Download - Document 2

Transcript
Page 1: Document 2

Definisi | Pengertian | Arti dan IstilahKumpulan Definisi, Pengertian, Arti, Istilah, Definisi Menurut Para Ahli, Pengertian Menurut Pakar, Yang bersumber dari Buku, Majalah, Koran dan Internet.

Home Pengertian Agama Pengertian Belajar Pengertian Data Pengertian Kurikulum Pengertian Ilmu Pengertian Pendidikan

Browse » Home » Pengertian Menulis » Pengertian Menulis

Sunday, April 4, 2010

Pengertian Menulis

Definisi dan Pengertian Menulis

Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.

Istilah menulis sering melekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis nonilmiah.

Menulis dan mengarang sebenarnya dua kegiatan yang sama karena menulis berarti mengarang (baca: menyusun atau marangkai bukan menghayal) kata menjadi kalimat, menyusun kalimat menjadi paragraf, menyusun paragraf menjadi tulisan kompleks yang mengusung pokok persoalan.

Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran. Gagasan tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya tulisan tersebut. Gagasan pada sebuah tulisan bisa bermacam-macam, bergantung pada keinginan penulis penulis. Melalui tulisannya, penulis bisa mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, pendapat, kehendak dan pengalaman.

Menulis sebagai keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan-

Page 2: Document 2

pikirannya kepada orang atau pihak lain dengan dengan media tulisan. Setiap penulis pasti memiliki tujuan dengan tulisannya antara lain mengajak, menginformasikan, meyakinkan, atau menghibu pembaca.

Referensi: Buku “Penuntun Perkuliahan Bahasa Indonesia” Karangan Daeng Nurjamal, S.Pd dan Warta Sumirat, M.Pd halaman 68.

TAGS: Pengertian menulis, Definisi menulis, Istilah menulis

http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-menulis.html

idayati, Lilik. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Kalimat Sederhana Melalui Media Kartu Kata Pada Siswa Kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang. Skripsi S1 PGSD, Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Pembimbing I : Drs. M. Thoha AR, S.Pd, M.Pd. Pembimbing II: Drs. Rumidjan, M.Pd.

Kata Kunci: Kemampuan Menulis , Kalimat Sederhana, Media Kartu Kata

Sesuai dengan kompetensi dasar menulis dan kompetensi dasar kalimat, siswa kelas II SD diharapkan sudah mampu membuat kalimat dengan baik dan benar baik secara lisan maupun tulisan. Siswa diharapkan mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam bentuk kalimat sederhana. Namun di SDI Daarul Fikri Dau Malang siswa kelas II seringkali mengalami kesulitan dalam membuat kalimat, terutama dalam bentuk tulisan. Jika diminta menulis kalimat, siswa kesulitan untuk menuangkan gagasan dalam pikirannya menjadi sebuah kalimat.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah penggunaan media kartu kata untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana pada siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang?, dan (2) apakah penggunaan media kartu kata dapat meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang?

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan penggunaan media kartu kata untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana pada siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang, dan (2) mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis kalimat sederhana siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang.

Data dari penelitian ini diperoleh melalui observasi , wawancara, dokumentasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk mengamati gejala-gejala yang tampak dalam proses pembelajaran tentang keaktifan siswa, keberanian siswa dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran. Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui kesan-kesan dan perasaan siswa ketika belajar menulis kalimat sederhana menggunakan media kartu kata. Teknik dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan data tentang proses pembelajaran yang menggambarkan langkah-langkah kongkrit yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Sedangkan tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa mengerjakan soal evaluasi yang berhubungan dengan menulis kalimat sederhana.

Page 3: Document 2

Berdasarkan hasil penelitian, Penggunaan media kartu kata dapat meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana pada siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi setelah diberi tindakan pada siklus I dan siklus II, yaitu peningkatan aktifitas belajar siswa sebesar 15,17 (9,75 %) dan peningkatan hasil belajar siswa sebesar 8,77 (5,56 %).

Disarankan pada guru kelas II agar lebih meningkatkan kreatifitasnya dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi menulis kalimat sederhana. Misalnya dengan memanfaatkan media kartu kata, karena media kartu kata terbukti dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam menulis kalimat sederhana.

MAKALAH KEMAMPUAN SISWA SD DALAM MEMAHAMI NARASI

Page 4: Document 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sala satu pembelajaran yang diharapkan dapat dikuasai oleh murid

sekolah dasar murid sekolah dasar, yaitu pembelajaran memahami cerita

(narasi). Cerita merupakan karya sastra berbentuk prosa singkat padat dan

unsur ceritanya berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah tokoh

dan pengembangan perilaku terbatas pada keseluruhan cerita, serta

memberikan kesan tunggsl.

Memahami cerita atau narasi merupakan salasatu kompetensi di

bidang kesastraan yang harus dikuasai oleh murid. Cerita atau narasi

merupakan salah satu karya sastra yang banyak diminati dikalangan murid,

khususnya murid sekolah dasar karena karya estetis yang bermakna.

Keestetisannya itulah sehingga perlu diajarkan dan diatanamkan agar murid

mampu menafsirkan dan memahami melalui kegiatan kegiatan apresiasi.

Memahami cerita/narasi merupakan kegiatan apersepsi yang bertujuan

mengauli cerita sehingga rasa peka terhadap karya sastra, khususnya cerita.

Hal ini diharpkan agar siswa mampu memahami dan memberi makna

terhadap cerita.

Page 5: Document 2

Sebuah cerita atau narasi didalamnya terdapat misi yang diemban

oleh penulis, yaitu pesaan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Pesan-pesan itu banya berkaitan dengan perilaku dan tatanan kehidupan

masyarakat, khususnya murid yang harus dibentuk perilakunya kearah yang

lebih positif . untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan dengan melalui

pembelajaran narasi disekolah dasar.

Fenomena yang terlihat saat ini yaitu murid mempelajari cerita

guna memahami tujuan pembelajaran. Dampaknya adalah murid tidak dapat

menikmati nilai-nilai estetis yang terkandung dalam cerita. Padahal, cerita

merupakan salah satu bentuk proses yang sering diajarkan di sekolah dasar.

Akan tetapi, kemampuan murid mengapresiasi cerita masih minim. Hal ini

dapat diamati melalui hasil penelitian Ramli (2006) yang menunjukkan

bahwa hasil belajar siswa, khususnya memahami cerita masih kurang. Hal

ini disebabkan oleh pembelajaran cerita saat ini sarat dibekali teori, tetapi

bimbingan apresiasi dan menggaulnya masih kurang. Akhirnya, ketika murid

diminta mengapresiasi dan menginterpretasi sebuah cerita untuk menemukan

pesan yang terdapat di dalam tindak sesuai dengan harapan.

Berdasrkan uraian tersebut, kegiatan apresiasi cerita sangant

penting disosialisasikan pada lingkungan pembelajaran sastra yang

menggunaka bahasa sebagai medianya. Pembelajaran cerita dikelas menurut

Page 6: Document 2

guru untuk selalu memancing dan memekarkan asosiasi setiap murid yang

terlibat dalam proses apresiasi sehingga dapat berkembang dan mencapai

hasil yang diinginkan. Keberlangsungan kegiatan memahami cerita di

sekolah ditentukan oleh pengajar dan murid itu sendiri. Guru sebagai

pembelajar harus mampu memberikan pemahaman kepada murid agar

mudah memahami proses belajar di lingkungan sekolah dan di luar sekolah,

utamanya pada kegiatan memahami cerita itu sendiri sebagai modal awal

dalam kegiatan mengembangkan kemampuan siswa di bidang sastra.

Adanya kesulitan-keulitan yang diaalami oleh murid dalam

memahami cerita tersebut diduga sebagai akibat pelaksanaan pembelajaran

yang masih terikat dengan pengunaan strategi konvensional dalam

pembelajaran. Dalam strategi itu, murid diperlakukan secara klasikal pada

saat pembelajaran berlangsung. Akibatnya, murid tidak mengetahui

keterbatasan kemampuanya dalam setiap sajian materi pembelajaran. Selain

itu, murid tidak mendapat kesempatan untuk saling berbagi pengalaman dan

kemampuan antar sesama dalam proses pembelajaran.

Faktor lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya pemahaman

murid adalah guru tidak sepenuhnya melakukan kegiatan yang

mendukung proses pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung.

Dalam hal ini, ketergantungan guru terhadap penilaian hasil belajar masih

Page 7: Document 2

tinggi . Sementara itu, penilaian proses belajar belum dilembagakan secara

maksimal padahal, idealnya adalah ada keseimbangan antara penilaian

proses dan penilaian hasil dalam pembelajaran.

Faktor-faktor diatas menuntut guru untuk melakukan inovasi

dalam pembelajaran memahami cerita. Dalam hal ini, diperlukan teknik

yang tepat digunakan dalam pembelajaran murid pada aspek tersebut. Teknik

pembelajaran yang memberi harapan bagi pemecahan masalah tersebut

adalah teknik yang memiliki ciri adanya interaksi kelas dalam pembelajaran,

baik interaksi antar siswa, maupun antara dan siswa.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat bahwa kegagalan

pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilihat dari beberapa

komponen pengajaran, seperti guru, murid, kurikulum, teknik mengajar

dan bahan pengajaran (Hastuti 2000:1) dengan demikian seorang guru

yang terampil tentu dapat memilih teknik yang cocok dengan materi

yang disajikan, seperti teknik bercerita.

Penerapan teknik bercerita dapat mengatasi perbedaan minat

belajar siswa. Penyajian teknik bercerita yang baik dapat menumbuhkan

imajinasi dan merangsang kreativitas siswa dalam mengangkat pesan atau

informasi yang disampaiakan. Dengan demikian, dilibatkan dalam

Page 8: Document 2

berinteraksi, sehingga kondisi yang tercipta tidak hanya komunikasi satu

arah dari guru kesiswa, tetapi juga komunikasi timbal balik antara keduanya.

Penerapan teknik bercerita dipandang perlu karena setiap pokok

bahasan mata pelajaran bahsa Indonesia hampir selalu dihadapi dengan

wacana. Kemudian informasi-informasi yang ada didalamnya dikembangkan

oleh siswa berdasarkan konsep yang ada. Bercerita merupakan bentuk

komunikasi dua arah yang di dalamnya terjadi pertukaran pikiran atau

pendapat tentang suatu masalah yang dilaksanakan secara teratur dan terarah

untuk mencapai tujuan tertentu.

Penerapan teknik bercerita. Dalam pengajaran bahasa Indonesia

dapat memotivasi dan membantu siswa belajar berkomunikasi dengan lisan

dengan bahasa yang baik dan benar. Murid dilatih agar mampu

mengungkapkan pukiran dan perasaan pada setiap kegiatan berbicara.

Dengan demikian, melalui penetapan teknik menceritakan yang efektif,

diharapkan siswa dapat menguasai materi yang diajarkan.

Berdasarkan urian di atas, penulis terinspirasi melakukan

penelitian dengan judul : Keefektifan Teknik Becerita Dalam Meningkatkan

Kemampuan Memahami Cerita Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala

Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Hal ini dilakukan karena

kemampuan murid sampai saat ini dalam memahami cerita atau narasi sulit

Page 9: Document 2

terwujud disebabkan oleh teknik yang selama ini yang digunakan masi

bersifat konvensional. Selain itu, penelitian yang relevan masih kurang,

penelitian sebelumnaya tentang teknik bercerita telah dilakukan oleh Ramli

(2006) dengan judul: Keefektifak Teknik Bercerita Dalam Meningkatkan

Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI SDN Lipukasi Kabupaten

Barru. Hasilnya menunjukkan bahwa teknik bercerita dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

Mencermati penelitian tersebut yang hasilnya efektif

memunculkan ide baru dalam meneliti kembali teknik yang sama dengan

materi dan lokasi penelitian yang berbeda. Tujuanya adalah mengetahui

secara pasti peran dan keefektipan teknik bercerita dalam pembelajaran

memahami narasi sehingga dapatdijadikan sebagai teknik pembelajaran yang

inovatif yang dapat membantu anak didik memahami materi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah teknik bercerita efektif

diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas

V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

C. Tijuan Penelitian

Page 10: Document 2

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keefektifan teknik

bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas V

SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi berbagai pihak terkait, baik secara teoritis

maupun praktis.

Secara teoritis, yaitu (1) sebagai informasi berharga tentang teknik

bercerita yang dapat meningkatkan kemampuan murid dalam memahami

cerita, (2) memberikan informasi tentang teknik bercerita yang dapat

membangun semangat kelas dan dapat merangsang keaktifan belajar murid

dan memberikan informsi dan pengetahuan kepada guru tentang teknik

bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami

cerita murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng.

Secara praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat langsung

dirasakan manfaatnya dalam pembelajaran sastra khususnya memahami

cerita di kelas. Selain itu, membantu guru yang mengakami kesulitan dalam

pembelajaran memahami narasi sehinggaa dapat menerapkan teknik

bercerita. Selanjutnya, manfaat bagi peneliti ialah memperkaya pengetahuan,

Page 11: Document 2

wawasan, dan pengalaman tentang teknik bercerita efektif diterapkan dalam

meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres

Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, dan dapat

membandingkan prinsip-prinsip penerapan antara teknik yang berbeda

dalam praktek pembelajaran apresiasi cerita dikelas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

Teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian ini adalah

teknik pembelajaran, khususnya teknik bercerita yang masing-masing

diangkat dari pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian

ini dibahas tentang kefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan

kemampuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres Borongkapa

Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu, dapat

Page 12: Document 2

dijelaskan bahwa keefektifan adalah keberhasilan pengaruh sebagai akibat

dan perlakuan teknik dalam proses belajar mengajar, umtuk. Untuk

menunjukkan keberhasilan pembelajaran ini, dapat dipaparkan tentang

konsep keefektifan bercerita, teknik bercerita, dan kerangka narasi. Untuk

lebih jelasnya, dapat diuraikan berikut ini.

1. Pengertian Keefektifan Bercerita

Kefektifan berasal dari kata efektif yang mendapat imbuhan ke-an.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektif berarti (1) ada. Efeknya

(akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil

guna. Keefektifan berarti (1) keadaan berpengaruh, hal yang berkesan (2)

keberhasilan usaha atau tindakan (Depdikbud, 2002:284).

Dalam penelitian ini dikaji keefektifan sebuah metode

pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dimaksud adalah

metode demonstrasi Shadly (1980: 33) mengartikan keefektifan yaitu

keberhasilan pengaruh sebagai akibat perlakuan media dalam proses belajar

mengajar.

Berdasrkan kedua pengerin diatas, dapat dinyatakan bahwa.

Keefektifan adalah hasil yang lebih baik atau pengaruh positif sebagai

pengaruh perlakuan, usaha, atau tindakan yang diberikan.

2. Teknik Pembelajaran

Page 13: Document 2

Sudjana. (1995: 76) mengemukakan bahwa teknik belajar ialah

cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa

pada saat berlangsungnya pengajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dinyatakan bahwa teknik merupakan cara kerja yang bersistem

untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan

dikehendaki. Jadi, sebuah teknik merupakan usaha untuk melakukan suatu

pekerjaan yang melibatkan unsur pengetahuan dan keterampilan dalam

rangka menghasilkan dalam sebuah keputusan mengenai suatu yang lebih

baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Djamrah dan Zain (2002: 85) mengemukakan bahwa teknik adalah

salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan teknik

secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Teknik adalah

pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Kridalaksana (1993: 136)

mengemukakan bahwa teknik adalah cara mendekati, mengamati,

menganalisis dan menjelaskan suatu fenomena.

Menurut Saliwangi (1989: 45). Teknik adalah cara-cara mengajar

yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu. Hakikat teknik

pengajaran bahasa Indonesia sesungguhnya tidak lain dari persoalan

pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan cara-cara penyajiannya dan

cara mengevaluasi atau dengan perkataan lain bahwa teknik pengajaran

Page 14: Document 2

bahasa Indonesia ditentukan oleh bebrapa faktor yang semuannya

diorentasikan pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai.

Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1983: 13), teknik ialah cara

yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Cara yang

sistematik ini merupakan bentuk konkret penerapan petunjuk-petunjuk

umum pengajaran pada proses pengajaran tertentu.

3. Bercerita

a. Teknik Bercerita

Bercerita merupakan menggambarkan secara kronologis suatu

kejadian atau peristiwa, baik berdasarkan urutan waktu maupun tempat.

Bercerita merupakan narasi atau cerita tentang peristiwa masa lampau yang

telah dialami oleh tokoh tertentu yang meninggalkan bekas dan pesan yang

bermakna. Cerita dapat berisi tentang pengalaman yang menggembirakan,

mengharukan, menyenangkan, ,menyedihkan dan sebagainya. Cerita juga

dapat berwujud dongen dan cerita tentang binatang dan sebagainya.

Bercerita memiliki tujuan, fungsi dan manfaat. Tujuan bercerita

bagi anak, yaitu agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap

apa yang disampaiakan orang lain, anak dapat bertanyaapabila tidak

memahaminy, anak dapat menjawab pertanyaan. Selanjutnya, anak dapat

Page 15: Document 2

menceritakan dan mengekspresikan kembali terhadapat apa yang

didengarkan dan diceritakannya (Tampubulon, 1991: 10).

Fungsi bercerita, yaitu menumbuhkan minat dan kebiasaan

membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak.

Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita, yaitu membantu kemampuan

bercerita, dengan menambah perbendaharaan kosakata, kemampuan

mengungkapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap

perkembangannya. Selanjutnya, anak dapat mengekspresikannya melalui

bernyanyi, bersyair, menulis atau mengambar sehingga pada akhirnya anak

mampu membaca situasi.

Teknik bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman

belajar anak-anak SD dengan menambahkan cerita secara lisan. Cerita yang

membawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak.

Ada bebrapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan

antara lain, guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi

dari gambar, mengunakan papan flanel, bermain perang dalam suatu cerita.

Teknik bercerita merupkan salah satu pemberian pengalaman

belajar anak-anak dengan membawakan cerita secara lisan. Cerita yang

dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak. Teknik

Page 16: Document 2

bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran

secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik.

Dalam pelaksanaan pembelajaran. Teknik bercerita

didalaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan,

atau menjelaskan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan

pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kopetensi dasar anak.

Manfaat teknik bercerita menurut Tampubulon (dalam diheni,

2006: 68) yaitu:

1) Melatih daya serap anak, artinya anak dapat dirangsang untuk mampu

memahami isi atau ide pokok dalam cerita secara keseluruhan.

2) Melatih daya pikir anak. Untuk tetlatih memahami proses cerita,

mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan

sebab-akibatnya.

3) Melatih daya konsentrasi anak. Untuk memusatkan perhatiannya

kepada keseluruhan cerita karena dengan pemusatan perhatian tersebut

anak dapat melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus

menangkap ide pokok dalam cerita.

4) Mengembangkan daya imajinasi anak.

5) Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan

suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Page 17: Document 2

Ada bebrapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan

antara lain, guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi

dari gambar, mengunakan papan flanel, bermain perang dalam suatu cerita.

Adapun teknik bercerita yang dapat digunakan adalah:

1) Membaca langsung dari buku cerita

Teknik bercerita dengan membaca langsung itu sangat bangus, bila

guru mempunyai puisi atau prosa yang sesuai untuk membacakan kepada

anak SD. Ukurn kebagusan puisi atau prosa itu terutama ditekankan pada

pesan-pesan yang disampaikan yang dapat ditangkap oleh anak.

2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku

Bila cerita yang disampaikan pada nak terlalu panjang dan terinci

dengan menambahkan ilustrasi gambar dari buku ysng dapat dapat menarik

perhatian anak, maka teknik bercerita itu akan berfungsi dengan baik.

Penggunaan ilustrasii gambar dalam bercerita dimaksudkan untuk

memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian

anak pada jalannya cerita.

3) Menceritakan dongen

Cerita dongen merupaka bentuk kesenian yang paling lama,

mendongen merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi

Page 18: Document 2

kegenarasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunkan untuk menyampaikan

pesan-pesan kebajikan kepada anak didik.

4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel

Guru dapat membuat papan flanel dengan melapisi seluas papan

dengan kain flanel yangb berwarna netral yang berupa gambar tokoh-tokoh

yang mewakili perwatkan dalam cerita.

5) Dramatisasi suatu cerita

Guru dalam bercerita memaikan perwatakan tokoh-tokoh dalam

suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat

universal.

b. Rancangan Bercerita bagi Anak di SD

Rancangan kegiatan bercerita, dibicarakan rancangan persiapan

guru, rancangan pelaksanaan kegiatan, dan rancangan penilaian.

1) Rancangan persiapan pengajaran dengan metode bercerita

Persiapan yang dilakukan untuk merancang kegiatan bercerita ada

tiga, yaitu: (1) Menetapkan tujuan atau tema yang diplih. (2) Menetapkan

rancangan bentuk bercerita yang dipilih, dam (3) Menetapkan alat dan bahan

yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.

a) Menetapkan tujuan dan tema yang dipilih

Page 19: Document 2

Langkah pertama yang dilakukan dalam menetapkan tujuan dan

tema sebagaimana yang telah dikemukakan tujuan pengunaan metode

bercerita terutama dalam rangka memberi pengalaman belajar melalui cerita

guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran melalui bercerita

ada dua macam, yakni memberi informasi atau menanam nilai-nilai sosial,

moral atau keagamaan. Misalnya, kita menetapkan rancangan tujuan

menanakan nilai-nilai. Dalam menetapkan tujuan pengarang itu, harus

dikaitkan dengan tema yang dipilih. Tema iti harus ada kedekatan hubungan

dengan kehidupan anak didalam keluarga, sekolah atau diluar sekolah. Tema

itu harus menarik.

Dalam hal ini, menetapkan rancangan seperti berikut ini.

Tujuan : Menanamkan kepekaan dan ketanggapan terhadap

penderitaan orang lain, suka menolong dan cinta terhadap

orang lain.

Tema : Bencana banjir

Setelah menetapkan tema cerita yang dipilih. Kemudian

mempelajari isi cerita yang akan dituturkan, selanjutnya guru masih harus

memvisualisasikan seluruh rincian cerita. Visualisasi meliputi tata

lingkungan, pakaian karakteristik fisik masing-masing perwatakan

pemegang peran dalam cerita.

Page 20: Document 2

b) Menetapkan rancangan bentuk bercerita yang dipilih

Menetapkan rancangan tujuan dan tema, yakni pekat dan tanggap

terhadap penderitaan orang lain, suka menolong dan cinta terhdap orang lain

dengan tema. Bencana Banjir, langkah selanjutnya memilih salah satu

diantara bentuk-bentuk bercerita antara lain: Bercerita tentang banjir dengan

menggunakan ilustrasi gambar, membaca cerita dengan rencana banjir

dengan menggunakan ilustrasi gambar. Dalam hal ini peneliti memilih dua

bentuk bercerita, yaitu:

(1) Bercerita tentang bencana banjir dengan menggunakan ilustrasi

gambar, yaitu kegiatan bercerita yang dilakukan dengan mengunakan

ilustrasi gambar. Dalam bercerita tentang bencana banjir, berusaha

menimbulkan suasana emosional keadaan banjir itu dengan

menggunakan alat bantu gambar, misalnya: rumah yang terendam

banjir, sekolah yang terendam banjir, pengungsi yang tinggal di tenda-

tenda dan sebagainya. Anak diingatkan tentang bahya listrik, air kotor,

hanyut, penyakit-penyakit yang mengancam seperti diare, agar anak

mengrti dari bahaya banjir bagi dirinya.

(2) Bercerita tentang bencana banjir dengan membaca cerita dan

majalah/buku, seperti menceritakan sebuah keluarga yang rumahnya

terkena banjir, anak-anak tidak dapat bersekolah, bapak tidak dapat

Page 21: Document 2

pergi kekantor, ibu tidak dapat memasak, ayam, anjing, kucing, sapi

semua mati kedinginan, dan seisi rumah kelaparan, kemudian datang

bantuan dari orang-orang yang berbaik hati, karena orang itu pekah dan

tanggap terhadap penderitaan orang lain.

c) Menetapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.

Sesuai dengan bentuk cerita yang akan dituturkan, ada tiga macam

bentuk bercerita. Dalam hal ini, peneliti menggunakan dua bentuk yang

dipilih, yaitu bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dan bercerita

dengan menggunakan buku atau majalah. Oleh karena itu, dipersiapkan

rancangan gambar peristiwa banjir, misalnya ilustrasi rumah penduduk yng

terkena banjir orang tua dan anak-anak tinggal direnda-tenda, sekolah mera

yang terendam air. Untuk bentuk bercerita dengan menggunakan

buku/majalah, maka yang harus dipersiapkan adalah gambar dalam buku

pada waktu bercerita.

d) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita

Sesuai dengan tema cerita, ditetapkan enam langkah sebagai

berikut ini:

(1) Mengomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada

anak. Tujuan bercerta sebagaiman telah ditetapkan adalah untuk

Page 22: Document 2

menanamkan dan tanggap terhadap penderitaan orang lain. Tema yang

dipilih yaitu, bencana alam.

(2) Mengatur tempat duduk anak, kemudian mengatur bahan dan alat yang

dipergunakan sebagai alat bantu bercerita sesuai dengan bercerita yang

dipilih.

(3) Merupakan pembukuan kegiatan bercerita. Guru menggali pengalaman-

pengalan anak dalam kaitannya dengan peristiwa banjir agar anak dapat

melihat relevansinya dengan ilustrasi.

(4) Merupakan pengembangan cerita yang ditutrkan guru. Guru

mennyajikan fakta-fakta disekitar kehidupan anak tentang bencana

banjir yang melanda bebrapa daerah melalui ilustrasi gsmbar.

(5) Bila guru mennyajikan langkah ketiga dan keempat secara lancar,

maka guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat

mengantarkan perasaan anak dengan cara memberikan gambaran anal-

anak yang bernasib baik yang terhindar dari bencana banjir (ilustrasi)

(6) Merupaka langkah penutup kegiatan bercerita dengan menggunakan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaiatan dengan isi cerita dalam gambar

dan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu para korban banjir.

4. Narasi

a. Pengertian Narasi

Page 23: Document 2

Narasi adalah suatu peristiwa atau kejadian. Narasi sama diartikan

dengan cerita. Karangan narasi adalah wancana yang berkisah dengan

menjalin beberapa rangkaian peristiwa (Keraf, 1981: 140). Wacana ini

berusaha mennyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya,

dengan maksud memberikan arti kepada sebuah kejadian atau serentetan

kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmahnya dari cerita itu.

Dengan kata lain, wacna semacam ini hendak memenuhi keinginan pembaca

yang selalu bertanya-tanya. “Apa yang terjadi ?” pernyataan peristiwa

didasarkan atas urutan waktu (kronologis).

Selanjutnya, (Ambo Enre dkk, 1994.90) mengatakan bahwa narasi

adalah karangan yang bersifat subyektif. Isinya bergantung pada selera

pengarang. Maksudnya, sekalipun karangan itu bersumber dari suatu

kenyataan, misalnya biografi, namun materi cerita dan penyusunannya tidak

lepas dari keinginan pengaraang.

Wacana narasi dapat berisi fakta yang benar-benar terjadi, dapat

pula berisi sesuatu yng khayali. Wacana narasi yang berupa fakta misalnya

otobiogrfi atau biografi seseorang tokoh terkenal. Isi wacana itu benar-benar

nyata atau berdasarkan fakta sejarah yang tidak dibuat-buaat namun, cerpen,

novel, roman, hikayat, drama, dongeng, dan lain-lain digolongkan wacana

Page 24: Document 2

narasi yang khayali, karena disusun atas dasar imajinasi seseorang

pengarang, sebenarnya cerita itu sendiri tidak perna terjadi.

Selain apa yang telah disebutkan di atas, mesti ada beberapa

bentuk lain yang termasuk wacana narasi faktual, yaitu (1) anekdot, yaitu

suatu narasi singkat yang biasanya digunakan untuk menujukkan sifat yng

khas yang mencolok dari seseorang atau masyarakat. (2) laporan perjalanan,

yaitu cerita tentang peristiwa perjalanan disertai pelukisan kedaan kota,

daerah atau pemandangan, dan (3) pengalaman persoalan, yaitu ceruta

tentang kejadian yang pernah dialami oleh seseorang.

Dalam wacana narasi sering terlihat ada dialog tokoh-tokoh

ceritanya, di samping uraian biasa. Dengan dialog, cerita memang terasa

lebih hidup dan menarik sehingga lebih dapat mengasyikkan bagi pembaca.

Lukisan watak, pribadi, kecerdasan sikap, dan tingkat pendidikan tokoh

dalam cerita yang disunguhkan sering dapat lebih tepat dan mengenah

apabila ditampilkan lewat dialog-dialog. Tokoh yang kejam, buta huruf atau

lemah lembut yang sangat penyatuan akan lebih hidup apabila diceritakan

dalam bentuk ercakapan, daripada dibicarakan dengan uraian biasa.

Dengan demikian, karangat narasi adalah suatu bentuk wacana

yang sasran utamanya adalah tindakan-tindakan yang dijalin dan

dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan

Page 25: Document 2

waktu. Selain itu, karangan narasi adalah karangan yang bersifat subjektif

yang isinya bergantung kepada selera pengarang.

b. Jenis-jenis Narasi

Keraf (1981: 141) mengemukakan beberapa jenis narasi anatara

lain autobiografi dan biografi, anekdot dan insiden sketsa, dan profil. Untuk

memahami jenis narasi tersebut, dapat dilihat pada uraian berikut ini.

1) Autobiografi dan Biografi

Pengertian autobiografi dan biografi sudah sering diungkapkan.

Perbeaaanya terletak dalam masalah naratornya (pengisahnya), yaitu siapa

yang bekisah dalam bentuk wacana ini. Pengisah dalam autobiografi adalah

tokohnya sendiri, sedangkan pengisah dalan biografi adalah orang lain.

Namun, keduanya mempunyai kesamaan, yaitu mennyampaikan kisah yang

menarik mengenai kehidupan dn pengalaman-pengalaman.

Karena bentuk wacana ini mengisahkan pengalaman-pengalaman

dan kehidupan pribadi seseorang, pola umumnya yang dikembangkan adalah

riwayat hidup pribadi seseorang, urutan-urutan peristiwa atau tindak-tanduk

yang mempunyai kaitan dengan kehidupan seorang tokoh. Sasrang utama

autobiografi dan biografi adalah menyanjikan atau mengumukakan

peristiwa-peristiwa yang dramatis daan berusaha menarik manfaat dari

Page 26: Document 2

seluruh pengalaman pribadi yang kaya raya bagi pembeca dan anggota

masyarakat lainnya.

Karena autobiografi dan biografi mengiahkan suka duka dan

pengalaman seseorang secara faktual, maka dapat dijamin keautentikan dan

citarasa kehidupan yang sesungguhnya, terutama yang menyankut perincian

lingkunga yang nyata sebagaimana dikemukakan pengarang. Terlepas dari

bagaimana wujud dramatik dan sat-sat tegang yang dihadapi sng tokoh,

riwayat hidup biasanya dijalanin dengan rangkaian secara manis, langsung,

dan sederhana, serta tata cam menceritakannya juga menarik perhatian

pembaca.

2) Anekdot dan Insiden

Anekdot adalah cerita pendek yang bertujuan menyampaikan

karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau suatu hal lain.

Anekdot yang menjadi bagian dari narasi yang lebih luas sama sekali tidak

menunjang gerak umum dan narasi namun, perhatian sentral yang dibuatnya

dapat menambali daya tarik bagi latar belakang dan suasana secara

keseluruhan.

Insiden sebaliknya memiliki karakter yang lebih bebas lagi dan

anekdot. Daya tariknya terletak pada karakter-karakter yang khas dan hidup-

Page 27: Document 2

hidup yang menjelaskan perbutan atau kejadian itu sendiri. Sesuatu yang

diceritakan biasanya menyaksikan.

3) Sketsa

Sketsa adalah suatu bentuk wacana yang singkat yang selalu

dikategorikan dalam tulisan naratif, walaupun kenyataannya unsur perbuatan

atau tindakan yang berlangsung dalam suatu unit waktu itu tidak menonjol

atau kurang sekali diungkapkan. Sketsa dikembangkan dengan

mempergunakan detail-detail yang terpilih berdasarkan suatu karangan

perbuatan naratif.

4) Profil

Profil pertama-tama bukan suatu bentuk narasi murni. Bentuk

wacana ini adalah suatu wacana modern yang berusaha mengabungkan

narasi, deskripsi, dan eksposisi yang dijalin dalam bermacam-macam

proporsi.

Bagaimana yang terpenting yang dimasukkan kedalam sebuah

profil adalah sebuah sketsa karakter yang disusun sedemikian rupa untuk

mengembankan subjeknya. Penggarapannya tidak dibuat gesa-gesa, tetapi

Page 28: Document 2

menbuat kesan seolah-olah dibuat seenaknya. Penggarapannya dilakukan

secara cermat berdasarkan kerangka yang telah di susun.

Berdasarkan jenis-jenis narasi di atas dapat di kemukakan unsur-

unsur sebuah narasi. Unsur-unsur narasi menurut Keraf (1981: 145) sebagai

berikut.

a) Alur, yakni rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan

konflik yang terdapat dalam narasi itu yang brusaha memulihkan situasi

narasi kedalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis.

b) bagian pendahuluan, yakni bagian yang menyajikan situasi dasar,

memungkinkan pembaca memahami adegan-adegan selanjutnya. Oleh

karena itu, bagian ini sering disebut eksposisi. Bagian pendahuluan

menentukan daya tarik dan selera pembaca terhadap bagian-bagian

berikutnya. Bagian pendahuluan harus merupakan seni tersendiri yang

berusaha menjaring minat dan perhatian pembaca.

c) Bagian perkembangan. Perkembangan tentu saja terjadi pertikaian

sebagai akibat logis dan situasi awal yang mengandung faktor-faktor

peledak. Dari pertikaian timbul penggawatan yang menyiapkan jalan

untuk mencapai puncak dari seluruh narasi.

d) Bagian penutup, merupakan bagian terakhir dari suatu narasi atau

disebut juga peleraian dalam bagaian ini di komplikasi akhirnya dapat

Page 29: Document 2

diatasi dan di selesaikan. Namun, tidak selalu terjadi bahwa bagian

peleraian betul-betul memecahkan masalah yang dihadapi.

Selanjutnya, Nugriyantoro (1994: 22) yang mengemukakan

bahwa sebuah karya fiksi yang jadi merupakan sebuah bangun cerita yang

menampilkan dunia yang di sengaja di kreasikan pengaran. Wujud formal

fiksi itu sendiri hanya berupa kata dan kata-kata. Adapun unsur fiksi

menurut Nurgiyantoro (1994: 23-26), sebagai berikut:

1) Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur yang menbangun karya sastra itu sendiri . unsur

yang dimaksud, seperti: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,

sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa selanjutnya.unsur

ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi tidak

secarah langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme

karya sastra. Unsur yang menbangun sebuah fiksi, seperti: keadaan

subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan

pandangan hidup yang kesemuanya itu akan menpengaruhi karya yang

ditulisnya, bigrafi, psikologi, dan sebagainya

Page 30: Document 2

2) Fakta, Tema, Sarana Cerita

Fakta sebuah sebua cerita meliputi karakter, plot dan setting.

Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan

peristiwanya, eksistensinya dalam sebuah karya sastra. Tema adalah suatu

yang menjadi dasar cerita, ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman

kehidupan, seperti masalah cinta kasih, rindu takut, maut, religius, dan

sebgainya. Dalam hal tertentu sering tema disinonimkan dengan ide atau

tujuan utama cerita. Sararan cerita adalah teknik yang dipergunakan oleh

pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita menjadi pola yang

bermakna. Tujuan penggunaan sarana kesastraan adalah untuk

memungkinkan pembaca melihat fakta sebagaimana yang ditafsirkan

pengarang, menafsirkan makna fakata sebagaimana yang ditafsirkan

pengarang, dan merasakan penalaan seperti yang dirasakan pengarang.

3) Cerita dan Wacana

Cerita merupakan isi dari ekspresif naratif seangkan wacana

merupakan bentuk dari suatu yang diekspresikan. Ceriita terdiri dari

peristiwa dan wujud keberadaannya, eksistensinya. Peristiwa itu sendiri

dapat berupa tindakan, aksi, peristiwa yang berupa tindakan manusia.

Sebaliknya, wacana merupakan sarana untuk mengungkapkan isi. Dengan

kata lain, cara melukiskan sesuatu.

Page 31: Document 2

B. Kerangka Pikir

Pembelajran bahasa Indonesia sesuai Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan menuntut murid harus mampu memahami isi cerita. Cerita

merupakan yang berbentuk prosa yang singkat padat yang unsur ceritanya

berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah tokoh dan

pengembangan perilakunya terbatas dan keseluruhan cerita memberikan

kesan tunggal.

Cerita atau narasi terdiri atas autobiografi dan biografi, anekdot,

dan insiden, sketsa, dan profil. Salah satu bentuk narasi atau cerita yang

menjadi materi dalam penelitian ini yaitu anekdot. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini ditetapkan anekdot sebagai narasi untuk menjadikan materi

pembelajaran. Anekdot dijadikan sebagai materi karena mengandung pesan

dan nilai moral dibandingkan dengan narasi lain.

Untuk mengunkapkan keefektifan teknik bercerita dalam

meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres

Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, maka penelitian

ini dirancang peneliti yang melibatkan dua tahap penelitia, yaitu tahap pretes

(sebelum menggunakan teknik bercerita) dan tahap postes (setelah

mengunakan teknik bercerita). Jadi, pelaksanaanya dilakukan dengan

terlebih dahulu menugasi murid memahami isi narasi untuk mengetahui

Page 32: Document 2

kemampuan awal murid, lain menerapkan teknik bercerita sebgaia wujud

postes yang tujuannya mengetahui kemampuan murid dengan menggunakan

metode bercerita.

Berdasarkan pelaksanaan tersebut selankutnya dilakukan kegiatan

analisis. Hasil analisis tersebut sebagai sarana untu menarik kesimpulan

penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bangang kerangka

pikir berikut ini.

Bagang Kerangka Pikir

Simpulan

Keefektifan teknik bercerita

Menggunakan teknik bercerita dalam pembelajaran narasi (postes)

Tidak menggunakan teknik bercerita dalam pembelajaran narasi (pretes)

Page 33: Document 2

Cerita/Narasi

KTSP

Page 34: Document 2

C. Hipotesis

Berdasrkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, kajian

pustaka, maupun kerangka pikir dalam penelitian ini digunakan hipotesis

Page 35: Document 2

sebagai berikut: teknik bercerita secara efektif dapat meningkatkan

kemmpuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres Borongkapala

Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng .

D. Kriteria Pengujian Hipotesis

Rumusan Hipotesis diuji dengan menggunakan kriteria pengujian

hipotesis sebagai berikut: Hipotesis alternatif (H1) diterima apabila thitunglebih

besar atau sama dengan ttabel(th> tt).

Page 36: Document 2

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Desai Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas, yaitu

penerapan teknik bercerita sebagai variabel bebas (independen) peningkatan

kemampuan memahami ini cerita sebagai variabel terikat (dependen).

2. Desai Penelitian

O1 x O2

Desain atau model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kuantitatif yang bersifat eksperimen dengan pola sebagai berikut:

Page 37: Document 2

O1: Hasil tes yang diberikan sebelum perlakuan (treatmen)

O2: Hasil tes yang diberikan sesudah perlakuan (treatmen)

X : Treatmen (perlakuan)

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan

memberikan dua kali tes, yaitu pretes (sebelum eksperimen) dan kegiatan

postes (setelah eksperimen).

B. Defenisi Operasional Variabel

Keefektipan teknik bercerita adalah kesesuaian dengan materi dan

karakteristik murid sehingga dapat pengaruh positif terhadap pembelajaran

memahami narasi. Kemampuan memahami cerita yang dimaksud dalam

penelitian ini, yaitu tingkat pemahaman, penguasaan, dan pengetahuan

murid dalam menafsirkan dan terhadap cerita yang meliputi tema, alur, latar,

penokohan, pesan/amanat, serta nilsi-nilai yang terkandung didalamnya.

C. Populasi sampel

1. Populasi

Page 38: Document 2

Populasi penelitian adalah keseluruhan murid kelas V SD Inpres

Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng yang berjumlah

20 orang. Untuk lebih jelasnya, keadaan populasi dapat dilihat pada tabel 1.

berikut ini.

Tabel 1. Keadaan Populasi

No Kelas Jumlah

1. V 35 Orang

Jumlah 35 Orang

Sumber : Wali Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Bantaeng

2. Sampel

Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total

sampling,artinya penentuan sampel dilakukan dengan mengambil

keseluruhan populasi. Jadi, sampel penelitian ini ditetapkan sebanyak 20

orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Page 39: Document 2

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini

adalah teknik tes. Tes berbentuk esai sebanyak 15 butir soal yang dikerjakan

selama 2 x 45 menit. Dalam pelaksanaan di kelas, pertama-tama

guru/peneliti memberikan tes awal kepada murid dengan menggunakan

teknik yang lazim diterapkan oleh guru. Selanjutnya, menerapkan teknik

bercerita (treatmen)yang bertujuan mengukur keefektifan teknik yang

digunakan dalam penelitian ini.

Langkah-langkah pengumpulan data dalam meneliti adalah:

1. Peneliti melakukan observasi untuk mengetahui jumlah dan keadaan

siswa.

2. Peneliti memberi tes awal kepada murid.

3. Peneliti melakukan pembelajaran narasi dengan menerapkan teknik

bercerita. Dalam pelaksanaannya, guru dan murid menceritakan cerita,

setelah itu, murid menggali dan megapresiasi cerita.

4. Memberikan skor hasil tes awal dan akhir.

5. Pada akhirya, peneliti melakukan kegiatan analisis dengan

menggunakan analisis deskriftif.

E. Teknik Analisis Data

Page 40: Document 2

Dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan di analisis dengan

menggunakan teknik statistik deskriftif. Adapun langkah-langkah

menganalisis data sebagai berikut ini.

Hasil penelitian berupa bahan mentah yang diperoleh dari sampel

diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik analisis raam

persentase. Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai

berikut ini.

1. Membuat tabulasi skor siswa.

2. Melakukan perhitungan persentase kemampuan tiap siswa dengan

menggunakan rumus berikut ini.

Keterangan

P = Kemampuan Siswa

Fg = Skor Perolehan

N = Skor Maksimal

3. Mengklasifikasi kemampuan siswa dengan menggunakan standar

penilaian sebagai berikut ini.

Tabel 2. Klasifikasi Nilai Siswa

No Perolehan Nilai Frekuensi (f) Persentase (%)

Page 41: Document 2

Nilai 70 keatas

Nilai dibawah 70

...............

.................

...........

.............

Jumlah ................ ...............

(Depdiknas, 2006)

4. Menentukan perbandingan hasil pretes dan postes kemampuan murid

memahami narasi dengan rumus.

Keterangan

Md = mead dari perbedaan pretes dan postes

xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md)

åx 2d = jumlah kuadrat deviasi

N = Subjek pada sampel

db = ditentukan dengan N-1 (Arikunto 2006:306)