactions with the Government
or electronic voting or improved interactive communication between the
Government and the citizen.
Dari berbagai definsi di atas sebenarnya dapat disarikan ke dalam kata yang
lebih singkat yakni bring the government service to the Web. Sedangkan definisi
formal dari pemerintah Republik Indonesia, sebagaimana diatur oleh Depkominfo
(Undang-Undang No. 11 tahun 2008) adalah pelayanan publik yang diselenggarakan
melalui situs pemerintah dimana domain yang digunakan juga menunjukkan domain
3
pemerintah Indonesia yakni go.id. Sehingga berdasarkan definisi formal ini, walaupun
ada website yang secara real dikelola oleh pemerintah dan digunakan untuk pelayanan
publik namun apabila tidak ber-domain go.id maka tidak masuk klasifikasi e-
government.
2.3. Kegunaan E-Government
E-Government merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi,
efektivitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan publik.
4
Tabel 2.1.
Pergeseran Paradigma dalam Penyampaian Pelayanan Publik
Kriteria Pelayanan
Publik
Paradigma Birokratis Paradigma e-government
Orientasi Efisiensi biaya produksi Fleksibel, pengawasan dan
kepuasan pengguna
(customer).
Proses organisasi Merasionalisasikan peranan,
pembagian tugas dan
pengawasan hirarki vertical
Hirarki horisontal, jaringan
organisasi dan tukar
informasi
Prinsip manajemen Manajemen berdasarkan
peraturan dan mandat
(perintah)
Manajemen bersifat fleksibel,
team work antar departemen
dengan koordinasi pusat.
Gaya kepemimpinan Memerintah dan mengawasi Fasilitator, koordinatif dan
entrepreneurship inovatif.
Komunikasi internal Hirarki (berperingkat) dan
top-down
Jaringan banyak tujuan
dengan koordinasi pusat dan
komunikasi langsung.
Komunikasi eksternal Terpusat, formal dan saluran
terbatas
Formal dan informal, umpan
balik langsung, cepat dan
banyak saluran
Cara penyampaian
pelayanan
Dokumen dan interaksi antar
personal
Pertukaran elektronik dan
interaksi non face-to-face.
Prinsip-prinsip
penyampaian pelayanan
Terstandarkan, keadilan dan
sikap adil
Penyeragaman bagi semua
pengguna dan bersifat
5
personal.
Sumber: Inovasi Online (2009)
Implementasi e-government adalah sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan transparansi serta akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan, oleh karena itu diperlukan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam proses pemerintahan. Paradigma pelayanan pemerintah yang
bercirikan pelayanan melalui birokrasi yang lamban, prosedur yang berbelit, dan tidak
ada kepastian berusaha, maka diatasi melalui penerapan e-government.
Paradigma pelayanan publik bergeser dari paradigma birokratis menjadi
paradigma e-government yang mengedepankan efisiensi, transparansi, dan
fleksilbiltas, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pengguna layanan publik.
Pergeseran paradigma ini telah dikaji oleh Alfred (2002) (Lihat Tabel 2.1).
2.4. Klasifikasi Pengembangan E-Government
Klasifikasi Pengembangan e-government dapat dibedakan atas tingkat
kompleksitas pengembangan dan fasilitas yang tersedia untuk melayani masyarakat.
Beberapa institusi dan pakar telah mengemukakan pendapat tentang klasifikasi
pengembangan e-government, namun pada intinya dapat dibedakan kepada 4
klasifikasi (Inovasi Online,2009), yaitu :
(1) Sebagai Informasi, yaitu e-government hanya digunakan untuk
sarana publikasi informasi pemerintah secara on-line,
misalnya profil daerah, peraturan, dokumen, dan formulir saja.
(2) Sebagai Interaksi, yaitu e-government sudah menyediakan
sarana untuk interaksi dua arah antara pejabat pemerintah
dengan masyarakat sebagai pengguna layanan publik, misalnya
dalam bentuk sarana untuk menampung keluhan, forum
diksusi, atau hotline nomor telepon atau email pejabat.
(3) Sebagai Transaksi, yaitu e-government sudah menyediakan
sarana untuk bertransaksi bagi masyarakat dalam
menggunakan layanan publik, yakni transaksi yang melahirkan
kesepakatan (deal) yang dapat disertai dengan pembayaran
6
sebagai akibat dinikmatinya layanan publik yang telah
digunakan. Misalnya trasaksi untuk pembayaran pajak atau
retibusi.
(4) Sebagai Integrasi, yaitu semua pelayanan publik yang
disediakan oleh pemerintah di samping disediakan secara
konvensional juga disediakan secara online melalui e-
government.
2.5. Kebijakan Pengembangan E-Government
Guna menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang dijiwai oleh
nilai-nilai good gevernance, maka Pemerintah RI dalam hal ini Departemen
Komunikasi dan Informatika pada tahun 2003 telah mengeluarkan beberapa panduan
berkenaan dengan pengembangan e-government yang ditujukan kepada setiap instansi
pemerintah antara lain (Depkominfo, 2003):
1. Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah.
2. Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah .
3. Panduan Penyusunan Rencana Pengembangan E-Government Lembaga.
4. Pedoman Penyelenggaraan Diklat ICT dlm Menunjang E-Government.
5. Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemerintah Daerah.
Selanjutnya pada tahun 2004 Depkominfo juga mengeluarkan enam panduan
berupa (Depkominfo, 2004):
1. Standar mutu dan jangkauan pelayanan serta pengembangan aplikasi (e-
services).
2. Kebijakan tentang kelembagaan, otorisasi, informasi dan keikutsertaan swasta
dalam penyelenggaraan.
3. Kebijakan pengembangan kepemerintahan yang baik dan manajemen
perubahan.
4. Panduan tentang pelaksanaan proyek dan penganggaran e-government.
5. Standar kompetensi pengelola e-government.
6. Blue-print aplikasi e-government pemerintah pusat dan daerah.
Selanjutnya, tahun 2006 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan TIK, yang secara tidak langsung
memperkuat kebijakan dalam pengembangan e-government. Kebijakan tersebut
7
adalah pembentukan Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional
(Detiknas). Dewan yang dibentuk Presiden SBY melalui Keppres No. 20 pada tanggal
11 November 2006. Dewan ini diberi amanah untuk merumuskan kebijakan umum
dan arahan strategis pembangunan nasional, melalui pendayagunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK).
Selain itu Dewan juga diminta untuk melakukan pengkajian dalam
menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam
rangka pengembangan TIK. Melakukan koodinasi dengan instansi pemerintah
pusat/daerah, BUMN/BUMD, dunia usaha dan lembaga profesional dalam rangka
pengembangan TIK. Selain itu dewan juga bertugas memberikan persetujuan atas
pelaksanaan program TIK yang bersifat lintas departemen agar efektif dan efisien
(Majalah e-Indonesia, 2007).
2.6. Situasi E-Government di Indonesia
Berbagai panduan yang telah dikeluarkan Depkominfo tersebut menunjukkan
bahwa Pemerintah RI serius dalam mengembangkan e-government, di mana instansi
pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah didorong untuk mengembangkannya.
Namun keberhasilan pengembangan e-government belum signifikan, terbukti dari e-
government Readiness Indonesia masih menempati rangking bawah di antara negara
lain di Asia Tenggara apalagi e-government reaadiness secara global, peringkat
Indonesia lebih rendah lagi. Posisi Indonesia dalam E-Government Readiness baik di
lingkungan Asia Tenggara dapat dijelaskan dalam Tabel 2.2.
8
Tabel 2.2.
Global E-Government Readiness
No Country Global Rank in
2004 2005 2008
1 Singapore 8 7 23
2 Malaysia 42 43 34
3 Thailand 50 46 64
4 Philipines 47 41 66
5 Brunei Darussalam 63 73 87
6 Viet Nam 112 105 91
7 Indonesia 85 96 106
8 Cambodia 129 128 139
9 Myanmar 123 129 144
10 East Timor 174 144 155
11 Lao, P.D.R 144 147 156
Sumber: Global E-Govermnet Readiness 2005 dan 2008
Di antara negara-negara Asia Tenggara, ternyata Indonesia pada tahun ini
menempati posisi ke tujuh di bawah Brunei Darussalam dan Vietnam, dan hanya satu
tingkat lebih tinggi daripada Kamboja. Sedangkan untuk tataran global, posisi
Indonesia juga tidak mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 berada pada posisi ke
85, tahun 2005 menempati ranking 86, kemudian pada tahun ini posisi Indonesia
merosot lagi menjadi ranking 106 (lihat Tabel 2.2).
Dengan demikian, fenomena di atas menarik untuk dikaji guna mengetahui
permasalahan e-government di Indonesia. Oleh karena itu, telah dilakukan review
terhadap website pemerintah daerah mulai tanggal 2 sampai dengan 6 Mei 2008
(Rokhman, 2009). Propinsi Jawa Tengah dijadikan sampel secara purposive karena e-
government kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Tengah pernah mendapatkan
penghargaan nasional dari Warta Ekonomi, yaitu e-government Kabupaten Kebumen
pada tahun 2004-2005 dan Sragen pada tahun 2007. Propinsi Jawa Tengah terdiri dari
9
30 kabupaten dan enam kotamadya. Masing-masing website kabupaten dan kota telah
diakses dan dikaji melalui aspek level pengembangan dan menu dan fasilitas yang
disediakan. Berdasarkan hasil survei beberapa temuan yang menarik adalah sebagai
berikut (Rokhman, 2009):
(a) Dari 30 kabupaten dan enam kota, hanya 24 kabupaten (80%) dan lima kota
(83%) yang sudah mempunyai website yang dapat diakses, selebihnya setelah
dilakukan pencarian dengan menggunakan search engine Google dan Yahoo,
website kabupaten dan kota yang bersangkutan tidak ditemukan. Mayoritas
website pemerintah kabupaten dan kota yang sudah dapat diakses masuk
dalam level pertama yakni hanya mempublikasikan informasi seputar profil
daerah tersebut, dan kebanyakan terdiri dari menu utama: (1) profil daerah, (2)
prosedur pelayanan publik, dan (3) berita daerah bersangkutan yang
sumbernya sebagian besar bukan dari kabupaten atau kota sendiri tapi hanya
mengambil dari media lain. Berita yang ditampilkan juga tidak selamanya ter-
update dengan baik karena ada daerah yang menyajikan berita yang sudah
basi.
(b) Dari 24 kabupaten dan lima kota yang websitenya dapat diakses, hanya 12 dari
website kabupaten (40%) yang dapat dikategorikan pada level interaksi.
Sedangkan lima website kota semuanya (100%) sudah ber-level interaksi.
Aplikasi fasilitas interaksi yang disediakan antara lain: (1) Buku tamu, (2)
forum, (3) chatting, (5) link kontak, dan (6) polling. Hasil survei menunjukkan
fasiltas tersebut kurang berfungsi dengan baik dibuktikan dengan:
a. Buku tamu hanya menampilkan keluhan masyarakat tanpa ada respon
dari pejabat atau staf briokrasi terkait ataupun dari admin website.
Bahkan ada buku tamu yang hanya ditujukan kepada admin hanya
bersifat interaksi satu arah.
b. Forum diskusi juga masih kosong tidak ada aktivitas. Beberapa website
baru membuat topik diskusi namun sama sekali tidak ada aktivitas
c. Fasilitas chatting yang disediakan hanya untuk chat antar user, bukan
chat dengan pejabat atau staf birokrasi terkait berkaitan dengan
pelayanan publik.
d. Website yang menyediakan fasilitas polling belum dapat dimanfaatkan
untuk menjaring aspirasi masyarakat terhadap isu daerah yang
10
bersangkutan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan
pemerintah daerah.
(c) Dari website kabupaten dan kota yang telah mengembangkan e-government
tidak ada satu pun yang termasuk level ketiga yakni level transaksi untuk
pelayanan publik. Ada beberapa kabupaten/kota yang sudah menyediakan
menu Layanan Publik, tapi masih berifat informatif saja, sekedar
menampilkan persyaratan dan prosedur layanan.
2.7. Kendala Pengembangan E-Government
Kendala utama dalam pengembangan e-government jika ditinjau dari
perspektif birokrasi sebagai penyelenggara layanan publik melalui elektronik adalah
sebagai berikut (Rokhman, 2009):
(a) Peopleware, yaitu merupakan kemampuan para pejabat birokrasi maupun
staff dalam menggunakan internet yang masih sangat terbatas. Hal ini terbukti
dari masih sangat tergantungnya birokrasi dalam pengembangan e-government
terhadap pihak luar. Operasionalisasi e-government juga tidak berjalan lancar
ditandai dengan sarana interaksi yang disediakan tidak ada aktivitas yang
berarti.
(b) Hardware, yakni berkaitan dengan teknologi dan infrastuktur. Terbatasnya
hardware dan software serta masih sedikitnya instansi pemerintah yang
terhubung pada jaringan baik lokal (LAN) maupun global (Internet)
menyebabkan perkembangan e-government tidak dapat berjalan lancar.
(c) Organoware, yaitu hambatan birokrasi instansi pemerintah seringkali dalam
mengoperasionalkan e-government menemui kendala dalam aspek organisasi.
Kendala ini ditandai dengan tidak fleksibelnya Struktur Organisasi dan
Tatakerja (SOT) birokrasi yang dapat mewadahi perkembangan baru model
pelayanan publik melalui e-government. Para admin e-government di
beberapa daerah yang selalu memonitor pengaduan masyarakat tidak
mempunyai wewenang dan kemampuan untuk langsung berinteraksi dengan
masyarakat misalnya dalam memberikan jawaban. Sedangkan untuk meminta
pejabat atau pegawai yang terkait untuk menjawab pertanyaan yang telah
diajukan masyarakat, para admin tersebut tidak mempunyai wewenang.
Hambatan birokrasi lainnya adalah belum adanya regulasi yang mengijinkan
11
transaksi melalui media elektronik dapat dianggap sah. Walaupun sudah ada
Undang-Undang ITE namun belum ada Juklak dan Juknis. Disamping SOT
dan regulasi, hambatan organoware berikutnya adalah terbatasnya dana yang
tersedia untuk pengembangan dan operasionalisasi e-government di daerah.
Pemerintah pusat hanya menyediakan kerangka kebijakan dan panduan tidak
disertai dengan alokasi dana sehingga harus ditanggung oleh daerah yang
bersangkutan.
Berdasarkan hambatan-hambatan di atas sangat logis jika potret e-government
di negara Indonesia mayoritas masih dalam level yang paling dasar yaitu level
informasi, sedangkan yang sudah masuk level kedua pun (interaksi) belum bisa
berfungsi dengan baik.
Dari semua penjelasan di atas, jelaslah bahwa perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi di atas, telah menawarkan solusi untuk meningkatkan
kinerja pelayanan publik yang lebih berbasis good governance. Pemanfaatan e-
government bagi birokrasi diharapkan dapat menjadi alternatif bagi reformasi
birokrasi menuju pelayanan yang lebih baik. Walaupun sejak tahun 2003 Pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai e-government namun pada
kenyataannya potret e-government masih dalam level rendah baik level
pengembangannya maupun level dalam Global E-Government Readiness. Keadaan
ini disebabkan oleh tiga hambatan utama yakni sumberdaya manusia, hardware,
dan birokrasi.
12
BAB III
HASIL PEMBAHASAN
3.1 Analisis SWOT
Selain melakukan analisis komprehensif terhadap hasil survey, agar hasil
penyusunan rencana induk pengembangan E-Government dapat mencapai kondisi
ideal yang diharapkan maka perlu dilakukan analisis SWOT. Ada beberapa komponen
pokok yang akan dianalisis yaitu sumber daya manusia, perangkat keras, perangkat
lunak, jaringan komputer, data dan informasi, pelayanan masyarakat, bisnis dan
organisasi. Komponen tersebut dianalisis letak kekuatannya, kelemahannya, peluang
dan tantangan. Analisis SWOT ini dipakai sebagai dasar penentuan rencana
pengembangan E-Government. Dari analisis ini maka dapat dilakukan evaluasi diri
untuk berbenah diri membangun sistem E-Government yang handal dan terpadu.
Strategi pengembangan E-Government menurut prioritas selanjutnya dapat dibangun
berdasarkan analisis SWOT yang telah disusun, disesuaikan dengan kondisi riil yang
ada di Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah.
Analisis SWOT yang disusun berikut selain dari hasil dari survey langsung
terhadap masyarakat, kalangan bisnis dan instansi pemerintah juga hasil survey
terhadap dokumen-dokumen pendukung yang terdapat di Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah,
3.2 Kesesuaian Visi Dan Misi
VISI
"TERWUJUDNYA MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG SEMAKIN SEJAHTERA "
MISI
1. Mewujudkan Pemerintahan yang bersih dan profesional serta sikap responsif aparatur.
2. Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian, UMKM dan industri padat karya.
3. Memantapkan kondisi sosial budaya yang berbasiskan kearifan lokal.4. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara
berkelanjutan.5. Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur.
13
6. Mewujudkan kondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
3.3 Solusi Tahap Pengembangan
Prioritas pembangunan Provinsi Jawa Tengah diletakkan pada sektor
kerajinan, kebudayaan, pariwisata, perdangan, jasa, industri dan sektor pertanian dan
kerajinan sebagai sektor unggulan dan mendorong sektor pelayanan dasar,
pengembangan dan pemberdayaan ekonomi local dengan pembenahan kelembagaan
secara menyeluruh melalui system ekonomi kerakyatan berdasarkan prioritas
pembangunan tersebut dan mengacu pada tingkatan pengembangan E-Governtment
menururut Hermawan Kertajaya Dkk.(2002), sebaiknya menuruti tahapan sebagai
berikut:
1. Tahap Pertama, E-Government dikembangkan sebagai internally-
networked public-service provider.
2. Tahap Kedua, E-Government dikembangkan menjadi externally-
networked public-service provider.
3. Tahap Ketiga meloncat ke externally-networked economic development
oriented.
3.4 Tahap Pengembangan Sumber Daya Manusia
Masyarakat harus belajar dengan teknologi yang semakin hari semakin maju
dengan diadakannya pelatihan-pelatihan teknologi informasi dan komunikasi pada
setiap daerah di wilayah Jawa Tengah agar menjadikan masyarakat yang dapat
mengelolah informasi dan teknologi secara mandiri.
3.5 Tahap Pengembangan Infrastruktur Aplikasi
Pada tahap pengembangan infrastruktur aplikasi dimulai dengan identifikasi
aplikasi di tiap instansi, sehingga diketahui akan data, jaringan dan aplikasi yang
terhubung satu sama lainnya. Dalan jangka waktu 5 tahun diharapkan teah terbentuk
data center dan berbagai layanan aplikasi online, termasuk pemilihan kepala daerah
yang dilakukan secara online.
14
3.6 Rencana Implementasi
Halaman Utama Aplikasi E-Government Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah
Halaman Utama Berisi Tentang :
1. Informasi Tentang Provinsi Jawa Tengah
2. Informasi Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah
3. Informasi Bisnis di wilayah Jawa Tengah
4. Informasi tentang Info Publik kepada masyarakat
5. Informasi Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
15
Halaman Tentang Jawa Tengah
Halaman ini berisi tentang:
1. Informasi Profil Jawa Tengah
2. Informasi Brand Jawa Tengah
3. Sejarah Jawa Tengah
4. Kesenian dan Kebudayaan Jawa Tengah
5. Data Statistik kependudukan masyarakat Jawa Tengah
Halaman Pemerintahan Aplikasi E-Government
16
Berisi tentang:
1. Informasi Profil Gubernur dan Wakil Gubernur
2. Informasi Struktur Pemerintahan Jawa Tengah
3. Informasi Mengenai Tugas Pokok Pemerintahan
4. Informasi Visi dan Misi masyarakat Jawa Tengah
5. Informasi Mengenai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Halaman Bisnis Pada Aplikasi E-Governtment
Berisi Tentang:
17
Peluang Bisnis, serta hokum-hukum bisnis dan industry yang ada di
wilayah Jawa Tengah
Halaman Info Publik Pada Aplikasi E-Governtment
Berisi Tentang :
1. Informasi Pendidikan bagi masyarakat
2. Informasi transportasi
3. Informasi pelayanan agama.
Halaman Pariwisata Pada Aplikasi E-Government
Berisi tentang :
18
Semua informasi mengenai wisata-wisata yang wajib dikunjungi di
daerah Jawa Tengah.
BAB IV
KESIMPULAN
Pengembangan E-Government di Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah
merupakan penting untuk mencapai Good Governance dalam rangka meningkatkan
pelayanan public dan meningkatkan efektivitas kinerja otonomi daerah. Keberhasilan
pengembangan E-Government akan sangat tergantung dari komitment semua
kalangan masyarakat dan pemerintahan yang terkait dalam menjalankan
pengembangan E-Governtment.
19
Top Related